Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Unit proses merupakan segala operasi atau suatu semi-operasi yang menyebabkan terjadinya
perubahan fisik atau kimiawi pada suatu bahan atau campuran bahan. Unit proses akan
mengolah segalam macam masukan (input) agar dapat menjadi keluaran (output) yang
diinginkan. Unit proses berbentuk suatu satuan yang membentuk keberlangsungan suatu
proses. Masing-masing dari unit proses yang berbeda memiliki keterkaitan atau hubungan
dalam satu set aliran proses input-output. Unit proses memiliki keterkaitan dengan unit
operasi. Seperti contoh, pada proses koagulasi, unit proses dilibatkan dalam proses
destabilisasi partikel dengan ditambahkannya koagulan, sementara unit operasi akan terlibat
dalam pengadukan proses koagulasi dengan menggunakan impeller pada kecepatan tertentu.

Implementasi unit proses akan mampu menghasilkan suatu sistem pengolahan apabila
dilakukan secara tepat serta mampu disandingkan dengan tepat bersama unit operasi. Salah
satu contoh implementasi unit proses sebagai seorang Teknik Lingkungan adalah mendesain
suatu unit proses (reaktor, tangki/bak dan unit pengolahan). Dalam mendesain suatu unit
proses, diperlukan beberapa data terkait untuk melakukan kalkulasi desain secara tepat. Data-
data tersebut contohnya adalah nilai debit aliran, nilai parameter kualitas air (fisika, kimia
biologi) dan nilai standar baku mutu parameter kualitas air.

Pelaporan Tugas Besar Unit Proses ini akan membahas unit proses yang dibutuhkan pada
suatu sistem pengolahan air minum yang mengambil sumber air sungai Tukad Petanu,
Gianyar (data terlampir). Data yang didapatkan merupakan hasil pemeriksaan kualitas air
Tukad Petanu pada intake Instalasi Pengolahan Air (IPA) Petanu, Kabupaten Gianyar. Hasil
pemeriksaan, kemudian dibandingkan dengan nilai baku mutu berdasarkan Permenkes No.
492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

Perancangan unit proses pada pengolahan air minum Tukad Petanu akan meliputi
perancangan unit netralisasi, unit koagulasi-flokulasi, unit water softening dengan metode
pertukaran ion, unit desinfeksi serta unit adsorben. Dalam perancangan desain ini, diperlukan
pengetahuan dan pemahaman terkait aspek teknis unit proses, seperti jumlah, komposisi dan
kondisi material pada input dan output, serta pemahaman karakteristik fisik dan kimia fluida
yang akan diolah (massa, volume, laju aliran, neraca massa).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Unit Netralisasi
2.1.1. Uraian
Netralisasi adalah proses yang dilakukan dalam pengolahan limbah cair untuk menyesuaikan
pH sesuai dengan standar baku mutu yaitu kisaran 6-8. Proses ini reaksi antara asam dan basa
yang menghasilkan air dan garam yang merupakan senyawa ionik yang terbentuk dari suatu
kation selain H+ dan suatu anion selain OH- atau O2-.
Reaksi netralisasi dapat dijabarkan sebagai berikut :
asam + basa → garam
contoh reaksi pentralan asam-basa :
HF(aq) + KOH(aq) →KF (aq) + H2O (l)
Berdasarkan pada aliran air limbah, netralisasi dapat dilakukan dengan 2 sistem, yaitu :
1. Batch
Netralisasi sistem batch biasanya digunakan jika aliran sedikit dan kualitas air buangan
cukup tinggi hingga 380 m3/hari seperti limbah industri makanan atau pangan.
2. Continue
Netralisasi sistem continue digunakan jika laju aliran besar sehingga perlu dilengkapi
dengan alat kontrol otomatis yang dijalankan dengan pH kontrol dimana dibutuhkan
udara untuk pengadukan dengan minimum aliran 1 – 3 ft 3/mm, ft2 atau 0,3 – 0,9 m3/mm,
m2 pada kedalaman 9 ft sekitar 2,7 m biasanya kebanyakan digunakan pada industri
pengolahan kopi.

2.1.2. Perhitungan Unit Netralisasi


Direncanakan Bak Pembubuh Basa dengan Natrium Bikarbonat (NaHCO3) konsentrasi 0,1
M untuk menetralkan pH dari 4 ke pH netral 7. Debit = 25.920 m3 /hari. Waktu detensi (td) =
1 menit.
Debit = 25.920 m3 /hari = 18 m3 /menit
a.) Menghitung jumlah mol asam
Jumlah mol asam = Volume asam x Molaritas asam
Jumlah mol asam = Q × td × M asam
Jumlah mol asam = 18 𝑚3 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 ⁄ × 1 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 × 10−4 Jumlah mol asam = 1,8 × 10−3
b.) Basa yang perlu ditambahkan
mol asam−mol basa
=¿ 10-7
vol basa+ vol asam
1,8 x 10−3−0,1(Vb)
= 10-7
Vb+18
1,8 x 10−3−0,1 ( Vb )=10−7 (Vb+ 18)
−3 −7
1,8 x 10 −0,1 ( Vb )=10 Vb + 18 x 10-7
−3 −7 −7
1,8 x 10 −18 x 10 =10 Vb+0,1 Vb
0,017982 = Vb
Vb = 1,79 x 10-2 m3 = 17,9 ml
Debit pembubuhan basa dengan waktu pencampuran di dalam tangki netralisasi = 1
menit
Vb 17,9 ml
Qb = = =17,9
td 1 menit

