Anda di halaman 1dari 190

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR


JL. JENDERAL AHMAD YANI NO. 118, SURABAYA
12, 13 DAN 17 MEI 2022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA

2022
DAFTAR NAMA MAHASISWA
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER PERIODE LIX
PESERTA PKPA PEMERINTAHAN
DINAS KESEHATAN

1. Adam Bilal Utama, S.Farm. NPM. 2448721083


2. Ainur Rochma, S.Farm. NPM. 2448721084
3. Andreas Tungky Wijaya, S.Farm. NPM. 2448721085
4. Angelina Clarista Rendo Tani, S.Farm. NPM. 2448721086
5. Anis Kurniawati, S.Farm. NPM. 2448721087
6. Ari Handoko, S.Farm. NPM. 2448721088
7. Aura Yunita Cantika Dewi, S.Farm. NPM. 2448721089
8. Claudia Oktoviana Buce, S.Farm. NPM. 2448721090
9. Definta Anisa Tamara Cahyono, S.Farm. NPM. 2448721091
10. Destia Nova Simanjuntak, S.Farm. NPM. 2448721092
11. Elisa, S.Farm. NPM. 2448721093
12. Fecky Fernando Fredericktho, S.Farm. NPM. 2448721094
13. Felicia, S.Farm. NPM. 2448721095
14. Firman Sandi Gunawan, S.Farm. NPM. 2448721096
15. Flora Raliana Mauryn, S.Farm. NPM. 2448721097
16. Indah Permata Sari, S.Farm. NPM. 2448721098
17. Indah Stevany Putri, S.Farm. NPM. 2448721099
18. Ivana Permata Kurniadi, S.Farm. NPM. 2448721100
19. Khaterine Irene Phuk, S.Farm. NPM. 2448721101
20. Lady Laurensia Dermawan Setia Budi, S.Farm. NPM. 2448721102
21. Lenny Novita, S.Farm. NPM. 2448721103
22. Lisa Elis Long, S.Farm. NPM. 2448721104
23. Maria Yuniarti Fontaine Wagut, S.Farm. NPM. 2448721105
24. Maria Imaculata Bora, S.Farm. NPM. 2448721106
DAFTAR NAMA MAHASISWA
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER PERIODE LIX
PESERTA PKPA PEMERINTAHAN
DINAS KESEHATAN

25. Maria Melisa Tan Bak, S.Farm. NPM. 2448721107


26. Maria Rindang Pratiwi, S.Farm. NPM. 2448721108
27. Maria Rosari Dua Loke, S.Farm. NPM. 2448721109
28. Maria Roswita Peni Huar, S.Farm. NPM. 2448721110
29. Marthiasari Dini Rasio, S.Farm. NPM. 2448721111
30. Melisa Sugianto, S.Farm. NPM. 2448721112
31. Mentari Listya, S.Farm. NPM. 2448721113
32. Merry Yaulanda Herlambang, S.Farm. NPM. 2448721114
33. Ni Putu Pirna Wijayanti, S.Farm. NPM. 2448721115
34. Nofryanti Tameon, S.Farm. NPM. 2448721116
35. Puspita Dewi Agustina, S.Farm. NPM. 2448721117
36. Putu Arya Krisbawanda, S.Farm. NPM. 2448721118
37. Putu Dyah Ayu Sri Maha Laksmi, S.Farm. NPM. 2448721119
38. Putu Ena Sasmitha, S.Farm. NPM. 2448721120
39. Retno Setiyorini, S.Farm. NPM. 2448721121
40. Reyner Alvin Wijaya, S.Farm. NPM. 2448721122
41. Sherlilyta Stiara Dewi, S.Farm. NPM. 2448721123
42. Shinta Dwi Amalia, S.Farm. NPM. 2448721124
43. Skolastika Daresi Lawang, S.Farm. NPM. 2448721125
44. Stefan Michael Hans, S.Farm. NPM. 2448721126
45. Sylvia Husen, S.Farm. NPM. 2448721127
46. Tania Anggela Anggraini, S.Farm. NPM. 2448721128
47. Umrotul Mahfudhoh, S.Farm. NPM. 2448721129
48. Utari Andini, S.Farm. NPM. 2448721130
DAFTAR NAMA MAHASISWA
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER PERIODE LIX
PESERTA PKPA PEMERINTAHAN
DINAS KESEHATAN

49. Vania Amanda, S.Farm. NPM. 2448721131


50. Vidiya Khastrena Kusuma Andani, S.Farm. NPM. 2448721132
51. Viola Margaretha Joseph Wirawan, S.Farm. NPM. 2448721133
52. Virginia Chrysanta Maria Rosari P., S.Farm. NPM. 2448721134
53. Yayan Sunyana, S.Farm. NPM. 2448721135
54. Yohana Maria Vianney Prastica A., S.Farm. NPM. 2448721136
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat, kebaikan, serta hikmat-Nya sehingga Laporan PraktIk Kerja
Profesi Apoteker yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Surabaya
secara daring dapat terlaksana dengan baik. Praktik Kerja Profesi Apoteker
dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. dr. Erwin Astha Triyono, Sp. PD., K-PTI. selaku kepala
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang telah memberikan izin
pelaksanaan Praktik Kerja Profesi di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur.
2. Ibu drg. Lili Aprilianti selaku kepala Bidang Sumber Daya
Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang telah memberikan kesempatan
untuk melaksanakan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
3. Ibu Susilo Ari Wardani, S.Si., Apt., M.Kes. selaku Kepala Seksi
Kefarmasian Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang telah
memberikan kesempatan dalam melakukan Praktik Kerja Profesi
Apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan telah
membimbing selama pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker
dan selama penyusunan laporan.
4. Ibu Nurul Jannatul Firdausi, S.KM selaku Koordinator PKPA
mahasiswa profesi Apoteker Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang telah
memberikan kesempatan dalam melakukan Praktik Kerja Profesi
Apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

i
ii

5. Bapak apt. Drs. Kuncoro Foe, Ph.D., selaku Rektor Universitas


Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah menyediakan fasilitas
sehingga proses dalam menempuh Pendidikan Profesi Apoteker di
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya dapat berjalan
dengan baik.
6. Ibu apt. Sumi Wijaya, S.Si., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya atas kesempatan dan
fasilitas yang diberikan dalam pelaksanaan Praktik Kerja Profesi
Apoteker.
7. Ibu apt. Restry Sinansari, S.Farm., M.Farm. dan apt. Ida Ayu Andri
P. S.Farm., M.Farm. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi
Profesi Apoteker Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam pelaksanaan Praktik
Kerja Profesi Apoteker.
8. Bapak apt. Henry Kurnia Setiawan, S.Si., M.Si. selaku Koordinator
Praktik Kerja Profesi Apoteker Bidang Pemerintahan yang telah
meluangkan waktu untuk mendampingi selama pelaksanaan Praktik
Kerja Profesi Apoteker.
9. Teman-teman Program Studi Profesi Apoteker Periode LIX
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah bersama-
sama bekerja untuk membuat laporan ini dengan baik.
10. Seluruh staf Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang telah
mendampingi, membimbing serta memberikan materi selama
pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker.
11. Berbagai pihak yang telah memberikan dukungan secara langsung
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari kekurangan dalam penulisan laporan ini,
sehingga penulis mengharapkan kritik serta saran yang dapat menjadi
iii

perbaikan di masa mendatang. Semoga Laporan Praktik Kerja Profesi


Apoteker Bidang Pemerintahan ini dapat bermanfaat bagi rekan – rekan
sejawat serta masyarakat

Surabaya, 26 Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................iv
DAFTAR TABEL ................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. x
BAB 1. PENDAHULUAN .........................................................................1
1.1 Latar Belakang ...................................................................1
1.2 Tujuan Kegiatan ................................................................ 3
1.3 Manfaat Kegiatan............................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5
2.1 Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur ................................................................................. 5
2.2 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur ................................................................................. 5
2.3 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur ...................................................................... 11
2.4 Kelompok Jabatan Fungsional ......................................... 12
BAB 3. HASIL KEGIATAN .................................................................... 14
3.1 Kegiatan Hari Kamis, 12 Mei 2022 .................................. 14
3.1.1 Materi Pertama : Profil Dinas Kesehatan (Visi,
Misi, dan SOTK), Perencanaan, dan Penganggaran
........................................................................... 14
3.1.2 Materi Kedua : Program Pelayanan Kesehatan
Tradisional ......................................................... 23
3.1.3 Materi Ketiga : Program Kesehatan Primer......... 29

iv
v

Halaman
3.1.4 Materi Keempat : Program Pelayanan Kesehatan
Rujukan.............................................................. 39
3.1.5 Materi Kelima : Program Sumber Daya Manusia
Kesehatan........................................................... 45
3.2 Kegiatan Hari Jumat, 13 Mei 2022 ................................... 57
3.2.1 Materi Pertama : Program Pencegahan dan
Pengendalian Tuberculosis (TBC) ...................... 57
3.2.2 Materi Kedua : Program Pencegahan dan
Pengendalian HIV/AIDS .................................... 63
3.2.3 Materi Ketiga : Program Pencegahan dan
Pengendalian Kusta ............................................ 70
3.2.4 Materi Keempat : Program Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis
........................................................................... 77
3.2.5 Materi Kelima : Program Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular : Hipertensi
dan Diabetes Mellitus ......................................... 84
3.2.6 Materi Keenam : Program Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular : Kesehatan
Jiwa.................................................................... 92
3.3 Kegiatan Hari Selasa, 17 Mei 2022 .................................. 96
3.3.1 Materi Pertama : Program Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular : Napza
........................................................................... 96
3.3.2 Materi Kedua : Program Surveilans .................. 103
3.3.3 Materi Ketiga : Program Imunisasi ................... 105
3.3.4 Materi Keempat : Program Penyehatan
Lingkungan, Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3)
......................................................................... 119
3.3.5 Materi Kelima : Program Promosi Kesehatan ... 125
3.3.6 Materi Keenam : Program Kesehatan dan Gizi
Masyarakat ....................................................... 137
vi

Halaman
BAB 4. KESIMPULAN ......................................................................... 148
BAB 5. SARAN ..................................................................................... 150
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 151
LAMPIRAN ........................................................................................... 155
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Data SDMK di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Jawa Timur
tahun 2022 per 04 April 2021 ............................................. 51
Tabel 3.2 Tabel Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 ......................... 60
Tabel 3.3 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2 ................................... 61
Tabel 3.4 Tabel Dosis kombinasi pada TB anak ................................. 61
Tabel 3.5 Stadium Klinis .................................................................... 64
Tabel 3.6 PPIA (Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak).................. 68
Tabel 3.7 Pola Penangangan HIV AIDS dan PIMS............................. 69
Tabel 3.8 Tanda-Tanda Kusta pada Tipe Pausibasiler (PB) dan
Multibasiler (MB) ............................................................... 71
Tabel 3.9 Pemberian MDT Tipe PB Berdasarkan Golongan Umur ..... 73
Tabel 3. 10 Pemberian MDT Tipe MB Berdasarkan Golongan Umur .... 74
Tabel 3.11 Efek Samping Obat MDT dan Penanganannya.................... 75
Tabel 3.12 Pengobatan pada Penderita Kusta dengan Keadaan
Khusus ............................................................................... 75
Tabel 3.13 Perbedaan Reaksi Ringan dan Berat Pada Reaksi Tipe 1
dan 2................................................................................... 76
Tabel 3.14 Klasifikasi Hipertensi ......................................................... 85
Tabel 3.15 Gambaran Upaya Penanganan NAPZA ............................... 99
Tabel 3.16 Klasifikasi NAPZA Berdasarkan Cara penggunaan ........... 100
Tabel 3.17 Klasifikasi NAPZA Berdasarkan Efek dan Penggunaan .... 100
Tabel 3.18 Jenis Imunisasi ................................................................. 110
Tabel 3.19 Imunisasi Dasar Pada Bayi dan Lanjutan pada Baduta ...... 110
Tabel 3.20 Imunisasi Lanjutan pada WUS .......................................... 111
Tabel 3.21 Imunisasi Dasar Lengkap .................................................. 112
Tabel 3.22 Perbandingan Refrigerator Buka Atas dan Buka Depan .... 114
Tabel 3. 23 Penggolongan Berdasarkan Sensitivitas terhadap Suhu ..... 116

vii
viii

Halaman
Tabel 3.24 Suhu Penyimpanan Vaksin ............................................... 117
Tabel 3.25 Masa Pemakaian Vaksin Sisa (Vial Terbuka) .................... 118
Tabel 3.26 Indeks Antropometri ......................................................... 140
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur ................................................................... 13
Gambar 3.1 Casecading Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur (Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur, 2021) ....................................................... 22
Gambar 3.2 Konsep Bimbingan Monitoring dan Evaluasi kesiapan RS
dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 .......................... 45
Gambar 3.3 Sumber Daya Manusia untuk Kesehatan : Ketersediaan,
Aksesibilitas, Akseptabilitas, Kualitas, dan Cakupan yang
Efektif ........................................................................... 47
Gambar 3.4 Keadaan Apoteker di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Fasyankes) Jawa Timur berdasarkan Data SI SDMK per
31 Desember 2021 ........................................................ 52
Gambar 3.5 Distribusi Apoteker di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Fasyankes) Jawa Timur berdasarkan Data SI SDMK per
31 Desember 2021 ........................................................ 52
Gambar 3.6 Strategi Tes Diagnosis HIV untuk Usia ≥ 18 Tahun....... 65
Gambar 3.7 Obat MDT tipe PB a) Blister PB Dewasa; b) Blister PB
Anak ............................................................................. 73
Gambar 3.8 Obat MDT Tipe MB a) Blister PB Dewasa; b) Blister PB
Anak ............................................................................. 74
Gambar 3.9 Periode Demam Penyakit DBD ..................................... 80
Gambar 3.10 Mekanisme Penanganan Kasus Orang dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ) ................................................................. 94

ix
x

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran1A. Daftar Pertanyaan Pada Hari Kamis, 12 Mei 2022 ............ 155
Lampiran2B. Daftar Pertanyaan Pada Hari Jumat, 13 Mei 2022.............. 164
Lampiran3C. Daftar Pertanyaan Hari Selasa, 17 Mei 2022 ..................... 169
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia
karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam
melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Menurut World Health Organization
(WHO) tahun 2013, menyatakan bahwa sehat merupakan suatu keadaan
kondisi fisik, mental dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu kesatuan
dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Selain itu, menurut
Kementrian Kesehatan RI tahun 2021, menyatakan kesehatan merupakan hal
yang sangat diinginkan oleh semua makhluk hidup di muka bumi ini. Karena
kondisi tubuh yang sakit, akan membuat seseorang menjadi tidak produktif
dan bisa mendapatkan risiko kematian. Hal ini juga mengacu pada Undang-
Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, sehat didefinisikan sebagai
suatu keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Dan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
akses atas kesehatan serta memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu dan terjangkau. Pemerintah Indonesia bertanggung jawab dalam
merencanakan, mengatur, membina, menyelenggarakan dan mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat. Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab atas ketersediaan
lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi
masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Upaya kesehatan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan dengan tujuan untuk meningkatkan derajat

1
2

kesehatan setinggi-tingginya pada masyarakat. Kegiatan yang dilakukan


dalam upaya kesehatan meliputi pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan (UU RI No. 36
Tahun 2009). Dalam melakukan upaya kesehatan, apoteker merupakan salah
satu tenaga kesehatan yang juga berperan penting dalam melakukan
pembangunan kesehatan di bidang pemerintahan. Apoteker ditunjuk sebagai
penanggung jawab dalam pelayanan kefarmasian di bidang pemerintahan.
Apoteker bertugas menjamin tersedianya sediaan farmasi dengan jenis dan
jumlah yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan mutu yang terjamin,
menjamin sediaan farmasi dapat tersebar secara merata, serta meningkatkan
rasionalitas penggunaan obat (PP No.51 Tahun 2009).
Pemerintah daerah di limpahkan sebagian kewenangan oleh
pemerintah pusat dalam melaksanakan tanggung jawab di bidang kesehatan
melalui sistem otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kepentingan
masyarakat. Dalam pelaksanaannya, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
memiliki peran sebagai salah satu unsur pelaksana otonomi daerah di bidang
kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur secara struktural
bertanggung jawab kepada Gubernur Jawa Timur dan secara fungsional
berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan RI demi mewujudkan upaya
kesehatan masyarakat. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur memiliki
tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan 3 sasaran yaitu:
meningkatkan status kesehatan keluarga, meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan dan meningkatkan akuntabilitas kinerja dinas kesehatan. Dalam
pelaksanaannya Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dibantu oleh 4 bidang,
diantaranya Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Bidang Pencegahan
Pengendalian Penyakit, Bidang Pelayanan Kesehatan dan Bidang Sumber
Daya Kesehatan.
3

Untuk mengetahui dan memahami peran dan fungsi apoteker pada


sektor pemerintahan khususnya pada Dinas Kesehatan, maka calon apoteker
membutuhkan program praktik kerja yang dapat memberikan pengalaman
kerja, pengetahuan dan gambaran peran apoteker pada sektor pemerintahan.
Oleh karena itu, Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya bekerja sama dengan Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur dengan dilaksanakannya Praktik Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung pada tanggal 12, 13 dan 17 Mei
2022 secara daring. Dengan demikian diharapkan mahasiswa calon apoteker
dapat mengetahui dan memahami tugas dan fungsi Dinas Kesehatan serta
mampu menerapkan ilmu yang telah didapatkan saat PKPA pada dunia kerja
nantinya.

1.2 Tujuan Kegiatan


Tujuan pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker di
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur secara daring adalah:
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi,
posisi dan tanggung jawab dalam lembaga kesehatan pemerintah.
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan
dan keterampilan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dalam
lembaga kesehatan pemerintah.
3. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja
sebagai tenaga farmasi yang profesional, berwawasan luas dan
bertanggungjawab.

1.3 Manfaat Kegiatan


Manfaat pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker di
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur secara daring adalah:
4

1. Mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab apoteker


dalam lembaga kesehatan pemerintah.
2. Mendapatkan pengetahuan dan wawasan secara daring mengenai
pekerjaan kefarmasian agar dapat diterapkan dalam dunia kerja.
3. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang
profesional.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur


Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu unsur
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang kesehatan di
Jawa Timur yang dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi yang
bertanggung jawab kepada Gubernur Jawa Timur. Menurut Peraturan
Gubernur Nomor 89 Tahun 2021 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi,
Uraian Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur mempunyai tugas membantu
Gubernur melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Provinsi di bidang Kesehatan serta tugas pembantuan dan
menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan di bidang kesehatan;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan;
c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan;
d. Pelaksanaan administrasi Dinas di bidang kesehatan; dan
e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Gubernur terkait
dengan tugas dan fungsinya.

2.2 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur


Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dapat
dilihat pada Gambar 2.1. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya,
Dinas Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang terdiri atas:
1. Sekretariat
Sekretariat mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan,
mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan administrasi umum,

5
6

kepegawaian, perlengkapan, penyusunan program, keuangan, hubungan


masyarakat dan protokol. Untuk melaksanakan tugas dimaksud, Sekretaris
mempunyai fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan analisis determinan kesehatan;
b. Pengelolaan pelayanan administrasi umum dan perizinan;
c. Pengelolaan administrasi kepegawaian;
d. Pengelolaan administrasi keuangan;
e. Pengelolaan administrasi perlengkapan;
f. Pengelolaan aset dan barang milik negara;
g. Pengelolaan urusan rumah tangga, hubungan masyarakat dan
protokol;
h. Pelaksanaan koordinasi penyusunan program, anggaran dan
perundang- undangan;
i. Pelaksanaan koordinasi penyelesaian masalah hukum (non yustisia)
di bidang kepegawaian;
j. Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan tugas bidang;
k. Pengelolaan kearsipan dan perpustakaan;
l. Pelaksanaan monitoring serta evaluasi organisasi dan tatalaksana;
dan
m. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.

2. Bidang kesehatan masyarakat


Bidang Kesehatan Masyarakat mempunyai tugas melaksanakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional serta koordinasi di bidang
kesehatan keluarga dan gizi masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan
masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan kesehatan olahraga.
Untuk melaksanakan tugas dimaksud, Bidang Kesehatan Masyarakat
mempunyai fungsi:
7

a. Penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang kesehatan


keluarga dan gizi masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan
masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan kesehatan
olahraga.
b. Penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang kesehatan
keluarga dan gizi masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan
masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan kesehatan
olahraga.
c. Pelaksanaan koordinasi di bidang kesehatan keluarga dan gizi
masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat,
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan kesehatan olahraga.
d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang kesehatan
keluarga dan gizi masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan
masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan kesehatan
olahraga.
e. Pemantauan evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan keluarga
dan gizi masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat,
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan kesehatan olahraga.
f. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan kepala dinas.

Bidang kesehatan masyarakat terdiri dari 2 seksi, yaitu:


a. Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat
b. Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga

3. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mempunyai tugas
melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, koordinasi
serta evaluasi di bidang surveilans dan imunisasi, pencegahan dan
8

pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak


menular dan kesehatan jiwa. Untuk melaksanakan tugas dimaksud, Bidang
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mempunyai fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang surveilans epidemiologi
dan karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit menular,
penyakit tular vektor, penyakit zoonotik dan penyakit tidak menular,
upaya kesehatan jiwa dan NAPZA.
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang surveilans epidemiologi dan
karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit
tular vektor, penyakit zoonotik dan penyakit tidak menular, upaya
kesehatan jiwa dan NAPZA.
c. Pelaksanaan koordinasi di bidang surveilans epidemiologi dan
karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit
tular vektor, penyakit zoonotik dan penyakit tidak menular, upaya
kesehatan jiwa dan NAPZA.
d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang surveilans
epidemiologi dan karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit
menular, penyakit tular vektor, penyakit zoonotik dan penyakit tidak
menular, upaya kesehatan jiwa dan Narkotika, Psikotropika dan
NAPZA.
e. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang surveilans
epidemiologi dan karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit
menular, penyakit tular vektor, penyakit zoonotik, dan penyakit
tidak menular, upaya kesehatan jiwa dan NAPZA.
f. Pelaksanaan tugas–tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.

Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit terdiri dari 2 seksi yaitu:


a. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
9

b. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan


Kesehatan Jiwa

4. Bidang pelayanan kesehatan


Bidang Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, koordinasi serta evaluasi
di bidang pelayanan kesehatan primer, pelayanan kesehatan rujukan,
pelayanan kesehatan tradisional, fasilitas pelayanan kesehatan, mutu dan
akreditasi, kecelakaan lalu lintas, jaminan kesehatan serta penanggulangan
bencana bidang kesehatan. Untuk melaksanakan tugas dimaksud, Bidang
Pelayanan Kesehatan mempunyai fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang pelayanan
kesehatan primer, pelayanan kesehatan rujukan, pelayanan
kesehatan tradisional dan jaminan kesehatan.
b. Penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang pelayanan
kesehatan primer, pelayanan kesehatan rujukan, pelayanan
kesehatan tradisional fasilitas pelayanan kesehatan, mutu dan
akreditasi, kecelakaan lalu-lintas.
c. Penanggulangan bencana bidang kesehatan, dan jaminan kesehatan.
d. Pelaksanaan koordinasi di bidang pelayanan kesehatan primer,
pelayanan kesehatan rujukan, pelayanan kesehatan tradisional
fasilitas pelayanan kesehatan, mutu dan akreditasi, kecelakaan lalu-
lintas, penanggulangan bencana bidang kesehatan dan jaminan
kesehatan.
e. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi, di bidang pelayanan
kesehatan primer, pelayanan kesehatan rujukan, pelayanan
kesehatan tradisional fasilitas pelayanan kesehatan, mutu dan
10

akreditasi, kecelakaan lalu-lintas, penanggulangan bencana bidang


kesehatan serta jaminan kesehatan.
f. Pemantauan evaluasi, dan pelaporan di bidang pelayanan kesehatan
primer, pelayanan kesehatan rujukan, pelayanan kesehatan
tradisional fasilitas pelayanan kesehatan, mutu dan akreditasi,
kecelakaan lalu-lintas, penanggulangan bencana bidang kesehatan
dan jaminan kesehatan.
g. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.

Bidang pelayanan kesehatan terdiri dari 2 seksi, yaitu:


a. Seksi Pelayanan Kesehatan Primer
b. Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan

5. Bidang sumber daya kesehatan


Bidang Sumber Daya Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang Kefarmasian,
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga serta Sumber
Daya Manusia Kesehatan. Untuk melaksanakan tugas dimaksud, Bidang
Sumber Daya Kesehatan mempunyai fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang kefarmasian,
alat kesehatan dan sumber daya manusia kesehatan.
b. Penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang
kefarmasian, alat kesehatan dan sumber daya manusia kesehatan.
c. Pelaksanaan koordinasi di bidang kefarmasian, alat kesehatan dan
sumber daya manusia kesehatan.
d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang kefarmasian,
alat kesehatan dan sumber daya manusia kesehatan.
11

e. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang kefarmasian, alat


kesehatan dan sumber daya manusia kesehatan.
f. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.

Bidang Sumber Daya Kesehatan terdiri dari 2 seksi yaitu:


a. Seksi Kefarmasian
b. Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan

2.3 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa


Timur
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 56 Tahun 2018 tentang
Nomenklatur, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Bahwa
UPT Dinas Kesehatan Provinsi bertanggungjawab terhadap pelayanan
kesehatan untuk penyakit khusus, pengembangan pengobatan tradisional,
pelatihan petugas kesehatan dan pendidikan tertentu. Struktur organisasi UPT
terdiri dari Kepala dan KTU. UPT Dinas Kesehatan terdiri dari:
a. UPT Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu.
b. UPT Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan.
c. UPT Rumah Sakit Kusta Kediri.
d. UPT Rumah Sakit Kusta Sumberglagah Mojokerto.
e. UPT Rumah Sakit Paru Dungus Madiun.
f. UPT Rumah Sakit Paru Surabaya.
g. UPT Rumah Sakit Paru Manguharjo Madiun.
h. UPT Rumah Sakit Paru Jember.
i. UPT Rumah Sakit Mata Masyarakat Jawa Timur.
j. UPT Pelatihan Kesehatan Masyarakat Murnajati.
k. UPT Laboratorium Herbal Materia Medica Batu.
12

l. UPT Akademi Gizi Surabaya.


Selain UPT sebagaimana dimaksud diatas, UPT Dinas di bidang
kesehatan berupa Rumah Sakit daerah Provinsi sebagai unit organisasi
bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara profesional serta
bekerja secara otonom dalam tata kelola RS dan Klinik serta menerapkan
PPK BLUD (Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah).

2.4 Kelompok Jabatan Fungsional


Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah tenaga dalam
jenjang jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai
dengan bidang keahliannya. Berikut ini merupakan kelompok jabatan
fungsional:
a. Dokter
b. Apoteker
c. Bidan
d. Perawat dan Epidemiolog
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
(Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 89 Tahun 2021)

13
BAB 3
HASIL KEGIATAN

Pada tanggal 12, 13, dan 17 Mei 2022 telah dilaksanakan kegiatan
Praktik Kerja Profesi Apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur pada
bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan (PSDK). Selama kegiatan
PKPA penulis mendapatkan penjelasan tentang profil Dinas Kesehatan
provinsi Jawa Timur baik visi, misi, Susunan Organisasi dan Tata Kelola
(SOTK), perencanaan, dan penganggaran, serta materi tentang program
Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan, program pelayanan kesehatan
primer, program pelayanan kesehatan rujukan, program pelayanan kesehatan
tradisional, program pencegahan dan pengendalian Tuberkulosis (TB),
program pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS, program pencegahan dan
pengendalian kusta, program pencegahan dan pengendalian penyakit tular
vektor dan zoonosis, program pencegahan dan pengendalian Penyakit Tidak
Menular (PTM) hipertensi dan Diabetes Melitus (DM), program pencegahan
dan pengendalian PTM kesehatan jiwa, program pencegahan dan
pengendalian PTM Napza, program surveilans, program imunisasi, program
penyehatan lingkungan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), program
promosi kesehatan, dan program kesehatan keluarga dan gizi masyarakat.

3.1 Kegiatan Hari Kamis, 12 Mei 2022


3.1.1 Materi Pertama : Profil Dinas Kesehatan (Visi, Misi, dan SOTK),
Perencanaan, dan Penganggaran
1. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Penjelasan tentang Profil dari Dinas Kesehatan provinsi Jawa Timur
disampaikan oleh ibu Azizah Andzar Ridwanah, S.KM. Dinas Kesehatan

14
15

provinsi Jawa Timur sebagai salah satu dari penyelenggara pembangunan


kesehatan. Dalam Pasal 211 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, Dinas Kesehatan dalam melaksanakan
kegiatan yakni melakukan perencanaan, pemetaan dan planning yang
terstruktur dan sistematis menjadi tanggung jawab Menteri Kesehatan. Dinas
Kesehatan dalam menjalankan tugasnya tentunya mengikuti alur atau
pedoman yang berlaku dalam bentuk peraturan-peraturan, surat keputusan
dan kebijakan lain sehingga perencanaan bisa berlangsung dengan baik.
Dalam rangka melaksanakan agenda tentunya memiliki visi dan misi yang
harus dijalankan, adapun visi dari Kementerian Kesehatan yang selaras
dengan presiden yakni: “Menciptakan manusia yang sehat, produktif, mandiri
dan berkeadilan". Dinas Kesehatan provinsi Jawa Timur memiliki misi
sebagai berikut:
a. Menurunkan angka kematian ibu dan bayi;
b. Menurunkan angka stunting pada balita;
c. Memperbaiki pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional; dan
d. Meningkatkan kemandirian dan penggunaan produk farmasi dan
alat kesehatan dalam negeri.
Dengan adanya visi maka mendorong untuk bisa membantu
menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat bersifat krusial yang
diterjemahkan dalam misi ini. Keempat misi inilah menjadi perhatian
nasional yang penyelesaiannya harus dari pusat hingga daerah. Kementerian
Kesehatan memiliki tujuan strategis dalam pelaksanaan visi dan misinya,
yakni:
a. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui pendekatan
siklus hidup;
b. Penguatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan;
16

c. Peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit dan


pengelolaan kedaruratan kesehatan masyarakat;
d. Peningkatan sumber daya kesehatan.
Dinas Kesehatan provinsi selain memperhatikan visi dan misi
Kementrian Kesehatan pada Dinas Kesehatan provinsi Jawa Timur berada di
daerah dan harus memperhatikan visi dan misi kepala daerah yakni Gubernur
yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Provinsi Jawa Timur. Untuk visi Gubernur Jawa Timur yakni
“Terwujudnya Masyarakat Jawa Timur yang Adil, Sejahtera, Unggul dan
Berakhlak dengan Tata Kelola Pemerintahan yang Partisipatoris Inklusif
melalui Kerja Bersama dan Semangat Gotong Royong”. Dari visi tersebut
dituangkan dalam empat misi yakni:
a. Mewujudkan keseimbangan pembangunan ekonomi, baik antar
kelompok, antar sektor dan keterhubungan wilayah.
b. Terciptanya kesejahteraan yang berkeadilan sosial, pemenuhan
kebutuhan dasar terutama kesehatan dan pendidikan, penyediaan
lapangan kerja dengan memperhatikan kelompok rentan.
c. Tata kelola pemerintahan yang bersih, inovatif, terbuka,
partisipatoris memperkuat demokrasi kewargaan untuk
menghadirkan ruang sosial yang menghargai prinsip kebhinekaan.
d. Melaksanakan pembangunan berdasarkan semangat gotong royong.
berwawasan lingkungan untuk menjamin keselarasan ruang ekologi,
ruang sosial, ruang ekonomi, dan ruang budaya.
Berdasarkan Peraturan Gubernur nomor 89 Tahun 2021 tentang
Kedudukan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur mempunyai tugas membantu Gubernur
melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
17

Provinsi di bidang kesehatan serta tugas pembantuan. Dengan


menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan di bidang kesehatan;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan;
c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan;
d. Pelaksanaan administrasi Dinas di bidang kesehatan; dan
e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai
dengan tugas dan fungsinya.

Susunan organisasi Dinas, terdiri atas:


a. Sekretariat, membawahi:
- Sub bagian umum dan kepegawaian
- Kelompok jabatan fungsional.
b. Bidang Kesehatan Masyarakat membawahi:
- Seksi kesehatan keluarga dan gizi masyarakat
- Seksi kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga
- Kelompok jabatan fungsional.
c. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, membawahi:
- Seksi pencegahan dan pengendalian penyakit menular
- Seksi pencegahan dan pengendalian penyakit tidak
menular dan kesehatan jiwa
- Kelompok jabatan fungsional.
d. Bidang pelayanan kesehatan, membawahi:
- Seksi Pelayanan Kesehatan Primer
- Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan
- Kelompok Jabatan Fungsional.
e. Bidang sumber daya kesehatan membawahi:
- Seksi Kefarmasian
18

- Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan


- Kelompok Jabatan Fungsional.
f. Unit Organisasi Bersifat Khusus
g. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPT) adalah unsur pelaksana teknis
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang melaksanakan kegiatan
teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu
h. Kelompok Jabatan Fungsional.

