Anda di halaman 1dari 13

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

PROGRAM RPL ALIH JENJANG SARJANA TERAPAN


KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI (STKA)
MK: Asuhan Keperawatan Anestesi dengan Penyakit Penyerta
ITS PKU SURAKARTA ,Rabo, 20 Desember 2023

Sub CP-MK (Sbg kemampuan akhir yang diharapkan)


Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan anestesi pada pasien
dengan kasus penyakit hepar

Materi Pembelajaran (Pustaka)

Asuhan Keperawatan Anestesi pada pasien dengan penyakit Hati


1. Anatomi Fisiologi Hati
2. Macam Penyakit pada
3. Pengkajian
4. Masalah keperawatan anestesi (MKA)
5. Perencanaan
6. Implementasi
7. Evaluasi
8. Tindakan Anestesi pada pasien

Anatomi Fisiologi Hati

Organ hati (hepar/liver) adalah organ vital yang memiliki fungsi penting dalam sistem
pencernaan dan metabolisme, penyimpanan zat gizi, serta kekebalan tubuh. Namun,
apa saja anatomi dan fungsi dari masing-masing bagian hati?

Penyakit hati merupakan penyakit yang tidak dapat disepelekan. Sebab, hati
memiliki peranan penting dalam mencerna makanan dan melindungi tubuh
dari zat beracun.
Ada berbagai jenis penyakit hati atau juga dikenal sebagai penyakit liver. Beberapa
di antaranya wajib untuk diwaspadai karena dapat menyebabkan gangguan
kesehatan yang serius.
Banyak orang mungkin menganggap organ hati memiliki bentuk seperti ‘love‘atau
‘daun ivy’. Faktanya, organ dengan berat yang tak lebih dari 1,5 kg ini berbentuk
seperti segitiga.

Hati terletak pada rongga perut kanan atas. Organ ini tepat berada di bawah
diafragma dan memenuhi sebagian besar ruang di bawah tulang rusuk.
Lantaran ukurannya yang besar, hati juga menempati sebagian kecil ruang di perut
kiri atas.

Pada bagian bawah hati, terdapat organ kecil berwarna hijau yang tidak lain adalah
kantong empedu. Salah satu fungsi hati adalah membentuk cairan empedu. Kantong
inilah yang akan menampung empedu sebelum digunakan dalam proses
pencernaan.

Untuk memahami anatomi hati, Anda perlu mengenal bagian-bagiannya terlebih


dulu. Hati terdiri dari belahan-belahan yang disebut lobus, beberapa jaringan ikat,
dan jalur pembuluh. Dengan mengenal anatomi hati dengan baik, Anda bisa
memulai langkah-langkah untuk menjaga kesehatan hati dari sekarang. Merawat
hati berarti mengantisipasi terjadinya beragam penyakit pada organ hati. Berikut
berbagai komponen yang menyusun hati.

1. Lobus (belahan)
Hati terbagi atas dua lobus utama. Namun, sebenarnya jika dilihat dari sisi
sebaliknya, hati dapat dibagi kembali menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
Namun, secara garis besar berikut adalah bagian-bagian dari hati yang perlu untuk
Anda diketahui.
1. Lobus kanan (right lobe of liver): bagian lobus kanan adalah bagian terbesar di
hati dengan ukuran 5 – 6 kali lebih besar daripada lobus kiri.
2. Lobus kiri (left lobe of liver): berbeda dengan lobus kanan, bagian hati yang
satu ini berbentuk lebih runcing dan kecil. Lobus kiri dan kanan dipisahkan oleh
ligamen falciform.
3. Lobus kaudatus: ukuran lobus kaudatus memang lebih kecil dibanding dua
lobus sebelumnya. Letak lobus ini memanjang dari sisi belakan lobus kanan dan
membungkus pembuluh darah balik utama (vena cava inferiori).
4. Lobus kuadrat: dibandingkan dengan lobus kaudatus, lobus kuadrat berada
lebih rendah dan berada di sisi belakang lobus kanan hingga
membungkus kantong empedu. Lobus kuadrat dan kaudatus juga jarang terlihat
pada gambar anatomi karena letaknya berada di belakang lobus kiri dan kanan.
Setelah mengenal lobus hati, ada bagian hati lainnya yang juga termasuk dalam
organ pencernaan, mulai dari saluran empedu hingga lobulus hati.