c.) Larutan basa akan dibuat satu hari 1x, maka volume bak pembubuh basa
ml
Qb = 17,9
menit
V = Qb x 1 hari
ml
V = 17,9 x 1440 menit
menit
V = 25776 ml = 25,7 L

2.2.Unit Koagulasi dan Flokulasi


2.2.1. Uraian
Koagulasi dan flokulasi merupakan salah satu cara pengolahan air untuk menghilangkan zat-
zat yang berbahaya dalam air untuk menghasilkan air bersih yang bisa digunakan manusia.
Koagulasi-flokulasi merupakan proses berkelanjutan, dimana koagulasi adalah proses awal
dengan pengadukan cepat untuk menyatukan koloid-koloid menjadi flok-flok kecil. Biasanya
proses koagulasi ini membutuhkan waktu sekitar 1-3 menit. Tahap selanjutnya adalah proses
flokulasi yaitu pengadukan lambat untuk membentuk flok menjadi lebih besar sehingga lebih
mudah untuk dipisahkan dengan air. Waktu yang dibutuhkan untuk proses flokulasi berkisar
antara 15-20 menit hingga 1 jam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi koagulasi dan flokulasi air adalah kekeruhan, padatan
tersuspensi, temperatur, pH, komposisi dan konsentrasi kation dan anion, durasi dan tingkat
agitasi selama koagulasi dan flokulasi, dosis koagulan, dan jika diperlukan, koagulan-
pembantu.
Uji koagulasi-flokulasi dilaksanakan untuk menentukan dosis bahan-bahan kimia, dan
persyaratan yang digunakan untuk memperoleh hasil yang optimum. Variabel-variabel utama
yang dikaji sesuai dengan yang disarankan, termasuk :
 Bahan kimia pembantu
 PH: nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh terhadap
koagulasi/flokulasi, pH optimum bervariasi tergantung jenis koagulan yang
digunakan
 Temperatur: suhu rendah berpengaruh terhadap daya koagulasi/flokulasi dan
memerlukan pemakaian bahan kimia berlebih, untuk mempertahan-kan hasil yang
dapat diterima.
 Persyaratan tambahan dan kondisi campuran.

2.2.2. Perhitungan Unit Koagulasi dan Flokulasi


Variasi TSS, Dosis Koagulan dan Waktu Pengendapan

Variasi Dosis Koagulan Waktu


TSS (mg/L) (mg/L) Pengendapan

1 1 1

3.60 5.00 10.00

4.50 10.00 12.00

6.00 15.00 15.00

10.00 20.00 18.00

15.00 25.00 20.00

36.00 30.00 22.00

54.00 35.00 25.00

72.00 40.00 28.00

90.00 45.00 26.00

108.00 50.00 24.00


Data Tugas : Konsentrasi TSS = 18,00 mg/L
1. Grafik TSS terhadap Dosis Koagulan

TSS terhadap Dosis Koagulan


60.00

50.00 f(x) = 0.370813310221854 x + 12.7008407890458


R² = 0.908425189441684
Dosis Koagulan (mg/L)

40.00

30.00

20.00

10.00

0.00
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00

Konsentrasi TSS (mg/L)

Persamaan regresi linear → y = 0,3708x + 12,701


Dosis Koagulan pada Konsentrasi TSS 18,00 mg/L :
y = 0,3708x + 12,701
y = 0,3708 (18,00) + 12,701
y = 19,3754 mg/L
y = 19,4 mg/L
2. Grafik Dosis Koagulan terhadap Waktu Pengendapan

Dosis Koagulan terhadap Waktu Pengendapan


30.00
f(x) = 0.378181818181818 x + 9.6
25.00 R² = 0.872727272727273
Waktu Pengendapan (detik)

20.00

15.00

10.00

5.00

0.00
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

Dosis Koagulan (mg/L)

Persamaan regresi linear → y = 0,3782x + 9,6


Waktu Pengendapan pada Dosis Koagulan 19,4 mg/L :
y = 0,3782x + 9,6
y = 0,3782 (19,4) + 9,6
y = 16,93708 detik
y = 16,4 detik