2. Cascading Kinerja
Cascading (penjabaran) kinerja merupakan proses penjabaran dan
penyelarasan kinerja dan target kinerja secara vertikal dari level/unit/pegawai
yang lebih tinggi ke level unit/ pegawai yang lebih rendah. Cascading harus
dilakukan secara sejak terkait dengan tugas dan fungsi unit, secara logis
memiliki keterkaitan sebab akibat (causality), serta memiliki keterkaitan
sinergitas (alignment). Dibuat tingkatan kinerja dengan tujuan yang
dilakukan jelas, tidak terjadi tumpang tindih (overlapping) yang dapat
menghasilkan suatu hal yang sama atau ganda, dan terbentuknya keterkaitan
antara level bawah sampai level atas.
Sesuai dengan visi dan misi (poin 2) Gubernur Jawa Timur dengan
tujuan terpenuhinya kebutuhan dasar dengan sasaran untuk meningkatkan
kualitas kesehatan dengan cara memiliki target kerja yakni:
a. Meningkatnya status kesehatan keluarga. Tertuju pada keluarga
karena, keluarga merupakan satuan yang detail dan banyak Ketika
hal itu baik maka lainnya mengikuti baik.
b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan. Dengan cara
memperbaiki layanan kesehatan sebagai sarana kepada masyarakat
19

yang membutuhkan (provider) untuk mendukung meningkatkan


derajat kesehatan di masyarakat.
c. Meningkatnya akuntabilitas kinerja Dinas Kesehatan. Dinas
Kesehatan harus bisa mempertanggungjawabkan tugas, kewajiban
serta sumber daya yang digunakan untuk menghindari hal yang tidak
efisien dan tidak efektif.

3. Perencanaan
Rangkaian sistematis langkah yang dilakukan di masa depan untuk
mencapai tujuan. Dilakukan perencanaan adalah untuk membuat langkah-
langkah yang harus dilakukan secara efisien karena memiliki sumber daya
yang harus digunakan dengan baik.

4. Penganggaran
Proses penyusunan rencana kegiatan yang akan dijalankan dalam
satu periode yang tertuang secara kuantitatif (angka dan mata uang). Dasar
Kegiatan Dinas Kesehatan yakni anggaran yang harus disusun secara optimal
dalam proses penganggaran. Dengan merencanakan program yang akan
dilakukan dan mengkoordinasikan program strategis yang dilakukan
kemudian disusun dalam anggaran.

5. Dasar Hukum
Dinas Kesehatan dalam menerapkan tugas dan menjalankan visi
misinya didasari oleh hukum yang berlaku. Adapun hukum yang digunakan
yakni berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 2014 tentang Peraturan
daerah:
a. Peraturan Pemerintahan Dalam Negeri No. 86 tahun 2017 tentang
Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
20

Daerah, Tata Cara Evaluasi Ranperda tentang Rencana Jangka


Panjang Daerah (RJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) serta tata cara perubahan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana
Kerja Pemerintahan Daerah (RKPD).
b. Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Konkuren
c. Peraturan Pemerintahan Dalam Negeri No. 90 tahun 2019 tentang
Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan
Pembangunan dan Keuangan Daerah.
d. Peraturan Pemerintahan Dalam Negeri No. 70 tahun 2019 tentang
Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).

6. Rencana Strategis : Tujuan, Sasaran, Kebijakan Dan Program


Rencana Strategis atau yang disebut dengan Renstra merupakan
suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai
selama kurun waktu tertentu berisi visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi
yang dilaksanakan melalui kebijakan dan program Kepala Daerah. Rencana
Strategis Perangkat Daerah memuat tujuan, sasaran, program, dan kegiatan
pembangunan dalam rangka pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib dan/
atau Urusan Pemerintahan Pilihan sesuai dengan tugas dan fungsi setiap
Perangkat Daerah. Untuk mewujudkan visi tersebut ditempuh melalui 5 Misi.
Untuk bidang kesehatan ada pada Misi Kedua, yaitu ”Terciptanya
Kesejahteraan yang Berkeadilan Sosial, Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Terutama Kesehatan dan Pendidikan, Penyediaan Lapangan Kerja dengan
Memperhatikan Kelompok Rentan”. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
dalam mewujudkan misi kedua pembangunan Jawa Timur menetapkan
21

tujuan adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, dengan indikator


tujuan adalah indeks kesehatan. Tahapan penyusunan Renstra Perangkat
Daerah
a. Persiapan penyusunan
Penyusunan rancangan keputusan Kepala Daerah tentang
pembentukan tim penyusun Renstra-PD, orientasi mengenai Renstra-PD
penyusunan agenda kerja tim penyusun Renstra-PD, penyiapan data dan
informasi perencanaan pembangunan Daerah berdasarkan SIPD.
b. Penyusunan rancangan awal RENSTRA Perangkat Daerah
Penyusunan rancangan awal Renstra-PD dilakukan bersamaan
dengan penyusunan rancangan awal RPJMD. Dimulai sejak Kepala Daerah
dan wakil Kepala Daerah terpilih dilantik.
c. Penyusunan rancangan
Cakupan penyusunan rancangan awal yakni analisis gambaran
pelayanan, analisis permasalahan, penelaahan dokumen perencanaan lainnya,
analisis isu strategis, perumusan tujuan dan sasaran Perangkat Daerah
berdasarkan sasaran dan indikator serta target kinerja dalam rancangan awal
RPJMD, perumusan strategi dan arah kebijakan Perangkat Daerah untuk
mencapai tujuan dan sasaran serta target kinerja Perangkat Daerah,
perumusan rencana program, kegiatan, indikator kinerja, pagu indikatif,
lokasi kegiatan dan kelompok sasaran berdasarkan strategi dan arah
kebijakan Perangkat Daerah serta program dan pagu indikatif dalam
rancangan awal RPJMD.
d. Pelaksanaan forum perangkat daerah/lintas perangkat daerah
e. Perumusan rancangan akhir
Perumusan rancangan akhir Renstra Perangkat Daerah merupakan
proses penyempurnaan Rancangan Renstra-PD menjadi Rancangan Akhir
Renstra-PD berdasarkan Peraturan Daerah tentang RPJMD, Perumusan
22

Rancangan Akhir Renstra-PD, dilakukan untuk mempertajam strategi, arah


kebijakan, program dan kegiatan Perangkat Daerah berdasarkan strategi, arah
kebijakan, program pembangunan Daerah yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah tentang RPJMD, Rancangan akhir Renstra-PD disajikan dengan
sistematika Rancangan Awal Renstra-PD.
f. Penetapan RENSTRA Perangkat Daerah
Rancangan Akhir Renstra-PD disampaikan kepala perangkat daerah
kepada kepala BAPPEDA untuk memperoleh pengesahan kepala daerah
dengan Peraturan Kepala Daerah, Rancangan Akhir Renstra-PD,
disampaikan paling lambat 1 (satu) minggu setelah Peraturan Daerah tentang
RPJMD ditetapkan, Renstra–PD yang telah ditetapkan dengan Perkada
menjadi pedoman kepala Perangkat Daerah dalam menyusun Renja
Perangkat Daerah dan digunakan sebagai bahan penyusunan rancangan
RKPD, BAPPEDA menyampaikan rancangan akhir Renstra-PD yang telah
diverifikasi kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah untuk
ditetapkan dengan Perkada, Penetapan Renstra-PD dengan Perkada, paling
lambat 1 (satu) bulan setelah Peraturan Daerah tentang RPJMD ditetapkan.

Gambar 3.1 Cascading Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur


(Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2021)
23

7. Skema Penganggaran Bidang Kesehatan


Dengan memperhitungkan sumber daya yakni mata uang yang
disusun sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam pemerintahan ada
berbagai jenis sumber penganggaran yang berbeda-beda, contohnya:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (Subsidi dan
Fungsional)
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN (Dekon)
c. Dana Transfer (DAK, DBHCHT, pajak rokok).

3.1.2 Materi Kedua : Program Pelayanan Kesehatan Tradisional


Materi Program Pelayanan Kesehatan Tradisional disampaikan oleh
Ibu Rena Ratri Anggoro, S.KM. Dimana pelayanan kesehatan tradisional,
menurut UU Nomor 36 tahun 2009 merupakan pengobatan dan/atau
perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat. Berdasarkan Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa
proporsi pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional oleh masyarakat di
Jawa Timur sebesar 48,3%, peringkat ini menempati posisi ke-2 nasional
setelah Kalimantan Selatan. Berikut ini beberapa dasar hukum yang berkaitan
dengan pelayanan kesehatan tradisional:
a. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
b. UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
c. PP Nomor 103 Tahun 2014 Pelayanan Kesehatan Tradisional
d. PERMENKES Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
24

e. PERMENKES Nomor 61 Tahun 2016 Pelayanan Kesehatan


Tradisional Empiris
f. PERMENKES Nomor 37 Tahun 2017 Pelayanan Kesehatan
Tradisional Integrasi
g. PERMENKES Nomor 15 Tahun 2018 Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan Tradisional Komplementer.

Berdasarkan jenis pelayanan, pelayanan kesehatan tradisional


dibagi menjadi 3 macam, yaitu sebagai berikut:
1. Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris
Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris merupakan Penerapan
kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara
empiris/turun temurun. Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris
dilaksanakan oleh Penyehat Tradisional (HATRA) berdasarkan pengetahuan
dan keterampilan yang diperoleh secara turun temurun atau melalui
pendidikan non formal. Pengetahuan dan keterampilan secara turun temurun
diperoleh melalui magang pada Penyehat Tradisional senior yang telah
memiliki pengalaman memberikan Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris
secara aman dan bermanfaat paling sedikit 5 (lima) tahun, sedangkan
pengetahuan dan keterampilan yang didapat dari pendidikan non formal
diperoleh melalui pelatihan atau kursus yang dibuktikan dengan sertifikat
kompetensi yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK)
yang menjadi mitra dan diakui oleh Instansi Pembinaan Kursus dan Pelatihan
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Ruang lingkup upaya kesehatan pada pelayanan
kesehatan tradisional empiris ini berupa promotif dan preventif, sedangkan
untuk tempat pelayanan dapat berupa mandiri atau praktik berkelompok di
panti sehat. Pada pelayanan kesehatan tradisional empiris HATRA wajib
25

memiliki Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT), dan hanya berlaku


untuk 1 tempat praktik. STPT hanya diberikan pada HATRA yang tidak
melakukan intervensi terhadap tubuh yang bersifat invasif serta tidak
bertentangan dengan konsep dan ciri khas yankestrad empiris. STPT berlaku
2 tahun & dapat diperpanjang kembali. Untuk mendapatkan STPT, Penyehat
Tradisional harus mengajukan permohonan tertulis kepada pemerintah
daerah kabupaten/kota dengan melampirkan hal-hal dibawah ini:
a. Surat pernyataan mengenai metode atau teknik pelayanan yang
diberikan;
b. Fotokopi KTP yang masih berlaku;
c. Pas foto terbaru ukuran 4 x 6 (empat kali enam) cm sebanyak 2 (dua)
lembar;
d. Surat keterangan lokasi tempat praktik dari lurah atau desa;
e. Surat pengantar Puskesmas;
f. Surat rekomendasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota; dan
g. Surat rekomendasi dari asosiasi sejenis atau surat keterangan dari
tempat kegiatan magang
Perpanjangan STPT, penyehat tradisional harus mengajukan
permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan
fotokopi STPT yang masih berlaku dan rekomendasi dinas kesehatan
kabupaten/kota. Pada pelayanan kesehatan tradisional empiris ini wajib
memasang papan nama praktik yang berisi nama, tata cara pelayanan, waktu
pelayanan, dan STPT. Penyehat tradisional dan panti sehat dilarang
mempublikasikan dan mengiklankan Pelayanan Kesehatan Tradisional
Empiris yang diberikan.

2. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer


26

Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer adalah penerapan


kesehatan tradisional yang memanfaatkan ilmu biomedis dan biokultural
dalam penjelasannya serta manfaat dan keamanannya terbukti secara ilmiah.
Sumber Daya Manusia (SDM) yang digunakan adalah tenaga kesehatan
tradisional (Nakestrad), dimana pendidikan yang ditempuh oleh SDM
pelayanan ini secara formal di perguruan tinggi pelayanan kesehatan
tradisional (Yankestrad), minimal lulusan D3. Yankestrad harus memiliki
STRTKT dan SIPTKT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Ruang lingkup upaya kesehatan pada pelayanan kesehatan
tradisional komplementer yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif,
sedangkan untuk tempat pelayanan dapat berupa mandiri atau praktik
berkelompok di Griya Sehat. Griya Sehat merupakan fasilitas pelayanan
kesehatan tradisional yang menyelenggarakan perawatan/pengobatan
tradisional dan komplementer oleh tenaga kesehatan tradisional. Griya Sehat
harus memiliki izin penyelenggaraan yang diberikan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, Izin penyelenggaraan diberikan untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.
Sedangkan untuk praktik mandiri Tenaga Kesehatan Tradisional tidak
memerlukan izin penyelenggaraan. Untuk mendapatkan izin
penyelenggaraan Griya Sehat harus mengajukan permohonan kepada instansi
pemberi izin yaitu Dinas Kesehatan kabupaten/kota dengan melampirkan:
a. Fotokopi identitas lengkap pemohon
b. Fotokopi denah ruang pelayanan dan peta lokasi
c. Fotokopi akta badan hukum
d. Struktur organisasi dan ketenagaan
e. Surat pernyataan kesediaan sebagai penanggung jawab
Pada pelayanan kesehatan tradisional komplementer ini dapat
memasang iklan dan publikasi pelayanan kesehatan sesuai ketentuan
27

peraturan perundang-undangan, dan wajib memasang papan nama praktik


yang berisi jenis, tempat, jam pelayanan serta gelar keahlian yang sesuai,
SIPTKT.
3. Pelayanan Kesehatan Tradisional Terintegrasi
Pelayanan Kesehatan Tradisional Terintegrasi, merupakan
pelayanan kesehatan yang mengkombinasikan pelayanan kesehatan
konvensional dengan pelayanan kesehatan tradisional komplementer, yang
bersifat sebagai pelengkap atau pengganti. Sumber daya manusia yang
digunakan dilakukan secara bersama oleh tenaga kesehatan (Nakes) dan
tenaga kesehatan tradisional (Nakestrad), dimana pendidikan yang ditempuh
oleh SDM secara formal di perguruan tinggi pelayanan kesehatan tradisional
(Yankestrad), minimal lulusan D3. Ruang lingkup upaya kesehatan pada
pelayanan kesehatan tradisional komplementer yaitu promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif, sedangkan untuk tempat pelayanan ini bisa di
Rumah Sakit dan Puskesmas. Tenaga kesehatan tradisional dan tenaga
kesehatan lain yang memberikan Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi
wajib memiliki SIP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(STR-SIP untuk Nakes dan STRTKT, SIPTKT untuk Nakestrad). Pelayanan
Kesehatan Tradisional Terintegrasi memiliki beberapa kriteria, diantaranya:
a. Terintegrasi paling sedikit dengan satu Pelayanan kesehatan
konvensional yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan
b. Aman, bermanfaat, bermutu, dan sesuai dengan standar
c. Berfungsi sebagai pelengkap pelayanan kesehatan konvensional
d. Menggunakan pelayanan kesehatan tradisional komplementer yang
memenuhi kriteria tertentu, seperti terbukti secara ilmiah,
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan terbaik pasien, dan memiliki
potensi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan meningkatkan
kualitas hidup pasien secara fisik, mental, dan social.
28

Berdasarkan Modalitas (cara pengobatan atau perawatan).


Yankestrad dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Ramuan, bisa dengan bahan yang berasal tumbuhan, hewan,
mineral, dan galenik/sari
b. Keterampilan, baik dengan manual, olah pikir, dan energi
c. Gabungan, ramuan dan keterampilan dalam satu kesatuan pelayanan
kesehatan tradisional komplementer

Akupresur adalah cara perawatan kesehatan tradisional


keterampilan yang dilakukan melalui teknik penekanan di permukaan tubuh
pada titik akupunktur dengan menggunakan jari, atau bagian tubuh lain, atau
alat bantu yang berujung tumpul, dengan tujuan untuk perawatan kesehatan.
Sedangkan Tanaman obat keluarga (Toga) adalah Sekumpulan tanaman
berkhasiat obat untuk kesehatan keluarga yang ditata menjadi sebuah taman
dan memiliki nilai keindahan. Tanaman obat sudah dikenal sejak lama
sebagai bahan-bahan untuk pengobatan tradisional. Indonesia terkenal
sebagai negara yang memiliki berbagai jenis tanaman obat. Pengobatan
menggunakan tanaman obat diwariskan sebagai kekayaan budaya turun-
temurun secara lisan. Akupresur merupakan terapi pemijatan dengan
memberikan penekanan pada titik tertentu pada tubuh yang didasarkan pada
prinsip titik-titik akupunktur, tujuan penekanan pada titik-titik ini adalah
untuk melancarkan berbagai sistem pada seluruh bagian tubuh. Pemijatan
menggunakan ujung jari tangan pada titik tertentu di permukaan kulit ini juga
dapat berdampak positif terhadap kondisi fisik, mental dan sosial. Akupresur
mandiri dapat dilakukan oleh masyarakat di lingkungan keluarga sendiri
untuk meningkatkan kebugaran maupun mengatasi gangguan kesehatan
ringan.
29

3.1.3 Materi Ketiga : Program Kesehatan Primer


Materi mengenai Program Kesehatan Primer disampaikan oleh Ibu
Endang Nuraini, ST., MM. dimana terdapat tiga seksi pelayanan kesehatan
yaitu:
a. Pelayanan primer
b. Pelayanan rujukan
c. Penyehat tradisional

Jenis Layanan:
a. Poli umum
b. Poli gigi, poli KIA dan KB, poli gizi
c. Poli Kesling
d. Unit laboratorium dan unit obat
e. Puskel dan pemeriksaan jenazah
f. Kunjungan rumah, P3K, tim gerak cepat
g. Posyandu balita, lansia, remaja, dan posbindu

Penguatan promotif-preventif, menurut data susenas penduduk


Indonesia hanya 30% yang disurvei dan mengeluh sakit. Dengan hal ini
artinya 70% penduduk lainnya merasa sehat dan tidak mengeluhkan sakit.
Angka 70% merupakan angka yang sudah tinggi namun perlu ditingkatkan
melalui pelayanan kebutuhan masyarakat utamanya pelayanan kesehatan
seperti KIE, promosi kesehatan, pelayanan selfcare, pelayanan preventif dan
lain sebagainya sehingga dapat meningkatkan persentase masyarakat yang
merasa sehat. Dari persentase 30% persen yang merasa sakit, hanya 80%
penduduk yang mencari pelayanan di Puskesmas. Hal ini menjadi acuan
Puskesmas sebagai penolong pertama sebelum mendapatkan pelayanan
30

kesehatan lanjutan kecuali untuk kasus yang fasilitasnya tidak tersedia di


Puskesmas. Puskesmas memiliki peran yang besar bagi masyarakat sebagai
penguasa wilayah terdepan kesehatan di bidang pelayanan kesehatan.
Peran Puskesmas sangat dibutuhkan bagaimana masyarakat
mendapat pelayanan dasar, di Puskesmas yang terstandar dan terakreditasi.
Pengertian akreditasi fasilitas kesehatan tingkat pertama adalah pengakuan
terhadap Puskesmas, klinik pratama, praktik dokter dan praktik dokter gigi
yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang
ditetapkan oleh Menteri setelah dinilai bahwa fasilitas kesehatan tingkat
pertama itu memenuhi standar pelayanan fasilitas kesehatan tingkat pertama
yang telah ditetapkan untuk meningkatkan mutu pelayanan secara
berkesinambungan. Manfaat akreditasi bagi masyarakat adalah untuk
memperkuat kepercayaan masyarakat dan adanya Jaminan Kualitas.
Adanya surat edaran nomor : HK.02.02/VI/0885/2020, tertanggal 19
Maret 2020 tentang Pemberitahuan Penangguhan Penyelenggaraan Survei
Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama dan Laboratorium. Dengan adanya
surat edaran diatas, FKTP yang sertifikat akreditasinya habis dalam 6 bulan
kedepan dari surat edaran ini keluar, akan diperpanjang masa berlakunya.
Peraturan terkait penyelenggaraan Puskesmas:
a. PMK 43 tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
b. PMK 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama,
Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter
Gigi.
c. PMK 90 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Yankes Di Fasyankes
Kawasan Terpencil dan Sangat Terpencil
d. PMK 39 tahun 2016 tentang Pedomaan Penyelenggaraan PIS-PK
e. PMK 44 tahun 2016 tentang Pedomaan Manajemen Puskesmas
31

Jumlah Puskesmas di Jawa Timur pada Tahun 2021 sebanyak 971


dengan rincian : 627 Puskesmas Rawat Inap dan 344 Puskesmas Non Rawat
Inap.
Program pendekatan keluarga yang dilaksanakan secara total 12
indikator utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga.Kedua belas
indikator utama tersebut adalah sebagai berikut:
a. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)
b. Ibu melakukan persalinan di fasilitas Kesehatan
c. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
d. Bayi mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif
e. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan
f. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar
g. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
h. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan
i. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
j. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat
k. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
l. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN).

Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan Upaya


Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
tingkat pertama yang mengutamakan promotif dan preventif di wilayah
kerjanya diatur oleh Permenkes Nomor 43 tahun 2019. Tugas yang dilakukan
yaitu melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Fungsi dari Puskesmas yaitu
sebagai penyelenggaraan UKM dan UKP tingkat pertama di wilayah
32

kerjanya. Puskesmas dapat juga berfungsi sebagai wahana Pendidikan bidang


kesehatan, wahana program internship, dan/atau sebagai jejaring RS
Pendidikan.

Puskesmas merupakan unit organisasi yg bersifat fungsional dan


unit layanan yg bekerja profesional. Puskesmas berkedudukan sebagai unit
pelaksana teknis yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
kadinkes kabupaten/kota sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.
Kategori Puskesmas dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Berdasarkan karakteristik wilayah kerja meliputi:


- Puskesmas kawasan perkotaan
- Puskesmas kawasan perdesaan
- Puskesmas kawasan terpencil
- Puskesmas kawasan sangat terpencil
2. Berdasarkan kemampuan pelayanan meliputi:
- Puskesmas non rawat inap
- Puskesmas rawat inap

Puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang menyediakan tempat


tidur di Puskesmas kawasan perdesaan, terpencil, sangat terpencil yang jauh
dari FKRTL, menyediakan tempat tidur untuk pelayanan persalinan normal,
perawatan, penanganan awal pasien sebelum dirujuk ke fasyankes sesuai
kebutuhan pelayanan Puskesmas kawasan perkotaan yang menyelenggarakan
rawat inap sebelum diundangkan Permenkes Nomor 43 tahun 2019 masih
dapat memberikan perawatan sesuai kebutuhan pelayanan; disesuaikan
dengan masa peralihan (3 tahun sejak diundangkan). Pelayanan Puskesmas
meliputi:
33

1. Maksimal 5 hari perawatan, waktu pelayanan rawat inap 24 jam x 7


hari
2. Jam operasional Puskesmas ditetapkan oleh kepala daerah
3. Jumlah bed paling banyak 10 (anak-anak, dewasa pria, dewasa
wanita).

Ketenagaan dibagi menjadi 3 yaitu:


1. Jenis dibagi menjadi beberapa yaitu:
a. Dokter dan/atau dokter layanan primer
b. Dokter gigi.
c. Tenaga kesehatan lainnya:
- Perawat
- Bidan
- Tenaga promkes dan ilmu perilaku
- Tenaga sanitasi lingkungan
- Nutrisionis
- Tenaga apoteker dan/atau tenaga teknis
kefarmasian
- Ahli teknologi laboratorium medis
- Tenaga non kesehatan.

Untuk mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan,


sistem informasi, dan kegiatan operasional lain. Puskesmas dapat menambah
jenis tenaga kesehatan meliputi terapis gigi dan mulut, epidemiolog
kesehatan, entomolog kesehatan, perekam medis dan informasi kesehatan
dan nakes lainnya sesuai kebutuhan.
1. Dihitung melalui analisis beban kerja dengan pertimbangan.
Beberapa kebutuhan yang termasuk yaitu:
34

a. Jumlah pelayanan
b. Rasio terhadap jumlah penduduk dan persebarannya
c. Luas dan karakteristik wilayah kerja
d. Ketersediaan FKTP lainnya di wilayah kerja
e. Pembagian waktu kerja sesuai ketentuan.

2. Pelayanan terbagi menjadi beberapa yaitu :


Dokter dan/atau DLP, dokter gigi dan tenaga kesehatan lain bertugas
memberikan pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya, dengan ketentuan
harus:
a. Bekerja sesuai standar profesi, standar pelayanan, SPO, dan etika
profesi
b. Menghormati hak pasien, mengutamakan kepentingan dan
keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan dan
kesehatan dirinya
c. Memiliki SIP sesuai ketentuan
d. Memiliki kewenangan yang diperoleh melalui kredensial.

Beberapa Prinsip Penyelenggaraan meliputi:


a. Paradigma sehat
b. Ketersediaan akses yankes
c. Pertanggungjawaban wilayah
d. Teknologi tepat guna
e. Kemandirian masyarakat
f. Keterpaduan dan kesinambungan.

Pelayanan Puskesmas meliputi beberapa kegiatan yaitu:


1. UKM Esensial
35

a. Promosi Kesehatan
b. Kesehatan Lingkungan
c. Kesehatan Keluarga (sesuai siklus hidup)
d. Gizi
e. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.

2. UKM Pengembangan
a. Bersifat inovatif
b. Disesuaikan dengan prioritas masalah Kesehatan,
kekhususan wilkerm dan potensi sumber daya yang
tersedia

3. UKP
a. Rawat jalan (kunjungan sehat atau sakit)
b. Pelayanan gawat darurat
c. Pelayanan persalinan normal
d. Perawatan di rumah
e. Rawat inap (sesuai kebutuhan)

4. Pelayanan lain
a. Manajemen puskesmas
b. Pelayanan kefarmasian
c. Pelayanan perkesmas
d. Pelayanan laboratorium
e. Kunjungan keluarga.
36

Tambahan wewenang Puskesmas:


1. UKM :
a. Melaksanakan perencanaan kebutuhan dan peningkatan
kompetensi SDM
b. Memberikan yankes yang berorientasi pada keluarga,
kelompok, dan masyarakat dengan mempertimbangkan
faktor bio-psiko-sosbud-spiritual
c. Melaksanakan kegiatan pendekatan keluarga
d. Melakukan kolaborasi dengan FKTP dan RS di wilayah
kerjanya.
2. UKP :
a. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan secara holistik
yang mengintegrasikan faktor bio-psiko-sosbud-spiritual
dengan membina hubungan dokter-pasien yang erat dan
setara
b. Melaksanakan perencanaan kebutuhan dan peningkatan
kompetensi SDM
c. Melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan fasyankes di
wilayah kerjanya.

Manajemen Puskesmas diatur dalam Permenkes Nomor 44 tahun


2016 tentang Pedoman Manajemen Puskesmas meliputi: Perencanaan,
Penggerakkan dan Pelaksanaan, Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian
Kinerja, Dukungan Dinkes Kab/Kota dalam Manajemen Puskesmas.
Manajemen puskesmas adalah serangkaian proses yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol untuk mencapai
tujuan secara efektif dan efisien. Efektif yang dimaksud adalah tujuan dicapai
melalui proses penyelenggaraan yang dilaksanakan dengan baik dan bermutu
37

berdasarkan hasil analisis situasi (evidence based), sedangkan efisien berarti


memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam melaksanakan upaya
kesehatan sesuai standar dengan baik & benar dalam mewujudkan target
kinerja.
Sumber daya puskesmas, upaya puskesmas, mutu, pemberdayaan
masyarakat dan sistem informasi puskesmas terintegrasi pengelolaannya
melalui manajemen Puskesmas dan didukung oleh pola kepemimpinan dan
komunikasi efektif. Manajemen Puskesmas selama ini dikenal dengan P1, P2,
dan P3 yaitu:
1. P1
a. Persiapan dengan sosialisasi dan pengorganisasian
b. Pendataan keluarga dengan melakukan kunjungan rumah
c. Bina keluarga desa/kelurahan menggunakan tabulasi dan
analisis
d. Penyusunan RUK secara evidence based pendekatan
keluarga dengan triangulasi dan analisis (kemampuan
analisis ini perlu dilakukan pelatihan agar memberikan
suatu strategi dan daya ungkit tinggi untuk menyelesaikan
masalah kesehatan yang ada di wilayah Puskesmas
tersebut).

Tahap penyusunan perencanaan puskesmas (P1) meliputi:


a. Persiapan pembentukan tim manajemen Puskesmas;
pemahaman pedoman manajemen Puskesmas dan
peraturan terkait; mempelajari rencana 5 tahunan Dinkes
Kabupaten atau Kota, SPM Kabupaten atau Kota, NSPK
lain.
38

b. Analisa situasi pengumpulan data; analisa data; analisa


masalah dari sisi pandang masyarakat melalui survei
mawas diri.
c. Perumusan masalah identifikasi masalah; penetapan urutan
prioritas masalah; mencari akar penyebab masalah;
menetapkan cara penyelesaian masalah.
d. Rencana 5 tahunan dan rencana tahunan (RUK dan RPK).

2. P1 dan P3
Implementasi intervensi permasalahan yang sudah disepakati
sebagai prioritas masalah. Terdapat 2 lokakarya mini Puskesmas
yaitu:
a. Bulanan
- Menilai pencapaian dan hambatan yang dijumpai
pada bulan atau periode yang lalu
- Pemantauan pelaksanaan rencana yang akan data
Perencanaan ulang yang lebih baik (bila
diperlukan) sesuai dengan tujuan yang dicapai
- Dihadiri seluruh staf internal Puskesmas
- Dapat melibatkan jejaring fasyankes di wilker
Puskesmas
- Setiap bulan sekali.
b. Tri bulanan
- Menggalang dan meningkatkan kerja sama antar
sektor terkait dalam pembangunan kesehatan
- Menginformasikan dan mengidentifikasi capaian
hasil kegiatan tri bulanan sebelumnya, membahas
dan memecahkan masalah serta hambatan oleh LS
39

- RTL dan memasukan umpan balik dari


masyarakat dan sasaran program
- Dihadiri internal Puskesmas dan LS terkait.

3.1.4 Materi Keempat : Program Pelayanan Kesehatan Rujukan


Materi mengenai Program Pelayanan Kesehatan Rujukan
dibawakan oleh Ibu drg. Diana Yulias. Pada materi tersebut dijelaskan
mengenai program pelayanan kesehatan rujukan meliputi:
a. Pengendalian dan pengawasan serta tindak lanjut perizinan RS
kelas B dan fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Penyediaan dan pengelolaan sistem dengan gawat darurat terpadu
(SPGDT)
c. Pengelolaan rujukan dan rujuk balik
d. Peningkatan mutu pelayanan fasilitas kesehatan
e. Pembiayaan kesehatan bagi masyarakat miskin jawa timur
f. Pengelolaan pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis
kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana.

Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 2019, rumah sakit


merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Fungsi yang dijalankan oleh rumah sakit
itu sendiri. Dasar-dasar hukum yang terkait mengenai perizinan RS diatur
dalam UU yaitu:
a. PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang perizinan berusaha berbasis risiko
b. Surat Direktur PKR Nomor YR.05.01/III.3/3745/2021
Implementasi PMK Nomor 14 Tahun 2021 pada proses perizinan
berusaha RS di OSS.
40

c. PP Nomor 47 Tahun 2021 tentang Bidang Perumahsakitan


d. SE Kemenkes Nomor HK.02,01/MENKES/133/2022:
penyelenggaraan perizinan berusaha bidang pelayanan kesehatan
dan akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan.
e. PMK Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan
Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Sektor Kesehatan

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 dan PMK Nomor


14 Tahun 2021 tentang Pengendalian dan pengawasan serta tindak lanjut
perizinan RS Kelas B dan fasilitas pelayanan kesehatan terbagi menjadi 3
yaitu : rumah sakit, laboratorium medis, unit transfusi darah. Perizinan faskes
dilakukan melalui sistem OSS kemudian menuju Dinas Kesehatan yang akan
diproses melalui beberapa tahap yaitu: melakukan visitasi secara teknis
terkait izin berusaha sesuai kewenangannya, memberikan rekomendasi izin
berusaha sesuai kewenangannya kemuda surat perizinan diterbitkan oleh
DPMPTSP. Adapun berikut kegiatan perizinan rumah Sakit Tahun 2021 :
a. Remind dimana Dinas Kesehatan mengingatkan RS yang habis masa
izinnya.
b. RS & DPMPTSP yaitu RS mengajukan perpanjangan 6 bulan
sebelum habis masa.
c. Dinas Kesehatan menerima surat dari DPMPTSP sebagai dasar
pelaksanaan.
d. Proses pelaksanaan merupakan kewenangan dinkes sesuai
peraturan/kondisi berlaku.

Kegiatan program kerja sistem rujukan, SPGDT, DAN PSC.


Penyediaan dan pengelolaan sistem penanganan gawat darurat terpadu adalah
41

suatu mekanisme pelayanan korban/pasien gawat darurat yang terintegrasi


dan berbasis call center dengan menggunakan kode akses telekomunikasi 119
dengan melibatkan masyarakat. Berikut kegiatan progres SIJUK, SPGDT dan
PSC Tahun 2021:
a. Jumlah meningkat dari 24 di tahun 2020 menjadi 31 di tahun 2021
b. Penyeragaman laporan Provinsi mulai bulan Agustus
c. Penguatan SOP
d. Penguatan jejaring FASYANKES
e. Pembinaan dokter penanggung jawab klinis di masing-masing PSC
f. 7 repeater aktif di penanjakan Gunung Wilis Kediri, Gumitir
Jember, Garden Palace Surabaya, Gunung Batok Pacitan
g. Pengembangan algoritma kegawatdaruratan
h. Pembinaan sadyankes
i. Upaya integrasi PSC
j. Perpanjangan SPGDT

1. Sistem rujukan kesehatan perorangan


a. Sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan
diselenggarakan secara berjenjang berdasarkan kompetensi
dan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia, yang
melibatkan semua fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah dan masyarakat/swasta.
b. Khusus untuk sistem rujukan pelayanan kesehatan
perorangan bagi ibu hamil dan bersalin diselenggarakan
berjenjang dari FKTP ke Puskesmas PONED 24 Jam, lalu
ke RS PONEK 24 Jam baik milik pemerintah maupun
masyarakat/swasta.
42

c. RS Swasta melaksanakan pelayanan kesehatan perorangan


dan dapat pula menjadi rujukan bagi pelayanan kesehatan
lainnya.
d. Semua fasilitas kesehatan rujukan harus terakreditasi
sesuai dengan kelasnya.
e. RS Pemerintah dan Swasta wajib menerima pasien rujukan
dan /atau kasus gawat darurat tanpa melihat status dan latar
belakang termasuk status keikutsertaan dalam jaminan
kesehatan, serta penanganannya sesuai dengan prosedur
dan standar pelayanan yang berlaku.
f. RS pemerintah dan swasta wajib menyediakan tempat tidur
kelas 3 dalam jumlah yang memadai.
g. Pembiayaan untuk kasus rujukan bagi peserta BPJS
dibebankan kepada BPJS; bagi pasien yang tidak tercakup
dalam skema jaminan kesehatan dibebankan kepada yang
bersangkutan, dan bagi masyarakat miskin yang tidak
termasuk dalam PBI dibebankan kepada Pemerintah
Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
h. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib menyediakan
Rumah Tunggu atau Rumah Singgah di Kota Pekanbaru
bagi ibu hamil dengan risiko tinggi yang harus ditangani di
RS Rujukan Provinsi, dan bagi pasien PTM yang
membutuhkan pengobatan rutin di RS Rujukan Provinsi;
serta bagi pasien yang menunggu jadwal operasi
i. Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis
upaya memfasilitasi tersedianya pelayanan transportasi
rujukan medis dari puskesmas.
43

j. Dinas berwenang untuk menata, mengarahkan, dan


mengawasi sistem rujukan kesehatan perorangan.

