Anda di halaman 1dari 23

POKOK BAHASAN 6

WICARA PERSUASIF

1. RASIONAL

Pengetahuan dan pemahaman tentang wicara persuasif merupakan


modal dasar yang harus dimiliki oleh mahasiswa sebelum mereka melakukan
praktik wicara di depan kelas. Hal ini disebabkan bahwa wicara persuasif
merupakan jenis wicara yang paling sering digunakan dalam bidang kehidupan
sosial-politik pada masyarakat. Oleh karena itu, mahasiswa perlu dibekali ilmu
dan dilatih melakukan kegiatan wicara persuasif di kampus, supaya bila kelak
terjun dalam masyarakat dapat menerapkan ilmunya yang diperoleh di
perguruann tinggi.

2. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sajian tentang topik wicara persuasif ini diharapkan


mahasiswa dapat: (1) menyebutkan langkah-langkah urutan motif yang
dipergunakan dasar sebagai wicara persuasif; (2) menjelaskan dengan contoh
berbagai macam pencitraan yang digunakan sebagai bahan prersentasi
persuasif.

3. BAHAN AJAR
. Pokok bahasan ini akan membahas teknik-teknik persuasi, daya tarik
motif, pencitraan (penggunaan bahasa yang mengkomunikasikan perasaan), isi
pesan persuasif, organisasi pesan persuasif.

Teknik-Teknik Persuasi
Tidak ada teknik persuasif yang berlaku di mana saja, kapan saja, dan
untuk apa saja. Waktu, situasi dan khalayak sangat menentukan pemilihan
teknik persuasi. Ehninger, Monroe dan Gronbeck dalam Principles and Types of
Communication, merinci teknik-teknik persuasi berdasarkan jenis khalayak.

1
Khalayak Tak Sadar
Kadang-kadang pendengar tidak sadar akan adanya masalah atau tidak
tahu bahwa perlu mengambil keputusan. Bila begini persoalannya, kita dapat
menggunakan langkah-langkah urutan bermotif (motifvated sequence) sebagai
berikut:
Tahap perhatian. Bangkitkan minat khalayak dengan ilustrasi faktual,
kutipan yang tepat, atau dengan beberapa fakta dan angka yang mengejutkan.
Akan tetapi, kita harus melakukannya dengan hati-hati. Jangan menyajikan
bahan yang terlalu baru dan terlalu dramatis, sehingga orang akan meragukan
kredibilitas kita. Karena pada pendengar tidak menyadari adanya masalah yang
akan kita sampaikan, mereka perlu yakin bahwa kita adalah orang yang dapat
diterima dan bukan orang yang menakut-nakuti atau bukan seseorang yang
dipengaruhi oleh cerita desas-desus tak berdasar.
Tahap kebutuhan. Sajikan sejumlah besar fakta, angka dan kutipan yang
ditunjukkan untuk memperlihatkan bahwa memang benar-benar ada masalah.
Tunjukkan ruang lingkup masalah dan implikasinya. Tunjukkan siapa yang
bakal dikenai masalah itu. Sebutkan dengan khusus bagaimana situasi tersebut
mempengaruhi ketentraman, kebahagiaan, atau kesejahteraan pendengar.
Tahap pemuasaan, visualisasi, dan tindakan. Mengingat pentingnya
revelansinya masalah yang sudah ditunjukkan, kembangkanlah tahap
pemuasan, visualisasi dan (jika tepat) tahap tindakan seperti yang disarankan
pada pokok bahasan ini. Dalam pengembangan tahap-tahap itu, gunakanlah
kesempatan yang ada untuk memperkenalkan bahan-bahan yang lebih faktual,
buat menegaskan adanya masalah, dan sebutlah itu lagi ketika kita membuat
ikhtisar akhir dan mengimbau mereka untuk menyakini dan bertindak.
Seseorang akan mahir kampanye jika ia benar-benar mau belajar
dengan sungguh-sungguh. Cara belajar kampanye tersebut dapat ditempuh
dengan membaca buku-buku retorik (ilmu yang mempelajari masalah tutur
secara efektif) dan buku-buku pengetahuan umum lain. Selain itu, mereka
harus juga sering berlatih kampanye, karena dengan cara "trial and error"
seseorang akan makin matang pengalamannya. Begitu pula seorang yang akan
tampil berkampanye harus benar-benar siap terhadap materi pembicaraan dan

2
siap pula dari segi fisik maupun mental, sehingga diharapkan dalam
penampilan kampanye nanti tidak terdapat adanya hambatan-hambatan.
Agar penampilan kampanye dapat berhasil dan menarik, maka
diperlukan adanya variasi langgam atau gaya tertentu. Gaya atau langgam
yang sering timbul dalam suatu penampilan kampanye antara lain seperti
berikut ini.

(1) Langgam Agama.


Langgam agama mempunyai suara yang terkadang naik dan kemudian
menurun dengan gaya ucapan yang lambat dan ceremonis. Pada umumnya
langgam semacam ini sering ditampilkan oleh para khatib, muballig, dan
sebagainya dalam kampanye kerokhanian.
(2) Langgam Agitator
Langgam agitator dikemukakan secara agresif dan terbanyak digunakan
dalam pertemuan-pertemuan atau rapat-rapat umum, yang bersifat propaganda
politis. Biasa juga langgam ini dipakai untuk mencetuskan sentimen di kalangan
massa sesuai dengan konsep propaganda. Di dalam hal ini jiwa massa akan
dikuasai dan digiring ke arah tujuan yang diinginkan.
(3) Langgam Konversasi
Langgam konversasi merupakan langgam yang paling bebas, jelas, tenang
dan terang, yang sering digunakan dalam pertemuan-pertemuan atau rapat-
rapat yang sifatnya terbatas. Langgam ini banyak persamaannya dengan orang
yang sedang berbicara biasa dan sering kali dilakaukan pada pertemuan-
pertemuan yang serius.
(4) Langgam Didaktik
Langgam didaktik adalah langgam yang sifatnya mendidik kepada para
pendengar, seperti seorang guru yang sedang mengajar kepada siswanya.
Langgam ini bersifat menggurui, sehingga sering menimbulkan rasa kurang
enak jika ditujukan kepada pendengar yang merasa lebih pandai daripada
pembicara. Langgam ini tepat dipakai pada waktu berkampanye kepada
pendengar yang usianya lebih muda daripada pembicara.

