Anda di halaman 1dari 1780

LAPORAN FARMASI KLINIK

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR
JALAN JAKSA AGUNG SUPRAPTO NO. 2, MALANG
(03 Februari – 18 Maret 2020)

DI SUSUN OLEH:

MAHASISWA PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS AIRLANGGA – UNIVERSITAS JEMBER –
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO –
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR MAHASISWA
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR
Jalan Jaksa Agung Suprapto No. 2, Malang
03 Februari – 18 Maret 2020

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA – UNIVERSITAS
JEMBER – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO –
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

1. Firqin Fuad Riansyah, S. Farm UNAIR 051913143001


2. Virgicindy Wahyu Hernovris, S. Farm UNAIR 051913143005
3. Derian Faridsa, S. Farm UNAIR 051913143007
4. Pristia Rakhmawati, S. Farm UNAIR 051913143018
5. An Nisa Nur Laila, S. Farm UNAIR 051913143025
6. Claudia Merie Angelina, S. Farm UNAIR 051913143026
7. Tutut Dwi Cahyati, S. Farm UNAIR 051913143031
8. Moh Andri Syifauddin, S, Farm UNAIR 051913143032
9. Gita Deseria, S. Farm UNAIR 051913143034
10. Intan Ayu Cahyasari, S. Farm UNAIR 051913143046
11. Tika Apriana Marza, S. Farm UNAIR 051913143047
12. Anisah Riza Safana, S. Farm UNAIR 051913143057
13. Muhammad Rasyid Hibatullah, S. Farm UNAIR 051913143062
14. Diah Ayu Retanti, S. Farm UNAIR 051913143067
15. Miftakhul Rohmah Putri, S. Farm UNAIR 051913143079
16. Dewi Novitasari, S. Farm UNAIR 051913143100
17. Hana Olivia Damayanti, S. Farm UNAIR 051913143109
18. Deasy Anisa Kusumawardani, S. Farm UNAIR 051913143123
19. Fitri Nurmalasari, S. Farm UNAIR 051913143132
20. Safaatul Laysa, S. Farm UNAIR 051913143134

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya ii
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

21. Dania, S. Farm UNAIR 051913143141


22. Diyah Pujiastuti, S. Farm UNAIR 051913143155
23. Rosa Iftia Elfadiana, S. Farm UNAIR 051913143158
24. Sonia Marthalia Siregar, S. Farm UNAIR 051913143172
25. Nandya Ayu Wicaksono Putri, S. Farm UNAIR 051913143179
26. Alfi Wahyu Pratama, S. Farm UNAIR 051913143181
27. Ikbar Roseline Kustina, S. Farm UNAIR 051913143192
28. Profinika Munasir, S. Farm UNAIR 051913143195
29. Akbar Trinanda Firman, S. Farm UNAIR 051913143198
30. Nadhifah Truly Insani, S. Farm UNAIR 051913143199
31. Alik Almawadah, S. Farm UNEJ 192211101024
32. Fina Rahmah Sona, S. Farm UNEJ 192211101035
33. Navisa Noor Haifa, S. Farm UNEJ 192211101056
34. Nimas Ayu Amanda Putri, S. Farm UNEJ 192211101057
35. Livia pimarahayu, S. Farm UNEJ 192211101067
36. Siti Horrimatul fhaturani, S. Farm UNEJ 192211101069
37. Khusnul khotimah, S. Farm UNEJ 192211101071
38. Ahmad daris sauqi, S. Farm UNEJ 192211101074
39. Rizki Laili Fazeri, S. Farm UNEJ 192211101078
40. Nurlaila Velayati, S. Farm UNEJ 192211101100
41. Fihma Amalia Ramadani, S. Farm UMP 1908020007
42. Vriska Sarah Indrastuti, S. Farm UMP 1908020090
43. Auliya Khoirunnisa, S. Farm UMP 1908020095
44. Siti Anisa, S. Farm UMP 1908020102
45. Shafira, S. Farm UB 190070600111001
46. Jovana Avioleza, S. Farm UB 190070600111012
47. Kartika Zulfa, S. Farm UB 190070600111013
48. Dewi Muthiah, S. Farm UB 190070600111028
49. Retno Pratiwi, S. Farm UB 190070600111038
50. Azizah Fitriani, S. Farm UB 190070600111043

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya iii
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya iv
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya v
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya vi
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya vii
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang atas pengajaran melalui ilmu, petunjuk, kesabaran, kemudahan dan
kekuatan sehingga kami dapat menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang dengan sebaik-baiknya.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah kami menyampaikan rasa hormat dan ucapan
terima kasih kami yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah banyak
membantu dalam proses belajar kami selama praktik kerja profesi apoteker, antara
lain:
1. Bapak Dr. dr. Kohar Hari Santoso, Sp. An, KAP., KIC, selaku Direktur
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang yang telah memberikan izin dan
kesempatan kepada kami untuk melaksanakan Praktik Kerja Profesi
Apoteker di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.
2. Ibu Reta Anggraeni Widya, M. Farm-Klin., Apt., selaku Kepala Instalasi
Farmasi RSUD Dr. Saiful Anwar yang telah memberikan izin, bimbingan,
saran, dan arahan yang bermanfaat bagi kami dalam menjalankan praktik
kerja profesi apoteker.
3. Bapak Drs. Agus Sunarko, M.Farm.Klin, Apt., sebagai Ketua SFT Instalasi
Farmasi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, atas bimbigan dan arahan yang
telah diberikan selama Praktik Kerja Profesi Apoteker.
4. Ibu Dra. Arofah Idha, M. Farm-Klin., Apt selaku Koordinator Bidang
Pendidikan dan pelatihan IFRS RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang atas
kesempatan, pembelajaran, motivasi dan arahan bagi kami selama
melakukan Praktik Kerja Profesi Apoteker
5. Bapak Jainuri Erik Pratama, M.Farm.Klin., Apt., selaku Kepala Urusan
Diklit dan Pelatihan yang telah meluangkan waktu untuk berbagi ilmu
kefarmasian, membimbing, serta memberikan arahan dan dorongan
sehingga kami dapat menyelesaikan kegiatan ini dengan baik.
6. Bapak Drs. Didik Hasmono, MS., Apt selaku koordinator dan dosen
pembimbing PKPA Universitas Airlangga Bidang Rumah Sakit, Ibu Ika

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya viii
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Puspita Dewi, M.Biomed., Apt selaku Dosen Pembimbing Lapangan PKPA


Universitas Jember Bidang Rumah Sakit, Ibu Irsalina Nurul Putri, S. Farm.,
Apt., selaku Dosen Pembimbing PKPA Universitas Muhammadiyah
Purwokerto Bidang Rumah Sakit, dan Ibu Dra. Diana Lyrawati, M. Kes.,
Ph. D., Apt., selaku Dosen Pembimbing PKPA Universitas Brawijaya
Bidang Rumah Sakit yang telah banyak memberikan masukan dan saran
sehingga proses PKPA ini dapat berjalan dengan lancar.
7. Seluruh Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian, staf dan karyawan
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang atas bantuan, bimbingan, dan motivasi
yang telah diberikan selama proses pembelajaran kami.
8. Seluruh Dosen Program Studi Profesi Apoteker Universitas Airlangga,
Universitas Jember, Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan
Universitas Brawijaya yang telah banyak memberikan pengetahuan
berharga bagi kami.
9. Orang tua dan saudara saudara dari semua mahasiswa atas doa dan
dukungan yang selalu diberikan selama menjalankan PKPA ini.
10. Teman – teman satu Angkatan periode PKPA Bidang Rumah Sakit di
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang periode 03 Februari – 18 Maret 2020 atas
semangat dan kerja samanya.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan
dukungan yang diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini.
Kami menyadari bahwa sebagai manusia kami tidak luput dari kekurangan
dan kesalahan. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas sikap dan tingkah laku yang
kurang berkenan. Kami juga menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat menerima apabila ada kritik dan saran dari semua pihak.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan calon
apoteker, khususnya.

Maret, 2020
Mahasiswa PKPA RSUD Dr. Saiful Anwa

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya ix
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i


DAFTAR MAHASISWA............................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x

ILMU PENYAKIT DALAM


KASUS 1: Analisis kefarmasian pada pasien Melena – Sirosis Hepatic Post
Necrotic Hepatitis C Infection....................................................................... 2
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 5
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 10
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 17
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 20
LAMPIRAN ..................................................................................................... 22
KASUS 2: Analisis kefarmasian pada pasien dengan ALO noncardiogenic +
Hipertensi, Heart Failure + CKD + Nausea and Vomiting ........................ 28
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 31
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 43
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 56
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61
LAMPIRAN ..................................................................................................... 63
KASUS 3: Analisis kefarmasian pada pasien SLE (Systemic Lupus
Erytemateus) .................................................................................................. 68
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 71
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 77
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 87
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 90
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya x
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 91


KASUS 4: Analisis kefarmasian pada pasien CKD + Anemia + Hipertensi
Stage II on treatment ..................................................................................... 92
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 95
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 107
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 120
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 125
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 126
KASUS 5: Analisis kefarmasian pada pasien TB-RO (TB-MDR + HIV +
Candidiasis Osofaringeal + Nausea – Vomiting + Hipoalbumin ............... 128
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 131
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 144
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 149
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 154
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 155
LAMPIRAN ..................................................................................................... 157
KASUS 6: Analisis kefarmasian pada pasien CKD Stage V Newly Diagnosed
+ Severe hyperkalemia + HF Stage C Fc III + HT Stage II + DM Type 2
Uncontrolled ................................................................................................... 177
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 180
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 207
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 213
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 219
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 220
LAMPIRAN ..................................................................................................... 223
KASUS 7: Analisis kefarmasian pada pasien CKD Stage V on CAPD + HT on
treatment + DM Type 2 + HF Stage C Fc II + Mild hipokalemia ............. 232
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 235
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 262
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 266
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 270

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya xi
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 271


LAMPIRAN ..................................................................................................... 273
KASUS 8: Analisis kefarmasian pada pasien Melena + Sirosis Hepatitis
Dekompensata + Anemia hipokromik mikrositik ....................................... 283
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 286
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 300
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 308
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 310
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 311
KASUS 9: Analisa kefarmasian pada pasien DVT Internal Jugular Vein +
Lymphedema reg colli dt DVT + DM Tipe 2 ............................................... 315
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 318
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 333
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 340
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 344
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 345
LAMPIRAN ..................................................................................................... 346
KASUS 10: Analisis kefarmasian pada pasien penyakit Chronic Kidney
Disease Stage V + Heart Failure Stage C Fc IV + Pneumonia CAP ......... 356
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 359
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 391
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 402
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 406
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 407
LAMPIRAN ..................................................................................................... 409

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya xii
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

HCU TERPADU DAN CARDIOLOGI


KASUS 1: Analisis kefarmasian pada pasien Cardiogenik Shock + HF Stage
C Fc II dt CAD + CCS + LV thrombus + COPD ........................................ 421
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 424
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 436
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 440
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 443
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 444
LAMPIRAN ..................................................................................................... 445
KASUS 2: Analisis kefarmasian pada pasien Tuberkulosis Paru + Pneumonia
CAP + HIV st IV ............................................................................................ 455
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 458
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 482
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 486
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 492
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 493
LAMPIRAN ..................................................................................................... 495
KASUS 3: Analisis kefarmasian pada pasien penyakit SLE Derajat Berat +
Trombositopenia ............................................................................................ 502
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 505
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 540
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 544
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 550
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 551
LAMPIRAN ..................................................................................................... 554
KASUS 4: Analisis kefarmasian pada pasien STEMI Anterior + HF Stage C
Fc II + SLE Derajat Ringan .......................................................................... 558
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 561
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 582
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 586
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 592

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya xiii
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 593


LAMPIRAN ..................................................................................................... 595
KASUS 5: Analisis kefarmasian pada pasien STEMI Anterior Killip III Post
PCI + CAD 3VD post implantasi 1 DES di Prox-Mild LAD
+ Pneumonia ................................................................................................... 604
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 607
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 621
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 626
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 628
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 629
LAMPIRAN ..................................................................................................... 630
KASUS 6: Analisis kefarmasian pada pasien Pneumonia CAP + TB Paru +
Ascites dt Susp Peritonitis TB ....................................................................... 638
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 641
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 654
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 658
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 662
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 663
LAMPIRAN ..................................................................................................... 665
KASUS 7: Analisis kefarmasian pada pasien Hematemesis Melena + Cirrhosis
Hepatic Child Pugh B + Diabetes Mellitus Type 2 ...................................... 676
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 679
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 692
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 696
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 699
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 700
LAMPIRAN ..................................................................................................... 701

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya xiv
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

KASUS 8: Analisis kefarmasian pada pasien shock condition dt Cardiogenis


dd Septic + DOC dt RF type 2 + RF type II + HF Stage C Fc III dt Susp. DCM
+ Azotemia Renal dd Pre-Renal + Hyperkalemia + Pneumonia CAP + TB
Inaktif kx SOPT ............................................................................................. 710
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 713
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 718
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 724
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 729
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 730
LAMPIRAN ..................................................................................................... 732
KASUS 9: Analisis kefarmasian pada pasien CVA thrombosis + Azotemia +
NPH ................................................................................................................. 748
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 751
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 765
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 777
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 782
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 783
LAMPIRAN ..................................................................................................... 785
KASUS 10: Analisis kefarmasian pada pasien Atrial Fibrilasi RVR + Heart
Failure St C Fc II + Hipertensi uncontrolled .............................................. 792
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 795
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 822
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 832
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 836
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 837
LAMPIRAN ..................................................................................................... 839

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya xv
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BEDAH
KASUS 1: Analisis kefarmasian pada pasien Spinal Stenosis + Hernia
Nukleous Pulposus (HNP) ............................................................................. 854
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 857
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 867
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 887
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 896
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 897
LAMPIRAN ..................................................................................................... 898
KASUS 2: Analisis kefarmasian pada pasien batu staghorn (d) + striktur
uretra pars bulbosa + faktur pelvis ............................................................. 904
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 907
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 923
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 936
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 940
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 941
LAMPIRAN ..................................................................................................... 944
KASUS 3: Analisis kefarmasian pada pasien Moderate Cholangitis ec Ca
caput pancreas + HF Stage C Fc III + ALO non-cardiogenic + Efusi pleura +
Pneumonia HAP + DM Type 2 ..................................................................... 972
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 975
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 998
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1004
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1011
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1012
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1014
KASUS 4: Analisis kefarmasian pada pasien Meningitis TB + Hydrocephalus
+ Abses dinding thorax .................................................................................. 1029
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1032
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1043
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1050

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya xvi
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1053


DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1054
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1056
KASUS 5: Analisis kefarmasian pada pasien Acute Limb Ischemic Extremitas
Inferior Regio Pedis Sinistra Grade II B Post Tromboectomy + Chronic
Coronary Syndrome....................................................................................... 1066
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1069
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1073
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1097
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1100
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1102
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1104
KASUS 6: Analisis kefarmasian pada pasien Burst Abdomen post
cystoprostatectomy + Septic Shock dt Intraabdominal Sepsis
+ AKI Stage III ............................................................................................... 1114
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1117
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1130
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1141
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1144
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1145
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1147
KASUS 7: Analisis kefarmasian pada pasien Diabetic Foot Wagner IV Pedis
Sinistra + Diabetes Mellitus type 2 + CKD Stage V on CAPD .................. 1153
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1155
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1177
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1182
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1190
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1191
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1193

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya xvii
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

KASUS 8: Analisis kefarmasian pada pasien penyakit


Multiple Cholelithiasis ................................................................................... 1209
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1212
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1222
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1231
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1235
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1236
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1237
KASUS 9: Analisis kefarmasian pada pasien Hydrocephalus pro VP Shunt +
Susp. Medulloblastoma .................................................................................. 1241
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1244
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1263
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1268
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1275
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1276
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1279
KASUS 10: Analisis kefarmasian pada pasien perforasi membrane timpani +
CKR 456 + open wound region parietal + chance fr. Vert. toracal XII + burst
fr. Vert. Lumbal III ....................................................................................... 1284
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1287
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1307
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1313
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1316
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1317
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1319

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya xviii
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

OBSTETRI DAN GINECOLOGY


KASUS 1: Analisis kefarmasian pada pasien Mioma Uteri + Anemia +
Hipertensi Stage II on treatment + DM Type 2 controlled ........................ 1327
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1330
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1348
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1353
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1359
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1360
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1361
KASUS 2: Analisis kefarmasian pada pasien P0101 Ab000 30 – 32 mgg PP
SCTP + IUD + Eklampsia + Leukositosis .................................................... 1369
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1372
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1378
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1387
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1391
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1392
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1393
KASUS 3: Analisis kefarmasian pada pasien G2 P1001 Ab000 GR 37-38 mgg
G/H/H + Pres Kepala-Letak Lintang Kepala Kanan Infersi Dorso + PEB +
trombositopenia dd ITP + ods miopi (-4,74/-3,5) ........................................ 1402
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1405
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1412
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1420
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1425
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1426
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1428
KASUS 4: Analisis kefarmasian pada pasien PTG high risk (stage III) +
metastase paru dan post kuret OK ............................................................... 1432
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1435
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1442
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1449

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya xix
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1453


DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1454
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1455
KASUS 5: Analisis kefarmasian pada pasien G3 P1001 gr 39-40 mgg T/H +
PROM + PEB ................................................................................................. 1458
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1461
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1470
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1474
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1477
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1478
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1479

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya xx
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

PEDIATRI
KASUS 1: Analisis kefarmasian pada pasien Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
+ Hipertensi Pulmonal + Pneumonia ........................................................... 1488
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1491
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1522
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1534
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1539
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1540
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1543
KASUS 2: Analisis kefarmasian pada pasien Lupus Nefritis + CKD ...... 1555
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1558
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1571
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1589
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1594
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1595
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1596
KASUS 3: Analisis kefarmasian pada pasien SLE + AIHA + Gizi Buruk +
perawakan Pendek ......................................................................................... 1610
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1612
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1628
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1638
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1643
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1644
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1646
KASUS 4: Analisis kefarmasian pada pasien Preterm/BBLR/SMK + neonatal
Pneumonia + Gagal Napas + Early Onset Sepsis ........................................ 1658
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1661
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1677
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1691
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1697
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1698

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya xxi
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN ..................................................................................................... 1700


KASUS 5: Analisis kefarmasian pada Penyakit Jantung Rematik + Gagal
jantung + Gizi Kurang Marasmus ............................................................... 1705
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1708
BAB II PROFIL PASIEN ................................................................................ 1729
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 1737
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 1741
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 1742
LAMPIRAN ..................................................................................................... 1745

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya xxii
ILMU PENYAKIT DALAM
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Melena - Sirosis Hepatik Post Necrotic
Hepatitis C Infection

(11 Februari – 18 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 2
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Melena - Sirosis Hepatik Post


Necrotic Hepatitis C Infection “

di Instalasi Rawat Inap 1 Ruang 24 B

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA 1 Ruang 24 B
(11 Februari – 18 Februari 2020)

1. Fitri Nurmalasari, S. Farm (051913143132)


2. Safaatul Laysa, S. Farm (051913143134)
3. Diyah Pujiastuti, S. Farm (051913143155)
4. Rosa Iftia Elfadiana, S. Farm (051913143158)
5. Navisa Noor Haifa, S. Farm (192211101056)
6. Nimas Ayu Amanda P, S. Farm (192211101057)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 3
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 4
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Melena adalah adanya tinja hitam kering yang disebabkan karena
pendarahan gastrointestinal akut. Melena merupakan salah satu gejala
pendarahan pada gastroesophageal varices. Gastroesophageal varices
merupakan salah satu manifestasi klinik dari sirosis hepatik.
Sirosis hepatik merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan
fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul
hepatosit. Penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis
yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal
yang disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya
aliran darah vena porta yang mengakibatkan hipertensi portal. Salah satu
penyebab sirosis hepatik adalah infeksi virus hepatitis C yang kemudian
disebut dengan sirosis hepatik post nekrotik.

1.2 Etiologi
Etiologi sirosis hati dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu, geografis,
alkoholisme, infeksi virus hepatitis C kronis dan nonalcoholic fatty liver
disease (NAFLD) menjadi penyebab utama sirosis di negara-negara barat.
Sedangkan hepatitis B adalah penyebab utama sirosis di wilayah Asia-pasifik.
Penyebab lain sirosis hati adalah penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan
penyakit Wilson, sirosis bilier primer, sclerosing kolangitis primer dan
hepatitis autoimun (Geong, 2019) serta dapat disebabkan karena faktor genetik
dan obat-obatan. Beberapa penggunaan obat-obatan penyebab sirosis adalah
Dronedarone, amiodarone, isoniazid (INH), methotrexate, methyldopa,
tamoxifen, retinol (vitamin A), propylthiouracil dan didanosine (Dipiro, 2015).
Virus hepatitis C (HCV) adalah penyakit menular utama yang dapat
mempengaruhi hati, penyebab hepatitis akut atau kronik. HCV dapat tertular
melalui paparan langsung dengan darah pasien HCV seperti dalam kasus
transfusi darah, penggunaan jarum suntik, penggunaan peralatan atau bahan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 5
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

medis tanpa sterilisasi yang memadai. Penularan lewat seksual dan penularan
dari ibu ke anak selama persalinan jarang terjadi. Hepatitis C kronis adalah
penyakit progresif lambat yang dapat menyebabkan peradangan persiten, 20%
akan berkembang dalam 20 hingga 30 tahun (Geong, 2019). Apabila telah
masuk kedalam fase sirosis dapat mengalami beberapa komplikasi, 1-6%
berkembang menjadi karsinoma hepatoselular dan 3-6% menjadi dekompenssi
hati ( Rüeger, 2015; Millman, 2017).

1.3 Patofisiologi
Infeksi virus hepatitis B atau C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis (kematian sel) sehingga dapat
menyebabkan tergantinya jaringan hati yang normal dengan jaringan parut
(fibrosis). Adanya fibrosis mengakibatkan atropi hati dan rusaknya parenkim
sehingga sirkulasi darah berkurang. Hal tersebut menyebabkan gangguan aliran
darah porta. Tekanan pada aliran balik di sistem porta menjadi tinggi, yang
disebut dengan hipertensi portal. Hipertensi portal yang semakin parah
mengakibatkan adanya variceal bleeding atau pendarahan pada saluran cerna
bagian atas. Aliran darah yang tidak normal akan berefek pada semakin
banyaknya jaringan fibrosa yang terbentuk di hati. (Elpek, G.O, 2014).

Gambar 1.1 Anatomi Hati Sehat vs Sirosis

Beberapa gejala perdarahan akibat varises adalah muntah darah


(hematemesis) atau berak darah (melena), tinja berwarna gelap dan lengket,
pusing atau pingsan saat berdiri (karena penurunan tekanan darah, hal ini
terutama terjadi saat perubahan posisi dari duduk ke berdiri). (Rajekar, 2015).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 6
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.2 Gastroesophageal varices


Cara menilai tingkat keparahan sirosis hepatik adalah dengan menggunakan
Child-Turcotte-Pugh Score. Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh Score
menggunakan kombinasi temuan fisik dan laboratorium untuk menilai dan
menentukan tingkat keparahan sirosis. Semakin tinggi skor yang diperoleh,
maka semakin buruk prognosis dari pasien. Penderita sirosis hati dengan Child-
class C mempunyai risiko kematian yang lebih besar daripada penderita dengan
Child class B dan A. Sistem klasifikasi kerusakan hati dengan Child-Pugh
dapat dilihat pada Table 1.
Table 1. Penilaian kerusakan hati dengan skor Child-Turcotte-Pugh (Guha
dan Iredale, 2007)
Score 1 2 3

Albumin >3.5 3,5-2.8 < 2,8

Bilirubin <2 2-3 >3

Acites Absent Mild-Moderate Severe/Refractory

HE Absent Mild (I-II) Severe (III-IV)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 7
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

PT Prolongation <4 sec (< 1,7) 4-6 sec. (1,7-2,3) > 6 sec. (> 2,3)

Keterangan:
Child class A: 5-6 = shunt surgery
Child class B: 7-9 = shunt or TIPS
Child class C: 10-15 = TIPS or liver transplant

1.4 Manifestasi Klinis


Sirosis hepatik termasuk dalam silent disease, sebagian besar pasien yang
mengalami sirosis tidak mengalami gejala sampai kegagalan fungsi organ
hepar terjadi. Gejala yang ditimbulkan dari sirosis yang masih berada tahap
awal biasanya tidak ada. Namun, bila sirosis berlangsung secara lama dan
semakin parah serta tidak ada penanganan khusus, maka gejala dan komplikasi
akan muncul.
Gejala yang ditimbulkan dari sirosis, antara lain kelelahan atau rasa lelah,
tubuh menjadi lemah, gatal-gatal, kehilangan selera makan, penurunan berat
badan, mual atau muntah, pembuluh darah berbentuk seperti laba-laba yang
disebut spider angiomas pada kulit, dan jaundice yang merupakan suatu
kondisi yang menyebabkan kulit dan putih mata menjadi kuning (American
Liver Foundation, 2014). Gejala lain juga terjadi asimtomatik, hepatomegali,
splenomegali, pruritus, palmar eritema, hiperpigmentasi, ginekomastia,
mengurangi libido, efusi pleura, kesulitan pernafasan, malaise, anoreksia, dan
ensefalopati (Dipiro & Schiwinghammer, 2015).

1.5 Guidelines dan Penatalaksanaan Terapi


1.5.1. Terapi Farmakologi
Menurut AASLD 2017 pada “prevention and management of
gastroesophageal varices and variceal hemorrhage in cirrhosis” tujuan dari
terapi pada sirosis hepatik adalah mencegah terjadinya pendarahan,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 8
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menurunkan tekanan vena porta dan apabila sudah terjadi pendarahan maka
perlu dicegah untuk terjadinya pendarahan berulang(Garcia-Tsao dkk., 2017).

Tidak ada Varises Tidak ada terapi khusus dan ulangi


endoskopi (2-3 tahun)

Varises dan tidak β-blocker non selektif(pencegahan) dan


pendarahan ulangi endoskopi

β-blocker non selektif(pencegahan) dan


Varises melebar dan
tidak pendarahan Endoscopy Variceal Ligation (EVL)

Resusitasi Cairan,
Pendarahan pada Transfusi Darah (jika HB <7 mg/dL),
varises
Antibiotik Profilaksis,
Somatostatin/Vasopressin,
Pendarahan Sclerotherapy,
berulang
TIPS
β-Blocker, EVL dan TIPS

Gambar 1.3 Tata Laksana Terapi Gastroesophageal Varices dan


Variceal Hemorrhage pada Sirosis Hepatik

1.5.2. Terapi Non Farmakologi


Terapi Non-Farmakologi pada pasien sirosis hepatik dapat dimulai
dengan perubahan gaya hidup seperti :
a. Segera menghentikan konsumsi alkohol.
b. Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung protein,
diantaranya daging merah, seafood, telur, keju, kacang-kacangan,
kedelai dan olahannya.
c. Mengurangi konsumsi garam. Dianjurkan untuk tidak menambahkan
banyak garam kedalam makanan yang kita masak/konsumsi.
d. Menghindari makanmakanan cepat saji.dan berlemak.
e. Terapi obat-obatan yang diterima harus dimonitoring secara ketat
terutama penggunaan obat-obatan yang menyebabkan hepatotoksik.
f. Vaksinasi hepatitis A, hepatitis B.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 9
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN
2.1 Profil Pasien
Identitas Pasien
Nama Pasien/Usia Tn. R (43 tahun)

Alamat Malang

Diagnosa Awal Melena + Sirosis Hepatik + Hepatitis C

Diagnosa Akhir Melena


• Variceal Bleeding
• Non Variceal Bleeding
Sirosis Hepatik post necrotic hepatitis C infection
Chronic Hepatitis C infection

MRS/KRS 12 Februari 2020/18 Februari 2020

Alasan MRS BAB hitam

Status Pasien JKN

Riwayat Penyakit Pasien mengalami BAB hitam sejak 4 hari yang lalu.
Saat Ini Terdiagnosa Hepatitis C sejak 2018. Tidak ada muntah
darah. Sudah mendapatkan terapi Sofosbuvir dan
Daclatasvir pada September 2019. Namun pada Januari
2020, tes HCV RNA masih (+) sehingga diberikan
Sofosbuvir dan Daclatasvir lagi. Pada 2019, MRS terakhir
dengan keluhan yang sama.

Riwayat Pengobatan Hepatitis C yaitu:


Pengobatan ✓ Sofosbuvir 1 x 400 mg
✓ Daclatasvir 1 x 60 mg
✓ Propranolol 3 x 10 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 10
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

✓ Spironolakton 1 x 100 mg
Riwayat Kesehatan Hepatitis C

Riwayat Alergi -

Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus

2.2 Data Klinis


Data 12/02 12/02 12/02 14/02
Nilai Normal 13/02
Klinik 13.15 17.00 22.35
Tekanan
Darah 120/80 mmHg 112/61 101/50 111/60 110/70 110/60

(mmHg)

Nadi 80-85 x/menit 82 84 68 92 94

RR 20 x/menit 20 20 18 20 20

Suhu 36-37o C 36,3 36,4 36,6 36,8 36,9

Nyeri -
- ✓ - - ✓
perut
BAB ✓↓
- ✓ ✓ ✓ ✓
hitam
Keringat -
- ✓ ✓ ✓ -
dingin

Lemas - ✓ ✓ ✓ ✓ -

Mual - ✓ - - - -

GCS 456 456 456 456 456 456

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 11
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3 Data Laboratorium


Parameter Nilai Normal 12/02

HEMATOLOGI

Hemoglobin (HGB) 13,4-17,7 6,80 g/dL

Eritrosit (RBC) 4,0-5.5 106 3,02 106/µl

Leukosit (WBC) 4,3-10,3 8,06 106/µl

Hematokrit 40-47 22 %

Trombosit (PLT) 142-424 111 103/µl

MCV 80-93 72,80 fL

MCH 27-31 22,50 pg

MCHC 32-36 30,90 g/dL

RDW 11,5 -14,5 20,20 %

PDW 9-13 15 fL

MPV 7,2-11,1 11 fL

P-LCR 115,0-25,0 36,9 %

PCT 0,15-0,40 0,13 %

NRBC Absolute 0,01 103/µl

NRBC Percent 0,1 %

HITUNG JENIS

Eosinofil 0-4 0,5%

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 12
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Basofil 0-1 0,2%

Neutrofil 51-67 69,5%

Limfosit 25-33 23,7%

Monosit 2-5 6,1%

Eosinofil Absolut 0,04 103/µl

Basofil Absolut 0,02 103/µl

Parameter Nilai Normal 12/02

Neutrofil Absolut 5,60 103/µl

Limfosit Absolut 1,91 103/µl

Monosit Absolut 0,49 103/µl

Immature Granulosit (%) 0,60 %

Immature Granulosit 0,05 103/µl

FAAL HEMOSTASIS

PPT Pasien 9,3-11,3 11,10 detik

Kontrol 10,3 detik

INR <1.5 1,07

APPT Pasien 24,6-30,6 26,70 detik

Kontrol 24,8 detik

FAAL HATI

Bilirubin Total <1,0 0,92 mg/dL

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 13
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Bilirubin Direct <0,25 0,48 mg/dL

Bilirubin Indirect <0,75 0,44 mg/dL

AST/SGOT 0-40 20 U/L

ALT/SGPT 0-41 18 U/L

Albumin 3,5-5,5 3,60 g/dL

METABOLISME KARBOHIDRAT

Glukosa Darah Sewaktu <200 157 mg/dL

FAAL GINJAL

Ureum 16,6-48.5 43,4 mg/dL

Kreatinin <1.2 0,81 mg/dL

eGFR (CKD-EPI) 108,854


ml/menit/1.73m2

ELEKTROLIT

Natrium (Na) 136-145 135 mmol/l

Kalium (K) 3,5-5,0 4,15 mmol/l

Klorida (Cl) 98-106 110 mmol/l

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 14
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4 Profil Pengobatan Pasien


Profil Pengobatan Pasien Saat Masuk Rumah Sakit

Obat Rute Dosis Tanggal Pemberian Obat

(mulai MRS)

12/02 13/02 14/02

Aminofluid: IV FD 1000 cc/24 jam ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓


NS 1:1

Propanolol PO 3x10 mg

Spironolakton PO 1x100 mg

Somatostatin IV 250 µg /jam ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

Lansoprazole IV 2 x 30 mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

Lactulosa PO 3 x 10 cc ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 15
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5 Drug Related Problem (DRP)


No Macam DRP Analisa DRP Sifat Planning
1 Adverse Penggunaan PPI pada pasien Potensial Terapi dilanjutkan
Drug dengan sirosis harus diberikan dengan memantau
Reaction dengan hati-hati karena dapat faal hati
memperburuk kondisi sirosis
(Dultz, 2014).

2 Adverse Penggunaan somatostatin atau Potensial Penggunaan


Drug analognya lebih dari 5 hari dapat somatostatin
Reaction meningkatkan risiko efek digunakan dalam
samping semakin besar rentang waktu 2-5
(Chitaparinux, 2015; Hadengue, hari sebelum
1999) dilakukan
endoscopy. Setelah
itu pemberian
somatostatin
dihentikan

3 Ineffective Penggunaan propranolol pada Potensial Terapi propranolol


Drug kondisi variceal bleeding tidak diberikan setelah
Therapy efektif karena proses absorbsi pendarahan berhenti,
obat pada saluran pencernaan untuk mencegah re-
akibat pendarahan bleeding

4 Ineffective Penggunaan Spironolakton pada Potensial Plan:


Drug kondisi variceal bleeding tidak Terapi Spironolakton
Therapy
efektif karena proses absorbsi diberikan setelah
obat pada saluran pencernaan pendarahan berhenti,
untuk mencegah re-
akibat pendarahan.
bleeding

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 16
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN
Tn. R berusia 36 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Saiful
Anwar pada tanggal 12 Februari 2020 dengan keluhan BAB hitam sekitar 4 hari.
Pasien memiliki riwayat penyakit hepatitis C sejak tahun 2018 dan telah
mendapatkan obat-obat seperti Sofosbuvir 400 mg, Daclatasvir 60 mg, Propranolol
10 mg, dan Spironolactone 100 mg. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan
laboratorium pasien didiagnosa Melena, Variceal Bleeding, Non-Variceal
Bleeding, Sirosis Hepatik Post-Necrotic, dan kronik Hepatitis C Infection.
Sirosis hati post nekrotik adalah suatu kondisi sirosis ditandai dengan
nekrosis (kematian sel) akibat virus hepatitis, infeksi virus hepatitis C yang diderita
Tn R sejak tahun 2018 telah menyebabkan kerusakan pada sel hepar. Kerusakan sel
hepar yang semakin parah pada hepar mengakibatkan gangguan aliran darah pada
sistem porta, gangguan aliran darah tersebut menyebabkan terjadinya variceal
bleeding (pendarahan varises) pada saluran pencernaan.
Melena (variceal bleeding) ditandai adanya keluhan tinja berwarna hitam
yang disebabkan karena pendarahan gastrointestinal akut. Berdasarkan hasil
laboratorium, nilai Hb, eritrosit, dan hematokrit berada di bawah normal
mengindikasikan kondisi anemia. Kondisi anemia pasien disebabkan karena
hilangnya darah akibat perdarahan saluran cerna (Van Leeuwen& Poelhuis-Leth.,
2009). Selain itu, nilai MCV dan MCH berada di bawah normal menggambarkan
kondisi anemia mikrositik yang terjadi akibat perdarahan kronis (Van Leeuwen&
Poelhuis-Leth., 2009;Saltzman, 2018). Terapi untuk mengatasi Variceal bleeding
pada pasien ini adalah menggunakan Somatostatin (IV) bolus 250mcg kemudian
dilanjutkan dengan Somatostatin (IV) drip 250 mcg/jam serta Lansoprazole (IV) 2
dd 30 mg. Somatostatin menyebabkan vasokontriksi pada aliran darah splanknik
sehingga aliran darah dari sistem gastrointestinal yang seharusnya dialirkan ke hati
melalui vena porta dapat dialihkan ke bagian sirkulasi lain sehingga dapat
menurunkan hipertensi portal. Pemberian Lansoprazole digunakan untuk mencegah
peningkatan asam lambung sehingga mampu mencegah terjadinya variceal
bleeding. Lansoprazole adalah golongan PPI (proton pump inhibitor) yang mampu

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 17
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menghambat seluruh pompa proton (H+, K+)-ATPase pada sel pariental lambung
yang menstimulasi histamin, gastrin, dan asetilkolin. Hal ini menyebabkan PPI
lebih efektif dalam menurunkan sekresi asam lambung dan mencegah bleeding
(Clark et al., 2009; Lacy et al., 2014).
Sirosis hepatik post-necrotic pada Tn R diterapi dengan propranolol (PO)
3 dd 10 mg dan spironolakton (PO) 1 dd 100 mg. Propanolol merupakan obat
golongan β-blocker non selektif untuk menurunkan tekanan darah porta, sedangkan
spironolakton merupakan diuretik lemah yang digunakan untuk mengatasi asites
pada pasien sirosis hepatik, namun penggunaan kedua obat tersebut tidak akan
efektif pada saat kondisi pasien masih pendarahan karena saat usus penuh dengan
dengan darah akibat variceal bleeding, maka absorpsi obat akan berkurang secara
signifikan sehingga pemberian obat-obat oral tersebut harus ditunda sampai kondisi
pendarahan berhenti. Begitu juga dengan terapi anti HCV (Sofosbuvir (PO) 1 dd
400 mg dan Daclatasvir (PO) 1 dd 60 mg) harus ditunda hingga kondisi pendarahan
atau komplikasi yang menyertai sirosis membaik.
Salah satu manifestasi klinik dari sirosis hepatik adalah ensefalopati
hepatik, dimana beberapa tanda dan gejalanya adalah rasa gelisah, kebingungan dan
gangguan pola tidur. Tn R telah mengeluh gelisah dan gangguan pola tidur sehingga
perlu diberikan profilaksis ensefalopati hepatik berupa laktulosa (PO) 3 dd 10 ml.
Laktulosa bekerja dengan menurukan pH kolon yang akan mengurangi kadar
amonia dalam darah. Oleh karena itu, salah satu plan yang dapat dilakukan untuk
memonitoring keefektifan terapi laktulosa adalah Tn. R perlu melakukan
pemeriksaan kadar amonia dalam darah.
Hal yang perlu diperhatikan dalam terapi yang diterima Tn. R adalah
masing – masing efek samping obat serta tanda – tanda klinis yang menunjukkan
perkembangan pasien. Pasien juga harus diberikan edukasi terkait pentingnya
menjaga pola hidup seperti menghindari makanan berlemak dan istirahat yang
cukup.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 18
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengkajian terhadap terapi Tuan R (43 tahun), maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
• Terapi Somatostatin (IV) bolus 250 mcg kemudian dilanjutkan dengan
Somatostatin (IV) drip 250 mcg/jam (variceal bleeding) dapat dilanjutkan dalam
rentang waktu 2-5 hari.
• Terapi Lansoprazol (IV) 2 dd 30 mg (variceal bleeding) dapat dilanjutkan hingga
variceal bleeding yang dialami pasien membaik.
• Terapi Lactulose (PO) 3 dd 10 ml (Ensephalopati Hepatic) dapat dilanjutkan
untuk mencegah terjadinya ensephalopati hepatic pada pasien.
• Terapi Sofosbuvir (PO) 1 dd 400 mg dan Daclatasvir (PO) 1 dd 60 mg
dilanjutkan kembali apabila komplikasi dari sirosis hepatik telah ditangani.
• Terapi Propranolol (PO) 3 dd 10 mg dan spironolakton (PO) 1 dd 100 mg dapat
dilanjutkan kembali saat variceal bleeding telah teratasi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 19
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA
American Liver Foundation (2014). Cirrhosis. Accessed from
http://www.liverfoundation.org/downloads/alf_download_133.pdf.
Clark, K., Lam, L.T., Gibsin, S., Currow, D., 2009. The Effect of Ranitidine Versus
Proton Pum Inhibitor on Gastric Secretion: A Meta Analysis of Randomized
Control Trials. Journal of the Association od Anaesthetists of Great Britain
and Ireland, Vol. 64 Issue 6
Dipiro, J.T., and Schwinghammer, T.L. (2015). Cirrhosis and Portal Hypertension.
In: Pharmacotherapy Handbook. 9th Edition, Chapter 21. United States: The
McGraw-Hill Companies, Inc, p.185-193.
Garcia-Tsao, G., J. G. Abraldes, A. Berzigotti, dan J. Bosch. 2017. Portal
hypertensive bleeding in cirrhosis: risk stratification, diagnosis, and
management: 2016 practice guidance by the american association for the
study of liver diseases. Hepatology. 65(1):310–335.
Hasan, Irsan dan Abirianty P.A., 2014, Ensefalopati Hepatik: Apa, Mengapa dan
Bagaimana?, Medicinus Vol. 27 No. 3 Edisi Desember 2014, p. 6
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2014. Drug Information
Handbook 23rd Edition. Ohio: American Pharmacist Association.
McEvoy, G. K., 2011. AHFS Drug Information Essentials. Maryland: American
Society of Health-System Pharmacists, Inc
Rajekar, H. (2015). Complication of Cirrhosis Portal Hypertension: A Review. J
Liver, Vol. 4, p.188: 1 -7.
Rüeger, S., Bochud, P., Dufour, J.F., Müllhaupt, B., Semela, D., Heim, M.,
Moradpour, D., Cerny, A., Malinverni, R., Booth, D. 2015. Impact of
common risk factors of fibrosis progression in chronic hepatitis C. Gut, 64,
1605-1615.
Sweetman, S.C., 2009, Martindale The Complete Drug Reference, Thirty Sixth
Edition, Pharmaceutical Press, New York, p. 1738
Syam, A., 2013. Safety and Efficacy of Lansoprazole Injection in Upper
Gastrointestinal Bleeding: a postmarketing surveillance conducted in
Indonesia. The Indonesian Journal of Internal Medicine, Vol. 45 Issue 2

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 20
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIK
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Teoh, A.Y.B., Lau J.Y.W., 2012. Hematemesis and Melena In Hawkey, C.J.,
Bosch, J., Richter, J., Garcia-Tsao, G., Chan, F., Textbook of Clinical
Gastroenterology and Hepatology, 2nd Edition.Wiley-Blacwell.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 21
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
Catatan Perkembangan Pasien

Tindakan/Perkembangan Klinik/Masalah
Hari/Tanggal
S O A P

(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESSMENT) (PLAN)

Rabu, Lemas Seluruh TTV: 1. Somatostatin IV bolus 250 µg, lalu dilanjutkan 1. Somatostatin
Badan (+) drip 250 µg/jam. Plan:
13 Februari 2020 Suhu: 36,4 ˚C ▪ Indikasi: Variceal Bleeding
BAB hitam (++) ▪ Mekanisme Kerja:Somatostatin menyebabkan Penggunaan somatostatin
Nadi: 84 x/menit vasokontriksi pada aliran darah splanknik digunakan dalam rentang
Keringat dingin sehingga aliran darah dari sistem waktu 2-5 hari sebelum
(+) RR: 20 x/menit gastrointestinal yang seharusnya dialirkan ke
dilakukan endoscopy.
hati melalui vena porta dapat dialihkan ke
TD: 101/50 mmHg
Mual (+) bagian sirkulasi lain sehingga dapat Setelah itu pemberian
menurunkan hipertensi portal. somatostatin dihentikan.
Nyeri (+) ▪ Dosis literatur: dosis awal diberikan 250 mcg
Data Laboratorium: bolus kemudian diikuti 250 mcg/jam drip Monitoring efektivitas:
somatostatin selama 2-5 hari (Medscape dan
hipertensi portal
Hb: 6,8↓ Micromedex).
▪ Dosis yang diberikan: 250 mcg bolus menurun ditandai dengan
Eritrosit: 3,02↓ kemudian diikuti 250 mcg/jam drip Hb meningkat/normal,
somatostatin selama 5 hari. trombosit meningkat,
Hematokrit: 22,0%↓ ▪ ESO potensial: pemberian somatostatin hanya
bisa diberikan maksimal 5 hari karena
berpotensi menyebabkan masalah empedu
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 22
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Trombosit: 111 x 103 (>60%), disglikemia (25%), bradikardi (25%) pasien tidak lagi
µl↓ (Medscape) mengalami BAB hitam.

SGOT: 20 U/I 2. Lansoprazole IV 2 dd 30 mg Monitoring ESO:


▪ Indikasi: Peningkatan asam lambung dapat
SGPT: 18 U/I memicu peradangan pada GIT dan cek gula darah, nadi,
menimbulkan perdarahan. Pemberian PPI bilirubin, dan nyeri perut
Albumin: 3,6 g/dl sebagai penanganan dan pencegahan variceal
bleeding sudah sesuai. 2. Lansoprazole
Bilirubin Total: 0,92
▪ Mekanisme: PPI mampu menghambat seluruh Plan:
mg/dl pompa proton (H+, K+)-ATPase pada sel
pariental lambung yang menstimulasi histamin, Terapi dilanjutkan
Bilirubin Direct: 0,48 dengan memantau faal
gastrin, dan asetilkolin. Hal ini menyebabkan
mg/dl↑ PPI lebih efektif dalam menurunkan sekresi hati
asam lambung dan mencegah bleeding (Clark et
Bilirubin Indirect: 0,44 Monitoring efektivitas:
al., 2009; Lacy et al., 2014).
mg/dl ▪ Dosis literatur: Untuk indikasi variceal Kondisi BAB (hitam),
bleeding, Lansoprazole IV 2 x 30 mg sehari kadar HGB dan trombosit
terbukti sangat efektif (Syam A., 2013) pasien
▪ Dosis yang diberikan: 2 x 30 mg sehari
Terapi:
(sesuai) Monitoring ESO:
1. Somatostatin IV ▪ ESO: Pusing (3-7%), diare (1-5%), konstipasi
bolus 250 µg, lalu (1-5%) (Medscape). Keluhan pusing, diare,
dilanjutkan drip konstipasi pasien
250 µg/jam.
2. Lansoprazole IV 2
dd 30 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 23
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

3. Lactulose Syrup 3. Lactulosa Syrup PO 3 dd 10 ml 3. Lactulose


PO 3 dd 10 ml ▪ Indikasi: Menurunkan PH kolon untuk Plan:
4. NS 0,9% profilaksi ensefalopati hepatic
5. Aminofluid:NS 1:1 ▪ Mekanisme: mengurai laktulosa menjadi asam Terapi dilanjutkan
organic terutama asam laktat. Untuk Monitoring efektivitas:
ensephalopati hepatic, pH di usus besar
berkurang karena meningkatkan difusi NH3 Monitoring kadar
yang dikonversi menjadi NH4+ (Sweetman, ammonia dalam darah,
2009). tanda – tanda ensefalopati
▪ Dosis literatur: 2 x 15-30 ml sehari dan dapat
hepatik seperti gelisah,
diberikan 3 hingga 6 bulan (Hasan, I. dan
Abirianty PA., 2014) bingung dan gangguan
▪ Dosis yang diberikan: 3 x 10 ml sehari (sesuai) pola tidur.
▪ ESO: Kembung, kram dan perut tidak enak
(Sweetman, 2009). Monitoring ESO:

Kembung, kram,
sendawa, flatus, dan perut
tidak enak.

4. NS 0,9% IVFD
▪ Indikasi: Resusitasi Cairan 4. NS
▪ Dosis: 0,9% Monitoring efektivitas:
▪ ESO: abses, infeksi di tempat injeksi keseimbangan cairan
tubuh pasien

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 24
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Monitoring ESO: abses,


infeksi pada tempat
injeksi

5. Aminofluid:NS 1:1 IVFD 5. Aminofluid:NS


▪ Indikasi: Meningkatkan metabolisme protein,
Monitoring efektivitas:
memperbaiki imbang nitrogen, mengembalikan
keseimbangan elektrolit tubuh. keseimbangan elektrolit
▪ Dosis: 1000 cc/24 jam (sesuai berat badan) dan protein
▪ ESO: abses, infeksi di tempat injeksi, demam
Monitoring ESO: abses,
infeksi pada tempat
injeksi, demam
6. Propanolol PO 3 dd 10 mg dan Spironolakton
PO 1 dd 100 mg ditunda
Kamis, Lemas Seluruh TTV: Terapi Somatostatin (IV bolus 250 µg, lalu DRP:
Badan (+) dilanjutkan drip 250 µg/jam), Lansoprazole (IV 2 dd
14 Februari 2020 Suhu: 36,9 ˚C 30 mg), Lactulose Syrup (PO 3 dd 10 ml), NS 0,9%, Lansoprazole dapat
BAB hitam (+) dan Aminofluid:NS 1:1 dilanjutkan. memperburuk sirosis
Nadi: 94 x/menit hepatik pada pasien
RR: 20 x/menit sehingga penggunaannya
dilanjutkan namun
TD: 110/60 mmHg dengan memantau faal
hati.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 25
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Data Laboratorium:

Hb: 6,8↓ Monitoring efektivitas


dan ESO dilanjutkan.
Eritrosit: 3,02↓

Hematokrit: 22,0%↓

Trombosit: 111 x 103


µl↓

SGOT: 20 U/I

SGPT: 18 U/I

Albumin: 3,6 g/dl

Bilirubin Total: 0,92


mg/dl

Bilirubin Direct: 0,48


mg/dl↑

Bilirubin Indirect: 0,44


mg/dl

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 26
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Jumat, BAB hitam (-) TTV: Terapi Somatostatin (IV bolus 250 µg, lalu DRP:
dilanjutkan drip 250 µg/jam), Lansoprazole (IV 2 dd
15 Februari 2020 Kondisi pasien Suhu: 36,3 ˚C 30 mg), Lactulose Syrup (PO 3 dd 10 ml), NS 0,9%, Lansoprazole dapat
membaik (acc memperburuk sirosis
Nadi: 84 x/menit dan Aminofluid:NS 1:1 dilanjutkan.
KRS) hepatik pada pasien
RR: 20 x/menit sehingga penggunaannya
dilanjutkan namun
TD: 110/70 mmHg dengan memantau faal
hati.

Monitoring efektivitas
dan ESO dilanjutkan.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 27
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien dengan


ALO noncardiogenic + Hipertensi,
Heart Failure + CKD
+ Nausea and Vomiting

(11 Februari – 18 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 28
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien dengan ALO nonCardiogenic,


Hipertensi, Heart Failure, CKD, Nausea and Vomiting“

di Instalasi Rawat Inap 1 Ruang 27

Oleh:
Sub-kelompok 2 IRNA 1 Ruang 27
(11 Februari – 18Februari 2020)

1. Nandya Ayu W. P., S. Farm (051913143179)


2. Dania, S. Farm (051913143141)
3. Alfi Wahyu P., S. Farm (051913143181)
4. Sonia Marthalia S., S. Farm (051913143172)
5. Livia Primarahayu, S. Farm (192211101067)
6. Siti Horimatul F., S. Farm (192211101069)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 29
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 30
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Hipertensi
1.1.1 Definisi
Hipertensi adalah penyakit yang ditandai dengan kenaikan secara persisten
tekanan darah arteri. Tekanan darah dapat diklasifikasikan menjadi lima katagori
yaitu normal, prehipertensi, hipertensi stadium 1, hipertensi stadium 2
danhipertensiemergency (DiPiro et al., 2014).Hipertensi juga disebut sebagai
“silent killer” karena terkadang hipertensi tidak menunjukkan adanya gejala dan
masih banyak orang yang tidak menyadari hal tersebut. Pada kebanyakan kasus,
hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena alasan penyakit tertentu,
sehingga tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital
seperti jantung, otak ataupun ginjal (PERKI, 2015).
1.1.2 Etiologi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibedakan menjadi dua, antara lain : (Saseen
dan Maclaughlin, 2008).
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer adalah hipertensi dengan kelainan patologi yang tidak jelas.
Hipertensi primer menjadi 95% kasus yang terjadi dari seluruh kejadian hipertensi.
Hipertensi sering diwariskan turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini
menunjukkan faktor genetik memegang peranan penting sebagai patogenesis
hipertensi primer. Bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darahyang
monogenik dan poligenik cenderung mengarah ke hipertensi primer. Banyak
karakteristik genetik dari gen-gen yang mempengaruhi keseimbangan natrium, dan
adanya mutasi genetik dapat merubah ekskresi urine, pelepasan nitratoksida, eksresi
aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensin (Depkes, 2006).
2. Hipertensi sekunder
Sekitar 5% - 10% pasien hipertensi merupakan manifestasi dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang banyak terjadi. Obat-obat tertentu dapat menyebabkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 31
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

atau bahkan memperberat hipertensi baik langsung maupun tidak langsung.


Sehingga tahap pertama penanganan hipertensi sekunder adalah menghentikan obat
yang bersangkutan atau mengoreksi kondisi komorbid yang menyertai (Depkes,
2006).
1.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut JNC VIII yang didasarkan pada rata-
ratapengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis
pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun).
Tabel 1.1 Tabel Klasifikasi Hipertensi berdasarkan JNC VIII
Tekanan Darah Tekanan Darah
Klasifikasi Tekanan
Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-90
Hipertensi Stadium I 140-159 90-99
Hipertensi Stadium II ≥160 ≥100

Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya
sehingga menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang berbagai
organ tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal. Dampak
terjadinya komplikasi hipertensi yaitu kualitas hidup penderita menjadi rendah dan
kemungkinan terburuknya adalah terjadikematian pada penderita akibat komplikasi
hipertensi yang dimiliki. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menjelaskan
bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui efek langsung dari
kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidaklangsung, antara lain
adanya autoimun terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down regulation,
dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan
sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target,
misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming
growth factor-β (TGFβ). Kerusakan organ-organ yang umum ditemui pada pasien
hipertensi antara lain (Saseen, J., Maclaughlin, E., 2017):

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 32
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

a. Jantung (hipertrofi ventrikel kiri, angina atau infark miokardium, dan gagal
jantung)
b. Otak (stroke atau transient ishemic attack)
c. Penyakit ginjal kronis
d. Penyakit arteri perifer
e. Retinopati
1.1.4 Patofisiologi
Tekanan darah (TD) dibagi menjadi dua yaitu sistolik (STD) dan diastolik
(DTD). STD menggambarkan keadaan saat kontraksi kardiak, sedangkan DTD
terjadi setelah kontraksi dan ruang dalam kardiak terisi. STD mengambarkan nilai
puncak, sedangkan DTD menggambarkan nilai nadir. TD dipengaruhi oleh dua hal
yaitu cardiac output dan total peripheral resistance, sehingga dapat digambarkan
dalam rumus matematis yaitu:
[Tekanan darah = cardiac output x total peripheral resistance]
Peningkatan cardiac output dapat disebabkan oleh peningkatan muatan cardiac
akibat peningkatan cairan karena natrium, dan konstriksi vena yang diakibatkan
stimulasi terhadap renin-angiotensin-system (RAAS) dan aktivitas yang berlebihan
pada saraf simpatis.
Peningkatan peripheral resistance disebabkan oleh fungsi kontriksipembuluh
vaskulardan hiperatrofi struktur vaskular. Fungsi konstriksivaskulardipengaruhi
oleh stimulasi berlebih pada RAAS, aktivitas saraf simpatis yang berlebihan,
genetik dan faktor turunan endotel. Hiperatrofi struktur vaskular dapat disebabkan
oleh stimulasi berlebihan pada RAAS, aktivitas berlebihan saraf simpatis, genetik,
faktor turunan endotel, dan hiperinsulinemia karena sindrom metabolik (DiPiro et
al.,2014).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 33
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.5 Manifestasi Klinis


Hipertensi dikenal sebagai “silent killer” karena umumnya tidak memiliki tanda
atau gejala yang dapat menjadi peringatan sehingga banyak orang yang tidak
mengetahui bahwa dirinya hipertensi. Gejala-gejala yang mudah diamati antara lain
yaitu: gejala ringan seperti, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah,
tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak napas,
rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar darah
dari hidung). Kondisi umum pasien terlihat sehat atau bisa memiliki faktor risiko
kardiovaskuler, seperti umur, diabetes mellitus, dislipidemia, mikroalbuminuria,
riwayat keluarga, dan obesitas (BMI ≥30 kg/m2), physical inactivity, serta
penggunaan tembakau (Saseen, J., Maclaughlin, E., 2017).
1.1.6 Manajemen Terapi

Gambar 1.1Algoritma Terapi Hipertensi (JNC 8,2014).

Pada pasien dengan chronic kidney disease (CKD), antihipertensi yang


direkomendasikan adalah golongan angiotensin converting enzyme inhibitor
(ACEI) atau angiotensin receptor blocker (ARB). ACEI dan ARB memiliki
mekanisme kerja memblokade RAAS sehingga patogenesis dari penyakit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 34
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ginjal dan kardiovaskular dapat dihambat. RAAS menyebabkan cedera ginjal


dikarenakan menyebabkan hipertensi kapiler glomerulus yang mengakibatkan
kerusakan epitel glomerulus, sel-sel endotel dan sel mesagial (Siragy &
Carey,2010).

1.2 Acute Lung Oedem (ALO)


1.2.1 Definisi
Acute Lung Oedeme (ALO) atau edema paru adalah suatu keadaan dimana
terjadi perpindahan cairan dari vaskular paru ke interstisial dan aveoli paru. Pada
edema paru terdapat penimbunan carian serosa atau serosanguinosa secara
berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveoli paru. Edema paru diklasifikasikan
menjadi 2 yaitu kardiogenik dan non-kardiogenik. Edema paru kardiogenik
disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru yang terjadi akibat
perfusi berlebihan, sedangkan edema paru non-kardiogenik disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas kapiler paru dan reekspansi edema paru (Rampengan,
2014).
1.2.2 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, cairan akan berpindah dari vaskular ke ruang
interstitial berdasarkan tekanan hidrostatik, tekanan osmotik protein dan
permeabilitas dari membran kapiler. Pada edema paru kardiogenik terjadi
peningkatan tekanan hidrostatik sehingga peningkatan filtrasi cairan transvaskular
juga meningkat. Bila tekanan interstisial paru lebih besar daripada tekanan
intrapleural maka cairan bergerak menuju pleura yang menyebabkan efusi pleura
(Rampengan, 2014; Ware, 2005). Patofisiologi ALO dapat dilihat pada Gambar 1.2.
1.2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari ALO yaitu sesak nafas yang bersifat tiba-tiba yang
dihubungkan dengan riwayat nyeri dada dan riwayat sakit jantung. Selain itu
terdapat sputum dalam jumlah banyak, berbusa dan berwarna merah jambu. Gejala
umum lainnya yaitu mudah lelah, lebih cepat merasa sesak nafas dengan aktivitas
yang biasa, nafas cepat, pusing dan lemas. Hipoksia dapat terdeteki pada pasien
ALO (Rampengan, 2014).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 35
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.2 Fisiologi Normal dan Patofisiologi Edema Paru


(Ware & Matthay, 2005)

1.2.4 Manajemen Terapi


Terapi pada ALO dapat menggunakan nitrat, diuretik, morfin dan inotropik.
Beberapa pasien juga memerlukan bantuan pernapasan (Purvey & Allen, 2017)
a. Suplementasi Oksigen
Hipoksemia merupakan ancaman utama bagi susunan saraf pusat, baik
berupa turunnya kesadaran maupun terjadinya syok. Oleh karena itu
suplementasi oksigen merupakan terapi intervensi yang penting untuk
meningkatkan pertukaran gas dan menurunkan kerja pernapasan,
mengoptimalisasi unit fungsional paru sebanyak mungkin serta mengurangi
overdistensi alveolar. Target saturasi oksigen adalah 92-96%. Suplementasi
oksigen dapat diberikan sebanyak 4L/menit menggunakan nasal canul, 5-10
L/menit melalui masker dan 15 L/menit melalui non-rebreather reservoir
mask (Purvey & Allen, 2017).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 36
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

b. Nitrat
Nitrat dapat digunakan pada ALO karena golongan nitrat memiliki
mekanisme aksi yaitu relaksasi otot polos sehingga terjadi venodilatasi dan
penurunan preload pada dosis yang rendah. Dosis yang lebih tinggi dapat
menyebabkan dilatasi arteri sehingga mengurangi afterload dan tekanan
darah. Golongan nitrat umumnya dapat menyebabkan hipotensi sehingga
tekanan darah pasien harus dipantau (Purvey & Allen, 2017).
c. Diuretik
Diuretik diindikasikan untuk pasien dengan kelebihan cairan. Loop
diuretik seperti furosemide mengurangi preload dengan dua mekanisme yaitu
diuresis dan venodilatasi. Dosis furosemide dapat diberikan 40-80 mg/hari
pada keadaan ginjal normal, pada pasien dengan gangguan ginjal atau gagal
jantung dapat ditingkatkan menjadi 160-200 mg/hari (Purvey & Allen, 2017;
Rampengan, 2014).
d. Morfin
Morfin telah digunakan sebagai terapi ALO dan dapat mengurangi sesak
nafas. Efek ini diasumsikan karena morfin menyebabkan venodilatasi
sehingga terjadi penurunan pada preload dan peningkatan cairan pada
ekstrimitas bagian bawah. Morfin juga mengurangi aktivitas saraf simpatis
sehingga mengurangi kecemasan akibat sesak nafas. Efek samping dari
morfin yaitu depresi sistem saraf pusat, mengurangi cardiac output dan
hipotensi. Dosis morfin yang digunakan 1-2,5 mg (Purvey & Allen, 2017).
e. Inotropik
Obat golongan inotropik digunakan ketika pasien mengalami ALO
dengan hipotensi dan terdapat penurunan pada perfusi organ. Dosis
dobutamin yang dapat digunakan yaitu 2-20 microgram/kg/menit .
Dobutamin dapat menyebabkan aritmia dan dikontraindikasi pada pasien
yang memiliki aritmia ventrikel atau atrial fibrillation (Purvey & Allen,
2017; Rampengan, 2014).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 37
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.3 Managemen Terapi ALO (Purvey & Allen, 2017).


1.3 Acute Heart Failure (AHF)
1.3.1 Definisi
Acute heart failure (AHF) atau gagal jantung akut adalah dekompensasi akut
dari pasien dengan riwayat gagal jantung kronis atau pasien yang baru mengalami

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 38
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

gejala gagal jantung. Heart failure (HF) atau gagal jantung adalah suatu kondisi
dimana jantung tidak dapat memompa darah secara adekuat untuk memenuhi
kebutuhan suplai darah dan metabolisme tubuh (Burns et al., 2016).
1.3.2 Patofisiologi
Cardiac output (CO) didefinisikan sebagai volume darah yang diejeksi per
satuan waktu (L/menit) dan penentu utama untuk perfusi jaringan. CO dapat
digambarkan secara matematis berupa:
[Cardiac output = Heart Rate X Stroke Volume]
Heart Rate (HR) dipengaruhi oleh sistem saraf otonom, stimulasi pada
reseptor beta adrenergik akan menyebabkan peningkatan HR dan CO. Stroke
volume (SV) adalah volume darah yang diejeksi setiap terjadi sistol. SV ditentukan
oleh preload, afterload dan kontraktilitas (Burns et al., 2016).
HF umumnya merupakan hasil dari 4 mekanisme patogenesis yaitu volume
overload, pressure overload, myocardial loss dan disfungsi diastolik. Volume
overload umumnya menyebabkan peningkatan preload yang disebabkan oleh
peningkatan intake garam dan air, kepatuhan yang buruk, disfungsi renal, dan
hipertiroidisme. Disfungsi renal dapat menyebabkan anemia sehingga terjadi
inflamasi dan aktivasi RAAS. Aktivasi angiotensin II pada RAAS menyebabkan
peningkatan afterload sehingga kebutuhan oksigen miokardial meningkat (Tubaro,
2015; House,2018).
1.3.3 Manifestasi Klinis
HF umumnya memiliki manifestasi klinis berupa sesak nafas, batuk, nyeri
perut, nyeri dada, muntah, lemas, takikardi, dan edema paru (Burns et al., 2016).
1.3.4 Manajemen Terapi
Target terapi dari AHF adalah mengurangi kongesti dan optimalisasi CO
menggunakan diuretik IV, vasodilator IV dan agen inotropik jika diperlukan (Burns
et al., 2016).
a. Diuretik
Loop diuretik seperti furosemide, bumetanid, torsemid adalah diuretik
yang digunakan untuk AHF. Diuretik mengurangi preload dengan fungsi
venodilatasi 5 sampai 15 menit dari pemberian dan meningkatkan ekskresi air

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 39
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dan natrium. Hal ini mempercepat perbaikan dari gejala kongesti paru. Loop
diuretik yang umum digunakan adalah furosemide. Dosis furosemide dapat
diberikan 40-80 mg/hari pada keadaan ginjal normal, pada pasien dengan
gangguan ginjal atau gagal jantung dapat ditingkatkan menjadi 160-200
mg/hari (Burns et al., 2016).
b. Vasodilator
Vasodilator IV dapat menuruntukan dengan cepat arterial tone, sehingga
menurunkan SVR dan meningkatkan SV dan CO. Vasodilator juga
menyebabkan konsumsi oksigen miokardial dan mengurangi kerja dari
ventrikel. Beberapa contoh vasodilator yang dapat digunakan berupa
nitrogliserin, nitroprusid, dan nesritide (Burns et al., 2016).
1.4 Chronic Kidney Disease (CKD)
1.4.1 Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau gagal ginjal kronis adalah abnormalitas
pada struktur atau fungsi dari ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Kelainan
struktur ditandai dengan adanya albuminuria lebih dari 30 mg/24 jam, klirens
kreatinin lebih dari 30 mg/g, dan hematuria. Kelainan fungsional ditandai dengan
glomerular filtration rate (GFR) kurang dari 60 mL/menit/ 1,73m2 (Burns et al.,
2016). Klasifikasi CKD berdasarkan GFR ditunjukkan oleh tabel I.2.
Tabel I.2 Klasifikasi CKD berdasarkan nilai GFR (Burns et al., 2016).
Katagori GFR Deskripsi Katagori
GFR (ml/menit/1,73m2)
G1 >90 Keruskan ginjal dengan GFR Stage I
normal atau meningkat
G2 60-89 Kerusakan ginjal dengan Stage 2
penurunan GFR ringan
G3a 45-59 Keruskan ginjal dengan Stage 3
penurunan GFR ringan sampai
sedang
G3b 30-44 Keruskan ginjal dengan Stage 3
penurunan GFR sedang sampai
berat
G4 15-29 Keruskan ginjal dengan Stage 4
penurunan GFR berat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 40
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

G5 <15 atau dialysis Gagal Ginjal Stage 5


(ESKD,
perlu
dialisis)

1.4.2 Patofisiologi
Beberapa faktor dapat menyebabkan kerusakan awal pada ginjal. Kerusakan
ini lama kelamaan meyebabkan progresifitas dari CKD dan menjadi kerusakan
yang irreversible menuju end stage renal disease (ESKD). Kerusakan pada ginjal
menyebabkan penurunan jumlah nefron yang fungsional. Nefron yang tidak rusak
akan mengalami hipertrofi untuk meningkatkan filtrasi glomerulus dan fungsi
tubular (Burns et al., 2016).
Angiotensin II dibutuhkan untuk menjaga hiperfiltrasi dari nefron fungsional.
Angiotensin II merupakan vasokonstriktor poten pada arteriol aferen sehingga
meningkatkan tekanan pada kapiler glomerulus. Peningkatan tekanan pada kapiler
glomerulus melebarkan pori pada membran glomerular sehingga menyebabkan
lolosnya protein pada glomerulus (Burns et al., 2016).
Protein yang lolos dari glomerulus diabsorbsi pada tubulus, sehingga
mengaktifkan sel tubulus untuk menghasilkan sitokin inflamasi dan vasoactive.
Sitokin ini menyebabkan kerusakan pada interstitial dan hilangnya nefron dalam
jumlah yang banyak (Burns et al., 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 41
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.4Mekanisme dari Penyakit Ginjal (Burns et al., 2016).

1.4.3 Manifestasi Klinis


CKD stage 5 memiliki gejala berupa pruritus, dsygeusia, mual, muntah,
konstipasi, nyeri otot, kelelahan dan abnormalitas pada pendarahan. Selain itu pada
pasien CKD umumnya terdapat tanda berupa hipertensi yang semakin memburuk,
edema, dyslipidemia, hipertofi ventrikel kiri, gagal jantung, dan penurunan volume
urin. Data laboratorium pada pasien CKD menjukkan peningkatan BUN, SCr dan
penurunan GFR (Burns et al., 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 42
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN
1. Profil Pasien
Identitas Pasien

Nama Pasien/Usia Tn. L (65 tahun)


Alamat Batu, Jawa Timur
Diagnosa Awal CKD Stage 5 on routine HD
Diagnosa Akhir Acute Long Oedem
• Non cardiogenic dt volume overload
• Cardiogenic dt HF stage fc IV
CKD Stage 5 on routine HD
HF stage C FC IV
HT stage 2 on treatment
Nausea&vomiting
• Uremic gastropathy
• PUD

MRS/KRS 10 Februari 2020 / 12 Februari 2020


Alasan MRS Setelah HD rutin pasien mengalami sesak dan mual
Status Pasien JKN
Riwayat Penyakit Pasein sesak nafas sejak 3 hari yang lalu dan memberat
Saat Ini hingga 1 hari sebelum masuk RS. Sesak memberat jika
aktivitas seperti jalan sedikit dan sesak juga dirasakan pada
saat berbaring. BAK pasien juga sedikit dalam sehari. Pasien
rutin HD di Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang sebanyak
dua kali dalam seminggu.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 43
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Riwayat • Valsartan
Pengobatan • Furosemide
• ISDN
• Amlodipin
• Tablet tambah darah

Riwayat Kesehatan CKD dan HT


Riwayat Alergi Ranitidin
Riwayat Keluarga Tidak ada

2. Data Klinis

Data Klinik Nilai Normal 10/02 11/02 12/02

Tekanan Darah
120/80 mmHg 190/100 160/100 150/90
(mmHg)

Nadi 80-85 x/menit 104 92 90


RR 20 x/menit 18 24 24

Suhu 36-37o C 36,7 36,7 36,8

3. Data Laboratorium

Nilai 03/02 10/02 11/02


Parameter
Normal 11.28 23.29 05.39

HEMATOLOGI

Hemoglobin (HGB) 13,4-17,7 6,70 g/dL 9,40 g/dL

Eritrosit (RBC) 4,0-5.5106 6 6


2,6010 /μl 3,0810 /μl
Leukosit (WBC) 4,3-10,3 6,18 x 10³ 5,26 x 10³
Hematokrit 40-47 19,80 26,60
Trombosit (PLT) 142-424 155 137

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 44
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

MCV 80-93 96,10 86,40


MCH 27-31 32,50 30,50
MCHC 32-36 33,80 35,30
RDW 11,5 -14,5 15,40 19,30
PDW 9-13 10,1 10,2
MPV 7,2-11,1 9,8 10,0
P-LCR 115,0-25,0 21,5 23,7

PCT 0,15-0,40 0,15 0,14


NRBC Absolute 0,00 0,00
NRBC Percent 0,0 0,0
HITUNG JENIS
Eosinofil 0-4 6,5 % 0,4 %
Basofil 0-1 0,2 % 1,0 %
Neutrofil 51-67 76,3 % 86,0 %
Limfosit 25-33 9,9 % 4,0 %
Monosit 2-5 7,1 % 8,6 %
Eosinofil Absolut 0,40 0,02
Basofil Absolut 0,01 0,05
Neutrofil Absolut 4,72 4,53

Limfosit Absolut 0,61 0,21


Monosit Absolut 0,44 0,45
Immature Granulosit 0,80 0,60
(%)

Immature Granulosit 0,05 0,03


METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah <200 117 mg/dL
Sewaktu

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 45
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

FAAL GINJAL
Ureum 16,6-48.5 83,7 mg/dL
Kreatinin <1.2 7,63 mg/dL
eGFR (CKD-EPI) 6,739
ml/menit/1.7
2
3m

ELEKTROLIT
Natrium (Na) 136-145 132 mmol/L
Kalium (K) 3,5-5,0 4,02 mmol/L
Klorida (Cl) 98-106 105 mmol/L
Calcium (Ca) 7,6-11,0 8,7 mg/dL
Phospor 2,7-4,5 4,1 mg/dL
KIMIA KLINIK (ANALISA GAS DARAH)
pH 7,35-7,45 7,58
pCO2 35-45 14,6
pO2 80-100 89,8
Bikarbonat (HCO3) 21-28 13,8
Kelebihan Basa (BE) (-3) - (+3) -8,4
Saturasi O2 > 95 98,4
Hb 9,4
Suhu 37,0

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 46
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

4. Profil Pengobatan Pasien

Profil Pengobatan Pasien Saat Masuk Rumah Sakit


Obat Rute Dosis Tanggal Pemberian Obat
(mulai MRS)

11/02 12/02
O2 2lpm ✓ ✓

Furosemide drip IV 20 mg/jam ✓ -

Furosemide IV 3x40mg ✓ ✓

Omeprazole IV 1dd 40 mg ✓ ✓
Metoclopramide IV 3dd10mg ✓ -

Amlodipin PO 1dd10mg ✓ ✓

Kaptopril PO 3dd25mg ✓ ✓

Na Bic PO 3dd500mg ✓ ✓

ISDN PO 3dd10mg ✓ ✓

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 47
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5 Drug Related Problem (DRP)

1. HT Stage 2 on treatment

SUBYEKTIF/
Terapi Analisis Obat DRP Plan dan Monitoring
OBYEKTIF

Subjektif: - • Kaptopril Kaptopril DRP potensial: Monitoring


25mg (3dd1) 1. Kombinasi kaptopril efektivitas:Monitoring tekanan
Objektif: • Amlodipin
• Mekanisme Kerja : ACEI secara dengan furosemide darah
kompetitif menghambat ACE untuk dapat memicu Monitoring ESO:Kadar kalium
TD 10mg (1dd1) mencegah konversi angiotensin I hipotensi dan terjadinya batuk
• 10 Feb: • ISDN 10mg menjadi angiotensin II, sehingga
(3dd1) aktivitas plasma renin akan 2. Kaptopril dapat
(190/100 menyebabkan batuk
mmHg) meningkatkan dan menurunkan Jika ada batuk, terapi dapat
sekresi aldosteron. diganti dengan golongan ACEI
• 11 Feb:
lain yang memiliki efek
(160/100
mmHg)
• Dosis: 25 mg-150mg / 8-12 jam samping batuk minimal/ dapat
diganti dengan golongan ARB..
• 12 Feb: • Rute: PO
• (150/90
mmHg) • Interaksi obat: -

• ESO: Hiperkalemi, batuk (MIMS)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 48
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Amlodipin Tidak ada DRP Monitoring efektivitas:


Monitoring tekanan darah
• Mekanisme Kerja: menghambat
kontraksi otot polos jantung dan
pembuluh darah, melebarkan arteri Monitoring efek samping:
koroner dan sistemik Monitoring tekanan darah

• Dosis: 5-10 mg/hari

• Rute: PO

• Interaksi obat : -

• ESO: hipotensi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 49
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. CKD Stage 5 on routine HD

SUBYEKTIF/
Terapi Analisis Obat DRP Plan dan Monitoring
OBYEKTIF

Natrium Bikarbonat Tidak ada DRP Monitoring efektivitas terapi


obat seperti pemeriksaan
• Indikasi: Asidosis metabolik BGA
• Mekanisme: Natrium bikarbonat
meningkatkan pH darah dan urin Monitoring efek samping
dengan cara disosiasi untuk obat yang mungkin terjadi
menghasilkan ion bikarbonatyang (mual dan alkalosis)
kemudian menetralkan konsentrasi
ion hidrogen (MIMS).
• Dosis: Dosispemeliharaan yang
diberikan yaitu 12-24 mEq
ekivalen dengan 1-2 gram tiap 4
jam (3x2 tablet, 500 mg)
digunakan terutama pada kasus
asidosis metabolik dengan pH >
7,20 dengan HCO3 darah 18-20
mEq/L atau < 20 mEq/L.
• Efek Samping: mual, alkalosis

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 50
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

3. HF stage C FC IV

SUBYEKTIF/
Terapi Analisis Obat DRP Plan dan Monitoring
OBYEKTIF

Subjektif : - Drug interaction


• ISDN 10mg ISDN (Isosorbid Dinitrat) Monitoring efektivitas:tanda
(3dd1) klinis seperti sesak
Objektif : • Indikasi: Terapi stress oksidatif, Isosorbid dinitrat dapat
Monitoring ESO: Monitor
Parameter vasodilator berinteraksi dengan
tekanan darah
kaptopril sehingga
terukur
TD
• Mekanisme: agenvasodilator menimbulkan efek sinergis
(pelebaran pembuluh darah arteri yang dapat menyebabkan
10/02: 190/100 dan vena) terjadinya hipotensi.
mmHg
11/02: 160/100 • Dosis: 2,5 – 5 mg (IV)
mmHg
• Interaksi obat:
Nadi Kaptopril(meningkatkan efek
10/02: sinergis dari obat anti HT)
109x/menit
• ESO: Hipotensi

Penggunaan
ISDN sebagai
vasodilator

4.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 51
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

5. Acute Lung Oedema

SUBYEKTIF/
Terapi Analisis Obat DRP Plan dan Monitoring
OBYEKTIF

Subjektif: Pasien Drug interaction


• Furosemide Furosemide Monitoring efektivitas terapi
merasa sesak IV bolus obat:Urine output
• Indikasi: pasien dengan retensi Adanya interaksi obat
40mg Monitoring DRP: tekanan
cairan berat, edema paru dengan kaptopril
Objektif: dilanjutkan darah pasien
Parameter terukur drip 20 • Mekanisme: diuretik bekerja sehingga dapat
(10/02/20) mg/jam meningkatkan eksresi natrium, air, menyebabkan hipotensi
RR: 18 x/menit dan klorida sehingga menurunkan
volume darah dan cairan
(11/02/20) ekstraseluler
RR: 24 x/menit
(12/02/20) • Dosis: 3 x 40 mg IV udem paru
RR: 24 x/menit akut (IV bolus 40 mg, jika tidak
mendapatkan respon selama 1 jam,
dosis dapat ditingkatkan hingga 80
Udema paru mg secara intravena lambat)
(PIONAS)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 52
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

10/02/20
• BUN : 83,7
mg/dL
• Creatinin : 7,63
mg/dL
• Terapi :
furosemide

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 53
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

6. Nausea dan Vomiting

SUBYEKTIF/
Terapi Analisis Obat DRP Plan dan Monitoring
OBYEKTIF

Subjektif: Mual Tidak ada DRP


• Omeprazole Omeprazole Monitoring efektivitas:
IV 40 mg tanda-tanda klinis seperti
Objektif : (1dd1)
• Mekanisme Kerja: Proton Pump mual dan muntah
Terapi Obat IV Inhibitor, menekan basal lambung
Omeprazol dan IV
• Metoclopram dan sekresi asam yang distimulasi
ide IV 10mg dengan menghambat parietal cell Monitoring ESO: Monitoring
Metoclopramid konsentrasi Mg sebelum
(3dd1)
• Dosis: inisiasi dan sesudah secara
- Active duodenal ulcer 20 mg berkala.
sekali sehari selama 4-8
minggu
- Gastric ulcer 40 mg sekali
sehari selama 4-8 minggu

• Rute: IV
• ESO: hipomagnesia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 54
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Metoclopramide IV Tidak ada DRP Monitoring efektivitas:


• Mekanisme: Metoclopramide tanda klinis (mual muntah)
merupakan agen prokinetik Monitoring ESO: diare,
yang bekerja sebagai pusing
antagonis D2-dopamin
reseptor. Inhibisi dopamin
dapat meningkatkan kekuatan
sphincter esophageal bagian
bawah, meningkatkan
motilitas saluran pencernaan
bagian atas tanpa
mempengaruhi usus halus dan
kolon, serta meningkatkan
laju pengosongan lambung
tanpa mempengaruhi sekresi
lambung, empedu dan
pankreas.
• Dosis: 10 mg, hingga 3 kali
sehari, maksimal pemberian 5
hari
• ESO: sakit kepala, pusing,
diare

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 55
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN
Tn. L berusia 65 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar
pada tanggal 10 Februari 2020 dengan keluhan sesak nafas selama 3 hari dan
memberat 1 hari yang lalu. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium
pasien didiagnosa ALO (acute lung oedema), CKD stage 5 dengan hemodialisa
rutin, heart failure stage C, hipertensi stage 2, mual dan muntah.
Hipertensi adalahkondisi saat tekanan darah berada pada nilai lebih dari
140/90 mmHg. Tn. L memiliki riwayat hipertensi stage 2, penyakit ini dapat
meningkatkan tekanan kapiler glomerulus yang dapat menakibatkan kerusakan
pada jaringan epitel, endotel, mesangial, serta hipertopi glomerulus. Hal tersebut
pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya glomeruloskleosis yang dapat
meningkatkan progresi penyakit ginjal (DiPiro dkk., 2015). Gagal ginjal kronis
yang dialami pasien telah memasuki stage 5 dimana terjadi retensi cairan, salah
satunya di organ paru.
ALO (acute lung oedema) adalah akumulasi cairan di jaringan dan ruang
udara paru-paru. Hal ini menyebabkan pertukaran gas terganggu dan dapat
menyebabkan kegagalan pernapasan (Allen, 2017). ALO merupakan keadaan
darurat medis yang membutuhkan penatalaksanaan segera, sehingga pasien
diberikan O2 2 lpm. Oksigenasi merupakan terapi yang digunakan pada gangguan
pernapasan, hipoksia arterial, komplikasi sekunder, kejang, migrain (DIH, 17th).
Oksigen digunakan untuk mengatasi kekurangan O2 dan menurunkan kerja jantung
dan paru-paru. Pada terapi oksigenasi harus dilakukan monitoring hingga kadar
oksigen mencapai nilai normal, yaitu = 95%. Terapi untuk mengatasi udema paru
yang dialami pasien yaitu menggunakan furosemide (IV) drip 20 mg/jam, kemudian
dilanjutkan denganfurosemide (IV) bolus 3 dd 40 mg. Furosemide menyebabkan
penghambatan reabsorpsi natrium dan klorida dalam lengkung Henle dan tubulus
distal ginjal, mengganggu sistem cotransport yang mengikat klorida, sehingga
menyebabkan peningkatan ekskresi air, natrium, klorida, magnesium, dan kalsium
(Lacy dkk., 2009). Furosemide dipilih karena furosemide merupakan agen diuretik
dengan mula kerja yang lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat bila

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 56
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dibandingkan dengan agen diuretik lain seperti hidroklortiazid atau spironolakton.


Hidroklortiazidjuga kurang efektif pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan
dapat memperburuk fungsi ginjal (Kabo, 2010). Selain itu, hidroklortiazid atau
spironolaktontersedia hanya dalam bentuk tablet, sehingga tidak sesuai apabila
diberikan pada pasien yang membutuhkan onset yang cepat. Selain itu, Tn. L juga
mengalami gagal jantung stage C dimana target terapi yang diinginkan yaitu
menghilangkan retensi cairan yang terjadi, sehingga pemilihan furosemide disini
sudah tepat. Penggunaan furosemide perlu dilakukan monitoring udema, serum
elektrolit, TD dan fungsi ginjal (Lacy dkk., 2009).
Hipertensi pada Tn. L diterapi dengan kaptopril (PO) 3 dd 25 mg dan
amlodipin (PO) 1 dd 10 mg. Kaptopril merupakan obat golongan ACEI
(angiotensin converting enzim inhibitor) yang bekerja dengan menghambat
perubahan angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 sehingga terjadi vasodilatasi dan
penurunan sekresi aldosteren. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan
tekanan darah (Lacy dkk., 2009). Menurut JNC 8, (2014) pemilihan obat
antihipertensi yang paling tepat untuk penderita hipertensi dengan gagal ginjal
kronis yaitu golongan ACEI. Kaptopril dipilih karena memiliki onset yang cepat
yaitu 1-1,5 jam setelah pemberian (Lacy dkk., 2009). Sedangkan, amlodipin
merupakan obat golongan calcium channel blocker(CCB). Pemberian CCB akan
menghambat kalsium masuk ke dalam sel sehingga dapat menyebabkan
vasodilatasi, memperlambat laju jantung, dan menurunkan kontraktilitas miokard
sehingga menurunkan tekanan darah (Kabo, 2010). Amlodipin dipilih karena
merupakan CCB yang bersifat long acting dan dapat meningkatkan produksi nitric
oxide sehingga mampu memperbaiki fungsi endotel. Amlodipin juga menurunkan
tekanan darah secara perlahan-lahan sehingga tidak menimbulkan refleks takikardi
(Kabo, 2010). Kombinasi kedua obat ini cukup efektif, hal ini dapat dilihat dari
tekanan darah pasien yang mulai menurun dari tanggal 10-12 februari 2020 sebagai
berikut, 190/100; 160/100; 150/90. Penggunaan kaptoril dan amlodipin perlu
dilakukan monitoring tekanan darah secara berkelanjutan untuk melihat efektivitas
terapi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 57
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Salah satu manifestasi klinik dari hipertensi yaitu terjadinya gagal jantung,
Tn. L telah mengalami gagal jantung stageC dan mendapatkan terapi ISDN (PO)
3x10 mg/hari. ISDN bekerja dengan cara mengurangi tekanan ventrikel kiri
(preload) dan resistensi arteri (afterload) (MIMS online, 2020). Penggunaan ISDN
harus memperhatikan waktu bebas nitrat yaitu minimal 8 jam guna mengurangi
terjadinya toleransi nitrat (efek terapi berkurang) (BPOM, 2020). Monitoring nilai
RR/ sesak perlu dilakukan untuk melihat keberhasilan terapi ISDN, selain itu juga
dilakukan monitoring tekanan darah.
Tn. L mengalami gagal ginjal kronik stage 5 yang juga mengakibatkan
terjadinya asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H +)
yang berlebihan. Asidosis metabolik dapat dilihat dari data laboratorium pasien
pada tanggal 11/02/2020 yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan pCO2 dan
HCO3 hingga dibawah normal, dengan nilai pCO2 sebesar 14,6 mmHg dan HCO3
sebesar 13,8 mmol/L serta nilai pH sebesar 7,58. Terapi yang diberikan untuk
mengatasi asidosis metabolik pada Tn. L yaitu Na bikarbonat (PO) 3x500 mg/hari.
Na bikarbonat bekerja dengan cara menetralkan konsentrasi ion hidrogen dan
meningkatkan pH urin dan darah (Lacy dkk., 2009). Namun, pemberian dosis Na
bikarbonat masih terlalu rendah, sehingga perlu dilakukan peningkatan dosis. Dosis
yang disarankan untuk mengatasi asidosis metabolik yaitu > 4,8 g perhari dalam
dosis terbagi (BPOM, 2020). Monitoring tanda-tanda klinis dari asidosis metabolik
seperti nafas cepat, kelelahan, pusing, detak jantung meningkat perlu dilakukan
untuk melihat efektivitas terapi Na bikarbonat yang diberikan.
Tn. L juga mengalami mual muntah dan mendapatkan terapi omeprazole
(IV) 1 dd 40 mg dan metoklopramid (IV) 3 dd 10 mg. Metoklopramid merupakan
terapi yang digunakan untuk mengobati mual muntah pasien, penggunaan
metoklopramid tidak dilanjutkan pada hari kedua dikarenakan pasien sudah tidak
mengalami mual. Pemberian omeprazole diindikasikan untuk menangani PUD
yang dialami pasien dan untuk mengobati terjadinya pendarahan saluran cerna.
Omeprazole merupakan obat golongan proton pump inhibitor(PPI) yang dapat
menghambat sekresi asam lambung dengan cara menghambat seluruh pompa
proton (H+, K+)-ATPase pada sel pariental lambung (Lacy dkk., 2009). Penggunaan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 58
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

omeprazole dihentikan pada hari kedua (12/02/2020) dikarenakan tidak ada tanda-
tanda dari PUD seperti mual ataupun tidak terlihat adanya tanda-tanda terjadinya
pendarahan saluran cerna
Pasien KRS pada tanggal 12/02/2020 dengan kondisi stabil, yang ditandai
dengan data tanda-tanda vital yang sudah membaik dan hilangnya gejala awal MRS.
Obat yang diterima pasien saat KRS sama dengan obat yang diterima pasien saat
MRS dengan rute per oral, hanya saja terjadi penggantian rute IV menjadi per oral
untuk furosemide. Obat yang diterima pasien saat KRS dengan rute per oral adalah
sebagai berikut, furosemide2x1 tab pagi dan siang; amlodipin (0-0-10 mg);
kaptopril 25 mg (3dd 1); Na bikarbonat 500 mg (3dd 1) dan ISDN 10 mg (3dd 1).
Hal yang perlu diperhatikan dalam terapi yang diterima Tn. L adalah masing –
masing efek samping obat serta tanda–tanda klinis yang menunjukkan
perkembangan pasien. Pasien juga harus diberikan edukasi terkait pentingnya
menjaga pola hidup sehat seperti restriksi cairan 1,5-2 Liter/hari, restriksi asupan
garam < 2-3 g/hari, olahraga ringan, konsumsi makanan tinggi serat dan istirahat
yang cukup serta pentingnya menjaga kepatuhan dalam berobat.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 59
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengkajian terhadap terapi Tuan L (65 tahun), maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Terapi kaptopril (PO)dengan dosis 3x25 mg dilanjutkan hingga tekanan
darah mencapai target terapi (130/80 mmHg).
2. Terapi furosemid (PO) dengan dosis 2x1 tab dilanjutkan hingga hilangnya
gejala edema paru seperti sesak.
3. Terapi amlodipin(PO) dengan dosis 1x10 mg dilanjutkan sebagai terapi
kombinasi dengan kaptopril untuk mempercepat penurunan tekanan darah.
Perlu dilakukan monitoring jika terjadi efek samping selama pengunaan
amlodipin (edema perifer) dengan tanda seperti bengkak pada lengan atau
kaki.
4. Terapi natrium bikarbonat (PO) dengan dosis 3x500 mg dilanjutkan
hilangnya gejala asidosis metabolik seperti napas cepat, detak jantung
meningkat, dan pusing.
5. Terapi isosorbid dinitrate (PO) dengan dosis 3x10 mg dilanjutkan hingga
tercapai target tekanan darah dan berkurangnya gejala seperti sesak napas
pada kondisi gagal jantung.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 60
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Allen, G. 2017. Managing acute pulmonary oedema. 40(2):59–63.

Avendano-Reyes, J. M., & Jaramillo-Ramirez, H. (2014). Prophylaxis for stress


ulcer bleeding in the intensive care unit. Revista de Gastroenterología de
México (English Edition), 79(1), 50-55.
BPOM. 2020. Pusat Informasi Obat Nasional. pionas.pom.go.id [Diakses pada
February 22, 2020].

Burns, M. A., Wells, B. G., & Schwinghammer, T. L. 2016. Pharmacotherapy


principles and practice. McGraw-Hill.
DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L.
M. 2014. Pharmacotherapy: a pathophysiologic approach New York:
McGraw-Hill Education.
DiPiro, joseph T., B. G. Wells, dan T. L. Schwinghammer. 2015.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Ninth Edition. 8. Laser
Focus World.
Joint Formulary Committee. (2018). BNF 76 (British National Formulary)
September 2018. Pharmaceutical Press.
Kabo, P. 2010. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular Secara
Rasional. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Lacy, C. F., L. L. Armstrong, M. P. Goldman, dan L. L. Lance. 2009. Drug


Information Handbook, 17th Edition. Ohio: American Pharmacists
Association. 2009.

MIMS online. 2020. www.mims.com [Diakses pada February 22, 2020].


Pagana, K. D., Pagana, T. J., Pagana, T. (2018). Mosby's Manual of Diagnostic
and Laboratory Tests Reference 14th ed. Elsevier Health Sciences.
Perki, 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular.
s.l.:s.n.
Purvey, M., & Allen, G. (2017). Managing acute pulmonary oedema. Australian
prescriber, 40(2), 59.
House, A. A. (2018). Management of heart failure in advancing CKD: core
curriculum 2018. American Journal of Kidney Diseases, 72(2), 284-295.
Rampengan, S.H., 2014, Edema Paru Kardiogenik Akut, Jurnal Biomedik Vol 6
No.3.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 61
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Saseen, J., Maclaughlin, E., 2017. Pharmocotherapy A Pathophysiologic


Approach, 10 th edition. McGraw-Hill, Chapter 13 : HypertensionAllen, G.
2017. Managing acute pulmonary oedema. 40(2):59–63.
BPOM. 2020. Pusat Informasi Obat Nasional
DiPiro, joseph T., B. G. Wells, dan T. L. Schwinghammer. 2015.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Ninth Edition. 8. Laser
Focus World.
Kabo, P. 2010. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular Secara
Rasional. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Lacy, C. F., L. L. Armstrong, M. P. Goldman, dan L. L. Lance. 2009. Drug
Information Handbook, 17th Edition. Ohio: American Pharmacists
Association. 2009.
MIMS online. 2020. No
PA, J. dan O. E. 2014. JNC 8 hypertension guideline algorithm. JAMA.
311(5):507–520.
Siragy, H. M., & Carey, R. M. (2010). Role of the intrarenal renin-angiotensin-
aldosterone system in chronic kidney disease. American journal of
nephrology, 31(6), 541-550.
Sica, D. A. (2008). Hypertension, renal disease, and drug considerations. The
Journal of Clinical Hypertension, 6, 24-30.
Tsai, C. W., Lin, S. Y., Kuo, C. C., & Huang, C. C. (2017). Serum uric acid and
progression of kidney disease: a longitudinal analysis and mini-review. PloS
one, 12(1), e0170393.
Ware, L. B., & Matthay, M. A. (2005). Acute pulmonary edema. New England
Journal of Medicine, 353(26), 2788-2796.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 62
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN

SOAP harian

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


HARI/ TANGGAL TINDAKAN/ PERKEMBANGAN KLINIK/ MASLAH
S O A P
11/2/2020 Diagnosa : Tekanan darah Kaptopril Monitoring
HT stage 2 on 10/2/2020: 190/100 efektivitas:Monitoring
treatmen mmHg • Mekanisme Kerja : ACEI secara tekanan darah
11/2/2020: 160/100 kompetitif menghambat ACE
Tidak ada keluhan mmHg Monitoring ESO:Kadar
untuk mencegah konversi kalium dan terjadinya
12/2/2020: 150/90 angiotensin I menjadi
mmHg batuk
angiotensin II, sehingga
aktivitas plasma renin akan
meningkatkan dan menurunkan Jika ada batuk, terapi
sekresi aldosteron. dapat diganti dengan
golongan ACEI lain
• Dosis: 25 mg-150mg / 8-12 jam yang memiliki efek
samping batuk minimal/
• Rute: PO dapat diganti dengan
golongan ARB..
• Interaksi obat: -
ESO: Hiperkalemi, batuk (MIMS)

DRP potensial:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 63
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1. Kombinasi kaptopril dengan


furosemide dapat memicu
hipotensi
2. Kaptopril dapat menyebabkan
batuk

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 64
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

HARI/ TANGGAL S O A P
11/2/2020 Diagnosa : CKD stage PCO2 : 14,6 Natrium Bikarbonat METO : monitoring
5 on routine HD HCO3 : 13,8 • Indikasi : asidosis metabolik PCO2, HCO3 , pH
Asidosis metabolik • Mekanisme : bikarbonat darah(pemeriksaan
bereaksi dengan ion H+, sebagai BGA)
buffer dengan meningkatkan pH MESO : mual, alkalosis
darah
• Dosis : PO 12-24 mEq ekivalen
dengan 1-2 g tiap 4 jam
(3dd500mg)
• ESO : mual, alkalosis
Diagnosa : HF stage C TD ISDN METO : monitoring TD
FC IV 10/2 : 190/100 Mekanisme : mengurangi tekanan dan nadi pasien
Tidak ada keluhan mmHg ventrikel kiri (preload) dan MESO : Rebound
11/2 : 160/100 resistensi arteri (afterload) hipertension, mual
mmHg Dosis : 30 — 60mg/hari dalam
dosisi terbagi
Nadi ESO: Rebound hipertension,
10/2 : 140x/menit mual
11/2 : 92x/menit
12/2 : 90x/menit
Diagnosa : Nausea and Terapi obat: Metoklopramide • METO : mual
Vomitting • MESO : Kaku otot
Omeprazole IV • Mekanisme : agen prokinetik
Mual sebagai antagonis D2 dopamin
Metoklopramide reseptor
BAB hitam (-) IV • Dosis : 3 dd 10 mg
• ESO : EPS

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 65
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Muntah darah (-) Omeprazole • METO : mual


• MESO : konsentrasi
• Mekanisme : merupakan PPI magnesium
yang memblok spesifik enzim
(ATPase) yang ada pada
permukaan sekretor dari
selparietal lambung, sehingga
menurunkan sekresi asam
lambung.
• Indikas : PUD
• Dosis : 40 mg sekali sehari IV
• ESO : hipomagnesia
11/2/2020 Diagnosa : ALO RR : 24 x/menit Furosemide Terapi dilanjutkan

Sesak Thorax : Ronki Indikasi : pasien dengan retensi METO : sesak berkurang
cairan

Mekanisme kerja : diuretic


bekerja meningkatkan ekskresi MESO : hipotensi,
natrium, air, dan klorida sehingga gangguan elektrolit
(hipokalemi,
menurunkan volume darah dan
cairan ekstrasel hiponatremi,
hiperurisemi)
Dosis : 0,5 – 1 mg/kg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 66
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ESO : hipotensi, gangguan


elektrolit (hipokalemi,
hiponatremi, hiperurisemi)

DRP : interaksi obat dengan


captopril (hipotensi)

12/2/2020 Tidak ada keluhan Suhu : 36,8 0C Terapi dilanjutkan : METO : monitoring TD,
kadar kalium,
Nadi : 90 1. Furosemid 40mg 3dd1 pemeriksaan BGA,
2. Omeprazole 40mg 1dd1
RR : 24 3. Amlodipin 10mg 1dd1 konsentrasi mg
4. Captopril 25mg 3dd1
TD : 150/90 MESO : batuk,
5. NaHCO3 500mg 3dd1
6. ISDN 10mg 3dd1 hipotensi, hiperurisemia,
hipokalemia

Kondisi saat Terapi saat KRS :


keluar :
1. Furosemid tab 40mg 2dd1
TD : 160/90 2. Amlodipin 10mg 1dd1
3. Captopril 25mg 3dd1
Suhu : 36,6 0C 4. NaHCO3 500mg 3dd1
5. ISDN 10mg 3dd1
Nadi : 89

RR : 22

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 67
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien SLE


(Systemic Lupus Erytemateus)

(19 Februari – 26 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 68
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ANALISIS KEFARMASIAN PADA PASIEN SYSTEMIC LUPUS


ERYTHEMATOSUS /SLE

di Instalasi Rawat Inap I Ruang 24A

Oleh:

1. Khusnul Khotimah, S. Farm 192211101071


2. Ahmad Daris Sauqi, S. Farm 192211101074
3. Rizki Laili Fazeri, S.Farm 192211101078
4. Aulia Khoirunnisa, S.Farm 1908020095

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 69
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 70
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Systemic Lupus Erythematosus


Lupus eritematosus sistemik (Systemic Lupus Erythematosus/SLE)
adalah kelainan inflamatori multisistem yang kronik, rekuren dan fatal
sehingga sulit untuk didiagnosis. Penyakit ini tidak mempunyai marker
diagnosis tunggal dan harus diidentifikasi melalui gabungan kriteria klinis dan
laboratorik. Lupus eritematosus sistemik merupakan penyakit autoimun
prototipik yang ditandai oleh produksi antibodi terhadap komponen sel
nukleus yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. Lupus
eritematosus sistemik merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis dengan
etiologi yang belum diketahui serta manifestasi klinis, perjalanan penyakit
dan prognosis yang sangat beragam. Penyakit ini terutama menyerang wanita
usia reproduksi dengan angka kematian yang cukup tinggi (Rekomendasi
perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011).

a. Etiologi
1) Genetik

Diduga terdapat hubungan antara pengaruh faktor genetik dan lupus karena
seringkali ditemukan adanya anggota keluarga penderita yang juga
merupakan penderita lupus.

2) Efek epigenetik

Risiko untuk penyakit SLE dapat dipengaruhi oleh efek epigenetik seperti
metilasi DNA dan modifikasi histon pasca translasi yang dapat terjadi baik
diturunkan atau modifikasi oleh lingkungan. Epigenetik menggambarkan
adanya perubahan yang diwariskan dalam ekspresi gen yang disebabkan
oleh mekanisme selain perubahan urutan basa DNA. Beberapa penelitian
juga telah menunjukkan hubungan metilasi DNA pada SLE.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 71
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

3) Lingkungan

Sinar ultraviolet merupakan pemicu SLE yang berasal dari lingkungan.


Paparan UVA2 dan UVB melalui proses tanning kulit untuk kecantikan
dapat mengeksaserbasi peyakit kulit pada pasien dengan kelainan ini.
Namun, akibat dari tidak terpapar matahari adalah defisiensi vitamin D
dimana berkaitan juga dengan aktivitas penyakit. Faktor lingkungan
lainnya adalah merokok, infeksi, estrogen eksogen, obat-obatan, agen
biologis dan pestisida, alkohol, dan vaksinasi.

4) Hormonal

Insiden SLE meningkat setelah pubertas dan menurun setelah menopause.


Faktor-faktor seperti menarch dini, pemakaian kontrasepsi oral, menopause
dini, menopause surgikal, dan penggunaan hormon pasca menopause
berkaitan dengan meningkatnya risiko dari penyakit SLE (Fanouriakis dkk.,
2019).

b. Patofisiologi
Patogenesis SLE terdiri dari tiga fase, yaitu fase inisiasi, fase propagasi,
dan fase puncak (flares). Inisiasi lupus dimulai dari kejadian yang menginisiasi
kematian sel secara apoptosis dalam konteks proimun. Kejadian ini disebabkan
oleh berbagai agen yang sebenarnya merupakan pajanan yang cukup sering
ditemukan pada manusia, namun dapat menginisiasi penyakit karena
kerentanan yang dimiliki oleh pasien SLE. Fase profagase ditandai dengan
aktivitas autoantibodi dalam menyebabkan cedera jaringan. Autoantibodi pada
lupus dapat menyebabkan cedera jaringan dengan cara (1) pembentukan dan
generasi kompleks imun, (2) berikatan dengan molekul ekstrasel pada organ
target dan mengaktivasi fungsi efektor inflamasi di tempat tersebut, dan (3)
secara langsung menginduksi kematian sel dengan ligasi molekul permukaan
atau penetrasi ke sel hidup. Fase puncak merefleksikan memori imunologis,
muncul sebagai respon untuk melawan sistem imun dengan antigen yang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 72
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pertama muncul. Apoptosis tidak hanya terjadi selama pembentukan dan


homeostatis sel namun juga pada berbagai penyakit, termasuk SLE. Jadi,
berbagai stimulus dapat memprovokasi puncak penyakit (Mok CC, 2003).

c. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik SLE dapat dibagi berdasarkan derajat berat ringannya
Penyakit SLE, yaitu:

1) SLE derajat ringan


SLE ringan Secara klinis tenang, tidak terdapat tanda atau gejala yang
mengancam nyawa dan fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru,
jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.
Contoh manifestasi klinis SLE ringan adalah arthritis dan ruam kulit.
2) SLE derajat sedang
Manifestasi klinis pada SLE derajat sedang yaitu:
a) Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)
b) Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)
c) Serositis mayor
3) SLE derajat berat
Manifestasi klinis pada SLE derajat berat yaitu:
a) Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria,
miokarditis, tamponade jantung, hipertensi maligna.
b) Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli
paru, infark paru, ibrosis interstisial, shrinking lung.
c) Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
d) Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.
e) Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
f) Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati
transversa, mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma
demielinasi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 73
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

g) Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit < 20.000/mm3


purpura trombotik trombositopenia, trombosis vena atau arteri
(Rekomendasi perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011).

d. Tatalaksana Terapi
1) Pengobatan SLE Ringan
- Penghilang nyeri seperti paracetamol 3 x 500 mg, bila diperlukan.
- NSAID, sesuai panduan diagnosis dan pengelolaan nyeri dan
inflamasi.
- Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat
dengan potensi ringan).
- Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kg BB/hari (150-300 mg/hari) (1 tablet
klorokuin 250 mg mengandung 150 mg klorokuin basa) catatan periksa
mata pada saat awal akan pemberian dan dilanjutkan setiap 3 bulan,
sementara. Hidroksiklorokuin dosis 5- 6,5 mg/kg BB/ hari (200-400
mg/hari) dan periksa mata setiap 6-12 bulan.
- Kortikosteroid dosis rendah seperti prednison < 10 mg / hari atau yang
setara.
- Tabir surya: Gunakan tabir surya topikal dengan sun protection factor
sekurangkurangnya 15 (SPF 15).
2) Pengobatan SLE Sedang
Pilar penatalaksanaan SLE sedang sama seperti pada SLE ringan
kecuali pada pengobatan. Pada SLE sedang diperlukan beberapa
rejimen obat-obatan tertentu serta mengikuti protokol pengobatan yang
telah ada. Misal pada serosistis yang refrakter: 20 mg / hari prednison
atau yang setara.
3) Pengobatan SLE Berat atau Mengancam Nyawa
Pilar pengobatan sama seperti pada SLE ringan kecuali pada
penggunaan obat-obatannya. Pada SLE berat atau yang mengancam
nyawa diperlukan obat-obatan sebagaimana tercantum, yaitu:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 74
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Glukokortikoid Dosis Tinggi


Lupus nefritis, serebritis atau trombositopenia: 40 – 60 mg / hari (1
mg/kgBB) prednison atau yang setara selama 4-6 minggu yang
kemudian diturunkan secara bertahap, dengan didahului pemberian
metilprednisolon intra vena 500 mg sampai 1 g / hari selama 3 hari
bertutut-turut.
- Obat Imunosupresan atau Sitotoksik
Terdapat beberapa obat kelompok imunosupresan / sitotoksik yang
biasa digunakan pada SLE, yaitu azatioprin, siklofosfamid,
metotreksat, siklosporin, mikofenolat mofetil. Pada keadaan
tertentu seperti lupus nefritis, lupus serebritis, perdarahan paru atau
sitopenia, seringkali diberikan gabungan antara kortikosteroid dan
imunosupresan / sitotoksik karena memberikan hasil pengobatan
yang lebih baik.
4) Terapi Lain
Beberapa obat lain yang dapat digunakan pada keadaan khusus SLE
mencakup:
- Intra vena imunoglobulin terutama IgG, dosis 400 mg/kgBB/hari
selama 5 hari, terutama pada pasien SLE dengan trombositopenia,
anemia hemilitik, nefritis, neuropsikiatrik SLE, manifestasi
mukokutaneus, atau demam yang refrakter dengan terapi konvensional.
- Plasmaferesis pada pasien SLE dengan sitopeni, krioglobulinemia dan
lupus serberitis.
- Thalidomide 25-50 mg/hari pada lupus diskoid.
- Danazol pada trombositopenia refrakter.
- Dehydroepiandrosterone (DHEA) dikatakan memiliki steroid-
sparring effect pada SLE ringan.
- Dapson dan derivat retinoid pada SLE dengan manifestasi kulit yang
refrakterdengan obat lainnya.
- Rituximab suatu monoklonal antibodi kimerik dapat diberikan pada
SLE yangberat.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 75
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Belimumab suatu monoklonal antibodi yang menghambat aktivitas


stimulator limfosit sel B telah dilaporkan efektif dalam terapi SLE42
(saat ini belum tersedia di Indonesia)
- Terapi eksperimental diantaranya antibodi monoklonal terhadap ligan
CD40 (CD40LmAb).
- Dialisis, transplantasi autologus stem-cell.
a) Anamnesis:
Demam, penurunan berat badan, kelelahan, rambut rontok
meningkat, nyeri dada pleuritik, nyeri dan bengkak sendi.
Pemantauan ini dilakukan setiap kali pasien SLE datang berobat
b) Fisik:
Pembengkakan sendi, ruam, lesi diskoid, alopesia, ulkus membran
mukosa, lesi vaskulitis, fundus, dan edema. Lakukanlah
pemeriksaan fisik yang baik. Bantuan pemeriksaan dari ahli lain
seperti spesialis mata perlu dilakukan bila dicurigai adanya
perburukan fungsi mata atau jika klorokuin / hidroksiklorokuin
diberikan.
c) Penunjang:
Hematologi (darah rutin), analisis urin, serologi, kimia darah dan
radiologi tergantung kondisi klinis.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 76
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN
2.1 Profil Pasien
Nama Ny.P
Berat badan /Tinggi badan 74kg/153cm
Tanggal Lahir 08-4-1977
Nomor rekam medis 114xxxx
Alamat Bungatan situbondo
MRS/KRS 18-2-2020 / 21-2-2020
Status pasien JKN
Ruangan IRNA 1/ R.24a
Keluhan utama Kebas pada ekstremitas bawah
Riwayat penyakit saat ini -Pasien mengeluh kebas pada tungkai
bewah kanan bawah dan kiri sejak 8
bulan smrs. Keluhan semakin hari
membaik dan tetap BAB sebelum
sampai di kamar mandi
-Rasa kebas pada tungkai bawah
bertambah pada saat pasen berjalan
Alergi Udang
Diagnosis awal SLE
Dianosis akhir -SLE derajat sedang mex SLEDAI 9
-NPSLE cyclophosphomide siklus 5/6
-History of udang allergy

2.2 Tanda-tanda Vital


Data Nilai Tgl Tgl Tgl
Normal
19/2 20/2 21/2

TD 120/80 110/70 132/82 128/80

Nadi 60-80x 90 86 92

RR 20 x 20 20 20

Suhu 37±0,5oC 36 36,8 36,4

GCS 456 456 456 456


VAS <5 1

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 77
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3 Data klinis


Parameter Tgl Tgl Tgl

19/2 20/2 21/2


Mual - - -
BAK tidak + + +
terkontrol

2.4 Data Laboratorium


Parameter Normal Value Tgl. 19 Februari
2020
Hemoglobin 11,4-15,1 12,20
Eritrosit (RBC) 4,0-5,5 4,11
Leukosit (WBC) 4,7-11,3 4,41
Hematokrit (PCV) 38-42 35,80
Trombosit (PLT) 142-424 272
MCV 80-93 87,10
MVH 27-31 29,70
MCHC 32-36 34,10
RDW 11,5-14,5 12,10
PDW 9—13 10,4
MPV 7,2-11,1 9,6
P-LCR 15,0-25,0 2,2
PCT 0,150-0,400 0,26
NRBC Absolute 0,00
NRBS Percent 0,0
Eosinofil 0-4 0,7
Basofil 0-1 0,2
Neutrofil 51-67 78,0
Limfosit 25-33 17,5
Monosit 2-5 3,6
Eosinofil Absolut 0,03
Basofil Absolut 0,01
Neutrofil Absolut 3,44
Limfosit Absolut 0,77
Monosit Absolut 0,16
Immature Granulosit 0,20
(%)
Immature Granulosit 0,01
Ureum/BUN 10-50 18,7
Creatinine 0,7-1,5 0,60
SGOT/AST 11-41 26
SGPT/ALT 10-41 21

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 78
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Natrium (Na) 135-145 136


Kalium (K) 3,5-5,0 4,10
Chloride (Cl) 98-106 111
eGFR 112,424
mL/menit/173m2

2.5 Profil Pengobatan Pasien

Tanggal
Obat Rute Dosis 19-02- 20-02- 21-02-
2020 2020 2020
Cyclophospamide IV 1 x 1250mg +
MESNA IV 4 x 250 mg +
Paracetamole PO 1 x 500mg +
Dexamethasone IV 1 x 10mg +
Ondansetron IV 1 x 8mg +
NaCl 0,9% IVFD 750 cc +
Methylprednisolone PO 1 x 4 mg + + +
Hydrosiklorokuin PO 1 x 200 mg + + +
Calc (Kalsium Laktat) PO 2 x 500 mg + + +

Protokol Tindakan -Siklus diulang tiap 30 hari


-BSA pasien 1,78
Pulse cyclophospomide Dosis pulse cyc 750 mg/m2
untuk NPSLE Dosis cyc ke pasien 1250 mg
(kemoterapi) ke 5 dari 6
seri -Beri premed
Paracetamol 500 mg sebanyak 1 tablet
Dexamethasone 10 mg secara IV
Ondansetron 8 mg secara IV
Metoclopramide 10 mg secara IV

-Rehidrasi pasien Nacl 0,9% 750cc dalam 1-2 jam


atau 250 cc/jam

-Beri Mesna 250 mg dalam Nacl 0,9% 250 cc selama


15 menit

-Beri siklofosfomide dalam Nacl 0,9% 250 cc


-Monitor TTV tiap 15 menit selama pemberian
terapi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 79
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-Ulangi pemberian mesna sebanyak 3 kali setiap 3


jam dengan dosis 250 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 80
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.6 Analisis SOAP


SUBJECTIVE OBJECTVE ASSESMENT PLANING

Lemas (+) GCS 456 NaCl 0,9% METO

Na : 136 Komposisi: setiap 1000 ml -Efek terapi obat


mengandung NaCl 9 gram, Na 154 keseimbangan
K : 4,10
mEq, Cl 154 mEq elektrolite
Cl : 111
Indikasi: resusitasi cairan (DIH MESO
17th Ed)
-Tidak terjadi
Mekanisme: Kation ekstraseluler demam
utama; fungsi dalam
-Serum elektrolit
keseimbangan cairan dan
normal
elektrolit, kontrol tekanan
osmotik, dan distribusi air -Kondisi
kongestif
Rute: IVFD
-Hypervolemia
ESO: Kondisi kongestif,
hypervolemia, hipernatremia (DIH -Hipernatremia
17th Ed).

Hb 12,2 g/dL Cyclophospamide 1 dd 1250 mg PLAN


IV
Leukosit Monitoring ESO
4,41103/ µL Indikasi: Nononcologis yang ditimbulkan
diindikasikan lupus erythematosus
Berikan edukasi
sistemik yang mana sebagai
kepada pasien
imunosupresan pada SLE
mengenai efek

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 81
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mekanisme: Mencegah samping infertile;


pembelahan sel dengan Berikan bersama
menghubungkan untaian DNA dan MESNA untuk
menurunkan sintesis DNA. menekan resiko
Siklofosfamid juga memiliki pendarahan pada
aktivitas imunosupresif yang kuat saluran kemih;
(DIH 17th). berikan
premedikasi
Dosis: I.V .: 500-750 mg/m2 setiap
berupa antiemetik
bulan; dosis maksimum: 1 g/ m2.
(ondansetron dan
Perhitungan dosis siklopospamid deksametason)
untuk SLE : untuk menekan
resiko mual
BSA: 1,78
muntah
Dosis: 500-750 mg/m2 x 1,78 =
890-1335 mg (dosis siklo sesuai
rentang dosis terapi untuk SLE)

Efek Samping: Inferitilitas dan


pendarahan saluran kemih, mual
dan muntah

DRP potensial: Adanya efek


samping yang menyebabkan
infertile, pendarahan kandung
kemih serta mual muntah.

GCS : 456 MESNA 4 dd 250 mg IV METO

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 82
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Indikasi : Obat ini diberikan untuk Tidak terjadi


membantu mencegah pendarahan pendarahan
kandung kemih yang merupakan kandung kemih
efek samping dari
MESO
Cyclophospamide.
-Mual
Mekanisme : Dalam darah, mesna
dioksidasi menjadi dimesna yang -Muntah
pada gilirannya berkurang di ginjal
-Pusing
kembali ke mesna, memasok
kelompok tiol bebas yang
mengikat dan menonaktifkan
akrolein, metabolit urotoksik
cyclophosphamide (DIH 17th)

Dosis lit : <2,5 g/m2/hari

ESO: mual, muntah , pusing, diare,


dan konstipasi

Kelemahan pada SLEDAI = 9 Metilprednisolone 1 dd 4 mg PLAN


anggota gerak ANA 4,33 Indikasi: Imunosupresi
Plan pemberian
serta kebas pada COI Mekanisme: Menekan sistem imun
Ca lactate ntuk
area tungkai (+) Anti ds DNA dengan menurunkan aktivasi dan
menurunkan
>2005 u/ml volume sistem limfatik, dan
resiko
menurunkan derajat inflamasi
osteoporosis
(DIH 17th)
Dosis literatur: 0,1-2 mg.kg.hari
dibagi menjadi 1-4 kali sehari
(DIH 17th)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 83
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis yang diberikan: 1 dd 4 mg


Rute : PO
ESO: Cardiomiophaty, edema,
hipertensi, sakit kepala dan
osteoporosis, peningkatan kadar
gula darah
DRP potensial: Dapat
menyebabkan osteoporosis ketika
dikonsumsi jangka panjang
Kelemahan pada Hidroksiklorokuinon 1dd 200 mg METO
anggota gerak PO Ruam dan nyeri(-)
serta kebas pada Indikasi: Terapi ruam dan nyeri MESO
area tungkai (+) pada SLE Retinophaty
Mekanisme: Merusak reaksi Disarankan agar
antibodi-antigen sehingga melakukan
menekan sistem imun pemeriksaan
Dosis literatur: oral 3-5 mg/kg/hari retina setiap 6
tidak boleh lebih dari 7 mg/kg/hari bulan
(DIH 17th)
ESO: Retinophaty
Kelemahan pada Ca lactate 2 dd 500 mg PO METO
anggota gerak -Indikasi: Penambahan intake Tidak terjadi
serta kebas pada calcium penururnan masa
area tungkai (+) -Mekanisme: mencegah resiko tulang
osteoporosis akibat
pengonsumsian kortikosteroid MESO
jangka panjang (DIH 17th) -Hiperkalemi
-mual

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 84
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-Dosis literatur: 1000 mg per hari -muntah


(DIH 17th) -konstipasi
-ESO: Hiperkalemi, mual, muntah, -sakit kepala
konstipasi, dan sakit kepala (DIH
17th)
Mual Ondansetron 1 dd 8 mg IV METO
Monitoring gejala
Indikasi: Terapi premedikasi
mual dan muntah
antimual pada kemoterapi pulse
cyc MESO
Monitoring efek
Mekanisme: Antagonis reseptor 5-
samping obat
HT3 selektif, memblokir
berupa sakit
serotonin, baik secara perifer pada
kepala, kelelahan,
terminal saraf vagal dan terpusat di
dan konstipasi
zona pemicu chemoreceptor (DIH
17th)

Dosis lit : 8mg diberikan 30 menit


sebelum kemoterapi

ESO : sakit kepala, kelelahan,


konstipasi

Mual Dexametason 1 dd 10 mg PO METO

Indikasi: Terapi premedikasi Tidak terdapat


antiemetik pada kemoterapi pulse gejala mual
cyc muntah

Mekanisme: menghambat MESO


prostaglandin dan sitokin;

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 85
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menekan poliferasi limfosit Dermatitis (-)


melalui cyolisis (DIH 17th)
Ruam (-)
Dosis: 0,4-20 mg/hari

Eso: Bradikardi, dermatitis, dan


ruam

Demam Suhu (oC) Paracetamol 1 dd 500 mg PO METO


Indikasi: Terapi premedikasi Suhu tubuh
19/2= 36
analgesik dan antipiretik pada Tidak terjadi
20/2= 36,8 kemoterapi pulse cyc infeksi
Mekanisme: bekerja di
21/2= 36,4
hipotalamus untuk menghasilkan MESO
antipiresis; menghambat sintesis Ruam (-)
prostaglandin di jalur COX-2 (DIH
Data Lab
17th)
Basofil 0,2 Dosis lit: 0,5-1 g 4-6 kali/hari.
Maksimal 4 g perhari
Neutrofil
ESO : ruam
78,0

Limfosit17,5

Monosit 3,6

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 86
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

Lupus eritematosus sistemik merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis


dengan perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam. Autoimun
merupakan suatu kondisi dimana sistem kekebalan tubuh menyerang tubuh sendiri.
Penyakit ini menyerang terutama pada wanita usia reproduksi dengan angka
kematian yang cukup tinggi. Terapi yang direkomendasikan pada pasien dengan SLE
untuk menentukan derajat keparahannya sesuai dengan diagnosis skor SLEDAI.
Pengobatan sistemik lupus erythematosus (SLE) memiliki beberapa tujuan: induksi
respon cepat, ditujukan untuk mengendalikan aktivitas penyakit, terapi pemeliharaan,
bertujuan untuk mempertahankan respon dan mencegah flare dan pencegahan dan
pengobatan penyakit penyerta (misalnya hipertensi, diabetes mellitus, osteoporosis)
dan kerusakan akibat obat (Rekomendasi perhimpunan Reumatologi Indonesia,
2011).
Ny.P terdiagnosis SLE dengan SLEDAI 9, pasien MRS tanggal 18
februari 2020 dengan keluhan kelemahan pada anggota gerak pada area
tungkai dan buang air kecil tidak terkontrol. Ny.P datang membawa obat
metilprednisolon, hidroksiklorokuinon dan ca lactate.
Pada kasus ini Ny.P mengalami SLE dengan skor SLEDAI 9. Pasien
mendapatkan Cyclophospamide 1 x 1250mg dan MESNA 4 x 250 mg dalam NaCl
0,9% 750 cc dengan premedikasi berupa Paracetamole 1 x 500mg, Dexamethasone
1 x 10mg, dan Ondansetron 1 x 8mg. Terapi oral yang diberikan adalah
Methylprednisolone 1 x 4 mg, Hydrosiklorokuin 1 x 200 mg, dan Calc (Kalsium
Laktat) 2 x 500 mg.
Pada tanggal 19 februari 2020 Ny.P melakukan pulse Cyclophospamide seri
5/6. Pemberian terapi ini berdasarkan skor SLEDAI pasien yaitu 9 disertai data lab
penunjang ANA 4,33 COI Anti ds DNA >2005 u/ml yang termasuk kedalam derajat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 87
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sedang. Berdasrakan literatur pada SLE derajat sedang penatalaksanaannya sama


dengan derajat ringan yaitu analgesik seperti Paracetamol 3 x 500 mg bila diperlukan,
golongan NSAID sesuai panduan diagnosis dan pengelolaan nyeri inflamasi,
Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat dengan potensi
ringan), Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kg BB/hari (150-300 mg/hari) (1 tablet klorokuin
250 mg mengandung 150 mg klorokuin basa) catatan periksa mata pada saat awal akan
pemberian dan dilanjutkan setiap 3 bulan, sementara hidroksiklorokuin dosis 5- 6,5
mg/kg BB/ hari (200-400 mg/hari) dan periksa mata setiap 6-12 bulan, Kortikosteroid
dosis rendah seperti prednison < 10 mg / hari atau yang setara serta tabir surya dengan
sun protection factor sekurangkurangnya 15 (SPF 15). Tetapi pada derajat sedang
diperlukan beberapa rejimen obat-obatan tertentu serta mengikuti protokol pengobatan
yang telah ada yaitu siklofosfamid (Rekomendasi perhimpunan Reumatologi
Indonesia, 2011).

Ny.P menerima metilprednisolon sebagai agen kortikosteroid.


Metilprednisolon digunakan sebagai pengobatan utama pada pasien dengan SLE.
Meski dihubungkan dengan munculnya banyak laporan efek samping,
metilprednisolon tetap merupakan obat yang banyak dipakai sebagai antiinflamasi
dan imunosupresi(Visser dkk., 2017).
Selanjutnya Ny.P menerima siklofosfamid sebagai agen kemoterapi menurut
protocol. Pemberian siklofosfamid harus diimbangi dengan antidot MESNA, untuk
mencegah terjadinya pendarahan pada saluran kemih karena efek samping
siklofosfamid salah satunya adalah pendarahan kandung kemih (American
Pharmacist Association, 2009). Selain itu pemberian siklofosfamid juga dapat
meningkatakan resiko peningkatan suhu serta mual muntah, oleh sebab itu Ny.P
menerima terapi premedikasi antiemetik berupa ondansetron dan dexametason serta
terapi premedikasi antipiretik berupa paracetamol masing-masing satu tablet dengan
monitoring efektivitas terapi.
Efek samping lain dari siklofosfamid berupa infertilitas (Fanouriakis dkk.,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 88
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2019), karena Ny.P masih dalam usia produktif maka dari itu sebelum diberikan
siklofosamid diberikan asuhan kefarmasian terlebih dahulu tentang efek samping
obat tersebut. Selain itu, siklofosfamid juga merupakan terapi pendamping (sparing
agent) yang digunakan untuk memudahkan menurunkan dosis metilprednisolon,
mengontrol penyakit dasar dan mengurangi efek samping metilprednisolon seperti
osteoporosis, glaukoma, retensi cairan, dan insomnia (Rekomendasi perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2011). Untuk mencegah efek samping osteoporosis Ny.P
mendapatkan Calcium lactate untuk meningkatkan intake kalsium.
Ny.P menerima Hidroksiklorokuinon sebagai terapi ruam dan nyeri pada SLE.
Pemberian hidroksiklorokuin lebih dipilih dibandingkan klorokuin karena didasarkan
pada struktur kimia yaitu gugus hidroksil (bersifat polar) yang dapat menetralkan
radikal bebas dengan cara mendonorkan atom hidrogennya sehingga menjadi molekul
yang non-radikal agar tidak terjadi kerusakan sel yang berlebih. Selain itu kadar
toksisitas dari klorokuin lebih tinggi dibandingkan dengan hidroksiklorokuin.
Siklofosfamid yang diberikan akan sangat berpotensi menurunkan kadar
elektrolit dalam tubuh sehingga perlu diberikan terapi rehidrasi cairan untuk
menghindari lemas. Ny. P menerima terapi cairan Nacl 0,9% untuk mencegah
terjadinya kekurangan elektrolit Na dan Cl sewaktu melakukan kemoterapi pulse cyc
(Hospital dan Medical, 2019).
Selanjutnya tanggal 21 februari 2020 Ny.P dinyatakan KRS dan akan kembali
lagi 30 hari kemudian untuk mengulang seri kemoterapi pulse cyc. Ny.P masih
mengalami buang air kecil tidak terkontrol dengan membawa obat pulang berupa
metilprednisolon, hidroksiklorokuinon, dan ca lactate. Ny.P diberikan edukasi agar
tidak terlalu banyak bergerak untuk menghindari terjadinya kelemahan serta selalu
menggunakan sunscren dengan SPF minimal 15 untuk menghindari paparan sinar UV
yang dapat mempengaruhi kondisinya.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 89
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN

Ny.P terdiagnosis SLE dengan SLEDAI 9, pasien MRS tanggal 18 februari


2020 dengan keluhan kelemahan pada anggota gerak pada area tungkai dan buang air
kecil tidak terkontrol. Pada tanggal 19 februari 2020 Ny.P melakukan kemoterapi seri
5/6. Pemberian terapi ini berdasarkan skor SLEDAI pasien yaitu 9 disertai data lab
penunjang ANA 4,33 COI Anti ds DNA >2005 u/ml yang termasuk kedalam derajat
sedang. Selanjutnya tanggal 21 februari 2020 Ny.P dinyatakan KRS dan akan kembali
lagi 30 hari kemudian untuk mengulang seri kemoterapi pulse cyc. Ny.P masih
mengalami buang air kecil tidak terkontrol dengan membawa obat pulang berupa
metilprednisolon, hidroksiklorokuinon, dan ca lactate. Ny.P diberikan edukasi agar
tidak terlalu banyak bergerak untuk menghindari terjadinya kelemahan serta selalu
menggunakan sunscren dengan SPF minimal 15 untuk menghindari paparan sinar UV
yang dapat mempengaruhi kondisinya.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 90
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

American Pharmacist Association. 2009. Drug Information Handbook. Edisi 17th.


America: Lexicomp.
Fanouriakis, A., M. Kostopoulou, A. Alunno, M. Aringer, I. Bajema, J. N. Boletis, R.
Cervera, A. Doria, C. Gordon, M. Govoni, F. Houssiau, D. Jayne, M. Kouloumas,
A. Kuhn, J. L. Larsen, K. Lerstrøm, G. Moroni, M. Mosca, M. Schneider, J. S.
Smolen, E. Svenungsson, V. Tesar, A. Tincani, A. Troldborg, R. Van
Vollenhoven, J. Wenzel, G. Bertsias, dan D. T. Boumpas. 2019. 2019 update of
the eular recommendations for the management of systemic lupus erythematosus.
736–745.
Hospital, M. G. dan A. Medical. 2019. Guideline for the management of electrolyte
disturbances in adult patients
Mok CC, L. C. 2003. Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. j clin pathol.
56:481–490.
Rekomendasi perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2011. Rekomendasi Perhimpunan
Reumatologi Indonesia Untuk Diagnosis Dan Pengelolaan Lupus Eritematosus
Sistemik ISBN 978-979-3730-16-5 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang :
Dilarang Memperbanyak , Mencetak Dan Menerbitkan Sebagian Atau Seluruh Isi
Buku Ini Denga
Visser, K., F. A. Houssiau, J. Antonio, dan P. Silva. 2017. Systemic lupus
erythematosus : treatment. Eular on-Line Course on Rheumatic Disease

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 91
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien CKD


+ Anemia + Hipertensi Stage II on
Treatment

(19 Februari – 26 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 92
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien CKD, Anemia, dan Hipertensi Stage II


on Treatment“

di Instalasi Rawat Inap I Ruang 24b

Oleh:
Sub-kelompok IRNA I Ruang 24b
(19 Februari – 26 Februari 2020)

1. Nurlaila Velayati, S. Farm (192211101100)


2. Fihma Amalia Ramadani, S. Farm (1908020007)
3. Siti Anisa, S. Farm (1908020102)
4. Vrizka Sarah I., S.Farm (1908020090)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 93
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 94
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Chronic Kidney Disease ( Gagal Ginjal Kronik)


1.3.1 Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Macam-macam gagal ginjal kronik dapat digolongankan sebagai berikut:
Kelas Penjelasan e-GFR
(ml/menit/1,732)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal >90


atau meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan LFG 60-89
menurun ringan
3A Kerusakan ginjal dengan kerusakan 45-59
ginjal sedang
3B 30-44

4 Kerusakan ginjal dengan LFG 15-29


menurun berat
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

Sumber : (Rivandi dkk., 2015)

1.3.2 Etiologi
Penyebab kerusakan ginjal pada penyakit gagal ginjal kronik adalah multifaktorial
dan kerusakannya bersifat ireversibel. Penyebab gagal ginjal kronik pada pasien
hemodialisis baru di Indonesia adalah glomerulopati primer 14%, nefropati
diabetika 27%, nefropati lupus/SLE 1%, penyakit ginjal hipertensi 34%, ginjal
polikistik 1%, nefropati asam urat 2%, nefropati obstruksi 8%, pielonefritis

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 95
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kronik/PNC 6%, lain-lain 6%, dan tidak diketahui sebesar 1%. Penyebab terbanyak
adalah penyakit ginjal hipertensi dengan persentase 34% (Djamil, 2015)

1.3.3 Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya kerusakan ginjal, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai


awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi yang
terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan skleriosis dari
nefron tersebut. Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada
nefropati diabetik kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek
yang tergantung glukosa, yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide,
prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan
hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-β yang diperantarai
oleh aktivasi protein kinase-C (PKC) yang termasuk dalam serine-threonin kinase
yang memiliki fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi
sel dan permeabilitas kapiler (Rivandi dkk., 2015).

Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik


asam amino dan protein atau reaksi Mallard dan Browning. Pada awalnya, glukosa
akan mengikat residu amino serta non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu
terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih
reversibel dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut terus, akan
terbentuk Advenced Glycation End-Product (AGEs) yang ireversibel. AGEs
diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi
adhesion molecules yang berperan dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada
terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis Nitric
Oxide. Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan
pementukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis (Rivandi dkk., 2015).

Kadar glukosa yang tinggi menyebabkan terjadinya glikosilasi protein


membran basalis, sehingga terjadi penebalan selaput membran basalis, dan terjadi
pula penumpukkan zat serupa glikoprotein membran basalis pada mesangium

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 96
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sehingga lambat laun kapiler-kapiler glomerulus terdesak, dan aliran darah


terganggu yang dapat menyebabkan glomerulosklerosis dan hipertrofi nefron yang
akan menimbulkan nefropati diabetik. Nefropati diabetik menimbulkan berbagai
perubahan pada pembuluh-pembuluh kapiler dan arteri, penebalan selaput
endotelial, trombosis, adalah karakteristik dari mikroangiopati diabetik dan mulai
timbul setelah periode satu atau dua tahun menderita Diabetes Melitus. Hipoksia
dan iskemia jaringan-jaringan tubuh dapat timbul akibat dari mikroangiopati
khususnya terjadi pada retina dan ginjal. Manifestasi mikroangiopati pada ginjal
adalah nefropati diabetik, dimana akan terjadi gangguan faal ginjal yang kemudian
menjadi kegagalan faal ginjal menahun pada penderita yang telah lama mengidap
Diabetes Melitus (Rivandi dkk., 2015).

1.3.4 Manifestasi Klinis

Pada sepertiga penderita PGK mengeluhkan gejala berupa kekurangan


energi (76%), pruritus (74%), mengantuk (65%), dyspnea (61%), edema (58%),
nyeri (53%), mulut kering (50%), kram otot (50%), kurang nafsu makan (47%),
konsentrasi yang buruk (44%), kulit kering (42%), gangguan tidur (41%), dan
sembelit (35%). Modifikasi faktor resiko PGK dilakukan pada hipertensi, obesitas
morbid, sindroma metabolik, hiperkolesterolemia, anemia, dan rokok (Djamil,
2015).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 97
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.5 Tata Laksana

Sumber : (Dipiro, 2015)

1.2 Anemia
1.3.1 Definisi
Anemia adalah suatu kondisi dimana julah sel darah merah berada dibawah
nilai normal. Anemia pada penyakit ginjal kronis atau yang dikenal dengan anemia
renal merupakan komplikasi dari PGK (Penyakit Ginjal Kronis) yang penting
karena memberikan kontribusi yang bermakna terhadap gejala, progresifitas, serta
komplikasi kardiovaskular pada pasien PGK. Anemia pada PGK mulai muncul
pada stadium awal dan memberat seiring dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (LFG). Penyebab utama anemia pada PGK adalah defisiensi relatif
hormon eritropoetin. Eritropoetin adalah salah satu hormon pemicu pembentukan
sel darah merah pada sumsum tulang belakang (Yenny, 2017).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 98
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2.2 Etiologi
Anemia pada pasien ginjal kronik dapat disebabkan oleh defisiensi relatif
dari eritropoetin, tetapi ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya
anemia seperti memendeknya umur sel darah merah, inflamasi akut maupun kronik,
inhibisi sumsum tulang, dan yang paling sering yaitu defisiensi zat besi dan folat.
Anemia yang terjadi pada pasien PGK dapat menyebabkan menurunnya kualitas
hidup pasien. Selain itu anemia pada pasien PGK juga meningkatkan terjadinya
morbiditas dan mortalitas. Selain itu, kondisi komorbid dapat memicu terjadinya
anemia pada PGK (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, 2001)

Tabel 1. Etiologi anemia pasien ginjal kronik. (Perhimpunan Dokter Sp. PD. 2001)

1.2.3 Patofisiologi

Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa mengandung rata-rata 3 – 5 gr


besi, hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin dilepas pada proses
penuaan serta kematian sel dan diangkat melalui transferin plasma ke sumsum
tulang untuk eritropoiesis. Pada peredaran zat besi berkurang, maka besi dari diet
tersebut diserap oleh lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi keto
dalam lambung dan duodenum, penyerapan besi terjadi pada duodenum dan
jejenum proksimal, kemudian besi diangkat oleh tranferin plasma ke sumsum
tulang, untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.
Pembentukan Hb terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium pematangan
besi merupakan susunan atau sebuah molekul dan hemoglobin, jika zat besi rendah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 99
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dalam tubuh maka pembentukan eritrosit atau eritropoetin akan mengganggu


sehingga produksi sel darah merah berkurang, sel darah merah yang berkurang atau
menurun mengakibatkan hemoglobin menurun sehingga transportasi oksigen dan
nutrisi ke jaringan menjadi berkurang, hal ini mengakibatkan metabolisme tubuh
menurun (Price, 1995).

1.2.4 Manifestasi Klinis


Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat,
takikardi, sakit dada, dyspnea, nafas pendek, cepat lelah, pusing, kelemahan, tinitus,
penderita defisiensi yang berat mempunyai rambut rapuh dan halus, kuku tipis rata
mudah patah, atropi papila lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin,
mengkilat, merah daging meradang dan sakit (Guyton, 1997). Manifestasi klinis
anemia besi adalah pusing, cepat lelah, takikardi, sakit kepala, edema mata kaki dan
dispnea waktu bekerja. (Gasche C., 1997:126).

1.2.5 Tata Laksana

Gambar 1. Tatalaksana terapi anemia PGK (Perhimpunan Nefrologi Indonesia,


2012)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 100
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Keterangan gambar :

a. Kotak hitam : terapi besi tidak diberikan


b. Kotak abu-abu : Diberikan terapi besi terkoreksi, terapi ESA ditunda sementara
c. Kotak putih : ESA diberikan bersamaan dengan terapi besi fase pemeliharaan
Pada pasien yang dalam terapi ESA disarankan untuk mengevaluasi status
besi setiap 3 bulan, atau lebih serimg pada pasien dengan risiko kebutuhan besi
yang tinggi seperti, pada pasien yang baru mendapat terapi ESA, atau ada
perdarahan. Hindari pemberian terapi besi pada keadaan infeksi sistemik. Rute
pemberian zat besi sebagai persiapan terapi ESA pada pasien HD
direkomendasikan untuk diberikan intravena (KDIGO,2012). Terapi besi ada
dalam 2 fase yaitu fase koreksi dan fase pemeliharaan. Terapi besi fase koreksi
bertujuan untuk koreksi anemia defisiensi absolut, sampai status besi cukup
yaitu ST ≥20% dan FS mencapai ≥200 ng/ml (PGK-HD). Dosis uji coba (test
dose) dilakukan sebelum mulai terapi besi intravenapertama kali untuk
mengetahui adanya hipersensivitas terhadap besi. Dosis terapi besi fase koreksi
100 mg 2Xper minggu, saat HD, dengan perkiraan dosis total 1000 mg (10×
pemberian) (Mandayam,2006).

Terapi besi fase pemeliharaan bertujuan untuk menjaga kecukupan


kebutuhan besi untuk eritropoiesis selama pemberian terapi ESA dengan target
terapi ST: 20-50%, FS:100-500 ng/ml (PGK-nonD dan PGK-PD) 200-500 ng/ml
(PGK-HD) (Mandayam, 2006). Status besi diperiksa setiap 1-3 bulan dan dosis
terapi besi disesuaikan dengan kadar ST dan FS. Bila ST >50%, tunda terapi besi,
terapi ESA tetap dilanjutkan ST 20-50%. (KDIGO,2012).

Terapi ESA diberikan setelah identifikasi faktor lain yang memperberat


anemia dan lakukan koreksi terlebih dahulu. Selain ltu pastikan bahwa status besi
cukup untuk memulai terapi ESA. Dalam pemberian ESA hendaknya
dipertimbangkan antara potensi manfaat pemberian ESA untuk mengurangi
kebutuhan transfusi dan memperbaiki gejalaanemia dengan potensi risiko seperti
stroke, trombosis akses vaskuler dan hipertensi (KDIGO, 2012). Indikasi terapi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 101
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ESA bila Hb < 10 g/dl dan penyebab lain anemia sudah disingkirkan
(KDIGO,2012). Terapi ESA juga harus memenuhi syarat yaitu tidak ada defisiensi
besi absolute dan tidak ada infeksi yang berat. Kontra indikasi ESA adalah bila
hipersensitif terhadap ESA. Perlu juga diperhatikan pada terapi ESA adalah tekanan
darah yang tinggi serta hiperkoagulasi (Mandayam, 2006). Keputusan untuk
memulai terapi ESA hendaknya melihat kebutuhan pasien secara individu, ada
kemungkinan pasien tertentu sudah membutuhkan ESA dan lebih mendapatkan
manfaat bila dimulai pada tingkat Hb > 10 g/dL (KDIGO, 2012).

1.3 Hipertensi
1.3.1 Definisi
Hipertensi bilamemiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau
tekanan darahdiastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang.

1.3.2 Etiologi
Faktor resiko hipertensi antara lain :
1. Genetik: adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada
orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.8 Selain itu
didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam
keluarga.
2. Obesitas: berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32%
untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk
wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar
internasional). Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 102
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya
resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-
angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal.
3. Jenis kelamin: prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause
salah satunya adalah penyakit jantung koroner.10 Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL
yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi
pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon
estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara
alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
4. Stres: stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin akan
meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung memompa
darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.
5. Kurang olahraga: olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit
tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan
perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih
otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan
pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas
fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk
menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak
jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin
besar pula kekuaan yang mendesak arteri.
6. Pola asupan garam dalam diet: badan kesehatan dunia yaitu World Health
Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat
mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 103
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam)
perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
7. Kebiasaan Merokok: merokok menyebabkan peninggian tekanan darah.
Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi
maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami
ateriosklerosis.

1.3.3 Patofisiologi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral
resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak
terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki
sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang
disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah
dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks.
Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti reflex kardiovaskuler melalui
sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang
berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos.Sedangkan sistem
pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan
rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin.
Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang
dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan
berbagai organ.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang
peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 104
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH,
sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.
Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan
tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah. (Bianti Nuraini,2015 )

1.3.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang
kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah
intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak
mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada malam
hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema
dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. Keterlibatan pembuluh darah otak
dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi
sebagai paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau gangguan tajam
penglihatan. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis,mudah marah,
telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 105
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.5 Tatalaksana

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 106
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
STUDI KASUS
2.1. Profil pasien
Nama/ Jenis kelamin : Ny. D / Perempuan
Umur/ BB/ TB : 58 tahun/53 kg/150 cm
Alamat : Dusun Tawang RT 2/8 Kalipare
MRS/KRS : 18 Februari 2020/22 Februari 2020
Status pasien : JKN
Dokter : dr. Nursamsu
Farmasis : Marlia Arglila Rachmawati, S.Farm., Apt.

Alergi : Tidak ada


Keluhan utama Badan lemas, mual, muntah, nyeri pada
: pinggang sejak 2 minggu, pusing, nafsu
makan menurun.
Riwayat penyakit saat ini : CKD, Diabetes Melititus, Hipertensi
Riwayat kesehatan : Diabetes, Hipertensi
Riwayat pengobatan : Amlodipin 10 mg, candesartan, dan OAD
Diagnosa CKD stage 5, HF cFc stage 2, diabetes

: melitus tipe 2, anemia, hipertensi stage 2

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 107
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2 Data Klinis Pasien

Parameter Nilai 18/2 19/2 20/2 21/2 22/2


Normal

Suhu 36-37 36 37 36,7 36,5 36,6

Nadi 80 80 92 94 88 78

RR 20 20 20 20 20 20

Tek. darah 120/80 175/110 140/90 36,7 130/80 130/80

Parameter 18/2 19/2 20/2 21/2 22/2

Nyeri + + - - -

Lemas + + + + +

GCS 456 456 456 456 456

Mual + + + + +

PARAMETER NORMAL VALUE 18/2 19/2

HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 7,00 9,60
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 3,43 3,21
Leukosit
4,7 – 11,3 103/ µL 7,96 6,88
(WBC)
Hematrokit
38 – 42% 22,90 21,90
(PCV)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 108
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Trombosit
142 – 424 103/ µL 658 658
(PLT)
ESR/LED 0-30 mm/hr
Reticulosit 0,5- 2,20%
MCV 80 – 93 FL 66,58 68,20
MCH 27 - 31 Pg 19,80 19,60
MCHC 32 – 36 g/dL 29,70 28,80
RDW 11,5 – 14,5 % 22,60 22,30
PDW 9-13 7,5 7,9
MPV 7,2 – 11,1 8,0 8,3
P-LCR 15,0 – 25,0 9,0 11,1
PCT 0,150 – 0,400 0,52 0,55
NRBC Absolut 0,01 0,00
NRBC Percent 0,1 0,0
PARAMETER NORMAL VALUE 11/2 14/2
HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 0,3 4,2
Basofil 0–1 0,0 0,2
Neutrofil 51 – 67 80,5 58,5
Limfosit 25 – 33 14,4 29,5
Monosit 2-5 4,8 7,6
Eosinofil
0,02 0,26
Absolut
Basofil Absolut 0,00 0,01
Neutrofil
6,41 3,83
Absolut
Limfosit
1,15 1,83
Absolut
Monosit
0,16 – 1 0,38 0,47
Absolut

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 109
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Immature
Granulosit 0,30 0,30
(%)
Immature
0,02 0,02
Granulosit

NORMAL
PARAMETER 18/2 19/2
VALUE
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glucose fasting 60-110 mg/dl - -
Glucose 2 PP <130 mg/dl --
Glucose Random <200mg/dl 152 245
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 146,6 68,5
Creatinine 0,7-1,5 mg/dl 9,32 4,12
11,2
e-GFR 4,176
03
FAAL HATI
SGOT/AST 11-41 U/I 15 -
SGPT/ALT 10-41 U/I 12 -
Albumin 3,5-5,0 g/dl 3,82 -
URINALYSIS
Warna Kuning, jernih
pH 5,0-8,0 6,0 -
Leukosit 0,5/lpb 3+ -
Nitrit Neg Neg -

Protein/albumin Neg 2+ -

Glukosa Neg Neg -


Keton Neg Neg -

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 110
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Urobilinogen Neg Neg -


RBC Neg Neg -
Sedimen urin
RBC 0,2/lpb 2,5 -
Leukosit 0,5/lpb 166,7 -
Epitelial 0,2/lpb 1,4 -
Silinder Neg Neg -
Kristal Neg Neg -
Bakteri 18209/µl -
NORMAL
PARAMETER 18/2 19/2
VALUE
ELEKTROLIT
Natrium/Na 135-145 mmol/l 137 132
Potasium/K 3,5-5,0 mmol/l 3,97 3,24
Chloride/Cl 98-106 mmol/l 105 99
Calcium/Ca 7,6-11,0 mmol/l - 9,6
Phosphat/PO4 2,5-7,0 mmol/l - 2,4
BGA
Suhu 37,0 -
Hb 7,9 -
pH 7,35-7,45 7,45 -
pCO2 35-45 24,7 -
pO2 80-100 96,1 -
HCO3 21-28 17,3 -
O2 Saturate >95% 98 -
Base excase (-)3 – (+) 3 -6,8 -

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 111
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3 Profil Obat Pasien

Obat Rute Dosis 19/2 20/2 21/2 22/2

Metoclorpamide IV 3x10 mg √ √ √ √
Ciprofloxacin IV 2x200 mg √ √ √ √
Amlodipin PO 1x10 mg √ √ √ √
Valsartan PO 1x80 mg √ √ √ √
CaCO3 IV 2x500 mg √ √ √
KSR PO 2x600 mg √ √ √
Asam Traneksamat IV 3x500 mg √ √
Transfusi PRC IV 2 labu √

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 112
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5 Analisis SOAP

2.5.1 Problem Medis CKD dan Asymptomatic UTI

Subjektif Objektif Assesment Plan

Mual (+) Kolestrol total= 166 1. Simvastatin METO: monitoring perbaikan


mg/dl tanda-tanda klinis pasien.
Indikasi: digunakan untuk memodulasi trombosis
Trigliserida= 98
MESO: Monitoring efek
mg/dl Mekanisme: menghambat koenzim HMG CoA
samping potensial (Sakit kepala)
reduktase yang mensintesis kolestrol.

Dosis:5-10 mg/hari, max=40 mg

Dosis yang diberikan: 1x20 mg (PO)

ESO: sakit kepala, diare, mual,.muntah.

HR : 87x 2. Asetilkolin METO : efektivitas terapi obat


MESO : ruam kulit, insomnia.
Asymptomatic UTI RR : 21x/menit Indikasi : untuk mengobati serebro vaskular

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 113
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

TD : 150/80 Mekanisme : meningkatkan senyawa phospolipid


phospatidicholineuntuk melindungi otak.

Dosis lazim : 250-500 mg 1-2x sehari

Dosis yang diberikan : 3x500 mg IV

ESO : ruam kulit, insomnia

Kadar kalsium: 9,6 Analasis Obat Monioring

1. CaCO3 - Efektivitas : ESO : sakit


Mekanisme : untuk mengobati hiperfosfatemia pada kepala, hipofosfatemia,
pasien dengan insufisiensi ginjal lanjut dengan hiperkalesemia
menggabungkan dengan diet fosfat untuk membentuk
kalsium fosfat yang tidak larut, yang diekskresikan
dalam feses. Kalsium karbonat juga dapat
menetralkan keasaman lambung sehingga
meningkatkan pH lambung dan duodenum

Dosis literatur : 19-50 th 1000 mg/hari

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 114
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis pasien : 2 dd 600 mg

Rute : per oral

DRP : potensi efek samping

Kalium : 3,24 Analisis obat METO : kadar kalium

1. KSR (Pottasium chlorida) MESO : diare, mual, muntah

Indikasi : untuk meningkatkan kadar kalium dalam


darah dan mencegah terjadinya hipokalemia

Mekanisme kerja : Kalium adalah kation utama cairan


intraseluler dan sangat penting untuk konduksi
impuls saraf di jantung, otak, dan otot rangka;
kontraksi otot jantung, tulang, dan otot polos;
pemeliharaan fungsi ginjal normal, keseimbangan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 115
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

asam-basa, metabolisme karbohidrat, dan sekresi


lambung

Dosis literatur : 40-100 mEq/day

Dosis pasien : 2x600mg

ESO : nyeri perut, diare, konstipasi, mual, mual,


muntah

Pendarahan post op Analisis obat METO : perdarahan (-)

1. Asam traneksamat MESO : diare, mual, muntah


Mekanisme kerja: membentuk kompleks,
menggantikan plasminogen dan fibrin, sehingga
menghambat fibrinolysis dan aktivitas proteolitik
plasmin

Dosis literature: 10 mg/kg

Dosis pasien : 3X500 mg

Rute : injeksi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 116
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Interaksi : agen fibrinolitik → meningkatkan efek


toksik

DRP : potensi efek samping diare, mual, muntah

2.5.2 Anemia

Subjektif Objektif Assesment Plan

Lemas, pucat Hb : 7,0 Analisis obat Monitoring

Terapi : 1. Transfusi PRC 2 lb tgl 19 Feb 20 - Efektivitas → kadar Hb →


target ≥ 10 g/dL
1. transfusi • Mekanisme kerja : menggantikan zat besi
PRC

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 117
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5.3 Hipertensi

Subjektif Objektif Assesment Plan

TD : 175/110 Analisis obat Monitoring

Terapi HT 1. Amlodipin - Efektivitas : tekanan darah →


target ≤ 140/90 mmHg
2. Amlodipin Mekanisme kerja :menghambat kanal kalsium sehingga
mendilitasi pembuluh darah. ESO : pheriperal edema
3. Valsartan
(>10%), sakit kepala
Dosis literatur : PO = satu kali sehari 5-10 mg/hari, dapat
4.
ditingkatkan sampai 10-20 m/hari. Monitoring DRP: Tekanan
darah
Dosis pasien : PO = 1x10 mg

Rute : Peroral

DRP :

pheriperal edema (>10%), sakit kepala

Penggunaan bersama dengan CaCO3 dapat menurunkan


efektivitas amlodipin.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 118
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. .Valsartan

Mekanisme kerja : memblokade reseptor AT1 sehingga


menyebabkan vasodilatasi, peningkatan ekskresi Na dan cairan,
(mengurangi volume plasma), menurunkan hipertrofi vaskular.

Dosis literatur : PO = awal 1x80 mg atau 1x160 mg, max 3200


mg/hari

Dosis pasien : PO = 1x80 mg Monitoring

Rute : Peroral - Efektivitas : tekanan darah →


target ≤ 140/90 mmHg
Garam kalsium → menurunkan efek terapi CCB
ESO : pusing
DRP : - potensi meningkatkan kadar BUN
Monitoring DRP : kadar kalium
- potensi hiperkalemia jika digunakan bersama obat golongan
dalam darah
ARB

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 119
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

Pasien Ny. D masuk rumah sakit pada tanggal 18 Februari 2020 dengan
keluhan lemas, mual, muntah 3x, nyeri pada pinggang sejak 2 minggu, pusing, dan
mengalami penurunan pada makan dan minum. Pasien mendapatkan diagnosa
yaitu gagal ginjal kronik atau CKD stage 5. Penyebab pasien mengalami CKD yaitu
akibat penyakit diabetes melitus karena kadar glukosa yang tinggi menyebabkan
terjadinya glikosilasi protein membran basalis, sehingga terjadi penebalan selaput
membran basalis, dan terjadi pula penumpukkan zat serupa glikoprotein membran
basalis pada mesangium sehingga lambat laun kapiler-kapiler glomerulus terdesak,
dan aliran darah terganggu yang dapat menyebabkan glomerulosklerosis dan
hipertrofi nefron yang akan menimbulkan nefropati diabetik (Rivandi dkk., 2015).
Pada pasien DM dengan CKD yang menerima tindakan hemodialisa pengobatan
anti DM bisa dihentikan karena setelah dilakukan tindakan hemodialisa kadar gula
yang terkandung dalam darah akan kembali normal dan jika tetap diberikan obat
anti DM kemungkinan besar akan menyebabkan hypoglikemik. Sehingga obat anti
diabetesnya dapat dihentikan.

Pada pasien CKD satge 5 kadar ureum dan kreatinin dalam tubuh meningkat
dan nilai e-GFR menurun. Kadar ureum yang tinggi dalam darah menimbulkan
perasaan mual dan muntah. Mual, karakteristik pasien (jenis kelamin dan usia), dan
depresi berhubungan dengan penurunan nafsu makan. Mual muntah yang terjadi
pada pasien CKD disebabkan karena tumpukan limbah dan kotoran dalam darah
tidak dapat diekskresikan yang dapat menyebabkan terganggunya pusat refleks
muntah di otak dan sistem pencernaan sehingga pada pasien CKD sering
mengeluhkan mual dan muntah. Untuk obat pulang pasien tidak diberikan obat
untuk mengatasi mual dan muntah karena setelah mendapatkan tindakan
hemodialisa tumpukan limbah dan kotoran yang terkandung dalam darah sudah
dibersihkan dan keluhan mual muntah pasien sudah berkurang. Sedangkan nafsu
makan berkurang berhubungan dengan pasien yang berusia lebih tua dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 120
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mengalami depresi. Selain itu, penurunan nafsu makan juga berhubungan dengan
lama pasien menjalani terapi hemodialisis (Gipas dkk., 2017). Terapi untuk mula
pasien yaitu digunakan metoclorpamid dengan dosis 3 x 10 mg. Mekanisme kerja
dari metoclopramid yaitu menghambat reseptor dopamine dan menghambat
reseptor serotonin di CNS. Pada penggunaan metoclorpamide perlu dimonitoring
untuk efek samping obat yaitu ekstrapiramidal sindrom dengan gejala badan kaku,
tremor, demam (Haafizah Dania dkk., 2019).

Kadar kalium darah harus dipertahankan dalam batas normal. Pada


beberapa pasien, kadar kalium darah meningkat disebabkan karena asupan kalium
dari makanan yang berlebihan atau obat- obatan yang diberikan. Anjuran asupan
kalium tidak selalu dibatasi, kecuali bila terjadi hiperkalemia yaitu kalium darah >
5.5 mEq, jumlah urine sedikit atau GFR/CCT kurang atau sama dengan 10 ml/mt.
Pada kondisi ini anjuran asupan kalium berkisar 40-70 mEq/hari atau 1600-2800
mg/hari atau 40 mg/kgBB/hari, hindari makanan tinggi sumber kalium. Pada
nefropati diabetik dengan terapi pengganti hemodialisis kebutuhan kalium dapat
dihitung berdasarkan pengeluaran urine sehari, yaitu kebutuhan dasar 2000 mg +
jumlah urine sehari (Rivandi dkk., 2015). Terapi untuk mempertahankan kadar
kalium dalam darah pada pasien CKD yaitu KSR (kalium klorida) dengan
mekanisme kerja yaitu sebagai kation utama cairan intraseluler dan sangat penting
untuk konduksi impuls saraf di jantung, otak, dan otot rangka; kontraksi otot
jantung, tulang, dan otot polos; pemeliharaan fungsi ginjal normal, keseimbangan
asam-basa, metabolisme karbohidrat, dan sekresi lambung. Dosis yang digunakan
pada pasien yaitu 2x00 mg. Monitoring kadar kalium perlu dilakukan pada pasien
agar tidak terjadi hiperkalemia dan efek samping obat yaitu diare, mual, dan
muntah.

Hipokalsemia atau kadar kalsium darah < 8.5 mg/dl kadang terjadi pada
pasien nefropati diabetik. Penyebabnya adalah asupan kalsium yang tidak adekuat
dan penyerapan yang tidak baik, oleh karena itu biasanya diberikan suplemen
kalsium dalam bentuk tablet. Asupan kalsium yang dianjurkan adalah 1200
mg/hari. Salah satu suplemen kalsium yang biasa diberikan adalah kalsium

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 121
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

karbonat, selain sebagai suplemen naum juga berfungsi sebagai pengikat fosfat.
Kadar kalsium darah yang diharapkan berkisar 8.5 – 11 mg/dl. Ny. D juga
mengalami asimptomatik infeksi saluran kemih, digunakan ciprofloxacin sebagai
terapi empiris. Mekanisme kerja dari ciprofloxacin yaitu menghambat DNA-girase
pada organisme yang rentan; menghambat relaksasi DNA superkoil dan
meningkatkan kerusakan DNA beruntai ganda. Dosis pada pasien ginjal normal
adalah 500-750 mg/12 jam namun pada pasien gangguan ginjal diperlukan
adjusment dosis karena Clcr <10ml/menit yaitu 50%. Beberapa obat yang diberikan
untuk pasien CKD perlu adjusment dose karena pada pasien CKD fungsi ginjal
untuk mengekskresikan obat sudah berkurang, sehingga terjadi penumpukan kadar
obat dalam darah yang mengakibatkan terjadinya toksisitas obat.

Clcr pada pasien tanggal 18/2/2020 = 5,50 ml/menit

19/2/2020 = 12,45 ml/menit

Jadi, diperlukan adjusment dosis yaitu 50% dari 500 mg (dosis pasien ginjal
normal). Hasil yang didapatkan yaitu 250 mg ( range dosis 200-400 mg). Pada obat
ini, terjadi DRP yaitu penggunaan bersama dengan caco3 dapat menurunkan
efektivitas ciprofloxacin pada fase absorbsi. Maka, dari penggunaan obat ini, perlu
dilakukan monitoring DRP yaitu dengan pemberian di jeda antara ciprofloxacin dan
CaCo3 ( 2 jam sebelum atau 6 jam sesudah penggunaan CaCo3, monitoring
efektivitas obat dan monitoring efek samping obat yaitu mual.

Hiperfosfat terjadi pada pasien dengan nilai fosfor 2,4. Terapi yang di
gunakan yaitu CaCo3 dengan dosis 2x 600 mg. efek samping yang dapat terjadi
pada pengobatan ini yaitu sakit kepala, hipofosfatemia, hiperkalesemia. Sehingga,
perlu dilakukan monitoring efektivitas dan efek samping obat.

Kondisi anemia pada Ny. D ditandai dengan keluhan badan lemas yang
dirasakan oleh Ny.S selain itu pada tanggal 18 Februari 2020 hasil data lab
hemoglobin Ny.S menunjukkan angka 7,90 g/dL dimana nilai tersebut berada
dibawah batas normal (Target Hb pada pasien CKD adalah 8 g/dL). Anemia pada
pasien dengan CKD utamanya disebabkan kurangnya produksi eritropoetin karena
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 122
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kerusakan ginjalnya. Faktor lain yang menyebabkan anemia antara lain defisiensi
besi, inflamasi akut maupun kronik, inhibisi pada sumsum tulang dan pendeknya
masa hidup eritrosit. Maka dari itu, pasien diberi terapi transfusi PRC pada selama
1 hari, yaitu pada tanggal 19 Februari 2020. Dosis transfusi PRC yang diberikan
adalah 2 labu perhari. Transfusi PRC untuk pasien anemia dapat meningkatkan
konsentrasi Hb dalam waktu singkat tetapi tidak dapat mengatasi penyebab
gangguan yang terjadi. Pasien harus mendapatkan terapi zat besi dan diikuti dengan
transfusi bila memang diperlukan (Dipiro dkk, 2008). Pemberian tranfusi yang
melebihi target hingga 10g/dL sampai 12g/dL tidak direkomendasikan karena dapat
menyebabkan kelebihan volume cairan, hyperkalemia, hipotermi. Selain itu,
tranfusi juga memiliki resiko penularan penyakit seperti hepatitis virus B dan C,
infeksi HIV dan juga dapat terjadi reaksi tranfusi.

Ny. D pada tanggal 21 Februari 2020 melakukan operasi, namun setelah


operasi mengalami pendarahan sehingga diberikan terapi asam traneksamat pada
tangga 21 dan 22 Februari 2020 dengan mekanisme obat membentuk kompleks,
menggantikan plasminogen dan fibrin, sehingga menghambat fibrinolysis dan
aktivitas proteolitik plasmin, dengan dosis 3x500 mg. DRP yang terjadi potensi efek
samping diare, mual, muntah. Sehingga diperlukan monitoring DRP yaitu diare,
mual, muntah dan monitoring efektivitas obat terhadap pendarahan pasien.

Ny. D memiliki penyakit hipertensi bersamaan dengan penyakit CKD.


Pasien memiliki hasil tekanan darah 175/110 mmHg yang mana hasil tersebut
dalam stage hipertensi termasuk dalam stage II. Terapi yang didapatkan pasien yaitu
sesuai dengan guidline untuk hipertensi digunakan terapi kombinasi yaitu CCB,
ACE I atau ARB. Pasien mendapatkan terapi amlodipin dan valsartan. Pasien
medapatkan terapi pada tanggal 18 februari sampai 22 februari secara rutin.
Amlodipin merupakan golongan calcium channel blocker (CCB) dengan
mekanisme kerja menghambat ion kalsium masuk otot jantung selama depolarisasi,
menghasilkan relaksasi otot halus pembuluh darah dan vasodilatasi koroner. Dosis
yang didapatkan pasien yaitu 1x10 mg hal ini sesuai dengan dosis literatur pada
DIH karena dosis maksimal 10 mg/hari. Terdapat DRP pada penggunaan obat ini

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 123
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

yaitu periperal edema, sakit kepala, dan penggunaan bersama dengan CaCo3 dapat
menurunkan efektivitas amlodipin. Monitoring yang dapat dilakukan yaitu tekanan
darah dengan target 10/90 mmHg, monitoring efek samping obat yaitu pheriperal
edema dan sakit kepala.
Valsartan merupakan golongan angiotensin reseptor blocker dengan mekanisme
kerja menghambat reseptor angiotensin II yang menyebabkan pembuluh pembuluh
darah menyempit. Dosis yang diberikan pada pasien yaitu 1 x 80 mg secara peroral
selama 5 hari di RS secara rutin, pemberian ini sesuai dengan dosis yang terdapat
pada literatur yaitu dosis peroral 1 x 80 mg dengan maksimal 3200 mg/hari mg/hari
(DIH,2008). Penggunaan valsartan memiliki efek samping yaitu pusing sehingga
perlu dimonitoring efek samping obat pada penggunaan valsartan. Terdapat DRP
pada penggunaan obat ini yaitu potensi meningkatkan kadar BUN, potensi
hiperkalemia jika digunakan bersama obat golongan ARB. Sehingga perlu
dilakukan monitoring DRP yaitu kadar kalium dalam darah, selain itu monitoring
efektivitas yaitu tekanan darah dengan target ≤ 140/90 mmHg dan monitoring ESO
yaitu pusing.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 124
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN

Pasien Ny. D dengan diagnosa akhir CKD (Chronic Kidney Diease) yaitu
penyakit ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif
dan irreversible karena berbagai penyebab seperti diabetes melitus, masuk rumah
sakit pada tanggal 18 Februari dan keluar rumah sakit pada tanggal 22 Februari
2020. Pengobatan yang telah diterima pasien sesuai yang telah diterima. Terapi
CKD yang diberikan yaitu CaCO3 2x600 mg, KSR 2x600 mg, ciprofloxacin 2x200
mg. pasien menerima terapi anemia berupa tranfusi PRC 2 labu perhari. Terapi
hipertensi yang diberikan adalah amlodipin 1x10 mg/hari dan valsartan 1x80
mg/hari. Pasien melakukan operasi pada tanggal 21 Februari 2020 dan mengalami
pendarahan post operasi sehingga diberikan terapi asam traneksamat dengan dosis
3x500 mg.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 125
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Bianti Nuraini. 2015. Risk Factors Of Hypertension. J MAJORITY 4(5): 10-19.


Dipiro, J. T. 2015. Pharmacotherapy Handbook. Edisi 9. Richmond, Virginia:
School of Pharmacy Virginia Commonwealth University.
Djamil, M. 2015. Artikel penelitian gambaran klinis penderita penyakit ginjal
kronik yang. 7(1):42–50.

Dr. Dr. Yenny Kandarini, SpPD-KGH. 2017. Penatalaksanaan Anemia Pada


Penyakit Ginjal Kronik. SMF Ilmu Penyakit Dalam, Universitas Denpasar.
Denpasar.

Gasche C., (1997). Intravenous Iron and Erythropoletin for Anemia Associated with
Crohn’s disease, Ann Intern Med, page 126.

Gipas, J., R. Prof, M. Soekarjo, U. F. Rokhmah, dan D. U. Purnamasari. 2017.


Faktor- faktor yang berhubungan dengan hemodialisis (studi kasus di rsud prof
. dr . margono soekarjo) factors associated with diminished appetite in chronic
kidney disease patients undergoing hemodialysis therapy ( case study in
ditandai glomerular filtration rate. 1(November)

Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC. P. 208 – 212, 219 – 223, 277 – 282, 285 – 287

Haafizah Dania, I. N. F., K. F. Rahmah, dan D. A. P. , Rizky Abdulah, Melisa I.


Barliana. 2019. Hubungan pemberian terapi antipsikotik terhadap kejadian
efek samping sindrom ekstrapiramidal pada pasien rawat jalan di relationship
between the use of antipsychotic and incident of extrapyramidal syndrome on
schizophrenic outpatients at one of hospitals. 8(1)

KDIGO Clinical Practice Guideline for Anemia in Chronic Kidney Disease.Kidney.


Int Suppl 2012: 283-308.

Kidney international suplement.KDIGO clinical practice guideline for anemia in


chronic kidney disrase. Official jounal of the international society of
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 126
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

nephrology. Vol. 2/isue 4/august(2).2012. ISN

Mandayam S, Mitch WE. Diteray protein restriction benefits patients with chronic
kidney disease. Nephrology. 2006;11:53-57

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2001

Price, Sylvia (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,Edisi 4,


EGC: Jakarta

Rivandi, J., A. Yonata, F. Kedokteran, U. Lampung, B. Ilmu, P. Dalam, F.


Kedokteran, dan U. Lampung. 2015. Hubungan diabetes melitus dengan
kejadian gagal ginjal kronik relationship between diabetic nephropathy and
incident with chronic kidney disease.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 127
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien TB-


RO (TB-MDR + HIV + Candidiasis
Osofaringeal + Nausea –Vomiting +
Hipoalbumin

(27 Februari – 05 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 128
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien TB-RO (TB-MDR + HIV +


Candidiasis Osofaringeal + Nausea –Vomiting + Hipoalbumin “
di Instalasi Rawat Inap 1 Ruang 23

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA 2 Ruang 23
(27 Februari – 05 Maret 2020)

1. Firqin Fuad Riansyah, S. Farm (051913143001)


2. Viergicindy Wahyu H., S. Farm (051913143005)
3. Pristia Rakhmawati, S. Farm (051913143018)
4. An Nisa Nur Laila, S. Farm (051913143025)
5. Tutut Dwi Cahyati, S. Farm (051913143031)
6. Hana Olivia Damayanti, S. Farm (051913143109)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 129
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 130
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Tinjauan HIV (problem medis 1)


1.1.1 Definisi
HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan suatu virus
yang menyerang sistem imun manusia dan melemahkan kemampuan tubuh
untuk memerangi infeksi serta dapat menyebabkan AIDS atau Acquired
Immunodeficiency Syndrome (WHO, 2016). Gejala yang ditimblkan apabila
sesorang terinfeksi HIV bervariasi, apabila virus semakin melemahkan
sistim kekebalan tubuh, seseorang dapat mengalami pembengkakan
kelenjar getah bening, penurunan berat badan, demam, diare dan batuk.
Tanpa pengobatan yang tepat, HIV dapat memicu munculnya penyakit baru
seperti tuberculosis, meningitis kriptokokus dan kanker limfoma. Pada
tahun 2019, sejumlah 24.500.000 orang di dunia menerima terapi
antiretroviral (ARV) (WHO, 2019).
1.1.2 Etiologi
HIV merupakan enveloped single-stranded RNA virus dan salah
satu subfamily dari Lentivirinae retrovirus. Terdapat 2 tipe virus HIV, yaitu
HIV-1 dan HIV-2. HIV-2 lebih banyak ditemukan di Afrika barat dan terdiri
dari 7 subtipe phylogen dari A sampai G. HIV-1 juga dapat dikategorikan
berdasarkan phylogen yaitu tipe M (Major), N (non-M, non-O) dan O
(Outlier). HIV menginfeksi reseptor CD4, seperti limfosit sel T helper,
monosit, makrofag, sel dendrit dan mikroglia otak (Dipiro et.al, 2015).
Infeksi HIV dapat menular melalui hubungan seksual tanpa pelindung
dengan seseorang yang terinfeksi, ketika darah yang terinfeksi masuk ke
pembuluh darah orang lain dan dari wanita yang terinfeksi kepada bayinya,
selama kehamilan, kelahiran atau menyusui (Dipiro et.al, 2015).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 131
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.3 Patofisiologi
Human Immunodeficiency Virus merupakan retrovirus obligat
intraselular dengan replikasi sepenuhnya di dalam sel host. Perjalanan infeksi
HIV di dalam tubuh manusia diawali dari interaksi gp120 pada selubung HIV
berikatan dengan reseptor spesifik CD4 yang terdapat pada permukaan
membran sel target (kebanyakan limfosit T-CD4+). Sel target utama adalah
sel yang mempu mengekspresikan reseptor CD4 (astrosit, mikroglia,
monosit-makrofag, limfosit, Langerhan’s dendritik) (Dipiro et.al, 2015).
Glikoprotein terdiri dari dua sub-unit gp120 dan gp41. Sub unit 120
mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor CD4 dan bertanggung jawab
untuk ikatan awal virus pada sel. Perlekatan ini menginduksi perubahan
konformasi yang memicu perlekatan kedua pada koreseptor. Dua reseptor
kemokin utama yang digunakan oleh HIV adalah CCR5 dan CXCR4. Ikatan
dengan kemoreseptor ini menginduksi perubahan konformasi pada sub unit
glikoprotein 41 (gp41) yang mendorong masuknya sekuens peptida gp41 ke
dalam membran target yang memfasilitasi fusi virus. Setelah terjadinya fusi,
virus tidak berselubung mempersiapkan untuk mengadakan replikasi.
Material genetik virus adalah RNA single stand-sense positif (ssRNA), virus
harus mentranskripsi RNA ini dalam DNA secara optimal pada replikasi sel
manusia (transkripsi normal terjadi dari DNA ke RNA, HIV bekerja mundur
sehingga diberi nama retrovirus). Untuk melakukannya HIV dilengkapi
dengan enzim unik RNA-dependent DNA polymerase (reverse
transcriptase) (WHO, 2016).
Reverse transcriptase pertama membentuk rantai DNA
komplementer, menggunakan RNA virus sebagai templet. Hasil sintesa
lengkap molekul double-strand DNA (dsDNA) dipindahkan ke dalam inti
dan berintegrasi ke dalam kromoson sel tuan rumah oleh enzim integrase.
Integrasi ini menimbulkan beberapa masalah, pertama HIV dapat
menyebabkan infeksi kronik dan persisten, umumnya dalam sel sistem imun
yang berumur panjang seperti Tlimfosit memori. Kedua, pengintegrasian
acak menyebabkan kesulitan target. Selanjutnya integrasi acak pada HIV ini

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 132
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menyebabkan kelainan seluler dan mempengaruhi apoptosis. Gabungan


DNA virus dan DNA sel inang akan mengalami replikasi, transkripsi dan
translasi. DNA polimerase mencatat dan mengintegrasi provirus DNA ke
mRNA, dan mentranslasikan pada mRNA sehingga terjadi pembentukan
protein virus. Pertama, transkripsi dan translasi dilakukan dalam tingkat
rendah menghasilkan berbagai protein virus seperti Tat, Nef dan Rev. Protein
Tat sangat berperan untuk ekspresi gen HIV, mengikat pada bagian DNA
spesifik yang memulai dan menstabilkan perpanjangan transkripsi. Belum
ada fungsi yang jelas protein Nef. Protein Rev mengatur aktivitas post
transkripsional dan sangat dibutuhkan untuk reflikasi HIV (Dipiro et.al,
2015). Perakitan partikel virion baru dimulai dengan penyatuan protein HIV
dalam sel inang. Nukleokapsid yang sudah terbentuk oleh ssRNA virus
disusun dalam satu kompleks. Kompleks nukleoprotein ini kemudian
dibungkus dengan 1 membran pembungkus dan dilepaskan dari sel pejamu
melalui proses “budding” dari membran plasma. Kecepatan produksi virus
dapat sangat tinggi dan menyebabkan kematian sel (Rahmawati, 2018).
1.1.4 Stadium Klinis HIV/AIDS
Berdasarkan pada Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi
HIV dan Terapi Antiretroviral, 2011, stadium klinis HIV/AIDS terdiri
dari 4 stadium seperti pada gambar 1.1.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 133
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.1 Stadium Klinis HIV/AIDS


1.1.5 Manajemen Terapi
Penderita HIV tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat diperlambat
perkembangannya. Inisiasi ART secara dini terbukti bermanfaat secara klinis,
berguna untuk pencegahan, meningkatkan harapan hidup dan menurunkan
insiden infeksi terkait HIV dalam populasi. Rekomendasi inisiasi ART pada
dewasa dan anak dapat dilihat dalam tabel 1 (Permenkes RI, 2014).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 134
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 1.1 Rekomendasi Inisiasi ART pada Dewasa dan Anak (WHO, 2016)
Populasi Rekomendasi
Dewasa dan anak ≥ 5 Inisiasi ART pada orang terinfeksi HIV stadium
Tahun klinis 3 dan 4, atau jika jumlah CD4 ≤ 350 sel/mm3
Inisiasi ART tanpa melihat stadium klinis WHO dan
berapapun jumlah CD4
Koinfeksi TB
Koinfeksi Hepatitis B
Ibu hamil dan menyusui terinfeksi HIV
Orang terinfeksi HIV yang pasangannya HIV
negatif(pasanganserodiskordan),untuk
mengurangi risiko penularan
LSL, PS, Waria, atau Penasun
Populasi umum pada daerah dengan epidemi
HIV meluas
Inisiasi ART tanpa melihat stadium klinis WHO dan
Anak < 5 tahun
berapapun jumlah CD4

Tujuan utama terapi antiretroviral adalah untuk mengurangi morbiditas dan


mortalitas, meningkatkan kualitas hidup, memulihkan dan menjaga fungsi
kekebalan tubuh, danmencegah penularan lebih lanjut melalui penekanan
maksimum replikasi HIV. Setelah memulai terapi, pasien biasanya dipantau pada
interval 3 bulan dengan imunologis (yaitu jumlah CD4), virologi (viral load), dan
penilaian klinis. Untuk mengubah terapi ada dua indikasi umum yaitu: toksisitas
yang signifikan dan kegagalan pengobatan (Dipiro et.al, 2015).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 135
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Panduan ARV Lini Pertama


Pilihan paduan ARV lini pertama berikut ini berlaku untuk ODHA yang belum
pernah mendapatkan ARV sebelumnya (naive ARV).

Tabel 1.2 ARV lini pertama untuk anak usia 5 tahun ke atas dan dewasa,
termasuk ibu hamil dan menyusui, ODHA koinfeksi hepatitis B, dan ODHA
dengan TB
Paduan pilihan TDF + 3TC (atau FTC) + EFV dalam bentuk KDT
AZT + 3TC + EFV (atau NVP)
Paduan alternatif
TDF + 3TC (atau FTC) + NVP

Pemantauan Setelah Pemberian ARV


Pemantauan setelah pemberian ARV bertujuan untuk mengevaluasi respons
pengobatan. Evaluasi ODHA selama dalam pengobatan dilakukan bersama-
sama antara dokter, perawat, dan konselor. Evaluasi tidak hanya dilakukan untuk
kondisi fisik, namun juga psikologis, untuk membantu ODHA dan keluarganya
selama menjalani pengobatan (Permenkes RI, 2014):

Pemantauan terhadap efek samping ARV dan substitusi ARV


Saat ini paduan ART yang dianjurkan (KDT) dalam lini pertama mempunyai
efek samping minimal (jarang terjadi), kurang toksik dan sederhana (sekali
sehari), sehingga akan meningkatkan kepatuhan pengobatan. Efek samping
(toksisitas) ARV dapat terjadi dalam beberapa minggu pertama setelah inisiasi
hingga toksisitas pada pemakaian lama seperti dalam tabel dibawah. Kebanyakan
reaksi toksisitas ARV tidak berat dan dapat diatasi dengan memberi terapi
suportif. Efek samping minor dapat menyebabkan ODHA tidak patuh minum
obat, karenanya tenaga kesehatan harus terus mengkonseling ODHA dan
mendukung terapi. Prinsip penanganan efek samping akibat ARV adalah sebagai
berikut (Permenkes RI, 2014):
a. Tentukan beratnya toksisitas
b. Evaluasi obat yang diminum bersamaan, dan tentukan apakah toksisitas
terjadi karena (satu atau lebih) ARV atau karena obat lainnya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 136
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1. Pertimbangkan proses penyakit lain (seperti hepatitis virus atau sumbatan


bilier jika timbul ikterus)
2. Tata laksana efek samping bergantung pada beratnya reaksi.
Penanganan secara umum adalah:
a. Derajat 4, reaksi yang mengancam jiwa: segera hentikan semua obat
ARV, beri terapi suportif dan simtomatis; berikan lagi ARV dengan
paduan yang sudah dimodifikasi (contoh: substitusi 1 ARV untuk obat
yang menyebabkan toksisitas) setelah ODHA stabil
b. Derajat 3, reaksi berat: ganti obat yang dicurigai tanpa menghentikan
pemberian ARV secara keseluruhan.
c. Derajat 2, reaksi sedang: beberapa reaksi (lipodistrofi dan neuropati
perifer) memerlukan penggantian obat. Untuk reaksi lain, pertimbangkan
untuk tetap melanjutkan pengobatan; jika tidak ada perubahan dengan
terapi simtomatis, pertimbangkan untuk mengganti 1 jenis obat ARV
d. Derajat 1, reaksi ringan: tidak memerlukan penggantian terapi.
3. Tekankan pentingnya tetap meminum obat meskipun ada toksisitas pada
reaksi ringan dan sedang
4. Jika diperlukan, hentikan pemberian terapi ARV apabila ada toksisitas yang
mengancam jiwa. Perlu diperhatikan waktu paruh masing-masing obat untuk
menghindari kejadian resistensi (Dipiro et.al, 2015).
Berikut dalam tabel 1.3 adalah toksisitas ARV lini pertama yang mungkin
terjadi, faktor risiko, dan pilihan substitusinya.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 137
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 1.3 Toksisitas ARV dan substitusinya


ARV Tipe Toksisitas Faktor Risiko Pilihan Substitusi
Sudah ada penyakit ginjal
sebelumnya, usia lanjut, IMT <
Disfungsi tubulus;
18,5 atau BB < 50 kg, DM atau
Renalis sindrom
HT tidak terkontrol, penggunaan
fanconi
bersama obat nefrotoksik lain
atau boosted PI
Riwayat osteomalasia dan AZT atau d4T
Menurunnya densitas fraktur patologis, faktor risiko
TDF
mineral tulang osteoporosis atau bone-loss
lainnya
Asidosis laktat atau
Penggunaan NRTI yang lama;
Hepatomegali dengan
Obesitas
steatosis
Jika TDF dihentikan karena Gunakan alternatif
Eksaserbasi hepatitis toksisitas lainnya pada obat hepatitis lain
B (hepatic flares) koinfeksi hepatitis B seperti entecavir

Toksisitas SSP persisten NVP jika ODHA


Sudah ada gangguan mental
(mimpi buruk, tidak dapat
atau depresi sebelumnya;
depresi, kebingungan, mentoleransi
penggunaan siang hari
halusinasi, psikosis) NNRTI lain,
Memiliki penyakit hati gunakan LPV/rc
EFV
Hepatotoksisitas sebelumnya, penggunaan atau pada anak
bersama obat hepatotoksik lain dapat juga
digunakan 3
Kejang Riwayat kejang NRTI jika LPV/rc
tidak tersedia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 138
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2. Tinjauan TB-RO (problem medis 2)


1.2.1 Defisini dan Etiologi
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar bakteri tuberkulosis
menyerang organ paru, namun dapat pula menyerang organ tubuh lainnya.
Berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terinfeksi, tuberkulosis dapat
diklasifikasikan menjadi tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru.
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan pemberian antibiotik yang dikenal
dengan sebutan Obat Antituberkulosis (OAT) dengan jangka waktu pengobatan 6
bulan, yaitu 2 bulan fase intensif dan 4 bulan fase lanjutan. Jangka waktu
pengobatan yang terbilang lama inilah yang membuat pasien enggan menuntaskan
masa pengobatan, sehingga meningkatkan resiko terjadinya resistensi antibiotik
terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis. Hal tersebut mengakibatkan penyakit
tuberkulosis berkembang menjadi tuberkulosis resisten obat (TB-RO) (Pendoman
Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2017).
Potensi terjangkit tuberkulosis resisten obat (TB-RO) selain dari pengobatan
yang tidak tuntas, juga dapat disebabkan karena kambuhnya penyakit tuberkulosis
setelah dinyatakan sembuh, kontak dengan pasien TB-MDR, dan pasien HIV
dengan ko infeksi TB. Tuberkulosis resisten obat (TB-RO) merupakan tuberkulosis
yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang telah mengalami
kekebalan terhadap obat antituberkulosis (OAT) dan dapat diklasifikasikan menjadi
5 kategori antara lain (WHO consolidated guidelines on drug-resistant tuberculosis
treatment, 2019):
a. TB Mono Resistant (TB-MR)
Tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis kebal
terhadap satu obat pada lini pertama OAT.
b. TB Poli Resistant (TB-PR)
Tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis kebal
terhadap lebih dari satu obat pada lini pertama OAT.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 139
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

c. TB Multi Drug Resistant (TB-MDR)


Tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis kebal
terhadap obat antituberkulosisi yang paling poten yaitu rifmpisin dan isoniazid
secara bersama-sama dan/atau disertai dengan obat lini pertama lainnya.
d. TB Extensively Drug Resitant (TB-XDR)
Tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis kebal
terhadap obat antituberkulosis golongan fluoroquinolon dan minimal satu obat
antituberkulosis injeksi.
e. TB Rifampicin Resistant (TB-RR)
Tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis kebal
terhadap obat rifampicin.
1.2.2 Manajemen Terapi
Alur pengobatan tuberkulosis resisten obat (TB-RO) diawali dengan
pemeriksaan tes cepat molekuler (TCM) terhadap terduga TB. Pemeriksaan TCM
dilakukan bertujuan untuk mengetahui sensitifitas terhadap obat antituberkulosis
rifampisin. Berdasarkan WHO consolidated guidelines on drug-resistant
tuberculosis treatment, 2019 panduan regimen terapi pada pasien TB-MDR/TB-RR
dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu long treatment regimens (LTR) dan
short treatment regimen (STR). Paduan terapi jangka panjang terdiri dari 3A + 2B
yaitu 3 obat dari grup A dan 2 obat dari grup B. Apabila obat dari grup A kurang
dari 3 maka dapat ditambahkan 1 atau lebih obat dari grup C (<3A + 2B + >1 C).
Obat grup A terdiri dari levofloxacin atau moxifloxacin, bedaquiline, dan linezolid.
Obat grup B terdiri dari clofazimin dan cycloserin atau terizidone, sedangkan obat
grup C terdiri etambutol, delamanid, yrazinamid, imipenem-cilastin atau
meropenem, amikacin atai streptomycin, ethionamid atau prothoamide, dan p-
aminosalicylic acid.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 140
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.2 Tabel pengobatan pasien TB-MDR dengan LTR- Individual


regimen.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 141
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3. Tinjauan Candidiasis Osofaringeal (problem medis 3)


1.3.1 Definisi
Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik pada rongga mulut
yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebih dari Candida spp.
1.3.2 Etiologi
Kandidiasis oral paling sering disebabkan oleh Candida albicans,
selain itu dapat juga disebabkan oleh Candida glabarata, Candida krusei,
Candida tropicalis (Hakim, 2015). Gejala kandidiasis oral adalah rasa sakit
yang membakar, sensasi rasa yang berubah, dan kesulitan menelan yang
membuat asupan makanan buruk sehingga terjadi penurunan berat badan.
1.3.3 Patofisiologi
Candida albicans merupakan flora normal rongga mulut, saluran
pencernaan dan vagina, jamur ini dapat berubah menjadi patogen jika terjadi
perubahaan pada inang. Perubahan yang terjadi pada inang tersebut dapat
bersifat lokal maupun sistemik. Lesi kandidiasis ini dapat berkembang di
setiap rongga mulut, tetapi lokasi yang paling sering adalah mukosa bukal,
lipatan mukosa bukal, orofaring dan lidah. Kandidiasis kronis yang tidak
segera dirawat dapat berkembang menjadi kandidiasis leukoplakia yang
bersifat pra ganas, dan kemudian mengakibatkan karsinoma sel skuamosa.
Selain itu, kandidiasis dapat berkembang menjadi infeksi sistemik melalui
aliran getah bening yang menyerang organ vital seperti ginjal, paru-paru,
otak dan dinding pembuluh darah yang bersifat fatal (Hakim, 2015).
Faktor menyebabkan infeksi baik lokal maupun invasif oleh
Candida albicans antara lain kapasitas imun inang yang menurun akibat
lekopenia, pemberian kortikosteroid, atau pada AIDS karena fungsi sel T
yang terganggu (Siregar, 2015).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 142
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.4 Tata Laksana Terapi


Agen topical merupakan terapi lini pertama untuk kandidiasis
orofaring. Suspensi nystatin 4 kali sehari atau klotrimazol troches 10 mg 5
kali sehari untuk infeksi ringan. Flukonazol oral sekali sehari untuk kasus
sedang hingga berat. Itrakonazol 200 mg atau posakonazol 400 mg sehari
selama 2 minggu atau amphotericin B merupakan alternatif lini kedua, bila
terjadi kekambuhan. (Kenny, 2007; Schlesselman, 2016)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 143
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II

PROFIL PASIEN

2.1.Profil Pasien
Nama/ Jenis kelamin : Ny. A
Umur/ BB/ TB : 24 th/ 40 kg/ -
Alamat : Pasuruan
MRS/KRS : 22-02-2020/04-03-2020
Status pasien : JKN
Dokter : Dr. Resky, Sp.P.
Farmasis : Devi Aristanti, S.Farm., Apt.
Alergi : -
Keluhan utama : Lemas dan tidak bisa menelan
Riwayat penyakit saat ini Lemas akibat tidak makan dan minum
: selama 2 hari, nyeri pada mulut ketika
menelan
Riwayat kesehatan : TB dan B24
Riwayat pengobatan OAT TB MBR (E 800/ Lfx 750/ Cs 100/
: Cfz 100/ Linz 600/ Vit B6) dan ARV
(duviral, nevirapin)
Diagnosa awal B24 dan TB Paru on OAT Reg. Individual
:
Bulan I
Diagnosa akhir TB Paru on OAT Reg. Individual Bulan I
+ HIV on ARV + Candidiasis Osofaringeal
:
+ Nause-Vomiting + Hipoalbumin +
Anemia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 144
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2. Data Klinis Pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Nilai Tanggal pemeriksaan
Parameter
normal 22/2 23/2 24/2 25/2 26/2 27/2 28/2 29/2 1/3 2/3
Suhu (oC) 36-37 37,7 38,8 37,2 37,1 37,2 37 37,4 37,2 37,2 37,1
Nadi
80-85 84 99 89 82 85 84 82 84 89 84
(x/menit)
RR
20 20 20 20 20 37 20 20 20 20 20
(x/menit)
Tekanan
120/80 70/40 85/65 90/60 90/60 90/60 90/60 90/60 90/60 90/60 90/60
darah

Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien


Tanggal pemeriksaan
Parameter
22/2 23/2 24/2 25/2 26/2 27/2 28/2 29/2 1/3 2/3
Demam + + - - - - - - - -
Nyeri Tenggorokan + + + + - - - - + +
Mual + + - - - - - - - -
Muntah + + + + + - - - - -
Anemia + + + + - - - - - -

2.3. Data Laboratorium Pasien


Tabel 2.3 Tabel Data Laboratorium Pasien
PARAMETER NORMALVALUE 22/2 24/2 27/2 28/2
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 7,90 11,0
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 2,82 3,92
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 103/ µL 1,45 3,04
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 24,40 32,90
Trombosit (PLT) 142 – 424 103/ µL 54 60
MCV 0-30 mm/hr 86,50 83,90
MCH 0,5- 2,20% 28,00 28, 10
MCHC 80 – 93 FL 32,40 33,40
RDW 27 - 31 Pg 15,20 15,90
PDW 32 – 36 g/dL 10,2 12,4
MPV 11,5 – 14,5 % 10,6 11,2
P-LCR 9-13 27,8 31,8
PCT 7,2 – 11,1 0,06 0,07
NRBC Absolut 15,0 – 25,0 0,00 0,00
NRBC Percent 0,150 – 0,400 0,0 0,0
HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 5,5 0,0
Basofil 0–1 0,0 0,0

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 145
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Neutrofil 51 – 67 75,9 87,2


Limfosit 25 – 33 6,2 5,9
Monosit 2-5 12,4 6,9
Eosinofil Absolut 0,08 0,00
Basofil Absolut 0,00 0,00
Neutrofil Absolut 1, 10 2,65
Limfosit Absolut 0,09 0, 18
Monosit Absolut 0,16 – 1 0, 18 0,21
Immature Granulosit (%) 0,70 1,00
Immature Granulosit 0,01 0,03
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 80,2
Kreatinin 0,7-1,5 mg/dl 1,01
FAAL HATI
SGOT/AST 0-32 U/l 34
SGPT/ALT 0-33 U/l 7
Albumin 3,5-5,5 g/dl 2,61 2,21 2,60
Bilirubin total < 1,0 mg/dl 0,55
Bilirubin direct < 0,25 mg/dl 0,36
Bilirubin indirect < 0,75 mg/dl 0, 19
ELEKTROLIT
Natrium/Na 136-145 mg/dl 140
Potasium/K 3,5-5,0 mg/dl 3,0
Klorida/Cl 98-106 mg/dl 105
IMUNOSEROLOGI
CCD4 600-1500 cell/µl 8

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 146
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4. Profil Terapi Pasien


Tabel 2.4 Tabel Profil Terapi Pasien
Tanggal (Bulan: )
Obat Rute Dosis
22/2 23/2 24/2 25/2 26/2 27/2 28/2 29/2 01/3 02/3
NS 0,9% :
IV FD 1500 cc v v // // // // // // // //
Aminofluid (1: 1)
NS 0,9% :
IV FD 1500 cc v v v v v // // v
Aminofluid (2: 1)
NS 0,9% IV FD 1500 cc v v //
2 dd 50
Ranitidin IV v v v v v v v v v v
mg
Metoklopramid 3 dd 10
IV v v v v v v v v v v
(KP) mg
3 dd
Paracetamol PO v v v v v v v v v v
500 mg
PO 2 dd
KSR v v v v v v v v v v
600 mg
Transfusi PRC IV v v // // // // // // // //
PO 2 dd 2
VIP Albumin v v v v v v v v v v
cap
Transfusi
IV 1 flask v // // // // // // // // //
albumin
Infus 1 dd
Fluklonazol v // // // // // // // // //
400 mg
Infus 1 dd
Fluklonazol v v v v v v v v v
200 mg
Drop 4 dd 1
Nistatin drop v v v v v v v v v //
cc
Drop 4 dd 2
Nistatin drop v
cc
Gentamisin Salep 0, 1% v v v v v v v
1 dd
Etambutol PO v // // // // // // // // v
800 mg
1 dd
Sikloserin PO v // // // // // // // // v
500 mg
1 dd
Clofazimin PO v // // // // // // // // v
100 mg
1 dd
Linezolid PO v // // // // // // // // v
600 mg
1 dd
Levofloxacin PO v // // // // // // // // v
750 mg
1 dd
Vit.B6 PO v // // // // // // // // v
100 mg
Duviral PO 2 dd 1 v v v v
Nevirapin PO 2 dd 1 v v v v

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 147
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5. Drug Related Problem Pasien


Tabel 2.5 Drug Related Problem Pasien
DRP Permasalahan Rekomendasi
Pasien tidak meminum obat ARV
(sebelum MRS) Memotivasi dan mengedukasi
Ketidakpatuhan
Pasien enggan meminum obat TB hinggal pasien dan keluarga pasien
pasien
menjadi TB MDR terkait terapi yang dijalankan.
Pasien enggan menggunakan nistatin drop
Clofazimin + levofloxacin meningkatkan Pemantauan EKG secara
Interaksi obat
prolonged QTc pasien. berkala.
ESO mual dan muntah pada penggunaan
Monitoring mual dan muntah,
obat: etambutol, clofazimin, nistatin,
menjaga intake makanan.
fluconazole.
ESO insomnia dan psikosis pada Monitoring kondisi psikis
Efek samping obat penggunaan obat sikloserin. pasien.
ESO retrobulbar neuritis dan hepatotoksik Monitoring kondisi penglihatan
pada penggunaan obat etambutol. dan fungsi hati pasien
ESO anemia pada penggunaan obat Monitoring jumlah sel darah
linezolid merah dan transfusi PRC.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 148
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien Ny. A berumur 24 tahun, pasien mengalami keluhan
berupa lemas, tidak makan dan minum selama 2 hari, nyeri pada mulut ketika
menelan, BAK dan BAB dengan demam tidak ada, nyeri dada juga tidak ada. Pasien
didiagnosa mengalami TB Paru RO on OAT regimen individual bulan I, HIV on
ARV, candidiasis osofaringeal, nausea vomiting, hipoalbumin, dan anemia. Pasien
memiliki riwayat TB on OAT regimen individual bulan I dan HIV on ARV. Pasien
sebelumnya berobat di puskesmas dan rumah sakit di Pasuruan untuk mengobati
HIV dan TB yang diderita. Kemudian, pasien mendapatkan terapi TB RO dari
RSSA per tanggal 30 Januari 2020.
Pada kasus ini, dapat diruntut beberapa hal terkait penyakit yang diderita
pasien. Pasien pertama terdiagnosa HIV, dibuktikan dengan KPO pasien untuk obat
ARV sejak tahun 2018. Namun, berdasarkan pengakuan dari keluarga pasien,
ternyata pasien tidak patuh meminum obat ARV. Hal ini diperkuat dengan adanya
tumpukan obat ARV di rumah pasien, berdasarkan pengakuan keluarga.
Berdasarkan guidline WHO tahun 2016 disebutkan bahwa terapi lini pertama untuk
pengobatan HIV adalah golongan 2 NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase
Inhibitor) dan 1 NNRTI (Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) atau
INSTI (Integrase Inhibitor) dengan kombinasi obat TDF (Tenfovir) + 3TC
(Lamivudin) + EFV (Efavirenz) kemudian apabila ada kontraindikasi atau obat
tidak tersedia ada beberapa alternatif terapi yaitu AZT (Zidovudin) + 3TC
(Lamivudin) + NVP (Nevirapin). Pasien tidak mendapatkan kombinasi lini pertama
dikarenakan adanya evapirenz yang dapat memberikan efek pada kondisi psikis
pasien. Pasien mendapatkan terapi ARV alternatif dari lini pertama berupa duviral
(zidovudine dan lamivudine) dan nevirapine. Terapi ARV ini merupakan terapi
ARV dari pengobatan sebelumnya, meskipun pasien tidak melanjutkan hingga
MRS.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 149
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien terdiagnosa TB dan melakukan pengobatan di puskesmas. Dari


pengakuan keluarga, didapatkan bahwa pasien telah 5 kali melakukan pengobatan
dan 3 kali tidak melanjutkan pengobatan hingga selesai. Ketika MRS di RSSA,
dilakukan TCM dan didapatkan hasil resistensi rifampicin. Untuk regimen obat
yang digunakan adalah regimen obat TB-MDR, karena pemeriksaan TCM tidak
dapat mengetahui apakah pasien resistensi isoniazid atau tidak. Sebagai langkah
pencegahan, pengobatan langsung dilakukan dengan regimen TB-MDR.
Pengobatan ini menyesuaikan dengan keadaan pasien dan tata laksana dari
WHO. Menurut pedoman WHO pada tahun 2019, regimen TB untuk LTR (Long
Therapy Regimen), pasien mendapatkan terapi dengan klasifikasi 3A + 2B. Tiga
obat dari golongan A adalah bedaquiline, levofloxacin atau moxifloxacin dan
linezolid dan dua obat dari golongan B adalah clofazimin dan sikloserin atau
terizidone. Apabila salah satu obat golongan A tidak dapat diberikan, maka dapat
ditambahkan obat dari golongan C menjadi 2A + 2B + 1C. Pasien mendapatkan
terapi TB-MDR dengan regimen individual (2A + 2B + 1C) sebagai berikut:
Levofloxacin 750 mg – Linezolid 600 mg - Clofazimin 100 mg – Sikloserin 500
mg (+Vit.B6 100 mg) – Etambutol 800 mg. Pasien tidak mendapatkan terapi
bedaquiline karena obat tersebut dapat memiliki efek samping berupa prolonged
QTc (Sweetman, 2009). Prolonged QTc adalah kondisi ketika sistem elektrik
jantung tidak berfungsi secara normal sehingga dapat menganggu arus listrik dalam
jantung yang dapat terlihat di electrocardiogram (ECG) melalui interval
berkepanjangan di antara gelombang Q dan T. Hal ini menyebabkan ventrikular
takikardi, aritmia dan kematian (Schwatz and Woosley, 2016). Pasien diberikan
levofloxacin untuk obat golongan fluoroquinolon, hal ini disebabkan karena efek
samping levofloxacin lebih rendah dibandingkan moxifloxacin. Selain itu, efek
prolonged QTc pada moxifloxacin juga diketahui lebih tinggi dibandingkan
levofloxacin (Kang et al, 2016; WHO, 2019). Pasien telah mendapatkan terapi
sikloserin yang memiliki efek samping berupa gangguan psikis seperti insomnia,
depresi, dan psikosis apabila digunakan dalam jangka waktu cukup lama (Majahan
et al, 2017). Hal ini menyebabkan penggunaan obat yang dapat memengaruhi
kondisi psikis sebaiknya dihindari. Penggunaan vitamin B6 (piridoksin HCl)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 150
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

diberikan apabila pasien menerima sikloserin, hal ini dilakukan untuk mengurangi
efek samping sikloserin (Prasad et al, 2015). Pasien diberikan etambutol untuk
menambah efek terapi OAT karena tidak diberikannya bedaquilin, dipiih etambutol
karena dapat meningkatkan efek dari clofazimin (Zhang et al, 2015). Pada tanggal
23 Februari, pengobatan OAT dihentikan untuk memfokuskan pengobatan
candidiasis pasien.
Paisen HIV mengalami immunocompromise sehingga sangat rentan terkena
penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau jamur. Pada kasus ini, pasien
terdiagnosa mengalami candidiasis osofaringeal, dibuktikan dengan keluhan pasien
yang tidak dapat menelan dan mengalami nyeri pada daerah tenggorokan. Hal ini
kemudian menjadi fokus pengobatan pada pasien, karena apabila pengobatan
Candidiasis tidak segera dilakukan maka pasien akan semakin kesulitan menelan
dan tidak dapat melanjutkan terapi HIV dan TB.
Penggunaan obat pada pasien sudah tepat dengan menggunakan kombinasi
fluconazole dan nistatin drop untuk menjangkau daerah tenggorokan pasien. Dosis
fluconazole sudah sesuai dengan terapi, diberikan dengan loading dose sebesar 400
mg (diberikan pada tanggal 22 Februari) dilanjutkan dengan maintenance dose
sebesar 200 mg (diberikan mulai tanggal 23 Februari hingga 2 Maret). Fluconazol
merupakan antijamur paling aktif pada sebagian besar spesies Candida dengan
kejadian resistensi yang paling rendah. Bioavailabilitas fluconazole juga cukup baik
secara peroral dan intravena, pada kasus ini pasien mendapatkan obat dengan rute
infus karena pasien kesulitan menelan obat oral (Hasmono et al, 2019). Terapi
menurut PPAM RSSA untuk terapi Candidiasis adalah pengobatan topical dengan
nistatin drop dengan dosis 4-6 ml setiap 6 jam dan pengobatan sistemik dengan
fluconazole dengan dosis 150 mg/hari selama 24 jam. Selain itu, dosis pustaka lain
menunjukkan bahwa kombinasi flukonazol dan nistatin drop dapat digunakan
dengan dosis flukonazol sebesar 1x400 mg IV drip + nistatin 4x100.000 IU (1 ml
= 100.000 IU) dan dosis maintenance sebesar 1x200 mg IV drip + nistatin
4x100.000 IU (Hasmono et al, 2019). Pasien juga mendapatkan gentamisin salep
untuk mengobati luka pada bagian luar mulut. Penggunaan gentamisin kurang tepat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 151
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dikarenakan kultur bakteri belum dilakukan sehingga penyebab luka belum


diketahui apakah jamur atau bakteri.
Pasien mengalami keadaan immunocompromise karena HIV dan TB yang
dialami pasien, sehingga pasien perlu mendapatkan obat-obatan yang menunjang
kondisi pasien. Banyaknya obat yang diterima pasien menyebabkan sugesti pada
pasien dan mengakibatkan mual dan muntah. Selain itu mual dan muntah
disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang digunakan oleh pasien yaitu
obat ethambutol, clofazimin, nistatin dan fluconazole. Untuk mual dan muntah
pasien dapat diatasi dengan pemberian ranitidin dan metokloperamid.
Pasien tidak mendapatkan intake makanan yang cukup karena Candidiasis
yang diderita, sehingga pasien tidak mendapatkan nutrisi yang cukup dan terjadi
malnutrisi. Malnutrisi adalah salah satu pemicu terjadinya hipoalbumin. Kondisi
albumin pasien pada awal MRS sudah cukup rendah yaitu 2,61 sehingga diperlukan
tambahan albumin dengan memberikan VIP albumin. Pasien mengalami penurunan
kadar albumin yang cukup drastis pada tanggal 27 Februari dengan nilai 2,21. Maka
dari itu, pasien diberikan terapi berupa transfusi albumin dengan kadar 20%
dikarenakan albumin pasien kurang dari 2,5. Hasil dari transfusi albumin dilihat
dengan pemantauan nilai albumin pada tanggal 28 Februari yang meningkat
menjadi 2,60. Berikut perhitungan kebutuhan albumin :
(𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑎𝑙𝑏𝑢𝑚𝑖𝑛 − 𝑎𝑙𝑏𝑢𝑚𝑖𝑛 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔) × 𝐵𝐵 × 0,8
= (2,5 − 2,21) × 40𝑘𝑔 × 0,8 = 9,28 𝑔𝑟𝑎𝑚
Berdasarkan perhitungan di atas dan restriksi dari Formularium RS maka albumin
yang dapat diberikan kepada pasien adalah albumin 20 % dengan kadar 20
gram/100mL. Sediaan yang ada sebesar 50 mL, mengandung 10 gram albumin yang
sudah mencukupi kebutuhan albumin pasien.
Pasien mengalami anemia yang disebabkan karena obat ARV yang
dikonsumsi pasien yang mempunyai efek samping anemia. Hemoglobin awal
pasien adalah 7.9 g/dL. Untuk mengatasi anemia, pasien diberikan transfusi PRC
selama 2 hari yaitu tanggal 22 dan 23 Februari 2020, dan pada tanggal 24 Februari
didapatkan hasil hemoglobin pasien meningkat menjadi 11.0 g/dL. Berikut
perhitungan kebutuhan PRC pada pasien.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 152
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

( 𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝐻𝑏 − 𝐻𝑏 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔) × 𝐵𝐵 × 4 = (10 − 7,9) × 40 𝑘𝑔 × 4 = 336 𝑚𝐿


1 𝑙𝑎𝑏𝑢
𝐻𝑎𝑏𝑖𝑠 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 = × 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 1,5 𝑗𝑎𝑚
40 𝑘𝑔
Pasien mendapatkan PRC 2 labu per hari yang dalam 1 labu sekitar 200-250 mL.
Dalam hal ini, kebutuhan hemoglobin pasien sudah terpenuhi.
Berdasarkan hasil laboratorium, didapatkan kadar kalium pasien kurang dari
normal yaitu 3,01. Terapi yang diberikan adalah KSR karena kadar kalium < 3,5
dan > 3. Berikut perhitungan kalium yang perlu ditambahkan :
(𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝐾𝑎𝑙𝑖𝑢𝑚 − 𝐾𝑎𝑙𝑖𝑢𝑚 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔) × 𝐵𝐵 × 0,4
= (4 − 3,01) × 40𝑘𝑔 × 0,4 = 15,84 𝑚𝐸𝑞
KSR yang diberikan adalah 2 dd 600 mg, tiap tablet KSR setara dengan 8 mEq
kalium sehingga KSR yang diberikan sudah mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan kalium pasien.
Pasien mendapatkan cairan elektrolit NS dan Aminofluid. NS diberikan
sebagai cairan rehidrasi dan untuk menjaga keseimbangan elektrolit pasien.
Aminofluid diberikan untuk menambah protein pada pasien yang mengalami
malnutrisi dan pasien tidak dapat mendapatkan nutrisi secara oral. Pemberian asam
amino secara dini pada pasien rawat inap mencegah katabolisme protein dan
membantu meningkatkan albumin pada pasien TB (Santoso, 2017).
Pasien memutuskan untuk KRS pada tanggal 3 Maret 2020, karena pasien
tidak betah berada di rumah sakit. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat
disimpulkan bahwa kondisi pasien belum sepenuhnya stabil, namun untuk
pengobatan Candidiasis sudah memberikan efek yaitu pasien sudah dapat menelan
obat OAT meskipun masih dibantu dengan NGT per tanggal 2 Maret. Kondisi fisik
pasien masih lemas, sehingga intake makanan masih perlu diperhatikan. Terapi
lainnya seperti ARV dan TB perlu dilanjutkan agar tidak terjadi infeksi lain yang
dapat memperparah kondisi pasien.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 153
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan didapatkan hasil bahwa:


1. Terapi yang diterima pasien sudah tepat indikasi dan dosis.
2. Output yang didapat pasien pada saat KRS:
a. Candidiasis dan luka pada bagian luar mulut sudah berkurang.
b. Keluhan mual, muntah, hipoalbumin, hipokalemia, dan anemia
sudah dapat teratasi.
3. Pasien memiliki riwayat ketidakpatuhan terhadap pengobatan ARV dan
OAT, sehingga perlu dilakukan edukasi terkait terapi.
4. DRP yang terjadi pada pasien meliputi ketidakpatuhan pasien, efek samping
obat, dan interaksi obat.
5. Pasien KRS karena kehendak pasien, dengan keadaan yang belum cukup
stabil.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 154
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Aidsinfo. 2019. Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in Adults and
Adolescents with HIV.
Agyeman, A. A., & Ofori-Asenso, R. (2016). Efficacy and safety profile of
linezolid in the treatment of multidrug-resistant (MDR) and extensively
drug-resistant (XDR) tuberculosis: a systematic review and meta-analysis.
Annals of clinical microbiology and antimicrobials, 15(1), 41.
Chan, K., 2007. Candidiasis and HIV, diakses dari
https://www.aids.gov.hk/pdf/g190htm/v_index.htm pada tanggal 12 Maret
2020
Dipiro, J. T. , 2015. Pharmacotherapy Handbook. . 9th Ed. Mc Graw-Hill
Companies Inc.
Dipiro, J. T., Tabert, R. J., Yee, G. C., Martzke, G. R., & Possey, L. M. 2015.
Pharmacotherapy Handbook Kang, Y. A., Shim, T. S., Koh, W. J., Lee, S.
H., Lee, C. H., Choi, J. C., Kim, K. U. (2016). Choice between levofloxacin
and moxifloxacin and multidrug-resistant tuberculosis treatment outcomes.
Annals of the American Thoracic Society, 13(3), 364-370. Hakim, L. and
Ramadhian, M.R., 2015. Kandidiasis oral. Jurnal Majority, 4(9), pp.53-57.
Hakim, L. and Ramadhian, M.R., 2015. Kandidiasis oral. Jurnal Majority, 4(9),
pp.53-57.
Hasmono, D., Almuhtarihan I. F., Rachmawati H., Sunarko A. 2019. Studi
Penggunaan Flukonazol pada Pasien HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik
Jamur (Penelitian di RSUD Dr. Saiful Anwar) Media Pharmaceutica
Indonesiana Vol.2 no.4.
Kenny, C.W., V. 2007. HIV Manual : Major Opportunistic Infections. Hongkong
Goverments.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional Tata Laksana
Klinis Infeksi HIV dan terapi Antiretroviral, Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 155
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengobatan
Antiretroviral, Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Mahajan, S. S., Tandon, V. R., Sarin, R. R., Khursheed, A., Mahajan, A., & Gupta,
R. (2017). Insomnia and Psychosis induced by Cycloserine. JK Science,
19(4), 243-244.
Prasad, R., Gupta, N., Singh, A., & Gupta, P. (2015). Multidrug-resistant and
extensively drug-resistant tuberculosis (M/XDR-TB): management in special
situations. International J of Medical Science and Public Health, 4(12), 1626-
1633.
Rahmawati, M. 2018. Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia dalam Ancaman
RKUHP. Jakarta: ICJR.
Schlesselman, L., 2016. Superficial Fungal Infection. In: Chisholm-Burns, M.,
Schwinghammer, T., Wells, B., Malone, P., Kolesar, J., Dipiro, J.
Pharmacotherapy Principles & Practice. p.1217-1228
Schwartz PJ, Woosley RL. Predicting the unpredictable: drug-induced QT
prolongation and Torsades de Pointes. J Am Coll Cardiol.
2016;67(13):1639–1650.
Siregar, M.L., 2015. Kandidiasis Orofaring Pada HIV/AIDS. Cakradonya Dental
Sweetman, S. , C. , 2009. Martindale: The Complete Drug Reference. London:
Pharmaceutical Press. Journal, 7(2), pp.868-868.
WHO. 2016. Consolidated Guidelines Onthe Use Of Antiretroviral Drugs For
Treating And Preventing HIV Infection. USA
WHO, 2019. HIV/ AIDS. Diakses dari www.who.int/en/news-room/fact-
sheets/detail/hiv-aids, pada tanggal 11 Maret 2020.
World Health Organization. (2019). WHO consolidated guidelines on drug-
resistant tuberculosis treatment. World Health Organization.
Zhang, Z., Li, T., Qu, G., Pang, Y., & Zhao, Y. (2015). In vitro synergistic activity
of clofazimine and other antituberculous drugs against multidrug-resistant
Mycobacterium tuberculosis isolates. International journal of antimicrobial
agents, 45(1), 71-75.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 156
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN

SOAP HARIAN

Hari/ S O A P
Tanggal
Sabtu, Pasien datang Albumin: 2,61 - Infus NS 0,9% : aminofluid 1:1 -Monitor kadar
22/02/20 dengan kondisi (hipoalbumin) Kandungan: glukosa 75 g, asam albumin pasien
20 lemas, tidak TD: 70/40 amino bebasz 30 g, nitrogen 4,7 g, -Monitor skala
makan dan mmHg essential/non essential asam amino nyeri, mual, dan
minum selama 2 (hipotensi) 1,44 g, energi 420 kcal muntah pasien.
hari. Kadar kalium: Pasien diberikan infus dengan -Monitor kadar
Pasien 3,01 kombinasi aminofluid untuk kalium apakah
mengalami mual Hb: 7,90 memenuhi kebutuhan nutrisi ada peningkatan
dan muntah. parenteral parsial diberikan atau tidak
Pasien melalui vena perifer pada keadaan -Monitor reaksi
mengalami nyeri malnutrisi ringan hingga sedang alergi
telan dan bercak yang sering menyertai pasien -Monitor
putih pada dengan penyakit infeksi frekuensi
tenggorokan (Nasrunudin, 2019). pemakaian dan
pasien. efek yang
- Ranitidin IV 2 dd 50 mg terjadi.
Indikasi: Resiko stress ulcer dan
penurunan asam lambung
MK: antagonis histamine H2,
menghambat sekresi asam
lambung
Dosis literature: 50 mg secara IV
atau IM per 6-8 jam

-Paracetamol PO 3 dd 600 mg
Indikasi: Demam
MK: menghambat sintesis
prostaglandin

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 157
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis literature: 500-1000 mg tiap


4-6 jam, maks 4 g/hari
ESO potensial: alergi
DRP: adanya ESO potensial

-KSR PO 3 dd 600 mg
Indikasi: treatment dan
pencegahan hypokalemia
MK: menggantikan anion klorida
esensial dan kalium sehingga
mencegah alkalosis hypokalemia
Dosis literature: 1-2 tablet, 2-3 kali
sehari

-Transfusi PRC 2 labu/ 2 hari


Pasien diberikan transfusi PRC
karena pasien memiliki kadar
hemoglobin dan albumin yang
rendah

-VIP albumin 2 dd 2 caps PO


Indikasi: hipoalbuminemia
Dosis literature: 2 kapsul, 3 kali
sehari
Pasien diberikan VIP albumin PO
untuk membantuk meningkatkan
kadar albumin

Pasien didiagnosa Candidiasis


osofaringeal, obat yang diberikan:
-Fluconazole infus (loading dose
400 mg → maintenance dose 200
mg)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 158
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Indikasi: kandidiasis oral dan


tenggorokan
MK: menghambat CYP 450 jamur
yang dimetilasi 14-lanesterol,
sehingga mengurangi glikosintesis
ergosteril dan menghambat
pembentukan membrane sel jamur
Dosis literature: IV 150 mg sekali
sehari atau loading dose: 200-800
mg dan maintenance dose: 200-
800 mg sekali sehari. Untuk
kandidiasis osofaring (maksimal
14 hari kecuali pasien
immunocompromised.
ESO: mual, tidak nafsu makan.
DRP: adanya ESO yang
memperburuk kondisi mual
muntah pada pasien (Hasmono et
al, 2019) dan (Siregar, 2015).

Pasien diberikan nystatin drop


untuk kandidiasis pada
tenggorokan:
-Nystatin drop (4x1 cc)
Indikasi: infeksi candida pada
selaput lendir
MK: berikatan dengan ergosterol,
komponen utama membrane sel
jamur. Hasil ikatan tsb dapat
membentuk pori di membrane
yang menyebabkan kebocoran K+
sehingga dapat menyebabkan
kematian pada jamur.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 159
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis literature: 1 ml suspense oral


(100.000 IU) 4 kali sehari
ESO: mual, muntah, diare
DRP: adanya ESO yang
memperburuk kondisi pasien
(Kenny CW) dan (Hasmono et al,
2019). Efektivitas nystatin
tergantung pada lamanya kontak
antara suspense dan mukosa yang
terinfeksi.

Regimen OAT pasien adalah:


-Levofloxacin PO 1 dd 760 mg
Indikasi: regimen TB MDR
MK: menghambat DNA gyrase
(DNA topoisomerase II) sehingga
terjadi penghambatan replikasi dan
transkripsi DNA bakteri.
Dosis literature: 10-15 mg/kgBB
sekali sehari (WHO, 2017).
ESO: mual, pusing, sakit kepala.
Interaksi obat: dengan clofazimin
yang dapat menimbulkan
prolonged QTc
DRP: interaksi obat (Kang et al,
2016) dan (WHO, 2016).

-Clofazimin PO 1 dd 100 mg
Indikasi: regimen TB MDR
MK: memiliki target utama
menghancurkan membrane sel
bakteri

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 160
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis: 100-200 mg/hari PO.


Regimen yang digunakan adalah
200 mg/hari selama 2 bulan
dilanjutkan dengan 100 mg/hari
setelahnya.
ESO: warna kulit menghitam, kulit
kering, ruam, mual, muntah.
Interaksi obat: obat golongan
fluoroquinolon dapat
menimbulkan prolonged QTc.
DRP: adanya ESO potensial dan
interaksi obat.

-Etambutol PO 1 dd 800
(bakteriostatik)
Indikasi: regimen TB MDR
MK: menghambat sintesis dinding
sel
Dosis: 15-25 mg/kgBB/hari
(WHO, 2019)
ESO: retrobulbar neuritis
DRP: adanya ESO (Zhang et al,
2015).

-Cycloserin PO 1 dd 500 mg
Indikasi: regimen TB MDR
MK: menghambat sintesis dinding
sel
Dosis: 10-15 mg/kgBB/hari max
1000 mg/hari. Biasanya diberikan
500-750 mg sehari sekali atau dua
kali.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 161
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ESO: tremor, kejang, gangguan


kejiwaan seperti insomnia dan
psikosis.
DRP: adanya ESO.

-Vitamin B6 PO 1 dd 100 mg
Indikasi: mencegah efek samping
sikloseirn (gangguan saraf).
Dosis: 100 mg atau 50 mg per 250
mg sikloserin (Parasad et al 2015),
dan (Mahajan et al 2017).
Minggu, Pasien dengan Albumin: 2,61 Pasien melanjutkan terapi : -Monitor kadar
23/02/20 kondisi lemas, TD: 85/65 -Infus dengan kombinasi NS 0,9% albumin pasien.
20 mengalami mmHg dan aminofluid 1:1 yang berfungsi -Monitor skala
mual, muntah, Suhu: 38,5 untuk memenuhi kebutuhan nutrisi nyeri, mual
merasa demam. parenteral parsial diberikan muntah.
melalui vena perifer pada keadaan -Cek adanya
malnutrisi ringan hingga sedang ESO dari
yang sering menyertai pasien paracetamol
dengan penyakit infeksi (alergi).
(Nasrunudin, 2019). -Cek suhu tubuh
-Ranitidine diberikan untuk pasien apakah
mengurangi resiko stress ulcer. ada penurunan
-Metoclopramide diberikan untuk
mengurangi frekuensi mual
muntah.
Paracetamol diberikan untuk
menurunkan suhu tubuh (demam).

Pasien Kadar kalium Pasien melanjutkan terapi: -Monitor kadar


mengalami 3,01 -KSR untuk membantu menaikkan albumin pasien.
hypokalemia, Hb: 7,90 kadar kalium. -Monitor kadar
Albumin: 2,61 kalsium pasien.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 162
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

anemia, -Transfusi PRC untuk mengatasi


hipoalbumin. anemia dengan cara menaikkan
akdar hemoglobin dan albumin
pasien.
-VIP albumin untuk meningkatkan
kadar albumin dalam darah.
- -Monitoring
Pasien Pasien melanjutkan terapi untuk ESO mual
mengalami nyeri candidiasis osofaringeal: muntah yang
telan dan -Fluconazole infus dan nystatin disebabkan oleh
terdapat bercak drop. Efektivitas terapi tergantung fluconazole
putih pada pada lamanya kontak antara yang dapat
tenggorokan. suspense dan mukosa yang memperburuk
terinfeksi serta kepatuhan terapi. keadaan pasien.

Pemberian OAT dihentikan untuk


sementara, untuk memfokuskan
terapi pada candidiasis yang
membuat pasien tidak bisa
menelan, sehingga pasien
memakai NGT. Bila candidiasis
teratasi, maka dapat melanjutkan
terapi lainnya (Hakim, 2015).
Senin, Pasien dengan Albumin: 2,61 Pasien melanjutkan terapi : -Monitor kadar
24/02/20 kondisi lemas, TD: 85/65 -Infus dengan kombinasi NS 0,9% albumin pasien.
20 mengalami mmHg dan aminofluid 1:1 yang berfungsi -Monitor skala
mual, muntah, Suhu: 38,5 untuk memenuhi kebutuhan nutrisi nyeri, mual
merasa demam. parenteral parsial diberikan muntah.
melalui vena perifer pada keadaan -Cek adanya
malnutrisi ringan hingga sedang ESO dari
yang sering menyertai pasien paracetamol
(alergi).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 163
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dengan penyakit infeksi -Cek suhu tubuh


(Nasrunudin, 2019). pasien apakah
-Ranitidine diberikan untuk ada penurunan
mengurangi resiko stress ulcer.
-Metoclopramide diberikan untuk
mengurangi frekuensi mual
muntah.
Paracetamol diberikan untuk
menurunkan suhu tubuh (demam).
Pasien Kadar kalium -Monitor kadar
mengalami 3,01 Pasien melanjutkan terapi: albumin pasien.
hypokalemia, Hb: 7,90 -KSR untuk membantu menaikkan -Monitor kadar
anemia, Albumin: 2,61 kadar kalium. kalsium pasien.
hipoalbumin. -Transfuse PRC untuk mengatasi
anemia dengan cara menaikkan
akdar hemoglobin dan albumin
pasien.
-VIP albumin untuk meningkatkan
kadar albumin dalam darah.
Pasien - -Monitoring
mengalami nyeri Pasien melanjutkan terapi untuk ESO mual
telan dan candidiasis osofaringeal: muntah yang
terdapat bercak -Fluconazole infus dan nystatin disebabkan oleh
putih pada drop. Efektivitas terapi tergantung fluconazole
tenggorokan. pada lamanya kontak antara yang dapat
suspense dan mukosa yang memperburuk
terinfeksi serta kepatuhan terapi. keadaan pasien.

Selasa, Pasien dengan Albumin: 2,61 Pasien melanjutkan terapi : -Monitor kadar
25/02/20 kondisi lemas, TD: 85/65 -Infus dengan kombinasi NS 0,9% albumin pasien.
20 mengalami mmHg dan aminofluid 1:1 yang berfungsi -Monitor skala
mual, muntah, Suhu: 38,5 untuk memenuhi kebutuhan nutrisi nyeri, mual
merasa demam. parenteral parsial diberikan muntah.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 164
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

melalui vena perifer pada keadaan -Cek adanya


malnutrisi ringan hingga sedang ESO dari
yang sering menyertai pasien paracetamol
dengan penyakit infeksi (alergi).
(Nasrunudin, 2019). -Cek suhu tubuh
-Ranitidine diberikan untuk pasien apakah
mengurangi resiko stress ulcer. ada penurunan
-Metoclopramide diberikan untuk
mengurangi frekuensi mual
muntah.
Paracetamol diberikan untuk
menurunkan suhu tubuh (demam).

Pasien Kadar kalium Pasien melanjutkan terapi: -Monitor kadar


mengalami 3,01 -KSR untuk membantu menaikkan albumin pasien.
hipokalemia, Hb: 7,90 kadar kalium. -Monitor kadar
anemia, Albumin: 2,61 -Transfusi PRC untuk mengatasi kalsium pasien.
hipoalbumin. anemia dengan cara menaikkan
akdar hemoglobin dan albumin
pasien.
-VIP albumin untuk meningkatkan
kadar albumin dalam darah.

Pasien - Pasien melanjutkan terapi untuk -Monitoring


mengalami nyeri candidiasis osofaringeal: ESO mual
telan dan -Fluconazole infus dan nystatin muntah yang
terdapat bercak drop. Efektivitas terapi tergantung disebabkan oleh
putih pada pada lamanya kontak antara fluconazole
tenggorokan. suspense dan mukosa yang yang dapat
terinfeksi serta kepatuhan terapi. memperburuk
keadaan pasien.

Pasien mendapatkan terapi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 165
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien -Gentamycin salep Monitor ESO


mengalami luka Indikasi: infeksi kulit pada mulut berupa iritasi
di area samping MK: menghambat sintesis dinding ringan, cek
mulut sel bakteri efektivitas
(berengen). Dosis: salep 0,1% pengobatan
ESO: eritema, pruritus dengan melihat
DRP: adanya ESO luka pada mulut
yang mengecil.
Rabu, Pasien dengan Albumin: 2,61 Pasien melanjutkan terapi : -Monitor kadar
26/02/20 kondisi lemas, TD: 85/65 -Infus dengan kombinasi NS 0,9% albumin pasien.
20 mengalami mmHg dan aminofluid 1:1 yang berfungsi -Monitor skala
mual, muntah, Suhu: 38,5 untuk memenuhi kebutuhan nutrisi nyeri, mual
merasa demam. parenteral parsial diberikan muntah.
melalui vena perifer pada keadaan -Cek adanya
malnutrisi ringan hingga sedang ESO dari
yang sering menyertai pasien paracetamol
dengan penyakit infeksi (alergi).
(Nasrunudin, 2019). -Cek suhu tubuh
-Ranitidine diberikan untuk pasien apakah
mengurangi resiko stress ulcer. ada penurunan
-Metoclopramide diberikan untuk
mengurangi frekuensi mual
muntah.
Paracetamol diberikan untuk
menurunkan suhu tubuh (demam).

Pasien Kadar kalium Pasien melanjutkan terapi: -Monitor kadar


mengalami 3,01 -KSR untuk membantu menaikkan albumin pasien.
hypokalemia, Hb: 7,90 kadar kalium. -Monitor kadar
anemia, Albumin: 2,61 -VIP albumin untuk meningkatkan kalsium pasien.
hipoalbumin. kadar albumin dalam darah.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 166
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien Pasien melanjutkan terapi untuk -Monitoring


mengalami nyeri candidiasis osofaringeal: ESO mual
telan dan -Fluconazole infus dan nystatin muntah yang
terdapat bercak drop. Efektivitas terapi tergantung disebabkan oleh
putih pada pada lamanya kontak antara fluconazole
tenggorokan. suspense dan mukosa yang yang dapat
terinfeksi serta kepatuhan terapi. memperburuk
keadaan pasien.

Pasien Pasien melanjutkan terapi Monitor ESO


mengalami luka gentamycin salep 0,1% → kurang berupa iritasi
di area samping efektif karena belum diketahui ringan, cek
mulut penyebab luka apakah disebabkan efektivitas
(berengen). oleh bakteri atau jamur (Federico, pengobatan
2019) → luka mengecil dengan melihat
luka pada mulut
yang mengecil.
Kamis, Pasien dengan Albumin: 2,61 Pasien melanjutkan terapi : -Monitor kadar
27/02/20 kondisi lemas, TD: 85/65 -Infus dengan kombinasi NS 0,9% albumin pasien.
20 mengalami mmHg dan aminofluid 1:1 yang berfungsi -Monitor skala
mual, muntah, Suhu: 38,5 untuk memenuhi kebutuhan nutrisi nyeri, mual
merasa demam. parenteral parsial diberikan muntah.
melalui vena perifer pada keadaan -Cek adanya
malnutrisi ringan hingga sedang ESO dari
yang sering menyertai pasien paracetamol
dengan penyakit infeksi (alergi).
(Nasrunudin, 2019). -Cek suhu tubuh
-Ranitidine diberikan untuk pasien apakah
mengurangi resiko stress ulcer. ada penurunan
-Metoclopramide diberikan untuk
mengurangi frekuensi mual
muntah.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 167
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Paracetamol diberikan untuk


menurunkan suhu tubuh (demam).
Pasien Kadar kalium -Monitor kadar
mengalami 3,01 Pasien melanjutkan terapi: albumin pasien.
hypokalemia, Hb: 7,90 -KSR untuk membantu menaikkan -Monitor kadar
anemia, Albumin: 2,61 kadar kalium. kalsium pasien.
hipoalbumin. -
-VIP albumin untuk meningkatkan
kadar albumin dalam darah.
Pasien - -Monitoring
mengalami nyeri Pasien melanjutkan terapi untuk ESO mual
telan dan candidiasis osofaringeal: muntah yang
terdapat bercak -Fluconazole infus dan nystatin disebabkan oleh
putih pada drop. Efektivitas terapi tergantung fluconazole
tenggorokan. pada lamanya kontak antara yang dapat
suspense dan mukosa yang memperburuk
terinfeksi serta kepatuhan terapi. keadaan pasien.

Pasien Monitor ESO


mengalami luka Pasien melanjutkan terapi berupa iritasi
di area samping gentamycin salep 0,1% → kurang ringan, cek
mulut efektif karena belum diketahui efektivitas
(berengen). penyebab luka apakah disebabkan pengobatan
oleh bakteri atau jamur (Federico, dengan melihat
2019) → luka mengecil luka pada mulut
yang mengecil.
Jumat, Pasien dengan Albumin: 2,61 Pasien melanjutkan terapi : -Monitor kadar
28/02/20 kondisi lemas, TD: 85/65 -Infus dengan kombinasi NS 0,9% albumin pasien.
20 mengalami mmHg dan aminofluid 1:1 yang berfungsi -Monitor skala
mual, muntah, Suhu: 38,5 untuk memenuhi kebutuhan nutrisi nyeri, mual
merasa demam. parenteral parsial diberikan muntah.
melalui vena perifer pada keadaan -Cek adanya
malnutrisi ringan hingga sedang ESO dari

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 168
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

yang sering menyertai pasien paracetamol


dengan penyakit infeksi (alergi).
(Nasrunudin, 2019). -Cek suhu tubuh
-Ranitidine diberikan untuk pasien apakah
mengurangi resiko stress ulcer. ada penurunan
-Metoclopramide diberikan untuk
mengurangi frekuensi mual
muntah.
Paracetamol diberikan untuk
menurunkan suhu tubuh (demam).

Pasien Kadar kalium Pasien melanjutkan terapi: -Monitor kadar


mengalami 3,01 -KSR untuk membantu menaikkan albumin pasien.
hypokalemia, Hb: 7,90 kadar kalium. -Monitor kadar
anemia, Albumin: 2,61 -VIP albumin untuk meningkatkan kalsium pasien.
hipoalbumin. kadar albumin dalam darah.

Pasien - Pasien melanjutkan terapi untuk -Monitoring


mengalami nyeri candidiasis osofaringeal: ESO mual
telan dan -Fluconazole infus dan nystatin muntah yang
terdapat bercak drop. Efektivitas terapi tergantung disebabkan oleh
putih pada pada lamanya kontak antara fluconazole
tenggorokan. suspense dan mukosa yang yang dapat
terinfeksi serta kepatuhan terapi. memperburuk
keadaan pasien.

Pasien - Pasien melanjutkan terapi Monitor ESO


mengalami luka gentamycin salep 0,1% → kurang berupa iritasi
di area samping efektif karena belum diketahui ringan, cek
mulut penyebab luka apakah disebabkan efektivitas
(berengen). oleh bakteri atau jamur (Federico, pengobatan
2019) → luka mengecil dengan melihat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 169
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

luka pada mulut


yang mengecil.
Pasien Albumin, 2,21 Pasien mendapatkan transfusi
mengalami albumin flask -Penggunaan
hipoalbumin Perhitungan: dose (g) = (2,5 g/dl – salep
actual albumin conc.) x (kg * 0,8) gentamycin
(Liumbruno, 2009). Apabila dinganti dengan
diinginkan target albumin 3,0 g/dl, ketoconazole.
maka diperlukan 12,8 g albumin. -Monitor kadar
albumin setelah
transfuse.
Pasien memiliki CD4: 8 Pasien diberikan terapi ARV:
riwayat HIV cell/microliter -Duviral (zidovudin 300 mg + 3 -Monitor nilai
(terapi ARV) Hb: 7,90 lamivudine 150 mg) 2 dd 1 PO CD4 apakah ada
(22/02), 11,0 -Zidovudin peningkatan.
(24/02) Indikasi: antiviral -Monitor ESO
Dosis literature: 500-600 mg/hari berupa anemia,
dalam 2-3 dosis terbagi neutropenia,
ESO: anemia, leukopenia, myalgia,
neutropenia (pada dosis 1,2-1,5 g gangguan
dan pasien dengan CD4 kurang), pencernaan,
pusing, mualfia, gangguan pusing.
pencernaan (Sweetman, 2009).

-Lamivudin
Indikasi: Antiviral
Dosis: 300 mg/hari dalam dosis
terbagi atau sekali minum
ESO: gangguan saluran cerna,
sakit kepala, demam, insomnia,
ruam, nyeri otot (Sweetman, 2009)

-Nevirapin 2 dd 200 mg PO

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 170
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Indikasi: antiviral
Dosis: 200 mg perhari pada 14 hari
pertama, ditingkatkan 2x1 jika
tidak terjadi ruam kulit.
ESO: ruam kulit, Steven-Johnson
syndrome, reaksi alergi
(Sweetman, 2009)
Sabtu, Pasien dengan Albumin: 2,61 Pasien melanjutkan terapi : -Monitor kadar
29/02/20 kondisi lemas, TD: 85/65 -Infus dengan kombinasi NS 0,9% albumin pasien.
20 mengalami mmHg dan aminofluid 1:1 yang berfungsi -Monitor skala
mual, muntah, Suhu: 38,5 untuk memenuhi kebutuhan nutrisi nyeri, mual
merasa demam. parenteral parsial diberikan muntah.
melalui vena perifer pada keadaan -Cek adanya
malnutrisi ringan hingga sedang ESO dari
yang sering menyertai pasien paracetamol
dengan penyakit infeksi (alergi).
(Nasrunudin, 2019). -Cek suhu tubuh
-Ranitidine diberikan untuk pasien apakah
mengurangi resiko stress ulcer. ada penurunan
-Metoclopramide diberikan untuk
mengurangi frekuensi mual
muntah.
Paracetamol diberikan untuk
menurunkan suhu tubuh (demam).

Pasien Kadar kalium Pasien melanjutkan terapi: -Monitor kadar


mengalami 3,01 -KSR untuk membantu menaikkan albumin pasien.
hypokalemia, Hb: 7,90 kadar kalium. -Monitor kadar
anemia, Albumin: 2,61 -VIP albumin untuk meningkatkan kalsium pasien.
hipoalbumin. kadar albumin dalam darah.

Pasien - Pasien melanjutkan terapi untuk -Monitoring


mengalami nyeri candidiasis osofaringeal: ESO mual

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 171
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

telan dan -Fluconazole infus dan nystatin muntah yang


terdapat bercak drop. Efektivitas terapi tergantung disebabkan oleh
putih pada pada lamanya kontak antara fluconazole
tenggorokan. suspense dan mukosa yang yang dapat
terinfeksi serta kepatuhan terapi. memperburuk
keadaan pasien.

Pasien - Pasien melanjutkan terapi Monitor ESO


mengalami luka gentamycin salep 0,1% → kurang berupa iritasi
di area samping efektif karena belum diketahui ringan, cek
mulut penyebab luka apakah disebabkan efektivitas
(berengen). oleh bakteri atau jamur (Federico, pengobatan
2019) → luka mengecil dengan melihat
luka pada mulut
yang mengecil.

Pasien memiliki CD4: 8 Pasien melanjutkan terapi ARV -Monitor nilai


riwayat HIV cell/microliter dengan duviral (zidovudin dan CD4 apakah ada
(terapi ARV) Hb: 7,90 lamivudine) dan nevirapine dengan peningkatan.
(22/02), 11,0 dosis yang sama. -Monitor ESO
(24/02) berupa anemia,
neutropenia,
myalgia,
gangguan
pencernaan,
pusing.
Minggu, Pasien dengan Albumin: 2,61 Pasien melanjutkan terapi : -Monitor kadar
01/03/20 kondisi lemas, TD: 85/65 -Infus dengan kombinasi NS 0,9% albumin pasien.
20 mengalami mmHg dan aminofluid 1:1 yang berfungsi -Monitor skala
mual, muntah, Suhu: 38,5 untuk memenuhi kebutuhan nutrisi nyeri, mual
merasa demam. parenteral parsial diberikan muntah.
melalui vena perifer pada keadaan -Cek adanya
malnutrisi ringan hingga sedang ESO dari

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 172
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

yang sering menyertai pasien paracetamol


dengan penyakit infeksi (alergi).
(Nasrunudin, 2019). -Cek suhu tubuh
-Ranitidine diberikan untuk pasien apakah
mengurangi resiko stress ulcer. ada penurunan
-Metoclopramide diberikan untuk
mengurangi frekuensi mual
muntah.
Paracetamol diberikan untuk
menurunkan suhu tubuh (demam).

Pasien Kadar kalium Pasien melanjutkan terapi: -Monitor kadar


mengalami 3,01 -KSR untuk membantu menaikkan albumin pasien.
hypokalemia, Hb: 7,90 kadar kalium. -Monitor kadar
anemia, Albumin: 2,61 -VIP albumin untuk meningkatkan kalsium pasien.
hipoalbumin. kadar albumin dalam darah.

- Pasien melanjutkan terapi untuk


candidiasis osofaringeal:
-Fluconazole infus dan nystatin
drop. Efektivitas terapi tergantung
Pasien pada lamanya kontak antara -Monitoring
mengalami nyeri suspense dan mukosa yang ESO mual
telan dan terinfeksi serta kepatuhan terapi. muntah yang
terdapat bercak disebabkan oleh
putih pada fluconazole
tenggorokan. - Pasien melanjutkan terapi yang dapat
gentamycin salep 0,1% → kurang memperburuk
efektif karena belum diketahui keadaan pasien.
penyebab luka apakah disebabkan
Pasien oleh bakteri atau jamur (Federico, Monitor ESO
mengalami luka 2019) → luka mengecil berupa iritasi
di area samping ringan, cek

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 173
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mulut efektivitas
(berengen). pengobatan
CD4: 8 Pasien melanjutkan terapi ARV dengan melihat
cell/microliter dengan duviral (zidovudin dan luka pada mulut
Hb: 7,90 lamivudine) dan nevirapine dengan yang mengecil.
(22/02), 11,0 dosis yang sama.
Pasien memiliki (24/02) -Monitor nilai
riwayat HIV CD4 apakah ada
(terapi ARV) peningkatan.
-Monitor ESO
berupa anemia,
neutropenia,
myalgia,
gangguan
pencernaan,
pusing.
Senin, Pasien dengan Albumin: 2,61 Pasien melanjutkan terapi : -Monitor kadar
02/03/20 kondisi lemas, TD: 85/65 -Infus dengan kombinasi NS 0,9% albumin pasien.
20 mengalami mmHg dan aminofluid 1:1 yang berfungsi -Monitor skala
mual, muntah, Suhu: 38,5 untuk memenuhi kebutuhan nutrisi nyeri, mual
merasa demam. parenteral parsial diberikan muntah.
melalui vena perifer pada keadaan -Cek adanya
malnutrisi ringan hingga sedang ESO dari
yang sering menyertai pasien paracetamol
dengan penyakit infeksi (alergi).
(Nasrunudin, 2019). -Cek suhu tubuh
-Ranitidine diberikan untuk pasien apakah
mengurangi resiko stress ulcer. ada penurunan
-Metoclopramide diberikan untuk
mengurangi frekuensi mual
muntah.
Paracetamol diberikan untuk
menurunkan suhu tubuh (demam).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 174
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien Kadar kalium Pasien melanjutkan terapi: -Monitor kadar


mengalami 3,01 -KSR untuk membantu menaikkan albumin pasien.
hypokalemia, Hb: 7,90 kadar kalium. -Monitor kadar
anemia, Albumin: 2,61 -VIP albumin untuk meningkatkan kalsium pasien.
hipoalbumin. kadar albumin dalam darah.

Pasien - Pasien melanjutkan terapi untuk -Monitoring


mengalami nyeri candidiasis osofaringeal: ESO mual
telan dan -Fluconazole infus dan nystatin muntah yang
terdapat bercak drop. Efektivitas terapi tergantung disebabkan oleh
putih pada pada lamanya kontak antara fluconazole
tenggorokan. suspense dan mukosa yang yang dapat
terinfeksi serta kepatuhan terapi. memperburuk
keadaan pasien.

Pasien - Pasien melanjutkan terapi Monitor ESO


mengalami luka gentamycin salep 0,1% → kurang berupa iritasi
di area samping efektif karena belum diketahui ringan, cek
mulut penyebab luka apakah disebabkan efektivitas
(berengen). oleh bakteri atau jamur (Federico, pengobatan
2019) → luka mengecil dengan melihat
luka pada mulut
yang mengecil.

Pasien memiliki CD4: 8 Pasien melanjutkan terapi ARV -Monitor nilai


riwayat HIV cell/microliter dengan duviral (zidovudin dan CD4 apakah ada
(terapi ARV) Hb: 7,90 lamivudine) dan nevirapine dengan peningkatan.
(22/02), 11,0 dosis yang sama. -Monitor ESO
(24/02) berupa anemia,
neutropenia,
myalgia,
gangguan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 175
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pencernaan,
pusing.

Pasien memiliki Pasien kembali mendapatkan obat Monitor ESO


riwayat TB- OAT dengan regimen sama seperti obat OAT.
MDR. sebelumnya.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 176
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien CKD


Stage V Newly Diagnosed + Severe
hyperkalemia + HF Stage C Fc III +
HT Stage II + DM Type 2 uncontrolled

(27 Februari – 05 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 177
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien CKD Stage V New Diagnosed


+ Severe Hyperkalemia + HF Stage C Fc III + HT Stage II + DM
Type 2 Uncontrolled“

di Instalasi Rawat Inap 1 Ruang 28

Oleh:
Sub-kelompok 2 IRNA 1 Ruang 28
(27 Februari – 05 Maret 2020)

1. Derian Faridsa, S. Farm (NIM. 051913143007)


2. Claudia Merie Angelina, S. Farm (NIM. 051913143026)
3. Moh. Andri Syifauddin, S. Farm (NIM. 051913143032)
4. Miftakhul Rohmah Putri, S. Farm (NIM. 051913143079)
5. Dewi Novitasari, S. Farm (NIM. 051913143100)
6. Deasy Anisa Kusumawardani, S. Farm (NIM. 051913143123)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 178
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

(27 Februari – 05 Maret)


2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 179
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Tinjauan Chronic Kidney Disease (CKD)


1.1.1. Definisi Chronic Kidney Disease
Chronic Kidney Disease (CKD) atau Gagal Ginjak Kronik (GGK) adalah
suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal
ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap berupa dialysis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2014).
Kriteria penyakit ginjal kronik:
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG), dengan manifestasi : - Kelainan Patologis terdapat tanda kelainan
ginjal termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan
dalam tes pencitraan (imaging tests).
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat
kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau tidak lebih dari 60
ml/menit/1,73m2, tidak termasuk criteria penyakit ginjal kronik (Suwitra,
2014).

1.1.2. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
(140−𝑢𝑚𝑢𝑟)𝑥𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
LFG(ml/mnt/1,73m2) = 𝑚𝑔
72𝑥𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 ( )
𝑑𝑙

pada wanita dikalikan 0,85

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 180
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel I.1 Klasifikasi stadium Gagal Ginjal Kronik (Suwitra, 2014)


Stad Deskripsi GFR (ml/mnt/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat >90
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan 60-89
3 Penurunan GFR sedang 30-59
4 Penurunan GFR berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

Tabel I.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Diagnosis Etiologi
(Suwitra, 2014)
Penyakit Tipe Mayor
Penyakit Ginjal Diabetes DM tipe 1 dan 2
Penyakit Ginjal Non Diabetes Penyakit Glomerular, Penyakit Vaskular,
Penyakit Tubulointerstisial, Penyakit Kistik
Penyakit pada Transplantasi Rejeksi kronik, Keracunan Obat
(siklosporin/takrolimus), Penyakit recurrent
(glomerular), Transplant glomerulopathy

1.1.3. Etiologi
Penyakit ginjal dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor
resiko, faktor yang mengawali kerusakan ginjal, dan faktor yang meningkatkan
progresifitas penyakit ginjal.
1. Faktor resiko (susceptibility factors)
Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit ginjal kronik adalah
pertambahan usia, turunnya massa ginjal, berat badan lahir, ras/etnik, riwayat
keluarga, penghasilan atau pendidikan yang rendah, inflamasi sistemik, dan
dislipidemia.
2. Faktor yang mengawali kerusakan ginjal (initiation factor)
Faktor inisiasi yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik adalah diabetes
mellitus, hipertensi, autoimune disease, infeksi sistemik, infeksi saluran

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 181
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

polycystic kidney disease, urinary stones, obstruksi saluran kemih bawah dan
toksisitas obat.
3. Faktor yang mempengaruhi progresifitas penyakit ginjal (progression factor)
Faktor yang mempengaruhi progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
peningkatan tekanan darah, proteinuria, kebiasaan merokok, hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes mellitus dan obesitas (Joy et al., 2011).

1.1.4. Patofisiologi
Berbagai faktor etiologi Chronic Kidney Disease menyebabkan kerusakan
ginjal dengan berbagai cara yang menyebabkan berbagai perubahan morfologi
glomerulus, tergantung pada diagnosa awal glomerulonefritis. Perkembangan
kerusakan ginjal utamanya melalui 3 jalur yaitu kerusakan massa nefron, hipertensi
intraglomerulus dan proteinuria. Paparan initiation factors menghasilkan kerusakan
massa nefron. Kerusakan massa nefron dan fungsi ginjal akan dikompensasi dengan
hipertrofi nefron yang selanjutnya menjadi maladaptif dan berkembang menjadi
hipertensi glomerulus. Hipertensi glomerulus secara tak langsung ditimbulkan oleh
AT II yang merupakan vasokonstriktor kuat arteriol aferen dan eferen. Efek AT II
lebih kuat pada arteriol eferen sehingga meningkatkan tekanan kapiler glomerulus.
Hal ini memicu kerusakan permeabilitas glomerulus dan menimbulkan proteinuria.
Protein yang berada di tubulus renalis akan menimbulkan peningkatan produksi
sitokin peradangan dan vasoaktif pada membran apikal tubulus proksimal, sehingga
dapat menimbulkan kerusakan dan penurunan fungsi ginjal. Adanya proteinuria
dapat mempercepat progresifitas kerusakan nefron (Joy et al., 2011).

1.1.5. Faktor resiko


Faktor yang dapat memengaruhi kerentanan untuk terjadi CKD yaitu usia,
obesitas, kebiasaan merokok serta adanya riwayat keluarga yang pernah didiagnosis
CKD. Beberapa penyakit yang dapat menginisisai CKD seperti diabetes mellitus,
hiperlipidemia, hipertensi dan gangguan pada glomerulus. Pasien diabetes mellitus
tipe 2 lebih berisiko terkena CKD dibandingkan dengan diabetes mellitus tipe 1.
Tekanan darah tinggi merupakan risiko yang paling banyak terjadi pada pasien

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 182
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

CKD dan keduanya saling memengaruhi. Sehingga pada beberapa terapi hipertensi
juga ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada organ ginjal. Gangguan
pada glomerulus merupakan risiko utama dari CKD terutama pada pasien dengan
imunoglobulin A nefropati, nefropati membran, lupus nefritis dan gangguan
lainnya. Proteinuria merupakan salah satu bentuk gangguan glomerulus (nefropati)
yang ditandai dengan adanya protein pada hasil pemeriksaan protein pada urin
positif (Joy et al, 2011).

1.1.6. Manifestasi klinik


Manifestasi klinik pada pasien CKD dapat berupa keabnormalan nilai data
laboratorium. Berikut merupakan data laboratorium yang perlu diperhatikan pada
pasien CKD (Pagana and Pagana, 2013):

Tabel I.3 Data laboratorium interpretasi CKD (Pagana and Pagana, 2013)
Nilai
Data Makna Kegunaan CKD
Normal
• Urea nitrogen merupakan produk Mengetahui
BUN akhir metabolisme protein dan fungsi ekskresi Dewasa:
disekresi lewat ginjal. ↑
(mg/dL) ginjal dan 10-20
• Peningkatan BUN menunjukkan metabolisme hati
penurunan fungsi ekskresi ginjal
Dewasa:

• Kreatinin merupakan hasil Wanita:


SCr katabolisme creatinin phosphate Diagnosa
yang diekskresi lewat ginjal. penuruann fungsi 0,5-1,1 ↑
(mg/dL) ekskresi ginjal
• Peningkatan SCr menunjukkna Pria:
penurunan fungsi ekskresi ginjal
0,6-1,2

Dewasa:
• Ekskresi kreatinin melalui ginjal
Wanita:
CLCr sebanding dengan laju filtrasi Mengukur laju ↓
glomerulus filtrasi 87-107
(ml/menit) • Penurunan ClCr menunjukkan glomerulus
penurunan laju filtrasi Pria:
glomerulus
107-139

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 183
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel I.3 Data laboratorium interpretasi CKD lanjutan (Pagana and Pagana, 2013)
Nilai
Data Makna Kegunaan CKD
Normal
Kalsium • Kalsium direabsorbsi di ginjal.
• Penurunan kalsium darah Mengevaluasi
Total: ↓
darah 9-10,5
menunjukkan penuruanan fungsi ginjal Terionisasi:
(mg/dL) reabsorbsi dan peningkatan 4,5-5,6
ekskresi kalsium dalam urin
Kalium • Kalium diekskresi dan Mengevaluasi
darah direabsorbsi di ginjal
fungsi ekskresi Dewasa: ↑
• Peningkatan kalium darah
ginjal 3,5-5,0
(mmol/L) menunjukkan penurunan fungsi
ekskresi ginjal
Fosfat • Fosfat diekskresi di ginjal Mengevaluasi
darah • Peningkatan fosfat darah fungsi ekskresi Dewasa: ↑
(mg/dL) menunjukkan penurunan fungsi ginjal 3,0-4,5
ekskresi ginjal
Penampilan:
Jernih
pH: 4,6-8,0
Protein:
0,8 mg/dL
• Kenaikan pH urin menunjukkan BJ (dewasa):
Memberikan 1,005-1,030
penurunan ekskresi ion hidrogen
informasi Nitrat, keton,
Urinalisis • Peningkatan kadar protein bilirubin,
mengenai
menunjukkan kelainan kristal, cast: ↑
glomerulus ginjal kelainan ginjal Negatif
dan proses
• Penurunan BJ urin menunjukkan Urobilinogen
metabolik lain : 0,01-1,0
penurunan funsi ginjal dalam
erlich unit/ml
membentuk urin yang konsentrat
Glukosa:
50-300 mg
Leukosit:
0-4/low
power field
Eritrosit: ≤ 2

Selain itu, manifestasi klinik dari CKD dapat dilihat dari tanda gejala dan
tanda berikut (Joy et al, 2011):
a. Gejala
Pada pasien CKD stage 1 dan 2 gejala yang dapat terlihat lebih kecil
dibandingkan dengan stage 3 dan 4. Gejala yang umum dialami pasien CKD

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 184
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

seperti adanya edema, intoleran pada suhu dingin, napas yang pendek,
palpitasi, nyeri otot dan kram, depresi, cemas, nafsu makan menurun, dan
gangguan seksual.
b. Tanda
Jantung-Paru: terjadinya edema dan hipertensi, aritmia,
hiperhomosisteinemia, dan dislipidemia.
Sistem pencernaan: terjadinya GERD dan berat badan turun.
Sistem endokrin: hiperparatiroid sekunder, menurunnya aktivasi vitamin D,
deposisi dari beta dua mikroglobulin dan terjadinya gout.
Hematologi: anemia, kekurangan zat besi dan perdarahan.
Cairan dan elektrolit: hiper dan hiponatremi, hiperkalemi dan asidosis
metabolik.

1.1.7. Komplikasi
a. Gangguan Keseimbangan Elektrolit dan Air
Pada pasien CKD, manifestasi yang paling sering terjadi adalah
meningkatnya volume intravaskular sehingga menimbulkan hipertensi
sistemik. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengaturan intake natrium dan air
untuk mencegah hipertensi dan edema karena gangguan ginjal dalam
mengkompensasi perubahan natrium dan menurunkan perfusi renal. Selain
itu, kosentrasi kalium biasanya dapat dijaga untuk berada pada kisaran
normal hingga pasien mengalami GGT (Gagal Ginjal Terminal) atau LFG
< 10 ml/menit. Kenaikan sekresi kalium yang signifikan oleh usus besar
berkontribusi pada penjagaan keseimbangan kalium (Wells et al., 2002).

b. Asidosis Metabolik
Pasien CKD rentan terjadi asidosis metabolik karena terganggunya
keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh. Asidosis metabolik dapat
memengaruhi terjadinya kerusakan tulang, menurunkan kontraktilitas
jantung, stimulasi katabolisme protein, dan meningkatkan iritabilitas
vaskular (Wells et al., 2002). Terapi untuk asidosis metabolik pada pasien

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 185
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

CKD pada umumnya dengan natrium bikarbonat. Untuk asidosis metabolik


yang tidak menunjukkan gejala (asidosis metabolik ringan pH 7,2-7,4;
HCO3 12-20 meq/L) tidak perlu terapi (Hudson, 2008).

c. Anemia
Penyebab utama anemia pada pasien CKD adalah defisiensi eritropoetin.
Faktor lainnya adalah kehilangan darah, kekurangan zat besi, asam folat dan
vitamin B12, osteotis fibrosa, infeksi sistemik dan peradangan, keracunan
aluminium dan hipersplenisme. Anemia mulai terjadi apabila LFG menurun
dibawah 50 ml/menit dan konsentrasi hematokrit mencapai 30% saat LFG
mencapai 20-30 ml/menit (Wells et al., 2002). Pada gagal ginjal yang berat
atau uremia, waktu hidup sel darah merah mengalami penurunan, dari
normal (90-120 hari) menjadi hanya 60-90 hari. Anemia yang terjadi pada
pasien gagal ginjal adalah anemia normositik normokromik (Krauss and
Hak, 2000).

d. Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh
penyebab yang spesifik (hipertesi sekunder) atau mekanisme patofisiologi
yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi primer). Hipertensi yang
disebabkan oleh penyakit ginjal kronik termasuk hipertensi sekunder.
Penyebab hipertensi pada pasien CKD adalah adanya ekspansi volume
ekstrasel dan abnormalitas sistem renin angiotensin. Target nilai tekanan
darah adalah kurang dari 140/90 mmHg untuk hipertensi tanpa komplikasi,
serta kurang dari 130/80 mmHg untuk penderita diabetes melitus dan
penyakit ginjal kronik. Pemilihan obat tergantung pada derajat
meningkatnya tekanan darah. Pada penderita hipertensi stage 1 sebaiknya
terapi diawali dengan diuretik thiazide, sedangkan untuk hipertensi stage 2
diberikan diuretik thiazide dengan kombinasi ACE inhibitor atau ARB
(Sukandar, 2008).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 186
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.8. Tata laksana terapi

Gambar 1.1 Tata laksana terapi HT dengan CKD (Joy et al., 2011)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 187
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2. Hiperkalemia
1.2.1. Definisi hiperkalemia
Hiperkalemia adalah masalah metabolisme yang berpotensi mengancam
jiwa yang disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal untuk mengeluarkan kalium,
gangguan mekanisme pemindahan kalium ke dalam sel atau kombinasi dari faktor-
faktor ini. Adanya perubahan pada elektrokardiografi yang khas pada saat terjadi
peningkatan atau perubahan kalium serum menunjukkan bahwa hiperkalemia dapat
mengancam jiwa (Rodriguez & Calvert, 2006).

1.2.2. Etiologi
Faktor yang paling sering menyebabkan hiperkalemia yaitu (Rodriguez & Calvert,
2006):
• Efek konsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan kalium serum seperti
penggunaan kombinasi ACE inhibitor atau angiotensin reseptor bloker pada
pasien gagal jantung yang dikombinasi dengan spironolakton. Penggunaan
NSAID dapat menurunkan jumlah ekskresi renin dan menurunkan sekresi
kalium. Beta bloker juga dapat menurunkan ekskresi kalium
• Gangguan distribusi kalium pada intrasel dan ekstrasel
• Penurunan ekskresi kalium di ginjal oleh adanya gagal ginjal dan hipoperfusi
ginjal, hiporeninemic hipoaldosteronism dan gejala yang berhubungan
dengan tipe IV renal tubular asidosis, pasien diabetik nefropathy, dehidrasi
dan penyakit akut
• Peningkatan usia menyebabkan penurunan pada fungsi ginjal dan
metabolisme kalium

1.2.3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengatur regulasi kalium dalam tubuh:
• Asupan kalium yang masuk ke sirkulasi dan merangsang pankreas untuk
melepaskan insulin. Adanya peningkatan insulin akan menginduksi
transport kalium dari ekstrasel ke intrasel melalui natrium-kalium ATP sel.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 188
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Peningkatan kalium dalam sirkulasi menyebabkan sel juxtaglomerular


ginjal melepas renin. Renin akan merubah angiotensin I menjadi
angiotensin II dan akan merangsang aldosteron. Peningkatan aldosteron
berguna untuk regulasi ekskresi kalium dan mempertahankan natrium yang
selanjutnya menurunkan kalium serum.
Adanya kelainan atau penyakit pada kondisi fisiologi seperti hiporeninemik
hipoaldosterinism, addison’s disease, kongenital adrenal hiperplasia (kelainan
genetik), gagal ginjal, SLE, renal tubular asidosis tipe IV, defisiensi
mineralokortikoid menyebabkan gangguan eksresi kalium di renal.
Pergerakan kalium dari intrasel ke ekstrasel pada kondisi asidosis,
kerusakan jaringan seperti rhabdomilosis, luka bakar dan trauma, hiperosmolar pada
pasien dengan gula darah yang tidak terkontrol, resisten atau defisiensi insulin dan
tumor lisis dapat. Kondisi patofisiologi ini menyebabkan hiperkalemia (Rodriguez
& Calvert, 2006).

1.2.4. Manifestasi klinik


Manifestasi klinik yang dapat terjadi pada penderita hiperkalemia, seperti
poliuria, haus, anoreksia, konstipasi dan mual, menyebabkan gangguan ginjal,
shortened QT interval dan dysrhtymias, nefrolitiasis, pancreasitis, hipertensi,
kardiomiopathy dan kelemahan otot (Walsh, et al., 2016).

1.2.5. Faktor resiko


Resiko hiperkalemia meningkat pada pasien dengan usia lanjut yang
disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal. Penurunan fungsi ginjal menyebabkan
gangguan ekskresi kalium. Penderita gangguan ginjal atau gagal ginjal juga memiliki
resiko tinggi untuk terkena hiperkalemia. Pasien dengan gagal jantung yang
mengkonsumsi ARB, ACE inhibitor dan beta bloker meningkatkan resiko
hiperkalemia. Penderita diabetes yang mengalami defisiensi insulin dan
hipertonisitas akan merangsang kalium menuju ekstrasel.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 189
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Peningkatan resiko juga terjadi pada pasien yang mengkonsumsi NSAID.


NSAID akan menurunkan prostaglandin akan menyebabkan menurunnya aliran
darah arteriol aferen, supresi renin dan sekresi aldosteron (Walsh, et al., 2016).

1.2.6. Tata laksana terapi


Algoritme manajemen terapi pada pasien hiperkalemia adalah sebagai berikut

Gambar 1.2 Tata laksana terapi hiperkalemi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 190
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.3 Terapi pilihan untuk hiperkalemi (Rodriguez & Calvert, 2006)

Sebagai tambahan, fludrokortison diperlukan untuk pasien yang mengalami


hiporeninemia hipoaldosteronism pada hiperkalemia berulang atau kronis. Efek
samping fludrokortison seperti hipertensi dan retensi cairan dapat diatasi dengan
pemberian diuretik. Hiperkalemia yang terjadi pada pasien dengan penggunaan ACE
inhibitor atau ARB pada pasien gagal ginjal kronis dan asidosis metabolik dapat
diberikan suplement Na-bikarbonat dengan dosis 25-50 mEq per hari atau baking
soda 0,5-1 sendok teh per hari (Rodriguez & Calvert, 2006).

1.3. Tinjauan Heart Failure (HF)


1.3.1. Definisi
Heart Failure (gagal jantung) adalah sindrom yang menggambarkan kedaan
kompleks, di mana jantung tidak mampu memepertahankan Cardiac Output yang
memadai untuk memenuhi metabolisme persyaratan dan mengakomodasi
pengembalian vena (Kemp & Conte, 2012).Menurut artikel lain menjelaskan bahwa
suatu gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan gejala

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 191
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

akonstelasi (dyspnoea, orthopnoea, limbswelling lebih rendah) dan tanda – tanda


(peningkatan tekanan vena jugularis, kongesti paru - paru) yang sering disebabkan
oleh kelainan struktural dan / atau fungsional kardiak yang mengakibatkan
berkurangnya curah jantung dan / atau tekanan intrakardiak yang meningkat
(Kurmani S., 2017).

1.3.2. Klasifikasi
Heart Failure umumnya diklasifikasikan menggunakan New York Heart
Association (NYHA) yang menempatkan pasien dalam satu dari empat kelas
berdasarkan fisik gangguan yang disebabkan oleh gagal jantungnya. Namun, baru –
baru ini, sistem baru dikembangkan oleh American College of Cardiology (ACC)
and the American Heart Association (AHA) yang menekankan perkembangan
proses penyakit (Kemp & Conte, 2012).

Tabel I.4 Klasifikasi Gagal Jantung (Kemp & Conte, 2012).

1.3.3. Etiologi
Gagl jantung dapat disebabkan oleh semua kelainan yang mempengaruhi
kemampuan jantung untuk berkontraksi (disfungsi sistolik) dan atau berkurangnya
pengisian ventrikel (disfunsi diastolik) (DiPiro et al., 2015).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 192
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel I.5 Etiologi gagal jantung (dipiro et al., 2015)


Disfungsi sistolik Disfungsi diastolik
• Penurunan massa miosit (karena infark • Peningkatan kekakuan
miokard) ventrikel
• Dilated cardiomyophaty • Hipertrofi ventrikular
• Hipertrofi ventrikel • Penyakit miokardial
‒ Tekanan yang berlebihan (misal infiltratif
karena hipertensi sistemik atau • Iskemia dan infrak miokard
pulmonar, stenosis aorta) • Stenosis katup mitral atau
‒ Volume berlebihan (misal karena trikuspid
regurgitasi katup) • Penyakit perikardial
(perikarditis)

1.3.4. Patofisiologi
Ketika jantung mulai terganggu, tubuh mengaktifkan beberapa mekanisme
kompoensasi yang kompleks dalam upaya mempertahankan CO dan oksigenasi
organ – organ vital. Kompensasi ini termasuk peningkatan tonus simpatis, aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), retensi natrium dan air, dan adaptasi
neurohormonal lainnya, yang mengarah pada remodeling jantung (dilatasi ventrikel,
hipertrofi jantung, dan perubahan bentuk LV lumen) (Koda Kimbel et al., 2012).
a. Takikardi dan peningkatan kontraktilitas
Mekanisme untuk mempertahankan CO (Cardiac Output) ketika kontraktilitas
rendah adalah dengan meningkatkan denyut jantung. Hal ini dicapai melalui
aktivitas sistem saraf simpatik (Sympathetic Nervous System, SNS) dan efek
agonis norepinefrin pada reseptor β – adrenergik dalam hati. Aktivitas simpatis
juga meningkatkan kontraktilitas dengan meningkatkan konsentrasi kalsium
sitosol (Koda Kimbel et al., 2011).
b. Mekanisme Frank – Starling
Dalam pengaturan penurunan mendadak CO, respons alami tubuh adalah
mengurangi aliran darah ke perifer untuk mempertahankan perfusi ke organ
vital seperti jantung dan otak. Oleh karena itu, perfusi ginjal dikompromikan.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 193
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Hal ini menyebabkan aktivasi sistem renin angiotensin-aldosteron (Renin


Angiotensin Aldosterone System, RAAS). Dalam gagal jantung, perubahan
dalam filamen kontraktil mengurangi kemampuan kardiomiosit untuk
beradaptasi dengan peningkatan preload. Dengan demikian, peningkatan
preload sebenarnya merusak fungsi kontraktil pada gagal jantung dan
menghasilkan penurunan lebih lanjut dalam CO (Koda Kimbel et al., 2011).
c. Terjadinya vasokontriksi
Aktivasi RAAS dan SNS juga berkontribusi terhadap vasokonstriksi dalam
upaya untuk mendistribusikan aliran darah dari organ perifer seperti ginjal
untuk sirkulasi koroner dan serebral. Vasokonstriksi arteri menyebabkan
gangguan ejeksi darah dari jantung karena peningkatan dalam afterload. Hal ini
menyebabkan penurunan CO dan stimulasi respon kompensasi yang terus
menerus, menciptakan lingkaran setan aktivasi neurohormonal (Koda Kimbel
et al.,2011).
d. Hipertrofi ventrikel dan remodeling
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi atau
bertambahnya tebal dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah
sarkomer dalam sel – sel miokardium, sarkomer dapat bertambah secara paralel
atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan
gagal jantung. Remodeling jantung terjadi sebagai kompensasi untuk adaptasi
perubahan stres dinding dan diatur sebagian oleh aktivasi neurohormonal,
dengan angiotensin II dan aldosteron menjadi rangsangan utama (Robert et al.,
2011). Ketika remodeling terjadi, ada perubahan dalam ukuran, bentuk,
struktur, dan fungsi ventrikel. Perubahan geometrik ini pada awalnya sebagai
kompensasi untuk meningkatkan volume ventrikel yang mengarah pada
meningkatnya stroke volume dan cardiac output walaupun ejection fraction
(EF) berkurang (Kemp & Conte, 2012)

1.3.5. Faktor resiko


Hipertensi adalah faktor resiko paling umum di antara kasus gagal jantung,
terjadi pada 66% pasien. Dalam Framingham Heart Study, menjelaskan bahwa

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 194
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

hipertensi mendahului gagal jantung pada 91% kasus (Dunlay M Shannon et al.,
2010). Beberapa faktor resiko selanjutnya seperti penyakit arteri koroner dimana
arteri menyempit sehingga dapat membatasi suplai darah kaya O2 ke jantung,
sehingga otot jantung melemah, kemudian diabetes, penggunaan tembakau,
kegemukan, detak jantung tidak teratur, dan lain sebagainya (Mayo Clinic., 2020).

1.3.6. Manifestasi klinik


Dispnea, batuk, dan mengi disebabkan oleh peningkatan tekanan di dasar
kapiler paru karena aliran yang tidak efektif dari ventrikel kiri. Edema pada
ekstremitas bawah, serta asites, terjadi ketika ventrikel kanan tidak mampu
mengakomodasi aliran balik vena sistemik. Kelelahan sering terjadi karena jantung
tidak dapat mempertahankan CO yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh dan menghemat aliran darah ke jantung dan otak. Mual dan
kurang nafsu makan juga dapat terjadi karena darah dialihkan dari saluran
pencernaan ke organ yang lebih vital. Palpitasi dapat terjadi ketika jantung mencoba
mengakomodasi kekurangan aliran dengan detak jantung yang lebih cepat (HR)
(Kemp & Conte, 2012).

1.3.7. Tata laksana terapi


Berdasarkan ACC / AHA merekomendasikan bahwa sebagian besar pasien
gagal jantung harus diobati secara rutin dengan kombinasi kelas terapi sebagai
berikut : Inhibitor ACE atau ARB, β bloker adrenergik, digoxin dapat pula
ditambahkan kapan saja untuk mengurangi gejala, diuretik, dan antagonis
aldosteron. Tujuan dari terapi adalah untuk menghilangkan gejala, menghindari
komplikasi seperti aritmia, meningkatkan kualitas hidup pasien, dan memperpanjang
kelangsungan hidup (Koda Kimbel et al., 2012).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 195
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.2 Tata laksana gagal jantung (Koda Kimbel et al., 2012)

a. Terapi Non-Farmakologi
1. Diet
Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus
diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah atau berat
badannya. Asupan sodium harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari dan
membatasi asupan cairan maksimal 2 L/hari (DiPiro et al., 2015).
2. Merokok
Sangat tidak dianjurkan pada pasien dengan gagal jantung. Selain efek
sampingnya pada penyakit koroner, yang merupakan penyebab yang
mendasari dalam sebagian besar pasien, merokok memiliki efek
hemodinamik yang merugikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 196
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Misalnya saja, merokok dapat menurunkan CO, terutama pada pasien yang
pernah memiliki riwayat penyakit infark miokard (Gibbs, 2000).
3. Alkohol
Selain efek toksik langsung alkohol pada miokardium, asupan alkohol
yang tinggi menyebabkan predisposisi aritmia (terutama fibrilasi atrium) dan
hipertensi, serta dapat menyebabkan perubahan penting dalam keseimbangan
cairan. Konsumsi alkohol selanjutnya dapat menyebabkan gagal jantung akut
atau memburuk (Gibbs, 2000).
4. Aktifitas Fisik
Olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan untuk
pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan intensitas yang
nyaman bagi pasien, pelatihan dapat meningkatkan toleransi latihan dan
menghilangkan gejala dyspnea dan kelelahan (Abraham, 2007).

b. Terapi Farmakologi
1. Diuretik
Diuretik adalah senyawa yang merangsang pengeluaran urine dengan
meningkatkan laju ekskresi natrium dan air. Cara kerja diuretik pada
pengobatan gagal jantung untuk menurunkan retensi garam dan air sehingga
akan menurunkan preload ventrikuler. Penggunaan diuretik yang memberi
respon terbaik pada pasien gagal jantung yaitu penggunaan furosemid. Oleh
karena furosemid merupakan diuretik kuat sehingga perlu dilakukan
monitoring keseimbangan elektrolit dan pemeriksaan kadar urea dalam urine
(Koda Kimbel et al., 2012).
2. Aldosteron Antagonis
Menurunnya CO pada pasien gagal jantung akan mengaktivasi system
renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) sehingga akan terjadi peningkatan
kadar angiotensin II maupun aldosteron. Antagonis aldosteron yang sering
digunakan yaitu spironolakton yang juga merupakan diuretik hemat kalium.
Pada penggunaan dosis kecil yaitu 25 mg/hari akan menurunkan resiko
serangan dan kematian, selain itu terjadi perbaikan simptom yang diamati

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 197
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

melalui perubahan tingkatan gagal jantung menurut New York Heart


Associatiom (NYHA). Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh
penggunaan spironolakton yaitu ginekomasti dan peningkatan konsentrasi
serum kalium (hiperkalemia) (Koda Kimbel et al., 2012).
3. ACE Inhibitor dan ARB
Penggunaan ACEi adalah obat pilihan untuk terapi awal, bahkan pada
pasien dengan disfungsi sistolik LV yang relatif ringan. Secara umum, ACEi
digunakan bersama dengan β-blocker. ACEi harus dimulai dengan dosis
rendah, diikuti dengan peningkatan dosis jika dosis yang lebih rendah telah
ditoleransi dengan baik. ARB menawarkan keunggulan teoretis dibandingkan
dengan ACEi dengan menjadi lebih spesifik untuk blokade angiotensin II
(lebih disukai mengikat pada reseptor AT1) dan memiliki risiko lebih rendah
batuk yang diinduksi oleh obat (Koda Kimbel et al., 2012).
4. β – Adrenergic Blocking Agent
penggunaan β – bloker bertujuan untuk menghambat aktivitas berlebihan
sistem neurohormonal, karena dapat menyebabkan kematian sel, hiperyrofi,
iskemia dan aritmia. Penggunaan β – bloker dapat memperbaiki ejection
fraction vebtrikel kiri dan menurunkan dilatasi ventrikel kiri karena
penggunaan β – bloker akan memberi efek penghambatan proses remodeling
ventrikel (Koda Kimbel et al., 2012).
5. Digitalis Glycosides (Digoxin)
Digoxin memiliki beberapa tindakan farmakologis pada jantung. Digoxin
mengikat dan menghambatnatrium-kalium (Na+/K+) adenosin trifosfatase
(ATPase) dalam sel jantung, mengurangi transpor natrium ke luar dan
meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler dalam sel. Ikatan kalsium
pada retikulum sakoplasma menyebabkan peningkatkan keadaan kontraktil
jantung. Dosis optimal yang dapat digunakan untuk pengobatan HF sistolik
adalah 0,5 – 1 mg/mL (Koda Kimbel et al., 2012).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 198
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

6. Other Vasodilating Drugs: Hydralizine and Nitrates


Vasodilator digunakan untuk mengatasi vasokonstriksi dan menurunkan
beban kerja jantung serta kebutuhan oksigen jaringan. Vasodilator yang
digunakan pada terapi gagal jantung yaitu derivat nitrat dan hidralazin.
Derivat nitrat (misal isosorbid dinitrat/ISDN) dan hidralazin dikombinasikan
pada terapi gagal jantung karena aksi hemodinamik yang komplementer
(saling melengkapi). Nitrat merupakan venodilator utama yang akan
menghasilkan penurunan preload, sedangkan hidralazin merupakan
vasodilator langsung yang bekerja pada otot polos arteri. Selain itu nitrat akan
menghambat proses remodeling ventrikel dan hidralazin akan mencegah
toleransi nitrat dan menurunkan progresitivitas gagal jantung (Koda Kimbel
et al., 2012).
7. Other Inotropic Agents
Dopamin dan dobutamin, keduanya merupakan simpatomimetik,
umumnya digunakan pada gagal jantung dekompensasi akut, tetapi
penggunaannya dibatasi oleh kebutuhan untuk pemberian IV. Milrinone dan
agen inotropik nonsympathomimetic lainnya (phosphodiesterase inhibitor)
dikaitkan dengan peningkatan insidensi mortalitas tetapi sering digunakan
dalam beberapa kasus secara kronis pada pasien stage D (Koda Kimbel et al.,
2012).
8. Calcium-Channel Blockers
Obat – obat yang termasuk golongan CCB seperti amlodipin, felodipine,
isradipine, nifedipine, dan nicardipine, memiliki efek vasodilatasi arteri
(Koda Kimbel et al., 2012).

1.4. Problem medis Hipertensi


1.4.1. Definisi hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai penyakit umum dimana tekanan darah
secara persisten meningkat. Penurunan tekanan darah bermanfaat untuk mengurangi
risiko kardiovaskular yang signifikan. Pemilihan terapi obat antihipertensi harus

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 199
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sesuai kebutuhan untuk mencapai target tekanan darah, yang disesuaikan dengan
kondisi pasien (Parra et al., 2016).

1.4.2. Klasifikasi hipertensi


JNC 8 (2015) mengklasifikasikan hipertensi menjadi 4 untuk dewasa diatas
18 tahun, diantaranya adalah normal; prehipertensi; hipertensi stage I; hipertensi
stage II. Sedangkan menurut AHA (2017), klasifikasi hipertensi dibedakan menjadi
4 yakni hipertensi stage I; hipertensi stage II; hipertensi urgency; hipertensi
emergency.

Tabel I. 6 Klasifikasi hipertensi pada dewasa (Bell et al., 2015)


Tekanan Sistol Tekanan Diastol
Klasifikasi
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi stadium 2 ≥160 atau ≥100

Apabila TDD >180 atau TDS >120 mmHg disebut Crisis Hypertension.
Hipertensi Krisis dibagi menjadi dua yaitu Hipertensi emergensi (darurat) dan
Hipertensi urgensi (mendesak), yaitu (AHA, 2017) :
a. Hipertensi emergensi (darurat)
Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastolik >120 mmHg
secara mendadak disertai kerusakan organ target. Hipetensi emergensi harus
ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan obat-obat
antihipertensi intravena.
b. Hipertensi urgensi (mendesak)
Peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi namun tanpa
disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera
diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi oral.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 200
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.4.3. Etiologi
Pada kebanyakan pasien (lebih dari 90%), penyebab hipertensi tidak
diketahui dan disebut sebagai hipertensi primer. Namun, pada beberapa pasien ada
penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi, disebut sebagai hipertensi sekunder.
Penyebab umum hipertensi sekunder termasuk CKD, Sindrom Cushing dan status
kelebihan glukokortikoid lainnya, induksi obat terkait, pheochromocytoma,
aldosteronisme primer dan kelebihan mineralokortikoid lainnya, hipertensi
renovaskular, sleep apnea, dan penyakit tiroid atau paratiroid (Parra et al., 2016).

