Organ hati (hepar/liver) adalah organ vital yang memiliki fungsi penting dalam sistem
pencernaan dan metabolisme, penyimpanan zat gizi, serta kekebalan tubuh. Namun,
apa saja anatomi dan fungsi dari masing-masing bagian hati?
Penyakit hati merupakan penyakit yang tidak dapat disepelekan. Sebab, hati
memiliki peranan penting dalam mencerna makanan dan melindungi tubuh
dari zat beracun.
Ada berbagai jenis penyakit hati atau juga dikenal sebagai penyakit liver. Beberapa
di antaranya wajib untuk diwaspadai karena dapat menyebabkan gangguan
kesehatan yang serius.
Banyak orang mungkin menganggap organ hati memiliki bentuk seperti ‘love‘atau
‘daun ivy’. Faktanya, organ dengan berat yang tak lebih dari 1,5 kg ini berbentuk
seperti segitiga.
Hati terletak pada rongga perut kanan atas. Organ ini tepat berada di bawah
diafragma dan memenuhi sebagian besar ruang di bawah tulang rusuk.
Lantaran ukurannya yang besar, hati juga menempati sebagian kecil ruang di perut
kiri atas.
Pada bagian bawah hati, terdapat organ kecil berwarna hijau yang tidak lain adalah
kantong empedu. Salah satu fungsi hati adalah membentuk cairan empedu. Kantong
inilah yang akan menampung empedu sebelum digunakan dalam proses
pencernaan.
1. Lobus (belahan)
Hati terbagi atas dua lobus utama. Namun, sebenarnya jika dilihat dari sisi
sebaliknya, hati dapat dibagi kembali menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
Namun, secara garis besar berikut adalah bagian-bagian dari hati yang perlu untuk
Anda diketahui.
1. Lobus kanan (right lobe of liver): bagian lobus kanan adalah bagian terbesar di
hati dengan ukuran 5 – 6 kali lebih besar daripada lobus kiri.
2. Lobus kiri (left lobe of liver): berbeda dengan lobus kanan, bagian hati yang
satu ini berbentuk lebih runcing dan kecil. Lobus kiri dan kanan dipisahkan oleh
ligamen falciform.
3. Lobus kaudatus: ukuran lobus kaudatus memang lebih kecil dibanding dua
lobus sebelumnya. Letak lobus ini memanjang dari sisi belakan lobus kanan dan
membungkus pembuluh darah balik utama (vena cava inferiori).
4. Lobus kuadrat: dibandingkan dengan lobus kaudatus, lobus kuadrat berada
lebih rendah dan berada di sisi belakang lobus kanan hingga
membungkus kantong empedu. Lobus kuadrat dan kaudatus juga jarang terlihat
pada gambar anatomi karena letaknya berada di belakang lobus kiri dan kanan.
Setelah mengenal lobus hati, ada bagian hati lainnya yang juga termasuk dalam
organ pencernaan, mulai dari saluran empedu hingga lobulus hati.
Hati terbungkus oleh lapisan jaringan ikat yang disebut kapsul Glisson.
Jaringan ikat pada hati kemudian berkembang menjadi beberapa jenis ligamen
dengan fungsi sebagai pembatas antara satu lobus dengan lainnya.
Berikut berbagai jaringan ikat atau ligamen yang terdapat pada organ hati.
1. Falciform ligament. Jaringan berbentuk sabit ini menempel pada bagian depan
hati dan secara alamiah memisahkan lobus kanan dan kiri.
2. Coronary ligament. Jaringan ini menempel pada bagian atas hingga bawah hati
yang berbatasan dengan diafragma hingga membentuk segitiga.
3. Triangular ligament. Jaringan ini terbagi menjadi ligamen kanan yang
membelah lobus kanan hati, serta ligamen kiri yang membelah lobus kiri hati.
4. Lesser omentum. Jaringan ini menempel pada bagian bawah hati yang
berbatasan dengan lambung dan usus besar.