2. Sistem rujukan kesehatan masyarakat


a. Sistem rujukan pelayanan kesehatan masyarakat
diselenggarakan secara berjenjang dari desa/kelurahan,
puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Dinas
Kesehatan Provinsi.
b. Dinas dalam penerimaan rujukan pemeriksaan sampel
makanan minuman dan lingkungan yaitu tanah, air, udara,
dan spesimen lainnya, secara teknis dilaksanakan oleh UPT
Laboratorium Kesehatan.
c. Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta berkewajiban
melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat dan
berkoordinasi dengan Dinas.

3. Sistem rujukan untuk kepentingan pendidikan kedokteran dan


kesehatan
a. Sistem rujukan untuk kepentingan pendidikan kedokteran
dan kesehatan diselenggarakan secara khusus yaitu dari
semua fasilitas kesehatan langsung ke rumah sakit
pendidikan
b. Rumah sakit pendidikan dapat menerima pasien yang
menjadi kewenangan FKTP untuk kepentingan pendidikan
kedokteran dan kesehatan
c. Penyelenggaraan sistem rujukan untuk kepentingan
pendidikan dan kesehatan dapat dibiayai oleh BPJS.
44

4. Kegiatan mutu pelayanan Rumah Sakit tahun 2021 dimasa pandemi


Covid-19 :
a. Penetapan WHO kejadian pandemik virus corona (11
Maret 2020)
b. Penetapan pemerintah sebagai kedaruratan kesehatan
masyarakat (Keppres no 11/2020, 31 Maret 2020
c. Penetapan bencana non alam penyebaran corona virus
disease (Covid-19) sebagai bencana nasional (13 April
2020).

5. Kesiapan mutu pelayanan rumah sakit tahun 2021 di masa pandemi


Covid-19 :
a. Mengikuti sosialisasi kemenkes yaitu dengan bersosialisasi
pedoman pemantauan kesiapan RS maupun workshop
penguatan dinkes kemudian dilakukan breakdown hasil
sosialisasi
b. Menindaklanjuti KEPDIRJEN YANKES No.
HK.02.02/I/4405/2020 dilakukan SE dinkes jatim terkait
pengisian daftar tilik kesiapan RS ke RS dan Dinkes tiap
triwulan
c. Pembentukan tim dengan memberikan arahan atau review
daftar tilik untuk disampaikan ke RS, kemudian follow up
hasil melalui aplikasi dan merekap menganalisa hasil
daftar tilik kesiapan RS
d. Sosialisasi ke RS menilik kesiapan seluruh RS
e. Penguatan dinkes kab/kota tilik kesiapan RS ke dinkes
kab/kota.
45

Dinas Kesehatan RS
RS
+ Provinsi Jawa Kelas B
Kelas A
Timur

(+) RS Dinkes Dinkes (+) RS


Kelas B Kab/Kot Kab/Kot Kelas B
a a

RS RS RS RS
kelas C Kelas D Kelas C Kelas D

Gambar 3.2 Konsep Bimbingan Monitoring dan Evaluasi kesiapan RS


dalam Menghadapi Pandemi Covid-19

3.1.5 Materi Kelima : Program Sumber Daya Manusia Kesehatan


Pada pemaparan materi mengenai program sumber daya manusia
kesehatan ini disampaikan oleh Bapak Evie Effendi Cahyono, SKM, M.Kes.
Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDM-Kes) adalah tenaga kesehatan dan
tenaga penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan
dirinya dalam upaya kesehatan dan manajemen Kesehatan. Sumber Daya
Manusia Kesehatan (SDM-Kes) nasional sebagai panduan RPJMN 2020-
2024 telah memberi arah pembangunan bidang Kesehatan dengan visi
“meningkatkan pelayanan kesehatan melalui jaminan kesehatan nasional,
khususnya penguatan pelayanan kesehatan primer dengan peningkatan upaya
promotif dan preventif yang didukung oleh inovasi dan pemanfaatan
teknologi”. Dengan memperbaiki masalah yang ada seperti:
46

a. Meningkatkan Kesehatan ibu, anak, keluarga berencana dan


Kesehatan reproduksi
b. Mempercepat perbaikan gizi masyarakat
c. Meningkatkan pengendalian penyakit
d. Melakukan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)
e. Memperkuat sistem Kesehatan dan pengendalian obat dan makanan.
Semua aspek diatas tentunya perlu dukungan dan tenaga kesehatan
yakni Apoteker. Pengertian tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang atau
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Sedangkan pengertian Asisten Tenaga Kesehatan (ATK) adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan di bawah
Diploma 3 (D3).

1. Aspek penting SDM kesehatan


a. Sistem kesehatan dapat berfungsi dengan adanya tenaga
kesehatan → menjamin cakupan pelayanan kesehatan dan
mewujudkan hak untuk mendapatkan standar kesehatan
tertinggi yang bergantung pada ketersediaan, aksesibilitas,
akseptabilitas dan kualitas
b. Tenaga kesehatan memiliki peran penting dalam mebangun
ketahanan masyarakat dan sistem kesehatan
c. Memperkuat tenaga kesehatan agar mampu menghadapi
perubahan lingkungan maka keterampilan/ kompetensi
tenaga kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan pelayanan Kesehatan
47

Gambar 3.3 Sumber Daya Manusia untuk Kesehatan : Ketersediaan,


Aksesibilitas, Akseptabilitas, Kualitas, dan Cakupan yang Efektif

Pada Gambar 3.3 menunjukkan bahwa untuk mencapai layanan


yang efektif tidak cukup hanya menjamin ketersediaan tenaga kesehatan,
didistribusikan secara adil dan merata dan dapat diakses oleh masyarakat.
Namun pada tuntutan abad 21, tenaga kesehatan tidak hanya cukup dari segi
jumlah, namun harus ditunjang dengan kualitas (memiliki kompetensi yang
dibutuhkan masyarakat, memiliki motivasi untuk memberikan pelayanan
prima atau terbaik dan diberdayakan untuk memberikan pelayanan kesehatan
aman dan berkualitas yang sesuai dan dapat diterima oleh harapan
sosiokultural penduduk sehingga layanan efektif dapat dicapai.

2. Strategi global penguatan tenaga kesehatan 2030 berdasarkan WHO


a. Menyusun kebijakan kesehatan berbasis bukti yang dapat
mengukur kinerja, dampak tenaga kesehatan terhadap
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, UHC serta
ketahanan dan sistem kesehatan di semua level.
48

b. Investasi Sumber Daya Kesehatan dengan menyesuaikan


dengan kebutuhan masyarakat dan sistem kesehatan saat
ini dan masa depan dengan mempertimbangkan pasar
tenaga kerja, dinamika perubahan dan kebijakan
pendidikan akan dapat mengatasi kekurangan dan
meningkatkan distribusi tenaga kesehatan.
c. Membangun kapasitas kelembagaan di setiap level tata
kelola kebijakan publik, kepemimpinan dan agenda
berkaitan dengan penguatan tenaga kesehatan.
d. Penguatan data SDM Kesehatan untuk pemantauan dan
dan akuntabilitas nasional serta sebagai dasar penyusunan
strategi.
Pengelolaan upaya pengembangan dan pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan, yang meliputi: upaya perencanaan, pengadaan,
pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan mutu sumber daya
manusia kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan
Kesehatan. Kewenangan urusan sumber daya manusia kesehatan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 pada pemerintahan pusat dengan :
a. Penetapan standardisasi dan registrasi tenaga kesehatan Indonesia,
Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing (TK-WNA), serta
penerbitan rekomendasi pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga
Kerja Asing (RPTKA) dan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing
(IMTA)
b. Penetapan penempatan dokter spesialis dan dokter gigi spesialis
bagi daerah yang tidak mampu dan tidak diminati
c. Penetapan standar kompetensi teknis dan sertifikasi pelaksana
Urusan Pemerintahan bidang kesehatan
d. Penetapan standar pengembangan kapasitas SDM kesehatan.
49

e. Perencanaan dan pengembangan SDM kesehatan untuk UKM dan


UKP Nasional
Dengan didukung oleh daerah Provinsi dan daerah Kabupaten/Kota.

3. Tugas dan fungsi seksi SDMK


Berdasarkan peraturan Gubernur Nomor 89 Tahun 2021 pada pasal
14 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas & Fungsi serta
Tata Kerja Dinkes Provinsi Jawa Timur memiliki tugas dan fungsi sebagai
berikut:
a. Menyiapkan bahan penyusunan perencanaan program perencanaan,
pengadaan, pendayagunaan dan pengembangan sumber daya
manusia kesehatan
b. Menyiapkan bahan penyusunan rumusan kebijakan tentang program
perencanaan, pengadaan, pendayagunaan dan pengembangan
sumber daya manusia kesehatan
c. Menyiapkan bahan pelaksanaan kebijakan program perencanaan,
pengadaan, pendayagunaan dan pengembangan sumber daya
manusia kesehatan
d. Menyiapkan bahan rumusan pedoman umum, petunjuk
pelaksanaan, petunjuk teknis serta prosedur tetap program
perencanaan, pengadaan, pendayagunaan dan pengembangan
sumber daya manusia kesehatan
e. Menyiapkan bahan penyusunan dan pelaksanaan sosialisasi
kebijakan, pedoman umum, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis
serta prosedur tetap program perencanaan, pengadaan,
pendayagunaan dan pengembangan sumber daya manusia kesehatan
50

f. Menyiapkan bahan penyusunan dan pelaksanaan bimbingan teknis


dan supervisi program perencanaan, pengadaan, pendayagunaan dan
pengembangan sumber daya manusia kesehatan
g. Menyiapkan bahan pemantauan, pembinaan dan pengendalian
perencanaan, pengadaan, pendayagunaan dan pengembangan
sumber daya manusia kesehatan
h. Menyiapkan bahan koordinasi tentang perencanaan, pengadaan,
pendayagunaan dan pengembangan sumber daya manusia kesehatan
i. Menyiapkan bahan penyusunan peta sumber daya manusia
kesehatan
j. Menyiapkan bahan pelaksanaan pemantauan, pengawasan,
pembinaan, evaluasi, dan pelaporan bidang perencanaan,
pengadaan, pendayagunaan dan pengembangan sumber daya
manusia kesehatan
k. Menyiapkan bahan fasilitasi kebijakan teknis dan standarisasi
tenaga kesehatan, pendidikan berkelanjutan, dan pengembangan
jabatan fungsional
l. Menyiapkan bahan koordinasi registrasi tenaga kesehatan
m. Menyiapkan bahan koordinasi penilaian angka kredit jabatan
fungsional rumpun kesehatan
n. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala Bidang.

Proses bisnis indikator SDMK:


1. Data dan Informasi
2. Perencanaan dan pengadaan
3. Advokasi dan koordinasi
4. Pengembangan
5. Tenaga Kesehatan dan pendidikan
51

6. Pelatihan
7. Kompetensi
8. Pendayagunaan

Tabel 3.1 Data SDMK di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Jawa Timur tahun
2022 per 04 April 2021
Jenis Kelamin
Rumpun Total
L P
Medis 9.938 13.891 23.829
Psikologis Klinis 26 111 137
Keperawatan 23.758 42.439 66.197
Kebidanan 0 30.450 30.450
Kefarmasian (Apoteker + Tenaga Teknis 1.981 10.424 12.405
Kefarmasian
Kesehatan Masyarakat 467 2.007 2.483
Kesehatan Lingkungan 512 1.211 1.723
Gizi 371 2.743 3.114
Keterapian Fisik 494 813 1.307
Keteknisian Medis 1.430 3.208 4.638
Teknik Biomedika 2.326 5.899 8.225
Kesehatan Tradisional 16 92 108
Nakes lain 1.111 1.366 2.477
Asisten Tenaga Kesehatan 1.717 8.954 10.671
Tenaga Penunjang 50.240 43.982 94.222
Grand Total 95.396 167.590 261.986
52

Gambar 3.4 Keadaan Apoteker di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan(Fasyankes) Jawa Timur berdasarkan Data SI SDMK per 31
Desember 2021

Gambar 3.5 Distribusi Apoteker di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


(Fasyankes) Jawa Timur berdasarkan Data SI SDMK per 31 Desember
2021

Dari Gambar 3.4 dan 3.5 menunjukkan bahwa lebih dari 50%
Kabupaten/Kota di Jawa timur masih kekurangan apoteker, namun secara
keseluruhan jumlah apoteker di fasyankes Jawa Timur berlebih. Hal ini
disebabkan oleh jumlah apoteker surplus/berlebih yang sangat tinggi
terutama di kota seperti Sidoarjo, Surabaya, Gresik dan sebagainya. Kondisi
53

ini menunjukkan distribusi apoteker yang belum merata. Berdasarkan


Permenkes Nomor 75 tahun 2014 jumlah minimal ketenagaan tenaga
kefarmasian di puskesmas adalah sebagai berikut:
a. Puskesmas perkotaan : rawat inap 2 apoteker, non rawat inap 1
apoteker
b. Puskesmas pedesaan : rawat inap 1 apoteker, non rawat inap 1
apoteker
c. Puskesmas daerah terpencil : rawat inap 1 apoteker, non rawat inap
1 apoteker

4. Upaya pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan (kecukupan jumlah)


Merupakan tugas dari semua level Pemerintahan (Pusat, Provinsi
dan Kabupaten/Kota) dilakukan melalui kegiatan:
a. Perencanaan
b. Pengadaan
c. Pendayagunaan, pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan
d. Pembinaan dan pengawasan
e. Pemberian izin praktik
f. Kerjasama

Dengan memperhatikan sertifikasi, registrasi dan lisensi tenaga


Kesehatan tujuannya untuk memberikan kejelasan batas kewenangan tiap
kategori tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan sesuai
dengan bidang keahlian yang dimiliki, mengesahkan untuk melakukan
pekerjaan atau praktik keprofesian, meningkatkan kemampuan tenaga
kesehatan dalam mengadopsi kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kesehatan (IPTEKS) serta meningkatkan mekanisme yang objektif dan
komprehensif dalam menyelesaikan kasus mal praktik.
54

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 tentang pekerjaan


farmasi. Apoteker sebagai tenaga Kesehatan memiliki tugas Menjalankan
pekerjaan kefarmasian (produksi, perencanaan & pengadaan, pengelolaan
obat, pelayanan obat & informasi dan pengembangan obat, bahan obat dan
obat tradisional). Dengan kewajiban apoteker yakni Menjaga rahasia
kedokteran & kefarmasian dan menyelenggarakan program kendali mutu dan
biaya. Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memiliki
sertifikat kompetensi profesi.
Lulusan profesi langsung mendapat sertifikat kompetensi profesi
dengan masa berlaku 5 tahun (Pasal 37, PP No. 51/2009), Sertifikat
kompetensi sebagai salah satu persyaratan permohonan Surat Tanda
Registrasi (Pasal 44, UU No. 36/2014), Surat tanda Registrasi (STR) Setiap
tenaga kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR (Pasal 44,
UU 36/2014) Permohonan memperoleh STR dengan mengajukan
permohonan ke KFN secara online (Pasal 12, PMK No 889/2) dan surat ijin
praktik (SIP) (Pasal 46, UU 36/2014) Setiap tenaga kesehatan yang
menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib memiliki izin. Izin
dikeluarkan oleh pemerintah kab/kota dengan surat izin hanya berlaku untuk
1 tempat, Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) untuk melaksanakan praktik
kefarmasian pada pelayanan kefarmasian sedangkan Surat Izin Kerja
Apoteker (SIKA) untuk melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas
produksi atau distribusi/penyaluran. Apoteker penanggung jawab di
Puskesmas dapat menjadi apoteker pendamping di luar jam kerja dan
diberikan SIPA paling banyak 3 fasilitas pelayanan kefarmasian.
55

5. Kedudukan, tugas, dan tanggung jawab jabatan fungsional


Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada
keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. Penetapan
Jabatan Fungsional Jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional
keterampilan ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut:
a. Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja
yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan dan/atau pelatihan
teknis tertentu dengan sertifikasi
b. Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi
c. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan :
- Tingkat keahlian, bagi jabatan fungsional keahlian
- Tingkat keterampilan, bagi jabatan fungsional
keterampilan
- Pelaksanaan tugas bersifat mandiri.
- Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi organisasi.

Jabatan Fungsional Pengembangan Kompetensi ASN berdasarkan


Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(PAN RB) Nomor 39 tahun 2021 pasal 6 tentang Tugas Jabatan Fungsional
Analis Pengembangan Kompetensi adalah melaksanakan analisis di bidang
Pengembangan Kompetensi melakukan:
a. Pemetaan kompetensi
b. Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi
c. Pemantauan dan evaluasi Pengembangan Kompetensi
d. Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi, meliputi:
56

- Penyusunan desain Pengembangan Kompetensi


- Verifikasi rencana Pengembangan Kompetensi
- Pengembangan program Pengembangan Kompetensi
- Asistensi, konsultasi dan advokasi Pengembangan
Kompetensi.
e. Pemantauan dan evaluasi Pengembangan Kompetensi, meliputi:
- Pemantauan program Pengembangan Kompetensi
- Evaluasi dan analisis tingkat pencapaian program
Pengembangan Kompetensi.

6. Jabatan fungsional Apoteker


PNS yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh
oleh Pejabat yang Berwenang untuk melaksanakan tugas di bidang praktik
kefarmasian. Dengan melakukan Tugas Jabatan Fungsional Apoteker yaitu
melaksanakan Praktik Kefarmasian yang meliputi penyusunan rencana
Praktik Kefarmasian, pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
BMHP, pelayanan farmasi klinik, sterilisasi sentral, pelayanan farmasi
khusus, serta penerapan kajian farmakoekonomi dan uji klinik. Mengabdi
kepada masyarakat dengan harapan melakukan:
a. Interprofessional Collaboration
Membangun lingkungan kerja yang berorientasi pada kolaborasi dan
kerjasama antar tenaga kesehatan terkait dalam pelayanan kesehatan
b. Kreatif, inovatif dan Evidence Based Thinking
Berpikir kreatif, inovatif dan berbasis bukti untuk memberikan
pelayanan yang tepat, efektif, efisien, aman dan berkualitas
c. Long Life Learning
57

Tidak bosan belajar dan menambah wawasan untuk mendukung


peningkatan kompetensi dan keterampilan tenaga kesehatan baik
melalui pelatihan maupun pendidikan formal.

3.2 Kegiatan Hari Jumat, 13 Mei 2022


3.2.1 Materi Pertama : Program Pencegahan dan Pengendalian
Tuberculosis (TBC)
Materi program pencegahan dan pengendalian tuberculosis (TBC)
disampaikan oleh Drs. Christian Yochanan, Apt. Penyakit Tuberculosis
(TBC) atau yang lebih dikenal dengan paru-paru basah merupakan penyakit
menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis, yang
dapat menyerang ke seluruh organ tubuh, sebagian besar menyerang organ
paru-paru sebanyak 95%, dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan
kematian. Perkiraan kasus TBC di Indonesia pada tahun 2021 mencapai
845.000 kasus, ini termasuk penyumbang kasus TBC terbanyak ke- 3 setelah
India dan Cina. Situasi TBC di Jawa Timur pada tahun 2021 sebanyak
95.925, dan yang ditemukan mendapatkan penanganan baru 45,08%, hal ini
menunjukkan bahwa kasus yang belum diketahui masih banyak
dibandingkan yang sudah diketahui, sehingga perlu adanya program
pengendalian TBC. Penularan TB melalui droplet, baik pada saat batuk,
bersin, dan bicara. Penyakit TB dapat menularkan ke siapa saja, baik anak,
remaja, dewasa, dan lansia. TBC dapat menyerang ke berbagai organ tubuh,
seperti otak, usus, jantung, dan organ-organ lainnya. Dampak penyakit TBC
yaitu kelelahan, sesak nafas, cacat, dan paling berat kematian. Berikut ini
tanda dan gejala terkena penyakit TBC:
a. Batuk berdahak lebih dari 2 minggu
b. Demam lama tanpa sebab yang jelas
c. Sesak nafas
58

d. Batuk darah
e. Berat badan menurun
f. Nyeri dada
g. Nafsu makan berkurang
h. Berkeringat pada malam hari
i. Ada benjolan di kelenjar/leher.

Penemuan penderita TBC pada orang dewasa dilakukan secara


intensif pada kelompok rentan dan populasi terdampak TBC, dan melakukan
kontak penderita TBC yang positif, serta semua tersangka harus dilakukan
pemeriksaan sputum dengan sewaktu dan pagi (SP), pagi dan sewaktu (PS),
sewaktu dan sewaktu (SS). Pada anak dapat dilakukan dengan bilas lambung,
bronkoskopi, dan sebagian besar diagnosis pada anak atas gambaran klinis,
gambaran radiologis dan uji tuberkulin. Diagnosis TBC ditemukan
berdasarkan pemeriksaan mikroskopik, namun pada akhir tahun 2021 untuk
menegakkan diagnosa TBC digunakan alat TCM (Tes Cepat Molekuler).
Alur penegakan diagnosis TBC terbaru, baik pasien yang terduga TBC paru,
maupun TBC extra paru dilakukan dengan alat TCM. Apabila seseorang
terkena penyakit TBC dan tidak diobati, maka ada beberapa kemungkinan
yang bisa terjadi, diantaranya sebagai berikut:
a. 50% dari pasien TBC akan meninggal
b. 30% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi
c. 20% berlanjut mengeluarkan kuman dan tetap sebagai sumber
penularan untuk beberapa tahun sebelum meninggal
d. Pasien TBC ekstra paru satu diantara dua akan mati dan yang lain
secara spontan akan sembuh dengan meninggalkan cacat.
59

Strategi dalam penanggulangan TBC menggunakan strategi DOTS


(Directly Observed Treatment Short-course), yaitu sebuah pendekatan dalam
menyelesaikan masalah tuberkulosis, dengan pengobatan jangka panjang
yang dilakukan dengan pengawasan secara ketat. Strategi DOTS dapat
menggunakan obat program, dan dapat menggunakan obat non program, asal
regimennya tetap standar. Strategi DOTS dijalankan di seluruh pelayanan
kesehatan, termasuk RS, klinik swasta dan dokter praktik mandiri. Strategi
DOTS ini memiliki 5 unsur yaitu:
a. Komitmen politis
b. Diagnosa sputum dengan menggunakan TCM
c. Pengobatan jangka pendek dengan pengawasan minum obat secara
langsung
d. Ketersediaan obat yang bermutu
e. Dilakukan pencatatan dan pelaporan.

Kuman TBC ada yang kebal terhadap Obat Anti Tuberculosis


(OAT), maka jika resisten terhadap INH dan rifampisin ini disebut kuman
TBC MDR (Multi Drug Resisten). Resisten ini dapat terjadi bisa karena
kesalahan petugas kesehatan, seperti tidak memberikan penjelasan atau
arahan yang benar, dan pasien seperti tidak rutin dalam minum obat.
1. Pengobatan TBC
a. Kasus baru : 2 bulan fase intensif, 4 bulan fase lanjutan
Sesuai pada Tabel 3.2 yang menjelaskan mengenai dosis
OAT kategori 1 yaitu 2(HRZE)/4(HR)3 (intermittent), artinya 2
bulan pertama tahap awal diberikan isoniazid (H), rifampisin (R),
pyrazinamide (Z) dan etambutol (E) setiap hari dan dilanjutkan 4
bulan tahap lanjutan diberikan isoniazid (H) dan rifampisin (R) 3
kali dalam seminggu.
60

OAT 2(HRZE)/4(HR) (dosis harian), artinya 2 bulan


pertama tahap awal diberikan isoniazid (H), rifampisin (R), 57
pyrazinamide (Z) dan etambutol (E) setiap hari dan dilanjutkan 4
bulan tahap lanjutan diberikan isoniazid (H) dan rifampisin (R)
setiap hari. Pada kategori 1 ini diberikan kepada:
- Pasien TBC paru terkonfirmasi bakteriologis
- Pasien TBC paru terdiagnosis klinis
- Pasien TBC ekstra paru.

Tabel 3.2 Tabel Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1


Tahap Intensif Tiap Hari Tahap Lanjutan 3 kali
Berat Badan Selama 56 Hari RHZE Seminggu Selama 16
(150/75/400/275) Minggu RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

b. Kasus pengobatan ulang untuk sekarang sudah tidak ada


Pada Tabel 3.3 menjelaskan mengenai dosis OAT kategori
2. 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3, artinya 2 bulan pertama tahap
awal diberikan isoniazid (H), rifampisin (R), pyrazinamide (Z),
etambutol (E) dan streptomisin (S) setiap hari, dilanjutkan 1 bulan
regimen sisipan diberikan isoniazid (H), rifampisin (R),
pyrazinamide (Z) dan etambutol (E) setiap hari dan dilanjutkan 5
bulan tahap lanjutan diberikan isoniazid (H), rifampisin (R) dan
etambutol (E) 3 kali dalam seminggu.
Kategori 2 ini mulai tahun 2022 sudah tidak diproduksi.
Diberikan Pada Pasien yang pernah di obati TBC, yaitu:
- Pasien kambuh
61

- Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT


kategori 1 sebelumnya
- Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up).

Tabel 3.3 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2


Tahap Lanjutan 3
Tahap Intensif Tiap Hari Selama 56 Hari kali Seminggu
Berat Badan RHZE (150/75/400/275) Selama 16 Minggu
RH (150/150)
Selama 56 Hari Selama 28 Hari Selama 20 Minggu
2 tablet 4KDT + 500 2 tablet 2KDT + 2
30-37 kg 2 tablet 2KDT
mg Streptomisin inj tab Etambutol
3 tablet 4KDT + 750 3 tablet 2KDT + 3
38-54 kg 3 tablet 2KDT
mg Streptomisin inj tab Etambutol
4 tablet 4KDT + 1000 4 tablet 2KDT + 4
55 – 70 kg 4 tablet 2KDT
mg Streptomisin inj tab Etambutol
5 tablet 4KDT + 1000 5 tablet 2KDT 5 tablet 2KDT + 5
≥ 71 kg
mg Streptomisin inj (> do maks) tab Etambutol

c. Pengobatan TBC anak


Kategori Anak dengan 3 macam obat, yaitu 2HRZ/4HR
atau 2HRZE(S)/4-10HR dengan waktu pengobatan TBC pada anak
6-12 bulan, pengobatan pada anak dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Tabel Dosis kombinasi pada TB anak


Berat Badan (kg) 2 Bulan RHZ (75/50/150) 4 Bulan RH (75/50)
5-7 1 tablet 1 tablet
8-11 2 tablet 2 tablet
12-16 3 tablet 3 tablet
17-22 4 tablet 4 tablet
23-30 5 tablet 5 tablet
Keterangan : BB > 30 kg diberikan 6 tablet atau menggunakan KDT dewasa.

Pencegahan TBC dapat dilakukan secara individu dengan


melakukan imunisasi dan dan profilaksis INH. Peran serta masyarakat dalam
upaya pencegahan dan penanggulangan Tuberkulosis dapat mendorong
62

tercapainya target program. Masyarakat perlu terlibat aktif dalam kegiatan


sesuai dengan kondisi dan kemampuan, karena Tuberkulosis dapat
ditanggulangi bersama. Pelibatan secara aktif masyarakat, organisasi
kemasyarakatan dan keagamaan baik lintas program dan lintas sektor
diutamakan pada 4 area dalam program Penanggulangan TB yaitu:
1. Penemuan orang terduga TB
Masyarakat baik secara individu, dalam keluarga, lingkungan
masyarakat maupun secara organisasi terlibat dalam penemuan orang terduga
TB dengan melakukan pengamatan dan mengenali orang yang mempunyai
gejala TB atau sangat rentan terhadap TB dan atau
menganjurkan/merujuknya untuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
2. Dukungan pengobatan TB
Peran masyarakat juga sangat penting dalam pengobatan pasien TB
yaitu memastikan pasien mendapatkan pengobatan sesuai standar dan
memantau pengobatan sampai sembuh.
3. Pencegahan TB
Masyarakat juga dapat menyampaikan pesan kepada anggota
masyarakat lainnya tentang pencegahan penularan TB dan berperilaku hidup
bersih dan sehat serta bagaimana mengurangi faktor risiko yang membantu
penyebaran penyakit.
4. Mengatasi faktor sosial yang mempengaruhi penanggulangan TB
Peran masyarakat diharapkan dapat membantu mengatasi faktor-
faktor di luar masalah teknis medis TB namun sangat mempengaruhi atau
memperburuk keadaan yaitu kemiskinan, kondisi hidup yang buruk, gizi
buruk, hygiene dan sanitasi, serta kepadatan penduduk.
63

3.2.2 Materi Kedua : Program Pencegahan dan Pengendalian HIV/AIDS


Pada kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini telah
didapatkan materi terkait “Program Pencegahan dan Pengendalian
HIV/AIDS” dari narasumber bapak Arief Firman Wicaksono, S.KM. bahwa
yang dimaksud dengan HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh sehingga daya tubuh semakin melemah dan rentan diserang berbagai
penyakit sedangkan AIDS merupakan kumpulan gejala (infeksi oportunistik)
yang disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh. Prinsip penularan HIV
dikenal dengan ESSE yang berarti:
a. Exit : keluar dari tubuh manusia
b. Survive : HIV dalam kondisi hidup
c. Sufficient : Jumlahnya (konsentrasi) cukup
d. Enter : HIV masuk ke dalam tubuh.

Penularan dari HIV sendiri dapat terjadi melalui perinatal (transfusi


darah, dan sharing needle), hubungan seks, perinatal (kehamilan, persalinan,
menyusui), luka terbuka (terkontaminasi dengan darah yang mengandung
virus HIV). Virus HIV dapat ditularkan bila seseorang yang sehat terpapar
cairan tubuh pengidap HIV seperti, darah, air mani (pria), cairan vagina
(perempuan) dan cairan bagian tubuh lainnya. Stadium klinis HIV/AIDS
menurut WHO 2006 dapat dilihat pada Tabel 3.5 serta alur diagnosis HIV
dapat dilihat pada Gambar 3.6.
64

Tabel 3.5 Stadium Klinis


Stadium klinis 1 - Tidak ada gejala
- Limfadenopati Generalisata Persisten
Stadium klinis 2 - Penurunan berat badan yang sedang, tanpa penyebab yang jelas
- (<10% dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya)
- Infeksi saluran pernafasan berulang (sinusitis, tonsillitis, otitis media,
faringitis)
- Herpes zoster
- Cheilitis angularis
- Ulkus mulut yang berulang
- Ruam kulit lengan dan tungkai gatal (papular pruritic eruptions)
- Dermatitis seboroik
- Infeksi jamur pada kuku
Stadium klinis 3 - Penurunan berat badan yang banyak, tanpa sebab yang jelas (> 10%
dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya)
- Diare kronis yang tak jelas penyebabnya selama > 1 bulan
- Demam intermiten atau menetap yang tak jelas penyebabnya selama
> 1 bulan
- Candidiasis pada mulut yang berulang
- Oral Hairy Leukoplakia pada lidah
Stadium klinis 4 - Sindrom Wasting HIV
- Pneumonia Pneumocystis (jiroveci)
- Pneumonia bacteria berat berulang
- Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, genital, atau anorektal
selama > 1 bulan atau visceral manapun)
- Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis di trakea, bronkus/paru-paru)
- Tuberkulosis ekstra paru
- Kaposi sarcoma
- Penyakit Citomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain, tidak
termasuk hati, limpa dan kelenjar getah bening)
- Toksoplasmosis di sistem saraf pusat
- Ensefalopati HIV
- Kriptokokosis ekstra paru termasuk meningitis
- Infeksi Mycobacterium non- tuberculosis yang menyebar
- Leukoensefalopati Multifokal Progresif
- Cryptosporidiosis kronis
- Isosporiasis kronis
- Mikosis profunda (histoplasmosis, coccidioidomycosis)
- Septicemia yang berulang (termasuk Salmonella yang tak
menyebabkan tifus)
- Limfoma (serebral atau non- Hodgkin)
- Karsinoma serviks invasif
- Leishmaniasis atipikal diseminata
- Nefropati atau kardiomiopati simtomatik terkait HIV
65

Gambar 3.6 Strategi Tes Diagnosis HIV untuk Usia ≥ 18 Tahun


(Dinas Kesehatan Jawa Timur)

Pengobatan HIV menggunakan ARV (antiretroviral) yang bertujuan


untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi
oportunistik dan meningkatkan kualitas hidup pengidap HIV. Pengobatan
AIDS bertujuan untuk menurunkan sampai tidak terdeteksi jumlah virus
(viral load) HIV dalam darah dengan menggunakan kombinasi obat ARV.
Pengobatan HIV dan AIDS dilakukan dengan cara pengobatan:
a. Terapeutik
Pengobatan yang meliputi pengobatan ARV, pengobatan IMS dan
pengobatan infeksi oportunistik.
b. Profilaksis
Pengobatan profilaksis meliputi, pemberian ARV pasca pajanan dan
kotrimoksazol untuk terapi dan profilaksis.
c. Penunjang
Pengobatan penunjang meliputi pengobatan suportif, adjuvant dan
perbaikan gizi.
66

Indikasi untuk memulai terapi ARV


a. Semua pasien dengan stadium 3 dan 4, berapapun jumlah CD4 atau;
b. Semua pasien dengan CD4 < 350 sel/ml, apapun stadium klinisnya;
c. Semua pasien dibawah ini apapun stadium klinisnya dan berapapun
jumlah CD4
- Semua pasien koinfeksi TB
- Semua pasien koinfeksi HBV
- Semua ibu hamil
- ODHA yang memiliki pasangan dengan status HIV negatif
(serodiscordant)
- Populasi kunci (penasun, waria, LSL,WPS)
- Pasien HIV (+) yang tinggal pada daerah epidemi meluas
seperti Papua dan Papua Barat.