2.3.Unit Water Softening dengan Pertukaran Ion


2.3.1. Uraian
Dalam pengolahan air, penukar ion merupakan metode yang umum digunakan dalam
pelunakan air, demineralisasi atau pengambilan kembali ion-ion logam yang terdapat di
dalam air. Bahan penukar ion merupakan suatu struktur organik/anorganik yang berupa
gugus-gugus fungsional berpori. Kapasitas penukaran ion ditentukan oleh jumlah gugus
fungsional per-satuan massa resin. Penukar ion positif (resin kation) ialah resin yang dapat
mempertukarkan ion-ion positif dan penukar ion negatif ialah resin yang dapat
mempertukarkan ion-ion negatif. Resin kation mempunyai gugus fungsi asam, seperti
sulfonat, sementara resin anion mempunyai gugus fungsi basa, seperti Amina. Resin penukar
ion dapat digolongkan atas bentuk gugus fungsi asam kuat, asam lemah, basa kuat, dan basa
lemah. Resin kation mengandung ion-ion positif yang mobile, seperti H+ atau Na+ yang
terikat pada gugusgugus fungsional asam yang immobile, seperti SO3 - atau COO-.
Sedangkan resin anion dengan basa immobile, NH2+ yang terikat pada mobile anion, OH-
atau Cl-. Dalam proses pertukaran ion apabila elektrolit terjadi kontak langsung dengan resin
penukar ion akan terjadi pertukaran secara stokiometri yaitu sejumlah ion yang muatannya
sama akan dipertukarkan dengan ion yang muatannya sama dengan jumlah yang sebanding.
Karena pertukaran ion yang terjadi secara terus menerus maka resin penukar ion akan
mengalami keadaan jenuh, yang mana ion-ion mobile pada resin telah habis bertukar dengan
ion-ion pengotor pada larutan. Bila keadaan ini terjadi maka resin harus segera diregenerasi
untuk menggantikan ion-ion mobile yang telah habis. Regenerasi dilakukan dengan
mencampur resin yang telah jenuh dengan larutan asam atau basa yang tergantung pada jenis
resin. Regenerasi dengan asam digunakan pada resin penukar kation sedangkan basa
digunakan pada regenerasi resin penukar anion.

Proses pertukaran ion melibatkan reaksi kimia antara ion dalam fase cair dan ion dalam fase
padat. Dalam aplikasi pengolahan air limbah, ion dalam fase cair merupakan ion yang
terkandung dalam air limbah dan ion dalam fase padat merupakan ion yang terdapat dalam
resin, baik resin alami maupun resin sintetis. Prinsip pertukaran ion adalah selektifitas,
artinya ion yang mempunyai koefisien selektifitas besar mampu menggantikan ion lain di
resin yang koefisien selektifitasnya lebih kecil.

Demineralisasi adalah salah satu teknologi proses pengolahan air untuk menghilangkan
mineral dari air. Istilah Demineralisasi biasanya digunakan secara khusus untuk proses
pertukaran ion untuk penghilangan total kontaminan mineral ion sampai mendekati angka
nol. Seringkali, istilah Demineralisasi dan Deionisasi digunakan secara bergantian.
Demineralisasi menggunakan resin penukar kation dan anion, di dalam dua tabung atau di
dalam satu tabung secara bersama. Setelah Demineralisasi, air yang diolah akan memiliki
tingkat kemurnian yang tinggi sebanding dengan air suling. Proses regenerasi pada
demineralisasi ion exchanger ini dapat dilakukan secara berurutan dari resin cation lalu resin
anion atau dapat pula dilakukan bersamaan. Bila proses regenerasi cation dan anion
dilakukan bersamaan, maka dibutuhkan minimal air hasil proses water softener untuk
meregenerasi resin anion karena bila tidak menggunakan air softener maka pengendapan
CaCO3 akan terjadi dan resin akan rusak. Hal ini menyebabkan sedikit orang melakukan
regenerasi kation dan anion secara bersamaan karena dibutuhkan unit water softener
tambahan.

Resin penukar ion adalah suatu matriks yang tidak dapat larut, berupa butiran yang memiliki
diameter ± 1-2 mm. Resin tersebut pada umumnya terbuat dar i suatu substrat polimer
organik. Kebanyakan resin penukar ion terbuat dari polisytrene yang memi liki ikatan
crosslinker pada umumnya dicapai dengan menam-bahkan suatu proporsi kecil divinyl
benzene kedalam styrene. Noncrosslinker polimer juga digunakan hanya saja jarang dipakai
karena kecenderungan polimer tersebut untuk mengubah demensi pada ikatan ion. Banyak
sedikitnya ikatan crosslinked tergantung pana kapasitas resin dan memperpanjang waktunya
dapat dicapai kesetimbangan ion dalam larutan dan resin,sehingga secara umum resin
penukar ion didefinisikan sebagai senyawa hidrokarbon terpolimerisasi sampai tingkat yang
tinggi yang mengandung ikatan-ikatan hubung silang (cross-linking) serta gugusan yang
mengandung ion-ion yang dapat dipertukarkan. (Dyiah dkk, 2012). Terdapat 4 jenis resin
yang sering digunakan dalam pengolahan air, yaitu resin kation asam kuat, resin kation asam
lemah, resin anion basa kuat, dan resin anion basa lemah.