1.4.4. Patofisiologi
Banyak faktor patofisiologi yang terlibat dalam hipertensi esensial
diantaranya adalah peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik yang terkait dengan
respon yang tinggi terhadap stres psikososial, kelebihan hormon sodium-retaining
dan vasokonstriktor, asupan natrium yang tinggi dalam jangka yang panjang, asupan
makanan kalium dan kalsium yang tidak memadai, peningkatan sekresi renin dengan
peningkatan produksi angiotensin II dan aldosteron, defisiensi vasodilator seperti
prostasiklin, nitrit oksida (NO) dan peptide natriuretic, perubahan ekspresi sistem
kallikreinkinin yang dapat mempengaruhi vascular dan penanganan garam di ginjal,
kelainan pada resistensi pembuluh darah termasuk dalam mikrovaskular ginjal,
diabetes mellitus, resistensi insulin, obesitas, peningkatan aktivitas dari faktor
pertumbuhan pembuluh darah, perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi
denyut jantung, sifat inotropik jantung, pembuluh darah dan perubahan transport ion
seluler (James et al., 2017).

1.4.5. Faktor resiko


Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat dan tidak dapat
dikontrol, antara lain (Saseen, J., Maclaughlin, E., 2015):
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
- Jenis kelamin
- Umur
- Keturunan (Genetik)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 201
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:


- Merokok
- Status Gizi
- Konsumsi natrium
- Stress

1.4.6. Manifestasi klinik


Pasien dengan hipertensi primer mungkin asimtomatik namun masih
memiliki faktor risiko utama CVD (Parra et al, 2016). Biasanya pasien menderita
hipertensi disertai sakit kepala bagian tengkuk leher (paroksismal), takikardi,
palpitasi, dan berkeringat.

1.4.7. Tata laksana terapi


Tujuan umum dari terapi hipertensi ialah mengurangi morbiditas atau
mortalitas dengan menurunkan tekanan darah sesuai target dari masing-masing
kondisi. Terapi hipertensi terdiri dari terapi farmakologi dan terapi non-farmakologi.
Terapi non farmakologi lebih disarankan untuk mengontrol tekanan darah dan
mencegah perburukan kondisi akibat hipertensi dengan mengubah pola hidup.

Gambar 1.3 Tata laksana HT dengan atau tanpa kondisi khusus


(Parra et al., 2016)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 202
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.5. Anemia
1.5.1. Definisi
Anemia adalah sekelompok penyakit yang ditandai oleh penurunan
hemoglobin (Hb) atau sel darah merah (RBC) sehingga menghasilkan penurunan
kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah (Ineck dkk, 2008).

1.5.2. Etiologi
Kondisi comorbid dapat beresiko besar meningkatkan anemia. Anemia
khususnya terjadi pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi dan pasien dengan
CKD. Insiden anemia pada pasien kanker bervariasi tergantung pada jenis tumor dan
tingkat myelosuppression dari regimen kemoterapi. Anemia sangat umum dijumpai
pada pasien CKD. Ada penelitian yang menyebutkan bahwa 60% pasien CKD
mengalami anemia (Li dan Hoffman, 2008).
Penyebab anemia dapat dibedakan menjadi tiga kategori utama yaitu
penurunan produksi RBC, peningkatan perombakan RBC, dan hilangnya darah.
Terapi obat terutama untuk mengatasi anemia yang disebabkan oleh penurunan
produksi eritrosit. Penyebab penurunan produksi eritrosit dapat multifaktorial.
Defisiensi nutrisi (seperti besi, vitamin B12, dan asam folat) adalah penyebab umum
yang mudah diterapi. Pasien kanker dan CKD beresiko mengalami hipoproduktif
anemia. Pasien dengan penyakit yang berhubungan dengan sistem imun (seperti
rheumatoid arthritis dan systemic lupus erythematosus) menderita anemia akibat
komplikasi dari penyakitnya (Li dan Hoffman, 2008).

1.5.3. Patofisiologi
Eritropoiesis
Eritropoiesis merupakan proses yang dimulai dengan sel batang pluripoten
dalam sumsum tulang dan langsung berdiferensiasi menjadi erythroid colony-
forming unit (CFU-E). Perkembangan dari sel-sel tersebut tergantung pada stimulasi
faktor pertumbuhan yang tepat, terutama eritropoietin. Sitokin lainnya yaitu
granulocyte-monocyte colony stimulating factor (GM-CSF) dan interleukin-3 (IL-
3). Selanjutnya, CFU-E berdiferensiasi menjadi retikulosit dan melintasi sumsum

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 203
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

tulang menjadi darah perifer. Akhirnya, retikulosit matang berubah menjadi eritrosit
setelah satu sampai dua hari dalam aliran darah. Sepanjang proses ini, sel secara
bertahap mengumpulkan hemoglobin lebih banyak dan kehilangan intinya (Li dan
Hoffman, 2008).

Penurunan produksi atau respon eritropoietin


Pasien CKD mengalami penurunan produksi eritropoietin karena
eritropoietin terutama diproduksi di ginjal. Akhirnya, terjadi ketumpulan produksi
eritropoietin atau menurunnya respon terhadap produksi eritropoietin pada pasien
anemia dengan penyakit kronik. Anemia pada penyakit kronik juga mempengaruhi
homeostasis besi, menyebabkan pengambilan besi dari cadangan dan penurunan
jumlah besi (Li dan Hoffman, 2008).

Stimulasi eritropoiesis
Sebesar 90% hormon EPO dihasilkan oleh ginjal yang mengawali dan
menstimulasi produksi RBC. Eritropoiesis diatur oleh feedback loop. Mekanisme
aksi utama dari EPO adalah mencegah apoptosis atau mengatur kematian sel dari sel
prekursor eritroid serta membiarkan sel berproliferasi dan maturasi. Penurunan
kadar oksigen di jaringan memberi tanda pada ginjal agar meningkatkan produksi
dan melepas EPO ke plasma sehingga terjadi (a) stimulasi sel batang yang
berdiferensiasi menjadi proeritroblas (b) peningkatan laju mitosis (c) peningkatan
pelepasan retikulosit dari sumsum (d) menginduksi pembentukan Hb. Pada kondisi
di bawah normal, massa RBC disimpan pada tingkat yang hampir konstan oleh EPO.
Percepatan sintesis Hb membuat kadar Hb kritis segera tercapai sehingga RBC lebih
cepat matang. Mekanisme feedback menghentikan proses sintesis asam nukleat
RBC, menyebabkan pelepasan retikulosit yang lebih awal. Adanya sejumlah besar
retikulosit di sirkulasi perifer (retikulositosis) adalah indikasi peningkatan produksi
RBC (Ineck dkk, 2008).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 204
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.5.4. Manifestasi klinik


a. Umum
Dapat tanpa disertai gejala atau dengan keluhan yang tidak begitu jelas.
Pasien dengan defisiensi vitamin B12 dapat berkembang menjadi gangguan
neurologik (Ineck dkk, 2008).
b. Gejala
Penurunan toleransi olahraga, lemah, pusing, palpitasi, vertigo, nafas
pendek, nyeri dada, dan gejala neurologik akibat defisiensi vitamin B 12
(Ineck dkk, 2008).
c. Tanda-tanda
Takikardia, tampak pucat, penurunan ketajaman mental, dan peningkatan
intensitas beberapa cardiac valvular murmur (Ineck dkk, 2008).
d. Tes laboratorium
Hb, hematokrit (Hct), dan RBC menunjukkan harga normal pada awal sakit
dan mengalami penurunan akibat perjalanan anemia. Besi serum bernilai
rendah pada iron-deficiency anemia (IDA) dan anemia of chronic disease
(ACD). Kadar ferritin menurun pada IDA dan normal bahkan meningkat
pada ACD. TIBC (total iron-binding capacity) tinggi pada IDA dan rendah
atau normal pada ACD. MCV (mean corpuscular volume) homosistein dan
meningkat pada defisiensi vitamin B12 dan asam folat (Ineck dkk, 2008).

1.5.5. Tata laksana terapi


Terapi nonfarmakologi untuk anemia pada CKD adalah dengan menjaga
asupan besi yang cukup yaitu sekitar 1-2 mg per hari dan terutama diserap di usus
dua belas jari. Namun, asupan besi oral saja tidak cukup untuk meningkatkan
kebutuhan besi pada CKD berat sehingga harus mulai diterapi dengan eritropoietik
(Hudson, 2008).
Terapi farmakologi untuk anemia pada CKD meliputi terapi kronik dengan
ESA (erythropoietic-stimulating agent) untuk koreksi defisiensi eritropoietin,
suplemen besi untuk koreksi dan mencegah defisiensi besi akibat pendarahan yang
terus-menerus, serta peningkatan kebutuhan besi akibat permulaan terapi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 205
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

eritropoietik. Terapi besi adalah terapi lini pertama untuk anemia pada CKD jika
didiagnosis defisiensi besi dan pada beberapa pasien CKD target Hb dapat tercapai
meski tanpa terapi ESA. Pemberian bersama besi dan ESA seringkali diperlukan
untuk menstimulasi eritropoiesis dan mencegah anemia mikrositik yang terjadi
akibat defisiensi besi (Hudson, 2008).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 206
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II

PROFIL PASIEN

2.1.Profil pasien
Nama/ Jenis kelamin : Ny. M / Perempuan
Umur/ BB/ TB : 48 th / - / -
Alamat : Pasuruan
MRS/KRS : 27 Februari 2020 / 03 Maret 2020
Status pasien : Umum
Dokter : dr. Atma Gunawan, Sp. Pd, KGH
Farmasis : Rani Nur Badriyah, M. Farm-Klin., Apt
Alergi : -
Keluhan utama : Badan lemas
Riwayat penyakit saat ini : Badan lemas, kaki bengkak, perut
kembung, nyeri, mual muntah (+) berupa air
liur. ± 5 hari yang lalu badan terasa mudah
capek dan lemas. Sesak nafas jika
beraktivitas dan membaik dengan istirahat
± 1 minggu sebelum MRS. Pasien
merupakan rujukan dari IGD RS Daerah,
hasil lab menunjukkan gangguan ginjal
sehingga dirujuk ke RSSA untuk HD
pertama.
Hasil observasi: pasien memiliki HT, DM
dan dyslipidemia sejak 8 tahun yang lalu,
dan tidak minum obat lagi (± 3 – 4 bulan
yang lalu) karena dirasa enak dan hasil tes
nilai normal.
Riwayat kesehatan : HT, DM, Dislipidemi uncontrolled
Riwayat pengobatan : Lupa → Kepatuhan (-)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 207
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Diagnosa awal : CKD Stage V Newly diagnosed + Severe


hyperkalemia + HF Stage C Fc III + HT
Stage II + DM Type 2 + Anemia + Susp
Rupture uretra
Diagnosa akhir : CKD Stage V Newly diagnosed + Severe
hyperkalemia + HF Stage C Fc III + HT
Stage II + DM Type 2 + Anemia + Susp
Rupture uretra

2.2. Data klinis pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Tanggal pemeriksaan
Nilai
Parameter 27/02
normal 28/02 29/02 02/03
10:47 11:15 11:30 13:00 20:00
Suhu
36-37 36 36,8 36,5 36,5 36,7 36,7 36,7 36,8
(oC)
Nadi
80-85 91 91 91 90 80 89 92 98
(x/menit)
RR
20 20 20 20 20 20 20 20 20
(x/menit)
Tekanan
darah 120/80 153/83 163/86 153/83 153/83 160/80 160/75 160/70 150/80
(mmHg)

Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien


Tanggal pemeriksaan
Parameter 27/02
28/02 29/02 02/03
10:47 11:15 11:30 13:00 20:00
GCS 456 456 456 456 456 456 456 456
SpO2 (> 95%) 98% 96% 98% 98% 98% - 90%
VAS 3/10

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 208
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3. Data laboratorium pasien


Tabel 2.3 Tabel data laboratorium pasien
Parameter Nilai normal 20/02 21/02 26/02 27/02 28/02 29/02
HEMATOLOGI
Hb 11,4 – 15,1 10,80 10,27 7,90
Eritrosit 4,0 – 5,0 3,58 3,275 2,69
Leukosit 4,7 – 11,3 103 13,6 14,41 19,81
Hematokrit 38 – 42% 30,90 28,90 23,80
Trombosit 142 – 424 103 421 207
MCV 80 – 93 FL 88,08
MCH 27 – 31 Pg 31,34 29,40
MCHC 32 – 36 g/dL 35,59 33,20
RDW 11,5 – 14,5% 11,70 13,60
PDW 9 – 13 9,2
MPV 7,2 – 11,1 5,281 9,7
P-LCR 15,0 – 25,0 21,60
PCT 0,150 – 0,400 0,299 0,20
NRBC Absolut 0,00
NRBC Persen 0,00
HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 0,1
Basofil 0–1 0,1
Neutrofil 51 – 67 89,4
Limfosit 25 – 33 7,8
Monosit 2–5 2,6
Eosinofil absolut 0,01 103
Basofil absolut 0,01 103
Neutrofil absolut 17,73
Limfosit absolut 1,54
Monosit absolut 0,16 – 1 0,52
Immature granulosit 0,80%
Immature granulosit 0,15
FAAL HOMOSTATIS
PPT
Pasien 9,4 – 11,3 s 10,60 10,90
Kontrol 11,60 10,70
INR < 1,5 s 1,02 1,05
aPPT
Pasien 24,6 – 30,6 28,30 30,20
Kontrol 24,60 25,60
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glucose fasting 60 – 110 mg/dL 187
Glucose 2PP < 130 mg/dL 300
Glucose random < 200 mg/dL 157 197
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10 – 50 mg/dL 225,6 160,2 128 160,4
Creatinin 0,7 – 1,5 mg/dL 10,91 11,6 22,44 9,91
Asam urat 2,4 – 5,7 mg/dL 4,9 3,3
eGFR ml/min/1,73 m2 4,159
FAAL HEPAR
SGOT/AST 11 – 41 U/l 26
SGPT/ALT 10 – 41 U/l 30

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 209
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 2.3 Tabel data laboratorium pasien (lanjutan)


Parameter Nilai normal 20/02 21/02 26/02 27/02 28/02 29/02
ELEKTROLIT
Natrium/Na 135 – 145 mmol/L 120,7 122,8 123
Potassium/K 3,5 – 5,0 mmol/L 9,29 9,02 5,00
Chloride/Cl 98 – 106 mmol/L 89,80 90,80 96
Kalsium/Ca 1,000 1,060
BGA
Suhu 37,0
pH 7,35 – 7,45 7,29
pCO2 35 – 45 24,5
pO2 80 – 100 225,0
HCO3 21 – 28 11,80
SpO2 >95% 100%
TCO2 13,0
BE -15
URINALISIS
Kekeruhan Keruh
Spec. Gravity 1,001 – 1,030 1,015
Warna Merah
pH 5,0 – 8,0 5,5
Leukosit Neg 2+
Nitrit Neg Pos
Protein/albumin Neg 3+
Glucose Neg 1+
Ketones Neg 1+
Urobilinogen < 17 μmol/L 16
Bilirubin Neg Neg
Blood/PRC Neg 3+
10x
Epitel ≤3 0,4
Silinder Neg
40x
Eritrosit ≤3 6463,9
Leukosit ≤3 74,4
Bakteri <93 103 12647,9 103

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 210
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4. Profil terapi pasien


Tabel 2.4 Tabel profil terapi pasien
Obat Rute Dosis 27/02 28/02 29/02 01/03 02/03

NS 0,9% iv 20 tpm V V V V V

O2 Nasal canul nc 4 lpm V // V // //

Ventolin nebul 1 respule/8 jam V // // // //

Omeprazole iv 1 x 40 mg V V // // //

Metoclopramide iv 3 x 10 mg V V V V V

Ca Glukonas iv 11 gram V // // // //

D 40% iv 50 ml V // // // //

Humulin R im 10 IU V // // // //

Kalitake po 3x5g V V V V V

Furosemide iv 3 x 40 mg V V V V V

Adalat oros po 1 x 30 mg V V V V V

ISDN po 3 x 10 mg V // // // //

ISDN po 3 x 5 mg V V V V

NaBic po 3 x 500 mg V V V V V

Parasetamol po 3 x 500 mg V V V

Codein po 3 x 10 mg V V V

Kalnex iv 3x1g V // // //

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 211
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5. Drug related problem


No Macam DRP Analisa DRP Sifat Planning
Metoklopramid
CrCl pasien = 2,42 mL/min → Adjusment dose = 50% normal dose Aktual
Dosage too Do pasien = pasien = 1x30 mg Melakukan konfirmasi ke dokter terkait pendosisan
1
high Codein pasien
GFR < 10 ml/min/1,73 m2 = 50% normal dose Aktual
Do pasien = 1x10 mg
Kalitake 3 x 5 g: hipokalemi, hiperkalsemi Potensial

Adverse drug ISDN 3 x 5 mg: sakit kepala, takikardi, bradikardi Potensial Melakukan konseling pada pasien mengenai tanda-
2
reaction NaBic 3 x 500 mg: hipokalemi, alkalosis metabolic Potensial tanda efek samping potensial pada obat

Adalat oros 1 x 30 mg: sakit kepala, hipotensi, edem perifer Potensial


Non- Melakukan konseling ke pasien untuk minum rutin
3 Tidak patuh minum obat ISDN dan Adalat oros Potensial
adherence obat dan dijelaskan akibat tidak patuh

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 212
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien Ny. M (48 tahun) di diagnosis Newly Chronic Kidney Disease (CKD)
dan harus segera menjalani hemodialisa (HD). Pasien memiliki riwayat hipertensi,
diabetes melitus dan dislipidemia sejak 8 tahun yang lalu. Berdasarkan hasil
observasi diketahui bahwa pasien sudah tidak minum obat (tidak patuh minum obat)
sejak 3 bulan yang lalu karena berdasarkan hasil tes menunjukkan nilai normal dan
kurangnya pemahaman pasien terhadap penggunaan OAD dan AHT.
Ketidakpatuhan pasien dalam minum obat OAD dan AHT menyebabkan penyakit
tersebut tidak teratasi sehingga menyebabkan terjadinya komplikasi penyakit lain.
Adanya penyakit diabetes menyebabkan terjadinya peningkatan RAAS (Renin
Angiotensin Aldosteron System) yang dapat meningkatkan produksi angiotensin II
sehingga menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah, peningkatan
reabsorbsi natrium pada tubulus proksimal dan menstimulasi pelepasan aldosteron
dari korteks adrenal. Mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan darah hingga terjadi hipertensi yang ditandai dengan nilai TD pasien sebesar
153/83 mmHg (Buren dan Toto, 2011).
Adanya hipertensi yang tidak teratasi pada pasien menyebabkan terjadinya
komplikasi lain yaitu CKD melalui mekanisme peningkatan tekanan intraglomerulus
sehingga terjadi kerusakan pada glomerulus dan proses filtrasi pada glomerulus
terganggu yang ditandai dengan adanya protein uri pada pasien yaitu 3+. Adanya
CKD dapat menyebabkan komplikasi lain yaitu gagal jantung sebagai kompensasi
dari adanya peningkatan retensi natrium dan air sehingga terjadi fluid overload yang
dapat berakibat pada peningkatan end systolic volume. Selain itu pada pasien CKD
terjadi peningkatan plasminogen activator inhibitor-1 yang dapat mempercepat
terbentuknya artherosklerosis. Kedua mekanisme tersebut menyebabkan terjadinya
gagal jantung pada pasien CKD (Muneer et al., 2016).
Pasien mengamalami CKD stage 5 artinya pasien mengalami gagal ginjal
terminal dengan manifestasi abnormalitas patologis seperti gangguan keseimbangan
natrium dan air sehingga terjadi edema. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 213
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menunjukkan ketidakabnormalan fungsi faal ginjal. Hasil pemeriksaan faal ginjal


pada tanggal 26/02 menunjukkan ketidaknormalan, yaitu nilai ureum/BUN adalah
128 mg/dL (N= 10 – 50 mg/dL); nilai kreatinin adalah 22,44 mg/dL (N = 0,7 – 1,5
mg/dL). Nilai GFR pasien adalah 4,159 ml/min/1,73 m2 menunjukkan gagal ginjal
stage V yang harus melakukan hemodialisa. Pada pasien CKD stage V terjadi
gangguan homeostasis kalium sehingga menyebabkan terjadinya ketidak
seimbangan elektrolit yang dapat ditunjukkan nilai serum elektrolit pasien, yaitu
pada tanggal 27/02 nilai natrium adalah 122,8 mmol/L (N = 135 – 145 mmol/L),
nilai kalium adalah 9,02 mmol/L (N = 3,5 – 5,0 mmol/L), nilai klorida adalah 89,80
mmol/L (N = 98 – 106 mmol/L). Hiperkalemia terjadi ketika intake kalium melebihi
jumlah yang diekskresi atau ketika distribusi transeluler kalium terganggu. CKD
stage 5 yang dialami pasien merupakan salah satu faktor resiko yang dapat
menyebabkan terjadinya hiperkalemia. Kalium difiltrasi di dalam glomerulus
kemudian direabsorbsi dalam tubulus proksimal dan loop henle. Ekskresi utama
kalium terjadi pada tubulus kolektivus. Mekanisme adaptif ginjal memungkinkan
ginjal mempertahankan homeostasis kalium sampai laju filtrasi glomerulus (GFR)
turun menjadi kurang dari 15 ml / menit / 1,73 m2. Pada pasien ini memiliki laju
GFR yang turun hingga 4,16 ml/menit/1,72m 2 sehingga terjadi hiperkalemia akibat
berkurangnya ekskresi ginjal secara drastis.
Terjadinya hyperkalemia pada pasien harus segera ditangani. Hiperkalemia
yang dialami pasien tergolong severe hiperkalemia dimana kadar kalium melebihi
6,5 mmol/L sehingga berdasarkan literatur penatalaksanaan yang harus diberikan
adalah dengan diberikan IV kalsium glukonas untuk memproteksi jantung dari
terjadinya aritmia, IV infusi insulin-glukosa kombinasi dengan salbutamol untuk
memasukkan K+ ke dalam sel dan mengurangi resiko terjadinya hipoglikemia akibat
penggunaan insulin. Selanjutnya untuk pengendalian kadar kalium diberikan
kalsium resonium untuk mengeluarkan K+ dari dalam tubuh (Lehnhardt, 2011).
Berdasarkan guideline, monitoring serum kalium harus dievaluasi setiap 1, 2, 4, 6,
dan 24 jam setelah identifikasi dan dilakukan koreksi hiperkalemia. Selain
monitoring kadar kalium, juga dilakukan monitoring terhadap kadar glukosa setiap

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 214
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

0, 15, 30, 60, 90, 120, 180, 240, 300, dan 360 menit selama minimal 6 jam setelah
pemberian IV infusi insulin-glukosa (Soar, 2010).
Untuk koreksi hiperkalemi, pasien mendapatkan terapi Ca Glukonas IV 1
ampul, Humulin R 10 IU, Dextrose 40% 2 flask dan Ventolin nebul 1 respule/8 jam.
Terapi Ca Glukonas IV berfungsi untuk menstabilkan membran jantung melalui
mekanisme peningkatan threshold potensial aksi dan menurunkan eksitabilitas tanpa
mengubah potensial istirahat. Ca gluconas diberikan secara IV lambat (15 – 30
menit). Dalam mengatur kadar kalium diberikan terapi insulin rapid acting (Humulin
R) 10 IU yang dapat meningkatkan intake kalium oleh sel melalui peningkatan
aktivitas pompa Na+-K+-ATPase. Dosis yang diberikan yaitu 5 – 20 unit dan
diberikan bersamaan dengan glukosa (D 40%) sebanya 50 ml melalui rute IV bolus
untuk mencegah terjadinya hipoglikemia akibat penggunaan insulin. Selain dengan
insulin, stimulasi pompa tersebut juga dipicu dengan adanya senyawa B2 adrenergik
(ventolin nebul 1 respule/8jam) yang mengaktifkan cAMP kemudian mengasilkan
ATP sebagai sumber fosfat sehingga dapat membuka pompa tersebut dan
meningkatkan ambilan kalium ke intraselular (Palmer, 2015). Terapi hiperkalemia
lain dapat dilakukan dengan menurunkan kadar kalium dalam darah dengan
mengeluarkannya pada saluran pencernaan. Diberikan terapi Calcium polystyrene
sulfonat (Kalitake 3 x 5 gram) yang dapat menukar ion kalium dengan ion kalsium
di saluran pencernaan sehingga kalium dapat dikeluarkan dari tubuh.
Monitoring efektivitas dari terapi hiperkalemia dapat dilakukan dengan
mengontrol kadar kalium dan kalsium pada pasien. Selain itu dilakukan monitoring
efek samping dari terapi yang diberikan termasuk aritmia, bradikardi, tremor,
hipotensi, kadar gula dalam darah (Sweetman, 2014).
Pasien juga mengalami asidosis metabolic karena adanya gagal ginjal.
Terjadinya asidosis metabolic pada pasien dapat diketahui dari pemeriksaan BGA
(Blood Gas Analysis), ditandai dengan penurunan pH dan HCO3-. Kadar HCO3-
menurun dikompensasi dengan penurunan kadar PCO2, kemudian kompensasi akhir
ginjal adalah ekskresi H+ sebagai H3PO4. Berdasarkan hasil pemeriksaan BGA
tanggal 27/02, menunjukkan pasien mengalami asidosis metabolic, yaitu
ditunjukkan nilai pH darah adalah 7,29 (N = 7,35 – 7,45), pO2 adalah 225,0 (N = 80

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 215
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

– 100), pCO2 adalah 24,5 (N = 35 – 45), dan HCO3 adalah 11.80 (N = 21 – 28).
Terapi yang diberikan untuk pasien atas kondisi asidosis metaboliknya adalah
natrium bikarbonat po 3x500 mg. Natrium bikarbonat akan menghasilkan ion
bikarbonat sehingga menetralkan kondisi ion hydrogen dan meningkatkan pH darah
dan urin.
Pasien mengalami gagal jantung st C FC III, artinya pasien mengalami
kelainan struktural jantung dan menunjukkan gejala seperti nyeri dada dan
mengalami pembengkakan pada kaki, serta tidak dapat melakukan aktivitas fisik
tanpa merasa tidak nyaman. Tekanan darah pasien dari awal masuk rumah sakit
sampai dengan keluar rumah sakit cukup tinggi sekitar 153/83 – 163/86 mmHg.
Terapi yang diberikan untuk pasien gagal jantung adalah diuretik kuat. Diuretik kuat
yang memberikan respon terbaik pada pasien gagal jantung adalah furosemid
(Kaplan., 2005). Dosis furosemid yang diberikan yaitu 3 x 40 mg secara intravena.
Penggunaan furosemid menurunkan retensi garam dan air sehingga akan
menurunkan preload ventrikular. Monitoring efektivitas terapi dapat dilihat dari
volume urine dan brkurangnya keluhan sesak yang dirasakan pasien. Monitoring
efek samping obat dilakukan dengan pemeriksaan lab serum elektrolit.
Kemudian diberikan isosorbide dinitrate, dimana ISDN dapat diserap dengan
baik dan tidak mengalami metabolisme first-pass. Onsetnya yang termasuk cepat
(sekitar 5 menit), tetapi memiliki efek relatif singkat (1-3 jam). Golongan nitrat dapat
melebarkan pembuluh kapasitansi vena, dengan efek minimal pada lapisan arteri
koroner dan paru. Nitrat sangat efektif dalam mengurangi gejala edema paru (Koda
Kimbel et al., 2012).
Berdasarkan JNC 8 (2014) pasien hipertensi dengan CKD, tekanan darah
normalnya adalah < 140/90 mmHg. Pasien mendapatkan adalat oros (nifedipine).
CCB secara efektif menurunkan tekanan darah. Pasien lanjut usia dan memiliki kulit
hitam umumnya dengan penggunaan CCB memiliki pengurangan tekanan darah
yang lebih besar dibandingkan dengan agen lain (β-blocker, ACEIs dan ARBs). CCB
tidak mengubah lipid serum, glukosa, asam urat atau elektrolit. Nifedipin merupakan
golongan CCB dihydropyridine yang merupakan vasodilator poten dari arteri perifer

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 216
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dan koroner. Namun, harus dihindari oleh pasien dengan disfungsi ventrikel kiri
(Koda Kimbel et al., 2012).
Hasil pemeriksaan darah lengkap (DL) pasien pada tanggal 28/02, yaitu Hb
pasien = 7,90 g/dL (N = 11,4 – 15,1 g/dL); eritrosit pasien adalah 2,69 103 (N = 4,0
– 5,0 103/μL); hematokrit pasien adalah 23,80% (N = 38 – 42%), MCH pasien
adalah 29,40 Pg (N = 27 – 31 Pg). Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium DL
tersebut menunjukkan pasien mengalami anemia normokromik normositik, yaitu
jenis anemia yang disebabkan oleh pendarahan atau hemolisis dan tidak
mempengaruhi morfologi eritrositnya sehingga nilai MCV (mean corpuscular
volume) dan MCH (mean corpuscular hemoglobin) dalama batas normal. Anemia
pada pasien ini disebabkan karena adanya robekan (rupture) pada uretra.
Penanganan yang diberikan kepada pasien adalah terapi Kalnex iv 3x1 gram. Kalnex
memiliki bahan aktif asam traneksamat yang berkerja dengan menghambat aktivasi
plasminogen dan penghambat plasmin sehingga dapat menghentikan pendarahan.
Pada pasien perempuan dengan rupture uretra, tata laksana operasi rekonstruksi
retroppulbis dilakukan setelah keadaan stabil. Namun pasien menolak melakukan
operasi (APA, 2015; Kusumajaya, 2018; Pagana, 2018).
Hasil observasi ke pasien pada tanggal 29/02 menunjukkan pasien mengalami
nyeri pada area kemaluan yang tunjukkan dengan nilai VAS skor 3/10. Tata laksana
yang diberikan pasien tersebut adalah dengan diberikan terapi analgesic
menggunaan parasetamol po 3x500 mg dikombinasikan dengan codein 1x10 mg.
Parasetamol bekerja dengan cara memberikan stimulasi pada hipotalamus untuk
memproduksi antipiretik dan menghambat pembentukan prostaglandin di CNS
untuk memberikan efek antiinflamasi. Sedangkan Codein merupakan terapi
analgesic opiod yang memiliki reseptor miu, kappa dan gamma sehingga
memberikan efek analgesic (Lacy, et al, 2009).
Setelah mendapatkan terapi di rumah sakit selama 5 hari, outcome pasien
membaik, yaitu problem medik sesak telah teratasi, pasien sudah tidak ememrlukan
bantuan O2 dan kondisi pasien stabil setelah HD sehingga pasien dapat KRS. Terapi
yang diberikan saat KRS adalah Kalitake 3x5 gram, ISDN 3x5 mg, Natrium
bikarbonat 3x500 mg dan Adalat oros tab 1x30 mg.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 217
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Berdasarkan terapi yang diberikan ke pasien, terdapat masalah terkait obat


atau drug related problems (DRPs), baik bersifat actual maupun potensial. DRPs
yang bersifat actual yaitu terkait dosis yang terlalu tinggi pada pasien, yaitu untuk
obat metoklopramid dan codein. Dosis obat metoklopramid perlu dilakukan
penyesuaian untuk pasien gagal ginjal (CrCl < 40 ml/min) yaitu 50% dari dosis
normal. Sedangkan pasien memiliki CrCl = 2,42 ml/min dan tetap mendapatkan
dosis penuh yaitu 1x30 mg. Dosis obat codein juga perlu penyesuaian untuk pasien
gagal ginjal dengan GFR < 10 ml/min/1,73 m 2 yaitu 50% dari dosis normal. Pasien
memiliki nilai GFR 4,159 ml/min/1,73 m2 namun tetap mendapatkan dosis penuh
yaitu 1x10 mg (APA, 2015). Penyelesaian atas DRPs ini adalah melakukan
konfirmasi kepada dokter terkait pendosisan pada pasien.
Selain DRPs yang bersifat actual, terdapat DRPs yang bersifat potensial, yaitu
terkait potensi terjadi ESO pada pasien dan potensi ketidakpatuhan pasien untuk
mengkonsumsi obat karena riwayat kepatuhan pasien tidak baik. Sehingga untuk
menangani problema ini dilakukan konseling ke pasien untuk mewaspadai efek
samping yang mungkin terjadi dan konseling ke pasien untuk minum rutin obat dan
dijelaskan akibat tidak patuh.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 218
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan analisa dan hasil observasi pasien Ny M (48 tahun) dengan diagnosa
CKD Stage V Newly diagnose + Severe hyperkalemia + HF Stage C Fc III + DM
Type 2 Uncontrolled + Anemia yang menjadi terapi di Rumah Sakit Saiful Anwar
mulai tanggal 27 Februari – 02 Maret 2020 dapat di ketahui
1. Problem medik gagal ginjal kronik stage V pro HD sudah teratasi, yaitu
pasien sudah tidak sesak dan tidak membutuhkan bantuan oksigen.
2. Problem medik hiperkalemi sudah teratasi, dengan hasil lab serum elektrolit
K (28/02/2020) = 5,00 mmol/L
3. Problem medik asidosis metabolik tidak bisa dievaluasi karena tidak ada
data lab BGA post HD
4. Problem medik HF belum teratasi, dengan outcome TD (02/03/2020) =
150/80 mmHg target TD < 130/80 mmHg
5. Problem medik hematuria teratasi, dengan tidak ada keluhan urine pasien
berwarnaa merah.
6. Keluhan utama waktu MRS, yaitu sesak nafas pro HD telah teratasi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 219
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, W.T., Krum, H., 2007. Heart Failure A Practical Approach to


Treatment. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.
American Pharmacist Association, 2015. Drug Information Handbook with
international trade names index. United States: Lexicomp
Bell K, Twigss J, Orlin BR (2015). Hypertension:The Silent Killer. Updated
JNC 8 Recommendation. Continuing Study. Auburn University. Alabama.
Dipiro et al., 2016. Pharmacotherapy Principle and Practice 4th edition.
New York: McGraw-Hills Companies, Inc.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015.
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edition. New York: McGraw-Hill Education
Companies.
Dunlay M Shannon, Susan A Weston, Steven J Jacobsen, Veronique L
Roger. 2009. Risk Factors for Heart Failure: A Population-Based Case-Control
Study. HHS Public Access.
Gibbs, C.R., Jackson, G., Lip, G.Y.H., 2000. ABC of Heart Failure : Non-
Drug Management. BMJ.
http://www.mayoclinic.org. Diakses pada tanggal 7 Maret 2020.
Hudson, J.Q., 2008. Chronic Kidney Disease: Therapeutic Approach For
The Management of Complications. In: Joseph Dipiro T., Robert L. Talbert, Gary
C. Yee, Gary R. Matzke, Barbara G. Wells and L. Michael Posey (Eds),
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th ed. USA: The Mc Graw Hill
Company, Inc.

Inneck B. A., Mason B. J., Lyons W. L., 2008. Anemia. In DiPiro, J.T.,
Talbert, L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. Pharmacotherapy:
A Pathophysiologic Approach 6th ed. United States of America: The McGraw-Hill
Companies, Inc

James, G and Richard, J., 2017. Understanding Blood Test. The Ohio State
University.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 220
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

JNC 8 Hypertension Guideline Alogarithm


Joy, M.S., Kshirsagar, A., Nora, F. 2011. Chronic kidney disease:
Progressionmodifying therapies. In: Dipiro, J., Talbert, R.L., Yee, G., Matzke, G.,
Wells, B., Posey, L.M. (Eds). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach
8th edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Kaplan, N.M., and Opie, L.H., 2005. Diuretics. In: L.H. Opie, and B.J.
Gersh (Eds.). Drugs for the Heart, Ed 6th, USA: Elsevier Inc.
Kemp, Clinton D. & Conte, John V., 2012. The pathophysiology of heart
failure. Cardiovascular Pathology. Division of Cardiac Surgery, Department of
Surgery, The Johns Hopkins Hospital, Baltimore, MD, USA.
Koda-Kimble, M.A.2012. Koda-Kimble and Young’s applied therapeutics:
the clinical use of drugs. Lippincott Williams & Wilkins.
Krauss A.G., and Hak L.J., 2000. Chronic Renal Disease, in Herfindal E.T.,
and Gourley D.R., (Eds), Textbook of Therapeutics Drug and Disease Management,
7th ed. Philadelphia: A Wolter Kluwer Company.

Kurmani Sameer, Lain Squire. 2017. Acute Heart Failure: Definition,


Classification and Epidemiology. Decompensated Heart Failure (P Banerjee,
Section Editor).
Lacy, C.F., et al., 2009. Drug Information Handbook: A Comprehensive
Resource for All Clinicians and Healthcare Professionals, 18th edition.
American Pharmacists Association. Ohio: Lexi-Comp.

Lehnhardt, A., & Kemper, M. J. (2010). Pathogenesis, diagnosis and


management of hyperkalemia. Pediatric Nephrology, 26(3), 377–
384. doi:10.1007/s00467-010-1699-3
Li, E. C. dan Hoffman, J. M., 2008. Anemia. In: Burns, M. A., Wells, B. G.,
Schwinghammer, T. L., Malone, P. M., Kolesar, J. M., Rotschafer, J. C., dan Dipiro,
J. T., Pharmacotherapy Principles and Practice, New York : The McGraw-Hill
Companies, Inc.

Pagana, K. D. and Pagana, T. J., 2013. Mosby’s Manual of Diagnostic and


Laboratory Test 5nd ed. St. Louis: Mosby’s, Inc.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 221
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Saseen, J. J., & MacLaughlin, E. J. 2015. “Hypertension” dalam Barbara G.


Wells, dkk (Editor). Pharmacotherapy Handbook. 9th edition. New York: McGraw
Hill.

Soar J, Perkins GD, Abbas G et al. European Resuscitation Council


Guidelines for Resuscitation 2010 Section 8. Cardiac arrest in special circumstances:
Electrolyte abnormalities, poisoning, drowning, accidental hypothermia,
hyperthermia, asthma, anaphylaxis, cardiac surgery, trauma, pregnancy,
electrocution. Resuscitation 2010; 81: 1400-1433.
Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, J. I,. dan Kusnandar, 2008. ISO
Farmakoterapi. Jakarta: ISFI.

Suwitra Ketut. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sehati S, Alwi I, Sudoyo


AW, dkk, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV. Jakarta Pusat :
Interna Publishing : 2014 ; 2159-2165.
Wells, B. J., Dipiro, J. T., Schwinghammer, T. L., and Hamilton, C. W.,
2002. Pharmacotherapy Handbook, 5th ed. New York: McGraw-Hill Companies,
Inc.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 222
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP Harian
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
HARI/TANGGAL TINDAKAN/ PERKEMBANGAN KLINIK/ MASALAH
S (SUBYEJTIF) O (OBYEKTIF) A (ASSESMENT) P (PLAN)
Kamis/ 27 Feb 2020 -Pasien rujukan dari RS TTV: O2 nc 4 lpm
Pasuruan pro HD pertama TD = 158/75 mmHg Indikasi: Hipoksemia (kondisi dimana kadar oksigen METO: SpO2
Suhu = 36,5oC dalam darah rendah) Hipoksia (kondisi dimana kadar MESO: kedutan, kejang
Nadi = 90x/menit oksigen dalam jaringan menjadi rendah). Planning: komunikasi
RR = 21x/menit Mekanisme Kerja: Oksigen berikatan pada hemoglobin interprofessional dengan perawat
darah, berikatan dengan difusi melalui membran kapiler untuk monitoring SpO2 (> 95%)
Hasil lab SE alveoli. Difusi terjadi karena ada perbedaan tekanan
(26/02/2020) oksigen antara udara, darah dan jaringan
Na+ = 120,70 mmol/L Dosis: 4 lpm (O2 concentration = 31-38%)
(135 – 145 mmol/L)
K+ = 8,29 mmol/L Ventolin nebul 1 respule/8 jam
(3,5 – 5,0 mmol/L) 1 Respules = 2,5 mg METO: hasil SE
Cl- = 89,80 mmol/L Indikasi : sebagai terapi koreksi hiperkalemi K = 3,5 – 5,0 mmol/L
(98 – 106 mmol/L) Mekanisme Kerja : stimulasi pompa Na+K+ATPase Ca = 7,6 – 11,0 mmol/L
untuk meningkatkan ambilan kalium ke intraselular juga MESO: tremor, bradikardi,pusing
(27/02/2020) stimulasi reseptor beta di pankreas sehingga terjadi Planning: monitor keluhan dan cek
Na+ = 122,80 mmol/L peningkatan sekresi insulin lab SE
(135 – 145 mmol/L) Dosis : melalui nebulizer selama 10 menit dengan dosis
K+ = 9,02 mmol/L 10-20 mg atau dapat diinjeksikan secara intravena dengan
(3,5 – 5,0 mmol/L) dosis 0,5 mg selama 15 menit
Cl- = 90,80 mmol/L Metabolisme di hepar bentuk sulfat inaktif, ekskresi di
(98 – 106 mmol/L) urin (30% tak berubah)
Dosis renal impairement: -
ESO : tremor, pusing, takikardi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 223
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BGA Ca Glukonas 11 g METO: berdasarkan nilai lab SE


(27/02/2020) Indikasi: sebagai terapi koreksi hiperkalemi K = 3,5 – 5,0 mmol/L
pH = 7,29 Mekanisme kerja: menstabilkan membran jantung melalui Ca = 7,6 – 11,0 mmol/L
pCO2 = 24,5 mekanisme peningkatan threshold potensial aksi dan MESO: aritmia, bradikardi,
pO2 = 225,0 menurunkan eksitabilitas, tanpa mengubah potensial hipotensi, hipoglikemi dan
HCO3 = 11,8 istirahat hiperglikemi
Dosis: 10% kalsium glukonas 10-20 ml diberikan melalui Planning: ca glukonas diberikan
Terapi di IGD (27/02) intravena bolus secara perlahan (5-10 menit). secara iv lambat (15-30 menit),
NS 0,9% 20 tpm ESO: aritmia, bradikardia, serangan jantung, hipotensi, dilakukan pemeriksaan GDS
O2 nc 4 lpm sensasi kesemutan sebelum melakukan koreksi
Ventolin nebul 1 respule/8 jam kalium, monitoring tanda-tanda
Ca glukonas iv 11 gram D 40% 50 ml efek samping
D40% 2 flask Indikasi: sebagai terapi kekurangan karbohidrat dan cairan
Humulin R iv 10 IU Mekanisme kerja: mencegah hipoglikemia akibat insulin.
Omperazole iv 1x40 mg Dosis: 50% glukosa dalam 50 mL
Metoklopramid iv 3x10 mg ESO: hiperglikemi
Furosemid iv 3x40 mg
Kalitake 3x5 gram Humulin R 10 IU
Natrium bicarbonate 3x500 mg (Human insulin short acting)
ISDN 3x10 mg Indikasi: mengankut K+ dari ekstrasel ke intrasel
Adalat oros 1x30 mg Mekanisme kerja: meningkatkan intake kalium oleh sel
melalui peningkatan aktivitas pompa Na+- K+-ATPase.
Dosis: 5-20 unit diberikan bersama glukosa (50% 50 mL)
melalui rute iv bolus
ESO: hipoglikemi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 224
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Omperazole iv 1x40 mg
Indikasi : Sebagai terapi mual dan muntah pasien METO: keluhan mual, muntah (-)
Mekanisme Kerja : proton pump inhibitor, menekan basal MESO: Sakit kepala, nyeri perut,
lambung dan sekresi asam yang distimulasi dengan diare
menghambat parietal cell Planning: monitoring keluhan
Dosis : Gastric ulcer 40 mg sekali sehari selama 4-8 pada pasien
minggu, stress ulcer prophylaxis initial dose 40 mg
followed maintenance dose 20 – 40 mg once daily dose
Eliminasi di hepar, ekskresi di renal (~77% as
metabolite)
Dosis renal impairement: No dosage adjusment
ESO : Headache (7%), Abdominal pain (5%), diare (4%),
nausea (4%), vomiting (3%)

Metoklopramid iv 3x10 mg
Indikasi : mual muntah METO: keluhan mual, muntah (-)
Mekanisme Kerja : Metoclopramide merupakan agen MESO: gejala ekstrapiramidal
prokinetik yang bekerja sebagai antagonis D2 dopamine syndrome, sakit kepala, pusing,
reseptor: inhibisi dopamine meningkatkan kekuatan diare
aphincter esophageal bagian bawah, meningkatkan Planning: monitoring keluhan
motilitas saluran pencernaan bagian atas tanpa pasien. EPS = kaku otot
mempengaruhi usus halus dan kolon, serta meningkatkan
laju pengosongan lambung tanpa mempengaruhi sekresi
lambung, empedu dan pankreas
Dosis : 10 mg, hingga 3 kali sehari
Eliminasi renal ekskresi di urine (85%)
Dosis renal impairement: CrCl<40 ml/min → 50%
normal dose
ESO : ekstrapiramidal syndrome, sakit kepala, pusing,
diare

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 225
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Furosemid iv 3x40 mg
Indikasi : Mengurangi overload cairan METO: oedem, sesak (-)
Mekanisme kerja : Menghambat reabsorpsi elektrolit MESO: hipotensi, gangguan
natrium dan klorida di lengkung henle yang merupakan elektrolit
tempat reabsorpsi elektrolit terbesar sehingga Planning: cek lab elektrolit
meningkatkan ekskresi air, natrium, clorida, magnesium
dan kalium
Dosis : dosis awal 20 – 40 mg dan dapat ditingkatkan
sebesar 20 mg tiap interval 2 jam tergantung kondisi klinis
pasien hingga tercapai efektivitas terapi
Dosis pasien : iv 3x40 mg
Dosis renal impairement: No adjustment dosage
ESO : hipotensi, gangguan elektrolit (hipokalemi,
hiponatremi, hiperurisemi)

ISDN po 3x10 mg
Indikasi : mengatasi gagal jantung METO: TD pasien (< 130/80
Mekanisme Kerja : menurunkan kebutuhan dan mmHg)
meningkatkan suplai oksigen dengan cara mempengaruhi MESO: hipotensi, sakit kepala
tonus vaskular Planning: monitoring TTV harian
Dosis Literatur : 5 – 15 mg (sublingual) setiap 2 – 3 hari dan keluhan pasien
(Micromendex., 2020)
Dosis Pasien : 3 dd 10 mg diturunkan 3 dd 5 mg
Dosis renal impairement: no adjustment dosage
Efek Samping Potensial : hipotensi, sakit kepala,
takikardi dan brakikardi (Medscape., 2020)
Interaksi Obat : -
Eliminasi : hepar

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 226
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Adalat oros po 1x30 mg


Indikasi : digunakan sebagai antihipertensi METO: TD pasien (< 130/80
Mekanisme Kerja : menghambat masuknya ion kalsium mmHg)
dengan menghalangi saluran kalsium tipe-L yang MESO: edema, sakit kepala,
bergantung pada tegangan di otot polos pembuluh darah pusing
dan sel miokard (Husniah., 2007) Planning: monitoring TTV harian
Dosis Literatur : 30 atau 60 mg setiap hari, max 120 dan keluhan pasien
mg/hari (Khan M Kashif., 2019)
Dosis renal impairement: no adjustment dosage
Dosis Pasien : 1 dd 30 mg
Efek Samping Potensial : Edema perifer (10-30%)
Pusing (23-27%), Sakit Kepala (10-23%) (Medscape.,
2020)
Interaksi Obat : -
Eliminasi : hepar (Micromendex., 2020)

Natrium bikarbonat po 3x500 mg


Indikasi : untuk terapi asidosis metabolik METO: hasil lab elektrolit darah
Mekanisme : menghasilkan ion bikarbonat sehingga K = 3,5 – 5,0 mmol/L
menetralkan konsentrasi ion hydrogen dan meningkatkan BE = (-3) – (+3)
ph darah dan urin. HCO3 = 21 – 28 mEqL
Dosis literatur : pada pasien CKD = 20-46 meq/hari atau pH = 7,35 – 7,45
460-1058 mg/hari dalam dosis terbagi pCO2 = 35 – 45
Dosis pasien : 3 dd 500 mg pO2 = 80 – 100
ESO potensial : hipokalemi dan alkalosis metabolic MESO: hipokalemi, alkalosis
Interaksi : - metabolic
Planning: cek lab elektrolit darah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 227
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Jumat/ 28 Feb 2020 Sesak (-) TTV − Pasien tidak merasakan sesak sehingga O2 nc distop.
Nyeri kepala (+) Suhu = 36,7oC − Pasien mengeluhkan nyeri kepala yang merupakan
Nadi = 89x/menit manifestasi efek samping ISDN sehingga dosis ISDN
RR = 20x/menit diturunkan menjadi 3x5 mg
TD = 160/75 mmHg − Kadar kalium pasien sudah mencapai batas normal,
sehingga koreksi hyperkalemia di stop, namun perlu
Hasil lab SE maintenance kadar kalium dengan diberikan Kalitake
28/02/2020
Na+ = 123 mmol/L
(135 – 145 mmol/L)
K+ = 5,00 mmol/L
(3,5 – 5,0 mmol/L)
Cl- = 95 mmol/L
(98 – 106 mmol/L)

Terapi:
NS 0,9% 20 tpm
Omperazole iv 1x40 mg
Metoklopramid iv 3x10 mg
Furosemid iv 3x40 mg
Kalitake 3x5 gram
Natrium bicarbonate 3x500 mg
ISDN 3x5 mg
Adalat oros 1x30 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 228
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Urine pasien berdarah Diagnosa dokter = susp rupture Urine pasien berwarna merah oleh dokter didiagnosa susp
uretra rupture uretra
Hb (28/02) = 7,90 106 Bahan aktif: Asam tranexamat METO: oedem (-)
(11,4 – 15,1 106) Indikasi : pendarahan abnormal sesudah operasi MESO: hipotensi, gangguan
Eritrosit = 2,69 106 Mekanisme kerja : menghambat aktivasi plasminogen da elektrolit
(4,0 – 5,0 106) penghambat plasmin Planning: cek lab DL
Dosis : 3 x 500 – 1000 mg (iv) melalui injeksi lambat (3
Hasil lab urinalisis (28/02) menit)
Kekeruhan = keruh Dosis pasien : 3 x 1 gram iv
Warna = merah Dosis renal impairement: No adjustment dosage
Spec gravity = 1,015 ESO : abdominal git, hipotensi, dan pusing
(1,001 – 1,030)
pH = 5,5 (1,0 – 8,0)
Leukosit = 2+ Neg)
Nitrit = Pos (Neg)
Albumin = 3+ (Neg)
Glucose = 1+ (Neg)
Ketones = 1+ (Neg)
Urobilinogen = 16 (< 17)
Bilirubin = Neg (Neg)
Blood = 3+ (Neg)

Terapi
Kalnex iv 3x1 gram

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 229
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sabtu/ 29 Feb 2020 Urin berdarah (-) TTV Urine pasien sudah tidak berwarna merah sehingga terapi
Sakit kepala (-) Suhu = 36,7oC Kalnex distop
Nadi = 92x/menit Terapi lain dilanjutkan
RR = 20x/menit
TD = 160.70 mmHg

Terapi:
NS 0,9% 20 tpm
Metoklopramid iv 3x10 mg
Furosemid iv 3x40 mg
Kalitake 3x5 gram
Natrium bicarbonate 3x500 mg
ISDN 3x5 mg
Adalat oros 1x30 mg

Pasien mengeluhkan nyeri di VAS = 3/10 Parasetamol po 3x500 mg


sekitar alat kelamin Indikasi : mengurangi nyeri METO: keluhan nyeri (-)
Terapi: Mekanisme Kerja : menghambat sintesis prostagladin MESO: mual, muntah dan nyeri
PCT po 3x500 mg sehingga dapat mengurangi nyeri ringan-sedang (Husniah., perut
Codein po 3x10 mg 2007) Planning: observasi keluhan
Dosis Literatur : dalam bentuk kombinasi dengan opioid pasien
300 - 1000 mg (Micromendex., 2020)
Dosis renal impairement: GFR < 10 mL/menit/1,73 m2 =
diberikan setiap 8 jam
Dosis Pasien : 3 x 500 mg
Efek Samping Potensial : mual (34%), muntah (15%),
nyeri perut
Interaksi Obat : -
Eliminasi : di liver

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 230
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Codein po 3x10 mg
Indikasi : mengurangi nyari METO: keluhan nyeri (-)
Mekanisme Kerja : bekerja pada μ reseptor sebagai MESO: konstipasi
agonis opioid reseptor (Husniah., 2007) Planning: monitoring keluhan
Dosis Literatur : 30 – 60 mg setiap 4 jam pasien
Dosis renal impairement: (GFR < 10 mL/min: 50%
normal dosis)
Dosis Pasien : 1 dd 10 mg
Efek Samping Potensial : konstipasi, kantuk (>10%),
takikardi dan brakikardi (1 – 10%) (Medscape., 2020)
Interaksi Obat : -
Eliminasi : di renal (Micromendex., 2020)
Senin/ 02 Maret 2020 Nyeri (-) TTV Kondisi pasien stabil sehingga dapat pro KRS (terapi lanjut
Konstipasi (-) (02/03/2020) dirumah)
Kondisi pasien stabil tidak Suhu = 36,8oC
memerlukan bantuan O2 → Nadi = 98x/menit
pro KRS RR = 20x/menit
TD = 150/80 mmHg

Terapi KRS:
Kalitake 3x5 gram
ISDN 3x5 mg
Natrium bicarbonate 3x500 mg
Adalat oros 1x30 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 231
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


CKD Stage V on CAPD + HT on
Treatment + DM Type 2 +
HF Stage C Fc II + Mild hipokalemia

(06 Maret – 12 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 232
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 27 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien CKD st 5 on CAPD, HT on treatment,


DM tipe II, HF st C FC II, nausea and mild hipokalemi“

di Instalasi Rawat Inap 1 Ruang 24A

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA 1 Ruang 24A
(6 Maret – 12 Maret 2020)

1. Profinika Munasir, S. Farm (051913143195)


2. Akbar Trinanda F., S. Farm (051913143198)
3. Fina Rahmah Sona, S. Farm (192211101035)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 233
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 27 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Pasien CKD st 5 on CAPD, HT on


treatment, DM tipe II, HF st C FC II, nausea and mild hipokalemi”

di Instalasi Rawat Inap 1 Ruang 24A

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA 1 Ruang 24A
(06 Maret – 12 Maret 2020)

1. Profinika Munasir, S. Farm (051913143195)


2. Akbar Trinanda F., S. Farm (051913143198)
3. Fina Rahmah Sona, S. Farm (192211101035)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis


IRNA 1 Ruang 24A IRNA 1

Acc via WA Acc via WA


08/04/2020 Jam 10:26 03/04/2020 Jam 10:20
Linda Prabawati, S. Farm., Apt Rani Nur B., M.Farm-Klin., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 234
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Gagal Ginjal Kronis (GGK)


1.1.1 Definisi
Penyakit ginjal kronis (GGK) atau Chronic kidney disease (CKD) didefinisikan
sebagai kelainan pada struktur atau fungsi dari ginjal, yang terjadi selama 3 bulan atau
lebih, dengan implikasi bagi kesehatan (K/DOQI, 2002). Kelainan struktur ditandai
dengan adanya albuminuria lebih dari 30 mg/24 jam, klirens kreatinin lebih dari 30
mg/g, dan hematuria. Kelainan fungsional ditandai dengan glomerular filtration
rate (GFR) kurang dari 60 mL/menit/ 1,73m2 (Burns et al., 2016). Kelainan
struktural termasuk albuminuria lebih dari 30 mg/hari, terjadinya hematuria atau adanya
sel darah merah dalam sedimen urin, elektrolit dan kelainan lain karena gangguan
tubular, deteksi kelainan oleh histologi, atau adanya riwayat transplantasi ginjal.
GGK stadium 5, sebelumnya disebut sebagai penyakit ginjal stadium akhir, terjadi
ketika GFR turun di bawah 15 ml/min/1.73 m2 (<0,14 mL/s/m2) (Dipiro et al., 2015).
Klasifikasi gagal ginjal ditunjukkan pada Tabel 1.1. didasarkan pada nilai GFR dengan
merujuk KDIGO.

Tabel 1.1 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis (Dipiro et al., 2015)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 235
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.2 Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi, etiologi yang sering menjadi
penyebab penyakit ginjal kronik diantaranya adalah :
A. Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Diabetes tipe 1 adalah penyakit kronis dimana tubuh
tidak memiliki kemampuan memproduksi insulin yang dikarenakan autoimun
dimana pertahanan tubuh merusak sel beta pankreas. Sedangkan, diabetes tipe
2 yaitu terjadinya beberapa disfungsi yang ditandai oleh hiperglikemia yang
disebabkan oleh resistensi insulin, inadequate sekresi insulin dan sekresi glukagon
secara berlebihan. Etiologi terjadinya diabetes tipe 1 adalah terjadinya kerusakan
pada β- pankreas, terkadang mengalami defisiensi insulin, idiopatik dan autoimun.
Etiologi terjadinya diabetes tipe 2 adalah terjadinya resistensi insulin sehinga
inadequate insulin (Dipiro et al., 2015).
B. Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg. Dari beberapa penyakit tersebut, penyebab
utama dari penyakit ginjal kronik adalah diabetes mellitus dan hipertensi.
Tingginya kadar gula dalam darah akan menyebabkan kerja ginjal meningkat
sehingga jika dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan kerusakan pada
ginjal. Sedangkan pada pasien hipertensi, ketika terjadi peningkatan tekanan darah
yang berkepanjangan dapat menimbulkan kerusakan pembuluh darah disebagian
besar tubuh, salah satunya adalah ginjal (IRR, 2017).
1.1.3 Patofisiologi
Patofisiologi GGK dapat dilihat pada Gambar 1.1. Patofisiologi GGK pada awal
nya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun perkembangan proses selanjutnya
kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan berkurangnya massa ginjal. Sebagai
upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 236
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor.
Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti aliran darah glomerulus. Proses adaptasi
ini berlangsung singkat, hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan
fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi.
Diabetes melitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai
bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi
di ginjal pada diabetes mellitus. Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada
keadaan ini masih belum jelas, tetapi kemungkinan dapat disebabkan oleh dilatasi
arteriol aferen karena pengaruh glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif,
Insuline-like Growth Factor (IGF)–1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam
amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium
dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis.

Gambar 1.1 Mekanisme dari Penyakit Ginjal (Burns et al., 2016).


Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi
yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada
arteriol di seluruh tubuh, ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) dinding
pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini adalah ginjal. Ketika

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 237
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh darah akan melebar.
Pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan akhirnya tidak
dapat bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam
tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh kemudian dapat menyebabkan
tekanan darah menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus
yang berbahaya.
1.1.4 Faktor Resiko
Patofisiologi dari penyakit ginjal kronik dapat disebabkan karena beberapa faktor
(Dipiro et al., 2015) , yaitu :
A. Susceptibility factors
Faktor ini dapat meningkatkan resiko kerusakan ginjal tetapi tidak secara langsung.
Hal-hal yang termasuk kedalam faktor ini yaitu usia, penurunan massa ginjal dan berat
badan rendah, etnik, riwayat keluarga, tingkat pendapatan atau pendidikan rendah,
inflamasi sistemik, dan dislipidemia.
B. Initiation factors
Dapat menyebabkan kerusakan ginjal secara langsung yang disebabkan karena
penggunaan modifikasi terapi. Faktor-faktor tersebut antara lain diabetes mellitus,
hipertensi, glomerulonefritis, polycystic kidney disease, Wegener granulomatosis,
penyakit vaskuler, dan HIV.
C. Progession factors
Faktor ini dapat mempercepat penurun fungsi ginjal setelah terjadi kerusakan ginjal
akibat inisiasi. Faktor-faktor tersebut antara lain penderita diabetes mellitus, hipertensi,
proteinuria, hiperlipidemia, obesitas, dan merokok.
D. Progressive nephrophaties
Sebagian besar nefropati progresif menyebabkan kerusakan ginjal secara
permanen, dalam hal ini dapat disebabkan karena hilangnya massa nefron, hipertensi
kapiler glomerulus, dan proteinuria.
1.1.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang mungkin timbul oleh adanya gagal ginjal kronik antara
lain: Lemas, tidak ada tenaga, penurunan nafsu makan, mual, muntah, bengkak, kencing
berkurang, gatal, sesak napas, pucat/anemi. Pada Tabel 1.2 ditunjukkan presentasi klinis

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 238
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dari GGK stage 4 dan 5.

Tabel 1.2 Presentasi klinis dari Gagal Ginjal Kronik stage 4 dan 5 (Dipiro et al.,
2009)
1.1.6 Terapi Farmakologi
Tujuan terapi gagal ginjal adalah untuk menunda perkembangan GGK,
meminimalkan pengembangan atau keparahan komplikasi. Sehingga terapi GGK
bergantung pada penyakit penyertanya seperti diabetes melitus, hipertensi dan
anemia. Algoritma terapi CKD disertai diabetes melitus ditunjukkan pada Gambar
1.2, algoritma terapi hipertensi dengan GGK ditunjukkan Gambar 1.3 dan
algoritma terapi anemia dan GGK ditunjukkan Gambar 1.4.
A. Diabetes militus dan GGK
Pada pasien diabetes melitus dengan kondisi GGK terapi yang dapat
dilakukan yaitu mengontrol kadar gula pasien untuk menurunkan microalbuminia.
Target penurunan gula darahnya yaitu 90-130 mg/dL (gula darah preprandial) dan
gula darah postprandial <180 mg/dL, dan nilai HbA1C < 1% (KDIGO, 2012). Agen
antidiabetes yang dapat digunakan yaitu antidiabetes oral dengan dilakukan
penyesuaian dosis dan insulin. Alogaritma terapi pasien DM dengan GGK dapat
dilihat pada Gambar 1.2.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 239
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.3 Algoritma terapi diabetes melitus dengan GGK (Dipiro et al., 2015)
B. Hipertensi dan GGK
Kondisi hipertensi pada pasien GGK perlu diterapi dengan obat antihipertensi
untuk menurunkan proteinurea. Target penurunan tekanan darah pada pasien
GGK tergantung dari jumlah yang diekskresikan di urin. Target penuruan tekanan
darah yang disarankan oleh KDOQI (2012) yaitu tekanan darah <149/90 mmHg
pada pasien yang mengekskresikan protein < 30 mg/ hari, dan <130/80 mmHg
pada pasien yang mengekskresikan protein ≥30 mg/hari. Agen antihipertensi yang
dapat diberikan yaitu agen hipertensi yang memiliki benefit dapat menurukan
proteinurea. Agen hipertensi first line therapy yang dapat digunakan yaitu ACEI,
ARB, dan thiazide diuretik yang dikombinasikan dengan ARB. Selain itu juga dapat
digunakan CCB non dihidropiridin jika kontraindikasi dengan ACEI/ARB. Apabila
tekanan darah target belum tercapai bisa digunakan furosemide jika pasien
mengalami udema, beta bloker dan hidralazin (Dipiro et al., 2015). Alogaritma
terapi pasien Hipertensi dengan GGK dapat dilihat pada Gambar 1.3.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 240
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.4 Algoritma terapi hipertensi dengan GGK (Dipiro et al., 2015)
C. Anemia dan GGK
Dikategorikan anemia pada GGK apabila nilai Hb < 13 g/dL pada laki-laki
dan Hb<12 g/dL pada perempuan. Penyebab anemia pada GGK disebabkan karena
adanya penurunan produksi eritropoetin, kondisi uremia yang menyebabkan
waktu hidup sel darah memerah memendek dan, defisiensi zat besi dan
perdarahan. semakin parah kerusakan ginjal, produksi eritropoetin semakin rendah
sehingga terjadi penurunan Hb, hematokrit dan oksigenasi jaringan. Alogritma
terapi anemia pada GGK dapat dilihat pada Gambar 1.4 (Dipiro ed.9, 2015):

Gambar 1.5 Algoritma terapi anemia dengan GGK (Dipiro et al., 2015)
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 241
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

D. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada GGK


Pada kondisi GGK, fungsi neuron akan menurun sehingga sekresi air dan
elektrolit menurun dan menyebabkan peningkatan retensi air dan elektrolit.
problem medik terkait gangguan elektrolit antara lain yaitu retensi Na dan
air, asidosis metabolik, dan hiperkalemia. Terapi yang dapat diberikan pada
pasien yang mengalami retensi air dan Na yaitu batasi intake Na dan air,
diuretik (thiazid diuretik, loop diuretik jika udema). Terapi untuk hiperkalemia
yang dapat diberikan yaitu batasi konsumsi makanan yang mengandung kalium,
diuretik, dextrose 10% atau 50% + insulin iv, Ca gluconas iv, jika tidak adequat
maka harus dilakukan hemodialisis. Terapi untuk asidosis metabolik yaitu Na
bicarbonat tab/iv dan jika tidak adequat maka dilakukan hemodialisis (Kimmel et
al., 2015).
1.1.7 Terapi Non Farmakologi
Terapi non-farmakologi meliputi pengelolaan nutrisi tubuh seperti
pengurangan asupan protein. National Kidney Foundation telah merekomendasikan
untuk pasien yang memiliki GFR kurang dari 25 ml/menit/1,73m2 yang tidak
menjalani dialisis harus membatasi asupan protein 0,6 g/kg/hari. Sedangkan
untuk pasien yang menerima dialisis menjaga asupan protein dari 1,2 g/kg/hari
sampai 1,3 g/kg/hari.

1.2 Hipertensi
1.2.1 Definisi
Hipertensi lebih dikenal dengan penyakit tekanan darah tinggi. Batas tekanan darah
yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau tidaknya tekanan
darah adalah tekanan darah sistolik dan diastolik. Berdasarkan JNC (Joint National
Comitte) VII, seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140
mmhg atau lebih dan diastolik 90 mmhg atau lebih. JNC7 mengklasifikasikan tekanan
darah pada orang dewasa (diatas umur 18 tahun) berdasarkan rata-rata dari 2 atau
lebih pengukuran tekanan darah pasien, dimana terdapat beberapa kategori
klasifikasi, antara lain adalah normaal, prehipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi
stage 2, yang ditunjukkan oleh Tabel 1.4 berikut:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 242
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 1.1 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (Dipiro et al., 2015)
Prehipertensi belum termasuk dalam kategori penyakit hipertensi, namun orang
dengan tekanan darah dalam kategori prehipertensi memiliki resiko mengalami
hipertensi. Hipertensi krisis merupakan situasi klinis dimana tekanan darah naik
hingga 180/120 mmHg. Hipertensi krisis dikategorikan dalam 2 kategori, yaitu
hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Hipertensi emergensi merupakan
hipertensi krisis yang disertai dengan kerusakan organ. Sedangkan hipertensi
urgensi merupakan hiprtensi krisis tanpa disertai kerusakan organ (Dipiro et al., 2015).
1.2.2 Etilogi
A. Hipertensi Essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar
patofisiologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial. Penyebab
hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan
terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor
lingkungan antara lain kebiasan merokok, stress emosi dan obesitas.
B. Hipertensi Sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
kebanyakankasus,disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular
adalah penyebab sekunder yang paling sering. Hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung
koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat.
1.2.3 Patofisiologi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada orang lansia,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 243
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg. Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor yaitu pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan, sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
menyebabkan kondisi hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung, mengakibatkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 244
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer.


1.2.4 Terapi Farmakologi
Pada pasien dengan chronic kidney disease (CKD) antihipertensi yang
direkomendasikan adalah golongan angiotensin converting enzyme inhibitor
(ACEI) atau angiotensin receptor blocker (ARB). ACEI (Angiotensin-converting
enzyme inhibitors), angiotensin receptor blockers (ARBs), calcium channel
blockers (CCBs) dan diuretic tiazid digunakan sebagai terapi pertama antihipertensi
(Dipiro et al., 2015). Beta bloker digunakan untuk terapi pada adanya indikasi
tambahan yang dikombinasikan dengan terapi utama antihipertensi (Dipiro et al., 2015).
Obat antihipertensi alternatif lain digunakan untuk pasien tertentu setelah penggunakan
terapi pertama antihipertensi.

Gambar 1.2 Algoritma Terapi Hipertensi (JNC 8,2014).


A. Diuretik
Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan diuresis (Dipiro et
al., 2015). Golongan ini menghambat reabsorbsi natrium di tubulus distal sehingga
berkontribusi dalam penurunan tekanan darah. Contoh obat tiazid diuretik: chlortaridone,
indopamide, hydrochlorhiazide, metolazone. Loop diuretik lebih poten untuk

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 245
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menginduksi diuresis tetapi hanya dapat digunakan pada pasien dengan edema (Dipiro
et al., 2015). Golongan ini lebih efektif dibandingkan tiazid diuretik dengan kondisi
GGK dengan GFR kurang dari 30 mL/min/1,73m2. Contoh obat : furosemide,
bumetanide, torsemide. Diuretik hemat kalium merupakan golongan antihipertensi
yang tidak adekuat jika digunakan tunggal dan digunakan untuk mengatasi kekurangan
kalium dan natrium yang disebabkan oleh diuretik lainnya (Dipiro et al., 2015). Contoh
obat: Amiloride, triamterene. Antagonis aldosteron juga merupakan diuretik hemat
kalium yang lebih poten dengan onset lambat. Contoh obat : spironolaktone.
B. ACEI
ACEI digunakan sebagai terapi pilihan pertama dengan mekanisme menghambat
angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
perifer (Dipiro et al., 2015). Efek samping obat yaitu batuk kering yang terjadi pada
20% pasien dan hal ini disebabkan karena pemecahan bradikinin. ACEI
dikontraindikasikan pada ibu hamil. Contoh obat kaptopril, enalapril, fosinipril.
C. ARB
ARB memiliki mekanisme antagonis dari reseptor angiotensin II (Dipiro et al.,
2015). ARB tidak menyebabkan hambatan bradikinin. ARB memiliki efek samping
yang kecil dan seperti ACEI dapat menyebabkan gagal ginjal, hiperkalemia, dan
hipotensi ortotastik. ARB kontraindikasi pada ibu hamil. Contoh obat : Losartan,
Vasartan, Irbesartan.
D. CCB
CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat
masuknya kalsium dalam otot polos vaskuler maupun miokardium selama proses
depolarisasi (Dipiro et al., 2015). Dihidropiridin dapat menyebabkan aktivasi refleks
simpatetik, dihidropiridin pada umumnya tidak menurunkan kondisi nodus AV. Contoh
obat: Nondihidropiridin (Diltiazem, verapamil), Dihidropiridin (Amlodipin, felodipine).
E. Beta blocker
Mekanisme beta bloker yaitu dengan menurunkan curah jantung melalui
kronotropik negatif dan dan efek inotropik jantung serta inhibisi pelepasan renin dari
ginjal (Dipiro et al., 2015). Penghentian terapi dengan beta bloker yang cepat dapat
menyebabkan angina tidak stabil, infark miokard. Asetubutolol, carteolol, penbutolol dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 246
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pindolol memiliki aktivitas intrinsik simpatomimetik (ISA) mampu menurunkan tekanan


darah dan resisten vaskular sistemik sementara denyut jantung dan curah jantung.
Beta blocker dengan aktivitas ISA tidak direkomendasikan untuk pasien post penyakit
jantung koroner.
F. Renin Inhibitor
Mekanisme aksi yaitu dengan menghambat renin secara lansung sehingga
menurunkan plasme renin activity (PRA) (Dipiro et al., 2015). Contoh obat yaitu
aliskiren.
G. Alfa Blocker
Prazosin, terazosin dan doxazosin merupakan alfa blocker yang menghambat
pengambilan katekolamin pada sel otot polos perifer sehingga menyebabkan
vasodilatasi (Dipiro et al., 2015). Jika digunakan untuk menurunkan tekanan darah,
golongan ini sebaiknya digunakan dengan kombinasi terapi antihipertensi pertama.
H. Alfa-2-Agonist
Digunakan pada kasus hipertensi resisten apabila terapi dengan antihipertensi
konvesional tidak adekuat (Dipiro et al., 2015). Penghentian mendadak dapat
menimbulkan hipertensi balik atau peningkatan tekanan darah ke nilai yang lebih tinggi
dari sebelum penanganan. Contoh obat : klonidin, metildopa, reserpine
I. Direct vasodilator
Penderita yang mendapatkan terapi ini sebaiknya mendapatkan terapi utama
dengan diuretik dan beta blocker andrenergik (Dipiro et al., 2015). Vasodilator
langsung menyebabkan angina pada penderia arteri koroner kecuali mekanisme refleks
baroreseptor dihambat secara sempurna oleh inhibitor simpatetik.

1.3 Diabetes Mellitus


1.3.1 Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular dan makrovaskular (Sukandar, 2013). Pasien-pasien dengan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 247
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang
normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat (Price dan Wilson, 2005).
1.3.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Menurut ADA (American Diabetes Association), DM diklasifikasian menjadi
4 tipe, antara lain:
1) Diabetes Melitus Tipe 1. DM tipe 1 disebut juga dengan insulin dependent
(ketergantungan insulin) yang terjadi karena penyakit autoimun (akibat
disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta) dan karena idiopatik (Price
dan Wilson, 2005).
2) Diabetes Melitus Tipe 2. DM tipe 2 disebut juga dengan insulin independent
(tidak tergantung insulin). Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini (Price
dan Wilson, 2005).
3) Diabetes Gestasional. Diabetes gestasional merupakan jenis diabetes yang
didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan (Price dan Wilson,
2005). Seorang wanita yang menderita DM gestasional memiliki risiko lebih
besar untuk menderita DM tipe 2 dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah
melahirkan (Kamiensky dan Keogh, 2006).
4) Tipe khusus lain adalah kelainan genetik pada sel beta, kelainan genetik pada
kerja insulin, penyakit pada eksokrin pankreas, penyakit endokrin seperti
sindrom cushing dan akromegali, penggunaan obat-obatan yang bersifat toksik
terhadap sel beta, seperti: glukokortikoid, dalam pengobatan HIV/AIDS atau
setelah transplantasi organ (Price dan Wilson, 2005; ADA, 2016).
1.3.3 Etiologi
Diabetes Mellitus (DM) adalah golongan penyakit kronis yang ditandai
dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem
metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi
hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. DM sendiri diklasifikasikan menjadi 2,
yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 2 merupakan DM yang tidak tergantung
pada insulin, karena pada pasien DM tipe 2 pankreas masih dapat menghasilkan
insulin, hanya saja terjadi resistensi terhadap insulin ataupun gangguan sekresi
insulin di dalamtubuh.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 248
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mekanisme pasti penyebab resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin


pada DM tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya DM tipe 2. Berikut ini merupakan etiologi DM tipe
2:
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.
b. Obesitas
Pada orang yang mengalami obesitas, tubuhnya memiliki kadar lemak yang
tinggi atau berlebihan sehingga jumlah cadangan energi dalam tubuhnya juga
banyak, begitupun dengan yang tersimpan dalam hati dalam bentuk glikogen.
Insulin merupakan hormon yang bertugas untuk menurunkan kadar glukosa dalam
darah yang mengalami penurunan fungsi akibat kerja keras melakukan tugas
pendistribusian glukosa sekaligus pengkompresian dan peningkatan glukosa darah.
Hal tersebut menyebabkan resistensi insulin dan berdampak terjadinya DM tipe 2.
c. Riwayat keluarga
1.3.4 Patofisiologi
DM tipe 2 memiliki karakteristik sekresi insulin yang tidak adekuat, resistensi
insulin, produksi glukosa hepar yang berlebihan dan metabolisme lemak yang tidak
normal. Pada tahap awal, toleransi glukosa akan terlihat normal, walaupun
sebenarnya telah terjadi resistensi insulin. Hal ini terjadi karena kompensasioleh
selbeta pankreas berupa peningkatan pengeluaran insulin. Proses resistensi insulin
dan kompensasi hiperinsulinemia yang terus menerus terjadi akan mengakibatkan
sel beta pankreas tidak lagi mampu berkompensasi (Harrison, 2012). Apabila sel
beta pankreas tidak mampu mengkompensasi peningkatan kebutuhan insulin, kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe 2.
Keadaaan yang menyerupai DM tipe 1 akan terjadi akibat penurunan sel beta
yang berlangsung secara progresif yang sampai akhirnya sama sekali tidak mampu
lagi mensekresikan insulin sehingga menyebabkan kadar glukosa darah semakin
meningkat (Rondhianto, 2011). Selain itu DM tipe 2 disebabkan buruknya pola
hidup seperti merokok, makan-makanan yang berisiko seperti makanan manis,
makanan asin, berpenyedap, berlemak, dan mengandung banyak kolesterol yang di

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 249
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mana perilaku tersebut akan menganggu elastisitas pembuluh darah dan bisa juga
menyebabkan penyumbatan yang akan menjadi aterosklerosis.
1.3.5 Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor risiko atau faktor penyebab terjadinya DM yang
menurut Kemenkes dibedakan menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Kemenkes 2013).
1) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi memiliki hubungan yang erat dengan
perilaku hidup tidak sehat, antara lain: berat badan lebih, obesitas, kurangnya
aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet yang tidak sehat/tidak seimbang,
riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula Darah Puasa terganggu
(GDP terganggu), merokok.
2) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain: ras dan etnik, usia, jenis
kelamin, riwayat keluarga dengan DM, riwayat melahirkan bayi dengan berat
badan lebih dari 4 kg, riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (kurang
dari 2,5 kg) (Kemenkes 2013).
1.3.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi
insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat.
Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk kadar glukosanya,
maka akan timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik
yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia).
Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori
negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagi)
mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan
mengantuk (Price dan Wilson, 2005).
1) Pasien dengan DM tipe 2 sering asimptomatik. Munculnya komplikasi dapat
mengindikasikan bahwa pasien telah menderita DM selama bertahun-tahun,
umumnya muncul neuropati.
2) Pada diagnosis umumnya terdeteksi adanya letargi, poliuri, nokturi, dan
polidipsi, sedangkan penurunan bobot badan secara signifikan jarang terjadi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 250
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

(Sukandar, 2013).
1.3.7 Terapi Farmakologi
Agen-agen hipoglikemik oral atau yang menurut sumber lain disebut dengan
antidiabetik oral (ADO) terdiri dari 5 golongan yang dipasarkan di Indonesia dan
dapat digunakan oleh penderita DM, antara lain: sulfonilurea, meglitinid, biguanid,
penghambat -glikosidase, dan tiazolidinidion (Price dan Wilson, 2005; FKUI,
2012).
Terapi DM tipe 2 pada kebanyakan pasien harus dimulai dengan perubahan
gaya hidup, meliputi konseling gaya hidup, menetapkan tujuan aktivitas fisik
minimal 150 menit/minggu, dan konseling penurunan berat badan kehilangan
minimal 7% dari berat badan. Ketika upaya gaya hidup saja tidak mencapai atau
mempertahankan tujuan glikemik, monoterapi metformin harus ditambahkan pada
atau segera setelah diagnosis, kecuali pasien memiliki kontraindikasi atau
intoleransi terhadap metformin. Berdasarkan banyak penelitian yang telah
dilakukan, metformin terbukti memiliki efek yang baik, aman, murah, dan dapat
mengurangi risiko kejadian kardiovaskular serta kematian. Jika nilai GFR pasien
lebih rendah daripada nilai normal, maka dosis harus dikurangi dan pasien harus
disarankan untuk menghentikan obat yang bertujuan untuk mengobati mual,
muntah, dan dehidrasi (ADA, 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 251
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar Tatalaksana terapi DM tipe 2 (American Diabetic Association/ADA,


2016)
1.3.8 Terapi Non Farmakologi
Tujuan pengobatan adalah untuk membuat dan menjaga dalam keadaan
normoglikemia, menurunkan onset dan keprogresifan komplikasi mikrovaskular
dan makrovaskular, serta meningkatkan kualitas dan kuantitas hidup pasien (Dipiro,
2008).
1) Rencana diet dan pengawasan glukosa dirumah yang bertujuan untuk mengatur
jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari sesuai dengan
jumlah kalori yang disarankan berdasarkan tujuan yang hendak dicapai adalah
bervariasi apakah untuk mempertahankan kalori yang sudah terpenuhi,
menurunkan berat badan bagi pasien yang memiliki berat badan berlebih,
ataupun untuk meningkatkan berat badan pasien DM yang kurus, biasanya
pada pasien DM tipe 1 (Price dan Wilson, 2005).
2) Latihan fisik dan pengaturan aktivitas fisik dapat mempermudah transpor
glukosa kedalam sel-sel dan untuk meningkatkan kepekaan tubuh terhadap
insulin (Price dan Wilson, 2005). Latihan aerobik dapat meningkatkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 252
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

resistensi insulin dan kontrol gula pada mayoritas individu (Dipiro, 2008).
3) Pengetahuan tentang DM dan perawatan diri yang bertujuan supaya pasien
mengetahui pentingnya terapi insulin meskipun diberikan secara suntikan,
karena banyak pasien DM yang menolak untuk disuntik kecuali dalam keadaan
terpaksa (Price dan Wilson, 2005; FKUI, 2012).

1.4 Heart Failure


1.4.1 Definisi
Heart failure (HF) atau gagal jantung didefinisikan sebagai kemampuan
jantung yang tidak memadai untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi
aliran darah dan kebutuhan metabolik tubuh (Vardeny, O. & Ng, T., 2016). Gejala
gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas
disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema
pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi
jantung saat istrahat (PERKI, 2015).
HF adalah sindrom klinis yang ditandai dengan gejala spesifik yang
berkaitan dengan kongesti dan hipoperfusi. HF disebabkan oleh adanya gangguan
struktural atau fungsional jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk
mengisi atau mengeluarkan darah (disfungsi diastolik). Serta gangguan lainnya,
seperti pada perikardium, epikardium, endokardium, atau pembuluh darah besar,
hal tersebut dapat menyebabkan HF tetapi kebanyakan pasien mengalami gejala HF
akibat adanya penurunan fungsi miokard ventrikel kiri (LV) (disfungsi sistolik)
(Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
1.4.2 Etiologi
Penyebab umum gagal jantung adalah rusaknya atau berkurangnya massa otot
jantung karena iskemi akut atau kronik, peningkatan resistensi vaskuler karena
hipertensi, atau karena takiaritmia (misalnya fi brilasi atrial). Pada dasarnya semua
kondisi yang menyebabkan perubahan struktur ataupun fungsi ventrikel kiri
merupakan predisposisi untuk gagal jantung. Penyakit jantung koroner merupakan
penyebab terbanyak (60-75%), diikuti penyakit katup (10%) dan kardiomiopati
(10%). Dewasa ini studi epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar setengah pasien

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 253
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

gagal jantung memiliki fraksi ejeksi (ejection fraction, EF) ventrikel kiri yang baik
(EF 40-50%), sehingga tidak lagi dipikirkan bahwa gagal jantung secara primer
terjadi akibat penurunan fraksi ejeksi ventikel kiri ( Imagily, 2014).
1.4.3 Epidemiologi
Prevalensi gagal jantung pada seluruh populasi berkisar antara 2 sampai 30%
dan yang asimtomatik sebesar 4% dari seluruh populasi. Angka ini cenderung
mengikuti pola eksponensial seiring usia, sehingga pada orang tua (70-80 tahun)
menjadi 1020%.3 Meskipun insidens relatif gagal jantung lebih rendah pada
perempuan, perempuan berkontribusi pada setidaknya setengah kasus gagal jantung
karena angka harapan hidup mereka lebih tinggi. Di Amerika, prevalensi gagal
jantung pada usia 50 tahun ialah sebesar 1%, pada usia 80 tahun mencapai 7,5%.
Di Inggris, prevalensi gagal jantung pada usia 60-70 tahun sebesar 5% dan
mencapai 20% pada usia 80 tahun, situasi yang sama terjadi di Italia dan Portugal.
Di Cina, prevalensi gagal jantung pada usia 60 tahun ke atas sebesar 0,9%.2
Diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung muncul setiap tahunnya di
seluruh dunia. Saat ini 50% penderita gagal jantung akan meninggal dalam waktu
5 tahun sejak diagnosis ditegakkan (Imagily, 2014).
1.4.4 Patofisiologi
Sebagai respon terhadap peningkatan beban hemodinamik, maka jantung
akan melakukan mekanisme kompensasi :
A. Takikardi dan peningkatan kontraktilitas
Mekanisme untuk mempertahankan CO (cardiac output) ketika kontraktilitas
rendah adalah dengan meningkatkan denyut jantung. Hal ini dicapai melalui
aktivasi sistem saraf simpatik (Sympathetic Nervous System, SNS) dan efek agonis
norepinefrin pada reseptor β-adrenergik dalam hati. Aktivasi simpatis juga
meningkatkan kontraktilitas dengan meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol
(Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
B. Mekanisme Frank – Starling
Dalam pengaturan penurunan CO yang mendadak, respons alami tubuh
adalah mengurangi aliran darah ke perifer untuk mempertahankan perfusi ke organ
vital seperti jantung dan otak. Oleh karena itu, perfusi ginjal dikompromikan. Hal

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 254
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ini menyebabkan aktivasi sistem renin angiotensin-aldosteron (Renin Angiotensin


Aldosterone System, RAAS). Dalam gagal jantung, perubahan dalam filamen
kontraktil mengurangi kemampuan kardiomiosit untuk beradaptasi dengan
peningkatan preload. Dengan demikian, peningkatan preload sebenarnya merusak
fungsi kontraktil pada gagal jantung dan menyebabkan penurunan CO lebih lanjut
(Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
C. Terjadinya Vasokonstriksi
Aktivasi baik RAAS dan SNS juga berkontribusi terhadap vasokonstriksi
dalam upaya untuk mendistribusikan aliran darah dari organ perifer seperti ginjal
untuk sirkulasi koroner dan serebral. Vasokonstriksi arteri menyebabkan gangguan
ejeksi darah dari jantung karena peningkatan afterload. Hal ini menyebabkan CO
menurun dan stimulasi respon kompensasi terjadi terus menerus, menciptakan
lingkaran setan aktivasi neurohormonal (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
D. Hipertrofi ventrikel dan remodeling
Respon kompensasi terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi atau dinding
ventrikelbertambah tebal. Remodelling jantung terjadi sebagai kompensasi untuk
adaptasi perubahan stres dinding dan diatur sebagian oleh aktivasi neurohormonal,
dengan angiotensin II dan aldosteron yang menjadi rangsangan utama (Vardeny, O.
& Ng, T., 2016).

(Smeltzer, 2011)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 255
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.4.5 Klasifikassi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan American College of Cardiology
Foundation (ACCF)/ American Heart Association (AHA) dan New York Heart
Association (NYHA) dapat dilihat pada Tabel 1.2.Keduanya, baik ACCF/AHA dan
NYHA, memberikan informasi yang berguna dan saling melengkapi tentang
keberadaan dan tingkat keparahan dari gagal jantung. ACCF/AHA menekankan
pengembangan dan perkembangan penyakit, sedangkan NYHA fokus pada
kapasitas latihan dan status gejala penyakit (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
Tingkatan Gagal
Klasifikasi
Jantung menurut
Fungsional NYHA Deskripsi
ACCF/AHA
A Tidak ada Pasien berisiko tinggi untuk gagal jantung
tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau
gejala gagal jantung.
B I Pasien dengan penyakit jantung tetapi tanpa
batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa
tidak menyebabkan kelelahan yang tidak
semestinya, dyspnea, atau palpitasi.
C II Penyakit jantung struktural dengan gejala
gagal jantung, baik saat itu ataupun
sebelumnya.
III Penderita penyakit jantung itu menghasilkan
sedikit keterbatasan fisik aktivitas. Aktivitas
fisik biasa menyebabkan kelelahan, palpitasi,
dyspnea, atau angina.
C,D IV Penderita penyakit jantung itu
mengakibatkan ketidakmampuan untuk
melanjutkan aktivitas fisik tanpa
ketidaknyamanan. Gejala gagal jantung
adalah hadir saat istirahat. Dengan fisik
apapun aktivitas, meningkatkan
ketidaknyamanan berpengalaman. Tahap D
mengacu pada akhir panggung pasien gagal
jantung.
Tabel 1.2 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut ACCF/AHA dan NYHA (Vardeny,
O. & Ng, T., 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 256
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.4.6 Manifestasi Klinis


Adapun manifestasi klinis yang ditemui pada pasien gagal jantung
berdasarkan tipe gagal jantung itu sendiri, terdiri dari: (Lilly, 2011; Ignatavisius &
Workman, 2010 dalam Yuliana 2012). Gagal Jantung kiri, dengan tanda dan gejala
berupa:
1. Penurunan cardiac output: kelelahan, oliguri, angina, konfusi dan gelisah,
takikardi dan palpitasi, pucat, nadi perifer melemah, akral dingin.
2. Kongesti pulmonal: batuk yang bertambah buruk saat malam hari (paroxysmal
noctural dyspnea), dispnea, krakels, takipnea dan orthopnea.
Gagal Jantung kanan, manifestasi klinisnya adalah kongesti sistemik yaitu
berupa: distensi vena jugularis, pembesaran hati dan lien, anoreksia dan nausea,
edema menetap, distensi abdomen, bengkak pada tangan dan jari, poliuri,
peningkatan berat badan, peningkatan tekanan darah atau penurunan tekanan darah
karena kegagalan pompa jantung.
Manifestasi klinis Gagal Jantung Menurut Hayes., dkk (2008). Yaitu:
Demam, Hipertensi, Nocturia, Dypsnea, Paroxysmal atau dypsnea noctural, Batuk,
Orthopnea, Hypoxemia, Pernafasan Cheyne-Stokes, Anorexia, Mual, Kelelahan,
Kelemahan, Cemas, Bingung, Sakit kepala dan Insomnia.
1.4.7 Manajemen Terapi
Tujuan terapi pada pasien gagal jantung adalah untuk meringankan gejala
dan tanda-tanda (misalnya edema), mencegah masuk rumah sakit, dan
meningkatkan kelangsungan hidup pasien. Namun upaya mencegah terjadinya
gagal jantung dengan cara mengobati kondisi – kondisi yang menuju terjadinya
gagal jantung, terutama hipertensi dan/atau penyakit arteri coroner juga merupakan
hal penting dalam upaya penanganan gagal jantung (ESC, 2012).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 257
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar Manajemen Terapi Heart Failure


1.4.8 Terapi Farmakologi
A. Diuretik
Diuretik meningkatkan laju aliran urin dan ekskresi natrium dan digunakan
untuk mengatur volume dan / atau komposisi cairan tubuh dalam berbagai
situasi klinis, termasuk hipertensi, gagal jantung, gagal ginjal, sindrom nefrotik,
dan sirosis. Diuretik digunakan untuk menghilangkan gejala akut dan
pemeliharaan euvolemia. Terapi diuretik dianjurkan untuk semua pasien dengan
bukti klinis kelebihan cairan. Pada HF ringan, diuretik dapat digunakan sesuai
kebutuhan (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
Dua jenis diuretik yang digunakan untuk manajemen volume di HF, yaitu
tiazid dan loop diuretik. Diuretik tiazid seperti hydrochlorothiazide,
chlorthalidone, dan metolazone memblok reabsorpsi natrium dan klorida di
bagian distal convoluted tubule. Diuretik loop seperti furosemide, bumetanide
dan torsemide merupakan diuretik yang paling banyak digunakan di HF
(Vardeny, O. & Ng, T., 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 258
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar Terapi Diuretik


B. ACE-Inhibitor
Kaptopril dan obat lain dalam golongan ini menghambat ACE, enzim yang
menghidrolisis angiotensin I menjadi angiotensin II dan mengurangi stimulasi
reseptor angiotensin I menjadi angiotensin II serta menginaktifkan bradikinin,
suatu vasodilator poten, yang bekerja paling tidak dengan merangsang
pengeluaran nitrat oksida dan pootrasiklin. Aktifitas hipotensif kaptopril
dihasilkan oleh efek inhibisi terhadap sistem renin-angiotensin dan efek
stimulatorik terhadap sistem kalikrein-kinin.
C. ARB
ARBs menghambat aktivitas angiotensin II dengan memblok reseptor pada
AT1. ARBs tidak menghambat kerja dari enzim ACE, sehingga tidak ada efek
pada bradikinin. Obat dari golongan ini yang terbukti memiliki efek terapi pada
gagal jantung diantaranya adalah valsartan, losartan dan candesartan.
D. Hydralazine dan Isosorbide Dinitrat
Nitrat mengurangi preload dengan menyebabkan vasodilatasi vena primer
melalui pengaktifan guanylate cyclase dan peningkatan cGMP dalam otot polos
vaskular. Hydralazine mengurangi afterload melalui relaksasi otot polos
arterial. Kombinasi hidralazin dan isosorbid dinitrat merupakan terapi pertama
yang digunakan untuk meningkatkan kelangsungan hidup jangka panjang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 259
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pasien dengan gagal jantung sistolik, tetapi sebagian besar telah digantikan oleh
terapi antagonis AT2 (ACE inhibitor dan ARBs). Oleh karena itu, sampai saat
ini, terapi kombinasi ini disediakan untuk pasien yang tidak toleran terhadap
ACE inhibitor atau ARB atau pasien dengan angioedema atau hiperkalemia.
Kini pedoman AHA HF merekomendasikan untuk mempertimbangkan
penambahan dari isosorbide dinitrate dan hydralazine pada pasien yang telah
dalam terapi ACE inhibitor atau ARB.
E. Beta Blocker
Beta blocker secara kompetitif memblokir pengaruh SNS di reseptor β-
adrenergik. ACC / AHA merekomendasikan bahwa β-blocker akan dimulai
secara keseluruhan pada pasien dengan klasifikasi NYHA FC I hingga IV atau
ACC / AHA tahap B sampai D HF jika secara klinis stabil. Tiga β-blocker yang
terbukti mengurangi mortalitas pada gagal jantung sistolik, yaitu selektif β1-
antagonis bisoprolol dan metoprolol suksinat, dan nonselective β1-, β2-, dan
α1-antagonis carvedilol.
F. Digoksin
Efek menguntungkan dari digoksin dikaitkan dengan efek inotropik positif
pada kegagalan miokardium dan keberhasilan dalam mengendalikan respon
denyut ventrikel fibrilasi atrium. Saat ini digoksin direkomendasikan menjadi
terapi tambahan pada pasien dengan gejala simptomatik meskipun HF optimal
dengan ACE-I, ARB, Beta blocker dan diuretik. Pada pasien dengan fibrilasi
atrium bersamaan, digoxin kadang- kadang dapat ditambahkan.
G. Calcium Chanel Blocker
Amlodipine dan felodipine adalah dua dihydropyridine CCB yang paling
banyak diteliti untuk sistolik HF. Kedua agen ini belum terbukti mempengaruhi
kelangsungan hidup pasien, baik secara positif maupun negatif. Dengan
demikian, tidak secara rutin direkomendasikan sebagai bagian dari rejimen
standar HF. Namun, amlodipine dan felodipine bisa aman digunakan pada
pasien gagal jantung untuk mengobati hipertensi yang tidak terkontrol atau
angina setelah semua obat lain yang sesuai dimaksimalkan.
H. Antiplatelet dan Antikoagulan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 260
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien dengan gagal jantung mengalami peningkatan risiko kejadian


tromboemboli, relatif stasis darah, dan disfungsi endotel. Aspirin umumnya
digunakan pada pasien gagal jantung dengan etiologi iskemik, riwayat penyakit
jantung iskemik, atau lainnya seperti indikasi riwayat stroke emboli. Rutin
digunakan pada pasien kardiomiopati non-iskemik. Jika aspirin diindikasikan,
preferensi menggunakan dosis rendah (81 mg setiap hari).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 261
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II

PROFIL PASIEN
2.1. Profil pasien
Nama/ Jenis kelamin : Ny. W / Perempuan
Umur/ BB/ TB : 56 tahun
Alamat : Dsn. Jabang, Trenggalek
MRS/KRS : 8 Maret 2020 /
Status pasien : JKN
Dokter :
Farmasis : Linda Prabawati, S.Farm.,Apt
Alergi : Tidak ada
Keluhan utama : Mual, muntah
Riwayat penyakit saat ini : CKD st 5 on CAPD
Riwayat kesehatan : -
Riwayat pengobatan : Irbesartan, novomix
Diagnosa awal : CKD st. 5 on CAPD
Diagnosa akhir CKD stage 5 on CAPD, HT on treatment,
: DM tipe II, HF st C FC II, nausea dan mild
hipokalemi

2.2. Data klinis pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Parameter Nilai Tanggal pemeriksaan
normal 7/3/20 8/3/20 9/3/20
Suhu (oC) 36-37 37 36,5
Nadi 80-85 90 101 92
(x/menit)
RR 20 22 20 18
(x/menit)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 262
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tekanan 120/80 140/9 137/9 110/60


darah 0 6
Sp02 >95% 98% 98% 98%

Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien


Parameter Tanggal pemeriksaan
7/3 8/3 9/3
Mual + + +
Muntah + + +

2.3. Data laboratorium pasien


Tabel 2.3 Tabel data laboratorium pasien
Data Normal 5/3/20
BUN 10-24 mg/dl 108
Crea 0,5-1,5 mg/dl 7,45
ALT 0-38 U/L
AST 0-41 U/L
Albumin 3,5-5,0 g/dl 3,33
K 3,5-5,0 mEq/L 3,15
Na 136-145 mEq/L 123
Cl 98-106 mEq/L 91
Hb 13,4-17,7g/dl 10
RBC 4,0-5,0 x 10 6/µl 3,28 x 106
WBC 14 – 25 x 103/mm3 8,08x103
HCT 38-42% 26%
MCV 80,0-99,9 mm3 88,10
MCH 27-31 pg 30,5
MCHC 33-37 g/dl 34,6
Trombosit (PLT) 150-450 x 103/mm3 393x103
Mg 1,9-2,5

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 263
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Glukosa <200mg/dl 201


APTT C=28,4 23,6
PTT C=11,8 10,10
LDH-P 240-480
Urinalisa: pH 6,5-8,45 5,0
Protein - 6+
Eritrosit ≤3 LPB 1,2
Leukosit ≤5 LPB 2,4
Epitel ≤3 LPK 0,9
Eosinofil 0-4% 0,0
Basofil 0-1% 0,5
Neutrofil 51-67 90,1
Limfosit 25-33 5,2
Monosit 2-5 4,2
Eosinofil Absolut 0,00
Neutrofil Absolut
Limfosit Absolut
Monosit Absolut 0,16-1
Immature Granulosit 1,00%
(%)
Immature Granulosit 80/mcL

2.4. Profil terapi pasien


Tabel 2.4 Tabel profil terapi pasien
Obat Rute Dosis Tanggal pemberian
obat
7/3/20 9/3/20
Metoclopramide iv 3x10mg ˅ ˅
Asam traneksamat iv 3x500mg ˅ ˅

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 264
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Novomix sc 10-6 Unit ˅ ˅


Detemir sc 0-0-1unit ˅ ˅
Furosemid po 2x40mg ˅ ˅
Irbesartan po 0-0- ˅ ˅
300mg
Amlodipin po 1x10mg ˅ ˅
Clonidin po 3x0,15mg ˅ ˅
Paracetamol po 3x500mg ˅ ˅
Lactulose Syr. po 3Xc1 ˅ ˅
Heparin Intra 25000Unit ˅ ˅
peritoneal

2.5. Drug related problem pasien


1. Clonidin (ESO potensial : hipotensi 45%)
Plan : monitoring nilai tekanan darah pasien dan tanda-tanda hipotensi.
2. Irbesartan (ESO potensial : hiperkalemi 19%)
Plan : monitoring kadar kalium, natrium, kalsium dan gangguan elektrolit.
3. Paracetamol (ESO potensial : mual 34%)
Plan : monitoring keluhan pasien frekuensi mual.
4. Furosemid (ESO potensial : hipokalemi 60%, hiperuricemia 40%)
Plan : monitoring kadar kalium, natrium, kalsium, gangguan elektrolit dan
kadar asam urat.
5. Insulin novomix, detemir (ESO potensial : hipoglikemi)
Plan : monitoring kadar gula darah.
6. Heparin (ESO potensial : trombositopenia 30%)
Plan : monitoring kadar trombosit.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 265
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

Ny.W berumur 56 tahun masuk Rumah Sakit pada tanggal 8 Maret 2020. Pasien
datang dengan keluhan mual muntah. Ny.W memiliki riwayat hipertensi dan diabetes
melitus. Berdasarkan hasil rekonsiliasi Ny.H memiliki riwayat penggunaan obat
irbesartan, novomix. Saat masuk Rumah Sakit Saiful Anwar pasien didiagnosa Chronic
Kidney Disease (CKD) stage 5 on CAPD, Hipertensi on Treatment, Diabetes
Mellitus Tipe II, HF St C FC II.
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan fungsi ginjal secara progresif yang
dapat berlangsung dalam beberapa bulan sampai tahunan. Problem Medis CKD
ditandai dengan ureum dan kreatinin tinggi, peningkatan kalium, magnesium, fosfat,
penurunan bikarbonat, penurunan Hb, Hct disertai anemia, hipoalbuminemia, udema,
mual dan ketidakseimbangan elektrolit . Pada pasien yang mengalami gangguan
fungsi ginjal harus menghitung nilai Clcr untuk optimasi dosis obat dan eGFR untuk
menilai tingkat kerusakan ginjal (cek hasil perhitungan nilai Clcr dan eGFR). Ny W
termasuk gagal ginjal kronik stage 5 yang ditandai dengan nilai eGFR kurang dari 15
(5,652 mL/ menit). Berdasarkan Clinical Prctice Guidline for The Evluation and
Management of Chronic Kidney Disease, 2012, terapi yang diberikan jika GFR
kurang dari 15 ml/min adalah terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal pada NY.
W yaitu CAPD. Keuntungan CAPD dibandingkan dengan Hemodialisa antara lain dapat
dilakukan secara mandiri dengan jadwal yang fleksibel, pembuangan cairan lebih stabil, diet
dan intake cairan sedikit lebih bebas, cocok bagi pasien yang mengalami gagal jantung.
Komplikasi CKD yang dialami Ny W adalah hipertensi, diabetes mellitus, dan gagal
jantung. CKD dapat menyebabkan komplikasi hipertensi karena kerusakan ginjal
menyebabkan filtrasi glomerulus meningkat sehingga GFR turun yang menyebabkan
fungsi ginjal berkurang yang menyebabkan ginjal tidak mampu membuang cairan dalam
tubuh kemudian retensi Na dan air sehingga menyebabkan hipertensi. Ny W memiliki
riwayat hipertensi dengan riwayat pengobatan menggunakan irbesartan. Target
penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi disertai dengan CKD dengan DM
yaitu 140/90 mmHg.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 266
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Problem Medis Hipertensi pada NY. W diberikan terapi irbesartan dan amlodipin.
Irbesartan merupakan obat golongan ARB yang diindikasikan sebagai antihipertensi tunggal
atau dalam kombinasi dengan antihipertensi lainnya; pengobatan nefropati diabetik pada
pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (tidak tergantung insulin, NIDDM) dan hipertensi
(DIH,2009). Amlodipin merupakan obat golongan CCB dihidropiridin yang memiliki
afinitas yang kuat pada kanal kalsium di pembuluh darah sehingga memiliki efek
vasodilatasi yang kuat. Golongan obat ini merupakan obat yang direkomendasikan
sebagai tata laksana hipertensi dengan penyakit penyerta CKD dan diabetes mellitus.
Faktor resiko terjadinya CKD diakibatkan karena adanya dislipidemia dan
hipertensi krisis yang diderita oleh pasien. Tekanan darah yang tinggi dapat
menyebabkan kerusakan dinding glomerulus dan semakin lama nefron yang
bekerja aktif akan berkurang, akibatnya ginjal akan bekerja dengan lebih keras.
Dalam kasus ini diberikan terapi furosemid yang berguna untuk menurunkan
tekanan darah juga digunakan untuk terapi CKD. Furosemid bekerja dengan
menghambat reabsorbsi elektrolit pada tubulus serta meningkatkan ekskresi urin
yang baik digunakan untuk pasien disfungsi ginjal. Menurut data laboratorium
nilai Hb pasien pada kasus menunjukkan sebesar 10 mg/dL sedangkan menurut
(Kemenkes RI, 2011) dalam pedoman interpretasi data klinik nilai normal Hb
pasien wanita yaitu sebesar 12-16 mg/dL. Penderita gagal ginjal kronis dengan
hematuria (+) akan cenderung mengalami penurunan Hb dan menyebabkan
anemia, karena Hb yang berada pada eritrosit banyak terbuang melalui urin.
Kemungkinan yang lainnya yaitu pada pasien gagal ginjal kronis mengalami
penurunan produksi eritropoietin sehingga menyebabkan anemia.
Ny W mendapatkan terapi as tranexamat dengan dosis 3 dd 500 mg untuk
mengatasi pendarahan. Pendarahan yang terjadi ditandai dengan hasil RBC 3+.
Pasien juga menerima heparin dengan dosis 1000 unit. Penggunaan asam

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 267
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

tranexamat dengan heparin tidak terjaid interaksi dikarenakan asam tranexamat


digunakan untuk mencegah pendarahan sisemik, sedangkan heparin hanya
digunakan untuk mencegah terjadinya clothing lokal.
Problem Medis selanjutnya yaitu Diabetes Mellitus. Terapi insulin yang
diberikan kepada pasien adalah Novomix (3 x 6 IU sebelum makan) yang merupakan
insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin) dan Devemir (0-0-10 IU sebelum tidur
malam) yang merupakan insulin kerja panjang (Long-acting insulin). Pasien
menggunakan kombinasi insulin basal (Detemir) dan insulin prandial (Novomix). Insulin
basal digunakan untuk mengontrol glukosa darah pada keadaan puasa sedangkan
insulin prandial digunakan untuk mengontrol glukosa darah setelah makan.
Problem medis yang selanjutnya adalah HF (Heart Failure). Pasien
didiagnosa HF st. c fc. IV, ditandai dengan gejala sesak nafas, tidak membaik
dengan istirahat. Pasien diterapi dengan Clonidin 3 x 0,15 mg. Clonidine
merupakan obat golongan central alfa agonist yang dapat digunakan sebagai terapi
tambahan (adjunct therapy) pada pasien hipertensi untuk membantu mencapai goal
terapi yang diinginkan dengan menurunkan tekanan darah pada pasien CKD dengan
hipertensi (Sica Domenic MD, 2008). Obat ini efektif untuk pasien hipertensi
dengan atau tanpa gagal ginjal. Clonidine juga efektif untuk pasien hipertensi
dibawah kondisi dialisis kronis, namun diperlukan penyesuaian dosis dikarenakan
obat disekresikan melalui ginjal (Itskovitz H, 1980). Akan tetapi pada Ny W
clonidin digunakan untuk terapi gagal jantung. Menurut Aggarwal (2003) bahwa
pada gagal jantung, aktivitas simpatis jantung lebih sensitif terhadap terapi
simpatolitik sentral dengan clonidine daripada nada simpatik sistemik, dan nada
simpatis ginjal juga berkurang secara signifikan.

Selain terapi yang diberikan di atas, pasien juga mendapatkan terapi


metoklopramid 3 x 10 mg iv untuk mengatasi mual dan muntah yang di derita
pasien. Metoclopramide merupakan agen prokinetik yang bekerja sebagai antagonis
D2-dopamin reseptor. Inhibisi dopamin dapat meningkatkan kekuatan sphincter
esophageal bagian bawah, meningkatkan motilitas saluran pencernaan bagian atas
tanpa mempengaruhi usus halus dan kolon, serta meningkatkan laju pengosongan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 268
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

lambung tanpa mempengaruhi sekresi lambung, empedu dan pancreas. Gejala mual
dan muntah sampai dengan hari ke mengalami perbaikan kondisi, namun masih
menunjukkan gejala mual muntah hingga hari ke 3. Sehingga, pemberian
metoklopramid dengan dosis tersebut tetap dilanjutkan sampai gejala mual muntah
yang ditunjukkan pasien tidak ada.

Selain itu, Ny W juga mendapatkan terapi Paracetamol 3x500 mg.


Paracetamol 3x500 mg diberikan untuk mengurangi keluhan nyeri pada pasien
dengan cara menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat mengurangi nyeri
ringan sampai sedang (DIH 17th). Ny W juga mendapatkan terapi Lactulose 3xC1.
Terapi lactulose ini bertujuan agar tidak terjadi penumpukan feses didalam usus
yang dapat memicu terjadinya infeksi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 269
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN

Pada kasus ini pasien Ny. W mengalami problem medis CKD st. V on
CAPD, DM tipe II, HT in treatment dan HF st c CF II. Pasien MRS dengan keluhan
mual dan muntah. Selama di rumah sakit, pasien menerima beberapi terapi obat
yaitu clonidin, amlodipin, irbesartan, asam tranexamat, furosemide, detemir,
novomix, paracetamol, metoclopramide, lactulose. Pada manajemen terapi pasien,
terdapat beberapa drug related problem yaitu pemberian clonidin dapat
menyebabkan hipotensi (45%) sehingga diperlukan monitoring tekanan darah pada
pasien, pemberian irbesartan dan furosemid dapat menyebabkan gangguan
elektrolit terganggu sehingga diperlukan monitoring kadar kalium, kalsium,
natrium. Pemberian parasetamol memiliki ESO potensial mual (34%) sehingga
diperlukan juga monitoring keluhan mual. DRP lain yaitu dari pemberian insulin
detemir dan novomix memiliki ESO potensial hipoglikemi. Oleh karena itu,
diperlukan adanya monitoring gula darah dan tanda-tanda hipoglikemi seperti
keringat dingin, gemetar,pusing, penglihatan kabur.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 270
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L. 2009. Drug
Information Handbook, 17th edition. Lexi-Comp for the American
Pharmacists Association

Alberta Clinical Practice Guidelines Steering Committee. 2002. Guideline for the
diagnosis and management of community acquired pneumonia: pediatric.
Accessed online June 1, 2004

American Diabetes Association. 2018. Standards of Medical Care in Diabetes.


USA: Volume 41.

Ana. (2006). Strategi Terapi Antibiotika Untuk Pneumonia. 26 (6): 6


www.farmacia.com

Avendano-Reyes, J. M., & Jaramillo-Ramirez, H. (2014).Prophylaxis for stress


ulcer bleeding in the intensive care unit. Revista de Gastroenterología de
México (English Edition), 79(1), 50-55.

Bakta, I. M., 2009. Pendekatan terhadap Pasien Anemia. In: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing, pp.1109-1115

Burns, M. A., Wells, B. G., & Schwinghammer, T. L. 2016. Pharmacotherapy


principles and practice. McGraw-Hill.

Dipiro, J, T.,et al, 2008, Pharmacotherapy Handbook, Seven edition, Mc Graw Hill.

DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L.
M. 2014. Pharmacotherapy: a pathophysiologic approach New York:
McGraw-Hill Education.

Eugene B. 2008. Braunwald's Heart Disease, 8th ed. Philadelphia: Saunders


Elsevier:542-544.

Fauci AS, Kasper DL, Longo D, Braunwald E, Hauser SL, Loscalzo J, et al. 2008.
Harrison's Principles of Internal Medicine, 17th Edition. United States of
America: Mcgraw-hil: 1901.

Hayes, Daniel M.D, 2008. Distress sudden exercise raise heart attack risk,
American Heart Association.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 271
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

House, A. A. (2018). Management of heart failure in advancing CKD: core


curriculum 2018. American Journal of Kidney Diseases, 72(2), 284-295.

Imagily, Ervinaria Uly. 2014. Gagal Jantung pada Geriatri. Bandung. Dokter
Umum Rumah Sakit Gigi dan Mulut Maranatha

James, P, A,. Oparil, S,. Carter, B, L,. et al. 2018. Evidence Base Guideline for the
Management of High Blood Pressure in Adults. Eighth Joint National
Committee (JNC 8).

Kamaludin, Ameliana. 2010. Laporan Kasus Gagal Ginjal Kronik. Kepanitraan


Klinik Ilmu Penyakit Dalam FKUPH / RSMC.

PERKI, 2015, Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular,


edisi pert., Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,
Jakarta.

Sica, D. A. (2008).Hypertension, renal disease, and drug considerations. The


Journal of Clinical Hypertension, 6, 24-30.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC

Sukandar Enday. 2006. Nefrologi Klinik. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah, Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD / RS. dr. Hasan Sadikin.

Tsai, C. W., Lin, S. Y., Kuo, C. C., & Huang, C. C. (2017). Serum uric acid
and progression of kidney disease: a longitudinal analysis and mini-review. PloS
one, 12(1), e0170393

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 272
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN

SOAP HARIAN
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
HARI / TINDAKAN / PERKEMBANGAN KLINIK / MASALAH
TANGGAL S O A P
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
Sabtu, 7 Maret Mual, Muntah, T : 37℃ CLONIDIN METO: Monitoring tekanan
2020 cairan dwelling TD : 140/90 Mekanisme: Menstimulasi α2-adrenoceptors di batang darah.
kemerahan HR : 90x/menit
otak yang mengakibatkan berkurangnya aliran simpatis MESO: Monitoring tanda
menandakan RR : 22x/menit
dari SSP, dan penurunan resistensi perifer, denyut dan gejala hipotensi seperti
adanya SaO2 : 98%
pendarahan Hb : 10 jantung, TD, dan resistensi pembuluh darah ginjal pusing

Na : 123 mmol/L Indikasi: Heart Failure


K : 3,15 mmol/L
Dosis literatur: 0,1- 0,2mg/hari setiap 12jam.
Cl : 9,1 mmol/L
Gula Darah = 201 mg/dL Tidak lebih 2,4mg/hari
Trombosit = 393000 mm3 Dosis yang diberikan: 3 dd 0,15 mg

ESO: hipotensi (45%)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 273
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

IRBESARTAN METO: Monitoring tekanan

Indikasi: renal disease in HT type 2 DM dengan pasien darah.

yang menerima HD MESO : Monitoring kadar

Mekanisme: menghambat angiotensin II dengan kalium

reseptornya seperti lemas dan pucat

Dosis: dosis awal 75-150mg/hari, maintenance

300mg/hari

ESO: hiperkalemi (19%), pusing (10%)

AMLODIPIN METO: Monitoring tekanan


Mekanisme Kerja: menghambat kontraksi otot polos darah.
jantung dan pembuluh darah, melebarkan arteri coroner MESO: Monitoring tekanan

dan sistemik darah dan monitoring tanda-


tanda nyeri dada dan sesak
Dosis: 5-10 mg/day PO

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 274
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Interaksi obat: Bisoprolol (meningkatkan efek

antihipertensi)

ESO: edem

Asam tranexamant
ASAM TRANEXAMAT
digunakan untuk
Indikasi : pendarahan pada peritonial
menghentikan terjadinya
Mekanisme kerja : menghambat aktivasi plasminogen
hpendarahan pada pasien
da penghambat plasmin
yang diduga oleh dokter
Dosis : 3 x 500 – 1000 mg (iv) melalui injeksi lambat
terjadi rupture peritoneal
(3 menit)
Hal ini disebabkan
Dosis pasien : 3 x 1 gram iv
METO : Monitoring tanda-
Dosis renal impairement: No adjustment dosage
tanda pendarahan
ESO : abdominal git, hipotensi, dan pusing, ketidak
MESO : hipotensi, gangguan
seimbangan elektrolit
elektrolit

Planning: cek lab elektrolit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 275
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LACTULOSE
METO:Monitoring infeksi
Mekanisme kerja :Laktulosa meningkatkan peristaltik
pada peritonial
dengan menghasilkan efek osmotik di usus besar
MESO: monitoring diare
dengan distensi yang dihasilkan.
pada pasien
Indikasi : laxative

Dosis : 15-30mL/hari

Efek Samping :ketidak seimbangan elektrolit, muntah,

diare

Monitoring efektivitas :
METOCLOPRAMIDE
tanda klinis (mual muntah)
Mekanisme Kerja : Metoclopramide merupakan agen
Monitoring ESO : diare,
prokinetik yang bekerja sebagai antagonis D 2-dopamin
pusing
reseptor. Inhibisi dopamin dapat meningkatkan

kekuatan sphincter esophageal bagian bawah,

meningkatkan motilitas saluran pencernaan bagian atas

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 276
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

tanpa mempengaruhi usus halus dan kolon, serta

meningkatkan laju pengosongan lambung tanpa

mempengaruhi sekresi lambung, empedu dan pancreas.

Indikasi : Mual Muntah

Dosis : 10 mg, hingga 3 kali sehari, maksimal

pemberian 5 hari

ESO : sakit kepala, pusing, diare

PARACETAMOL Monitoring efektivitas :

Mekanisme Kerja : menghambat sintesis prostagladin tanda klinis (mual muntah)

sehingga dapat mengurangi nyeri ringan-sedang Monitoring ESO : diare,

(Husniah., 2007) pusing

Indikasi : mengurangi nyeri

Dosis Literatur : dalam bentuk kombinasi dengan opioid

300-1000mg (Micromendex., 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 277
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis Pasien : 3 x 500 mg

Efek Samping Potensial : mual (34%), muntah (15%),

nyeriperut

FUROSEMIDE Monitoring ETO :

Mekanisme : Furosemide menghambat reabsorpsi Na Monitoring kadar BUN

dan Cl terutama di bagian medula dari loop Henle. Monitoring ESO :

Ekskresi K dan amonia juga meningkat sementara Hipokalemi

ekskresi asam urat berkurang. Ini meningkatkan

aktivitas plasma-renin, plasma-norepinefrin dan plasma-

arginin-vasopresin.

Indikasi: diuretik

Dosis: 80mg/hari dengan dosis terbagi

ESO: Hipokalemi (60%), Hiperuricemia (40%)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 278
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DETEMIR METO : monitoring kadar

Mekanisme :Insulin detemir adalah analog insulin gula

manusia rekombinan yang bekerja long-acting. MESO :

Absorpsi sistemik yang lambat dan ikatan albumin yang Monitoring kadar gula dan

reversibel yang menyebabkan durasi kerja long- acting tanda-tanda ruam

dari detemir insulin.

Indikasi: Diabetes Melitus

Dosis: 10 unit 1-2 kali/hari

ESO: Hipoglikemi, ruam

NOVOMIX METO : monitoring kadar

Mekanisme : Efek penurunan glukosa darah dari aspart gula

insulin disebabkan oleh penyerapan glukosa yang MESO :

difasilitasi setelah pengikatan insulin dengan reseptor Monitoring kadar gula

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 279
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pada sel otot dan lemak dan pada penghambatan output

glukosa secara simultan dari hati.

Indikasi: Diabetes Melitus

Dosis: 6 unit saat sarapan, dan 6 unit saat makan

malam. Juga dapat digunakan sekali sehari 12 unit saat

makan malam

ESO: Hipoglikemi

HEPARIN Monitoring ETO :

Mekanisme : Heparin mempotensiasi aksi antitrombin Monitoring adanya

III, sehingga menonaktifkan trombin serta mengaktifkan thromboemboli pada selang

faktor koagulasi IX, X, XI, XII dan plasmin dan CAPD

menghambat konversi fibrinogen menjadi fibrin. Ini Monitoring ESO : kadar

juga merangsang pelepasan lipoprotein lipase yang trombosit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 280
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menghidrolisis trigliserida menjadi gliserol dan asam

lemak bebas

Indikasi: antikoagulan

Dosis: Belum

ESO: trombositopenia (30%)

Senin, 9 Maret Mual, Muntah HR: 92 Terapi lanjutan sesuai instruksi dokter. METO : monitoring TTV,
2020 menurun RR: 18 1. Metoclopramide iv 3x10mg tanda-tanda klinis, data
Cairan dwelling TD: 110/60 2. Asam traneksamat iv 3x500mg laboratorium
jernih SaO2: 98% 3. Novomix sc 10-6 Unit
4. Detemir sc 0-0-1unit MESO : monitoring efek
5. Furosemid po 2x40mg samping masing-masing
6. Irbesartan po 0-0-300mg obat
7. Amlodipin po 1x10mg
8. Clonidin po 3x0,15mg
9. Paracetamol po 3x500mg
10. Lactulose Syr. po 3xC1
11. Heparin Intra peritoneal 25000Unit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 281
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Selasa, 10 Badan lemas HR: 88 Terapi lanjutan sesuai instruksi dokter. METO : monitoring TTV,
Maret 2020 Dada berdebar RR: 18 1. Metoclopramide iv 3x10mg tanda-tanda klinis, data
Cairan dwelling TD: 110/70 2. Asam traneksamat iv 3x500mg laboratorium
jernih SaO2: 95% 3. Novomix sc 10-6 Unit
4. Detemir sc 0-0-1unit MESO : monitoring efek
5. Furosemid po 2x40mg samping masing-masing
6. Irbesartan po 0-0-300mg obat
7. Amlodipin po 1x10mg
8. Clonidin po 3x0,15mg
9. Paracetamol po 3x500mg
10. Lactulose Syr. po 3xC1
11. Heparin Intra peritoneal 25000Unit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 282
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Melena, Sirosi Hepatitis
Dekompensata, Anemia Hipokromik
Mikrositik

(06 Maret – 12 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 283
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Melena, Sirosi Hepatitis


Dekompensata, Anemia Hipokromik Mikrositik “

di Instalasi Rawat Inap 1 Ruang 22

Oleh:
Sub-kelompok 2 IRNA 1 Ruang 22
06 Maret – 12 Maret 2020)

1. Nadhifah Truly Insani, S. Farm (051913143199)


2. Alik Almawadah, S. Farm (192211101024)
3. Ikbar Roseline Kustina, S. Farm (051913143192)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 284
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Melena, Sirosi Hepatitis Dekompensata,


Anemia Hipokromik Mikrositik “

di Instalasi Rawat Inap 1 Ruang 22

Oleh:
Sub-kelompok 2 IRNA 1 Ruang 22
(06 Maret – 12 Maret 2020)

4. Nadhifah Truly Insani, S. Farm (051913143199)


5. Alik Almawadah, S. Farm (192211101024)
6. Ikbar Roseline Kustina, S. Farm (051913143192)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis


IRNA 1 Ruang 22 IRNA 1

ACC BY WA TGL ACC BY WA TGL 3


26 MARET APRIL

Handy S.C.A., S. Farm., Apt Rani Nur B, M.Farm-Klin., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 285
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Sirosis Hepatik


1.1.1 Definisi
Sirosis hati adalah tahap paling akhir dari seluruh tipe penyakit hati
kronik. Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan proses
peradangan, nekrosis sel hati, usaha regenerasi dan terbentuknya fibrosis hati
yang difus, dengan terbentuknya nodul yang mengganggu susunan lobulus
hati.(Ramon B, 2008 ; Golberg E, 2012) Respon fibrosis terhadap kerusakan
hati bersifat reversible, namun pada sebagian besar pasien sirosis, proses
fibrosis biasanya tidak reversible. WHO memberi batasan histologi sirosis
sebagai proses kelainan hati yang bersifat difus, ditandai fibrosis dan perubahan
bentuk hati normal ke bentuk nodul-nodul yang abnormal (Sulaiman, 2007).
Melena adalah adanya tinja hitam kering yang disebabkan karena
pendarahan gastrointestinal akut. Melena merupakan salah satu gejala
pendarahan pada gastroesophageal varices. Gastroesophageal varices
merupakan salah satu manifestasi klinik dari sirosis hepatik.
1.1.2 Patofisiologi
Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara
produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Sel stelata yang berada
dalam ruangan perisinusoidal merupakan sel penting untuk memproduksi matriks
ekstraseluler. Sel ini bersama sel liposit dapat mulai diaktivasi sel pembentuk
kolagen oleh berbagai faktor parakrin.
Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi oleh sel hepatosit, sel Kupfer
dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan hati.
Sel-sel stelata yang aktif juga mempunyai sifat kontriksi yang dapat
memacu hipertensi portal ( Sulaiman,2007).
Fibrosis hati dapat muncul dalam tiga keadaan sebagai berikut:
1. Efek sekunder dari proses inflamasi dan subsekuensi dari respon imun.
2. Bagian dari proses penyembuhan luka

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 286
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

3. Respon terhadap rangsangan dari agen penyebab fibrogenesis primer


HBV dan Schistoma sp. merupakan contoh agen-agen yang dapat memicu
terjadinya fibrosis hati dengan cara menstimulasi respon imun. Carbon tetrachloride
adalah contoh agen yang dapat menyerang dan membunuh sel hepatosit sehingga
terjadi fibrosis sebagai bagian dari proses penyembuhan luka. Baik dalam proses
respon immun atau penyembuhan luka ,fibrosis dipicu secara tidak langsung
sebagai efek dari pelepasan citokin-citokin oleh sel-sel inflammasi. Tetapi , zat-zat
tertentu seperti etanol dan besi dapat menyebabkan fibrogenesis primer dengan
meningkatkan proses transkripsi gen kolagen dan menyebabkan peningkatan
jumlah jaringan ikat yang disekresi oleh sel-sel ( Khalili, 2012).

1.1.3 Klasifikasi
Sirosis hati diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologinya.
Klasifikasi morfologi telah jarang dipakai karena sering tumpang tindih satu sama
lainnya. Klasifikasi ini terdiri dari :
a. Sirosis mikronoduler ; nodul berbentuk uniform, diameter kurang dari
3 mm. Penyebabnya antara lain: alkoholisme, hemakromatosis,
obstruksi bilier dan obstruksi vena hepatika.
b. Sirosis makronoduler; nodul bervariasi dengan diameter lebih dari
3mm. Penyebabnya antara lain: hepatitis kronik B, hepatitis kronik C,
defisiensi α-1-antitripsin dan sirosis bilier primer .
c. Sirosis campuran kombinasi antara mikronoduler dan makronoduler.
Klasifikasi etiologi lebih serig dipakai. Mayoritas penderita sirosis awalnya
merupakan penderita penyakit hati kronis yang disebabkan oleh virus hepatitis atau
penderita steatohepatitis yang berkaitan dengan kebiasaan minum alkohol ataupun
obesitas. Beberapa etiologi lain dari penyakit hati kronis diantaranya adalah
infestasi parasit (schistosomiasis), penyakit autoimun yang menyerang hepatosit
atau epitel bilier, penyakit hati bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s
disease, penyakit granulomatosa (sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate
dan hipervitaminosis A), dan obstuksi aliran vena seperti sindrom Budd-Chiari dan
penyakit veno-oklusif (Sulaiman, 2007).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 287
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Di Amerika Serikat, kecanduan alkohol adalah penyebab yang paling sering


dari sirosis hati. Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B
merupakan penyebab tersering dari sirosis hati yaitu sebesar 40- 50% kasus, diikuti
oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak
diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (Rockey,
2006).

1.1.4 Manajemen Terapi

1.1.4.1 Terapi Farmakologi


Menurut AASLD 2017 pada “prevention and management of
gastroesophageal varices and variceal hemorrhage in cirrhosis” tujuan dari terapi
pada sirosis hepatik adalah mencegah terjadinya pendarahan, menurunkan tekanan
vena porta dan apabila sudah terjadi pendarahan maka perlu dicegah untuk
terjadinya pendarahan berulang(Garcia-Tsao dkk., 2017).
1.1.4.2 Terapi Non Farmakologi
Terapi Non-Farmakologi pada pasien sirosis hepatik dapat dimulai dengan
perubahan gaya hidup seperti :
a. Segera menghentikan konsumsi alkohol.
b. Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung protein, diantaranya
daging merah, seafood, telur, keju, kacang-kacangan, kedelai dan
olahannya.
c. Mengurangi konsumsi garam. Dianjurkan untuk tidak menambahkan
banyak garam kedalam makanan yang kita masak/konsumsi.
d. Menghindari makanmakanan cepat saji.dan berlemak.
e. Terapi obat-obatan yang diterima harus dimonitoring secara ketat
terutama penggunaan obat-obatan yang menyebabkan hepatotoksik.
f. Vaksinasi hepatitis A, hepatitis B.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 288
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2 Varises Esofagus


1.2.1 Definisi
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran
abnormal pembuluh darah vena di esofagus bagian bawah. Perdarahan varises
esofagus adalah, perdarahan dari varises esofagus atau lambung yang ditemukan
pada saat dilakukan endoskopi, atau adanya varises esofasus besar dengan darah
dalam lambung dan tidak ada penyebab perdarahan lain yang dapat dikenali. 1

Perdarahan secara klinis bermakna jika memerlukan transfusi sebanyak 2


unit darah atau lebih dalam waktu 24 jam dari saat pasien datang ke rumah sakit,
disertai dengan tekanan darah sistolik < 100 mmHg, atau ada perubahan postural
lebih dari 20 mmHg dan/atau frekuensi nadi > 100 x/menit.

1.2.2 Patofisiologi
Varises esofagus dapat terbentuk ketika tekanan gradien vena meningkat di
atas 10 mmHg. Seluruh faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
pendarahan varises antara lain adalah terjadinya perburukan dari penyakit hepar,
intake makanan, intake alkohol, ritme sirkardian, aktivitas fisik, dan peningkatan
tekanan intra abdominal. Beberapa obat ternyata juga ditemukan mampu
mempengaruhi keadaan dari dinding varises, antara lain adalah ASA dan NSAID
lainnya ternyata mampu meningkatkan risiko pendarahan. Infeksi bakteri dapat
meningkatkan risiko pendarahan awal dan kambuhannya juga. 6
Varises esofagus ditandai dengan pembesaran abnormal pembuluh darah
vena di esofagus bagian bawah. Varises esofagus terjadi jika aliran darah menuju
hati terhalang dikarenakan penyakit sirosis hepatik. Aliran tersebut akan mencari
jalan lain, yaitu ke pembuluh darah di esofagus, lambung, atau rektum yang lebih
kecil dan lebih mudah pecah. Ketidakseimbangan antara tekanan aliran darah
dengan kemampuan pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah
(varises).
1.2.3 Manajemen Terapi
Dua kelompok utama yang telah digunakan untuk mengatasi perdarahan
varises adalah vasopresin dan analognya (baik tunggal atau kombinasi dengan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 289
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

nitrogliserin) dan somatostatin atau analognya. Bila ada perdarahan obat-obatan


vasoaktif harus diberikan secepat mungkin sebelum dikerjakan diagnosis dengan
endoskopi. Pengobatan ini harus dipertahankan selama 2 – 5 hari pada perdarahan
varises.

Vasopresin dan Analognya


a. Vasopresin dengan Nitrogliserin
Penambahan nitrogliserin meningkatkan efek vasopresin pada tekanan
portal dan menurunkan efek samping vaskuler.

b. Glipresin dengan atau Tanpa Nitrogliserin


Glipresin adalah analog sintetik vasopresin yang mempunyai efek
vasokonstriksi sistemik segera dan diikuti efek hemodinamik portal akibat
konversi lambat menjadi vasopresin. Glipresin secara bermakna
menurunkan kegagalan mengatasi perdarahan dibandingkan vasopresin saja
atau sama baiknya dengan kombinasi vasopresin dan nitrogliserin

c. Somatostatin
Somatostatin menyebabkan vasokonstriksi splanknik selektif dan
menurunkan tekanan portal dan aliran darah portal. Akan tetapi,
Somatostatin ini ternyata hanya memiliki waktu paruh dan efek
hemodinamik yang cukup singkat sehingga penggunaanya juga diperlukan
dalam bentuk infus secara terus menerus.

1.3 Gastritis Erosif


1.3.1 Definisi
Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung
yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi.

1.3.2 Patofisiologi
Obat-obatan, alkohol, garam empedu, zat iritan lainnya dapat merusak
mukosa lambung (gastritis erosif). Mukosa lambung berperan penting dalam
melindungi lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 290
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Bila mukosa lambung rusak maka terjadi difusi HCl ke mukosa dan akan
merusak mukosa. Sehingga menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi pepsin.
Pepsin merangsang pelepasan histamine dari sel mast menyebabkan terjadi
peningkatan pemeabilitas kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan dari intra sel
ke ekstrasel dan meyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul
perdarahan pada lambung.

Bila lambung sering terpapar dengan zat iritan maka inflamasi akan terjadi
terus menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin sehingga
lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukasa lambung.

1.4 Anemia
Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal, berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan kehamilan. Batas normal
dari kadar Hb dalam darah dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Batas normal kadar Hb menurut umur dan jenis kelamin

Sumber : WHO, 2009

Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)

Anak – anak 6 - 59 bulan 11,0

5 – 11 tahun 11,5

12 – 14 tahun 12,0

Dewasa Wanita > 15 tahun 12,0

Wanita hamil 11,0

Laki-laki > 15 tahun 13,0

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 291
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.4.1 Klasifikasi Anemia


Secara morfologis, anemia dapat diklasifikasikan menurut ukuran sel dan
hemoglobin yang dikandungnya.

1. Makrositik
Pada anemia makrositik ukuran sel darah merah bertambah besar dan jumlah
hemoglobin tiap sel juga bertambah. Ada dua jenis anemia makrositik yaitu :

a. Anemia Megaloblastik adalah kekurangan vitamin B12, asam folat dan


gangguan sintesis DNA.
b. Anemia Non Megaloblastik adalah eritropolesis yang dipercepat dan
peningkatan luas permukaan membran.
2. Mikrositik
Mengecilnya ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh defisiensi besi,
gangguan sintesis globin, porfirin dan heme serta gangguan metabolisme besi
lainnya.

3. Normositik
Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak berubah, ini disebabkan
kehilangan darah yang parah, meningkatnya volume plasma secara berlebihan,
penyakit-penyakit hemolitik, gangguan endokrin, ginjal, dan hati.

1.4.2 Anemia Defisiensi Besi


Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat
besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena
terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi
dalam darah.

Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti
orang tersebut mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala
fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup
untuk membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 292
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang disebut
anemia gizi besi.

Menurut Evatt, anemia Defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh
berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya
saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum
tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik
hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin.

Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur


sering mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan
peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil.

Faktor-faktor penyebab anemia gizi besi adalah status gizi yang dipengaruhi
oleh pola makanan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan dan status kesehatan.
Khumaidi (1989) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang melatar belakangi
tingginya prevalensi anemia gizi besi di negara berkembang adalah keadaan sosial
ekonomi rendah meliputi pendidikan orang tua dan penghasilan yang rendah serta
kesehatan pribadi di lingkungan yang buruk. Meskipun anemia disebabkan oleh
berbagai faktor, namun lebih dari 50 % kasus anemia yang terbanyak diseluruh
dunia secara langsung disebabkan oleh kurangnya masukan zat gizi besi.

Selain itu penyebab anemia gizi besi dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh
yang meningkat, akibat mengidap penyakit kronis dan kehilangan darah karena
menstruasi dan infeksi parasit (cacing). Di negara berkembang seperti Indonesia
penyakit kecacingan masih merupakan masalah yang besar untuk kasus anemia gizi
besi, karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc setaip harinya.

Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada


pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan kadar Hb dalam darah
dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lelah dan cepat lupa. Akibatnya dapat
menurunkan prestasi belajar, olah raga dan produktifitas kerja. Selain itu anemia
gizi besi akan menurunkan daya tahan tubuh dan mengakibatkan mudah terkena
infeksi.
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 293
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia yang telah dilakukan


selama ini ditujukan pada ibu hamil, sedangkan remaja putri secara dini belum
terlalu diperhatikan. Agar anemia bisa dicegah atau diatasi maka harus banyak
mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi. Selain itu penanggulangan anemia
defisiensi besi dapat dilakukan dengan pencegahan infeksi cacaing dan pemberian
tablet Fe yang dikombinasikan dengan vitamin C.

Sebagian besar anemia disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat gizi
esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam pembentukan sel-sel
darah merah. Anemia bisa juga disebabkan oleh kondisi lain seperti penyakit
malaria, infeksi cacing tambang.

1.4.2.1 Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi

Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga


diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat
dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk
mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak
menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar
untuk dideteksi. Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya
simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan
dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut
berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin,
berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti
dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya
yang khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie,186:303)

Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan


konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan
keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum
yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila
kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 294
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal.
Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.

Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara
mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi
Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95% acuan
(Dallman,1990)

1.4.2.2 Etiologi Anemia Defisiensi Besi

Penyebab Anemia Defisiensi Besi adalah :

1. Asupan zat besi

Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang


mengkonsumsi bahan makananan yang kurang beragam dengan menu makanan
yang terdiri dari nasi, kacang-kacangan dan sedikit daging, unggas, ikan yang
merupakan sumber zat besi. Gangguan defisiensi besi sering terjadi karena
susunan makanan yang salah baik jumlah maupun kualitasnya yang disebabkan
oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi makanan yang kurang baik,
kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan.

2. Penyerapan zat besi

Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam
tubuh karena banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat
besi dan bahan makanan yang dapat menghambat dan meningkatkan penyerapan
besi.

3. Kebutuhan meningkat
Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti
pada bayi, anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga
meningkat pada kasus-kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 295
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

4. Kehilangan zat besi

Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut
kehilangan zat besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga
kehilangan zat besi melalui menstruasi. Di samping itu kehilangan zat besi
disebabkan pendarahan oleh infeksi cacing di dalam usus.

1.4.2.3 Diagnosis

1 Anamnesis
1). Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :

1. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa


pertumbuhan yang cepat, menstruasi, dan infeksi kronis
2. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak
adekuat malabsorpsi besi
3. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit
Crohn,
colitis ulserativa)

2). Pucat, lemah, lesu, gejala pika

2 Pemeriksaan fisis

1. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati


2. stomatitis angularis, atrofi papil lidah
3. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran
jantung
3. Pemeriksaan penunjang
1. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun
2. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
3. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun
4. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat
5. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 296
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.4.2.4 Akibat Anemia Defisiensi Besi

Akibat-akibat yang merugikan kesehatan pada individu yang menderita anemi


gizi besi adalah :

1. Bagi bayi dan anak (0-9 tahun)


a. Gangguan perkembangan motoric dan koordinasi.
b. Gangguan perkembangan dan kemampuan belajar. Gangguan pada
psikologis dan perilaku
2. Remaja (10-19 tahun)
a. Gangguan kemampuan belajar
b. Penurunan kemampuan bekerja dan aktivitas fisik
c. Dampak negatif terhadap sistem pertahanan tubuh dalam melawan
penyakit infeksi
3. Orang dewasa pria dan wanita
a. Penurunan kerja fisik dan pendapatan.
b. Penurunan daya tahan terhadap keletihan
4. Wanita hamil
a. Peningkatan angka kesakitan dan kematian ibu
b. Peningkatan angka kesakitan dan kematian janin
c. Peningkatan resiko janin dengan berat badan lahir rendah

1.4.2.6 Pencegahan dan Pengobatan Anemia Defisiensi Besi

Upaya yang dilakukan dalam pencegahandan penanggulangan anemia


adalah

A. Suplementasi tabet Fe
B. Fortifikasi makanan dengan besi
C. Mengubah kebiasaan pola makanan dengan menambahkan konsumsi pangan
yang memudahkan absorbsi besi seperti menambahkan vitamin C.
D. Penurunan kehilangan besi dengan pemberantasan cacing.Dalam upaya
mencegah dan menanggulangi anemia adalah dengan mengkonsumsi tablet
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 297
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

tambah darah. Telah terbukti dari berbagai penelitian bahwa suplementasi, zat
besi dapat meningkatkan kada Hemoglobin.
E. Pengobatan Anemia Defisiensi Besi
Sejak tahun 1997 pemerintah telah merintis langkah baru dalam mencegah dan
menanggulangi anemia, salah satu pilihannya adalah mengkonsumsi tablet
tambah darah. Telah terbukti dari berbagai peneltian bahwa suplemen zat besi
dapat meningkatkan hemoglobin.

1.4.2.7 Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Defisiensi Besi

Dapat dilakukan antara lain dengan cara:

a. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan Mengkonsumsi pangan hewani


dalam jumlah cukup. Namun karena harganya cukup tinggi sehingga
masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain
untuk mencegah anemia gizi besi.
Memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling
melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi,
seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan
250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali.
Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses
pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi konsumsi makanan
yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin.

b. Suplementasi zat besi


Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status
hemoglobin dalam waktu yang relatif singkat. Di Indonesia pil besi yang umum
digunakan dalam suplementasi zat besi adalah frrous sulfat. Persentase dan
jumlah zat besi di dalam tablet Fe bisa dilihat pada tabel 3 .

Efek samping dari pemberian besi feroral adalah mual, ketidaknyamanan


epigastrium, kejang perut, konstipasi dan diare. Efek ini tergantung dosis yang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 298
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

diberikan dan dapat diatasi dengan mengurangi dosis dan meminum tablet segera
setelah makan atau bersamaan dengan makanan.

1. Fortifikasi zat besi


Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan
untuk meningkatkan kualitas pangan . Kesulitan untuk fortifikasi zat besi
adalah sifat zat besi yang reaktif dan cenderung mengubah penampilan bahan
yang di fortifikasi. Sebaliknya fortifikasi zat besi tidak mengubah rasa, warna,
penampakan dan daya simpan bahan pangan. Selain itu pangan yang
difortifikasi adalah yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti tepung
gandum untuk pembuatan roti.

2. Penanggulangan penyakit infeksi dan parasit Penyakt infeksi dan parasit


merupakan salah satu penyebab anemia gizi besi. Dengan menanggulangi
penyakit infeksi dan memberantas parasit diharapkan bisa meningkatkan status
besi tubuh.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 299
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN

2.1 Profil pasien


Nama/ Jenis kelamin : Tn. R / Laki-laki
Umur/ BB/ TB : 43 tahun
Alamat : Malang
MRS/KRS : 6 Maret 2020
Status pasien : JKN
Farmasis : Handy S.C.A., S.Farm., Apt.
Alergi : Tidak ada
Keluhan utama : BAB Hitam
Riwayat penyakit saat ini : Hepatitis C
Riwayat kesehatan : -
Riwayat pengobatan Pengobatan hepatitis C, propanolol (px lupa dosis),
:
spironolakton (1 dd 100mg)
Diagnosa awal Ruptur Varises Esofagus, Gastritis Erosiva, Sirosis Hepatik
:
Dekompensata, Anemia HM
Diagnosa akhir : Melena , Sirosis Hepatik Dekompensata, Anemia HM

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 300
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2 Data tanda-tanda vital


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien

Parameter Nilai Normal 7/3 9/3 10/3


Suhu 36-37 36,1 37 36,7
Nadi (x/menit) 80-85 82 80 86
RR (x/menit) 20 20 20 20
Tekanan Darah (mmHg) 120/80 110/60 120/80 120/70

2.3 Data tanda-tanda klinis


Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien

Parameter 7/3 9/3 10/3


BAB hitam √ √ -
Mual √ √ -
Lemas √ √ -

2.4 Data laboratorium pasien


Tabel 2.3 Tabel data laboratorium pasien
PARAMETER NORMAL 6/3 8/3 9/3
VALUE
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 8,20 7,10 7,70
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 3,64 3,17 3,36
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 103/ µL 5,21 4,41 4,10
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 27,20 24,30 25,80
Trombosit (PLT) 142 – 424 103/ µL 100 103 107
ESR/LED 0-30 mm/hr
Reticulosit 0,5- 2,20%
MCV 80 – 93 FL 74,70 76,70 76,80
MCH 27 - 31 Pg 22,18 22,70 22,90
MCHC 32 – 36 g/dL 38,10 29,60 29,80
RDW 11,5 – 14,5 % 18,90 19,10 19,60

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 301
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

PDW 9-13 13,6 14,8 14,5


MPV 7,2 – 11,1 10,4 10,8 11,1
P-LCR 15,0 – 25,0 31,2 33,7 34,8
PCT 0,150 – 0,400 0,10 0,11 0,12

HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 1,7 1,8 1,7
Basofil 0–1 0,4 0,2 0,5
Neutrofil 51 – 67 58,0 57,0 62,0
Limfosit 25 – 33 33,0 32,4 26,8
Monosit 2-5 6,9 8,6 9,0
Eosinofil Absolut 0,09 0,08 0,07
Basofil Absolut 0,02 0,01 0,02
Neutrofil Absolut 3,02 2,51 2,54
Limfosit Absolut 1,72 1,43 1,10
Monosit Absolut 0,16 – 1 0,36 0,38 0,37
Immature Granulosit 0,20 0,20 0,50
(%)
Immature Granulosit 0,01 0,01 0,02

Faal Ginjal
Ureum/BUN 10-50 Mg/Dl 37,0

Creatinine 0,7-1,5 Mg/Dl 0,84


E-gfr 107,2

Faal Hemostatis

Ptt

Pasien 9,4-11,3 Detik 12,6


Kontrol 12,1

Inr <1,5 Detik 1,23


Appt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 302
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien 24,6-30,6 26,50


Kontrol 22,5

Parameter Normal Value 6/3 8/3 9/3


Elektrolit

Natrium/Na 135-145 Mmol/L 134

Potasium/K 3,5-5,0 Mmol/L 3,90

Chloride/Cl 98-106 Mmol/L 113

Urinalisis

Appearence Kuning
jernih
Spec Gravity 1,010

Ph 5,5

Leukosit Neg

Nitrit

Protein/albumin Neg

Glukosa Neg

Keton Neg

Urobilinogen Neg

Bilirubin Neg

Blood/ RBC Neg

10x

Epitel <1 0,1

Silinder Neg

40x

Eritrosit <3 0,4

Leukosit <3 0,2

Bakteri <23x10 3 mL 3,4

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 303
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5 Profil terapi pasien


Tabel 2.4 Tabel profil terapi pasien

Obat Rute Dosis 7/3 8/3 9/3 10/3 11/3

Somastostatin IV 250mcg/jam √ √ √ √

Ceftriaxone IV 1 dd 1 gram √ √ √ √ √

Lansoprazole IV 2 dd 30 mg √ √ √ √ √

Metoklopramide IV 3 dd 10 mg √ √ √ √ √

Lactulose PO 3 dd CII √ √ √ √ √

SF PO 1 dd 200 mg √ √

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 304
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.6 Drug Related Problem


TERAPI ANALISIS OBAT DRP PLAN DAN MONITORING
Somastostatin • Indikasi : Varises esofagus Penggunaan somastostatin Plan :
250 mcg/jam • Mekanisme kerja : Somastostatin menyebabkan vasokonstriksi pada atau analognya digunakan Terapi dilanjutkan
IV aliran darah splanknik sehingga aliran darah dari sistem dalam rentang waktu 2-5 hari MESO :
gastrointestinal yang seharusnya dialirkan ke hati melalui vena porta sebelum dilakukan endoskopi, Cek gula darah, nadi, bilirubin,
dapat dialihkan ke bagian sirkulasi lain sehingga dapat menurunkan karena penggunaan lebih dari 5 dan nyeri perut.
hipertensi portal. hari dapat meningkatkan risiko METO :
• Dosis literature : Dosis awal diberikan 250 mcg bolus kemudian diikuti ESO semakin besar Hipertensi portal menurun
250mcg/jam drip somastostatin selama 2-5hari (Medscape) (Chitaparinux, 2015) ditandai dengan Hb,
• Dosis yang diberikan : 250mcg bolus kemudian diikuti 250 mcg/jam meningkat/normal, trombosit
drip somastostatin selama 5 hari. meningkat, pasien tidak lagi
• ESO : disglikemia (25%), bradikardi (25%) mengalami BAB hitam.
Ceftriaxone • Indikasi : profilaksis komplikasi infeksi pada pasien sirosis hepatik Tidak ada Plan : Terapi dilanjutkan
1 dd 1 gram • Mekanisme : mengikat pada satu atau lebih protein pengikat penisilin
yang menghambat langkah transpeptidase akhir sintesis peptidoglikan MESO : sindrom Stevens-
pada dinding sel bakteri, yang menyebabkan lisis dan kematian sel Johnson, diare, kandidiasis
bakteri. oral, sakit kepala, pusing
• Dosis literatur : 1- 2 gram / hari meningkat hingga 4 gram/hari.
(MIMS)
• Dosis yang diberikan : 1 dd 1 gram
• ESO : sindrom Stevens-Johnson, diare, kandidiasis oral, sakit kepala,
pusing.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 305
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

TERAPI ANALISIS OBAT DRP PLAN DAN MONITORING


Metoklopramide • Indikasi : mual dan muntah Tidak ada Plan : Terapi dilanjutkan
3 dd 10mg • Mekanisme kerja : memblokir reseptor dopamin dan serotonin di CNS, METO: mual dan muntah
dan sensitif terhadap asetilkolin, meninggkatkan mortalitas saluran MESO: it kepala (4-5%),
cerna atas. sedasi (10%)
• Dosis : 10 -20 mg 30 menit sebelum makan
• ESO : sakit kepala (4-5%), sedasi (10%)
Laktulosa • Indikasi : untuk mencegah terjadinya ensephalopati hepatic Tidak ada Plan : Terapi dilanjutkan
• Mekanisme kerja : Degradasi bakteri laktulosa yang menghasilkan pH METO: frekuensi BAB
asam menghambat difusi NH3 ke dalam darah dengan menyebabkan MESO: perut kembung, diare,
konversi NH3 menjadi NH4 +; juga meningkatkan difusi NH3 dari kram perut, perut tidak nyaman
darah ke usus di mana konversi ke NH4 + terjadi; menghasilkan efek
osmotik di usus besar dengan distensi yang mempromosikan
peristaltik
• Dosis : 15-30 mL / hari meningkat menjadi 60 mL / hari dalam 1-2
dosis terbagi jika perlu
• ESO :Perut kembung, diare (dosis berlebihan), perut tidak nyaman,
mual, muntah, kram

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 306
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

TERAPI ANALISIS OBAT DRP PLAN DAN MONITORING


Lansoprazole • Indikasi: mengatasi pendarahan yang disebabkan oleh varises di Diberikan dengan hati-hati Plan:
2dd 30 mg daerah gaster. karena penggunaan PPI pada Terapi dilanjutkan (dosis
IV • Mekanisme: menghambat kerja enzim (K+H+ ATPase) yang akan pasien sirosis dapat disesuaikan)
memecah K+H+ ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk meningkatkan resiko METO:
mengeluarkan asam HCL dari kanalikuli sel pparietal ke dalam lumen mortalitas. Berkurangnya vaericeal
lambung. bleeding dengan kondisi BAB,
• Dosis Literatur: 1x30 mg, sehari selama 6-8 minggu data Hb dan trombosit
• ESO: urtikaria, mual, muntah, konstipasi, kembung.

Lansoprazole tetap diberikan dengan indikasi untuk variceal bleeding, namun dosisnya diturunkan. Hal ini dikarenakan metabolisme
Lansoprazole terjadi di hati, jika dosis terlalu tinggi maka kerja hati yang diperlukan akan semakin besar sedangkan pasien terdiagnosa sirosis
hati, sehingga dosis perlu diturunkan untuk mencegah semakin parahnya sirosis. Durasi penggunaan lansoprazole (i.v) yaitu 7 hari
selanjutnya dapat dirubah dengan penggunaan rute oral (DIH 17th ed)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 307
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

Tn. R berusia 43 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar
pada tanggal 6 Maret 2020 dengan keluhan BAB hitam. Pasien memiliki riwayat
penyakit hepatitis C sejak tahun 2019 dan telah mendapatkan obat-obat seperti
Propranolol (pasien lupa dosis), dan Spironolactone 100 mg. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien didiagnosa Melena, Variceal Bleeding,
Sirosis Hepatik Dekompensata, dan Anemia Hipokromik. Sirosis hati adalah suatu
kondisi sirosis ditandai dengan nekrosis (kematian sel) akibat virus hepatitis, infeksi
virus hepatitis C yang diderita Tn R sejak tahun 2019 telah menyebabkan kerusakan
pada sel hepar, sehingga mengakibatkan gangguan aliran darah pada sistem porta,
dan menyebabkan terjadinya variceal bleeding (pendarahan varises) pada saluran
pencernaan. Problem medisa melena (variceal bleeding) ditandai adanya keluhan
BAB berwarna hitam yang disebabkan karena pendarahan gastrointestinal akut.
Selain itu, pasien juga didiagnosa Anemia, yang ditunjang dengan hasil
laboratorium, nilai Hb, eritrosit, dan hematokrit berada di bawah normal. Selain itu,
nilai MCV dan MCH berada di bawah normal menggambarkan kondisi anemia
mikrositik yang terjadi akibat perdarahan kronis (Van Leeuwen& Poelhuis-Leth.,
2009;Saltzman, 2018).
Pasien diberi beberapa terapi obat diantaranya yaitu Somatostatin (IV) bolus
250mcg kemudian dilanjutkan dengan Somatostatin (IV) drip 250 mcg/jam serta
Lansoprazole (IV) 2 dd 30 mg. Kedua terapi ini diberikan untuk mengatasi variceal
bleeding. Somatostatin menyebabkan vasokontriksi pada aliran darah splanknik
sehingga aliran darah dari sistem gastrointestinal yang seharusnya dialirkan ke hati
melalui vena porta dapat dialihkan ke bagian sirkulasi lain sehingga dapat
menurunkan hipertensi portal. Penggunaan somatostatin atau analognya digunakan
dalam rentang waktu 2-5 hari, dikarenakan bila penggunaan lebih dari 5 hari dapat
meningkatkan resiko efek samping besar ( Chitaparinux, 2015; Hadengue 1999)..
Efek samping somatostatin meliputi >60% meneybabkan kerusakan empedu, 25%
disglikemia, 25% bradikardi (Medscape).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 308
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Lansoprazole adalah golongan PPI (proton pump inhibitor) yang mampu


menghambat seluruh pompa proton (H+, K+)-ATPase pada sel pariental lambung
yang menstimulasi histamin, gastrin, dan asetilkolin. Hal ini menyebabkan PPI
lebih efektif dalam menurunkan sekresi asam lambung dan mencegah bleeding
(Clark et al., 2009; Lacy et al., 2014). Pemeberian obat golongan PPI pada pasien
sirosis hati harus diberikan secara hati-hati dikarenakan dapat meningkatkan resiko
mortalitas, sehingga lansoprazole tetap diberikan dengan indikasi untuk variceal
bleeding, namun dosisnya diturunkan. Hal ini dikarenakan metabolisme
Lansoprazole terjadi di hati, jika dosis terlalu tinggi maka kerja hati yang
diperlukan akan semakin besar sedangkan pasien terdiagnosa sirosis hati, sehingga
dosis perlu diturunkan untuk mencegah semakin parahnya sirosis. Durasi
penggunaan lansoprazole (i.v) yaitu 7 hari selanjutnya dapat dirubah dengan
penggunaan rute oral (DIH 17th ed). Pasien juga diberi metoclopramide 3 dd 10mg,
obat ini berfungsi untuk mengatasi mual dan muntah pada pasien. Terapi lactulose
2 dd IIC yang diberikan diindikasikan untuk hepatic ensefalopatic. Ensefalopati
hepatik meruapkan salah satu manifestasi klinik dari sirosis hepatik, yang ditandai
dengan beberapa tanda dan gejalanya adalah rasa gelisah, kebingungan dan
gangguan pola tidur. Laktulosa bekerja dengan menurukan pH kolon yang akan
mengurangi kadar amonia dalam darah. Oleh karena itu, salah satu plan yang dapat
dilakukan untuk memonitoring keefektifan terapi laktulosa adalah Tn. R perlu
melakukan pemeriksaan kadar amonia dalam darah. Pemberian terapi ceftriaxone
pada problem medis ini, diindikasikan sebagai profilaksis komplikasi infeksi pada
pasien sirosis hepatik. Antibiotik diberikan saat terapi awal pada pasien yang
mengalami mortalitas tinggi (variecal bleeding).
Hal yang perlu diperhatikan dalam terapi yang diterima Tn. R adalah masing
– masing efek samping obat serta tanda – tanda klinis yang menunjukkan
perkembangan pasien. Terutama pada efek samping obat somatostatin. Selain itu,
pasien juga harus diberikan edukasi terkait pentingnya menjaga pola hidup seperti
menghindari makanan berlemak dan istirahat yang cukup.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 309
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengkajian problem medis diatas, maka dapat diambil


kesimpulan sebagai berikut:
• Terapi Somatostatin (IV) bolus 250 mcg kemudian dilanjutkan dengan
Somatostatin (IV) drip 250 mcg/jam (variceal bleeding) dapat
dilanjutkan dalam rentang waktu 2-5 hari.
• Terapi Lansoprazol Lansoprazole (IV) 2 dd 30 mg (variceal bleeding)
dapat dilanjutkan hingga variceal bleeding yang dialami pasien
membaik.
• Terapi Lactulose (PO) 3 dd II C (Ensephalopati Hepatic) dapat
dilanjutkan untuk mencegah terjadinya ensephalopati hepatic pada
pasien.
• Terapi Ceftriaxon IV 1 dd 1 gram, dapat dilanjutkan untuk mencegah
komplikasi infeksi pada pasien sirosis hepatik.
• Terapi Metoclopramid 3 dd 10 mg dilanjutkan hingga keluhan mual dan
muntah pasien hilang.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 310
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
HARI/TANGGAL TINDAKAN/ PERKEMBANGAN KLINIK/ MASALAH
S (SUBYEJTIF) O (OBYEKTIF) A (ASSESMENT) P (PLAN)
/ 7 Maret 2020 Pasien datang dengan Somatostatin iv (250mcg/jam) Terapi dilanjutkan
keluhan utama BAB GCS: 456 MESO :
Indikasi : Varises esofagus
hitam Hb: 8.20
MCU: 74.70 Mekanisme kerja : Somastostatin menyebabkan vasokonstriksi pada Cek gula darah, nadi, bilirubin,
MCH: 22.50 aliran darah splanknik sehingga aliran darah dari sistem gastrointestinal dan nyeri perut.
TD: 110/60 yang seharusnya dialirkan ke hati melalui vena porta dapat dialihkan METO :
HR:82 Hipertensi portal menurun
RR:20
ke bagian sirkulasi lain sehingga dapat menurunkan hipertensi portal.
Dosis literature : Dosis awal diberikan 250 mcg bolus kemudian ditandai dengan Hb,
diikuti 250mcg/jam drip somastostatin selama 2-5hari (Medscape) meningkat/normal, trombosit
meningkat, pasien tidak lagi
Dosis yang diberikan : 250mcg bolus kemudian diikuti 250 mcg/jam mengalami BAB hitam.
drip somastostatin selama 5 hari.
ESO : disglikemia (25%), bradikardi (25%)
Terapi dilanjutkan
MESO : sindrom Stevens-
Ceftriaxon iv ( 1dd 1gram) Johnson, diare, kandidiasis oral,
sakit kepala, pusing
Indikasi : sebagai profilaksis komplikasi infeksi pada pasien sirosis
Mekanisme : mengikat pada satu atau lebih protein pengikat penisilin
yang menghambat langkah transpeptidase akhir sintesis peptidoglikan
pada dinding sel bakteri, yang menyebabkan lisis dan kematian sel
bakteri.

Dosis literatur : 1- 2 gram / hari meningkat hingga 4 gram/hari.


(MIMS)
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 311
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis yang diberikan : 1 dd 1 gram Terapi dilanjutkan


ESO : sindrom Stevens-Johnson, diare, kandidiasis oral, sakit kepala, METO:
pusing. Berkurangnya vaericeal bleeding
dengan kondisi BAB, data Hb
Lansoprazole iv (2dd 30 mg) dan trombosit
Indikasi: mengatasi pendarahan yang disebabkan oleh varises di MESO: urtikaria, mual, muntah,
konstipasi, kembung.
daerah gaster.
Mekanisme: menghambat kerja enzim (K+H+ ATPase) yang akan
memecah K+H+ ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk
mengeluarkan asam HCL dari kanalikuli sel pparietal ke dalam lumen
lambung.
Dosis Literatur: 1x30 mg, sehari selama 6-8 minggu Terapi dilanjutkan
ESO: urtikaria, mual, muntah, konstipasi, kembung. METO: mual dan muntah
DRP: Diberikan dengan hati-hati karena penggunaan PPI pada pasien MESO: it kepala (4-5%),
sirosis dapat meningkatkan resiko mortalitas
sedasi (10%)
Metoklopramid iv (3 dd 10mg)
Indikasi : mual dan muntah
Mekanisme kerja : memblokir reseptor dopamin dan serotonin di Terapi dilanjutkan
CNS, dan sensitif terhadap asetilkolin, meninggkatkan mortalitas METO: frekuensi BAB
saluran cerna atas. MESO: perut kembung, diare,
Dosis : 10 -20 mg 30 menit sebelum makan kram perut, perut tidak nyaman
ESO : sakit kepala (4-5%), sedasi (10%)

Lactulose po ( 3ddCII)
Indikasi : untuk mencegah terjadinya ensephalopati hepatic

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 312
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mekanisme kerja : Degradasi bakteri laktulosa yang menghasilkan pH


asam menghambat difusi NH3 ke dalam darah dengan menyebabkan
konversi NH3 menjadi NH4 +; juga meningkatkan difusi NH3 dari
darah ke usus di mana konversi ke NH4 + terjadi; menghasilkan efek
osmotik di usus besar dengan distensi yang mempromosikan peristaltik
Dosis : 15-30 mL / hari meningkat menjadi 60 mL / hari dalam 1-2
dosis terbagi jika perlu
ESO :Perut kembung, diare (dosis berlebihan), perut tidak nyaman,
mual, muntah, kram.

8 Maret 2020 BAB hitam (+) − Pasien masih mengeluhkan bab hitam sehingga terapi somatostatin tetap
Mual (+) dilanjutkan
Lemas (+) − Pasien masih mengeluhkan mual sehingga terapi metoklopramid tetap
dilanjutkan

Terapi :
Somatostatin
250mcg/jam
Metoklopramid iv
3x10 mg
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 313
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Ceftriaxon iv 1x1gram
Lactulose po 3x C II

9 Maret 2020 BAB hitam (+) TD: 120/80 − Pasien masih mengeluhkan bab hitam sehingga terapi somatostatin tetap
Mual (+) dilanjutkan
Lemas(+) − Pasien masih mengeluhkan mual sehingga terapi metoklopramid tetap
Terapi: dilanjutkan
Somatostatin − Fe: 22
250mcg/jam − MCU: 76.70
Metoklopramid iv − MCH: 22.70
3x10 mg
Ceftriaxon iv 1x1gram
Lactulose po 3x C II

10 Maret 2020 BAB Hitam (-) TD: 120/70 Pasien mendapat terapi SF METO: kadar Fe
Mual (-) MCU: 76.80 SF (1x200mg)
Lemas (-) MCH: 22.90 Indikasi: anemia defisiensi Fe
Mekanisme: mengganti simpanan zat besi pada Hb, mioglobin, dan enzim
Dosis: 100-200mg/hari
Eso: gangguan GIT, mual, muntah, konstipasi

11 Maret 2020 BAB Hitam (-) TD: 120/80 Pasien KRS


Mual (-) HR: 82 Terapi:
Lemas (-) RR: 18 - Propanolol
Pasien KRS MCU: 76.80 - lactulosa
MCH: 22.90

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 314
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


DVT Internal Jugular Vein +
Lymphedema reg colli + DM Tipe 2

(13 Maret – 18 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 315
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien DVT Internal Jugular Vein,


Lymphedema Reg Colli, dan DM Type 2”

di Instalasi Rawat Inap I Ruang 22

Oleh:

Sub-kelompok IRNA I Ilmu Penyakit Dalam


(13 Maret – 18 Maret 2020)

1. Kartika Zulfa, S. Farm (190070600111013)


2. Dewi Muthiah, S.Farm (190070600111028)
3. Azizah Fitriani, S.Farm (190070600111043)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 316
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien DVT Internal Jugular Vein,


Lymphedema, Reg Colli, dan DM Type 2”

di Instalasi Rawat Inap I Ruang 22

Oleh:

Sub-kelompok IRNA I Ilmu Penyakit Dalam


(13 Maret – 18 Maret 2020)

1. Kartika Zulfa, S. Farm (190070600111013)


2. Dewi Muthiah, S. Farm (190070600111028)
3. Azizah Fitriani, S. Farm (190070600111043)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien PembimbingKlinis


IRNA I Ruang 22 IRNA I IPD

Acc per WA tgl 26 Maret 2020 Acc per WA tgl 3 April 2020

Handy S.C.A, S. Farm., Apt Rani Nur Badriyah, M.Farm.Klin., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 317
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Deep Vein Thrombosis


1.1.1 Definisi
Deep vein thrombosis (DVT) merupakan suatu kondisi dimana trombus
terbentuk pada vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding
pembuluh darah dan jaringan disekitar vena.DVT merupakan penyakit yang sulit
didiagnosa.DVT terjadi terutama di tungkai bawah dan inguinal.Bekuan darah dapat
menghambat darah dari tungkai bawah kembali ke jantung.Trombus adalah bekuan
abnormal didalam pembuluh darah yang terbentuk walaupun tidak ada kebocoran,
proses pembentukan trombus dinamakan trombosis. Trombus vena merupakan
deposit intravaskuler yang tersusun dari fibrin dan sel darah merah disertai berbagai
komponen trombosit dan leukosit (Hetcher, 2008).
1.3.1 Etiologi
Faktor resiko penyakit DVT digolongkan faktor patogenesis pembentukan
DVT (Trias Virchow’s) dan faktor umum yang mendukung, berhubungan dengan
pembentukan DVT atau kombinasi dari faktor trias Virchow’s.Terdapat faktor yaitu
inhibitor faktor koagulasi yang telah aktif (contoh: antitrombin yang berikatan
dengan heparan sulfat pada pembuluh darah dan protein C yang teraktivasi),
eliminasi faktor koagulasi aktif, dan kompleks polimer fibrin oleh fagosit
mononuclear dan hepar, serta enzim fibrinolysis.
1.3.2 Patofisiologi
DVT biasanya terbentuk pada daerah dengan aliran darah lambat atau
terganggu di sinus vena besar dan kantung ujung katup di vena dalam tungkai
bawah atau segmen vena yang terpapar oleh trauma langsung.Pembentukkan dan
perkembangan trombus vena menggambarkan keseimbangan antara efek
rangsangan trombogenik dan berbagai mekanisme protektif. Faktor yang
mempengaruhi keseimbangan dan berimplikasi pada patogenesis trombosis vena,
dikenal dengan Trias Virchow’s, yaitu: a). Cedera Vaskuler (kerusakan
endothelial); b). Stasis Vena; c).Aktivasi koagulasi darah (hiperkoagulabilitas).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 318
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

a. Cedera Vaskular
Kerusakan vaskular memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan
trombosis vena melalui trauma langsung atau aktivasi sel endotel melalui sitokinin
(interleukin-1 dan tumornecrosis factor) yang dilepaskan dari hasil cedera jaringan
dan inflamasi.Koagulasi darah dapat diaktifkan melalui rangsangan intravaskuler
yang dilepaskan dari tempat jauh (misal kerusakan vena femoralis saat operasi
panggul) atau oleh sitokin yang terinduksi rangsangan endotel yang utuh.Sitokinin
ini merangsang sel endotel untuk mensintesis tissue factor dan plasminogen
activator inhibitor-1 dan mengakibatkan reduksi trombodulin, sehingga
membalikkan kemampuan protektif endotel yang normal.Trombodulin (TM)
adalah reseptor membran sel endotel untuk trombin.Bila trombin terikat pada TM
maka kemampuan memecah fibrinogen menurun.Sebaliknya kemampuan
mengaktifasi antikoagulan, protein C meningkat. Protein C dengan kofaktornya
protein S menginaktifasi bentuk aktif kofaktor prokoagulan, faktor Va dan VIIIa.
Protein C aktif juga meningkatkan fibrinolisis.
Endotel vena mengandung activator yang mengkonversi plasminogen ke
plasmin kemudian plasmin melisis fibrin. Setelah pembedahan dan cedera, sistem
fibrinolisis akan dihambat kemudian aktivitas vena ekstemitas bawah lebih
berkurang dibanding dengan ekstremitas atas.
b. Stasis Vena
Stasis vena sering pada usia tua, tirah baring lebih dari tiga hari dan operasi
yang memakan waktu lama. Stasis vena memberikan predisposisi trombosis
lokal.Stasis menggangu pembersihan faktor koagulasi aktif dan membatasi
aksesibilitas trombin di vena kemudian menempel ke trombomodulin.Protein ini
terdapat dalam densitas terbesar di pembuluh darah kapiler.
Penelitian ultrastruktural menunjukkan bahwa setelah trauma ditempat jauh,
leukosit melekat diantara intercellular junction endotel pada daerah stasis vena.Hal
ini menjadi nidus untuk pembentukkan trombus. Bila nidus trombus mulai terdapat
di daerah stasis, maka substansi yang dapat meningkatkan agregasi trombosit, yaitu
faktor X teraktivasi, trombin, fibrin dan katekolamin tetap dalam konsentrasi tinggi
di daerah tersebut. Stasis juga memberikan kontribusi tambahan, yaitu membentuk

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 319
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

trombin dengan cara merusak katup vena yang avaskuler. Sebaliknya katup
tergantung pada darah lumen untuk oksigenasi dan nutrisi, sedangkan aliran darah
stasis.Mekanisme trombosis adalah aktivitas faktor koagulasi aktif melalui darah
yang mengalir, inhibisi trombomodulin pada aktivitas koagulan dari trombin,
pengaruh trombomodulin aktivitas antikoagulan dari trombin melalui aktivasi
protein C dan disolusi fibrin oleh sistem fibrinolitik.
c. Hiperkoagulabilitas
Keadaan hirepkoagulabilitas adalah suatu perubahan keadaan darah
membantu pembentukan trombus vena. Perubahannya meliputi peningkatan
konsentrasi faktor koagulasi normal maupun teraktivasi, penurunan kadar inhibitors
dalam sirkulasi, gangguan fungsi sistem fibrinolitik, adanya trombosit hiperaktif,
faktor hiperkoagulabilitas dan stasis bekerjasama membentuk trombus vena.
1.3.3 Manifestasi Klinis
Keluhan dan gejala thrombosis vena dalam dapat berupa:
a. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung besar dan luas trombosis.Keluhan nyeri
sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku dan
intensitasnya mulai dari yang ringan sampai hebat.
b. Pembengkakan
Timbulnya edema dapat disebabkan oleh sumbatan vena proksimal dan
peradangan jaringan perivaskuler.Apabila ditimbulkan oleh sumbatan,
maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan
apabila disebabkan oleh peradangan perivaskuler, bengkak timbul didaerah
thrombosis dan biasanya disertai nyeri.
c. Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada
trombosis vena dalam dibandingkan trombosis arteri.Kulit bisa berubah
pucat dan kadang-kadang berwarna ungu.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 320
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.4 Tata Laksana


1. Pencegahan
Bentuk profilaksi mekanis adalah mobilisasi dini, machine continous
passive motion, pressure vascular stocking, dan alat kompresi pneumatik
bergradasi secara elevasi tungkai 15-22 cm. Stasis vena, proses patologi yang
mendasari terjadinya trombosis, dicegah dengan kontraksi atau kompresi otot betis
yang dapat menghindari penumpukan darah vena di ekstremitas bawah. Stoking
elastis dapat digunakan untuk tujuan di atas.Pemakaian stoking elastis
meningkatkan aliran dara vena hingga 1,5 kali aliran basalnya sehingga memacu
sirkulasi darah, mencegah stasis darah pada aneurisma (pelebaran vena dan dilatasi
sakuler) yang sering pada usia lanjut dan penderita DVT. Tekanan pada mata kaki
18mmHg, 14mmHg pada betis, 10mmHg pada lutut dan 8mmHg pertengahan
paha.Penggunaannya merupakan pilihan pertama untuk mencegah DVT pada pasien
yang dirawat. Alat kompresi pneumatik merangsang pengosongan vena ekstremitas
bawah dengan cara menurunkan stasis dan menstimuli sistem fibrinolik.
2. Terapi Medikamentosa
Tujuan terapi untuk mencegah serta mengurangi risik pembentukan trombus
yang lebih besar serta mencegah emboli paru. Beberapa obat yang dapat digunakan
antara lain golongan antikoagulan (warfarin atau heparin). Perlu diperhatikan pula
bahwa obat golongan antikoagulan dapat menyebabkan efek samping perdarahan.
a. Terapi antikoagulan
- Heparin
Heparin adalah antikoagulan yang diberikan secara parental, mekanisme
kerjanya adalah meningkatkan efek antitrombin III dalam menetralkan trombin dan
protease serum lainnya.Heparin dosis rendah di berikan subkutan dengan dosis
5000 U. diberikan sebelum operasi dan setelah operasi (setiap 8-12 jam).Cara ini
merupakan pilihan bagi pasien sedang terhadap DVT.Dapat menurunkan resiko
DVT 50-70%.Cara ini tidak memerlukan pemantauan dengan laboratorium,
sederhana, tidak mahal, aman.Cara ini kurang efektif bagi penderita yang
memerlukan bedah orthopedic mayor.Heparin menginduksi terjadinya
trombositopenia karena ikatan antara Heparin dengan faktor IV trombosit dapat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 321
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menyebabkan terbentuknya antibodi IgG yang nantinya menginduksi terjadinya


trombositopenia.
- Warfarin
Warfarin dosis sedang, efektif untuk mencegah DVT pada semua kategori
resiko. Dapat mulai diberikan 5 atau 10 mg malam sebelum operasi atau malam
setelah operasi, efek antikoagulan terukur baru dapat dicapai pada 3-4 hari pasca
operasi, namum bila terapi dimulai saat operasi atau sesaat setelah operasi maka
warfarin masih efektif bagi penderita resiko tinggi DVT, termasuk pasien fraktur
tulang panggul. Lama profilaksis menurut rekomendasi ACPP adalah minimal 7-
10 hari. Regimen ini kurang menyenangkan karena memerlukan monitoring
laboratorium.
- Low-dose Unfractionated Heparin (UFH)
Diberikan secara subkutan 3 kali 3500 U sehari, dimulai sejak dua hari sebelum
operasi.Lebih efektif dari heparin dosis rendah bila diberikan pada pasien operasi
panggul elektif.Bila dibanding LMWH efektifnya lebih rendah dalam mencegah
trombosis vena proksimal setelah operasi panggul.Membutuhkan monitoring
laboratorium yang teliti.
- Low Molecular Weight heparin (LMWH)

LMWH lebih efektif dibanding yang lainnya, sediaan ini juga lebih efektif
mencegah trombosis vena proksimal setelah operasi panggul.Mekanisme kerjanya
adalah meningkatkan aktivitas efek antitrombin III, anti faktor Xa dan anti faktor
IIa.Secara subkutan, LMWH/enoxaparin diberikan sehingga profilaksi dengan dosis
40 mg satu kali sehari, pada pasien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi
DVT. Dosis pertama diberikan 12 jam sebelum pebedahan dan dilanjutkan sehari
sekali selama tujuh hari. Selain tidak memerlukan pemantauan komplikasi
perdarahan kecil terjadi.Pada operasi ortopedic mayor, terapi LMWH/enoxaparin
adalah injeksi 40 mg secara sub kutan 12 jam sebelum pembedahan dan dilanjutkan
sehari sekali selama 12-14 hari.Sebaliknya Turpie memberikan 30 mg
LMWH/enoxaparin sub kutan 12-14 jam sesudah pembedahan dan dilanjutkan 30
mg dua kali sehari 10-15 hari.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 322
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

b. Terapi trombolitik
• Sistemik: kurang direkomendasikan karena tingginya kemungkinan
komplikasi perdarahan.
• Catheter directed: lebih rendah angka komplikasi perdarahan dibandingkan
trombolitik sistemik dan terbukti lebih efektif.

1.2 Lymphedema
1.3.1 Definisi
Kondisi yang ditandai oleh pembengkakak pada satu atau lebih ekstremitas
yang disebabkan adanya akumulasi cairan jaringan yang berada di ruang interstitial
karena adanya gangguan sirkulasi sistem limfatik. Limfedema umumnya
didefinisikan sebagai pembengkakakn atau akumulasi caira (getah bening) yang
mengandung protein dan debris sel di dalam jaringan ruang karena
ketidakseimbangan antara produksi dan transportasi cairan Limfedema dibedakan
menjadi limfedema primer dan sekunder berdasarkan etiologinya.
1.3.2 Etiologi
Limfedema primer disebabkan oleh adanya abnormalitas atau malformasi
congenital dari sistem limfatik
1. Dysplasia – Malformasi limfatik
2. Hypoplasia – jumlah dan atau diameter dari kelenjar limfa dibawah batas
normal
3. Hyperplasia – jumlah dan atau diameter dari kelenjar limfa diatas natas
normal
Sedangkan limfedema sekunder disebabkan karena adanya obstruksi atau
kerusakan pada sistem limfatik
1. Trauma dan Kerusakan Jaringan
 Surgical removal nodus limfa/saluran limfa
 Radioterapi
2. Venous disease
 Chronic venous insuffciency
 Venous ulceration

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 323
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

 Post-thrombotic syndrome / riwayat thromboemboli


3. Malignant disesase
4. Infeksi
5. Inflamasi
6. Immobilitas – overweight
1.3.3 Patofisiologi
Lymphedema secara garis besar disebabkan oleh disfungsi transpor
limfatik. Normalnya fungsi pembuluh limfe untuk memindahkan cairan dari kapiler
yang terakumulasi di interstitial, sehingga tekanan interstitial tetap
terjaga. Lymphedema terbatas pada kompartemen subkutan; kompartemen otot
tidak terlibat. Keluarnya cairan kaya protein terjadi ketika banyaknya cairan
melebihi limfatik kapasitas transportasi. Penyebab edema tinggi protein pergeseran
keseimbangan Starling, sehingga terjadi akumulasi cairan. Seiring dengan waktu,
tekanan oksigen menurun, terjadi penurunan fungsi makrofag, dan adanya
peningkatan jumlah cairan kaya protein menimbulkan kondisi inflamasi kronis dan
fibrosis.
1.3.4 Manifestasi Klinis
Stage Tanda dan Gejala
Stage 0 Keadaan subklinis di mana pembengkakan tidak ada meskipun
terdapat gangguan pada transport limfa. Tahap ini mungkin
sudah ada sebelum edema menjadi jelas.
Stage I Ini merupakan awal timbulnya kondisi di mana ada akumulasi
cairan jaringan yang mereda dengan elevasi ekstremitas.
Edema mungkin terlihat pada tahap ini.
Stage II Elevasi anggota badan jarang mengurangi pembengkakan dan
edema pitting terlihat jelas.
Edema pitting → edema yang akan tetap cekung bahkan
setelah penekanan ringan pada ujung jari, hal ini dapat
ditunjukkan dengan melakukan tekanan ke daerah yang
bengkak di mana kita dapat menekan kulitnya dengan jari. Jika

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 324
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

setelah di tekan dan lekukan yang terbentuk bertahan untuk


beberapa waktu setelah tekanan, edema ini disebut sebagai
pitting edema.
Stage II akhir Mungkin ada atau mungkin tidak ada edema ptiing karena
fibrosis jaringan lebih jelas.
Stage III Jaringannya keras (fibrotik) dan tidak ada edema pitting.
Perubahan kulit seperti penebalan, hiperpigmentasi,
peningkatan lipatan kulit, timbunan lemak dan pertumbuhan
kutil berlebih mulai berkembang.

1.3.5 Tata Laksana


Ada banyak modalitas pengobatan yang tersedia untuk manajemen
limfedema. Beberapa teknik umum yang digunakan pada pasien dengan limfedema,
antara lain :
1. Pneumatic compression, yaitu alat yang dililitkan di lengan dan tungkai
untuk memompa dan memberi tekanan secara berkala kepada cairan
bening.
2. Compression garments, yaitu pakaian khusus atau stoking yang menekan
lengan atau kaki yang bermasalah agar cairan limfe dapat keluar.
3. Manual lymph drainage, yaitu teknik pijat manual yang dilakukan untuk
melancarkan aliran cairan Terapi ini dilakukan oleh tenaga medis.
4. Complete decongestive therapy (CDT), yaitu kombinasi beberapa jenis
terapi dan penerapan pola hidup sehat.

1.3 Diabetes Melitus


1.3.1 Definisi
Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit kronis dengan karakteristik terjadi
peningkatan glukosa darah (hiperglikemia) dalam tubuh. DM tipe 2 disebabkan
oleh perpaduan antara gangguan kerja insulin (resistensi insulin) dan defisiensi
insulin yang terjadi secara relatif sebagai kompensasi sekresi insulin yang tidak
adekuat (ADA, 2010).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 325
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.2 Etiologi
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa
membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang
merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh
karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena
dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif
insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada
adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan
mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi
perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi
perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang.
DM tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi (ADA, 2010).
1.3.3 Ptofisiologi
Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi dalam
3-10 menit pertama setelah makan adalah insulin yang disimpan dalam sel beta
(siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa darah sehingga merangsang fase 2
adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk
menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan
sekresi insulin sebagaimana pada orang normal. Gangguan sekresi sel beta
menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun
menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah
puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan
insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan
gangguan fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2
di mana tidak terjadi hiperinsulinemia akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian
menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar
insulin puasa. Pada kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl kadar insulin puasa
meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa melebihi 140 mg/dl
maka kadar insulin tidak mampu meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai
terjadi kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat kadar insulin

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 326
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

puasa dalam darah mulai menurun maka efek penekanan insulin terhadap produksi
glukosa hati khususnya glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi
glukosa hati makin meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-
faktor yang dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang
didapat (acquired) antara lain menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa
kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik glukosa
(glucose toxicity) (Indraswari, 2010).
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat
dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi insulin
dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi respons metabolik
terhadap kerja insulin tertentu tetap normal, sementara terhadap satu atau lebih kerja
insulin yang lain sudah terjadi gangguan. Resistensi insulin merupakan sindrom
yang heterogen, dengan faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada
perkembangannya. Selain resistensi insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama
gemuk di perut, sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak
gemuk. Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak,
juga dinyatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya kegemukan dan
resistensi insulin (Indaswari, 2010).
1.3.4 Manifestasi Klinis
Menurut Perkeni (2015) gejala klasik dari DM tipe 2 adalah :
a. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat
masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan
tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari
cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan
lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
b. Poliuri
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat
mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 327
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

c. Polidipsi
Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang
keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikira sebab
rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk
menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.
d. Polifagi
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu
merasa lapar.
1.3.5 Tatalaksana
a. Terapi Farmakologi
1. Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada
manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai
yang dihubungkan dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam
amino kedua rantai tersebut. Untuk pasien yang tidak terkontrol dengan diet
atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan obat-obat lain bisa
sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan sementara, misalnya
selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk,
penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin merupakan hormon
yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein
dan lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke
dalam sel–sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara
oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot, mencegah
penguraian glikogen, serta menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari
glukosa. Adapun macam-macam sediaan insulin, yaitu insulin kerja pendek,
kerja sedang, dan kerja panjang (Piazza et al., 2012).
2. OAD
• Golongan Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar
pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 328
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang


terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh
perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Obat golongan ini
merupakan pilihan untuk diabetes dewasa baru dengan berat badan normal
dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya (Ditjen
Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
• Golongan Biguanid
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan
perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus
DM tipe 2. Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (GFR 30- 60 ml/menit/1,73 m2 ). Metformin tidak boleh
diberikan pada beberapa keadaan seperti: GFR <30mL/menit/1,73m 2,
gangguan hati berat, serta pasien dengan kecenderungan hipoksemia.
Metformin menekan nafsu makan hingga berat badan tidak meningkat,
sehingga layak diberikan pada penderita yang overweight. Efek samping
yang mungkin terjadi pada berupa gangguan di saluran cerna seperti gejala
dispepsia (Perkeni, 2015).
• Golongan Tiazolidindion
Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas
dan berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan
meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati,
sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot
meningkat. Tiazolidindion diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada
sasaran kelainan, yaitu resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia
dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel beta pankreas. Contoh:
Pioglitazone, Troglitazon (Perkeni, 2015).
• Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim
glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
hiperglikemia postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 329
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar


insulin. Contoh: Acarbose (Perkeni, 2015).
• Golongan DPP-IV
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-
IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi
insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah
(glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan
Linagliptin (Perkeni, 2015).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 330
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1. Tata Laksana DM Tipe 2 tanpa Komplikasi


b. Terapi Non Farmakologi
1. Pengaturan Diet
Diet yang baik dan benar menjadi salah satu faktor pendukung
penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Terapi
nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes melitus, yang
terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian hasil metabolis yang
optimal dan pencegahan serta perawatan komplikasi. Penurunan berat badan
telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon
sel-sel beta terhadap stimulus glukosa (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

2. Aktivitas Fisik
Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah
tetap normal. Prinsipya, tidak perlu olahraga berat, olah raga ringan asal
dilakukan secara teratur akan bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Beberapa

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 331
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda,
berenang, dan lain sebagainya. Olahraga akan memperbanyak jumlah dan
juga meningkatkan penggunaan glukosa (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes,
2005).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 332
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN

2.1. Profil Pasien


Nama/ Jeniskelamin : Tn. S / L
Umur : 55 tahun
Alamat : Dsn. Sono Jiwan
MRS/KRS : 15 Maret 2020
Status pasien : BPJS
Dokter : dr. Budi D.M., Sp. PD.
Farmasis : Handy S.A.C., S.Farm.,Apt.
Alergi : -
Keluhan utama Sesak napas, bengkak pada rahang bawah
:
leher sejak 1 minggu, gigi berlubang
Riwayat penyakit saat ini • Diabetes Mellitus on OAD type II
: • Jantung koroner (2 bulan lalu, MRS di
Semarang)
Riwayat pengobatan 1. Glimepirid 1 dd 3 mg
: 2. Clindamicin 3 dd 300 mg
3. Xarelto 2 dd 15 mg
Diagnosa awal : DVT Internal jugular vein D/S
Diagnosa akhir 1. DVT internal jugular vein D/S
: 2. Lymphedema reg colli dt no. I
3. DM type II overweight on OAD

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 333
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2 Data Klinis Pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Tanggal Pemeriksaan
Parameter Nilai Normal
15/03 16/03 17/03 18/03
Suhu (oC) 36-37 - 37,3 36,7 36,7
Nadi (x/menit) 80-85 - 82 111 106
RR (x/menit) 20 - 22 26 24
Tekanandarah 120/80 - 120/80 130/90 126/82
SpO2 >90% 69,6 63,1 98,9 99,0
GCS 456 456 456 456 456

Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien


Tanggal
Parameter
15/03 16/03 17/03 18/03
Bengkak dan nyeri leher + + + +/-
Demam + + - -
Mual + - - -
Sesak + + +/- +/-

2.3 Data Laboratorium pasien


Tabel 2.3 Tabel data laboratorium pasien
Tanggal
Parameter Nilai Normal
15/03 16/03 17/03
Hematologi
Hb 11,4-15,1 g/dL 11,70
6
Eritrosit (RBC) 4,0-5,5 x 10 /microL 4,07
WBC (Leukosit) 4.7 – 11.3 x103/µl 13,81
Hematokrit 40-47 % 34,20
Trombosit 142-424 x103/Mm3 385
MCV 80-93 FL 84,00
MCH 27-31 Pg 28,70
MCHC 32-36 34,20

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 334
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

MPV 7,2-11,18 8,7


Eosinofil 0-4 % 2,2
Basofil 0-1 % 0,4
Neutrofil 51-67 % 66,1
Limfosit 25-33 % 19,6
Monosit 2-5 % 11,7
Analisa Gas Darah
pH 7,35-7,45 7,43 7,39
pCO2 35-45 mmHg 39,3 33,7
pO2 80-107 mmHg 35,4 32,8
HCO3 21-25 Mmol/L 24,5 20,4
BE -3,5 -+2,0 Mmol/L 1,0 -4,8
Saturasi O2 >95% 69,6 63,1
Hb g/dL 11,7 11,5
Suhu 37 37
Elektrolit Serum
Na 136-145 136
K 3,5-5 3,64
Cl 98-106 106
Faal Hemostasis
PTT
Pasien 9,4-11,3 detik 11,50 11,60
Kontrol 11,2 11,3
INR <1,5 1,11 1,12
APTT
Pasien 24,6-30,6 detik 28,80 33,90
Kontrol 24,8 24,8
D-dimer <0,5 mg/LFEU - 3,34
Faal Hati
SGOT 0-32 -
SGPT 0-33 -
Albumin 3,5-5,5 g/dl 3,22
LDH 240-480 U/L 504

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 335
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Bilirubin Total <1 -


Bilirubin direk <0,25 -
Bilirubin Indirek <0,75 -
Metabolisme Karbohidrat
GDS <200 mg/dL 140 286
Faal Ginjal
Ureum 16,6-48,5 13,8
Kreatinin <1,2 0,60
Asam urat 2-5,8

eGFR 113,188

2.4 Profil Terapi Pasien


Tabel 2.4 Profil Terapi Pasien

Tanggal
No. Obat Rute Dosis
15/03 16/03 17/03 18/3
1 NaCl 0,9% IVFD 1500cc/24 j v v v v

2 O2 NC 2 lpm // v 10 lpm 10 lpm

3 Paracetamol PO 3 dd 500 mg // v v v

4 Levemir SC 1 dd 10 IU // v v v
5 Novorapid SC 3 dd 4 IU // - v v
6 Lovenox SC 2 dd 0,6 cc // v v v
7 Warfarin PO 1 dd 5 mg // v v v
8 Metilprednisolon PO 3 dd 62,5 mg // v v v

2.5 Analisis Terapi Pasien


c. DVT Internal Jugular Vein D/S
Subjective Objective Assessment Planning
DVT D-dimer : Warfarin METO:
Internal 3,34 ▪ Indikasi: sebagai terapi antikoagulan Monitoring nilai
Jugular mg/LFEU pada kondisi DVT D-dimer
▪ Mekanisme : menghambat sintesis
vitamin K, sehingga mempengaruhi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 336
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

PTT : 11,50 faktor-faktor pembekuan II,VII,IX, MESO:


detik dan X, dengan mengubah residu Perdarahan
APTT : asam glutamat menjadi residu asam (PTT,APTT,INR)
gama-karboksiglutamat
28,80 detik
▪ Dosis literatur: 2-5 mg/hari
INR : 1,11 ▪ Dosis pasien: 1 dd 5 mg (sesuai)
▪ ESO: perdarahan

D-dimer : Lovenox (Enoxaparin) METO:


3,34 ▪ Indikasi: sebagai terapi antikoagulan Monitoring nilai
mg/LFEU pada kondisi DVT D-dimer
▪ Mekanisme : berikatan pada
PTT : 11,60 antitrombin dan menghambat faktor MESO:
detik xa dan lia Perdarahan
APTT : ▪ Dosis pasien: 2 dd 0,6 cc (PTT,APTT,INR)
▪ ESO: perdarahan, trombositopenia
33,90 detik
INR : 1,12

d. Lymphedema dt no.1
Subjective Objective Assessment Planning
Demam (+) T = 37,3°C Paracetamol METO:
Bengkak dan • Limf • Indikasi: antinyeri dan antipiretik Nyeri (-)
nyeri pada edem • Mekanisme : menghambat sintesis Demam (-)
leher (+) a prostaglandin di sistem saraf pusat dan Suhu normal 36 -
memblok rasa nyeri perifer melalui 37°C
impuls saraf, dan menghambat regulasi
panas di hipotalamus. MESO:
• Dosis literatur:325 – 650 mg setiap 6 – Monitoring fungsi
8 jam sekali, atau 1000 mg 4 kali hepar →
sehari, dosis maksimal <= 4000 SGOT/SGPT
mg/hari
• Dosis pasien: (po) 3 dd 500 mg
• ESO: hepatotoksik

Bengkak dan Limfedema Metilprednisolon METO : tanda-


nyeri pada • Indikasi: antiinflamasi tanda inflamasi (-)
leher (+) • Mekanisme : menurunkan infalamasi (tumor, calor,
dengan menekan migrasi leukosit dolor, rubor)
polymorphnuclear.
• Dosis literatur :
PO → 20-60 mg dalam 1-4 dosis terbagi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 337
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Pulse” therapy → 15 – 30 mg/kg/dosis MESO :


selama ≥ 30 menit leukositosis,
- Dosis pasien: (iv) 3 dd 62,5 mg osteoporosis
- ESO: osteoporosis, leukositosis

e. Diabetes Melitus Tipe 2

Subjective Objective Assessment Planning


16/03/20 GDS : 286 Levemir (Insulin Detemir 300 IU) METO:
s.d mg/dL ▪ Indikasi : terapi insulin untuk kondisi GDS : <200mg/dL
18/03/20 hiperglikemik pada DM tipe 2 GDP : 60-
▪ Mekanisme: long acting insulin yang 100mg/dL
bekerja meningkatkan intake glukosa dari HbA1c : 5-7%
darah ke dalam sel
▪ Dosis : 1 dd 10 IU MESO:
▪ Dosis pustaka: 10 IU/kgBB/hari Hipoglikemik
▪ ESO potensial : hipoglikemik
16/03/20 GDS : 286 Novorapid (Insulin Aspart) METO:
s.d mg/dL ▪ Indikasi : terapi insulin untuk kondisi GDS : <200mg/dL
18/03/20 hiperglikemik pada DM tipe 2 GDP : 60-
▪ Mekanisme: rapid acting insulin yang 100mg/dL
bekerja meningkatkan intake glukosa dari HbA1c : 5-7%
darah ke dalam sel
▪ Dosis : 3 dd 4 IU MESO:
▪ Dosis pustaka: 4 unit (atau 10% dari dosis Hipoglikemik
insulin basal) tiap makan
▪ ESO potensial : hipoglikemik
15/03/20 TTV: 120/80 IVFD NS 0,9 % METO : kondisi
s.d mmHg ▪ Indikasi : memenuhi kebutuhan air dan umum pasien,
18/03/20 Na : 136 elektrolit TTV, kadar
K : 3,64 ▪ Dosis : 1500cc/24 jam elektrolit
Cl : 106 ▪ Dosis pustaka: 30mL/KgBB
▪ ESO potensial : demam, ruam MESO : demam,
ruam

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 338
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.6 Drug Related Problem


NO JENIS DRP ASUHAN KEFARMASIAN
1. DRP : ESO POTENSIAL Monitoring kadar gula darah pasien
Penggunaan kombinasi insulin meningkatkan
efek samping hipoglikemik
2 DRP: ESO POTENSIAL Monitoring tanda-tanda perdarahan, serta
Penggunaan kombinasi antikoagulan data lab PT, APTT pasien.
meningkatkan efek samping perdarahan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 339
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

Pasien S (55 tahun) dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful
Anwar Malang pada tanggal 15-18 Maret 2020. Pasien datang dengan keluhan sesak
napas, bengkak pada rahang bawah leher sejak 1 minggu yang lalu, serta gigi
berlubang. Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus dan jantung koroner
dengan riwat pengobatan Glimepirid 1 dd 3 mg, Clindamisin 3 dd 300 mg, dan
Xarelto 2 dd 15 mg. Diagnosa akhir pasien yaitu DVT Internal Jugular Vein DS,
Lymphedema, dan DM tipe 2.
Deep vein thrombosis (DVT) adalah bekuan darah di vena dalam yang
sebagian besar tersusun atas fibrin, sel darah merah, serta sebagian kecil komponen
leukosit dan trombosit.Diagnosis DVT ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan penunjang berupa laboratorium dan radiologi.Penatalaksanaan DVT
dapat berupa terapi non-farmakologis, farmakologis, ataupun pembedahan.
Pemeriksaan untuk mendeteksi DVT di antaranya adalah D-dimer dan imaging
(seperti USG, Venografi, CT Scan, atau MRV). Pemeriksaan laboratorium
mendapatkan peningkatan kadar D-dimer dan penurunan antitrombin (AT). D-
dimer adalah produk degradasi fibrin. Pemeriksaan D-dimer dapat dilakukan
dengan ELISA atau latex agglutination assay. D-dimer<0,5 mg/LFEU berarti
dinyatakan negatif.Pemeriksaan ini sensitif tetapi tidak spesifik, sehingga hasil
negatif sangat berguna untuk eksklusi DVT, sedangkan nilai positif tidak spesifik
untuk DVT, sehingga tidak dapat dipakai sebagai tes tunggal untuk diagnosis DVT
(Sylvanus, 2016).
Nilai D-dimer pada pasien adalah 3,34 mg/LFEU (diatas normal).Pasien
diberikan terapi warfarin.Warfarin merupakan obat pilihan untuk antikoagulasi
pada kondisi DVT.Mekanisme kerjanya dengan menghambat sintesis vitamin K,
sehingga mempengaruhi faktor-faktor pembekuan II,VII,IX, dan X; dengan
mengubah residu asam glutamate menjadi residu gama karboksi glutamate.
Pemberian warfarin segera setelah diagnosis DVT ditegakkan, namun kerjanya
memerlukan waktu satu minggu atau lebih.Oleh karena itu, lovenox (enoxaparin)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 340
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

diberikan bersamaan sebagai terapi penghubung hingga warfarin mencapai dosis


terapeutiknya.Meknisme enoxaparin yaitu dengan berikatan pada antitrombin dan
menghambat faktor xa dan lia (Sylvanus, 2016).
Dosis standar warfarin yaitu 5 mg/hari, dosis disesuaikan setiap tiga sampai
tujuh hari untuk mendapatkan nilai INR antara 2,0-3,0. Dosis yang diberikan pada
pasien yaitu 1 dd 5 mg (dosis sudah sesuai).Dosis warfarin dipantau dengan waktu
protrombin atau INR.Untuk DVT tanpa komplikasi, terapi warfarin
direkomendasikan tiga sampai enam bulan.ESO potensial yang mungkin terjadi
yaitu perdarahan sehingga perlu dimonitoring nilai PTT, APTT, dan INR
(Sylvanus, 2016). INR pasien meningkat dari 1,11 menjadi 1,12 (normal).PTT
pasien meningkat dari 11,50 detik menjadi 11,60 detik (diatas normal). APTT
pasien meningkat dari 28,80 detik menjadi 33,90 detik (diatas normal).
Pasien didiagnosa limfedema regional colli dikarenakan DVT internal
jugular vein. Selama pasien masuk rumah sakit, pasien menerima terapi peroral
Paracetamol dengan dosis 3 dd 500 mg. Pada tanggal 16 Maret 2020, pasien
mengalami sedikit demam dengan suhu tubuh 37,3°C. Selain itu, pasien juga
mengeluhkan nyeri pada leher yang mengalami pembengkakan. Paracetamol
digunakan sebagai antinyeri dan antipiretik, bekerja dengan cara menghambat
sintesis prostaglandin di sistem saraf pusat dan memblok rasa nyeri perifer melalui
impuls saraf, dan menghambat regulasi panas di hipotalamus. Efek samping dari
paracetamol adalah hepatotoksik. Diperlukan monitoring fungsi hepar seperti
pemeriksaan nilai SGOT dan SGPT. Pasein juga menerima terapi kortikosteroid
metilprednisolon peroral dengan dosis 3 dd 62,5 mg. Terapi metilprednisolon
digunakan sebagai antiinflamasi pada kondisi limfedema pasien Tn. S.
Metilprednisolon menurunkan infalamasi dengan menekan migrasi leukosit
polymorphnuclear. Efek samping yang mungkin muncul dari terapi
metilprednisolon adalah leukositosis dan osteroporosis jika terapi jangka panjang.
Pasien didiagnosa DM tipe 2 sejak 2 minggu lalu saat masuk rumah sakit di
Semarang. Diabetes Melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis dengan karakteristik
terjadi peningkatan glukosa darah (hiperglikemia) dalam tubuh. DM tipe 2
disebabkan oleh perpaduan antara gangguan kerja insulin (resistensi insulin) dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 341
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

defisiensi insulin yang terjadi secara relatif sebagai kompensasi sekresi insulin yang
tidak adekuat (IDAI, 2015). Diagnosa DM tipe 2 ditegakkan berdasarkan tanda dan
gejala klinis serta pemeriksaan gula darah. Sebelum MRS, pasien mengalami
sering buang air kecil dan haus serta berat badan sedikit berkurang, pemeriksaan
gula darah menunjukkan kadar di atas normal, yaitu sebesar 286 mg/dL.
Penatalaksanaan DM tipe 2 dapat berupa terapi farmakologis dan non-
farmakologis.
Pasien diberikan terapi nonfarmakologis berupa pengaturan diet makanan
dan cairan. Sementara untuk terapi farmakologis, pasien mendapatkan insulin
levemir dan insulin novorapid. Menurut algoritma penatalaksanaan DM tipe 2 tanpa
komplikasi, insulin diberikan jika OAD tunggal ataupun kombinasi sudah tidak
efektif setelah dievaluasi selama 3-6 bulan, atau kadar HbA1c lebih dari 9%
(Perkeni, 2015). Namun hal tersebut tidak memungkinkan untuk kondisi pasien ini.
Pasien mengalami komplikasi DVT (Deep vein thrombosis) dimana diabetes
meningkatkan risiko tromboemboli vena dalam sehingga diperlukan obat untuk
mengatasi kondisi hiperglikemik secara agresif (Piazza et al., 2012). Peningkatan
hiperkoagulabilitas pada pasien DM tipe 2 dapat memainkan peran patogenik
penting dalam peningkatan frekuensi tromboemboli vena berulang (Piazza et al.,
2012).
Pemberian kombinasi insulin long acting (Levemir) dan rapid acting
(Novorapid) pada pasien diperlukan untuk mengontrol atau menstabilkan kadar
gula darah basal dan kadar gula darah ketika ada makanan. Mekanisme kerja
keduanya sama, yaitu meningkatkan intake glukosa ke dalam sel. Perbedaannya
terletak pada onset dan durasi kerja, insulin levemir memiliki onset 3-4 jam dan
durasi kerja selama 6-23 jam. Sementara insulin novorapid memiliki onset 15 menit
dan durasi kerja 3-5 jam (AAFP, 2011). Dosis levemir berdasarkan literatur yaitu
10 IU/kg/hari sedangkan novorapid yaitu 4 IU (atau 10% dari dosis insulin basal)
tiap makan. Pada pasien tidak dilakukan pengukuran berat badan sehingga
kesesuaian dosis belum diketahui. Perlu pemantauan ketat terhadap tanda-tanda
efek samping potensial insulin, yaitu terjadinya hipoglikemik.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 342
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Insulin levemir secara major berikatan dengan albumin melalui pengikatan


rantai asam lemak sehingga menghasilkan absorpsi yang lebih lambat dan durasi
kerja yang lama. Berdasarkan data laboratorium, pasien mengalami hipoalbumin
ringan, dengan nilai albumin sebesar 3,22 g/dL (normal: 3,5-5,5 g/dL). Menurut
Philips (2016), tidak diperlukan penyesuaian dosis levemir pada kondisi
hipoalbumin ringan. Selain itu, diperlukan jeda waktu atau perbedaan tempat
injeksi antara insulin levemir dan novorapid karena dapat mempengaruhi peak
plasma levemir (Philips, 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 343
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
a. Pasien Tn.S mendapatkan terapi : Lovenox, warfarin, insulin levemir,
insulin novorapid, metil prednisolon, paracetamol, dan infus NS 0,9%.
Semua terapi yang diberikan sudah tepat indikasi, tepat dosis, dan sesuai
dengan Formularium.
b. Pada terapi yang diberikan masih ditemukan adanya DRP berupa efek
samping potensial obat, yaitu hipoglikemik dan risiko perdarahan.

4.2 Saran
a. Memantau efektivitas terapi yang diberikan.
b. Melakukan monitoring berkala tanda-tanda vital dan gejala efek samping
potensial serta interaksi obat yang mungkin terjadi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 344
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). 2010. Diagnosis and Classification of


Diabetes Mellitus Care Journal, 36 (1), 67-74.
Ditjen Bina Farmasi dan Alkes. 2005. Pharmaceutical Care untuk penyakit
Diabetes Melitus. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Hetcher, John. 2008. Prevention of Venous Thromboembolism. Cleveland Clinic
Journal of Medicine. London.
Kearon, Clive. 2008. Antithrombotic Therapy for Venous Thromboemboli Disease.
Journal of American Chest Physicians, 133(10) : 475-510.
Tosadak, Uddin. 2007. Prevention of Venous Thromboembolism. National Journal
Medicine, 33 (24); 70-81.
PERKENI. 2015. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Jakarta.
Piazza, Georgy, Samuel Z., and Robert J. 2012. Venous Thromboembolism in
Patient with Diabetes Mellitus. Am J Med, 125 (7): 709-716.
Philips, Jean and Andre Scheen. 2016. Insulin Detemir in The Treatment of Type 2
Diabetes. Vascular Health and Risk Management, 2 (3): 277-283.
Tosadak, Uddin. 2007. Prevention of Venous Thromboembolism. National Journal
Medicine, 33 (24); 70-81.
Rosan S. 2016. Trombosis Vena. Jurnal Kapita Selekta; PP 302-305.
Queensland Health Lymphoedema Clinical Practice Guideline. 2014. Published by
State of Queensland (Queensland Health), March 2014.
Sylvanus, Doris. 2016. Diagnosis dan Tatalaksana Deep Vein Thrombosis.
Continuing Medical Education; 43(9):1-6.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 345
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN
Hari/Tanggal Subjektif Objektif Assessment Plan
Senin/16 Sesak (+) DVT internal jugular 1. NRBM O2 METO : sesak (-)
Maret 2020 Riwayat jantung vein • Dosis = 2 lpm
koroner Saturasi O2 = 69, 6% • Psien mengeluhkan sesak
Demam (+) T = 37,3°C 2. Parasetamol METO:
Bengkak dan Lymphedema • Indikasi: antinyeri dan antipiretik Nyeri (-)
nyeri pad aleher DVT internal jugular • Mekanisme : menghambat sintesis Demam (-)
(+) vein prostaglandin di sistem saraf pusat Suhu normal 36 - 37
dan memblok rasa nyeri perifer
melalui impuls saraf, dan MESO:
menghambat regulasi panas di Monitoring fungsi hepar
hipotalamus. → SGOT/SGPT
• Dosis literatur:325 – 650 mg setiap
6 – 8 jam sekali, atau 1000 mg 4 kali

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 346
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sehari, dosis maksimal <= 4000


mg/hari
• Dosis pasien: (po) 3 dd 500 mg
• ESO: hepatotoksik

Bengkak dan Lymphedema 3. Metilprednisolon METO : tanda-tanda


nyeri pad aleher • Indikasi: antiinflamasi inflamasi (-)
(+) • Mekanisme : menurunkan infalamasi (tumor, calor, dolor,
dengan menekan migrasi leukosit rubor)
polymorphnuclear.
• Dosis literatur : MESO : leukositosis,
o PO → 20-60 mg dalam 1-4 osteoporosis
dosis terbagi
o “Pulse” therapy → 15 – 30
mg/kg/dosis selama ≥ 30
menit
• Dosis pasien: (iv) 3 dd 62,5 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 347
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• ESO: osteoporosis, leukositosis

DM Tipe II GDS = 286 gmg/dL 4. Levemir METO:


• Indikasi: terapi insulin untuk kondisi GDS : <200mg/dL
hiperglikemik pada DM GDP : 60-100mg/dL
• Mekanisme : long acting insulin yang HbA1c : 5-7%
bekerja meningkatkan intake glukosa
dari darah ke dalam sel MESO:
• Dosis literatur: 10 unit/kg/hari Hipoglikemik

• Dosis pasien: 1 dd 10 IU
• ESO: hipoglikemik
DM Tipe II GDS = 286 gmg/dL 5. Novorapid METO:
• Indikasi: terapi insulin untuk kondisi GDS : <200mg/dL
hiperglikemik pada DM GDP : 60-100mg/dL
HbA1c : 5-7%

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 348
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Mekanisme : rapid acting insulin MESO:


yang bekerja meningkatkan intake Hipoglikemik
glukosa dari darah ke dalam sel
• Dosis literatur: 4 unit (atau 10% dari
dosis insulin basal) tiap makan
• Dosis pasien: 3 dd 4 IU
• ESO: hipoglikemik
DVT internal PTT : 11,50 detik 6. Lovenox METO:
jugular vein APTT : 28,80 detik • Indikasi: sebagai terapi antikoagulan Monitoring nilai PTT,
INR : 1,11 pada kondisi DVT APTT, INR
Trombosit : • Mekanisme : berikatan pada
385.000/mikroL antitrombin dan menghambat faktor MESO:
D-dimer = 3,34 xa dan lia Perdarahan (-)
mg/LFEU • Dosis pasien: 2 dd 0,6 cc Trombositopenia (-)

• ESO: perdarahan, trombositopenia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 349
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DVT internal PTT : 11,50 detik 7. Warfarin METO:


jugular vein APTT : 28,80 detik • Indikasi: sebagai terapi antikoagulan Monitoring nilai PTT,
INR : 1,11 pada kondisi DVT APTT, INR
Trombosit : • Mekanisme : menghambat sintesis
385.000/mikroL vitamin K, sehingga mempengaruhi MESO:
D-dimer = 3,34 faktor-faktor pembekuan II,VII,IX, Perdarahan (-)
mg/LFEU dan X, dengan mengubah residu
asam glutamat menjadi residu asam
gama-karboksiglutamat
• Dosis literatur: 2-5 mg/hari
• Dosis pasien: 1 dd 5 mg (sesuai)
• ESO: perdarahan
Selasa/17 Sesak (+) DVT internal jugular 1. O2 NRBM METO : sesak (-)
Maret 2020 vein • 10 lpm
Saturasi O2 = 63,1% • Terapi dilanjutkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 350
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Demam (-) Limfedema 2. Parasetamol METO : demam (-),


Bengkak dan T = 36,7°C • Dosis = 3 dd 500 mg (po) nyeri dan bengkak (-)
nyeri pada leher • Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan MESO : SGIT/SGPT

Demam (-) Limfedema 3. Metiprednisolon METO : infalmasi (-)


Bengkak dan T = 36,7°C • Dosis = 3 dd 62,5 mg (iv) (tumor, calor, dolor,
nyeri pada leher • Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan rubor)
MESO : leukositosis,
osteoporosis
DM Tipe II GDS 238 mg/dL 4. Levemir METO : GDS ≤ 200
• Longacting insulin untuk mengcover mg/dL
GD basal MESO : hipoglikemia
• Dosis = 1 dd 10 IU (sc)
• Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan
DM Tipe II GDS 238 mg/dL 5. Novorapid METO : GDS ≤ 200
• Shortacting insulin untuk mengcover mg/dL
GD post prandial MESO : hipoglikemia
• Dosis = 3 dd 4 IU (sc)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 351
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan

DVT internal PTT : 11,50 detik 6. Lovenox METO:


jugular vein APTT : 28,80 detik • Dosis = 2 dd 0,6 CC (sc) (Hari ke 2) Monitoring nilai PTT,
INR : 1,11 • Tidak ada DRP → terapi dialnjutkan APTT, INR
Trombosit :
385.000/mikroL MESO:
D-dimer = 3,34 Perdarahan (-)
mg/LFEU Trombositopenia (-)

DVT internal PTT : 11,50 detik 7. Warfarin METO:


jugular vein APTT : 28,80 detik • Dosis = 1 dd 5mg (po) (Hari ke 2) Monitoring nilai PTT,
INR : 1,11 • Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan APTT, INR
Trombosit :
385.000/mikroL MESO:
Perdarahan (-)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 352
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

D-dimer = 3,34
mg/LFEU

Rabu/18 Maret Sesak (+) DVT internal jugular 1. O2 NRBM METO : sesak (-)
2020 vein • 10 lpm
Saturasi O2 = 63,1% • Terapi dilanjutkan
Demam (-) Limfedema 2. Parasetamol METO : demam (-),
Bengkak dan T = 36,7°C • Dosis = 3 dd 500 mg (po) nyeri dan bengkak (-)
nyeri pada leher • Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan MESO : SGIT/SGPT

Demam (-) Limfedema 3. Metiprednisolon METO : infalmasi (-)


Bengkak dan T = 36,7°C • Dosis = 3 dd 62,5 mg (iv) (tumor, calor, dolor,
nyeri pada leher • Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan rubor)
MESO : leukositosis,
osteoporosis

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 353
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DM Tipe II GDS 238 mg/dL 4. Levemir METO : GDS ≤ 200


• Longacting insulin untuk mengcover mg/dL
GD basal MESO : hipoglikemia
• Dosis = 1 dd 10 IU (sc)
• Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan
DM Tipe II GDS 238 mg/dL 5. Novorapid METO : GDS ≤ 200
• Shortacting insulin untuk mengcover mg/dL
GD post prandial MESO : hipoglikemia
• Dosis = 3 dd 4 IU (sc)
• Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan
DVT internal PTT : 11,50 detik 6. Lovenox METO:
jugular vein APTT : 28,80 detik • Dosis = 2 dd 0,6 CC (sc) (Hari ke 2) Monitoring nilai PTT,
INR : 1,11 • Tidak ada DRP → terapi dialnjutkan APTT, INR
Trombosit :
385.000/mikroL MESO:
D-dimer = 3,34 Perdarahan (-)
mg/LFEU Trombositopenia (-)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 354
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DVT internal PTT : 11,50 detik 7. Warfarin METO:


jugular vein APTT : 28,80 detik • Dosis = 1 dd 5mg (po) (Hari ke 2) Monitoring nilai PTT,
INR : 1,11 • Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan APTT, INR
Trombosit :
385.000/mikroL MESO:
D-dimer = 3,34 Perdarahan (-)
mg/LFEU

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 355
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Penyakit Chronic Kidney Disease Stage
V + Heart Failure Stage C fc IV
+ Pneumonia CAP

(13 Maret – 18 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 356
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Penyakit Chronic Kidney


Disease Stage V, Heart Failure Stage C fc IV, Pneumonia CAP”

Oleh:
Kelompok IRNA 1 Ruang 24A
(13 Maret – 18 Maret 2020)

1. Shafira, S. Farm (190070600111001)


2. Jovana Avioleza, S. Farm (190070600111012)
3. Retno Pratiwi, S. Farm (190070600111038)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 357
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 358
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Tinjauan Chronic Kidney Disease


1. Definisi
Chronic Kidney Disease atau Gagal ginjal kronis adalah suatu
kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan,
dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration rate (GFR).
Selain itu, GGK dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
GFR < 60 mL/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai
kerusakan ginjal (National Kidney Foundation, 2002).

2. Etiologi
Penyebab penyakit GGK bermacam-macam, menurut Perhimpunan
Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2012, dua penyebab utama paling
sering adalah penyakit ginjal hipertensi (35%) dan nefropati diabetik
(26%). Penyakit ginjal hipertensif menduduki peringkat paling atas
penyebab GGK. Penyebab lain dari GGK yang sering ditemukan yaitu
glomerulopati primer (12%), nefropati obstruksi (8%), pielonefritis kronik
(7%), nefropati asam urat (2%), nefropati lupus (1%), ginjal polikistik (1%),
tidak diketahui (2%) dan lain-lain (6%) (Suwitra, 2009).

3. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung
penyakit awal yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya
proses yang terjadi adalah sama. Pengurangan masa ginjal menyebabkan
hipertrofi struktur dan fungsi dari nefron yang sehat. Kompensasi hipertrofi
ini diperantai oleh molekul vasoaktif, sitokin, dan growth factor. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa, dan akhirnya diikuti oleh penurunan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 359
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif
lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin angiotensin aldosteron
intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi
sklerosis dan progresifitas penyakit (Suwitra, 2009).
Stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal GFR masih
normal atau meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Pada GFR dibawah 15% (Stage 5) akan
terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai
pada stadium gagal ginjal (Smeltzer & Bare, 2001).

Gambar 1.1 Patofisiologi GGK (Dipiro et al., 2015)

4 Manifestasi Klinis
Penderita gagal ginjal kronik akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala
sesuai dengan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 360
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

penderita. Penyakit ini akan menimbulkan gangguan pada berbagai organ tubuh
antara lain (Renal Association, 2013).

a) Manifestasi kardiovaskular
Hipertensi, gagal jantung kongestif, edema pulmonal, perikarditis.

b) Manifestasi dermatologis
Kulit pasien berubah menjadi putih seakan-akan berlilin diakibatkan
penimbunan pigmen urine dan anemia. Kulit menjadi kering dan bersisik.
Rambut menjadi rapuh dan berubah warna. Pada penderita uremia sering
mengalami pruritus.

c) Manifestasi gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah, cegukan, penurunan aliran saliva, haus, stomatitis.

d) Perubahan neuromuskular
Perubahan tingkat kesadaran, kacau mental, ketidakmampuan berkosentrasi,
kedutan otot dan kejang.
e) Perubahan hematologis
Kecenderungan perdarahan.
f) Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum, lebih mudah mengantuk,
karakter pernapasan akan menjadi kussmaul dan terjadi koma (Smeltzer & Bare,
2001).

Tabel 1.2 Manifestasi Klinis GGK (Renal Association, 2013)


N No Derajat Manifestasi Klinis
GGK
1 I Pasien dengan TD normal, tanpa abnormalitas hasil tes
lab dan tanpa manifestasi klinik
2 II Umumnya asimptomatik, berkembang jadi hipertensi,
munculnya nilai lab yang abnormal
3 III Asimptomatik, nilai lab menandakan adanya
abnormalitas pada beberapa sistem organ, terdapat
hipertensi
4 IV Munculnya manifestasi klinis GGK tanpa kelelahan dan
penrurunan rangsangan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 361
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

5 V Peningkatan BUN, anemia, hipokaslemia, hiponatremia,


peningkatan asam urat, proteinuria, pruritus, edema,
hipertensi, peningkatan kreatinin, penurunan sensas rasa,
asidosis metabolik, mudah mengalami perdarahan dan
hiperkalemia.

5 Klasifikasi
Klasifikasi GGK dibagi atas 5 tingkatan derajat yang didasarkan pada GFR
dengan ada atau tidaknya kerusakan ginjal. Pada derajat 1-3 biasanya belum
terdapat gejala apapun (asimptomatik). Manifestasi klinis muncul pada fungsi
ginjal yang rendah yaitu terlihat pada derajat 4 dan 5 (KDIGO, 2013).

Tabel 1.1 Klasifikasi GGK (KDIGO, 2013)

No. Derajat GFR Penjelasan


(ml/menit/1.732m2)
Kerusakan ginjal dengan GFR
1 1 ≥90
normal atau meningkat
Kerusakan ginjal dengan GFR
2 2 60-89
turun ringan
Kerusakan ginjal dengan GFR
3 3A 45-59
turun dari ringan sampai sedang
Kerusakan ginjal dengan GFR
3B 30-44
turun sedang sampai berat
Kerusakan ginjal dengan GFR
4 4 15-29
turun berat
5 5 <15 Gagal ginjal

6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita PGK secara umum meliputi pencegahan dan
pengobatan PGK serta komplikasinya. Serta menghambat laju penurunan fungsi
ginjal secara progresif, pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit
kardiovaskuler dan persiapan pemilihan terapi pengganti ginjal terutama jika terjadi
tanda dan gejala utama (NKF, 2010).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 362
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 1.3 Tatalaksana GGK

Derajat GFR Rencana Tatalaksana

1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi


pemburukan fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskular

2 60-89 Menghambat pemburukan fungsi ginjal

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 <15 Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal, berupa dialisis dan transplantasi ginjal merupakan


satu-satunya cara untuk mempertahankan fungsi tubuh pada kondisi penyakit ginjal
kronik. Dialisis dapat dilakukan dengan hemodialisis dan peritoneal dialisis.
Peritoneal Dialisis dapat berupa Intermitten Peritoneal Dialysis (IPD), Continous
Cyclic Peritoneal Dialysis(CCPD), dan Continous Ambulatory Peritoneal
Dialysis(CAPD). Di Indonesia peritoneal dialisis yang tersedia adalah Continous
Ambulatory Peritoneal Dialisis (CAPD) yang relatif baru (Suwitra, 2009).

• Hemodialisa
Hemodialisis adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh yang biasa disebut
cuci darah atau pembersihan darah dengan menggunakan mesin atau ginjal buatan,
dari zat-zat yang konsentrasinya berlebihan di dalam tubuh. Zat-zat tersebut dapat
berupa zat yang terlarut dalam darah, seperti toksin ureum dan kalium atau zat
pelarutnya yaitu air atau serum darah. Tujuan dilakukan terapi hemodialisis yaitu
untuk menurunkan kreatinin dan zat toksik yang lainnya dalam darah. Hemodialisis
juga bertujuan untuk menghilangkan gejala yaitu mengendalikan uremia, kelebihan
cairan dan ketidak seimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien penyakit ginjal
tahap akhir. Indikasi dilakukan hemodialisis pada penderita gagal ginjal adalah: 1)
Laju filtrasi glomerulus kurang dari 15ml/menit; 2) Hiperkalemia; 3) Kegagalan
terapi konservatif; 4) Kadar ureum lebih dari 200mg/dl; 5) Kelebihan cairan; 6)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 363
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Anuria berkepanjangan lebih dari 5 kali. Dosis Hemodialisis yang diberikan pada
umumnya sebanyak 2 kali seminggu dengan setiap Hemodialisis selama 5 jam atau
14 sebanyak 3 kali seminggu dengan setiap hemodialisis selama 4 jam (Suwitra,
2009).
• Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
Peritoneal dialisis merupakan suatu proses dialisis di dalam rongga perut yang
bekerja sebagai penampung cairan dialisis dan peritoneum sebagai membran
semipermeabel yang berfungsi sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang
berlebihan dan solute yang berisi racun ureum yang akan dibuang. eritoneal dialysis
ini secara prinsip mirip dengan hemodialisis. Keduanya sama-sama tergantung pada
pergerakan pasif dari air dan solute melewati membrane semipermeabel. Proses ini
disebut sebagai difusi. Arah dari aliran solute ini ditentukan oleh konsentrasi
masing-masing sisi membrane, sehingga solute bergerak dari sisi dengan
konsentrasi tinggi ke sisi yang konsentrasinya lebih rendah. Continuous pada
CAPD ini berarti bahwa cairan dialisat selalu berhubungan dengan membrane
peritoneum, kecuali pada saat penggantian cairan dialisat (Suwitra, 2009).

Gambar 1.2 Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)


7. Komplikasi
Komplikasi yang umum dialami oleh penderita GGK adalah anemia.
Anemia terjadi pada 80-90% pasien GGK. Anemia ini disebabkan karena defisiensi
dari eritropoietin. Defisiensi besi, kehilangan darah atau masa hidup darah yang
pendek sehingga mengakibatkan hemolisisi, defisiensi asam folat, penekanan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 364
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sumsum tulang oleh substansi uremik dan proses inflamasi yang aku mapun kronik
merupakan pencetus terjadinya anemia. Evaluasi terhadap anemia dilakukan saat
kadar hemoglobin ≤ 10g% atau hematocrit ≤ 30%, dengan mengevaluasi serum
iron, total iron binding capacity, mencari apabila ada usmber perdarahan, melihat
morfologi eritrosit dan mencari kemungkinan penyebab hemolysis lainnya.
Penatalaksanaan untuk anemia selain dari mencari factor penyebabnya adalah
dengan pemberian eritropoeitin (EPO). Transfusi darah dapat dilakukan dengan
indikasi yang tepat dan pada pasien GGK harus dilakukan secara hati-hati dengan
pemantauan yang cermat. Karena transfusi darah yang dilakukan dengan tidak
cermat dapat menyebabkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, sehingga
memperburuk fungsi ginjal (Rahardjo, 2009).

Berikut akomplikasi yang banyak dialami oleh pasien GGK menurut


derajatnya (Suwitra, 2009):

Tabel 1.4 Komplikasi GGK

Derajat Penjelasan GFR Komplikasi


(ml/menit)
1 Kerusakan ginjal
≥ 90
dengan GFR normal
2 Kerusakan ginjal Tekanan darah mulai
dengan penurunan 60-89 meningkat
GFR ringan
3 Penurunan GFR f. Hiperfospatemia
sedang g. Hipokalemia
h. Anemia
30-59
i. Hiperparatinoid
j. Hipertensi
k. Hiperhomosistinemia
4 Penurunan GFR berat - Malnutrisi
- Asidosis Metabolik
15-29
- Hiperkalemia
- Dislipidemia
5 Gagal ginjal - Gagal jantung
< 15
- Uremia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 365
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Hiperfosfatemia merupakan konsekuensi klinis yang penting dan tidak dapat


dihindari pada pasien penyakit ginjal kronis stadium lanjut. Menurut konsensus
GMT-PGK (2009) Hiperfosfatemia ialah kadar serum fosfat > 4,6 mg/dl. Kadar
fosfat darah normal adalah 2,5 – 4,5 mg/dl, pada pasien hemodialisis atau dialisis
peritoneal kadar serum fosfat hendaknya dipertahankan antara 3.5 – 5,5 mg/dl.
Selain itu, produk kalsium-fosfat (perkalian antara kadar fosfat darah dan kalsium
total darah) harus dipertahankan <55mg/dL (Carpenter, 2012).

Hiperfosfatemia pada GGK terjadi akibat kegagalan ginjal dalam


mengekskresikan fosfat dan tingginya asupan fosfat. Ginjal merupakan organ
ekskresi utama bagi fosfat, sehingga hampir tidak mungkin terjadi hiperfosfatemia
pada fungsi ginjal yang masih normal. Ginjal masih mampu mempertahankan
keseimbangan fosfat pada klirens kreatinin di atas 30 ml/menit. Hiperfosfatemia
mengakibatkan berbagai konsekuensi yang cukup memberikan kontribusi pada
mortalitas dan morbiditas GGK. Konsekuensi hiperfosfatemia pada GGK adalah
hiperparatiroidisme sekunder, osteodistrofi renal, kalsifikasi kardiovaskular dan
jaringan lunak (Carpenter, 2012).

Penatalaksanaan hiperfosfatemia ini meliputi pembatasan asupan fosfat,


meningkatkan efektifitas dialisis, pemberikan obat pengikat fosfat dan pemakaian
bahan kalsimemetik. Konsensus GMT-PGK (2009) menganjurkan diet rendah
fosfor 800-1000 mg/hari. Selain itu, tindakan dialisis hanya sedikit membuang
fosfat. Klirens fosfat pada hemodialisis adalah 32,5 mmol dalam 4 jam, sedang
dalam CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) adalah sebesar 12
mmol/24 jam. Oleh karena itu, diperlukan obat pengikat fosfat (phosphate binding
agents) untuk mengikat fosfat di lumen usus dan akhirnya akan mengurangi
absorbsinya (Carpenter, 2012)

1.2 Tinjauan Gagal Jantung


1.2.1 Definisi
Gagal jantung didefinisikan sebagai sindroma klinis akibat
ketidakmampuan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 366
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

metabolisme tubuh dengan berbagai etiologi, karakteristik gejala maupun


tanda. Pada gagal jantung terjadi hubungan kompleks antara sirkulasi,
neurohormonal dan abnormalitas tingkat molekuler, inflamasi, perubahan
biokimia pada miosit atau interstitial jantung (Park, 2010; Daphne et al.,
2009).

!.2.2 Etiologi

Perubahan struktur atau fungsi dari ventrikel kiri dapat menjadi


faktor predisposisi terjadinya gagal jantung pada seorang pasien, meskipun
etiologi gagal jantung pada pasien tanpa penurunan Ejection Fraction (EF)
berbeda dari gagal jantung dengan penurunan EF. Terdapat pertimbangan
terhadap etiologi dari kedua keadaan tersebut tumpang tindih. Penyakit
Jantung Koroner (PJK) menjadi penyebab predominan pada 60-75% pada
kasus gagal jantung pada pria dan wanita. Hipertensi memberi kontribusi
pada perkembangan penyakit gagal jantung pada 75% pasien, termasuk
pasien dengan PJK. Interaksi antara PJK dan hipertensi memperbesar risiko
pada gagal jantung, seperti pada diabetes mellitus.
Emboli paru dapat menyebabkan gagal jantung, karena pasien yang
tidak aktif secara fisik dengan curah jantung rendah mempunyai risiko
tinggi membentuk thrombus pada tungkai bawah atau panggul. Emboli paru
dapat berasal dari peningkatan lebih lanjut tekanan arteri pulmonalis yang
sebaliknya dapat mengakibatkan atau memperkuat kegagalan ventrikel.
Infeksi apapun dapat memicu gagal jantung, demam, takikardi dan
hipoksemia yang terjadi serta kebutuhan metabolik yang meningkat akan
memberi tambahan beban pada miokard yang sudah kelebihan beban
meskipun masih terkompensasi pada pasien dengan penyakit jantung
kronik. Gagal jantung yang dipengaruhi karena struktur jantung dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Gagal jantung dengan malformasi struktur
Malformasi jantung, shunt dari kiri ke kanan pada defek besar, sering
menyebabkan gagal jantung, akibat kelebihan volume pada ventrikel

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 367
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kiri. Total curah jantung meningkat sehingga aliran darah paru tidak
efektif melewati paru. Contohnya pada defek septum ventrikel dan
patent ductus arteriosus yang besar. Kelebihan volume pada jantung kiri
menyebabkan peningkatan tekanan pengisian jantung dan edema paru
(Mann et al., 2012).
b. Gagal jantung dengan bentuk dan struktur normal
Gagal jantung tanpa kelainan struktur seperti pada kardiomiopati primer
dapat dengan dilatasi, hipertropik, dan restriktif. Kardiomiopati
sekunder dapat berupa aritmia, iskemik, toksik, infiltrat dan infeksi.

1.2.3 Patofisiologi
Kemampuan jantung untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
tubuh dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: preload, afterload, kontraktilitas
miokardium, frekuensi denyut jantung.
1. Preload
Preload adalah beban volume dan tekanan yang diterima ventrikel kiri
pada akhir diastol. Preload ditentukan oleh tekanan pengisian ventrikel
dan jumlah darah yang kembali dari sistem vena ke jantung.
2. Afterload
Afterload yaitu tahanan total untuk melawan ejeksi ventrikel yang
merupakan keadaan beban sistolik. Apabila afterload meningkat maka
isi sekuncup dan curah jantung menurun, sebaliknya berkurangnya
afterload meningkatkan curah jantung.
3. Kontraktilitas miokardium
Kontraktilitas miokardium yaitu kemampuan intrinsik otot jantung
berkontraksi tanpa tergantung preload maupun afterload. Derajat
aktivitas serabut jantung ditentukan oleh kuantitas penyediaan ion
kalsium untuk protein kontraktil. Intensitas aktivitas miokardium sangat
menentukan kontraktilitas otot jantung. Perubahan kontraktilitas adalah
perubahan fungsi jantung yang tidak tergantung kepada variabilitas
preload maupun afterload.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 368
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

4. Frekuensi denyut jantung


Curah jantung adalah sama dengan isi sekuncup dikalikan dengan
frekuensi jantung. Oleh sebab itu, peningkatan frekuensi jantung akan
memperbesar curah jantung, namun frekuensi jantung yang terlalu
tinggi dapat mengakibatkan turunnya curah jantung (Braunwald et al.,
2012). Penurunan curah jantung berbahaya bagi organ vital tubuh. Maka
untuk mempertahankan perfusi ke organ vital seperti otak, ginjal dan
jantung, dibutuhkan mekanisme kompensasi yang melibatkan jantung,
dan sistem neurohormonal (Park et al., 2010).
a. Mekanisme kompensasi jantung
Mekanisme kompensasi jantung akibat penurunan curah jantung
yaitu, meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.
Miokardium berdilatasi untuk meningkatkan kontraksi dan
menghasilkan curah jantung optimal. Hal ini dikenal dengan mekanisme
Frank-Starling, kemampuan miokardium dioptimalkan sampai batas
maksimal dengan memperpanjang panjang awal otot jantung (filamen
aktin dan miosin) dan menambah elemen kontraktil untuk meningkatkan
kekuatan kontraksi miokardium. Pada gagal jantung akibat kelebihan
beban tekanan, terjadi hipertropi otot jantung di ventrikel sehingga
ruangan ventrikel kiri menjadi lebih kecil. Pada masa fetus, perubahan
ini tidak menyebabkan penurunan curah jantung karena masih
dikompensasi oleh ventrikel kanan. Setelah lahir terjadi perubahan
sistem sirkulasi, ventrikel kanan tidak dapat lagi mengkompensasi kerja
ventrikel kiri sehingga sirkulasi ke perifer menjadi tidak adekuat
(Bernstein, 2016).
b. Mekanisme kompensasi neurohormonal
Mekanisme kompensasi neurohormonal diperantarai oleh aktivitas
neurohormonal seperti sistem renin-angiotensin (RAAS) dan
simpatoadrenal. Penurunan curah jantung, menyebabkan terjadinya
penurunan perfusi ke ginjal dan stimulasi simpatik. Keadaan ini
merangsang aparatus juxtaglomerulus di ginjal untuk mensekresi renin

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 369
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

yang berfungsi mengubah angiotensinogen di hati menjadi angiotensin


I. Kemudian angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II di paru,
dengan bantuan angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II
berefek vasokontriksi (meningkatkan resistensi vaskuler),
meningkatkan absorbsi natrium di tubulus proximal, dan merangsang
kelenjar adrenal mengeluarkan aldosteron yang berfungsi untuk
meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus distal sehingga terjadi
retensi cairan dan natrium (Unger et al., 2004). Stimulasi sistem saraf
simpatis pada menyebabkan pengeluaran katekolamin yang
menimbulkan takikardi, dan meningkatkan kontraktilitas dari miokard.
Stimulasi simpatis ginjal juga dapat menyebabkan pelepasan arginine
vasopressin (AVP) dari hipofisis posterior secara non osmotik yang
akan mengurangi ekskresi air dan berperan terhadap penurunan
vasokontriksi perifer dan peningkatan produksi endotelin (Braunwald
et al., 2012). Selain aktivasi saraf simpatis dan RAAS, pada gagal
jantung, juga memproduksi hormon seperti insulin-like growth factor
dan growth hormon serta sekresi dari atrial natriuretic peptida (ANP)
dan B-type natriuretic peptida (BNP). ANP dan BNP adalah hormon
yang disekresikan jantung sebagai mekanisme pertahanan endogen
jantung untuk mencegah perburukan klinis gagal jantung. Secara akut
hormon tersebut menyebabkan vasodilatasi dan diuresis. Jangka
panjang mencegah inflamasi, fibrosis dan hipertropi jantung (Bernstein,
2016).
Mekanisme kompensasi diatas awalnya bermanfaat meningkatkan
curah jantung, namun bila dipakai secara maksimal, akhirnya curah
jantung tidak dapat ditingkatkan lagi. Efek jangka panjang dari aktivasi
RAAS berupa hipertropi ventrikel, peningkatkan kebutuhan oksigen
jantung, iskemia dan gangguan relaksasi. Angiotensin II dan aldosteron
juga berpengaruh terhadap respon inflamasi, dengan stimulasi produksi
sitokin yang mengaktivasi makrofag dan menstimulasi fibroblast di
miokardium. Retensi cairan akibat aktivasi RAAS dalam jangka

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 370
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

panjang, meningkatkan tekanan akhir diastolik. Awalnya proses ini


diharapkan meningkatkan curah jantung yang maksimal, namun pada
akhirnya menimbulkan gejala bendungan seperti dispnu, takikardi dan
hepatomegali. Peningkatan kontraktilitas jantung dan vasokontriksi
pembuluh darah dalam waktu lama akan berdampak pada penurunan
curah jantung yang akan merangsang kembali RAAS.

1.2.4 Klasifikasi Gagal Jantung


Klasifikasi menurut ACC/AHA Klasifikasi menurut NYHA
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk Pasien dengan penyakit jantung tetapi
berkembang menjadi gagal jantung. tidak ada pembatasan aktivitas fisik.
Tidak terdapat gangguan struktural Aktivitas fisik biasa tidak
atau fungsional jantung. menyebabkan kelelahan berlebihan,
palpitasi, dispnea atau nyeri angina.
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur Pasien dengan penyakit jantung dengan
jantung yang berhubungan dengan sedikit pembatasan aktivitas fisik.
perkembangan gagal jantung, tidak Merasa nyaman saat istirahat. Hasil
terdapat tanda dan gejala. aktivitas normal fisik kelelahan,
palpitasi, dispnea atau nyeri angina.
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simpatomatis Pasien dengan penyakit jantung yang
berhubungan dengan penyakir terdapat pembatasan aktivitas fisik.
structural jantung yang mendasari Merasa nyaman saat istirahat. Aktifitas
fisik ringan menyebabkan kelelahan,
palpitasi, dispnea atau nyeri angina.
Stadium D Kelas IV
Penyakit struktural jantung yang lanjut Pasien dengan penyakit jantung yang
serta gejala gagal jantung yang sangat mengakibatkan ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas fisik apapun tanpa

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 371
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

bermakna saat istirahat walaupun telah ketidaknyamanan. Gejala gagal jantung


mendapat terapi. dapat muncul bahkan pada saat
istirahat.

1.2.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala pada gagal jantung mencakup kelelahan,
intoleransi fisik, anoreksia, nyeri perut, sesak, dan batuk. Pada remaja
mungkin lebih mengeluhkan gejala abdomen dibandingkan gejala
pernapasan. Peningkatan tekanan vena sistemik dapat diukur dari tekanan
vena jugularis dan pembesaran hepar. Ortopnu dan ronki dibasal paru pada
gagal jantung cukup bervariasi. Kardiomegali hampir selalu ditemukan dan
didengar adanya gallop, murmur holosistolik pada regurgitasi katup
trikuspid dan mitralis (Berghman et al., 2011). Manifestasi klinis gagal
jantung menurut PERKI, 2015:
Gejala Tanda

Tipikal Spesifik
- Sesak nafas
- Peningkatan JVP
- Ortopneu
- Refluks hepatojugular
- Paroxysmal nocturnal dyspnoe
- Suara jantung S3 (gallop)
- Toleransi aktivitas yang berkurang
- Apex jantung bergeser ke lateral
- Cepat lelah
- Bising jantung
- Bengkak di pergelangan kaki
Kurang Tipikal Kurang Tipikal
- Edema perifer
- Batuk di malam/dini hari
- Krepitasi pulmonal
- Mengi
- Sura pekak di basal paru pada
- Berat badan bertambah >2
perkusi
kg/minggu
- Takikardi
- Perasaan kembung/begah
- Nadi ireguler
- Nafsu makan menurun
- Nafas cepat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 372
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Perasaan bingung (terutama pasien - Hepatomegali


geriatri) - Asites
- Depresi - Kaheksia
- Berdebar
- Pingsan
1.2.6 Penatalaksanaan
Tujuan tata laksana adalah untuk mengoreksi penyebab,
meningkatkan fungsi jantung, mengurangi angka kematian dan kesakitan
serta meningkatkan kualitas hidup (Daphne et al., 2009). Prinsip
pengobatan gagal jantung adalah penanganan suportif, obat-obatan dan
pembedahan. Penanganan suportif dilakukan berdasarkan keluhan. Sesak
diatasi dengan tirah baring dalam posisi setengah duduk, pemberian oksigen
secara nasal kanul atau masker, pengurangan jumlah cairan yang masuk
serta pemantauan imbang cairan ketat (McPhee et al., 2009). Obat
medikamentosa yang dibutuhkan adalah goloangan obat diuretik, inotropik
(digitalis, dopamin, dobutamin), dan golongan obat yang mengurangi
afterload.
1. Diuretik
Diuretik digunakan sebagai obat utama dalam gagal jantung. Fungsi
obat tersebut untuk mengontrol kongesti paru dan sistimik. Diuretik
dapat menurunkan preload dan gejala kongesti namun tidak dapat
meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas jantung (Park et al.,
2010). Terdapat tiga macam golongan diuretik yang sering digunakan
yaitu thiazid, furosemid dan spironolakton. Thiazid (chlorothiazide,
hydrochlorothiazide) bekerja di tubulus distal dan proksimal, memiliki
efek samping hipokalemia sehingga jarang digunakan. Diuretik kerja
cepat (furosemid) merupakan obat pilihan utama, bekerja di loop hanle,
efektif, aman, dan murah. Spironolakton bekerja di tubulus distal untuk
menghambat pertukaran natrium dan kalium serta mencegah
hipokalemia (Park et al., 2010).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 373
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. Digitalis (digoksin)
Digoksin bermanfaat sebagai inotropik; menambah kekuatan dan
kecepatan kontraksi ventrikel, mengurangi tonus simpatis, menurunkan
resistensi sistimik dengan vasodilatasi perifer, menurunkan frekuensi
denyut jantung dan juga mengaktivasi neurohormonal jantung (McPhee
et al., 2009). Dosis maksimal yang diberikan 30–40 mikrogram/kg/hari.
Dosis yang diberikan adalah 8–10 mikrogram/kg/hari diberikan peroral
dalam dua dosis. Apabila pemberian digitalis melebihi dosis yang
tersebut, akan menimbulkan gejala mual, muntah, bradikardi dan aritmia
(Sharma et al., 2003).
3. Dopamin
Dopamin merupakan prekursor katekolamin dari epinefrin. Pada dosis
rendah, yakni 2,5 μg/kgBB/menit dopamin berpengaruh meningkatkan
aliran darah ginjal, sehingga menambah ekskresi air dan garam. Pada
dosis 10-20 μg/kgBB/rnenit dopamin terutama mempunyai efek
inotropik, namun sering menimbulkan gangguan irama jantung
(Babaev, 2005).
4. Vasodilator
Obat vasodilator dapat menurunkan tahanan vaskular sistemik dengan
mengurangi afterload dan menurunkan preload. Menurut tempat
kerjanya vasodilator dikelompokkan sebagai vasodilator arteri
(hidralazin), vasodilator vena (nitrat) atau kombinasi vasodilator arteri
dan vena misalnya nitropruside, prazosin dan kaptopril. Vasodilator
yang bekerja langsung contohnya sodium nitroprusid, nitrat, minoksidil
dan hidralazin. Sedangkan contoh vasodilator tidak langsung adalah
penyekat alfaadrenergik (prazosin), antagonis kalsium (nifedipine) dan
inhibitor ACE misalnya kaptopril (Silbernagl, 2000).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 374
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Manajemen terapi untuk gagal jantung (Lyrawati, 2016).

1.3 Tinjauan Hipertensi


1.3.1 Definisi
Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi merupakan
peningkatan tekanan darah sistolik di atas batas normal yaitu lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (WHO, 2013; Ferri,
2017). Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu jenis
penyakit yang mematikan di dunia dan faktor risiko paling utama terjadinya
hipertensi yaitu faktor usia sehingga tidak heran penyakit hipertensi sering
dijumpai pada usia senja/ usia lanjut (Fauzi, 2014), sedangkan menurut
Setiati (2015), hipertensi merupakan tanda klinis ketidakseimbangan
hemodinamik suatu sistem kardiovaskular, di mana penyebab terjadinya
disebabkan oleh beberapa faktor/ multi faktor sehingga tidak bisa
terdiagnosis dengan hanya satu faktor tunggal (Setiati, 2015).

1.3.2 Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang
beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan
persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai
hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 375
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi,


hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial
(Dosch, 2001 dalam DEPKES, 2006).
1. Hipertensi primer (esensial)
Lebih dari 90% individu dengan hipertensi terkena hipertensi esensial.
Berbagai mekanisme terjadinya hipertensi esensial telah diidentifikasi
dimana hal tersebut dapat berpotensi memberikan kontribusi terhadap
patogenesis dari penyakit hipertensi. Faktor genetik dapat memberikan
peran penting dalam berkembangnya hipertensi esensial. Beberapa sifat
genetik dapat menyebabkan terjadinya hipertensi dengan mempengaruhi
keseimbangan natrium, selain itu mutasi genetik juga dapat merubah
ekskresi kalikrein (enzim protease yang berperan dalam pembentukan
bradikinin), pelepasan nitrit oksida, dan ekskresi aldosteron,
angiotensinogen, dan steroid adrenal lainnya (Dipiro et al., 2008).
2. Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% pasien hipertensi merupakan pasien hipertensi
sekunder dimana pasien tersebut mengalami peningkatan tekanan darah
karena penyakit komorbid seperti gangguan ginjal, penyakit tiroid atau
paratiroid, primary aldosteronism dan kondisi pre-eklamsia pada
kehamilan. Obat- obatan tertentu juga dapat menyebabkan hipertensi
sekunder dan dapat memperburuk hipertensi dengan memicu peningkatan
tekanan darah seperti obat golongan imunosupresan, kortikosteroid, dan
dekongestan. Sebagian besar pada kasus hipertensi sekunder, disfungsi
ginjal akibat penyakit ginjal kronis parah atau penyakit renovaskular
merupakan penyebab yang sering ditemukan dalam hipertensi sekunder.
Pada hipertensi sekunder, langkah pertama dalam manajemennya adalah
dengan mengatasi penyebab hipertensi dan penyakit komorbid yang sudah
teridentifikasi (Dipiro et al., 2008).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 376
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.3 Patofisiologi
a) Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
RAAS merupakan sistem yang cukup banyak terhadap pengaruh
tekanan darah. RAAS meregulasi kalium, natrium dan keseimbangan
cairan. Sistem ini secara signifikan mempengaruhi tonus vaskular dan
aktivitas sistem simpatik dan sangat mempengaruhi regulasi homeostasis
tekanan darah (Saseen dan Maclaughlin, 2009).
Selain itu aktivasi RAAS menyebabkan terhambatnya pembentukan
agen vasodilator seperti prostaglandin dan nitrat oksida sehingga memicu
terjadinya vasokontriksi yang kemudian menyebabkan peningkatan tekanan
darah. Aktivasi RAAS juga akan menghasilkan angiotensin yang kemudian
berubah menjadi agen vasokonstriktor yang menyebabkan vasokontriksi
dan peningkatan tekanan darah (White, 2007).
b) Mekanisme Endotel Pembuluh Darah
Endotelium pembuluh darah dan otot polos memiliki peran yang penting
dalam meregulasi tekanan darah. Regulasi tekanan darah dipengaruhi oleh
adanya substansi vasoaktif yang dihasilkan oleh sel endothelium pembuluh
darah. Dalam keadaan kekurangan agen vasodilatasi (prostasiklin dan
bradikinin) dan kelebihan agen vasokontriksi seperti angiotensin II dan
endotelin I dapat berkontribusi dalam menyebabkan hipertensi essensial,
aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular lainnya (Sassen dan
Maclaughlin, 2009).
Sel endotel juga memproduksi nitrat oksida yang dapat menjadi suatu
vasodilator yang poten. Sistem nitrat oksida ini merupakan regulator yang
penting pada tekanan darah arterial. Kurangnya nitrat oksida pada pembuluh
darah dapat berakibat pada tidak adekuatnya suatu vasodilatsi, sehingga hal
tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya hipertensi (Sassen dan
Maclaughlin, 2009).
c) Mekanisme Neuronal
Mekanisme neuronal bertujuan untuk mengatur tekanan darah dan
mempertahankan homeostasis. Gangguan patologis dari salah satu

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 377
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

komponen utama ke empat (serat saraf otonom, reseptor adrenergik,


baroreseptor, atau sistem saraf pusat) dapat menyebabkan tekanan darah
yang tinggi. Sistem ini secara fisiologis saling terkait. Sebuah kegagalan
dalam satu komponen dapat mengubag fungsi normal pada tempat lain, dan
kelainan kumulatif tersebut dapat menjelaskan perkembangan hipertensi
essensial (Dipiro et al., 2008).
d) Respon Pembuluh Darah
Perangsang sistem saraf simpatis tidak langsung dapat menyebabkan
aktivasi saraf dari pembuluh darah dan jantung, tetapi juga menyebabkan
pelepasan noneprinefrin dan epinefrin oleh medula adrenal ke dalam
peredaran darah. Kedua hormon tersebut beredar ke semua bagian tubuh dan
pada dasarnya menyebabkan efek pada sistem sirkulasi yang sama seperti
perangsang simpatis secara langsung. Kedua hormon tersebut merangsang
kerja jantung lebih berat dan menyebabkan penyempitan pada pembuluh
darah. Dan jika hal ini terjadi secara terus- menerus maka akan
menyebabkan terjadinya hipertensi (Ganiswara, 2007).
e) Hormon Natriuretic
Hormon Natriuretic menghambat natrium dan kalium-adenosine
triphosphat sehingga mengganggu transportasi natrium di membran sel.
Gangguan kemampuan ginjal untuk mengekspresikan natrium dapat
menyebabkan peningkatan volume darah. Secara teoritis, tubuh akan
melakukan kompensasi dengan melepaskan hormon natriuretik
sehingga dapat meningkatkan ekskresi natrium dan air. Namun, hormon
ini diduga dapat menghambat aktivasi transportasi natrium keluar dari
sel otot polos arteriol dan meningkatkan konsentrasi natrium di
intraseluler sehingga menyebabkan peningkatan tonus pembuluh darah
dan tekanan darah (Dipiro et al., 2008).
f) Elektrolit dan senyawa kimia lain
1. Natrium
Mekanisme dari kelebihan natrium yang dapat menyebabkan
hipertensi tidak diketahui. Namun, hal ini dapat dihubungkan dengan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 378
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

peningkatan hormon natriuretic di dalam tubuh yang akan


menghambat transportasi natrium intraseluler menyebabkan
reaktivitas pembuluh darah meningkat daan peningkatan tekanan
darah (Dipiro et al., 2008).
2. Kalium
Fluktuasi kalium dalam menyebabkan hipertensi juga tidak dapat
diketahui secara jelas. Deplesi kalium dapat meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer, tetapi perubahan serum konsentrasi kalium
yang kecil tidak berpengaruh secara jelas dalam menyebabkan
hipertensi (Dipiro et al., 2008).
3. Kalsium
Homeostasis kalsium juga diduga berperan penting dalam
patogenesis hipertensi. Berkurangnya diet kalsium secara hipotesis
dapat mengganggu keseimbangan antara kalsium intraseluler dan
ekstraseluler, yang mengakibatkan peningkatan konsentrasi kalsium
intraseluler. Ketidak seimbangan ini dapat mengubah fungsi otot
polos vaskuler dengan meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer (Dipiro et al., 2008).

1.3.4 Manifestasi Klinis


Hipertensi sulit dideteksi oleh seseorang sebab hipertensi tidak memiliki
tanda/ gejala khusus. Gejala-gejala yang mudah untuk diamati seperti terjadi
pada gejala ringan yaitu pusing atau sakit kepala, cemas, wajah tampak
kemerahan, tengkuk terasa pegal, cepat marah, telinga berdengung, sulit
tidur, sesak napas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-
kunang, mimisan (keluar darah di hidung) (Fauzi, 2014; Ignatavicius,
Workman, & Rebar, 2017). Selain itu, hipertensi memiliki tanda klinis yang
dapat terjadi, diantaranya adalah (Smeltzer, 2013):
a. Pemeriksaan fisik dapat mendeteksi bahwa tidak ada abnormalitas lain
selain tekanan darah tinggi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 379
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

b. Perubahan yang terjadi pada retina disertai hemoragi, eksudat,


penyempitan arteriol, dan bintik katun-wol (cotton-wool spots)
(infarksio kecil), dan papiledema bisa terlihat pada penderita hipertensi
berat.
c. Gejala biasanya mengindikasikan kerusakan vaskular yang saling
berhubungan dengan sistem organ yang dialiri pembuluh darah yang
terganggu.
d. Dampak yang sering terjadi yaitu penyakit arteri koroner dengan angina
atau infark miokardium.
e. Terjadi Hipertrofi ventrikel kiri dan selanjutnya akan terjadi gagal
jantung.
f. Perubahan patologis bisa terjadi di ginjal (nokturia, peningkatan BUN,
serta kadar kreatinin).
g. Terjadi gangguan serebrovaskular (stroke atau Transcient Ischemic
Attack (TIA)).

1.3.5 Klasifikasi

Menurut American Heart Association, dan Joint National Comitte VIII


(AHA & JNC VIII, 2014), klasifikasi hipertensi yaitu:

Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah


(mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Pre hipertensi 120 – 139 80 – 89

Stage 1 140 – 159 90 - 99

Stage 2 > 160 ≥ 100

Hipertensi Krisis > 180 > 110

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 380
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Berikut kategori tekanan darah menurut Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia (2016):

Tabel 1.2 Kategori Tekanan Darah

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah


(mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal 120 – 139 80 – 89

Normal tinggi 130 – 139 89

Hipertensi derajat 1 140 – 149 90 – 99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

Hipertensi derajat 3 ≥ 180 > 110

1.3.6 Penatalaksanaan
a. Diuretik
Mekanisme kerja dari diuretik ini adalah menurunkan tekanan darah
dengan cara menghambat reabsorbsi natrium dan cairan dari tubulus
ginjal. Hal ini akan menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh
darah perifer. Namun pembuluh darah perifer akan kembali normal
ketika cardiac output pun berangsur normal (Muliawan, 2008). Contoh
dari antihipertensi golongan diuretik adalah Furosemide,
Hydrochlorothiazide, Bumetanide, Amiloride, dan Chlorothiazide
(Muliawan, 2008).
b. Angiotensin Convertase Enzyme Inhibitor (ACEI)
Mekanisme dari ACEI yaitu dengan menghambat Angiotensin
Convertase Enzyme sehingga tidak terjadi pembentukan Angiotensin II
dari Angiotensin I. Akibatnya tidak terjadi peningkatan tekanan darah
akibat penghambatan sekresi aldoseton dan penghambatan aktivasi
simpatik serta terjadi vasodilatasi. Efek samping yang ditimbulkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 381
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

akibat pemakaian ACEI adalah batuk kering akibat peningkatan atau


akumulasi bradikinin (Chisholm, et al. 2008).
Contoh obat golongan ACEI yaitu captropil, lisinopril dan ramipril.
Kontraindikasi dari obat ini yaitu kehamilan trisemester ke 2 dan 3.
Indikasi untuk obat ini yaitu hipertensi, nefropati diabetes melitus dan
gagal jantung kronil. Obat ini dapat berinteraksi dengan obat diuretik
hemat kalium, antasidan dan NSAID. Dosis captopril 3-6 kali sehari
dengan dosis 25 mg/hari, ramipril initial dose 25 mg/hari dan
maintenance 2,5-5 mg/hari (Muliawan, 2008).
c. Penyekat Reseptor Beta Adrenergik (Beta Blocker)
Antihipertensi golongan penyekat reseptor beta adrenergik
mempunyai 3 mekanisme yang dapat mengakibatkan penurunan
tekanan darah. Mekanisme yang dimiliki sebagai berikut (Muliawan,
2008):
1. Terjadi penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas
miokard sehingga menurunkan curah jantung.
2. Terjadi hambatan sekresi renin di sel jukstaglomerular ginjal
dengan akibat penurunan Angiotensin II.
3. Mekanisme yang dapat berefek sentral yaitu mempengaruhi
aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sentifitas baroreseptor, dan
peningkatan biosintesis prostasiklin (prostaglandin yang berasal
dari asam arakidonat, dikatalisir oleh enzim siklooksigenase).
Contoh dari antihipertensi golongan beta blocker ini adalah Bisoprolol,
Propanolol, Metoprolol, Atenolol, dan Labetalol (Muliawan, 2008).
d. Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)
Mekanisme kerja dari ARB yaitu dengan menghambat reseptor
angiotensin 2 subtype 1 yang memediasi efek angiotensin 2 diantaranya
adalah vasokontriksi, aktivasi simpatik dan release aldosteron
(Chisholm, et al. 2008). Efek samping dari ARB yaitu insufisiensi renal,
hiperkalemia, ortostatik, hipotensi. ARB dapat dgunakan sebagai
pengganti ACEI jika pasien tidak dapat mentolerir efek samping ACEI

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 382
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

yaitu batuk kering karena ARB tidak menghambat degradasi bradikinin


(Chisholm, et al. 2008).
Contoh obat golongan ARB yaitu losartan (angioten, lifezar,
losartan), alsartan (diovan). Mekanisme kerja obat ini yaitu dengan
menghambat secara selektif reseptor AT1 terutama yang berada di otot
polos pembuluh darah dan otot jantung, menghambat semua efek
angiotensin II seperti vasokontriksi, sekresi aldosteron. Ransangan
saraf simpatis. Kontraindikasi dari obat ini yaitu pada wanita hamil, ibu
menyusui, gangguan ginjal. Efek sampingnya yaitu hipotensi, fungsi
ginjal menurun, hiperkalemia. Dapat berinteraksi dengan NSAID
karena NSAID dapat meretensi air dan garam sehingga menurunkan
efek antihipertensi. Dosis losartan 25-100 mg/hari satu sampai dua kali
sehari (Muliawan, 2008).
e. Calcium Chanel Blocker (CCB)
Mekanisme kerja dari CCB yaitu menghambat influx kalsium
melewati sel membran pada otot polos pembuluh koroner dan
miokardium sehingga dapat menurunkan kontraktilitas jantung dan
memacu vasodilatasi. Terdapat 2 jenis obat antihipertensi golongan
CCB yaitu dihidropiridin memiliki efek inotropik dan kronotropik
negatif sehingga dapat menurunkan heart rate dan konduksi nodus
atrioventricular (Dipiro et al, 2008).
Contoh obat golongan CCB yaitu amlodipin, nifedipine. Obat ini
menghambat influx kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan
miokard terutama menimbulkan relaksasi arteriol. Dosis nifedipine
yaitu 3-4 kali 10 mg/hari, 1 kali 30-60 mg/hari (Muliawan, 2008).
Algoritma penatalaksanaan terapi hipertensi berdasarkan JNC 8, 2014
adalah sebagai berikut:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 383
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

` Gambar 2.1 Tatalaksana Terapi Antihipertensi (JNC 8, 2014)

1.4 Tinjauan Pneumonia


1.4.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), tidak termasuk yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. (PDPI, 2014). Sesuai hasil
Riskesdas 2013, period prevalence pneumonia berdasarkan diagnosa/gejala
di Indonesia adalah 1,8%. Terdapat 11 Provinsi dengan persentase kejadian
pneumonia yang tinggi yakni 33,3%. Insiden pneumonia pada anak < 5
tahun di negara maju adalah 2 – 4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di
negara berkembang 10 – 20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia merupakan
penyebab > 5 juta kematian pada anak balita di negara berkembang .

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 384
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.4.2 Etiologi
.Data dari beberapa rumah sakit di Indonesia tahun 2012
menunjukkan bahwa penyebab terbanyak pneumonia adalah bakteri gram
negatif seperti Klebsiella pneumoniae, Accinetobacter baumanii, dan
Pseudomonas aerunosa. Sedangkan bakteri gram positif seperti
Streptococcus pneumoniae, Streptococcus aureus ditemukan dalam jumlah
sedikit (PDPI, 2014).
Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi adalah:
▪ Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia) adalah
pneumonia infeksius dari lingkungan/komunitas sekitar pasien
▪ Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia) adalah
pneumonia yang diperoleh selama perawatan di rumah sakit atau
sesudahnya karena penyakit lain atau prosedur.
▪ Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari
lambung, baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada
paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena
bahan yang teraspirasi mungkin mengandung bakteri anaerobik atau
penyebab lain dari pneumonia.
▪ Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia
yang terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.

1.4.3 Patofisiologi
Proses terjadinya pneumonia dapat terjadi karena masuknya bakteri
atau patogen yang berasal dari udara baik secara inhalasi, aspirasi, ataupun
karena tirah baring dalam waktu yang lama. Patogen yang masuk ke dalam
saluran pernapasan kemudian berkembang dan menyebabkan peradangan
alveolus sehingga penderita dapat mengalami nyeri dada dan demam. Pada
alveoli akan terbentuk eksudat yang menyebabkan produksi sputum
menjadi meningkat dan pembersihan jalan napas tidak teratur. Hal ini
menyebabkan hipoksemia sehingga jaringan paru-paru menjadi rusak
(Dipiro et al., 2015).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 385
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.1 Patofisiologi Pneumonia (Dipiro et al., 2015)

1.4.4 Manifestasi Klinis


Pneumonia menimbulkan gejala demam yang mendadak, menggigil,
dispnea atau sesak nafas, batuk produktif, sputum berwarna coklat karena
mengandung darah, dan nyeri dada. Apabila dilakukan pemeriksaan fisik
dapat diketahui terjadi takikardi, retraksi pada dada, terdengar dengkuran
saat bernafas. Kejang dapat disebabkan oleh sepsis dan kekurangan oksigen
di otak. Dari pemeriksaan radiografi pada daerah dada terlihat adanya
segmen-segmen infiltrat dan pada uji laboratorium didapatkan hasil lab
dimana kadar leukosit tinggi dan didominasi oleh keberadaan sel
polimorfonuklear serta terjadinya penurunan saturasi oksigen (Dipiro,
2015).

1.4.5 Diagnosa
Berdasarkan Lutfiya (2010) Pemeriksaan penunjang untuk
pneumonia antara lain sebagai berikut :
a. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) Gambaran
radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 386
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran


kavitas.
b. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul,
Leukosit polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula
ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan
LED meningkat.
c. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah
untuk mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi
antigen polisakarida pneumokokkus..
d. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan
parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut
menunjukkan asidosis respiratorik.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 387
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.4.6 Tatalaksana

Gambar 1.2 Tatalaksana Pneumonia Komunitas (PDPI, 2013)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 388
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.3. Terapi CAP (PDPI, 2003)

Gambar 1.4 Terapi CAP (PPAM RSSA, 2019)

Berdasarkan PPAM RSSA, lini pertama terapi pneumonia adalah golongan


fluorokuinolon yaitu levofloxacin PO 500mg/hari atau IV 750mg/hari. Pada
umumnya terapi untuk CAP diberikan selama 1-2 minggu. Cefoperazone IV 1
gram/hr diberikan pada pasien CAP yang mengalami gangguan ginjal. Pemilihan
antibiotika pada pasien pneumonia tergantung kepada jenis pneumonia, berat
ringannya pneumonia, dan ada/tidaknya faktor modifikasi. Umumnya besarnya
dosis yang diberikan disesuaikan dengan fungsi ginjal pasien. Dosis antibiotika
berdasarkan fungsi ginjal dijabarkan pada gambar di bawah ini.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 389
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 4. Dosis Antibiotika berdasarkan Fungsi Ginjal (Mulyana, 2019)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 390
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II

PROFIL PASIEN

2.1. Profil Pasien


Nama/ Jenis kelamin : Ny. C
Umur/ BB/ TB : 64 tahun/70kg
Alamat : Pasuruan
MRS/KRS : 12 Maret 2020
Status pasien : BPJS
Dokter : dr. XXX
Farmasis : Linda Prabawati, S.Farm.Apt.
Alergi : -
Keluhan utama : Sesak napas, lemas, kaki bengkak,
pusing berputar, terkadang nyeri dada
dan batuk
Riwayat kesehatan : Penyakit jantung dan DM Tipe 2 (tidak
rutin kontrol) sejak 5 tahun
Riwayat pengobatan : Metformin
Kapsul Garcia

Diagnosa Awal : CKD Stage 5


Diagnosis akhir : - CKD Stage 5 newly diagnosed
- Efusi Pleura (dextra)
- HF Stage C FC IV
- HT Uncontrolled
- DM Tipe 2
- Pneumonia CAP
- Anemia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 391
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2. Data Klinis Pasien

Nilai Tanggal
Parameter
Normal
13/3 14/3 15/3 16/3
150/60 130/70 140/70 120/60
TD 120/180
86 88 91 61
Nadi 80
22 18 20 28
RR 18-20
36.3 36.9 37.2 36.8
Suhu 37±0,5oC

Nilai Tanggal
Parameter
Normal
13/3 14/3 15/3 16/3
+ + + +
Sesak -
Kaki +
-
bengkak
+ + + +
Nyeri dada -
2.3. Data Laboratorium

Tanggal
Urinalisis Nilai Normal
12/3
Kekeruhan Jernih

Warna Kuning

pH 4.5 – 8 5.5

Berat jenis 1.005 – 1.030 1.025

Glukosa Negatif -

Protein Negatif +2
Keton Negatif -

Bilirubin Negatif -

Urobilinogen <17 3.2

Nitrit Negatif -

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 392
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Leukosit Negatif Trace

Darah Negatif +1

10x

Epitel ≤3 6.9

Silinder

40x

Eritrosit ≤3 1.4

Eumorfik -

Dismorfik -

Leukosit ≤5 4.0

Kristal

Bakteri ≤ 93 7640.2

Tanggal
Hematologi: Nilai Normal
16/3 17/3

Hb Wn : 12-16 g/dL 7.30 9.50

RBC (Eritrosit) 4,0-5,0 X 106/µl 2.78 3.54

WBC (Leukosit) 4.7 – 11.3 x103/µl 11.19 10.70

Hematokrit 38 -42% 22.40 27.80

Trombosit 170-380x103/Mm3 166 184

MCV 80,0-93,0 Fl 80.60 78.50

MCH 27-31pg 26.30 26.80

MCHC 32-36 g/dL 32.60 34.20

RDW 11,5 – 14,5 % 15.00 15.20

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 393
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

PDW 9-13 FL 12.7 15.9

MPV 7,2-11,1fl 11.1 12.4

P-CLR 15 -25 % 33.8 44.1

PCT 0,15 – 0,4 % 0.18 0.23

NRBC abs 103/µL 0.01 0.00

NRBC % % 0.1 0.0

Analisis gas darah: Nilai Normal 12/3 13/3

pH 7,35-7,45 7.34 7.38

pCO2 35-45 mmHg 39.8 34.8

pO2 80-107 mmHg 44.8 58.5

HCO3 21-25 Mmol/L 21.4 20.7

BE -3,5 -+2,0 Mmol/L -4.6 -4.7

Saturasi O2 >95% 77.8 89.6

Hb g/dL 8.4 8.4


Elektronik serum :

Na 136-145 133

K 3,5-5 5.31

Cl 98-106 108

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 394
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Faal Hati

Albumin 3.5-5 g/dL 3.15

HbsAg S/CO : <1 Non reaktif

Anti HCV S/CO : <1 Non reaktif

Metabolisme Karbohidrat

GDS 60-100 mg/dL 111

POCT 115 (05:03)


147 (09:41)
112 (23:18)
Faal Ginjal

Ureum 16,6-48,5 170.8 100.6

Kreatinin <1,2 5.18 2.64

eGFR 8.144 18.396

Kimia Klinik

Besi (Fe) 49-151 µg/dL 20

TIBC 250-350 µg/dL 137

Saturasi 16-45% 15
transferin
Elektrolit

Ca (kalsium) 7.6-11.0 mg/dL 8.4

Phospor 2.7-4.5 µg/dL 5.0

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 395
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4. Profil Terapi Pasien


Tabel 2.4 Tabel profil terapi pasien

Tanggal
Obat Rute Dosis
13/3 14/3 15/3 16/3 17/3

O2 NRBM nasal 8-10 lpm v v v v v


Cefoperazone i.v 2 dd 1 gram v v v v v
i.v 3 dd 40 mg v // v
Furosemide
drip 10 mg/jam // v v 20 mg/jam 20 mg/jam
Amlodipine p.o 1 dd 10 mg v v v v v
Clonidine p.o 3 dd 0.15 mg v v v v v
ISDN p.o 3 dd 5 mg v v v v v
N-Acetylsisteine p.o 3 dd 200 mg v v v v v
Ventolin nasal / 8 jam v //
Combivent nasal / 8 jam // v v //
Ventolin : Combivent : NAC nasal / 8 jam // v v
Sulfate Ferrous p.o 3 dd tab // v v
Transfusi PRC i.V 2 labu // v

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 396
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5. Analisis Problem Medis Pasien dan DRP


1. CKD Stage V + HF Stage C fc IV + HT
Subjective Objective Assessment Planning
Edema TD: Furosemide METO:
paru (+) 150/60 mmHg ▪ Indikasi : Bengkak pada kaki,
Kaki RR : Terapi diuretic untuk TD, RR, gejala
bengkak 22 ×/menit mengatasi kondisi edema sesak karena edema
(+) SpO2 : 98% ▪ Mekanisme : paru
Na : Menghambat reabsorbsi Na+ MESO:
133 mmol/L dan Cl- di tubulus proksimal hiponatremia,
K: loop of henle dan hipokalemia, &
5.31mmol/L meningkatkanpengeluaran hipokloremia
Cl : air, natrium, dan klorida.
108 mmol/L ▪ Dosis literatur (iv):
20-40 mg/hari. Dapat
dititrasi sampai 600 mg/hari
pada kondisi severe (AHFS,
2011)
▪ Dosis pasien:
3 dd 40 mg → dosis sesuai
▪ ESO :
Ketidakseimbangan
elektrolit (hiponatremia,
hipokalemia, hipokloremia).
Amlodipine METO:
▪ Indikasi : antihipertensi dan Tekanan darah
vasodilator (golongan MESO:
CCB) Gejala pusing,
▪ Mekanisme : menghambat lemah
influx/ masuknya kalsium
sepanjang membrane sel,
memberikan efek
vasodilatasi pada pembuluh
darah koroner sehingga
menurunkan gejala angina,
memperbaiki fungsi
jantung, dan mengontrol
tekanan darah
▪ Dosis literatur: 5-10
mg/hari (AHFS, 2011)
▪ Dosis pasien : 10 mg/hari →
dosis sesuai
▪ ESO : pusing (7.3%), lemah
(4.5
ISDN METO:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 397
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

▪ Indikasi : Tidak ada nyeri


Nyeri dada akibat iskemik dada
miokard (> 5 menit) MESO:
▪ Mekanisme : Hipotensi ortostatik
Menstimulasi pelepasan → beresiko jatuh
nitrit oksida dari
endothelium sehingga
menyebabkan vasodilatasi
vena dan arteri (DIH, 2015)
▪ Dosis literature :
3 x 5 mg (terapi jangka
panjang)
▪ Dosis pasien :
3 x 5 mg
▪ ESO :
hipotensi ortostatik

Clonidine METO:
▪ Indikasi : Tekanan darah
Antihipertensi MESO:
▪ Mekanisme : Mulut kering
Bekerja pada reseptor alfa-2
adenoreceptor di SSP dengan
efek penurunan aliran
simpatis. Efek hipotensif
klonidin terjadi karena
penurunan resistensi perifer
dan curah jantung.
▪ Dosis literature :
3 x 50-100 mcg
▪ Dosis pasien :
3 dd 0.15 mg
▪ ESO :
Mulut kering (40%)
▪ Keterangan :
Clonidine diberikan setiap 8
jam untuk mencegah
terjadinya rebound
hypertension.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 398
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. Pneumonia CAP
Subjective Objective Assessment Planning
Sesak (+) TD : Cefoperazone METO:
Batuk 150/60 mmHg ▪ Indikasi : Tekanan darah
berdahak RR : Terapi antibiotik untuk MESO:
(+) 22 ×/menit infeksi saluran atas dan Gejala pusing,
SpO2 : 98% bawah (pada pasien: lemah
Suhu : 36,3 pneumonia) dengan
gangguan fungsi ginjal
▪ Mekanisme :
Golongan sefalosporin
generasi ketiga yang merusak
dinding sel bekteri dengan
cara berikatan dengan
penicillin binding protein
▪ Dosis literatur:
1 gram tiap 12 jam (PPAM
RSSA, 2019)
▪ Dosis pasien :
2 dd 1 gram → dosis sesuai
Ventolin Nebul METO:
(Salbutamol 2,5mg) Batuk berdahak,,
▪ Indikasi : RR, gejala sesak
Mengatasi sesak karena edema paru,
▪ Mekanisme : SpO2, nyeri dada.
Salbutamol bekerja pada MESO:
reseptor beta 2 menyebabkan Hipokalemia,
relaksasi otot bronkus. bronkhitis
▪ Dosis literatur :
1,25-5mg tiap 4-8 jam
▪ Dosis pasien:
3 dd 2,5 sesuai
▪ ESO :
hipokalemia, bronkhitis
Combivent 2,5ml METO:
(Salbutamol 3,01mg + Batuk berdahak,,
Ipratropium bromida 0,52mg) RR, gejala sesak
▪ Indikasi : karena edema paru,
Mengatasi sesak SpO2, nyeri dada.
▪ Mekanisme : MESO:
Salbutamol bekerja pada Hipokalemia,
reseptor beta 2 menyebabkan bronkhitis
relaksasi otot bronkus.
Ipratropium bromida
memblok asetikolin pada sisi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 399
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

parasimpatis otot polos


bronkus, menyebabkan
bronkodilatasi.
▪ Dosis literatur :
3 ml 4-6 kali/hari
▪ Dosis pasien:
3 dd 2,5ml
▪ ESO :
hipokalemia, bronkhitis
NAC METO:
▪ Indikasi : Batuk berdahak
mengatasi batuk berdahak teratasi
▪ Mekanisme : MESO:
agen mukolitik, membuka Gejala
ikatan disulfide pada bronkokonstriksi
mukoprotein dan seperti batuk, sesak,
menurunkan viskositas sakit di dada
mukus
▪ Dosis literature :
600 mg/hari dalam 3 dosis
terbagi (AHFS, 2011)
▪ Dosis pasien :
3 x 200 mg → dosis sesuai
▪ ESO :
bronkokonstriksi,
brokospasme

3. Anemia
Subjective Objective Assessment Planning
Pucat (+) Hb: 8.4 g/dL Ferrous Sulfate METO:
Anemis Fe: 20 µg/dL ▪ Indikasi : Bengkak pada kaki,
conjungtiva Mengatasi anemia karena TD, RR, gejala
(+) defisiensi Fe sesak karena edema
▪ Mekanisme : paru
Menggantikan MESO:
penyimpanan zat besi yang hiponatremia,
ditemukan di hemoglobin, hipokalemia, &
mioglobin dan enzim serta hipokloremia
mengikat oksigen melalui
hemoglobin
▪ Dosis literature : 100-200
mg tiap 12 jam
▪ Dosis pasien : 3 dd 100 mg
p.o
▪ ESO : konstipasi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 400
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Transfusi Packed Red Cells METO:


▪ Indikasi : mengatasi Kondisi umum
anemia pasien, lemas (-),
▪ Dosis pasien : 2 labu / pucat (-),
hari hematologi pasien
▪ ESO : reaksi (kadar Hb, eritrosit,
hipersensitivitas, hematokrit)
kontaminasi bakteri MESO:
Hipersensitivitas (-)

Drug Related Problem


NO JENIS DRP ASUHAN KEFARMASIAN
1. DUPLIKASI TERAPI Rekomendasi untuk menggunakan
Pemilihan obat untuk mengatasi sesak salah satu jenis obat untuk
(Combivent : Ventolin : NAC) diberikan secara nebul (Combivent
saja). NAC sudah tercover secara
per oral
2. ADA INDIKASI, TIDAK ADA Rekomendasi pemberian CaCO3,
TERAPI akan tetapi kalsium karbonat tidak
Pasien mengalami hiperfosfatemia tercover BPJS. Sehingga,
(Fosfat → 5.0) diberikan Kalk dengan dosis 3 x
500 mg

3. PEMILIHAN OBAT Terapi antihipertensi lini pertama


Pemilihan obat untuk antihipertensi pada pasien CKD adalah
ACEI/ARB karena memiliki efek
renoprotektif. Rekomendasi :
Captopril 25-150 mg tiap 8-12 jam
(AHFS, 2011)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 401
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien C (64 tahun) dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful
Anwar Malang pada tanggal 12 Maret - 18 Maret 2020. Pasien datang dengan
keluhan sesak napas, lemas, kaki bengkak, pusing berputar, terkadang nyeri dada
bila batuk. Tidak ada riwayat alergi obat maupun makanan. Pasien diketahi memilii
riwayat DM Tipe 2 dan penyakit jantung sejak 5 tahun dan tidak rutin kontrol.
Riwayat pengobatan pasien mengkonsumsi metformin dan obat herbal yaitu kapsul
garcia. Diagnosa akhir pasien yaitu CKD Stage 5, HF Stage C fc IV, Hipertensi,
DM Tipe 2, dan Pneumonia CAP.
Penatalaksanaan untuk kondisi gagal ginjal kronis pada tahap akhir atau
ESRD (End Stage Renal Disease) adalah hemodialisis. Hemodialisis adalah dialisis
yang dilakukan diluar tubuh yang biasa disebut cuci darah atau pembersihan darah
dengan menggunakan mesin atau ginjal buatan, dari zat-zat yang konsentrasinya
berlebihan di dalam tubuh. Zat-zat tersebut dapat berupa zat yang terlarut dalam
darah, seperti toksin ureum dan kalium atau zat pelarutnya yaitu air atau serum
darah. Tujuan dilakukan terapi hemodialisis yaitu untuk menurunkan kreatinin dan
zat toksik yang lainnya dalam darah. Saat proses analisa, pasien belum melakukan
hemodialisis. Terapi yang diterima pasien untuk mengatasi kondisi ini antara lain
furosemide, amlodipine, ISDN, dan clonidine karena pasien juga didiagnosa
mengalami heart failure stage C fc IV. Menurut American Heart Association
(AHA), gagal jantung stadium C merupakan gagal jantung yang simpatomatis dan
berhubungan dengan penyakit struktural jantung yang mendasari. Menurut NYHA,
gagal jantung kelas IV ditandai dengan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
fisik apapun tanpa ketidaknyamanan, serta gejala gagal jantung dapat muncul
bahkan pada saat istirahat. Furosemide merupakan obat golongan loop diuretic yang
diberikan pada kondisi volume overload pada pasien gagal ginjal kronik. Kondisi
ini biasanya ditandai dengan adanya edema perifer, edema paru, dan timbulnya
hipertensi. Ketiganya merupakan manifestasi akibat perubahan handling air dan
garam yang terjadi pada pasien CKD terutama pada stadium V atau end stage renal

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 402
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

disease. Loop diuretic mampu meningkatkan volume urin dan ekskresi natrium
ginjal pada pasien dengan GGK (Dipiro et al., 2008). Studi klinis mengenai
penggunaan loop diuretic pada pasien gagal ginjal mengungkapkan dapat
menginduksi pengeluaran urin yang tinggi dan mampu mengonversi oliguric renal
failure menjadi non-oliguric renal failure pada beberapa pasien, namun gagal untuk
menghentikan kebutuhan dialysis, dan tidak mengurangi angka kematian. Loop
diuretic masih menjadi pilihan diuretic yang digunakan pada pasien GGK karena
dianggap dapat meningkatkan pengeluaran natrium hingga 20% dan karena
efikasinya tidak bergantung pada glomerular filtration rate (GFR). Pasien
menerima terapi Clonidine dengan regimen dosis 3 dd 0,15 mg untuk mengatasi
kondisi hipertensi dimana tekanan darah pasien sejak tanggal 13/3 bernilai lebih
dari 130/90 mmHg. Clonidine bekerja pada reseptor alfa-2 adenoreceptor di SSP
dengan efek penurunan aliran simpatis. Efek hipotensif clonidine terjadi karena
penurunan resistensi perifer dan curah jantung. Clonidine harus diberikan setiap 8
jam untuk mengurangi resiko rebound hypertension. Terapi antihipertensi lainnya
yang diterima pasien adalah amlodipin dengan regimen dosis 1 dd 10 mg.
Berdasarkan penelitian Kestenbaum et al., CCB dapat menurunkan tekanan darah
pada pasien end stage renal disease. Akan tetapi, guideline menunjukkan bahwa
terapi lini pertama pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah dengan
menggunakan obat golongan ACEI/ARB. ACEI lebih baik diberikan karena
mempunyai manfaat nefroprotektif sehingga dapat memperlambat proses
penurunan fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai
antihipertensi dan antiproteinuria yaitu dengan mendilatasi arteri aferen sehingga
menurunkan tekanan intrakapiler glomerulus dan juga bekerja dengan menghambat
konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, selain itu ACEI juga memblok
degradasi bradikinin dan menstimulasi pembentukan prostaglandin E2 dan
protasiklin. Pasien menerima terapi nitrat (ISDN) dengan dosis 3 x 5 mg sebagai
indikasi nyeri dada yang dialami karena kondisi gagal jantung. Golongan nitrat
memiliki kemampuan untuk meningkatkan aliran darah koroner dengan
vasodilatasi koroner dan untuk mengurangi preload ventrikel dengan meningkatkan
kapasitansi vena sehingga terapi nitrat yang diterima pasien sesuai untuk indikasi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 403
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

nyeri dada yang merupakan muncul sebagai gejala klinis pada pasien heart failure
(Chisholm, 2016).
Problem medis selanjutnya yaitu pasien mengalami CAP. Pneumonia
komuniti (Community-Acquired Pneumonia) adalah pneumonia infeksius dari
lingkungan/komunitas sekitar pasien. Pasien mengalami gejala berupa batuk
berdahak, dan sesak. Jika tidak segera ditangani, infeksi tersebut berkembang dan
menyebabkan kondisi sepsis. Pneumonia dapat terjadi karena masuknya bakteri
atau patogen yang berasal dari udara baik secara inhalasi, aspirasi, ataupun karena
tirah baring dalam waktu yang lama. Pasien mendapatkan terapi cefoperazone 2dd1
gram sebagai antibiotik. Cefoperazone merupakan antibiotik sefalosporin generasi
ketiga dengan mekanisme kerja merusak dinding sel bekteri dengan cara berikatan
dengan penicillin binding protein. Pemilihan terapi sedah sesuai dengan PPAM
RSSA dimana antibiotik ini dapat digunakan pada pasien pneumonia dengan
gangguan ginjal dan memiliki spektrum yang luas (AHFS, 2011).
Pasien juga diketahui mengalami anemia. Hal ini ditandai dengan nilai Hb
rendah yaitu 7.36g/dl. Anemia sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik
(CKD). Hanya 3% penderita yang menjalani hemodialisis mempunyai
hemogblobin normal dan 25% memerlukan transfusi berulang. Anemia pada CKD
sering terjadi karena defisiensi eritropoetin (EPO), namun ada faktor lain yang
dapat mempermudah terjadinya anemia, antara lain memendeknya umur sel darah
merah, inhibisi sumsum tulang dan paling sering defisiensi zat besi dan folat.
Anemia yang terjadi pada pasien CKD dapat menyebabkan menurunnya kualitas
hidup pasien. Selain itu, anemia pada pasien CKD juga dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Tatalaksana yang dapat diberikan untuk mengatasi
kondisi anemia pada pasien CKD dengan terapi EPO atau transfusi PRC. Target Hb
yang disarankan pada pasien CKD yaitu Hb>10g/dl dan Hematokrit >30%
(PERNEFRI, 2003). Menurut rekomendasi KDIGO 2013, terapi EPO dapat
diberikan pada pasien CKD dengan anemia jika kadar feritin serum >100mcg/L dan
saturasi transferin >20% jika tidak memenuhi syarat maka terapi yang diberikan
dengan transfusi PRC sesuai dengan perhitungan.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 404
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terapi yang diberikan pada pasien yaitu dengan transfusi PRC. Pasien tidak
mendapatkan terapi EPO dikarenakan nilai hematologi pasien tidak memenuhi
syarat dimana saturasi feritin dibawah 20% (15%) dan serum feritin dibawah
100mcg/L (20) sehingga pada pasien untuk mengatasi kondisi anemia diberikan
transfusi PRC. Transfusi PRC yang diberikan dihitung berdasarkan jumlah Hb
target dan Hb saat ini, didapatkan kebutuhan PRC 196 ml dan diberikan dalam 2
labu (@150-300ml/labu). Pasien juga mendapatkan terapi oral yaitu Ferrous sulfate
3 x 100mg PO. Ferrous sulfate merupakan suplemen besi dimana akan bekerja
sebagai pengganti cadangan besi yang terdapat pada hemoglobin, mioglobin, dan
berbagai enzim. Zat besi bergabung dengan rantai porfirin dan globin untuk
membentuk hemoglobin, yang sangat penting untuk pengiriman oksigen ke
jaringan (Ismatullah, 2012). Hasil hematologi menunjukkan adanya peningkatan
nilai Hb pada pasien setelah terapi namun masih dibawah nilai normal yaitu 9,5
g/dl.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 405
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
a. Pasien Ny. C mendapatkan terapi cefoperazone, furosemide, amlodipin,
ventolin, combivent, ferrous sulfate,dan transfusi PRC. Semua terapi
yang diberikan sudah tepat indikasi, tepat dosis, dan sesuai dengan
formularium.
b. Pada terapi yang diberikan masih ditemukan adanya DRP berupa
duplikasi terapi, ada indikasi tidak ada terapi, dan pemilihan obat tidak
tepat untuk indikasi hipertensi

4.2 Saran
a. Memantau efektivitas terapi yang diberikan.
b. Melakukan monitoring berkala tanda-tanda vital dan gejala efek
samping aktual dan potensial yang mungkin terjadi serta
merekomendasikan usulan terapi atas DRP yang ditemukan kepada
dokter

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 406
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Carpenter, Lazarus, J. M. 2012. Dialisis dan Transplantasi Dalam Terapi Gagal


Ginjal dalam Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison Edisi 13.
Jakarta: EGC.