Obat ARV lini pertama yang tersedia di Indonesia


a. Tenofovir (TDF) 300 mg
b. Lamivudin (3TC) 150 mg
c. Zidovudine (ZDV/AZT) 100 mg
d. Efavirenz (EFV) 200 mg dan 600 mg
e. Nevirapine (NVP) 200 mg
f. Kombinasi dosis tetap (KDT):
- TDF + FTC 300 mg/200 mg
- TDF + 3TC + EFV 300 mg/150 mg/600 mg

Obat ARV harus diminum seumur hidup dengan tingkat kepatuhan


yang tinggi (>95%) sehingga petugas kesehatan perlu untuk membantu
pasien agar dapat patuh minum obat, kalau perlu melibatkan keluarga atau
67

pasien lama. Cara pemberian terapi ARV (4S - start, substitute, switch dan
stop) yaitu:
a. Start
Memulai terapi ARV pada ODHA yang baru dan belum pernah
menerima sebelumnya.
b. Restart
Memulai kembali setelah berhenti sementara.
c. Substitute
Mengganti salah satu atau sebagian komponen ARV dengan obat
dari lini pertama.
d. Switch
Mengganti semua regimen ARV (beralih ke lini kedua).
e. Stop
Menghentikan pengobatan ARV.

Salah satu cara penularan HIV adalah dari ibu HIV positif ke
bayinya, dimana penularan ini dapat berlangsung mulai dari kehamilan,
persalinan maupun menyusui. Faktor penyebab penularan yang terpenting
adalah jumlah virus dalam darah sehingga perlu mendeteksi ibu hamil HIV
positif dan memberikan pengobatan ARV seawal mungkin sehingga
kemungkinan bayi tertular HIV menurun. Pencegahan dapat dilihat pada
Tabel 3.6.
68

Tabel 3.6 PPIA (Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak)


Waktu
Ibu Anak
pemberian
Hepatitis Positif : - HbIg - 24 jam
B - Rujuk FKRTL - HBsAg pertama
- Lapor Dinkes - 9 bulan
kota/kab melalui
PKM untuk
penyediaan HBIg bayi
HIV Positif : - ASI eksklusif - 24 jam - 6
- Rujuk ke PDP untuk - PAFI-AFASS minggu
mendapatkan ARV - Profilaksis ARV - 4-6 minggu
- EID - Usia 6
- Profilaksis minggu
Kotrimokasazol sampai
dengan
tersingkirkan
diagnosis
HIV
Sifilis Positif : Observasi gejala, tanda, Saat lahir
Terapi segera dengan RPR, laboratorium lainnya 3,6,9,12 dan 24
Benzathine Penicillin - Congenital syphilis (lesi
- Dini : 2,4 juta IU IM kulit, snuffles, trias
1x Hutchinson, RPR ≥ 4 kali
- Lanjut : 2,4 juta IU IM ibu, dll) atau tidak CS,
3x interval 1 minggu tetapi ibu tidak terapi
- Terapi tidak adekuat : adekuat :
jika diberikan rejimen a. Aqueous benzyl
bukan penicillin dan penicillin 100,000-
atau dalam 30 hari 150,000 U/kg
menjelang persalinan BB/hari, 10-15 hari,
IV, atau
b. Penicillin procain
50,000 U/kg
BB/hari, IM, 10-15
hari.
- Ibu sudah terapi adekuat :
Klinis normal atau RPR
≤ 4 kali ibu:
Monitor atau Benzatin
Penicillin 50,000 IU/kg
BB, SD, IM.

Dalam melaksanakan tujuan penanggulangan tersebut tentu peran


pemerintah sangat penting. Menurut Permenkes No. 21 tahun 2013 tujuan
program penanggulangannya ada 3 hal yang harus diperhatikan, yang disebut
69

3 Zero 2030 yaitu Zero New HIV infection (diharapkan pada tahun 2030 tidak
ada infeksi baru), Zero AIDS related death (diharapkan tidak ada kematian
akibat HIV), dan Zero discrimination. Banyak upaya yang telah dilakukan
oleh pemerintah salah satunya ialah strategi Fast Track 90-90-90 yang
meliputi percepatan pencapaian 90% orang mengatasi status HIV, 90% dari
ODHA yang melakukan terapi, dan 90% ODHA dalam terapi ARV berhasil
menekan jumlah virus sehingga mengurangi kemungkinan HIV serta tidak
ada lagi diskriminasi ODHA. Dalam rangka untuk mencapai target tersebut
Kementerian Kesehatan menerapkan strategi jalur cepat yaitu Suluh,
Temukan, Obati Dan Pertahankan (STOP) yang dilaksanakan berdasarkan
Permenkes No. 21 tahun 2013.

Tabel 3.7 Pola Penanganan HIV AIDS dan PIMS


Penemuan Penjangkauan Dilakukan
Penjangkauan Penjangkauan Populasi Kunci sesuai Estimasi Populasi
Kunci
Tes - Deteksi dini hiv di fasyankes Target tes populasi berisiko
Diagnostik - Skrining dan terinfeksi hiv
Pengobatan diagnostik semua orang yang Target odha on arv tahun 2021 :
berisiko terinfeksi 45%
Target odha on arv tahun 2022 :
50%
Pengobatan - ARV lini 1 dan 2 Target pemeriksaan vl pada
- Biaya transportasi obat tahun 2021 : 60% dari
target odha on arv
- Pemeriksaan cd4 Target pemeriksaan vl pada
tahun 2022 : 65% dari
target odha on arv
Pemantauan - Penyediaan reagen Kunjungan rumah dan
pengobatan dan cartrid vl Pendampingan bagi odha batu
- Penambahan mesin vl hiv dan odha yang putus obat
- Biaya transport spesimen
Pendampingan dan - Pendampingan minum obat
dukungan - Perawatan paliatif
70

3.2.3 Materi Ketiga : Program Pencegahan dan Pengendalian Kusta


Pada kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini telah
disampaikan materi mengenai Program Pencegahan dan Pengendalian kusta
yang disampaikan oleh Bapak Sumarsono, S.KM. Kusta adalah penyakit
infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Penyakit
ini mempunyai afinitas utama pada saraf tepi/perifer, kemudian kulit, dan
dapat mengenai organ tubuh lain seperti mata, mukosa saluran napas atas,
otot, tulang dan testis. Sumber penularan penyakit Kusta melalui Bakteri
yang jenisnya sama dengan bakteri TBC. Dimana mekanisme cara
penularannya hingga kini tidak diketahui secara pasti. Hal yang paling
dipercaya adalah bahwa penyakit itu ditularkan melalui kontak antara
penderita penyakit Kusta karier dengan orang yang rentan. Cara penularan
bakteri ini diduga melalui cairan dari hidung yang biasanya menyebar ke
udara ketika penderita batuk atau bersin, dan dihirup oleh orang lain. Dalam
kebanyakan kasus, bakteri tersebut tersebar melalui kontak jangka panjang
antara orang yang rentan dengan seseorang yang memiliki penyakit Kusta
tapi belum diobati. Untuk menetapkan diagnosis Kusta, perlu dicari tanda-
tanda utama (cardinal signs), yaitu:
a. Kelainan kulit atau lesi dapat berbentuk hipopigmentasi atau eritema
yang mati rasa (anestesi).
b. Penebalan saraf tepi disertai dengan gangguan fungsi saraf akibat
peradangan saraf tepi (neuritis perifer) kronis. Gangguan fungsi
saraf ini dapat berupa:
- Gangguan fungsi sensoris : anestesi
- Gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis otot
- Gangguan fungsi otonom : kulit kering atau anhidrosis dan
terdapat fisura.
71

c. Adanya Basil Tahan Asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit


(slit skin smear). Diagnosis Kusta ditegakkan apabila terdapat satu
dari tanda-tanda utama di atas. Pada dasarnya sebagian besar
Penderita Kusta dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis
dan/atau pemeriksaan bakteriologis dan penunjang lain. Jika masih
ragu maka dianggap sebagai Penderita Kusta yang dicurigai
(suspek/tersangka).

Dalam klasifikasi Kusta sesuai dengan kriteria WHO dapat dibagi


dalam 2 tipe yaitu tipe Pausibasiler (PB) dan tipe Multibasiler (MB). Sebagai
dasar penentuan dari klasifikasi ini yaitu gambaran klinis dan hasil
pemeriksaan BTA melalui pemeriksaan kerokan jaringan kulit dapat dilihat
pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8 Tanda-Tanda Kusta pada Tipe Pausibasiler (PB) dan


Multibasiler (MB)
Tanda PB MB
Lesi kulit (berbentuk Jumlah lesi 1 – 5 Jumlah lesi > 5
bercak datar, papul atau - Hipopigmentasi atau - Distribusi lebih
nodus) eritema simetris
- Distribusi asimetris - Mati/kurang rasa tidak
- Mati/kurang rasa jelas jelas
Kerusakan saraf
(ditemukan adanya
mati/kurang rasa, dan atau
Hanya satu saraf Lebih dari 1 saraf
kelemahan otot yang
dipersarafi saraf yang
terkena
Hasil pemeriksaan slit
Negatif Positif
skin smear BTA

Pengobatan Kusta dengan Multi Drug Therapy (MDT) untuk tipe


PB maupun MB. MDT adalah kombinasi dua atau lebih obat anti Kusta, salah
satunya Rifampisin sebagai anti Kusta yang bersifat bakterisidal kuat
72

sedangkan obat anti Kusta lain bersifat bakteriostatik. MDT tersedia dalam
bentuk 4 macam blister MDT sesuai dengan kelompok umur (PB dewasa,
MB dewasa, PB anak dan MB anak). Tata cara minum MDT adalah dosis
hari pertama pada setiap blister MDT diminum di depan petugas saat
Penderita Kusta datang atau bertemu Penderita Kusta, selanjutnya diminum
di rumah dengan pengawasan keluarga. Pengobatan Kusta dengan MDT
bertujuan untuk:
a. Memutuskan mata rantai penularan
b. Mencegah resistensi obat
c. Meningkatkan keteraturan berobat
d. Mencegah terjadinya disabilitas atau mencegah bertambahnya
disabilitas yang sudah ada sebelum pengobatan.

Dengan matinya kuman, maka sumber penularan dari Penderita


Kusta, terutama tipe MB ke orang lain terputus. Disabilitas yang sudah terjadi
sebelum pengobatan tidak dapat diperbaiki dengan MDT. Bila Penderita
Kusta tidak minum obat secara teratur, maka kuman Kusta dapat menjadi
resisten/kebal terhadap MDT, sehingga gejala penyakit menetap, bahkan
memburuk. Gejala baru dapat timbul pada kulit dan saraf. Kelompok orang
yang membutuhkan MDT meliputi:
a. Penderita Kusta yang baru didiagnosa Kusta dan belum pernah
mendapat MDT
b. Penderita Kusta ulangan yaitu Penderita Kusta yang mengalami hal-
hal di bawah ini:
- Relapse
- Masuk kembali setelah default (dapat PB maupun MB)
- Pindah berobat (pindah masuk)
- Ganti klasifikasi atau tipe
73

Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan yang


direkomendasikan oleh WHO, sebagai berikut:
a. Penderita kusta tipe Pausi Basiler (PB) untuk pengobatannya
diberikan dosis berdasarkan golongan umur sesuai Tabel 3.9. Pemberian satu
blister untuk 28 hari sehingga dibutuhkan 6 blister yang dapat diminum
selama 6-9 bulan. Jenis blister obat PB pada anak atau dewasa dapat dilihat
pada Gambar 3.7.

Tabel 3.9 Pemberian MDT Tipe PB Berdasarkan Golongan Umur


Usia < 5 Usia 5-9 Usia 10-15 Usia >15
Jenis obat Keterangan
tahun tahun tahun tahun
Minum di
Berdasar kan
300 mg/bln 450 mg/bln 600 mg/bln depan
berat badan*
petugas
Rifampisin
Minum di
25 mg/bln 50 mg/bln 100 mg/bln depan
petugas
Minum di
Dapson 25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari
rumah
*Dosis anak dibawah 5 tahun disesuaikan dengan berat badan:
a. Rifampisin : bulanan 10-15 mg/kgBB
b. Dapson : bulanan atau harian 1-2 mg/kgBB

a. b.

Gambar 3.7 Obat MDT tipe PB a) Blister PB Dewasa; b) Blister PB Anak


74

b. Penderita Kusta Tipe Multibasiler (MB) Pengobatan Tipe MB


diberikan dosis berdasarkan golongan umur sesuai Tabel 3.10. Pemberian
satu blister untuk 28 hari sehingga dibutuhkan 12 blister yang dapat diminum
selama 12-18 bulan. Jenis blister obat MB pada anak atau dewasa dapat
dilihat pada Gambar 3.8.

Tabel 3.10 Pemberian MDT Tipe MB Berdasarkan Golongan Umur


Usia < 5 Usia 5-9 Usia 10-15 Usia >15
Jenis obat Keterangan
tahun tahun tahun tahun
Berdasar Minum di
kan berat 300 mg/bln 450 mg/bln 600 mg/bln depan
badan* petugas
Rifampisin
Minum di
25 mg/bln 50 mg/bln 100 mg/bln depan
petugas
Minum di
Dapson 25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari
rumah
Minum di
100 mg/bln 140 mg/bln 300 mg/bln depan
petugas
Klofazimin
50 mg Minum di
50 mg 2x 50 mg per
setiap 2 rumah
seminggu hari
hari
*Dosis anak dibawah 5 tahun disesuaikan dengan berat badan:
a. Rifampisin : bulanan 10-15 mg/kgBB
b. Dapson : bulanan atau harian 1-2 mg/kgBB
c. Klofazimin : bulanan : 6 mg/kgBB, harian : 1 mg/kgBB

a. b.

Gambar 3.8 Obat MDT Tipe MB a) Blister PB Dewasa; b) Blister PB


Anak
75

Efek samping obat-obat MDT dan penanganannya secara ringkas


dapat dilihat pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11 Efek Samping Obat MDT dan Penanganannya
Masalah Nama Obat Penanganan
Ringan
Reassurance (menenangkan
Penderita Kusta dengan
Air seni berwarna merah Rifampisin
penjelasan yang benar),
konseling
Perubahan warna kulit
Klofazimin Konseling
menjadi coklat
Obat diminum bersama
Semua obat (3 obat dalam
Masalah gastrointestinal dengan makanan atau
MDT)
setelah makan
Anemia Hemolitik Dapson Hentikan Dapson
Serius
Ruam kulit yang gatal Dapson Hentikan Dapson, Rujuk
Alergi Urtikaria Dapson atau Rifampisin Hentikan keduanya, Rujuk
Ikterus (kuning) Rifampisin Hentikan Rifampisin, Rujuk
Shock, purpura, gagal ginjal Rifampisin Hentikan Rifampisin, Rujuk

Pengobatan pada penderita kusta dengan keadaan khusus dapat


dilihat pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12 Pengobatan pada Penderita Kusta dengan Keadaan Khusus
Kondisi Pemberian MDT
Hamil & menyusui Regimen MDT aman untuk ibu hamil/menyusui & anaknya.
Tuberkulosis dengan Pengobatan antituberkulosis & MDT diberikan bersamaan
kusta dengan dosis rifampisin sesuai dosis untuk tuberkulosis.
Pasien PB alergi Dapson Dapson diganti dengan klofazimin sampai memenuhi regimen 6
bulan.
Pasien MB alergi Pengobatan dengan rifampisin dan klofazimin saja sesuai
Dapson dengan dosis & jangka waktu pengobatan MB.
Tidak dapat minum Pengobatan selama 24 bulan dengan rincian sebagai berikut:
rifampisin 1. Klofazimin 50 mg ditambah 2 dari obat berikut;
Ofloksasin 400 mg atau minosiklin 100 mg atau
klaritromisin 50 mg setiap hari untuk 6 bulan
2. Dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg ditambah
Ofloksasin 400 mg atau minosiklin 100 mg setiap hari
selama 18 bulan
Menolak minum 1. MDT MB 12 bulan; Klofazimin diganti Ofloxacin 400
klofazimin mg/hari atau Minosiklin 100 mg/hari atau Rifampisin
600 mg/bulan, Ofloxacin 400 mg/bulan dan Minosiklin
100 mg/bulan selama 24 bulan
76

Setiap kali memeriksa seorang Penderita Kusta, juga dilakukan


pemeriksaan pada kulit dan saraf untuk mendeteksi dini adanya reaksi. Reaksi
Kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit Kusta yang
merupakan suatu reaksi kekebalan (seluler respon) atau reaksi antigen-
antibodi (Humoral response) yang dapat merugikan Penderita Kusta,
terutama pada saraf tepi yang bisa menyebabkan gangguan fungsi (cacat)
yang ditandai dengan peradangan akut baik di kulit maupun saraf tepi. Reaksi
Kusta dapat terjadi sebelum pengobatan, selama pengobatan, dan sesudah
pengobatan. Jenis reaksi sesuai proses terjadinya dibedakan atas 2 tipe yaitu
reaksi tipe 1 dan reaksi tipe 2 yang masing-masing derajatnya dibagi menjadi
reaksi ringan dan reaksi berat. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel
3.13.

Tabel 3.13 Perbedaan Reaksi Ringan dan Berat Pada Reaksi Tipe 1 dan 2
Gejala/ Reaksi tipe 1 Reaksi tipe 2
Tanda
Ringan Berat Ringan Berat
Bercak: merah,
Nodul: merah,
Bercak: tebal, panas, nyeri Nodul:
panas, nyeri yang
Kulit merah, tebal, yang bertambah merah,
bertambah parah à
panas, nyeri.* parah à sampai panas, nyeri
sampai pecah
pecah
Nyeri pada Nyeri pada Nyeri pada Nyeri pada
Saraf tepi
perabaan: (-) perabaan: (+) perabaan: (-) perabaan: (+)
Gangguan Gangguan fungsi: Gangguan Gangguan fungsi:
fungsi: (-) (+) fungsi: (-) (+)
Keadaan
Demam: (-) Demam: ± Demam: ± Demam: (+)
umum
Gangguan + (Misalnya pada
pada organ mata, sendi, testis,
lain dan lain-lain)

Penanganan reaksi Kusta yang cepat dan tepat akan mencegah


Penderita Kusta dari disabilitas. Penanganan reaksi Kusta dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang terdiri atas dokter dan tenaga kesehatan lain yang
terlatih dalam penanganan Kusta. Penanganan untuk reaksi ringan:
77

a. Berobat jalan, istirahat dirumah


b. Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu
c. Mencari dan menghilangkan faktor pencetus
d. Jika dalam pengobatan, MDT tetap diberikan dengan dosis tidak
diubah.

Penanganan untuk reaksi berat:


a. Mobilisasi lokal atau istirahat di rumah
b. Pemberian analgesik, sedatif
c. Mencari dan menghilangkan faktor pencetus
d. Jika dalam pengobatan, MDT tetap diberikan dengan dosis tidak
berubah
e. Reaksi tipe 1 dan tipe 2 berat diobati dengan prednison sesuai skema
f. Bila ada indikasi rawat inap Penderita Kusta dikirim ke rumah sakit
g. Reaksi tipe 2 berat berulang diobati dengan prednison dan
Klofazimin.
Pada Penderita Kusta yang mengalami reaksi berat, diperlukan
pengisian form lain, yaitu Form Evaluasi Pengobatan Reaksi Berat. Form ini
akan diisi rutin setiap 1-2 minggu untuk mengevaluasi kondisi Penderita
Kusta.

3.2.4 Materi Keempat : Program Pencegahan dan Pengendalian


Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis
Pemaparan mengenai materi ini disampaikan oleh Ibu Avie Sri
Hariyianti Rahayu, SKM. M.Kes. Penyakit tular dan zoonotik meliputi
Malaria, DBD/Infeksi Dengue, Leptospirosis, Antrax, Pes, GHPR (Gigitan
Hewan Penular Rabies). Penetapan jenis-jenis penyakit menular tertentu
yang dapat menimbulkan wabah didasarkan pada pertimbangan
78

epidemiologis, sosial budaya, keamanan, ekonomi, ilmu pengetahuan dan


teknologi, dan menyebabkan dampak malapetaka di masyarakat (Permenkes,
2010). Pada pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker kali ini
berkesempatan membahas mengenai topik DBD/Infeksi Dengue yang
disampaikan oleh perwakilan dari Dinas Kesehatan.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
1984, Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah
kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan
yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka. Penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah diantaranya
adalah Demam Berdarah Dengue (Permenkes, 1989). Demam Berdarah
Dengue yang selanjutnya disingkat dengan DBD adalah suatu penyakit
infeksi menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui
gigitan Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk Aedes aegypti
adalah nyamuk penular/vektor utama Penyakit DBD di Indonesia, yang
memiliki ciri-ciri berupa tubuh berwarna hitam dengan garis dan bercak putih
disertai ciri khasnya, yaitu terdapat garis lengkung putih pada sisi kanan dan
kiri bagian punggungnya dan lebih sering berada didalam rumah. (Pergub,
2011). DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di daerah Surabaya dan
Jakarta. Jumlah kasus dan penyebaran cenderung meningkat meskipun angka
kematian dapat ditekan. DBD termasuk salah satu emerging diseases yang
sampai saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama karena
berpotensi menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) terutama pada saat
musim hujan. Oleh karena itu, DBD wajib dilaporkan dalam waktu kurang
dari 24 jam secara berjenjang dari Puskesmas atau Posko Kesehatan lainnya
ke Dinas Kesehatan Kab/Kota kemudian Dinas Kesehatan Provinsi ke Pusat.
79

Penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus dengue


tersebut ditandai dengan gejala demam 2-7 hari disertai dengan manifestasi
perdarahan, trombositopenia, hemokonsentrasi yang ditandai kebocoran
plasma. Gejala tidak khas dapat terjadi juga seperti nyeri kepala, nyeri otot
dan tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola mata. Kriteria klinis dari
diagnosis DBD, antara lain:
a. Demam yang mendadak tinggi
b. Perdarahan (termasuk uji bendung, petekie, epistaksis,
hematemesis, melena, dll)
c. Hepatomegali
d. Syok (nadi kecil dan cepat, tekanan nadi < 20 atau hipotensi, gelisah,
dan akral dingin).
Kriteria laboratorik dari diagnosis DBD, antara lain:
a. Trombositopenia (< 100.000 mm3)
b. Hemokonsentrasi (Ht >20% dari normal)
Periode demam pada penyakit DBD sering disebut dengan pelana
kuda (Gambar 3.9) dimana dari suhu normal terjadi peningkatan suhu badan
selama 1-4 hari yang bisa disebut sebagai fase akut, selanjutnya penderita
akan mengalami penurunan suhu tubuh dimana pada fase ini harus dilakukan
pemantauan apabila penderita mengalami penurunan demam tetapi tidak
selera untuk makan dan minum serta lemas maka waspada demam dengue
shock, kemudian apabila kondisi penderita sudah membaik dan diikuti hasil
laboratorium baik maka sudah berhasil melewati masa kritis.
80

Gambar 3.9 Periode Demam Penyakit DBD

Proses penularan DBD terjadi dimulai pada saat virus dengue masuk
kedalam tubuh nyamuk saat menghisap darah penderita DBD. Nyamuk
menjadi infektif selama 8-12 hari kemudian (masa inkubasi ekstrinsik), virus
akan masuk melalui kelenjar ludah nyamuk dan masuk kedalam tubuh orang
sehat saat nyamuk menghisap darah. Pada seseorang yang terinfeksi gejala
akan timbul pada 4-6 hari kemudian (masa inkubasi intrinsik). Pertolongan
pertama pada penderita DBD.
1. Memberi minum sebanyak-banyaknya berupa:
a. Air putih boleh dibubuhi gula atau oralit
b. Susu (jangan susu coklat)
c. Air kelapa atau jus jambu
d. Kuah sop atau kaldu
2. Memberi obat penurun panas
3. Kompres secara rutin
4. Segera dibawa ke sarana pelayanan kesehatan terdekat.
81

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya DBD, antara lain


kepadatan vektor, kepadatan penduduk, urbanisasi, meningkatnya sarana
transportasi, perilaku masyarakat, perubahan iklim, pertumbuhan ekonomi,
dan ketersediaan air bersih. Strategi yang digunakan dalam pengendalian
DBD, antara lain:
1. Pengendalian vektor penular DBD dengan mengedepankan upaya
pemberdayaan masyarakat dan peran serta masyarakat dalam “PSN
3M Plus” melalui “Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik” dimana dalam
satu bangunan harus mempunyai satu orang yang bertanggung
jawab dalam memantau jentik.
2. Penguatan sistem surveilans untuk deteksi dini, pencegahan &
pengendalian kasus serta KLB DBD.
3. Penguatan diagnostik dan penatalaksanaan penderita secara adekuat
di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mencegah kematian.
4. Pengembangan dan pemanfaatan vaksin dan teknologi tepat guna
lainnya dalam upaya pencegahan dan pengendalian DBD.

Tujuan dari pengendalian program DBD tersebut, antara lain:


1. Meningkatkan persentase kabupaten/kota yang mencapai angka
kesakitan DBD ≤ 10 per 100.000 penduduk, yang diperoleh dari
rumus:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠
x 100.000 penduduk
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘

2. Menurunkan angka kematian akibat DBD menjadi < 1 %, yang


diperoleh dari rumus:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑖𝑏𝑎𝑡 𝐷𝐵𝐷
x 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠
82

3. Membatasi penularan DBD dengan mengendalikan populasi vector


sehingga angka bebas jentik (ABJ) ≥ 95%, yang diperoleh dari
rumus:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
x 100.000 penduduk
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎

Kegiatan Pokok Program Pengendalian DBD, antara lain:


a. Surveilans epidemiologi
b. Penemuan dan tatalaksana kasus
c. Pengendalian vektor
d. Peningkatan peran serta masyarakat
e. SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) dan penanggulangan KLB
(Kejadian Luar Biasa)
f. Penyuluhan
g. Kemitraan/jejaring kerja
h. Capacity building
i. Penelitian dan Survei
j. Monitoring dan evaluasi.

Upaya Pengendalian DBD dibedakan menjadi empat, antara lain:


1. Pencegahan DBD
a. Promosi kesehatan
b. PSN 3M Plus
c. PJB (Pemeriksaan Jentik Berkala)
d. Surveilans
2. Penanggulangan DBD
a. Penyelidikan epidemiologi
b. Penanggulangan focus
83

c. Fogging atau pengasapan


d. Larvasida
3. Penanganan Tersangka dan Penderita
a. Perawatan penderita
b. Melaporkan kasus secara berkala < 24 jam
4. Penanggulangan KLB DBD
a. Pengobatan penderita
b. Pemberantasan vector
c. Penyuluhan secara massal
d. Penilaian di wilayah tersebut apakah masih terdapat DBD

Pemantauan jentik seminggu sekali harus diiringi dengan Gerakan


PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) 3M Plus, yaitu:
a. Menguras Tempat Penampungan Air (TPA) seminggu sekali secara
teratur
b. Menutup rapat TPA
c. Menyingkirkan/Mendaur ulang barang bekas yang dapat
menampung air hujan
d. Larvasida
e. Pelihara ikan pemakan jentik
f. Repellant
g. Obat nyamuk bakar/semprot
h. Kawat kasa
i. Kelambu
j. Pakaian panjang, dll.
84

3.2.5 Materi Kelima : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Tidak Menular : Hipertensi dan Diabetes Mellitus
A. Hipertensi
Tekanan darah diartikan sebagai besarnya gaya yang diberikan oleh
darah untuk melawan dinding pembuluh darah dan biasanya dinyatakan
dalam satuan milimeter raksa (mmHg). Secara umum tekanan darah
dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer total (Guyton, 2007).
Menurut JNC VII (2003), hipertensi adalah peningkatan tekanan darah ≥
140/90 mmHg. Hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah peningkatan
tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih
dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit
dalam keadaan cukup istirahat atau tenang. Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu yang lama (persisten) dapat menimbulkan
kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan
otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah
yang tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat (Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan data dari AHA (American Heart Association) tahun
2011, di Amerika dari 59% penderita hipertensi hanya 34% yang terkendali,
disebutkan bahwa 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi (Heidenreich
et al., 2011). Banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang,
tetapi hanya 4% yang memiliki tekanan darah terkendali sedangkan 50%
penderita memiliki tekanan darah tidak terkendali (Bustan, 2007).
Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi penyakit tidak
menular mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013.
Dari hasil pengukuran tekanan darah hipertensi naik dari 25,8%menjadi
34,1%. Berdasarkan data dari Riskesdas 2018 menunjukkan proporsi
Riwayat minum obat dan alasan tidak minum obat pada penduduk hipertensi
85

berdasarkan diagnosis dokter atau minum obat sebanyak 54,4% rutin minum
obat, sebanyak 32,3% tidak rutin minum obat dan 13,3% tidak mau minum
obat. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2015
menunjukkan sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi,
artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang
hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025
akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap
tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya.
Faktor risiko yang dapat berpengaruh pada kejadian hipertensi
terdiri dari 2 faktor risiko yang dapat diubah dan faktor risiko yang tidak
dapat diubah. Beberapa faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti genetik,
usia, jenis kelamin, dan ras. Faktor risiko yang dapat diubah berhubungan
dengan faktor lingkungan berupa perilaku atau gaya hidup seperti obesitas,
kurang aktivitas, stres, dan konsumsi makanan. Konsumsi makanan yang
memicu terjadinya hipertensi diantaranya adalah konsumsi makanan asin,
konsumsi makanan manis, dan konsumsi makanan berlemak (Bustan, 2007).
Berdasarkan klasifikasi hipertensi menurut JNC VII, 2003. Adapun
klasifikasinya seperti pada Tabel 3.14.