2. Jaringan ikat pemisah (ligamen)

Hati terbungkus oleh lapisan jaringan ikat yang disebut kapsul Glisson.
Jaringan ikat pada hati kemudian berkembang menjadi beberapa jenis ligamen
dengan fungsi sebagai pembatas antara satu lobus dengan lainnya.
Berikut berbagai jaringan ikat atau ligamen yang terdapat pada organ hati.
1. Falciform ligament. Jaringan berbentuk sabit ini menempel pada bagian depan
hati dan secara alamiah memisahkan lobus kanan dan kiri.
2. Coronary ligament. Jaringan ini menempel pada bagian atas hingga bawah hati
yang berbatasan dengan diafragma hingga membentuk segitiga.
3. Triangular ligament. Jaringan ini terbagi menjadi ligamen kanan yang
membelah lobus kanan hati, serta ligamen kiri yang membelah lobus kiri hati.
4. Lesser omentum. Jaringan ini menempel pada bagian bawah hati yang
berbatasan dengan lambung dan usus besar.
3. Saluran empedu

Saluran empedu merupakan saluran penghubung hati dan kantong empedu, yaitu
tempat penyimpanan empedu. Empedu adalah zat yang diproduksi tubuh untuk
membantu mencerna lemak dan akan disimpan di dalam kantong empedu.
Selanjutnya, saluran empedu bertemu dengan saluran hepatik kiri dan kanan yang
lebih besar.

Kedua saluran ini berfungsi membawa empedu dari lobus hati bagian kiri dan kanan.
Kemudian, kedua saluran hepatik akan bergabung sehingga membentuk satu
saluran untuk mengalirkan semua empedu dari hati. Sebagian besar empedu yang
dihasilkan dari hati dialirkan ke kantong empedu, untuk kemudian digunakan dalam
proses pencernaan dengan dialirkan menuju usus.

4. Pembuluh darah
Berbeda dengan organ tubuh lainnya, suplai darah dari hati memiliki sistem vena
portal hepatik. Hati menyimpan sekitar 473 ml darah setiap waktu. Jumlah ini kira-
kira setara dengan 13% persediaan darah dalam tubuh Anda.

Ada dua sumber darah yang mengalir menuju hati, yaitu:


1. darah kaya oksigen dari pembuluh arteri hati, dan
2. darah kaya zat gizi dari pembuluh vena hati.

Selain itu, darah yang berasal dari organ lain seperti limpa, pankreas, kantong
empedu, dan usus akan berkumpul di dalam vena portal hepatik. Bagian hati yang
satu ini menjadi tempat berkumpulnya darah dari hati. Darah yang dikirim ke organ
hati akan melalui pemrosesan terlebih dahulu sebelum diteruskan.

Selanjutnya, darah yang telah diproses akan mengarah ke vena kava atau pembuluh
balik yang membawa darah mengandung karbondioksida kembali ke jantung.Sama
seperti organ tubuh lainnya, hati manusia mempunyai arteri dan arteriol. Dua jenis
pembuluh darah ini berfungsi untuk mengangkut darah beroksigen ke jaringan
organ.

5. Lobulus
Tahukah Anda bahwa struktur internal hati tersusun dari sekitar 100.000 sel hati?
Sel hati merupakan bagian hati yang berbentuk heksagonal dan dikenal dengan
nama lobulus. Setiap lobulus hati terdiri dari pembuluh darah pusat yang dikelilingi
oleh enam pembuluh darah vena hepatik dan enam arteri hepatik.

Pembuluh darah ini dihubungkan oleh banyak saluran pembuluh darah kecil yang
berliku-liku atau biasa disebut sinusoid. Setiap sinusoid memiliki dua jenis sel utama,
yaitu sel kupffer dan sel hepatosit.

Berikut ini penjabaran dari kedua sel tersebut.


1. Sel Kupffer: sel yang berasal dari jaringan sel darah putih. Fungsi sel hati ini
menghancurkan zat asing atau sel-sela mata. Pada anatomi hati, sel kupffer
berperan menangkap dan memecah sel darah merah yang sudah tua dan
meneruskannya ke sel hepatosit.
2. Sel hepatosit: sel yang melapisi sinusoid dan membentuk sebagian besar sel di
hati. Hepatosit memiliki fungsi penting karena melakukan sebagian besar fungsi
hati, yakni pencernaan, metabolisme, dan penyimpanan serta produksi empedu.