3
(5) Langgam Sentimentil
Langgam sentimentil ini biasanya dipakai secara efektif dan banyak berguna
di dalam pertemuan umum dengan jalan mengemukakan kepuasan-kepuasan
atau kekecewakan-kecewaan dengan penuh perasaan. Segi positif langgam ini
adalah akan menyenangkan si pendengar bila berisi tentang kepuasan-
kepuasan atas keberhasilan, tetapi segi negatifnya akan menimbulkan
sentimen jika berisi tentang kekecewaan atau keprihatinan-keprihatinan atas
kejadian sosial di sekitar kita.
(6) Langgam Teater
Langgam teater adalah langgam berkampanye yang penuh dengan gaya dan
mimik seperti yang diperankan olek para aktor atau aktris dalam teater. Di
dalam hal ini pembicara berkampanye dengan akting lengkap dengan gerak
wajah (mimik), gerak lengan, gerak kepala, dan pemakaian vokal lengkap
dengan tekanan dan intonasinya seperti dalam pementasan panggung
sandiwara.

Khayalak Apatis
Berbeda dengan khalayak pertama, khalayak apatis tahu ada masalah
tetapi mereka acuh tak acuh saja. Mereka berkata, Apa urusannya dengan
aku?, Memangnya aku harus mencemaskannya? Jelaslah bagi orang-orang
seperti itu bahwa tujuan Kita adalah membuat mereka sadar bahwa yang kita
bicarakan itu betul-betul mempengaruhi mereka. Lakukanlah secara bertahap.
Tahap perhatian. Singkirkan sikap apatis dan ketidakpedulian mereka
dengan menyentuh secara singkat beberapa hal yang berkaitan dengan
kepentingan pendengar. Sampaikan satu atau dua fakta dan angka yang
mengejutkan. Gunakan ungkapan-ungkapan yang hidup untuk menunjukkan
bagaimana kesehatan, kebahagian, ketentraman, kesempatan maju dan
kepentingan-kepentingan lainnya ditentukan secara langsung oleh persoalan
yang Kita bicarakan.
Tahap kebutuhan. Bila sudah tumbuh perhatian, lanjutkan dengan
menunjukkan secara langsung dan dramatis sebagaimana masalah tersebut
mempengaruhi setiap orang yang hadir. Uraikan masalah dengan menunjukkan
(1) efeknya secara langsung atau segera terhadap mereka (2) efeknya pada

4
keluarga, sahabat, kepentingan bisnis, atau kelompok sosial profesional
mereka, (3) kemungkinan efek masa depan bagi anak-anak mereka. Dalam
menunjukkan efek itu, gunakanlah bukti-bukti yang sekuat mungkin contoh:
kasus, ilustrasi, statistik yang nyata, testimoni yang otoritatif dan tegaskan fakta
dan kondisi yang kurang dikenal atau mengejutkan.
Tahap pemuasan. Dalam membangun tahap pemuasan, tegaskan
kembali bagaimana usulan atau pemecahan yang Kita tawarkan berpengaruh
langsung pada kepentingan pendengar sendiri, atau pada keluarga dan sejawat
mereka. Artinya, dalam tahap ini seperti dalam tahap kebutuhan, tunjukkan
terus menerus bahwa sikap apatis dalam masalah ini tidak dapat dibenarkan.
Tahap visualisai dan tindakan. Visualisasi secara jelas keuntungan yang
akan diperoleh khalayak, sekiranya mereka menerima gagasan Kita; dan
kerugian besar jika mereka tetap tak mengacunkannya. Berdasarkan visualisasi
ini, meminta kepada mereka untuk mempelajari masalah ini atau bertindak
mengatasinya.

Khalayak Yang Tertarik tetapi Ragu


Sebagian khalayak tahu dan sadar akan adanya masalah; tahu bahwa
perlu mengambil keputusan, tetapi mereka masih meragukan keyakinan yang
harus mereka ikuti atau tindakan yang harus mereka jalankan. Dalam situasi
seperti itu, ketika tujuan utama kita menyakinkan pendengar bahwa pernyataan
kita benar atau bahwa usulan Kita adalah yang terbaik, gunakanlah tahap-tahap
seperti berikut:
Tahap perhatian. Karena khalayak sudah tertarik dengan persoalannya,
tahap ini boleh singkat saja. Seringkali langsung saja menunjuk pokok
persoalan. Sekali-kali boleh juga contoh pendek atau cerita singkat. Ketika
menggunakan yang terakhir, jagalah untuk selalu memusatkan perhatian
pendengar pada pokok persoalan bukan pada persoalan sampingan atau
rincian yang tidak relevan. Fokuskan perhatian hanya pada hal-hal yang pokok
saja. Selain itu, abaikan semua hal yang lain.
Tahap kebutuhan. Tinjaulah secara singkat latar belakang munculnya
masalah. Jelaskan latar belakang historisnya secara singkat, jika hal ini dapat
membantu pendengar kita memahami situasinya secara lebih jelas. Uraikan

5
juga dalam beberapa kata saja situasi yang ada, dan tunjukkan mengapa perlu
segera mengambil keputusan. Akhirnya, buatlah kriteria atau pedoman yang
harus dipenuhi dalam mengambil keputusan yang tepat.
Tahap pemuasan. Inilah bagian wicara lisan kita yang paling penting dan
mungkin paling panjang. Nyatakan usulan kita, atau tunjukkan secara ringkas
rencana tindakan yang harus dilakukan, dan definisikan istilah istilah yang
kabur atau menimbulkan berbagai penafsiran. Tunjukkan secara spesifik
bagaimana usulan kita memenuhi kriteria yang ditunjukkan pada tahap
kebutuhan. Lanjutkan dengan menunjukkan apa yang dapat diperoleh bila
orang menerima usulan kita dan apa kelebihan usulan kita dibandingkan
dengan alternatif-alternatif lainnya. Perkuat setiap pernyataan kita dengan
sejumlah banyak fakta, angka, testimoni dan contoh.
Tahap visualisasi. Lakukan langkah ini singkat saja dibandingkan dengan
wicara lisan lain. Gunakan bahasa yang hidup dan persuasif, tetapi jangan
berlebih-lebihan. Proyeksikan khalayak ke masa depan dengan melukiskan
gambaran realistis dari kondisi-kondisi yang dikehendaki, yang akan terjdi bila
orang menerima usulan kita atau mendukungnya- atau kerugian besar yang
terjadi bila orang menolaknya.
Tahap tindakan. Nyatakanlah kembali dengan bahasa yang jelas dan
kuat, usulan, anjuran atau rencana yang kita canangkan. Buatlah ikhtisar
singkat dari argumen-argumen penting dan imbauan yang dikemukakan pada
pembicaraan sebelumnya.

