Anda di halaman 1dari 54

USULAN PENELITIAN

IDENTIFIKASI HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN KOPI DI


KABUPATEN ALOR

Oleh:

LILIS NATALIA PULAMAU


1904060131

KEMENTERIAN PENDIDIKANKEBUDAYAANRISET DANTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
MINAT PERLINDUNGAN TANAMAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023
USULAN PENELITIAN

IDENTIFIKASI HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN KOPI DI


KABUPATEN ALOR

Oleh:

LILIS NATALIA PULAMAU


1904060131

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Melaksanakan Penelitian


pada Pendidikan Strata Satu Fakultas Pertanian
Universitas Nusa Cendana

KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN RISET DANTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
MINAT PERLINDUNGAN TANAMAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023
USULAN PENELITIAN

IDENTIFIKASI HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN KOPI DI


KABUPATEN ALOR

Oleh:

LILIS NATALIA PULAMAU


1904060131

Diterima dan disetujui


Tanggal:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Ir. Agnes V. Simamora., Ph.D


NIP. 19670423 199403

Menyetujui, Mengetahui,
Dekan, Koordinator Prodi Agroteknologi,

Dr. Ir. Muhammad S.M. Nur. M.Si Petronella S Nenotek, SP, M. Si


NIP. 19650628 198803 1 001 NIP. 19770102 200501 2 001
I. PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Hama dan penyakit tumbuhan merupakan jenis organisme pengganggu

tumbuhan (OPT). Selain gulma. Serangan hama dan penyakit pada tanaman dapat

menyebabkan kerugian besar pada tanaman dan dapat mengancam perekonomian

petani. Tiga cara penyebaran hama dan penyakit tanaman yaitu dengan cara

perdagangan atau migrasi; pengaruh lingkungan, seperti faktor cuaca, angina,

percikan air hujan, dan: faktor biotik berupa serangga atau vector lainnya (Wati

dkk, 2021).

Pengertian hama dalam arti luas merupakan semua macam bentuk gangguan

yang dapat menyebabkan kerusakan dan kerugian pada manusia, ternak dan

tanaman. Sedangkan pengertian hama dalam arti sempit yaitu semua jenis hewan

yang berpotensi menganggu pada kegiatan budidaya tanaman yang berakibat

merusak tanaman dan menurunkan produksi tanaman secara ekonomis (Wati dkk,

2021).

Penyakit tumbuhan adalah sebagai suatu proses kerusakan dimana kerusakan

tersebut dapat disebabkan oleh rangsangan yang terjadi secara terus menerus

dengan cara terhambatnya aktifitas seluler, dan diekspresikan dalam bentuk

karakter patologi yang khas disebut symptom atau gejala. Penyakit tanaman juga

diartikan sebagai suatu gangguan fisiologi pada tumbuhan disebabkan oleh faktor

primer baik biotik maupun abiotik.Faktor abiotikatau organisme hidup yang

merupakan penyebab penyakit yang sifatnya infeksius atau menular seperti virus,

bakteri, cendawan, protozoa, dan nematode yang berfungsi sebagai pathogen bagi
tanaman. Sedangkan faktor abiotik, yaitu penyebab penyakit yang sifatnya non

infeksius atau tidak menular, seperti temperatur, kelembaban, nutrisi mineral, dan

polusi, iyang terjadi pada sel atau jaringan tanaman dan menyebabkan tanaman

menjadi abnormal (Wati dkk, 2021).

Kabupaten Alor merupakan salah satu daerah beriklim kering penghasil kopi di

Provinsi Nusa Tenggara Timur. Luas lahan yang dimiliki oleh masyarakat di

Kabupaten Alor pada tahun 2018 seluas 2.030 Ha dan jumlah produksi Sebanyak

196 ton/tahun. Kecamatan kabola juga merupakan salah satu kecamatan penghasil

kopi di Kabupaten Alor. (BPS Kabupaten Alor, 2019).

Kecamatan Alor Selatan adalah salah satu wilayah yang memiliki Desa dengan

kelompok-kelompok petani yang mengolah tanaman kopi, diantaranya Desa

Manmas yang terdapat 5 kelompok petani, mengolah ±25o ha kopi jenis robusta,

masing-masing kelompok memiliki 25 anggota. Kelima kelompok petani ini

sebagai pemasok bahan baku kopi ke koperasi/pasar Kabupaten Alor. Adapun

kelima kelompok tani tersebut adalah Kelompok Tani Webul, Kelompok Tani

Mekar Jaya, Kelompok Tani Obat Mas, Kelompok Tani Kembang Baru dan

Kelompok Tani Tunas Leibuk. (Laumal dkk, 2019).

Meskipun produktivitas Kopi Alor termasuk rendah, yaitu 410,09 kg/ha/tahun,

dibandingkan produksi nasional yang mencapai 685 kg/ha/tahun. Namun kopi Alor

mempunyai cita rasa yang baik sehingga banyak disukai konsumen dengan nilai

jual yang cukup tinggi, yaitu 35.000/kg biji. Salah satu penyebab rendahnya

produksi kopi di kabupaten Alor yaitu, karena teknologi budidaya yang digunakan

petani masih tradisional, pengusahaan tanaman kopi belum menerapkan teknologi


budidaya anjuran, seperti penggunaan bahan tanaman masih asalan, dan belum

dilakukannya penggunaan tanaman penaung, pemangkasan, dan pengendalian hama

serta penyakit (Supriadi, 2012).

Rendahnya produktivitas kopi juga disebabkan oleh Organisme Pengganggu

Tanaman (OPT). Serangan OPT dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis baik

kualitas maupun kuantitas. OPT pada tanaman kopi diantaranya adalah kelompok

hama dan penyakit. Hama pada tanaman kopi adalah penggerek buah kopi,

penggerek batang merah, penggerek cabang dan ranting, kutu hijau. Penyakit

tanaman kopi dibagi atas penyakit yang disebabkan oleh jamur, yaitu karat daun,

bercak daun, jamur upas, jamur akar, penyakit rebah batang(Harni dkk., 2015).

Oleh sebab itu yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian dengan

judul Identifikasi Hama Dan Penyakit Pada Tanaman Kopi di Kabupaten Alor.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi jenis-jenis hama dan

penyakit yang ada pada tanaman kopi di Kabupaten Alor

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan atau informasi bagi

para petani atau kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam melakukan

pemeliharaan tanaman kopi khususnya Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis-jenis Hama pada Kopi

2.1.1 Hama Penggerek Buah Kopi (Hypotenemus hampei)

Klasifikasi

Hama penggerek buah kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut:

Ordo : Coleoptera

Family : Scolitydae

Genus : Hypothenemus

Spesies : Hypothenemus hampei (Kalshoven,L. G. E,1981)

Biologi Hama

Hama PBKo (H. hampei) berbentuk kumbang kecil berwarna coklat tua sampai

hitam, memiliki ukuran panjang betina, 1,5-2,5 mm dan jantan 1,0 mm (Ernawati

dan Hidayani, 2014).

Hama PBKo (H. Hampei) perkembangannya dengan metamorfosa sempurna

dengan tahapan telur, larva, pupa, dan imago atau serangga dewasa. Telurnya

berbentuk elips, transparan dan akan berubah warnamenjadi kekuningan pada saat

akan menetas, larva membentuk seperti huruf C, kemudian tidak bertungkai, dan

bentuk dan warna kepala terlihat lebih mencolok, panjang tubuh larva kira-kira

1,88-2,30 mm, kemudian serangga ini memiliki bentuk prapupa mirip dengan larva,
namun perbedaannya hanya terletak pada bentuknya yang kurang cekung, dan

berwarna putih susu (Harni, dkk 2018).(Gambar 1).

a b

c d

Gambar 1: (a) Telur, (b), larva,(c) Pupa, (d) imago H. hampei (Muliasari, 2016)

Gejala Serangan

Hama PBKo menyerang pada buah yang masi muda sampai buah yang berada

di dalam gudang. Serangan hama ini dimulai dengan masuknya serangga PBKo ke

dalam buah kopi dengan cara membuat lubang gerekan di sekitar diskus (gambar

2). Untuk serangan pada buah muda dapat menyebabkan buah gugur sedangkan

pada buah yang cukup tua mengakibatkan biji kopi cacat berlubang dan bermutuh

rendah (Jannah, 2017).

Serangan hama PBKo dapat berpengaruh negatif terhadap susunan senyawa

kimia biji kopi, terutama pada kafein dan gula produksi. Perkembangan dari telur

mrnjadi imago berlangsung hanya di dalam biji keras yang sudah matang, namun

kumbang penggerek tersebut dapat mati secara prematur pada biji di dalam

endosperma jika tidak tersedia substrat yang dibutuhkan (Ernawati dan Hidayani,
2014). Buah kopi setelah pemetikan merupakan tempat berkembangbiak yang

sangat baik sebab dalam kopi tersebut dapat ditemukan sampai 75 ekor serangga

per bij. Kerusakan biji kopi oleh hama PBKo dapat mencapai 40-50% dari produksi

dan dapat menyebabkan penyusutan 30-40% dari berat biji kopi bila tidak terserang

(Jannah, 2017).

