Anda di halaman 1dari 32

1

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFARAT


FAKULTAS KEDOKTERAN Mei 2023
UNIVERSITAS BOSOWA

ANEMIA PADA ANAK

DISUSUN OLEH :

Helda Resky Ananda

4522112012

DOSEN PEMBIMBING :

dr. Nur Ayu Lestari, M. Biomed, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR

2023
2

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Helda Resky Ananda

Nim : 4522112012

Judul Refarat : Anemia pada Anak

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada


bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa.

Makassar, 17 Mei 2023

Pembimbing

dr. Nur Ayu Lestari, M. Biomed, Sp.A


3

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul 1

Halam Pengesahan 2

Daftar Isi 3

BAB I PENDAHULUAN 4

BAB II ASPEK UMUM ANEMIA 6

A. Definisi 6

B. Etiologi 6

C. Epidemiologi 9

D. Klasifikasi 10

BAB III ANEMIA PADA ANAK 12

A. Anemia Defisiensi 12

B. Anemia Aplastik 24

C. Anemia Hemolitik 26

BAB IV PENUTUP 30

DAFTAR PUSTAKA 31
4

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia merupakan masalah medis yang paling banyak dijumpai


dan memiliki dampak signifikan pada kesehatan masyarakat terutama
pada wanita usia reproduksi dan anak-anak dinegara berkembang.1,2
Anemia dikaitkan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin atau
eritrosit.1 Eritrosit adalah sel anukleasi khusus yang mengemas
hemoglobin dan merupakan alat transportasi gas pernapasan yang
membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan membawa karbon
dioksida dari jaringan kembali ke paru-paru. Eritrosit mengalami
eritropoiesis di mana sel progenitor myeloid akan menjadi cakram bikonkaf
yang tidak berinti dan sangat deformasi sekitar 8-10 μ, sangat fleksibel
sehingga mampu membengkokkan dan melintasi kapiler. Proses
eritropoiesis membutuhkan waktu 4 hari untuk menghasilkan cakram
bikonkaf tak berinti yang memasuki sirkulasi dengan sisa RNA dalam
sitoplasma. Sel darah merah baru dalam sirkulasi, disebut retikulosit,
rentang hidup sel darah merah adalah 120 hari 3.
Hemoglobin (Hb) adalah protein utama yang terkandung di
dalamnya sel darah merah dewasa. Molekul hemoglobin terdiri dari empat
rantai yaitu dua rantai α- globin dan dua rantai non- α- rantai globin,
interaksi rantai-rantai ini bertanggung jawab atas struktur kuaterner
molekul Hb dan transpor oksigen normal. Secara fungsional, ekson kedua
dari setiap gen globin mengkodekan komponen utama kantong pengikat
heme.2,3 Kadar hemoglobin yang relatif tinggi saat lahir menurun selama 1
hingga 2 bulan pertama kehidupan ke tingkat yang lebih rendah dari pada
5

yang terlihat di masa dewasa. Di masa kanak-kanak nanti, nilai


hemoglobin serupa dan sedikit meningkat seiring waktu. Sekitar masa
pubertas, anak perempuan telah mencapai tingkat hemoglobin orang
dewasa, dan steroid androgenik menyebabkan peningkatan hemoglobin
yang berkelanjutan, pada anak laki-laki hingga sekitar usia 18 tahun.3
Sel darah merah yang tua akan dikeluarkan dari sirkulasi oleh
makrofag dengan sistem fagositik mononuklear limpa dan Hemoglobin
biasanya dipertahankan dalam sistem retikuloendotelial (RES).3
6

BAB II

ASPEK UMUM ANEMIA

A. Definisi

Anemia didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi hemoglobin atau


volume sel darah merah (RBC) di bawah kisaran nilai yang terjadi pada orang
sehat.1 Kebanyakan anemia dikaitkan dengan jumlah sel darah merah dan
retikulosit yang rendah termasuk yang dihasilkan dari tingkat EPO yang relatif
rendah seperti pada penyakit ginjal kronis, defisiensi metabolik (B12 dan
folat), atau gangguan sumsum tulang primer (leukemia atau MDS). 3
Hemoglobin dan hematokrit normal sangat bervariasi menurut usia dan jenis
kelamin, dan merupakan masalah kesehatan global yang signifikan yang
mempengaruhi wanita usia reproduksi dan anak-anak.1

B. Etiologi

Anemia dapat terjadi karena Kehilangan darah/hemoragi, Produksi sel


darah merah, dan Penghancuran/peningkatan destruksi sel darah merah.
1. Kehilangan darah secara akut dan kronik. Kehilangan darah secara akut
biasanya terjadi pada saat kecelakaan ataupun kebocoran atau luka,
sedangkan kehilangan darah secara kronik biasanya terjadi pada
peradangan pada lambung, kanker intestinal, atau efek samping obat-
obatan3,5.
7