Khalayak yang Bermusuhan


Kadang-kadang khalayak sadar bahwa ada problem atau bahwa ada
masalah yang harus diatasi, tetapi mereka menentang usulan yang kita ajukan.
Penentangan ini boleh saja terjadi karena takut akan akibat yang tidak
dikehendaki atau lebih menyukai alternatif lain daripada yang kita tawarkan.
Kadang-kadang penentangan itu cerminan dari prasangka yang tersembunyi.
Apa pun kejadiannya, bila tujuan kita adalah mengatasi keberatan-keberatan
khalayak dan mengupayakan agar mereka menerima gagasan kita, ikutilah
urutan bermotif ini:

6
Tahap perhatian. Karena kita tahu khayalak memusuhi usulan kita,
pertama kali, usahakan untuk menyambungkan persahabatan dengan khalayak
kita, dan menjadikan mereka mau mendengar. Bahaslah pokok pembicaraan
kita secara tidak langsung dan berangsur-angsur. Usahakan kita mengalah
semampu kita pada segi-segi tertentu dari pandangan pendengar Kita;
tekankan kesamaan-kesamaan (common ground) dengan menegaskan pokok-
pokok yang disepakati; perkecil atau hilangkah perbedaan-perbedaan.
Bergeraklah sedikit demi sedikit, dimulai dari gagasan yang paling kecil
kemungkinannya menimbulkan penentangan dan bergeraklah menuju isu-isu
yang lebih kontroversial, secara perlahan-lahan. Usahakan agar mereka
merasa bahwa kita memang secara tulus ingin mencapai hasil yang juga
mereka inginkan.
Tahap kebutuhan. Capailah kesepakatan pada prinsip-prinsip atau
keyakinan-keyakinan. Gunakan prinsip-prinsip ini sebagai kriteria untuk
mengukur kebenaran proporsi yang kita kemukakan. Atau, kembangkanlah
tahap ini seperti Kita melakukannya untuk khalayak yang masih ragu.
Tahap visualisasi dan tindakan. Sekiranya kita berhasil sampai disini,
para pendengar sudah berada dalam posisi khalayak yang tertarik dengan
masalah yang dibicarakan tetapi masih ragu. Pengembangan wicara lisan kita
tidak berbeda dari pola wicara lisan sebelumnya (khayalak ragu), tetapi berilah
tekanan lebih banyak pada visualisai, atau keuntungan-keuntungan.

Menetapkan Daya Tarik Motif


Tujuan akhir wicara lisan ialah mempengaruhi manusia. Retorika sering
juga disebut seni persuasif. Dan persuasif adalah proses mempengaruhi
pendapat, sikap dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi
psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.
Pendapat, sikap dan tindakan adalah fenomena kepribadian, karena itu
seorang orator (ahli wicara lisan) perlu mengetahui faktor-faktor yang
menentukan kepribadian manusia.
Sudah sejak lama orang mencoba mengetahui penyebab bahasan dan
tingkah laku manusia. Diharapkan dengan mengetahui penyebab bahasan itu,
kita dapat mengatur, menggerakkan atau mengarahkan tingkah laku manusia.

7
Dalam buku-buku psikologis, hal itu disebut motif. Motif ialah kondisi intern yang
mengatur dan menggalakkan tingkah laku maju arah tertentu. Daya tarik yang
dapat menimbulkan kondisi intern tersebut merupakan daya tarik untuk
mencapai tujuan. Karena totalitas motif manusia itu membentuk kepribadian,
uraian kita aka sampai kepada faktor-faktor yang menentukan kepribadian
manusia (personality diterminant). Faktor-faktor ini harus diperhitungkan benar
oleh komunikator.

Motif Daya Tarik Motif


I. Biologis
a. Lapar dan dahaga : Kenikmatan, kesenangan, kemewahan
b. Lelah : Rekreasi, permainan, pelepasan dari
ketegangan
c. Seks : Daya tarik seks, perkosaan, penistaan
d. Keselamatan : Kesehatan, keamanan, perlindungan,
ketentraman
II Psikologis
a. Organisme: :
1. Ingin tahu Pengetahuan, pengalaman,
petualangan, variasi
2. Prestasi : Perjuangan, kemampuan, ambisi,
kreasi, hasrat membangun
b. Sosial: :
1. Kasih saying Kesetiaan, kekeluargaan, simpati, rasa
belas kasihan, hasrat meniru
2. Harga diri : Kebanggaan, kemuliaan, gengsi,
perhatian
3. Kekuasaan : Kekuatan, paksaan, pengaruh
kebebasan
c. Transendental :
1. Rasa agama Pemujaan, kesucian, mirakel, kegaiban,
kepercayaan keindahan, keagungan,
keadilan, kebenaran

Penjelasan:
Dalam biologi, manusia termasuki, binatang menyusui (mamalia). Ia
adalah organisme yang memiliki organisasi biokimia yang tersendiri. Tubuhnya
terdiri dari kurang lebih 21 triliun sel yang tersusun dalam sistem tubuh, otot
dan tulang. Sebagai organisme ia membutuhkan makanan, minuman, seks,
udara, istirahat, dan kelangsungan hidup. Kebutuhan inilah yang mendorong
manusia bergerak, mewarnai seluruh tingkah lakunya sejak waktu tidurnya

8
sampai gerak pikirannya. Motif biologis ini, saking pentingnya, disebut motif
primer (primary motives) oleh kaum behavioris. Suatu disiplin ilmu baru yangg
kontroversial, sosiobiologi bahkan beranggapan bahwa tingkah laku sosial pun
seperti menyelamatkan orang tenggelam, moralitas dan juga agama,
disebabkan oleh faktor biologis. Kita tidak berpendapat sejauh itu, tetapi dari
motif biologis tersebut kita menyebarkan beberapa daya tarik motif: kenikmatan,
kemewahan, rekreasi, permainan, pelepasan dari ketegangan, daya tarik seks,
kebersihan, kesehatan, rasa aman dan perlindungan dari kecelakaan.
Motif psikologis, di sini dimaksudkan motif yang tidak melibatkan secara
langsung integritas biologis dan organisme. Dasar jasmaniahnya (physiological
basis) tidak jelas dan akibat-akibat jasmaniahnya juga lebih kecil dari akibat-
akibat tingkah lakunya. Dalam kategori ini kita masukkan tiga kelompok motif:
motif organisme, motif sosial, dan motif transendental.