Faktor penting dalam pemilihan resin penukar ion:


1. Kapasitas penukar
2. Selektivitas
3. Ukuran partikel dan distribusi ukuran (flow throughput considerations)
4. Stabilitas kimia dan fisika
5. Regenerasi
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pertukaran ion, yaitu :
1. pH
2. Kecepatan aliran
3. Konsentrasi ion terlarut
4. Tinggi media penukar ion
5. Suhu
Komponen penukar ion:
 Fasa padat bermuatan atau matriks.
 Fasa cair yang mengandung molekul yang berbeda muatan dari matriks.
 Larutan (eluan) dengan muatan berbeda untuk mencegah interaksi antara fasa cair dan
padat.
 Penukar ion diseimbangkan oleh counterion. Counterion akan dipertukarkan dengan
ion lain di dalam larutan.

2.3.2. Perhitungan Unit Water Softening dengan Pertukaran Ion


Air dengan karakteristik ion sebagai berikut :
0 1,0 5,0 6,0 8,0
Ca3+ Mg2+ Na+
CO20
HCO3 -
SO43-
0 3,5 8,0
Debit aliran yaitu 25.920 m3/hari
 Resin penukar ion yang digunakan berkapasitas 90 kg/m3 resin kecepatan aliran
filtrasi 0,04 m3/m2.menit.
 Proses regenerasi dilakukan dengan 150 kg NaCl/m3 resin dalam larutan 10% NaCl.
 Proses pelunakan sistem unggun tetap.
Hitung :
1. Volume resin pertukaran ion yang dibutuhkan dan jumlah reaktor yang dibutuhkan
2. Kebutuhan bahan kimia untuk regenerasi serta waktu siklus regenerasi
Jawab :
1. Total Kesadahan = (Ion Ca2+ + Ion Mg2+ ) x 50 mg/meq
= (4 meq/L + 1 meq/L) x 50 mg/meq
= 5 meq/L x 50 mg/meq
= 250 mg/L
Asumsi kesdahan yang diijinkan = 75 mg/L
kesadahan yang diijinkan
Aliran bypass =
total kesadahan
75
=
250
= 0,3 → 30% dari total debit
Aliran yang diolah = 0,3 x debit aliran
= 0,3 x 25.920
= 7.776 m3/hari
Kesadahan yang dihilangkan = 5 equiv/m3 x 50 gr/equiv x 1 kg/103 gr x 7.776 m3/hari
= 1944 kg/hari

Volume resin yang dibutuhkan untuk operasi 1 hari :


= 1944 kg/hari x 1 m3 resin/90 kg
= 21,6 m3 resin per 1 hari operasi
Debit air yang dilakukan pelunakan = 7.776 m3/hari
= 7.776 m3/hari x 1 hari/1440 menit
= 5,4 m3/menit
Kecepatan filtrasi = 0,4 m3/m2 menit
Luas area reaktor yang diperlukan = 5,4 m3/menit x 1 menit/0,4 m
= 13,5 m2
Diameter reaktor/filter = 2 m
A = π d 2 /4
A = 3,14 m2
luasarea reaktor
Jumlah reaktor yang dibutuhkan =
luas filter
13,5
= = 4,29 → 4 reaktor
3,14
Agar operasi kontinyu, maka jumlah reaktor total = jumlah reaktor + 3
=4+3
= 7 reaktor
total volume
Tinggi bed resin =
total area
21,6
= =1,719 →1,72 m→ tinggi bed dibulatkan menjadi 2 m
4 x 3,14
Total volume resin = jumlah reaktor x luas filter x tinggi bed resin
= 7 x 3,14 x 2
= 43,96 m3

2. Kebutuhan bahan kimia untuk regenerasi


Volume resin dalam satu unit reaktor (filter) = luas filter x tinggi filter
= 3,14 x 2
= 6,28 m2
Kebutuhan garam NaCl untuk satu kali regenerasi = volume resin x 150 kg NaCl/m3
= 6,28 x 150
= 942 kg NaCl
Kebutuhan total garam NaCl = jumlah unit/hari x kebutuhan garan NaCl
1 hari → 4 unit, maka kebutuhan garam NaCl. Jadi :
= 4 x 942 kg NaCl
= 3.768 kg NaCl/hari
Larutan NaCl = 10%
942 942
1 unit regenerasi = 942 → = =9.420 kg ≈ 9 m3 per unit
10 % 0,1
2
Kecepatan regenerasi 1 unit reaktor = 9 m
¿¿
Asumsi waktu total regenerasi 1 grup 3 reaktor = 2 jam.
7
Jadi, regenarasi 7 unit reaktor = x 2 jam=4,6jam (sekitar 4 jam 36 menit)
3

2.4.Unit Desinfeksi
2.4.1. Uraian
 Pengertian Desinfeksi
Air merupakan pelarut yang baik, sehingga air di alam tidak pernah murni, akan selalu
mengandung berbagai zat terlarut maupun zat tidak terlarut serta mengandung
mikroorganisme atau jasad renik. Apabila kandungan berbagai zat maupun mikroorganisme
yang terdapat di dalam air melebihi ambang batas yang diperbolehkan, kualitas air akan
terganggu. Banyak bibit penyakit yang berkembang biak di perairan sehingga dapat
menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu bibit penyakit tersebut
harus dimusnahkan dengan menggunakan desinfektan.