2. Produksi sel darah merah


 Defisiensi zat besi adalah penyebab paling umum dari anemia secara
global3.
 Peradangan (juga dikenal sebagai anemia penyakit kronis) umumnya
ditemui dalam kaitannya dengan berbagai kondisi, termasuk infeksi
serius, penyakit reumatologi, diabetes mellitus, dan malignansi.
Dalam kondisi ini protein pengatur besi hepcidin menurunkan
kemampuan sistem retikuloendotelial untuk melepaskan simpanan
besi. Kurangnya zat besi yang tersedia pada dasarnya meniru situasi
anemia defisiensi zat besi akibat kehilangan darah3.
 Penyakit ginjal hasil dari defisiensi eritropoietin. Sintesis hormon ini
diatur oleh tekanan oksigen di sel-sel periglomerular ginjal. Hipoksia
mendorong sintesis eritropoietin dan dikeluarkan ke aliran darah,
yang merangsang pematangan dan perkembangan prekursor eritrosit
di sumsum tulang3.
 Anemia aplasia pada anak-anak mungkin disebabkan oleh kelainan
yang dapat diturunkan, seperti anemia hipoplastik kongenital (anemia
Diamond-Blackfan), atau mungkin merupakan akibat nyata dari
infeksi virus (misalnya, Parvovirus B19) atau fenomena imunologi
(misalnya, seperti yang terlihat pada sistemik lupus erythematosus)1,3.
 Penggantian sumsum tulang juga dikenal dengan istilah
myelophthisis. Dalam hal ini, darah pembentuk ruang sumsum tulang
diambil alih oleh sel atau materi yang seharusnya tidak ada.
Penyebab penggantian sumsum tulang termasuk keganasan
hematologi seperti leukemia atau limfoma3.
 Kekurangan folat dan vitamin B12 adalah dua jenis anemia
megaloblastik yang menyebabkan kelainan maturasi sel. Kekurangan
folat umumnya terkait dengan asupan makanan yang tidak adekuat
8

atau peningkatan kebutuhan akibat hemolisis sel darah merah.


Kekurangan vitamin B12 dapat disebabkan oleh beberapa penyebab
yang berbeda termasuk keasaman lambung yang tidak adekuat,
anemia pernisiosa (fenomena autoimun yang menghancurkan sel
parietal yang mensintesis faktor intrinsik), lesi struktural pada ileum
terminal karena kondisi seperti penyakit Crohn, dan dari reseksi
bagian bedah dari saluran GI3.
 Anemia sideroblastik Merupakan kelompok kelainan herediter dan
didapat yang tidak umum di mana zat besi tidak digunakan secara
efektif dalam sintesis hemoglobin yang menyebabkan akumulasi zat
besi di mitokondria prekursor sel darah merah. Deposisi besi di
mitokondria mengarah ke entitas morfologi sideroblas bercincin di
sumsum tulang ketika diwarnai. Anemia sideroblas herediter jarang
terjadi dan mungkin terkait dengan X dominan autosom, atau resesif.
Bentuk yang didapat dapat terjadi setelah terpapar obat-obatan
(misalnya, siklosporin, vinkristin) atau toksin (etanol)3.
3. Penghancuran/peningkatan destruksi sel darah merah
Biasanya sel darah merah bersirkulasi sekitar 100 sampai 120 hari
sebelum dibersihkan oleh sistem retikuloendotelial. Penghancuran sel
darah merah dini dapat terjadi akibat cacat intrinsik seperti molekul
hemoglobin abnormal, protein sitoskeletal, atau enzim. Ini juga dapat
terjadi akibat cacat ekstrinsik ke eritrosit, termasuk kekuatan mekanis dan
antibodi atau kerusakan sel darah merah yang dimediasi komplemen3.

Anak-anak dengan anemia paling sering mengalami defek pada pematangan


eritroid atau eritropoiesis yang tidak efektif dimana Kekurangan nutrisi seperti
zat besi adalah penyebab paling umum terjadinya anemia ini karena tidak
terjadinya proliferasi sel darah merah.1,2
9

C. Epidemiologi

Berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia pada tahun 2011, 43%


anak mengalami anemia selama masa kanak-kanak. Di luar periode
neonatal, anemia pada masa kanak-kanak paling sering terlihat pada balita
dan kemudian pada masa remaja, kedua periode pertumbuhan yang cepat
disertai dengan tantangan potensial dengan asupan gizi.2,6

Pada anak-anak, kekurangan zat besi atau anemia defisiensi besi


(ABD) merupakan penyebab terbanyak. Prevalensi anemia defisiensi besi di
indonesia masih sangat tinggi, pada anak-anak angka kejadian sekitar 40-
50%. Hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) melaporkan kejadian
anemia defisiensi besi sebanyak 48,1% pada kelompok usia balita dan 47,3%
pada kelompok usia anak sekolah.7

Gambar 1. Prevalensi anemia pada anak menurut WHO, 2011


D. Klasifikasi
10

Anemia diklasifikasikan berdasarkan morfologis (berdasarkan ukuran atau


bentuk eritrosit) atau dengan mekanisme penurunan hemoglobin (penurunan
produksi eritrosit [RBC] atau peningkatan kehilangan sel darah merah, baik
melalui peningkatan kerusakan sel darah merah atau peningkatan kehilangan
sel darah merah seperti pada perdarahan).1,5
Anemia secara morfologis dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan
volume rerata sel darah merah (MCV) yaitu mikrositik (MCV < 80 fL),
normositik (MCV 90-100 fL), dan makrositik (MCV > 100 fL).4,5
1. Mikrositik
Anak-anak dengan anemia mikrositik dan jumlah retikulosit rendah atau
normal paling sering mengalami defek pada pematangan eritroid atau
eritropoiesis yang tidak efektif. Kekurangan zat besi adalah penyebab
paling umum, dan Thalassemia merupakan diagnosis banding primer bila
dicurigai kekurangan zat besi. Selain itu Penyakit kronis atau inflamasi,
keracunan timbal, dan anemia sideroblastik juga harus dipertimbangkan
dalam anemia mikrositik ini1,5
2. Normositik