Tabel 3.14 Klasifikasi Hipertensi (JNC VII, 2003)


Klasifikasi tekanan Tekanan darah sistol Tekanan darah diastol
darah (mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipetensi stage 1 140-159 90-99
Hipertensi stage 2 160 atau > 160 100 atau >100

Strategi dalam pengendalian hipertensi


1. Memberdayakan dan menggerakkan masyarakat
a. Pencegahan dan pengendalian faktor risiko hipertensi
b. Promosi konsumsi garam, gula dan lemak
86

c. SI jejaring kerja
2. Mengembangkan dan memperkuat
a. Promosi Kesehatan dan pengendalian faktor risiko
hipertensi
b. Surveilans epidemiologi dan SI, MONEV
3. Meningkatkan beberapa hal yaitu:
a. Akses masyarakat terhadap deteksi dini
b. Sarana dan prasarana, alat Kesehatan, obat dan pembiayaan
oleh pemerintah pusat atau daerah

Adapun kebijakan pengendalian hipertensi, yaitu:


1. Mengembangkan dan memperkuat
a. Pengendalian faktor risiko dengan POSBINDU PTM
b. Promosi faktor risiko perilaku CERDIK
c. Deteksi dini masyarakat dan FKTP
d. Tindak lanjut dini dan kegawatdaruratan hipertensi di
FKTP
e. Pelayanan rujukan FKTP
f. Manajemen, pemerataan, dan kualitas peralatan deteksi
dini
g. Surveilans epidemiologi dan kasus hipertensi
h. Profesionalisme SDM
i. SI pengendalian hipertensi
j. Jejaring kerja yang terintegrasi
2. Meningkatkan pelayanan
a. Rujukan hipertensi
b. MONEV pelaksanaan pengendalian hipertensi
87

c. Promosi Kesehatan tentang pencantuman informasi


kandungan gula, garam dan lemak pada makanan olahan
d. Advokasi dan sosialisasi
3. Strategi penanggulangan hipertensi dan penyakit kardiovaskuler
lain
a. Cegah hipertensi
Kebijakan:
- Regulasi penggunaan tembakau
- Regulasi konsumsi alkohol
- Regulasi gula, garam, lemak
- Regulasi yang dukung agar gerak fisik meningkat
(GERMAS)
- Regulasi yang permudah masyarakat dapat buah
dan sayur
Program:
- Pengukuran tekanan darah rutin dan edukasi gaya
hidup
Area:
- Komunitas, perkantoran, lingkungan masyarakat,
rumah makan, dll.
b. Diagnosis dan intervensi segera
Kebijakan:
- Regulasi standar pelayanan minimal Kesehatan
- Regulasi kebutuhan dasar Kesehatan JKN
Program:
- Skrining kelompok berisiko, edukasi gaya hidup,
pengobatan dan rujuk sesuai indikasi
88

Area:
- Komunitas dan fasilitas kesehatan primer
c. Kendalikan dan cegah komplikasi
Kebijakan:
- Penerbitan pedoman nasional pelayanan
kedokteran
- Pengaturan agar obat, alat kesehatan, tenaga
medis/Kesehatan tersedia dan bermutu di fasilitas
Kesehatan
- Pelaksanaan audit medik
Program:
- Kuratif, rehabilitatif, paliatif, peningkatan kualitas
hidup
Area:
- Fasilitas kesehatan primer dan rujukan

B. Diabetes Melitus
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas
tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau
glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin
yang dihasilkannya. Diabetes merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang penting, menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas
yang menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus
dan prevalensi diabetes terus meningkat selama beberapa dekade terakhir
(WHO, 2016).
Diabetes mellitus tipe 2 adalah suatu kondisi kronik yang terjadi
ketika ada peningkatan kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak dapat
menghasilkan hormon insulin yang cukup dan ketidakmampuan tubuh untuk
89

merespon sepenuhnya terhadap insulin, yang didefinisikan sebagai resistensi


insulin. Insulin adalah hormon esensial yang diproduksi di kelenjar pankreas
tubuh, dan mengangkut glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh di mana
glukosa diubah menjadi energi. Kurangnya insulin atau ketidakmampuan sel
untuk merespon insulin menyebabkan tingginya kadar glukosa darah atau
hiperglikemia, yang merupakan ciri khas diabetes. Hiperglikemia, jika
dibiarkan dalam jangka panjang, dapat menyebabkan komplikasi pada
berbagai organ tubuh, seperti penyakit kardiovaskular (stroke, penyakit
jantung koroner, gagal jantung), neuropati, nefropati, dan penyakit mata,
yang menyebabkan retinopati dan kebutaan (IDF, 2017).
Menurut International Diabetes Federation (2013), kawasan Asia
Pasifik merupakan kawasan terbanyak yang menderita diabetes melitus,
dengan angka kejadianya 138 juta kasus (8.5%). IDF memperkirakan pada
tahun 2035 jumlah insiden DM akan mengalami peningkatan menjadi 205
juta kasus di antara usia penderita DM berusia 40-59 tahun (IDF, 2013).
Badan Kesehatan dunia (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah
penyandang DM pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan
jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (PERKENI, 2019). Sedangkan International
Diabetes Federation memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM
di indonesia pada orang dewasa (20-79 tahun) yaitu dari 10,7 juta pada tahun
2019, menjadi 13,7 juta pada tahun 2030, dan naik menjadi 16,9 juta pada
tahun 2045 (IDF, 2017). Penyebab kematian akibat diabetes melitus pada
kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki rangking ke-2
yaitu 14,7% dan daerah pedesaan diabetes melitus menduduki rangking ke-6
yaitu 5,8% berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2013).
Menurut Yahya (2018), Faktor risiko dari diabetes melitus adalah
sebagai berikut:
90

1. Genetik (keturunan) Seseorang yang memiliki hubungan darah


dengan orang yang memiliki riwayat diabetes melitus dan
banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki diabetes melitus
lebih cenderung memiliki risiko diabetes melitus yang tinggi.
Terdapat sebesar 5% risiko terkena diabetes melitus jika orang tua
atau saudara kandung mengalami diabetes mellitus.
2. Obesitas Hampir 80% orang yang terkena diabetes melitus pada usia
lanjut memiliki kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan akan
meningkatkan kebutuhan insulin pada tubuh. Orang dewasa dengan
berat badan berlebih memiliki sel-sel lemak yang lebih besar,
sehingga tidak merespon insulin dengan baik.
3. Usia Risiko diabetes dapat meningkat dengan bertambahnya usia,
terutama setelah usia 40 tahun. Hal ini terjadi karena jumlah sel-sel
beta di dalam pankreas yang memproduksi insulin menurun seiring
bertambahnya usia.
4. Kurang aktivitas fisik (olahraga) Aktivitas fisik seperti olahraga
sangat penting untuk mencegah terjadinya diabetes melitus, karena
jika tidak berolahraga tubuh dapat menjadi obesitas dan terjadilah
diabetes.
5. Wanita yang mengalami diabetes melitus saat mengandung atau
hamil (Diabetes melitus gestasional) dan melahirkan bayi dengan
berat > 4 kg
Strategi operasional dalam program pencegahan dan pengendalian
penyakit diabetes mellitus, yaitu:
1. Mencegah kasus baru
a. Promosi Kesehatan dengan menyebarluaskan tentang
perilaku hidup sehat, CERDIK, cegah faktor risiko DM
melalui media yang dapat diakses masyarakat
91

b. Deteksi dini/skrining dilakukan melalui UKBM dan


Puskesmas
c. Intervensi perilaku faktor risiko dilakukan sejak dini agar
dapat dicegah menjadi PTM.
2. Mengendalikan penyakit
a. Pengobatan seperti kepatuhan berobat, memanfaatkan
telemedicine agar penyakit terkontrol dan cegah
komplikasi
b. Penyakit terkontrol berupa self management dan
rehabilitasi
c. Kualitas hidup yang baik dan produktif berdaya guna.

Fokus utama pengendalian Diabetes Mellitus, antara lain:


a. Akselerasi penemuan dini faktor risiko PTM melalui Posbindu PTM
b. Penguatan intervensi modifikasi perilaku berisiko PTM melalui
Posbindu PTM
c. Akselerasi penemuan dini kasus berpotensi DM ke FKTP
d. Penguatan penatalaksanaan DM sesuai standar di FKTP
e. Peningkatan pemantauan keberhasilan pengobatan DM dengan
HbA1C.

Peran program pencegahan dan pengendalian penyakit diabetes melitus


yaitu:
a. Mengoptimalkan peran FKTP dalam upaya promotif preventif
dalam pencegahan P2DM
b. Melaksanakan pendekatan faktor risiko PTM (Diabetes Mellitus)
terintegrasi dan tatalaksana melalui PANDU
92

c. Pemanfaatan telemedicine dan pelayanan farmasi keliling bagi


penyandang DM
d. Melibatkan keluarga dalam pemantauan kepatuhan modifikasi gaya
hidup dan pengobatan bagi pasien-pasien penyakit kronis
e. Pencatatan pelaporan sangat penting sebagai bahan evaluasi dan
perencanaan untuk perbaikan program

3.2.6 Materi Keenam : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Tidak Menular : Kesehatan Jiwa
Kesehatan jiwa merupakan kondisi dimana seorang individu dapat
berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu dapat
menyadari kemampuan dirinya. Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK)
adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan
dan perkembangan kualitas hidup sehingga beresiko mengalami gangguan
jiwa, sedangkan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah orang yang
mengalami gangguan pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi
dalam bentuk sekumpulan gejala atau perilaku yang bermakna, serta dapat
menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang
sebagai manusia. Gangguan jiwa berat ditandai dengan terganggunya
kemampuan menilai realitas yang ditandai dengan gejala halusinasi, sedih
berkepanjangan, berkurangnya motivasi untuk melakukan kegiatan, marah-
marah tanpa sebab, tidak mau bergaul, tidak memperhatikan kebersihan diri,
menyendiri atau mengurung diri di kamar, ingin bunuh diri, bicara dan
tertawa sendiri.
Upaya kesehatan jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan
derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan
masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan
93

oleh pemerintah daerah atau masyarakat. Upaya dari kesehatan jiwa ini
bertujuan untuk menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang
baik, menikmati kehidupan dengan jiwa yang sehat, bebas dari ketakutan,
tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa, upaya
yang dilakukan yaitu :
1. Upaya promotif
Upaya promotif ditujukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat secara optimal,
menghilangkan stigma, diskriminasi, dan pelanggaran hak asasi
ODGJ sebagai masyarakat. Upaya promotif dapat dilaksanakan
pada lingkungan keluarga, lembaga pendidikan, tempat kerja,
masyarakat dan fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Upaya preventif
Upaya preventif kesehatan jiwa dilaksanakan di lingkungan
keluarga, lembaga dan masyarakat. Dalam lingkungan keluarga
dilaksanakan dalam bentuk pengembangan pola asuh yang
mendukung pertumbuhan dan perkembangan jiwa, upaya preventif
lembaga dilaksanakan dalam bentuk menciptakan lingkungan
lembaga yang kondusif bagi perkembangan kesehatan jiwa,
sedangkan upaya preventif di masyarakat dilaksanakan dalam
bentuk menciptakan lingkungan yang kondusif, memberikan
komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai pencegahan
gangguan jiwa.
3. Upaya kuratif
Upaya kuratif ditujukan untuk penyembuhan atau pemulihan,
pengurangan penderitaan, pengendalian disabilitas dan
pengendalian gejala penyakit.
94

4. Upaya rehabilitatif
Upaya rehabilitatif merupakan serangkaian kegiatan yang ditujukan
untuk mencegah atau mengendalikan disabilitas, memulihkan
fungsi sosial, mempersiapkan dan memberi kemampuan ODGJ agar
mandiri di masyarakat.
Penanganan ODGJ berbasis masyarakat dilakukan dengan cara
pemasungan yang telah terjadi selama bertahun-tahun sebagai dampak
ketidakmampuan keluarga dalam merawat ODGJ. Pemasungan merupakan
tindakan pengikatan dan pengekangan mekanis atau fisik dan/atau
penelantaran, pengisolasian sehingga merampas kebebasan dan hak asasi
seseorang termasuk hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Pada
Undang-undang RI Nomor. 18 Tahun 2014 pasal 86 menjelaskan bahwa
setiap orang yang dengan sengaja melakukan pemasungan, penelantaran,
kekerasan atau menyuruh orang lain melakukan pemasungan, penelantaran
atau kekerasan terhadap ODMK dan ODGJ yang melanggar hak asasi dapat
dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mekanisme penanganan kasus ODGJ dapat dilihat pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Mekanisme Penanganan Kasus Orang dengan Gangguan


Jiwa (ODGJ)
95

Upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dapat


dilakukan dengan cara:
a. Advokasi dan sosialisasi Gubernur/DPRD/Bupati/Walikota/ Camat
untuk membuat kebijakan yang memihak kepada upaya kesehatan
jiwa masyarakat
b. Mengoptimalkan peran Dinas Kabupaten/Kota/Puskesmas dalam
upaya kesehatan jiwa
c. Meningkatkan upaya cakupan dan pelayanan kesehatan jiwa di
fasilitas pelayanan kesehatan
d. Mendorong pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam upaya
kesehatan jiwa
e. Mengembangakan sistem informasi kesehatan jiwa melalui survey
dan penelitian.
Upaya Kesehatan Jiwa yang dilakukan bertujuan untuk menjamin
setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati kehidupan
kejiwaan yang baik, menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari
ketakutan, tekanan dan gangguan lain yang dapat mengganggu Kesehatan
Jiwa, selain itu Upaya Kesehatan Jiwa bertujuan untuk:
a. Menjamin setiap orang dapat mengembangkan potensi kecerdasan
b. Memberikan perlindungan dan menjamin pelayanan Kesehatan Jiwa
bagi ODGJ berdasarkan hak asasi manusia
c. Memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi,
komprehensif, dan berkesinambungan melalui upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif bagi ODMK dan ODGJ
d. Menjamin ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya dalam
Upaya Kesehatan Jiwa.
Sumber daya manusia di bidang Kesehatan Jiwa terdiri atas tenaga
kesehatan dengan kompetensi di bidang Kesehatan Jiwa, tenaga profesional
96

lainnya yang terlatih di bidang Kesehatan Jiwa. Dalam menjalankan tugasnya


sumber daya manusia di bidang Kesehatan Jiwa dilarang melakukan
kekerasan dan/atau menyuruh orang lain untuk melakukan kekerasan atau
tindakan lain yang tidak sesuai dengan standar pelayanan profesi terhadap
ODMK dan ODGJ. Dalam mengatur dan menjamin ketersediaan sumber
daya manusia di bidang Kesehatan Jiwa, pemerintahan dapat memberikan
pendidikan dan pelatihan ilmu kedokteran jiwa sebelum menangani ODMK
dan ODGJ.

3.3 Kegiatan Hari Selasa, 17 Mei 2022


3.3.1 Materi Pertama : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tidak Menular : Napza
Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Psikotropika merupakan zat alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
mempengaruhi susunan saraf pusat dan menyebabkan perubahan aktivitas
mental dan perilaku seperti halusinasi, gangguan cara berpikir dan perubahan
perasaan yang tiba-tiba, sedangkan bahan adiktif adalah obat atau bahan-
bahan selain dua zat di atas apabila dikonsumsi dapat menyebabkan
ketergantungan yang sulit dihentikan, dan berefek ingin menggunakan secara
terus-menerus, jika dihentikan dapat memberikan efek rasa tidak nyaman,
lelah luar biasa atau sakit luar biasa. Masalah penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) di Jawa Timur sangat global,
komplek yang mengakibatkan berbagai faktor resiko, hingga kematian.
Angka penyalahgunaan narkoba di Jawa Timur pada tahun 2019 yaitu sebesar
2,50%, dalam hal ini perlu adanya upaya pencegahan dan penanggulangan
97

yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Hasil penelitian BNN yang
bekerja sama dengan Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI pada
tahun 2019 yaitu:
a. Kebiasaan merokok, nongkrong malam dan bermain game
merupakan perilaku yang paling beresiko terhadap penyalahgunaan
Narkoba
b. Angka penyalahgunaan Narkoba pada laki-laki lebih besar daripada
perempuan
c. Usia pertama kali menggunakan Narkoba berkisar umur 17-19 tahun
d. Pengguna Narkoba terbanyak berada pada usia produktif 35-44
tahun
e. Lima jenis narkoba yang paling banyak dikonsumsi selama 1 tahun
terakhir adalah ganja, shabu, ekstasi, pil koplo, dan dextro.
Peredaran narkoba telah begitu gencar di masyarakat pada era
sekarang dan didukung oleh adanya teknologi yang semakin canggih yang
akan memudahkan penyebaran narkoba dari perkotaan ke pelosok desa
terpencil, dimana jenis – jenis narkoba begitu beragam dimana menyebabkan
masyarakat tidak mengetahui bahwa yang dikonsumsi mengandung narkoba.
Hasil survei yang dilakukan oleh BNN pada tahun 2017, penyalahgunaan
Narkoba berdasarkan pengelompokannya yaitu pada pekerja penyalahgunaan
Narkoba sebesar 59%, pada pelajar/mahasiswa sebesar 24% dan pada
populasi umum sebanyak 17%.
Dalam penanganan masalah NAPZA banyak permasalahan yang
terjadi dimana masyarakat atau korban penyalahgunaan masih khawatir akan
sanksi atau hukum pidana, pengguna juga merasa bahwa perilakunya akan
berdampak serius sehingga masyarakat takut mencari pertolongan untuk
dirinya. Gambaran upaya penanganan Napza dapat dilihat pada Tabel 3.15.
Masalah yang terjadi lainnya yaitu masyarakat belum mendapatkan edukasi
98

atau mendapatkan informasi yang salah terkait penanganan NAPZA, dan


strategi pendekatan yang diterapkan kepada masyarakat belum optimal.
Strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini harus melakukan
upaya-upaya pendekatan kepada sasaran kegiatan sebelum pelaksanaan
deteksi dini, fokus pada sasaran, memperkuat kerjasama lintas program dan
lintas sektor. NAPZA dapat diklasifikasikan berdasarkan cara penggunaan
yang dapat dilihat pada Tabel 3.16 dan klasifikasi Napza berdasarkan efek
dan penggunaan dapat dilihat pada Tabel 3.17.
Tabel 3.15 Gambaran Upaya Penanganan NAPZA
Promotif Preventif Kuratif dan Rehabilitatif
Bentuk Kegiatan Pelaksanaan Bentuk Kegiatan Pelaksanaan Bentuk Kegiatan Pelaksanaan
Penyebaran informasi Seluruh instansi - Deteksi dini - Petugas - Rehabilitasi Fasilitas
dan sosialisasi terkait : pemerintahan, penyalahgunaan medis medis rehabilitasi sesuai
- Bahaya swasta & NAPZA - Tenaga - Rehabilitasi perizinan layanan
penyalahgunaan masyarakat - Deteksi penggunaan terlatih psikososial
NAPZA NAPZA (contoh :
- Upaya pencegahan pemeriksaan urin)
dan penangnan - Konseling,
penyalahgunaan pendekatan,
NAPZA pendampingan
terhadap kelompok
beresiko

99
100

Tabel 3.16 Klasifikasi NAPZA Berdasarkan Cara penggunaan


Klasifikasi Penggunaan
Saluran pernafasan Merokok
Saluran pencernaan Ditelan (oral), lewat rectum
Mukosa Dihirup/disedot
Pembuluh darah Suntikan intravena, subkutan, dan
intramuskular

Tabel 3.17 Klasifikasi NAPZA Berdasarkan Efek dan Penggunaan


Golongan Penggunaan

- Kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,


reagensia diagnostic dan reagensia laboratorium dalam jumlah
Golongan I terbatas
- Tidak untuk kepentingan kesehatan
- Contoh : Opium, Kokain, Ganja, MDMA
- Dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan sesuai ketentuan
Golongan II
- Contoh : Morfin, Petifin, Fentanyl
- Dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan sesuai ketentuan
Golongan III
- Contoh : Kodein, Buprenorfin

Mengkonsumsi NAPZA dapat mengakibatkan adiksi, secara umum


adiksi merupakan kondisi ketergantungan fisik maupun mental terhadap hal-
hal tertentu yang menimbulkan perubahan perilaku bagi orang yang
mengalaminya, adiksi juga merupakan suatu keadaan atau suatu dorongan
untuk mengulang-ulang penggunaan zat tertentu atau perilaku tertentu dan
adanya kesulitan atau ketidakmampuan mengendalikan pikiran, kehendak
atau perilaku. Adiksi NAPZA merupakan kondisi ketergantungan fisik
maupun mental terhadap suatu zat dengan tanda-tanda adanya proses
toleransi dan gejala putus obat sedangkan bahan. Adiktif merupakan obat
serta bahan-bahan aktif yang dapat menyebabkan kerja biologis tertentu,
beresiko menimbulkan ketergantungan, serta berefek meningkatkan
keinginan menggunakan secara terus-menerus dan jika dihentikan begitu saja
101

dapat memberikan efek lelah luar biasa atau rasa sakit. Jenis-jenis Narkoba
berdasarkan instrumen deteksi dini:
a. Minuman beralkohol mempunyai dampak negatif seperti kerusakan
jantung, peradangan pankreas, infeksi paru, kerusakan hati dan
ginjal, orang yang kecanduan akan merasakan lelah, nafsu makan
berkurang, emosi tidak terkontrol, gelisah, sulit tidur dan stres
dimana minuman beralkohol seperti bir, anggur, vodka, tuak dan
lainnya yang dapat menimbulkan efek menenangkan saraf,
metabolisme tubuh terasa meningkat, dan menumbuhkan rasa
percaya diri.
b. Kanabis seperti ganja dapat menimbulkan efek perasaan tenang,
euphoria, peningkatan persepsi penglihatan dan pendengaran serta
meningkatkan nafsu makan tetapi golongan ini juga dapat
menimbulkan banyak dampak negatif salah satunya kesulitan untuk
berkonsentrasi, halusinasi dan kehilangan memori jangka pendek.
c. Kokain memiliki dampak negatif yaitu memperkecil pembuluh
darah sehingga mengurangi aliran darah, hilangnya nafsu makan,
kekurangan nutrisi, peningkatan suhu tubuh dan denyut jantung,
apabila berhenti menggunakan akan tersiksa karena tidak dapat
merasakan kenikmatan apapun dimana golongan kokain seperti
coke, crake, blow, flake yang dapat menimbulkan efek senang yang
luar biasa dan euphoria.
d. Stimulan jenis amfetamin seperti ekstasi, speed dapat menimbulkan
efek euphoria, peningkatan energi sementara, pengguna juga tidak
merasakan lapar dan lelah, tetapi dampak negatif dari penggunaan
stimulan dapat menyebabkan meningkatnya tekanan darah,
kerusakan organ, hilangnya rasa malu dan memicu perilaku agresif.
102

e. Inhal seperti lem, nitrat, bensin dan thinner cat dapat menimbulkan
sensasi melayang yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal,
fatigue, kerusakan otak akibat aliran oksigen ke otak menjadi
terhambat, dan dapat mengarah pada kematian mendadak.
f. Sedative atau pil-pil tidur seperti pil koplo, diazepam, alprazolam
dapat menimbulkan efek perasaan menjadi lebih tenang dan anti
cemas. Dampak negatif dari golongan sedative yaitu mengantuk,
penurunan reaksi terhadap rangsangan, pandangan kabur, mulut
kering, sakit kepala, siklus menstruasi tidak beraturan dan
kecerdasan menurun.
g. Opioid memiliki dampak negatif seperti apatis, kesadaran menurun,
kekebalan tubuh menurun, depresi bahkan gangguan hati, hormonal
dan syaraf, dimana contoh obat dari golongan opioid seperti heroin,
metadon, morfin, tramadol yang dapat menimbulkan efek euphoria,
mengurangi ketegangan, merasa bebas dari tekanan fisik, emosional
maupun nyeri.
Dalam pencegahan penggunaan NAPZA peran keluarga,
lingkungan dan masyarakat sangat penting dalam mencegah penyalahgunaan
narkoba, jika pencegahan dapat dilakukan di lingkungan keluarga dan
lingkungan masyarakat maka tidak diperlukan pencegahan penyalahgunaan
narkoba berbasis penegakan hukum. Menciptakan kondisi dalam masyarakat
yang bisa menjadi benteng terhadap dirinya sendiri, pentingnya peran para
relawan anti narkoba dapat mengoptimalkan peran keluarga dan lingkungan
dalam mencegah penyalahgunaan narkoba dan optimalisasi peran serta
pemerintah, swasta, organisasi kemasyarakatan dalam kampanye anti
narkoba.
103

3.3.2 Materi Kedua : Program Surveilans


Materi kedua yaitu surveilans dan imunisasi disampaikan oleh Pak
Hugeng Susanto seksi survim bidang P2P dari Dinas Kesehatan Jawa Timur.
Menurut SK. Menkes 1116/2003 surveilans merupakan pengamatan terus
menerus dan dilaksanakan secara sistematis terhadap penyakit atau masalah
kesehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya agar dapat dilakukan
tindakan perbaikan atau penelitian, melalui kegiatan pengumpulan,
pengolahan dan analisis atau interpretasi data, desiminasi informasi dan
komunikasi ke berbagai pihak terkait. Dasar hukum dari surveilans sendiri
yaitu KEPMENKES 1116/2003 dimana setiap instansi kesehatan pemerintah,
instansi kesehatan provinsi, instansi kesehatan kab/kota dan lembaga
kesehatan masyarakat dan swasta wajib menyelenggarakan surveilans
epidemiologi.
Pada program dari surveilans seksi survim ini terdiri atas 2 program
utama yaitu Imunisasi dan surveilans epidemiologi. Pada program imunisasi
ini terdiri dari:
a. Imunisasi rutin,
b. Imunisasi suplemen,
c. Kipi (kejadian ikutan pasca imunisasi)
d. Cool chain dan vaccine.
Sedangkan untuk program surveilans epidemiologi terdiri dari:
a. PD3I ( AFP, TN, Campak, Diphteria)
b. Kesehatan Matra (Haji, Matra)
c. New Emerging Dis. ( H5N1, H1N1)
d. Surveilans Terpadu Penyakit (STP)
e. Surveilans Sentinel
f. SKD-KLB & Penanggulangan KLB
g. Surveilans Berbasis Masy. (Desa Siaga)
104

Jenis surveilans epidemiologi yaitu:


a. Surveilans epidemiologi penyakit menular
b. Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular
c. Surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku
d. Surveilans epidemiologi masalah kesehatan
e. Surveilans epidemiologi kesehatan matra
Data-data yang sudah didapatkan dari hasil survei dan informasi
epidemiologi sebagai dasar manejemen kesehatan ini selanjutnya akan
digunakan sebagai bahan perencanaan, bahan pengambilan keputusan,
evaluasi program, peningkatan kewaspadaan dan respon klb yang cepat dan
tepat. Untuk kegiatan pokok dari surveilans sendiri yaitu:
a. Pengumpulan data
b. Pengolahan data
c. Analisis dan interpretasi data
d. Umpan balik dan desiminasi informasi, serta rekomendasi tindak
lanjut.
Sedangkan untuk sumber data dari surveilan penyakit itu didapatkan
dari surveilans terpadu penyakit (STP), sentinel puskesmas dan rumah sakit,
PWS KLB (W.2), KLB penyakit (W.1), hasil penyelidikan kasus/KLB,
informasi hasil laboratorium dan SIRS. Selanjutnya yang menjadi data
pendukung dari surveilans ini yaitu:
a. Data demografi
b. Cakupan program
c. Data BMG (curah hujan, peta wilayah)
d. Hasil penelitian
e. Kepustakaan
Mekanisme penyebaran informasi bisa dilakukan dengan
penyampaian langsung kepada pengguna, jumpa pers, bulletin, seminar dan
105

Web-site. Setelah apa yang sudah kita lakukan kita dapat melihat manfaat dari
surveilans sendiri dimana manfaat dari surveilans sendiri yaitu:
a. Mengamati kecenderungan penyakit dan masalah kesehatan
b. Memperkirakan besar masalah penyakit dan masalah kesehatan
c. Mengamati kemajuan program pencegahan/pemberantasan yang
sedang dilaksanakan, dan
d. Perencanaan

3.3.3 Materi Ketiga : Program Imunisasi


Disampaikan oleh dr. Retty bagian surveilans bidang imunisasi
dinas kesehatan Jawa Timur. Dalam mengerjakan program khususnya
program imunisasi sendiri memiliki dasar hukum dari UUD 1945 pasal 28B
ayat 2 yang berbunyi: setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh
dan berkembang serta berhak serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi. Pasal 28H ayat 1: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik,
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. UU Perlindungan Anak
Nomor 35 Tahun 2014. “Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi Anak dan hak - haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan.

Pada UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009


a. Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dg ketentuan
utk mencegah terjadinya penyakit yg dapat dihindari melalui
imunisasi
b. Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi
dan anak
106

Pada UU Pemerintahan Daerah No. 23 Tahun 2014. “Pemerintah


Daerah harus memprioritaskan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan
dengan Pelayanan Dasar dengan berpedoman pada Standar Pelayanan
Minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat”, sedangkan pada Peraturan
Menteri Kesehatan No. 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi.
Pada intinya disini dalam UU ada hak anak untuk sehat dan salah satu
dasarnya adalah dengan pemberian imunisasi. Imunisasi wajib diberikan
pada bayi dan anak, menjadi sehat adalah “Hak Anak”. “Anak Sehat” adalah
investasi bagi bangsa.
Pentingnya imunisasi bagi kesehatan yaitu proteksi spesifik
individu yang diimunisasi dimana setiap orang yang mendapatkan imunisasi
akan membentuk antibodi spesifik terhadap penyakit tertentu dan untuk
membentuk kekebalan kelompok/ community protection yaitu jumlah orang
yang diimunisasi dalam masyarakat dalam jumlah yang cukup (95%) dapat
melindungi kelompok masyarakat yang rentan serta untuk proteksi lintas
kelompok/ cross protection yaitu pemberian imunisasi pada kelompok usia
tertentu (anak) dapat membatasi penularan kepada kelompok usia
dewasa/orang tua. Selanjutnya bagaimana imunisasi melindungi masyarakat
yaitu dijelaskan mengenai 3 kelompok yang pertama tidak ada yang
diimunisasi dan dampaknya penyakit menular dapat menyebar diseluruh
masyarakat karena tidak ada pertahanan dari dalam tubuh. Kelompok kedua
beberapa orang mendapatkan imunisasi dampaknya penyakit menular masih
bisa tersebar ke beberapa orang yang masih belum menerima imunisasi dan
kelompok ketiga sebagian besar orang telah diimunisasi dan dampaknya
penyakit menular dapat dikendalikan penyebarannya. Sehingga dampak dari
imunisasi sendiri bukan hanya untuk individu namun berdampak bagi global
baik individu, anak disekitarnya, masyarakat, Indonesia dan dunia. Imunisasi
ini sudah terbukti aman sebelum vaksin diedarkan dan juga sudah dilakukan
107

uji secara klinis bahwa efek samping yang ditimbulkan jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan manfaatnya. Sampai sekarang bukan hanya di
indonesia saja namun di beberapa negara masih tetap memantau keamanan
dari imunisasi walau sudah melalui uji klinis untuk tetap mendata kejadian
KIPI agar tetap terpantau.
Terdapat 194 negara sampai sekarang gencar melakukan program
imunisasi rutin, dengan cakupan 85-98% karena imunisasi ini terbukti aman
dan bermanfaat, dari 194 negara yang melakukan imunisasi bukan hanya
negara miskin saja yang melakukan imunisasi namun negara kaya juga ikut
melakukan imunisasi, negara dengan gizi baik dan kurang juga ikut
melakukan imunisasi, di negara dengan lingkungan bersih yang kurang bersih
dan di negara dengan penduduk mayoritas muslim dan non-muslim semua
ikut melakukan imunisasi. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak melakukan
imunisasi karena sudah terbukti aman dan bermanfaat.
Perkembangan imunisasi ini sudah dikerjakan dari tahun 1956.
Imunisasi adalah upaya kesehatan masyarakat yang paling cost effective.
Perkembangan dari tahun 1956-2017 yang sudah dikerjakan diantaranya
penyakit cacar, BCG, tetanus, DPT, polio, campak, hepatitis B, DPT/HB
(kombinasi), haemophilus influenza tipe b (DPT/HB/Hib), IPV, HPV, MR,
PCV dan JE. Sepanjang 6 dasawarsa, semakin banyak penyakit menular yang
dapat dicegah dengan imunisasi di Indonesia. Keberhasilan program
imunisasi yaitu pada eradikasi penyakit cacar pada tahun 1970an sudah tidak
ditemukan kasus cacar dan pada tahun 1980 imunisasi cacar stop. Sertifikat
bebas polio, tidak dijumpai lagi kasus polio liar sejak tahun 2016 (salah satu
tahapan eradikasi polio). Indonesia memperoleh sertifikat bebas polio pada
27 maret 2014 dan eliminasi tetanus maternal dan neonatal pada mei 2016.
Pada program RPJMN dapat kita lihat arah kebijakan RPJM tahun
2020-2024 yaitu meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan
108

menuju cakupan kesehatan semesta dengan penekanan pada penguatan


pelayanan kesehatan dasar (primary health care) dan peningkatan upaya
promotif dan preventif didukung oleh inovasi dan pemanfaatan teknologi.
Dengan strategi RPJMN yang dilakukan pada tahun 2020-2024 yaitu :
a. Peningkatan kesehatan ibu, anak KB dan kesehatan reproduksi
b. Percepatan perbaikan gizi masyarakat
c. Peningkatan pengendalian penyakit
d. Penguatan gerakan masyarakat hidup sehat (germas)
e. Peningkatan pelayanan kesehatan dan pengawasan obat dan
makanan.
Selanjutnya target program imunisasi yang sedang dikerjakan dari
tahun 2020-2024 yaitu :
1. Mempertahankan status bebas polio
a. Eradikasi Polio Global Tahun 2023
b. Meningkatkan cakupan imunisasi polio (bOPV dan IPV)
minimal 95% di setiap level.
c. Mengoptimalkan surveilans AFP minimal
2/100.000.
2. Mencapai status eliminasi campak dan rubella-CRS tahun 2023
3. Mempertahankan status eliminasi tetanus neonatal
a. Skrining status T5 pada WUS
4. Meningkatkan cakupan imunisasi rutin yang tinggi dan merata
5. Introduksi vaksin baru
a. HPV, JE, pneumo (PCVd) dan rotavirus
6. Mengimplementasikan peraturan pemerintah tentang imunisasi di
semua level.
109

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan


kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu
saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami
sakit ringan. Imunisasi terdiri atas imunisasi program dan imunisasi pilihan
dimana imunisasi program ini merupakan Imunisasi yang diwajibkan kepada
seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi dan imunisasi pilihan merupakan Imunisasi yang dapat
diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka
melindungi yang bersangkutan dari penyakit tertentu, sedangkan tujuan dari
penyelenggaraan imunisasi adalah untuk menurunkan kesakitan, kecacatan
dan kematian akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I). imunisasi program terdiri atas imunisasi rutin (dasar dan lanjutan),
imunisasi tambahan dan imunisasi khusus. Perbedaan imunisasi program dan
pilihan dapat dilihat pada tabel berikut. Jenis imunisasi dapat dilihat pada
Tabel 3.18.
110

Tabel 3.18 Jenis Imunisasi


Jenis Imunisasi
Imunisasi program Imunisasi
pilihan
Imunisasi rutin Imunisasi Imunisasi
Dasar Lanjutan tambahan khusus
Imunisasi Anak bawah Imunisasi yang di Imunisasi bagi Pneumonia
pada bayi, dua tahun: berikan sesuai orang yang dan Meningitis
yaitu: DPT-HB-Hib kajian epidemiologi akan dan dari akibat
Hepatitis B, Campak/MR di suatu daerah, tempat endemis pneumokokus,
BCG, Polio Anak Crash program, jenis PD3I Diare
Tetes (OPV), Sekolah PIN, Sub PIN, tertentu (rotavirus),
DPT-HB- (BIAS): Imunisasi dalam Imunisasi Influenza,
Hib, IPV, Campak/MR, penanggulangan Meningitis Gondongan
Campak/MR. DT, Td. KLB (Outbreak Meningokokus, (Mumps),
WUS yaitu Response Imunisasi Tifoid,
Td Immunization/ORI). Yellow Fever Hepatitis A,
(Demam Kanker serviks
Kuning), (HPV),
Imunisasi Japanese
Rabies, Encephalitis,
Imunisasi Herpes Zoster,
Polio. DBD.

Jadwal imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar pada bayi dan
lanjutan pada balita dan imunisasi lanjutan pada WUS harus melalui skrining.
Pada Tabel 3.19 dan Tabel 3.20 dapat dilihat jadwal imunisasi rutin.