Kesimpulan
 Organ hati merupakan organ tubuh yang berfungsi untuk membantu sistem
pencernaan dan metabolisme tubuh.
 Hati atau liver sendiri terdiri atas beberapa bagian, tetapi secara garis besar terdiri
dari dua lobus, yaitu lobus kanan dan lobus kiri.
 Bagian lain yang membentuk hati adalah ligamen, pembuluh darah, pembuluh
empedu, dan lobulus.
Mengenali Berbagai Jenis Penyakit Hati
Berikut beberapa jenis penyakit hati yang perlu diwaspadai:

1. Hepatitis
Hepatitis merupakan penyakit yang menyebabkan terjadinya peradangan hati.
Penyakit ini umumnya disebabkan oleh infeksi virus, namun bisa pula disebabkan
karena konsumsi obat tertentu, minuman beralkohol, atau karena menderita penyakit
autoimun.
Gejala dari penyakit hepatitis tergantung pada penyebab dan jenis penyakit hepatitis
yang diderita. Namun, umumnya gejala hepatitis berupa kehilangan nafsu makan,
diare, muntah dan mual, kulit dan mata menguning, serta urine berwarna gelap.
Penyakit ini dapat memengaruhi seluruh sistem metabolisme tubuh, sehingga
penting untuk segera memeriksakan diri ke dokter jika mengalami gejala dari
penyakit hepatitis.
Dokter akan melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh dan
menyarankan Anda untuk melakukan tes darah, tes fungsi hati, biopsi hati, ataupun
USG perut, untuk mengetahui jenis penyakit hepatitis yang diderita. Penanganan
penyakit hepatitis yang diberikan bergantung pada jenis penyakit hepatitis yang
diderita.

2. Sirosis
Sirosis merupakan penyakit hati yang disebabkan oleh terbentuknya jaringan parut
di hati, karena kerusakan hati dalam jangka panjang. Saat awal penyakit ini diderita,
Anda mungkin tidak merasakan gejala apapun. Biasanya gejala penyakit sirosis
muncul setelah kerusakan hati sudah semakin parah. Gejalanya berupa kelelahan
atau lemah, mual, kehilangan selera makan, hingga kehilangan dorongan seksual.
Apabila kondisi ini tidak segera ditangani, penyakit sirosis dapat semakin memburuk.
Gejala yang muncul juga semakin parah, termasuk muntah darah, kulit terasa gatal,
tinja berwarna gelap, tubuh mudah memar, pembengkakan pada kaki dan perut
(edema), hingga mengalami penyakit kuning.
Untuk mencegah sirosis, penting menerapkan gaya hidup sehat, seperti
mengonsumsi makanan sehat, berhenti mengonsumsi alkohol, menghindari
konsumsi makanan berlemak, menjaga berat badan dengan baik, serta menghindari
hubungan seksual berisiko.

3. Abses hati
Munculnya lubang-lubang kecil yang berisikan nanah merupakan tanda dari penyakit
abses hati. Penyebabnya bisa karena infeksi bakteri, bisa pula karena infeksi
parasit.
Di negara maju, abses hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri merupakan abses
hati atau abses hepar yang paling sering ditemui. Ini dikenal dengan sebutan abses
hepar piogenik. Abses hepar jenis ini selain menyebabkan peradangan atau
pembengkakan hati, juga bisa menyebabkan sakit dan pembengkakan pada perut.
Gejalanya termasuk sakit perut bagian kanan atas, panas dingin, muntah, demam,
penurunan berat badan secara tiba-tiba, urine berwarna gelap, diare, dan tinja
berwarna keabu-abuan.
Selain abses hepar piogenik, ada pula abses hepar amuba. Abses ini disebabkan
oleh infeksi parasit. Gejala dari penyakit ini antara lain adalah nyeri dada bagian
kanan bawah, nyeri perut bagian kanan atas, serta urine berwarna gelap dan tinja
berwarna abu-abu. Gejala lain yang juga bisa muncul yaitu demam, menggigil,
berkeringat di malam hari, kehilangan selera makan, mual, muntah, lelah berlebih,
kulit menguning, dan penurunan berat badan secara tiba-tiba.
Penyakit hati memang dapat membahayakan kesehatan. Untuk mencegahnya,
hentikan mengonsumsi minuman beralkohol, lakukanlah hubungan seksual yang
aman, hindari penggunaan jarum suntik secara sembarangan, konsumsi obat
dengan bijak, dan jagalah berat badan ideal. Bila Anda atau kerabat menderita
penyakit hati, berkonsultasilah dengan dokter penyakit dalam dan jalani pengobatan
secara teratur.