Chisholm-Burns, M.A., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Malone, P.M.,


Kolesar, J.M., Rotschafer, J.C., dan Dipiro, J.T., 2016. Pharmacotherapy :
Principles and Practice. 4th edition. New York : Mc Graw Hill
Dipiro, J. T., Dipiro, C. V., Wells, B. G., Schwinghammer, T. L. 2015.
Pharmacotherapy Handbook 9th Edition. Mc Graw Hill Education. US
Hariadi, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Departemen Ilmu
penyakit paru FK Unair RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
JNC 8. 2014. JNC 8 Hypertension Guideline Algorthm. Joint National Comitee.
Khan, M.G. 2005. Heart Disease Diagnosis and Therapy. 2 nd ed. London: Humawa
Press.
Luttfiya MN, Henley E, Chang L. Diagnosis and treatment of community acquired
pneumonia. American Family Physician. 2010;73(3):442-50.
Mann D, Zipes D, Libby P, Bonow R., Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of
Cardiovascular Medicine. 10th ed. Vol. 2. Mosby: US Elsevier Health
Bookshop; 2012
Mulyana R. Terapi Antibiotika pada Pneumonia Usia Lanjut . Jurnal Kesehatan
Andalas. 2019. Vol. 8 (1)
National Kidney Foundation. 2002. Clinical Practice Guidelines For Chronic
Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification. In New
York: National Kidney Foundation, Inc., p. 4.

NKF-KDIGO. KDIGO Clinical Practice Guideline for The Evaluation and


Management of Chronic Kidney Disease. ISN. 2013; 3(1):1–163.

Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi. 2019. RSUD Dr. Saiful
Anwar.
PDPI. Pneumonia Nosokomial. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2013.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 407
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

PDPI. Pneumonia Nosokomial. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di


Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.
Rahardjo, P. 2009. Hemodialisis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-5.
Jakarta: Interna Publishing.

RISKESDA. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI


Silbernagl S., Heart and Circulation, Color Atlas of Pathophysiology, Thieme
Stuttgart NewYork. 2000

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 408
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR SOAP HARIAN


HARI/TANGGAL S (SUBJEKTIF) O (OBJEKTIF) A (ASSESSMENT) P (PLAN)
Jumat/ 13 Maret 2020 Sesak nafas (+) TD = 150/60 mmHg Furosemide METO:
Kaki bengkak (+) N = 86 bpm • Indikasi: Bengkak (edema) pada
Nyeri dada (+) RR = 22 x/menit Terapi diuretik untuk edema kaki
Batuk berdahak (+) Suhu = 36,3 ˚C (kaki), dan edema paru (efusi MESO:
Na = 133 mmol/L pleura). Pada tahap awal edema Kadar asam urat, kadar
K = 5.31 mmol/L paru, terdapat peningkatan elektrolit pasien
Cl = 108 mmol/L kandungan cairan di jaringan
interstitial antara kapiler dan
alveoli, diuretik dapat membantu
pengeluaran cairan tersebut.
• Mekanisme:
Menghambat reabsorbsi Na+
dan Cl- di tubulus proksimal
pada loop Henle.
• Dosis literature:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 409
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

40 mg/hari (IV) (AHFS, 2011)


• Dosis pasien:
1 dd 40 mg → dosis sesuai
• ESO:
Hiperurisemia, hypokalemia
Amlodipine METO:
• Indikasi: Tekanan darah, gejala
Memberikan efek vasodilatasi nyeri dada
pada pembuluh darah perifer MESO:
sehingga menurunkan gejala Pusing, lemah, edema
angina, memperbaiki fungsi
jantung, dan mengontrol tekanan
darah.
• Mekanisme:
Antihipertensi golongan CCB,
vasodilator.
• Dosis literature:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 410
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

5-10 mg/hari (PO) (AHFS,


2011)
• Dosis pasien:
10 mg/hari → dosis sesuai
• ESO:
Pusing (7.3%), lemah (4.5%),
edema (1.8%)
ISDN METO:
• Indikasi: Nyeri dada berkurang
Nyeri dada. MESO:
• Mekanisme: Gejala hipotensi
Menstimulasi pelepasan nitrit
oksida dari endothelium
sehingga menyebabkan
vasodilatasi vena dan arteri
(DIH, 2015).
• Dosis literature:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 411
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

3 x 5 mg (terapi jangka panjang)


(AHFS, 2011)
• Dosis pasien:
3 x 5 mg → dosis sesuai
• ESO:
Hipotensi ortorstatik
Clonidine METO:
• Indikasi: Tekanan darah
Antihipertensi. MESO:
• Mekanisme: Mulut kering
Stimulasi α2-adenoreceptor
yang menyebabkan
berkurangnya aliran simpatis
dari SSP dan penurunan
resistensi perifer, denyut
jantung, tekanan darah, dan
pembuluh darah ginjal.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 412
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Dosis literature:
3 dd 50-100 mcg/hari (AHFS,
2011)
• Dosis pasien:
3 dd 0.15 mg → dosis sesuai
• ESO:
Mulut kering (40%)
N-Acetylsisteine METO:
• Indikasi: Batuk berdahak
Batuk berdahak. MESO:
• Mekanisme: Bronkokonstriksi
Agen mukolitik, membuka
ikatan disulfide pada
mukoprotein dan menurunkan
viskositas mucus.
• Dosis literature:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 413
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

600 mg/hari dalam 3 dosis


terbagi (AHFS, 2011)
• Dosis pasien:
3 dd 200 mg → dosis sesuai
• ESO:
Bronkokonstriksi,
bronkospasme.
Ventolin (Salbutamol) METO:
• Indikasi: Sesak teratasi, RR, SpO2
Sesak nafas, bronkospasme pada MESO:
asma bronkial, bronchitis kronis Gejala tremor, pusing
dan emfisema.
• Mekanisme:
Merangsang secara selektif
reseptor β2-adrenergik, terutama
pada otot bronkus, sehingga
menyebabkan terjadinya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 414
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

bronkodilatasi karena otot


bronkus mengalami relaksasi.
• Dosis literature:
10-20 ml
• Dosis pasien:
Tiap 4 jam, 1 ampul = 2.5 ml x 8
= 20 ml → dosis sesuai
• ESO:
Tremor, sakit kepala
Cefoperazone METO:
• Indikasi: Tanda-tanda infeksi,
Terapi antiobiotik empiris untuk kondisi sesak nafas
infeksi saluran pernafasan atas MESO:
dan bawah (dalam hal ini Gejala demam,
pneumonia) dengan penurunan menggigil
fungsi ginjal.
• Mekanisme:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 415
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Menghambat sintesis dinding sel


bakteri.
• Dosis literature:
1 gram tiap 12 jam (PPAM
RSSA, 2019)
• Dosis pasien:
2 dd 1 gram → dosis sesuai
• ESO:
Demam, menggigil, badan terasa
lemah
Drug Related Problem: Merekomendasikan
Pemilihan terapi anti hipertensi terapi Captopril p.0 25-
• Terapi anti hipertensi lini 150 mg tiap 8-12 jam
pertama pada pasien CKD (AHFS, 2011) dengan
adalah golongan ACEI/ARB melakukan pemantauan
karena memiliki efek ESO yaitu batuk.
renoprotektif.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 416
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sabtu, 14 Maret 2020 Sesak nafas (+) TD = 120/70 mmHg Pada tanggal 14 Maret, terdapat
Kaki bengkak N = 88 bpm perubahan terapi yaitu penggantian
berkurang R = 18 x/menit Ventolin menjadi Combivent nebul
Nyeri dada (+) Suhu = 36.9˚C untuk mengatasi sesak nafas
pasien.
Combivent (Ipratropium METO:
bromide dan salbutamol) Kondisi sesak, RR, SpO2
• Indikasi: MESO:
Mengatasi sesak nafas. Kadar kalium, gejala
• Mekanisme: bronchitis.
Salbutamol → merangsang
secara selektif reseptor β2-
adrenergik, terutama pada otot
bronkus.
Ipratropium bromide →
memblok asetilkolin pada sisi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 417
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

parasimpatis otot polos bronkus,


menyebabkan bronkodilatasi.
• Dosis literature:
3 ml 4-6 kali/hari
• Dosis pasien:
3 dd 2.5 ml → tidak overdose
• ESO:
Hypokalemia, bronchitis
Senin/ 16 Maret 2020 Sesak nafas (+) TD = 120/60 mmHg Perubahan terapi pada indikasi
Nyeri dada (+) RR = 28 x/menit sesak nafas dan batuk. Combivent
Batuk berdahak (+) N = 90 bpm nebul digantikan dengan
Suhu = 36,8˚C combivent: ventolin:NAC. Selain
Phosphor = 5.0 terapi untuk indikasi sesak nafas
dan batuk, terapi dari hari
sebelumnya dilanjutkan.
Drug Related Problems: Rekomendasi:
Duplikasi terapi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 418
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Ventolin dan combivent • Pemilihan combivent


keduanya mengandung untuk mengatasi
salbutamol. sesak nafas
Ada indikasi, tidak ada terapi (kandungan:
• Pasien mengalami salbutamol dan
hiperfosfatemia, namun ipratropium
tidak mendapatkan terapi. bromide)
• Rekomendasi
pemberian Kalk
dengan dosis 2 x 500
mg (DIH, 2015)
untuk mengatasi
kondisi
hiperfosfatemia.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 419
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
HCU TERPADU DAN
CARDIOLOGI
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Cardiogenik Shock + HF st C FC II dt
CAD + CCS + LV thrombus +COPD

(11 Februari – 18 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 421
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 27 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Cardiogenik Shock + HF st C


FC II dt CAD + CCS + LV thrombus +COPD “

di Instalasi Rawat Inap Kegawatan Ruang 5B

Oleh:
Kelompok IRNA Kegawatan Ruang 5B
(11 Februari – 18 Februari 2020)

1. Ikbar Roseline Kustina, S. Farm (05193143192)


2. Profinika Munasir, S. Farm (05193143195)
3. Akbar Trinanda F, S. Farm (05193143198)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 422
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 27 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Cardiogenik Shock + HF st C FC II dt


CAD + CCS + LV thrombus +COPD”
di Instalasi Rawat Inap Kegawatan Ruang 5B

Oleh:
Kelompok IRNA Kegawatan Ruang 5B

1. Ikbar Roseline Kustina, S. Farm (05193143192)


2. Profinika Munasir, S. Farm (05193143195)
3. Akbar Trinanda F, S. Farm (05193143198)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien & Pembimbing Klinis


IRNA Kegawatan Ruang 5B

Jainuri Erik, M. Farm. Klin., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 423
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Tinjauan Syok Kardiogenik


1.1.1. Definisi
Syok didefinisikan sebagai suatu sindrom yang biasanya disebabkan karena
terganggunya jaringan perfusi dan biasanya ditandai dengan hipotensi. Adanya
gangguan pada jaringan perfusi ini dapat menyebabkan kerusakan organ bahkan
kematian jika tidak ditangani. Umumnya penyebab syok terjadi karena kekurangan
volume intravaskular (syok hipovolemik), kegagalan pompa miokard (syok
kardiogenik), atau karena adanya peningkatan kapasitas pembuluh darah (sepsis)
(Alldredge et al., 2013).
Syok kardiogenik merupakan kondisi syok yang timbul karena adanya
gangguan fungsi jantung. Syok kardiogenik umumnya disebabkan oleh 2 hal yaitu
penyebab mekanis dan penyebab non-mekanis. Penyebab mekanis yaitu rupture dari
septum, rupture atau disfungsi pada otot papiper, stenosis aorta kiris, dan tamponade
pericardial. Penyebab non-mekanis adalah infark miokard akut, sindroma penurunan
cardiac ouput, infark ventrikel kanan dan kardiomiopati stage akhir (Alldredge et
al., 2013).
1.1.2. Etiologi
Syok kardiogenik umumnya disebabkan oleh 2 hal yaitu penyebab mekanis
dan penyebab non-mekanis :
1. Penyebab mekanis yaitu rupture dari septum, rupture atau disfungsi pada
otot papiper, stenosis aorta kiris, dan tamponade pericardial.
2. Penyebab non-mekanis adalah infark miokard akut, sindroma penurunan
cardiac ouput, infark ventrikel kanan dan kardiomiopati stage akhir
(Alldredge et al., 2013).
Pada syok kardiogenik, jantung mengalami kerusakan berat sehingga tidak
dapat secara efektif memperfusi dirinya sendiri atau organ vital lainnya. Dalam
keadaan ini, jantung jantung tidak dapat memompa darah karena otot jantung
mengalami iskemi tidak dapat memompa secara efektif. Pada kondisi iskemi yang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 424
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

berkelanjutan, denyut jantung tidak beraturan dan curah jantung menurun secara
drastis (Yudha, 2011).
1.1.3. Patofisiologi
Syok kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
yang menyebabkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen
ke jaringan. Perfusi jaringan adalah proses kompleks penghantaran oksigen dan
nutrisi. Ketika terjadi gangguan pada perfusi, akan terjadi jalur iskemik, pelepasan
sitoken inflamasi endogen, dan pembentukan radikal oksigen. Sel akan memulai
metabolism anaerob saat iskemi. Proses ini akan menurunkan penyimpanan ATP
dan meningkatkan produksi asam laktat serta senyawa toxic lainnya yang menanggu
fungsi mitokondria. Pada stage lanjutan syok, kerusakan sel irreversible
menyebabkan kegagalan sistem organ (Alldredge et al., 2013).
1.1.4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari syok umumnya ditandai dengan adanya hipotensi
(tekanan darah sistolik <90 mmHg atau mean arterial pressure(MAP) kurang dari
65 mmHg), takikardi yang ditandai dengan HR>90 bpm, takipnea yang ditandai
dengan RR>20 bpm, vasokontriksi kutan, gangguan mental berupa agitasi, stupor
atau koma, oligouri yang ditandai dengan urin yang dihasilkan kurang dari 20
mL/jam, peningkatan kadar laktat darah yang menyebabkan asidosis metabolic, dan
penurunan saturasi oksigen venus (Alldredge et al., 2013).
1.1.5. Manajemen Terapi
Terapi syok kardiogenik dapat menggunakan cairan (meningkatkan
preload), vasodilator (menurunkan preload dan afterload), serta agen inotropic
(Alldredge et al., 2013). Tabel 1.1 menunjukkan agen inotropic dan vasopressor.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 425
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 1.1 Agen inotropic dan vasopressor.

1.2. Tinjauan Heart Failure


1.2.1. Definisi
Heart failure (HF) atau gagal jantung didefinisikan sebagai kemampuan
jantung yang tidak memadai untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi
aliran darah dan kebutuhan metabolik tubuh (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
HF adalah sindrom klinis yang ditandai dengan gejala spesifik yang
berkaitan dengan kongesti dan hipoperfusi. HF disebabkan oleh adanya gangguan
struktural atau fungsional jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk
mengisi atau mengeluarkan darah (disfungsi diastolik). Serta gangguan lainnya,
seperti pada perikardium, epikardium, endokardium, atau pembuluh darah besar,
hal tersebut dapat menyebabkan HF tetapi kebanyakan pasien mengalami gejala HF
akibat adanya penurunan fungsi miokard ventrikel kiri (LV) (disfungsi sistolik)
(Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
1.2.2. Etiologi
Perubahan struktur atau fungsi dari ventrikel kiri dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya gagal jantung pada seorang pasien, meskipun etiologi gagal
jantung pada pasien tanpa penurunan Ejection Fraction (EF) berbeda dari gagal

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 426
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

jantung dengan penurunan EF. Terdapat pertimbangan terhadap etiologi dari kedua
keadaan tersebut tumpang tindih. Di Negara-negara industri, Penyakit Jantung
Koroner (PJK) menjadi penyebab predominan pada 60-75% pada kasus gagal
jantung pada pria dan wanita. Hipertensi memberi kontribusi pada perkembangan
penyakit gagal jantung pada 75% pasien, termasuk pasien dengan PJK. Interaksi
antara PJK dan hipertensi memperbesar risiko pada gagal jantung, seperti pada
diabetes mellitus.
Emboli paru dapat menyebabkan gagal jantung, karena pasien yang tidak
aktif secara fisik dengan curah jantung rendah mempunyai risiko tinggi membentuk
thrombus pada tungkai bawah atau panggul. Emboli paru dapat berasal dari
peningkatan lebih lanjut tekanan arteri pulmonalis yang sebaliknya dapat
mengakibatkan atau memperkuat kegagalan ventrikel .
1.2.3. Patofisiologis
Sebagai respon terhadap peningkatan beban hemodinamik, maka jantung
akan melakukan mekanisme kompensasi :
1. Takikardi dan peningkatan kontraktilitas
Mekanisme untuk mempertahankan CO (cardiac output) ketika
kontraktilitas rendah adalah dengan meningkatkan denyut jantung. Hal ini
dicapai melalui aktivasi sistem saraf simpatik (Sympathetic Nervous System,
SNS) dan efek agonis norepinefrin pada reseptor β-adrenergik dalam hati.
Aktivasi simpatis juga meningkatkan kontraktilitas dengan meningkatkan
konsentrasi kalsium sitosol (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
2. Mekanisme Frank – Starling
Dalam pengaturan penurunan CO yang mendadak, respons alami tubuh
adalah mengurangi aliran darah ke perifer untuk mempertahankan perfusi
ke organ vital seperti jantung dan otak. Oleh karena itu, perfusi ginjal
dikompromikan. Hal ini menyebabkan aktivasi sistem renin angiotensin-
aldosteron (Renin Angiotensin Aldosterone System, RAAS). Dalam gagal
jantung, perubahan dalam filamen kontraktil mengurangi kemampuan
kardiomiosit untuk beradaptasi dengan peningkatan preload. Dengan
demikian, peningkatan preload sebenarnya merusak fungsi kontraktil pada

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 427
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

gagal jantung dan menyebabkan penurunan CO lebih lanjut (Vardeny, O. &


Ng, T., 2016).
3. Terjadinya Vasokonstriksi
Aktivasi baik RAAS dan SNS juga berkontribusi terhadap vasokonstriksi
dalam upaya untuk mendistribusikan aliran darah dari organ perifer seperti
ginjal untuk sirkulasi koroner dan serebral. Vasokonstriksi arteri
menyebabkan gangguan ejeksi darah dari jantung karena peningkatan
afterload. Hal ini menyebabkan CO menurun dan stimulasi respon
kompensasi terjadi terus menerus, menciptakan lingkaran setan aktivasi
neurohormonal (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
4. Hipertrofi ventrikel dan remodeling
Respon kompensasi terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi atau
dinding ventrikelbertambah tebal. Remodelling jantung terjadi sebagai
kompensasi untuk adaptasi perubahan stres dinding dan diatur sebagian oleh
aktivasi neurohormonal, dengan angiotensin II dan aldosteron yang menjadi
rangsangan utama (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
1.2.4. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan American College of Cardiology
Foundation (ACCF)/ American Heart Association (AHA) dan New York Heart
Association (NYHA) dapat dilihat pada Tabel 1.2.Keduanya, baik ACCF/AHA dan
NYHA, memberikan informasi yang berguna dan saling melengkapi tentang
keberadaan dan tingkat keparahan dari gagal jantung. ACCF/AHA menekankan
pengembangan dan perkembangan penyakit, sedangkan NYHA fokus pada
kapasitas latihan dan status gejala penyakit (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 428
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 1.2 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut ACCF/AHA dan NYHA


(Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
Tingkatan Gagal Klasifikasi
Jantungmenurut Fungsional Deskripsi
ACCF/AHA NYHA
A Tidak ada Pasien berisiko tinggi untuk gagal jantung
tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau
gejala gagal jantung.
B I Pasien dengan penyakit jantung tetapi tanpa
batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa
tidak menyebabkan kelelahan yang tidak
semestinya,
dyspnea, atau palpitasi.
C II Penyakit jantung struktural dengan gejala
gagal jantung, baik saat itu ataupun
sebellumny
III Penderita penyakit jantung itu menghasilkan
sedikit keterbatasan fisik aktivitas. Aktivitas
fisik biasa menyebabkan kelelahan, palpitasi,
dyspnea, atau angina.
C,D IV Penderita penyakit jantung itu mengakibatkan
ketidakmampuan untuk melanjutkan aktivitas
fisik tanpa ketidaknyamanan. Gejala gagal
jantung adalah hadir saat istirahat. Dengan
fisik apa pun aktivitas, meningkatkan
ketidaknyamanan berpengalaman. Tahap D
mengacu pada akhir panggung pasien gagal
jantung.

1.2.5. Manifestasi Klinis


Gejala dan tanda gagal jantung menurut ESC Guidelines ditunjukkan pada
Tabel 8 di bawah ini:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 429
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 1.3 Gejala Gagal Jantung (McMurray, dkk., 2012)


Gejala Tanda
Khas Kurang Khas Spesifik Kurang Spesifik
- Sesak napas - Batuk pada malam hari - Peningkatan - Edema perifer
- Orthopnea - Mengi tekanan vena - Krepitasi paru
- Dispnea nokturnal - Peningkataan berat badan jugularis - Pengurangan
paroksismal (>2kg/minggu) - Refluks masuknya udara ke
- Toleransi latihan - Berat badan berkurang (pada hepatojugular paru
berkurang gagal jantung stadium lanjut) - Bunyi jantung - Takikardi
- Kelelahan, - Perasaan kembung ketiga (irama - Denyut nadi tidak
meningkatnya waktu - Kehilangan nafsu makan gallop) teratur
pemulihan setelah - Kebingungan (terutama pada - Laterally - Takipnea
latihan orang tua) displaced apical (>16kali/menit)
- Pembengkakan - Depresi impulse - Hepatomegali
angkle - Palpitasi - Kardiak murmur - Asites
- Pingsan - Tissue wasting
(cachexia)

1.2.6 Manajemen Terapi


Tujuan terapi pada pasien gagal jantung adalah untuk meringankan gejala
dan tanda-tanda (misalnya edema), mencegah masuk rumah sakit, dan
meningkatkan kelangsungan hidup pasien. Namun upaya mencegah terjadinya
gagal jantung dengan cara mengobati kondisi – kondisi yang menuju terjadinya
gagal jantung, terutama hipertensi dan/atau penyakit arteri coroner juga merupakan
hal penting dalam upaya penanganan gagal jantung (ESC, 2012).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 430
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terapi Farmakologi
• Diuretik
Diuretik meningkatkan laju aliran urin dan ekskresi natrium dan digunakan
untuk mengatur volume dan / atau komposisi cairan tubuh dalam berbagai
situasi klinis, termasuk hipertensi, gagal jantung, gagal ginjal, sindrom nefrotik,
dan sirosis. Diuretik digunakan untuk menghilangkan gejala akut dan
pemeliharaan euvolemia. Terapi diuretik dianjurkan untuk semua pasien dengan
bukti klinis kelebihan cairan. Pada HF ringan, diuretik dapat digunakan sesuai
kebutuhan (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
Dua jenis diuretik yang digunakan untuk manajemen volume di HF, yaitu
tiazid dan loop diuretik. Diuretik tiazid seperti hydrochlorothiazide,
chlorthalidone, dan metolazone memblok reabsorpsi natrium dan klorida di
bagian distal convoluted tubule. Diuretik loop seperti furosemide, bumetanide
dan torsemide merupakan diuretik yang paling banyak digunakan di HF
(Vardeny, O. & Ng, T., 2016).

• ACE-Inhibitor
Kaptopril dan obat lain dalam golongan ini menghambat ACE, enzim yang
menghidrolisis angiotensin I menjadi angiotensin II dan mengurangi stimulasi
reseptor angiotensin I menjadi angiotensin II serta menginaktifkan bradikinin,
suatu vasodilator poten, yang bekerja paling tidak dengan merangsang
pengeluaran nitrat oksida dan pootrasiklin. Aktifitas hipotensif kaptopril
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 431
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dihasilkan oleh efek inhibisi terhadap sistem renin-angiotensin dan efek


stimulatorik terhadap sistem kalikrein-kinin.
• ARB
ARBs menghambat aktivitas angiotensin II dengan memblok reseptor pada
AT1. ARBs tidak menghambat kerja dari enzim ACE, sehingga tidak ada efek
pada bradikinin. Obat dari golongan ini yang terbukti memiliki efek terapi pada
gagal jantung diantaranya adalah valsartan, losartan dan candesartan.
• Hydralazine dan Isosorbide Dinitrat
Nitrat mengurangi preload dengan menyebabkan vasodilatasi vena primer
melalui pengaktifan guanylate cyclase dan peningkatan cGMP dalam otot polos
vaskular. Hydralazine mengurangi afterload melalui relaksasi otot polos
arterial. Kombinasi hidralazin dan isosorbid dinitrat merupakan terapi pertama
yang digunakan untuk meningkatkan kelangsungan hidup jangka panjang
pasien dengan gagal jantung sistolik, tetapi sebagian besar telah digantikan oleh
terapi antagonis AT2 (ACE inhibitor dan ARBs). Oleh karena itu, sampai saat
ini, terapi kombinasi ini disediakan untuk pasien yang tidak toleran terhadap
ACE inhibitor atau ARB atau pasien dengan angioedema atau hiperkalemia.
Kini pedoman AHA HF merekomendasikan untuk mempertimbangkan
penambahan dari isosorbide dinitrate dan hydralazine pada pasien yang telah
dalam terapi ACE inhibitor atau ARB.
• Beta Blocker
Beta blocker secara kompetitif memblokir pengaruh SNS di reseptor β-
adrenergik. ACC / AHA merekomendasikan bahwa β-blocker akan dimulai
secara keseluruhan pada pasien dengan klasifikasi NYHA FC I hingga IV atau
ACC / AHA tahap B sampai D HF jika secara klinis stabil. Tiga β-blocker yang
terbukti mengurangi mortalitas pada gagal jantung sistolik, yaitu selektif β1-
antagonis bisoprolol dan metoprolol suksinat, dan nonselective β1-, β2-, dan
α1-antagonis carvedilol.
• Digoksin
Efek menguntungkan dari digoksin dikaitkan dengan efek inotropik positif
pada kegagalan miokardium dan keberhasilan dalam mengendalikan respon

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 432
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

denyut ventrikel fibrilasi atrium. Saat ini digoksin direkomendasikan menjadi


terapi tambahan pada pasien dengan gejala simptomatik meskipun HF optimal
dengan ACE-I, ARB, Beta blocker dan diuretik. Pada pasien dengan fibrilasi
atrium bersamaan, digoxin kadang- kadang dapat ditambahkan.
• Calcium Chanel Blocker
Amlodipine dan felodipine adalah dua dihydropyridine CCB yang paling
banyak diteliti untuk sistolik HF. Kedua agen ini belum terbukti mempengaruhi
kelangsungan hidup pasien, baik secara positif maupun negatif. Dengan
demikian, tidak secara rutin direkomendasikan sebagai bagian dari rejimen
standar HF. Namun, amlodipine dan felodipine bisa aman digunakan pada
pasien gagal jantung untuk mengobati hipertensi yang tidak terkontrol atau
angina setelah semua obat lain yang sesuai dimaksimalkan.
• Antiplatelet dan Antikoagulan
Pasien dengan gagal jantung mengalami peningkatan risiko kejadian
tromboemboli, relatif stasis darah, dan disfungsi endotel. Aspirin umumnya
digunakan pada pasien gagal jantung dengan etiologi iskemik, riwayat penyakit
jantung iskemik, atau lainnya seperti indikasi riwayat stroke emboli. Rutin
digunakan pada pasien kardiomiopati non-iskemik. Jika aspirin diindikasikan,
preferensi menggunakan dosis rendah (81 mg setiap hari).

1.2. Tinjauan Coronary Artery Disease (CAD)


1.2.1 Definisi
CAD atau penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan dimana terjadi
penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh darah koroner. Penyempitan
atau penyumbatan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering
ditandai dengan rasa nyeri. Pada kondisi yang, lebih parah kemampuan jantung
memompa darah akan hilang, sehingga sistem kontrol irama jantung akan
terganggu dan selanjutnya bisa menyebabkan kematian (Soeharto, 2001)
1.2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit kardiovaskuler pada perinsipnya disebabkan
oleh dua faktor utama yaitu:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 433
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1. Aterosklerosis Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab


penyakit arteri koroneria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis
menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria,
sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila
lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan
membahayakan aliran darah miokardium (Brown, 2006).
2. Trombosis Endapan lemak dan pengerasan pembuluh darah terganggu dan
lamakelamaan berakibat robek dinding pembuluh darah. Pada mulanya,
gumpalan darah merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk
mencegahan perdarahan berlanjut pada saat terjadinya luka. Berkumpulnya
gumpalan darah dibagian robek tersebut, yang kemudian bersatu dengan
keping-keping darah menjadi trombus. Trombosis ini menyebabkan
sumbatan di dalam pembuluh darah jantung, dapat menyebabkan serangan
jantung mendadak, dan bila sumbatan terjadi di pembuluh darah otak
menyebabkan stroke (Kusrahayu, 2004).
1.2.3. Patofisiologi
1. Angina pektoris stabil
Angina pektoris ditegakkan berdasarkan keluhan nyeri dada yang khas,
yaitu rasa tertekan atau berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri.
Nyeri dada terutama saat melakukan kegiatan fisik, terutama dipaksa
bekerja keras atau ada tekanan emosional dari luar. Biasanya serangan
angina pektoris berlangsung 1-5 menit, tidak lebih dari 10 menit, bila
serangan lebih dari 20 menit, kemungkinan terjadi serangan infark akut.
Keluhan hilang setelah istirahat (Kusrahayu, 2004).
2. Angina pektoris yang tidak stabil
Pada angina pektoris yang tidak stabil serangan rasa sakit dapat timbul
pada waktu istirahat, waktu tidur, atau aktifitas yang ringan. Lama sakit
dada lebih lama daripada angina biasa, bahkan sampai beberapa jam.
Frekuensi serangan lebih sering dibanding dengan angina pektoris biasa
(Kusrahayu, 2004).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 434
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

3. Angina varian (prinzmetal)


Terjadi hipoksia dan iskemik miokardium disebabkan oleh vaso spasme
(kekakuan pembuluh darah), bukan karena penyempitan progesif arteria
koroneria. Episode terjadi pada waktu istirahat atau pada jam-jam tertentu
tiap hari. EKG peningkatan segmen ST (Sutedja, 2008).
4. Sindrom koroner akut (SKA)
Sindrom klinik yang mempunyai dasar patofisiologi yang sama yaitu
erosi, fisur, ataupun robeknya plak atheroma sehingga menyebabkan
thrombosis yang menyebabkan ketidak seimbangan pasokan dan kebutuhan
oksigen miokard. Termasuk SKA adalah angina pektoris stabil dan infark
miokard akut (Majid, 2007). Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah
satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan
paling sering mengakibatkan kematian(Anonima , 2006).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 435
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II

PROFIL PASIEN

2.1.Profil pasien
Nama/ Jenis kelamin : Supardi / Laki-laki
Umur/ BB/ TB : 53 tahun
Alamat : Dusun Tangketang Sampang Madura
MRS/KRS : 06 Feb 2020
Status pasien : JKN
Dokter : Dr. Indra P. Sp.Jp
Farmasis : Jainuri Erik P.M.Farm.Klin.,Apt
Alergi : Tidak ada
Keluhan utama : Nyeri dada, sesak
Riwayat penyakit saat ini : HF st C FC II dt CAD
Riwayat kesehatan : Penyakit jantung, TB, nyeri dada
Riwayat pengobatan ASA, CPG, atorvastatin, bisoprolol,
:
warfarin, diazepam, combivent
Diagnosa awal : Cardiogenik syok
Diagnosa akhir HF st C FC II dt CAD, CCS, LV thrombus,
:
Cardiogenik Syok, COPD

2.2. Data klinis pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Parameter Nilai normal Tanggal pemeriksaan
7/2/20 8/2/20 9/2/20 10/2/20 11/2/20 12/2/20 13/2/20
Suhu (oC) 36-37 36 36 36 36 36 36 36
Nadi (x/menit) 80-85 62 69 78 80 100 78
RR (x/menit) 20 20 20 20 21 20 22 18
Tekanan darah 120/80

Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien


Parameter Tanggal pemeriksaan
7/2/20 8/2/20 9/2/20 10/2/20 11/2/20 12/2/20 13/2/20
Demam - - - - - - -
Nyeri ˅ ˅ ˅ - - - ˅

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 436
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mual ˅ ˅ - - - - -
Muntah ˅ ˅ - - - - -

2.3. Data laboratorium pasien


Tabel 2.3 Tabel data laboratorium pasien
Data Normal 3/2/20 6/2/20 7/2/20 8/2/20 10/2/20
BUN 10-24
44/22 32,0 36,7
mg/dl
Crea 0,5-1,5
0,89 0,60 0,71
mg/dl
ALT
0-38 U/L 46 33

AST
0-41 U/L 50 36

Albumin 3,5-5,0
3,7 129
g/dl
K 3,5-5,0
5,74 4,56 4,42 4,29
mEq/L
Na 136-145
129,6 129 132 130
mEq/L
Cl 98-106
101,1 103 102 103
mEq/L
Hb 13,4 -
13,70 13,90
17,7 g/dl
RBC 4,0-5,0 x
4,41 4,19
106/µl
WBC 14 – 25 x
9,64 7,04
103/mm3
HCT 38-42 % 38,70 41,10
MCV 80,0-99,9
87,80 91,50
mm3
MCH 27-31 pg 31,10 31,00

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 437
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

MCHC 33-37
35,40 33,80
g/dl
Trombosit 150-450 x
254 264
(PLT) 103/mm3

Mg 1,9-2,5
Glukosa 40-121
97
mg/dl
APTT C = 28,4 29,20
PTT C = 11,8 12,60
LDH-P 240-480
Urinalisa:
6,5-8,45
pH
Protein
Eritrosit 0-4 1,2
Leukosit 0-1 0,3
Epitel 51-67 77,8
Eosinofil 25-33 15,0
Basofil 2-5 5,7
Neutrofil 0,12
Limfosit 0,03
Monosit 7,49
Eosinofil 1,45
Absolut
Neutrofil 0,55
Absolut
Limfosit 0,40
Absolut
Monosit 0,16-1 0,04
Absolut

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 438
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Immature
Granulosit
(%)
Immature
Granulosit

2.4. Profil terapi pasien


Tabel 2.4 Tabel profil terapi pasien
Obat Rute Dosis Tanggal (Bulan: )
7/2/20 8/2/20 9/2/20 10/2/20 11/2/20 12/2/20 13/2/20
ASA p.o 0-0- ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅
80mg
CPG p.o 75mg- ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅
0-0
Atorvastatin p.o 0-0- ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅
4mg
Captopril p.o 3x6,25 ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅
mg
Bisoprolol p.o 1,25mg- ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅
0-0
Warfarin p.o 0-0- ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅
2mg
Diazepam p.o 0-0- ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅
2mg
Dobutamin i.v 5mg ˅ // // // // // //
Laxadine p.o 0-0-IC1 ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅
Lansoprazole p.o 30mg- ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅
0-0
Spironolacton p.o 3x1mg ˅

2.5. Drug related problem pasien


1. Aspilets + Clopidogrel (Meningkatkan resiko bleeding)
Plan : Monitoring tanda-tanda bleeding
2. Warfarin (ESO : Bleeding)
Plan : Monitoring tanda-tanda bleeding

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 439
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Tn. S berusia 53 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Saiful Anwar pada
tanggal 6 Februari 2020 dengan keluhan nyeri dada dan sesak. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien didiagnosa cardiogenic shock, heart
failure stage C FC II dt CAD, LV thrombus, CCS dan COPD. Pasien mendapatkan
terapi obat ASA, clopidogrel, atorvastatin, captopril, bisoprolol, warfarin, diazepam,
dobutamin, laxadin dan lansoprazole.
Heart failure (HF) atau gagal jantung adalah kemampuan jantung yang
tidak memadai untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi aliran darah
dan kebutuhan metabolik tubuh (Vardeny, O. & Ng, T., 2016). HF adalah sindrom
klinis yang ditandai dengan gejala spesifik yang berkaitan dengan kongesti dan
hipoperfusi. HF disebabkan oleh adanya gangguan struktural atau fungsional
jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk mengisi atau mengeluarkan
darah (disfungsi diastolik). Serta gangguan lainnya, seperti pada perikardium,
epikardium, endokardium, atau pembuluh darah besar, Hal tersebut dapat
menyebabkan HF tetapi kebanyakan pasien mengalami gejala HF akibat adanya
penurunan fungsi miokard ventrikel kiri (LV) (disfungsi sistolik) (Vardeny, O. &
Ng, T., 2016).
Menurut ESC Guidelines, salah satu gejala khas dari HF yaitu ditandai
dengan adanya keluhan sesak nafas. Hal ini disebabkan pada penderita gagal jantung
volume darah tidak habis terpompa ke seluruh tubuh padahal darah dari paru-paru
mengalir terus menerus ke jantung sehingga terjadi penumpukan di atrium kiri dan
darah akan reverse di paru-paru. Kondisi ini menciptakan penumpukan cairan di
paru-paru (edema paru) sehingga muncul manifestasi sesak nafas. HF pada pasien
Tn. S diterapi dengan ASA, clopidogel, bisoprolol, captopril, warfarin, atorvastatin.
Tn.S juga mengeluh nyeri dada dan didiagnosa CCS (Chronic Coronary
Syndrome) atau iskemi miokard. Iskemi miokard merupakan suatu keadaan dimana
terjadi ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen jantung sehingga
sel akan mengalami hipoksemia. Hipoksemia pada bagian jantung yang mengalami

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 440
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

iskemi menyebabkan pergeseran metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik, yang


menghasilkan akumulasi asam laktat dan penurunan pH intrasel serta menimbulkan
nyeri angina. Angina stabil kronik adalah angina yang paling umum ditemukan dan
terjadi setelah kerja fisik, emosi atau makan.
Bisoprolol merupakan obat golongan beta bloker yang bekerja dalam
penghambat kanal kalsium karena dapat meningkatkan dilatasi koroner, mengurangi
kebutuhan oksigen karena efek penurunan tekanan darah, kontraksi dan penurunan
heart rate. Volume darah yang tersisa di ventrikel kiri akibat ketidakmampuan
jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh mengakibatkan jantung melakukan
kompensasi dengan meningkatkan detak lebih cepat agar darah bisa terpompa.
Namun, mekanisme kompensasi ini tidak berjalan lama, karena dengan berjalannya
waktu mekanisme kompensasi tersebut justru memperburuk disfungsi miokard. Hal
ini dapat mengakibatkan terjadi remodelling jantung. Oleh karena itu, beta bloker
berfungsi dalam meringankan beban jantung.
Captopril merupakan golongan ACE inhibitor yang bekerja dengan
menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Apabila angiotensin II
terbentuk maka akan terjadi vasokontriksi sehingga terjadi peningkatan volume
darah ke jantung. Adanya peningkatan darah ke jantung dapat meningkatkan beban
jantung dan menyebabkan edema jantung. Hal yang perlu diperhatikan dalam terapi
obat ini yaitu adanya efek samping batuk kering. Batuk kering akibat penggunaan
terapi ini dikarenakan ketika enzym ACE (kininase II) ini dihambat maka akan
terjadi degradasi bradikinin. Penumpukan bradikinin maka tubuh akan merespon
batuk.
Spironolakton merupakan obat golongan diuretik hemat kalium (antagonis
aldosteron). Diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung yang
disertai dengan kelebihan (overload) cairan. Spironolakton berfungsi untuk
mencegah remodelling jantung dengan cara menghambat pompa natrium dan kalium
ATPase di tubulus distal dan meningkatkan laju filtrasi filtrasi glomerulus.
ASA dan clopidogel merupakan obat golongan antitrombotik (anti platelet)
yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda dan berefek sinergis. Mekanisme
kerja ASA yaitu menghambat aktivasi platelet dengan cara menghambat COX secara

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 441
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

irreversible sehingga tromboxan A2 tidak terbentuk. Tromboksan A2 ini yang


berfungsi untuk protein IIb, IIIa. Protein IIb, IIIa merupakan protein yang ada pada
permukaan platelet yang berfungsi untuk agregasi platelet yang lama kelamaan akan
membentuk trombus. Sedangkan, clopidogel juga menghambat protein IIb, IIIa
dengan cara berikatan dengan reseptor P2Y12. Hal yang perlu diperhatikan dengan
double platelet ini yaitu dapat terjadinya bleeding (perdarahan). Bleeding terjadi
karena platelet tidak terbentuk sehingga tidak ada penggumpalan darah. Oleh karena
itu, diperlukan adanya monitoring terkait double platelet ini.
Dobutamin merupakan inotropik beta agonis yang terpilih untuk pasien
gagal jantung dengan disfungsi sistolik. Dobutamin merupakan campuran rasemik
yang menstimulasi reseptor beta₁ dan beta₂. Reseptor ini memiliki efek vasodilatasi
pada pembuluh darah. Efek samping utama berupa takikardia pada dobutamin lebih
rendah dibandingkan pemberian terapi dengan dopamin.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 442
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN

Tn. S, Umur 53 tahun. Datang MRS dengan keluhan nyeri dada, dan sesak,
didiagnosa Cardiogenik syok, HF st C FC II dt CAD, CCS, LV thrombus,
COPD. Sehingga diberi obat aspillets, clopidogrel, atorvastatin, captopril,
bisoprolol, Warfarin, Diazepam, dobutamin, laxadine, lansoprazole, dan
spironolakton. Ditemukan DRP :
1. Aspilets + Clopidogrel (Meningkatkan resiko bleeding)
Plan : Monitoring tanda-tanda bleeding
2. Warfarin (ESO : Bleeding)
Plan : Monitoring tanda-tanda bleeding

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 443
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Alldredge, et al, 2013,

Brown, C. T., 2006, Penyakit Aterosklerotik Koroner, dalam Price, S.A. dan
Wilson, L.M., Patofisiologi Konsep-konsep Proses Penyakit, diterjemahkan
oleh Pendit, B.U., Hartanto, H., Wulansari, P., Susi, N. dan Mahanani, D.A.,
Volume 2, Edisi 6, 579-585, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Dipiro, J, T.,et al, 2008, Pharmacotherapy Handbook, Seven edition, Mc Graw Hill.

DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L.
M. 2014. Pharmacotherapy: a pathophysiologic approach New York:
McGraw-Hill Education.

Kusrahayu, I., 2004, Gambaran Penggunaan Obat Pada Pasien Jantung Koroner di
Instalasi Rawat Inap RSUD DR. Soedono Madiun Jawa Timur Tahun 2004,
Surakata.

Majid, A., 2007, Penyakit Jantung Koroner :Patofisiologis, Pencegahan, Dan


Pengobatan Terkini.

Soeharto, 2001, Pencegahan dan Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner, Edisi


Kedua, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Vardeny O., Ng.TeanM.H, 2016. Pharmacotheraphy: A Pathophysiology


Approach. 4 Edition. United The McGraw-Hill Companies, Inc. pp. 65-90.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 444
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
TINDAKAN / PERKEMBANGAN KLINIK / MASALAH
HARI /
S
TANGGAL O A P
(SUBYEK
(OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
TIF)
Jumat, 7 Nyeri, TD : 110/70 Bisoprolol METO : Monitoring HR
Februari 2020 Mual, RR : 20 Indikasi : MESO : Monitoring
Muntah HR : 80 Mekanisme : mengurangi kebutuhan oksigen gangguan pencernaan
Saturasi O2: 99% miokard dengan menurunkan denyut jantung
Suhu : 36℃ Dosis : minggu ke-1 1,25mg/hari ; minggu ke-2
2,5mg/hari
ESO : Gangguan Pencernaan

Captopril METO : Monitoring TD


Indikasi : Anti-remodelling agent MESO : Monitoring kadar
Mekanisme : Mencegah perubahan Angiotensin I Kalium, monitoring gejala
menjadi Angiotensin II (A to Z Drug Facts). batuk

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 445
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis : 6,25-12,5 mg 2-3 kali sehari, dapat


ditingkatkan bertahap hingga 50 mg 3 kali sehari.
ESO : Batuk, Hiperkalemi

Aspillets METO : Monitoring INR


Indikasi : sebagai imunosuppressant MESO : Monitoring
Mekanisme : Menghambat aktivasi platelet dengan tanda-tanda pendarahan,
cara menghambat COX-1 secara irreversible mual, dan nyeri lambung
sehingga tromboksan A2 tidak terbentuk.
Dosis : 75-150 mg / hari
ESO : Mual, nyeri lambung

Clopidogrel METO : Monitoring INR


Indikasi : Antiplatelet MESO : Monitoring
Mekanisme kerja : antagonis reseptor ADT tanda-tanda pendarahan
menghambat aktivasi platelet dengan cara
mencegah degranulasi dan pelepasan platelet.
Dosis 75mg/hari
ESO : Bleeding

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 446
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Atorvastatin METO : Monitoring


Indikasi : Kolesterol tanda-tanda inflamasi
Mekanisme : Menghambat inflamasi, meningkatkan MESO : Monitoring
fungsi endotel, mengurangi formasi trombus tanda-tanda nyeri
Dosis : 10-80mg/hari
ESO : Nyeri

Lansoprazole
Indikasi : Peptic ulcer METO : Monitoring
Mekanisme : menghambat sekresi asam lambung tanda-tanda nyeri
pada permukaan sel parietal lambung lambung
Dosis : 30mg 1x sehari MESO : Monitoring
ESO : diare tanda-tanda diare

Dobutamin
Indikasi : Kardiogenik shock METO : Monitoring TD

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 447
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mekanisme kerja : stimulasi beta 1 adrenergik MESO : Monitoring HR


reseptor pada sel miosit jantung sehingga & TD, dan monitoring
meningkatkan pembentukan Camp yang gejala nyeri dada.
menginduksi pelepasan kalsium akibatnya terjadi
kontraksi myocardial
Dosis : 2-20mcg/kg/menit
ESO : takiaritmia, hipertensi, jantung berdebar,
nyeri dada

Nebule Combivent
Indikasi : Vasodilator METO : Monitoring
Mekanisme : salbutamol = agonis reseptor beta2 tanda-tanda sesak nafas
menyebabkan bronkodilatasi, ipraptopium = MESO : Monitoring HR
antikolinergik yang menyebabkan bronkodilatasi
dengan menginhibisi reseptor kolinergik.
Dosis : 0.5-12.5 mg 3x 1 hari
ESO : HR meningkat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 448
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Diazepam METO : Monitoring


Indikasi : Cemas Kesadaran
Mekanisme : berikatan dengan reseptor MESO : Monitoring TD
benzodiazepine stereospesifik pada neuron asam
gamma-aminobutyric postsynaptic (GABA) di
berbagai daerah sistem saraf pusat, dan
meningkatkan efek penghambatan GABA
Dosis : 40microgram./kg
ESO : Hipotensi

Laxadine METO : Monitoring


Indikasi : terapi anemia tanda-tanda konstipasi
Mekanisme : fenolftalein = merangsang mukosa MESO : Monitoring
saraf intramucal atau otot polos usus menyebabkan tanda-tanda diare
peristaltik meningkat, paraffin cair = melunakkan
tinja tanpa merangsang peristaltik usus,
Dosis : 1xsehari 15-30mg
ESO : diare, kehilangan cairan tubuh

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 449
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Warfarin METO : Monitoring


Indikasi : Anti-koagulan pembekuan darah & INR
Mekanisme : menghambat sintesis faktor koagulasi MESO : Monitoring
vit K-dependen II, VII, IX, dan X serta protein tanda-tanda pendarahan
antikoagulan C dan protein kofaktornya S. Warfarin
secara kompetitif menghambat subunit C1 dari
multi-unit vit K epoksida reduktase (VKORC1)
kompleks enzim, sehingga menipis cadangan vit K
fungsional dan karenanya mengurangi sintesis
faktor pembekuan aktif.
Dosis : dosis awal 5-10 mg/hari, dosis maintenance
2-10 mg/hari
ESO : Pendarahan, diare, hematokrit turun
Sabtu, 8 Nyeri, T : 36oC Terapi lanjutan sesuai instruksi dokter. Monitoring efektivitas dan
Februari 2020 Mual, Nadi : 62x/menit 1. PO Aspillets 0-0-80mg efek samping obat.
Muntah RR : 20x/menit 2. PO Clopidogrel 75mg-0-0
Saturasi O2 : 98% 3. PO Atorvastatin 0-0-4mg Konfirmasi ke dokter
4. PO Captopril 3 dd 6,25mg terkait ketersediaan obat.
5. PO Bisoprolol 1,25mg-0-0

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 450
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

6. PO Warfarin 0-0-2mg
7. PO Diazepam 0-0-2mg
8. IV Dobutamin 5mg
9. PO Laxadine 0-01CI
10. PO Lansoprazole 30mg-0-0
Minggu, 9 Nyeri T : 36oC Terapi lanjutan sesuai instruksi dokter.
Februari 2020 Nadi : 69 x/menit 1. PO Aspillets 0-0-80mg METO : monitoring TTV,
RR : 20 x/menit 2. PO Clopidogrel 75mg-0-0 tanda-tanda klinis, data
Saturasi O2 : 98% 3. PO Atorvastatin 0-0-4mg laboratorium
4. PO Captopril 3 dd 6,25mg
5. PO Bisoprolol 1,25mg-0-0 MESO : monitoring efek
6. PO Warfarin 0-0-2mg samping masing-masing
7. PO Diazepam 0-0-2mg obat
8. IV Dobutamin 5mg
9. PO Laxadine 0-01CI
10. PO Lansoprazole 30mg-0-0
Senin, 10 Tidak ada T : 36oC Terapi lanjutan sesuai instruksi dokter.
Februari 2020 keluhan Nadi : 78x/menit 1. PO Aspillets 0-0-80mg
RR : 21x/menit 2. PO Clopidogrel 75mg-0-0

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 451
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Saturasi O2 : 98% 3. PO Atorvastatin 0-0-4mg METO : monitoring TTV,


4. PO Captopril 3 dd 6,25mg tanda-tanda klinis, data
5. PO Bisoprolol 1,25mg-0-0 laboratorium
6. PO Warfarin 0-0-2mg
7. PO Diazepam 0-0-2mg MESO : monitoring efek
8. IV Dobutamin 5mg samping masing-masing
9. PO Laxadine 0-01CI obat
10. PO Lansoprazole 30mg-0-0
Selasa, 11 Tidak ada T : 36oC Terapi lanjutan sesuai instruksi dokter. METO : monitoring TTV,
Februari 2020 keluhan Nadi : 80x/menit 1. PO Aspillets 0-0-80mg tanda-tanda klinis, data
RR : 20x/menit 2. PO Clopidogrel 75mg-0-0 laboratorium
Saturasi O2 : 96% 3. PO Atorvastatin 0-0-4mg
4. PO Captopril 3 dd 6,25mg MESO : monitoring efek
5. PO Bisoprolol 1,25mg-0-0 samping masing-masing
6. PO Warfarin 0-0-2mg obat
7. PO Diazepam 0-0-2mg
8. IV Dobutamin 5mg
9. PO Laxadine 0-01CI
10. PO Lansoprazole 30mg-0-0

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 452
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Rabu, 12 Tidak ada T : 36oC Terapi lanjutan sesuai instruksi dokter. METO : monitoring TTV,
Februari 2020 keluhan Nadi : 100x/menit 1. PO Aspillets 0-0-80mg tanda-tanda klinis, data
RR : 22x/menit 2. PO Clopidogrel 75mg-0-0 laboratorium
Saturasi O2 : 96% 3. PO Atorvastatin 0-0-4mg
4. PO Captopril 3 dd 6,25mg MESO : monitoring efek
5. PO Bisoprolol 1,25mg-0-0 samping masing-masing
6. PO Warfarin 0-0-2mg obat
7. PO Diazepam 0-0-2mg
8. IV Dobutamin 5mg
9. PO Laxadine 0-01CI
10. PO Lansoprazole 30mg-0-0
Kamis, 13 Nyeri T : 36oC Terapi lanjutan sesuai instruksi dokter. METO : monitoring TTV,
Februari 2020 Nadi : 78x/menit 1. PO Aspillets 0-0-80mg tanda-tanda klinis, data
RR : 18x/menit 2. PO Clopidogrel 75mg-0-0 laboratorium
Saturasi O2 : 96% 3. PO Atorvastatin 0-0-4mg
4. PO Captopril 3 dd 6,25mg MESO : monitoring efek
5. PO Bisoprolol 1,25mg-0-0 samping masing-masing
6. PO Warfarin 0-0-2mg obat
7. PO Diazepam 0-0-2mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 453
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

8. IV Dobutamin 5mg
9. PO Laxadine 0-01CI
10. PO Lansoprazole 30mg-0-0
Terapi yang ditambahkan

Spironolakton METO : Monitoring


Indikasi : Anti remodeling agent tanda-tanda kardiomegali
Mekanisme : antagonis reseptor aldosteron pada (sesak, pembengkakan,
jantung dia menghambat deposisi kolagen sehingga jantung berdetak cepat)
memperlambat fibrosis jantung dan radang MESO : Monitoring
Dosis : 12.5-25mg/hari tanda-tanda pusing &
ESO : Pusing, sakit kepala sakit kepala

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 454
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Tuberkulosis Paru +
Pneumonia CAP + HIV st IV

(11 Februari – 18 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 455
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Tuberkulosis Paru +


Pneumonia CAP + HIV st IV “

Di High Care Unit Paru

Oleh:
Nadhifah Trully, S. Farm (051913143199)
Alik Almawadah, S. Farm (192211101024)
Fina Rahma Sona, S. Farm (192211101035)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 456
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 457
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan Tuberkulosis Paru


1.1.1. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (MTB). M. tuberculosis merupakan organisme
obligate aerobe yang berarti membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Oleh
karena itu, kompleks MTB banyak ditemukan di lobus paru-paru bagian atas
yang dialiri udara dengan baik(Irianti dkk., 2016). TB paru terutama
menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi primer, selain itu, tuberculosis
dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. TB paru
menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat (Darliana
dkk., 2010).
1.1.2. Etiologi
Agen infeksi utama, M. tuberculosis adalah batang aerobic tahan asam
yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar matahari.
Mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan (Basil
Tahan Asam) karena basil TB mempunyai sel lipoid. Basil TB sangat rentan
dengan sinar matahari sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Basil TB
juga akan terbunuh dalam beberapa menit jika terkena alcohol 70% dan lisol
50%. Basil TB memerlukan waktu 12-24 jam dalam melakukan mitosis, Hal
ini memungkinkan pemberian obat secara intermiten (2-3 hari sekali). TB paru
merupakan penyakit infeksi penting saluran pernafasan. Basil mikrobakterium
tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection)
sampai alveoli, sehingga terjadi infeksi primer (ghon) yang dapat menyebar
kekelenjar getah bening dan terbentuklah primer kompleks (ranke). Keduanya
dinamakan tubercolosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan
mengalami penyembuhan. Tubercolosis paru primer adalah terjadinya
peradangan sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil
mikrobakterium, sedangkan tubercolosis post primer (reinfection) adalah
peradangan bagian paru oleh karena terjadi penularan ulang pada tubuh

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 458
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sehingga terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut(Irianti dkk.,


2016).

1.1.3. Patofisiologi
TB paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh bacil
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah. Sebagian besar bakteri M. tuberculosis ditularkan
melalui udara, bukan melalui kontak permukaan. Ketika penderita TB paru aktif
(BTA positif dan foto rontgen positif) batuk, bersin, berteriak atau bernyanyi,
bakteri akan terbawa keluar dari paru-paru menuju udara. Bakteri ini akan berada
di dalam gelembung cairan bernama droplet nuclei. Partikel kecil ini dapat bertahan
di udara selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat oleh mata karena memiliki
diameter sebesar 1-5 μm (Irianti dkk., 2016)
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka
dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya
melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TB paru ini akan berusaha dihambat
melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme
pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut
dan bakteri TB paru akan menjadi dormant (istirahat). Sistem imun tubuh berespon
dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan
banyak bakteri; limpospesifik-tubercolosismelisis (menghancurkan) basil dan
jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam
alveoli, menyebabkan bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10
minggu setelah pemajanan. Massa jaringan paru yang disebut granulomas
merupakan gumpalan basil yang masih hidup. Setelah pemajanan dan infeksi awal,
individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon yang inade
kuat dari respon system imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan
aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkelghon memecah melepaskan
bahan seperti keju dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara,
mengakibatkan penyebaran penyakit lebihjauh. Tuberkel yang menyerah
menyembuh membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 459
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

membengkak, menyebabkan terjadinya bronco pneumonia lebih lanjut(Irianti dkk.,


2016).

1.1.4. Diagnosa TB Paru


Penyakit tuberculosis paru dapat ditegakkan setelah dilakukan beberapa alur
diagnosa yang dijelaskan pada gambar berikut :

Gambar 1.1 Alur Diagnosa Tuberkulosis


Keterangan : pasien dengan suspek tuberkulosis paru yaitu seseorang dengan
batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih disertai dengan atau tanpa gejala
lain (Kemenkes, 2011).

1.1.5. Manajemen Terapi


Pengobatan tuberkulosis di Indonesia yaitu menggunakan panduan OAT
yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia.
Pengobatan OAT yang digunakan yaitu ada dua tahap yang meliputi tahap intensif

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 460
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dan tahap lanjutan. Tahap intensif yaitu untuk mencegah terjadinya resistensi obat
dan bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat dalam kurun
waktu 2 minggu biasanya pasien menjadi tidak menular, pasien TB BTA positif
menjadi BTA negatf biasanya memerlukan waktu dalam kurun 2 bulan, sedangkan
tahap lanjutan yaitu penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan. Berikut pengelompokan obat OAT :

Tabel 1.1 Pengelompokan Obat OAT


Pengobatan tuberkulosis terdapat dua kategori berdasarkan keadaaan pasien.
a. Kategori pertama
Pada kategori pertama yaitu menggunakan pengobatan 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori pertama ini digunakan untuk pasien baru yang TB paru BTA
positif, TB paru BTA negative rontgen positif dan TB ekstra paru. Berikut
merupakan panduan pengobatan kategori 1 :

Tabel 1.2 Panduan OAT Kategori 1


b. Kategori kedua
Pada kategori kedua yaitu menggunakan pengobatan
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Kategori ini digunakan pada pasien dengan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 461
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kasus pengobatan ulang dikarenakan TB kambuh (BTA positif), pasien


gagal pengobatan, dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat.
Berikut pengobatan OAT kategori dua :

Tabel 1.3 Panduan OAT Kategori 2

1.2 Tinjauan Kandidiasis Oral


1.2.1 Definisi
Kandidiasis Oral (KO) merupakan kelainan dari mukosa mulut yang
disebabkan oleh jamur patogen dengan genus candida. Penyakit ini sering ditemui
pada pasien dengan infeksi HIV&AIDS (Walangare dkk., 2014). Menurut penelitian
yang dilakukan di RSUD dr. Saiful Anwar Malang oleh Walangare dkk 2014
menyebutkan bahwa pada subjek penelitian,keluhan tersering yang ditemukan pada
penderita KO adalah bercak putih pada area rongga mulut (lidah, palatum dan
mukosa) sebesar 70,4%. Keluhan yang ditemukan pada penelitian ini sesuai dengan
gambaran klinis terbanyak yang ditemukan pada penelitian ini yaitu kandidiasis tipe
pseudomembran (70,4%).

1.2.2 Etiologi
Kandidiasis oral adalah salah satu infeksi fungal yang mengenai mukosa oral.
Lesi ini disebabkan oleh jamur Candida albicans. Candida albicans adalah salah satu
komponen dari mikroflora oral dan sekitar 30-50% orang sebagai karier organisme
ini. Tedapat lima tipe spesies kandida yang terdapat di kavitas oral, diantaranya
adalah:
1. Candida albicans
2. Candida tropicalis

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 462
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

3. Candida krusei
4. Candida parapsilosis
5. Candida guilliermondi
Dari kelima tipe tersebut, Candida albicans adalah yang paling sering
terdapat pada kavitas oral. Candida albicans merupakan fungi yang menyebabkan
infeksi opurtunistik pada manusia. Salah satu kemampuan yang dari Candida
albicans adalah kemampuan untuk tumbuh dalam dua cara, reproduksi dengan
tunas, membentuk tunas elipsoid, dan bentuk hifa, yang dapat meningkatkan misela
baru atau bentuk seperti jamur(Hakim dkk., 2015).

1.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya KO pada pasien HIV&AIDS diperankan oleh
beberapa faktor seperti virulensi dari spesies Candida, imunitas selular yang
diperankan terutama oleh sel CD4 dan imunitas alamiah oleh sel keratinosit rongga
mulut. Timbulnya gejala klinis sangat tergantung antara kolonisasi Candida spp.
pada mukosa mulut, virulensi Candida spp., dan kerusakan dari sistem imun
mukosa dan progresifitas dari infeksi HIV (Walangare dkk., 2014).

1.2.4 Manajemen Terapi


Penatalaksaan kandidiasis oral menurut(Wirawan, 1994).
Lini pertama :
1. Nistatin
2. Ampoterisin B
3. Klotrimazol
Lini kedua yaitu :
1. Ketoconazole
2. Flukonazole
3. Itraconazole

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 463
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3 Septic Condition


1.3.1 Definisi
Septic Condition adalah sindrom klinis yang terjadi oleh adanya infeksi dan
Systemic Inflammatory Respons Indrom atau SIRS yang muncul ketika respon
tubuh terhadap infeksi melukai jaringan dan organnya.

1.3.2 Etiologi
Penyebab terbesar adalah bakteri gram negatif. Produk yang berperan
penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan komponen
terluar dari bakteri gram negatif. LPS merupakan penyebab sepsis terbanyak, dapat
langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menimbulkan
gejala septikemia. LPS tidak toksik, namun merangsang pengeluaran mediator
inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Bakteri gram positif, jamur, dan
virus, dapat juga menyebabkan sepsis dengan prosentase yang lebih sedikit.
Peptidoglikan yang merupakan komponen dinding sel dair semua kuman, dapat
menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin dapat merusak integritas membran
sel imun secara langsung (Hermawan, 2007).

1.3.3 Patofisiologi
Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses
inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil,
komplemen, NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis
merupakan proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan
antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka
terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi
yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada
berbagai organ.( Vienna,2000).
Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang
menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan
syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi
penurunan curah jantung.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 464
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ


yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF
merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan
perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang
diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi
(myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin
bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Chen
dan Pohan, 2007).

Gambar 1.2. Patofisiologi Septic Condition


1.3.4 Tanda dan Gejala Septic Condition
Kriteria untuk dapat menegakkan diagnosis sepsis dan sepsis berat pertama
kali dibentuk oleh American College of Chest Physician and Society of Critical
Care Medicine Consesus tahun 1991 yaitu sebagai berikut:
• Demam>38
• Hypothermia
• Heart rate>90x/menit
• Leukopenia (WBC Count<4000)
• Trombositopenia (platelet count<100.000)
• Peningkatan creatinine >0,5mg/dL
• Abnormalitas proses koagulasi (INR >1,5 or aPTT>60s)
• Hiperlaktatemia (>1mmol/L)
• Penurunan pengisian pada kapiler

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 465
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.5 Manifestasi Klinik Septic Condition


Septic Condition dapat diketahui dengan beberapa tanda klinis dari pasien
yaitu adanya bengkak pada bagian yang terkena infeksi, demam, penurunan
kesadaran pasien dan dapat dilihat dari pengecekan darah lengkap (sel darah merah,
trombosit, leukosit, dll) sehingga dapat ditegakkan diagnosis untuk Septic
Condition.

1.3.6 Tatalaksana Septic Condition


Penatalaksanaan penderita sepsis berat dan syok sepsis harus dilakukan
dengan cepat dan tepat untuk mengurangi mortalitas. Panduan Surviving Sepsis
Campaign (SSC) terdiri dari resuscitation bundle 6 jam dan management bundle 24
jam. Resuscitation bundle 6 jam diharapkan dapat membantu mengurangi angka
kematian karena sepsis berat dan syok sepsis, melalui tatanan penatalaksanaan
sepsis berat dan syok sepsis dalam 6 jam pertama berupa pemeriksaan laktat,
pengambilan kultur darah, pemberian antibiotik spektrum luas, resusitasi cairan,
pemberian vasopresor, pengukuran central venous pressure (CVP), dan pengukuran
central venous oxygen saturation (Scvo2 ) (Dellinger, 2012).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 466
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 1.4 Penatalaksanaan Sepsis dan Syok Sepsis

Bakteri yang dapat menyebabkan Septic Condition diantaranya


Staphylococcus aureus, Golongan Streptococcus, Entercoccous faecalis. Dimana
tatalaksana terapi dapat diawali dengan pertimbangan faktor pasien, faktor
mikrobiologis dan data hasil klinis (Kurniawan,2005). Antibiotik adalah zat yang
diperoleh dari suatu sintesis atau yang berasal dari senyawa non organic yang dapat
membunuh bakteri pathogen tanpa membahayakan manusia (inangnya). Antibiotik
harus bersifat selektif dan dapat menembus membran agar dapat mencapai tempat
bakteri berada (Priyanto, 2010). Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat
menyebabkan kekebalan bakteri, munculnya bakteri – bakteri yang resisten.
Adanya Staphylococcus aureus harus diverifikasi dengan kultur darah. Setelah
adanya bakteri yang terdeteksi dapat digunakan antibiotik sesuai dengan hasil
kultur dan kesensitifitas pasien terhadap suatu antibiotik. Berikut antibiotic empiris
yang digunakan untuk Septic Condition.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 467
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 1.7 Terapi Antibiotik Septic Condition

1.4 HIV (Human Immunodeficiency Virus)


1.4.1 Definisi
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh sehingga terjadi proses penurunan jumlah sel CD4+
Limfosit T di dalam darah, limfoid, dan jaringan mukosa sehingga menyebabkan
defisiensi imun. Immunodeficiency mengakibatkan peningkatan kerentanan
terhadap berbagai infeksi dan penyakit. Sekumpulan gejala penyakit yang timbul
karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV disebut AIDS
atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (Giulia, 2013;WHO,2015).
HIV adalah virus sitopatik diklasifikasikan dalam family Retroviridae,
subfamily Lentivirinae, genus Lentivirus. Jika ditinjau dari strukturnya HIV
termasuk famili retrovirus, yaitu termasuk virusRNA dengan berat molekul 9,7 kb
(kilobases) dan terjadi proses perubahan RNA menjadi DNA pada permulaan siklus
hidupnya. Pembentukan DNA dari RNA merupakan suatu proses transkripsi yang
berlangsung berlawanan arah dari proses biasanya dan dikatalisis oleh enzin reverse
transcriptase berasal dari virus. Infeksi HIV terjadi ketika reseptor spesifik pada sel
host yaitu molekul CD4+ limfosit-T memiliki afinitas yang tinggi terhadapHIV,
terutama pada glikoprotein (gp120) dari selubung virus (Nasronudin,2014). Virus
HIV dibagi menjadi dua yaitu HIV-1 dan HIV-2 (Kudesia, 2009; BIPAI, 2010;
Fauci et al, 2015).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 468
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.4.2 Patofisiologi
Infeksi HIV dimulai dari infeksi akut yang hanya sebagian dikontrol oleh
respon imun sel inang dan kemudian akan infeksi berkembang menjadi infeksi kronis
yang akan menginfeksi jaringan limfoid perifer. Virus akan masuk menembus epitel
mukosa. Infeksi akut ditandai dengan infeksi pada CD4+ limfosit T memori pada
mukosa jaringan limfoid dan menyebabkan kematian bebera sel yang terinfeksi.
Selama dua minggu terinfeksi , jumlah CD4+ limfosit T akan menurun dalam jumlah
besar ( Abbas, 2014).
Transisi dari fase infeksi akut menuju infeksi kronis akan diikuti dengan
menyebarluaskan virus, viremia dan perkembangan respon imun dari sel inang. Sel
dendrit pada epitel sebagai sarana masuknya virus dan akan bermigrasi ke kelenjar
getah bening (lymph node). Ekspresi protein yang dihasilkan oleh sel dendrit dengan
mannose atau disebut DC-SIGN merupakan penting dalam tahap pengikatan dengan
amplop virus (envelope HIV) dan transportasi virus. Setelah HIV berhasil melewati
kelenjar getah bening (lymph node) dan sel dendrit maka HIV akan masuk ke sel
CD4+. Replikasi virus menjadi viremia akan terjadi setelah satu hari terinfeksi dan
akan terdapat di dalam darah dengan jumlah yang besar. Pada tahap ini pasien akan
mengalami gejala-gejala yang tidak spesifik. Respon imun akan langsung melawan
antigen virus, dan dapat terlihat dengan adanya penurunan jumlah viremia dan dapat
dideteksi maksimal 12 minggu setelah terinfeksi. Pada tahap selanjutnya yaitu terjadi
infeksi kronis dimana terjadi replikasi HIV terus menerus di kelenjar getah bening
(lymph nodes), limpa, dan terjadi penghancuran sel CD4+. Fase ini dapat disebut
sebagai fasa laten. Sel CD4+ limfosit T di jaringan limfa akan terus dirusak dan
jumlah CD4+ limfosit T dalam darah akan terus menurun. Pada tahap ini akan
menyebabkan munculnya AIDS dengan infeksi oportunistik (Abbas, 2014).

1.4.3 Etiologi
Terdapat beberapa faktor risiko terinfeksi HIV yaitu dengan terpapar
beberapa cairan dari seseorang yang terinfeksi HIV meliputi darah, cairan semen,
cairan vaginal, dan air susu ibu (ASI). Transmisi HIV masuk ke dalam tubuh manusia
melalui 3 cara, yaitu: (1) secara vertical dari ibu terinfeksi HIV ke anak (selama

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 469
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mengandung, persalinan,menyusui);(2) secara transeksual (homo seksual maupun


hetero seksual); (3) secara horizontal yaitu kontak antar darah atau produk darah yang
terinfeksi (pemakaian jarum suntik bersama-sama secara bergantian transfuse darah,
transplantasi organ, tindakan hemodialisis, perawatan gigi, tato, dan tindik).
Transmisi secara efisien terjadi melalui darah, cairan semen, cairan vagina dan
serviks, ASI (BIPAI, 2010; Nasronudin, 2014).
Antibodi HIV dapat ditemukan di cairan saliva, air mata, urin namun belum
didapatkan epidemologi kejadian terinfeksi HIV karena transmisi melalui cairan
tersebut HIV juga tidak ditransmisikan melalui rute pernapasan atau kontak fisik di
lingkungan perumahan, sekolah, kerja, atau penjara. HIV tidak ditransmisikan
melalui makan, air, toilet, kolam renang, penggunaan baju dari orang terinfeksi atau
telepon. Selain itu, serangga seperti nyamuk juga tidak mentransmisikan HIV
(BIPAI,2010).

1.4.4 Manifestasi Klinik


Pada manifestasi klinis infeksi HIV dibagi dalam 3 fase, yaitu: (1) Infeksi HIV akut,
(2) Infeksi Laten, (3) Infeksi Kronis (AIDS). Fase HIV akut terjadi gejala tapi tidak spesifik
seperti demam, nyeri kepala hebat, faringitis, limfadenoopati, dan terjadi 3 sampai 6 minggu
setelah terinfeksi. Jumlah limfosit T pada fase ini masih di atas 500 sel/ mm3dan akan
mengalami penurunan setelah 6 minggu terinfeksi HIV. Fase laten klinis terjadi 2 sampai 6
bulan setelah terinfeksi, pada tahap ini terjadi pembentukan respon imun spesifik HIV
sehingga akan jarang ditemukan virion dalam plasma, sehingga virion dalam plasma
menurun karena sebagian besar terakumulasi di kelenjar limfe dan terjadi replikasi di
kelenjar limfe. Sehingga jumlah limfosit T akan menurun walaupun jumlah virion dalam
plasma sedikit. Jumlah T-CD4 menurun sekitar 500 hingga 200 akan tetapi masih
asimtomatis. Fase ini akan berlangsung 8 sampai 10 tahun dan pada tahun kedelapan akan
muncul gejala (simtomatis) yaitu gejala awal infeksi oportunistik Fase Infeksi Kronis atau
fase AIDS merupakan tahap akhir perjalanan penyakit HIV, pada tahap ini akan terjadi
penurunan CD4+ limfosit T dibawah 200 sel/mm3, terjadi peningkatan virion secara
berlebihan dalam plasma sehingga sistem imun tidak mampu melawan. tidak Pasien akan
mengalami infeksi oportunistik meliputi infeksi protozoa (Toxoplasma, Cryptosporidium),
infeksi bakteri (Mycobacterium avium, Nocardia, Salmonella), infeksi fungi (Candida,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 470
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Cryptococcus neoformans, Coccidioids immitis, Histoplasma capsulatum, Pneumocystis),


infeksi virus (cytomegalovirus, herpes simplex, varicella- zoster), tumor, ensefalopati, dan
wasting syndrome (Abbas et al,2014).

1.4.5 Stadium HIV


Derajat berat infeksi HIV pada orang dewasa berdsarkan stadium klinis sesuai
ketentuan WHO.
Tabel 1.8 Stadium Klinis HIV (Nasronudin, 2014)
Stadium Klinis HIV Gejala
Stadium Klinis I Asimtomatis
Limfa denopati persistent generalisata
Penampilan aktivitas fisik skala I: asimtomatis, aktivitas normal
Stadium Klinis II Penurunan berat badan < 10% berat badan sebelumnya
Manifestasi mukokutaneous minor (dermatitis seborhhoic, prurigo,
infeksi jamur pada kuku, ulserasimukosa oral berulang,
chelitisangularis)
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Infeksi berulang pada saluran pernapasan atas (misal: sinusitis bakterial)
Penampilan/ aktivitas fisik skala II: simptomatis, aktivitas normal
Stadium klinis III Penurunan berat badan > 10%
Diare kronis dengan penyebab tidak jelas >1 bulan demam dengan
sebab tidak jelas (intermittent atau tetap) >1 bulan
Kandidiasisoris
Oral hairy leukoplakia
TB pulmoner, dalam satu tahun terakhir
Infeksi bacterial berat (pneumonia, piomiositis)
Penampilan/ aktivitas fisik skala III: lemah, berada di tempat tidur<
50% perhari dalam bulan terakhir)
Stadium klinis IV HIV wasting syndrome (sesuai yang ditetapkan CDC) PCP
Diare karena Cryptosporidiosis >1 bulan ensefalitis
Toksoplasmosis Cryptococcus ekstrapulmoner
Infeksi virus setomegalo
Infeksi herpes simpleks > 1 bulan
Berbagai infeksi jamur berat (histoplasma, coccidioidomycosis)
Kandidiasis esofagus, trachea, ataubronkus
Mikobakteriosis atypical
Salmonellosis non tifoid disertai setikemia TB, ekstrapulmoner
Ensefalopati HIV
Penampilan/ aktivitas fisik skala IV: lemah, berada di tempat tidur> 50%
perhari dalam bulan terakhir

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 471
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.4.6 Diagnosa
Terdapat beberapa tipe uji diagnosis HIV yang telah dikembangkan. Uji
diagnosis HIV dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu tes antibodi dan tes
virologi. Tes antibody meliputi HIV rapid tests, HIV enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA), dan Western Blot. Sedangkan tes virologi meliputi HIV DNA
polymerase chain reaction (PCR) assays, RNA assays, p24 antigen assays, dan
kultur viral. Tahapan infeksi pada HIV dapat ditetapkan secara klinis dan imunologi.
Tenaga kesehatan profesional dapat menentukan waktu yang tepat untuk memulai
pengobatan dengan terapi ARV pada pasien beradasarkan tingkat keparahan pasien
yang terinfeksi HIV ( BIPAI, 2010).

1.4.7 Terapi
Dalam upaya menekan HIV dapat dilakukan terapi dengan menggunakan
kombinasu tiga atau lebih antiretroviral (ARV). Akan tetapi ARV hanya
mengendalikan replikasi virus dan memperkuat sistem imun sehingga dapat melawan
infeksi, bukan menyembuhkan infeksi. Telah terbukti bahwa penderita HIV positif
setelah pemberian ARV akan menurunkan risiko penularan virus kepada seksual
partner sebanyak 96%. (WHO,2015)
Terapi dengan beberapa kombinasi ARV perlu diperhatikan ada tidaknya
interaksi dengan obat lain atau variabilitas farmakodinamik dan farmakokinetiknya,
karena pada pasien HIV dengan infeksi lanjutan (oportunistik) perlu diberikan banyak
terapi yaitu meliputi kombinasi ARV,dan terapi untuk infeksi oportunistik. Macam-
macam ARV yang dapat digunakan pada keadaaan infeksi oportunistik aktif meliputi
NRTI, NNRTI, protease inhibitor, fusion inhibitor, CCR5 co-receptor antagonist,
dan HIV integrase inhibitor (Kemenkes RI, 2011; Katzung,2014).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 472
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 1.9 Daftar obat ARV di Indonesia berikut nama dagang sering digunakan,
dosis dan efek sampingnya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 473
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 474
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.5 Pneumonia
1.5.1 Definisi
Pneumonia adalah penyakit infeksi pada parenkim paru dimana alveoli
(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk
menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan cairan.
Infeksi ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, dan protozoa. Penyakit ini
merupakan penyakit yang serius yang dapat mengenai semua umur terutama pada
bayi/ anak, usia lebih dari 65 tahun, dan orang dengan penyakit pemberat lain
seperti penyakit jantung kongestif, diabetes, dan penyakit paru kronis. Penyakit
ini lebih sering muncul pada musim dingin, perokok dan pria dibanding wanita.
Penyakit infeksi ini memberikan angka morbiditas dan mortalitas yang
signifikan. Akan tetapi sering terjadi kesalahan dalam mendiagnosis,
memberikan terapi, dan sering diremehkan. Sebelumnya, pneumonia
diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu sebagai community-acquired
pneumonia (CAP), hospital-acquired pneumonia (HAP) atau ventilator-
assosiated pneumonia (VAP). Community-acquired pneumonia adalah
pneumonia yang diperoleh dari selain rumah sakit, berbeda dengan pneumonia
nosocomial yaitu pneumonia yang diperoleh selama tinggal rumah sakit dan
sampai satu minggu setelah keluar dari rumah sakit. Selama dua dekade terakhir,
beberapa pasien dengan onset community-acquired pneumonia (CAP) ditemukan
mengalami multi drug resistence (MDR) oleh pathogen. Sehingga muncul
kategori baru pneumonia dengan MDR disebut health- care-associated
pneumonia (HCAP) (DiPiro, 2008; Fauci et al,2015).

1.5.2 Etiologi
Berdasarkan World Health Association (WHO), penelitian di berbagai negara
menunjukan bahwa di negara berkembang Streptokokus pneumonia dan Hemofilus
influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi,
yaitu 73,9 % aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah (Depkes, 2002).
Sedangkan di negara maju, pneumonia pada umumnya disebabkan oleh virus
(Depkes, 2002). Etiologi pneumonia antara lain:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 475
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

a. Bakteri :Streptococcus pneumonia, Diplococcus pneumonia,


Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Streptococcus aureus,
Hemophilus influenza, BacillusFriedlander.
b. Virus : Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus,
cytomegalovirus.
c. Jamur : Mycoplasma pneumocesdermatitides, Coccidioides immitis,
Aspergillus, Candida albicans, Pneumocystis Carinii Pneumoni.
Pneumonia akibat bakteri ini biasanya terjadi ketika ISPA dimana terjadi
penurunan sistem imun tubuh. Sistem imunitas yang lemah menjadi keadaan yang
baik untuk bakteri berkembang biak di paru, dan menimbulkan penyakit.
Bermacam-macam bakteri dapat menyebabkan pneumonia, yang tersering adalah
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus). Pneumonia akibat bakteri ini dapat
lebih serius bila dibandingkan dengan pneumonia akibat virus. Bermacam-macam
virus dapat menyebabkan pneumonia. Contohnya termasuk influenza, chickenpox,
herpes simplex, and respiratory syncytial virus (RSV). Virus dapat ditularkan antar
manusia ke manusia lain melalui batuk, bersin atau menyentuh objek dengan tangan
yang terkontaminasi yang berkontak dengan cairan dari orang yang terinfeksi.
Bermacam-macam jamur dapat menyebabkan pneumonia. Yang paling sering
adalah jamur Pneumocystis Carini. Sedangkan pada pneumonia aspirasi dapat juga
terjadi apabila materi/ bahan-bahan dalam lambung atau benda asing terhirup
masuk ke saluran pernafasan, menyebabkan cedera, infeksi atau penyumbatan (Israr
et al,2009).

1.5.3 Patogenesis
Mikroorganisme masuk ke dalam saluran pernapasan bagian bawah melalui
tiga rute. Mikroorganisme dapat masuk dengan cara dihirup sebagai partikel
aerosol, masuk paru-paru melalui aliran darah dari bagian ekstrapulmoner yang
terinfeksi, dan yang ketiga melalui aspirasi orofaringeal pada saat tidur yaitu
masuknya patogen ke dalam alveoli dan sirkulasi pernapasan di paru. Ketika
pertahanan paru untuk melawan patogen berfungsi optimal, mikroorganisme yang
masuk melalui aspirasi dapat dibersihkan dari wilayah tersebut sebelum infeksi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 476
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menjadi parah. Akan tetapi, aspirasi patogen dari orofaring berpotensial


menyebabkan pneumonia apabila pertahanan paru terganggu. Beberapa faktor yang
mendukung aspirasi patogen seperti terganggunya saaf sensorik dan saraf otot akan
menyebabkan peningkatan jumlah mikroorganisme yang diteruskan ke saluran
pernapasan bagian bawah sehingga terjadi mekanisme pertahanan yang berlebihan.
Infeksi paru akibat virus akan menekan aktivitas antibakteri di paru dengan
mengganggu aktivitas makrofag alveolar serta berkurangnya kemampuan
mukosilier untuk membersihkan mikroorganisme dan kotoran keluar, yang akan
menyebabkan terjadinya bakterial pneumonia (DiPiro,2014).
Bakteri yang paling sering menyebabkan community-acquired pneumonia
pada orang dewasa adalah Streptococcus pneumonia ( pneumococcus) dan jumlah
kasus terjadi mencapai 75%. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh patogen lain
seperti M.pneumonia, Legionella, C.pneumoniae, H.influenzae, dan beberapa virus
termasuk influenza. Pneumonia pada bayi dan anak disebabkan oleh microorganism
dengan rentang yang lebih luas. Kebanyakan pneumonia pada anak disebabkan
oleh virus, terutama RSV, parainfluenza, dan adenovirus. Setelah melewati periode
neonatal, penyebab pneumonia pada masaanak-anak diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu kelompok A Streptococcusdan S.aerus, dan kelompok B
H.influenza ( DiPiro, 2008).

1.5.4 Patofisiologi
Pneumonia merupakan hasil dari proliferasi mikroba patogen dan respon
host terhadap patogen di tingkat alveolar. Ketika mikororganisme dengan ukuran
kecil cukup untuk dihirup sampai tingkat alveolar dan dengan jumlah yang tidak
banyak, makrofag alveolar dan dibantu oleh protein yang diiproduksi sel-sel epitel
alveolar (misalnya, protein surfaktan A dan D) yang memiliki sifat aktivitas sebagai
antibakteri atau antivirus sangat efisien dalam membersihkan dan membunuh
patogen tersebut. Ketika kapasitas makrofag alveolar untuk mencerna atau
membunuh patogen yang berlebihan tidak cukup maka kondisi tersebut marupakan
manisfestasi klinis pneumonia. Pada kondisi ini makrofag alveolar akan memulai
respon inflamasi untuk meningkatkan pertahanan pada saluran pernapasan bawah.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 477
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sehingga trigger dari sindrom pneumonia bukan dari proliferasi mikroorganisme


akan tetapi dari respon inflamasi pada inang (Fauci et al,2015).
Pelepasan mediator inflamasi, seperti interleukin 1 dan tumor necrosis
factor (TNF), akan menghasilkan gejala demam. Kemokin, seperti interleukin 8 dan
granulosit koloni stimulating factor akan menstimulasi pelepasan neutrophil dan
merangsang paru untuk menghasilkan leukositosis perifer dan sekeresi purulen.
Mediator inflamasi yang disekresi oleh makrofag dan netrofil akan menyebabkan
terjadinya kebocoran pada kapiler alveolar yan terlihat pada sindrom gangguan
pernapasan akut, meskipun pada pneumonia kebocoran ini terlokalisir. Bahkan
eritrosit dapat melintas membrane kapiler alveolar, akan tetapi dengan konsekuensi
terjadinya batuk yang disertai darah (hemotipsis). Kebocoran kapiler alveolar padat
dilihat dengan terjadinya infiltrasi radiografi, terdeteksinya suarasaat bernapas
(rales) pada auskultasi, dan hipoksemia hasil dari pengisian ruang alveolar oleh sel
darah merah (alveolar filling). Beberapa bakteri patogen akan tampak dan
mengganggu vasokontriksi yang normalnya terjadi ketika alveoli terisi cairan,
gangguan ini menyebabkan hipoksemia berat (Fauci et al, 2015).
Peningkatan pernapasan dalam sindrom respon inflamasi sitemik akan
menyebabkan terjadinya alkalosis respirasi. Penurunan kesesuaian alveolar karena
kebocoran kapiler, hipoksemia, peningkatan pernapasan, peningkatan sekresi, dan
kadang terjadi bronkospasme akan menyebabkan sesak napas (dyspnea). Jika cukup
parah, perubahan mekanik sekunder pada paru untuk pengurangan volume paru dan
kesesuaian serta perpindahan darah intrapulmoner dapat menyebabkan kegagalan
pernapasan dan kematian (Fauci et al, 2015).

1.5.5 Klasifikasi
Berdasakan faktor resiko dan lingkungan, pneumonia diklasifikasikan
menjadi 4 kelompok yaitu community-acquired pneumonia, healthcare associated
pneumonia, hospital-acquired pneumonia, dan ventilator associated pneumonia.
Community-acquired pneumonia adalah pneumonia yang berkembang pada pasien
tanpa ada kontak dengan tenaga kesehatan atau fasilitas di rumah sakit. Healthcare
associated pneumonia adalah pneumonia yang berkembang pada pasien yang tidak

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 478
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dalam fasilitas perawatan akut di rumah sakit dan memiliki resiko terjadinya
patogen MDR. Hospital-acquired pneumonia adalah pneumonia yang berkembang
pada pasien rawat inap di rumah sakit lebih dari 48 jam. Sedangkan ventilator
associated pneumonia adalah pneumonia yang berkembang pada pasien rawat inap
di rumah sakit lebih dari 48 jam setelah intubasi dan ventilasi mekanis
(DiPiro,2014).

1.5.6 Pneumonia Komunitas


1.5.6.1 Definisi
Pneumonia komunitas atau Community-acquired pneumonia (CAP) adalah
pneumonia yang dimulai di luar wilayah rumah sakit atau pada pasien rawat jalan
yang tidak melakukan rawat inap di rumah sakit atau pasien yang tidak
menggunakan fasilitas perawatan di rumah sakit jangka panjang. Penyakit ini
merupakan penyakit yang paling mematikan di Amerika. Mortalitas dalam waktu
satu tahun pada pasien dengan usia kurang dari 65 tahun dapat mencapai >40% (
Mcphee, 2015).

1.5.6.2 Etiologi
Penyebab terjadinya pneumonia komunitas yang paling umum adalah
bakteri dari pada virus. Bakteri pathogen yang paling umum sering dijumpai pada
studi CAP adalah S.pneumoniae, terhitung sekitar dua pertiga dari isolate bakteri.
Sedangkan bakteri pathogen lainnya meliputi H.influenzae, M.pneumoniae,
C.pneumoniae, S.aureus, Neisseria meningitidis, M.catarrhalis, Klebsiella
pneumoniae, Legionella sp., dan golonganbakteribatang gram negatif. Sedangkan
virus yang umumpenyebab CAP adalah virus influenza, virus respirasisintial,
adenovirus dan virus parainfluenza (Huang, 2010; Torres, 2013; Mcphee,2015).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 479
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.5.6.3 Terapi
Tabel Terapi pada pasien pneumonia komunitas (Cunha, 2015).
Terapi PO atau
Patogen Umum TerapiAlternatif (IV)
pergantian IV ke PO
Patogen S. pneumoniae Seftriakson (IV) 1g/24jam Quinolon (PO)
belum H. influenza (1-2minggu) kombinasi Quinolon (IV) (Moxifloxacin
diketahui M.catarrhalis (Moxifloxacin 400mg 1-2 minggu atau 400mg 1-2 minggu
B. pertussis Levofloxacin 750mg 5 hariatau 500mg 1-2 atau Levofloxacin
Legionella sp. minggu) 750 mg 5 hari atau
Mycoplasma + 500 mg 1-2
pneumoniae Doksisiklin (IV atau PO) 200mg/12jam (3hari) minggu)
kemudian 100mg /12jam (IV atau PO) 4-11 atau
hari Doksisiklin (PO)
atau 200mg/12jam (3hari)
Azitromisin 500mg (IV) /24 jam (1- kemudian 100mg
2minggu) /12jam (PO) 4-11 hari
atau
Makrolid* (PO)
/34jam 1-2
minggu
Tipikal S. pneumoniae Terapi Imun IV Terapi Alternatif Amoxicillin/
bakterial H. influenza IV clavulanat XR 2
patogen M. catarrhalis Seftriakson (IV) 1g/24jam Doksisiklin (IV) tablet/12jam (PO) x7-
K.pneumoniae (1-2 minggu) 200 mg/12jam 1-2 10 hari atau Cefprozil
atau Minggu 500 mg/1 2 jam (PO)
Quinolon (IV) atau x 1-2minggu
(Moxifloxacin 400mg 1-2 Ertapenem
minggu atau Levofloxacin 1g/24jam
750mg 5 hariatau 500mg (IV) 1-2 minggu
1-2 minggu) Seftriakso (IV)
atau 1g/24jam x 2
Doksisiklin (IV) minggu
200mg/12jam 3 hari atau
(minimum 2 dosis Doripenem 1
sebelum pergantian pada
g/8jam (IV)
terapi PO)
MDR Ceftazidime/avibacta m Colistin 5 mg/kg
K. pneumoniae 2,5 g/8jam (IVI 1- /8jam (IV)
2 minggu Atau Polimiksin
CRE
atau B 1,25 mg/kg/12
Tigecycline 200mg jam (IV)
(IV) x1 dose, kemudian
100 mg
/24jam (IV) 1-2 minggu

Pada pasien CAP diagnosis yang penting adalah demam atau hipotermia,
takipnea, batuk dengan atau tanpa dahak, dispnea, rasa tidak nyaman pada dada,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 480
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

keringat dan kekakuan, timbulnya suara pada bronkus saat bernapas pada
auskultasi, opasiti parenkim pada tes radiograf dada. Terdapat beberapa kriteria
pada pasien pneumonia komunitas akut yaitu kriteria minor dan kriteria mayor
(tabel III). (Suttorp and Welte, 2007; Mcphee, 2015).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 481
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN

2.1 Profil pasien


Nama/ Jenis kelamin : Tn. N / Laki-laki
Umur/ BB/ TB : 37 tahun/-/-
Alamat : Lowokwaru, Malang
MRS/KRS : 11-02-2020
Status pasien : JKN
Dokter : dr. Frenky
Farmasis : Rizky Fauzia Fitria, S.Farm., Apt
Alergi : Ada, tapi tidak dituliskan
Keluhan utama : Sesak nafas
Riwayat penyakit saat ini Tuberkulosis paru, pneumonia CAP, HIV
:
st IV
Riwayat kesehatan : Tuberkulosis paru, HIV st IV
Riwayat pengobatan : OAT, ARV
Diagnosa TB paru, pneumoni CAP + septic condition,
: HIV st IV drop out ARV, candidiasis oral,
shock condition

2.2 Data klinis pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Parameter Nilai normal 11/2 12/2 13/2 14/2
Suhu (ºC) 36 – 37 36 37,4 36,7 36,7
Nadi (x/menit) 80 – 85 133 110 110 90
RR (x/menit) 20 47 22 20 20
Tek. Darah (mmHg) 120/80 114/74 110/70 110/70 100/60

Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien


Parameter 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2
Sesaknafas √ √ √ √ √

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 482
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3 Data laboratorium pasien


Tabel 2.3 Tabel data laboratorium pasien

PARAMETER NORMAL VALUE 11/2 14/2

HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 9,8 8,2
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 3,53 2,85
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 10 / µL
3
9,07 5,50
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 29,90 25,70
Trombosit (PLT) 142 – 424 10 / µL
3 186 129
ESR/LED 0-30 mm/hr
Reticulosit 0,5- 2,20%
MCV 80 – 93 FL 84,70 90,20
MCH 27 - 31 Pg 27,80 28,80
MCHC 32 – 36 g/dL 32,80 31,90
RDW 11,5 – 14,5 % 17,20 17,60
PDW 9-13 13,1 10,5
MPV 7,2 – 11,1 10,9 10,9
P-LCR 15,0 – 25,0 31,8 29,4
PCT 0,150 – 0,400 0,20 0,14
NRBC Absolut 0,00 0,02
NRBC Percent 0,0 0,4
PARAMETER NORMAL VALUE 11/2 14/2
HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 0,0 0
Basofil 0–1 0,1 0
Neutrofil 51 – 67 92,1 89,5
Limfosit 25 – 33 3,5 4,5
Monosit 2-5 4,3 6,0
Eosinofil Absolut 0,00 0
Basofil Absolut 0,01 0
Neutrofil Absolut 8,35 4,92
Limfosit Absolut 0,32 0,25
Monosit Absolut 0,16 – 1 0,39 0,33
Immature
Granulosit 4,90 5,10
(%)
Immature
0,44 0,28
Granulosit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 483
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

PARAMETER NORMAL VALUE 11/2 14/2 14/2


METABOLISME KARBOHIDRAT
Glucose fasting 60-110 mg/dl
Glucose 2 PP <130 mg/dl
Glucose Random <200mg/dl 170
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 28,1 45,2
Creatinine 0,7-1,5 mg/dl 0,59 0,82
e-GFR 129,335 112,99
FAAL HATI
SGOT/AST 11-41 U/I 68 103
SGPT/ALT 10-41 U/I 17 32
Albumin 3,5-5,0 g/dl 1,99 2,16
Bilirubin Total <1,0 mg/dl 0,74 0,44
Bilirubin direct <0,25 mg/dl 0,44 0,31
Bilirubin indirect <0,75 mg/dl 0,30 0,13
Protein total 6,7-8,7 g/dl 8,43 5,99
Globulin 2,5-3,5 g/dl 6,44
LDH 240-480 968 778
glukosa 107
PARAMETER NORMAL VALUE 11/2 14/2 14/2
ELEKTROLIT
Natrium/Na 135-145 mmol/l 126 134 132
Potasium/K 3,5-5,0 mmol/l 4,22 3,90 5,39
Chloride/Cl 98-106 mmol/l 101 111 114
Calcium/Ca 7,6-11,0 mmol/l
Phosphat/PO4 2,5-7,0 mmol/l
Suhu 37,0 37,0 37,0
Hb 13,3 10,4 10,2
pH 7,35-7,45 7,52 7,08 7,12
pCO2 35-45 27,7 74,8 43,7
pO2 80-100 65,2 69,1 56,2
HCO2 21-28 22,9 22,3 14,4
O2 Saturate >95% 94,9 84,1 78,2
Base excase (-)3 – (+) 3 -0,2 -7,8 -15,1

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 484
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4 Profil terapi pasien


Tabel 2.4 Tabel profil terapi pasien
Obat Rute Dosis 12/2 13/2 14/2
O2 NC 10 lpm √ √ √
IVFD Nacl IV 0,9% √ √ √
Levofloxacin IV 1x750 mg √ √ √
Ceftriaxone IV 2x1 gr √ √ √
Methyl IV 2x31,25 mg √ √ √
prednisolon
Cotrimoxsazol PO 4x1440mg √ √ √
NAC PO 3x200mg √ √ √
PCT PO 3x500mg √ √ √
Drip NE IV 8 ug 100 cc NS √ √ √
Nebul Combivent Inhalasi 3x1 √ √
Curcuma PO 3x1 √ √
Nystatin 4x400.000 √ √
unitt

2.5 Drug related problem pasien


1. Interaksi antara levofloxacin dengan metilprednisolon yang dapat
menyebabkan terjadinya ruptur tendon.
2. Efek samping penggunaan levofloxacin yaitu terjadinya mual muntah.
3. Efek samping ruptur tendon → penggunaan methylprednisolone dalam
jangka panjang.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 485
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

Kombinasi obat anti TB (OAT) efektif untuk mengatasi infeksi TB, namun
penggunaannya berhubungan dengan risiko jejas hati imbas obat (drug induced
liver injury, DILI), yang merupakan salah satu masalah kesehatan yang memiliki
tantangan diagnosis tersendiri. DILI dapat menyerupai hampir semua jenis penyakit
hati, dan saat ini diagnosis DILI dilakukan per eksklusionam karena tidak terdapat
penanda biologis maupun pemeriksaan spesifik yang dapat menegakkan diagnosis
DILI. Karena itu, semua penyebab jejas hati yang dapat memberikan gambaran
serupa harus disingkirkan terlebih dulu. Pentingnya menggali seluruh data klinis
maupun biokimia yang berhubungan dengan jejas hati, data ini merupakan kunci
penting untuk menentukan karakteristik dan pola jejas hati agar dapat membantu
menegakkan diagnosis. Peningkatan kadar enzim hati alanin transaminase (ALT),
aspartat aminotransferase (AST), dan fosfatase alkali (ALP) dianggap sebagai
indikator jejas hati(Loho & Hasan, 2014). OAT lini pertama yang berhubungan
dengan DILI antara lain INH, rifampisin, dan pirazinamid. DILI akibat OAT ini
merupakan reaksi efek samping yang telah diketahui secara luas, dan terjadi sekitar
5-33% pasien.
Penatalaksaan TB pada pasien kelainan hati ini adalah mengurangi jumlah
dari obat hepatotoksik dan memperpanjang durasi terapi TB. Diantara OAT lini
pertama, Pirazinamide adalah yang paling hepatotoksik dan sebaiknya dihindari
penggunaannya. Isoniazid dan rifampisin juga bersifat hepatotoksik, dan kombinasi
keduanya lebih bersifat toksik dibandingkan penggunaan tunggal (Park, 2010). Dari
kebanyakan kasus, terjadi DILI dalam 2-3 bulan setelah dimulainya terapi OAT.
Obat yang dapat diberikan secara aman pada pasien DILI antara lain
aminoglikosida, etambutol, kuinolon, dan sikloserin. Karena risiko terjadinya DILI
selama pengobatan OAT maka terdapat dua strategi manajemen yaitu monitoring
fungsi hati dan modifikasi rejimen terapi. Monitoring fungsi hati penting dilakukan
pada pasien yang memulai OAT sebagai baseline dan secara reguler sehingga dapat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 486
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dilakukan deteksi dini kelainan hati sebelum terjadi kondisi yang mengancam
nyawa(Teleman, Chee, Earnest, & Wang, 2002). Pada kondisi yang sudah terjadi
kelainan hati, monitoring fungsi hati lebih ketat selama pemberian OAT yaitu 2x
tiap minggu selama 2 minggu pertama kemudian tiap minggu sampai selesai
pengobatan 2 bulan, lalu monitoring tiap bulan hingga selesai terapi (Saukkonen et
al., 2006). Penatalaksanaan OAT pada pasien dengan kelainan hati yaitu dengan
menghentikan terapi OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ). Selanjutnya perlu
dilakukan monitoring klinik dan laboratorium. Apabila klinik dan laboratorium
kembali normal (billirubin, SGOT, SGPT) maka ditambahkan terapi INH
desensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg). Apabila selama pemakaian INH
sampai dosis penuh hasil klinik dan laboratorium normal, maka ditambahkan
dengan terapi Rifampisin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai berat
badan). Pemantauan klinik dan laboratorium tetap dilakukan sampai panduan obat
menjadi RHES (Rifampisin, Isoniazid, Etambutol, Streptomisin). Sedangkan
Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi (PDPI, 2002).
Pengobatan TB juga berbeda apabila pasien tersebut mengalami HIV, seperti
pada kasus pasien ini. Menurut PDPI ( Persatuan Dokter Paru Indonesia)
manajemen terapi untuk kasus TB pada penderita HIV yaitu paduan obat yang
diberikan 2 HRZE/RH diberikan sampai 6-9 bulan setelah konversi dahak, tidak
diberikan thiacetazon karena dapat menimbulkan toksik hebat pada kulit, jangan
dilakukan desentisasi OAT pada penderita HIV misal isoniazid dan rifampisin
karena dapat mengakibatkan toksik pada hati. TB pada pasien HIV ini tidak
diberikan manajemen terapi dahulu dikarenakan untuk memulai terapi TB harus
memperhatikan beberapa hal berikut apabila nilai CD4 <200/mm3 maka mulai
dilakukan terapi TB dan mulai terapi ARV segera setelah terapi TB dapat
ditoleransi 2minggu sampai 2 bulan. Nilai CD4 pada pasien ini yaitu 11mm3 nilai
tersebut masih sangat jauh dari <200, dan pada pasien ini terjadi beberapa infeksi
opportunistik akibat septic syok, kandidiasis oral, CAP, PCP sehingga sebelum
memulai terapi OAT dan HIV perlu dilakukan terapi pada beberapa infeksi
opportunistik tersebut dengan diberikan antibiotik kotrimoksazol 2 minggu-2 bulan
tergantung pada keadaan klinis pasien.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 487
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Immune Reconstitusi Inflammatiry Syndrome (IRIS) atau dalam bahasa


Indonesia biasa dikenal Sindrom Pulih Imun (SPI) merupakan suatu spectrum
gejalan dan tanda klinis yang terjadi pada pasien HIV. Spektrum gejala tersebut
dapat berupa perburukan kondisi klinis sebagai akibat respon inflamasi berlebihan
pada saat pemulihan respon imun setelah pemberian terapi antiretroviral dan
manifestasi tersering pada umumnya berupa inflamasi dan penyakit infeksi. Faktor
risiko timbulnya SPI adalah jumlahnya CD4+ yang rendah saat memulai terapi
ARV, jumlah virus RNA HIV yang tinggi saat memulai terapi ARV, beratnya
infeksi oportunistik (Naomi et al., 2015). IRIS atau SPI dapat berupa penyakit
infeksi maupun non infeksi (Kemenkes, 2011). Insiden IRIS berkisar antara 10-
40% pada penelitian dan kejadian yang lebih tinggi diperoleh pada pasien dengan
CD4+ rendah dan viral load RNA-HIV yang tinggi (Lucy,2015).
Pengobatan CAP (Community-Acquired Pneumonia) pada pasien ini
diberikan terapi antibiotik levofloxacin dan ceftriaxon. CAP yang terjadi pada
pasien ini ditandai dengan adanya keluhan berupa sesak nafas yang berat.
Diberikannya kombinasi antibiotic tersebut dikarenakan CAP yang terjadi pada
pasien merupakan CAP dengan derajat berat, sehingga tidak tepat apabila hanya
diberikan monoterapi empiris dengan antibiotic golongan florokuinolon.
Penggunaan florokuinolon dapat dikombinasi dengan antibiotic golongan
makrolida atau beta laktam, kombinasi tersebut dapat menurunkan tingkat kematian
pasien. Beta laktam yang direkomendasikan yaitu seftriakson, sefotaksim,
ampisilin-sulbaktam. Selain itu, pemberian kedua antibiotik juga didasarkan pada
PPAM (Pedoman Penggunaan AntiMikroba) di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang,
dapat dilihat pada gambar berikut:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 488
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pada pasien ini juga diberikan obat kortikosteroid untuk penanganan CAP,
yaitu metil prednisolon pemberian obat tersebut digunakan sebagai agen
antiinflamasi. Pemberian kortikosteroid pada pasien CAP dengan HIV
menunjukkan hasil bahwa, kortikosteroid dapat menurunkan mortalitas, waktu
stabilitas klinik dan lama tinggal pasien di rumah sakit (AIDS, 2019). Pasien juga
menerima O2, dan nebul combivent yang berfungsi untuk meningkatkan kadar O2
dalam paru sehingga dapat mencukupi kebutuhan O2, dan dapat mengurangi sesak
pasien. Gejala klinis pasien Tn N dengan pneumonia CAP seperti batuk dengan
dahak sehingga pasien mendapatkan terapi pengobatan supportif N-asetilsistein
3x200 mg po sebagai indikasi mengeluarkan secret saat batuk. Selain pneumonia
CAP pasien Tn N didiagnosa PCP atau pneumonia pneumosistis, yang di sebabkan
oleh Pneumocystis carinii ini merupakan jenis infeksi opportunistik yang umum
pada penderita AIDS (Gustawan, Arhana, Purniti, Subanada, & Wati, 2016).
Pada problem medis PCP (Pneumocystis Carinii Pneumonia) merupakan
suatu infeksi oportunistik paling sering terjadi pada pasien HIV terutama pada
pasien dengan CD4 kurang dari 200 sel/ul. Sebelum adanya profilaksis PCP dan
antiretroviral (ARV), PCP terjadi pada 70-80% pasien HIV dan hampir 90% terjadi
pada pasien HIV dengan CD4 kurangdari 200 sel/ul. Pengobatan PCP yang
diberikan pada pasien yaitu antibiotic kotrimoksazol. PCP yang terjadi pada pasien
termasuk dalam PCP berat, yang ditandai dengan nilai PaO2 <70mmHg yaitu pada
tanggal 11 Februari sebesar 65,2mmHg, lalu dilakukan pemeriksaan kembali pada
tanggal 14 Februari sebesar 69,1mmHg. Sehingga pasien diberi kotrimoksasol per
oral dengan dosis4x1440mg setiap harinya. Selain itu pasien juga menerima terapi
kortikosteroid metilprednisolon. MenurutAgustina dkk., 2017 pada PCP derajat
berat direkomendasikan untuk memberikan kortikosteroid sistemik dalam 72 jam
pertama memulai terapi PCP. Kortikosteroid sistemik perlu diberikan jika PaO2
<70 mmHg atau gradien oksigen alveolar-arterilebihdari 35 mmHg. Dosis
kortikosteroid yang diberikan adalah prednisolone 40 mg dua kali sehari per oral
pada harike 1-5 kemudian 40 mg satu kali sehari pada harike 6-10.
Problem medis selanjutnya adalah Septic Condition yang ditandai dengan
bengkak pada wajah dan kedua kaki serta nyeri. Tanda-tanda sepsis secara umum

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 489
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

adalah demam > 38, hypothermia, heart rate >90x/menit, leukopenia (WBC
Count<4000), trombositopenia (platelet count <100.000), peningkatan
creatinine>0,5mg/dL, abnormalitas proses koagulasi (INR >1,5 or aPTT >60s),
hiperlaktatemia (>1 mmol/L), penurunan pengisian pada kapiler . Dalam kasus ini,
untuk mengatasi kondisi yang dialami pasien tersebut mulai tanggal 12 Februari
pasien diberikan terapi kombinasi dua antibiotik empiris yaitu Ceftriaxone dan
Levofloxacin. Dalam kasus ini diberikan kombinasi antibiotik empiris karena
problem medis pasien termasuk severe. Berdasarkan Internatioal Guideline For
Management of Severe Sepsis and Septic Shock (2013), diberikan kombinasi
antibiotik empiris yaitu antibiotik spektrum luas golongan Beta-laktam dan
golongan Aminoglikosida atau Fluorokuinolon untuk mengobati severe sepsis agar
infeksi yang terjadi dapat teratasi dan tidak memperparah kerusakan organ tubuh
yang lain akibat infeksi yang terjadi. Pengobatan diberikan selama 3-5 hari, namun
apabila pasien slow respon maka dapat diberikan selama 7-10 hari. Dosis
Ceftriaxone yang diberikan adalah 1 g setiap 12 jam dan Levofloxacin dengan dosis
awal 750 mg, lalu dilanjutkan 500 mg/48 jam.
Tanggal 12 Februari pasien diberikan terapi Norepinefrin. Norepinefrin
merupakan terapi lini pertama dalam mengobati syok septik yang tidak responsif
terhadap resusitasi cairan dan sebagai vasopresor adekuat untuk memperbaiki
hemodinamik pada pasien septik. Terapi vasopresor adekuat diberikan bila terapi
cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan organ perfusion
adekuat). NE bekerja sebagai vasokontriksi pembuluh darah. Pada pasien sepsis,
bakteri yang ada di pembuluh darah akan menyebabkan endotoksin keluar. Akibat
dari keluarnya endotoksin ini terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga cairan intraseluler keluar ke ekstraseluler. NE mencegah cairan
intraseluler keluar ke ekstraseluler. Target MAP dari pemberian NE adalah ≥65
mmHg. Penggunaan NE dalam dosis besar dan/atau jangka panjang perlu dilakukan
tappering off (penurunan dosis secara perlahan). Dosis yang dikehendaki oleh
dokter adalah 0,05-2 mcg/kgBB/hari. Dopamin direkomendasikan sebagai
vasopressor alternatifnorepinefrin hanya pada pasien dengan risiko takiaritmia yang
rendah dan bradikardia absolut atau relatif. Dopamin dosis rendahinfus tidak

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 490
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dianjurkan untuk perlindungan ginjal. Setelah memadai resusitasi cairan dan agen
vasopresor, dobutamin bisa dipertimbangkan pada pasien dengan hipoperfusi
persisten (Rhodes et al., 2017). NE merupakan obat dengan indeks terapi sempit
dan apabila obat dihentikan secara tiba-tiba, maka dapat terjadi gejala penarikan
(withdrawal symptoms) seperti kelelahan, nyeri pada sendi, lemah otot, kehilangan
nafsu makan, mual dan muntah, demam, hipoglikemia, hipotensi, dan dehidrasi.
Parameter yang perlu dimonitoring dari penggunaan NE adalah heart rate, tekanan
darah dan MAP (Mean Arterial Pressure) karena pada seluruh tubuh NE bekerja
meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 491
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien mengalami problem medis TB Paru, HIV stage IV
drop out ARV, PCP, CAP, syok septik dan kandidiasis oral. Pasien menerima terapi
levofloxacin, ceftriaxon, metil prednisolon, kotrimoksazol, NAC, parasetamol, drip
norepineprin, nebul combivent, dan curcuma. Pada rejimen terapi pasien, terdapat
beberapa drug related probelm yaitu adanya interaksi antara levofloxacin dengan
metilprednisolon dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya
ruptur tendon dan adanya efek samping penggunaan levofloxacin yaitu terjadinya
mual muntah. Sehingga perlu dilakukan monitoring tanda dan gejaal ruptur tendon
serta monitoring terjadinya mual muntah pasien akibat levfloxacin.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 492
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Lichtman, A.H., dan Pillai S. 2014. Cellular and Molecular
Immunology. 8th Ed. Philadephia: Elsevier Saunders, p. 452,459
Agustina, D. R., C. Efiyanti, E. Yunihastuti, A. Ujainah, dan A. Rozalliyani. 2017.
Pneumocystis jirovecii pneumonia in hiv patient : a case report diagnosis dan
tata laksana pneumocystis carinii pneumonia ( pcp )/ pneumocystis jirovecii
pneumonia pada pasien hiv : 4(4):209–213.
AIDS, I. 2019. Guidelines for the prevention and treatment of opportunistic
infections in adults and adolescents with hiv . community-acquired pneumonia
British HIV Association and British Infection Association. 2011. HIV Medicine.
Guidelines for the Treatment of Opportunistic Infection in HIV-
serpositive Individuals, Vol 12 No.2,p.1-5.

Dan-Phuong., H.E. 2013. Community-Acquired Pneumonia in Adults and


Children. Vol. 40. No. 03. USA: Elsevier Inc, p 655-669.
Darliana, D., B. Keilmuan, dan K. Medikal. 2010. Diagnosis serta manajemen
pasien dengan tb paru . Idea Nursing Journal. 27–31.
DiPiro, J., Wells, B.G., Schwingammer, T.L., DiPiro, C.V. 2014.
Pharmacotherapy Handbook. 9th Ed. New York, USA: Mc Graw Hill
Education. p.368-386; 410-417

DiPiro, J., Wells, B.G., Schwingammer T L., Talbert., Matzke, G., Yee, G.C., dan
Posey, L.M., 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. 7th
Ed. New York, USA: Mc Graw Hill Education,p.1768-1778
Fung, B., et al. 2010. Community-Acquired Pneumonia in Elderly. Vol. 08 No.
01. The American Journal of Geriatric Pharmacotherapy. New York:
Excerpta Medica Inc , p.47-62
Hakim, L., M. R. Ramadhian, F. Kedokteran, dan U. Lampung. 2015. Kandidiasis
oral oral candidiasis. 4:53–57.
Irianti, T., Kuswandi, N. M. Yasin, dan R. A. Kusmaningtyas. 2016. Mengenal
Anti-Tuberkulosis. Yogyakarta: UGM Press.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 493
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Katzung, B.G., dan Trevor, A.J. 2014. Basic & Clinical Pharmacology. 13th Ed.
New York, USA: McGraw Hill Education Lange, p.777- 779, 843-855
Kemenkes. 2011. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional


Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Orang
Dewasa. Jakarta.: Kemenkes RI,p.16-17.
Kemenkes RI. 2014. Situasi dan Analisis HIV/AIDS. Pusat Data dan Informasi
Departemen Kementrian Kesehatan RI. Jakarta: Kemenkes RI, p.54-55
Liang, Wu C., Chi Ku, S., Yao, Yang., dkk. 2013. Antimicrobial Drug Resistant
Microbes Associted with Hospitalized Community-Acquiredand
Helathcare-associated pneumonia: A multi-center Study in Taiwan.
Vol.112. Taiwan : Elsevier Taiwan LLC & Journal of the Formosan
MedicalAssociation.p.31-40.
Nasronudin. 2014. HIV&AIDS. Pendekatan Biologi Molekuler, Klini, dan Sosial.
Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press, p. 21- 24;27-40
Purnomo, et al. 2012. Pedoman Penggunaan Antibiotik (Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Saiful Anwar Malang). 2nd Ed. Malang: RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang, pp. 13-15
Walangare, T., T. Hidayat, dan S. Basuki. 2014. Profil spesies candida pada pasien
kandidiasis oral dengan infeksi hiv & aids ( the profile of candida species in
oral candidiasis patient with hiv & aids infection ). Berkala Ilmu Kedokteran
Kulit Dan Kelamin. 26(1):29–35.
Wirawan. 1994. Tinjauan Klinis Penyakit Medis. Jakarta: Widya Medika.
World Health Association, 2015. Definition of HIV/AIDS. Geneva, Switzerland:
WHO, pp.2-3

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 494
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN SOAP HARIAN


CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
HARI / TINDAKAN / PERKEMBANGAN KLINIK / MASALAH
TANGGAL S O A P
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
Rabu, 12 Sesak napas GCS : 456 Levofloxacin METO : Leukosit ↓
MESO : Mual
Februari 2020 TD : 110/70 mmHg Indikasi : CAP
Mek. Kerja : Menghambat aktivitas DNA gyrase &
Nadi : 110x/menit
topopisomerasi IV yang berperan dalam pembentukan
RR : 22x/menit bakteri DNA
Dosis : 750 mg sehari sekali (5 hari)
Dosis pemberian : 1 x 750 mg
Terapi:
Interaksi : meningkatkan efek warfarin
O2 NC 10lpm
NaCl IVFD 0,9% ESO : Mual (77%)
Levofloxacin iv (1dd
750mg)
Cotrimoksazol
Ceftriaxon iv
(2x1gram) Indikasi : Diindikasikan untuk pengobatan infeksi Monitoring ESO obat,
Methylprednisolon iv opportunistik yang terjadi pada pasien dengan daya
(2x31,25mg) tubuh menurun seperti pada pasien HIV. mual muntah, sakit
Cotrimoksazol po Mekanisme Kerja: Sulfamethoxazole mengganggu kepala, diare
(4x1440mg) sintesis asam folat bakteri dan pertumbuhan melalui
NAC po (3x200mg)
penghambatan pembentukan asam dihydrofolic dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 495
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

PCT po (3x500mg) trimethoprim menghambat reduksi asam dihidrofolat


Drip NE iv (8ug menjadi tetrahidrofolat ( DIH, Edisi 17)
dalam 100cc NS) ESO: Mual, muntah, diare, reaksi alergi, sakit kepala.
Nebul combivent 3x1 Dosis: Oral : BB<40kg: 2tab 4dd1 (960mg) BB>40kg:
3tab 4dd1 (1440mg)

Paracetamol
Indikasi: sebagai analgesik dan antipiretik
ESO: mual, muntah, penggunaan jangka panjang dapat MESO: monitoring
menyebabkan hepatotoksik peningkatan kadar SGOT
Dosis literatur: 500mg 3-4 x perhari, maksimal 4g per dan SGPT, mual, muntah
hari METO: demam dan nyeri
Dosis yang diberikan: 3x500mg berkurang

Rekomendasi: monitorng
kadar SGOT dan SGPT,
nilai ureum dan kreatinin

Metilprednisolon
Indikasi sebagai agen anti-inflamasi atau imunosupresan
dalam pengobatan berbagai penyakit.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 496
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mekanisme Kerja: Pada jaringan, kortikosteroid


mengatur ekspresi gen setelah mengikat reseptor
intraseluler spesifik dan translokasi ke dalam nucleus
Dosis : I.V 40mg 2dd1, dan dilakukan tappering down
atau penurunan dosis bertahap selama 7-10 hari.

Ceftriaxon iv
Diindikasikan untuk CAP
Mekanisme Kerja: menghambat sintesis dinding sel
bakteri dengan menghambat langkah transpeptidasi akhir
sintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri, bakteri
akhirnya lisis karena aktivitas enzim autolitik dinding sel
yang sedang berlangsung (autolysins dan murein
hidrolase) sementara perakitan dinding sel ditangkap.
Dosis : I.V: 1 g 1dd1 biasanya dalam pertimbangkan 2 g
/ hari untuk pasien berisiko infeksi yang lebih parah

NAC
Indikasi : terapi mukolitik pada pasien dengan sekresi mukosa
yang abnormal atau kental pada penyakit bronkopulmoner
METO : batuk
akut dan kronis; komplikasi paru dari pembedahan dan cystic
MESO : mual, muntah,
ruam kulit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 497
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

fibrosis; studi bronkial diagnostik; penangkal toksisitas


asetaminofen akut
Mek. Kerja : meningkatkan kadar gluthatione total pada pasien
tuberkulosis paru yang menerima terapi obat antituberculosis.
Aksi mukolitik melalui kelompok sulfhidril bebasnya yang
membuka ikatan disulfida dalam mucoprotein sehingga
menurunkan viskositas lendir (DIH, 2009)
Dosis pemberian : 3 dd 200 mg
ESO : mual, muntah, ruam kulit

Norepineprin (NE)
Indikasi : sebagai terapi vasopressor
Mekanisme Kerja: efek pada β-1 dan α- adrenergik dan β-2
Monitoring efek samping
moderat kuat yang meningkatkan curah jantung dan detak
potensial yaitu bradikardi,
jantung, menurunkan perfusi ginjal dan PVR dan
hipertensi, aritmia
menyebabkan efek BP yang bervariasi.
ESO: bradikardi, hipertensi, aritmia
Monitoring efektivitas
DRP: efek samping potensial yaitu bradikardi, hipertensi,
terapi → HR normal
aritmia
Monitoring dosis
Dosis literatur: 0,05 – 2mcg/kg/menit
Dosis pemberian :80 µg dalam 100 cc NS NE→adjustment dose

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 498
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Kamis, 13 Sesak nafas (+) TD : 110/70 mmHg Nebul Combivent Monitoring :


Bercak putih pada RR : 20x/menit Kandungan: Ipraptopium Br 0,5 mg; Salbutamol sulfat TTV, Sesak, nyeri, batuk,
Februari 2020
Nadi : 110x/menit 2,5 mg hematologi,
mukosa (+)
T : 36,7oC Indikasi: Sesak
Mekanisme: membuka saluran napas ke paru-paru serta
Data Lab: melakukan relaksasi atau mengendurkan otot pada
RBC: 3,53 saluran napas.
WBC: 9,07 Dosis literatur: 1 unit 3-4x sehari
Neutrofil: 92,1 Dosis pemberian: 3 x 1 IU
Limfosit: 3,5 ESO : sakit kepala
SGOT: 68
SGPT: 17 Nystatin
Albumin: 1,99 Indikasi: candidiasis oral, diindiaksikan untuk terapi yang
LDH: 968 disebabkan oleh infeksi yang disebabkan oleh candida.
Mekanisme kerja: Mengikat sterol dalam membran sel jamur,
mengubah permeabilitas dinding sel yang memungkinkan
Terapi: kebocoran konten seluler
O2 NC 10lpm Dosis literatur: tablet nystatin hisap 100.000 iu 6dd1
NaCl IVFD 0,9% Nystatin drop 400.000 unit 4dd1
Levofloxacin iv (1dd Dosis pemberian: 4 dd 400.000 unit
750mg)
Ceftriaxon iv
(2x1gram)
Methylprednisolon iv
(2x31,25mg)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 499
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Cotrimoksazol po
(4x1440mg)
NAC po (3x200mg)
PCT po (3x500mg)
Drip NE iv (8ug
dalam 100cc NS)
Nebul combivent 3x1

Jumat, 14 Sesak nafas (+) T = 36,7oC − Pasien masih merasakan sesak sehingga terapi O2 dan nebul Monitoring :
Februari 2020 Nyeri kepala (+) Nadi = 90x/menit combivent tetap dilanjutkan Sesak, nyeri, batuk, jumlah
Batuk (+) RR = 20x/menit − Pasien juga masih mengeluhkan nyeri, pusing sehingga neutrofil, LDH, SGOT, TD
TD = 100/60 mmHg terapi paracetamol tetap dilanjutkan
− Pasien juga masih mengeluhkan batuk sehingga NAC tetap
Data Lab dilanjutkan
Neutrofil = 89,5 − Data lab neutrofil pada tanggal 14 masih tinggi, yaitu sebesar
Hb = 8,2 89,5 yang berarti menunjukkan adanya inflamasi, atau
LDH = 778 kemungkinan stress ataupun akibat gangguan kondisi psikis
SGOT = 103 pasien sehingga terapi metilprednisolon masih tetap
dilanjutkan
− Data lab LDH pasien masih tinggi, LDH >500 hal ini
Terapi: menunjukkan luasnya lesi TB pada tubuh pasien, juga
O2 NC 10lpm dikarenakan adanya infeksi pada paru serta disfungsi hepar
NaCl IVFD 0,9% terkait syok sepsis sehingga terapi antibiotik serta terapi NE
Levofloxacin iv (1dd untuk septic condition tetap diberikan. LDH pasien tinggi
750mg) sehingga mengakibatkan TD turun

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 500
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Ceftriaxon iv − Hasil SGOT pasien juga masih tinggi hal ini dikarenakan
(2x1gram) karena penggunaan OAT yang rutin diminum oleh pasien
Methylprednisolon iv sehingga pada manajemen terapi ini pengobatan OAT
(2x31,25mg) dihentikan dahulu hingga infeksi opportunitis pasien sembuh
Cotrimoksazol po dan CD4 <200
(4x1440mg)
NAC po (3x200mg)
PCT po (3x500mg)
Drip NE iv (8ug
dalam 100cc NS)
Nebul combivent 3x1

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 501
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Penyakit SLE Derajat Berat +
Trombositopenia

(19 Februari – 26 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 502
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Penyakit SLE Derajat Berat


dan Trombositopenia”

di Instalasi Rawat Inap I Ruang 26 HCU

Oleh:
Kelompok IRNA 1 Ruang 26 HCU
(19 Februari – 26 Februari 2020)

1. Shafira, S. Farm (190070600111001)


2. Retno Pratiwi, S. Farm (190070600111038)
3. Azizah Fitriani, S. Farm (190070600111043)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 503
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 504
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan Systemic Lupus Erythematosus (SLE)


1.1.1 Definisi
Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) (SLE)
merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum
diketahui serta manifestasi klinis, perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat
beragam. Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi dengan angka
kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik, imunologik dan hormonal serta
lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi SLE (Perhimpunan Rheumatologi
Indonesia, 2011).

1.1.2 Etiologi
SLE disebabkan oleh interaksi antara kerentanan gen (termasuk alel HLA-
DRB1,IRF5,STAT4, HLA-A1, DR3 dan B8), pengaruh hormonal, dan faktor
lingkungan. Interaksi ketiga faktor ini akan menyebabkan terjadinya respon imun
yang abnormal (Isenberg, 2008).
- Faktor Genetik
Respon imun mencakup hiperaktivitas dan hipersensitivitas limfosit T dan
B dan regulasi antigen dan respons antibodi yang tidak efektif. Hiperaktivitas sel T
dan B ditandai adanya peningkatan ekspresi HLA-D dan CD40L, menunjukkan
bahwa sel mudah teraktivasi oleh antigen yang menginduksi sinyal aktivasi pertama
dan oleh molekul yang mengarahkan sel ke aktivasi penuh melalui sinyal kedua.
Hasil akhir anomali berupa produksi autoantibodi patogen dan pembentukan
kompleks imun yang mengikat jaringan target dan akan menghasilkan sekuestrasi
dan dekstruksi Ig-coated circulating cells, fiksasi dan cleaaving protein komplemen,
dan pelepasan kemotaksin, peptida vasoaktif dan enzim destruktif ke jaringan.
Selama proses apoptosis, antigen akan bermigirasi ke permukaan dan molekul
intrasel yang meningkat selama aktivasi atau kerusakan sel akan bermigrasi ke
permukaan sel. Antigen yang ada pada permukan sel ini dapat mengaktivasi sistem

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 505
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

imun untuk menghasilkan autoantibodi. Pada kondisi SLE, fagositosis dan


penghancuran sel apoptosis dan kompleks imun tidak maksimal. Singkatnya, pada
SLE keberadaan antigen nampak dan dikenali oleh sistem imun itu sendiri. Terdapat
suatu antibodi yang melawan sel normal yaitu ANA (Antinuclear Antibodies).
Antibodi ini dapat ditemukan dalam serum pasien dengan kondisi lupus (SLE)
(Isenberg,2008).
- Faktor Lingkungan
Sinar UV merupakan salah satu faktor yang menjadi pemicu lupus.
Mekansime aksinya dapat mencakup induksi epitop antigen di dermis atau
epidermis, pelepasan materi inti oleh sel kulit yang dirusak oleh cahaya, atau
diregulasi sel imun kulit (Rahman, 2008).
- Faktor Hormonal
Observasi klinis menunjukkan peran homon seks steroid berperan dalam
penyebab SLE. Observasi ini mencakup kejadian yang lebih tinggi pada wanita usia
produktif, dan SLE pada kondisi hamil (Rahman, 2008).

1.1.3 Patofisiologi
Patogenesis SLE terdiri dari 3 fase:
- Fase Inisiasi
Inisiasi lupus dimulai dari kejadian yang mengisiasi apoptosis sel yang disebabkan
oleh berbagai agen yang sebenarnya merupakan pajanan yang sering ditemukan pada
manusia namun dapat menginisiasi penyakit karena kerentanan yang dimiliki oleh pasien
SLE (Ginzler, 2012).
- Fase Propagasi
Ditandai oleh aktivitas autoantibodi yang menyebabkan cedera jaringan dengan
cara pembentukan dan generasi kompleks imun, berikatan dengan molekul ekstrasel pada
organ target dan menyebabkan inflamasi, dan secara langsung menginduksi apoptosis sel
(Ginzler, 2012).
- Fase Puncak (flare)
Merefleksikan sebagai memori imunologis dan bertindak sebagai respon untuk
melawan sistem imun dengan antigen pertama yang muncul. Apoptopis tidak hanya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 506
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

terjadi selama pembentukan dan homeostatis sel namun juga pada berbagai penyakit,
termasuk SLE sehingga beragam stimulus dapat menyebabkan mempercepat masuk
kedalam fase puncak (Ginzler, 2012).

1.1.4 Derajat SLE


Ringan Sedang Berat
1. Secara klinis 1. Nefritis 1. Jantung: endokarditis Libman-
tenang ringan sampai Sacks, vaskulitis arteri
2. Tidak terdapat sedang koronaria, miokarditis,
tanda atau (Lupus tamponade jantung, hipertensi
gejala yang nefritis kelas I maligna.
mengancam dan II) 2. Paru-paru: hipertensi pulmonal,
nyawa 2. Trombositope perdarahan paru, pneumonitis,
3. Fungsi organ nia (trombosit emboli paru,infark paru, ibrosis
normal atau 20- interstisial, shrinking lung.
stabil, yaitu: 50x103/mm3) 3. Gastrointestinal: pankreatitis,
ginjal, paru, 3. Serositis vaskulitis mesenterika.
jantung, mayor 4. Ginjal: nefritis proliferatif dan
gastrointestinal, atau membranous.
susunan saraf 5. Kulit: vaskulitis berat, ruam
pusat, difus disertai ulkus atau melepuh
sendi,hematolo (blister).
gi dan kulit. 6. Neurologi: kejang, acute
Contoh :SLE confusional state, koma, stroke,
dengan manifestasi mielopati transversa,
arthritis dan kulit. mononeuritis, polineuritis,
neuritis optik, psikosis, sindroma
demielinasi.
7. Hematologi: anemia hemolitik,
neutropenia (leukosit
<1.000/mm3), trombositopenia
< 20.000/mm3 , purpura
trombotik trombositopenia,
trombosis vena atau arteri
(Perhimpunan Rheumatologi Indonesia, 2011)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 507
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.5. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pada kondisi SLE sangat bervariasi, baik dalam
keterlibatan organ pada suatu waktu maupun keparahan manifestasi penyakit pada
organ tersebut. Manifestasi klinik yang umum terjadi diantaranya alopecia (rambut
rontok), ruam kulit, atralgia dan artitis, anemia, leukopenia, trombositopenia, gagal
ginjal (pada lupus nefritis), kejang, serositis termasuk pleuritis dan pericarditis
(United Rheumatology Clinical Guideline SLE, 2019).

1.1.6. Diagnosa

Gambar 1.1: Kriteria Diagnosis SLE


(Perhimpunan Rheumatologi Indonesia, 2011)

Syarat seseorang diduga terdiagnosa SLE jika memenuhi 4 atau lebih dari
kriteria pada gambar diatas (diagnosis SLE memiliki sensitifitas 85% dan
spesifisitas 95%) sedangkan jika hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA positif,
maka sangat mungkin positif SLE dan diagnosis bergantung pada kondisi klinis.
Dan jika tes ANA negatif, maka negatif SLE. Apabila hanya tes ANA positif dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 508
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum dipastikan tentu SLE, dan perlu
diobservasi lebih lanjut (Perhimpunan Rheumatologi Indonesia, 2011).

1.1.7. Tata Laksana


a. Terapi Farmakologi
Menurut Perhimpunan Rheumatologi Indonesia (2011), pengobatan SLE
terbagi menjadi SLE ringan, sedang, dan berat. Baik untuk SLE ringan atau sedang
dan berat, diperlukan gabungan strategi pengobatan atau disebut pilar pengobatan.
Pilar pengobatan SLE ini ssebaiknya dilakukan secara bersamaan dan
berkesinambungan agar tujuan pengobatan tercapai. Perlu dilakukanupaya
pemantauan penyakit mulai dari dokter umum di perifer sampai ke tingkat dokter
konsultan, terutama ahli reumatologi. Pilar pengobatan SLE terdiri dari (1) edukasi
dan konseling, (2) Program rehabilitasi, (3) Pengobatan medikamentosa, meliputi
(a) OAINS, (b) Antimalaria, (c) Steroid, (d) Imunosupresan, dan terapi lain yang
menunjang.
• SLE Ringan
- Penghilang nyeri seperti paracetamol 3 x 500 mg, bila diperlukan.
- Obat anti infamasi non steroid (OAINS), sesuai panduan diagnosis dan
pengelolaan nyeri dan inflamasi.
- Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam
- Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kg BB/hari (150-300 mg/hari) (1 tablet
klorokuin 250 mg mengandung 150 mg klorokuin basa) catatan periksa
mata pada saat awal akan pemberian dan dilanjutkan setiap 3 bulan,
- Hidroksiklorokuin dosis 5- 6,5 mg/kg BB/ hari (200-400 mg/hari) dan
periksa mata setiap 6-12 bulan.
- Kortikosteroid dosis rendah seperti prednison < 10 mg / hari atau yang
- setara.
- Tabir surya: Gunakan tabir surya topikal dengan sun protection factor
sekurang kurangnya 15 (SPF 15)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 509
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• SLE Sedang
Pilar penatalaksanaan SLE sedang sama seperti pada SLE ringan kecuali pada
pengobatan. Pada SLE sedang diperlukan beberapa rejimen obat-obatan tertentu
serta mengikuti protokol pengobatan yang telah ada. Misal pada serosistis yang
refrakter: 20 mg / hari prednison atau yang setara.
• SLE Berat
Pilar pengobatan sama seperti pada SLE ringan kecuali pada penggunaan obat-
obatannya. Pada SLE berat atau yang mengancam nyawa diperlukan obat-obatan
sebagaimana tercantum di bawah ini.
Glukokortikoid Dosis Tinggi
Lupus nefritis, serebritis atau trombositopenia: 40 – 60 mg / hari (1
mg/kgBB) prednison atau yang setara selama 4-6 minggu yang kemudian
diturunkan secara bertahap, dengan didahului pemberian metilprednisolon intra
vena 500 mg sampai 1 g / hari selama 3 hari bertutut-turut.
Obat Imunosupresan atau Sitotoksik
Terdapat beberapa obat kelompok imunosupresan / sitotoksik yang biasa
digunakan pada SLE, yaitu azatioprin, siklofosfamid, metotreksat, siklosporin,
mikofenolat mofetil. Pada keadaan tertentu seperti lupus nefritis, lupus serebritis,
perdarahan paru atausitopenia, seringkali diberikan gabungan antara kortikosteroid
dan imunosupresan / sitotoksik karena memberikan hasil pengobatan yang lebih
baik

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 510
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.2: Algoritma Tatalaksana SLE


(Perhimpunan Rheumatologi Indonesia, 2011)

Menurut United Rheumatology Clinical Guideline SLE (2019), terapi yang dapat
diberikan antara lain:

Gambar 1.3: Terapi SLE


(United Rheumatology Clinical Guideline SLE, 2019)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 511
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• OAINS
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dapat digunakan untuk membantu
mengendalikan rasa sakit, pembengkakan, dan dema dengan dosis yang
disesuaikan. Pasien dengan lupus nephritis tidak boleh secara kronis menggunakan
NSAID. Penggunaan kronis NSAID meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
Contoh pada Ibuprofen dapat menyebabkan meningitis aseptik pada kondisi SLE
(Jolles,2000).
• Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan imunosupresan paling efektif dalam pengobatan
SLE. Pada SLE berat dapat diberikan pulse methylprednisolone 1000 mg setiap hari
selama 3 hari (diberikan lebih dari 90 menit dan dapat diikuti oleh dosis prednison
oral terendah yang sesuai dan penambahan imunosupresan yang sesuai.
Untuk SLE ringan / sedang dapat diberikan triamcinolone 100 mg IM (Danowski,
2006).
• Imunomodulator
Hidroksiklorokuin
Hidroksiklorokuin di SLE mencakup banyak jalur molekul yang berbeda.
Sebagai basa lemah, dapat meningkatkan pH lisosomal dalam sel penyajian antigen,
dimana akan mengganggu fagositosis dan mengganggu presentasi antigen itu
sendiri. Serta dapat mengubah respon sel-T dan menghambat banyak sitokin (IL-1,
IL-2, IL-6, IL-17, IL-22, interferon [IFN] -α, dan TNF-α). Tindakan
imunomodulatorinya, khususnya, dapat diberikan melalui penghambatan aktivasi
reseptor Toll-like. Hydroxychloroquine mengurangi pensinyalan reseptor Toll-like
3, 7, 8, dan 9 dan mengurangi aktivasi sel dendritik dan produksi IFN, di antara
mekanisme lainnya. dosis awal hidroksi klorokuin <6,5 mg/ kg/ hari, tidak melebihi
400 mg/hari. Pada pasien dengan gagal ginjal, dosisnya dikurangi menjadi 200 mg/
hari dan bagi mereka yang menjalani dialisis, dosis 200 mg tiga kali dalam satu
minggu (Marmor, 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 512
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dihydroepiandrosterone (DHEA)
Dihydroepiandrosterone (DHEA) adalah produk utama kelenjar adrenal
normal. Pada wanita dengan SLE, kadarnya mungkin rendah. Pada wanita
premenopause, penggantian dengan 200 mg terbukti bermanfaat dalam dua uji
klinis acak. Pemberian dikontraindikasikan pada pria karena dapat mengurangi
testosteron endogen serta wanita pasca-menopause karena dapat meningkatkan
peningkatan kadar estrogen (Petri et al, 2004).
• Immunosupresan
Metotreksat
Metotreksat secara efektif dapat mengurangi aktivitas penyakit berdasarkan
skala SLEDAI dan penurunan penggunaan kortikosteroid. Metotreksat digunakan
dalam dosis mulai dari 7,5 hingga 25 mg / minggu secara oral, tetapi harus
digunakan secara subkutan jika dosisnya lebih besar dari 15 mg per minggu. Obat
ini dapat memakan waktu hingga 3 bulan untuk menunjukkan efektivitasnya,
meskipun pasien dapat membaik secepat 3 hingga 6 minggu. Suplemen folat harian
diperlukan untuk mengurangi beberapa efek samping dari obat ini yang meliputi
mual, muntah, stomatitis, dan peningkatan fungsi hati.
Leflunomide
Leflunomide adalah DMARD yang kadang-kadang digunakan pada RA ketika
pasien gagal merespons metotreksat. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis
RNA dan DNA pada limfosit T dan B dengan menghalangi jalur sintesis pirimidin.
Diperlukan waktu hingga 12 minggu untuk melihat peningkatan aktivitas penyakit
dengan leflunomide. Efek samping leflunomide yang paling umum adalah diare,
LFT yang meningkat dapat terjadi dan harus dipantau secara rutin. LFT harus
dipantau setidaknya setiap bulan selama 6 bulan setelah memulai leflunomide dan
setiap 6 hingga 8 minggu sesudahnya
Azathioprine
Azathioprine adalah DMARD yang biasanya dikonsumsi secara oral, tetapi
dapat juga diberikan secara intravena. Azathioprine merupakan obat imunosupresan
yang digunakan untuk lupus nefritis, lupus kulit dan manifestasi hematologis dari
SLE. Dalam bentuk aktifnya, azathioprine mengganggu sintesis DNA.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 513
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Azathioprine telah terbukti efektif digunakan untuk terapi jangka panjang


pasien dengan lupus nephritis. Efek samping azathioprine yang paling umum
termasuk mual, muntah, sakit perut, dan diare. Hepatitis dan pankreatitis juga telah
dilaporkan. Azathioprine juga telah dikaitkan dengan kejadian leukopenia dan
pansitopenia. Azathioprine memiliki onset kerja yang lambat hingga 6 hingga 12
minggu. ACR merekomendasikan azathioprine untuk terapi pemeliharaan tetapi
tidak untuk dosis awal pada pasien dengan lupus nephritis, dengan dosis yang
direkomendasikan 2 mg/kg/hari ditambah glukokortikoid dosis rendah. Serta
menurut EULAR, azathioprine juga dapat digunakan untuk untuk terapi awal dan
pemeliharaan. Azathioprine dapat digunakan sebagai alternatif jika mikofenolat
mofetil dikontraindikasikan sebagai terapi awal. Dosis azathioprine yang
direkomendasikan adalah 2 mg/kg/ hari untuk dosis awal. Dosis pemeliharaan harus
dilanjutkan setidaknya selama 3 tahun. Jika penghentian obat dipertimbangkan,
prednison harus diturunkan terlebih dahulu. (Pego et al, 2013).
Siklofosfamid
Siklofosfamid efektif diberikan pada kondisi SLE berat. Siklofosfamid bekerja
dengan mencegah replikasi sel-sel yang membelah secara aktif dengan
mengganggu replikasi DNA. Terdapat dua rejimen untuk siklofosfamid IV. Dosis
tinggi (rejimen NIH) telah digunakan untuk lupus nefritis 0,75 hingga 1,0g /m2
siklofosfamid IV yang diberikan setiap bulan selama 6 bulan dan kemudian setiap
tiga bulan hingga 2 tahun. Regimen IV dosis rendah (rejimen Euro-Lupus) terdiri
dari enam dosis 500 mg setiap 2 minggu. Tindak lanjut 10 tahun dari Euro-Lupus
Nephritis Trial menunjukkan kedua rejimen cyclophosphamide memiliki hasil yang
sama. Salah satu efek samping dari penggunaan siklofosfamid yakni
trombositopenia dan leukopenia (Hossiau et al, 2010).
Mikofenolat Mofetil
Mikofenolat Mofetil merupakan agen imunosupresif yang banyak digunakan
untuk terapi pasca transplantasi organ. Mikofenolat Mofetil banyak digunakan
dalam pengobatan pasien dengan lupus nephritis, di mana telah terbukti efektif
sebagai terapi awal dan pemeliharaan. Mekanisme kerja obat ini dengan
menghambat proliferasi sel T dan B dan produksi autoantibodi, menginduksi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 514
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

apoptosis sel T teraktivasi, menurunkan regulasi ekspresi molekul adhesi, dan


menghambat pematangan sel dendritik. Dosis yang dianjurkan 2-3 g/hari selama 6
bulan ditambah glukokortikoid, diikuti dengan terapi pemeliharaan dengan
mikofenolat mofetil selama 3 tahun (Hahn et al, 2012).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 515
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.4: Dosis Terapi SLE


(United Rheumatology Clinical Guideline SLE, 2019).
b. Terapi Non Farmakologi
- Edukasi
Pada dasarnya pasien SLE memerlukan informasi yang benar dan dukungan
dari sekitarnya dengan maksud agar dapat hidup mandiri. Informasi yang perlu
disampaikan antara lain mengenai penjelasan perjalanan penyakit dan
kompleksitasnya, pengetahuan akan masalah aktivitas fisik yang dapat membantu
mengurangi atau mencegah kekambuhan seperti melindungi kulit dari paparan
sinar matahari (ultra violet) dengan memakai tabir surya, payung atau topi;
melakukan latihan secara teratur. Serta penjelasan mengenai jika mengalami tanda-
tanda infeksi, pengaturan diet agar tidak kelebihan berat badan, osteoporosis atau
terjadi dislipidemia. Serta informasi akan pengawasan berbagai fungsi organ, baik
berkaitan dengan aktivitas penyakit ataupun efek samping terapi yang dijalankan
(Perhimpunan Rheumatologi Indonesia, 2011).
- Program Rehabilitasi
Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan yakni memberikan
pemahaman bahwa pasien dengan kondisi SLE massa otot akan mengalami

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 516
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

penurunan sampai 30% jika dibiarkan dalam kondisi immobilitas lebih dari 2
minggu serta penurunan kekuatan otot sebesar 1-5% per harinya. Untuk itu
Berbagai latihan diperlukan untuk mempertahankan kestabilan sendi. Modalitas
•isik seperti pemberian panas atau dingin diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri,
menghilangkan kekakuan atau spasme otot. Demikian pula modalitas lainnya
seperti transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) memberikan manfaat
yang cukup besar pada pasien dengan nyeri atau kekakuan otot (Perhimpunan
Rheumatologi Indonesia, 2011).

1.1.8. Monitoring
Salah satu pemantauan yang dapat dilakukan untuk mengetahui aktivitas
penyakit SLE yakni dengan skor menggunakan SLE Disease Activity (SLEDAI).
SLEDAI umum digunakan karena penggunaan mudah dan tidak memerlukan biaya
yang mahal. Metode MEX-SLEDAI dikelompokkan menjadi kategori ringan
(skor<2),sedang (skor 2-5), dan berat (skor>5) (Perhimpunan Rheumatologi
Indonesia, 2011).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 517
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.5: Penilaian Aktivitas Penyakit SLE Menggunakan MEX-SLEDAI


(Perhimpunan Rheumatologi Indonesia, 2011).

1.2. Tinjauan Trombositopenia


1.2.1. Definisi
Trombositopenia adalah penurunan trombosit <150.000/mm3, trombosit
antara 100.000-150.000/mm3 (trombositopenia ringan) ditemukan pada 25-50%
penderita lupus. Pada 10% penderita ditemukan trombosit 50.000/mm3.
Trombositopeni disebabkan karena menempelnya zat anti pada permukaan
trombosit sehingga terjadi penghancuran trombosit di limpa (Oehadian, 2008).

1.2.2. Etiologi
Salah satu penyebab terjadinya trombositopenia pada kondisi lupus dikenal
dengan istilah Imunnologic thrombocytopenic purpura (ITP). ITP merupakan suatu
kondisi penurunan jumlah trombosit yang disebabkan karena kelainan sistem imun.
Trombosit pada keadaan ITP <100.000/uL (Neuner et al, 2011).

1.2.3. Patofisiologi
Imunnologic thrombocytopenic purpura adalah kondisi autoimun yang
disebabkan karena destruksi trombosit normal akibat adanya antibodi (antibody-
mediated destruction of platelets) dan gangguan produksi megakariosit. Penyakit
ITP merupakan kelainan akibat disregulasi imun dengan hasil akhir adanya
hilangnya toleransi sistem imun terhadap antigen diri yang berada di permukaan
trombosit dan megakariosit. Sel T teraktivasi akibat pengenalan antigen spesifik
trombosit pada APC (antigen presenting cell) yang kemudian menginduksi
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 518
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ekspansi antigen-spesifik pada sel B. Kemudian sel B menghasilkan autoantibodi


yang spesifik terhadap glikoprotein yang diekspresikan pada trombosit dan
megakariosit. Trombosit yang bersirkulasi diikat oleh autoantibodi trombosit
kemudian terjadi pelekatan pada reseptor FC makrofag limpa yang mengakibatkan
penghancuran trombosit. Selain itu, terbentuk juga autoantibodi anti megakariosit
yang mengurangi kemampuan megakariosit untuk menghasilkan trombosit. Terjadi
produksi autoantibody (A) yang meningkatkan penghancuran trombosit oleh
makrofag limpa (B) dan menurunnya produksi trombosit akibat antibodi anti-
megakariosit (C) (Neunert et al, 2011).

Gambar 1.6: Mekanisme Disregulasi Sistem Imun pada ITP


(Neunert et al, 2011).

1.2.4. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang timbul pada trombositopenia diantaranya terjadi
perdarahan pada hidung, gusi, mukosa, menstruasi yang lama. Perdarahan pada
mukosa, hidung,gusi, adanya darah pada urin atau feses, perdarahan cerebral terjadi
pada 1-5% pada ITP (Supandiman, 2003).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 519
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2.5. Tata Laksana


a. Terapi Farmakologi
• Immunoglobulin IV
Penggunaan IVIG diberikan bila trombosit perlu ditingkatkan dalma waktu
cepat. Dosis IVIG 0,8-1 g/kg dosis tunggal atau 2 g/kg terbagi dalam 2-5 hari. Efek
samping yang dapat terjadi diantaranya adalah nyeri kepala, nyeri punggung, mual,
dan demam. Penggunaan IVIG hanya diindikasikan pada kondisi yang mengancam
jiwa. Penelitian Choi dkk (2016) memperlihatkan respons pemberian IVIG berupa
jumlah trombosit >100.000/ uL pada bulan ke 1-3 dapat memprediksi prognosis,
baik keadaan trombosit pada bulan ke-6 dan ke-12 (p<0,001) (Choi dkk, 2016).
• Steroid
Metilprednisolon diberikan dengan dosis 2 mg/ kg per hari atau 60
mg/m2/hari (maksimal 80 mg/ hari) selama 14 hari, dilanjutkan dengan tappering
off dan dihentikan selama 1 minggu berikutnya. Kortikosteroid dapat juga diberikan
dengan dosis tinggi yaitu metilprednisolon 4 mg/kg per hari. maksimal 180
mg/hari) dibagi 3 dosis selama 7 hari, dilanjutkan 50% dosis pada minggu kedua,
dan tappering off pada minggu ketiga. Kortikosteroid parenteral diberikan
metilprednisolon sebanyak 15-30 mg/kg IV (maksimal 1 g/hari) selama 30-60
menit selama 3 hari.11 Efek samping pemberian kortikosteroid adalah hipertensi,
nyeri perut dan ulkus peptikum, hiperglikemia, osteoporosis, imunosupresi,
insufisiensi adrenal (Neunert,2017).

1.3 Tinjauan Gagal Jantung


1.3.1 Definisi
Gagal jantung didefinisikan sebagai sindroma klinis akibat
ketidakmampuan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh dengan berbagai etiologi, karakteristik gejala maupun tanda.
Pada gagal jantung terjadi hubungan kompleks antara sirkulasi, neurohormonal dan
abnormalitas tingkat molekuler, inflamasi, perubahan biokimia pada miosit atau
interstitial jantung (Park, 2010).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 520
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.2 Etiologi
Secara garis besar penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan ke dalam
enam kategori utama: (1) abnormalitas miokardium, misalnya pada kehilangan
miosit (infark miokard), gangguan kontraksi (misal pada blok left bundle branch),
lemahnya kontraksi (kardiomiopati, kardiotoksisitas), disorientasi sel (misalnya
hipertrofi kardiomiopati); (2) kegagalan terkait beban kerja jantung yang
berlebihan (misalnya hipertensi atau stenosis aorta); (3) kegagalan terkait
abnormalitas katup; (4) gangguan ritme jantung (takiaritmia); (5) abnormalitas
perikardium/efusi perikardium (tamponade jantung); dan (6) kelainan kongenital
jantung (Braunwald et al., 2015).
Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi penyebab yang dominan pada 60-
75% pada kasus gagal jantung pada pria dan wanita di negara-negara industri.
Hipertensi memberi kontribusi pada perkembangan penyakit gagal jantung pada
75% pasien, termasuk pasien dengan PJK. Interaksi antara PJK dan hipertensi
memperbesar risiko pada gagal jantung, seperti pada diabetes mellitus (Braunwald
et al., 2015).
Jantung memiliki mekanisme kompensasi di dalam mengatasi penurunan
fungsi pompa jantung, sehingga pada umumnya pasien gagal jantung akan tetap
asimtomatik, hingga adanya faktor presipitasi yang memperberat keadaan,
sehingga pada pasien mulai timbul gejala, faktor-faktor yang dapat bertindak
sebagai faktor presipitasi dalam gagal jantung adalah infeksi, aritmia, infark
jantung, anemia, hipertiroid dan kehamilan, emosi atau konsumsi garam berlebih,
emboli paru, hipertensi, miokarditis, demam reumatik, dan endokarditis infektif
(Gomella et al., 2004).

1.3.3 Patofisiologi
Kemampuan jantung untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
tubuh dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: preload, afterload, kontraktilitas
miokardium, frekuensi denyut jantung (Djer, 2013).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 521
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2 Preload
Preload adalah beban volume dan tekanan yang diterima ventrikel kiri pada
akhir diastol. Preload ditentukan oleh tekanan pengisian ventrikel dan jumlah
darah yang kembali dari sistem vena ke jantung.
3 Afterload
Afterload yaitu tahanan total untuk melawan ejeksi ventrikel yang merupakan
keadaan beban sistolik. Apabila afterload meningkat maka isi sekuncup dan
curah jantung menurun, sebaliknya berkurangnya afterload meningkatkan
curah jantung.
4 Kontraktilitas miokardium
Kontraktilitas miokardium yaitu kemampuan intrinsik otot jantung
berkontraksi tanpa tergantung preload maupun afterload. Derajat aktivitas
serabut jantung ditentukan oleh kuantitas penyediaan ion kalsium untuk protein
kontraktil. Intensitas aktivitas miokardium sangat menentukan kontraktilitas
otot jantung. Perubahan kontraktilitas adalah perubahan fungsi jantung yang
tidak tergantung kepada variabilitas preload maupun afterload.
5 Frekuensi denyut jantung
Curah jantung adalah sama dengan isi sekuncup dikalikan dengan frekuensi
jantung. Oleh sebab itu, peningkatan frekuensi jantung akan memperbesar
curah jantung, namun frekuensi jantung yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan turunnya curah jantung. Penurunan curah jantung berbahaya
bagi organ vital tubuh. Maka untuk mempertahankan perfusi ke organ vital
seperti otak, ginjal dan jantung, dibutuhkan mekanisme kompensasi yang
melibatkan jantung, dan sistem neurohormonal.
4. Mekanisme kompensasi jantung
Mekanisme kompensasi jantung akibat penurunan curah jantung yaitu,
meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Miokardium
berdilatasi untuk meningkatkan kontraksi dan menghasilkan curah jantung
optimal. Hal ini dikenal dengan mekanisme Frank-Starling, kemampuan
miokardium dioptimalkan sampai batas maksimal dengan memperpanjang
panjang awal otot jantung (filamen aktin dan miosin) dan menambah elemen

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 522
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kontraktil untuk meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Pada gagal


jantung akibat kelebihan beban tekanan, terjadi hipertropi otot jantung di
ventrikel sehingga ruangan ventrikel kiri menjadi lebih kecil. Pada masa fetus,
perubahan ini tidak menyebabkan penurunan curah jantung karena masih
dikompensasi oleh ventrikel kanan. Setelah lahir terjadi perubahan sistem
sirkulasi, ventrikel kanan tidak dapat lagi mengkompensasi kerja ventrikel kiri
sehingga sirkulasi ke perifer menjadi tidak adekuat (Braunwald et al., 2015).
5. Mekanisme kompensasi neurohormonal
Mekanisme kompensasi neurohormonal diperantarai oleh aktivitas
neurohormonal seperti sistem renin-angiotensin (RAAS) dan simpatoadrenal.
Penurunan curah jantung, menyebabkan terjadinya penurunan perfusi ke ginjal dan
stimulasi simpatik. Keadaan ini merangsang aparatus juxtaglomerulus di ginjal
untuk mensekresi renin yang berfungsi mengubah angiotensinogen di hati menjadi
angiotensin I. Kemudian angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II di paru,
dengan bantuan angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II berefek
vasokontriksi (meningkatkan resistensi vaskuler), meningkatkan absorbsi natrium
di tubulus proximal, dan merangsang kelenjar adrenal mengeluarkan aldosteron
yang berfungsi untuk meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus distal sehingga
terjadi retensi cairan dan natrium (Gomella et al., 2004). Stimulasi sistem saraf
simpatis pada menyebabkan pengeluaran katekolamin yang menimbulkan
takikardi, dan meningkatkan kontraktilitas dari miokard. Stimulasi simpatis ginjal
juga dapat menyebabkan pelepasan arginine vasopressin (AVP) dari hipofisis
posterior secara non osmotik yang akan mengurangi ekskresi air dan berperan
terhadap penurunan vasokontriksi perifer dan peningkatan produksi endotelin
(Djer, 2013). Selain aktivasi saraf simpatis dan RAAS, pada gagal jantung, juga
memproduksi hormon seperti insulin-like growth factor dan growth hormon serta
sekresi dari atrial natriuretic peptida (ANP) dan B-type natriuretic peptida (BNP).
ANP dan BNP adalah hormon yang disekresikan jantung sebagai mekanisme
pertahanan endogen jantung untuk mencegah perburukan klinis gagal jantung.
Secara akut hormon tersebut menyebabkan vasodilatasi dan diuresis. Jangka
panjang mencegah inflamasi, fibrosis dan hipertropi jantung (Djer, 2013).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 523
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mekanisme kompensasi diatas awalnya bermanfaat meningkatkan curah


jantung, namun bila dipakai secara maksimal, akhirnya curah jantung tidak dapat
ditingkatkan lagi. Efek jangka panjang dari aktivasi RAAS berupa hipertropi
ventrikel, peningkatkan kebutuhan oksigen jantung, iskemia dan gangguan
relaksasi. Angiotensin II dan aldosteron juga berpengaruh terhadap respon
inflamasi, dengan stimulasi produksi sitokin yang mengaktivasi makrofag dan
menstimulasi fibroblast di miokardium (Gomella et al., 2004). Retensi cairan akibat
aktivasi RAAS dalam jangka panjang, meningkatkan tekanan akhir diastolik.
Awalnya proses ini diharapkan meningkatkan curah jantung yang maksimal, namun
pada akhirnya menimbulkan gejala bendungan seperti dispnu, takikardi dan
hepatomegali. Peningkatan kontraktilitas jantung dan vasokontriksi pembuluh
darah dalam waktu lama akan berdampak pada penurunan curah jantung yang akan
merangsang kembali RAAS.

1.3.4 Klasifikasi Gagal Jantung


New York Heart Association (NYHA), pada tahun 1994 mempublikasikan
klasifikasi fungsional gagal jantung, namun klasifikasi yang dipublikasikan NYHA
kurang dapat diaplikasikan pada anak, karena terdapat perbedaan gejala dan tanda
antara anak dengan dewasa. Untuk itu, digunakanlah klasifikasi gagal jantung yang
dibuat Ross. Klasifikasi Ross untuk gagal jantung pada anak sesuai NYHA (Daphne
et al., 2009):
Kelas I → Tidak ada gejala atau pembatasan fisis.
Kelas II → Takipne ringan atau bayi pada saat minum tampak
berkeringat. Pada anak yang lebih besar tampak sesak bila
beraktivitas. Tidak ada gagal tumbuh.
Kelas III → Takipne tampak jelas atau tampak berkeringat saat minum
atau beraktifitas Waktu minum menjadi lebih lama. Gagal
tumbuh sebagai akibat gagal jantung.
Kelas IV → Saat istirahat tampak takipne, retraksi, grunting, atau
berkeringat.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 524
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis gagal jantung bergantung pada derajatnya. Pada bayi,
gejala yang timbul berupa minum lebih sedikit, sesak ketika menyusu, dan
berkeringat dengan banyak. Perfusi yang buruk dan sianosis berat secara bertahap
sering tidak disadari sebagai suatu kelainan. Edema sering dianggap sebagai
pertambahan berat badan normal dan intoleransi fisik dianggap sebagai akibat
kurangnya aktivitas fisik. Anamnesis harus memperhatikan masalah kemampuan
minum (Park et al., 2010).
Tanda dan gejala gagal jantung pada anak mirip dengan dewasa, mencakup
kelelahan, intoleransi fisik, anoreksia, nyeri perut, sesak, dan batuk. Pada remaja
mungkin lebih mengeluhkan gejala abdomen dibandingkan gejala pernapasan.
Peningkatan tekanan vena sistemik dapat diukur dari tekanan vena jugularis dan
pembesaran hepar. Ortopnu dan ronki dibasal paru pada gagal jantung cukup
bervariasi. Kardiomegali hampir selalu ditemukan dan didengar adanya gallop,
murmur holosistolik pada regurgitasi katup trikuspid dan mitralis (Braunwald et al.,
2015).

1.3.6 Tata Laksana


Pengobatan gagal jantung pada anak tergantung pada etiologi dan umur
pasien. Tujuan tata laksana adalah untuk mengoreksi penyebab, meningkatkan
fungsi jantung, mengurangi angka kematian dan kesakitan serta meningkatkan
kualitas hidup (Braunwald et al., 2015). Prinsip pengobatan gagal jantung adalah
penanganan suportif, obat-obatan dan pembedahan. Penanganan suportif dilakukan
berdasarkan keluhan. Sesak diatasi dengan tirah baring dalam posisi setengah
duduk, pemberian oksigen secara nasal kanul atau masker, pengurangan jumlah
cairan yang masuk serta pemantauan imbang cairan ketat (McPhee et al., 2009).
Obat medikamentosa yang dibutuhkan adalah goloangan obat diuretik, inotropik
(digitalis, dopamin, dobutamin), dan golongan obat yang mengurangi afterload.
1. Diuretik
Diuretik digunakan sebagai obat utama dalam gagal jantung. Fungsi obat
tersebut untuk mengontrol kongesti paru dan sistimik. Diuretik dapat menurunkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 525
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

preload dan gejala kongesti namun tidak dapat meningkatkan curah jantung dan
kontraktilitas jantung (Park et al., 2010). Terdapat tiga macam golongan diuretik
yang sering digunakan yaitu thiazid, furosemid dan spironolakton. Thiazid
(chlorothiazide, hydrochlorothiazide) bekerja di tubulus distal dan proksimal,
memiliki efek samping hipokalemia sehingga jarang digunakan. Diuretik kerja
cepat (furosemid) merupakan obat pilihan utama, bekerja di loop hanle, efektif,
aman, dan murah. Spironolakton bekerja di tubulus distal untuk menghambat
pertukaran natrium dan kalium serta mencegah hipokalemia (Park et al., 2010).
2. Digitalis (digoksin)
Digoksin bermanfaat sebagai inotropik; menambah kekuatan dan kecepatan
kontraksi ventrikel, mengurangi tonus simpatis, menurunkan resistensi sistimik
dengan vasodilatasi perifer, menurunkan frekuensi denyut jantung dan juga
mengaktivasi neurohormonal jantung (McPhee et al., 2009). Dosis maksimal yang
diberikan 30–40 mikrogram/kg/hari. Dosis yang diberikan adalah 8–10
mikrogram/kg/hari diberikan peroral dalam dua dosis. Apabila pemberian digitalis
melebihi dosis yang tersebut, akan menimbulkan gejala mual, muntah, bradikardi
dan aritmia (Braunwald et al., 2015).
3. Dopamin
Dopamin merupakan prekursor katekolamin dari epinefrin. Pada dosis
rendah, yakni 2,5 μg/kgBB/menit dopamin berpengaruh meningkatkan aliran darah
ginjal, sehingga menambah ekskresi air dan garam. Pada dosis 10-20
μg/kgBB/rnenit dopamin terutama mempunyai efek inotropik, namun sering
menimbulkan gangguan irama jantung (Braunwald et al., 2015).
4. Vasodilator
Obat vasodilator dapat menurunkan tahanan vaskular sistemik dengan
mengurangi afterload dan menurunkan preload. Menurut tempat kerjanya
vasodilator dikelompokkan sebagai vasodilator arteri (hidralazin), vasodilator vena
(nitrat) atau kombinasi vasodilator arteri dan vena misalnya nitropruside, prazosin
dan kaptopril. Vasodilator yang bekerja langsung contohnya sodium nitroprusid,
nitrat, minoksidil dan hidralazin. Sedangkan contoh vasodilator tidak langsung

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 526
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

adalah penyekat alfaadrenergik (prazosin), antagonis kalsium (nifedipine) dan


inhibitor ACE misalnya kaptopril (Bernstein et al., 2011).

1.4. Tinjauan Hipertensi Pulmonal


1.4.1. Definisi
Hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah peningkatan
tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari
90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung
dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal,
jantung, dan otak (kondisi stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai (Kemenkes RI, 2014).

1.4.2. Etiologi
Faktor resiko hipertensi antara lain adalah umur, jenis kelamin, riwayat
keluarga, genetik (faktor resiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan
merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan
konsumsi minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stress,
penggunaan estrogen. Adapun klasifikasi hipertensi adalah sebagai berikut
(Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi dua. Pertama, hipertensi
primer/hipertensi esensial, yaitu hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui
(idiopatik), walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang
bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita
hipertensi. Kedua, hipertensi sekunder/hipertensi non esensial Hipertensi yang
diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya
adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal
atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Berdasarkan bentuk hipertensi,
dibagi menjadi tiga yaitu hipertensi diastolik (diastolic hypertension), hipertensi
campuran (sistol dan diastole yang meninggi), dan hipertensi sistolik (isolated
systolic hypertension). Sementara untuk hipertensi jenis lain dibagi menjadi dua.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 527
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pertama, hipertensi pulmonal, yaitu suatu penyakit yang ditandai dengan


peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang
menyebabkan sesak nafas, pusing, dan pingsan pada saat melakukan aktivitas.
Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang
ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung
kanan. Hipertensi pulmonal primer sering didapatkan pada usia muda dan usia
pertengahan, lebih sering didapatkan pada perempuan dengan perbandingan 2:1.
Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National Institute of
Health, bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau “mean”
tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat istirahat atau lebih dari 30
mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan adanya kelainan katup pada jantung kiri,
penyakit myocardium, penyakit jantung konginental dan tidak adanya kelainan
paru. Kedua, hipertensi pada kehamilan, yaitu diakibatkan oleh kelainan pembuluh
darah, ada yang mengatakan karena faktor diet, tetapi ada juga yang mengatakan
disebabkan faktor keturunan (Inash, 2014).

1.4.3. Patofisiologi
a. Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah (Bernstein et al., 2011).
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan
penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses
multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk
deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai
substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak.
Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen
pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai
oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu.
Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam
pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah
vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi
endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer
b. Sistem renin-angiotensin (Bernstein et al., 2011).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 528
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin


II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama. Pertama, Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan
rasa haus. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke
luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Kedua, Menstimulasi sekresi
aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya
dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.
c. Sistem saraf simpatis (Bernstein et al., 2011).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah.
1.4.4. Manifestasi Klinis
Menurut (Inash, 2014) sebagian besar penderita tekanan darah tinggi
umumnya tidak menyadari kehadirannya. Bila ada gejala, penderita darah tinggi
mungkin merasakan keluhan-keluhan berupa : kelelahan, bingung, perut mual,
masalah pengelihatan, keringat berlebihan, kulit pucat atau merah, mimisan, cemas
atau gelisah, detak jantung keras atau tidak beraturan (palpasi), suara berdenging di

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 529
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

telinga, disfungsi ereksi, sakit kepala, pusing, edema dependen dan adanya
pembengkakan karena meningkatnya tekanan kapiler (Inash, 2014).

1.4.5. Tata Laksana


a. Nonfarmakologi
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan
darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko
permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1,
tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan
tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila
setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang
diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat
dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi (Inash, 2014).
b. Farmakologi
Terapi farmakologi hipertensi diawali dengan pemakaian obat tunggal.
Tergantung level TD awal, rata-rata monoterapi menurunkan TD sistole sekitar 7-
13 mm Hg dan diastole sekitar 4-8 mmHg Terdapat beberapa variasi dalam
pemilihan terapi awal pada hipertensi primer. Sebelumnya guideline JNC VII
merekomendasikan thiazide dosis rendah. JNC VIII saat ini merekomendasikan
ACE-inhibitor, ARB, diuretic thiazide dosis rendah, atau CCB untuk pasien yang
bukan ras kulit hitam. Terapi awal untuk ras kulit hitam yang direkomendasikan
adalah diuretic thiazide dosis rendah atau CCB. Di lain pihak guideline Eropa
terbaru merekomendasikan 5 golongan obat sebagai terapi awal yaitu ACE-
inhibitor, ARB, diuretic thiazide dosis rendah, CCB atau -blocker.
Guideline UK NICE memakai pendekatan berbeda, menekankan etnik dan
ras merupakan faktor determinan penting dalam menentukan pilihan obat awal pada
hipertensi. Hal ini selanjutnya diadaptasi oleh guideline JNC VIII. Rasionalisasi
dari konsep ini adalah RAAS bersifat lebih aktif pada usia muda jika dibandingkan
pada usia tua dan ras kulit hitam. Jadi guidelina UK. NICE merekomendasikan
ACE-inhibitor atau ARB pada usia 55 tahun (bukan ras kulit hitam) dan ras kulit
hitam dengan semua rentang usia. Batasan untuk rekomendasi ini adalah: (1)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 530
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

diuretics thiazide lebih dipilih dibandingkan CCB untuk kondisi gagal jantung atau
pasien dengan risiko tinggi untuk mengalami gagal jantung; (2) ACE inhibitor atau
ARB tidak digunakan pada wanita hamil, dalam kondisi ini -blocker lebih dipilih.
Guideline UK. NICE dan JNC VIII membatasi pemakaian -blocker
sebagai terapi awal dengan pengecualian adanya indikasi spesifik seperti pasien
gagal jantung kronik, angina simtomatik, atau pasca infark miokard. Alasan
dibatasinya pemakaian -blocker sebagai terapi awal adalah: (1) Kurang efektif
dalam menurunkan risiko stroke dan penyakit jantung iskemik jika dibandingkan
dengan golongan obat lain; (2) meningkatkan risiko diabetes terutama jika
dibandingkan dengan terapi diuretik; (3) lebih mahal dari segi pembiayaan jika
dipakai sebagai terapi awal.

Gambar 1.7: Indikasi Spesifik Pemilihan Obat Awal Hipertensi (JNC 8)

Jika target TD tidak tercapai dalam waktu satu bulan pengobatan, maka
dapat dilakukan peningkatan dosis obat awal atau dengan menambahkan obat kedua
dari salah satu kelas (diuretik thiazide, CCB , ACEI , atau ARB ).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 531
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.8. Algoritma Penanganan Hipertensi (JNC 8)

1.5 Tinjauan Anemia Normokrom Normositer


1.5.1 Definisi
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin dari
nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Anemia normokrom
normositer adalah kondisi anemia dimana ukuran dan warna RBC bersifat normal
(Samohvalov, et al, 2018).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 532
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.5.2 Etiologi
Penyebab utama nemia normokrom normositer adalah karena adanya
pendarahan, hemolisis, penyakit kronik, penyakit infiltrat metastastik pada sumsum
tulang sehingga jumlah RBC berkurang (Samohvalov, et al, 2018).

1.5.3 Patofisiologi
Pada pasien yang mengalami pendarahan, terjadi penurunan jumlah eritrosit
dan hemoglobin. Pada pasien dengan SLE terjadi kerusakan sel eritrosit yang
biasanya dimediasi oleh IgG. Hal ini terjadi karena terbentuk neoepitope antigen
pada eritrosit pada pasien SLE sehingga memicu aktivasi komplemen dan proses
hemolisis. Kondisi anemia menyebabkan organ tubuh mengalami anoksia atau
kekurangan oksigen sehingga tubuh menjadi lemas, lesu, dan pucat (Samohvalov,
et al, 2018).

1.5.4 Manifestasi Klinis


Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat,
takikardi, sakit dada, dyspnea, nafas pendek, cepat lelah, pusing, kelemahan.
Derajat keparahan anemia berdasarkan kadar hemoglobin darah tertera pada tabel
berikut.
Tabel 1.1 Kadar Hemoglobin (WHO, 2011)
Normal Anemia
Populasi
(g/dL) Ringan Sedang Berat
Anak 6-59 bulan ≥11-16 10-10,9 7-9,9 <7
Anak 5-11 tahun ≥11,5-16 11-11,4 8-10,9 <8
Anak 12-14 tahun ≥12-16 11-11,9 8-10,9 <8
Wanita (tidak ≥12-15 11-11,9 8-10,9 <8
hamil)
Wanita hamil ≥11 10-10,9 7-9,9 <7
Laki-laki ≥13-18 11-12,9 8-10,9 <8

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 533
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.5.5 Tata Laksana


Tatalaksana mengatasi anemia adalah dengan mengatasi penyebab dasar
penyakit, memberikan suplemen penambah darah (vitamin B12, asam folat, zat
besi), serta transfusi darah.

1.6 Tinjauan Fatty Liver


1.6.1 Definisi
Perlemakan hati adalah penumpukan lemak yang berlebihan pada sel
hepatosit. Penyakit ini dapat berkembang menjadi menjadi penyakit hati yang lebih
berat seperti Non Alcoholic Steatohepatis (NASH), sirosis hepatis, dan karsinoma
hati (Adiwinata et al., 2015).

1.6.2 Etiologi
Menurut Adiwinata (2015). Kondisi fatty liver dapat terjadi karena sindrom
metabolik yang menganggu metabolisme lemak pada liver, konsumsi alkohol,
kemoterapi, toksin, dan inflamasi

1.6.3 Patofisiologi
Pada pasien dengan sindrom metabolik, akumulasi lemak pada liver terjadi
ketika ada ketidakseimbangan antara pembentukan dan perombakan trigliserida.
Selain itu adanya peningkatan lipolisis pada tubuh menyebabkan semakin banyak
asam lemak bebas yang dibawa ke liver. Pada pasien SLE terjadi peningkatan
produksi radikal bebas sepperti NO (nitrat oksida) dan superoksida anion. Radikal
bebas dapat mengaktifkan sel-sel stelata untuk berproliferasi dan memproduksi
matriks ekstraseluler (kolagen, proteoglikan, glikoprotein) yang memicu
perlemakan hati dan sirosis (Adiwinata et al., 2015).

1.6.4 Manifestasi Klinis


Penyakit perlemakan hati biasanya bersifat asimptomatik pada saat
diagnosis ditegakkan walaupun sebagian besar penderita mengeluhkan adanya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 534
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

fatigue atau malaise serta rasa penuh dan tidak enak pada perut kanan atas
(Adiwinata et al., 2015).

1.6.5 Tata Laksana


Tatalaksana pasien dengan perlemakan hati adalah dengan memodifikasi
gaya hidup, memperbaiki komponen dari sindroma metabolik (Adiwinata et al.,
2015).

1.7 Tinjauan Multiple Cholelitiasis


1.7.1 Definisi
Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan penyakit
yang di dalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya. kolelitiasis adalah
material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung empedu.
Komposisi dari batu empedu merupakan campuran dari kolesterol, pigmen empedu,
kalsium dan matriks inorganik (Amelia, 2013)

1.7.2 Etiologi
Penyebab utama dari pembentukan batu empedu, yaitu gangguan
metabolisme kolesterol, supersaturasi kolesterol, bilirubin yang berlebihan,
gagguan kontraktilitas kantung empedu. Faktor risiko yang menyebabkan
seseorang terkena kolelitiasis adalah perlemakan hati, usia, jenis kelamin, berat
badan dan makanan. Orang dengan usia lebih dari 40 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang yang usia lebih muda. Prevalensi
pada wanita (20%) lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki(8%). Orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) tinggi, mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadi
kolelitiasis (Amelia, 2013).

1.7.3 Patofisiologi
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 535
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

campuran. Lebih dari 90 % batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung
> 50% kolesterol) atau batu campuran ( batu yang mengandung 20-50% kolesterol).
10 % sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20% kolesterol
(Amelia, 2013).
Kolesterol disintesis dihati dan diekskresikan dalam bentuk garam empedu.
Dengan meningkatnya sintesis dan sekresi kolesterol, resiko terbentuknya empedu
juga meningkat. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu tinggi
maka cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Terdapat
korelasi antara kolelitiasis dengan perubahan metabolisme kolesterol darah pada
pasien yang menggunakan terapi kortikosteroid dimana kortikosteroid menganggu
metabolisme kolesterol pada sitokrom P450 sehingga memperlambat konversi
kolesterol menjadi empedu(Saparin et al, 2009). Selain itu, hipersekresi bilirubin,
menurunnya kemampuan kontraksi dan kerusakan dinding kandung empedu,
memudahkan seseorang menderita batu empedu. Kontraksi kandung empedu yang
melemah akan menyebabkan stasis empedu. Stasis empedu akan membuat cairan
yang di produksi di kandung empedu terakumulasi, semakin kental dan semakin
pekat sehingga semakin menyulitkan proses pengosongan cairan empedu. Bila daya
kontraksi kandung empedu menurun dan di dalam kandung empedu tersebut sudah
ada Kristal, maka Kristal tersebut tidak akan dapat dibuang keluar ke duodenum
(Amelia, 2013).

1.7.4 Manifestasi Klinis


Pada umumnya pasien tidak mengalami gejala. Ketika batu empedu
memblok sistem biliari atau mengiritasi kantung empedu, gejala yang timbul antara
lain nyeri, inflamasi, bahkan infeksi. Jika penyakit ini tidak diatasi dapat
menimbulkan kondisi yang lebih serius seperti nyeri kolik, pancreatitis, dan
jaundice (Tanaja, 2019).

1.7.5 Tata Laksana


Terapi utama untuk cholelithiasis adalah tindakan operasi laparoskopi atau
cholecysectomy. Terapi penunjang yang dapat dilakukan antara lain dengan asam

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 536
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ursodeoksikolat dengan dosis 8-10mg/kg/hari. Asam ursodeoksikolat memiliki


mekanisme mengurangi sekresi kolesterol liver serta memperbaiki laju sekresi
cairan empedu (Tanaja, 2019).

1.8 Tinjauan Spondilosis Lumbalis


1.8.1 Definisi
Spondilosis lumbalis adalah kondisi pada tulang belakang dimana discus
vertebralis mengalami degenerasi sehingga terjadi perubahan pada tulang vertebra
lumbal dan terbentuk osteofit (benjolan tulang) (Middleton, 2009).

1.8.2 Etiologi
Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita. Faktor utama yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan spondylosis lumbal adalah trauma,
usia, genetik, obesitas, duduk dalam waktu yang lama dan kebiasaan postur yang
jelek. Pada faktor usia menunjukkan bahwa kondisi ini banyak dialami oleh orang
yang berusia 40 tahun keatas. Faktor obesitas juga berperan dalam menyebabkan
perkembangan spondylosis lumbar kebawah (Middleton, 2009). Penyebab lainnya
dapat berasal dari obat, contohnya penggunaan metilprednisolone dalam waktu
lama dan dalam dosis tinggi menurunkan masa tulang dan meningkatkan resiko
osteoporosis (Lacy et al., 2009)

1.8.3 Patofisiologi

Gambar 1.9: Sendi Facet dan Diskus Tulang Belakang (Middleton, 2009)
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 537
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pada setiap tingkatan dari tulang belakang, terdiri dari dua sendi faset dan
satu diskus intervertebralis, Sendi faset mempunyai permukaan tulang rawan,
sangat menyerupai sendi panggul atau sendi lutut. Diskus merupakan jaringan yang
ada di sela-sela tulang belakang. diskus berfungsi sebagai peredam kejut bagi
tulang belakang. Diskus terdiri dari gel yang diselubungi struktur serupa cincin liat
yang disebut anulus. Adanya degenerasi pada sendi facet, diskus, dan anulus
menyebabkan rasa nyeri dan inflamasi karena terproduksi mediator inflamasi
seperti sitokin, chemokines , TLR—ligand, dan nitrit oksida. (Middleton, 2009).
Patofisiologi spondilosis lumbalis terjadi kerusakan pada diskus, anulus,
dan sendi facet. Terdapat tiga fase patofisiologi penyakit ini, yaitu (Middleton,
2009):
1. Fase disfungsi, efek inisial dari adanya mikrotrauma berulang yang
menyebabkan terbentuknya tears atau robekan lapisan luar diskus tulang
belakang,. Jika dibiarkan semakin besar maka tears juga dapat terisi oleh
jaringan vaskular dan ujung syaraf bebas yang meningkatkan transmisi
nyeri.
2. Fase Instabilitas, ditandai dengan kehilangan integritas mekanik karena
kerusakan diskus dan degenerasi sendi facet. Rasa nyeri semakin sering
terasa terutama pada daerah yang mengalami degenerasi.
3. Fase Stabilisasi, terjadi perubahan pada tulang vertebra lumbal dan
terbentuk osteofit (benjolan tulang) dan fibrosis karena makin
menyempitnya jarak antara vertebra. Ketika tulang rawan terkikis,
endapan kalsium yang merupakan materi pembentuk tulang,
akan terbentuk secara bertahap sebagai respon tubuh terhadap tulang
rawan yang rusak menjadi osteofit.

1.8.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi penyakit ini berupa serangan nyeri yang berulang – ulang dalam
beberapa tahun. Nyeri pada kasus spondylosis berhubungan erat dengan aktivitas
yang dijalani oleh penderita, dimana aktivitas yang dijalani terlalu lama dengan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 538
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

rentang perjalanan yang panjang. Nyeri sering timbul di daerah punggung kebawah
(Middleton, 2009).

1.8.5 Tata Laksana


Tatalaksana spondilosis lumbalis terdiri atas terapi non-farmakologi
(peregangan, berenang, fisioterapi, perubahan gaya hidup), terapi farmakologi, dan
operasi. Untuk terapi farmakologi dapat berupa NSAID, kortikosteroid, analgesik
opioid untuk nyeri berat, atau relaksan otot seperti benzodiazepine (Middleton,
2009).

1.9 Tinjauan Konstipasi


Konstipasi atau sembelit dapat didefinisikan sebagai frekuensi defekasi
yang lebih sedikit dari biasanya. Biasanya disebabkan oleh kurangnya asupan serat,
kurang asupan cairan, penyakit metabolik, stress, gangguan pencernaan, atau
karena medikasi. Tatalaksana konstipasi pada dasarnya adalah dengan diet tinggi
serat dan pemberian laksatif seperti bisacodyl atau laktulosa (Wald, 2014).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 539
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN
2.1. Profil Pasien
Nama/ Jenis kelamin : Ny. R
Umur/ BB/ TB : 49 tahun/55 kg/155 cm
Alamat : Tulungagung
MRS/KRS : 13 Februari 2020 jam 18.00
Status pasien : BPJS
Dokter : dr. Singgih Wahono, Sp.PD
Farmasis : Januari Erik, M.Farm.Klin.,Apt.
Alergi : -
Keluhan utama : Nyeri punggung bawah, nyeri sendi
Riwayat kesehatan : Penyakit jantung, Hipertensi, dan SLE
Riwayat pengobatan : IV Metil prednisolon dosis tinggi
(3 hari)
Metilprednisolon 2 x 62,5 mg
Klorokuin 1 x 250 mg po
CaCO3 3 x 500 mg po
Diagnosa Awal : SLE derajat berat + Trombositopenia
Diagnosis akhir : - SLE derajat berat
- Severe trombositopenia
- Heart Failure stage C class IV
- Hipertensi stage I
- Fatty Liver
- Spondilosis lumbalis
- Anemia
- Multiple cholelithiasis
- Konstipasi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 540
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Data Klinis Pasien

Nilai Tanggal
Parameter Normal
(Dewasa) 13/2 14/2 15/2 16/2 17/2 18/2 19/2 20/2 21/2 22/2
100/ 130/ 155/1 140/ 150/ 130/ 140/ 122/ 150/1 140/
TD 120/80
90 80 05 90 90 70 70 76 00 90
Nadi 80-85 112 88 96 88 96 90 87 108 108 88
RR 20 24 18 18 18 18 20 22 20 20
Suhu 36-37oC 36.7 36.7 36.6 36.9 36.4 36.6 36.7 36.4 35.5 35.6
SpO2 >90% 92 98 99 99 99 97 95 96 98 96
GCS 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456

Sesak - - - - + - + + - +

BAB + - - - - - + + - - -

Lemas - + + + + + + + + + +

Nyeri punggung - + + + + + + - + +

2.2. Data Laboratorium


Tanggal
Parameter Nilai Normal
14/2 15/2 16/2 18/2 19/2 20/2 21/2
Hematologi
WBC
4.7 – 11.3 x103/µl 10,49 9,58 5,93 6,41 5,76
(Leukosit)
Lk : 13-18 G/Dl
Hb 7,3 7,20 5,50 4,80 6,10
Pr : 12-16 G/Dl
Neutrofil 51% - 67% 0,0 69,2 67,2 66,2 71,8

Trombosit 170-380x103/Mm3 7 6 4 3 11

RBC (Eritrosit) 4,0-5,0 X 106/µl 2,44 2,39 1,83 1,60 1,89


MCH 27-31pg 29,90 30,10 30,10 30,0 32,30
MCV 80,0-93,0 Fl 83,60 87,40 89,60 91,90 90,50
Hematokrit 40-54% 20,40 20,90 16,40 14,70 17,10
MCHC 32-36g/dL 35,80 34,40 33,50 32,70 35,70
Elektrolit Serum
Na 136-145 133
K 3,5-5 3,79
Cl 98-106 107
Faal Hati
SGOT 0-32 135
SGPT 0-33 111
GDS <200 mg/dL 179 157 123 173 193

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 541
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Kolesterol
<200mg/dL 123
total
TG <200 mg/dL 179
HDL >45 mg/dL 40
LDL <130 mg/dL 59

Pulse Metil prednisolon 750 mg dalam 100cc NS selama 90 menit


Tgl : 14-02-2020
GDS pre pulse : 189 mg/dL GDS post pulse : 191 mg/dL
No Jam TD Nadi RR Tax SpO2
1 17.00 130/80 89 20 37 98% nc 3 lpm
2 17.15 130/80 89 18 37 98% nc 3 lpm
3 17.30 140/90 88 18 36,9 99% nc 3 lpm
4 17.45 150/100 92 18 37,1 99% nc 3 lpm
5 18.00 140/90 96 20 37 99% nc 3 lpm
6 18.15 150/90 87 20 37,2 99% nc 3 lpm
7 18.30 1150/90 90 20 37,2 99% nc 3 lpm
Tgl : 20-02-2020
GDS pre pulse : 183 mg/dL GDS post pulse : 173 mg/dL
1 22.40 132/90 83 21 36,5 100 nc 2 lpm
2 22.55 140/90 80 22 36,4 99 nc 2 lpm
3 23.10 14090 82 20 36,3 99 nc 2 lpm
4 23.25 134/88 84 21 36,4 99 nc 2 lpm
5 23.40 140/90 83 22 36,3 99 nc 2 lpm
6 23.55 130/90 83 20 36,4 99 nc 2 lpm
Tgl: 21-02-2020
GDS pre pulse : 174 mg/dL GDS post pulse : 192 mg/dL
1 22.30 120/90 92 20 36,4 99
2 22.45 130/80 94 21 36,4 99
3 23.00 140/90 98 20 36,6 99
4 23.15 140/90 94 20 37 99
5 23.30 140/90 98 21 37 99
6 23.45 140/90 95 20 37 98
7 00.00 130/90 92 20 37 99
8 00.15 140/90 86 20 36,8 99
9 00,30 130/90 94 20 37 99

Pulse Siklofosfamid 400 mg dalam 90 menit


Tgl : 14-02-2020
No Jam TD Nadi RR Tax SpO2
1 19.30 150/80 99 20 36,8 98% nc 4 lpm
2 19.45 140/75 96 18 36,9 99% nc 4 lpm
3 20.00 140/70 96 18 36,9 99% nc 4 lpm
4 20.15 135/80 97 20 36,8 99% nc 4 lpm
5 20.30 140/80 98 20 36,8 99% nc 4 lpm
6 21.00 140/90 96 18 36,7 99% nc 4 lpm

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 542
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3. Profil Terapi Pasien


Tanggal
Obat Rute Dosis 13/ 14/ 15/ 16/ 17/ 18/ 19/ 20/ 21/
22/2
2 2 2 2 2 2 2 2 2

O2 Nasal
nasal 4 lpm v v v v v v v v v
canul

IVFD NaCl 500cc/


iv v v v v v v v v v
0,9% 24 hr

1x
Hidroksikloro
po 200 v v v v v v v v v v
kuin
mg

2 x 50
Azathioprine po v v v v v v v // // //
mg

400
Pulse CPA iv v // // // // // // //
mg

4x
Mesna iv 150 v // // // // // // //
mg

2x
Metil
iv 62,5 v v v v v v v // //
prednisolon
mg

Metil
750
prednisolon iv v // // // // // v v v
mg
pulse

2x
Calos po 500 v v v // // // // // // //
mg

2x
KSR po 600 v v v v // // // // // //
mg

2x
Kalk po 500 v v v v v v v
mg

1 x 40
Furosemid iv v v v v v v v v v v
mg

1x5
Lisinopril po v v v v v v v v
mg

3 x 15
Laktulosa syr po v v v v v v v
cc

Transfusi
iv v // v
PRC

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 543
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien R (49 tahun) dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar
Malang pada tanggal 13 Februari- 04 Maret 2020. Pasien datang dengan keluhan
nyeri punggung bawah dan nyeri sendi. Sebelum MRS, pasien mengalami
perdarahan pervaginum sejak 4 bulan yang lalu dan perdarahan gusi sejak 2 minggu
sebelum MRS. Diagnosa akhir pasien yaitu SLE derajat berat, severe
trombositopenia, gagal jantung stage C kelas IV, hipertensi primer, fatty liver,
spondilosis lumbalis, anemia, multiple cholelithiasis, dan konstipasi.
Pasien didiagnosa mengalami penyakit SLE derajat berat dan
trombositopenia. SLE merupakan suatu penyakit adanya kelainan pada sistem
imunitas tubuh dimana normalnya antibodi akan melawan benda asing yang masuk
ke dalam sel berasal dari luar seperti virus, infeksi, dan bakteri. Pada kondisi SLE,
sistem imun tubuh tidak mampu mengenali benda asing dengan benar sehingga sel
yang ada didalam tubuh yang seharusnya tampak normal dianggap sebagai suatu
benda asing bagi imunitas penderita SLE sehingga antibodi yang ada pada tubuh
penderita tersebut secara aktif akan melawan sel yang ada dalam tubuh dan kondisi
ini disebut sebagai autoimun. Singkatnya, pada SLE keberadaan antigen nampak
dan dikenali oleh sistem imun itu sendiri. Terdapat suatu antibodi yang melawan
sel normal yaitu ANA (Antinuclear Antibodies). Antibodi ini dapat ditemukan
dalam serum pasien dengan kondisi lupus (SLE) (Isenberg,2008).
Pada SLE derajat berat, kondisi sudah dapat dikatakan mengancam nyawa.
Salah satu gejala SLE berat ditandai dengan abnormal pada nilai hematologi salah
satunya kondisi trombositopenia dimana jumlah trombosit <20.000/mm3
(Perhimpunan Rheumatologi Indonesia, 2011). Pada pasien, nilai trombosit sejak
MRS jauh dibawah normal yaitu 7000/mm3. Kondisi trombosit yang rendah ini
dapat disebabkan karena penyakit SLE yang diderita pasien. Imunnologic
thrombocytopenic purpura merupakan kondisi autoimun disebabkan karena
penghancuran trombosit normal karena adanya antibodi (antibody-mediated
destruction of platelets) dan gangguan produksi megakariosit. Sel T teraktivasi
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 544
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

akibat pengenalan antigen spesifik trombosit pada APC (antigen presenting cell)
yang kemudian menginduksi ekspansi antigen-spesifik pada sel B. Kemudian sel B
menghasilkan autoantibodi yang spesifik terhadap glikoprotein yang diekspresikan
pada trombosit dan megakariosit. Trombosit yang bersirkulasi diikat oleh
autoantibodi trombosit kemudian terjadi pelekatan pada reseptor FC makrofag
limpa yang mengakibatkan penghancuran trombosit. Selain itu, terbentuk juga
autoantibodi anti megakariosit yang mengurangi kemampuan megakariosit untuk
menghasilkan trombosit. Terjadi produksi autoantibody yang meningkatkan
penghancuran trombosit oleh makrofag limpa dan menurunnya produksi trombosit
akibat antibodi anti-megakariosit (Neunert et al, 2011).
Terapi yang diberikan secara garis besar bertujuan untuk menekan respon
imun agar menghambat progresivitas pada kondisi SLE. Terapi SLE yang diberikan
pada pasien meliputi Hidroksiklorokuin, Azathioprine, Siklofosfamid, Mesna, dan
kortikosteroid berupa Metilprednisolon. Hidroksiklorokuin merupakan antimalaria
yang telah terbukti efektif diberikan sebagai terapi SLE. Dosis yang diberikan pada
pasien 1x200 mg (iv) dengan maksimal dosis 400mg/hari. Hidroksiklorokuin
bekerja dengan mengubah respon sel-T dan menghambat sitokin (IL-1, IL-2, IL-6,
IL-17, IL-22, interferon [IFN] -α, dan TNF-α) dan menghambat aktivasi reseptor
Toll-like. Hydroxychloroquine ini mengurangi pensinyalan reseptor Toll-like 3, 7,
8, dan 9 dan mengurangi aktivasi sel dendritik dan produksi IFN, di antara
mekanisme lainnya (Marmor, 2016).
Pemberian Azathioprine diindikasikan pada SLE berat dimana akan bekerja
pada proses sintesis DNA dengan menghambat jalur pembentukan purin sehingga
pertumbuhan sel limfosit T ikut terhambat yang menghasilkan penurunan produksi
antibodi. Dosis yang diberikan 2x50 mg dan diberikan secara intravena. Keduanya
merupakan terapi yang tepat diberikan untuk kondisi SLE berat. Namun, efek
pemberian azathioprine memiliki efek samping salah satunya penurunan jumlah
trombosit dan trombosit cenderung menurun setelah pemberian sehingga
dihentikan untuk mencegah kondisi trombositopenia memburuk. Pulse
siklofosfamid diberikan untuk menghambat pertumbuhan sel tumor dengan cara
menghubungkan DNA sel tumor secara silang dengan dosis 1x400mg (iv) diulang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 545
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dalam 14 hari. Efek samping yang dapat terjadi yaitu perdarahan, oleh karena itu
adanya pemberian mesna yang akan teroksidasi menjadi dimesna dalam darah, dan
akan direduksi kembali menjadi mesna di ginjal serta berguna untuk
menghilangkan toksik dalam darah. Pasien juga disarankan untuk banyak konsumsi
air putih dengan tujuan untuk mempercepat pembuangan zat toksik yang
terkandung dalam darah (Pego et al, 2013).
Metilprednisolon diberikan dalam dosis tinggi dan dosis pemeliharaan
ditujukan untuk terapi SLE berat yang disertai gangguan hematologi dalam pasien
ini untuk mengatasi kondisi trombositopenia. Metilprednisolon bekerja dengan
mengendalikan atau mencegah peradangan dengan menekan migrasi leukosit dan
fibroblas dalam darah. Pada pemberian metilprednisolon dan siklofosfamid
dipantau tekanan darah dan kadar gula darah tiap 15 menit. Serta adanya pemberian
calos (kalsium karbonat) untuk mencegah defisiensi kalsium karena penggunaan
steroid dalam jangka waktu lama dapat memicu terjadinya osteoporosis (Danowski,
2006).

Pasien didiagnosa mengalami penyakit hipertensi primer dan gagal jantung


stage C kelas IV. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
Sementara gagal jantung merupakan sindroma klinis akibat ketidakmampuan
jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
American Heart Association (AHA) membagi gagal jantung menjadi 4 stage, yaitu
stage A, B, C, dan D, sementara New York Hearth Association (NYHA)
menggambarkan penyakit gagal jantung menjadi 4 kelas, yaitu kelas I-IV. Stage C
kelas IV berarti terdapat kelainan struktur jantung serta manifestasi klinis muncul
bahkan saat beristirahat dan semakin parah ketika beraktivitas.

Gagal jantung merupakan kelainan multi sistem dimana terjadi gangguan


pada jantung, otot skeletal dan fungsi ginjal, stimulasi SSP serta perubahan
neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada
ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 546
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem RAA serta


kadar vasopresin dan natriuretik peptida yang bertujuan untuk memperbaiki
lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga (Sciaretta, 2011).
Aktivitas sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga
cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas,
serta vasokontriksi perifer. Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat
menyebabkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivitas simpatis berlebihan
menyebabkan apoptosis miosit, hipertrofi, dan nekrosis miokard fokal (Sciaretta,
2011).
Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin,
angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor
renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan
noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal, dan merangsang
pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta
meningkatkan sekresi kalium. Anigitensin II juga memiliki efek pada miosit serta
berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung (Davis, 2006).
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis
gagal jantung, antara lain pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik (SGOT, SGPT,
ureum, natrium, kalium, klorida, kolesterol total, LDL, HDL), elektrokardiogram,
dan radiologi. Terdapat 2 jenis terapi untuk menangani kasus gagal jantung, yaitu
terapi farmakologi dan nonfarmakologi (Braunwald et al., 2015). Terapi
farmakologi yang diberikan pada kondisi gagal jantung pasien adalah diuretik kuat,
penggunaan diuretik yang memberi respon terbaik pada pasien gagal jantung yaitu
furosemide (Kaplan, 2005). Penggunaan furosemide menurunkan retensi garam dan
air sehingga akan menurunkan preload ventrikuler. Dosis yang diberikan pada
pasien adalah 1 x 40 mg secara intravena. Monitoring efektivitas terapi dapat dilihat
dari volume urine, tanda-tanda vital pasien, dan tanda klinis seperti berkurangnya
keluhan sesak yang dirasakan pasien. Monitoring efek samping obat dilakukan
dengan pemeriksaan data lab serum elektrolit (kadar natrium, kalium, dan klorida).
Selain diuretik, diberikan lisinopril sebagai obat golongan ACE inhibitor yang
berperan sebagai vasodilator, melebarkan pembuluh darah agar aliran darah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 547
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mengalir dengan lancar dan tidak membebani jantung dalam memompa darah, serta
dapat menurunkan resiko terjadinya perburukan gagal jantung (Sciaretta, 2011).
Aktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron (RAAS) berpartisipasi aktif dalam
proses remodeling ventrikel kiri. Renin adalah proteolitik enzim yang dilepaskan
ke dalam sirkulasi terutama oleh sel-sel juxtaglomerular. Rilisnya dirangsang oleh
hipotensi arteri ginjal dan diikuti oleh aktivasi saraf simpatik dan dengan penurunan
pengiriman natrium ke tubulus ginjal distal. Ketika renin dilepaskan ke dalam
darah, ia bertindak atas beredar substrat angiotensinogen yang mengalami
proteolitik pembelahan untuk membentuk dekapeptida, angiotensin I. Endotelium
vascular terutama di paru-paru, memiliki enzim angiotensin converting enzyme
(ACE) yang memotong dua asam amino untuk membentuk aktif oktapeptida,
angiotensin II. Golongan ACEI dapat menghambat proses tersebut sehingga dapat
digunakan sebagai anti-remodeling pada pasien gagal jantung (Morone, 2010).
Dosis yang diberikan adalah 1 x 5 mg secara per oral.
Pasien mengalami anemia, kondisi ini sering terjadi pada pasien dengan
SLE terbentuk neoepitope antigen pada eritrosit pada pasien SLE sehingga memicu
aktivasi komplemen dan proses hemolisis. Selain itu pasien juga memiliki riwayat
pendarahan sehingga kadar HB menjadi semakin rendah.
Pasien mengalami lemas dan hasil lab menunjukkan bahwa kondisi anemia
pasien tergolong anemia berat dengan kadar Hb yang menurun dari tanggal 14 (7,3)
hingga tanggal 20 (4,8). Pada tanggal 20 pasien diberi transfuse PRC sehingga
kadar Hb mengalami peningkatan menjadi 7,2 pada tanggal 21 Februari.
Monitoring yang perlu dilakukan selama MRS adalah pemeriksaan hematologi
rutin dan pemantauan terhadap ESO potensial obat yang mempengaruhi hematologi
antara lain Hidroksi klorokuin (trombositopenia, neutropenia, aplastik anemia),
Azathioprine (myelosupresi), CPA (leukopenia).
Problem medis lainnya yaitu pasien mengalami konstipasi seak tanggal 14
hingga 17 Februari. . Biasanya disebabkan oleh kurangnya asupan serat, kurang
asupan cairan, atau stress. Pasien kemudian diberikan laktulosa yang dapat :
memberikan efek osmosis pada kolon dan memicu gerakan peristaltik. Obat dapat
dikatakan cukup efektif karena pada tanggal 18-19 Februari pasien sudah bisa BAB.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 548
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terdapat DRP indikasi yang belum diterapi dimana pasien mengalami


cholelithiasis Terapi utama untuk cholelithiasis adalah tindakan operasi laparoskopi
atau cholecysectomy. Terapi penunjang yang dapat direkomendasikan agar kondisi
ini tidak bertambah buruk antara lain dengan asam ursodeoksikolat dengan dosis 8-
10mg/kg/hari. Asam ursodeoksikolat memiliki mekanisme mengurangi sekresi
kolesterol liver serta memperbaiki laju sekresi cairan empedu (Tanaja, 2019).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 549
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
a. Pasien Ny. R mendapatkan terapi : Hidroksiklorokuin, CPA, mesna,
metil prednisolon, azatioprin, calos, KSR, kalk, furosemide, lisinopril,
dan laktulosa. Semua terapi yang diberikan sudah tepat indikasi, tepat
dosis, dan sesuai dengan Formularium.
b. Pada terapi yang diberikan masih ditemukan adanya DRP berupa efek
samping aktual dan potensial obat.

4.2 Saran
a. Memantau efektivitas terapi yang diberikan.
b. Melakukan monitoring berkala tanda-tanda vital dan gejala efek
samping aktual dan potensial yang mungkin terjadi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 550
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, S. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat


Perkotaan Pada Pasien Kolelitiasis Di Ruang Bedah Lantai 5 RSPAD Gatot
Soebroto. Karya Ilmiah Akhir Ners. Universitas Indonesia. Jakarta

Adiwinata R, Kristanto A, Finna C. Tatalaksana Terkini Perlemakan Hati Non


Alkoholik. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia.2015.Vol. 2, No. 1

Bernstein D. Heart Failure. In: Kliegman RM, et al, editors. Nelson Textbook
Volume 1 20th Edition. Philadelphia: Elsevier; 2016.

Braunwald E, eds. Braunwald’s heart disease. A textbook of cardiovascular


medicine, 10th edition. Philadelphia: Elsevier Inc; 2015:1029-1056.

Choi HS, Ji MH, Kim SJ, Ahn HS. Platelet count recovery after intravenous
immunoglobulin predicts a favorable outcome in children with immune
thrombocytopenia. Blood Res 2016;51:95-101.

Danowski A, Flares in lupus: Outcome Assessment Trial (FLOAT), a comparison


between oral methylprednisolone and intramuscular triamcinolone. J
Rheumatol 2006;33:57-60.

Davis, R 2006. ABC of Heart Failure Second Edition. Australia: Blackwell


Publising.

Djer MM. Current Management of Congenital Heart Disease: Where We Are? In:
Lestari ED, Hidayah D, Riza M, editors. Proceedings of The 6th Child
Health Annual Scientific Meeting of Indonesian Pediatric Society, Solo
October 5–9, 2013. Solo: UNS Press; 2013. p. 272–6.

Gomella TL, et al. Lange Clinical Manual Neonatology: Management Procedures


OnCall Problems, Diseases, and Drugs 5th Edition. USA: The McGraw-Hill
Companies; 2004.p.361-3.

Hahn BH, McMahon MA, Wilkinson A, Wallace WD, Daikh DI, et al. American
College of Rheumatology guidelines for screening, treatment, and
management of lupus nephritis. Arthritis Care Res (Hoboken )
2012;64:797-808.

Houssiau FA, D'Cruz D, Sangle S, Remy P, Vasconcelos C, et al. Azathioprine


versus mycophenolate mofetil for long-term immunosuppression in lupus
nephritis: results from the MAINTAIN Nephritis Trial. Ann Rheum Dis
2010;69:2083-2089
Jolles, S, Drug-induced aseptic meningitis: diagnosis and management. Drug Saf
2000;22:215-226.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 551
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan. Modul tatalaksana standar pneumonia. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI, 2014.

Marmor, MF. WF Recommendations on screening for chloroquine and


hydroxychloroquine retinopathy (2016 revision). Ophthalmology
2016;123:1386-1394.

McPhee SJ & Ganong WF. 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju


Kedokteran Klinis. Edisi 5. Alihbahasa oleh Brahm U Pendit. Jakarta: EGC.

Middleton, Kimberley. Lumbar spondylosis: clinical presentation and treatment


approaches. Curr. Rev Musculoskelet Med. 2009. 2(2): 94-104

Morone, D., Mazilli, M. 2010. Role of RAAS Inhibition in Preventing Left


Ventricular Remodeling in Patients Post Myocardial Infarction. Heart
Metabolism, 47:9-13

Perhimpunan Rheumatologi Indonesia. 2011. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi


Indonesia Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik.
Jakarta : Perhimpunan Rheumatologi Indonesia

Neunert C, Lim W, Crowther M, Cohen A, Solberg Jr L, Crowther MA. The


American Society of Hematology 2011 evidence-based practice guideline
for immune thrombocytopenia. Blood 2011;117: 4190-207.

Neunert CE. Current management of immune thrombocytopenia. Hematology


2013;2013:276-82.

Neunert CE. Management of newly diagnosed immune thrombocytopenia: can we


change outcome? Hematology Am Soc Hematol Educ Program
2017;2017:400-5.

Oehadian, A. 2008. Kelainan darah pada lupus eritematosus sistemik. Sub


Bagian Hematologi Onkologi Medik Bagian Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung

Park J, Backer GD, Gohlke H, Graham I, Reiner Z, Verschuren WM, et al.


European guidelines on cardiovascular disease prevention in clinical
practice. European Heart Journal. 2010;33:1635–1701.
Pego-Reigosa JM, Cobo-Ibanez T, Calvo-Alen J, Loza-Santamaria E, Rahman A,
et al. Efficacy and safety of nonbiologic immunosuppressants in the
treatment of nonrenal systemic lupus erythematosus: a systematic review.
Arthritis Care Res (Hoboken ) 2013;65:1775-1785.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 552
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Petri MA, Mease PJ, Merrill JT, Lahita RG, Iannini MJ, et al. Effects of prasterone
on disease activity and symptoms in women with active systemic lupus
erythematosus. Arthritis Rheum 2004;50:2858-2868.

Samohvalov E. 2018 The Pattern of Anemia in Lupus. Current Topic in Anemia.

Saparin, Reshetnyak. Corticosteroids and Cholelithiasis in Systemic Lupus


Erythematosus. Scholarly Research Exchange.

Sciarretta, S., Palano, F., Tocci, G., Baldini, R. and Volpe, M., 2011.
Antihypertensive treatment and development of heart failure in
hypertension: a Bayesian network meta-analysis of studies in patients with
hypertension and high cardiovascular risk. Archives of internal medicine,
171(5), pp.384-394.

Supandiman I, Sumantri S, Fadjari TH, Fianza PI, Oehadian A. Pedoman diagnosis


dan terapi hematologi onkologi medik. Bandung:Qommunication;
2003.p.10-15, 107-109.

Tanaja J, Richard A, Meer JM. Cholelithiasis. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/


books/NBK470440/. Diakses Tanggal 23 Februari 2020

Wald, Arnold. Constipation : Pathophysiology and Management 2014. Wolters


Kluwer Health. Lippincott Williams & Wilkins.

WHO. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and assessment


of severity. Vitamin and Mineral Nutrition Information System. Geneva, World
Health Organization, 2011

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 553
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN

SOAP HARIAN

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


Hari/Tgl TINDAKAN/ PERKEMBANGAN KLINIK/ MASALAH
Subjective Objective Assessment Planning

19/02/202 Sesak (+) Terapi yang diberikan: Hidroksiklorokuin


0 Lemas (+) - O2 nasal canul ▪ Indikasi : untuk terapi SLE METO
Nyeri punggung (+) - IVFD NS 0,9% ▪ Mekanisme : obat lipofilik yang dapat Keadaan umum
Konstipasi (-) - Hidroksiklorokuin 1 x 200 mg menembus membran sel dengan pasien, tanda-tanda infeksi
- Azathioprine 2 x 50 mg po menghambat kerja aktivitas ATPase tipe V (TTV,Leukosit)
- Metil pred 2 x 62,5 mg iv yang salah satu fungsinya mengatur sistem
- Kalk 2 x 500 mg po imun. HCQ bertindak sebagai MESO:
- Furosemid 1 x 40 mg iv imunosupresan mual, muntah, pusing
- Lisinopril 1 x 5 mg po ▪ Dosis pasien (po): 1x200mg
- Laktulosa syr 3 x 15 cc ▪ Dosis literatur:
≤6.5mg/kgBB/hari maksimal 400mg/hari
Leukosit : 5,93 x10’3/µl ▪ ESO : mual, muntah,pusing
Trombosit: 4000mm3
Hb : 5,50 x 103 g/dL Azathioprine
▪ Indikasi:imunosupresan diindikasikan METO:
TD : 140/70mmHg untuk lupus nefritis, cutaneous lupus Keadaan umum
Nadi :87x/menit ▪ Mekanisme : bekerja pada proses sintesis pasien, tanda-tanda infeksi
RR : 20x/menit DNA dan memblokade jalur (TTV,Leukosit)
SpO2: 95% pembentukan purin→penghambatan
GDS : 173 mg/dL pertumbuhan sel limfosit T→ penurunan MESO:
produksi antibodi Mual, muntah, nyeri perut,
K : 3,97 ▪ Dosis pasien (po): 2x50mg/hari trombositopenia
Na : 133

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 554
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

▪ Dosis literatur: 2mg/kg/hari


▪ ESO:mual,muntah,nyeri
perut,trombositopenia
-
Metilprednisolon METO:
▪ Indikasi: Terapi induksi SLE gula darah dan TTV tiap 15
▪ Mekanisme: mengendalikan atau menit, gejala inflamasi
mencegah peradangan dengan menekan
migrasi leukosit dan fibroblas MESO:
▪ Dosis pasien (IV): 2x62.5mg Hipertensi, hiperglikemik,
▪ Dosis literatur: 2 mg/ kg per hari atau 60 osteoporosis
mg/m2/hari
▪ ESO:hiperglikemia, hipertensi,
osteoporosis

Kalk METO:
▪ Indikasi: defisiensi kalsium Kadar kalsium
▪ Mekanisme: meningkatkan kadar kalsium
▪ Dosis pasien: (po) 2x500 mg MESO:
▪ Dosis literatur: 325-650mg/hari2-3 kali Mual, muntah, nyeri
PO
▪ ESO:mual, muntah, nyeri perut

Furosemide METO:
▪ Indikasi : untuk terapi hipertensi dengan Keadaan umum, TTV,
disertai gagal jantung volume cairan
▪ Mekanisme : meningkatkan pengeluaran
air, natrium, klorida. MESO:
▪ Dosis literatur (iv): 20-40 mg hipoNa, hipoK, hipoCl
▪ Dosis pasien: 1 x 40 mg iv

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 555
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

▪ ESO : ketidakseimbangan elektrolit


(hiponatremia, hipokalemia,
hipokloremia).
METO:
Lisinopril Keadaan umum
▪ Indikasi : vasodilator untuk terapi gagal pasien, TTV
jantung
▪ Mekanisme : menghambat perubahan AT MESO:
I menjadi AT 2 sehingga terjadi Tanda-tanda hipotensi
penurunan sekresi aldosterone
▪ Dosis literatur (po): 5 mg/hari, dapat
ditingkatkan menjadi 10 mg/hari po
▪ Dosis pasien: 1 x 5 mg po
▪ ESO : pusing, hipotensi, batuk
METO:
Laktulosa Frekuensi dan konsistensi
▪ Indikasi : vasodilator untuk terapi gagal BAB
jantung
▪ Dosis Literatur : 15-30ml/hari dapat MESO:
ditingkatkan 60 ml/hari Diare
▪ Dosis Pasien : 3dd15cc dosis sesuai
▪ Mekanisme : memberikan efek osmosis
pada kolon dan memicu gerakan
peristaltik
▪ Eso: Diare
20/02/20 Lemas (+) Terapi yang diberikan sama. Metilprednisolon Pulse
Sesak (+) Namun, ▪ Indikasi: nefritis lupus berat dengan METO:
Azathioprine distop dan gangguan hematologi (trombositopenia Monitor gula darah dan TTV
ditambah: refrakter berat dengan perdarahan, anemia tiap 15 menit
- Metil pred pulse 750 mg iv hemolitik)
- Transfusi PRC

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 556
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

▪ Mekanisme: mengendalikan atau MESO:


Leukosit : 6,41 x10’3/µl mencegah peradangan dengan menekan hipertensi, hiperglikemik
Trombosit: 3000mm3 migrasi leukosit dan fibroblas
Hb : 4,80 x 103 g/dL ▪ Dosis pasien (IV):1 g selama 3 hari
▪ Dosis literatur: 500 atau 1000 mg dalam
TD : 14/90mmHg NaCl 0.9% 100cc diberikan dalam 1 jam
Nadi :80x/menit selama 3 hari
RR : 22x/menit ▪ ESO:hipertensi, hiperglikemik
SpO2: 96%
GDS : 173 mg/dL

21/02/20 Lemas (+) Leukosit: 5.76x10’3/µl Terapi yang diberikan sama. Namun untuk METO:
Lemas (+) Neutrofil 71.8% Metil prednisolon iv dan transfusi PRC di Skoring SLE, gejala
TD: 150/100mmHg hentikan inflamasi
GDS :193mg/dl
MESO:
22/02/20 Leukosit: 5.76x10’3/µl Terapi yang diberikan sama, namun
Hipertensi, hiperglikemik,
s.d Neutrofil 71.8% ditambah transfusi PRC dan TC
tanda-tanda perdarahan dan
24/02/20 TD:140/90mmHg
infeksi
Trombosit: 11000mm3

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 557
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


STEMI Anterior + HF st C FC II +
SLE Derajat Ringan

(19 Februari – 26 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 558
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien STEMI Anterior, HF st C FC


II, dan SLE Derajat Ringan”

di Instalasi Rawat Inap I Kegawatan R. 5 CVCU

Oleh:
Sub-kelompok IRNA I Kegawatan
(19 Februari – 26 Februari 2020)

1. Jovana Avioleza, S. Farm (190070600111012)


2. Kartika Zulfa, S. Farm (190070600111013)
3. Dewi Muthiah, S. Farm (190070600111028)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 559
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien STEMI Anterior, HF st C FC


II, dan SLE Derajat Ringan”

di Instalasi Rawat Inap I Kegawatan R. 5 CVCU

Oleh:
Sub-kelompok IRNA I Kegawatan
(19 Februari – 26 Februari 2020)

1. Jovana Avioleza, S. Farm (190070600111012)


2. Kartika Zulfa, S. Farm (190070600111013)
3. Dewi Muthiah, S. Farm (190070600111028)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis


IRNA I Kegawatan R. 5 CVCU IRNA I Kegawatan

Acc per WA, 27 Maret 2020 Acc per WA, 27 Maret 2020

Marulita Isadora, S. Farm., Apt Jainuri Erik, M. Farm Klin., APt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 560
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan STEMI (ST-segment Elevation Myocardial Infraction)


1.1.1 Definisi
Sindrom koroner akut merupakan spektrum manifestasi klinik akut dan
berat yang merupakan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan
antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah.Sindrom Koroner Akut
(SKA) adalah salah satu manifestasi klinis PJK yang utama dan paling sering
mengakibatkan kematian. SKA menyebabkan angka perawatan rumah sakit yang
sangat besar pada tahun 2003 di Pusat Jantung Nasional dan merupakan masalah
utama saat ini.SKA merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan
penyakitnya sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi
keadaan tidak stabil atau akut.Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah istilah untuk
menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi
angina pektoris tidak stabil (APTS) atau angina tidak stabil, infark miokard
gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation
myocardial infarction/NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark
miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial
infarction/STEMI).STEMI merupakan gangguan penyaluran darah ke jantung
karena oklusi trombus pada plak aterosklerotik. Perubahan EKG ST Elevasi pada
lead V3-V4 disebut Infark Anterior. Terjadi bila adanya oklusi pada left anterior
desending (LAD). LAD menyuplai darah ke dinding anterior ventrikel kiri dan 2/3
area septum intraventrikular anterior(Kumar, 2009).

1.1.2 Etiologi
Penyebab dari penyakit STEMI pada sebagian besar pasien tidak terlihat.
Proses aterosklerosis dimulai pada awal kehidupan. Walaupun aterosklerosis pada
suatu waktu hanya dipertimbangkan sebagai penyakit dari kelebihan kolesterol,
sekarang jelas bahwa inflamasi juga memainkan peran sentral pada pembentukan,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 561
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

progresi, dan komplikasi dari penyakit. Pada stage lebih awal aterosklerosis-
disfungsi endotel-induksi dan/ atau represi beberapa gen terjadi sebagai respon
untuk stres sedikit dari aliran darah melewati plak aterosklerosis pada lapisan
endotel dari arteri (Dipiro et al., 2008).
Sebagai respon induksi gen dan represi, sel endotel menurunkan sintesis
nitrit oksida, meningkatkan oksidasi lipoprotein dan memfasilitasi masuknya ke
dalam dinding arteri, mempromosikan penempelan monosit ke dinding pembuluh
darah dan deposit matriks ekstraselular, menyebabkan poliferasi sel otot polos, dan
melepaskan vasokonstriktor lokal dan substansi protrombin ke dalam darah, setiap
aksi mempunyai respon inflamasi. Semua faktor berkontribusi pada evolusi
disfungsi endotel pada pembentukan lapisan lemak pada arteri koroner dan bahkan
plak arteri.Oleh karena itu, endotel berperan sebagai organ autokrin dan parakrin
penting pada pembentukan aterosklerosis. Beberapa faktor secara langsung
bertanggung jawab pada pembentukan dan progresi disfungsi endotel dan
aterosklerosis, termasuk hipertensi, umur, gender laki-laki, penggunaan tembakau,
diabetes melitus, obesitas, dan dislipidemia (Dipiro et al., 2008).

1.1.3 Patofisiologi
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK yang
utamanya disebabkan oleh proses aterotrombosis selain stroke iskemia serta
penyakit arteri perifer. Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan
proses yang sangat kompleks dan multifaktor serta saling terkait. Aterotrombosis
terdiri dari aterosklerosis dan trombosis.Aterosklerosis merupakan proses
pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti
makrofag penuh lemak (sel-sel busa/foam cells), lipid esktraseluler yang besar,
serta plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan
terkini menjelaskan bahwa aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi yang
awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan
sel busa, lapisan lemak, pembentukan sumbat fibrous, dan luka lebih lanjut, hingga
proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil (Libby, 2001).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 562
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Lapisan endotel pembuluh darah yang normal akan mengalami kerusakan


oleh adanya faktor risiko antara lain, faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat-zat
vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap rokok, peningkatan gula
darah dan oksidasi oleh Low Density Lipoprotein-C (LDL-C). Kerusakan ini akan
menyebabkan sel endotel menghasilkan cell molecule adhesion seperti sitokin
(interleukin-1), tumor nekrosis faktor (TNF-α), kemokin (monocyte
chemoatractant factor-I), dan platelet derivad growth factor. Sel inflamasi seperti
monosit dan T-limfosit masuk ke permukaan endotel dan bermigrasi dari
endotelium ke sub endotel. Monosit kemudian berproliferasi menjadi makrofag dan
mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih aterogenik.Makrofag ini terus
membentuk sel busa.LDL yang teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan
menghasilkan respon inflamasi.Sebagai tambahan terjadi respon dari angiotensin II
yang menyebabkan gangguan vasodilatasi dan mengaktifkan efek protrombin
dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi.Akibat kerusakan endotel terjadi
respon protektif yang dipicu oleh inflamasi dan terbentuk lesi fibrofatty dan
fibrous.Plak yang stabil bisa menjadi tidak stabil (vulnerable) dan mengalami
ruptur. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis seperti kolagen,
adenosin diphosphate (ADP), epinefrin dan serotonin memicu aktivasi trombosit,
yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan-A2
(vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu reseptor
glikoprotein II/IIIa yang mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino
pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fibrinogen.Dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat
platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi (Prince, 2006).
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan faktor jaringan pada sel endotel
yang rusak.Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin
menjadi trombin yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri
dari agregat trombus dan fibrin.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 563
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.3 Patofisiologi aterosklerosis pada pembuluh darah (Rader,


2008).

Patogenesis terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan


oklusi trombotik pembuluh darah koroner yang disebabkan oleh plak aterosklerosis
yang mudah mengalami erosi, retak, atau pecah. Penyebab utama SKA yang dipicu
oleh erosi, retak, atau pecahnya plak aterosklerotik adalah karena terdapat kondisi
plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques) dengan
karakteristik inti lipid besar, sumbat fibrous tipis, dan bahu plak penuh dengan
aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T, makrofag, dan lain-lain. Tebalnya
plak yang dapat dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada
pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam
keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya pecah pada plak aterosklerosis
bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi oleh kerentanan
plak (Libby 2002; Ross, 1999).
Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh
koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama plak
tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya pecah pada plak.
Erosi, retak, atau pecahnya plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri
koroner) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag, dan faktor
jaringan) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta
pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang
terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner
berat yang terjadi akibat erosi atau pecahnya plak aterosklerosis yang relatif kecil
akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai menimbulkan
kematian jaringan. Trombus biasanya bersifat sementara dan dapat menyebabkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 564
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

oklusi sementara yang berlangsung antara 10 - 20 menit (Falk, 1995; Libby 2002;
Ross, 1999).Apabila oklusi menetap dan tidak dikompensasi oleh kolateral maka
keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis (infark gelombang-Q) atau
dikenal juga dengan STEMI (Libby, 2001).

1.1.4 Manifestasi Klinis


Gejala klasik pada pasien dengan STEMI adalah rasa tidak nyaman di dada,
pada angina severe biasanya gejala sering terjadi saat istirahat atau durasi
meningkat setidaknya dengan durasi 20 menit.Ketidaknyamanan di dada dapat
menyebar ke bahu, bawah lengan kiri, ke belakang, atau rahang. Gejala lain yang
muncul adalah mual, muntah, diaforesis, dan sesak napas. Pasien STEMI
menunjukkan gejala nyeri dada.Untuk itu, sebaiknya tenaga kesehatan profesional
memberikan peringatan pada pasien dengan resiko tinggi Coroner Heart Disease
untuk gejala yang akan muncul dan latihan fisik yang harus dikurangi (Dipiro et al.,
2008).

1.1.5 Tata Laksana


A. Terapi Awal
Keberhasilan terapi STEMI bergantung pada pengenalan dini gejala dan
transfer pasien segera ke unit/instalasi gawat darurat. Apabila gejala timbul ≤ 12
jam dapat diberikan terapi reperfusi yaitu fibrinolitik. Terapi awal untuk semua
STEMI, yang diberikan oleh tenaga paramedik ataupun pada unit/instalasi gawat
darurat sebenarnya sama. Oksigen diberikan untuk menjaga kadar saturasi dan
memperbaiki oksigen yang sampai ke miokard. Metoklopramid 10 mg intravena
diberikan untuk mengatasi mual, dan gliseril trinitrat sublingual untuk menurunkan
atau meredakan nyeri dada. Pada pembuluh darah koroner, agregasi platelet dan
pembentukan trombus dilakukan oleh tromboksan A2 (TXA‐2) yang dihasilkan
oleh platelet yang teraktivasi, dan dikatalisis oleh enzim siklooksigenase 1 (COX‐
1) (Hamm et al., 2011)
Pasien yang diduga infark miokard harus diberi aspirin (300 mg) secepat
mungkin untuk membatasi trombus.Aspirin menghambat COX‐1 dalam platelet,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 565
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menghambat produksi TXA‐2 dan agregasi platelet. Pasien yang alergi aspirin
diberi clopidogrel 300 mg. Pada saat tiba di rumah sakit, pasien akan dihubungkan
dengan pencatat elektro‐kardiogram. Hitung darah komplit juga harus dilakukan,
demikian juga kadar urea dan elektrolit, uji fungsi hati, fungsi tiroid, profil lipid dan
kadar gula. Pada kondisi ini, semua pasien ST elevasi atau left bundle branch block
baru dianggap menunjukkan infark miokard akut.Diperlukan reperfusi segera
dengan trombolisis atau PCI primer. Pasien nyeri dada yang menunjukkan ST
elevasi dianggap sebagai pasien STEMI/stable angina, dan kadar troponin harus
diperiksa 12 jam setelah onset nyeri dada (Hamm et al., 2011).
B. Manajemen Terapi Lanjutan
Secara umum manajemen STEMI/IMA adalah sebagai berikut (PERKI,
2004; Bertrand et al., 2002; Braunwald et al., 2002):
1. Dipasang infus intravena dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.
2. Dipantau tanda-tanda vital setiap ½ jam hingga stabil, kemudian setiap 4 jam
atau sesuai kebutuhan, dicatat apabila denyut nadi < 60 kali/menit atau > 110
kali/menit; tekanan darah < 90 mmHg atau > 150 mmHg; frekuensi napas < 8
kali/menit atau > 22 kali/menit.
3. Diet berupa puasa sampai bebas nyeri kemudian diet cair. Selanjutnya, diet
jantung (kompleks karbohidrat 50 – 55% dari kalori, lemak tidak jenuh tunggal
dan lemak tidak jenuh < 30% dari kalori) termasuk makanan tinggi kalium
(sayur dan buah), tinggi magnesium (sayuran hijau dan makanan laut), serta
kaya serat (buah segar, sayur, dan sereal).
4. Medika mentosa: Oksigen nasal mulai 2 L/menit dalam 2 – 3 jam pertama,
dilanjutkan jika saturasi oksigen arteri rendah (< 90%).
5. Terapi reperfusi (trombolitik/fibrinolitik) streptokinase atau tPA (tissue
plasminogen activator) yang bertujuan:
a. door to needle time < 30 menit, door to dilatation < 60 menit.
Direkomendasikan untuk: Elevasi ST > 0,1 mV pada dua atau lebih
sadapan ekstremitas berdampingan atau > 0,2 mV pada dua atau lebih
sadapan prekordial berdampingan; dimulai saat mulai nyeri dada hingga

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 566
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

terapi < 12 jam; usia < 75 tahun; serta pemeriksaan bundle branch block
(BBB) dan anamnesis dicurigai ada infark miokard akut.
b. Dosis obat trombolitik yaitu (1) streptokinase 1,5 juta IU dalam 1 jam; (2)
tPA bolus 15 mg dilanjutkan 0,75 mg/kgBB (maksimal 50 mg) dalam jam
pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg) dalam 60 menit.
6. Antitrombotik
a. Aspirin (160 – 325 mg sublingual atau telan).
b. Heparin direkomendasikan pada:
⚫ Pasien yang menjalani terapi revaskularisasi per kutan atau bedah.
⚫ Diberikan intravena pada pasien yang menjalani terapi reperfusi
dengan alteplase, dosis yang direkomendasikan adalah 70 IU/kgBB
bolus pada saat mulai infus alteplase, dilanjutkan > 48 jam dan
terbatas hanya untuk pasien yang berisiko tinggi mengalami
tromboemboli sistemik atau vena.
⚫ Diberikan subkutan 2 x 7500 IU (heparin intravena merupakan
trombolitik yang diberikan pada pasien yang tidak memiliki
kontraindikasi dengan heparin) pada pasien fibrilasi atrial, riwayat
emboli, atau diketahui mengalami trombus di ventrikel kiri.
⚫ Diberikan intravena pada pasien yang mendapat terapi obat-obat
trombolitik non-selektif (streptokinase, anistreplase, urokinase) yang
merupakan risiko tinggi terjadinya emboli sistemik seperti di atas.
⚫ Heparin direkomendasikan ditunda sampai 4 jam dan pada saat itu
diperiksa aPTT. Heparin mulai diberikan jika aPTT < 2 kali kontrol
(± 70 detik) kemudian infus dipertahankan dengan target aPTT 1,5 –
2 kali kontrol (infus awal ± 1000 IU/jam), setelah 48 jam dapat
dipertimbangkan penggantian heparin subkutan, warfarin, atau
aspirin.
7. Mengatasi rasa takut dan cemas yaitu diazepam oral atau intravena.
8. Terapi tambahan yaitu penghambat-β jika tidak ada kontraindikasi;
penghambat ACE terutama pada IMA luas atau anterior, gagal jantung tanpa
hipotensi, dan riwayat infark miokard.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 567
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2 Tinjauan Heart Failure


1.2.1 Definisi
Gagal jantung didefinisikan sebagai sindroma klinis akibat
ketidakmampuan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh dengan berbagai etiologi, karakteristik gejala maupun tanda.
Pada gagal jantung terjadi hubungan kompleks antara sirkulasi, neurohormonal dan
abnormalitas tingkat molekuler, inflamasi, perubahan biokimia pada miosit atau
interstitial jantung (Park, 2010; Daphne et al., 2009).

1.2.2 Etiologi
Perubahan struktur atau fungsi dari ventrikel kiri dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya gagal jantung pada seorang pasien, meskipun etiologi gagal
jantung pada pasien tanpa penurunan Ejection Fraction (EF) berbeda dari gagal
jantung dengan penurunan EF. Terdapat pertimbangan terhadap etiologi dari kedua
keadaan tersebut tumpang tindih. Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi
penyebab predominan pada 60-75% pada kasus gagal jantung pada pria dan wanita.
Hipertensi memberi kontribusi pada perkembangan penyakit gagal jantung pada
75% pasien, termasuk pasien dengan PJK. Interaksi antara PJK dan hipertensi
memperbesar risiko pada gagal jantung, seperti pada diabetes mellitus.
Emboli paru dapat menyebabkan gagal jantung, karena pasien yang tidak
aktif secara fisik dengan curah jantung rendah mempunyai risiko tinggi membentuk
thrombus pada tungkai bawah atau panggul. Emboli paru dapat erasal dari
peningkatan lebih lanjut tekanan arteri pulmonalis yang sebaliknya dapat
mengakibatkan atau memperkuat kegagalan ventrikel.
Infeksi apapun dapat memicu gagal jantung, demam, takikardi dan
hipoksemia yang terjadi serta kebutuhan metabolik yang meningkat akan memberi
tambahan beban pada miokard yang sudah kelebihan beban meskipun masih
terkompensasi pada pasien dengan penyakit jantung kronik. Gagal jantung yang
dipengaruhi karena struktur jantung dapat dijelaskan sebagai berikut:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 568
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

a. Gagal jantung dengan malformasi struktur


Malformasi jantung, shunt dari kiri ke kanan pada defek besar, sering
menyebabkan gagal jantung, akibat kelebihan volume pada ventrikel kiri. Total
curah jantung meningkat sehingga aliran darah paru tidak efektif melewati paru.
Contohnya pada defek septum ventrikel dan patent ductus arteriosus yang besar.
Kelebihan volume pada jantung kiri menyebabkan peningkatan tekanan
pengisian jantung dan edema paru (Mannet al., 2012).
b. Gagal jantung dengan bentuk dan struktur normal
Gagal jantung tanpa kelainan struktur seperti pada kardiomiopati primer dapat
dengan dilatasi, hipertropik, dan restriktif. Kardiomiopati sekunder dapat
berupa aritmia, iskemik, toksik, infiltrat dan infeksi.

1.2.3 Patofisiologi
Kemampuan jantung untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
tubuh dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: preload, afterload, kontraktilitas
miokardium, frekuensi denyut jantung.
1. Preload
Preload adalah beban volume dan tekanan yang diterima ventrikel kiri pada
akhir diastol. Preload ditentukan oleh tekanan pengisian ventrikel dan jumlah
darah yang kembali dari sistem vena ke jantung.
2. Afterload
Afterload yaitu tahanan total untuk melawan ejeksi ventrikel yang merupakan
keadaan beban sistolik. Apabila afterload meningkat maka isi sekuncup dan
curah jantung menurun, sebaliknya berkurangnya afterload meningkatkan curah
jantung.
3. Kontraktilitas miokardium
Kontraktilitas miokardium yaitu kemampuan intrinsik otot jantung berkontraksi
tanpa tergantung preload maupun afterload. Derajat aktivitas serabut jantung
ditentukan oleh kuantitas penyediaan ion kalsium untuk protein kontraktil.
Intensitas aktivitas miokardium sangat menentukan kontraktilitas otot jantung.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 569
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Perubahan kontraktilitas adalah perubahan fungsi jantung yang tidak tergantung


kepada variabilitas preload maupun afterload.
4. Frekuensi denyut jantung
Curah jantung adalah sama dengan isi sekuncup dikalikan dengan frekuensi
jantung. Oleh sebab itu, peningkatan frekuensi jantung akan memperbesar curah
jantung, namun frekuensi jantung yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan
turunnya curah jantung (Mannet al., 2012). Penurunan curah jantung berbahaya
bagi organ vital tubuh. Maka untuk mempertahankan perfusi ke organ vital
seperti otak, ginjal dan jantung, dibutuhkan mekanisme kompensasi yang
melibatkan jantung, dan sistem neurohormonal (Silbernagl., 2000).
Mekanisme kompensasi jantung akibat penurunan curah jantung yaitu,
meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Miokardium
berdilatasi untuk meningkatkan kontraksi dan menghasilkan curah jantung optimal.
Hal ini dikenal dengan mekanisme Frank-Starling, kemampuan miokardium
dioptimalkan sampai batas maksimal dengan memperpanjang panjang awal otot
jantung (filamen aktin dan miosin) dan menambah elemen kontraktil untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Pada gagal jantung akibat kelebihan
beban tekanan, terjadi hipertropi otot jantung di ventrikel sehingga ruangan
ventrikel kiri menjadi lebih kecil. Pada masa fetus, perubahan ini tidak
menyebabkan penurunan curah jantung karena masih dikompensasi oleh ventrikel
kanan. Setelah lahir terjadi perubahan sistem sirkulasi, ventrikel kanan tidak dapat
lagi mengkompensasi kerja ventrikel kiri sehingga sirkulasi ke perifer menjadi tidak
adekuat (Silbernagl, 2000).
Mekanisme kompensasi neurohormonal diperantarai oleh aktivitas
neurohormonal seperti sistem renin-angiotensin (RAAS) dan simpatoadrenal.
Penurunan curah jantung, menyebabkan terjadinya penurunan perfusi ke ginjal dan
stimulasi simpatik. Keadaan ini merangsang aparatus juxtaglomerulus di ginjal
untuk mensekresi renin yang berfungsi mengubah angiotensinogen di hati menjadi
angiotensin I. Kemudian angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II di paru,
dengan bantuan angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II berefek
vasokontriksi (meningkatkan resistensi vaskuler), meningkatkan absorbsi natrium

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 570
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

di tubulus proximal, dan merangsang kelenjar adrenal mengeluarkan aldosteron


yang berfungsi untuk meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus distal sehingga
terjadi retensi cairan dan natrium (Taylor, 2005). Stimulasi sistem saraf simpatis
pada menyebabkan pengeluaran katekolamin yang menimbulkan takikardi, dan
meningkatkan kontraktilitas dari miokard. Stimulasi simpatis ginjal juga dapat
menyebabkan pelepasan arginine vasopressin (AVP) dari hipofisis posterior secara
non osmotik yang akan mengurangi ekskresi air dan berperan terhadap penurunan
vasokontriksi perifer dan peningkatan produksi endotelin (Braunwald et al., 2012).
Selain aktivasi saraf simpatis dan RAAS, pada gagal jantung, juga memproduksi
hormon seperti insulin-like growth factor dan growth hormon serta sekresi dari
atrial natriuretic peptida (ANP) dan B-type natriuretic peptida (BNP). ANP dan
BNP adalah hormon yang disekresikan jantung sebagai mekanisme pertahanan
endogen jantung untuk mencegah perburukan klinis gagal jantung. Secara akut
hormon tersebut menyebabkan vasodilatasi dan diuresis. Jangka panjang mencegah
inflamasi, fibrosis dan hipertropi jantung (Silbernagl, 2000).
Mekanisme kompensasi diatas awalnya bermanfaat meningkatkan curah
jantung, namun bila dipakai secara maksimal, akhirnya curah jantung tidak dapat
ditingkatkan lagi. Efek jangka panjang dari aktivasi RAAS berupa hipertropi
ventrikel, peningkatkan kebutuhan oksigen jantung, iskemia dan gangguan
relaksasi. Angiotensin II dan aldosteron juga berpengaruh terhadap respon
inflamasi, dengan stimulasi produksi sitokin yang mengaktivasi makrofag dan
menstimulasi fibroblast di miokardium (Unger et al., 2004). Retensi cairan akibat
aktivasi RAAS dalam jangka panjang, meningkatkan tekanan akhir diastolik.
Awalnya proses ini diharapkan meningkatkan curah jantung yang maksimal, namun
pada akhirnya menimbulkan gejala bendungan seperti dispnu, takikardi dan
hepatomegali. Peningkatan kontraktilitas jantung dan vasokontriksi pembuluh
darah dalam waktu lama akan berdampak pada penurunan curah jantung yang akan
merangsang kembali RAAS.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 571
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Klasifikasi Gagal Jantung


Klasifikasi menurut ACC/AHA Klasifikasi menurut NYHA
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk Pasien dengan penyakit jantung tetapi
berkembang menjadi gagal jantung. tidak ada pembatasan aktivitas fisik.
Tidak terdapat gangguan struktural atau Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan
fungsional jantung. kelelahan berlebihan, palpitasi, dispnea
atau nyeri angina.
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur Pasien dengan penyakit jantung dengan
jantung yang berhubungan dengan sedikit pembatasan aktivitas fisik.
perkembangan gagal jantung, tidak Merasa nyaman saat istirahat. Hasil
terdapat tanda dan gejala. aktivitas normal fisik kelelahan,
palpitasi, dispnea atau nyeri angina.
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simpatomatis Pasien dengan penyakit jantung yang
berhubungan dengan penyakir structural terdapat pembatasan aktivitas fisik.
jantung yang mendasari Merasa nyaman saat istirahat. Aktifitas
fisik ringan menyebabkan kelelahan,
palpitasi, dispnea atau nyeri angina.
Stadium D Kelas IV
Penyakit struktural jantung yang lanjut Pasien dengan penyakit jantung yang
serta gejala gagal jantung yang sangat mengakibatkan ketidakmampuan untuk
bermakna saat istirahat walaupun telah melakukan aktivitas fisik apapun tanpa
mendapat terapi. ketidaknyamanan. Gejala gagal jantung
dapat muncul bahkan pada saat istirahat.

1.2.4 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala pada gagal jantung mencakup kelelahan, intoleransi fisik,
anoreksia, nyeri perut, sesak, dan batuk. Pada remaja mungkin lebih mengeluhkan
gejala abdomen dibandingkan gejala pernapasan. Peningkatan tekanan vena
sistemik dapat diukur dari tekanan vena jugularis dan pembesaran hepar. Ortopnu
dan ronki dibasal paru pada gagal jantung cukup bervariasi. Kardiomegali hampir
selalu ditemukan dan didengar adanya gallop, murmur holosistolik pada regurgitasi
katup trikuspid dan mitralis (Berghman et al., 2011). Manifestasi klinis gagal
jantung menurut PERKI, 2015:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 572
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
⚫ Sesak nafas ⚫ Peningkatan JVP
⚫ Ortopneu ⚫ Refluks hepatojugular
⚫ Paroxysmal nocturnal dyspnoe ⚫ Suara jantung S3 (gallop)
⚫ Toleransi aktivitas yang ⚫ Apex jantung bergeser ke lateral
berkurang ⚫ Bising jantung
⚫ Cepat lelah
⚫ Bengkak di pergelangan kaki
Kurang Tipikal Kurang Tipikal
⚫ Batuk di malam/dini hari ⚫ Edema perifer
⚫ Mengi ⚫ Krepitasi pulmonal
⚫ Berat badan bertambah >2 ⚫ Sura pekak di basal paru pada perkusi
kg/minggu ⚫ Takikardi
⚫ Perasaan kembung/begah ⚫ Nadi ireguler
⚫ Nafsu makan menurun ⚫ Nafas cepat
⚫ Gelisah (terutama pasien ⚫ Hepatomegali
geriatri) ⚫ Asites
⚫ Depresi ⚫ Kaheksia
⚫ Berdebar
⚫ Pingsan

1.2.5 Tata Laksana


Tujuan tata laksana adalah untuk mengoreksi penyebab, meningkatkan
fungsi jantung, mengurangi angka kematian dan kesakitan serta meningkatkan
kualitas hidup (Daphne et al., 2009). Prinsip pengobatan gagal jantung adalah
penanganan suportif, obat-obatan dan pembedahan. Penanganan suportif dilakukan
berdasarkan keluhan. Sesak diatasi dengan tirah baring dalam posisi setengah
duduk, pemberian oksigen secara nasal kanul atau masker, pengurangan jumlah
cairan yang masuk serta pemantauan imbang cairan ketat (McPhee et al., 2009).
Obat medikamentosa yang dibutuhkan adalah goloangan obat diuretik, inotropik
(digitalis, dopamin, dobutamin), dan golongan obat yang mengurangi afterload.
1. Diuretik
Diuretik digunakan sebagai obat utama dalam gagal jantung. Fungsi obat
tersebut untuk mengontrol kongesti paru dan sistimik. Diuretik dapat
menurunkan preload dan gejala kongesti namun tidak dapat meningkatkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 573
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

curah jantung dan kontraktilitas jantung (Park et al., 2010). Terdapat tiga
macam golongan diuretik yang sering digunakan yaitu thiazid, furosemid dan
spironolakton. Thiazid (chlorothiazide, hydrochlorothiazide) bekerja di tubulus
distal dan proksimal, memiliki efek samping hipokalemia sehingga jarang
digunakan. Diuretik kerja cepat (furosemid) merupakan obat pilihan utama,
bekerja di loop hanle, efektif, aman, dan murah. Spironolakton bekerja di
tubulus distal untuk menghambat pertukaran natrium dan kalium serta
mencegah hipokalemia (Park et al., 2010).
2. Digitalis (digoksin)
Digoksin bermanfaat sebagai inotropik; menambah kekuatan dan kecepatan
kontraksi ventrikel, mengurangi tonus simpatis, menurunkan resistensi sistimik
dengan vasodilatasi perifer, menurunkan frekuensi denyut jantung dan juga
mengaktivasi neurohormonal jantung (McPhee et al., 2009). Dosis maksimal
yang diberikan 30–40 mikrogram/kg/hari. Dosis yang diberikan adalah 8–10
mikrogram/kg/hari diberikan peroral dalam dua dosis. Apabila pemberian
digitalis melebihi dosis yang tersebut, akan menimbulkan gejala mual, muntah,
bradikardi dan aritmia (Sharma et al., 2003).
3. Dopamin
Dopamin merupakan prekursor katekolamin dari epinefrin. Pada dosis rendah,
yakni 2,5 μg/kgBB/menit dopamin berpengaruh meningkatkan aliran darah
ginjal, sehingga menambah ekskresi air dan garam. Pada dosis 10-20
μg/kgBB/rnenit dopamin terutama mempunyai efek inotropik, namun sering
menimbulkan gangguan irama jantung (Babaev, 2005).
4. Vasodilator
Obat vasodilator dapat menurunkan tahanan vaskular sistemik dengan
mengurangi afterload dan menurunkan preload. Menurut tempat kerjanya
vasodilator dikelompokkan sebagai vasodilator arteri (hidralazin), vasodilator
vena (nitrat) atau kombinasi vasodilator arteri dan vena misalnya nitropruside,
prazosin dan kaptopril. Vasodilator yang bekerja langsung contohnya sodium
nitroprusid, nitrat, minoksidil dan hidralazin. Sedangkan contoh vasodilator

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 574
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

tidak langsung adalah penyekat alfaadrenergik (prazosin), antagonis kalsium


(nifedipine) dan inhibitor ACE misalnya kaptopril (Silbernagl, 2000).

Manajemen terapi untuk gagal jantung (Lyrawati, 2016).

1.3 Tinjauan SLE (Systemic Lupus Erythematosus)


1.3.1 Definisi
Lupus eritematosus sistemik systemic lupus erythematosus (SLE)
merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum
diketahui serta manifestasi klinis, perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat
beragam. Penyakit ini terutama menyerang pada wanita usia reproduksi dengan
angka kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik, imunologi, dan hormonal serta
lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi SLE (Perhimpunan Reumatologi
Indonesia. 2011).

1.3.2 Etiologi
Etiopatologi dari SLE belum diketahui secara pasti namun diduga
melibatkan interaksi yang kompleks dan multifaktorial antara variasi genetik dan
faktor lingkungan. Interaksi antara jenis kelamin, status hormonal, dan aksi
Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal (HPA) mempengaruhi kepekaan dan ekspresi
klinis SLE. Adanya gangguan dalam mekanisme pengaturan imun seperti gangguan
pembersihan sel-sel apoptosis dan kompleks imun merupakan konstributor yang
penting dalam perkembangan penyakit ini. Hilangnya toleransi imun,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 575
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

meningkatknya beban antigenik, bantuan sel T yang berlebihan, gangguan supresi


sel B dan peralihan respon imun dari T helper 1 (Th1) ke Th2 menyebabkan
hiperaktifitas sel B dan memproduksi autoantibodi patogenik. Respon imun yang
terpapar faktor eksternal/lingkungan seperti radiasi ultraviolet atau infeksi virus
dalam periode yang cukup lama bisa juga menyebabkan disregulasi sistem imun
(Isbagio, dkk., 2009).
Terdapat banyak bukti bahwa patogenesis SLE bersifat multifaktoral seperti
faktor genetik, faktor lingkungan, dan faktor hormonal terhadap respons imun.
Faktor genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang
meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot. Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan terutama gen yang mengkode
unsur-unsur sistem imun. Diduga berhubungan dengan gen respons imun spesifik
pada kompleks histokompabilitas mayor kelas II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-DR3
serta dengan komponen komplemen yang berperan dalam fase awal reaksi ikat
komplemen ( yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan C2) telah terbukti. Gen-gen lain yang
mulai ikut berperan adalah gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin dan
sitokin (Isbagio, dkk., 2009).
Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang berhubungan dengan
HLA (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen MHC
(Major Histocompatibility Complex) mengatur produksi autoantibodi spesifik.
Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen komplemen, seperti
C2,C4, atau C1q (Manson, 2003; Silva, 2001). Kekurangan komplemen dapat
merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun oleh sistem fagositosit mononuklear
sehingga membantu terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan sel
fagosit gagal membersihkan sel apoptosis sehingga komponen nuklear akan
menimbulkan respon imun (Swaak, dkk., 1999).
Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti
radiasi ultra violet, tembakau, obat-obatan, virus. Sinar UV mengarah pada
selfimmunity dan hilangnya toleransi karena menyebabkan apoptosis keratinosit.
Selain itu sinar UV menyebabkan pelepasan mediator imun pada penderita lupus,
dan memegang peranan dalam fase induksi yanng secara langsung mengubah sel

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 576
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DNA, serta mempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal membantu


menekan terjadinya kelainan pada inflamasi kulit (Silva, 2001; Zvezdanovic,dkk.,
2006). Faktor lingkungan lainnya yaitu kebiasaan merokok yang menunjukkan
bahwa perokok memiliki resiko tinggi terkena lupus, berhubungan dengan zat yang
terkandung dalam tembakau yaitu amino lipogenik aromatic.
Faktor lain yang mempengaruhi patogenesis lupus yaitu faktor hormonal.
Mayoritas penyakit ini menyerang wanita muda dan beberapa penelitian
menunjukkan terdapat hubungan timbal balik antara kadar hormon estrogen dengan
sistem imun. Estrogen mengaktifasi sel B poliklonal sehingga mengakibatkan
produksi autoantibodi berlebihan pada pasien SLE. 13-14 Autoantibodi pada lupus
kemudian dibentuk untuk menjadi antigen nuklear ( ANA dan anti-DNA). Selain
itu, terdapat antibodi terhadap struktur sel lainnya seperti eritrosit, trombosit dan
fosfolipid. Autoantibodi terlibat dalam pembentukan kompleks imun, yang diikuti
oleh aktifasi komplemen yang mempengaruhi respon inflamasi pada banyak
jaringan, termasuk kulit dan ginjal (Kanda dan Tamaki, 1999).

1.3.3 Patofisiologi
Penyebab terbesar terjadinya SLE adalah autoantibodi abnormal dan
formasi imun kompleks. Pasien penderita SLE memiliki autoantibodi yang
menyerang nukleus, sitoplasma, dan komponen permukaan dari tipe yang berbeda
pada sel di dalam sistem organ dengan marker seperti immunoglobulin G dan faktor
koagulan. Autoantibodi yang berlebihan berasal dari limfosit B yang hiperaktif.
Beberapa mekanisme kemungkinan menyebabkan sel B yang hiperaktif, termasuk
toleransi kekebalan diri dan beban antigen yang tinggi yang terdiri dari antigen
lingkungan dan disampaikan kepada sel B oleh sel B yang lain atau sel antigen-
presenting tertentu, pergeseran T-helper tipe 1 dan T-helper tipe 2 yang lebih
meningkatkan sel B untuk memproduksi antibodi, dan penekanan sel B yang rusak.
Penurunan proses regulasi imun yang melibatkan limfosit T, sitokin, dan sel-sel
pembunuh alami mungkin juga terlibat. Penurunan proses regulasi imun melibatkan
limfosit T, sitokin (misalnya interleukin, interferon-γ tumor necrosis factor-α,
transforming growth factor-β), dan natural killer. Disregulasi imun yang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 577
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menyebabkan hiperaktifitas sel B dan produksi autoantibodi, diperparah dengan


terjadinya apoptosis sel, diikuti oleh pembentukan kompleks imun, aktivasi
komplemen. Hal tersebut mengakibatkan reaksi inflamasi dan jika berkelanjutan
dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Delafuente dan Cappuzzo, 2008).
Antibodi antinuclear dapat membantu dalam evaluasi diagnosis dan
evaluasi klinik pasien SLE. Pasien SLE mungkin memiliki lebih dari satu antigen
spesifik antibodi antinuclear pada serum dan jaringannya. Autoantibodi muncul
bertahun-tahun sebelum didiagnosis SLE. Autoantibodi yang biasanya sering
muncul terlebih dahulu selama bertahun-tahun sebelum diagnosis adalah
antinuclear, anti-La, anti RO antibodi antifosfolipid, sedangkan anti-Sm dan anti-
snRNP muncul beberapa bulan sebelum diagnosis biasanya saat anti-Sm dan anti-
snRNP muncul akan timbul gejala klinisnya (Dipiro et al, 2008).

Gambar 1. Diagram Patofisiologi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 578
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.4 Tatalaksana
Pengobatan SLE Berdasarkan Aktivitas Penyakitnya (Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2011).
A. Pengobatan SLE ringan
Pilar pengobatan pada SLE ringan dijalankan secara bersamaan dan
berkesinambungan serta ditekankan pada beberapa hal yang penting agar tujuan di
atas tercapai, yaitu :
Obat-obatan
• Penghilang nyeri seperti paracetamol 3 x 500 mg, bila diperlukan
• Obat anti inflamasi non steroidal (OAINS), sesuai panduan diagnosis dan
pengelolaan nyeri dan inflamasi
• Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat dengan
potensi ringan)
• Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kg BB/hari (150-300 mg/hari) (1 tablet
klorokuin 250 mg mengandung 150 mg klorokuin basa) catatan periksa
mata pada saat awal akan pemberian dan dilanjutkan setiap 3 bulan,
sementara hidroksiklorokuin dosis 5- 6,5 mg/kg BB/ hari (200-400 mg/hari)
dan periksa mata setiap 6-12 bulan
• Kortikosteroid dosis rendah seperti prednison < 10 mg / hari atau yang
setara
• Tabir surya: Gunakan tabir surya topikal dengan sun protection factor
sekurangkurangnya 15 (SPF 15)
B. Pengobatan SLE sedang
Pilar penatalaksanaan SLE sedang sama seperti pada SLE ringan kecuali pada
pengobatan. Pada SLE sedang diperlukan beberapa rejimen obat-obatan tertentu
serta mengikuti protokol pengobatan yang telah ada. Misal pada serosistis yang
refrakter: 20 mg / hari prednison atau yang setara.
C. Pengobatan SLE berat
Pilar pengobatan sama seperti pada SLE ringan kecuali pada penggunaan
obatobatannya. Pada SLE berat atau yang mengancam nyawa diperlukan obat-
obatan sebagaimana tercantum di bawah ini.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 579
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. Glukokortikoid Dosis Tinggi


Lupus nefritis, serebritis atau trombositopenia: 40 – 60 mg / hari (1
mg/kgBB) prednison atau yang setara selama 4-6 minggu yang kemudian
diturunkan secara bertahap, dengan didahului pemberian metilprednisolon
intra vena 500 mg sampai 1 g / hari selama 3 hari bertutut-turut.
3. Obat Imunosupresan atau Sitotoksik
Terdapat beberapa obat kelompok imunosupresan / sitotoksik yang biasa
digunakan pada SLE, yaitu azatioprin, siklofosfamid, metotreksat,
siklosporin, mikofenolat mofetil.
Pada keadaan tertentu seperti lupus nefritis, lupus serebritis, perdarahan
paru atau sitopenia, seringkali diberikan gabungan antara kortikosteroid dan
imunosupresan / sitotoksik karena memberikan hasil pengobatan yang lebih
baik.

Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan SLE

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 580
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

D. Terapi Lain
Beberapa obat lain yang dapat digunakan pada keadaan khusus SLE mencakup
:
Intra vena imunoglobulin terutama IgG, dosis 400 mg/kgBB/hari selama
5 hari, terutama pada pasien SLE dengan trombositopenia, anemia
hemilitik, nefritis, neuropsikiatrik SLE, manifestasi mukokutaneus, atau
demam yang refrakter dengan terapi konvensional
Plasmaferesis pada pasien SLE dengan sitopeni, krioglobulinemia dan
lupus serberitis
Thalidomide 25-50 mg/hari pada lupus discoid
Danazol pada trombositopenia refrakter
Dehydroepiandrosterone (DHEA) dikatakan memiliki steroid-sparring
eff ect pada SLE ringan
Dapson dan derivat retinoid pada SLE dengan manifestasi kulit yang
refrakter dengan obat lainnya
Rituximab suatu monoklonal antibodi kimerik dapat diberikan pada
SLE yang berat
Belimumab suatu monoklonal antibodi yang menghambat aktivitas
stimulator limfosit sel B telah dilaporkan efektif dalam terapi SLE42
(saat ini belum tersedia di Indonesia)
Terapi eksperimental diantaranya antibodi monoklonal terhadap ligan
CD40 (CD40LmAb)
Dialisis, transplantasi autologus stem-cell.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 581
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II

PROFIL PASIEN

2.1.Profil Pasien
Nama/ Jeniskelamin : Ny. Y / P
Umur/ BB/ TB : 43 tahun/ 50 kg/ 158 cm
Alamat : Bunut Kidul Asrikaton, Pakis, Malang
MRS/KRS : 18 Feb 2020 /24 Feb 2020
Status pasien : BPJS
Dokter : dr. Dadang H, Sp JP (K)
Farmasis : Marulita Isadora, Apt.
Alergi : -
Keluhan utama Nyeri dada tembus punggung dan
: menjalar, sesak, mual, keringat dingin,
pusing
Riwayat penyakit saat ini STEMI Anterior, HF stage C FC II, dan
:
SLE derajat ringan
Riwayat kesehatan : SLE derajat ringan
Riwayat pengobatan 1. Azathioprine 2 dd 50 mg*
2. MP 2 dd 16 mg*
3. Kalk 1 dd 500 mg*
: *sejak 10 tahun lalu
4. Ramipril 1 dd 10 mg (5 tahun lalu)
5. CPG 4 tab (di IGD)
6. ASA 4 tab (di IGD)
Diagnosa awal STEMI Anterior Extentive Killip II Onset
: 2 Jam (success fibrinolotik) + HF stage C
FC II + SLE derajat ringan
Diagnosa akhir STEMI Anterior + HF stage C FC II +
:
SLE derajat ringan + Dislipidenia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 582
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2. Data Klinis Pasien


Tabel 2.1Tanda-tanda vital pasien
Parameter Nilai Tanggalpemeriksaan
normal 18 19 20 21 22 23 24
Suhu (oC) 36-37 36,5 36,1 39 36,5 36,5 36,5 36,5
Nadi (x/menit) 80-85 80 106 110 89 96 94 84
RR (x/menit) 20 20 22 20 20 25 22 16
Tekanan Darah 120/80 130/80 120/86 71/53 104/60 103/57 103/62 110/70

Tabel 2.2Tanda-tandaklinispasien
Tanggalpemeriksaan
Parameter
18 19 20 21 22 23 24
Sesak + + + - + + -
Mual + - - - - - -
Nyeri Dada + + + - - - -
Keringat dingin + - - - - - -

2.3. Data laboratoriumpasien


Tabel 2.3Tabel data laboratoriumpasien
Hasil
Parameter Normal Satuan
18/2 19/2 20/2 21/2 23/2
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4– 15,1 g/dL 12,10 12,5 9,3 8,5
Eritrosit (RBC) 4– 5 106 /µL 3,85 2,69
Leukosit (WBC) 4,7 - 11,3 103 /µL 10,65 9,67 11,31 7,48
Hematokrit 38 – 42 % 37,20 28,40 22,30 26,00
Trombosit 142 – 424 103 /µL 348 243
MCV 80-93 FL 96,60 96,70
MCH 27-31 Pg 31,40 31,60
MCHC 32-36 g/dL 29,70 28,80 32,70 32,60
MPV 7,2 – 11,1 Fl 9,3 10,2
Eosinofil 0–4 % 0,0 0,0
Basofil 0–1 % 0,1 0,1
Neutrofil 51 – 67 % 95,4 94,4
Limfosit 25 – 33 % 3,2 3,9
Monosit 2–5 % 1,3 1,6
ANALISIS GAS DARAH
pH 7,35-7,45 7,55 7,41 7,38
pCO2 35-45 mmHg 28,1 25,7 30,3
pO2 80-107 mmHg 230 205,4 169,0
HCO3 21-25 Mmol/L 25,0 22,9 18,3
BE -3,5 - +2,0 Mmol/L 2,4 -1,9 -7,0
Saturasi O2 >95% 99,9 99,9 99,5
Hb g/dL 13,7 8,1

ELEKTROLIT

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 583
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Na 136-145 131 134 130


K 3,5-5 4,44 4,34 4,21
Cl 98-106 102 104 109
FAAL HEMOSTATIS
PTT

Pasien 9,4 – 11,3 Detik 9,3 10,10


Kontrol Detik 11,2 10,9

INR < 1,5 0,89 0,97

APTT

Pasien 24,6- 30,6 Detik 24,50 33,40


Kontrol Detik 25,6 24,9

FAAL HATI
AST/SGOT 0 -32 U/L 40
ALT/SGPT 0- 33 U/L 37 31
Albumin 3,5 – 5,5 g/Dl 3,45 3,72
METABOLISME KARBOHIDRAT
GDS <200 mg/dL 234 98
GDP 60-100 mg/dL 115
HbA1c <5-7 % 5,9
GD Rerata 122,6
FAAL GINJAL
Ureum 16,6–48,5 mg/dL 42,1 16 46,1 54,4
Kreatinin < 1,2 mg/dL 0,66 0,87 0,47 0,48
Asam urat 2- 5,8 4,8
eGFR (CKD-EPI) mL/menit 103.726 115.183
BIMARKER JANTUNG
Troponin <200 mg/dL 234 93,9 0,3
CK-MB 7-25 U/L 58
LEMAK DARAH
Kolesterol total <200 mg/dL 204
TG <150 mg/dL 234
HDL >50 mg/dL 74
LDL <100 mg/dL 109

2.4. Profil Terapi Pasien


Tabel 2.4TabelProfilTerapiPasien
Tanggal (Bulan : Februari)
Obat Rute Dosis
10 11 12 13 14 15 16
NS 0.9% I.V 500 cc / 24 jam v v v v v v v
Dobutamin I.V 5 mcg/kgBB/menit v - v - -
Lovenox S.C 2 x 0.6 cc v v v v v v V

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 584
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1x 1x 1x
Furosemide I.V 1 x 40 mg v v v v 20 20 20
mg mg mg
Lansoprazole I.V 1 x 30 mg v v v // // v V
Lansoprazole P.O 1x30 mg // v v
ASA P.O 1 x 80 mg v v v v v v v
Brilinta P.O 2 x 90 mg v v v v v v v
Atorvastatin P.O 1 x 40 mg v v v v v v v
Captopril P.O 3 x 6.25 mg v v v v v v v
Bisoprolol P.O 1 x 5 mg - v v v v v v
ISDN P.O 3 x 5 mg - v - - - v v
Laxadine P.O 1 x 15 ml v v v v v v v
Diazepam P.O 1 x 2 mg v v v v v v v
Metyhlprednisolo
P.O 16-16-8 v v //
ne
Methylprednisolo
I.V 1x62,5 mg // v v v v v
ne
Azathioprine P.O 2 x 50 mg v v v v v v v
Kalk P.O 1 x 500 mg v v v v v v v
PCT I.V 4x1 gram // v
O2 NRBM Nsl 2-10 lpm v v v v V

2.5. Drug related problem pasien


No. Jenis DRP Asuhan Kefarmasian
1. ASA + Ticagrelor + Lovenox → Monitoring tanda-tanda
meningkatkan perdarahan, nyeri perut. perdarahan, nyeri perut
2. Aspirin + Captopril (moderate) → Secara Monitoring tekanan darah
signifikan dapat menurunkan fungsi Monitoring fungsi ginjal (eGFR,
ginjal. Aspirin dapat menurunkan efek serum kreatinin, dan serum
captopril sebagai antihipertensi, ureum.
dikarenakan NSAID dapat menurunkan
sintesis prostaglandin pada renal yang
berfungsi sebagai vasodilator.
(Interaction checker from Medscape)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 585
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien Ny.Y (49 tahun) dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful
Anwar Malang pada tanggal 20 Februari-24 Februari 2020. Pasien datang dengan
keluhan nyeri dada tembus punggung dan menjalar, sesak, mual, keringat dingin,
pusing. Diagnosa utama pasien yaitu STEMI anterior, heart failure stage C, dan
SLE derajat ringan. STEMI terjadi akibat aterosklerotik pada arteri koroner atau
penyebab lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen miokardium. Pasien dengan STEMI harus dilakukan
stratifikasi risiko yang terfokus pada gejala angina, penemuan pemeriksaan fisik,
penemuan EKG dan petanda biokimia (troponin dan CK-MB) akan kerusakan
jantung. Terapi yang diberikan pada pasien untuk mengatasi kondisi STEMI antara
lain aspirin, brilinta (ticagrelor), lovenox (enoxaparin), dan isosorbit dinitrat
(ISDN).
Terapi antiplatelet digunakan untuk mencegah terjadinya penyumbatan
pada arteri coroner jantung, dan juga untuk pasien yang mengalami sakit dada
akibat penyumbatan (Khan, 2005). Aspirin harus diberikan kepada semua pasien
tanpa indikasi kontra dengan dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-
100 mg setiap harinya untuk jangka panjang, tanpa memandang strategi yang
diberikan. Dosis loading diberikan untuk menaikkan secara cepat konsentrasi
plasma sampai kadar terapeutik. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan
bersama aspirin sesegera mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada
indikasi kontra risiko perdarahan berlebih. Pada pasien diberikan dosis aspirin
sebesar 1 x 80 mg, dimana dosis sesuai untuk pemeliharaan. Pasien menerima Dual
Anti Platelet Therapy (DAPT). Pada pasien dengan ACS (Non STEMI atau
STEMI) yang diterapi menggunakan DAPT, disarankan menggunakan Ticagrelor
dibandingkan Clopidogrel. Dalam studi PLATO (Platelet Inhibition and Patient
Ouetcomes) yang dilakukan oleh James SK, et al., 2011, pasien dengan ACS
diterapi menggunakan obat saja atau menggunakan obat dan dilakukan PCI. Terapi
menggunakan Ticagrelor 90 mg 2 kali sehari dibandingkan Clopidogrel sehari

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 586
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sekali, memberi hasil pada komplikasi iskemik yang lebih kecil, 12% dengan
ticagrelor dibandingkan 14,3% dengan clopidogrel. Antiplatelet lainnya adalah
brilinta (ticagrelor). Dosis ticagrelor yang diterima pasien adalah 2 x 90 mg, yang
sesuai sebagai dosis pemeliharaan. Pasien diketahui memiliki riwayat penggunaan
clopidogrel. Ticagrelor merupakan golongan antagonis P2Y12 non-thienopyridine
yang memiliki ikatan yang bersifat reversibel terhadap reseptor P2Y12 dengan efek
antiplatelet yang lebih cepat dan stabil.Pada pedoman terapi STEMI oleh ESC
(2012) maupun AHA (2013) yang terbaru menyatakan, ticagrelor digunakan
sebagai salah satu pilihan terapi untuk kombinasi bersama dengan
aspirin.Berdasarkan hasil penelitian Gurban et al., 2010 terhadap 98 pasien
penderita penyakit jantung koroner dengan membandingkan penggunaan Dual
Antiplatelet Therapy (DAPT) aspirin dan clopidogrel dibandingkan dengan aspirin
dan ticagrelor, menunjukkan hasil ticagrelor dapat menurunkan agregasi platelet
pada pasien tidak respon clopidogrel. Penurunan agregasi platelet mencapai >10%
pada 100% pasien, >30% pada 50% pasien dan >50% pada 13% pasien. Menurut
PERKI (2015), pemberian ticagrelor sebagai antiplatelet tepat diberikan pada
pasien yang sudah pernah mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel
kemudian dihentikan).
Untuk terapi STEMI, pasien juga menerima terapi antikoagulan enoksaparin
(Lovenox) dengan dosis 2 x 0,6 cc. Pemberian antikoagulan disarankan untuk
semua pasien yang mendapatkan terapi antiplatelet. Antikoagulan perlu diberikan
pada pasien dengan gangguan kardiovaskukar karena bermanfaat untuk
menurunkan risiko blood clots (gumpalan darah). Gumpalan darah adalah masa
yang terbentuk dari trombosit dan fibrin untuk menghentikan pendarahan.
Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan
berdasarkan profil efikasi keamanan agen tersebut. Obat ini mencegah atau
menghancurkan gumpalan yang ada di saluran darah. Terapi antikoagulan yang
direkomendasikan pada pasien SKA antara lain fondaparinux dan enoxaparin
(Anderson et al., 2013). Hasil penelitian OASIS-5 tentang perbandingan efektivitas
dan keamanan fondaparinuks dengan enoksaparin pada pasien Sindroma Koroner
Akut (SKA) menunjukkan bahwa efektivitas fondaparinuks sama dengan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 587
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

enoksaparin (jumlah kematian, miokard infark, dan refraktori iskemik).


Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko
perdarahan rendah. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian
antikoagulasi perlu dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit
(PERKI, 2015).
Pasien mengalami nyeri dada selama 3 hari dengan intensitas yang semakin
menurun.Pada tanggal 20/2 hingga 23/2, tekanan darah pasien rendah merupakan
salah satu tanda pasien mengalami hipotensi, risiko hipotensi dapat meningkat
dengan penggunaan bisoprolol, sehingga perlu dimonitoring terkait tekanan darah
dan nadi pasien. Penggunaan bisoprolol (beta blocker) bertujuan sebagai anti
remodeling pada pasien heart failure(Hackney, 2018). Mekanisme kejanya dengan
menghambat reseptor β1serta menurunkan konsumsi O2miokardium.Pasien juga
mendapatkan furosemide sebagai terapi gagal jantung dengan tanda klinis atau
gejala kongesti.Penggunaan furosemide menyebabkan penurunan retensi garam
dan air, sehingga akan menurunkan preload ventrikuler. Monitoring efektivitas
terapi dapat dilihat dari volume urine dan berkurangnya keluhan sesak yang
dirasakan pasien. Penggunaan furosemide akan meningkatkan volume urin sekitar
270-910 ml/hari dengan median 400 ml. Ekskresi dari natrium meningkat dari 25-
118 mmol dengan median 54 mmmol (Rudolf, 2000). Monitoring efek samping
obat dilakukan dengan pemeriksaan data laboratorium serum elektrolit.Penggunaan
furosemide pada pasien ini mengalami efek samping yaitu hiponatremia. Pada
tanggal 20/2 kadar natrium pasien sebesar 134 mmol/L, kemudian turun pada
tanggal 21/2 menjadi 130 mmol/L.Furosemide dapat meningkatkan eliminasi
natrium dan air, yang menyebabkan penurunan volume intravaskular dan aliran
balik vena. Sehingga furosemide dapat menurangi beban jantung pada preload LV,
kemudian menyebabkan tekanan diastol turun dan mngurangi gejala sesak
(Miranda et al., 2016).
Pemberian terapi statin juga diperlukan untuk mencegah terjadinya nekrosis
miokard sehingga mencegah terjadinya serangan iskemik. Menurut meta analisis
menunjukkan bahwa pemberian awal statin mengakibatkan pengurangan relatif
dalam nekrosis miokard procedural dan secara keseluruhan mengurangi keluhan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 588
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mayor jantung. Pemberian statin sebelum PCI menunjukkan tidak hanya


mengurangi nekrosis miokard preprosedural dan meningkatkan outcomes, tetapi
juga mengurangi nefropati induced setelah PCI. Pasien diberikan atorvastatin
dengan dosis 40 mg perhari.Efek pleiotropik statin dapat meningkatkan relaksasi
vascular pembuluh darah dan menghambat pembentukan agregasi trombus dan
mengurangi peradangan vascular. Efek pleiotropik statin bermanfaat mengurangi
stress oksidatif dan mengurangi produksi sitokin proinflamasi dan mencegah
produksi ROS dan apoptosis.
Selain terapi diatas pasien juga mendapatkan terapi laxadin dengan dosis 15
ml/hari, yang berfungsi sebagai pencegahan konstipasi.Mekanisme kerja laxadin
yaitu dengan merangsang mukosa usus serta menarik air dari jaringan sekitar
menuju feses sehingga mengandung cukup air untuk feses dikeluarkan.Pasien perlu
dimonitoring terkait efek samping obat yaitu mual, muntah, diare, serta kram
perut.Pasien juga mendapatkan terapi lansoprazole dengan dosis 30 mg
perhari.Diberikan lansoprazole karena pasien mendapatkan terapi DAPT (Dual Anti
Platelet Therapy). Pemberian lansoprazole digunakan untuk mengurangi gejala
mual pada pasien serta sebagai profilaksis dari efek samping penggunaan ASA (GI
bleeding)dan penggunaan metilprednisolon yaitu gangguan gastrointestinal.
Menurut (Casazza, 2012) penggunaan metilprednisolon dapat menimbulkan efek
samping berupa gangguan gastrointestinal dikarenakan mekanisme dari
metilprednisolon yang menghambat asam arakidonat oleh pospolipase sehingga
tidak terbentuk PGE1 dan PGE2 yang berfungsi sebagai pelindung gastrointestinal.
Diazepam diberikan kepada pasien sebagai antiaxietas, untuk meningkatkan
kualitas tidur pasien sehingga meningkatkan efek dari anti remodelling. Selama
MRS pasien mengalami kecemasan dan sulit tidur, sehingga diberikan diazepam
dengan dosis 2 mg/hari. Mekanisme kerja diazepam yaitu dengan mengikat reseptor
stereospesifik benzodiazepine pada GABA neuron postsynaptic di beberapa titik
dalam sistem saraf pusat. Pasien perlu dilakukan monitoring terkait efek samping
diazepam yaitu hipotensi dan bradikardia.
Pasien menerima terapi nitrat (ISDN) dengan dosis 3 x 5 mg. Nitrat biasanya
diberikan pada pasien infark miokard akut untuk meredakan vasospasme dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 589
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mengurangi rasa nyeri dada. Golongan nitrat memiliki kemampuan untuk


meningkatkan aliran darah koroner dengan vasodilatasi koroner dan untuk
mengurangi preload ventrikel dengan meningkatkan kapasitansi vena sehingga
terapi nitrat yang diterima pasien sesuai untuk indikasi nyeri dada yang merupakan
muncul sebagai gejala klinis pada pasien STEMI (Chisholm, 2016).
Pasien menerima terapi captopril yang merupakan golongan Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) yang berguna dalam mengurangi remodeling
dan menurunkan angka kematian penderita pascainfarkmiokard yang disertai
gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal jantung klinis. (Wells,
2009). ACE inhibitor mengurangi beban kerja jantung dan menurunkan remodeling
jantung pasca-infark miokard. ACE inhibitor telah terbukti mengurangi mortalitas
pada pasien infark miokard, terutama pasien dengan infark anterior, kongesti paru,
atau fraksi ejeksi kurang dari 40%. Dosis awal yang diberikan adalah 6,25 mg
kemudian dilakukan titrasi peningkatan dosis agar tidak terjadi kondisi syok.
Pasien menerima dobutamin sebagai terapi syok kardiogenik yang dialami
pasien. Gejala klinis syok kardiogenik antara lain tekanan darah sistolik <90
mmHg, nadi > 100 x/menit, penurunan bunyi jantung dan curah jantung. Hal ini
ditemukan pada pasien pada tanggal 20/2, dimana tekanan darah pasien bernilai
71/53 mmHg dengan nadi 110 x/menit yang mengindikasikan syok. Dosis
dobutamin yang diberikan adalah 5 mcg/kg/menit. Dobutamin bersifat inotropik
kuat menstimulasi reseptor beta tanpa mempengaruhi reseptor alfa sehingga
mengurangi afterload. Stimulasi reseptor beta-1 menyebabkan peningkatan
kontraktilitas miokardium dan frekuensi denyut jantung. Stimulasi reseptor beta-2
menyebabkan vasodilatasi arteriol dan venula serta dilatasi bronkus sehingga terjadi
penurunan SVR dan PVR serta bronkodilatasi. Dobutamin merupakan good first
choice untuk mengatasi CO yang rendah karena meningkatkan CO tanpa
meningkatkan konsumsi O2, sehingga dapat membantu aliran darah miokardium
(Gonzales, 2000).
Pasien Ny. Y memiliki riwayat penyakit SLE derajat ringan sejak 10 tahun
lalu dengan terapi Azathioprine, Metilprednisolon, dan Kalk. Saat pasien MRS pada
tanggal 18 Februari 2020 dengan keluhan nyeri dada dan didiagnosa STEMI

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 590
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

anterior, terapi untuk kondisi SLE Ny. Y tetap dilanjutkan, yaitu Azathioprine
dengan dosis peroral 2x50 mg, metilprednisolon dengan dosis pagi 16 mg, dosis
siang 16 mg, dan dosis malam 8 mg, serta Kalk dengan dosis 1x500 mg.
Terapi kortikosteroid metilprednisolon pada pasien SLE direkomendasikan
untuk menekan aktivitas penyakit dan menjaga perkembangan penyakit lebih lanjut
dengan dosis yang serendah mungkin. Azathioprine merupakan obat yang memiliki
efek imunosupresan. Pada kondisi SLE, azathioprine digunakan sebagai “steroid-
sparing”, sehingga digunakan untuk menurunkan dosis dari kortikosteroid.
Penggunaan kombinasi kortikosteroid dengan azathioprine diketahui memiliki efek
yang lebih efektif daripada kortikosteroid tunggal pada terapi SLE. Penggunaan
jangka panjang terapi azathioprine dapat mencegah perkembangan lupus nefritis.
Efek samping yang mungkin timbul dari terapi azathioprine adalah mielosupresi,
infeksi oportunistik (herpes zoster), dan hepatotoksik (Dipiro dkk, 2008).
Pada tanggal 20 Februari 2020, terapi metilprednisolon peroral diganti
menjadi terapi metilprednisolon intravena dengan dosis rendah atau dosis
pemeliharaan, yaitu 1x62,5 mg. Perubahan rute untuk metilprednisolon bertujuan
untuk mencapai efek terapi lebih cepat dari metilprednisolon. Efek samping
potensial dari terapi metilprednisolon yang mungkin muncul adalah osteoporosis.
Dimana obat golongan glukokortikoid dapat menginduski terjadinya osteoporsosis,
yaitu dengan menurunkan absorpsi kalsium di saluran pencernaan dan meningkatkan
ekskresi kalsium melalui urin. Glukokortikoid juga dapat menghambat pembentukan
tulang dengan cara menurunkan jumlah oseteoblas (Canalis, 2003). Pada kasus ini,
Ny. Y menerima dua terapi kortikosteroid, yaitu metilprednisolon dan azathioprine.
Sehingga untuk mencegah munculnya risiko efek samping potensial tersebut,
diberikan terapi Kalk yang berisi kalsium laktat dengan dosis 1x500 mg. Efek
samping potensial yang mungkin timbul dari Kalk adalah konstipasi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 591
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
a. Pasien Ny. Y mendapatkan terapi : Dobutamin, Lovenox, Furosemid,
lansoprazole, ASA, Ticagrelor, atorvastatin, captopril, bisoprolol, ISDN,
laxadyn, diazepam, metilprednisolon, azathioprine, kalk, dan paracetamol.
Semua terapi yang diberikan sudah tepat indikasi, tepat dosis, dan sesuai
dengan Formularium.
b. Pada terapi yang diberikan masih ditemukan adanya DRP berupa efek
samping potensial obat, yaitu tanda-tanda perdarahan dan neyri perut karena
kombinasai terapi ASA, Ticagrelor, dan Lovenox, serta interaksi obat
moderate antara captopril dan aspirin, dimana penggunaan bersamaan obat
tersebut dapat menurunkan fungsi ginjal dan aspirin dapat menurunkan efek
terapi dari captopril.

4.2 Saran
a. Memantau efektivitas terapi yang diberikan.
b. Melakukan monitoring berkala tanda-tanda vital dan gejala efek samping
potensial serta interaksi obat yang mungkin terjadi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 592
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Babaev A, Frederick PD, Pasta DJ, Every N, Sichrovsky T, Hochman JS., Trends
in management and outcomes of patients with acute myocardial infarction
complicated by cardiogenic shock, JAMA, 2005;294(4):448–54

Bertrand ME, Simoons ML, Fox Ka, Wallentin LC, Hamm CW, McFadden E, De
Feyter PJ, Specchia G, Ruzyllo W. Management of acute coronary
syndromes in patients presenting persistent ST-segment elevation. European
Heart Journal, 2002, ;23(23):1809-40.

Casazza. 2012. Diagnoosis and Treatment of Acute Low Back Pain. Indian Journal
of Clinical Practice,Vol. 23.

Chisholm-Burns, M.A., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Malone, P.M., Kolesar, J.M.,
Rotschafer, J.C., dan Dipiro, J.T., 2016. Pharmacotherapy : Principles and Practice.
4th edition. New York : Mc Graw Hill

Davy P. At a glance medicine. Jakarta: EGC; 2010.

Dipiro, JT, Robert L. T, Gary C Y, Gary R.M, Barbara G. W, L. Michael P. 2008.


Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, seventh edition. Mc Graw
Hill. New York.

EULAR (European League Against Rheumatism). 2019. Update of the EULAR


recommendations for the management of systemic lupus erythematosus.

European Society of Cardiology Guidelines. European Heart Journal (2018) 39,


213–254

Falk E, Shah PK, Fuster V. Coronary plaque disruption. Circulation, 1995,


3(92):657-71.

Gonzales ER, Kannewurf BS, Hess ML. Inotropic therapy and the critical ill patient.
In: Ayres SM, Greenvik A, Holbrook PR, Shoemaker WC, eds. Textbook
of Critical Care. 4th ed. Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney,
Tokyo:WB Saunders Co. 2000

Hackney A.C., Doping, Performance Enhancing Drugs, and Hormones in Sport


Chapter 9 - Beta Blockers, University of North Carolina, Chapel Hill,NC,
United States https://doi.org/10.1016/B978-0-12-813442-9.00009-2

Hamm, Christian W., et al. 2011. ESC Guidelines for The Management of Acute
Coronary Syndromes in Patients Presenting Persistent ST-segment Elevation.
European Heart Journal (2011) 32: 2999–3054

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 593
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Journal of the American College of Cardiology. Furosemide in the Long-Term


Management of Heart Failure Vol. 44, No. 6, 2004

Kaul, Upendra. SUPPLEMENT OF JAPI. December, 2009 .VOL. 57

Khan, M.G. 2005. Heart Disease Diagnosis and Therapy. 2 nd ed. London: Humawa
Press.

Kumar And Christoper P. C. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and


Management, Part I. Mayo Clin, 2009;84 (10):917-938

Libby P, Ridker PM, Maseri A. Inflammation and atherosclerosis. Circulation.


2002, 5(11): 35 - 43.

Mann D, Zipes D, Libby P, Bonow R., Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of


Cardiovascular Medicine. 10th ed. Vol. 2. Mosby: US Elsevier Health
Bookshop; 2012.

PERKI, 2004. Tata Laksana Sindrom Koroner Akut ST-Elevasi. Perhimpunan


Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2004.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2015. Pedoman


Tatalaksana Gagal Jantung (edisi pertama). Jakarta:PERKI.

Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC.

Rader DJ, Daughtery A. Translating molecular discoveries into new therapies for
atherosclerosis. Nature, 2008 (21): 904-13.

Ross R. Atherosclerosis an inflammatory disease. N Engl J Med, 1999, 340(2):115-


26

Silbernagl S., Heart and Circulation, Color Atlas of Pathophysiology, Thieme


Stuttgart NewYork. 2000

Stoner, John. British Heart Journal, 1977, 39, 536-539

Taylor B. Robert, David K. Alan, Fields A. Scott, Phillips D. Melessa, Scherger E.


Joseph., Cardiovascular Diseases A Handbook, Springer Science. 2005

Wells,B.G., Dipiro, J.T.,Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V. 2009.


Pharmacotherapy Handbook. 7 th ed. New York: McGraw Hill Medical

Wang J, Nagueh SF. Current perspectives on cardiac function in patients with


diastolic heart failure. Circulation. 2009;119:1146–1157

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 594
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN

SOAP HARIAN
Subjektif Objektif Assessment Plan
20/02/20 TD : 86/63 Aspirin METO:
Wheezing Nadi : 110 ▪ Indikasi : agen antiplatelet Fungsi jantung,
(-) bpm pada kasus Sindroma gejala nyeri dada
Sesak (+) RR : 24 x / Koroner Akut. MESO:
Nyeri min ▪ Mekanisme : menghambat Perdarahan GI, nyeri
dada (+) sintesis tromboksan A2 pada ulu hati
melalui hambatan irreversible
COX-1 platelet (PERKI,
2018).
▪ Dosis literature:
Loading dose → 150-300 mg
Maintenance dose → 75-100
mg
▪ Dosis pasien: 1 x 80 mg
(sesuai)
▪ ESO : GI bleeding
▪ DRP : Interaksi ▪ Monitoring
aspirin&captopril (dapat tekanan darah
menurunkan sintesis dari
vasodilatasi renal
prostaglandin)

20/02/20 TD : 86/63 Brilinta (Ticagrelor) METO:


Wheezing Nadi : 110 ▪ Indikasi : sebagai antiplatelet Biomarker jantung,
(-) bpm pada pasien yang akan fungsi jantung,
Sesak (+) RR : 24 x / menjalani PCI kombinasi gejala nyeri dada
Nyeri min dengan aspirin (DAPT: Dual MESO:
dada (+) Anti Platelet Therapy) Perdarahan GI, nyeri
▪ Dosis literature : 2 x 90 mg pada ulu hati
▪ Dosis pasien : 2 x 90 mg
▪ ESO : bleeding
▪ DRP : Interaksi ▪ Monitoring tanda-
ticagrelor&enoxaparin tanda perdarahan
(meningkatkan efek (PTT, APTT, dan
antikoagulan dan risiko INR)
perdarahan)

20/02/20 TD : 86/63 ISDN METO:


Wheezing Nadi : 110 ▪ Indikasi : nyeri dada akibat Tidak ada nyeri dada
(-) bpm iskemik miokard (> 5 menit) MESO:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 595
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sesak (+) RR : 24 x / ▪ Mekanisme : menstimulasi Hipotensi ortostatik


Nyeri min pelepasan nitrit oksida dari → beresiko jatuh
dada (+) endothelium sehingga
menyebabkan vasodilatasi
vena dan arteri (DIH, 2015)
▪ Dosis literature : 3 x 5 mg
(terapi jangka panjang)
▪ Dosis pasien : 3 x 5 mg
▪ ESO : hipotensi ortostatik

20/02/20 TD : 71/53 Lovenox (Enoxaparin sodium) METO:


Wheezing Nadi : 110 ▪ Indikasi : pasien dengan Biomarker jantung,
(-) bpm iskemia berlanjut, serta fungsi jantung,
Sesak (+) RR : 24 x / untuk pasien yang gejala nyeri dada
Nyeri min direncanakan menjalani PCI MESO:
dada (+) ▪ Mekanisme : berikatan pada Perdarahan,
antitrombin dan monitoring PTT,
menghambat faktor xa dan aPTT, kadar
IIa (AHA guideline) trombosit
▪ Dosis pasien: 2 x 0.6 ml
▪ ESO: perdarahan (1-4%),
trombositopenia (3%)
▪ DRP : Interkasi ▪ Monitoring kadar
enoxaparin&captopril kalium pasien
(dapat menyebabkan
hyperkalemia)

20/02/20 TD : 71/53 Dobutamin METO:


Wheezing Nadi : 110 ▪ Indikasi : tatalaksana jangka TD, kondisi umum
(-) bpm pendek pada kondisi pasien
Sesak (+) RR : 24 x / dekomposisi jantung yang MESO:
Nyeri min menyebabkan penurunan Takiaritmia
dada (+) kontraktilitas jantung (pada
keadaan gagal jantung)
▪ Mekanisme : sebagai agen
inotropic yang meningkatkan
kontraktilitas jantung.
▪ Dosis literature : 5-
10µg/kg/menit
▪ Dosis pasien : 5 µg/kg/menit
▪ ESO : takiaritmia

20/02/20 TD : 86/63 Captopril METO:


Wheezing Nadi : 110 ▪ Indikasi: mengurangi Perbaikan gejala
(-) bpm remodeling jantung dan nyeri dada, keringat
Sesak (+) menurunkan angka kematian dingin dan sesak

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 596
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Nyeri RR : 24 x / penderita pasca infark MESO:


dada (+) min miokard yang disertai atau batuk
tanpa gejala klinis HF.
▪ Mekanisme: menghambat
perubahan AT I menjadi AT 2
sehingga terjadi penurunan
sekresi aldosteron
▪ Dosis literatur: 6,25-50 mg 3-
4x
▪ Dosis pasien: 3×6,25 mg
(sesuai)
▪ ESO : batuk

20/02/20 TD : 86/83 Bisoprolol METO:


Nyeri Nadi : ▪ Indikasi: untuk menurunkan TD, Nadi
dada(+) 110×/meni kontraktilitas miokardium, MESO:
Keringat t TD; menurunkan risiko Hipotensi
dingin(+) RR : serangan kembali, ukuran
Sesak(+) 24×/menit infark, aritmia,
antiremodelling.
▪ Mekanisme: menghambat
reseptor adrenergik β1,
menurunkan konsumsi O2
miokardium.
▪ Dosis literatur (po): 5-10
mg/hari
▪ Dosis pasien: 1×5 mg
(sesuai)
▪ ESO: hipotensi
▪ DRP : Interaksi ▪ Monitoring kadar
bisoprolol&aspirin elektrolit
(meningkatkan serum
potassium)

20/02/20 TD : 86/83 Furosemide METO:


Nyeri Nadi : ▪ Indikasi: gagal jantung Perbaikan gejala
dada(+) 110×/meni dengan tanda klinis atau (nyeri dada dan
Keringat t gejala kongesti. sesak menurun).
dingin(+) RR : ▪ Mekanisme: menghambat MESO:
Sesak(+) 24×/menit reabsorpsi Na dan Cl di Kadar kalium (risiko
ascending loop of henle dan hipokalemia
distal renal tubule,
meningkatkan ekskresi air.
▪ Dosis literatur (iv): 20-80
mg, 6-8 jam

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 597
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

▪ Dosis pasien: 1×40 mg


(sesuai)
▪ ESO : hypokalemia
20/02/20 TD : 86/83 Atorvastatin METO:
Nyeri Nadi : ▪ Indikasi: Evaluasi lipid 4-6
dada(+) 110×/meni menurunkan risiko kematian minggu
Keringat t cardiovascular, stroke MESO:
dingin(+) RR : iskemik, dan revaskularisasi Monitoring fungsi
Sesak(+) 24×/menit koroner. ginjal, fungsi hepar
▪ Mekanisme: dan nyeri otot.
menghambat HMG-CoA
reduktase, menurunkan laju
sintesis kolesterol.
▪ Dosis literatur (po): 40-80
mg
▪ Dosis pasien: 1×40 mg
▪ ESO: hepatic&renal
impairment, nyeri otot.

20/02/20 TD : 86/83 Laxadin METO:


Nyeri Nadi : ▪ Indikasi: sebagai Pasien tidak
dada(+) 110×/meni pencegahan konstipasi pada konstipasi, pasien
Keringat t pasien. tidak mengejan saat
dingin(+) RR : ▪ Mekanisme: merangsang BAB.
Sesak(+) 24×/menit jaringan mukosa usus, MESO:
mengendurkan otot- Mual, muntah, diare,
otot,menarik air dari jaringan ruam, dan kram
sekitar menuju feses perut.
sehingga mengandung
cukup air untuk feses
dikeluarkan.
▪ Dosis literatur (po): 15-30
ml
▪ Dosis pasien: 1×15 ml
(sesuai)
▪ ESO: mual, muntah, diare,
ruam, kram usus.

20/02/20 TD : 86/83 Lansoprazole METO:


Mual (+) Nadi : ▪ Indikasi : untuk mengurangi Gejala mual
GI 110×/meni gejala mual pada pasien, berkurang, tidak
bleeding t sebagai profilaksis untuk GI mengalami GI
(-) RR : bleeding ESO dari ASA bleeding
24×/menit ▪ Mekanisme : menurunkan MESO:
sekresi asam lambung oleh Konstipasi
sel parietal melalui

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 598
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

penghambatan sistem enzim


H+K+ ATPase
▪ Dosis literatur : 1×30 mg, 8
minggu
▪ Dosis pasien: 1×30 mg,
(sesuai)
▪ ESO : konstipasi

20/02/20 TD : 86/83 Diazepam METO:


Anxietas Nadi : ▪ Indikasi : antiaxietas, Tidur nyeyak,
(+) 110×/meni memperbaiki kualitas tidur, anxietas berkurang
t serta meningkatkan kualitas MESO:
RR : tidur. Hipotensi,
24×/menit ▪ Mekanisme : berikatan bradikardia
dengan reseptor
benzodiazepin stereospesifik
di neuron GABA post sinaps
dan CNS.
▪ Dosis literatur (po): 2-10 mg,
2-4 kali/hari
▪ Dosis pasien: 1×2 mg
(sesuai)
▪ ESO : hipotensi, vasodilatasi,
dan bradikardia.

20/02/20 SLE Azathioprine METO :


Ruam derajat • Indikasi : agen imunosupresan - Tidak terjadi
merah ringan untuk pasien dengan SLE flare
pada • Mekanisme : antagonis MESO :
bagian metabolisme purin dan - Monitorng kadar
wajah menghambat sintesis DNA, leukosit (data lab
(pipi) RNA, dan protei. hematologi)
• Dosis literatur :
• Dosis pasien : 2x50 mg
• ESO : Leukopenia

20/02/20 SLE Metilprednisolone METO :


Ruam derajat • Indikasi : antiinflamasi dan - Kondisi SLE
merah ringan agen imunosupresi pada → tidak
pada pasien SLE terjadi flare
bagian • Mekanisme : menurunkan MESO :
wajah infalamasi dengan menekan - Monitoring
(pipi) migrasi leukosit kadar
polymorphnuclear. leukosit →
• Dosis literatur : risiko
leukositosis

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 599
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• PO → 20-60 mg dalam 1-4 (data lab


dosis terbagi hematologi)
• “Pulse” therapy → 15 – 30 - Monitoring
mg/kg/dosis selama ≥ 30 nilai BMD
menit dan tanda-
• Dosis pasien : tanda
• PO → 16 – 16 – 8 mg osteoporosis.
• Injeksi 1x62,5 mg/J
• ESO : leukositosis,
osteoporosis
20/02/20 SLE Kalk METO: kadar
Ruam derajat • Indikasi : suplemen kalsium kalsium
merah ringan untuk mencegah efek MESO: konstipasi
pada samping terapi MP
bagian • Dosis pasien : 1x500 mg
wajah • ESO : konstipasi
(pipi)

20/02/20 Suhu : Paracetamol METO :


Pasien 39°C • Indikasi : sebagaiantipiretik Suhu tubuh pasien (≤
mengeluh • Mekanisme : menghambat 37°C)
kedingina hypothalamic heat-regulating MESO :
n, center. Monitoring fungsi
mengigil • Dosis literatur : 1000 mg 3-4 hepar (SGOT dan
kali/hari SGPT)
• Dosis max : ≤ 4 g/hari
• Dosis Pasien : 4x1 gr
• ESO : hepatotoksik

21/02/20 STEMI Aspirin METO:


Nyeri anterior, ▪ Dosis : 1 dd 80 mg Tidak ada bleeding
dada (-), HF st C fc Tidak ada DRP (terapi MESO:
keringat II dt CAD dilanjutkan) GI bleeding, nyeri
dingin (-), ulu hati
sesak (-)
21/02/20 STEMI Ticagrelor METO:
Nyeri anterior, ▪ Dosis : 2 dd 90 mg Tidak ada bleeding
dada (-), HF st C fc Tidak ada DRP (terapi MESO:
keringat II dt CAD dilanjutkan) GI bleeding, nyeri
dingin (-), ulu hati
sesak (-)
21/02/20 Koleterol Atorvastatin METO:
Nyeri otot total : 204 ▪ Dosis : 1 dd 40 mg Profil lipid
(-) TG : 234 Tidak ada DRP (terapi MESO:
HDL : 79 dilanjutkan) Nyeri otot, SGOT,
LDL : 109 SGPT

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 600
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

SGOT : 40
SGPT : 37
21/02/20 STEMI Captopril METO:
Nyeri otot anterior, ▪ Dosis : 3 dd 6,25 mg Nyeri otot (-),
(-), HF st C fc Tidak ada DRP (terapi keringat dingin (-),
keringat II dt CAD dilanjutkan) sesak (-), TD
dingin (-), MESO:
sesak (-), TD:112/65 Batuk kering
batuk (-)
21/02/20 STEMI Bisoprolol METO:
Nyeri otot anterior, ▪ Dosis : 1 dd 5 mg TD
(-), HF st C fc Tidak ada DRP (terapi MESO:
keringat II dt CAD dilanjutkan) Hipotensi, ruam kulit
dingin (-),
sesak (-)
21/02/20 STEMI Laxadin METO:
Konstipas anterior, ▪ Dosis : 1 dd 15 ml Konstipasi (-)
i (-) HF st C fc Tidak ada DRP (terapi MESO:
II dt CAD dilanjutkan) Mual, muntah, diare

21/02/20 STEMI Diazepam METO:


Anxietas anterior, ▪ Dosis : 1 dd 2 mg Anxietas (-), tidur
(-) HF st C fc Tidak ada DRP (terapi nyenyak
II dt CAD dilanjutkan) MESO:
Hipotensi,
bradikardia
21/02/20 - Lansoprazole METO:
Mual (-) ▪ Dosis : 1 dd 30 mg Mual (-), GI
Tidak ada DRP (terapi bleeding (-)
dilanjutkan) MESO:
Konstipasi
21/02/20 Troponin I Lovenox METO:
Nyeri otot : 234 ▪ Dosis : 2 dd 0,6 cc Tidak ada bleeding
(-), CKMB: 58 Tidak ada DRP (terapi MESO:
keringat Trombosit dilanjutkan) Trombositopenia
dingin (-), : 348
sesak (-)
21/02/20 HF st C fc Furosemid METO:
Nyeri otot II dt CAD ▪ Dosis : 1 dd 40 mg Nyeri otot (-),
(-), Tidak ada DRP (terapi keringat dingin (-),
keringat dilanjutkan) sesak (-)
dingin (-), MESO:
sesak (-) Hypokalemia
21/02/20 SLE Metil prednisolone METO:
Ruam (-) derajat ▪ Dosis : 1 dd 62,5 mg (iv) Ruam (-)
ringan MESO:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 601
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Leukosit: Tidak ada DRP (terapi Leukositosis,


9,67 dilanjutkan) osteoporosis
21/02/20 SLE Azathioprine METO:
Ruam (-) derajat ▪ Dosis : 2 dd 50 mg Ruam (-)
ringan Tidak ada DRP (terapi MESO:
Trombosit dilanjutkan) Trombositopenia
: 348
21/02/20 SLE Kalk METO:
Konstipas derajat ▪ Dosis : 1 dd 500 mg Tanda-tanda
i (-) ringan Tidak ada DRP (terapi osteoporosis
Tx: dilanjutkan) MESO:
Metilpred Konstipasi
nisolon,
azathiopri
ne
22/02/20 STEMI Aspirin METO:
Nyeri anterior, ▪ Dosis : 1 dd 80 mg Tidak ada bleeding
dada (-), HF st C fc Tidak terjadi GI bleeding; MESO:
keringat II dt CAD perbaikan gejala nyeri dada, GI bleeding, nyeri
dingin (-), sesak, keringat dingin ulu hati
sesak (-)
22/02/20 Troponin: Ticagrelor METO:
Nyeri 234 ▪ Dosis : 2 dd 90 mg Tidak ada bleeding
dada (-), Tidak terjadi GI bleeding; MESO:
keringat CKMB: 58 perbaikan gejala nyeri dada, GI bleeding, nyeri
dingin (-), sesak, keringat dingin ulu hati
sesak (-)
22/02/20 Koleterol Atorvastatin METO:
Nyeri otot total : 204 ▪ Dosis : 1 dd 40 mg Profil lipid
(-) TG : 234 Perbaikan profil lipid MESO:
HDL : 79 Nyeri otot, SGOT,
LDL : 109 SGPT
SGOT : 40
SGPT : 37
22/02/20 STEMI Captopril METO:
Nyeri otot anterior, ▪ Dosis : 3 dd 6,25 mg Nyeri otot (-),
(-), HF st C fc Perbaikan gejala (TD) keringat dingin (-),
keringat II dt CAD sesak (-), TD
dingin (-), MESO:
sesak (-), Batuk kering
batuk (-)
22/02/20 STEMI Bisoprolol METO:
Nyeri otot anterior, ▪ Dosis : 1 dd 5 mg TD
(-), HF st C fc Perbaikan gejala (TD, HR) MESO:
keringat II dt CAD Hipotensi, ruam kulit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 602
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dingin (-),
sesak (-)
22/02/20 STEMI Laxadin METO:
Konstipas anterior, ▪ Dosis : 1 dd 15 ml Konstipasi (-)
i (-) HF st C fc Tidak mengalami konstipasi, MESO:
II dt CAD tidak mengejan saat BAB Mual, muntah, diare

22/02/20 STEMI Diazepam METO:


Anxietas anterior, ▪ Dosis : 1 dd 2 mg Anxietas (-), tidur
(-) HF st C fc Tidur nyenyak, anxietas nyenyak
II dt CAD berkurang MESO:
Hipotensi,
bradikardia
22/02/20 - Lansoprazole METO:
Mual (-) ▪ Dosis : 1 dd 30 mg Mual (-), GI
Gejala mual berkurang, tidak bleeding (-)
terjadi GI bleeding MESO:
Konstipasi
22/02/20 Troponin I Lovenox METO:
Nyeri otot : 234 ▪ Dosis : 2 dd 0,6 cc Tidak ada bleeding
(-), CKMB: 58 Tidak terjadi GI bleeding; MESO:
keringat Trombosit perbaikan gejala nyeri dada, Trombositopenia
dingin (-), : 348 sesak, mual, keringat dingin
sesak (-)
22/02/20 HF st C fc Furosemid METO:
Nyeri otot II dt CAD ▪ Dosis : 1 dd 20 mg Nyeri otot (-),
(-), Nyeri dada berkurang, sesak keringat dingin (-),
keringat berkurang, dan keringat dingin sesak (-)
dingin (-), berkurang MESO:
sesak (-) Hypokalemia
22/02/20 SLE Metil prednisolone METO:
Ruam (-) derajat ▪ Dosis : 1 dd 62,5 mg (iv) Ruam (-)
ringan Tidak terjadi flare MESO:
Leukositosis,
osteoporosis
22/02/20 SLE Azathioprine METO:
Ruam (-) derajat ▪ Dosis : 2 dd 50 mg Ruam (-)
ringan Tidak terjadi flare MESO:
Trombositopenia
22/02/20 SLE Kalk METO:
Konstipas derajat ▪ Dosis : 1 dd 500 mg Tanda-tanda
i (-) ringan Tidak timbul tanda-tanda osteoporosis
osteoporosis MESO:
Konstipasi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 603
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


STEMI anterior killip III post PPCI +
CAD 3VD post implantasi 1 DES di
Prox-Mid LAD + Pneumonia

(27 Februari – 05 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 604
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien STEMI anterior killip III post


PPCI + CAD 3VD post implantasi 1 DES di Prox-Mid LAD +
Pneumonia”

di Instalasi Rawat Inap I Kegawatan (CVCU)

Oleh:
Kelompok IRNA I Kegawatan
(27 Februari – 05 Maret 2020)

1. Gita Deseria (051913143034)


2. Intan Ayu Cahyasari (051913143046)
3. Tika Apriana Marza (051913143047)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 605
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien STEMI anterior killip III post


PPCI + CAD 3VD post implantasi 1 DES di Prox-Mid LAD +
Pneumonia”

di Instalasi Rawat Inap I Kegawatan (CVCU)

Oleh:
Kelompok IRNA I Kegawatan
(27 Februari – 05 Maret 2020)

1. Gita Deseria (051913143034)


2. Intan Ayu Cahyasari (051913143046)
3. Tika Apriana Marza (051913143047)

Disetujui Oleh:
Pembimbing Klinis
Apoteker Penanggung Jawab Pasien
IRNA I Kegawatan
CVCU

ACC by WA oleh
ACC by WA oleh
30 Maret 2020 jam 09.47
23 Maret 2020 jam 23.01

Jainuri Erik Pratama M.Farm.Klin., Apt


Marulita Isadora, S. Farm., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 606
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan STEMI


1.1.1 Definisi
STEMI merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri
coroner. Karakteristik utama dari STEMI adalah angina tipikal dan perubahan
EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostic untuk STEMI. Sebagian besar
pasien STEMI mengalami peningkatan marka jantung, sehingga berlanjut
menjadi infark miokard dengan elevasi segmen ST (PERKI, 2015)

1.1.2 Etiologi
STEMI seringkali disebabkan oleh oklusi arteri koroner total dan
persisten oleh trombus pada plak aterosklorosis yang sudah ada sebelumnya
(National Clinical Guideline Centre, 2013).

1.1.3 Patofisiologi
Infark miokard akut dengan STEMI sebagian besar terjadi jika plak
aterosklorosis pecah. Pada keadaan plak yang pecah, berbagai agonis (kolagen,
ADP epinefrin dan serotonin) memicu aktivasi trombosit dan selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor yang poten)
serta memicu terjadinya agregasi platelet dan mengaktivasi faktor VII dan X
sehingga mengkonversi protombin menjadi thrombin dan fibrinogen menjadi
fibrin. Pembentukan thrombus pada kaskade koagulasi menyebabkan oklusi
oleh trombus sehingga aliran darah berhenti secara mendadak dan
mengakibatkan STEMI (Alon et al, 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 607
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.4 Penatalaksanaan Terapi

1.1.4.1 Perawatan Gawat Darurat

Penatalaksanaan STEMI dimulai saat pasien pertama diperiksa oleh paramedis


sebelum tiba di rumah sakit, atau saat pasien tiba di unit gawat darurat. Diagnosis
perlu dibuat sesegera mungkin melalui perekaman dan interprestasi EKG 12
sadapan selambat-lambatnya 10 menit dari saat pasien tiba. Sebisa mungkin,
penanganan pasien STEMI sebelum di rumah sakit dibuat berdasarkan jaringan
layanan regional yang dirancang untuk memberikan terapi reperfusi secepatnya
secara efektif, dan bila fasilitas memadai dilakukan Intervensi Koroner Perkutan
(IKP). Pusat kesehatan yang mampu memberikan pelayanan IKP primer harus
memulai sesegera mungkin dibawah 90 menit sejak panggilan inisial (PERKI,
2015). Semua rumah sakit dan system emergensi medis yang terlibat dalam
penanganan pasien STEMI harus mencatat dan mengawasi segala penundaan yang
terjadi dan berusaha mencapai dan mempertahankan target kualitas berikut
(PERKI, 2015):

a. Waktu dari kontak medis pertama hingga perekaman EKG pertama ≤10 menit

b. Waktu dari kontak medis pertama hingga pemberian terapi reperfusi:

⚫ Untuk fibrinolisis ≤30 menit

⚫ Untuk IKP primer ≤90 menit (≤60 menit apabila pasien datang dengan
awitan kurang dari 120 menit atau langsung dibawa ke rumah sakit yang
mampu melakukan IKP)

1.1.4.2 Terapi Reperfusi

Terapi reperfusi baik dengan IKP atau farmakologis segera dilakukan pada semua
pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang
menetap (PERKI, 2015).

a. Intervensi Koroner Perkutan Primer

IKP (Intervensi Koroner Perkutan) merupakan tindakan untuk mengalirkan


kembali darah koroner arteri. Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan balon
kateter koroner yang kemudian dikembangkan dan diikuti dengan pemasangan stent
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 608
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

maupun tidak. Keunggulan dari IKP dibandingkan dengan terapi fibrinolitik yaitu
PCI dapat membuka arteri koroner yang tersumbat sebesar >90% sedangkan
fibrinolitik <60%. Selain itu perdarahan yang dialami dengan IKP lebih rendah
dibandingkan dengan fibrinolitik (Dipiro et al, 2008). IKP tidak disarankan secara
rutin pada arteri yang telah tersumbat total lebih dari 24 jam setelah awitan gejala
pada pasien stabil tanpa gejala iskemia, baik yang telah maupun belum diberikan
fibrinolisis (PERKI, 2015).

Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapatkan terapi


antiplatelet ganda berupa aspirin dan penghambat reseptor ADP disertai
antikoagulan intravena. Aspirin diberikan dengan dosis 160-320 mg PO dan
penghambat reseptor ADP dengan pilihan sebagai berikut (PERKI, 2015):

- Ticagrelor: dosis loading 80 mg, diikuti dosis pemeliharaan 2 x 90 mg

- Clopidogrel: dosis loading 600 mg diikuti dosis pemeliharaan 150 mg/hari

Pilihan antikoagulan intravena sebagai berikut (PERKI, 2015).

- Heparin yang tidak terfraksi (dengan atau tanpa penghambat reseptor GP


IIb/IIIa rutin) harus digunakan pada pasien yang tidak mendapatkan
bivarlirudin atau enoksaparin

- Enoksaparin (dengan atau tanpa penghambat reseptor GP IIb/IIIa) dapat lebih


dipilih dibandingkan heparin yang tidak terfraksi

- Fondaparinuks tidak disarankan untuk IKP primer

- Tidak disarankan menggnakan fibrinolisis pada pasien yang direncanakan


IKP primer
b. Terapi Fibrinolitik

Fibrinolisis dapat dilakukan pada tempat-tempat yang tidak dapat dilakukan


IKP pada pasien STEMI dalam waktu yang disarankan. Terapi fibrinolitik
direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien-pasien
tanpa kontraindikasi apabila IKP primer tidak dapat dilakukan dalam 120 menit
sejak kontak medis pertama (PERKI, 2015).Agen yang spesifik terhadap fibrin
(tenekteplase, alteplase, reteplase) lebih disarankan dibandingkan agen yang tidak

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 609
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

spesifik fibrin (streptokinase). Pasien harus diberikan aspirin oral atau intravena dan
clopidogrel sebagai tambahan antiplatelet. Antikoagulan juga direkomendasikan
pada pasien STEMI yang diobati dengan fibrinolitik hingga revaskularisasi atau
selama dirawat di rumah sakit hingga lima hari. Antikoagulan yang dapat diberikan
yaitu (PERKI, 2015):

- Enoksaparin secara subkutan (lebih disarankan dibandingkan heparin tidak


terfraksi).

- Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai berat badan
dan infus selama tiga hari.

- Pada pasien yang diberikan streptokinase, fondaparinuks intravena secara


bolus dilanjutkan dengan dosis subkutan 24 jam kemudian.

1.1.4.3 Terapi Jangka Panjang

Terapi jangka panjang yang disarankan setelah pasien pulih dari STEMI adalah:
(PERKI, 2015)

1. Kendalikan faktor resiko seperti hipertensi, diabetes, dan terutama merokok


dengan ketat Hipertensi dapat meningkatkan beban kerja jantung, tekanan
darah yang tinggi secara terus-menerus menyebabkan kerusakan pembuluh
darah arteri dengan perlahan-lahan arteri tersebut mengalami pengerasan
serta dapat terjadi oklusi koroner (Soeharto, 2001). Glukosa berlebih dalam
darah (hiperglikemia) dapat merusak endotel dalam pembuluh darah
sehingga plak aterosklerosis terbentuk (Masud, 1989).Tembakau dalam
rokok menyebabkan penurunan kadar oksigen yang dialirkan oleh darah
sehingga kebutuhan oksigen dalam tubuh meningkat. Selain itu, dapat
menyebabkan darah cenderung mudah menggumpal. Gumpalan darah yang
terbentuk di arteri dapat menyebabkan penyakit jantung koroner dan juga
stroke serta kematian mendadak (Ghani dkk, 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 610
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. Terapi antiplatelet dengan aspirin dosis rendah (75-100 mg) diindikasikan


tanpa henti
3. DAPT (aspirin dengan penghambat reseptor ADP) diindikasikan hingga 12
bulan setelah STEMI
4. Pengobatan oral β-blocker diindikasikan pada pasien gagal ginjal atau
disfungsi ventrikel kiri
5. Profil lipid puasa harus didapatkan pada pasien STEMI sesegera mungkin
sejak datang
6. Statin dosis tinggi perlu doberikan atau dilanjutkan segera setelah pasien
masuk rumah sakit bila tidak ada kontraindikasi atau riwayat intoleransi,
tanpa memandang nilai kolesterol inisial. Statin pada pasien SKA dapat
menurunkan mortalitas dan mencegah terjadinya stroke. Target LDL yang
diharapkan yaitu Statin digunakan sebagai efek pleiotropic dengan
memperbaiki gangguan endothelial, anti inflamasi, menghambat thrombosis,
dan menurunkan aktivitas matrix metalloproteinase (Dipiro et al, 2008).
7. ACE-I diindikasikan sejak 24 jam untu pasien STEMI dengan gagal ginjal,
disfungsi sistolik ventrikel kiri, diabetes, infark arterior
8. Antagonis aldosterone diindikasikan bila fraksi ejeksi ≤40% atau terdapat
gagal ginjal atau diabetes, bila tidak ada gagal ginjal atau hiperkalemia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 611
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.5 Manifestasi Klinik


Nyeri dada akut merupakan manifestasi klinis yang dirasakan oleh
sebagian besar pasien.sindrom koroner akut (SKA) STEMI (Lal et al, 2011).

GAMBAR 1.1 PENDEKATAN UNTUK DIAGNOSIS PASIEN DENGAN SKA STEMI


(LAL ET AL, 2011).

1.1.6 Faktor Risiko


Terdapat dua faktor risiko yang dapat menyebabkan SKA STEMI yaitu
faktor risiko yang dapat dimodifikasi (gaya hidup seperti merokok) dan fakor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu merupakan konsekuensi genetik
yang tidak dapat dikontrol (diabetes melitus (DM), hipertensi, angina episodes,
dyspnoea¸ penggunaan obat aspirin, dan dislipidemia) (Lal et al, 2011).

1.2 Tinjauan CAD


1.2.1 Definisi
Iskemia miokard yang dihasilkan dari ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen miokard dan pasokan. ACS diklasifikasikan berdasarkan perubahan
elektrokardiografi (EKG) menjadi (1) ST-segment-elevation (STE) myocardial
infarction (MI) atau (2) non-ST-segment elevation (NSTE) ACS, yang mencakup
NSTEMI dan angina tidak stabil (UA). CAD 3VD berarti terdapat Stenosis >70%
daerah proximal pada 3 arteri koroner utama.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 612
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2.2 Etiologi
CAD dapat disebabkan oleh adanya penumpukan plak pada dinding arteri
yang menyuplai darah ke jantung (disebut arteri coroner) dan bagian tubuh lain. Pak
dapat terbentuk oleh karena penumpukan kolesterol dan substansi lain pada arteri.
Pembentukan plak dapat mengakibatkan dinding arteri mengalami penyempitan
dari waktu ke waktu yang mana dapat memblok aliran darah baik sebagian maupun
total. Proses ini dinamakan atherosclerosis (Centers for Disease Control and
Prevention, 2015). Banyaknya plak yang terbentuk dan semakin sempitnya dinding
arteri dapat membuat darah semakin sulit untuk mengalir ke seluruh tubuh. Ketika
otot jantung tidak mendapatkan cukup darah, maka akan mengakibatkan rasa tidak
nyaman atau rasa nyeri di dada yang disebut angina. Angina merupakan gejala
paling umum dari CAD. Dengan berjalannya waktu, CAD dapat melemahkan otot
jantung. Hal ini dapat memicu terjadinya gagal jantung (Centers for Disease Control
and Prevention, 2015).

1.2.3 Patofisiologi
Disfungsi endotel, radang, dan pembentukan garis-garis lemak berkontribusi
pengembangan plak arteri koroner aterosklerotik. Penyebab ACS pada lebih dari
90% pasien adalah pecah, pecah-pecah, atau erosi plak ateromatosa yang tidak
stabil. Gumpalan terbentuk di atas plak yang pecah. Paparan kolagen dan faktor
jaringan menginduksi adhesi dan aktivasi platelet, yang menyebabkan pelepasan
adenosin difosfat (ADP) dan tromboksan A2 dari platelet yang menghasilkan
vasokonstriksi dan aktivasi platelet. Terjadi perubahan konformasi reseptor
permukaan glikoprotein (GP) IIb / IIIa pada trombosit satu sama lain melalui
jembatan fibrinogen. Secara bersamaan, aktivasi kaskade koagulasi ekstrinsik
terjadi sebagai akibat dari paparan darah ke inti lipid trombogenik dan endotelium,
yang kaya dalam faktor jaringan. Ini mengarah pada pembentukan gumpalan fibrin
yang terdiri dari untaian fibrin, trombosit yang saling bersilangan, dan sel darah
merah terperangkap. Remodeling ventrikel terjadi setelah infrak miokard dan
ditandai dengan dilatasi ventrikel kiri dan fungsi pemompaan yang berkurang, yang
menyebabkan gagal jantung. Komplikasi infrak miokard meliputi syok

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 613
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kardiogenik, gagal jantung (gagal jantung), disfungsi katup, aritmia, perikarditis,


stroke sekunder akibat trombus ventrikel kiri (LV) embolisasi, tromboemboli vena,
dan ruptur dinding bebas LV

1.2.4 Penatalaksanaan Terapi


Tujuan manajemen farmakologis CAD stabil yaitu menurunkan gejala dan
mencegah kejadian cardiovaskular, revaskularisasi semuanya memiliki peran
dalam meminimalkan atau menghilangkan gejala dalam jangka panjang
(pencegahan jangka panjang). Untuk mencegah terjadinya peristiwa
cardiovaskuler untuk mencegah infrak miokard dan kematian pada jantung fokus
terutama pada pengurangan insiden kejadian trombotik akut dan perkembangan
disfungsi ventrikel. Tujuan ini dicapai oleh farmakologis atau gaya hidup
intervensi yang:
1. Mengurangi perkembangan plak;
2. Menstabilkan plak, dengan mengurangi peradangan dan
3. Mencegah trombosis.
Dibawah ini merupakan terapi yang dapat diberikan pada Stable Coronary
Acute Sindrom (CAD) yaitu (Montalescot, G., et al., 2013):
a. Nitrates
Nitrat menyebabkan vasodilatasi pada arteriol dan vena koroner yang merupakan
dasar dari upaya pengurangan gejala angina, bekerja dengan komponen aktifnya
nitric
oxide (NO) dengan pengurangan preload.
b. Beta blocker
Beta locker bertindak langsung pada jantung untuk mengurangi denyut
jantung, kontraktilitas, konduksi atrioventrikular (AV) dan aktivitas ektopik.
Selain itu, mereka dapat meningkatkan perfusi daerah iskemik dengan
memperpanjang diastol dan meningkatkan resistensi pembuluh darah di daerah
non-iskemik. Pada pasien post-MI, b-blocker mencapai pengurangan risiko 30%
untuk kematian akibat cardiovaskular dan infrak miokard. Jadi beta blocker juga
dapat melindungi pasien dengan SCAD, tetapi tanpa bukti yang mendukung dari

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 614
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

uji klinis terkontrol plasebo. Beta blocker dapat dikombinasikan dengan


dihydropyridines (DHPs) untuk mengendalikan angina. Terapi kombinasi b-
blocker dengan verapamil dan diltiazem harus dihindari karena risiko
bradikardia atau blok AV. Beta bloker bermanfaat sebagai prognostik untuk
pasien pasca infrak miokard, atau pada gagal jantung. Ekstrapolasi dari data ini
menunjukkan bahwa beta blocker mungkin merupakan terapi anti-angina lini
pertama pada pasien CAD yang stabil tanpa kontraindikasi. Nevibolol dan
bisoprolol sebagian dikeluarkan oleh ginjal, sedangkan carvedilol dan
metoprolol dimetabolisme oleh hati, karenanya lebih aman pada pasien dengan
gangguan ginjal.
c. Calsium Channal Blocker (CCB)
Calsium channal blokcer bermaanfaat sebagai asodilatasi dan pengurangan
resistensi pembuluh darah perifer. CCB adalah kelompok obat yang heterogen
yang secara kimiawi dapat diklasifikasikan ke dalam DHP dan non-DHP, yang
umum properti farmakologis menjadi penghambatan selektif L-channel
membuka di otot polos pembuluh darah dan di miokardium.
d. Agen Platelet
Agen antiplatelet mengurangi agregasi platelet dan dapat mencegah
pembentukan trombus koroner. Karena rasio yang menguntungkan antara
manfaat dan risiko pada pasien dengan CAD stabil dan rendahnya aspirin dosis
rendah adalah obat pilihan dalam banyak kasus dan clopidogrel dapat
dipertimbangkan untuk beberapa pasien. Penggunaan antiplatelet agen dikaitkan
dengan risiko perdarahan yang lebih tinggi.
1. Aspirin
Mekanisme kerja Aspirin melalui penghambatan trombosit yang
ireversibel cyclooxygenase-1 (COX-1) dan dengan demikian produksi
tromboksan, yang biasanya lengkap dengan dosis kronis ≥75 mg / hari.
Kebalikan terhadap efek antiplatelet, efek samping gastrointestinal dari
aspirin meningkat pada dosis yang lebih tinggi. Rasio risiko-manfaat yang
optimal tampaknya dicapai dengan dosis aspirin 75–150 mg / hari
(Montalescot, G., et al., 2013).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 615
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. Clopidogrel
Inhibitor P2Y12, termasuk thienopyridine, bertindak sebagai antagonis
dari reseptor platelet adenosin difosfat (ADP) P2Y12, sehingga
menghambat agregasi platelet. Studi utama mendukung penggunaan
thienopyridine pada pasien koroner stabil adalah Clopidogrel vs Aspirin
pada Pasien dengan Risiko Acara Iskemik (CAPRIE) percobaan, yang
menunjukkan manfaat keseluruhan clopidogrel dibandingkan dengan
aspirin (dengan juga profil keamanan yang baik) dalam mencegah kejadian
cardiovaskular di tiga kategori pasien dengan infrak miokard sebelumnya,
stroke sebelumnya atau penyakit pembuluh darah perifer (PVD). Manfaat
clopidogrel didorong oleh sub-kelompok penyakit pembuluh darah perifer
dan dosis aspirin yang dibandingkan (325 mg / hari) mungkin bukan dosis
teraman. Clopidogrel dengan demikian harus diusulkan sebagai lini kedua
pengobatan, terutama untuk pasien cardiovaskluar disease yang tidak
toleran terhadap aspirin. Prasugrel dan ticagrelor adalah antagonis P2Y12
baru yang mencapai lebih besar penghambatan trombosit, dibandingkan
dengan clopidogrel. Prasugrel dan ticagrelor keduanya terkait dengan
penurunan yang signifikan dari hasil CV dibandingkan dengan clopidogrel
pada pasien Acute Corornary Syndrom (ACS), tetapi tidak ada studi klinis
telah mengevaluasi manfaat obat ini dalam SCAD pasien. Setelah angina
tidak stabil atau infark miokard tanpa peningkatan segmen ST
(Montalescot, G., et al., 2013)
3. Statin
Pasien dengan dengan resiko tinggi harus diberikan agen penurun
lemak yaitu golongan statin, sesuai dengan rekomendasi ESC/European
Atherosclerosis Guidelines Society untuk penatalaksanaan dislipidemia.
Sasaran pengobatan adalah LDL-C pengurangan 1,8 mmol / L dan / atau
0,50% jika level target tidak bisa Tercapai (Montalescot, G., et al., 2013).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 616
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2.5 Manifestasi Klinik


Gejala dominan adalah ketidaknyamanan dada anterior garis tengah
(biasanya saat istirahat), parah angina onset baru, atau peningkatan angina yang
berlangsung setidaknya 20 menit. Ketidaknyamanan mungkin menjalar ke bahu,
ke lengan kiri, ke belakang, atau ke rahang. Gejala mungkin termasuk mual,
muntah, diaforesis, dan sesak napas. 2. Tidak ada fitur spesifik yang
menunjukkan Acute Coronary Syndrome (ACS) pada pemeriksaan fisik.
Namun, pasien dengan Acute Coronary Syndrome (ACS dapat muncul dengan
tanda-tanda gagal jantung akut atau aritmia.

1.3 Tinjauan Pneumonia


1.2.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa
alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Istilah pneumonia
lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan
penyebabnya yang tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk
proses non infeksi. Bila proses infeksi teratasi, terjadi resolusi dan biasanya struktur
paru normal kembali. Namun pada pneumonia nekrotikans yang disebabkan anlara
lain oleh staphylococcus atau kuman gram negatif terbentuk jaringan parut atau
fibrosis (Dahlan, 2009).
Pneumonia Komunitas (PK) atau Community Acquired Pneumonia-CAP
adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar rumah sakit, sedangkan
Pneumonia Nosokomial adalah pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih setelah
dirawat di RS, baik di ruang rawat umum ataupun ICU tetapi tidak sedang memakai
ventilator. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi
setelah 48–72 jam atau lebih setelah intubasi trakeal. Pada HealthareAssociated
Pneumonia (HCAP) termasuk pasien yang dirawat oleh perawatan akut di rumah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 617
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sakit selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal
dirumah perawatan (nursing home atau long-term care facility), mendapat
antibiotik intravena, kemoterapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari proses
infeksi ataupun datang ke klinik rumah sakit atau klinik hemodialisa (Dahlan,
2009).
1.2.2 Etiologi
Pneumonia adalah keadaan inflamasi pada paru yang disebabkan karena
infeksi. Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri aerob dominan penyebab
dari CAP. Bakteri aerob lain yang umumnya menyebabkan CAP adalah H.
influenza dan M. Catarrhalis (Chisholm-Burns, et al, 2016).
Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia
komuniti. Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug
resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive
Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram
positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia
nosocomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi (PDPI,
2014).

1.2.3 Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat
berkembangbiak dan menimbulkan penyakit. Risiko infeksi di paru sangat
tergantung padakemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak
permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan saluran napasdiantaranya (1) Inokulasi langsung (2) Penyebaran
melalui pembuluh darah (3)Inhalasi bahan aerosol (4) Kolonisasi di permukaan
mukosa (PDPI, 2014). Bakteri yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang berupa edema dari seluruh alveoli disusul dengan
infiltrasi sel-sel PMN. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 618
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dengan bantuan leukosityang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi


bakteri tersebut kemudian difagosit (Soedarsono, 2010).
1.2.4 Penatalaksanaan Terapi
Antibiotika adalah zat antibakteri yang dihasilkan oleh berbagai macam
mikroorganisme (bakteri, jamur, dan actinomycetes) yang menekan
pertumbuhan mikroorganisme lainnya.Antibiotika berbeda dalam bentuk fisik,
kimia, efek farmakologi, spektrum antimikroba, dan mekanisme kerja
(Chambers, 2006). Terapi empirik untuk Pneumonia Nosokomial (Hospital
Acquired Pneumoniae) ditunjukan oleh tabel I.1, I.2 dan I.3

Tabel I.1 Pasien Tanpa Faktor Risiko Patogen MDR, Onset Dini dan Semua Derajat
Penyakit (ATS, 2005; Blackford et al., 2015)

Tabel I.2 Pasien Dengan Onset Lanjut Atau Terdapat Faktor Risiko Patogen
MDR Untuk Semua Derajat Penyakit (ATS, 2005; Blackford et al.,2015)

1.2.5 Manifestasi Klinik


Community acquired pneumonia (CAP) didapatkan dari anamnesis, gejala
klinis pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti CAP
ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif
ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini (PDPI, 2003): - Batuk-batuk
bertambah - Perubahan karakteristik dahak/purulen - Suhu tubuh >38oC
(aksila)/riwayat demam - Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi,
suara napas bronkial dan ronki - Leukosit >10.000 atau < 4500

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 619
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gejala klinik pada pneumonia komunitas biasanya ditandai dengan


demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat sampai ≥38°C (aksilia), batuk
dengan perubahan karakteristik sputum/purulen (batuk dengan dahak mukoid
atau purulen yang terkadang disertai dengan darah), nyeri dada, dan sesak nafas,
leukosit ≥ 10.000 atau 4.500, pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda
konsolidasi, suara nafas bronki dan ronki (PDPI, 2014). Pada penderita
pneumonia nosokomial ditandai dengan foto toraks, adanya terdapat infiltrat
baru atau progresif, suhu tubuh > 38°C, sekret purulen, leukositosis dan
gangguan imun yang dapat dijumpai gangguan kesadaran oleh hipoksia (PDPI,
2003; Dahlan, 2014). Pada pneumonia virus ditandai dengan gejala demam,
malaise, dan mialgia yang berhubungan dengan batuk kering. Dapat diperoleh
bentuk manifestasi lain yang berupa infeksi paru seperti efusi pleura,
pneumotoraks/hidropneumo toraks (Dahlan, 2014).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 620
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II

PROFIL PASIEN

2.1.Profil Pasien
Nama/ Jenis kelamin : Tn. S
Umur/ BB/ TB : 43th/75kg/165cm
Alamat : Malang
MRS/KRS : 28/02/2020 (CVCU) - 03/03/2020 (5A)
Status pasien : JKN
Dokter : dr.SR,Sp.JP(k),PhD
Farmasis : Marulita Isadora, S.Farm., Apt
Alergi : Tidak ada alergi makanan dan obat
Keluhan utama : Sesak
Riwayat penyakit saat ini : Pasien mengeluh nyeri dada (25/02/2020)
selama 20 menit kemudian ke IGD RS A
dan dirujuk ke RS P untuk PCI
(26/02/2020) kemudian dirujuk ke RSSA
(28/02/2020)
Riwayat kesehatan : Tidak ada
Riwayat pengobatan : Puskesmas:
Paracetamol 500mg (untuk keluhan nyeri
dada pertama kali)
RS P:
NaCl 0,9%
Heparin 100 IU
Dobutamin 5mcg/kg BB/ min
Farsorbid 1mg/jam
Furosemide 10mg/jam
Digoxin 1x1 tab
Ticaglerol 2x1 tab

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 621
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Diagnosa awal : STEMI anterior killip III post PPCI +


CAD 3VD post implantasi 1 DES di Prox-
Mid LAD + Suspect Pneumonia
Diagnosa akhir : STEMI anterior killip III post PPCI +
CAD 3VD post implantasi 1 DES di Prox-
Mid LAD + Pneumonia

2.2. Data Klinis Pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Parameter Nilai normal 28/02/2020 29/02/2020 01/03/2020 02/03/2020

Suhu (oC) 36-37 36 36 36 36


Nadi(x/menit) 80-85 80 96 95 81
RR (x/menit) 20 20 20 20 20
TD (mmHg) 120/80 120/80 100/60 105/67 99/70

Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien

Tanggal Pemeriksaan
Parameter
28/02/2020 29/02/2020 01/03/2020 02/03/2020
GCS 456 456 456 456
VAS 1/10 1/10 1/10 1/10

2.3. Data Laboratorium Pasien


Tabel 2.3 Tabel Data Laboratorium Pasien
NORMAL
PARAMETER 28/02/2020 29/02/2020 01/03/2020 02/03/2020
VALUE
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 14,10 12,0
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 4,96.106/µL
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 103/ µL 23,90. 103/µL 15,540.103/µL
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 40.40%
Trombosit (PLT) 142 – 424 10 / µL
3
331.103/µL 379.103/µL
MCV 0-30 mm/hr 81,50
MCH 0,5- 2,20% 28,40
MCHC 80 – 93 FL 34,90
RDW 27 - 31 Pg 14,80

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 622
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

PDW 32 – 36 g/dL 10.30


MPV 11,5 – 14,5 % 10,00
P-LCR 9-13 24,30
PCT 7,2 – 11,1 0,33%
NRBC Absolut 15,0 – 25,0 0,01.103/µL
NRBC Percent 0,150 – 0,400 0,00%
HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 0,00
Basofil 0–1 0,2
Neutrofil 51 – 67 82,9
Limfosit 25 – 33 7,9
Monosit 2-5 9,0
Eosinofil Absolut 0,01.103
Basofil Absolut 0,04 .03
Neutrofil Absolut 19,81.03
Limfosit Absolut 1,89.103
Monosit Absolut 0,16 – 1 2,15.103
Immature Granulosit (%) 0,60
Immature Granulosit 0,15.103
FAAL HOMEOSTASIS
PPT
Pasien 9,4 – 11,3 13,60
Kontrol 11,60
INR < 1,5 detik 1,33
aPPT
Pasien 24,6 – 30,6 detik 23,20
Kontrol 24,6
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glucose Random < 200 mg/dl 128
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 40,9
Kreatinin 0,7-1,5 mg/dl 1,16
Asam urat 2,4-5,7 mg/dl 6,3
Hb A1c <5,70 5,70%
FAAL HATI
SGOT/AST 0-32 U/l 136
SGPT/ALT 0-33 U/l
Albumin 3,5-5,5 g/dl 3,0
Bilirubin total < 1,0 mg/dl
Bilirubin direct < 0,25 mg/dl

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 623
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Bilirubin indirect < 0,75 mg/dl


ELEKTROLIT
Natrium/Na 136-145 mg/dl 133
Potasium/K 3,5-5,0 mg/dl 3,91
Klorida/Cl 98-106 mg/dl 102
BGA
Suhu 37 37
pH 7,35 – 7,45 7,31 7,45
pCO2 35 – 45 58,1 39,3
pO2 80 – 100 98,7 230,2
HCO3 21 – 28 24,7 27,4
Saturasi O2 > 95% 96,8 99,9
BE (-3) – (+3) -4,1 +3,2
URINALISIS
pH 5,0 – 8,0 6,0
Leukosit Neg Neg
Nitrit Neg Neg
Protein/albumin Neg (1+)
Glukosa Neg Neg
Keton Neg (1+)
Urobilinogen < 17 16
Bilirubin Neg Neg
Darah Neg (3+)
Kristall Neg Neg
10x
Epitel ≤3 1,7
Silinder Neg
40x
Eritrosit ≤3 23,7
Leukosit ≤5 2,3
3
Bakteri <23 x 10 ml 186,3.103

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 624
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4. Profil Terapi Pasien


Tabel 2.4 Tabel Profil Terapi Pasien
Ss
Nama obat Dosis Rute 28/02 29/02 01/03 02/03
NS 0,9% 500cc/24jam IV V V
Drip dobutamin 5mcg/1g/min IV V V
Drip ISDN 1mg/jam IV V Stop
Inj. Lasix 3x40mg IV V Stop
(furosemide) 1x20mg IV V V
Inj. Cefoperazone 2x1g IV V V V V
Inj. Omeprazole 2x40mg IV V V V V
Aspilet 1x80mg PO V V V V
Brilinta (Ticaglerol) 2x90mg PO V V V V
Atorvastatin 1x40mg PO V V V V
Digoxin 1x0,25mg PO V V V V
Attapulghit 2 tab setelah diare PO V V V V
Combivent 4x/jam Nebul V V V V
NAc 3x200mg PO V V
Captopril 3x6,25mg PO V V
ISDN 3x5mg PO V V

2.5. Drug Related Problem Pasien


Tabel 2.5 Drug Related Problem Pasien
DRP Analisa DRP Sifat Planning
Untreated - - -
Indication
Improper drug - - -
selection
Drug use without - - -
indication
Dosage too low - - -
Dosage to high - - -
Aspilet + Ticagrelor
meningkatkan risiko Pemberian PPI
Adverse drug perdarahan
potensial
reaction Penggunaan PPI Konseling penggunaan
(Omprazole) jangka PPI
panjang
Drug Interaction - - -
Non-adherence

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 625
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien Tn. S berumur 43 tahun mengeluh nyeri dada
(25/02/2020) saat pagi hari dan nyeri dada tidak membaik selama 20 menit sehingga
pasien menuju RS A. Setelah dilakukan pemeriksaan di RS A, pasien dirujuk ke RS
P (26/02/2020) untuk menjalani PPCI (Primary Percutaneous Coronary Invention)
dan dirujuk ke RSSA untuk menjalani treatment lanjutan (28/02/2020) dengan
diagnosis awal STEMI anterior Killip III post PPCI. Pasien dirujuk ke RSSA untuk
menjalani treatment lanjutan (28/02/2020)
Pasien MRS (28/02/2020) dalam keadaan lemah, sehingga diberikan terapi
cairan NaCl 0,9% untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Berdasarkan
pemeriksaan laboratorium (28/02/2020), hasil pemeriksaan biomarka jantung yaitu
Troponin I menunjukan hasil positif (19,50) dengan nilai negatif apabila <1,0 dan
enzim CK-MB diatas normal (66 μl) dengan nilai normal apabila 7-25 μl. Hal
tersebut mengkonfirmasi kondisi infark miokard akut yang dapat menyebabkan
syok kardiogenik sehingga diberikan terapi dobutamin 5mcg/1g/min yang berperan
dalam kontraksi otot jantung dan denyut jantung. Selain dobutamin, diberikan
terapi digoxin 0,25mg untuk meningkatkan kontraksi jantung. Digoxin bersifat
lipofil sehingga pada pasien gagal jantung yang mengalami cardiomegaly, digoxin
tidak dapat menembus target sehingga diberikan terapi furosemide 3x40mg untuk
mengurangi penumpukan cairan sehingga digoxin dapat menembus target. Nyeri
dada yang dirasakan pasien dapat diatasi dengan pemberian ISDN 1mg/jam,
sedangkan untuk mengatasi sesak napas telah diberikan terapi nebul combivent
4x/jam.
Pasien mengalami STEMI berdasarkan pemeriksaan EKG ditandai dengan
elevasi pada segmen ST (PERKI, 2015). Manajemen terapi STEMI yang diberikan
berdasarkan tatalaksana yaitu bertujuan untuk meningkatkan reperfusi yaitu dengan
pemasangan stent atau terapi fibrinolitik. Pemasangan stent telah dilakukan pada
RS P (26/02/2020). Terapi fibrinolitik yang diberikan (28/02/2020) yaitu kombinasi
dua antiplatelet antara Aspilet 1x80mg dan Ticaglerol 2x90mg yang bertujuan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 626
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

untuk memperlancar aliran darah atau mencegah terjadinya sumbatan pembuluh


darah. Penggunaan kombinasi antiplatelet tersebut dapat meningkatkan risiko
perdarahan, sehingga diberikan terapi PPI yaitu Omeprazole untuk mencegah efek
samping perdarahan dari penggunaan kombinasi antiplatelet tersebut. Kemudian
berdasarkan tatalaksana STEMI, perlu diberikan statin untuk mencegah terjadinya
arterosklerosis pada pembuluh darah jantung.
Berdasarkan pemeriksaan, pasien didiagnosa suspect pneumonia dan
berdasarkan pemeriksaan laboratorium (28/02/2020) jumlah leukosit Tn. S yaitu
23,90.103/µL sehingga pasien diberikan terapi antibiotik Cefoperazone 2x1g,
pemilihan antibiotik Cefoperazone yaitu terkait fungsi ginjal Tn. S. Pasien
mengeluh diare (28/02/2020) sehingga diberikan terapi Attapulghit yang
dikonsumsi 2 tablet setelah diare.
Pada (29/02/2020) seluruh terapi tetap dilanjutkan, kecuali drip ISDN dan
inj. Lasix terkait dengan kebutuhan kondisi pasien. Pada (01/03/2020 hingga
02/03/2020) drip dobutamin dihentikan, dan diberikan kembali injeksi furosemide
dengan perubahan dosis menjadi 1x20mg serta dilakukan perubahan bentuk sediaan
ISDN menjadi PO dengan dosis 3x5mg. Untuk mengatasi remodeling jantung
akibat terjadi cardiomegaly maka diberikan terapi captopril 3x6,25mg sejak
(01/03/2020), namun pasien mengeluh batuk yang merupakan efek samping dari
terapi captopril sehingga diberikan terapi NAc 3x200mg. Berdasarkan terapi yang
diberikan, maka dilakukan pemeriksaan berkala terkait tanda-tanda vital (suhu,
nadi, tekanan darah, respiratory rate). Pada (03/03/2020) kondisi Tn. S stabil
dengan tekanan darah 120/90 mmhg, Nadi 79x/menit, RR 20x/menit sehingga
pasien dipindahkan ke ruangan dengan kondisi stabil (IRNA I Kegawatan ruang
5A).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 627
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN

1. Terapi yang diberikan pada Tn.S sudah tepat indikasi dan dosis
2. Output terapi pada tanggal 03-03-2020 (pada saat pasien pindah ruang) : jumlah
leukosit dari 23,90.103/µL menjadi 15,40.103/µL
3. Ditemukan DRP potensial berupa ESO potensial penggunaan Aspilet dan
Ticagrelor yang dapat meningkatkan risiko perdarahan pada pasien dan sudah
diatasi dengan pemberian Omeprazole.
4. Ditemukan DRP potensial berupa ESO potensial penggunaan Omeprazole
apabila diberikan jangka panjang untuk mengatasi risiko perdarahan karena
penggunaan double antiplatelet berupa syndrome frailty, meningkatkan risiko
ostheoporosis, meningkatkan risiko hypomagnesium, sehingga dapat diatasi
dengan konseling cara penggunaannya.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 628
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, J. T., Wells B. G., Schwinghammer T. L., Dipiro C. V. 2008.


Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 7th Ed. New York: Mc
Graw Hill, Chapter 18, page 249-273

Lal, CD., Upendra, K.,Aijaz, M. 2011. Approach to STEMI and NSTEMI.


Supplement to JAPI, vol.59, pp. 19-25.

Masud, I. 1989. Dasar-dasar Fisiologi Kardiovaskular. Jakarta: EGC.

National Clinical Guideline Centre. 2013. Myocardial infarction with ST-Segment


elevation: Theacute management of myocardial infarction with ST-
segment elevation.
PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi 3. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.

Soeharto, I. 2001.Pencegahan dan Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner.


Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 629
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN

SOAP HARIAN

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


HARI/
TINDAKAN/PERKEMBANGAN KLINIK/MASALAH
TANGGAL
S O A P
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
Jumat, Pasien GCS 456 Drip Dobutamin (28/02/2020 – MESO:
mengeluh sesak
28 TD 120/80 29/02/2020) 1.Hipotensi,
nafas
Februari RR 20x/menit Indikasi: efek inotropik positif aritmia,
2020 – 02 HR 80x/menit Mekanisme: pada reseptor β-1 2.Pemeriksaan
Maret Terapi yang akan meningkatkan kontratilitas TTV secara
2020 diberikan: sehingga volume end-systolic ↓ berkala (HR, TD),
Drip dobutamin stroke volume ↑ cardiac output ↑; 3.Pemeriksaan
5mcg/1g/menit pada reseptor β-2 dobutamin akan EKG (memantau
mereduksi resistensi vaskular ritme jantung)
sehingga terjadi vasodilatasi; pada 4.Kadar kalium
reseptor α menyebabkan (karna ada potensi
vasokonstriksi yang disebabkan kalium ↓ )
oleh respon baroreseptor daktifitas Planning:
β-2 Komunikasi
Dosis: dimulai dengan dosis awal dengan perawat
0,1-1 mcg/kg/menit dan di titrasi untuk monitoring
perlahan sesuai dengan respon eso
pasien hingga dosis max 2-
20mcg/kg/menit
ESO: hipotensi, aritmia

Drip ISDN Drip ISDN (28/02/2020) MESO:


1mg/jam Indikasi: mengatasi nyeri dada 1.takikardi,
Mekanisme: merupakan turunan hipotensi
nitrat yang akan membentuk 2.Pemeriksaan
radikal bebas NO reaktif, TTV secara
kemudian berinteraksi dan berkala
mereduksi gugus SH enzim gnilat 3.Pemeriksaan
siklase sehingga enzim mjd aktif. EKG (memantau
pengaktifan enzim tersebut ritme jantung)
merangsang siklik cGMP METO: nyeri
sehingga terjadi defosforilase dada (-)
rantai miosin, sehingga terjadi Planning:
vasodilatasi Komunikasi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 630
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis: ISDN dititrasi sesuai dengan perawat


respon pasien dalam kisaran dosis untuk monitoring
2-12mg/jam eso
ESO: sakit kepala, pusing,
takikardi, hipotensi

inj. lasix 3x40mg Inj. Lasix (28/02/2020) MESO:


Indikasi: diuretik 1.Hipokalemia,
Mekanisme: bekerja pada segmen syok anafilaksis,
tebal pars asendens lengkung anemia, pusing
henle dengan menghambat Na+ 2.Pemeriksaan
K+Cl- pada membran luminal TTV secara
tubulus dengan cara mereabsorpsi berkala
elektrolit Na+ K+Cl- yang Planning:
menyebabkan kadar ion K+ Komunikasi
berlebih didalam sel sehingga ion dengan perawat
K+ berdifusi kembali ke lumen untuk monitoring
tubular -> akan memicu reabsorpsi eso
kation (Mg+Ca+) kedalam cairan
interstinal dengan jalur
paraseluler. pe↓ reabsorpsi akan
me↑ konsentrasi zat terlarut pada
bag. distal nefron serta memicu
pe↓ absorpsi air shg ekskri air ↑
Dosis: dosis awal 20-40mg, dosis
ditingkatkan sebesar 20mg tiap
interval 2 jam hingga efek
tercapai.
ESO: hiperurisemia, hipokalemia,
syok anafilaksis, anemia, pusing

Inj. Cefoperazone (28/02/2020 –


02/03/2020)
inj. cefoperazone Indikasi: antibiotik lini ketiga dan MESO:
2x1g dapat digunakan untuk mengatasi 1.Skin rash,
infeksi pada pasien yang urtikaria,mual,
mengalami penurunan fungsi muntah
ginjal Monitoring
Mekanisme: cefoperazone akan kepatuhan:
berikatan pada satu atau lebih Mencegah
protein pengikat penisilin (PBPs) resistensi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 631
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

yang menghambat langkah Planning:


transpeptidase akhir sintesis Komunikasi
peptidoglikan pada dinding sel dengan perawat
bakteri, sehingga menghambat untuk monitoring
biosintesis dan menahan rakitan eso
dinding sel yang mengakibatkan
kematian bakteri
Dosis: 2-4g/hari dalam 2 dosis
terbagi
ESO: skin rash, urtikaria,mual,
muntah

Inj. Omeprazole (28/02/2020 –


02/03/2020)
Inj. omeprazole Indikasi: mengurangi efek MESO:
2x40mg samping penggunaan doule anti 1.pusing, nyeri
platelet (gastro bleeding) perut, mual,
Mekanisme: menghambat sekresi muntah, kembung
asam lambung dengan Planning:
menghambat aktifitas transporter Komunikasi
H+/K+/ATPase (pompa proton) dengan perawat
pada membran sel parietal untuk monitoring
lambung yg merupakan suatu eso
antiport -> mengkatalis transport
ion H+ keluar dari sel parietal
menuju rongga lambung, bertukar
dengan ion K+ yang masuk keel.
H2O dalam sel parietal akan
terurai menjadi H+ (proton) dan
OH- (hidroksida) dimana OH-
akan berikatan dengan CO2
membentuk HCO3 dengan
bantuan enzim karbonik anhidrase
-> HCO3 akan keluar ke cairan
interstitial bertukar dengan ion Cl-
sehingga pada rongga lambung
membentuk HCl -> ketika pompa
proton tersebut dihambat maka
tidak akan terbentuk HCl (as.
lambung)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 632
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dosis: dosis awal 40mg/hari


selama 20-30 menit melalui iv
ESO: pusing, nyeri perut, mual,
muntah, kembung

Aspilet 1x80mg (28/02/2020 –


02/03/2020)
aspilet 1x80mg Mekanisme: mengurangi agregasi METO: nyeri
platelet, sehingga dapat dada (-)
menghambat pembentukan MESO :
thrombus pada sirkulasi arteri; monitoring terkait
efek anti agregasi trombosit → efek samping obat
menghambat aktivitas COX I dan yakni
COX II → menghambat troduksi bronkospasme
trombosan (RR), ulserasi, dan
Indikasi : profilaksis penyakit perdarahan.
serebrovaskuler atau infark Planning :
miokard komunikasi
Dosi : Dosis pemeliharaan : 75- interprofesional
100 mg setiap harinya untuk perawat untuk
jangka panjang memonitor,
ESO : bronkospasme, mual, konseling
muntah, nyeri, ulserasi, dan kepatuhan pasien
perdarahan saluran cerna meminum obat

Brilinta 2x90mg (28/02/2020 –


brilinta 2x90mg 02/03/2020) MESO:
Mekanisme: berperan dalam monitoring terkait
agregasi platelet tanpa harus efek samping
dimetabolisne terlebih dahulu yakni dyspea
menjadi metabolit aktif (pasien sesak),
Indikasi : diberikan kombinasi perdarahan, batuk
bersama aspirin untuk mencegah dan diare
thrombosis pada pasien STEMI Planning:
Dosi: penggunaan bersama komunikasi
aspirin → 75-100 mg, dosis interprofesional
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari. perawat untuk
ESO : dyspnea, perdarahan, batuk, memonitor,
dan diare konseling
kepatuhan pasien
meminum obat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 633
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

atorvastatin Atorvastatin 1x40mg METO :


1x40mg (28/02/2020 – 02/03/2020) TG < 150, HDL >
Kolesterol Total: Mekanisme: menghambat secara 50
139 mg/dl (<200) kompetitif koenzim 3-hidroksi-3- MESO:
TG: 183 mg/dl metilglutaril (HMG CoA) monitoring efek
(<150) reduktase, yakni enzim yang samping, terutama
HDL: 28 mg/dl berperan pada sintesis kolesterol, efek pada otot.
(>50) terutama dalam hati. Bila diduga terjadi
LDL: 78 mg/dl Indikasi : terapi tambahan pada miopati dan terjadi
(<100) diet untuk menurunkan kolesterol peningkatan kadar
pada Hiperkolesterolemia primer kreatinin kinase >
atau dyslipidemia campuran 5 kali batas atas
Dosis literature : 10 mg sekali nilai normal), atau
sehari, dapat ditingkatkan dengan terjadi gejala
interval 4 minggu maksimal 80 mg gangguan otot
sehari sekali yang parah, maka
Dosis : 1 x40 mg/hari. statin harus
ESO : myositis (kelemahan otot), dihentikan.
sakit kepala, perubahan fungsi Planning :
ginjal dan efek saluran cerna. pemerikasaan
kadar kreatinin,
komunikasi
interprofesional
perawat untuk
memonitor,
konseling
kepatuhan pasien
meminum obat

digoxin 1x0,25mg Digoxin 1x0,25mg (28/02/2020 – MESO : monitor


02/03/2020) tanda-tanda
Mekanisme : memendekkan timbulnya efek
periode refrakter sel-sel miokard samping obat.
atrium dan ventrikel, Planning :
memanjangkan periode refrakter komunikasi
efektif dan mengurangi kecepatan interprofesional
konduksi serabut purkinye. perawat untuk
Indikasi : memperlambat respon memonitor,
ventricular pada kasus atrial konseling
fibrilasi/ atrial flutter (terapi SVT) kepatuhan pasien
Dosis: meminum obat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 634
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Penanganan atrial fiblasi dengan


kondisi stabil jangka panjang
untuk kendali laju : 1 x 0,125 - 0,5
mg p.o
ESO : anoreksia, nyeri abdomen,
mual, muntah, aritmia, dan
ginekomastia pada penggunaan
jangka panjang.

attapulgite 2 tab Attalpugite 2 tab (28/2/20 – METO: Keluhan


setelah diare 02/03/2020) diare berkurang
Mekanisme: Mengikat zat MESO: Gejala
beracun, bakteri, dan air sehingga konstipasi
feses menjadi lebih padat serta Planning:
mengurangi kehilangan cairan Komunikasi
akibat diare dengan perawat
Indikasi: Anti diare, meredakan untuk monitoring
gejala kram perut akibat diare. eso.
Dosis: 2 tab setiap diare.
ESO: Flatulence, mual,
konstipasi

nebul combivent Nebul Combivent 4x/jam METO: Keluhan


4x/jam (28/2/20 – 02/03/2020) sesak dan batuk
Mekanisme: fenoterol berkurang
HBr→bronkodilator (agonis MESO: Gejala
selektif β-2 adrenergic→ iritasi
melemaskan otot-otot di sekitar tenggorokan,
saluran pernafasan yang mulut kering,
menyempit. diare.
Ipratropium Bromida→antagonis Planning:
muskarinik→efek Komunikasi
antikolinergik→mencegah dengan perawat
interaksi antara asetilkolin dengan untuk monitoring
reseptor muskarinik pada sel otot eso.
polos bronkus →dilatasi pada
saluran bronkus.
Indikasi: Mencegah dan
mengontrol gejala dari sesak napas
atau mengi (wheezing) yang
disebabkan oleh penyakit jantung.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 635
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis: 3-4 kali sehari 1 ampul


ESO: Sakit kepala, iritasi
tenggorokan, mulut kering, diare.

N-Acetylsistein 3x200mg
Pasien
Minggu, N-Acetylsistein (01/03/2020 – 02/03/2020) METO: Keluhan
mengeluh sesak
01 Maret nafas, batuk 3x200mg Indikasi: Anti mukolitik, sesak dan batuk
berdahak dan
2020 – mengencerkan dahak. berdahak
nyeri dada
Senin, 02 Mekanisme: Gugus sulfidril berkurang
Maret bebasnya dapat mengurangi ikatan MESO: Gejala
2020 disulfida pada lendir pernapasan mual dan muntah.
sehingga menurunkan kekentalan Planning:
dahak. Komunikasi
Dosis: 600 mg per hari sebagai dengan perawat
dosis tunggal, atau dibagi menjadi untuk monitoring
tiga dosis. eso
ESO: Gangguan pencernaan
seperti mual dan muntah.

Captopril 3x6,25mg (01/03/2020


Captopril – 02/03/2020) METO: Keluhan
3x6,25mg Indikasi: Mencegah sesak dan nyeri
pembengkakan (remodelling) dada berkurang
jantung kiri setelah infark miokard MESO: Gejala
dan gagal jantung kongestif. batuk kering yang
Mekanisme: Menghambat mengganggu
Angiotensin Converting Enzyme Planning:
atau ACEI→menurunkan reaksi Komunikasi
pada kadar plasma angiotensin I dengan perawat
menjadi angiotensin II dan untuk monitoring
aldosterone eso
Dosis: 6,25-12,5 mg dikonsumsi
3 kali sehari
ESO: Batuk kering.

ISDN 2x5mg (01/03/20


ISDN 2x5mg 02/03/2020) METO: Keluhan
Indikasi: Pencegahan dan sesak dan nyeri
pengobatan angina pektoris yang dada berkurang
disebabkan penyakit jantung MESO: Gejala
coroner. kemerahan dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 636
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mekanisme: Di dalam tubuh hipotensi saat


Isosorbid dinitrat dikonversi bangkit dari duduk
menjadi Isosorbid Mononitrat → Planning:
vasodilator → meningkatkan Komunikasi
aliran darah dan oksigen ke dengan perawat
jantung dan mengurangi beban untuk monitoring
kerja jantung. eso
Dosis: Angina akut→ 5-15 mg
setiap 2-3 jam, maksimal
240mg/hari.
ESO: Sakit kepala, kemerahan,
hipotensi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 637
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Pneumonia CAP + TB Paru + Ascites
Dt Suspect Peritonitis TB

(27 Februari – 05 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 638
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Pneumonia CAP + TB Paru +


Ascites Dt Suspect Peritonitis TB ”

di Instalasi Rawat Inap 1 Kegawatan HCU Paru

Oleh:
Sub-kelompok IRNA 1 Kegawatan HCU
(27 Februari – 5 Maret 2020)

1. Anisah Riza Safana, S. Farm (051913143057)


2. M. Rasyid Hibatullah, S. Farm (051913143062)
3. Diah Ayu Retanti, S. Farm (051913143067)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 639
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Pneumonia CAP + TB Paru +


Ascites Dt Suspect Peritonitis TB ”

di Instalasi Rawat Inap I HCU Paru

Oleh:
Kelompok IRNA I Kegawatan
(27 Februari – 05 Maret 2020)

1. Anisah Riza Safana, S. Farm (051913143057)


2. M. Rasyid Hibatullah, S. Farm (051913143062)
3. Diah Ayu Retanti, S. Farm (051913143067)

Disetujui Oleh:
Pembimbing Klinis
Apoteker Penanggung Jawab Pasien
IRNA I Kegawatan
HCU Paru

ACC by WA 26/03/2020
ACC by WA 21/03/2020

Jainuri Erik Pratama M.Farm.Klin., Apt


Rizky Fitri Fauzia, S. Farm., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 640
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Pneumonia CAP


1.1.1. Definisi
Pneumonia adalah infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat
disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit (Depkes
RI, 2005). Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi
berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Istilah pneumonia
lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan
penyebabnya yang tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk
proses non infeksi. Bila proses infeksi teratasi, terjadi resolusi dan biasanya struktur
paru normal kembali. Namun pada pneumonia nekrotikans yang disebabkan antara
lain oleh staphylococcus atau kuman gram negatif terbentuk jaringan parut atau
fibrosis (Dahlan, 2009).
Pneumonia Komunitas (PK) atau Community Acquired Pneumonia-CAP
adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar rumah sakit, sedangkan
Pneumonia Nosokomial adalah pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih setelah
dirawat di RS, baik di ruang rawat umum ataupun ICU tetapi tidak sedang memakai
ventilator. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi
setelah 48–72 jam atau lebih setelah intubasi trakeal. Pada Healthare-Associated
Pneumonia (HCAP) termasuk pasien yang dirawat oleh perawatan akut di rumah
sakit selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal
dirumah perawatan (nursing home atau long-term care facility), mendapat
antibiotik intravena, kemoterapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari proses
infeksi ataupun datang ke klinik rumah sakit atau klinik hemodialisa (DiPiro et al.,
2015).
Klasifikasi pneumonia berdasarkan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia terdiri dari Community Acquired Pneumonia (CAP), pneumonia
nosokomial, dan pneumonia aspirasi. Pneumonia aspirasi adalah pneumonia yang
diakibatkan aspirasi secret oropharyngeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 641
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

biasa didapat pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan
gangguan refleks menelan (Depkes RI, 2005).
1.1.2. Etiologi
Pneumonia adalah keadaan inflamasi pada paru yang disebabkan karena
infeksi. Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri aerob dominan penyebab
dari CAP. Bakteri aerob lain yang umumnya menyebabkan CAP adalah H.
influenza dan M. Catarrhalis (Chisholm-Burns, et al, 2016).
Tabel 1.1 Etiologi pada Berbagai Jenis Pneumonia
CAP Nosokomial Aspirasi
S. pneumoniae (75%) Bakteri basil aerob Bakteri anaerob yang
Penyebab bakteri umum gram negatif, patogen paling umum
lainnya: M. pneumoniae, spesies S. Aureus, dan MDR. mengikuti aspirasi
Legionella, C. pneumoniae, H. kotor dari isi lambung
influenzae dsb. atau orofaring.

Risiko MDR karena patogen :


P. aeruginosa, spesies
Acinetobacter, dan
Staphylococcus aureus resisten
methicillin (MRSA).
(Sumber: Depkes RI, 2005)
Adapun faktor risiko dari pneumonia yaitu usia lebih dari 65 tahun atau
anak-anak, merokok, mengonsumsi alkohol, diabetes mellitus, penyakit kronis
kardiovaskular, paru, ginjal, dan/atau hati, adanya penyakit paru yang menyertai,
infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus, splenektomi (Pneumococcal
Pneumonia), obstruksi bronchial, immunocompromise atau mendapat obat
immunosupressive seperti kortikosteroid, dan perubahan kesadaran (predisposisi
untuk pneumonia aspirasi).
1.1.3. Patofisiologi
Sistem pertahanan saluran pernafasan atas dan bawah serta anatomi dari
saluran nafas manusia berfungsi untuk mencegah terjadinya infeksi di saluran nafas.
Pertahanan bagian atas terdiri dari mukosilia di nasofaring, rambut halus, bakteri
flora normal, IgA, dan komplemen. Sedangkan pertahanan bagian bawah terdiri
dari mukosilia trakea dan bronkus, antibodi (IgA, IgM, dan IgG), komplemen, dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 642
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

makrofag di alveolus. Selain itu adanya lapisan mukus yang melapisi sel di saluran
nafas juga dapat mencegah serangan dari bakteri (Chisholm-Burns, et al, 2016).
Partikel dengan ukuran lebih dari 10 mikron tidak dapat masuk ke saluran
nafas dan akan terjebak dengan adanya mekanisme saluran nafas atas dan akan
keluar melalui nasofaring. Sementara itu, mukosilia alveolus dan bronkus mampu
untuk mengeliminasi partikel dengan ukuran 2-10 mikron. Sementara partikel
dengan ukuran 0,5-1 mikron dapat mencapai alveolar, dan apabila partikel tersebut
merupakan bakteri, maka bakteri tersebut akan menginfeksi alveolar sac. Infeksi
akan muncul apabila makrofag di alveolur dan sistem pertahanan tubuh lainnya
gagal melawan serangan bakteri tersebut (Chisholm-Burns, et al, 2016). Tidak
hanya melalui partikel yang terhirup, namun mikroorganisme juga dapat masuk
melalui aliran darah dari luar paru atau aspirasi isi orofaring. Bakteri akan merusak
fungsi makrofag alveolar dan pembersihan mukosiliar, sehingga aktivitas
pembersihan pada paru dapat ditekan (DiPiro et al., 2015).
1.1.4. Penatalaksanaan Terapi
Gejala pneumonia diantaranya yaitu demam, menggigil, dispnea, batuk
produktif, batuk dengan dahak ataupun batuk dengan darah, dan nyeri dada.
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan tanda-tanda takipnea, takikardia, retraksi
dinding dada, pernafasan mendengkur, ataupun radang inspirasi selama ekspansi
paru. Selain itu dapat ditunjukkan pula dari hasil radiografi dada yang menunjukkan
lobus padat atau infiltrat segmental. Pemeriksaan laboratorium untuk pasien
pneumonia menunjukkan kondisi leukositosis dengan peningkatan jumlah yang
dominan dari sel PMN (polymorphonuclear) dan menunjukkan rendahnya saturasi
oksigen pada gas darah arteri (DiPiro et al., 2015).
Prioritas pertama pada penilaian pasien dengan pneumonia adalah
mengevaluasi kecukupan fungsi pernapasan dan untuk menentukan apakah ada
tanda-tanda penyakit sistemik, khususnya dehidrasi, atau sepsis yang dapat
mengakibatkan kolaps. Perawatan suportif pasien dengan pneumonia meliputi
penggunaan oksigen yang dilembabkan untuk hipoksemia, resusitasi cairan,
pemberian bronkodilator (salbutamol) ketika adanya bronkospasme, dan fisioterapi
dada dengan drainase postural jika ada bukti sekret yang tertahan. Terapi tambahan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 643
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

penting termasuk hidrasi yang adekuat (dengan rute IV jika perlu), dukungan nutrisi
yang optimal, dan pengendalian demam (DiPiro et al., 2015)..
Pengobatan pneumonia diawali dengan pemberian antibiotik empiris
spektrum luas yang efektif terhadap kemungkinan patogen setelah kultur dan
spesimen yang tepat untuk evaluasi laboratorium telah diperoleh. Setelah itu, terapi
harus dipersempit untuk mencakup patogen tertentu setelah hasil kultur diketahui.
Pilihan antibiotik empiris yang tepat untuk pengobatan pneumonia CAP sebagai
berikut.
Tabel 1.2 Antibiotik Empiris Pneumonia CAP
Kondisi Klinis Patogen Umum Antibiotik Empiris
S. pneumoniae, H. Fluoroquinolone (ciprofloxacin,
influenzae, M. levofloxacin, moxifloxacin) or
Non-ICU pneumoniae, C. β-lactam + macrolide (eritromisis,
pneumoniae, Legionella klaritromisin, azitromisin)/
sp. tetrasiklin
S. pneumoniae, S. aureus, β-Lactam + macrolide/
Legionella sp., gram- fluoroquinolone
negative bacilli, H.
influenzae
If P. aeruginosa suspected Piperacillin/tazobactam or
meropenem or cefepime
+ fluoroquinolone/AMG/
ICU
azithromycin; or β-lactam
+ AMG + azithromycin/
respiratory fluoroquinolone
If MRSA suspected Above + vancomycin or
linezolid
Virus Oseltamivir or zanamivir ±
antibiotics for 2° infection
(Sumber : DiPiro et al., 2015)

Pemilihan antibiotik empiris untuk pneumonia CAP berdasarkan PPAM


(panduan penggunaan antimikroba) profilaksis dan terapi RSUD dr. Saiful Anwar
sebagai berikut.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 644
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.1. Antibiotik Empiris Pneumonia CAP berdasarkan PPAM RSSA


(Sumber: RSSA, 2017)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 645
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2. TB Paru
1.2.1. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. TB dapat menghasilkan infesi laten tersembunyi atau
penyakit aktif yang progresif. Secara mendunia 2 miliar orang terinfeksi dan sekitar
2 juta orang meninggal karena TB tiap tahunnya. TB ditularkan dari orang ke orang
melalui batuk atau bersin, kontak dengan pasien TB berkemungkinan besar akan
terinfeksi. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenani
organ tubuh lainnya (DiPiro et al., 2015).
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari
satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang
datang ke sarana pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis langsung (Kemenkes RI, 2009).
1.2.2. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang ramping dengan dinding sel
yang berlilin. M. tuberculosis tidak spesifik dengan perwarnaan gram, tetapi
spesifik dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen atau fluorochrome. Dengan
menggunakan pewarnaan Ziehl-Neelsen yang menggunakan carbol-fuschin
menghasilkan mycobacterium tuberculosis akan mempertahankan warna merah
setelah pembilasan menggunakan alkohol-asam sehingga disebut sebagai bakteri
tahan asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis tumbuh lambat, untuk tumbuh 2
kali lipat jumlah awal Mycobacterium tuberculosis memerlukan waktu 20 jam, hal
ini lambat jika dibandingkan dengan bakteri gram positif dan gram negative yang
berlipat ganda setiap 30 menit (Namdar et al., 2017).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 646
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2.3. Patofisiologi
Mycobacterium tuberculosis yang telah berhasil menginfek paru-paru akan
tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular. Serangkaian reaksi imunologis
bakteri TB paru akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling
bakteri oleh sel paru. Mekanisme ini membuat TB paru menjadi dormant (istirahat).
Sistem imun tubuh merespon dengan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrophil dan
makrofag) menelan banyak bakteri sehingga menghancurkan basil dan jaringan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli
menyebabkan bronkopneumonia. Gumpalan basil yang masih hidup setelah proses
ini disebut sebagai granulomas. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa
dan sentralnya disebut sebagai tuberkel ghon. Tuberkel ghon dapat mengalami
klasifikasi, membentuk skar kolagenosa (Darlina, 2011).
1.2.4. Penatalaksanaan Terapi
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Kemenkes RI, 2009).
Tabel 1.3 Jenis Obat Anti Tuberkulosis

Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:


- OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan
OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT)
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 647
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan


langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
- Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan
lanjutan.
Tahap awal (intensif) merupakan tahap dimana pasien mendapat obat setiap
hari dan perlu diawasi secara langsung intuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia:
a. Kategori-1
OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien baru TB paru BTA positif
- Pasien TB paru BTA negative foto toraks positif
- Pasien TB ekstra paru

b. Kategori-2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 648
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk


streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan.
- Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yakni dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7 mL sehingga menjadi 4 mL (1 mL = 250 mg).

1.3. Ascites dt Suspect Peritonitis TB


1.3.1. Definisi
Ascites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum.
Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum dapat terjadi melalui 2
mekanisme dasar yakni transudasi dan eksudasi. Ascites yang ada hubunga nnya
dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu contoh penimbunan cairan
di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi. Ascites
merupakan tanda prognosis yang kurang baik pada beberapa penyakit. Infeksi pada
cairan ascites akan lebih memperberat perjalanan penyakit dasarnya oleh karena itu
asites harus dikelola dengan baik (Sudoyo dkk., 2009). Menurut terminologi, kata
“ascites” diambil dari bahasa Yunani “askos” yang berarti kantung. Ascites terkait
dengan berbagai komplikasi termasuk spontaneous bacterial peritonitis, hepato-
hydrothorax dan hepatorenal syndrome (Moore dan Thiel, 2013).

Tuberkulosis peritonitis merupakan suatu peradangan pada peritoneum


parietal atau viseral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 649
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

terlihat pada penyakit ini sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat sistem
gastrointestinial, mesenterium, dan organ genitalia interna (Sutadi, 2003).

1.3.2. Etiologi
Sebagian besar gejala klinis Tuberkulosis peritonitis memperlihatkan gejala
yang non-spesifik dan perjalanan klinis yang lambat, dan sulit dibedakan dengan
penyakit intraabdominal lainnya sehingga cukup rumit untuk menegakkan
diagnosis. Gejala klinis sangat bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul
perlahan-lahan sampai berbulan-bulan sehingga sering penderita tidak menyadari
keadaan ini. Gejala klinis paling umumyang terjadi adanya nyeri perut yang tidak
diketahui penyebabnya, penurunan berat badan, demam, ascites perut, distensi
perut, massa perut, dan nyeri perut (Huang et al, 2014).

1.3.3. Patofisiologi
Patogenesis Tuberkulosis peritonitis didahului oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis yang menyebar secara hematogen ke organ-organ di luar paru
termasuk peritoneum. Dengan perjalanan waktu dan menurunnya daya tahan tubuh
dapat mengakibatkan terjadinya Tuberkulosis peritonitis. Cara lain adalah dengan
penjalaran langsung dari kelenjar mesenterika atau dari tuberkulosis usus. Pada
peritoneum terjadi tuberkel dengan massa perkijuan yang dapat membentuk satu
kesatuan (konfluen). Pada perkembangan selanjutnya dapat terjadi penggumpalan
atau pembentukan nodul tuberkulosis pada omentum di daerah epigastrium dan
melekat pada organ-organ abdomen dan lapisan viseral maupun parietal sehingga
dapat menyebabkan obstruksi usus dan pada akhirnya dapat mengakibatkan
tuberkulosis peritonitis. Selain itu, kelenjar limfe yang terinfeksi dapat membesar
yang menyebabkan penekanan pada vena porta yang mengakibatkan pelebaran
vena dinding abdomen dan asites (Lazarus dan Thilagar, 2007). Terjadinya
Tuberkulosis peritonitis melalui beberapa cara, yaitu :

1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru

2. Melalui dinding usus yang terinfeksi

3. Dari kelenjar limfe mesenterium

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 650
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

4. Melalui tuba fallopi yang terinfeksi

Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritonitis terjadi bukan sebagai akibat


penyebaran perkontinuitatum tapi sering karena reaktivasi proses laten yang terjadi
pada peritonieum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer
terdahulu (infeksi laten “dorman infection”). Seperti diketahui lesi tuberkulosa bisa
mengalami supresi dan menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten dimana ia bisa
menetap laten selama hidup namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi 3
tuberkulosa pada setiap saat. Jika organisme interseluler tadi mulai bermultiplikasi
secara cepat (Lazarus dan Thilagar, 2007). Terdapat 3 bentuk peritonitis
tuberkulosa, yaitu :

1. Bentuk eksudatif

Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang
banyak, gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada
bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-
kecil berwarna putih kekuning-kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum
atau pada alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum. Disamping partikel
yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar sampai sebesar kacang
tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum berupa kongesti
pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel dan
peritoneum sehingga merubah dinding perut menjadi tegang, Cairan asites
kadang-kadang bercampur darah dan terlihat kemerahan sehingga
mencurigakan kemungkinan adanya keganasan. Omentum dapat terkena
sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti benjolan tumor (Lazarus dan
Thilagar, 2007).

2. Bentuk adhesive

Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak
dibentuk. Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang
luas antara usus dan peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor,
kadangkadang terbentuk fistel. Hal ini disebabkan karena adanya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 651
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

perlengketanperlengketan. Kadangkadang terbentuk fistel, hal ini disebabkan


karena perlengketan dinding usus dan peritoneum parintel kemudian timbul
proses necrosis. Bentuk ini sering menimbulkan keadaan ileus obstruksi .
Tuberkel-tuberkel biasanya lebih besar (Lazarus dan Thilagar, 2007).

3. Bentuk campuran

Bentuk ini kadang-kaadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi


melalui proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan
dalam kantong-kantong perlengketan tersebut. Beberapa penulis menganggap
bahwa 4 pembagian ini lebih bersifat untuk melihat tingkat penyakit, dimana
pada mulanya terjadi bentuk exudatif dan kemudian bentuk adhesive.
Pemberian hispatologi jaringan biopsy peritoneum akan memperlihatkan
jaringan granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia
langerhans, dan pengkejutan umumnya ditemukan (Lazarus dan Thilagar,
2007).

1.3.4. Penatalaksanaan Terapi


Pada dasarnya pengobatan sama dengan pengobatan tuberkulosis paru,
obat-obat seperti : Streptomisin, Isoniazid, Etambutol, Rifampicin dan Pirazinamid
memberikan hasil yang baik, dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan pengobatan
dan lamanya pengobatan biasanya mencapai sembilan bulan sampai 18 bulan atau
lebih (Murwaningrum et al., 2016).

Untuk pengobatan Tuberkulosis pada organ lain, seperti TB perironitis ini,


lama pengobatan dapat diberikan 9-12 bulan. Panduan OAT yang diberikan adalah
2RHZE/7-10 RH. Rifampisin dan Isoniazid diberikan selama 12 bulan, sedangkan
pirazinamid selama 2 bulan pertama. Kortikosteroid diberikan 1-2mg/kgBB selama
1-2 minggu pertama. Kortikosteroid dapat mengurangi perlengketan peradangan
dan mengurangi terjadinya ascites. Dan juga terbukti bahwa kortikosteroid dapat
mengurangi angka kesakitan dan kematian,namun pemberian kortikosteroid ini
harus dicegah pada daerah endemis dimana terjadi resistensi terhadap

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 652
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mycobacterium tuberculosis. Pada keadaan obstruksi usus karena perlengketan


perlu dilakukan tindakan operasi (Murwaningrum et al., 2016).
Tabel 1.4 Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis Primer

Tabel 1.5 Dosis Obat Anti Tuberkulosis kombinasi dosis tetap

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 653
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN

2.1 Data Pasien


Nama Pasien : JH
Umur Pasien : 26 tahun
Alamat : Malang
Diagnosis Awal : Pneumonia CAP + TB Paru on OAT Lanjutan
Diagnosis Akhir : Pneumonia CAP + TB Paru on OAT Lanjutan + Ascites dt
Suspect Peritonitis TB + Sepsis
MRS : 23 Februari 2020
Meninggal : 28 Februari 2020
Alasan MRS : Sesak nafas sejak 2 minggu sebelum MRS, batuk, demam,
keringat dingin, perut membesar sejak 1 bulan.
Status Pasien : JKN
Riwayat Penyakit : TB Paru
Riwayat Pengobatan : OAT FDC, Vitamin B6
Alergi : tidak ada

2.2 Data Klinik


Parameter Nilai normal (23/02) (24/02) (25/02) (26/02) (27/02)
Suhu (ºC) 36-37 36 36,6 36 36 37,4
Nadi (x/menit) 80 116 88 116 116 112
RR (x/menit) 20 28 18 30 24 29
TD (mmHg) 120/80 130/75 110/80 110/90 100/80 110/70

Parameter (23/02) (24/02) (25/02) (26/02) (27/02)


Kesadaran / 456 456 456 456 222
GCS 211
111
Sesak ++++ ++++ ++ ++ ++++
Batuk ++ ++ - - -

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 654
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3 Data laboratorium pasien


Parameter Nilai Normal 23/2 24/2 25/2 26/2
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4-15,1 14,30 12,70
Eritrosit (RBC) 4,0-5,0 4,76 4,24
Leukosit (WBC) 4,7-11,3 103/µL 8,75 11,69
Hematokrit (PCV) 38-42% 43,80 40,30
Trombosit (PLT) 142-424 103/µL 203 209
MCV 80-93 FL 92,0 95,0
MCH 27-31 Pg 30,0 30,0
MCHC 32-36 g/dL 32,60 31,50
RDW 11,5-14,5% 14,60 14,40
PDW 9-13 10,6 14,6
MPV 7,2-11,1 9,9 11,2
P-LCR 15,0-25,0 23,3 33,9
PCT 0,150-0,400 0,20 0,23
HITUNG JENIS
Eosinofil 11,4-15,1 0,5 0,1
Basofil 4,0-5,0 0,3 0,2
Neutrofil 4,7-11,3 103/µL 76,7 87,1
Limfosit 38-42% 15,8 7,1
Monosit 142-424 103/µL 6,7 5,5
Eosinofil Absolut 80-93 FL 0,04 0,01
Basofil Absolut 27-31 Pg 0,03 0,02
Neutrofil Absolut 32-36 g/dL 6,71 10,19
Limfosit Absolut 11,5-14,5% 1,38 0,83
Monosit Absolut 9-13 0,59 0,64
Immature Granulosit (%) 7,2-11,1 0,70 2,10
Immature Granulosit 15,0-25,0 0,06 0,24
ELEKTROLIT

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 655
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Natrium/Na 135-145 mmol/L 135 137


Potasium/K 3,5-5,0 mmol/L 4,97 4,55
Chloride/Cl 98-106 mmol/L 94 94
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dL 21,8
Kreatinin 0,7-1,5 mg/dL 0,65
2
eGFR … mL/menit/1,73 m 122,58
BLOOD GAS ANALYSIS
Suhu 36,0-37,0 37,0 37,0 37,0 37,0
Hb 11,4-15,1 14,0 12,7 14,0 12,9
pH 7,35-7,45 7,39 7,33 7,17 7,23
pCO2 35-45 61,2 62,4 119,7 114,9
pO2 80-100 65,8 30,8 67,5 163,0
HCO3 21-28 37,5 32,9 44,0 49,0
O2 Saturate >95% 91,6 52,1 85,9 98,9
Base Excess (-)3-(+)3 12,3 6,7 15,3 21,3
FAAL HATI
SGOT/AST 11-41 U/L 77
SGPT/ALT 10-41 U/L 73
Albumin 3,5-5,0 g/dL 3,84
Bilirubin Total <1,0 mg/dL 0,98
Bilirubin Direct <0,25 mg/dL 0,67
Bilirubin Indirect <0,75 mg/dL 0,31
ANTI HIV
Rapid Test 1 Non
reactive

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 656
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4 Profil terapi pasien


No. Nama Obat Rute Dosis 24/2 25/2 26/2 27/2
1 Oksigen NRBM 10 lpm V V V V
2 NaCl 0,9% IVFD 14 tpm V V V V
3 Ranitidin IV 2x50 mg V V V V
4 NAC PO 3x200 mg V V V V
5 OAT 2 FDC PO 1x 2 tab - V - V
6 Vitamin B6 PO 1x25 mg V V V V
7 Curcuma PO 3x1 tab V V V V
8 Nebul Combivent inhalasi 4x1 V V V V
9 Nebul Pulmicort inhalasi 4x1 V V V V
10 Methyl Prednisolon IV 2x31,25 mg V V V V
11 Aminophilin IVFD 240 mg dalam - - V V
500 cc infus NS
0,9% habis
dalam 12 jam
12 Ceftriaxon IV 2x1 g V V V //
13 Levofloxacin IV 1x750 mg V V V V
14 Meropenem IV 3x1 g - - - V

2.5. Drug related problem pasien

Rifampisin berinteraksi dengan pulmicort dan aminofilin. Rifampisin dapat


menurunkan aktivitas nebul pulmicort dan aminofilin.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 657
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien memiliki keluhan sesak nafas sejak 2 minggu setelah
MRS, batuk, demam, keringat dingin, serta perut membesar sudah 1 bulan. Pasien
memiliki riwayat penyakit TB paru dengan riwayat pengobatan OAT FDC lanjutan
kategori 1 dan vitamin B6. Pasien didiagnosa Pneumonia CAP, TB Paru on OAT
lanjutan kategori 1 serta Ascites dt suspect peritonitis TB.
Diagnosis oleh dokter terkait pneumonia CAP didukung dengan gejala yang
dialami pasien yaitu demam tiba-tiba, panas dingin, dan batuk produktif. Selain itu
pasien juga merasakan nyeri dada dan sesak nafas. Pasien juga memiliki faktor
risiko seperti adanya penyakit paru yang menyertai. Pemeriksaan fisik
menunjukkan nilai nadi diatas normal (takikardia). Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan kondisi leukositosis dan rendahnya saturasi oksigen.
Terapi yang diberikan untuk kondisi pneumonia CAP pada pasien rawat
inap intensif yaitu kombinasi antibiotik levofloxacin 1 x 750 mg dan seftriakson IV
2 x 1 gram. Pemberian antibiotik seftriakson merupakan antibiotik lini pertama
untuk beberapa infeksi salah satunya CAP (Telles et al., 2019). Kemudian
levofloxacin dengan dosis 1 x 750 mg telah menunjukkan efek terapi pada pasien
pneumonia CAP yang ditunjukkan pada pemeriksaan suhu badan dan hasil sputum
(Shorr et al., 2006). Pemberian terapi antibiotik empiris tersebut telah sesuai dengan
PPAM RSUD dr. Saiful Anwar. Kemudian pada hari ke-4 seftriakson diganti
dengan meropenem yaitu antibiotik empiris yang diberikan pada pasien pneumonia
CAP rawat inap intensif yang berrisiko terinfeksi kuman ESBL (Extended-
Spectrum Beta-Lactamases). Hal ini didukung dengan data laboratorium pasien
yang menunjukkan peningkatan tanda infeksi seperti data leukosit diatas nilai
normal dan peningkatan nilai neutrofil. Selain itu juga penurunan jumlah eosinofil
dan monosit yang menunjukkan kondisi stres dan penggunaan obat golongan
steroid. Namun tidak ada data hasil kultur pasien (Kemenkes RI, 2011).
Perawatan suportif pasien dengan penggunaan oksigen, pemberian cairan
NaCl 0,9%, dan pemberian bronkodilator (salbutamol) ketika adanya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 658
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

bronkospasme. Pemberian bronkodilator pada pasien dengan nebul combivent yang


mengandung kombinasi salbutamol (1 mg/ml) dan ipratropium bromida (200
µg/ml). Pemberian kombinasi ipratropium-salbutamol dibandingkan dengan
monoterapi salbutamol dapat meningkatkan efek bronkodilatasi akut untuk
pengobatan gejala pada pasien (Donohue et al., 2016). Selain itu pasien juga
mendapatkan terapi aminofilin untuk kondisi sesak nafas dan bronkospasme yang
diderita pasien.
Pasien juga mendapatkan terapi nebul pulmicort yang mengandung
budesonide sebagai profilaksis asma yang telah menunjukkan efektivitasnya dalam
penelitian sebelumnya, menurunkan asma pada pasien mengki dan ronki (Volovitz,
2006). Selain itu pasien juga mendapatkan metilprednisolon yang merupakan terapi
tambahan pada pneumonia CAP yang memberikan efek antiinflamasi pada
pneumonitis. Pasien juga mendapatkan N-asetylsistein yang memberikan efek
mukolitik.
Diagnosis selanjutnya yang didapat pasien adalah TB Paru lanjutan. Tahap
lanjutan dari pengobatan TB adalah dimana pasien mendapatkan jenis obat yang
lebih sedikit tetapi pemakaian dalam waktu yang lebih lama, tapat lanjutan pentung
untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Terapi TB paru fase lanjutan pasien akan mendapatkan OAT lanjutan
kategori 1 yakni, 4H3R3 yang berarti pasien menjalani pengobatan Isoniazid dan
Rifamfisin setiap 3 kali seminggu selama 4 bulan atau 16 minggu. Berdasarkan
berat badan pasien maka regimen terapi yang didapatkan adalah 2 tablet 2FDC.
Penggunaan OAT dapat menyebabkan Drug Induced Liver Injury (DILI)
yang merusak hati sehingga dibutuhkan obat yang berfungsi sebagai
hepatoprotektor. Curcuma dapat mencegah hepatotoksisitas secara signifikan dan
meningkatkan hasil pengobatan serta kepatuhan pasien tanpa toksisitas atau efek
samping (Adharyu, 2008).
Isoniazid induced neuropathy dapat terjadi pada pasien TB dewasa yang
berasal dari kekurangan piridoksin aktif biologis. Kekurangan ini terjadi karena
pembentukan hidrazon dari kombinasi isoniazid dan piridoksin, hidrazon akan
dieksresikan dalam urin. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian 10 mg piridoksin

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 659
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

(Vit. B6) tiap pemberian 100 mg Isoniazid dapat mencegah potensi manifestasi
klinis dan subklinis dari defisiensi piridoksin. Pemberian piridoksin tidak akan
mengganggu aksi antituberculosis dari isoniazid (Mandel, 1959)
Diagnosis selanjutnya yang didapat pasien adalah ascites dt suspect
peritonitis TB didukung dengan gejala yang dialami pasien, yaitu perut membesar.
USG abdomen dilakukan untuk menganalisis cairan SAAG (Serum ascites albumin
gradien) namun dibatalkan karena kondisi pasien tidak stabil. Pengambilan cairan
ascites telah dilakukan dan sedang menunggu hasil yang akan digunakan sebagai
data penunjang untuk menganalisis penyebab ascites tersebut. Terapi ascites secara
farmakologi tidak diberikan karena menunggu hasil apakah ascites yang terjadi
pada pasien disebabkan oleh peritonitis TB. Jika diagnosa peritonitis TB sudah
tegak maka terapi yang diberikan yaitu OAT FDC seperti pada TB paru dengan
lama pengobatan dapat diberikan 9-12 bulan. Panduan OAT yang diberikan adalah
2RHZE/7-10 RH. Rifampisin dan Isoniazid diberikan selama 12 bulan, sedangkan
pirazinamid selama 2 bulan pertama. Kortikosteroid diberikan 1-2mg/kgBB selama
1-2 minggu pertama. Kortikosteroid dapat mengurangi perlengketan peradangan
dan mengurangi terjadinya ascites.
Berdasarkan terapi yang diberikan dokter kepada pasien adapun DRP (drug
related problem) yang dapat terjadi yaitu adanya interaksi antara rifampisin dengan
nebul pulmicort dan aminofilin. Rifampisin dapat menurunkan aktivitas nebul
pulmicort dan aminofilin. Oleh karena itu, diperlukan monitoring efektivitas terapi
bronkospasme dan sesak yang diderita pasien dengan pemberian nebul pulmicort
dan aminofilin.
Asuhan kefarmasian yang diberikan oleh apoteker pada kasus ini yaitu
menyampaikan kepada perawat bahwa pemberian obat TB paru pada fase lanjutan
harus rutin, kemudian memastikan perawat paham penggunaan nebulizer pada
pasien. Apoteker juga menyampaikan kepada perawat untuk memonitoring data
laboratorium seperti hematologi, blood gas analysis, elektrolit, dan sebagainya
yang dapat mendukung kondisi pasien dengan menunjukkan efektivitas terapi
ataupun memonitoring adanya efek samping obat yang terjadi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 660
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pada tanggal 23 Februari 2020, pasien dinyatakan meninggal karena


respiratory failure yang disebabkan karena pneumonia CAP dan kondisi sepsis
pada pasien.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 661
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN

1. Terdapat beberapa DRP sebagai berikut


• Rifampisin dapat menurunkan aktivitas nebul pulmicort dan aminofilin
• OAT dapat menginduksi hepatotoksisitas sehingga digunakan curcuma
sebagai hepatoprotektor
• Isoniazid dapat menginduksi neuropati dari defisiensi piridoksin sehingga
pasien diberikan piridoksin
2. Asuhan kefarmasian dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
• Menyampaikan kepada perawat bahwa pemberian obat TB paru harus rutin.
• Memastikan perawat paham penggunaan nebulizer pada pasien.
• Menyampaikan kepada perawat untuk memonitoring data laboratorium
yang mendukung kondisi pasien.
3. Pasien meninggal dikarenakan respiratory failure yang merupakan akibat dari
pneumonia CAP dan kondisi sepsis.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 662
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

________2009, Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Kementrian


Kesehatan RI.
Adharyu, Meghna R. Reddy, Narsimha M. Vakharia, Basker C. 2008. Prevention
of hepatotoxicity due to anti tuberculosis treatment: A novel integrative
approach. Department of Biosceinces, South Gujarat University.
Chisholm-Burns, M., Schwinghammer, T., Wells, B., Malone, P., Kolesar, J. and
DiPiro, J. 2016. Pharmacotherapy principles & practice. 4th ed. United States:
McGraw-Hill Education.
Dahlan Z, 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Indonesia
Darlina, Devi. 2011. Manajemen Pasien Tuberculosis Paru. Jurnal PSIK-FK
Unisyiah
Departemen Kesehatan RI, 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook, 9th., McGraw-Hill Education Companies,
Inggris
Donohue, James F., Robert Wise, William W. Busse, Sandra Garfinkel, Valentina
B. Zubek, Mo Ghafouri, Raymond C. Manuel, Rozsa Schlenker-Herceg dan
Eugene R. Bleecker, 2016, Efficacy and safety of ipratropium
bromide/albuterol compared with albuterol in patients with moderate-to-
severe asthma: a randomized controlled trial. BMC Pulmonary Medicine,
2016, 16:65
Hirlan. 2009. Asites. Dalam : Sudoyo, Aru W., Setyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, Marcellus K., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi kelima, Jilid I. Jakarta: Interna Publishing, p.674-676.

Huang, L. L., Xia, H. H. X., & Zhu, S. L. (2014). Ascitic fluid analysis in the
differential diagnosis of ascites: focus on cirrhotic ascites. Journal of clinical
and translational hepatology, 2(1), 58.
Kemenkes RI, 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta : Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
Lazarus, AA., Thilagar,B. 2007. Abdominal Tuberculosis. United States
Government. Dis Mon ;53:32-38
Mandel, William. 1959. Pyridoxine and the Isoniazid-Induced Neuropathy.
Department of Mdicine, University of California.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 663
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Moore, C. M., Van Thiel, D. H. 2013. Cirrhotic ascites review: Pathophysiology,


diagnosis and management. World Journal of Hepatology, 5 (5), p. 251– 263.
Murwaningrum, A., Abdullah, M., & Makmun, D. (2016). Pendekatan Diagnosis
dan Tatalaksana Tuberkulosis Intestinal. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia, 3(3), 165-173.
Namdar, Rocsanna. Lauzardo, Michael. Peloquin, Charles A. in : Dipiro, Joseph T.
Talbert, Robert L. Yee, Gray C. Matzke, Gary R. Wells, Barbara G. Posey,
L. Michael. 2017. Pharmacotheraphy: A Pathophysiologic Approach.
McGrawHill.
Shorr, Andrew F., Mohammed M. Khashab, Jim X. Xiang, Alan M. Tenneberg,
James B. Kahn, 2006. Levofloxacin 750 mg for 5 days for the treatment of
hospitalized fine risk class III/IV community-acquired pneumonia patients
Sutadi,Maryani.S. 2003. Tuberkulosis Peritoneal. Fakultas Kedokteran Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara
Telles, João Paulo, Juliette Cieslinski, Juliano Gasparetto dan Felipe Francisco
Tuon, 2019. Efficacy of Ceftriaxone 1 g daily Versus 2 g daily for The
Treatment of Community-Acquired Pneumonia: A Systematic Review with
Meta-Analysis. Expert Review of Anti-infective Therapy
Volovitz, Benjamin, 2006. Inhaled Budesonide in the Management of Acute
Worsenings and Exacerbations of Asthma: A Review of the Evidence. Respir
Med, 101 (4), 685-695

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 664
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN

SOAP HARIAN
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
HARI/
TINDAKAN/PERKEMBANGAN KLINIK/MASALAH
TANGGAL
S O A P
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
Senin, Sesak TTV (24/02/2020) OKSIGEN
Batuk Suhu = 36,6oC
24 Februari 2020 – Indikasi : Hipoksemia, non farmakologi CAP
Nadi=88 x/menit
RR = 18 x/menit – Dosis untuk pasien: 10 lpm
TD=110/80 mmHg

Hasil lab: NaCl 0,9%


Neutrofi :76,4 ↑
– Indikasi : sebagai hidrasi dan pemberian NaCl dalam keadaan Monitoring: nilai Na
Limfosit : 15,8 ↓
defisiensi (hiponatremia), pemeliharaan status cairan dan elektrolit MESO : hipernatremi
SGOT : 77 ↑
dalam kondisi kehilangan cairan berlebih (kelebihan diuresis atau
SGPT :73 ↑
pembatasan garam yang berlebih).
pCO2 : 61,2 ↑
– Dosis untuk pasien: 0,9% 14 tpm
pO2 : 65,8 ↓
– ESO : ketidakseimbangan elektrolit (kelebihan natrium).
HCO3 : 37,5 ↑
O2 saturate: 52,1 ↓
CEFTRIAXON
– Indikasi : antibiotik CAP Monitoring TTV, jumlah leukosit,
– Dosis literatur: By IV Inf/ IV inj/ deep IM. Dewasa 1-2 g sekali/hari, 2 neutrofil, basofil
Terapi :
g untuk HAP dan kasus akut. MESO : diare ringan, anemia
- O2 NRBM 10 lpm
– Dosis untuk pasien: IV 2x1 g (sesuai)
- NaCl 0,9% IVFD 10 tpm
– Mekanisme : menghambat sintesis dinding bakteri
- Ceftriaxone IV 2x1 g

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 665
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Levofloxacin IV 1x750 – ESO : diare ringan (sering), anemia, gangguan koagulasi (tidak sering),
mg bronkospasma, glikosuria, oedema (sangat jarang)
- Nebul Pulmicort 4x1 – Interaksi : -
- Nebul combivent 4x1
- NAC PO 3x200 mg LEVOFLOXACIN Monitoring TTV, jumlah leukosit,
- Methylprednisolon IV – Indikasi : antibiotik CAP neutrofil, basofil
2x31,25 mg – Dosis : PO → 500 mg 1-2 kali sehari untuk 7-14 hari. IV inf → 500 MESO : mual, muntah, diare
- OAT 2 FDC PO 1x2 tab mg 1-2 kali sehari diberikan selama 60 menit
- Vitamin B6 1x25 mg – Dosis untuk pasien: 1x750 mg (sesuai)
- Curcuma PO 3x1 tab – Mekanisme : bakterisidal aktif pada gram negatif, sedikit aktif pada
- Ranitidin IV 2x50 mg psedomonas dan gram positif
– ESO : mual, muntah, diare ringan, nyeri kepala (sering) paranoid
(jarang)
– Interaksi : -
Dosis kombinasi Ceftriaxon + Levofloxacin telah sesuai dengan
PPAM RSSA th 2017

Nebul Pulmicort Monitoring sesak


– Indikasi : antiinflamasi lokal MESO : osteoporosis, lemah otot
– Dosis literatur: budesonide (glukokortikoid) melalui suspensi inhalasi,
dewasa dosis awal 1–2 mg 2xsehari, kemudian dikurangi hingga 0.5–1
mg 2xsehari
– Dosis yang diberikan :4x1

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 666
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

– Mekanisme: menghambat pelepasan bermacam-macam sitokin. Dapat


mempertahankan atau meningkatkan glukosa darah melalui penurunan
penggunaan glukosa perifer dan peningkatan glukoneogenesis.
– ESO : osteoporosis dan fraktur spontan, kelemahan otot
– Interaksi : Rifampicin dapat menurunkan aktivitas kortikosteroid
dengan meningkatkan metabolismenya (moderate study).
– DRP : Interaksi Obat Monitoring sesak
MESO : gangguan GIT dan tenggorokan
Nebul Combivent
– Indikasi : Bronchospasm pada chronic obstructive pulmonary disease
– Dosis Literatur : ipratropium bromide 200 microgram per 1 ml,
salbutamol (salbutamol sulfate) 1 mg per 1 ml. melalui inhalasi larutan
nebul, dosis dewasa: 0.5/2.5 mg 3–4 x/hari
– Mekanisme: salbutamol merupakan simpatomimetik direct-acting
dengan aktivitas beta-adrenergik dan selektif pada β2 reseptor.
Ipratopium bromide merupakan antagonis asetilkolin dengan memblok
reseptor kolinergik muskarinik, sehingga dapat menurunkan produksi
cGMP. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kontraksi pada otot
polos.
– ESO : gangguan GIT dan tenggorokan (sering terjadi) Monitoring sesak
– Interaksi : - MESO : bronkospasme, hipertensi,
angioedema
N-Asetylsistein
– Indikasi : mukolitik

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 667
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

– Dosis Literatur:PO → dosis lazim 600 mg/hari sebagai single dose atau
dosis terbagi 3
– Dosis yang diberikan : 3x200mg (sesuai)
– Mekanisme : mukolitik yang dapat menurunkan kekentalan sekret
dengan memecah ikatan disulfida pada mukoprotein Monitoring sesak
– ESO : bronkospasme, angioedema, hipertensi, mual, muntah MESO : delusi, depresi, diare
– Interaksi : -

Methylprednisolon
– Indikasi : sebagai antiinflamasi pada pneumonitis.
– Mekanisme: menghambat ekspresi dan berbagai aksi dari sitokin yang
terlibat dalam respon inflamasi yang terkait dengan pneumonia
– Dosis: IV 30 mg tiap 12 jam selama 5 hari
– Interaksi: - Monitoring nilai SGOT, SGPT
– Efek Samping Obat : delusi, depresi, diare, dislipidemia, withdrawal MESO :mual, muntah, gangguan hati
syndrome (frekuensi tidak diketahui)

OAT 2 FDC (150 mg Rifampisin/150 mg Isoniazid)


– Indikasi : pengobatan TB paru fase lanjutan
– Mekanisme :
• Rifampisin: Menghambat pertumbuhan berbagai bakteri gram (+)
dan gram (-), dengan cara menghambat DNA-dependent RNA
polymerase dari mikobakteria dan menekan mula trbntuknya rantai
dlm sintesis RNA.
• Isoniazid: antibakteri yang bersifat tuberkulostatik

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 668
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

– Dosis : 4(HR)3, 2 tablet 2FDC tiga kali seminggu selama 16 minggu


– Interaksi : Obat yang berpengaruh terhadap induksi enzim-enzim hati
– ESO : Anoreksia, mual, muntah, sakit perut, cairan tubuh beruha MESO : pusing, mual
merah (urin, saliva, keringat), sindroma influenza, gangguan fungsi
hati.

VITAMIN B6
– Indikasi : profilaksis dan terapi isoniazid induced neuropathy
– Mekanisme : mencegah kekurangan piridoksin, yang dikarenakan
pembentukan hidrazon yang di eksresi melalui urin.
– Dosis literatur : profilaksis : 10-20 mg/hari, terapi : 50 mg 3x/hari
– Dosis yang diberikan : 25 mg/hari
– Efek Samping Obat : neuritis perifer, overdosis dapat menginduksi Monitoring nilai SGPT, SGOT
efek toksik.
– Interaksi : -

CURCUMA
– Indikasi : hepatoprotektor untuk OAT induced hepatotoxicity
– Mekanisme : menekan produksi superoksida oleh makrofag,
memberikan efek antiinflmasi kuat yang menghambat terbentuknya
nekrosis sel.
– Dosis yang diberikan : 3x1 tab
– ESO : - Monitoring keluhan mual, muntah
– Interaksi : - MESO : depresi tulang, bradikardi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 669
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

RANITIDIN
– Indikasi : Pencegahan dan mengatasi peptic ulcer
– Mekanisme : memblok H2 yang terdapat di lambung, SSP, dan
pembuluh darah, sehingga sekresi asam lambung terhambat
– Dosis litelatur : 50 mg setiap 6 jam
– Dosis yang diberikan : 2 dd 50 mg
– ESO : depresi sumsum tulang, bradikardia, dyskinesia, pandangan
kabur (jarang)
– Interaksi : -

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 670
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


HARI/
TINDAKAN/PERKEMBANGAN KLINIK/MASALAH
TANGGAL
S O A P
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
Selasa, Sesak TTV
Suhu = 36oC
25 Februari 2020 – Terapi dilanjutkan
Nadi=116 x/menit
RR = 30 x/menit
TD=110/90 mmHg

O2 saturate: 85,9 ↓

Terapi :
- O2 NRBM 10 lpm
- NaCl 0,9% IVFD 10 tpm
- Ceftriaxone IV 2x1 g
- Levofloxacin IV 1x750
mg
- Nebul Pulmicort 4x1
- Nebul combivent 4x1
- NAC PO 3x200 mg
- Methylprednisolon IV
2x31,25 mg
- OAT 2 FDC PO 1x2 tab
- Vitamin B6 1x25 mg
- Curcuma PO 3x1 tab
- Ranitidin IV 2x50 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 671
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


HARI/
TINDAKAN/PERKEMBANGAN KLINIK/MASALAH
TANGGAL
S O A P
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
Rabu, Sesak TTV
Suhu = 36oC
26 Februari 2020 – Terapi dilanjutkan
Nadi=116 x/menit
RR = 24 x/menit
TD=100/80 mmHg
AMINOFILIN Monitoring keluhan sesak
Hasil lab : – Indikasi : bronkospasme berat akut MESO : palpitasi, mual
Neutrofil : 87,1 ↑
– Dosis literatur: dewasa: 250–500 mg (max. per dose 5 mg/kg), diikuti
Limfosit : 7,1 ↓
dengan intravenous infusion (BNF, 2020)
– Diberikan melalui injeksi perlahan atau infus. 250-500 mg aminofilin
diberikan IV perlahan 20 sampai 30 menit diikuti dengan 500 µg/kg per
Terapi :
jam (Martindale 38th, 2014)
- O2 NRBM 10 lpm
– Dosis yang diberikan :240 mg dalam 500 cc infus NS 0,9% habis dalam
- NaCl 0,9% IVFD 10 tpm
12 jam (sesuai)
- Ceftriaxone IV 2x1 g
– Mekanisme : melemaskan otot polos bronkial, meredakan
- Levofloxacin IV 1x750
bronkospasme, dan memiliki efek stimulan pada pernafasan. Bekerja
mg
menghambat PDE3 dan PDE4, dan aktivasi HDAC.
- Nebul Pulmicort 4x1
– ESO : nyeri kepala, mual, palpitasi, seizure (sering terjadi ketika
- Nebul combivent 4x1
diberikan IV infus terlalu cepat)
- NAC PO 3x200 mg
– Interaksi : Rifampicin dapat menurunkan aktivitas aminofilin
- Methylprednisolon IV
– DRP : Interaksi Obat
2x31,25 mg
- OAT 2 FDC PO 1x2 tab
- Vitamin B6 PO 1x25 mg
- Curcuma PO 3x1 tab

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 672
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Ranitidin IV 2x50 mg
- Aminofilin IVFD 240 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 673
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


HARI/
TINDAKAN/PERKEMBANGAN KLINIK/MASALAH
TANGGAL
S O A P
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
Kamis, Sesak TTV
Suhu = 37,4oC
27 Februari 2020 – Terapi dilanjutkan
Nadi=112x/menit
RR = 29 x/menit
TD=110/70 mmHg
MEROPENEM Monitoring TTV, jumlah leukosit,
Hasil lab : Aerobic and anaerobic Gram-positive and Gram-negative infections neutrofil, basofil
Neutrofil : 87,1 ↑
| Hospital-acquired septicaemia MESO : mual, muntah, nyeri perut dan
Limfosit : 7,1 ↓
▶ BY IV inf/inj, dewasa: 0.5–1 g every 8 hours kepala
Mekanisme : golongan antibiotik betalaktam dengan spektrum luas (gram
+, -, anaerob). Aktivitas baik melawan pseudomonas aeruginosa, tidak
Terapi :
aktif pada MRSA dan enterococcus faecium
- O2 NRBM 10 lpm
Dosis yang diberikan : 3 x 1 g (sesuai dengan dosis kondisi sepsis)
- NaCl 0,9% IVFD 10 tpm
ESO : nyeri perut, diare, nyeri kepala, inflamasi, mual, muntah
- Levofloxacin IV 1x750
Interaksi : -
mg
- Nebul Pulmicort 4x1
- Nebul combivent 4x1
- NAC PO 3x200 mg
- Methylprednisolon IV
2x31,25 mg
- OAT 2 FDC PO 1x2 tab
- Vitamin B6 PO 1x25 mg
- Curcuma PO 3x1 tab
- Ranitidin IV 2x50 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 674
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Aminofilin IVFD 240 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 675
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


dengan Hematemesis Melena +
Cirrhosis Hepatic Child Pugh B +
Diabetes Melitus Tipe 2

(06 Maret – 12 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 676
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien dengan Hematemesis Melena


+ Cirrhosis Hepatic Child Pugh B + Diabetes Melitus Tipe 2“

di Instalasi Rawat Inap 1 Kegawatan Ruang 26 IPD

Oleh:
Sub-kelompok 2 IRNA 1 Kegawatan Ruang 26 IPD
(06 Maret – 12 Maret 2020)

1. Diyah Pujiastuti, S. Farm (051913143155)


2. Rosa Iftia Elfadiana, S. Farm (051913143158)
3. Alfi Wahyu P., S. Farm (051913143181)
4. Sonia Marthalia S., S. Farm (051913143172)
5. Livia Primarahayu, S. Farm (192211101067)
6. Siti Horimatul F., S. Farm (192211101069)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 677
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Analisis Kefarmasian pada Pasien dengan Hematemesis Melena +


Cirrhosis Hepatic Child Pugh B + Diabetes Melitus Tipe 2“

di Instalasi Rawat Inap 1 Kegawatan Ruang 26 IPD

Oleh:
Sub-kelompok 2 IRNA 1 Kegawatan Ruang 26 IPD
(06 Maret – 12 Maret 2020)
1. Diyah Pujiastuti, S. Farm (051913143155)
2. Rosa Iftia Elfadiana, S. Farm (051913143158)
3. Alfi Wahyu P., S. Farm (051913143181)
4. Sonia Marthalia S., S. Farm (051913143172)
5. Livia Primarahayu, S. Farm (192211101067)
6. Siti Horimatul F., S. Farm (192211101069)

Disetujui oleh :
Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis
IRNA 1 Ruang 26 IRNA 1

ACC by WA 23/03/2020 ACC by WA 23/03/2020

Jainuri Erik P., M. Farm.klin., Apt. Jainuri Erik P., M. Farm.klin., Apt.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 678
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Sirosis Hepatik


1.1.1 Definisi
Sirosis hepatik merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis,
disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul hepatosit.
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat, dan regenerasi nodul. Distorsi struktur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat
penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. Penyakit ini merupakan stadium
terakhir dari penyakit hati kronis yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati
dan bentuk hati yang normal yang disertai terjadinya penekanan pada pembuluh
darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang mengakibatkan hipertensi
portal (Lee, 2010).

1.1.2 Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatik sebenarnya bermacam-macam, meski kadang
tidak diketahui dengan jelas apa penyebabnya. Hasil penelitian di Indonesia
menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus
hepatitis C sebesar 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan
termasuk kelompok virus bukan B dan C (Sudoyo, 2006). Sebuah penelitian di
Pakistan menunjukkan bahwa 85,5% pasien sirosis hati memiliki bukti riwayat
pernah terinfeksi virus hepatitis B dan virus hepatitis C (Khan, 2009). Alkohol
sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena
belum ada datanya (Sudoyo, 2006).
Menurut Paul Starr dan Raines (2011) Ada beberapa faktor risiko yang dapat
memicu terjadinya sirosis hepatik
• Infestasi parasit (schistosomiasis)
• Penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier
• Penyakit hati bawaan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 679
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Penyakit metabolik seperti Wilson’s disease


• Kondisi inflamasi kronis (sarcoidosis)
• Efek toksisitas obat (methotrexate, parasetamol, amiodarone, isoniazid,
metildopa, oxyphenisatin, dan vitamin A)
• Kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan
Gejala yang ditimbulkan dari sirosis, antara lain kelelahan atau rasa lelah,
tubuh menjadi lemah, gatal-gatal, kehilangan selera makan, penurunan berat badan,
mual atau muntah, pembuluh darah berbentuk seperti laba-laba yang disebut spider
angiomas pada kulit, dan jaundice yang merupakan suatu kondisi yang
menyebabkan kulit dan putih mata menjadi kuning (American Liver Foundation,
2014). Gejala lain juga terjadi asimtomatik, hepatomegali, splenomegali, pruritus,
palmar eritema, hiperpigmentasi, ginekomastia, mengurangi libido, efusi pleura,
kesulitan pernafasan, malaise, anoreksia, dan ensefalopati (Dipiro &
Schiwinghammer, 2015).

1.1.3 Klasifikasi
Cara menilai tingkat keparahan sirosis hepatik adalah dengan menggunakan
Child-Turcotte-Pugh Score. Sistem klasifikasi ini menggunakan kombinasi temuan
fisik dan laboratorium untuk menilai dan menentukan tingkat keparahan sirosis.
Sistem klasifikasi kerusakan hati dengan Child-Pugh dapat dilihat pada Table 1.1.
Tabel 1.1 Penilaian kerusakan hati dengan skor Child-Turcotte-Pugh (Guha dan
Iredale, 2007)

Score 1 2 3
Albumin >3,5 3,5-2,8 <2,8
Bilirubin <2 2-3 >3
Ascites Absent Mild-Moderate Severe/Refractory
HE Absent Mild (I-II) Severe (III-IV)
PT Prolongation <4 sec (<1,7) 4-6 sec (1,7-2,3) >6 sec (>2,3)

Keterangan:
Child class A: 5-6 = shunt surgery

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 680
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Child class B: 7-9 = shunt or TIPS


Child class C: 10-15 = TIPS or liver transplant

1.1.4 Patofisiologi
Sirosis merupakan keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatis yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodul degeneratif (Suryadarma & Saskara,
2012). Transisi dari penyakit hati kronis menjadi sirosis melibatkan peradangan
inti, yang kemudian menjadi fibrogenesis, angiogenesis, dan lesi pada parenkim
hati yang menyebabkan oklusi pembuluh darah. Proses ini mengubah sel secara
mikrovaskuler, ditandai dengan remodeling sinusoidal (deposisi matriks
ekstraseluler dari poliferasi aktif sel stelata yang dihasilkan dari kapilarisasi
sinusoid hepatik), perubahan bentuk intra hepatik (dikarenakan angiogenesis dari
rusaknya sel parenkim) dan disfungsi sel endotel hati (Tsochatzis dkk., 2014).
Tahapan sirosis hati dapat dilihat pada Gambar 1.1
Disfungsi ini disebabkan belum terbentuknya vasodilator, yang terpenting
yaitu oksida nitrat. Pelepasan oksida nitrat dihambat oleh rendahnya aktivitas
endotel sintetase oksida nitrat (sebagai hasil belum memadai protein kinase B
dependent fosforilasi, kurangnya kofaktor, karena stress oksidatif, dan tingginya
konsentrasi inhibitor endogen oksida nitrat), secara bersamaan peningkatan
vasokonstriktor (terutama stimulasi adrenergik dan tromboksan A2, tetapi juga
aktivasi sistem renin angiotensin, hormon antidiuretik, dan endotelin) (Tsochatzis
dkk., 2014).

Gambar 1.1 Tahapan sirosis hati

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 681
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pada sirosis, protein plasma seperti albumin dapat mengalami penurunan


sehingga menimbulkan edema dan asites karena hilangnya fungsi penting hati yaitu
kemampuannya untuk mensintesis asam amino tertentu dan mensintesis senyawa
penting lainnya dari asam amino (Guyton, 2006).
1.1.5 Manifestasi Klinis
Komplikasi utama dari sirosis meliputi ascites, spontaneous bacterial
peritonitis (SBP), encephalopathy hepatic, hipertensi portal, perdarahan variceal,
dan sindrom hepatorenal. Adapun beberapa komplikasi yang terjadi, diantaranya:
a. Asites
Asites merupakan akibat dari akumulasi cairan getah bening didalam
ruang peritoneal. Asites merupakan komplikasi utama pada sirosis. Hipertensi
portal berat dan insufisiensi hepatik menyebabkan vasodilatasi arteri
splanchnic dan menurunkan resistensi periferal. Hasil dari hipotensi sistemik
tersebut menyebabkan aktivitas dari sistem syaraf simpatis dan sistem renin-
angiotensin-aldosteron (RAAS), yang menyebabkan peningkatan retensi
sodium dan air sertapeningkatan produksi vasokonstriktor. Kenaikan resitensi
pembuluh darah menyebabkan pelepasan vasokontriktor. Sebaliknya
pembuluh darah splanikus mengalami vasodilatasi dan menyebabkan aliran
darah cepat dari arteri menuju hati dan organ splanik lainnya. Tekanan
hidrostatik meningkat menyebabkan permeabilitas tinggi sehingga terjadi
produksi getah bening yang berlebihan dan mengakibatkan kebocoran. Cairan
bocor terakumulasi dalam rongga perut, membentuk asites (Dipiro dkk., 2015).
Skema patofisiologi asites pada sirosis hati dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 682
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.2 Skema patogenesis ascites (Dipiro dkk., 2015).

b. Hipertensi Portal dan Varises


Hipertensi portal dikarakteristikkan sebagai peningkatan gradien antara vena
portal dan tekanan vena pusat. Peningkatan gardien yaitu diatas 12 mmHg.
Disebabkan oleh kerusakan jaringan hepar, dimana aliran darah yang seharusnya
ada di hepar jadi ada di sinusoidal, sehingga terjadi kerusakan hepatosit. Terjadinya
kerusakan sinusoidal dapat merubah struktur hepar sehingga aliran darah sulit untuk
masuk dan terjadi hipertensi. Selain itu disebabkan oleh kerusakan vena porta
(obstruksi). Hipertensi portal akan menyebabkan terjadinya varises pada saluran
cerna. Apabila tekanan portal >12 mmHg dari tekanan vena kava maka beresiko
terhadap pecahnya varises. Pendarahan pada varises akan menyebabkan kematian
(DiPiro dkk., 2015).
c. Hepatic Encephalopathy
Hepatic Encephalopathy merupakan gangguan sistem saraf pusat dengan
berbagai gejala neuropskiatrik, berhubungan dengan insufisiensi hati dan gagal hati.
Gejala HE dianggap akibat terjadinya penumpukkan senyawa nitrogen yang berasal
dari saluran cerna di sirkulasi sistemik sebagai konsekuensi penurunan fungsi hati.
Pasien yang menderita HE ini akan merasakan gangguan pada system
neurologiknya seperti gangguan kesadaran atau kelainan mental dimana dapat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 683
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dideteksi dengan test psikologi sampai ke koma. Hal ini juga berhubungan dengan
gagal ginjal fulminan akut.
d. SBP (Spontaneous Bacteria Peritonitis)
SBP adalah infeksi spontan pada cairan asites tanpa adanya sumber infeksi atau
inflamasi yang jelas dari intra abdomen. Bakteri usus gram negatif merupakan
penyebab hampir semua kasus SBP (terutama Escherichia coli dan klebsiella).
Sirosis dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari bakteri di usus. Defisiensi
pada sistem retikoendotel pada pasien sirosis dapat menyebabkan bakteri tidak
dibersihkan dari sistem sirkulasi, sehingga akhirnya terjadi kolonisasi pada cairan
asites. Kolonisasi tersebut juga didukung oleh tingginya kadar protein pada cairan
asites sehingga menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Aktivitas
antimikroba endogen berkurang atau bahkan tidak ada pada pasien dengan asites
protein rendah, dan jika sistem imun gagal menghancurkan bakteri, bakterasites
(kultur dari cairan asites positif tapi jumlah PMN <250 sel/mm3) bisa berkembang
menjadi SBP (kultur positif dan PMN = 250 sel/mm3).

1.5 Hematemesis-Melena
1.5.1 Definisi
Hematemesis adalah muntah darah yang disebabkan karena adanya
pendarahan pada saluran cerna bagian atas dan melena adalah BAB hitam yang juga
disebabkan karena pendarahan pada saluran cerna bagian atas (Dipiro dkk., 2015)

1.5.2 Patofisiologi
Penyebab dari Hematemesis Melena adalah hipertensi portal. Hipertensi
portal merupakan peningkatan tekanan dalam sistem portal yang berada di atas nilai
normal. Karena peningkatan tekanan pada sistem portal, maka menyebabkan
peningkatan resistensi vaskular intrahepatik dan terjadi peningkatan tekanan vena
porta. Tekanan vena porta yang tinggi menyebabkan terjadinya varises pada seluruh
bagian GI tract atau yang paling sering terjadi adalah varises esofagus. Tekanan
yang semakin tinggi dapat menyebabkan variceal bleeding (pendarahan pada

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 684
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

saluran cerna bagian atas). Manifestasi klinis dari pendarahan tersebut adalah
hematemesis (muntah darah) dan melena (BAB hitam) (Dipiro dkk., 2015).

1.5.3 Manajemen Terapi


a. Terapi Non Farmakologi
Terapi Non-Farmakologi pada pasien sirosis hepatik dengan dapat dimulai
dengan perubahan gaya hidup seperti :
• Segera menghentikan konsumsi alkohol.
• Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung protein, diantaranya
daging merah, seafood, telur, keju, kacang-kacangan, kedelai dan
olahannya.
• Mengurangi konsumsi garam
• Menghindari makan makanan cepat saji.dan berlemak.
• Terapi obat-obatan yang diterima harus dimonitoring secara ketat terutama
penggunaan obat-obatan yang menyebabkan hepatotoksik.
• Vaksinasi hepatitis A, hepatitis B.
b. Terapi Farmakologi
Menurut AASLD (2017), tujuan dari terapi pada sirosis hepatik adalah
mencegah terjadinya pendarahan, menurunkan tekanan vena porta dan apabila
sudah terjadi pendarahan maka perlu dicegah untuk terjadinya rebleeding.
Tatalaksana terapi dapat dilihat pada Gambar 1.3 dan Gambar 1.4.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 685
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.3 Tatalaksana terapi pada variceal bleeding AASLD (2017).

Gambar 1.4 Agen Vasoaktif yang digunakan pada terapi variceal bleeding

1.6 Diabetes Melitus


1.6.1 Definisi
Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit
atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,
lipid, dan protein sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 686
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dapat disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans
kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap
insulin.

1.6.2 Klasifikasi
Klasifikasi etiologi Diabetes mellitus menurut American Diabetes
Association, 2010 adalah sebagai berikut:
a. Diabetes tipe 1 (Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut) yang biasanya disebabkan karena autoimun atau idiopatik. Diabetes tipe
1 (Diabetes Insulin Dependent), lebih sering ternyata pada usia remaja. Lebih
dari 90% dari sel pankreas yang memproduksi insulin mengalami kerusakan
secara permanen.
b. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin
disertai defesiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin). Pada diabetes tipe 2 (Diabetes Non Insulin
Dependent), tidak ada kerusakan pada pankreas. Akan tetapi, tubuh tidak dapat
memasukkan insulin ke dalam sel sehingga kadar insulin menjadi tinggi di dalam
darah.
c. Diabetes tipe lain: Defek genetik fungsi sel beta, DNA mitokondria, defek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, diabetes mellitus gestasional

1.6.3 Etiologi dan Patofisiologi


Diabetes merupakan akibat dari suatu defisiensi relatif dari aksi insulin.
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh defisiensi insulin absolut, sedangkan diabetes tipe
2 disebabkan oleh adanya resistensi insulin dengan peningkatan sekresi insulin
yang tidak adekuat. Wanita yang menderita diabetes karena stres kehamilan
diklasifikasikan sebagai menderita diabetes gestasional. Tipe diabetes lainnya
disebabkan oleh infeksi, obat-obatan, endokrinopati, kerusakan pankreas, dan cacat
genetik (Dipiro dkk., 2015). Pankreas adalah kelenjar penghasil insulin yang
terletak di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk
seperti pula dalam peta, sehingga disebut dengan pulau-pulau Langerhans pankreas.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 687
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pulau-pulau ini berisi sel alpha yang menghasilkan hormon glukagon dan sel beta
yang menghasilkan hormon insulin. Kedua hormon ini bekerja secara berlawanan,
glukagon meningkatkan glukosa darah sedangkan insulin bekerja menurunkan
kadar glukosa darah (Schteingart, 2006). Insulin yang dihasilkan oleh sel beta
pankreas adalah reseptor yang menjadi pintu masuknya glukosa ke dalam sel.
Dengan bantuan GLUT-4 yang ada pada membran sel maka insulin dapat
menghantarkan glukosa masuk ke dalam sel. Kemudian di dalam sel tersebut
glukosa dimetabolisme menjadi ATP atau energi. Jika insulin tidak ada atau
berjumlah sedikit, maka glukosa tidak akan masuk ke dalam sel dan akan terus
berada di aliran darah yang akan mengakibatkan keadaan hiperglikemia (Sugondo,
2009).

1.6.4 Manajemen Terapi


c. Terapi Non Farmakologi
• Diet
Pada penderita diabetes melitus dianjurkan untuk mengurangi lemak
terutama lemak jenuh (hewan), memperbanyak konsumsi buah dan sayuran,
mengurangi konsumsi gula, makanan manis dan minuman bergula yang
dapat menyebabkan kadar glukosa darah meningkat dengan cepat. Selain itu
juga dianjurkan untuk mengurangi konsumsi garam karena asupan garam
yang tinggi dapat meningkatkan tekanan darah dan menghindari konsumsi
alkohol. Diet pada penderita diabetes melitus juga berfungsi untuk
memperoleh berat badan yang seimbang.
• Aktivitas Fisik
Latihan aerobik dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan kontrol
glikemik pada kebanyakan pasien dan dapat mengurangi faktor risiko
kardiovaskular (DiPiro dkk., 2017). Aktivitas fisik150 menit/minggu,
seperti jalan cepat bermanfaat bagi pasien prediabetes dan dapat
meningkatkan sensitivitas insulin (American Diabetes Association, 2018).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 688
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

d. Terapi Farmakologi
• Terapi obat antidiabetes oral
Obat-obat antidiabetes oral terutama ditujukan untuk membantu
penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat
sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat
keparahan penyakit dan kondisi pasien. Metformin monoterapi harus
dimulai pada diagnosis diabetes tipe 2 kecuali ada kontraindikasi.
Metformin efektif dan aman, tidak mahal, dan dapat mengurangi risiko
kejadian kardiovaskular dan kematian. Dibandingkan dengan sulfonilurea,
metformin sebagai terapi lini pertama memiliki efek menguntungkan pada
A1C, berat badan, dan mortalitas kardiovaskular. Metformin dapat
digunakan secara aman pada pasien dengan perkiraan laju filtrasi
glomerulus (eGFR) serendah 30 mL / menit / 1,73 m2. Pasien harus
disarankan untuk menghentikan pengobatan dalam kasus mual, muntah,
atau dehidrasi. Pada pasien dengan kontraindikasi atau intoleransi
metformin, pertimbangkan obat awal dari kelas lain. Ketika A1C sebesar
9% (75 mmol / mol), pertimbangkan untuk memulai terapi kombinasi ganda
untuk segera mencapai level A1C target. Tatalaksana terapi diabetes melitus
tipe 2 dapat dilihat pada Gambar 1.5
• Terapi Insulin
Pada prinsipnya, sekresi insulin dikendalikan oleh tubuh untuk
menstabilkan kadar gula darah. Insulin memiliki keuntungan menjadi
efektif di mana agen lain mungkin tidak dan harus dipertimbangkan sebagai
bagian dari rejimen kombinasi ketika hiperglikemia parah, terutama jika
terdapat katabolik (penurunan berat badan, ketosis). Pertimbangkan untuk
memulai terapi injeksi insulin kombinasi ketika glukosa darah adalah ≥ 300
mg / dL (16,7 mmol / L) atau A1C adalah ≥ 10% (86 mmol / mol) atau jika
pasien memiliki gejala hiperglikemia (yaitu, poliuria atau polydipsia).
Terapi insulin dapat dilihat pada Gambar 1.5

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 689
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.5 Tatalaksana terapi diabetes melitus tipe 2 (ADA, 2018)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 690
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.6 Tatalaksana terapi insulin (ADA, 2018)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 691
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN
2.1 Profil Pasien
Identitas Pasien
Nama/ Jenis kelamin : Ny. S
Umur/ BB/ TB : 65 thn/-kg/-cm
Alamat : Pakis, Malang
MRS/KRS : 05 Maret 2020/ -
Status pasien : JKN
Dokter : dr. Syifa Mustika, Sp. PD
Farmasis : Jainuri Erik P., M. Farm.klin., Apt
Alergi : Tidak ada
Keluhan utama : Muntah darah + BAB hitam
Riwayat penyakit saat ini : Pasien mengeluh muntah darah 3 hari yang lalu.
BAB hitam (+). Riwayat muntah darah dan BAB
hitam 2 kali. Saat ini sudah tidak muntah darah.
Mual (+) Muntah (+). Riwayat sakit kuning dan
perut membesar. DM sejak 3 tahun yang lalu dan
mengkonsumsi Apidra. Riwayat batuk,
penurunan BB, berkeringat saat malam. Rujukan
dari RS Swasta, dirawat 3 hari, diberi drip
Pantoprazole dan transfusi PRC 2 labu.

Riwayat pengobatan : Pengobatan dari IGD RS Saiful Anwar


(5 Maret 2020)
✓ Ocreotide (IV) 50 mcg/jam dalam NS 100
ml
✓ Omeprazole (IV) 2 dd 40 mg
✓ Metoklopramide (IV) 3 dd10 mg
✓ Ceftriaxone (IV) 1 dd 1 gram
✓ Lactulosse syr (PO) 3 dd 1
✓ Paracetamol (PO) 3 dd 500 mg

Diagnosa awal : Hematemesis Melena + Cirrhosis Hepatic Pugh


B
Diagnosa akhir : Hematemesis Melena + Cirrhosis Hepatic Pugh
B + Diabetes Mellitus Type 2

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 692
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2 Tanda-Tanda Vital


Tanggal
Nilai
Parameter 05 06 07 08 09
Normal
maret maret maret maret maret
Suhu 36 – 37 (° C) 36.7 36.6 36.0 36.3 36.5
80 – 85
Nadi 79 79 87 87 82
(x/menit)
Respiratory
20 (x/menit) 24 24 24 24 24
Rate (RR)
120/80
Tekanan Darah 110/70 110/70 103/65 103/65 110/70
mmHg
Saturasi O2 > 95 % 97 % 99.7% 98 % 98 % 98 %

Keterangan :
: Diatas normal
: Dibawah normal

2.3 Tanda-Tanda Klinis

Tanggal
Parameter
05 maret 06 maret 07 maret 08 maret 09 maret
Muntah darah + - - - -
Sesak + + + + +
BAB Hitam + + + + -

2.4 Data Laboratorium


Tanggal
Parameter Normal Value
05/3 07/3 08/3
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 7,90 6,70 7,40
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 2,94 2,51 2,74
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 10 /µL
3
2,84 2,79 2,65
Hematokrit (PCV) 38 – 42 % 24,00 21,30 22,80
Trombosit (PLT) 3
142 - 424 10 /µL 150 103 101
MCV 80 - 93 FL 81,60 84,90 83,20
MCH 27 - 31 Pg 26,90 26,70 27,00
MCHC 32 – 36 g/dL 32,90 31,50 32,50

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 693
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

RDW 11,5 -14,5 % 17,10 17,60 17,60


PDW 9 – 13 16,0 14,10 14,20
MPV 7,2 – 11,1 12,20 11,50 11,50
P-LCR 15,0 – 25,0 39,9 36,00 37,90
PCT 0,150 – 0,400 0,11 0,12 0,12
NRBC Absolut 0,00 0,01 0,02
NRBC Percent 0,00 0,4 0,8
HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 0,2
Basofil 0–1 0,4
Neutrofil 51 – 67 58,5
Limfosit 25 – 33 23,9
Monosit 2–5 13,0
Eosinofil Absolut 0,12
Basofil Absolut 0,01
Neutrofil Absolut 1,66
Limfosit Absolut 0,68
Monosit Absolut 0,16 - 1 0,37
Immature Granulosit (
0,40
%)
Immature Granulosit 0,01
FAAL HEMOSTATIS
PPT
Pasien 9,4 – 11, 3 detik
Kontrol 11,3
INR < 1,5 detik 1,09
APPT
Pasien 24,6 – 30,6 detik 27,90
Kontrol 22,0
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10 – 50 mg/dL 45,8
Creatinin 0,7 – 1,5 mg/dL 0,83
FAAL HATI
SGOT/AST 11 – 41 U/I 34
SGPT/ALT 10 – 41 U/I 16
Albumin 3,5 – 5,0 g/dL 2,20
Bilirubin Total < 1,0 mg/dl - 0,70
Bilirubin direct < 0,25 mg/dL - 0,26
Bilirubin indirect < 0,75 mg/dL - 0,44

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 694
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ELEKTROLIT
Natrium/ Na 135 – 145 mmol/l 138
Potasium/ K 3,5 – 5,0 mmol/l 3,81
Choride / Cl 98 – 106 mmol/l 118
METABOLISMEKARBOHIDRAT
Glukosa Sewaktu < 200 mg/dL 141 - 224
Glukosa Puasa 60 – 110 mg/dL 170

2.5 Profil Pengobatan Pasien

Profil Pengobatan Pasien Saat Masuk Rumah Sakit


Tanggal Pemberian Obat
(mulai MRS)
Obat Rute Dosis
05/03 06/03 07/03 09/03
Octreotide IV 50 mcg/jam ✓ - - -

Ceftriaxone IV 1 dd 1 gram ✓ ✓ ✓ ✓

Metoklopramide IV 3 dd 10 mg ✓ ✓ ✓ ✓

Lactulose PO 3 dd 30 cc ✓ ✓ ✓ ✓
Omeprazole IV 2 dd 40 mg ✓ - - -

Lansoprazole IV 2 dd 30 mg - ✓ ✓ ✓

Somatostatin IV 250 mcg/jam - ✓ - -

Lantus SC 0-0-20 IU ✓ ✓ 0-0-10 IU 0-0-10 IU

Novorapid SC 3 dd 6 IU ✓ ✓ 3 dd 4 IU 3 dd 4 IU

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 695
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN
Ny. S berusia 65 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar
pada tanggal 5 Maret 2020 dengan keluhan muntah darah dan BAB hitam sebanyak
2 kali selama 3 hari yang lalu. Pasien memiliki riwayat sakit kuning, batuk,
penurunan berat badan, keringat di malam hari dan perut membesar serta penyakit
diabetes mellitus sejak 3 tahun yang lalu dan sudah menggunakan terapi insulin
berupa apidra. Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit swasta dan telah diberi
terapi drip pantoprazole dan transfusi PRC 2 labu. Pasien MRS di ruang IGD dan
telah mendapatkan obat-obat seperti octreotide 50 mcg/jam (IV) dalam NS 500 mL,
omeprazole 2dd 40 mg (IV), metoclopramide 3dd10 mg (IV), dan ceftriaxone 1dd1
gram (IV), lactulose syr 3dd1 (PO), dan paracetamol 3dd500 mg (PO). Berdasarkan
hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien didiagnosa hematemesis melena
akibat variceal bleeding dan sirosis hepatic child pugh B akibat post necrotic
hepatitis C infection dan post necrotic non hepatitis b and C infection.
Sirosis hati post nekrotik adalah suatu kondisi sirosis ditandai dengan
nekrosis (kematian sel) akibat virus hepatitis. Kondisi kerusakan sel hepar yang
semakin memberat menyebabkan gangguan aliran darah pada sistem porta,
gangguan aliran darah tersebut menyebabkan terjadinya variceal bleeding
(pendarahan varises) pada saluran pencernaan.
Hematemesis dan melena (variceal bleeding) merupakan salah satu
manifestasi klinis pada akibat gangguan hemostasis pada pasien sirosis hepatik
(Amalina dkk., 2015). Kondisi ini disebabkan karena terjadinya hipertensi portal
yaitu peningkatan sebesar >5 mmHg antara tekanan portal dan tekanan vena sentral.
Melena ditandai dengan tinja yang berwarna hitam disebabkan oleh pendarahan
gastrointestinal akut. Berdasarkan hasil laboratorium, nilai Hb, eritrosit, trombosit,
dan hematokrit yang berada di bawah normal serta RDW yang berada diatas nilai
normal mengindikasikan terjadinya anemia. Kondisi anemia pasien disebabkan
karena hilangnya darah akibat perdarahan saluran cerna. Terapi untuk mengatasi
variceal bleeding pada pasien ini adalah menggunakan somatostatin (IV) bolus 250
mcg kemudian dilanjutkan dengan octreotide 50 mcg/jam (IV), somatostatin (IV)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 696
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

drip 250 mcg/jam serta lansoprazole (IV) 2 dd 30 mg, ceftriaxone 1 ddd 1 gram
(IV), serta metoclopramide 3 dd 10 mg (IV) sebagai terapi mual-muntah pada
hematemesis. Octreotide bekerja dengan cara mengurangi aliran darah ke sistem
portal dengan menyempitkan artirol splanknik dan secara signifikan mengurangi
tekanan intravariceal. Somatostatin menyebabkan vasokontriksi pada aliran darah
splanknik sehingga aliran darah dari sistem gastrointestinal yang seharusnya
dialirkan ke hati melalui vena porta dapat dialihkan ke bagian sirkulasi lain
sehingga dapat menurunkan hipertensi portal. Lansoprazole diberikan untuk
mencegah meningkatnya asam lambung dengan cara menghambat seluruh pompa
proton (H+, K+)-ATPase pada sel pariental lambung yang menstimulasi histamin,
gastrin, dan asetilkolin. Terapi lansoprazole ditujukan untuk mengatasi perdarahan
yang disebabkan oleh varises di daerah gaster atau terjadinya gastropati (Lacy dkk.,
2009). Pemberian antibiotik berupa ceftriaxone bertujuan sebagai profilaksis sirosis
dengan perdarahan varises. Ceftriaxone merupakan antibiotik spektrum luas yang
efektif untuk bakteri gram negatif dan bekerja dengan cara menghambat sintesis
dinding sel bakteri (peptidoglikan) (Lacy dkk., 2009). Metoclopramide digunakan
sebagai terapi mual-muntah pada kondisi hematemesis. Metoclopramide bekerja
dengan merangsang motilitas saluran pencernaan bagian atas dan mempercepat
peristaltik lambung tanpa merangsang sekresi lambung, bilier atau pankreas, yang
mengarah pada peningkatan pengosongan lambung dan waktu perpindahan
makanan menuju usus.
Manifestasi klinis lain pada sirosis hepatik yaitu terjadinya hapatik
ensepalopati sehingga perlu diberikan profilaksis berupa terapi lactulose. Lactulose
mengurangi penyerapan ion amonium dan senyawa nitrogen beracun lainnya
sehingga menyebabkan berkurangnya konsentrasi amonia darah. Oleh karena itu,
salah satu plan yang dapat dilakukan sebagai monitoring efektivitas terapi laktulosa
ialah dilakukannya pemeriksaan kadar amonia dalam darah.
Diabetes mellitus pada pasien Ny. S diterapi menggunakan insulin
novorapid dan lantus yang memiliki mekanisme kerja sama. Novorapid merupakan
insulin kerja cepat dengan onset 5-15 menit dengan durasi kerja 4-6 jam.
Penggunaan insulin kerja cepat bertujuan untuk mengendalikan gula darah sesudah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 697
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

makan sehingga digunakan sebelum konsumsi makanan. Sebaliknya, insulin lantus


merupakan insulin kerja panjang dengan onset 1-3 jam dan durasi kerja 12-24 jam
digunakan untuk mengendalikan gula darah basal/puasa. Mekanisme kerja insulin
dalam menurunkan gula darah yaitu dengan cara mengatur metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak dengan menghambat produksi glukosa dan lipolisis
hati serta meningkatkan pembuangan glukosa perifer. Kombinasi penggunaan dua
macam insulin ini bertujuan untuk mempercepat proses penurunan serta
mengendalikan gula darah berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam terapi yang diterima Ny. S adalah
masing-masing efek samping obat serta tanda-tanda klinis yang menunjukkan
efektivitas terapi. Selain itu, penting untuk menjaga pola hidup seperti menghindari
makanan berlemak dan istirahat yang cukup sebagai upaya pendukung terapi yang
diberikan.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 698
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengkajian terhadap terapi Ny. S (65 tahun), maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Terapi metoklopramid (IV) dengan dosis 3 dd 10 mg dilanjutkan hingga
hilangnya gejala mual dan muntah.
2. Terapi lactulose (PO) dengan dosis 3 dd 30 cc dapat dilanjutkan untuk mencegah
terjadinya ensephalopati hepatic dengan memantau kadar amonia dalam darah.
3. Terapi lansoprazole (IV) dengan dosis 2 dd 30 mg dapat dilanjutkan hingga
variceal bleeding yang dialami pasien membaik dengan memantau tanda-tanda
klinis seperti melena.
4. Terapi ceftriaxone (IV) dengan dosis 1 dd 1 g dapat dilanjutkan. Ceftriaxone
merupakan antibiotik yang digunakan sebagai profilaksis pada pasien sirosis
hepatik dengan variceal bleeding dan lama pemberian selama 7 hari.
5. Terapi lantus (SC) dengan dosis 0-0-10 IU dan novorapid (SC) dengan dosis 3
dd 4 IU dilanjutkan hingga tercapai target glukosa darah.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 699
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Amalina, H. A., R. Kriswiastiny, F. Kedokteran, dan U. Lampung. 2015.


Perdarahan saluran cerna bagian atas karena sirosis hepatis upper
gastrointestinal tract bleeding due to cirrhosis hepatis. 4:74–79.
American Diabetes Association. 2018. Standards of medical care in diabetes-2018.
Diabetes Care. 37(SUPPL.1):1–24.
Chaudhry, R., B. Singh, dan P. Subhas. 1997. Octreotide in gastroenterology.
Medical Journal Armed Forces India. 53(4):293–294.
DiPiro, joseph T., B. G. Wells, dan T. L. Schwinghammer. 2015.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Ninth Edition. 8. Laser
Focus World.
Garcia-Tsao, G., J. G. Abraldes, A. Berzigotti, dan J. Bosch. 2017. Portal
hypertensive bleeding in cirrhosis: risk stratification, diagnosis, and
management: 2016 practice guidance by the american association for the study
of liver diseases. Hepatology. 65(1):310–335.

Lacy, C. F., L. L. Armstrong, M. P. Goldman, dan L. L. Lance. 2009. Drug


Information Handbook, 17th Edition. Ohio: American Pharmacists
Association. 2009.
Sanchez-Jimenez, B., N. C. Chavez-Tapia, J. C. Jakobsen, D. Nikolova, dan C.
Gluud. 2018. Antibiotic prophylaxis versus placebo or no intervention for
people with cirrhosis and variceal bleeding. Cochrane Database of Systematic
Reviews. 2018(11)
Tripathi, D., A. J. Stanley, P. C. Hayes, D. Patch, C. Millson, H. Mehrzad, A.
Austin, J. W. Ferguson, S. P. Olliff, M. Hudson, dan J. M. Christie. 2015. Uk
guidelines on the management of variceal haemorrhage in cirrhotic patients.
Gut. 64(11):1680–1704.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 700
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAL HARIAN
Hari / S O A P
Tanggal
(Subjective) (Objective) (Assessment) (Plan)

5/3/2020 BAB hitam (+) Suhu : 36,7°C CEFTRIAXONE • METO :


Monitoring data lab
Muntah darah (+) Nadi : 79 x/menit• Indikasi : Antibiotik Empirik leukosit dan data
• Mekanisme : Generasi ketiga cephalosphorin dengan kultur bakteri.
TD : 110/70 mmHg broad-spectrume lebih mengarah bakteri gram negatif
• MESO :
yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding
sel bakteri (peptidoglikan) Monitoring Edema,
• Dosis literatur : 1-2 gram / hari. Max 4 gram/ hari mual, dan muntah
Data lab :
secara IV
Hb :7,40 • Dosis Px : 1 dd 1 gram IV
• ESO : Urtikaria, Mual, edema
Rbc : 2,74

WBC : 2,65

Hematokrit : 22,80

PLT : 101

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 701
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAKTULOSA • METO : Kadar amonia


dalam darah
• Mekanisme : Laktulosa bekerja dengan mengurangi pH • MESO : Monitoring
kolon dan mengganggu penyerapan mukosa glutamin kadar natrium dan
dalam usus sehingga dapat mengurangi sintesis dan keuhan mual, muntah
penyerapan amonia pasien.
• Indikas : Hepatic encephallophaty
• Dosis literatur : 15-30 ml kali sehari Peroral
• Dosis Px : 3 dd 30 ml Peroral
• ESO : Perut kembung, mual, muntah. Jangka panjang
menyebabkan hiponatremia

5/3/2020 Muntah darah, - Omeprazole Terapi diberikan saat


pasien di IGD. Terapi
Sesak Indikasi :tukak lambung diganti dengan
Mekanismekerja :proton pump inhibitor, menekan Lansoprazole
basal lambungdansekresiasam yang distimulasi dengan METO :
menghambat parietal sel
variecal bleeding
Dosis:1 x 20mg sehari selama 6-8jam dapatditingkatkan berkurang ditandai dengan
1 x 40mg BAB yang tidak lagi hitam
Dosis yang diberikan : 2 x 40 mg dan data hematologi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 702
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ESO :Pusing (7%), konstipasi (5%), diare (4%),


mual(4%), muntah(3%)
MESO :

pusing, konstipasi, diare,


mual dan muntah

Metoklopramide Terapi dilanjutkan

Indikasi :mengatasi mual dan muntah METO:

Mekanisme :merupakan agen prokinetik yang bekerja Keluhan mual muntah (-)
sebagai antagonis D2 dopamine reseptor serta
meningkatkan laju pengosongan lambung tanpa
mempengaruhi sekresi lambung, empedu dan pankreas MESO :
DosisLiteratur :3 x 10mg perhari ekstrapiramidal syndrome,
sakit kepala, pusing, diare
Dosis yang diberikan : IV 3 x 10mg perhari

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 703
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ESO :ekstrapiramidal syndrome, sakitkepala, pusing,


diare

Kamis, Muntah Darah (+) TTV: Octreotide IV 50 mcg/jam Octreotide


BAB hitam (+) ▪ Indikasi: Variceal bleeding Plan:
05 Maret Suhu: 36,7 ˚C ▪ Mekanisme: Octreotide mengurangi aliran darah ke Terapi hanya diberikan
2020 sistem portal dengan menyempitkan arteriol pada tanggal 05/03/2020
Nadi: 79 x/menit splanknik dan secara signifikan mengurangi tekanan saat pasien berada di IGD.
intravariceal (Chaudhry dkk., 1997) Terapi diganti dengan
TD: 110/70 mmHg ▪ Dosis: IV bolus: 25-50 mcg diikuti oleh drip 25-50 somatostatin drip 250
mcg/jam (DIH 17th ) mcg/jam
▪ ESO potensial: Nyeri perut, mual, dan diare Monitoring efektivitas:
Data Tanda-tanda variceal
bleeding seperti
Laboratorium:
hematemesis, melena
Hb: 7,4↓ Monitoring ESO:
Nyeri perut, mual, dan
diare

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 704
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

RBC: 2,74
Novorapid SC
WBC: 2,65
Plan:
Hematokrit: 22,80
Terapi dilanjutkan
PLT: 101 Novorapid SC
Monitoring efektivitas:
▪ Indikasi: Diabetes melitus tipe 2
▪ Mekanisme:menurunkan glukosa darah dengan Monitoring kadar gula
menstimulasi penyerapan glukosa perifer, terutama darah pasien.
oleh otot rangka dan lemak, dan menghambat glukosa
hepatic Monitoring ESO:
▪ Dosis literatur:10 unit/hari (atau 0,5-1 unit/kg/hari)
▪ Dosis pasien yang diberikan:3 x 6 unit (6/3/20) dan Hipoglikemia: Monitoring
3 x 4 unit (7/3/20) kadar gula darah .
▪ Interaksi obat:Tidak ada interaksi dengan obat lain
▪ ESO:hipoglikemia, hipokalemia Hipokalemia: monitoring
kadar kalium.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 705
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tidak ada 07/03 Lantus SC Monitoring efektivitas:

Glukosa (POCT): • Indikasi: Diabetes melitus tipe 2 Monitoring kadar gula


166 mg/dl • Mekanisme: Menurunkan glukosa darah dengan darah pasien.
menstimulasi penyerapan glukosa perifer, terutama oleh
otot rangka dan lemak, dan menghambat glukosa
hepatik.
08/03 • Dosis literatur: 0,2 unit/kg/hari) dan di-adjust sesuai Monitoring ESO:
data glukosa darah pasien
Glukosa (POCT) • Dosis pasien yang diberikan: 0-0-20 IU (6/3/20) dan Hipoglikemia: Monitoring
(7/3/20) kadar gula darah
06:40 = 145 mg/dl • Interaksi obat: Tidak ada interaksi dengan obat lain
• ESO: hipoglikemia, hipokalemia
16:16 = 151 mg/dl
Hipokalemia: Monitoring
18:51 = 177 mg/dl
kadar kalium
19:44 = 221 mg/dl

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 706
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Muntah
Jumat
darah
/6 (-) 1. Ceftriaxone 1x1 gram IV Terapi dilanjutkan disertai
Maret monitoring efektivitas dan
BAB2020
hitam (+) 2. Metoclopramide 3x10 gram IV
monitoring efek samping
3. Lactulose 3x30 cc PO
obat
4. Lantus 0-0-20 IU SC
5. Novorapid 3x6 IU

6. Octreotide 50 mcg Plan: diganti dengan drip


somatostatin 250 mcg/jam
- Somatostatin METO :

Indikasi : variceal bleeding Hipertensi portal menurun


ditandai dengan Hb naik
Mekanismekerja :somatostatin menyebabkan (normal), trombosit naik,
vasokonstriksi pada aliran darah splaknik sehingga aliran dan pasien tidak
darah dari sistem gastrointestinal yang seharusnya mengalami BAB hitam
dialirkan ke hati melalui vena portal dapat dialirkan ke
bagian sirkulasi lain sehingga dapat menurunkan
hipertensi portal.
MESO :
Dosis :awal 250 mcg IV bolus, diikuti 250 mcg/ jam IV
Pemantauan kadar gula
drip selama 2-5 hari.
darah, nadi dan bilirubin

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 707
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis yang diberikan : 250 mcg/ jam IV drip

ESO : pemberian max 5 hari karena berpotensi


menyebabkan masalah empedu, disglikemia, brakikardia

Jumat, 6 Hematemesis Data lab tgl Lansoprazole METO : variceal bleeding


Maret 05/03/2020 berkurang ditandai dengan
2020 BAB hitam • Indikasi : variceal bleeding BAB normal (tidak hitam)
Hb = 7,9 • Mekanisme : memblok kerja enzim K+/H+ ATPase
dan data hematologi
(enzim yang memecah K+/H+ ATP yang akan
menghasilkan energi yang digunakan untuk MESO : pusing, diare,
mengeluarkan asam dari kanalikuli ke dalam lumen
konstipasi
lambung). Pemberian PPI dilakukan untuk mengatasi
perdarahan yang disebabkan oleh varises di daerah
gaster atau terjadinya gastropati (DIH 17th)
• Dosis : IV 2 dd 30 mg untuk perdarahan
• ESO : pusing, diare, konstipasi
Sabtu, 7 Hematemesis (-) Data lab tgl Terapi dilanjutkan sesuai dengan instruksi dokter
Maret 07/03/2020
BAB2020
hitam 1. Ceftriaxone IV 1 dd 1 g
Hb = 6,7 2. Lansoprazole IV 2 dd 30 mg
3. Metoklopramid IV 3 dd 10 mg
4. Lactulose PO 3 dd 30 cc

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 708
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Transfusi PRC

Dan terdapat perubahan terapi sebagai berikut :

5. Lantus SC 0-0-20 IU menjadi 0-0-10 IU


6. Novorapid SC 3 dd 6 IU menjadi 3 dd 4 IU
7. Terapi somatostatin 250 mcg/jam dihentikan
Senin, 9 Hematemesis (-) Data lab tgl Terapi dilanjutkan sesuai dengan instruksi dokter
Maret 08/03/2020
BAB hitam 1. Ceftriaxone IV 1 dd 1 g
2020
Hb = 7,4
2. Lansoprazole IV 2 dd 30 mg

3. Metoklopramid IV 3 dd 10 mg
Transfusi PRC
4. Lactulose PO 3 dd 30 cc

5. Lantus SC 0-0-10 IU

6. Novorapid SC 3 dd 4 IU

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 709
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Shock Condition dt Cardiogenic dd
Septic + DOC dt RF type 2 + RF type
II + HF stage C FC III dt susp. DCM +
Azotemia Renal dd Pre-Renal +
Hyperkalemia + Pneumonia CAP + TB
Inaktif kx SOPT

(06 Maret – 12 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 710
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Shock Condition dt


Cardiogenic dd Septic + DOC dt RF type 2 + RF type II + HF
stage C FC III dt susp. DCM + Azotemia Renal dd Pre-Renal +
Hyperkalemia + Pneumonia CAP + TB Inaktif kx SOPT”

di Instalasi Rawat Inap 1 Kegawatan Ruang CVCU

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA 1 Kegawatan Ruang CVCU
(06 Maret – 12 Maret 2020)

1. Fitri Nurmalasari 051913143132


2. Safaatul Laysa 051913143134
3. Dania 051913143141
4. Nandya Ayu Wicaksono Putri 051913143179
5. Navisa Noor Haifa 192211101056
6. Nimas Ayu Amanda Putri 192211101057

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 711
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 712
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi Shock Sepsis


Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam jiwa karena
respon host yang tidak teregulasi terhadap infeksi. Shock septik terjadi pada pasien
dengan sepsis dan terdiri dari kelainan sirkulasi dan seluler / kelainan metabolisme
yang berhubungan dengan peningkatan mortalitas. Shock septik didefinisikan oleh
hipotensi persisten yang membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan tekanan
arteri rata-rata 65 mmHg atau lebih tinggi dan tingkat serum laktat lebih besar dari
2 mmol / L (18 mg / dL) meskipun resusitasi volume cukup.

1.2. Etiologi
• Usia (<10 tahun dan> 70 tahun)
• Penyakit primer (misalnya, sirosis hati, alkoholisme, diabetes mellitus,
penyakit kardiopulmoner, dll)
• Imunosupresi (misalnya, dari neutropenia, terapi imunosupresif [misalnya,
pada penerima transplantasi organ dan sumsum tulang,], terapi
kortikosteroid,)
• Operasi besar, trauma, luka bakar
• Prosedur invasif (mis., Pemasangan kateter, alat intravaskular, alat
prostetik, hemodialisis, dan kateter dialisis peritoneal, atau tabung
endotrakeal)
• Pengobatan antibiotik sebelumnya
• Rawat inap yang berkepanjangan
• Kerentanan genetik Faktor-faktor lain (misalnya, persalinan, aborsi, dan gizi
buruk

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 713
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3. Patofisiologi

Sepsis terjadi saat interaksi antara respon kekebalan, inflamasi, dan


koagulan host jaringan normal menjadi berlebihan dari kondisi jaringan awal.
Faktor penting dalam teerjadinya sepsis adalah inflamasi, yang terjadi lokal dan
mengandung respons terhadap infeksi atau cedera (Branan, T., et al., 2016).
Infeksi atau cedera dikendalikan melalui mediator proinflamasi (tumor
necrosis factor-α [TNF-α], interleukin [IL]-1, IL-6) dan mediator anti-inflamasi
(IL-1 receptor antagonist, IL-4, and IL-10). Adanya IL-8, faktor kativasi platelet,
leukotrienes, dan tromboksan A2 juga merupakan faktor penting pada sepsis
(Dipiro, J., 2015) Mediator proinflamasi memfasilitasi pembersihan rangsangan
yang melukai, meningkatkan resolusi cedera, dan terlibat dalam pemrosesan
jaringan yang rusak. Untuk mengendalikan intensitas dan durasi respons inflamasi,
mediator antiinflamasi dilepaskan untuk mengatur proinflammatory Mediator.
Keseimbangan antara mediator pro-dan anti-inflamasi melokalisasi infeksi / cedera

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 714
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

jaringan inang. Namun, respons sistemik terjadi ketika keseimbangan dalam proses
inflamasi hilang (Branan, T., et al., 2016).
Proses inflamasi pada sepsis dikaitkan dengan sistem koagulasi. Mediator
proinflamasi memiliki efek prokoagulan dan antifibrinolitik, sedangkan mediator
anti-inflamasi memiliki efek fibrinolitik. Faktor penting dalam inflamasi pada
sepsis adalah protein C yang diaktifkan, yang meningkatkan fibrinolisis dan
menghambat peradangan. Tingkat protein C menurun pada banyak pasien septik
(Branan, T., et al., 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 715
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.4. Tatalaksana Septic Shock

Gambar 1. Penatalaksanaan septic shock (Dellinger 2012)

Septic shock didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana abnormalitas


sirkulasi dan selular/ metabolik yang terjadi dapat menyebabkan kematian secara
signifikan. Kriteria klinis untuk mengidentifikasi septic shock adalah adanya sepsis
dengan hipotensi persisten yang membutuhkan vasopressor untuk menjaga mean
arterial pressure (MAP) ≥ 65 mmHg, dengan kadar laktat ≥ 2 mmol/L walaupun
telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat (Mehta, 2017). Presentasi pasien
dengan shock dapat berupa penurunan kesadaran, takikardia, penurunan kesadaran,
anuria. Shock merupakan manifestasi awal dari keadaan patologis yang mendasari.
Tingkat kewaspadaan dan pemeriksaan klinis yang cermat dibutuhkan untuk
mengidentifikasi tanda awal shock dan memulai penanganan awal (Dries, 2014).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 716
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tata laksana dari sepsis menggunakan protokol yang dikeluarkan oleh SCCM dan
ESICM yaitu “Surviving Sepsis Guidelines”. Komponen dasar dari penanganan
sepsis dan shock septik adalah resusitasi awal, vasopressor/ inotropik, dukungan
hemodinamik, pemberian antibiotik awal, kontrol sumber infeksi, diagnosis (kultur
dan pemeriksaan radiologi), tata laksana suportif (ventilasi, dialisis, transfusi) dan
pencegahan infeksi (Backer, 2017).

Gambar 1. Algoritma early goal directed therapy (Rivers, 2001)

Early goal directed treatment, merupakan tatalaksana septic shock, dengan


pemberian terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload
dan kontraktilitas dengan oxygen delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup
pemberian cairan kristaloid dan koloid 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai
tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang
dari 65 mmHg, diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila MAP > 90 mmHg
diberikan vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi vena sentral (ScvO2), bila ScvO2
<70 %, dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30 %. Setelah CVP, MAP dan
hematokrit optimal namun ScvO2 <70%, dimulai pemberian inotropik. Inotropik
diturunkan bila MAP < 65 mmHg, atau frekuensi jantung >120x/menit.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 717
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN
2.1 Profil Pasien
Identitas Pasien
Nama/ Jenis kelamin : Ny F
Umur/ BB/ TB : 44 Tahun/ 60kg/ 155cm
Alamat : Pasuruan
MRS/KRS : 6 Maret 2020/11 Maret 2020
Status pasien : JKN
Dokter : dr. Cholid T, SpJP (K)
Farmasis : Marulita Isadora, S.Farm.,Apt
Alergi : Tidak ada
Keluhan utama Sesak nafas dan udem di kaki sampai tidak
:
bias berjalan
Riwayat penyakit saat ini Pasien rujukan dari RSUD Bangil dengan
ALO+ Bronchitis+ RF tipe 2. Pasien
dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD
: Bangil dengan keluhan sesak nafas 2 hari,
batuk 2 hari, demam(-). Selain itu pasien
juga mengeluhkan kaki bengkak selama 1
minggu hingga tidak bisa jalan
Riwayat kesehatan Sejak 8 bulan yang lalu didiagnosis
jantung bengkak. Rutin control di poli
: jantung. Pasien pernah menderita TB dan
telah melakukan pengobatan selama 6
bulan sekitar setahun yang lalu.
Riwayat pengobatan Dari RS sebelumnya : lopazol, fartison,
spironolakton, farmaren, furosemide,
: piracetam, dobutamin, NE, combivent
→Dobutamin 3-15 mcg/BB/min
→Norepinefrin 0,05-1 mcg/BB/min

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 718
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Riwayat pengobatan dari poli jantung:


→furosemide 1x40mg
→digoxin 1x0,25mg
Diagnosa awal Shock condition dt cardiogenic dd septic +
DOC dt RF type 2 + RF type II + HF stage
: C FC III dt susp. DCM + Azotemia renal
dd pre-renal + hyperkalemia + Pneumonia
CAP + TB inaktif kx SOPT
Diagnosa akhir RF tipe II + Shock septic + HF Stage C FC
III dt susp. DCM + Pneumonia CAP +
:
Azotemia renal dd prerenal +
Hyperkalemia + Increased of transaminase

2.2 Data Klinis


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Nilai 10/03
Data Klinik 06/03 07/03 08/03 09/03
Normal
Tekanan 116/63 on 123/64 on 123/69 on 110/65 on 93/54 on
120/80
Darah NE+dobu NE+dobu NE+dobu NE+dobu NE+dobu
mmHg
(mmHg)
80-85 100 96 83 128 135
Nadi
x/menit
RR 20 x/menit 20 18 28 28 35

Suhu 36-37o C 36 36,6 36,1 -

Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien


Tgl OUTPUT BC
I II III TOTAL I II III TOTAL
6/3 1.100 2.300 3.400 -932,5 -1.860 -2792,5
7/3 1.100 1.800 5.400 8.300 -375,6 -1.398,84 -4.770 -6.544,44
8/3 3.300 2.400 2.500 8.200 -2.668,2 -1.825,2 -1.732,07 -6.225,47

9/3 1.200 900 1000 3.100 -514,8 -465,6 -396 -1.376,4


10/3 50 922,37

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 719
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3 Data Laboratorium


Parameter Nilai Normal 06/03 08/03 10/03
HEMATOLOGI
Hemoglobin
13,4-17,7 g/dL 16,30 17,30 16,00
(HGB)
Eritrosit (RBC) 4,0-5.5 106/µl 6,84 7,19 6,74
Leukosit (WBC) 4,3-10,3 106/µl 16,38 14,14 15,20
Hematokrit 40-47 % 55,60 56,90 54,40
Trombosit
142-424 103/µl 143 98 78
(PLT)
MCV 80-93 fL 81,30 79,10 80,70
MCH 27-31 fL 23,80 24,10 23,70
MCHC 32-36 pg 29,30 30,40 29,40
RDW 11,5 -14,5 % 24,90 26,10 26,40
PDW 9-13 fL - - -
MPV 7,2-11,1 fL - - -
P-LCR 115,0-25,0 % - - -
PCT 0,15-0,40 % - - -
NRBC Absolute 106/µL 0,10 0,10 0,05
NRBC Percent % 0,6 0,7 0,3
HITUNG JENIS
Eosinofil 0-4 % 0,1 0,1 0,1
Basofil 0-1 % 0,1 0,1 0,1
Neutrofil 51-67 % 90,6 88,5 86,7
Limfosit 25-33 % 4,6 4,4 6,3
Monosit 2-5 % 4,6 6,9 6,8
3 3 3
Eosinofil 0,01.10 / 0,01.10 / 0,02.10 /µ
Absolut µL µL L
3 3 3
Basofil Absolut 0,01.10 / 0,02.10 / 0,02.10 /µ
µL µL L
3 3 3
Neutrofil 14,86.10 12,52.10 13,18.10 /
Absolut /µL /µL µL
3 3 3
Limfosit 0,75.10 / 0,62.10 / 0,95.10 /µ
Absolut µL µL L
3 3 3
Monosit Absolut 0,75.10 / 0,97.10 / 1,03.10 /µ
µL µL L
Immature
0,40% 0,60% 0,70%
Granulosit (%)
3 3 3
Immature 0,06.10 / 0,08.10 / 0,10.10 /µ
Granulosit µL µL L

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 720
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

FAAL HEMOSTASIS 06/03


Pasien 9,3-11,3 detik 25,60
Kontr 12,1
PPT
ol
INR <1.5 2,62

Pasien 24,6-30,6 detik 36,40


APPT Kontr 25,60
ol
FAAL HATI 06/03
AST/SGOT 0-32 U/L 630
ALT/SGPT 0-33 U/L 460
Albumin 3,5-5,5 g/dL 2,64
METABOLISME
06/03 07/03
KARBOHIDRAT
HbA1C <5,7 % 6,90
Setara dengan 151,3
rerata gula darah mg/dL
Gula Darah
60-100 mg/dL 177
Puasa
Gula Darah
<200 mg/dL 196
Sewaktu
Glukosa (POCT) 203
LEMAK DARAH 06/03 07/03
Kolesterol Total <200 mg/dL 137
Trigliserida <150 mg/dL 141
Kolesterol HDL >50 mg/dL 16
Kolesterol LDL <100 mg/dL 78
IMUNOSEROLOGI 09/03
<0,5 Risiko rendah untuk terjadinya
sepsis berat atau shock septik 1,23
Procalcitonin ng/mL
>2 Risiko tinggi untuk terjadinya sepsis
berat atau shock septik
FAAL GINJAL 06/03 08/03 09/03 10/03
16,6-48.5
Ureum 155,2 127,9 80,1 75,9
mg/dL
Kreatinin <1.2 mg/dL 3,33 2,09 1,52 1,40
eGFR (CKD- ml/menit/1.73
15.989 28.080 41,268 45,581
EPI) m2
ELEKTROLIT 06/03 08/03 10/03

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 721
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

136-145
Natrium (Na) 132 140 140
mmol/L
3,5-5,0
Kalium (K) 5,41 4,55 3,78
mmol/L
98-106
Klorida (Cl) 101 98 95
mmol/L
URINALISIS 07/03
Kuning
Warna
keruh
pH 4,5-6,0 6,0
Berat Jenis 1,005-1,020 1,010
Glukosa Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Uribilinogen <17 3,2
Nitrit Negatif Negatif
Lekosit Negatif 2+
Darah Negatif 3+
Epitel <3 3,6
Silinder Negatif
Eritrosit <3 15,0
Lekosit <5 35,0
Bakteri <= 93,0/mcL 30,6
Jamur++
Lain-lain
+
09/03 09/03
ANALISA GAS DARAH 06/03 07/03 8/3
(09.00) (19.00)
pH 7,35-7,45 7,18 7,19 7,30 7,31 7,33
pCO2 35-45 mmHg 75,9 79,4 89,1 115,0 82,0
pO2 80-100 mmHg 122,9 78,1 72,2 123,9 72,1
Bikarbonat
21-28 mmol/L 28,8 30,6 35,8 59,30 43,1
(HCO3)
Kelebihan Basa (-3) – (+3)
0,3 2,2 9,2 33,0 16,8
(BE) mmol/L
Saturasi O2 >95% 97,4 90,9 95,3 98 91,7
Hb 17,5 17,5 19,3 19,3 18,3
Suhu 37 37 37 37 37
Vena : 0,5-2,2
Asam Laktat 2,4 3,9
mmol/L

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 722
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Arteri: 0,5-1,6
mmol/L

2.4 Profil Pengobatan Pasien

2.5 Drug Related Problem (DRP)


Macam
Analisa DRP Sifat Planning
DRP
Budesonide dan furosemide dapat
menurunkan kadar serum
Drug Terapi dilanjutkan,
potassium.
interaction Potensial Monitor kadar
Budesonide dan norephinephrin
serum pottasium
dapat menurunkan kadar serum
potassium
Albuterol dan furosemide dapat
menurunkan kadar serum
Terapi dilanjutkan,
Drug potassium
Potensial Monitor kadar
Interaction Albuterol dan norephinephrin
serum pottasium
dapat menurunkan kadar serum
potassium
Terapi dilanjutkan
Drug Furosemid vs Cefoperazone
Interaction meningkatkan nephrotoxicity
Potensial Monitoring faal
ginjal
Drug Terapi dilanjutkan
digoxin + furosemide =
Interaction Potensial Monitoring kadar
hipokalemia (Stockley’s, 2010)
kalium

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 723
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

Ny. F berusia 44 tahun merupakan pasien rujukan dari RSUD Bangil.


Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD Bangil pada tanggal 3 Maret 2020
dengan keluhan sesak nafas 2 hari, batuk 2 hari, tetapi tidak demam. Pasien
kemudian didiagnosa oleh dokter RSUD Bangil dengan ALO+ Bronchitis+ RF tipe
2. Selama di RSUD Bangil pasien telah mendapatkan terapi obat lopazol, fartison,
spironolakton, farmaren, furosemide, piracetam, dobutamin, NE, serta combivent.
Sejak 8 bulan yang lalu pasien didiagnosa jantung bengkak dan rutin control di poli
jantung dengan mendapatkan terapi furosemide 40mg dan digoxin 0,25mg. Selain
itu, pasien pernah menderita TB dan telah melakukan pengobatan selama 6 bulan
sekitar setahun yang lalu.
Pasien dirujuk ke RSUD dr Saiful Anwar Malang pada tanggah 6 Maret
2020, dengan tekanan darah 123/63 on dobutamin 10; NE 0,3, HR 107x/menit, RR
26x/menit dan saturasi oksigen 97%. Pasien didiagnosis awal berupa shock
condition dt cardiogenic dd septic + DOC dt RF type 2 + RF type II + HF stage C
FC III dt susp. DCM + Azotemia renal dd pre-renal + hyperkalemia + Pneumonia
CAP + TB inaktif kx SOPT. Kemudian setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
pasien didiagnosa RF tipe II + Shock septic + HF Stage C FC III dt susp. DCM +
Pneumonia CAP + Azotemia renal dd prerenal + Hyperkalemia + Increased of
transaminase.
Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam jiwa karena
respon host yang tidak teregulasi terhadap infeksi, Shock septik terjadi pada pasien
dengan sepsis dan terdiri dari kelainan sirkulasi dan seluler / kelainan metabolisme
yang berhubungan dengan peningkatan mortalitas. Pada pasien Ny F memiliki nilai
procalcitonin 1,23 ng/mL, sehingga sepsis yang dialami masih dalam tingkat
sedang. Lini pertama pengobatan pasien dengan shock septik adalah dengan
melakukan resusitasi cairan menggunakan cairan kristaloid Normal Saline 0,9%
sebanyak 1000cc tiap 24 jam. Tujuan dari resusitasi cairan ini adalah menggantikan
kehilangan cairan tubuh akut akibat terjadinya shock, selain itu juga untuk ekspansi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 724
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

cepat dari cairan intravaskular dan memperbaiki perfusi jaringan (Lyon, 2006).
Harapannya dengan dilakukan resusitasi cairan ini akan meningkatkan tekan darah
pasien yang terkena shock septik. Lalu dilanjutkan dengan pemberian golongan
vasopressor dalam kasus ini digunakan Norepinephrine untuk meningkatkan
kekuatan pompa darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri dengan demikian akan
berdampak pada peningkatan stroke volume (Surviving Sepsis Campaign, 2013).
Norepinephrine bekerja dengan merangsang reseptor beta1-adrenergik dan reseptor
alfa-adrenergik yang menyebabkan peningkatan kontraktilitas dan detak jantung
serta vasokonstriksi, sehingga meningkatkan tekanan darah sistemik dan aliran
darah koroner, efek alfa klinis (vasokonstriksi) Norepinephrine lebih besar daripada
efek beta (efek inotropik dan kronotropik). Ketika penggunaan vasopressor belum
cukup untuk meningkatkan tekanan darah pasien maka digunakan obat inotropik
yaitu dobutamin dengan tujuan mengingkatkan cardiac output dan koreksi
hipoperfusi (Surviving Sepsis Campaign, 2013). Mekanisme dobutamin adalah
dengan menstimulasi atau merangsang reseptor yang berperan dalam meningkatkan
kontraksi jantung yaitu reseptor beta-1 adrenergik, beta-2 adrenergik dan sedikit
alfa-adrenergik.

Pada pasien sepsis syok 95% pasien mengalami delirium, stress, trauma
terutama setelah lama berada di ICU (Bruck, et al.,2018) oleh karena itu diazepam
diberikan secara oral 2mg untuk mengatasi ansietas (friedman et al.,1992).
Diazepam bekerja dengan mengikat reseptor benzodiazepine stereospesifik pada
neuron GABA postsinaptik di beberapa situs sistem saraf pusat, termasuk sistem
limbik dan pembentukan retikuler sehingga akan meningkatan permeabilitas
membran neuron ke ion klorida. Pergeseran ion klorida ini menghasilkan
hiperpolarisasi dan stabilisasi yang akan menginduksi efek menenangkan (DIH
17th). Pemberian diazepam untuk mengatasi ansietas seharusnya diberikan pada
pasien yang masih sadar, akan tetapi pada pasien ini ketika MRS sudah dalam
keadaan tidak sadar oleh karena itu disarankan pemberian diazepam dihentikan.

Midazolam diberikan melalui drip 3mg per jam bertujuan untuk


memberikan efek sedatif karena pasien menggunakan Endotrakeal tube (ETT).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 725
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pada pasien syok sepsis, ETT digunakan jika pasien mengalami hipoksia berat
untuk mengurangi konsumsi oksigen oleh diafragma. Pada pasien syok disfungsi
diafragma terjadi secara cepat yang akhirnya mengarah pada kegagalan ventilasi
dan kematian (Deibove et al., 2015). Midazolam berinteraksi dengan reseptor
GABA, dimana ketika reseptor GABA diaktifkan, maka konduksi klorida
transmembran akan menigkat, mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel
postinap dan penghambatan fungsional dari neuron postinap (DIH,17th). Hal ini
telah sesuai dengan penelitian Sharan et al., 2016 bahwa midazolam tunggal dapat
diberikan pada pasien yang menggunakan ETT daripada diberikan secara
kombinasi.

Pemberian NAC (IV) 2 dd 600 mg ditujukan untuk memperbaiki


mikrosirkulasi pada sepsis melalui vasodilatasi dengan meregenerasi nitrit oksida
dan cGMP yang merupakan mediator untuk perfusi organ selama septic shock
(Samuni, 2013). Selain itu, NAC merupakan prekursor asam amino L sistein, yang
memiliki fungsi antiinflamasi serta antioksidan (meningkatkan oksigenasi dan
mengurangi kerusakan akibat radikal bebas) (Victor, 2004). Hal ini sesuai dengan
Chertoff, 2017 yang menyatakn bahwa berdasarkan sifat NAC yang mampu
memperbaiki mikrosirkulasi, sebagai antiinflamasi, dan antioksidan menjadikannya
sebagai terapi yang sesuai pada pasien septic shock.

Lansoprazole diberikan untuk profilaksis stress ulcer pada pasien syok


sepsis. Stress-related mucosal damage (SRMD) terjadi pada 75-100% pasien
kritis yang berada di ICU selama 24 jam dan juga pada pasien syok, 35%
mengalami SRMD karena penggunaan ventilator selama 48 jam. Lansoprazole
bekerja dengan mengikat H+/K+ -adonesin triphosphatase (ATPase) dalam sel
parietal lambung sehingga menekan sekresi dan stimulasi asam basal (Breth, 2004).

Laxadin digunakan sebagai pelunak feses karena pasien berisiko mengalami


konstipasi dan mencegah pasien agar tidak mengejan terlalu berlebihan. Laxadin
merupakan pencahar emolien yang berisi kombinasi dari beberapa jenis obat yaitu

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 726
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

phenolphthalein, paraffin liquidum, dan glycerin yang bekerja dengan melunakkan


feses tanpa merangsang peristaltik usus.

RF (Respiratory failure) tipe 2 didefinisikan sebagai penumpukan CO2


dalam paru – paru akibat kegagalan system ventilasi alveolar. Keadaan ini ditandai
dengan nilai PCO2 yang tinggi. Pasien mendapatkan terapi nebul pulmicort dan
combivent. Pulmicort berisi budesonide yang digunakan untuk mengeluarkan CO 2
yang terperangkap dalam paru – paru. Sedangkan Combiven berisi ipratropium
bromide dan albuterol. Albuterol merupakan beta 2 adrenergic yang bersifat
bronkodilator. Sedangkan Ipratropium sebagai anti kolinergik (parasimpatolitik)
yang merupakan antagonis asetilkolin. Bekerja dengan mencegah meningkatnya
konsentrasi kalsium intraseluler yang disebabkan oleh interaksi asetilkolin dengan
reseptor muskarinik pada otot bronkial. Pasien juga medapatkan intuasi
endotracheal yaitu sebuah tindakan medis dengan memasukkan tabung
tendotracheal melalui mulut untuk menghubungkan udara luar dengan paru paru,
sehingga pasien diberikan atracurium yang digunakan untuk anestesi.

Gagal jantung didefinisikan sebagai ketidakmampuan jantung untuk


memompa darah dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan metabolic tubuh.
Akibat dari hal tersebut adalah penurunan cardiac output yang dapat menyebabkan
peningkatan vasokontriksi sehingga dan retensi cairan sehingga terjadi edema. Pada
pasien Ny F mendapatkan terapi digoxin yang berfungsi sebagai agen inotropic
untuk meningkatkan kontraktilitas jantung. Pemberian Furosemide (IV) 3 dd 20 mg
berguna sebagai terapi diuretik untuk meringankan gejala edema akibat gagal
jantung. Hal ini telah sesuai dengan pernyataan pada Journal of the American
College of Cardiology bahwa fungsi diuretik dari furosemide itu sendiri yaitu
meningkatkan ekskresi urin dan mengurangi tanda-tanda fisik dari retensi cairan
pada pasien dengan gagal jantung (Hunt et al., 2009).Obat ini memiliki mekanisme
kerja menghambat transporter Na+/K+/2Cl- di lumen, dalam cabang asenden tebal
henle (Brunton, 2011). Karena blokade symporter Na+/K+/2Cl- menyebabkan
peningkatan ekskresi Na+ dan Cl-. Selain itu, furosemid juga meningkatkan
ekskresi K+ ,Mg2+ , H+ dan Cl-. Diuretik yang diinduksi dalam volume plasma

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 727
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dapat mengaktifkan beberapa sistem neurohormonal seperti renin angiotensin


aldosteron sehingga perfusi ginjal dan peningkatan Na+ serta resorpsi air (Carone
et al., 2016).

Pasien juga didiagnosis Community-acquired pneumonia (CAP) yaitu


pneumonia yang terjadi akibat infeksi yang didapat oleh pasien di luar rumah sakit
atau di komunitas. Tujuan utama terapi CAP adalah eradikasi organisme
penginfeksi. Pemberian antimikroba adalah terapi utama, pemilihan antimikroba
tergantung pada pathogen penyebab dan sensitivitas antibiotikanya. Pada terapi
CAP dengan kriteria pasien rawat inap intensif IDSA guideline merekomendasikan
antibiotik empiris apabila kultur bakteri dari suptum untuk menunjang terapi yang
lebih spesifik belum keluar. Antibiotik yang digunakan adalah golongan β-lactam
dengan macrolida (eritromisin atau azitromisin) atau floroquinolon(IDSA
Guideline, 2012). Berdasarkan PPAM RSUD Dr. Saiful Anwar pemilihan terapi
empiris Cefoporazone dan Lefofloxacin sudah tepat. Cefoperazone tepat
diindikasikan untuk pasien CAP dengan penurunan fungsi ginjal, sedangkan
Lefofloxacin diindikasikan untuk pasien CAP dengan rawat inap intensif (PPAM
IV, 2019)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 728
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN

Pasien Ny F berusia 44 tahun didiagnosa RF tipe II + Shock septic + HF


Stage C FC III dt susp. DCM + Pneumonia CAP + Azotemia renal dd prerenal +
Hyperkalemia + Increased of transaminase. Mendapatkan terapi berupa Dobutamin,
Norepinephrine, Lansoprazole, diazepam, midazolam, atrakurium laxadin,
furosemide, cefoperazon, levofloxacin , NAC, digoxin, nebul combiven dan
pulmicort,
Berdasarkan hasil pengkajian terhadap terapi Ny F (44 tahun), maka dapat
diambil kesimpulan bahwa terapi yang diberikan pada pasien tersebut sudah tepat
indikasi dan tepat dosis.
Pasien dinyatakan meninggal dunia pada hari Rabu 11 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 729
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Backer D, Dorman T. 2017. Surviving sepsis guidelines: a continuous move toward


better care of patients with sepsis. JAMA. 317(8): 807-8

Brett, S. 2004. Science review: The use of proton pump inhibitors for gastric acid
suppression in critical illness. Critical Care, 9(1), 45.

Brück, E., Schandl, A., Bottai, M., & Sackey, P. 2018. The impact of sepsis,
delirium, and psychological distress on self-rated cognitive function in ICU
survivors—a prospective cohort study. Journal of Intensive Care, 6(1).

Carone, L., Oxberry, S.G., Twycross, R., Charlesworth, S., Mihalyo, M., Wilcock,
A., 2016. Furosemide. Journal Pain Symptom Manage, p. 1-9.

Chertoff, J. 2017. N-acetylcysteine’s role in sepsis and potential benefit in patients


with microcirculatory derangements. Journal of Intensive Care Medicine.
20(10)

Delbove, A., Darreau, C., Hamel, J. F., Asfar, P., & Lerolle, N. 2015. Impact of
endotracheal intubation on septic shock outcome: A post hoc analysis of the
SEPSISPAM trial. Journal of Critical Care, 30(6), 1174–1178.

Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al. 2012.
Surviving sepsis campaign: international guidelines for management of
severe sepsis and septic shock. Critical care medicine. 2013 Feb;41(2):580-
637

Dries JD, editors. 2014. Fundamental Critical Care Support. 5nd ed. Mount
Prospect: Third Printing.

Friedman, H., Greenblatt, D. J., Peters, G. R., Metzler, C. M., Charlton, M. D.,
Harmatz, J. S., Antal E. J., Sanborn, E.C., Francom, S. F. 1992.
Pharmacokinetics and pharmacodynamics of oral diazepam: Effect of dose,
plasma concentration, and time. Clinical Pharmacology and Therapeutics,
52(2), 139–150.

Hunt,S.A., Abraham, W.T., Chin, M.H., Feldman, A.M., Francis, G.S., G. Ganiats
T.G., Jessup, M., Konstam, M.A., Mancini, D.M., Michl, K., Oates, J.A.,
Rahko, P.S., Silver, M.A., Stevenson, L.W., Yancy, C.W., (2009). Focused
Update Incorprorated Into the ACC/AHA 2005 Guidelines for the Diagnosis
and Management of Heart Failure in Adults. Journal of the American College
of Cardiology. 53(15)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 730
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Jack, M & Bernstein, MD. 1999. Treatmen of Community Acquired Pneumonia


IDSA Guidelines

Lyon, Lee. 2006. Resuscitation Fluids, Disorder of Fluid and Electrolyte Balance.
Oklahoma State University – Center for Veterinary Health.

Pollard, S., Edwin, S.B., Alaniz, C.. 2015. Pharmacy & Therapeutics Vol. 40 No.
7: Vasopressor and Inotropic Management of Patient with Septic Shock.
Seattle: University of Washington Medicine-Harborview Medical Center.

Sharan, Radhe., Mohan, Brij., Kaur, Harkomal., Bala, Anju., 2016. Efficacy and
safety of propofol versus midazolam in fiberoptic endotracheal intubation.
Anesthesia Essays and Researches. Vol. 10, No. 3, pp. 437-445.

Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Shankar-Hari M, Annane D, Bauer M,


et al. The Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic
Shock (Sepsis-3). JAMA. 2016 Feb 23. 315 (8):801-10.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 731
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN
HARI/ S O A P
TANGGAL

Sabtu, 7 - Urin Output 1. Infus NS 0,9% Monitoring


Maret 2020 : 8.300 cc 1000 cc/24 jam keseimbangan cairan
Indikasi: resusitasi
cairan
Dosis yang diberikan
1000 cc/24 jam
ESO: Hipernatremia,
apabila kelebihan
intake cairan dapat
menyebabkan atau
memperparah edema
paru dan sistolik yang
menyebabkan
kerusakan organ
Hipertensi TD : 123/64 2. Drip METO :Tekanan
(-) mmHg on Norepinefrin darah
Aritmia (+) NE + Indikasi: vasopressor MESO : hipertensi,
dobutamin (first line) pada pasien aritmia
N : 96 septic shock (Dipiro,
x/menit 2017)
Mekanisme kerja:
merangsang reseptor
beta 1 adrenergik dan
reseptor alfa
adrenergic yang
menyebabkan
peningkatan
kontraktilitas dan
detak jantung serta
vasokonstriksi,
sehingga
meningkatkan tekanan
darah sistemik dan
aliran darah koroner
efek beta (efek
inotropic dan
kronotropik) (Dipiro,
2017).
Dosis literature: 0,01-
3 mcg/kg/min (Dipiro,
2019)
Dosis yang diberikan :
0,3 mcg/kg/min

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 732
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

→dosis yang diberikan


sesuai dengan dosis
literature
ESO: hipertensi dan
aritmia
Hipertensi TD : 123/64 3. Drip Dobutamin METO : Tekanan
(-) mmHg on Indikasi: darah, Heart rate
Takikardi NE + meningkatkan cardiac MESO: takikardi,
(+) dobutamin output pada pasien hipertensi
N : 96 shock septic
x/menit Mekanisme kerja:
menstimulasi atau
merangsang reseptor
beta 1 adrenergik
sehingga dapat
meningkatkan
kontraksi jantung dan
meningkatkan tekanan
darah (Nadeem, 2017)
Dosis literature : 2-20
mcg/kg/min (Dipiro,
2015)
Dosis yang diberikan:
4 mcg/kg/min
→Dosis yang
diberikan sesuai
dengan dosis literatur
ESO: takiaritmia,
hipertensi
Hipotensi (- TD : 123/64 4. Diazepam METO : Heart Rate,
) mmHg Indikasi: nyeri Tekanan darah,
N : 96 Mekanisme kerja: Respiratory rate
x/menit mengikat reseptor MESO: Hipotensi
RR : benzodiazepine
18x/menit stereospesifik pada
neuron GABA di
berbagai wilayah
sistem saraf pusat
(seperti otak dan
sumsum tulang
belakang), sehingga
meningkatkan efek
penghambatan GABA
yang terlibat dalam
induksi tidur.
Dosis literature : 2-10
mg
Dosis yang diberikan
: 2 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 733
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

→ dosis ynag
diberikan sesuai
dengan dosis literatur
ESO:hipotensi
Konstipasi - 5. Laxadine (PO 3 X METO:
– C1)
Konstipasi →BAB
Diare - • Kandungan :lancar
(phenolphthalein
55mg, liq paraffin MESO:
1200mg, glycerin
378 mg)/ 5ml ruam kulit, sensasi
• Indikasi : terbakar,mual
Digunakan sebagai muntah, cek data
pelunak feses lab elektrolit
karena pasien
berisiko mengalami
konstipasi dan
mencegah pasien
agar tidak
mengejan terlalu
berlebihan
• Mekanisme kerja :
Merupakan
pencahar emolien
yang berisi
kombinasi dari
beberapa jenis obat
yaitu
phenolphthalein,
paraffin liquidum,
dan
glycerin.bekerja
dengan
melunakkan feses
tanpa merangsang
peristaltik usus.
• Do literatur
:dewasa (15-30ml)
sehari sebelum
tidur (mims)
• Do pemberian :
3xC1
• ESO : ruam kulit,
sensasi terbakar,
mual muntah,
kehilangan cairan
& elektrolit, diare
(mims)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 734
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB hitam - 6. Lansoprazole (PO 1 MESO :sakit


- dd 30mg) kepala, diare,
konstipasi,nyeri
Urin • Indikasi : perut, mual,periksa
kemerahan profilaksis stress
data kadar
– ulcer
• Mekanisme kerja : magnesium
Muntah mengikat H+/K+ -
darah – adonesin
triphosphatase
Diare – (ATPase) dalam sel
parietal lambung
sehingga menekan
sekresi dan
stimulasi asam
basal (Breth, 2005)
• Do literatur : 30 mg
sekali sehari (Breth,
2005)
• Do pemberian : 1
dd 30mg PO
• ESO : sakit kepala
(1-10%), diare
(7%), konstipasi
(1%), mual (1%),
nyeri perut (2%)
(DIH 17TH)
• Interaksi : digoxin
(NHS,2018)
Udema - 7. Furosemide (IV) 3 METO :
kaki + dd 20 mg keseimbangan cairan
(K,Cl, Na)
• Indikasi:
meringankan gejala MESO : kadar asam
edema akibat gagal urat dan kalium
jantung (Sistha,
2013).
• Mekanisme kerja:
Furosemid
menghambat
transporter
Na+/K+/2Cl- di
lumen, dalam
cabang asenden
tebal henle
(Brunton, 2011).
Karena blokade
symporter

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 735
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Na+/K+/2Cl-
menyebabkan
peningkatan
ekskresi Na+ dan
Cl-. Selain itu,
furosemid juga
meningkatkan
ekskresi K+ ,Mg2+ ,
H+ dan Cl-. Diuretik
yang diinduksi
dalam volume
plasma dapat
mengaktifkan
beberapa sistem
neurohormonal
seperti renin
angiotensin
aldosteron sehingga
perfusi ginjal dan
peningkatan Na+
serta resorpsi air
(Carone et al.,
2016)
• Do literatur : 20 –
40 mg setiap 6 – 12
jam sehari, dosis
maksimal 1000
mg/hari (DIH 17th)
• Do pemberian : 3
dd 20 mg
• ESO :
hiperurisemia
(40%), hipokalemia
(14-60%)
(Medscape)
• Interaksi : digoxin
+ furosemide =
hipokalemia
(Stockley’s, 2010)

Aritmia + HR = 8. Digoxin(PO) METO : HR.


96x/mint 0,25mg-0-0
MESO : kadar
• Indikasi : Heart elektrolit
Failure
• Mekanisme :
digoxin merupakan
glikosida jantung
yang memiliki

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 736
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

aktivitas inotropik
positiv dengan
meningkatkan
kekuatan kontraksi
myocardial,
sehingga
mengurangi
konduktivitas
jantung melalui AV
node. Digoxin juga
memberikan aksi
langsung pada otot
polos pembuluh
darah dan efek
tidak langsung yang
dimediasi terutama
oleh sistem saraf
otonom dan
peningkatan
aktivitas vagal
• Dosis literatur:
0,25-0,75 mg daily
for 1 week.
• ESO : Pusing
(4,9%), Mual
(3,2%), muntah
(1,6%)
• DRP : Drug
interaction
Furosemid vs Digoxin
pharmacodynamic
synergism (Monitor
closely)

Hipokalemi dapat
meningkatkan efek
digoxin (MedScape)

Sesak nafas RR 18x/min 9. N acetyl sistein po METO : RR


+ (2dd 600mg)
MESO :
• Indikasi: mencegah bronkospasme
renal failure karena
kondisi prerenal
azotemia (DIH 17th
edition)
• Mekanisme kerja :
Memperbaiki

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 737
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mikrosirkulasi pada
sepsis melalui
vasodilatasi dengan
meregenerasi nitrit
oksida dan cGMP
yang merupakan
mediator untuk
perfusi organ
selama septic
shock.
• Do literatur :
600mg 2x sehari
(DIH 17th)
• Do pemberian : 2
dd 600 mg
• ESO :
bronkokonstriksi
(Medscape)

Sesak nafas 6/3 10. Cefoperazone (IV METO : monitor


+ 2 dd 1g) tanda tanda infeksi
Leukosit
16,38 ndikasi : pneumonia MESO : monitor Skin
CAP (dengan rash, naussea,
Limfosit 4,6 penurunan fungsi vomiting
ginjal)
eGFR Mekanisme : Berikatan
15,989 dengan PBPs yang
menghambat
transpeptidasi akhir
sintesis peptidoglikan
sehingga menghambat
biosintesis dan
mengakibatkan
kematian bakteri
Dosis literatur:1 gram
tiap 12 jam selama 1-2
minggu
ESO : Skin rash,
naussea, vomiting.
(IDSA Guideline,
2012)
(PPAM IV, 2019)

Sesak nafas HR 11. Lefofloxacin METO : monitor


+ 96x/min 750mg/24 jam (IV) tanda tanda infeksi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 738
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Diare – GDS 203 Indikasi : Pneunomia MESO : monitor


mg/dl CAP (untuk pasien Headache, naussea
Aritmia + rawat inap intensif)
Mekanisme :
Menghambat aktivitas
girase DNA, yang
meningkatkan
kerusakan untai DNA
Monoterapi yang baik
dengan cakupan luas
terhadap Pseudomonas
spp, serta aktivitas
yang sangat baik
terhadap pneumokokus
Dosis literatur: 750 mg
PO/IV once daily for
7-14 days
ESO : Nausea (7%),
Headache (6%)
(IDSA Guideline,
2012)
(PPAM IV, 2019)

Sesak RR 18x/min 12. Combivent Nebul Terapi dilanjutkan


Nafas (3 mL 6x sehari)
METO:
• Kandungan :
ipratropium Monitor SaO2
bromide dan
albuterol Monitor RR
• Indikasi : gagal
nafas Monitor kadar serum
• Albuterol : beta 2 pottasium
adrenergic
bronkodilator MESO:
• Ipratropium :anti
kolinergik Kondisi infeksi
(parasimpatolitik) saluran pernafasan
yang merupakan
antagonis
asetilkolin. Bekerja
dengan mencegah
meningkatnya
konsentrasi
kalsium intraseluler
yang disebabkan
oleh interaksi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 739
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

asetilkolin dengan
reseptor
muskarinik pada
otot bronkial.
• Dosis literature : 3
mL 4-6x sehari.
• Dosis pasien : 3
mL 6x sehari
• Efek samping
potensial :
bronchitis
• DRP : drug
interaction
Albuterol dan
furosemide dapat
menurunkan kadar
serum potassium

Albuterol dan
norephinephrin
dapat menurunkan
kadar serum
potassium

Minggu Na : 140 1. Infus NS 0,9% monitoring


8/3/2020 1000cc/24 jam keseimbangan cairan
K : 4,55 terapi dilanjutkan
2. Drip dobutamin
Cl: 98 4mcg/kg/min
(5mcg) METO : TD dan HR
TD : 123/69 terapi dilanjutkan
3. Drip NE 0,3 MESO Hipotensi,
HR : mcg/kg/min Aritmia
83x/min 0,5mcg/kg/min
Hipertensi
terapi dilanjutkan,
(–)
tidak ada ESO
aritmia (+) pada pasien
4. Diazepam PO
hipotensi (– 1dd 2mg
) terapi MESO : TD, HR, RR
dilanjutkan
5. Laxadin PO 1 METO : hipotensi
dd CI
terapi MESO : cairan
RR : elektrolit
dilanjutkan
28x/min

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 740
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

konstipasi pasien tidak METO : diare


(–) mengalami
ESO
diare (–) 6. Lansoprazole
MESO : mual muntah
IV 3dd 30mg
terapi METO : diare, tanda
mual (–) dilanjutkan tanda bleeding
pasien tidak
muntah(–) mengalami MESO :
ESO keseimbangan cairan
BAB hitam 7. Furosemid IV
(–) Hb : 17,3 METO : kadar asam
3dd 20mg
g/dL terapi urat, K, diare, Hb, TD
urin merah dilanjutkan
(–) pasien tidak MESO:sesak nafas

udem kaki mengalami METO:bronkospasme


(+) ESO

8. NAC PO 2dd
600mg MESO: HR
terapi
dilanjutkan METO: diare, kadar
pasien tidak elektrolit

sesak nafas mengalami METO : tanda infeksi


(+) ESO
9. Digoxin PO MESO : kadar K
1dd 0,25mg
terapi
dilanjutkan
Leukosit : pasien tidak Dosis diganti menjadi
14,14.106/µl mengalami 750 mg/24 jam
ESO
10. Cefoperazone
IV 2 x 1g METO : sesak napas
terapi
dilanjutkan MESO : aritmia
tidak terjadi
efek samping
11. Levofloxacin METO : sesak napas
IV 750,mg/48
jam MESO : tanda-tanda
terapi
infeksi
dilanjutkan
tidak terjadi
efek samping

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 741
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

12. Combivent
tiap 4 jam
terapi
dilanjutkan
tidak terjadi
efek samping
13. Pulmicort tiap
4 jam
terapi
dilanjutkan
tidak terjadi
efek samping

Senin, Hipertensi Na : - 1. Infus NS monitoring


9/2/2020 (-) terapi keseimbangan cairan
K:- dilanjutkan
Aritmia (+) 2. Drip
Cl : - Dobutamin
Konstipasi 5mcg/kg/mnt
(-) TD : 110/65
terapi
on Dobu + METO : TD dan HR
dilanjutkan,
Diare (-) NE
pasien tidak MESO Hipotensi,
Mual (-) HR : 128 mengalami Aritmia
x/mnt efek samping
Muntah 3. Drip
darah (-) RR : 28 Norepinefrin
x/mnt 0,5
BAB hitam mcg/kg/mnt
(-) Hb : - terapi MESO : TD, HR, RR
dilanjutkan,
Urine Leukosit : - METO : hipotensi
pasien tidak
kemerahan mengalami
(-) efek samping
4. Diazepam PO MESO : cairan
Udema 1dd 2mg elektrolit
kaki (+) terapi
dihentikan → METO : diare
Sesak
pasien sudah
napas (+)↓
tidak sadar
Pasien 5. Laxadin PO MESO : mual muntah
tidak sadar 1dd CI
terapi METO : diare, tanda
dihentikan → tanda bleeding
pasien sudah
tidak sadar

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 742
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

6. Lansoprazole MESO :
PO 1dd 30mg keseimbangan cairan
terapi
dilanjutkan, METO : kadar asam
pasien tidak urat, K, diare, Hb, TD
mengalami
efek samping MESO:sesak nafas
7. Furosemide IV METO:bronkospasme
3dd 20mg
terapi
dilanjutkan,
pasien tidak MESO: HR
mengalami
efek samping METO: diare, kadar
elektrolit
8. NAC PO 2dd METO : tanda infeksi
600mg
terapi MESO : kadar K
dilanjutkan,
pasien tidak
mengalami
efek samping Dosis diganti menjadi
9. Digoxin PO 750 mg/24 jam
1dd 0,25mg
terapi
dilanjutkan, METO : sesak napas
pasien tidak
mengalami MESO : aritmia
efek samping
10. Cefoperazone
IV 2 x 1g
METO : sesak napas
terapi
dilanjutkan, MESO : tanda-tanda
pasien tidak infeksi
mengalami
efek samping
11. Levofloxacin
IV 750mg/48
jam
terapi METO : TD, HR,RR
dilanjutkan,
MESO : penurunan
pasien tidak
RR, apneu
TD : 110/65 mengalami
on efek samping
12. Combivent
tiap 4 jam

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 743
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

HR : 128 terapi
x/mnt dilanjutkan,
Apneu (-) pasien tidak
RR : 28 mengalami
x/mnt efek samping
13. Pulmicort tiap
4 jam
terapi
dilanjutkan,
pasien tidak
mengalami
efek samping
14. Midazolam
drip 3 mg/jam
Indikasi :
sedatif
Mekanisme
kerja :
berinteraksi
dengan
reseptor
GABA,
dimana ketika
reseptor
GABA
diaktifkan,
maka konduksi
klorida
transmembran
akan
meningkat,
mengakibatkan
hiperpolarisasi
membran sel
postsinap dan
menghambat
fungsional dari
neuron post
sinap.
Dosis literatur
: 0,05mg/kg –
3 mg
Dosis
pemberian : 3

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 744
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mg/jam (dosis
sesuai dengan
literatur)
ESO :
penurunan RR,
apneu

Selasa, Hipertensi(- Na : 140 1. Infus NS monitoring


10/02/2020 ) mmol/L terapi keseimbangan cairan
dilanjutkan
Aritmia (+) K : 3,78 2. Drip METO : TD dan HR
mmol/L Dobutamin
Konstipasi 5mcg/kg/mnt MESO Hipotensi,
(-) Cl: 95 menjadi 15 Aritmia
mmol/L mcg/kg/mnt
Diare (-) terapi
TD : 123/54 dilanjutkan,
Mual (-) mmHg MESO : TD, HR, RR
pasien tidak
Muntah mengalami METO : hipotensi
NE+Dobu
darah (-) efek samping
HR : 135 3. Drip
BAB hitam x/min Norepinefrin
(-) 0,5
RR : 35 mcg/kg/mnt
Urin menjadi 1,5
x/min
kemerahan mcg/kg/mnt
terapi
(-) Hb : 16,00
dilanjutkan,
g/dL
Udema pasien tidak
kaki (+) Leukosit : mengalami
15,20 efek samping
Sesak nafas x106/µl 4. Lansoprazole
(+) PO 1dd 30mg
terapi MESO:sesak nafas
Pasien dilanjutkan,
tidak sadar METO:bronkospasme
pasien tidak
mengalami
efek samping
5. NAC PO 2dd MESO: HR
600mg
terapi METO: diare, kadar
dilanjutkan, elektrolit
pasien tidak
METO : tanda infeksi
mengalami
efek samping

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 745
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

6. Digoxin PO MESO : kadar K


1dd 0,25mg
terapi
dilanjutkan,
pasien tidak METO : tanda infeksi
mengalami MESO : kadar K
efek samping
7. Cefoperazone
IV 2 x 1g
terapi
dilanjutkan,
pasien tidak METO : sesak napas
mengalami MESO : aritmia
efek samping
8. Levofloxacin
IV 750mg/48
jam METO : sesak napas
terapi
dilanjutkan, MESO : tanda-tanda
pasien tidak infeksi
mengalami
METO : TD, HR,RR
efek samping
9. Combivent MESO : penurunan
tiap 4 jam RR, apneu
terapi
dilanjutkan,
pasien tidak
mengalami
efek samping
10. Pulmicort tiap
4 jam
terapi
dilanjutkan,
pasien tidak
mengalami
efek samping
11. Midazolam
drip 3 mg/jam
terapi
dilanjutkan,
pasien tidak
mengalami
efek samping

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 746
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Rabu, Pasien
11/03/2020 meninggal

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 747
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


CVA trombosis + Azotemia + NPH

(13 Maret – 18 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 748
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien CVA trombosis + Azotemia +


NPH “

di Instalasi Rawat Inap I Kegawatan Ruang HCU Stroke Unit

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA I Kegawatan Ruang HCU Stroke Unit
(13 Maret – 18 Maret 2020)

1. Nurlaela Velayati, S. Farm 192211101078


2. Auliya Khoerunnisa, S. Farm 1908020095
3. Vriska Sarah Indrastuti, S. Farm 1908020090
4. Siti Anisa, S. Farm 1908020102

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 749
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 27 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien CVA Trombosis + Azotemia + NPH”

di Instalasi Rawat Inap 1 Kegawatan Ruang HCU Stroke Unit

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA 1 Kegawatan Ruang HCU Stroke Unit
(13 Maret – 18 Maret 2020)

1. Nurlaela Velayati, S. Farm (192211101078)


2. Auliya Khoerunnisa, S.Farm (1908020095)
3. Vriska Sarah Indrastuti, S. Farm (1908020090)
4. Siti Anisa, S. Farm (1908020104)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis


IRNA I Ruang HCU SU IRNA 1 Kegawatan

Acc via WA (7/4/2020) Acc via WA (3/4/2020)

Rizky Fitri Farezi S. Farm., Apt Jainuri Erik P, M.FarmKlin., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 750
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan CVA trombosis


1. Definisi
CVA (Cerebrovaskular Accident) trombosis adalah suatu kondisi stroke
yang mana terjadi adanya penggumpalan darah atau penyumbatan pada
pembuluh darah. Stroke adalah penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak)
yang ditandai dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau
kematian jaringan otak akibat berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan
oksigen ke otak. Aliran darah ke otak dapat berkurang karena pembuluh darah
otak mengalami penyempitan, penyumbatan, atau perdarahan karena pecahnya
pembuluh darah. Penyebab stroke adalah pecahnya pembuluh darah diotak atau
terjadinya thrombosis dan emboli. Gumpalan darah akan masuk kealiran darah
sebagai akibat dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang cedera dan
menyumbat arteri otak, akibatnya fungsi otak berhenti dan menjadi penurunan
fungsi otak (Dewi dkk., 2016).
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu penderita stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke iskemik sebagian besar merupakan komplikasi dari beberapa
penyakit vaskuler yang ditandai dengan gejala penurunan tekanan darah yang
mendadak, takikardia, pucat, dan pernapasan yang tidak teratur, sementara
stroke hemoragic umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intracranial
dengan gejala peningkatan tekanan darah systole >200 mmHg pada hipertonik
dan 180 mmHg pada nonmotonik, bradikardi, wajah keunguan, sianosis, dan
pernapasan mengorok (Dewi dkk., 2016).
2. Etiologi
Etiologi stroke bervariasi, tetapi mereka dapat dikategorikan secara luas
menjadi iskemik atau hemoragik. sekitar 80-87% stroke berasal dari
pelanggaran iskemik yang disebabkan oleh oklusi serebrovaaskular
trombotik atau embolik. akun perdarahan intraserebral untuk sebagian besar

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 751
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sisa stroke, dengan jumlah yang lebih kecil yang dihasilkan dari perdarahan
subaraknoid aneurysmal (Roger VL, dkk. 2012)
1.2.Penyumbatan pembuluh darah
1.3.Hipertensi
1.4.Perdarahan serebrovaskular
1.5.Obesitas
1.6.Hiperlipidemia
3. Manifestasi Klinik
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba,
tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul
dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1.Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2.Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3.Kesulitan menelan.
4.Kesulitan menulis atau membaca.
5.Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6.Kehilangan koordinasi.
7.Kehilangan keseimbangan.
8.Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
9. Mual atau muntah, kejang
10.Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
11.Kelemahan pada salah satu bagian tubuh

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 752
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

4. Patofisiologi

Gambaar 1.1 Patofisiologi CVA trombosis


Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal
dari metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau
glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah
lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas
jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak
dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal.

Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang
diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+
K+ ATP-ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang
ekstraselular, sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini
menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran
depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila
menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak.
Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas
kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 753
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

gram / menit. Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan


gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis
menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan
glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan
resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi
perluasan daerah iskemik.

5. Tatalaksana terapi
Penatalaksanaan terapi untuk pasien stroke terapi umum yang
diberikan yaitu
a. Stabilitas jalan napas.
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72
jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata (ESO, Class IV,
GCP).
b. Stabilitas hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian
cairan hipotonik seperti glukosa). Dianjurkan pemasangan CVC
(Central Venous Catheter), dengan tujuan untuk memantau kecukupan
cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan cairan dan nutrisi. Bila
tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka
obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin
dosis sedang/ tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan
darah sistolik berkisar 140 mmHg.
c. Pemeriksaan awal fisik umum.
Meliputi pemeriksaan irama jantung, tekanan darah, derajat
kesadaran, Pemeriksaan pupil dan okulomotor dan keparahan
hemiparesis.
d. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada hari-hari pertama setelah serangan stroke

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 754
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

e. Penanganan Transformasi Hemoragik


Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan
asimptomatik (AHA/ASA, Class Ib, Level of evidence B).1 Terapi
transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke
perdarahan, antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan
mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati.
f. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan
diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat
di ICU. Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke
iskemik tanpa kejang tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of
evidence C).Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan
profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan
dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan (AHA/ASA, Class
V, Level of evidence C).
g. Pemantauan suhu tubuh
Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence C). Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5°C
(AHA/ASA Guideline)1 atau 37,5°C (ESO Guideline). Pada pasien
febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan
(trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter
ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk
mendeteksi meningitis. Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti
terapi antibiotic (AHA/ASA Guideline).
h. Pemeriksaan penunjang
EKG, pemeriksaan laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal,
hematologi, faal hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas
darah, dan elektrolit), Bila perlu pada kecurigaan perdarahan
subaraknoid, lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan cairan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 755
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

serebrospinal Pemeriksaan radiologi foto rontgen dada dan CT Scan


B. Tinjauan Azotemia
a. Definisi Azotemia
Azotemia adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan tingkat abnormal
tinggi senyawa yang mengandung nitrogen (seperti urea, kreatinin dan
senyawa nitrogen lainnya) di dalam ginjal berkaitan dengan penurunan laju
filtrasi glomerular. Hal ini sebagian besar terjadi disfungsional penyaringan
darah oleh ginjal. Hal ini dapat menyebabkan uremia tidak terkontrol.
(Balaji et, al. 2016)
b. Etiologi
5. Gangguan aliran darah ke ginjal
6. Penurunan perfusi akibat penurunan volume darah
7. Gagal jantung
8. Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik
9. Penurunan volume arteri efektif akibat sepsis atau sindrom
hepatorenal.
10. kelainan ateri renal.
c. Manifestasi klinik
Azotemia menyebabkan gangguan fungsi hampir semua sistem
organ, seperti gangguan cairan dan elektrolit, metabolik-endokrin,
neuromuskular, kardiovaskular dan paru, kulit, gastrointestinal, hematologi
serta imunolog (Djamil, 2015).
d. Patofisiologi
Patofisiologi azotemia ada 3 tahapan, yaitu :
a. Prerenal azotemia
Azotemia prerenal mengacu pada evaluasi dalam kadar BUN dan
kreatinin yang dihasilkan dari masalah dalam sirkulasi sistemik yang
menurunkan aliran ke ginjal. pada azotemia prerenal, penurunan aliran
ginjal merangsang retensi garam dan air untuk mengembalikan volume
dan tekanan.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 756
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

b. Intrarenal azotemia
Azotemia intrarenal, juga dikenal sebagai gagal ginjal akut (ARF),
azotemia ginjal-ginjal, dan cedera ginjal akut (AKI), mengacu pada
evaluasi dalam BUN dan kreatinin yang dihasilkan dari masalah pada
ginjal itu sendiri. ada beberapa definisi, termasuk kenaikan kadar
kreatinin serum sekitar 30% dari awal atau penurunan mendadak dalam
output di bawah 500 mL / hari.
c. Postrenal azotemia
Azotemia postrenal mengacu pada evaluasi BUN dan kadar
kreatinin yang dihasilkan dari obstruksi dalam sistem pengumpulan.
obstruksi mengalir menyebabkan pembalikan kekuatan Starling yang
bertanggung jawab untuk filtrasi glomerulus. obstriksi bilateral progresif
menyebabkan hidronefrosis dengan peningkatan tekanan hidrostatik
kapsuler Bowman dan penyumbatan tubular yang mengarah pada
penurunan progresif dalam dan penghentian akhir filtrasi glomerulus,
azotemia, asidosis, kelebihan cairan, dan hiperkalemia
e. Tatalaksana terapi
Manajemen gangguan ini harus fokus pada penghapusan hemodinamik
kelainan penyebab atau toksin, menghindari gejala tambahan, dan pencegahan
dan pengobatan komplikasi.

a. Azotemia Prarenal
Komposisi cairan pengganti untuk pengobatan akibat hipovolemia harus
disesuaikan sesuai dengan komposisi cairan yang hilang. Hipovolemia berat
akibat perdarahan harus dikoreksi dengan packed red cells, sedangkan saline
isotonik biasanya pengganti yang sesuai untuk ringan sampai sedang
perdarahan atau plasma loss (misalnya, luka bakar, pankreatitis). Cairan
kemih dan gastrointestinal dapat sangat bervariasi dalam komposisi namun
biasanya hipotonik. Solusi hipotonik (misalnya, saline 0,45%) biasanya
direkomendasikan sebagai pengganti awal pada pasien akibat meningkatnya
kehilangan cairan kemih atau gastrointestinal, walaupun salin isotonik

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 757
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mungkin lebih tepat dalam kasus yang parah. Terapi berikutnya harus
didasarkan pada pengukuran volume dan isotonik cairan yang diekskresikan.
Kalium serum dan status asam-basa harus dimonitor dengan hati- hati.
b. Azotemia intrinsic renal
Glomerulonefritis akut atau vaskulitis dapat merespon
glukokortikoid, alkylating agen, dan atau plasmapheresis, tergantung pada
patologi primer. Glukokortikoid juga mempercepat remisi pada beberapa
kasus interstitial nefritis alergi. Kontrol agresif tekanan arteri sistemik
adalah penting penting dalam membatasi cedera ginjal pada hipertensi
ganas nephrosclerosis, toxemia kehamilan, dan penyakit pembuluh darah
lainnya. Hipertensi akibat scleroderma mungkin sensitif terhadap
pengobatan dengan inhibitor ACE.
c. Postrenal azotemia
Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab azotemia adalah
prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik, koreksi
obstruksi pascarenal, dan meng- hindari penggunaan zat nefrotoksik.
Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan harus dilakukan secara rutin.
Selama tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal perbaikan), beberapa
pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup berarti, sehingga
pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit harus
dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat dengan
pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit urin dan
serum.
Terapi Nutrisi
Kebutuhan nutrisi pasien bervariasi tergantung dari penyakit dasarnya
dan kondisi komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi pemberian
nutrisi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 758
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Klasifikasi kebutuhan nutrisi


Katabolisme
Variabel
Ringan Sedang Berat
Contoh Toksik karena Pembedahan +/- Sepsis, ARDS,
keadaan klinis Obat infeksi MODS
Dialisis Jarang Sesuai Sering
kebutuhan
Rute pemberian Oral Enteral +/- Enteral +/-
Nutrisi parenteral Parenteral
Rekomendasi 20-25 25-30 25-30
Energy kkal/kg/BBari kkal/kg/BBari kkal/kg/Bbari
Sumber energy Glukosa 3-5 Glukosa 3-5 Glukosa 3-5
g/kgBB/hari g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Lemak 0,5-1 Lemak 0,8-1,2
g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Kebutuhan 0,6-1 0,8-1,2 1,0-1,5
Protein g/kgBB/hari g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Pemberian Makanan Formula enteral Formula enteral
nutrisi Glukosa 50- Glukosa 50-
70% 70%
Lemak 10-20% Lemak 10-20%
AA 6,5-10 % AA 6,5-10 %
Mikronutrien Mikronutrien
Tabel. 1.1 Terapi nutrisi azotemia
Komplikasi
Komplikasi Pengobatan
Kelebihan volume intravaskuler Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (<
1L/hari)

Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 759
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Hiponatremia Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari


infuse larutan hipotonik.
Hipokalemia
Batasi asupan diet K (<40 mmol/hari),
hindari diuretic hemat kalium
Asidosis metabolic Natrium bikarbonat (upayakan
bikarbonat serum >15 mmol/L, pH
Tabel. 1.2 Tatalaksana komplikasi azotemia

C. Tinjauan NPH (Normal Pressure Hydrocephalus)


▪ Definisi NPH
NPH (Normal Pressure Hydrocephalus) adalah NPH adalah salah
satu jenis hidrosefalus yang sering dialami oleh orang lanjut usia (>60
tahun) dengan insidens kira-kira 1 – 2 % dari populasi manula (>60 tahun).
Penyebab dari NPH sebagian masih belum diketahui sampai saat ini,
sementara sebagian lainnya merupakan suatu kelanjutan atau komplikasi
dari penyakit stroke (terutama stroke perdarahan), cedera kepala, tumor
otak, dan infeksi otak seperti meningitis. NPH yang penyebabnya tidak
diketahui biasa disebut dengan idiopatik NPH (iNPH), sedangkan yang
merupakan kelanjutan dari penyakit lainnya disebut dengan NPH sekunder
(Erliano Sufarnap, 2016).

▪ Etiologi NPH
Penyebab hidrosefalus nonkomunikan (obstruktif) bisa dibedakan
didapat maupun kongenital. Penyebab hidrosefalus nonkomunikan yang
didapat adalah stenosis aquaductus cerebri (adhesi setelah infeksi atau
perdarahan), tumor supra- tentorial yang menyebabkan herniasi tentorial,
hematom intrakranial, tumor (di ventrikel, area kelenjar pineal, fossa
posterior), abses granuloma, dan kista arachnoid. Penyebab hidrosefalus
nonkomunikan yang kongenital adalah stenosis aquaductus cerebri,
sindroma Dandy Walker (atresia foramen Magendie dan foramen Luschka),
dan malformasi Arnorld Chiari.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 760
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sedangkan penyebab hidrosefalus komunikan (non-obstruktif)


adalah penebalan leptomening dan atau melibatkan granulatio
arachnoidalis, peningkatan viskositas cairan serebrospinal (kandungan
protein tinggi), produksi cairan serebrospinal berlebihan (papiloma plexus
koroideus) dan iatrogenik.Penebalan leptomening dan atau melibatkan
granulatio arachnoidalis diantaranya disebabkan karena infeksi (piogen,
tuberkulosis, jamur), perdarahan subarachnoid (spontan, trauma,
postoperatif) dan meningitis karsinomatous. Penyebab iatrogenik pada
umumnya karena hipervitaminosis A akut maupun kronis yang
meningkatkan sekresi cairan serebrospinal dan meningkatkan permeabilitas
sawar darah otak.

▪ Manifestasi klinik

Manifestasi klinis umum dari NPH termasuk


gangguan gaya berjalan, demensia dan inkontinensia urin (UI).
▪ Patofisiologi
a. Patofisiologi urin inkontinensia
Pasien dengan UI parah mengalami penurunan aktivitas pelacak di
korteks frontal bilateral sisi kanan dominan dan inferior kiri girus
temporal. Hubungan antara UI dan kanan hipoperfusi frontal dicatat.
Penyebab UI dalam NPH dikaitkan dengan hipoperfusi frontal kanan.
Selanjutnya, pengujian urodinamik pada pasien NPH menunjukkan
aktivitas otot detrusor yang berlebihan, yang merupakan hilangnya
refleks berkemih, menunjukkan otonom primer penyelewengan fungsi.
Ini semakin memperburuk gejala UI pada pasien NPH menunjukkan
penurunan konsentrasi kepadatan reseptor D2 dopaminergik dalam NPH
pasien, yang juga dapat berkontribusi pada UI. Sebagai sistem saraf
otonom sangat penting dalam mengendalikan UI, ini menunjukkan
bahwa NPH dikaitkan dengan peningkatan parasimpatis aktivitas, yang
kembali normal setelah lumbar tusukan. Selain itu, nilai FA yang lebih
rendah dikaitkan dengan gait keparahan yang lebih tinggi. Inkontinensia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 761
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

urin meningkat secara alami seiring bertambahnya usia. Ada berbagai


klasifikasi UI termasuk dorongan, overflow, stres, campuran dan
fungsional. Desakan adalah jenis UI yang paling umum, dan disebabkan
oleh aktivitas detrusor yang berlebihan Pasien UI umumnya mengeluh
kehilangan urin selama aktivitas fisik atau aktivitas yang melibatkan
intra-abdominal tekanan. Penyebab lain UI termasuk cacat anatomi
kecacatan kognitif.
b. Patofisiologi gaya berjalan
Gait sering terjadi pada pasien NPH. Gait gejala terlihat pada pasien
usia lanjut dan berhubungan dengan NPH. Kiprah meningkat dalam
keparahan seiring NPH berlangsung. Saat mendiagnosis gangguan gaya
berjalan, penting untuk menilai satu kaki dan postur, keduanya dapat
menyebabkan kelainan gaya berjalan Karakteristik gangguan berjalan
biasanya termasuk jatuh, terganggu gerak dan kualitas hidup tertekan
secara keseluruhan. Kiprah adalah salah satu gejala NPH yang mudah
diobati, seperti biasanya sembuh setelah pasien dihambat. Patofisiologi
kejadian kiprah terkait dengan NPH telah dikaitkan dengan diameter otak
tengah dengan NPH menunjukkan gangguan gaya berjalan, dan diukur
maksimum diameter otak tengah dan pons bersama dengan lebar
ventrikel lateral dan ketiga. Studi itu menunjukkan bahwa diameter otak
tengah maksimal lebih kecil di NPH pasien dari kelompok kontrol. Lebar
otak tengah juga berkorelasi buruk dengan tingkat keparahan pasien
kiprah. Kiprah yang terkait dengan NPH dapat tampak serupa untuk gaya
berjalan menyeret yang biasa terlihat pada penyakit Parkinson. Karena
itu, ketika membuat diagnosis NPH penting untuk menyingkirkan
penyakit Parkinson.
c. Patofisiologi demensia
Manifestasi klinis NPH lainnya adalah demensia, yaitu gangguan
kognitif yang menghasilkan beberapa defisit, seperti bicara lambat,
gangguan memori jangka pendek, kehilangan konsentrasi dan penurunan
keterampilan motorik halus. Demensia adalah seorang tanda klinis awal

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 762
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

NPH, dan harus digunakan untuk membedakan NPH dari gangguan lain
selama tahap ini. Penyebab umum demensia pada pasien yang berusia
lanjut 60 tahun ke bawah. Patofisiologi demensia dari perkembangan
NPH dapat dikaitkan dengan ketidakseimbangan kimia yang disebabkan
oleh pengurangan CSF. Ini berkaitan dengan NPH, karena pasien dengan
NPH menunjukkan penurunan CSF, yang menghasilkan penurunan beta-
endorphin. Ini bisa menjadi salah satu yang utama patofisiologi di balik
demensia pada NPH. Pasien mengeluh memperburuk masalah ingatan
dan kemudian diperiksa. Setelah CT scan, ada pelebaran yang memburuk
tanduk frontal dari ventrikel lateral, dan Bagian posterior pasien dari
sistem ventrikel runtuh sepenuhnya. Pelebaran yang memburuk
menyebabkan orang menjadi lebih miskin aliran darah. Telah
berspekulasi bahwa gangguan otak aliran darah terkait dengan timbulnya
gejala yang terkait dengan NPH.

▪ Tatalaksana NPH

Tatalaksana untuk NPH dibagi menjadi 2, yaitu

▪ Tata laksana non operatif

Manajemen ini ditujukan untuk menurunkan produksi CFS dan


meningkatkan absorbsinya. Manajemen yang dilakukan adalah
pemberian farmakoterapi dengan pemberian Azetazolamide (carbonic
anhydrse inhibitor) dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dan Furosemide
(diuretik) dengan dosis 1 mg/kgBB/hari. Perlu diperhatikan juga bahwa
obat-obat tersebut diatas juga memberikan resioko atau efek samping
seperti metabolisme asidosis, letargis, penurunan nafsu makan,
ketidakseimbangan elektrolit, takipneu, dan diare. Obat lain juga
meliputi Hyaluronidase, manitol, urea, dan gliserol.

▪ Tata laksana operatif

Tatalaksana ini dibagi lagi menjadi 2 prosedur : shunting dan non-


shunting. Pada prosedur nonshunting berupa : ETV, reseksi lesi yang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 763
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menyumbat aliran CSF, dan apabila diperlukan ablasi plexus choroidea.


Sedangkan pada prosedur shunting bertujuan untuk diversi CSF ke
ruang atau organ tubuh lain yang memiliki kemampuan reabsorbsi
seperti pericardium, peritoneum, rongga pleura. Proses kanulasi
ventrikel dapat dilakukan melalui pendekatan frontal, parietal, dan
occipital. Beberapa ahli bedah saraf lebih memilih pendekatan secara
parietal karena mudah jangkauannya dari scalp ke abdomen
(Ellenbogen, Richard G. Abdulrauf, Saleem I,Sekhar, 2012).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 764
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN
2.1. Profil pasien
Nama/ Jenis kelamin : Tn.J
Umur/ BB/ TB : 60th
Alamat : Singosari, Malang
MRS/KRS : 11 Maret 2020
Status pasien : JKN
Dokter : dr. Catur
Farmasis : Rizky Fitri Fauzia, S.Farm., Apt
Alergi : Tidak ada
Keluhan utama Pasien datang ke RS dengan keluhan lemah
:
setengah bagian badan, pelo, merot
Riwayat penyakit saat ini : -
Riwayat kesehatan : Hipertensi
Riwayat pengobatan Amlodipin, clopidogrel, acetazolamide,
:
citicolin, omeprazole, ondansentron
Diagnosa awal : CVA trombosis DH-3
Diagnosa akhir CVA trombosis DH-3 + Hipertensi stage II
: + Hiponatremia + Azotermia + NPH +
Anemia + Hipoalbuminemia

2.2. Data klinis pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital dan klinis pasien
Parameter Nilai Normal 12/3 13/3 14/3 15/3 16/3 17/3

Suhu 36-37 36,2 36,2 36,2 36 36,7 36,5

Nadi 80 87 76 78 80 82 80

RR 20 21 21 20 19 20 19

Tek. Darah 120/80 150/80 150/90 140/100 110/90 150/80 190/100

GCS 456 456 456 456 456 456 456

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 765
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

SpO2 (%) 99 99 99 99 99 99 98

Scale Pain 3 - 3 2 - -

▪ Data laboratorium pasien


Tabel 2.2 Tabel data laboratorium pasien

PARAMETER NORMAL VALUE 11/3 12/3 13/3 16/3

HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 8,90 9, 60 8,90
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 3,35 3,71 3,37
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 10 / µL
3
8,52 8,92 10,49
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 26,80 29,40 28,20
Trombosit (PLT) 142 – 424 103/ µL 306 310 335
ESR/LED 0-30 mm/hr
Reticulosit 0,5- 2,20%
MCV 80 – 93 FL 80,00 79,20 83,70
MCH 27 - 31 Pg 26,60 25,90 26,40
MCHC 32 – 36 g/dL 33,20 32,70 31,60
RDW 11,5 – 14,5 % 13,30 13,50 14,90
PDW 9-13 8,9 8,6 9,3
MPV 7,2 – 11,1 9,0 8,8 9,2
P-LCR 15,0 – 25,0 16,2 14,6 17,1
PCT 0,150 – 0,400 0,28 0,27 0,31
NRBC Absolut 0,00 0,02 0,01
NRBC Percent 0,0 0,2 0,1

PARAMETER NORMAL VALUE 11/3 12/3 13/3 16/3


HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 1,3 4,3 5,5
Basofil 0–1 0,5 0,7 0,5
Neutrofil 51 – 67 72,3 73,6 67,2
Limfosit 25 – 33 21,1 15,0 22,5
Monosit 2-5 4,8 6,4 4,3
Eosinofil Absolut 0,11 0,38 0,58
Basofil Absolut 0,04 0,06 0,05
Neutrofil Absolut 6,16 6,57 7,05
Limfosit Absolut 1,80 1,34 2,36

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 766
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Monosit Absolut 0,16 – 1 0,41 0,57 0,45


Immature
Granulosit 0,40 0,30 0,30
(%)
Immature
0,03
Granulosit 0,03 0,03
FAAL HEMOSTATIS
PPT
Pasien 11,90
Kontrol 11,30
INR 1,16
APPT
Pasien 27,30
Kontrol 24,8

NORMAL
PARAMETER 11/3 12/3
VALUE 13/3 16/3
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glucose fasting 60-110 mg/dl -
Glucose 2 PP <130 mg/dl 59
Glucose Random <200mg/dl
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl
Creatinine 0,7-1,5 mg/dl
e-GFR
FAAL HATI
SGOT/AST 11-41 U/I 30
SGPT/ALT 10-41 U/I 10
Albumin 3,5-5,0 g/dl 2,86 2,71
URINALYSIS
Warna Jernih
pH 5,0-8,0 8,0
Leukosit 0,5/lpb 3+
Nitrit Neg -
Protein/albumin Neg -
Glukosa Neg -
Keton Neg -
Urobilinogen Neg 3,2
RBC Neg -

RBC 0,2/lpb -

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 767
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Leukosit 0,5/lpb -
Epitelial 0,2/lpb -
Silinder Neg -
Kristal Neg -
Bakteri -
10x
Epitel <1 +
Silinder -
40x
Eritrosit <3 1,2
Leukosit <5 -
Bakteri <23x103 mL +

NORMAL 13/3 16/3


PARAMETER 11/3 12/3
VALUE
ELEKTROLIT
Natrium/Na 135-145 mmol/l 132 - 136
Potasium/K 3,5-5,0 mmol/l 4,20 - 3,42
Chloride/Cl 98-106 mmol/l 109 - 117
Calcium/Ca 7,6-11,0 mmol/l - -
Phosphat/PO4 2,5-7,0 mmol/l - -
BGA
Suhu 37,0 -
Hb 9,1 -
pH 7,35-7,45 7,40 -
pCO2 35-45 29,3 -
pO2 80-100 81,2 -
HCO3 21-28 18,1 -
O2 Saturate >95% 96,2% -
Base excase (-)3 – (+) 3 -7,0 -
eGFR 33,397

Interpretasi data laboratorium:


a. Leukosit diatas normal menunjukkan tanda tanda infeksi
b. Neutrofil diatas normal menunjukkan tanda infeksi bakteri, gangguan
metabolit dan perdarahan
c. Limfosit, Monosit tidak normal menunjukkan tanda tanda infeksi dan
inflamasi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 768
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

d. PCO2, HCO3, BE dibawah normal menunjukkan pasien mengalami


Asidosis Respiratorik terkompensasi
e. PO2 diatas normal → Dikarenakan penggunaan alat bantu napas
2.3. Profil terapi pasien
Tabel 2.3 Tabel profil terapi pasien
Obat Rute Dosis 12/3 13/3 14/3 15/3 16/3 17/3
Inf Nacl 0.9% IV 20 tpm √ √ √ - - -
Inf Nacl 0.9% : IV 20 tpm - - √ √ √ √
aminofluid ( 2:1)
Citicolin IV 3x500 mg √ √ √ √ √ √

Ranitidin IV 2x50 mg √ √ √ √ √ √

Paracetamol (k/p) IV 3x1 g √ √ √ - - √

Antrain IV 3x1 g - - √ √ √ k/p

ASA PO 1x160 mg √ √ √ √ √ √

Simvastatin PO 1x20 mg √ √ √ √ √ √

KSR PO 1x600 mg - - - √ √ √

Haloperidol PO 2x0,5 mg √ √ √ √ √ √

Acetazolamide PO 3x200 mg √ √ √ √ √ √

2.4. Analisa SOAP Pasien


Tabel 2.4 Tabel Analisa SOAP
Tanggal Subyektif Obyektif Assesment Plan
12/3/20 Lemas Na: 132 1. NaCl 0,9% METO
K : 4.20 Indikasi: sebagai cairan isotonik untuk Kadar elektrolit
Cl : 109 resusitasi cairan yang terdistribusi pada (Na,K, Cl)
GCS : 456 komnpartemen ekstraseluler dan bertahan
dalam tubuh dalam waktu yang lama atau MESO
untuk sebagai keseimbangan elektrolit Edema (-)
MK : mengandung elektrolit (Na,K,Cl) yang
dapat meregulasi jumlah air dalam tubuh dan
mencegah dehidrasi.
Dosis lazim : 1500cc/24jam
Dosis pasien : 1500cc/24jam
Rute : IV
IO = -
DRP : ESO Potensial : edema
(Tonog,2019)
TD : 150/80 2. Citicoline
GCS : 456 Indikasi: pemulihan kondisi stroke METO
MK : meningkatkan senyawa phospolipid Perbaikan kognitif
phospatidy choline untuk melindungi otak pasien

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 769
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis lazim : 1-2x 250-500mg per hari MESO


Dosis pasien : 3x500 mg Pusing (-), Mual (-),
Rute : pusing, mual, muntah muntah (-)
IO = -
3. Ranitidin
Mual (-). Indikasi: gastroprotektor (mencegah METO
Pasien dalam timbulnya stress ulcer) Mual (-) muntah(-)
kondisi MK : memblok reseptor H2 pada sel MESO
terbaring pariental lambung Pusing (-)
Dosis lazim : 50mg/2ml tiap 6-8 jam
Dosis pasien : 2x50mg
ESO : pusing
Rute : IV
IO = -
4. Paracetamol infus
Pasien T : 36.2 Indikasi: nyeri ringan hingga sedang, METO
mengeluhka HR : demam Monitoring scale
n nyeri 87x/menit MK :. Menghambat sintesis prostaglandin pain
Scale pain : 3 Dosis lazim : 500-1000 mg/hari. Dosis inf MESO
10mg/ml Hipersensitivitas (-)
Dosis pasien : 3x1 gram
Rute : IV
IO = -
DRP:ESO: reaksi hipersensitivitas (-)

5. ASA METO
TD : 150/80 Indikasi: pengencer darah Kadar Hb naik
mmHg MK : mengurangi agregasi antiplatelet, MESO
Hb : 8.90 sehingga dapat menghambat pembentukkan Mual (-), Muntah (-),
RBC :3.35 trombus. Bronkosphasme (-)
Dosis lazim : 150-300 mg/hari
Dosis pasien : 1x160 mg
Rute : PO
ESO : mual, muntah, bronkosphasme
6. Simvastatin
TD : 150.80 Indikasi: mencegah timbulnya plak pada METO
mmHg pembuluh darah. Kolesterol stabil
Cr: 1.65 MK : inhibitor reduktase HMG CoA. MESO
Dosis lazim : 10-20 mg/hari (pagi/malam) Sakit kepala (-), diare
Dosis pasien: 1x20 mg (malam) (-), mual (-), muntah
Rute : PO (-)
IO = -
DRP : ESO: sakit kepala, diare, mual,
muntah

7. Haloperidol
Indikasi: mengurangi kegelisahan
Gelisah (+) MK : antagonis D1 dan D2 di otak METO
Dosis lazim : 5-15 mg/hari Gelisah (-)
Dosis pasien : 2x0,5 mg/ hari MESO
Rute : PO EPS (-)
IO = -
DRP : acetazolamide + haloperidol :
meningkaatkan irama jantung
ESO : EPS

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 770
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

8. Acetazolamide
Indikasi : mengurangi retensi cairan
TD : 150/80 MK : enzim pada ginjal dihambat, shg METO :
mmHg tidak mensekresi ion H+ dan mencegah Kadar Na, K, dan Cl
peningkatan bicarbonat. MESO :
Dosis lazim : diuresis, 230-375 mg/hari Mengantuk (-),
Dosis pasien : 3x250 mg/hari anoreksia (-),
ESO : mengantuk, anoreksia, kesemutan kesemutan (-)

13/3/20 Lemas (+) GCS : 456 1. NaCl 0,9% METO : Kadar


elektrolit (Na, K, Cl)
MESO :Edema (-)

METO
2. Citicoline inj Perbaikan kognitif
pasien
MESO
Pusing (-), Mual (-),
muntah (-)
Pasien dalam
kondisi 3. Ranitidin inj METO : Mual (-)
terbaring MESO: Pusing (-)
lemah

Nyeri pasien 4. Paracetamol inf METO : nyeri (-)


(+). T : 36.2 MESO :
hipersensitivitas (-)

Hb : 9.60 5. ASA METO


RBC : 3.71 Kadar Hb naik
MESO
Mual (-), Muntah (-),
Bronkosphasme (-)

TD : 150/90 6. Simvastatin METO


mmHg Kolesterol stabil
HR : 76x MESO
Sakit kepala (-), diare
(-), mual (-), muntah
(-)

Gelisah (+) 7. Haloperidol METO


Gelisah (-)
MESO
EPS (-)

TD : 150/90 8. Acetazolamide METO :


mmHg Kadar Na, K, dan Cl
MESO :

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 771
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mengantuk (-),
anoreksia (-),
kesemutan (-)
14/3/20 GCS : 456 1. NaCl 0,9% METO : Kadar
elektrolit (Na, K, Cl)
pasien MESO :Edema (-)
dipindah
kan ke METO
ruang 2. Citicoline inj Perbaikan kognitif
rawat pasien
inap MESO
Pusing (-), Mual (-),
muntah (-)

Pasien dalam METO : Mual (-)


kondisi
3. Ranitidin inj MESO: Pusing (-)
terbaring

13/3/20 METO
Hb : 9.60 Kadar Hb naik
RBC : 3.71 4. ASA MESO
Mual (-), Muntah (-),
Bronkosphasme (-)

METO
TD : 140/100 Kolesterol stabil
mmHg 5. Simvastatin MESO
HR : 78x Sakit kepala (-), diare
(-), mual (-), muntah
(-)

METO
Gelisah (+) Gelisah (-)
6. Haloperidol MESO
EPS (-)

METO :
TD : 140/100 Kadar Na, K, dan Cl
mmHg 7. Acetazolamide MESO :
Mengantuk (-),
anoreksia (-),
kesemutan (-)

Nyeri (+) Scale pain : 3 METO : monitoring


8. Antrain inj nyeri
Indikasi : analgetik MESO : ESO (-)
MK : menghambat sintesis prostaglandin
di hipotalamus.
Dosis lazim : 1-2x 500mg – 1 gr
Dosis pasien : 3x1 gr
ESO : diskrasia, hipersensitivitas. METO : kalium
13/3/20
K : 3.42 normal
9. KSR MESO : ESO (-)
Indikasi : mencegah hipokalemi
MK : -

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 772
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Basa excase : Dosis lazim :


-7,0 Dosis pasien : 1x600 mg
ESO : hipersensitivitas, nyeri perut
10. Inf Nacl 0.9% : Aminofluid (2:1)
Indikasi : cairan penyuplai nutrisi METO : Basa excase
(elektrolit, glukosa, protein, asam amino, normal
bebas, glukosa, nitrogen, asam amino
MESO :
esensial atau non esensial. hipersensitivitas (-),
MK : meningkatkan nutrisi seperti
monitoring kadar
elektrolit, protein, asam amino dan juga
kalium
glukosa dan juga menyuplai berbagai
nutrisi ke dalam tubuh
Dosis : Pada pengguna lansia atau pasien
kritis adalah 500 mL dimasukkan melalui
pembuluh tepi dengan kecepatan jatuh
tetes infus 500 mL per 120 menit.
Maksimal 2500 mL per hari.
ESO : hipersensitivitas, kelebihan
kadar kalium darah, dada terasa sesak
15/3/20 GCS : 456 1. NaCl 0,9% METO : Kadar
elektrolit (Na, K, Cl)
MESO :Edema (-)

METO
2. Citicoline inj Perbaikan kognitif
pasien
MESO
Pusing (-), Mual (-),
muntah (-)
Pasien dalam
kondisi 3. Ranitidin inj METO : Mual (-)
terbaring MESO: Pusing (-)

METO
13/3/20 4. ASA Kadar Hb naik
Hb: 9.60 MESO
RBC : 3.71 Mual (-), Muntah (-),
Bronkosphasme (-)

METO
TD : 110/90 5. Simvastatin Kolesterol stabil
mmHg MESO
HR : 80x Sakit kepala (-), diare
(-), mual (-), muntah
(-)

METO
Gelisah (+) 6. Haloperidol Gelisah (-)
MESO
EPS (-)

METO :
TD : 110/90 7. Acetazolamide Kadar Na, K, dan Cl
mmHg MESO :

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 773
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mengantuk (-),
anoreksia (-),
kesemutan (-)

METO : monitoring
Scale pain : 2 8. Antrain inj nyeri
MESO : ESO (-)

13/3/20 9. KSR METO : kalium


K : 4.20 normal
MESO : ESO (-)

11/3/20 METO : Basa excase


Basa excase : 10. Inf Nacl 0.9% : Aminofluid normal.
-7.0 MESO :
hipersensitivitas (-),
monitoring kadar
kalium

16/3/20 16/3/20 1. NaCl 0,9% METO : Kadar


Na : 136 elektrolit (Na, K, Cl)
K : 3.42 MESO :Edema (-)
Cl : 117
GCS : 456 METO
2. Citicoline inj Perbaikan kognitif
pasien
MESO
Pusing (-), Mual (-),
muntah (-)

Pasien dalam 3. Ranitidin inj METO : Mual (-)


kondisi MESO: Pusing (-)
terbaring

METO
16/3/20 4. ASA Kadar Hb naik
Hb : 8.90 MESO
RBC : 3.37 Mual (-), Muntah (-),
Bronkosphasme (-)

METO
TD : 150/80 5. Simvastatin Kolesterol stabil
mmHg MESO
HR : 82x Sakit kepala (-), diare
(-), mual (-), muntah
(-)

METO
Gelisah (+) 6. Haloperidol Gelisah (-)
MESO
EPS (-)

METO :
TD : 150/80 7. Acetazolamide Kadar Na, K, dan Cl
mmHg MESO :

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 774
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mengantuk (-),
anoreksia (-),
kesemutan (-)
Nyeri
berkurang 8. Antrain inj METO : monitoring
nyeri
MESO : ESO (-)
16/3/20 9. KSR
K : 3.42 METO : kalium
normal
MESO : ESO (-)
11/3/20 10. Inf Nacl 0.9% : Aminofluid
Basa excase : METO : Basa excase
-7.0 normal.
MESO :
hipersensitivitas (-),
monitoring kadar
kalium
17/3/20 Lemas (+) 16/3/20 1. NaCl 0,9% METO : Kadar
Na : 136 elektrolit (Na, K, Cl)
K : 3.42 MESO :Edema (-)
Cl : 117
GCS : 456 METO
2. Citicoline inj Perbaikan kognitif
pasien
MESO
Pusing (-), Mual (-),
muntah (-)

Pasien dalam 3. Ranitidin inj METO : Mual (-)


kondisi MESO: Pusing (-)
terbaring

METO
16/3/20 4. ASA Kadar Hb naik
Hb : 8.90 MESO
RBC : 3.37 Mual (-), Muntah (-),
Bronkosphasme (-)

METO
TD : 150/80 5. Simvastatin Kolesterol stabil
mmHg MESO
HR : 82x Sakit kepala (-), diare
(-), mual (-), muntah
(-)

METO
Gelisah (+) 6. Haloperidol Gelisah (-)
MESO
EPS (-)

METO :
TD : 150/80 7. Acetazolamide Kadar Na, K, dan Cl
mmHg MESO :

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 775
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mengantuk (-),
anoreksia (-),
kesemutan (-)
Nyeri
berkurang 8. Antrain inj METO : monitoring
nyeri
MESO : ESO (-)
16/3/20 9. KSR
K : 3.42 METO : kalium
normal
MESO : ESO (-)

8. Drug Related Problem Pasien


Tabel 2.5 Tabel Drug Related Problem Pasien
Problem Medis DRPs Rekomendasi
Interaksi haloperidol + Interaksi obat Pemberian obat di jeda.
acetazolamide dapat meningkatkan
irama jantung

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 776
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang ke Rumah Sakit pada tanggal 11 Maret 2020 dengan keluhan
utama lemas setengah badan bagian kanan saat sedang duduk-duduk. Bicara mulai
pelo, merot, dan pasien merasa gelisah. Pasien tidak memiliki riwayat alergi
terhadap makanan dan obat. Riwayat penyakit pasien yaitu hipertensi stage II.
Resusitasi cairan adalah proses penggantian cairan tubuh, saat pasien dalam
kondisi kritis atau kehilangan terlalu banyak cairan, baik dalam bentuk air maupun
dalam bentuk darah (Latief, 2002). Infus yang digunakan kepada pasien selama
dirawat di RS yaitu NaCl 0.9%. NaCl 0.9% indikasi sebagai cairan isotonik untuk
resusitasi cairan dan sebagai keseimbangan elektrolit. Mekanisme kerja dari NaCl
0.9% yaitu mengandung elektrolit (Na,K,Cl) yang dapat meregulasi jumlah air
dalam tubuh dan mencegah dehidrasi. Dosis: 1500cc/24 jam 20 tpm. Selama
pasien di rawat di RS pasien menerima infus NaCl 0.9%
Pada tanggal 14 hingga 16 Maret, pasien mendapatkan terapi resusitasi
cairan NaCl 0.9% : Aminofluid (2:1) terapi ini bertujuan untuk mengatasi
hiponatremia yang dialami oleh pasien dan mengatasi malnutrisi ringan.
Pemberian citicoline diberikan kepada pasien sebagai neuroprotektor untuk
mempercepat pemulihan kondisi pasien karena stroke. Mekanisme kerja dari
citicoline yaitu dengan cara meningkatkan senyawa phospolipid phospatidi choline
untuk melindingi otak. Dosis lazimnya 1-2x 250-500 mg dengan rute IV. Dosis
yang diberikan pada pasien yaitu 3x500 mg dengan rute IV. Efek samping yang
ditimbulkan dari penggunaan citicoline yaitu ruam kuit, insomnia, pusing. (DIH,
2009). Pasien diberikan citicoline mulai tanggal 12 Maret hingga 17 maret 2020.
Monitoring yang perlu dilakukan kepada pasien yaitu perbaikan kondisi pasien.
Citicoline juga memiliki potensi untuk mengurangi kerusakan otak akut
dan meningkatkan pemulihan fungsional pada model binatang yang stroke, bahkan
ketika diberikan beberapa jam setelah kejadian iskemik. Karena fosfatidilkolin
dalam sitikoline bisa menggenerasi biosintesis fosfolipid membran, yang
terdegradasi selama iskemia otak oleh asam lemak dan radikal bebas. Selain itu,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 777
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sitikoline telah terbukti mengembalikan aktivitas ATPase mitokondria dan


membran Na1/K1 ATPase, untuk menghambat aktivasi fosfolipase A2, dan untuk
mempercepat reabsorpsi edema serebral (Sari, 2016).
Pasien menerima pengobatan untuk terapi antikoagulan. Antikoagulan
adalah obat yang diindikasikan untuk menghambat pembekuan darah. Obat ini
bekerja dengan cara menghambat pembentukan protein dalam pembekuan darah.
Obat yang digunakan pasien untuk kondisi ini yaitu ASA.
ASA atau aspilet diindikasikan sebagai terapi pengencer darah atau anti
trombolitik pada pasien stroke. Mekanisme kerja dari ASA yaitu mengurangi
agregasi plate sehingga dapat menghambat pembentukkan trombus (DIH,2009).
Dosis literatur 150-300 mg per hari. Dosis pasien 1x160 mg per hari. Efek samping
yang dapat timbul oleh obat teresebut seperti mual, muntah dan bronkophasme
sehingga perlu dilakukan monitoring terhadap efek samping obat selain itu juga
perlu monitoring tanda-tanda vital pasien.
Dicantumkan pada The Annals of Pharmacotherapy, aspirin adalah satu-
satunya agen antiplatelet dengan literatur yang mendukung manfaatnya dalam
pengaturan stroke iskemik akut. Dua uji coba besar, yang dilakukan secara
bersamaan, memberikan bukti untuk mendukung kemanjuran aspirin dalam
penelitian: orang Cina terhadap Percobaan Stroke Akut (CAST) dan Stroke
Internasional Percobaan (IST).

Simvastatin diberikan kepada pasien dengan indikasikan untuk mencegah


terjadinya pembentukkan plak dan mencegah terjadinya aterosklerosis pada pasien.
Sehingga mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah. Mekanisme
kerja dari simvastatin yaitu menghambat co-enzim HMG CoA reduktase untuk
sintesis kolesterol. Dosis lazim simvastatin yaitu 5-10 mg per hari. Dosis pada
pasien yaitu 1x20 mg diberikan pada malam hari. Efek samping yang ditimbulkan
yaitu sakit kepala, diare, mual, muntah. Sehingga perlu adanya monitoring tanda-
tanda vital dan monitoring efek samping obat.
Statin mengurangi risiko stroke sekitar 30% pada pasien dengan arteri
koroner penyakit dan peningkatan lipid plasma. Pasien dengan stroke iskemik

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 778
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

terlepas dari kondisi awal, terapi statin memiliki intensitas tinggi untuk mencapai
pengurangan setidaknya 50% dalam LDL untuk pencegahan stroke sekunder
(Dipiro, 2015). Beberapa studi menyatakan bahwa penggunaan statin akan
meningkatkan luaran status fungsional setelah mendapat serangan stroke.
Penggunaan statin dengan segera sebagai penurun kadar lipid dapat meningkatkan
luaran status fungsional dan mengurangi resiko terjadinya stroke, efek statin yang
lain, dimana statin juga memiliki efek immune modulatory yang dianggap dapat
meningkatkan luaran status fungsional setelah stroke iskemik akut (Nugroho dan
Pinzon, 2016).
Pemberian ranitidin pada pasien diindikasikan sebagai terapi untuk
mencegah terjadinya stress ulcer. Stress ulcer merupakan ulcer pada lambung atau
duodenum yang biasanya muncul dalam konteks trauma atau penyakit sistemik atau
SSP yang hebat. Ulcer secara histologi didefinisikan sebagai hilangnya mukosa
saluran cerna yang meluas ke lapisan muskularis mukosa hingga submukosa atau
lebih dalam (Goodman & Gilman, 2008; Kumar, 2010). Ranitidin berperan sebagai
gastroprotektor (Wuri, 2015). Mekanisme kerja ranitidin yaitu memblokir reseptor
histamin pada sel pariental. Dosis lazim ranitidin yaitu 50 mg/ 2ml diberikan tiap
6-8 jam. Dosis pada pasien 2x50mg diberikan dengan IV. Efek samping yang
ditimbulkan pada pemberian ranitidin yaitu mual, muntah, diare, konstipasi
sehingga perlu dilakukan monitoring terhadap efek samping obat pada pasien dan
monitoring tanda-tanda vital pasien. Ranitidin diberikan kepada pasien dimulai dari
tanggal 12 Maret hingga 17 Maret 2020. Pada jurnal berjudul ‘The Use H 2-Blocker
in Intensive Care’ mengatakan bahwa pada pasien dengan kondisi kritis pasien
sangat rentan terkena stress ulcer. (Kaur P, dkk. 2017)
Pasien mendapatkan pengobatan untuk antinyeri. Nyeri adalah
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan
jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut. Nyeri terdapat beberapa intensitas (ringan, sedang, berat),
kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien, intermitten, persisten),
dan penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau difus) (Meiliala,2014).
Monitoring yang dilakukan kepada pasien pada kondisi nyeri yaitu monitoring scale

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 779
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pain. Pada tanggal 12 Maret dan 14 Maret, scale pain pasien yaitu 3. Dan untuk
tanggal 15 Maret scale pain pasien yaitu 2.
Pengobatan untuk mengatasi nyeri yang dirasakan pasien yaitu antrain
injeksi. Mekanisme aksi antrain injeksi yaitu menghambat sintesis prostaglandin di
hipotalamus. Dosis lazim dari antrain 2-5 ml diberikan seccara IM/IV per hari.
Dosis pada pasien 3x1 gram. Efek samping yang ditimbulkan yaitu diskrasia dan
hipersensitivitas pada kulit. Pasien diberikan antrain injeksi pada tanggal 14 Maret
sampai 17 Maret. Pada tanggal 17 maret diberikan kepada pasien jika perlu saja
Paracetamol infus diindikasikan untuk mengatasi nyeri ringan hingga
sedang dan juga untuk demam. Mekanisme kerja dari paracetamol infus yaitu
menghambat sintesis prostaglandin di hipotalamus. Dosis lazim dari paracetamol
yaitu 500 – 1000 mg per hari atau 10mg/ml untuk sediaan infus. Dosis maksimal
untuk paracetamol yaitu 6 gram per hari. Pada pasien, dosis yang diberikan yaitu
3x1 gram. Efek samping yang ditimbulkan dari paracetamol yaitu hipersensitivitas,
ruam kulit. Paracetamol infus diberikan pada tanggal 12 Maret hingga 14 Maret.
Tetapi pada tanggal 17 Maret pasien juga diberikan paracetamol.
Selama pasien dirawat di RS, pasien mengalami kondisi gelisah. Sehingga
untuk mengatasi kondisi gelisah pasien diberikan obat haloperidol. Indikasi
haloperidol digunakan untuk mengatasi kegelisahan pasien Mekanisme Kerja :
Haloperidol adalah antipsikotik butyrophenone yang menghambat reseptor
dopaminergik D1 dan D2 mesinimbik postinaptik di otak, menekan pelepasan
hormon hipotalamus dan hipofisis, diyakini menekan sistem pengaktifan retikular
sehingga mempengaruhi metabolisme basal, suhu tubuh, terjaga, tonus vasomotor,
dan emesis.. Dosis literatur oral: 0,5-5 mg 2-3 kali / hari maksimum biasa: 30 mg /
hari. Dosis pemakaian pasien oral 2 x 0,5 mg. Efek samping dari penggunaan
haloperidol yaitu kantuk, eufhoria, reaksi ekstrapiramidal (badan tremor, kaku,
gerakan tidak terkendali), sakit kepala, insomnia, kelesuan,gelisah, kejang, vertigo,
hipotensi, Anoreksia, konstipasi, diare, dispepsia, hipersalivasi, mual, muntah.
Pemberian haloperidol kepada pasien mulai tanggal 12 Maret hingga 17 Maret
2020.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 780
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien didiagnosa NPH (Normal Pressure Hydrocephalus). Pengobatan


yang diberikan untuk mengatasi kodisi tersebut yaitu acetazolamide.
Acetazolamide merupakan golongan diuretic. Acetazolamide diindikasikan untuk
mengurangi penumpukan cairan dan mengatasi penyakit glaukoma. Mekanisme
kerja acetazolamide yaitu enzim pada ginjal dihambat sehingga tidak dapat
mensekresi ion H+ dan mencegah terjadinya peningkatan bicarbonat, sehingga dapat
menurunkan tekanan intrakular. Dosis lazim acetazolamide 125-375 mg per hari.
Dosis yang diberikan pasien yaitu 3x250 mg per hari. Efek samping dari
acetazolamide yaitu mengantuk, anoreksia, kesemutan. Peemberian acetazolamide
dimulai dari tanggal 12 Maret hingga 17 Maret 2020.

Pasien juga mendapatkan pengobatan KSR (Kalsium Sustained Release).


Pengobatan KSR diberikan untuk mencegah kekurangan kalium dalam darah. Dosis
KSR yang diberikan kepada pasien yaitu 1x600 mg. Efek samping dari obat ini
yaitu mual, perut kemmbung, nyeri perut. Pemberian KSR ini dimulai dari tanggal
15 Maret hingga 17 Maret 2020.