Tabel 3.19 Imunisasi Dasar Pada Bayi dan Lanjutan pada Baduta
Umur (Bulan) Jenis Imunisasi
<24 jam Hepatitis B, BCG, OPV1
2 DPT/HepB/Hib1, OPV2, PCV1*
3 DPT/HepB/Hib2, OPV3, PCV2*
4 DPT/HepB/Hib3, OPV4, IPV
9 Campak-Rubela1
10 JE* *
12 PCV3*
18 DPT/HepB/Hib4, Campak-Rubela2
111

Tabel 3.20 Imunisasi Lanjutan pada WUS


Status Imunisasi Interval Minimal Pemberian Masa Perlindungan
T1 - -
T2 4 minggu setelah T1 3 tahun
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun
T5 1 tahun setelah T4 >25 tahun

Imunisasi Dasar Lengkap saja belum cukup memberikan


perlindungan terhadap PD3I karena beberapa antigen memerlukan booster/
pemberian dosis lanjutan pada usia 18 bulan, usia anak sekolah (BIAS) dan
usia dewasa (WUS). Perubahan konsep imunisasi dari imunisasi dasar
lengkap menjadi Imunisasi Rutin Lengkap (IRL). Imunisasi Dasar Lengkap
(IDL) saja hingga 11 bulan tidak cukup untuk memberikan perlindungan
optimal terhadap PD3I dan pemahaman masyarakat imunisasi cukup sampai
usia 9 bulan (campak) saja. Sedangkan imunisasi lengkap adalah keadaan jika
seorang anak memperoleh imunisasi rutin secara lengkap mulai dari:
a. IDL pada usia 0-11 bulan
b. Imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dan campak rubella pada usia 18
bulan
c. Imunisasi lanjutan campak rubella dan DT pada kelas 1 SD/MI
d. Imunisasi TD pada kelas 2 dan 5 SD/MI
Seorang anak dikatakan sudah mendapatkan imunisasi rutin lengkap
jika sudah menerima imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar
lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.21.
112

Tabel 3.21 Imunisasi Dasar Lengkap


Anak Sekolah Dasar/Madrasah
Bayi usia 0-11 bulan Anak usia 18-24 bulan
Ibtidaiyah
Sudah mendapatkan Sudah mendapatkan Sudah mendapatkan imunisasi
imunisasi dasar imunisasi lanjutan lanjutan
HB 0 1 dosis DPT-HB-Hib 1 dosis Campak rubella dan DT pada anak
kelas 1 SD/MI
BCG 1 dosis Campak Rubella 1 dosis Td pada kelas 2 dan 5 SD/MI
DPT-HB-Hib 3 dosis
Polio tetes (OPV) 4 dosis
Polio suntik (IPV) 1
dosis
Campak rubella 1 dosis

Imunisasi tambahan dilakukan jika ada beberapa kasus sesuai kajian


epidemiologi maka akan dilakukan imunisasi tambahan seperti DOFU
(Drop-Out-Follow-Up) dan BLF (Backlog Fighting) imunisasi tambahan ini
untuk mengejar ketertinggalan cakupan dimana jika ada bayi yang sudah
melewati umur tetapi belum mendapatkan imunisasi maka dilakukan
imunisasi tambahan seperti DOFU dan BLF. DOFU merupakan Kegiatan
lanjutan dari upaya pelacakan, dilakukan apabila masih ada bayi/baduta yang
belum mendapatkan imunisasi sesuai jadwal. DOFU dapat dilakukan secara
periodik (bulanan, triwulanan, dan tahunan). BLF merupakan Kegiatan
melengkapi status imunisasi anak yang berusia kurang dari 3 (tiga) tahun
yang belum mendapatkan imunisasi dasar maupun lanjutan. Kegiatan ini
diprioritaskan untuk dilaksanakan di desa/kelurahan yang selama dua tahun
berturut-turut tidak mencapai UCI.
Selanjutnya rantai dingin vaksin, rantai dingin merupakan prosedur
yang saling berkaitan dan dirancang untuk menjaga vaksin dalam kisaran
suhu yang direkomendasikan dari titik produksi hingga titik pelayanan dan
Peralatan rantai dingin vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan
dalam pengelolaan vaksin untuk menjaga vaksin pada suhu yang telah
113

ditetapkan. Agar mutu rantai dingin vaksin dapat terjamin hingga vaksin
diterima oleh sasaran, maka prosedur berikut harus dilakukan:
a. Simpan vaksin dan bahan pelarut pada suhu yang tepat di seluruh
tingkat penyimpanan dan pelayanan
b. Distribusi vaksin sesuai prosedur secara berjenjang sampai tingkat
pelayanan
Peralatan rantai dingin vaksin terdiri atas 4 jenis yaitu sarana
penyimpanan vaksin (Cold box, Freezer room, Vaccine refrigerator dan
Vaccine freezer), alat pembawa vaksin (cold box dan vaccine carrier), alat
untuk mempertahan suhu (cool pack, cold pack/ice pack dan dry ice) dan alat
pemantau suhu terdiri atas alat pemantau suhu analog, alat pemantau dan
perekam suhu kontinyu, alat (indicator) pemantau paparan suhu dingin dan
alat (indicator) pemantau paparan panas. Sarana penyimpanan vaksin yaitu
cold room dan freezer room:
a. Biasanya mempunyai kapasitas (volume) mulai 5.000 liter (5 m3)
b. Suhu bagian dalam cool room berkisar antara 2°C-8°C sedangkan
freezer room berkisar antara 15°C-25°C
c. Kamar dingin dan kamar beku digunakan untuk menyimpan vaksin
dalam jumlah besar sehingga harus tersedia di tingkat provinsi dana
tau kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk besar atau
kabupaten/kota yang lokasinya secara geografis jauh dari ibu kota
provinsi
Aturan dalam mengoperasikan cold room/freezer room:
a. Harus dioperasikan secara terus menerus selama 24 jam
b. Listrik dan suhu bagian dalam harus selalu terjaga
c. Cold room/freezer room hanya untuk menyimpan vaksin
Sarana penyimpanan vaksin pada vaccine refrigerator/freezer.
Vaccine Refrigerator adalah tempat menyimpan vaksin pada suhu yang
114

ditentukan yaitu antara 2°C sd 8°C. Vaccine Freezer adalah tempat


menyimpan vaksin pada suhu yang ditentukan yaitu antara -15°C s/d -25°C.
Vaccine refrigerator dan freezer harus memenuhi Standar Nasional Indonesia
(SNI) dan Performance Quality and Safety (PQS) dari WHO. Berdasarkan
bentuk bukaannya, vaccine refrigerator/freezer dibagi menjadi buka atas dan
buka depan. Berdasarkan sistem pendinginannya, refrigerator dibagi dua
yaitu sistem kompresi dan absorbsi. Perbandingan refrigerator buka atas dan
buka depan dapat dilihat pada Tabel 3.22.

Tabel 3.22 Perbandingan Refrigerator Buka Atas dan Buka Depan


Bentuk buka atas Bentuk buka depan
Suhu lebih stabil Suhu tidak stabil
Pada saat pintu refrigerator buka atas dibuka Pada saat pintu refrigerator dibuka
maka suhu dingin dari atas ke bawah dan tetap maka suhu dingin dari atas akan turun
tertampung di dalam refrigerator. ke bawah dan keluar.
Bila listrik padam suhu dapat bertahan lama (6-10 Bila listrik padam suhu tidak dapat
jam tanpa membuka pintu refrigerator. bertahan lama (max 2 jam tanpa
membuka refrigerator)
Jumlah vaksin yang dapat ditampung lebih Jumlah vaksin yang dapat ditampung
banyak. lebih sedikit.
Susunan vaksin menjadi agak sulit karena vaksin Susunan vaksin menjadi lebih mudah
bertumpuk dan tidak jelas terlihat dari atas dan vaksin terlihat jelas dari depan.

Alat pembawa vaksin harus memenuhi SNI dan PQS WHO. Tujuan
dari alat pembawa vaksin yaitu untuk membawa vaksin dari suatu tempat ke
tempat lain dengan tetap mempertahankan suhu vaksin sesuai standar.
Tujuannya agar vaksin yang dibawa mempunyai kondisi tetap
poten/berkualitas seperti pada kondisi awalnya dan bentuk dari alat pembawa
vaksin ada berbentuk kotak yang telah diinsulasi dengan baik sehingga
menjadi “airtight” atau “kedap udara”. Alat untuk mempertahankan suhu
vaksin yaitu cool pack (kotak dingin cair) dan cold pack/ice pack (kotak
dingin beku). Cool pack adalah wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi
dengan air kemudian didinginkan dalam vaccine refrigerator dengan suhu
115

2°C s.d 8°C selama minimal 12 jam (dekat evaporator). Cold pack adalah
wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi dengan air yang dibekukan
dalam freezer dengan suhu -15°C s.d -25°C selama minimal 24 jam Namun
cold pack tidak lagi direkomendasikan dalam program imunisasi di tingkat
kabupaten/kota dan puskesmas karena berisiko menyebabkan vaksin sensitif
beku mengalami kerusakan. Alat pemantau suhu terdiri atas alat pemantau
suhu analog, alat pemantau dan perekam suhu kontinyu, alat pemantau
(indicator) paparan suhu dingin dan alat (indicator) paparan panas. Untuk
alat pemantau suhu analog merupakan peralatan yang ditempatkan dalam
sarana penyimpanan vaksin yang dapat menampilkan suhu pada saat
pengamatan. Alat pemantau dan perekam suhu kontinyu merupakan
peralatan yang ditempatkan dalam sarana penyimpanan vaksin yang dapat
menyimpan data suhu selama 30 hari dengan interval pencatatan yang
disesuaikan (misalnya setiap 7 menit). Alat pemantau paparan suhu dingin
merupakan peralatan yang ditempatkan dalam sarana penyimpanan vaksin
yang dapat menampilkan indikator tertentu vaksin terpapar suhu beku. Yang
terakhir alat paparan panas merupakan alat pemantau paparan suhu panas
yang digunakan dalam program imunisasi adalah VVM (Vaccine Vial
Monitor). VVM biasanya tercantum dalam label kemasan vaksin. VVM
memiliki beberapa manfaat antara lain memberikan peringatan kepada
petugas kapan harus menolak atau tidak menggunakan vaksin,
memungkinkan vaksin disimpan/dipakai di luar rantai dingin, dan
memberikan petunjuk vaksin mana yang harus lebih dahulu
didistribusikan/digunakan.
Vaksin adalah suatu produk biologi yang terbuat dari kuman atau
komponen kuman (bakteri, virus) yang telah dilemahkan atau dimatikan,
racun kuman (toxoid) atau rekombinan yang dapat merangsang timbulnya
respon antibodi spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu. Vaksin terdiri
116

dalam beberapa jenis diantaranya Hepatitis B, BCG, polio, DPT-HB-Hib,


campak-rubella, DT, Td, IPV, HPV, PCV dan JE. Klasifikasi vaksin
penggolongannya berdasarkan asal antigen, live attenuated atau bibit
penyakit yang dilemahkan ini berasal dari bakteri BCG dan virus polio
(OPV), campak rubella, yellow fever dan JE. Inactivated atau bibit penyakit
yang dimatikan berasal dari virus IPV dan rabies, basic protein sub unit
pertusis dan toxoid difteri dan tetanus. Recombinant ada hepatitis B, HPV
dan mRNA ada pfizer moderna. Penggolongan vaksin berdasarkan
sensitivitas terhadap suhu dapat dilihat pada Tabel 3.23.

Tabel 3.23 Penggolongan Berdasarkan Sensitivitas terhadap Suhu


Hepatitis B
Td
FS DPT-HB-Hib
Gol. vaksin yang akan rusak terhadap suhu
(Freeze Sensitive) DT
dingin <0 C (beku)
0

tidak tahan beku IPV


HPV
PCV
HS
BCG
(Heat Sensitive) Gol. vaksin yang akan rusak terhadap
POLIO tetes (OPV)
tidak tahan paparan panas yang berlebih (>34 C)
0

campak-rubella
panas

Penyimpanan pelarut vaksin pada suhu 2°C s.d. 8°C atau pada suhu
ruang terhindar dari sinar matahari langsung. Sehari sebelum digunakan,
pelarut disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C. Suhu penyimpanan vaksin dapat
dilihat pada Tabel 3.24.
117

Tabel 3.24 Suhu Penyimpanan Vaksin


VAKSIN Provinsi Kab/kota PKM/Pustu Bides/UPK
Masa Simpan Vaksin
2 BLN + 1 1 BLN + 1 BLN 1 BLN + 1 MG 1 BLN + 1 MG
BLN
Polio -15oC sd -25oC
DPT-HB-Hib

DT
BCG 2oC sd 8oC
Campak- Suhu ruang
Rubella
Td
IPV
HPV
PCV
JE
Hepatitis B

Ketentuan prioritas penggunaan vaksin harus memperhatikan


keterpaparan vaksin terhadap panas dilihat dari VVM vaksin, masa
kadaluarsa vaksin Apabila kondisi VVM vaksin sama, maka digunakan
vaksin yang lebih pendek masa kadaluarsanya (Early Expire First
Out/EEFO) dan waktu penerimaan vaksin. Vaksin yang terlebih dahulu
diterima sebaiknya dikeluarkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan
asumsi bahwa vaksin yang diterima lebih awal mempunyai jangka waktu
pemakaian yang lebih pendek. Pemakaian vaksin sisa pada pelayanan statis
(Puskesmas, Rumah Sakit atau praktik swasta) bisa digunakan pada
pelayanan hari berikutnya. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi:
a. Pada suhu 2-8°C
b. VVM dalam kondisi A atau B
c. Belum kadaluarsa
d. Tidak terendam air selama penyimpanan
118

e. Belum melampaui masa pemakaian


Masa pemakaian vaksin sisa (vial terbuka) dapat dilihat pada Tabel 3.25.

Tabel 3.25 Masa Pemakaian Vaksin Sisa (Vial Terbuka)


Jenis Vaksin Masa Pemakaian Keterangan
Polio Tetes 2 minggu
IPV 4 minggu
Cantumkan tanggal pertama kali vaksin
DT 4 minggu
digunakan
Td 4 minggu
DPT-HB-Hib 4 minggu
BCG 3 jam
Campak-Rubella 6 jam Cantumkan waktu vaksin dilarutkan
JE 6 jam

Penyebab dari kerusakan vaksin karena panas/sinar matahari, semua


vaksin dapat rusak bila terkena sinar matahari langsung pemeriksaannya
dengan cara melihat VVM dari vaksin tersebut dan ultra violet juga dapat
merusak vaksin BCG. Penyebab lain dari kerusakan vaksin adalah terhadap
pembekuan dan pelarut tidak boleh dibekukan. Shake test (uji test) dilakukan
terhadap vaksin sensitif beku yang dicurigai beku jika alat pemantau suhu
menunjukan 0°C dan freeze tag bertanda “X”. selanjutnya dilakukan dengan
membandingkan vaksin yang dicurigai beku dengan vaksin yang sama yang
sengaja dibekukan. jika pengendapan vaksin tersangka beku lebih lambat
daripada contoh dibekukan maka bole digunakan namun jika pengendapan
vaksin tersangka beku sama atau lebih cepat daripada contoh dibekukan maka
jangan digunakan karena vaksin sudah rusak.
Kesimpulannya Manajemen Cold Chain yang baik penting untuk
memperkecil kesalahan selama penangan terhadap vaksin sehingga vaksin
yang akan diberikan masih mempunyai potensi baik yang dapat
menimbulkan kekebalan. Penyimpanan Vaksin harus memperhatikan
sensitivitasnya terhadap suhu FS dan HS. Peralatan rantai vaksin harus
119

senantiasa dipelihara agar fungsinya dalam menjaga kualitas vaksin tetap


baik. Pencatatan dan pelaporan vaksin dan logistik penting sebagai aspek
akuntabilitas. Imunisasi memberikan kekebalan spesifik terhadap penyakit,
tidak hanya melindungi anak yang diimunisasi tetapi juga dapat membentuk
kekebalan kelompok jika cakupan tinggi dan merata. Anak yang sudah
diimunisasi masih dapat tertular penyakit tetapi gejalanya jauh lebih ringan.
Imunisasi aman dengan pemberian suntikan yang aman dan tetap
memperhatikan SOP mulai distribusi sampai pemberian vaksinasi kepada
sasaran dan perlu upaya percepatan yang serius dalam pelaksanaan penguatan
program imunisasi. Peran mahasiswa dalam program imunisasi:
a. Mengetahui dan memahami kebijakan program imunisasi, mampu
dan mau menjadi motivator bagi masyarakat untuk meningkatkan
peran serta masyarakat.
b. Meningkatkan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata serta
bermutu.
c. Masyarakat kebal terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I).
d. Angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat PD3I dapat
dieliminasi serendah mungkin.
e. Derajat kesehatan masyarakat meningkat

3.3.4 Materi Keempat : Program Penyehatan Lingkungan, Kesehatan &


Keselamatan Kerja (K3)
Program kesehatan lingkungan materi ketiga ini disampaikan oleh
Ibu Yenni Dwi Kurniawati, S.KM. Ada beberapa isu kesehatan lingkungan
yang mendasari program dari kesehatan lingkungan sendiri untuk menjadi
salah satu tugas pokok dan fungsi dari program kesehatan lingkungan.
Dimana beberapa isu ini diantaranya isu air dan sanitasi. Isu air dan sanitasi
120

juga berdampak dalam keseharian kita dimana air untuk kebutuhan sehari-
hari yaitu air bersih baik untuk mandi dan kebutuhan untuk minum sedangkan
untuk sanitasi ini termasuk dalam kategori jamban. Selanjutnya Isu keamanan
pangan, isu pencemaran limbah dan radiasi & kedaruratan lingkungan, dan
yang terakhir isu pencemaran udara, tanah dan kawasan. Isu lain adalah
laporan dari ombudsman dimana jumlah limbah covid-19 mencapai 138 ton
per hari. Dimana tidak hanya jumlah kasus yang semakin meningkat atau
jumlah dari pasien semakin naik tetapi timbunan limbah dari covid-19 juga
ikut meningkat.
Selain itu, kejadian stunting juga berhubungan dengan kejadian
stunting. Stunting balita pada tahun 2020 adalah 24,1% dan diharapkan akan
terus menurun hingga tahun 2024 dengan target 14%. Dalam upaya
penurunan stunting ini tidak bisa dilakukan oleh satu sektor saja tetapi
dibutuhkan kerjasama lintas sektor.
Stunting itu merupakan kondisi dimana seorang bayi yang akan
tumbuh besar menjadi balita itu tumbuh kembangnya tidak sesuai. Tidak
sesuai yang dimaksud yaitu badan bayi kecil, rambut yang tumbuh seperti
rambut jagung. Adanya stunting ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
komprehensif yang terintegrasi satu sama lain sehingga munculnya stunting.
Stunting ini merupakan salah satu program utama atau prioritas dari
pemerintah dan kenapa stunting ini bisa menjadi program utama bagaimana
menurunkan angka stunting dikarenakan ketika balita stunting tumbuh
menjadi dewasa dia tidak bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas
sehingga kualitas negara juga akan turun dan otomatis ketika pertumbuhan
otak, skill tidak maksimal sehingga untuk masuk dunia kerja itu tidak akan
berkualitas baik, juga dapat menyebabkan balita stunting ini sakit-sakitan dan
bisa membebani negara dengan kesakitan dalam jumlah kejadian stunting
yang banyak dan dampaknya bisa menyebabkan banyak pengangguran itu
121

kenapa perlunya untuk menurunkan angka stunting. Faktor yang


mempengaruhi kejadian stunting dibagi menjadi 2 yaitu intervensi spesifik
dan intervensi sensitif. Untuk intervensi spesifik lebih mengarah ke gizi yaitu
tablet tambah darah (ibu hamil dan remaja), promosi dan konseling
menyusui, promosi dan konseling PMBA, suplemen gizi makro (PMT), tata
laksana gizi buruk, pemantauan dan promosi pertumbuhan, pemantauan
perkembangan (SDIDTK), suplementasi kalsium, suplementasi vitamin A,
suplementasi zinc untuk diare, pemeriksaan kehamilan, imunisasi, suplemen
gizi mikro (Taburia), pemberian obat cacing dan manajemen terpadu balita
sakit (MTBS). Sedangkan untuk intervensi sensitive yaitu air bersih dan
sanitasi terdiri dari bantuan pangan non-tunai, jaminan kesehatan nasional
(JKN), pendidikan anak usia dini (PAUD), program keluarga harapan (PKH),
bina keluarga balita (BKB), kawasan rumah pangan lestari (KRPL) dan
fortifikasi pangan. Selanjutnya teori dari Hendrik L. Belum menjelakan
bahwa yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia adalah perilaku
(30%), lingkungan (40%), yankes/pelayanan kesehatan (20%) dan genetic
(10%). Kombinasi antara lingkungan dan perilaku sangat berdampak
dikarenakan apabila lingkungan sudah bersih namun perilaku masyarakat
belum bisa hidup sehat, maka tetap saja derajat kesehatan akan terganggu.
Kesehatan lingkungan selaras dengan Sustainable Development
Goals (SDG) pada pilar keenam yaitu tentang air bersih dan sanitasi. Dasar
hukum Indonesia adalah Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan pada pasal 4 disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan,
pada pasal 6 disebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan
yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Sedangkan pada pasal 162
dijelaskan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan
kualitas kesehatan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
122

tingginya. Program kesehatan lingkungan sangat banyak sehingga tidak dapat


terlaksana dengan baik jika dikerjakan individu namun perlu perlu adanya
kerjasama yang baik serta adanya partisipasi dari masyarakat.
Berdasarkan susunan organisasinya, seksi kesehatan lingkungan,
kesehatan kerja dan olahraga berada di bidang kesehatan masyarakat.Dasar
hukum yang dipegang pada program kesehatan lingkungan yaitu Peraturan
Pemerintah No 66 tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan.Kesehatan
Lingkungan ada 3 inti yaitu penyehatan (air, pangan, tanah, udara, sarana dan
bangunan), pengendalian (pengendalian vektor dan binatang pembawa
penyakit) dan pengamanan (pengawasan limbah, pengolahan limbah, dan
perlindungan kesehatan masyarakat). Dikarenakan jumlah SDM yang
terbatas maka susunan program dari 3 inti kesehatan lingkungan diringkas
yaitu pada seksi kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga terdapat
5 program yaitu Program Penyehatan Kawasan/Tempat dan Fasilitas Umum
(TFU), Program Penyehatan Pangan, Program Penyehatan Sanitasi Dasar dan
Penyehatan Air, Program Pengamanan Limbah dan Radiasi, serta Program
Kesehatan Kerja dan Olahraga. Indikator kesehatan dalam Indeks
Pembangunan Masyarakat yaitu Angka Kematian (AKI/AKB), Angka
Kesakitan, dan Angka Harapan Hidup. Diharapkan dari program kerja yang
sudah dibuat dapat menyebabkan angka kematian (AKI/AKB) dan angka
kesakitan menjadi turun dan angka harapan hidup meningkat. Berdasarkan
data dari WHO berdasarkan beberapa penyakit itu muncul dikarenakan
kondisi kesehatan lingkungan mendukung contohnya diare. Penyebab paling
besar terjadinya diare itu karena perilaku hidup bersih dan sehatnya (PHBS)
jelek. PHBS bisa tercapai dengan rajin mencuci tangan namun jika air bersih
tidak tersedia maka tujuan dari PHBS sendiri tidak tercapai. Selanjutnya
pangan yang dikonsumsi tidak diolah dengan baik dan keamanan pangan
123

tidak terjaga juga beresiko untuk memunculkan kejadian keracunan pangan


seperti diare.
Program kesling kesjaor pasal 35 (upaya kesehatan puskesma) yaitu
Puskesmas menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat
pertama dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat pertama yang
dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan. UKM esensial
meliputi pelayanan promosi kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan,
pelayanan kesehatan ibu anak (KIA) dan kesehatan bayi (KB), pelayanan gizi
dan pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. Berdasarkan
Permenkes RI No. 13 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan Lingkungan (Kesling) di Puskesmas, bahwa di puskesmas ada
pelayanan Kesling dengan konsultasi ke puskesmas terkait dengan
lingkungan di rumah (seperti adanya penderita TBC di rumah) perlu untuk
mengetahui kondisi lingkungan di rumah untuk bisa mengetahui solusi dan
saran yang diberikan oleh petugas Kesling Puskesmas. Tenaga kesling
sebagai inspektur kesehatan lingkungan (KL) jadi tempat-tempat umum
seperti rumah sakit, puskesma, restoran, tempat pengolahan pangan atau
terminal dilakukan inspeksi untuk penilaian apakah sudah memenuhi syarat
kesehatan atau belum. Jika belum memenuhi syarat kesehatan harus ada
intervensi yaitu upaya penanganan penyehatan, upaya pengamanan dan
upaya pengendalian. Jika penyebabnya karena petugasnya belum mengerti
tentang PHBS maka perlu dilakukan KIE dan pemberdayaan, jika penyebab
tidak memenuhi syarat karena sarana kurang memadai maka perlu dilakukan
perbaikan sarana atau pembangunan. Dalam hal ini pembangunan atau
perbaikan sarana itu bukan dilakukan oleh pihak puskesmas namun
tergantung dari pihak pemilik lingkungan tersebut. Tugas dari puskemas
hanya membantu melakukan advokasi atau pembinaan berdasarkan hasil
124

inspeksi lingkungan dan semua keputusan akhir ada pada pemilik lingkungan
tersebut.
Penyehatan kawasan/TFU terdiri dari penyehatan kawasan (kota
sehat dan pasar sehat) dan penyehatan tempat fasilitas umum (sarana
kesehatan dan sarana pendidikan). Saat ini terdapat 10 tatanan yang dibagi
menjadi tatanan wajib dan tatanan pilihan.Tatanan Wajib berupa pemukiman,
sarana dan prasarana umum, kehidupan masyarakat sehat mandiri, ketahanan
pangan dan gizi, serta pasar. Tatanan Pilihan berupa kehidupan sosial yang
sehat dan penanganan bencana, transportasi dan tata tertib lalu lintas jalan,
perkantoran, perindustrian (IKM), dan UKM, Pariwisata, Rumah Ibadah
hingga kota pintar (smart city).
Hygiene Sanitasi Pangan terdapat jasa boga, rumah makan,
makanan jajanan, depot air minum. Penyehatan tempat pengelolaan makanan
(TPM) untuk melindungi masyarakat dari gangguan kesehatan akibat
makanan. TPM yang dimaksud diantaranya restoran/rumah makan, jasa boga
dan makanan jajanan. Aspek kegiatannya meliputi sanitasi hygiene
penjamah; 6P (pemilihan bahan, penyimpanan bahan, pengolahan,
penyimpanan makanan, pengangkutan dan penyajian). Pada program
penyehatan sanitasi dasar, mengenai penyehatan air (pengawasan akses) dan
peningkatan akses jamban melalui Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM). Ada 5 pilar STBM yaitu tidak BAB sembarangan, Cuci Tangan
Pakai Sabun (CTPS), mengelola makanan minuman yang aman, mengelola
sampah dengan benar (memenuhi syarat kesehatan), mengelola limbah cair
rumah tangga dengan benar (memenuhi syarat kesehatan). Tindakan
pengawasan kualitas air dilakukan untuk meningkatkan kualitas air agar
masyarakat terlindungi dari dampak negatif karena air yang tidak sehat.
Kegiatan berupa inspeksi Sumber Air Bersih (SAB), pembinaan dan
pengawasan kualitas air (Uji Laboratorium). Air minum dibagi menjadi 2
125

yaitu air minum layak dan air minum yang sesuai. Air minum yang sesuai
dengan 4k yaitu air minum yang Kualitas (tidak berbau, tidak berwarna dan
tidak keruh), Kuantitas (jumlah kebutuhan air per orang dalam per hari
tercukupi), Kontinuitas (keberlangsungan), Keterjangkauan (bisa dijangkau
seluruh masyarakat)
Pengamanan Limbah dan Radiasi meliputi limbah domestik (Padat,
Cair/SPAL), limbah medis B3 (Padat, Cair/SPAL) serta Limbah Merkuri.
berdasarkan Surat Edaran Dirjen Yankes Nomor HK.02.02/V/0361/2019
dijelaskan terkait kewajiban memiliki TPS-LB3 dan kewajiban tidak
melakukan pembelian dan penghentian penggunaan alkes bermerkuri di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Terkait Kesehatan Kerja dan Olahraga
meliputi pengukuran kebugaran jasmani (ASN, anak kelas sekolah (4-5 SD)
dan Calon Jamaah Haji), pemeriksaan pengemudi (Idul Fitri dan Natal serta
Tahun Baru), serta kesehatan kerja formal dan informal. Kesehatan kerja
formal dan informal meliputi GP2SP (Gerakan Pekerja Perempuan Sehat dan
Produktif) untuk pembinaan pekerjaan perempuan agar dapat menurunkan
AKI AKB (R laktasi,makanan khusus ibu hamil dan menyusui dan
pemeriksaan kesehatan) dan Pos UKK (Upaya Kesehatan Kerja).

3.3.5 Materi Kelima : Program Promosi Kesehatan


Penduduk Jawa Timur yang padat, menyebabkan kebutuhan obat
semakin banyak dan beragam. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan,
yaitu termasuk individu, kesehatan dan lingkungan. Promosi kesehatan
(promkes) merupakan serangkaian proses, pembelajaran, dari, oleh, untuk,
dan bersama masyarakat, disesuaikan dengan sosial budaya dan
mempengaruhi lingkungan sehingga mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Tujuan promosi kesehatan agar meningkatnya perilaku sehat
individu, keluarga dan masyarakat melalui upaya promosi kesehatan yang
126

terintegrasi secara lintas program, lintas sektor, swasta, dan masyarakat,


dengan tujuan akhir mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat. Prinsip
promosi kesehatan adalah information, preventive, and protection.
Program promosi kesehatan disampaikan oleh Ibu Yusnita Nur
Fadhilah dari Sub-Koordinator Program Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat tentang strategi promosi kesehatan yang bertema “Dalam rangka
mendukung penggunaan obat rasional”. Hasil yang didapatkan dalam PKPA
Dinas Kesehatan yaitu kesehatan akan mempengaruhi banyak hal seperti
pada individu (keturunan, perilaku, kepercayaan, dan spritual) sedangkan
yang mempengaruhi lingkungan (fisik, biologi, ekonomi, budaya, atau
agama, penduduk, pendidikan, komunikasi, transportasi, teknologi, dan
politik). Strategi promosi kesehatan menurut paradigma sehat antara lain :
1. Advokasi
Berdasarkan dengan kebijakan publik lalu menata kembali arah
pelayanan kesehatan lebih kearah kuratif atau preventif.
2. Pemberdayaan
Masyarakat dapat melakukan kebutuhan kesehatan secara mandiri
dengan cara memperkuat gerakan masyarakat (GerMAs) dan
mengembangkan kemampuan perorangan melalui dukungan
terhadap kegiatan masyarakat. Pemberdayaan dapat dilakukan
dengan perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS), gerakan
pemberdayaan masyarakat dengan DAGUSIBU (Dapatkan
Gunakan Simpan Buang). Pemberdayaan Masyarakat adalah segala
upaya yang bersifat non instruktif untuk meningkatkan
pengetahuan, kemampuan masyarakat agar mampu
mengidentifikasi, merencanakan dan melakukan pemecahan
masalah dengan memanfaatkan potensi dan fasilitas yang ada
setempat.
127

3. Kemitraan
Kemitraan dilakukan dengan menciptakan lingkungan yang
mendukung lalu merealisasikan terwujudnya lingkungan yang sehat
mencakup segi lingkungan fisik, sosial, budaya, pendidikan, politik
maupun keamanan. Contohnya bekerjasama dengan pihak BUMN,
organisasi masyarakat keagamaan fatayat, IBI, IDI, IAI, PHDI, dan
lain-lain.
Kegiatan promosi kesehatan atau penyuluhan dapat dilakukan
melalui media sebagai wadah atau alat bantu yang digunakan dalam
menyampaikan pesan-pesan. Jenis dan metode komunikasi dalam
penyuluhan meliputi Penyuluhan perorangan yaitu edukasi secara langsung
bertatap muka dengan orang, dan melakukan pendampingan, Penyuluhan
kelompok, dan Penyuluhan massa menggunakan Media edukasi kesehatan,
seperti menggunakan poster, brosur, media sosial. Media yang digunakan
dapat memberikan informasi yang jelas dan sesuai dengan tingkat
penerimaan sasaran yang sesuai dengan tujuan komunikasi yang
dikehendaki. Tujuan penggunaan media dapat memberi kemudahan
pengetahuan sehingga informasi yang didapat mudah diingat, memperjelas
informasi secara fakta.
Jenis-jenis media yang dapat digunakan sebagai promosi kesehatan
meliputi:
1. Media cetak
Media cetak terbagi menjadi dua, yaitu Terbatas dan Massal. Media
cetak Terbatas terdiri dari flyer, brosur, leaflet, factsheet, poster, sticker,
kalender, lembar balik, booklet. Media cetak Massal terdiri dari surat kabar,
majalah, tabloid.
128

2. Media luar ruangan


Media luar ruang terdiri dari spanduk, umbul-umbul, billboard,
banner, papan pengumuman, dan lain-lain.
3. Media elektronik
Media elektronik meliputi radio, televisi, LCD, dan media sosial.
4. Media tradisional
Media tradisional meliputi ludruk, wayang, ketoprak, dan lain-lain.
5. Gimmick/souvenir
6. Alat peraga sederhana
Alat peraga sederhana meliputi flip chart, poster sederhana, lembar
balik, gambar, foto.