Macam-macam Penyakit Hati yang Perlu Diwaspadai


Organ hati atau liver terletak di sisi kanan perut, tepatnya di bawah tulang rusuk.
Fungsi hati atau lever untuk mencerna makanan dan membersihkan tubuh dari
racun. Dalam beberapa kondisi, organ hati dapat melemah sampai tidak berfungsi
saat terserang penyakit. Sering Tidak Disadari, Kenali Gejala Awal Penyakit Liver
Melansir Healthline, terdapat beberapa orang yang berisiko terkena penyakit hati
atau penyakit liver.

Beberapa penyebabnya bisa karena faktor genetik, virus, dan gaya hidup tak sehat.
Antara lain: Punya keluarga pengidap penyakit lever atau liver Obesitas atau
kelebihan berat badan Kadar gula darah dan kolesterol tinggi Konsumsi obat,
suplemen, atau obat herbal berlebihan Minum obat di atas dosis yang disarankan

Konsumsi minuman beralkohol berlebihan Penggunaan jarum suntik tak steril (tato,
narkoba, transfusi darah) Hubungan seks dengan penderita penyakit hati Terpapar
pestisida atau zat kimia berbahaya

5 Gejala Ringan Infeksi Virus Corona Melansir Mayo Clinic, gejala awal yang
dirasakan penderita penyakit hati bisa berbeda-beda, tergantung macam-macam
penyakit hati.

Berikut macam-macam penyakit yang kerap menyerang hati atau liver:


1. Penyakit hati bawaan Beberapa jenis penyakit hati disebabkan faktor keturunan
atau genetik. Dampaknya, tubuh jadi kelebihan atau kekurangan zat tertentu
yang menyebabkan kinerja hati terganggu. Penyakit hemochromatosis
menyebabkan tubuh menyimpan lebih banyak zat besi dari yang dibutuhkan. Ada
juga penyakit Wilson yang menyebabkan hati menyerap tembaga, alih-alih
melepaskannya ke saluran empedu. Selain itu, penyakit liver karena faktor
genetik dapat membuat tubuh penderitanya kekurangan protein yang mencegah
kerusakan enzim (protein alfa-1 antitrypsin atau protein AT). Baca juga: BAB
Keluar Darah Bisa Jadi Gejala Apa?
2. Hepatitis autoimun Lihat Foto Ilustrasi hati, penyakit hepatitis() Kondisi autoimun
membuat sistem kekebalan tubuh salah sasaran dan menyerang balik sel-sel
sehat. Autoimun dapat menyebabkan hepatitis autoimun, saluran empedu di hati
rusak, dan radang hati karena penumpukan empedu. Saat tidak ditangani
dengan baik, kondisi autoimun yang menyerang hati dapat menyebabkan sirosis
sampai gagal hati.
3. Hepatitis Penyakit yang dipicu infeksi virus pada hati ini dapat membuat hati
meradang sampai merusak fungsi hati. Semua jenis hepatitis menular. Namun,
Anda dapat mengantisipasinya dengan vaksinasi untuk hepatitis A dan B.
Sedangkan penyakit hepatitis C, D, dan E dapat bersifat akut sampai kronis.
Pencegahan utama penyakit ini dengan menggunakan jarum suntik steril dan
menghindari hubungan seks berisiko. Baca juga: Gejala Infeksi Virus Corona
Bisa Berbeda, Tergantung Daya Tahan Tubuh
4. Penyakit lemak hati Penumpukan lemak di hati dapat menyebabkan penyakit di
organ vital. Penyakit ini dapat dipicu konsumsi minuman beralkohol secara
berlebihan. Sementara penyakit lemak hati yang tidak dipicu alkohol,
penyebabnya hingga kini masih diselidiki para ahli. Saat tidak dikelola dengan
baik, penyakit lemak hati dapat menyebabkan pengerasan hati sampai organ
rusak atau tidak berfungsi.
5. Sirosis hati Lihat Foto Lebih dari setengah jumlah pasien yang terdiagnosis
mengalami kanker hati biasanya mengidap sirosis.(Shutterstock) Penyakit ini
ditandai munculnya jaringan parut akibat penyakit hati. Penyebabnya bisa dari
konsumsi alkohol, sifilis, dan penyakit langka fibrosis kistik. Hati dapat
memperbaiki sel yang rusak. Tetapi, proses ini dapat menyebabkan tumbuhnya
jaringan parut. Semakin banyak jaringan parut yang berkembang, semakin sulit
hati kembali berfungsi dengan baik. Baca juga: Lapar Tapi Tidak Selera Makan,
Bisa Jadi Tanda Apa?
6. Gagal hati Gagal hati kronis terjadi saat sebagian besar hati rusak dan tidak
dapat berfungsi dengan baik. Gagal hati bisa dipicu penyakit hati yang kronis dan
sirosis yang tidak ditangani dengan baik.
7. Kanker hati Jenis kanker hati yang paling umum adalah karsinoma hepatoseluler.
Kanker ini biasanya tumbuh di beberapa bagian hati. Namun ada juga yang
dipicu tumor tunggal. Komplikasi penyakit hati saat tidak diobati, dapat
berkembang menjadi kanker hati.