Gambar 2.Gejala serangan PBKo (Sumber: Jannah, 2017)

Pengendalian

Pengendalian hama PBKo dapat dilakukan dengan sistem Pengendalian Hama

Terpadu (PHT), yang didalamnya terdapat pengendalian secara kultur teknis, secara

biologi, secara fisik (mekanik). Pengendalian secara kultur teknis yaitu membuat

ekosistem tidak sesuai bagi hidup hama PBKo. Pengendalian ini dilakukan dengan

cara pemangkasan dan sanitasii kebun. Pengendalian secara biologi dapat dilakukan

dengan menyemprotkan media biakan cendawan Beauveria bassiana pada saat

buah masi mudah. Pengendalian secara fisik (mekanik) dilakukan dengan

menggunakan perangkap serangga Brocarp Trap yang dilengkapi senyawa Hypotan

(Munawaroh dkk, 2021).

2.1.2 Penggerek Batang (Zeuzera coffeae)

Klasifikasi
Klasifikasi Zeuzera Coffeae menurut Agussalim (2008) sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Divisi : Arthtropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Cossidae

Genus : Zeuzera

Spesies : Zeuzera coffeae.

Morfologi

Zeuzera coffeae merupakan serangga nokturnal. Ngengat keluar dari pupa

pada pukul 5-7 sore hari. Telur Zeuzera coffeae berwarna kuning

kemerahan/kuning ungu dan akan berubah menjadi kuning kemerahan, menjelang

menetas. Sebanyak 15 butir telur dapat diletakkan di celah kulit kayu (Agussalim,

2008).

Menurut Andis (2020) Larva Zeuzera coffeaeberwarna kuning kemerah-

merahan dengan kepala hitam dan pada tubuh larva terdapat bitnik-bintik hitam

yang tebal yang berpasangan pada ruas tubuh larva (gambar 3b).Pupa terbentuk di

dalam lubang gerekan, exuvium pupa menjulur di lubang gerekan (gambar 3c).
Sayap depan ngengat berbintik hitam dengan dasar putih tembus pandang.

Seekor serangga dewasa betina dapat meletakkan telur 340-970 butir.Penggerek

batang mengalami metamorfosis holometabola yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa.

A B C D
Gambar 3.Stadia Zeuzera coffeae. (A) Telur, (B) Larva, (C) Pupa, dan (D) Imago
(Sumber: Samsudin, 2014)

Gejala Kerusakan

Gerekan larva membentuk lubang pada bagian tanaman seperti batang, ranting

atau cabang kopi .Pada batang/cabang yang terserang terdapat lubang gerekan

biasanya berdiameter sekitar 3 cm. Panjang gerekan mencapai 40-50cm (gambar

4b).Pada permukaan lubang gerekan tampak kotoran hama Z. coffeae yang sudah

bercampur dengan serbuk atau serpihan kayu bercampur lendir (gambar 4c).Akibat

gerekan larva hama tersebut, bagian tanaman di atas lubang layu, kering dan

akhirnya mati (Syahnen dkk, 2018).

Ulat hama ini merusak bagian batang/cabang dengan cara menggerek empulur

(xylem) batang, selanjutnya gerekan membelok ke arah atas. Ulat ini menyerang

tanaman muda, pada permukaan lubang yang baru digerek sering terdapat

campuran kotoran dengan serpihan jaringan. Akibat gerekan ulat, bagian tanaman

di atas lubang gerekan akan merana, layu, kering, dan mati (Agussalim, 2008).
Hama penggerek Zeuzera coffeae tidak hanya menyerang tanaman mudah

tetapi juga menyerang tanaman kopi pada fase berbuah yang berumur 7-9

tahun.Pada bagian tingkat kerusakan sedang terlihat hampir seluruh bagian kulit

batang tanaman kopi terkelupas.Hilangnya lapisan kulit ini diduga akibat aktivitas

makan dari Zeuzera coffeae.Asumsi ini diperkuat dengan ditemukannya stadia larva

yang berada di bagian dalam batang tanaman kopi.Kotoran tersebut memiliki alur

membentuk lorong pada permukaan kulit batang (Andis, 2020).

A B C D
Gambar 4.Gejalakerusakan oleh Zeuzera coffeae (A), Lubang liang gerek Zeuzera
coffeae (B), Kotoran dari Zeuzera coffeae (C), Liang gerek yang
disebabkan oleh Zeuzera coffeae(D) (Sumber: Andis, 2020)

Pengendalian

Menurut Harni dkk (2015),Pengendalian dapat dilakukan dengan sistem

Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu:

1. Pengendalian secara kultur teknis dengan melakukan pemeliharaan tanaman

kopi sesuai dengan good agriculturalpractices (GAP) untuk menjaga kesehatan

tanaman.

2. Pengendalian secara fisik dengan cara memusnahkan bagian tanaman yang

telah terserang, sehingga telur, larva, dan imago yang masih ada didalamnya

mati.
3. Pengendalian secara mekanis dengan menggunakan alat perangkap ngengat

dengan cahaya lampu di malam hari karena serangga dewasa aktif pada malam

hari dan tertarik pada cahaya lampu.

4. Pengendalian secara biologis/hayati dengan menggunakan parasitoid larva

Bracon zeuzerae (Hymenoptera: Braconidae), Carcelia (Senometopia) kockiana

Towns, dan Isosturmia chatterjeeana(Cam.) (Diptera: Tachinidae).

5. Penggunaan insektisida nabati berbahan asap cair atau minyak tanaman yang

bersifat racun syaraf. Aplikasinya dengan cara menginjeksi lubang gerek aktif,

kemudian dipasak dengan bambu.

6. Pengendalian secara kimia dengan menggunakan insektisida kimia sebagai

alternatif pengendalian terakhir dan pada waktu yang tepat. Hasil penelitian di

Cina dengan cara menginjeksikan 80% Dichlorvos EC (1:100) ke dalam lubang

gerekan mampu mengendalikan 90% populasi.

2.3.3 Penggerek Cabang dan Ranting (Xylosandrus spp.)

Klasifikasi

Menurut kalshoven (1981) Hama Penggerek Cabang Kopi adalah sebagai

berikut:

Golongan : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Coleoptera
Family : Curcullionidae

Genus : Xyleborus dan Xyilosandrus

Spesies : Xyleborus fornicatus Eicch,. Xylosandrus morigerus (Bldf.), dan

Xylosandrus compactus Eichh.

Biologi

Kumbang penggerek cabang dan ranting kopi Xylosandrus compactus Eiccholf

(Coleoptera: Scolytidae) bermetamorfosa sempurna (holometabola), yaitu telur-

larva-pupa-dewasa. Telur berbentuk oval, berwarna putih transparan, dan berukuran

kecil 0,3 mm x 0,5 mm (gambar 5a). Kepala larva berbentuk kapsul cokelat, tubuh

berwarna putih krem, dan bulat telur (gambar 5b). Pupa berwana krem bertipe

eksarata dengan ukuran pupa sama panjang dengan imago (gambar 5c). Kumbang

betina berukuran panjang 1,4-1,9 mm dan lebar 0,7-0,8 mm. Badan kokoh, silindris

memanjang berwarna cokelat kehitaman. Bagian poseterior pronotum berlubang

jelas dan pada bagian basalnya ditumbuhi seta yang panjang dan kaku. Kumbang

jantan berukuran panjang 0,8-1,1 mm dan lebar 0,4-0,5 mm dengan bentuk tubuh

bulat dan berwarna merah kecokelatan. Kumbang jantan tidak dapat terbang. Betina

yang sudah kopulasi terbang pada siang hari, mencari ranting baru untuk peletakkan

telur. Betina bersifat partenogenetik. Kumbang betina membangun lorong

sepanjang 1-3 cm di dalam ranting dan menetaskan telurnya. Betina meletakkan

telur 30-50 butir. Telur diletakkan dalam kelompok kecil yang terdiri dai 8-15 butir.

Kumbang X. compactus merupakan ambrosia bettle, imago, dan larva memperoleh

tambahan nutrisi dengan memakan jamur daripada jaringan tanaman kopi. Jamur
ini tumbuh dan berkembang di dalam lubang gerek dan juga dapat mematikan

tanaman inang. Siklus hidup mulai dari telur sampai menjadi dewasa berlangsung

selama 28 hari pada suhu 25°C (Harni dkk, 2015).

Gambar 5. Stadia perkembangan X. compactus: (a) telur, (b) larva,


(c) pupa, (d) imago. (Sumber: Indriati, 2017)

Gejala Kerusakan
Serangan penggerek cabang Xyleboruscompactus ditandai dengan adanya

lubang gerekan yang umumnya terdapat pada permukaan bagian bawah cabang

tanaman kopi.Serangan awal pada cabang kopi yang masih hijau berupa lubang

gerekan, yang disekelilingnya berubah warna menjadi hitam dan daun menjadi

layu.Lambat laun cabang kopi menjadi hitam secara merata dan akhirnya

mongering dan mati. Cabang kopi yang terdapat lubang gerek apabila dipotong

secara melintang akan terlihat lubang dari kulit luar sampai empulur hingga

terbentuk terowongan yang panjang sebagai ruang meletakkan telur sampai

serangga menjadi dewasa (Indriati dkk, 2017).