Prabowo
(Motif Ekonomi Kerakyatan sebagai inspirasi kampanyenya)

Motif organisme ialah motif yang berkaitan dengan fungsi intrinsik


organisme. Motif ini cenderung dapat dipenuhi oleh individu yang bersangkutan.
Hasrat ingin tahu (curiosity) timbul karena kecenderungan organisme untuk
menjadi bosan atau puas apabila diberikan pengalaman yang sama secara
terus menerus. Manusia ingin mengetahui memahami, mempelajari hal-hal
baru, mengalami dan merusakkan sesuatu yang luar biasa. Hasrat ingin tahu
mendorong manusia untuk menjelajah daerah tidak dikenal, meneliti dunia yang
asing, menciptakan mode baru, melakukan inovasi (pembaharuan) dan

9
sebagainya. Itu sebabnya hal-hal yang merangsang atau memuaskan motif ini
merupakan daya tarik yang penting. Di antaranya ialah pengetahuan,
pengalaman baru, petualangan, dan variasi. Hasrat prestasi (achievement
motive), yang kedua dalam kelompok motif organisme, banyak diteliti pada
akhir-akhir ini. Manusia ingin menggunakan seluruh kemampuannya untuk
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Manusia akan bergerak bila
diberikan rangsangan untuk mengejar prestasi yang tinggi. Rangsangan ini
dapat berupa semangat perjuangan, kemampuan, ambisi, daya kreasi dan
hasrat membangun.
Motif sosial ialah motif yang bergantung kepada hubungan individiu
dengan manusia lain. Dalam hubungannya dengan sesama manusia, ia
membutuhkan kasih sayang, harga diri dan kekuasaan. Manusia ingin dikasihi
atau diperhatikan orang lain. Ia tidak mau dibenci atau diabaikan, ia ingin
bergabung dengan kelompoknya dan tidak mau dipencilkan. Daya tarik motif
yang berhubungan dengan kasih sayang adalah kesetiaan (kesetian kepada
kawan, kelompok, bangsa atau saudara seagama) rasa kekeluargaan, simpati,
rasa belas kasihan kasihan, dan hasrat meniru. Kebutuhan sosial lainnya, yang
justru seringkali lebih menonjol pada masyarakat kita, ialah harga diri. Orang
ingin dihormati, dikagumi atau dipuji. Seringkali terjadi barang yang mahal lebih
laku dari barang yang murah; karena mahalnya harga meningkatkan harga diri
pembelinya. Daya tarik motif yang berkaitan dengan ini ialah: kebangsaan,
kemuliaan, gengsi, dan perhatian. Hasrat akan kekuasaan adalah kebutuhan
sosial lainnya yang membangkitkan energi tindakan manusia. Orang ingin
menguasai orang lain, ingin mempunyai wewenang lebih banyak, ingin
memerintah dan mengatur. Makin besar kekuasaan, makin leluasa (bebas)
orang bertindak. Karena itu daya tarik seperti kekuatan, paksaan, pengaruh,
dan kebebasan dapat menjadi picu untuk meledakkan hasrat berkuasa.

10
Gus Dur –Bapak Prularisme
(Motif sosial sebagai inspirasi kampanyenya)

Motif transendental jarang sekali mendapat perhatian buku-buku ilmu


jiwa. Motif ini barangkali agak menonjol pada lukisan Jung tentang manusia
sebagai naturalizer religiosa, sedikit pada uraian kebutuhan pokok manusia dari
Ratzenhofer. Bagi setiap manusia senantiasa ada nilai-nilai yang paling tinggi
(ultimate values) dan paling menyentuh emosi manusia. Karena nilai ini amat
tinggi, timbul kebutuhan untuk memelihara dan mewujudkan nilai-nilai tersebut.
Motif yang berhubungan dengan hal-hal yang suci di sini disebut rasa
beragama, sedangkan motif yang berhubungan dengan nilai-nilai kita sebut nilai
nilai filosofis. Manusia dapat mengorbankan apa saja, dapat bertindak hal-hal
yang luar biasa, bila motif-motif ini dimanipulasikan. Daya tarik untuk motif ini
antara lain: pemujaan, kesucian, keadilan, kebenaran, pengorbanan, kegaiban,
keagungan, keindahan, dan sebagainya.

Menggunakan Daya Tarik Motif


Untuk menggunakan daya tarik motif ini dalam wicara lisan, hal-hal
berikut harus diperhatikan.
1. Tidak ada daya tarik motif yang paling baik. Semuanya baik, asalkan sesuai
dengan situasi dengan situasi dan khalayak yang dihadapi. Motif biologis
amat cocok bagi khalayak yang kebutuhan hidupnya belum mencukupi,
tetapi motif prestasi baru cocok untuk tingkatan masyarakat yang lebih
tinggi. Di kalangan umat beragama motif transendental lebih tepat lagi.

11
2. Dari sejumlah motif itu, ambillah motif utamanya saja. Motif-motif lain hanya
dipergunakan sebagai penunjang pada motif tersebut. Dalam istilah
psikologis, motif ini disebut central organizing motive (COM). Bila ahli wicara
lisan ingin menanamkan kesetiaan kepada kelompoknya ia mungkin
menonjolkan kesetiaan ini dengan kebanggan (motif biologis) tetapi motif
utamanya tetap sama: kesetiaan!.