Untuk mendeteksi gangguan atau penyakit hati, Anda bisa menjalani tes darah,
CT scan, MRI, dan berkonsultasi dengan dokter.
ANESTESI BAGI PENDERITA PENYAKIT LIVER

KONTEKS
Hati berperan penting dalam metabolisme dan homeostatis fisiologis dalam tubuh.
Organ ini unik dalam struktur dan fisiologinya. Oleh karena itu, seorang ahli anestesi
perlu mengetahui berbagai kondisi patofisiologi hati dan akibat dari disfungsi hati.

HASIL
Meskipun regimen anestesi yang berbeda tersedia di dunia anestesi modern, namun
membius pasien dengan penyakit hati masih sangat sulit. Efek anestesi spinal atau
epidural pada aliran dan fungsi darah hepatik belum diteliti dengan jelas, mengingat
perubahan dan hasil yang ditimbulkan oleh obat anestesi. Anestesi regional mungkin
digunakan pada pasien dengan penyakit hati stadium lanjut. Dalam kasus ini, dosis
obat yang digunakan lebih rendah, mengingat fakta bahwa obat yang diberikan
secara lokal memiliki efek sistemik yang lebih sedikit. Dalam kasus anestesi umum
tampaknya penggunaan agen inhalasi (Isoflurane, Desflurane atau Sevoflurane),
sendiri atau dalam kombinasi dengan fentanil dosis kecil dapat dianggap sebagai
rejimen yang masuk akal. Saat memberikan obat, ahli anestesi harus menyadari dan
mempertimbangkan perubahan farmakokinetik beberapa obat anestesi lainnya
secara substansial.

KESIMPULAN
Terlepas dari kenyataan bahwa anestesi pada penyakit hati kronis adalah kondisi
yang menakutkan dan menantang bagi setiap ahli anestesi, bahaya ini dapat
dikurangi dengan perhatian yang cermat dalam mengoptimalkan kondisi pasien
sebelum operasi dan memilih rejimen anestesi dan obat-obatan yang tepat dalam
situasi ini. Meskipun terdapat kekurangan statistik dan investigasi pada kelompok
pasien tertentu, namun sedikit data ini menunjukkan bahwa dengan pemantauan
yang cermat dan mempertimbangkan peraturan yang disebutkan di atas, anestesi
yang aman dapat dicapai pada pasien ini.

PERATURAN ALIRAN DARAH HEPATIK


Beberapa faktor seperti penggunaan anestesi volatil dan Sirosis hati melemahkan
hubungan timbal balik ini dan membuat hati rentan terhadap iskemia serta
peningkatan PCO2

Secara anatomi, organ utama ini mempunyai persarafan dan perfusi yang kompleks.
Kondisi perfusi telah dibahas sebelumnya dan persarafan hati dilakukan melalui dua
jalur utama yaitu sebagai berikut:

1. Pleksus anterior mengelilingi arteri hepatika yang mencakup serabut simpatis


postganglionik dari ganglia celiac dan serabut parasimpatis dari saraf Vagus
anterior.
2. Pleksus posterior mengelilingi vena portal dan saluran empedu yang mencakup
serabut simpatis postganglionik dari ganglia Celiac kanan dan serabut
parasimpatis dari saraf Vagus posterior.