Desinfeksi ialah pemusnahan mikroorganisme penyebab penyakit. Dengan kata lain


desinfeksi mengacu pada pengahancuran penyakit secara selektif yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Zat kimia yang digunakan untuk proses desinfeksi disebut desinfektan.
Desinfektan merupakan senyawa kimia untuk menghilangkan semua mikroorgansime dalam
air. Proses desinfeksi air dapat menggunakan berbagai macam zat kimia seperti ozon (O3),
klor (Cl2), klordioksida (ClO2), dan proses fisik seperti penyinaran dengan ultra violet,
pemanasan dan lain sebagainya. Desinfeksi air dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara
fisika dan cara kimia Cara fisika meliputi pemanasan, penyinaran, dan mekanis. Sedangkan
untuk cara kimia yaitu dengan menggunakan bahan kimia sebagai desinfektan. Bermacam-
macam zat kimia seperti ozon, gas klor, NaOCl, dan Ca(OCl) 2 digunakan untuk desinfeksi
air.

 Mekanisme Desinfektan
Mekanisme kerja desinfektan secara umum dapat dikemukakan oleh empat hal, yaitu
perusakan dinding sel,pengubahan permeabelitas sel, pengubahan sifat dasar protoplasma,
menghambat aktivitas enzim.
1. Perusakan Dinding Sel
Merusak atau menghancurkan dinding sel akan mengakibatkan terurainya sel (lisis)
mikroorganisme dan akhirnya mati.
2. Pengubahan Permeabelitas Sel
Pereaksi seperti fenol dan deterjen akan merubah permeabelitas dari membran
sitoplasma. Substansi ini menghancurkan secara selektif permeabelitas dari membran
yang menyediakan atau memenuhi nutrisi yang penting dari mikroorganisme.
3. Pengubahan Sifat Dasar Protoplasma
Panas dapat mengubah sifat dasar protoplasma. Panas akanmenggumpalkan sel protein,
atau dengan kata lain terjadinya proses denaturasi protein yang mengakibatkan efek yang
mematikan bagi mikroorganisme.
4. Menghambat aktivitas enzim
Pereaksi pengoksidasi mampu untuk merubah susunan enzim dan menghambat aktivitas
enzim.

 Macam-macam Desinfektan
Klor adalah zat kimia yang lazim dipakai karena harganya murah dan masih mempunyai daya
desinfeksi sampai beberapa jam setelah pembubuhanya karena masih ada residu klor. Selain
dapat membasmi bakteri dan mikroorganisme, klor dapat mengoksidasi ion-ion logam,
memecah molekul organik dan juga bereaksi dengan amoniak. Penggunaan kaporit sebagai
desinfeksi dibutuhkan dosis pemakaiannya dengan cara penentuan titik retak klorinasi.
Senyawa klor yang biasa digunakan pada perusahaan pengolahan air adalah gas klor (Cl 2),
Ca(OCl)2, NaOCl dan ClO2. NaOCl dan Ca(OCl)2.

 Klorinasi dan Faktor Efektivitas Klorinasi


Titik retak klorinasi merupakan jumlah klor yang dibutuhkan sehingga semua zat yang dapat
dioksidasi akan teroksidasi, amoniak hilang sebagai gas N 2 dan masih ada residu klor aktif
terlarut yang konsentrasinya dianggap perlu untuk pembasmian kuman-kuman. Setiap jenis
sumber air memiliki kebutuhan klor yang berbeda dan jumlahnya disesuaikan dengan
karakteristik sumber air itu sendiri. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas
klorinasi yaitu :
1. Pengaruh pH Terhadap Klorinasi
Derajat keasaman (pH) menunjukan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui
konsentrasi ion hidrogen (H+).
2. Pengaruh Suhu Terhadap Klorinasi
Pada suhu tinggi klorinasi akan berlangsung lebih efektif, karena zat padat yang
menghalangi kontak antara mikroorganisme dengan desinfektan menjadi larut. Apabila
semakin rendahnya suhu air ini dikombinasikan dengan pH yang tinggi, pengurangan
efisiensi klor bebas dan kloramin akan semakin jelas.
3. Pengaruh Konsentrasi Klor dan Waktu Kontak Terhadap Klorinasi
Waktu kontak yang dibutuhkan oleh klor tersedia bebas (free available chlorine)
mungkin hanya beberapa menit saja, namun untuk klor tersedia terikat (combined
available chlorine) waktu kontak yang dibutuhkan bisa mencapai satu atau dua jam. Klor
sebagai kloramin memerlukan waktu kontak yang lebih lama karena pelepasan klor dari
kloramin berlangsung lambat. Apabila konsentrasi klor yang ditambahkan menurun,
maka waktu kontak harus dinaikkan supaya desinfeksi berjalan dengan baik.