Unsur Emosi sebagai Intensifikasi Daya Tarik Motif


Bila ahli retorika klasik memandang emosi sebagai ciri penyajian retorika,
kini kita melihatnya dalam hubungannya dengan daya tarik motif. Bila daya tarik
motif diibaratkan dengan peluru, maka emosi adalah tenaga yang mendorong
peluru itu. Kekuatan daya tarik motif ditentukan oleh kekuatan emosi yang
mewarnainya. Menurt J.B. Watson, semua emosi merupakan hasil proses
belajar, kecuali tiga: takut, berang ,dan cinta. Walaupun demikian, apa yang
harus ditakuti diberangi dan dicintai diperoleh manusia berd asarkan
pengalaman dan pendidikan. Dengan demikian, emosi dapat dibuat,
ditimbulkan dan dipergunakan. Kebanyakan tindakan manusia lebih
berdasarkanm emosi daripada sebagai hasil pemikiran. Menurut Emil Dofivat,
terdapat faktor-faktort penggerak emosi sebagai berikut ini.

1. Kebencian
Kebencian dengan rekan-rekannya, iri hati, kedengkian, kemarahan dan
dendam memegang peranan utama dalam menggerakkan manusia.
Kebencian sudah lama digunakan dalam kampanye politik, baik oleh
komunis maupun tokoh kapitalis. Max Scheler secara psikologis berkata
Kebencian adalah alat perangsang yang mutlak untuk membangkitkan
semangat berjuang. Kebencian tidak selalu jelek bergantung dari objek yang
dibencinya dan kerangka etis yang mendasarinya. Benci kepada kejahatan
dianjurkan oleh agama dan benci dan kepada penguasa dihidupkan oleh
pemberontak.

2. Rasa Belas Kasihan


Pada diri manusia selalu ada perasaan simpati kepada mereka yang
menderita atau korban penganiayaan. Karena itu rasa belas kasihan dapat
dibangkitkan dengan menonjolkan penderitaan korban, mendramatisasikan

12
kepahlawanan atau menonjolkan suasana tidak berdaya. Digabungkan
dengan kebencian, rasa belas kasihan ini dapat menimbulkan kengerian.
Dikombinasikan dengan nilai yang tinggi, rasa belas kasihan dapat
menghasilkan semangat berkorban.

3. Unsur Seks
Unsur seks dapat ditampakkan dalam bermacam-macam cara. Pengaruhnya
terhadap tingkah laku manusia sudah tidak diragukan lagi. Sigmund Freud
bahkan menganggap bahwa unsur seks (yang disebut libido) terdapat dalam
seluruh kegiatan manusia sejak kesenian, pengetahuan, politik, bahkan
agama. Dengan menyertakan tata nilai, unsur seks dapat menimbulkan
kebencian luar biasa. Perkosaan terhadap rekan satu kelompok dapat
membakar kemarahan kelompok tersebut.

4. Hasrat menonjol
Sebagai individu manusia ingin lebih dari orang lain. Sebagai kelompok, ia
pun ingin menonjol dari kelompok yang lain. Dalam taraf bangsa, hasrat
menonjol ini dapat menimbulkan Chauvenisme (dari segi negatif) atau
kepahlawanan (dari segi positif). Pemujaan pada agamanya, kelompoknya,
pemimpinnya atau keyakinan hidupnya merupakan ungkapan hasrat
menonjol manusia.

5. Dasar kesusilaan
Manusia memiliki nilai-nilai batiniah yang tinggi yang untuk itu rela mengabdi
dan berjuang. Ia ingin berbuat sesuatu yang berarti dalam hidupnya di dunia
ini. Untuk itu ia memerlukan tujuan yang mungkin berupa: kehidupan
bahagia di akhirat, masa depan yang gemilang, tegaknya keadilan dan
kebenaran atau terwujudnya masyarakat baru yang tata tentram
kertaraharja.

6. Dorongan penglepasan etis


Pada suatu waktu sebagai individu atau kelompok manusia akan menderita
frustasi, karena berbuat kesalahan (sehingga menimbulkan perasaan
berdosa), diperlakukan tidak adil, dihadapkan kepada bermacam-macam
keinginan yang tidak dapat dicapai, tekanan ekonomi, gangguan psikologis
dan sebagainya. Frustasi ini akan menimbulkan beban hati nurani. Ia ingin

13
melepaskan tekanan batinnya. Bila ada ahli wicara lisan yang sanggup
menunjukkan jalan keluar untuk penglepasan beban batin ini, khalayak akan
melahirkan ledakan emosi yang luar biasa. Ketika Jerman menderita akibat
Perang Dunia I, Hitler menawarkan masa depan yang gemilang dan
menunjukkan sasaran penglepasan etis, orang Yahudi. Dalam teori persuasi
modern, penglepasan etis ini dapat disalurkan melalui mekanisme
penyesuaian (adjusment mechanism) seperti: rasionalisasi, kompensasi,
proyeksi, represi, kontraposisi, identifikasi, fantasi, dan negatifisme.

Pencitraan (Imagery)
Setiap saat kita menerima informasi dari lingkungan kita melalui alat-alat
indera kita: penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan penyentuh.
Dalam wicara persuasif, kita harus menyentuh alat-alat indera para pendengar,
sehingga mereka merasakan apa yang kita rasakan. Tentu saja, tidak mungkin
kita membangkitkan marah dengan meninju hidung mereka, membuat mereka
mencium harum dengan menyemprotkan parfum, atau membuat mereka
mundah degan menaburkan kotoran.
Kita harus merangsang alat-alat indera itu dengan bahasa. Apakah
mungkin? Sangat mungkin. Salah satu di antara keajaiban bahasa, ialah
kemampuannya untuk merangsang manusia secara fisik. Ceritakan kelezatan
makanan dengan baik. Air liur pendengar akan terbit karenanya. Tubuh kita
ternyata bukan hanya dipengaruhi oleh objek-objek stimuli, tetapi juga oleh
gambaran tentang stimuli. Penggunaan bahasa untuk menggambarkan stimuli
disebut imagery (pencitraan). Kita dapat bercerita begitu rupa, sehingga para
pendengar seakan-akan ikut melihat (visual imagery), mendengar (auditory
imagery), mengecap (gustatory imagery), mencium (olfactory imagery),
menyentuh, menggerakkan otot (kinesthetic imagery) merasakan mual di dalam
tubuh mereka (organic imagery).
Pencitraan visual. Di sini kita berupaya menggambarkan objek situasi,
atau peristiwa secara visual. Kita membuat potret. Para pendengar dipersilakan
melihat, potret itu. Potret itu terdiri dari titik, garis, atau bentuk. Potret itu berupa
rangkaian kata, yang menimbulkan kesan penglihatan pada benak kita