Ahli gastroenterologi dan ahli hepatologi biasanya diminta untuk mengevaluasi


pasien dengan penyakit hati sebelum operasi guna mengoptimalkan kondisinya
sebelum operasi. Prosedur pembedahan yang banyak dan beragam dapat dilakukan
untuk pasien ini sehingga beragam teknik anestesi dapat digunakan tergantung
pada jenis pembedahan. terdapat pemahaman umum di kalangan dokter
anestesiologi dan perawatan intensif bahwa pasien dengan penyakit hati mempunyai
risiko yang masuk akal ketika menjalani anestesi dan pembedahan.

Secara klinis, ahli anestesi dapat membagi pasien penyakit hati menjadi dua
kelompok besar:

1. Penyakit parenkim hati, seperti hepatitis virus akut dan kronis, Sirosis hati
(dengan atau tanpa hipertensi portal tinggi) dan beberapa kelainan lainnya.
2. Pasien dengan kolestasis, misalnya obstruksi saluran empedu ekstra hepatik.

Pada kelompok pertama terjadi peningkatan enzim aminotransferas. Sebenarnya


penyakit parenkim hati merupakan suatu kondisi hiperdinamik dalam tubuh, yang
biasanya berhubungan dengan penurunan resistensi pembuluh darah, vasodilatasi
perifer, peningkatan pirau arteri-vena, peningkatan volume darah sirkulasi dan curah
jantung. Selain itu, terdapat kemungkinan terjadinya kardiomiopati, yang
menurunkan perbedaan kandungan oksigen arteri-vena dan menurunkan aliran
darah portal pada pasien ini. Perlu dicatat bahwa pada insufisiensi hati yang parah,
akibat pergeseran kurva oksigen-hemoglobin ke kanan, pirau paru dan hipoventilasi
akibat asites, hipoksemia dapat terjadi. Namun, ada masalah lain yang menyertai
penyakit hati pada pasien ini, yaitu: anemia, leukopenia, trombositopenia, dan
koagulopati. Ensefalopati, disfungsi ginjal, termasuk sindrom hepatorenal, dan asites
juga sering terjadi pada pasien ini.

Ketika induksi anestesi pada pasien dengan penyakit hati dilakukan, hubungan
pasokan-kebutuhan oksigen harus dipertimbangkan. Target utamanya adalah
mempertahankan ventilasi paru dan fungsi kardiovaskular yang adekuat. Oleh
karena itu, curah jantung, volume darah, dan tekanan perfusi harus dijaga dalam
kisaran normal. Hipotensi arteri harus selalu dihindari. Hipotensi arteri mungkin
disebabkan oleh obat atau karena penggantian volume darah yang tidak memadai
atau bahkan overdosis anestesi inhalasi. Investigasi telah menunjukkan bahwa
akibat dari efek ini adalah vasodilatasi dan penurunan tekanan perfusi, ditambah
penurunan kecepatan darah. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan ekstraksi
oksigen di seluruh jaringan, termasuk area preportal.

KESULITAN DALAM PENILAIAN PRA OPERASI

Cadangan fungsional yang signifikan dan sifat tes darah hati yang tidak spesifik,
menyebabkan kesulitan untuk mengevaluasi tingkat disfungsi hati. Hal ini
menghalangi penilaian risiko pra operasi yang tepat. Selain itu, kurangnya studi
retrospektif dan rangkaian kasus yang baik. Artikel terbatas ditemukan mengenai
risiko anestesi pada pasien non-sirosis. Mereka yang memiliki kelainan biokimia
tanpa gejala dan disfungsi hati ringan umumnya dapat menoleransi pembedahan
dengan baik, dan tidak disarankan untuk memeriksanya secara berlebihan sebelum
prosedur. Namun demikian, sulit untuk memastikannya, karena transaminase yang
abnormal dapat menyebabkan morbiditas atau mortalitas yang signifikan setelah
operasi. Pasien dengan sirosis dekompensasi mempunyai risiko besar. Jadi kehati-
hatian harus diberikan saat membiusnya. Dalam kondisi seperti ini, biaya dan
manfaat pembedahan harus dipertimbangkan dengan cermat. Jika pembedahan
tampaknya diperlukan, kondisi pasien perlu dioptimalkan sebelum operasi.

Fungsi hati harus dijaga dan sangat penting untuk mempertahankan homeostatis
pada masa pra operasi dan pada penyakit kritis. Namun, sebelum operasi, fungsi
hati terganggu dan terjadi kerusakan hepatoseluler. Meskipun menjaga fungsi hati
selalu diperlukan, fungsi ini akan terganggu selama pembedahan.