Pada anak-anak dengan anemia normositik biasanya Sebagai respons


terhadap perdarahan atau hemolisis akut, sumsum tulang merespons
secara maksimal dengan meningkatkan produksi sel darah merah dan
melepaskan eritrosit muda sebelum waktunya.5 Morfologi sel darah merah
abnormal (misalnya, sferosit, bentuk sabit, mikroangiopati) yang
teridentifikasi pada apusan perifer. 1
3. Makrositik
Anemia makrositik dihasilkan dari beberapa mekanisme termasuk sintesis
DNA yang melambat di sumsum tulang.5 Anemia yang terlihat pada anak-
anak dengan sel darah makrositik kadang-kadang bersifat megaloblastik.
Apusan darah tepi pada anemia megaloblastik mengandung
11

makroovalosit yang besar, dan neuroprofil sering menunjukkan


hipersegmentasi nukleus.1
12

BAB III

ANEMIA PADA ANAK

A. Anemia defisiensi
1. Defisiensi zat besi
Kekurangan zat besi adalah penurunan simpanan zat besi
sebelum terjadinya anemia. Kekurangan zat besi merupakan
gangguan nutrisi yang paling luas dan umum di dunia. Diperkirakan
30% dari populasi global mengalami anemia defisiensi besi, dan
sebagian besar tinggal di negara berkembang1,4.

a. Etiopatologi
Ada tiga fase defisiensi besi, masing-masing dengan nilai
laboratorium yang berbeda-beda, pertama terjadi penurunan feritin
yang menunjukkan penurunan penyimpanan zat besi dijaringan.
Selama fase awal ini, tidak terlihat perubahan pada hemoglobin /
hematokrit atau bahkan kadar besi serum. Ketika defisiensi menjadi
lebih parah, penyimpanan zat besi makrofag retikuloendotelial habis,
terjadi penurunan kadar besi serum dan peningkatan kapasitas
pengikatan zat besi total. Selama fase ini hemoglobin / hematokrit
tetap normal. Akhirnya anemia defisiensi besi sejati berkembang pada
saat mikrositosis dan hipokromia berkembang. Ciri-ciri ini adalah hasil
eritropoiesis yang terjadi setelah simpanan besi terbatas. Temuan lain
dari anemia defisiensi besi termasuk penurunan jumlah sel darah
merah dan peningkatan RDW, dan pada pemeriksaan perifer Anda
mungkin melihat anisositosis. Jumlah retikulosit pada defisiensi zat
besi biasanya rendah hingga normal tergantung pada tahap di mana
ia dievaluasi.4
13

Pada defisiensi zat besi progresif, serangkaian peristiwa biokimia


dan hematologi dapat terjadi. Pertama, simpanan besi jaringan habis.
Penipisan ini dicerminkan oleh berkurangnya feritin serum, protein
penyimpanan zat besi, yang memberikan perkiraan simpanan zat besi
tubuh jika tidak ada penyakit inflamasi. Selanjutnya, kadar besi serum
menurun, kapasitas pengikatan besi serum (transferin serum)
meningkat, dan saturasi transferin turun di bawah normal. Saat
simpanan zat besi berkurang, zat besi menjadi tidak tersedia untuk
kompleks dengan protoporphyrin untuk membentuk heme.
Protoporfirin eritrosit bebas menumpuk, dan sintesis hemoglobin
terganggu. Pada titik ini, defisiensi zat besi berkembang menjadi
anemia defisiensi besi. Dengan hemoglobin yang lebih sedikit di
setiap sel, sel darah merah menjadi lebih kecil dan ukurannya
bervariasi. Variasi ukuran sel darah merah diukur dengan peningkatan
lebar distribusi sel darah merah. Ini diikuti dengan penurunan rata-rata
volume sel dan rata-rata hemoglobin sel. Perubahan perkembangan
sel darah berarti volume memerlukan penggunaan standar terkait usia
untuk mengenali mikrositosis.1
Sebagian besar zat besi pada neonatus ada dalam sirkulasi
hemoglobin. Karena konsentrasi hemoglobin bayi baru lahir yang
relatif tinggi turun selama 2-3 bulan pertama kehidupan.
Penyimpanan zat besi ini biasanya cukup untuk pembentukan
darah pada 6-9 bulan pertama kehidupan. Penyimpanan lebih
cepat habis pada bayi berat lahir rendah atau bayi dengan
kehilangan darah perinatal karena simpanan zat besi mereka lebih
kecil. Penjepitan tali pusat yang terlambat (1-3 menit) dapat
meningkatkan status zat besi dan mengurangi risiko defisiensi zat
besi, sedangkan penjepitan dini (<30 detik) membuat bayi neresiko
mengalami defisiensi zat besi. Anemia defisiensi besi kronis akibat
14

perdarahan tersembunyi dapat disebabkan oleh lesi pada saluran


gastrointestinal (GI), seperti tukak lambung, divertikulum meckel,
polip, hemangioma, atau penyakit radang usus1.
Bayi dapat mengalami kehilangan darah usus kronis yang
disebabkan oleh paparan protein susu sapi utuh. Reaksi GI ini tidak
terkait dengan kelainan enzimatik pada mukosa, seperti defisiensi
laktase, atau alergi susu terkait imunoglobulin E. Bayi yang terlibat
secara khas mengembangkan anemia yang lebih parah dan terjadi
lebih awal dari yang diharapkan hanya dari asupan zat besi yang
tidak memadai. Kehilangan darah yang terus menerus dalam tinja
dapat dicegah dengan menyusui atau dengan menunda
pemasukan susu sapi utuh pada tahun pertama kehidupan dan
kemudian membatasi jumlahnya menjadi (> 30%) terjadi pada
remaja yang sedang atau pernah hamil1.

b. Tanda dan Gejala


Pucat adalah tanda klinis terpenting dari defisiensi zat besi,
tetapi biasanya tidak terlihat sampai hemoglobin turun menjadi 7-8
g / dL. Pucat paling mudah terlihat pada telapak tangan, lipatan
telapak tangan, alas kuku, atau konjungtiva. Pada defisiensi zat
besi ringan sampai sedang (yaitu, kadar hemoglobin 6-10 g / dL),
mekanisme kompensasi, termasuk peningkatan kadar 2,3-
difosfogliserat dan pergeseran kurva disosiasi oksigen, mungkin
sangat efektif sehingga hanya menimbulkan sedikit gejala. Ketika
tingkat hemoglobin turun menjadi < 5 g / dL, iritabilitas, anoreksia,
dan kelesuan berkembang, dan murmur aliran sistolik sering
terdengar. Saat hemoglobin terus turun, takikardi dan gagal jantung
dengan curah tinggi dapat terjadi1.
15