3. Saluran empedu
Saluran empedu merupakan saluran penghubung hati dan kantong empedu, yaitu
tempat penyimpanan empedu. Empedu adalah zat yang diproduksi tubuh untuk
membantu mencerna lemak dan akan disimpan di dalam kantong empedu.
Selanjutnya, saluran empedu bertemu dengan saluran hepatik kiri dan kanan yang
lebih besar.
Kedua saluran ini berfungsi membawa empedu dari lobus hati bagian kiri dan kanan.
Kemudian, kedua saluran hepatik akan bergabung sehingga membentuk satu
saluran untuk mengalirkan semua empedu dari hati. Sebagian besar empedu yang
dihasilkan dari hati dialirkan ke kantong empedu, untuk kemudian digunakan dalam
proses pencernaan dengan dialirkan menuju usus.
4. Pembuluh darah
Berbeda dengan organ tubuh lainnya, suplai darah dari hati memiliki sistem vena
portal hepatik. Hati menyimpan sekitar 473 ml darah setiap waktu. Jumlah ini kira-
kira setara dengan 13% persediaan darah dalam tubuh Anda.
Selain itu, darah yang berasal dari organ lain seperti limpa, pankreas, kantong
empedu, dan usus akan berkumpul di dalam vena portal hepatik. Bagian hati yang
satu ini menjadi tempat berkumpulnya darah dari hati. Darah yang dikirim ke organ
hati akan melalui pemrosesan terlebih dahulu sebelum diteruskan.
Selanjutnya, darah yang telah diproses akan mengarah ke vena kava atau pembuluh
balik yang membawa darah mengandung karbondioksida kembali ke jantung.Sama
seperti organ tubuh lainnya, hati manusia mempunyai arteri dan arteriol. Dua jenis
pembuluh darah ini berfungsi untuk mengangkut darah beroksigen ke jaringan
organ.
5. Lobulus
Tahukah Anda bahwa struktur internal hati tersusun dari sekitar 100.000 sel hati?
Sel hati merupakan bagian hati yang berbentuk heksagonal dan dikenal dengan
nama lobulus. Setiap lobulus hati terdiri dari pembuluh darah pusat yang dikelilingi
oleh enam pembuluh darah vena hepatik dan enam arteri hepatik.
Pembuluh darah ini dihubungkan oleh banyak saluran pembuluh darah kecil yang
berliku-liku atau biasa disebut sinusoid. Setiap sinusoid memiliki dua jenis sel utama,
yaitu sel kupffer dan sel hepatosit.
Kesimpulan
Organ hati merupakan organ tubuh yang berfungsi untuk membantu sistem
pencernaan dan metabolisme tubuh.
Hati atau liver sendiri terdiri atas beberapa bagian, tetapi secara garis besar terdiri
dari dua lobus, yaitu lobus kanan dan lobus kiri.
Bagian lain yang membentuk hati adalah ligamen, pembuluh darah, pembuluh
empedu, dan lobulus.
Mengenali Berbagai Jenis Penyakit Hati
Berikut beberapa jenis penyakit hati yang perlu diwaspadai:
1. Hepatitis
Hepatitis merupakan penyakit yang menyebabkan terjadinya peradangan hati.
Penyakit ini umumnya disebabkan oleh infeksi virus, namun bisa pula disebabkan
karena konsumsi obat tertentu, minuman beralkohol, atau karena menderita penyakit
autoimun.
Gejala dari penyakit hepatitis tergantung pada penyebab dan jenis penyakit hepatitis
yang diderita. Namun, umumnya gejala hepatitis berupa kehilangan nafsu makan,
diare, muntah dan mual, kulit dan mata menguning, serta urine berwarna gelap.
Penyakit ini dapat memengaruhi seluruh sistem metabolisme tubuh, sehingga
penting untuk segera memeriksakan diri ke dokter jika mengalami gejala dari
penyakit hepatitis.