Prinsip Manajemen Anestesi pada Pasien Hepatik

Secara umum diterima bahwa risiko pembedahan tidak dapat dipisahkan dari risiko
anestesi. Anestesi inhalasi, narkotika, dan agen sedatif-hipnotik intravena umumnya
dapat ditoleransi dengan baik pada pasien dengan penyakit hati kompensasi. Obat
ini harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati
dekompensasi, karena dapat menyebabkan efek jangka panjang pada kesadaran,
hemodinamik, dan mengakibatkan Ensefalopati hepatik.

Dalam semua kasus di bawah anestesi, tekanan darah arteri harus dipertahankan
dan stimulasi simpatis harus dihindari.

Pengaruh anestesi epidural toraks atau lumbal terhadap mikrosirkulasi hati belum
diteliti. Sebaliknya, pengetahuan tentang efek TEA pada hati masih terbatas. Efek
TEA pada usus telah diselidiki secara luas dalam penelitian klinis dan hewan.
Diperkirakan bahwa mekanisme kunci dari efek protektif dan suportif anestesi
epidural adalah blok simpatis. Aktivitas simpatis juga mempengaruhi regenerasi
setelah reseksi hati. Pada sepsis, adrenoreseptor mempengaruhi disfungsi
hepatoseluler dan respon imun. Dalam penelitian pada hewan, denervasi otonom
pada hati mengurangi cedera hati. Temuan ini menunjukkan pentingnya tindakan
aktivitas simpatik

Pada model hewan yang menjalani pembedahan dan manipulasi hati, denervasi hati
memberikan efek yang berbeda pada hewan hidup dibandingkan dengan model
hewan yang otaknya mati, yang mungkin terkait dengan perubahan aktivitas
simpatis . Stimulan aktivitas simpatis seperti menginduksi stres psikis pada tikus
jantan dewasa, respons baroreseptor, retensi urin akut, atau memasukkan
rangsangan nyeri selama anestesi mengurangi aliran darah hepatik regional.
Berbeda dengan kondisi istirahat, ketika tonus simpatis meningkat, mikrosirkulasi
hepatik dan cedera sel sangat terpengaruh.
Pada tikus sehat, rangsangan listrik pada saraf simpatis hepatik menyebabkan
penurunan tajam aliran darah hepatik . Tidak ada penelitian luar biasa mengenai
kemanjuran anestesi regional pada pasien dengan penyakit hati. Ini adalah bidang
baru yang perlu diselidiki dan dipraktekkan lebih lanjut di masa depan. Penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk membuat kesimpulan dan seleksi pasti mengenai agen
anestesi ini.

Nitrous Oxide telah digunakan pada pasien dengan penyakit hati stadium lanjut
selama bertahun-tahun tanpa komplikasi apa pun. Beberapa penulis percaya bahwa
penggunaan Nitrous Oxide pada pasien dengan penyakit hati stadium lanjut, dapat
membahayakan oksigenasi sebagai akibat dari efek simpatomimetiknya. Di sisi lain,
anestesi yang lama dengan Nitrous Oxide dapat menyebabkan akumulasi gas di
lumen usus dan selanjutnya distensi usus.

Anestesi volatil yang lebih baru seperti Sevoflurane dan Desflurane, belum diteliti
sebanyak Halothane dan Isoflurane. Beberapa perbandingan tidak langsung antara
Sevoflurane dan Desflurane dengan Isoflurane dan Halothane menunjukkan bahwa,
meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya, namun
Sevoflurane memiliki beberapa keunggulan dibandingkan anestesi volatil lainnya.

Induksi spasme sfingter Oddi ditemukan pada penggunaan opioid dengan angka
kejadian 3%. Atropin, Naloksan, Glukagon, Nitrogliserin, anestesi volatil, dan obat
lain dapat mengatasi kejang ini. Mengingat semua obat anestesi yang disebutkan di
atas dan semua saran tertulis sebelumnya mengenai induksi anestesi pada pasien
hati, kita harus ingat bahwa pilihan manajemen anestesi harus mengikuti aturan
berikut: menjaga ventilasi paru, curah jantung, dan tekanan arteri yang memadai.