Waktu yang dibutuhkan betina untuk mengebor terowongan masuk adalah 3,7-

5,3 jam. Awalnya, daun pertama dari cabang yang terserang padatanaman kopi

berubah mejadi hijau mudah dalam beberapa jam setelah serangan.Daun dan kulit

kayu di luar area yang terkena berubah menjadi coklat atau hitam setelah beberapa

hari serangan kumbang, lihat (gambar 5).Matinya ranting adalah hasil dari

kerusakan mekanis yang disebabkan oleh pengeboran kumbang. Selama

pengenalan jamur ambrosia, nekrosis di kulit kayu dan zona kering di xylem

diamati,menunjukan invasi jamur terkait ke dalam jaringan ranting., yang dapat

bergerak melalui xilem pohon, menghalangi aliran air dan nutrisi, lihat (gambar 6)

(Greco dan Wright, 2015).

Gambar 5.Cabang kopi lateral yang terserang X. compactus (A),


daun pertama dari cabang kopi yang terserang menjadi
layu dan coklat (B). (Sumber: Greco dan Wright, 2015)

Gambar 6.Nekrosis dan zona kering pada kulit


kayu. (Sumber:Greco Wright, 2015)
Pengendalian

Menurut Direktorat Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian (2017),

pengendalian dapat dilakukan dengan cara melakukan pengamatan/monitoring yang

intensif, memangkas dan membakar cabang/ranting terserang, konservasi musuh

alami/parasitoid, Aplikasi pestisida nabati, dan aplikasi jamur entomopatogen

(Beauveria bassiana).

2.4.4 Kutu Hijau

Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi C. viridis menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Homoptera

Famili : Coccidae

Genus : Coccus

Spesies : Coccus viridis

Kutu hijau (C. viridis) dewasa berwarna hijau muda sampai hijau tua. Bentuk

badan bulat telur, pipih, panjang, 2,5-3,25 mm dan bersifat immobil (tidak

bergerak). Ruas tubuh tidak jelas, begitu juga batas antara kepala, toraks dan

abdomen. Pada sisi badan bagian depan terdapat dua mata tunggal berwarna hitam,
bagian belakan dijumpai 2 segitiga coklat bersatu (operkulum) yang menutupi

anusnya. Di bagian bawah badan terdapat tiga pasang tungkai, satu pasang antena

sebuah stilet yang panjangnya kurang lebih sama dengan panjang badannya

(Neneng 2021).

Biologi

Kutu hijau (C. viridis) (Homoptera: Coccidae) bermetamorfosa tidak sempurna

(hemimetabola) yaitu telur-nimfa-dewasa. Telur berwarna hijau keputihan,

diletakkan secara tunggal di bawah badan kutu betina sampai menetas. Nimfa

berbentuk ofal, berwarna hijau kekuningan (gambar 7a), terdiri dari tiga instar,

hidup menetap di bawah badan badan induknya sampai pada saatnya akan pindah

tempat dan hidup terpisah. Dewasa berukuran 2,5-5 mm, berbentuk bulat telur

berwarna hijau muda, tubuhnya dilindungi oleh perisai agak keras yang berwarna

hijau muda hingga berwarna hijau tua (gambar 7b). Kebanyakan koloni C. viridis

berkelamin betina, dan pada kepadatan yang tinggi akan dihasilkan koloni kutu

berkelamin jantan. Reproduksinya secara parthenogenesis dan ovovivipar yang

mampu menghasilkan keturunan hingga 200 ekor. Populasi Coccus viridis juga

akan meningkat apabila mendapat asuhan semut yang tepat yaitu semut gramang

(Sugiarti, 2019).

A B
Z
Gambar 7.Coccus viridis (A) nimfa dan (B) kutu
dewasa(Sumber:Indriati, 2018)
Gejala Serangan

Kutu tempurung (C. viridis) mengeluarkan embun madu, yang menyebabkan

timbulnya cendawan jelaga yang akan menutupi daun kopi. Selain menutupi daun,

embun jelaga juga akan menutupi buah kopi sehingga akan mempengaruhi proses

asimilasi. C. viridis hidup berkelompok di pangkal daun, tampak kutu kecil

berwarna putih kehijauan dan banyak semut di sekitarnya. C. viridis juga

menyerang tunas di bagian bawah daun, terutama dekat tulang daun dan buah

muda. C.viridis mengisap cairan tanaman sehingga menjadi kerdil dan daun baru

lambat tumbuh. Akhirnya tanaman mengering dan layu, dan mati (Rismayani dkk,

2013). (gambar 8).

Terjadi simbiosis mutualisme antara C. viridis dengan semut. Beberapa semut

seperti Azteca instabilis, Camponotus spp., dan Crematogaster spp. aktif

melindungi koloni Coccus viridis dari predator dan parasitoid. Semut mendapatkan

embun madu sebagai sumber makanannya, hasil sekresi dari C. viridis. Bila

populasi C. viridis terlalu besar, senyawa ekskresi tadi biasanya sering menutupi

bagian permukaan tanaman. Senyawa gula yang terkandung di dalamnya menjadi

media tumbuh yang sangat baik bagi jamur embun jelaga sehingga pada intensitas

serangan berat, beberapa bagian tanaman kopi seperti daun dan batang muda akan

ditutupi oleh embun jelaga. Hal ini menyebabkan gangguan fotosintesis dan

terhambatnya pertumbuhan tanaman (Harni dkk, 2015).

Pengendalian
1. Secara kultur teknis ditekankan pada pemangkasan dan pengaturan tanman

penaung agar tidak terlalu rimbun.


2. Pengendalian dengan menggunakan insektisida nabati yang paling mudah

adalah dengan menggunakan air rendaman tembakau (1 kg tembakau/2 liter air)

yang diencerkan menjadi 10 kali.

3. Pengendalian secara biologis dengan memanfaatkan predator Azya lutiepes dan

Halmus chalybeus, parasitoid Coccophagus rusti dan Encarsia sp., serta jamur

pathogen serangga Lecanicillium lecanii. Jamur ini dapat menyebabkan

kematian kutu hijau sampai 90% selama musim hujan dan akhir musim

kemarau.

2.2 Jenis-jenis Penyakit pada Kopi

2.2.1 Karat Daun (Hemiliea vastatrix)

Klasifikasi

Menurut Filho (2019) Klasifikasi Hemilia vastatrix sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Divisi : Basidiomycota

Kelas : Urediniomycetes

Ordo : Uridinales

Famili : Chaconiaceae

Genus : Hemileia

Spesies : Hemileia vastatrix


Patogen Penyebab Penyakit

Penyakit karat daun kopi yang disebabkan oleh Hemileia vastatrix merupakan

penyakit yang sangat merugikan pada tanaman kopi. Hemeleaia vastatrix

mempunyaiurediospora yang semula berbentuk bulat, tetapi segera memanjang dan

berbentuk mirip dengan juring buah jeruk. Setelah masak isinya akan berwarna

jingga, tetapi dindingnya tetap tidak berwarna. Urediospora memiliki sisi luar yang

cembung mempunyai duri- duri, sedangkan pada sisi lainnnya tetap halus (Hemi

leios = setengah licin) (Gambar 9b). Urediospora berukuran 26-40 x 20-30 µm.

Teliospora berukuran 18-28 x 14-22 µm. Mula-mula teliospora berbentuk bulat,

tetapi akan memanjang dan berbentuk bulat telur dengan ujung yang menonjol.

Teliospora berkecambah setempat dengan membentuk promiselium atau basidium,

yang seterusnya membentuk basidiospora. Teliospora ini dibentuk bercampur

dengan urediospora dalam urediosorus (Talhinhas, 2017).

Gambar 9. Bentuk mikroskopis A. Uredinium, B. Urediospora


(Arneson dan Emeritus, 2015

Gejala Penyakit

Gejala penyakit karat daun jarang tampak pada buah dan batang hanya terbatas

pada daun. Secara khas penyakit ini dikenal seperti luka berwarna kuning dan

ditutupi bedak atau noda yang tampak pada permukaan bawah daun. Pada luka

yang masih muda tampak noda kuning pucat dengan sporulasi jelas (Siska, 2018).
Gejala serangan penyakit karat daun dapat dilihat pada permukaan atas dan

bawah daun, ditandai dengan bercak kuning jingga seperti serbuk (powder). Jika

diamati pada bagian bawah daun tampak bercak yang awalnya berwarna kuning

muda, selanjutnya akan berubah menjadi kuning tua, pada bagian tersebut

akanterlihat jelas tepung yang berwarna orange atau jingga. Tepung yang berwarna

orange atau jingga tersebut adalah uredospora jamur Hemileae vastatrix. Gejala

lanjut, pada daun tampak bercak cokelat saling bergabung, menjadi lebih besar,

kemudian mengering dan gugur sehingga tanaman menjadi gundul (Sugiarti, 2018).

(gambar 10).