Dokter akan melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh dan
menyarankan Anda untuk melakukan tes darah, tes fungsi hati, biopsi hati, ataupun
USG perut, untuk mengetahui jenis penyakit hepatitis yang diderita. Penanganan
penyakit hepatitis yang diberikan bergantung pada jenis penyakit hepatitis yang
diderita.
2. Sirosis
Sirosis merupakan penyakit hati yang disebabkan oleh terbentuknya jaringan parut
di hati, karena kerusakan hati dalam jangka panjang. Saat awal penyakit ini diderita,
Anda mungkin tidak merasakan gejala apapun. Biasanya gejala penyakit sirosis
muncul setelah kerusakan hati sudah semakin parah. Gejalanya berupa kelelahan
atau lemah, mual, kehilangan selera makan, hingga kehilangan dorongan seksual.
Apabila kondisi ini tidak segera ditangani, penyakit sirosis dapat semakin memburuk.
Gejala yang muncul juga semakin parah, termasuk muntah darah, kulit terasa gatal,
tinja berwarna gelap, tubuh mudah memar, pembengkakan pada kaki dan perut
(edema), hingga mengalami penyakit kuning.
Untuk mencegah sirosis, penting menerapkan gaya hidup sehat, seperti
mengonsumsi makanan sehat, berhenti mengonsumsi alkohol, menghindari
konsumsi makanan berlemak, menjaga berat badan dengan baik, serta menghindari
hubungan seksual berisiko.
3. Abses hati
Munculnya lubang-lubang kecil yang berisikan nanah merupakan tanda dari penyakit
abses hati. Penyebabnya bisa karena infeksi bakteri, bisa pula karena infeksi
parasit.
Di negara maju, abses hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri merupakan abses
hati atau abses hepar yang paling sering ditemui. Ini dikenal dengan sebutan abses
hepar piogenik. Abses hepar jenis ini selain menyebabkan peradangan atau
pembengkakan hati, juga bisa menyebabkan sakit dan pembengkakan pada perut.
Gejalanya termasuk sakit perut bagian kanan atas, panas dingin, muntah, demam,
penurunan berat badan secara tiba-tiba, urine berwarna gelap, diare, dan tinja
berwarna keabu-abuan.
Selain abses hepar piogenik, ada pula abses hepar amuba. Abses ini disebabkan
oleh infeksi parasit. Gejala dari penyakit ini antara lain adalah nyeri dada bagian
kanan bawah, nyeri perut bagian kanan atas, serta urine berwarna gelap dan tinja
berwarna abu-abu. Gejala lain yang juga bisa muncul yaitu demam, menggigil,
berkeringat di malam hari, kehilangan selera makan, mual, muntah, lelah berlebih,
kulit menguning, dan penurunan berat badan secara tiba-tiba.
Penyakit hati memang dapat membahayakan kesehatan. Untuk mencegahnya,
hentikan mengonsumsi minuman beralkohol, lakukanlah hubungan seksual yang
aman, hindari penggunaan jarum suntik secara sembarangan, konsumsi obat
dengan bijak, dan jagalah berat badan ideal. Bila Anda atau kerabat menderita
penyakit hati, berkonsultasilah dengan dokter penyakit dalam dan jalani pengobatan
secara teratur.
Beberapa penyebabnya bisa karena faktor genetik, virus, dan gaya hidup tak sehat.
Antara lain: Punya keluarga pengidap penyakit lever atau liver Obesitas atau
kelebihan berat badan Kadar gula darah dan kolesterol tinggi Konsumsi obat,
suplemen, atau obat herbal berlebihan Minum obat di atas dosis yang disarankan
Konsumsi minuman beralkohol berlebihan Penggunaan jarum suntik tak steril (tato,
narkoba, transfusi darah) Hubungan seks dengan penderita penyakit hati Terpapar
pestisida atau zat kimia berbahaya
5 Gejala Ringan Infeksi Virus Corona Melansir Mayo Clinic, gejala awal yang
dirasakan penderita penyakit hati bisa berbeda-beda, tergantung macam-macam
penyakit hati.