Pada tanggal 14 Maret 2020 pukul 12.00 pasien dipindah ruang dari HCU
Stroke Unit ke IRNA 1 R.25 karena kondisi pasien makin hari makin membaik.
Asuhan kefarmasian pada pasien dengan diagnosis CVA trombosis yaitu obat yang
diberikan kepada pasien sudah sesuai dengan indikasi. Penggunaan obat
haloperidol dengan acetazolamide memiliki DRP (Drug Related Problem) yaitu
dapat meningkatkan risiko irama jantung yang tidak teratur yang mungkin serius.
Planning yang dapat diberikan dari DRP tersebut yaitu perlu adanya penjedaan atau
interval pemberian dari obat haloperidol dengan acetazolamide. Sehingga perlu
dilakukannya monitoring heart rate pasien.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 781
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN

1. CVA (Cerebrovaskular Accident) trombosis adalah suatu kondisi stroke


yang mana terjadi adanya penggumpalan darah atau penyumbatan pada
pembuluh darah.
2. NPH (Normal Pressure Hydrocephalus) adalah suatu kondisi dimana terjadi
penumpukan cairan di otak atau serebrospinal dalam ventrikel.
3. Pengobatan yang telah diterima pasien sudah sesuai dengan indikasi. Tetapi
ada beberapa obat yang perlu di monitoring.
4. Kondisi pasien semakin hari semakin membaik, sehingga pada tanggal 14
Maret 2020 pasien di pindahkan ke ruang rawat inap.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 782
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Aberg, J.A., Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, M. and Lance, L.L., 2009, Drug
Information Handbook 17th Edition, American PharmacistAssociation
Alexander J Ansara, Sarah A Nisly, Sally A Arif, Julia M Koehler, and Sarah T
Nordmeyer. 2010. Aspirin Dosing for the Prevention and Treatment of
Ischemic Stroke: An Indication-Specific Review of the Literature. The
Annals of Pharmacotherapy. Volume 44.

Batticaca. F.C. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika

Baxter, K. (2009). Stockley’s Drug Interaction: A Source Book of Adverse


Interaction. England : Black Science Information Handbook 17th
Edition, American PharmacistAssociation.

DIH, 2009, Drug Infornation Handbook, 17th Edition, American Phamacist


Association

Djamil, M. 2015. Artikel penelitian gambaran klinis penderita penyakit ginjal


kronik yang. 7(1):42–50.

Ellenbogen, Richard G. Abdulrauf, Saleem I,Sekhar, L. N. 2012. Principles of


Neurological Surgery. Edisi 3rd editio. Philadelphia.: ELSEVIER-
SAUNDERS.

Erliano Sufarnap. 2016. Normal pressure hydrocephalus (hidrosefalus bertekanan


normal). Medical Journal. 50.

Greitz, D, 2004. Radiological assessment of hydrocephalus: new theories and


impli-cationsfor therapy. The Neuroradiology Journal, 19, hal.475-495.

Kaur P, Mukherjee A, Rutkevich AS, Rutkevich EU, Predkо VA and Gerasimchik


PA. 2017. The Use of H2-Blocker for Intensive Care. Department of
Medicine, Grodno State Medical University: USA.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 783
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Latief., AS, dkk. 202. Petunjuk Praktis Anestesiologi: Terapi Cairan Pembedahan.
Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI : Jakarta.

Meiliala, L.2014. Nyeri Keluhan Yang Terabaikan : Konsep Dahulu, Sekarang,


Dan Yang Akan Datang. Pidato Pengkuhan Jabatan Guru Besar, Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.

Roger VL, Go AS, Lloyd –Jones DM, Benjamin EJ, Berry JD, Borden WB, et al.
2012. Heart Disease and Stroke Statistics. American Heart Association.
Sari,D dan Kalanjati,V. 2012.Fisiologi Cairan Serebrospinal dan Patofisiologi
Hidrosefalus. Majalah Biomorfologi.Vol.25 (2), hal 1-26.
Whisman, JP. Classification of Cerebrovascular Disease III. National Institute of
Neurological Disorders and Stroke. Stroke. 1990: 657-659.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 784
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN
Tanggal Subyektif Obyektif Assesment Plan
12/3/20 Lemas Na: 132 1. NaCl 0,9% METO
K : 4.20 Indikasi: sebagai cairan isotonik Kadar elektrolit
Cl : 109 untuk resusitasi cairan yang (Na,K, Cl)
GCS : 456 terdistribusi pada komnpartemen
ekstraseluler dan bertahan dalam MESO
tubuh dalam waktu yang lama atau Edema (-)
untuk sebagai keseimbangan
elektrolit
MK : mengandung elektrolit
(Na,K,Cl) yang dapat meregulasi
jumlah air dalam tubuh dan mencegah
dehidrasi.
Dosis lazim : 1500cc/24jam
Dosis pasien : 1500cc/24jam
Rute : IV
TD : 150/80 IO = -
GCS : 456 DRP : ESO Potensial : edema
(Tonog,2019)
2. Citicoline
Indikasi: pemulihan kondisi stroke METO
MK : meningkatkan senyawa Perbaikan kognitif
phospolipid phospatidy choline untuk pasien
melindungi otak MESO
Dosis lazim : 1-2x 250-500mg per Pusing (-), Mual (-),
Mual (-). hari muntah (-)
Pasien dalam Dosis pasien : 3x500 mg
kondisi Rute : pusing, mual, muntah
terbaring IO = - METO
3. Ranitidin Mual (-) muntah(-)
Indikasi: gastroprotektor (mencegah MESO
timbulnya stress ulcer) Pusing (-)
MK : memblok reseptor H2 pada sel
pariental lambung
Dosis lazim : 50mg/2ml tiap 6-8 jam
Pasien T : 36.2 Dosis pasien : 2x50mg
mengeluhka HR : ESO : pusing
n nyeri 87x/menit Rute : IV
Scale pain : 3 IO = - METO
4. Paracetamol infus Monitoring scale
Indikasi: nyeri ringan hingga sedang, pain
demam MESO
MK :. Menghambat sintesis Hipersensitivitas (-)
prostaglandin
Dosis lazim : 500-1000 mg/hari.
Dosis inf 10mg/ml
TD : 150/80 Dosis pasien : 3x1 gram
mmHg Rute : IV
Hb : 8.90 IO = -
RBC :3.35 DRP:ESO: reaksi hipersensitivitas (-
)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 785
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

5. ASA METO
Indikasi: pengencer darah Kadar Hb naik
MK : mengurangi agregasi MESO
TD : 150.80 antiplatelet, sehingga dapat Mual (-), Muntah (-),
mmHg menghambat pembentukkan trombus. Bronkosphasme (-)
Cr: 1.65 Dosis lazim : 150-300 mg/hari
Dosis pasien : 1x160 mg
Rute : PO
ESO : mual, muntah, bronkosphasme
6. Simvastatin
Indikasi: mencegah timbulnya plak METO
pada pembuluh darah. Kolesterol stabil
MK : inhibitor reduktase HMG CoA. MESO
Dosis lazim : 10-20 mg/hari Sakit kepala (-), diare
(pagi/malam) (-), mual (-), muntah
Gelisah (+) Dosis pasien: 1x20 mg (malam) (-)
Rute : PO
IO = -
DRP : ESO: sakit kepala, diare, mual,
muntah

7. Haloperidol
Indikasi: mengurangi kegelisahan METO
MK : antagonis D1 dan D2 di otak Gelisah (-)
Dosis lazim : 5-15 mg/hari MESO
Dosis pasien : 2x0,5 mg/ hari EPS (-)
TD : 150/80 Rute : PO
mmHg IO = -
DRP : acetazolamide + haloperidol
: meningkaatkan irama jantung
ESO : EPS

8. Acetazolamide
Indikasi : mengurangi retensi cairan METO :
MK : enzim pada ginjal dihambat, Kadar Na, K, dan Cl
shg tidak mensekresi ion H+ dan MESO :
mencegah peningkatan bicarbonat. Mengantuk (-),
Dosis lazim : diuresis, 230-375 anoreksia (-),
mg/hari kesemutan (-)
Dosis pasien : 3x250 mg/hari
ESO : mengantuk, anoreksia,
kesemutan
13/3/20 Lemas (+) GCS : 456 1. NaCl 0,9% METO : Kadar
elektrolit (Na, K, Cl)
MESO :Edema (-)

METO
2. Citicoline inj Perbaikan kognitif
pasien
MESO
Pusing (-), Mual (-),
muntah (-)

3. Ranitidin inj METO : Mual (-)


MESO: Pusing (-)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 786
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien dalam
kondisi
terbaring Nyeri pasien 4. Paracetamol inf METO : nyeri (-)
lemah (+). T : 36.2 MESO :
hipersensitivitas (-)

Hb : 9.60 5. ASA METO


RBC : 3.71 Kadar Hb naik
MESO
Mual (-), Muntah (-),
Bronkosphasme (-)

TD : 150/90 6. Simvastatin METO


mmHg Kolesterol stabil
HR : 76x MESO
Sakit kepala (-), diare
(-), mual (-), muntah
(-)

7. Haloperidol METO
Gelisah (-)
MESO
Gelisah (+) EPS (-)

TD : 150/90 8. Acetazolamide METO :


mmHg Kadar Na, K, dan Cl
MESO :
Mengantuk (-),
anoreksia (-),
kesemutan (-)
14/3/20 GCS : 456 1. NaCl 0,9% METO : Kadar
elektrolit (Na, K, Cl)
pasien MESO :Edema (-)
dipindah
kan ke METO
ruang 2. Citicoline inj Perbaikan kognitif
rawat pasien
inap MESO
Pusing (-), Mual (-),
muntah (-)

Pasien dalam METO : Mual (-)


kondisi
3. Ranitidin inj MESO: Pusing (-)
terbaring

13/3/20 METO
Hb : 9.60 Kadar Hb naik
RBC : 3.71 4. ASA MESO
Mual (-), Muntah (-),
Bronkosphasme (-)

METO
TD : 140/100 Kolesterol stabil
mmHg 5. Simvastatin MESO
HR : 78x

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 787
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sakit kepala (-), diare


(-), mual (-), muntah
(-)

Gelisah (+) 6. Haloperidol METO


Gelisah (-)
MESO
EPS (-)

TD : 140/100 7. Acetazolamide METO :


mmHg Kadar Na, K, dan Cl
MESO :
Mengantuk (-),
anoreksia (-),
kesemutan (-)
Nyeri (+) Scale pain : 3
8. Antrain inj
Indikasi : analgetik METO : monitoring
MK : menghambat sintesis nyeri
prostaglandin di hipotalamus. MESO : ESO (-)
Dosis lazim : 1-2x 500mg – 1 gr
Dosis pasien : 3x1 gr
ESO : diskrasia, hipersensitivitas.
13/3/20
K : 3.42 9. KSR METO : kalium
Indikasi : mencegah hipokalemi normal
MK : - MESO : ESO (-)
Basa excase : Dosis lazim :
-7,0 Dosis pasien : 1x600 mg
ESO : hipersensitivitas, nyeri perut
10. Inf Nacl 0.9% : Aminofluid
(2:1)
METO : Basa excase
Indikasi : cairan penyuplai nutrisi
normal
(elektrolit, glukosa, protein, asam
amino, bebas, glukosa, nitrogen, MESO :
asam amino esensial atau non hipersensitivitas (-),
esensial. monitoring kadar
MK : meningkatkan nutrisi seperti kalium
elektrolit, protein, asam amino dan
juga glukosa dan juga menyuplai
berbagai nutrisi ke dalam tubuh
Dosis : Pada pengguna lansia atau
pasien kritis adalah 500 mL
dimasukkan melalui pembuluh tepi
dengan kecepatan jatuh tetes infus
500 mL per 120 menit. Maksimal
2500 mL per hari.
ESO : hipersensitivitas,
kelebihan kadar kalium darah,
dada terasa sesak
15/3/20 GCS : 456 1. NaCl 0,9% METO : Kadar
elektrolit (Na, K, Cl)
MESO :Edema (-)

METO

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 788
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. Citicoline inj Perbaikan kognitif


pasien
MESO
Pusing (-), Mual (-),
Pasien dalam muntah (-)
kondisi
terbaring 3. Ranitidin inj METO : Mual (-)
MESO: Pusing (-)

13/3/20 METO
Hb: 9.60 4. ASA Kadar Hb naik
RBC : 3.71 MESO
Mual (-), Muntah (-),
Bronkosphasme (-)

TD : 110/90 METO
mmHg 5. Simvastatin Kolesterol stabil
HR : 80x MESO
Sakit kepala (-), diare
(-), mual (-), muntah
(-)

Gelisah (+) METO


6. Haloperidol Gelisah (-)
MESO
EPS (-)

TD : 110/90 METO :
mmHg 7. Acetazolamide Kadar Na, K, dan Cl
MESO :
Mengantuk (-),
anoreksia (-),
kesemutan (-)

Scale pain : 2 METO : monitoring


8. Antrain inj nyeri
MESO : ESO (-)
13/3/20
K : 4.20 9. KSR METO : kalium
normal
MESO : ESO (-)
11/3/20
Basa excase : METO : Basa excase
-7.0 10. Inf Nacl 0.9% : Aminofluid normal.
MESO :
hipersensitivitas (-),
monitoring kadar
kalium

16/3/20 16/3/20 1. NaCl 0,9% METO : Kadar


Na : 136 elektrolit (Na, K, Cl)
K : 3.42 MESO :Edema (-)
Cl : 117
GCS : 456 METO
2. Citicoline inj

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 789
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Perbaikan kognitif
pasien
MESO
Pusing (-), Mual (-),
muntah (-)
Pasien dalam 3. Ranitidin inj
kondisi METO : Mual (-)
terbaring MESO: Pusing (-)

16/3/20 4. ASA METO


Hb : 8.90 Kadar Hb naik
RBC : 3.37 MESO
Mual (-), Muntah (-),
Bronkosphasme (-)

TD : 150/80 5. Simvastatin METO


mmHg Kolesterol stabil
HR : 82x MESO
Sakit kepala (-), diare
(-), mual (-), muntah
(-)

Gelisah (+) 6. Haloperidol METO


Gelisah (-)
MESO
EPS (-)

TD : 150/80 7. Acetazolamide METO :


mmHg Kadar Na, K, dan Cl
MESO :
Mengantuk (-),
anoreksia (-),
kesemutan (-)
Nyeri
berkurang 8. Antrain inj METO : monitoring
nyeri
MESO : ESO (-)
16/3/20 9. KSR
K : 3.42 METO : kalium
normal
MESO : ESO (-)
11/3/20 10. Inf Nacl 0.9% : Aminofluid
Basa excase : METO : Basa excase
-7.0 normal.
MESO :
hipersensitivitas (-),
monitoring kadar
kalium
17/3/20 Lemas (+) 16/3/20 1. NaCl 0,9% METO : Kadar
Na : 136 elektrolit (Na, K, Cl)
K : 3.42 MESO :Edema (-)
Cl : 117
GCS : 456

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 790
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. Citicoline inj METO


Perbaikan kognitif
pasien
MESO
Pusing (-), Mual (-),
Pasien dalam muntah (-)
kondisi 3. Ranitidin inj
terbaring METO : Mual (-)
MESO: Pusing (-)

16/3/20
Hb : 8.90 4. ASA METO
RBC : 3.37 Kadar Hb naik
MESO
Mual (-), Muntah (-),
Bronkosphasme (-)
TD : 150/80
mmHg 5. Simvastatin METO
HR : 82x Kolesterol stabil
MESO
Sakit kepala (-), diare
(-), mual (-), muntah
(-)
Gelisah (+)
6. Haloperidol METO
Gelisah (-)
MESO
EPS (-)
TD : 150/80
mmHg 7. Acetazolamide METO :
Kadar Na, K, dan Cl
MESO :
Mengantuk (-),
anoreksia (-),
Nyeri kesemutan (-)
berkurang
8. Antrain inj METO : monitoring
nyeri
16/3/20 MESO : ESO (-)
K : 3.42 9. KSR
METO : kalium
normal
MESO : ESO (-)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 791
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Atrial Fibrilasi RVR + Hearth Failure
St C Fc II + Hipertensi uncontrolled

(13 Maret – 18 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
792
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Atrial Fibrilasi RVR, Hearth


Failure St C Fc II, dan Hipertensi uncontrolled “

di Instalasi Rawat Inap I CVCU

Oleh:
Sub-kelompok 2 IRNA I CVCU

1. Khusnul Khotimah, S. Farm 192211101071


2. Ahmad Daris Sauqi, S. Farm 192211101074
3. Rizki Laili Fazeri, S.Farm 192211101078
4. Fihma Amalia R, S.Farm 1908020007

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
793
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Atrial Fibrilasi RVR, Hearth


Failure St C Fc II, dan Hipertensi uncontrolled”

di Instalasi Rawat Inap 1 CVCU

Oleh:
Sub-kelompok 2 IRNA 1 CVCU

1. Khusnul Khotimah, S. Farm 192211101071


2. Ahmad Daris Sauqi, S. Farm 192211101074
3. Rizki Laili Fazeri, S.Farm 192211101078
4. Fihma Amalia R, S.Farm 1908020007

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis


IRNA I CVCU IRNA I

Acc by WA tanggal Acc by WA tanggal

26 Maret 2020 26 Maret 2020


Marulita Isadora, S. Farm., Apt Jainuri Erik P, M. Farm Klin., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
794
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Tinjauan Atrial Fibrilasi


1.1.1. Definisi
Atrial fibrilasi (AF) adalah aritmia jantung menetap yang paling umum
didapatkan. Ditandai dengan ketidakteraturan irama dan peningkatan frekuensi
atrium sebesar 350-650 x/menit sehingga atrium menghantarkan implus terus
menerus ke nodus AV.10 Konduksi ke ventrikel dibatasi oleh periode refrakter dari
nodus AV dan terjadi tanpa diduga sehingga menimbulkan respon ventrikel yang
sangat ireguler. Atrial fibrilasi dapat terjadi secara episodic maupun permanen. Jika
terjadi secara permanen, kasus tersebut sulit untuk dikontrol (Philip dan Jeremy,
2010).
Atrial fibrilasi terjadi karena meningkatnya kecepatan dan tidak
terorganisirnya sinyal-sinyal listrik di atrium, sehingga menyebabkan kontraksi
yang sangat cepat dan tidak teratur (fibrilasi). Sebagai akibatnya, darah terkumpul
di atrium dan tidak benar-benar dipompa ke ventrikel. Ini ditandai dengan heart rate
yang sangat cepat sehingga gelombang P di dalam EKG tidak dapat dilihat. Ketika
ini terjadi, atrium dan ventrikel tidak bekerja sama sebagaimana mestinya (Philip
dan Jeremy, 2010).
Beberapa keperpustakaan tertulis ada beberapa sistem klasifikasi atrial
fibrilasi yang telah dikemukanakan, seperti (Sudoyo dkk., 2006) :
a. Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi :
• AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari 100 kali
permenit
• AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang dari
60 kali permenit
• Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-100 kali
permenit.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
795
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

b. Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat


diklasifikasikan menjadi :
• AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau infark
miokard akut)
• AF dengan hemodinamik stabil
c. Klasifikasi menurut American Heart Assoiation (AHA), atrial fibriasi (AF)
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu22 :
• AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF
sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
• AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari. Lebih
kurang 50% atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama sinus secara
spontan dalam waktu 24 jam. Atrium fibrilasi yang episode pertamanya
kurang dari 48 jam juga disebut AF Paroksimal.
• AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi kurang
dari 7 hari. Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk
mengembalikan ke irama sinus.
• AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7 hari.
Biasanya dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke irama
sinus (resisten).

1.1.2. Etiologi
Pada dasarnya etiologi yang terkait dengan atrial fibrilasi terbagi menjadi
beberapa faktor-faktor, diantaranya yaitu (Sudoyo dkk., 2006):
a. Peningkatan tekanan atau resistensi atrium
• Peningkatan katub jantung
• Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
• Hipertrofi jantung
• Kardiomiopati
• Hipertensi pulmo (chronic obstructive purmonary disease dan cor
pulmonary chronic)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
796
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Tumor intracardiac
b. Proses Infiltratif dan Inflamasi
• Pericarditis atau miocarditis
• Amiloidosis dan sarcoidosis
• Faktor peningkatan usia
c. Proses Infeksi
• Demam dan segala macam infeksi
d. Kelainan Endokrin
• Hipertiroid, Feokromotisoma
e. Neurogenik
• Stroke, Perdarahan Subarachnoid
f. Iskemik Atrium
• Infark miocardial
g. Obat-obatan
• Alkohol, Kafein
h. Keturunan atau Genetik

1.1.3. Patofisiologi
Pada dasarnya mekanisme atrial fibriasi terdiri dari 2 proses, yaitu proses
aktivasi fokal dan multiple wavelet reentry. Pada proses aktivasi fokal bisa
melibatkan proses depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses
aktivasi fokal, fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis
superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava
superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang
dapat mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi yang
dicetuskan oleh nodus sino-atrial (SA) (ACCF/AHA, 2011).
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang
berulang dan melibatkan sirkuit atau jalur depolarisasi. Mekanisme multiple
wavelet reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
797
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

aktivasi fokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang
mempengaruhi depolarisasi.
Timbulnya gelombang yang menetap dari depolarisasi atrial atau wavelet
yang dipicu oleh depolarisasi atrial prematur atau aktivas aritmogenik dari fokus
yang tercetus secara cepat. Pada multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal
elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium
dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium
biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan terjadi
penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebut yang akan meningkatkan
sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan
terjadinya atrial fibrilasi (ACCF/ AHA, 2011).

Gambar 1.1 Proses aktivasi fokal atrial fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelets
(ACCF/AHA, 2011)

Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel


kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa otot
ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran
atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan isinya
secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan ventrikel dengan
pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang
berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang
panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan faktor
predisposisi bagi fibrilasi atrium (Guyton dkk., 1997).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
798
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.4. Manifestasi Klinis


Pada manifestasi klinik, atrial fibrilasi dapat simptomatik dan dapat pula
asimptomatik. Gejala-gejala atrial fibrilasi sangat bervariasi tergantung dari
kecepatan laju irama ventrikel, lamanya atrial fibrilasi, dan penyakit yang
mendasarinya. Gejala-gejala yang dialami terutama saat beraktivitas, sesak nafas,
cepat lelah, sinkop atau gejala tromboemboli. Atrial fibrilasi dapat mencetuskan
gejala iskemik dengan dasar penyakit jantung koroner.Fungsi kontraksi atrial yang
sangat berkurang pada atrial fibrilasi akan menurunkan curah jantung dan dapat
menyebabkan gagal jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri
(Sudoyo dkk., 2006).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
799
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.5. Tatalaksana

Gambar 1.2. Algoritma terapi pada atrial fibrilasi (DiPiro dkk., 2017).

a. Perawatan AF melibatkan beberapa tujuan berurutan. Pertama, evaluasi


kebutuhan untuk pengobatan akut (biasanya dengan obat yang
memperlambat laju ventrikel). Selanjutnya, pertimbangkan metode untuk
mengembalikan irama sinus, dengan mempertimbangkan risiko yang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
800
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

terlibat (misalnya, tromboemboli). Akhirnya, pertimbangkan cara untuk


mencegah komplikasi jangka panjang, seperti aritmia berulang dan
tromboemboli (DiPiro dkk., 2017).
b. Pada pasien dengan AF onset baru atau flutter atrium dengan tanda dan /
atau gejala hemodinamik ketidakstabilan (misalnya, hipotensi berat, angina,
dan / atau edema paru), direct-current cardioversion (DCC) diindikasikan
untuk segera mengembalikan irama sinus (Tanpa memperhatikan risiko
tromboemboli) (DiPiro dkk., 2017).
c. Jika pasien hemodinamik stabil, fokus harus diarahkan pada pengendalian
tingkat ventrikel. Gunakan obat yang memperlambat konduksi dan
meningkatkan refrakter simpul AV sebagai terapi awal. Pada pasien dengan
fungsi LV normal (ventrikel kiri fraksi ejeksi [LVEF]> 40%), IV-bloker
(propranolol, metoprolol, dan esmolol), diltiazem, atau verapamil
direkomendasikan sebagai terapi lini pertama. Jika keadaan adrenergik
adalah faktor pencetus yang potensial, penghambat beta β bisa sangat efektif
dan harus dipertimbangkan terlebih dahulu. Pada pasien dengan LVEF
kurang dari atau sama dengan 40%, hindari Diltiazem dan verapamil IV,
dan gunakan IV β-blocker dengan hati-hati. Pada pasien mengalami
eksaserbasi gejala gagal jantung, gunakan IV digoxin atau amiodarone
sebagai lini pertama terapi untuk kontrol kecepatan ventrikel. Amiodaron
IV juga dapat digunakan pada pasien yang refrakter atau memiliki
kontraindikasi terhadap β-blocker, nondihydropyridine calcium blocker
saluran, dan digoxin (DiPiro dkk., 2017).
d. Jika ritme sinus harus segera dipulihkan, lakukan antikoagulasi sebelum
kardioversi karena kembalinya kontraksi atrium meningkatkan risiko
tromboemboli. Pasien menjadi berisiko tinggi dalam pembentukan trombus
dan kejadian embolik berikutnya jika durasi AF melebihi 48 jam (DiPiro
dkk., 2017).
1.) Pasien dengan AF lebih dari 48 jam atau durasi yang tidak diketahui
harus diberikan warfarin (target rasio normalisasi internasional

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
801
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

[INR] 2.0–3.0), dengan berat molekul rendah heparin (secara


subkutan dengan dosis pengobatan), atau setidaknya dabigatran 3
minggu sebelum kardioversi. Jika kardioversi berhasil, lanjutkan
antikoagulasi dengan warfarin atau dabigatran selama minimal 4
minggu (DiPiro dkk., 2017).
2.) Pasien dengan AF kurang dari 48 jam dalam durasi tidak
memerlukan antikoagulasi sebelum kardioversi, tetapi mereka harus
menerima heparin tanpa retraksi IV atau heparin dengan berat
molekul rendah (secara subkutan pada dosis pengobatan) pada
presentasi sebelum dan melanjutkan ke kardioversi. Jika kardioversi
berhasil, lanjutkan antikoagulasi dengan warfarin atau dabigatran
setidaknya selama 4 minggu (DiPiro dkk., 2017).
e. Setelah antikoagulasi sebelumnya (atau setelah ekokardiografi
transesophageal diperlihatkan tidak adanya trombus, warfarin bisa tiddak
diberikan), metode untuk memulihkan irama sinus adalah kardioversi
farmakologis dan DCC. DCC lebih cepat dan lebih banyak sering berhasil,
tetapi memerlukan sedasi atau anestesi sebelumnya dan memiliki risiko
kecil komplikasi serius, seperti henti sinus atau aritmia ventrikel.
Keuntungan dari terapi obat awal adalah bahwa agen yang efektif dapat
ditentukan dalam kasus jangka panjang diperlukan terapi. Kerugiannya
adalah efek samping yang signifikan, seperti yang diinduksi oleh obat TdP,
interaksi obat-obat, dan tingkat kardioversi yang lebih rendah untuk obat
dibandingkan dengan DCC. Ada bukti yang baik untuk kemanjuran
pemblokir Ik murni kelas III (ibutilid dan dofetilid), obat golongan Ic (mis.,
flecainide dan propafenone), dan amiodaron (oral atau IV). Dengan
pendekatan "pil dalam saku", rawat jalan, pasien terkontrol pemberian
sendiri dosis tunggal oral pemuatan flecainide atau propafenone dapat relatif
aman dan efektif untuk penghentian AF onset baru-baru ini pada pasien
tertentu tanpa disfungsi sinus atau AV node, bundle-branch block,
perpanjangan QT interval, sindrom brugada, atau penyakit jantung

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
802
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

struktural. Seharusnya dipertimbangkan untuk pasien yang telah berhasil


dengan obat-obatan ini secara rawat inap (DiPiro dkk., 2017).
f. Terapi antitrombotik jangka panjang dianjurkan untuk mencegah stroke.
Pasien dengan CHADS2 (akronim yang berasal dari faktor risiko stroke:
gagal jantung kongestif, hipertensi, usia> 75 tahun, diabetes, dan stroke
sebelumnya atau serangan iskemik transien) skor 2 atau lebih besar, 1, atau
0 dianggap berisiko tinggi, risiko menengah, dan risiko rendah untuk stroke,
masing-masing. Untuk pasien yang berisiko tinggi atau sedang untuk stroke,
antikoagulasi oral lebih direkomendasi daripada aspirin atau aspirin plus
clopidogrel; dabigatran harus digunakan daripada warfarin. Untuk pasien
dengan stroke resiko rendah, tidak ada yang baik untuk direkomendasikan
terapi dengan antitrombotik atau aspirin, namun, tidak ada terapi yang
direkomendasikan lain. Jika keputusan dibuat untuk memulai terapi
antitrombotik pada pasien berisiko rendah, aspirin 75-325 mg / hari dapat
digunakan (DiPiro dkk., 2017).
g. Pada pasien dengan AF nonvalvular, warfarin, dabigatran, rivaroxaban, dan
apixaban adalah rekomendasi yang diindikasikan untuk pencegahan stroke
awal dan berulang (DiPiro dkk., 2017).
1.) Dabigatran 150 mg dua kali sehari adalah alternatif yang efektif untuk
warfarin sebagai inisial atau pencegahan stroke berulang pada pasien
dengan setidaknya satu faktor risiko tambahan stroke dan CrCl lebih
besar dari 30 mL / mnt (> 0,50 mL /s).
2.) Rivaroxaban 20 mg setiap hari adalah alternatif untuk warfarin pada
pasien sedang sampai tinggi risiko stroke (misalnya, riwayat TIA, stroke
atau emboli sistemik, atau setidaknya 2 faktor risiko tambahan untuk
stroke).
3.) Apixaban 5 mg dua kali sehari adalah alternatif yang efektif untuk
warfarin pada pasien dengan setidaknya satu faktor risiko untuk stroke.
Apixaban juga merupakan alternatif aspirin pada pasien dengan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
803
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

setidaknya 1 faktor risiko stroke dan yang dianggap kandidat tidak cocok
untuk warfarin (DiPiro dkk., 2017).
h. Terapi antiplatelet ganda dengan aspirin plus clopidogrel direkomendasikan
dibandingkan aspirin monoterapi untuk pasien dengan risiko tinggi atau
sedang untuk stroke yang bukan kandidat untuk antikoagulasi oral karena
alasan selain perdarahan (yaitu, preferensi pasien, tidak dapat mematuhi
persyaratan pemantauan) (DiPiro dkk., 2017).
i. Pertimbangkan terapi antitrombotik kronis untuk semua pasien dengan AF
dan faktor risiko stroke terlepas dari apakah mereka tetap dalam irama sinus
(DiPiro dkk., 2017).
j. AF sering kambuh setelah kardioversi awal karena sebagian besar pasien
memiliki ireversibel penyakit jantung atau paru yang mendasarinya. Sebuah
meta-analisis menegaskan bahwa quinidine mempertahankan irama sinus
lebih baik daripada plasebo, Namun, 50% pasien mengalami AF berulang
dalam 1 tahun, dan quinidine meningkatkan mortalitas, mungkin sebagian
karena proarrhythmia. Agen antiaritmia Class Ic atau III adalah alternatif
yang masuk akal untuk dipertimbangkan untuk mempertahankan irama
sinus. Karena obat Ic kelas flecainide dan propafenone meningkatkan risiko
proarrhythmia, maka harus dihindari pada pasien struktural penyakit
jantung. Amiodarone adalah kelas III yang paling efektif dan paling sering
digunakan agen untuk mencegah kekambuhan AF meskipun potensinya
untuk toksisitas organ yang signifikan (DiPiro dkk., 2017).

1.2. Tinjauan Hipertensi


1.2.1. Definisi
Hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah peningkatan
tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari
90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung
dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
804
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

jantung, dan otak (kondisi stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai (Kemenkes RI, 2014).

1.2.2. Etiologi
Etiologi hipertensi antara lain :
a. Genetik: adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada
orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.8 Selain itu
didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam
keluarga.
b. Obesitas: berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut Hall (1994) perubahan
fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan
tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi
saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal.
c. Jenis kelamin: prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause
salah satunya adalah penyakit jantung koroner. 10 Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL
yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan
adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita
mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana
hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita
secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
805
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

d. Stres: stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin


akan meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung
memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.
e. Kurang olahraga: Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah
tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang
tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung
mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan
sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak
arteri.
f. Pola asupan garam dalam diet: badan kesehatan dunia yaitu World Health
Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat
mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan
adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam)
perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi.
g. Kebiasaan Merokok: merokok menyebabkan peninggian tekanan darah.
Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi
maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami
ateriosklerosis.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
806
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2.3. Patofisiologi
a. Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai
dengan penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis
merupakan proses multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding
pembuluh darah dan terbentuk deposit substansi lemak, kolesterol,
produk sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi lainnya dalam
lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan
plak di bawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen pembuluh
darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai
oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu. Sel endotel pembuluh
darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah
jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu
molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium
banyak terjadi pada kasus hipertensi primer (Bernstein et al., 2016).
b. Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme
(ACE). Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Pertama,
Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke
luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.
Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah. Kedua, Menstimulasi sekresi aldosteron
dari korteks adrenal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
807
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan


diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan
tekanan darah (Bernstein et al., 2016).
c. Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor
ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda
spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di
toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang
akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah (Bernstein et al., 2016).

1.2.4. Manifestasi Klinik


Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga
yang kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan
darah intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan
langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia
(peningkatan urinasi pada malam hari) karena peningkatan aliran darah
ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen akibat peningkatan tekanan
kapiler. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau
serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara
pada satu sisi atau hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan. Gejala lain
yang sering ditemukan adalah epistaksis,mudah marah, telinga berdengung,
rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
808
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2.5. Tatalaksana

Gambar 1.3 Tatalaksana Hipertensi (Dipiro,2015)

1.3. Tinjauan Hearth Failure Stc Fc II dt HHD


1.3.1 Definisi
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai kelainan struktur jantung
atau fungsi jantung yang menyebabkan ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan metabolik
tubuh. Gagal jantung ditandai dengan munculnya gejala-gejala terkait
kongesti dan hipoperfusi (Dickstein K, dkk. 2008). Gagal jantung di
klasifikasikan berdasarkan kelainan struktural jantung atau berdasarkan
gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA (McMurray, JJ
V, dkk. 2012).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
809
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel klasifikasi gagal jantung


Klasifikasi berdasarkan kelainan Klasifikasi berdasarkan kapsitas
struktural jantung fungsional (NYHA)
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk Tidak terdapat batasan dalam
berkembang menjadi gagal jantung. melakukan aktifitas fisik. Aktifitas
Tidak terdapat gangguan struktural fisik sehari-hari tidak menimbulkan
atau fungsional jantung, tidak terdapat kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
tanda atau gejala
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur Terdapat batasan aktifitas ringan.
jantung yang berhubungan dengan Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
perkembangan gagal jantung, tidak namun aktifitas fisik sehari-hari
terdapat tanda atau gejala menimbulkan kelelahan, palpitasi atau
sesak nafas
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simtomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna.
berhubungan dengan penyakit Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
struktural jantung yang mendasar tetapi aktfitas fisik ringan
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau
sesak
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktifitasfisik
gejala gagal jantung yang sangat tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
bermakna saat istrahat walaupun sudah istrahat. Keluhan meningkat saat
mendapat terapi medis maksimal melakukan aktifitas
(refrakter)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
810
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.2. Etiologi
Gagal jantung disebabkan oleh berkurangnya fungsional sel miokard
setelah cedera pada jantung dari beberapa penyebab. Etiologi yang paling
umum adalah iskemik, hipertensi, dan diabetes. Tiga seperempat dari
semua pasien gagal jantung terdapat hipertensi yang sudah ada sebelumnya,
dan faktor risiko menyebabkan risiko pengembangan gagal jantung
dibandingkan dengan pasien normotensif. Selain itu ada beberapa penyebab
gagal jantung dalam urutan penurunan prevalensi kardiomiopati, infeksi
(mis., miokarditis virus, penyakit Chagas), obat-obatan (mis., alkohol, obat
sitotoksik), valvular penyakit, dan aritmia yang berkepanjangan (Kemp, D
C, dkk. 2012)

1.3.3. Patofisiologi
a. Fisiologi jantung normal

Gambar Faktor-faktor yang mempengaruhi CO

Jumlah darah yang dipompa oleh jantung melebihi yang diberikan


periode waktu dikenal sebagai curah jantung, yang pada gilirannya adalah
produk dari HR dan stroke volume (SV) dan biasanya 4– 8 L/mnt. Selain
itu, faktor lain seperti kontraksi ventrikel sinergis, integritas dinding
ventrikel, dan semua kompetensi valvular mempengaruhi CO. SV

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
811
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

didefinisikan sebagai jumlah darah yang dikeluarkan oleh ventrikel per


detak jantung, dan biasanya 1 cc/kg atau sekitar 60-100 cc. SV dipengaruhi
oleh tiga faktor utama: preload, yang merupakan jumlah serat miokard
regangkan di ujung diastole; afterload, yang merupakan resistansi yang
harus diatasi agar ventrikel mengeluarkan darah; dan kontraktilitas, yang
merupakan keadaan inotropik jantung terlepas dari preload atau afterload
(Kemp, D C, dkk. 2012).

b. Disfungsi ventrikel kiri


Disfungsi ventrikel kiri (LV) dapat dibagi menjadi dua kategori:
disfungsi sistolik (gangguan kontraksi dan ejeksi ventrikel) dan disfungsi
diastolik (gangguan relaksasi dan pengisian ventrikel). 70% pasien dengan
gagal jantung memiliki disfungsi sistolik dan 30% dengan disfungsi
diastolik. Selain itu, sebagian besar pasien dengan disfungsi sistolik juga
memiliki komponen disfungsi diastolik.. Pasien gagal jantung memiliki
disfungsi sistolik atau diastolik tergantung pada fraksi ejeksi (EF), yaitu
didefinisikan sebagai jumlah darah yang dipompa dari ventrikel dalam satu
detak jantung. Jika EF < 40%, itu adalah disfungsi sistolik, dan jika >40%,
itu adalah disfungsi diastolik (Kemp, D C, dkk. 2012).

Gambar disfungsi ventrikel kiri

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
812
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Disfungsi sistolik LV didefinisikan sebagai LVEF kurang dari 40%.


Penyebab utama disfungsi sistolik LV adalah hilangnya fungsional miokard
karena penyakit iskemik dan infark. Hipertensi yang tidak terkontrol
menyebabkan kelebihan tekanan adalah faktor utama lainnya. Volume
berlebih karena ketidakmampuan katup, dan gangguan kontraktilitas dari
kardiotoksin dan obat kardiotoksik juga menjadi faktor lainnya.
Konsekuensi disfungsi LV berkurang CO yang pada gilirannya
menyebabkan hipoperfusi global. Selain itu, disfungsi LV menyebabkan
peningkatan jumlah darah dalam darah ventrikel dan oleh karena itu
peningkatan end-sistolik dan volume akhir-diastolik. Ini pada gilirannya
menyebabkan peningkatan LV tekanan end-diastolik (LVEDP) yang
menyebabkan peningkatan tekanan atrium yang pada gilirannya
menyebabkan peningkatan tekanan darah kapiler di paru-paru. Tekanan ini
meningkat di paru-paru memaksa cairan keluar dari kapiler paru dan
menyebabkan kongesti paru dan klinis utama gejala dispnea (Kemp, D C,
dkk. 2012).

c. Disfungsi ventrikel kanan


Penyebab paling umum dari kegagalan ventrikel kanan (RV) adalah
kegagalan LV. Ketika RV gagal, ada peningkatan jumlah darah di ventrikel,
yang pmengarah ke tekanan atrium kanan kanan dan meningkatkan tekanan
dalam sistem kavaleri vena yang merusak vena drainase dari tubuh. Ini
mengarah pada peningkatan tekanan di hati, saluran pencernaan, dan yang
lebih rendah ekstremitas dan tanda-tanda dan gejala klinis sakit perut,
hepatomegali, dan edema perifer. Penyebab lain kegagalan RV termasuk
aritmogenik RV kardiomiopati/displasia (Kemp, D C, dkk. 2012).

1.3.4. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinik dari gagal jantung dapat dilihat dari tanda dan
gejala yang dialami. Gejala dari dari gagal jantung terbagi menjadi gejala
tipikal dan kurang tipikal. Tanda dari gagal jantung terbagi menjadi tanda

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
813
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

spesifik dan kurang tipikal. Manifestasi klinik dari gagal jantung dapat
dilihat dari tabel di bawah ini (PERKI, 2015; Dickstein K, dkk. 2008).
Tabel manifestasi klinik gagal jantung

Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
• Sesak nafas • Peningkatan JVP
• Ortopneu • Refluks hepatojugular
• Paroxysmal nocturnal • Suara jantung S3 (gallop)
• Dyspnoe • Apex jantung bergeser ke
• Toleransi aktifitas yang lateral
berkurang • Bising jantung
• Cepat lelah
• Begkak di pergelangan kaki
Kurang tipikal Kurang tipikal
• Batuk di malam / dini hari • Edema perifer
• Mengi • Krepitasi pulmonal
• Berat badan bertambah > 2 • Sura pekak di basal paru pada
kg/minggu perkusi
• Berat badan turun (gagal • Takikardia
jantung stadium lanjut) • Nadi ireguler
• Perasaan kembung/ begah • Nafas cepat
• Nafsu makan menurun • Heaptomegali
• Perasaan bingung (terutama • Asites
pasien usia lanjut) • Kaheksia
• Depresi
• Berdebar
• Pingsan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
814
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.5. Tatalaksana

Gambar Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung kronik simptomatik (NYHA fc II-IV). Disadur
dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
815
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Adapun terapi farmakologi yang diberikan pada pasien gagal ginjal menurut
PERKI, 2015 yaitu:
A. Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karenaperburukan
gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas rekomendasi I,
tingkatan bukti A). ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukanfungsi ginjal,
hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu
ACEIhanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium
normal.
• Indikasi pemberian ACEI: Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau
tanpa gejala
• Kontraindikasi pemberian ACEI: Riwayat angioedema, stenosis renal bilateral,
kadar kalium serum > 5,0 mmol/L, serum kreatinin > 2,5 mg/dL, stenosis aorta
berat.
B. Penyekat β (β-blocker)
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki
fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup
Indikasi pemberian penyekat β
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
• Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
• ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
• Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian penyekat β:
• Hipotensi simtomatik

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
816
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Perburukan gagal jantung


• Bradikardia
C. Antagonis aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal
jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan
gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah
sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
• Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
• Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
• Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
• Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
• Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
• Kombinasi ACEI dan ARB
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian spironolakton:
• Hiperkalemia
• Perburukan fungsi ginjal
• Nyeri dan/atau pembesaran payudara
D. Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah
diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB
direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini,
ARB mengurangi angka kematian karena penyebab kardiovaskular.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
817
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Indikasi pemberian ARB


• Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
• Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
• ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan
hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan batuk
Kontraindikasi pemberian ARB
• Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
• Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
• Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan
bersama ACEI
E. Hydralazine Dan Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,
kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap
ACEI dan ARB (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B)
Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
• Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi
• Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak dapat
ditoleransi
• Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI, penyekat β
dan ARB atau antagonis aldosteron
Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
• Hipotensi simtomatik
• Sindroma lupus
• Gagal ginjal berat

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian kombinasi H-ISDN:
• Hipotensi simtomatik
• Nyeri sendi atau nyeri otot

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
818
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel dosis obat yang digunakan pada gagal jantung


Dosis awal (mg) Dosis target (mg)
ACEI
Captopril 6,25 (3 x/hari) 50 - 100 (3 x/hari)
Enalapril 2,5(2 x/hari) 10 - 20 (2 x/har)
Lisinopril 2,5 - 5 (1 x/hari) 20 - 40(1 x/hari)
Ramipril 2,5 (1 x/hari) 5 (2 x/hari)
Perindopril 2 (1 x/hari) 8 (1 x/hari)
ARB
Candesartan 4 / 8 (1 x/hari) 32 (1 x/hari)
Valsartan 40 (2 x/hari) 160 (2 x/hari)
Antagonis Aldosteron
Eplerenon 25 (1 x/hari) 50 (1 x/hari)
Spironolakton 25 (1 x/hari) 25 - 50 (1 x/hari)
Penyekat β
Bisoprolol 1,25 (1 x/hari) 10 (1 x/hari)
Carvedilol 3,125 (2 x/hari) 25 - 50 (2 x/hari)
Metoprolol 12,5/25 (1 x/hari) 200x/hari)

F. Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan
untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti
penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi
ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala,
menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,tetapi
tidak mempunyai efek terhadap angkakelangsungan hidup (kelas rekomendasi IIa,
tingkatan bukti B).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
819
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Indikasi
Fibrilasi atrial: dengan irama ventrikular saat istrahat > 80 x/menit atau saat
aktifitas> 110 - 120 x/menit.
Irama sinus
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
• Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA)
• Dosis optimalACEI dan/atau ARB, penyekat β dan antagonis aldosteron jika
ada indikasi.

Kontraindikasi
• Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hat-hat jika pasien diduga
sindroma sinus sakit
• Sindroma pre-eksitasi
• Riwayat intoleransi digoksin

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian digoksin:


• Blok sinoatrial dan blok AV
• Aritmia atrial dan ventrikular, terutama pada pasien hipokalemia
• Tanda keracunan digoksin: mual, muntah, anoreksia dan gangguan melihat
warna.

G. Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis
atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari pemberian
diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis
yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk
menghindari dehidrasi atau reistensi.

Dosis diuretik

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
820
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan gejala dan tanda
kongesti
• Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat badan kering (tanpa
retensi cairan),untuk mencegah risiko gangguan ginjal dan dehidrasi. Tujuan
terapi adalah mempertahankan bera badan kering dengan dosis diuretik
minimal
• Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien dapat mengatur dosis
diuretik sesuai kebutuhan berdasarkan pengukuran berat badan harian dan
tanda-tanda klinis dari retensi cairan

Tabel dosis diuretik yang digunakan pada pasien gagal jantung


Diuretik Dosis Awal (mg) Dosis harian (mg)
Diuretik loop
Furosemide 20 – 40 40 – 240
Bumetanide 0.5 – 1.0 1–5
Torasemide 5 – 10 10 – 20
Tiazide
Hidrochlortiazide 25 12.5 – 100
Metolazone 2.5 2.5 – 10
Indapamide 2.5 2.5 – 5
Diuretik hemat kalium
Spironolakton (+ACEI/ARB) 12.5 - 25 (- ACEI/ARB) 50

(+ACEI/ARB) 50 (- ACEI/ARB)100 - 200

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
821
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN
2.1. Profil pasien
Nama/ Jenis kelamin : Ny. M
Umur/ BB/ TB : 54th
Alamat : Malang
MRS/KRS 13 maret 2020 pindah ke R.5b 14 maret
:
2020
Status pasien : JKN
Dokter : dr.dadang
Farmasis : Jainuri Erik P, S.Farm.,Apt
Alergi : Tidak ada
Keluhan utama : Berdebar
Riwayat penyakit saat ini Berdebar memeberat sejak 3 hari, dirasakan
: sejak 1 hari terakhir tapi pasien tidak pernah
berobat
Riwayat kesehatan : Tidak ada
Riwayat pengobatan : Amlodipin
Diagnosa awal AF RVR, HF stc Fc II dt HHD, Dan HT
:
uncontroled
Diagnosa akhir AF RVR C2H4 , HF Stc Fc II dt HHD,
:
Hipertensi, dan Hipokalemia

2.2. Data klinis pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital dan klinis pasien
Parameter Nilai Normal 13/3 14/3 15/3 16/3 17/3
Suhu (oC) 36-37 - - - - SMWT
Nadi (x/menit) 80-85 87 80 72 79
RR (x/menit) 20 18 20 20 18
TD (mmHg) 120/80 114/65 130/70 140/70 140/80
GCS 456 456 456 456
Palpitasi ++ ++ +
Sesak + + -
Lemas + + -

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
822
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3. Data laboratorium pasien


Tabel 2.2 Tabel data laboratorium pasien
Data Normal Satuan 13/3 16/3
Hemoglobin 11,4-15,1 g/dL 14,10
6
Eritrosit (RBC) 4-5 10 / µL 4,84
3
Leukosit (WBC) 4,7-11,3 10 / µL 10,11
Hematokrit 38-42 % 42,00
3
Trombosit 142-424 10 / µL 241
MCV 80-93 FL 86,80
MCH 27-31 Pg 29,10
MCHC 32-36 g/dL 32,60
RDW 11,5-14,5 % 12,00
PDW 9-13 FL 11,2
MPV 7,2-11,1 FL 9,9
P-LCR 15-25 25,5 24,4
PCT 0,15-0,4 g/dL 0,24
3
NRBC abs 10 / µL 0,00
NRBC % % 0,0
Eosinofil 0-4 % 0,5
Basofil 0-1 % 0,1
Neutrofil 51-67 % 73,3
Limfosit 25-33 % 19,6
Monosit 2-5 % 6,5
3
Eosinofil abs 10 / µL 0,05
3
Basofil abs 10 / µL 0,01
3
Neutrofil abs 10 / µ 7,41
3
Limfosit abs 10 / µL 1,98
3
Monosit abs 0,16-1 0,66
10 / µL
Immature granulosit g/dL 0,30
%
3
Immature granulosit 0,03
10 / µL

PH 7,35-7,45 7,41

PCO2 35-45 mmHg 39,4


PO2 80-100 mmHg 119,9
HCO3 21-28 Mmol/L 25,3
BE (-3)-(+3) Mmol/L 0,5
Saturasi O2 >95% % 99,1

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
823
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Hb g/dL 13,6

Suhu °C 37

K 3,5-5 Mmol/L 2,93 3,44


Na 135-145 Mmol/L 141 143
Cl 98-106 Mmol/L 110 109
Globulin 119

GDA <200 mg/dL 196


Egfr 75,522
Ureum 10-50 mg/dL 19,6
Kreatinin 0,7-1,5 mg/dL 0,87
Free T4 1,84
TSH 1,22
Interpretasi data laboratorium:
• Neutrofil diatas normal menunjukkan tanda infeksi bakteri, gangguan
metabolit dan perdarahan
• Limfosit, Monosit tidak normal menunjukkan tanda tanda infeksi dan
inflamasi
• K dibawah normal menunjukkan adanya hipokalemia
• PO2 diatas normal → Dikarenakan penggunaan alat bantu napas

2.4. Profil terapi pasien


Tabel 2.3 Tabel profil terapi pasien
Tanggal
Obat Rute Dosis
13/3 14/3 15/3 16/3 17/3
KCL Drip 25 mcq ν SMWT
Amiodarone Drip 1 mg/menit ν
Captopril Po 3 dd 25 mg ν
Bisoprolol Po 1 dd 2,5 mg ν v v v
Warfarin Po 1 dd 4 mg ν v v v
Diazepam Po 1 dd 2 mg ν v v v
Laxadin Po 1 dd CI ν
Lansoprazol Po 1 dd 30 mg ν v ν v

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
824
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

RL IVF 500 cc v v ν
D
Ramipril Po 1 dd 2,5 mg v ν ν

Amiodarone Po 1 dd 200 mg v ν ν
Hcl
Atorvastatin Po 1 dd 40 mg v ν ν

Spironolacto Po 1 dd 25 mg v ν ν
n

2.5. Analisa SOAP Pasien


Tabel 2.6 Tabel Analisa SOAP

SUBJECTIVE OBJECTVE ASSESMENT PLANING

Berdebar Nadi : 87 Amiodarone METO:


x/menit monitoring heart
Indikasi: digunakan untuk kondisi rate pada pasien
Atrial Fibrilasi (AF) untuk
menurunkan laju jantung,
penggunaan amiodarone sudah
efektif dalam menurunkan laju MESO :
jantung Monitoring kadar
AST dan ALT
Mekanisme: menghambat kanal
natrium, kalium, dan kalsium. Saat
laju jantung cepat maka hambatan
terhadap kanal natrium menjadi
lebih signifikan.

Dosis awal : 15mg/menit


ditingkatkan 1mg/menit

Dosis yang diberikan: 1mg/menit


(dosis sesuai)

Rute: IM

ESO:meningkatkan AST dan ALT

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
825
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Lemas Kadar kalium KCL Monitoring kadar


: 2,93 Kalium
mmol/L Indikasi: untuk koreksi kadar
kalium pada kondisi hiperkalemi

Dosis yang diberikan : 25 mEq


dalam 24 jam

Sesak (-) TD Captopril Meto: tekanan


119/65 Indikasi: lini pertama dalam terapi darah
mmHg gagal jantung. Digunakan untuk
memperbaiki fungsi ventrikel dan
mencegah perburukan gagal Meso: monitoring
jantung. Pemberian captopril lebih heart rate
ditujukan untuk memperbaiki
stimulasi simpatis dari sistim renin
angotensin yang berlebihan
terhadap jantung (PERKI,2015)
Mekanisme: mendilatasi arteri dan
pembuluh darah dengan
menghambat konversi angiotensin
I menjadi angiotensin II dan
menghambat metabolisme
bradikinin sehingga menurunkan
preload dan afterload di jantung
Dosis:
awal= 3x6,25 mg
target= 3x 50-100mg
dosis yang diberikan= 3x25 mg
ESO: takikardia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
826
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

13/3 sesak (-) TD: Bisoprolol METO:


Indikasi: memperbaiki fungsi monitoring TD
13/3= 119/65
ventrikel dan mencegah
14/3 sesak (+) 14/3= 130/70 perburukan gagal jantung serta

15/3= 140/80 menurnkan tekanan darah. MESO:


Palpitasi (++)
Penggunaan golongan beta- Monitoring TD
16/3= 140/80
blocker sesuai untuk pasien
HR hipertensi dengan fibrilasi atrial
15/3 sesak (+)
yang memiliki laju ventrikel yang
13/3=87
Palpitasi (++) cepat (PERKI, 2015)
14/3=80
Mekanisme: Beta selektif,
15/3=72 menghambat reseptor beta-1
16/3 sesak (-) Dosis: 2,5-5 mg od
16/3=79
Dosis yang diberikan: 1x2,5 mg
(sesuai)
Eso: hipotensi

Bab tidak lancar Laxadin 1 dd CI METO

Indikasi : sebagai pencahar untuk -BAB lancar


membantu memperlancar buang
-Mengejan
air besar karena pada pasien gagal
berkurang
jantung sebaiknya menghindari
kondisi mengejan MESO

Mekanisme :Menarik air kedalam -Rash


lumen usus sehingga tinja menjadi
-Kolik
lebih lembek (DIH 17th)
-kadar elektrolit
Dosis: 1-2 sendok makan (1 x
Na, K, da Cl
sehari) (DIH 17th)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
827
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ESO : rash, kolik dan penurunan


kadar elektrolit (pharmacotherapy
handbook, 2015)

Nyeri perut, Penggunaan Lansoprazol 1 dd 30 mg Plan


perih warfarin
Indikasi : untuk kondisi peptic -Pemberian
ulcer dan mengatasi efek samping warfarin dengan
nyeri perut pada penggunaan lansoprazol tidak
warfarin dalam waktu
bersamaan
Mekanisme : menghambat asam
lambung denganmenghambat -Monitoring
kerja (K+H+ATPase) yang enzim hati saat
mengeluarkan Asam HCL dari pemberian
kanalikuli sel parietal kedalam lansoprazol
lumen (DIH 17th) bersama dizepam

Dosis : 15-30 mg per hari (DIH


17th)

ESO :urtikaria, mual, dan muntah


(pharmactheraphy handbook,
2015)

DRP :interaksi dengan warfarin


akan meningkatkan resiko
pendarahan dan interaksi
dengan diazepam akan
meningkatkan resiko kerusakan
hati (stockley)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
828
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

13/3 sesak (-) HR: 87 Warfarin METO: INR


x/menit target 2-3
14/3 sesak (+) Indikasi: untuk pencegahan stroke
INR: 0,98 pada pasien FA (fibrilasi atrium) MESO: tanda-
15/3 sesak (+)
tanda pendarahan
Mekanisme: penghambat faktor
16/3 sesak (-) pada urin
koagulasi, seperti faktor II, VII,
IX, X dan antikoagulan protein

Dosis literatur: 2-5 mg per hari

Dosis pasien: 1 x 4 mg (sesuai)

ESO: pendarahan

Berdebar HR: 87 Diazepam METO:


x/menit monitoring heart
Indikasi: untuk mengatasi
rate
kecemasan/kegelisahan pasien
karena kondisi berdebar karena HF

Mekanisme: memodulasi efek MESO:


pascasinaps dari transmisi GABA, monitoring kadar
meningkatkan penghambatan netrofil
presinaptik.

Dosis literatur: 2-10 mg PO

Dosis pasien: 1 X 2 mg (sesuai)

ESO: neutropenia

Spironolakton Meto: balance


cairan
Indikasi: gagal jantung dengan
kongesti

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
829
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mekanisme: meningkatkan
ekskresi natrium air dan klorida
Meso: kondisi
sehingga terjadi penurunan curah
saluran cerna dan
jantung dan tekanan darah
kadar natrium
Dosis: 25-100 mg/hari (1x sehari)

Dosis yang diberikan: 1 dd 25 mg


(sesuai)

ESO: gangguan saluran cerna,


hiponatremia

14/3 sesak (+) TD Ramipril Meto: tekanan


darah
15/3 sesak (+) 14/3= 130/70 Indikasi: lini pertama dalam terapi
gagal jantung. Digunakan untuk
16/3 sesak (-) 15/3= 140/80
memperbaiki fungsi ventrikel dan
Meso: monitoring
16/3= 140/80 mencegah perburukan gagal
kondisi batuk
jantung. Pemberian ACEI lebih
ditujukan untuk memperbaiki
stimulasi simpatis dari sistim renin
angotensin yang berlebihan
terhadap jantung (PERKI,2015).
Penggunaan ramipril lebih efektif
dari captopril untuk terapi gagal
jantung kongesti (Manthey, J dkk,
1987)

Mekanisme: menghambat
angiotensin I menjadi angiotensin

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
830
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

II sehingga terjadi vasodilatasi dan


penerunan sekresi aldosteron

Dosis: 2,5 mg perhari (dosis awal)

Dosis yang diberikan: 1 dd 2,5 PO

ESO: batuk kering

DRP: pemberian diuretiik hemat


kalium (spironolakton) dan ACEI
akan menimbulkan hipokalemi

Kolesterol: Atorvastatin METO:


159 monitoring kadar
Indikasi: Pencegahan resiko
ruptur plak, mengurangi kejadian kolesterol, HR
Tg; 60
remodelling atrial dan ventricular
LDL: 98 (PERKI,2014)

Mekanisme: menurunkan nilai MESO:


HDL: 76
NcCRP, dimana sebagai indikator monitoring tanda
inflamasi kerusakan jaringan dan gejala stevens
jantung johnson syndrome

Dosis lit: 10-80 mg

Dosis yang diberikan: 1dd 40 mg


(sesuai)

ESO: stevens johnson syndrome

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
831
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN
Kasus :

Ny.M berusia 54th, masuk rumah sakit pada tanggal 13 Maret 2020
dengan keluhan berdebar diagnosa awal yakni pasien di diagnosis AF RVR,
HF stc Fc II dt HHD dan hipertensi uncontrolled.

Pada tanggal 13 Maret 2020, pasien datang ke igd pukul 02.50 WIB dengan
keluhan jantung berdebar. Keluhan ini dirasakan sejak 3 hari terakhir dan semakin
memberat sejak 1 hari terakhir. Pasien tidak pernah berobat sebelumnya untuk
mengatasi keluhan berdebar ini. Dari hasil rekonsiliasi yang dilakukan apoteker,
diketahui bahwa pasien tidak terdapat alergi makanan maupun alergi obet. Riwayat
pengobatan yaitu amlodipin yang penggunaannya kurang mampu dijelaskan secara
rinci oleh keluarga pasien.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda klinis di Igd yaitu TD=159/90 mmHg dan
nadi 172x/menit. Kemudian pasien dieberikan drip amiodarone 20 cc/jam untuk
menurunkan heart rate. Hasil observasi pukul 04:00 WIB menunjukkan perbaikan
tanda-tanda klinis yaitu TD=133/99 mmHg dan nadi 133x/menit sehingga pada
pukul 4:40 WIB pasien dipindahkan ke ruang cvcu. Menurut PERKI (2014)
penggunaan amiodaron direkomendasikan untuk mengontrol laju ventrikel pada
pasien dengan FA dan gagal jantung. Dalam kasus ini, penggunaan amiodarone
sudah sesuai dan efektif untuk menurunkan heart rate. Penggunaan drip amiodaron
dilanjutkan dengan dosis 1 mg/menit. Dosis ini sudah sesuai dengan literatur yaitu
1 mg/menit. Penggunaan amiodarone dilanjutkan namun pada tanggal 14 Maret
2020 diganti penggunaannya dengan rute oral. Dosis oral yang diberikan untuk
pasien 1 dd 200 mg sudah sesuai dengan literatur yaitu 200 mg 1-3 kali sehari.
Amiodarone memiliki efek samping meningkatkan kadar AST dan ALT
(medscape), sehingga perlu di monitoring kadar AST dan ALT.
Pasien juga mendapatkan terapi captopril yang merupakan lini pertama
dalam terapi gagal jantung. Captopril digunakan untuk memperbaiki fungsi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
832
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ventrikel dan mencegah perburukan gagal jantung (PERKI, 2015). Captopril


bekerja dengan mendilatasi arteri dan pembuluh darah dengan menghambat
konversi angiotensin I menjadi angiotensin II dan menghambat metabolisme
bradikinin sehingga menurunka preload dan afterload jantung (DIH). Dosis
captopril yang diberikan sudah sesuai yaitu 3 dd 25 mg. Efek samping dari
penggunaan captopril yaitu takikardi. Oleh karena itu perlu dimonitoring heart rate
pasien. Pada tanggal 14 maret 2020 penggunaan captopril diganti dengan ramipril
yang memiliki indikasi yang sama. Pergantian captopril dengan ramipril
dikarenakan ramipril lebih efektif digunakan pada pasien dengan gagal jantung
kongesti (Manthey, J dkk, 1987).
Pasien mendapatkan terapi bisoprolol yang digunakan memperbaiki fungsi
ventrikel dan mencegah perburukan gagal jantung serta menurnkan tekanan darah.
Penggunaan golongan beta-blocker sesuai untuk pasien hipertensi dengan fibrilasi
atrial yang memiliki laju ventrikel yang cepat (PERKI, 2015). Bisoprolol bekerja
dengan menghambat reseptor beta-1 yang memengaruhi kerja jantung, namun tidak
pada jalur pernafasan. Sehingga mengurangi detak jantung dan tekanan otot jantung
saat berkontraksi. Dengan begitu, beban jantung dalam memompa darah ke seluruh
tubuh dapat berkurang (DIH). Dosis bisoprolol yang diberikan yaitu 1 dd 2,5 mg
sudah sesuai dengan literatur yaitu 2,5-5 mg od (PERKI,2015). Efek samping dari
pengunaan bisoprolol yaitu hipotensi sehingga perlu dimonitoring tekanan darah
pasien.
Pada tanggal 14 maret 2020, pasien juga mendapatkan terapi spironolakton
yang diindikasin untuk kondisi gagal jantung dengan kongesti. Spironolaktok
bekerja dengan cara meningkatkan ekskresi natrium air dan klorida sehingga terjadi
penurunan curah jantung dan tekanan darah. Dosis yang diberikan yaitu 1 dd 25
mg. Dosis tersebut telah sesuai dengan literatur yaitu 25-100 mg/hari (1x sehari).
Efek samping dari penggunaan spironolakton yaitu gangguan saluran cerna dan
hiponatremia. Sehingga perlu di monitoring kondisi saluran cerna dan kadar
natrium pasien.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
833
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien juga mendapat terapi atorvasatatin yang digunakan untuk


pencegahan resiko ruptur plak, mengurangi kejadian remodelling atrial dan
ventricular. Atorvasatatin bekerja dengan menurunkan nilai NcCRP, dimana
sebagai indikator inflamasi kerusakan jaringan jantung. Dosis yang diberikan 1 dd
40 mg telah sesuai dengan dosis literatur yaitu 10-80 mg/hari (PERKI,2014). Efek
samping dari penggunaan atorvastatin yaitu stevens johnson syndrome sehingga
perlu di monitoring tanda dan gejala stevens johnson syndrome seperti ruam,
demam, batuk, gatal, mata merah, bengkak, sakit tenggorokan dan ulkus mulut.
Pasien mendapatkan terapi warfarin. Penggunaan warfarin pada pasien
fibrilasi atrium dengan heart failure bertujuan untuk mencegah terjadinya stroke
dengan cara menghambat faktor koagulasi (PERKI,2015). Dosis yang diberikan
untuk pasien yaitu 1x4 mg sudah sesuai dengan literatur yaitu 2-5mg per hari.
Warfarin memiliki efek samping pendarahan, maka dari itu harus di monotoring
tanda-tanda pendarahan seperti urine berwarna merah, bab darah, batuk darah atau
tanda-tanda perdarahan lainnya.
Pasien mendapatkan terapi lansoprazol 1 dd 30 mg sebagai terapi
antiemetik. Dosis yang diberikan sudah sesuai dengan literatur yaitu 1 dd 30 mg
(DIH). Penggunaan lansoprazol perlu dimonitoring jika digunakan bersama
warfarin dan diazepam. Interaksi warfarin dengan lansoprazol akan meningkatkan
resiko pendarahan (stockley). Sehingga direkomendasikan untuk pengunaan
warfarin tidak bersamaan dengan lansoprazol. Interaksi diazepam dengan
lansoprazol akan meningkatkan resiko kerusakan hati. Sehingga direkomendasikan
untuk penggunaan diazepam dan lansoprazol perlu monitoring enzim hati.
Pasien juga mendapatkan diazepam. Penggunaan diazepam untuk pasien FA
(fibrilasi atrium) adalah untuk mengatasi kecemasan/kegelisahan pasien karena
kondisi berdebar karena Atrial Fibrilasi. Diazepam bekerja dengan memodulasi
efek pascasinaps dari transmisi GABA dan meningkatkan penghambatan
presinaptik. Dosis yang diberikan untuk pasien yaitu 1x2mg sudah sesuai dengan
literatur yaitu 2-10mg perhari untuk mengatasi kejang otot (DIH). Efek samping

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
834
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dari penggunaan diazepam yaitu neutropenia sehingga perlu di monitoring kadar


neutrofil.
Pasien mendapatkan terapi laxadin 1 dd CI. Pada kondisi HF akan diberikan
laxadin untuk sebagai pencahar untuk membantu memperlancar buang air besar
karena pada pasien gagal jantung sebaiknya menghindari kondisi mengejan
sehingga kerja jantung menjadi lebih ringan. Laxadin bekerja dengan cara Menarik
air kedalam lumen usus sehingga tinja menjadi lebih lembek (DIH 17th). Efek
samping yang perlu diperhatikan dari pengggunaan laxadin adalah diare. Selain itu
pasien juga mendapatkan terapi KCL untuk koreksi kadar kalium pada kondisi
hipokalemi. Dosis yang diberikan sudah sesuai dengan literatur yaitu 25 mEq dalam
24 jam.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
835
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN
• AV RVR, HF stc Fc II dt HHD, hipertensi, dan hipokalemi dapat teratasi.
• Terapi yang diberikan sudah sesuai, tetepai ada beberapa DRP yang perlu
dimonitoring ketika terapi diberikan untuk enghindari efek samping obat
yang tidak diinga=inkan
• Pasien diedukasi untuk mengurangi aktifitas berat untuk memulihkan
kondisinya.
• Saat di R5b pasien telah melakukan smwt dan hasilnya pasien
diperbolehkan KRS.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
836
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

ACCF/AHA Pocket Guidelne. (2011). Management of Patients With Atrial


Fibrillation. American: American College of Cardiology Foundation and
American Heart Association.
Bernstein D. Heart Failure. In: Kliegman RM, et al, editors. Nelson Textbook
Volume 1 20th Edition. Philadelphia: Elsevier; 2016.
DiPiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Motzke, B. G. Wells, dan L. M. Posey.
2017. Pharmacotherapy Handbook Tenth Edition. Ohio: McGraw-Hill
Education.
Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., & Posey L.M. 2015.
Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. The McGraw Hill Companies,
Inc. New York.
Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, dkk. 2008. ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure.Eur Heart J
2008;29:2388–442.
Guyton, A. C, dan H. JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
ECG.
Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI, 2014.
Kemp, D C dan Conte V Jhon. 2012. The pathophysiology of heart failure.
Cardiovascular Pathology (21) 365–371.
Manthey, J dkk, 1987. Ramipril and captopril in patients with heart failure: effects
on hemodynamics and vasoconstrictor systems. The american journal of
cardiology. 59 (10), D171-D175.
McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, dkk. 2012. ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task
Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure
2012 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration
with the Heart. Eur Heart J 2013;32:e1–641 – e61.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
837
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovascular. 2014. Pedoman Tatalaksana


Fibrilasi Atrium. Jakarta: PERKI.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovascular. 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal
Jantung. Jakarta: PERKI.
Philip, I. A. dan P. T. W. Jeremy. 2010. At Glance Sistem Kardiovaskular. Jakarta:
Erlangga.
Sudoyo Aru W, S. B, dan I. Alwi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi 5. Jakarta: FKUI.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
838
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN

Tanggal Subjective Objectve Assesment Planing

13/3/2020 Berdebar Nadi : 87 Amiodarone METO:


x/menit monitoring
Indikasi: digunakan untuk heart rate pada
kondisi Atrial Fibrilasi (AF) pasien
untuk menurunkan laju jantung,
penggunaan amiodarone sudah
efektif dalam menurunkan laju
MESO :
jantung
Monitoring
Mekanisme: menghambat kanal kadar AST dan
natrium, kalium, dan kalsium. ALT
Saat laju jantung cepat maka
hambatan terhadap kanal
natrium menjadi lebih
signifikan.

Dosis awal : 15mg/menit


ditingkatkan 1mg/menit

Dosis yang diberikan:


1mg/menit (dosis sesuai)

Rute: IM

ESO:meningkatkan AST dan


ALT

Lemas Kadar KCL Monitoring


kalium : kadar Kalium
2,93 Indikasi: untuk koreksi kadar
mmol/L kalium pada kondisi
hiperkalemi

Dosis yang diberikan : 25 mEq


dalam 24 jam

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
839
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sesak (-) TD Captopril Meto: tekanan


119/65 Indikasi: lini pertama dalam darah
mmHg terapi gagal jantung. Digunakan
untuk memperbaiki fungsi
ventrikel dan mencegah Meso:
perburukan gagal jantung. monitoring
Pemberian captopril lebih heart rate
ditujukan untuk memperbaiki
stimulasi simpatis dari sistim
renin angotensin yang
berlebihan terhadap jantung
(PERKI,2015)
Mekanisme: mendilatasi arteri
dan pembuluh darah dengan
menghambat konversi
angiotensin I menjadi
angiotensin II dan menghambat
metabolisme bradikinin
sehingga menurunkan preload
dan afterload di jantung
Dosis:
awal= 3x6,25 mg
target= 3x 50-100mg
dosis yang diberikan= 3x25 mg
ESO: takikardia

Sesak (-) TD: 119/65 Bisoprolol METO:


Indikasi: memperbaiki fungsi monitoring HR
ventrikel dan mencegah
perburukan gagal jantung serta

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
840
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menurnkan tekanan darah. MESO:


Penggunaan golongan beta- Monitoring TD
blocker sesuai untuk pasien
hipertensi dengan fibrilasi atrial
yang memiliki laju ventrikel
yang cepat (PERKI, 2015)
Mekanisme: Beta selektif,
menghambat reseptor beta-1
Dosis: 2,5-5 mg od
Dosis yang diberikan: 1x2,5 mg
(sesuai)
Eso: hipotensi

Bab tidak Laxadin 1 dd CI METO


lancar
Indikasi : sebagai pencahar -BAB lancar
untuk membantu memperlancar
-Mengejan
buang air besar karena pada
berkurang
pasien gagal jantung sebaiknya
menghindari kondisi mengejan MESO

Mekanisme :Menarik air -Rash


kedalam lumen usus sehingga
-Kolik
tinja menjadi lebih lembek (DIH
17th) -kadar elektrolit
Na, K, da Cl
Dosis: 1-2 sendok makan (1 x
sehari) (DIH 17th)

ESO : rash, kolik dan penurunan


kadar elektrolit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
841
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

(pharmacotherapy handbook,
2015)

Nyeri Penggunaa Lansoprazol 1 dd 30 mg Plan


perut, perih n warfarin
Indikasi : untuk kondisi peptic -Pemberian
ulcer dan mengatasi efek warfarin dengan
samping nyeri perut pada lansoprazol
penggunaan warfarin tidak dalam
waktu
Mekanisme : menghambat asam
bersamaan
lambung dengan menghambat
kerja (K+H+ATPase) yang -Monitoring
mengeluarkan Asam HCL dari enzim hati saat
kanalikuli sel parietal kedalam pemberian
lumen (DIH 17th) lansoprazol
bersama
Dosis : 15-30 mg per hari (DIH
dizepam
17th)

ESO :urtikaria, mual, dan


muntah (pharmactheraphy
handbook, 2015)

DRP :interaksi dengan


warfarin akan meningkatkan
resiko pendarahan dan
interaksi dengan diazepam
akan meningkatkan resiko
kerusakan hati (stockley)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
842
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sesak (-) HR: 87 Warfarin METO: INR


x/menit target 2-3
Indikasi: untuk pencegahan
INR: 0,98 stroke pada pasien FA (fibrilasi MESO: tanda-
atrium) tanda
pendarahan
Mekanisme: penghambat faktor
pada urin
koagulasi, seperti faktor II, VII,
IX, X dan antikoagulan protein

Dosis literatur: 2-5 mg per hari

Dosis pasien: 1 x 4 mg (sesuai)

ESO: pendarahan

Berdebar HR: 87 Diazepam METO:


x/menit monitoring
Indikasi: untuk mengatasi
heart rate
kecemasan/kegelisahan pasien
karena kondisi berdebar karena
HF
MESO:
Mekanisme: memodulasi efek monitoring
pascasinaps dari transmisi kadar netrofil
GABA, meningkatkan
penghambatan presinaptik.

Dosis literatur: 2-10 mg PO

Dosis pasien: 1 X 2 mg (sesuai)

ESO: neutropenia

14/3/2020 Berdebar HR: Amiodarone METO:


80x/menit monitoring

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
843
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dilanjutkan, dengan rute per heart rate pada


oral pasien

Dosis lit: 200 mg, 3xsehari


MESO :
Dosis yg diberikan: 1 dd 200 mg Monitoring
( sesuai) kadar AST dan
ALT
Eso: meningkatkan AST dan
ALT

Sesak (+) TD: 130/70 Bisoprolol METO:

Dilanjutkan dengan dosis dan monitoring HR


rute pemberian tetap

Eso: hipotensi MESO:


Monitoring TD

Sesak (+) HR: Warfarin METO: INR


80x/menit target 2-3
Dilanjutkan dengan dosis dan
rute pemberian tetap MESO: tanda-
tanda
Eso: perdarahan, nyeri perut
pendarahan
pada urin dan
kondisi nyeri
perut

Nyeri Penggunaa Lansoprazol Monitoring


perut, perih n warfarin perbaikan
Dilanjutkan dengan dosis dan
kondisi nyeri
rute tetap
perut pasien

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
844
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Berdebar HR: Diazepam METO:


80x/menit monitoring
Dilanjutkan dengan dosis dan
heart rate
rute tetap
MESO:
Eso: neutropenia
monitoring
kadar netrofil

Spironolakton Meto: balance


cairan
Indikasi: gagal jantung dengan
kongesti

Mekanisme: meningkatkan
ekskresi natrium air dan klorida
Meso: kondisi
sehingga terjadi penurunan
saluran cerna
curah jantung dan tekanan darah
dan kadar
Dosis: 25-100 mg/hari (1x natrium
sehari)

Dosis yang diberikan: 1 dd 25


mg (sesuai)

ESO: gangguan saluran cerna,


hiponatremia

Sesak (+) TD: 130/70 Ramipril Meto: tekanan


darah
Indikasi: lini pertama dalam
terapi gagal jantung. Digunakan
untuk memperbaiki fungsi
Meso:
ventrikel dan mencegah
monitoring
perburukan gagal jantung.
kondisi batuk
Pemberian ACEI lebih

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
845
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ditujukan untuk memperbaiki


stimulasi simpatis dari sistim
renin angotensin yang
berlebihan terhadap jantung
(PERKI,2015). Penggunaan
ramipril lebih efektif dari
captopril untuk terapi gagal
jantung kongesti (Manthey, J
dkk, 1987)

Mekanisme: menghambat
angiotensin I menjadi
angiotensin II sehingga terjadi
vasodilatasi dan penerunan
sekresi aldosteron

Dosis: 2,5 mg perhari (dosis


awal)

Dosis yang diberikan: 1 dd 2,5


PO

ESO: batuk kering

DRP: pemberian diuretiik hemat


kalium (spironolakton) dan
ACEI akan menimbulkan
hipokalemi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
846
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Kolesterol: Atorvastatin METO:


159 monitoring kada
Indikasi: Pencegahan resiko
ruptur plak, mengurangi r kolesterol, HR
Tg; 60
kejadian remodelling atrial dan
LDL: 98 ventricular (PERKI,2014)

Mekanisme: menurunkan nilai MESO:


HDL: 76
NcCRP, dimana sebagai monitoring
indikator inflamasi kerusakan tanda dan gejala
jaringan jantung stevens johnson
syndrome
Dosis lit: 10-80 mg

Dosis yang diberikan: 1dd 40


mg (sesuai)

ESO: stevens johnson syndrome

15/3/2020 Berdebar HR: Amiodarone METO:


72x/menit monitoring
Palpitasi Dilanjutkan dengan dosis dan heart rate pada
(+) rute tetap pasien

MESO :
Monitoring
kadar AST dan
ALT

Sesak (+) TD: 140/70 Bisoprolol METO:

Dilanjutkan dengan dosis dan monitoring HR


rute pemberian tetap

Eso: hipotensi MESO:


Monitoring TD

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
847
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sesak (+) TD: 140/70 Ramipril Meto: tekanan


darah
Dilanjutkan dengan dosis dan
rute pemberian tetap

Eso: batuk kering


Meso:
monitoring
kondisi batuk

Berdebar HR: Diazepam METO:


72x/menit monitoring
Dilanjutkan dengan dosis dan
heart rate
rute tetap
MESO:
Eso: neutropenia
monitoring
kadar netrofil

Sesak (+) HR: Warfarin METO: INR


72x/menit target 2-3
Dilanjutkan dengan dosis dan
rute pemberian tetap MESO: tanda-
tanda
Eso: perdarahan, nyeri perut
pendarahan
pada urin dan
kondisi nyeri
perut

Nyeri Penggunaa Lansoprazol Monitoring


perut, perih n warfarin perbaikan
Dilanjutkan dengan dosis dan
kondisi nyeri
rute tetap
perut pasien

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
848
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Atorvastatin METO:
monitoring kada
Dilanjutkan dengan dosis dan
r kolesterol, HR
rute tetap

Eso: stevens johnson syndrome


MESO:
monitoring
tanda dan gejala
stevens johnson
syndrome

Spironolacton Meto: balance


cairan
Dilanjutkan dengan dosis dan
rute tetap Meso: kondisi
saluran cerna
Eso: gangguan saluran cerna,
dan kadar
hiponatremia
natrium

16/3/2020 Berdebar HR: Amiodarone METO:


79x/menit monitoring
Palpitasi Dilanjutkan dengan dosis dan heart rate pada
(+) rute tetap pasien

MESO :
Monitoring
kadar AST dan
ALT

Sesak (+) TD: 140/80 Bisoprolol METO:

Dilanjutkan dengan dosis dan monitoring HR


rute pemberian tetap

Eso: hipotensi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
849
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

MESO:
Monitoring TD

Sesak (+) TD: 140/80 Ramipril Meto: tekanan


darah
Dilanjutkan dengan dosis dan
rute pemberian tetap

Eso: batuk kering


Meso:
monitoring
kondisi batuk

Berdebar HR: Diazepam METO:


79x/menit monitoring
Dilanjutkan dengan dosis dan
heart rate
rute tetap
MESO:
Eso: neutropenia
monitoring
kadar netrofil

Sesak (+) HR: Warfarin METO: INR


79x/menit target 2-3
Dilanjutkan dengan dosis dan
rute pemberian tetap MESO: tanda-
tanda
Eso: perdarahan, nyeri perut
pendarahan
pada urin dan
kondisi nyeri
perut

Nyeri Penggunaa Lansoprazol Monitoring


perut, perih n warfarin perbaikan
Dilanjutkan dengan dosis dan
kondisi nyeri
rute tetap
perut pasien

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
850
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Atorvastatin METO:
monitoring kada
Dilanjutkan dengan dosis dan
r kolesterol, HR
rute tetap
MESO:
Eso: stevens johnson syndrome
monitoring
tanda dan gejala
stevens johnson
syndrome

Spironolacton Meto: balance


cairan
Dilanjutkan dengan dosis dan
rute tetap Meso: kondisi
saluran cerna
Eso: gangguan saluran cerna,
dan kadar
hiponatremia
natrium

17/3/2020 Pasien SMWT, dengan hasil:

Pre:

TD: 142/73

HR: 71

RR: 98

Post:

TD: 133/77

HR: 71

RR: 96

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
851
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Jarak tempuh: 296 meter

Vo2 max: 10,591 ml/k

Maks workloasi: METS

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember –
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
852
BEDAH
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Spinal Stenosis + Hernia Nukleous
Pulposus (HNP)

(11 Februari – 18 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 854
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Spinal Stenosis dan Hernia Nukleous


Pulposus (HNP) “
di Instalasi Rawat Inap II Ruang 17

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA II Ruang 17
(03 Februari – 14 Februari 2020)

1. Khusnul Khotimah, S. Farm (192211101071)


2. Vriska Sarah Indrastuti, S. Farm (1908020090)
3. Shafira, S. Farm (190070600111001)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 855
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 856
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1.Tinjauan Spinal Stenosis


1.1.1. Definisi
Spinal stenosis merupakan salah satu masalah yang sering ditemukan, yang
merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang pada populasi usia lanjut.
Spinal canal stenosis merupakan kondisi dimana penyempitan kanalis spinalis
atau foramen intervertebralis disertai dengan penekanan akar saraf yang keluar
dari foramen tersebut. Pada level vertebra yang sama penyempitan tersebut bisa
mempengaruhi keseluruh kanal dan bagian lain dari kanal tersebut. Canal
lumbalis terdiri dari bagian central, dua bagian lateral, dan bagian posterior
yang berhubungan dengan interlaminar. Bagian central disebut central spinal
dan masing-masing bagian lateral disebut akar saraf atau radicular canal
(Meyer, F., dkk. 2008)

1.1.2. Etiologi
Kelainan struktur tulang meliputi osteofit sendi facet (merupakan penyebab
tersering), penebalan lamina, osteofit pada corpus vertebra, subluksasi maupun
dislokasi sendi facet (spondilolistesis), hipertrofi atau defek spondilolisis,
anomali sendi facet konginental (Meyer, F., dkk. 2008).
Struktur jaringan lunak meliputi : hipertrofi ligamentum flavum (penyebab
tersering), penonjolan anulus atau fragmen nukleus pulposus, penebalan kapsul
sendi facet dan sinovitis, dan ganglion yang berasal dari sendi facet. (Meyer, F.,
dkk. 2008)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 857
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.3. Patofisiologi

Gambar 1.1 Patofisiologi Spinal Canal Stenosis

Spinal canal stenosis merupakan suatu kondisi penyempitan kanalis spinalis


atau foramen intervertebralis pada daerah lumbar disertai dengan penekanan akar
saraf yang keluar dari foramen tersebut. Sejalan dengan pertambahan usia cairan
pada matriks diskus berkurang, akibatnya nukleus pulposus mengalami dehidrasi
dan kemampuannya mendistribusikan tekanan berkurang, memicu robekan pada
annulus. Nucleus tersusun secara eksklusif oleh kolagen tipe-II, yang membantu
menyediakan level hidrasi yang lebih tinggi dengan memelihara cairan, membuat
nucleus mampu melawan beban tekan dan deformitas. (Meyer, F., dkk. 2008).

1.1.4. Manifestasi klinik


• Klaudikasio neurogenik yang disebut sebagai pseudoclaudication.
• Kelelahan, lemah dan parestesia.
• Kram kaki nokturnal dan gejala kandung kemih neurogenik
• Sakit punggung yang disertai kaki rasa sakit

(Meyer, F., dkk. 2008).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 858
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.5. Tatalaksana

Gambar 1.2 Tatalaksana Spinal Canal Stenosis (Meyer, F., dkk. 2008)

Menurut (Meyer, F., dkk. 2008).Tatalaksana pengobatan spinal stenosis


diklasifikasikan menjadi 2 terapi, yaitu terapi konservatif dan terapi operatif.

1. Terapi Konservatif
Terapi ini dilakukan jika gejala termasuk ringan dan dan durasinya pendek selain
itu disertai kondisi umum pasien yang tidak mendukung dilakukan terapi
operatif seperti pasien Hipertensi atau Diabetes Mellitus tipe 2
2. Terapi Operative
Terapi ini dilakukan jika gejala neurologis bertambah berat, adanya defisit
neurologis yang progresif, disertai ketidakamampuan melakukan aktivitas
sehari-hari dan menyebabkan penurunan kualitas hidup, serta terapi konservatif
yang mengalami kegagalan. Prosedur standar yang dapat dilakukan adalah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 859
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dengan tindakan laminektomi dekompresi. Laminektomi dekompresi adalah


tindakan dengan membuang lamina dan ligamentum flavum dari tepi lateral satu
resesus lateralis sampai melibatkan level transversal spinal. Tindakan operasi ini
ditujukan untuk dekompresi akar saraf dengan berbagai teknik, diharapkan dapat
menurunkan atau mengurangi gejala pada tungkai bawah dan bukan untuk
mengurangi LBP (low back pain), walaupun pasca operasi gejala LBP akan
berkurang namun tidak signifikan.

1.2 Tinjauan HNP ( Hernia Nukleus Pulposus)


1.2.1. Definisi
Hernia adalah protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau jaringan
melalui lubang yang abnormal.Nukleus pulposus adalah massa setengah cair yang
terbuat dari serat elastis putih yang membentuk bagian tengah dari diskus
intervertebralis. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan
annulus fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture
annulus fibrosus dengan tekanan dari nucleus pulposus yang menyebabkan
kompresi pada element saraf (Cicco, F.L.D dan Wilhubber G.C,. 2019).

1.2.2. Etiologi
Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dikarenakan
terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya
nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami perubahan karena digunakan terus
menerus. Akibatnya, annulus fibrosus biasanya di daerah lumbal dapat menyembul
atau pecah. Banyak faktor yang mempengaruhi proses degeneratif seperti genetik,
mekanik, dan perilaku Berikut ini adalah faktor risiko yang meningkatkan
seseorang mengalami HNP (Cicco, F.L.D dan Wilhubber G.C,. 2019):
a. Usia
Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus fibrosus lama
kelamaan akan hilang elastisitasnya sehingga menjadi kering dan keras,
menyebabkan annulus fibrosus mudah berubah bentuk dan ruptur.
b. Trauma

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 860
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna vertebralis,


seperti jatuh.
c. Pekerjaan
Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan cara
mengangkat barang yang salah, meningkatkan risiko terjadinya HNP
d. Gender
Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal initerkait
pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan pada pria cenderung ke aktifitas fisik
yang melibatkan columna vertebralis.

1.2.3. Patofisiologi

Gambar 1.3 Patofisiologi Hernia Nucleus Pulposus (HNP) (Cicco,


F.L.D dan Wilhubber G.C,. 2019

Pada gambar diatas dapat diketahui bahwa HNP terbagi menjadi beberapa tahapan,
yaitu:
A) Normal disc anatomy merupakan gambaran normal dari diskus
intervertebatralis.
B) Disc Protrusion merupakan kondisi dimana nukleus berpindah, tetapi masih
dalam lingkaran anulus fibrosus.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 861
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

C) Disc Extrusion merupakan kondisi dimana nukleus keluar dan anulus fibrosus
dan berada di bawah ligamentum, longitudinalis posterior.
D) Disc Sequestration merupakan kondisi dimana nukleus telah menembus
ligamentum longitudinalis posterior.
(Cicco, F.L.D dan Wilhubber G.C,. 2019)

1.2.4. Manifestasi Klinik


Pada umumnya, manifestasi klinik dari HNP adalah rasa nyeri di punggung
bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. Namun, HNP sendiri terbagi
atas HNP sentral dan lateral yang memberikan manifestasi klinik yang berbeda.
HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia dan retensi urine.
Sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak
pada punggung bawah, di tengah-tengah area bokong dan betis, belakang tumit, dan
telapak kaki (Cicco, F.L.D dan Wilhubber G.C,. 2019).
1.2.5. Tatalaksana

Gambar 1.3 Tatalaksana Hernia Nucleus Pulposus (HNP) (Cicco, F.L.D dan
Wilhubber G.C,. 2019)
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 862
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tata laksana pengobatan HNP terbagi menjadi 2, yaitu terapi konservatif dan terapi
operatif (Cicco, F.L.D dan Wilhubber G.C,. 2019):

1. Terapi Konservatif
a. Terapi Non Farmakologis
1. Terapi Fisik Pasif
Terapi fisik pasif biasanya digunakan untuk mengurangi nyeri punggung
bawah akut, misalnya (Meli dan Suryami, 2003)
- Kompres hangat/dingin
Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang mudah dilakukan.
Untuk mengurangi spasme otot dan inflamasi. Beberapa pasien merasakan
nyeri hilang pada pengkompresan hangat, sedangkan yang lain pada
pengkompresan dingin (Meli dan Suryami, 2003)
- Iontophoresis
Merupakan metode pemberian steroid melalui kulit. Steroid tersebut
menimbulkan efek anti inflamasi pada daerah yang menyebabkan nyeri.
Modalitas ini terutama efektif dalam mengurangi serangan nyeri akut
(Meli dan Suryami, 2003).
- Unit TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator)
Sebuah unit Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator (TENS)
menggunakan stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri punggung
bawah dengan mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan ke otak (Meli
dan Suryami, 2003)
- Ultrasound
Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan dalam
dengan menggunakan gelombang suara pada kulit yang menembus sampai
jaringan lunak dibawahnya. Ultrasound terutama berguna dalam
menghilangkan serangan nyeri akut dan dapat mendorong terjadinya
penyembuhan jaringan (Meli dan Suryami, 2003).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 863
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. Latihan dan modifikasi gaya hidup


Berat badan yang berlebihan harus diturunkan karena akan memperberat
tekanan ke punggung bawah. Program diet dan latihan penting untuk
mengurangi NPB pada pasein yang mempunyai berat badan berlebihan.
Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stres secepat mungkin.
Endurance exercisi latihan aerobit yang memberi stres minimal pada punggung
seperti jalan, naik sepeda atau berenang dimulai pada minggu kedua setelah
awaitan NPB. Conditional execise yang bertujuan memperkuat otot punggung
dimulai sesudah dua minggu karena bila dimulai pada awal mungkin akan
memperberat keluhan pasien. Latihan memperkuat otot punggung dengan
memakai alat tidak terbukti lebih efektif daripada latihan tanpa alat (Meli dan
Suryami, 2003).
b. Terapi Farmakologis
1. Analgetik dan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamation Drug)
Obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol,
Aspirin, Tramadol. NSAID : Ibuprofen, Natrium diklofenak, Etodolak,
Selekoksib.
2. Obat Pelemas Otot (Muscle Relaxant)
Bermanfaat bila penyebab NPB adalah spasme otot. Efek terapinya tidak
sekuat NSAID, seringkali di kombinasi dengan NSAID. Sekitar 30%
memberikan efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin, Esperidone dan
Carisoprodol.
3. Opioid
Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang jauh
lebih aman. Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan
ketergantungan obat.
4. Kortikosteroid Oral
Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi. Digunakan pada kasus
HNP yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 864
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

5. Analgetik Adjuvant
Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme nyeri
pada HNP sesuai dengan neuropatik. Contohnya : amitriptilin,
Karbamasepin, Gabapentin.
6. Injeksi pada Titik Picu
Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anastesi lokal
dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu disekitar
tulang punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat yang dipakai antara lain
lidokain, lignokain, deksametason, metilprednisolon dan triamsinolon.
(Cicco, F.L.D dan Wilhubber G.C,. 2019)
2. Terapi Operatif
Terapi operatif pada pasien dilakukan jika:
- Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
- Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa, atau
ada gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan selama 6
sampai 12 minggu.
- Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien
menyebabkan keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi
konservatif yang diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat menurunkan
gejala dan memperbaiki fungsi dari pasien.
- Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu lama.

Pilihan terapi operatif yang dapat diberikan adalah:


a. Distectomy: Pengambilan sebagian diskus intervertabralis.
b. Percutaneous distectomy: Pengambilan sebagian diskus intervertabralis
dengan menggunakan jarum secara aspirasi.
c. Laminotomy/ laminectomy/ foraminotomy/ facetectomy: Melakukan
dekompresi neuronal dengan mengambil beberapa bagian dari vertebra
baik parsial maupun total.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 865
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

d. Spinal fusion dan sacroiliac joint fusion: Penggunaan graft pada vertebra
sehingga terbentuk koneksi yang rigid diantara vertebra sehingga terjadi
stabilitas.(Cicco, F.L.D dan Wilhubber G.C,. 2019)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 866
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB 2. PROFIL PASIEN

2.1 Profil Pasien


Nama/ Jenis kelamin : Tn.N
Umur/ BB/ TB : 57th
Alamat : Lawang, malang
MRS/KRS 3 Februari 2020/15 Februari 2020 dalam
:
keadaan meninggal dunia
Status pasien : JKN
Dokter : dr. Tommy, SpBS
Farmasis : Pusparani Aisyah A, S.Farm.,Apt
Alergi : Tidak ada
Keluhan utama Pasien datang ke poli dengan keluhan nyeri
:
tulang belakang
Riwayat penyakit saat ini : Tidak ada
Riwayat kesehatan : Hipertensi
Riwayat pengobatan : Natrium Diklofenak; Alpentin
Diagnosa awal : Spinal stenosis cervial region +HNP
Diagnosa akhir Post OP Dekompresi + Laminectomy VC
:
III,IV,V + Lateral Mass H+7

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 867
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2 Data Klinis Pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital dan klinis pasien

Param Nilai Tanggal pemeriksaan


eter normal 3/2 4/2 5/2 6/2 7/2 8/2 9/2 10/2

Ekstre Tidak Tidak Tidak Tidak Bisa Kaku Terasa


mitas bisa bisa bisa bisa digera berat kaku
anggot digeraka digeraka digeraka digerak kan tidak erakan
a gerak n tangan n tangan n tangan an tetapi bisa
atas dan kaki dan kaki dan kaki tangan sulit digera
bawah kiri kiri kiri dan kan
kaki
kiri
Mual - - + - - - - -

BAB - - - - - - - + -
Darah
Diare - - - - - - - - -

Gcs 456 456 456 456 456 456 456 456

Nyeri - + ++ ++ ++ ++ +++ + +

Tekana 120/80 135/8 120/67 126/68 127/62 120/68 122/6 120/80 120/80
n darah 0 8
Nadi 80-85 70 68 70 71 68 65 80 80

RR 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Suhu 36-37 36 36 36 36 36 36 36.8 36

11/2 12/2 13/2 14/2

Ekstremitas anggota Terasa Bisa Bisa Bisa


gerak atas bawah kaku digerakan digerakan digerakan
berat dan tetapi lemah tetapi lemah tetapi
tidak bisa lemah
digerakan
Mual - - - -

BAB Darah - - hitam - -

Diare - + +(8kali) + (4kali) +(4kali)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 868
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gcs 456 456 456 456

Nyeri - + + + +

Tekanan darah 120/80 120/80 120/80 130/90 130/90

Nadi 80-85 80 76 76 72

RR 20 20 21 22 22

Suhu 36-37 37 37 37 36.8

2.3 Data Laboratorium Pasien


Tabel 2.2 Tabel data laboratorium pasien
Hematologi
Data Normal Satuan 4/2 6/2 7/2
Hemoglobin 11,4-15,1 g/dL 11,8 11,7 -
6
Eritrosit (RBC) 4-5 10 / µL 4,44` 4,37 -
3
Leukosit (WBC) 4,7-11,3 10 / µL 11,78 10,25 -
Hematokrit 38-42 % 35,90 34,7 -
3
Trombosit 142-424 10 / µL 196 212 -
MCV 80-93 FL 79,40 80,90 -
MCH 27-31 Pg 26,80 26,60 -
MCHC 32-36 g/dL 32,90 33,70 -
RDW 11,5-14,5 % 13,50 13,80 -
PDW 9-13 FL 10,7 10,7 -
MPV 7,2-11,1 FL 10,4 10,1 -
P-LCR 15-25 25,5 27,0 25,5 -
PCT 0,15-0,4 g/dL 0,22 0,2 -
3
NRBC abs 10 / µL 0,0 0,0 -
NRBC % % 0,0 0,0 -
Hitung Jenis
Eosinofil 0-4 % 0,0 0,0 -
Basofil 0-1 % 0,1 0,0 -
Neutrofil 51-67 % 94,5 91,5 -
Limfosit 25-33 % 4,9 6,8 -
Monosit 2-5 % 0,5 1,7 -

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 869
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

3
Eosinofil abs 10 / µL 0,0 0,0 -
3
Basofil abs 10 / µL 0,01 0,0 -
3
Neutrofil abs 10 / µ 0,58 0,7 -
3
Limfosit abs 10 / µL 0,06 0,17 -
3
Monosit abs 0,16-1 10 / µL 0,06 0,17 -
Immature g/dL 0,40 0,50 -
granulosit %
3
Immature 10 / µL 0,05` 0,05 -
granulosit
Kimia Klinik
PH 7,35-7,45 7,45 7,58 7,35
PCO2 35-45 mmHg 26,1 12,8 44,1
PO2 80-100 mmHg 172,8 123,1 193,2
HCO3 21-28 Mmol/L 18,4 7,7 22,9
BE (-3)-(+3) Mmol/L -5,8 -17,6 -2
Saturasi O2 >95% % 99,6 98,9 99,3
Hb g/dL 10,4 11,7 11,7
Suhu °C 37 37 37
Asam laktat 0,2-2,2 Mmol/L 3 5,1
(Darah
Vena)
0,5-1,6
(Darah
Arteri)
Elektrolit
Na 136-145 Mmol/L 136 138 -
K 3,5-5 Mmol/L 3,33 4,42 -
Cl 98-106 Mmol/L 113 111 -
Faal Hati
Albumin 3,5-5,5 3,63 - -
Metabolisme Karbohidrat
GDS <140 mg/dL 194 181 -
Interpretasi data laboratorium:
• Leukosit diatas normal menunjukkan tanda tanda infeksi
• Neutrofil diatas normal menunjukkan tanda infeksi bakteri, gangguan
metabolit dan perdarahan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 870
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Limfosit, Monosit tidak normal menunjukkan tanda tanda infeksi dan


inflamasi
• PCO2, HCO3, BE dibawah normal menunjukkan pasien mengalami
Asidosis Respiratorik terkompensasi
• PO2 diatas normal → Dikarenakan penggunaan alat bantu napas

2.4 Profil Terapi Pasien


Tabel 2.3 Tabel profil terapi pasien

Rut Tanggal pemeriksaan (bulan Februari)


Obat Dosis
e 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
NaCl 0,9% IVF 1000cc/2 v v V V 20 20 20
D 4 jam tp tp tp
m m m
RL IVF 20 tpm v
D
Cefazolin IV 1x2g v V
Ceftriaxone IV 2x1g v v v
Metokloprami IV 3x10mg v v V
de
Ranitidin IV 2x50 mg V v v v
Omeprazole IV 1x40mg v v V v v v
Fentanyl IV 20 v v v
mcg/jam
Metilprednisol IV 3x125mg v v V v v v v V v v v
on
Santagesik IV 3x1 gram v v V v v v V v v v
(metamizole)
Asam IV 3x500mg v v V v v v v
Traneksamat
Vitamin K IV 3x10mg v v V
Attapulgit PO 2x600mg v
Mecobalamin IV 2x250mg v v v v V v v v
Citicolin IV 3x250mg v v V v v v
Piracetam IV 3X3 gram v v V v v v v V v v v
Lyrica IV 1x75mg v v V
(Pregabalin)
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 871
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 2.4 Tabel data penunjang pasien


Tanggal Jenis Dengan Kesan/hasil
pemeriksaan klinis
4-02-2020 CT Scan Hemiparesis a. Penurunan trabekulasi disertai lesi titik
cervical tanpa post ACDF multiple pada corpus dan prosessus
kontras spinosus vertebrae cervivalis suspek ec
proses degenerative
b. Opasifikasi ligamentum posterior
longitudinal setinggi C2 hingga C6
c. Internal fiksasi pada corpus vertebrae
C3 hingga C5
4-02-2020 CT Scan Hemiparesis a. Tidak tampak lesi patologis
brain window post ACDF intraparenkim otak
tanpa kontras b. Senile brain atrophy
c. Aterosklerosis arteri carotis interna
bilateral, arteri basilaris, arteri
vertebralis, falx cerebri anterior
7-02-2020 Foto ARDS - Cor dan pulmo dalam batas normal
thorax(posisi
rotasi)

Tabel 2.5 Tabel data Laporan Operasi

Tanggal Diagnosa Tindakan Jenis operasi Jenis


pembedahan
04-02-2020 Canal ABP radialis Kecil Bersih
stenosis C3- sinistra
4-6
06-02-2020 HNP VC 345 Dekompresi Besar Bersih
posterior- terkontaminasi
laminectomy
total VC 345

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 872
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5 Analisa SOAP Pasien


Tabel 2.6 Tabel Analisa SOAP
Tangg Subyektif Obyektif Assesment Plan
al
4/02/2 Lemas Na : 1. NaCl 0,9% METO
0 136mmol/L Indik Kadar elektrolit
asi: sebagai cairan isotonik (Na,K, Cl)
K : untuk resusitasi cairan yang
3,33mmol/ terdistribusi pada MESO
L komnpartemen ekstraseluler Edema (-)
dan bertahan dalam tubuh
Cl : dalam waktu yang lama atau
113mmol/L untuk sebagai keseimbangan
GCS : 456 elektrolit
MK : mengandung elektrolit
(Na,K,Cl) yang dapat
meregulasi jumlah air dalam
tubuh dan mencegah dehidrasi.
Dosis lazim : 1500cc/24jam METO
Dosis pasien : 1500cc/24jam Kadar leukosit,
Rute : IV neutofil
IO = - MESO
DRP : ESO Potensial : edema Edema (-)

Leukosit : 2. Cefazoline
3
11,78 x 10 / Indikasi: sebagai antibiotik
Mual (+) µL profilaksis
Neutofil : MK : menghambat sintesis METO
94,5% Dosis lazim : 1-2gr tiap 8 jam Mual (-) muntah(-
Dosis pasien : 1x2g )
Rute : IV MESO
IO = - Tidak mengalami
ekstrapiramidal
3. Metoklopramide syndrome (-)
Indikasi: mencegah mual
muntah preop dan post operasi
MK : memblok reseptor
dopamine dan juga memblok
Mual (+) reseptor serotonin
Dosis lazim : 3x10 mg sehari METO
Dosis pasien : 3x10mg Mual (-) muntah(-
Rute : IV )
IO = - MESO
DRP:ESO:ekstrapiramidal
syndrome,gelisah,mengantuk

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 873
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

4. Omeprazole Tidak mengalami


Indikasi: refluks perdarahan
gastroesofagus, ulkus saluran cerna (-)
peptikum, tukak lambung
MK :. Menghambat pompa
proton dengan mengikat H+
sehingga menurunkan produksi
asam lambung
Nyeri Dosis lazim : 1x20mg sehari METO
(++) selama 4-8 minggu Tidak mengalami
Neutofil : Dosis pasien : 1x40 mg inflamasi dengan
94,5% Rute : IV Monitoring kadar
IO = - neutrofil
GDS : DRP:ESO: perdarahan saluran MESO
194mg/dl cerna (-) Monitoring kadar
gula darah
5. Metilprednisolon
Indikasi: meredakan
peradangan atau inflamasi METO
MK : memasuki dinding sistem Nyeri pasien
Nyeri sel imun untuk menghambat berkurang
(++) senyawa pemicu atau mediator MESO
inflamasi Tidak terjadi
Dosis lazim : 10-250mg IM/IV hipersensitivitas
q4jam /hari (-)
Dosis pasien : 3x125mg
Rute : IV
IO = -
DRP : meningkatkan kadar
gula darah
METO
Perdaraha TD : 6. Metamizole Diberikan jika
n (-) 120/67mm Indikasi: mengatasi nyeri pre pasien ada
Hg oprasi dan post operasi indikasi
MK : menghambat transmisi perdarahan
rasa sakit ke susunan saraf MESO
pusat dan perifer Hipotensi (-)
Dosis lazim : 2-5ml IM/IV
1xsehari
Dosis pasien: 3x1g maks
5000mg/hari
Rute : IV
IO = -
DRP : ESO: reaksi alergi METO
Perdaraha Diberikan jika
n (-) 7. Asam Traneksamat pasien ada

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 874
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

TD : Indikasi: mengurangi atau indikasi


120/67mm menghentikan perdarahan perdarahan
Hg MK : membentuk kompleks MESO
reversibel yang memindahkan Hipotensi (-)
plasminogen dari fibrin yang
mengakibatkan penghambatan
fibrinolysis
Dosis lazim : 500-1000mg (IV)
Dosis pasien : 3x500mg
Rute : IV
IO = -
DRP : Tidak ada indikasi
perdarahan, pasien
mendapat terapi Asam
traneksamat
ESO : Hipotensi

8. Vitamin K
Indikasi: menghambat
pembekuan darah
MK : meningkatkan sintesis
hepatik faktor pembekuan II,
VII, IX, X
Dosis lazim : 120 mcg/hari
Dosis pasien : 3x10mg
Rute : IV
IO = -
DRP : Tidak ada indikasi
perdarahan, pasien
mendapat terapi Vit K
ESO : Hipotensi
5/02/2 4/02/20 1. NaCl 0,9% METO : Kadar
0 Na : elektrolit (Na, K,
136mmol/L Cl)
K : MESO :Edema (-
3,33mmol/ )
Mual (+) L 2. Metoklopramide
Cl : METO : Mual (-)
Nyeri 113mmol/L MESO :EPS(-)
(++) GCS : 456 3. Metamizole
METO : Mual (-)
MESO:Hipersens
4. Omeprazole itivitas(-)
Mual (+)

5. Metilprednisolon METO : Mual (-)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 875
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

MESO :GI
Bleeding (-)

METO
Neutofil : Tidak mengalami
94,5 inflamasi dengan
GDS: 6. Asam Traneksamat Monitoring kadar
Perdaraha 191mg/dl 7. Vit K neutrofil
n (-) DRP MESO
Pasien tidak mengalami Monitoring kadar
perdarahan gula darah

Rekomendasi :
Disarankan
pemberian jika
ada indikasi
perdarahan
6/02/2 Na : 1. NaCl 0,9% METO : Kadar
0 138mmol/L elektrolit (Na, K,
K : Cl)
4,42mmol/ MESO :Edema (-
L )
Mual (-) Cl : 2. Metoklopramide
111mmol/L DRP
GCS : 456 Pasien tidak ada keluhan Rekomendasi :
mual, tetapi mendapat Metoklopramide
terapi metiklopramide sebaiknya
diberikan jika ada
keluhan mual/
Nyeri muntah
(++) 3. Metamizole

METO
Nyeri pasien
Mual (-) 4. Omeprazole berkurang
DRP MESO
Pasien tidak ada keluhan Tidak terjadi
mual, tetapi mendapat hipersensitivitas
terapi metiklopramide (-)

Neutofil : Rekmendasi :
91,5% 5. Metilprednisolon Omeprazole
GDS: sebaiknya
181mg/dl diberikan jika

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 876
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ada keluhan
mual/ muntah
Perdaraha
n (-) 6. Asam Traneksamat METO
7. Vit K Tidak mengalami
DRP inflamasi dengan
Pasien tidak mengalami Monitoring kadar
perdarahan neutrofil
MESO
Monitoring kadar
gula darah

Rekomendasi :
Disarankan
Leukosit : pemberian jika
3
11,78 x 10 / ada indikasi
µL 8. Cefazolin perdarahan
Neutofil :
91,5% METO
Kadar leukosit,
neutofil
MESO
Edema (-)

7/02/2 06/2/20 1. NaCl 0,9% METO : Kadar


0 Na : elektrolit (Na, K,
138mmol/L Cl)
K : MESO :Edema (-
4,42mmol/ )
L
Cl : 2. Metamizole METO
Nyeri 111mmol/L Nyeri pasien
(++) GCS : 456 berkurang
MESO
Tidak terjadi
3. Omeprazole hipersensitivitas
DRP (-)
Mual (-) Pasien tidak ada keluhan Rekomendasi :
mual, tetapi mendapat Omeprazole
terapi metiklopramide sebaiknya
diberikan jika
ada keluhan
4. Metilprednisolon mual/ muntah

METO

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 877
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

06/2/20 Tidak mengalami


Neutofil : inflamasi dengan
91,5% Monitoring kadar
GDS: 5. Asam Traneksamat neutrofil
Perdaraha 181mg/dl 6. Vit K MESO
n (-) DRP Monitoring kadar
Pasien tidak mengalami gula darah
perdarahan
Rekomendasi :
Nyeri Disarankan
(++) pemberian jika
RR : 20 ada indikasi
7. Ceftriaxone perdarahan
DRP Rekomendasi :
Kombinasi tidak tepat, Disarankan
Leukosit : pasien sudah mendapatkan penggunaan
3
10,25 x 10 / antibiotik profilaksis ceftriaxone
µL cefazolin dan nilai leukosit dihentikan
normal

Terapi tambahan :
8. Fentanyl
Indikasi: pereda nyeri berat post
operasi METO
MK : meredakan nyeri dengan Nyeri pasien
cara berikatan dengan reseptor berkurang (-)
stereospesifik di dalam CNS MESO
Dosis lazim : 50-100 mcg/dose Monitoring nilai
tiap 30-60 menit RR,pusing (-),
Dosis pasien : 20 mcg/jam kaku otot (-)
DRP : ESO : sesak nafas,
pusing, otot kaku, sakit kepala

8/02/2 06/2/20 1. NaCl 0,9% METO : Kadar


0 Na : elektrolit (Na, K,
138mmol/L Cl)
K : MESO :Edema (-
4,42mmol/ )
L
Cl :
Nyeri 111mmol/L 2. Metamizole
(+++) GCS : 456 METO
Nyeri pasien
berkurang
MESO
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 878
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

3. Omeprazole Tidak terjadi


Mual (-) DRP hipersensitivitas
Pasien tidak ada keluhan (-)
mual, tetapi mendapat Rekomendasi :
terapi metiklopramide Omeprazole
sebaiknya
diberikan jika
4. Metilprednisolon ada keluhan
06/2/20 mual/ muntah
Neutofil :
91,5%
GDS: METO
181mg/dl Tidak mengalami
inflamasi dengan
Perdaraha Monitoring kadar
n (-) 5. Asam Traneksamat neutrofil
DRP MESO
Pasien tidak mengalami Monitoring kadar
Nyeri perdarahan gula darah
(++) 06/2/20
RR : 20 Leukosit 6. Fentanyl
3
10,25 x 10 / 7. Ceftriaxone Rekomendasi :
µL Disarankan
pemberian jika
ada indikasi
perdarahan
Disarankan
ceftriaxone
dihentikan

METO
Nyeri pasien
berkurang (-)
MESO
Monitoring nilai
RR,pusing (-),
kaku otot (-)
9/02/2 06/2/20 1. NaCl 0,9% METO : Kadar
0 Na : elektrolit (Na, K,
138mmol/L Cl)
K : MESO :Edema (-
4,42mmol/ )
L
Cl : 2. Metamizole
Nyeri (+) 111mmol/L METO
GCS : 456

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 879
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Nyeri pasien
berkurang
3. Omeprazole MESO
Mual (-) DRP Tidak terjadi
Pasien tidak ada keluhan hipersensitivitas
mual, tetapi mendapat (-)
terapi metiklopramide Rekomendasi :
Omeprazole
sebaiknya
diberikan jika
ada keluhan
4. Metilprednisolon mual/ muntah

06/2/20
Perdaraha Neutofil : METO
n (-) 91,5 Tidak mengalami
GDS: inflamasi dengan
181mg/dl 5. Asam Traneksamat Monitoring kadar
Nyeri DRP neutrofil
(++) Pasien tidak mengalami MESO
RR : 20 perdarahan Monitoring kadar
gula darah
6. Fentanyl
7. Ceftriaxone
Rekomendasi :
Disarankan
pemberian jika
ada indikasi
perdarahan
Disarankan
ceftriaxone
dihentikan

METO
Nyeri pasien
berkurang (-)
MESO
Monitoring nilai
RR,pusing (-),
kaku otot (-)
10/02/ 1. Metamizole METO
20 Nyeri (+) Nyeri pasien
berkurang
MESO

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 880
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tidak terjadi
2. Omeprazole hipersensitivitas
Mual (-) DRP (-)
Pasien tidak ada keluhan Rekomendasi :
mual, tetapi mendapat Omeprazole
terapi metiklopramide sebaiknya
diberikan jika
ada keluhan
06/2/20 mual/ muntah
Neutofil :
91,5 3. Metilprednisolon
GDS:
181mg/dl
METO
Tidak mengalami
inflamasi dengan
Monitoring kadar
Perdaraha 06/2/20 neutrofil
n (-) Na : 4. Asam Traneksamat MESO
138mmol/L DRP Monitoring kadar
K : Pasien tidak mengalami gula darah
4,42mmol/ perdarahan
L
Cl : Terapi tambahan : Rekomendasi :
111mmol/L 5. Ringer Laktat Disarankan
GCS : 456 pemberian jika
Indikasi:untuk resusitasi cairan ada indikasi
dan eletrolit pasien perdarahan
Dosis pasien : 20 tpm
METO
Eso: reaksi alergi, edema Monitor kadar
elektrolit
MESO
Edema (-)
hipersensitivitas
(-)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 881
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

11/02/ 06/2/20 1. NaCl 0,9% METO : Kadar


20 Na : 138 elektrolit (Na, K,
K : 4,42 Cl)
Cl : 111 MESO :Edema (-
GCS : 456 )

METO
Nyeri (+) 2. Metamizole Nyeri pasien
berkurang
MESO
06/2/20 3. Metilprednisolon Tidak terjadi
Neutofil : hipersensitivitas
91,5 (-)
GDS: METO
181mg/dl Tidak mengalami
inflamasi dengan
Monitoring kadar
neutrofil
Terapi tambahan : MESO
Monitoring kadar
4. Ranitidin gula darah
Indikasi : mencegah mual dan
muntah
MK : menghambat reseptor H2 Rekomendasi :
pada pada dinding sel parietal Ranitidin
lambung sebaiknya
diberikan jika
Dosis lazim : 50 mg (2ml) tiap ada keluhan
Mual (-) 6-8 jam (IV) mual/ muntah
Dosis pasien : 2x50 mg
Rute : IV
DRP
Pasien tidak ada keluhan
mual, tetapi mendapat terapi
ranitidin
ESO : nyeri kepala

12/02/ 06/2/20 1. NaCl 0,9% METO : Kadar


20 Na : 138 elektrolit (Na, K,
K : 4,42 Cl)
Cl : 111 MESO :Edema (-
GCS : 456 )

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 882
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

METO
Nyeri (+) 2. Metamizole Nyeri pasien
berkurang
MESO
06/2/20 Tidak terjadi
Neutofil : 3. Metilprednisolon hipersensitivitas
91,5 (-)
GDS: METO
181mg/dl Tidak mengalami
inflamasi dengan
Monitoring kadar
neutrofil
Mual (-) 4. Ranitidin MESO
Monitoring kadar
DRP gula darah
Pasien tidak ada keluhan
mual, tetapi mendapat terapi
Rekomendasi :
ranitidin
Diare 8 Ranitidin
Terapi tambahan :
kali (+) sebaiknya
Feses 5. Attapulgit diberikan jika
hitam dan ada keluhan
cair Indikasi : terapi simptomatis mual/ muntah
pada diare non spesifik
METO
MK : menyerap cairan dan Frekuensi diare
menghilangkan iritasi di saluran berkurang MESO
pencernaan Tidak terjadi
Dosis lazim : 600 mg 2 tablet konstipasi
sekali minum. Maksimal sehari
12 tablet
Dosis pasien : maks
4200mg/hari diminum 2 tablet
tiap diare
Rute : PO
DRP :ESO : konstipasi

13/02/ 06/2/20 1. NaCl 0,9% METO : Kadar


20 Na : elektrolit (Na, K,
138mmol/L Cl)
K : MESO :Edema (-
4,42mmol/ )
L
METO

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 883
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Nyeri (+) Cl : 2. Metamizole Nyeri pasien


111mmol/L berkurang
GCS : 456 MESO
3. Metilprednisolon Tidak terjadi
hipersensitivitas
(-)
METO
Tidak mengalami
06/2/20 inflamasi dengan
Neutofil : Monitoring kadar
91,5% neutrofil
Mual (-) GDS: 4. Ranitidin MESO
181mg/dl Monitoring kadar
DRP gula darah
Pasien tidak ada keluhan
mual, tetapi mendapat terapi
ranitidin
Diare 4 Rekomendasi :
kali (+) Ranitidin
Pasien masih terdapat
sebaiknya
keluhan diare, namun terapi
diberikan jika
untuk diare dihentikan
ada keluhan
mual/ muntah

Attapulgit
sebaiknya tetap
diberikan
dengan interval
2 jam sebelum
konsumsi obat
lain

14/02/ 06/2/20 1. NaCl 0,9% METO : Kadar


20 Na : elektrolit (Na, K,
138mmol/L Cl)
K : MESO :Edema (-
4,42mmol/ )
L
Cl : 2. Metamizole METO
Nyeri (+) 111mmol/L Nyeri pasien
GCS : 456 berkurang
3. Metilprednisolon MESO

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 884
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tidak terjadi
hipersensitivitas
06/2/20 (-)
Neutofil : METO
91,5% Tidak mengalami
GDS: 4. Ranitidin inflamasi dengan
Mual (-) 181mg/dl Monitoring kadar
DRP neutrofil
MESO
Pasien tidak ada keluhan
Monitoring kadar
mual, tetapi mendapat terapi
gula darah
ranitidin
Diare 4
Pasien masih terdapat
kali (+)
keluhan diare, namun terapi
Rekomendasi :
untuk diare dihentikan
Ranitidin
sebaiknya
diberikan jika
ada keluhan
mual/ muntah

Attapulgit
sebaiknya tetap
diberikan
dengan interval
2 jam sebelum
konsumsi obat
lain

15/02/ Pasien Meninggal dunia dengan penyebab : cardiac arrest pada 15/2 jam
20 05.15

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 885
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.6 Drug Related Problem Pasien


Tabel 2.7 Tabel Drug Related Problem Pasien
Problem Medis DRPs Rekomendasi
Ada indikasi baru yaitu Indikasi tanpa terapi Intervensi kepada dokter
kondisi diare pasien belum untuk menambahkan
teratasi terapi pada diare pasien
yaitu Attapulgit 2x600
mg tiap diare
Pasien tidak ada keluhan mual Terapi tanpa indikasi Ranitidin dan
atau muntah mendapat omeprazole dihentikan
ranitidin dan omeprazole
Kondisi gula darah pasien Efek samping potensial Monitoring kadar gula
diatas normal karena darah pasien sewaktu
penggunaan Metilprednisolon (GDS)
Pasien tidak ada keluhan Terapi tanpa indikasi Vitamin K dan Asam
pendarahan tetapi diberikan traneksamat dihentikan
Asam traneksamat dan viamin
K
Pasien mendapatkan Kombinasi tidak tepat Ceftriaxone tidak
antibiotik ceftriaxone diberikan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 886
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN
Kasus :

Tn. N berusia 57th, masuk rumah sakit pada tanggal 3 Februari 2020
dengan keluhan nyeri tulang belakang, diagnosa awal yakni pasien di diagnosi
spinal stenosis + Hernia Nucleous Pulposus (HNP).

Pasien MRS datang ke poli dan dengan keluhan nyeri, kemudian pasien
dilarikan ke ICU. Selama di poli, pasien tidak mendapatkan obat. Kemudian
apoteker melakukan rekonsiliasi dan diketahui pasien tidak memiliki riwayat alergi
terhadap makanan dan obat, pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi, riwayat
pengobatan pasien sebelumnya yaitu natrium diklofenak dan alpentin. Pengobatan
yang diterima oleh pasien selama MRS dan KRS yaitu resusitasi cairan, antibiotik,
ulcer, dan antinyeri.

Resusitasi cairan adalah proses penggantian cairan tubuh, saat pasien dalam
kondisi kritis atau kehilangan terlalu banyak cairan, baik dalam bentuk air maupun
dalam bentuk darah (Latief, 2002). Infus yang digunakan kepada pasien selama
dirawat di RS yaitu NaCl 0.9% dan Ringer laktat. NaCl 0.9% indikasi sebagai
cairan isotonik untuk resusitasi cairan dan sebagai keseimbangan elektrolit.
Mekanisme kerja dari NaCl 0.9% yaitu mengandung elektrolit (Na,K,Cl) yang
dapat meregulasi jumlah air dalam tubuh dan mencegah dehidrasi. Dosis:
1500cc/24 jam.
Ringer laktat. Indikasi untuk resusitasi cairan dan elektrolit pasien. Efek
samping dari ringer laktat yaitu reaksi alergi, edema.
Pada tanggal 4 Februari 2020, pasien melakukan operasi untuk keadaan
spinal stenosisnya dengan tindakan ABP radialis sinistra. Operasi tersebut
merupakan operasi bersih, sehingga menggunakan antibiotik cefazoline.
Mekanisme kerja dari antibiotik cefazoline yaitu menghambat sintesis dinding sel
bakteri dengan mengikat satu atau lebih protein pengikat penisilin (PBPs) yang
pada gilirannya menghambat langkah transpeptidasi akhir sintesis peptidoglikan
pada dinding sel bakteri, sehingga menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 887
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

akhirnya lisis karena aktivitas enzim autolitik dinding sel yang sedang berlangsung
(autolysins dan murein hidrolase) sementara perakitan dinding sel ditangkap.
Dosis lazim cefazoline yaitu 2 gram dengan rute dengan pemberian IV. Dosis yang
diberikan kepada pasien yaitu 2x1 gram. Efek samping dari pemberian cefazoline
yaitu diare, mual, muntah, kram perut (DIH, 2009). Pada jurnal dengan judul
“Safety and Efficacy of Cefazoline Sodiu in the Management of Bacterial Infection
and in Surgical Prophylaxis” mengatakan bahwa antibiotik cefazoline dapat
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif. Cefazoline
merupakan first line antibiotik profilaksis. Pada PPAM Rumah Sakit antibiotik
cefazolin merupakan antibbiotik yang digunakan pada jenis operasi bersih. Dosis
yang diberikan yaitu 2 gram dengan rute pemberian intravena (IV) termasuk
kedalam antibiotik profilaksis dengan lama pemberian 1 jam dan interval waktu
24 jam.
Pemberian antibiotik ceftriaxone ini diberikan kepada pasien sebagai
antibiotik empiris post operasi dekompresi laminektomi. Pasien melakukan operasi
dekompresi laminektomi pada tanggal 6 Februari. Ceftriaxone merupakan
antibiotik golongan cephalosporine. Indikasi cefriaxone yaitu infeksi yang
disebabkan oleh patogen yang sensitif terhadap ceftriaxon, infeksi tulang,
persendian, dan jaringan lunak pencegahan infeksi prabedah. Mekanisme kerja obat
ini yaitu Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih
protein pengikat penisilin (PBPs) yang pada gilirannya menghambat langkah
transpeptidasi akhir sintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri, sehingga
menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akhirnya lisis karena aktivitas enzim
autolitik dinding sel yang sedang berlangsung (autolysins dan murein hidrolase)
sementara perakitan dinding sel ditangkap. Dosis lazim 1-2gr setiap pemberian 12-
24 jam sehari. Dosis pada pasien 2x1 gr. Efek samping obat ceftriaxone yaitu reaksi
hematologi, gangguan saluran cerna (mual, muntah, tinja lunak, stomatitis, glositis),
pusing, sakit kepala, demam (DIH, 2009). Namun, penggunaan ceftriaxone
termasuk Drug Related Problem dikarenakan tidak ada tanda-tanda infeksi pada
pasien, terlihat nilai leukosit pada tanggal 6 Februari menunjukkan nilai normal
3
(10,25 x 10 / µL) dan suhu rerata normal hingga 14 Februari. Sedangkan, jika

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 888
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ditujukan sebagai antibiotik profilaksis tidak tepat dikarenakan pasien sudah


mendapatkan antibiotik cefazoline. Berdasarkan Clinical practice Guidelines for
Antimicrobial Prophylaxis inn surgery, antibiotik yang efektif digunakan sebagai
antibiotik profilaksis adalah cefazolin, sefalosporin generasi II yaitu cefuroxime.
Penggunaan sefalosporin generasi III dan IV tidak direkomendasikan untuk
antibiotik profilaksis (Kemenkes, 2011). Ceftriaxone merupakan sefalosporin
generasi II, oleh karena itu rekomendasi yang diberikan yakni pemberian
ceftriaxone dihentikan karena tidak tepat indikasi.
Penggunaan cefazoline yang diberikan sebelum operasi ditujukan sebagai
profilaksis. Hal ini tercantum pada PPAM antibiotik cefazolin dapat digunakan
sebagai antibiotik untuk jenis operasi bersih terkontaminasi. Dosis yang digunakan
yaitu 1 gram dengan rute pemberian intravena (IV). Lama pemberian antibiotik ini
yaitu 7 hari dengan interval waktu 12 jam.
Stress ulcer merupakan ulcer pada lambung atau duodenum yang
biasanya muncul dalam konteks trauma atau penyakit sistemik atau SSP yang hebat.
Ulcer secara histologi didefinisikan sebagai hilangnya mukosa saluran cerna yang
meluas ke lapisan muskularis mukosa hingga submukosa atau lebih dalam
(Goodman & Gilman, 2008; Kumar, 2010). Untuk pengobatan stress ulcer, pasien
menggunakan obat metoclopramide, omeprazole, dan ranitidin. Pengobatan stress
ulcer diindikasikan supaya pasien tidak mengalami kenaikan asam lambung.
pengobatan stress ulcer pada pasien pasca operasi digunakan untuk mengatasi
terjadinya peningkatan asam lambung pada pasien paca operasi (Deborah,2018).
Metoklopramid diindikasikan untuk mengatasi mual, muntah pada
gangguan saluran pencernaan dan pada pengobatan sitostatika. Mekanisme kerja
metoclopramide yaitu memblok reseptor dopamin dan juga memblok reseptor
serotonin. Dosis yang digunakan 3x10 gr dengan rute pemberian IV. Efek samping
dari obat ini yaitu reaksi ekstrapiramidal. Reaksi ekstrapiramidal ditandai dengan
tremor, badan kaku, demam (DIH, 2009). Metoklopramid dengan pemberian secara
intravena terbukti efektif untuk mengatasi mual muntah pasca operasi pada pasien
yang mendapat general anestesi (Oliviera et all, 2011).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 889
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Ranitidin diberikan kepada pasien untuk indikasi tukak lambung, tukak


duodenum, refluks esofagitis. Mekanisme kerja ranitidin yaitu antagonis reseptor
h2 bekerja dengan memblok reseptor histamin pada sel pariental sehingga el
pariental tidak dapat memproduksi asam lambung. Dosis lazim ranitidin 50 mg.
Pemberian dapat diulang setiap 6-8 jam. Dosis yang diberikan kepada pasien 2x50
mg dengan rute pemberian IV. Efek samping dari penggunaan ranitidin yaitu mual,
muntah, konstipasi, diare, nyeri perut (DIH, 2009). Pemberian ranitidin mulai
diberikan kepada pasien pada tanggal 11-14 Februari 2020.
Omeprazole merupakan obat golongan PPI (Proton Pump Inhibitor).
Omeprazole diberikan kepada pasien dengan tujuan untuk mengatasi refluks
gastroesofagus, ulkus peptikum, tukak lambung. Mekanisme kerja omeprazole
yaitu menghambat pompa proton sehingga dapat menurunkan produksi asam
lambung. Dosis lazim omeprazole 40 mg/ hari selama 4-8 minggu. Dosis yang
diberikan kepada pasien yaitu 40mg 1x sehari. Efek samping omeprazole yaitu
diare, dan sakit kepala.
Pada kasus ini, Metoclopramide diberikan kepada pasien tanggal 4-6
Februari 2020, omeprazole diberikan tanggal 4-9 februari 2020, ranitidin diberikan
pada pasien tanggal 11-14 Februari 2020. Pasien tidak mengeluhkan kondisi mual
dan muntah. Pasien tidak mengalami masalah mual dan muntah, sehingga untuk
obat ranitidin dan omeprazole termasuk kedalam Drug Related Problem (DRPs)
yaitu terapi tanpa indikasi. Rekomendasi yang dapat kami berikan untuk mengatasi
masalah tersebut yaitu penggunaan ranitidin dan omeprazole sebaiknya dihentikan
dan dapat diberikan jika ada keluhan mual atau muntah yang dialami pasien.
Pasien juga menerima obat untuk terapi antinyeri dan neuroprotektor yaitu
metamizole, fentanyl, piracetam, metilprednisolon, mecobalamine, citicolin, dan
lyrica (pregabalin. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang
digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri terdapat beberapa intensitas
(ringan, sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien,
intermitten, persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau
difus) (Meiliala,2014). Fentayl memiliki indikasi sebagai pereda nyeri berat,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 890
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

anestesi, dan analgetik. Mekanisme kerja obat ini yaitu dengan berikatan dengan
reseptor stereospesifik didalam sistem saraf pusat. Dosis lazim fentanyl yaitu 1-2
mcg/kg BB. Dosis pada pasien yaitu 20 mcg/jam. Efek samping yang ditimbulkan
dari obat ini yaitu sesak nafas, pusing, dan otot kaku. Fetanyl diberikan kepada
pasien mulai tanggal 7-9 Februari 2020 setelah post operasi dekompresi
laminektomi.
Metilprednisolon diberikan kepada pasien dengan indikasi untuk mengatasi
kondisi antiinlamasi dan bertindak sebagai imunosupresif. Mekanisme kerja dengan
mengontrol atau mencegah inflamasi dengan menekan sintesis protein, menekan
migrasi polymorphonuclear leukocytes (PMNs). Dosis lazim metilprednisolon
yaitu 10-500 mg/hari. Dosis yang diberikan kepada pasien yaitu 3x125 mg. Efek
samping obat ini yaitu dapat meningkatkan kadar gula darah. Dari data lab pasien
pada tanggal 4 Februari dan 6 Februari 2020, diketahui gula darah pasien berada
diatas nilai normal yaitu 194 dan 181 mg/dl. Sehingga pada pasien ini perlu
dilakukan monitoring terhadap kadar gula darah sewaktu. Obat metil prednisolon
diberikan kepada pasien mulai dari tanggal 4 – 14 februari 2020, setelah post operasi
spinal tenosis dan operasi HNP. Pada pengobatan metilprednisolon, perlu dilakukan
pemantauan atau monitoring dari kadar neutrofil pasien. Karena neutrofil termasuk
salah satu bagian dari sel darah putih, dimana peran sel darah putih tersebut dapat
menjadi tolak ukur terjadinya infeksi atau tidak. Metilprednisolon digunakan untuk
mencegah terjadinya peradangan karena diindikasikan ada inflamasi dari pasien
setelah operasi pada spinal stenosis dan HNP.
Metamizole diberikan kepada pasien dengan indikasi untuk mengatasi
kondisi nyeri preoperasi dan post operasi. Mekanisme kerja obat metamizole yaitu
dengan menghambat transmisi rasa sakit ke susunan saraf pusat dan perifer. Dosis
lazim metamizole yaitu 500-1500 mg/hari dan dosis maksimal 5000 mg/hari secara
intravena. Efek samping obat yang ditimbulkan yaitu reaksi hipersensitifitas.
Metamizole diberikan kepada pasien dimulai dari tanggal 4-14 februari 2020 untuk
mengurangi rasa nyeri pada pasien. Monitoring yang dilakukan adalah
memonitoring kondisi atau skala nyeri pasien dengan memantau nyeri pasien
berkurang atau tidak.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 891
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien mendapatkan terapi antikoagulan untuk mencegah terjadinya


perdarahan setelah operasi. Obat yang diberikan yaitu vitamin K dan asam
traneksamat. Penggunaan vitamin K bertujuan sebagai faktor pembentukkan darah.
Mekanisme kerja vitamin K yaitu mendorong hepatic sintesis dari cloting factor (II,
VII, IX, X) dan coagulan inhibitor (protein C dan S). dosis lazim vitamin K yaitu
10 mg. Dosis yang diberikan kepada pasien yaitu 3x10 mg. Efek samping obat yang
ditimbulkan yaitu terganggunya saluran pencernaan. Pemberian vitamin K dimulai
dari tanggal 4-6 februari 2020 diberikan post operasi pertama dan kedua.
Asam traneksamat diberikan kepada pasien dengan tujuan mengurangi atau
menghentikan perdarahan dengan membentuk kompleks reversibel yang
memindahkan plasminogen dari fibrin yang mengakibatkan penghambatan
fibrinolysis. Dosis 10 mg/kg 3-4 kali/hari. Dosis pasien 3x500 mg. Efek samping
obat sakit kepala, diare, mual, muntah. Kalnex diberikan kepada pasien dimulai
dari tanggal 4-10 februari 2020. Penggunaan asam tranexamat untuk mengurangi
perdarahan post operasi pada spinal stenosis sesuai dengan penelitian yang
menyebutkan bahwa dalam pengobatan stenosis kanal tulang belakang toraks
multilevel menggunakan trabekulektomi dengan laminektomi posterior dan fusi
tulang posterolateral, penggunaan asam traneksamat dapat mengurangi jumlah
darah yang ditransfusikan dan dapat mempersingkat waktu ekstubasi dan lama
tinggal di rumah sakit tanpa menambah kejadian disfungsi koagulasi pasca operasi
atau DVT pasca operasi. (Xue, Peng dkk, 2018). Namun, pada pasien ini tidak
ditemukan adanya kondisi perdarahan serta tidak ada data laboratorium nilai aPTT
dan PTT yang ada pada pasien pada tanggal 4 dan 6 Februari sehingga penggunaan
Asam Traneksamat dan vitamin K termasuk dalam Drug related problem (DRP).
Rekomendasi yang dapat diberikan adalah kedua obat dapat diberikan jika pasien
ada indikasi perdarahan dengan memonitoring nilai aPTT dan PTT.
Mecobalamin diberikan kepada pasien dengan indikasi untuk mengatasi
kondisi neuropati perifer. Mekanisme kerja dari mecobalamine yaitu koenzim
untuk berbagai fungsi metabolisme, termasuk metabolisme lemak, dan karbohidrat
dan sintesis protein digunakan dalam replikasi sel dan hematopoesis. Dosis lazim
mecobalamine yaitu 500 mcg diberikan dalam 3x/minggu. Dosis yang diberikan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 892
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kepada pasien yaitu 2x250 mg. Efek samping obat yaitu mual, muntah, nyeri kepala.
(DIH, 2009). Mecobalamine diberikan pada pasien dimulai dari tanggal 7-14
Februari 2020. Pemberian mecobalamine ini bertujuan untuk kondisi pasien post
operasi dekompresi laminektoni yaitu tidak dapat menggerakkan anggota gerak
bagian kiri. Tetapi untuk obat mecobalamine tidak diresepkan kepada pasien karen
aobat tersebut tidak dicover oleh BPJS
Piracetam diindikasikan sebagai peningkatkan fungsi kognitif dan memori,
memperlambat penuaan otak dan dapat meningkatkan aliran darah ke otak.
Mekanisme kerja dari piracetam yaitu nootropic drug, efeknya pada reseptor
NMDA glutamat yang berpengaruh dalam fungsi memori tanpa memberikan efek
sedasi atau stimulan ; neuroprotektif. Dosis yang diberikan yaitu 3x1gr dengan rute
pemberian IV. Efek samping potensial dari obat ini yaitu perdarahan (DIH, 2009).
Piracetam tidak diberikan kepada pasien karena obat tersebut tidak dicover oleh
BPJS.

Citicolin diberikan kepada pasien dengan indikasi untuk meningkatkan


senyawa kimia di otak yang dimana senyawa tersebut dapat berfungsi untuk
melindungi otak , mempertahankan fungsi otak secara normal, serta mengurangi
jaringan otak yang rusak akibat cedera. Dosis : 500-1000 mg/hari terbagi dalam
bebrapa dosis dalam sehari dengan dosis maksimal 1000 mg. Dosis pada pasien
3x250 mg IV. Efek samping obat citicolin hipotensi, nyeri kepala, nyeri perut.
Pasien diresepkan citicolin dimulai dari tanggal 10-14 februari 2020, tetapi pasien
tidak diberikan obat ini karena obat tersebut tidak tercover BPJS.

Lyrica (pregabalin) diindikasikan untuk nyeri neuropatik perifer, terapi


tambahan untuk kejang parsial. Mekanisme kerja dengan mengikat ke alpha2-delta
subunit dari tegangan-gatedsaluran kalsium di dalam SSP,menghambat pelepasan
neurotransmitter rangsang. Meskipun secara struktural terkait dengan GABA, itu
tidak mengikat reseptor GABA atau benzodiazepine. Memberikan aktivitas
antinociceptive dan antikonvulsan. Mengurangi gejala neuropati perifer yang
menyakitkan dan, sebagai terapi tambahan pada kejang parsial, mengurangi
frekuensi kejang. Dosis : 50-75 mg terbagi dalam 3 dosis. Dosis pada pasien : 1x75

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 893
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mg. ESO : pusing, mengantuk, vertigo. Lyrica (Pregabalin) diberikan pada pasien
secara peroral dengan tujuan untuk mengatasi nyeri neuropati pada pasien tanggal
4-6 Februari 2020. Pemberian lyrica bertujuan untuk mengurangi gejala neuropati
pada pasien post operasi spinal stenosis dan dekompresi laminektomi. Tetapi pasien
tidak diberikan obat ini karena obat tersebut tidak tercover BPJS.

Pada saat pasien dirawat, mulai tanggal 12 Februari 2020, pasien


mengalami keluhan diare sebanyak 8x dengan feses cair dan berwarna hitam.
Sebelumnya, untuk diare pasien ini belum ada obatnya. Sehingga masuk kedalam
Drug Related Problem (DRPs) yaitu indikasi tanpa terapi pada diare pasien.
Rekomendasi yang diberikan untuk mengatasi hal tersebut yaitu perlu penambahan
obat antidiare untuk mengurangi frekuensi diare pada pasien. Sehingga diperlukan
terapi tambahan untuk pasien yaitu pemberian attapulgite sebagai terapi untuk
mengurangi frekuensi diare. Attapulgite bertujuan sebagai terapi simtomatik pada
diare non spesifik. Mekanisme kerja attapulgite dalam mengurangi frekuensi diare
Secara selektif menyerap kelebihan cairan usus, sehingga mengurangi likuiditas
tinja. Dapat mengganggu penyerapan nutrisi dan obat lain juga. Dosis lazim
attapulgite 1200-1500 mg/dosis dengan maksimum 8400 mg/hari. Dosis pada
pasien : 2 tablet @600 mg. Efek samping obat yang berpotensi konstipasi,
kembung, nyeri perut.
Setelah pemberian attapulgite, frekuensi diare pasien mengalami
penurunan dari 8x menjadi 4x. Tetapi attapulgite diberikan hanya tanggal 12
Februari 2020 saja, sehingga frekuensi diare pasien tidak mengalami perubahan
pada tanggal 14 Februari 2020. Pada tanggal 14 Februari, keluhan diare masih
ditemukan namun tidak mendapatkan terapi, hal ini termasuk Drug related
problem. Rekomendasi yang diberikan adalah penggunaan anttapulgit yang
diberikan di tanggal 12 Februari dilanjutkan kembali dengan dosis yang sama
dengan monitoring frekuensi diare pasien. Pasien diare akibat dari makanan yang
dikonsumsi dari luar. Karena dari ahli gizi pasien, makanan yang dikonsumsi pasien
selama dirawat inap sudah memenuhi standar.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 894
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pada tanggal 15 Februari pasien KRS dengan meninggal dunia karena


pasien mengalami cardiac arrest. Cardiac arrest atau disebut juga henti jantung
adalah suatu kondisi dimana jantung tiba-tiba berhenti berdetak
Asuhan kefarmasian pada pasien dengan diagnosis spinal stenosis dan
HNP yaitu penggunaan metilprednisolon (4-14 Februari 2020) memiliki efek
samping yakni penurunan kadar gula darah, disarankan kepada pasien ini
diperlukan monitoring kadar gula darah sewaktu. Obat ranitidin dan omeprazol
penggunaannya dihentikan karena pasien tidak mengalami keluhan mual dan
muntah. Sehingga untuk obat omeprazole dan ranitidin dihentikan. Serta
penggunaan asam traneksamat dan vitamin K juga dihentikan dikarenakan tidak ada
indikasi perdarahan. Selain itu, penggunaan attapulgit tetap diberikan dengan cara
penggunaan dikonsumsi 2 tablet tiap keluhan diare dan penggunaan antibiotik
ceftriaxone dihentikan dikarenakan tidak ada indikasi dan tidak ditemukan tanda-
tanda infeksi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 895
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN

• Spinal Canal Stenosis merupakan suatu kondisi penyempitan kanalis


spinalis atau foramen intervertebralis disertai dengan penekanan akar saraf
yang keluar dari foramen tersebut.
• HNP adalah turunnya kandungan annulus fibrosus dari diskus
intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture annulus fibrosus
dengan tekanan dari nucleus pulposus yang menyebabkan kompresi pada
element saraf
• Pengobatan yang diberikan pasien sudah sesuai namun perlu ada terapi yang
dikaji ulang.
• Untuk obat piracetam, metilcobalamin, citicolin tidak diberikan kepada
pasien karena obat tersebut tidak tercover BPJS.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 896
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Cicco, F.L.D dan Wilhubber G.C,. 2019. Nucleus Pulposus Herniation. National
Centre for Biotechnology Information (NCBI).

DIH, 2009, Drug Infornation Handbook, 17th Edition, American Phamacist


Association

Latief., AS, dkk. 202. Petunjuk Praktis Anestesiologi: Terapi Cairan Pembedahan.
Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI : Jakarta.

Meiliala, L.2014. Nyeri Keluhan Yang Terabaikan : Konsep Dahulu, Sekarang,


Dan Yang Akan Datang. Pidato Pengkuhan Jabatan Guru Besar, Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.

Meli, L.,Suryami.A.. Nyeri Punggung. Use Neurontin. 2003. Hal 133-148

Meyer, F., dkk. 2008. Degenerative Cervical Spinal Stenosis. Dtsch Arztebl Int.
105(20): 366–72

Oliviera, G., Alves, J.,Chang, R. 2012. Systemic Metoclopramide to Prevent


Postoperative Nausea and Vomitting: a Meta analysis without Fuji’s studies.
British Journal of Anasthesia. 109(5): 688-97

Xue, Peng dkk. 2018. The efficacy and safety of tranexamic acid in reducing
perioperative blood loss in patients with multilevel thoracic spinal stenosis: A
retrospective observational study. Medicine Open: Clinical Trial/Experimental
Study

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 897
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN
Tanggal Subyektif Obyektif Assesment Plan
11/02/20 06/2/20 1. NaCl 0,9% METO:
Na : 138 Kadar elektrolit (Na, K, Cl)
K : 4,42 Indikasi: sebagai cairan isotonik untuk resusitasi MESO :
Cl : 111 cairan yang terdistribusi pada komnpartemen Edema (-)
GCS : 456 ekstraseluler dan bertahan dalam tubuh dalam waktu
yang lama atau untuk sebagai keseimbangan elektrolit
MK : mengandung elektrolit (Na,K,Cl) yang dapat
meregulasi jumlah air dalam tubuh dan mencegah
dehidrasi.
Dosis lazim : 1500cc/24jam
Dosis pasien : 1500cc/24jam
Rute : IV
IO = - METO
DRP : ESO Potensial : edema Nyeri pasien berkurang
MESO
2. Metamizole Tidak terjadi
Nyeri (+) 06/2/20 Indikasi: mengatasi nyeri pre oprasi dan post operasi hipersensitivitas (-)
Neutofil : 91,5 MK : menghambat transmisi rasa sakit ke susunan
GDS: 181mg/dl saraf pusat dan perifer
Dosis lazim : 2-5ml IM/IV 1xsehari
Dosis pasien: 3x1g maks 5000mg/hari METO
Rute : IV Monitoring kadar neutrofil
IO = - MESO
DRP : ESO: hipersensitifitas
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 898
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Monitoring kadar gula


3. Metilprednisolon darah
Indikasi: meredakan peradangan atau inflamasi
MK : memasuki dinding sistem sel imun untuk
menghambat senyawa pemicu atau mediator inflamasi
Dosis lazim : 10-250mg IM/IV q4jam /hari
Dosis pasien : 3x125mg Rekomendasi :
Rute : IV Ranitidin sebaiknya
IO = - diberikan jika ada
DRP : meningkatkan kadar gula darah keluhan mual/ muntah
Mual (-)
Terapi tambahan :
4. Ranitidin
Indikasi : mencegah mual dan muntah
MK : menghambat reseptor H2 pada pada dinding sel
parietal lambung
Dosis lazim : 50 mg (2ml) tiap 6-8 jam (IV)
Dosis pasien : 2x50 mg
Rute : IV
DRP : Pasien tidak ada keluhan mual, tetapi
mendapat terapi ranitidin
ESO : nyeri kepala

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 899
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

12/02/20 06/2/20 1. NaCl 0,9% METO :


Na : 138 Kadar elektrolit (Na, K, Cl)
K : 4,42 MESO :
Cl : 111 Edema (-)
GCS : 456
METO
2. Metamizole Nyeri pasien berkurang
Nyeri (+) MESO
hipersensitivitas (-)

METO
06/2/20 3. Metilprednisolon Monitoring kadar neutrofil
Neutofil : 91,5 MESO
GDS: 181mg/dl Monitoring kadar gula
darah

Mual (-) 4. Ranitidin Rekomendasi :


Ranitidin sebaiknya
DRP diberikan jika ada
keluhan mual/ muntah
Pasien tidak ada keluhan mual, tetapi mendapat
terapi ranitidin
METO
Terapi tambahan :
Diare 8 Frekuensi diare berkurang
kali (+) 5. Attapulgit MESO
Feses Tidak terjadi konstipasi
hitam dan Indikasi : terapi simptomatis pada diare non spesifik
cair

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 900
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

MK : menyerap cairan dan menghilangkan iritasi di


saluran pencernaan
Dosis lazim : 600 mg 2 tablet sekali minum. Maksimal
sehari 12 tablet
Dosis pasien : maks 4200mg/hari diminum 2 tablet tiap
diare
Rute : PO
DRP :ESO : konstipasi

13/02/20 06/2/20 1. NaCl 0,9% METO :


Na : 138mmol/L Kadar elektrolit (Na, K, Cl)
K : 4,42mmol/L MESO :
Cl : 111mmol/L Edema (-)
GCS : 456
Nyeri (+) METO
2. Metamizole Nyeri pasien berkurang
MESO
hipersensitivitas (-)

METO
06/2/20 3. Metilprednisolon Monitoring kadar neutrofil
Neutofil : 91,5% MESO
GDS: 181mg/dl Monitoring kadar gula
darah
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 901
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Rekomendasi :
Mual (-) 4. Ranitidin Ranitidin sebaiknya
diberikan jika ada
DRP keluhan mual/ muntah
Pasien tidak ada keluhan mual, tetapi mendapat
Attapulgit sebaiknya
terapi ranitidin
tetap diberikan dengan
Diare 4 interval 2 jam sebelum
Pasien masih terdapat keluhan diare, namun terapi
kali (+) konsumsi obat lain
untuk diare dihentikan

14/02/20 06/2/20 1. NaCl 0,9% METO :


Na : 138mmol/L Kadar elektrolit (Na, K, Cl)
K : 4,42mmol/L MESO :
Cl : 111mmol/L Edema (-)
GCS : 456
METO
2. Metamizole Nyeri pasien berkurang
06/2/20 MESO
Nyeri (+) Neutofil : 91,5% hipersensitivitas (-)
GDS: 181mg/dl METO
3. Metilprednisolon Monitoring kadar neutrofil
MESO
Monitoring kadar gula
darah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 902
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Rekomendasi :
Mual (-) 4. Ranitidin Ranitidin sebaiknya
diberikan jika ada
DRP keluhan mual/ muntah
Pasien tidak ada keluhan mual, tetapi mendapat
terapi ranitidin
Attapulgit sebaiknya
Diare 4 tetap diberikan dengan
Pasien masih terdapat keluhan diare, namun terapi
kali (+) interval 2 jam sebelum
untuk diare dihentikan
konsumsi obat lain

15/02/20 Pasien Meninggal dunia dengan penyebab : cardiac arrest pada 15/2 jam 05.15

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 903
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis kefarmasian pada pasien batu


staghorn (d) + striktur uretra pars
bulbosa + faktur pelvis

(11 Februari – 18 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 904
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ANALISIS KEFARMASIAN PADA PASIEN BATU STAGHORN (d) +


STRIKTUR URETRA PARS BULBOSA + FAKTUR PELVIS

Oleh
Kelompok 1 IRNA 2 Ruang 15 :
(11 Februari-18 Februari 2020)

Ahmad Daris Sauqi 192211101074


Rizki Laili Fazeri 192211101078
Nurlaila Velayati 192211101100
Aulia Khoirunnisa 1908020095

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 905
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ACC By WA Tanggal
23 maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 906
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Batu Staghorn


Batu Staghorn adalah gangguan klinis akibat adanya komponen batu
kristal yang menyumbat dan menghambat kerja ginjal pada kaliks atau pelvis
ginjal yang disebabkan oleh gangguan keseimbangan pada kelarutan dan
pengendapan garam di saluran urin dan ginjal (Fikriani, 2018).
Batu ginjal salah satu penyakit ginjal akibat terbentuknya material keras
yang menyerupai batu dan terdiri dari kristal dan matriks organik. Salah satu
jenis batu ginjal berdasarkan letak dan bentuk batunya adalah staghorn stone.
Staghorn stone adalah batu ginjal yang tercetak mulai dari pelvis renalis sampai
mengenai dua atau lebih kaliks renalis, sehingga membentuk gamba ran seperti
tanduk rusa. Jadi batu ginjal ini terbentuk di tubuli ginjal kemu dian berada di
kaliks, infundi bulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta
seluruh kaliks ginjal (Hasanah,2016).

1. Jenis-jenis Batu Ginjal


Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam
usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif. Batu ginjal dapat
dibedakan atas empat jenis, yaitu :

a. Batu Kalsium
Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak
ditemukan yaitu sekitar 75- 80% dari seluruh batu saluran kemih. Faktor
tejadinya batu kalsium adalah:
(1) Hiperkasiuria adalah keadaan dimana kadar kasium urine lebih dari
250-300mg/24jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium
pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi
kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya
peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiper
paratiridisme primer atau tumor paratiroid (Hasanah, 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 907
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

(2) Hiperoksaluria yaitu keadaaan dimana ekskresi oksalat urin melebihi


45gram dalam 24jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan
usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti teh, kopi instan,
soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam
(Hasanah, 2016).
(3) Hiperurikosuria yaitu kadar asam urat urin melebihi 850mg dalam
24jam.Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang
mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam
urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal
dari metabolisme endogen (Hasanah, 2016).
(4) Hipositraturia yaitu didalam urin sitrat bereaksi dengan kalsium
membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium
dengan oksalat atau fosfat.Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada
penyakit asidosis tubuli ginjal dan pemakaian diuretik golongan
thiazide dalam jangka waktu lama (Hasanah, 2016).
(5) Hipomagnesiuria, Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak
sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine
magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat
sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan oksalat (Hasanah,
2016).
b. Batu Struvit
Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya
batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi
ini adalah golongan pemecah urea (urea splitter seperti Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang
dapat menghasil kan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa
melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan
garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu
magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit (Hasanah, 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 908
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

c. Batu Urat
Batu asam urat meliputi 5- 10% dari seluruh batu saluran kemih,
banyak dialami oleh penderita gout,penyakit mieloproliferatif, pasein yang
mebfgkonsumsi obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazon, thiazide dan
salisilat).Kegemukan,alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai pelu ang
besar untuk mengalami penyakit ini.Faktor yang mempengaruhi
terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume
urine < 2 liter per hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria (Hasanah, 2016).

d. Batu Cystin
Batu ginjal jenis ini memiliki kasus yang sedikit. Batu ini terbentuk
pada mereka yang memiliki kelainan secara turun temurun yang menyebab
kan ginjal menghasilkan asam amino (cystinuria) tertentu dalam jumlah
banyak (Smeltzer., dkk., 2002).

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah


terjadinya batu saluran kemih pada seseorang, yaitu faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik (Eka, 2019).

• Faktor Intrinsik:
- Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tua
- Umur : paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
- Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak diban
dingkan dengan pasien perempuan (Fildayanti dkk., 2019).
• Faktor Ekstrinsik:
- Geografi: Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di
Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
- Iklim dan temperature : Pada daerah yang temperaturnya lebih tinggi
memberikan prevalensi pembentukan batu ginjal lebih banyak.
- Asupan air : Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 909
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu


saluran kemih.
- Diet : Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadi
nya penyakit batu saluran kemih.
- Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaan
nya banyak duduk atau kurang aktivitas (Fildayanti dkk., 2019).

2. Etiologi
Etiologi dari pembentukan batu pada ginjal masih idiopatik (belum
jelas),oleh karena masih banyak faktor yang terlibat.Tetapi berdasarkan
beberapa penelitian menduga dua proses yang terlibat erat dalam proses pem
bentukan batu pada ginjal yaitu supersaturasi dan nukleasi.Supersaturasi terjadi
jika substansi yang menyusun batu mengalami penurunan berupa volu me urin
dan kimia urin.Sedangkan untuk proses nukelasi natrium hidrogen urat, asam
urat dan kristal hidroksipatit membentuk inti.Kemudian terjadi adhesi ion
kalsium dengann oksalat kemudian dapat membentuk batu.Proses ini
dinamakan nukleasi heterogen.Berdasarkan studi epidemiologi, ada dua faktor
yang mempengaruhi terbentuknya batu ginjal, yaitu faktor intrinsik (umur, jenis
kelamin, dan keturunan) dan ekstrinsik (kondisi geografis dan kebiasaan
makan) (Fildayanti dkk, 2019).

Prevalensi penyakit batu ginjal diperkirakan lebih sering pada laki-laki


dibanding perempuan. Hal ini terjadi dikarenakan adanya perbedaan aktivitas
fisik,pola makan,serta struktur anatomis yang berbeda.Juga dapat disebabkan
oleh saluran kemih pada perempuan lebih pendek dibandingkan dengan laki-
laki. Prevalensi penyakit diperkirakan sebesar 7% pada perempuan dewasa dan
13% pada laki-laki dewasa.Empat dari lima pasien adalah laki-laki (Fauzi, A
dan Putra, M. 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 910
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan terbentuknya batu ginjal


diantaranya :

• Kadar kalsium terlalu tinggi di dalam tubuh ginjal akan bekerja untuk
mengeluarkanya melalui urin.Apabila tingginya kadar kalsium berlang
sung secara terus menerus maka ginjal akan mengalami penurunan
fungsi,sehingga zat kalsium pun menumpuk dan mengendap secara
perlahan dan terbentuklah masa padat yang disebut batu ginjal (Hasanah,
2016).
• Kurangnya asupan air putih rentan terkena batu ginjal karena kekura
ngan cairan membuat kencing jadi pekat sehingga mudah sekali terjadi
kristalisasi atau pengendapan yang menyebabkan terbentuknya batu
ginjal (Hasanah, 2016).
• Penyakit tertentu seperti penyakit sarkoidos, hiperparatiroidisme,
penyakit kanker dan asidosis tubulus renalis (Hasanah, 2016).

Ada hubungan antara konsumsi sumber protein dengan kejadian penya


kit batu ginjal yang artinya bahwa responden yang mengkonsumsi sumber
protein tinggi mempunyai resiko terkena penyakit batu ginjal. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa protein ternyata disebut sebagai hal pa
ling besar berpengaruh terhadap kemungkinan terbentuknya batu. Sebab,
protein tersebut dapat meningkatkan terbuangnya kalsium dan asam urat dalam
air kemih yang kemudian diikuti dengan penurunya pH (tingkat keasaman) urin
dan pembuangan sitrat (Krisna, D. 2011).

• Mengkonsumsi bahan makanan dalam jumlah berlebih mengandung


purine (hati, usus, otak, dan udang) dapat mengakibatkan tingginya kadar
asam urat dalam air kemih.Tingginya kadar asam urat yang terdapat da lam
air kemih memicu terjadinya batu ginjal.Makanan yang banyak
mengandung purin paling berpengaruh terhadap pembentukan batu
ginjal.Batu urat disini dapat berupa campuran kalsium dan asam urat atau
hanya asam urat saja.Sumber asam urat adalah dari dalam tubuh sendiri

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 911
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

(endogen) dan dari makanan seperti daging, hasil laut atau sea food,
gandum, beras dan tepung-tepungan (Krisna, 2011).
• (Prevalensi penyakit batu ginjal diperkirakan lebih sering pada laki-laki
dibanding perempuan.Ini terjadi dikarenakan adanya perbedaan aktivitas
fisik, pola makan,serta struktur anatomis yang berbeda.Secara garis besar
pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Faktor intrinsik yaitu umur,jenis kelamin, dan keturunan, sedangkan faktor
ekstrinsik yaitu kondisi geografis,iklim,kebiasaan makan,zat yang
terkandung dalam urin dan faktor pekerjaan.Prevalensi penyakit ini
diperkirakan sebesar 7% pada perempuan dewasa dan 13% pada laki-laki
dewasa. Empat dari lima pasien adalah laki-laki (Fauzi, A dan Putra, M.
2016).

3. Patofisiologi

Gambar 2.1. Patofisiologi Batu staghorn (Hasanah, 2016)

Di saat kadar kalsium terlalu tinggi di dalam tubuh,ginjal akan bekerja


untuk mengeluarkannya melalui urin.Namun apabila tingginya kadar kalsium
berlangsung secara terus menerus maka ginjal akan mengalami penurunan
fungsi,sehingga zat kalsium pun menumpuk dan mengendap secara perlahan
dan terbentuklah massa padat yang disebut batu ginjal (Hasanah, 2016) .

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 912
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Selain karena tingginya kadar kalsium dalam tubuh,penyebab batu


ginjal juga dipengaruhi oleh kurangnya kadar sitrat,yaitu suatu zat yang bisa
menghambat pembentukan batu kalsium.Pembentukan batu ginjal juga
dipengaruhi oleh tingginya kadar oksalat yaitu suatu zat yang ikut mempe
ngaruhi terbentuknya batu akibat kalsium (Hasanah, 2016).
Proses pembentukan batu ginjal terjadi secara bertahap,pengkristalan
ini terjadi dalam waktu yang lama.Mulai dari berukuran kecil dan terus
membesar hingga menyebabkan gangguan fungsi ginjal. Proses pembentukan
batu ini disebut Urolitiasis.Selain kalsium,kadar asam urat yang tinggi juga bisa
menyebabkan batu ginjal asam urat (Hasanah ,2016).
Pasien mengeluhkan adanya nyeri yang awalnya besifat kolik dan lama
kelamaan menjadi menetap.Nyeri kolik yang dihasilkan akibat aktivitas otot
polos sistem kaliks maupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan
batu dari saluran kemih,sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan
intraluminal yang berakibat terjadinya peregangan saraf terminal dan
memberikan sensasi nyeri.Nyeri yang menetap disebut juga nyeri non-kolik,
nyeri ini terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi komplikasi
berupa hydronephrosis (Fildayanti dkk, 2019).
Dua proses yang terlibat erat dalam proses pembentukan batu pada
ginjal yaitu supersaturasi dan nukleasi.Supersaturasi terjadi jika substansi yang
menyusun batu mengalami penurunan berupa volume urin dan kimia
urin.Sedangkan untuk proses nukelasi natrium hidrogen urat,asam urat dan
kristal hidroksipatit membentuk inti.Kemudian terjadi perekatan (adhesi) Ion
kalsium dan oksalat kemudian pada inti untuk membentuk campuran batu.
Proses ini dinamakan nukleasi heterogen (Fildayanti dkk., 2019).
Pembentukan batu ginjal struvite membutuhkan peningkatan
produksi amoniak kemih disertai dengan peningkatan pH urin,mengurangi
kelarutan fosfat.Organisme memproduksi enzim urease membagi urea urin
menjadi amonia yang bergantian,menghidrolisis untuk bikarbonat dan
amonium.Kemudian akan membentuk magnesium amonium fosfat danapatit
karbonat pada mengikat kation.Bakteri juga memetabolisme sitrat dalam

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 913
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

urin dan menghentikan nya pelindung mengikat kalsium dan fosfat.


Kristalisasi,baik didalam dan diluar bakteri,difasilitasi oleh pembentukan
struvite dari debu apatit.Intra-bakteri kristalisasi menyebabkan bacteriolysis
dan microlith formasi yang bertindak seperti nidus untuk pembentukan
batu.Kristal pada bakteri membentuk penutup yang membungkus bakteri
dan memungkinkan untuk bertindak sebagai sumber infeksi berulang
(Hasanah, 2016).

4. Manifestasi Klinik
Gejala yang muncul bervariasi tergantung ukuran pembentukan batu
pada ginjal. Gejala umum yang muncul di antaranya :
a. Adanya nyeri pada punggung atau nyeri kolik yang hebat.Nyeri kolik
ditandai dengan rasa sakit yang hilang timbul di sekitar tulang rusuk dan
pinggang kemudian menjalar ke bagian perut dan daerah paha sebelah
dalam, punggung dan selangkangan.Nyeri terasa saat buang air kecil dan
disertai dengan mual atau muntah (Santosa, 2005).
b. Adanya nyeri hebat biasa diikuti demam dan menggigil.
c. Kemungkinan adanya rasa mual dan terjadinya muntah dan gangguan perut.
d. Adanya darah di dalam urin dan adanya gangguan buang air kecil, penderita
juga sering BAK atau malah terjadinya penyumbatan pada saluran
kemih.Jika ini terjadi maka resiko terjadinya infeksi saluran kemih menjadi
lebih besar.Itulah beberapa tanda dan gejala penyakit batu ginjal. Tetapi
sebagian kasus malah tidak memperlihatkan gejala apapun, terutama pada
batu yang masih kecil begitu juga sebaliknya adanya gangguan berkemih
belum tentu ada batu ginjal karena bisa saja disebabkan pembesaran prostat
atau penyempitan saluran kemih.Diagnosa pasti ada atau tidaknya batu
ginjal bisa diketahui melalui pemeriksaan analisis air kemih rutin (urinalis)
dan dengan pemeriksaan rontgen daerah perut dan abdomen (Santosa,
2005).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 914
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

5. Tatalaksana Terapi
Tujuan utama tatalaksana pada pasien batu ginjal adalah mengatasi nyeri,
menghilangkan batu yang sudah ada dan mencegah terjadinya pembentukan
batu yang berulang.
a Terapi Medikamentosa
Terapi medika mentosa yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa
nyeri. Pada pasien dengan kemungkinan pengeluaran batu secara spontan,
dapat diberikan regimen MET (medical expulsive therapy) berupa calcium
channel blocker untuk relaksasi otot polos uretra dan alpha blocker yang
juga bermanfaat untuk merelaksasikan otot polos uretra dan saluran urinari
bagian bawah.Sehingga dengan demikian batu dapat keluar dengan mudah
(85% batu yang berukuran kurang dari 5mm dapat keluar spontan)
(Fildayanti dkk., 2019).
b ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Pada tahun 1980 penemu alat ini bernama Caussy menggunakan gelombang
kejut lalu ditembakkan dari luar tubuh untuk menghancurkan batu yang
terdapat di dalam tubuh, ketika batu tersebut hancur, maka pecahannya akan
dikeluarkan melalui saluran kemih.(Fildayanti dkk., 2019)

c Minimal Invasif
• PCNL (Percutaneus Nephro Lithotomy) Teknik ini mengeluarkan batu
yang berada pada saluran ginjal dengan cara menginsisi kulit lalu
memasuk kan alat endoskopi pada system kaliks ginjal.Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen
kecil.
• Ureteroskopi atau uretero renoskopi yaitu memasukkan alat ureteros kopi
peruretra guna melihat keadaan ureter atau sistem pielo kaliks
ginjal.Dengan memakai energi tertentu batu yang berada di dalam ureter
maupun sistem pelvikaliks dapat dipecah dengan bantuan ureteroskopi
atau ureterorenoskopi (Fildayanti dkk., 2019).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 915
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

d. Open Stone Surgery (OSS)


OSS merupakan suatu tindakan pembedahan terbuka berupa
pielolitotomi atau nefrolitotomi.Tindakan ini dilakukan dengan melakukan
insisi pada kulit lalu mengekspos ginjal sehingga memudahkan untuk proses
pengangkatan batu ginjal, terutama staghorn stone (Fildayanti dkk., 2019).

e. Terapi antibiotik
Meskipun infeksi batu ginjal persisten adalah kekambuhan batu
staghorn oleh karenanya penting diberikan terapi antimikroba dalam
pencegahan kekambuhan batu.Sebuah penelitian kohort pada tahun 1985
menyimpulkan bahwa fragmen batu sisa membuat kemampuan
antibiotik untuk membasmi infeksi yang relatif lemah (Diri, 2018).

1.2. Striktur Ureter Pars Bulbosa


Striktur uretra adalah penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena
fibrosis. Fibrosis merupakan penumpukan kolagen dan fibroblas,biasanya
meluas didalam sekitar korpus spongiosum menyebabkan spongiofibrosis.
Penyempitan ini membatasi aliran urine dan menyebabkan dilatasi proksimal
uretra dan duktus prostatika.Striktur uretra jarang terjadi pada wanita, kejadian
striktur uretra paling banyak ditemukan pada pria (Harista dkk., 2017).

1. Etiologi
Ada 3 penyebab paling sering terjadinya striktur ureta yaitu, akibat
adanya trauma,infeksi dan iatrogenik.Penyebab striktur uretra akibat trauma
berdampak terjadinya trauma internal maupun eksternal.Pemakaian kateter
dan instrumen yang besar dapat menyebabkan iskemia dan trauma
internal,sedangkan trauma eksternal seperti fraktur pelvis dapat menggang
gu uretra membranosa dan menyebabkan striktur kompleks.Selain akibat
dari adanya trauma, striktur uretra juga dapat disebabkan oleh adanya
infeksi.Striktur uretra dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Striktur
uretra menyebabkan retensi urin didalam kantung kemih yang beresiko
tinggi menyebabkan infeksi,yang dapat berdampak kekantung kemih,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 916
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

prostat, dan ginjal.Abses diatas striktur juga dapat terjadi, sehingga menye
babkan kerusakan uretra dan jaringan dibawahnya.Komplikasi pada kasus
striktur uretra sebenarnya dapat dicegah apabila diagnosis dini dapat
dilakukan dengan tepat pada prakter sehari-hari (Harista dkk., 2017).

2. Patofisiologi
Striktur uretra mendorong kondisi stasis urin, yang mana infeksi
saluran kemih diketahui merupakan efek sekunder akibat volume sisa
postvoid yang meningkat. Instrumentasi sering digunakan dalam diagno sis
dan manajemen penyakit striktur uretra menjadi potensi lain yang
menyebabkan infeksi,akibat masuknya organisme secara retrograd melalui
uretra yang kemudian berkloni dalam saluran kemih bagian bawah.Studi
yang dilakukan oleh Lumen et al menemukan bahwa seba nyak 45,5%
striktur uretra disebabkan iatrogenik yang didalamnya termasuk reseksi
transuretral, kateterisasi uretra, cystoscopy, prostatec tomy, brachytherapy,
dan pembedahan hypospadia (Harista dkk., 2017).

3. Manifestasi Klinik
Gejala penyakit ini mirip seperti gejala penyebab retensi urine tipe
obstruktif lainnya. Pada anamnesis diawali dengan didapatkannya keluhan
sulit kencing atau pasien harus mengejan untuk memulai kencing namun
urine hanya keluar sedikit demi sedikit. Gejala tersebut harus dibedakan
dengan inkontinensia overflow yaitu keluarnya urine secara menetes,
tanpa disadari, atau tidak mampu ditahan pasien. Gejala-gejala lain adanya
disuria, frekuensi kencing meningkat, hematuria, dan perasaan sangat
ingin kencing yang terasa sakit. Jika curiga penyebabnya adalah infeksi,
perlu ditanyakan adanya tanda-tanda radang seperti demam atau keluar
nanah. (Tritschler, et al, 2013).

4. Tatalaksana Terapi
• Dilatasi (pelebaran) uretra, yaitu prosedur yang bertujuan melebarkan
saluran uretra dengan memasukkan kabel kecil ke dalam uretra hingga

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 917
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kandung kemih.Prosedur ini mungkin perlu diulang beberapa kali, karena


penyempitan cenderung terjadi lagi setelah dilatssi.
• Uretrotomi, yaitu prosedur yang dilakukan dengan memasukkan selang
kecil berkamera pada uretra untuk melihat lokasi jaringan parut yang
menyebabkan penyempitan. Setelah itu, dokter akan memasukkan pisau
bedah kecil untuk memotong jaringan tersebut agar saluran uretra kembali
melebar.
• Uretroplasti, pengangkatan jaringan yang menyempit, dan membentuk
ulang uretra. Prosedur ini dilakukan pada striktur uretra yang sudah parah
dan sudah berlangsung lama.
• Pemasangan kateter permanen, tindakan ini dilakukan pada striktur uretra
yang sudah parah.
• Pembelokan aliran urine, dengan membuat lubang pada perut. Prosedur ini

melibatkan sebagian kecil usus untuk menghubungkan uretra ke lubang di


perut, dan hanya dilakukan bila kondisi kandung kemih juga sudah rusak
serta perlu diangkat (Tritschler, et al, 2013).

1.3.Fraktur Pelvis
Patah tulang panggul adalah gangguan struktur tulang dari pelvis.
Pada orangtua, penyebab paling umum adalah jatuh dari posisi berdiri. Namun,
fraktur yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas terbesar
melibatkan pasukan yang signifikan misalnya dari kecelakaan kendaraan
bermotor atau jatuh dari ketinggian (Coccolini dkk., 2017).

1. Etiologi
• Kompresi Antero-Posterior (APC)
Hal ini biasanya terjadi akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki
kendaraan. Ramus pubis mengalami fraktur , tulang inominata terbelah
dan mengalami rotasi eksterna disertai robekan simfisis. Keadaan ini
disebut sebagai open book injury. Bagian posterior ligamen sakro iliaka
mengalami robekan parsial atau dapat disertai fraktur bagian belakang
ilium (Coccolini dkk., 2017).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 918
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Kompresi Lateral (LC)


Kompresi dari samping menyebabkan cincin mengalami keretakan. Hal
ini terjadi apabila ada trauma samping karena kecelakaan lalu lintas atau
jatuh dari ketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada
kedua sisinya mengalami fraktur dan bagian belakang terdapat strain dari
sendi sakro iliaka atau fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus pubis
pada sisi yang sama (Coccolini dkk., 2017).
• Trauma Vertikal (SV)
Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal
disertai fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakro iliaka pada sisi yang
sama. Hal ini terjadi apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu
tungkai (Coccolini dkk., 2017).
• Trauma Kombinasi (CM)
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan diatas
(Coccolini dkk., 2017).

2. Patofisiologi
Arteri iliaca communis terbagi, menjadi arteri iliaca externa, yang
terdapat pada pelvis anterior diatas pinggiran pelvis. Arteri iliaca interna
terletak diatas pinggiran pelvis. Arteri tersebut mengalir ke anterior dan
dalam dekat dengan sendi sacroliliaca. Cabang posterior arteri iliaca interna
termasuk arteri iliolumbalis, arteri glutea superior dan arteri sacralis
lateralis. Arteri glutea superior berjalan ke sekeliling menuju bentuk
panggul lebih besar, yang terletak secara langsung diatas tulang. Cabang
anterior arteri iliaca interna termasuk arteri obturatoria, arteri umbilicalis,
arteri vesicalis, arteri pudenda, arteri glutea inferior, arteri rectalis dan arteri
hemoroidalis. Arteri pudenda dan obturatoria secara anatomis berhubungan
dengan rami pubis dan dapat cedera dengan fraktur atau perlukaan pada
struktur ini. Arteri-arteri ini dan juga vena-vena yang menyertainya
seluruhnya dapat cedera selama adanya disrupsi pelvis, menyebabkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 919
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kerusakan langsung terhadap pembuluh darah mayor dan mengakibatkan


perdarahan retroperitoneal signifikan (Coccolini dkk., 2017).

3. Manifestasi Klinik
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma
multipel yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan
berupa gejala pembengkakan, deformitas serta perdarahan subkutan sekitar
panggul. Penderita datang dalam keadaan anemi dan syok karena perdara
han yang hebat. Terdapat gangguan fungsi anggota gerak bawah.

Dislokasi dan fraktur dislokasi sendi panggul dibagi dalam 3 jenis :


a. Dislokasi posterior
• Tanpa fraktur
• Disertai fraktur rim posterior yang tunggal dan besar
• Disertai fraktur komunitif asetabulum bagian posterior dengan atau
tanpa kerusakan pada dasar asetabulum.
• Disertai fraktur kaput femur
b. Mekanisme trauma dislokasi posterior disertai adanya fraktur adalah
kaput femur dipaksa keluar ke belakang asetabulum melalui suatu trauma
yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi pinggul dalama posisi
fleksi atau semi fleksi. Trauma biasanya terjadi karena kecelakaan lalu
lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak
dengan keras yang berada dibagian depan lutut. Persentase 50% dislokasi
disertai fraktur pada pinggir asetabulum dengan fragmen kecil atau besar.
Penderita biasanya datang setelah suatu trauma yang hebat disertai nyeri
dan deformitas pada daerah sendi panggul. Sendi panggul teraba
menonjol ke belakang dalam posisi adduksi, fleksi dan rotasi interna
.terdapat pemendekan anggota gerak bawah. Dengan pemeriksaan
rontgen akan diketahui jenis dislokasi dan apakah disloka si disertai
fraktur atau tidak. Dislokasi anterior :
• Obturator
• Iliaka

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 920
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Pubik
• Disertai fraktur kaput femur
c. Dislokasi sentral asetabulum
• Hanya mengenai bagian dalam dinding asetabulum
• Fraktur sebagian dari kubah asetabulum
• Pergeseran menyeluruh ke panggul disertai fraktur asetabulum yang
komunitif (Coccolini dkk., 2017)

4. Tatalaksana Terapi
Pasien dengan fraktur pelvis berkekuatan-tinggi yang dibawa ke
institusi kami dengan instabilitas hemodinamik pada awalnya diberikan 2
liter larutan kristaloid. Radiografi dada portable, bersama dengan gambaran
radiografi pelvis dan tulang belakang cervical lateral, diperiksa untuk
menyingkirkan sumber kehilangan darah yang berasal dari toraks. Saluran
tekanan vena sentral dipasang, dan defisit basa diukur. Pemeriksaan
sonografi abdomen terfokus untuk trauma FAST (Focused Abdominal
Sonography for Ttrauma) dilakukan. Jika hasilnya positif pasien dibawa
langsung ke ruang operasi untuk laparotomi eksplorasi. Fiksator eksternal
pelvis dipasang, dan dilakukan balutan pelvis. Pasien yang secara
hemodinamik tetap tidak stabil menjalani angiografi pelvis sebelum
dipindahkan ke ICU. Jika stabilitas hemodinamik pulih, pasien dipindah kan
langsung ke ICU (Eckroth-bernard dan Davis, 2010).

Di ICU, pasien menerima resusitasi cairan lanjutan dan dihangatkan;


berbagai usaha dilakukan untuk menormalkan status koagulasi. Jika pasien
membutuhkan transfusi berkelanjutan di ICU, penilaian angiografi, jika
sebelumnya tidak dilakukan, maka harus dilakukan. rFVIIa harus
dipertimbangkan jika kondisi pasien melawan semua intervensi lainnya.
Jika hasil FAST negatif, transfusi PRC dimulai di departemen gawat
darurat. Jika pasien secara hemodinamik tetap tidak stabil sambil mengikuti
PRC unit kedua, pasien dibawa ke ruang operasi untuk fiksasi eksternal
pelvis dan balutan pelvis (Eckroth-bernard dan Davis, 2010).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 921
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien yang secara hemodinamik tetap tidak stabil mendapat


angiografi pelvis sebelum dipindahkan ke ICU. Jika stabilitas hemodina mik
pulih, pasien dipindahkan langsung ke ICU. CT-scan abdomen dapat
dilakukan saat ini. Jika pasien membutuhkan transfusi berkelanjutan ketika
di ICU, penilaian angiografi, jika sebelumnya belum dilakukan, maka harus
dilakukan Algoritma untuk pengobatan pasien dengan fraktur pelvis yang
muncul dengan instabilitas hemodinamik. Pasien yang belum dilaku kan
laparotomi biasanya melakukan CT-scan abdomen yang dimulai di ICU. Di
ICU, pasien menerima resusitasi cairan lebih lanjut dan dihangat kan.
Berbagai usaha dilakukan untuk menormalkan status koagulasi rFVIIa
harus dipertimbangkan jika kondisi pasien melawan semua intervensi
lainnya. (FAST = Focused Abdominal Sonography for Trauma), (PRBCs =
packed red blood cells) (Eckroth-bernard dan Davis, 2010).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 922
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
STUDI KASUS

2.1 Profil Pasien


Nama An. G
Umur 14 tahun
Berat badan /Tinggi badan 35 kg
Nomor rekam medis 114xxxx
Alamat Dusun krajan barat
MRS/KRS 09-02-2020
Status pasien JKN
Ruangan IRNA 2/ R.15
Keluhan utama Melanjutkan pengobatan (operasi)
Riwayat penyakit saat ini Batu ginjal setelah operasi, mengalami
nyeri perut bagian kanan
Alergi -
Diagnosis awal Batu staghrom (d)
Dianosis akhir Batu staghorm (d)

2.2 Tanda-tanda Vital


Data Nilai Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
Normal
08/2 9/2 10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2 16/2 17/2

TD 120/80 - - - - - - - - - -

Nadi 60-80x 101 98 111 100 98 108 110 101 104 102

RR 20 x 20 22 21 24 21 22 24 21 23 21

Suhu 37±0,5oC 37 36,6 36,2 37 36,4 37,6 39,3 36 37 37

Gcs 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456

2.3 Data klinis


Parameter Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl

08/2 9/2 10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2 16/2 17/2
Nyeri ++ - ++ - - - + - - -
Demam - - + - - + + - - -
Mual - - - + + - - - - -
Muntah - - - + + - - - - -
lemas - - - + + - - - - -

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 923
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4 Data Laboratorium

Data Normal Tgl Tgl Tgl Tgl Interpretasi


klinis
4/2 10/2 13/2 16/2

Hb 11-16,5 % 11,4 10,8 10,70 14,47

Trombocytes 150000-390000/µl 264000 361000 202000 278000

Leukosite 3500-10000/µl 6960 7890 17980 9500 Leukositosis

Hematocrite 38-50 % 36 33,3 33,8 30,70

MCV 80,0-99,9 mm3 78,90 78 79,30 79,30

MCH 27-31 pg 25 25,30 25,10 24,50

MCHC 33-37 g/dl 31,70 32,40 31,70 32,10

Eritrosite 4,0-55 x 106/µl 4,56 x 106/µl 4,27 x 106/µl 4,26 x 106/µl 3,87 x 106/µ

BUN 10-24 mg/dl 17,3 34,1 - -


Crea 0,5-1,5 mg/dl 0,86 1,08 - -
P-LCR 15-25 % 22,9 17,5 24,7 21,50
PCT 0,150-0,400 % 0,26 0,33 0,20 0,28
NRBC Absolute 0/µl 0,00 0,00 0,00 0,01
NRBC Percent 0% 0,00 0,00 0,00 0,1

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 924
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5 Profil terapi pasien

Nama Obat Rute Dosis 8/2 9/2 10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2 16/2 17/2
NS 0,9% IFVD 300cc/jam + 70cc/j 70cc/j + - 250cc - - -
am am
+300
cc

D5 ½NS IFVD 1000cc/24jam - - - - + - - - - -

Metoklopramide IV 2 x 5 mg - - + - - - - - - -

Domperidone Oral 3 x 1 cth - - - + - - - - - -

Sucralfate Oral 3 x 1 cth - - - - + + + + + +

Ranitidine IV 2 x 25 mg - - + 2 x 40 - - - - - -
mg

Asam traneksamat IV 3 x 300 mg - - + + - - - - - -

Metamizole IV 3 x 500 mg - - + + - 3x 3x - - -
750 750
mg mg

Paracetamol Oral 3 x 500 mg - - - - + + + + + +


Amikasin IV 1 x 700 mg - - - - - - 1x 1x 1x 1x
700 525 525 525
mg mg mg mg
Gentamicin IV 1 x 60 mg - - + - - - - - - -

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 925
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

4.6 Analisis SOAP


SUBJECTIVE OBJECTVE ASSESMENT PLANING

Mual Tgl 4 Februari 2020 Ranitidine IV METO :


Muntah
Kadar BUN : 17,3 mg/dL
10-02-2020 : dosis 2 x 25 mg Monitoring frekuensi mual dan
Serum kreatinin : 0,86 mg/dL 11- 02-2020 : dosis 2 x 40 mg muntah pada pasien.

-Indikasi : Profilaksis mual dan MESO :


Tgl 10 Februari 2020 muntah pre operasi
Monitoring kadar kreatinin, BUN
Kadar BUN : 34,1 mg/dL
-Mekanisme : memblock H2 dan cl/cr, ada tidaknya gejala
Serum kreatinin : 1,08 mg/dL reseptor sel parietal lambung konstipasi, pusing, dan diare
sehingga menghambat sekresi
asam lambung (DIH, ed 17) Implementasi : Pada tanggal 12
ranitidine dihentikan dan
-dosis lit : 1mg/kgBB setiap 6- digunakan sucralfate digunakan
8 jam jika perlu
BB pasien 35kg x 1mg : 35 mg
(dosis lazim). Rekomendasi: Ranitidine
beresiko terhadap peningkatan
-ESO : konstipasi, pusing, kadar serum kreatinin pada ginjal
diare, peningkatan kreatinin pasien, obat bisa disesuaikan
dan kadar BUN. regimen dosis atau bisa diganti
obat golongan lain misal
omeprazole 20mg perhari (DIH,
Ed 17) yang lebih aman pada
ginjal.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 926
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mual - Domperidone PO METO


Muntah
11-02-2020 : dosis 3 x 5 Monitoring frekuensi mual dan
mg/5mL muntah pada pasien, digunakan
bila perlu.
-Indikasi : Penatalaksanaan
simptomatik dari gangguan MESO
motilitas GI atas yang
berhubungan dengan gastritis Monitoring ada tidaknya sakit
kronis dan subakut. kepala, xerostomia, pusing, diare.

-Mekanisme : Memblok Rekomendasi :Dosis pada pasien


dopamin di perifer (DIH ed 17) sudah sesuai, berikan jika pasien
mengalami mual dan muntah
-ESO : sakit kepala,
xerostomia, pusing, diare,
EPS (DIH ed 17)
Mual - Metoclopramide IV METO
Muntah Monitoring frekuensi mual dan
10 dan 11-02-2020 : dosis 1 x muntah pasien.
5 mg
MESO
-Indikasi : mual muntah pasca Monitoring ada tidaknya rasa
operasi dan sebagai profilaksis gelisah, lelah, EPS
sebelum pembedahan
Rekomendasi :

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 927
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-Mekanisme : Menghambat Metoklopramid diberikan jika


atau inhibisi reseptor central terdapat gejala mual dan muntah
dan perifer dopamine (DIH
ed17)

-Dosis literatur : 2,5-5 mg IV


(DIH Ed 17)

- ESO : Syndrome
ekstrapiramidal, gelisah,
kantuk, lelah (DIH, ed17)
Mual - Sucralfate 3 x 1 cth METO
Monitoring frekuensi mual dan
Muntah -Indikasi : manajemen ulkus muntah pada pasien
duodenum; terapi
pemeliharaan untuk ulkus MESO
duodenum (DIH ed 17) Monitoring efek samping berupa
konstipasi pusing dan insomnia.
-Mekanisme : Kompleks
dengan mengikat dengan Implementasi :
protein bermuatan positif digunakan jika perlu
dalam eksudat, membentuk zat
perekat kental seperti pasta Rekomendasi :
(DIH ed 17). diminum 30 menit sebelum
makan dan jika mual dan muantah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 928
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-Dosis PO: Anak-anak: 5-10


mL (suspensi 1 g / 10 mL)
(DIH ed 17)

-ESO : konstipasi, pusing,


insomnia (DIH ed 17)

Demam Suhu : Metamizole IV METO

Nyeri Tgl : 10-11/02/2020 : dosis 3 x 500 Monitoring skala nyeri dan


mg demam pada pasien, digunakan
13/02 : 37,6 0C bila perlu
13 dan 14-02-2020 : dosis 3 x
14/02 : 39,3 0C 750 mg MESO
Kadar SGOT, SGPT, skala -Indikasi : meringankan Monitoring, CBC pasien untuk
nyeri demam dan nyeri tanda dan gejala reaksi
hipersensitivitas, mual, sakit
-Mekanisme : Menghambat kepala, pusing.
COX 1 dan COX 2 non-
selektif (Martindale ed 36) Rekomendasi :

-Dosis : didasarkan umur Sebaiknya digunakan dosis lazim


pasien dosis lazim yag dapat saja 350 mg 3 x sehari
diberikan 350 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 929
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-ESO : mual, muntah,reaksi


alergi, porphyria, reaksi
hipersensitivitas (Martindale
ed 36)

-DRP : dosis terlalu tinggi ,


digunakan dosis lazim saja

Demam 13 Feb Paracetamol PO METO :

Nyeri Suhu: 37,6 12-17/02-2020 ( 3 x 1cth) prn Monitoring suhu dan nyeri pada
pasien
14 Feb -Indikasi : sebagai analgesik
dan antipiretik ringan sampai MESO :
Suhu : 39,3 sedang (dIH ed 17)
Monitoring kadar bilirubin, data
-Mekanisme : menghambat lab darah, sgot, dan sgpt.
sintesis prostaglandin dalam
sistem saraf pusat dan Rekomendasi :
menghambat pembentukan digunakan jika demam
impuls perifer; menghasilkan
antipyresis dari penghambatan
pusat pengatur panas
hipotalamus.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 930
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-Dosis : oral 10-15mg/kgBB


setiap 4-6 jam (DIH ed 17). BB
pasien 35kg : 350-525 mg

-ESO: meningkatkan kadar


bilirubin, anemia, hepatotoksik
(DIH ed 17)

-DRP : Dosis tetlalu tinggi

Demam Leukosit : Gentamisin 1 x 60 mg METO

13 Feb : 17980 -Indikasi : Profilaksis Operasi Monitoring adanya tanda-tanda


batu ginjal bersih infeksi dan suhu pasien.
Suhu : terkontaminasi (PPAM RSSA
edisi 2) MESO
13 Feb : 37,6
Monitoring kadar BUN, urine
14 Feb : 39,3 -Mekanisme : menghambat
sintesis protein dengan output, serum kreatinin dan ada
Kadar serum kreatinin mengikat subunit ribosom 30s tidaknya tanda-tanda ototoksik.
dan 50s sehingga merusak sel Rekomendasi :
10 Feb : 48,61
bakteri(DIH ed 17).
Terapi gentamisin sudah tepat
-Dosis lit : 2,5 mg/kgBB sesuai PPAM RSSA Edisi 2
(PPAM RSSA Edisi 2)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 931
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-ESO:
nefrotoksik(menurunkan clcr,
neurotoksik (vertigo,ataxia)
dan ototoksik. (DIH ed 17)

Demam Suhu (0C) : Amikasin METO :


Tgl :
- Indikasi: Antibiotika empiris Monitoring ada tidaknya demam
08/02 :37,6
08/02 :39,3 sepsis pada pasien yang ditandai dengan
-Mekanisme Kerja : peningkatan suhu tubuh,
Kadar leukosit:
Tgl 13/02 : 17980 Menghambat sintesis protein peningkatan kadar leukosit dan
pada bakteri yang rentan tanda infeksi lainnya.
BUN
dengan mengikat ke 30S
4 Feb : 17,3
subunit ribosom(DIH Ed 17) MESO :
10 Feb : 34,1
-Dosis lit : IV 15mg/kg Monitoring ada tidaknya
Serum kreeatinin
BB/hari : 35kg x 15 : 525 mg kenaikan Clcr, pusing, mual dan
4 Feb : 0,86
per 24 jam, digunakan 7 hari muntah
10 Feb : 1,08
(PPAM)
Implementasi : Amikasin pada
hari pertama digunakan loading

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 932
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- ESO : nephotoksik, dose 700 mg dan maintenance


ototoksik, neurotoksik (DIH dose 525 mg.
Ed 17) Rekomendasi :
Perhitungan dosis : Terapi pada pasien sudah sesuai
- Loading dose : 20mg/kgBB x dilanjutkan sampai hari ke-7
35kg : 700mg hari pertama
- Maintenance dose :
15mg/kgBB x 35kg (BB
pasien) = 525 mg/hari
Perdarahan ssat operasi Kadar APTT : 28,20 detik Asam Traneksamat METO
Monitoring nilai APTT dan PT
PT : 10,60 detik 10-02-2020 : 3 x 300 mg dan ada tidaknya perdarahan saat
11-02-2020 : dosis 3 x 200 mg operasi

-Indikasi : mengurangi atau MESO


menghentikan pendarahan Monitoring ada tidaknya gejala
mual, muntah, dan diare
-Mekanisme : Membentuk
kompleks reversibel yang Rekomendasi :
menggantikan plasminogen Sebaiknya digunakan dosis lazim
dari fibrin yang saja 350mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 933
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mengakibatkan penghambatan
fibrinolisis (DIH ed 17)

-Dosis : 10 mg/kgBB 3-4 x


sehari (DIH ed 17)

-ESO : mual, muntah, dan


diare (DIH ed 17)

Demam Suhu : NS 0,9 % IVFD METO


Lemas 13/02/02 : 37,6 -08 dan 11 /02/ 2020 : Monitoring kadar serum elektrolit
14/02/02 : 39,3 300cc/jam dalam tubuh (Na,K,Cl)
-09 dan 10/02/ 2020 :
70cc/jam, pada tgl 10 setelah MESO
operasi + 300cc/jam Monitoring tanda-tanda detak
-13-02-2020 : 250 cc jantung cepat, gatal-gatal atau
Komposisi: setiap 1000 ml ruam, kulit kemearahan.
mengandung NaCl 9 gram, Na
154 mEq, Cl 154 mEq
Indikasi: resusitasi cairan
(DIH 17th Ed)
ESO: demam hypervolemia
(DIH 17th Ed)

Lemas Kadar elektrolit (Na, K ,CL, D5 ½ NS (Dextrose 5%, METO :


gula darah) Sodium Cloride 0,45%)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 934
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1000cc/hari (IVFD) (12-02- Monitoring kadar serum elektrolit


2020) dalam tubuh

-Indikasi : Sumber elektrolit MESO :


dan air untuk hidrasi.
Monitoring adanya tanda-tanda
-Mekanisme Kerja : Sebagai jantung cepat, gatal-gatal atau
sumber elektrolit, kalori, dan ruam,berkeringat, sulit
air untuk hidrasi. Ion natrium konsentrasi, batuk.
dan klorida bertanggung jawab
mengatur keseimbangan asam-
basa tubuh. Dextrose adalah
sumber kalori.

Komposisi : Setiap 500 ml


mengandung : Dextrose,
C6H12O6 .H2O 25,0 g dan
Sodium Cloride, NaCl 2,25 g
Water for injection ad. 500 ml

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 935
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

An. G MRS umur 14 tahun dengan berat badan 35 kg pada tanggal 9


Februari 2020 mrs dengan keluhan nyeri perut bagian kanan, pasien memiliki
riwayat pengobatan yaitu operasi batu ginjal kandung kemih dan batu ginjal di
sebelah kiri. Pasien MRS untuk melanjutkan pengobatan yaitu operasi batu ginjal
kanan. Diagnosa awal pasien yaitu batu staghorn pada ginjal sebelah kanan. Pasien
melakukan operasi pada tanggal 10 Februari 2020. Operasi yang dilakukan
menggunakan metode PCNL. Diagnosa sekunder pada pasien yaitu fraktur pelvis
dan striktur ureter pars bulbosa. Pasien pada tanggal 13 februari 2019 mengalami
demam dan leukosit yang tinggi hal ini diindikasikan infeksi dan digunakan terapi
amikasin. Menurut pedoman penggunaan antimikroba di RSUD Dr. Saiful Anwar
amikacin digunakan sebagai terapi empiris untuk sepsis pada pasien pediatrik gawat
darurat (PPAM RSSA, 2017).
Tujuan utama dari tatalaksana bedah batu ginjal adalah mengatasi nyeri,
mencapai angka bebas batu maksimal dengan morbiditas yang minimal, mencegah
pembentukan batu yang berulang dan tetap mempertahankan fungsi ginjal. 11
Prosedur atau pilihan tindakan untuk batu ginjal antara lain extracorporeal
shockwave lithotripsy (ESWL), ureterorenoscopy (URS) flexible, Percutaneous
Nephrolithotomy (PCNL), dan tindakan operasi terbuka (Aslim dkk., 2014).
Prosedur tindakan PCNL dipilih karena pada tindakan ini memiliki keuntungan
yaitu lama rawat paska operasi yang lebih singkat, serta komplikasi paska operasi
yang lebih sedikit (Aslim dkk., 2014).
Kemudian untuk terapi farmakologi obat sebagai terapi supportif dalam hal
pre-operasi dan post-operasi. Terapi pre-operasi seperti anastesi, profilaksis untuk
mual munah, profilaksis infeksi, dan profila perdarahan, dan buat nyeri. Sedangkan
pada post-operasi digunakan terapi yang biasa timbul setelah tindakan pembedahan
seperti anti nyeri, mual muntah, demam, infeksi, dan lain-lain.
Pada tanggal 9 februari pasien diberikan NS 0,9% 70cc/jam sebagai pre
operasi. Pada tanggal 10 Februari 2020 dilakukan operasi untuk pengangkatan batu

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 936
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ginjal dengan metode PCNL dan digunakan profilaksis antibiotik yaitu gentamisin.
Menurut Penggunaan Anti Mikroba RSSA edisi 2 tahun 2017 penggunaan
profilkasis untuk operasi batu ginjal bersih terkontaminasi yaitu gentamisin dan
cefoperazone. Pada tanggal 10 Februari terjadi penurunan fungsi ginjal pada pasien
yaitu dengan ditandai oleh BUN 34,1 yang artinya diatas nilai normal, karena
gentamisin bersifat nefrotoksik (DIH, edisi 17). Oleh karena itu jika pasien terjadi
penurunan fungsi ginjal maka yang dipakai adalah cefoperazone.
Pada tanggal 10 Februari digunakan ranitidin untuk pre operasi dari pasien
sebagai terapi profilaksis stress ulcer. Rantidin berisiko terhadap fungsi ginjal
pasien karena dapat meningkatkan klirens kreatinin (DIH, edisi 17) oleh karena itu
diperlukan monitoring kadar BUN dan serum kreatinin pada pasien. Untuk post
operasi digunakan metoklorpamid dengan 2x5 mg. Setelah operasi pasien
mengalami mual, untuk mecegah terjadinya pendarahan di lambung dan mengatasi
mual pasien terapi yang diberikan yaitu obat anti mual golongan PPI. Akan tetapi,
obat PPI masih menunggu persetujuan KFT dan diganti dengan domperidon pada
tanggal 11 Februari yang merupakan golongan obat anti-mual yang dapat memblok
reseptor di perifer. Selanjutnya diberikan sucralfat karena sukralfat melindungi
dinding lambung sehingga dapat mencegah terjadinya mual pada pasien pasca
operasi.
Penggunaan asam traneksamat dapat diindikasikan dengan pasien
mengalami pendarahan, dapat dilihat pada data MCV, MCH, dan MCHC yaitu di
bawah angka normal. Pada tanggal 11 Februari dosis asam trakneksamat yaitu
3x200 mg yang berarti memiliki DRP yaitu dosis terlalu rendah. Seharusnya dosis
asam traneksamat untuk ana-anak yaitu 10mg /kgBB 3-4x sehari (DIH, edisi 17).
Metamizole digunakan untuk mengatasi nyeri pasien. Dosis yang diberikan pada
pasien terlalu tinggi sebaiknya digunakan dosis lazm untuk anak-anak yaitu 6-18
mb/kgBB 3 kali sehari (DIH, edisi 17).
Penggunaan paracetamol diindikasikan karena adanya peningkatan suhu
(37,60C) mulai tanggal 13 Februari karena pasien mengalami demam pada suhu
37,6oC dan pada tanggal 14 Februari suhu pasien 39,3 oC. Paracetamol digunakan
sejak tanggal 14 Februari sampai tanggal 17 Februari bila demam.Pada tanggal 13

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 937
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pasien mengalami kenaikan suhu dan kenaikan kadar leukosit yang diindikasikan
adanya infeksi. Maka dari itu digunakan antibiotik amikasin karena pada Pedoman
Penggunaan Anti Mikroba pada terapi sepsis gawat darurat pada pediatri dapat
diberikan terapi amikasin sebagai terapi empiris dengan dosis IV 15 mg/kgBB
interval 24 jam dengan lama pemberian 7 hari.

Asuhan Kefarmasian

1. Domperidone sebaiknya diminum 30 menit sebelum makan 3 kali sehari 1


sendok takar jika perut terasa mual.

2. Penggunaan sukralfat sebaiknya dijeda dengan penggunaan obat lain. Sukralfat


diminum diminum 30 menit sebelum makan kemudian dilanjutkan dengan
penggunaan lain setelah makan. Sukralfat diminum 3 kali sehari 1 sendok takar
digunakan jika perlu.
3. Paracetamol diminum 3 kali sehari jika demam atau nyeri.

Terapi Non Farmakologis:

1. Perbanyak minum air putih


2. Makan buah semangka atau melon yang memiliki kadar air yang banyak.
3. Kurangi asupan oksalat, seperti : bayam, coklat, kacang-kacangan, bluberry,
dan bit.
4. Hindari konsumsi alkohol, makanan cepat saji, dan makanan berprotein tinggi
5. Olahraga secara teratur

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 938
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Konseling Obat KRS :


1. Paracetamol sirup 3 x 1 cth : diminum jika pasien mengalami demam saja atau
jika terdapat nyeri pada pasien. Efek samping dapat meningkatkan kadar sgot
dan sgpt jika digunakan dalam jangka waktu panjang.
2. Sucralfat sirup 3 x 1 cth : digunakan jika pasien mengalami gejala mual dan
muntah, diminum 30 menit sebelum makan. Efek samping : konstipasi, pusing,
insomnia.
3. Asam traneksamat 3 x ½ tablet : digunakan jika ada tanda-tanda perdarahan.
Efek samping mual, muntah, dan diare.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 939
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN

1. Pada penanganan batu ginjal dilakukan prosedur PCNL (Percutaneus


Nephro Lithotomy)
2. Pasien mendapatkan terapi NS 0,9%, D5 ½ NS, Gentamisin, Amikasin,
Ranitidine, Domperidone, Metoklopramide, Paracetamol, Metamizole,
Sucralfate, dan Asam Traneksamat.
3. Terapi pada pasien telah menunjukkan perbaikan dengan kondisi klinis
pasien yang sudah membaik.
4. Pada beberapa obat perlu adanya penyesuaian dosis karena faktor usia anak-
anak, dan mungkin penggantian terapi dikarenakan kondisi ginjal pada
pasien yang bermasalah.
a. Terapi ranitidine dapat meningkatkan serum kreatinin pada pasien yang
dapat memperburuk keadaan ginjal pasien.
b. Dosis ranitidine dan metamizole dapat diturunkan ke dosis lazim saja.
c. Dosis asam trakneksamat dapat dinaikkan ke dosis lazim.
5. Terapi pada pasien sudah tepat sesuai dengan guideline dimana terapi utama
yakni dengan prosedur PCNL (Percutaneous Nephro Lithotomy), dimana
pada prosedur ini memlikiki efek samping yang lebih minimal dibanding
prosedur lainnya.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 940
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Aberg, J.A., Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, M. and Lance, L.L., 2009, Drug
Information Handbook 17th Edition, American PharmacistAssociation.

Advanced Trauma Life Support. Seven edition. American college of surgeons.


2004; 252-253

Aslim, O., N. B. Utomo, N. Prasidja, R. B. Prasetyo, O. Aslim, N. B. Utomo, N.


Prasidja, dan R. B. Prasetyo. 2014. ORIGINAL article dari dua sentimeter di
rumah sakit pusat angkatan darat gatot subroto tahun 2011-2014 treatment of
kidney stone with stone burden more than two centimeters in gatot soebroto
indonesia army central hospital in 2011-2014

Baxter, K. (2009). Stockley’s Drug Interaction: A Source Book of Adverse


Interaction. England : Black Science.)

Coccolini, F., P. F. Stahel, G. Montori, W. Biffl, T. M. Horer, F. Catena, Y. Kluger,


E. E. Moore, A. B. Peitzman, R. Ivatury, R. Coimbra, G. P. Fraga, B. Pereira,
S. Rizoli, A. Kirkpatrick, A. Leppaniemi, R. Manfredi, S. Magnone, dan O.
Chiara. 2017. Pelvic trauma : wses classification and guidelines. World
Journal of Emergency Surgery. 1–18.

C.Turk et al.2011. Guidelines on Urolithiasis.

Depkes. Laporan riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia;2013.

Eric N. 2005. Obesity, Weight Gain and the risk of Kidney Stones. JAMA, 293 (4):
455-462

Eckroth-bernard, K. dan J. W. Davis. 2010. Management of Pelvic Fractures. San


Francisco: Department of Surgery, University of California, San
Francisco/Fresno, Fresno, California, USA. Department of Surgery,
University of California, San Francisco/Fresno, Fresno, California, USA

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 941
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Fauzi, A dan Putra, M. 2016. Nefrolitiasus. Majority, Vol 5 (2) Aslim, O., N. B.
Utomo, N. Prasidja, R. B. Prasetyo, O. Aslim, N. B. Utomo, N. Prasidja, dan
R. B. Prasetyo. 2014. ORIGINAL article dari dua sentimeter di rumah sakit
pusat angkatan darat gatot subroto tahun 2011-2014 treatment of kidney stone
with stone burden more than two centimeters in gatot soebroto indonesia army
central hospital in 2011-2014

Coccolini, F., P. F. Stahel, G. Montori, W. Biffl, T. M. Horer, F. Catena, Y. Kluger,


E. E. Moore, A. B. Peitzman, R. Ivatury, R. Coimbra, G. P. Fraga, B. Pereira,
S. Rizoli, A. Kirkpatrick, A. Leppaniemi, R. Manfredi, S. Magnone, dan O.
Chiara. 2017. Pelvic trauma : wses classification and guidelines. World
Journal of Emergency Surgery. 1–18.

Eckroth-bernard, K. dan J. W. Davis. 2010. Management of Pelvic Fractures. San


Francisco: Department of Surgery, University of California, San
Francisco/Fresno, Fresno, California, USA. Department of Surgery,
University of California, San Francisco/Fresno, Fresno, California, USA.

Fildayanti, W. E., M. P. Program, R. Medicine, dan A. General. 2019. Election of


open stone surgery (oss) as treatment to case on staghorn stone *. 1(1):16–22.

Harista, R. A., S. Mustofa, F. Kedokteran, U. Lampung, B. Biokimia, F.


Kedokteran, dan U. Lampung. 2017. Striktur uretra pars bulbosa pars bulbosa
urethral strictures. Medula. 7:84–90.

Hasanah, U. 2016. MENGENAL penyakit batu ginjal. Jurnal Keluarga Sehat


Sejahter. 14(28)

HTAI. Penggunaan extracorporeal shockwave lithotripsy pada batu saluran kemih.


Jakarta: Health Technology Assasement Indonesia; 2005.

Indridason, O.S. et. al. 2005. Epidemiology of Kidney Stones in Iceland: A


PopulationBased Study. Scandinavian Journal of Urology and Nephrology,
40: 21-220

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 942
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit EGC. 2004: 874-6

Krisna, D. 2011. Faktor Resiko Penyakit Batu Ginjal, Jurnal Kesehatan


Masyarakat. Vol 7, 51-62 )

Ningrum, Manajemen Perdarahan pada fraktur pelvis yang mengancam jiwa.


Diaksesdari: www.ejournal.unid.ac.id/manajemen%20%20perdarahan%pada
frakturpelvis%20mengancam%20jiwa%.html.

Sun, Q., Shen, Y., Sun, N., Zhang, G.J., Chen, Z., Fan, J.F., Jia, L.Q., Xiao, H.Z.,
Li, X.R. and Puschner, B. 2010. Diagnosis, Treatment, and Follow-up of
25 Patients with MelamineInduced Kidney Stones Complicated by Acute
Obstructive Renal Failure in Beijing Children’s Hospital. Eur J Pediatr,
169: 483– 489

Tritschler, et al. (2013). Urethral Stricture: Etiology, Investigation and Treatments.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 943
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP Harian
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
HARI/TANGGAL TINDAKAN/ PERKEMBANGAN KLINIK/ MASALAH
S (SUBYEKTIF) O (OBYEKTIF) A (ASSESMENT) P (PLAN)
Sabtu/ 08 Feb 2020 Lemas TTV NS 0,9 % METO

Suhu : 370C Komposisi: setiap 1000 ml mengandung Monitoring kadar serum


NaCl 9 gram, Na 154 mEq, Cl 154 mEq elektrolit dalam tubuh (Na,K,Cl)
Nadi : 101
Indikasi: resusitasi cairan (DIH 17th Ed)
RR : 20
ESO: demam hypervolemia (DIH 17th Ed) MESO

Monitoring tanda-tanda detak


Terapi jantung cepat, gatal-gatal atau
NS 0,9% IFVD ruam, kulit kemearahan.
300CC/jam

Minggu/ 09 Feb Lemas TTV NS 0,9 % METO


2020
Suhu : 36,60C

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 944
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Nadi : 98 Komposisi: setiap 1000 ml mengandung Monitoring kadar serum


NaCl 9 gram, Na 154 mEq, Cl 154 mEq elektrolit dalam tubuh (Na,K,Cl)
RR : 22
Indikasi: resusitasi cairan (DIH 17th Ed)

ESO: demam hypervolemia (DIH 17th Ed) MESO


Terapi
Monitoring tanda-tanda detak
NS 0,9% IFVD jantung cepat, gatal-gatal atau
70CC/jam ruam, kulit kemearahan.

Senin/ 10 Feb 2020 Lemas TTV NS 0,9 % IVFD METO

Mual muntah Suhu : 36,20C Komposisi: setiap 1000 ml mengandung Monitoring kadar serum
NaCl 9 gram, Na 154 mEq, Cl 154 mEq elektrolit dalam tubuh (Na,K,Cl)
Nyeri Nadi : 111
Indikasi: resusitasi cairan (DIH 17th Ed)
Tanda infeksi dan RR : 21
perdarahan ESO: demam hypervolemia (DIH 17th Ed) MESO

Monitoring tanda-tanda detak


Data lab jantung cepat, gatal-gatal atau
ruam, kulit kemearahan.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 945
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Hb : 10,8

Trombosit : 361000 Metoclopramide METO

Leukosit : 78900 -Indikasi : mual muntah pasca operasi dan Monitoring frekuensi mual dan
sebagai profilaksis sebelum pembedahan muntah pasien.
Hematokrit : 33,3
-Mekanisme : Menghambat atau inhibisi
Eritrosit : 4,27 x 106/µl
reseptor central dan perifer dopamine (DIH
ed17) MESO
MCV : 78
Monitoring ada tidaknya rasa
MCH : 25,30 -Dosis literatur : 2,5-5 mg IV (DIH Ed 17)
gelisah, lelah, EPS
MCHC : 32,40 - ESO : Syndrome ekstrapiramidal, gelisah,
kantuk, lelah (DIH, ed17)
BUN : 34,1
Rekomendasi :
Kreatinin :1,08
Metoklopramid diberikan jika
terdapat gejala mual dan muntah

Terapi Ranitidine METO :

-Indikasi : Profilaksis mual dan muntah pre Monitoring frekuensi mual dan
operasi muntah pada pasien.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 946
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

NS 0,9% IFVD -Mekanisme : memblock H2 reseptor sel MESO :


70CC/jam + 300 CC parietal lambung sehingga menghambat
sekresi asam lambung (DIH, ed 17) Monitoring kadar kreatinin,
Metoklopramide IV 2 x BUN dan cl/cr, ada tidaknya
5mg -dosis lit : 1mg/kgBB setiap 6-8 jam gejala konstipasi, pusing, dan
diare
Ranitidine IV 2 x 25mg BB pasien 35kg x 1mg : 35 mg (dosis
lazim). Rekomendasi: Ranitidine
Asam traneksamat IV 3 x beresiko terhadap peningkatan
300mg -ESO : konstipasi, pusing, diare, kadar serum kreatinin pada ginjal
peningkatan kreatinin dan kadar BUN. pasien, obat bisa disesuaikan
Metamizole IV 3 x
500mg regimen dosis atau bisa diganti
obat golongan lain misal
Gentamisin IV 1 x 60mg omeprazole 20mg perhari (DIH,
Ed 17) yang lebih aman pada
ginjal.

Metamizole METO

-Indikasi : meringankan demam dan nyeri Monitoring skala nyeri dan


demam pada pasien, digunakan
bila perlu

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 947
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-Mekanisme : Menghambat COX 1 dan MESO


COX 2 non-selektif (Martindale ed 36)
Monitoring, CBC pasien untuk
-Dosis : didasarkan umur pasien dosis tanda dan gejala reaksi
lazim yag dapat diberikan 350 mg hipersensitivitas, mual, sakit
kepala, pusing.
-ESO : mual, muntah,reaksi alergi,
porphyria, reaksi hipersensitivitas Rekomendasi :
(Martindale ed 36)
Sebaiknya digunakan dosis lazim
-DRP : dosis terlalu tinggi , digunakan saja 350 mg 3 x sehari
dosis lazim saja

Gentamisin 1 x 60 mg METO

-Indikasi : Profilaksis Operasi batu ginjal Monitoring adanya tanda-tanda


bersih terkontaminasi (PPAM RSSA edisi infeksi dan suhu pasien.
2)
MESO
-Mekanisme : menghambat sintesis protein
dengan mengikat subunit ribosom 30s dan Monitoring kadar BUN, urine
50s sehingga merusak sel bakteri(DIH ed output, serum kreatinin dan ada
tidaknya tanda-tanda ototoksik.
17).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 948
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-Dosis lit : 2,5 mg/kgBB (PPAM RSSA Rekomendasi :


Edisi 2)
Terapi gentamisin sudah tepat
-ESO: nefrotoksik(menurunkan clcr, sesuai PPAM RSSA Edisi 2
neurotoksik (vertigo,ataxia) dan ototoksik.
(DIH ed 17)

Asam Traneksamat METO

-Indikasi : mengurangi atau menghentikan Monitoring nilai APTT dan PT


pendarahan dan ada tidaknya perdarahan saat
operasi
-Mekanisme : Membentuk kompleks
reversibel yang menggantikan plasminogen MESO
dari fibrin yang mengakibatkan
penghambatan fibrinolisis (DIH ed 17) Monitoring ada tidaknya gejala
mual, muntah, dan diare
-Dosis : 10 mg/kgBB 3-4 x sehari (DIH ed
17) Rekomendasi :

-ESO : mual, muntah, dan diare (DIH ed Sebaiknya digunakan dosis lazim
saja 350mg
17)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 949
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Selasa/ 11 Feb Lemas TTV NS 0,9 % IVFD (300 CC/jam) METO


2020
Mual muntah Suhu : 370C Komposisi: setiap 1000 ml mengandung Monitoring kadar serum
NaCl 9 gram, Na 154 mEq, Cl 154 mEq elektrolit dalam tubuh (Na,K,Cl)
Nyeri Nadi : 100
Indikasi: resusitasi cairan (DIH 17th Ed)
Tanda perdarahan RR : 24
ESO: demam hypervolemia (DIH 17th Ed) MESO

Monitoring tanda-tanda detak


Terapi jantung cepat, gatal-gatal atau
NS 0,9% IFVD ruam, kulit kemearahan.
300CC/jam

Domperidone PO 3x1 cth


Domperidone PO (3x1cth) METO
Ranitidine IV 2 x 40mg
-Indikasi : Penatalaksanaan simptomatik Monitoring frekuensi mual dan
Asam traneksamat IV 3 x dari gangguan motilitas GI atas yang muntah pada pasien, digunakan
300mg berhubungan dengan gastritis kronis dan bila perlu.
subakut.
MESO

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 950
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Metamizole IV 3 x -Mekanisme : Memblok dopamin di perifer Monitoring ada tidaknya sakit


500mg (DIH ed 17) kepala, xerostomia, pusing,
diare.
-ESO : sakit kepala, xerostomia, pusing,
diare, EPS (DIH ed 17) Rekomendasi :Dosis pada pasien
sudah sesuai, berikan jika pasien
mengalami mual dan muntah

Ranitidine IV METO :

-Indikasi : Profilaksis mual dan muntah pre Monitoring frekuensi mual dan
operasi muntah pada pasien.

-Mekanisme : memblock H2 reseptor sel MESO :


parietal lambung sehingga menghambat
sekresi asam lambung (DIH, ed 17) Monitoring kadar kreatinin,
BUN dan cl/cr, ada tidaknya
-dosis lit : 1mg/kgBB setiap 6-8 jam gejala konstipasi, pusing, dan
diare
BB pasien 35kg x 1mg : 35 mg (dosis
lazim). Rekomendasi: Ranitidine
beresiko terhadap peningkatan
kadar serum kreatinin pada ginjal

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 951
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-ESO : konstipasi, pusing, diare, pasien, obat bisa disesuaikan


peningkatan kreatinin dan kadar BUN. regimen dosis atau bisa diganti
obat golongan lain misal
omeprazole 20mg perhari (DIH,
Ed 17) yang lebih aman pada
ginjal.

Metamizole METO

-Indikasi : meringankan demam dan nyeri Monitoring skala nyeri dan


demam pada pasien, digunakan
-Mekanisme : Menghambat COX 1 dan bila perlu
COX 2 non-selektif (Martindale ed 36)
MESO
-Dosis : didasarkan umur pasien dosis
lazim yag dapat diberikan 350 mg Monitoring, CBC pasien untuk
tanda dan gejala reaksi
-ESO : mual, muntah,reaksi alergi, hipersensitivitas, mual, sakit
porphyria, reaksi hipersensitivitas kepala, pusing.
(Martindale ed 36)
Rekomendasi :
-DRP : dosis terlalu tinggi , digunakan
dosis lazim saja

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 952
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sebaiknya digunakan dosis lazim


saja 350 mg 3 x sehari

Asam Traneksamat METO

-Indikasi : mengurangi atau menghentikan Monitoring nilai APTT dan PT


pendarahan dan ada tidaknya perdarahan saat
operasi
-Mekanisme : Membentuk kompleks
reversibel yang menggantikan plasminogen MESO
dari fibrin yang mengakibatkan
penghambatan fibrinolisis (DIH ed 17) Monitoring ada tidaknya gejala
mual, muntah, dan diare
-Dosis : 10 mg/kgBB 3-4 x sehari (DIH ed
17) Rekomendasi :

-ESO : mual, muntah, dan diare (DIH ed Sebaiknya digunakan dosis lazim
saja 350mg
17)

Rabu/12 Feb 2020 Lemas TTV D5 ½ NS (Dextrose 5%, Sodium Cloride METO :
0,45%)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 953
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mual muntah Suhu : 36,40C -Indikasi : Sumber elektrolit dan air untuk Monitoring kadar serum
hidrasi. elektrolit dalam tubuh
Nyeri Nadi : 98
-Mekanisme Kerja : Sebagai sumber MESO :
RR : 21 elektrolit, kalori, dan air untuk hidrasi. Ion
natrium dan klorida bertanggung jawab Monitoring adanya tanda-tanda
mengatur keseimbangan asam-basa tubuh. jantung cepat, gatal-gatal atau
Terapi ruam,berkeringat, sulit
Dextrose adalah sumber kalori.
konsentrasi, batuk.
D5 ½ NS IFVD 1000CC/ Komposisi : Setiap 500 ml mengandung :
24 jam Dextrose, C6H12O6 .H2O 25,0 g dan
Sodium Cloride, NaCl 2,25 gWater for
Sucralfate PO 3x1 cth
injection ad. 500 ml
Paracetamol PO 3x1 cth
Sucralfate METO
(jika pelu)
-Indikasi : manajemen ulkus duodenum; Monitoring frekuensi mual dan
terapi pemeliharaan untuk ulkus duodenum muntah pada pasien
(DIH ed 17)
MESO
-Mekanisme : Kompleks dengan mengikat
dengan protein bermuatan positif dalam Monitoring efek samping berupa
eksudat, membentuk zat perekat kental konstipasi pusing dan insomnia.
seperti pasta (DIH ed 17). Implementasi :

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 954
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-Dosis PO: Anak-anak: 5-10 mL (suspensi digunakan jika perlu


1 g / 10 mL) (DIH ed 17)
Rekomendasi :
-ESO : konstipasi, pusing, insomnia (DIH
diminum 30 menit sebelum
ed 17)
makan dan jika mual dan
muantah

Paracetamol METO :

-Indikasi : sebagai analgesik dan antipiretik Monitoring suhu dan nyeri pada
ringan sampai sedang (dIH ed 17) pasien

-Mekanisme : menghambat sintesis MESO :


prostaglandin dalam sistem saraf pusat dan
Monitoring kadar bilirubin, data
menghambat pembentukan impuls perifer;
menghasilkan antipyresis dari lab darah, sgot, dan sgpt.
penghambatan pusat pengatur panas Rekomendasi :
hipotalamus.
digunakan jika demam
-Dosis : oral 10-15mg/kgBB setiap 4-6 jam
(DIH ed 17). BB pasien 35kg : 350-525 mg

-ESO: meningkatkan kadar bilirubin,


anemia, hepatotoksik (DIH ed 17)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 955
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-DRP : Dosis tetlalu tinggi

Kamis/ 13 Feb Lemas TTV NS 0,9 % METO


2020
Mual muntah Suhu : 37,60C Komposisi: setiap 1000 ml mengandung Monitoring kadar serum
NaCl 9 gram, Na 154 mEq, Cl 154 mEq elektrolit dalam tubuh (Na,K,Cl)
Nyeri Nadi :108
Indikasi: resusitasi cairan (DIH 17th Ed) MESO
Tanda infeksi RR : 22
ESO: demam hypervolemia (DIH 17th Ed) Monitoring tanda-tanda detak
jantung cepat, gatal-gatal atau
Data lab ruam, kulit kemearahan.

Hb : 10,70 Metamizole IV METO

10-11/02/2020 : dosis 3 x 500 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 956
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Trombosit : 202000 13 dan 14-02-2020 : dosis 3 x 750 mg Monitoring skala nyeri dan
demam pada pasien, digunakan
Leukosit : 179800 -Indikasi : meringankan demam dan nyeri bila perlu
Hematokrit : 33,8 -Mekanisme : Menghambat COX 1 dan MESO
COX 2 non-selektif (Martindale ed 36)
Eritrosit : 4,26 x 106/µl Monitoring, CBC pasien untuk
-Dosis : didasarkan umur pasien dosis tanda dan gejala reaksi
MCV : 79,80 lazim yag dapat diberikan 350 mg hipersensitivitas, mual, sakit
MCH : 25,10 -ESO : mual, muntah,reaksi alergi, kepala, pusing.
MCHC : 31,70 porphyria, reaksi hipersensitivitas Rekomendasi :
(Martindale ed 36)
Sebaiknya digunakan dosis lazim
-DRP : dosis terlalu tinggi , digunakan saja 350 mg 3 x sehari
Terapi dosis lazim saja

NS 0,9% IFVD 250 CC


Paracetamol PO METO :
Metamizole IV 3 x
750mg -Indikasi : sebagai analgesik dan antipiretik Monitoring suhu dan nyeri pada
ringan sampai sedang (dIH ed 17) pasien
Sucralfate PO 3x1 cth
-Mekanisme : menghambat sintesis MESO :
prostaglandin dalam sistem saraf pusat dan
menghambat pembentukan impuls perifer;

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 957
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Paracetamol PO 3 x menghasilkan antipyresis dari Monitoring kadar bilirubin, data


500mg penghambatan pusat pengatur panas lab darah, sgot, dan sgpt.
hipotalamus.
Rekomendasi :
-Dosis : oral 10-15mg/kgBB setiap 4-6 jam
(DIH ed 17). BB pasien 35kg : 350-525 mg digunakan jika demam

-ESO: meningkatkan kadar bilirubin,


anemia, hepatotoksik (DIH ed 17)

-DRP : Dosis tetlalu tinggi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 958
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sucralfate 3 x 1 cth METO

-Indikasi : manajemen ulkus duodenum; Monitoring frekuensi mual dan


terapi pemeliharaan untuk ulkus duodenum muntah pada pasien
(DIH ed 17)
MESO
-Mekanisme : Kompleks dengan mengikat
dengan protein bermuatan positif dalam Monitoring efek samping berupa
eksudat, membentuk zat perekat kental konstipasi pusing dan insomnia.
seperti pasta (DIH ed 17). Implementasi :
-Dosis PO: Anak-anak: 5-10 mL (suspensi digunakan jika perlu
1 g / 10 mL) (DIH ed 17)
Rekomendasi :
-ESO : konstipasi, pusing, insomnia (DIH
ed 17) diminum 30 menit sebelum
makan dan jika mual dan
muantah

Jum’at 14 Feb Lemas TTV Sucralfate METO


2020
Mual muntah Suhu : 39,30C -Indikasi : manajemen ulkus duodenum; Monitoring frekuensi mual dan
terapi pemeliharaan untuk ulkus duodenum muntah pada pasien
Nyeri Nadi : 110 (DIH ed 17)
MESO

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 959
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tanda infeksi RR : 24 -Mekanisme : Kompleks dengan mengikat Monitoring efek samping berupa
dengan protein bermuatan positif dalam konstipasi pusing dan insomnia.
eksudat, membentuk zat perekat kental
Implementasi :
Terapi seperti pasta (DIH ed 17).
digunakan jika perlu
Metamizole IV 3 x -Dosis PO: Anak-anak: 5-10 mL (suspensi
750mg 1 g / 10 mL) (DIH ed 17) Rekomendasi :

Sucralfate PO 3x1 cth -ESO : konstipasi, pusing, insomnia (DIH diminum 30 menit sebelum
ed 17) makan dan jika mual dan
Paracetamol PO 3x1 cth muantah
(jika pelu)
Metamizole METO
Amikacin IV 1 x 700mg
-Indikasi : meringankan demam dan nyeri Monitoring skala nyeri dan
demam pada pasien, digunakan
-Mekanisme : Menghambat COX 1 dan bila perlu
COX 2 non-selektif (Martindale ed 36)
MESO
-Dosis : didasarkan umur pasien dosis
lazim yag dapat diberikan 350 mg Monitoring, CBC pasien untuk
tanda dan gejala reaksi
hipersensitivitas, mual, sakit
kepala, pusing.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 960
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-ESO : mual, muntah,reaksi alergi, Rekomendasi :


porphyria, reaksi hipersensitivitas
(Martindale ed 36) Sebaiknya digunakan dosis lazim
saja 350 mg 3 x sehari
-DRP : dosis terlalu tinggi , digunakan
dosis lazim saja

Paracetamol METO :

-Indikasi : sebagai analgesik dan antipiretik Monitoring suhu dan nyeri pada
ringan sampai sedang (dIH ed 17) pasien

-Mekanisme : menghambat sintesis MESO :


prostaglandin dalam sistem saraf pusat dan
Monitoring kadar bilirubin, data
menghambat pembentukan impuls perifer;
menghasilkan antipyresis dari lab darah, sgot, dan sgpt.
penghambatan pusat pengatur panas Rekomendasi :
hipotalamus.
digunakan jika demam
-Dosis : oral 10-15mg/kgBB setiap 4-6 jam
(DIH ed 17). BB pasien 35kg : 350-525 mg

-ESO: meningkatkan kadar bilirubin,


anemia, hepatotoksik (DIH ed 17)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 961
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-DRP : Dosis tetlalu tinggi

Amikasin METO :
- Indikasi: Antibiotika empiris sepsis Monitoring ada tidaknya demam
-Mekanisme Kerja : Menghambat sintesis pada pasien yang ditandai
protein pada bakteri yang rentan dengan dengan peningkatan suhu tubuh,
mengikat ke 30S subunit ribosom(DIH Ed peningkatan kadar leukosit dan
17) tanda infeksi lainnya.
-Dosis lit : IV 15mg/kg BB/hari : 35kg x
15 : 525 mg per 24 jam, digunakan 7 hari MESO :
(PPAM) Monitoring ada tidaknya
- ESO : nephotoksik, ototoksik, kenaikan Clcr, pusing, mual dan
neurotoksik (DIH Ed 17) muntah
Perhitungan dosis :
- Loading dose : 20mg/kgBB x 35kg : Implementasi : Amikasin pada
700mg hari pertama hari pertama digunakan loading
- Maintenance dose : 15mg/kgBB x 35kg dose 700 mg dan maintenance
(BB pasien) = 525 mg/hari dose 525 mg.
Rekomendasi :

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 962
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terapi pada pasien sudah sesuai


dilanjutkan sampai hari ke-7
Sabtu/15 Feb 2020 Lemas TTV Sucralfate METO

Mual muntah Suhu : 360C -Indikasi : manajemen ulkus duodenum; Monitoring frekuensi mual dan
terapi pemeliharaan untuk ulkus duodenum muntah pada pasien
Nyeri Nadi : 101 (DIH ed 17)
MESO
Tanda infeksi RR : 21 -Mekanisme : Kompleks dengan mengikat
dengan protein bermuatan positif dalam Monitoring efek samping berupa
eksudat, membentuk zat perekat kental konstipasi pusing dan insomnia.
Terapi seperti pasta (DIH ed 17). Implementasi :
Sucralfate PO 3x1 cth -Dosis PO: Anak-anak: 5-10 mL (suspensi digunakan jika perlu
1 g / 10 mL) (DIH ed 17)
Paracetamol PO 3x1 cth Rekomendasi :
(jika pelu) -ESO : konstipasi, pusing, insomnia (DIH
ed 17) diminum 30 menit sebelum
Amikacin 1 x 525 mg makan dan jika mual dan
muantah

Paracetamol METO :

-Indikasi : sebagai analgesik dan antipiretik Monitoring suhu dan nyeri pada
ringan sampai sedang (dIH ed 17) pasien

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 963
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-Mekanisme : menghambat sintesis MESO :


prostaglandin dalam sistem saraf pusat dan
menghambat pembentukan impuls perifer; Monitoring kadar bilirubin, data
lab darah, sgot, dan sgpt.
menghasilkan antipyresis dari
penghambatan pusat pengatur panas Rekomendasi :
hipotalamus.
digunakan jika demam
-Dosis : oral 10-15mg/kgBB setiap 4-6 jam
(DIH ed 17). BB pasien 35kg : 350-525 mg

-ESO: meningkatkan kadar bilirubin,


anemia, hepatotoksik (DIH ed 17)

-DRP : Dosis tetlalu tinggi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 964
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Amikasin METO :
- Indikasi: Antibiotika empiris sepsis Monitoring ada tidaknya demam
-Mekanisme Kerja : Menghambat sintesis pada pasien yang ditandai
protein pada bakteri yang rentan dengan dengan peningkatan suhu tubuh,
mengikat ke 30S subunit ribosom(DIH Ed peningkatan kadar leukosit dan
17) tanda infeksi lainnya.
-Dosis lit : IV 15mg/kg BB/hari : 35kg x
15 : 525 mg per 24 jam, digunakan 7 hari MESO :
(PPAM) Monitoring ada tidaknya
- ESO : nephotoksik, ototoksik, kenaikan Clcr, pusing, mual dan
neurotoksik (DIH Ed 17) muntah
Perhitungan dosis :
- Loading dose : 20mg/kgBB x 35kg : Implementasi : Amikasin pada
700mg hari pertama hari pertama digunakan loading
- Maintenance dose : 15mg/kgBB x 35kg dose 700 mg dan maintenance
(BB pasien) = 525 mg/hari dose 525 mg.
Rekomendasi :
Terapi pada pasien sudah sesuai
dilanjutkan sampai hari ke-7
Minggu/ 16 Feb Lemas TTV Sucralfate METO
2020
Mual muntah Suhu : 370C Monitoring frekuensi mual dan
muntah pada pasien

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 965
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Nyeri Nadi : 104 -Indikasi : manajemen ulkus duodenum; MESO


terapi pemeliharaan untuk ulkus duodenum
Tanda infeksi RR : 23 (DIH ed 17) Monitoring efek samping berupa
konstipasi pusing dan insomnia.
Data lab -Mekanisme : Kompleks dengan mengikat
Hb : 14,47 dengan protein bermuatan positif dalam Implementasi :
eksudat, membentuk zat perekat kental digunakan jika perlu
Trombosit : 278000 seperti pasta (DIH ed 17).
Rekomendasi :
Leukosit : 9500 -Dosis PO: Anak-anak: 5-10 mL (suspensi
1 g / 10 mL) (DIH ed 17) diminum 30 menit sebelum
Hematokrit : 30,70 makan dan jika mual dan
-ESO : konstipasi, pusing, insomnia (DIH muantah
Eritrosit : 3,87 x 106/µl
ed 17)
MCV : 79,30
Paracetamol METO :
MCH : 24,50
-Indikasi : sebagai analgesik dan antipiretik Monitoring suhu dan nyeri pada
MCHC : 32,10 ringan sampai sedang (dIH ed 17) pasien

-Mekanisme : menghambat sintesis MESO :


prostaglandin dalam sistem saraf pusat dan
Terapi Monitoring kadar bilirubin, data
menghambat pembentukan impuls perifer;
menghasilkan antipyresis dari lab darah, sgot, dan sgpt.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 966
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sucralfate PO 3x1 cth penghambatan pusat pengatur panas Rekomendasi :


hipotalamus.
Paracetamol PO 3x1 cth digunakan jika demam
(jika pelu) -Dosis : oral 10-15mg/kgBB setiap 4-6 jam
(DIH ed 17). BB pasien 35kg : 350-525 mg
Amikacin 1 x 525 mg
-ESO: meningkatkan kadar bilirubin,
anemia, hepatotoksik (DIH ed 17)

-DRP : Dosis tetlalu tinggi

Amikasin METO :
- Indikasi: Antibiotika empiris sepsis Monitoring ada tidaknya demam
-Mekanisme Kerja : Menghambat sintesis pada pasien yang ditandai
protein pada bakteri yang rentan dengan dengan peningkatan suhu tubuh,
mengikat ke 30S subunit ribosom(DIH Ed peningkatan kadar leukosit dan
17) tanda infeksi lainnya.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 967
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

-Dosis lit : IV 15mg/kg BB/hari : 35kg x MESO :


15 : 525 mg per 24 jam, digunakan 7 hari Monitoring ada tidaknya
(PPAM) kenaikan Clcr, pusing, mual dan
- ESO : nephotoksik, ototoksik, muntah
neurotoksik (DIH Ed 17)
Perhitungan dosis : Implementasi : Amikasin pada
- Loading dose : 20mg/kgBB x 35kg : hari pertama digunakan loading
700mg hari pertama dose 700 mg dan maintenance
- Maintenance dose : 15mg/kgBB x 35kg dose 525 mg.
(BB pasien) = 525 mg/hari Rekomendasi :
Terapi pada pasien sudah sesuai
dilanjutkan sampai hari ke-7
Senin/ 17 Feb 2020 Lemas TTV Sucralfate METO

Mual muntah Suhu : 370C -Indikasi : manajemen ulkus duodenum; Monitoring frekuensi mual dan
terapi pemeliharaan untuk ulkus duodenum muntah pada pasien
Nyeri Nadi : 102 (DIH ed 17)
MESO
Tanda infeksi RR : 21 -Mekanisme : Kompleks dengan mengikat
dengan protein bermuatan positif dalam Monitoring efek samping berupa
eksudat, membentuk zat perekat kental konstipasi pusing dan insomnia.
seperti pasta (DIH ed 17). Implementasi :
Terapi -Dosis PO: Anak-anak: 5-10 mL (suspensi digunakan jika perlu
1 g / 10 mL) (DIH ed 17)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 968
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sucralfate PO 3x1 cth -ESO : konstipasi, pusing, insomnia (DIH Rekomendasi :


ed 17)
Paracetamol PO 3x1 cth diminum 30 menit sebelum
(jika pelu) makan dan jika mual dan
muantah
Amikacin 1 x 525 mg
Paracetamol METO :

-Indikasi : sebagai analgesik dan antipiretik Monitoring suhu dan nyeri pada
ringan sampai sedang (dIH ed 17) pasien

-Mekanisme : menghambat sintesis MESO :


prostaglandin dalam sistem saraf pusat dan
menghambat pembentukan impuls perifer; Monitoring kadar bilirubin, data
lab darah, sgot, dan sgpt.
menghasilkan antipyresis dari
penghambatan pusat pengatur panas Rekomendasi :
hipotalamus.
digunakan jika demam
-Dosis : oral 10-15mg/kgBB setiap 4-6 jam
(DIH ed 17). BB pasien 35kg : 350-525 mg

-ESO: meningkatkan kadar bilirubin,


anemia, hepatotoksik (DIH ed 17)

-DRP : Dosis tetlalu tinggi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 969
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Amikasin METO :
- Indikasi: Antibiotika empiris sepsis Monitoring ada tidaknya demam
-Mekanisme Kerja : Menghambat sintesis pada pasien yang ditandai
protein pada bakteri yang rentan dengan dengan peningkatan suhu tubuh,
mengikat ke 30S subunit ribosom(DIH Ed peningkatan kadar leukosit dan
17) tanda infeksi lainnya.
-Dosis lit : IV 15mg/kg BB/hari : 35kg x
15 : 525 mg per 24 jam, digunakan 7 hari MESO :
(PPAM) Monitoring ada tidaknya
- ESO : nephotoksik, ototoksik, kenaikan Clcr, pusing, mual dan
neurotoksik (DIH Ed 17) muntah
Perhitungan dosis :
- Loading dose : 20mg/kgBB x 35kg : Implementasi : Amikasin pada
700mg hari pertama hari pertama digunakan loading
- Maintenance dose : 15mg/kgBB x 35kg dose 700 mg dan maintenance
(BB pasien) = 525 mg/hari dose 525 mg.
Rekomendasi :

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 970
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terapi pada pasien sudah sesuai


dilanjutkan sampai hari ke-7

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 971
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Moderate Cholangitis ec Ca caput
pancreas + HF Stage C FC III + ALO
Non-Cardiogenic + Efusi Pleura +
Pneumonia HAP + DM type II

(19 Februari – 26 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 972
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Moderate Cholangitis ec Ca


caput pancreas + HF Stage C FC III + ALO Non-Cardiogenic +
Efusi Pleura + Pneumonia HAP + DM type II “

di Instalasi Rawat Inap 2 Ruang 17

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA 2 Ruang 17
(19 Februari – 26 Februari 2020)

1. Viergicindy Wahyu H., S. Farm (051913143005)


2. Derian Faridsa , S.Farm (051913143006)
3. Pristia Rakhmawati, S. Farm (051913143018)
4. An Nisa Nur Laila, S. Farm (051913143025)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 973
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Moderate Cholangitis ec Ca


caput pancreas + HF Stage C FC III + ALO Non-Cardiogenic +
Efusi Pleura + Pneumonia HAP + DM type II“

di Instalasi Rawat Inap 2 Ruang 17

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA 2 Ruang 17
(19 Februari – 26 Februari 2020)

1. Viergicindy Wahyu H., S. Farm (051913143005)


2. Derian Faridsa, S.Farm (051913143006)
3. Pristia Rakhmawati, S. Farm (051913143018)
4. An Nisa Nur Laila, S. Farm (051913143025)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis


IRNA 2 Ruang 17 IRNA 2

ACC VIA WA 27/3/2020 ACC VIA WA 27/3/2020

Pusparani Aisyah, S. Farm., Apt Agustinus Santoso, M.Farm.Klin., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 974
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjuan Acute Cholangitis


1.1.1 Definisi
Kolangitis akut ditandai oleh peradangan akut dan infeksi pada sistem
saluran empedu dengan peningkatan jumlah bakteri dan peningkatan tekanan
intraductal yang tinggi (obstruksi billier) yang mendukung kuman akan kembali ke
dalam sirkulasi dan saluran limfe (Balmadrid et al, 2016).

1.1.2 Klasifikasi
Akut kolangitis dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu:
A. Grade I (Kolangitis Akut Ringan)
Kolangitis akut ringan didefinisikan sebagai kolangitis tidak memenuhi kriteria
penilaian tingkat keparahan TG18 untuk tingkat sedang atau kolangitis berat di
bawah ini (CPG) [9]. Umumnya pengobatan awal termasuk antibiotik sudah cukup,
dan kebanyakan pasien tidak memerlukan drainase bilier. Namun, drainase bilier
harus dipertimbangkan jika pasien tidak menanggapi pengobatan awal. EST dan
choledocholithotomy berikutnya dapat dilakukan bersamaan dengan empedu
drainase. Kolangitis pasca operasi biasanya membaik dengan pengobatan antibiotik
saja, dan drainase bilier tidak biasanya diperlukan (CPG) (Tokyo Guideline, 2018).
B. Grade II (Kolangitis Akut Sedang)
Kolangitis akut sedang adalah kolangitis yang tidak parah tetapi membutuhkan
drainase bilier dini. Dalam kriteria penilaian tingkat keparahan TG18, kolangitis
sedang dinilai jika pada Setidaknya dua dari lima kriteria berikut dipenuhi: WBC
≥12.000 atau <4.000, suhu ≥39 ° C, usia ≥75 tahun, bilirubin total ≥5 mg / dl, atau
albumin <(batas bawah normal nilai 9 0,73 g / dl) (CPG). Empedu transhepatik
endoskopi dini atau perkutan drainase diindikasikan. Jika etiologi yang
mendasarinya membutuhkan perawatan, ini harus diberikan setelah pasien umum

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 975
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kondisinya telah membaik (CPG), dan EST dan choledocholithotomy selanjutnya


dapat dilakukan bersama dengan drainase bilier (Tokyo Guideline, 2018).
C. Grade III (Kolangitis Akut Berat)
Kolangitis akut berat adalah kolangitis dengan induksi sepsis kerusakan organ.
Dalam kriteria penilaian tingkat keparahan TG18, kolangitis berat dinilai jika salah
satu dari yang berikut ini kriteria terpenuhi: disfungsi kardiovaskular
(membutuhkan penggunaan dopamin ≥5 lg / kg per menit atau noradrenalin),
neurologis disfungsi (gangguan kesadaran), pernapasan disfungsi (rasio PaO2 /
FiO2 <300), ginjal disfungsi (oliguria atau kreatinin serum> 2,0 mg / dl), disfungsi
hati (PT-INR> 1,5), atau gangguan koagulasi (jumlah trombosit <104 / ll) (CPG).
Karena kondisi pasien dapat memburuk dengan cepat, cepat respons sangat penting
termasuk pernapasan / sirkulasi yang tepat manajemen (intubasi trakea diikuti oleh
buatan ventilasi dan penggunaan agen hipertensi). Endoskopi atau drainase bilier
transhepatik perkutan seharusnya dilakukan sesegera mungkin setelah kondisi
pasien telah ditingkatkan dengan pengobatan awal dan pernapasan manajemen
peredaran darah. Jika perawatan untuk etiologi yang mendasarinya diperlukan, ini
harus diberikan setelah pasien status umum telah membaik (CPG) (Tokyo
Guideline, 2018).

1.1.3 Etiologi
Kolangitis akut terjadi sebagai hasil dari obstruksi saluran bilier dan
pertumbuhan bakteri dalam empedu (infeksi empedu). Kolangitis akut
membutuhkan kehadiran dua factor yaitu obstruksi bilier dan pertumbuhan bakteri
dalam empedu (bakterobilia). Cairan empedu biasanya normal pada individu yang
sehat dengan anatomi bilier yang normal. Bakteri dapat menginfeksi sistem saluran
bilier yang steril melalui ampula vateri (karena adanya batu yang melewati ampula),
sfingterotomi atau pemasangan sten (yang disebut kolangitis asending) atau
bacterial portal, yaitu terjadinya translokasi bakteri melalui sinusoid-sinusoid
hepatik dan celah disse. Bakterobilia tidak dengan sendirinya menyebabkan
kolangitis pada individu yang sehat karena efek bilasan mekanik aliran empedu,
kandungan antibakteri garam empedu, dan produksi IgA. Namun demikian,
obstruksi bilier dapat mengakibatkan kolangitis akut karena berkurangnya aliran

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 976
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

empedu dan produksi IgA, menyebabkan gangguan fungsi sel kupffer dan rusaknya
celah membran sel sehingga menimbulkan refluks kolangiovena. Penyebab paling
sering obstruksi bilier adalah koledokolitiasis, stenosis bilier jinak, striktur
anastomosis empedu, dan stenosis dengan penyakit ganas. Faktor penyebab lainnya
antara lain tumor pancreas, post operatif, kolelitiasis, pankreatitis, dan tumor
kantung empedu (Balmadrid et al, 2016).
Manifestasi klinis dapat dilihat melalui tanda-tanda vital termasuk tekanan
darah, detak jantung, pernapasan laju, suhu, volume urin, saturasi oksigen (SpO2),
dan tingkat kesadaran. Konsultasi harus mencakup riwayat medis terperinci dari
waktu penampilan gejala dan sifatnya. Pasien harus ditanyakan tentang riwayat
medis sebelumnya dan pengobatan rutin mereka. Dalam pemeriksaan fisik, evaluasi
dan pengukuran kondisi kesadaran pasien berjalan tanpa mengatakan, dan ada atau
tidak adanya warna kuning konjungtiva palpebra, lokasi dan tingkat keparahan
kelembutan, dan ada atau tidak ada gejala iritasi peritoneum harus selalu
dikonfirmasi. Kehadiran atau tidak adanya tanda Murphy (kompresi dari kuadran
kanan atas menyebabkan pasien untuk menangkap mereka nafas karena sakit ketika
mengambil nafas panjang), yaitu khusus untuk kolesistitis akut, harus selalu
dikonfirmasi (Tokyo Guideline, 2018).

1.1.4 Patofisiologi
Dalam keadaan normal sistem bilier steril dan aliran cairan empedu tidak
mengalami hambatan sehingga tidak terdapat aliran balik ke sistem bilier.
Kolangitis terjadi akibat adanya stasis atau obstruksi di sistem bilier yang disertai
oleh bakteria yang mengalami multiplikasi. Obstruksi terutama disebabkan oleh
batu common bile duct (CBD), striktur, stenosis, atau tumor, serta manipulasi
endoskopik CBD. Dengan demikian aliran empedu menjadi lambat sehingga
bakteri dapat berkembang biak setelah mengalami migrasi ke sistem bilier melalui
vena porta, sistem limfatik porta ataupun langsung dari duodenum.3,4 Oleh karena
itu akan terjadi infeksi secara ascenden menuju duktus hepatikus, yang pada
akhirnya akan menyebabkan tekanan intrabilier yang tinggi dan melampaui batas
250 mmH20. Oleh karena itu akan terdapat aliran balik empedu yang berakibat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 977
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

terjadinya infeksi pada kanalikuli biliaris, vena hepatika dan limfatik perihepatik,
sehingga akan terjadi bakteriemia yang bisa berlanjut menjadi sepsis (25-40%). Apa
bila pada keadaan tersebut disertai dengan pembentukan pus maka terjadilah
kolangitis supuratif (Balamadrid et al, 2016).

1.1.5 Manajemen Terapi


Pada semua pasien kolangitis akut, hidrasi agresif harus diberikan segera
setelah akses vena didapatkan untuk koreksi kekurangan volume/dehidrasi dan
menormalkan tekanan darah. Terapi kolangitis akut terdiri dari pemberian
antibiotik dan drainase bilier. Beratnya kolangitis akut menetukan perlu tidaknya
pasien dirawat di rumah sakit. Bila klinis penyakitnya ringan, dapat berobat jalan,
teruma jika kolangitis akut ringan yang kambuh/berulang (misalnya pada pasien
dengan batu intrahepatik). Namun demikian umumnya dokter menyarankan
perawatan rumah sakit pada kasus kolangitis akut. Kolangitis ringan sampai sedang
dapat ditatalaksana di ruangan umum, akan tetapi pada kolangitis berat sebaiknya
dirawat di ICU (Intensive Care Unit) (Kimura Y, 2007).
A. Terapi Antibiotik
Terapi antibiotik intravena harus diberikan sesegera mungkin. Pedoman
pemberian antibiotik sebaiknya berdasarkan pola infeksi spesifik dan resistensi
lokal rumah sakit. Beberapa panduan menyarankan pada kolangitis akut ringan
sebaiknya pemberian jangka pendek 2-3 hari dengan sefalosporin generasi pertama
atau kedua, penisilin dan penghambat β laktam. Sedangkan kolangitis sedang
sampai berat sebaiknya pemberian antibiotik minimal 5-7 hari dengan sefalosporin
generasi ketiga atau keempat, non baktam dengan atau tanpa metronidazol untuk
kuman anaerob, atau karbapenem. Rekomendasi lain menyarankan regimen berikut
pada pasien kolangitis akut ringan sampai sedang atau community acquired:
(misalnya Ampisilin sulbactam iv 3 gram setiap 6 jam, atau ertepenem 1gram sekali
sehari, atau ampisilin iv 2 gram setiap 6 jam plus gentamicin iv 1.7 mg/kgbb setiap
8 jam atau golongan fluorokuinolon (misalnya siprofloksasin iv 400 mg setiap 12
jam, levofloksasin iv 500 mg sekali sehari, atau moxiflokasain iv atau oral 400 mg
sekali sehari) ditambah metronidazol iv 500mg setiap 6-8 jam untuk bakteri

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 978
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

anaerob. Untuk pasien kolangitis akut berat atau nosokomial (hospital acquired),
direkomendasikan pemberian antibiotik sebagai berikut: piparisilin-tazobaktam
(3.375 gr iv stiap 6 jamatau 4.5 gr iv setiap 8 jam), stau 3.1 gr iv tikarsilin-klavulanat
setiap 6 jam, atau tigesilin (100 mg iv bolus, diteruskan 50 mg iv sekali sehari) atau
sefalosporin generasi ketiga (misalnya seftriakson 1-2 gr sekali sehari atau cefepim
1-2 gr setiap 12 jam) dengan metronidazol iv 500 mg setiap 6-8 jam untuk bakteri
anaerob (Tokyo Guideline, 2018).

Gambar 1.1 : Antibiotik rekomendasi untuk mengatasi akut kolangitis


(Tokyo Guideline, 2018).

Pada pasien yang resiko tinggi terkena pathogen resistensi antibiotik dapat
diberikan imipenem iv 500 mg setiap 6 jam, meropenem iv 1 gr setiap 8 jam atau
doripenem iv 500 mg setiap 8 jam. Pengecualian terdapat pada semua panduan,
misalnya sefalosporin generasi pertama tidak mencakup infeksi enterococcus spp.
Walaupun cefazolin disetujui untuk terapi kolangitis akut. Karena itu pemilihan
terapi antibiotik sebaiknya berdasarkan sejumlah faktor meliputi sensitivitas
antibiotik, beratnya penyakit, adanya disfungsi ginjal atau hati, riwayat pemakaian
antibiotik sebelumnya, pola resistensi kuman lokal dan penetrasi bilier dari

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 979
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

antibiotik. Pilihan antibiotik harus disesuaikan dengan hasil kultur darah dan cairan
empedu begitu diperoleh, namun pemberian antibotik tidak boleh
terhambat/tertunda karena menunggu hasil kultur. Pada akhirnya yang lebih penting
dari pemilihan terapi antibiotik adalah drainase bilier efektif, karena adanya
obstruksi menghambat ekskresi bilier antibiotik. Pada suatu studi, dimana pasien
mendapat satu antibiotik (ceftazime, cefoperazone, imipenem, netilmisin atau
siprofloksasin), hanya siproflokasasin diekskresi kedalam sistem bilier yang
obstruksi dan hanya 20% dari konsentrasi serum (Tokyo Guideline, 2013).
B. Drainase bilier
Drainase bilier biasanya diperlukan pada pasien kolangitis akut untuk
menghilangkan sumber infeksi dan juga karena obstruksi dapat menurunkan
ekskresi bilier antibiotik. Beratnya penyakit menetukan dan menegaskan saatnya
untuk dilakukan drainase. Drainase dapat dilakukan secara elektif pada pasien
kolangitis akut ringan, dalam 24-28 jam pada pasien kolangitis sedang, dan segera
(dalam beberapa jam) pada pasien kolangitis berat karena tidak akan merespon
dengan pemberian antibiotik saja. Beratnya kolangitis ditentukan oleh respon klinik
terhadap terapi medical sebagaimana diuraikan dalam TG13, sehingga
penggolangan derajat beratnya penyakit kolangitis akut menuntut observasi untuk
mengetahui pasien-pasien mana akan respons baik terhadap terapi. Pada suatu studi
didapatkaan bahwa sekitar 80% pasien kolangitis akut merespon terhadap terapi
medical saja dan resolusi infeksi. Namun semua pasien tersebut akhirnya
memerlukan tindakan pembersihan saluran bilier untuk mencegah kekambuhan
kolangitis (Tokyo Guidline, 2013).

1.2 Tinjauan Gagal Jantung


1.2.1 Definisi
Heart Failure (HF) adalah sindrom klinis progresif yang disebabkan oleh
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. HF dapat dihasilkan dari kelainan yang mengurangi
pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan / atau miokard kontraktilitas (disfungsi
sistolik). Etiologi dari HF dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu disfungsi diastolic

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 980
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dan disfungsi sistolik. Disfungsi diastolic dapat disebabkan oleh pembatasan


pengisian ventrikel yang meliputi peningkatan kekakuan ventrikel, hipertrofi
ventrikel, penyakit miokard infiltratif, iskemia miokard dan MI, stenosis katup
mitral atau tricuspid Selain itu, disfungsi diastolic juga dapat disebabkan oleh
penyakit pericardial seperti perikarditis dan tamponade perikardial. Sedangkan
disfungsi sistolik disebabkan oleh penurunan kontraktilitas seperti berkurangnya
massa otot karena iinfark miokard [MI], kardiomiopati dilatasi, dan hipertrofi
ventrikel. Hipertrofi ventrikel dapat disebabkan oleh tekanan berlebih (hipertensi
sistemik atau paru dan stenosis katup aorta atau pulmonal) atau volume berlebih
(regurgitasi katup, pirau, keadaan keluaran tinggi) (Dipiro, 2015).

1.2.2 Klasifikasi Gagal Jantung


Berdasarkan klasifikasi dari ACCF (American College of Cardiology
Foundation)/AHA (American Heart Association) dan NYHA (New York Heart
Association), klasifikasi dibedakan menjadi beberapa tingkat sesuai dengan derajat
keparahan dan kemampuan fungsional jantung. Klasifikasi tersebut meliputi:
Tabel 1.1 Tabel klasifikasi gagal jantung (Geraci et al, 2013)

ACCF/AHA Stages of HF NHYA Functional Classification


Risiko tinggi untuk HF namun
A tidak ada kerusakan struktur -
jantung atau symptom HF.
Adanya kerusakan struktur Tidak ada pembatasan aktivitas
B jantung namun tanpa adanya I fisik. Aktivitas fisik biasa tidak
symptom HF. menyebabkan symptom HF.
Adanya kerusakan struktur Tidak ada pembatasan aktivitas
jantung namun tanpa adanya I fisik. Aktivitas fisik biasa tidak
symptom HF. menyebabkan symptom HF.
Sedikit pembatasan aktivitas
fisik. Aktivitas fisik biasa
II menimbulkan symptom HF,
C lebih nyaman pada kondisi
istirahat.
Adanya pembatasan aktivitas
fisik. Aktivitas biasa
III menimbulkan symptom HF,
lebih nyaman pada kondisi
istirahat.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 981
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tidak mampu untuk melakukan


aktivitas fisik tanpa adanya
IV
symptom HF, atau symptom
timbul pada kondisi istirahat.
Tidak mampu untuk melakukan
HF yang memerlukan aktivitas fisik tanpa adanya
D IV
penanganan khusus. symptom HF, atau symptom
timbul pada kondisi istirahat.

1.2.3 Patofisiologi
Ketika fungsi jantung berkurang akibat cedera miokard, jantung melakukan
mekanisme kompensasi berupa takikardia yang berefek pada peningkatan
kontraktilitas melalui aktivasi sistem saraf simpatis, mekanisme Frank-Starling
yang meningkatkan preload dan meningkatkan volume stroke, vasokonstriksi, dan
hipertrofi ventrikel dan remodeling. Meskipun mekanisme kompensasi ini awalnya
dipertahankan fungsi jantung, namun lama kelamaan jantung tidak dapat
mempertahan kondisi kompensasi hingga timbul gejala HF pada pasien yang sudah
tidak mampu bertahan pada kondisi kompensasi.
Dalam model neurohormonal HF, kejadian awal (misalnya, MI akut)
mengarah ke penurunan curah jantung sehingga mengarah menjadi penyakit
sistemik yang perkembangan dimediasi sebagian besar oleh neurohormon dan
faktor autokrin / parakrin. Zat-zat ini termasuk angiotensin II, norepinefrin,
aldosteron, natriuretic peptida, vasopresin arginin, peptida endotelin, dan biomarker
sirkulasi lainnya (misalnya, protein C-reaktif).
Faktor pencetus umum yang dapat menyebabkan pasien gagal jantung yang
sebelumnya dikompensasi untuk dekompensasi termasuk iskemia miokard dan MI,
fibrilasi atrium, paru infeksi, ketidakpatuhan terhadap diet atau terapi obat, dan
pengobatan yang tidak sesuai menggunakan. Obat dapat memperbaiki atau
memperburuk gagal jantung karena inotropik negatifnya properti kardiotoksik, atau
natrium dan meningkatkan retensi air (DiPiro, 2015; Sweetman, 2014)

1.2.4 Manajemen Terapi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 982
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pada terapi yang digunakan untuk menangani gagal jantung, ada beberapa obat
yang biasa digunakan seperti diuretic, ARB, ACE inhibitor, beta-blocker, ARA
(aldosterone receptor antagonis). Obat yang digunakan disesuaikan dengan
keparahan penyakit dan faktor lain yang memengaruhi HF serta penyakit lain yang
menyertai pasien. Rekomendasi berdasarkan guideline dari ACCF/AHA terlampir
seperti di bawah ini.

Gambar 1.2 Rekomendasi pengobatan pasien HF dengan klasifikasi HF Stage C


(Geraci et al, 2013)

Diuretik bekerja dengan menghambat reabsorpsi sodium atau klorida pada sisi
spesifik pada renal tubulus. Loop diuretic lebih sering digunakan pada pasien HF,
untuk golongan thiazide digunakan apabila pasien HF juga memiliki hipertensi dan
retensi cairan yang cukup parah karena adanya penggunaan obat antihipertensi.
Penggunaan diuretic harus diresepkan pada semua pasien yang memiliki riwayat
retensi cairan. Penggunaan diuretic bisa dikombinasi dengan ACE inhibitor, beta
blocker, atau antagonis aldosterone. Penggunaan ACE inhibitor dapat digunakan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 983
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pada pasien dengan symptom HF ringan, sedang, atau berat. Penggunaan ARB
diberikan pada pasien yang intoleran pada ACE inhibitor seperti efek batuk, atau
pasien sudah menggunakan ARB dalam waktu cukup lama karena penyakit
penyerta seperti hipertensi (Geraci et al, 2013).

1.3 Tinjuan Pneumonia HAP


1.3.1 Definisi dan Etiologi
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (PDPI,2003).
Hospital Acquired Pneumonia (HAP atau Pneumonia Nosokomial) adalah
pneumonia yang terjadi 72 jam atau lebih setelah perawatan di rumah sakit
(Guideline by the Infectious Diseases Society of America and te American Thoracic
Society, 2017).

1.3.2 Klasifikasi
Pneumonia terbagi menjadi tiga macam yaitu Hospital-acquired
Pneumonia, Ventilator-associated Pneumonia, dan Community-acquired
Pneumoia, bergantung pada asal penyakit.
A. Community-acquired Pneumonia
Pneumonia yang berkembang di luar rumah sakit atau didiagnosa 48 jam
setelah masuk rumah sakit pada pasien yang tidak tinggal dalam perawatan jangka
panjang selama 14 hari atau lebih sebelum onset gejala. Berbagai patogen yang
cenderung dijumpai pada faktor resiko tertentu misalnya H. influenza pada pasien
perokok, patogen atipikal pada pasien lansia, Gram negatif pada pasien dari rumah
jompo. Patogen pneumonia komunitas rawat inap diluar ICU 20-70% tidak
diketahui penyebabnya. S. Pneumoniae dijumpai pada 20-60%, H. Influenzae
dijumpai sekitar 3-10%. Patogen pada pneumonia komunitas di ICU sebanyak 10%,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 984
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

50-60% tidak diketahui penyebabnya, sekitar 33% disebabkan S. Pneumoniae


(Sudoyo et al., 2007).
B. Hospital-acquired Pneumonia (Pneumonia Nosokomial)
pneumonia yang terjadi 72 jam atau lebih setelah perawatan di rumah sakit,
yang tidak sedang mengalami inkubasi suatu infeksi saat masuk rumah sakit.
Pneumonia yang berhubungan dengan ventilator berkembang pada pasien-pasien
dengan ventilasi mekanik lebih dari 72 jam setelah inkubasi (Tierney. et al., 2002).
Bakteri penyebab HAP yang terbesar adalah bakteri anaerob (35% dari penyebab
infeksi HAP). Sisanya adalah Pseudomonas aeruginosa (17%), Staphylococcus
(16%), dan Enterobacter (11%). Sedangkan yang lainnya adalah virus influenza
(5%), dan spesies candida (5%). Hospital Acquired Pneumonia (HAP) yang
disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi (PDPI, 2003).

1.3.3 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif
sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-
akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negative (PDPI, 2003). Menurut ATS/IDSA 2007, Hospitally Aquired
Pnumonia banyak disebabkan oleh bakteri gram negatif (Klebsiella pneumonia,
Acinetobacter baumanii dan Pseudomonas aeruginosa) dan dapat pula bakteri
positif (Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus) yang didapat dari
pemeriksaan dahak (Fishman, 2008).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 985
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.3 : Bakteri penyebab pneumonia

1.3.4 Patofisiologi
Pneumonia disebabkan oleh masuknya partikel kecil pada saluran napas
bagian bawah. Masuknya partikel tersebut dapat menyebabkan kerusakan paruparu
karena mengandung agen penyebab infeksi. Infeksi dapat disebarkan melalui udara
ketika agen masih aktif dan kemudian masuk ke jaringan tempat partikel tersebut
dapat menyebabkan infeksi. Jika partikel mempunyai ukuran yang sangat kecil saat
terhirup, maka partikel akan mudah masuk ke jalan napas dan alveolus. Rehidrasi
dapat menyebabkan bertambahnya ukuran partikel, sehingga dapat menghambat
pernapasan. Infeksi saluran pernapasan juga bisa disebabkan oleh bakteri yang
berada di dalam darah dari daerah lain di tubuh menyebar ke paruparu. Patogen
umumya dikeluarkan melalui batuk yang kemudian ditangkap oleh sistem
kekebalan tubuh. Jika terlalu banyak mikroorganisme yang lolos dari sistem
kekebalan tubuh maka terjadi aktivasi imun dan infiltrasi sel dalam sistem
kekebalan tubuh. Sel tersebut menyebabkan rusaknya selaput lendir di dalam bronki
dan selaput alveolokapiler sehingga terjadi infeksi (Syamsudin and Keban, 2013).

1.3.5 Manajemen Terapi


Penatalaksanaan terapi pneumonia yang disebabkan bakteri sama seperti
infeksi pada umumnya yaitu dengan memberikan antibiotik yang dimulai secara
empiris dengan antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil hasil kultur.
Setelah bakteri penyebab diketahui pemberian antibiotik diubah menjadi antibiotik
spektrum sempit sesuai bakteri penyebab. Untuk kasus pneumonia HAP pemilihan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 986
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

antibiotik diperlukan kejelian, karena sangat dipengaruhi pola resistensi antibiotik


di rumah sakit (Depkes RI, 2005).

Gambar 1.4 : Tata Laksana Terapi Pneumonia HAP (PDPI, 2013)

Gambar 1.5 : Tata Laksana Terapi Pneumonia HAP


(PPAM RSSA 2 nd ed, 2017)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 987
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.6 : Rekomendasi Antibiotik Terapi Pneumonia HAP (Clinical Practice


Guideline by the Infectious Disease Society of America and the American
Thoracic Society, 2016)

1.4 Tinjauan Acute Lung Odema


1.4.1 Definisi dan Etiologi
Edema paru didefinisikan sebagai akumulasi cairan yang berlebih dalam
ruang interstitial dan alveoli paru. Edama paru berdasarkan penyebabnya dibedakan
menjadi kardiogenik (juga disebut edema hidrostatik atau hemodinamik) dan non-
kardiogenik (juga dikenal sebagai increased-permeabilty pulmonary edema, acute
lung injury atau acute respiratory distress syndrome). Edema paru kardiogenik
disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrosatik kapiler paru yang dapat terjadi
akibat kegagalan ventrikel kiri, infark miokard, penyakit katup aorta atau mitral,
kardiomiopati dan lain sebagainya, sedangakn edema paru non-kardiogenik
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 988
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler paru akibat adanya sepsis,


pneumonia, atau infeksi lainnya (Ware et al., 2005)

Gambar 1.7: Etiologi Edema Paru Kardiogenik dan Edema Paru Non-
Kardiogenik (David Sprigings dan John B.Chambers, 2017).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 989
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.4.2 Patofisiologi
Pada kondisi paru-paru normal, cairan dan zat terlarut yang terfiltrasi dari
sirkulasi sistemik menuju ruang interstitial alveolar normalnya tidak akan
memasuki alveolus karena sel epitel alveolus tersusun sangat rapat. Begitu cairan
memasuki ruang interstitial alevolar, cairan tersebut akan bergerak secara
proksimal menuju ruang peribronkovaskular. Kemudian, limfatik akan
mengeuarkan sebagian besar cairan tersebut dari interstitium dan
mengembalikannya ke sirkulasi sistemik. Cairan tersbut bergerak secar terus-
menerus keluar masuk secara konstan dari sistem vaskular menju ruang insterstitial
dan sebaliknya sesuai dengan keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan osmotik
serta permeabiltas membran kapiler (Lorraine B.Ware dan Michael A. Matthay,
M.D, 2005).
Peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler paru yang menyebabkan
peningkatan filtrasi cairan transvaskular adalah ciri khas dari edema kardiogenik
akut. Peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler paru biasa disebabkan oleh
adanya peningkatan tekanan end-diastolic ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri.
Selanjutnya apabila tekanan interstitial paru melebihi tekanan pleura, maka cairan
akan bergerak melintasi pleura visceral. Karena permeabilitas endotel kapiler tetap
normal, maka cairan edema yang meninggalkan sirkulasi sistemik memiliki
kandungan protein yang rendah (Lorraine B.Ware dan Michael A. Matthay, M.D,
2005).
Berbeda dengan edema paru kardiogenik, edem paru non-kardiogenik
terjadi ketika permeabilitas membran mikrovaskular meningkat karena cedera paru
secara langsung maupun tidak langsung (termasuk acute respiratory distress
syndrome), yang mengakibatkan peningkatan jumlah cairan dan protein yang
meninggalkan ruang vaskular. Edema paru non-kardiogenik memiliki kandungan
protein yang tinggi karena membran mikrovaskuler menjadi lebih permeabel akibat
adanya penurunan kapasistas untuk membatasi pergerakan keluar molekul besar,
seperti protein plasma. Tingkat flooding alveolar bergantung pada luasnya edema
interstitial, ada atau tidaknya cedara pada epitel alveolar, dan kapasistas epeitel

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 990
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

alveolar untuk secara aktif mengeluarkan cairan edema alveolar (Lorraine B.Ware
dan Michael A. Matthay, M.D, 2005).

Gambar 1.8 : Fisiologi Pertukaran Cairan Mikrovaskular di Paru-Paru (Lorraine


B.Ware dan Michael A. Matthay, M.D, 2005).

1.4.3 Manajemen Terapi


Sebagian besar pasien dengan akut edema paru akan didiagnosa noninvasif,
dan pengobatan dapat dilakukan seiring dengan langkah-langkah diagnostik yang
diambil. Misalnya, jika edam paru disebabkan oleh adanya infeksi, maka terapi
antibiotik harus segara dimulai. Pemilihan antibiotik dilakukan berdasarkan
mikrobiologi lokal dan resistensi antibiotik. Apabila edam paru diakibatkan oleh
selain penyakit infeksi, maka ditangani dengan pengobatan yang sesuai dengan
penyebab yang mendasarinya, seperti apabila disebabkan karena kegagalan fungsi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 991
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ventrikel kiri atau penyakit jantung lainnya maka pengobatan mengikuti


tatalaksanan pengobatan gagal jantung (Lorraine B.Ware dan Michael A. Matthay,
M.D, 2005).

Gambar 1.9 : Terapi Pengobatan Acute Lung Odema (David Sprigings


dan John B.Chambers, 2017).

1.5 Tinjauan Efusi Pleura


1.5.1 Defisini
Efusi pleura merupakan gangguan kesehatan yang ditandai dengan adanya
penumpukan cairan berlebih pada rongga pleura. Rongga pleura didefinisikan
sebagai ruang diantara pleura viseral (lapisan yang menutupi paru-paru) dan pleura
parietal (lapisan yang menutupi dinding dada, diafragma, dan mediastinum). Pada
umumnya, diperkirakan sekitar 0,26 ml cairan/kgBB terkandung dalam setiap
rongga pleura (Richard Light dan David Feller-Kopman, 2018).
Cairan pleura diproduksi dan diabsorbsi terutama pada permukaan parietal dan
bergantung pada keseimbangan perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik antara
pleura viseral dan pleura parietal serta ruang pleura. Kemudian pembuluh limfatik
yang berada di pleura parietal bertanggaung jawab atas reabsorbsi cairan pleura
yang berlebih pada rongga pleura. Dengan demikian, efusi yang signifikan secara
klinis akan terlihat ketika produksi cairan melebihi kemampuan pembuluh limfatik
unutk menyerap cairan, karena produksi tinggi, berkurangnya resorpsi atau
kombinasi dari faktor berikut (Richard Light dan David Feller-Kopman, 2018).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 992
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.5.2 Klasifikasi Efusi Pleura


Efusi pleura terbagi menjadi dua macam yaitu efusi pleura eksudatif dan efusi
pleura transudatif, bergantung pada penyebab dan profil kimia cairan efusi. Salah
satu cara yang digunakan untuk membedakan antara efusi eksudatif dan efusi
transudatif ialah berdasarkan kriteria Light. Menurut kriteria Light, seorang pasien
dianggap memiliki efusi eksudatif apabila salah satu dari kriteria Light terpenuhi
(Richard Light dan David Feller-Kopman, 2018).

Tabel I.2: Analisa Cairan Pleura berdasarkan Kriteria Light


(Richard Light dan David Feller-Kopman, 2018)
Parameter Transudat Eksudat
Kadar protein
Kadar protein dalam efusi (g/dL) <3 >3
Rasio protein T-E/plasma <0,5 >0,5
Kadar LDH
Kadar LDH dalam efusi (IU) <200 >200
Rasio LDH T-E/plasma <0,6 >0,6
Berat jenis cairan efusi <1,016 >1,016
Rivalta Negatif Positif

Efusi pleura eksudatif biasa disebut dengan efusi parapneumonic, berkaitan


dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Efusi eksudatif biasa disebabkan karena
pneumonia sebagai penyakit yang mendasari. Sedangkan efusi transudatif terjadi
karena peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan tekanan onkotik, dan tekanan
negatif intra pleura yang meningkat. Biasa disebabkan karena gagal jantung
kongestif, sirosis, dan sindrom nefrotik (Richard Light dan David Feller-Kopman,
2018).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 993
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.10 : Etiologi efusi transudat dan efusi eksudat (Richard Light dan
David Feller-Kopman, 2018).

1.5.3 Patofisiologi
Dalam rongga pleura normal, cairan masuk dan keluar dengan jumlah yang
sama (0,1 - 0,3 ml/kgBB) secara konsisten. Pertukaran cairan mikrovaskular dan
zat terlarut dalam proses pembentukan cairan pleura diatur oleh keseimbangan
antara tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik, serta permeabilitas membran.
Cairan pleura berasal dari pembuluh darah permukaan pleura parietal dan diserap
kembali oleh pembuluh limfatik pada permukaan diafragma dan mediastinum
pleura parietal. Karena tekanan hidrostatik lebih tinggi pada pleura parietal

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 994
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dibandingkan pleura viceral dan tekanan onkotik setara, maka cairan pleura
dihasilkan terutamaa dari pleura parietal.

Gambar 1.11: Proses terbentuknya cairan pleura berdasarkan keseimbangan


tekanan hidrosatik dan onkotik (Richard Light dan David Feller-Kopman, 2018).

Akumulasi cairan pleura yang berlebih di dalam rongga pleura


menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara produksi dan penyerapan cairan
pleura. Apabila efusi terjadi disebabkan oleh mekanisme yang mengarah pada
peningkatan permeabilitas mesothelial dan kapiler atau gangguan drainase limfatik,
maka efusi yang terbentuk tergolong dalam efusi eksudat, sedangkan meknisme
terbentuknya efusi yang mengarah pada ketidakseimbangan tekanan hidrosataik
dan onkotik sering kali menimbulkan efusi transudat (Textbook of Pleural Diseases
3rd Edition, 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 995
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Efusi eksudat yang timbul karena permeabilitas pembuluh darah kapiler


meningkat secara lokal disebabkan oleh adanya aktivasi proses imun seperti migrasi
neutrofil. Sitokin proinflamasi seperti interleukin (IL)-6, IL-8, dan tumor nekrosis
faktor alfa (TNF-α) menghasilkan perubahan dalam bentuk anatomi sel mesothelial
pleura yang menciptakan “celah” antar sel, yang selanjutnya meningkatkan
permeabilitas dan memungkinkan akumulasi cairan tambahan (Textbook of Pleural
Diseases 3rd Edition, 2016).