 Breakpoint Chlorination
Metode DPD (N,N-dietil-p-fenilendiamin) digunakan untuk menentukan klor bebas dan
kloramin dalam air, prinsip analisanya, bila N,N-dietil-p-fenilendiamin (DPD) sebagai
indikator dibubuhkan pada suatu larutan yang mengandung sisa klor aktif, reaksi terjadi
seketika dan warna larutan menjadi merah. Dosis klor pada titik retak klorinasi (break point
chlorination) merupakan titik balik minimum residu klor bebas dimana semua zat yang dapat
dioksidasi akan teroksidasi, amonia hilang sebagai N2 dan adanya residu klor aktif untuk
pembasmian kuman-kuman.

2.4.2. Perhitungan Unit Desinfeksi


Data Perencanaan Unit Desinfeksi
 Desinfeksi menggunakan kaporit: Ca(OCl)2
 Kadar Klor dalam kaporit: 60%
 Berat jenis kaporit, BJ = 0,860 kg/L
 Kapasitas pengolahan, Q = 25.920 m3/hari
 Konsentrasi larutan, C = 50 g/L = 50 mg/m3
 Daya pengikat Klor, DPC = 14,4 mg/L
 Sisa Klor = 3,6 mg/L
 Pembubuhan larutan kaporit 3x sehari (interval 8 jam)
Data Hasil Pengujian Breakpoint Chlorination
No. Konsentrasi Kaporit Residual Klorin Daya Pengikat
Akhir (mg/L) (mg/L) Klor (mg/L)
1 16,16 4,46 17,84
2 17,50 4,52 18,08
3 18,84 4,60 18,40
4 20,14 4,96 19,84
5 21,42 5,14 20,56
6 22,68 5,34 21,36
7 23,94 3,60 14,40
8 25,16 7,08 28,32
9 26,38 7,78 31,12
10 27,58 8,04 32,16
Break Point Chlorination
9
8
7
Residual Klorin (mg/L)

6
5
4
3
2
1
0
14 16 18 20 22 24 26 28 30
Konsentrasi Kaporit Akhir (mg/L)

1. Dosis Klor
Berdasarkan hasil pengujian BPC, diperoleh :
 Residual Klor = 3,6 mg/L
 Daya Pengikat Klor = 14,4 mg/L
 Total Klor = Residual Klor + Daya Pengikat Klor
= 3,6 + 14,4
= 18 mg/L
2. Dosing Rate
 Dosing Rate
Q = Debit dalam L/detik
1000
= 25920 ×
86400
= 300 L/detik
C kebutuhan = Dosis klor dalam mg/L  Total Klor = 18 mg/L
C larutan = Konsentrasi larutan dalam mg/L  Konsentrasi larutan
C larutan = 50 g/L = 50 mg/m3 = 5.000 mg/L
300× 18
Dosing Rate = =1,08 L/detik
5000

 Dosing Rate per hari


Dosing Rate per hari = Dosing Rate (L/dt) × 24 jam × 3600 detik
= 1,08 × 24 × 3600
= 93312 L/hari
 Dosing setiap pembubuhan
Dosing setiap pembubuhan = Dosing rate per hari / Periode pembubuhan kaporit per hari
= 93312 / 3
= 31104 L / 8 jam
3. Kebutuhan Kaporit
 Kebutuhan kaporit
Kebutuhan kaporit = 60% Dosis Klor × Q
Q = 25920 m3/hari × 103 L/m3 = 2,5920 × 107 L/hari
Dosis Klor  Total Klor = 18 mg/L × 10-6 kg/mg = 18 × 10-6 kg/L
Kebutuhan kaporit = 60% × 18×10-6 × 2,5920×107
= 279,936 kg/hari

 Debit kaporit (Q kaporit)


Q kaporit = Kebutuhan kaporit / Massa jenis kaporit
Q kaporit = 279,936 kg/hari / 0,86 kg/L
Q kaporit = 325,5 L/hari

 Debit pelarut (Q pelarut)


100 %−5 %
Q pelarut= × Q kaporit
5%
100 %−5 %
Q pelarut= × 325,5
5%
Q pelarut = 6184,5 L/hari

 Debit larutan (Q larutan)


Q larutan = Q kaporit + Q pelarut
= 325,5 + 6184,5
= 6510 L/hari = 7,53 × 10-5 m3/detik

4. Dimensi Bak Pelarut


 Volume Bak
V = Q larutan × t
= 7,53×10-5 × 8 jam × 3600 detik
= 2,17 m3/detik
 Luas Permukaan
As = V bak / H
= 2,17 / 1
= 2,17 m2
 Dimensi Bak (P dan L)
As = L2
2,17 = L2
√ 2,17 = L
1,47 m = L
P =L
P = 1,47 m

5. Perhitungan pH
Dosis Klor yang digunakan 18 mg/L dengan kadar klor dalam kaporit 60%
Kaporit yang ditambahkan = 60% × Dosis Klor
= 60% × 18
= 10,8 mg/L
Mr Ca(OCl)2 = 143
Reaksi yang terjadi:
Ca(OCl)2 + H2O ↔ Ca(OH)2 + HOCl
HOCl ↔ 2H+ + OCl-
2H+ + 2HCO3 ↔ 2H2CO3 ↔ 2CO2 + H2O