Saat mengkaji obat anestesi yang dijelaskan sebelumnya, tampaknya manajemen


anestesi menggunakan agen inhalasi (Isoflurane, Desflurane atau Sevoflurane),
sendiri atau dalam kombinasi dengan fentanil dosis kecil dapat dianggap sebagai
rejimen yang masuk akal. Saat memberikan obat, ahli anestesi harus menyadari dan
mempertimbangkan perubahan farmakokinetik beberapa obat anestesi lainnya
secara substansial. Misalnya, pada pasien dengan penyakit hati, waktu paruh
lidokain dan Benzodiazepin masing-masing dapat meningkat lebih dari 300% dan
100%.

Obat-obatan, seperti Sodium Pentothal, dengan afinitas tinggi terhadap albumin


mengalami penurunan volume distribusi. Oleh karena itu, dosis obat ini harus
dikurangi. Di antara agen anestesi intravena, Propofol merupakan obat anestesi
pilihan pada pasien dengan penyakit hati. Ia memiliki waktu paruh yang pendek
bahkan pada pasien dengan Sirosis dekompensasi. Namun, pada banyak obat,
karena edema atau peningkatan Gamma Globulin, volume distribusi dapat
meningkat secara signifikan, sehingga memerlukan peningkatan dosis efektif
pertama obat tersebut.

Untuk pelemas otot harap diingat bahwa pembersihan obat-obatan seperti d-


tubocurarine dan Pancuronium karena penurunan aliran darah hepatik dan fungsi
metabolisme dan ekskresi hati, serta gangguan fungsi ginjal, telah menurun dan oleh
karena itu efeknya dapat berkepanjangan. Studi menunjukkan bahwa penyakit hati
stadium lanjut tidak mempengaruhi farmakokinetik Vecuronium secara signifikan.

Atracurium memiliki keunggulan teoritis karena metabolismenya tidak bergantung


pada fungsi hati. Jadi, waktu paruh pembersihan dan eliminasi Atracurium pada
pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal tidak jauh berbeda dengan mereka
yang memiliki fungsi hepatorenal normal. Namun, ditemukan bahwa karena volume
distribusi yang lebih besar, waktu paruh distribusi lebih pendek pada pasien dengan
disfungsi hepatorenal berat dibandingkan dengan individu normal.

Suntikan relaksan otot secara hati-hati sesuai dengan pemantauan stimulator saraf
transkutan bermanfaat. Cara terbaik untuk menghindari komplikasi adalah dengan
melakukan titrasi obat terhadap efeknya. Pada akhirnya, selain pemilihan obat
anestesi yang logis, pemantauan ketat terhadap semua pasien dalam kelompok ini
adalah wajib. Ini adalah faktor kunci anestesi yang aman dan tidak berbahaya.

Secara umum diterima bahwa induksi anestesi yang aman pada kelompok spesifik
ini memerlukan perhatian khusus, perawatan, obat-obatan dan pemantauan yang
cermat secara terus-menerus sebelum operasi.

KOAGULOPATI
Penatalaksanaan koagulasi pada populasi spesifik ini tidak jauh berbeda dengan
kelompok lainnya. Untuk penatalaksanaan koagulopati dan kehilangan darah akibat
pembedahan, seperti pasien lainnya, kelompok ini dapat diobati dengan pemberian
sel darah merah, plasma beku segar, Trombosit, dan kriopresipitat. Untuk
melakukan pengobatan farmakologi koagulopati terkait hati, obat-obatan berikut
dapat dipertimbangkan: Asam aminocaproic, Asam traneksamat, Estrogen
terkonjugasi, dan faktor rekombinan VII yang diaktifkan. Tromboelastografi mungkin
berguna dalam mengidentifikasi penyebab koagulopati dan dapat memandu
pemberian produk koagulasi.

4. KESIMPULAN
Terlepas dari kenyataan bahwa anestesi pada penyakit hati kronis adalah kondisi
yang menakutkan dan menantang bagi setiap ahli anestesi, bahaya ini dapat
dikurangi dengan perhatian yang cermat dalam mengoptimalkan kondisi pasien
sebelum operasi dan memilih rejimen anestesi dan obat-obatan yang tepat dalam
situasi ini. Meskipun terdapat kekurangan statistik dan investigasi pada kelompok
pasien tertentu khususnya dalam melakukan anestesi regional pada pasien ini,
namun sedikit data ini menunjukkan bahwa dengan pemantauan yang cermat dan
mempertimbangkan aturan yang disebutkan di atas, anestesi yang aman dapat
dicapai pada pasien ini.

SELESAI
KEMBANGKAN BELAJAR MERDEKA

Anda mungkin juga menyukai