1.5.4 Manajemen Terapi


Tatalaksana pengobatan efusi parapneumonic (eksudatif) adalah pemilihan
antibiotik yang tepat berdasarkan mikrobiologi lokal dan resistensi antibiotik.
Pasien dengan pneumonia HAP cenderung terinfeksi bakteri spesies streptococcus
dan anaerob, sedangkan pasien dengan infeksi pneumonia HAP lebih sering
disebebkan karena bakteri staphylococcus yang resisten metilcilin dan bakteri gram
negatif seperti enterobacter. Berbeda dengan efusi eksudatif, efusi transudatif
ditangani dengan pengobatan yang sesuai dengan penyebab yang mendasarinya,
seperti apabila disebabkan karena gagal jantung maka pengobatan efusi mengikuti
tatalaksanan pengobatan gagal jantung dibantu dengan adanya tindakan aspirasi
cairan efusi jika diperlukan (Richard Light dan David Feller-Kopman, 2018).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 996
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.12 : Manajemen Terapi Efusi Eksudatif (parapneumonic) (Richard


Light dan David Feller-Kopman, 2018).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 997
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II

PROFIL PASIEN

2.1 Profil pasien


Nama/ Jenis kelamin : Tn. Y
Umur/ BB/ TB : 62 th/ 70 kg/ 151 cm
Alamat : Malang
MRS/KRS : 11-02-2020
Status pasien : JKN
Dokter : Dr. Setyo, Sp. BKBD
Farmasis : Pusparani Aisyah, S.Farm., Apt.
Alergi : Udang
Keluhan utama : Nyeri perut kanan atas dan sesak nafas
Riwayat penyakit saat ini Nyeri perut kanan atas, demam, ikterus,
:
mual, muntah, dan diabeitc foot
Riwayat kesehatan : Diabetes tipe II
Riwayat pengobatan Omeprazole, ondansetron, levemir,
novorapid, candesartan, spironolakton,
: risperidone, alprazolam, clobazam,
neuropam, tramadol, allupurinol,
amoxiclav, vitamin K, calcetin
Diagnosa awal Moderate cholangitis + HF stage C FC III
:
+ ALO + Efusi pleura + Pneumonia HAP
Diagnosa akhir Moderate cholangitis ec Ca caput pancreas
+ HF stage C FC III + ALO non-
:
cardiogenic + Efusi pleura sinistra +
Pneumonia HAP

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 998
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2 Data klinis pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Nilai Tanggal pemeriksaan
Parameter
normal 12/2 13/2 14/2 15/2 16/2 17/2 18/2 19/2 20/2 21/2
Suhu (oC) 36-37 36 36,2 36,6 36,4 36,4 36,2 36,7 36 36,5 36,4
Nadi
80-85 90 90 88 88 84 84 80 80 84 92
(x/menit)
RR
20 20 22 22 20 20 20 20 20 22 25
(x/menit)
Tekanan 130/ 120/ 120/ 120/ 120/ 120/ 150/ 140/ 130/ 130/
120/80
darah 80 80 80 80 80 80 70 80 90 70

Nilai Tanggal pemeriksaan


Parameter
normal 22/2 23/2 24/2 25/2
Suhu (oC) 36-37 36 36,4 36,4 36,6
Nadi
80-85 88 84 82 80
(x/menit)
RR
20 20 22 20 20
(x/menit)
Tekanan 130/ 130/ 120/ 120/
120/80
darah 80 80 70 80

Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien


Tanggal pemeriksaan
Parameter
12/2 13/2 14/2 15/2 16/2 17/2 18/2 19/2 20/2 21/2
Bengkak + + + + + + + + + +
Sesak nafas + + + + + + + + + +
Batuk berdahak + + - - - - - - - -
Nyeri dada + + + + -
Nyeri diabetic foot + + + + + + + + + +

Tanggal pemeriksaan
Parameter
22/2 23/2 24/2 25/2
Bengkak + + + +
Sesak nafas + +↓ +↓ +↓
Batuk berdahak + + +↓ +↓
Nyeri dada - - - -
Nyeri diabetic foot - - - -

2.3 Data laboratorium pasien


Tabel 2.3 Tabel data laboratorium pasien
PARAMETER NORMALVALUE 12/2 17/2 21/2 22/2
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 12,8 12,2 14,2
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 4,9 4,59 5,32
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 10 / µL
3
17,99 12,10 12,97
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 38,3 37,6 44,10
Trombosit (PLT) 142 – 424 103/ µL 143 283 212

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 999
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

MCV 0-30 mm/hr 78,2 81,9 82,9


MCH 0,5- 2,20% 26,1 26,6 26,7
MCHC 80 – 93 FL 33,4 32,4 32,2
RDW 27 - 31 Pg 22 22,2 23,3
PDW 32 – 36 g/dL 13,3 16
MPV 11,5 – 14,5 % 11,2 10,6
P-LCR 9-13 33,5 33,3
PCT 7,2 – 11,1 0,32 0,22
NRBC Absolut 15,0 – 25,0 0,00 0,01
NRBC Percent 0,150 – 0,400 0,0 0,1
HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 1,3 3,4 3,1
Basofil 0–1 0,2 0,4 0,5
Neutrofil 51 – 67 83,2 77,5 69,3
Limfosit 25 – 33 9,9 13,7 21,8
Monosit 2-5 5,4 5,0 5,3
Eosinofil Absolut 0,23 0,41 0,40
Basofil Absolut 0,04 0,05 0,07
Neutrofil Absolut 14,97 9,38 8,98
Limfosit Absolut 1,78 1,66 2,83
Monosit Absolut 0,16 – 1 0,97 0,60 0,69
Immature Granulosit (%) 0,8 0,5 0,3
Immature Granulosit 0,15 0,06 0,04
FAAL HEMOSTATIS
PPT
Pasien 9,4-11,3 detik 15,10
Kontrol 10.9
INR <1,5 detik 1,49
APPT
Pasien 24,6-30,6 detik 32
Kontrol 24,9
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glucose (POCT) mg/dL 85 85 64
Glucose Random <200 mg/dL 124
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 23.5
Kreatinin 0,7-1,5 mg/dl 1,19
eGFR ml/menit 65,075
FAAL HATI
SGOT/AST 0-32 U/l 37

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1000
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

SGPT/ALT 0-33 U/l 13


Albumin 3,5-5,5 g/dl 2,38 2,52 2,97
Bilirubin total < 1,0 mg/dl 2,66
Bilirubin direct < 0,25 mg/dl 1,73
Bilirubin indirect < 0,75 mg/dl 0,93
ELEKTROLIT
Natrium/Na 136-145 mg/dl 133 139
Potasium/K 3,5-5,0 mg/dl 4,18 3,61
Klorida/Cl 98-106 mg/dl 107 111
BGA
Suhu 37℃
Hb 13,8 g/dL
pH 7,35-7,45 7,38
pCO2 35-45 27,1
pO2 80-100 96,3
HCO3 21-28 16,1
O2 saturated >95% 97,5
Base excase (-)3-(+)3 -9,2
IMUNOSEROLOGI
Ca 19/9 <27 /µL 110,70
TES LAIN
Amilase 13-53/UI 36
Lipase 13-60/UI 53

2.4 Profil terapi pasien


Tabel 2.4 Tabel profil terapi pasien
Tanggal (Bulan: )
Rut
Obat Dosis 12/ 13/ 14/ 15/ 16/ 17/ 18/ 19/ 20/ 21/ 22/ 23/ 24/ 25/
e
02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02
NS 0,9%
: IV 1500
v v // // // // // // // // // // // //
Aminoflui FD cc
d (1: 1)
NS 0,9%
: IV 1500
v v v v // // // // // // // //
Aminoflui FD cc
d (1:2)
IV 500
NS 0,9% v v v v v v v
FD cc
3 dd
Metamizol IV v v v v v v v v v v v v // //
1g

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1001
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2 dd
Ranitidin IV 50m v v v v v v v v v v v v // //
g
3 dd
Vitamin K IV 1 v v v // // // // // // // // // // //
amp
3 dd
Kalnex IV 500 v v v // // // // // // // // // // //
mg
Ampicillin
3 dd
Sulbacta IV v v v v v v v // // // // // // //
1,5g
m
IV 3 dd
Metronida
500 v v v v v v v v v v // // // //
zole
mg
3 dd
Metoclo
IV 10 v v v v v // // // // // // //
pramide
mg
PO 10m
Fluoxetin v v v v v v v v v v
g-0-0
Lora PO 0-0-
v v v v v v v v v v
zepam 1mg
Cande PO 0-0-
v v v v v v v v
sartan 8mg
PO 0-
Spirono
25m v v v v v v v v
lakton
g-0
IV 20m
Furo g-0-
v v // // // // // //
semide 20m
g
Furo 40m
PO v // // // // //
semide g-0-0
Furo 20m
IV v v v // //
semide g-0-0
1 dd
Levo
IV 750 v v v v v v v v
floxacin
mg
3 dd
NAC PO 200 v v v v v v v v
mg
Combiven Neb /8ja
v v v v v v v //
t ul m

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1002
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5 Drug related problem pasien


DRP Permasalahan Rekomendasi
Pemantauan gula darah atau penggantian
Efek Samping Obat Levofloxacin: Hipoglikemia
antibiotik golongan cefalosporin generasi III
Obat terapi DM Pemantauan nilai gula darah
Obat tidak diberikan
Kadar albumin < 2.5 Transfusi albumin

Obat tidak sesuai Asam traneksamat Pemantauan resiko bleeding


indikasi Metronidazole Dapat dihentikan
Spironolakton + ARB:
Pemantauan kadar serum elektrolit (Na, K)
Interaksi obat Hiperkalemia
Furosemid + NSAID:
Pemantauan nilai GFR, ureu/creatinin
Nefrotoksik
Pemantauan nilai albumin dan dilakukan
Polifarmasi Resiko toksisitas
PKOD

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1003
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien Tn. Y, laki-laki berusia 62 th merupakan pasien


rujukan dari RSUD Kanjuruhan dengan diagnosis moderate cholangitis. Saat tiba
di IGD RS. Saiful Anwar pada tanggal 12/02/2020, pasien dalam kondisi sadar
dengan keluhan utama nyeri perut bagian kanan atas dan sesak nafas. Selain itu
pasien tampak kuning (ikterus), mual, muntah, dan memiliki riwayat diabetic foot.
Data penunjang diperlukan untuk memastikan diagnosis moderate
cholangitis, sehingga dilakukan pemeriksaan laboratorium secara
berkesinambungan. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal
12/02/2020 dijumpai peningkatan leukosit sebesar 17,99 × 103/µL, bilirubin sebesar
2,66 mg/dL dan adanya penurunan albumin sebesar 2,38 g/dL. Hasil laboratorim
pada tanggal 17/02/2020 menunjukkan adanya penurunan leukosit menjadi 12,10
103/μL dan albumin menjadi 2,52 g/dl. Tanggal 21/022020 hasil PPT pasien 15,10
detik dan kontrolnya 10,9 detik, leukosit 12,97 103/μL dan Albumin 2,97 g/dl.
Diagnosa moderate cholangitis kemudian diperkuat dengan adanya hasil
pemeriksaan ultrasonography abdomen pada tanggal 17/02/2020 yang menyatakan
cholangitis disertai cholecytitis dan sludge gallbladder, dengan demikian divisi
bedah digestif menyimpulkan bahwa cholangitis tersebut disebabkan oleh adanya
Ca caput pancreas. Tindakann operasi cholesistectomy pun dipilih oleh divisi bedah
digestif untuk mengatasi permasalahan cholangitis, yang rencanakan pada tanggal
20/02/2020.
Terapi farmakologi diberikan selama menunggu jadwal tindakan operasi.
Terapi farmakologi yang diberikan untuk mengatasi cholangitis adalah pemberian
antibiotik. Antibiotik ampicillin-sulbactam dipilih pada kasus ini sebagai
pengobatan empiris dengan dosis 3 dd 1,5 gram secara intravena. Ampicillin
sulbactam bersifat broad spectrum yang dapat mengatasi infeksi bakteri gram
negatif, positif, dan sedikit bakteri anaerob dengan cara menghambat aktivitas
enzim transpeptidase yang dibutuhkan untuk sintesis dinding sel bakteri.
Berdasarkan Balmadrid et al, 2016 dan Essential of clinical infectious diseases 2th

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1004
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

edition, 2016, dosis untuk cholangitis adalah 3 g tiap 6 jam with any sign of sepsis
sedangkan dosis yang tertera di PPAM RSSA untuk terapi cholangitis adalah 1,5
gram setiap 8 jam. Perbedaan dosis pemberian antibiotik tersebut disebabkan
karena pemilihan antibiotik dilakukan berdasarkan mikrobiologi lokal dan
resistensi antibiotik di setiap daerah. Penggunaan ampicillin-sulbactam sudah tepat
indikasi dan tepat dosis serta sesuai dengan PPAM RSSA edisi kedua tahun 2017.
Pemberian antibiotik anaerob merupakan salah satu terapi farmakologi yang
dapat diberikan untuk mengatasi cholangitis yang disebabkan bakteri anaerob.
Antibiotik anaerob yang diberikan pada kasus ini yaitu metronidazole dengan dosis
3 dd 500 mg secara intravena yang didukung oleh Balmadrid et al, 2016 dan
Martindale 38th ed. Metronidazole bekerja dengan menghambat sintesis asam
nukleat dengan merusak DNA bakteri. Pemberian antibiotik anaerob dapat
dilakukan apabila telah diketahui secara pasti bahwa bakteri anaerob turut
berkontribusi menyebabkan terjadinya cholangitis (Balmadri et al, 2016; Essential
of clinical infectious diseases 2th edition, 2016). Pemberian metronidazol pada
kasus ini dapat dikatakan tidak sesuai dengan indikasi karena tidak dilakukan
pemeriksaan kultur, sehingga tidak ada bukti hasil laboratorium yang menyatakan
bahwa kolangitis tersebut disebabkan salah satunya oleh bakteri anaerob.
Pasien diraber (rawat bersama) dengan divisi paru dan kardio untuk
menangani beberapa penyakit penyerta lain seperti HF, efusi pleura, pneumonia
HAP, dan ALO (acute lung oedeme). Hingga akhir pemantauan (25/02/2020),
kondisi pasien masih tidak memungkin untuk dilakukan operasi karena banyaknya
cairan pada tubuh pasien dibuktikan dengan pembengkakan seluruh tubuh pasien.
Pada tanggal 18/02/2020 pasien mengalami nyeri dada dan sesak nafas
yang berlangsung terus-menerus. Keluhan sesak nafas dirasakan berat saat bernafas
dan tidak membaik dengan perubahan posisi. Selain sesak nafas, pasien juga
mengeluh batuk yang berlangsung setiap malam dengan dahak yang sulit
dikeluarkan, bila dahak keluar biasanya berwarna kuning kental. Gejala tersebut
mengarah pada gangguan fungsi jantung dan paru, sehingga pasien dikonsultasikan
kepada divisi kardio dan paru.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1005
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien didiagnosa mengalami HF stage C FC III. Hal ini berarti bahwa


adanya kerusakan struktur jantung namun tanpa adanya symptom HF (stage C) dan
adanya pembatasan aktivitas fisik serta aktivitas biasa menimbulkan symptom HF,
lebih nyaman pada kondisi istirahat (FC III). Penyebab pasien mengalami
kemungkinan adalah karena adanya beban pada ventrikel kiri sehingga
menyebabkan kegagalan kerja ventrikel kiri dalam memompa darah ke seluruh
tubuh. Hal ini nantinya berpengaruh terhadap tekanan hidrostatik pada paru-paru
sehingga menyebabkan penyakit lain seperti efusi pleura. Pada kondisi tertentu,
tubuh dapat melakukan kompensasi untuk mengatasi symptom HF agar tidak
meluas, namun pada pasien adanya penyakit lain memperparah HF sehingga harus
dibantu dengan obat-obatan untuk mengurangi indikasi yang ada.
Terapi yang digunakan pada pengobatan HF pasie meliputi diuretic dan
ARB. Diuretik yang digunakan adalah furosemide (loop diuretic) dan spironolakton
(diuretic hemat kalium), sedangkan ARB yan digunakan adalah candesartan. Hal
ini sudah sesuai dengan pedoman terapi yang ada, disesuaikan dengan kondisi
pasien. Furosemide merupakan obat golongan diuretic yang paling sering
digunakan untuk mengatasi HF ditinjau dari sisi keamanan dan cost effectiveness
(Mentz et al, 2015). Loop diuretic bekerja pada lengkung Henle untuk mengurangi
retensi cairan pada tubuh. Penggunaan loop diuretic perlu dilakukan adjustment
agar jumlah cairan yang keluar tidak terlalu banyak dan berdampak pada elektrolit
tubuh. Oleh karena itu, penggunaan furosemide pada pasien memiliki dosis dan rute
yang berbeda, dipantau dengan melihat keseimbangan elektrolit pasien.
Penggunaan furosemide pada pasien adalah IV 40 mg 2 dd 1 pada tanggal 18-19
dan 22-23 Februari 2020, PO 40 mg 1 dd 1 pada tanggal 20-21 Februari 2020, dan
IV 20 mg 1 dd 1 pada tanggal 24-25 Februari 2020. Selain itu, karena adanya
kombinasi dengan diuretic lain (spironolakton) maka dosis juga perlu disesuaikan.
Penggunaan spironolakton selain sebagai diuretic utamanaya juga sebagai
aldosterone antagonis yang bekerja pada renal sehingga memengaruhi peningkatan
curah jantung. Penggunaan spironolactone dapat meningkatkan massa dan volume
pengisian pada ventrikel kiri yang telah mengalami kerusakan pada pasien HF dan
merupakan obat yang potensial pada pasien dengan HFpEV (Shah et al, 2015

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1006
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Solomon et al, 2015). Penggunaan candesartan PO 8 mg 1 dd 1 diberikan untuk


mendukung pengobatan HF, karena candesartan dapat meningkatkan EF (ejection
fraction) pasien hingga di atas 50% (Lund et al, 2015). Pemberian obat-obatan di
atas perlu diperhatikan karena dapat memengaruhi elektrolit pasien, efek yang dapat
ditimbulkan meliputi hyperkalemia, hypokalemia, hiponatremia, atau
hypernatremia bergantung dengan dosis dan keadaan pasien. Maka dari itu, perlu
dilakukan pemantau elektrolit pasien secara berkala agar dapat mengetahui apakah
pasien mengalami efek samping dari penggunaan obat tersebut.
Pasien mengalami efusi pleura sinistra sebagai akibat dari HF yang diderita.
Hal ini dibuktikan dengan adanya pemeriksaan foto thorax dan ultrasonogrpahy
thorax. Berdasarkan hasil ultrasonography thorax menyatakan tampak echo cairan
cavum pleura kiri dengan estimasi volume ± 500 cc. Cairan efusi dapat berupa
transudat dan eksudat. Efusi transudat terjadi karena penyakit lain bukan primer
paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis, dan sindrom nefrotik, sedangkan efusi
eksudat terjadi apabila ada proes peradangan yang menyebabkan permeabilitas
kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga menyebabkan perubahan
anatomi sel mesotelial yang kemudian membentuk celah dan memungkinkan
masukan cairan berlebih. Etiologi dan jenis efusi pleura dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap cairan paru yang diperoleh melalui
torakosentesis. Pada kasus ini pasien telah dilakukan analisa cairan pleura dan
didapatkan kadar protein sebesar 1,6 g/dL dan kadar LDH sebesar 126 IU/L. hal
tersebut menunjukkan efusi yang terjadi dalam bentuk transudat. Efusi transudat
yang timbul diduga disebabkan karena gagal jantung yang diderita pasien.
Penatalaksanaan efusi transudat dilakukan sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya. Pada kasus ini karena pasien mengalami efusi pleura transudat yang
disebabkan karena gagal jantung, maka penanganan efusi pelura mengikuti terapi
gagal jantung.
Pada kasus ini pasien mengalami keluhan nyeri dada, sesak dan batuk.
Pasien dikonsultasikan ke dokter paru dan mendapat diagnosa pneumonia HAP.
Diagnosa tersebut dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan foto thorax yang
menunjukkan hasil konsolidasi paru kanan suspek ec round pneumonia. Kemudian

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1007
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pasien mendapatkan terapi pneumonia HAP mulai tanggal 18 febuari 2020 yaitu
Levofloxacin IV sehari satu kali 750 mg sebagai pengobatan empiris. Pengobatan
empiris dengan menggunakan levofloxacin pada pasien pneumonia HAP sudah
tepat obat dan tepat dosis, sesuai dengan guideline by The Infectious Disease
Society of America and The America Thoracic Society tahun 2017 dan sesuai
dengan PPAM RSSA edisi kedua tahun 2017 yaitu sebagai terapi pneumonia HAP
dengan mekanisme kerja menghambatan DNA gyrase bakteri (DNA topoisomerase
II), sehingga terjadi penghambatan replikasi dan transkripsi DNA bakteri. Sealin
itu, golongan fluoroquinolon berpotensi menimbulkan dose-dependent HERG
blockade (yang mengkode secara cepat activating delayed-rectifier potassium
channel (IKr) pada hati) sehingga dapat menimbulkan aritmia dan serangan jantung
dan hipoglikemi pada pasien dengan kadar albumin yang rendah sehingga perlu
memonitoring efektivitas terapi dengan cek nilai WBC/tanda tanda infeksi dan ESO
(kadar elektrolit K pada data laboratorium pasien. Pada tanggal 21 Febuari 2020
hasil laboratorium pasien menunjukkan leukosit (WBC) adalah 12,97 103/μL,
sebelumnya hasil pemeriksaan leukosit (WBC) pasien yaitu 17,99 103/μL pada
tanggal 12 Febuari 2020 dan 12,10 103/μL pada tanggal 17 Febuari 2020.
Terapi lain untuk pneuomonia HAP yang dialami pasien adalah N-
asetilsistein per oral sehari tiga kali 200 mg. pasien diberikan n-asetilsistein untuk
mengurangi gejala klinis yang dikeluhkan oleh pasien yaitu batuk berdahak. Terapi
ini sudah tepat karena obat ini di indikasikan untuk hipersekresi mukus kental dan
tebal pada saluran pernapasan dengan mekanisme kerja memanfaatkan gugus
sulfidril bebasnya yang dapat mengurangi ikatan disulfida pada lendir pernapasan
sehingga dapat menurunkan kekentalan dahak. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Scaglione pada tahun 2019 menyatakan bahwa n-asetilsistein sebagao
mukolitik dalam terapi COPD dan bronkotis pada kasus pneumonia. N-asetilsistein
memiliki efek samping yaitu mual muntah, urtikaria dan pusing sehingga perlu
memonitoring frekuensi muntah pada pasien, memantau adanya perubahan kondisi
atau tanda-tanda gatal/ruam kemerahan pada pasien, serta monitoring frekuensi
batuk. Pasien juga diberikan nebul combivent secara inhalasi 3 dd 1 ampul yang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1008
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

berisi kombinasi ipratoprium bromide dan salbutamol sulfat untuk mengatasi nyeri
dada dan sesak pasien.
Pasien mengalami ALO (acute lung oedema) sebagai akibat dari efusi
pleura dan diperparah dengan adanya infeksi paru yang disebabkan oleh pneumonia
HAP. Hal ini dibuktikan dengan adanya pemeriksaan foto thorax (PA) dan USG
thorax. Berdasarkan foto thorax terdapat gambaran perselubungan yang menyebar
secara difus di lapangan paru yang menunjukkan adanya edema paru. Edema paru
terdiri dari dua jenis yaitu edema paru kardiogenik dan edema paru non-
kardiogenik. Edema paru kardiogenik disebebkan karena kelainan fungsi jantung,
sedangkan edema paru non-kardiogenik disebabkan karena adanya sepsis atau
infeksi yang diakibatkan oleh bakteri. Pemeriksaan elektrokardiogram dilakukan
ntuk membedakan antara edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik.
Berdasarkan hasil pemeriksaan EKG, divisi kardiologi menyimpulkan bahwa
edema paru yang timbul bukan disebabkan karena kelainan fungsi jantung.
Kemudian pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan adanya leukositosis dengan
kadar WBC sebesar 17,99 × 103/ µL dengan sel yang dominan yaitu neutrofil, hal
tersebut menunjukkan terjadi proses infeksi yang disebabkan oleh bakteri, sehingga
edema paru yang timbul merupakan edema paru non-kardiogenik, diduga karena
pneumonia HAP yang diderita pasien selama rawat inap. Penatalaksanaan edema
paru-nonkardiogenik dilakukan berdasarakan penyakit yang mendasarinya yaitu
pneumonia HAP.
Selain obat yang diberikan untuk terapi penyakit yang diderita, pasien
diberikan obat lain. Salah satu efek yang dapat terjadi dari cholangitis yang diderita
pasien adalah peningkatan risiko bleeding. Maka dari itu, pasien diberikan vitamin
K IV 3 dd 1 amp dan asam traneksamat IV 3 dd 500 mg pada tanggal 12-14 Februari
sebagai profilaksis bleeding (Pablinger et al, 2015). Penggunaan kedua obat ini
dihentikan karena pasien sudah tidak berpotensi mengalami bleeding. Pasien
diberikan metamizol IV 3 dd 1 g untuk mengatasi nyeri perut kuadran atas bagian
kanan dan nyeri kaki bengkak yang disebabkan karena penyakit yang dideritanya.
Penggunaan metamizol dapat memberikan ESO berupa mual dan muntah, maka
dari itu pasien diberi ranitidine IV 2 dd 50 mg untuk mengatasi mual dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1009
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

metoclopramide IV 3 dd 10 mg untuk mengatasi muntah. Efektivitas penggunaan


ketiga obat ini dipantau dengan melihat adanya tanda klinis terkait nyeri, mual, dan
muntah dari pasien secara berkala. Pasien juga diperiksa oleh dokter spesialis
psikiatri, dan didapatkan hasil bahwa pasien mengalami gangguan kecemasan dan
kesulitan tidur. Hal ini diperkuat dengan adanya riwayat penggunaan obat
anticemas pada RS rujukan. Pada terapi MRS, pasien diberikan fluoxetine PO 1 dd
10 mg dan lorazepam PO 1 dd 1 mg sejak tanggal 16-25 Februari 2020. Pemantauan
kondisi psikis dan ESO dari kedua obat perlu dilakukan untuk mengetahui
efektivitas terapi dari obat yang digunakan. Dokter psikiatri tidak melakukan raber,
hanya meresepkan obat untuk mengatasi gangguan kecemasan dan kesulitan tidur
pasien.
Pasien memiliki riwayat DM tipe II dibuktikan dengan riwayat pengobatan
di rumah berupa penggunaan lebemir dan novorapid. Namun pada pemeriksaan lab
selama MRS gula darah pasien tidak mengalami peningkatan yang signifikan dan
cenderung berada pada batas normal. Dokter juga tidak meresepkan obat DM,
sehingga untuk riwayat DM pasien hanya perlu dipantau apakah dapat mengalami
peningkatan selama terapi berlangsung.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1010
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan didapatkan hasil bahwa:


1. Terapi yang diterima pasien sudah tepat indikasi dan dosis.
2. Output yang didapat pasien pada saat akhir pemantauan pasien:
a. Moderate cholangitis belum dapat teratasi karena pasien masih belum
dapat dioperasi.
b. Pembengkakan pada bagian tubuh pasien sedikit mengalami penurunan.
c. HF pasien belum teratasi dengan baik karena kondisi pasien masih belum
stabil.
d. Cairan yang ada di paru masih cukup banyak dan diperlukan tindakan
untuk mengatasi namun belum dilakukan.
3. DRP yang terjadi pada pasien meliputi efek samping obat, interaksi obat, dan
obat tidak diberikan.
4. Keputusan DPJP awal (dokter bedah) bahwa pasien sudah dapat KRS karena
tidak dapat dilakukan operasi, namun dokter kardio tidak menghendaki karena
fungsi kerja jantung pasien belum stabil sehingga diputuskan untuk dilakukan
alih leader.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1011
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

PUSTAKA

Balmadrid, B. L., & Irani, S. (2016). Approach to Acute Cholangitis. In GI


Endoscopic Emergencies (pp. 123-135). Springer, New York, NY.

Chinese, E. M. (2019). Expert consensus on nebulization therapy in pre-hospital


and in-hospital emergency care. Annals of translational medicine,7(18),
487.

DiPiro, B. G. W. J. T., & DiPiro, T. L. S. C. V. (2015). Pharmacotherapy


Handbook Ninth Edition, Barbara G. Wells, PharmD, FASHP, FCCP,
2015 by McGraw-Hill Education. McGraw-Hill Education.

Eisen, H. (Ed.). (2017). Heart Failure: A Comprehensive Guide to


Pathophysiology and Clinical Care. Springer.

Feller-Kopman, D., & Light, R. (2018). Pleural disease. New England Journal of
Medicine, 378(8), 740-751.

Fishman. 2008. Pulmonary disease and disorders, fourth edition, volume two,
United States, 119:2097-2114

Gomi, Harumi. 2013. TG13 Antimicrobial therapy for acute cholangitis and
cholecystitis. Japan : Japanese Society of Hepato-Biliary-Pancreatic
Surgery and Springer 2012.

Geraci, S. A., Horwich, T., Januzzi, J. L., & Levy, W. C. (2013). 2013 ACCF/AHA
guideline for the management of heart failure. Circulation, 128, 000-000.

Kalil, A. C., Metersky, M. L., Klompas, M., Muscedere, J., Sweeney, D. A.,
Palmer, L. B., & El Solh, A. A. (2016). Management of adults with
hospital-acquired and ventilator-associated pneumonia: 2016 clinical
practice guidelines by the Infectious Diseases Society of America and the
American Thoracic Society. Clinical Infectious Diseases, 63(5), e61-e111

Katzung, B. G., & Trevor, A. J. (Eds.). (2012). Basic & clinical pharmacology ed.
12. New York: McGraw-Hill Education.

Lund, L. H., Claggett, B., Liu, J., Lam, C. S., Jhund, P. S., Rosano, G. M., &
McMurray, J. J. (2018). Heart failure with mid‐range ejection fraction in
CHARM: characteristics, outcomes and effect of candesartan across the
entire ejection fraction spectrum. European journal of heart failure, 20(8),
1230-1239.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1012
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Lutfiyya, M.Nawal. 20016. Diagnosis and Treatment of Community-Acquired


Pneumonia. American Academy of Family Physicians.

Mentz, R. J., Velazquez, E. J., Metra, M., McKendry, C., Chiswell, K., Fiuzat,
M., .& O'Connor, C. M. (2015). Comparative effectiveness of torsemide
versus furosemide in heart failure patients: insights from the PROTECT
trial. Future cardiology, 11(5), 585-595.

Miura, Fumihiko. 2018. Tokyo Guidelines 2018: initial management of acute


biliary infection and flowchart for acute cholangitis. Tokyo : Japanese
Society of Hepato-Biliary-Pancreatic Surgery.

Pabinger, I., Fries, D., Schöchl, H., Streif, W., & Toller, W. (2017). Tranexamic
for treatment and prophylaxis of bleeding and hyperfibrinolysis.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Pneumonia di Indonesia. Jakarta: Indonesia.

Scaglione, F., & Petrini, O. (2019). Mucoactive Agents in the Therapy of Upper
Respiratory Airways Infections: Fair to Describe Them Just as
Mucoactive?. Clinical Medicine Insights: Ear, Nose and Throat, 12,
1179550618821930.

Scriba, G. K. (2015). Sean C. Sweetman (Ed.): Martindale: The Complete Drug


Reference Ed. 38.
Shah, A. M., Claggett, B., Sweitzer, N. K., Shah, S. J., Anand, I. S., Liu, L.,
Solomon, S. D. (2015). Prognostic importance of impaired systolic
function in heart failure with preserved ejection fraction and the impact of
spironolactone. Circulation, 132(5), 402-414.

Solomon, S. D., Claggett, B., Lewis, E. F., Desai, A., Anand, I., Sweitzer, N. K.,
Sopko, G. (2016). Influence of ejection fraction on outcomes and efficacy
of spironolactone in patients with heart failure with preserved ejection
fraction. European heart journal, 37(5), 455-462.

Sucher, A., Whitehead, S., & Knutsen, S. (2017). Updated IDSA/ATS Guidelines
on Management of Adults With HAP and VAP. US PHARMACIST,
42(7), 12-21.

Wright, W. F. (Ed.). (2018). Essentials of clinical infectious diseases. Springer


Publishing Company. Wiener klinische Wochenschrift, 129(9-10), 303-
316.

Wada, Keita. 2007. Diagnostic criteria and severity assessment of acute


cholangitis: Tokyo Guidelines. Tokyo : Department of Surgery, Tokyo
University School of Medicine.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1013
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN
HARI/TANGGAL S O A P
Rabu 19/02/2020 Kondisi Pasien Data laboratorium Pasien didiagnosa moderate cholangitis ec
• Nyeri perut bagian Leukosit (WBC) Ca caput pancreas yang direncakan untuk
kanan atas – • 17.99 103/µl 12/02 dilakukan operasi kolelitiasis. Diberikan
• Mual – • 12.10 103/µl 17/02 terapi :
• Muntah – Ampicillin – Sulbactam iv 3.dd 1,5 g
• Batuk berdahak + Albumin Monitoring Outcome
(Martindale 38th ed) • Kadar WBC normal
• Sesak Nafas + • 2.38 g/dl 12/02 ➢ Indikasi : (4,7 – 11,3 103/µl)
• Badan • 2.52 g/dl 17/02
membengkak +
mengatasi infeksi bakteri gram • Kadar Albumin normal
negative, positif, dan sedikit bakteri (3,5 – 5,0 g/dl)
• Buah zakar Bilirubin anaerob (broad spectrum)
membengkak + Total 2.26 mg/dl • Kadar Bilirubin normal
➢ Mekanisme Kerja : ( < 1,0 mg/dl)
• Nyeri kaki + 12/02 Menghambat aktivitas enzim
transpeptidase yang dibutuhkan untuk Monitoring ESO
sintesis dinding sel bakteri • Ruam kemerahan
➢ Dosis :
- 3 g tiap 6 jam (Balmadrid)
- 1.5 gram 4 kali sehari (Martindale)
- 1.5 gram 3 kali sehari (PPAM SA)
➢ ESO : Ruam kemerahan alergi
Pemberian terapi antibiotic ampisilin
sulbactan untuk mengatasi cholangitis
telah sesuai. Hal tersebut didukung oleh
beberapa jurnal (Balmadid et al. 2016 :
Essential of Clinical Infection Desease 2th

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1014
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

edition 2016 : Tokyo Guideline, 2018) yang


menyatakan bahwa ampisilin – sulbactam
digunakan sebagai antibiotic empiris untuk
mengatasi cholangitis. Dosis yang
digunakan dibeberapa jurnal berbeda
dengan PPAM RSSA hal tersebut
dikarenakan pemilihan antibiotic dilakukan
berdasarkan mikrobiologi local dan
resistensi antibiotic. Selain diberikan
antibiotic ampisilin – sulbactam, pasien
juga diterapi dengan pemberian antibiotic
lain yaitu.

Metronidazole iv 3 dd 500 mg
(Martundale 38th ed)
➢ Indikasi : Mengatasi infeksi bakteri
anaerob
➢ Mekanisme Kerja :
Menghambat sintesis asam nukleat
dengan merusak DNA bakteri
➢ Dosis :
500 mg setiap 8 jam (balmadid et al)
500 mg setiap 12 jam (PPAM RSSA)
➢ ESO : Mual – Muntah
Pemberian antibiotik anaerob seperti
metronidazole memang dianjurkan pada
terapi cholangitis apabila hasil kultur
menunjukan bahwa salah satu bakteri
penyebab adalah bakteri anaerob,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1015
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sedangkan pasien tidak dilakukan tes


kultur mata tidak ada data pendukung
pemberian metronidazole maka pemberian
metronidazole tidak tepat karena tidak
sesuai indikasi (Balmadrid et al. 2016).

Pasien didiagnosa moderat cholangitis


dengan kondisi hipoalbumin, diberikan
terapi. Monitoring outcome terapi
- Kadar INR hermal (<1,5
Vitamin K iv 3 dd 2mg/ml detik)
Data Laboratorium (Martindale 38th ed)
Albumin : ➢ Indikasi : profilaksis terjadinya Monitoring ESO
2.38 g/dl 12/02 pendarahan - Kulit kemerahan
2.97 g/dl 14/02 ➢ Mekanisme Kerja :
Berperan dalam proses pembekuan
darah sebagai factor esensial dari
prothrombin dari beberapa faktur
koagulasi lainnya seperti factor vii, ix
dan x
➢ Dosis : 0.5 – 10 mg iv
➢ ESO : kulit kemerahan
Pemberian vitamin K dilakukan karena
memiliki resiko bleeding yang disebabkan
kekurangan albumin (hipoalbumin) apabila
kadar albumin turun maka akan
menyebabkan penurunan produksi lemak.
Apabila produksi lemak berkurang maka
tidak banyak vit K yang larut dalam lemak.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1016
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Akibatnya tubuh kekurangan vit K dan


beresiko bleeding
Selain diberikan vitamin K, pasien juga
diterapi dengan pemberian
Monitoring outcome terapi
Asam Traneksamat iv 3 dd 500 mg - Tidak terjadi pendarahan
(Martindale 38 th ed)
➢ Indikasi : Menghentikan pendarahan Monitoring ESO :
➢ Mekanisme Kerja : - Hipotensi
Menghambat pembentukan plasminogen - > monitoring tekanan darah
dan ke fibrin pada proses pembekuan
darah
➢ Dosis : 0.5 – 1 g tiga kali sehari secara
iv
➢ ESO : Hipotensi dan pusing
Pemberian asam traneksamat kurang tepat
karena pasien tidak mengalami
pendarahan. Hal tersebut didukung
pernyatan (Pabinger et al., 2015) yang
menyatakan bahwa pemberian as.
Traneksamat sebagai profilaksis bleeding
hanya diberikan pada kondisi
hiperfibrinolisis

Pasien mengalami nyeri perut bagian


kanan atas, diberikan terapi
Nyeri Perut bagian Nyeri VAS 4 Monitoring outcome terapi
kanan atas - Keluhan nyeri
Nyeri Kaki

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1017
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Monitoring ESO
Metamizole iv 3 dd 1 gram - Peptic Ulcer
(Martindale 38th ed)
➢ Indikasi : nyeri ringan hingga berat
➢ Mekanisme Kerja :
Menghambat COX-3 sentral dan
aktivasi opioidergic
➢ Dosis : 0.5 – 4 gram / hari dalam dosis
terbagi
➢ ESO : peptic ulcer

Pasien dating dengan keluhan mual-


muntah. Diberikan terapi
Monitoring outcome terapi
- Keluhan mual muntah –
Ranitidin IV 2 dd 50 mg
(Martindale 38th ed)
➢ Indikasi : profilaksis stress ulcer
➢ Mekanisme kerja :
Antagonis histamine H-2 dengan
menghambat sintesis as. lambung
➢ Dosis : 50 mg IV/IM per 6-8 jam
➢ ESO : mual – muntah
Pemberian ranitidine selain untuk
mengatasi mual – muntah tetapi juga
digunakan sebagai profilaksis peptic ulcer
akibat penggunaan metamizole

Pasien juga diberikan terapi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1018
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Metoclopramide iv 3 dd 10 mg
(Martindale 38th ed.)
➢ Indikasi : Terapi simtomatik mual- Monitoring outcome terapi
muntah - Keluhan mual – muntah
➢ Mekanisme Kerja :
Menstimulasi mobilitas EIT bagian atas Monitoring ESO
tanpa meningkatkan sekresi gastrik - EPS, gejala kaku
empedu dan pancreas. Meningkatkan
gerakan peristaltic pengosongan
lambung dan waktu transit di intestinal
➢ Dosis : 10 mg sampai 3 kali sehari
➢ ESO : Extrapyramidal syndrome.

Pada tanggal 16/2/2020 pasien


dikonsulkan ke psikiatris oleh DPJP IPD
pasien didiagnosa mengalamim gangguan Monitoring Outcome terapi
penyesuaian afet depresi berpanjangan, - Kondisi Psikis Pasien
kemudian diberikan terapi
Fluoxetin PO 10 mg – 0 – 0 Monitoring ESO
(Martindale 38th ed) - Mual muntah
➢ Indikasi : Depresi, bulimia neruosa, - Diare
gangguan obsesif - Respiration rate
➢ Mekanisme Kerja : - Tekanan darah
Golongan selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRI) yang bekerja dengan
meningkatkan aktivitas zat alami
serotonin dalam otal
➢ Dosis : 20 – 40 mg/ hari

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1019
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

➢ ESO : Diare, mual, muntah


Lorazepam PO 0 – 0 – 1 mg
(martindale 38th ed.)
➢ Indikasi : Mengatasi gangguan
kecemasan
➢ Mekanisme Kerja :
Meningkatkan aktivitas (GABA)
sehingga kerja otak akan melambat dan
menghasilkan efek menenangkan
➢ Dosis : 2 – 3 dd 1 mg / hari
➢ ESO : mengantuk, hipotensi, depresi
pernafasan

Pada tanggal 18/2/2020 pasien


dikonsultasikan ke cardio dan didiagnosa :
Kondisi Pasien Data Penunjang - HF stage C FC III Monitoring ESO
- Nyeri Dada + EKG -> berdasarkan - HT stage 1 - Hiponatremi
- Sesak Nafas + hasil EKG dokter - ALO non cardiogenic da - Hipokalemi
- Batuk terutama menyimpulkan cardiogenic - Hiperkalemi
pada malam hari + adanya dugaan Pasien diberikan terapi - Hiperurisemia
kardiomegali 1. Furosemide iv 20 mg – 0 – 20 mg
2. Spironolakton PO 0 – 25 mg – 0
3. Candesartan PO 0 – 0 – 8 mg

Furosemide iv 20 mg – 0 – 20 mg
(Martindale 38th ed)
➢ Indikasi : Gagal jantung dengan adanya
edema
➢ Mekanisme Kerja :

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1020
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mengurangi retensi Na dan air dengan


menurunkan reabsorpsi air pada
lengkung henle dan tubulus proksimal
➢ Dosis : 20 – 40 mg diberikan secara iv
➢ ESO : Hiponatremi . hypokalemia,
hiperurisemia

Spironolakton PO 0 – 25 mg – 0
(Martindale 38th ed)
➢ Indikasi : Gagal Jantung
➢ Mekanisme Kerja :
Sebagai diuretic hemat kalium. Bekerja
dengan meningkatkan ekskresi air dan
Na serta mengurangi sekresi k.
➢ Dosis : 25 – 50 mg / hari
➢ ESO : hiperkalemia
➢ DRP : adanya interaksi obat dengan
golongan obat ARB yang menyebabkan
hyperkalemia

Candesartan po 0 – 0 – 8 mg
(Martindale 58th ed)
➢ Indikasi : gagal jantung Monitoring ESO
➢ Mekanisme kerja : - Hiperkalemia
Memblokir reseptor angiotensin II pada - Hipotensi
tubuh sehingga dapat mengalirkan darah - Fungsi ginjal
lebih mudah
➢ Dosis : 4 – 8 mg sekali sehari

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1021
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

➢ ESO : hyperkalemia , hipotensi . fungsi


ginjal turun

Pemberian kombinasi ARB, loop diuretic,


dan diuretic hemat kalium dalam mengatasi
gagal jantung sudah tepat sesuai dengan
guideline ACCF/AHA 2013. Berdasarkan
AHA 2013 dan PERKI 2015. Tatalaksana
farmakologi gagal jantung yaitu pemberian
diuretic apabila ada gejala kongesti/edema
paru, pemberian antagonis aldesteron
(spironolakton) perlu diberikan pada
pasien FC III – IV NYHA yang berfungsi
mencegah pembentukan jaringan fibrosis
di miokardium. Kemudian terapi utamanya
pemberian ACEI/ARB. Pasien diberikan
golongan ARB mencegah efek samping
batuk dari ACEI karena dapat
memperburuk kondisi batuk yang sudah
diderita pasien

Pada tanggal 18/02/2020. Selain


dikonsulkan ke cardio pasien juga
Kondisi Pasien Data Penunkang dikonsulkan ke paru. Dokter paru
- Nyeri Dada + - Foto Thorax mendiagnosis :
- Sesak Nafas + - USG Thorax - ALO non – cardiogenic
- Batuk terutama - Efusi pleura
pada malam hari + - Pneumonia HAP

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1022
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien diberikan terapi


1. Levofloxacin IV 1 dd 750 mg
2. NAC PO 3 dd 200 mg
3. Nebul Combivent setiap 8 jam

Levofloxacin iv 1 dd 750 mg
(martindale 38th ed.)
➢ Indikasi : Hospitalized Acquired Monitoring Outcome Terapi
Pneumonia - WBC
➢ Mekanisme Kerja :
Menghambat DNA gyrase bakteri (DNA Monitoring ESO
topoisomerase II) sehingga terjadi - Mual muntah
penghambatan replikasi dan trankripsi - Hipoglikemi
DNA
➢ Dosis : 750 mg sehari sekali IV
➢ ESO :mual muntah hipoglikemi dengan
kadar albumin rendah
Pemberian terapi antibiotic levofloxacin
(floroquimolone) sebagai terapi empiris
dari pneumonia HAP sudah tepat
didukung oleh guideline by the infectious
disease society of Americca and the
American Thoracic Society. 2017
menyebutkan bahwa levofloxacin
merupakan salah satu antibiotic empiris
yang digunakan untuk mengatasi
pneumonia HAP dengan dosis 750 mg iv
daily. Pemilihan antibiotic yang tepat juga

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1023
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

disesuaikan dari mikrobiologi local dan


resistensi antibiotic ( PPAM RSSA, 2017)

N-Acetylcystein PO 3 dd 200 mg
(Martindale 38th ed.) Monitoring Outcome Terapi
➢ Indikasi : batuk berdahak - Frekuensi batuk
➢ Mekanisme kerja : - Berdahak
Sebagai terapi hipersekresi mucus kental
pada saluran pernapasan yang bekerja Monitoring ESO
dengan memanfaatkan gugus sulfadril - Mual muntah
yang dapat mengurangi ikatan disulfide - Bentol bentol gatal
pada lender sehingga menurunkan
kekentalan dahak
➢ Dosis : 3 dd 200 mg
➢ ESO : mual. Muntah, urtikaria

Nebul Combivent tiap 8 jam


(Martindale 38th ed) Monitoring Outcome Terapi
➢ Indikasi : Bronkospasme - Respiration Rate
➢ Mekanisme Kerja :
- Salbutamol bekerja dengan cara
menstimulasi enzyme adenil siklase
sehingga menyebabkan siklik
adenosine monofosfat naik,
peningkatan tersebut mengakibatkan
relaksasi otot polos brokial dan
terjadilah bronkodilatasi
- Ipratopium bromide bekerja dengan
cara berkaitan dengan reseptor

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1024
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kolinergik pada otot polos bronkial


sehingga mengeblok kerja asetilkolin
➢ Dosis : 1 unit vial dosis 3 – 4 kali / hari
➢ ESO : Iritasi local tenggorokan kering,
hypokalemia jika digunakan bersamaan
dengan diuretic

Terdapat perubahan dosis dan rute


Kamis 20/2/2020 Kondisi Pasien TTV pemberian pada furosemide, menjadi po 1 Monitoring Outcome Terapi
- Bengkak seluruh TD : 130/90 mmhg dd 40 mg 1. Nyeri
badan + N : 84 x /menit 2. Bengkak
- Sesak Nafas + RR : 22 x/menit Terapi lainnya dilanjutkan : 3. Batuk
- Batuk Berdahak + Suhu : 35.5 C 1. Metamizole IV 3 dd 1 g 4. Sesak Nafas
- Nyeri Kaki + 2. Ranitidin IV 2 dd 50 mg
3. Metoclopramide IV 3 dd 10 mg Monitoring ESO
4. Spironolakton PO 0 – 25 mg – 0 1. Peptic Ulcer
5. Candesartan PO 0 – 0 – 8 mg 2. EPS, kaku otot
6. Levofloxacin IV 1 dd 750 mg 3. Hipernatremi,
7. NAC PO 3 dd 200 mg hiperkalemi,
8. Cimbivent neb tiap 8 jam hipokalemi
9. Fluoexetin PO 10 mg – 0 – 0 4. Hipotensi TD
10. Lorazepam PO 0 – 0 – 1 mg 5. Fungsi ginjal

Tetapi pengobatan untuk cholangitis ec ca


caput pancreas yakni pemberian antibiotic
sulbactam telah digentikan mulai tanggal
19/02/2020. Hal tersebut dilakukan
karena pemberian antibiotic tidak adekuat
untuk mengatasi cholangitis karena

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1025
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

bacteribili disebabkan adanya


penyumbatan akibat kanker pancreas. Jadi
tindakan operasi perlu dilakukan untuk
mengatasi problem utama cholangitis
namun, operasi tidak dapat dilakukan
karena kondisi jantung pasien belum
stabil

Terapi dilanjutkan :
Jumat 21/2/2020 Kondisi Pasien TTV : 1. Metamizole IV 3 dd 1 g Monitoring Outcome Terapi
- Bengkak seluruh TD : 130/70 mmhg 2. Ranitidin IV 2 dd 50 mg 1. Nyeri
badan + N : 92 x/menit 3. Metoclopramide IV 4 dd 10 mg 2. Bengkak
- Sesak nafas + RR : 25 x/menit 4. Furosemide PO 1 dd 40 mg 3. Batuk
- Bartuk berdahak + Suhu : 36.4 C 5. Spironolakton PO 0 – 25 mg – 0 4. Sesak Nafas
- Nyeri kaki + 6. Candesartan PO 0 – 0 – 8 mg
Data Lab 7. Levofloxacin IV 1 dd 750 mg Monitoring ESO
Leukosit/WBC 8. NAC PO 3 dd 200 mg 1. Peptic Ulcer
21/2/2020 9. Combivent neb / 8 jam 2. EPS, kaku otot
12.97 103/µl 10. Fluocetin PO 10 mg – 0 – 0 3. Hipernatremi,
11. Lorazepain PO 0 – 0 – 2 mg hiperkalemi,
Faal hati hipokalemi
Albumin Pasien tidak merasakan mual sejak 4. Hipotensi TD
21/2/2020 tanggal 19/2/2020. Maka metoclopramide 5. Fungsi ginjal
2.97 g/dl sebagai terapi simtomatik mual muntah
dapat dihentikan

Terdapat perubahan dosis furosemide


Kondisi Pasien TTV : menjadi 20 mg – 0 - 20 mg IV
Sabtu 22/2/2020 TD : 130/80 mmhg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1026
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Bengkak seluruh N : 88 x/menit


badan + RR : 20 x/menit Terapi lainnya dilanjutkan
- Sesak nafas + Suhu : 360C 1. Metamizol IV 3 dd 1g
- Batuk + 2. Ranitidin IV 2 dd 50 mg
- Nyeri kaki - 3. Spironolakton PO 0 – 25 mg – 0
4. Candesartan PO 0 – 0 – 8 mg
5. Levofloxacin IV 1 dd 750 mg
6. NAC PO 3 dd 200 mg
7. Combivent neb / 8 jam
8. Fluocetin PO 10 mg – 0 – 0
9. Lorazepam PO 0 – 0 – 1 mg
Pemberian metamizol dihentikan karena
pasien sudah tidak mengalami nyeri pada
kaki, karena metamizol dihentikan. Maka
penggunaan ranitidine sebagai profilaksis
peptic ulcer akibat metamizol juga
dihentikan

Terdapat perubahan dosis furosemide


TTV : menjadi 1 dd 20 mg penurunan dosis
Senin 24/2/2020
Kondisi Pasien TD : 120 / 70 mmhg furosemide dilakukan oleh dokter karena
- Bengkak + N : 82 x/ menit berdasarkan kasus pemeriksaan sudah
- Sesak nafas turun RR : 20 x/ menit tidak
- Batuk turun Suhu : 36.40C
- Nyeri kaki - Untuk terapi dilanjutkan

Pasien dipindahkan ke ruang 5A divisi


TTV cardio
TD : 120/80 mmhg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1027
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1028
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Meningitis TB + Hydrocephalus
+ Abses Dinding Thorax

(19 Februari – 26 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1029
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Meningitis TB,


Hydrocephalus, Abses Dinding Thorax“

di Instalasi Rawat Inap 2 Ruang 12

Oleh:
Sub-kelompok 2 IRNA 2 Ruang 12
(19 Februari – 26 Februari 2020)

- Firqin Fuad Riansyah, S. Farm (051913143001)


- Claudia Merie Angelina, S. Farm (051913143026)
- Diah Ayu Retanti, S. Farm (051913143067)
- Miftakhul Rohmah Putri, S. Farm (051913143079)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1030
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Meningitis TB, Hydrocephalus, Abses


Dinding Thorax“

di Instalasi Rawat Inap 2 Ruang 12

Oleh:
Sub-kelompok 2 IRNA 2 Ruang 12
(19 Februari – 26 Februari 2020)

a. Firqin Fuad Riansyah, S. Farm (051913143001)


b. Claudia Merie Angelina, S. Farm (051913143026)
c. Diah Ayu Retanti, S. Farm (051913143067)
d. Miftakhul Rohmah Putri, S. Farm (051913143079)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis


IRNA 2 Ruang 12 IRNA 2

ACC (4 April 2020) ACC (6 April 2020)


Saudia Rakhma, S. Farm., Apt Agustinus Santoso, S. Farm., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1031
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Meningitis Tuberculosis
1.1.1. Definisi
Tuberculosis meningitis (TBM) dapat terjadi sebagai satu-satunya
manifestasi dari penyakit TB atau bersamaan dengan infeksi paru atau lokasi
ekstrapulmoner lainnya. TBM merupakan hasil dari penyebaran luas basil TB yang
dibawa oleh darah. Paling sering terjadi pada anak-anak atau dewasa muda (Health
Department, 2008). TBM membawa mortalitas dan morbiditas yang tinggi,
terutama di antara pasien koinfeksi dengan HIV. Ketika didiagnosis TBM dengan
segera, maka TBM dapat disembuhkan dengan pemberian obat yang diawasi dan
perawatan suportif (Chin, 2014).
Pasien dengan TBM mengalami gejala dan tanda meningitis yang khas
termasuk sakit kepala, demam, dan leher kaku, meskipun tanda meningitis mungkin
tidak ada pada tahap awal. Durasi gejala ada berkisar dari beberapa hari hingga
beberapa bulan. Skor Skala Koma ≤ 10 dengan gejala umum lainnya palsi saraf
kranial (CN), hemiparesis, paraparesis, dan kejang (Chin, 2014).
1.1.2. Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis
yang merupakan batang aerob gram positif yang dinding selnya tebal mengandung
lipid, peptidoglikan, dan arabinomannans. Pewarnaan Ziehl-Neelsen menggunakan
sifat-sifat dinding sel untuk membentuk kompleks yang mencegah dekolourisasi
dengan asam atau alkohol (Thwaites, et al., 2000). Meningitis tuberkulosis (TBM)
terjadi ketika bakteri tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis) menyerang
membran dan cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang
(Meningitis Research Foundation, 2020).
Infeksi biasanya dimulai di tempat lain di tubuh, biasanya di paru-paru, dan
kemudian berjalan melalui aliran darah ke meningen kemudian terbentuk abses
kecil (disebut microtubercles). Ketika abses ini pecah, maka menghasilkan
meningitis TB (Meningitis Research Foundation, 2020).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1032
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.3. Patofisiologi
TB serebral seperti bentuk TB lainnya, dimulai dengan infeksi pernafasan
diikuti oleh penyebaran hematogen awal ke tempat paru ekstra, termasuk SSP. TB
otak berkembang dalam dua tahap, awalnya lesi kecil TB berkembang di otak
selama tahap bakteremia TB primer atau tidak lama kemudian. Lesi tuberkulosis
dini ini dapat ditemukan di menenge. Kemudian berkembang menghasilkan TB di
SSP. Ruptur ke dalam ruang subarachnoideal atau ke dalam sistem ventrikel
menghasilkan mengitis, bentuk paling umum dari TB serebral (Estela B et al.,
2014).
Proses patologi yang menyebabkan defisit neurologis pada meningitis TB
adalah, pertama eksudat dapat menyebabkan obstruksi aliran CSS sehingga terjadi
hidrosefalus, kedua granulosa dapat bergabung membentuk tuberkuloma atau abses
sehingga terjadi defisit neurologis fokal, dan ketiga vaskulitis obliteratif yang dapat
menyebabkan infrak dan sindrom stroke (Pemula G et al., 2016).
1.1.4. Penatalaksana Terapi
Faktor risiko yang teridentifikasi adalah alkoholisme, DM, malignancy,
penggunaan kortikosteroid, CO-HIV. HIV merupakan predisposisi untuk
pengembangan extrapulmunary TB, khususnya TBM, risiko meningkat ketika
jumlah CD4 menurun (Thwaites G et al., 2000). Gejala hadir selama rata-rata 10
hari selama diagnosis. Fase prodromal demam ringan, malaise, sakit kepala, pusing,
muntah, dan setelah itu pasien dapat mengalami sakit kepala yang lebih parah,
mengubah status mental, stroke, hidrosefalus, dan neuropati kranial. Gambaran
yang lain seperti leher kaku (Marx E G et al., 2011).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1033
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1034
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 1.1 Tatalaksana TB Meningitis (Wilkinson J R., 2017)

Tabel 1.2 Tatalaksana TB Meningitis (Bill P et al., 2006)

Tabel 1.3 Tatalaksana TB Meningitis (Chin H J et al., 2014)


Tuberkulosis paru dan ekstraparu ditatalaksana dengan antituberkulosis lini
pertama selama minimal 9 hingga 12 bulan. WHO dan PDPI mengklasifikasikan
TBM ke dalam kategori 1 terapi TB. Penambahan streptomisisn merupakan
tatalaksana tepat karena TB dengan kondisi berat atau mengancam nyawa dapat
diberikan sterptomisin (Pemula G et al., 2016). Pada Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis menurut Kemenkes 2011, untuk TBM diberikan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1035
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

tambahan prednison dengan dosis 30-40 mg/hari, kemudian diturunkan secara


bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan
pengobatan.
Pada penelitian menjelaskan deksametason intravena (kortikosteroid)
membuktikan perbaikan klinis pasien, ini ditandai dengan peningkatan kesadaran
pasien setiap harinya. Terapi dengan ddeksametason atau prednisolon yang di
tappering off selama 6-8 minggu sangat direkomendasikan pada pasien TB.
Kortikosteroid sebaiknya diberikan intravena pada awalnya dan dilanjutkan dengan
pemberian per oral sesuai klinis pasien (Pemula G et al., 2016).
1.2. Hidrosefalus
1.2.1. Definisi
Hidrosefalus merupakan penumpukan CSF (Cerebrospinal Fluid) yang
menghalangi jalur sirkulasi sehingga menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak
(Waxman S.G., 2013). Keadaan ini biasanya dipengaruhi oleh keseimbangan antar
produksi dan absorbsi dari cairan serebrospinal (Das, 2004).

1.2.2. Etiologi
Pada anak-anak, hidrosefalus dapat terjadi sebagai akibat sekunder dari
neoplasma atau trauma. Gambaran klinis dapat berupa nyeri kepala (tumpul,
terutama ketika saat terbangun), gangguan penglihatan (pandangan kabur atau
ganda), letargis, muntah-muntah, penurunan prestasi belajar, dan gangguan
endokrin (contoh : penampilan pendek, pubertas precoks). Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan papiledema dan paralisis CN VI, hiperrefleksi dan clonus. Pada
tahap lanjut yang memberat akan ditemukan tanda-tanda trias Cushing (bradikardi,
hipertensi, pernafasan ireguler) sehingga memerlukan tindakan yang segera.
Pada usia dewasa, gambaran klinisnya dapat berupa Akut (TTIK) atau
Kronis (tekanan intrakranial normal atau rendah). Gejala umumnya berupa nyeri
kepala, yang memberat saat berbaring, mual-muntah, gangguan penglihatan
(pandangan kabur atau ganda), papiledema pada funduskopik, paralisis otot rectus
lateral, ataxia, dan gangguan kesadaran (Witiw C. et al., 2018)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1036
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2.3. Patofisiologi
Proses terjadinya hidrosefalus dapat diakibatkan oleh 2 faktor yaitu
meningkatnya produksi cairan serebrospinal atau adanya gangguan pada proses
ekskresi dari cairan serebrospinal. Terjadinya 2 hal ini akan mengakibatkan
ketidakseimbangan dalam regulasi cairan serebrospinal dan dapat mengakibatkan
hidrosefalus baik obstructif maupun non obstruktif (Das, 2004). Terdapat 2 jenis
hidrosefalus berdasarkan letak sumbatan yaitu communicating dan non-
communicating. Pada hidrosephalus tipe communicating sumbatan terletak di
saluran bukan ventrikel. Biasanya sumbatan terdapat pada rongga subarachnoid.
Akibatnya secara keseluruhan akan terjadinya akumulasi cairan pada seluruh
ventrikel. Tipe non-communicating adalah tipe hidrosephalus dengan sumbatan
pada area intraventrikular. Pada tipe ini sumbatan hanya akan mempengaruhi
bentrikel yang letaknya lebih proksimal dibandingkan sumbatan. Sebagai contoh,
bila terjadi sumbatan pada ventrikel ketiga maka akumulasi cairan hanya terjadi
pada ventrikel lateral dan tidak akan mempengaruhi ventrikel empat (Das, 2004).
1.2.4. Penatalaksana Terapi
Penatalaksanaan hidrosefalus terdiri dari 2 jenis yaitu melalui pemberian
medikamentosa dan tindakan operatif. Medikamentosa digunakan untuk menunda
operasi dan juga tidak efektif dalam perawatan jangka panjang untuk hidrosefalus
kronis tetapi dapat dilanjutkan untuk menyeimbangkan dinamika CSF (produksi
atau penyerapan). Obat-obatan termasuk mengurangi sekresi CSF oleh pleksus
koroid (acetazolamide), meningkatkan reabsorpsi CSF (isosorbide, furosemide),
atau diuretik osmotik yang meningkatkan ekskresi air dan digunakan untuk
mengurangi tekanan intrakranial (Fethi G. et al., 2018). Furosemide dapat diberikan
dalam dosis 1 mg/KgBB dalam interval 6-8 jam. Obat lain asetazolamide dapat
diberikan dalam dosis awal 500-1000 mg/hari dan dosis maksimal 8 gram/hari.
Selain itu dapat diberikan mannitol injeksi jika terdapat gambaran peningkatan
tekanan intrakranial. Pemberian obat-obatan ini dapat mengurang produksi dari
cairan serebrospinal namun tidak dapat memperbaiki ventrikulomegali. Sehingga
tetap diperlukan tindakan operatif (Fethi G. et al., 2018).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1037
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terdapat beberapa pilihan untuk dilakukannya tidakan operasi yaitu


ventrikuler tap, ventricular shunt, dan endoscopic thirdventriculostomy (Rajsekhar,
2009).
1. Ventricular tap adalah operasi yang dilakukan bila tidak memungkinkan untuk
pemasangan shunt. Keuntungannya adalah sifatnya cepat untuk mengurang tekanan
intracranial dan dapat membantu menilai cairan serebrospinal. Operasi ini dapat
juga dilakukan untuk pengambilan sampel cairan untuk pemeriksaan lanjutan.
Kerugiannya adalah efeknya hanya berlangsung selama 6-8 jam sehingga perlu
diulang.
2. Ventrikular shunt diketahui sebagai tindakan operasi yang memiliki efek positif
paling baik bagi penderita. Beberapa kriteria bagi pasien diantaranya bila secara
klinis memiliki keluhan sakit kepala persisten, muntah, papiloedema, penurunan
kesadaran, gait ataxia dengan dekortiksi. Sedangkan secara radiologis pada
pemeriksaan CT Scan ditemukan adanya ventrikulomegali dengan lusensi
paraventrikel.
3. Jenis operasi penanganan hidrosefalus lainnya adalah endoscopic third
ventriculostomy (ETV). Berbeda dengan operasi pemasangan shunt, pada prosedur
ETV, cairan serebrospinal dibuang dengan cara menciptakan lubang penyerapan
baru di permukaan otak. Prosedur ini biasanya diterapkan pada kasus hidrosefalus
yang dipicu oleh penyumbatan ventrikel otak.

1.3. Abses Dinding Thorax


1.3.1. Definisi Abses Dinding Thorax
Abses dinding dada adalah manifestasi klinis yang langka terjadi, penyakit
ini digambarkan dengan massa yang semakin membesar dengan atau tanpa rasa
sakit. Terkadang abses ini dapat membuat saluran fistula di rongga pleura dan dapat
pula menghancurkan tulang atau tulang rawan di dada tersebut (Keum D-Yoon. et
al., 2012). Abses dinding dada dapat melibatkan sternum, persimpangan
costochondral, tulang rusuk, sendi costovertebral dan vertebral. Abses paling sering
ditemukan di tepi strenum dan sepanjang tulang rusuk. Banyak lesi pada dinding
dada juga dapat teramati, terutama karena respon imunologis yang ditekan oleh
jaringan host (Gaude GS., 2008).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1038
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.2. Etiologi Abses Dinding Thorax


Abses dinding dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu, abses dinding dada
primer dan abses dinding dada sekunder. Abses dinding dada primer adalah
manifestasi klinis yang langka, terjadi sebagai akibat dari penyebaran hematogen
bakteri, jamur, atau patogen mikrobakteri. Sedangkan, abses dinding dada
sekunder, terjadi dikarenakan proses setelah operasi atau trauma terbuka dari
dinding toraks (Yamaoka Y., 2014).
1.3.3. Patofisiologi Abses Dinding Thorax
Terdapat tiga mekanisme yang menjelaskan penyebab dari abses dinding
dada, pertama dari ekstensi langsung penyakit paru atau pleura yang mendasari,
kedua dari diseminasi hematogen terkait dengan aktivasi TB yang tidak aktif, dan
terakhir dari ekstensi langsung dari limfadenitis di dinding dada. Skeletal
tuberculosis diyakini hasil dari penyebaran basil limfatik atau hematogen dari
tempat infeksi primer di paru. Invasi basil tuberkulosis menyebabkan peradangan
pada selaput dada, sehingga menyebabkan infeksi kelenjar getah bening di dada.
Sebagian besar abses dinding dada meluas sampai dengan bagian sisi dalam dan
sisi luar tulang rusuk (Kim J Young. et al., 2009).
1.3.4. Penatalaksanaan Terapi
Dokter biasanya akan melakukan tindakan aspirasi jarum atau biopsi lesi,
untuk menegakkan diagnosis TB dan untuk mengesampingkan diagnosis lain.
Prosedur ini dapat menunjukkan granuloma basil tahan asam atau bakteri
Mycobacterium tuberculosis dalam kultur. Aspirasi jarum harus dilakukan ketika
menduga diagnosis TB sebelum mengambil keputusan terapeutik. Beberapa
penelitian menjelaskan pengobatan standar untuk abses dinding dada masih
termasuk kontrovesial, salah satunya dikarenakan kasus yang diteliti sedikit, tetapi
menurut Ward., 1971 menyarankan bahwa penggunaan obat antituberkulosis secara
cepat adalah faktor terpenting dalam mencapai hasil yang sukses. Regimen anti
tuberculosis yang digunakan adalah isoniazid, rifampisin, ethambutol dan
pirazinamid (Kim J Young. et al., 2009).
Menurut Kim J Young. dkk menjelaskan pengobatan abses dinding dada
dibagi menjadi dua, yang pertama ketika diagnosa masih belum tegak maka

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1039
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dilakukan aspirasi jarum untuk mendapatkan spesimen kultur baru kemudian


dilanjutkan dengan pemberian anti tuberculosis dengan durasi 1 – 3 bulan. Namun
ketika diagnosis sudah tegak dapat langsung diberikan anti tuberculosis dengan
durasi 9 – 12 bulan (Kim J Young. et al., 2009). Pengevaluasian dari abses dinding
dada dapat dilakukan CT Scan, selain itu CT scan juga dapat memberikan informasi
tentang keadaan fungsional parenkim paru – paru dan rongga toraks serta
mengetahui adanya penyakit penyerta lainnya (Keum D-Yoon. et al., 2012).

Gambar 1.4 Tatalaksana Terapi Abses Dinding Dada (Kim J Young. et al., 2009)
1.4. Toxoplasmosis Cerebri
1.4.1. Definisi
Toxoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit
protozoa yaitu Toxoplasma gondii. Beberapa kasus klinis merupakan hasil dari
paparan baru terhadap T. gondii dalam bentuk kista jaringan. Infeksi dengan T.
gondii umumnya terjadi pada manusia dan hewan berdarah panas. Kondisi ini
biasanya tidak menyebabkan penyakit atau hanya tanda-tanda klinis ringan pada
individu imunokompeten. Infeksi yang didapat selama kehamilan dapat
menyebabkan cacat bawaan ringan hingga serius pada janin. Manusia atau hewan
yang mengalami gangguan kekebalan dapat menyebabkan infeksi yang parah dan
mengancam jiwa (The center for food security & public health, 2017).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1040
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.4.2. Etiologi
Toxoplasma gondii adalah parasit obligat intraseluler, yang terdiri dari tiga
jenis, tachyzoite (bentuk proliferatif), kista (mengandung bradyzoit), dan ookista
(mengandung spozoit). Bentuk Tachyzoite terlihat seperti bulan sabit dengan titik
runcing dan titik bulat. Panjangnya 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron, memiliki sel
membran, dan satu inti di tengahnya (Yuliawati, Irma dan Nasrodin, 2015).

Kista terbentuk di dalam sel inang jika tachyzoite yang membelah telah
membentuk dinding. Kista memiliki ukuran yang bervariasi, ada yang kecil yang
hanya mengandung beberapa bradyzoite dan ada yang berukuran 200 mikron yang
mengandung sekitar 3000 bradyzoite. Kista dalam tubuh inang dapat ditemukan
seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot lurik (Yuliawati, Irma dan
Nasrodin, 2015).
Oocyst memiliki bentuk oval yang berukuran 11-14 × 9-11 mikron. Oocyst
memiliki dinding, berisi satu sporoblas yang terbagi menjadi dua sporoblast. Pada
perkembangan selanjutnya, sporoblas membentuk dinding dan menjadi sporokista.
Setiap sporokista mengandung empat spozoit yang berukuran sekitar 8 × 2 mikron
(Yuliawati, Irma dan Nasrodin, 2015).
1.4.3. Patofisiologi
Infeksi akut pada toxoplasmosis cerebri, bakteri berbentuk proliferatif yaitu
tachyzoite. Infeksi kronik, bakteri berbentuk kista jaringan. Tachyzoite menyerang
seluruh sel di dalam tubuh kecuali sel berinti seperti sel darah merah. Tachyzoite
memasuki sel host secara penetrasi aktif pada membran sel atau secara fagositosis.
Replikasi invitro tachyzoite terjadi setiap 6-9 jam. Hingga terkumpul 64-128
parasit/sel, parasit akan keluar menginfeksi sel disekitarnya.
Infeksi T. gondii mengaktifkan sel makrofag, NK Cells, fibroblast, sel epitel, dan
sel endotelial yang dapat menghambat terjadinya proliferasi parasit. Makrofag dan
sel dendritic akan meningkatkan interleukin-12 yang dapat menstimulasi NK Cells.
Stimulasi NK Cells dapat meningkatkan IFN-γ. Melalui mekanisme lainnya, TNF-
α dapat meningkatkan kemampuan IL-2 yang dapat menstimulasi NK Cells,
sehingga IFN- γ meningkat. Meningkatnya IFN- γ dapat meningkatkan induksi
makrofag sehingga dapat meningkatkan nitric oxide (NO). Peningkatan NO dapat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1041
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menghambat replikasi parasit IFN- γ, kemudian terjadi peningkatan aktivitas


indoleamine 2,3 dioxygenase yang dapat menghancurkan tryptophan (substansi
untuk perkembangan parasit) (The center for food security & public health, 2017).
1.4.4. Penatalaksanaan Terapi
Pada pasien immunocompetent penatalaksanaan sebagai berikut:
• Tanpa gejala → tidak memerlukan terapi, kecuali pada anak usia < 5 thn.
• Dengan gejala, ada beberapa alternatif:
1. Pyrimethamine (LD= 100 mg, MD = 25-50 mg/hari) + sulfadiazine 2-4
g/hari dalam dosis terbagi (4x sehari), untuk 2-3 minggu
2. Pyrimethamine (LD= 100 mg, MD = 25-50 mg/hari) + clindamycin 300 mg
4 kali dalam sehari untuk 6 minggu
3. Pyrimethamine (LD= 100 mg, MD = 25-50 mg/hari) + azithromycin 500
mg/hari
4. Pyrimethamine (LD= 100 mg, MD = 25-50 mg/hari) + atovaquone 750 mg
2 kali sehari.
5. Trimethoprim 10 mg/kg/hari + sulfamethoxazole 50 mg/kg/hari untuk 4
minggu
Pada pasien immunocompromised penatalaksanaan terapi sebagai berikut:
4. Terapi Akut (3-6 bulan)
11. Profilaksis HIV (–) AIDS, CD4+ < 100 /mm3 atau CD4+ < 200 /mm3 +
infeksi oportunistik : trimethoprim+sulmathoxazole tablet DS (160 mg
TMP + 800 mg SMX) 2x sehari, 14DS tablet/minggu.
12. Infeksi akut : Pyrimethamine (LD= 200 mg/hari, MD = 50-75 mg/hari) +
sulfadiazine 4-8 g/hari dalam 6 minggu. Lalu dilanjutkan dengan lifelong
suppresive therapy untuk meningkatkan imun.
13. Pyrimethamine (LD= 200 mg/hari, MD = 50-75 mg/hari) + clindamycin 600
mg PO/IV 4 kali dalam sehari untuk 3-6 minggu. Untuk suppresive therapy
clindamycin 300-450 mg PO setiap 6-8 jam.
14. Pyrimethamine (LD= 200 mg/hari, MD = 50-75 mg/hari) + atovaquone 750
mg (5 mL) PO bersama makan untuk 3 minggu.
(The center for food security & public health, 2017)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1042
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II

PROFIL PASIEN
2.1 Data Pasien

Nama Pasien : AZS


Umur Pasien : 19 Tahun
Alamat : Malang
Diagnosa Awal : Susp. ME TB + Susp. Immunocompromised + Mild
Communicating Hydrocephalus
Diagnosa Akhir : Hydrocephalus on EVD + ME TB + TB Paru + Abses
Dinding Thorax + Sepsis
MRS : 19 Februari 2020
Meninggal : 24 Februari 2020
Alasan MRS : Pasien mengeluhkan demam 7 hari, leher kaku, nyeri
kepala, tidak bisa bicara selama 3 hari, penurunan BB, tidak
nafsu makan, penurunan kesadaran sejak 7 hari sebelum
MRS.
Status Pasien : JKN

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1043
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2 Diagnosis Pasien


Diagnosis
Tgl. Data Pendukung
Dokter Neuro Dokter Bedah Saraf Dokter Paru

19/02 MRS di IGD

Hasil Jawaban Konsultasi dari dr. Paru : Pneumonia, Susp Lung TB

Diagnosis Awal : Susp ME TB, Susp Immunocompromised, Mild Communicans Hydrocephalus

20/02 OP VP Shunt 1. Meningoencephalitis 1. Susp ME TB Bakteri Nonne: +


2. Susp Lung TB
Post OP EVD 3. Mild Hydrocephalus Pandy : +
4. Hipoalbumin
1. Susp ME TB 5. Hiponatremia Leukosit : 50
2. Susp Lung TB 6. Toxoplasma Cerebri
3. Sus.Immunocompromised 7. Soft Tissue Mass Regio Protein : 156 mg/dL
4. Mild Communicans Sternum
Hydrocephalus Glukosa : 29 mg/dL
Plan: Sputum TCM, Kultur, tes
5. Soft Tissue Mass Regio FNAB Soft Tissue Mass
Sternum
Sternum, ulang tes HIV 3 bulan
6. Hiponatremia
7. Hipoalbumin lagi

21/02 1. ME TB dd Bakteri Pagi 1. Susp ME TB


2. Immunocompromised 2. Susp Lung TB
3. Communicating Hydrocephalus 1. ME TB dd Bakteri 3. Post EVD
4. Susp Lung TB 2. Mild Communicans 4. Mild Hydrocephalus
Hydrocephalus 5. Post Drainage Abses Thorax
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1044
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

5. Soft Tissue Mass Regio 3. Post EVD 6. Hipoalbumin


Sternum 4. Abses paru 7. Hiponatremia
6. Hipoalbumin 5. 8. Toxoplasmosis Cerebri
7. Hiponatremia Malam Soft Tissue Mass Regio

1. Abses dinding dada Sternum


2. ME TB dd Bakteri
22/02 1. ME TB 1. Communicating Hydrocephalus 1. Susp ME TB dd bakteri
2. Susp Immunocompromised 2. ME TB dd Bakteri 2. Mild Hydrocephalus
3. Communicans Hydrosephalus 3. Lung TB 3. Hipoalbumin
4. Susp TB Paru 4. Susp dinding thorax 4. Hiponatremia
5. Hiponatremia 5. Toxoplasmosis Cerebri
6. Hipoalbumin 6. Susp Lung TB
7. Soft Tissue Mass Regio
Sternum
23/02 1. ME TB Pagi Leukosit : 4,23
2. Susp Immunocompromised
3. Hydrocephalus Communicans 1. Hydrocephalus Communicans HB: 11,3
4. Susp TB Paru 2. ME TB
5. Hipoalbumin 3. TB Paru Albumin : 3,01
6. Hiponatremia 4. Abses Dinding Thorax

Malam

1 ME TB
2 Hydrocephalus
3 Abses dada

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1045
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

24/02 Pagi

1. Hydrocephalus on EVD
2. ME TB
3. TB Paru
4. Absees Thorax
5. Sepsis
Malam

1. Hydrocephalus on EVD
2. ME TB
3. TB Paru

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1046
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3 Data Klinik

H1 H2 H3 H4 H5 H6
Parameter
(19/02) (20/02) (21/02) (22/02) (23/02) (24/02)
Suhu (ºC) 36,8 36,6 37,2 36 36,5 36
Nadi
107 123 141 92 99 104
(x/menit)
RR
24 20 32 26 26 28
(x/menit)
TD
111/73 120/80 114/85 113/82 112/77 65/42
(mmHg)
H1 H2 H3 H4 H5 H6
Parameter
(19/02) (20/02) (21/02) (22/02) (23/02) (24/02)
Kesadaran IGD 324 424 324 215 111
/ GCS 425 324 214
464 315
BB ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓

2.3 Data laboratorium pasien


Tabel 2.3 Tabel data laboratorium pasien
Parameter Nilai Normal H1 (19/02) H2 (20/02) H5 (23/02)
Elektrolit
Natrium (Na) 135 – 145 mmol/L 127 136 139
Potasium (K) 3,5 – 5,0 mmol/L 3,66 3,65 4,04
Chloride (Cl) 98 – 106 mmol/L 100 107 108
BGA
Suhu 37,0
HB 12,7
pH 7,35 – 7,45 7,39
pCO2 35 – 45 34,9
pO2 80 – 100 145,8
HCO3 21 – 28 21,1
O2 Saturate >95% 99,2%
Base Excess (-)3 – (+)3 -4,2
Asam Laktat 0,5 – 2,2 (arteri) 1,2
0,5 – 1,6 (vena)
Hematologi
Leukosit 4,7 – 11,3 x 8,42 10,38 4,23
103/μL
HB 11,4 – 15,1 12,10 13,3 11,30
Hematokrit 38 – 42% 36,10 41,3 36,30

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1047
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Trombosit 142 – 424 x 441 426 370


103/μL
Eritrosit 4,0 – 5,5 x 103/μL 4,99 5,56 4,69
(RBC)
MCV 80 – 93 FL 72,30 74,30 77,40
MCH 27 – 31 Pg 24,20 23,90 24,10
MCHC 32 36 g/dL 33,50 32,30 31,10
RDW 11,5 – 14,5% 15,30 15,70 16,10
PDW 9 – 13 10,1 10,3 10,2
MPV 7,2 – 11,1 9,3 9,5 9,6
P-LCR 15,0 – 25,0 20,00 21,6 21,6
PCT 0,120 – 0,400 0,41 0,40 0,35
NRBC 0,00 0,00 0,00
Absolut
NRBC 0,0 0,0 0,0
Percent
Hitung Jenis
Eosinofil 0–4 0,0 0,0 0,0
Basofil 0–1 0,0 0,1 0,0
Neutrofil 51 – 67 84,0 87,6 80,7
Limfosit 25 – 33 4,2 5,0 8,7
Monosit 2–5 11,8 7,3 10,6
Eosinofil 0,00 0,00 0,00
Absolut
Basofil 0,00 0,01 0,00
Absolut
Neutrofil 7,08 9,09 3,41
Absolut
Limfosit 0,35 0,52 0,37
Absolut
Monosit 0,16 – 1 0,99 0,76 0,45
Absolut
Immature 0,50 1,20 0,50
Granulosit
(%)
Immature 0,40 0,12 0,02
Granulosit
Faal Hemostatis
PPT
Pasien 9,4 -11,3 detik 10,90
Kontrol 9,5
INR <1,5 detik 1,05
APTT
Pasien 24,6 – 30,6 detik 31,60
Kontrol 24,8

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1048
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Metabolisme Karbohidrat
Glucose <200 mg/dL 123 136
Random
Faal Ginjal
Ureum/BUN 10 – 50 mg/dL 18,5 19,5 21,4
Kreatinin 0,7 – 1,5 mg/dL 0,44 0,49 0,37
eGFR (CKD- 165,73 158,408 177,794
EPI)
Faal Hati
SGOT 11 – 41 U/l 27 21
SGPT 10 – 41 U/l 12 9
Albumin 3,5 – 5,0 g/dL 3,20 3,25 3,01

2.4 Profil terapi pasien


Tabel 2.4 Tabel profil terapi pasien
Obat Rute Dosis 19/02 20/02 21/02 22/02 23/02 24/02
NS IV 1500 cc/24 jam V V
RL IV 500 cc V V V
RD 5 IV 1500 cc/24 jam V
Vitamin B6 PO 1 x 25 mg V V
Dexamethason IV 4 x 5 mg V V V V V
Omeprazol IV 1 x 40 mg V V
Metamizol IV 3x1g V V V V V V
Cefazolin IV 2x1g V
Metronidazol IV 3 x 500 mg V V V
Ampicilin-
IV 3 x 1,5 g V V V
Sulbaktam
Ranitidin IV 2 x 50 mg V V V V
Asetazolamid PO 3 x 250 mg V V V
RHZ PO 600/400/1000mg V V
Streptomisin IM 1x1g V V
Fenitoin IV 2 x 100 mg V
Mannitol IV 3 x 100 cc V V

2.5. Drug related problem pasien


a. Tidak ada indikasi untuk pemberian Phenytoin.
b. Tidak ada indikasi untuk pemberian Mannitol.
c. Tidak ada indikasi untuk pemberian Ampisilin Sulbactam dan
Metronidazole.
d. Interaksi antara rifampicin dan phenytoin.
e. Interaksi antara isoniazid dan phenytoin.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1049
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien AZS berumur 19 tahun tidak memiliki riwayat
penyakit apapun. Pasien masuk IGD dengan keluhan demam selama 7 hari, leher
kaku, nyeri kepala, tidak bisa bicara selama 3 hari, penurunan BB, tidak nafsu
makan, dan penurunan kesadaran sejak 7 hari sebelum MRS. Diagnosa oleh dokter
adalah Hydrocephalus on EVD + ME TB + TB Paru + Abses Thorax + Sepsis.
Diagnosa oleh dokter terkait Mild Hydrochepalus Communicans, artinya
terjadi penumpukan cairan serebrospinal di kepala pasien sehingga mengakibatkan
kepala pasien membesar. Terapi yang diberikan untuk pasien hidrosefalus salah
satunya adalah Acetazolamid. Penggunaan Aetazolamid dapat mengurangi
produksi cairan serebrospinal di otak dan diberikan pada pasien yaitu tanggal 20
Februari 2020 hingga 23 Februari 2020 dengan dosis 3 x 250mg/hari. Berdasarkan
tatalaksana terapi hidrosefalus yaitu dosis awal 500-1000mg/hari, maka pemberian
dosis acetazolamid kepada pasien telah sesuai. Selain itu pasien juga mendapatkan
tindakan operasi yaitu EVD Kocher D bila jenis VP Shunt. Pasien juga
mendapatkan Mannitol pada tanggal 23 Februari hingga 24 Februari dengan dosis
3 x 100cc. Tujuan penggunaan mannitol adalah untuk mengurangi tekanan
intrakranial dan intraokular di otak. Namun, hal ini menjadikan Mannitol sebagai
DRP karena pasien telah dipasang alat VP shunt yang gunanya untuk mengurangi
tekanan dalam otak dengan mekanisme sebagai diuresis osmosis.. Sehingga untuk
kasus ini penggunaan Acetazolamid dan VP shunt sudah tepat.
Diagnosa selanjutnya adalah Meningitis Tuberkulosis (TBM). Tuberculosis
meningitis (TBM) dapat terjadi sebagai satu-satunya manifestasi dari penyakit TB
atau bersamaan dengan infeksi paru. Infeksi pada paru-paru, dan kemudian berjalan
melalui aliran darah ke meningen kemudian terbentuk abses kecil (disebut
microtubercles). Ketika abses ini pecah, maka menghasilkan meningitis TB Terapi
yang diberikan untuk pasien adalah terapi TB kategori I yaitu isoniazid, rifampicin,
pirazinamid serta streptomisin dikarenakan TB pasien sudah termasuk kategori
berat.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1050
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Diagnosis selanjutnya yang didapat pasien adalah abses dinding thorax,


penyakit ini tidak sering dijumpai hanya sekitar 10% saja terjadi. Penyakit ini dapat
dideteksi dengan melihat hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
temuan radiologis termasuk computed tomography (CT) dada dan fistulogram pada
pasien. Penyebab dari terbentuknya abses dinding dada dapat dikarenakan ekstensi
langsung dari TB atau pun dari hematogen lesi tuberkulosis yang dorman, dimana
terjadi penyebaran iatrogenik tuberkulosis ke dinding dada selama aspirasi atau
drainase radang selaput atau empima (Keum D-Yoon. et al., 2012).
Tindakan yang telah dilakukan oleh dokter berupa insisi drainase abses pada
tanggal 21 Februari 2020, kemudian diberikan antibiotik ampisilin-sulbactam (3 x
1,5 g) dan metronidazol (3 x 500 mg). Kedua kombinasi antibiotik ini sangat baik
sebagai alternatif pengobatan abses paru (Kuhajda Ivan. et al.,2015, PPAM., 2019).
Namun dari literatur yang ada menyatakan bahwa hanya dengan penggunaan anti
tuberkulosis dapat memberikan hasil yang baik setelah dilakukan drainase. Menurut
Ward., 1971 menjelaskan bahwa penggunaan cepat obat anti tuberkulosis adalah
faktor paling penting dalam keberhasilan pengobatan. Pengobatan abses dinding
dada sendiri dibagi dua, yaitu ketika diagnosa masih belum tegak maka akan
dilakukan aspirasi jarum untuk mendapatkan spesimen kultur baru, kemudian
dilanjutkan dengan pemberian anti tuberculosis dengan durasi 1 – 3 bulan. Namun
ketika diagnosis sudah tegak dapat langsung diberikan anti tuberculosis dengan
durasi 9 – 12 bulan lamanya (Kim J Young. et al., 2009). Pemberian terapi juga
dapat dipantau dengan evaluasi dari penggunaan obat dengan melakukan CT Scan,
selain itu CT scan juga dapat memberikan informasi tentang keadaan fungsional
parenkim paru – paru dan rongga toraks serta mengetahui adanya penyakit penyerta
lainnya (Keum D-Yoon. et al., 2012). Sehingga pemberian terapi obat ampicilin-
sulbactam dan metronidazol tidak tepat penggunaannya pada abses dinding thorax
yang dialami oleh pasien.
Adapun dokter spesialis paru memberikan diagnosis toxoplasmosis cerebri.
Namun pemberian terapi untuk toxoplasmosis cerebri tidak diberikan. Dalam hal
ini perlu dilakukan konfirmasi kepada dokter penanggung jawab pasien yang
merupakan dokter spesialis bedah saraf, apakah diagnosis toxoplasmosis cerebri

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1051
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dapat ditegakkan. Jika diagnosis telah ditegakkan maka diperlukan pemberian


terapi untuk kondisi toxoplasmosis cerebri. Terapi yang sesuai untuk kondisi pasien
suspect immunocompromised yaitu pyrimethamine (Loading Dose = 200 mg/hari,
Maintenance Dose = 50-75 mg/hari) dikombinasi dengan sulfadiazine 4-8 g/hari
dalam 6 minggu. Lalu dilanjutkan dengan lifelong suppresive therapy untuk
meningkatkan imun. Namun jika diagnosis tidak ditegakkan, maka tidak perlu
diberikan terapi.
Pada pemberian terapi terdapat beberapa Drug Related Problem (DRP)
seperti penggunaan mannitol pada kondisi hydrocephalus dan penggunaan
ampisilin sulbaktam serta metronidazole pada kondisi pasca drainase abses paru
yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya. Kemudian pada tanggal 24
Februari pasien diberikan fenitoin namun tidak terdapat indikasi seperti kejang pada
pasien. Selain itu pemberian fenitoin yang bersamaan dengan obat antituberkulosis
seperti rifampisin dan isoniazid menimbulkan interaksi obat. Isoniazid dapat
meningkatkan kadar fenitoin di dalam tubuh dengan mengurangi metabolismenya.
Rifampisin dapat menurunkan kadar atau efek dari fenitoin dengan memengaruhi
metabolisme enzim. Oleh karena itu penggunaan fenitoin kurang tepat dan dapat
disarankan ke dokter untuk menunda penggunaan fenitoin.
Pada tanggal 24 Februari pasien menunjukkan penurunan kesadaran,
penurunan tekanan darah hingga mencapai 65/42 mmHg, dan kondisi sepsis.
Dokter menyatakan pasien telah meninggal pada tanggal 24 februari karena kondisi
sepsis dan diagnosis lainnya yang menyertainya.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1052
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN

1. Pemberian terapi pada pasien telah sesuai dengan literatur dan hasil assessment.
Namun terdapat beberapa DRP, seperti tidak ada indikasi (mannitol dan
fenitoin) dan interaksi obat (fenitoin dengan rifampisin dan isoniazid) sehingga
diperlukan konfirmasi dokter untuk menentukan apakah pemberian terapi
tersebut dilanjutkan.
2. Asuhan kefarmasian dilakukan pada perawat yaitu dengan menyampaikan cara
pemberian obat, terutama untuk streptomisin diberikan rute IM. Menyampaikan
bahwa pemberian terapi TBM harus rutin diberikan setiap hari.
3. Pasien meninggal dikarenakan kondisi sepsis.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1053
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Bill P, prof Emeritus. 2006. Tuberculous Meningitis. CME.


BNF, 2020, British National Formulary 78th Edition, BMJ Publishing Group,
London.
CFSPH (the Center for Food Security & Public Health), 2017, Toxoplasmosis.
Chin H Joreme. 2014. Tuberculous Meningitis Diagnostic and Therapeutic
Challenges. Neurology Clinical Practice.
Das, Gutam et al. 2004. Management of hydrocephalus in tubercular meningitis.
JK Practicioner. p.161-164.
Estela B, Hernandez P Rogelio. 2014. Pathogenesis and Immune Response in
Tuberculous Meningitis. The Malaysian Journal of Medical Sciences.
Gaude GS, 2008. Tuberculosis of The Chest Wall Without Pulmonary Involvement.
Department of Pulmonary Medicine. India.
Gul, Fethi et al. 2018. Hydrocephaly Medical Treatment. Hydrocephalus: Water on
the Brain. p. 78-82.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
Keum Dong-Yoon, Jae-Bum Kim, Chang-Kwon Park. 2012. Surgical Treatment of
a Tuberculous Abscess of The Chest Wall. The Korean Journal of Thoracic
and Cardiovascular Surgery.
Kim J Young, Hee Jung Joen, Chang Ho Kim, Jae Yong Park, Tae Hoon Jung, Eung
Bae Lee, Tae In Park, Kyung Nyeo Jeon, Chi Young Jung, Seung Ick Cha,
2009. Chest Wall Tuberculosis: Clinic Features and Treatment Outcomes. The
Academy of Tuberculosis and Respiratory.
Kuhajda Ivan, Konstantinos Zarogoulidis, Katerina Tsirgogianni, Drosos Tsavlis,
Ioannis Kioumis, Chritoforos Kosmidis, Kosmas Tsakiridis, Andrew Mpakas,
Paul Zarogoulidis, Athanasios Zissimopoulos, Dimitris Baloukas, Danijela
Kuhajda, 2015. Lung Abscess-Etiology, Diagnostic and Treatment Options.
Annals of Translational Medicine.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1054
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Marx E Grace, Edward D Chan. 2011. Tuberculous Meningitis: Diagnosis and


Treatment Overview. Tuberculosis Research and Treatment.
Meningitis Research Foundation, 2020. Tuberculosis (TB) Meningitis (online),
https://www.meningitis.org/meningitis/causes/tb-(tuberculosis)-meningitis
Pemula Giok, Roezwir Azhary, Ety Apriliana, Paulus D Mahdi. 2016.
Penatalaksanaan yang Tepat pada Meningitis Tuberkulosis. J Medula Unila.
Rajsekhar, Vedantam. 2009. Management of hydrocephalus in patient with
tuberculous meningitis. Neurology India vol 57. p.368-370.
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, 2019. Panduan Umum Pengguaan Antimikroba.
Malang.
Sweetman, S et al. 2014. Martindale 38th. The Pharmaceutical, Press, London.
Thwaites G, TTH Chau, NTH Mai, F Drobniewski, K McAdam, J Farrar. 2000.
Tuberculous Meningitis. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
Ward AS, 1971. Superficial abscess formation: an unusual presenting feature of
tuberculosis. Br J Surg
Waxman, Stephen. 2013. Ventricels and Coverings of the brain. Clinical
Neuroanatomy 27th Edition. p.154.
Wilkinson J Robert, Ursula Rohlwink, Usha K Misra, Reinout V Crevel, Nguyen
TH Mai, Kelly E Dooley, Maxine Caws, Anthony Figaji, Rada Savic, Regan
Solomons, Guy E Thwaites. 2017. Tuberculous Meningitis. Nature Reviews
Neurology.
Witiw, Christopher et al. 2017. Clinical Presentation of Hydrocephalus in Adults.
Hydrocephalus. p.115-117.
Yamaoka Yusuke, Jun Yamamura, Norikazu Masuda, Hiroyuki Yasojima, Makiko
Mizutani, Shoji Nakamori, Toru Kanazawa, Keiko Kuriyama, Masayuki
Mano, Mitsugu Sekimoto, 2014. Primary Chest Wall Abscess Mimicking a
Breast Tumor That Occurred After Blunt Chest Trauma: A Case Report.
Jagdish Butany.
Yuliawati, Irma dan Nasronudin, 2015, Pathogenesis, Diagnostic And Management
Of Toxoplasmosis. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease, 5
(4): 2015.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1055
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN
HARI/TANGGAL CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
TINDAKAN/PERKEMBANGAN KLINIK/MASALAH
S O (OBYEKTIF) A (ASSESMENT) P (PLAN)
(SUBYEKTIF)
Rabu Nyeri kepala, TTV NS (NaCl 0,9%) DRP
19-02-2020 leher kaku, tidak Suhu : 36,8 ˚C • Indikasi : sebagai hidrasi dan pemberian -
nafsu makan, TD : 111/73 mmHg NaCl dalam keadaan defisiensi
penurunan Nadi : 107 x/menit (hiponatremia) pemeliharaan status cairan
kesadaran RR : 24 x/menit dan elektrolit dalam kondisi kehilangan
cairan berlebih (kelebihan diuresis atau
Data Lab pembatasan garam yang berlebih)
Nonne : Positif • Dosis : 0,9%
Pandy : Positif • ESO : ketidakseimbangan elektrolit
TB ICT : Positif (kelebihan natrium)
Anti CMV IgG : 295,5
CD4 : 72 Dexametason IV
Anti Toxoplasma IgG : - Indikasi : terapi adjuvant meningitis, Monitoring efek
504,8 antiinflamasi samping obat
- Mekanisme Kerja : menghambat
Terapi produksi mediator inflamasi dan
NS IV 1500/24 jam menurunkan edema sehingga dapat
Dexametason IV 4x5 menurunkan tekanan cerebral dan
mg meningkatkan aliran CSF
Omeprazol IV 1x40mg
Metamizol IV 3x1mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1056
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Dosis Literatur : 10 mg setiap 4-6 jam,


bila membaik dapat diturunkan sampai
dengan 4 mg tiap 6 jam
- Dosis pasien : 4x5 mg/hari (20 mg/hari)
- ESO : mual, sakit perut, kelemahan otot,
sakit kepala, pusing Monitoring efek
samping : gangguan
Omeprazol IV pencernaan
• Indikasi :profilaksis stress ulcer, peptic Monitoring
ulcer, erosive esofagitis, gastri ulcer Efektivitas : nyeri
• Mekanisme Kerja : menghambat asam lambung
lambung dengan menghambat kerja
enzim K+H+ ATPase yang akan
mengaktifkan K+H+ ATPase untuk
mengeluarkan asam lambung dari
kanalikuli
• Dosis Literatur : IV 1 dd 40 mg vial
infus selama 20-30 mg
• Dosis pasien : IV 1 dd 40 mg
• ESO : konstipasi, diare, mual, sakit
kepala
Monitoring Efek
Metamizole IV Samping Obat
1.7. Indikasi : anti nyeri pasca tindakan Monitoring Derajat
bedah Nyeri Pasien
1.8. Mekanisme Kerja : bekerja dengan
cara menghambat siklooksigenase – 3
pusat dan pada aktivasi system

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1057
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kanabionid dan opiodergik, sehingga


mengurangi sintesis prostagladin
1.9. Dosis Literatur : 1-4 g/hari
1.10. Dosis Pasien : 3 dd 1 g
1.11. ESO : mual, muntah, sakit perut,
pusing, ruam
Kamis Nyeri kepala, TTV Cefazolin IV Monitoring Efek
20-2-2020 leher kaku, tidak Suhu : 36,6 ˚C e. Indikasi : mencegah infeksi bakteri Samping Obat
nafsu makan TD : 120/80 mmHg sebelum operasi, intra operasi, dan pasca Monitoring
GCS = pagi 324, Nadi : 123 x/menit operasi Efektivitas : data
siang 425, RR : 20 x/menit f. Mekanisme Kerja : menghambat sintesis leukosit, suhu, nadi,
malam 464 dinding sel denagn cara berikatan dengan RR
Terapi satu atau lebih penicilin dinding protein
NS IV 1500/24 jam (PBPS) yang dapat menghambat
Dexametason IV 4x5 transpeptidase dari sintesis peptidoglikan
mg pada dinding sel bakteri sehingga
Omeprazol IV 1x40mg menghambat biosistensis dinding sel
Metamizol IV 3x1mg bakteri
Cefazolin IV 2x1 g g. Dosis Literatur : IV 1 dd 1-2 g 1 jam
sebelum operasi (dapat diulang 2-5 jam
selama operasi) dan 3-4 dd 500-1000 mg
selama 24 jam pasca operasi
h. Dosis Pasien : IV 2 dd 1 g
i. ESO : diare, mual. Muntah, syok
anafilaksis

j. Terapi lain dilanjutkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1058
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Jumat Nyeri masih TTV RL (Ringer Lactate)


21-2-2020 terasa, kaku pada Suhu : 37,2 ˚C • Indikasi : sebagai profilaksis dan terapi
leher TD : 114/85 mmHg pengganti. Memenuhi kebutuhan NaCl
GCS = pagi 424, Nadi : 141 x/menit dan Laktat, dengan volume minimal dari
siang 324, RR : 32 x/menit Ca dan K
malam 315 • Dosis
Terapi Na+ = 131 mmol
RL IV 500 cc K+ = 5 mmol
Dexamethason IV 4x5 Ca2+ = 2 mmol
mg HCO3- = 29 mmol
Metamizol IV 3x 1g Cl- = 111 mmol/L
Metronidazol IV
3x500 mg Metronidazol IV
Ampicilin-Sulbactam 6. Indikasi : mengatasi infeksi Monitoring Efek
IV 3x1,5 mg 7. Mekanisme Kerja : antimikroba dengan Samping Obat
Ranitidin IV 2x50 mg aktivitas tinggi melawan (bakterisidal)
Asetazolamid PO bakteri anaerob dan protozoa
3x250 mg 8. Dosis Literatur : 400 mg setiap 8 jam.
Alternatif 500 mg setiap 8 jam biasanya
diterapi untuk 7 hari
9. Dosis Pasien : 3 dd 500 mg
10. ESO : mulut kering, myalgia, mual,
muntah

Ampicilin-Sulbactam IV
▪ Indikasi : membunuh pertumbuhan DRP :
bakteri aerob pada CSF Tidak ada indikasi
pada penyakit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1059
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

▪ Mekanisme Kerja : menghambat sintesis


dinding sel sehingga menyebabkan
kematian sel bakteri
▪ Dosis Literatur : 1,5-3 g IV setiap 6 jam
▪ Dosis Pasien : 3 dd 1,5 g
▪ ESO : diare, ruam kulit

Ranitidin IV Monitoring Efek


▪ Indikasi : mengatasi peptik ulcer Samping Obat
▪ Mekanisme Kerja : memblok H2 yang Monitoring
terdapat di lambung, SSP, dan pembuluh Efektivitas : nyeri
darah, sehingga sekresi asam lambung perut
terhambat
▪ Dosis Literatur : 50 mg setiap 6 jam
▪ Dosis Pasien : 2 dd 50 mg
▪ ESO : sakit kepala, diare

Asetazolamid PO
▪ Indikasi : mengurangi produksi cairan
cerebro spinal Monitoring Efek
▪ Mekanisme Kerja : mengurangi Samping Obat
inflamasi pada permukaan otak dan Monitoring
pembuluh darah yang terkait sehingga Efektivitas : data
mengurangi tekanan intra cranial kalium dan bikarbonat
▪ Dosis Literatur : 500-1000 mg/hari
▪ Dosis Pasien : 3x250 mg/hari (750
mg/hari)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1060
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

▪ ESO : perkembangan metabolik asidosis,


dysgeusia, paresthesia, kelelahan, mual,
diare, kejang dan poliuria

▪ Terapi obat dexamethason dan


metamizol dilanjutkan
Sabtu, 22-2-2020 Nyeri masih TTV Terapi dilanjutkan Monitoring Efek
terasa, kaku pada Suhu : 36 ˚C Samping Obat
leher TD : 113/82 mmHg potensial
GCS = 324 Nadi : 92 x/menit
RR : 26 x/menit Monitoring
Efektivitas : nyeri
Terapi perut, data kalium dan
RL IV 500 cc bikarbonat, data lab
Dexamethason IV 4x5 tanda-tanda infeksi
mg
Metamizol IV 3x 1g
Metronidazol IV
3x500 mg
Ampicilin-Sulbactam
IV 3x1,5 mg
Ranitidin IV 2x50 mg
Asetazolamid PO
3x250 mg
Minggu, 23-2-2020 Nyeri masih TTV Rifampisin Monitoring Efek
terasa, kaku pada Suhu : 36,5 ˚C 1. Indikasi : pengobatan TB Samping Obat
leher TD : 112/77 mmHg 2. Mekanisme kerja : potensial
Nadi : 99 x/menit Monitoring kultur

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1061
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

GCS = pagi 215, RR : 26 x/menit 3. Dosis literatur : 8-12 mg/kg BB (max Monitoring data lab
malam 214 600 mg) tanda infeksi
Leukosit : 4,23 ↓ 4. Dosis yang diberikan : 600 mg
Hb : 11,30 ↓ 5. Efek Samping Obat : mual, muntah, flu-
Hematokrit : 36,30↓ like syndrome
MCV : 77,40 ↓ 6. Interaksi : dengan fenitoin, rifampicin
MCH : 24,10 ↓ dapat menurunkan konsentrasi fenitoin.
MCHC : 21,10 ↓
RDW : 16,10 ↑ Isoniazid Monitoring Efek
Neutrofil :80,7 ↑ ▪ Indikasi : pengobatan TB Samping Obat
Limfosit : 8,7 ↓ ▪ Mekanisme kerja : potensial
Monosit : 10,6 ↑ ▪ Dosis literatur : dosis dewasa 5 mg/kg Monitoring kultur
Kreatinin : 0,37 ↓ BB, max 300 mg Monitoring data lab
Albumin : 3,01 ↓ ▪ Dosis yang diberikan : 400 mg SGOT SGPT, tanda
▪ Efek Samping Obat : mual muntah, infeksi
Terapi neuritis perifer, peningkatan enzim
RL IV 500 cc transaminase
Dexamethason IV 4x5 ▪ Interaksi : dapat meningkatkan kadar
mg dan toksisitas fenitoin.
Metamizol IV 3x 1g
Metronidazol IV Pirazinamid
3x500 mg ▪ Indikasi : pengobatan TB
Ampicilin-Sulbactam ▪ Mekanisme kerja : Monitoring Efek
IV 3x1,5 mg ▪ Dosis literatur : 20-25 mg/kg BB (max 2 Samping Obat
Ranitidin IV 2x50 mg g) potensial
Asetazolamid PO ▪ Dosis yang diberikan : 1000 mg Monitoring kultur
3x250 mg ▪ Efek Samping Obat : hepatotoksisitas,
hiperurisemia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1062
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terapi Tambahan Monitoring data lab


RHZ 600/400/1000 mg Streptomisin SGOT SGPT, tanda
PO ▪ Indikasi : pengobatan TB infeksi
Streptomisin 1 x 1g IM ▪ Mekanisme kerja :
Vitamin B6 1 x 25 mg ▪ Dosis literatur : 15 mg/kg BB (max 1 g)
PO per hari
Mannitol 3 x 100cc IV ▪ Dosis yang diberikan : 1 g Monitoring Efek
▪ Efek Samping Obat : ototoksisitas Samping Obat
▪ Interaksi: - potensial
Monitoring kultur
Vitamin B6 Monitoring data lab
D. Indikasi : mengurangi efek samping SGOT SGPT, tanda
isoniazid berupa neuritis perifer infeksi
E. Mekanisme kerja :
F. Dosis literatur : 10 mg sehari, bisa
ditingkatkan hingga 50 mg sehari
G. Dosis yang diberikan : 25 mg Monitoring
H. Efek Samping Obat : - muncul/tidaknya ESO
dari isoniazid
Mannitol
5. Indikasi : Mengurangi tekanan
intracranial dan intraocular
6. Mekanisme Kerja : Mengurangi
inflamasi pada permukaan otak dan
pembuluh darah yang terkait sehingga
mengurangi tekanan intracranial.
7. Dosis Literatur : 0,25 – 1 g/kg Monitoring apakah
8. Dosis yang diberikan : 3 x 100 cc terjadi ESO

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1063
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

9. Efek Samping Obat : hipernatremia dan Monitoring efektivitas


hiperkalemia : nyeri perut, data lab
tanda-tanda infeksi,
data lab elektrolit
Acetazolamid dapat
dihentikan
Senin, 24-2-2020 Nyeri masih TTV Terapi asetazolamid, dexametason, Monitoring Efek
terasa, kaku pada Suhu : 36 ˚C dihentikan, karena telah diberikan manitol Samping Obat
leher TD : 65/42 mmHg yang lebih tepat untuk kondisi mild potensial
GCS = 111 Nadi : 104 x/menit hydrocephalus pasca operasi VP Shunt. Monitoring
RR : 28 x/menit Terapi antibiotik ampisilin sulbactam dan Efektivitas : nyeri
metronidazole dihentikan. perut, data kalium dan
Terapi bikarbonat, data lab
RL IV 500 cc RD 5 tanda-tanda infeksi,
Metamizol IV 3x 1g 3. Indikasi : sebagai sumber energi. data lab faal hati
Ranitidin IV 2x50 mg 4. Dosis : 5% atau 10%
RHZ 600/400/1000 mg 5. ESO : ketidakseimbangan elektrolit,
PO demam, ketidakseimbangan cairan,
Streptomisin 1 x 1g IM localised pain.
Vitamin B6 1 x 25 mg
PO Fenitoin
Mannitol 3 x 100cc IV • Indikasi : Mengontrol kejang yang Monitoring ESO
merupakan terapi rumatan atau Potensial
Terapi Tambahan maintenance bila kejang akut telah Monitoring kadar
RD5 IV 1500cc/24jam teratasi. albumin.
Fenitoin IV 2 x 100 • Mekanisme Kerja : Menstabilkan PKOD
mg membran neuronal dan mengurangi
kejang dengan meningkatkan efflux atau

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1064
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mengurangi influx ion Na kedalam


membran sel dan menghambat
terjadinya potensial aksi oleh
depolarisasi terus menerus pada neuron.
• Dosis Literatur : 3-4 x100mg /hari
• Dosis yang diberikan : 2 x 100 mg
• Efek Samping Obat : mual, muntah,
pusing.
• Interaksi : rifampicin menurunkan
kosentrasi, isoniazid meningkatkan
konsentrasi.
• Diperlukan pemeriksaan kadar obat
darah karena pasien dalam kondisi
hipoalbumin.

Pasien dinyatakan meninggal karena sepsis.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1065
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Acute Limb Ischemic Extremitas
Inferior Regio Pedis Sinistra Grade II
B Post Trombectomy + Chronic
Coronary Syndrom

(27 Februari – 05 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1066
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Acute Limb Ischemic Extremitas Inferior


Regio Pedis Sinistra Grade II B Post Trombectomy + Chronic Coronary
Syndrom “

di Instalasi Rawat Inap 2 Ruang 17

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA 2 Ruang 17
(27 Februari – 05 Maret 2020)

1. Safaatul Laysa, S. Farm (051913143134)


2. Dania, S.Farm (051913143141)
3. Diyah Pujiastuti, S. Farm (051913143155)
4. Rosa Iftia Elfadiana, S. Farm (051913143158)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1067
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Acute Limb Ischemic Extremitas Inferior


Regio Pedis Sinistra Grade II B post trombectomy + Chronic Coronary
Syndrome”

di Instalasi Rawat Inap 2 Ruang 17

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA 2 Ruang 17
(27 Februari – 05 Maret 2020)
1. Safaatul Laysa, S. Farm (051913143134)
2. Diyah Pujiastuti, S. Farm (051913143155)
3. Rosa Iftia Elfadiana, S. Farm (051913143158)
4. Dania, S.Farm (051913143141)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis


IRNA 2 Ruang 17 IRNA 2
ACC by WA Tanggal ACC by WA Tanggal
31 Maret 2020 31 Maret 2020

Pusparani Aisyah, S. Farm., Apt Agustinus Santoso M.Farm.Klin., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1068
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
1.1.1 Acute Limb Ischemic
Acute Limb Ischemic adalah penurunan aliran darah secara drastis pada
bagian tubuh bagian bawah akibat oklusi akut arteri perifer (penyempitan
pembuluh darah) karena adanya emboli atau trombosis (Obara et al., 2018).
Acute Limb Ischemia ditandai dengan 6 P, yaitu pain, pallor, pulseless,
perishing cold, paraesthesia, dan paralysis. Acute limb ischemia biasanya
terjadi pada pasien dengan penyakit arteri perifer, tetapi dapat pula terjadi
pada pasien dengan diseksi aorta atau trauma. Simptom berkembang dalam
waktu kurang dari 2 minggu sehingga menimbulkan nyeri, kesemutan,
kelumpuhan, dingin pada tubuh bagian bawah, dan lemah atau tidak adanya
denyut nadi (Creager et al., 2012).
1.1.2 Chronic Coronary Syndrome
Penyakit Chronic Coronary Syndrome adalah proses patologis yang ditandai
dengan akumulasi plak aterosklerosis di arteri epikardial, baik obstruktif
maupun non-obstruktif. Penyakit ini dapat diperbaiki dengan penyesuaian
gaya hidup, terapi farmakologis, dan intervensi invasif yang dirancang untuk
mencapai stabilisasi atau regresi penyakit. Penyakit ini dapat memiliki
periode stabil yang panjang tetapi juga dapat menjadi tidak stabil kapan saja,
biasanya karena kejadian aterotrombotik akut yang disebabkan oleh pecahnya
plak (European Society of Cardiology, 2019).

1.2 Etiologi
Penyebab acute limb ischemia adalah penurunan perfusi tungkai karena adanya
thrombus atau emboli. Thrombosis in situ dapat terjadi pada pembuluh dengan
penyempitan aterosklerotik bertahap yang sebelumnya telah membentuk
pembuluh kolateral. Kehadiran kolateral ini mengurangi keparahan gejala.
Sedangkan acute limb ischemic karena emboli dapat disebabkan adanya atrial
fibrilasi, aritmia, dan endokarditis.Selain itu, acute limb ischemia juga dapat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1069
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

disebabkan oleh thrombosis graft atau thrombosis aneurisma poplitea, diseksi


atau emboli aorta, kista poplitea, trauma, keadaan hiperkoagulabel, dan
komplikasi iatrogenik terkait dengan kateterisasi jantung, prosedur
endovaskular, atau pompa balon intraaortik (Acar et al., 2013).

1.3 Patofisiologi
Patofisiologi acute limb ischemia (ALI) adalah penurunan perfusi arteri
tungkai karena adanya oklusi akibat emboli atau thrombus. Adanya oklusi
arteri menyebabkan hipoksia jaringan. Tubuh akan berusaha melakukan
reperfusi, yang menyebabkan malfungsi integritas membran dan potensial
membran untuk mengubah kadar elektrolit intrasel. Hal ini menyebabkan
asidosis intraselular dan degenerasi sel. Gejala edema timbul karena
homeostasis sel yang terganggu pada sel hipoksia.
Sekitar 85% acute limb ischemia disebabkan thrombosis arterial, dan
mayoritas pasien sudah mengalami kerusakan arteri sebelumnya (paling sering
karena aterosklerosis pada penyakit arteri perifer). Thrombus umumnya terjadi
karena rupturnya plak aterosklerotik. Pada pembuluh darah yang
aterosklerosis, sudah terbentuk pembuluh darah kolateral, sehingga seringkali
gejala yang timbul akibat oklusi tidak terlalu parah.
Emboli perifer nonaterosklerotik terjadi pada 10-15% pasien. Emboli bisa
berasal dari jantung atau pembuluh darah besar. Terbentuknya emboli dapat
disebabkan gangguan katup jantung, aritmia (paling sering atrial fibrilasi),
aneurisma aorta, atau diseksi aorta. Emboli juga dapat disebabkan oleh gas atau
materi padat lainnya. Oklusi akibat emboli mayoritas bersifat akut, sehingga
tidak ada pembuluh darah kolateral dan manifestasi klinis yang muncul lebih
berat (Simon et al., 2018)

1.4 Manifestasi Klinis


Manisfestasi klinik dari Acute Limb Ischemia ditandai dengan 6 P, yaitu pain
(nyeri), pallor (pucat), pulseless (lemah atau tidak ada denyut nadi), perishing

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1070
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

cold (dingin pada bagian ekstremitas), paraesthesia (kesemutan atau mati rasa
pada bagian ekstremitas), dan paralysis (kelumpuhan) (Creager et al., 2012).

1.5 Guidelines dan Penatalaksanaan Terapi


1.5.1 Terapi Farmakologi
a. Acute Limb Ischemic
Penatalaksanaan acute limb ischemia bertujuan untuk mengembalikan
sirkulasi secara cepat, baik dengan menggunakan medikamentosa,
prosedur medis, atau keduanya. Terapi yang direkomendasikan oleh
AHA (American Heart Association) adalah pemberian antikoagulan
dengan heparin.

(American Heart Association/American College of Cardiology, 2016)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1071
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

b. Chronic Coronary Syndrome

(European Society of Cardiology, 2019)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1072
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN

2.1 Profil Pasien


Identitas Pasien
Nama Pasien/Usia Tn. AS (49 tahun)
Alamat Nganjuk
Diagnosa Acute Limb Ischemic extremitas inferior regio pedis sinistra
grade II B post trombectomy + Chronic Coronary Syndrome
MRS/KRS 20 Februari 2020/05 Maret 2020
Alasan MRS Kaki kiri nyeri dan kesemutan dari ujung kaki hingga
pergelangan kaki.
Status Pasien JKN
Riwayat Penyakit Pasien mengalami nyeri dan kesemutan pada kaki sebelah
Saat Ini kiri dari ujung kaki hingga pergelangan kaki. Ujung kaki
kiri teraba dingin. Ujung kaki kanan nyeri, teraba hangat.
Riwayat ✓ Bolus heparin 50 IU/kgBB ~ 5000 unit dilanjutkan drip
Pengobatan heparin 18 IU/kgBB ~ 1080 unit (IV)
✓ Lansoprazole 1 dd 30 mg (IV)
✓ Morphine 1 dd 2 mg (IV)
✓ Metamizol 3 dd 1 gram (IV)
✓ Aspilet 0-0-80 mg (PO)
✓ Cilostazol 2 dd 50 mg (PO)
✓ Atorvastatin 0-0-40 mg (PO)
✓ Allopurinol 3 dd 300 mg (PO)
✓ Natrium Bicarbonat 3 dd 1 (PO)
✓ Vitamin E 3 dd 1 (PO)
✓ Concor (Bisoprolol) 1,25 mg-0-0 (PO)
✓ Diazepam 0-0-2 mg (PO)
✓ Pentoxyfilline 1 dd 400 mg (PO) (jika tidak ada, diganti
drip pentoxyfilline 1200 mg/12 jam selama 2 hari)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1073
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Riwayat Kesehatan -
Riwayat Alergi -
Riwayat Keluarga -

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1074
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2 Data Klinis

Data
Nilai Normal 21/02 22/02 23/02 24/02 25/02 26/02 27/02 28/02 29/02 01/03 02/03 03/03
Klinis
120/80
TD 120/80 90/60 100/70 120/70 120/80 110/80 110/70 120/70 110/80 110/70 120/90 130/80
mmHg
80-85
Nadi 82 80 80 85 85 74 85 82 82 80 90 76
x/menit
RR 20 x/menit 21 19 22 20 20 22 20 20 21 20 20 19
Suhu 36-37o C 36,5 36,2 36,4 36,5 36,5 37,9 36,9 37,8 36,7 36,5 36,0 37,4
Nyeri ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Kesemu
✓ ✓ ✓ ✓ - - - - - - - - -
tan
Mual ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓↓ ✓↓ ✓↓ ✓↓ ✓↓

GCS 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1075
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3 Data Laboratorium


Nilai
Parameter 20/02 26/02 27/02 29/02 04/03
Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,4-17,7
8,90 8,80 9,10 11,30 9,90
(HGB) g/dL
Eritrosit 4,0-5.5
2,81 2,83 3,07 3.91 3,35
(RBC) 106/µl
Leukosit 4,3-10,3
8,92 21,59 20,35 18,69 22,71
(WBC) 106/µl

Hematokrit 40-47% 25,80 25,00 26,50 32,70 29,40

Trombosit 142-424
222 274 178 125 96
(PLT) 103/µl
MCV 80-93 fL 91,80 88,30 86,30 83,60 87,80
MCH 27-31 pg 31,70 31,10 29,60 28,90 29,60
32-36
MCHC 34,50 35,20 34,30 34,60 33,70
g/dL
11,5 -
RDW 16,90 17,30 18,30 17,90 17,00
14,5 %
PDW 9-13 fL 14,5 14,1 18,1 18,3 23,1
7,2-11,1
MPV 11,9 11,9 12,7 12,9 13,0
fL
15,0-
P-LCR 39,2 38,7 44,3 40,16 47,2
25,0%
0,15-
PCT 0,26 0,33 0,23 0,16 0,13
0,40%
NRBC
103/µl 0,09 0,27 0,42 0,53 0,14
Absolute

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1076
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

NRBC
% 1,0 1,3 2,1 2,8 0,6
Percent
HITUNG JENIS
Eosinofil 0-4% 0,3 0,0 0,0 0,2 0,0
Basofil 0-1% 0,1 0.1 0.1 0,2 0,0
Neutrofil 51-67% 59,4 60,4 52,9 43,4 29,7
Limfosit 25-33% 30,8 30,1 37,2 48,3 55,2
Monosit 2-5% 9,4 9,4 9,8 7,9 15,1
Eosinofil
103/µl 0,03 0,01 0,01 0,03 0,0
Absolut
Basofil
103/µl 0,01 0,02 0,03 0,03 0,01
Absolut
Neutrofil
5,29 13,05 10,74 8,12 6,74
Absolut
Limfosit
2,75 6,49 7,58 9,03 12,54
Absolut
Monosit
103/µl 0,84 2,02 1,99 1,43 3,42
Absolut
Immature
Granulosit % 1,00 2,50 5,00 5,50 4,40
(%)
Immature
103/µl 0,09 0,54 1,01 1,03 1,00
Granulosit
FAAL GINJAL
10-50
Ureum 15,5 - - - -
mg/dl
0,7-
Kreatinin 1,5mg/d 0,80 - - - -
L

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1077
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

eGFR ml/menit
2 104,896 - - - -
(CKD-EPI) /1.73m
FAAL HATI
AST/SGOT 0-40U/L 114 - - - -
ALT/SGPT 0-41 18 - - - -
3,5-
Albumin 3,42 - - - -
5,5g/dL
METABOLISME KARBOHIDRAT
<200
GDA 123 - - - -
mg/dL
ELEKTROLIT
136-145
Natrium 138 - - - -
mmol/l
3,5-5,0
Kalium 3,70 - - - -
mmol/l
98-106
Klorida 107 - - - -
mmol/l

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1078
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Parameter Nilai Normal 20/02 22/02 26/02 26/02 26/02 27/02 27/02 27/02 28/02
06.56 17.02 23.42 08.58 16.14 23.25 14.00
FAAL HEMOSTASIS
PPT Pasien 9,4-11,3 detik 10,90 10,80 11,10 11,20 11,20 12,00 11,90 11,70 12,20

Kontrol 10,8 10,9 11,4 11,1 11,1 11,4 11,6 11,6 10,7

INR <1,5 detik 1,05 1,05 1,04 1,07 1,08 1,17 1,16 1,13 1,19

APTT Pasien 24,6-30,6 detik 43,40 21,70 28,40 64,20 58,10 41,20 43,00 68,30 34,30

Kontrol 25,0 25,5 25,3 25,4 25,4 24,9 24,6 24,6 25,6

Parameter Nilai Normal 29/02 29/02 01/03 01/03 02/03 02/03 02/03 04/03
07.29 12.00 14.41 18.23 02.21 10.23 22.47 09.47
FAAL HEMOSTASIS
PPT Pasien 9,4-11,3 detik 12,70 13,70 13,60 13,80 14,30 13,10 12,90 12,50
Kontrol 10,6 10,6 11,0 11,0 11,0 10,9 11,1 11,0

INR <1,5 detik 1,24 1,34 1,33 1,35 1,41 1,28 1,26 1,22

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1079
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

APTT Pasien 24,6-30,6 detik 61,80 105,10 35,80 96,80 118,10 42,60 30,80 30,80

Kontrol 24,7 24,7 25,7 25,7 25,7 24,9 25,5 25,2

2.4 Profil Pengobatan Pasien


Obat Rute Dosis Februari Maret
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 1 2 3 4
NS 0,9% IV - 15 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 - -
tpm tpm tpm tpm tpm tpm tpm tpm tpm tpm tpm tpm
Tutofusin : NS IV 2: 1/24 - - - - ✓ - - - - - - - - -
jam
Ringer Laktat IV 1500 - - - - - - - - - - - - ✓ -
cc/jam
Futrolit : NS IV 1:1 - - - - - - - - - - - - - ✓

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1080
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Ketorolac IV 3 dd 30 ✓ - - - - - - - - - - - ✓
mg
Heparin IV - 500 100 100 100 110 108 110 110 5000I 250 // 30 72
0IU 0 0 0 0 0 0 0 U 00 00 0
bol IU/j IU/j IU/j IU/j IU/j IU/j IU/j bolus, IU/j IU IU/
us am am am am am am am Drip am /ja ja
2000 m m
IU bol
us
Santagesik IV 3 dd 1 - ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ - ✓
(Metamizol) gram
Ranitidin IV 2 dd 50 - ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ -
mg
Ciprofloxacin IV 2 dd - - - - - - - - ✓ ✓ ✓ ✓ - -
400mg
Metronidazol IV 3 dd - - - - - - - - ✓ ✓ ✓ ✓ - -
500mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1081
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Asam IV 3 dd 500 - - - - - - - - - - - - ✓ -
Traneksamat mg
Cilostazol PO 3 dd - 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 // 2 2
100mg dd1 dd1 dd1 dd5 dd5 dd5 dd5 dd50 dd5 dd5 dd dd
00 00 00 0 0 0 0 mg 0 0 50 50
mg mg mg mg mg mg mg mg mg mg mg
Aspilet PO 1 dd 80 - ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ // ✓ ✓
mg
Atorvastatin PO 0-0-40 mg - - ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Allopurinol PO 3 dd - - ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
100mg
Natrium PO 3 dd - - ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ -✓ -✓
Bicarbonat 500mg
Concor PO 1,25mg-0- - - ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
(Bisoprolol) 0

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1082
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dorner PO 2 dd 20 - - - ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ -✓ -✓ -✓ -✓
(Beraprost mg
Natrium)
Warfarin PO 2 dd 2 mg - - - - - ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ //
Paracetamol PO 3 dd - - - - - ✓ ✓ - - - - - - -
500mg
Vitamin B PO 3 dd 1 tab - - - - - - - - - - - - ✓ -
Metoklopramid PO 3 dd 10 - - - - - - - - - - - - ✓ -
mg
Vitamin K PO 3 dd 1 tab - - - - - - - - - - - - - ✓

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1083
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5 Drug Related Problem (DRP)


2.5.1. Acute Limb Ischemic
Subyektif/O Terapi Analisis Obat DRP Plan dan Monitoring
bjektif
Subyektif: • Heparin IV Heparin IV Heparin Heparin
Nyeri (dosis berubah • Indikasi: Tromboembolism (antikoagulan) Penggunaan heparin Plan:
sesuai dan warfarin secara Terapi dilanjutkan
Obyektif • Mekanisme Kerja: Menonaktifkan faktor IX,
monitoring PT bersamaan dapat
INR X, XI, XII dan trombin serta menghambat
dan APTT) meningkatkan risiko Monitoring ESO :
Suhu Tubuh konvensi fibrinogen menjadi fibrin
• Warfarin (PO terjadinya bleeding Trombosit, ada tidaknya
(T) 2 mg (2 dd I) • Dosis literatur: 50-100 Unit/kg → BB pasien pendarahan, darah dalam
dan HIT (Heparin
Hb = 8,90 • Cilostazol (60kg)= 3000-6000 Unit bolus, lalu dilanjutkan tinja, tekanan darah, dan
Induced
g/dL (PO 3 dd 100 drip heparin IV 18 Unit/kg = 1080 Unit hematoma
Trombocytopenia)
Eritrosit = mg, 2 dd 100 • Dosis yang diberikan: IV bolus 5000 unit, lalu
2,81 x106/μl mg, 2 dd 50 dilanjutkan 1080 unit/jam Monitoring efektivitas :
Hematokrit= mg) • ESO potensial: trombositopenia (10-30%), PTT dan APTT serta nyeri
25,80 % • Metamizol active bleeding, darah dalam tinja, hipotensi, yang dialami pasien
Trombosit= (IV 3 dd 1 hematoma. (Dvorak, et al., 2010)
222 x103/μl gram)
MCV = • Paracetamol
91,80 fL (PO 3 dd 500 Warfarin
MCH = Warfarin
mg) • Indikasi: antikoagulan Warfarin
31,70 pg • Aspilet (Asam • Mekanisme Kerja: Warfarin menghambat 1. Interaksi dengan Plan:
MCHC = Asetil warfarin dengan Terapi dilanjutkan.
sintesis vitamin K di hati, sehingga
34,50 g/dL heparin Pemberian warfarin dan
memengaruhi faktor-faktor pembekuan II, VII,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1084
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

RDW = Salisilat) (PO IX dan X, dengan mengubah residu asam (Antikoagulan oral heparin diwaktu yang
16,90 % 1 dd 80mg) glutamat menjadi residu asam gama- dapat tidak bersamaan.
PDW = 14,5 • Ketorolac karboksiglutamat (Norisca et. al., 2012) memperpanjang
fL (IV) 3 dd 30 • Dosis literatur: Dosis awal→10 mg/hari waktu APTT pada Monitoring ESO :
MPV = 11,9 mg selama 2 hari kemudian dosis disesuaikan pada pasien yang Monitoring data INR dan
fL • Ranitidin (IV data PTT (INR). Dosis maintenance→ 3- menerima heparin, bila terjadi pendarahan.
P-LCR = 2 dd 50 mg) 9mg/hari. sementara heparin
39,2% • Metokloprami • Dosis yang diberikan: 20 mg (2 dd 1) dapat Monitoring efektivitas :
PCT = d (PO 3 dd 10 • ESO potensial : Pendarahan hampir pada memperpanjang monitoring data lab (PTT
0,26% mg) semua organ tubuh yang dapat mengakibatkan INR pada pasien dan APTT)
anemia, nekrosis jaringan dan/atau gangren yang menerima
dikulit atau jaringan lain dengan infark SC warfarin)
(spinal cord) 2. Interaksi dengan
aspilet (dapat
meningkatkan
risiko pendarahan
dengan
menghambat
agregasi trombosit,
memperpanjang
waktu pendarahan
dan menginduksi
lesi GI)

Aspilet (Asam Asetil Salisilat) (PO) 1 dd 80mg


• Indikasi : antitromboti

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1085
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Mekanisme Kerja: mengurangi agregasi Plan :


platelet, sehingga dapat menghambat • Pemberian aspirin
pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, dengan obat Pemberian aspirin dengan
menghambat ativitas enzim COX I & II) dan antikoagulan akan antikoagulan lainnya
selanjutnya menghambat produksi memberikan efek diberi rentang waktu
tromboksan (Alonso, et al., 2012; DIH 17th) bleeding (Delaney,
• Dosis literatur: 75-100 mg perhari (Alonso, et al., 2007) Monitoring efektivitas :
et al., 2012)
• Dosis yang diberikan: 1 dd 80mg cek data lab hematologi
• ESO : gangguan GIT, bleeding (DIH 17th) dan rasa nyeri berkurang
• Interaksi : warfarin, heparin, cilostazol,
Monitoring efek samping
(Delaney, et al., 2007);
: gangguan GIT, bleeding,
Cilostazol (PO 3 dd 100 mg, 2 dd 100 mg, 2 dd
50 mg)
• Penggunaan Plan : Terapi dilanjutkan
• Indikasi: antiplatelet dan vasodilator
• Mekanisme: menghambat platelet (trombosit) ciloastazol,
warfarin, dan Monitoring Efektivitas:
saling menempel sehingga mencegah PTT dan APTT
terjadinya penggumpalan darah serta heparin
membuat pembuluh darah melebar meningkatkan
risiko terjadinya Monitoring ESO:
(vasodilator), sehingga memperlancar aliran bleeding, pusing
darah dan menambah pasokan oksigen pada bleeding
sel tubuh.
• Dosis literatur : 2 dd 100 mg/hari
• Dosis yang diberikan : 3 dd 100 mg, 2 dd 50
mg, 2 dd 100 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1086
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• ESO potensial : mudah memar atau berdarah,


pusing
(Spilliopulos, 2014)

Paracetamol 500 mg Tidak ada DRP Plan:


• Indikasi: analgesik dan antipiretik Terapi dilanjutkan
• Mekanisme Kerja: Mengurangi produksi zat
penyebab peradangan, yaitu prostaglandin. Monitoring ESO :
Dengan penurunan kadar prostaglandin di cek kondisi umum pasien
dalam tubuh, tanda peradangan seperti demam dan TTV
dan nyeri akan berkurang (Jozwiak-Bebenista
et. al., 2014). Monitoring efektivitas :
• Dosis literatur: Dewasa → 500-1000 mg tiap monitoring tanda-tanda
4-6 jam peradangan (suhu tubuh,
• Dosis yang diberikan: 500 mg (3 dd 1) nyeri)
• ESO potensial : Trombositopenia, leukopenia,
neutropenia, agranulositosis, angiodema,
permasalahan GIT, ruam dan pusing.

Metamizol IV 3 dd 1 gram Plan:


• Indikasi: Analgesik pasca operasi Tidak ada DRP Terapi dilanjutkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1087
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Mekanisme: golongan NSAID yang bekerja Monitoring efektivitas:


dengan menghambat prostaglandin sehingga nyeri berkurang
reaksi peradangan seperti nyeri, Monitoring ESO: mual,
pembengkakan, dan demam berkurang. muntah, cek data
• Dosis literatur: 0,5-4 gram/hari dalam dosis hematologi
terbagi
• Dosis yang diberikan: 3 dd 1 g
• ESO: agranulositosis dan anemia aplastik,
mulut kering, gangguan saluran cerna seperti
mual dan muntah
(Jasiecka et al., 2014)

Ketorolac Tidak ada DRP

• Indikasi: nyeri akut sedang-berat Plan:


• Mekanisme: menghambat sintesis Terapi dilanjutkan
prostaglandin di jaringan tubuh dengan
menghambat enzim COX 1 dan COX 2 Monitoring ESO :
sehingga mengurangi nyeri. sakit kepala, mual
• Dosis literatur: 30 mg tiap 6 jam, tidak
lebih dari 120 mg/hari Monitoring efektivitas :
• Dosis pasien: (IV) 3 dd 30 mg monitoring tanda klinis
• ESO potensial: sakit kepala (17%), mual (nyeri)
(12%)

Tidak ada DRP

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1088
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Ranitidin

• Indikasi: profilaksis stress ulcer, GERD,


peptic ulcer
• Mekanisme: antagonis kompetitif reseptor Plan:
histamin H2 sehingga terjadi pengurangan Terapi dilanjutkan
volume dan konsentrasi asam lambung.
• Dosis literatur: 50 mg tiap 6-8 jam Monitoring ESO :
• Dosis pasien: 2 dd 50 mg sakit kepala, gangguan
• ESO potensial: sakit kepala, gangguan GIT GIT

Monitoring efektivitas :
monitoring tanda klinis
Metoklopramid 3 dd 10 mg (nyeri perut, mual,
Tidak ada DRP muntah)
• Indikasi: mual, muntah
• Mekanisme: meningkatkan motilitas usus
dengan menghambat reseptor D2 presinaptik
dan postinaptik serta reseptor 5-HT4 Plan:
presinaptik. Terapi dilanjutkan
• Dosis literatur: 5-10 mg sampai 4 dd 20 mg
• Dosis pasien: 3 dd 10 mg
Monitoring efektivitas :
monitoring tanda klinis
(mual, muntah)

2. Chronic Coronary Syndrome

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1089
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

SUBYEKTIF/
OBYEKTIF Terapi Analisis Obat DRP Plan dan Monitoring

Subjektif : nyeri • Dorner PO 2 Dorner (Beraprost Na) Tidak ada DRP Plan:
dada dd 20 mcg) Terapi dilanjutkan
• Atorvastatin • Indikasi: vasodilator dan antiplatelet
(PO 0-0-40 • Mekanisme Kerja: Mengikat reseptor PGI2 Monitoring ESO :
Objektif : hasil mg) dari trombosit dan sel otot polos pembuluh cek tanda klinis seperti sakit
EKG • Allopurinol darah yang menginduksi aktivasi adenilat kepala dan pusing; cek TTV
(abnormal) (PO) 3 dd siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP pada (suhu tubuh).
100mg intraseluler, menghambat influks Ca2+ dan
• Natrium sintesis tromboxan A2 yang kemudian Monitoring efektivitas :
bicarbonat memberikan efek antiplatelet dan vasodilatasi monitoring tanda klinis
(PO 3 dd (Cardiovascular Drug Reviews). (mual, muntah)
500mg) • Dosis literatur: 120 mcg/hari dalam 3 dosis
• Concor (PO terbagi
1,25 mg-0-0) • Dosis yang diberikan: 20 mcg (2 dd 1)
• ESO potensial : Sakit kepala, wajah panas
dan memerah, gangguan pencernaan,
kecenderungan pendarahan dan pusing.

Atorvastatin (PO) 0-0-40mg Tidak ada DRP Plan :


• Indikasi : Aterosklerosis
• Mekanisme Kerja: mengurangi sintesis Terapi dilanjutkan
kolesterol dengan menghambat aktivasi HMG-

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1090
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

CoA reduktase dan juga mengurangi sekresi


lipoprotein hatipadasaat yang sama
untukmengatur glukosa darah (Chen, 2017) Monitoring efektivitas :
• Dosis literatur: 10-80mg (DIH 17th)
• Dosis yang diberikan: 40 mg malam hari Monitoring efek samping :
• ESO potensial : sakit kepala (3%-17%) sakit kepala, konstipasi,
konstipasi (3%) diare(4%), sakit dada (2-10%) diare, sakit dada
(DIH 17th)

Allopurinol (PO) 3 dd 100 mg

• Indikasi : mengontrol kadar asam urat Plan :


• Mekanisme kerja: menghambat xantin
Terapi dihentikan
oksidase atau urikosurik seperti sulfinpyrazone Terapi tanpa
(digunakan untuk meningkatkan ekskresi asam indikasi karena Monitoring efektivitas :
urat dalam urin) (DIH 17th). tidak ada data lab
• Dosis literatur : 100mg perhari, dapat Cek kadar asam urat
ditingkatkan sampai 200-300mg perhari (DIH
17th). Monitoring efek samping :
• Dosis pemberian: 3 dd 100 mg ruam kulit, mual muntah.
• ESO potensial : ruam (1,5%), mual (1,3%),
muntah (1,2%)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1091
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Natrium bicarbonat (PO) 3 dd 500mg

• Indikasi : antioksidan dan asidosis metabolik Adverse drug


• Mekanisme: meningkatkan pH darah dan urin reaction : Terapi Plan : terapi dihentikan
dengan cara disosiasi untuk menghasilkan ion tanpa indikasi
bikarbonat, yang menetralkan konsentrasi ion karena tidak ada Monitoring efektivitas :
hidrogen data lab, Interaksi
• Dosis literatur: 2-5mEq/kg 3-4 kali sehari bicarbonat dengan Cek data lab elektrolit, pH
• Dosis yang diberikan: 3 x 1 g ciprofloksasin dapat darah
• Interaksi : ciprofloksasin (Sharma, 2010) mengurangi
• ESO : hipernatremia, hipokalemia kelarutan Monitoring efek samping:
hipervolemia, hiperosmolaritas (forsythe, ciprofloksasin dan
Cek data lab natrium, kalium
2000) meningkatkan
kristaluria (Sharma,
2010)

Concor (Bisoprolol)
Plan: terapi dilanjutkan
Tidak ada DRP
• Indikasi: CCS (Chronic Coronary Syndrome)
• Mekanisme: bisoprolol secara selektif dan Monitoring efektivitas:
kompetitif memblokir reseptor β1 adrenergik. Monitoring TD pasien
• Dosis literatur: 1,25 mg/hari
• Dosis pasien: 1.25 mg-0-0 Monitoring ESO: pusing,
• ESO potensial: pusing (10%), insomnia (10%) insomnia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1092
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

3. Terapi antibiotik

SUBYEKTIF/ Plan dan


OBYEKTIF Terapi Analisis Obat DRP
Monitoring

Subjektif : - • Ciprofloxacin Ciprofloxacin IV 2 dd 400 mg Terapi tanpa Plan:


(IV 2 dd 400 indikasi karena Terapi dihentikan dan
Objektif : mg) • Indikasi: antibiotik broad spectrum tidak ada data lab disesuaikan dengan

• 27/02/2020 • Metronidazol Mekanisme Kerja: Menghambat relaksasi DNA; dan tidak ada data data kultur bakteri
Leukosit= 20,35 (IV 3 dd 500 menghambat DNA-gyrase dan topoisomerasi IV kultur
x106/μl mg) yang merupakan dua komponen penting dalam Monitoring ESO :
replikasi, transkripsi, perbaikan dan rekombinasi cek kadar kreatinin,
• 29/02/2020
DNA bakteri nyeri perut, mual,
Leukosit = 18,69
• Dosis literatur: 400 mg, 2-3 kali sehari. Durasi muntah, ruam dan
x106/μl
terapi maksimal 3 bulan () sakit kepala.
• 04/02/2020
• Dosis yang diberikan: 400 mg (2 dd 1)
Leukosit = 22,71
• ESO potensial : Mual (3%), sakit perut(2%),
x106/μl
meningkatkan level aminotransferase (2%),
muntah (1%), sakit kepala (1%), meningkatkan
serum kreatinin (1%), ruam (2%) dan gelisah (1%)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1093
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Metronidazol IV 3 dd 500 mg Terapi tanpa Plan:


indikasi karena Terapi dihentikan dan
• Indikasi: infeksi disebabkan bakteri anaerob tidak ada data lab disesuaikan dengan
• Mekanisme: menghambat sintesis asam nukleat dan tidak ada data data kultur bakteri
dengan menembus membran target sel secara kultur
difusi pasif. Monitoring ESO :
• Dosis literatur: iv 7,5 mg/kg max 4 g per hari Cek pasien bila
• Dosis pasien: iv 3 dd 1 gram mengalami mual,
• ESO potensial: mual, diare diare.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1094
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

3. Terapi pasca operasi amputasi


SUBYEKTIF/ Plan dan
OBYEKTIF Terapi Analisis Obat DRP
Monitoring

Subjektif : - • Asam Asam Traneksamat IV 500 mg tidak ada DRP Plan:


Tranexamat (IV Terapi dilanjutkan
Objektif : 3 dd 500 mg) • Indikasi: Manajemen pendarahan jangka pendek diskusikan dengan
• Vitamin B • Mekanisme Kerja: Menghambat fibrinolisis dokter
Subyektif :
Complex (PO 3 dengan menghalangi pengikatan plasminogen dan
dd 1 tab) plasmin terhadap fibrin, sehingga mencegah
-
• Vitamin K (IV disolusi plug hemostatik (Reed, M. R., 2020)
3 dd 1ml) • Dosis literatur: 0,5 - 1 gram, 2-3 kali/hari
Hb = 9,90 g/dL
• Dosis yang diberikan: 3 dd 500 mg
Eritrosit = 3,35
• ESO potensial : gangguan visual dan okular,
106/μl
anemia, mual, muntah
Hematokrit
=29,40 % Vitamin B Complex (PO) 3 dd 1 tab
Trombosit = 96
Plan:
x103/μl • Kandungan : (Vitamin B1 (2mg), vitamin B2 Tidak ada DRP Terapi dilanjutkan
MCV = 87,80 fL (2mg), Vitamin B6 (2mg), nicotinamid 20mg, ca diskusikan dengan
MCH = 29,60 pg pantothenate 10 mg dokter
MCHC = 33,70 • Indikasi : sebagai nutrisi bagi tubuh
g/Dl • Mekanisme Kerja: merupakan suatu koenzim Monitoring ESO :
P-LCR = 47,2 % yang mengikat protein "apoenzyme" Alergi, sesak, susah
PCT = 0,13% menghasilkan "holoenzyme", sehingga menelan, bengkak
kompetensi enzim meningkat dan dapat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1095
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dikatalisasi dalam pembentukan energi (Kennedy, di bibir wajah dan


2016) lidah.
• Dosis yang diberikan: 3dd 1 tab
• ESO : alergi, sesak, susah menelan, Monitoring
pembengkakan dibibir wajah dan lidah. efektivitas :
Badan tidak lemas
Vitamin K Tidak ada DRP
• Indikasi: antikoagulasi Plan:
• Mekanisme Kerja: karboksilase hati dalam Terapi dilanjutkan
pembentukan faktor pembekuan II (protrombin), diskusikan dengan
VII, IX dan X (kompleks protombin) serta protein dokter
C dan S yang berperan sebagai anti koagulan
(Uotilla,1990) Monitoring ESO :
• Dosis yang diberikan: 3 dd 1ml/2 mg Cek SpO2, muntah,
• ESO : muntah, demam, pruritus, gangguan pada demam, pruritus
sirkulasi dan pernapasan namun jumlah kejadian (gatal, ruam)
belum diketahui.
Monitoring
efektivitas :
monitoring muntah,
pruritus, nadi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1096
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN
Tuan AS berusia 49 tahun masuk Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar
pada tanggal 20 Februari 2020 dengan keluhan kaki kiri nyeri dan kesemutan dari
ujung kaki hingga pergelangan kaki. ujung kaki kiri teraba dingin dan ujung kaki
kanan nyeri, teraba hangat. berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium
pasien didiagnosa Acute Limb Ischemic Extremitas Inferior Regio Pedis Sinistra
dan CCS (Chronic Coronary Syndrome).
Acute Limb Ischemic (ALI) adalah kondisi penurunan aliran darah secara
drastis pada bagian tubuh bagian bawah akibat penyempitan pembuluh darah
karena adanya emboli atau trombosis. Pasien dilakukan tindakan bedah
thrombectomy pada tanggal 25 Februari dan 29 Februari untuk menghilangkan
trombus. Selain tindakan bedah thrombectomy, pasien mendapatkan terapi
antikoagulan.
Terapi Heparin yang diberikan disesuaikan dengan nilai PT dan APTT
pasien (diperiksa setiap 6 jam). Apabila nilai PTT dan APTT masih belum
mencapai goals therapy yaitu 60-80 detik, maka dosis heparin dapat dinaikkan.
Selain heparin juga digunakan antikoagulan oral yaitu Warfarin dengan dosis 2 dd
2 mg. Terapi warfarin diberikan selama 5 hari dan dilakukan pemantauan nilai INR
dengan target 1,2 – 1,5 detik. Sedangkan Cilostazol ditambahkan pada terapi pasien
walaupun dapat meningkatkan risiko pendarahan karena nilai PT dan APTT belum
tercapai hanya dengan pemberian Heparin dan Warfarin, sehingga perlu
penambahan Cilostazol dengan dosis yang juga disesuaikan. Pada pasien ini, dosis
Cilostazol yang diberikan yaitu 3 dd 100 mg, kemudian berubah menjadi 2 dd 100
mg, dan berubah lagi menjadi 2 dd 50 mg. Berdasarkan dosis literatur, dosis
Cilostazol lazimnya adalah 2 dd 50-100 mg sehingga Cilostazol dengan dosis 3 dd
100 mg termasuk overdose.
Pemberian terapi aspilet (asam asetil salisilat) untuk mengurangi agregasi
platelet sehingga menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi arteri dan
menghambat produksi tromboksan. Aspilet diberikan dengan dosis 1 dd 80 mg

ProgramStudi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1097
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

perhari telah sesuai dengan literatur. Penggunaan aspilet dengan antikoagulan


lainnya seperti warfarin, heparin dan cilostazol dapat meningkatkan resiko
terjadinya bleeding oleh karena itu diberi rentang waktu dalam penggunaannya.
Monitoring efektivitas dengan mengecek data lab hematologi dan berkurangnya
rasa nyeri. Sedangkan monitoring efek samping potensialnya adalah gangguan GIT
dan resiko terjadinya bleeding.
Selain antikoagulan, pasien juga diberikan terapi analgesik untuk mengatasi
nyeri pada ekstremitas bawah. Terapi nyeri yang diberikan adalah metamizol secara
intravena dengan dosis 2 dd 1 gram. Terapi metamizol sudah sesuai sehingga dapat
dilanjutkan dengan terus dilakukan monitoring efektivitas yaitu nyeri dan
monitoring efek samping potensialnya yaitu agranulositosis (perlu dilakukan
pengecekan data hematologi). Terapi nyeri lain yang diberikan adalah ketorolac,
pasien diberikan ketorolac pasca tindakan thrombectomy dengan dosis 3 dd 30 mg.
Terapi ketorolac sesuai indikasi dan dosis yang diberikan sudah tepat. Monitoring
efektivitas yaitu nyeri yang dirasakan pasien dan monitoring efek samping
potensialnya yaitu sakit kepala dan mual. Selain itu pada tanggal 25 Februari 2020
(malam) sampai dengan 26 Februari 2020 pasien mengalami demam sehingga
mendapat terapi Parasetamol PO 3 dd 500mg.
Mual muntah pasien pasca tindakan thrombectomy diberikan
metoclopramid dengan dosis 3 dd 10 mg. Terapi metoclopramid sudah tepat
diberikan. Pasien selama dirawat mengalami mual dan diberikan ranitidin dengan
dosis 2 dd 50 mg. Monitoring efektivitas ranitidin adalah mual yang dialami pasien
dan monitoring efek samping potensialnya adalah sakit kepala dan gangguan GIT.
Chronic Coronary Syndrome (CCS) adalah proses patologis yang ditandai
dengan akumulasi plak aterosklerosis di arteri epikardial, baik obstruktif maupun
non-obstruktif. Terapi untuk CCS diberikan concor (bisoprolol) dengan dosis 1,25
mg pada pagi hari dan Dorner (Beraprost Na) dengan dosis 2 dd 20 mg. Terapi
Concor dan Dorner sudah tepat diberikan karena sesuai dengan indikasi serta
merupakan lini pertama untuk pengobatan CCS. Penggunaan concor dan dorner
perlu monitoring tekanan darah pasien dan monitoring efek samping potensialnya
adalah pusing, insomnia, mual dan muntah.

ProgramStudi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1098
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terapi atorvastatin diberikan secara oral dengan dosis pemberian 1 dd 40


mg pada malam hari. Atorvastatin diberikan untuk mengatasi aterosklerosis dengan
cara mengurangi sintesis kolesterol yang merupakan penyebab timbulnya
penumpukan plak. Terapi yang diberikan sudah sesuai dan diberikan malam hari
karena produksi kolesterol terjadi pada malam hari. Keefektivan terapi bisa dilihat
dengan mengecek kadar kolesterol, sedangkan efeksamping yang perlu
dimonitoring adalah diare, nyeri dada dan sakit kepala.
Pasien diberikan Allopurinol untuk mengontrol kadar asam urat pada
pasien CCS. Menurut Baker et al., 2007 asam urat menstimulasi proliferasi sel otot
polos dan mengaktifkan protein kemotaksis monosit yang dianggap berperan dalam
pengembangan plak aterosklerosis. Allopurinol diberikan secara oral dengan dosis
3 dd 100 mg sehari. Terapi allopurinol tetap dilanjutkan dengan memonitoring data
lab kadar asam urat dan monitoring efek samping yang terjadi seperti ruam kulit,
mual muntah.
Natrium bicarbonat diberikan secara oral 3 dd 500 mg untuk antioksidan
dan asidosis metabolik pada pasien CCS. Terapi natriumbicarbonat sudah sesuai
sehingga terapi dilanjutkan dengan monitoring data lab elektrolit. Efek samping
potensialnya yaitu hipernatremia, hipokalemia dan hiperosmolaritas sehingga perlu
monitoring data lab natrium dan kalium.
Terapi antibiotik yang diperoleh pasien yaitu metronidazol 3 dd 1 g dan
ciprofloxacin 2 dd 400 mg termasuk DRP (Drug Related Problem) karena tidak
ada indikasi dan tidak ada data kultur bakteri. Plan yang diusulkan adalah terapi
antibiotik dihentikan dan dilakukan kultur bakteri.
Pasca operasi pasien diberikan terapi asam traneksamat untuk mencegah
terjadinya pendarahan dengan dosis 3 dd 500 mg selama 1 hari. Juga diberikan
terapi vitamin B kompleks untuk memberikan nutrisi bagi tubuh dan dapat
menghasilkan energi. Sedangkan vitamin K diberikan untuk mencegah pendarahan
pasca operasi. Terapi yang diberikan telah sesuai dan dapat dilanjutkan dengan
monitoring efek samping demam, pruritus, gangguan pernapasan.

ProgramStudi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1099
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan studi literatur dan hasil assessment kami terhadap Tuan AS (49 tahun),
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Terapi antikoagulan yang meliputi Heparin (IV 5000 unit bolus, dilanjutkan
IVFD 1080 unit atau disesuaikan dengan nilai PTT dan APTT), Warfarin (2 dd
2 mg), Aspilet (1 dd 80 mg) telah sesuai dengan literatur dan hasil assessment
kami sehingga pengobatan dapat dilanjutkan dengan tetap dilakukan monitoring
efektivitas (nilai INR, PTT dan APTT) dan monitoring efek samping (risiko
pendarahan).
2. Terapi antikoagulan Cilostazol di awal pemberian diberikan IV 3 dd 100 mg
sehingga termasuk DRP "overdose" sehingga dosis harus diturunkan menjadi 2
dd 50-100 mg.
3. Terapi analgesik yang diberikan pada pasien yaitu Ketorolac IV 3 dd 30 mg
sudah tepat diberikan pada pasien pasca menjalani operasi dan Santagesik IV 3
dd 1 gram juga telah sesuai sehingga dapat dilanjutkan dengan tetep dilakukan
monitoring efektivitas dan ESO potensial.
4. Terapi antibiotik yaitu Metronidazole IV 3 dd 500 mg dan Ciprofloxacin IV 2
dd 400 mg dihentikan karena termasuk DRP "tidak ada indikasi". Tidak ada
data kultur bakteri yang menunjukkan pasien harus diberikan kedua antibiotik
ini serta tidak ada data diagnosis dokter bahwa pasien mengalami infeksi.
5. Terapi Ranitidin IV 2 dd 50 mg sudah tepat diberikan karena dosis telah sesuai
dan pasien mengalami indikasi mual muntah.
6. Terapi Metoklopramid PO 3 dd 10 mg telah sesuai diberikan untuk menangani
mual muntah yang dialami pasien pasca operasi amputasi.
7. Terapi Asam Traneksamat IV 3 dd 500 mg telah sesuai diberikan untuk
mencegah pendarahan setelah pasien menjalani operasi amputasi.

ProgramStudi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1100
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

8. Terapi Atorvastatin PO 1 dd 40 mg dan Concor PO 1 dd 1,25 mg digunakan


untuk mengatasi CCS (abnormal ECG) yang dialami pasien sehingga terapi
sesuai dan dapat dilanjutkan.
9. Terapi Parasetamol PO 3 dd 500 mg diberikan karena pasien mengalami demam
selama 2 hari, kemudian setelah demam mereda, terapi Paracetamol dihentikan
sehingga pemberian paracetamol telah sesuai untuk pasien ini.
10. Terapi Vitamin K PO 3 dd 1 tab telah sesuai karena digunakan untuk mencegah
pendarahan pasca operasi.
11. Terapi Allopurinol PO 3 dd 100 mg dan Natrium Bikarbonat 3 dd 500 mg
berdasarkan studi literatur dan hasil assessment kami tidak sesuai indikasi dan
termasuk DRP "unecessary drug" karena kadar asam urat pasien normal dan
tidak ada indikasi asidosis metabolik.

ProgramStudi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1101
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Alonso-Coello, P., Bellmunt, S., McGorrian, C., Anand, S. S., Guzman, R., Criqui,
M. H., Akl, E. A., Vandvik, P. O., Lansberg, M. G., Guyat, G. H., Spencer,
F. A. 2012. Antithrombotic Therapy in Peripheral Artery Disease. CHEST,
Vol. 141 No.2.
Baker, J. F., Schumacher, H. R., & Krishnan, E. (2007). Serum Uric Acid Level
and Risk for Peripheral Arterial Disease: Analysis of Data From the Multiple
Risk Factor Intervention Trial. Angiology, 58(4), 450–457.
Chen, D., Liu, T., 2017. Efficacy and Mechanism of Action of Atherosclerosis in
Patient With Statin. Biomedical Research. S579-S582
Grainger, R., & Taylor, W. J. (2017). Allopurinol and peripheral vascular disease:
enough observational data to warrant interventional studies. Rheumatology,
57(3), 408–409.
Delaney, J. A., Opatrny, L., Brophy, J. M., & Suissa, S. (2007). Drug drug
interactions between antithrombotic medications and the risk of
gastrointestinal bleeding. Canadian Medical Association Journal, 177(4),
347–351
Jozwiak-Bebenista, Marta., Nowak, Jerzy Z.. 2014. Acta Poloniae Pharmaceutica -
Drug Research, Vol. 71 No. 1. Paracetamol: Mechanism of Action,
Applications and Safety Concern. Polish Pharmaceutical Society.
Kennedy, D. O. 2016. B Vitamins and the Brain: Mechanisms, Dose and Efficacy—
A Review. Nutrients, Vol. 8. No. 2, pp. 68.
Norisca A. P., Lestari, Keri., Diantini, Ajeng., Rusdiana, Taofik.. 2012. Jurnal
Farmasi Klinik Indonesia Vol. 1, No. 3: Monitoring Terapi Warfarin pada
Pasien Pelayanan pada Rumah Sakit di Bandung. Sumedang: Fakultas
Farmasi Universitas Padjadjaran.
Reed, M. R.. 2015. Continuing Education in Anaesthesia, Critical and Pain: Uses
of tranexamic acid. UK: Oxford University Press.

ProgramStudi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1102
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sharma, P. C., Jain, A., Jain, S., Pahwa, R., & Yar, M. S. (2010). Ciprofloxacin:
review on developments in synthetic, analytical, and medicinal aspects.
Journal of Enzyme Inhibition and Medicinal Chemistry, 25(4), 577–589
Toda, Noboru. Cardiovascular Drug Reviews Vol. 6 No. 3: Beraprost Sodium.
Jepang: Department of Pharmacology, School of Medicine, Shiga University
of Medical Sciences.
Uotila, L. 1990. The metabolic functions and mechanism of action of vitamin K.
Scandinavian Journal of Clinical and Laboratory Investigation, Vol. 50.s

ProgramStudi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1103
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
Catatan Perkembangan Pasien
Tindakan/Perkembangan Klinik/Masalah
Hari/Tanggal
S O A P
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESSMENT) (PLAN)
Kamis, Nyeri kaki (+) TTV: Heparin IV (dosis disesuaikan) Heparin
27 Februari 2020 Mual (+) Suhu: 36,9 ˚C • Indikasi: Tromboembolism (antikoagulan) Plan:
Nadi: 85 x/menit • Mekanisme Kerja: Menonaktifkan faktor IX, X, Terapi dilanjutkand
RR: 20 x/menit XI, XII dan trombin serta menghambat konvensi dengan monitoring ketat
TD: 110/70 mmHg fibrinogen menjadi fibrin Monitoring efektivitas:
• Dosis literatur: 50-100 Unit/kg → BB pasien PTT, APTT, dan INR
Data Laboratorium: (60kg)= 3000-6000 Unit bolus, lalu dilanjutkan tiap 6 jam sekali
Hb: 8,80↓ drip heparin IV 18 Unit/kg = 1080 Unit Monitoring ESO: kadar
Eritrosit: 2,83↓
• Dosis yang diberikan: IV bolus 5000 unit, lalu trombosit, ada tidaknya
Leukosit: 21,59 pendarahan, darah dalam
dilanjutkan 1080 unit/jam
Hematokrit: 25,0%↓
• ESO potensial: trombositopenia (10-30%), tinja, tekanan darah,
Trombosit: 274 x 103
active bleeding, darah dalam tinja, hipotensi, hematoma.
µl↓
hematoma. (Dvorak, et al., 2010)
P-LCR: 38,7
• DRP: Penggunaan warfarin dan heparin secara
Jam 08.58 bersamaan dapat meningkatkan risiko pendarahan
PTT pasien: 12,00
detik Santagesik (Metamizol) IV 3 dd 1 gram
Santagesik
PTT kontrol: 11,4 • Indikasi: Analgesik pasca operasi
• Mekanisme Kerja: golongan NSAID yang Plan:
detik
INR: 1,17 detik bekerja dengan menghambat prostaglandin Terapi dilanjutkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1104
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

APTT pasien: 41,20 sehingga reaksi peradangan seperti nyeri, Monitoring efektivitas:
detik pembengkakan, dan demam berkurang. nyeri berkurang
APTT kontrol: 24,9 • Dosis literatur: 0,5-4 gram/hari dalam dosis Monitoring ESO: mual,
detik terbagi muntah, cek data
Jam 16.14 • Dosis yang diberikan: 3 dd 1 g hematologi
PTT pasien: 11,90 • ESO: agranulositosis dan anemia aplastik, mulut
detik kering, gangguan saluran cerna seperti mual dan
PTT kontrol: 11,6 muntah
detik (Jasiecka et al., 2014)
INR: 1,16 detik Ranitidin IV 2 dd 50 mg
APTT pasien: 43,00 • Indikasi: profilaksis stress ulcer, GERD, peptic Ranitidin
detik ulcer Plan:
APTT kontrol: 24,6 • Mekanisme: antagonis kompetitif reseptor Terapi dilanjutkan
detik histamin H2 sehingga terjadi pengurangan Monitoring ESO:
Jam 23.25 volume dan konsentrasi asam lambung. sakit kepala, gangguan
PTT pasien: 11,70 • Dosis literatur: 50 mg tiap 6-8 jam GIT
detik • Dosis pasien: 2 dd 50 mg Monitoring efektivitas:
PTT kontrol: 11,6 • ESO potensial: sakit kepala, gangguan GIT monitoring tanda klinis
detik (nyeri perut, mual,
INR: 1,13 detik muntah)
APTT pasien: 68,30 Cilostazol (PO 3 dd 100 mg, 2 dd 100 mg, 2 dd 50
detik mg) Cilostazol
APTT kontrol: 24,6 • Indikasi: antiplatelet dan vasodilator Plan : Terapi dilanjutkan
detik • Mekanisme: menghambat platelet (trombosit) Monitoring Efektivitas:
saling menempel sehingga mencegah terjadinya PTT dan APTT
penggumpalan darah serta membuat pembuluh

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1105
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terapi: darah melebar (vasodilator), sehingga Monitoring ESO:


6. S memperlancar aliran darah dan menambah bleeding, pusing
pasokan oksigen pada sel tubuh.
• Dosis literatur : 2 dd 100 mg/hari
• Dosis yang diberikan : 3 dd 100 mg, 2 dd 50 mg,
2 dd 100 mg
• ESO potensial : mudah memar atau berdarah,
pusing
(Spilliopulos, 2014)

Aspilet (Asam Asetil Salisilat) (PO) 1 dd 80mg


• Indikasi : antiplatelet
• Mekanisme Kerja: mengurangi agregasi Aspilet
platelet, sehingga dapat menghambat Plan:
pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, Pemberian aspirin dengan
menghambat ativitas enzim COX I & II) dan antikoagulan lainnya
selanjutnya menghambat produksi tromboksan diberi rentang waktu
(Alonso, et al., 2012; DIH 17th) Monitoring efektivitas:
• Dosis literatur: 75-100 mg perhari (Alonso, et cek data lab hematologi
al., 2012) dan rasa nyeri berkurang
• Dosis yang diberikan: 1 dd 80mg Monitoring ESO:
• ESO : gangguan GIT, bleeding (DIH 17th) gangguan GIT, bleeding.
• Interaksi : warfarin, heparin, cilostazol,
(Delaney, et al., 2007)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1106
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Atorvastatin (PO) 0-0-40mg Atorvastatin


• Indikasi : Aterosklerosis Plan: Terapi dilanjutkan
• Mekanisme Kerja: mengurangi sintesis Monitoring efektivitas:
kolesterol dengan menghambat aktivasi HMG- Kadar LDL, TG darah
CoA reduktase dan juga mengurangi sekresi Monitoring efek
lipoprotein hatipadasaat yang sama samping: sakit kepala,
untukmengatur glukosa darah (Chen, 2017) konstipasi, diare, sakit
• Dosis literatur: 10-80mg (DIH 17th) dada
• Dosis yang diberikan: 40 mg malam hari
• ESO potensial : sakit kepala (3%-17%)
konstipasi (3%) diare(4%), sakit dada (2-10%)
(DIH 17th)

Allopurinol (PO) 3 dd 100 mg Allopurinol


• Indikasi : mengontrol kadar asam urat Plan :
• Mekanisme kerja: menghambat xantin oksidase Terapi dihentikan karena
atau urikosurik seperti sulfinpyrazone termasuk unecessary
(digunakan untuk meningkatkan ekskresi asam drug.
urat dalam urin) (DIH 17th). Monitoring efektivitas:
• Dosis literatur : 100mg perhari, dapat Cek kadar asam urat
ditingkatkan sampai 200-300mg perhari (DIH Monitoring efek
17th). samping: ruam kulit,
• Dosis pemberian: 3 dd 100 mg mual muntah.
• ESO potensial : ruam (1,5%), mual (1,3%),
muntah (1,2%)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1107
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Natrium bicarbonat
Natrium bicarbonat (PO) 3 dd 500mg Plan : Terapi dihentikan
• Indikasi : antioksidan dan asidosis metabolik karena termasuk
• Mekanisme: meningkatkan pH darah dan urin unecessary drug.
dengan cara disosiasi untuk menghasilkan ion Monitoring efektivitas:
bikarbonat, yang menetralkan konsentrasi ion Cek data lab elektrolit,
hidrogen pH darah
• Dosis literatur: 2-5mEq/kg 3-4 kali sehari Monitoring efek
• Dosis yang diberikan: 3 x 1 g samping:
• Interaksi : ciprofloksasin (Sharma, 2010) Cek data lab natrium,
• ESO: hipernatremia, hipokalemia hipervolemia, kalium
hiperosmolaritas (forsythe, 2000)
Concor
Concor (Bisoprolol) 1,25mg-0-0 Plan: terapi dilanjutkan
• Indikasi: CCS (Chronic Coronary Syndrome) Monitoring efektivitas:
• Mekanisme: bisoprolol secara selektif dan Monitoring TD pasien
kompetitif memblokir reseptor β1 adrenergik. Monitoring ESO:
• Dosis literatur: 1,25 mg/hari pusing, insomnia
• Dosis pasien: 1.25 mg-0-0
• ESO potensial: pusing (10%), insomnia (10%)
Warfarin
Warfarin PO 2 dd 2 mg Plan:
• Indikasi: antikoagulan Terapi dilanjutkan.
• Mekanisme Kerja: Warfarin menghambat sintesis Pemberian warfarin dan
vitamin K di hati, sehingga memengaruhi faktor- heparin diwaktu yang
faktor pembekuan II, VII, IX dan X, dengan tidak bersamaan.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1108
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mengubah residu asam glutamat menjadi residu Monitoring ESO :


asam gama-karboksiglutamat (Norisca et. al., Monitoring data INR dan
2012) bila terjadi pendarahan.
• Dosis literatur: Dosis awal→10 mg/hari selama 2 Monitoring efektivitas :
hari kemudian dosis disesuaikan pada data PTT monitoring data lab (PTT
(INR). Dosis maintenance→ 3-9mg/hari. dan APTT)
• Dosis yang diberikan: 2 mg (2 dd 1)
• ESO potensial : Pendarahan hampir pada semua
organ tubuh yang dapat mengakibatkan anemia,
nekrosis jaringan dan/atau gangren dikulit atau
jaringan lain dengan infark SC (spinal cord)
• DRP: Interaksi dengan warfarin dengan heparin
(Antikoagulan oral dapat memperpanjang waktu
APTT pada pasien yang menerima heparin,
sementara heparin dapat memperpanjang INR pada
pasien yang menerima warfarin) dan interaksi
dengan aspilet (dapat meningkatkan risiko
pendarahan dengan menghambat agregasi
trombosit, memperpanjang waktu pendarahan dan
menginduksi lesi GI)
Jumat, Nyeri (++) TTV: Terapi NS, Heparin, santagesik, ranitidin, cilostazol, Monitoring ESO dan
28 Februari 2020 Mual Berkurang Suhu: 37,8 ˚C aspilet, atorvastatin, dan concor dilanjutkan. efektivitas obat
Nadi: 82 x/menit Terapi natrium bicarbonat dan allopurinol dihentikan dilanjutkan
RR: 20 x/menit karena termasuk unecessary drug
TD: 120/70 mmHg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1109
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Ciprofloxacin
Data Laboratorium: Ciprofloxacin IV 2 dd 400 mg Plan:
PTT pasien: 12,20 • Indikasi: antibiotik broad spectrum Terapi dihentikan dan
detik • Mekanisme Kerja: Menghambat relaksasi DNA; disesuaikan dengan data
PTT kontrol: 10,7 menghambat DNA-gyrase dan topoisomerasi IV kultur bakteri
detik yang merupakan dua komponen penting dalam Monitoring efektivitas:
INR: 1,19 detik replikasi, transkripsi, perbaikan dan rekombinasi kadar leukosit, tanda
APTT pasien: 34,30 DNA bakteri infeksi seperti suhu
detik • Dosis literatur: 400 mg, 2-3 kali sehari. Durasi tubuh, denyut nadi
APTT kontrol: 25,9 terapi maksimal 3 bulan () Monitoring ESO :
detik • Dosis yang diberikan: 400 mg (2 dd 1) cek kadar kreatinin, nyeri
• ESO potensial : Mual (3%), sakit perut(2%), perut, mual, muntah,
meningkatkan level aminotransferase (2%), ruam dan sakit kepala.
muntah (1%), sakit kepala (1%), meningkatkan
serum kreatinin (1%), ruam (2%) dan gelisah (1%)
Metronidazol
Metronidazol IV 3 dd 500 mg Plan:
• Indikasi: infeksi disebabkan bakteri anaerob Terapi dihentikan dan
• Mekanisme Kerja: menghambat sintesis asam disesuaikan dengan data
nukleat dengan menembus membran target sel kultur bakteri
secara difusi pasif. Monitoring efektivitas:
• Dosis literatur: IV 7,5 mg/kg max 4 g per hari kadar leukosit, tanda
• Dosis pasien: iv 3 dd 1 gram infeksi seperti suhu
• ESO potensial: mual, diare tubuh, denyut nadi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1110
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Monitoring ESO: Cek


pasien bila mengalami
mual, diare.

Sabtu, Nyeri (++) TTV: Terapi di hari sebelumnya dilanjutkan Monitoring ESO dan
29 Februari 2020 Mual Berkurang Suhu: 36,7 ˚C efektivitas obat
Nadi: 82 x/menit dilanjutkan
RR: 21 x/menit
TD: 120/80 mmHg

Data Laboratorium:
PTT pasien: 13,70
detik
PTT kontrol: 10,6
detik
INR: 1,34 detik
APTT pasien: 105,10
detik
APTT kontrol: 24,7
detik

Minggu, Nyeri (++) TTV: Terapi heparin, aspilet, dan warfarin dihentikan Monitoring ESO dan
1 Maret 2020 Mual Berkurang Suhu: 36,5 ˚C Terapi NS, santagesik, ranitidin, cilostazol, efektivitas obat
Nadi: 80 x/menit atorvastatin, dan concor dilanjutkan dilanjutkan
RR: 20 x/menit
TD: 110/70 mmHg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1111
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Senin, Nyeri (++) TTV: Terapi heparin, cilostazol, aspilet, dan warfarin Monitoring ESO dan
2 Maret 2020 Suhu: 36,0 ˚C dihentikan efektivitas obat
Nadi: 90 x/menit Terapi NS, santagesik, ranitidin, atorvastatin, dan dilanjutkan
RR: 20 x/menit concor dilanjutkan
TD: 120/90 mmHg
Selasa, 3 Maret Pasien telah TTV: Terapi ketorolac diberikan kembali Monitoring ESO dan
2020 – Rabu, 4 menjalani Suhu: 37,4 ˚C Terapi cilostazol, aspilet, dan heparin diberikan efektivitas obat
Maret 2020 operasi amputasi Nadi: 76 x/menit kembali dilanjutkan.
RR: 20 x/menit
TD: 120/90 mmHg Asam Traneksamat IV 3 dd 500 mg Asam Traneksamat
• Indikasi: Manajemen pendarahan jangka pendek Plan:
Data Laboratorium: • Mekanisme Kerja: Menghambat fibrinolisis Terapi dilanjutkan
PTT pasien: 12,50 dengan menghalangi pengikatan plasminogen dan diskusikan dengan dokter
detik plasmin terhadap fibrin, sehingga mencegah Monitoring ESO :
PTT kontrol: 11,0 disolusi plug hemostatik (Reed, M. R., 2020) gangguan visual dan
detik • Dosis literatur: 0,5 - 1 gram, 2-3 kali/hari okular, anemia, mual,
INR: 1,22 detik • Dosis yang diberikan: 3 dd 500 mg muntah
APTT pasien: 30,80 • ESO potensial: gangguan visual dan okular, Monitoring efektivitas :
detik anemia, mual, muntah Badan tidak lemas, tidak
APTT kontrol: 25,2 ada pendarahan
detik Vitamin B Complex (PO) 3 dd 1 tab
• Kandungan : (Vitamin B1 (2mg), vitamin B2 Vitamin B Complex
(2mg), Vitamin B6 (2mg), nicotinamid 20mg, ca Plan:
pantothenate 10 mg Terapi dilanjutkan
• Indikasi : sebagai nutrisi bagi tubuh diskusikan dengan dokter
Monitoring ESO :

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1112
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Mekanisme Kerja: merupakan suatu koenzim Alergi, sesak, susah


yang mengikat protein "apoenzyme" menelan, bengkak di
menghasilkan "holoenzyme", sehingga bibir wajah dan lidah.
kompetensi enzim meningkat dan dapat Monitoring efektivitas :
dikatalisasi dalam pembentukan energi Badan tidak lemas
(Kennedy, 2016)
• Dosis yang diberikan: 3dd 1 tab
• ESO : alergi, sesak, susah menelan,
pembengkakan dibibir wajah dan lidah.

Vitamin K PO 3 dd 2mg Vitamin K


• Indikasi: pendarahan pasca operasi Plan:
• Mekanisme Kerja: karboksilase hati dalam Terapi dilanjutkan
pembentukan faktor pembekuan II (protrombin), diskusikan dengan dokter
VII, IX dan X (kompleks protombin) serta protein Monitoring ESO :
C dan S yang berperan sebagai anti koagulan Cek muntah, demam,
(Uotilla,1990) pruritus (gatal, ruam)
• Dosis yang diberikan: 3 dd 1ml/2 mg Monitoring efektivitas :
• ESO : muntah, demam, pruritus, gangguan pada Badan tidak lemas, tidak
sirkulasi dan pernapasan namun jumlah kejadian ada pendarahan
belum diketahui.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1113
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian Pada Pasien


Burst Abdomen Post
Cystoprostatectomy – Septic Shock dt
Intraabdominal Sepsis – Aki Stage III

(27 Februari – 05 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1114
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian Pada Pasien Burst Abdomen Post


Cystoprostatectomy – Septic Shock dt Intraabdominal Sepsis –
Aki Stage III “

di Instalasi Rawat Inap 2

Oleh:
Sub-kelompok 2 IRNA 2 Ruang 12 HCU
(27 Februari – 5 Maret 2020)

1. Fitri Nurmalasari 051913143132


2. Sonia Marthalia S 051913143172
3. Fina Rahmah Sona 192211101035
4. Navisa Noor Haifa 192211101056

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1115
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ACC via WA pukul 09.15

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1116
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Burst Abdomen


1.1.1 Definisi
Burst abdomen atau disebut juga sebagai wound dehiscence merupakan
komplikasi serius dari tindakan post operatif yang dapat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas (Lotfy, 2009). Menurut Sander (2012), angka mortalitas pasien
dengan burst abdomen rata-rata 18,1%, dengan range 9,4% – 43,8%. Terpisahnya
jahitan luka pada abdomen secara partial atau komplit salah satu atau seluruh
lapisan dinding abdomen pada luka post operatif harus segera ditangani karena
pasien tersebut memiliki kemungkinan mortalitas 30%.
Burst abdomen adalah terbukanya tepi-tepi luka sehingga menyebabkan
evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini merupakan
salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka di dalam perut. Meskipun
kasus ini jarang ditemukan di Indonesia namun tidak sedikit pasien yang pernah
mengalami burst abdomen (Lotfy, 2009).
Pada tahun 1972 terdapat 18 (3%) kasus burst abdomen diantara 593 operasi
yang terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa terdapat 45 kasus diantara 5156.
Dari 45 kasus, 80% terjadi pada lansia. Lalu perbandingan untuk pria dan wanita
adalah 2 : 1. Namun, saat ini insiden burst abdomen tidak berbeda jauh dengan
tahun 1972. Insiden sebanyak 0,2% - 6% dengan tingkat kematian 10% - 30%.
Apabila insiden ini terus berlanjut dan tidak ada perhatian dari masyarakat tentang
kasus ini, maka akan ada kemungkinan bertambahnya pasien dengan burst
abdomen setiap tahunnya (Sander, 2012).
1.1.2 Etiologi
Terjadinya burst abdomen dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor risiko
akan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu faktor pre-operative, operative, dan
post-operative (British Medical Journal, 1966).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1117
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

a. Pre operasi
1. Jenis kelamin
Kejadian pada pria dan wanita didapatkan perbedaan yang sedikit
meningkat pada pria yang mana berbanding 3:1.
2. Umur
Kejadian burst abdomen meningkat dengan bertambahnya umur. Burst
abdomen pada pasien yang berumur ,45 tahun sebesar 1.3%, sedangkan
pada pasien >45 tahun sebesar 5.4% (Schwartz et al,Principles Of
Surgery). Burst abdomen sering terjadi pada usia >60 tahun. Hal ini
dikarenakan sejalan dengan bertambahnya umur, organ, dan jaringan
tubuh mengalami proses degenerasi dan otot dinding melemah (Lotfy,
2009).
3. Anemia
Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi
dan penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka.
4. Hippoproteinemia
Hipoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam penundaan
penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum dibawah
6g/dl memiliki risiko burst abdomen.
5. Defisiensi vitamin C
Vitamin C sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam
penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat mengganggu
penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan luka.
6. Kortikosteroid
Steroid memiliki peranan dalam menghambat proses inflamasi, fungsi
mmakrofag, proliferasi kapiler, dan fibroblast. Selain itu kortikosteroid
juga dapat menurunkan sistem imun.
7. Merokok
Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang
persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra
abdomen.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1118
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

8. Hypoalbuminanemia (serum albumin <3 mg%)


Keadaan hipoalbuminemia ini akan mengurangi sintesa komponen sulfas
mukopolisarida dan kolagen yang merupakan bahan dasar penyembuhan
luka. Defisiensi tersebut akan mempengaruhi proses fibroblasi dan
kolagenisasi yang merupakan proses awal penyembuhan luka.
9. Operasi yang bersifat emergensi
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya
burst abdomen. Hal ini mungkin lebih disebabkan karena keadaan
hemodinamik pasien yang tidak stabil dibandingkan dengan persiapan
operasi yang terencana.
10. Diabetes (GDP>140 mg/dl atau GDA>200 mg/dl)
Pada orang dengan diabetes, proses penyembuhan luka berlangsung lama
(Lotfy,2009). DM berkaitan dengan gangguan metabolisme pada
jaringan ikat hal tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh pada daya
tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka
operasi.
1.1.3 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari burst abdomen atau wound dehiscene antara lain
(British Medical Journal, 1966):
1. Luka yang dehiscence yang ditunjukkan pada 7-14 hari setelah operasi
2. Nyeri yang sangat bahkan sampai meledak-ledak
3. Batuk yang berat disertai muntah-muntah
4. Adanya serosa kekuning- kuningan yang keluar dari luka
5. Perut yang distended (membesar dan tegang) yang menandai adanya
infeksi di daerah tersebut
6. Keluar cairan merah pada bekas jahitan atau bahkan keluar nanah
7. Luka jahitan menjadi lembek dan merah (hiperemi)
8. Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak
anemis dan pasien tampak sangat kesakitan

1.1.4 Manajemen Terapi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1119
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Bogota Bag adalah kantung yang diletakkan di atas defek perut dan dijahit
ke tepi luka. Kantung ini mencegah nekrosis muskuloaponeurotik dan
memungkinkan perluasan viscera abdomen. Kantung tersebut diganti setiap 1-2
minggu sekali. Abdomen biasanya dapat tertutup selama 2 minggu.
Kesimpulannya, teknik abdominal terbuka dan kontrol laparotomi secara
bertahap, dengan penerapan bogota bag relatif aman untuk penatalaksanaan
wound dehiscence/burst abdominal (Sukumar, 2004).

1.2 Septic Shock


1.2.1 Definisi
Septik syok didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana abnormalitas
sirkulasi dan selular/ metabolik yang terjadi dapat menyebabkan kematian secara
signifikan. Kriteria klinis untuk mengidentifikasi septik syok adalah adanya
sepsis dengan hipotensi persisten yang membutuhkan vasopressor untuk
menjaga mean arterial pressure (MAP) ≥ 65 mmHg, dengan kadar laktat ≥ 2
mmol/L walaupun telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat.
Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory
response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai.

Bukti klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>38oC atau <36oC) ;
takikardi; asidosis metabolik; biasanya disertai dengan alkalosis respiratorik
terkompensasi dan takipneu; dan peningkatan atau penurunan jumlah sel darah
putih. Sepsis juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau jamur. Sepsis
berbeda dengan septikemia. Septikemia (nama lain untuk blood poisoning)
mengacu pada infeksi dari darah, sedangkan sepsis tidak hanya terbatas
pada darah, tapi dapat mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk organ-
organ.
Sepsis yang berat disertai dengan satu atau lebih tanda disfungsi organ,
hipotensi, atau hipoperfusi seperti menurunnya fungsi ginjal, hipoksemia, dan
perubahan status mental. Syok septik merupakan sepsis dengan tekanan darah
arteri <90 mmHg atau 40 mmHg di bawah tekanan darah normal pasien tersebut
selama sekurang-kurangnya 1 jam meskipun telah dilakukan resusitasi cairan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1120
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

atau dibutuhkan vasopressor untuk mempertahankan agar tekanan darah


sistolik tetap ≥90 mmHg atau tekanan arterial rata-rata ≥70 mmHg.
1.2.2 Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa
adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia.
Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan.
Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek
toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan
respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus
syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat
hingga 70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau
gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran
lainnya. Kultur lain seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura
dapat mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang
memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya
populasi dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan
hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-
pasien AIDS, terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika),
prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah
infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran
kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis
yaitu: Infeksi paru-paru (pneumonia), Flu (influenza), Appendiksitis, Infeksi
lapisan saluran pencernaan (peritonitis, Infeksi kandung kemih, uretra, atau
ginjal (infeksi traktus urinarius), Infeksi kulit, seperti selulitis, sering
disebabkan ketika infus atau kateter telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui
kulit, Infeksi pasca operasi, Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1121
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

encephalitis. Sekitar pada satu dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis
tidak dapat terdeteksi.
1.2.3 Patofisiologi Septic Shock
Normalnya, pada keadaan infeksi terdapat aktivitas lokal bersamaan
dari sistem imun dan mekanisme down-regulasi untuk mengontrol reaksi. Efek
yang menakutkan dari sindrom sepsis tampaknya disebabkan oleh kombinasi
dari generalisasi respons imun terhadap tempat yang berjauhan dari tempat
infeksi, kerusakan keseimbangan antara regulator pro-inflamasi dan anti
inflamasi selular, serta penyebarluasan mikroorganisme penyebab infeksi
Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses
inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil,
komplemen, NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis
merupakan proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi
dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis,
maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses
inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat
sesluler pada berbagai organ.( Vienna,2000).
Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang
menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan
dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga
terjadi penurunan curah jantung.
Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ
yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses
MOF merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel),
gangguan perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai
faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral
dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein,
translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi
yang diberikan (Chen dan Pohan, 2007).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1122
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1. Patofisiologi Septic Syok

1.2.4 Tanda dan Gejala Septic Shock


Kriteria untuk dapat menegakkan diagnosis sepsis dan sepsis berat pertama
kali dibentuk oleh American College of Chest Physician and Society of Critical
Care Medicine Consesus tahun 1991 yaitu sebagai berikut:
• Demam>38
• Hypothermia
• Heart rate>90x/menit
• Leukopenia (WBC Count<4000)
• Trombositopenia (platelet count<100.000)
• Peningkatan creatinine >0,5mg/dL
• Abnormalitas proses koagulasi (INR >1,5 or aPTT>60s)
• Hiperlaktatemia (>1mmol/L)
• Penurunan pengisian pada kapiler

1.2.5 Manifestasi Klinik Septic Shock


Perjalanan sepsis akibat bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai
dengan bakteremia selanjutnya berkembang menjadi systemic inflammatory
response syndrome (SIRS) dilanjutkan sepsis, sepsis berat, syok sepsis dan
berakhir pada multiple organ dysfunction syndrome (MODS).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1123
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sepsis dimulai dengan tanda klinis respons inflamasi sistemik (yaitu


demam, takikardia, takipnea, leukositosis) dan berkembang menjadi hipotensi
pada kondisi vasodilatasi perifer (renjatan septik hiperdinamik atau “hangat”,
dengan muka kemerahan dan hangat yang menyeluruh serta peningkatan
curah jantung) atau vasokonstriksi perifer (renjatan septik hipodinamik atau
“dingin” dengan anggota gerak yang biru atau putih dingin). Pada pasien
dengan manifestasi klinis ini dan gambaran pemeriksaan fisik yang
konsisten dengan infeksi, diagnosis mudah ditegakkan dan terapi dapat
dimulai secara dini.
Pada bayi dan orang tua, manifestasi awalnya kemungkinan adalah
kurangnya beberapa gambaran yang lebih menonjol, yaitu pasien ini mungkin
lebih sering ditemukan dengan manifestasi hipotermia dibandingkan dengan
hipertermia, leukopenia dibandingkan leukositosis, dan pasien tidak dapat
ditentukan skala takikardia yang dialaminya (seperti pada pasien tua yang
mendapatkan beta blocker atau antagonis kalsium) atau pasien ini
kemungkinan menderita takikardia yang berkaitan dengan penyebab yang
lain (seperti pada bayi yang gelisah). Pada pasien dengan usia yang ekstrim,
setiap keluhan sistemik yang non-spesifik dapat mengarahkan adanya sepsis,
dan memberikan pertimbangan sekurang- kurangnya pemeriksaan skrining
awal untuk infeksi, seperti foto toraks dan urinalisis.
Pasien yang semula tidak memenuhi kriteria sepsis mungkin berlanjut
menjadi gambaran sepsis yang terlihat jelas sepenuhnya selama perjalanan
tinggal di unit gawat darurat, dengan permulaan hanya ditemukan perubahan
samar-samar pada pemeriksaan. Perubahan status mental seringkali
merupakan tanda klinis pertama disfungsi organ, karena perubahan status
mental dapat dinilai tanpa pemeriksaan laboratorium, tetapi mudah
terlewatkan pada pasien tua, sangat muda, dan pasien dengan kemungkinan
penyebab perubahan tingkat kesadaran, seperti intoksikasi. Penurunan
produksi urine (≤0,5ml/kgBB/jam) merupakan tanda klinis yang lain yang
mungkin terlihat sebelum hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan dan
seharusnya digunakan sebagai tambahan pertimbangan.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1124
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2.6 Diagnosis
Diagnosis syok septik meliputi diagnosis klinis syok dengan konfirmasi
mikrobiologi etiologi infeksi seperti kultur darah positif atau apus gram dari
buffy coat serum atau lesi petekia menunjukkan mikroorganisme. Spesimen
darah, urin, dan cairan serebrospinal sebagaimana eksudat lain, abses dan lesi
kulit yang terlihat harus dikultur dan dilakukan pemeriksaan apus untuk
menentukan organisme. Pemeriksaan hitung sel darah, hitung trombosit,
waktu protrombin dan tromboplastin parsial, kadar fibrinogen serta D-dimer,
analisis gas darah, profil ginjal dan hati, serta kalsium ion harus dilakukan.
Anak yang menderita harus dirawat di ruang rawat intensif yang mampu
melakukan pemantauan secara intensif serta kontinu diukur tekanan vena
sentral, tekanan darah, dan cardiac output.
Tanda-tanda klinis yang dapat menyebabkan dokter untuk
mempertimbangkan sepsis dalam diagnosis diferensial, yaitu demam atau
hipotermia, takikardi yang tidak jelas, takipnea yang tidak jelas, tanda- tanda
vasodilatasi perifer, shock dan perubahan status mental yang tidak dapat
dijelaskan. Pengukuran hemodinamik yang menunjukkan syok septik, yaitu
curah jantung meningkat, dengan resistensi vaskuler sistemik yang rendah.
Abnormalitas hitung darah lengkap, hasil uji laboratorium, faktor pembekuan,
dan reaktan fase akut mungkin mengindikasikan sepsis.
1.2.7 Tatalaksana Septic Condition
Penatalaksanaan penderita sepsis berat dan syok sepsis harus dilakukan
dengan cepat dan tepat untuk mengurangi mortalitas. Panduan Surviving
Sepsis Campaign (SSC) terdiri dari resuscitation bundle 6 jam dan
management bundle 24 jam. Resuscitation bundle 6 jam diharapkan dapat
membantu mengurangi angka kematian karena sepsis berat dan syok sepsis,
melalui tatanan penatalaksanaan sepsis berat dan syok sepsis dalam 6 jam
pertama berupa pemeriksaan laktat, pengambilan kultur darah, pemberian
antibiotik spektrum luas, resusitasi cairan, pemberian vasopresor, pengukuran
central venous pressure (CVP), dan pengukuran central venous oxygen
saturation (Scvo2 ) (Dellinger, 2012).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1125
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar Penatalaksanaan Sepsis dan Syok Sepsis

Bakteri yang dapat menyebabkan Septic Condition diantaranya


Staphylococcus aureus, Golongan Streptococcus, Entercoccous faecalis.
Dimana tatalaksana terapi dapat diawali dengan pertimbangan faktor pasien,
faktor mikrobiologis dan data hasil klinis (Kurniawan,2005). Antibiotik adalah
zat yang diperoleh dari suatu sintesis atau yang berasal dari senyawa non
organic yang dapat membunuh bakteri pathogen tanpa membahayakan
manusia (inangnya). Antibiotik harus bersifat selektif dan dapat menembus
membran agar dapat mencapai tempat bakteri berada (Priyanto, 2010).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1126
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan kekebalan bakteri,


munculnya bakteri – bakteri yang resisten. Adanya Staphylococcus aureus
harus diverifikasi dengan kultur darah. Setelah adanya bakteri yang terdeteksi
dapat digunakan antibiotik sesuai dengan hasil kultur dan kesensitifitas pasien
terhadap suatu antibiotik. Berikut antibiotic empiris yang digunakan untuk
Septic Condition.

Gambar Terapi Antibiotik Septic Condition

1.3 AKI (Acute Kidney Injury)


1.3.1 Definisi
Acute Kidney Injury (AKI) adalah gangguan fungsi ginjal secara tiba-tiba
menyebabkan retensi senyawa nitrogen dan zat buangan yang seharusnya
diekskresi di ginjal. AKI ditandai dengan peningkatan konsentrasi blood urea
nitrogen (BUN) dan kreatinin serum yang sering kali diikuti oleh penurunan
volume urin (Waikar dan Bonventre, 2015)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1127
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Staging AKI (KDIGO,2012)

1.3.2 Etiologi
Etiologi AKI dapat diklasifikasikan menjadi prerenal yang merupkan hasil
penurunan perfusi ke ginjal misal pada penyakit gagal jantung, sepsis dan lain-
lain, intrinsik yang merupakan hasil kerusakan ginjal biasanya karena iskemi
tubular atau terpapar racum dan postrenal yang disebabkan oleh kerusakan laju
urin di ginjal misal karena nephrolithiasis (Dager dan Spencer, 2008).
1.3.3 Patofisiologi
a. Azotemia Prerenal
Azotemia prerenal adalah peningkatan kadar kreatinin serum atau BUN
akibat aliran darah ke ginjal dan tekanan hidrostatik intraglomerular tidak
adekuat untuk mendukung filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum
terjadi pada azotemia prerenal adalah hipovolemi, penurunan curah jantung.
Pada azotemia prerenal tidak terjadi kerusakan parenkim ginjal dan dapat
kembali dengan cepat ketika hemodinamika intraglomerular kembali
normal (Waikar and Bonventre, 2015).
b. AKI Intrinsik
Penyebab umum AKI intrinsic adalah sepsis, iskemi dan nefrotoksik baik
endogen maupun eksogen. Adanya nekrosis tubulus menyebabkan
terjadinya inflamasi, apoptosis, dan gangguan perfusi regional. Pada sepsis,
AKI terjadi akibat gangguan hemodinamik dari vasodilatasi arteri yang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1128
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dimediasi sitokin yang meningkatkan ekspresi NOsintase pada pembuluh


darah dan menyebabkan penurunan glomerulus filtration rate (GFR). Sepsis
dapat menyebabkan kerusakan endotel sehingga terjadi thrombosis
mikrovaskuler, aktivasi spesies oksigen reaktif, adesi leukosit dan migrasi,
yang akan menyebabkan kerusakan sel tubulus ginjal (Waikar and
Bonventre, 2015).
c. AKI paskarenal
AKI paskarenal terjadi ketika aliran urin normal satu arah diblok baik
parsial maupun total secara akut yang menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik retrograde dan mengganggu filtrasi glomerulus (Waikar and
Bonventre, 2015).

1.3.4 Penatalaksanaan Terapi


Penatalaksanaan pada pasien AKI adalah menjaga hemodinamik serta
penggantian cairan. Apabila sudah diketahui penyebab AKI, maka perlu terapi
suportif sesuai etiologi. Terapi farmakologi yang paling efektif menimbulkan efek
diuresis pada pasien AKI adalah manitol dan loop diuretk. Komplikasi yang sering
terjadi adalah hipernatremi dan retensi cairan pada pasien AKI. Pasien sebaiknya
mendapatkan tidak lebih 3 g natrium perhari. Selain itu gangguan elektrolit yang
sering terjadi adalah hiperkalemi yang 90% diekskresi di ginjal sehingga harus
ada retriksi kalium. Penyesuaian dosis obat juga harus diperhitungkan pada pasien
AKI (Dager dan Spencer, 2008).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1129
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN

2.1 Profil Pasien


Identitas Pasien
Nama Pasien/Usia Tn. S / 80 tahun
Alamat Malang
Diagnosa Awal Burst abdomen post bricker
Diagnosa Akhir Burst abdomen post cystoprostatectomy post repair; Septic
shock dt intraabdominal sepsis; AKI stage III
MRS/KRS 24-02-2020
Alasan MRS Nyeri perut
Status Pasien JKN
Riwayat Penyakit Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 23/02. usus
Saat Ini terburai keluar, jahitan terbuka, riwayat operasi angkat tumor
kandung kemih 10 hari yang lalu.
Riwayat Pengobatan Asam mefenamat, jamu pegal linu, dan kratingdaeng.
Riwayat Kesehatan Angkat tumor kandung kemih (~14 Maret 2020)
Riwayat Alergi -
Riwayat Keluarga -

2.2 Data Klinis


Data Nilai
24/02 25/02 26/02 27/02 28/02 29/02 01/03 02/03 03/03 04/04
Klinik Normal
Tekanan
120/80 120/8 132/7
Darah 103/60 102/60109/71116/63 92/62 120/70133/65 114/70
mmHg 0 3
(mmHg)
80-85
Nadi 130 116 78 100 90 89 89 102 70 71
x/menit
RR 20 x/menit 24 24 26 20 22 19 20 26 20 18
o
Suhu 36-37 C 37 37 36,5 36,7 37,8 36,5 36 36,5 36 36
Nyeri - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
GCS 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1130
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3 Data Laboratorium


Parameter Nilai Normal 25/2 27/2 28/2 3/3
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 13,4-17,7 g/dL 11,70 9,60 9,50 9,50
Eritrosit (RBC) 4,0-5.5 106/µl 4,20 3,56 3,45 3,53
Leukosit (WBC) 4,3-10,3 106/µl 19,55 15,27 14,81 10,60
Hematokrit 40-47 % 34,70 29,30 28,60 30,50
Trombosit (PLT) 142-424 10 3
/µl 486 461 519 280
MCV 80-93 fL 83,60 82,30 82,90 86,40
MCH 27-31 fL 27,90 27 27,50 26,90
MCHC 32-36 pg 33,70 32,80 33,20 31,10
RDW 11,5 -14,5 % 18,50 18,10 18,60 20,40
PDW 9-13 fL 13,0 13,5 11,3 11,9
MPV 7,2-11,1 fL 11,0 11.1 10,5 10,2
P-LCR 115,0-25,0 % 32,7 33,1 27,7 27,6
PCT 0,15-0,40 % 0,54 0,51 0,54 0,29
NRBC Absolute 0 0 0 0,01
NRBC Percent 0 0 0 0,1
HITUNG JENIS
Eosinofil 0-4 % 0,2 0,3 0,1 0,8
Basofil 0-1 % 0,4 0,3 0,1 0,1
Neutrofil 51-67 % 87,4 86,4 92,1 85,1
Limfosit 25-33 % 5,2 6,5 4,5 10,8
Monosit 2-5 % 6,8 6,5 3,2 3,2
3 3
Eosinofil Absolut 0,03.10 /µ 0,04.10 /µ 3
0,09
0,01.10 /µL
L L
3 3
Basofil Absolut 0,08.10 /µ 0,05.10 /µ 3
0,01
0,02.10 /µL
L L
3 3
Neutrofil Absolut 17,09.10 / 13,19.10 / 3
9,02
13,65.10 /µL
µL µL
3 3
Limfosit Absolut 1,08.10 /µ 1,00.10 /µ 3
1,14
0,66.10 /µL
L L
3 3
Monosit Absolut 1,33.10 /µ 0,99.10 /µ 3
0,34
0,47.10 /µL
L L
Immature
3,30 % 4,30% 5,30% 10,70
Granulosit (%)
3 3
Immature 0,64.10 /µ 0,65.10 /µ 3
0,78.10 /µL 1,13
Granulosit L L
25/2 28/2 3/3 3/3
FAAL HEMOSTASIS
(10:00) (16.00)
PPT Pasien 9,3-11,3 detik 12,80 15,50 148,40 127,40

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1131
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Kontrol 11,0 10,7 11,0 11,0


INR <1.5 1,25 1,53 17,19 14,60
Pasien 24,6-30,6 detik 28,20 38,80 85,70 88,80
APPT
Kontrol 24,9 25,6 25,4 25,4
Fibrinogen 359
D-dimer 5,0
FAAL HATI 25/2 28/2 1/3 3/3
Bilirubin Total <1,0 mg/dL 2,13
Bilirubin Direct <0,25 mg/dL 1,99
Bilirubin Indirect <0,75 mg/dL 0,14
1,89 (11:41)
Albumin 3,5-5,5 g/dL 3,09 2,30 2,14
2,69 (23:07)
METABOLISME KARBOHIDRAT 25/2 28/2 29/2 3/3
Glukosa Darah
<200 mg/dL 140 152 136
Sewaktu
Glukosa (POCT) 117
FAAL GINJAL 25/2 27/2 28/2 3/3
Ureum 16,6-48.5 mg/dL 160 98,00 138,3 120,9
Kreatinin <1.2 mg/dL 4,24 2,31 3,34 2,62

eGFR (CKD-EPI) ml/menit/1.73m2 12.341 25,718 16,468 22,086

ELEKTROLIT 25/2 27/2 28/2 3/3


Natrium (Na) 136-145 mmol/L 132 139 150 152
Kalium (K) 3,5-5,0 mmol/L 3,75 3,56 3,96 4,28
Klorida (Cl) 98-106 mmol/L 103 106 132 130
Kalsium (Ca) 7,6-11,0 mmol/L - - 8,4 -

2.4 Hasil Kultur


Spesimen : Darah Kanan Spesimen : Darah Kiri
- Biakan kultur: - Biakan kultur:
Acinetobacter baumonnii (XDR) Acinetobacter baumonnii (XDR)
Staphylococcus lentus (strain resisten) Staphylococcus haemolyticus (strain
- Antibiotik rekomendasi : resisten)
1. Amikasin (1) - Antibiotik rekomendasi :
2. Gentamisin (2) 1. Amikasin (1)
3. Ciprofloxacin (1) 2. Vancomisin (2)
4. Trimetoprim/sulfametoksa 3. Trimetoprim/sulfametoksazol
zol (1,2) (1,2)
- Saran: - Saran:
Isolat A. baumunii di atas merupakan strain Isolat A. baumunii di atas merupakan
extensive drug resistant dan hanya sensitive strain extensive drug resistant dan hanya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1132
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

terhadap amikasin dan sensitive terhadap amikasin dan


trimethoprim/sulfametoksazol trimethoprim/sulfametoksazol
Mohon melakukan kohorting dan Mohon melakukan kohorting dan
kewaspadaan kontak kewaspadaan kontak
Isolat S. lentus di atas merupakan flora Isolat S. haemolyticus di atas merupakan
normal dan kemungkinan merupakan flora normal yang dapat mengontaminasi
kontaminan, belum dapat disingkirkan specimen. Dengan hasil kultur darah kanan
didapatkan isolate berbeda, sangat
dimungkinkan isolate S. haemolyticus
tersebut kontaminan.

Spesimen : Urine Spesimen : Pus (Swab)


- Sediaan langsung : - Sediaan langsung :
1. Batang gram negative 1. Batang gram negative
2. Sel epitel 1+ (<1/lp) 2. Sel epitel : -
3. Sel radang 3+ (10-25/lp) 3. Sel radang 4+ (>25/lp)
- Biakan kultur: Klebsiella pneumonia ESBL - Biakan kultur:
- Antibiotik rekomendasi : Acinetobacter baumonnii (XDR)
1. Amikasin Klebsiella pneumonia ESBL
2. Ciprofloxacin - Antibiotik rekomendasi :
3. Meropenem 1. Amikasin (1) (2)
4. Trimetroprim/sulfametoksazol 2. Ciprofloxacin (2)
- Saran: 3. Cefepime (2)
Bakteri tensolasi merupakan flora normal 4. Trimetroprim/sulfametoksazol
saluran cerna yang bersifat MDR. Saran untuk (1)
cohorting dan memperhatikan hand hygiene. - Saran:
Apabila pasien memakai kateter disarankan Rawat luka secara aseptic
untuk melepas kateter karena dapat menjadi Cohorting dan memperhatikan hand
sumber infeksi. hygiene

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1133
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5 Profil Pengobatan Pasien


Profil Pengobatan Pasien Saat Masuk Rumah Sakit
Tanggal Pemberian Obat
Obat Rute Dosis (mulai MRS)
25/2 26/2 27/2 28/2 29/2 1/3 2/3 3/3 4/3
NS 0,9% IV 2000 cc/24 jam √ √ √ √ √ √
Aminofluid :
IV 1:3 √
Futrolit
Aminofluid :
IV 1:2 √
NS
0,2
NE drip IV 0,05 0,1 0,2 0,2 0,4 0,4 0,2 √
mcg/kgBB/jam
Metamizol IV 3 dd 1 g √ √ √ √
Omeprazol IV 1 dd 40 mg √ √ √ √ √ √ √
Ciprofloxacin IV 2 dd 400 mg √ √
Cefoperazone IV 2 dd 1 g √ √ √ √ √
500
Levofloxacin IV 750 mg/48 jam √ √
mg/24jam
Paracetamol IV 3 dd 1 g √ √ √

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1134
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.6 Drug Related Problem (DRP)


2.5.2. Septic Shock
SUBYEKTIF/
Terapi Analisis Obat DRP Plan dan Monitoring
OBYEKTIF
(25/2) NOREPINEFRIN - Indikasi : sebagai vasopessor - Terapi dilanjutkan.
TD: 102/60 mmHg (25/2) 0,05 - Mek. Kerja : Merangsang reseptor beta1- METO: Tekanan darah
Nadi : 116x/menit mcg/kgBB/jam adrenergik dan reseptor alfa-adrenergik MESO: Keluhan sakit
(26/2) (26/2) 0,1 yang menyebabkan peningkatan kepala, nadi
Pagi: mcg/kgBB/jam kontraktilitas dan detak jantung serta
TD: 109/60 mmHg (27/2) 0,2 vasokonstriksi, sehingga meningkatkan
Nadi : 78 x/menit mcg/kgBB/jam tekanan darah sistemik dan aliran darah
Siang: (28/2) 0,2 koroner; efek alfa klinis (vasokonstriksi)
TD: 110/57 mmHg mcg/kgBB/jam lebih besar daripada efek beta (efek
Nadi : 120 x/menit (29/2) 0,4 inotropik dan kronotropik)
Sore: mcg/kgBB/jam - Dosis pemberian :80 µg dalam 100 cc NS
TD : 108/60 mmHg (1/3) 0,4 - ESO : sakit kepala
Nadi : 86 x/menit mcg/kgBB/jam
(27/2) (2/3) 0,2
TD : 116/63 mmHg mcg/kgBB/jam
Nadi : 100 x/menit (3/3) 0,2
mcg/kgBB/jam

(28/2)
Pagi:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1135
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

SUBYEKTIF/
Terapi Analisis Obat DRP Plan dan Monitoring
OBYEKTIF
TD: 92/62 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Siang:
TD: 84/52 mmHg
Nadi : 95 x/menit
Sore:
TD: 108/58 mmHg
Nadi : 90 x/menit
(29/2)
TD :120/80 mmHg
Nadi : 89 x/menit
(1/3)
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 89 x/menit
(2/3)
TD : 133/65 mmHg
Nadi : 102 x/menit
(3/3)
TD: 132/73 mmHg
Nadi : 70 x/menit
(4/3)
TD: 114/70 mmHg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1136
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

SUBYEKTIF/
Terapi Analisis Obat DRP Plan dan Monitoring
OBYEKTIF
Nadi : 71 x/menit
Hemoglobin: Ciprofloxacin 2 x Indikasi: Sebagai antibiotik empiris - Terapi dilanjutkan.
(25/2) 22,70 g/dL 400 mg (IV) Mekanisme: Menghambat sintesis asam METO: Tanda infeksi (kadar
(26/2) 9,60 g/dL nukleat di mana antibiotik golongan ini dapat hematologi)
(27/2) 9,50 g/dL masuk ke dalam sel dengan cara difusi pasif MESO: Keluhan mual/sakit
pada membran luar bakteri secara intra seluler, kepala
Leukosit: obat ini menghambat replikasi DNA bakteri
(25/2) 19,55 . 106/µL dengan cara mengganggu kerja DNA girase
(26/2) 15,27 . 106/µL selama pertumbuhan dan reproduksi bakteri
(27/2) 14,81 . 106/µL (Mycek, 2001).
Dosis literatur: 400-500 mg 2 hingga 3 kali
Neutrofil: sehari (MIMS)
(25/2) 87,4% ESO: mual (3%), sakit kepala (1%)
(26/2) 86,4% (Medscape)
(27/2) 92,1% Cefoperazone Indikasi : untuk infeksi sepsis Efek samping Plan : terapi dilanjutkan
2 dd 1 g (IV) Mekanisme Kerja : antibiotic golongan obat Monitoring Efektivitas:
cephalosporin generasi ketiga. Memiliki aksi Tanda-tanda infeksi
Limfosit: bakterisidal dan menghambat sintesis dari Monitoring Efek Samping:
(25/2) 5,2% dinding sel (Sweetman, 2009). diare, hipoprotrombinemia
(26/2) 6,5% Dosis literatur : 2-4 g per hari dalam 2 dosis
(27/2) 4,5% terbagi (Sweetman, 2009).
Dosis yang diberikan : Sehari 2 x 1 gram

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1137
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

SUBYEKTIF/
Terapi Analisis Obat DRP Plan dan Monitoring
OBYEKTIF
ESO potensial : diare, hipoprotrombinemia
(Sweetman, 2009)
Levofloxacin 1 x Indikasi: Mengatasi septic shock (antibiotik Terapi dilanjutkan.
750 mg (IV) spektrum luas) METO: Tanda infeksi
Mekanisme: Menghambat sintesis asam (kadar hematologi)
nukleat di mana antibiotik golongan ini dapat MESO: Keluhan mual/sakit
masuk ke dalam sel dengan cara difusi pasif kepala
pada membran luar bakteri secara intra seluler,
obat ini menghambat replikasi DNA bakteri
dengan cara mengganggu kerja DNA girase
selama pertumbuhan dan reproduksi bakteri
(Mycek, 2001).
Dosis literatur: 500 - 750 mg/48 jam (PPAM
RSSA)
ESO: mual (3%), sakit kepala (1%)
(Medscape)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1138
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

SUBYEKTIF/
Terapi Analisis Obat DRP Plan dan Monitoring
OBYEKTIF
Nyeri Metamizole Indikasi : untuk mengurangi nyeri - Monitoring Efektivitas:
3 dd 1 g (IV) pada paska operasi (Kurniawati, 2012) Nyeri
Mekanisme Kerja : penghambatan Monitoring Efek Samping:
COX isoenzim-3 dan penurunan somnolen, mulut kering,
sintesis prostaglandin di spinal gangguan saluran cerna dan
posterior horn. mual
Dosis literatur : 0,5-4 gram per hari
dalam dosis terbagi Dapat diberikan
per oral, IM atau IV (Sweetman, 2009).
Dosis yang diberikan : Sehari 3 x 1
gram
ESO potensial : somnolen, mulut
kering, gangguan saluran cerna dan
mual (Kurniawati, 2012).

Paracetamol - Indikasi : nyeri ringan sampai - Terapi dilanjutkan.


3 dd 1 g (IV) sedang, demam. METO: suhu tubuh pasien
- Mekanisme Kerja : menghambat MESO: keluhan alergi, ruam
sintesis prostaglandin sehingga kulit
dapat mengurangi nyeri ringan
sampai sedang.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1139
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

SUBYEKTIF/
Terapi Analisis Obat DRP Plan dan Monitoring
OBYEKTIF
- Dosis : 500 mg setiap 4-6 jam,
maksimal 4 gram/hari
- Dosis pemberian : 3 dd 1 g (IV)
ESO : alergi, ruam kulit
Omeprazole Mekanisme : golongan proton pump - METO:
2 dd 40 mg (IV) inhibitor dengan memblok sekresi Pasien tidak nyeri lambung
asam lambung dengan menghambat MESO:
enzim ATPase Monitoring diare
Indikasi : Peptic ulcer
Dosis : 40 mg per hari (MIMS)
ESO : mual, muntah, diare

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1140
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

Tn. S berusia 80 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Saiful


Anwar pada tanggal 24 Februari 2020 dengan keluhan nyeri perut sejak 23 Februari
2020, usus terburai keluar, jahitan terbuka, dan memiliki riwayat operasi angkat
tumor kandung kemih 10 hari yang lalu. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan
laboratorium pasien didiagnosa Burst Abdomen post Cystoprostatectomy, Septic
Shock dt Intraabdominal Sepsis, dan AKI stage III.
Burst Abdomen post Cystoprostatectomy adalah suatu kondisi terbukanya
tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ
dalam seperti usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post operasi dari
penutupan luka di dalam perut. Pada pasien, kondisi ini merupakan komplikasi post
operasi angkat tumor kandung kemih yang dilakukan 10 hari yang lalu. Terbukanya
tepi-tepi luka hingga terjadinya evirasi usus menyebabkan infeksi dan terjadinya
septic shock pada pasien ini yang kemudian menyebabkan AKI.
Septic shock merupakan subset dari sepsis dimana terdapat kelainan
metabolisme peredaran darah dan selulosa cukup besar untuk meningkatkan
mortalitas secara substansial. Kondisi ini ditandai dengan takipnea (RR >24
x/menit), takikardi (nadi >100x/menit), leukositosis (WBC = 19,55. 106/µL), dan
hiperbilirubinemia (bilirubin total = 2,13 mg/dL) yang terjadi pasa Tn. S ketika
MRS (Singer et al, 2016). AKI (Acute Kidney Injury) atau gagal ginjal akut adalah
penyakit ginjal yang ditandai dengan peningkatan kreatinin atau penurunan
keluaran urin secara akut (KDIGO, 2012).
Penatalaksanaan untuk mengatasi burst abdominal pada pasien ini yaitu
dengan penggunaan bogota bag. Bogota bag merupakan kantung yang diletakkan
di atas defek perut dan dijahit ke tepi luka. Penggunaan kantung ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya pembengkakan organ dalam dan secara bertahap
memungkinkan untuk operasi penutupan luka. Kantung tersebut diganti setiap 1-2
minggu sekali, dan abdomen biasanya dapat tertutup selama 2 minggu. Penerapan
bogota bag dinyatakan aman untuk penatalaksanaan burst abdominal karena

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1141
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kondisinya yang telah disterilkan dan juga organ dalam tidak akan melekat pada
kantung ini (Sukumar, 2004). Terapi untuk mengatasi septic shock pada pasien ini
menggunakan aminofluid : futrolit (1:3) kemudian dilanjutkan aminofluid : NS
(1:2) lalu NS 0,9% 2000cc/24 jam. Ketiga terapi ini adalah sebagai resusitasi cairan
jenis kristaloid yang berfungsi untuk suplai elektrolit, glukosa, asam amino, dan
kehilangan cairan ekstraseluler pada pasien ini. Pemberian Norepinephrine (0,2
mcg/kgBB/jam) digunakan sebagai vasopressor untuk merangsang reseptor β1-
adrenergik dan reseptor α-adrenergik yang menyebabkan peningkatan kontraktilitas
dan detak jantung serta vasokonstriksi, dan meningkatkan tekanan darah sistemik
serta aliran darah koroner sehingga target MAP ≥ 65 mmHg dapat tercapai (Singer,
2016).
Ciprofloxacin (IV) 2 x 400 mg diberikan sebagai antibiotik empiris untuk
jenis pembedahan terkontaminasi di mana antibiotik ini menghambat replikasi
DNA bakteri dengan cara mengganggu kerja DNA girase selama pertumbuhan dan
reproduksi bakteri (Mycek, 2001; PPAM RSSA, 2019). Terapi empiris yang
digunakan untuk kondisi septic shock pada pasien ini adalah Levofloxacin (IV) 1 x
750 mg dan Cefoperazone (IV) 2 x 1. Levofloxacin (IV) 1 x 750 mg merupakan
antibiotik spektrum luas yang mampu menghambat sintesis asam nukleat di mana
antibiotik golongan ini dapat masuk ke dalam sel dengan cara difusi pasif pada
membran luar bakteri secara intra seluler, obat ini menghambat replikasi DNA
bakteri dengan cara mengganggu kerja DNA girase selama pertumbuhan dan
reproduksi bakteri serta tepat untuk terapi septic shock (Mycek, 2001). Obat ini
mulai diberikan pada tanggal 29 Februari 2020 karena data laboratorium
menunjukkan adanya tanda infeksi pada tanggal 25, 26, dan 27 Februari 2020 yaitu
meningkatnya jumlah leukosit pada pasien. Terapi Levofloxacin diberikan 1 x
750/48 jam sebagai dosis awalan kemudian dilakukan penurunan dosis menjadi 1 x
500 mg/48 jam. Hal ini telah sesuai dengan PPAM RSSA 2019 untuk penyesuaian
dosis pada gangguan ginjal. Terapi Cefoperazone (IV) 2 x 1 g direkomendasikan
oleh dokter urologi dan diberikan sebagai pengganti setelah 2 hari penggunaan
Ciprofloxacin. Cefoperazone (IV) 2 x 1 g diberikan untuk mengatasi kondisi septic
shock pasien. Antibiotik golongan sefalosporin generasi III ini bekerja dengan cara

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1142
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menghambat sintesis dari dinding sel bakteri (Sweetman, 2009). Obat ini tidak
bersifat nefrotoksik sehingga aman untuk kondisi gagal ginjal akut pasien.
Metamizole (IV) 3 x 1 g diberikan sebagai antinyeri pasca operasi
(Kurniawati, 2012). Obat ini bekerja dengan cara menghambat transmisi rasa sakit
ke susunan saraf pusat dan perifer, menghambat isoenzim-3 dan menurunkan
sintesis prostaglandin di spinal posterior horn (Kee & Hayes, 1996). Terapi
Omeprazole (IV) 2 x 40 mg ditujukan untuk menurunkan kadar asam yang
diproduksi lambung dan mencegah luka di lambung dengan cara menghambat
popma proton H+/K+ ATPase yang ditemukan pada permukaan sekresi sel parietal
lambung. Paracetamol (IV) 3 x 1 g diberikan untuk mengurangi keluhan nyeri pada
pasien dengan cara menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat mengurangi
nyeri ringan sampai sedang (DIH 17th).
Hal yang perlu diperhatikan dalam terapi yang diterima Tn. S adalah
masing-masing efek samping obat serta tanda-tanda klinis yang menunjukkan
perkembangan pasien.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1143
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengkajian terhadap terapi Tn. S (80 tahun), maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
• Penatalaksanaan untuk burst abdomen yaitu dengan penggunaan bogota bag
yang diganti setiap 1-2 minggu sekali, dan abdomen biasanya dapat tertutup
selama 2 minggu.
• Terapi NS 0,9% 2000cc/24 jam dapat dilanjutkan sebagai resusitasi cairan yang
berfungsi untuk suplai elektrolit dan kehilangan cairan ekstraseluler pada
pasien.
• Terapi Norepinephrine (0,2 mcg/kgBB/jam) dapat dilanjutkan sebagai
vasopressor untuk meningkatkan tekanan darah sistemik serta aliran darah
koroner sehingga target MAP ≥65 mmHg dapat tercapai.
• Terapi Ciprofloxacin (IV) 2 x 400 mg dapat dilanjutkan sebagai antibiotik
empiris untuk jenis pembedahan terkontaminasi.
• Terapi Levofloxacin (IV) 1 x 750 mg dan Cefoperazone (IV) 2 x 1 g dapat
dilanjutkan untuk mengatasi kondisi septic shock pada pasien.
• Terapi Metamizole (IV) 3 x 1 g dan Paracetamol (IV) 3 x 1 g dapat dilanjutkan
hingga keluhan nyeri pada pasien teratasi.
• Terapi Omeprazole (IV) 2 x 40 mg dapat dilanjutkan untuk menurunkan kadar
asam yang diproduksi lambung dan mencegah luka di lambung.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1144
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Aberg, J.A., Lacy,C.F, Goldman, M.P, and Lance, L.L., 2009, Drug Information
Handbook, 17th edition, Lexi-Comp for the American Pharmacists
Association.

Dager, W., Spencer, A., 2008. Acute Renal Failure. In: Joseph T. DiPiro, Robert
L. Talbert, Gary C. Yee, Gry R. Matzkee, Barbara G. Wells, L. Michael
Polsey (Eds.). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Edisi ke-
7, New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division, hal. 1943–1956.
KDIGO. 2012. Clinical Practice Guideline for The Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease. ISN. 2013; 3(1):1–163
Kee, J.L. dan Hayes, E.R.. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. hal
140-145, 435-443. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Kidney Disease Improving Global Outcomes. 2012. KDIGO Clinical Practice


Guideline for Acute Kidney Injury. KDIGO
Kurniawati M.. 2012. Evaluasi Penggunaan Metamizol di Beberapa Tempat
Pelayanan Farmasi di Kabupaten Cilacap. Jurnal Manajemen dan Pelayanan
Farmasi Vol.2 No.1
Lotfy W. 2009. Burst Abdomen: Is it a preventable complication?. Egyptian J
Surg.28(3):128-32.
Mycek, M. J dan Champe, P.C. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar 2nd ed.
Jakarta, Widya Medika
Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Shankar-Hari M. 2016. The Third
International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock.
JAMA:315(8):801–10.
Sukumar N, Shaharin S, Razman J, et al. 2004. Bogota Bag in the Treatment
ofAbdominal Wound Dehiscence. Medical Journal Malaysia. 59:2
Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference. Thirty Sixth
Edition. Pharmaceutical Press. New York

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1145
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Waikar, S.S., and Bonventre, J.V. 2015. Acute Kidney Injury. The McGraw-Hill
Companies, Inc. pp 1799-1811. New York

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1146
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
HARI/TANGGAL TINDAKAN/ PERKEMBANGAN KLINIK/ MASALAH
S (SUBYEJTIF) O (OBYEKTIF) A (ASSESMENT) P (PLAN)
Aminofluid : Futrolit
Aminofluid untuk suplai elektrolit, glukosa dan
asam amino sebelum dan sesudah operasi.
Na = 139 mmol/l Dosis lazim diberikan IV 500 ml.
Nyeri K = 3,56 mmol/l Futrolit untuk perbaikan karbohidrat, cairan dan Monitoring kadar elektrolit
Cl = 106 mmol/l elektrolit pada tahap pre, intra dan pasca operasi,
dehidrasi isotonic dan kehilangan cairan
ekstraseluler
Dosis diberikan 30 ml/kgBB per hari.
Norepinefrin 0,2 mcg/50 kg/50 cc
Kamis, 27 Februari
Indikasi : meningkatkan MAP pada septic
2020
shock
Mekanismekerja : merangsang reseptor beta 1
adrenergik dan reseptor alfa adrenergic yang METO: Tekanan darah
TD : 116/63 mmHg
menyebabkan peningkatan kontraktilitas dan MESO: Keluhan sakit kepala,
- Nadi : 100 x/menit
detak jantung serta vasokonstriksi, sehingga nadi
meningkatkan tekanan darah sistemik dan aliran
darah koroner, efek alfa klinis (vasokonstriksi)
lebih besar daripada efek beta (efek inotropic
dan kronotropik)
Efek samping obat : sakit kepala

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1147
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Cefoperazone 2 dd 1 g
Indikasi : untuk infeksi sepsis
Leukosit: 14,81 . 106/µL Mekanisme kerja: antibiotic golongan
cephalosporin generasi ketiga. Memiliki aksi METO: Tanda-tanda infeksi
- Neutrophil: 92,1%
bakterisidal dan menghambat sintesis dari MESO: diare,
Limfosit: 4,5%
hipoprotrombinemia
dinding sel.
Dosis: 2-4 g perhari dalam dosis terbagi
Efek samping obat: diare, hipoprotrombinemia
Omeprazole 1 dd 40 mg
Indikasi: peptic ulcer METO: Pasien tidak nyeri
Mekanisme kerja: golongan proton pump lambung
Nyeri lambung (-) - inhibitor dengan memblok sekresi asam MESO: Monitoring diare
lambung dengan menghambat enzim ATPase
Efek samping obat: mual, muntah, diare
TD: 95/57 mmHg
RR: 22x/menit Terapi dilanjutkan:
1. Drip norepinefrin 0,2 mcg/50 kg/50 cc
(27/2)
2. Cefoperazone 2 dd 1 g
Leukosit: 14,81 . 106/µL 3. Omeprazole 1 dd 40 mg Monitoring kondisi umum
Jumat, 28 Februari Neutrophil: 92,1% pasien, monitoring kadar
Nyeri Terapi diganti:
2020 Limfosit: 4,5% 1. Aminofluid:futrolit menjadi aminofluid:NS elektrolit
Na = 139 mmol/l NS 0,9% merupakan elektrolit yang berfungsi
K = 3,56 mmol/l untuk mengatasi atau mencegah kehilangan
Cl = 106 mmol/l cairan dalam tubuh.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1148
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terapi dilanjutkan:
1. drip norepinefrin menjadi 0,4 mcg/50 kg/50
cc
2. cefoperazone 2 dd 1 g
3. aminofluid: NS menjadi NS0,9%
Terapi tambahan:
1. levofloxacin 750 mg/48 jam
Indikasi: sepsis
TD: 120/80 mmHg Mekanisme kerja: Menghambat sintesis asam
Nadi: 89 x/menit nukleat di mana antibiotik golongan ini dapat
masuk ke dalam sel dengan cara difusi pasif Monitoring kondisi umum
RR: 19 x/menit pasien
Suhu: 36,5 C pada membran luar bakteri secara intra seluler,
Sabtu, 29 Februari obat ini menghambat replikasi DNA bakteri METO: tanda infeksi, suhu
Nyeri (27/2)
2020 dengan cara mengganggu kerja DNA girase tubuh
Leukosit: 14,81 . 106/µL MESO: keluhan mual/sakit
Neutrophil: 92,1% selama pertumbuhan dan reproduksi bakteri.
Dosis: 500-750 mg/24 jam kepala, alergi, ruam kulit
Limfosit: 4,5%
Efek samping obat: mual, sakit kepala

2. Paracetamol 3 dd 1 g
Indikasi: nyeri ringan sampai sedang, demam
Mekanisme kerja: menghambat sintesis
prostaglandin sehingga dapat mengurangi nyeri
ringan sampai sedang
Dosis: 500 mg setiap 4-6 jam, maksimal 4 g/hari
Efek samping obat: alergi, ruam kulit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1149
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terapi dilanjutkan:
1. norepinefrin 0,4 mcg/50 kg/50 cc
2. cefoperazone 2 dd 1 g Monitoring kondisi umum
Nadi: 89 x/menit
Minggu, 1 Maret 3. levofloxacin 750 mg/48 jam pasien dan efek samping
Nyeri TD: 120/89 mmHg
2020 4. NS 0,9% 2000/24 jam
Albumin: 1,89 potensial
Pasien mengalami hipoalbumin sehingga
diberikan albumin 20%
Terapi dilanjutkan:
1. norepinefrin 0,2 mcg/50 kg/50 cc
TD : 133/73 mmHg
2. NS 0,9% 2000 cc/24 jam Monitoring kondisi umum
RR : 26 x/menit
Senin, 2 Maret 2020 Nyeri 3. Cefoperazone 2 dd 1 g
N: 102x/menit pasien
4. Levofloxacin 500 mg/24 jam
Suhu : 36,5 C
Terapi tambahan:
1. omeprazole1 dd 40 mg
Terapi dilanjutkan:
TD : 132/73 mmHg
1. norepinefrin 0,2 mcg/50 kg/50 cc
RR : 20 x/menit Monitoring kondisi umum
2. omeprazole 1 dd 40 mg
N: 70x/menit pasien;
3. NS 0,9% 2000 cc/24 jam
Suhu : 36 C METO : nyeri
Selasa, 3 Maret 2020 Nyeri Terapi tambahan:
Leukosit : 10,60. 106/µL
1. Paracetamol 3 dd 1 g MESO: efek samping
Neutrophil: 89,1%
2. santagesik 3 dd 1 g potensial
Limfosit: 10,8%
Indikasi: untuk mengurangi nyeri pada paska
Monosit: 3,2%
operasi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1150
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mekanisme:penghambatan COX-isoenzim 3
dan penurunan sintesis prostaglandin di spinal
posterior horn
Dosis: 0,5-4 g per hari dalam dosis terbagi
Efek samping obat: somnolen, mulut kering,
gangguan saluran cerna dan mual
Terapi dilanjutkan:
TD : 114/70 mmHg
1. NS 0,9% 2000 cc/24 jaqm Monitoring kondisi umum
RR : 18 x/menit
Rabu, 4 Maret 2020 Nyeri 2. Omeprazole 1 dd 40 mg
N: 71 x/menit pasien
3. santagesik 3 dd 1 g
Suhu : 36 C
4. paracetamol 3 dd 1 g
TD : 120/80 mmHg
Terapi dilanjutkan:
RR : 26 x/menit
1. NS 0,9% 2000 cc/24 jam
N: 84x/menit
2. santagesik 3 dd 1 g
Suhu : 36 C
3. omeprazole 1 dd 40 mg Monitoring kondisi umum
Leukosit : 13,92 . 106/µL
4. Paracetamol 3 dd 1 g pasien;
Neutrophil: 86,5%
Kamis, 5 Maret Limfosit:8,1 %
Nyeri, batuk Terapi tambahan:
2020 Monosit: 4,0% METO: tanda-tanda infeksi
1. Amikasin 1 dd 200 mg
Indikasi: untuk infeksi sepsis sesuai hasil kultur MESO: efek samping
Hasil kultur: (3/3)
Mekanisme kerja: menghambat sintesis protein potensial
Acinetobacter baumanni
bakteri gram negative
(XDR) pada darah dan
Dosis : 15 mg/kg per hari 1-2x
swab; Klebsiella
Efek samping obat: neurotoksik, nefrotoksik
pneumonia ESBL

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1151
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

→rekomendasi antibiotic :
amikasin

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1152
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

AnalisisKefarmasian pada Pasien


Diabetic Foot Wagner IV Pedis
Sinistra, Diabetes Melitus Tipe 2 dan
CKD st 5 on CAPD

(06 Maret – 12 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1153
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1154
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Diabetes Mellitus Tipe 2


Definisi
Diabetes adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
terjadinya resistensi insulin, sekresi insulin yang tidak memadai, atau
gabungan keduanya. Manifestasi klinis gangguan tersebut adalah
hiperglikemia. Pasien diabetes diklasifikasikan kedalam 2 kelompok, yaitu
diabetes tipe 1 yang disebabkan oleh defisiensi absolut insulin, dan diabetes
tipe 2 didefinisikan adanya resistensi insulin dengan meningkatnya
kompensasi sekresi insulin yang tidak memadai. Wanita yang mengalami
diabetes selama masa kehamilan dikelompokkan sebagai diabetes
gestasional. Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang
ditandai dengan hiperglikemia yang dikaitkan dengan masalah metabolism
karbohidrat, lemakdan protein dan dapat menimbulkan komplikasi kronik
seperti gangguan mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Dipiro,
2007).

Etiologi
DM tipe 2 disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resisten
insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi
relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi
insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa
bersama bahan perangsang sekresi insuin lain. Berarti sel beta pankreas
mengalami desensitasi terhadap glukosa (Smeltzer,2002).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1155
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Patofisiologi
Awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya
sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu
merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai
“Resistensi Insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara
maju seperti AmerikaSerikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya
hidup kurang gerak(sedentary), dan penuaan.Disamping resistensi insulin,
pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan
produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi
pengrusakan sel-sel β Langerhans secara otoimun sebagaimana yang terjadi
pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita
DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam
penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin
(Depkes, 2005).
Sel-sel β kelenjar pancreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase
pertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan
glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah,
sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal
perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi
insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi
resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan
penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-
sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang sering kali akan
mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan
insulin eksogen (Depkes, 2005).
Penelitianmenunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe 2 umumnya
ditemukan kedua factor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi
insulin. Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM Tipe 2 dapat
dibagi menjadi 4 kelompok (Depkes, 2005) :

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1156
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

15. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal


16. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga
Diabetes Kimia (Chemical Diabetes)
17. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar
glukosa plasma puasa < 140 mg/dl)
18. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar
glukosaplasma puasa > 140 mg/dl).

Manifestasi Klinik
Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala akut
diabetes melitus yaitu:
a. Poliphagia (banyak makan)
b. Polidipsia (banyak minum),
c. Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari),
d. Nafsu makan bertambah namun berat badan turun dengan cepat (5-
10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah.

Gejala kronik diabetes melitus yaitu: kesemutan, kulit terasa panas atau
seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah
mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada
ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan
atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1157
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tatalaksana

Gambar 6.1 Penatalaksanaan terapi diabetes melitus tipe 2 (Dipiro, 2009)

Gambar 6.2 Rekomendasi terapi lini pertama diabetes melitus tipe 2 (PSAP,
2013)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1158
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

A. Oral Anti Diabetes (OAD)


1. Biguanida
Metformin adalah satu-satunya golongan biguanid yang tersedia. Efek
utama metformin adalah menurunkan “hepatic glucose output” dan
menurunkan kadar glukosa puasa. Monoterapi dengan metformin dapat
menurunkan A1C sebesar ~ 1,5%. Pada umumnya metformin dapat
ditolerir oleh pasien. Efek yang tidak diinginkan yang paling sering
dikeluhkan adalah keluhan gastrointestinal. Monoterapi metformin jarang
disertai dengan hipoglikemia; dan metformin dapat digunakan secara
aman tanpa menyebabkan hipoglikemia pada prediabetes. Efek
nonglikemik yang penting dari metformin adalah tidak menyebabkan
penambahan berat badan atau menyebabkan penurunan berat badan
sedikit. Disfungsi ginjal merupakan kontraindikasi untuk pemakaian
metformin karena akan meningkatkan risiko asidosis laktik; komplikasi
ini jarang terjadi tetapi fatal (Nathan et al, 2008).
2. Sulfonilurea
Sulfonilurea menurunkan kadar glukosa darah dengan cara meningkatkan
sekresi insulin. Dari segi efikasinya, sulfonylurea tidak berbeda dengan
metformin, yaitu menurunkan A1C ~ 1,5%. Efek yang tidak diinginkan
adalah hipoglikemia yang bisa berlangsung lama dan mengancam hidup.
Episode hipoglikemia yang berat lebih sering terjadi pada orang tua.
Risiko hipoglikemia lebih besar dengan chlorpropam ide dan
glibenklamid dibandingkan dengan sulfonylurea generasi kedua yang
lain. Sulfonilurea sering menyebabkan penambahan berat badan ~ 2 kg.
Kelebihan sulfonilurea dalam memperbaiki kadar glukosa darah sudah
maksimal pada setengah dosis maksimal, dan dosis yang lebih tinggi
sebaiknya dihindari (Nathan et al, 2008).
3. Glinide
Seperti halnya sulfonylurea, glinide menstimulasi sekresi insulin akan
tetapi golongan ini memiliki waktu paruh dalam sirkulasi yang lebih
pendek dari pada sulfonylurea dan harus diminum dalam frekuensi yang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1159
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

lebih sering. Golongan glinide dapat merunkan A1C sebesar ~1,5 %.


Risiko peningkatan berat badanpada glinide menyerupai sulfonylurea,
akan tetapi risiko hipoglikemianya lebih kecil (Nathan et al, 2008).
4. Penghambat α-glukosidase
Penghambat α -glukosidase bekerja menghambat pemecahan
polisakharida di usus halus sehingga monosakharida yang dapat
diabsorpsi berkurang; dengan demikian peningkatan kadar glukosa
postprandial dihambat. Monoterapi dengan penghambat α -glukosidase
tidak mengakibatkan hipoglikemia. Golongan ini tidak seefektif
metformin dan sulfonylurea dalam menurunkan kadar glukosa darah;
A1C dapat turun sebesar 0,5–0,8 %. Meningkatnya karbohidrat di colon
mengakibatkan meningkatnyaproduksi gas dan keluhan
gastrointestinal.Pada penelitian klinik, 25-45% partisipan menghentikan
pemakaian obat ini karena efek samping tersebut (Nathan et al, 2008).
5. Thiazolidinedione (TZD)
TZD bekerja meningkatkan sensitivitas otot, lemak dan hepar terhadap
insulin baik endogen maupun eksogen. Data mengenai efek TZD dalam
menurunkan kadar glukosa darah pada pemakaian monoterapi adalah
penurunan A1C sebesar 0,5-1,4 %. Efek samping yang paling sering
dikeluhkan adalah penambahan berat badan dan retensi cairan sehingga
terjadi edema perifer dan peningkatan kejadian gagal jantung kongestif
(Nathan et al, 2008).
6. Dipeptidyl peptidase four inhibitor (DPP4 Inhibitor)
DPP-4 merupakan protein membran yang diexpresikan pada berbagai
jaringan termasuk sel imun.DPP-4 Inhibitor adalah molekul kecil yang
meningkatkan efek GLP-1 dan GIP yaitu meningkatkan “glucose-
mediated insulin secretion” dan mensupres sekresi glukagon. Penelitian
klinik menunjukkan bahwa DPP-4 Inhibitor menurunkan A1C sebesar
0,6-0,9 %. Golongan obat ini tidak menimbulkan hipoglikemia bila
dipakai sebagai monoterapi (Nathan et al, 2008).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1160
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

7. GLP-1 Agonis
a. Short-Acting GLP-1 Agonis (Exenatide dan Liraglutide)
Agen ini meniru endogen yang disekresikan GLP-1 dan
meningkatkan sekresi insulin pankreas, mengurangi sekresi
glukagon, dan memperlambat pengosongan lambung.Liraglutide
lebih homolog ke manusia GLP-1 dari exenatide. Monoterapi
liraglutide telah terbukti mengurangi A1C secara signifikan lebih
dari monoterapi sulfonilurea, sebesar -1,14%. Fungsi < 30 mL /
menit) exenatide harus dihindari (PSAP, 2013).
b. Long-Acting GLP-1 Agonists
Dosis yang tersedia adalah 2 mg dengan injeksi subkutan
sekali seminggu.Berbeda dengan formulasi dua kali sehari,
exenatide extended-release diberikan tanpa memperhatikan saat
adanya makanan, dan tidak memerlukan titrasi dosis untuk
meminimalkan efek samping. Dalam uji kliniss membandingkan
agen seminggu sekali dan formulasi dua kali sehari, bisa lebih
menurunkan A1C untuk tingkat kecil 0,2% (PSAP, 2013).
B. Insulin
Insulin dapat menurunkan setiap kadar A1C sampai mendekati target
terapeutik. Tidak seperti obat antihiperglikemik lain, insulin tidak memiliki
dosis maksimal. Terapi insulin berkaitan dengan peningkatan beratbadan
dan hipoglikemia (Nathan et al, 2008).Pengelolaan diabetes mellitus tipe 2
dibuat dengan memperhatikan karakteristik intervensi individual,
sinergisme dan biaya. Tujuannya adalah untuk mencapai dan
mempertahankan A1C< 7% dan mengubah intervensi secepat mungkin bila
target glikekemik tidak tercapai (ADA, 2008).
Tier 1: “well validated core therapy”
Intervensi ini merupakan cara yang terbaik dan paling efektif, serta
merupakan strategi terapi yang “cost-effective” untuk mencapai target
glikemik.Algoritme tier1 ini merupakan pilihan utama terapi pasien diabetes
tipe 2 (ADA, 2008).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1161
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Langkah pertama: Intervensi pola hidup dan metformin.


Berdasarkan bukti-bukti keuntungan jangka pendek dan jangka panjang bila
berat badan turun dan aktivitas fisik yang ditingkatkan dapat tercapai dan
dipertahankan serta “cost effectiveness” berhasil, maka konsensus ini
menyatakan bahwa intervensi pola hidup harus dilaksanakan sebagai
langkah pertama pengobatan pasien diabetes tipe 2 yang baru. Intervensi
pola hidup juga untuk memperbaiki tekanan darah, profil lipid, dan
menurunkan berat badan atau setidaknya mencegah peningkatan berat
badan, harus selalu mendasari pengelolaan pasien diabetes tipe 2, bahkan
bila telah diberi obat-obatan.Untuk pasien yang tidak obes ataupun berat
badan berlebih, modifikasi komposisi diet dan tingkat aktivitas fisik tetap
berperan sebagai pendukung pengobatan. Para ahli membuktikan bahwa
intervensi pola hidup saja sering gagal mencapai atau mempertahankan
target metabolik karena kegagalan menurunkan berat badan atau berat badan
naik kembali dan sifat penyakit ini yang progresif atau kombinasi faktor-
faktor tersebut. Oleh sebab itu pada konsensus ini ditentukan bahwa terapi
metformin harus dimulai bersamaan dengan intervensi pola hidup pada saat
diagnosis. Metformin direkomendasikan sebagai terapi farmakologik awal,
pada keadaan tidak ada kontraindikasi spesifik, karena efek langsungnya
terhadap glikemia, tanpa penambahan berat badan dan hipoglikemia pada
umumnya, efek samping yang sedikit, dapat diterima oleh pasien dan harga
yang relatif murah. Penambahan obat penurun glukosa darah yang lain harus
dipertimbangkan bila terdapat hiperglikemia simtomatik persisten (ADA,
2008).
Langkah kedua: menambah obat kedua
Bila dengan intervensi pola hidup dan metformin dosis maksimal yang dapat
ditolerir target glikemik tidak tercapai atau tidak dapat dipertahankan,
sebaiknya ditambah obat lain setelah 2-3 bulan memulai pengobatan atau
setiap saat bila target A1C tidak tercapai. Bila terdapat kontraindikasi
terhadap metformin atau pasien tidak dapat mentolerir metformin maka
perlu diberikan obat lain. Konsensus menganjurkan penambahan insulin

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1162
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

atau sulfonilurea.Yang menentukan obat mana yang dipilih adalah nilai


A1C. Pasien dengan A1C > 8,5% atau dengan gejala klinik hiperglikemia
sebaiknya diberi insulin; dimulai dengan insulin basal (intermediate-acting
atau long-acting). Tetapi banyak juga pasien DM tipe 2 yang baru masih
memberi respons terhadap obat oral (ADA, 2008).
Langkah ketiga: penyesuaian lebih lajut
Bila intervensi pola hidup, metformin dan sulfonilurea atau insulin basal
tidak menghasilkan target glikemia, maka langkah selanjutnya adalah
mengintesifkan terapi insulin. Intensifikasi terapi insulin biasanya berupa
suntikan “short acting” atau “rapid acting” yang diberikan sebelum
makan.Bila suntikan-suntikan insulin dimulai maka sekretagog insulin
harus dihentikan (ADA, 2008).

Tier 2: “less well-validated therapies


Pada kondisi-kondisi klinik tertentu algoritma tingkatan kedua ini dapat
dipertimbangkan.Secara spesifik bila hipoglikemia sangat ditakuti
(misalnya pada mereka yang melakukan pekerjaan yang berbahaya), maka
penambahan exenatide atau pioglitazone dapat dipertimbangkan.Bila
penurunan berat badan merupakan pertimbangan penting dan A1C
mendekati target (<8%), exenatide merupakan pilihan. Bila inervensi ini
tidak efektif dalam mencapai target A1C, atau pengobatan tersebut tidak
dapat ditolerir oleh pasien, maka penambahan dengan sulfonilurea dapat
dipertimban gkan. Alternatif lain adalah bahwa “tier 2 intervention”
dihentikan dan dimulai pemberian insulin basal (ADA, 2008).

2. Hipertensi
Definisi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995).
Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi
dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien
beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1163
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah merokok atau
minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan
sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah
hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang
sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report
of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi
derajat 1 dan derajat 2 (Yogiantoro M, 2006).

Etiologi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi
hipertensi primer atau esensial dan hipertensi sekunder.Hipertensi primer
atau esensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.
Hipertensi primer ini dapat disebabkan oleh factor genetik dan tidak dapat
disembuhkan,namun dapat dikendalikan dengan terapi ketat (contohnya
pengendalian gaya hidup).Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang
disebabkan oleh penyebab yang spesifik. Hipertensi ini dapat disebabkan
oleh kondisi medis tertentu atau efek pengobatan.Pengotrolan kondisi dan
pemilihan obat yang tepat dapat menghindari risiko terserang hipertensi
sekunder. Kondisi yang paling sering mengakibatkan hipertensi ini adalah
penyakit ginjal kronis dan penyakit renovaskular sedangkan obat-obatan
yang menyebabkan hipertensi diantaranya obat golongan steroid adrenal,
amfetamin, antivascular endothelin growth factor, dekongestan, NSAID,
COX-2 inhibitor, obat-obat herbal, dan lain-lain (Bell et. al.,2015).
Patofisiologi
Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan hipertensi
primer.Hal-hal tersebut dapat berupa malfungsi humoral (contoh RAAS)
atau mekanisme vasodepressor, mekanisme neuronal abnormal,
autoregulasi perifer yang menurun, dan gangguan terhadap hormone
natrium, kalium dan kalsium.Mekanisme terjadinya hipertensi adalah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1164
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I


converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting
dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen
yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi
oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat
di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah
melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi
hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus
(kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan
volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan
tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya
akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi
sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon
steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan
volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan
volume dan tekanan darah (Nuraini, 2015).
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis hipertensi, antara lain :
f. Nyeri kepala oksipital
g. Epistaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita
h. Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi
darah akibat vasokonstriksi pembuluh darah
i. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari peningkatan
aliran darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi oleh glomerulus

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1165
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tatalaksana
Pengobatan hipertensi ditujukan tidak hanya untuk menurunkan
tekanan darah saja, tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi.
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup dan
diperlukan usaha pasien untuk mengontrolkan tekanan darah, berobat
dan minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi.Pengobatan
standar yang dianjurkan Joint National Committee on Detection,
Evaluation and treatment of High Blood Pressure yang dikutip oleh
Gunawan, (2001) menyimpulkan bahwa jenis obat antihipertensi yang
sering digunakan adalah sebagai berikut :

Gambar 1.Algoritma Terapi Hipertensi

1) Diuretika: Spironolactone, HCT, Furosemide dan Indopanide.

Obat ini berkerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh


melalui urin atau memperbanyak buang air kecil dan mempertinggi
pengeluaran garam didalam tubuh. Dengan turunnya kadar garam
dalam tubuh maka tekanan darah akan turun, dan efek tekanan darah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1166
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

rendahnya kurang kuat. Obat yang biasa digunakan biasanya obat


yang daya kerjanya panjang sehingga dapat digunakan dosis tunggal.

2) Alfa-blocker: Prazosin dan Terazosin.

Obat ini bekerja dengan cara memblokir reseptor alfa dan


melebarkan pembuluh darah serta untuk menurunkan tekanan darah.

3) Beta-blocker: Propanolol, Atenolol, Pindolol dan sebagainya.

Obat ini bekerja untuk membatasi kerja jantung sehingga


mengurangi daya dan frekuensi kerja atau pompa jantung. Dengan
demikian tekanan darah akan menurun dan daya tekanan darah
rendahnya baik.

4) Obat yang bekerja sentral: Clonidine, Guanfacine dan Metildopa.

Obat ini dapat mengurangi pelepasan noradrenalin sehingga


menurunkan aktivitas pembuluh darah dan menurunkan tekanan
darah.

5) Vasodilator: Hidralazine dan Ecarazine.

Obat ini bertujuan untuk mengembangkan dinding pembuluh


darah arteri sehingga daya tahan pembuluh darah perifer berkurang
dan tekanan darahnya menurun.

6) Antagonis kalsium; Nifedipine dan Verapamil.

Obat ini bekerja untuk menghambat masuknya ion kalsium


kedalam otot polos pembuluh darah dengan efek pelebaran dan
menurunkan tekanan darah.

7) Penghambat ACE: Captopril (Capoten) dan Enalapril.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1167
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Obat ini bekerja untuk menurunkan tekanan darah dengan


melebarkan pembuluh darah. Obat ini bekerja melalui proses relaksasi
pembuluh darah yang juga melebarkan pembuluh darah (Dewi, 2010).

Tabel Dosis – Dosis Obat Anti Hipertensi (James et al, 2014)

3. Diabetic Foot
Definisi
Diabetic Foot didefinisikan sebagai invasi dan multiplikasi
organisme patogen yang menginduksi respons inflamasi diikuti kerusakan
jaringan lunak atau tulang distal maleolus kaki penderita diabetes . Infeksi
kaki diabetik merupakan komplikasi tersering yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit serta penyebab utama amputasi ekstremitas bawah
pada penderita diabetes (Bayu et al, 2019).
Etiologi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1168
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Neuropati sensoris perifer, trauma, dan deformitas. Faktor lain


dalam ulserasi adalah iskemia, pembentukan kalus, dan edema (Bayu et al,
2019).

Patofisiologi

Sumber :

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1169
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Infeksi awal akibat kerusakan sawar pertahanan kulit, umumnya di daerah


trauma atau ulserasi. Neuropati perifer baik sensorik, motorik, maupun
otonom merupakan faktor utama terjadinya kerusakan kulit; luka terbuka ini
selanjutnya menjadi daerah kolonisasi bakteri (umumnya flora normal) dan
selanjutnya berkembang menjadi invasi dan infeksi bakteri. Iskemia
jaringan kaki berkaitan dengan penyakit arteri perifer umum ditemukan
pada penderita infeksi kaki diabetik (Bayu et al, 2019).

Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala diabetic foot yaitu tanda dan gejala sistemik (seperti
demam, menggigil) yang menandakan leukositosis atau gangguan
metabolik signifikan jarang ditemukan; adanya tanda sistemik berkaitan
Klasifikasi diabetic foot infection berdasarkan Infectious Diseases Society of
America (IDSA) dan International Working Group on the Diabetic Foot (IWGDF).
Klasifikasi Klinis dan Definisi Klasifikasi IDSA/ IWGDF
Tidak terinfeksi: tidak ada tanda atau 1 (Tidak terinfeksi)
gejala infeksi sistemik ataupun lokal
Terinfeksi: 2 (Infeksi ringan)

Terdapat minimal 2 dari:


Edema lokal atau indurasi
Eritema < 0,5 cm dari tepi luka
Nyeri lokal
Teraba hangat
Pus (+)
Penyebab lain respons inflamasi kulit
telah dieksklusi (misalnya: trauma,
gout, Charcot neuro-osteoartropati
akut, fraktur, trombosis, stasis vena)
Infeksi terbatas pada kulit atau
jaringan subkutan (tanpa keterlibatan
jaringan yang lebih dalam dan tanpa
manifestasi sistemik)
Eritema < 2 cm dari tepi luka
Tidak ditemukan tanda dan gejala 3 (Infeksi sedang)
infeksi sistemik
Infeksi dengan Systemic 4 (Infeksi berat)
Inflammatory Response Syndrome

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1170
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

(SIRS) yang ditandai dengan ≥ 2


poin berikut:
Suhu > 380C atau < 360C
Frekuensi nadi > 90 kali per menit
Frekuensi napas > 20 kali per menit
atau PaC02< 4,3 kPa (32 mmHg)
Leukosit > 12.000 atau < 4.000/
mm3, atau > 10% bentuk imatur

Tatalaksana

Gambar 6.1 Penatalaksanaan terapi diabetic foot (IDSA, 2009)

Derajat Infeksi Agen Antimikroba


Infeksi lokal Kloksasilin

Tanpa tanda kegawatdaruratan Amoksisilin-asam klavulanat


nyawa dan anggota gerak
Berkaitan dengan ulkus Sefaleksin
dikelilingi selulitis
Debris purulen pada dasar ulkus SMX-TMP
Patogen: kokus gram positif (S. Klindamisin
aureus dan S. beta-hemolikus)
Umumnya tatalaksana rawat Doksisiklin
jalan dengan antibiotik oral

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1171
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Infeksi lebih ekstensif Oral


Termasuk infeksi lebih berat SMX-TMP ditambah metronidazol atau
(selulitis ekstensif, abses klindamisin
plantaris, dan infeksi jaringan
ikat dalam)
Pemilihan terapi oral atau Siprofloksasin atau levofloksasin ditambah
parenteral didasarkan pada luas klindamisin atau metronidazol
infeksi dan keadaan klinis
Terapi antimikroba awal untuk
melawan bakteri Stafilokokus, 1.12. Moxifloksasin
Streptokokus, anaerob, dan
spesies Enterobacteriaciae
Terapi empirik dengan target
khusus P. aeruginosa umumnya c. Linezolid
tidak perlu kecuali jika ada
faktor risiko (misalnya: infeksi
berat dan kronis)
Penderita tanpa tanda toksik Parenteral
dapat diterapi dengan
debridement dan antimikroba
oral
Penderita dengan tanda toksik Sefoxitin
meskipun lesi lokal tidak terlalu
berat, ditatalaksana sebagai
infeksi berat:
Ancaman nyawa dan anggota Sefalosporin generasi 1, ke-2, atau ke-3
gerak ditambah metronidazol
Infeksi polimikroba Klindamisin ditambah sefalosporin generasi ke-
3
Perawatan debridement dan Karbapenem
antimikroba parenteral

Jika terdapat infeksi MRSA (atau diduga), pertimbangkan penambahan vankomisin,


linezolid atau daptomisin

Osteomielitis Oral
Terapi antimikroba parenteral
atau antimikroba oral jangka 6 Kloksasilin
panjang dengan pilihan agen
yang memiliki absorpsi saluran
cerna yang baik dan distribusi
jaringan tulang dan sekitarnya
baik
Debridement untuk
membersihkan debris nekrotik, c. Sefaleksin
abses, atau sequestrum

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1172
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terapi berdasarkan hasil kultur


jika mungkin SMX-TMP

Jika terdapat infeksi


MRSA/Methicillin-resistant 4. Klindamisin
Staphylococcus aureus (ataupun
kecurigaan), pertimbangkan
penambahan vankomisin,
linezolid, atau daptomisin
Amoksisilin-Asam Klavulanat
Linezolid
Doksisiklin
SMX-TMP ditambah metronidazol atau klindamisin
Levofloksasin atau siprofloksasin ditambah metronidazol atau klindamisin

Parenteral
Piperasilin-tazobaktam
Klindamisin oral/IV ditambah sefalosporin generasi ke-3
Karbapenem
Gambar Pilihan regimen antibiotik empirik pada diabetic foot infection
(Bayu et al, 2019)

Gambar. Rekomendasi penggunaan ciprofloxacin

A.Pengobatan antimikroba
Menilai tingkat keparahan DFI sangat penting dalam
menentukanbutuhkan untuk rawat inap, pilihan antibiotik
empiris(Antibiotik spektrum luas atau spektrum sempitantibiotik oral), dan
kebutuhan potensial dan waktu untuk kakioperasi dan kemungkinan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1173
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

amputasi. IDSA danIWGDF telah menetapkan kriteria untuk menilai


tingkat keparahan DFI. Sementara infeksi ringan relatif mudah
diobati,infeksi sedang mungkin mengancam ekstremitas dan parahinfeksi
mungkin mengancam jiwa. Infeksi ringan dan beratdidefinisikan dengan
jelas, tetapi infeksi sedang sangat sulituntuk menentukan dengan jelas
karena berbagai luka mereka, yangmungkin rumit, mengancam anggota
badan, dan cepat memburuk. Diabetes dapat merusak respons lokal dan
sistemik terhadap infeksikarena efeknya pada sistem pembuluh darah, saraf,
dan kekebalan tubuh,berpotensi menutupi fitur klinis yang khas dan
mengganggudengan diagnosis. Nyeri dapat ditutup dengan perifersakit
saraf. Eritema atau indurasi juga dapat dikurangi denganpenyakit arteri
perifer, neuropati otonom, dan berkurangaliran darah kulit. Karena fungsi
yang tidak tepatleukosit dapat membuat tanda-tanda inflamasi khas tidak
ada atautumpul dalam DFI, tanda-tanda alternatif (mis., bernanah dan tidak
bernanahdebit, bau busuk, nekrosis, merusak tepi luka,jaringan granulasi
yang buruk, dan kurangnya penyembuhan luka) mungkinmembantu
meningkatkan kecurigaan infeksi. Sebuah infeksi luar biasa mungkin sulit
untuk didiagnosis karenakurangnya tanda-tanda di permukaan, tetapi harus
dipertimbangkan jika adamerupakan bukti toksisitas sistemik, peradangan
yang jauh dariluka kulit, infeksi persisten, peningkatan tingkat
inflamasimeskipun terapi yang sesuai, memburuk dari sebelumnyaglikemia
yang terkontrol dengan baik, atau nyeri pada insensat yang
sebelumnyakaki(Kwon KT, et al. 2018).
2. Pemberian antibiotik
Ketika tanda-tanda klasik infeksi (eritema,edema, panas, nyeri, dan keluarnya
purulen) tidak jelas karenaiskemia dan neuropati pada luka kaki diabetik,
sekundertanda-tanda infeksi seperti eksudat serosa, penyembuhan tertunda,
rapuhjaringan granulasi, jaringan granulasi berubah warna, bau
busuk,mengantongi dasar luka, dan kerusakan luka bisadiambil sebagai bukti
infeksi. Dalam kasus yang tidak biasa ini, itumungkin tepat untuk
menyelenggarakan kursus singkat, yang diarahkan budayaantibiotik dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1174
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

amati respons terapeutik. Antibiotik empiris pada awalnya dipilih


berdasarkan klinisfitur, keparahan penyakit, dan resistensi antimikroba lokal
pola pada pasien dengan DFI. Antibiotik oral spektrum sempitdapat diberikan
untuk infeksi ringan dan spektrum luasantibiotik parenteral diberikan untuk
infeksi berat.Antibiotik oral atau parenteral dapat diberikan
infeksi sedang sesuai dengan keadaan pasien.Regimen empiris harus selalu
menyertakan antibiotik aktifterhadap strain standar Staphylococccus dan
Streptococcusspesies dan, dalam beberapa situasi tertentu, termasuk
antibiotik aktifterhadap batang Gram-negatif, MRSA, Pseudomonas, MDR
patogen, dan anaerob.
Antibiotik empiris dapat dilanjutkan atau dimodifikasi secara pasti
antibiotik sesuai dengan hasil kultur spesimen yang diperoleh dan ditangani
dengan tepat, berdasarkan klinis tanggapan terhadap rejimen empiris. Jika
pasien secara klinis membaik dan tidak memiliki infeksi parah, yaitu
antibiotik empirisdapat dilanjutkan meskipun kerentanan antibiotikhasilnya
menunjukkan bahwa beberapa atau semua organisme yang terisolasi resisten
untuk agen yang diresepkan. Bahkan jika kultur menghasilkan banyak
organisme, mungkin cukup untuk mengobati hanya yang paling mungkin
patogen, seperti S. aureus, spesies Streptococcus, dan Enterobacteriaceae.
Namun, jika infeksi tidak merespons, secara empiris antibiotik harus
dimodifikasi menjadi agen yang memiliki spektrum yang lebih luas dan
aktivitas melawan semua organisme yang terisolasi. Jika infeksi memburuk
meskipun terapi antimikroba yang sesuai, penting untuk mempertimbangkan
apakah intervensi bedah diperlukan; apakah organisme yang menginfeksi
dengan hati-hati tidak pulih dalam kultur, jika kepatuhan pasien di bawah
optimal; atau jika kadar serum, penyerapan, atau metabolisme antibiotik yang
diresepkan tidak memadai. Satu hingga dua minggu pengobatan antimikroba
biasanya efektif untuk infeksi ringan; perawatan dapat diperpanjang hingga
tiga minggu untuk infeksi sedang hingga berat jika infeksi terbatas pada
jaringan lunak. Antibiotik bisa dihentikan ketika tanda-tanda klinis dan gejala
infeksi telah sembuh, daripada melanjutkannya sampai luka sembuh.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1175
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Antibiotik yang diresepkan secara rutin untuk durasi yang tetap


mungkinmengakibatkan perpanjangan yang tidak mencukupi atau, lebih
sering, tidak perlu kursus terapi. Durasi pemberian antibiotik harus ditentukan
sesuai dengan situasi klinis, seperti adanya osteomielitis, gangguan perfusi,
atau implan benda asing atau prosedur bedah seperti itu sebagai debridement,
reseksi, atau amputasi(Kwon KT, et al. 2018).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1176
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN

2.1 Profil Pasien


Nama/ Jeniskelamin : Ny. LM/P
Umur/ BB/ TB : 61 tahun/65 kg / 158 cm
Alamat : Pasuruan
MRS/KRS : 4 Maret 2020/ 10 Maret 2020
Status pasien : BPJS
Dokter : dr. Koenia, Sp. B TKV
Farmasis : Pusparani Aisyah, S.Farm., Apt
Alergi : -
Keluhan utama Nyeri hilang timbul pada jari jempol kaki
: kiri ± 3 bulan yang lalu, PUS warna hijau
kekuningan (+), pro amputasi pedis S
Riwayatpenyakitsaatini Diabetic foot pedis sinistra Wagner IV,
:
DM type 2, Hipokalemia, Hipoalbumin
Riwayatkesehatan DM Tipe 2 sejak 15 tahun lalu, HT, CKD
:
st 5 on CAPD (Juni 2019)
Riwayatpengobatan 5. Insulin pen (Novorapid dan Levemir)
: 6. Glibneclamid
7. Amlodipin
Diagnosaawal Diabetic foot pedis sinistra Wagner IV,
:
DM type 2, Hipokalemia, Hipoalbumin
Diagnosaakhir Diabetic foot pedis sinistra Wagner IV,
:
DM type 2

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1177
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2 Data Klinis Pasien


Tabel 2.1Tanda-tanda vital pasien
Parameter Nilai Tanggalpemeriksaan
normal 4 5 6 7 8 9 10
Suhu (oC) 36-37 36,2 36,0 36,2 35,1 36,2 37 36,4
Nadi 80-85 83 89 99 87 112 98 71
(x/menit)
RR (x/menit) 20 18 20 20 21 21 21 20
Tekanandarah 120/80 130/60 173/87 132/80 120/70 150/100 103/80 140/80

Tabel 2.2Tanda-tandaklinispasien
Parameter Tanggalpemeriksaan
4 5 6 7 8 9 10
Nyeri kaki + + + + + + -
PUS + + + + - - -
Bengkak pada + + - - -
wajah dan lengan
Nyeri post op + + + +

2.3 Data Laboratorium Pasien


Tabel 2.3 Tabel data laboratoriumpasien
Parameter Normal Satuan Hasil
5 6 7 8 9
HEMATOLOGI
Hemoglobi 11,4 – 15,1 g/dL 7,90 8,00 8,6 8,40
n
Eritrosit 4– 5 106 /µL 2,68 2,79 3,08 3,08
(RBC)
Leukosit 4,7 - 11,3 103 /µL 6,52 7,68 9,06 9,13
(WBC)
Hematokrit 38 – 42 % 23,30 23,80 24,40 24,80
3
Trombosit 142 – 424 10 /µL 406 373 325 336
MCV 80-93 FL 86,90 85,30 79,20 80,50
MCH 27-31 Pg 29,50 28,70 27,90 27,30

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1178
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

MCHC 32-36 g/dL 33,90 33,60 35,20 33,90


RDW 15,70 16,20 18,40 18,10
PDW 8,1 7,9 8,5 10,2
MPV 7,2 – 11,1 Fl 8,7 8,4 8,9 9,7
P-CLR 13,7 11,8 14,9 22,2
PCT 0,35 0,32 0,29 0,33
NRBC Abs 0,00 0,01 0,00 0,00
NRBC % 0,0 0,1 0,0 0,0
Eosinofil 0–4 % 1,8 2,5 1,2
Basofil 0–1 % 0,3 0,3 0,2
Neutrofil 51 – 67 % 71,6 71,6 80,8
Limfosit 25 – 33 % 19,9 19,1 11,0
Monosit 2–5 % 6,4 6,5 6,8
Eosinofil 0,12 0,19 0,11
Abs
Basofil Abs 0,02 0,02 0,02
Neutrofil 4,66 5,50 7,31
Abs
Limfosit 1,30 1,47 1,00
Abs
Monosit 0,42 0,50 0,62
Abs
Immature 0,50 0,50 0,40
Granulosit
%
Immature 0,03 0,04 0,4
Granulosit
Analisis Gas Darah
Ph 7,35-7,45
pCO2 35-45 mmHg
pO2 80-107 mmHg
HCO3 21-25 Mmol/L
BE -3,5 - +2,0 Mmol/L
Saturasi O2 >95%
Hb g/dL
Elektronik Serum
Na 136-145 132 133
K 3,5-5 2,56 2,79
Cl 98-106 94 97
Faal Hemostasis
PTT
Pasien 9,4 – 11,3 Detik 9,8
Kontrol Detik 10,7
INR < 1,5 0,94

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1179
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

APTT
Pasien 24,6- 30,6 Detik 29,10
Kontrol Detik 22,0
Faal Hati
AST/SGOT 0 -32 U/L
ALT/SGPT 0- 33 U/L
Albumin 3,5 – 5,5 g/dL 1,99 2,20 2,55 2,63
Metabolisme Karbohidrat
GDS <200 mg/dL 317 24
POCT 60-100 mg/dL 302 77 92
88 91
Faal Ginjal
Ureum 16,6–48,5 mg/dL 74,9 59,5
Kreatinin < 1,2 mg/Dl 4,31 3,70
Asam urat 2- 5,8
eGFR mL/men 12,492
(CKD-EPI) it/1.73
m2

2.4 Profil Terapi Pasien


Tabel 2.4TabelProfilTerapiPasien
Tanggal (Bulan : Februari)
Obat Rute Dosis 4 5 6 7 8 9 10
Albumin Drip 20% 100 mL v v v v //
25 25
KCl 50 mEq Drip 500 CC NS/24 jam v v v - -
mEq mEq
NS Inf 20 tpm v v v //

Ringer Laktat Inf 1500 cc/24 jam v v v V


2x600 2x600
KSR PO 3x600 mg v //
mg mg
PRC Inf 2 lb/hari v v //

Furosemid Inj 1x20 mg v // v - //

Captopril PO 3x12,5 mg v v v v v

Levemir SC 1x10 units v - v v v

Novorapid SC 3x10 units v - v v v

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1180
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Ceftriaxone Inj 2x1 gr V v //

Metronidazole Inj 3x500 mg v v v v v

Ciprofloxacin Inj 2x400 mg v v v

Santagesik Inj 3x1 gr v v //

Ketorolac Inj 3x30 mg v

Ranitidin Inj 2x50 mg v //

D40% Inj 2 flash v //

2.5 Drug Related Problem Pasien

No. Jenis DRP Asuhan Kefarmasian


1. Pemilihan obat → Terapi antibiotik Rekomendasi Amikacin, Meropenem
post amputasi dan untuk wound sesuai PPAM RSSA 2017
sepsis tidak sesuai dengan PPAM
RSSA
2. Efek samping aktual → Pasien Adjusting dose untuk insulin Levemir
mengalami hipoglikemia pada dan Novorapid agar pasien tidak
tanggal 7 Maret 2020 yang diduga berisiko besar mengalami
karena terapi Levemir dosis 1 dd 10 hipoglikemia kembali
IU dan Novorapid 3 dd 10 IU

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1181
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

Pasien Ny. LM berusia 61 tahun memiliki riwayat penyakit Diabetes


Melitus tipe 2 sejak 15 tahun lalu dengan terapi OAD yaitu Glibenclamid. Pada
Januari 2020, pasien menerima terapi insulin pen Levemir dan Novorapid. Selain
itu pasien juga memiliki riwayat penyakit hipertensi dengan riwayat terapi
amlodipin. Pasien juga memiliki riwayat penyakit CKD st 5 on CAPD sejak Juni
2019. Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 4 Maret 2020 dengan keluhan nyeri
hilang timbul pada jari jempol kaki kiri sejak 3 bulan yang lalu, terdapat luka
dengan PUS warna hijau kekuningan, dan direncanakan untuk amputasi pedis
sinistra. Pasien didiagnosa diabetic foot sinistra wagner IV, DM tipe 2, dan CKD st
5 on CAPD. Pada tanggal 9 Maret 2020 pasien menjalani tindakan operasi amputasi
below knee sisntra yang disebabkan oleh diabetic foot wagner IV.
Pada tanngal 5 dan 7 pasien menerima terapi furosemid dengan dosis 1 dd
20 mg. Pasien mengalami bengkak pada wajah dan lengan dan TD pada tanggal 5
173/87 mmHg dan pada tanggal 7 120/70. Furosemid bekerja dengan cara
menghambat reabsorpsi sodium dan klorida pada ascending loop of henle dan distal
renal tubule, sehingga menyebabkan peningkatan sekresi air, sodium, klorida,
magensium, dan kalsium sehingga diharapkan dapat menurunkan tekanan darah
pasien dan mengurangi bengkak pada wajh dan lengan (DIH, 2009). Monitoring
efek samping potensial yang mungkin terjadi karena penggunaan furosemida adalah
hipokalemia, hiponatremia, hipokalsemia, dan hiperuresemia. Maka perlu
dilakukan monitoring kadar serum elektrolit pasien.
Pasien menerima captopril untuk terapi ntihipertensi dengan dosis 3 dd 12,5
mg. Berdasarkan JNC 8 pasien hipertensi untuk semua umur dengan CKD dan
diabetes, terapi yang direkomendasikan adalah ACE Inhibitor (JNC 8, 2014).
Captopril bekerja dengan cara menghambat enzim ACE secara kompetitif, sehingga
mencegah konversi angiotensi I menjadi angiotensin II yang bersifat
vasokonstriktor. Efek samping yang mungkin muncul pada penggunaan captopril
adalah batuk (DIH, 2009).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1182
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terapi antidiabetes yang diberikan pada pasien ini selama pasien masuk
rumah sakit adalah insulin pen Levemir dan Novorapid. Insulin pen Levemir
digunakan untuk mengcover glukosa darah basal/puasa karena termasuk ke dalam
long acting insulin. Sedangkan insulin pen Novorapud digunakan untuk mengcover
glukosa darah post prandial/ glukosa darah sewaktu karena termasuk ke dalam
rapid acting insulin. Berdasarkan American Diabetes Association (2018), terapi
insulin basal dikombinasi dengan 1 jenis rapid acting insulin diberikan pada pasien
diabetes melitus tipe 2 dengan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, yaitu
mencapai ≥ 300 mg/dL. Diketahui bahwa kadar glukosa pasien pada tanggal 5
Maret 2020 adalah 314 mg/dL dan POCT pada tanggal 6 Maret 2020 adalah 302
mg/dL.
Namun pada tanggal 7 Maret 2020, diketahui bahwa kadar glukosa darah
sewaktu pasien dibawah batas normal, yaitu 24 mg/dL. Pemeriksaan glukosa darah
tersebut pada pagi hari (glukosa darah puasa). Hal ini diduga adanya efek samping
aktual dari terapi insulin pen Levemir dan Novorapid. Berdasarkan American
Diabetes Association (2018), kondisi hipoglikemia adalah kondisi dimana kadar
glukosa darah berada pada kadar ≤ 70 mg/dL. Terapi yang direkomendasikan
adalah IV bolus dekstrosa 40% sebanyak 50 mL untuk pasien dengan kadar GDS <
50 mg/dL. Setelah satu jam diperiksa kembali GDS, dan diberikan dekstrosa 40%
jika kadar GDS masih < 100 mg/dL. Pada tanggal 7 pasien menerima terapi
dekstrosa 40% sebanyak 3 flash (75 mL). Kemudia diperiksa POCT glukosa darah,
didapatkan peningkatakn menjadi 77 dan 91 mg/dL. Pada kasus ini terdapat drug
related problem berupa efek samping aktual dari penggunaan insulin pen levemir
dan novorapid, yaitu hipoglikemia. Disarankan untuk melakukan adjusting dose
pada terapi insulin pen levemir dan novorapid untuk mencegah terjadinya risiko
besar mengalami hipoglikemia kembali.
Adjusting dose pada kejadian hipoglikemia puasa dilakukan dengan cara
menurunkan dosis insulin basal sebanyak 10% dari dosis insulin yang sebelumnya
(Canadian Agency for Drugs and Technology in Health, 2012). Pada pasien ini,
sebelumnya menggunakan dosis insulin levemir 10 unit, penurunan 10% dosis
insulin, menjadi 9 IU untuk dosis insulin Levemir. Sedangkan jika hipoglikemia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1183
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

terjadi pada kondisi glukosa dara sewaktu atau glukosa darah post prandial,
diperlukan adjusting dose insulin short acting berdasarkan berat badan pasien dan
pembagiannya dengan long acting insulin. Perhitungan ini disebut dengan intensive
insulin regimen. Perhitungan dosis dimulai dengan menghitung total kebutuhan
insulin, yaitu 0,5x BB (kg) = 0,5 x 65 kg = 32,5. Setelah itu membagi membagi
dosis insulin sebanyak 40% untuk insulin basal (Levemir), dan 60% untuk insulin
short acting (Novorapid). 60% dosis insulin novorapid, yaitu 19,5 IU dibagi untuk
3 kali waktu makan, masing-masing 20%. Sehingga didapatkan 4 IU insulin
Novorapid untuk setiap waktu makan (pagi, siang, dan sore) (Canadian Agency for
Drugs and Technology in Health, 2012).
Pasien menderita diabetic foot infection dengan push hijau kekuningan.
Klasifikasi diabetes pada pasien yaitu diabetic foot Wagner IV dengan neutrofil
71,6. Terapi yang diperoleh pasien sebelum operasi yaitu ceftriaxon dan
metronidazole. Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan cephalosporin generasi
III dimana paling efektif melawan bakteri gram negatif tapi kurang efektif terhadap
bakteri gram positif dibandingkan generasi I dan II. Mekanisme kerja antibiotik
ceftriaxone yaitu menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu
atau lebih protein pengikat penisilin (PBPs) yang pada gilirannya menghambat
langkah transpeptidasi akhir sintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri,
sehingga menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akhirnya lisis karena
aktivitas enzim autolitik dinding sel yang sedang berlangsung (autolysins dan
murein hidrolase) sementara perakitan dinding sel ditangkap. Obat diberikan secara
intravena dengan dosis 2 x 1 gram. Dosis yang diberikan sesuai dengan yang
direkomendasikan yaitu 1-2 gram setiap 12-24 jam, tergantung pada jenis dan
tingkat keparahan infeksi(Drug Information Handbook, 2015).Dalam guidline
diabetic foot ini, antibiotik yang dijadikan kombinasi yaitu metronidazole.
Metronidazole merupakan antimikroba dengan aktivitas yang sangat baik terhadap
bakteri anaerob. Cara kerja metronidazole pada tubuh pasien yaitu setelah
menyebar ke dalam organisme, berinteraksi dengan DNA untuk menyebabkan
hilangnya struktur DNA heliks dan kerusakan untai yang mengakibatkan
penghambatan sintesis protein dan kematian sel pada organisme yang rentan. Dosis

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1184
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

yang digunakan pada pasien yaitu 3 x 500 mg. hal ini sesuai dengan dosis literatur
yaitu dengan rute intravena maupun oral dosis yang digunakan 500 mg setiap 6-8
jam. Pada penggunaan terapi antibiotik pada pasien diabetic foot ini, sesuai dengan
guidline diabetic foot menurut IDSA Giudline, namun terapi tersebut tidak sesuai
dengan Panduan Penggunaan Antimikroba (PPAM) di RSSA. Terapi ini dilakukan
selama 4 hari untuk ceftriaxone dimulai pda tanggal 4/3- 7/3 diteruskan dengan
metronidazole pada tanggal 6/3-10/3.

Terapi ceftriaxone dihentikan pada tanggal 7/3 dengan penggunaan selama


4 hari. Kemudian pasien menerima terapi lainnya yaitu ciprofloxacin yang
merupakan antibiotik golongan flouroquinolone yang bekerja menghambat DNA-
girase pada organisme yang rentan; menghambat relaksasi DNA superkoil dan
meningkatkan kerusakan DNA beruntai ganda. Berdasarkan jurnal European
Journal Vascular Surgery. 2008ciprofloxacin dapat digunakan untuk mengobati
gram negatif. Ciprofloxacin lebih baik digunakan dibandingkan gentamicin ketika
ada kekhawatiran pada fungsi ginjal.Pasien menerima terapi mulai tanggal 7/3-
10/3/2020. Dosis yang digunakan pasien yaitu 2 x 400 mg. dosis tersebut sesuai
dengan literatur pada Drug Information Handbook, 2015 yaitu dosis untuk infekai
ringan / sedang: 400 mg setiap 12 jam selama 4-6 minggu dan dosis untuk infeksi
parah / rumit: 400 mg setiap 8 jam selama 4-6 minggu. Efek samping pemberian
obat ciprofloxacin dapat mengakibatkan memerah, sakit kepala, ruam, mual, kram
perut, sembelit, dan diare. Sehingga diperlukan monitoring efek samping obat.
Pasien mengalami hipoalbumin yaitu berdasarkan data laboratorium tanggal
5/3 sebesar 1,99 g/dL; tanggal 6/3 sebesar 2,20 g/dL; dan tanggal 7/3 sebesar 2,55
g/dL. Pasien mengalami hipoalbumin berat (kadar albumin < 2,5 g/dL) sehingga
dapat diberikan tranfusi albumin (20-25%) (Nosadini et al., 2006).Berdasarkan
perhitungan kebutuhan albumin pasien, diperoleh hasil sebesar 41,6 gram. Pasien
diberikan albumin 20%100 ml untuk mengatasi kondisi hipoalbumin.Mekanisme
kerjanya dengan meningkatkan tekanan onkotik intravaskular (mobilisasi cairan
dari interstitial ke intravaskular). Efek samping yang mungkin terjadi antara lain
edema, hipervolemia, dan takikardia.Kondisi hipoalbumin dapat disebabkan karena

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1185
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

gangguan sintesa albumin di hepar, keluarnya albumin dari intravaskuler menuju


ekstravaskuler, serta peningkatan permeabilitas glomerulus ginjal yang
menyebabkan abnormalitas ekskresi albumin (Ballmer, 2001). Ada beberapa hal
yang dapat mendasari terjadinya kondisi hypoalbuminemia pada pasien dengan
infeksi ulkus kaki diabetik. Insulin diperlukan untuk sintesis albumin yang
memadai. Pada pasien dengan ulkus kaki diabetic, terkadang asupan kalori harus
dibatasi untuk mencapai taget glukosa darah dan penanda metabolism yang terkait,
sementara asupan protein harus dibatasi untuk mengurangi proteinuria dan
prognosis pada nefropati diabetic. Hal tersebut dapat memicu atau memperberat
kondisi hypoalbuminemia pada pasien, Selain itu, tingkat sintesis albumin dapat
berubah secara signifikan pada kondisi sakit berat atau inflamasi. Pada respon fase
akut terhadap trauma, inflamasi, dan sepsis, terjadi peningkatan dalam tingkat
transkripsi gen untuk protein fase aku positif seperti C-reactive protein dan
penurunan dalam tingkat transkripsi mRNA albumin dan sintesis albumin. IL-6 dan
TNF-alfa keduanya berperan dalam penurunan transkripsi gen. Inflamasi
mengakibatkan penurunan konsentrasi mRNA albumin dan tangkat sintesis
albumin. Respon inflamasi yang berkelanjutan pada penyakit berat dapat
menyebabkan penghambatan berkepanjangan pada sintesis albumin (Nicholson,
2000). Diabetes mellitus tipe I maupun tipe II merupakan penyakit yang dapat
disertai dengan terjadinya hipoalbumin.Hal ini berkaitan dengan kerusakan
vaskuler yang berakibat pada hilangnya albumin melalui membran kapiler menuju
ruang interstitial atau dikarenakan kerusakan pada membran basalis glomerulus
sehingga terjadi abnormalitas ekskresi albumin berupa mikroalbuminuria atau
proteinuria (Nosadini et al, 2006). Kadar albumin normal pada orang dewasa adalah
3,5-5 g/dL (Pagana, 2015).Pada pasien DM tipe II dapat disertai hipoalbumin
karena adanya kerusakan vaskuler yang berakibat pada hilangnya albumin atau
rendahnya asupan nutrisi (Nosadini et al., 2006).
Pasien mengalami hipokalemi yaitu berdasarkan data laboratorium tanggal
5/3 sebesar 2,56 mmol/L dan tanggal 6/3 sebesar 2,79 mmol/L; sehingga diperlukan
pemberian kalium dari luar untuk meningkatkan kadar kalium pasien. Hipokalemi
merupakan keadaan konsentrasi kalium darah dibawah 3,5 mEq/L dan disebabkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1186
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

oleh berkurangnya jumlah kalium total tubuh atau adanya gangguan perpindahan
kalium dalam sel. Berikut klasifikasi hipokalemia (Nathania, 2019):

a. Hipokalemia ringan : 3 – 3,5 mEq/L


b. Hipokalemia sedang : 2,5 – 3 mEq/L
c. Hipokalemia berat : < 2 mEq/L

Berdasarkan klasifikasi tersebut, pasien mengalami hipokalemia


sedang.Pemberian terapi kalium dapat melalui per oral maupun iv, tergantung dari
kondisi hipokalemia pasien. Terkait kondisi hipokalemia tersebut, pasien
memperoleh terapi per oral KSR 3 dd 600 mg dan KCl 50 mEq dalam NS 500 cc/24
jam.KCl bekerja dengan meningkatkan kadar potassium/kation di cairan
intraseluler.KSR mengandung potassium klorida (KCl) 600 mg. KSR dapat
digunakan untuk mengatasi hipokalemi pada pasien. Pasien mengalami hipokalemi
sedang,pemberian terapi KSR dimulai dengan 10-20 mEq/L. KSR diberikan 2-4
kali sehari (20-80) mEq/L. Berdasarkan perhitungan kebutuhan kalium pasien,
diperoleh sebesar 18,33 mEq/24 jam.