Kaporit yang ditambahkan = 60% × Dosis Klor / Mr Ca(OCl)2


= 60% × 18 / 143
= 0,075 mol/L

Konsentrasi Ca2+, CO2 dan HCO3


Dengan penambahan kaporit sebanyak 0,075 mol/L, akan terjadi penambahan:
[Ca2+]akhir = 0,075 mol/L × 40 = 3 g/L
[CO2]akhir = 0,075 mol/L × 44 = 3,3 g/L
[HCO3]akhir = 0,075 mol/L × 61 = 4,575 g/L
Konsentrasi pada awal air baku
[Ca2+]awal = 0 mg/L
[CO2]awal = 0 mg/L
[HCO3]awal = 0 mg/L
Konsentrasi di akhir proses desinfeksi
[Ca2+]total = [Ca2+]awal + [Ca2+]akhir = 3 g/L
[CO2]total = [CO2]awal + [CO2]akhir = 3,3 g/L
[HCO3]total = [HCO3]awal + [HCO3]akhir = 4,575 g/L

Perhitungan ion strength (µ) setelah desinfeksi


Ion Konsentrasi BM Ci 0,5 × Ci × zi2
(g/L) (mol/L)
Ca2+ 3 40 7,5 × 10-2 0,07776
CO2 3,3 44 7,5 × 10-2 0,07776
HCO3 4,575 61 7,5 × 10-2 0,07776
M 2,3328

zi = 1,44
µ=M
µ = 2,3328

[ CO2 ]
pH = pK1 + log
[HCO 3 ]
7,5× 10−2
7,7 = pK1 + log
7,5× 10−2
pK1 = 7,7

µ0,5
pK1’ = pK1 ˗ log 0,5
1+ 1,4 × µ
0,5
2,3328
pK1’ = 7,7˗ log
1+ 1,4 ×2,33280,5
pK1’ = 8,01
pK1’ = ˗ log K’
8,01 = ˗ log K’
K’ = 9,77 × 10-9

[
pHbaru = ˗ log K' ×
[ CO2 ] sisa
[ HCO3 ] baru ] [
= 9,77 × 10 -9 ×
7,5 ×10−2
7,5 ×10−2]=8,01

2.5.Adsorben
2.5.1. Uraian
 Pengertian Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu proses penarikan materi dari suatu fase dan terpusat pada
permukaan fase kedua (akumulasi antar permukaan = interface accumulation). Proses
akumulasi solute (gas/cair) pada permukaan zat padat (adsorben) membentuk satu lapisan
tipis (film) molekul atau atom. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Proses absorpsi
merupakan proses difusi materi/zat ke dalam zat cair atau padat yang menghasilkan larutan.
Pada proses ini, molekul zat tidak hanya ditahan di permukaan tetapi menembus masuk dan
terdistribusi ke seluruh bagian materi.

Adsorpsi memiliki 2 komponen, yakni adsorbat dan adsorben. Adsorbat merupakan materi
yang teradsorpsi, sementara Adsorben merupakan materi yang mengadsorpsi. Proses adsorpsi
dapat dijumpai dalam berbagai sistem dan banyak digunakan dalam aplikasi industry seperti
resin sintetik dan penjernihan air. Proses ini dapat digunakan untuk menghilangkan materi
terlarut dari fase larutan (nonvolatile atau nonbio-degradable).

 Tipe Adsorpsi
Adsorpsi merupakan gaya tarik fisik atau ikatan ion-ion dan molekul di atas permukaan
molekul yang lain. Sifat ikatan tergantung pada jenis substansi yang terlibat. Adsorpsi dapat
diklasifikasikan menjadi:
1. Adsorpsi Fisik (Physisorption)
Adsorpsi fisik merupakan proses adsorpsi yang menunjukkan adanya pelekatan adsorbat pada
permukaan melalui interaksi Van der Waals (interaksi intermolekuler yang lemah). Adsorpsi
ini umumnya terjadi pada kondisi suhu lingkungan yang rendah (di bawah suhu kritik
adsorbat), memiliki energi keaktifan dan nilai entalpi rendah (ΔH < 20 kJ/mol), lokasi gaya
tarik molekul tidak berada pada tempat spesifik, adsorbat relatif bergerak bebas pada
permukaan serta memiliki keseimbangan adsorpsi yang reversibel. Contoh: adsorpsi N 2 pada
besi dalam kondisi suhu 80 K.
2. Adsorpsi Kimia (Chemisorption)
Adsorpsi kimia merupakan proses adsorpsi yang menunjukkan ikatan kimia yang kuat pada
proses pelekatan molekul dan permukaan. Ikatan kimia dapat berupa ikatan kovalen antara
adsorbat dan adsorben. Adsorpsi ini umumnya terjadi pada kondisi lingkungan dengan suhu
tinggi, memiliki nilai entalpi yang tinggi (50 kJ < ΔH < 800 kJ/mol), merupakan adsorpsi
monolayer, molekul adsorbat tidak bergerak bebas pada permukaan dan memiliki
keseimbangan adsorpsi yang jarang reversibel (pada suhu tinggi).