Untuk mendeteksi gangguan atau penyakit hati, Anda bisa menjalani tes darah,
CT scan, MRI, dan berkonsultasi dengan dokter.
ANESTESI BAGI PENDERITA PENYAKIT LIVER
KONTEKS
Hati berperan penting dalam metabolisme dan homeostatis fisiologis dalam tubuh.
Organ ini unik dalam struktur dan fisiologinya. Oleh karena itu, seorang ahli anestesi
perlu mengetahui berbagai kondisi patofisiologi hati dan akibat dari disfungsi hati.
HASIL
Meskipun regimen anestesi yang berbeda tersedia di dunia anestesi modern, namun
membius pasien dengan penyakit hati masih sangat sulit. Efek anestesi spinal atau
epidural pada aliran dan fungsi darah hepatik belum diteliti dengan jelas, mengingat
perubahan dan hasil yang ditimbulkan oleh obat anestesi. Anestesi regional mungkin
digunakan pada pasien dengan penyakit hati stadium lanjut. Dalam kasus ini, dosis
obat yang digunakan lebih rendah, mengingat fakta bahwa obat yang diberikan
secara lokal memiliki efek sistemik yang lebih sedikit. Dalam kasus anestesi umum
tampaknya penggunaan agen inhalasi (Isoflurane, Desflurane atau Sevoflurane),
sendiri atau dalam kombinasi dengan fentanil dosis kecil dapat dianggap sebagai
rejimen yang masuk akal. Saat memberikan obat, ahli anestesi harus menyadari dan
mempertimbangkan perubahan farmakokinetik beberapa obat anestesi lainnya
secara substansial.
KESIMPULAN
Terlepas dari kenyataan bahwa anestesi pada penyakit hati kronis adalah kondisi
yang menakutkan dan menantang bagi setiap ahli anestesi, bahaya ini dapat
dikurangi dengan perhatian yang cermat dalam mengoptimalkan kondisi pasien
sebelum operasi dan memilih rejimen anestesi dan obat-obatan yang tepat dalam
situasi ini. Meskipun terdapat kekurangan statistik dan investigasi pada kelompok
pasien tertentu, namun sedikit data ini menunjukkan bahwa dengan pemantauan
yang cermat dan mempertimbangkan peraturan yang disebutkan di atas, anestesi
yang aman dapat dicapai pada pasien ini.
Secara anatomi, organ utama ini mempunyai persarafan dan perfusi yang kompleks.
Kondisi perfusi telah dibahas sebelumnya dan persarafan hati dilakukan melalui dua
jalur utama yaitu sebagai berikut:
Secara klinis, ahli anestesi dapat membagi pasien penyakit hati menjadi dua
kelompok besar:
1. Penyakit parenkim hati, seperti hepatitis virus akut dan kronis, Sirosis hati
(dengan atau tanpa hipertensi portal tinggi) dan beberapa kelainan lainnya.
2. Pasien dengan kolestasis, misalnya obstruksi saluran empedu ekstra hepatik.
Ketika induksi anestesi pada pasien dengan penyakit hati dilakukan, hubungan
pasokan-kebutuhan oksigen harus dipertimbangkan. Target utamanya adalah
mempertahankan ventilasi paru dan fungsi kardiovaskular yang adekuat. Oleh
karena itu, curah jantung, volume darah, dan tekanan perfusi harus dijaga dalam
kisaran normal. Hipotensi arteri harus selalu dihindari. Hipotensi arteri mungkin
disebabkan oleh obat atau karena penggantian volume darah yang tidak memadai
atau bahkan overdosis anestesi inhalasi. Investigasi telah menunjukkan bahwa
akibat dari efek ini adalah vasodilatasi dan penurunan tekanan perfusi, ditambah
penurunan kecepatan darah. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan ekstraksi
oksigen di seluruh jaringan, termasuk area preportal.