Gambar 10. Gejala karat daun (Sumber:Talhinhas, 2017)

Siklus Hidup

Hemileia vastatrix merupakan cendawan hemisiklik yang menghasilkan

urediniospora, teliospora dan basidiospore. Urediospora mewakili siklus aseksual,

menginfeksi daun setiap kali kondisi lingkungan menguntungkan (Talhinhas,

2017).

Infeksi dimulai dengan Urediospora membentuk pembuluh kecambah yang

seterusnya akan membentuk apresorium di depan stomata dan seterusnya


mengadakan penetrasi ke dalam jaringan daun. Perkecambahan urediniospora

membutuhkan air dan optimal pada suhu sekitar 24°C. Setelah pembentukan

appressorium, cendawan menembus inang melalui stomata, memebntuk hifa

penetrasi yang tumbuh ke dalam ruang substomata (Gambar 11.A-C). Hifa ini akan

menghasilkan dua cabang lateral yang tebal, menyerupai jangkar, sifat unik dari

Hemileia vastatrix Setiap cabang lateral jangkar berdiferensiasi menjadi sel induk

haustorial (HMC) yang menimbulkan haustorium, yang menginfeksi sel anak

stomata (Gambar 11.D), cendawan ini akan terus tumbuh membentuk lebih banyak

hifa interseluler, termasuk sel induk haustorial, dan sejumlah besar haustorial akan

menyebar di dalam sel parenkim bunga karang dan palisade dan bahkan epidermis

atas (Gambar 11.E-D). Di tahap ini, klorosis terlihat secara makroskopis. Hifa

menyerang rongga substomata dan menjalin. Kira-kira 3 minggu setelah infeksi,

uridiospora menonjol melalui stomata dalam bentuk buket. Ini muncul sebagai

pustula berwarna orannye, tanda khas penyakit ini (Gambar 11 H dan I) (Talhinhas,

2017).
A

B
I

C
F
H
D

G E

Gambar 11. Proses infeksi Hemeleia vastatrix A. Urediospora. B.


Urediniospora berkecambah (u) dengan tabung benih (gt)
dan appressorium (ap) diatas stomata pada permukaan
bawah daun kopi C. Appressorium (ap) over stomata and
penetration hypha(arrow), D.Apresorium (ap) diatas stomata
dan hifa antar sel dengan haustorium (h) di dalam sel anak,
E.Hifa antar sel (panah) dan haustoria (h) di dalam sel
epidermis danmesofil, F. Haustorium (h) di dalam spons sel
parenkim, G. Hifa antarsel (panah) di spons sel parenkim, H.
Urediospora menonjol keluar melalui stomata I.Uredium
(Talhinhas,2017)

Pengendalian

Pengendalian penyakit karat daun yang direkomendasikan adalah empat

komponen PHT, yaitu penggunaan varietas tahan, pengendalian secara

biologis, kultur teknis, dan penggunaan fungisida (Mahfud, 2011)

1. Penggunaan varietas tahan

Varietas tahan merupakan salah satu komponen PHT yang mudah

diterapkan, murah, dan tidak mencemari lingkungan. Hingga saat ini

bari ditemukan jenis kopi yang toleran (dapat mempertahankan diri

dari infeksi H.vastatrix) dan dianjurkan penggunaanya dalam

pengendalian penyakit karat daun pada tanaman kopi. Dari daftar

kopi yang ada golongan Robusta lebih toleran daripadaArabika.


2. Pengendalian secara bologis

Pengendalian secara biologis adalah cara pengendalian penyakit

dengan menggunakan musuh alami. Jamur Verticilium dikenal

hiperparasit (jamur parasit yang dapat memarasit jamur parasit lain)

Beberapa spesies Verticillium yang diketahui hiperparasit pada H.

vastatrix adalah V. psalliotaedan V. licanii (V. hemileiae).

Uredospora H. vastatrix yang terparasit pertumbuhannya terganggu

dan mati, yang ditandai oleh pertumbuhan jamur Verticillium

berwarna putih pada permukaan gejala karat daun.

3. Pengendalian secara kultur teknis

Pengendalian secara kutur teknis dapat dilakukan dengan menyiang

gulma 2-3 kali, memupuk dua kali setahun (awal dan akhir musim

hujan) dengan pupuk kandang dan NPK yang dosisnya disesuaikan

dengan umur tanaman, memangkas tanaman (pangkas lepas panen,

pangkas tunas/cabang tidak produktif, dan menghilangkan tunas-

tunas air), serta mengatur intensitas naungan.

4. Pengendalian dengan fungisida

Terdapat 11 jenis bahan aktif fungisida yang direkomendasikan

untuk mengendalikan penyakit karat daun kopi, yaitu siprokanazol,

heksakanazol, triadimefon, triadimenol, benomil, tembaga

oksiklorida, mankozeb, tembaga hidroksida, tembaga oksida,

dinikonazol, dan propikonazol. Apabila diikuti dengan praktik kultur

teknis yang benar, aplikasi fungisi dapat menurunkan tingkat

kerusakan tanaman oleh penyakit karat daun sampai 64,95%.


Sebaliknya apabila tidak diikuti dengan praktek kultur teknis yang

benar, aplikasi fungisida hanya menurunkan tingkat kerusakan

tanaman oleh penyakit karat daun 20%.

2.2.2Bercak Daun (Cercospora coffeicola)

Klasifikasi

Klasifikasi Cercospora coffeicola adalah sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Kelas : Dothideomycetes

Ordo : Capnodioles

Famili : Dematiaceae

Genus : Cercospora

Spesies: Cercosporasp.

Siklus Hidup

Jamur Cercospora sp. umumnya timbul pada awal pertumbuhan. Jamur akan

membentuk konidium pada kedua sisi daun, meskipun lebih banyak pada sisi atas.

Konidiofor membentuk rrumpun kecil lima sampai banyak, cokelat kehijauan pucat

atau cokelat kekuningan. Konidiofor jamur ini bersekat. Berukuran 15-45 x 3 -6

mm. Konidium tidak berwarna, bebentuk gada terbalik bersekat sampai dengan

ukuran 35-110 x 3-6 µm. Konidium terbentuk pada kedua sisi daun, tetapi

terbanyak pada sisi bawah. Konidiofor terbentuk dalam jumlah besar pada bercak,
membentuk rumpun yang rapat, kadang-kadang pada lingkaran-lingkaran sepusat,

warna cokelat mudah sampai kehijauan (Hardaningsi dan Sumartini, 2015).

Koloni Cercospora coffeicola dibiakan pada media PDA berwarna keabu-

abuan pucat dan terdapat bercak gelap yang tidak teratur pada permukaan atas

koloni dan berwarna abu-abu pucat yang mendominasi disertai dengan warna abu-

abu yang lebih tua pada permukaan bawa cawan (gambar 12).Penampakan

Cercospora coffeicola secara mikroskopis menggunakan perbesaran 400x,

mempunyai pigmen berwarna cokelat cenderung gelap dengan konidia Cercospora

coffeicola memiliki bentuk berupa silinder panjang dengan sekat yang didalamnya,

konidiospora tidak memiliki cabang dan bersepta (Farahdila, 2018). (Gambar 13).

Gambar 12.Foto penampakan koloni (padamedia PDA)


Cercospora coffeicola pada umur 7 HIS (1)
permukaanatas (2) permukaan bawah (Sumber:
Farahdilla, 2018)
Ganbar13.Foto mikroskopis Cercospora coffeicola pada umur 7 HSI
(1)konidia(2)bentukkonidiospora:a.konidiosporaberseptada
ntidak bercabang (Sumber: Farahdilla, 2018)

Gejala Penyakit

Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh jamur Cercospora

coffeicola.Gejala yang terlihat adalah terdapat bercak berwarna kuning yang

dikelilingi lingkaran pada daun, ukurannya tidak beraturan dan munculnya secara

acak. Tidak hanya menyerang pada daun kopi, jamur ini pun menyerang buah kopi

dengan gejala yang sama yaitu timbul bercak-bercak berwarna coklat pada

permukaan buah kopi (Sugiarti, 2019).

Farahdila (2018) melaporkan bahwa Gejala yang ditemukan pada daun

tanaman kopi menunjukkan bercak berbentuk bulat beraturan hingga tidak

beraturan, dengan warna cokelat tua hingga kuning menggradasi sampai ke bagian

tengah, pada bagian tengah terdapat warna kuning atau putih keabuan terkadang

terlihat serbuk berwarna putih keabuan pada bagian tengah serta warna kekuningan

di sekeliling daerah bercak (gambar 14).

Gambar 14. Gejalabercakdaunpadatanamankopi


(Sumber: Farahdila, 2018)

Pengendalian
Pengendalian dapat dilakukan dengan fungisida kimia, misalnya fungisida

mancozeb seperti Dhitane dan Delsene; Kelembaban dikurangi dengan mengurangi

penyiraman, menjarangkan atap penaung sehingga sinar matahari dapat langsung

masuk; Sanitasi dengan menggunting daun yang sakit kemudian dibakar atau

dibenamkan didalam tanah.Pengendalian penyakit dengan sanitasi kebun dan

mebuang bagian-bagian yang sakit, kemudian membenamkannya di dalam

tanah.Penyakit pada buah dapat dikurangi dengan mengatur peneduh (Harni dkk,

2018).