2.5.2. Penentuan Jenis Adsorben


Dalam pengolahan air minum, beberapa adsorben yang dapat digunakan adalah Zeolit dan
Karbon Aktif. Zeolit (Aluminosilikat kristalin) dapat berupa alami ataupun sintetik. Unsur ini
memiliki jaringan pori berulang dan dapat melepaskan air pada suhu tinggi. Zeolit alami
bersifat polar. Karbon aktif merupakan zat padat amorf, mikrokristalin dengan kisi grafit
yang memiliki sifat sangat porous (mudah meresap). Adsorben ini dibuat dalam bentuk pellet
atau bubuk yang memiliki sifat non-polar dan mudah terbakar. Dinamakan adsorben karbon
aktif karena terbuat dari bahan-bahan berkarbon seperti batu bara (lignite, subbituminous),
tanah humus, kayu atau tempurung kelapa.

Penggabungan kedua adsorben ini sebagai pengolahan air minum berdasarkan pada penelitian
oleh Yuliati, dkk (2016). [1] Pengolahan air minum ini menggunakan sistem filtrasi ganda,
filtrasi pertama menggunakan adsorpsi menggunakan tabung Zeolit/Silica dan filtrasi kedua
menggunakan tabung Karbon Aktif/Karbon Blok. Hasil pengolahan air menunjukkan
beberapa perubahan kualitas air, seperti bau amis/anyir yang menghilang, kekeruhan
menurun dari 26 mg/L menjadi 12 mg/L, nilai TDS menurun dari 212 mg/L menjadi 207
mg/L, nilai pH menunjukkan angka 7,5 dan kadar Fe pada air menurun dari 0,704 mg/L
menjadi 0,0503 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa zeolite dan karbon aktif merupakan
adsorben yang cocok digunakan untuk pengolahan air.
[1] Yuliati, Suyanta, Aminatun, T. 2016. Pengolahan Air Minum Sistem Adsorpsi Menggunakan Zeolit dan
Karbon Aktif di Donotirto Kretek Kabupaten Bantul. INOTEK. 20(2): 200-209
BAB III
KESIMPULAN

1. Unit proses merupakan segala operasi atau suatu semi-operasi yang menyebabkan
terjadinya perubahan fisik atau kimiawi pada suatu bahan atau campuran bahan. Unit
proses dapat mengolah segalam macam input agar dapat menjadi output yang diinginkan.
Unit proses berbentuk suatu satuan yang membentuk keberlangsungan suatu proses.
Masing-masing dari unit proses yang berbeda memiliki keterkaitan atau hubungan dalam
satu set aliran proses input-output.
2. Unit netralisasi merupakan proses yang dilakukan dalam pengolahan limbah cair untuk
menyesuaikan pH sesuai dengan standar baku mutu yaitu kisaran 6-8. Pada pengolahan air
minum Tukad Petanu, memerlukan pembubuhan basa dengan debit 17,9 ml/menit dengan
volume bak pembubuh basa 25,7 L.
3. Koagulasi-flokulasi merupakan proses berkelanjutan, dimana koagulasi adalah proses awal
dengan pengadukan cepat untuk menyatukan koloid-koloid menjadi flok-flok kecil.
Flokulasi merupakan pengadukan lambat untuk membentuk flok menjadi lebih besar
sehingga lebih mudah untuk dipisahkan dengan air. Dosis koagulan yang diperlukan oleh
pengolahan air minum Tukad Petanu adalah 19,4 mg/L dengan waktu pengendapan 16,4
detik.
4. Penukar ion merupakan metode yang umum digunakan dalam pelunakan air,
demineralisasi atau pengambilan kembali ion-ion logam yang terdapat di dalam air. Total
volume resin yang dibutuhkan oleh pengolahan air minum Tukad Petanu adalah 43,96 m3,
dengan regenerasi 7 unit reaktor selama 4,6 jam.
5. Desinfeksi ialah pemusnahan mikroorganisme penyebab penyakit. Dengan kata lain
desinfeksi mengacu pada pengahancuran penyakit secara selektif yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Kaporit yang ditambahkan untuk desinfeksi pada pengolahan sebanyak
10,8 mg/L dan terjadi perubahan pH menjadi 8,01.
6. Adsorpsi merupakan suatu proses penarikan materi dari suatu fase dan terpusat pada
permukaan fase kedua (akumulasi antar permukaan = interface accumulation). Proses
akumulasi solute (gas/cair) pada permukaan zat padat (adsorben) membentuk satu lapisan
tipis (film) molekul atau atom. Zeolite dan karbon aktif merupakan adsorben yang cocok
digunakan untuk pengolahan air karena dapat menurunkan beberapa parameter berbahaya
dalam air.

Anda mungkin juga menyukai