Jumlah sel darah merah menurun. Persentase retikulosit


mungkin normal atau cukup tinggi, tetapi jumlah retikulosit absolut
menunjukkan respon yang tidak memadai terhadap derajat anemia.
Apusan darah menunjukkan sel darah merah mikrositik hipokromik
dengan variasi besar dalam ukuran sel. Elliptocytic atau sel darah
merah berbentuk cerutu. Deteksi peningkatan reseptor transferin
terlarut dan penurunan konsentrasi hemoglobin retikulosit
memberikan indikator awal defisiensi besi yang sangat berguna,
tetapi ketersediaannya lebih terbatas. Jumlah sel darah putih
normal, dan trombositosis sering terjadi. Trombositopenia kadang-
kadang terlihat dengan defisiensi zat besi1.

Gambar 2. Eritrosit defisiensi zat besi1

c. Terapi
Pemberian garam besi sederhana secara oral (paling sering
sulfat besi) memberikan terapi yang murah dan efektif. Tidak ada
bukti bahwa penambahan trace metal, vitamin, atau zat hematinik
lainnya secara signifikan meningkatkan respons terhadap garam
besi sederhana. Selain rasa besi yang tidak enak, intoleransi
16

terhadap zat besi oral jarang terjadi pada anak kecil. Dosis total
harian 3-6 mg / kg zat besi dalam 3 dosis terbagi sudah memadai,
Dosis maksimumnya adalah 150-200 mg unsur besi setiap hari.
Sediaan besi parenteral hanya digunakan bila terdapat malabsorpsi
atau bila kepatuhannya buruk, sukrosa besi parenteral,
karboksimaltosa besi, dan kompleks glukonat besi memiliki risiko
reaksi serius yang lebih rendah daripada dekstran besi, meskipun
hanya yang terakhir yang disetujui FDA untuk digunakan pada
anak-anak1.
Terapi zat besi dapat meningkatkan virulensi malaria dan
bakteri Gram-negatif tertentu, terutama di negara berkembang.
Overdosis zat besi dikaitkan dengan Yersinia infeksi. Selain terapi
zat besi, konseling diet biasanya diperlukan. Asupan susu yang
berlebihan, terutama susu sapi, harus dibatasi. Kekurangan zat
besi pada remaja putri akibat menoragia diobati dengan zat besi
dan kontrol menstruasi dengan terapi hormon1.
Jika anemia ringan, satu-satunya pemeriksaan tambahan
adalah mengulangi hitung darah sekitar 4 minggu setelah memulai
terapi. Pada titik ini, hemoglobin biasanya meningkat setidaknya 1-
2 g / dL dan sering normal. Jika anemia lebih parah, konfirmasi
diagnosis dini dapat dibuat dengan munculnya retikulositosis
biasanya dalam waktu 48-96 jam setelah memulai pengobatan1.
Pengobatan zat besi harus dilanjutkan selama 2-3 bulan setelah
nilai darah kembali normal untuk memulihkan simpanan zat besi.
Tindak lanjut yang baik sangat penting untuk memastikan respons
terhadap terapi. Ketika anemia merespon dengan buruk atau tidak
sama sekali terhadap terapi zat besi, ada beberapa pertimbangan,
termasuk diagnosis selain defisiensi zat besi1.
17

2. Defisisensi asam folat


Asam folat, atau asam pteroilglutamat, terdiri dari asam pteroat
yang terkonjugasi menjadi asam glutamat. Folat yang aktif secara
biologis berasal dari asam folat dan berfungsi sebagai donor dan
akseptor 1 karbon di banyak jalur biosintetik1.

a. Etiopatologi
Defisiensi asam folat dapat terjadi sebagai akibat dari asupan folat
yang tidak adekuat, penurunan absorpsi folat, gangguan
metabolisme atau transpor folat yang didapat dan bawaan. Malnutrisi
adalah penyebab paling umum dari defisiensi folat pada anak-anak
yang lebih tua, dan mereka yang menderita hemoglobinopati, infeksi,
dan / atau malabsorpsi berisiko lebih tinggi. Karena simpanan folat
dalam tubuh terbatas, defisiensi dapat berkembang dengan cepat
pada individu yang kekurangan gizi1.
Pada diet bebas folat, anemia megaloblastik akan terjadi
setelah 2-3 bulan. Penyerapan Folat Menurun Malabsorpsi yang
disebabkan oleh diare kronis atau penyakit inflamasi difus dapat
menyebabkan defisiensi folat. Dalam kedua situasi tersebut,
beberapa penurunan penyerapan folat mungkin disebabkan oleh
aktivitas konjugase folat yang terganggu. Diare kronis juga
mengganggu sirkulasi enterohepatik folat, sehingga meningkatkan
kehilangan folat pada saluran cerna dengan cepat1.
Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat dapat terjadi
pada penyakit celiac atau enteritis infeksius kronis dan berhubungan
dengan fistula enteroenterika. Operasi usus sebelumnya adalah
penyebab potensial lain dari penurunan penyerapan folat. Obat
antikonvulsan tertentu (misalnya fenitoin, primidon, fenobibital) dapat
18