2.2.3Jamur Upas

Klasifikasi

Kingdom : Fungi

Phylum : Basidiomycota

Class : Basidiomycetes

Ordo : Polyporales

Family : Corteceae

Genus : Cortecium

Spesies : C. salmonicolor (Pusluhtan, 2019)

Jamur upas (pink disease) disebabkan oleh Upasia salmonicolor atau dikenal

juga dengan nama Corticium salmonicolor, yang tersebar luas di daerah tropika di

seluruh dunia. Penyakit ini mempunyai arti cukup penting dalam budidaya kopi

karena dapat mentyerang batang, cabang, ranting, dan buah kopi (Harni dkk, 2018).
Gejala khas serangan jamur upas adalah cabang atau ranting yang terserang

layu mendadak. Serangan dapat terjadi pada cabang yang di bawah, tengah,

maupun di ujung pohon, bahkan dapat terjadi pada batang (gambar 16). Gejala awal

dimulai jamur ini membentuk stadium sarang labah-labah, berupa lapisan hifa tipis,

berbentuk seperti jala berwarna putih. Pada stadium ini jamur belum masuk ke

dalam kulit, sebelum mengadakan penetrasi ke dalam jaringan jamur terlebih

dahulu jamur membentuk gumpalan-gumpalan hifa yang sering dibentuk pada

lentisel. Stadium ini disebut stadium bongkol semu. Di bagian bawah sisi cabang

atau sisi cabang yang ternaung, jamur membentuk kerak berwarna merah jambu

yang merupakan stadium kortisium yang terdiri atas lapisan himenium. Terakhir

stadium nekator berupa binti-bintil kecil berwarna orange kemerahan pada kayu

yamg umumnya telah mati karena serangan jamur ini. Serangan pada buah bermula

nekrosis dari pangkal buah di sekitar tangkai, kemudian meluas ke seluruh

permukaan dan mencapai endosperma (Harni dkk, 2018).

Pada himenium (gambar 15b) yang diambil dari permukaan kulit batang

terinfeksi ditemukan basidium berbentuk gada, hialin dengan 4 sterigma di

atasnya.Basidiospora berbentuk bulat sampai lonjong dengan apiculus di ujungnya

dan jernih (Gambar 15c dan 15d).Pada koloni yang tebal dan tua, ditemukan

konidium yang terbentuk dari fragmentasi hifa(Gambar 15e).Koloni yang tumbuh

pada medium ADK berwarna putih tipis di bagian tepih, di bagian tengah tebal

berwarna putih tebal hingga oranye setelah diinkubasi selama 3 minggu

(Gambar15f). (Florina, dkk).


A B C

5 μm 5 μm
D E F
Gambar 15.A, Miselium yang membentuk titik-titik warna terang
(pustule); B, Hymenium; C, Basidium (→); D,
Basidiospora; E, Konidium(→); F, Koloni pada medium
ADK. (Sumber: Florina, 2017)

Gambar 16. Serangan Jamur Upas Pada Kopi (Sumber: Sukanto


2018

Daur Hidup
Dalam daur hidupnya yang lengkap, jamur upas membentuk lima stadium

sebagai berikut:

a. Stadium I : stadium rumah labah-labah


b. Stadium II : stadium bongkol semu

c. Stadium III : stadium teleomorf

d. Stadium IV : stadium bongkol

e. Stadium V : stadium anamorf Necator, berupa sporodikium

Stadium rumah labah-labah berkembang dari perkecambahan basidiospora atau

konidium; stadium bongkol semu dibentuk dari stadium rumah labah-labah;

stadium telemorf dibentuk dari stadium rumah labah-labah dan dapat pula dibentuk

oleh stadium bongkol semu; stadium bongkol dibentuk dari stadium rumah labah-

labah; stadium anamorf dibentuk dari stadium bongkol atau dari stroma berupa satu

lapis sel yang berfungsi sebagai sel-sel konidiogen, dan dibentuk oleh miselium

stadium rumah labah-labah (Harsojo dan Tjokrosoedarmo, 1986).

Umumnya stadium ini terdapat di permukaan inang, miselium yang masuk

jaringan inang baru mencapai korteks, sehingga stadium ini diperkirakan mudah

dibunuh(Harsojo dan Tjokrosoedarmo, 1986).

Hifa stadium rumah labah-labah pada tanaman inangnya dan hifa isolat jamur

upas dalam biakan mudah membentuk anastomosis, mempunyai cabang tegak dan

sekat dolipori. Sel-sel hifanya baik dari hifa yang sama atau yang berbeda, serta

konidiumnya, mempunyai inti dengan jumlah yang berbeda, yaitu, satu, dua, tiga,

atau empat(Harsojo dan Tjokrosoedarmo, 1986).

Penularan penyakit jamur upas berlangsung dengan perantaraan basidiospora,

atau konidium atau dengan miselium stadium rumah labah-labah. Penularan dengan
ketiga cara tersebut tidak berlangsung serentak dan menyeluruh, tetapi hanya

berkelompok-kelompok (Harsojo dan Tjokrosoedarmo, 1986).

Pengendalian

1. Pengendalian dilakukan dengan memotong cabang/ranting yang terserang.

Menyemprotkaan fungsisida 1-2 minggu sekali.

2. Cabang yang sakit dipotong sampai batas sehat ditambah 30 cm, kelembaban

dikurangi dengan memangkas tanaman kopi dan pengaturan phohon penaung.

3. Ranting yang sakit diolesi dengan fungisida tembaga konsentrasi 10%, seperti

Nordox, Cupravit, atau fungisida tridemorf (Calixin RM).

4. Batang atau cabang yang besar yang terserang jamur upas dilumas dengan

fungisida.

5. Buah-buah yang sakit dipetik, dikumpulkan, dan dibakar atau dipendam.

2.2.4 Jamur Akar (Rigidoporus lignosus, Phelinus noxious, dan Roselina

bunodes)

Bioekologi dan Gejala Penyakit

Penyakit jamur akar yang sering menyerang tanaman kopi adalah jamur akar

putih, akar cokelat, dan akar hitam.Penyebab dari masing-masing penyakit ini

adalah jamur akar putih yang disebabkan oleh Rigidoporus lignosus, jamur akar

cokelat Phelinus noxius, dan jamur akar hitam Roselina bunodes.Gejala serangan

jamur baik jamur akar putih, cokelat dan hitam, biasanya sama yaitu daun-daun

tanaman sakit mengunig, layu, dan rontok (Harni dkk, 2018). (Gambar 17).
Gambar 17. Gejala serangan penyakitjamurakar (Sumber: Harni
dkk, 2018)

Jamur Akar Cokelat (Phellinus noxius)

Jamur akar cokelat dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Divisi: Basidiomycota

Kelas: Basidiomycetes

Ordo : Hymenochaetales

Famili : Hymenochaetaceae

Genus : Phellinus

Spesies : Phellinus noxius

Akar yang diserang jamur akar cokelat pada umumnya adalah akar tunggang ,

biasanya tertutup oleh kerak yang terdiri atas butir-butir tanah, melekat sangat kuat

sehingga tidak dapat lepas. Diantara butir-butur tanah tampak adanya jaringan

jamur berwarna cokelat tua sampai cokelat kehitaman. Kerak terbentuk dari

miselim yang membungkus akar dan berlendir sehingga butir-butir tanah terikat

dengan erat.Kayu akar yang sakit menjadi busuk kering dan lunak.
Miselium jamur yang masih muda berwarna cokelat jerni dan yang sudah tua

berwarna cokelat tua sampai cokelat hitam.Jamur jarang membentuk tubuh buah,

kalau dibentuk, tubuh mirip dengan kuku kuda tipis (console), keras, berwarna

cokelat tua denga zone-zone pertumbuhan konsentris, dibentuk pada pangkal pohon

yang mengalami serangan lanjut. Tubuh dapat mencapai panjang 26 cm dan lebar

15 cm, dengan tebal lebih kurang 1 cm. pada permukaan bawahnya terdapat lapisan

pori berwarna cokelat (Harni dk, 2018).

Ketika tumbuh pada media serbuk gergaji, Phelinus noxius menghasilkan

basidiokarp tipis, keras, dan tidak merata mirip dengan yang ditemukan di

alam.Basidiokarp awalnya cokelat kekuningan dengan margin putih, kemudian jadi

cokelat dan akhirnya menjadi berwarna abu-abu gelap (Adiwasa, 2017). (gambar

18).

Gambar 18. Basidiokarp Phellinus noxius pada media


serbuk gergaji (Sumber: Adiwasa, 2017)

Jamur Akar Hitam (Rosellinia bunoides)

Jamur akar hitam diklasifikasikan sebagai berikut (Adiwasa, 2017):

Kingdom : Fungi
Divisio : Ascomycota

Class : Sordariomycetes

Order : Xylariales

Family : Xylariaceae

Genus : Rosellinia

Spesies : Rosellinia bunoides

Gejala serangan jamur akar hitam adalah pohon mati secara mendadak, pada

pangkal batang dan akar-akar terdapat benang jamur berwarna hitam, yang sering

bersatu dan membentuk lapisan berwarna hitam.Bagian kulit yang sakit membusuk,

kalua kulit dikupas, diantara kulit dan kayu terdapat benang-benang hitam (Harni

dkk, 2018).

Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus)

Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) dapat diklasifikasikan sebagai berikut

(Adiwasa, 2017):

Kingdom : Fungi

Divisio : Basidiomycota

Class : Agaricomycetes

Order : Polyporales

Family : Meripilaceae

Genus : Rigidoporus
Species : Rigidoporus microporus

Akar yang terserang jamur akar putih (JAP), tampak miselium jamur berwarna

putih pada permukaan akar kemudian berubah warna menjadi kuning gading, dan

gejala ini baru terlihat apabila daerah perakaran dibuka. Cara yang dapat dilakukan

untuk mendeteksi serangan JAP adalah leher akar pohon yang dicurigai ditutup

dengan serasah (mulsa), kemudian setelah tiga minggu pada leher akar pohon sakit

akan tumbuh miselium jamur berwarna putih (Harni dkk, 2018).

JAP menular karena adanya kontak antara akar tanaman sehat dengan akar

tanaman yang sakit, atau dengan kayu yang mengandung sumber infeksi. Agar

dapat mengadakan infeksi pada akar yang sehat, jamur harus mempunyai cadangan

makanan yang cukup. Berbeda dengan jamur akar lain, jamur akar putih dapat

menular dengan perantara rizomorf. Pada JAP rizomorf dapat menjalar bebas dalam

tanah (Adiwasa, 2017).

Jamur R. microporus memiliki karakteristik basidiospora bulat, tidak berwarna,

dengan garis tengah 2,8-5µm, banyak dibentuk pada tubuh buah yang masih muda.

Basidium pendek, lebih kurang 16x4,5µm, tidak berwarna, mempunyai sterigma.

Pada permukaan tubuh buah hifa jamur berwarna kuning jingga, tebalnya 2,8-

4,4µm mempunyai banyak sekat yang tebal. Terdapat miselium jamur (rizomorf)

berwarna putih yang menjalar sepanjang akar dan melekaterat pada permukaan

akar. Berkembang pada pH tanah 5,0-6,5 dan membentuk struktur bertahan

hidup/spora istirahat, sering membentuk tubuh buah pada leher akar tanaman sakit,

dan kadang tersusun bertingkat. Memiliki rizomorf menjalar bebas dalam tanah,

pada akar sehat, rizomorf tumbuh secara epifitik pada permukaan akar sebelum
penetrasi, rizomorf kurang kuat melekat pada akar, dan akar tetap sehat, JAP

menular lebih cepat dibanding JAC (Harni dan Amaria, 2011).(Gambar 19).

A B
Gambar 19. A. Makroskopis Jamur Akar Putih Hasil IsolasiPadaAkar
TanamanKopi: B. Mikroskopis Perbesaran 40x Lensa Objektif
(a) Hifa Jamur
AkarPutih(b)Sterigma(c)Basidiospora.HasilIsolasiPadaAkarTa
namanKopi (Sumber: Nugroho, 2019)

Pengendalian
1. Pengendalian dapat dilakukan dengan sanitasi yaitu membongkar tanaman yang

sakit bersama akar-akarnya sampai bersih, kemudian dibakar.

2. Fungisida dioleskan pada pangkal batang /akar tanaman sakit atau sebagai

tindakan preventif dapat menggunakan agens hayati Trichoderma sp.

3. Membuat parit isolasi sedalam 60-90 cm, untuk mencegah penyebaran pada

tanaman disekitarnya.

4. Pengedaloan juga dapat menggunakan belerang atau kapur 300 g/pohon.

2.2.5 Penyakit Rebah Batang

Klasifikasi

Klasifikasi kapang Rhizoctonia solani (Faizah, 2018) sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Filum : Deuteromycota
Kelas : Deuteromycetes

Ordo : Agonomycetales

Family : Agnomycetaceae

Genus : Rhizoctonia

Spesies : Rhizoctonia solani

Penyakit rebah batang/rebah kecambah/damping off pada tanaman kopi

disebabkan oleh Rhizoctonia solani. Jamur ini dapat memproduksi struktur bertahan

berupa sklerotia dan juga mampu bertahan hidup sebagai miselium dengan cara

saprofit, yakni mengkolonisasi bahan-bahan organik tanah. Tingginya kelembaban

tanah dan kelebihan air saat pembibitan dapat memicu perkembangan penyakit ini

(Harni dkk, 2018).

Gejala Penyakit

Gejala pada pangkal batang yang sakit mula-mula terjadi memar, kemudian

busuk dan akhirnya mengeringsehingga batang tampak berlekuk. Penyakit ini dapat

terjadi pada bibit yang masih dalam stadium serdadu, stadium kepel, atau yang

sudah berdaun beberapa pasang tetapi batangnya masih lunak. Serangan dalam

stadium serdadu dan stadium kepel dapat mematikan bibit, sedangkan pada bibit

yang batangnya sudah mengeras hanya dapat menghambat pertumbuhan (Harni

dkk, 2018).
Gambar 20. Gejala Serangan Penyakit Rebah Batang (Sumber:
Harni, 2018)

Karakteristik Cendawan Rhizoctonia solani

Hifa Rhizoctonia solani masih muda mempunyai percabangan yang

membentuk sudut 45ºC (gambar), semakin dewasa percabangannya tegak lurus,

kaku, dan mempunyai ukuran yang sama (uniform). Diameter hifa jamur R.

solaniJamur R. solani bergantung pada jenis isolat dan jenis medium yang

digunakan.Rhizoctonia solani yang diisolasi dengan medium PDA mempunyai

diameter 4-6μ. Sklerotium dari R, solani terbentuk dari hifa yang mengalami

agregasi menjadi massa yang kompak. Sklerotium pada awal pertumbuhan

berwarna putih dan setelah dewasa berubah menjadi cokelat. Bentuk sklerotium

pada umumnya bulat atau tidak beraturan, dan ukurannya bervariasi, bergantung

pada isolatnya (Soenartiningsih dkk, 2015.(Gambar 21).


Gambar 21. Percabangan hifa Rhizoctonia solani yang membentuk 45º (a)
dan sklerotia (b). (Sumber: Sumartini, 2011)

Ekologi

Cendawan ini dapat membentuk struktur dorman, yaitu sklerotia pada

permukaan tanah atau pangkal batang.Sklerotia mempunyai kulit tebal dan keras

sehingga tahan terhadap keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan, terutama

kekeringan dan suhu tinggi. Masa dorman akan berakhir jika kondisi lingkungan

cocok untuk perkembangannya. Bahan-bahan kimia yang bersifat menguap yang

dihasilkan oleh akar tanaman akan menstimulasi sklerotia untuk segerah

berkecambah menjadi hifa yang siap menginfeksi bagian tanaman pada daerah

rizosfer (zona perakaran) (Sumartini, 2011).

Pengendalian

1. Mengurangi kelembaban di pembibitan melalui penebaran benih yang tidak

terlalu rapat, diusahakan mendapatkan cahaya matahari secepat mungkin, dan

diatur frekuensi penyiraman.

2. Memilih tanah pembibitan yang bebas dari jamur patogen R. solani.

3. Aplikasi Trichoderma sp. dengan dosis 200 g/tanaman pada media pembibitan.

4. Tanaman yang terinfeksi segera dikeluarkan dari kebun dan dibakar.

5. Menyemprot pembibitan dengan Delsene Mx 200 0,2%, Dithane M45 0,2%

atau Cupravit OB 21,03% formulasi.

2.3 Gambaran Umum Kopi

Klasifikasi kopi (Coffea sp.) menurut Rahardjo (2012) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Asteridae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Coffea

Spesies : Coffea sp. [Coffea arabica L., Coffea canephora,

Coffea liberica, Coffea excelsa]

Tanaman kopi (Coffea sp.) termasuk kelompok tanaman semak belukar dengan

genus Coffea. Tanaman ini tumbuh dengan tegak, bercabang, dan bila dibiarkan

tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak

meruncing, Daun tumbuh berhadapan dengan batang, cabang dan ranting-

rantingnya (Isman, 2018).

Tanaman kopi memiliki sistem perakaran tunggang yang tidak rebah,

perakaran tanaman kopi relatif dangkal, lebih dari 90% dari berat akar terdapat

lapisan tanah 0-30 cm (Najiyanti dan Danarti, 2012).


Batang tanaman kopi merupakan tumbuhan berkayu, tumbuh tegak ke atas dan

berwarna putih keabu-abuan. Pada batang terdiri dari dua macam tunas yaitu tunas

seri (tunas reproduksi) yang tumbuh searah dengan tempat asalnya dan tunas

legitim yang hanya dapat tumbuh sekali dengan arah tumbuh membentuk sudut

nyata dengan tempat aslinya (Irwansyah, 2019).