Cadangan fungsional yang signifikan dan sifat tes darah hati yang tidak spesifik,
menyebabkan kesulitan untuk mengevaluasi tingkat disfungsi hati. Hal ini
menghalangi penilaian risiko pra operasi yang tepat. Selain itu, kurangnya studi
retrospektif dan rangkaian kasus yang baik. Artikel terbatas ditemukan mengenai
risiko anestesi pada pasien non-sirosis. Mereka yang memiliki kelainan biokimia
tanpa gejala dan disfungsi hati ringan umumnya dapat menoleransi pembedahan
dengan baik, dan tidak disarankan untuk memeriksanya secara berlebihan sebelum
prosedur. Namun demikian, sulit untuk memastikannya, karena transaminase yang
abnormal dapat menyebabkan morbiditas atau mortalitas yang signifikan setelah
operasi. Pasien dengan sirosis dekompensasi mempunyai risiko besar. Jadi kehati-
hatian harus diberikan saat membiusnya. Dalam kondisi seperti ini, biaya dan
manfaat pembedahan harus dipertimbangkan dengan cermat. Jika pembedahan
tampaknya diperlukan, kondisi pasien perlu dioptimalkan sebelum operasi.
Fungsi hati harus dijaga dan sangat penting untuk mempertahankan homeostatis
pada masa pra operasi dan pada penyakit kritis. Namun, sebelum operasi, fungsi
hati terganggu dan terjadi kerusakan hepatoseluler. Meskipun menjaga fungsi hati
selalu diperlukan, fungsi ini akan terganggu selama pembedahan.
Secara umum diterima bahwa risiko pembedahan tidak dapat dipisahkan dari risiko
anestesi. Anestesi inhalasi, narkotika, dan agen sedatif-hipnotik intravena umumnya
dapat ditoleransi dengan baik pada pasien dengan penyakit hati kompensasi. Obat
ini harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati
dekompensasi, karena dapat menyebabkan efek jangka panjang pada kesadaran,
hemodinamik, dan mengakibatkan Ensefalopati hepatik.
Dalam semua kasus di bawah anestesi, tekanan darah arteri harus dipertahankan
dan stimulasi simpatis harus dihindari.
Pengaruh anestesi epidural toraks atau lumbal terhadap mikrosirkulasi hati belum
diteliti. Sebaliknya, pengetahuan tentang efek TEA pada hati masih terbatas. Efek
TEA pada usus telah diselidiki secara luas dalam penelitian klinis dan hewan.
Diperkirakan bahwa mekanisme kunci dari efek protektif dan suportif anestesi
epidural adalah blok simpatis. Aktivitas simpatis juga mempengaruhi regenerasi
setelah reseksi hati. Pada sepsis, adrenoreseptor mempengaruhi disfungsi
hepatoseluler dan respon imun. Dalam penelitian pada hewan, denervasi otonom
pada hati mengurangi cedera hati. Temuan ini menunjukkan pentingnya tindakan
aktivitas simpatik
Pada model hewan yang menjalani pembedahan dan manipulasi hati, denervasi hati
memberikan efek yang berbeda pada hewan hidup dibandingkan dengan model
hewan yang otaknya mati, yang mungkin terkait dengan perubahan aktivitas
simpatis . Stimulan aktivitas simpatis seperti menginduksi stres psikis pada tikus
jantan dewasa, respons baroreseptor, retensi urin akut, atau memasukkan
rangsangan nyeri selama anestesi mengurangi aliran darah hepatik regional.
Berbeda dengan kondisi istirahat, ketika tonus simpatis meningkat, mikrosirkulasi
hepatik dan cedera sel sangat terpengaruh.
Pada tikus sehat, rangsangan listrik pada saraf simpatis hepatik menyebabkan
penurunan tajam aliran darah hepatik . Tidak ada penelitian luar biasa mengenai
kemanjuran anestesi regional pada pasien dengan penyakit hati. Ini adalah bidang
baru yang perlu diselidiki dan dipraktekkan lebih lanjut di masa depan. Penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk membuat kesimpulan dan seleksi pasti mengenai agen
anestesi ini.
