Fasakh disebut juga dengan batalnya perkawinan atau putusnya perkawinan. Yang
dimaksud dengan menfasakh nikah adalah membatalkan atau memutuskan ikatan hubungan
antara suami dan istri.
SYARAT-SYARAT FASAKH
Fasakh (batalnya perkawinan), karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi ketika akad
nikah.
a. Setelah akad nikah, ternyata diketahui bahwa istrinya adalah saudara kandung atau saudara
sesusuan pihak suami,
b. Suami istri masih kecil, dan diadakannya akad nikah oleh selain ayah atau datuknya.
Kemudian setelah dewasa, ia berhak memutuskan untuk meneruskan atau mengakhiri
perkawinannya.
a. Bila salah seorang dari suami istri murtad atau keluar dari agama islam dan tidak mau
kembali sama sekali ke agama Islam,
b. jika suami yang tadinya kafir masuk islam, tetapi istri masih tetap dalam kekafirannya yaitu
tetap menjadi musyrik, maka akadnya batal (Fasakh).
b. Karena gila.
c. Karena Kusta.
d. Karena ada penyakit menular, seperti sipilis, TBC, dan lain sebagainya.
e. Karena ada daging tumbuh pada kemaluan perempuan yang menghambat maksud
perkawinan( bersetubuh).
f. Karena ‘Anah (zakar laki-laki impoten, tidak hidup untuk jima’) sehingga tidak dapat
mencapai apa yang dimaksudkan dengan nikah.
HUKUM FASAKH
Pada dasarnya hukum fasakh itu adalah mubah atau boleh, tidak disuruh dan tidak pula
dilarang; namun bila melihat kepada keadaan dan bentuk tertentu hukumnya sesuai dengan
keadaan dan bentuk tertentu.
Akibat hukum yang ditimbulkan akibat putusnya perkawinan secara fasakh adalah suami
tidak boleh ruju’ kepada mantan istrinya selama istrinya masih menjalani masa iddah, hal ini
disebabkan karena perceraian yang terjadi secara fasakh ini berstatus ba’in sughra.
Akibat hukum yang ditimbulkan setelah terjadi fasakh adalah hukum thalaq ba’in sughra,
dimana si suami boleh melanjutkan perkawinannya kembali dengan mantan istrinya dengan akad
nikah yang baru tanpa memerulukan muhallil, baik dalam masa iddah si istri maupun tidak.
HIKMAH FASAKH
Hikmah boleh dilakukannya fasakh itu adalah memberikan kemaslahatan kepada umat
manusia yang sedang dan telah menempuh hidup berumah tangga. Dalam masa perkawinan itu
mungkin ditemukan hal-hal yang tidak memungkinkan keduanya mencapai tujuan perkawinan,
yaitu kehidupan mawaddah, warahmah, dan sakinah, atau perkawinan ituakan merusak
hubungan antara keduanya. Atau dalam masa perkawinannya itu ternyata bahwa keduanya
mestinya tidak mungkin melakukan perkawinan, namun kenyataannya telah terjadi. Hal-hal yang
memungkinkan mereka keluar dari kemelut itu adalah perceraian.
PENGERTIAN KHULU’
Khulu’ yang terdiri dari lafaz kha-la-‘a yang berasal dari bahasa Arab secara etimologi
berarti menanggalkan atau membuka pakaian . Sedangkan menurut istilah di dalam ilmu fiqih,
khulu adalah permintaan cerai yang diminta oleh istri kepada suaminya dengan memberikan
uang atau lain-lain kepada sang suami, agar ia menceraikannya.
SYARAT-SYARAT KHULU’
Seorang istri meminta kepada suaminya untuk melakukan khulu, jika tampak adanya
bahaya yang mengancam dan merasa takut keduanya tidak akan menegakkan hukum
Allah SWT.
Hendaknya khulu itu berlangsung sampai selesai tanpa adanya tindakan penganiayaan
(menyakiti) yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya.Jika ia menyakiti istrinya, maka
ia tidak boleh mengambil sesuatu pun darinya.
Khulu itu berasal dari istri dan bukan dan pihak suami . Jika suami yang merasa tidak
senang hidup bersama dengan istrinya, maka suami tidak berhak mengambil sedikit pun
harta dan istrinya
Khulu sebagai talak ba’in Sughra, yakni sebuah perceraian yang tidak dapat dirujuk
kembalinya sang istri oleh si suami kecuali proses akad nikah yang baru.
HUKUM KHULU’
Jika seorang istri tidak menyukai untuk tetap bersama dengan suaminya, baik karena buruknya
akhlak/perilaku suaminya atau karena buruknya wajah/fisik suaminya, sehingga ia khawatir tidak
dapat menjalankan hak-hak suaminya yang telah ditetapkan Allah kepadanya, maka dalam
kondisi semacam ini istri boleh mengajukan khulu kepada suaminya.
Haram
Jika istri mengajukan khulu kepada suaminya bukan karena alasan yang diperbolehkan oleh
agama, seperti karena sang suami buruk rupa, maka khulu tersebut menjadi hukumnya haram.
Rukun
Adanya mukhali, yakni seseorang yang berhak mengucapkan perkataan cerai, yakni
suami.
Adanya mukhtali’ah, yakni seseorang yang mengajukan khulu, yakni istri. Dengan syarat,
si istri adalah istri yang sah secara agama dan istri dapat menggunakan hartanya secara
sadar, dalam artian tidak gila dan berakal.
Adanya iwadh, yakni harta yang diambil suami dari istrinya sebagai tebusan karena telah
menceraikan istrinya.
Adanya sigha khulu atau perkataan khulu dari suami.