Indikator Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tatanan meliputi:
1. Indikasi Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Rumah Tangga
a. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
b. Pemberian ASI eksklusif pada bayi dan ASI pada balita
c. Timbang balita
d. Rumah bebas jentik
e. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
f. Tersedia air bersih
g. Tersedia jamban/toilet
h. Makanan dengan gizi yang seimbang
i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
j. Tidak merokok.
2. Indikator Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Institusi
Pendidikan
a. Mencuci tangan
b. Menggunakan jamban sehat
129

c. Memakai masker
d. Menjaga jarak
e. Desinfektan ruangan
f. Skrining dan cek suhu
g. Membawa peralatan pribadi dan bekal makan sendiri
h. Pengaturan sirkulasi udara ruangan
i. Memberantas jentik
j. Tidak merokok di sekolah
k. Mengukur berat badan dan tinggi badan 6 bulan sekali
l. Membuang sampah di tempat sampah.
3. Indikator Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Pondok Pesantren
a. Kebersihan perorangan
b. Penggunaan air minum dan air bersih
c. Kebersihan tempat wudhu
d. Menggunakan kamar mandi dan jamban sehat
e. Kebersihan asrama
f. Kebersihan ruang belajar
g. Kebersihan halaman
h. Tempat penampungan air dan barang bekas bebas jentik
i. Mengkonsumsi makanan bergizi seimbang
j. Pemanfaatan POSKESTREN dan sarana YANKES
k. Tidak merokok
l. Mengetahui informasi kesehatan prioritas
m. Menjadi peserta dana sehat
n. Membuang sampah di tempat sampah
o. Kebersihan dapur.
130

Kebijakan dan penerapan gerakan masyarakat (GerMas) di era


pandemi COVID-19. Keberhasilan pembangunan kesehatan diukur dari
indikator-indikator yang tercantum pada RPJMN 2020-2024, dimana target
pada 2024 sebagai berikut:
a. Penurunan angka kematian Ibu menjadi dari 305 per 100,000 KH
menjadi 183 per 100,000 KH
b. Penurunan angka kematian bayi dari 24 per 1000 KH menjadi 16
per 1000 KH
c. Penurunan prevalensi stunting balita dari 27,7% menjadi 14%
d. Penurunan wasting balita dari 10,2% menjadi 7%
e. Obesitas usia 18+ menjadi 21,8%
f. Penurunan pravalensi merokok dari 9,1% menjadi 8,7%
g. Jumlah kab/kota eliminasi malaria meningkat dari 285 menjadi 405
h. Insidensi HIV menurun dari 0,24 menjadi 0,18 per 1000 penduduk
yang tidak terinfeksi HIV
i. Insidensi TB dari 319 menjadi 190 per 100.000 penduduk.

Gerakan Masyarakat (GerMas) di semua Tatanan menurut Instruksi


Presiden 1 Tahun 2017 meliputi:
1. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik dilakukan selama 30 menit setiap hari. Kegiatan
aktivitas fisik dapat meliputi peregangan, berjalan kaki, menari, menyapu,
bersepeda, dan lain-lain.
2. Pangan sehat dan perbaikan gizi
Pangan sehat dan perbaikan gizi dilakukan dengan mengkonsumsi
gizi seimbang, perbanyak makan buah dan sayur, pembagian multivitamin,
dan lain-lain.
131

3. Lingkungan dan ruangan


Lingkungan dan ruangan perlu selalu dijaga untuk kebersihannya.
Kegiatannya meliputi pembersihan dan disinfeksi/dekontaminasi terhadap
permukaan, penerapan zona lalu lintas barang dan orang, penambahan sarana
cuci tanga, sabun, dan hand sanitizer.
4. Pencegahan dan deteksi dini penyakit
Deteksi dini dilakukan secara rutin, khususnya untuk yang memiliki
penyakit komorbid. Kegiatannya pemeriksaan tekanan darah, gula darah,
kolesterol, rapid test/PCR.
5. Edukasi dan perilaku hidup sehat
Edukasi dilakukan kepada masyarakat untuk merubah perilaku
hidup sehat. Edukasi bisa dilakukan langsung dengan penerapan protokol
kesehatan, dan saluran media yang ada.
Rencana aksi pembudayaan gerakan masyarakat (GerMas)
dilakukan di semua tatanan mulai dari keluarga, UKBM, tempat ibadah
pesantren, pelayanan kesehatan, sarana pendidikan, pasar/terminal, dan
tempat umum.

Kegiatan gerakan masyarakat (GerMas) dalam masa Pandemik


Covid-19 dapat melakukan beberapa hal, antara lain :
1. Kluster aktivitas fisik
Aktivitas fisik sangat bermanfaat untuk kesehatan. Aktivitas fisik
yang dilakukan secara rutin (30 menit setiap hari) akan menurunkan risiko
untuk terjadinya penyakit bahkan semua penyebab kematian (sebesar 30%).
Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan sebagai usaha pencegahan penyakit,
dilakukan:
132

a. Paling sedikit 30 menit setiap hari, serta


b. Aktivitas yang dilakukannya dengan intensitas sedang,
seperti menari, berjalan, berkebun, naik sepeda dan
rekreasi.
Memperbanyak aktivitas fisik dan membatasi kegiatan banyak
duduk, seperti menonton TV, main game dan komputer. Latihan fisik seperti
olahraga dilakukan sebanyak 3-5 kali/minggu. Aktivitas fisik adalah setiap
gerakan tubuh yang melibatkan otot rangka dan mengakibatkan pengeluaran
energi minimal 30 menit perhari. Aktivitas fisik dapat dilakukan:
a. Sekolah
- Peregangan diantara jam pelajaran
- Bermain saat istirahat
- Memperbanyak kegiatan berjalan
b. Tempat Kerja :
- Peregangan
- Menggunakan tangga
- Memperbanyak kegiatan berjalan
c. Dalam Perjalanan :
- Berhentilah 1-2 halte sebelum halte yang dituju
- Parkirlah kendaraan agak jauh
d. Tempat Umum :
- Memperbanyak berjalan dari pada duduk
- Memanfaatkan taman kota untuk aktivitas fisik
- Memperbanyak kegiatan di ruang terbuka
e. Rumah:
- Mencuci
- Berkebun
- Menemani anak bermain
133

Aktivitas Fisik di Rumah Sakit sebagai Tempat Kerja bagi


Karyawan dan Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit dapat menurunkan risiko
untuk terjadinya masalah kesehatan pada Tenaga Kesehatan, seperti :
a. Decreased Immunity
Menjaga tingkat imunitas pada tenaga kesehatan.
b. Cedera Sendi dan Otot
Risiko cedera pada tenaga kesehatan bisa didapat karena handling
dan lifting peralatan pasien, aktivitas mendorong menarik tempat
tidur.
c. Mental Problems
Masalah tersembunyi yang dialami tenaga kesehatan akibat tingkat
stress yang meningkat.

2. Kluster pangan sehat dan perbaikan gizi


Kegiatan gerakan masyarakat pangan sehat dan perbaikan gizi dapat
dilakukan di rumah sakit yang meliputi :
a. Memberikan ASI bagi bayi dan anak sampai dengan usia 2
tahun
b. Menyediakan ruang menyusui agar memudahkan Ibu untuk
memberikan ASI nya bagi si anak
c. Penyediaan buah/sayur serta vitamin bagi pasien sesuai
anjuran atau rekomendasi dari dokter dan ahli gizi yang
menangani serta bagi tenaga kesehatan dan karyawan
rumah sakit.

3. Kluster deteksi dini


Kegiatan gerakan masyarakat terkait kluster deteksi dini yang bisa
dilakukan di rumah sakit antara lain, dengan melakukan rapid test atau swab
134

test bagi tenaga kesehatan dan karyawan, khususnya yang memberikan


pelayanan langsung untuk menangani pasien Covid-19.

4. Kluster lingkungan sehat


Kegiatan gerakan masyarakat lingkungan sehat yang bisa dilakukan
di rumah sakit meliputi:
a. Melakukan pemetaan faktor risiko berdasarkan penerapan
zona untuk lalu lintas orang dan barang
b. Melakukan rekayasa untuk pemberlakukan protokol
kesehatan dilakukan di ruang tunggu, apotik, kasir, admin
rawat inap, lift, parkir dan sebagainya.
c. Menyediakan SOP-SOP dalam upaya Kesehatan
Lingkungan di Rumah Sakit seperti : SOP dekontaminasi
permukaan, SOP dekontaminasi ruangan, SOP
pengelolaan limbah B3, SOP Pengelolaan Limbah
Domestik, SOP Penanganan APD, dan SOP Kegiatan
terkait lainnya.
d. Melakukan manajemen sanitasi kritis melebihi dari
perlakuan dari sebelumnya untuk pembersihan dan
desinfeksi/dekontaminasi terhadap permukaan dan
ruangan termasuk penyediaan logistik yang
berkesinambungan dan petugas yang memadai.
e. Penambahan sarana cuci tangan dan sabu atau Hand
Sanitizer
f. Melakukan pengelolaan limbah medis dan sampah padat
domestik sesuai peraturan yang berlaku serta memastikan
proses pengolahan akhir berdasarkan jenisnya sesuai
ketentuan yang dipersyaratkan.
135

5. Kluster edukasi dan perilaku sehat


Penyebarluasan informasi kesehatan melalui media cetak (leaflet,
poster, standing banner, spanduk, dan lain-lain), media radio, media televisi,
media online.
Desa siaga aktif merupakan untuk perwujudan dari pemberdayaan
masyarakat untuk menciptakan kemandirian masyarakat. Desa siaga aktif
merupakan desa yang penduduknya mudah mendapatkan pelayanan
kesehatan dasar, mengembangkan UKBM, melaksanakan kedaruratan
kesehatan dan penanggulangan bencana (Covid-19), penyehatan lingkungan,
melakukan surveilans, masyarakat menerapkan pola hidup bersih dan sehat
(PHBS) rumah tangga. Operasional pengembangan desa siaga memiliki
syarat harus ada POSKESDES/POSKESKEL adalah UKBM yang dibenti di
desa/kelurahan siaga dalam rangka menyediakan/mendekatkan
YANKESDAS bagi masyarakat dengan melibatkan kepala daerah atau
tenaga sukarela yang lainnya.
UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat yang dibentuk
atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, dan untuk masyarakat
dengan bimbingan dari petugas kesehatan dari lintas sektor terkait. Bentuk
UKBM meliputi:
a. Polindes (Poli Kesehatan Desa)
Salah satu bentuk UKBM untuk memberikan pelayanan KIA/KB
serta pelayanan kesehatan lainnya sesuai kompetensi bidan.
b. Poskesdes (Pos Kesehatan Desa)
Upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang
dibentuk di desa/kelurahan siaga dalam rangka menyediakan/mendekatkan
pelayanan kesehatan dasar (promotif dan preventif) bagi masyarakat dengan
melibatkan kepala daerah atau tenaga sukarela lainnya.
136

c. Posyandu adaptasi kebiasaan baru


Bentuk peran serta masyarakat di bidang kesehatan yang sasarannya
adalah seluruh masyarakat yaitu bayi, balita, ibu hamil, ibu nifas, ibu
menyusui, dan PUS.
d. Pos UKK
UKBM yang dikembangkan dalam upaya pemeliharaan kesehatan
bagi pekerja yang diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat pekerja.
e. Poskestren (Pos Kesehatan Pesantren)
Wujud UKBM di lingkungan pondok pesantren dengan prinsip dari,
oleh, untuk warga pondok pesantren dengan mengutamakan upaya promotif
dan preventif tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif dengan
binaan oleh puskesmas.
Masalah penggunaan obat pada masyarakat disebabkan karena
kurangnya pengetahuan dan informasi tentang obat resep dokter, kepatuhan
pasien rendah sehingga pengobatan tidak optimal, kesalahpahaman tentang
obat generik yang dianggap obat murah dan tidak manjur, penggunaan
antibiotik tidak bijak dan dibeli secara bebas tanpa resep dokter yang
mengakibatkan memicu resistensi bakteri, masyarakat membeli obat sendiri
dari berbagai jalur, termasuk online tanpa ke fasilitas kesehatan, minimnya
pengetahuan berdasarkan iklan atau informasi dari keluarga, teman, tetangga,
dan media sosial bukan dari tenaga farmasi/apotek.
Materi edukasi masyarakat meliputi materi inti DAGUSIBU yaitu
tanya lima O (Obat ini apa nama dan kandungannya, Obat ini apa khasiatnya,
obat ini berapa dosisnya, obat ini bagaimana menggunakannya, obat ini apa
efek sampingnya) dan informasi pada kemasan obat, penggolongan obat, cara
penggunaan obat, dan penggunaan antibiotik bijak. Selain itu terdapat materi
tambahan yaitu bahaya penggunaan obat, penggunaan obat kronis, tablet
tambah darah dan vitamin, dan lain-lain.
137

Inovasi pemberdayaan masyarakat dalam penggunaan obat rasional


menerapkan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa
CerMat). Pencanangan GeMa CerMat oleh Menteri Kesehatan RI 2015 No.
HK.02.02/Menkes/427/2015 adalah upaya bersama pemerintah dan
masyarakat melalui rangkaian kegiatan dalam rangka mewujudkan
kepedulian, kesadaran, pemahaman, dan keterampilan masyarakat dalam
menggunakan obat secara tepat dan benar. Tujuannya meningkatkan
pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penggunaan obat
secara benar, meningkatnya kemandirian dan perubahan perilaku masyarakat
dalam penggunaan obat secara benar, meningkatnya penggunaan obat
rasional.

3.3.6 Materi Keenam : Program Kesehatan dan Gizi Masyarakat


Materi Program Kesehatan dan Gizi Masyarakat pada kegiatan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dibawakan oleh narasumber Ibu
Sri Suhartatik, S.Kep, Ns, M.Si dari seksi Kesehatan dan Gizi Masyarakat.
Masalah gizi yang ada di Jawa Timur maupun di Indonesia, diantaranya
kurang energi protein (KEP) pada balita, kurang energi kronis pada Ibu hamil
(KEK), gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), kurang Vitamin A
(KVA), anemia gizi besi (AGB) atau kurang darah pada Ibu hamil dan remaja
putri. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi meliputi
akar masalah seperti status sosial, status ekonomi, dan budaya. Pemanfaatan
sumberdaya rendah dalam keluarga dan masyarakat baik pendidikan,
pengetahuan, dan keterampilan, selain itu adanya kesetaraan gender. Faktor
yang mempengaruhi status gizi dapat disebabkan oleh penyebab langsung
dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung meliputi penyakit infeksi
dan kecukupan asupan gizi. Penyebab tidak langsung melipitu ketersediaan
pangan Rumah Tangga, Pola Asuh Gizi Keluarga (ASI, MPASI, pemantauan
138

pertumbuhan, gizi seimbang), sanitasi lingkungan, air bersih, dan layanan


kesehatan. Masalah gizi menurut siklus kehidupan, meliputi:
1. Bayi lahir
Gizi yang kurang akan menyebabkan bayi berat badan lahir rendah
(BBLR) dan Risiko Stunting.
2. Balita
Gizi yang kurang atau buruk akan menyebabkan balita menjadi
kurus, stunting, anemia, dan kurang Vitamin A (KVA).
3. Anak usia sekolah
Gizi yang buruk akan menyebabkan anemia, pertumbuhan lambatm
dan stunting.
4. Remaja dan WUS
Gizi yang buruk akan menyebabkan anemia dan stunting.
5. Ibu hamil
Gizi yang buruk akan menyebabkan anemia, kurang gizi mikro
lainnya, kurang energi kronis pada Ibu hamil (KEK).

Bentuk masalah gizi pada Balita, terdapat tiga macam, meliputi:


1. Kronis/stunting
Balita dengan hambatan pertumbuhan tinggi badan menurut umur
(TB/U) sehingga menyebabkan badan menjadi pendek dan sangat pendek.
Tinggi badan menurut umur merupakan indikator kurang gizi kronis.
2. Akut/wasting
Balita yang mengalami turunnya berat badan menurut tinggi badan
atau lingkar lengan atas. Hal ini pengukuran yang dilihat dari tinggi badan
menurut umur yang merupakan penjumlahan dari gizi kurang/kurus dan gizi
buruk/sangat kurus.
139

3. Pra akut/underweight
Balita yang mengalami turunnya berat badan menurut umur (BB/U)
dengan penjumlahan berat badan kurang dan sangat kurang. Deteksi dini
penyebab meliputi kurang asupan/infeksi, diintervensi agar tidak menjadi
akut dan kronis.

Pemerintah Indonesia membuat target penurunan persen stunting


dan wasting terhadap target nasional. Target penurunan stunting di nasional
pada tahun 2022 sebesar 18,4%, besar penurunan yang dilakukan terhadap
target nasional pada tahun 2022 sebesar 3 %. Target penurunan wasting di
nasional pada tahun 2022 sebesar 7,5%. Indeks antropometri merupakan
suatu indeks yang digunakan oleh ahli gizi untuk menentukan permasalahan
gizi. Indeks antropometri dapat dilihat pada Tabel 3.26.
140

Tabel 3.26 Indeks Antropometri


Indeks
Kategori Nilai
antropometri
BB/PB atau BB/TB Gizi Buruk Skor z <-3,0 SD
Gizi Kurang Skor z -3,0 sampai dengan <-2,0 SD

Gizi Baik Skor z -2,0 sampai dengan +1,0 SD

Risiko gizi lebih Skor >+1 sampai dengan +2,0 SD

Gizi Lebih (overweight) Skor >+2 sampai dengan +3,0 SD

Gemuk (Obese) Skor > +3,0 SD

PB/U atau TB/U Sangat Pendek Skor z <-3,0 SD


Pendek Skor z -3,0 sampai dengan <-2,0 SD

Normal Skor z -2,0 SD sampai dengan +3,0


SD
Tinggi Skor z > +3,0 SD

LiLA Gizi Buruk <11,5 cm


Gizi Kurang 11,5 – 12,4 cm

Gizi Baik ≥12,5 cm

BB/U Berat badan sangat Skor z <-3,0 SD


kurang
Berat badan kurang Skor z -3,0 sampai dengan <-2,0 SD

Berat badan normal Skor z -2,0 sampai dengan +1,0 SD

Risiko berat badan lebih Skor z >+1,0 SD

Masalah gizi kurang dipengaruhi oleh Kurang Energi Protein


(KEP). Tanda-tanda anak yang mengalami KEP meliputi:
a. Berat badan anak pada KMS berada bawah garis merah.
b. Tubuh anak (termasuk orang dewasa) tampak sangat kurus.
c. Tubuh bayi yang baru lahir tampak sangat kecil.
d. Macam-macam penyakit akibat kurang energi protein.
141

KEP tingkat berat meliputi:


1. Marasmus
Tanda klinis marasmus meliputi, tampak sangat kurus, wajah seperti
orang tua, cengeng, rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutan, iga
gambang, baggy pant, perut cekung, sering disertai penyakit kronis seperti
TBC, diare kronis. Marasmus dapat disebabkan oleh kekurangan kalori pada
bayi.
2. Kwashiorkor
Tanda klinis kwashiorkor meliputi wajah membulat dan sembab,
edema seluruh tubuh terutama pada punggung kaki, pandangan mata sayu,
rambut tipis, merah seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa
sakit, perubahan status mental, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi),
kelainan kulit seperti bercak merah muda kemudian menjadi kehitaman dan
terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai anemia dan diare
akut. Kwashiorkor disebabkan oleh kekurangan protein dalam jangka waktu
yang lama pada bayi.
3. Marasmus-Kwashiorkor
Perpaduan antara marasmus dan kwashiorkor.

Permasalahan gizi Balita dan Ibu hamil di Jawa Timur, Dinas


Kesehatan memiliki data laporan gizi, yaitu Survey Status Gizi Balita
Indonesia (SSGBI) dan Survey Status Gizi Indonesia (SSGI). Pada tahun
2020 di Provinsi Jawa Timur terdapat stunting sebesar 26,9% , Ibu hamil
dengan kurang energi kronis sebesar 11%, dan Bayi Berat Badan Lahir
Rendah sebesar 3,7%. Pada tahun 2021 di Provinsi Jawa Timur terdapat
stunting sebesar 23,5% dan Ibu hamil dengan kurang energi kronis sebesar
11,7, pada Ibu hamil dengan kurang energi kronis mengalami kenaikan di
tahun 2021, dan Bayi Berat Badan Lahir Rendah sebesar 3,6%. Dinas
142

Kesehatan Jawa Timur pada Tahun bertanggung jawab terhadap 38 kota di


Jawa Timur sebagai lokus stunting.
Empat kategori prevalensi stunting di Jawa Timur menurut WHO
tahun 2010, meliputi Rendah (R) yaitu prevalensi kurang dari 20%, Sedang
(S) yaitu prevalensi antara 20-29%, Tinggi (T) yaitu prevalensi antara 30-
39%, dan Sangat Tinggi (ST) yaitu prevalensi lebih dari atau sama dengan
40%
Prevalensi Balita underweight menurut survey status gizi Indonesia
Balitbangkes tingkat Kabupaten/Kota Jawa Timur tahun 2021 kasus
terbanyak terdapat di Bangkalan dengan persentase sebesar 26% dan kasus
terendah terdapat di Sidoarjo dengan persentase sebesar 7,8%. Persentase
balita wasting menurut survey status gizi Indonesia Balitbangkes tingkat
Kabupaten/Kota Jawa Timur tahun 2021 kasus terbanyak terjadi di
Pamekasan sebesar 14,9% dan kasus terendah di Trenggalek 3%. Kasus ibu
hamil dengan KEK yaitu lingkar lengan kurang dari 23,5 cm, berdasarkan
data dari tahun 2017-2021 mengalami peningkatan. Pada tahun 2021 ibu
hamil dengan kurang energi kronis sebesar 11,7%. Persentase ibu hamil
kurang energi kronis yang paling tinggi terdapat di kabupaten Magetan
sebesar 31,6% dan terendah terdapat di kabupaten Bojonegoro sebesar
16,2%. Jumlah berat bayi lahir rendah (dibawah 2500g) di Jawa Timur pada
tahun 2018-2021 mengalami penurunan. Pada tahun 2021 sebesar 18,188%.
Persentase berat bayi lahir rendah paling besar terdapat di kabupaten
Bondowoso sebesar 8,73% dan paling rendah terdapat di kota Mojokerto
sebesar 5,48%.
Kurang energi kronik (KEK) pada Ibu hamil dimulai sebelum hamil,
yaitu pada saat pra nikah bahkan pada usia remaja. Masalah yang ditimbulkan
jika remaja putri hamil, diantaranya:
143

a. Terjadi kompetisi kebutuhan zat gizi antara remaja putri dengan


janin yang dikandungannya.
b. Kekurangan zat gizi akan menyebabkan tubuh rentan terhadap
penyakit.
c. Organ reproduksi remaja masih dalam proses tumbuh kembang,
seperti panggul belum berkembang maksimal (panggul sempit)
yang akan menyulitkan proses persalinan.
d. Mental remaja yang belum siap menjadi seorang ibu mengakibatkan
pola asuh yang tidak baik.

Solusi menurunkan jumlah Ibu hamil dengan kondisi KEK meliputi:


a. Pemberian makanan tambahan pada Ibu hamil untuk pencegahan,
dan khusus untuk Ibu hamil miskin harus diberikan makanan
tambahan pangan lokal
b. Usia pernikahan dini harus diminimalkan
c. Perbaikan gizi pada remaja putri untuk mempersiapkan Ibu hamil
dengan status gizi yang baik
d. Penyuluhan pentingnya menunda kehamilan jika kondisi Ibu masih
dalam kategori KEK.

Solusi menurunkan bayi berat lahir rendah (BBLR) meliputi:


a. Pendampingan ibu hamil resiko tinggi
b. Penundaan pernikahan di usia dini
c. Pemberian makanan tambahan (PMT) pada Ibu hamil kurang energi
kronis dan pra nikah kurang energi kronis
d. Adanya orang tua asuh/pendonor makanan bagi Ibu hamil yang
miskin
e. Konseling tentang asupan gizi seimbang bagi Ibu hamil.
144

Gangguan akibat kekurangan Yodium (GAKY) adalah sekumpulan


gejala yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara
terus menerus dan dalam waktu yang cukup lama. Salah satu tanda gangguan
akibat kekurangan yodium adalah terjadinya pembesaran kelenjar tiroid
(gondok). Penanggulangan gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)
dengan melaksanakan suplementasi, pemanfaatan bahan makanan sumber
yodium, dan peningkatan penggunaan garam beryodium.
Kekurangan Vitamin A dapat menyebabkan xeroftalmia scars (bola
mata mengecil), buta senja, bercak bitot, xerosis konjungtiva (bagian putih
mata kering, kusam, tak bersinar), ulserasi kornea (seluruh bagian hitam mata
melunak seperti bubur), keratomalasia (sebagian dari hitam mata melunak
seperti bubur), xerosis kornea (bagian hitam mata kering, kusam, tak
bersinar). Penanggulangan kekurangan Vitamin A yaitu dengan
melaksanakan suplementasi kapsul Vitamin A pada bayi (usia 6-11 bulan,
dosis 100.000 SI 1 kali sehari), anak balita (usia 1-4 tahun, dosis 200.000 SI
2 kali/tahun) dan Ibu nifas (1 kapsul segera melahirkan dan 2 kapsul 24 jam
dari pemberian pertama maksimal hari ke 28), kemudian fortifikasi,
penyuluhan gizi seperti pemanfaatan bahan makanan sumber Vitamin A dan
peningkatan cakupan pemberian kapsul Vitamin A.
Anemia Gizi Besi adalah penyakit dimana kadar Haemoglobin (Hb)
dalam darah kurang dari normal. Tanda awal anemia gizi besi adalah pucat
pada bibir, lidah, dan kelopak mata, lesu, letih, lemah, cepat mengantuk,
sering pusing, mata berkunang-kunang, produktivitas menurun. Anemia
dapat disebabkan karena kekurangan asupan zat besi melalui protein hewani,
sehingga membuat tubuh kekurangan nutrisi untuk menghasilkan sel darah
merah atau hemoglobin pada tubuh. Remaja putri kerap kali mengalami
anemia yang dapat disebabkan karena pola diet ketat dan kurangnya asupan
makanan bergizi, dan diperparah dengan adanya menstruasi rutin yang
145

membuat kehilangan banyak darah. Anemia yang terjadi pada remaja putri
suatu saat akan tumbuh dewasa dan melahirkan seorang anak. Anemia yang
terjadi pada tubuh Ibu hamil akan berdampak pada sang anak, salah satunya
dapat ditandai dengan terjadinya kelahiran prematur bahkan kematian janin.
Anemia pada Ibu hamil akan mengganggu pasokan nutrisi yang dibutuhkan
janin pada proses perkembangannya. Akibatnya, bayi yang lahir beresiko
mengalami berat badan rendah (BBLR) hingga kematian pada bayi. Dapat
memicu risiko terjadinya stunting, tinggi badan yang lebih pendek dari anak
kebanyakan, kekurangan gizi, penurunan fungsi otak, dan kurangnya
kemampuan anak dalam berinteraksi. Penanggulangan anemia dapat
dilakukan dengan memberikan tablet tambah darah (TTD) minimal 90 tablet
kepada Ibu Hamil dan kemudian dilakukan pemeriksaan status gizi,
pemberian tablet tambah darah (TTD) pada remaja putri.
Strategi yang dibentuk untuk meningkatkan upaya kesehatan ibu
dan anak (penurunan AKI dan AKB) dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia melalui upaya stunting meliputi:
1. Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Tenaga Kesehatan
2. Peningkatan Kualitas Program
3. Penguatan Edukasi Gizi
Mengedukasi masyarakat dalam pemilihan asupan makanan yang
bergizi sehingga memiliki nilai gizi yang baik dan tidak
membahayakan bagi tubuh
4. Penguatan Manajemen Intervensi Gizi di Puskesmas dan Posyandu
a. Puskesmas
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian
wilayah kecamatan.
146

b. Posyandu
Posyandu merupakan wadah yang penting bagi anak-anak
untuk mengukur tumbuh kembang.
5. Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
6. Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan
7. Pemberdayaan Masyarakat
8. Penguatan Tata Kelola

Strategi Pencegahan dan Penanganan Stunting di Jawa Timur meliputi:


1. Sosialisasi Gizi Seimbang
Anak yang berusia 0-6 bulan hendak mendapatkan ASI eksklusif
dan anak usia 0-24 bulan mendapatkan makanan Pendamping ASI. MP-ASI
dapat diberikan kepada balita ketika berusia diatas 6 bulan. Fungsi MP-ASI
untuk mengenalkan jenis makanan baru kepada bayi, mencukupi kebutuhan
nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, dan membentuk
daya tahan tubuh serta perkembangan sistem imunologis anak terhadap
makanan.
2. Intervensi 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan)
a. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Hamil
Kegiatan memberikan makanan tambahan (PMT) pada Ibu
hamil untuk mengatasi kekurangan energi, dan protein kronis,
mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat, mengatasi
kekurangan yodium, menanggulangi kecacingan pada Ibu hamil
serta melindungi Ibu hamil dari malaria.
b. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan
Anak Usia 0-6 bulan
147

Kegiatan yang mendorong inisiasi menyusui dini terutama


melalui pemberian ASI jolong atau kolostrum serta mendorong
pemberian ASI Eksklusif.
c. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan
Anak Usia 7-23 bulan
Kegiatan untuk mendorong penerusan pemberian ASI
hingga anak/bayi berusia 23 bulan. Bayi yang berusia diatas 6 bulan
didampingi dengan pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing,
menyediakan suplementasi zink, melakukan fortifikasi zat besi ke
dalam makanan, memberikan imunisasi lengkap, serta melakukan
pencegahan dan pengobatan diare.
3. Penataan lingkungan sehat (menyediakan dan memastikan akses
pada air bersih)
4. Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
5. Pencegahan penyakit
6. Akses makanan sehat
7. Pengeluaran layanan kesehatan masyarakat tingkat desa
8. Pemantauan tumbuh kembang
BAB 4
KESIMPULAN

Setelah kami mengikuti kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker


serta dapat menyelesaikan laporan di Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur, kami dapat menyimpulkan menjadi
beberapa, yaitu:
1. Praktik Kerja Profesi Apoteker melalui aplikasi Zoom Meeting ini
dapat membekali calon Apoteker dengan pandangan, wawasan, dan
pengetahuan mengenai pekerjaan kefarmasian terutama pada masa
COVID-19.
2. Praktik Kerja Profesi Apoteker dapat membantu dalam persiapan
calon Apoteker memasuki dunia kerja sebagai tenaga kesehatan
yang profesional serta berwawasan luas meskipun hanya secara
daring.
3. Praktik Kerja Profesi Apoteker dapat membantu calon Apoteker
untuk memahami struktur organisasi di Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur yang terdiri dari Bidang Kesehatan Masyarakat, Bidang
Pencegahan & Pengendalian Penyakit, Bidang Pelayanan
Kesehatan, dan Bidang Sumber Daya Kesehatan.
4. Praktik Kerja Profesi Apoteker dapat membantu calon Apoteker
untuk memahami peran, fungsi, tugas pokok, wewenang, dan
tanggung jawab terkait Bidang Sumber Daya Kesehatan di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
5. Praktik Kerja Profesi Apoteker dapat membantu calon Apoteker
untuk memahami terkait program apa saja yang dilaksanakan oleh
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, yaitu Program SDM
Kesehatan, Program Pelayanan Kesehatan Primer, Program

148
149

Pelayanan Kesehatan Rujukan, Program Pelayanan Kesehatan


Tradisional, Program Pencegahan & Pengendalian Tuberkulosis,
Program Pencegahan & Pengendalian HIV/AIDS, Program
Pencegahan & Pengendalian Kusta, Program Pencegahan &
Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis, Program
Pencegahan & Pengendalian Penyakit Tidak Menular: Hipertensi &
DM (Program Prioritas), Program Pencegahan & Pengendalian
Penyakit Tidak Menular: Keswa, Program Pencegahan &
Pengendalian Penyakit Tidak Menular: Napza, Program Surveilans,
Program Imunisasi, Program Penyehatan Lingkungan, Kesehatan &
Keselamatan Kerja (K3), Program Promosi Kesehatan, dan Program
Kesehatan Keluarga & Gizi Masyarakat.
BAB 5
SARAN

Berdasarkan dari kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker Bidang


Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang telah
dilaksanakan pada tanggal 12, 13, dan 17 Mei 2022 secara daring melalui
aplikasi Zoom Conference dapat diberikan saran :
1. Tujuannya yakni calon apoteker dapat lebih aktif lagi dalam
menggali pengetahuan dan memahami peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab apoteker dalam kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan pekerjaan kefarmasian yang ada di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur serta lebih aktif dalam berdiskusi
untuk menambah wawasan dalam pekerjaan kefarmasian.
2. Diharapkan untuk semua calon apoteker memahami penggunaan
aplikasi khusus milik Dinas Kesehatan yang dapat diakses oleh
seluruh masyarakat untuk mempermudah pemberian informasi
kesehatan secara lebih rinci.
3. Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
dilaksanakan secara online dengan menggunakan aplikasi zoom
akan lebih baik apabila disertai dengan foto/video terkait tempat-
tempat kegiatan dan saat kegiatan berlangsung yang ada di Dinas
Kesehatan, sehingga calon apoteker dapat memiliki gambaran lebih
jelas mengenai pekerjaan kefarmasian dan strategi apa saja yang
dilakukan pemerintahan di Dinas Kesehatan.

150
DAFTAR PUSTAKA

Ait-Khaled Nadia, Enarson Donald A., 2003, Tuberculosis Manual for


Medical Students.
Anonim, 1984, Undang-Undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular, Presiden Republik Indonesia: Jakarta, 1-16.
Anonim, 2009, Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika,
Presiden Republik Indonesia: Jakarta.
Anonim, 2009, Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,
Presiden Republik Indonesia: Jakarta.
Anonim, 2014, Undang-Undang No. 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa,
Presiden Republik Indonesia: Jakarta.
Anonim, 2014, Undang-Undang No. 23 tahun 2014 pasal 211 ayat 2,
Kesehatan, Presiden Republik Indonesia: Jakarta.
Anonim, 2014, Undang-Undang No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan, Presiden Republik Indonesia: Jakarta.
Anonim, 2019, Undang-Undang No. 4 Tahun 2019 Presiden Republik
Indonesia: Jakarta.
Anonim, 2012, Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012.
Hutomo, S., Suryanto, Y.I., Kurniawati, N. 2020, Pembentukan Kelompok
Asuhan Mandiri Tanaman Obat Keluarga (TOGA) dan Akupresur di
Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Jurnal PATRIA, 02(01): 1-7.
International Diabetes Federation, 2013, IDF Diabetes Atlas, 9 th ed.,
International Diabetes Federation.
International Diabetes Federation, 2017, IDF Diabetes Atlas, 8 th ed.,
International Diabetes Federation.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013, Riset Kesehatan Dasar
RISKESDAS, Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI. Program Pengendalian HIV AIDS dan PIMS.
Petunjuk Tek Program Pengendali HIV AIDS dan PIMS Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2021, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta.