mengganggu absorpsi asam folat, dan banyak pasien yang diobati


dengan obat ini memiliki kadar serum yang rendah. Yang terkait
dengan anemia megaloblastik termasuk malabsorpsi folat herediter
dan defisiensi enzim tertentu yang sangat jarang terjadi1.
Malabsorpsi folat herediter (HFM) adalah gangguan resesif
autosomal yang terkait dengan beberapa mutasi kehilangan fungsi di
SLC46A1 gen yang mengkode transporter folat berpasangan protein.
HFM dikaitkan dengan ketidakmampuan untuk menyerap asam folat,
5-tetrahidrofolat, 5-metiltetrahidrofolat, atau 5-formiltetrahidrofolat
(asam folinat). Hal ini dapat terlihat pada usia 2-6 bulan dengan
anemia megaloblastik dan defisit lainnya, termasuk infeksi dan diare.
Kelainan neurologis, yang disebabkan oleh defisiensi folat di sistem
saraf pusat, termasuk kejang, keterlambatan perkembangan, dan
retardasi mental1.
Untuk membentuk senyawa fungsional, folat harus direduksi
menjadi tetrahidrofolat dalam proses yang dikatalisis oleh enzim
dihidrofolat reduktase. Dengan demikian, mereka penting untuk
replikasi DNA dan proliferasi sel. Seperti mamalia lain, manusia tidak
dapat mensintesis folat dan bergantung pada sumber makanan,
termasuk sayuran hijau, buah-buahan, dan organ hewan (misalnya
hati, ginjal). Folat tidak tahan panas dan larut dalam air; akibatnya,
mendidihkan atau memanaskan sumber folat menyebabkan
penurunan jumlah vitamin. Folat alami berada dalam bentuk
poliglutamat yang kurang efisien diserap daripada spesies mono-
glutamat1.
Poliglutamat folat makanan dihidrolisis menjadi folat sederhana
yang diserap terutama di usus halus proksimal oleh sistem yang
dimediasi oleh pembawa tertentu. Folat berjalan dalam aliran darah
dan diambil dalam sel terutama dalam bentuk metiltetrahidrofolat tak
19

terkonjugasi, yang kemudian direkonjugasi (poliglutamasi) di dalam


sel1.
Anemia megaloblastik sebagai akibat defisiensi folat memiliki
kejadian puncak pada usia 4-7 bulan, agak lebih awal dari anemia
defisiensi besi, meskipun kedua kondisi tersebut dapat muncul
secara bersamaan pada bayi dengan gizi buruk1.

b. Tanda dan Gejala


Selain gambaran klinis yang terkait dengan anemia, bayi dan
anak-anak yang kekurangan folat dapat mengalami iritabilitas,
diare kronis, dan atau penurunan berat badan. Perdarahan akibat
trombositopenia dapat terjadi pada kasus lanjut. Malabsorpsi folat
kongenital dan etiologi langka lain dari defisiensi folat mungkin
lebih jauh terkait dengan hipogamaglobulinemia, infeksi berat,
gagal tumbuh, kelainan neurologis, dan keterlambatan kognitif1.
Pada temuan laboratorium Anemia bersifat makrositik (rata-
rata volume korpuskuler > 100 fL). Jumlah retikulosit rendah, dan
sel darah merah berinti dengan megalolastik morfologi sering
terlihat pada darah perifer. Neutropenia dan trombositopenia dapat
ditemukan, terutama pada pasien dengan defisiensi lama dan
berat1.
20

Gambar 3. Eritrosit defisiensi asam folat dan vitamin B121

c. Terapi
Ketika diagnosis defisiensi folat ditegakkan, asam folat dapat
diberikan secara oral atau parenteral pada 0,5-1,0 mg / hari. Jika
diagnosis spesifik meragukan, dosis folat yang lebih kecil (0,1 mg /
hari) dapat digunakan selama 1 minggu sebagai tes diagnostik,
karena respons hematologi dapat diharapkan dalam 72 jam. Dosis
folat > 0,1 mg dapat memperbaiki anemia defisiensi vitamin B 12
tetapi dapat memperburuk kelainan neurologis terkait1.
Terapi asam folat (0,5-1,0 mg / hari) harus dilanjutkan
selama 3-4 minggu sampai terjadi respons hematologi yang pasti.
Terapi pemeliharaan dengan multivitamin (mengandung 0,2 mg
folat) sudah cukup. Seperti dijelaskan di atas, dosis sangat tinggi
folat mungkin diperlukan dalam pengaturan HFM. Pengobatan,
khususnya dalam konteks HFM, biasanya melibatkan folat
parenteral, meskipun pemberian oral telah berguna dalam beberapa
kasus. Transfusi diindikasikan hanya jika anemia parah atau anak
sangat sakit1.
21

3. Defisiensi vitamin B12


Vitamin B12/cobalamin adalah vitamin yang larut dalam air
dengan atom kobalt yang berfungsi sentral. Cobalamin disintesis
secara eksklusif oleh mikroorganisme dan manusia harus
bergantung pada sumber makanan (produk hewani termasuk
daging, telur, ikan, dan susu) untuk kebutuhannya. Tidak seperti
folat, anak yang lebih tua dan orang dewasa memiliki vitamin B12
yang cukup bertahan 3-5 tahun. Pada bayi muda lahir dari ibu
dengan vitamin B12 yang rendah, tanda klinis defisiensi cobalamin
dapat menjadi jelas dalam 6-18 bulan pertama kehidupan1.