14
Susilo Bambang Yudoyono – Menciptakan Image Positif
(Selalu tampil manis di depan kamera/wartawan)

Pencitraan auditif. Kita membuat pendengar tidak saja mendengar


suara kita, tetapi juga mendengar peristiwa yang ada ceritakan. Di sini, kita
menggambarkan keras-lembutnya suara, riuh rendahnya bunyi, atau gegap
gempitanya bahana.
Pencitraan citra rasa. Kita mendorong pendengar seakan-akan ikut
mengecap apa yang kita ceritakan. Misalnya kita melukiskan rasa makanan
manis, asin, masam, atau gurih. Saya tidak menemukan contoh yang bagus
untuk ini. Tetapi, cobalah kita ceritakan pengalaman kita ketika kita dijamu
makanan yang sangat enak. Gambarkan gurihnya makanan yang digoreng,
renyahnya sate yang dibakar, pedasnya sambal yang kita usapkan pada
lalapan, asinnya ikan laut, sejuknya cola-cola dengan es, dan segarnya buah-
buahan yang kita ambil sebagai cuci mulut (dessert). Gambaran kita itu adalah
pencitraan cita rasa.
Pencitraan penciuman/pembauan. Dengan kata-kata, kita membawa
para pendengar untuk mencium bau-bau yang terdapat dalam peristiwa yang
kita ceritakan. Kata-kata untuk memperuasi dengan pencitraan ini, misalnya:
namanya harum, bunga bangsa, busuk tabiatnya, dan sebgainya.
Pencitraan perabaan. Pencitraan perabaan didasarkan pada perasaan
yang kita alami apabila tubuh kita berperabaan dengan objek, tubuh, atau
benda. Kata-kata untuk memperuasi dengan pencitraan ini, misalnya: bicaranya
kasar, halus budi bahasanya, senyumnya lembut, dan sebagainya.

15
Pencitraan kinestetik. Di sini, kita menggambarkan gerakan- gerakan
otot. Pendengar di harapkan memberikan reaksi empatik (dengan p), sehingga
ia ikut juga menggerakkan otot- otot dalam tuibuhnya. Kata-kata untuk
memperuasi dengan pencitraan ini, misalnya: ia orang yang ulet dalam
berdagang, orang itu tahan banting, setian hari membanting tulang, dan
sebagainya
Pencitraan organik. Lapar, mual, pusing adalah perasaan yang timbul
karena pencitraan organik. Untuk membuat pencitraan organik, kita memang
harus melukiskan peristiwa secara terperinci. Monroe dan kawan-kawan
menyarankan agar rincian itu tidak boleh terlalu terurai, sehingga mengganggu
perasaan khalayak.

ISI PESAN PERSUASIF


Apa yang harus diucapkan dalam wicara persuasif? Teknik
pengembangan pokok bahasan yang bagaimana yang paling efektif? Atau, apa
saja yang dimasukkan dalam naskah wicara persuasif? Pertanyaan- pertanyyan
itu berhubungan dengan isi pesan persuasif. Dengan merujuk kepada Wayne
N. Thompsom dalam Fundamental of Communication, kita akan menunjukkan
“bahan- bahan“ yang tepat untuk wicara persuasif dengan memperhatikan
tujuannya: (1) menarik perhatian, (2) meyakinkan (3) menyentuh atau
menggerakkan.

Menarik Perhatian
Ada sejumlah daftar panjang mengenai bahan- bahan yang menarik
perhatian. Inilah sebagian dari daftar itu:
 Hal konkret, suspense, konflik, gerakan yang berkaitan dengan
sesuatu yang di kenal, yang baru dan eksotik
 Fakta sensasional
 Yang berhubungan dengan peristiwa aktual, mode, dan
sebagainya;
 Kata- kata yang benuh warna dan gaya bahasa
 Struktur kalimat yang beragam
 Kutipan dan peribahasa yang diterapkan dengan cara baru

16
 Perbandingan, contoh, anekdot
 Rangkaian pernyataan atau fakta yang mengejutkan
 Ramalan
 Humor

Jusuf Kalla – dalam menarik perhatian


(Kampanye Golkar)

Yang berhubungan dengan orang, tempat, atau peristiwa lokal


Apapun yang tercantum dalam daftar, inilah prinsip- prinsip yang harus
dipertimbangkan dalam memilih bahan- bahan itu:
1. Tunjukkan bahwa topik itu berhubungan erat dengan kepentingan khalayak.
Jadi ambillah bahan-bahan pembicaraan yang berkaitan dengan mereka.
Gunakan “Anda“, “Anda“, “Saudara“: “Pekerjaan kita, terancam.....“,“lihat
lingkungan di sekitar Anda .....“ dan sebagainya.
2. Hindari satu jenis teknik pengembangan bahasan. Gunakan berbagai teknik:
kutipan, analogi, contoh, definisi, puisi, peribahasa. Ubah bentuk- bentuk
kalimat: pertanyaan, perintah, harapan, berita.
3. Gunakan contoh- contoh yang spesifik dan konkret.
4. Ceritakan kisah- kisah menarik. Untuk itu, kita dapat menggunakan karya-
karya sastra, peristiwa- peristiwa sejarah, kejadian aktual dalam koran atau
majalah, pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain.
5. Organisasikan bahan- bahan itu atau berikan makna kepadanya secara
orisinal, kreatif, dan persuasif. Boleh jadi kita menggunakan bahan- bahan

17
yang sudah dikenal, tetapi kita mengemasnya secara baru, dengan makna
baru.

Menyakinkan
Untuk meyakikan pendengar, kita memerlukan bahasan tersendiri
berkenaan dengan teknik- teknik argumentasi. Cukuplah di sini ditegaskan
bahwa bahan- bahan yang dapat meyakinkan adalah bukti. Ada empat bukti
yang harus dimasukkan dalam wicara persuasif, yaitu: fakta, contoh, statistik,
dan testimoni. Ada empat teknik penyajian bukti: induksi, deduksi, hubungan
kausal, dan analogi.

