Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses pengeringan singkong (Manihot esculenta) dengan ukuran panjang 1


cm, lebar 1 cm, dengan variasi ketebalan 0,1 cm pada temperatur 70oC dan 80oC
menunjukkan adanya pengaruh pada saat proses pengeringan berlangsung. Pada
proses ini didapatkan temperatur bola kering sebesar 31oC dan temperatur bola
basah sebesar 22oC, yang memiliki nilai kelembaban mutlak sebesar 0,0134 kg
uap air/kg udara kering dengan nilai persen kelembabannya yaitu 48,33 %.
Pengurangan kadar air pada singkong selama proses pengeringan
menghasilkan kurva seperti pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
0.8
X (kg air/kg bahan padat)

0.7
0.6
0.5
0.4 f(x) = − 0.336216508537391 x + 0.438142889272393
0.3 R² = 0.693861804064931
0.2
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2
t (jam)

Gambar 4.1 Kurva hubungan antara kadar air (X) terhadap waktu (t)
pada temperatur 70oC
X (kg air/kg bahan padat)

0.6
0.5
0.4
0.3 f(x) = − 0.359162845539107 x + 0.340080898729203
0.2 R² = 0.731524544984726
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

t (jam)

Gambar 4.2 Kurva hubungan antara kadar air (X) terhadap waktu (t)

pada temperatur 80oC

16
Berdasarkan Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa kadar air
pada singkong (Manihot esculenta) mengalami proses pengeringan dengan
ditandai adanya penurunan kadar air. Hal ini dapat terjadi karena saat udara
kontak langsung dengan singkong, air di permukaan singkong akan menguap,
sehingga menyebabkan kadar air dalam bahan semakin berkurang. Variasi
temperatur sangat berpengaruh terhadap proses pengeringan, dimana semakin
rendah temperatur yang digunakan maka proses pengeringan akan membutuhkan
waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan penggunaan temperatur yang
lebih tinggi selama operasi.
Hal tersebut ditunjukan pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Waktu yang
dibutuhkan sampai didapatkan berat (Ws) konstan pada bahan dengan temperatur
70oC yaitu 3 jam 15 menit sedangkan pada bahan dengan temperatur 80 oC yaitu 2
jam 45 menit. Hal tersebut terjadi karena semakin tinggi temperatur yang
digunakan untuk pengeringan, semakin tinggi energi panas yang disuplai, maka
semakin cepat pula waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan suatu bahan
padat dengan variasi ketebalan yang sama.
Kurva laju pengeringan yang diperoleh dari pengolahan hasil percobaan
pada variasi temperatur 70oC dan variasi temperatur 80oC dapat dilihat sebagai
berikut :
0.003

0.0025

0.002

0.0015
R

0.001

0.0005

0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5
X

Gambar 4.3 Kurva hubungan antara laju pengeringan (R) terhadap


kadar air (X) pada temperatur 70oC

17
0.0035

0.003

0.0025

0.002
R

0.0015

0.001

0.0005

0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4
X

Gambar 4.4 Kurva hubungan antara laju pengeringan (R) terhadap


kadar air (X) pada ketebalan 80oC

Berdasarkan kurva yang diperoleh menunjukan bahwa laju pengeringan


(R) untuk variasi temperatur 80oC menghasilkan nilai yang lebih besar
dibandingkan dengan variasi temperatur 70oC. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, bahwa hal ini dapat terjadi karena laju penguapan air bahan dalam
pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Semakin besar perbedaan
antara suhu media pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin besar pula
kecepatan pindah panas ke dalam bahan, sehingga penguapan air dari bahan akan
lebih banyak dan cepat.
Dalam percobaan ini baik untuk variasi temperatur 70oC maupun variasi
temperatur 80oC. Fenomena yang terjadi pada awal proses pengeringan yaitu
perpindahan panas secara konduksi yang ditunjukkan dengan merambatnya panas
melalui media yaitu dari udara panas ke baki atau wadah bahan lalu dihantarkan
ke bahan yang akan dikeringkan. Fenomena perpindahan panas selanjutnya yaitu
perpindahan panas secara konveksi dimana panas merambat tidak melalui media
yaitu terjadi ketika udara panas berkontakkan langsung dengan bahan yang akan
dikeringkan, adapun fenomena perpindahan massa yang terjadi ditunjukkan
dengan berkurangnya kadar air yang terkandung dalam bahan yang dikeringkan
menjadi uap ke udara.

18
Fenomena tersebut mengakibatkan laju pengeringan konstan, dan setelah
mencapai waktu kritis, dilanjutkan periode pengeringan menurun. Hal ini
dikarenakan pada saat awal proses pengeringan terjadi penguapan air tak terikat
yang berada di permukaan bahan. Kemudian pada perioda menurun secara linier,
air yang diuapkan adalah air terikat. Air terikat membutuhkan waktu berdifusi
atau berubah dari konsentrasi tinggi menjadi rendah sebelum menguap, sehingga
menyebabkan laju pengeringan menurun dan memperlambat proses pengeringan.
Fenomena perpindahan massa yang terjadi adalah perpindahan massa secara
difusi, ditunjukkan oleh perubahan berat bahan selama proses pengeringan
berlangsung. Dimana perpindahan massa ini terjadi melalui proses penguapan
sehingga air yang terkandung di dalam bahan menguap melalui permukaannya
yang kemudian dipindahkan oleh udara yang bergerak disekitar permukaan bahan.
Hasil pengamatan yang didapatkan pada praktikum kali ini sesuai dengan
hasil pengamatan pada jurnal “Pengaruh Suhu serta Kelembaban yang Terjadi
Selama Proses Pengeringan” oleh Ari dan Seri. Berdasarkan pengamatan, dapat
disimpulkan bahwa suhu dan kelembaban sangat mempengaruhi lamanya waktu
pengeringan. Ketika kelembaban udara tinggi, maka suhu ruang pengering
menjadi rendah yang mengakibatkan waktu pengeringan semakin lama. Begitu
pun sebaliknya, saat kelembaban udara rendah, maka suhu ruang pengering
menjadi tinggi yang mengakibatkan waktu pengeringan menjadi lebih cepat.

19
BAB V

KESIMPULAN

Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa :


1. Semakin lama waktu operasi maka kandungan air yang dihasilkan semakin
berkurang.
2. Perioda laju pengeringan konstan lebih lama dibanding perioda laju menurun
linier menunjukan bahwa bahan memiliki kandungan air pada permukaan
bahan lebih banyak.
3. Semakin tinggi temperatur akan menyebabkan proses pengeringan yang lebih
cepat.

20

Anda mungkin juga menyukai