a. Etiopatologi
Vitamin B 12 defisiensi dapat disebabkan oleh asupan makanan
Cbl yang tidak adekuat dan kurangnya IF atau gangguan absorpsi
IF-Cbl di usus. Defisiensi B12 pada bayi paling sering disebabkan
oleh gizi rendah Kadar Cbl dalam ASI. Anemia megaloblastik terkait
sering muncul selama tahun pertama kehidupan. Defisiensi pada
ibu dapat disebabkan oleh anemia pernisiosa atau gangguan
gastrointestinal seperti Helicobacter pylori infeksi, penyakit celiac,
penyakit Crohn, atau insufisiensi pankreas. Operasi bypass
lambung sebelumnya, pengobatan dengan penghambat pompa
proton, atau asupan yang tidak memadai dari diet vegetarian yang
ketat juga telah terlibat. Untungnya, akibat transpor Cbl plasenta
aktif dalam rahim1.
Insufisiensi pankreas juga dapat menyebabkan defisiensi Cbl
sebagai konsekuensinya. akibat gangguan pembelahan dan
pembentukan kompleks IF. Pasien dengan enterokolitis nekrotikans
neonatal, penyakit radang usus, penyakit celiac, atau operasi
22

pengangkatan ileum terminal, mungkin juga mengalami gangguan


penyerapan vitamin B121.
Dalam keadaan normal, cobalamin dilepaskan dari protein
makanan di perut melalui pencernaan peptik. Cobalamin kemudian
berikatan dengan hapto-korin (HC), glikoprotein saliva. Kompleks ini
bergerak ke duodenum, tempat HC dicerna oleh protease pankreas
dan kobalamin dibebaskan. Cobalamin kemudian mengikat faktor
intrinsik (IF), glikoprotein lain yang diproduksi oleh sel parietal
lambung. Kompleks cobalamin-IF kemudian memasuki sel mukosa
ilium distal oleh endositosis yang dimediasi reseptor. Reseptor IF-
cobalamin terdiri dari kompleks 2 protein, cubilin (CUBN) dan
amnionless (AMN), yang secara kolektif dikenal sebagai cubam.
Setelah internalisasi ke dalam enterosit, IF terdegradasi di lisosom
dan kobalamin dilepaskan. Transporter ABCC1 (juga dikenal
sebagai MRP1) mengekspor cobalamin yang terikat ke
transcobalamin protein transcobalamin (TC), keluar dari sel. Dalam
aliran darah, cobalamin dikaitkan dengan TC (perkiraan Mately
20%) atau HC. TC menengahi B 12 transportasi melintasi sel
setelah kompleks dengan reseptor TC, yang diinternalisasi di
lisosom. Degradasi lisosom TC melepaskan kobalamin yang
tertinggal di sel tempat ia diproses lebih lanjut. Dua protein
membran yang berbeda mengangkut kobalamin melintasi membran
lisosom ke dalam sitoplasma. Ada kobalamin diproses menjadi
perantara umum yang dapat dialokasikan ke jalur sintesis
methylcobalamin dan adenosylcobalamin untuk memenuhi
kebutuhan seluler. Didalilkan bahwa protein MMACHC, produk
lokus cobalamin (Cbl) C, menerima cobalamin yang keluar dari
lisosom1.
23

Defisiensi faktor intrinsik herediter (HIFD) adalah gangguan


resesif autosomal langka yang disebabkan oleh berbagai mutasi
pada gen IF yang menghasilkan kekurangan IF lambung atau IF
yang abnormal secara fungsional, defisiensi IF herediter hanya
kadang-kadang dikaitkan dengan proteinuria. Gejala menjadi
menonjol pada usia dini (6-24 bulan)1.

b. Gejala dan Tanda


Anak-anak dengan defisiensi Cbl sering muncul dengan gejala
nonspesifik seperti kelemahan, kelesuan, kesulitan makan, gagal
tumbuh, dan mudah tersinggung. Temuan umum lainnya termasuk
pucat, glositis, muntah, diare, dan ikterus. Gejala neurologis dapat
mencakup parestesia, defisit sensorik, hipotonia, kejang,
keterlambatan perkembangan, regresi perkembangan, dan
perubahan neuropsikiatri1.
Temuan laboratorium defisiensi folat dan Cbl adalah identik.
Anemia akibat defisiensi Cbl bersifat makrositik, dengan makro-
ovalositosis yang menonjol pada sel darah merah. Serum vitamin
B12 kadarnya rendah, dan konsentrasi serum asam metilmalonat
dan homosistein adalah biasanya ditinggikan. Konsentrasi besi
serum dan asam folat serum normal atau meningkat. Aktivitas
serum laktat dehidrogenase meningkat tajam, cerminan
eritropoiesis yang tidak efektif. Kadar bilirubin serum yang sedang
(2-3 mg / dL) juga dapat ditemukan. Ekskresi asam metilmalonat
yang berlebihan dalam urin (normal, 0-3,5 mg / 24 jam) adalah
indeks kekurangan vitamin B12 yang andal dan sensitif1.
24

c. Terapi
Regimen pengobatan pada anak belum diteliti dengan baik.
Fisiologis kebutuhan vitaminB 12 sekitar 1-3 µ g / hari. Respon
hematologis telah diamati dengan dosis kecil, menunjukkan
pemberian dari minidosis dapat digunakan sebagai tes terapeutik
saat diagnosis vitamin B 12 defisiensi diragukan atau dalam
keadaan di mana anemia parah dan dosis awal yang lebih tinggi
dapat menyebabkan metagangguan bolic1.
Vitamin B12 oral biasanya tidak efektif dan Cbl parenteral seumur
hidup (IM) harus digunakan melewati cacat penyerapan. Bentuk
alami, hidroksokobalamin (OHCbl) diyakini lebih efektif daripada
bentuk sintetis, cyanocobalamin (CNCbl). Dalam satu studi
retrospektif pasien dengan anemia akut dan berat pada awalnya
diobati dengan 1 mg IMOHCbl setiap hari sampai retikulosit pulih
setelah pemberian dosis diberikan sekali seminggu. Mereka yang
tidak mengalami anemia berat diobati dengan IM OHCbl atau
CNCbl mingguan. Dengan pemantauan yang hati-hati, semua
pasien akhirnya dirawat dengan aman pada jadwal 1 mg IM OHCbl
atau CNCbl setiap 6 bulan1.
25

B. Anemia aplastik
Anemia aplastik (AA) pada anak adalah penyakit langka yang ditandai
dengan aplasia sumsum tulang dan pansitopenia. Meskipun AA yang khas
dan mudah didiagnosis, AA nonsevere (nSAA) terkadang sulit dibedakan dari
penyakit lain. Meskipun patogenesis AA dimediasi oleh imun pada
kebanyakan pasien8.