Nitrous Oxide telah digunakan pada pasien dengan penyakit hati stadium lanjut
selama bertahun-tahun tanpa komplikasi apa pun. Beberapa penulis percaya bahwa
penggunaan Nitrous Oxide pada pasien dengan penyakit hati stadium lanjut, dapat
membahayakan oksigenasi sebagai akibat dari efek simpatomimetiknya. Di sisi lain,
anestesi yang lama dengan Nitrous Oxide dapat menyebabkan akumulasi gas di
lumen usus dan selanjutnya distensi usus.
Anestesi volatil yang lebih baru seperti Sevoflurane dan Desflurane, belum diteliti
sebanyak Halothane dan Isoflurane. Beberapa perbandingan tidak langsung antara
Sevoflurane dan Desflurane dengan Isoflurane dan Halothane menunjukkan bahwa,
meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya, namun
Sevoflurane memiliki beberapa keunggulan dibandingkan anestesi volatil lainnya.
Induksi spasme sfingter Oddi ditemukan pada penggunaan opioid dengan angka
kejadian 3%. Atropin, Naloksan, Glukagon, Nitrogliserin, anestesi volatil, dan obat
lain dapat mengatasi kejang ini. Mengingat semua obat anestesi yang disebutkan di
atas dan semua saran tertulis sebelumnya mengenai induksi anestesi pada pasien
hati, kita harus ingat bahwa pilihan manajemen anestesi harus mengikuti aturan
berikut: menjaga ventilasi paru, curah jantung, dan tekanan arteri yang memadai.
Suntikan relaksan otot secara hati-hati sesuai dengan pemantauan stimulator saraf
transkutan bermanfaat. Cara terbaik untuk menghindari komplikasi adalah dengan
melakukan titrasi obat terhadap efeknya. Pada akhirnya, selain pemilihan obat
anestesi yang logis, pemantauan ketat terhadap semua pasien dalam kelompok ini
adalah wajib. Ini adalah faktor kunci anestesi yang aman dan tidak berbahaya.
Secara umum diterima bahwa induksi anestesi yang aman pada kelompok spesifik
ini memerlukan perhatian khusus, perawatan, obat-obatan dan pemantauan yang
cermat secara terus-menerus sebelum operasi.
KOAGULOPATI
Penatalaksanaan koagulasi pada populasi spesifik ini tidak jauh berbeda dengan
kelompok lainnya. Untuk penatalaksanaan koagulopati dan kehilangan darah akibat
pembedahan, seperti pasien lainnya, kelompok ini dapat diobati dengan pemberian
sel darah merah, plasma beku segar, Trombosit, dan kriopresipitat. Untuk
melakukan pengobatan farmakologi koagulopati terkait hati, obat-obatan berikut
dapat dipertimbangkan: Asam aminocaproic, Asam traneksamat, Estrogen
terkonjugasi, dan faktor rekombinan VII yang diaktifkan. Tromboelastografi mungkin
berguna dalam mengidentifikasi penyebab koagulopati dan dapat memandu
pemberian produk koagulasi.
4. KESIMPULAN
Terlepas dari kenyataan bahwa anestesi pada penyakit hati kronis adalah kondisi
yang menakutkan dan menantang bagi setiap ahli anestesi, bahaya ini dapat
dikurangi dengan perhatian yang cermat dalam mengoptimalkan kondisi pasien
sebelum operasi dan memilih rejimen anestesi dan obat-obatan yang tepat dalam
situasi ini. Meskipun terdapat kekurangan statistik dan investigasi pada kelompok
pasien tertentu khususnya dalam melakukan anestesi regional pada pasien ini,
namun sedikit data ini menunjukkan bahwa dengan pemantauan yang cermat dan
mempertimbangkan aturan yang disebutkan di atas, anestesi yang aman dapat
dicapai pada pasien ini.
SELESAI
KEMBANGKAN BELAJAR MERDEKA