Bunga pada tanaman kopi memiliki ukuran relatif kecil, mahkota berwarna

putih dan berbau harum semerbak. Kelopak bunga berwarna hijau. Bunga dewasa,

kelopak dan mahkota akan membuka dan segera mengadakan penyerbukan

sehingga akan berbentuk buah. Waktu yang diperlukan terbentuk bunga hingga

buah menjadi matang 8-11 bulan, tergantung dari jenis dan faktor lingkungannya.

(Irwansyah, 2019).

Buah tanaman kopi terdiri daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas 3

bagian yaitu lapisan kulit (eksokarp), lapisan daging (mesokarp) dan lapisan kulit

tanduk (endokarp) yang tipis dan keras.Buah kopi menghasilkan dua butir biji

tetapi ada juga yang tidak menghasilkan biji atau hanya menghasilkan satu butir

biji.Biji kopi tediri atas kulit biji dan lembaga.Secara morfologi, biji kopi berbentuk

bulat telur, bertekstur keras dan berwarna (Najiyati dan Danuarti, 2012).
III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kopi milik petani di Kabupaten Alor.

Sampel akan di identifikasi di UPT Laboratorium Biosains, Universitas Nusa

Cendana.

3.2 Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah: Kamera Handphone,

Mikrolensa, Perangkap jaring serangga, Alat tulis, Sarung tangan, Plastik sampel,

gelas aqua bekas, jarum pentul, cawan petridis, tabung reaksi, mikrowafe, lampu

bunsen, gelas erlenmeyer, laminar air flow, autoklaf mikroskop, spatula, scalpel,

kaca preparat, pingset, jarum ose, mikro pipet

2. Bahan

Bahan-bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah: Perangkap feromon,

Deterjen, Air, Alkohol 70 %, Etanol 70 %, Serangga hama, sampel tanaman sakit,

Aquades, Dextroce Agar 20 gr, Nutrient Agar (NA), Potato Dextrose Agar (PDA),

Aluminium foil, Kertas Label, Isolasi bening, dan Tissue.

3.3 Prosedur Kerja Penelitian

3.3.1 Prosedur Penelitian di Lapangan

1. Pengambilan Sampel Penyakit


Teknik pengambilan sampel dilakukan secara sistematik dengan

menentukan sampling secara terarah atau teratur untuk mendapatkan lokasi

tanaman kopi. Sampel tanaman yang akan diambil untuk yaitu tanaman kopi

yang terinfeksi oleh patogen. Sampel diambil dan dimasukkan kedalam plastik

sampel dan diberi label kemudian dibawa ke laboratorium untuk diisolasi dan

diamati karakteristik moforlogi secara makroskopis dan mikroskopis.

2. Pengambilan Sampel Serangga Hama

Penentuan tanaman sampel menggunakan metode diagonal dari 5 petak

pengamatan pada areal pertanaman kopi milik petani. Kemudian ditentukan 5

sub unit petak untuk titik pengamatan dari masing-masing petak pengamatan.

Setiap sub unit petak berukuran 2 m x2 m. pada setiap sub unit petak ditentukan

10 tanaman yang akan dijadikansebagai objek pengamatan (sampel). Tanaman

sampel yang sudah ditentukan ditandai dengan tali rafia. Selanjutnya setiap

tanaman sampel diamati.

3.4 Prosedur Penelitian Di Laboratorium

3.4.1 Sterilisasi Alat

Alat dan bahan yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu dengan

tujuan mematikan mikroorganisme lain yang tidak dihendaki ada pada alat dan

bahan yang akan digunakan.Sterilisasi dilakukan dengan membungkus alat-alat

menggunakan alumunium foil atau kertas koran, kemudian dimasukkan ke dalam

autoklaf untuk disterilkan pada suhu 121 oC, tekanan 1 atm selama 15 -20 menit.
3.4.2 Pembuatan Media PDA dan NA

Media yang digunakan adalah media PDA (Potato Dextrose Agar). Proses

pembuatanya yaitu kupas kentang sebanyak 200 gr lalu dicuci bersih. Kemudian

kentang dipotong kecil berbentuk dadu dan direbus dengan 1 L aquades selama 20

sampai 30 menit hingga mendapatkan kaldu kentang. Kaldu kentang dipisahkan

dari isinya dengan cara disaring, kemudian direbus kembali dengan menambahkan

gula pasir 20 gr dan agar bubuk 20 gr lalu diaduk merata. Setelah itu dimasukkan

ke dalam gelas erlenmeyer dan disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu

121ºC selama 15-30 menit pada tekanan 1 atm. Setelah steril media PDA siap

digunakan.Sedangkan cara pembuatan medium Nutrient Agar (NA) yaitu: Nutrient

Agar (NA) ditimbang sebanyak 20 g, dimasukaan ke dalam labu Erlenmeyer dan,

ditambahkan dengan bubuk agar 20 g, kemudian dilarutkan dengan aquades 500

ml, lalu dipanaskan menggunakan mikrovale selama 3 menit selanjutnya

disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 121 0C selama 20 menit. Setelah

steril, media NA didinginkan dan siap untuk digunakan.

3.4.3 Isolasi Sampel Tanaman

Isolasi dengan menggunakan metode isolasi langsung (metode tanam

langsung) ke medium yaitu bagian jaringan tanaman yang sakit dipotong kurang

lebih 1x2 cm dengan menggunakan pisau skalpel aseptis atau gunting. Potongan

jaringan tanaman selanjutnya dimasukkan ke dalam alkohol 70% selama 3 menit

kemudian dibilas dengan aquades steril. Selanjutnya dikeringkan anginkan di atas

tissue steril. Masing-masing potongan sampel yang sudah kering kemudian ditata
pada medium potato dextrose agar (PDA) di dalam cawan petri steril, kemudian

diinkubasikan pada suhu 25 0C di dalam laboratorium selama 2x24 jam. Untuk

selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap jamur yang tumbuh.

3.4.4 Pemurnian

Pemurnian dilakukan untuk memisahkan koloni jamur. Koloni jamur yang

tumbuh di sekeliling sampel dimurnikan berdasarkan morfologi makroskopik yang

dapat diamati dari warna serta pertumbuhan koloni jamur. Diambil jamur

menggunakan skalpel, kemudian diinokulasikan dalam medium PDA. Diinkubasi

selama 5-7 hari, jika pada saat pengamatan ditemukan pertumbuhan koloni yang

berbeda secara makroskopis maka dipisahkan kembali hingga diperoleh isolat

jamur yang murni.

3.4.5 Pengamatan dan Identifikasi

Serangga yang tertangkap dari lapangan ada yang sudah diidentifikasi secara

langsung dan ada yang belum dapat diidentifikasi. Serangga yang belum

teridentifikasi, diidentifikasi di UPT Laboratorium Bioscience, Universitas Nusa

Cendana.

Pengamatan dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan

makroskopis meliputi kecepatan pertumbuhan (lamanya memenuhi cawan petri

berdiameter 9 cm), warna koloni, dan bentuk koloni. Pengamatan mikroskopis

meliputi hifa (ada tidaknya sekat), ada tidaknya spora/konidia, warna dan bentuk

spora/konidia, ukuran spora/konidia, dan struktur penunjang lainnya. Pengamatan

secara mikroskopis dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 x

dan 40 x , ciri-ciri setiap isolat dibandingkan berdasarkan kunci determinasi pada


atlas of entomopathogenic fungi (Samson dkk 1996). Selanjutnya dilakukan

pengambilan gambar dari masing-masing isolat dengan menggunakan kamera

untuk diidentifikasi.

Isolat yang telah dimurnikan diambil dengan isolat pada ujung isolat yang

telah tumbuh, kemudian ditempelkan pada kaca preparat lalu diletakkan pada

mikroskop untuk diidentifikasi jenis patogen. Identifikasi secara mikroskopis

menggunakan kunci identifikasi menurut Ilustrated Genera of Imperfect Fungi

(Burnett & Hunter, 1998).

3.5 Analisis Data

3.5.1 Metode Indentifikasi Hama

Indeks Keanekaragaman Shanon and weaner dapat diukur dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑛𝑖 𝑛𝑖
H’ = − ∑ 𝑁 ln 𝑁

Pi 𝑛𝑖
= 𝑁

Keterangan :

H’ : Indeks Keanekaragaman Shanon and weaner

ni : Jumlah jenis individu dari jenis ke i

N : Jumlah total individu dari seluruh jenis spesies

Pi : Proporsi dari jumlah individu jenis i dengan jumlah individu dari seluruh jenis

spesies
3.5.2 Insidensi Penyakit

Untuk menghitung insidensi penyakit dapat menggunakan rumus :

𝐴1
𝐼= × 100%
𝐴2

Keterangan :

I : insidensi penyakit

A1 : jumlah tanaman terinfeksi

A2 : jumlah tanaman yang diamati


DAFTAR PUSTAKA

Adiwasa, Berri. 2017. Identifikasi Busuk Akar Tanaman Kopi (Coffea sp.)
Dari Ulubelu, Tanggamus dan Skrining Jamur Trichoderma spp.
Sebagai Antagonisnya. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas
Lampung.

Agussalim. 2008. Hama dan Penyakit Pada Tanaman Kakao dan Cara
Pengendaliannya. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian.