Pasien juga mengalami anemia dengan gejala anemis, pucat, dan lemas.
Berdasarkan data laboratorium nilai Hb=8,6 g/dL; eritrosit=3,08×106;
hematokrit=24,40%.Nilai Hb, eritrosit, dan hematokrit pasien rendah merupakan
tanda pasien mengalami anemia.Berdasarkan pnelitian sebelumnya, protein dari
membran sel darah merah mengalami oksidasi melalui glikolisasi non-enzimatik
dikarenakan adanya stress oksidatif pada penderita diabetes.Oksidasi tersebut dapat
menyebabkan penurunan Hb dan sel darah merah sehingga terjadi hemolisis dan
mengakibatkan anemia, sehingga pasien diberikan tranfusi Packed Red Cells 2
labu/hari (Salman et al., 2017).
Nyeri merupakan salah satu bentuk respon stress akibat operasi yang
ditandai dengan perubahan neuroendokrin, metabolik, dan inflamatori. Nyeri pasca
operasi yang tidak terkontrol akan menimbulkan efek yang merugikan. Pengelolaan
nyeri pasca operasi pada pasien Ny. LM dilaksanakan dengan dua jenis obat
analgesik. Analgesik yang diterima pasien adalah santagesik (metamizole) dan
ketorolak yang diadministrasikan dengan rute intravena.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1187
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Metamizole merupakan obat yang bekerja sebagai analgesik dan antipiretik


dari kelompok turunan pirazolin. Obat ini diberikan secara intravena dengan dosis
3 dd 1 gram. Dosis yang diberikan sesuai dengan yang direkomendasikan yaitu
maksimum pemberian dalam dosis 5 gram/hari (Drug Information Handbook,
2015). Mula kerja obat setelah pemberian secara intravena adalah 30 menit dengan
durasi obat didalam tubuh selama 4 jam. Absorpsi obat setelah pemberian oral
adalah cepat dan hampir sempurna, dengan bioavailabilitas 85% dan waktu
konsentrasi maksimum dalam plasma sekitar 1,2-2 jam.Menurut referensi,
metamizole bertindak sebagai pereda nyeri dengan menghalangi COX-3 (variasi
lanjutan dari COX-1), yang terjadi di sistem saraf pusat (Jasiecka et al., 2014).
Santagesik (metamizole) digunakan selama 2 hari yaitu pada tanggal 6/3 – 7/3
sesuai dengan ketentuan Formularium Nasional, yaitu untuk penggunaan
metamizole diindikasikan pada pasien nyeri post operatif dalam waktu yang
singkat.
Analgesik lain yang diberikan pada pasien adalah ketorolak yaitu pada
tanggal 8/3. Ketorolak adalah salah satu obat golongan NSAID yang sering
digunakan sebagai analgetik pasca operasi, dimana secara umum NSAID ini
mempunyai mekanisme kerja mempengaruhi sintesa prostaglandin, yaitu enzim
siklooksigenase (COX-1 dan COX-2). COX-1 didistribusi diseluruh tubuh dan
mempunyai peran dalam perlindungan mukosa lambung, aksi platelet dan fungsi
ginjal. COX-2 dihasilkan hanya pada beberapa jaringan khusus dan diinduksi
selama inflamasi. Efek samping pemberian NSAID dapat berupa perdarahan
gastrointestinal atau perdarahan pada luka operasi.NSAID jenis ketorolak paling
banyak digunakan sebagai analgesik pasca operasi karena ketorolak memiliki efek
analgesik kuat bila diberikan intramuskular maupun intravena. Ketorolak berguna
untuk memberikan analgesik pasca operasi derajat sedang sampai berat sebagai
obat tunggal maupun sebagai suplemen dalam penggunaan opioid.
Pasien mendapatkan terapi Ranitidine dengan dosis 2 x 50 mg pada tanggal
6/3 9/3. Ranitidine merupakan antagonis reseptor H2 yang menyebabkan inhibisi
selektif dan reversibel dari reseptor H2 yang memediasi sekresi ion hidrogen pada
sel parietal di lambung. Antagonis reseptor H2 mayoritas digunakan untuk

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1188
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pengobatan ulkus duodenum yang berkaitan dengan hipersekresi ion hidrogen


lambung. Saat preoperative, antagonis reseptor H2 diadministrasikan dengan tujuan
sebagai profilaksis untuk meningkatkan pH cairan lambung sebelum induksi
anestesi.Antagonis reseptor H2 telah dinyatakan sebagai obat yang bermafaat saat
preoperatif untuk mengurangi risiko pneumonitis asam bila terjadi inhalasi isi
lambung saat periode preoperative (Sigterman, 2013).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1189
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan
1. Pasien Ny. LM mendapatkan terapi : Ceftriaxone, Metronidazole,
Ciprofloxacin, Satagesik, Keteroloac, Ranitidin, Furosemid, D40%,
Levemir, Novorapid, Albumin 20%, KCl drip, transfusi PRC, KSR, dan
Captorpil. Semua terapi yang diberikan sudah tepat indikasi dan sesuai
dengan Formularium.
2. Pada terapi yang diberikan masih ditemukan adanya DRP berupa efek
samping aktual obat, yaitu hipoglikemia dari terapi pen insulin Levemir dan
Novorapid, maka disarankan untuk adjusting dose untuk mencegah
hipoglikemia kembali.

b. Saran
1. Memantau efektivitas terapi yang diberikan.
2. Melakukan monitoring berkala tanda-tanda vital dan gejala efek samping
potensial serta interaksi obat yang mungkin terjadi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1190
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association.Standards of Medical Care in Diabetes, Diabetes


Care, 2008; Vol 31:S12-54.
Bayu Zohari H, dkk. 2019. Diabetic Foot Infection (Infeksi Kaki Diabetik):
Diagnosis dan Tatalaksana. IDI. CDK-277/ vol. 46 no. 6
Canadian Agency for Drugs and Technology in Health. 2012. Guide to Starting and
Adjusting Insulin for Type 2 Diabetes. International Diabetes Cente. Canada.
Chand G, Mishra AK, Kumar S, Agarwal A (2012) Diabetic foot. Clinical
Queries: Nephrology 1: 144-150.
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Jakarta.
Dipiro.JT.2007. Pharmacotherapy Handbook 7th edition, McGraw Hill, NewYork
Drug Information Handbook. 2009.
James, P.A., Oapril, S., Carter, B.L., Cushman, W.C., Himmelfarb, C.D., Handler,
J., et al. , 2014, Evidence-Based Guideline for the Management of High
Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed
to the Eight Joint National Commite (JNC 8).
Jasiecka, A., T. Maslanka., J. J. Jaroszewski. 2014. Pharmacological Characteristics
of Metamizole. Polish Journal of Veterinary Sciences Volume 17, Number 1:
207-214
Kardalas, E. 2018. Hypokalemia: a clinical update. Endocrine Connection. Vol.
7, pp. 135-146.
Kwon KT, Armstrong DG. Microbiology and Antimicrobial Therapy for Diabetic
Foot Infections. Infect Chemother. 2018;50(1):11–20.
Lipsky B.A., Berendt A.R., Cornia P.B., Pile J.C., Peters E.J.G., Armstrong D.G.,
Deery H.G., Embil J.M., Joseph W.S., Karchmer A.W., Pinzur M.S. and
Senneville E., 2012, 2012 Infectious Diseases Society of America Clinical
Practice Guideline for the Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections,
IDSA Guidelines, 54, e132–e173
Nathan MN, Buse JB, Mayer BD, Ferrannini E, Holman RR, Sherwin R et al.
Medical Managementof HyperglycemiainType2 Diabetes. A Consesus
Algorithm for the Initiation and Adjustment of Therapy.A consensus
Statement of the American Diabetes Association and the European
Association for the Study of Diabetes. Diabetes Care, 2008; 31:1-11.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1191
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Nathania, Maggie. 2019. Hipokalemia – Diagnosis dan Tatalaksana. Jakarta.


Nosadini, R., Ve;ussi M., Brocco E. 2006. Increased Renal Arterial Resistance
Predicts the Course of Renal Function.
Nuraini, Bianti. 2015. Risk Factors of Hypertension. J Majority Vol 4 No. 5.Pagana,
K. and Pagana, T. 2015. Mosby’s manual of diagnostic and laboratory tests.
United States of America. Elsevier.
Oparil S et al. Pathogenesis of Hypertension. Ann Intern Med2003;139:761-776.
Sadat, U dkk. Five Day Antibiotic Prophylaxis for Major Lower Limb Amputation
Reduces Wound Infection Rates and the Length of In-hospital Stay. European
Journal Vascular Surgery. 2008. 35: 75-78.
Sigterman KE, van Pinxteren B, Bonis PA, et al. Short-term treatment with proton
pump inhibitors, H2-receptor antagonists and prokinetics for
gastrooesophageal reflux disease-like symptoms and endoscopy negative
reflux disease. Cochrane Database Syst Rev. 2013;(5):CD002095.
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan, EGC,
Jakarta.
Unwin, et al. 2011. Pathophysiology and Management of Hypokalemia: A Clinical
Pespective. Nature Review Nephrology, Vol. 7, pp. 75-85.
Wade, A Hwheir, D N Cameron, A. 2003. Using a Problem Detection Study
(PDS)to Identify and Compare Health Care Privider and Consumer Views
of Antihypertensive therapy. Journal of Human Hypertension, Jun Vol 17
Issue 6, hal 397.
Widyapuspita, O. 2016. Manajemen Transfusi Perioperatif Pada Pasien Bedah
JantungDewasa. Jurnal Anastesiologi Indonesia. Vol. 8, pp. 188-205.
Yogiantoro, M., 2006.Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., Simadibrata, K., Setiadi, S., eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 1. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI, 599.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1192
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN

Hari/Tanggal Subjektif Objektif Assessment Plan


Jumat/6 Maret Riwayat DM tipe GDS : 317 mg/dL 8. Levemir METO:
2020 2 sejak 15 tahun ▪ Indikasi : terapi insulin untuk kondisi GDS = < 200 mg/dL
yang lalu hiperglikemia pada DM
▪ Mekanisme : hormon insulin bekerja MESO:
dengan cara meningkatkan intake Hipoglikemia
glukosa dari darah ke dalam sel.
Levemir (insulin detemir) termasuk
ke dalam kategori insulin
intermediate – long acting.
▪ Dosis literature: 10 units sehari sekali
atau 2 kali sehari.
▪ Dosis pasien: 1 dd 10 units
▪ ESO : hipoglikemia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1193
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Riwayat DM tipe GDS : 317 mg/dL 9. Novorapid METO:


2 sejak 15 tahun ▪ Indikasi : terapi insulin untuk kondisi GDS = < 200 mg/dL
yang lalu hiperglikemia pada DM MESO:
▪ Mekanisme : hormon insulin bekerja Hipoglikemia
dengan cara meningkatkan intake
glukosa dari darah ke dalam sel.
Novorapid termasuk ke dalam
kategori insulin (insulin aspart) rapid
acting.
▪ Dosis pasien : 3 dd 10 units
▪ ESO : hipoglikemia
Diabetic foot Diabetic foot Wagner 10. Ceftriaxone METO :
infection IV ▪ Indikasi : digunakan dalam Tanda-tanda infeksi (-)
Push hijau Neutrofil : 71,6% (N= profilaksis bedah
kekuningan (+) 51-67%) ▪ Mekanisme : Menghambat sintesis MESO:
dinding sel bakteri dengan mengikat Ruam, diare
satu atau lebih protein pengikat
penisilin (PBPs) yang pada
gilirannya menghambat langkah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1194
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

transpeptidasi akhir sintesis


peptidoglikan pada dinding sel
bakteri, sehingga menghambat
biosintesis dinding sel. Bakteri
akhirnya lisis karena aktivitas enzim
autolitik dinding sel yang sedang
berlangsung (autolysins dan murein
hidrolase) sementara perakitan
dinding sel ditangkap.
▪ Dosis literature : 1-2 g setiap 12-24
jam, tergantung pada jenis dan
tingkat keparahan infeksi
▪ Dosis pasien :2x 1 gram
▪ ESO : ruam, diare

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1195
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Diabetic foot Diabetic foot Wagner 11. Metronidazole METO :


infection IV ▪ Indikasi : infeksi kulit dan struktur Tanda-tanda infeksi (-)
Push hijau Neutrofil : 71,6% (N= kulit, dan infeksi anaerob sistemik
kekuningan (+) 51-67%) ▪ Mekanisme : Setelah menyebar ke MESO:
dalam organisme, berinteraksi Mual, konstipasi,
dengan DNA untuk menyebabkan stomatitis, muntah
hilangnya struktur DNA heliks dan
kerusakan untai yang mengakibatkan
penghambatan sintesis protein dan
kematian sel pada organisme yang
rentan.
▪ Dosis literature : oral, iv yaitu 500
setiap 6-8 jam
▪ Dosis pasien : 3x500 mg
▪ ESO : mual, konstipasi, stomatitis,
muntah
Nyeri kaki kiri Post op amputasi 12. Santagesik METO:
pasca below knee pedis (S) ▪ Indikasi : mengatasi kondisi nyeri pre Nyeri (-)
operasi op dan post op

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1196
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

▪ Mekanisme : menghambat transmisi MESO:


rasa sakit ke susunan saraf pusat dan Hipersensitivitas (-)
perifer
▪ Dosis literature : 500 – 1500 mg/hari.
Dosis maksimum : 5000 mg/hari
▪ Dosis pasien: 3 x 1000 mg
▪ ESO : reaksi alergi, mual
Mual (+) 13. Ranitidin METO : mual (-)
▪ Indikasi : profilaksis stress ulcer
▪ Mekanisme : memblokir histamine MESO:
untuk menghambat sekresi asam Sakit kepala, dyspepsia,
lambung nyeri pada saluran
▪ literature : 30 mg setiap 6 jam pencernaan
▪ Dosis pasien: 3 x 30 mg
▪ ESO : sakit kepala (17%), dyspepsia
(12-13%), GI pain (12-13%)
Anemis, pucat Hb :8,6 g/dL 14. Transfusi Packed Red Cells METO:
(+), lemas (+) Eritrosit : 3,08 x106/µl ▪ Indikasi : mengatasi anemia Dosis Kondisi umum pasien,
Hematokrit :24,40 % pasien : 2 labu / hari lemas (-), pucat (-),

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1197
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

▪ ESO : reaksi hipersensitivitas, hematologi pasien


kontaminasi bakteri (kadar Hb, eritrosit,
hematokrit)

MESO:
Hipersensitivitas (-)
Riwayat TD : 132/80 15. Captopril METO:
hipertensi ▪ Indikasi : antihipertensi TD ≤ 140/90 mmHg
▪ Mekanisme : kompetitif menghambat
enzim ACE, mencegah konversi MESO:
angotensi I menjadi angiotensin II batuk
(vasokontriktor).
▪ Dosis literature: Oral = 12,5 – 25 mg
2-3 kali sehari
▪ Dosis max = 150 mg 3 kali sehari
▪ Dosis pasien: 3 dd 12,5 mg
▪ ESO : batuk.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1198
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Hipokalemia (+) Na : 133 mmol/L 16. KCl METO:


K : 2,79 mmol/L ▪ Indikasi : terapi untuk hipokalemia Kadar kalium pasien
(moderate ▪ Mekanisme : meningkatkan kadar meningkat (3,5-5
hipokalemia) potasium/kation di cairan intraseluler mmol/L)
Cl : 97 mmol/L ▪ Dosis literatur : 40-100 mEq/hari MESO:
▪ Dosis pasien: 50 mEq dalam NS 500 Hiperkalemia, rasa tidak
cc/24 jam nyaman diperut
▪ ESO : Hiperkalemia, rasa tidak
nyaman diperut.
Hipoalbumin(+) Albumin = 1,99 g/dL 17. Albumin 20% METO:
▪ Indikasi : sebagai terapi hipoalbumin Kadar albumin pasien
▪ Mekanisme : meningkatkan tekanan (Normal = 3,5–5,5 g/dL)
onkotik intravaskular (mobilisasi
cairan dari interstitial ke MESO:
intravaskular) Edema, hipervolemia,
▪ Dosis : human albumin 20% (50 ml, takikardia
100 ml)
▪ Dosis pasien: human albumin 20%
100 ml

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1199
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

▪ ESO : edema, hipervolemia,


takikardia
Sabtu/7 Maret Pus (+) Diaberic foot pedis 1. Ceftriaxone METO : tidak muncul
2020 (S) wagner IV • Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan tanda-tanda e=infeksi
(IDSA Guideline, 2012) → terapi
antibiotik untuk DFI dengan MESO: ruam, diare
modertae infection adalah
Ceftriaxone + Metronidazole
• Dosis : 2 dd 1 gr (iv)
Pus (+) Diaberic foot pedis 2. Metrinidazole METO : tidak muncul
(S) wagner IV • Tidak ada DRP → terpai dilanjutkan tanda-tanda infeksi
• Dosis : 3 dd 500 mg (IV) MESO : ruam, diare
Nyeri kaki (+) Diaberic foot pedis 3. Santagesik METO : nyeri (-)
(S) wagner IV • Tidak ada DRP → terapi MESO : reaksi alergi,
dilannjutkan mual
• Dosis : 3 dd 100 mg (iv)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1200
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mual (-) (-) 4. Ranitidin METO : mual (-)


• Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan MESO : sakit kepala,
• Dosis : 2 dd 50 mg (iv) diare
Edema pada CKD st 5 on CAPD 5. Furosemid METO:
wajah dan tangan Riwayat HT • Indikasi : antihipertensi dan edema TD ≤ 140/90 mmHg
(+) TD : 120/70 mmHg (muka dan tangan) Edema (-)
• Mekanisme : menghambat reabsorpsi
sodium dan klorida pada ascending MESO:
loop of henle dan distal renal tubule, Monitoring kadar serum
sehingga menyebabkan peningkatan elektrolit
sekresi air, sodium, klorida,
magnesium, dan kalsium.
• Dosis literature: 20 – 40 mg sehari
• Dosis max = 160 – 200 mg perhari
• Dosis pasien: 1 dd 10 mg
• ESO : hipokalemia, hiponatremia,
hipokalsemia, hiperuresemia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1201
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien dengan GDS : 24 mg/dL 6. D40% METO:


kondisi lemah, (7 Maret 2020) ▪ Indikasi : pasien mengalami Kondisi umum pasien,
hipoglikemia hipoglikemia sehingga diberikan kadar gula darah pasien
infus D40%, untuk mengontrol kadar
gula darahnya. MESO:
▪ Mekanisme : meningkatkan kadar Hiperglikemia
gula darah dalam tubuh
▪ Dosis : 3 flash
▪ ESO : hiperglikemia
Setelah peberian D40 3 flash, POCT = 77
dan 91 mg/dL
Hipoalbumin Kadar albumin 7. Albumin 20% METO : peningkatan
1. 2,55 g/dL • Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan kadar albumin (Normal=
2. 2,79 g/dL 3,5-5,5 g/dL)

MESO : edema,
hipervolemia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1202
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Hipokalemia K = 2,75 8. KCl METO : peningkatan


• Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan kadar kalium (Normal=
• Dosis pasien : 25 mEq dalam 500 cc 3,5-5,00)
NS/24 jam MESO : hieprkalemia,
ruam, flebitis
Anemia Hb= 8,6g/dL 9. PRC METO : target kkadar
• Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan Hb ≥ 10 g/dL
MESO : reaksi alergi
Riwayat HT TD = 120/70 mmHg 10. Captopril METO : TD ≤ 140/90
• Tidak ada DRP → terapi dialnjutkan
• Dosis : 3 dd 12,5 mg (po) MESO : batuk kering
Senin/9 Maret Luka post operasi Post amputasi below 1. Metronidazole METO : tidak muncul
2020 (+) knee (S) dt diabetic • Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan tanda-tanda infeksi
foot • Dosis : 3 dd 500 mg (iv) MESO : GI discomfort,
sakit kepala
Luka post operasi Post amputasi below 2. Ciprofloxacin METO :
(+) knee (S) dt diabetic • Indikasi : infeksi kulit dan struktur Tanda-tanda infeksi (-)
foot kulit; infeksi tulang dan sendi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1203
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Mekanisme : Menghambat DNA- MESO:


girase pada organisme yang rentan; Memerah, sakit kepala,
menghambat relaksasi DNA Ruam eritematosa,
superkoil dan meningkatkan mual, urtikaria, diare,
kerusakan DNA beruntai ganda kram perut,sembelit,
• Dosis literature : Ringan / sedang: anoreksia
400 mg setiap 12 jam selama 4-6
minggu Parah / rumit: 400 mg setiap
8 jam selama 4-6 minggu
• Dosis pasien : 2x400 mg
• ESO : memerah, sakit kepala, Ruam
eritematosa, urtikaria, Mual,
anoreksia, kram perut, sembelit, diare
*Terapi ceftriaxone dihentikan dan
digantikan dengan ciprofloxacin setelah
operasi amputasi below knee (S) dt
diabetic foot infection.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1204
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mual (-) Post-operasi 3. Ranitidin METO : mual (-), nyeri


Nyeri ulu hati (-) • Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan ulu hati (-)
• Dosis : 2 dd 50 mg (iv) MESO : sakit kepala,
diare
Riwayat DM tipe POCT = 92 mg/dL 4. Levemir METO : GDS ≤ 200
2 GDS = 302 mg/dL (6 • Short acting insulin mg/dL
maret 2020) • Untuk mengcover gula darah post MESO : hipoglikemia
prandial
• Dosis = 3 dd 10 IU (sc) *saran untuk adjusting

• Pasien mengalami efek samping dose agar tidak terjadi


aktual hipoglikemia pada tanggal 7 efek samping

maret hipoglikemia kembali.

Riwayat DM tipe POCT = 92 mg/dL 5. Novorapid METO : GDS ≤ 200


2 GDS = 302 mg/dL (6 • long acting insulin mg/dL
maret 2020) • Untuk mengcover gula darah basal MESO : hipoglikemia
• Dosis = 1 dd 10 IU (sc)
Pasien mengalami efek samping aktual *saran untuk adjusting
hipoglikemia pada tanggal 7 maret dose agar tidak terjadi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1205
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

efek samping
hipoglikemia kembali.

hipokalemia K = 2,75 (7 maret) 6. KSR METO : peningkatan


• Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan kadar Kalium (3,5-5,00)
• Dosis = 2 dd 600 mg (po) MESO : hiperkalemia
Riwayat HT TD = 130.80 7. Captopril METO : TD ≤ 140/90
• Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan mmHg
• Dosis = 3 dd 12,5 mg (po) MESO : Batuk kering
Selasa/10 Luka post op (+) Post amputasi beow 1. Metronidazole METO : tidak ada tanda-
Maret 2020 knee (S) • Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan tanda infeksi
(hari ke 5) MESO : GI discomfort,
• Dosis = 3 dd 500 mg (iv) sakit kepala
Luka post op (+) Post amputasi beow 2. Ciprofloxacin METO : tidak muncul
knee (S) • Tidak ada DRP → terapi dialnjutkan tanda-tanda infeksi
(hari ke 3) MESO : GI discomfort,
• Dosis = 2 dd 400 mg (iv) sakit kepala

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1206
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mual (-) (-) 3. Ranitidin METO : mual (-), nyeri


• Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan ulu hati (-)
• Dosis : 2 dd 50 mg (iv) MESO : sakit kepala,
diare
Riwayat DM tipe POCT = 92 mg/dL 4. Levemir METO : GDS ≤ 200
2 GDS = 302 mg/dL (6 • Short acting insulin mg/dL
maret 2020) • Untuk mengcover gula darah post MESO : hipoglikemia
prandial
• Dosis = 3 dd 10 IU (sc) *saran untuk adjusting

• Pasien mengalami efek samping dose agar tidak terjadi


aktual hipoglikemia pada tanggal 7 efek samping

maret hipoglikemia kembali.

Riwayat DM tipe POCT = 92 mg/dL 5. Novorapid METO : GDS ≤ 200


2 GDS = 302 mg/dL (6 • long acting insulin mg/dL
maret 2020) • Untuk mengcover gula darah basal MESO : hipoglikemia
• Dosis = 1 dd 10 IU (sc)
Pasien mengalami efek samping aktual *saran untuk adjusting
hipoglikemia pada tanggal 7 maret dose agar tidak terjadi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1207
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

efek samping
hipoglikemia kembali.

hipokalemia K = 2,75 (7 maret) 6. KSR METO : peningkatan


• Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan kadar Kalium (3,5-5,00)
• Dosis = 2 dd 600 mg (po) MESO : hiperkalemia
hipokalemia K = 2,75 (7 maret) 7. KCl METO : peningkatan
• Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan kadar Kalium (3,5-5,00)
• Dosis = 25 mEq dalam 500 CC MESO : hiperkalemia,
NS/24 jam ruam, flebitis
Riwayat HT TD = 130.80 8. Captopril METO : TD ≤ 140/90
• Tidak ada DRP → terapi dilanjutkan mmHg
• Dosis = 3 dd 12,5 mg (po) MESO : Batuk kering

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1208
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Penyakit Multiple Cholelithiasis

(06 Maret – 12 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1209
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Penyakit Multiple Cholelithiasis”


di Instalasi Rawat Inap 2 Ruang 19

Oleh:
Kelompok IRNA 2 Ruang 19
(6 Maret – 12 Maret 2020)

1. Retno Pratiwi, S. Farm (190070600111038)


2. Azizah Fitriani, S. Farm (190070600111043)
3. Fihma Amalia R, S.Farm (1908020007)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1210
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Penyakit Multiple Cholelithiasis”

di Instalasi Rawat Inap 2 Ruang 19

Oleh:
Kelompok 2 IRNA 2 Ruang 19
(6 Maret – 12 Maret 2020)

1. Retno Pratiwi, S. Farm (190070600111038)


2. Azizah Fitriani, S. Farm (190070600111043)
3. Fihma Amalia R, S.Farm (1908020007)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis


IRNA 2 Ruang 19 IRNA 2

Acc per WA tgl 25 maret 2020 ACC per WA tgl 26 Maret 2020

Chandra N. R., S.Farm., Apt Agustinus Santoso, M.Farm.Klin., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1211
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan Kolelitiasis


1.1.1 Definisi
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Hati
terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung,
pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri
dan kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas
ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta
saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi empedu
merupakan fungsi utama hati (Zakko, 2018).
1.1.2 Faktor Risiko
Faktor risiko kolelitiasis adalah (Zakko, 2018):
a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia >40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat,
20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat
usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi.
b. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20
% wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat
dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.
c. Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai risiko lebih tinggi
untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1212
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko
untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika
kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal,
cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah
klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap
unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.
e. Aktifitas fisik.
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya
kolelitiasis. Hal ini disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi
1.1.3 Patofisiologi
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan
kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai
garam empedu.1 Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80%
kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang
sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut
dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh (Zakko, 2018).
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi
garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika
konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi),
kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga
menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat (Zakko,
2018).
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah
penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi
karena tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan
akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1213
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu. Kolesterol yang berlebihan ini
mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti
sepenuhnya. Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak
terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan
garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah
(Zakko, 2018).
1.1.4 Manifestasi Klinis
Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak masuk
ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk ke dalam
ujung duktus sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita. Apabila batu
itu kecil, ada kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati duktus koledokus
dan masuk ke duodenum (Zakko, 2018).
Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun.
Gejalanya mencolok: nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun
seperti kolik bilier (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) jika duktus
sistikus tersumbat oleh batu, sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan
menjalar ke punggung atau bahu. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan
serangan kolik biliaris. Sekali serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini
cenderung makin meningkat frekuensi dan intensitasnya. Gejala yang lain seperti
demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa kembung,
dan lain-lain (Zakko, 2018).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1214
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.5 Tata Laksana

Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Batu Empedu (Zakko, 2018)

1.2 Tinjauan Moderate Kolangitis


1.2.1 Definisi
Kolangitis didefnisikan sebagai sekumpulan gejala klinis yang ditandai
dengan demam, jaundice, serta nyeri perut di bagian kanan atas sebagai akibat dari
sumbatan dan infeksi pada saluran empedu. Kolangitis akut terjadi karena terdapat
obstruksi saluran empedu dan pertumbuhan bakteri dalam empedu (Gomi et al.,
2018).
1.2.2. Etiologi
Penyebab utama kolangitis adalah adanya sumbatan pada saluran empedu
dan adanya infeksi bakteri dalam empedu atau bakterobilia. Penyebab paling sering
obstruksi saluran empedu adalah kolelithiasis dan koledokolithiasis atau yang lebih
sering dikenal dengan istilan batu empedu. Bakteri dapat menginfeksi sistem
saluran bilier melalui ampula vateri (karena adanya batu yang melewati ampula),
sfingterotomi atau pemasangan sten (yang disebut kolangitis asending) atau

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1215
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

bacterial portal, yaitu terjadinya translokasi bakteri melalui sinusoid-sinusoid


hepatik dan celah disse (Tusiantari, 2016).
1.2.3. Patofisiologi
Kolangitis terjadi akibat adanya stasis atau obstruksi di sistem bilier yang
disertai oleh bakteria yang mengalami multiplikasi. Obstruksi terutama disebabkan
oleh batu empedu, striktur, stenosis, atau tumor, serta manipulasi endoskopik CBD.
Dengan demikian aliran empedu menjadi lambat, terjadi stasis empedu sehingga
bakteri dapat berkembang biak setelah mengalami migrasi ke sistem bilier melalui
vena porta, sistem limfatik porta ataupun langsung dari duodenum. Oleh karena itu
akan terjadi infeksi secara menuju duktus hepatikus, yang pada akhirnya akan
menyebabkan tekanan intrabilier yang tinggi dan melampaui batas 250 mmH20.
Oleh karena itu akan terdapat aliran balik empedu yang berakibat terjadinya infeksi
pada kanalikuli biliaris, vena hepatika dan limfatik perihepatik, sehingga akan
terjadi bakteriemia yang bisa berlanjut menjadi sepsis (25-40%) (Gomi et al., 2018).
1.2.4 Manifestasi Klinis
Berdasarkan Tokyo Guideline (2018), kolangitis diklasifikasikan menjadi
tiga, yaitu ringan, sedang, dan berat.
1. Derajat ringan, yaitu kolangitis fase awal yang tidak memenuhi kriteria derajat
sedang maupun berat.
2. Derajat sedang, yaitu kolangitis yang diikuti dua dari lima kriteria yaitu:
a) Jumlah leukosit yang abnormal (>12.000/mm3 )
b) Demam ≥39°C
c) Usia ≥75 tahun
d) Hiperbilirubinemia, dengan kadar bilirubin total ≥5 mg/dl
e) Hipoalbuminemia
3. Derajat berat, yaitu kolangitis akut yang diikuti minimal satu disfungsi organ
lainya yaitu :
a) Disfungsi kardiovaskular
b) Disfungsi neurologi, gangguan kesadaran
c) Disfungsi respiratori yang ditandai dengan PaO2/FiO2 <300
d) Disfungsi renal meliputi oliguria, peningkatan serum kreatinin >2.0 mg/dl

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1216
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

e) Disfungsi hepatik, ditandai dengan peningkatan PTT-INR >1,5


f) Disfungsi hematologi, ditandai dengan jumlah hitung platelet
<100.000/mm3
1.2.5 Tatalaksana Terapi

Gambar 2. Tatalaksana Terapi Kolangitis (Gomi et al., 2018)

Berikut adalah tatalaksana penggunaan antibiotik untuk kolangitis (Gomi et


al., 2018) :
 Mild Cholangitis = Antibiotik golongan penisilin atau beta laktam atau
sefalosporin (2-3 hari)
 Moderate Cholangitis = Sefalosporin atau beta laktam dengan atau tanpa
metronidazol, atau carbapenem (5-7 hari)
 Severe Cholangitis = piparisilin, Tazobaktam, klavulanat (5-7 hari)
Gambar 3. Penggunaan Antibiotik pada Kolangitis (Gomi et al., 2018)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1217
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3 Tinjauan Jaundice


1.3.1 Definisi
Jaundice atau biasanya juga disebut dengan ikterus adalah warna kuning pada
skelra, mukosa dan kulit yang disebabkan oleh akumulasi pigmen empedu didalam
darah dan jaringan (> 2 mg/ 100 ml serum) (Sulaiman, 2007).

1.3.2 Etiologi
Penyebab jaundice obstruktif secara garis besar terbagi menjadi 2 bagian,
yaitu jaundice obstruksi intrahepatik dan jaundice obstruktif ekstrahepatik.
Jaundice obstruktif intrahepatik pada umumnya terjadi pada tingkat hepatosit atau
membran kanalikuli bilier sedangkan jaundice obstruktif ekstrahepatik, terjadinya
jaundice disebabkan oleh karena adanya sumbatan pada saluran atau organ diluar
hepar. Adapun penyakit yang menyebabkan terjadinya jaundice obstruktif adalah
sebagai berikut:
a. Jaundice obstruktif intrahepatik :
Penyebab tersering jaundice obstruktif intrahepatik adalah hepatitis, penyakit
hati karena alkohol, serta sirosis hepatis. Peradangan intrahepatik mengganggu
ekskresi bilirubin terkonjugasi dan menyebabkan jaundice (Aditya, 2012).
b. Jaundice obstruktif ekstrahepatik :
1) Kolelitiasis dan koledokolitiasis
Batu saluran empedu mengakibatkan retensi pengaliran bilirubin terkonjugasi
ke dalam saluran pencernaan sehingga mengakibatkan aliran balik bilirubin
ke dalam plasma menyebabkan tingginya kadar bilirubin direk dalam plasma
(Sjamsuhidajat, 2010).
2) Tumor ganas saluran empedu
Insidens tumor ganas primer saluran empedu pada penderita dengan
kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis, pada penderita laki-laki dan perempuan
tidak berbeda. Umur kejadian rata-rata 60 tahun, tetapi tidak jarang
didapatkan pada usia muda. Jenis tumor kebanyakan adenokarsinoma pada
duktus hepatikus atau duktus koledokus (Sjamsuhidajat, 2010).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1218
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

3) Atresia bilier
Terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan
hambatan aliran empedu, sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin direk.
Atresia bilier merupakan penyebab kolestatis ekstrahepatik neonatal yang
terbanyak. Terdapat dua jenis atresia biliaris, yaitu ekstrahepatik dan
intrahepatik. Bentuk intrahepatik lebih jarang dibandingkan dengan
ekstrahepatik (Sjamsuhidajat, 2010).
4) Tumor kaput pankreas
Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari sel duktus dan sel
asiner. Sekitar 90% merupakan tumor ganas jenis adenokarsinoma duktus
pankreas, dan sebagian besar kasus (70%) lokasi kanker adalah pada kaput
pankreas. Pada stadium lanjut, kanker kaput pankreas sering bermetastasis ke
duodenum, lambung, peritoneum, hati, dan kandung empedu (Sjamsuhidajat,
2010).
1.3.3 Patofisiologi
Akumulasi dari bilirubin dalam aliran darah dan berpindahnya ke kulit
menyebabkan penyakit kuning (jaundice). Jaundice secara umum terbagi menjadi
3, yaitu jaundice prehepatik, jaundice hepatik, dan jaundice posthepatik atau yang
disebut jaundice obstruktif. Jaundice obstruktif disebut juga jaundice posthepatik
karena penyebab terjadinya jaundice ini adalah pada daerah posthepatik, yaitu
setelah bilirubin dialirkan keluar dari hepar.
Pada jaundice obstruktif, terjadi obstruksi dari pasase bilirubin direk sehingga
bilirubin tidak dapat diekskresikan ke dalam usus halus dan akibatnya terjadi aliran
balik ke dalam pembuluh darah. Akibatnya kadar bilirubin direk meningkat dalam
aliran darah dan penderita menjadi ikterik. Ikterik paling pertama terlihat adalah
pada jaringan ikat longgar seperti sublingual dan sklera. Karena kadar bilirubin
direk dalam darah meningkat, maka sekresi bilirubin dari ginjal akan meningkat
sehingga urine akan menjadi gelap dengan bilirubin urin positif. Sedangkan karena
bilirubin yang diekskresikan ke feses berkurang, maka pewarnaan feses menjadi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1219
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

berkurang dan feses akan menjadi berwarna pucat seperti dempul (Sjamsuhidajat,
2010).
1.3.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dikeluhkan oleh pasien dengan jaundice obstruktif,
bergantung pada jenis penyakit yang menyebabkan obstruksi sehingga
menyebabkan terjadinya jaundice. Berikut ini merupakan manifestasi klinis yang
secara umum dikeluhkan oleh pasien yang mengalami ikerus, yaitu berupa:
a. Warna kuning pada sklera mata, sublingual, dan jaringan lainnya
Hal ini diakibatkan karena adanya peningkatan kadar bilirubin dalam plasma
yang terdeposit pada jaringan ikat longgar, salah satu diantaranya adalah sklera
dan sublingual (Sjamsuhidajat, 2010).
b. Warna urin gelap seperti teh
Adanya peningkatan kadar bilirubin direk yang larut dalam air, menyebabkan
tingginya kadar bilirubin dalam plasma, sehingga kadar bilirubin yang berlebih
dalam plasma tersebut akan diekskresikan melalui urin dan menyebabkan warna
urin menjadi lebih gelap seperti teh (Sjamsuhidajat, 2010).
c. Warna feses seperti dempul
Perubahan warna feses menjadi dempul disebabkan karena berkurangnya
ekskresi bilirubin ke dalam saluran pencernaan (Sjamsuhidajat, 2010).
1.3.6 Tata Laksana
Tatalaksana jaundice sangat tergantung pada penyakit dasar penyebabnya.
Jika penyebabnya adalah penyakit hepatoseluler, biasa jaundiceakan menghilang
sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier
ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan (Sjamsuhidajat,
2010).
a. Tatalaksana kolelitiasis
Pada pasien dengan kolelitiasis dapat dilakukan tindakan operatif
kolesistektomi, yaitu dengan mengangkat batu dan kandung empedu.
Kolesistektomi dapat berupa kolesistektomi elektif konvensional (laparatomi)
atau dengan menggunakan laparaskopi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1220
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

b. Tatalaksana tumor ganas saluran empedu


Tatalaksana terbaik adalah dengan pembedahan. Adenokarsinoma saluran
empedu yang baik untuk direseksi adalah yang terdapat pada duktus koledokus
bagian distal atau papilla Vater. Pembedahan dilakukan dengan cara Whipple,
yaitu pankreatiko-duodenektomi.
c. Tatalaksana atresia bilier
Tatalaksana atresia bilier ekstrahepatik adalah dengan pembedahan. Atresia
bilier intrahepatik pada umumnya tidak memerlukan pembedahan karena
obstruksinya relatif bersifat ringan. Jenis pembedahan atresia bilier
ekstrahepatik adalah portoenterostomi teknik kasai dan bedah transplantasi
hepar.
d. Tatalaksana tumor kaput pankreas
Sebelum terapi bedah dilakukan, keadaan umum pasien harus diperbaiki dengan
memperbaiki nutrisi, anemia, dan dehidrasi. Pada jaundice ibstruksi total,
dilakukan penyaliran empedu transhepatik sekitar 1 minggu prabedah. Tindakan
ini bermanfaat untuk memperbaiki fungsi hati.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1221
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN

2.1 Profil Pasien


Nama/ Jenis kelamin : Tn. T
Umur/ BB/ TB : 58 tahun/60 kg/160 cm
Alamat : Sawojajar
MRS/KRS : 05 Maret 2020
Status pasien : BPJS
Dokter : dr. S, Sp.B
Farmasis : Chandra Nourmasari, S.Farm.,Apt.
Alergi : -
Keluhan utama : Nyeri perut, mata dan badan tampak
kuning, gatal-gatal seluruh tubuh, anemis

Riwayat kesehatan : - Diabetes Melitus (sejak 2 tahun lalu)


- Herpes (1 tahun lalu)

Riwayat pengobatan : Metformin 5000mg 2dd1


Antasida Syr
Obat Herpes
Diagnosa Awal : Multiple Cholelithiasis
Diagnosis akhir : - Multiple Cholelithiasis
- Obstruksi Jaundice
- Batu CBD (Common Bile Duct) +
Moderate Cholangitis

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1222
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2 Data Klinis Pasien


Nilai Tanggal
Parameter Normal
(Dewasa) 05/03 06/03 07/03 08/03 09/03 10/03 11/03
120/ 120/ 130/ 120/ 120/ 120/ 132/
TD 120/80
80 80 80 80 70 80 80
Nadi 80-85 74 88 80 80 80 82 85

RR 20 20 21 22 20 20 21 22

Suhu 36-37oC 36,5 37 36,4 36,7 37 37 37


100
SpO2 >90% 98% 98% 98% - - -
%
GCS 456 456 456 456 456 456 456 456

Nyeri perut - + - - - - - -

Mual - - - - - - - -

Muntah - - - - - - - -

Gatal-gatal - + + + + + + -

2.3 Data Laboratorium


Tanggal
Parameter Nilai Normal
05/03 09/03 10/03
Hematologi
Hb 11,4-15,1 g/dL 11,4 10,60 10,30
6
Eritrosit (RBC) 4,0-5,5 x 10 /microL 3,84 3,58 3,53
WBC (Leukosit) 4.7 – 11.3 x103/µl 6,53 8,35 19,93
Hematokrit 40-47 % 32,30 29,70 30,30
Trombosit 142-424 x103/Mm3 526 501 459
MCV 80-93 FL 84,10 83 83
MCH 27-31 Pg 29,70 29,60 29,60
MCHC 32-36 35,30 35,70 35,70
RDW 11,5-14,5 % 14,10 14,70 14,70
PDW 9-13 FL 12,2 12,3 12,3

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1223
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

MPV 7,2 – 11,1 FL 10,6 10,6 10,6


P-CLR 15-25% 29,4 30,4 30,4
PCT 0,15-0,4 % 0,56 0,53
Eosinofil 0-4 % 2,0 0,6
Basofil 0-1 % 0,6 0,5
Neutrofil 51-67 % 72,8 83,5
Limfosit 25-33 % 16,5 10,1
Monosit 2-5 % 8,1 5,5
Immatur
103/microL 0,60 0,60
granulosit
Elektrolit Serum
Na 136-145 138 136
K 3,5-5 4,92 5,03
Cl 98-106 109 113
Faal Hemostasis
PTT
Pasien 9,4-11,3 detik 10,40 9,80
Kontrol 11,3 10,9
INR <1,5 1,00 0,94
APTT
Pasien 24,6-30,6 detik 26,60 25,50
Kontrol 22,0 25,7
Fibrinogen 154,3-397,9 mg/dL -
D-dimer <0,5 mg/LFEU -
Faal Hati
SGOT 0-32 51 62
SGPT 0-33 104 115
Albumin 3,5-5,5 g/dl - 3,28 3,35
Bilirubin Total <1 11,20 11,13 11,23
Bilirubin direk <0,25 11,07 10,86 10,61
Bilirubin Indirek <0,75 0,13 0,27 0,62
HbsAg
S/CO: <1 -
(Hepatitis B)
Anti HCV Negatif: S/CO<1 Non reaktif
(Hepatitis C) Positif: S/CO>1,2 CO= 0,078
Metabolisme Karbohidrat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1224
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

GDS <200 mg/dL 196


Kolesterol
Kolesterol total <200mg/dL -
TG <200 mg/dL -
HDL >45 mg/dL -
LDL <130 mg/dL -

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1225
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4 Profil terapi pasien

Tanggal
No. Obat Rute Dosis 05/03
06/03 07/03 08/03 09/03 10/03 11/03
(IGD)
1 IVFD NaCl 0,9% iv 1500cc/24 jam v v v // v v
2 Omeprazole iv 1 x 40 mg v // v v
3 Antasida Syr po 4 x 15 mL v //
4 UDCA po 2 x 250 mg v //
5 Ranitidin iv 2 x 50 mg v v v v v
6 Metamizole iv 3x1g v v v v v
7 Vit K iv 3 x 1 mg v v v v v
8 Asam Tranexamat po 3 x 500 mg v //
9 Ciprofloxacin iv 2 x 400 mg v v //
10 Metoklopramide iv 3 x 10 mg v v v v
11 IVFD Tutofusin iv 1500cc/24 jam v v

12 Ampisilin-Sulbactam iv 3 x 1,5 g v v v v

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1226
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5 Analisis SOAP


e. Kolelitiasis
Subjective Objective Assessment Planning
5/3/2020 Bilirubin total: UDCA METO:
IGD 11,2 ↑ ▪ Indikasi: membantu penghancuran batu nyeri perut (-)
Bilirubin empedu
Nyeri perut direk: 11,7 ↑ ▪ Mekanisme : mengurangi sekresi
(+) kolesterol dari hati dan meningkatkan
Bilirubin sekresi empedu MESO:
indirek: 0,13 ▪ Dosis literatur: 8-10mg/kgbb/hari konstipasi, sakit
▪ Dosis pasien: 2 x 250 mg kepala
▪ Rute: per oral
▪ ESO: konstipasi, sakit kepala

PTT : 10,40 Asam Traneksamat METO : kondisi


INR: 1,00 ▪ Indikasi : Mengatasi pendarahan umum pasien,
APTT : 26,60 ▪ Mk : membentuk kompleks reversibel tanda tanda
(normal) yang menghambat aktivasi plasminogen pendarahan, APTT,
dan fibrin sehingga fibrinolisis terhambat PTT, INR
▪ Dosis : inj 3 x 500mg
▪ Dosis pustaka : 10mg/kg 3-4 kali sehari MESO : Tekanan
▪ ESO potensial : >10% hipotensi, darah, ada/tidaknya
trombosis, pandangan kabur trombosis
▪ DRP: Tidak ada indikasi, pasien tidak
mengalami pendarahan

(Formularium RSSA, 2019)

5/3/2020 Santagesik (Metamizole) METO : kondisi


Nyeri perut ▪ Indikasi : Analgesik, antipiretik umum pasien,
(+) ▪ Mk : menghambat produksi TTV, keluhan nyeri
prostalglandin dengan mengurangi
6/3/2020 produksi COX-3 MESO : mual,
s.d ▪ Dosis : 3 x1gram→sesuai muntah, nyeri ulu
09/03/20 ▪ Dosis pustaka : 1,5-4 gram sehari hati
Nyeri (-) ▪ ESO potensial : GI bleeding
▪ DRP: Tidak ada indikasi
(Diberikan tanggal 5-9 Maret 2020,
sementara nyeri hanya tanggal 5/03/20)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1227
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

05/03/20 Hb: 11,4 g/dL Vitamin K METO : PT,


▪ Indikasi : Untuk mencegah pendarahan APTT, INR
08/03/20 Bilirubin total: akibat defisiensi vitamin K pada
s.d 11,2 ↑ gangguan bilier MESO : TTV,
11/03/20 Bilirubin ▪ Mk :meningkatkan sintesis faktor kondisi umum
direk: 11,7 ↑ pembekuan darah (II, VII, IX, X)
Bilirubin ▪ Dosis : 3 x 1 mg iv →sesuai Rekomendasi:
indirek: 0,13 ▪ Dosis pustaka : 2-25mg, maks Konfirmasi ke
50mg/hari dokter untuk tetap
PTT : 10,40 ▪ ESO potensial : flushing, hipotensi memberikan terapi
INR: 1,00 ▪ DRP: Ada indikasi, tidak ada terapi vitamin K
APTT : 26,60 Vitamin K tidak diberikan pada tanggal 6-7
(normal) Maret.

f. Moderate Kolangitis

Subjective Objective Assessment Planning


5/3/2020 TTV: 120/80 Ciprofloxacin METO : kondisi
Nyeri perut mmHg ▪ Indikasi : Antibiotik umum,, TTV,
(+) ▪ Mk : Gol. Florokuinolon bekerja keluhan nyeri,
WBC: 6,53 menghambat sintesis DNA bakteri tanda-tanda infeksi
x103/µl ▪ Dosis : 2 x 400 mg
7/3/2020 ▪ Dosis pustaka : 400 mg iv q12 jam MESO : mual,
Nyeri perut Neutrofil: ▪ ESO potensial : mual, nyeri kepala nyeri kepala
(-) 72,8% ▪ DRP: Pemilihan obat tidak tepat
Pasien mengalami kolangitis yaitu Rekomendasi:
peradangan pada saluran empedu, bukan Konfirmasi ke
pada kandung empedu (Formularium dokter terkait
RSSA) pemilihan
antibiotik
8/3/2020 TTV: 120/80 Ampisilin-Sulbaktam METO : kondisi
Nyeri perut mmHg ▪ Indikasi : Antibiotik umum pasien,
(+) ▪ Mk : menghambat sintesis dinding sel TTV, keluhan
11/3/2020 WBC: 19,93 bakteri nyeri, tanda-tanda
Nyeri perut x103/µl ▪ Dosis : 3 x 1,5 mg iv infeksi
(-) ▪ Dosis pustaka : 1,5 – 3 g IV q6 jam
Neutrofil: selama 5-7 hari maks 12 g/ hari MESO : diare,
85,3% ▪ ESO potensial : diare, ruam ruam kulit

g. Terapi Penunjang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1228
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Subjective Objective Assessment Planning


5/3/2020 Omeprazol METO: nyeri perut
IGD ▪ Mekanisme: menekan sekresi asam (-)
Nyeri perut lambung dengan menghambat kerja
(+) enzim K H ATPase
▪ Dosis literatur: 20-40 mg per hari iv
10/03/20 ▪ Dosis pasien: 1 x 40 mg MESO: kembung,
s.d ▪ Rute: IV sakit kepala
11/03/20 ▪ ESO: sakit kepala, kembung
Nyeri perut
(-) Antasida
▪ Mekanisme kerja: bereaksi dengan asam
lambung sehingga dapat menetralkan
asam lambung
▪ Dosis literatur: untuk peptic ulcer dosis
antasida empiris dan beragam, sesuai
kebutuhan atau jika perlu
▪ Dosis pasien : 4 x 15 mL
▪ Rute : per oral
▪ ESO : kembung

5/3/2020 Ranitidin METO : nyeri ulu


Nyeri perut ▪ Indikasi : profilaksis stress ulcer hati, kembung,
(+) ▪ Mk : menghambat reseptor H2 sel parietal mual/muntah
lambung, menurunkan asam lambung
6/3/2020 ▪ Dosis : 2 x 50mg iv → sesuai MESO : frekuensi
s.d ▪ Dosis pustaka : 50mg /6-12 jam dan konsistensi bab
9/03/20 ▪ ESO potensial : diare/konstipasi
Nyeri
perut(-)
Mual (-)
5/03/20 TTV: 120/80 IVFD NS 0,9 % METO : kondisi
s.d mmHg ▪ Indikasi : memenuhi kebutuhan air dan umum pasien,
7/03/20 Na : 138 elektrolit TTV, kadar
▪ Dosis : 1500cc/24 jam elektrolit
10/03/20 ▪ Dosis pustaka: 30mL/KgBB
s.d ▪ ESO potensial : demam, ruam MESO : demam,
11/03/20 ruam
06/03/20 Metoklopramid METO : Mual (-)
s.d ▪ Indikasi : mengurangi rasa mual Muntah (-)
09/03/20 ▪ Mk : memblok reseptor dopamin dan
Mual (-) serotonin di trigger zone kemoreseptor MESO : Kaku otot,
(CNS); meningkatkan motilitas GI. pusing
▪ Dosis : 3 x 10 mg iv → sesuai

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1229
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

▪ Dosis pustaka : 10 mg q6 jam iv


▪ ESO potensial : kaku otot, pusing

08/03/20 TTV: 120/80 IVFD Tutofusin METO : kondisi


s.d mmHg ▪ Indikasi : memenuhi kebutuhan air dan umum pasien,
09/03/20 Na : 138 elektrolit pada dehidrasi hipotonis, TTV, tanda-tanda
K : 4,92 sebelum atau sesudah operasi demam
Cl : 109 ▪ Dosis : 1500cc/24 jam
▪ Dosis pustaka: 30mL/KgBB MESO : demam
▪ ESO potensial : demam, nyeri tempat dan keluhan nyeri
injeksi ditempat injeksi

3 Drug Related Problem


NO JENIS DRP ASUHAN KEFARMASIAN
1. DRP : Tidak ada indikasi Monitoring parameter hematologi,
Asam traneksamat diberikan namun pasien Tekanan darah, ada/tidaknya trombosis
tidak berisiko pendarahan >600cc
2. DRP : Obat tidak diberikan Rekomendasi :Konfirmasi ke dokter untuk
Vitamin K tidak diberikan pada tanggal 6-7 tetap memberikan terapi vitamin K
Maret sementara pasien berisiko kekurangan
Vit K akibat gangguan metabolisme Vit K
3. DRP: Tidak ada indikasi Rekomendasi: Konfirmasi ke dokter
Metamizole diberikan tanggal 5-9 Maret 2020 bahwa pasien tidak mengalami nyeri
sementara pasien hanya mengalami nyeri
tanggal 5 saja
4 DRP: Pemilihan obat tidak tepat Rekomendasi: Konfirmasi kepada dokter
Pasien mengalami kolangitis (peradangan terkait pemilihan antibiotik
pada saluran empedu, bukan pada kandung
empedu)
(PPAM RSSA, 2019)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1230
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien T (58 tahun/60kg/160cm) dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.


Saiful Anwar Malang pada tanggal 05-11 Maret 2020. Pasien datang dengan
keluhan nyeri perut, mata dan badan kuning, gatal seluruh tubuh, dan anemis.
Pasien mengalami gatal seluruh tubuh sejak 1 bulan yang lalu dan tidak teratasi
meskipun diberikan obat anti gatal. Selain itu, pasien juga memiliki riwayat herpes
1 tahun yang lalu dan diabetes melitus tipe 2 sejak dua tahun yang lalu. Sebelum
MRS, pasien rutin mengkonsumsi metformin 500 mg 2 kali sehari. Diagnosa akhir
pasien yaitu multiple kolelitiasis, obstruksi jaundice, dan batu CBD (common bile
duct) + moderate kolangitis.
Kolelitiasis merupakan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di
kandung empedu atau saluran empedu atau kedua-duanya. Batu empedu dapat
terbentuk dari kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Faktor
risiko pada pasien yang dapat menginduksi terbentuknya batu empedu adalah
riwayat obesitas dan diabates melitus. Kondisi obesitas umumnya menyebabkan
kelebihan kolesterol yang disekresi oleh hati, sehingga konsentrasi kolesterol
melebihi kemampuan kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol
tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi
kristal-kristal yang padat (Ivanovich, 2012). Pasien diberikan UDCA yang bekerja
menurunkan sekresi kolesterol dari hati sehingga tidak terjadi penjenuhan
kolesterol di kandung empedu serta meningkatkan sekresi empedu. Penggunaan
UDCA paling efektif untuk disolusi batu empedu ketika ukuran batu kurang dari
15mm. Disolusi batu empedu dengan ukuran kurang dari 10mm diperkirakan
kecepatan disolusinya antara 60% dan untuk batu empedu dengan ukuran kurang
dari 5mm diperkirakan kecepatan disolusinya 90%. Kecepatan disolusi sekitar
30%-60% untuk pengurangan diameter 1mm perbulan (Stinton, 2012). Pasien
memiliki batu empedu dengan diameter 1,5cm sehingga penggunaan UDCA sudah
tidak efektif. Oleh karena itu, penggunaan UDCA dihentikan saat hasil USG
abdomen menunjukkan bahwa ukuran diameter batu empedu melebihi 15mm, yaitu

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1231
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1,5 cm. Dosis UDCA yang diberikan pada pasien adalah 2 x 250 mg per oral dan
telah sesuai dengan dosis yang dianjurkan, yaitu 8-10mg/kgBB per oral.
Asam Traneksamat diberikan saat di IGD karena pasien mengeluh nyeri perut
dan anemis dengan dosis 3 x 500 mg iv. Mekanisne kerja asam traneksamat yaitu
dengan membentuk kompleks reversibel yang menghambat aktivasi plasminogen
dan fibrin sehingga fibrinolisis terhambat. Namun, tidak didapatkan tanda-tanda
perdarahan dari pasien sehingga pemberian asam traneksamat dapat dikatakan
kurang tepat indikasi. Berdasarkan Formularium Nasional dan Formularium RSSA,
asam traneksamat diberikan pada pasien dengan risiko pendarahan masif atau
berpotensi perdarahan >600 cc. Sehingga perlu dilakukan pemantauan lebih lanjut
mengenai kondisi umum pasien, tanda tanda pendarahan, APTT, PTT, INR,
monitoring ada atau tidaknya trombosis.
Vitamin K diberikan pada pasien tanggal 5,8,9 dan setelah operasi.
Permasalahan terkait obat yang terjadi adalah obat tidak diberikan pada tanggal 6
dan 7 sehingga perlu dikonfirmasikan ke dokter untuk tetap memberikan obat.
Vitamin K diberikan untuk mencegah pendarahan pada pasien dengan gangguan
empedu dengan mekanisme meningkatkan sintesis faktor pembekuan darah (II, VII,
IX, X). Saat terjadi sumbatan empedu akibat kolelitiasis, cairan empedu tidak dapat
disekresi ke duodenum. Manusia memperoleh vitamin K melalui makanan.
Penyerapan vitamin K membutuhkan lemak sebagai zat pembawa untuk diserap
dalam tubuh. Terhambatnya sekresi empedu menyebabkan emulsifikasi dan
absorbsi lemak berkurang menyebabkan vitamin K sulit diserap. Dapat dikatakan
bahwa pemberian pemberian vitamin K sudah tepat (Vasillos, 2007).
Santagesik (metamizole) diberikan untuk mengurangi nyeri perut ringan
hingga sedang akibat manifestasi klinis dari kolelitiasis sehingga dapat dikatakan
bahwa obat sudah tepat. Namun pada hari berikutnya, mulai tanggal 6-9 Maret
pasien sudah tidak mengeluh nyeri perut sehingga injeksi metamizole pada tanggal
tersebut kurang tepat karena tidak tidak ada indikasi. Perlu dilakukan pemantauan
mengenai efek samping gangguan pencernaan meliputi mual, muntah, dispepsia,
atau pendarahan (Collares et al., 2019).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1232
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien juga didiagnosa kolangitis derajat sedang. Kolangitis didefnisikan


sebagai sekumpulan gejala klinis yang ditandai dengan demam, jaundice, serta
nyeri perut di bagian kanan atas sebagai akibat dari sumbatan dan infeksi pada
saluran empedu. Kolangitis akut terjadi karena terdapat obstruksi saluran empedu
dan pertumbuhan bakteri dalam empedu (Gomi et al., 2018). Hasil pemeriksaan
laboratorium pada tanggal 10 Maret didapattkan WBC pasien 19.930 (>12.000)
/mm3 dengan kadar bilirubin total 11,23 (>5) mg/dL. Berdasarkan kedua kriteria
tersebut, dapat dikatakan pasien mengalami kolangitis derajat sedang.
Pada awal MRS, pasien diberikan antibiotik ciprofloxacin dengan dosis 2 x
400mg intravena untuk mengatasi risiko infeksi. Ciprofloxacin merupakan
antibiotik golongan florokuinolon yang bekerja menghambat sintesis DNA bakteri.
Berdasarkan Tokyo Guideline (Takada et al., 2013) terapi kolangitis derajat sedang
adalah golongan sefalosporin atau beta laktam dengan atau tanpa metronidazol, atau
carbapenem atau dapat juga diberikan golongan florokuinolon selama 5-7 hari.
Sementara menurut PPAM RSSA, antibiotik yang digunakan untuk kolangitis
adalah Ampisilin-sulbaktam selama 5-7 hari. Sehingga pada tanggal 8 Maret, terapi
antibiotik pasien di switch ke ampisilin-sulbaktam dengan dosis 3 x 1,5 g intravena.
Ampisilin-sulbaktam merupakan kombinasi antibiotik golongan penisilin dan
sulbaktam yang bekerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Dosis yang
diberikan sudah sesuai dengan pustaka yaitu 1,5-3g iv q6 jam. Diperlukan
pemantauan efektivitas terapi dengan melihat data klinik maupun data laboratorium
pasien.
Selain terapi kolelitiasis dan kolangitis, pasien juga diberikan terapi
penunjang antara lain omeprazole, antasida, ranitidine dan metoklopramid.
Omeprazole merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi nyeri perut pada
pasien, karena pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut.
Omeprazole merupakan golongan PPI yang dapat menghambat asam lambung
dengan menghambat kerja enzim (K+H+ ATPase) yang akan memecah K+H+ ATP
menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCl dari sel
parietal lambung (DIH, 2009). Dosis yang digunakan oleh pasien yaitu 1x40 mg
melalui rute injeksi. Antasida merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1233
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

nyeri perut pada pasien, karen pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
perut. Antasida diberikan secara oral karena diharapkan dapat dengan cepat
mengatasi nyeri perut pasien. Antasida bekerja dengan menetralkan asam lambung
sehingga dapat mengurangi iritasi mukosa lambung akibat asam lambung yang
berlebih (DIH, 2009). Dosis antasida yang digunakan yaitu 4x15 mL. Ranitidin
diberikan selama pasien MRS, pemilihan obat sudah tepat karena digunakan untuk
indikasi peptic ulcer dan profilaksis stress ulcer pada pasien rawat inap. Dosis yang
diberikan adalah 2 kali sehari 50 mg iv. Ranitidin bekerja dengan cara menghambat
reseptor H2 sel parietal lambung, sehingga menurunkan produksi asam lambung.
Hal yang perlu dipantau adalah keluhan nyeri ulu hati, konsistensi dan frekuensi
BAB pasien karena ranitidin memiliki efek samping konstipasi atau diare.
Metoklopramid diberikan selama 4 hari selama MRS yang digunakan untuk
mengatasi rasa mual atau muntah. Dosis yang diberikan adalah 3 x 10 mg intravena,
dosis tersebut telah sesuai dengan literatur yaitu 10 mg 3-4 kali sehari. Meskipun
pasien tidak mengeluhkan mual atau muntah namun pada pasien kolelitiasis dapat
mengalami episode mual atau muntah setelah mengkonsumsi makanan (Niger,
2013).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1234
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
a. Pasien Tn.T mendapatkan terapi : UDCA, ampicillin-sulbactam, Vit K, asam
tranexamat, ciprofloxacin, ranitidin, metoklopramid, omeprazole,
metamizole, dan antasida. Semua terapi yang diberikan sudah tepat indikasi,
tepat dosis, dan sesuai dengan Formularium.
b. Pada terapi yang diberikan masih ditemukan adanya DRP berupa efek
samping potensial obat, interaksi obat, serta obat tidak diberikan.

4.2 Saran
a. Memantau efektivitas terapi yang diberikan.
b. Melakukan monitoring berkala tanda-tanda vital dan gejala efek samping
potensial serta interaksi obat yang mungkin terjadi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1235
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Aditya PM dan Suryadarma IGA. Laporan Kasus: Sirosis Hepatis. Bali: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, 2012.
Collares dan Troncon. Effect of Dipyrone in the Digestive Track. Brazillian Journal
od Medical and Biological Research. 2019. 52(2):e8103.
DIH. 2009. Drug Information Handbook, 17th Edition. American Pharmacist
Association.
Gomi H, Solomkin S, Schlosberg D, Takamori Y, Yokoe M, Miura F, et al., Tokyo
Guidelines 2018: antimicrobial therapy for acute cholangitis and
cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci. 2018. 25:3–16.
Ivanovich, Vasily. Concept of The Pathogenesis and Treatment of Cholelithiasis.
Journal Of Hepatology, Moscow. 2012. 4 (2): 18-34.
Miura F, Okamoto K, Takada T, Strasberg M., Asbun HJ, Gomi, H,et al., Tokyo
Guidelines 2018: Initial Management Of Acute Biliary Infection And Flowchart
For Acute Cholangitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci.2018. 25:31–40.
Niger, Sung. Gallstones. Nigerian Journal of Surgery 2013, 19 (2): 49-55.
Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3th Ed. Jakarta: Penerbitan buku
kedokteran EGC; 2010.p254-7,663-7,672-82,717-82.
Stinton, LM. Gallbladder Disease: Cholelithiasis and Cancer Gut and Liver, 2012;
6(2): 172-187.
Sulaiman, Ali. Pendekatan Klinis Pada Pasien Jaundice. In: Aru W Sudoyo, et al.
Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid 1. 5th Ed. Jakarta: Penerbitan FKUI;
2007.p.420-3.
Takada, Gabata, and Giguchi. 2013. Update Tokyo Guidelines for The
Management of Acute Cholangitis. Journal of Hepatobiliary Pancreat Sci,
20 (1): 1-7.
Vasillos P. Homeostasis Impairment with Patient with Obstructive Jaundice. J.
Gastrointestine Liver Disease. 2007. 16(2):177-186.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1236
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


Hari/Tanggal TINDAKAN/PERKEMBANGAN KLINIK/MASALAH
Subjective Objective Assessment Planning
06/3/2020 Nyeri perut (-) Terapi yang diberikan: Santagesik (Metamizole) METO : kondisi umum
s.d Mual (-) - Metamizole 3 x 1 g iv ▪ Indikasi : Analgesik, antipiretik pasien, TTV, keluhan
07/3/2020 Gatal seluruh - Ciprofloxacin 2 x 400 mg iv ▪ Mk : menghambat produksi nyeri
tubuh (+) - Ranitidin 2 x 50 mg iv prostalglandin dengan mengurangi
- Metoklopramid 3 x 10 mg iv produksi COX-3 MESO : mual, muntah,
- IVFD NS 0,9 % 1500 cc/24 jam ▪ Dosis : 3 x1gram→sesuai nyeri ulu hati
▪ Dosis pustaka : 1,5-4 gram sehari
TTV: 120/80 mmHg ▪ ESO potensial : GI bleeding
Na : 138 ▪ DRP: Tidak ada indikasi
TTV: 120/80 mmHg (Diberikan tanggal 5-9 Maret 2020,
3
WBC: 6,53 x10 /µl sementara nyeri hanya tanggal 5/03/20)
Neutrofil: 72,8% Ranitidin METO : nyeri ulu hati,
Bilirubin total: 11,2 ↑ ▪ Indikasi : profilaksis stress ulcer kembung, mual/muntah
Bilirubin direk: 11,7 ↑ ▪ Mk : menghambat reseptor H2 sel parietal
Bilirubin indirek: 0,13 lambung, menurunkan asam lambung MESO : frekuensi dan
▪ Dosis : 2 x 50mg iv → sesuai konsistensi bab
▪ Dosis pustaka : 50mg /6-12 jam
▪ ESO potensial : diare/konstipasi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1237
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

IVFD NS 0,9 % METO : kondisi umum


▪ Indikasi : memenuhi kebutuhan air dan pasien, TTV, kadar
elektrolit elektrolit
▪ Dosis : 1500cc/24 jam
▪ Dosis pustaka: 30mL/KgBB MESO : demam, ruam
▪ ESO potensial : demam, ruam
Ciprofloxacin METO : kondisi umum,,
▪ Indikasi : Antibiotik TTV, keluhan nyeri,
▪ Mk : Gol. Florokuinolon bekerja tanda-tanda infeksi
menghambat sintesis DNA bakteri
▪ Dosis : 2 x 400 mg MESO : mual, nyeri
▪ Dosis pustaka : 400 mg iv q12 jam kepala
▪ ESO potensial : mual, nyeri kepala
▪ DRP: Pemilihan obat tidak tepat Rekomendasi: Konfirmasi
Pasien mengalami kolangitis yaitu ke dokter terkait
peradangan pada saluran empedu, bukan pemilihan antibiotik
pada kandung empedu (Formularium RSSA)

Metoklopramid METO : Mual (-) Muntah


▪ Indikasi : mengurangi rasa mual (-)
▪ Mk : memblok reseptor dopamin dan
serotonin di trigger zone kemoreseptor MESO : Kaku otot,
(CNS); meningkatkan motilitas GI. pusing
▪ Dosis : 3 x 10 mg iv → sesuai
▪ Dosis pustaka : 10 mg q6 jam iv

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1238
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

▪ ESO potensial : kaku otot, pusing

08/3/2020 Nyeri perut (-) Terapi yang diberikan: Vitamin K METO : PT, APTT, INR
s.d Mual (-) - Metamizole 3 x 1 g iv ▪ Indikasi : Untuk mencegah pendarahan
09/3/2020 Gatal seluruh - Ranitidin 2 x 50 mg iv akibat defisiensi vitamin K pada gangguan MESO : TTV, kondisi
tubuh (+) - Metoklopramid 3 x 10 mg iv bilier umum
- Ampisilin-sulbaktam 3 x 1,5 g ▪ Mk :meningkatkan sintesis faktor
- Vit K 3 x 1 mg pembekuan darah (II, VII, IX, X) Rekomendasi: Konfirmasi
- IVFD Tutofusin 1500cc/24 jam ▪ Dosis : 3 x 1 mg iv →sesuai ke dokter untuk tetap
▪ Dosis pustaka : 2-25mg, maks 50mg/hari memberikan terapi
PTT : 10,40 ▪ ESO potensial : flushing, hipotensi vitamin K
INR: 1,00 ▪ DRP: Ada indikasi, tidak ada terapi
APTT : 26,60 Vitamin K tidak diberikan pada tanggal 6-7
(normal) Maret.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1239
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Hb: 10,60 g/dL Ampisilin-Sulbaktam METO : kondisi umum


▪ Indikasi : Antibiotik pasien, TTV, keluhan
TTV: 120/80 mmHg ▪ Mk : menghambat sintesis dinding sel nyeri, tanda-tanda infeksi
WBC: 6,53 x103/µl bakteri
Neutrofil: 72,8% ▪ Dosis : 3 x 1,5 mg iv MESO : diare, ruam kulit
▪ Dosis pustaka : 1,5 – 3 g IV q6 jam selama
Bilirubin total: 11,2 ↑ 5-7 hari maks 12 g/ hari
Bilirubin direk: 11,7 ↑ ▪ ESO potensial : diare, ruam
Bilirubin indirek: 0,13
Na : 138 IVFD Tutofusin METO : kondisi umum
K : 4,92 ▪ Indikasi : memenuhi kebutuhan air dan pasien, TTV, tanda-tanda
Cl : 109 elektrolit pada dehidrasi hipotonis, sebelum demam
atau sesudah operasi
▪ Dosis : 1500cc/24 jam MESO : demam dan
▪ Dosis pustaka: 30mL/KgBB keluhan nyeri ditempat
▪ ESO potensial : demam, nyeri tempat injeksi
injeksi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1240
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Hidrocephallus pro vp shunt + Susp
Medulloblastoma

(13 Maret – 18 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1241
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Hydrocephalus pro VP Shunt +


Susp. Medulloblastoma “

di Instalasi Rawat Inap II Ruang 15

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA II Ruang 15
(13 Maret – 18 Maret 2020)

1. Moh Andri Syifauddin S. Farm 051913143032


2. Gita Deseria, S. Farm 051913143034
3. Intan Ayu Cahyasari, S. Farm 051913143046
4. Tika Apriana Marza, S. Farm 051913143047

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1242
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1243
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Tinjauan Hydrocephalus


1.1.1. Definisi hydrocephalus
Hydrocephalus adalah keadaan patologi otak yang mengakibatkan
bertambahnya Cairan Serebro Spinalis (CSS) dengan tekanan intrakranial yang
meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. Kasus ini
merupakan salah satu masalah yang sering ditemui di bidang bedah saraf, yaitu
sekitar 40% hingga 50%. Penyebab hidrosefalus pada anak secara umum dapat
dibagi menjadi dua, prenatal dan postnatal. Baik saat prenatal maupun postnatal,
secara teoritis patofisiologi hidrosefalus terjadi karena tiga hal yaitu produksi liquor
yang berlebihan, peningkatan resistensi liquor yang berlebihan, dan peningkatan
tekanan sinus venosa. Hydrocephalus Kongenital umumnya terjadi sekunder akibat
malformasi susunan saraf pusat atau stenosis aquaduktus. Hydrocephalus biasanya
timbul selama periode neonatus atau pada awal masa bayi. Harus dibedakan dengan
pengumpulan cairan lokal tanpa tekanan intrakranial yang meninggi seperti pada
kista porensefali atau pelebaran ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS yang
menempati ruangan, sesudah terjadinya atrofi otak. Hydrocephalus yang tampak
jelas dengan tanda – tanda klinis yang khas disebut hydrocephalus yang manifes.
Sementara itu, hydrocephalus dengan ukuran kepala yang normal disebut sebagai
hydrocephalus yang tersembunyi dikenal hydrocephalus kongenital dan
hydrocephalus akuisita (Ibrahim et al., 2012; Apriyanto dkk., 2013).

1.1.2. Fisiologi Cairan Serebrospinal (CSF)


Cairan serebrospinal adalah cairan jernih dan tidak berwarna yang
melindungi otak dan medula spinalis dari cedera kimiawi dan fisik. Cairan
serebrospinal juga membawa oksigen, glukosa, dan bahan kimiawi lainnya yang
berasal dari darah ke saraf maupun neuroglia. Sirkulasi cairan serebrospinal secara
kontinu melewati kavitas otak dan medula spinalis dan mengelilinginya pada rongga
subarachnoid (antara arachnoid mater dan piamater) (Tortora et al., 2012)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1244
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Cairan serebrospinal diproduksi oleh pleksus khoroideus, jaringan


pembuluh darah yang terletak di dinding ventrikel. Pleksus khoroideus
memproduksi cairan serebrospinal rata – rata 500 ml per hari atau 21 gelas per hari.
Total volume cairan serebrospinal kira – kira 150 ml, sehingga seluruh cairan
serebrospinal terganti kurang – lebih setiap 8 jam (Tortora et al., 2012)
Cairan serebrospinal terbentuk di ventrikel lateral mengalir menuju ventikel
ketiga melalui interventrikular foramina. Banyak cairan serebrospinal terukumulasi
di ventrikel ketiga. Kemudian cairan mengalir melalui aqueduct of the midbrain
(cerebral aqueduct), melewati otak tengah menuju ventrikel keempat. Pleksus
khoroideus pada ventrikel keempat juga menghasilkan cairan. Cairan serebrospinal
memasuki rongga subarachnoid melewati 3 lubang terbuka pada ventrikel keempat.
Cairan serebrospinal kemudian melewati kanal bagian tengah medula spinalis dan
pada rongga subarachnoid yang mengelilingi permukaan otak dan medula spinalis
(Tortora et al., 2012).
Cairan serebrospinal secara bertahap diabsorbsi menuju pembuluh darah
melalui vili arachnoid, seperti jari – jari perpanjangan dari arachnoid menuju sinus
vena duramater, khususnya superior sagital sinus. Secara normal, cairan
serebrospinal direabsorbsi secara cepat dengan rata – rata 20 ml per jam (480 ml per
hari). Karena rata – rata pembentukan dan reabsorbsi sama, maka tekanan cairan
serebrospinal tetap konstan. Jika sirkulasi normal atau reabsorpsi CSF terganggu,
berbagai masalah klinis mungkin muncul. Sebagai contoh, masalah dengan
reabsorpsi CSF dalam penyebab bayi hidrosefalus, atau "water on the brain”
(Tortora et al., 2012)

Gambar 1.1 Sirkulasi CSF (Tortora et al., 2012)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1245
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 2.2 Sirulasi cairan serebrospinal dan pembuluh darah vena


(Tortora et al, 2012)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1246
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.3. Klasifikasi
Hidrosefalus dapat dikelompokkan berdasarkan dua kriteria besar yaitu
secara patologi dan secara etiologi (Milani dkk, 2012). Berdasarkan patologi dapat
dikelompokkan sebagai berikut
1. Obstruktif (non-communicating)
Terjadi akibat penyumbatan sirkulasi CSS yang disebabkan oleh kista,
tumor, pendarahan, infeksi, cacat bawaan dan paling umum, stenosis
aqueductal atau penyumbatan saluran otak.
2. Non obstruktif (communicating)
Dapat disebabkan oleh gangguan keseimbangan CSS, dan juga oleh
komplikasi setelah infeksi atau komplikasi hemoragik.

Sedangkan berdasarkan etiologi dapat dikelompokkan sebagai berikut:


1. Bawaan (congenital)
Sering terjadi pada neonatus atau berkembang selama intra-uterin.
2. Diperoleh (acquired)
Dapat disebabkan oleh pendarahan subarachnoid, pendarahan
intraventrikular, trauma, infeksi (meningitis), tumor, komplikasi operasi
atau trauma hebat di kepala.

1.1.4. Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal
(CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem
ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan,
terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Ropper dkk, 2005).
Pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang
normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat
jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada
adenomata pleksus koroidalis. Menurut Said (2011), penyebab penyumbatan aliran
CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak antara lain
1. Kelainan bawaan (congenital)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1247
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. Infeksi
Timbul perlekatan menings sehingga terjadi obliterasi ruang
subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta
terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat
purulen di aquaductus sylvius atau sisterna basalis. Pembesaran kepala
dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh
dari meningitisnya.
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS.
4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen pada daerah basal otak, selain penyumbatan
yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
Selain itu, menurut Apriyanto (2013) penyebab hidrosefalus pada anak
secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu penyebab prenatal dan postnatal.
a. Penyebab Prenatal
Sebagian besar anak dengan hidrosefalus telah mengalami hal ini sejak lahir
atau segera setelah lahir. Kasus hydrocephalus terjadi 2 per 1.000 kelahiran.
Kondisi ini bisa dideteksi sejak masih dalam kandungan (Congenital
Hydrocephalus) sehingga tindakan lanjut dari kondisi ini sudah bisa
disiapkan sejak sebelum persalinan. Beberapa penyebabnya terutama adalah
stenosis aquaductus sylvius, malfromasi Dandy Walker, holopresencephaly,
mielomeningokel, dan malformasi Arnold Chiari. Selain itu, terdapat juga
jenis malformasi lain yang jarang terjadi. Penyebab lain dapat berupa infeksi
in-utero, lesi destruktif dan faktor genetik.
1. Stenosis Aquaductus Sylvii
adalah penyumbatan aliran CSS pada tingkat saluran air dari sylvii
(antara ventrikel ketiga dan keempat di otak). Merupakan penyebab
yang terbanyak pada hydrocephalus bayi dan anak (60-90%).
Aquaductus dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1248
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hydrocephalus terlihat sejak


lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
Stenosis aquaductus juga merupakan penyebab yang sangat umum dari
hydrocephalus kongenital. Dengan kejadian hydrocephalus 5 sampai 10
per 10.000 kelahiran hidup, stenosis aquaductus menyumbang sekitar
20% dari kasus hydrocephalus.
2. Spina Bifida dan Kranium Bifida
Hydrocephalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan
sindrom Arnold Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan
medula oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
Kasus hydrocephalus karena spina bifida terjadi pada 20 – 50 per 10.000
kelahiran hidup.
3. Sindrom Dandy Walker
Dandy Walker juga merupakan penyebab penting Hydrocephalus
Congenital, meskipun terjadi lebih jarang. Merupakan atresia kongenital
foramen Luschka dan Magendie dengan akibat Hydrocephalus
Obstructif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang
dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di
daerah fosa posterior. Sindrom tersebut terjadi pada sekitar 1 per 30.000
kelahiran hidup. Meskipun cacat yang hadir pada saat lahir,
hydrocephalus tidak selalu hadir dalam periode neonatal. Sekitar 80%
dari semua Dandy-Walker akan di diagnosis pada usia satu tahun,
meskipun beberapa diagnosa mungkin tertunda hingga remaja atau
dewasa.
4. Kista Araknoid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder
suatu hematoma.

5. Anomali Pembuluh Darah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1249
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terjadinya hydrocephalus akibat aneurisma arteri dan vena yang


mengenai arteria serebralis posterior dengan vena galeni atau sinus
transversus dengan akibat obstruksi aquaductus.

b. Penyebab Postnatal
Lesi massa menyebabkan sekitar 20% kasus hidrosefalus, kista arakhnoid
dan kista neuroepitelial merupakan kedua terbanyak yang mengganggu
aliran liquor. Perdarahan, meningitis, dan gangguan aliran vena.

1.1.5. Patofisiologi
Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem
ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di ventrikel
lateral, yaitu kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan serebrospinalis. Kecepatan
pembentukan cairan serebrospinalis rata-rata 20 ml per jam atau 480 ml per hari,
kecepatan pembentukan cairan tersebut sama pada orang dewasa maupun anak-anak.
Dengan jalur aliran yang dimulai dari ventrikel lateral menuju ke foramen monro
kemudian ke ventrikel 3, selanjutnya mengalir ke aquaductus sylvii, lalu ke ventrikel
4 dan menuju ke foramen luska dan magendi, hingga akhirnya ke ruang
subarakhnoid dan kanalis spinalis. Menurut Apriyanto, 2013 terdapat tiga penyebab
terjadinya hidrosefalus, yaitu
1. Produksi liquor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling
jarang dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh
adanya tumor pleksus koroid (papiloma atau karsinoma), namun ada pula
yang terjadi akibat dari hipervitaminosis vitamin A.
2. Gangguan aliran liquor yang merupakan awal kebanyakan kasus
hidrosefalus. Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya
sirkulasi cairan serebrospinalis yang dapat terjadi di ventrikel maupun vili
arakhnoid. Secara umum terdapat tiga penyebab terjadinya keadaan
patologis ini, yaitu:
a. Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran liquor, misalnya
stenosis aquaductus sylvii dan malformasi Arnold Chiari.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1250
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrinsik maupun ekstrinsik


saluran liquor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista
arakhnoid, dan hematom.
c. Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis,
termasuk reaksi ependimal, fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili
arakhnoid.
3. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti sindrom
vena cava dan trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan cairan
serebrospinal. Kondisi jenis ini termasuk hidrosefalus tekanan normal atau
pseudotumor serebri.

Gambar 2.3 Rangkuman sirkulasi cairan cerebrospinal (Tortora et al., 2012)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1251
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.6. Faktor resiko


Menurut Ibrahin (2012) dan Rizvi (2005) beberapa faktor resiko terjadinya
hydrocephalus pada anak antara lain
1. Lahir prematur, bayi yang lahir prematur memiliki risiko yang lebih tinggi
perdarahan intraventricular (perdarahan dalam ventrikel otak), yang dapat
menyebabkan hydrocephalus.
2. Masalah selama kehamilan infeksi pada rahim selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko hydrocephalus pada bayi berkembang. Akibat infeksi
dapat timbul perlekatan meningen. secara patologis terlihat penebalan
jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain,
penyebab infeksi adalah toksoplasmosis.
3. Masalah dengan perkembangan janin seperti penutupan yang tidak lengkap
dari kolom tulang belakang. Beberapa cacat bawaan mungkin tidak
terdeteksi saat lahir, tetapi peningkatan risiko hydrocephalus akan tampak
saat usia bayi lebih tua (masih masa anak - anak).
4. Lesi dan tumor sumsum tulang belakang atau otak. Pada anak yang
menyebabkan penyumbatan ventrikel IV / aquaductus sylvii bagian terakhir
biasanya suatu glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian
depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma. Hydrocephalus Infantil,
4% adalah karena tumor fossa fosterior.
5. Infeksi pada sistem saraf.
6. Perdarahan di otak. Hydrocephalus Infantil, 50% adalah karena perdarahan
dan meningitis.
7. Memiliki cedera kepala berat

1.1.7. Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan melalui tanda dan gejala klinis. Makrokrania
merupakan salah satu tanda dimana ukuran kepala lebih besar dari dua deviasi
standar di atas ukuran normal atau persentil 98 dari kelompok usianya. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial dan menyebabkan empat gejala
hipertensi intrakranial yaitu fontanel anterior yang sangat tegang (37%), sutura

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1252
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

tampak atau teraba melebar, kulit kepala licin, dan sunset phenomenon dimana kedua
bola mata berdiaviasi ke atas dan kelopak mata atas tertarik. Gejala hipertensi
intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar daripada bayi, gejala ini
mencakup nyeri kepala, muntah, gangguan okulomotor, dan gejala gangguan batang
otak (bradikardia, aritmia respirasi). Gejala lainnya yaitu spastisitas pada ekstremitas
inferior yang berlanjut menjadi gangguan berjalan dan gangguan endokrin
(Apriyanto, dkk., 2013)
Terdapat tiga teknik yang umum digunakan untuk diagnosa dan evaluasi
hidrosefalus, yaitu ultasonografi (USG), computed tomography (CT) dan magnetic
resonance imaging (MRI). USG dapat mendeteksi hidrosefalus pada periode
prenatal, dapat pula digunakan untuk mengukur dan memonitor ukuran ventrikel,
terutama digunakan pada anak prematur. CT Scan dapat digunakan untuk mengukur
dilatasi ventrikel secara kasar dan menentukan sumber obstruksi. CT Scan dapat
menilai baik secara fungsional maupun anatomikal namun tidak lebih baik daripada
MRI (Cartwright et al., 2017).

1.1.8. Manifestasi klinik


Tanda-tanda dan gejala hidrosefalus pada bayi dan anak-anak tergantung
pada usia, derajat hidrosefalus, dan etiologinya. Gambaran klinis pada permulaan
adalah pembesaran tengkorak yang disusul oleh gangguan neurologik akibat tekanan
liquor yang meningkat yang menyebabkan hipotrofi otak. Lingkar kepala normal
untuk bayi cukup bulan adalah 33 – 36 cm saat lahir dan akan meningkat sekitar 2
cm per bulan selama 3 bulan pertama, 1,5 cm per bulan selama bulan keempat dan
kelima dan sekitar 0,5 cm dari bulan 6 hingga 12 (Sjamsuhidat dan Jong, 2004).
Tanda dan gejala yang dijumpai pada hidrosefalus antara lain
a. Pada bayi (sutura masih terbuka pada umur kurang dari 1 tahun) didapatkan:
− Kepala membesar
− Sutura melebar
− Fontanella kepala prominen
− Mata kearah bawah (sunset phenomenom)
− Nistagmus horizontal

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1253
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

− Perkusi kepala: “cracked pot sign” atau seperti semangka masak.

b. Pada anak-anak dan dewasa didapatkan:


− Sakit kepala
− Kesadaran menurun
− Gelisah
− Mual, muntah
− Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak
− Gangguan perkembangan fisik dan mental
− Papil edema
Ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat
mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papilla nervus opticus (N.
II)
Tekanan intrakranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah
menutup, nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital. Aktivitas fisik
dan mental secara bertahap akan menurun dengan gangguan mental yang sering
dijumpai seperti respon terhadap lingkungan lambat, kurang perhatian tidak mampu
merencanakan aktivitasnya (Cartwright et al., 2017)

1.1.9. Tata Laksana Terapi


Ada tiga prinsip penatalaksanaan hidrosefalus, yaitu mengurangi produksi
CSF dengan merusak pleksus koroidalis, memperbaiki hibingan antara tempat
produksi CSF dengan tempat absorbsi, dan pengeluaran CSF ke dalam ekstrakranial.
Penatalaksanaan hidrosefalus dapat secara farmakoterapi atau secara operasi.
a. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi berupa terapi konservatif medikamentosa yang bersifat
sementara berguna untuk mengurangi cairan dari pleksus khoroid
(asetazolamid 100 mg per kg BB per hari; furosemid 0,1 mg per kg BB per
hari) dan hanya bisa diberikan sementara saja atau tidak dalam jangka waktu
yang lama karena berisiko menyebabkan gangguan metabolik. Terapi ini
direkomendasikan bagi pasien hidrosefalus ringan bayi dan anak dan tidak

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1254
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dianjurkan untuk dilatasi ventrikular posthemoragic pada anak (Satyanegara,


2010 & Zahl et al., 2011).
b. Operasi
Operasi merupakan pengobatan utama pada hidrosefalus. Tujuannya adalah
untuk membuang kelebihan cairan serebrospinal di dalam otak. Salah satu
jenis operasi yang biasanya diterapkan pada kasus hidrosefalus adalah
operasi pemasangan shunt. Terapi ini melibatkan sebuah kateter pada
ventrikular untuk mengalihkan cairan serebrospinal pada rongga tubuh yang
lainnya, dimana cairan tersebut dapat diabsorbsi sehingga mengurangi
tekanan CSF di otak (Cartwright et al., 2017).

Gambar 2.4 Ilustrasi demonstasi letak kateter di frontalis atau oksipitalis


(Cartwright et al., 2017)

Setiap sistem VP Shunt terdiri dari tiga komponen, yaitu kateter


ventrikule, valves, dan kateter distal. VP shunt sederhana hanya memiliki
kateter ventrikel katup dan kateter distal. Sedangkan VP shunt kompleks
memiliki pengaturan yang lebih rumit. Umumnya terdiri dari beberapa
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1255
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kateter ventrikel, tetapi susunan urutan yang mungkin berbeda dari setiap
jenis tipe. Komponen bahan dasarnya adalah elastomer silicon. Pemilihan
pemakaian didasarkan atas pertimbangan mengenai penyembuhan kulit yang
dalam hal ini sesuai dengan usia penderita, berat badan, ketebalan kulit dan
ukuran kepala (Ojo et al., 2013)
Berdasarkan letak pada distal kateter, CSF (Cerebrospinal) shunt
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu (Cartwright et al., 2017):
1. Ventriculoperitoneal Shunt
Ventrikuloperitoneal (VP) Shunt adalah yang paling sering
digunakan. Pada ventriculoperitoneal shunt, letak distal kateter
terdapat pada rongga peritoneal. Rongga peritoneal adalah pilihan
terbanyak untuk lokasi terminasi distal catheter. Terdapat dua
keuntungan meletakkan distal catheter pada rongga peritoneum.
Pertama, apabila terdapat infeksi biasanya jarang menyebar berbeda
dengan meletakkan shunts di jantung. Kedua, ukuran tabung yang
besar dan panjang dapat diletakkan di rongga peritoneum,
mendukung pertumbuhan anak dan mengurangi kebutuhan sehingga
tidak mengganggu fungsi dari shunt akibat pertambahan dari panjang
badan pasien. Kemudian, rongga periosteum merupakan rongga yang
efisien untuk absorpsi dan mudah diakses oleh ahli bedah.

2. Ventriculoarterial Shunt
Ventriculoaterial (VA) shunt yang juga disebut sebagai “vascular
shunt” yaitu, ketika kateter di lewatkan dari ventrikel serebri
melewati vena jugularis dan vena cava superior memasuki atrium
kanan. Pilihan terapi ini dilakukan jika pasien memiliki kelainan
abdominal (misalnya peritonitis, morbid obesity, atau setelah operasi
abdomen yang luas). Shunt jenis ini memerlukan pengulangan akibat
pertumbuhan dari anak.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1256
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 2.5 Pemasangan ventriculoperitoneal (VA) dan


ventriculoarterial (VA) shunt (Cartwright et al., 2017)

3. Ventriculopleural Shunt
Pada ventriculopleural shunt dilakukan insisi pada area dibawah
putting susu dan tabung dimasukkan kedalam rongga pleura. Ada
beberapa indikasi bahwa ventriculopleural shunt mungkin kurang
baik ditoleransi oleh anak-anak karena permukaan yang kurang untuk
mengabsorpsi cairan serebrospinal.

4. Ventriculo Gallbladder Shunt


Ventriculo gallbladder shunt biasanya digunakan pada saat
ventriculoperitoneal shunt yang dipasang telah mengalami infeksi
dan ketika ventriculopleural mengalami kontraindikasi dengan
pasien.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1257
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

5. External Ventricular Drain (EVD)


Pada external Ventricular Drain, kateter ventrikular terletak di
ventrikel serebral yang memungkinkan pengeluaran cairan
serebrospinal ke arah luar. Kateter yang terpasang dihubungkan
dengan tabung sebagai tempat penampungan cairan serebrospinal
terletak disamping tempat tidur pasien baik diatas atau dibawah
tergantung jumlah cairan serebrospinal yang dikuras. External
Ventricular Drain adalah terapi gawat darurat yang biasa digunakan
untuk menyembuhkan hidrosefalus dan memantau tekanan
intrakranial

Gambar 2.6 Pemasangan EVD pada bagian posterior dan frontal


(James, et al., 2008)

c. Terapi Etiologi
Merupakan strategi penanganan terbaik antara lain, pengontrolan kasus yang
mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang
mengganggu aliran liquor, pembersihan sisa darah dalam liquor atau
perbaikan suatu malformasi. Pada beberapa kasus diharuskan untuk
melakukan terapi sementara terlebih dahulu sebelum diketahui secara pasti
lesi penyebab atau masih memerlukan tindakan operasi shunting karena

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1258
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kasus yang mempunyai etiologi multifaktor atau mengalami gangguan aliran


liquor skunder (Warf, 2008).

1.2. Medulloblastoma
1.2.1. Definisi
Medulloblastoma adalah tumor embrional yang malignan, invasif, yang
tumbuh di serebelum, predominan pada anak-anak, dan memiliki tendensi untuk
bermetastase melalui liquor serebrospinalis. (Louis et al., 2007) Pada anak-anak
tumor ini umumnya tumbuh di area vermis, sedangkan pada dewasa tumor ini
umumnya tumbuh pada hemisfer serebeli, terutama di bagian lateral.
Medulloblastoma adalah jenis tumor embrional yang paling sering terjadi.
Tumor ini pertama kali dipresentasikan sebagai “spongioblastoma
cerebelli” pada pertemuan American Neurological Association, dimana mereka
menjelaskan bahwa tumor ini tumbuh dari sel-sel embrional yang tidak
terdiferensiasi dalam atap dan lapisan ependym dari ventrikel empat (Kunschner,
2002). Istilah spongioblastoma sendiri pada akhirnya ditinggalkan dan digantikan
oleh medulloblastoma yang lebih dulu disebutkan dalam paper oleh Shaper pada
tahun 1897, karena ditemukan bahwa medulloblast adalah satu dari 5 tipe populasi
stem cell pada tuba saraf primitif (Rutka dan Hoffman, 1996).

1.2.2. Manifestasi klinik


Medulloblastoma berasal dari fossa posterior, maka keluhan yang muncul
adalah gejala-gejala yang khas seperti vertigo, muntah, ataksia, nyeri kepala. Pasien
dengan lokasi tumor di mid-serebelum bisa mengalami gejala akibat penekanan pada
nervi kraniales seperti nystagmus, diplopia, penurunan fungsi pendengaran, paresis
nervus fasialis.
Komplikasi yang sering terjadi adalah hidrosefalus akibat kompresi dari
ventrikel empat, yang akan menimbulkan gejala seperti nyeri kepala di pagi hari,
mual dan muntah, serta letargi. Pada bayi, membesarnya kranium, “sun-setting
sign”, dan bayi yang terus menerus merengek bisa menjadi pertanda awal. Pada
anak-anak dan dewasa gejala seperti nyeri kepala dan muntah setelah bangun tidur,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1259
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

yang membaik setelah muntah dan seiring berjalannya hari. Gejala-gejala ini
kemudian perlahan memberat dan akan menimbulkan gejala yang memberikan red
flag seperti nyeri kepala hebat yang bisa membangunkan si penderita dari tidurnya
dan drowsiness. Jika tumor menyebar ke medulla spinalis, maka juga akan timbul
defisit neurologis di perifer (ABTA, 2015).

1.2.3. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik adanya defisit neurologis berupa hipotonia, ataksia, gait
yang abnormal, paresis nervus kranialis jika terjadi infiltrasi sampai ke area batang
otak, tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial jika terjadi hidrosefalus, atau
dapat juga tanda myelopati kompresi jika terjadi penyebaran ke medulla spinalis.
Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan MRI kepala dengan kontras. Meski
demikian, seringkali pemeriksaan radiologis yang dilakukan pertama kali pada
pasien-pasien yang dicurigai tumor adalah dengan menggunakan CT scan kepala
dengan kontras. Gambaran medullobastoma pada CT scan tanpa kontras adalah
gambaran massa hiperdens pada serebelum yang disertai midline shift. Massa ini
kemudian menyangat setelah diberikan kontras. Seringkali dijumpai pula gambaran
hidrosefalus akibat obstruksi pada ventrikel empat (ABTA, 2015)
Gambaran MRI medulloblastoma memiliki ciri khas berupa massa tumor
hipointens pada T1-W di area fossa posterior. Sinyal T2 bervariasi, dari hiperintens
sampai hipointens. Penyangatan kontras, jika ada, derajatnya bervariasi. Pada DWI
terdapat peningkatan sinyal, yang mana bisa membantu dalam membedakan
medulloblastoma dengan pilositik astrositoma dan ependimoma. Jika dicurigai suatu
medulloblastoma, maka selanjutnya dilakukan MRI whole spine dan pungsi lumbal
untuk menentukan apakah ada penyebaran ke medulla spinalis dan atau melalui
liquor serebropinalis.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1260
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 2.7 MRI medulloblastoma (Jallo, 2014)

Dari hasil MRI dan analisis sitologi dari LCS, ditentukan staging dari tumor.
Langkah selanjutnya adalah dengan biopsi yang didapatkan saat pembedahan.
Pemeriksaan patologi anatomi akan mengkonfirmasi gambaran histologi dan atau
subtipe molekular dari tumor tersebut. Sehingga dilakukan MRI ulangan dalam 48
jam paska operasi dan pemeriksaan sitologi LCS setidaknya 14-20 hari sesudahnya
untuk melihat residual dari tumor. Pasien dikatakan risiko sedang jika paska operasi
tidak terdapat residual (didefinisikan sebagai massa >1.5 cm 2) dan tidak terdapat
metastasis, serta histologinya bukan sel-sel besar atau anaplastik. Pasien dikatakan
risiko tinggi jika terdapat metastasis, residual >1.5 cm 2 dan atau gambaran
histologinya adalah sel-sel besar atau anaplastik (ABTA, 2015).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1261
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2.4. Tata laksana terapi

Gambar 2.8 Algoritma diagnosis dan tata laksana medulloblastoma (PNPK, 2017)

Operasi merupakan langkah yang penting dalam terapi medulloblastoma.


ada tiga hal yang menjadi tujuan dari tindakan operasi pada medulloblastoma yaitu,

1. Menurunkan tekanan intrakranial akibat dari blok pada ventrikel.


2. Mengkonfirmasi diagnosis dengan biopsi jaringan tumor.
3. Mereseksi sebanyak mungkin jaringan tumor dengan meminimalisir
kerusakan pada jaringan otak yang normal.
Pemeriksaan MRI pre operasi dilakukan untuk memberikan pemetaan lokasi
tumor sebaik mungkin dan juga menentukan tingkat kesulitan dari operasi. Sebanyak
sepertiga kasus terdapat pertumbuhan tumor di batang otak, sehingga pada kasus-
kasus ini reseksi total tidak bisa dilakukan. Pemberian steroid seperti deksamethason
digunakan sebagai anti edema. Jika reseksi tumor tidak bisa memperbaiki aliran
liquor, maka tindakan tambahan seperti ventrikulotomi atau ventriculo-peritoneal
shunt (VP shunt) diperlukan (ABTA, 2015)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1262
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II

PROFIL PASIEN

2.1. Profil pasien


Nama/ Jenis kelamin : An. F / L
Umur/ BB/ TB : 23 Bulan / 11 kg / 86 cm
Alamat : Pasuruan
MRS/KRS : 11 Maret 2020 / 15 Maret 2020
Status pasien : JKN
Dokter : Dr. Donny Sp. BS
Farmasis : Khumairotun NR Palupi, S. Farm., Apt
Alergi : Tidak ada
Keluhan utama : Kepala membesar
Riwayat penyakit saat ini : Pasien adalah rujukan dari RS. M, Pasuruan datang
dengan keluhan kepala makin membesar (awalnya
kecil namun saat ini sudah membesar) dan sulit
makan.
Berdasarkan hasil observasi riwayat pasien :
Pada akhir Desember, pasien sering lemes, sering
tidur mulai tidak aktif, jika berjalan kaki dan tangan
bergematar. Dilakukan pijat tradisional sampai 10x
namun tanpa perbaikan. Pada bulan awal Januari,
pasien sudah tidak bisa jalan sehingga di periksakan
ke dokter terdiagnosa kurang nutrisi sehingga
diberikan suplemen nutrisi dan melanjutkan ASI
Eksklusif. Pada tanggal 18 Januari, pasien
mengalami kejang dibawa ke puskesmas kemudian
dirujuk ke RSUD Daerah (namun tidak dilakukan
oleh keluarga pasien). Hingga 5 Februari dibawa ke
RSUD Daerah dengan kondisi kepala sudah
membesar. Pada akhir Februari, pasien sudah tidak
bisa berbicara hingga di rujuk ke RSSA untuk
dilakukan tindakan. Di RSSA dilakukan
pemeriksaan CT Scan sehingga harus segera
dilakukan pemasangan VP Shunt.
Riwayat kesehatan : Tidak ada

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1263
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Riwayat pengobatan : Natrium Valproat 2x3 cc


Apialys
Diagnosa awal : Severe obstructive hydrocephalus pro VP Shunt +
Susp. Medulloblastoma
Diagnosa akhir : Severe obstructive hydrocephalus +
Susp. Medulloblastoma

Hasil pemeriksaan CT Scan pasien:


− Massa intraxial pada cerebellum bilateral suspect medulloblastoma
− Edema cerebri dengan hernia transtentorial upward
− Severe obstructive hydrocephalus setinggi level ventrikel IV
− Macrocephaly dengan brachiocephalic skull type

2.2. Data klinis pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Tanggal pemeriksaan
Parameter Nilai normal 10/03
11/03 12/03 13/03 14/03 15/03
13:30 16:00
Suhu (oC) 36 – 37 36,8 36 37,4 37 36,7 37 36,3

Nadi (x/menit) 120 – 150 120 130 110 137 115 110 116

RR (x/menit) 20 – 50 40 42 20 25 28 23 22

GCS 456 456 456 456 456 456 456

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1264
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3. Data laboratorium pasien


Tabel 2.2 Tabel data laboratorium pasien
Parameter Nilai normal 10/03
HEMATOLOGI
Hb 11,4 – 15,1 14,70
Eritrosit 4,0 – 5,0 5,79
Leukosit 4,7 – 11,3 103 5,68
Hematokrit 38 – 42% 45,00
Trombosit 142 – 424 103 295
MCV 80 – 93 FL 77,70
MCH 27 – 31 Pg 25,40
MCHC 32 – 36 g/dL 32,70
RDW 11,5 – 14,5% 14,50
PDW 9 – 13 9,4
MPV 7,2 – 11,1 8,6
P-LCR 15,0 – 25,0 14,1
PCT 0,150 – 0,400 0,25
NRBC Absolut 0,00
NRBC Persen 0,0%
HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 3,2%
Basofil 0–1 1,2%
Neutrofil 51 – 67 38,5%
Limfosit 25 – 33 47,2%
Monosit 2–5 9,9%
Eosinofil absolut 0,18 103
Basofil absolut 0,07 103
Neutrofil absolut 2,19 103
Limfosit absolut 2,68 103
Monosit absolut 0,16 – 1 0,56 103
Immature granulosit 0,20%
Immature granulosit 0,01 103
FAAL HOMOSTATIS
PPT
Pasien 9,4 – 11,3 s 10,90
Kontrol 10,90
INR < 1,5 s 1,05
aPPT
Pasien 24,6 – 30,6 26,60
Kontrol 25,70
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10 – 50 mg/dL 26,7
Creatinin 0,7 – 1,5 mg/dL 0,36
Asam urat 2,4 – 5,7 mg/dL
eGFR ml/min/1,73 m2
FAAL HEPAR
Albumin 3,5 – 5,0 g/dL 4,66
ELEKTROLIT
Natrium/Na 135 – 145 mmol/L 139
Potassium/K 3,5 – 5,0 mmol/L 5,20
Chlorida/Cl 98 – 106 mmol/L 111

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1265
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4. Profil terapi pasien


Tabel 2.4 Tabel profil terapi pasien
Tanggal
Obat Rute Dosis
10/03 11/03 12/03 13/03 14/03
NS 0,9% 1000 cc/24 jam iv 20 tpm V V V V V
O2 nc 2 lpm V V V V V
Phenytoin iv 3x15 mg V V V
Antrain iv 3x300 mg V V V V V
Dexamethasone iv 3x3 mg V V V
Mannitol iv 6x20 cc V V V
Ranitidin iv 2x25 mg V V
Ranitidin iv 2x10 mg V V
PCT po 3x200 mg V V V
Cefazolin iv 2x350 mg V
Acetazolamid po 3x50 mg V

Pasien KRS tanggal 15 Maret 2020 dengan mendapatkan terapi obat:


− PCT 3x200 mg
− Asam valproate 2x150 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1266
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5 Drug Related Problems


No Macam DRP Analisa DRP Sifat Planning
Dosis antrain untuk pediatri = 8 – 16 mg/kg BB (BNF Children, 2018)
BB pasien = 11 kg → Dosis pasien = 88 – 176 mg Aktual
Dosage too Dosis yang diterim pasien = 300 mg
1 Konfirmasi ke dokter terkait penulisan dosis pasien
high Dosis ranitidin untuk pediatri = 1 mg/kg BB (BNF Children, 2018)
BB pasien = 11 kg → Dosis pasien = 11 mg ~ 10 mg Aktual
Dosis yang diterima pasien = 25 mg
Antrain diberikan injeksi sesuai jam pemberian RS
Improper drug
2 Duplikasi terapi analgesic menggunakan PCT dan antrain Aktual (08.00) sedangkan PCT diberikan lebih awal dan
selection
diminum saat demam

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1267
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien An. F (L) berusia 23 bulan datang di RSUD Dr. Saiful Anwar,
Malang rujukan dari RS M di Pasuruan, Jawa Timur. Ibu pasien mengeluhkan
kondisi pasien yang membesar sejak Februari akhir. Berdasarkan hasil observasi
pasien, dapat diketahui bahwa sejak Desember pasien sering lemas, sering tidur,
jika beraktivitas kaki dan tangan bergetar sehingga mulai tidak aktif. Pada bulan
Januari, pasien mengalami kejang dan dan pada bulan Februari mulai muncul tanda-
tanda kepala pasien membesar. Sehingga pasien langsung dirujuk ke RSUD Dr.
Saiful Anwar untuk dilakukan tindakan VP (Ventriculoperitoneal) shunt.
Hydrocephalus didefinisikan sebagai suatu gangguan pembentukan, aliran
maupun penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga terjadi kelebihan cairan
serebrospinal pada susunan saraf pusat. Kondisi hidrosefalus dapat juga diartikan
sebagai kondisi gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal (Apriyanto, dkk.,
2013). Cairan serebrospinal atau cerebrospinal fluid (CSF) merupakan cairan yang
terdapat pada ventrikel dan ruang subaraknoid disekitar otak dan sumsum tulang
belakang yang berfungsi untuk melindungi otak dirongga tengkorak. Cairan
serebrospinal diproduksi oleh pleksus koroideus di dinding ventrikel. Mulanya,
cairan serebrospinal terbentuk di ventrikel lateral menuju ventrikel ketiga melalui
interventricular foramina (foramen of Monro). Cairan serebrospinal akan
terakumulasi di ventrikel ketiga. Kemudian cairan mengalir melalui aqueduct of the
midbrain (cerebral aqueduct) atau aquaduct of Sylvius menuju ventrikel keempat.
Pleksus khoroideus pada ventrikel keempat juga menghasilkan cairan. Cairan
serebrospinal menuju foramen Luschka dan foramen Magendie hingga akhirnya
memasuki rongga subarachnoid melewati 3 lubang terbuka pada ventrikel keempat.
Cairan serebrospinal kemudian melewati kanal bagian tengah medula spinalis dan
pada rongga subarachnoid yang mengelilingi permukaan otak dan medula spinalis.
Cairan serebrospinal secara bertahap diabsorbsi menuju pembuluh darah melalui
vili arachnoid menuju sinus vena durameter. Secara normal, cairan serebrospinal
akan bersirkulasi dengan laju pembentukan dan reabsorpsi yang seimbang. Adanya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1268
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

gangguan sirkulasi atau reabsorpsi menyebabkan sirkulasi CSF terganggu (Tortora


et al., 2012).
Berdasarkan hasil pemeriksaan CT scan pada pasien, terjadinya hidrosefalus
disebabkan karena adanya massa pada cerebellum suspect medulloblastoma
sehingga menyebabkan obstruksi sirkulasi CSF karena menyebabkan blokade pada
saluran aquaduct of Sylvius yang berefek pada ekspansi ventrikel lateral dan
ventrikel serebral ketiga serta kompresi otak. Adanya obstruksi ini mengakibatkan
hidrosefalus nonkomunikan yang ditangani dengan operasi pembuatan jalur untuk
mengalirkan cairan serebrospinal di antara sistem ventricular cerebral dan ruang
sub arachnoid sehingga dapat menurunkan tekanan CSF di otak (Cartwright et al.,
2017).
Terdapat tiga prinsip dalam tatalaksana hidrosefalus, yaitu mengurangi
produksu CSF dengan merusak pleksus koroideus, memperbaiki hubungan antara
tempat produksi CSF dengan tempat absorpsi dan pengeluaran cairan CSF ke dalam
ekstrakranial. Saat di IGD, pasien mendapatkan terapi mannitol sebagai diuretik
untuk mengeluarkan cairan CSF ke dalam ekstrakranial. Pemberian manitol pada
pasien digunakan sebagai efek osmotik untuk menurunkan peningkatan intrakranial
sampai pengobatan yang pasti dapat diterapkan. Manitol bekerja dengan
meningkatkan ekskresi air dan ion natrium dengan cara menarik air dan ion natrium
dari sel parenkim otak untuk dikeluarkan melalui urin sehingga dapat menurunkan
volume cairan intra kranial (Wakai et al, 2007). Dosis pemberian mannitol pada
anak – anak usia 1 bulan sampai 11 tahun sebagai diuretic osmotic untuk edema
cerebral yang di berikan secara injeksi intravena adalah 0,25 – 1,5 g per kg BB
diberikan dalam waktu 30 – 60 menit dan dosis dapat diulang 1 – 2 kali setelah 4 –
8 jam pemberian maksimal 100 g per hari (BNF Children, 2018). Selama menjalani
terapi, pasien mendapatkan terapi mannitol sesuai dosis, yaitu diberikan dengan
6x20 cc. Setelah mannitol dihentikan diberikan terapi asetazolamid yang
merupakan diuretik carbonic anhydrase inhibitor bekerja menghambat enzim
karbonat anhidrase untuk mengurangi pembentukan ion hidrogen dan bikarbonat
dari karbon dioksida dan air sehingga meningkatkan meningkatkan ekskresi ke urin.
Dosis asetazolamid untuk mengurangi peningkatan tekanan intracranial dan untuk

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1269
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

terapi kejang adalah 5 – 7 mg per kg BB setiap 2 – 4 kali sehari maksimal 750 mg


per hari. Pasien mendapatkan terapi acetazolamide dalam rentang terapi yaitu
diberikan dengan dosis 3x50 mg.
Saat masuk di IGD pasien mendapatkan terapi oksigen yang diberikan
melalui nasal canul dengan kecepatan 2 lpm (liter per menit). Pemberian oksigen
dilakukan sebagai terapi suportif karena pasien menunjukkan gejala sesak nafas.
Suplai oksigen ini diharapkan dapat mencegah hipoksia (kadar oksigen dalam
jaringan rendah) dan hipoksemia (kadar oksigen dalam darah rendah) pada pasien
(Palilingan, 2005). Terapi pemberian oksigen dilanjutkan dengan monitoring
kondisi saturasi oksigen pada pasien hingga nilai SpO2 pada pasien > 95%. Selain
itu, pasien mendapatkan terapi cairan NS 0,9% 1000 cc per 24 jam diberikan dengan
kecepatan 20 tpm (tetes per menit) untuk memperbaiki kondisi hemodinamik
pasien, mengganti cairan dan menjaga kesetimbangan cairan pada pasien.
Pasien memiliki riwayat kejang sejak bulan Januari. Pada saat di RSUD Dr.
Saiful Anwar, Malang terapi yang digunakan untuk mencegah kejang adalah
fenitoin iv 3x15 mg. Fenitoin bekerja dengan cara meningkatkan efflux atau
mengurangi influx ion Natrium melewati membran sel pada syaraf selama
pembentukan impuls syaraf sehingga dapat menstabilkan syaraf dan mencegah
terjadinya kejang (DIH, 2015). Dosis fenitoin yang diberikan kepada pasien pediatri
yang mengalami kejang diberikan secara iv adalah 2,5 – 5 mg per kg BB maksimal
7,5 mg per kg BB diberikan dua kali sehari (BNF Children, 2018). Selama
menjalani terapi, pasien mendapatkan terapi fenitoin tepat dosis dengan pemberian
3x15 mg.
Kondisi klinis pasien tampak kepala membesar sehingga mengindikasikan
terjadinya inflamasi. Terapi yang diberikan untuk mengurangi inflamasi pada
pasien adalah dexamethasone. Dexamethasone adalah senyawa glukokortikoid
yang dapat menyebabkan supresi inflamasi dan edema serebral dengan cara
menghambat sintesis fosfolipase A2 sehingga menghambat terbentuknya asam
arakhidonat yang selanjutnya menghasilkan mediator inflamasi (DIH, 2015).
Dexamethasone dipilih karena merupakan glucocorticoid yang memiliki aktivitas
menembus CNS paling baik dibandingkan dengan sediaan glucocorticoid lainnya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1270
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dan memiliki efek antiinflamasi yang paling poten. Dosis pemberian


dexamethasone untuk pediatri sampai berat badan 35 kg adalah loading dose 1-2
mg per kg BB single dose dan dosis dipertahankan 1-1,5 mg per kg BB per hari
maksimal 16 mg per hari dengan dosis terbagi setiap 4-6 jam. Selama menjalani
terapi, pasien mendapatkan terapi dexamethasone masuk dalam rentang dosis
dengan pemberian secara iv sebesar 3x3 mg (DIH, 2015; BNF Children, 2018)
Pasien direncanakan melakukan operasi pemasangan ventriculoperitoneal
(VP) Shunt di RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang. Ventriculoperitoneal shunt adalah
suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk membuang kelebihan cairan
serebrospinal di dalam otak sehingga mengurangi tekanan CSF di otak dengan cara
memasang kateter yang menghubungkan antara ventrikel dengan rongga
peritoneum sebagai tempat absorpsi CSF. Tindakan ini banyak dipilih untuk
pemasangan shunt, karena memiliki beberapa keuntungan, antara lain mudah di
akses oleh dokter bedah, apabila terjadi infeksi jarang menyebar ke organ lain juga
ukuran kateter yang besar dan panjang dapat diletakkan pada rongga peritoneum
tanpa dipengaruhi oleh pertumbuhan pasien (Cartwright et al., 2017).
Menurut Pedoman Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi
(PPAM) Tahun 2019, tindakan operasi pemasangan ventriculoperitoneal (VP)
shunt dapat dimasukkan ke dalam tindakan operasi bersih dengan membuka lapisan
dura. Antibiotika profilaksis yang direkomendasikan untuk tindakan ini adalah
Ceftriaxone. Namun, pada pasien An. F, antibiotika yang digunakan ada Cefazolin
sebagai antibiotika profilaksis dengan dosis 2x350 mg. Hal ini sesuai dengan
guidline pemilihan antibiotika profilaksis bedah pada neurosurgery (ASHP, 2013;
Lukito, 2019). Cefazolin merupakan antibiotika sefalosporin generasi pertama
spektrum luas memiliki efektivitas lebih tinggi terhadap bakteri gram positif yang
banyak menyebabkan SSI (Surgical Site Infection) pada 24 – 48 jam pos operasi.
Cefazolin memiliki sifat lipofilitas yang tinggi sehingga dapat dengan mudah
berpenetrasi ke dalam jaringan. Cefazolin dapat menekan pertumbuhan bakteri
seperti Staphylococcus spp., Streptococcus spp., Eschericia coli dan Klebsiella spp
(Muzayyanah et al., 2018). Dosis yang disarankan untuk cefazolin sebagai

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1271
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

profilaksis bedah pediatri pada neurosurgery untuk tindakan pemasangan shunting


cairan serebrospinal adalah 30 mg/kg BB.
Pasien mendapatkan terapi antrain pre dan post op vp shunt. Antrain
digunakan untuk terapi anti nyeri derajat ringan hingga sedang yang bekerja dengan
cara menghambat enzim COX-1 dan COX-2 sehingga menurunkan pembentukan
mediator inflamasi dan nyeri. Dosis antrain untuk pasien anak-anak dan remaja <
14 tahun adalah 8 – 16 mg per kg BB dapat diulang sampai 4x sehari setiap 6 – 8
jam (DIH, 2015). Sehingga, secara perhitungan pasien mendapatkan dosis 88 – 176
mg. Namun, pasien mendapatkan dosis 300 mg. Hal ini menunjukkan ada Drug
Related Problems pada pasien yaitu dose too high. Meskipun antrain baik
ditoleransi pada banyak pasien sehingga insiden terjadinya overdosis antrain sangat
kecil. Namun terdapat kejadian yang menunjukkan kondisi overdosis antrain,
seperti toksisitas pada gastrointestinal yang ditandai dengan terjadinya mual,
muntah dan nyeri perut hebat, toksisitas pada ginjal terjadinya non oligouric acute
renal failure dan terjadinya sinus takikardi. Sehingga apoteker perlu menyarankan
penggunaan antrain sesuai dosis lazim dan melakukan monitoring tanda-tanda
overdosis antrain (Nikolova et al., 2013).
Pasien juga mendapatkan terapi ranitidin untuk premedikasi operasi dengan
dosis 10 mg dan profilaksis stress ulcer dengan dosis 25 mg. Ranitidin bekerja
dengan cara antagonis histamin (AH2) pada sel parietal lambung sehingga
mengurangi sekresi asam lambung dan mencegah terjadinya mual muntah pada
pasien. Ranitidin digunakan untuk profilaksis stress ulcer secara iv lambat dengan
dosis pediatri umur 1 bulan – 11 tahun adalah 1 mg per kg BB setiap 6 – 8 jam
maksimal 50 mg per dosis diberikan melalui infus intermiten dengan laju 25 mg per
jam (BNF Children, 2018). Selama terapi mulai tanggal 11 Maret sampai 12 Maret,
pasien mendapatkan ranitidin 25 mg. Hal ini menunjukkan ada Drug Related
Problems pada pasien yaitu dose too high. Ranitidin beresiko terhadap fungsi ginjal
pasien karena dapat meningkatkan klirens kreatinin pasien sehingga apoteker perlu
mengkonfirmasi dosis ranitidine untuk diberikan sesuai dosis lazimnya yaitu 10 mg.
Penggunaan parasetamol diindikasikan pada pasien karena pasien
mengeluhkan demam (suhu tubuh pasien > 37oC). Parasetamol dapat digunakan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1272
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

untuk menurunkan demam dengan cara bekerja pada pusat pengatur suhu di
hipotalamus selain itu parasetamol juga dapat menghambat sintesis prostaglandin
sehingga dapat mengurangi nyeri. Dosis parasetamol yang diberikan pada pasien
adalah 15 – 20 mg per kg BB setiap 4 – 6 jam maksimal 75 mg per kg BB dalam
sehari (BNF Children, 2018). Selama menjalani terapi, pasien mendapatkan dosis
parasetamol dalam rentang terapi yaitu dengan pemberian 3x200 mg.
Selain dosis penggunaan antrain dan ranitidin yang diatas dosis lazim pada
pasien pediatri, Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi pada pasien adalah
adanya duplikasi terapi analgesik pada pasien dengan mendapatkan terapi antrain
dan parasetamol pada hari yang sama. Kedua obat tersebut memiliki efek analgesik
dengan cara menghambat jalur cyclooxygenase (COX) sehingga dapat menurunkan
produksi prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi dan nyeri. Intervensi
yang dilakukan atas DRPs ini adalah memisahkan jadwal pemberian obat. Antrain
akan diberikan perawat melalui injeksi sesuai jam pemberian obat di RSUD Dr.
Saiful Anwar yaitu jam 08.00 sedangkan PCT dapat diberikan pada pasien lebih
awal dan dapat diulang pemberiannya apabila pasien mengalami demam.
Setelah menjalani terapi di RSUD Dr. Saiful Anwar, kondisi pasien
membaik dan memenuhi kriteria KRS, yaitu kondisi pasien stabil, yaitu kejang
berkurang, tidak ada demam dan tidak ada tanda-tanda terjadinya infeksi post vp
shunt sehingga pasien dapat dipulangkan. Terapi yang diterima oleh pasien saat
KRS adalah Asam valproat po 2x150 mg dan PCT Syr 3x200 mg. Asam valproate
diberikan sebagai terapi mencegah terjadinya kejang pada pasien karena bekerja
dengan cara meningkatkan aktivitas GABA pada post sinaps reseptor. Dosis asam
valproat pada pasien berumur 1 bulan – 11 tahun, dosis awal 10 – 15 mg per kg BB
sehari dengan 2 – 4 dosis terbagi maksimal 600 mg sehari dan dipertahankan
dengan dosis 25 – 30 mg per kg BB sehari dengan 2 – 4 dosis terbagi tidak lebih
dari 40 mg/kg BB sehari. Terapi asam valproat yang diterima pasien masuk dalam
rentang terapi yaitu diberikan dengan dosis 2x150 mg (DIH, 2015; BNF Children,
2018).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1273
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Asuhan kefarmasian:
1. Parasetamol diminum saat pasien demam atau panas dengan dosis 3x200
mg. Parasetamol diberikan dalam sediaan sirup di minum dengan cara
mengambil 8 ml sirup parasetamol dengan menggunakan spuit
2. Asam valproat diminum rutin dengan dosis 2x150 mg. Asam valproate
diberikan dalam sediaan sirup diminum dengan cara mengambil 3 ml sirup
asam valproate dengan menggunakan spuit.

Terapi non farmakologis:


1. Meningkatkan asupan makanan tinggi antioksidan yang dapat diperoleh dari
sayur, seperti wortel, brokoli, bayam atau buah, seperti papaya, alpukat,
jambu biji.
2. Meningkatkan asupan makanan yang mengandung omega 3, seperti yang
terdapat pada ikan laut
3. Mengurangi makanan tinggi lemak dan makanan olahan, seperti permen,
daging olahan
4. Mengurangi makanan yang mengandung lemak jenuh, juga termasuk
makanan yang digoreng, makanan siap saji dan lainnya seperti keju, susu
kaleng, dan lain lain
5. Menghindari stress

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1274
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan Analisa dan hasil observasi pada pasien An. F (23 bulan) yang
terdiagnosa severe hydrocephalus pro vp shunt + Susp. Medulloblastoma yang
menjalani terapi di RSUD Dr. Saiful Anwar pada tanggal 11 Maret – 15 Maret dapat
disimpulkan:
1. Pemberian terapi pada pasien telah sesuai dengan literataur dan hasil
assessment yang terjadi perbaikan kondisi klinis pada pasien
2. Terdapat Drug Related Problems (DRPs) aktual yang terjadi pada pasien,
yaitu dose too high pada pasien pediatri antara lain dosis santagesik dan
ranitidin dapat diberikan sesuai dosis lazim (dosis lazim santagesik adalah
8 – 16 mg per kg BB dan dosis lazim ranitidine adalah 1 mg per kg BB) dan
duplikasi analgesik dengan terapi antrain dan parasetamol

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1275
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

American Brain Tumor Association (ABTA). Di akses maret, 2020.


Medulloblastoma. Available from: http://www.abta.org/.
American Pharmacist Association. 2015. Drug Information Handbook with
International Trade Name Index. United State: Lexicomp
American Society of Health System Pharmacist. 2013. Clinical practice guidelines
for antimicrobial prophylaxis in surgery. American Journal Health System
Pharmacist. Vol. 70, No. 1 p. 195 – 283
Apriyanto, A., Agung, R.P. and Sari, F., 2013. Hidrosefalus Pada Anak. Jambi
Medical Journal, 1(1).
Campbell, William W. 2015. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins
Cartwright, C. C., Wallace, D. C., 2017. Nursing care of the pediatric neurosurgery
patient. USA: Springer
Ellenbogen, Richard G. Abdulrauf, Saleem I,Sekhar, Laligam N. 2012. Principles
of Neurological Surgery, 3rd edition. Philadelphia: ELSEVIER-
SAUNDERS
Ibrahim S, Rosa AB, Harahap AR. 2012. Hydrocephalus in children. In:
Sastrodiningrat AD, ed. Neurosurgery lecture notes. Medan: USU Press;
Hal 671-80.
Jallo G.I. Medulloblastoma. 2014. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1181219. Accessed Maret, 2020.
Komite Penanggulangan Kanker Nasional. 2017. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran: Tumor Otak. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Kunschner L.J.2002. Harvey Cushing and medulloblastoma. Arch Neurol. 59:642-
5.
Louis D., Ohgaki H., et al.2007. WHO classification of tumours of the central
nervous system. Lyon: International Agency for Research on Cancer.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1276
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Lukito, J. I., 2019. Antibiotik profilaksis pada tindakan bedah. Cermin Dunia
Kesehatan. Vol. 46, No. 1, hal. 777 – 783
Milani Sivagnanam and Neilank K. Jha. 2012. Hydrocephalus: An Overview,
Hydrocephalus. Ropper dkk, 2005
Muzayyanah, B., Yulistiani, Hasmono, D., Wisudani, N., 2018. Analysis of
Prophylactic Antibiotics Usage In Caesarean Section Delivery. Fol Med
Indones, Vol. 54, No. 3, hal. 161 – 166
Nikolova, I., Petkova, V., Tencheva, J., Benbasat, N., Voinikov, J., Danchev, N.,
2013. Metamizole: A review profile of A well-known “forgotten” drug. Part
II: clinical profile. Biotechnologi. Vol. 27 p. 3605 – 3619
Ojo, O. A., Elebute, O., Kanu, O. O., Popoola, O. A., 2013. Unusual complication
of ventriculoperitoneal shunt. Romanian Neurosurgery. Vol. 20, No. 4, p.
1-4
R. Sjamsuhidat dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta :
EGC, hal 809-810.
Rizvi, P., and Anjum, Q., 2005. Hydricephalus in children. Journal of Pakistan
Medical Association.
Rutka J.T., Hoffman H.J.1996. Medulloblastoma: a historical perspective and
overview. J Neurooncol.29:1-7.
Said Alfin Khalilullah. 2011. Review Article Hidrosefalus. RSUD dr.Zainoel
Abidin Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Satyanegara. 2010. Buku Ajar Bedah Saraf Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. P.267-89.
Snell, Richard S.Clinical. 1997. NEUROANATOMY 4th Edition. Lippincott-
Raven.
Starr, P. A., Barbaro, N. M., Larson, P. S., 2009. Neurosurgical operative atlas. 2 nd
Ed. California: Thieme
Tortora, G. J., Derrickson, B., 2012. Principles of Anatomy and physiologu. 5h Ed.
USA: John Wiley & Sons
Wakai A, Roberts I, Schierhout G. 2007. Mannitol for acute traumatic brain injury.
Cochrane Database Syst Rev. BNF Children, 2018

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1277
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Warf, B. C. 2008. Strategy for treatment of Hydrocephalus in developing countries.


Zahl, S.M., Egge, A., Helseth, E. and Wester, K., 2011. Benign external
hydrocephalus: a review, with emphasis on management. Neurosurgical
review, 34(4), pp.417-432.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1278
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN

SOAP HARIAN
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
HARI / TANGGAL TINDAKAN / PERKEMBANGAN KLINIK / MASALAH
S O A P
SABTU / 14 MARET • Pasien pindahan dari R12 TTV (14/03/2020) 1. NS 0,9% 100 cc/24 jam METO :
2020 HCU Post OP VP Shunt Suhu = 37o C • Indikasi : Terpi cairan dan elektrolit Kondisi lemas pada pasien
(12/03/2020) Nadi = 110 x/menit pasien. berkurang
• Pasien mengeluhkan RR = 23 x/menit Na = 154 mEq, Cl = 154 mEq MESO :
sesak • Mekanisme : Sumber utama kation Hipernatremi, hipokalemi,
• Kejang dan bergetar Terapi : ekstraseluler, keseimbangan cairan dan overhidrasi
NS 0,9% 1000 cc/24 jam elektrolit, mengatur tekanan osmotic dan PLAN :
O2 NC 2 lpm distribusi cairan. Monitoring keluhan pasien.
Antrain IV 3 x 300mg • Do : Untuk keseimbangan cairan
Ranitidin IV 2 x 10mg natrium → 1-2 mEq/kgBB/24 jam,
Parasetamol PO 3 x 200mg namun disesuaikan dengan kebutuhan
pasien.
• ESO : Hipernatremi, hypokalemia,
overhidrasi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1279
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. O2 NC 2 lpm METO :
• Indikasi : Hipoksemia (O2 pada darah SpO2 > 95%
menurun) dan hipoksia (O2 pada MESO :
jaringan menurun). Kedutan, kejang.
• Mekanisme : O2 berikatan dengan PLAN :
hemoglobin melalui difusi membrane Monitoring keluhan pasien.
kapiler dan akan masuk ke jaringan.
• Do : 2 lpm → O2 conc 23 – 28%
• ESO : Kejang, kedutan.

3. Antrain 3 x 300mg METO :

• Indikasi : Terapi nyeri ringan – sedang. Monitoring terhadap respon

• Mekanisme : Menghambat COX 1 dan nyeri yaitu apakah pasien

COX 2 sehingga menurunkan kerja menangis atau tidak.

mediator inflamasi (prostaglandin) MESO :

sehingga nyeri berkurang. Nyeri perut, agranulositosis.


PLAN :
• Do : Untuk pasien anak dan remaja
Monitoring keluhan nyeri
kurang dari 14 tahun → 8 – 16
pasien.
mg/kgBBdiulang sampai 4 kali sehari
tiap 6 – 8 jam.
• ESO : Nyeri perut, agranulositosis
• DRP : Dose too high

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1280
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

(BB pasien = 11 kg dengan dosis 88 –


176 mg. Tetapi dosis yang diberikan
pada pasien adalah 300 mg → Intervensi
untuk konfirmasi ke dokter)

4. Ranitidin 2 x 10mg METO :


• Indikasi : Mencegah mual dan muntah Nyeri perut berkurang, mual
pada pasien. dan muntah berkurang.
• Mekanisme : Antihistamin (AH2) di sel MESO :
parietal lambung sehingga menurunkan Sakit kepala, reaksi
produksi asam lambung dan hipersensitivitas.
menurunkan mual muntah. PLAN :
• Do : Profilaksis untuk stress ulser anak 1 Monitoring keluhan pasien.
bulan – 11 tahun → 1 mg/kgBB setiap 6
– 8 jam. Maksimal 50 mg / hari.
• ESO : Bingung, sakit kepala, reaksi
hipersensitivitas.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1281
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

5. Parasetamol 3 x 200mg METO :


• Indikasi : Demam, nyeri ringan – Demam berkurang yang
sedang. ditunjukkan dengan suhu
• Mekanisme : Bekerja pada pusat pasien 36 – 37 C o

pengatur suhu di hipotalamus sebagai MESO :


antipiretik dan menghambat sintesis Reaksi alergi,
prostaglandin sehingga nyeri berkurang. hipersensitivitas, SSJ.
• Do : 20 mg/kgBB diberikan tiap 4 – 6 PLAN :
jam maksimal 4x dosis per hari. Monitoring keluhan pasien.

• ESO : Reaksi alergi,ruam kulit, nyeri


perut.
• DRP : Duplikasi obat dengan antrain
sebagai analgesik. Intervensi untuk
konfirmasi ke dokter.
• Plan : Antraindiberikan perawat sesuai
jam RS (09.00). PCT diminumkan
kepada pasien hanya jika pasien demam.
• Ketersediaan Obat : 120 mg/5 ml
Dosis 200 mg → Volume 200/120 x 5
ml = 8 ml. Maka obat diambil sebanyak
8 ml dengan spuit 10 ml.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1282
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

MINGGU / 15 Keadaan umum pasien Obat KRS : • Terapi parasetamol dilanjutkan.


MARET 2020 stabil maka pasien Parasetamol PO 3 x 200 mg 6. Asam Valproat METO :
diperbolehkan untuk KRS. Asam Valproat 2 x 150 mg • Indikasi : Terapi tunggal atau kombinasi Kejang berkurang.
/ tambahan pada pengobatan partial MESO :
seizure. Mual, muntah, perdarahan.
• Mekanisme : Sebagai antiepilepsi PLAN :
denganmeningkatkan aktivitas GABA. Monitoring keluhan pasien.

• Do : 10 – 15 mg/kgBB/hari. Maksimal
60 mg/kgBB. Terapi Non Farmakologi :

• BB pasien = 11 kg maka dosis yang • Makan makanan kaya

diberikan → 110 – 165 mg/hari. antioksidan seperti buah

• ESO : Perdarahan, memar, dan sayur.

hiperammonemia, mual, muntah, • Stop MSG.

trombositopenia. • Hindari stress pada

• Ketersediaan : 250 mg/5 ml. orangtua pasien.

Dosis = 150 mg → Volume 150/250 x 5 • Minum suplemen


ml = 3 ml. Maka obat diambil sebanyak makanan seperti apialys.
3 ml dengan spuit 5 ml atau 10 ml.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1283
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis kefarmasian pada pasien


perforasi membrane timpani
+ CKR 456 + open wound region
parietal + chance fr. vert. toracal XII
+ burst fr. vert. lumbal III

(13 Maret – 18 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1284
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis kefarmasian pada pasien perforasi membrane timpani


+ CKR 456 + open wound region parietal + chance fr. vert.
toracal XII + burst fr. vert. lumbal III”

di Instalasi Rawat Inap II Bedah

Oleh:
Kelompok IRNA II Bedah
(13 Maret – 18 Maret 2020)

1. Tutut Dwi Cahyati, S.Farm (051913143031)


2. Anisah Riza Safana, S.Farm (051913143057)
3. M. Rasyid Hibatullah, S.Farm (051913143062)
4. Deasy Anisa K., S.Farm (051913143123)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1285
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis kefarmasian pada pasien perforasi membrane timpani


+ CKR 456 + open wound region parietal + chance fr. vert.
toracal XII + burst fr. vert. lumbal III”

di Instalasi Rawat Inap II Bedah


Oleh:
Kelompok IRNA II Bedah
(13 Maret – 18 Maret 2020)

1. Tutut Dwi Cahyati, S.Farm (051913143031)


2. Anisah Riza Safana, S.Farm (051913143057)
3. M. Rasyid Hibatullah, S.Farm (051913143062)
4. Deasy Anisa K., S.Farm (051913143123)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis IRNA II Bedah


IRNA II Bedah

(ACC via Whatsapp 04/04/2020) (ACC via Whatsapp 06/04/2020)

Pusparani Aisyah, S.Farm., Apt Agustinus Santoso M.Farm.Klin., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1286
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan Perforasi Membran Timpani


1.1.1 Definisi
Membran timpani terletak miring di ujung saluran telinga eksternal,
memisahkan telinga luar dan tengah. Membran timpani memiliki tiga lapisan yang
berasal dari partisi antara alur cabang pertama dan kantong faring. Lapisan tersebut
terdiri dari lapisan epitel luar, lapisan fibrosa tengah dan lapisan mukosa bagian
dalam. Perforasi membran timfani berarti adanya lubang atau sobekan pada
membran timfani tersebut (Olowooker, 2008).

1.1.2 Etiologi
Perforasi membran timpani diakibat oleh trauma pada telinga, agen infektif,
tumor, atau penyebab iatrogenik. Penyebab yang teridentifikasi termasuk benda
asing atau instrumentasi atau alat suntik tidak terampil; kompresi udara mendadak
seperti di tinju, tamparan tangan, ledakan. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh
otitis media supuratif akut (ASOM) dan otitis media supuratif kronis (OMSK).
OMSK ditemukan lebih umum di Nigeria dan sangat terkait dengan status sosial
ekonomi rendah biasanya mengakibatkan presentasi terlambat (Olowooker, 2008).

1.1.3 Patofisiologi
Gendang telinga cenderung sembuh dengan sendiri. Bahkan gendang
telinga yang telah dilubangi berkali-kali sering tetap utuh. Kadang-kadang,
perforasi sembuh dengan membran tipis yang hanya terdiri dari lapisan epitel
mukosa dan skuamosa tanpa lapisan tengah berserat. Neomembran seperti itu
mungkin sangat tipis sehingga bisa disalahartikan sebagai perforasi, bukan
perforasi yang disembuhkan. Neomembran dapat tertarik ke dalam telinga tengah,
kadang-kadang membuatnya lebih sulit untuk dibedakan dari perforasi yang
sebenarnya. Pemeriksaan di bawah mikroskop operasi mengatasi ambiguitas.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1287
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Retraksi yang dalam, terutama di kuadran superior posterior gendang telinga, dapat
menunjukkan pembentukan kolesteatoma.
Perforasi menyebabkan telinga lebih rentan terhadap infeksi saat air
memasuki saluran telinga. Air yang terkontaminasi bakteri melewati perforasi
menyebabkan infeksi. Ketegangan permukaan air dapat melindungi telinga dari
penetrasi melalui perforasi yang sangat kecil. Hal ini menyebabkan tingkat infeksi
yang lebih tinggi dari mencuci rambut daripada dari aktivitas berenang (sabun
menurunkan tegangan permukaan sehingga air dapat masuk ke telinga tengah).
Perforasi merupakan kontraindikasi absolut terhadap irigasi untuk menghilangkan
serumen. Riwayat perforasi juga merupakan kontraindikasi absolut kecuali jika
pengetahuan pribadi yang diperoleh dari pemeriksaan sebelumnya menunjukkan
gendang telinga yang utuh (Howard, 2018).

1.1.4 Manifestasi Klinik


Gejala perforasi membran timpani dapat berupa suara bersiul yang
terdengar saat bersin dan hidung bertiup, penurunan pendengaran, dan
kecenderungan infeksi selama pilek dan ketika air memasuki saluran telinga.
Perforasi tanpa komplikasi oleh infeksi atau kolesteaoma tidak menyakitkan.
Adanya rasa sakit harus dikonsultasikan dengan dokter untuk proses penyakit
bersamaan (Howard, 2018).

1.1.5 Penatalaksanaan Terapi


Tujuan terapi medis untuk perforasi adalah mengendalikan otorrhea. Obat
topical telinga yang dioleskan membawa risiko ototoxicity, sehingga hindari obat
tetes telinga yang mengandung gentamisin, neomycin sulfate, atau tobramycin
pada perforasi membran timpani. Antibiotik sistemik kadang-kadang digunakan
ketika mengendalikan otorrhea dari perforasi membran timpani (Howard, 2018).
Pengobatan spesifik biasanya tidak diperlukan. Profilaksis antibioatic oral
spektrum luas atau tetes telinga mungkin diperlukan jika terdapat kontaminan yang
masuk melalu perforasi pada luka kotor (Miyamoto, 2019)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1288
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2 Tinjauan Cedera Otak Ringan 456


1.1.1 Definisi
Cedera pada kepala dapat melukai baik bagian cranium (tengkorak)
maupun serebrum (otak). Cedera tersebut dapat mengakibatkan luka kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, kerusakan pembuluh darah intra-
maupun ekstraserebral, dan kerusakan jaringan otak. Cidera otak pada anak-anak
biasanya dikarenakan jatuh, kekerasan, dan kecelakaan kendaraan (DiPiro, 2016).
Klasifikasi cedera otak berdasarkan derajat kesadaran Glasgow Coma Scale
(GCS). Derajat kesadaran ini dinilai berdasarkan respon yang diberikan pasien
terhadap rangsangan pada mata, verbal, dan motorik. Penilaian kesadaran
berdasarkan GCS dapat dilihat dari tabel berikut (DiPiro, 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1289
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dari total skor GCS yang didapat dapat diklasifikasikan tingkat keparahan
cidera yang diderita oleh pasien. Klasifikasi cidera otak berdasarkan GCS dapat
dilihat pada tabel berikut.
Kategori GCS Gambaran Klinik CT-SCAN

Cedera otak ringan 13-15 Pingsan <10 menit, defisit Normal


neurologik (-)
Cedera otak sedang 9-12 Pingsan >10 menit s/d <6 Abnormal
jam, defisit neutologik (+)
Cedera otak berat 3-8 Pingsan >6 jam, defisit Abnormal
neurologik (+)

1.1.2 Etiologi
Penyebab dari Cedera Otak Ringan diantarannya:
a. Terjadi spasme pembuluh darah intracranial
b. Kecelakaan otomotif/tabrakan, kecelakaan industri, atau kecelakaan
pada saat olahraga
c. Gejala depresi
d. Tertimpa benda keras

1.1.3 Patofisiologi
Secara neurologis trauma otak dapat terjadi secara langsung sebagai akibat
dari cedera utama atau cedera sekunder yang terjadi dalam beberapa menit, jam,
atau hari. Cedera primer melibatkan transfer eksternal energi kinetik ke berbagai
komponen struktural otak (misalnya, neuron, sinapsis saraf, sel glial, akson, dan
pembuluh darah serebral). Cedera otak primer terjadi akibat kekuatan biomekanik
sebagai kontak (misalnya, pukulan benda tumpul, cedera penetrasi-misil) dan
akselerasi / deselerasi (misalnya, gerakan otak sesaat setelah kecelakaan kendaraan
bermotor), memar, dan / atau pendarahan. Cedera primer dikategorikan lebih lanjut
sebagai fokus (misalnya, memar, hematoma) atau difus (gaya geser atau regangan,
yang terutama mempengaruhi akson di dalam otak (yaitu, cedera aksonal difus).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1290
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Patofisiologis yang dipicu oleh cedera otak primer dapat terjadi apabila
mengganggu keseimbangan sistem saraf pusat (CNS) normal antara pasokan dan
permintaan oksigen yang mengakibatkan krisis metabolisme. Hipotensi khususnya
selama awal pasca periode trauma adalah kontributor utama ketidakseimbangan.
Hasil akhirnya ketidakseimbangan ini mungkin memicu patofisiologis utama
cedera sekunder.
Otak sangat rentan terhadap iskemia karena kebutuhan energi istirahat yang
tinggi dan kapasitasnya yang terbatas untuk menyimpan oksigen, glukosa, dan
adenosine triphosphate (ATP). Faktor-faktor yang dapat mengurangi pasokan
oksigen otak adalah kondisi setelah cedera otak termasuk edema serebral, lesi
massa yang meluas (mis. hematoma epidural, subdural, dan intraserebral),
vasospasme serebral, dan hilangnya kontrol vasoregulasi
Edema serebral vasogenik dapat berkembang sebagai konsekuensi dari
kerusakan endotel kapiler otak dan gangguan sawar darah-otak. Edema otak
sitotoksik adalah konsekuensi dari hilangnya integritas dinding sel yang menyertai
iskemia atau hipoksia dengan akumulasi asam laktat sekunder akibat metabolisme
anaerob. Dengan terjadinya edema vasogenik dan sitotoksik dapat terjadi ekspansi
ruang cairan intraseluler dan ekstraseluler. Tekanan intrakranial tinggi (ICP)
adalah konsekuensi paling merusak dari pembentukan edema serebral dan terjadi
ketika volume jaringan otak meningkat. Peningkatan ICP yang signifikan
selanjutnya dapat membahayakan aliran darah otak (CBF) dan memperpanjang
edema sitotoksik. Hipoksemia bisa lebih jauh memperburuk penurunan lokal
dalam pasokan oksigen otak setelah gagal napas akut dan hipotensi sistemik.
Permintaan metabolisme juga dapat meningkat setelah neurotrauma sekunder
akibat kejang, agitasi, dan peningkatan suhu.
Dua titik akhir cedera neuron sekunder adalah: (a) nekrosis sel tidak
tergantung energi yang ditandai dengan lisis sel membran, edema, dan peradangan,
dan (b) apoptosis yang tidak bergantung pada energi yang mengarah pada
penyusutan sel dan pembubaran sel membran. Apoptosis, yang juga dikenal
sebagai kematian sel terprogram, membutuhkan proses kaskade intraseluler untuk
menyebabkan kematian sel.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1291
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Hilangnya homeostasis ionik menjadi peristiwa kunci dalam menyebabkan


cedera otak sekunder setelah iskemia serebral Masuknya natrium, klorida,
magnesium, dan air dengan aliran kalium kedalam sel dapat menyebabkan edema
sitotoksik dan disfungsi pompa Na+- K+-ATPase. Masuknya kalsium ke ujung
terminal neuron presinaptik yang rusak dimediasi oleh saluran kalsium
tegangansensitif tipe-N. Masuknya ion tersebut untuk menstimulasi pelepasan
berlebihan amina glutamat. Amina ini kemudian terakumulasi dalam celah sinaptik
neuronal akibat kegagalan pembentukan energi seluler. Hasilnya adalah stimulasi
sel-sel postinaptik yang berkelanjutan, yang dapat menghasilkan perpanjangan
neurotoksisitas dan kematian sel. Masuknya kalsium dan natrium tambahan
dirangsang oleh aktivasi reseptor ionofor termasuk reseptor N-methyld-aspartate
(NMDA). Masuknya kalsium dan akumulasi intraselulernya memulai sejumlah
peristiwa yang menguatkan dan memperlama cedera neuron sekunder (DiPiro,
2016).
Konsentrasi kalsium intraseluler yang tinggi menyebabkan disfungsi
mitokondria, yang selanjutnya menghambat respirasi sel, suatu proses yang sudah
dipengaruhi oleh iskemik dan / atau hipoksia. Efek buruk kalsium yang kedua
adalah merangsang aktivasi enzim autodestruktif, termasuk fosfolipase,
endonuklease, dan protease, seperti keluarga enzim caspase. Efek fosfolipase A
stimulasi pembentukan beberapa metabolit asam arakidonat yang berasal dari lipid
membran: tromboksan A2, prostaglandin, dan leukotrien. Selanjutnya efek dari
metabolit ini adalah peroksidasi lipid dan pembentukan spesies oksigen reaktif.
Cedera yang dimediasi sel yang melibatkan mediator inflamasi (misalnya, sitokin
proinflamasi) dan nitrat (DiPiro, 2016).

1.1.4 Manifestasi Klinik


a. Tanda terjadinya cedera otak (DiPiro, 2016)
i. Cerebrospinal Fluid (CSF) otorea atau rinorea, kejang, pupil
tidak reaktif dapat diindikasikan cedera serius.
ii. Perubahan status mental secara cepat mengindikasikan kuat
adanya pelebaran lesi pada bagian tengkorak.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1292
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

iii. Kondisi kebigungan dari kondisi sadar dan tanda-tanda tidak


responsif sepenuhnya (GCS) dapat diindikasikan cedera otak
akut.
b. Gejala terjadinya cedera otak (DiPiro, 2016)
Amnesia Post-traumatik (lebih lama dari 1 jam), pusing meningkat,
sakit kepala sedang hingga berat, mual, muntah, lemah anggota badan, atau
parastesia dapat diindikasikan cedera yang lebih serius

1.1.5 Penatalaksanaan Terapi


A. Traumatic Brain Injury (TBI)
Tujuan terapi untuk pasien TBI yakni menurunkan morbiditas dan
mortalitas dan mengoptimalkan fungsi terapi jangka panjang dan jangka
pendek, antara lain membuat jalur pernafasan lebih adekuat, menjaga antara
kebutuhan dan penggunaan oksigen, serta sebagai preventif cedera otak
sekunder dan terjadinya komplikasi. Manajemen terapi TBI dapat dilihat
pada gambar dihalaman berikutnya.
a. Agen hiperosmolar
Manitol dapat bekerja secara efektif dalam mengontrol ICP pada
dosis 0,25-1 gg/kg BB. Selain itu salin hipertonik dapat diberikan
pada kondisi TBI pasien berat yang disertai hipertensi intrakranial.
b. Profilaksis infeksi
Antibiotik digunakan untuk mencegah terjadinya pneumonia.
c. Profilaksis trombosis vena
LMWH atau dosis rendah unfractionated heparin dapat digunakan
sebagai agen profilaksis.
d. Anestesi, analgesik dan sedatif
Barbiturat untuk hemodinamik. Dan propofol untuk kontrol ICP.
e. Profilaksis antikejang
Fenitoin atau valproat tidak direkomendasikan untuk terapi
pencegahan yang terlambat Post traumatic seizure PTS (>7hari),

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1293
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

namun antikonvulsan dapat diindikasikan untuk menurunkan


insiden pada PTS awal (selama 7 hari setelah cedera).
f. Kortikosteroid
Steroid tidak direkomendasikan untuk meningkatkan hasil terapi
atau menurunkan ICP pada pasien dewasa

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1294
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

B. Terapi untuk hipertensi intracranial


Penggunaan analgesik dan sedatif bertujuan untuk mengatasi
hipertensi intrakranial. Secara langsung gejala akan diikuti dengan nyeri,
agitasi, kelebihan gerakan otot. Manajemen terapi untuk HT intrakranial
dapat dilihat pada gambar berikut.

• Morfin sulfat : umumnya untuk analgesik dan sedatif


• Infusi kontinu fentanyl dan sufentanyl : untuk ICP ringan
• Propofol : terapi sedasi untuk pasien TBI
• Midazolam : terapi sedasi alternatif

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1295
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Diuretik osmotik : manitol, furosemid (alternatif diuretik)


• Barbiturat : pentobarbital dan tiopental. Dosis barbiturat haris di
tappering setelah 24 – 72 jam.
• Kortikosteroid : untuk mencegah dan menurunkan edema serebri
C. Terapi dan Profilaksis Komplikasi
Diazepam (5-40 mg dewasa), lorazepam (2-8 mg dewasa), diikuti
dengan fenitoin (IV loading dose: 15-20 dan 10-15 mg/kg) untuk mencegah
recurrence seizure.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1296
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3 Tinjauan Open wound regio parietal


1.1.1 Definisi

Open wound atau luka terbuka adalah cedera internal atau eksternal yang
membuat jaringan internal terpapar ke lingkungan eksternal.
1.1.2 Etiologi
Luka terbuka melibatkan kerusakan pada kulit yang membuat jaringan
internal terpapar. Luka terbuka dapat terjadi akibat jatuh, trauma tumpul, dan
operasi. Pada kasus, luka terbuka terjadi pada tempurung kepala pasien.

1.4 Tinjauan Chance fracture vertebra thotacal XII


1.1.1 Definisi

Chance fracture juga disebut sebagai seatbelt fracture, adalah


cedera tipe fleksi-distraksi tulang belakang yang memanjang yang
melibatkan ketiga kolom tulang belakang (Makhi et al., 2017).

1.1.2 Etiologi
Riwayat yang paling sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor atau
penumpang yang duduk di kursi belakang atau orang yang jatuh dari ketinggian
(Nelwan, 2017).
1.1.3 Patofisiologi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1297
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Thoracolumbal spinal junction mewakili area transisional dari tulang


belakang thoracic yang rigid kedaerah lumbal yang lebih mobile. Stabilitas intrinsic
vertebra thoracal adalah costa dan tulang belakang serta persendiannya, discus
spaces yang lebih sempit dan mengarah pada frontal facet joint. Sebagai dua
vertebra thoracic yang lebih rendah (Th11- 12) , hilangnya sambungan costa
anterior (floating ribs) dan facet joint juga bisa berganti arah menjadi oblique atau
sagital, sehingga memungkinkan peningkatan pergerakan.
Kekuatan flexi distraksi menyebabkan terjadinya FrakturChance. Biasanya
berhubungan dengan pemakaian seatbelt, mekanisme ini mengakibatkan cedera
ligament komplit atau kombinasi antara tulang, ligament dan keterlibatan discus.
Terkait dengan perbedaan anatomi dengan mekanisme cedera, Smith dan
Kaufer melaporkan pada tahun 1969 bahwa Fraktur Chanceterjadi antara LI dan L2.
Sebagian besar cedera pada punggung bagian bawah berada di thoracolumbal
junction karena mobilitasnya relative meningkat.Hal ini juga berlaku pada
cervicothoracic junction. Tingkat cedera bervariasi sesuai dengan usia pasien dan
perubahan anatomi (Nelwan, 2017).

1.3.4 Penatalaksanaan Terapi


Pengobatan chance fracture bergantung pada tingkat gejala neurologis. Jika
pasien datang dengan tanda-tanda cedera spinal cord dan CT scan atau MRI
menunjukkan kemungkinan cedera yang tinggi pada spinal cord, maka
direkomendasikan pembedahan. Operasi dilakukan untuk menekan spinal cord dan
untuk menstabilkan tulang belakang digunakan batang logam dan sekrup, ini
mencegah tulang belakang bergerak lebih jauh dari posisi, sehingga menekan spinal
cord. Pengobatan chance fracture pada seseorang yang tidak memiliki tanda cedera
neurologis lebih sulit. Tujuan utamanya adalah untuk melindungi spinal cord dari
cedera lebih lanjut (ini terjadi jika tulang belakang tidak stabil dan vertebra
tergelincir lebih jauh dari posisi). Jika tulang belakang tidak mengalami kerusakan
yang signifikan dan tidak ada kerusakan posterior spinal ligament maka pasien
dapat diobatidengan cara close reduction dan immobilisasi, brace yang
mengelilingi dada dan punggung untuk memberikan stabilitas sementara, atau

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1298
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

disebut Thoracolumbar Orthosis (TLSO) atau hyperekstensi cast. Operasi


merupakan indikasi pada beberapa kasus. Obesitas merupakan kontraindikasi relatif
pada penanganan non operasi. Dan juga dalam kasus multiple trauma, operasi dapat
dilakukan untuk menstabilkan cedera. Namun ada tanda-tanda cedera ligament
posterior pada MRI, atau perubahan alignment vertebra pada sinar-X, maka operasi
biasanya dilakukan untuk mencegah perkembangan deformitas tulang belakang dan
resiko potensial untuk masalah neurologis. Sistem scoring disebut TLICS
(Pronounced T-Licks), memberikan rekomendasi yang lebih pasti untuk operasi
dan pengobatan non operasi dengan scoring berdasarkan cedera. 1. Pola fraktur
yang terkena (vertebra), 2.cedera kompleks ligament posterior, 3. Apakah ada
defisit neuroliogis.
Non Operatif
Chance fracture umumnya dapat ditangani dengan immobilisasi,
menempatkan pasien pada Risser table dengan hiperextensi pada thoracolumbar
junction. Dapat diaplikasikan dengan fiberglass dan plaster cast. Alternatif, dibuat
cetakan dan TLSO untuk stabilisasi. Seleksi pasien sangat penting untuk
memastikan kepatuhan penggunaan orthosis.
Cedera flexi distraksi melewati elemen tulang dan kyphosis dikurangi
dengan extensi pada tulang belakang thoracolumbalis.Pasien dipertahankan dengan
TLSOatau hiperextenssi selama 2-3 bulan. Setelah immobilisasi diambil foto
radiografi lateral untuk menilai deformitas. Union rate tinggi dan hasilnya baik
dengan manajemen tertutup. Program rehabilitasi yang terdiri dari latihan extensi
dapat dilakukan dan kebanyakan individu kembali bekerja dalam waktu 6 bulan .
Sakit punggung mungkin masih ada pada tahun pertama setelah cedera.
Operatif
Jika immobilisasi tidak berhasil (misalnya karena tubuh yang besar) atau
pasien memiliki politrauma, ini merupakan indikasi pembedahan. Dilakukan
dengan pendekatan posterior untuk merekonstruksi posterior tension band. Hal ini
dapat dilakukan dengan konstruksi rod-hook, hook-pedicle screw-rod atau pedicle
screw-rod, tergantung pada anatomi masing-masing pasien dan lokasi cedera.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1299
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Operasi serupa dapat digunakan dengan variasi ligament. Perbaikan kembali tulang
belakang sangat penting, diikuti dengan stabilisasi dan arthrodesis.
Post Operatif
Dengan operasi fixasi yang optimal, mobilisasi dini dapat dilakukan.
Masalah post operasi yang berhubungan dengan fungsi usus dan kandung kemih
serta diet lanjutan harus ditangani dengan hati-hati dan individual. Profilaksis
thrombosis deep vein biasanya diberikan dengan menggunakan selang kompresi
dan alat kompresi dinamis intermiten seperti foot pump atau Venodyne foot. Cara
lain yaitu antikoagulan dapat digunakan dengan sangat hati-hati dengan
mempertimbangkan resiko dan manfaatnya (Nelwan, 2017).

1.5 Tinjauan Burst fracture vertebra lumbal III


1.1.1 Definisi

Burst fracture adalah fraktur yang terjadi ketika ada penekanan copus
vertebrais secra langsung, dan tulang menjadi hancur (Harsono, 2000).

1.1.2 Etiologi
Luka terbuka melibatkan kerusakan pada kulit yang membuat jaringan
internal terpapar. Luka terbuka dapat terjadi akibat jatuh, trauma tumpul, dan
operasi (Harsono, 2000).

1.1.3 Patofisiologi
Burst fracture fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis
secara langsung, dan tulang menjadi hancur fragmen tulang berpotensi masuk ke
kanalis spinalis. Terminologi fraktur ini adalah menyebarnya tepi corpus
vertebralis ke arah luar yang disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat
dibanding fraktur kompresi. Tepi tulang yang menyebar atau melebar itu akan
memudahkan medulla spinalis untuk cidera dan ada fragmen tulang yang mengarah
ke medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis dan menyebabkan paralisi
atau gangguan syarat parasial. Tipe burst fractures sering terjadi pada thoraco
lumbar juction dan terjadi paralisis pada kaki dan gangguan defekasi ataupun miksi
(Apley, 2009).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1300
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.5.4 Penatalaksanaan Terapi


Burts fracture yang stabil dapat diobati tanpa operasi. Secara umum, Burts
fracture yang stabil adalah fraktur di mana tidak ada cedera neurologis, di mana
angulasi tulang belakang kurang dari 20 derajat dan di mana jumlah gangguan kanal
tulang belakang kurang dari 50 persen. Pada umumnya digunakan brace tipe TLSO
atau body cast digunakan selama 8-12 minggu.
Burst fracture dianggap tidak stabil jika ada cedera neurologis, angulasi
tulang belakang lebih besar dari 20 derajat, ada subluksasi atau dislokasi tulang
belakang, atau ada lebih dari 50 persen kompromi kanal tulang belakang. Burst
fracture tidak stabil perlu dilakukan operasi (Zdeblick, 2020).

1.6 Tinjauan Epilepsi


1.1.1 Definisi

Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan


berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan
paroksimal. Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal
(parsial) dan kejang umum. Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada
satu bagian dari cerebral cortex, di mana pada kelainan ini dapat disertai kehilangan
kesadaran parsial. Sedangkan pada kejang umum, lesi
mencakup area yang luas dari cerebral cortex dan biasanya mengenai
kedua hemisfer cerebri. Kejang mioklonik, tonik, dan klonik termasuk
dalam epilepsi umum (Rogers, 2008).

1.1.2 Etiologi

Kejang terjadi karena adanya pelepasan neuron kortikal yang abnormal dan
tidak sinkron. Apapun yang mengganggu homeostatis dan keseimbangan dari
neuron dapat menyebabkan kejang dan hipereksitabilitas (Rogers, 2008). Etiologi
dari epilepsi adalah multifaktorial, mulai dari mutasi genetik hingga adanya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1301
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

trauma cedera otak. Pasien dengan kondisi klinik retardasi mental, cerebral palsy,
truama kepala, atau stroke dapat meningkatkan risiko terjadinya epilepsi dan
kejang. Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang
umum. Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu :

Etiologi Epilepsi

Kejang Fokal Trauma kepala

Stroke

Infeksi

Malformasi vaskular

Tumor (neoplasma)

Displasia

Mesial Temporal Sclerosis

Kejang Umum Penyakit metabolik

Reaksi obat

Idiopatik

Faktor genetik

Kejang fotosensitif

Tabel 1.1. Etiologi epilepsi (Dekker, 2002)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1302
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.3 Patofisiologi
Proses patofisiologis umum yang mendasari semua epilepsi adalah
neuronal hyperexcitability dan hypersynchronization. Pada saat kejang, sejumlah
kecil neuron hyperexcitable menembak secara tidak normal dalam sinkroni.
Konduktansi membran normal dan penghambatan arus sinaptik rusak, dan
rangsangan berlebih menyebar, baik secara lokal untuk menghasilkan kejang
fokus lokal atau lebih luas untuk menghasilkan kejang umum. Onset ini
diperbanyak dengan jalur fisiologis dan jaringan untuk melibatkan daerah yang
berdekatan atau terpencil. Manifestasi klinis tergantung pada lokasi fokus,
tingkat irritability dari area sekitar otak, dan intensitas impuls (Dipiro et al.,
2017).
Hyperexcitability terjadi karena ada kecenderungan peningkatan neuron
untuk mendepolarisasi dan keluar ketika distimulasi. Hyperexcitability dapat
timbul dari sejumlah mekanisme salah satunya perubahan dalam jumlah, jenis,
dan sifat biofisik dari tegangan atau ligan-gated saluran ion K+, Na+, Ca2+, dan
Cl- dalam membran neuronal. Sementara mutasi dalam saluran ion ini telah
ditemukan terkait dengan beberapa epilepsi yang berbeda, sifat pasti dari
perubahan ini cenderung berbeda antarepilepsi dan tidak sepenuhnya dijelaskan.
Sejumlah besar obat anti kejang memiliki mekanisme aksi yang bekerja pada
saluran ion spesifik ini dan ini memperlihatkan pentingnya saluran ini dalam
mempromosikan Hyperexcitability (Dipiro et al., 2017).

Mekanisme lain yang mungkin memainkan peran dalam Hyperexcitability


terkait dengan perubahan dalam vesicle trafficking dan pelepasan
neurotransmitter. Sebagai contoh synaptic vecsicle protein 2-A, protein yang
bertanggung jawab untuk fusi vesikel ke membran, telah ditemukan bahwa
diregulasi dalam model epilepsi tertentu dan ini merupakan target dari obat anti
epilepsi. Perubahan dari pengambilan neurotransmitter dan metabolisme mungkin
juga berperan (Dipiro et al., 2017).
Ada banyak kemungkinan mekanisme lain yang mempromosikan
hyperexcitability termasuk: (a) modifikasi biokimia dari reseptor; (b) modulasi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1303
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sistem second messaging dan ekspresi gen; dan (c) perubahan konsentrasi ion
ekstraseluler. Namun, hyperexcitability yang menghasilkan peningkatan
penembakan neuron individu secara acak dengan sendirinya tidak menghasilkan
kejang epilepsi. Kejang epilepsi terjadi hanya ketika juga adanya sinkronisasi
dari penembakan neuron yang berlebihan (Dipiro et al., 2017)

1.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi menjadi penting untuk dibedakan dalam menentukan pilihan
pengobatan, strategi perawatan (misalnya operasi epilepsi) dan prognosis
mungkin berbeda tergantung pada klasifikasi ini (Dipiro et al., 2017). Titik awal
kerangka klasifikasi epilepsi adalah dari jenis kejangnya. Kejang diklasifikasikan
dari mode onsetnya yakni focal onset, generalized onset, dan unknown onset
(Scheffer et al., 2017).
b. Focal onset seizures
Kejang fokal merupakan kejang karena gangguan sel saraf terjadi pada satu
bagian otak di salah satu hemisfer serebri atau dapat meluas namun masih tetap
pada salah satu hemisfer. Kejang fokal dibedakan menjadi kejang fokal dengan atau
tanpa gangguan kesadaran (Lowstein, 2015; Saad, 2015).
c. Generalized onset seizures
Kejang umum merupakan kejang karena gangguan sel saraf yang terjadi pada
daerah otak yang lebih luas daripada yang terjadi pada kejang fokal dan melibatkan
kedua bagian hemisfer serebri serta disertai dengan penurunan kesadaran
(Lowstein, 2015; Saad, 2015). The International League Against Epilepsy (ILAE)
membagi dalam enam jenis generalized onset seizures yakni (1) kejang absen, (2)
kejang mioklonik, (3) kejang tonik-klonik, (4) kejang klonik, (5) kejang tonik, dan
(6) kejang atonik (Dipiro et al., 2017).
d. Unknow onset seizures
Kejang yang tak terklasifikasikan merupakan jenis kejang yang tidak didukung
oleh data yang cukup atau lengkap, contohnya adalah spasme epilepsi (epileptic
spasms) yang biasanya sering terjadi pada neonatus. Hal ini kemungkinan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1304
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

disebabkan adanya perbedaan fungsi dan hubungan saraf pada sistem saraf pusat
pada bayi dan dewasa (Lowstein, 2015).

1.1.5 Penatalaksanaan Terapi


Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah mempertahankan fungsi vital,
mengidentifikasi dan terapi faktor penyebab dan faktor presipitasi, serta
menghentikan aktivitas kejang (IDAI, 2009). Adapun tata laksana penghentian
kejang akut dilaksanakan sebagai berikut:
a. Di rumah / Prehospital:
Penanganan kejang di rumah dapat dilakukan oleh keluarga dengan
pemberian diazepam per rektal dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg atau secara
sederhana bila berat badan < 10 kg maka dosis yang diberikan 5 mg, sedangkan
berat badan > 10 kg maka dosis yang diberikan 10 mg. Pemberian dirumah
maksimum 2 kali dengan interval 5 menit. Bila kejang masih berlangsung maka
pasien harus segera ke klinik atau rumah sakit terdekat. (IDAI, 2009)
b. Di rumah sakit / Hospital :
Saat tiba di klinik atau rumah sakit, bila belum terpasang cairan intravena
dapat diberikan diazepam per rektal ulangan 1 kali selagi mencari akses vena.
Sebelum dipasang cairan intravena, sebaiknya dilakukan pengambilan darah
untuk pemeriksaan darah tepi, elektrolit, dan gula darah sesuai indikasi. Apabila
terpasang cairan intravena, maka berikan fenitoin IV dengan dosis 20 mg/kg
dilarutkan dalam NaCl 0,9% diberikan secara perlahan dengan kecepatan
pemberian 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi maka dpat diberikan
tambahan fenitoin IV 10 mg/kg. Bila kejang teratasi maka dilanjutkan pemberian
fenitoin IV setelah 12 jam kemudian dengan dosis rumatan 5-7 mg/kg. Apabila
kejang belum juga teratasi maka dapat diberikan fenobarbital IV dengan dosis
maksimum 15-20 mg/kg dengan kecepatan pemberian 100 mg/menit. Perhatikan
dan atasi kelainan metabolik jika terjadi. Bila kejang berhenti, dilanjutkan
dengan pemberian fenobarbital IV dengan dosis rumatan 4-5 mg/kg setelah 12
jam kemudian (IDAI, 2009).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1305
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

c. Perawatan intensif – rumah sakit:


Apabila kejang belum juga berhenti, dilakukan intubasi dan perawatan di
ruang intensif dengan memberikan salah satu dibawah ini (IDAI, 2009):
• Midazolam 0,2 mg/kg diberikan bolus perlahan, diikuti infus midazolam
0,01 – 0,02 mg/kg/menit selama 12-24 jam
• Propofol 1 mg/kg selama 5 menit, dilanjutkan dengan 1-5 mg/kg/jam dan
diturunkan setelah 12-24 jam
• Pentobarbital 5-15 mg/kg dalam 1 jam, dilanjutkan dengan 0,5-5
mg/kg/jam.

Terapi Rumatan
Jika pada tata laksana kejang akut kejang berhenti dengan diazepam,
tergantung dari etiologi atau jika penyebab kejang merupakan suatu hal yang
dapat dikoreksi secara cepat (hipoglikemia, kelainan elektrolit, hipoksia)
mungkin tidak diperlukan terapi rumatan selama pasien dirawat. Namun jika
penyebabnya adalah infeksi SSP (ensefalitis, meningitis), perdarahan
intrakranial, diperlukan terapi rumatan selama perawatan. Fenobarbital dapat
diberikan dengan dosis awal 8-10 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari,
dilanjutkan dengan dosis 4-5 mg/kg/hari sampai risiko untuk berulangannya
kejang tidak ada. Jika pada tata laksana kejang akut kejang berhenti dengan
fenitoin maka dilanjutkan rumatan dengan dosis 5-7 mg/kg/hari dibagi dalam 2
dosis Jika pada tata laksana kejang akut kejang berhenti dengan fenobarbital
maka rumatan dilanjutkan dengan dosis 4-5 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis
(IDAI, 2009).

Obat kejang untuk pengobatan jangka panjang: fenobarbital (dosis 3-4


mg/kg BB/hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40 mg/kg BB/hari
dibagi 2-3 dosis). Pemberian obat ini efektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang (level 1) (IDAI, 2009).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1306
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN

2.1 Profil Pasien


Nama Pasien/ Jenis Kelamin : Ny. T / Perempuan
Umur/BB/TB : 24 tahun / - / -
Alamat : Malang
MRS/KRS : 2-03-2020/15-03-2020
Status pasien : JKN
Dokter : dr. AY, SpOT(k)
Farmasis : Pusparani Aisyah, S.Farm.,Apt
Alergi : Tidak ada
Keluhan utama : Nyeri kepala bagian belakang, bahu, lengan
dan punggung setelah jatuh dari ketinggian 3
meter
Riwayat kesehatan : Epilepsi
Riwayat pengobatan :-
Diagnosa Awal : Cedera kepala ringan GCS 456
Diagnosa Akhir : Cedera kepala ringan 456 + perforasi
membran timpani + open wound regio
parietal + chance fracture vert. toracal XII +
burst fracture vert. lumbal III

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1307
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2 Regimen terapi

Tanggal Pemberian
No. Nama obat Dosis Rute
02/03 03/03 04/03 05/03 06/03 07/03 08/03 09/03 10/03 11/03 12/03 13/03 14/03
IVF
1 NaCl 1500 cc 20 tpm ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
D
IVF
2 Ringer lactate 20 tpm ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
D
Ringer Dekstrose IVF
3 20 tpm ✓ ✓
5% D
4 Metamizol 3 dd 1 g IV ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

5 Ranitidin 2 dd 50 mg IV ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

6 Metoclopramid 3 dd 10 mg IV ✓ ✓ ✓ ✓

7 Ketorolac (k/p) 3 dd 30 mg IV ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

8 Diazepam 1 dd 10 mg IV ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

9 Ceftriaxon 2 dd 1 g IV ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

10 Cefazolin 3 dd 1 g IV ✓

11 Omeprazole 2 dd 40 mg IV ✓

12 Asam valproate 2 dd 500 mg PO ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

13 Asam Folat 1 dd 1 mg PO ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1308
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tanggal Pemberian
No. Nama obat Dosis Rute
02/03 03/03 04/03 05/03 06/03 07/03 08/03 09/03 10/03 11/03 12/03 13/03 14/03
14 Vit. B6 1 dd 10 mg PO ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

15 Clobazam 1 dd 10 mg PO ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

16 Paracetamol 3 d 500 mg PO ✓ ✓ ✓

17 Fenitoin 3 dd 100 mg PO ✓ ✓ ✓

18 Metronidazol 3 dd 500 mg PO ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
topik
19 Otilon ear drop 2 x 6 tetes ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
al

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1309
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3 Data Klinik

Nilai
Parameter
normal 02/03 03/03 04/03 05/03 06/03 07/03 08/03 09/03 10/03 11/03 12/03 13/03 14/03

Suhu (oC) 36-37


36,2 37,6 37,7 36,8 36,6 36 37,4 34 36 37,1 36 37,2 37,9
Nadi x/menit) 80-85
84 84 94 84 88 80 87 80 84 98 80 87 79
RR(x/menit) 20
20 19 19 20 20 20 22 20 20 20 20 19 22
Tekanan darah
120/80
(mmHg) 100/80 100/70 110/80 140/80 100/60 130/80 100/70 120/80 120/80 100/70 120/80 110/60 100/80

Nyeri (VAS) 2/10 2/10 2/10 2/10 2/10 2/10 2/10 2/10 2/10 1/10 1/10 1/10 1/10

GCS 456 456 356 456 446 456 456 456 456 456 456 456 456

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1310
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4 Data Laboratorium Pasien

PARAMETER NORMAL VALUE 06/03 08/03 09/03 12/03


HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 8,00 9,50 10,90 10,80
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 2,59 3,17 3,69 3,68
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 10 / µL
3
15,66 21,92 14,78 14,44
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 22,80 28,20 31,80 31,70
Trombosit (PLT) 142 – 424 10 / µL
3
354 289 336 249
MCV 80 – 93 FL 88,00 89,00 86,20 86,10
MCH 27 - 31 Pg 30,90 30,00 29,50 29,30
MCHC 32 – 36 g/dL 35,10 33,70 34,30 34,10
RDW 11,5 – 14,5 % 12,60 13,70 14,20 13,90
PDW 9-13 8,7 8,80 9,3 9,2
MPV 7,2 – 11,1 8,8 9,0 9,0 9,0
P-LCR 15,0 – 25,0 15,0 15,9 16,4 16,9
PCT 0,150 – 0,400 0,31 0,26 0,30 0,22
NRBC Absolut 0,02 0,01 0,00 0,00
NRBC Percent 0,1 0,0 0,0 0,0
HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 2,0 1,1 3,2 0,0
Basofil 0–1 0,1 0,2 0,1 0,1
Neutrofil 51 – 67 59.2 81,9 74,6 85,8
Limfosit 25 – 33 26,2 10,9 15,3 7,5
Monosit 2–5 12,5 5,9 6,8 6,6
Eosinofil Absolut 0,31 0,25 0,47 0,00
Basofil Absolut 0,02 0,04 0,02 0,02
Neutrofil Absolut 9,27 17,94 11,03 12,38
Limfosit Absolut 4,10 2,40 2,26 1,09
Monosit Absolut 0,16 – 1 1,96 1,29 1,00 0,95
Immature
Granulosit 1,50 0,50 0,60 1,40
(%)
Immature
Granulosit 0,23 0,12 0,09 0,20

FAAL HEMOSTATIS
PPT

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1311
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

PARAMETER NORMAL VALUE 06/03 08/03 09/03 12/03


Pasien 9,4 – 11,3 detik 11,80
Kontrol 12,1
INR <1,5 detik 1,14
APPT

Pasien 24,6 - 30,6 detik 25,20


Kontrol 22,5
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 30,6
Creatinine 0,7-1,5 mg/dl 0,47
Asam Urat 2,4 – 5,7 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium/Na 135-145 mmol/l 134
Potasium/K 3,5-5,0 mmol/l 3,51
Chloride/Cl 98-106 mmol/l 107
Calcium/Ca 7,6-11,0 mmol/l
Phosphat/PO4 2,5-7,0 mmol/l
BGA
Suhu 37,0

Hb 7,8

pH 7,35 – 7,45 7,42


PCO2 35 – 45 34,3
pO2 80 – 100 81,9
HCO2 21 – 28 22,5
O2 saturate > 95% 96,2
Base escase (-) 3 – (+) 3 -2,1

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1312
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien Ny. T berumur 24 tahun dengan riwayat epilepsi dan
kejang kambuh saat pasien sedang berada di lantai 2 rumahnya kemudian terjatuh dari
ketinggian ± 3 m. Pasien MRS di IRNA 2 setelah mendapatkan pewatan di IGD dan
HCU. Diagnosa oleh dokter adalah pasien mengalami perforasi membran timpani
yang disebabkan oleh trauma kepala, cedera kepala ringan 456, open wound regio
parietal, chance fracture vertebra toracal XII dan burst fracture vertebra lumbal III.
Pasien mendapatkan tindakan operasi debridement dan primary hecting sebanyak dua
kali pada tanggal 29/02/2020 dan 07/03/2020. Setelah itu mendapatkan tindakan
pemasangan central venous catether (CVC) pada tanggal 10/03/2020. Kemudin pasien
mendapatkan tindakan posterior stabilization with pedicle screw pada toracal IX
sampai lumbal III dan posterior lateral fussion thoracal IX sampai lumbal III.

Diagnosa pertama adalah perforasi membran timpani. Membran timpani terletak


miring di ujung saluran telinga eksternal, memisahkan telinga luar dan tengah.
Perforasi membran timpani dapat di akibat oleh trauma pada telinga, agen infektif,
tumor, atau penyebab iatrogenik. Pasien mengalami perforasi membran timpani
karena trauma kepala yang disebabkan terjatuh dari ketinggian ± 3 m. Membran
timpani cenderung sembuh dengan sendirinya dan tidak memerlukan pengobatan
spesifik. Terapi medis untuk perforasi membran timpani adalah pengendalikan
otorrhea sehingga kadang-kadang diberikan antibiotik. Pasien mendapatkan Otolin
Eardrop 2 kali 6 tetes perhari pada tanggal 09/03/2020 hingga 11/08/2020 untuk
mengatasi keluhan nyeri telinga pasien serta sebagai antibiotik.

Diagnosa kedua adalah cidera kepala ringan. Seseorang dikategorikan


mengalami cidera kepala ringan apabila GCS > 13. Pada kasus, GCS pasien senilai 15
sehingga masuk dalam kategori. Tanda- tanda klinis seseorang yang mengalami cidera

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1313
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kepala ringan adalah mual dan muntah sehingga di rumah sakit pasien mendapatkan
terapi injeksi intravena metoclopramid 10 mg tiga kali sehari dan ranitidin 50 mg
sebanyak dua kali sehari (Bajamal el al. , 2014). Terapi sudah sesuai dengan dosis
pada literatur, metoclopramid dalam sehari pemberiannya dianjurkan 1- 20 mg tiap 6
– 8 jam sedangkan untuk ranitidin tidak melebihi 400 mg/hari (Sweetman el al. ,
2014). Omeprazol 1 gram injeksi diberikan pada tanggal 13 Maret 2020 untuk
mengatasi produksi tukak lambung berlebih yang terjadi, sehingga meringkankan
keluhan mual muntah pada pasien. Terapi metamizol diberikan untuk mengatasi
keluhan nyeri yang dirasakan pasien setelah terjatuh. Pemberiannya dilakukan
sebanyak 3 gram per hari dalam 3 dosis terbagi. Hal tersebut sudah sesuai dengan dosis
yang dianjurkan dalam literatur, yaitu pemberian maksimal 5 gram dalam sehari (BNF,
2018). Ditambahkan terapi nyeri berupa injeksi ketorolac 30 mg pada hari ke-2 pasien
MRS. Pada tanggal 7 Maret 2020 keluhan nyeri pasien bertambah sehingga diberikan
tambahan tablet paracetamol 500 mg dengan penggunaan tiga kali sehari.
Open wound region parietal atau luka terbuka pada kepala bagian atas
menyebabkan kadar Hb pasien rendah sehingga pemberian terapi asam folat bertujuan
untuk membantu mengembalikan kadarnya (Brawn, 2020). Obat ini juga berfungsi
sebagai terapi suplemen folat pada pasien yang menggunakan obat antiepilepsi. Pada
kasus ini pasien memiliki riwayat epilepsi dan gejala kejang berulang, mendapatkan
terapi asam valproat dan clobazam untuk mengatasi kejang. Asam valproat bekerja
dengan meningkatkan kadar inhibitor neurotransmitter gamma-aminobutyric acid
(GABA) penghambat di otak; dapat meningkatkan atau meniru aksi GABA di lokasi
reseptor postsinaptik; juga dapat menghambat saluran natrium dan kalsium.
Sedangkan clobazam merupakan antikonvulsan dengan mengatur afinitas ikatan
selektif pada reseptor GABA. Apabila terapi keduanya belum cukup untuk mengatasi
kejang yang dialami pasien, diberikan terapi diazepam IV atau fenitoin PO . Perlu
dilakukan monitoring keluhan kejang pada pasien dalam meberikan terapi anti

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1314
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

epilepsi yang efektif. Terapi suplemen lain yang diberikan karena pasien
mengonsumsi obat antiepilepsi adalah vitamin B6 (Huang el al. , 2016).
Pasien diberikan ceftriaxon 2 gram secara intravena dalam 2 dosis terbagi.
Pemberiannya dilakukan sebelum dan sesudah menjalani operasi ulangan pada
tanggal 7 Maret 2020. Kadar leukosit pasien pada tanggal 6 Maret 2020 mencapai
15,66 x 103/µL sehingga perlu diberikan ceftriaxon sebagai antibiotik profilaksis
untuk meminimalisir infeksi karena tindakan operasi. Perbaikan kadar leukosit terjadi
pada tanggal 12 Maret 2020, yaitu mencapai 14,44 x 103/µL. Pada tanggal tersebut
terapi ceftriaxon diganti dengan injeksi cefazolin 1 gram sebanyak tiga kali sehari.
Metronidazol juga diberikan untuk mengatasi bakteri anaerob yang memungkinkan
terjadinya infeksi pada pasien akibat tindakan operasi (Sweetman el al. , 2014). Selain
pemberian intervensi farmakologi, pasien juga diberikan terapi cairan yang meliputi
NaCl 0,9%, ringer lactate dan dextrose 5 %. Penambahan natrium maupun elektrolit
lainnya adalah untuk memenuhi tercapainya kebutuhan kalori serta keseimbangan
cairan dan elektrolit (Bajamal el al. , 2014).
Berdasarkan terapi yang didapatkan, terdapat beberapa drug related problem
yang potensial terjadi pada pasien. Pemberian asam valproate bersamaan dengan
fenitoin dapat meningkatkan efek fenitoin dengan mempengaruhi metabolism fenitoin
pada hepar pada enzim CYP2C9/10. Selain asam valproat, metronidazol juga dapat
meningkatkan efek fonitoin melalui mekanisme yang sama dengan asam valproat.
Metoklopramid dan omeprazole juga dapat meningkatkan efek clobazam dengan
mempengaruhi pada enzim hepar/pencernaan CYP3A4. Untuk itu perlu dilakukan
penjedaan waktu pemberian obat jika kedua obat yang berinteraksi harus diberikan
pada waktu yang sama. DRP potensial lainnya yaitu adanya ESO dari ketorolac yaitu
gangguan pencernaan sehingga pada pasien perlu dilakukan monitoring terkait
gangguan pencernaan selama pasien mendapatkan terapi ketorolac.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1315
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan analisis terapi yang diperoleh Ny. T, dapat disimpulkan bahwa


Ny. T memiliki riwayat epilepsi dan mengalami cedera kepala ringan dengan
perforasi membran timpani, open wound regio parietal, chance fracture vertebra
toracal XII dan burst fracture vertebra lumbal III. Terapi yang diberikan kepada
pasien selama MRS telah sesuai dengan assessment pasien dan literatur. Untuk
terapi KRS pasien diberikan Clindamycin dan levofloxacin sebagai terapi infeksi
bakteri anaerob dan bakteri aerob serta diberikan terapi paracetamol untuk
mengatasi nyeri pada pasien. Perlu dilakukan monitoring kondisi pasien terkait
keluhan kejang sehingga pemilihan terapi epilepsi efektif dan sesuai.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1316
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

A.Graham, Apley’s. 2009. System Orthopaedic and Fracture. Seventh Edition.


London: Butterworth Scientific.
Bajamal el al. ,Pedoman Tatalaksana Cedera Otak, Edisi Kedua. Surabaya: Tim
Neurotrauma
Brawn, K., Viability, T., Policy, M., & Settings, C. (2020). GUIDELINES FOR
THE ASSESSMENT & MANAGEMENT OF WOUNDS, 1–37.
Dekker, P. A., & World Health Organization, 2002. Epilepsy: A manual for medical
and clinical officers in Africa.
Dipiro, J. T., Yee, G., Talbert, R. L., Matzke, G., Posey, L. M., Wells, B. G. 2016.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. New York: McGraw-Hill
Education Medical.
Dipiro, Joseph T., et.al., 2017. Pharmacotherapy: A Pathopysiologic Approach.
Tenth Edition. New York : The McGraw-Hill Companies
Huang, H. L., Zhou, H., Wang, N., & Yu, C. Y. (2016). Effects of antiepileptic
drugs on the serum folate and vitamin B12 in various epileptic
patients. Biomedical reports, 5(4), 413-416.
Howard, Matthew L. 2018. Middle Ear, Tympanic Membrane, Perforations
Treatment & Management. https://emedicine.medscape.com/article/858684-
treatment (28 Maret 2020)
Lowenstein, D. H., 2015. Chapter 445: Seizures and Epilepsy. In: Kasper, D. L.,
Hauser, S.L., Jameson, J.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Loscalzo, J. (Eds.).

Harrison’s Principles Of Internal Medicine 19 th Edition. New York : The


McGraw-Hill Education.
Makhni, M. C., Makhni, E. C., Swart, E. F., & Day, C. S. (2017). Chance Fracture.
Orthopedic Emergencies, 83–85.
Miyamoto, Richard T. 2019. Traumatic Perforation of the Tympanic Membrane.
https://www.msdmanuals.com/professional/ear,-nose,-and-throat-
disorders/middle-ear-and-tympanic-membrane-disorders/traumatic-
perforation-of-the-tympanic-membrane (29 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1317
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Olowookere, S. A., Ibekwe, T. S., Adeosun, A. A. 2008. Pattern of Tympanic


Membrane Perforation in Ibidan: A Retrospective Study. Annals of Ibadan
Postgraduate Medicine. Vol.6 No.2, 31-33.
Scheffer, I. E., Berkovic, S., Capovilla, G., Connolly, M. B., French, J., Guilhoto,
L., & Nordli, D. R., 2017. ILAE classification of the epilepsies: position paper
of the ILAE Commission for Classification and Terminology. Epilepsia, 58(4),
512-521

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1318
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP Harian

S O A P

Jum’at / 13 – 03 – Tanda vital 2. Metamizol IV 3 dd 1 g METO :


2020 Indikasi : Analgesik
Suhu : 37,2°C - Keluhan nyeri berkurang,
Mekanisme : menghambat COX 1 dan 2 sehingga tidak
tidak mengeluhkan nyeri
Nadi : 87x/menit terbentuk prostaglandin
MESO :
Pasien lemas, Dosis pustaka : 1-2,5 gram, maksiman 5 gram/hari
RR : 19x/menit
mengeluh nyeri Dosis pasien : 3 x 1 gram (IV) - Mual, muntah
Tekanan darah : Interaksi : - - Nilai Leukosit, neutrofil
110/60 mmHg ESO : gangguan GI, peningkatan risiko agrunolosit dengan memenuhi target
shock
3. Ketorolac IV (k/p) 30 mg
METO :
Data Lab Indikasi : terapi nyeri jangka pendek pasca op
(12/03/20) Mekanisme : menghambat COX secara non selektif , - Keluhan nyeri berkurang
sehingga sintesis prostaglandin terhambat
Hb : 10,80

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1319
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Leukosit : Dosis pustaka : loading 10 mg, selanjutnya 10-30 mg tiap MESO :


14,44 4-6 jam secara parenteral
- Keluhan pusing
Dosis pasien : 30 mg (IV)
Eritrosit : 3,68 - Keluhan nyeri perut, mual,
Interaksi : -
rasa tidak enak diperut
Neutrofil : ESO : pusing (17%), gangguan GI (mual, dispepsia, nyeri
85,8 GI) (12-13%), somnolon (3-14%)
4. Ranitidin IV 2 dd 50 mg
Limfosit : 7,5
Indikasi : Profilaksis stress ulcer
METO :
Mekanisme : Memblok reseptor H2 sehingga menghambat
sekresi asam lambung - Pasien tidak mengeluhkan
Data Klinis
Dosis pustaka : 50 mg (2 mL) tiap 6-8 jam, tidak melebihi mual, muntah, nyeri perut
GCS : 456 400 mg/hari atau 6,25 mg/jam infusa MESO :
Dosis pasien : 2 x 50 mg (IV)
Nyeri : 1/10 - Pusing, diare
Interaksi : -
ESO : pusing (3%), diare (<1%)
5. Asam valproat PO 2 dd 500 mg METO :
Indikasi : mengatasi kejang pada epilepsi
- Pasien tidak mengalami
Mekanisme : meningkatkan kadar inhibitor
kejang
neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1320
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

penghambat di otak; dapat meningkatkan atau meniru aksi


GABA di lokasi reseptor postsinaptik; juga dapat
MESO :
menghambat saluran natrium dan kalsium
Dosis literatur : 10-15 mg/kgBB/hari tiap 6-12 jam. Dosis - berat badan meningkat,
maksimal 60 mg/kgBB/hari. rambut rontok
Dosis pasien : 2 dd 500 mg
ESO : berat badan meningkat (20%), rambut rontok (≤28%)
6. Clobazam PO 1 dd 10 mg
Indikasi : terapi tambahan untuk epilepsi serta pencegahan METO :
kejang
- pasien tidak mengalami
Mekanisme : antikonvulsan dengan mengatur afinitas
Pasien riwayat kejang
ikatan selektif pada reseptor GABA
epilepsi dengan MESO :
Dosis literatur : terapi tambahan epilepsi : 20-30 mg/hari;
kejang
terapi kecemasan akut : 10-30 mg/hari - infeksi saluran pernapasan,
Dosis pasien : 1 dd 10 mg suhu tubuh meningkat
ESO : sedasi (26%), demam (13%), ISPA (12%)
Interaksi : Pemberian secara bersamaan dengan Diazepam
dapat meningkatkan potensi efek SSP (misal : peningkatan
sedasi atau depresi pernapasan).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1321
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

7. Diazepam (k/p) 10 mg METO :


Indikasi : terapi tambahan untuk epilepsi serta pencegahan
- pasien tidak mengalami
kejang
kejang
Mekanisme : antikonvulsan dengan meningkatkan efek
MESO :
neurotransmitter GABA
Dosis literatur : 5-10 mg IV / IM tiap 5-10menit; tidak - gangguan gerakan tubuh,
melebihi 30 mg euforia
Dosis pasien : 10 mg bila kejang
ESO : gangguan gerakan tubuh (3%), euforia (3%)
Interaksi : Pemberian secara bersamaan dengan Clobazam
dapat meningkatkan potensi efek SSP (misal : peningkatan
sedasi atau depresi pernapasan).
8. Vit. B6 PO 1 dd 10 mg
Indikasi : terapi suplemen pada pasien yang menggunakan MESO :
obat antiepilepsi
- pusing, kejang (IV dosis
Mekanisme : sebagai vitamin yang larut air yang
tinggi), asidosis
dibutuhkan saat metabolisme asam amino, karbohidrat, dan
lemak

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1322
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis literatur : 30 mg/kgBB/hari, dosis maksimum


1g/kgBB/hari
Dosis pasien : 1 dd 10 mg
ESO : pusing, kejang (IV dosis tinggi), asidosis (frekuensi
tidak diketahui)
9. Asam folat PO 1 dd 1 mg
Indikasi : terapi suplemen folat pada pasien yang MESO :
menggunakan obat antiepilepsi
- bronkospasme, eritema,
Mekanisme : dalam tubuh asam folat berfungsi sebagai
pruritus, ruam
koenzim dari proses metabolisme sintesis purin dan
pirimidin
Dosis literatur : 5 mg/hari, dosis dapat ditingkatkan
menjadi 15 mg/hari
Dosis pasien : 1 dd 1 mg
ESO : bronkospasme, eritema, pruritus, ruam (frekuensi
tidak diketahui)
Interaksi : asam folat minor menurunkan kadar fenitoin
dengan meningkatkan metabolisme.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1323
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

10. Ringer dekstrose 5% METO :


Mengandung : C6H12O6 . H2O 25,0 g
- keadaan umum px
Osmolaritas : 252 mOsm/ L
MESO :
Setara dengan : 800 kJ/ L (190 kkal/ L)
Indikasi : hipoglikemi, kekurangan cairan - trombosis vena, demam,
Mekanisme kerja : Dekstrosa dioksidasi menjadi karbon sindrom hiperosmolar, diare
dioksida dan air, dan menghasilkan 3,4 kal/ g d-glukosa
Dosis literatur : 10-25 g per hari
Dosis pada pasien : 20 tpm
ESO : trombosis vena, demam, sindrom hiperosmolar, diare
(Medscape, 2020)

Sabtu / 14 – 03 – Tanda vital : - ESO ketorolac dapat menyebabkan gangguan pencernaan - Monitoring ESO ketorolac :
2020 hingga perdarahan GIT gangguan GIT
Suhu : 37,9°C
- Penggunaan terapi clobazam dan diazepam bersamaan dapat - Terapi diazepam dapat diberikan
Nadi : 79x/menit menyebabkan peningkatan ESO pada sistem saraf pusat hanya ketika pasien kejang
- Pasien mendapatkan terapi untuk otitis eksterna akut, yaitu :
RR : 22x/menit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1324
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien masih TD : 100/80 1. Otilon Ear Drop METO :


mengeluhkan mmHg Tiap ml mengandung :
- Nyeri berkurang ditunjukkan
lemas dan nyeri Polymixin B sulfate 10.000 IU, Neomycin Sulfate 5 mg,
Data Klinis : dengan skala nyeri VAS
Fludrocortison asetat 1 mg,dan Lidocaine HCl 40 mg
Nyeri VAS : Indikasi : Untuk infeksi bakteri pada telinga dan
1/10 sebagai antiinflamasi serta antinyeri
Dosis pustaka : 2 – 4 kali sehari 4 – 5 tetes
Dosis pasien : 2 kali 6 tetes perhari
2. NaCl 0,9% sebagai cairan steril untuk cuci telinga
Minggu / 15 – 03 Tanda vital : Kondisi pasien membaik, pasien KRS dengan terapi sebagai Memberikan KIE pada pasien terkait
– 2020 Suhu : 36,7°C berikut : penggunaan obat :

Nadi : 81x/menit 1. Clindamycin : antibiotika untuk terapi infeksi bakteri 4. Clindamycin dan levofloksasin
RR : 20x/menit anaerob diminum sampai habis
- Kondisi pasien
TD : 100/60 2. Levofloksasin : antibiotika untuk terapi infeksi bakteri aerob 5. Paracetamol diminum setelah
membaik
mmHg 3. Paracetamol : untuk terapi nyeri ringan pada pasien makan bila nyeri
- Masih terasa
Data klinis :
nyeri pada
telinga Skor nyeri
(VAS) : 1/10

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1325
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
OBSTETRI DAN
GYNECOLOGY
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Mioma Uteri + Anemia
+ Hipertensi Stage II on Treatment
+ DM Tipe II Tekontrol

(11 Februari – 18 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1327
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Mioma Uteri, Anemia,


Hipertensi Stage II on Treatment, dan DM Tipe II Tekontrol“

di Instalasi Rawat Inap III Ruang 4

Oleh:
Sub-kelompok IRNA III Ruang 4
(11 Februari – 18 Februari 2020)

1. Kartika Zulfa, S. Farm (190070600111013)


2. Fihma Amalia Ramadani, S. Farm (1908020007)
3. Siti Anisa, S. Farm (1908020102)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1328
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1329
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Mioma Uteri
1.3.1 Definisi
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid, atau
leimioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan
jaringan ikat yang menampunginya. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul
dan berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat
berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak jika
otot rahimnya yang dominan (Sozen, 2000).
1.3.2 Etiologi
1. Estrogen.
Mioma Uteri dijumpai setelah menarce. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan
mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium.
2. Progesteron
Meningkatkan aktivitas miotik dari mioma sehingga terjadi peningkatan
pertumbuhan tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari tumor.
3. Hormon Pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada mioma
uteri, hormon pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan
merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.
4. Umur
Mioma Uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10%
pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala
klinis antara 35 – 45 tahun.
5. Paritas
Lebih sering terjadi pada nulipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri atau

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1330
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan
ini saling mempengaruhi.
6. Faktor ras dan Genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma
uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan
riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
1.3.3 Patofisiologi

Mioma Uteri terjadi karena adanya sel-sel yang belum matang dan pengaruh
estrogen yang menyebabkan submukosa yang di tandai dengan pecahnya pembuluh
darah dan intranurel, sehinnga terjadi kontraksi otot uterus yang menyebabkan
perdarahan pervagina lama dan banyak. Dengan adanya perdarahan pervagina lama
dan banyak akan terjadi resiko tinggi kekurangan volume cairan dan gangguan
peredaran darah ditandai dengan adanya nekrosa dan perlengketan sehingga
tiumbul rasa nyeri.
Penatalaksanaan pada mioma uteri adalah operasi jika informasi tidak
adekuat, kurang support dari keluarga, dan kurangnya pengetahuan dapat
mengakibatkan cemas.
Pada post operasi akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit dan
robekan pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut. Terputusnya
integritas jaringan kulit mempengaruhi proses epitalisasi dan pembatasan aktivitas,
maka terjadi perubahan pola aktivitas. Kerusakan jaringan juga mengakibatkan
terpaparnya agen infeksius yang mempengaruhi resiko tinggi infeksi. Pada pasien
post operasi akan terpengaruh obat anestesi yang mengakibatkan depresi pusat
pernapasan dan penurunan kesadaran sehingga pola nafas tidak efektif.
(Prawiroharjo S, 1999).
1.3.4 Manifestasi Klinis
1. Perdarahan uterus yang abnormal
Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling
sering terjadi dan paling penting. Wanita dengan mioma uteri mungkin akan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1331
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mengalami siklus perdarahan haid yang teratur dan tidak teratur.


Menorrhagia dan atau metrorrhagia sering terjadi pada
penderita mioma uteri. Perdarahan abnormal ini dapat menyebabkan anemia
defisiensi besi.
Mekanisme perdarahan abnormal pada mioma uteri:
a. Peningkatan ukuran permukaan endometrium.
b. Peningkatan vaskularisasi aliran vaskuler ke uterus.
c. Gangguan kontraktilitas uterus.
d. Ulserasi endometrium pada mioma submukosum.
e. Kompresi pada pleksus venosus didalam
f. Miometrium
2. Nyeri panggul
Mioma uteri dapat menimbulkan nyeri panggul yang disebabkan oleh
karena degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang
bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma
subserosum. Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvik dan menekan
bagian tulang pelvik yang dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa
nyeri yang menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas posterior.
3. Penekanan
Pada mioma uteri yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap organ
sekitar. Penekanan mioma uteri dapat menyebabkan gangguan berkemih,
defekasi maupun dispareunia. Tumor yang besar juga dapat menekan
pembuluh darah vena pada pelvik sehingga menyebabkan kongesti dan
menimbulkan edema pada ekstremitas posterior.
4. Disfungsi reproduksi
Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang
sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma didalam uterus. Perubahan
bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi
reproduksi.
Mekanisme gangguan fungsi reproduksi dengan mioma uteri
a. Gangguan transportasi gamet dan embrio.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1332
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

b. Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus.


c. Perubahan aliran darah vaskuler.
d. Perubahan histologi endometrium
1.3.5 Tata Laksana
1. Terapi hormonal
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormon (GnRH) agonis
memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan
oleh mioma uteri. Pemberian GnRH agonis bertujuan untuk mengurangi
ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium.
Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan
mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan
pembedahan. Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat
progesteron akan mengurangi gejala perdarahan uterus yang abnormal
namun tidak dapat mengurangi ukuran dari mioma.
2. Terapi pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan terhadap mioma yang menimbulkan gejala
seperti:
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.
b. Sangkaan adanya keganasan.
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause.
d. Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi
tuba.
e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu.
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.
g. Anemia akibat perdarahan.
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalam miomektomi maupun
histerektomi
a. Miomektomi
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan
histerektomi. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1333
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap


perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi
dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara
laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan
mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien. Disamping itu masa
penyembuhan paska operasi juga lebih lama, sekitar 4 – 6 minggu.
b. Histerektomi
Tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus dapat dilakukan
dengan 3 cara yaitu dengan pendekatan abdominal (laparotomi),
vaginal, dan pada beberapa kasus secara laparoskopi. Tindakan
histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi
bila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi
pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12
– 14 minggu.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
total abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal
histerektomi (STAH). Pemilihan jenis pembedahan ini memerlukan
keahlian seorang ahli bedah yang bertujuan untuk kepentingan
pasien.Subtotal abdominal histerektomi dilakukan untuk
menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan
yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih,
rektum.Namun dengan melakukan STAH, kemungkinan akan
timbulkarsinoma serviks.
Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina
dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan
paska operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang
menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan dari vagina,
dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen.Secara
umum histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur
operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1334
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat


diminimalisasi.Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan
paska operasi juga lebih minimal. Masa penyembuhan pada pasien
yang menjalani histerektomi vaginal lebih cepat dibanding yang
menjalani histerektomi abdominal.
Dengan berkembangnya tehnik dan alat-alat kedokteran, maka
tindakan histerektomi kini dapat dilakukan dengan menggunakan
laparoskopi. Prosedur operasi dengan laparoskopi dapat berupa
miolisis. Miolisis adalah prosedur operasi invasif yang minimal
dengan jalan menghantarkan sumber energi yang berasal dari laser
The neodynium:yttrium aluminium garnet (Nd:YAG) ke jaringan
mioma, dimana akan menyebabkan denaturasi protein sehingga
menimbulkan proses koagulasi dan nekrosis didalam jaringan yang
diterapi. Miolisis perlaparoskopi efektif untuk mengurangi ukuran
mioma dan menimbulkan devaskularisasi mioma akan mengurangi
gejala yang terjadi.
Pengangkatan seluruh uterus dengan mioma juga dapat dilakukan
dengan laparoskopi. Salah satu tujuan melakukan histerektomi
laparoskopi adalah untuk mengalihkan prosedur histerektomi
abdominal kepada histerektomi vaginal atau histerektomi
laparoskopi secara keseluruhan.

1.4 Anemia
1.3.1 Definisi
Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit,
danjumlah sel darah merah di bawah nilai normal. Anemia terjadi sebagai akibatdari
defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat
mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut (Arisman, 2007).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat
besi dalam darah. Pengobatan anemia zat besi dilakukan dengancara pemberian

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1335
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

asupan Fe yang cukup. Untuk menegakkan diagnosisanemia defisiensi besi dapat


dilakukan dengan anamnesa (Proverawati dan Asfuah, 2009).
Anemia terjadi jika produksi hemoglobin sangat berkurang
sehinggakadarnya di dalam darah menurun. World Health Organization
(WHO)merekomendasikan sejumlah nilai cut off untuk menentukan anemiakarena
defisiensi zat besi pada berbagai kelompok usia, jenis kelamin,dan kelompok
fisiologis. Meskipun sebagian besar anemia disebabkanoleh defisiensi zat besi,
namun peranan penyebab lainnya (sepertianemia karena defisiensi folat serta
vitamin B12 atau anemia padapenyakit kronis) harus dibedakan.
1.2.2 Etiologi
a. Iron Deficiency Anemia (IDA)
IDA terjadi karena kurangnya besi atau tidak tercapainya kadar besi dalam
tubuh sesuai dengan kebutuhan. Lama dari defisiensi besi ini tergantung pada
penyimpanan besi pada setiap individu dan kesimbangan antara besi yang diserap
dan besi yang hilang. Kelompok yang rawan terjadi IDA adalah anak-anak kurang
dari 2 tahun, perempuan yang mengalami menstruasi, wanita hamil, dan orang
dengan umur lebih dari 65 tahun. IDA terjadi salah satunya karena pola makan.
Asupan makanan yang tidak mengandung besi dapat mengakibatkan terjadinya
defisiensi besi. Selain ini malabsorbsi juga dapat mengakibatkan IDA. Lebih dari
50% orang dewasa menglami IDA karena adanya pendarahan GI. Pendarahan dapat
dikarenakan hemorrhoid, peptic ulcer, keganasan GI, dan lain-lain. penyebab
lainnya dapat dikarenakan pengobatan, terutama NSAID non selektif (Dipiro, dkk.,
2008).
Tabel 3.1 Obat yang Dapat Mempengaruhi Penyerapan Iron (Dipiro, dkk., 2008)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1336
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

b. Defisiensi Vitamin B12


Ada 3 pennyebab utama terjadinya defisiensi vitamin B12, yaitu asupan yang
kurang, malabsorbsi, dan penggunaan yang tidak maksimal. Kurangnya asupan
vitamin B12 biasa terjadi pada orang yang sedang menyusui dan alkoholik kronik.
Malabsorbsi vitami B12 biasa terjadi pada pasien yang baru saja selesai operasi oada
bagian saluran cerna, destruksi autoimun pada sel parietal lambung, atau atrofi pada
mukosa lambung. Penyebab malabsorbsi yang paling umum adalah malabsorbsi
kobalamin yang menyebabkan vitamin B12 tidak bisa dilepas dari makanan karena
produksi asa lambung yang inadekuat (Dpiro, dkk., 2008).
c. Defisiensi Asam Folat
Penyebab utama yang menyebabkan defisiensi asam folat adalah asupa yang
kurang, penurunan absorbsi, hyperutilization, dan penggunaan yang tidak adekuat.
Defisiensi asam folat berhubungan dengan buruknya kebiasaan makan, maka
banyak menyerang geriatri dan remaja yang sering memakan junk food, alkoholik,
atau orang yang sedang menderita penyakit kronik. Hyperutilization dari asam folat
biasa ditemui pada wanita hamil, pasien dengan hemolitic anemia, myelofibrosis,
keganasan, iflamasi kronik, rheumatoid arthritis, atau psoriasis. Hyperutilization ini
bisa mengarah pada anemia terutama saat intake asam folat kurang. Beberapa obat
juga dapat mengakibatkan defisiensi asam folat. Seperti hiroksiurea, azathioprin,
zidovudine secara langsung menghambat sintesis DNA (Dipiro, dkk., 2008).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1337
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2.3 Patofisiologi
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb).
Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb. Walaupun pembuatan eritrosit juga
menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul
anemia hipokromik mikrositik (Weiss, 2005).

Gambar 1. Patofisiologi Anemia (Weiss, 2005)

Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan
oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim
juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen
(oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas
(asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi. Tanda-tanda
dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan
bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas
pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi,
berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang
diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum.
Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb. Bila
sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi
feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan
zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan
menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1338
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

<12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak
selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena status besi yang
berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin. Diagnosis anemia zat gizi
ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht),
volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH)
dengan batasan terendah 95% acuan (Masrizal, 2007).
1.2.4 Manifestasi Klinis
Secara umum gejala atau manifestasi klinis dari kondisi anemia adalah
penurunan kegiatan fisik atau intoleransi kegiatan fisik, lemas, letih, lesu, lunglai
palpitasi, vertigo, nafas pendek, nyeri dada, dan gejala neurologis pada pasien
dengan anemia defisiensi B12. Uji laboratorium untuk kondisi anemia adalah
hemoglobin, hematokrit, RBC, zat besi dalam darah, kadar feritin, MCV, Vitamin
B12, dan asam folat.
1.2.5 Tata Laksana
Derajat keparahan dan penyebab dari anemia defisiensi besi merupakan
pendekatan untuk pengobatan terapi dimana difokuskan pada pencukupan
kebutuhan besi.
a. Terapi Zat Besi
Dala kebanyakan kasus IDA, pemberian terapi besi secara oral dengan bentuk
larutan garam Fe2+ adalah yang paling sesuai. Besi paling baik di diabsorpsi
dalam bentuk reduksi Fe2+, dengan absopsi maksimal terjadi di duodenum,
terutama terjadi karena medium asam pada lambung. Pada pasien IDA,
rekomendasi umumnya sebesar 200 mg besi setiap hari dalam dua atau tiga
dosis terbagi (Dipiro, dkk., 2008).
Reaksi merugikan terhadap pemberian terapi zat besi yang utama, yaitu
gastrointestinal. Dapat berupa perubahan warna feses, konstipasi atau diare,
mual, dan muntah. Efek samping ini biasa terjadi terkait dengan dosis yang
diberikan dan hampir sama terjadi pada pemberian bentuk garam besi dalam
jumlah yang sama (Dipiro, dkk., 2008).
b. Terapi Zat Besi secara Parenteral

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1339
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pertimbangan pemberian zat besi secara parenteral dilakukan untuk pasien


dengan malabsorpsi besi, intoleransi terapi besi secara oral, atau ada masalah
ketidakpatuhan. Pemberian pengobatan secara parenteral ini tidak
mempercepat respon hematologi. Dosis pengganti secara parenteral ini
tergantung pada etiologi anemia dan konsentrasi Hb (Dipiro, dkk., 2015)
c. Transfusi
Bentuk lain pengobatan, yaitu melibatkan transfusi darah. Pengambilan
keputusan penggunaan transfusi darah ini berdasarkan risk and benefit.
Transfusi darah ini dapat meningkatkan konsentrasi Hb dalam waktu singkat
tetapi tidak dapat mengatasi penyebab gangguan yang terjadi. Pasien harus
mendapatkan terapi zat besi dan diikuti dengan transfusi bila memang
diperlukan. Pedoman pemberian transfusi yang disarankan, yaitu ketika Hb
bernilai 6 sampai 8 g/dL (Dipiro, dkk., 2008).
1.5 Hipertensi
1.3.1 Definisi
Hipertensi bilamemiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau
tekanan darahdiastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang.
1.3.2 Etiologi
Faktor resiko hipertensi antara lain :
1. Genetik: adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada
orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.8 Selain itu
didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam
keluarga.
2. Obesitas: berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32%

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1340
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk
wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar
internasional). Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan
hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya
resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-
angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal.
3. Jenis kelamin: prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause
salah satunya adalah penyakit jantung koroner.10 Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL
yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi
pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon
estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara
alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
4. Stres: stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin akan
meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung memompa
darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.
5. Kurang olahraga: olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit
tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan
perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih
otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan
pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas
fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk
menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak
jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin
besar pula kekuaan yang mendesak arteri.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1341
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

6. Pola asupan garam dalam diet: badan kesehatan dunia yaitu World Health
Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat
mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan
adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam)
perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
7. Kebiasaan Merokok: merokok menyebabkan peninggian tekanan darah.
Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi
maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami
ateriosklerosis.
1.3.3 Ptofisiologi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral
resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak
terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki
sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang
disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah
dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks.
Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti reflex kardiovaskuler melalui
sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang
berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos.Sedangkan sistem
pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan
rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin.
Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang
dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan
berbagai organ.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang
peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1342
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin


(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH,
sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.
Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan
tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah. (Bianti Nuraini,2015 )
1.3.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang
kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah
intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak
mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada malam
hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema
dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. Keterlibatan pembuluh darah otak
dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi
sebagai paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau gangguan tajam
penglihatan. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis,mudah marah,
telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1343
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.5 Tatalaksana

1.6 Diabetes Melitus


1.3.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme yang
ditandai oleh hiperglikemia dan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein. Hal ini dikarenakan hasil dari cacat dalam sekresi insulin, sensitivitas
insulin, atau kedua. (Dipiro dkk, 2008)
1.3.2 Etiologi
1 Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah,
pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan
kadar glukosa darah menjadi 200mg%.
2 Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak
tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari
dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
3 Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1344
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.


Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang
bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes
Mellitus.
4 Dislipidemia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma
insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien
Diabetes.
5 Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus
adalah > 45 tahun.
1.3.3 Patofisiologi
Diabetes melitus dibagi menjadi 2 yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2.
Untuk patofisiologi DM tipe 1 yaitu DM tipe 1 menyumbang 5% hingga
10% dari semua kasus diabetes. Secara umum berkembang di masa kanak-kanak
atau dewasa awal dan hasil dari immunemediated penghancuran pankreas Sel β,
menghasilkan absolut defisiensi insulin. Ada periode praklinis yang panjang
(hingga 9 hingga 13 tahun) ditandai dengan adanya penanda kekebalan ketika
penghancuran sel β diperkirakan terjadi. Hiperglikemia terjadi ketika 80% hingga
90% β- sel dihancurkan. Ada remisi sementara (fase "bulan madu") diikuti oleh
penyakit yang sudah mapan dengan risiko terkait komplikasi dan kematian. Faktor-
faktor yang memulai proses autoimun tidak diketahui, tetapi proses ini dimediasi
oleh makrofag dan limfosit T dengan sirkulasi autoantibodi ke berbagai Antigen sel
β (mis., antibodi sel pulau, antibodi insulin). (Dipiro dkk, 2008)
DM tipe 2 yaitu
DM tipe 2 menyumbang sebanyak 90% dari kasus DM dan biasanya
ditandai dengan adanya resistensi insulin dan relatif defisiensi insulin. Resistensi
insulin dimanifestasikan oleh peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak bebas,
peningkatan produksi glukosa hati, dan penurunan serapan otot rangka glukosa.
Disfungsi sel β bersifat progresif dan berkontribusi untuk memperburuk kontrol

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1345
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

glukosa darah seiring waktu. DM tipe 2 terjadi ketika gaya hidup diabetogenik
(kalori berlebihan, olahraga yang tidak adekuat, dan obesitas) ditumpangkan pada
orang yang rentan genotip. (Dipiro dkk, 2008)
1.3.4 Manifestasi Klinis
Individu dengan DM tipe 1 sering kurus dan cenderung berkembang
ketoasidosis diabetik jika insulin ditahan atau dalam kondisi parahstres dengan
kelebihan hormon pengatur insulin.Antara 20% dan 40% pasien datang dengan
ketoasidosis diabetik setelahnyabeberapa hari poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan.
Pasien dengan DM tipe 2 sering tidak menunjukkan gejala dan dapat
didiagnosis sekunder untuk tes darah yang tidak terkait. Namun, adanya komplikasi
dapat mengindikasikan bahwa mereka telah menderita DM selama beberapa tahun.
Kelesuan, poliuria, nokturia, dan polidipsia dapat ditemukan saat diagnosis;
penurunan berat badan yang signifikan lebih jarang terjadi (Dipiro dkk, 2008).
1.3.5 Tatalaksana

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1346
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1347
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN
2.1. Profilpasien
Nama/ Jenis kelamin : Ny. S / P
Umur/ BB/ TB : 43 tahun/ 51 kg/ 150 cm
Alamat Kepel Kerajaan, Kec. Bagal Kidul,
:
Pasuruan
MRS/KRS : 10 Feb 2020 /17 Feb 2020
Status pasien : BPJS
Dokter : Dr. dr. Edi Mustofa, Sp. Og (K)
Farmasis : M. Badrul Munir, Apt
Alergi : Amoxilin
Keluhanutama Badan lemas, pasien menyatakan nyeri
:
perut bawah
Riwayat penyakit saat ini : DM, Hipertensi
Riwayat kesehatan : Diabetes, Hipertensi, Riwayat Stroke
Riwayat pengobatan Curatage, Ramipril, CPG, Amlodipin,
:
Glimpirid
Diagnosa awal Mioma Uteri + Functional Cyst + Anemia
: + Riwayat Stroke + HT stg II on treatment
+ DM tipe II terkontrol
Diagnosa akhir Mioma Uteri + Anemia + Riwayat Stroke
: + HT stg II on treatment + DM tipe II
terkontrol

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1348
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2. Data Klinis Pasien


Tabel 2.1Tanda-tanda vital pasien
Parameter Nilai Tanggal pemeriksaan
normal 10 11 12 13 14 15 16 17
Suhu (oC) 36-37 36,8 36,1 36,3 35,3 36 35,9 35,9 36
Nadi (x/menit) 80-85 80 78 80 81 90 86 80 80
RR (x/menit) 20 20 20 20 20 18 20 18 18
Tekanandarah 120/80 20 20 20 20 18 20 18 18

Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien


Parameter Tanggal pemeriksaan
10 11 12 13 14 15 16 17
Nyeri perut + +
Nyeri bekas - - - + + + + +
luka operasi
Batuk - + + + + + - -
Nyeri ulu hati - - - + + + - -

2.3. Data laboratorium pasien


Tabel 2.3 Tabel data laboratorium pasien
Parameter Normal Satuan Hasil
10/2 11/2 12/2 13/2
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – g/dL 6,80 6,30 10,90 10,50
15,1
Eritrosit 4–5 106 /µL 3,43 3,21 4.53 4,39
(RBC)
Leukosit 4,7 - 11,3 103 /µL 6,75 6,20 6,36 15,54
(WBC)
Hematokrit 38 – 42 % 22,90 21,90 33,30 32,20
3
Trombosit 142 – 10 /µL 658 658 540 505
424
MCV 80-93 FL 66,80 68,20 73,50 73,30
MCH 27-31 Pg 19,80 19,60 24,10 23,90
MCHC 32-36 g/dL 29,70 28,80 32,70 32,60

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1349
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

RDW 11,5 – % 22,60 22,30 21,90 22,30


14,5
PDW 9 – 13 FL 7,5 7,9 8,4 9,1
MPV 7,2 – FL 8,0 83 8,5 8,6
11.1
P-CLR 15 -25 % 9,0 11,1 12,5 14,2
PCT 0,15 – % 0,52 0,55 0,46 0,43
0,4
NRBC abs 103 /µL 0,01 0,00 0,01 0,00
NRBC % % 0,1 0,0 0,2 0,0
Eosinofil 0–4 % 2,7 4,2 5,0 0,0
Basofil 0–1 % 0,1 0,2 0,6 0,1
Neutrofil 51 – 67 % 62,1 58,5 60,6 88,7
Limfosit 25 – 33 % 28,4 29,5 20,4 2,1
Monosit 2–5 % 6,7 7,6 13,4 9,1
3
Eosinofil abs 0,18 0,26 0,32 0,00
10 /µL
3
Basofil abs 0,01 0,01 0,04 0,02
10 /µL
3
Neutrofil abs 4,19 3,83 3,85 13,78
10 /µL
3
Limfosit abs 1,92 1,83 1,30 0,32
10 /µL
3
Monosit abs 0,16 – 1 0,45 0,47 0,85 1,42
10 /µL
Immature %
0,40 0,30 0,30 0,50
granulosit %
3
Immature
10 /µL 0,03 0,02 0,02 0,08
granulosit
Elektrolit Serum
Na 136-145 Mmol/L 137
K 3,5-5 Mmol/L 3,97
Cl 98-106 Mmol/L 105
Metabolisme Karbohidrat
GDS < 200 mg/dL 152 245 128
Faal Hemostasis
PTT
Pasien 9,4 – Detik 10,10
11,3
Kontrol Detik 11,2
INR < 1,5 0,97
APTT
Pasien 24,6- Detik 25,10
30,6
Kontrol Detik 25,6
Faal Hati
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1350
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

AST/SGOT 0 -32 U/L 11


ALT/SGPT 0- 33 U/L 8
Albumin 3,5 – 5,5 g/Dl 4,10
Faal Ginjal
Ureum 16,6 – mg/Dl 32,5
48,5
Kreatinin < 1,2 mg/Dl 0,72
Asam urat 2- 5,8
eGFR mL/menit/1.73 102,564
(CKD-EPI) m2

2.4. Profil terapi pasien


Tabel 2.4 Tabel Profil Terapi Pasien
Tanggal (Bulan : Februari)
Obat Rute Dosis 10 11 12 13 14 15 16 17
(OP)

PRC (transfusi) Inf 2 lb/hari V V V // //

NS inf V V V //

Metformin PO 2x500 mg V V V V //

3x500 mg V V V V

Ferrous Sulfate PO 3x200 mg V V V V V V V V

Ramipril PO 1x10 mg V V V V V V V V

Amlodipin PO 1x10 mg V V V V V V V V

Bisoprolol PO 1x2,5 mg V V V V V V V V

Paracetamol PO 2x1000 mg V V //

3X500 mg V V V V

Asam mefenamat PO 3X500 mg V //

Asetil Sistein PO 3x200 mg V V V V V V V

RL inf 90 CC/mL V //

Cefazolin Inj 2x1 g V //

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1351
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Metoclopramid Inj 3x10 mg V //

As. Traneksamat Inj 3x500 mg V //

Ketorolac Inj 3x30 mg V //

Ranitidin Inj 2x50 mg V - V V V

Cefadroxil PO 2x500 mg V V V V

Antasida syrup PO 3x15 mL V V V V

Rob PO 1 dd 1 tab V V V V

2.5. Drug related problem pasien


1. Efek Samping
Obat Efek Samping
Metformin Rasa tidak nyaman
pada perut dan
hipoglikemia

Ramipril Batuk kering


Ketorolac Nyeri ulu hati
Asam Mefenamat Nyeri ulu hati
Ferous sulfat Rasa tidak nyaman
pada perut

2. Interaksi Obat
a. Ketorolac + Ramipril
Dapat meningkatkan impairment renal
b. Bisoprolol + Metformin
Bisoprolol dapat menyebabkan tanda-tanda hipoglikemia yang
merupakan efek samping potensial dari metformin tidak terdeteksi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1352
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Ny. S (43 tahun), masuk rumah sakit pada tanggal 10 Februari 2020 dan
keluar rumah sakit pada tanngal 17 Februari 2020, dengan keluhan nyeri perut
bagian bawah dan badan lemas. Pasien didiagnosa mioma uteri dengan functional
cyst dan anemia. Pasien dirawat di IRNA III ruang 4. Ny. S memiliki riwatat
Dibetes melitus tipe 2 sejak tahun 2006 namun terkontrol, dan hipertensi stage 2 on
treatment sejak 2017, dan riwayat serangan stroke pada Mei 2018. Riwayat
pengobatan pasien diperoleh dari hasil rekonsiliasi saat melakukan visite, yaitu
ramipril, clopidogrel, amlodipin, dan glimepirid, dan simvastain. Ny.S berhenti
mengonsumi obat-obat untuk riawayta stroke sejak 2019. Ny. S memiliki riwayat
alergi obat terhadap Amoxicilin.
Kondisi anemia Ny. S ditandai dengan keluhan badan lemas yang dirasakan
oleh Ny.S selain itu pada tanggal 10 Februari 2020 hasil data lab hemoglobin Ny.S
menunjukkan angka 6,80 g/dL dan pada tanggal 11-02-2020 6,30 g/dL, dimana nilai
tersebut berada dibawah batas normal (11,4 – 15,1 g/dL). Ny. S direncankan
menjalani operasi jika nilai hemoglobin mencapai kadar > 10 g/dL. Maka dari itu,
pasien diberi terapi transfusi PRC pada selama 2 hari, yaitu pada tanggal 10 dan 11
Februari 2020. Dosis transfusi PRC yang diberikan adalah 2 labu perhari. Pada
tanggal 12 Februari 2020, kadar hemoglobin Ny.S mengalami peningkatan menjadi
10,90 g/dL sehingga pemberian transfusi PRC dihentikan. Pada tanggal 13-02-
2020, Ny.S menajalani operasi kondisi mioma uteri. Kadar hemoglobin Ny.S
setelah dilakukan operasi adalah 10,50 g/dL. Selain transfusi PRC, Ny. S juga
menerima ferrous sulfat dengan dosis 3x200 mg. Penggunaan ferrous sulfat pada
Ny. S perlu dimonitoring terkait efek samping potensial yang mungkin terjadi
karena penggunaannya bersamaan dengan metformin. Penggunaan bersamaan
ferrous sulfat dengan metformin dapat meningkatkan efek samping dari kedua obat,
yaitu rasa tidak nyaman pada perut sampai nyeri perut karena iritasi lambung.
Transfusi PRC untuk pasien anemia dapat meningkatkan konsentrasi Hb
dalam waktu singkat tetapi tidak dapat mengatasi penyebab gangguan yang terjadi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1353
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien harus mendapatkan terapi zat besi dan diikuti dengan transfusi bila memang
diperlukan (Dipiro dkk, 2008).
Pre operasi SVH
a. Injeksi cefazolin
Pasien mendapatkan terapi injeksi cefazolin 2x1 gram secara intravena
sebagai premedikasi operasi SVH yang dilakukan pada tanggal 13-2-
2020. Cefazolin memiliki merupakan sefalosporingenerasi I yang
bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding selbakteri gram
negative dan positif. Potensi efek samping penggunaan cefazolin adalah
diare, mual, muntah, dan kram perut.
b. Injeksi metoclopramide
Pasien mendapatkan terapi injeksi metoclopramide 3x10 mg secara
intravena sebagai premedikasi operasi SVH pada tanggal 13-2-2020
untuk mencegah terjadinya mulai dan muntah pada pasien.
Metoclopramide memiliki mekanisme kerja menghambatreseptor
dopamine dan menghambat reseptor serotonin di CNS. Potensi efek
samping penggunaan metoclopramide adalah ekstrapiramidal sindrome.
c. Injeksi ranitidine
Pasien mendapatkan terapi injeksi ranitidin 2x50 mg secara intravena
sebagai premedikasi operasi SVH pada tanggal 13-2-2020 untuk
mencegah terjadinya nyeri ulu hati pada pasien. Ranitidin memiliki
mekanisme kerja kompetitif menghambat respetor histamin H2 di sel
parietal lambung, sehingga menghambat sekresi asam lambung. Potensi
efek samping penggunaan ranitidin adalah diare dan kram perut.
Terapi post operasi SVH
a. Injeksi cefazolin Pasien mendapatkan terapi injeksi cefazolin 2x1 gram
secara intravena post operasi SVH yang dilakukan pada tanggal 13-2-
2020. Cefazolin memiliki merupakan sefalosporin generasi I yang
bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri gram
negative dan positif. Potensi efek samping penggunaan cefazolin adalah
diare, mual, muntah, dan kram perut.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1354
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

b. Injeksi metoclopramide
Pasien mendapatkan terapi injeksi metoclopramide 3x10 mg secara
intravena post operasi SVH pada tanggal 13-2-2020 untuk mencegah
terjadinya mulai dan muntah pada pasien. Metoclopramide memiliki
mekanisme kerja menghambat reseptor dopamine dan menghambat
reseptor serotonin di CNS. Potensi efek samping penggunaan
metoclopramide adalah ekstrapiramidal sindrome.
c. Injeksi ranitidin
Pasien mendapatkan terapi injeksi ranitidin 2x50 mg secara intravena
post operasi SVH pada tanggal 13-2-2020 untuk mencegah terjadinya
nyeri ulu hati pada pasien. Namun dua hari setelah operasi pasiem
mengeluhkan nyeri ulu hati, sehingga ranitidin diberikan lagi pada
tanggal 15-2-2020 sampai tanggal 17-2-2020. Ranitidin memiliki
mekanisme kerja kompetitif menghambat respetor histamin H2 di sel
parietal lambung, sehingga menghambat sekresi asam lambung. Potensi
efek samping penggunaan ranitidin adalah diare dan kram perut.
d. Injeksi ketorolac
Pasien mendapatkan terapi injeksi ketorolac 3x30 mg post operasi SVH
pada tanggal 13-2-2020 untuk mengatasi nyeri post operasi. Ketorolac
memiliki mekanisme kerja menghambat COX 1 dan COX 2. Potensi
efek samping penggunaan ketorolac adalah gastritis dan penggunaan
ketorolac memiliki interaksi potensial dengan ramipril. Untuk
mengatasi hal tersebut, ketorolac tidak digunakan dalam jangka
panjang, maksimal penggunaan ketorolac yaitu 5 hari dan digunakan
jika pasien mengeluhkan nyeri sedang-berat.
e. Asam traneksamat
Pasien mendapatkan terapi asam traneksamat 3x500 mg post operasi
SVH pada tanggal 13-2-2020 untuk mencegah terjadinya perdarahan.
Asam traneksamat memiliki mekanisme kerja membentukkompleks,
menggantikan plasminogen dan fibrin, sehingga menghambat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1355
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

fibrinolysis danaktivitasproteolitik plasmin. Potensian efek samping


penggunaan asam traneksamat adalah diare, mual, muntah.
f. Cefadroxil 2x500 mg
Pasien mendapatkan terapi cefadroxil 2x500 mg untuk mencegah
terjadinya infeksi post operasi SVH. Cefadroxil diberikan mulai tanggal
14-2-2020 sampai tanggal 17-2-2020. Cefadroxil memiliki mekanisme
kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan berikatan pada
satu atau lebih penicilin binding protein (PBP) sehingga menghambat
tahap transpeptidase akhir dari sintesis peptidoglikan. Potensial efek
samping penggunaan cefadroxil adalah diare.
g. Paracetamol
Pasien mendapatkan terapi paracetamol 2x1000 mg untuk mengatasi
nyeri sebelum dilakukan operasi SVH yaitu pada tanggal 11-2-2020
sampai tanggal 12-2-2020. Kemudian pada tanggal 14-2-2020 sampai
tanggal 17-2-2020 diberikan kembali dengan dosis 3x500 mg karena
pasien mengeluhkan nyeri ulu hati setelah pemberian analgetik asam
mefenamat pada tanggal 14-2-2020.
h. Asam mefenamat
Pada tanggal 14-2-2020 pasien mendapatkan terapi asam mefenamat
3x500 mg untuk mengatasi nyeri post operasi SVH. Namun karena
terjadi efek samping gastritis sehingga penggunaan asam mefenamat
dihentikan dan untuk mengatasi nyeri dilanjutkan terapi paracetamol
3x500 mg. Asam mefenamat memiliki mekanisme kerja menghambat
COX 1 dan COX 2sehinggamenurunkanpembentukan prostaglandin.
Potensial efek samping yang muncul pada penggunaan asam mefenamat
yaitu gastritis.
i. Antasida syr
Pasien mendapatkan antasida syr 3x15 mL setelah mengeluhkan nyeri
ulu hati karena efek samping asam mefenamat. Antasida digunakan
mulai tanggal 14-2-2020 sampai tanggal 17-2-2020. Antasida memiliki
mekanisme kerja bereaksi dengan asam lambung sehingga dapat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1356
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menetralkan asam lambung. Potensi efek samping yang terjadi


penggunaan antasida adalah konstipasi, diare dan kembung.
j. Rob : Pasien mendapatkan terapi rob 1x1 tablet pada tanggal 14-2-2020
sampai tanggal 17-2-2020 untuk mencegah terjadinya anemia. Rob
mengandungAsamfolat 0,40 mg dan ferrous sulfat 60 mg. Mekanisme
kerjanya yaitu menggantikan asam folat dan zat besi.
Ny. S memiliki riwayat hipertensi dan diabetes melitus. Pasien memiliki
hasil tekanan darah 140/80 mmHg yang mana hasil tersebut dalam stage hipertensi
termasuk dalam stage II. Terapi yang didapatkan pasien yaitu sesuai dengan
guidline JNC8 untuk hipertensi digunakan terapi kombinasi yaitu CCB, ACE I atau
ARB, dan b-bloker. Pasien mendapatkan terapi ramipril, amlodipin, dan bisoprolol.
Pasien medapatkan terapi pada tanggal 10 februari sampai 17 februari secara rutin.
Ramipril merupakan golongan Ace inhibitor dengan mekanisme kerja
menghambat pembentukan angiotensin II oleh ramiprilat sebagai senyawa aktif
setelah di metabolisme. Ramipril digunakan deibandingkan dengan ACEI lainnya
karena memiliki efek samping lebih kecil dibandingkan dengan captropril. Dosis
yang digunakan pada pasien yaitu secara peroral dengan aturan pakai 1 kali 10 mg.
hal ini sesuai dengan dosis literatur, karena dosis maksimal ramipril yaitu 20
mg/hari. Efek samping yang terjadi pada ramipril bersifat potensial yaitu batuk,
hipotensi, sakit kepala, mual, muntah, dan hiperglikemia. Dalam kasus ini, pasien
mengeluhkan batuk kering sehingga terjadi drug related problems efek samping
dari ramipril. Golongan ACEI dapat menyebabkan batuk kering. Batuk yang
diinduksi oleh penggunaan ACEi diakibatkan adanya peningkatan sensitivitas
batuk melalui pembentukan bradikinin dan prostaglandin. Rekomendasi yang dapat
diberikan untuk menangani DRP yang terjadi pada pasien tersebut yaitu mengganti
dengan golongan ARB contohnya candesartan, losartan, dan valsartan.
Amlodipin merupakan golongan calcium channel blocker (CCB) dengan
mekanisme kerja menghambat ion kalsium masuk otot jantung selama depolarisasi,
menghasilkan relaksasi otot halus pembuluh darah dan vasodilatasi koroner. Dosis
yang didapatkan pasien yaitu 1x10 mg hal ini sesuai dengan dosis literatur pada
DIH karena dosis maksimal 10 mg/hari.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1357
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Bisoprolol merupakan golongan beta adrenergic blocker dengan mekanisme


kerja selektif menghambta reseptor beta-1 adrenergik. Dosis yang diberikan pada
pasien yaitu 1 x 2,5 mg secara peroral selama 8 hari di RS secara rutin, pemberian
ini sesuai dengan dosis yang terdapat pada literatur yaitu dosis peroral 2,5-5 mg/hari
(DIH,2008). Penggunaan bisoprolol memiliki efek samping yaitu insomnia, diare,
mual, dan muntah sehingga perlu dimonitoring efek samping obat pada penggunaan
bisoprolol. Pada penggunaan bisoprolol perlu diperhatikan, karena pasien tersebut
memiliki riwayat penyakit diabetes dimana penggunaan bisoprolol memiliki
perhatian pada pasien diabetes sehingga perlu dilakukan monitoring terhadap
penggunaan obat bisoprolol pada pasien, dikarenakan penggunaan obat tersebut
dapat menutupi efek samping obat diabetes yaitu hipoglikemia.
Pasien tersebut selain memiliki riwayat penyakit hipertensi juga memiliki
riwayat penyakit diabetes melitus. Pasien sebelumnya sudah mendapatkan terapi
diabetes yaitu metformin sehingga untuk terapi diabetes melitus tetap melanjutkan
terapi sebelumnya. Pada saat masuk RS tanggal 10 februari memiliki nilai GDS
pasien 152 mg/dL, kemudian meningkat pada tanggal 11 februari menjadi 245
mg/dL, setelah itu menurun menjadi 128 mg/dL. Pasien menerima terapi metformin
dengan mekanisme kerja menurunkan produksi glukosa di hepar , menurunkan
absorpsi glukosa di intestinal, dan meningkatkan sensitivitas insulin. Dosis yang
digunakan pada pasien yaitu 2 kali sehari 500 mg hal ini sesuai dengan literatur
yaitu 2 kali sehari 500 mg. efek samping yang dapat terjadi pada metformin yaitu
diare, mual muntah, flatulance, dan lemah otot sehingga pasien perlu dilakukan
monitoring efek samping obat. Selain itu, saran yang dapat diberikan kepada pasien
yaitu memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien untuk menjaga pola
makan.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1358
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN

Kesimpulan dari analisis kefarmasian pada pasien Ny. S dengan diagnosa akhir
Mioma Uteri, Anemia, HT st II on treatment, dan DM Tipe II terkontrol, masuk
rumah sakit pada tanggal 10 Februari 2020 dan keluar rumah sakit pada tanggal 17
Februari 2020. Pada tanggal 13 Februari 2020 menjalani operasi laparotomi SVH
untuk tindakan mioma uteri. Pasien menerima terapi anemia berupa transfusi PRC
2 labu perhari dan Ferous sulfat 3x200 mg. Terapi hipertemsi yang diberikan adalah
Ramipril 1x10 mg, Amlodipin 1x10 mg, dan Bisoprolol 1x5 mg. Terapi diabetes
melitus yang diberikan adalah Metformin 3x500 mg. Ny. S menerima terapi pre
operasi berupa injeksi cafazolin, injeksi metoclopramid, injeksi ketorolac, dan
injeksi ranitidin yang diberikan 30 menit sebelum menjalani operasi. Terapi post
operasi yang diberikan adalah paracetamol 3x500 mg sebagai anti nyeri, cefadroxil
sebagai terapi antibiotik, dan tablet tambah darah untuk mencegah kondisi anemia
karena perdarahan yang terjadi selama operasi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1359
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Arisman, 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Penerbit BukuKedokteran


Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., & Posey L.M. 2008.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. 7th Ed. The McGraw Hill
Companies, Inc. New York.
Hadibroto, Budi R. MIOMA UTERI. Majalah Kedokteran Nusantara. 2005. Vol.
38 (3) : 255
Masrizal. 2007. Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Proverawati, Asfuah S., 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta:Nuha
Medika.
Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011
1023.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1360
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN

SOAP HARIAN
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
TINDAKAN/PERKEMBANGAN KLINIK/MASALAH
Hari/ Subjektif Objektif Assessment Plan
Tang
gal
Selasa Lemas (+) Mioma uteri 1. Transfusi PRC METO : target kadar
/ 11 Pucat (+) Hb = 6,3 • Indikasi : anemia Hb ≥ 10 g/dL
Feb g/dL 2. SF (Ferrous sulfate)
2020 • Indikasi: tx anemia defisiensi MESO : reaksi
besi hipersensitivitas
• MK: menggantikan zat besi
• Dosis literatur: tx anemia
defisiensi besi: 300 mg 2 dd 1
sampai 4x300 mg atau 250 mg
1-2 kali/hari (ER)
• Profilaksis defisiensi besi: po:
300 mg/hari
• Dosis pasien: 3x200 mg
Nyeri Mioma uteri 3. Paracetamol METO : nyeri perut (-)
perut (+) Vas Score • Indikasi: antinyeri/antipiretik MESO : SGOT/SPT
2/10 • MK: menghambat sintesis
prostglandin pada sistem saraf
pusat dan menghambat nyeri
perifer, antipiretik:
menghambat pusat regulasi
panas dihipotalamus

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1361
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Dosis literatur: PO: 325-600


mg/hari setiap 4-6 jam atau
1000 mg 3-4 kali/hari; dosis
max: 4 gr/hari
• Dosis pasien: 2x1000 mg
HT stage II 4. Ramipril METO : TD terkontrol
on • Indikasi: antihipertensi ≤140/90
treatment • MK: menghambat
TD = pembentukan angiotensin II MESO : batuk
140/80 oleh ramiprilat sebagai
mmHg senyawa aktif setelah Saran dan rekomendasi
dimetabolisme : pasien diharapkan
• Dosis literatur: HT: PO: 2,5-5 patuh dalam minum
mg/ hari, max 20 mg/hari; obat
stroke: PO: awal 1,25 mg 91
minggu), 1x5 mg (3 minggu),
1x10 mg.
• Dosis pasien: 1x10 mg
• ESO : batuk kering
HT stage II 5. Amlodipin METO : TD terkontrol
on • Indikasi: antihipertensi ≤140/90
treatment • MK: menghambat ion kalsium
TD = masuk ke otot jantung selama MESO : edema perifer
140/80 depolarisasi, shg
mmHg menghasilkan relaksasi otot Saran dan rekomendasi
polos pembuluh darah dan : pasien diharapkan
vasodilatasi, meningkatkan patuh dalam minum
penghantaran oksigen ke obat
jantung

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1362
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Dosis literatur: HT: PO: awal


1x5 mg, max 10mg/ hari; 2,5-
10 mg/hari
• Dosis pasien: 1x10mg
• ESO: edema perifer
6. Bisoprolol METO :
• Indikasi: HT, HF (off label) TD terkontrol ≤140/90
• MK: selektif menghambat MESO : nyeri dada,
reseptor beta 1 adrenergik insomnia, diare,mual,
• Dosis literatur: HT: PO: muntah
1x2,5- 5 mg dpt ditingkatkan Saran dan rekomendasi
sampai 10mg/hari-20mg/hari : pasien diharapkan
• Dosis pasien: 1x2,5 mg patuh dalam minum

• ESO: nyeri dada, insomnia, obat


diare,mual, muntah
Rabu/ Batuk (+) 1. Asetil sistein METO : batuk (-)
12 • Dicurigai terdapat DRP efek
Feb samping dari ramipril MESO : mual, muntah,
2020 • Indikasi : mukolitik gangguan GI
• Mk: efek mukolitik melalui
kelompok bebas sulfihidril
yang membuka ikatan
disulfida dalam mucoprotein
sehingga menurunkan
viskositas lendir.
• Dosisliteratur : 3X200 mg
• Dosispasien :
• ESO: mual, muntah, gangguan
GI

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1363
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Kamis GDS = 128 a. Metformin METO :


/ 13 mg/dL • Indikasi : DM type II • GD < 145 mg
Feb • MK : menurunkan produksi (target
2020 glukosa di hepar, menurunkan sebelumoperasi)
absorpsi glukosa di intestinal • GDS normal <100
dan meningkatkan sensitivitas mg/dl
insulin MESO :
• Dosis literatur: 2 dd 500 mg • Rasa tidaknyaman
atau 1 dd 850 mg di
• Dosis pasien: 2 dd 500 mg perutsampaidengan
• ESO : diare, mual/muntah, nyeriperut
flatulance, lemah otot. • Dapat diperburuk
jika dikonsumsi
bersama dengan SF

b. Pasien dijadwalkan operasi


laparotomi SVH (11.00 WIB)
Jumat Nyeri luka TD : 130/90 Terapi PO dilanjutkan, tidak
/14 bekas op Hb : 10,50 ada DRP METO : tanda-tanda
Feb Tx : injeksi 1. Cefazoline SIRS
2020 post-op • Indikasi : antibiotik profilaksis - suhu>38 atau<36OC
1. pre-op sampai 1x24 jam post- - nadi> 90 bpm
cefazoline op - RR > 20 kali/ menit
2. • MK : sefalosporin gen.I, - leukosit > 12.000
metoclopra menghambat sistesis dinding sel/Ul atau< 4000
mid 3X10 sel bakteri gram (-) & (+) sel/Ul
mg • Dosis literatur : pre-op : 1 g MESO : diare, mual,
diberikan 30 menit sebelum muntah, kram perut

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1364
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

3. ranitidine operasi. 500 mg-1 g setiap 6-9


2X50 mg jam sampai 1X24 jam post-op
Tx : post-op • Dosis pasien : 2X1 gr
4. As. • ESO : diare, mual, muntah,
Tranexamat kram perut
3X500 mg
2. Metoclopramid METO : mual (-)
5. ketorolac
• Indikasi : mencegah mual MESO :
3X30 mg
muntah post-op ekstrapiramidal
*post op
• MK : menghambat reseptor sindrom
laparotomi
dopamine dan mneghambat
SVH
reseptor serotonin di CNS
(chemoreseptor trigger zone)
• Dosisliteratur : IV 10-20 mg,
dosis dapat diulang
• Dosis pasien : IV 3X10 mg
• ESO : gelisah, ngantuk, lelah,
lesu, ekstrapiramidal sindrom
3. Ranitidine METO : pasien tidak
• Indikasi : post-op ulcer, stress mengeluhkan nyeri ulu
ulcer hari dan mual
• MK: kompetitif menghambat MESO : sakit kepala
reseptor histamin H2 di sel
parietal lambung, sehingga
menghambat sekresi asam
lambung.
• Dosis literatur : PO 2 dd 50
mg

Perdarahan • IV 50 mg setiap 6-8 jam


= 400 CC • Dosis pasien : IV 2X50 mg
• ESO : sakit kepala

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1365
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

4. Asam traneksamat METO : perdarahan (-)


• Indikasi : mencegah MESO : diare, mual,
perdarahan muntah
• MK :membentuk kompleks,
menggantikan plasminogen &
fibrin sehingga menghambat
fibrinolisis juga mneghambat
Vas score : aktivitas proteolflik plasmin.
1/10 • Dosis literatur : IV 10 mg/kg
• Dosis pasien : IV 3X500 mg
• ESO : diare, mual, muntah
5. Ketorolac METO : nyeri bekas
• Indikasi : nyeri luka op (-)
• MK : menghambat cox 1 dan
cox 2 MESO : sakit kepala,
• Dosis literatur : IV/IM 30 mg pusing, dispepsia, mual,
setiap 6 jam nyeri perut, diare.

• Dosis pasien : IV 3X30 mg


• ESO :sakit kepala, pusing,
dispepsia, mual, nyeri perut,
diare.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1366
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sabtu, Nyeriuluh TD= 130/80 1. Cefadroxil Monitoring


15/2/2 ati (+), Terapi post- • Indikasi : Txantibiotik post-op nyeriuluhatidannyeribe
020 nyeribekas op • MK : menghambat sintesis kasluka OP
OP (-) 1. dinding sel bakteri dengan
Cefadroxil berikatan pada satu atau lebih
PO PBP ( prnicillin binding
2X500 mg protein) sehingga
2. PCT PO menghambat tahap
3X500 mg transpeptidase akhir dari
3. Rob PO sintesis peptidoglikan
1X1 • Dosisliteratur :
4. • Susceptible infection ; po 1-2
RanitidinInj gr/haridalamdosisterbagi
3X15 ml • Dosispasien : 2X500 mg
5. • ESO : diare
AntasidaSyr
• KI : hipersensitivitas
3X15 ml
• Interaksi : uricosuric agent -
6. As.
>menurunkanekskresicefadrox
traneksamat
il
• (AHFS 2011, DIH 2008)

2. Rob
• Kandungan: asam folat 0,40
mg dan ferous sulfat 60 mg
• Dosis 1dd 1 tab

3. Antasida syrup
• Indikasi: peptic ulcer, GERD
Terapinyeri diganti dari
asmef menjadi PCT

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1367
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• MK: bereaksi dg asam


lambung, shg dpt menetralkan
asam lambung
• Dosis literatur: untuk literatur
dosis antasida adalah empiris
dan beragam, sesuai
kebutuhan.
• Dosis pasien: 1x15 ml
(sebelum makan)
• ESO: diare, konstipasi,
kembung
• KI: sodium bikarbonat
• Interaksi: aspirin, diazepam,
naproxen, pseudoefedrin:
meningkatkan absorbsi obat;
isoniazid, tetracyclin:
menurunkan absorbsi obat tsb
(AHFS, 2011)

DRP aktual: ESO asam


mefenamat: gastritis.
Senin, Nyeri luka Tx KRS: - Tx PO dilanjutkan - Kontrol untuk rawat
17/2/2 post OP (- 1. Paraceta - Tx injeksi ranitidin dilanjutkan: luka post OP
020 ) mol tdk ada DRP - Penggunaan antibiotik
Nyeri ulu 2. Cefadroxi - Px KRS cefadroxil harus
hati (-) l dihabiskan
Batuk (-) 3. ROB

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1368
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


P0101 Ab000 30 – 32 mgg PP SCTP +
IUD + Eklampsia + Leukositosis

(19 Februari – 26 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1369
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien P0101 Ab000 30 – 32 mgg PP


SCTP + IUD + Eklampsia + Leukositosis“

di Instalasi Rawat Inap 3 Ruang 4

Oleh:
Kelompok IRNA 3
(03 Februari – 18 Maret 2020)

1. Tutut Dwi Cahyati, S. Farm (051913143031)


2. Moh. Andri Syifauddin, S. Farm (051913143032)
3. Gita Deseria , S. Farm (051913143034)
4. Dewi Novitasari, S. Farm (051913143100)
5. Hana Olivia Damayanti, S. Farm (051913143109)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1370
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1371
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Tinjauan Eklampsia


1.1.1 Definisi
Preeklamsia (PE) adalah gangguan kehamilan yang ditandai dengan tekanan
darah 140/90 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan, disertai dengan
proteinuria >0.3 g per 24 jam atau ≥ 1+ proteinuria, atau tanpa adanya proteinuria,
yang dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa ibu dan janin (Peres et
al., 2018). Preeklamsia berat (PEB) didefinisikan sebagai adanya salah satu gejala
atau tanda berikut dengan adanya preeklamsia: a. Tekanan darah ≥160/110 mmHg,
diukur pada dua kesempatan setidaknya empat jam terpisah, b. HELLP syndrome
(Hemolysis elevated Liver Enzymes and Low Platelets), c. Insufisiensi ginjal
progresif (konsentrasi serum kreatinin >1.1 mg/dL atau penggadaan konsentrasi
serum kreatinin dengan tidak adanya penyakit ginjal lainnya), d. New-onset
cerebral atau gangguan penglihatan, e. Edema paru, f. Trombositopenia (Peres et
al., 2018)
1.1.2 Etiologi
Etiologi preeklamsia masih belum diketahui. Banyak faktor risiko
preeklampsia yang telah diidentifikasi sebelum akhirnya terjadi eklampsi. Hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Faktor risiko preeklamsia (English et al., 2015)

Faktor Risiko Preeklamsia


Antiphospholipid
Risiko relatif preeclampsia
Riwayat preeklampsia sebelumnya
Diabetes mellitus, Hipertensi, Ginjal sebelum kehamilan
Kehamilan ganda, kehamilan pertama
Obesitas
Usia ≥ 40 tahun

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1372
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.3 Patofisiologi
Mekanisme penyebab terjadinya preeklamsia adalah invasi tropoblas yang
abnormal. Implantasi normal ditandai dengan remodeling arteriola spiralis di dalam
desidua basalis. Tropoblas endovaskuler menggantikan lapisan endotelial dan
muskuler arteriola spiralis sehingga lebih mudah mengalami dilatasi yang berfungsi
memperbesr diameternya. Hal ini menyebabkan penurunan tekanan darah sehingga
aliran darah ke plasenta adekuat. Pada preeklamsia, terjadi invasi tropoblastik yang
abnormal, dimana arteriola spiralis tidak kehilangan lapisan endotelial sehingga
tetap kaku dan keras. Hal ini menyebabkan diameter pembuluh darah hanya separuh
dari diameter plasenta normal sehingga terjadi kontriksi dan aliran darah ke plasenta
menurun. Akibatnya terjadi iskemia pada plasenta (Beckmann et al., 2008;
Gathiram and Moodley, 2016). Iskemia pada plasenta menyebakan kerusakan
endotelial. Selain itu, pada preeklampsia terjadi peningkatan tromboksan dan
penurunan prostasiklin dimana prostaksiklin berfungsi untuk mempromosikan
vasodilatasi dan mengurangi agregasi trombosit. Karena ketidakseimbangan ini,
penyempitan pembuluh darah terjadi (Beckmann et al., 2008). Pada preeklampsia
sitokin seperti tumor necrosis factor-α (TNF- α) dan interleukin (IL) berkontribusi
pada stres oksidatif. Hal ini ditandai dengan terdapatnya radikal bebas yang sangat
toksis yang merusak sel endotelial yang menyebabkan hipertensi (Gathiram and
Moodley, 2016).

1.1.4 Penatalaksanaan Terapi


PEB dapat dimulai dengan pemberian magnesium sulfat (MgSO 4) untuk
membantu mencegah kejang. MgSO4 bekerja pada sistem saraf pusat secara
langsung. Antikonvulsan lain seperti diazepam dan fenitoin jarang digunakan
karena tidak memiliki efektifitas seperti MgSO4, dan memiliki efek samping yang
potensial terhadap janin. Dosis MgSO4 yaitu 40% 10 g diberikan secara
intramuskular pada bokong kanan dan kiri masing-masing 5 g atau dapat diberikan
secara rute IV pelan denan cara melarutkan 4 g MgSO4 40% dalam 10 ml akuades
Evaluasi yang sering dilakukan berupa refleks patella yang normal dan frekuensi
pernafasan (≥16 x/menit) untuk memantau manifestasi peningkatan konsentrasi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1373
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

MgSO4. Konsentrasi terapeutik MgSO4, yaitu 4-6 mg/dL. Jika terjadi intoksikasi
MgSO4, diatasi dengan pemberian kalsium glukonas 10% secara intavena pelan
dalam waktu 3 menit atau lebih (Pernol, 2001; Beckmann et al., 2008).
Persalinan merupakan satu-satunya pengobatan kuratif untuk preeklampsia.
Kriteria untuk persalinan didasarkan pada dua faktor yang sering saling terkait,
yaitu usia kehamilan saat diagnosis (perkiraan berat janin) dan keparahan
preeklampsia. Preeklampsia berat memerlukan penanganan dengan dua tujuan,
yaitu mencegah efek berbahaya dari tekanan darah ibu yang tinggi dan mencegah
eklampsia. Berikut ini merupakan manajemen ekspektatif yang direkomendasikan
pada kasus pre-eklampsi tanpa gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu:

Gambar 1. Manajemen Ekspektatif Pre-eklampsia tanpa gejala berat

Sedangkan untuk kasus pre-eklampsi berat manajemen ekspektatif


direkomendasikan pada usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat
kondisi ibu dan janin stabil. Serta pemberian kortikosteroid direkomendasikan
untuk membantu pematangan paru janin dimana perawatan ekspektatif tersebut
dilakukan pasien dengan rawat inap di pelayanan kesehatan untuk pemantauan
yang intensif (PNPK-POGI., 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1374
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 3. Manajemen Ekspektatif Pre-eklampsi berat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1375
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel II. Kriteria terminasi kehamilan pada Pre-Eklampsi Berat

Terapi untuk pencegahan pre eklampsia adalah dengan pemberian aspirin


dosis rendah. Menurut WHO, pemberian aspirin dosis 75-100 mg pada usia
kehamilan 12 minggu hingga waktu melahirkan dapat mencegah pre eklampsia.
Guidline lain yang berlaku di rumah sakit di Portugis menyarankan penggunaan
aspirin 100mg untuk wanita hamil dengan satu atau lebih faktor resiko. Terapi lain
yang diberikan untuk mencegah pre eklampsia adalah dengan suplemen kalsium.
Suplemen kalsium mampu menurunkan resiko terjadinya pre eklampsia dan
kelahiran prematur. WHO merekomendasikan pemberian suplemen kalsium 2
gram/hari. Beberapa studi lain menyebutkan tidak ada keuntungan yang didapatkan
melalui restriksi sodium, perubahan diet, dan latihan fisik pada terapi pencegahan
pre eklampsia (Peres, G.M, et al. 2018).
Terapi untuk pre eklampsia ringan bertujuan untuk mencegah agar kondisi
pre eklampsia tidak bertambah buruk, penentuan waktu melahirkan, dan
mengevaluasi perkembangan paru janin. Sementara tujuan terapi untuk pasien
dengan pre eklampsia berat adalah untuk mencegah terjadinya eklampsia, kontrol
gula darah, serta perencaaan waktu melahirkan. Pemberian antihipertensi hanya
direkomendasikan apabila tekanan sistol >150-160 mmHg atau diastol >100-110
mmHg. Antihipertensi golongan ACEi dan ARB dilarang digunakan pada masa
kehamilan karena bersifat teratogenik. Selain itu, penggunaan antihipertensi rute
sublingual juga harus dihindari karena akan menyebabkan penurunan tekanan darah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1376
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

yang cepat sehingga menimbulkan hipoperfusi pada sirkulasi plasenta (Peres, G.M,
et al. 2018).
Terapi lini pertama pada kondisi pre eklampsia ringan adalah pemberian
metildopa oral 250 mg (2-3 tablet/hari) atau nifedipin oral (30-60 mg/hari).
Nifedipin merupakan antihipertensi golongan calsium channel blocker yang
bersifat aman, non teratogenik, serta efektif. Sementara metil dopa merupakan alfa
adrenergic receptor antagonist yang juga efektif dan aman dikonsumsi pada masa
kehamilan (Peres, G.M, et al. 2018).

1.1.5 Manifestasi Klinik


Kejang (eklampsia) Eklampsia adalah keadaan ditemukannya serangan
kejang tibatiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau
masa nifas yang sebelumnya menunjukan gejala preeklampsia (Prawirohardjo,
2010). Preeklampsia pada awalnya ringan sepanjang kehamilan, namun pada akhir
kehamilan berisiko terjadinya kejang yang dikenal eklampsia. Jika eklampsia tidak
ditangani secara cepat dan tepat, terjadilah kegagalan jantung, kegagalan ginjal dan
perdarahan otak yang berakhir dengan kematian (Natiqotul, 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1377
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II

PROFIL PASIEN
2.1.Profil Pasien
Nama/ Jenis kelamin : Ny. M
Umur/ BB/ TB : 30 tahun / 85kg (sebelum hamil) 70kg
(setelah lahir) / 161 cm
Alamat : Singosari, Malang
MRS/KRS : 18-02-2020/23-02-2020
Status pasien : JKN
Dokter : Dr.dr.S,SpOG-K
Farmasis : M. Badrul Munir, S. Farm., Apt
Alergi : Ikan Laut
Keluhan utama : Kejang
Riwayat penyakit saat ini : Pasien mengeluh nyeri kepala semakin
berat, kemudian pasien kejang 2x dirumah
dibawa ke RS PH dalam perjalanan, pasien
mengalami kejang 1x → dirujuk ke RSSA
Riwayat kesehatan : Eklampsia
Riwayat pengobatan : MgSO4 4 gram 20% iv, MgSO4 5 gram
40% iv, Nifedipin 10 mg SL, dan
Dexamethasone 16 mg iv
Diagnosa awal : G1P00000 Ab000 gr 32-34 mgg T/H +
DOC dt eclampsia eklampsia + Ht
urgency
Diagnosa akhir : P0101 Ab000 30 – 32 mgg PP SCTP +
IUD + Eklampsia + Leukositosis

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1378
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2.Data Klinis Pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Nilai
Parameter 18/02 19/02 20/02 21/02 22/02 23/02
normal
Suhu (oC) 36-37 36,7 36 36 36 36 36
Nadi(x/me
80-85 124 87 91 82 90 80
nit)
RR
20 20 20 20 22 21 20
(x/menit)
TD 180/11
120/80 125/77 158/89 130/90 150/80 130/90
(mmHg) 0

Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien


Tanggal pemeriksaan
Parameter
18/02 19/02 20/02 21/02 22/02 23/02
GCS 335 456 456 456 456 456
VAS 1/10 1/10 1/10 2/10

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1379
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3.Data Laboratorium Pasien


Tabel 2.3 Tabel Data Laboratorium Pasien
NORMAL 18/2 18/2
PARAMETER 21/2 22/2
VALUE (09.22) (13.45)
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 16,70 15,80 12,60
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 5,90 5,59 4,45
4,7 – 11,3 103/
Leukosit (WBC) 26,41 28,07 11,33
µL
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 47,70 46,00 37,40
142 – 424 103/
Trombosit (PLT) 236 242 266
µL
MCV 0-30 mm/hr 80,80 82,30 84
MCH 0,5- 2,20% 28,30 28,30 28,30
MCHC 80 – 93 FL 35 34,30 33,70
RDW 27 - 31 Pg 14,30 14,60 14,40
PDW 32 – 36 g/dL 10,20 11,20 8,9
MPV 11,5 – 14,5 % 9,4 9,9 9,2
P-LCR 9-13 20,1 24,4 17,9
PCT 7,2 – 11,1 0,22 0,24 0,24
NRBC Absolut 15,0 – 25,0 0,00 0,1 0,00
NRBC Percent 0,150 – 0,400 0,0 0,0 0,0
HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 0,0 0,0 1,8
Basofil 0–1 0,2 0,2 0,3
Neutrofil 51 – 67 95 95,5 72,3
Limfosit 25 – 33 3,7 3,7 19,7
Monosit 2-5 1,1 0,6 5,95
Eosinofil Absolut 0,0 0,00 0,20
Basofil Absolut 0,04 0,05 0,03

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1380
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Neutrofil Absolut 25,11 26,79 8,20


Limfosit Absolut 0,598 1,05 2,23
Monosit Absolut 0,16 – 1 0,28 0,18 0,67
Immature
0,90 1,20 0,70
Granulosit (%)
Immature
0,23 0,34 0,08
Granulosit
FAAL HOMEOSTASIS
PPT
Pasien 9,4 – 11,3 9,00 9,20
Kontrol 10,8 11,2
INR < 1,5 detik 0,86 0,88
Appt
Pasien 24,6 – 30,6 detik 28,40 29,5
Kontrol 28,7 25,6
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glucose Random < 200 mg/dl 95 119
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 15,4 15,0
Kreatinin 0,7-1,5 mg/dl 0,58 0,67
FAAL HATI
SGOT/AST 0-32 U/l 52 28
SGPT/ALT 0-33 U/l 36 29
Albumin 3,5-5,5 g/dl 3,49
Bilirubin total < 1,0 mg/dl 796 491
Bilirubin direct < 0,25 mg/dl
Bilirubin indirect < 0,75 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium/Na 136-145 mg/dl 137
Potasium/K 3,5-5,0 mg/dl 3,59

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1381
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Klorida/Cl 98-106 mg/dl 109


BGA
Suhu 37 37
pH 7,35 – 7,45 7,43 7,26
pCO2 35 – 45 27,5 43,0
pO2 80 – 100 114,6 138,7
HCO3 21 – 28 18,3 19,6
Saturasi O2 > 95% 98,8 99,4
BE (-3) – (+3) -6,3 -7,7
URINALISIS
pH 5,0 – 8,0 6,0 7,5
Leukosit Neg Neg Neg
Nitrit Neg Neg Pos
Protein/albumin Neg (3+) (2+)
Glukosa Neg Neg Neg
Keton Neg Neg Neg
Urobilinogen < 17 3,2 3,2
Bilirubin Neg Neg Neg
Darah Neg 3+ 3+
Kristall Neg Neg Neg
10x
Epitel ≤3 14,4 10,0
Silinder Neg Neg
40x
Eritrosit ≤3 31,3 287,8
Leukosit ≤5 3,9 7,3
3
Bakteri <23 x 10 ml 147,6 1439,6 ml

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1382
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4.Profil Terapi Pasien


Tabel 2.4 Tabel Profil Terapi Pasien
OK
-
REGIMEN TERAPI ICU KABER IRNA
IG
D
Nama 18/ 18/ 19/ 19/ 20/ 21/ 22/ 23/
Dosis Rute
obat 02 02 02 02 02 02 02 02
Propofol IV 100 mg V
IV 50 mcg V
Syring 50 V
e mcg/ja
m
Fentanyl Syring 25 V
e mcg/ja
m
IV 25 mcg V
IV 15 mcg V
Rocuraniu IV 30 mg V
m
Asam IV 1 gram V
tranexamat
Ondansetr IV 4 mg V
on
Ketorolac IV 30 mg V
IV 10 IU V
Drip 20 IU V
Oxytocin Syring 20 V
e unit/12
jam

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1383
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Cefazolin IV 2x1 V
Bolus gram
Ranitidin IV 2 x 50 V V
Bolus mg
Metoclopr IV 3 x 10 V V
amide Bolus mg
Asam IV 3 x 500 V
Tranexama Bolus mg
t
Midazolam Syring 3 V
e mg/jam
MgSO4 Syring 1 g/jam V
40% e
Nicardipin Syring 5 V V
e mg/jam
NAC PO 3 x 200 V
mg
Ventolin Nebul 3 x 2,5 V
mg
Ceftriaxon 2x1
IV V V
e gram
3 x 500
Cefadroxil PO V V V
mg
Asam 3 x 500
PO V V V V
mefenamat mg
ROB PO V V V V
3 x 10
Nifedipin PO V V V V
mg
Methyldop 3 x 500
PO V V V V
a mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1384
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1 x 40
Furosemid PO V V V V
mg

2.5.Drug Related Problem Pasien


Tabel 2.5 Drug Related Problem Pasien
DRP Analisa DRP Sifat Planning
Untreated - - -
Indication
Improper - - -
drug
selection
Drug use - - -
without
indication
Dosage too - - -
low
Dosage to - - -
high
Asam mefenamat 3 x 500
mg : nyeri lambung
Cefadroxil 3 x 500 mg :
Alergi, urtikaria Konseling ke pasien
Adverse
Furosemid 1 x 10 mg: Potensi mengenai tanda-tanda
drug
hipokalemi, hiperurisemia al ESO dan cara
reaction
Metildopa 3 x 500 mg: penanganannya
hipotensi, bradikardi
Nifedipin 3 x 10 mg:
hipotensi, pusing

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1385
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tablet tambah darah (ROB)


1 x 1 tab: mual,
gangguanGIT
Drug - - -
Interaction
Non- Cefadroksil 3 x 500 mg: Potensi Konseling kepasien
adherence minum Antibiotik tidak al untuk patuh minum
dihabiskan obat sampai dihabiskan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1386
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien Ny. M berumur 30 tahun sedang hamil pertama
dengan waktu kehamilan 32-34 minggu. Pada tanggal 18 Februari 2020 pasien
mengalami keluhan nyeri kepala yang semakin berat, kemudian pasien kejang dua
kali selama di rumah. Pasien dibawa menuju RS PH, saat diperjalanan pasien
mengalami kejang satu kali. Ketika di RS PH pasien mendapatkan terapi MgSO4 4
gram 20% iv, MgSO4 5 gram 40% iv, Nifedipin 10 mg SL, dan Dexamethasone 16
mg iv. Setelah itu pasien di rujuk ke RSSA menuju IGD dan kemudian dilakukan
operasi cito. Diagnosa awal yaitu G1P00000 Ab000 gr 32-34 mgg T/H + DOC dt
eclampsia eklampsia + Ht urgency.
Pasien mengalami pre-eklampsia yang ditandai dengan tekanan darah
140/90 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan, disertai dengan proteinuria
≥ 1+ proteinuria (Peres et al., 2018). Faktor resiko terjadinya pre-eklamsia pada
Ny.M adalah kehamilan pertama dan obesitas (IMT pasien yaitu 32,79 kg/m 2).
Pasien kemudian mengalami preeklampsia berat yang ditandai dengan tekanan
darah ≥160/110 mmHg dan nyeri kepala yang memberat. Dan yang terakhir pasien
mengalami kejang sebanyak dua kali saat dirumah dan satu kali saat perjalanan
menuju rumah sakit yang dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami eklampsia.
Manajemen terapi eklampsia yaitu pada prinsipnya harus segera dilakukan
tindakan persalinan apabila kondisi ibu memungkinkan atau stabil untuk menjalani
persalinan. Karena fetus di dalam kandungan ibu tersebut pula yang mencetuskan
tekanan darah tinggi serta eklampsia. Efek kondisi tersebut juga mempengaruhi
kondisi fetus antara lain yaitu fetus kekurangan oksigen (hipoksia). Selain itu,
pasien dengan eklampsia diberikan MgSO4 20% 4 gram IV bolus sebagai loading
dose serta MgSO4 40% 1g/jam IV drip yang diberikan hingga 24 jam setelah
melahirkan sebagai maintenance dose. Mekanisme MgSO4 untuk mengatasi
terjadinya kejang pada pasien eklampsi yaitu menyebabkan dilatasi pembuluh darah
serebral sehingga mengurangi iskhemi di otak, menghambat reseptor kalsium N-
Metil-Daspartat di otak, vasodilatasi perifer yang menyebabkan menurunnya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1387
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

tekanan darah serta secara kompetitif menghambat masuknya ion kalsium di ujung
sinaptik sehingga mengubah transmisi neuromuskuler, menghambat kontraksi otot
serta mengurangi jumlah pelepasan asetilkolin di myeuronal junction yang akan
menyebabkan depresi transmisi neuromuscular (Tukur et al., 2009).
Sebelum dilakukan operasi SCTP, pasien mendapat terapi Dexamethasone IV
16mg untuk induksi maturasi paru janin (Roberts, 2006). Pemberian Dexamethasone
sesuai dengan tatalaksana eklampsia, yaitu pasien dengan kehamilan 23- 32 minggu
perlu diberi terapi kortikosteroid (Sibai, 2005).
Kemudian pasien mendapatkan terapi antibiotika Cefazolin 2 g IV sebelum
operasi dan Ceftriaxon 2x1 g IV setelah operasi. Dalam kasus ini leukosit pasien
26,41x103/μl sehingga perlu diberikan antibiotika cefazolin yang merupakan
antibiotika golongan sefalosporin generasi pertama, digunakan sebagai antibiotika
profilaksis bedah sehingga meminimalisir infeksi karena tindakan operasi. Dosis
yang direkomendasikan untuk operasi caesar menurut The US Centers for Disease
Control and Prevention telah sesuai yaitu 1-2 g harus diberikan secara intravena
sebelum operasi (SOGC, 2010). Selain itu, antibiotika cefazolin juga aman diberikan
pada pasien hamil (Rubin and Ramsay, 2008). Pasca operasi bedah, leukosit pasien
mengalami kenaikan menjadi 28,07x103/μl sehingga diberi terapi Ceftriaxon 2x1 g
IV hingga terjadi perbaikan leukosit. Pasien mengalami perbaikan pada 22 Februari
2020 dengan nilai leukosit 11,33x103/μl, sehingga antibiotika diganti dengan
cefadroxil 2x500 mg rute peroral. Penggunaan tersebut bertujuan untuk mencegah
infeksi pada luka operasi sehingga dapat mempercepat penyembuhan luka.
Pasien mendapatkan terapi Ondansetron 4mg IV sebelum operasi dan
ranitidin 2x50 mg IV setelah operasi. Ondansetron merupakan antagonis serotonin
yang bekerja pada reseptor 5HT3 dan Ranitidin merupakan golongan antagonis
reseptor H-2 yang bekerja menghambat sekresi asam lambung berlebih sehingga
dapat mengatasi mual atau muntah yang merupakan efek dari anastesi. Sedangkan,
metoklopramid 10 mg IV bekerja sebagai antiemetik dengan menghambat reseptor
dopamin dan reseptor serotonin, sehingga dapat mencegah mual atau muntah yang
merupakan efek dari anastesi. Pemberian ranitidine dan metoklopramid aman
digunakan untuk ibu hamil (Krishnachetty and Plaat, 2014). Selain itu, pasien juga

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1388
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mendapatkan Oksitosin 20 Unit dan asam traneksamat 3x500 mg IV diberikan pasca


operasi. Oksitosin dan asam traneksamat digunakan sebagai antifibrinolitik untuk
mengurangi risiko kehilangan darah dari pendarahan setelah operasi.
Pasien mendapatkan terapi ketorolak 3x30 mg IV dan fentanyl 50mcg IV
diberikan pasca operasi. Kemudian dosis fentanyl diturunkan menjadi 25 mcg dan
dihentikan setelah pemberian hari ke-2. Pemberian ketorolak yang merupakan
NSAID potensi tinggi digunakan untuk mengatasi nyeri pasca operasi. Setelah
keluhan nyeri luka operasi berkurang, pemberian ketorolac kemudian diganti dengan
asam mefenamat 3x500 mg rute per oral. Pasien juga mendapat tablet tambah darah
Fero Sulfat 1x300 mg sebagai pengganti darah yang hilang ketika melahirkan dan
mencegah terjadinya anemia. Pasien mengeluh sesak pasca operasi sehingga
diberikan terapi N-Acetylcystein 3x200mg per oral dan Ventolin nebule 3x2,5mg
sebagai mukolitik dan vasodilator otot pernafasan selama 24 jam pasca operasi.
Pada tanggal 18 Februari 2020 terjadi krisis hipertensi pada pasien sehingga
tekanan darah perlu diturunkan dengan cepat. Penggunaan Nicardipin drip 5mg/jam
untuk menurunkan tekanan darah aman dan efektif untuk terapi hipertensi berat saat
kehamilan akibat paparan terhadap fetus/neonatus melalui plasenta ataupun ASI
rendah (Bartels, et.al., 2006). Kemudian setelah berhasil menurunkan tekanan darah
dari 180/90 mmHg menjadi 125/77 mmHg pada tanggal 20 februari 2020 pemberian
Nicardipin drip dihentikan dan digantikan dengan terapi per oral berupa Nifedipin
3x10mg, Methyldopa 3x500mg dan Furosemide 1x40mg per oral untuk membantu
menurunkan tekanan darah dan untuk mengatasi udema pada pasien. Outcome terapi
pada pemberian Nifedipin, Methyldopa dan Furosemide adalah tekanan darah pasien
berhasil diturunkan kembali menjadi 130/90.
Berdasarkan terapi yang diberikan kepada Ny.M, ditemukan DRP yang
bersifat potensial berupa efek samping obat potensial penggunaan antihipertensi
golongan calcium channel blocker, yaitu Nicardipin dan Nifedipin yang dapat
memperparah udema. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian Furosemid. Pada
tanggal 23 Februari 2020 pasien dijadwalkan KRS dengan mendapat terapi
Nifedipin 3x10mg, Metildopa 3x500mg, Furosemide 1x40mg, Asam Mefenamat
3x500mg, tablet SF 1x300mg, dan Cefadroxil 3x500mg. Konseling yang diberikan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1389
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pada pasien berupa obat antihipertensi diminum untuk mengontrol tekanan darah.
Asam mefenamat diminum bila timbul rasa nyeri yang tak tertahankan dengan
memberikan saran pada ibu memberikan saran kepada ibu ketika sebelum meminum
asam mefenamat dapat memompa terlebih dahulu ASI yang kemudian disimpan dan
diberikan kepada bayi ketika haus. Atau opsi lainnya bila memberikan asi setelah
meminum obat, maka pompa ASI beberapa kali untuk mengurangi kadar obat
kemudian berikan ASI tersebut ke bayi. Cefadroxil harus diminum sampai habis
untuk mencegah resistensi antibiotik.
Pasien KRS pada tanggal 23 februari 2020, dengan keadaan yang sudah
membaik. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa kondisi pasien
terapi yang diberikan kepada Ny.M sudah tepat indikasi dan dosis. Tekanan darah
pasien yang awalnya 180/100 mmHg menjadi 130/90 mmHg. Jumlah leukosit
pasien dari 26,41 103/µL menjadi 11,33 103/µL dan proteinurea dari +3 menjadi +2.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1390
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN

1. Terapi yang diberikan pada Ny.M sudah tepat indikasi dan dosis
2. Output terapi pada tanggal 23-02-2020 (pada saat pasien KRS) : TD pasien dari
180/110 mmHg menjadi 130/90 mmHg, jumlah leukosit dari 26,41 103/µL
menjadi 11,33 103/µL , proteinuria dari +3 menjadi +2
3. Ditemukan DRP potensial berupa ESO potensial penggunaan Nicardipin dan
Nifedipin yang dapat memperburuk udema pada pasien dan sudah diatasi
dengan pemberian Furosemid.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1391
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Bartels, P.A., Hanff, L.M., Mathot, R.A.A., Steegers, E.A.P., Vulto, A.G.,
Visser, W., 2006. Nicardipine in pre-eclamptic patients : placental
transfer and disposition in breast milk. BJOG An International Journal of
Obstetrics and Gynaecology
Beckmann, C. R. B., Ling, F. W., Barzansky, B. M., Herbert, W. N. P., Laube,
D. W., and Smith, R. P. 2008. Obstetrics and Gynecology. Chapter 16:
Hypertension in Pregnancy 6th ed.
English, F. A., Kenny, L. C., nad McCarthy, F. P. 2015. Risk Factors and
Effective Management of Preeclampsia. Integrated Blood Pressure
Control, Vol. 8, p.7-12.
Gathiram, P., and Moodley, J. 2016. Pre-eclampsia: Its Pathogenesis
and Pathophysiology. Cardiovascular Journal of Africa, Vol. 27, No. 2, p.
71-79.
Krishnachetty, B., and Plaat, F. 2014. Management Of Hypertensive Disorders
Of Pregnancy. UK.
Pernoll, M. L. 2001. Benson & Pernoll’s handbook of Obstetrics & Gynecology
10th ed. McGraw-Hill Companies
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. 2016 Diagnosis dan tata laksana
preeklampsia: Perkumpulan Obsetri dan Ginekologi Indonesia.

Peres, G., M., Mariana, M., & Cairrão, E., 2018. Pre-Eclampsia and Eclampsia: an
Update on the Pharmacological Treatment Applied in Portugal, Journal of
Cardiovascular Development and Disease, 5(3), pp 1-10.