1. Etiopatologi
Anemia aplastik bersifat idiopathik, dalam dekade terakhir, penyelidikan
ekstensif telah dilakukan di bidang genomik. Pengembangan sekuensing
generasi berikutnya telah memungkinkan identifikasi klon minor dan mutasi
baru. Jadi, hematopoiesis klonal pada AA telah dikenal luas. Mekanisme
perkembangan penyakit dari AA menjadi sindrom myelodysplastic / leukemia
myelogenous akut (MDS / AML) sebagian telah terungkap8.
Predisposisi Genetik Insiden tahunan AA berbeda antara negara-negara
Asia Timur dan Barat. Latar belakang genetik serta kondisi lingkungan dapat
menyebabkan perbedaan ini. Gen yang terlibat dalam apoptosis sel punca
hematopoietik CD34-positif, aktivasi sel-T, dan beberapa sitokin termasuk IL-
6, TNF- α, dan TGF- β 1 dan alel HLA spesifik telah diusulkan sebagai
kandidat yang mungkin8.
26

2. Gejala dan Tanda


Biopsi Bone Marrow sangat penting untuk menilai sel Bone Marrow dan
menyingkirkan keganasan hematologi atau mielofibrosis. Temuan
laboratorium retikulosit < 6 x104 / µ L, dan hemoglobin ≧ 8,0 g / dL8.

Gambar 4. A:Biopsi sumsum tulang normal. B: Sumsum tulang kosong pada anemia
aplastik.

3. Terapi
a. Jika donor terkait yang cocok (MRD) tersedia, transplantasi sumsum
tulang (BMT) segera diindikasikan.
b. Jika MRD tidak tersedia, IST dengan rATG dan CSA diindikasikan.
c. Jika tidak ada tanggapan yang diperoleh dalam 6 bulan setelah IST,
BMT dari donor alternatif atau tidak terkait (URD) diindikasikan.
Terapi Imunosupresif yaitu ATG adalah fraksi serum kaya antibodi antisel
T poliklonal yang diproduksi dengan mengimunisasi mamalia terhadap timosit
manusia. Sebuah studi prospektif internasional untuk menemukan dosis rATG
27

yang lebih baik (2,5 mg / kg × 5 hari vs 3,5 mg / kg × 5 hari) ditambah CSA (6


mg / kg)8.

C. Anemia hemolitik
Anemia terjadi ketika laju kerusakan melebihi kapasitas sumsum
untuk memproduksi sel darah merah. Sumsum dapat meningkatkan
outputnya 2-3 kali lipat secara akut, dengan maksimum 6-8 kali lipat
hemolisis jangka panjang. Persentase retikulosit dapat dikoreksi untuk
mengukur besarnya produksi sumsum dalam merespon hemolisis1.
Waktu kelangsungan hidup sel darah merah normal adalah 110-120
hari (waktu paruh: 55-60 hari), dan dengan demikian, kira-kira 0,85% dari
sel darah merah yang paling tua dibuang dan diganti setiap hari. Selama
hemolisis, kelangsungan hidup sel darah merah diperpendek, jumlah sel
darah merah turun, eritropoietin meningkat, dan stimulasi aktivitas sumsum
menghasilkan peningkatan produksi sel darah merah, tercermin dalam
peningkatan persentase retikulosit dalam darah. Jadi, hemolisis harus
dicurigai sebagai penyebab anemia jika ada peningkatan jumlah retikulosit.
Jumlah retikulosit juga dapat meningkat sebagai respons terhadap
kehilangan darah akut atau dalam waktu singkat setelah penggantian
terapi untuk zat besi, vitamin B 12, atau defisiensi folat1,2.

1. Etiopatologi
Anemia hemolitik pada anak-anak paling sering dikaitkan dengan
kelainan bawaan hemoglobin atau membran sel darah merah. Namun,
penyebab yang didapat seperti anemia hemolitik autoimun dan anemia
hemolitik mikro angiopatik, terutama Shiga sindrom uremik hemolitik terkait
toksin (HUS), juga terjadi. Pada anak-anak yang lebih tua, banyak etiologi
28

anemia hemolitik yang tumpang tindih dengan yang dipertimbangkan pada


orang dewasa, dan algoritma diagnostik yang serupa mungkin sesuai2.
Penyebab bawaan termasuk hemoglobinopati, enzymopathies
(terutama defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase [G6PD]), dan kelainan
membran. Kondisi yang didapat termasuk anemia hemolitik autoimun,
anemia hemolitik mikroangiopatik, hemolisis yang berhubungan dengan
infeksi, dan kelainan membran yang didapat seperti yang disebabkan oleh
penyakit hati (sel pacu anemia) dan hemoglobinuria nokturnal
paroksismal2.
Ketika anemia menjadi lebih parah, konsentrasi eritropoietin
meningkat dan retikulosit dilepaskan dari sumsum lebih awal, mereka dapat
diidentifikasi sebagai retikulosit dalam darah yang berlangsung selama > 1
hari. Karena indeks retikulosit pada dasarnya adalah ukuran produksi sel
darah merah per hari. Penilaian langsung tingkat keparahan hemolisis
memerlukan pengukuran waktu kelangsungan hidup sel darah merah
menggunakan sel darah merah yang diberi tanda radioisotop. Na 512 CrO 4.
Waktu paruh normal dari sel darah merah berlabel chromium51 adalah 25-35
hari. Nilai ini kurang dari waktu paruh yang diharapkan yaitu 55-60 hari
karena elusi kromium 51 dari sel darah merah berlabel pada laju sekitar 1%
hari. Tingkat degradasi hemoglobin yang berlebihan menyebabkan
peningkatan ekskresi bilier dari turunan pigmen heme dan peningkatan
urobilinogen urin dan feses2.
29