151
152

Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2014.


Peraturan Gubernur Jawa Timur, 2011, Peraturan Gubernur Jawa Timur
Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pengendalian Penyakit Demam
Berdarah Dengue Di Provinsi Jawa Timur, Surabaya, Gubernur Jawa
Timur, 1-15.
Peraturan Gubernur Jawa Timur, 2018, Peraturan Gubernur Jawa Timur
Nomor 56 Tahun 2018 tentang Nomenklatur, Susunan Organisasi,
Uraian Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Surabaya, Gubernur Jawa
Timur.
Peraturan Gubernur Jawa Timur, 2021, Peraturan Gubernur Jawa Timur
Nomor 89 Tahun 2021 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi,
Uraian Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur, Surabaya, Gubernur Jawa Timur.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1989, Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 560/MENKES/PER/VIII/1989
tentang Jenis Penyakit Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah,
Tata Cara Penyampaian Laporannya dan Tata Cara Penanggulangan
Seperlunya, Jakarta, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1-6.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010
tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan
Wabah dan Upaya Penanggulangan, Jakarta, Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 1-13.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2013, Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 tentang Penanggulangan
HIV AIDS, Jakarta, Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2015, Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi, Jakarta, Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016, Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 61 tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisional Empiris, Jakarta, Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.
153

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016, Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis, Jakarta, Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2017, Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisional Integrasi, Jakarta, Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2018, Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer, Jakarta, Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2019, Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 tentang Penanggulangan
Kusta, Jakarta, Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2021, Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 tentang Standar Kegiatan
Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko Sektor Kesehatan, Jakarta, Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi, 2021, Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 tentang Jabatan
Fungsional Apoteker, Jakarta, Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Peraturan Pemerintahan RI, 2009, Peraturan Pemerintahan Republik
Indonesia Nomor 51 Tahun 2009.
Peraturan Pemerintah RI, 2021, Jakarta: Peraturan Pemerintah RI.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2019, Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, PERKENI, Jakarta.
World Health Organization (WHO), 2003.
World Health Organization (WHO), 2006.
World Health Organization (WHO), 2010.
World Health Organization (WHO), 2013.
154

WHO, 2016, Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Intermediate


Hyperglycemia, WHO Library Cataloguing in Publication Data
Yahya, N. dan Mellyora, A. (Ed.). 2018, Hidup Sehat dengan Diabetes, Solo,
PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
LAMPIRAN A : DAFTAR PERTANYAAN PADA HARI KAMIS, 12
1

MEI 2022

Materi : Profil Dinas Kesehatan (Visi Misi, SOTK), Perencanaan dan


Penganggaran
Pemateri : Ibu Azizah Andzar Ridwanah, S.KM
1. Firman Sandi Gunawan (2448721096)
Pertanyaan : Bagaimana cara dinas kesehatan memastikan anggaran
yang ada untuk bidang kesehatan sudah digunakan secara optimal
dan program-program yang dijalankan sudah sesuai dengan rencana
yang telah di buat? Dari kemenag RB juga mulai memberikan
anugerah institusi WPK dan WPBM, apakah dinas kesehatan sudah
mendapatkan gelar tersebut atau belum?
Tanggapan : Kami memiliki fungsi, evaluasi dan pelaporan dimana
evaluasi dan pelaporan tersebut memiliki aturan. Untuk pelaporan
ada aturan yang mengikat salah satunya adalah dokumen. Setiap
tahun ada laporan pertanggung jawaban keuangan dan program (bila
dilakukan) yang akan dilaporkan secara bertingkat mulai dari seksi
kemudian dilaporkan bertingkat ke kepala dinas lalu dilaporkan ke
gubernur. Sehingga dapat diketahui adanya anggaran yang telah
dipakai melalui mekanisme pelaporan tersebut. Ada pula unit-unit
khusus untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan
anggaran. Di Jawa Timur bernama INSPEKTORAT dan BPK.
Sehingga setiap tahun dilakukan pemeriksaan oleh kedua badan
tersebut salah satunya untuk memastikan kegiatan yang dilakukan
dengan anggaran-anggaran pemerintah yang berasal dari berbagai
sumber dilakukan dengan benar. Kemudian, tidak ada peraturan-

155
156

peraturan yang dilanggar dari sumber-sumber anggaran tersebut.


Pemeriksaan dilakukan baik dari pihak internal, maupun eksternal
(INSPEKTORAT DAN BPK). Jika dari segi program, kami
memiliki target. Semisal, AQ harus berapa? AKB berapa?
Kemudian stunting harus berapa? Jika belum memenuhi target,
maka dari program yang sesuai dengan bidang dan lokasi daerahnya
akan melakukan pengawasan dan pembinaan bagaimana cara
memenuhi atau mencapai target. Jika ada masalah (semisal di
Kabupaten), mengapa cakupan puskesmasnya rendah? Dll, kami
akan melakukan pembinaan dan pengawasan. Dinas kesehatan
sudah mendapatkan gelar tersebut dimana penilaian dimulai
bertahap dari provinsi dan Jawa Timur termasuk provinsi dengan
penilaian keuangan yang baik.

2. Maria Rindang P. (2448721108)


Pertanyaan : Bagaimana cara pelaporan dilakukan dan berapa lama
jangka waktu pelaporan dilakukan sampai ke Gubernur atau
tenggang waktu yang diminta oleh Gubernur terhadap laporan
tersebut? Apakah bersamaan dengan acara berlangsung atau setelah
acara selesai?
Tanggapan : Pelaporan ke Gubernur dilakukan setelah acara
berlangsung. Pelaporan dilakukan dengan cara membuat dokumen
keuangan yang dilaporkan selama setahun dan apa saja kegiatan
yang dilakukan oleh seksi-seksi tersebut. Ketika acara telah selesai,
kami membuat laporannya baik keuangan maupun program. Untuk
laporan keuangan akan dilaporkan pada pengelola keuangan daerah
(BPKAD) sedangkan untuk acara dilaporkan pada BAPPEDA.
Untuk pelaporan program dan kegiatan dilaporkan dengan cara
157

membuat laporan evaluasi 3 bulanan (RENJA) agar dapat


mengetahui sampai dimana target kinerja yang telah dilakukan. Ada
pula laporan tahunan untuk mengetahui rencana yang telah
dilakukan sepanjang tahun tersebut.

3. Elisa (2448721093)
Pertanyaan : Pada tahap evaluasi program, berapa lama batas waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan penelusuran atau tindak lanjut?
Tanggapan : Untuk program yang dilaksanakan selama 3 bulan atau
setengah tahun (6 bulan), masih dapat untuk dilakukan perubahan
kegiatan dengan mempertimbangkan daerah yang dituju. Untuk
program tahunan, ada pembahasan dari DRP dimana DPR dan
Gubernur akan mempertanyakan “mengapa program tidak mencapai
target?”, “apa yang harus dilakukan agar target kinerja dapat
meningkat untuk tahun depannya?” kemudian dibahas dengan
berbagai sektor yang terkait.

4. Andreas Tungky Wijaya (2448721085)


Pertanyaan : Dalam upaya untuk menyelaraskan target atau visi misi
di pusat atau nasional, apakah Dinas Kesehatan melakukan
pertemuan sendiri dengan pusat atau diwakili oleh Gubernur Jawa
Timur (koneksi vertikal)? Apakah Dinas Kesehatan melakukan studi
banding atau sharing ilmu pada dinas provinsi lain (koneksi
horizontal)?
Tanggapan : Yang pertama berhubungan dengan pusat. Ketika
selaras dengan pusat dan banyak melakukan aktivitas bersama,
dalam hal ini contohnya kebanyakan dengan provinsi karena
anggarannya berasal dari Provinsi. Evaluasi rapat/verifikasi banyak
158

dilakukan oleh Provinsi. Dengan pusat juga memiliki rapat sendiri-


sendiri sesuai dengan bidang terkait. Setiap bidang, terkoneksi
dengan beberapa unit yang terkait pada kementerian kesehatan.
Untuk Studi banding dilakukan apabila keadaan urgent. Hal ini
lantaran, anggaran yang terbatas sehingga tidak selalu dilakukan dan
hanya dilakukan dalam keadaan urgent saja. Contoh ketika kami
melakukan studi banding tahun 2021 mengenai kesehatan
masyarakat miskin yang belum dibiayai oleh BPJS. Hal ini terjadi
karena pada aplikasi anggaran tidak ada menu yang
memprogramkan mengenai hal ini. Oleh sebab itu, dengan keadaan
yang urgent ini, kami melakukan studi banding ke pusat di Jakarta.
Studi banding tidak bisa memberikan dampak yang kilat. Setelah
studi banding, kami melakukan telaah secara bertahan lalu
dibicarakan dengan pusat dan berproses lagi sehingga menu
anggaran tersebut dapat masuk ke dalam peraturan.

Materi : Program Pelayanan Kesehatan Tradisional


Pemateri : Rena Ratri Anggoro, S.KM
1. Melisa Sugianto (2448721112)
Pertanyaan : Terkait terapi akupuntur dan akupresur, kedua kegiatan
ini merupakan upaya preventif dan promotif. Jika dilihat dari sudut
pandang pengawasan dinas kesehatan, bagaimana tanggapan anda
jika ada praktik akupuntur/akupresur ini yang meng-klaim dapat
mengobati kanker dll?
Tanggapan : Untuk akupuntur dan akupresur, bila hal tersebut
dilakukan di Rumah Sakit, Puskesmas, maupun griya sehat, tidak
jadi masalah karena hal tersebut sudah dilakukan pada
tempatnya/sesuai dengan tempatnya. Selain itu juga sudah sesuai
159

dengan peraturan dan dilakukan oleh tenaga integrasi maupun


komplementer yang kompeten. Sehingga, tugas dari dinas kesehatan
Provinsi yaitu mengevaluasi kegiatan yang dilakukan di Rumah
Sakit, Puskesmas, maupun Griya Sehat sudah sesuai atau tidak.
Yang menjadi masalah apabila akupuntur ini dilakukan oleh tenaga
empiris (HATTRA). Hal ini tidak diperkenankan karena akupuntur
merupakan salah satu hal yang invasif. Jika terbukti ada HATTRA
yang melakukan akupuntur, maka akan diberikan pembinaan.
Setelah pembinaan, jika masih tetap dilakukan, maka akan diberikan
sanksi yang lebih tegas berupa pencabutan HCCT dimana HATTRA
tersebut tidak dapat berlangsung lagi.

2. Flora Raliana Mauryn (2448721097)


Pertanyaan : Saat ini maraknya trend kretek badan. Apakah Kretek
badan ini termasuk salah satu pelayanan kesehatan tradisional? Dan
juga sebelumnya, apakah ada perizinan yang dilakukan oleh kretek
badan tersebut?
Tanggapan : Untuk kretek badan sejauh ini belum ada rekomendasi
dari pemerintah untuk melakukan terapi tersebut. Terapi seperti ini
perlu ditelaah lagi apakah aman atau tidak. Kretek badan juga belum
disarankan oleh kementerian kesehatan dikarenakan untuk perizinan
dari kretek badan ini belum ada. Sehingga belum teruji keamanan
dan pertanggungjawabannya seperti apa. Jika ingin melakukan
terapi kesehatan tradisional, carilah yang telah disarankan oleh
kementerian kesehatan.
160

3. Stefan Michael Hans (2448721126)


Pertanyaan : Penggunaan hewan pada terapi seperti terapi lintah atau
terapi sengat lebah, termasuk dalam terapi kategori apa? Apakah
terapi tersebut merupakan terapi komplementer? Bagaimana
perizinan dari pelaku usaha tersebut?
Tanggapan : Terapi lintah atau sengat lebah bukan termasuk
kategori terapi tradisional. Hal ini disebabkan karena lintah maupun
sengatan lebah dapat melukai tubuh manusia. Apabila ada seorang
pelaku atau HATTRA yang melakukan hal tersebut maka perlu
diadakan peninjauan seperti melapor ke puskesmas agar pelaku
usaha atau HATTRA tersebut diberikan pembinaan atau sanksi
tegas.

Materi : Program Pelayanan Kesehatan Primer


Pemateri : Ibu Endang Nuraini, S.T., MM
1. Maria Rindang (2448721108)
Pertanyaan : Terkait dengan kegiatan yang menggunakan kapal,
berapa tahun sekali untuk bepergian dengan kapal tersebut?
Kegiatan apa saja yang dilakukan disana? Apakah hanya
mengontrol dll, seperti contoh di pulau dekat Madura ada pasien
yang memiliki kondisi berat. Apakah ada kemungkinan dari dinas
kesehatan juga membawa ke daerah Jawa?
Tanggapan : Langsung berkoordinasi dengan melakukan zoom
meeting terlebih dahulu. Medan yang dilalui berat, butuh effort yang
tinggi terutama pada faktor cuaca. Kami melakukan (berlayar) 5 hari
di tahun 2019. Pelayanan yang kami berikan sesuai dengan
kebutuhan dari kabupaten/kota tersebut. Kami menjadikan Rumah
Sakit sebagai station sehingga dapat dilakukan secara steril.
161

2. Firman Sandi Gunawan (2448721096)


Pertanyaan : Semisal Kedepannya saya menjadi tenaga di
puskesmas, tantangan apa yang akan dihadapi di awal?
Tanggapan : Cari informasi terlebih dahulu. Tantangan sekarang,
puskesmas lebih baik dari pada dulu. Untuk menjadi tenaga kontrak
bagi beberapa puskesmas yang sudah BLUD, sudah memiliki
standar. Puskesmas melayani obat yang ada di Formularium
Nasional, tidak sebanyak di Rumah Sakit yang lebih kompleks.

Materi : Program Pelayanan Kesehatan Rujukan


Pemateri : Ibu drg. Diana Yulias
1. Elisa (2448721093)
Pertanyaan : Saat ini maraknya kasus KLB Hepatitis dimana perlu
penanganan khusus seperti pada saat kasus Covid-19 saat ini.
Bagaimana penanganan mengenai kasus KLB Hepatitis?
Tanggapan : Untuk penanganan Hepatitis akut, saat ini untuk seksi
rujukan kami sudah melakukan pemetaan untuk pemeriksaan HBS
akhir. Kami masih memetakan Rumah Sakit mana yang sudah
mempunyai pemeriksaan HBS akhir dengan metode apa yang akan
digunakan.

2. Definta Anisa Tamara Cahyono (2448721091)


Pertanyaan : Berkaitan dengan akreditasi Rumah Sakit. Bagaimana
pihak penyelenggara akreditasi Rumah Sakit melakukan hal
tersebut? Apakah dilakukan dengan melakukan visite (kunjungan
langsung) atau via online? Dan berapa lama waktu akreditasi akan
berlangsung?
162

Tanggapan : Untuk akreditasi, pedoman yang digunakan masih


dalam proses oleh Kementrian Kesehatan dimana draftnya belum
ditandatangan. Dulu ada penunjang akreditasi Rumah sakit, akan
tetapi sekarang sudah dicabut. Semua rumah sakit diharuskan untuk
melakukan akreditasi melalui 6 lembaga akreditasi (dahulu hanya 1
lembaga saja). Untuk waktu yang diperlukan tergantung dari
surveyornya, apakah dalam waktu 1 hari sudah cukup? Atau perlu
beberapa hari untuk melihat akreditasinya saja. Akreditasi ini belum
diketahui juga apakah levelnya ini perdana, madya, atau paripurna.

Materi : Program SDM Kesehatan


Pemateri : Bapak Evie Effendi Tri Cahyono, S.KM., M.Kes
1. Vidya Khastrena Kusuma Andani (24487211132)
Pertanyaan : Semisal ada seseorang berada di provinsi Jawa Timur,
diterbitkannya STR dilakukan oleh perizinan satu pintu pemprov
Jawa Timur. Jika sewaktu-waktu apabila orang ini ingin berpindah
ke provinsi lain semisal ke Jawa Barat, apakah perlu mengurus STR
di perizinan satu pintu pemprov Jawa Barat?
Tanggapan : STR berlaku secara nasional. Hanya saja SIP nya yang
perlu diurus, tergantung dimana orang tersebut tempat bekerja.

2. Ivana Permata Kurniadi (2448721100)


Pertanyaan : Apabila ada seseorang yang sudah lulus S1 dan sedang
mengurus STRTTK. Ketika STRTTKnya sudah ditangan, apakah
orang tersebut bisa melanjutkan studi ke jenjang profesi apoteker?
Bagaimana dengan STRTTK yang sudah didapatkan dan bagaimana
untuk pengurusan STRA ketika orang tersebut sudah lulus dari
program profesi apoteker?
163

Tanggapan : Untuk melanjutkan studi profesi Apotekernya boleh


dilakukan. Tetapi, ketika sudah lulus profesi apoteker, maka
STRTTKnya harus dicabut atau dikembalikan terlebih dahulu agar
pengurusan STRA berjalan lancar. Selain itu, hal tersebut dapat
meningkatkan kompetensi melalui pendidikan.
164

LAMPIRAN2B : DAFTAR PERTANYAAN PADA HARI JUMAT, 13


MEI 2022

Materi : Program Pencegahan dan Pengendalian Tuberkulosis (TB)


Pemateri :Bapak Drs. apt. Christian Yochanan.
1. Puspita Dewi (2448721117)
Pertanyaan : Apakah orang yang sudah sembuh dari TBC
kemungkinan akan terjangkit kembali? Dan mungkinkah terkena
TBC di lingkungan yang bersih? Kemudian yang terakhir apakah
ada efek pada janin ibu yang terkena TBC?
Tanggapan : Pada penderita TBC selalu diberikan edukasi yang
benar dan secara lengkap karena setelah minum obat kita harus
memberikan edukasi tentang cara supaya tidak kena seperti
memakai masker bila dilingkungan yang tidak sehat dan
berkerumun orang. Kemudian orang yang sembuh bisa terkena
kembali karena penularannya melalui droplet dan melalui udara.
Untuk selanjutnya di lingkungan bersih tetap bisa terkena karena
misalnya ruang pelayanan yang ber AC yang udaranya berputar di
ruangan saja, namun untuk mencegah hal tersebut bisa diberi aliran
udara yang bertukar, sinar udara yang cukup. Pada kasus ibu hamil
dari dokter obgyn bahwa obat TBC aman dikonsumsi untuk ibu
hamil tetapi apabila pada trimester yang kritis harus tetap dalam
pantauan dokter (tetap konsultasikan ke dokter bila kasus TBC pada
ibu hamil, prinsipnya obat TBC tetap aman).
165

2. Maria Rindang (2448721108)


Pertanyaan : Untuk identifikasi diawal itu menggunakan TCM lalu
untuk selanjutnya menggunakan mikroskop, apa alasan tersebut?
Tanggapan : TCM itu yang dilihat adalah DNA bakterinya yang ada
didalam tubuh kita. Jadi setelah minum obat dan dinyatakan sembuh
namun DNA bakteri tersebut belum hilang dari tubuh maka harus
menggunakan mikroskop untuk memastikan bakteri sudah
berkurang atau tidak ada dalam tubuh. Maka kebijakannya untuk
melihat kemajuan pengobatan harus menggunakan mikroskop
bukan TCM lagi.

3. Putu Arya (2448721118)


Pertanyaan : Mengenai isu yang beredar bahwa penggunaan alat
makan yang sama apakah dapat menyebabkan penularan TBC?
Tanggapan : TBC penularan dari droplet dan udara, semisal alat
makan sudah dicuci dengan bersih tidak akan menularkan karena
droplet sudah dibersihkan.

Materi : Program Pencegahan dan Pengendalian HIV/AIDS


Pemateri : Arief Firman Wicaksono, S.KM.
1. Ari Handoko (2448721008)
Pertanyaan : Seperti di luar negeri yang sudah ada obat HIV AIDS
bentuk injeksi, apakah dinkes akan memasukkan obat seperti
tersebut di Indonesia dan apakah diberikan secara gratis, tersubsidi
pemerintah atau berbayar?
Tanggapan : Sampai saat ini belum ada arahan dari kementerian
terkait obat HIV injeksi seperti luar negeri tersebut dan sebetulnya
166

pengobatan lini pertama dan kedua merupakan pengobatan gratis


lalu lini ketiga yang tidak disubsidi oleh pemerintah.

Materi : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular


Vektor dan Zoonosis
Pemateri : Ibu Avie Sri Harivianti Rahayu, S.KM., M.Kes.
1. Reyner Alvin (2448721122)
Pertanyaan : Penggunaan papaceda apakah beracun seperti fogging?
Tanggapan : Berdasarkan kandungannya dalam dosis normal
papaceda tidak berbahaya.

2. Shinta Dwi Amelia (2448721124)


Pertanyaan : Pertanyaan pertama mengapa pada penderita DBD
pada saat demam tinggi mengalami mual dan muntah juga padahal
pada demam biasanya tidak sampai mual dan muntah? Kemudian
selanjutnya mengapa sarang nyamuk juga terdapat di kebun yang
bersih dan tidak terdapat genangan air?
Tanggapan : Pada dasarnya gejala yang dialami semua orang
berbeda-beda tergantung bagaimana tubuhnya merespon, ada yang
tanpa muntah ada yang mual muntah.Kemudian untuk sarang
nyamuk memang paling umum dijumpai di got atau genangan air
namun itu belum tentu penyebab utama DBD, bisa juga penularan
tidak terjadi dirumah sendiri namun dari luar semisal berkumpul
dengan teman diluar. Jadi seorang penderita belum tentu kena dari
rumahnya sendiri.
167

3. Elisa (2448721093)
Pertanyaan : Terkait isu-isu saat ini tentang KLB pada hewan ternak
dan masyarakat menjadi takut mengkonsumsi daging hewan ternak.
Untuk penanganan dinkes bagaimana apakah ada kolaborasi dengan
pihak ternak atau unggas?
Tanggapan : Saat ini dinas peternakan kabupaten/kota yang sedang
menangani KLB dan saat ini diketahui belum bisa menularkan ke
manusia wabah tersebut. Dan para penjual harus memasarkan
daging secara terstruktur, solusi untuk mencegahnya bila membeli
daging segar direbus dan tangan cuci tangan setelah memegang
daging segar.

Materi : Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak


Menular : Hipertensi & DM
Pemateri : Bapak Laksono Budi Prasetyo, S.KM., MM.
1. Ari Handoko (2448721008)
Pertanyaan : Permisalan bila menjadi apoteker di puskesmas yang
memberi obat captopril kemudian pasien kena efek samping batuk
hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Seharusnya puskesmas
mengganti golongan ARB namun di puskesmas ARB termasuk
golongan stiker 2 jadi puskesmas memberikan amlodipin ternyata
pasien mengalami sesak nafas dan sakit kepala. Lalu apoteker
seharusnya bagaimana apakah mengajukan ke dinkes untuk
meminta penyediaan ARB?
Tanggapan : Keadaan seperti ini tidak terduga jadi pada zaman
dahulu tetap diberikan captopril karena dinkes belum memperkiraan
168

perencanaan obat untuk kasus yang jarang terjadi. Apoteker


mempunyai wewenang untuk memperkirakan area puskesmasnya
memerlukan obat seperti apa. Apoteker boleh meminta ke gudang
farmasi untuk penyediaan golongan ARB.

Materi : Program Pencegahan & Pengendalian Penyakit Tidak Menular


: Kesehatan Jiwa
Pemateri : Bapak Dedy Suprijadi, ST.
1. Flora Raliana Mauryn (2448721097)
Pertanyaan : Bila terdapat ODGJ terlantar bagaimana dinkes
menangani?
Tanggapan : Istilahnya masuk T4 dan akan berkoordinasi dinas
sosial yang memiliki lembaga tempat penampungan untuk
menampung ODGJ agar mendapatkan hak sosial.
169

LAMPIRAN3C : DAFTAR PERTANYAAN HARI SELASA, 17 MEI


2022

Materi : Program Pencegahan & Pengendalian Penyakit Tidak Menular


: Napza
Pemateri : Bapak Syafiudin Ridwan., S.Psi., M.Psi.
1. Flora Raliana Mauryn (2448721097)
Pertanyaan: Apabila ada pasien yang sebelumnya kecanduan lalu
sembuh, mengapa pasien tersebut bisa kambuh kembali?
Tanggapan: Pasien yang mendapatkan rehabilitasi ada tahapan-
tahapannya tergantung dari tingkat keparahannya. Ada yang
membutuhkan konseling, ada yang membutuhkan terapi
simtomatik, ada yang harus detoksifikasi terlebih dahulu
dikarenakan pasien sudah parah, ada yang membutuhkan terapi
substitusi (belum bisa lepas, diberikan pengganti atau dikurangi
pelan-pelan). Jika kondisinya sudah kronis, efeknya tidak hanya
secara psikologis tetapi organis (terbelenggu). Ketika orang sudah
adiksi, sangat susah untuk lepas. Merasa tersiksa, sakit dll. Yang
membuat pasien kembali kecanduan ada beberapa faktor seperti
ingin merasakan efek seperti dulu ketika melihat poster/gambar
mengenai NAPZA, berhubungan (kontak) kembali dengan
rekan/teman yang merupakan sesama pengguna atau dengan bandar
dari NAPZA, sehingga kehidupan para pasien tersebut tidak bisa
kembali normal. Terapi dapat dikatakan berhasil dan pasien
dinyatakan ‘bersih’ apabila dalam kurun waktu 6 bulan, pasien
tersebut benar-benar tuntas menjalani rehabilitasi.
170

2. Reyner Alvin Wijaya (2448721122)


Pertanyaan: Apabila ada seseorang yang dititipi kokain tetapi orang
tersebut tidak mengetahui jika barang tersebut adalah narkoba,
apakah orang tersebut dapat ditangkap? Mengingat orang tersebut
ikut dalam menyebarkan barang tersebut.
Tanggapan: Penyidik tidak serta merta langsung menangkap orang
tersebut. Tetapi, akan dilakukan proses penyidikan secara
mendalam terlebih dahulu. Apabila orang tersebut terbukti
mengetahui jika ada sesuatu dari barang tersebut (semisal ia
mengetahui jika barang tersebut bukan uyah krosok) maka hal itu
bisa dikenai sanksi hukum. Dapat juga dilakukan dengan menjalani
tes urine. Dari tes urine tersebut dapat diketahui seberapa banyak
narkoba yang telah digunakan orang tersebut. Jika urine seseorang
tersebut bersih, tetapi ia membawa banyak narkoba, maka dapat
disimpulkan jika orang tersebut adalah seorang pengedar narkoba.
Saat ini, ada yang menggunakan rambut sebagai pemeriksaan yang
lebih canggih dibandingkan urine. Dengan menggunakan DNA
yang terdapat dari rambut maka dengan cepat kita dapat mengetahui
hasilnya.

Materi : Program Surveilans


Pemateri : Bapak Hugeng Susanto., S.KM., M.Si.
1. Reyner Alvin Wijaya (2448721122)
Pertanyaan: Bagaimana perkembangan terkini dari hepatitis
misterius yang saat ini sedang viral? Apakah kita perlu khawatir atau
tidak dengan virus tersebut? Bagaimana proses dari penyelidikan
epidemiologi?
171

Tanggapan: Epidemiologi tidak serta merta anda langsung


memahami hal tersebut. Akan tetapi anda sering melakukan
epidemiologi namun tidak dirasakan. Penyelidikan epidemiologi
dilakukan untuk mengetahui mengapa masalah kesehatan tersebut
dapat terjadi pada daerah tersebut, misal gizi buruk. Setelah
dilakukan penyelidikan, ternyata anak tersebut tidak pernah dibawa
ke posyandu, orang tuanya selalu meninggalkan si anak sehingga
anak tersebut memiliki pola makan yang sangat kurang, dst. Dari
data tersebut di analisa untuk diberikan edukasi kepada masyarakat
setempat. Jika sudah diberikan edukasi (contoh penyuluhan) maka
akan diberikan BMT (Bantuan Makanan Tambahan). Untuk
Hepatitis masih mencari pola agar mengetahui apa penyebab
pastinya. Semisal ada seseorang yang tiba-tiba saja terinfeksi
hepatitis padahal sebelumnya tidak terdapat gejala apapun atau tidak
memiliki riwayat hepatitis. Bila ada yang terkena virus tersebut,
tidak perlu panik selagi dapat menerapkan personal hygiene yang
baik, contohnya protokol 3M (mencuci tangan, memakai masker
dan menjaga jarak) seperti yang dilakukan saat ini dalam
penanganan Covid-19.

Materi : Program Imunisasi


Pemateri : dr. Retty Yosephine Sipahutar
1. Vidya Khastrena Kusuma Andani (24487211132)
Pertanyaan : Apa urgensi dari pemerintah terkait vaksin HPV
tersebut, apakah ada lonjakan yang sangat tinggi sehingga
masyarakat diwajibkan untuk melakukan vaksin HPV? Kepada
siapa vaksinasi HPV gratis ini di targetkan?
172

Tanggapan : Vaksin HPV ini berfokus pada anak-anak usia sekolah


(5 dan 6 SD) untuk divaksinasi secara gratis. Namun, vaksin HPV
sendiri ini belum memiliki SOP yang menyeluruh pada seluruh
sasaran kabupaten/kota secara gratis. Untuk usia selain kelas 5 dan
6 SD, hanya bisa melakukan vaksinasi HPV secara swasta (belum
terprogram secara nasional) sehingga harus membayar jika ingin
melakukan vaksinasi. Vaksinasi ini juga ditargetkan pada wanita
usia subur (produktif). Sebelum di vaksinasi, harus dilakukan
skrining terlebih dahulu yaitu dengan melakukan pemeriksaan IVA
pada bidan di puskesmas.

2. Destia Nova Yesika Simanjuntak (2448721092)


Pertanyaan: Zaman sekarang banyak orang tua yang learning by
googling dimana banyak orang tua yang berpikir bahwa bayinya
tidak perlu diimunisasi. Bagaimana tanggapan anda dengan hal
seperti ini? Apakah anak-anak yang tidak diimunisasi akan baik-
baik saja atau apakah heart immunity akan tetap ada?
Tanggapan: Karena kita selaku nakes mengetahui pentingnya
imunisasi, maka kita harus memberikan edukasi pada orang tua
tersebut. Dengan harapan, orang tua juga menjadi bijak dalam
mencari informasi dari google karena tidak semua informasi yang
ada di google 100% benar/valid. Perhatikan informasi yang diterima
apakah berasal dari sumber yang terpercaya atau tidak. Dampak dari
banyaknya anak yang tidak diimunisasi, maka heart immunity tidak
akan terbentuk. Sehingga akan terus terjadi KLB PD3I dan
dampaknya tidak dirasakan sekarang tetapi 2-5 tahun kedepan.
173

3. Reyner Alvin Wijaya (2448721122)


Pertanyaan: Untuk vaksin Covid-19, apakah akan menjadi vaksinasi
wajib untuk anak-anak di masa mendatang?
Tanggapan: Untuk saat ini belum ada kabar dikarenakan belum
dilakukan uji coba penelitian apakah vaksin Covid-19 dapat
memberikan efek pada bayi.

Materi : Strategi Promosi Kesehatan dalam Mendukung Penggunaan


Obat
Pemateri : Ibu Yusnita Nur Fadhilah, S.KM.
1. Ari Handoko (2448721008)
Pertanyaan : Pada suatu ketika ada orang tua yang datang ke apotek
dengan keluhan anaknya terdiagnosa gudiken. Setelah ditelusuri
ternyata anak tersebut bersekolah di pondok pesantren. Apakah dari
dinkes akan berencana sosialisasi ke pondok-pondok tersebut terkait
kamar mandi atau kamar yang benar seperti apa?
Tanggapan : Dari dinkes terdapat program pembinaan pondok
pesantren khususnya gubernur yang sangat peduli dengan
pembinaan pondok pesantren tersebut. Poskestren nama dari
program pembinaan pondok pesantren. Kegiatan yang dilakukan
berupa form pribadi yang ditujukan kepada penghuni pondok
pesantren terkait kebersihan perorangan, penggunaan minum dan
air, dll.
174

Materi : Program Penanggulangan Masalah Gizi di Jawa Timur


Pemateri : Ibu Sri Suhartatik, S.Kep., Ns, M.Si.
1. Stefan Michael (2448721126)
Pertanyaan : Tadi disebutkan bahwa ada stunting tinggi badan
berdasarkan umur, untuk standar tinggi badang dapatnya darimana?
Kemudian apakah standar tersebut bisa berubah seiring berjalannya
waktu?
Tanggapan : Terdapat di kategori ambang batas berdasarkan PMK
No 2 Tahun 2020, ada daftar tabel dan ditentukan stunting atau tidak
dengan cara diukur. Anak berumur >2 tahun diukur dengan cara
ditidurkan bila <2 tahun diukur dengan cara berdiri. Kemudian hasil
dilihat pada tabel yang tersedia berdasarkan umur. Untuk aturan
standar dapat berubah yang pertama mengacu pada WHO kemudian
sekarang berpacu pada PMK.

2. Flora Raliana Mauryn (2448721097)


Pertanyaan : Apakah stunting dan gizi buruk dapat kembali normal?
Kemudian apakah tindakan yang diambil dinas kesehatan, apakah
diberikan pemantauan atau diberikan bantuan?
Tanggapan : Dinas kesehatan akan menjalankan pendampingan dan
pemberian dana bantuan kepada ibu sewaktu hamil jangan sampai
anaknya terkena stunting. Sesuai PMK No 51 2016 tentang
suplementasi sudah diberikan sebanyak-banyaknya.

Anda mungkin juga menyukai