Anda di halaman 1dari 2

Nama : Nurul Khotimah

NIM : 2111101079
Lokal/Semester : PAI 7/2
Dosen Pengampu : Misbahul Fuad, M.Pd. I
Mata Kuliah : Fikih
1. Hukum pernikahan ada 5 :
a. Wajib jika seseorang telah memiliki kemampuan untuk berumah tangga dan
sudah tercukupi baik fisik maupun finansial, serta memiliki kemampuan untuk
menikah. Selain itu, sulit baginya untuk menghindari zina.
b. Sunnah apabila orang tersebut mempunyai keinginan untuk menikah namun
tidak dikhawatirkan atau dapat menahan dirinya tidak akan jatuh kepada
maksiat, sekiranya tidak menikah.
c. Mubah ketika seseorang yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak
membutuhkannya atau tidak memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang
impoten atau lanjut usia, atau yang tidak mampu menafkahi. Sedangkan
wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus rasyidah (berakal).
d. Makruh apabila seseorang memang tidak menginginkan untuk menikah karena
faktor penyakit ataupun wataknya. Seseorang tersebut juga tidak memiliki
kemampuan untuk menafkahi istri dan keluarganya sehingga jika dipaksakan
menikah, dikhawatirkan orang tersebut tak bisa memenuhi hak dan
kewajibannya dalam rumah tangga dan hanya akan menyakiti wanita yang
hendak dinikahinya.
e. Haram apabila seseorang tidak memiliki kemampuan atau tanggung jawab
untuk membangun rumah tangga seperti kewajiban berhubungan seksual
maupun berkaitan dengan kewajiban-kewajiban lainnya. Selain itu, hukum
nikah jadi haram jika pernikahan itu dilakukan dengan maksud untuk
menganiaya, menyakiti, dan menelantarkan. Pernikahan juga bisa dikatakan
haram jika syarat sah dan kewajiban tidak terpenuhi.

2. Para ahli fiqih mensyariatkan ucapan qobul itu dengan lafaz fiil madhi (kata kerja
telah lalu) sebagai contoh: pengijab berkata zawattuka ibnati pulanah (aku kawinkan
kamu kepada anak perempuanku) lalu penerima menjawab qabiltu (saya terima), atau
salah satunya dengan fiil madhi dan yang lain dengan fiil mustakhal (kata kerja
sedang), sebagai contoh: pengijab berkata uzawwijuka ibnati (aku kawinkan kamu
kepada anak perempuanku sekarang) lalu penerima menjawab qabiltu (saya terima).”

3. Menurut saya, pernikahan beda agama itu tidak sah sebagaimana tercantum dalam Al-
Quran Surah Al-Baqarah ayat 221 disebutkan yang artinya “Dan janganlah kamu
menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman”. Mazhab Syafi’i
berpendapat bahwa perkawinan beda agama adalah boleh Yaitu menikahi wanita ahlu
al-kitab. Akan tetapi termasuk golongan wanita ahlu al-kitab menurut mazhab Syafi’i
adalah wanita-wanita Yahudi dan Nasrani keturunan orang-orang bangsa Israel dan
tidak termasuk bangsa lainnya, sekalipun termasuk penganut Yahudi dan Nasrani
4. Batasan sahnya ijab qobul, yaitu ketika mempelai pria mengucap “ saya terima
nikahnya atau qobiltu” tanpa ada jeda yang sangat lama. Maka dalam waktu
bersamaan dua mempelai laki-laki dan perempuan sah menjadi sepasang suami istri.
Dan batasan tidak sahnya, yaitu terdapat jeda yang lama ketika ijab qobul, dan ketika
ijab qobul ada diselingi dengan kata-kata lain, karena antara lafa ijab dan qobul tidak
boleh ada pemisah, selain jeda yang sebentar, pengucapan lafaz ijab qobul tidak
terdengar, maka dari itu ketika mengucapkan ijab qobul sebisa mungkin dengan tegas
dan lantang. Ijab dan qobul tidak boleh ada pemisah, selain jeda yang sebentar,
pengucapan lafaz ijab qobul tidak terdengar, maka dari itu ketika mengucapkan ijab
qobul sebisa mungkin dengan tegas dan lantang.

5. Apabila istri ditalak satu atau talak dua oleh suami lalu sang suami meninggal, maka
masa iddahnya menjadi empat bulan sepuluh hari setelah suaminya meninggal dunia.

Anda mungkin juga menyukai