Gambar 5. Penghancuran sel darah merah dan katabolisme hemoglobin (Hb)1

Batu empedu yang terdiri dari kalsium bilirubinate dapat terbentuk


pada anak-anak dengan hemolisis kronis semuda usia 4 tahun. Peningkatan
serum bilirubin tak terkonjugasi dan dehidrogenase laktat juga bisa menyertai
hemolisis. Tiga protein pengikat heme dalam plasma diubah selama
hemolisis. Hemoglobin berikatan dengan haptoglobin dan hemopexin,
keduanya dibersihkan lebih cepat sebagai konjugasi, mengakibatkan
konsentrasi plasma berkurang. Heme teroksidasi berikatan dengan albumin
membentuk methemalbumin, yang meningkat di dalam plasma. Ketika
kapasitas molekul pengikat ini terlampaui, hemoglobin bebas muncul dalam
plasma, dan warna merah muda dapat terlihat jika plasma dipartisi setelah
sentrifugasi dalam tabung hematokrit kapiler. Jika ada, hemoglobin bebas
dalam plasma merupakan bukti utama hemolisis intravaskular. Hemoglobin
bebas terdisosiasi menjadi dimer dan disaring oleh ginjal. Ketika kapasitas
reabsorpsi tubular ginjal untuk hemoglobin terlampaui, hemoglobin bebas
muncul dalam urin2.
Anemia hemolitik dapat diklasifikasikan sebagai seluler, akibat
kelainan intrinsik dari membran, enzim, atau hemoglobin; atau ekstraseluler,
yang dihasilkan dari antibodi, faktor mekanis, atau faktor plasma.
30

Kebanyakan defek seluler diturunkan (didapat hemoglobinuria noktural


paroksismal), dan kebanyakan defek ekstraseluler didapat (diturunkan
abetalipoproteinemia dengan acanthocytosis)1.

2. Gejala dan Tanda


Ciri dari anemia hemolitik adalah peningkatan jumlah retikulosit absolut
≥ 100.000 / µL.Gambaran lain yang umumnya terkait dengan anemia
hemolitik termasuk peningkatan kadar laktat dehidrogenase (LDH),
peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi, dan penurunan kadar
haptoglobin. Anemia hemolitik juga dapat bermanifestasi dengan
perubahan khas pada apusan darah tepi2.

3. Terapi
Obati kondisi yang mendasarinya
 Jika Anemia berat mungkin memerlukan transfusi
 Prednison, 2 mg / kg / 24 jam
 Rituximab

 Asam folat 1 mg / 24 jam jika kronis2


31

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Anemia merupakan masalah medis yang banyak dijumpai pada anak-anak


di negara berkembang. Anemia dikaitkan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin atau eritrosit. Anemia dapat terjadi karena Kehilangan
darah/hemoragi, Produksi sel darah merah, dan Penghancuran/peningkatan
destruksi sel darah merah.
Anemia diklasifikasikan berdasarkan morfologis (berdasarkan ukuran atau
bentuk eritrosit) yaitu mikrositik, normositik, dan makrositik atau dengan
mekanisme penurunan hemoglobin (penurunan produksi eritrosit [RBC] atau
peningkatan kehilangan sel darah merah, baik melalui peningkatan
kerusakan sel darah merah atau peningkatan kehilangan sel darah merah
seperti pada perdarahan).
Pada anak-anak, Anemia akibat nutrisi/defisiensi banyak dilaporkan dan
terdapat pada kekurangan zat besi atau anemia defisiensi besi (ABD)
merupakan penyebab terbanyak terjadi anemia. Prevalensi anemia defisiensi
besi pada anak-anak di indonesia sekitar 40-50%. Hasil SKRT melaporkan
kejadian anemia defisiensi besi sebanyak 48,1% pada kelompok usia balita
dan 47,3% pada kelompok usia anak sekolah. Selain itu anemia yang dapat
terjadi pada anak yaitu anemia aplastik, dan anemia hemolitik yang terjadi
karena kelainan genetik atau bawaan.
Gejala anemia pada anak umumnya hampir sama dengan orang dewasa
yaitu lemas, letih, lesu, dan pucat, namun pada jenis anemia dan kondisi
tertentu gejala pada anak tidak tampak nyata sehingga diperlukan
pemeriksaan lanjutan. Terapi dari anemia pada anak diberikan berdasarkan
penyebab terjadi anemianya.
32

DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme II JW, NF. Nelson Textbook of

Pesiatrics. 20th ed. Philadelphia: Elsevier; 2015

2. Ronald Hoffman MD, dkk. Hematology, Basic Principles and Practice,

Seventh Edition. Philadelphia: Elsevier; 2018

3. Hillard M.L, Alvin HS Editors. Concise Guide to Hematology Second

Edition Switzerland: Springer;2019

4. Robert T. Means Jr. Editor. Anemia in the Young and Old Diagnosis

and Management. Switzerland: Springer;2019

5. Babette B. Weksler, MD Editors. Wintrobe’s Atlas of Clinical

Hematology Second Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2019

6. World Health Organization. Anemia. 2021 Available from :

https://www.who.int/health-topics/anaemia#tab=tab_1

7. Ikatan dokter anak indonesia. 2016. Anemia kekurangan zat besi.

Available from :

https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/anemia-

kekurangan-zat-besi

8. Eiichi Ishii Editor. Hematological Disorders in Children Pathogenesis

and Treatment. Singapore: Springer;2017

Anda mungkin juga menyukai