Andis, Sastri. 2020. Intensitas Kerusakan Oleh Penggerek Batang Kopi


(Zeuzera coffeae) Pada Varietas Kopi Arabica dan Robusta di
Kecamatan Pocoranaka Timur Kabupaten Manggarai Timur.Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Nusa Cendana Kupang.

Arneson, P.A dan Emeritus. 2015. Hemileia vastatrix Berkeley dan Broome.
Departemen of Plant Pathology.Cornel University.

BPS Alor. 2019. Alor Dalam Angka 2018. BPS Kabupaten Alor. 2018

Ernawati, F dan E Hidayani. 2014. Perkembangan Hama PBKo pada


Tanaman Kopi. Jombang: Bidang Proteksi Balai BesarPerbenihan dan
Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya.

Faizah, Nuril. 2018. Potensi Kapanag Trichoderma spp. Sebagai Pengendali


Hayati Terhadap Kapang Patogen Tular Tanah Rhizoctonia solani
Secara In Vitro (Dimanfaatkan Sebagai Sumber Belajar Biologi).
Skripsi.Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.Universitas
Muhamadiyah Malang.

Farahdilla, Dina. 2018. Potensi Antagonisme Actinomycetes Dari Rizosfer


Tanaman Kopi (Coffea sp.) Terhadap Patogen Cercospora coffeicola
Penyebab Bercak Daun Pada Tanaman Kopi. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Brawijaya Malang.
Florina, Dini., Dono, Wahyuno., dan Siswanto. 2017. Kepekaan Erythricum
salmonicolor Penyebab Penyakit Jamur Upas pada Kemiri Sunan
Terhadap Suhu, Cahaya, dan Fungisida.Jurnal Vitopatologi
Indonesia.Volume 13.Nomor 2.

Filho de Melo Virginio, E. 2019. Prevention and Control of Coffeae Leaf


Rust Handbook of Best Practies for Extension Agents and Facilitators.
Tropical Agricultural Research and Higher Education Center.

Greco dan Wright. 2015. Ekologi, Biologi, dan Pengelolaan Xylosandrus


compactus (Coleoptera: Curculionidae: Scolytinae) Dengan
Penekanan Pada Kopi di Hawaii. J. Integ Manajemen Hama. 6 (1): 7.

Harni, Rita., Samsudin., Amaria, Widi., Indriati, Gusti., Soesanthy, Funny.,


Khaerati., Taufiq, Efi, Hasibuan, M.A., dan Hapsari, D.A. 2018.
Teknologi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Jakarta:
IAARD Press.

Harni, Rita dan Amaria Widi.2011. Penyakit Jamur Akar Putih dan Cokelat
Pada Jambu Mete dan Strategi Pengendaliannya. Buletin RISTRI Vol 2
(2).

Hardaningsih, Sri. dan Sumartini. 2015. Penyakit-penyakit Penting yang


Disebabkan Oleh Jamur Pada Kacang Tanah dan Cara
Pengendaliannya. Monograf Balitkabi No. 13.

Harsojo, Ambarwati dan Tjokrosoedarmo. 1986. Biologi Jamur Upas. Ilmu


Pert. (Agric. Sci )4 (3).

Irwansyah, Bambang .2019. Persepsi Petani dalam Budidaya Kopi Organik di


Kecamatan Pematang Sidanamik Kabupaten Simalungun, Tugas
Akhir Mahasiswa, Jurusan Perkebunan asal Politeknik Pembangunan
Pertanian Medan.

Isman.Febrina 2018. Analisis kemurnian serbuk kopi dengan metode nir-


kemometrik.Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Jember.
Jannah, Miftahul. 2017. Komposisi Spesies Parasitoid Hama Bubuk Kopi
(Hypothenemus hampei Ferr). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas
Jember.

Kalshoven. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Laan PA van der,


Penerjemah Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeven. Terjemahan dari: De
Plagen van de Culture Gewassen in Indonesia. P.T Ichtiar Baru.
Jakarta.

Laumal, Folkes., Wabang, Jhon., Plaimo, Edi., Suharto, Raden. 2019.


Sinergitas Kelompok Tani, Produsen, Pasar dan Pemerintah Daerah
Terhadap Kesinambungan Pengolahan Kopi Kemasan Sebagai Produk
Unggulan Daerah. Jurnal Industri Kreatif Kewirausaan. Vol 2, No. 1.

Mahfud, C. M. 2011.Teknologi dan Strategi Pengendalian Penyakit Karat


Daun Untuk Meningkatkan Produksi Kopi Nasional.Jakarta
Selatan.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Muliasari, Ade., Suwarto., dan Syamsir, Nurfaaqna. 2016. Pengendalian


Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Pada
Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L.) di Kebun Rante Karua,
Tana Toraja, Sulawesi Selatan.Prosiding Seminar Nasional Lahan
Basah Jilid 1: 150-155.

Munawaroh, Ayu., Alfarisih, Alif., Diani, Cindra., Desinta, Rahma.,


Nurazizah, Syifa., dan Priyanti. 2021. Penyakit yang Menyerang Buah
Kopi (Coffea spp) Disease Affecting Cherry Coffea (Coffea spp).
Prosiding Semnas Bio.Inovasi Riset Biologi Dalam Pendidikan dan
Pengembangan Sumber Daya Lokal.

Najiyati, S dan Danarti. 2012. Kopi, Budidaya dan Penanganan Lepas Panen.
Jakarta: PT. Penebar Swadaya.

Neneng, Kurniati. 2021. Pengaruh Pemangkasan Terhadap Perkembangan


Populasi Kutu Hijau (Coccus viridis Green) Pada Tanaman Kopi
Arabika (Coffea arabica) di Desa Betteng Deata, Kecamatan
Gandangbatu Sillanan, Kabupaten Tana Toraja.Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Hasanuddin Makasar.

Nugroho, S.A. 2019. Pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus


sp.) Pada Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabika L.) Dengan
Menggunkan Trichoderma harzianum Rifai dan Vesicular-Arbuscular
Mycorhiza (VAM).Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas
Muhamadiyah Malang.

Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan
Robusta.Jakarata; Penebar Swadaya.

Rismayani., Rubiyo., dan Ibrahim Dewi Sari Meynarti. 2013. Dinamika


Populasi Kutu Tempurung (Coccus viridis) dan Kutu Daun (Aphis
gossypii) Pada Tiga Varietas Kopi Arabika (Coffea Arabica).Jurnal
Littri. 19 (4). Hlm. 159-166.

Samsudin dan F. Soesanthy. 2014. Hama Penggerek Kopi dan


Pengendaliannya :Inovasi Teknologi Tanaman Kopi Untuk
Perkebunan Rakyat. Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar:
Sukabumi.

Siska. 2018. Serangan Karat Daun Kopi (Hemileia vastatrix B et Br) pada
Atanaman Kopi Arabika di Perkebunan Rakyat Kabupaten
Mandailimg Natal Sumatera Utara. Talenta Conference Series:
Agricultural & Natural Resources (ANR). Volume 1. Page 082-086.

Soetartiningsih., Akil, M., dan Andayani, N.N. 2015. Cendawan Tular Tanah
(Rhizoctonia solani) Penyebab Busuk Pelepah pada Tanaman Jagung
dan Sorgum Dengan Komponen Pengendaliannya.Iptek Tanaman
Pangan Vol. 10 No. 2.

Sugiarti, Lia. 2019. Identifikasi Hama dan Penyakit Pada Tanaman Kopi di
Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan Universitas Winaya
Mukti.Jurnal Agrowiralodra. Volume 2.Nomor 1.
Sumartini.2011. Penyakit Tular Tanah (Sclerotium rolfsii dan Rhizoctonia
solani) pada Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Serta Cara
Pengendaliannya.Jurnal Litbang Pertanian 31 (1).

Supriadi, Handi dan EA Hadad. M. 2012. Potensi Pengembangan Tanaman


Kopi di Kabupaten Alor.

Syahnen., Roma, Ida., dan Pinem Ekanita. 2018. Mengenal dan Mengatasi
Gangguan Hama Penggerek Batang/Cabang Merah (Zeuzera coffeae
Nietn) Pada Tanaman Kopi dan Kakao. Medan: Balai Besar
Pembenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan.

Talhinhas, Pedro., Batista, Pedro., Diniz, Ines., Vieira, Ana., Silva N.D.,
Loureiro, Andreia., Tavares, Silvia., Pereira, Paula., Azinheira,
Helena., Guerra-Guimaraes, Leonor., Varzea,Vitor., dan Silva. 2017.
The Coffeae Leaf Rust Pathogen Hemileia vastatrix: One and Half
Centuries Around the Tropics. Molecular Plant Pathology. 18 (8),
1039-1051.

Wati, Cheppy., Arsi., Karenina, Tili., Riyanto., Nirwanto, Yogi., Nurcahya,


Intan., Melani, Dewi., Astuti, Dwi., Septiani, Dewi., Purba F.R.S.,
Ramdan P.E., dan Nurul, Dwiwiyati. 2021. Hama dan Penyakit
Tanaman. Bogor: Yayasan Kita Menulis.

Anda mungkin juga menyukai