Bung Tomo – Pembakar Semangat Rakyat


(Meyakinkan arek-arek Surabaya dengan semangat juang)

Menyentuh atau Menggerakkan


Bahan- bahan yang menyentuh atau mengerakkan adalah bahan- bahan
yang mempunyai pengaruh psikologis. Pembicaraan kita tentang daya tarik
motif sangat relevan. Penggunaan daya tarik motif melalui tiga tahap: analisis,
seleksi, adaptasi. Pertama, temukan keinginan, harapan, cita- cita khalayak

18
tertentu; kedua, pilihlah bahan- bahan yang sesuai dengan keinginan khalayak;
dan ketiga, hubungkan usulan kita dengan kebutuhan, keinginan, dan
kepentingan khalayak tersebut.
Setelah kita menggunakan daya tarik lewat motif, maka kita dapat
mengintensifkannya dengan unsur-unsur emosi dan teknik-teknik penyesuaian
seperti rasionalisasi, kompensasi, dan identifikasi. Perhatikan contoh-contoh
berikut ini.

Rasa belas : Ratusan ribu anak Indonesia terpaksa putus sekolah. Mereka berlari-
kasihan lari di jalan raya, berpacu dengan kendaraan bermotor, dan
meneriakan dagangan mereka. Atau tubuh mereka yang kering itu
terpaksa memikul beban yang berat di atas kemampuan mereka. Atau,
tidak jarang mereka tertangkap basah karena mencuri barang yang
tidak berharga. Sebagai ganti untuk sesuap nasi yang mereka cari,
mereka mendapat pukulan dan caci maki.
Rasionalisasi : Siapakah yang menyebabkan penderitaan ratusan ribu anak Indonesia
itu? Kita semua, yang tidur kenyang ketika semua yang tidur kenyang
ketika orang lain kelaparan. Tidak mungkin kita membebaskan mereka
semua dari kemiskinan. Tetapi paling tidak, kita harus mengulurkan
bantuan untuk membantu sebagian di antara mereka.
Kompensasi : Kita ingin dicintai Tuhan. Tuhan mencintai orang-orang yang bangun di
tengah malam dan bersujud memuji-Nya. Tetapi itu sukar kita lakukan.
Tuhan mencintai orang-orang yang mensucikan diri. Tetapi, setiap hari
hidup kita berlumur dosa dan kemaksiatan. Lalu di mana cinta Tuhan
harus kita cari. Kepada Musa a.s. Tuhan bersabda: Carilah Aku di
tengah-tengah orang yang hancur hatinya!
Identifikasi : Nabi Muhammad saw. Terkenal dengan gelar Abul Masakin. Bapak
orang-orang miskin. Ia tidak segan-segan mengantarkan budak yang
dihinakan kepada tuannya; ia memperbaiki sandal anak yatim; ia
menemui Tuhan di tengah-tengah mereka yang menderita. Sebagai
umat Muhammad di tempat seperti itu juga seharusnya kita mencari
Dia.

Organisasi Pesan Persuasif


Dalam hal penyusunan pesan, kita telah membahas berbagai pola
menyusun dan mengorganisasikan pesan. Semua pola itu dipergunakan untuk
wicara persuasif; bergantung pada topik yang kita bicarakan. Kita tidak akan
mengulangi pola-pola itu. Kita hanya akan menunjukkan pola-pola yang lazim
digunakan dalam wicara persuasif. Untuk setiap pola, kita akan memberikan
petunjuk praktis.

19
Pola Pemecahan Masalah
Kita mungkin ingin menunjukkan masalah yang dihadapi khalayak dan
menyarankan cara-cara pemecahannya. Masalah itu boleh saja berkenaan
dengan masalah-masalah psikologis (seperti stres, rasa kesepian,
kegelisahan), ekonomis (seperti pengangguran, kenaikan harga, gaji), sosial
(seperti kemiskinan, kejahatan, radikalisme), budaya (seperti pergeseran nilai,
kejutan budaya, globalisasi), dan sebagainya. Wicara lisan kita ditujukan untuk
menyadarkan orang akan adanya (atau urgensinya) masalah, kita menjelaskan
berbagai alternasi pemecahan masalah dan menunjukkan alternatif terbaik.
Busby dan Majors, dalam Basic Communication, membuat ikhtisar pola
pemecahan masalah sebagai berikut:
I. Pengantar/ Pendahuluan
II. Isi Wicara lisan
A. Tunjukkan Masalahnya
1. Apa penyebab bahasannya ?
2. Siapa yang bertanggung jawab ?
3. Sejauh mana urgensinya ?
B. Tunjukkan alternatif pemecahan
1. Adakah pemecahan masalah?
2. Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah masalah?
3. Siapa yang dapat bertindak mengatasi masalah
C. Tunjukkan pemecahan terbaik
1. Apa yang pernah dilakukan orang untuk memecahkan masalah itu?
2. Mana pemecahan yang Kita usulkan?
3. Mana pemecahan yang disukai khalayak?
III. Kesimpulan/ Penutup

Pola Sebab Akibat


Pola ini dimaksukan untuk melukiskan situasi yang terjadi. Dengan pola
ini pendengar diajak untuk memahami lebih jernih dan mengerti sebab-
sebabnya. Boleh juga pola ini dipergunakan untuk membahas masalah yang
sebab-sebabnya tidak mudah diketahui. Busby dan Majors dalam buku yang
sama membuat ikhtisar sebagai berikut ini.

I. Pengantar/ Pendahuluan
II. Isi Wicara lisan
A. Tunjukkan sebab-sebab timbulnya kasus
1. Faktor-Faktor apa yang menimbulkannya ?
2. Apakah kasus itu merupakan respon pada kasus lain?
3. Siapa bertanggung jawab ?

20
B. Tunjukkan akibat-akibat kasus
1. Bagaimana indikasi kasus?
2. Siapa yang dikenai kasus ?
3. Faktor-faktor apa bagi yang terpengaruh ?
C. Apa yang dapat/ harus dilakukan?
1. Apa jalan keluarnya?
2. Bagaimana jalan keluar itu menimbulkan efek yang dikehendaki?
3. Apa faedah-faedahnya
4. Siapa yang harus melakukannya?
III. Kesimpulan/ Penutup

Pola Pro-Kontra
Bila topik pembicaraan kita tidak dapat disusun berdasarkan pola
pemecahan masalah atau pola sebab-akibat, susunlah berdasarkan pola pro-
kontra. Kita mungkin mengajukan usulan untuk membangun pusat rekreasi di
kota kita. Kita harus menunjukkan keuntungan-keuntungan pusat rekreasi itu
(pandangan pro) dan kerugian-kerugian yang mungkin terjadi (pandangan
kontra). Tentu saja kita harus berhasil menunjukkan bahwa keuntungan jauh
lebih besar dari kerugiannya. Inilah ikhtisar pola pro-kontra:

I. Pengantar/ Pendahuluan
II. Isi Wicara lisan
A. Tunjukkan keuntungan-keuntungannya
1. Aspek mana dari pokok pembicaraan yang paling menarik?
2. Keuntungan apa yang bakal diperoleh pendengar?
B. Tunjukkan kerugian-kerugiannya
1. Aspek mana yang paling tidak menarik
2. Adakah kerugian atau biaya tersembunyi yang akan dialami pendengar?
C. Tunjukkan bagaimana pendengar memperoleh keuntungan
1. Apakah keuntungan lebih besar dari kerugian?
2. Langkah-langkah apa yang harus diambil untuk memperoleh keuntungan?
3. Bagaimana pendengar dapat berperan serta?
4. Bila tindakan itu harus dilakukan?

Pola Urutan Bermotif


Pola ini, seperti kita ketahui lazim disebut pola Monroe (dari perumusnya,
Dr. Alan H. Monroe). Pada bagian terdahulu, kita sudah membicarakan teknik
wicara persuasif berdasarkan pada pola ini. Di sini, sekedar mengingatkan lagi
dan menyederhanakannya, kita cantumkan ikhtisar pola urusan bermotif
sebagai berikut ini.

21
I. Pengantar/ Pendahuluan
A. Perhatian
1. Bagaimana menarik perhatian?
2. Bagaimana memusatkan perhatian
B. Kebutuhan
1. Apa masalah yang dihadapi?
2. Apa yang sudah diketahui khalayak
3. Bagaimana membuat khalayak merasakan kebutuhan itu?
II. Isi Wicara lisan
A. Pemuasan
1. Bagaimana kebutuhan khalayak dapat dipuaskan?
2. Apa tanda-tanda pemuas kebutuhan?
3. Di mana pemuasan itu dapat diperoleh ?
B. Visualisasi
1. Apa keuntungan bagi khalayak ?
2. Bagaimana keadaannya bila kebutuhan itu terpenuhi?

III. Kesimpulan/Penutup
A. Imbauan/ Tindakan
1. Apa yang harus dilakukan khalayak untuk memperoleh pemuas kebutuhan?
2. Kapan mereka harus bertindak?

4. METODE DAN KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR

Metode yang dipergunakan dalam pembelajaran materi wicara persuasif


adalah metode penugasan, wicara kelompok. dan diskusi kelompok. Adapun
kegiatan belajar-mengajar dalam pembelajaran wicara persuasif ini adalah: (1)
dosen memberikan tugas kepada salah satu kelompok (yang terdiri atas 5
orang) untuk mendiskusikan dan merangkum materi yang ada dalam bahan
ajar dalam format wicara (power point); (2) mahasiswa memwicarakan hasil
diskusi kelompoknya di depan kelas dengan menggunakan media laptop dam
LCD; (3) mahasiswa mendiskusikan materi pembelajaran yang diwicarakan
kelompok tersebut dalam diskusi kelas; (4) dosen memberikan balikan kepada
mahasiswa terhadap hasil diskusi kelas.

5. EVALUASI

1. Coba Anda sebutkan langkah-langkah urutan motif yang dipergunakan dasar


sebagai wicara persuasif

22
2. Coba Anda jelaskan dengan contoh-contoh bagaimana cara-cara
mengembangkan pencitraan yang digunakan sebagai bahan prersentasi
persuasif.

6. SUMB ER DAN MEDIA PEMBELAJARAN

6.1 Sumber Bacaan

Anderson, Martin P. dkk. 1964. The Speaker and His Audience. New York:
Harper and Row.
Baker, Virgil L. and Eubanks, Ralp T. 1978. Speech in Personal and Public
Affairs. New York: David McKay Company, Inc.
Barnhart, Claurence L. 1953. The American College Dictionary. New York:
Harper and Brothers Publishers.
Brigance, William Norwood. 1955. Speech Communication. New York:
Applenton Century-Crafts, Inc.
Bryant, Donald C. and Wallace, Karl R. 1947. Fundamental of Public Speaking.
New York: Appleton Century-Crafts, Inc.
Capp, Glenn R. 1961. How to Communicate Orally. N.J.: Prentice Hall, Inc.
Cannolly, James E. 1973. Public Speaking as Communication. Minniapolis,
Minnesota: Burgess Publishing Company.
De Vito, Joseper A. 1987. The Elemen of Public Speaking. New York: Holt,
Rinehart, and Winston Inc.
Elson, E.F. Peck Alberta. 1970. The Art of Speaking. Lexington,
Massachusettts: Ginn and Company.
Jeffrey, Robert and Owen Peterson. 1976. Speech: A Basic Text. New York:
Harper and Row Publisher.
Logan, Lillian M and Logan, Virgil G. 1972. Creative Communication, Teaching
The Language Art. Toronto: McGraw Hill Ryerson Limited.
Monroe, Alan H. 1955. Principles of Speech. Chicago: Scottt, Foresman and
Company.
Rakhmat, Jalaluddin. 2002. Retorika Modern. Bandung: PT Remaja
Kosdakarya.

6.2 Media Pembelajaran

Media pembelajaran yang digunakan untuk menunjang pembelajaran


pelaksanaan wicara persuasif ini berupa sajian bahan wicara dalam format
power point, laptop, dan LCD yang digunakan untuk menampilkan rinkasan
teori yang berkenaan dengan pokok bahasan wicara persuasif..

23

Anda mungkin juga menyukai