Rubin, P., Ramsay, M. 2008. Prescribing in Pregnancy. Fourth Edition. Blackwell


Publishing: Nottingham, UK

Tukur, Jamilu. 2009. The Use of Magnesium Sulphate for The Treatment of
Severe Pre-Eclampsia and Eclampsia. Journal Annals of African Medicine.
Vol 08 No.02 p. 76-80.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1392
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
HARI/
TINDAKAN/PERKEMBANGAN KLINIK/MASALAH
TANG
S O A P
GAL
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
Selasa, Pendarahan Cito op SCTP MgSO4 (18/02/2020) Monitoring:
18 Nyeri post op Kejang 2x − Mekanisme : menurunkan TTV, refleks
Februari Sesak asetilkolin pada ujung terminal patella dan
2020 TTV (18/02/2020) saraf motorik dan beraksi pada jumlah urin
Suhu = 36,7oC myokard dengan menurukan
Nadi = 124 laju impuls SA node dan
x/menit memperpanjang fase konduksi.
RR = 20 x/menit magnesium berguna untuk
TD = 180/110 perpindahan ion kalsium,
mmHg natrium, kalium sehingga dapat
GCS = 335 mempertahankan stabilitas
membran
Hasil lab: − Indikasi : sebagai pencegahan
Protein (3+) dan terapi pada kejang
− Dosis : dosis total 10 – 14 gram
(4 – 5 g IV, dilanjutkan 4-5 g
Terapi : IM maksimal 40g/24 jam)
- Asam − Eso : Flushing, kemerahan,
traneksamat IV miastemia grafis, vasodilasi,
3x500 mg hipermagnesi
- Ondansentron − Kategori kehamilan : D
IV 4mg − dan laktasi : safe
- Ketorolac IV
30mg Pre op:
- Oxytocin drip Cefazolin (18/2/20) -Monitoring TD
20 IU − Mekanisme : menghambat dan RR
- Cefazolin IV sintesis dinding sel dengan cara -Monitoring
2x1 g berikatan satu atau lebih ESO
- Metoclopramid penycilin binding protein
e IV 3x10 mg (PBPS) yang dapat
- Fentanyl menghambat transpeptidase
50mcg/jam dari sintesis peptidoklikan pada
- Midazolam dinding sel bakteri sehingga
3mg/jam menghambat biosintesis
- MgSO4 40% dinding sel
1g/jam − Indikasi : Mencegah infeksi
- Nicardipin bakteri sebelum dan pasca
5mg/jam operasi
- NAC P.O − Dosis : Sebelum operasi: 2 gr,
3X200mg diberikan 1 jam sebelumnya.
- Ventolin nebul − Pasca operasi : 0,5-1 gr, tiap 6-
3x2.5mg 8 jam, selama 24 jam.
- − ESO : diare, mual, muntah,
syok anafilaksis
Ondansetron (18/02/2020)
- Indikasi : mencegah mual -Monitoring
muntah pasca operasi mual muntah
- Mekanisme : menghambat -Monitoring eso
ikatan serotonin pada reseptor GIT
5HT→ membuat px tidak mual
& muntah.
- Dosis Lit : 4mg dosis tunggal
saat induksi anestesi
- Dosis Px: 4 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1393
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- ESO: sakit kepala; sensasi


hangat dan kemerahan pada
daerah injeksi; konstipasi
- Kategori kehamilan: D
(Medscape)
Oxytocin (18/2/20) -Monitoring HR
- Indikasi : Post partum janin
hemorrhage; induksi persalinan -Monitoring
- Mekanisme : Merangsang ESO
kontraksi otot polos uterus
dengan meningkatkan
konsentrasi kalsium; mencegah
merdarahan plasenta
(Micromedex)
- Dosis Lit : 10 – 40 Unit ; tidak
lebih dari 40 Unit
- Dosis Px: 10 IU
- Eso: sinus bradikardi, takikardi,
neonatal jaundice
- Laktasi : dapat di distribusikan
melalui ASI, awal mula
menyusui ditunda setidaknya 2
hari setelah obat dihentikan
- Kategori kehamilan: X
(Medscape)

Oksitosin IV drip (18/2/20)


- Indikasi : Post partum -Monitoring HR
hemorrhage; induksi persalinan janin
- Mekanisme : Merangsang -Monitoring
kontraksi otot polos uterus ESO
dengan meningkatkan
konsentrasi kalsium; mencegah
merdarahan plasenta
(Micromedex)
- Dosis Lit : 10 – 40 Unit ; tidak
lebih dari 40 Unit
- Dosis Px: 20 IU
- Eso: sinus bradikardi, takikardi,
neonatal jaundice
- Laktasi : dapat di distribusikan
melalui ASI, awal mula
menyusui ditunda setidaknya 2
hari setelah obat dihentikan
- Kategori kehamilan: X
(Medscape)

Terapi pos operasi


Asam traneksamat iv 3x500 mg
- Indikasi : perdarahan abnormal -Pemberian
sesudah operasi injeksi dengan
- Mekanisme : menghambat lambat untuk
hancurnya bekuan darah yang mencegah ↓ TD
terbentuk → perdarahan tidak mendadak
terus terjadi -Monitoring
- Dosis Lit : 0,5-1 gr atau 10 ESO
mg/kgBB, 3 kali sehari atau 25-
50 mg/kgBB, per 24 jam; Dosis
Px : 1 g
- ESO : reaksi hipotensi;
gangguan sal.cerna

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1394
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Kategori kehamilan : B
(Medscape)
Ketorolac IV (18/2/20)
- Indikasi : nyeri akut sedang –
berat -Monitoring
- Mekanisme : Menghambat efektivitas
sintesis prostaglandin di berkurangnya
jaringan tubuh dengan nyeri pasien
menghambat enzim COX 1 dan -Monitoring
COX 2 (Medscape) ESO
- Dosis Lit : 30 mg single dose
atau 30 mg tiap 6 jam, tidak
lebih dari 120 mg/hari
(Medscape); Dosis Px: 30 mg
- ESO pusing, lemas, dispepsia,
nyeri saluran cerna, mual
- KI : ibu menyusui
- Kategori kehamilan: C
(Medscape)
Fentanyl (18/02/2020 –
20/02/2020) -monitoring:
– Mekanisme : berikatan pada HB, hematokrit,
reseptor stereospesifik pada TTV
banyak tempat di CNS, -monitoring
meningkatkan ambang batas ESO
nyeri.
– Indikasi : mengurangi nyeri
pasca operasi dosis: setelah OP
50-100mcg setiap 1-2jam prn
– ESO : mual, muntah, konstipasi,
hipotensi, kaku otot

Nac (18/02/2020)
− Mekanisme : mengencerkan
sekret saluran napas dengan -Monitoring
jalan memecah benang-benang ESO
mukoprotein dan
mukopolisakarida dari sputum
− Indikasi : terapi hipersekresi
mukus kental dan tebal pada
sal.napas
− Dosis : 3x200mg/hari
− Eso : psoriasis, mual, muntah,
diare, pusing
ventolin nebul (salbutamol)
− Mekanisme : relaksasi otot
polos jalan napas dengan Monitoring
menstimulasi reseptor beta 2 kadar kalium
anergik dengan meningkatkan
C-AMP dan menghasilkan
antagonisme fungsional
terhadap bronkokonstriksi
− Indikasi : meredakan obstruksi
saluran napas
− Dosis : 2,5mg diberikan hingga
4 kali sehari
− Eso : tremor, kram otot,
takikardia, aritmia,
Nicardipin
- Mekanisme : penghambatan
masuknya kalsium ke dalam sel
otot polos arteri.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1395
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Indikasi : HT selama operasi, HT


dalam kondisi darurat
- Dosis : 0,5-6mcg/kgBB/menit
- Eso : ileus paralitik, hipoksemia,
edema paru, nyeri dada

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1396
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


Hari/ TINDAKAN/PERKEMBANGAN KLINIK/MASALAH
tanggal S O A P
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
Rabu, Mual, muntah, TTV (19/02/2020) Metoklopramid (19/02/20) Monitoring ESO
19 sesak, kepala Suhu = 36oC Indikasi : mual muntah pasca : mual, muntah,
Februari sakit, Nadi = 87 x/menit operasi pusing
2020 pandangan mata RR = 20 x/menit Mekanisme : (antagonis
kabur TD = 125/77 dopamin) Menghambat reseptor
mmHg dopamin dan serotonin di CNS
GCS = 456 Dosis lit : 10-20mg
Hasil lab Dosis px : 1 x 10mg
(18/02/2020) KI : epilepsi, perdarahan GI,
WBC = 26,41 hipersensitivitas
103/μL ESO : mual, muntah, pusing
Kategori Menyusui : cukup
Terapi : aman
Metoklopramid
p.o 3x10mg Nicardipin (18/02/2020 –
Nicardipin i.v 19/02/2020)
5mg/jam − Mekanisme :
Fentanyl i.v penghambatan masuknya
25mcg/jam kalsium ke dalam sel otot
Ceftriaxone i.v polos arteri.
2x1 g − Indikasi : HT selama
operasi, HT dalam kondisi
darurat
− dosis : 0,5-
6mcg/kgBB/menit
− dosis px : 5mg/jam
− eso : ileus paralitik,
hipoksemia, edema paru,
nyeri dada
Fentanyl Monitoring
Dosis fentanyl i.v diturunkan VAS pasien
dari yang sebelumnya Monitoring ESO
50mcg/jam menjadi 25mcg/jam fentanyl,
monitoring Hb,
Ceftriaxon (19/02/20-20/02/20) hematokrit,
– Indikasi : antibiotik post-op TTV
dengan spektrum aktivitas
anti bakterinya luas,
mencakup bakteri gram – Monitoring
negatif dan gram positif efektifitas
dengan masa kerja yang terapi :
panjang dimana efek penurunan
bakterisidal (membunuh jumlah
bakteri) dapat bertahan leukosit
selama 24 jam – Menitoring
– Mekanisme : menahan ESO:
pertumbuhan bakteri gangguan
dengan menghambat GIT, reaksi
sintesis dinding sel bakteri hematologi
– Dosis lit : 1 – 2 g (IV)
– Dosis px : 2 x 1 g (IV)
– ESO : reaksi hematologi,
GIT
– Kategori Kehamilan : B dan
aman untuk ibu menyusui

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1397
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


HARI/TA TINDAKAN/PERKEMBANGAN KLINIK/MASALAH
NGGAL S O A P
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
Kamis, TTV (20/02/2020) Ceftriaxone → terapi
20 Suhu = 36oC dilanjutkan
Februari Nadi = 91 x/menit Fentanyl → dosis diturunkan
2020 RR = 20 x/menit menjadi 15mcg
TD = 158/89 Asam Mefenamat (20/02/20) Monitoring ESO
mmHg − Indikasi : mengatasi nyeri potensial :
GCS = 456 ringan sampai sedang peptic ulcer
GCS 1/10 − Mekanisme : menghambat
COX-1 dan COX-2
Terapi : sehingga menurunkan
Ceftriaxone i.v sintesis prostaglandin
2x1 g − Dosis lit : 3x500mg; Dosis
Fentanyl i.v px : 3x500mg
15mcg − ESO : gastrointestinal
Asam mefenamat disorder - METO : tidak
3x500mg Rob ( 20/02/2020 – KRS) mengalami
Rob 1x1 - Mekanisme : mengganti anemia
Nifedipin 3x10mg simpanan zat besi pada - Monitoring
Methyldopa hemoglobin, mioglobin dan ESO
3x500mg enzim - Memberi jeda
Furosemide - Indikasi : penambah darah pemberian
1x40mg - Dosis literatur : 300 mg 1-4 dengan
Metoclopramid x/hari (PO) metildopa
1x10mg - Dosis px : 1 x 300 mg
- ES : pusing, mual, muntah
- Interaksi : dengan metildopa
akan mengurangi absorpsi
- Aman untuk ibu menyusui

Nifedipin (20-02-2020 – KRS)


- Mekanisme : menghambat METO :
kalsium masuk kedalam sel TD<140/90mm
sehingga menyebabkan Hg
vasodilatasi, memperlambat MESO : pusing,
laju jantung, dan mual, muntah,
menurunkan kontraktilitas peripheral
miokard. oedem
- Indikasi : Antihipertensi KIE : tanda-
− Dosis literatur : 30 – 50 tanda hipotensi,
mg/hari ESO potensial
− Dosis px : 3 x 10 mg/hari
− ESO : Edema, pusing
− Aman untuk ibu menyusui

Metildopa (20-02-2020 – KRS) METO :


− Mekanisme: Anti TD<140/90mm
adrenergik simpatolitik Hg
sentral MESO :
− Indikasi: Antihipertensi Gangguan GIT,
− Dosis literatur : 2 – 3 x 500 sedasi, mulut
mg kering
− Dosis px : 3 X 500 mg
− ESO : Gangguan GIT,
sedasi, mulut kering, ruam
kulit
− Aman untuk ibu menyusui

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1398
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Furosemid (20/02/2020 – - METO :


23/02/2020) Penurunan
- Mekanisme : menghambat tekanan
kontransporter luminal NA-k- darah
Cl dari loop Henle dengan - Monitoring
mengikat ke kanal CL ESO: kadar
sehingga menghambat kalium
reapsorpsi Na-K-Cl darah
- Indikasi : Edema
− Dosis literatur : 40 mg/hari
− Dosis px : 1 x 40 mg/hari
− Interaksi : -
− ESO : hipotensi, hipokalemia,
hipokalsemia

Metoklopramid→terapi
dilanjutkan dengan dosis
diturunkan 1x10mg rute i.v

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1399
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


Hari/ TINDAKAN/PERKEMBANGAN KLINIK/MASALAH
tanggal S O A P
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
Jumat, Sudah tidak mual TTV (21/02/2020) Pergantian antibiotik
21 Februari Suhu = 36oC i.v. Ceftriaxon 2x1 g →
2020 Nadi = 82 x/menit cefadroxil p.o 3x500
RR = 22 x/menit mg
TD = 130/90 mmHg
GCS = 456 Terapi lain dilanjutkan
VAS = 1/10

Terapi :
Cefadroxil 3x500mg
Asam mefenamat
3x500mg
Rob 1x1
Nifedipin 3x10mg
Methyldopa 3x500mg
Furosemide 1x40mg

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


HARI/ TINDAKAN/PERKEMBANGAN KLINIK/MASALAH
TANGGAL S O A P
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
Sabtu, Sudah tidak mual TTV (22/02/2020) Terapi dilanjutkan
22 Februari Suhu = 36oC
2020 Nadi = 90 x/menit
RR = 21 x/menit
TD = 150/80 mmHg
GCS = 456
VAS = 1/10

Terapi :
Cefadroxil 3x500mg
Asam mefenamat
3x500mg
Rob 1x1
Nifedipin 3x10mg
Methyldopa 3x500mg
Furosemide 1x40mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1400
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


HARI/ TINDAKAN/PERKEMBANGAN KLINIK/MASALAH
TANGGAL S O A P
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
Minggu, Sudah tidak mual, TTV (21/02/2020) Terapi dilanjutkan
23 Februari nyeri Suhu = 36oC
2020 Nadi = 80 x/menit
RR = 20 x/menit
TD = 130/90 mmHg
GCS = 456
VAS = 2/10

Terapi :
Cefadroxil 3x500mg
Asam mefenamat
3x500mg
Rob 1x1
Nifedipin 3x10mg
Methyldopa 3x500mg
Furosemide 1x40mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1401
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


G2 P1001 Ab000 GR 37-38Mgg G/H/H
+ Pres Kepala-Letak Lintang Kepala
Kanan Infersi Dorso + PEB +
Trombositopenia dd ITP
+ ods miopi(-4,74/-3,5)

(27 Februari – 05 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1402
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien G2 P1001 Ab000 GR 37-


38Mgg G/H/H + Pres Kepala-Letak Lintang Kepala Kanan Infersi
Dorso + PEB + Trombositopenia dd ITP + ods miopi(-4,74/-3,5)”

di Instalasi Rawat Inap 3 Ruang 8

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA 3 Ruang 8
(27Februari – 5Maret 2020)

1. Nandya Ayu W. P., S. Farm 051913143179


2. Alfi Wahyu Pratama, S.Farm 051913143181
3. Ikbar Roseline K, S.Farm 051913143192
4. Nimas Ayu Amanda P, S.Farm 192211101057
5. Livia Prima Rahayu, S.Farm 192211101067

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1403
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Analisis Kefarmasian pada Pasien G2 P1001 Ab000 GR 37-38 Mgg G/H/H +


Pres Kepala-Letak Lintang Kepala Kanan Infersi Dorso + PEB +
Trombositopenia dd ITP + ods miopi (-4,74/-3,5)”
di Instalasi Rawat Inap 3 Ruang 8

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA 3 Ruang 8
(27Februari – 5 Maret 2020)

1. Nandya Ayu W. P., S. Farm 051913143179


2. Alfi Wahyu Pratama, S.Farm 051913143181
3. Ikbar Roseline K, S.Farm 051913143192
4. Nimas Ayu Amanda P, S.Farm 192211101057
5. Livia Prima Rahayu, S.Farm 192211101067

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis


IRNA 3 Ruang 8 IRNA 3

ACC BY WA TANGGAL ACC BY WA TANGGAL


31 MARET 2020 27 MARET 2020

Widya Ayu Dwi Sartika, M. Farm., Apt Januari Erik P, M. Farm.Klin, Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1404
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.2. Tinjauan Preeklamsia


1.1.1. Definisi
Preeklampsiadidefinisikan sebagai TD 140/90 mm Hg atau lebih yang muncul
setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan terjadinya proteinuria (≥30 mg / 24
jam). Penyakit ini dapat dibagi menjadi bentuk ringan dan berat, sesuai dengan
tingkat keparahan dan jenis gejala yang terjadi. Pre-eklampsia ringan ditandai
dengan tekanan darah sistolik (SBP) ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik
(DBP) ≥90 mmHg, dan proteinuria> 300 mg / 24 jam. Preeklampsia parah ditandai
oleh hipertensi berat (SBP> 160 mmHg atau DBP> 110 mmHg), atau proteinuria
berat(> 2 g / 24 jam), atau tanda dan gejala kerusakan organ.

Tabel 1.1. Tanda dan gejala pada preeklamsia (Peres dkk., 2018)
Sistem Tanda/Gejala
System syaraf pusat Pusing
Kejang (eklampsia)
Gangguan penglihatan
Organ ginjal Proteinuria
Oligouria
Fungsi ginjal yang abnormal
Hipertensi
System vascular Hipertensi berat
System kardiorespirasi Nyeri dada
Dispnea
Penurunan saturasi oksigen
Edema paru
Organ hati Abnormalitas fungsi hati
Nyeri epigastrum
Mual
System hematologic Perdarahan
Gangguan koagulasi
Syok
Penyebaran koagulasi intravaskular

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1405
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Wanita dengan preeklampsia berat dapat mengalami sakit kepala, gangguan


penglihatan (termasuk kebutaan), nyeri epigastrium, mual dan muntah, insufisiensi
hati dan ginjal, dan edema paru. Wanita yang memiliki risiko sedang untuk pre-
eklampsia memiliki tidak lebih dari satu faktor risiko. Wanita berisiko tinggi untuk
pre-eklampsia jika memiliki dua atau lebih faktor risiko untuk penyakit ini(Peres
dkk., 2018).

Meski demikian juga terdapat manifestasi sistemik yang signifikan pada


preeklampsia seperti jumlah trombosit yang rendah atau peningkatan enzim hati
sebelum proteinuria terdeteksi. Preeklampsiadapat menyebabkan komplikasi yang
mengancam keselamatan ibu dan janin(Wells dkk., 2015). Eklampsia adalah fase
kejang pada preeklampsia yang ditandai dengan adanya kejang tonik-klonik.
Eklampsia biasanya didahului oleh gejala-gejala seperti sakit kepala yang parah,
hiperrefleksia, penglihatan kabur, phobophobia, nyeri epigastrik atau perut kuadran
kanan atas, dan / atau perubahan status mental(Khalil dan Hameed, 2017)

1.1.2. Etiologi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan penyebab terjadinya preeklamsia
adalah faktor genetik, imunologi, dan lingkungan (Rana dkk., 2019). Faktor genetik
berhubungan dengan riwayat terjadinya preeklamsia pada kehamilan sebelumnya.
Risiko pre-eklampsia menjadi 2 kali lipat hingga 5 kali lipat lebih tinggi pada
wanita hamil dengan riwayat ibu yang pernah mengalami gangguan ini. Interaksi
antara antigen trofoblas vili ekstra dan natural killer cells (NK) menentukan
implantasi plasenta. Pada preeklampsia, implantasi plasenta yang abnormal
disebabkan oleh peningkatan aktivitas sel NK sitolitik akibat reaksi antagonis
antara gen ibudan ayah. Kondisi ini sebagian dapat dimediasi melalui aktivitas sel
dendritik yang mengalami peningkatan infiltrasi sel. Sel NK sitolitik merupakan
mediator stres oksidatif yang juga mensekresi sitokin penyebab inflamasi. Dalam
hal autoimunitas, sel NK sitolitik ditargetkan ke jaringan normal sehingga
menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan(Amaral dkk., 2019).Faktor
lingkungan yang telah diidentifikasi diantaranya riwayat hipertensi kronis, penyakit
ginjal, thrombophilia,diabetes, obesitas, usia ≥35 tahun, dan karakteristik

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1406
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kehamilan, seperti kehamilan kembar atau hamil anggur, pre-eklampsia


sebelumnya, atau kelainan bawaan janin(Uzan dkk., 2011).

Tabel 1.2. Kondisi klinis pada preeklamsia (Rana dkk., 2019).


Kondisi klinis preeklamsia
Peningkatan tekanan darah Sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90
mmHg
Pada 2 kali pengukuran tekanan darah
Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam
Atau protein/kreatini ≥ 0,3
Atau hasil dipstick =1+
Atau beberapa gejala berat lainnya
Gejala berat Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau
diastolic ≥ 110 mmHg pada 2 kali
pengukuran
Trombositopenia (< 100.000 µL)
Hasil pemeriksaan fungsi hati 2x diata
nilai normal atau nyeri persisten pada
bagian kanan atas perut atau epigastrum
Konsentrasi serum kreatinin > 1,1 mg/dL
Edema paru
Onset gejala gangguan serebral atau
penglihatan

1.1.3. Patofisiologi

Pre-eklampsia memiliki patofisiologi yang kompleks, penyebab utama ialah


adanya plasentasi yang abnormal.Abnormalitas plasenta penyebab preeklampsia
berkembang dalam 2 tahap: (Stage1) plasentasi yang tidak normal pada awal
trimester pertama diikuti oleh (Stage2) “sindrom maternal" pada trimester kedua
dan ketiga yang ditandai dengan kelebihan faktor antiangiogenik(Rana dkk., 2019).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1407
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1. Ringkasan patogenesis preeklamsia (Lam dkk., 2005)

Pada kehamilan normal, trofoblas memulai invasi ke pembuluh darah


miometrium dengan mengubah bentuk arteri spiral ibu, merubah arteriol kecil,
berotot dengan resistensi lebih tinggi menjadi arteri besar dengan kapasitas tinggi
dan aliran darah yang mampu memberikan perfusi plasental yang cukup untuk
mempertahankan pertumbuhan janin. Aktivitas ini dinamakn Remodelingarteri
yang biasanya dimulai pada akhir trimester pertama dan selesai pada usia kehamilan
18-20 minggu. Pada plasenta yang akan menyebabkan berkembangnya
preeklampsia, sitotrofoblas gagal untuk berubah dari subtipe epitel proliferatif
menjadi subtipe endothelial invasif yang menyebabkan remodeling arteri spiral
yang tidak lengkap(Rana dkk., 2019).Kegagalan proses remodeling ini mengarah
pada resistensi arteri spiral yang persisten sehingga menghambat perfusi plasenta
yang kemudian mengarah pada “hipoksemia” hingga diakhiri dengan disfungsi sel
endotel ibu. Disfungsi sel endotel sistemik dimanifestasikan dengan tanda dan
gejala yang mencerminkan vasokonstriksi ibu dan kerusakan multiorgan.
Hipoperfusi plasenta merupakan penyebab dan efek abnormalitas plasentasi yang
menjadi lebih jelas dengan meningkatnya kebutuhan fetoplasenta saat kehamilan
berlanjut. Disfungsi plasenta yang dapat diamati pada stage 1 diantaranya stress
oksidatif, natural killer cells (NK) yang abnormal pada ibu. Perubahan patologis
lebih lanjut yang terlihat pada jaringan plasenta berhubungan dengan
terjadinyaiskemia uteroplasenta yang mendorong terjadinya hipertensi, kegagalan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1408
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

respon pada berbagai organ yang terdapat pada sindrom preeklampsia stage 2(Rana
dkk., 2019)termasuk aterosis, nekrosis fibrinoid, trombosis, sklerosis arteriol, dan
infark(Khalil dan Hameed, 2017).

Gambar 2. Reaksi antagonis sFLT1 dan sENG terhadap PlGF dan VEGF(Rana
dkk., 2019)

Soluble fms-like tyrosine kinase (sFlt) -1 (faktor antiangiogenik kuat yang


berkontribusi pada sindrom maternal) atau endoglin yang berlebihan dan
berkurangnya free placental growth factor (PlGF) merupakan patogenesis lain dari
preeklamsia, yaitu ketidakseimbangan angiogenik. Ketika jumlah sFlt-1 meningkat
terjadi inaktivasi atau penurunan konsentrasi PlGF dan vascular endothelial growth
factor (VEGF) dan menghambat interaksi VEGF dan transforming growth factor
β1 (TGF-β1) dengan reseptor dalam pembuluh darah yang mengakibatkan
disfungsi endotel. Umumnya proses angiogenesis dirangsang oleh faktor
pertumbuhan seperti PlGF dan VEGF. PlGF dan VEGF mempunyai efek terhadap
sel endotel, yaitu berperan penting dalam menstimulasi vaskulogenesis
uteroplasenta. PlGF berfungsi sebagai mediator angiogenesis (proses pembentukan
pembuluh darah baru) yang penting dalam menginduksi proliferasi, migrasi, dan
aktivasi endotel. Sedangkan VEGF berperan penting untuk pemeliharaan fungsi sel
endotel. Kadar PlGF dan VEGF akan menurun akibat dari sifat antiangiogenik dari
sFlt-1 dengan cara mencegah interaksi dengan reseptor endogen masing-

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1409
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

masing(Wirakusuma dkk., 2019). Selain itu, aktivasi reseptor AT1 oleh angiotensin
II type 1 receptor autoantibodies(AT1-AA) telah terbukti menginduksi produksi
spesies oksigen reaktif (ROS) plasenta dan mengurangi invasif sitotrofoblast(Lam
dkk., 2005).

1.1.4. Manajemen Terapi Preeklamsia

Bagan 1. Manajemen ekspektatif Preeklampsia tanpa Gejala Berat


Preeklampsia

• Usia Kehamilan ≥ 37 minggu atau


• Usia ≥ mgg dengan :
- Persalinsn atau ketuban pecah
- Perburukan kondisi Ibu dan janin
- Pertumbuhan janin terhambat IYA
- Didapatkan solusio plasenta Lakukan Persalinan

Tidak

• Usia Kehamilan < minggu


• Perawatan poliklinis
- Evaluasi ibu 2 kai dalam
seminggu
- Evaluasi kesejahteraan janin 2
kai dalam seminggu

• Usia kehamilan ≥ mgg


IYA
• Perburukan kondisi ibu dan janin
• Persalinan atau ketuban pecah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1410
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Bagan 2. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Berat

Preeklampsia dengan gejala berat

• Evaluasi di kamar bersalin dalam 24-48 jam


• Kortikosteroid untuk pematangan paru.
Magnesium sulfat profilaksis, antihipertensi
• USG, evaluasi kesejahteraan janin, gejala dan

Kontraindikasi perawatan ekspektatif :


Iya Lakukan
• Solusio Plasenta
• Eklampsia Persalinan Setelah
• IUFD
• Edema paru Stabil.
• Janin tidak viabel
• DIC
• HT berat, tidak terkontrol
• Gawat janin

Komplikasi perawatan :
• Reversed end diastolic
• Gejala persisten Iya • Pemberian
flow
• Sindrome HELLP Kortikosteroid untuk
• KPP atau inpartu
• Pertumbuhan janin pematangan paru
• Gangguan Renal Berat • Persalinan setelah 48 jam
terhambat
• Severe olygohydramnion

Perawatan Ekspektatif

• Tersedia fasilitas perawatan maternal dan


neonatal intensif
• Usia kehamilan : janin viabel- 34 minggu
• Rawat inap
• Stop Magnesium sulfat dalam 24 jam
• Evalusi Ibu dan janin setiap hari

• Usia kehamilan ≥ 34 minggu Iya


• KPP atau inpartu Lakukan
• Perburukan maternal – fetal Persalinan
• Adanya salah satu gejala kontraindikasi
perawatan ekspektatif

(PNPK, 2016)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1411
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II

PROFIL PASIEN

2.1.Profil pasien
Nama/ Jenis kelamin : Ny. L
Umur/ BB/ TB : 30 thn/67kg/165cm
Alamat : Kademangan Blitar
MRS/KRS : 22 Februari 2020/29 Februari 2020
Status pasien : JKN
Dokter :
Farmasis : Widya Ayu Dwi Sartika, S. Farm., Apt
Alergi : Tidak ada
Keluhan utama : Tekanan Darah Tinggi
Riwayat penyakit saat ini : • 21/2/2020-10.00 pasien melakukan
ANC di puskesmas kademangan
dengan nilai TD 180/120 mmhg
• 21/2/20020-17.00 pasien dirujuk ke
rsud ngudi waluyo dengan nilai TD
140/80 dan nilai TC 16000.
• 22/2/2020-22.30 Pasien dilakukan
operasi SCTP + IUD

Riwayat kesehatan : • Pasien telah didiagnosa itp sejak


tahun 2015 dan telah dilakukan
pemeriksaan bmp.
• Pada riwayat kehamilan
sebelumnya pasien melahirkan 1
anak perempuan secara normal dan
tidak memiliki riwayat hipertensi

Riwayat pengobatan : -Pengobatan dari RSUD Ngudi Waluyo


(21/02/2020)
• MgSO4 20% 4 gram, Iv
• Nifedipine 3x10mg
• Metyldopa 3x500mg
-Pengobatan ITP sejak 2015-2018
• Methylprednisolone 4 mg
• Azathioprine 50 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1412
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Diagnosa awal : G2 P1001 Ab000 GR 37-38 mgg G/H/H +


Pres kepala-Letak Lintang kepala Kanan
infersi dorso + PEB + Trombositopenia dd
ITP + ods miopi (-4,74/-3,5)

Diagnosa akhir : P1103 Ab000 PP SCTP + peb +


gamelliPres kepala-Letak Lintang kepala
Kanan infersi dorso + Hipertensi +
Trombositopenia dd ITP dd
thrombocytopenia pregnancy + Anemia +
ods miopi (-4,74/-3,5) + fetal compromised

2.2 Data Klinis


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Data Nilai 22/02 22/02 23/02 24/02 25/02 26/02 27/02 28/02 29/02
Klinik Normal 00.30 21.50 00.00
TD 120/80 160/100 117/76 117/76 140/90 120/80 190/100 160/100 130/90 125/90
mmHg
Nadi 80-85 94 80 76 92 80 80 97 90 90
x/menit
RR 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
x/menit
o
Suhu 36,5 36,5 36,7 36,5 36,7 36,5 36,1 36,7 36,7
36-37
C

2.3 Data Laboratorium


Tabel 2.2 Tabel data laboratorium pasien
Parameter
Nilai 22/02 22/02 22/02 23/02 24/02 25/02 26/02 27/02 29/02
Normal 03.46 19.16 22.56 08.06 07.41
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 13,4- 12,60 8,90 9,70 10,60 8,90 8,90 8,90 10,30
17,7g/dL
Eritrosit (RBC) 4,0- 5,49 3,89 4,17 4,18 3,47 3,46 3,48 3,98.
5.5.106/µl 106 106 106 106 106 106 106 106
Leukosit (WBC) 4,3-10,3. 16,76. 8,35 9,00 23,70 22,98 20,03 14,69 20,31.
103/µl 103 103 103 103 103 103 103 103
Hematokrit 40-47% 40,80 29,00 31,30 32,80 27,00 27,40 29,10 33,50

Trombosit (PLT) 142-424. 2. 103 14 8 103 9 103 3 103 3 103 28 43.103


103/µl 103 10 3

MCV 80-93fL 74,30 74,60 75,10 78,50 77,80 79,20 83,60 84,20

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1413
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

MCH 27-31pg 23,00 22,90 23,30 25,40 25,60 25,70 25,60 25,90
MCHC 32- 30,90 30,70 31,00 32,30 33,00 32,50 30,60 30,70
36g/dL
RDW 11,5 - 22,30 22,30 22,30 21,20 21,20 21,70 22,10 22,50
14,5%
PDW - - - - - - - -
MPV - - - - - - - -
Parameter Nilai Normal Tgl :22/02 Tgl : 23/02
FAAL HEMOSTASIS
PPT Pasien 9,3-11,3detik 9,30 9,70
Kontrol 10,9 10,7
INR <1.5detik 0,89 0,93
APPT Pasien 24,6-30,6detik 27,30 28.50
Kontrol 25,5 25,1
Parameter Nilai Normal Tgl : 22/02
FAAL HATI
AST/SGOT 0-40U/L 20
ALT/SGPT 0-41U/L 9
Albumin 3,5-5,5g/dL 3,01
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah <200mg/dL 110
Sewaktu
Parameter Tgl : 22/02
Evaluasi Hapusan Darah
Eritrosit • Hipokrom anisopolikilositosis +

• Eliptosit +

• Makro ovalosit +

• Tear drop cell +

• NormoBlas +

Leukosit • Neutrofilia +

• Normoblas 1/100 Leu

*kesan jumlah meningkat


Trombosit • Giant Trombosit +

*kesan jumlah menurun


Parameter Nilai Normal Tgl : 22/02

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1414
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

FAAL GINJAL
Ureum 10-50 mg/dL 18,2

Kreatinin 0,7-1,5 mg/dL 0,74


eGFR (CKD-EPI) 108,79
Parameter Nilai Normal Tgl : 22/02
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 136-145mmol/l 134

Kalium (K) 3,5-5,0mmol/l 3,41


Klorida (Cl) 98-106mmol/l 110
Parameter Nilai Normal Tgl : 22/02
URINALISIS
Berat jenis 1,001-1,030 1,025 1,005
Ph 5,0-8,0 6,0 6,0
Leukocyte 0-5/lpb - +
Nitrite Neg + -
Protein/ albumin Neg 3+ 1+
Blood/ rbc Neg 3+ 3+

2.4 Profil Pengobatan Pasien


Tabel 2.3 Tabel profil terapi pasien
Profil Pengobatan Pada Saat Masuk Rumah Sakit
OBAT Rute Dosis Tanggal Pemberian Obat (mulai MRS)
22/02 23/02 24/02 25/02 26/02 27/02 28/02 29/02
MgSO4 40% 10 IVFD 1 gram/jam ✓ ✓
gram + RD5 500 cc
Nifedipine Po 3dd10mg ✓
Metyldopa Po 3dd500mg ✓ ✓
Metylprednisolone IV 3dd125mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓(PO ✓PO
3dd16 3dd16
mg) mg)
Pre medikasi OPSC: ✓
• Cefazoline 2 gram IV

• Ranitidin 1 amp IV
• Metoclopramide 1 amp IV ✓
Oxitocyn + NS IVFD 20IU ✓
500cc
Cefazolin IV 2dd1 ✓
Ranitidin IV 2dd1 ✓

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1415
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Metoclopramide IV 3dd1 ✓
Ketorolac IV 3 dd 30mg ✓
Kalnex IV 3 dd 500mg ✓
Adalat Oros Po 2dd30mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Cefadroxil Po 2dd500mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
(H-5) (H-6)
Asam Mefenamat Po 3dd500mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
(Kp)
Asam Tranexamat Po 3dd500mg ✓ ✓
SF Po 3dd200mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Vit B12 Po 3dd1tab ✓ ✓ ✓ ✓
Asam Folat Po 1dd3mg ✓ ✓ ✓ ✓
Captopril Subli 25mg ✓
ngual
ISDN Subli 5mg ✓ ✓(Po ✓(Po -
ngual 3dd5 3dd5
mg mg Kp)
Kp)
Ramipril Po 1dd10mg ✓ ✓ ✓

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1416
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Drug Related Problem (DRP)


No Macam Analisa DRP Sifat Planning
DRP
1 Adverse Asam Mefenamat Potensial asmef diminum bila
Drug Kontraindikasi untuk timbul rasa nyeri yang tak
Reaction Ibu menyusui (DIH) tertahankan dengan
memberikan saran pada
ibu memberikan saran
kepada ibu ketika
sebelum meminum asam
mefenamat dapat
memompa terlebih dahulu
ASI yang kemudian
disimpan dan diberikan
kepada bayi ketika haus.
Atau opsi lainnya bila
memberikan asi setelah
meminum obat, maka
pompa ASI beberapa kali
untuk mengurangi kadar
obat kemudian berikan
ASI tersebut ke bayi
2 Adverse Penggunaan Potensial penghentian terapi dengan
Drug glukokortikiod jangka tappering off u/
Reaction panjang akan menghindari insufisiensi
menyebabkan adrenal akut
hipertensi, retensi Na
& air, ↓ kalium,
diabetes, osteoporosis.
Pada dosis tinggi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1417
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menyebabkan sindrom
Cushing (reversible)
3 Drug As. mefenamat vs Potensial dapat diantisipasi dengan
Interaction metilprednisolon memberikan jeda waktu
(Moderate) untuk pemberian asmef
Meningkatkan potensi dan nifedipin sekitar 1-2
toksisitas jam, memonitoring efek
gastrointestinal (GI), samping yang timbul
termasuk peradangan, setelah mengonsumsi
perdarahan, ulserasi, obat tersebut
dan perforasi
(Drugs.com).
4 Drug As. mefenamat vs Potensial dapat diantisipasi dengan
Interaction nifedipin (Moderate) memberikan jeda waktu
Melemahkan efek untuk pemberian asmef
antihipertensi dan nifedipin sekitar 1-2
beberapa CCB jam, memonitoring efek
(Drugs.com) samping yang timbul
setelah mengonsumsi
obat tersebut
5 Drug ISDN vs ramipril Potensial harus diwaspadai dengan
Interaction (Moderate) memonitoring tekanan
Angiotensin darah serta pemberian
converting enzyme ISDN hanya saat tekanan
(ACE) inhibitor dapat darah >160/90mmHg
meningkatkan efek
vasodilatory dan
hipotensif dari
nitrogliserin.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1418
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

6 Drug Nifedipine vs Potensial perlu diwaspadai dengan


Interaction metilprednisolone memberi jeda pemberian
(Moderate) Nifedipine dan
Kortikosteroid dapat metylprednisolon sekitar
bersifat antagonis 1-2 jam
terhadap efek obat
antihipertensi dengan
menginduksi retensi
natrium dan cairan.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1419
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Ny. L berusia 30 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar
pada tanggal 22 Februari 2020 dengan keluhan darah tinggi. Sebelumnya pada
tanggal 21 Februari 2020,pasien melakukan pemeriksaan kehamilan atau antenatal
care (ANC) di Puskesmas Kademangan dan diperoleh nilai tekanan darah 180/120
mmHg. Pasien pada hari itu juga dirujuk ke RSUD Ngudi Waluyo dan diperoleh
hasil pemeriksaan tekanan darah sebesar 140/80mmHg dan jumlah trombosit
16x103/µl. Terapi antihipertensi yang diperoleh pasien antara lain MgSO4 20% 4
gram, nifedipine 10 mg, dan metyldopa 500 mg. Pasien juga memiliki riwayat
idiopathic thrombocytopenic purpura(ITP) sejak tahun 2015 dari hasil tes sumsum
tulang atau bone marrow puncture (BMP) dan telah memperoleh terapi dengan
methylprednisolone 4 mg dan azathioprine 50 mg. Pada riwayat kehamilan
sebelumnya pasien melahirkan 1 anak perempuan secara normal dan tidak memiliki
riwayat hipertensi. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien
didiagnosaP1103 Ab000 PP SCTP + PEB + Gamelli Pres kepala-letak lintang
kepala kanan infersi dorso + Hipertensi + Trombositopenia dd ITP dd
thrombocytopenia pregnancy + Anemia + ODS miopi (-4,74/-3,5) + fetal
compromised.
Preeklampsia merupakan gangguan kehamilan yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah (> 140/90 mmHg) disertai dengan hasil laboratorium
yang menunjukkan proteinuria atau protein dalam urin >300 mg/24 jam (Wells
dkk., 2015). Abnormalitas plasenta yang terjadi pada patofisiologis preeklamsia
menyebabkan terjadinya disfungsi sel endotel sistemik hingga meyebabkan iskemia
uteroplasenta yang mendorong terjadinya hipertensi. Pasien mengalami
preeklamsia berat yang didukung dengan adanya peningkatan tekanan darah
melebihi ≥160 mmHg dan trombositopenia.
Pasien mengalami hipertensi yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah 160/100 mmHg pada saat MRS hingga kenaikan tertinggi yang terjadi pada
tanggal 26 Februari yaitu sebesar 190/100 mmHg. Berdasarkan hasil pemeriksaan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1420
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

laboratorium, terjadi penurunan nilai hemoglobin, eritrosit, hematokrit, MCH,


MCHC, dan RDW yang menunjukkan pasien mengalami anemia mikrositik akibat
defisiensi zat besi. Terapi untuk mengatasi PEB pada pasien antara lain infus
MgSO4 40% 10 gram yang diberikan dalam cairan dekstrosa 5% sebanyak 500 mL
dengan laju 1 g/jam, nifedipine 3dd10 mg, dan metildopa 3dd500 mg. MgSO4 40%
digunakan sebagai profilaksis kejang pada preeklamsia yang bekerja dengan cara
menurunkan kadar asetilkolin pada ujung saraf motorik serta bekerja pada
miokardium dengan mengurangi laju pembentukan impuls simpul SA dan
memperpanjang waktu konduksi.MgSO4 juga memiliki efek samping yang dapat
membantu menurunkan tekanan darah yaitu melalui mekanisme vasodilatasi
(Yehezkiel dkk., 2015). Nifedipine merupakan obat golongan calcium channel
blocker (CCB) yang bekerja dengan caramenghambat masuknya ion kalsium pada
otot jantung dan otot pembuluh darah, merilekskan dan mencegah kejang arteri
koroner. Penggunaan nifedipin sebagai antihipertensi dipilih karena onset kerjanya
yang cepat sehingga diharapkan dapat segera menurunkan tekanan darah. Selain itu
efek tokolitik obat golongan CCB juga bermanfaat untuk menurunkan kontraksi
uterus yang biasa terjadi pada trisemester ke-3 (Gáspár dan Hajagos-tóth, 2013).
Sebagai terapi hipertensi pada ibu hamil, penggunaan nifedipin perlu diperhatikan
karena dapat menembus plasenta sehingga dianjurkan hanya digunakan 1x saja
selama masa kehamilan. Obat antihipertensi lainnya adalah metildopa yang bekerja
dengan cara merangsang reseptor alfa sehingga tekanan darah turun.
Terapi yang digunakan sebagai premedikasi operasi sesar yang akan
dilakukan pasien pada tanggal 22 februari 2020 antara lain Cefazolin 1 x 2 g (IV),
ranitidine 1x1 ampul (50 mg), dan metoclopramide 3x10 mg. Cefazoline
merupakan antibiotik golongan sepalosporin generasi pertama yang digunakan
sebagai profilaksis infeksi akibat bakteri gram negatif selama operasi sesar.
Cefazoline bekerja dengan caramenghambat sintesis dinding sel mikroba dan hanya
diberikan sebelum pelaksanaan operasi. Ranitidine digunakan sebagai profilaksis
mual muntah yang diinduksi penggunaan anestesi yang memiliki efek sedatif pada
proses operasi sesar (Borgeat dkk., 2003). Ranitidine bersifat antagonis kompetitif
H2 reseptor yaitu menghambat aktivitas histamin pada reseptor H 2 yang termasuk

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1421
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

reseptor pada sel gastrik. Metoclopramide juga digunakan sebagai profilaksis terapi
mual muntah yang bekerja dengan caramerangsang motilitas saluran pencernaan
bagian atas dan mempercepat peristaltik lambung tanpa merangsang sekresi
lambung, bilier atau pankreas sehingga meningkatkan pengosongan lambung dan
waktu transit usus. Ranitidin memblokir reseptor dopamin dan reseptor serotonin
(pada dosis yang lebih tinggi) di zona pemicu kemoreseptor SSP, daerah
kemosensori utama pada proses emesis.
Terapi yang diberikan pasca operasi sesar terutama akibat kondisi
kehamilan dengan posisi janin yang tumpang tindih diantaranya oksitosin 20 IU IV
drip, metoclopramide IV bolus 3x10 mg, asam tranexamat 3x1 ampul (500 mg),
ranitidine 2x25 mg IV bolus, ketorolac IV 30 mg/8 jam, asam mefenamat 3x500
mg PO, dan cefadroxil 2x500 mg PO. Penggunaan oksitosin diindikasikan untuk
mengatasi perdarahan pasca operasi dan merupakan terapi lini pertama untuk post
partum haemorrhage (PPH). Efek penginduksi kontraksi uterus yang terdapat pada
oksitosin juga dimanfaatkan untuk mengembalikan ukuran uterus pasca
melahirkan. Asam tranexamat juga diindikasikan untuk mengatasi perdarahan yang
belum tertangani setelah penggunaan oksitosin pasca operasi. Asam tranexamat
bekerja menghambat fibrinolisis dengan menghalangi ikatan antara plasminogen
dan plasmin terhadap fibrin, sehingga mencegah disolusi sumbatan hemostatik
(MIMS). Cefadroxil digunakan sebagai terapi antibiotik empiris untuk mencegah
kemungkinan terjadinya infeksi bakteri gram positif. Metoclopramide dan
ranitidine digunakan sebagai profilaksis mual dan muntah pasca operasi.
Sedangankan ketorolac dan asam mefenamat digunakan sebagai terapi nyeri pasca
operasi yang dirasakan pasien. Ketorolac diberikan satu kali secara intravena sehari
setelah operasi sesar untuk mengatasi nyeri berat pasca operasi. Setelah
penggunann ketorolac dihentikan, diberikan asam mefenamat diberikan secara
peroral untuk mengatasi nyeri ringan hingga sedang. Distribusi asam mefenamat
yang masuk ke dalam ASI, maka dalam penggunaannya perlu diperhatikan hanya
di minum saat nyeri terasa. Penggunaan asam mefenamat juga dapat dilakukan 1-2
jam sesudah melakukan pompa ASI untuk menghindari masuknya obat ke dalam
ASI.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1422
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Kondisi anemia mikrositik akibat defisiensi zat besi yang ditandai dengan
penurunan nilai hemoglobin, hematokrit, eritrosit, MCH, dan MCHC diterapi
menggunakan ferrous sulfate 3x200 mg PO, vitamin B12 3x1 tab, dan asam folat.
Ferrous sulfate bekerja mengganti simpanan zat besi pada hemoglobin, mioglobin,
dan enzim. Vitamin B12 asam folat diperlukan erythroblasts untuk melakukan
proliferasi sel pada proses diferensiasi (Koury, 2004).
Hipertensi yang merupakan kondisi klinis akibat preeklamsia pada pasien
mendapat terapi berupa adalat oros 1x30 mg, isosorbide dinitrate 3x5 mg, dan
ramipril 1x10 mg. Adalat oros yang berisi nifedipin 30 mg lepas lambat diberikan
sehari pasca operasi sesar. Dikarenakan sifatnya yang dapat menembus plasenta,
pemberian nifedipin hanya boleh diberikan sekali untuk kemudian digantikan
dengan kaptopril 25 mg secara sublingual. Penggunaan kaptopril kemudian
digantikan dengan ramipril yang lebih aman untuk ibu menyusui karena distribusi
obatnya yang tidak masuk kedalam ASI. Sama seperti kaptopril, ramipril
menurunkan tekanan darah melalui mekanisme penghambatan ACE dari perubahan
angiotensin I menjadi angiotensin II (vasokonstriktor kuat) yang mengakibatkan
peningkatan aktivitas renin plasma dan mengurangi sekresi aldosteron. Ramipril
menyebabkan vasodilatasi sehingga menghasilkan efek hipotensi. Isosorbide
dinitrate digunakan pada saat tekanan darah ibu melebihi 160 mmHg akibat stress
yang dialami pasca kematian salah satu bayinya. Mekanisme kerja isosorbide
dinitrate yaitu dengan merelaksasikan otot polos pembuluh darah dan mengurangi
tekanan ventrikel kiri (preload) dan resistensi arteri (afterload)
Manifestasi klinis lain yang muncul pada preeklamsia yaitu terjadinya
trombositopenia. Kondisi ini ditandai dengan hasil pemeriksaan nilai trombosit
yang berada dibawah batas normal yaitu sebesar 28x103/µl akibat respon autoimun.
Terapi yang diberikan untuk mengatasi kondisi ini yaitu pemberian
metilprednisolon 3x125 mg secara peroral sebagai imunosupresant dan
antiinflamasi. Pemilihan metilprednisolon dibandingkan kortikosteroid lainnya
seperti dexamethasone didasari efek samping yang dihasilkan dari obat golongan
kortikosteroi. Dexamethasone yang merupakan kortikosteroid kerja panjang
menghasilkan efek supresi adrenal yang lebih lama dan efektivitas yang tidak lebih

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1423
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

baik dibandingkan metilprednisolon yang bersifat kerja moderate. Untuk


menghindari terjadinya efek samping yang tidak diharapkan namun tetap
memperoleh efektivitas terapi, metilprednisolon diberikan menggunakan prinsip
pulse therapy dengan dosis tinggi, yaitu diberikan dengan dosis tinggi dalam
beberapa hari sehingga diharapkan dapat memberikan efek lebih cepat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada terapi yang diberikan oleh pasien ialah
kepatuhan terhadap aturan pakai obat sekaligus kemungkinan terjadinya efek
samping dari obat-obatan yang dikonsumsi. Pasien juga perlu untuk lebih menjaga
pola hidup dan melakukan menejemen stress untuk mendukung proses terapi dan
menghindari perburukan kondisi. Pemeriksaan rutin juga dapat dilakukan untuk
mempermudah monitoring efektivitas terapi yang dilakukan.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1424
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN

1. Ny L(30 thn) didiagnosa awal G2 P1001 Ab000 GR 37-38 mgg G/H/H +


Pres kepala-Letak Lintang kepala Kanan infersi dorso + PEB +
Trombositopenia dd ITP + ods miopi (-4,74/-3,5) dan didiagnosa akhir
P1103 Ab000 PP SCTP + peb + gamelliPres kepala-Letak Lintang kepala
Kanan infersi dorso + Hipertensi + Trombositopenia dd ITP dd
thrombocytopenia pregnancy + Anemia + ods miopi (-4,74/-3,5) + fetal
compromised.
2. Terapi yang diberikan pada pasien tersebut sudah tepat indikasi dan tepat
dosis.
3. Terdapat temuan drp yang merupakan interaksi beberapa obat dan berisfat
moderate sehingga hanya perlu dimonitoring efek samping akibat interaksi
tersebut
4. Pasien telah KRS pada 29/2/2020 dengan tekanan darah 125/90 dan kadar
trombosit 43000

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1425
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Amaral, L., V. R. Vaka, N. Usry, dan J. M. Williams. 2019. Angiotensin ii type 1


receptor agonistic autoantibody blockade prevents preeclamptic symptoms in
placental ischemic rats. 71(5):886–893.

Khalil, G. dan A. Hameed. 2017. Hypertension and management. 3(1):1–5.

Lam, C., K. Lim, dan S. A. Karumanchi. 2005. Circulating angiogenic factors in


the pathogenesis and prediction of preeclampsia. (46):1077–1085.

Peres, G. M., M. Mariana, dan E. Cairr. 2018. Pre-eclampsia and eclampsia : an


update on the pharmacological treatment applied in portugal †. Journal of
Cardiovascular Development and Disease. 5(3)

Rana, S., E. Lemoine, J. P. Granger, dan S. A. Karumanchi. 2019. Compendium


on the pathophysiology and treatment of hypertension. 1094–1112.

Uzan, J., M. Carbonnel, O. Piconne, R. Asmar, dan J. Ayoubi. 2011. And


management. Pre-Eclampsia: Pathophysiology, Diagnosis, and
Management. 7:467–474.

Wells, B. G., J. T. DiPiro, T. L. Schwinghammer, dan C. V. DiPiro. 2015.


Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition

Wirakusuma, G., I. G. P. Surya, dan I. N. H. Sanjaya. 2019. Rendahnya kadar


placental growth factor ( plgf ) serum merupakan faktor risiko terjadinya
preeklamsia. Medicina. 50(1):115–118.

Borgeat, A., G. Ekatodramis, dan C. A. Schenker. 2003. Postoperative nausea and


vomiting in regional anesthesia. Anesthesiology. 98(2):530–547.
Gáspár, R. dan J. Hajagos-tóth. 2013. Calcium channel blockers as tocolytics :
principles of their actions , adverse effects and therapeutic combinations.
Pharmaceuticals. 689–699.
Koury, M. J. 2004. NEW insights into erythropoiesis: the roles offolate, vitamin

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1426
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

b12, and iron. Nutrition and Erythropoiesis. (24):105–131.


Yehezkiel, M. Wiryana, I. B. G. Sujana, dan I. G. P. S. Sidemen. 2015. Efektivitas
magnesium sulfat 30 mg/kgbb intravena dibanding dengan fentanil 2
mcg/kgbb intravena dalam menekan respons kardiovaskular pada tindakan
laringoskopi dan intubasi. Anestesi Perioperatif. 3(1):87–92.
Penatalaksanaan Nasional Pelayanan Kedokteran, Diagnosis dan Tata laksana Pre-
Eklampsia tahun 2016

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1427
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN

HARI/ S O A P
TANGGAL
Kamis Pusing Suhu : 36,1 0C Metilprednisolon Pasien mau KRS= Switch oral
27/02/2020 Nyeri Nadi : 97 Mekanisme :Sebagai 3dd16 mg
GCS = RR : 20 antiinflamasi dengan
456 TD : 160/100 - METO : monitor kadar PLT
mengendalikan laju sintesis
SpO2 : 98% protein, menekan migrasi - MESO : toksisitas
Data Lab : PMN dan fibroblas, gastrointestinal (GI)
Hb : 8,90 mengembalikan permeabilitas perlu diwaspadai dengan
WBC : 3,48 x 106 kapiler, menstabilkan lisosom memberi jeda pemberian As.
TC : 28000 pd tingkat sel. mefenamat vs metilprednisolon /
MCH : 25,60 Nifedipine dan metylprednisolon
MCHC : 30,60 Dosis literatur: sebagai
antiinflamasi 10-250 mg IV sekitar 1-2 jam
RDW : 22,10
hingga tiap 4 jam jika perlu;
Terapi : peroral= dosis awal, 2-60
- Injeksi mg/hari dalam 1-4 dosis
Metilprednisolon terbagi (MIMS)
3dd125mg ESO : jangka panjang
-PO menyebabkan hipertensi,
Adalat oros retensi Na & air, serta ↓
2dd30mg kalium (PIONAS)
Cefadroxil DRP
2dd500mg As. mefenamat vs
As. Mefenamat metilprednisolon
3dd500mg pharmacodynamic synergism
Vit B12 3dd1 (Moderate)
SF 3dd200mg
As. Folat 1dd3mg Meningkatkan potensi
Ramipril 1dd10mg toksisitas gastrointestinal
(GI), termasuk peradangan,
perdarahan, ulserasi, dan
perforasi (Drugs.com).
Adalat Oros - Monitoring TD
Indikasi : Anti hipertensi - Monitoring ESO dari
Mekanisme : menghambat penggunaan CCB :
masuknya ion kalsium pada edema
otot jantung dan otot
pembuluh darah merilekskan
dan mencegah kejang arteri
coroner.
Dosis : 30 – 50 mg/hari
Dosis px : 1 dd 30 mg/hari
ES : Edema
DRP :
Drug interaction :
Nifedipine vs
Methylprednisolone
Kortikosteroid dapat bersifat
antagonis terhadap efek obat
antihipertensi dengan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1428
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mereduksi retensi natrium


dan cairan.
Ramipril • METO :
• Mekanisme : Menghambat Monitoring tekanan darah
ACE dari perubahan pasien
angiotensin I menjadi • MESO : Batuk
angiotensin II yang
menyebabkan peningkatan
aktivitas renin plasma dan
mengurangi sekresi
aldosteron, menyebabkan
vasodilatasi.
• Indikas : Antihipertensi
• Dosis literatur: 2,5 mg – 5
mg hingga 10 mg/hari
• ESO : Batuk dan postural
hypertention
Kategori laktasi : di
eskresikan dalam ASI dengan
jumlah sedikit.
Asam Mefenamat 3 dd - METO : derajat nyeri pasien
500mg
Indikasi: terapi nyeri ringan - MESO : gangguan GIT
sampai sedang Plan:
Mekanisme : menghambat - Pemberian asam mefenamat
sintesis prostaglandin pada hanya ketika terasa nyeri.
jaringan tubuh dengan - ASI dipompa terlebih dulu
menghambat COX 1 dan sebelum minum obat
COX 2.
Dosis literatur: 500 mg 3 – 4
kali sehari (MIMS)
ESO : Gangguan GIT
Kategori Laktasi:
kontraindikasi pada ibu
menyusui
Cefadroxil 3 dd 500 mg - METO: Monitoring Tanda-
Indikasi : Antibiotik empiris tanda infeksi
infeksi post SC - MESO: gangguan GIT
Mekanisme : menghambat
sintesis dinding sel bakteri.
Dosis : 1 – 2 gram/hari
Kategori menyusui: sesuai
untuk ibu menyusui
Lemas Hct: 32,80% -Ferrous Sulfate METO: Jumlah eritrosit,
Hb: 10,60 hematokrit, dan hemoglobin
Eritrosit: 3,46 Indikasi: Pencegahan dan
MCH: 25,60 pengobatan anemia defisiensi MESO: Gangguan GIT
MCHC: 30,60 besi serta multivitamin untuk
ibu menyusui
Mekanisme: Mengganti
simpanan zat besi pada

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1429
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

hemoglobin, mioglobin, dan


enzim.
Dosis: 300 mg dua kali
sehari hingga 300 mg 4
kali/hari atau 250 mg
(extended release) 1-2
kali/hari (DIH)
ESO: Gangguan GIT, mual,
muntah, konstipasi
Interaksi: -
Kategori Menyusui: AAP
(Sesuai untuk ibu menyusui
dan resiko pada bayi
minimal)
Lemas Hct: 32,80% Vitamin B12 METO: Jumlah eritrosit,
Hb: 10,60 hematokrit, dan hemoglobin
Eritrosit: 3,46 Indikasi: Anemia dan
MCH: 25,60 multivitamin ibu menyusui MESO: Gangguan GIT
MCHC: 30,60 Dosis: 2,8 mcg perhari
ESO: Pusing, sakit kepala,
mual, muntah, diare
Kategori Menyusui: AAP
(Sesuai untuk ibu menyusui
dan resiko pada bayi
minimal)
Lemas Hct: 32,80% -Asam Folat METO: Jumlah eritrosit,
Hb: 10,60 hematokrit, dan hemoglobin
Eritrosit: 3,46 Indikasi: Anemia dan
MCH: 25,60 Multivitamin ibu menyusui MESO: Gangguan GIT
MCHC: 30,60 Dosis: 0,4 – 1 mg perhari
(Medscape)
ESO: Ruam kulit
Kategori Menyusui: AAP
(Sesuai untuk ibu menyusui
dan resiko pada bayi
minimal)

Jumat 28/2 Pusing Suhu : 36,5 - Terapi dilanjutkan


2020 Lochrea Nadi : 90x/min
GCS 456 RR: 20x/min Monitoring TD, PLT, Hb,
TD; 180/90 mmHg eritosit, dan HCt
Monitoring ESO
Terapi :
- Injeksi
Metilprednisolon
3dd16mg
-PO
Adalat oros
2dd30mg
Cefadroxil
2dd500mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1430
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

As. Mefenamat
3dd500mg
Vit B12 3dd1
SF 3dd200mg
As. Folat 1dd3mg
Ramipril 1dd10mg
Sabtu Pusing- Suhu : 36,7 Cefadroxil pemberian H-6 Pasien ACC KRS
29/2/2020 Lochrea Nadi : 80x/min
GCS 456 RR: 20x/min Terapi yang dibawa pulang
TD; 125/90 mmHg untuk 3 hari:
Data Lab: Methylprednisolone 3dd16 mg
Hb 10,30
Eritorsit 3,98x10^6 Adalat oros 2dd30 mg
PLT 43000 Asam mefenamat 3dd500mg
Leu 20,31 x 10^3
Cefadroxil 2dd500mg(1hari)
HCT 33,5%
SF 3dd 200mg
Terapi : Vit B12 3dd1 tab
- Metilprednisolon
3dd16mg Asam Folat 1 dd 3mg
-PO Ramipril 1 dd 10 mg
Adalat oros
2dd30mg
Cefadroxil
2dd500mg
As. Mefenamat
3dd500mg
Vit B12 3dd1
SF 3dd200mg
As. Folat 1dd3mg
Ramipril 1dd10mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1431
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


PTG high risk (stage III) + metastase
paru dan post kuret OK

(06 Maret – 12 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1432
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien PTG high risk (stage III), metastase paru
dan post kuret OK“
di Instalasi Rawat Inap III Ruang 9

Oleh:
Kelompok IRNA III Ruang 9
(06 – 10 Maret 2020)

1. Khusnul Khotimah, S. Farm (192211101071)


2. Ahmad Daris Saui, S. Farm (192211101074)
3. Rizki Laili Fazeri, S. Farm (192211101078)
4. Nurlaila Velayati, S. Farm (192211101100)
5. Vriska Sarah Indrastuti, S. Farm (1908020090)
6. Auliya khoirunnisa, S. Farm (1908020095)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1433
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien PTG high risk (stage III), metastase paru
dan post kuret OK”

di Instalasi Rawat Inap III Ruang 9


Oleh:
Kelompok IRNA III Ruang 9
(06 – 10 Maret 2020)

1. Khusnul Khotimah, S. Farm (192211101071)


2. Ahmad Daris Sauqi, S. Farm (192211101074)
3. Rizki Laili Fazeri, S. Farm (192211101078)
4. Nurlaila Velayati, S. Farm (192211101100)
5. Vriska Sarah Indrastuti, S. Farm (1908020090)
6. Auliya khoirunnisa, S. Farm (1908020095)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis


IRNA III Ruang 9 IRNA III

ACC by WA tanggal 23 ACC by WA tanggal 23


Maret 2020 Maret 2020

Widya Ayu Dwi S, M. Farm., Apt Januari Erik P, M. Farm Klin., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1434
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Tinjauan Penyakit Trofoblas Gestasional (PTG)


1.1.1. Definisi
Penyakit trofoblas gestasional (PTG) adalah spektrum tumor yang berasal
dari proliferasi abnormal jaringan trofoblas plasenta, mencakup mola hidatidosa
(komplit dan parsial), mola invasif, koriokarsinoma, placental site trophoblastic
tumor, dan epithelioid trophoblastic tumour. Keempat bentuk terakhir termasuk ke
dalam kelompok tumor trofoblas gestasional (TTG) yang dapat menginvasi,
bermetastasis, dan menyebabkan kematian bila tidak ditangani (Teressa, dkk.
2019).
Penyakit trofoblas gestasional (PTG) adalah spektrum tumor yang berasal
dari proliferasi abnormal jaringan trofoblas plasenta, mencakup mola hidatidosa
(komplit dan parsial), mola invasif, koriokarsinoma, placental site trophoblastic
tumor, dan epithelioid trophoblastic tumour. Keempat bentuk terakhir termasuk ke
dalam kelompok tumor trofoblas gestasional (TTG) yang dapat menginvasi,
bermetastasis, dan menyebabkan kematian bila tidak ditangani (Teressa, dkk.
2019)..

1.1.2. Etiologi
Adapun etiologi dari Penyakit trofoblas gestasional (PTG) menurut
(Aminimoghadam,dkk, 2018) adalah sebagai berikut:
a. Ekstrim usia reproduksi kehamilan pada usia tua.
Risiko mengalami mola hidatidosa komplit meningkat 2 kali pada wanita
berusia lebih dari 35 tahun dan 7,5 kali pada wanita lebih dari 40 tahun.
Ovarium dari wanita yang lebih tua mungkin lebih rentan terhadap pembuahan
abnormal.
b. Riwayat kehamilan mola sebelumnya.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1435
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Wanita dengan riwayat mola hidatidosa sebelumnya mempunyai


kecenderungan untuk mengalami kehamilan molar. Risiko kehamilan molar
yang berulang hingga 40 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum.
c. Pil kontrasepsi oral
Peningkatan risiko mengalami koriokarsinoma terjadi pada wanita pengguna
kontrasepsi oral jangka Panjang.
d. Keguguran sebelumnya.
Wanita yang kehilangan kehamilan sebelumnya memiliki resiko PTG lebih
tinggi. Risiko mola lengkap dan parsial meningkat pada wanita dengan riwayat
keguguran spontan. Di antara wanita dengan riwayat dua atau lebih aborsi
spontan, risiko untuk mola lengkap dan parsial meningkat tiga kali lipat dan
dua kali lipat terjadi. Penyebabnya karena seorang wanita memiliki tahi lalat
hidatidosa. Tahi lalat parsial atau tahi lalat lengkap, dengan kata tahi lalat yang
digunakan untuk menunjukkan gumpalan jaringan yang tumbuh, dan
hidatidosa muncul karena pemupukan abnormal. Hal ini disebabkan oleh
pembuahan ovum kosong oleh spermatozoa haploid, yang kemudian membe
lah.

1.1.3. Patofisiologi

Gambar 1.1 Patofisiologi PTG (Shih IeM, 2007)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1436
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Berbeda dengan molahidatidosa komplit, pada molahidatidosa parsial sama


sekali tidak ditemukan gejala maupun tanda-tanda yang khas. Keluhannya pada
permulaan sama seperti kehamilan biasa. Kalau ada perdarahan sering dianggap
seperti abortus biasa. Jarang sekali ditemukan MHP dengan besar uterus yang
melebihi tuanya kehamilan. Biasanya sama atau lebih kecil. Dalam hal terakhir
disebut Dying Mole. Gambaran USG tidak selalu khas, tapi dapat didiagnosis bila
ditemukan hal-hal sebagai berikut. Pada jaringan plasenta tampak gambaran yang
menyerupai kista-kista kecil disertaipeningkatan diameter transversa dari kantong
janin. Trofoblas normal terdiri dari sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas dan trofoblas
intermediet. Sinsitiotrofoblas menginvasi stroma endometrium dengan implantasi
blastokis dan merupakan jenis sel yang memproduksi hCG (Shih IeM, 2007).

Fungsi sitotrofoblas untuk memasok syncytium dengan sel selain


membentuk bagian luar korion yang menjadi vili korionik yang menutupi kantung
korionik. Vili korionik berbatasan dengan endometrium dan lapisan basal
endometrium bersama-sama membentuk plasenta fungsional untuk nutrisi ibu janin
dan pertukaran sisa metabolisme. Trofoblas intermediet terletak pada vili, tempat
implantasi, dan kantung korionik. Semua 3 jenis trofoblas dapat berkembang biak
menjadi Penyakit Trofoblas Ganas (Shih IeM, 2007).

Dasar molekuler dan seluler dalam pengembangan sebenarnya dari penyakit


trofoblas ganas ini masih kurang dipahami, penyakit trofoblas ganas ini telah lama
dianggap sebagai kelompok penyakit yang timbul dari transformasi neoplastik sel
trofoblas. Namun penelitian klinikopatologi baru-baru ini menunjukkan bahwa
analisis molekuler dari kehamilan trofoblas ganas sebagian besar didasarkan pada
karakteristik profil ekspresi gen dari berbagai tipe keganasan dan pola dari ekspresi
gen yang unik dapat digunakan untuk membedakan populasi trofoblas yang berbeda
pada awal plasenta yang sehat. Setelah transformasi sel induk trofoblas, yang
kemungkinan adalah sititrofoblas, program diferensiasi spesifik menentukan jenis
tumor trofoblas yang berkembang (Shih IeM, 2007).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1437
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.4. Manifestasi klinik


• Perdarahan pervaginam
• Pembesaran uterus
• Kista tesa lutein persisten pada ovarium merupakan PTG pasca-mola
• Adanya gejala klinis dari mestastasis atau komplikasi (Pedoman Pelayanan
Medik Kanker Ginekologi Edisi ke 2, 2011).

1.1.5. Tatalaksana
a. Kriteria Diagnosis
Diagnosis PTG berdasarkan data klinis dengan atau tanpa hisrologi. Adapun
beberapa kriteria diagnosis:
- Setidaknya terdapat peningkatan kadar hCG secara berurutan pada hari ke-
1,7,14,21
- Peningkatan kadar hCG tanpa berurutan dengan interval pemeriksaan 2 minggu
pada hari ke-I, 7 dan 14.
- Kadar hCG menetap 3 minggu atau lebih
- Kadar hCG di atas nilai normal sampai 14 minggu setelah evaluasi
- Uterus lebih besar dari normal dengan kadar hCG > normal
- Perdarahan dari uterus dengan kadar hCG > normal
- Dijumpai lesi metastasis dengan kadar hCG > normal
Metastasis paru didiagnosis dengan foto rontgen toraks.

• Pembagian Stadium PTG (FIGO,2000).


Stadium I : Tumor terbatas pada uterus
Stadium II : Tumor meluas ke organ genital lainnya
Stadium III : Tumor metastasis ke paru
Stadium IV : Metastasis jauh dengan atau tanpa metastasis paru

• WHO Scoring System


WHO menetapkan sistem skoring dengan beberapa parameter antara lain
parameter umur, kehamilan sebelumnya, interval kadar hCG sebelum terapi, ukuran

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1438
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

tumor terbesar, tempat metastasis, jumlah metastasis dan kegagalan kemoterapi


sebelumnya. Skor diberikan antara 0-4. Rlsiko rendah bila skor 6 atau kurang dan
risiko tinggi bila skor 7 atau lebih.

b. Tata Laksana Terapi (Pedoman Pelayanan Medik Kanker Ginekologi Edisi ke-
2, 2011)
1. PTG risiko rendah, skor WHO kurang dari 6, FICO Stadium I, II, dan III :
a Metotreksat 0,4 mg/KgBB 1M tiap hari selama 5 hari, diulang tiap 2
minggu.
b Metotreksat 1,0 mg/KgBB selang satu hari sampai 4 dosis dengan
ditambahkan Leukovorin 0,1 mg/KgBB 24 jam setelah MTX, diulang tiap
2 minggu.
c Metotreksat 50 mg/m2 diberikan secara mingguan.
d Actinomycin-D 1,25 mg/m2 diberikan tiap 2 minggu
e Actinomycin-D 12 ug/KgBB IV tiap hari selama 5 hari diulang tiap 2
minggu. Protokol ini digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
f Metotreksat 250 mg infus selama 12 jam, diulang tiap 2 minggu
g Kemoterapi dilanjutkan 1 atau 2 kali setelah kadar hCG normal.
2. PTC risiko tinggi, FICO stadium I, II, III dengan skor WHO lebih dari atau
sama dengan 7 atau stadium IV. Terapi primer adalah EMA-CO (Etoposide,
MTX, Actinomycin, Cyclophosphamid dan Oncovin (Vincristine). Jika respon
kurang baik atau resisten alternatif lain adalah :
- MA - PA (Etoposide,MTX, Actinomycin - Cisplatin dan Adriamycin)
- EMA - EP (Etoposide, MTX, Actinomycin - Etoposide Platinum).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1439
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Jika EMA-EP resisten dapat diberikan alternatif :


- Paclitaxel - Cisplatin
- Paclitaxel - Etoposidel3
- Paclitaxel - 5 FU
- ICE (Iphosphamid , Cisplatin, dan Etoposide)
- Regimen BEP (Bleomycin, Etoposide, Cisplatin)
3. Plasental site trophoblastic tumor (PSTT) Pengelolaannya terpisah dari PTG
yang lain. Terapi dilakukan secara kombinasi baik dengan operasi maupun
kemoterapi (Pedoman Pelayanan Medik Kanker Ginekologi Edisi ke 2, 2011).

c. Bagan Pelaksanaan Terapi Trofoblas Gestasional

Gambar 1.2 Penatalaksaan Terapi dengan Protokol A (Pedoman Pelayanan Medik Kanker
Ginekologi Edisi ke 2, 2011)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1440
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.3 Penatalaksaan Terapi dengan Protokol B (Pedoman Pelayanan Medik Kanker
Ginekologi Edisi ke 2, 2011).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1441
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN
2.1. Profil pasien
Nama/ Jenis kelamin : Ny. ES
Umur/ BB/ TB : 48th, 62kg, 151 cm
Alamat : Sumberejo, Blitar
MRS/KRS : 06 Maret 2020/ 10 Maret 2020
Status pasien : JKN
Dokter : dr. Tommy, SpB Onk
Farmasis : Widya AyuDwi S, S.Farm.,Apt
Alergi : Tidak ada
Keluhan utama Pasien datang untuk menjalani kemoterapi
:
lanjutan
Riwayat penyakit saat ini : Tidak ada
Riwayat kesehatan : Tidak ada
Riwayat pengobatan Methtotrexate, Etoposide, Ondansetron, Vit
:
B-complex, Asam Folat
Diagnosa awal PTG High Risk (Stage III) + Metastase Paru
:
+ Post Kuret OK
Diagnosa akhir PTG High Risk (Stage III) + Metastase Paru
:
+ Post Kuret OK

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1442
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2. Data klinis pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Nilai Tanggal
Parameter
normal 6/3 7/3 8/3 9/3 10/3
Suhu (0C) 36-37 36,6 36,5 37 36,5 36,5
Nadi (x/menit) 80-85 89 80 80 80 90
RR (x/menit) 20 20 20 20 20 20
Terkanan 120/80 110/90 120/80 130/90 110/90 110/90
darah (mmHg)

Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien


Tanggal
Parameter
6/3 7/3 8/3 9/3 10/3
VAS 1 1 2 1 2
Demam - - - - -
Mual - - - - -
Muntah - - - - -

2.3. Data laboratorium pasien


Tabel 2.3 Tabel data laboratorium pasien
Parameter Normal Value Tgl. 5 Maret 2020
Hemoglobin 11,4-15,1 12,5
Eritrosit (RBC) 4,0-5,5 4,48
Leukosit (WBC) 4,7-11,3 8,09
Hematokrit (PCV) 38-42 39,90
Trombosit (PLT) 142-424 317
MCV 80-93 84,20
MVH 27-31 27,90
MCHC 32-36 33,20
RDW 11,5-14,5 13,80
PDW 9—13 8,9
MPV 7,2-11,1 9,4
P-LCR 15,0-25,0 19,6
PCT 0,150-0,400 0,30
NRBC Absolute 0,00
NRBS Percent 0,0
Eosinofil 0-4 1,9
Basofil 0-1 0,5
Neutrofil 51-67 65,7
Limfosit 25-33 22,9
Monosit 2-5 9,0
Eosinofil Absolut 0,15
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1443
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Basofil Absolut 0,04


Neutrofil Absolut 5,32
Limfosit Absolut 1,85
Monosit Absolut 0,73
Immature Granulosit (%) 0,50
Immature Granulosit 0,04
Beta HCG darah <100.000 144677,03 U/ml
Ureum/BUN 10-50 11,6
Creatinine 0,7-1,5 0,61
SGOT/AST 11-41 21
SGPT/ALT 10-41 14
Egfr 107.200

Interpretasi data laboratorium:


• Monosit tidak normal menunjukkan tanda tanda inflamasi
• Beta hCG darah diatas normal menunjukkan adanya problem medis
penyakit trofoblas gestasional (PTG).

2.4. Profil terapi pasien


Tabel 2.4 Profil terapi pasien
Tanggal
Obat Rute Dosis
6/3 7/3 8/3 9/3 10/3
Metotrexate IV 1 dd 30 mg + + + + +
Etoposide IV 1 dd 160 mg + - - - -
Metoclopramide IV 1 dd 10 mg + - - - -
D5% IVFD 1 dd 500cc + - - - -
Asam folat PO 2 dd 1 + k/p k/p k/p k/p
Ondansetron PO 3 dd 1 + k/p k/p k/p k/p
Vitamin b coplex PO 2 dd 1 + k/p k/p k/p k/p

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1444
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5. Analisa SOAP Pasien


Tabel 2.6 Tabel Analisa SOAP
Catatan Perkembangan Pasien
S O A P
(Subjektif) Objektif Assesment (Plan)
Lemas Beta HCG Methotrexate METO: Monitoring
Pusing darah= Indikasi: Digunakan datab lab darah
Pucat 144677,03 sebagai agen lengkap, perbaikan
Rambut U/ml kemoterapi PTG high risk tanda-tanda klinis
rontok Mekanisme: Menghambat pasien, bisa dilihat
reduktase asam dari kadar Beta HCG
dihidrofilk; menghambat darah
sintesis dan asam
timidilic; mengganggu MESO: Monitoring
replikasi DNA siklik efek samping
Dosis: 30 mg potensial berupa
Dosis yang diberikan: 1 dd mual dan muntah,
30 mg diare, efek
Rute: IM myelosupresi dan
ESO: Hiperurisemia, mual kulit kemerahan
muntah, diare, kulit
kemerahan (>10%)
Lemas Beta HCG Etoposide METO: Monitoring
Pusing darah= Indikasi: Digunakan perbaikan tanda-
Pucat 144677,03 sebagai agen kemoterapi tanda klinis pasien,
Rambut U/ml PTG pada pasien bisa dilihat dari kadar
rontok metastasis paru Beta HCG darah
Mekanisme: Menghambat
transportasi mitokondria MESO: Monitoring
pada tingkat efek samping
dehidrogenase NADH atau potensial berupa
menghambat penyerapan mual dan muntah,
nukleosida ke dalam sel alopecia, efek
HeLa. myelosupresi,
Dosis: 100mg/m2, BSA : leukopenia.
1,61 = 161 mg
Dosis yang diberikan: 1 dd
160 mg
Rute: IV
ESO: Alopecia, ovarian
failure, mual muntah,
leukopenia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1445
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Metoclopramide METO : Monitoring


- Indikasi : Terapi gejala mual dan
premedikasi antiemetik muntah
sebelum pemberian terapi
MTX MESO : Monitoring
- Mekanisme : Antagonis efek samping obat
reseptor 5-HT3 selektif, berupa sakit kepala,
memblokir serotonin, baik kelelahan, dan
secara perifer pada konstipasi
terminal saraf vagal dan
terpusat di zona pemicu
chemoreceptor (DIH 17th)
- Dosis lit : 10 mg secara
IV
- ESO : Sakit kepala,
kelelahan,dan konstipasi

Lemas - Asam folat METO: Monitoring


Indikasi: Digunakan tanda toksisitas
sebagai terapi pengobatan methotrexate
toksisitas dari
methotrexate MESO: Monitoring
Mekanisme: Pembentukan efek samping
koenzim dalam sintesis potensial
metabolisme purin dan
pirimidin
Dosis: 2 x 1 tab
Rute: PO
ESO: Bronkospasme,
malaise, pruritus

Lemas - Vit. B kompleks MESO: Monitoring


Indikasi: Mengobati atau efek samping
mencegah kekurangan potensial
vitamin akibat penyakit
tertentu
Mekanisme: Vitamin B
kompleks bertindak
sebagai koenzim dalam
proporsi substansial dari
proses enzimatik yang
mengurangi aspek fungsi
fisiologis seluler. Sebagai
koenzim, bentuk aktif
biologis dari vitamin

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1446
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mengikat dalam protein


"apoenzyme
Dosis: Dewasa 1-2 tablet
sehari
Rute: PO
ESO: Gatal, Kembung,
sembelit, diare, perut
kembung, mual, muntah,
Trombosis vascular
Mual - Ondansentron METO : Monitoring
Indikasi: Mengatasi mual ada tidaknya mual
muntah akibat kemoterapi. dan muntah pada
Mekanisme: Antagonis pasien
reseptor 5-HT3 selektif,
yang memblokir serotonin, MESO : Monitoring
keduanya perifer pada efek samping
terminal saraf vagal dan potensial
terpusat di zona pemicu Monitoring mual
kemoreseptor pasien.
Dosis literatur : 8 mg, 1-2
jam sebelum kemoterapi.
Dosis untuk mual muntah
berat 24 mg.
Dosis pasien : 3x1
Rute: PO
ESO: Ruam kulit, sakit
kepala, konstipasi
Lemas Kadar D5 5% METO : Monitoring
elektrolit Indikasi: Premedikasi kadar cairan/elektrolit
dan glukosa kemoterapi, digunakan dalam tubuh.
dalam darah sebagai pemeberian kalori
dan pemenuhan cairan MESO : Monitoring
pada pasien eso potensial
Mekanisme: Infus perifer
untuk menyediakan kalori
dan penggantian cairan
ESO: Polyuria, glycosuria,
ketonuria , edema.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1447
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.6 Drug Related Problem Pasien


Tabel 2.7 Tabel Drug Related Problem Pasien
Problem Medis DRPs Rekomendasi
Methotrexate dapat ESO Potensial Monitoring kadar SGOT /SGPT
menyebabkan efek pasien
hepatotoksik jika dipakai
dalam waktu yang lama
Methotrexate dan ESO Potensial Monitoring ada tidaknya mual dan
etoposide dapat muntah pada pasien. Jika terjadi
menyebabkan ESO mual gejala mual dan muntah dapat
dan mutah ditambahkan agen mual dan muntah
jika terjadi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1448
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

Ny ES umur 48 tahun dengan berat badan 62kg dan tinggi badan 151 cm.
Pada tanggal 06 maret 2020 mrs dengan tujuan melakukan kemoterapi yang kedua.
Pasien memiliki riwayat adanya mola hidatitosa dan sudah dioperasi kuret. Namun
kemudian mengarah pada PTG dan dilakukan pengobatan dengan kemoterapi.
Diangnosa awal pasien yaitu PTG High Risk (Stage III) + metastase paru + Post
Kuret OK. Pasien di rumah sakit menjalani kemoterapi dengan agen kemo berupa
Methotrexate 30 mg dan Etoposide 100mg/m 2 pada hari pertama, kemudian hari
kedua sampai hari kelima menggunakan agen kemoterapi tunggal berupa
Methotrexate 30mg.
Kemoterapi merupakan salah satu penatalaksanaan dalam pengobatan PTG.
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan zat atau obat yang berguna
untuk membunuh sel kanker. Obat yang diberikan disebut sitostatika yang berarti
penghambat proliferasi sel. Obat ini dapat diberikan secara sistemik maupun
regional.7 Kemoterapi dapat diberikan sebagai obat tunggal maupun kombinasi
beberapa obat, baik secara intravena atau per oral. Kemoterapi bertujuan untuk
menghambat proliferasi dan menghancurkan sel kanker melalui berbagai macam
mekanisme aksi (Sukardja. 2008).
Agen kemoterapi yang digunakan pada kasus ini yaitu methotrexate dan
etoposide. MTX merupakan antagonis folat, mekanisme kerja MTX terhadap
keganasan adalah melalui penghambatan dihidrofolat reduktase (DHFR), suatu
enzim yang berpartisipasi dalam sintesis tetrahidrofolat. Afinitas MTX terhadap
DHFR sekitar seribu kali lipat daripada folat. Asam folat diperlukan untuk sintesis
denovo dari timidin nukleosida, yang dibutuhkan dalam sintesis DNA. Juga folat
sangat penting untuk purin dan pirimidin sebagai dasar biosintesis, sehingga
biosintesis DNA, RNA, thymidylates dan protein akan terhambat, dan akan
berakhir dengan kematian sel, terutama sel yang aktif membelah (Anwar, dkk.,
2013).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1449
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 3.1.. Mekanisme kerja MTX sebagai antagonis folat (dikutip dari Rajagopalan PT, 2002,
Interaction of dihidrofolate reductase with Methotrexate: Ensemble and Single-molecule kinetics)

Sedangkan etoposide mempunyai mekanisme kerja dalam penghambatan


enzim topoisomerase II, dan menghambat sintesis serta replikasi DNA (Anwar,
dkk., 2013). Agen kemoterapi atau obat sitostatika tidak hanya menyerang sel tumor
tapi juga sel normal yang membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang,
dan traktus gastrointestinal. Kemudian agen kemoterapi ini juga mempunyai
banyak efek samping yaitu seperti peningkatan risiko leukemia, mual dan muntah,
gangguan memori dan konsentrasi, reaksi alergi, gangguan penglihatan dan
pendengaran, kerusakan jaringan, serta gangguan ginjal dan liver (Nindya dan
Surarso, 2016).
Mual muntah merupakan salah satu efek samping yang sering terjadi pada
penggunaan. Sitotastika terbagi menjadi empat kategori berdasarkan potensial
menyebabkan mual muntah yaitu kategori emetogenik tinggi yaitu menimbulkan
mual muntah lebih dari 90% pasien, kategori emetogenik sedang yaitu
menimbulkan mual muntah pada 30–90% pasien, kategori emetogenik rendah yaitu
menimbulkan mual muntah pada 10–30% pasien, dan kategori emetogenik minimal
yaitu menimbulkan mual muntah kurang dari 10% pasien (Tabel 1) (Nindya dan
Surarso, 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1450
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 3.1 Kategori sitostatika berdasarkan potensi emetogenik (Perwitasari DA,


dkk, 2011)
No Potensi emetogenik Sitostatika
1 Kuat Cisplatin, cyclophosphamide, dacrbazine,
mechloretamine, cormustine, streptozotocin
2 Sedang Cyclophosphamide, carboplatin, doxorubicin,
cytarabine, axiliplatin, ifosfamide, aunorubicin,
epirubicin, idarubicin, irinotecan
3 Lemah Paclitaxel, docetaxel, mitoxantrone, topotecan,
etoposide, pemetrexed, methotrexate, mitomycin,
gemcitabine, cytarabine, 5-fluorouracil, bortezomib,
cetuximab, trastuzumab
4 Minimal Bleomycin, busulfan, 2-chlorodeoxyadenosine,
fludarabine, vinblastine, vincristine, vinorelbine,
bevacizumab

Pada tanggal 06 maret pasien menjalani kemoterapi hari pertama dengan


obat methotrexate dan etoposide. Dengan rincian protokol sebagai berikut : 1. Infus
Dextrose 5% 500 cc(83 tetes/menit), 2. Infus NS 500 cc (83 tetes/menit) habis
dalam 2 jam, 3. Injeksi methotrexate 30 mg secara IM, 4. Injeksi metoklopramide
10 mg secara IV. 5. Etoposide 100mg/m2 (160mg) dalam 500 cc NS 0,9% (83
tetes/menit) habis dalam 2 jam, 5. Infus NS 500 cc (83 tetes/menit) habis dalam 1
jam. Sedangkan pada tanggal 07-10 maret 2020 pasien hanya menggunakan
methotrexate 30mg secara IM. Pasien juga diberikan obat oral yaitu Ondansetron,
Vitamin B complex, dan Asam folat.
Berdasarkan literatur penggunaan methotrexate dan etoposide sudah sesuai
untuk kondisi pasien serta dosis yang diberikan sudah tepat. Untuk terapi mual dan
muntah ssat kemoterapi digunakan metoclopramide sebagai profilaksis mual
muntah juga sudah tepat untuk methotrexate dan etoposide yang memiliki potensi
emetogenik yang rendah. Monitoring kondisi klinis pasien selama kemoterapi dan
pasca kemoterapi serta monitoring efek samping potensial. Seperti methotrexate

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1451
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

yang memiliki efek samping seperti hiperuricemia, mual muntah, efek


myelosupresi, diare, anoreksia kemudian etoposide seperti alopecia, mual muntah
(40%), diare, efek myelosupresi, hepatotoksik.

• Obat KRS
- Ondansetron : diminum 3 x sehari, diminum 30 menit sebelum makan,
digunakan jika terdapat gejala mual dan muntah.
- Asam folat : digunakan 2 x sehari, diminum 30 menit setelah makan.
- Vitamin B-complex: digunakan 2 x sehari, diminum 30 menit setelah
makan.
• Asuhan Kefarmasian
Tanggal Perkembangan Pasien

04 februari 2020 KIE pada pasien terkait kemoterapi yang akan


dijalankan beserta efek yang ditimbulkan
05 februari 2020 Penggunaan terapi sesuai dengan protokol,
monitoring kondisi klini pasien
06 februari 2020 Penggunaan terapi sesuai dengan protokol
monitoring kondisi klini pasien
07 februari 2020 Penggunaan terapi sesuai dengan protokol
monitoring kondisi klini pasien
08 februari 2020 Pemberian informasi tentang terapi non farmakologis

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1452
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN

1. PTG merupakan PTG adalah spektrum tumor yang berasal dari proliferasi
abnormal jaringan trofoblas plasenta
2. Pasien melakukan kemoterapi dengan agen kemoterapi berupa methotrexate
30 mg dan etoposide 100mg/m2 pada hari pertama, hari ke 2 sampai 5
mendapat agen tunggal methotrexate saja.
3. Terapi pada pasien sudah tepat, 3 minggu lagi melakukan kemoterapi
dengan agen yang sama dan dipantau kada Beta-hCG pasien

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1453
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. Gestational Trophoblastic Disease. 2012: 1-43.

Aminimoghadam,S et al.2018. New Management of Gestational trophoblastic


disease : A Continuum of Moles to Choriocarcinoma: A Review Article.
Journal Of Obsterict, Gynecology and Cancer Research. Volume 3 (3):
123-128.

Anwar, Anita Deborah, dkk. 2013. Prinsip Dasar Kemoterapi. BCCOG

DIH, 2009, Drug Infornation Handbook, 17th Edition, American Phamacist


Association.

Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. Penyakit Trofoblas Ganas. Bab VII,


Pedoman Pelayanan Medik Kanker Ginekologi, edisi ke-2, Badan
Penerbit FK UI, Jakarta, 2011: 13-18.

Ko EM, Soper JT. Gestational Trophoblastic Disease. Clinical Gynecologic


Oncology, Chapter 9, Eighth edition, El sevier Inc. Philadelphia, 2012:
189-218.

Perwitasari DA, Gelderblom H, Atthobari J, Mustofa M, Dwiprahasto I, Nortier


JWR, Guchelaar HJ. Anti-emetic drugs in oncology: pharmacology and
individualization by pharmacogenetics. Int J Clin Pharm. 2011;33.p.33-43.

R, N. S. dan B. Surarso. 2016. Terapi mual muntah pasca kemoterapi. 9(2):74–82.

Teressa, dkk.2019. Aspek Patobiologis pada Penyakit Trofoblas Gestasional.


Jurnal JKM. Vol 10 (2): 190-205.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1454
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP Harian
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
HARI/
TINDAKAN/ PERKEMBANGAN KLINIK/ MASALAH
TGL
S O A P
Rabu/ 06 Lemas TTV Methotrexate METO: Monitoring
Maret Pusing Suhu : Indikasi: Digunakan sebagai agen datab lab darah lengkap,
2020 Pucat 36,60C kemoterapi PTG high risk perbaikan tanda-tanda
Rambut Nadi : 89 Mekanisme: Menghambat reduktase klinis pasien, bisa dilihat
rontok RR : 20 asam dihidrofilk; menghambat sintesis dari kadar Beta HCG
VAS = 1 TD :110/90 dan asam timidilic; mengganggu darah
replikasi DNA siklik
Hasil Lab Dosis: 30 mg MESO: Monitoring efek
05 Maret Dosis yang diberikan: 1 dd 30 mg samping potensial berupa
2020 Rute: IM mual dan muntah, diare,
Hematologi ESO: Hiperurisemia, mual muntah, efek myelosupresi dan
Hb : 12,5 diare, kulit kemerahan (>10%) kulit kemerahan
RBC : 4,48
WBC : 8,09 Etoposide METO: Monitoring
PCV : 37,70 Indikasi: Digunakan sebagai agen perbaikan tanda-tanda
PLT : 317 kemoterapi PTG pada pasien metastasis klinis pasien, bisa dilihat
paru dari kadar Beta HCG
Hitung Jenis Mekanisme: Menghambat transportasi darah
Eosinofil : mitokondria pada tingkat
1,9 dehidrogenase NADH atau MESO: Monitoring efek
Basofil : 0,5 menghambat penyerapan nukleosida ke samping potensial berupa
Neutrofil : dalam sel HeLa. mual dan muntah,
65,7 Dosis: 100mg/m2, BSA : 1,61 = 161 alopecia, efek
Limfosit : mg myelosupresi,
22,9 Dosis yang diberikan: 1 dd 160 mg leukopenia.
Rute: IV
Beta HCG ESO: Alopecia, ovarian failure, mual
darah= muntah, leukopenia
144677,03 Metoclopramide METO : Monitoring
U/ml - Indikasi : Terapi premedikasi gejala mual dan muntah
Terapi : antiemetik sebelum pemberian terapi
Methotrexat MTX MESO : Monitoring efek
e IM 30mg - Mekanisme : Antagonis reseptor 5- samping obat berupa
Etoposide HT3 selektif, memblokir serotonin, baik sakit kepala, kelelahan,
IV 160mg secara perifer pada terminal saraf vagal dan konstipasi
Metoclopra dan terpusat di zona pemicu
mide IV chemoreceptor (DIH 17th)
10mg - Dosis lit : 10 mg secara IV
Dextrose - ESO : Sakit kepala, kelelahan,dan
IVFD 500cc konstipasi
Ondansetron Asam folat METO: Monitoring tanda
PO 3x1 Indikasi: Digunakan sebagai terapi toksisitas methotrexate
Asam folat pengobatan toksisitas dari methotrexate
PO 2x1 Mekanisme: Pembentukan koenzim MESO: Monitoring efek
Vitamin dalam sintesis metabolisme purin dan samping potensial
Complex pirimidin
PO 2x1 Dosis: 2 x 1 tab
Rute: PO
ESO: Bronkospasme, malaise, pruritus

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1455
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Vit. B kompleks MESO: Monitoring efek


Indikasi: Mengobati atau mencegah samping potensial
kekurangan vitamin akibat penyakit
tertentu
Mekanisme: Vitamin B kompleks
bertindak sebagai koenzim dalam
proporsi substansial dari proses
enzimatik yang mengurangi aspek
fungsi fisiologis seluler. Sebagai
koenzim, bentuk aktif biologis dari
vitamin mengikat dalam protein
"apoenzyme
Dosis: Dewasa 1-2 tablet sehari
Rute: PO
ESO: Gatal, Kembung, sembelit, diare,
perut kembung, mual, muntah,
Trombosis vascular
Ondansentron METO : Monitoring ada
Indikasi: Mengatasi mual muntah akibat tidaknya mual dan
kemoterapi. muntah pada pasien
Mekanisme: Antagonis reseptor 5-HT3
selektif, yang memblokir serotonin, MESO : Monitoring efek
keduanya perifer pada terminal saraf samping potensial
vagal dan terpusat di zona pemicu Monitoring mual pasien.
kemoreseptor
Dosis literatur : 8 mg, 1-2 jam sebelum
kemoterapi. Dosis untuk mual muntah
berat 24 mg.
Dosis pasien : 3x1
Rute: PO
ESO: Ruam kulit, sakit kepala,
konstipasi
D5 5% METO : Monitoring
Indikasi: Premedikasi kemoterapi, kadar cairan/elektrolit
digunakan sebagai pemeberian kalori dalam tubuh.
dan pemenuhan cairan pada pasien
Mekanisme: Infus perifer untuk MESO : Monitoring eso
menyediakan kalori dan penggantian potensial
cairan
ESO: Polyuria, glycosuria, ketonuria ,
edema.
07 maret Lemas TTV Methotrexate METO: Monitoring
2020 Pusing Suhu : Indikasi: Digunakan sebagai agen datab lab darah lengkap,
Pucat 36,50C kemoterapi PTG high risk perbaikan tanda-tanda
Rambut Nadi : 80 Mekanisme: Menghambat reduktase klinis pasien, bisa dilihat
rontok RR : 20 asam dihidrofilk; menghambat sintesis dari kadar Beta HCG
TD : 120/80 dan asam timidilic; mengganggu darah
replikasi DNA siklik
Terapi Dosis: 30 mg MESO: Monitoring efek
Methotrexat Dosis yang diberikan: 1 dd 30 mg samping potensial berupa
e IM 30mg Rute: IM mual dan muntah, diare,
ESO: Hiperurisemia, mual muntah, efek myelosupresi dan
diare, kulit kemerahan (>10%) kulit kemerahan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1456
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

08 Maret Lemas TTV Methotrexate METO: Monitoring


2020 Pusing Suhu : 370C Indikasi: Digunakan sebagai agen datab lab darah lengkap,
Pucat Nadi : 80 kemoterapi PTG high risk perbaikan tanda-tanda
Rambut RR : 20 Mekanisme: Menghambat reduktase klinis pasien, bisa dilihat
rontok TD : 130/90 asam dihidrofilk; menghambat sintesis dari kadar Beta HCG
dan asam timidilic; mengganggu darah
Terapi replikasi DNA siklik
Methotrexat Dosis: 30 mg MESO: Monitoring efek
e IM 30mg Dosis yang diberikan: 1 dd 30 mg samping potensial berupa
Rute: IM mual dan muntah, diare,
ESO: Hiperurisemia, mual muntah, efek myelosupresi dan
diare, kulit kemerahan (>10%) kulit kemerahan

09 Maret Lemas TTV Methotrexate METO: Monitoring


2020 Pusing Suhu : Indikasi: Digunakan sebagai agen datab lab darah lengkap,
Pucat 36,50C kemoterapi PTG high risk perbaikan tanda-tanda
Rambut Nadi : 80 Mekanisme: Menghambat reduktase klinis pasien, bisa dilihat
rontok RR : 20 asam dihidrofilk; menghambat sintesis dari kadar Beta HCG
TD : 110/70 dan asam timidilic; mengganggu darah
replikasi DNA siklik
Terapi Dosis: 30 mg MESO: Monitoring efek
Methotrexat Dosis yang diberikan: 1 dd 30 mg samping potensial berupa
e IM 30mg Rute: IM mual dan muntah, diare,
ESO: Hiperurisemia, mual muntah, efek myelosupresi dan
diare, kulit kemerahan (>10%) kulit kemerahan

10 Maret Lemas TTV Methotrexate METO: Monitoring data


2020 Pusing Suhu : Indikasi: Digunakan sebagai agen lab darah lengkap,
Pucat 36,50C kemoterapi PTG high risk perbaikan tanda-tanda
Rambut Nadi : 90 Mekanisme: Menghambat reduktase klinis pasien, bisa dilihat
rontok RR : 20 asam dihidrofilk; menghambat sintesis dari kadar Beta HCG
TD : 110/90 dan asam timidilic; mengganggu darah
replikasi DNA siklik
Terapi Dosis: 30 mg MESO: Monitoring efek
Methotrexat Dosis yang diberikan: 1 dd 30 mg samping potensial berupa
e IM 30mg Rute: IM mual dan muntah, diare,
ESO: Hiperurisemia, mual muntah, efek myelosupresi dan
diare, kulit kemerahan (>10%) kulit kemerahan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1457
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


G3 P1001 Ab100 gr 39-40 mgg T/H
+ PROM + PEB

(13 Maret – 18 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1458
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 27 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien


G3 P1001 Ab100 gr 39-40 mgg T/H + PROM + PEB “

di Instalasi Rawat Inap 3 Ruang 08

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA 3 Ruang 08
(13 Maret – 19 Maret 2020)

1. Firqin Fuad Riansyah, S. Farm (051913143001)


2. Viergicindy Wahyu H., S. Farm (051913143005)
3. Derian Faridsa , S.Farm (051913143006)
4. Pristia Rakhmawati, S. Farm (051913143018)
5. An Nisa Nur Laila, S. Farm (051913143025)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1459
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 27 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien


G3 P1PP1 Ab100 gr 39-40 mgg T/H + PROM + PEB“

di Instalasi Rawat Inap 3 Ruang 08

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA 3 Ruang 08
(13 Maret – 19 Maret 2020)

1. Firqin Fuad Riansyah, S. Farm (051913143001)


2. Viergicindy Wahyu H., S. Farm (051913143005)
3. Derian Faridsa, S.Farm (051913143006)
4. Pristia Rakhmawati, S. Farm (051913143018)
5. An Nisa Nur Laila, S. Farm (051913143025)
6. Claudia Marie A., S. Farm (051913143026)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis


IRNA 3 Ruang 08 IRNA 3

ACC via WA 08/04 ACC via WA 26/03

Widya Ayu, S. Farm., Apt Jainuri Erik, M.Farm.Klin., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1460
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Tinjauan Preeklamsi


1.1.1. Definisi
Pre-eklampsia (PE) adalah kelainan kehamilan dengan prevalensi di seluruh
dunia sekitar 5-8%. Hal ini ditandai dengan hipertensi onset baru dengan tekanan
darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, diukur pada
dua kesempatan setidaknya empat jam terpisah, dan proteinuria > 0,3 g per jam atau
≥ 1+ proteinuria, terdeteksi oleh dipstik urin setelah 20 minggu kehamilan, atau
tanpa adanya proteinuria, trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/μL),
insufisiensi ginjal (konsentrasi kreatinin serum > 1,1 mmg/dl atau pengadaan
konsentrasi kreatinin serum tanpa adanya penyakit ginjal lainnya), gangguan fungsi
hati (peningkatan konsentrasi transaminase hati menjadi dua kali konsentrasi
normal), edema paru, atau masalah otak atau visual (Gathiram P et al., 2016).
Persalinan adalah satu-satunya pengobatan kuratif untuk pre-eklampsia (Uzan J et
al., 2011).
Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24
jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif, oliguria yaitu produksi urin kurang dari
500 cc/24 jam, kenaikan kadar kreatinin plasma, gangguan visus dan serebral
(penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur),
trombositopenia berat: <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat,
gangguan fungsi hepar yaitu peningkatan SGOT dan SGPT, pertumbuhan janin
terhambat, dan sindrom HELLP (Syafrullah C S et al., 2016).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1461
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.2. Etiologi dan Patofisiologi


1.1.2.1.Etiologi
a. Hipotensi Iskemia Plasenta
Peningkatan deportasi trofoblas, sebagai konsekuensi dari iskemia plasenta,
dapat menimbulkan disfungsi sel endo-telial. Plasenta yang buruk dianggap sebagai
mekanisme patologis yang terpisah, bukan penyebab preeklampsia tetapi faktor
predisposisi yang lebih kuat. Dalam bentuk yang diadaptasi menyatakan bahwa
plasenta yang buruk adalah gangguan aseparate yang pernah terjadi biasanya tidak
selalu mengarah pada sindrom maternal, tergantung sejauh mana hal itu
menyebabkan sinyal inflamasi (yang mungkin tergantung pada gen janin) dan sifat
respon ibu terhadap sinyal tersebut (yang tergantung pada gen ibu) (Dekker G et
al., 2004).
b. The Very Low-Desity Lipoprotein (VLDL) versus Toxicity-Preventing Activity
(TxPA)
Pada preeklampsia, sirkulasi asam lemak bebas (Free Fatty Acids = FFA)
meningkat selama 15-20 minggu sebelum timbulnya penyakit. FFA ini memiliki
berbagai efek samping pada fisiologi endotel. Albumin plasma ada sebagai
beberapa spesies isoelektrik, yang berkisar dari titik isoelektrik (pl) 4,8-5,6.
Semakin banyak FFA terikat pada albumin semakin rendah pl. Plasma albumin
memberikan aktivitas pencegahan toksisitas (TxPA) jika dalam bentuk pl 5,6.
Karena rasio FFA yang lebih tinggi terhadap albumin menyebabkan perubahan dari
pl 5,6 ke bentuk pl 4,8. Rasio TxPA dan VLDL yang rendah akan menghasilkan
sitotoksisitas dan akumulasi trigliserida dalam sel endotel (Dekker G et al., 2004).
c. Penyakit Hyperdynamic
Pada awal kehamilan, pasien preeklamsia mengalami peningkatan curah
jantung dengan kompensasi vasodilatasi. Arteriol terminal sistemik yang melebar
dan arteriol aferen ginjal dapat mengekspos lapisan kapiler terhadap tekanan
sistemik dan peningkatan aliran, yang akhirnya mengarah pada karakteristik cedera
sel endotel dari cedera yang terlihat pada preeklamsi (Dekker G et al., 2004).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1462
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

d. Imun
Interaksi antara leukosit desidua dan sel sitotrofoblas menyerang sangat penting
untuk invasi dan perkembangan trofoblas normal. Maladaptasi kekebalan dapat
menyebabkan invasi dangkal arteri spiral oleh sel sitotrofoblas endovaskular dan
disfungsi sel endotel yang dimediasi oleh peningkatan pelesan sitokin Th1, enzim
proteolitik, dan spesies radikal bebas desidua yang meningkat (Dekker G et al.,
2004).
e. Genetik
Perkembangan preeklampsia-eklampsia dapat didasarkan pada gen resersif
tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak lengkap. Penetran mungkin
tergantung pada genotipe janin (Dekker G et al., 2004).
f. Genetik
Genom ibu dan janin melakukan peran yang berbeda selama perkembangan.
Pencetakan genom diperlukan untuk perkembangan trofoblas normal. Preeklampsia
mungkin berhubungan dengan konflik genetik, seorang ibu yang tidak dapat
mengatasi konflik genetik fisiologis (Dekker G et al., 2004).
1.1.2.2. Patofisiologi
Penyebab pasti preeklampsia masih belum diketahui secara pasti, sehingga
preeklampsia disebut sebagai ‘’the disease of theories’’ (Angsar,2009). Beberapa
faktor risiko terjadinya preeklampsia meliputi primagravida, primipaternitas,
hiperplasentosis (mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus, bayi
besar), riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia, penyakit penyakit ginjal
yang sudah ada sebelum hamil (Norwitz and Schorge, 2008). Faktor lainnya
meliputi nuliparitas, ras, riwayat preeklampsia sebelumnya, umur ibu yang ekstrim
( diatas 35 tahun ), riwayat preeklampsia dalam keluarga, kehamilan kembar,
hipertensi kronik, penyakit ginjal kronik (Saraswati, 2016).

Pada kehamilan normal, trofoblas memulai invasi ke pembuluh darah


miometrium dengan mengubah bentuk arteri spiral ibu, merubah arteriol kecil,
berotot dengan resistensi lebih tinggi menjadi arteri besar dengan kapasitas tinggi
dan aliran darah yang mampu memberikan perfusi plasental yang cukup untuk

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1463
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mempertahankan pertumbuhan janin. Aktivitas ini dinamakan Remodeling arteri


yang biasanya dimulai pada akhir trimester pertama dan selesai pada usia kehamilan
18-20 minggu. Pada plasenta yang akan menyebabkan berkembangnya
preeklampsia, sitotrofoblas gagal untuk berubah dari subtipe epitel proliferatif
menjadi subtipe endothelial invasif yang menyebabkan remodeling arteri spiral
yang tidak lengkap (Rana et all, 2019).

Kegagalan proses remodeling ini mengarah pada resistensi arteri spiral yang
persisten sehingga menghambat perfusi plasenta yang kemudian mengarah pada
“hipoksemia” hingga diakhiri dengan disfungsi sel endotel ibu. Disfungsi sel
endotel sistemik dimanifestasikan dengan tanda dan gejala yang mencerminkan
vasokonstriksi ibu dan kerusakan multiorgan. Hipoperfusi plasenta merupakan
penyebab dan efek abnormalitas plasentasi yang menjadi lebih jelas dengan
meningkatnya kebutuhan fetoplasenta saat kehamilan berlanjut. Disfungsi plasenta
yang dapat diamati pada stage 1 diantaranya stress oksidatif, natural killer cells
(NK) yang abnormal pada ibu. Perubahan patologis lebih lanjut yang terlihat pada
jaringan plasenta berhubungan dengan terjadinyaiskemia uteroplasenta yang
mendorong terjadinya hipertensi, kegagalan respon pada berbagai organ yang
terdapat pada sindrom preeklampsia stage 2 (Rana et all., 2019) termasuk aterosis,
nekrosis fibrinoid, trombosis, sklerosis arteriol, dan infark (Khalil dan Hameed,
2017)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1464
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 2.1. Patofisiologi Pre Eklampsia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1465
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 2.2. Remodeling Pembuluh Darah pada Kehamilan Normal dan


Pre-Eklampsia / Eklampsia.
(Grundmann, 2008)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1466
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.3. Klasifikasi
Dibagi menjadi 2, sebagai berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi Preeklampsia (Pedoman Nasional Pelayanan


Kedokteran., 2016)
1.1.4. Tata Laksana Pre Eklampsia
Menurut PNPK Pre-eklamsia dari POGI tahun 2016, tujuan utama dari
manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki luaran perinatal dengan
mengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang usia kehamilan tanpa

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1467
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

membahayakan ibu. Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan di FKTP adalah


sebagai berikut:

1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia tanpa gejala


berat dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan evaluasi maternal dan
janin yang lebih ketat

2. Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus preeklampsia tanpa
gejala berat.

3. Evaluasi ketat yang dilakukan adalah :


• Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
• Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
• Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
• Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali dalam
seminggu)
• Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi menggunakan
doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal direkomendasikan.
Alur Manajemen ekspektatif Pre-Eklampsia tanpa Gejala Berat

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1468
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Alur Manajemen Ekspektatif Pre-Eklampsia Berat

Preeklampsia dengan gejala berat

• Evaluasi di kamar bersalin dalam 24-48 jam


• Kortikosteroid untuk pematangan paru.
Magnesium sulfat profilaksis, antihipertensi
• USG, evaluasi kesejahteraan janin, gejala dan

Kontraindikasi perawatan ekspektatif :


Iya Lakukan
• Solusio Plasenta
• Eklampsia Persalinan Setelah
• IUFD
• Edema paru Stabil.
• Janin tidak viabel
• DIC
• HT berat, tidak terkontrol
• Gawat janin

Komplikasi perawatan :
• Reversed end diastolic
• Gejala persisten Iya • Pemberian
flow
• Sindrome HELLP Kortikosteroid untuk
• KPP atau inpartu
• Pertumbuhan janin pematangan paru
• Gangguan Renal Berat • Persalinan setelah 48 jam
terhambat
• Severe olygohydramnion

Perawatan Ekspektatif

• Tersedia fasilitas perawatan maternal dan


neonatal intensif
• Usia kehamilan : janin viabel- 34 minggu
• Rawat inap
• Stop Magnesium sulfat dalam 24 jam
• Evalusi Ibu dan janin setiap hari

• Usia kehamilan ≥ 34 minggu Iya


• KPP atau inpartu Lakukan
• Perburukan maternal – fetal Persalinan
• Adanya salah satu gejala kontraindikasi
perawatan ekspektatif

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1469
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II

PROFIL PASIEN

2.1. Profil pasien


Nama/ Jenis kelamin : Ny. P
Umur/ BB/ TB : 35 tahun / 76 kg / 159 cm
Alamat : Malang
MRS/KRS : 10-03-2020/14-03-2020
Status pasien : Umum
Dokter : Dr. Rahajeng, SpOG-K
Farmasis : Widya Ayu, S.Farm., Apt
Alergi : -
Keluhan utama : Keluar cairan dari jalan lahir
Riwayat penyakit saat ini Keluar cairan dari jalan lahir, nyeri,
:
keputihan
Riwayat kesehatan : -
Riwayat pengobatan : KB pil (stop 1 tahun yang lalu)
Diagnosa awal G3 P1001 Ab100 gr 39-40 mgg T/H +
:
PROM + PEB
Diagnosa akhir P2002 Ab100 pp SC TP + IUD dengan
:
SAB H+0 ai PROM + PEB + B.SC

2.2. Data klinis pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Nilai Tanggal Pemeriksaan
Parameter
Normal 10/03/20 11/03/20 12/03/20 13/03/20 14/03/20
Suhu (oC) 36-37 36,5 36 37 36 36,2
Nadi (x/menit) 80-85 82 65 84 84 82
RR (x/menit) 20 18 20 20 20 20
Tekanan darah 120/80 165/90 128/73 110/70 120/80 190/80

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1470
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien


Tanggal pemeriksaan
Parameter
10/03/20 11/03/20 12/03/20 13/03/20 14/03/20
Nyeri post op + + + + +
Rembesan - - - - -

2.3. Data laboratorium pasien


Tabel 2.3 Tabel data laboratorium pasien
PARAMETER NORMALVALUE 10/03/20 11/03/20 12/03/20
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 10,80 9,50
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 3,49 3,04
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 10 / µL
3
10,88 15,51
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 31,20 27,10
Trombosit (PLT) 142 – 424 103/ µL 210 187
MCV 80 – 93 FL 89,40 89,10
MCH 27-31 Pg 30,90 31,30
MCHC 11,5-14,5% 34,60 35,10
RDW 11,5-14,5% 14,80 14,60
PDW 9-3 11,0 10,4
MPV 7,2-11,1 10,2 9,8
P-LCR 15,0-25,0 26,7 24,0
PCT 0,150 – 0,400% 0,21 0,18
NRBC Absolut 0,001 0,01
NRBC Percent 0,0 0,1
HITUNG JENIS
Eosinofil 0 – 4% 0,7 0,1
Basofil 0 – 1% 0,2 0,1
Neutrofil 51 – 67% 80,5 88,8
Limfosit 25 – 33% 12,0 6,0
Monosit 2 - 5% 6,6 5,0
Eosinofil Absolut 103//µL 0,08 0,01
Basofil Absolut 103//µL 0,02 0,02
Neutrofil Absolut 103//µL 8,75 13,77
Limfosit Absolut 103//µL 1,31 0,93
Monosit Absolut 0,16 – 1 0,72 0,78
Immature Granulosit (%) 0,90 0,50
Immature Granulosit 103//µL 0,10 0,07
FAAL HEMOSTATIS

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1471
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

PPT
Pasien 9,4-11,3 detik 9,80
Kontrol 10,90
INR <1,5 detik 0,94
APPT
Pasien 24,6-30,6 detik 24,90
Kontrol 25,7
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 7,8
Kreatinin 0,7-1,5 mg/dl 0,67
eGFR ml/menit 124,486
FAAL HATI
SGOT/AST 0-32 U/l 17
SGPT/ALT 0-33 U/l 7
Albumin 3,5-5,5 g/dl 3,25
LDH 240-480 414U/L
ELEKTROLIT
Natrium/Na 136-145 mg/dl 138
Potasium/K 3,5-5,0 mg/dl 3,08
Klorida/Cl 98-106 mg/dl 106
URINALISIS
Appearance Kuning keruh Kuning jernih
Spec. Gravity 1,001-1,030 ≥1,030 1,015
pH 5,0-8,0 6,0 7,0
Leucocyte 0-5/lpb (-) Trace
Nitrite Neg (-) (-)
Protein/Albumin Neg 3+ (-)
Glucose Neg (-) (-)
Ketones Neg Trace (-)
Urobilinogen Neg 16 µmol/L 16 µmol/L
Bilirubin Neg (-) (-)
Blood/RBC Neg 2+ 3+
10×
Epitel <1 59,3 LPK 4,4 LPK
Silinder (-) (-)
40×
Eritrosit <3 3,0 LPB 43,3 LPB
Leukosit <5 0,5 LPB 6,1 LPB
Bakteri <23×103ml 169,8/µL 153,8/µL

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1472
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4. Profil terapi pasien


Tabel 2.4 Tabel profil terapi pasien
Tanggal/Bulan
Obat Rute Dosis
10/3/20 11/3/20 12/3/20 13/3/20 14/3/20
MgSO4 20% 20 cc IV bolus 4g v // // // //
MgSO4 40% dalam RD5
Infus 1g v v v // //
500 cc
Cefazolin IV 2g v // // //
Ranitidin IV 2 dd 50mg v // // //
Metoclopramide IV 3 dd 10 mg v // // //
Asam Traneksamat IV 3 dd 500mg v // // //
Ketorolac IV 3 dd 1 g v // // //
Oxytocin dalam RL 500 cc Infus 20IU v v // //
Cefadroxil PO 2 dd 500mg v v //
Asam Mefenamat PO 3 dd 500mg v v //
3 dd
Metilergometrin PO v // //
0,125mcg
Nifedipin
PO 3 dd 10mg v
(TD >160/100mmHg)
Metildopa
PO 3 dd 500mg v
(TD >160/100mmHg)

2.5. Drug related problem pasien


DRP Permasalahan Rekomendasi
Ketorolac, ranitidine, asam
mefenamat, nifedipin,
metildopa: pusing, sakit Monitoring tanda-tanda klinis
kepala pada dan tanda-tanda vital yang
MgSO4: hipotermia, berhubungan dengan efek
Efek Samping Obat
hipokalsemia samping seperti keluhan pusing,
Metoclopramid: cemas, sakit kepala, badan dingin
sedasi (tanda klinis), TD (tanda vital)
Metilergometrin:
hipertensi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1473
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Ny. P berumur 35 tahun, tiba di IGD RSSA pada pukul 22.00 dalam keadaan
sadar dengan keluhan utama keluar cairan dari jalan lahir yang dirasakan sejak
pukul 08.00 kemudian semakin banyak pada pukul 20.00, selain itu pasien juga
mengeluhkan nyeri. Berdasarkan pemeriksaan fisik umum didapatkan berat badan
76 kg, tinggi badan 159 cm, dari sistem saraf pusat didapatkan kesadaran
berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS) E4V5M6 (compos mentis), pada sistem
respirasi didapatkan laju pernafasan 18 kali per menit, dan dari sistem
kardiovaskular didapatkan tekanan darah 165/90 mmHg dengan deyut nadi 82 kali
per menit. Pada pemeriksaan urin lengkap pada hari yang sama dijumpai nilai
protein dalam darah (+3).
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, divisi obgyn menetapkan diagnosis G3P1001 Ab100 gr 39-40 mgg T/H
PROM + Preeklamsia Berat . Preeklmsia merupakan sindrom yang muncul pada
usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Preeklamsia ditandai dengan peningkatan
tekanan darah (sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg) dan proteinuria
(JNC7). Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan preeklamsia dengan pemberian
antikonvulsan. Obat antikonvulsan yang diberikan kepada pasien adalah
magnesium sulfat. Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada preeklamsia
adalah untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian eklamsia, mengurangi
morbiditas, dan mortalitas maternal serta perinatal. Salah satu mekanisme kerja
magnesium sulfat adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari otot
polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus, sehingga selain sebagai
antikonvulsan juga berguna sebagai antihipertensi dan tokolitik (Wibowo, 2016).
Pemberian magnesium sulfat pada kasus ini dimulai dengan dosis 20% 4 gram
dalam 20 cc aquadest secara iv bolus sebagai loading dose dan diikuti dengan infusa
40% dalam RD5 500 cc 1 gram/jam sebagai maintenace dose.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1474
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien mengalami ketubah pecah dini pada usia kehamilan ≥34 minggu.
Pada usia kehamilan ≥ 34 minggu, mempertahankan kehamilan akan meningkatkan
resiko korioamnionitis dan sepsis, sehingga dilakukan tindakan Sectio caesarea
Cito. Pemberian induksi oksitosin dapat diberikan jika tidak terjadi persalinan
spontan, namun pada kasus ini tidak diberi induksi oksitoksin dengan amsumsi
pasien mengalami persalinan spontan. Pemberian antibiotik profilaksis dilakukan
sebelum memulai tindakan operasi sebagai pencegahan resiko infeksi saat
melahirkan dan mencegah terjadinya sepsis (WHO 2012). Antibitok profilaksis
yang digunakan pada kasus ini yaitu cefazolin dengan dosis 2 gram secara
intravena. Penggunaan ranitidine, ondansentron, dan metoclopramide digunakan
untuk mengatasi mual dan muntah yang terjadi ketika proses operasi. Penggunaan
asam traneksamat diindikasikan untuk mengatasi perdarahan yang belum tertangani
setelah penggunaan oksitosin pasca operasi. Asam traneksamat memiliki
mekanisme kerja sebagai fibrinolisis dengan menghalangi ikatan antara
plasminogen dan plasmin terhadap fibrin, sehingga mencegah disolusi sumbatan
hemostatic. Penggunaannya dapat dihentikan pasca operasi apabila pendarahan
sudah teratasi pasca operasi, karena apabila digunakan dalam jangka waktu panjang
dapat menyebabkan hipotensi (Sweetman, 2014).
Berdasarkan Anesthesia for Obsteric Care and Gynecologic Surgery, 2008
setelah operasi selesai, dilakukan penanganan postpartum meliputi: pemberian
analgesia opioid dan/atau NSAID, monitor balance cairan 24 jam, pemberian
MgSO4 sampai 24 jam post operasi, dan pemberian antihipertensi. Nyeri pasca
persalinan yang dirasakan pasien diatasi dengan pemberian analgesia golongan
NSAID yaitu ketorolac dengan dosis 3 dd 30 mg secara intravena dan asam
mefenamat 3 dd 500 mg. Kemudian monitor balance cairan dilakukan dengan
pemberian IVFD RL 100 cc/jam. Pada kasus ini pencegahan kejang post partum
dilakukan dengan pemberian magnesium sulfat dengan dosis 40% dalam RD5 500
cc 1 gram/jam sampai 24 jam post operasi. Selain itu juga dilakukan pemberian
oxytocin 20 IU dalam RL 500 cc secara infus sampai 24 jam post partum untuk
menghentikan perdarahan pasca persalinan, kemudian diganti dengan
metilergometrin PO 3 dd 0, 125 mcg. Cefadroxil PO 2 dd 500 mg diberikan sebagai

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1475
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

antibiotic setelah proses operasi, karena proses operasi dilakukan secara bersih
terkontaminasi sehingga ada kemungkinan kontaminasi saat persalinan dan adanya
pecah ketuban yang meningkatkan risiko infeksi. Pemberian ranitidine 2 dd 50 mg
dan ondansentron 3 dd 8 mg digunakan untuk mengatasi mual dan muntah pasca
persalinan. Rebound hypertention dapat terjadi pada kondisi pasca persalinan, untuk
mengatasi hal tersebut maka dapat dilakukan pemberaian antihipertensi.
Antihipertensi yang digunakan untuk mengatasi rebound hypertention pada kasus
ini adalah nifedipin dan metildopa. Nifedipin merupakan obat hipertensi golongan
calcium channel blocker, sedangkan metildopa berasal dari golongan agonis
reseptor alfa-2 adrenergik. Penggunaan nifedipin dan metildopa pada post-partum
(pasca kehamilan) sebagai antihipertensi merupakan pilihan yang efektif,
dibandingkan dengan beberapa obat hipertensi lainnya. Selain itu, obat
antihipertensi lain yang dapat digunakan adalah obat dari golongan beta-blocker
seperti labetalol dan atenolol, yang memiliki efektivitas hampir sama dengan
nifedipin atau metildopa (Sharma et al, 2017).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1476
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan didapatkan hasil bahwa:


1. Terapi yang diterima pasien sudah tepat indikasi dan dosis.
2. Output yang didapat pasien pada saat KRS:
a. Persalinan berjalan dengan lancar, bayi lahir dan ibu selamat.
b. Tekanan darah post partum stabil, mengalami peningkatan sebelum
KRS (14 Maret pagi) dan diatasi dengan penggunaan nifedipin dan
metildopa
3. DRP yang terjadi pada pasien meliputi efek samping obat.
Pasien KRS karena kondisi sudah membaik dan proses persalinan telah selesai,
keadaan sudah cukup stabil.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1477
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

JNC VII. 2004. The seventh report of the Joint National Committee on prevention,
detection, evaluation, and treatment of higgh blood pressure.
Hypertension for Woman. P. 49-53

National Institute for Health and Cinical Excellence. 2010. The Management of
hypertension disorders during pregnancy. NHS Evidance; UK.

Perkumpulan Obsteri dan Ginekologi Indonesia. 2016. Pedoman Nasional


Pelayanan Kedokteran: Diagnosis dan Tata Laksanan Pre-eklamsia,
Perkumpulan Obsteri dan Ginekologi Indonesia.

Sharma, K. J., Greene, N., & Kilpatrick, S. J. 2017. Oral labetalol compared to oral
nifedipine for postpartum hypertension: a randomized controlled
trial. Hypertension in pregnancy, 36(1), 44-47.

The American College of Obstericians and Gynecologists. 2017. Antenatal


Corticosteroid Theraphy for Fetal Maturation, The American College of
Obstericians and Gynecologist, 130 (2), 102-109.

Wibowo Noroyono et al, 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran -


Diagnosis dan Tata Laksana Pre-eklamsia. Perkumpulan Obsteri dan
Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal; Jakarta.

World HealthOrganization. 2012. Guidelines on Maternal, Newborn, Child, and


Adolescent Health. 8; Geneva.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1478
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN

HARI/TANGGAL S O A P

Jumat, 13/3/2020 (10/3/2020) TTV (10/3/2020) Pasien didiagnosa mengalam preeklamsia Monitoring Outcome
berat, diberikan terapi :
Pasien dating ke TD : 165/90 mmhg - Tekanan darah dalam
IGD RSSA MgSO4 20% 4 g 20 cc iv bolus pelan rentang normal
mengeluh keluar N : 82 x/menit
cairan dari jalan 40% dalam RD5 500cc
RR : 18 x/menit Monitoring ESO
lahir dan merasakan 1g/jam (drip)
nyeri
- Hiponatremi
➢ Indikasi : Mengatasai preeklamsia berat - Hipokalisemi
Data Lab ➢ Mekanisme Kerja :
(10/3/2020) Memicu vasodilatasi serebral, sehingga
mengurangi urkemia yang ditimbulkan
Elektrolit oleh vasospasme cerebral
➢ Dosis :
Na : 138 mmol/l 4- 6 g yang diberikan selama 15 – 20
menit diikuti dengan dosis
K : 3,08 mmol/l
pemeliharaan 2g/jam sebagai larutan IV
Cl : 106 mmol/l kontinu
➢ ESO : Hiponatremi, hipokalisemi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1479
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien dilakukan operasi cesar pada jam


01.30 jenis operasi cito, bersih –
terkontaminasi. Dengan pemberian
premedikasi terlebih dahulu diantaranya

Cefazolin IV 2 g

(Martindale 38th ed)

➢ Indikasi : Antibiotik profilaksis


sebelum surgical insisi
➢ Mekanisme Kerja :
Merupakan golongan antibiotic
cephalosporin generasi 1 yang bekerja
dengan menghambat sintesis dinding
sel bakteri
➢ Dosis : 2 g diberikan 1 jam sebelum
operasi
➢ ESO :
Pemberian cefazolin sebagai antibiotic
profilaksis sudah tepat didukung oleh
pernyataan American College of
Obsteincious and Eynerologist (ACOE)
yang menyatakan pemberian cefazolin
sebagai ab profilaksis operasi sesar telah
mengurangi kejadian endometritis,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1480
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sehingga berpotensi mengurangi


morbiditas (Duffrelol etat, 2017)

Ranitidin IV 2 dd 50 mg Monitoring Outcome


(Martindale 38th ed) - Mencegah dan mengurangi
efek mual muntah saat
➢ Indikasi : premedikasi anastesi
tindakan anastesi
➢ Mekanisme kerja :
Antagonis histamine H-2 dengan
menghambat sintesis as. lambung
➢ Dosis : 50 mg IV/ 2 sampai 1 jam
sebelum operasi
➢ ESO : sakit kepala, konstipasi, diare

Metoclopramide iv 3 dd 10 mg

(Martindale 38th ed.)

➢ Indikasi : Terapi premedikasi anastesi


➢ Mekanisme Kerja :
Menstimulasi m
obilitas EIT bagian atas tanpa
meningkatkan sekresi gastrik empedu
dan pancreas. Meningkatkan gerakan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1481
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

peristaltic pengosongan lambung dan


waktu transit di intestinal
➢ Dosis : 10 mg sampai 3 kali sehari
➢ ESO : Extrapyramidal syndrome.

Terapi Pasca Operasi Monitoring Outcome Terapi

1. Drip MgSO4 40 % dalam RD 5.500 cc • Keluhan Mual –


1g/jam sol 24 jam post op (12/3/2020) • Keluhan nyeri –
2. Ranitidin iv 2 dd 50 mg
3. Metoclopramide iv 3 dd 10 mg
Monitoring ESO
4. Asam Tranexamat iv 3 dd 500 mg
5. Ketorolac iv 3 dd 1 amp • Konstipasi
6. Drip oxybocin dalam RL 500 cc 3d 24 • EPS, Kaku otot
jam post op (12/3/2020)

Asam Traneksamat iv 3 dd 500 mg


(Martindale 38 th ed) Monitoring Outcome Terapi
➢ Indikasi : Menghentikan pendarahan
➢ Mekanisme Kerja : • Rembesan –
Menghambat pembentukan plasminogen
dan ke fibrin pada proses pembekuan Monitoring ESO
darah
➢ Dosis : 0.5 – 1 g tiga kali sehari secara • Hipotensi
iv
➢ ESO : Hipotensi dan pusing

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1482
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Ketorolac iv 3 dd 1 amp Monitoring Outcome Terapi

(Martindale 38th ed) • Keluhan Nyeri –

➢Indikasi : meredakan nyeri postoperative


➢Mekanisme Kerja : Monitoring ESO
Menghambat sintesis prostaglandin yang
Kondisi pasien merupakan mediator yang berperan pada • GI Bleeding
inflamasi dan nyeri • Peptic Ulcer
pasca operasi
(11/3/2020) ➢Dosis : 10-30 mg diberikan tiap 4-6 jam
iv
• Nyeri TTV (11/3/2020) ➢ESO : gastrointestinal bleeding, peptic
• Mual TD : 128/75 mmHg
ulcer

N : 65 x/menit
Oxytocin 20 iu drip dalam 500 cc RL
RR : 20 x/menit Monitoring Outcome Terapi
(Martindale 38th ed)
Suhu 36.0oC • Tidak terjadi
➢Indikasi : Mencegah perdarahan pasca perdarahan
persalinan
➢Dosis : 20 – 40 iu dalam 1L normal saline
500 ml infuse Monitoring ESO
➢ESO : hipotensi
Setelah pemberian infus MgSO4 40% dan • Hipotensi
Oxytocin 20 iu selesai (12/3/20) terapi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1483
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pemberian antibiotic dan pencegahan


pendarahan diganti secara peroral

Cefadroxil PO 2 dd 500 mg
Monitoring Outcome
(Martindale 38th ed.)
• Bekas luka operasi
➢Indikasi : Pencegahan injeksi luka kering dan tidak ada
operasi tanda-tanda infeksi
➢Mekanisme Kerja :
Termasuk antibakteri golongan
cephalosporin generasi – 1 yang bekerja Monitoring ESO
dengan menghambat sintesis dinding sel
• Diare
bakteri
• Nyeri perut
➢Dosis : 1 – 2 g/hari
➢ESO : Diare, nyeri perut

Asam Mefenamat PO 3 dd 500 mg Monitoring Outcome


(Martindale 38th ed.) • Keluhan nyeri -
➢Indikasi : Mengatasi nyeri postoperative
➢Mekanisme Kerja : Monitoring ESO
Menghambat enym cyclo-oxygenase
(COX 4 dan COX 1) yang berperan • Diare
• Nyeri

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1484
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dalam biosintesis prostaglandin yang


merupakan mediator inflamasi dan nyeri
➢Dosis : 500 mg tiga kali sehari PO
➢ESO : Diare, nyeri perut (Peptic Ulcer)

Monitoring Outcome Terapi


Metilergometrin PO 3 dd 1 tab
• Tidak terjadi
(Martindale 38th ed)
perdarahan
➢Indikasi : Mencegah perdarahan pasca
persalinan
Monitoring ESO
➢Dosis : 215 – 250 µg sehari tiga kali
➢ESO : Mual-muntah, nyeri perut, diare • Mual muntah
• Nyeri perut
Terapi oral dilanjutkan

1. Cefadroxil 2 dd 500 mg
2. Asam mefenamat 3 dd 500 mg

Karena luka bekas operasi sudah tidak


merembes (tidak ada rembesan) maka
metilergometrin sudah tidak diberikan
mulai tanggal 13/3/2020 Namun,
pemberian as. Mefenamat masih

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1485
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dilanjutkan karena pasien masih


merasakan nyeri pada luka bekas operasi

Pasien sudah diperbolehkan KRS dengan


Sabtu, 14/03/2020 Nyeri pada luka TTV : pemberian obat KRS :
bekas operasi
TD : 190/80 mmHg 1. Cefadroxil 2 dd 500 mg
N : 82 x/menit 2. As. Mefenamat 3 dd 500 mg
3. Nifedipin 3 dd 10 mg
RR : 20 x/menit 4. Metildopa 3 dd 500 mg
Pemberian nifedipin dan metildopa
Suhu : 36.2oC dikarenakan tekanan darah pasien sempat
> 160 mmHg pada pukul 06:00
(Setelah diberi AHT)

TD : 120/80 mmHg

N : 84 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36OC

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1486
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
PEDIATRI
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


PJB + Hipertensi Pulmonal +
Pneumonia

(11 Februari – 18 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1488
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Penyakit Jantung Bawaan,


Hipertensi Pulmonal, dan Pneumonia”
di Instalasi Rawat Inap 4 Ruang HCU

Oleh:
Kelompok IRNA 4 Ruang HCU
(11 Februari – 18 Februari 2020)

1. Jovana Avioleza, S. Farm (190070600111012)


2. Dewi Muthiah, S. Farm (190070600111028)
3. Retno Pratiwi, S. Farm (190070600111038)
4. Azizah Fitriani, S. Farm (190070600111043)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1489
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1490
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Tinjauan Patent Ductus Arteriosus (PDA)


1. Definisi
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah kegagalan duktus arteriosus
untuk menutup setelah kelahiran. Duktus arteriosus, pada keadaan normal,
akan menutup dua hingga tiga hari setelah bayi dilahirkan (Khalid, 2011).
Secara fungsional, duktus arteriosus menutup pada sekitar 90% bayi cukup
bulan atau aterm dalam 48 jam setelah lahir. Secara persisten, beberapa
intermiten, terbukanya duktus hingga selama sepuluh hari setelah kelahiran
ditemukan pada pasien dengan kelainan sirkulasi dan ventilasi, bahkan
periode patensi yang lebih lama banyak ditemukan pada bayi premature
(Keane, 2016).
2. Etiologi
Insidensi PDA pada bayi cukup bulan dilaporkan hanya satu dalam
dua ribu kelahiran, terhitung 5%-10% dari semua penyakit jantung bawaan.
2 Insidensi PDA pada bayi prematur jauh lebih tinggi, dengan angka antara
20% - 60% (tergantung pada populasi dan kriteria diagnostik). Peningkatan
insidensi PDA pada bayi prematur atau kurang bulan biasanya diakibatkan
oleh ketidaksempurnaan mekanisme penutupan karena imaturitas. Umur
kehamilan dan berat badan lahir sangat berkaitan dengan PDA pada bayi
prematur. Secara spesifik, PDA terdapat pada 80% bayi dengan berat badan
lahir kurang dari 1.200 gram, dibandingkan dengan 40% bayi dengan berat
badan kurang dari 2.000 gram. Lebih jauh, PDA simptomatik ditemukan
terdapat pada 48% bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1.000 gram.
Hubungan yang berbanding terbalik antara berat badan lahir dengan
insidensi PDA.
Faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap tetap terbukanya
duktus arteriosus melebihi 24 – 48 jam awal kehidupan bayi baru lahir
belum diketahui secara sempurna. Prematuriras dengan jelas meningkatkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1491
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

insidensi PDA, dan hal ini diakibatkan faktor fisiologis yang lebih
berhubungan dengan prematuritas daripada kelainan duktus itu sendiri. Pada
bayi cukup bulan, kasus yang sering muncul terjadi secara sporadis, tetapi
terdapat peningkatan bukti – bukti yang menunjukkan bahwa faktor genetik
berperan pada banyak pasien dengan PDA. Di samping itu, faktor lain
seperti infeksi pada masa kehamilan juga ditemukan berperan pada
beberapa kasus (Djer, 2013).
3. Patofisiologi
Duktus arteriosus berasal dari lengkung aorta dorsal distal ke enam
dan secara utuh dibentuk pada usia ke delapan kehamilan. Perannya adalah
untuk mengalirkan darah dari paru-paru fetus yang tidak berfungsi melalui
hubungannya dengan arteri pulmonal utama dan aorta desendens proksimal.
Pengaliran kanan ke kiri tersebut menyebabkan darah dengan konsentrasi
oksigen yang cukup rendah untuk dibawa dari ventrikel kanan melalui aorta
desendens dan menuju plasenta, dimana terjadi pertukaran udara. Sebelum
kelahiran, kirakira 90% curahan ventrikel mengalir melalui duktus
arteriosus. Penutupan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan
berhubungan dengan angka morbiditas yang signifikan, termasuk gagal
jantung kanan. Biasanya, duktus arteriosus menutup dalam 24-72 jam dan
akan menjadi ligamentum arteriosum setelah kelahiran cukup bulan.
Konstriksi dari duktus arteriosus setelah kelahiran melibatkan
interaksi kompleks dari peningkatan tekanan oksigen, penurunan sirkulasi
prostaglandin E2 (PGE2), penurunan reseptor PGE2 duktus dan penurunan
tekanan dalam duktus. Hipoksia dinding pembuluh dari duktus
menyebabkan penutupan melalui inhibisi dari prostaglandin dan nitrik
oksida di dalam dinding duktus.
Patensi dari duktus arteriosus biasanya diatur oleh tekanan oksigen
fetus yang rendah dan sirkulasi dari prostanoid yang dihasilkan dari
metabolisme asam arakidonat oleh siklooksigenase (COX) dengan PGE2
yang menghasilkan relaksasi duktus yang paling hebat di antara prostanoid
lain. Relaksasi otot polos dari duktus arteriosus berasal dari aktivasi reseptor

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1492
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

prostaglandin G berpasangan EP4 oleh PGE2. Setelah aktivasi reseptor


prostaglandin EP4, terjadi kaskade kejadian yang termasuk akumulasi siklik
adenosine monofosfat, peningkatan protein kinase A dan penurunan miosin
rantai ringan kinase, yang menyebabkan vasodilatasi dan patensi duktus
arteriosus.
Dalam 24-72 jam setelah kelahiran cukup bulan, duktus arteriosus
menutup sebagai hasil dari peningkatan tekanan oksigen dan penurunan
sirkulasi PGE2 dan prostasiklin. Seiring terjadinya peningkatan tekanan
oksigen, kanal potassium dependen voltase pada otot polos terinhibisi.
Melalui inhibisi tersebut, influx kalsium berkontribusi pada konstriksi
duktus. Konstriksi yang disebabkan oleh oksigen tersebut gagal terjadi pada
bayi kurang bulan dikarenakan ketidakmatangan reseptor perabaan oksigen.
Kadar dari PGE2 dan prostaglandin I1 (PGI1) berkurang disebabkan oleh
peningkatan metabolisme pada paru-paru yang baru berfungsi dan juga oleh
hilangnya sumber plasenta. Penurunan dari kadar vasodilator tersebut
menyebabkan duktus arteriosus berkontriksi. Faktor-faktor tersebut
berperan dalam konstriksi otot polos yang menyebabkan hipoksia iskemik
dari dinding otot bagian dalam duktus arteriosus.
Selagi duktus arteriosus berkonstriksi, area lumen berkurang yang
menghasilkan penebalan dinding pembuluh dan hambatan aliran melalui
vasa vasorum yang merupakan jaringan kapiler yang memperdarahi sel-sel
luar pembuluh. Hal ini menyebabkan peningkatan jarak dari difusi untuk
oksigen dan nutrisi, termasuk glukosa, glikogen dan adenosine trifosfat
yang menghasilkan sedikit nutrisi dan peningkatan kebutuhan oksigen yang
menghasilkan kematian sel. Konstriksi ductal pada bayi kurang bulan tidak
cukup kuat. Oleh karena itu, bayi kurang bulan tidak bias mendapatkan
hipoksia otot polos, yang merupakan hal utama dalam merangsang kematian
sel dan remodeling yang dibutuhkan untuk penutupan permanen duktus
arteriosus. Inhibisi dari prostaglandin dan nitrik oksida yang berasal dari
hipoksia jaringan tidak sebesar pada neonatus kurang bulan dibandingkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1493
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dengan yang cukup bulan, sehingga menyebabkan lebih lanjut terhadap


resistensi penutupan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan (Dice, 2013).
1.1.4 Manifestasi Klinis
PDA kecil dengan diameter 1,5-2,5 milimeter biasanya tidak
memberi gejala. Tekanan darah dan tekanan nadi dalam batas normal.
Jantung tidak membesar. Kadang teraba getaran bising di sela iga II kiri
sternum. Pada auskultasi terdengar bising kontinu, machinery murmur yang
khas untuk PDA, di daerah subklavikula kiri. Bila telah terjadi hipertensi
pulmonal, bunyi jantung kedua mengeras dan bising diastolik melemah atau
menghilang (Cassidy, 2012).
PDA sedang / moderat dengan diameter 2,5-3,5 milimeter biasanya
timbul sampai usia dua sampai lima bulan tetapi biasanya keluhan tidak
berat. Pasien mengalami kesulitan makan, seringkali menderita infeksi
saluran nafas, namun biasanya berat badannya masih dalam batas normal.
Anak lebih mudah lelah tetapi masih dapat mengikuti permainan.
PDA besar dengan diameter >3,5-4,0 milimeter menunjukkan gejala
yang berat sejak minggu-minggu pertama kehidupannya. Ia sulit makan dan
minum, sehingga berat badannya tidak bertambah. Pasien akan tampak
sesak nafas (dispnea) atau pernafasan cepat (takipnea) dan banyak
berkeringat bila minum (Kumar, 2011)
1.1.5 Tata Laksana
Terapi medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran kecil,
dengan tujuan terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus menutup.
Salah satu jenis obat yang sering diberikan adalah indometasin, yang
merupakan inhibitor sintesis prostaglandin yang terbukti efektif
mempercepat penutupan duktus arteriosus. Tingkat efektifitasnya terbatas
pada bayi kurang bulan dan menurun seiring meningkatnya usia paska
kelahiran. Efeknya terbatas pada 3–4 minggu kehidupan. Obat yang kedua
adalah ibuprofen, yaitu inhibitor non selektif dari COX yang berefek pada
penutupan duktus arteriosus. Studi klinik membuktikan bahwa ibuprofen
memiliki efek yang sama dengan indometasin pada pengobatan duktus

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1494
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

arteriosus pada bayi kurang bulan. Terapi melalui tindakan pembedahan


dilakukan berdasarkan atas beberapa indikasi (Gomella et al., 2004).
Pada penderita dengan PDA kecil, dilakukan tindakan bedah adalah
untuk mencegah endarteritis atau komplikasi lambat lain. Pada penderita
dengan PDA sedang sampai besar, penutupan diselesaikan untuk menangani
gagal jantung kongestif atau mencegah terjadinya penyakit vaskuler
pulmonal. Bila diagnosis PDA ditegakkan, penangan bedah jangan terlalu
ditunda sesudah terapi medik gagal jantung kongestif telah dilakukan
dengan cukup. Karena angka kematian kasus dengan penanganan bedah
sangat kecil kurang dari 1% dan risiko tanpa pembedahan lebih besar,
pengikatan dan pemotongan duktus terindikasi pada penderita yang tidak
bergejala (Bernstein, 2016).

1.2 Tinjauan Atrial Septal Defect (ASD)


1.2.1 Definisi
Atrial Septal Defect (ASD) atau defek septum atrium adalah
kelainan akibat adanya lubang pada septum intersisial yang memisahkan
antrium kiri dan kanan. Defek ini meliputi 7-10% dari seluruh insiden
penyakit jantung bawaan dengan rasio perbandingan penderita perempuan
dan laki-laki 2:1. Berdasarkan letak lubang defek ini dibagi menjadi defek
septum atrium primum, bila lubang terletak di daerah ostium primum, defek
septum atrium sekundum, bila lubang terletak di daerah fossa ovalis dan
defek sinus venosus, bila lubang terletak di daerah sinus venosus, serta
defek sinus koronarius (Bernstein, 2016).
1.2.2 Etiologi
ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan
normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium
kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat
bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah
terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt), Penyebab dari tidak
menutupnya lubang pada septum atrium ini tidak diketahui, tetapi ada

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1495
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka


kejadian ASD, Faktor-faktor tersebut diantaranya:
1. Faktor Prenatal
a. Ibu menderita infeksi Rubella
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita IDDM
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain
1.2.3 Manifestasi Klinis
Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut
a. Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
b. Tidak memiliki nafsu makan yang baik
c. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
d. Berat badan yang sulit bertambah
Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :
a. Sianosis pada kulit di sekitar mulut atau bibir dan lidah
b. Cepat lelah dan berkurangnya tingkat aktivitas
c. Demam yang tak dapat dijelaskan penyebabnya
d. Respon tehadap nyeri atau rasa sakit yang meningkat
1.2.4 Patofisiologi
Darah arterial dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui
defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium
kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg
sedangkan pada atrium kanan 5 mmHg). Adanya aliran darah menyebabkan
penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-
paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1496
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta. Dengan
bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan adanya
kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga
adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan
tekanan ini, timbul suatu bising sistolik.
Juga pada valvula trikuspidalis ada perbedaan tekanan, sehingga
disini juga terjadi stenosis relative katup trikuspidalis sehingga terdengar
bising diastolik. Karena adanya penambahan beban yang terus menerus
pada arteri pulmonalis, maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan
pada arteri pulmonalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan
ventrikel kanan yang permanen. Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak
ada komplikasi, darah yang mengandung oksigen dari atrium kiri mengalir ke
atrium kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan
suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium tersebut (Sondheimer
et al., 2011).
1.2.5 Tata Laksana
Tindakan operatif
Indikasi operasi penutupan ASD adalah bila rasio aliran darah ke paru
dan sistemik lebih dari 1,5. Operasi dilakukan secara elektif pada usia
pra sekolah (3-4 tahun) kecuali bila sebelum usia tersebut sudah timbul
gejala gagal jantung kongaestif yang tidak teratasi secara
medikamentosa. Defect atrial ditutup menggunakan patch.
Tindakan non operatif
Lubang ASD dapat ditutup dengan tindakan nonbedah, Amplatzer
Septal Occluder (ASO), yakni memasang alat penyumbat yang
dimasukkan melalui pembuluh darah di lipatan paha. Meski sebagian
kasus tak dapat ditangani dengan metode ini dan memerlukan
pembedahan. Amplatzer Septal Occluder (ASO) adalah alat yang
mengkombinasikan diskus ganda dengan mekanisme pemusatan
tersendiri (self-centering mechanism). Ini adalah alat pertama dan hanya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1497
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menerima persetujuan klinis pada anak dan dewasa dengan defek atrium
sekundum (DAS) dari the United States Food and Drug Administration
(FDA US). Alat ini telah berhasil untuk menutup defek septum atrium
sekundum, patensi foramen ovale, dan fenestrasi fontanella.
Menutup ASD pada masa kanak-kanak bisa mencegah terjadinya
kelainan yang serius di kemudian hari. Jika gejalanya ringan atau tidak
ada gejala, tidak perlu dilakukan pengobatan. Jika lubangnya besar atau
terdapat gejala, dilakukan pembedahan untuk menutup ASD.
Pengobatan pencegahan dengan antibiotik sebaiknya diberikan setiap
kali sebelum penderita menjalani tindakan pencabutan gigi untuk
mengurangi resiko terjadinya endokarditis infektif.

1.3 Tinjauan Gagal Jantung


1.3.1 Definisi
Gagal jantung didefinisikan sebagai sindroma klinis akibat
ketidakmampuan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh dengan berbagai etiologi, karakteristik gejala maupun
tanda. Pada gagal jantung terjadi hubungan kompleks antara sirkulasi,
neurohormonal dan abnormalitas tingkat molekuler, inflamasi, perubahan
biokimia pada miosit atau interstitial jantung.
Gagal jantung pada anak dibedakan berdasarkan dengan dan tanpa
kelainan struktur jantung. Menurut perubahan fisiologinya, dibedakan
menjadi kelainan kelebihan beban volume jantung, kelebihan beban
tekanan, atau pun keduanya (Park et al., 2010)
a. Gagal jantung dengan malformasi struktur
Malformasi jantung, shunt dari kiri ke kanan pada defek besar, sering
menyebabkan gagal jantung, akibat kelebihan volume pada ventrikel
kiri. Total curah jantung meningkat sehingga aliran darah paru tidak
efektif melewati paru. Contohnya pada defek septum ventrikel dan
patent ductus arteriosus yang besar. Kelebihan volume pada jantung kiri
menyebabkan peningkatan tekanan pengisian jantung dan edema paru.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1498
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Kejadian ini muncul pada usia 2-3 bulan kehidupan karena terjadi
penurunan resistensi vaskular paru (Erin et al., 2010).
b. Gagal jantung dengan bentuk dan struktur normal
Gagal jantung tanpa kelainan struktur seperti pada kardiomiopati primer
dapat dengan dilatasi, hipertropik, dan restriktif. Kardiomiopati
sekunder dapat berupa aritmia, iskemik, toksik, infiltrat dan infeksi.
1.3.2 Patofisiologi
Kemampuan jantung untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
tubuh dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: preload, afterload, kontraktilitas
miokardium, frekuensi denyut jantung.
1. Preload
Preload adalah beban volume dan tekanan yang diterima ventrikel kiri
pada akhir diastol. Preload ditentukan oleh tekanan pengisian ventrikel
dan jumlah darah yang kembali dari sistem vena ke jantung.
2. Afterload
Afterload yaitu tahanan total untuk melawan ejeksi ventrikel yang
merupakan keadaan beban sistolik. Apabila afterload meningkat maka
isi sekuncup dan curah jantung menurun, sebaliknya berkurangnya
afterload meningkatkan curah jantung.
3. Kontraktilitas miokardium
Kontraktilitas miokardium yaitu kemampuan intrinsik otot jantung
berkontraksi tanpa tergantung preload maupun afterload. Derajat
aktivitas serabut jantung ditentukan oleh kuantitas penyediaan ion
kalsium untuk protein kontraktil. Intensitas aktivitas miokardium sangat
menentukan kontraktilitas otot jantung. Perubahan kontraktilitas adalah
perubahan fungsi jantung yang tidak tergantung kepada variabilitas
preload maupun afterload.
4. Frekuensi denyut jantung
Curah jantung adalah sama dengan isi sekuncup dikalikan dengan
frekuensi jantung. Oleh sebab itu, peningkatan frekuensi jantung akan
memperbesar curah jantung, namun frekuensi jantung yang terlalu

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1499
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

tinggi dapat mengakibatkan turunnya curah jantung (Braunwald et al.,


2012). Penurunan curah jantung berbahaya bagi organ vital tubuh. Maka
untuk mempertahankan perfusi ke organ vital seperti otak, ginjal dan
jantung, dibutuhkan mekanisme kompensasi yang melibatkan jantung,
dan sistem neurohormonal (Park et al., 2010).
c. Mekanisme kompensasi jantung
Mekanisme kompensasi jantung akibat penurunan curah jantung
yaitu, meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.
Miokardium berdilatasi untuk meningkatkan kontraksi dan
menghasilkan curah jantung optimal. Hal ini dikenal dengan mekanisme
Frank-Starling, kemampuan miokardium dioptimalkan sampai batas
maksimal dengan memperpanjang panjang awal otot jantung (filamen
aktin dan miosin) dan menambah elemen kontraktil untuk meningkatkan
kekuatan kontraksi miokardium. Pada gagal jantung akibat kelebihan
beban tekanan, terjadi hipertropi otot jantung di ventrikel sehingga
ruangan ventrikel kiri menjadi lebih kecil. Pada masa fetus, perubahan
ini tidak menyebabkan penurunan curah jantung karena masih
dikompensasi oleh ventrikel kanan. Setelah lahir terjadi perubahan
sistem sirkulasi, ventrikel kanan tidak dapat lagi mengkompensasi kerja
ventrikel kiri sehingga sirkulasi ke perifer menjadi tidak adekuat
(Bernstein, 2016).
d. Mekanisme kompensasi neurohormonal
Mekanisme kompensasi neurohormonal diperantarai oleh aktivitas
neurohormonal seperti sistem renin-angiotensin (RAAS) dan
simpatoadrenal. Penurunan curah jantung, menyebabkan terjadinya
penurunan perfusi ke ginjal dan stimulasi simpatik. Keadaan ini
merangsang aparatus juxtaglomerulus di ginjal untuk mensekresi renin
yang berfungsi mengubah angiotensinogen di hati menjadi angiotensin
I. Kemudian angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II di paru,
dengan bantuan angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II
berefek vasokontriksi (meningkatkan resistensi vaskuler),

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1500
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

meningkatkan absorbsi natrium di tubulus proximal, dan merangsang


kelenjar adrenal mengeluarkan aldosteron yang berfungsi untuk
meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus distal sehingga terjadi
retensi cairan dan natrium (Unger et al., 2004). Stimulasi sistem saraf
simpatis pada menyebabkan pengeluaran katekolamin yang
menimbulkan takikardi, dan meningkatkan kontraktilitas dari miokard.
Stimulasi simpatis ginjal juga dapat menyebabkan pelepasan arginine
vasopressin (AVP) dari hipofisis posterior secara non osmotik yang
akan mengurangi ekskresi air dan berperan terhadap penurunan
vasokontriksi perifer dan peningkatan produksi endotelin (Braunwald
et al., 2012). Selain aktivasi saraf simpatis dan RAAS, pada gagal
jantung, juga memproduksi hormon seperti insulin-like growth factor
dan growth hormon serta sekresi dari atrial natriuretic peptida (ANP)
dan B-type natriuretic peptida (BNP). ANP dan BNP adalah hormon
yang disekresikan jantung sebagai mekanisme pertahanan endogen
jantung untuk mencegah perburukan klinis gagal jantung. Secara akut
hormon tersebut menyebabkan vasodilatasi dan diuresis. Jangka
panjang mencegah inflamasi, fibrosis dan hipertropi jantung (Bernstein,
2016).
Mekanisme kompensasi diatas awalnya bermanfaat meningkatkan
curah jantung, namun bila dipakai secara maksimal, akhirnya curah
jantung tidak dapat ditingkatkan lagi. Efek jangka panjang dari aktivasi
RAAS berupa hipertropi ventrikel, peningkatkan kebutuhan oksigen
jantung, iskemia dan gangguan relaksasi. Angiotensin II dan aldosteron
juga berpengaruh terhadap respon inflamasi, dengan stimulasi produksi
sitokin yang mengaktivasi makrofag dan menstimulasi fibroblast di
miokardium. Retensi cairan akibat aktivasi RAAS dalam jangka
panjang, meningkatkan tekanan akhir diastolik. Awalnya proses ini
diharapkan meningkatkan curah jantung yang maksimal, namun pada
akhirnya menimbulkan gejala bendungan seperti dispnu, takikardi dan
hepatomegali. Peningkatan kontraktilitas jantung dan vasokontriksi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1501
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pembuluh darah dalam waktu lama akan berdampak pada penurunan


curah jantung yang akan merangsang kembali RAAS.
1.3.3 Klasifikasi Gagal Jantung
New York Heart Association (NYHA) mempublikasikan klasifikasi
fungsional gagal jantung, namun klasifikasi yang dipublikasikan NYHA
kurang dapat diaplikasikan pada anak, karena terdapat perbedaan gejala dan
tanda antara anak dengan dewasa. Untuk itu, digunakanlah klasifikasi gagal
jantung yang dibuat Ross. Klasifikasi Ross untuk gagal jantung pada anak
sesuai NYHA:
Kelas I → Tidak ada gejala atau pembatasan fisis.
Kelas II → Takipne ringan atau bayi pada saat minum tampak
berkeringat. Pada anak yang lebih besar tampak sesak bila
beraktivitas. Tidak ada gagal tumbuh.
Kelas III → Takipne tampak jelas atau tampak berkeringat saat minum
atau beraktifitas Waktu minum menjadi lebih lama. Gagal
tumbuh sebagai akibat gagal jantung.
Kelas IV → Saat istirahat tampak takipne, retraksi, grunting, atau
berkeringat.
1.3.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung bergantung pada derajatnya. Pada
bayi, gejala yang timbul berupa minum lebih sedikit, sesak ketika menyusu,
dan berkeringat dengan banyak. Perfusi yang buruk dan sianosis berat
secara bertahap sering tidak disadari sebagai suatu kelainan. Edema sering
dianggap sebagai pertambahan berat badan normal dan intoleransi fisik
dianggap sebagai akibat kurangnya aktivitas fisik. Anamnesis harus
memperhatikan masalah kemampuan minum (Park et al., 2010).
Tanda dan gejala gagal jantung pada anak mirip dengan dewasa,
mencakup kelelahan, intoleransi fisik, anoreksia, nyeri perut, sesak, dan
batuk. Pada remaja mungkin lebih mengeluhkan gejala abdomen
dibandingkan gejala pernapasan. Peningkatan tekanan vena sistemik dapat
diukur dari tekanan vena jugularis dan pembesaran hepar. Ortopnu dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1502
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ronki dibasal paru pada gagal jantung cukup bervariasi. Kardiomegali


hampir selalu ditemukan dan didengar adanya gallop, murmur holosistolik
pada regurgitasi katup trikuspid dan mitralis (Berghman et al., 2011).
1.3.5 Tata Laksana
Pengobatan gagal jantung pada anak tergantung pada etiologi dan
umur pasien. Tujuan tata laksana adalah untuk mengoreksi penyebab,
meningkatkan fungsi jantung, mengurangi angka kematian dan kesakitan
serta meningkatkan kualitas hidup (Park et al., 2010). Prinsip pengobatan
gagal jantung adalah penanganan suportif, obat-obatan dan pembedahan.
Penanganan suportif dilakukan berdasarkan keluhan. Sesak diatasi dengan
tirah baring dalam posisi setengah duduk, pemberian oksigen secara nasal
kanul atau masker, pengurangan jumlah cairan yang masuk serta
pemantauan imbang cairan ketat (McPhee et al., 2011). Obat
medikamentosa yang dibutuhkan adalah goloangan obat diuretik, inotropik
(digitalis, dopamin, dobutamin), dan golongan obat yang mengurangi
afterload.
a. Diuretik
Diuretik digunakan sebagai obat utama dalam gagal jantung. Fungsi
obat tersebut untuk mengontrol kongesti paru dan sistimik. Diuretik
dapat menurunkan preload dan gejala kongesti namun tidak dapat
meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas jantung (Park et al.,
2010). Terdapat tiga macam golongan diuretik yang sering digunakan
yaitu thiazid, furosemid dan spironolakton. Thiazid (chlorothiazide,
hydrochlorothiazide) bekerja di tubulus distal dan proksimal, memiliki
efek samping hipokalemia sehingga jarang digunakan. Diuretik kerja
cepat (furosemid) merupakan obat pilihan utama, bekerja di loop hanle,
efektif, aman, dan murah. Spironolakton bekerja di tubulus distal untuk
menghambat pertukaran natrium dan kalium serta mencegah
hipokalemia (Park et al., 2010).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1503
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

b. Digitalis (digoksin)
Digoksin bermanfaat sebagai inotropik; menambah kekuatan dan
kecepatan kontraksi ventrikel, mengurangi tonus simpatis, menurunkan
resistensi sistimik dengan vasodilatasi perifer, menurunkan frekuensi
denyut jantung dan juga mengaktivasi neurohormonal jantung (McPhee
et al., 2009). Dosis maksimal yang diberikan 30–40 mikrogram/kg/hari.
Dosis yang diberikan adalah 8–10 mikrogram/kg/hari diberikan peroral
dalam dua dosis. Apabila pemberian digitalis melebihi dosis yang
tersebut, akan menimbulkan gejala mual, muntah, bradikardi dan aritmia
(Sharma et al., 2013).
c. Dopamin
Dopamin merupakan prekursor katekolamin dari epinefrin. Pada dosis
rendah, yakni 2,5 μg/kgBB/menit dopamin berpengaruh meningkatkan
aliran darah ginjal, sehingga menambah ekskresi air dan garam. Pada
dosis 10-20 μg/kgBB/rnenit dopamin terutama mempunyai efek
inotropik, namun sering menimbulkan gangguan irama jantung (Sharma
et al., 2013).
d. Vasodilator
Obat vasodilator dapat menurunkan tahanan vaskular sistemik dengan
mengurangi afterload dan menurunkan preload. Menurut tempat
kerjanya vasodilator dikelompokkan sebagai vasodilator arteri
(hidralazin), vasodilator vena (nitrat) atau kombinasi vasodilator arteri
dan vena misalnya nitropruside, prazosin dan kaptopril. Vasodilator
yang bekerja langsung contohnya sodium nitroprusid, nitrat, minoksidil
dan hidralazin. Sedangkan contoh vasodilator tidak langsung adalah
penyekat alfaadrenergik (prazosin), antagonis kalsium (nifedipine) dan
inhibitor ACE misalnya kaptopril (Bernstein et al., 2011).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1504
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.4.Tinjauan Hipertensi Pulmonal


1.4.1 Definisi
Hipertensi pulmonal (HP) merupakan penyakit vascular paru yang
mengakibatkan peningkatan resistensi dan tekanan vascular paru. Secara
hemodinamik, hipertensi pulmonal didefinisikan sebagai tekanan arteri
pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada kapiler pulmonalis atau atrium kiri
yang normal (kurang dari 15 mmHg). HP dibagi 2 yaitu idiopatik atau
primer (IPAH) yang tidak diketahui penyebabnya dan HP sekunder yang
disebabkan kondisi medis lain yang dapat diidentifikasi. Salah satu HP
sekunder yaitu HP dengan penyakit jantung kanan, penyakit pada atrium
dan ventrikel kanan. Hipertensi pulmonal disebabkan oleh peningkatan
aliran darah atau peningkatan retensi arteri pulmonalis. Tekanan sistolik
arteri pulmonal normal saat istirahat adalah 15-18 mmHg, dengan tekanan
pulmonal rata-rata yang bervariasi antara 12-16 mmHg. Tekanan yang
rendah ini diakibatkan oleh luasnya daerah persilangan dari sirkulasi
pulmonal, sehingga resistensi menjadi rendah. Meningkatnya resistensi
pembuluh darah pulmonal atau aliran darah pulmonal menyebabkan
hipertensi pulmonal (Dimiati & Poppy, 2012).
1.4.2 Etiologi
Secara garis besar etiologi HP dapat dibagi: HP primer dan HP
sekunder. Sampai saat ini penyebab dari HP primer tidak diketahui. Secara
histopatologi ditandai dengan adanya lesi angioproliferatif fleksiform sel-
sel endotel, muskularis arteriol-arteriol prekapiler, proliferasi sel-sel intima
dan penebalan tunika media yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos
vaskuler. Akibat dari perubahan diatas terjadi peningkatan tekanan darah
pada cabang- cabang arteri kecil dan peningkatan tahanan vaskuler aliran
darah di paru. Beberapa penyakit yang tergolong HP primer seperti
pulmonary arteriopathy, pulmonary veno-occlusive disease, pulmonary
capillary hemangiomatosis dan alveolar capillary dysplasia (Dimiati &
Poppy, 2012).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1505
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Hipertensi pulmonal sekunder dapat terjadi sebagai komplikasi dari


berbagai gangguan paru, jantung, dekstratoraks, dan kelainan sistemik
seperti pada penyakit auto imun (Lupus eritematosus sistemik), penyakit
kolagen dan infeksi virus. Hipertensi pulmonal yang tidak membaik apapun
penyebabnya, dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan. Hipertensi
pulmonal juga terjadi pada penyakit paru yang menyebabkan hipoksia
seperti penyakit parenkim paru, obstruksi saluran napas bagian atas,
berkurangnya ventilasi dan hipoksia (misalnya karena ketinggian).
Tromboemboli seperti tromboemboli pulmonar, hemoglobinopati (penyakit
sickle cell), fibrosis dan tumor mediastinum, emboli tumor, benda asing,
ventriculovenous shunt untuk hidrosefalus, sepsis dan dehidrasi (Dimiati &
Poppy, 2012).

1.4.3 Patofisiologi
Hipertensi pulmonal disebabkan oleh peningkatan aliran darah atau
peningkatan resistensi arteri pulmonalis. Tekanan sistolik arteri pulmonal
normal saat istirahat adalah 18-15 mmHg, dengan tekanan pulmonal rata-
rata yang bervariasi antara 12-16 mmHg. Tekanan yang rendah ini
diakibatkan oleh luasnya daerah persilangan dari sirkulasi pulmonal,
sehingga resistensi menjadi rendah. Meningkatnya resistensi pembuluh
darah pulmonal atau aliran darah pulmonal menyebabkan hipertensi
pulmonal. Hipertensi pulmonal idiopatik, yang dahulu dikenal sebagai HP
primer merupakan penyakit obstruksi prmbuluh darah pulmonal yang
disebabkan oleh proliferasi sel endotel kapiler yang patologik. Pada studi
imunologik terjadi ketidakseimbangan mediator-mediator vasoaktif, seperti
prostasiklin dan Tromboksan A2, endotelin-1, serotonin, adrenomedulin,
vasoactive Intestinal Peptide (VIP), dan vascular endothelial growth factor
(VEGF). Faktor genetik dapat berperan, dan pada beberapa kasus yang
menunjukkan adanya gangguan imunologi. HP berhubungan dengan
obstruksi prekapiler dari pembuluh darah pulmonal akibat hyperplasia otot
arteri kecil dan arteriol pulmonal. Keadaan ini ditemukan pada neonatal HP,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1506
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mountain sickness yang kronis. Pada anak, dilaporkan adanya beberapa


kasus HP yang disertai penyakit oklusi vena.

1.4.4 Manifestasi Klinis


Gejala klinik pada bayi dan anak mungkin berbeda dengan dewasa.
Bayi menunjukkan gejala akibat penurunan CO (cardiac output), seperti
nafsu makan menurun, gagal tumbuh, letargi, takipnea, takikardi, mual
muntah dan iritabel. Bayi atau anak mungkin sianosis saat beraktivitas
beraktivitas atau saat beristirahat akibat aliran darah dari kanan ke kiri. Pada
anak, sesak nafas adalah gejala yang paling sering, terutama saat latihan
fisik akibat kegagalan meningkatkan CO saat kebutuhan oksigen jaringan
meningkat. Hipertensi pulmonal seringkali tidak menunjukkan gejala yang
spesifik. Gejala- gejala tersebut biasanya sulit dibedakan dengan gejala-
gejala pada penyakit paru atau jantung yang lain. Gejala utama adalah
intoleransi latihan fisik dan kelelahan, yang menunjukkan adanya
ketidakmampuan untuk meningkatkan curah jantung selama aktivitas.
Kadang – kadang terdapat nyeri dada prekordial, pusing, pingsan, atau nyeri
kepala. Hemoptisis akibat pecahnya pembuluh darah pulmonal jarang
terjadi. Fenomena Raynaud terjadi pada 2% pasien dengan HP primer,
namun lebih sering pada pasien dengan HP yang berkaitan dengan penyakit
kolagen . Makin banyak gejala spesifik yang ada, makin menunjukkan
penyebab dari HP. Sianosis perifer dapat terlihat, terutama bila foramen
ovale belum menutup sehingga darah dapat pindah dari kanan ke kiri, pada
tahap lanjut, ekstremitas menjadi dingin, dan pasien tampak keabu – abuan
karena curah jantung yang rendah. Saturasi oksigen arteri biasaanya normal
(Dimiati & Poppy, 2012).

1.4.5 Tata Laksana


Adapun tatalaksana HP pada anak yaitu dengan pemberian
oksigenasi, antikoagulan (pada kondisi tromboemboli pulmonal), CCB
(penderita yang merespon vasodilator), prostasiklin (beraprost,
epoprostenol, iloprost, dan trepostinil) jika CCB tidak menunjukkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1507
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

perbaikan klinis, inhalasi NO, phospodiesterase inhibitor (sildenafil,


tadalafil, dan vardenafil), serta terapi bedah. Tindakan yang dapat dilakukan
adalah mengeliminasi penyebab, seperti tindakan pembedahan yang tepat
waktu terhadap PJB dengan pirau kiri ke kanan yang besar (VSD, PDA,
AVSD) (Hansmann, 2015).

1.5. Tinjauan Pneumonia


1.5.1. Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), tidak termasuk yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. (PDPI, 2014). Sesuai hasil
Riskesdas 2013, period prevalence pneumonia berdasarkan diagnosa/gejala
di Indonesia adalah 1,8%. Terdapat 11 Provinsi dengan persentase kejadian
pneumonia yang tinggi yakni 33,3%. Insiden pneumonia pada anak < 5
tahun di negara maju adalah 2 – 4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di
negara berkembang 10 – 20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia merupakan
penyebab > 5 juta kematian pada anak balita di negara berkembang .
1.5.2. Etiologi
Faktor resiko pneumonia antara lain malnutrisi, BBLR, ASI non-
eksklusif, polusi udara dalam rumah, orang tua merokok, penyakit jantung,
kurangnya pengalaman ibu sebagai pengasuh, kurangnya imunisasi,
kekurangan zinc, pemberian makanan terlalu dini pada anak/bayi .Data dari
beberapa rumah sakit di Indonesia tahun 2012 menunjukkan bahwa
penyebab terbanyak pneumonia adalah bakteri gram negatif seperti
Klebsiella pneumoniae, Accinetobacter baumanii, dan Pseudomonas
aerunosa. Sedangkan bakteri gram positif seperti Streptococcus
pneumoniae, Streptococcus aureus ditemukan dalam jumlah sedikit (PDPI,
2014).
Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi adalah:
▪ Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia) adalah
pneumonia infeksius dari lingkungan/komunitas sekitar pasien

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1508
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

▪ Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia) adalah


pneumonia yang diperoleh selama perawatan di rumah sakit atau
sesudahnya karena penyakit lain atau prosedur.
▪ Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari
lambung, baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada
paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena
bahan yang teraspirasi mungkin mengandung bakteri anaerobik atau
penyebab lain dari pneumonia.
▪ Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia
yang terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.

1.5.3. Patofisiologi
Proses terjadinya pneumonia dapat terjadi karena masuknya bakteri
atau patogen yang berasal dari udara baikn secara inhalasi, aspirasi, ataupun
karena tirah baring dalam waktu yang lama. Patogen yang masuk ke dalam
saluran pernapasan kemudian berkembang dan menyebabkan peradangan
alveolus sehingga penderita dapat mengalami nyeri dada dan demam. Pada
alveoli akan terbentuk eksudat yang menyebabkan produksi sputum
menjadi meningkat dan pembersihan jalan napas tidak teratur. Hal ini
menyebabkan hipoksemia sehingga jaringan paru-paru menjadi rusak
(Dipiro et al., 2015)

1.5.4. Manifestasi Klinis


Pneumonia menimbulkan gejala demam yang mendadak, menggigil,
dispnea atau sesak nafas, batuk produktif, sputum berwarna coklat karena
mengandung darah, dan nyeri dada. Apabila dilakukan pemeriksaan fisik
dapat diketahui terjadi takikardi, retraksi pada dada, terdengar dengkuran
saat bernafas. Kejang dapat disebabkan oleh sepsis dan kekurangan oksigen
di otak. Dari pemeriksaan radiografi pada daerah dada terlihat adanya
segmen-segmen infiltrat dan pada uji laboratorium didapatkan hasil lab
dimana kadar leukosit tinggi dan didominasi oleh keberadaan sel

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1509
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

polimorfonuklear serta terjadinya penurunan saturasi oksigen (Dipiro,


2015).

1.5.5. Diagnosa
Kriteria diagnosa pneumonia pada anak berdasarkan keparahannya
adalah sebagai berikut (Kemenkes, 2012) :

Berdasarkan Lutfiya (2010) Pemeriksaan penunjang untuk


pneumonia antara lain sebagai berikut :
c. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) Gambaran
radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air
bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran
kavitas.
d. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul,
Leukosit polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1510
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan


LED meningkat.
e. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah
untuk mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi
antigen polisakarida pneumokokkus..
f. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan
parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut
menunjukkan asidosis respiratorik.
1.5.6. Tatalaksana
Berdasarkan panduan dari WHO (2014), terapi lini pertama untuk
anak usia 2-59 bulan, minimal 5 hari, dengan kombinasi Ampicillin 50
mg/kg, atau benzyl penicillin 50 000 unit per kg IM/IV tiap 6 jam
dikombinasi dengan gentamicin: 7.5 mg/kg IM/IV sekali sehari. Terapi lini
kedua untuk pneumonia anak adalah Ceftriaxone 50-75mg/kg.
Implementasi penggunaan antibiotik di RSSA untuk pasien
pneumonia anak diatur dalam PPAM (Panduan Penggunaan Antimikroba)
edisi kedua dengan lini pertama Ampicillin. Untuk lebih lengkapnya
terdapat pada gambar di bawah ini.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1511
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 2. Tatalaksana Pneumonia Anak (PPAM RSSA, 2017)

1.6. Hipotiroid Kongenital


1.6.1. Definisi
Hipotiroid Kongenital (HK) adalah kekurangan hormon tiroid pada
bayi baru lahir. Hormon tiroid, tiroksin (T4), merupakan hormon yang
diproduksi oleh kelenjar tiroid (kelenjar gondok). Pembentukannya
memerlukan mikronutrien yodium. Hormon ini berfungsi untuk mengatur
produksi panas tubuh, metabolisme, pertumbuhan tulang, kerja jantung,
syaraf, serta pertumbuhan dan perkembangan otak. Dengan demikian
hormon ini sangat penting peranannya pada bayi dan anak yang sedang
tumbuh. Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan masa awal kehidupan,
bisa mengakibatkan hambatan pertumbuhan (cebol) dan retardasi /
keterbelakangan mental (Permenkes, 2014).
1.6.2. Etiologi
Hipotirodisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi
hormon tiroid, yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1512
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

metabolik. Hipotiroidisme pada bayi dan anak-anak berakibat perlambatan


pertumbuhan dan perkembangan jelas dengan akibat yang menetap yang
parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme dengan awitan pada usia
dewasa menyebabkan perlambatan umum organisme dengan deposisi
glikoaminoglikan pada rongga intraselular, terutama pada otot dan kulit,
yang menimbulkan gambaran klinis miksedema (Windarti, 2014).
Hipotiroidisme pada anak dapat diklasifikasikan menjadi primer dan
sekunder atau menetap dan transien. Hipotiroid kongenital merupakan
penyebab retardasi mental tersering yang dapat diobati, disebabkan karena
tidak adekuatnya produksi hormon tiroid pada bayi baru lahir. Hal ini
terjadi karena defek anatomik kelenjar tiroid, “inborn error” metabolisme
tiroid, atau defisiensi yodium. Di seluruh dunia, penyebab terbanyak
hipotiroid kongenital adalah defisiensi yodium, yang merupakan masalah
besar dan selalu ada yang melibatkan satu milyar penduduk dunia,
sehingga eradikasinya memerlukan upaya internasional. Pada daerah
dengan defisiensi yodium sangat berat, hipotiroid kongenital endemik
(kretin endemik) secara klinis khas ditandai dengan retardasi mental,
perawakan pendek, bisu, tuli, dan kelainan neurologik spesifik. Hipotiroid
sporadik (kretin sporadik) terjadi di daerah non endemik, penyebabnya
adalah tidak ada atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid, 80% disebabkan
oleh agenesis atau disgenesis tiroid. Sehingga dengan diagnosis dan
pengobatan dini terjadi perbaikan yang bermakna, walaupun pada
beberapa kasus tetap terjadi kecacatan, namun morbiditas hipotiroidi
kongenital dapat dikurangi sampai minimum, sehingga harus dilakukan
skrining pada bayi baru lahir (Rustama, 2015).
Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan
aktivitas metabolik seluler. Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu
umum dengan mempercepat proses metabolisme. Hormon tiroid
merangsang konsumsi O2 pada sebagian besar sel di tubuh, membantu
mengatur metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting untuk
pertumbuhan dan pematangan normal. Hormon-hormon tiroid memiliki

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1513
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme energi.


Hormon ini tidak esensial bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya
menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya
daya tahan tubuh terhadap dingin, serta pada anak-anak timbul retardasi
mental dan kecebolan (dwarfisme) (Rastogi, 2013).
1.6.3. Patofisiologi
a. Defek Anatomi
Normalnya kelenjar tiroid terbentuk dari rongga bukofaring antara minggu
ke-4 sampai 10 kehamilan. Kelenjar tiroid naik dari pouch brankial
keempat dan menjadi organ di leher. Kegagalan formasi atau migrasi dari
jaringan ini dapat menyebabkan terjadinya aplasia, displasia, atau ektopia.
Pada minggu 10-11 kehamilan, kelenjar tiroid fetus sudah mampu
menghasilkan hormon tiroid. Level T4 mencapai puncak pada minggu 18-
20. Aksis hipofisis-tiroid pada fetus berfungsi secara independen dari ibu.
Jadi apabila terdapat kegagalan pembentukan kelenjar tiroid dapat terjadi
produksi hormon tiroid yang inadekuat. Beberapa hari setelah lahir
mungkin bayi masih mendapat cadangan hormon tiroid dari ibu, tetapi
hormon ini lama-lama akan berkurang dan menyebabkan munculnya
manifestasi klinis hipotiroid.
b. Kekurangan Iodium
Iodium merupakan substrat dari hormon tiroid. Setelah diserap di
lambung dan usus halus bagian atas, yodium akan masuk ke aliran darah
dan kemudian akan diserap oleh transporter di membran basal sel folikel
kelenjar tiroid (iodide trapping). Setelah itu yodium akan dioksidasi oleh
enzim TPO dan disekresikan ke dalam koloid untuk kemudian bergabung
dengan molekul tiroglobulin. Yodium akan berikatan dengan asam amino
tirosin (di dalam tiroglobulin) menjadi monoiodotirosin (MIT) dan
diiodotirosin (DIT). Dua molekul ini akan bergabung (DIT-DIT atau DIT-
MIT) menjadi hormon tiroid. Apabila tidak terdapat cukup yodium, maka
tubuh pun tidak mampu menghasilkan hormon tiroid yang cukup.
c. Kelainan Metabolisme Tiroid

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1514
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pada keadaan ini, anatomi kelenjar tiroid dalam keadaan normal.


Hipotiroid terjadi karena proses sintesis atau transfer hormon mengalami
gangguan. Hormon tiroid berfungsi pada metabolisme basal. Ketika
hormon tiroid berkurang, maka metabolisme dalam tubuh pun menurun.
1.6.4. Manifestasi Klinis
Pada neonatus, gejala khas hipotiroid seringkali tidak tampak dalam
beberapa minggu pertama kehidupan. Hanya 10-15% bayi baru lahir
hipotiroidisme yang datang dengan manifestasi klinik mencurigakan, yang
membuat dokter waspada akan kemungkinan hipotiroidisme. Salah satu
tanda yang khas dari hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir adalah
fontanela posterior terbuka dengan sutura cranial yang terbuka lebar akibat
keterlambatan maturasi skeletal prenatal. Kelambatan maturasi tulang,
dapat dinilai dengan pemeriksaan radiologik pada daerah femoral distal
lutut, tidak hanya untuk kepentingan diagnostik, tetapi juga
menggambarkan berat serta lamanya penyakit in utero. Gejala berikutnya
yang paling sering adalah hernia umbilikalis, namun kurang spesifik.
Sebagian besar pasien memiliki berat lahir besar untuk kehamilan (di atas
3,5 kg dengan periode kehamilan lebih dari 40 minggu). Kurang dari
separuh pasien didapatkan ikterus berkepanjangan pada awal
kehidupannya. Tidak terdapat perbedaan jenis kelamin untuk terjadinya
hipotiroidisme kongenital. Tanda dan gejala lain yang jarang terlihat
adalah konstipasi (Riwayat BAB pertama >20 jam setelah lahir dan
sembelit), hipotonia, suara tangis serak, kesulitan makan atau menyusui,
bradikardi dan kulit kering dan kasar. Selain itu, bayi dengan
hipotiroidisme kongenital memiliki insiden anomali kongenital lain lebih
tinggi, namun kemaknaannya tidak jelas. Berbagai anomali congenital
pada bayi hipotiroidisme kongenital yang diidentifikasi melalui program
skrining hipotiroidisme, antara lain penyakit jantung bawaan,
penyimpangan kromosom, kelainan tulang, dan sindrom rambut terbelah.
1.6.5. Tatalaksana

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1515
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pengobatan dengan L-T4 diberikan segera setelah hasil tes


konfirmasi. Bayi dengan HK berat diberi dosis tinggi, sedangkan bayi
dengan HK ringan atau sedang diberi dosis lebih rendah. Bayi yang
menderita kelainan jantung, mulai pemberian 50% dari dosis, kemudian
dinaikkan setelah 2 minggu. Dosis harus selalu disesuaikan dengan
keadaan klinis dan biokimiawi serum tiroksin dan TSH menurut umur (age
reference range) (IDAI, 2014).
Tabel 1. Dosis Umum Hormon Tiroid yang diberikan
Usia L-T4 (mcg/kgBB)
0-3 bulan 10-15
3-6 bulan 8-10
6-12 bulan 6-8
1-5 tahun 5-6
6-12 tahun 4-5
>12 tahun 2-3

Pemberian tiroksin dengan cara digerus/dihancurkan dan bisa


dicampur dengan sedikit ASI atau air putih. Obat diberikan secara teratur
pada pagi hari. Pemberian obat jangan bersamaan (diberi jeda minimal 3
jam) dengan senyawa berikut ini karena akan mengganggu penyerapan
obat, yaitu vitamin D, produk kacang kedelai (tahu, tempe, kecap, susu
kedelai), zat besi konsentrat, kalsium, aluminium hydroxide,
cholestyramine dan resin lain, suplemen tinggi serat, sucralfate, singkong,
tiosianat (banyak terdapat pada asap rokok) (IDAI, 2014).
Terapi hormon dengan tiroksin (Natrium Lthyroxine) harus
secepatnya diberikan begitu diagnosis ditegakkan. IDAI menganjurkan
pemberian dosis permulaan 10 – 15 µg/kgBB/hari. Pada bayi cukup bulan
diberikan rata-rata 37,5 – 50 µg/hari. Besarnya dosis hormon tergantung
berat ringannya kelainan. Bayi dengan hipotiroid kongenital berat,
sebaiknya diberikan 50 µg. Pemberian 50 µg lebih cepat menormalisir

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1516
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kadar T4 dan TSH. Sediaan pil tiroksin yang digunakan umumnya adalah
berbentuk tablet 50 µg dan 100 µg (IDAI, 2014).

1.7. Gizi Buruk


1.7.1. Definisi
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat
badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight
(gizi kurang) dan severely underweight (gizi buruk). Balita disebut gizi
buruk apabila indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) kurang dari -3
SD (Kemenkes, 2011). Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu
istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan
kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun (Kliegman, 2011).
1.7.2. Klasifikasi
Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
• Marasmus
Marasmus terjadi disebabkan asupan kalori yang tidak cukup.
Marasmus sering sekali terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Pada kasus
marasmus, anak terlihat kurus kering sehingga wajah seperti orangtua,
kulit keriput, cengeng dan rewel meskipun setelah makan, perut cekung,
rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas dan pantat kendur
dan keriput (baggy pant).
• Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein yang berat
disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi namun
asupan protein yang inadekuat (Kliegman, 2011). Beberapa tanda khusus
dari kwashiorkor adalah: rambut berubah menjadi warna kemerahan atau
abu-abu, menipis dan mudah rontok, apabila rambut keriting menjadi
lurus, kulit tampak pucat dan biasanya disertai anemia, terjadi
dispigmentasi dikarenakan habisnya cadangan energi atau protein. Pada
kulit yang terdapat dispigmentasi akan tampak pucat, Sering terjadi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1517
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dermatitis (radang pada kulit), terjadi pembengkakan, terutama pada kaki


dan tungkai bawah sehingga balita terlihat gemuk. Pembengkakan yang
terjadi disebabkan oleh akumulasi cairan yang berlebihan. Balita memiliki
selera yang berubah-ubah dan mudah terkena gangguan pencernaan
(Cherella, 2017).
• Marasmus dan Kwashiorkor
Memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan
kwashiorkor. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan
energi untuk pertumbuhan normal. Pada penderita berat badan dibawah
60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit serta kelainan biokimia (Cherella, 2017).
1.7.3. Faktor Risiko
Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :
a. Penyebab langsung, kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang
dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita
penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi
sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.
b. Penyebab tidak langsung, ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku,
pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor
kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah
kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan
kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama
lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam
jumlah yang cukup baik maupun gizinya. (Cherella, 2017).
1.7.4. Patofisiologi
Setelah beberapa waktu defisiensi nutrien berlangsung maka akan
terjadi deplesi cadangan nutrien pada jaringan tubuh dan selanjutnya kadar
dalam darah akan menurun. Hal ini akan mengakibatkan tidak cukupnya
nutrien tersebut di tingkat seluler sehingga fungsi sel terganggu misalnya
sintesis protein, pembentukan dan penggunaan energi, proteksi terhadap

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1518
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

oksidasi atau tidak mampu menjalankan fungsi normal lainnya. Bila


berlangsung terus maka gangguan fungsi sel ini akan menimbulkan
masalah pada fungsi jaringan atau organ yang bermanifestasi secara fisik
seperti gangguan pertumbuhan, serta kemunculan tanda dan gejala klinis
spesifik yang berkaitan dengan nutrien tertentu misal edema, xeroftalmia,
dermatosis, dan lain-lain yang kadang-kadang ireversibel (Depkes RI,
2014).

Gambar 2. Bagan Patofisiologi Defisiensi Nutrien

1.7.5. Tatalaksana
Menurut Depkes RI (2014), penatalaksanaan gizi buruk yaitu:
a. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi. Hipoglikemi jika kadar gula
darah <54mg/dL atau ditandai suhu tubuh sangat rendah, kesadaran
menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin, pucat. Pengelolaan
berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok teh
dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2
jam, antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan
evaluasi setelah 30 menit, jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi
maka ulang pemberian cairan gula tersebut.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1519
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

b. Mencegah dan mengatasi hipotermi. Hipotermi jika suhu tubuh anak


<35oC, aksila 3 menit atau rectal 1 menit. Pengelolaannya ruang
penderita harus hangat, tidak ada lubang angin dan bersih, sering diberi
makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos kaki,
anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti
popok basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam
sampai suhu >36,5o C, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala,
kaos kaki.
c. Mencegah dan mengatasi dehidrasi. Pengelolaannya diberikan cairan
Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70-100 ml/kgBB
dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara oral
dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk 4-10 jam
berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau, feses
yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam
4,6,8,10 dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu.
Monitoring tanda vital, diuresis, frekuensi berak dan muntah,
pemberian cairan dievaluasi jika RR dan nadi menjadi cepat, tekanan
vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem, oedemnya
bertambah.
d. Koreksi gangguan elektrolit. Berikan ekstra Kalium 150-
300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4-0,6 mmol/kgBB/hari dan rehidrasi
cairan rendah garam (Resomal).
e. Mencegah dan mengatasi infeksi. Antibiotik (bila tidak komplikasi:
kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB tiap
8 jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi ( hipoglikemia atau
hipotermi).
f. Mulai pemberian makan. Segera setelah dirawat, untuk mencegah
hipoglikemi, hipotermi dan mencukupi kebutuhan energi dan protein.
Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi yaitu porsi kecil, sering,
secara oral atau sonde, energi 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5
g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari untuk penderita marasmus,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1520
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

marasmik kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edem derajat 1,2, jika


derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari.
g. Koreksi kekurangan zat gizi mikro. Berikan setiap hari minimal 2
minggu suplemen multivitamin, asam folat (5mg hari 1, selanjutnya 1
mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper 0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe
elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan, vitamin A hari 1 (1
tahun 200.000 IU).
h. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar. Satu minggu perawatan fase
rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g
protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan energi dan protein
sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup minyak dan protein.
i. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang. Mainan digunakan
sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur dan
perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi
psikologis, baik mental, motorik dan kognitif.
j. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah. Setelah BB/PB mencapai
-1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tua frekuensi dan
jumlah makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan pemberian
imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan10.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1521
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II

PROFIL PASIEN

2.1.Profil Pasien
Nama/ Jenis kelamin : An. DNA
Umur/ BB/ TB : 5 bulan/4,5 kg/65 cm
Alamat : Malang
MRS/KRS : 7 Februari 2020/17 Februari 2020
Status pasien : BPJS
Dokter : dr. K., Sp. A(K)
Farmasis : KN, Apt
Alergi : -
Keluhan utama Sesak nafas, tarikan di dinding dada, batuk
:
(+), pilek (+), demam mendadak tinggi
Riwayat kesehatan : Penyakit jantung
Riwayat pengobatan IV Ampicillin 3×400 mg, IV Gentamisin
1×50 mg, IV Paracetamol 3×100 mg, IV
Furosemid 2×20 mg, PO Captopril 3×1,125
:
mg, PO Beraprost 1×2,5 mcg, PO
Levofloxacin 1×40 mcg, Ventolin
Nebulizer /4 jam
Diagnosa Awal PDA sedang, ASD sedang, hipertensi
: pulmonal berat, gagal jantung ross class II,
pneumonia, gizi buruk marasmus
Diagnosa akhir PDA sedang, ASD sedang, hipertensi
pulmonal berat, gagal jantung ross class II,
pneumonia, gizi buruk marasmus,
:
hipotiroid kongenitasl, mikrosefali, susp.
down syndrome.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1522
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2. Data Klinis Pasien

Nilai Normal Tanggal


Parameter
(Bayi < 1 th)
7/2 8/2 9/2 10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2
Nadi 100-150 131 122 124 127 147 127 138 154 150

RR 30-55 32 46 39 39 37 39 35 50 32

Suhu 37±0,5oC 38.1 36.6 37 36.7 36.1 36.7 37 38.8 36.7

SpO2 >90% 98 95 98 98 98 98 98 99 98

Sesak - + + + + + + + + +

Demam - + - + + - + + + +

Batuk - + + - - - - - - -

Diare - + + + - - - + +

2.3. Data Laboratorium


Parameter Nilai Normal Tanggal
7/2 11/2 13/2
Hematologi
WBC (Leukosit) 4.7 – 11.3 x103/µl 6.13 12.01 18.11
Lk : 13-18 G/Dl
Hb 9.70 10.10 7.70
Pr : 12-16 G/Dl
Neutrofil 51% - 67% 70.1 68.1 85.7
Trombosit 170-380x103/Mm3 243 273 258
RBC (Eritrosit) 4,0-5,0 X 106/µl 3.31 3.55 2.75
MCH 27-31pg 29.3 28.50 28.00
MCV 80,0-93,0 Fl 85.50 82.00 77.50
Hematokrit (Hct) 40-54% 28.8 29.10 21.30
MCHC 32-36g/dL 34.30 34.70 36.20
MPV 7,2-11,1fl 10.1 10.3 11.3
Eosinofil 0-4% 0.0 0.0 0.0
Basofil 0-1% 0.2 0.0 0.1

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1523
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Neutrofil 51-67% 70.1 68.1 85.7


Limfosit 25-33% 25.6 25.5 9.8
Monosit 2-5% 4.1 6.4 4.4
Analisa Gas Darah
pH 7,35-7,45 7.28
pCO2 35-45 mmHg 51.3
pO2 80-107 mmHg 100.9
HCO3 21-25 Mmol/L 21.2
BE -3,5 -+2,0 Mmol/L -4
Saturasi O2 >95% 96.8
HB g/dL 9.7
Elektrolit Serum
Na 136-145 126 130 109 106
K 3,5-5 3.93 3.34 2.63 2.39
Cl 98-106 99 103 70 66
Faal Hemostasis
PPT:
Pasien 9,4-11,3 Detik 13.00
Kontrol Detik 10.6
INR <1,5 1.27
APTT:
Pasien 24,6-30,6 Detik 34.70
Kontrol Detik 24.8
Tiroid:
Free T4 0.93 – 1.7 0.99
TSH 0.27 – 4.2 19.91

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1524
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4. Profil Terapi Pasien


Tabel 2.4 Tabel profil terapi pasien
Tanggal
Obat Rute Dosis
7/2 8/2 9/2 10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2

Ampicillin sulbactam i.v 3 x 300 mg v v v v v v v //

Gentamicin i.v 1 x 35 mg v v v v v v v //

Paracetamol i.v 4 x 50 mg v v v v v v v v v

Furosemide i.v 2 x 4.5 mg v v v 3x5 3x5 3x5 3x5 3x5 3x5

Captopril p.o 3 x 1.125 mg v v v 3 x 2.5 3 x 2.5 3 x 2.5 3 x 2.5 3 x 2.5 3 x 2.5

Beraprost p.o 1 x 2 mcg v v v v v v v v v

Levotiroksin p.o 1 x 40 mcg v v v v v v v v v

Vit. B Complex p.o 1 x ¼ tab v v v v v v v v v

Vit. C p.o 1 x 20 mg v v v v v v v v v

Asam folat p.o 1 x 1 mg v v v v v v v v v

Zinc p.o 1 x 10 mg v v v v v v v v v

Ventolin Nebul Nasal / 4 jam v v v v v v v v v

Amikasin i.v 1 x 85 mg // v v

Dobutamin i.v 7.5 mcg/kg/menit // v v

Midazolam i.v 4 mcg/kg/menit // v v

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1525
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

KSR p.o 3 x 50 mg // v v v v v

Transfusi PRC // v v

FiO2 FiO2 FiO2 FiO2 FiO2 FiO2 FiO2


O2 CPAP PEEP //
21% 21% 40% 21% 21% 21% 65%

O2 via ETT + ventilator


// v v
spontan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1526
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5 Analisis Problem Medis Pasien dan DRP


1. PDA Sedang + ASD Sedang + Hipertensi Pulmonal + Gagal Jantung
Ross Kelas II
Subjective Objective Assessment Planning
11/02/20 Nadi : 147 Furosemide Monitoring
Toraks: ×/menit ▪ Indikasi : untuk terapi gagal Keadaan
retraksi (+) RR : 37 jantung umum
Murmur (+) ×/menit ▪ Mekanisme : meningkatkan pasien, TTV
Sianosis (-) SpO2 : 98% pengeluaran air, natrium, dan
Edema (+) klorida. MESO:
Na : 130 10. Dosis literatur (iv): 1 hiponatremia,
mmol/L mg/kg, hipokalemia, &
K : 3,37 1 mg×4 = 4 mg hipokloremia
mmol/L 11. Dosis maksimum (iv): 6
Cl : 103 mg/kg, Monitoring
mmol/L 6 mg×4 = 24 mg/hari fungsi
12. Dosis pasien: 3×5 mg pendengaran
(sesuai) dan ginjal
13. ESO : ketidakseimbangan pasien (BUN,
elektrolit (hiponatremia, Kreatinin,
hipokalemia, hipokloremia). ClCr)
14. Interaksi :Furosemide dan
Gentamicin → meningkatkan
toksisitas masing-masing obat,
meningkatkan ototoksisitas dan
nefrotoksisitas

KSR
▪ Indikasi : mengatasi hipokalemia
(efek samping dari furosemide
dan ventolin)
▪ Mekanisme : memenuhi
kebutuhan kalium sebagai kation
intraselular cairan tubuh untuk
konduksi impuls otak, jantung,
otot
15. Dosis literatur (iv): 1-2
mEq/kg/day
16. Dosis pasien: 3×50 mg,
3x0,67mEq = 2,1 mEq, sesuai
▪ ESO : hiperkalemia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1527
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Captopril Monitoring
19. Indikasi: sebagai vasodilator Keadaan
untuk terapi gagal jantung umum pasien,
20. Mekanisme: menghambat TTV, dan
perubahan AT I menjadi AT 2
sehingga terjadi penurunan MESO:
sekresi aldosteron batuk
21. Dosis literatur: maks 6
mg/kg/hari, 6 mg×4 kg = 24 Rekomendasi :
mg/hari Captopril dapat
22. Dosis pasien: 3×2,5 mg diganti dengan
(sesuai) golongan ARB
I. ESO : batuk kering (0,5-2%) seperti
J. Pasien mengalami batuk dan Valsartan
mendapatkan terapi captopril dengan dosis
yang memiliki efek samping pediatrik 0,8-3
batuk, sehingga beresiko mg/kg/hari.
memperparah batuk pasien
Beraprost Monitoring
11. Indikasi: hipertensi Keadaan
pulmonal primer umum pasien,
▪ Mekanisme: analog prostasiklin, TTV, dan
meningkatkan fleksibilitas sel
darah merah, menurunkan MESO:
viskositas darah, menghambat Perdarahan &
agregasi trombosit, dan gangguan
vasodilatasi pembuluh darah fungsi hati
▪ Dosis literatur: 60 mcg sehari
dalam 3 dosis terbagi.
▪ Dosis pasien: 1×2,5 mcg (sesuai)
▪ ESO : perdarahan, gangguan
fungsi hati.
12/02/20 HR : Monitoring
Toraks: 127×/menit Terapi KSR, furosemide, captopril, Keadaan
retraksi (+) RR : beraprost dilanjutkan umum
Murmur (+) 39×/menit pasien, TTV,
Sianosis (-) SpO2 : 98% dan
13/02/20 7 HR :
Toraks: 138×/menit Terapi KSR,furosemide, captopril, MESO:
retraksi (+)8 RR : beraprost dilanjutkan Furosemide
Murmur (+) 35×/menit hiponatremia,
Sianosis (-)9 SpO2 : 98% hipokalemia, &
10Na : 109 hipokloremia
mmol/L
11 K : 2,63 Captopril
mmol/L

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1528
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

12 Cl : 70 batuk
mmol/L Beraprost
perdarahan &
gangguan
fungsi hati
14/02/20 5. HR : Terapi KSR,furosemide, captopril,
Toraks: 154×/menit beraprost dilanjutkan. Ditambahkan Dobutamin :
retraksi (+)6. RR : terapi Dobutamin dan Miloz karena tekanan darah,
Murmur (+) 50×/menit pasien mengalami shock heart rate
Sianosis (-)7. SpO2 : 99%
8. Na : 106 Dobutamin Miloz:
mmol/L • Indikasi: meningkatkan tekanan monitoring
9. K : 2,39 darah untuk mengatasi kondisi depresi
mmol/L shock pada pasien, menstabilkan pernapasan
10. Cl : 66 hemodinamik pasien.
mmol/L • Dosis literatur: 2-20
mcg/kgBB/menit
• Dosis pasien: 7,5
mcg/kgBB/menit
• ESO: takiaritmia(~10%),
hipertensi.(7,5%)

Miloz (Midazolam)
• Indikasi: sedasi, agar pasien tidak
gelisah karena menggunakan
ventilator
• Dosis literatur: 1-4mcg/kg/menit
• Dosis pasien: 1 mcg/kgBB/menit
• ESO: depresi pernapasan
15/02/20 - HR :
Toraks: 150×/menit Diberikan KSR,furosemide,
retraksi (+)- RR : captopril, beraprost, dan dobutamin
Murmur (+) 32×/menit
Sianosis (-) SpO2 : 98%
Gelisah (+)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1529
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. Pneumonia
Subjective Objective Assessment Planning
11/02/20 Nadi : 147 Paracetamol Monitoring
Sesak (+) ×/menit ▪ Indikasi : demam, nyeri Keadaan umum
Batuk (+) RR : 37 ringan-moderate pasien, TTV, sesak,
Demam ×/menit ▪ Mekanisme : inhibisi regulasi demam, kadar,
(+) Suhu : 36,1°C suhu tubuh di hipotalamus tanda-tanda infeksi,
SpO2 : 98% ▪ Dosis literatur SpO2
WBC 7/2 : ▪ 10-15mg/kg tiap 4-6 jam; 45-
6,13 67,5mg tiap 4-6 jam MESO:
WBC 11/2: ▪ Dosis pasien: 50mg 4 kali Faal hepar
12,01 sehari, Sesuai (SGOT/SGPT)
▪ ESO: hepatotoksik

Nebul Ventolin Monitoring : sesak


• Indikasi: sesak pasien berkurang
• Mekanisme : stimulan β
adenoreseptor menyebabkan Meso : tremor,
relaksasi otot bronkus kadar kalium
• Dosis literatur: 2,5 mg (1
ampul)
• ESO: hipokalemia, tremor
20%
Ampicillin sulbactam Monitoring
▪ Indikasi : infeksi saluran Keadaan umum
napas termasuk pneumonia pasien, TTV, sesak,
▪ Mekanisme : antibiotik beta demam, kadar,
laktam, antibiotik spektrum tanda-tanda infeksi
luas, menghambat sintesis (WBC), SpO2
dinding bakteri dengan
menghambat pembentukan MESO:
mukopeptida Reaksi
▪ Dosis literatur hipersensitivitas
BB<20Kg (iv): terbagi dalam
3-4 dosis, 100-200mg/kg/hari
▪ Dosis pasien: 300mg/hari →
dosis sesuai
▪ ESO :reaksi hipersensitivitas
(16%)
Gentamicin Monitoring
▪ Indikasi : infeksi saluran Keadaan umum
napas pasien, TTV, sesak,
demam, kadar,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1530
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

▪ Mekanisme : golongan tanda-tanda infeksi


aminoglikosida, menghambat (WBC), SpO2
sintesis protein bakteri
▪ Dosis literatur MESO: Reaksi
Bayi>1bulan (iv):3- hipersensitivitas
7,5mg/kg/hr; 12-30mg/hr
5. Dosis pasien: 30mg/hari Monitoring fungsi
Sesuai ginjal pasien (BUN,
6. ESO : reaksi Kreatinin, ClCr)
hipersensitivitas (>10%),
ototoksik (>10%)
7. Interaksi : Furosemide
dan Gentamicin →
meningkatkan toksisitas
masing-masing obat,
meningkatkan ototoksisitas
dan nefrotoksisitas
8. Interaksi : Penggunaan
antibiotik ampisilin bersama
dengan gentamisin
meningkatkan efek samping
nefrotoksisitas pada pasien
12/02/20 Nadi : 127 Monitoring
Sesak + ×/menit Terapi antibiotik tetap Keadaan umum
Demam + RR : 39 pasien, TTV, sesak,
Batuk + ×/menit demam, kadar,
Suhu : 36,7°C tanda-tanda infeksi
SpO2 : 98% (WBC), SpO2
WBC 12/2:
18,11
13/02/20 Nadi : 138
Sesak + ×/menit
Demam + RR : 35
Batuk + ×/menit
Suhu : 37°C
SpO2 : 98%
14/02/20 Nadi : 154 Ampicillin dan Gentamisin Monitoring
Sesak + ×/menit penggunaannya sudah Keadaan umum
Demam + RR : 50 mencapai hari ke-7 dan tidak pasien, TTV, sesak,
Batuk + ×/menit adekuat. Diganti dengan demam, kadar,
Suhu : 38,8°C amikacin tanda-tanda infeksi
SpO2 : 99% Amikacin → ACC PPRA (kadar WBC), SpO2
15/02/20 Nadi : 150 9. Indikasi : infeksi saluran
Sesak + ×/menit napas MESO: fungsi
Demam + RR : 32 10. Mekanisme : ginjal (BUN,
Batuk + ×/menit mengambat sintesis protein kreatinin, ClCr),

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1531
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Suhu : 36,7°C bakteri dengan berikatan fungsi pendengaran,


SpO2 : 98% dengan subunit ribosom 30S kejang
11. Dosis literatur
Bayi>3 minggu dosis
maintenance 15-25mg/kg/hari
▪ Dosis pasien: 25mg sesuai
▪ ESO (1-10%) : ototoksisitas,
nefrotoksisitas, neurotoksisitas

3. Hipotiroid + Susp. Down Syndrome


Subjective Objective Assessment Planning
7/2/2020 - Free T4 = 0,99 Levotiroksin: METO:
15/02/20 TSH = 19,91 ▪ Indikasi: terapi hipotiroid Perlu
mU/L (tinggi) ▪ Mekanisme: membantu pemantauan
pembentukan hormon tiroid kadar TSH dan
▪ Dosis: 8-10mcg/kgBB/hari FT4 atau T4
▪ Dosis px: 1 x 40 mcg (sesuai) total secara
▪ ESO: Angina, peningkatan berkala
tekanan darah
MESO:
Angina,
peningkatan
tekanan darah

4. Gizi Buruk Marasmus


Subjective Objective Assessment Planning
Pasien usia
2.6.BB = 4,5 kg Nilai LLA kurang dari METO:
5 bulan 2.7.LLA = 11 cm 12,5 cm sehingga dapat - Kondisi umum
Mengalami 2.8. dikatakan status gizi - Muntah
gizi buruk2.9.Tx: buruk - Berat badan
marasmus8. Vit C:
9. Vit BC DRP : Vit. A dan Vit. E Konfirmasi pada dokter
10. Asam Folat tidak diberikan bahwa obat tidak
11. Zinc (ketidaktersediaan obat) tersedia.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1532
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

5. Drug Related Problem


NO JENIS DRP ASUHAN KEFARMASIAN
1. INTERAKSI OBAT Monitoring fungsi ginjal dan
Furosemide dan Gentamicin → gangguan pendengaran.
meningkatkan toksisitas masing-masing
obat, meningkatkan ototoksisitas dan
nefrotoksisitas
2. ESO AKTUAL MESO: koreksi elektrolit,
Furosemide → ketidakseimbangan memantau keseimbangan
elektrolit (hiponatremia, hipokalemia, elektrolit pasien (hiponatremia,
hipokloremia). hipokalemia, dan hipokloremia)
Nebul Ventolin → hipokalemia Pasien diberikan KSR dan koreksi
elektrolit pada tanggal 14/2
berupa :
Ca glukonas 10% 5cc habis dalam
1 jam
NaCl3% 60cc habis dalam 6 jam
KCl 2,5cc dalam WFI 10cc habis
dalam 3 jam
3. OBAT TIDAK DIBERIKAN Konfirmasi pada dokter bahwa
Vitamin A & Vitamin E → tidak tersedia obat tidak tersedia. Monitoring
kondisi umum pasien,
terpenuhinya asupan gizi
4. ESO POTENSIAL Monitoring fungsi ginjal pasien
Penggunaan antibiotik ampisilin (BUN, Kreatinin, ClCr)
bersama dengan gentamisin
meningkatkan efek samping
nefrotoksisitas pada pasien
5. ESO POTENSIAL Captopril dapat diganti dengan
Pasien mengalami batuk dan golongan ARB seperti Valsartan
mendapatkan terapi captopril yang dengan dosis pediatrik 0,8-3
memiliki efek samping batuk, sehingga mg/kg/hari.
beresiko memperparah batuk pasien

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1533
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien DNA (5 bulan) dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful
Anwar Malang pada tanggal 7 Februari-16 Februari 2020. Pasien datang dengan
keluhan sesak nafas, wajah pucat, dan bayi tampak kebiruan. Diagnosa akhir pasien
yaitu penyakit jantung bawaan Patent Ductus Arteriosus (PDA) sedang dan Atrial
Septal Defect (ASD) sedang, gagal jantung ross kelas II, hipertensi pulmonal berat,
pneumonia, hipotiroid, mikrosefali, suspect Down Syndrome, dan gizi buruk
marasmus.
Pasien didiagnosa mengalami penyakit jantung bawaan dengan jenis Patent
Ductus Arteriosus (PDA) dan Atrial Septal Defect (ASD). Patent Ductus Arteriosus
(PDA) adalah kegagalan duktus arteriosus untuk menutup setelah kelahiran. Duktus
arteriosus, pada keadaan normal, akan menutup dua hingga tiga hari setelah bayi
dilahirkan.Terdapat beberapa bentuk manifestasi klinis PDA yang mempunyai
beberapa perbedaan, tergantung dari klasifikasi PDA, yaitu PDA kecil, PDA sedang
atau moderat, dan PDA besar. Pasien mengalami PDA sedang atau moderat. Atrial
Septal Defect (ASD) adalah kelainan akibat adanya lubang pada septum intersisial
yang memisahkan antrium kiri dan kanan. Pasien mengalami ASD sedang pada
sekundum.Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
mendiagnosis PDA dan ASD, antara lain pemeriksaan radiologi, elektrokardiografi,
ekokardiografi, serta kateterisasi dan angiokardiografi. Terdapat beberapa jenis
terapi untuk menangani kasus-kasus PDA dan ASD, yaitu terapi medikamentosa,
terapi bedah, dan penutupan secara transkateter. Pasien juga mengalami gagal
jantung ross kelas II, dimana hal tersebut mengartikan tingkat keparahan gagal
jantung pada anak yang ditandai dengan takipneu ringan atau bayi pada saat minum
tampak berkeringat. Pada anak yang lebih besar tampak sesak bila beraktivitas.
Terapi yang diberikan pada kondisi gagal jantung pasien adalah diuretik kuat,
penggunaan diuretik yang memberi respon terbaik pada pasien gagal jantung yaitu
furosemide (Chisholm-Burns, 2016). Penggunaan furosemide menurunkan retensi
garam dan air sehingga akan menurunkan preload ventrikuler. Dosis yang diberikan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1534
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pada pasien adalah 3 x 5 mg secara intravena. Monitoring efektivitas terapi dapat


dilihat dari volume urine, tanda-tanda vital pasien, dan tanda klinis seperti
berkurangnya keluhan sesak yang dirasakan pasien. Monitoring efek samping obat
dilakukan dengan pemeriksaan data laboratorium serum elektrolit (kadar natrium,
kalium, dan klorida). Selain diuretik, diberikan Captopril sebagai obat golongan
ACE inhibitor yang berperan sebagai vasodilator, melebarkan pembuluh darah agar
aliran darah mengalir dengan lancar dan tidak membebani jantung dalam memompa
darah, serta dapat menurunkan resiko terjadinya perburukan gagal jantung
(Chisholm-Burns, 2016). Aktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron (RAAS)
berpartisipasi aktif dalam proses remodeling ventrikel kiri. Renin adalah proteolitik
enzim yang dilepaskan ke dalam sirkulasi terutama oleh sel-sel juxtaglomerular.
Rilisnya dirangsang oleh hipotensi arteri ginjal dan diikuti oleh simpatik aktivasi
saraf dandengan penurunan pengiriman natrium ke tubulus ginjal distal. Ketika
renin dilepaskan ke dalam darah, ia bertindak atas beredar substrat,
angiotensinogen, yang mengalami proteolitik pembelahan untuk membentuk
dekapeptida, angiotensin I. Endotelium vaskular, terutama di paruparu, memiliki
enzim, angiotensin converting enzyme (ACE), yang memotong dua asam amino
untuk membentuk aktif oktapeptida, angiotensin II. Golongan ACE inhibitor dapat
menghambat proses tersebut sehingga dapat digunakan sebagai anti-remodeling
pada pasien gagal jantung (Chisholm-Burns, 2016). Dosis yang diberikan adalah 3
x 1,125 mg pada 3 hari pertama (7 Februari-9 Februari 2020), kemudian dilakukan
titrasi dosis dengan meningkatkan menjadi 3 x 5 mg secara per oral. Titrasi obat
captopril pada pasien yang memiliki gagal jantung dilakukan agar mengurangi
resiko syok kardiogenik akibat penurunan tekanan darah. Dosis dinaikkan karena
fungsi jantung pasien tidak membaik dan pasien mengalami perburukan kondisi
akibat gagal jantung.
Terapi selanjutnya yaitu beraprost, yang diindikasikan untuk mengatasi
hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal seringkali tidak menunjukkan gejala
yang spesifik. Gejala - gejala tersebut biasanya sulit dibedakan dengan gejala -
gejala pada penyakit paru atau jantung yang lain. Gejala utama adalah intoleransi
latihan fisik dan kelelahan, yang menunjukkan adanya ketidakmampuan untuk

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1535
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

meningkatkan curah jantung selama aktivitas. Kadang – kadang terdapat nyeri dada
prekordial, pusing, pingsan, atau nyeri kepala. Beraprost berkaitan dengan
membran reseptor prostasiklin menyebabkan vasodilatasi melalui aktivasi adenilat
siklase dan meningkatkan cAMP pada sel otot polos pulmonal, yang selanjutnya
akan menghambat pelepasan ion Ca+ dari intraseluler. Beraprost terbukti
memperbaiki kondisi hipertensi pulmonal pada neonatal dengan PJB. Dosis yang
diberikan 1×2 mcg per hari. Terapi beraprost diberikan dari tanggal 7 - 15 Februari
2020.
Problem medis selanjutnya yaitu pasien mengalami Pneumonia dimana
infeksi tersebut berkembang dan menyebabkan kondisi sepsis, ditandai dengan
demam dan WBC yang meningkat. Pasien mendapatkan terapi ampisilin sulbaktam
dan gentamisin pada awalnya namun dengan pemberian 2 antibiotik empiris
tersebut tidak menunjukkan adanya perbaikan dari segi klinis karena batuk dan
sesak pasien belum membaik. Pasien juga masih demam pada tanggal 11, 13, 14,
dan 15. Selain itu kadar WBC masih meningkat dari 6,13 (tanggal 7/2) menjadi
12,01 (tanggal 11/2), dan 18,11 (tanggal 12/11). Terapi kemudian diganti dengan
amikasin atas izin dari PPRA. Penggunaan antibiotik tersebut tidak diketahui
efeknya karena tidak dilakukan pemeriksaan WBC lebih lanjut.
DRP yang terjadi adalah interaksi obat antara gentamisin dan furosemid,
serta ampisilin dan gentamisin yang meningkatkan efek samping ototoksik dan
nefrotoksik obat sehingga perlu dilakukan pemantauan fungsi pendengaran dan faal
ginjal seperti BUN, kreatinin, ClCr. DRP lainnya yaitu pasien mengalami batuk dan
mendapat terapi captopril yang memiliki efek samping batuk. Captopril
menimbulkan efek samping batuk karena captopril menyebabkan akumulasi
substansi P dan bradikinin pada saluran pernapasan atas dan bawah sehingga
menginduksi refleks batuk (Yilmaz, 2019). Sebagai rekomendasi, Captopril dapat
diganti dengan golongan ARB seperti Valsartan dengan dosis pediatrik 0,8-3
mg/kg/hari.
Problem medis selanjutnya adalah pasien mengalami hipotiroid kongenital
dan suspect down syndrome. Hipotiroid kongenital adalah keadaan menurun atau
tidak berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat sejak lahir. Hal ini terjadi karena

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1536
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kelainan anatomi atau gangguan metabolisme pembentukan hormon tiroid atau


defisiensi iodium. Hormon ini berfungsi untuk mengatur produksi panas tubuh,
metabolisme, pertumbuhan tulang, kerja jantung, syaraf, serta pertumbuhan dan
perkembangan otak. Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan masa awal
kehidupan, bisa mengakibatkan hambatan pertumbuhan (cebol/stunted) dan
retardasi mental (keterbelakangan mental) (Kemenkes, 2014). Faktor risiko HK
pada An. D.N.A tidak diketahui, karena pada saat hamil, sang ibu tidak mengalami
kekurangan iodium, tidak menggunakan obat anti-tiroid, persalinan normal, dan
tidak ada riwayat keluarga hipotiroid. Manifestasi klinis yang terlihat pada An.
D.N.A yaitu retardasi mental atau down syndrome. Nilai TSH pasien tinggi yaitu
sebesar 19,91 sementara free T4 normal. Hal ini menandakan bahwa pasien
dianjurkan untuk memulai terapi. Menurut pedoman Kemenkes RI (2014),
pengobatan Levotiroksin diberikan segera setelah hasil tes terkonfirmasi. Dosis
yang diberikan yaitu 8-10mcg/kgBB/hari. Pada An. D.N.A (BB = 4,5kg) diberikan
1 x 40 mcg perhari yang berarti dosis telah sesuai.
Skrining HK penting pada semua bayi baru lahir sebelum timbulnya gejala
klinis, karena semakin lama gejala semakin berat. Hambatan pertumbuhan dan
perkembangan mulai tampak nyata pada umur 3–6 bulan dan gejala khas hipotiroid
menjadi lebih jelas. Perkembangan mental semakin terbelakang, terlambat duduk
dan berdiri serta tidak mampu belajar bicara (Kemenkes, 2014). Bayi HK yang baru
lahir dari ibu bukan penderita kekurangan iodium, tidak menunjukkan gejala yang
khas sehingga sering tidak terdiagnosis. Hal ini terjadi karena bayi masih dilindungi
hormon tiroid ibu melalui plasenta (Kemenkes, 2014).
Pasien juga mengalami gizi buruk tipe marasmus, yaitu disebabkan asupan
kalori yang tidak cukup. Berat badan An. D.N.A adalah 4,5 kg dengan nilai LLA
sebesar 11 cm. Konsumsi zat gizi yang kurang akan menyebabkan keterlambatan
pertumbuhan badan dan keterlambatan perkembangan otak serta rendahnya daya
tahan tubuh terhadap penyakit. Menurut ICHRC (2016), tata laksnana anak gizi
buruk meliputi 10 langkah, yaitu dehidrasi, elektrolit, hipoglikemia, hipotermia,
mikronutrien, makanan awal, tumbuh kejar, dan stimulasi sensoris. Pada pasien ini,
telah dilakukan penambahan cairan sesuai berat badan dan umur, makanan yang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1537
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

cukup, dan vitamin. Vitamin merupakan zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan
dalam jumlah sangat kecil dan pada umunya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. An.
D.N.A diresepkan vitamin A, vitamin B kompleks, vitamin C, vitamin E, dan asam
folat. Namun, untuk vitamin C dan E tidak tidak diberikan karena tidak tersedia di
apotek rumah sakit.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1538
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Pasien An. DNA mendapatkan terapi: ampicillin sulbactam, gentamicin,
paracetamol, furosemide, captopril, beraprost, ventolin (salbutamol),
levotiroksin, vit. B complex, vit. C, asam folat, zinc, amikasin, dan
dobutamin, dan midazolam. Semua terapi yang diberikan sudah tepat
indikasi, tepat dosis, dan sesuai dengan formularium.
2. Pada terapi yang diberikan masih ditemukan adanya DRP berupa efek
samping potensial obat, interaksi obat, serta obat tidak diberikan.

4.2 Saran
1. Memantau efektivitas terapi yang diberikan.
2. Melakukan monitoring berkala tanda-tanda vital dan gejala efek
samping potensial serta interaksi obat yang mungkin terjadi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1539
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Bernstein D. Patent Ductus Arteriosus. In: Kliegman RM, et al, editors. Nelson
Textbook of Pediatrics Volume 1 20th Edition. Philadelphia: Elsevier;
2016.p:2198.
Braunwald E, eds. Braunwald’s heart disease. A textbook of cardiovascular
medicine, 10th edition. Philadelphia: Elsevier Inc; 2015:1029-1056.
Cassidy HD, Cassidy LA, Blackshear JL. Incidental Discovery of a Patent Ductus
Arteriosus in Adults. The Journal of the American Board of Family
Medicine. 2012 Mar 1;22(2):214-8.
Cherella, Christin E. and Wassner, Ari J. Congenital Hypothyroidism: Insightsinto
Pathogenesis and Treatment. Internationale Journal of Pediatric
Endocrinology. 2017, sumber: [online].
Dice J E, Bhatia J. Patent Ductus Arteriosus: An Overview. The Journal Of
Pediatric Pharmacology and Therapeutics. 2013 Sep 1;12(3):138-46.
Djer MM. Current Management of Congenital Heart Disease: Where We Are? In:
Lestari ED, Hidayah D, Riza M, editors. Proceedings of The 6th Child
Health Annual Scientific Meeting of Indonesian Pediatric Society, Solo
October 5–9, 2013. Solo: UNS Press; 2013. p. 272–6.
Dimiati & Poppy. 2012. Tatalaksana Hipertensi Pulmonal pada Anak. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 12(1):37-46.
Gomella TL, et al. Lange Clinical Manual Neonatology: Management Procedures
OnCall Problems, Diseases, and Drugs 5th Edition. USA: The McGraw-Hill
Companies; 2004.p.361-3.
Hansmann, 2015. Treatment of Children with Pulmonary Hypertension. The
European Pediatric Pulmonary Vascular Disease Network ,102(1):1-10.
Hariadi, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Departemen Ilmu
penyakit paru FK Unair RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Keane J, Lock J, Fyler D, Nadas A. Nadas' Pediatric Cardiology. Philadelphia:
Saunders; 2013.p.617-24.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1540
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan. Modul tatalaksana standar pneumonia. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI, 2012.
Khalid OM, Busse J. Patent Ductus Areteriosus. In: Abdulla R, editor. Heart
Diseases in Children. New York: Springer; 2011.p:113.
Kliegman, Robert M., dkk. Nelson Textbook of Pediatrics, Edisi 19. Philadelphia :
Elsevier/Saunders, 2011.5.
Kumar RK, Nair AC. Coil Occlusion of The Large Patent Ductus Arteriosus.
Images in Paediatric Cardiology. 2011 Mar 1;10(1):8.
Luttfiya MN, Henley E, Chang L. Diagnosis and treatment of community acquired
pneumonia. American Family Physician. 2010;73(3):442-50.
Morone, D., Mazilli, M. 2010. Role of RAAS Inhibition in Preventing Left
Ventricular Remodeling in Patients Post Myocardial Infarction. Heart
Metabolism, 47:9-13
Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi Edisi II. 2017. RSUD
Dr. Saiful Anwar.
Park J, Backer GD, Gohlke H, Graham I, Reiner Z, Verschuren WM, et al.
European guidelines on cardiovascular disease prevention in clinical
practice. European Heart Journal. 2010;33:1635–1701.
PDPI. Pneumonia Nosokomial. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2014.
Rastogi, Maynika and LaFrachi, Stephen. Congenital hypothyroidism. Orphanet
Journal of Rare Disease. 2013, sumber: [online]4.
Rustama, Diet. Pentingnya Skrining Hipotiroid pada Bayi. Seputar Kesehatan Anak
(IDAI).2015, sumber: [online]3.
Sciarretta, S., Palano, F., Tocci, G., Baldini, R. and Volpe, M., 2011.
Antihypertensive treatment and development of heart failure in
hypertension: a Bayesian network meta-analysis of studies in patients with
hypertension and high cardiovascular risk. Archives of internal medicine,
171(5), pp.384-394.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1541
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Shann, Frank. 2017. Drug Doses Frank Shann 17th Edition. Department of Pediatric
University of Melbourne. Australia
Sondheimer HM, et al. Cardiovascular Diseases. In : Hay WW, Levin MJ,
Sondheimer JM, Deterding RR, editors. Lange: Current Pediatric Diagnosis
and Treatment in Pediatrics 19th Edition. USA: The McGraw-Hill
Companies; 2011 p:535-8.
Windarti, Wiwik. Etiologi Hipotiroidisme Primer [Tesis]. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2014.
WHO 2014. Revised WHO Classification and Treatment of Childhood Pneumonia
at Health Facilities. WHO Press. Geneva.
Yilmaz, Insu. ACEI Induced Cough . Turk Thorac. 2019. 20(1):36-42

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1542
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN
HARI/TANGGAL S (SUBJEKTIF) O (OBJEKTIF) A (ASSESSMENT) P (PLAN)
Selasa/ 11-02-2020 Pneumonia RR = 37 x/menit Ampicillin Sulbactam METO:
Sesak (+) SpO2 = 98% • Indikasi: Kondisi sesak pasien,
Demam (-) Suhu = 36.7˚C Infeksi saluran nafas (pneumonia). tanda infeksi, monitoring
WBC = 12.01 x • Mekanisme: data lab → nilai WBC,
103/µL Menghambat sintesis dinding sel RR, SpO2
BB = 4.5 kg bakteri dengan menghambat MESO:
pembentukan mukopeptida. Adanya reaksi
• Dosis literature: hipersensitivitas.
BB <20 kg (IV) = 100-200
mg/kg/hari, terbagi dalam 3-4 dosis
terbagi (AHFS, 2011)
• Dosis pasien:
3 x 300 mg → dosis sesuai
• ESO:
Reaksi hipersensitivitas (16%)
Gentamicin METO:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1543
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Indikasi: Kondisi sesak pasien,


Infeksi saluran nafas (pneumonia), tanda infeksi dengan
dapat digunakan sebagai kombinasi pemantauan data lab →
golongan β lactam. WBC, RR, SpO2
• Mekanisme: MESO:
Antibiotik golongan aminoglikosid, Faal ginjal (BUN,
menghambat sintesis protein kreatinin), gangguan
bakteri. pendengaran
• Dosis literature:
Bayi >1 bulan = 3-7.5 mg/hari = 3-
7.5 x 4.5 kg = 15.75-37.75 mg/hari
(AHFS, 2011)
• Dosis pasien:
1 dd 30 mg → dosis sesuai
• ESO:
Nefrotoksik (>10%), ototoksik
(10%)
K = 3.34 mmol/L Ventolin Nebul (Salbutamol) METO:
RR = 37 x/menit • Indikasi:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1544
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

SpO2 = 98% Sesak nafas. Sesak pasien berkurang,


• Mekanisme: RR
Stimulant β2 adenoreseptor MESO:
selektif, sehingga menyebabkan Tremor, kadar kalium
otot polos bronkus berelaksasi.
• Dosis literature:
<5 tahun = 2.5 ml (1 ampul)
(AHFS, 2011)
• ESO:
Tremor (20%), hipokalemia
Suhu = 36.7˚C Paracetamol METO:
SGOT = 151 U/L • Indikasi: Demam pasien teratasi,
SGPT = 80 U/L Antipiretik, mengatasi demam. monitoring suhu
• Mekanisme: MESO:
Menghambat enzim COX 1, COX Faal hepar (nilai SGOT
2, COX 3 yang terlibat dalam dan SGPT)
pembentukan prostaglandin.
• Dosis literature:
40-50 mg tiap 4-6 jam

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1545
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Dosis pasien:
4 x 50 mg → dosis sesuai
• ESO:
Hepatotoksik
Gagal jantung Nadi = 147 bpm Furosemide METO:
Toraks: retraksi (+) Na = 130 mmol/L • Indikasi: Kondisi umum pasien,
Murmur (+) K = 3.34 mmol/L Terapi diuretik untuk mengatasi fungsi jantung.
Sianosis (-) Cl = 99 mmol/L gagal jantung, mengurangi beban MESO:
jantung. Kadar elektrolit (Na, K,
• Mekanisme: Cl)
Menghambat reabsorbsi Na+ dan
Cl- di tubulus proksimal pada loop
Henle, meningkatkan pengeluaran
air, natrium, dan klorida.
• Dosis literature:
1 mg/kgBB. Dosis maksimal: 6
mg/kg
• Dosis pasien:
3 x 5 mg → dosis sesuai

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1546
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• ESO:
Ketidakseimbangan elektrolit
(hyponatremia, hypokalemia,
hipokloremia)
Captopril METO:
• Indikasi: Kondisi umum pasien,
Terapi vasodilator, melebarkan TTV
pembuluh darah agar aliran darah MESO:
mengalir dengan lancar, dan tidak Batuk kering
membebani jantung dalam
memompa darah.
• Mekanisme:
Golongan ACEI, menghambat
enzim pengkonversi peptidyl
dipeptidase yang menghidrolik
angiotensin I ke angiotensin II dan
menyebabkan inaktivasi bradikinin.
• Dosis literature:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1547
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Maksimal 6 mg/kg/hari = 6 mg x 4
kg = 24 mg/hari (AHFS, 2011)
• Dosis pasien:
13 x 1.125 mg → dosis sesuai
• ESO:
Batuk kering (0.5-2%)
Hipertensi pulmonal Nadi = 147 bpm Beraprost METO:
RR = 37 x/menit • Indikasi: Kondisi umum pasien,
SpO2 = 98% Hipertensi pulmonal. TTV
• Mekanisme: MESO:
Analog protasiklin, meningkatkan Perdarahan
fleksibilitas sel darah merah,
menurunkan viskositas darah,
menghambat agregasi trombosit,
dan vasodilatasi pembuluh paru.
• Dosis literature:
60 mcg sehari dalam 3 dosis terbagi
• Dosis pasien:
1 x 2 mcg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1548
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• ESO:
Perdarahan (frekuensi tidak
diketahui)
Hipotiroid kongenital Free T4 = 0.99 Levotiroksin
TSH = 19.91 • Indikasi:
Hipotiroid.
• Dosis literature:
3-6 bulan = 8-10 mcg/kg/hari = 32-
40 mg/hari (AHFS, 2011)
• Dosis pasien:
1 x 40 mcg → dosis sesuai
• ESO:
Angina, peningkatan tekanan
darah.
Gizi buruk marasmus BB = 4.5 kg Vitamin B Kompleks METO:
BAB cair LLA = 11 cm • Indikasi: Terpenuhi nutrisi untuk
Gizi buruk marasmus, mencegah pemenuhan gizi
defisiensi vitamin B karena diet MESO:
yang kurang. Diare, lemah otot

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1549
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Dosis literature:
1-2 tablet (100 mg/hari)
• Dosis pasien:
1 tab/hari → dosis sesuai
• ESO:
Diare, lemah otot
Vitamin C METO:
• Indikasi: Terpenuhi nutrisi untuk
Gizi buruk marasmus, penambah pemenuhan gizi
multivitamin MESO:
• Dosis literature: Mual, muntah, sakit
100 mg/hari kepala
• Dosis pasien:
1 x 100 mg → dosis sesuai
• ESO:
Mual, muntah, sakit kepala
Zinc METO:
• Indikasi:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1550
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Menambah nutrisi dan terapi diare Terpenuhi nutrisi untuk


akut. pemenuhan gizi, diare
• Dosis literature: teratasi
Anak <6 bulan = 10 mg/hari MESO:
• Dosis pasien: Muntah
10 mg/hari → dosis sesuai
• ESO:
Muntah
Rabu/12-2-2020 Demam (+) Nadi = 127 bpm Terapi pada hari sebelumnya 1. Monitoring kadar
Batuk (+) RR = 39 x/menit dilanjutkan. elektrolit pasien (Na,
Sesak nafas (+) Suhu – 36.7˚C Drug related problems: K, Cl)
SpO2 = 98% 1. ESO potensial Furosemide: 2. Monitoring faal ginjal
keseimbangan elektrolit dan gangguan
(hyponatremia, hypokalemia, pendengaran.
hipokloremia).
2. ESO potensial Gentamicin:
nefrotoksik dan ototoksik.
3. ESO potensial salbutamol:
hypokalemia.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1551
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Kamis/13-2-2020 Demam (+) Nadi = 88 bpm Terapi pada hari sebelumnya Dilakukan koreksi
Batuk (+) RR = 35 x/menit dilanjutkan. Belum dilakukan elektrolit.
Sesak nafas (+) Suhu = 37˚C intervensi DRP.
SpO2 = 98% Drug related problems:
WBC = 18.11 x 1. ESO potensial Furosemide:
103/µL keseimbangan elektrolit
Na = 109 mmol/L (hyponatremia, hypokalemia,
K = 2.63 mmol/L hipokloremia).
Cl = 70 mmol/L 2. ESO potensial Gentamicin:
nefrotoksik dan ototoksik.
3. ESO potensial salbutamol:
hypokalemia.
Jumat/14-2-2020 Demam (+) Nadi = 154 bpm Terapi pada hari sebelumnya METO:
Batuk (+) RR = 50 x/menit ditambahkan dengan beberapa obat. Kondisi umum pasien,
Sesak nafas (+) Suhu = 38.8˚C Dobutamin fungsi jantung (EKG)
SpO2 = 99% • Indikasi: MESO:
WBC = 18.11 x Meningkatkan tekanan darah untuk Gejala takiaritmia
103/µL mengatasi kondisi shock pada

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1552
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Na = 106 mmol/L pasien, sekaligus menstabilkan


K = 3.39 mmol/L hemodinamik pasien.
Cl = 66 mmol/L • Dosis literature:
2-20 mcg/kgBB/menit
• Dosis pasien:
7.5 mcg/kgBB/menit
• ESO:
Takiaritmia (~10%), hipertensi
(7.5%)
Antibiotik ampicillin sulbactam dan METO:
gentamici dihentikan karena Kondisi umum pasien,
penggunaan sudah selama 7 hari, dan TTV, sesak nafas, tanda-
digantikan dengan amikacin. tanda infeksi
Amikacin MESO:
• Indikasi: Faal ginjal (BUN,
Infeksi saluran nafas (pneumonia). kreatinin), fungsi
• Mekanisme: pendengaran, kejang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1553
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Menghambat sintesis protein


bakteri dengan berikatan denngan
subunit ribosom 30S.
• Dosis literature:
Bayi >3 minggu = 15-25
mg/kg/hari
• Dosis pasien:
85 mg/hari → dosis sesuai
• ESO:
Ototoksik (1-10%), nefrotoksik (1-
10%), neurotoksik (1-10%)
Midazolam METO:
• Indikasi: Efek sedasi
Sedasi, karena pasien MESO:
menggunakan ventilator. Depresi nafas
• Dosis literature:
1 mcg/kg/menit
• ESO:
Depresi nafas

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1554
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Lupus nefritis + CKD

(19 Februari – 26 Februari 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1555
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Lupus Nefritis + CKD”

di Instalasi Rawat Inap IV IKA

Oleh:
Kelompok IRNA IV IKA
(19 Februari – 26 Februari 2020)

1. Intan Ayu C, S.Farm (051913143046)


2. Tika Apriana Marza, S.Farm (051913143047)
3. Anisah Riza Safana, S.Farm (051913143057)
4. M. Rasyid Hibatullah, S.Farm (051913143062)
5. Deasy Anisa K., S.Farm (051913143123)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1556
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien

di Instalasi Rawat Inap IV IKA


Oleh:
Kelompok IRNA IV IKA
(19 Februari – 26 Februari 2020)

1. Intan Ayu C, S.Farm (051913143046)


2. Tika Apriana Marza, S.Farm (051913143047)
3. Anisah Riza Safana, S.Farm (051913143057)
4. M. Rasyid Hibatullah, S.Farm (051913143062)
5. Deasy Anisa K., S.Farm (051913143123)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis IRNA IV IKA


IKA

(ACC via Whatsapp 21/03/2020) (ACC via Whatsapp 30/03/2020)

Hani Rahmania, S.Farm., Apt Jainuri Erik Pratama M.Farm.Klin., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1557
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan Lupus Nefritis


1.1.1 Definisi
Lupus nefritis merupakan komplikasi sistemik lupus erythematosus (SLE)
pada organ ginjal, dimana SLE adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan
adanya inflamasi tersebar luas, mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam
tubuh. Walaupun etiologi SLE tidak diketahui dengan pasti, tetapi diduga
mempunyai hubungan dengan beberapa faktor perdisposisi seperti kelainan
genetika, infeksi virus, maupun kelainan hormonal (Dharmeizar et al., 2014). SLE
lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria di semua kelompok umur dan
populasi (Almaani et al., 2016).
1.1.2 Etiologi
Keterlibatan ginjal pada lupus sistemik, paling sering disebabkan oleh
akumulasi kompleks imun glomerulus, yang menyebabkan peradangan glomerulus
dan, jika tidak terkendali, juga melibatkan interstitium ginjal (KDIGO, 2012).
Penyebab terjadinya penyakit SLE ini belum diketahui, namun diduga melibatkan
interaksi yang komplek dan multifactorial antara variasi genetik dan faktor
lingkungan. Faktor eksternal yang dapat memengaruhi mutasi genetik seperti
infeksi virus, paparan sinar UV, perubahan hormon, nutrisi, stres fisik dan mental
serta penggunaan obat-obatan. Beberapa faktor ini menyebabkan terjadinya
metilasi pada DNA dan modifikasi histon (Pinheiro et al, 2018).
1.1.3 Patofisiologi

Pada lupus nefritis terdapat peningkatan respon imun dan peningkatan T dan
sel B sehingga terjadi peningkatan auto-antibodi. Autoantibodi ini membentuk
kompleks imun intravaskular, yang kemudian akan membentuk deposit
(endapan) sehingga terjadi kerusakan jaringan. Autoantibodi juga dapat
mengikat antigen yang sudah berada di membran basal glomerulus, membentuk
kompleks imun in situ. Kompleks imun mendorong respon inflamasi dengan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1558
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mengaktifkan komplemen dan menarik sel-sel inflamasi, termasuk limfosit,


makrofag, dan neutrofil (Davidson et.al., 2013). Deposit (endapan) kompleks
imun, baik yang terbentuk di sirkulasi atau in situ, dapat ditemukan di berbagai
daerah glomerulus, serta interstitium peritubulus dan pembuluh darah di luar
glomerulus.Ukuran dan lokasi kompleks imun di glomerulus berkorelasi dengan
sifat dan keparahan kerusakan ginjal. Deposisi (endapan) sejumlah kecil
kompleks imun ukuran menengah di mesangium cenderung menghasilkan
peradangan yang tidak parah di glomerulus. Penyerapan kompleks imun di
mesangium mencegah pengaktifkan mediator inflamasi. Oleh karena itu, lesi
bersifat noninflamasi. Sebaliknya, sejumlah besar kompleks imun berukuran
menengah atau besar menghasilkan infiltrasi sel-sel inflamasi dan pelepasan
enzim nekrotikan (Dipiro et al.,2017)

1.1.4 Manifestasi Klinik

Pada fase awal lupus nefritis tidak menampakkan gejala yang signifikan,
atau dapat dikatakan tidak ada gejala. Pada tingkatan yang lebih serius akan
didapatkan gejala sebagai berikut :

a. Protenuria, yaitu suatu keadaan dimana dijumpai adanya protein pada urin.
Seseorang dikatakan mengalami proteinuria bila hasil pemeriksaan dengan
dipstick didapatkan hasil 3+ atau jumlah protein dalm urin > 0,5 g per hari
yang menetap.
b. Hematuria, yaitu keadaan dimana pada urin seseorang dijumpai adanya
eritrosit. Hal ini dapat dilihat secara mikroskopis atau bila hematuria cukup
parah maka akan didapatkan urin yang berwarna kemerahan.
c. Klirens kreatinin menurun, pada pasien sindroma nefritis, karena terjadi
inflamasi dibagian ginjal maka fungsi ginjal akan mennurun.
d. Edema, hal ini terjadi karena ginjal tidak dapat mengeluarkan cairan
sebagaimana seharusnya yang disebabkan oleh terjadinya inflamasi.
e. Hipertensi, pada pasien dengan lupus nefritis biasaya terjadi hipertensi
karena terjadi retensi cairan dan aktivasi sistem RAAS (Wenderfer et.al,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1559
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2019).
1.1.5 Penatalaksanaan Terapi
Penatalaksanaan Terapi Lupus Nefritis (LN) berdasarkan KDIGO :
1. Klas I LN (minimal-mesangial LN)
Untuk pasien LN klas 1 tidak memerlukan terapi khusus, hanya diberi
pengobatan untuk mengobati manifestasi klinis dari LN saja. (KDIGO, 2012).
2. Klas II LN (mesanial-proliferative LN)
Pasien LN klas II dengan proteinuria < 1 g/hari hanya diberi terapi untuk
mengobati manifestasi klinisnya saja, sedangkan bila proteinuria > 3 g/hari maka
dapat diberi kortikosteroid. (KDIGO, 2012)
3. Klas III LN (focal LN) dan Klas IV LN (diffuse LN)-initial terapi
Disarankan untuk initial terapi dengan kortikosteroid kombinasi dengan
siklofosfamid atau MMF (mychophenolate mophetil). Jika pasien disertai dengan
peningkatan serum kreatinin atau bertambah buruknya proteinuria selama 3 bulan
pengobatan, ganti obat yang digunakan untuk initial terapi atau lakukan biopsi
ginjal ulang untuk mengetahui pengobatan yang lebih tepat. (KDIGO, 2012)
4. Klas III LN (focal LN) dan klas IV LN (diffuse LN)-maintanance terapi
Setelah initial terapi selesai, disarankan pasien dengan klas III dan IV
menerima terapi lanjutan/penjagaan dengan azathioprin (1,5-2,5mg/kg/hari) atau
MMF (1-2 g/hari dalam dosis terbagi) dan dosis oral kortikosteroid ≤10 mg/hari
prednisone atau equivalent nya) Untuk pasien yang intolerant dengan MMF atau
azathioprin dapat diterapi dengan kortikosteroid dosis rendah. Setelah remisis
lengkap telah diterima, maka maintanance terapi dapat dilanjutkan minimal 1
tahun sebelum dilakukan tapering imunosupresan. (KDIGO, 2012).
5. Klas V LN (membranous LN)
Pasien dengan klas V LN, fungsi ginjal normal dan tidak dalam kondisi
nefrotik proteinuria dapat diberi terai antiproteinuria dan antihipertensi, dan hanya
menerima kortikostreroid dan imunosupresan untuk mengatasi manifestasi dari
lupus. Sedangkan pasien dengan klas V namun memiliki nefrotik proteinuria yang
persisten dapat diterapi dengan kortikosteroid dan tambahan imunosupresan yang
lain seperti siklofosfamid, azatioprin, atau MMF. (KDIGO, 2012)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1560
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar XX Algoritma Terapi Lupus Nefritis Kelas III/IV (Hahn et al., 2012)
1.2 Tinjauan Chronic Kidney Disease (CKD) stage V
1.3.1 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) stage V

Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik


merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kerusakan ginjal yang persisten (progresif) dengan atau tanpa
penurunan fungsi ginjal. Hal ini didefinisikan sebagai kerusakan
ginjal atau laju filtrasi glomerulus atau Glomerular Filtration Rate
(GFR) <60 ml/ menit/ 1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Kerusakan
ginjal dapat berupa abnormalitas patologis, adanya marker

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1561
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kerusakan ginjal, termasuk abnormalitas hasil lab darah, urine,


ataupun imaging test (Watnick dan Dirkx, 2017).

1.2.2 Klasifikasi

Klasifikasi CKD dibagi berdasarkan penurunan fungsi


ginjal terjadi sesuai dengan penurunan jumlah dari massa ginjal
yang masih berfungsi. Fungsi ginjal dinyatakan dalam laju
filtrasi glomerulus atau Glomerular Filtration Rate (GFR)
sebagai berikut :
Tabel I. Klasifikasi CKD (Watnick dan Dirkx, 2017)

Stage1 Deskripsi2 GFR Tatalaksana


(mL/min/1,73
m2)
I Kerusakan ginjal > 90 Diagnosis dan terapi terhadap
dengan GFR normal underlying etiology jika bisa dilakukan.
atau meningkat Terapi komorbid. Estimasi
II Kerusakan ginjal 60-89 progresifitas
dengan penurunan penyakit. Kurangi resiko penyakit
GFR ringan kardiovaskular
IIIa Penurunan GFR 45-59 Sama dengan yang di atas, disertai
Ringansedang evaluasi dan terapi komplikasi
IIIb Penurunan GFR 30-44
sedang parah
IV Penurunan GFR parah 15-29 Persiapkan jika terjadi ESRD
V End Stage Renal < 15 Lakukan dialisis,
Disease (ESRD) (atau menjalani transplantasi, atau palliative
dialisis) Care
1
Klasifikasi berdasarkan National Kidney Foundation, KDOQI, dan KDIGO CKD Guidelines
2
Pada semua stage, adanya albuminuria yang persisten menunjukkan adanya peningkatan resiko progresifitas
CKD dan penyakit kardiovaskular, dengan tingkatan sebagai berikut :
<30 mg/hari : resiko renda
30-300 mg/hari : peningkatan resiko ringan
>300-1000 mg/hari : peningkatan resiko sedang
>1000 mg/hari : peningkatan resiko parah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1562
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2.3 Etiologi

Penyakit ginjal dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor
resiko, faktor yang mengawali kerusakan ginjal, dan faktor yang meningkatkan
progresifitas penyakit ginjal.
1. Faktor resiko (susceptibility factors)
Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit ginjal kronik
adalah pertambahan usia, turunnya massa ginjal, berat badan lahir, ras/etnik,
riwayat keluarga, penghasilan atau pendidikan yang rendah, inflamasi sistemik,
dan dislipidemia.
2. Faktor yang mengawali kerusakan ginjal (initiation factor)
Faktor inisiasi yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik adalah
diabetes mellitus, hipertensi, autoimune disease, infeksi sistemik, infeksi saluran
polycystic kidney disease, urinary stones, obstruksi saluran kemih bawah dan
toksisitas obat.
3. Faktor yang mempengaruhi progresifitas penyakit ginjal
(progression factor)
Faktor yang mempengaruhi progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
peningkatan tekanan darah, proteinuria, kebiasaan merokok, hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes mellitus dan obesitas (Joy et al., 2011).

1.2.4 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkcmbangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai
upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhi rnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tcrsisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasamya sudah tidak aktif lagi. Adanya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1563
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut


memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis reninangiotensin-aldosteron,
sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor
(Suwitra, 2014).

Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas


penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi. hiperglikemia, serta
dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan
fibrosis glomerulus maupun tubulointerstinal. Pada stadium paling dini penyakit
ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve) (Suwitra,
2014).

Pada keadaan basal GFR masih normal atau malah meningkat. Kemudian
secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif,
yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada
GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peniligkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR
sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah,
mual. nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada GFR di
bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti :
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi
seperti infeksi saluran kemih infeksi safuran napas, maupun infeksi saluran cerna,
juga akan terjadi gangguan kescimbangan air seperli hipo atau hipervolemia,
gangguan keseim-bangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada GFR di
bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan satnpai pada
stadium gagal ginjal (Suwitra, 2014).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1564
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2.5 Penatalaksanaan Terapi


Tujuan utama penatalaksanaan terapi CKD adalah untuk memperlambat
progresifitas dari CKD. Penatalaksanaan terapi pada CKD dapat menggunakan
terapi non farmakologi berupa diet pembatasan protein dengan tetap
memperhatikan status gizi pasien dan terapi farmakologi yang ditujukan untuk
mengatasi komplikasi CKD (Joy et al., 2011).
A) Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi pada pasien CKD adalah dengan pembatasan asupan
protein. Status nutrisi pasien harus dimonitoring secara teratur, karena resiko
terjadinya malnutrisi. NKF K/DOQI menyarankan asupan protein 0,6 kg/hari
pada pasien dengan GFR < 25 mL/menit (Joy et al., 2011).
B) Terapi Farmakologi
1. Gangguan Keseimbangan Natrium dan Air
Ginjal mengatur keseimbangan air dan natrium. Penurunan massa ginjal
dapat menyebabkan penurunan filtrasi glomerolus dan reabsorbsi natrium dan
air sehingga menyebabkan manifestasi berupa gangguan keseimbangan
natrium dan air seperti meningkatnya volume intravaskular yang dapat
menyebabkan hipertensi sistemik, oleh sebab itu harus dilakukan pengaturan
intake natrium
untuk mencegah hipertensi atau edema karena ginjal tidak dapat
mengkompensasi perubahan natrium (Hudson, 2011).
2. Gangguan Gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah merupakan gejala yang sering ditemukan
pada uremia. Disamping itu, dapat terbentuk tukak pada mukosa lambung
ataupun usus besar dan kecil dan dapat menyebabkan pendarahan yang cukup
berat pada keadaan hipersekresi asam lambung. Gangguan gastrointestinal
akibat peningkatan uremia dapat membaik dengan dialisis (Hudson, 2011).
3. Gangguan Keseimbangan Kalium
Ginjal meregulasi keseimbangan kalium melalui tubulus distal. Pada CKD
dapat terjadi gangguan hiperkalemia akibat penurunan eksresi kalium pada
tubulus distal. Untuk hiperkalemia, harus dilakukan pembatasan intake

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1565
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kalium, selain itu dapat menggunakan terapi farmakologi seperti injeksi (i.v)
kalsium glukonas, insulin dan glukosa serta natrium polistiren. Hemodialisa
juga dapat menjadi terapi hiperkalemia pada pasien CKD (Hudson, 2011).
4. Asidosis Metabolik
Abnormalitas asam basa ini sering dijumpai pada pasien CKD dengan
GFR < 30 mL/menit. Asidosis metabolik mempunyai kontribusi terhadap
kerusakan tulang, menurunkan kontraktilitas jantung, stimulasi katabolisme
protein, dan meningkatkan iritabilitas vaskular. Asidosis menyebabkan mual,
lemah, dan drowsines. Penatalaksanaan terapi asidosis membutuhkan terapi
farmakologi. Pada hemodialisa, pemberian dialisat bikarbonat dapat
membantu mengatasi asidosis. Pada pasien CKD stadium ≥ 3, digunakan
natrium bikarbonat atau asam sitrat untuk mengatasi penurunan bikarbonat
tubuh. Sediaan dapat berupa tablet natrium bikarbonat, shohl’s solution dan
bicitrat (kombinasi natrium sitrat dan asam sitrat) serta policitrat (kalium
sitrat). Oleh karena sediaan mengandung natrium maka keseimbangan cairan
harus dimonitor. Larutan yang mengandung sitrat tidak boleh dikombinasi
dengan senyawa yang mengandung aluminium karena aluminium tersebut
akan diabsorpsi menyebabkan terjadinya keracunan aluminium. Pasien
dengan asidosis yang berat (bikarbonat serum < 8 mEq/L; pH < 7,2) dapat
diberikan terapi intravena. Asidosis metabolik pada pasien yang mengalami
dialisis dapat diatur menggunakan konsentrasi tinggi yaitu > 38 mEq/L
bikarbonat atau asetat pada dialisatnya (Hudson, 2011).
5. Anemia
Penyebab utama terjadinya anemia pada pasien CKD adalah defisiensi
eritropoietin. Faktor lainnya adalah kehilangan darah, kekurangan zat besi,
asam folat dan vitamin B12, osteotis fibrosa, infeksi sistemik dan peradangan,
keracunan aluminium dan hipersplenisme. Anemia mulai terjadi apabila GFR
menurun dibawah 50 mL/menit dan kosentrasi hematokrit mencapai 30% saat
GFR mencapai 20-30 mL/menit. Pemberian eritropoietin merupakan hal yang
dianjurkan. Dalam pemberian eritropoietin ini, status besi pasien menjadi
perhatian karena eritropoietin memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1566
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pemberian transfusi pada penyakit ginjal kronik harus hati-hati dan dilakukan
berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Transfusi darah
yang dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan
tubuh, hiperkalemia, dan pemburukan fungsi ginjal. Sasaran nilai hemoglobin
menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL (Mardiana dan
Aditiawardana, 2015).
6. Hiperparatiroid dan Osteodistrofi Renal
Pada gangguan ginjal dapat terjadi penurunan ekskresi fosfat yang dapat
mengakibatkan hiperfosfat. Peningkatan kadar fosfat akan disertai
hipokalsemia. Kondisi ini dapat menstimulasi pelepasan PTH untuk menjaga
keseimbangan homeostasis fosfat dan kalsium. Namun, kondisi
hiperparatiroid dapat berujung pada osteodistrofi renal. Penatalaksanaan
terapinya adalah pembatasan intake fosfat. Terapi farmakologi dapat
menggunakan pengikat fosfat seperti kalsium asetat, kalsium karbonat,
kalsium sitrat. Vitamin D dapat digunakan apabila penurunan serum fosfat
tidak membantu penurunan PTH. Paratiroidektomi dapat dilakukan sebagai
alternatif terakhir untuk mengatasi peningkatan PTH (Hudson, 2011).
7. Penyakit Kardiovaskular
Komplikasi kardiovaskular yang biasanya menyertai CKD adalah
hipertensi dan hiperlipidemia. Hipertensi dapat diinduksi oleh adanya retensi
cairan dan meningkatnya resistensi vaskuler. Pengatasan hipertensi
memerlukan terapi antihipertensi. Sedangkan hiperlipidemia dapat terjadi
akibat abnormalitas metabolisme lipoprotein yang kemudian dapat memicu
dislipidemia yang kemudian dapat menyebabkan aterosklerosis. Capaian
target tekanan darah untuk pasien CKD adalah sebesar <140/90 mmHg
(Hudson, 2011).
Pemberian anti hipertensi golongan ACE inhibitor seperti enalapril,
captopril dan lisinopril; golongan ARB seperti losartan, irbesartan dan
candesartan dapat mempertahankan fungsi ginjal terkait dengan fungsinya
senagai renoprotektor. Namun, pemantauan kalium harus dilakukan ketika
menggunakan ACE inhibitor ataupun ARB. Jika kalium naik > 30% dalam

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1567
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

seminggu maka penggunaan antihipertensi golongan ini dapat dihentikan.


Jika goal therapy belum tercapai, maka dapat diberikan golongan tiazid jika
CrCl> 30 ml/menit dan Furosemide jika CrCl < 30 ml/menit. Golongan
calsium channel blocker juga dapat digunakan sebagai anti hipertensi pada
CKD jika goal therapy belum tercapai dengan penggunaan tiazid atau
furosemide karena memiliki efek terhadap hemodinamik renal, sitoprotektif
dan anti proliferatif. Golongan CCB non dihidropiridine akan menunjukkan
efektifitas dalam penurunan proteinuria ketika dikombinasikan dengan CCB
golongan dihidropiridine. K/DOQI juga merekomendasikan bahwa
penggunaan CCB dihidropiridine dapat dikombinasikan dengan ACE
inhibitor atau CCB non dihidropiridine untuk meningkatkan efektifitas
penurunan proteinuria baik pada pasien CKD dengan atau tanpa diabetes. β
blocker juga menunjukkan efektifitas dalam menurunkan proteinuria pada
pasien dengan diabetik nefropati. β blocker dapat digunakan untuk
menurunkan tekanan darah pada kondisi yang tidak teratasi dengan pemberian
CCB. Sebagai lini terakhir untuk mengatasi hipertensi yang tidak teratasi
dengan β blocker dapat digunakan long acting α blocker, sentral α2 agonis
dan vasodilator. Kombinasi antara α2 agonis semisal Clonidine tidak
dianjurkan untuk diberikan bersamaan dengan β blocker karena dapat
menyebabkan bradikardi parah (Mason and Assimon, 2013; Hudson, 2011).

1.3 Tinjauan Infected Double Lumen


1.3.1 Definisi Infected Double Lumen

Penyakit ginjal kronis stadium terminal merupakan salah satu penyakit


akibat penurunan fungsi ginjal yang sulit disembuhkan dan dapat bertahan hidup
bila dilakukan tindakan dialysis sebagai pengganti fungsi ginjal. Metode dialisis
(hemodialysis dan peritoneal dialysis) dan akses vascular untuk hemodialysis
(pemasangan kateter hemodialysis yaitu arteri-venous fistula (AVF) dan arteri-
venous graft (AVG). Infeksi kateter hemodialisa merupakan komorbiditas pada
pasien hemodialysis. Kajadian bacteremia 10 kali lebih sering terjadi pada kateter

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1568
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

hemodialysis dibandingkan pada arteri-venous fistula atau arteri-venous graft.


Infeksi pada kateter hemodialysis bersifat multifactor dengan kriteria infeksi yang
disertai dengan adanya tanda SIRS tanpa adanya pemicu lain.

1.3.2 Etiologi
Infeksi pada kateter hemodialisa bersifat multifactor. Tiga faktor yang
berpengaruh dalam terjadinya bacteremia pada pasien hemodialysis yaitu imunitas
pasien, virulensi bakteri, dan prosedur hemodialysis. Beberapa faktor resiko lain
yang mungkin memiliki peran pada pengembangan infeksipada pasien
hemodialysis adalah usia tua, penyakit penyerta dari CKD, kelainan sistem
kekebalan tubuh yang dapat diperburuk oleh uremia yang dapat memfasilitasi
perkembangan infeksi. Hipoalbuminemia mungkin juga dapat memperburuk
kekebalan tubuh pada pasien.

1.3.3 Patofisiologi

Penyebab paling umum dan mikroorganisme yang memungkinkan


melakukan kolonisasi atau flebitis yaitu Staphuloccocus sp seperti S.epidermis atau
S.aureus. Terjadinya infeksi dapat melalui mikroorganisme (pathogen) yang
memasuki aliran darah dengan beberapa mekanisme, yang pertama melalui migrasi
langsung dari kulit permukaan, yaitu dari permukaan luar kateter ke ujung kateter
di kateter penyisipan yang berhubungan dengan kolonisasi bakteri pada permukaan
kulit.

Mekanisme kedua adalah melalui hub kateter, yang terkontaminasi selama


prosedur HD dilakukan; sedangkan mekanisme ketiga adalah melalui kontaminasi
cairan dialysis (intraluminal). Bakteri pada permukaan kulit di dekat lokasi
penyisipan kateter dapat bermigrasi melalui kateter mencapai ujung kateter dan
akhirnya memasuki aliran darah dan menyebar melalui lumen kateter. Ketika
kateter dimasukkan, situs keluar dari kateter akan segera ditutup oleh protein serum
seperti fibrinogen, fibronektin, laminin dan kolagen yang menutupi permukaan luar
dari kateter intravena. Lapisan protein bersama dengan glycocalix (lendir) yang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1569
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dihasilkan oleh bakteri akan mengembangkan biofilm, yang menjadi tempat


perlekatan bakteri, replikasi, dan kolonisasi.

1.3.4 Penatalaksanaan Terapi

Pemberian antibiotik seperti cefazolin. gentamisin, heparin dalam lumen


kateter dan antiseptik kulit akan mengurangi migrasi mikroorganisme dari
intrakutan ke segmen intravascular kateter. Heparin diberikan pada dosis 1,5 mL/
7500 U heparin ke dalam lumen kateter yang memiliki peran untuk mencegah
bekuan darah yang dapat berkembang menjadi septic tromboflebitis. Jika
bacteremia atau sepsis telah mengembang, gejala klinis seperti menggigil, demam
atau bahkan hipotensi dan syok mungkin terjadi.

Antibiotik yang cukup efektif untuk bakteri aminoglikosida, sefotaksim dan


cefoperazone. Pengobatan antibiotik harus didasarkan pada hasil budaya dan uji
resisten antimikroba. Pengobatan empiris untuk bakteri gram negatif tergantung
pada pola mikroorganisme dan tingkat keparahan penyakit. Biasanya, generasi
keempat dari cefalosporim. carbapenem, pengobatan gabungan beta lactam dan
aminoglikosida diberikan. Pengobatan empiris juga dapat menggunakan
ceftriaxone.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1570
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN

2.1 Profil pasien


Nama Pasien : An. A/8 tahun
Alamat : Tulungagung
Diagnosa Awal : Lupus nefritis
Diagnosa Akhir : Lupus nefritis + CKD + Infected double lumen
MRS/KRS : 18-02-2020/25-02-2020
Alasan MRS : Terapi metilprednisolon pulse pada 21-02-2020
Status Pasien : JKN

Nama / umur : Diagnosis : Lupus nefritis + CKD + Infected


An. A / 8 tahun double lumen
BB/TB : - kg
/ - Alasan MRS : Terapi metilprednisolon pulse
cm pada 21-02-2020
Alamat : Riwayat : TB (2018) dinyatakan sembuh
Tulungagung penyakit
Riwayat Alergi : Tidak
ada

2.2 Data Klinik

Parameter Nilai 18/2 19/2 20/2 21/2 22/2 23/2 24/2 25/2
normal

Suhu (oC) 36-37 36,8 36,8 36,9 36,8 36,7 36,7 36,7 36,1

Nadi 80-85 118 90 90 88 88 88 88 88


x/menit)

RR(x/menit) 20 24 21 20 20 20 20 20 20

Tekanan 120/80 86/4 90/60 90/60 100/70 90/60 80/60 90/60 100/70
darah 4
(mmHg)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1571
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.3 Data Laboratorium Pasien

PARAMETER NORMAL VALUE 18/02 20/02 21/02


HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 6,30 9,30
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 2,32 3,29
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 103/ µL 4,25 4,22
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 17,30 27,6
Trombosit (PLT) 142 – 424 10 / µL
3 229 277
MCV 80 – 93 FL 74,60 83,9
MCH 27 - 31 Pg 27,20 28,3
MCHC 32 – 36 g/dL 36,40 33,70
RDW 11,5 – 14,5 % 13,70 13,30
PDW 9-13 8,20 8,0
MPV 7,2 – 11,1 8,8 8,6
P-LCR 15,0 – 25,0 14,3 12,7
PCT 0,150 – 0,400 0,20 0,24
NRBC Absolut 0,00 0,00
NRBC Percent 0,0 0,0
HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 1,4 0,0
Basofil 0–1 0,2 0,0
Neutrofil 51 – 67 73,5 74,4
Limfosit 25 – 33 16,2 18,7
Monosit 2–5 8,7 6,9
Eosinofil Absolut 0,06 0,00
Basofil Absolut 0,01 0,00
Neutrofil Absolut 3,12 3,14
Limfosit Absolut 0,69 0,79
Monosit Absolut 0,16 – 1 0,37 0,29
Immature
Granulosit 0,70 0,70
(%)
Immature
Granulosit
0,03 0,03
PARAMETER NORMAL VALUE 18/02 20/02 21/02
FAAL HEMOSTATIS
PPT
Pasien 9,4 – 11,3 detik 10,40
Kontrol 11,2
INR <1,5 detik 1,00

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1572
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

APPT
Pasien 24,6 - 30,6 detik 34,10
Kontrol 25,6
BLOOD CHEMISTRY
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glucose fasting 60-110 mg/dl
Glucose 2 PP <130 mg/dl
Glucose Random <200mg/dl 107
Glukosa POCT 89 mg/dl
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 125,2
Creatinine 0,7-1,5 mg/dl 6,20
Asam Urat 2,4 – 5,7 mg/dL
FAAL HATI
SGOT/AST 11-41 U/I 15
SGPT/ALT 10-41 U/I 6
Albumin 3,5-5,0 g/dl 3,19
ELEKTROLIT
Natrium/Na 135-145 mmol/l 127 132
Potasium/K 3,5-5,0 mmol/l 2,47 3,0
Chloride/Cl 98-106 mmol/l 90 103
Calcium/Ca 7,6-11,0 mmol/l 8,2 8,3
Phosphat/PO4 2,5-7,0 mmol/l 6,4 5,5
TEST LAIN
Procalatonin 63,13
Inflamasi
(CRP Kuantitatif)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1573
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4 Profil terapi pasien

Tanggal Pemberian
No. Nama obat Dosis Rute
18/2 19/2 20/2 21/2 22/2 23/2 24/2 25/2

1 Prednison 20-10-10 PO √ √ √ √

2 Chloroquin 1 dd 6,25 mg PO

3 Aspirin 1 dd 120 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √

4 Sucralfat 3 dd 500 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √
Metilprednisolone
5 500 mg IV √ √ √
pulse
6 Furosemide 1 dd 12 mg IV √ √ √

7 NaCl 3% 260 cc IV √ √
10 cc dalam
500 cc WFI
8 KCl 7,4% IV √ √
habis dalam 6
jam
9 Captopril 3 dd 6,25 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √

10 Valsartan 1 dd 25 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √
Inhala
11 Nebul NaCl 0,9% √ √
si
12 NAC 3 d 200 mg PO √ √ √ √ √ √

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1574
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

13 KSR 3 dd 600 mg PO √ √ √ √ √

14 Ceftriaxon 2 dd 1 g IV √ √ √ √ √ √ √ √

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1575
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

SOAP HARIAN

S O A P

19/02/20 HR = 118/menit 1. Prednison ▪ Monitoring keluhan


▪ Monitroing ESO : gangguan GIT
Pasien mengeluhkan RR = 24/menit • Indikasi : untuk menekan perburukan kondisi
▪ Monitoring penggunaan obat
batuk dari penyakit lupus
Suhu = 36,8 °C Chloroquin
• Mekanisme : menghambat pembentukan,
TD = 86/44 mmHg pelepasan dan aktivitas mediator inflamasi
• Dosis : pasien dengan gejala lupus ringan 10 –
20 mg/hari
• Interaksi : pemberian bersama NSAID dapat
meningkatkan risiko
tukak lambung

• ESO : gangguan cairan dan elektrolit, moon


face. Penggunaan jangka panjang dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi,
nekrosis avascular dan tukak lambung.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1576
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. Sucralfat

• Indikasi : profilaksis tukak lambung.


• Mekanisme : Membentuk lapisan pada bagian
lambung sebagai penghalang terhadap asam,
garam empedu, dan enzim yang ada di
lambung.
• Dosis : 1 gram per hari dalam 4 kali konsumsi
atau 2 gram per hari dalam 2 kali konsumsi.
• ESO : Sembelit, diare, mual, muntah, perut
kembung.
3. Chloroquin

• Indikasi :Imunosupresid → sehingga


kerusakan jaringan ginjal akibat serangan
sistem imun dapat dikurangi serta
menghindari gangguan pembekuan darah.
• Mekanisme : Menghambat jalur toll-like
receptor (TLR) dan meminimalkan flare,
menurunkan kadar produksi autoantibodi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1577
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

(menurunkan presentasi autoantigen), serta


aktivasi leukosit.
• Dosis : 4-6 mg /kg/hari
• ESO : diare, tidak enak perut, dan perubahan
pigmen mata.

4. Aspirin

• Indikasi : Mengurangi peradangan dan nyeri.


Aspirin dosis kecil diberikan kepada pasien
sebagai profilaksis thrombosis
(tromboprotektif).
• Mekanisme : Menghambat produksi
tromboksan A2 (TXA2) dengan cara memblok
enzim siklooksigenase (COX) yang
dibutuhkan dalam sintesis TXA2.
• Dosis : 81 - 325 mg/kg/hari
• ESO : Iritasi lambung dan tukak lambung

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1578
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

TD = 90 / 60 1. Captopril Monitoring ESO :


mmHg
• Indikasi : sebagai terapi antihipertensi 1. Captopril : batuk
Parameter klinis : golongan ACEInhibitor akibat penggunaan 2. Captopril + Valsartan
kortikosteroid jangka panjang →hipotensi→
BUN = 125,2
• Mekanisme : menghambat perubahan monitoring TD rutin.
mg/dL
angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 sehingga
Kreatinin = 6,20 terjadi vasodilatasi
mg/dL • Dosis literature : 100 mcg/kgBB dosis
maksimum 6,25 mg, 2 – 3 kali sehari.
• Dosis yang diberikan : 3 dd 6,25 mg
• ESO : batuk kering, hipotensi.

2. Valsartan

• Indikasi : sebagai terapi antihipertensi


golongan angiotensin receptor blocker untuk
menurunkan hipertensi akibat penggunaan
kortikosteroid jangka panjang.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1579
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Mekanisme : blockade resepor AT1 sehingga


tidak terjadi vasokonstriksi
• Dosis literature : 40 mg/hari, maksimal 80 mg
• Dosis yang diberikan : 1 dd
• ESO : pemberian bersama antihipertensi lain
dapat meningkatkan efek hipotensi

Natrium (127 1. IVFD NaCl 3% • Kadar natrium pasien 127 mEq


mmol/L) • Indikasi : Hiponatremia (kadar natrium plasma Dosis :
< 135 mEq/L)
(Na serum yang diinginkan – Na
• Dosis : (Na serum yang diinginkan – Na
serum sekarang) x 0,6 x BB(kg)
serum sekarang) x 0,6 x BB(kg)
Kebutuhan natrium anak : 2-4 (140-127) x 0,6 x BB (kg) = 187
mEq/KgBB/hari mEq
• ESO : detak jantung cepat, demam, gatal/
• Monitoring efektivitas :
ruam, suara serak, nyeri sendi, nafas pendek
monitoring kadar natrium
atau sesak, bengkak.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1580
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Kalium (2,47 1. IVFD KCL 7,4% • DRP : adanya interaksi obat


mmol/l) • Indikasi : Treatmet hipokalemia dengan kaptopril yang
• Mekanisme : penting dalam pemeliharaan menyebabkan risiko hiperkalemia
Terapi obat :
tonisitas intraseluler, transmisi impuls saraf, • Terapi dilanjutkan
IVFD KCL 7,4% kontraksi otot jantung, rangka dan otot polos • Monitoring ESO : nyeri perut,
dan pemeliharaan fungsi ginjal normal obstruksi saluran cerna
• Dosis literatur : 0,5 mEq / kg / jam; • Monitoring efektivitas :
mengevaluasi konsentrasi serum 1-2 jam monitoring kadar kalium
setelah infus selesai
• Dosis yang diberikan : 10 cc dalam 500 cc
WFI habis dalam 6 jam
• ESO : nyeri perut, obstruksi saluran cerna

Neutrofil = 73,5 1. Ceftriaxone • Monitoring pemberian antibiotik

Limfosit = 16,2 • Indikasi : Sefalosporin generasi ketiga (bakteri


yang rentang) termasuk chancroid,
Monosit = 8,7
endocarditis, gastroenteritis (salmonellosis

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1581
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Procalcitonin = invasive; shigellosis), juga digunakan untuk


63,13 infeksi bedah profilaksis.
• MOA : Menghambat dinding sel bakteri.
Ceftriaxone berperan dalam melawan berbagai
mikroorganisme, terutama bakteri gram
negative.
• Dosis :
Anak di bawah 50 kg = 20-50 mg/kg sekali
sehari, untuk infeksi berat dapat diberikan 80
mg/kg sehari dapat diberikan.

50 mg/kg harus diberikan oleh hanya untuk


infus intervena.

Profilaksis infeksi bedah, dosis tunggal 1 gram


dapat diberikan 0,5 hingga 2 jam operasi;
dosis 2 gram disarankan sebelum operasi
kolorektal

• Dosis pemberian : 2 x 1 gram

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1582
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• ESO : gangguan gastrointestinal, termasuk


diare, mual dan muntah, dapat menyebabkan
gangguan pendengaran pada beberapa anak.
Jahitan double lumen
lepas sejak 03/02/20,
nyeri bagian paha kiri.

20/02/20 HR : 90/menit • Pasien tidak mendapatkan terapi chloroquine


karena obat tidak tersedia
Pasien mengeluhkan RR : 21/menit
• Pasien terjadwal mendapatkan terapi untuk
batuk
Suhu : 36,8°C lupus nefritis yaitu metilprednisolon pulse dan
IV furosemide setelah diberikan pulse.
Tekanan darah :
90/60

1. Metilprednisolon Pulse
• Indikasi : sebagai terapi lupus dengan
gangguan organ (nefritis)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1583
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Mekanisme : dapat menyebabkan


limfositopenia sementara yang selektif pada
sel T sehingga dapat memblok sitotoksik sel
T.
• Dosis : 500 – 1000 mg / hari selama 3 – 6 hari
berturut-turut
• Dosis yang diberikan : 500 mg/hari
• ESO : infeksi, gangguan pencernaan,
peningkatan tekanan darah.

1. Furosemide (IV)
• Indikasi : mencegah terjadinya peningkatan
tekanan darah akibat pemberian
metilprednisolon pulse
• Mekanisme : menghambat reabsorbsi
elektrolit pada loop of henle dan tubulus distal
sehingga terjadi peningkatan eksresi air dari
ginjal.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1584
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Dosis : 20 – 40 mg/hari (BNFC 2020)


• Dosis yang diberikan : 1 dd 12 mg
• ESO : hiponatremia

Tekanan darah = 1. N-Asetilsistein • Pasien baru mendapatkan terapi


90/60 mmHg • Mekanisme : sebagai mukolitik dengan • Monitoring ESO : mual, muntah,
memecah ikatan disulfida pada mukoprotein sesak
sehingga dapat menurunkan viskositas mukus • Monitoring efektivitas : batuk
• Indikasi : pengencer dahak berkurang
• Dosis literatur : 600 mg/hari dibagi menjadi
tiga dosis
• Dosis yang diberikan : 3 dd 200 mg
• ESO potensial: mual, muntah, sesak
• DRP : pasien mengalami batuk sejak (18/2)
namun belum diberikan terapi
1. Nebul NaCl 0,9% • Terapi diberikan bila perlu
• Mekanisme : cairan hipertonik menarik cairan • Monitoring efektifitas : batuk
dari ruang adventisia dan submukosa, berkurang

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1585
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

menurunkan edema saluran pernafasan,


menekan mediator inflamasi, meningkankan
transfer mucus, memiliki efek
immunomodulator.
• Indikasi : mengencerkan dahak dan
memperbaiki fungsi paru
• Dosis literature :
• Dosis yang diberikan : 5 cc
• ESO : jarang terjadi pada pemberian Nebul
NaCl saja.

21/02/20 TD = 100/70 Kadar kalium = 3,0 mmol/L sehingga dilakukan • Monitoring ESO :
Captopril : batuk
mmHg penggantian terapi KCl 7,46% menjadi KSR
Tidak ada keluhan
dengan dosis yang diberikan : 3 dd 600 mg • Monitoring TD rutin.
Kalium (3,0
mmol/l)

HR : 88/menit

RR : 20/menit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1586
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Suhu : 36,8°C

Tekanan darah :
100/70

22/02/20 HR : 88/menit Terapi dilanjutkan Konfirmasi ke DPJP untuk dilakukan


kultur agar penggunaan antibiotik
Tidak ada keluhan RR : 20/menit
rasional
Suhu : 36,7°C

Tekanan darah :
90/60 mmHg

23/02/20 TD = 80/60 mmHg Terapi dilanjutkan • Monitoring ESO :


Captopril : batuk
Pasien mengeluhkan
batuk • Monitoring TD rutin.
• Monitoring penggunaan antibiotik
24/02/20 HR : 88/menit Terapi dilanjutkan • Monitoring ESO :
Captopril : batuk
Pasien mengeluhkan RR : 20/menit
batuk • Monitoring TD rutin.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1587
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Suhu : 36,7°C • Monitoring penggunaan antibiotik

Tekanan darah :
90/60 mmHg

25/02/20 HR : 88/menit Terapi dilanjutkan • Monitoring ESO :


Captopril : batuk
Pasien mengeluhkan RR : 20/menit
batuk di pagi hari • Monitoring TD rutin.
Suhu : 36,1°C
danrambut rontok • Monitoring penggunaan antibiotik
Tekanan darah :
100/70

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1588
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien An. A berumur 8 tahun dengan riwayat lupus nefritis
sejak Oktober 2019. Pada Januari 2020 dilakukan pemasangan Continous
Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan pada 03/03/2020 double lumen
catether lepas sehingga menimbulkan infeksi pada pasien. Pasien memiliki riwayat
pengobatan terapi prednison 40 mg, siklofosfamid pulse 830 mg, captopril 3 dd
6,24 mg, valsartan 1 dd 20 mg dan aspirin 1 dd 100 mg untuk terapi lupus nefritis.
Pasien MRS dengan keluhan nyeri setelah double lumen lepas serta jadwal terapi
metil pulse. Diagnosa oleh dokter adalah pasien mengalami lupus nefritis + CKD +
Infected double lumen.

Diagnosa pertama pasien adalah lupus nefritis dengan manifestasi klinik


peningkatan nilai BUN 125,2 mg/dL. Nilai tersebut sangat jauh dari rentang normal
kadar BUN yaitu 10 – 15 mg/dL. Selain itu manifestasi dari lupus nefritis yaitu
gagal ginjal dimana pasien mengalami gagal ginjal pada stage 5 (nilai klirens
kreatinin 6,21 ml/menit). Hal tersebut dapat terjadi karena pada pasien lupus terjadi
proses difusi limfosit B ke plasma darah dan menghasilkan antibodi yang kemudian
membentuk kompleks antigen-antibodi. Kompleks ini kemudian beredar keseluruh
tubuh dan terdeposisi di ginjal dan terjadi sindroma nefrotik (Pinheiro et al, 2018).

Tujuan terapi dari lupus nefritis yang utama yaitu menghilangkan gejala dari
lupus nefritis yang ditandai dengan penurunan yang signifikan dari proteinuri dan
terjadinya perbaikan GFR setelah diberikan terapi 6 – 12 bulan. Berdasarkan
protokol terapi lupus nefritis pasien mendapatkan terapi metil prednisolon pulse
selama 3 hari berturut-turut setiap bulannya kemudian dilanjutkan dengan terapi
cyclophosphamide (CPA) pulse atau Mycophenolate mofetil (MMF). Selain terapi
pulse imunosupresan, pasien mendapatkan terapi prednison / metil prednisolon oral.

Terapi imunosupresan yang utama pada pasien lupus nefritis adalah


kortikosteroid dengan dua efek utama pada sistem imun, penyimpanan sel CD4 +
Limfosit T pada sitoplasma dan menghambat proliferasi serta fungsi limfosit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1589
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dengan menghambat limfokin dan sitokin. Di dalam sitoplasma, kortikosteroid


menggantikan protein heat-shock (HSP) dan membentuk kompleks dengan reseptor
protein heat shock. Kortikosteroid mengikat reseptor HSP kemudian berikatan
dengan situs DNA yang disebut elemen respons kortikosteroid (GRE) di dalam
nukleus. Hasilnya adalah hambatan dalam transkripsi gen limfokin dan sitokin,
terutama pada interleukin-1 dan interleukin-6 (Barshes et al, 2004). Sedangkan
terapi imunosupresan lainnya yaitu MMF bekerja dengan menghilangkan
nukleotida guanosin khususnya pada limfosit T dan B kemudian mengambat
proliferasi keduanya sehingga menekan respon imun yang dimediasi sel tersebut
dan membentuk antibodi (Allison, 2005).

Terapi lain yang digunakan pada pasien lupus nefritis adalah klorokuin yang
dapat merubah stabilitas lisosom sehingga menekan pembentukan antigen
kemudian menghambat sintesis prostaglandin dan sitokin (Lee et al, 2011). Terapi
aspirin digunakan untuk menghambat enzim siklooksigenase dan menghambat
sintesis tromboksan A2, stimulator kuat agregasi trombosit. Pasien dengan lupus
nefritis memiliki peningkatan resiko trombosis (Hoomod, 2012). Pemberian
sukralfat bekerja dengan membentuk lapisan pada bagian lambung sebagai
penghalang terhadap asam, garam empedu, dan enzim yang ada di lambung. Terapi
sukralfat diberikan untuk mengatasi tukak lambung akibat penggunaan
kortikosteroid jangka panjang (Narum et al, 2013).

Pasien memperoleh terapi kortikosteroid metilprednisolon pulse (500 mg)


dan prednison (2 dd 40mg) untuk terapi lupus nefritis. Penggunaan jangka panjang
kortikosteroid dapat meningkatkan resiko infeksi sekunder dan memperpanjang
atau memperburuk infeksi serta dapat menyebabkan tukak lambung (DIH,2015).
Monitoring keluhan mual muntah dan tanda-tanda infeksi meliputi suhu tubuh.
Pasien memperoleh terapi Sukralfat (3 dd 500 mg) sebagai profilaksis tukak
lambung, monitoring keluhan mual muntah. Furosemid (1 dd 12 mg) untuk
mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah akibat pemberian
metilprednisolon pulse. Penggunaan furosemid dapat menyebabkan hiponatremi
serta peningkatan tekanan darah, monitoring kadar natrium dan tekanan darah

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1590
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pasien. Aspirin (1 dd 120 mg) sebagai profilaksis trombosis, monitoring keluhan


nyeri pada pasien. Pasien tidak memperoleh Chloroquin sebagai imunosupresan
karena obat tidak tersedia.
Diagnosa kedua pasien adalah CKD (Chronic Kidney Disease) stage failure
(V) atau gagal ginjal kronis. Dengan manifestasi klinik peningkatan nilai BUN
125,2 mg/dL. Nilai tersebut sangat jauh dari rentang normal kadar BUN yaitu 10 –
15 mg/dL. Selain itu manifestasi dari lupus nefritis yaitu peningkatan nilai kreatinin
6,20 mg/dL yang sangat jauh pula dari rentang normal kadar kreatinin (0,7-
1,5mg/dL). CKD merupakan salah satu manifestasi klinik dari Lupus Nefrotik.
Pada sebagian besar kasus, LN dimulai oleh pengendapan IgG di glomerulus
dan komplemennya. Jarang ditemui jika, LN terjadi tanpa adanya kompleks imun.
Tetapi hal tersebut dapat terjadi dikarenakan kerusakan langsung oleh mediator
inflamasi yang terlarut. Kompleks imun memulai kerusakan ginjal dengan
beberapa mekanisme. Kompleks yang tersimpan dalam subendothelium melukai
sel endotel dan merupakan ciri khas penyakit proliferatif Kelas III dan IV. Deposito
ini memiliki akses ke ruang pembuluh darah dan dapat mengaktifkan sel myeloid
yang bersirkulasi yang mengekspresikan reseptor Fc, memungkinkan mereka untuk
menyusup ke jaringan ginjal. Sebaliknya, endapan subepitel, yang ditemukan pada
gagal hinjal stage V akan melukai podosit tetapi menimbulkan respons peradangan
yang sedikit parah karena hanya menyentuh ruang urin. Namun jika membran dasar
glomerulus pecah, kompleks imun ini dapat mengakses seluruh glomerulus.
Deposito imun akan mengaktifkan sel glomerulus intrinsik, menginduksi pelepasan
kemokin inflamasi dan sitokin. Kompleks yang mengandung asam nukleat juga
mengaktifkan TLR intraseluler, sehingga meningkatkan respon inflamasi pada
ginjal.

Tujuan dari terapi CKD adalah untuk meredakan gejala, mencegah


kemungkinan komplikasi, serta menghambat perkembangan penyakit gagal ginjal
kronis menjadi lebih parah. Tujuan tindakan ini adalah untuk mengendalikan
penyakit yang menyertai kondisi ginjal, sehingga penurunan fungsi ginjal tidak
bertambah buruk. Berdasarkan hal tersebut, terhadap kondisi CKD pasien

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1591
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mendapatkan captopril, valsartan, IVFD NaCl 3%, IVFD KCl 7,4%, n-asetisistein,
dan nebul NaCl.
Pasien mendapatkan obat antihipertensi Captorpil 3x6,25 mg dari golongan
ACE inhibitor dan Valsartan 1x25 mg dari golongan ARB untuk mengontrol
tekanan darah sebagai bentuk perlindungan terhadap ginjal. Bagi penderita CKD
yang juga memiliki protenuria maka diberikan terapi golongan ACE inhibitor
dan/atau golongan ARB. ACE inhibitor dan ARB dapat mengurangi kebocoran
protein dari ginjal akibat LN yang dapat merusak ginjal (Thomas, 2014).
Proteinuria dapat dikurangi melalui efek ACE inhibitor dan ARB yang penurunan
tekanan darah serta penghambatan renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS)
sehingga mengurangi tekanan hidrostatik kapiler glomerulus (Parikh, 2011).
IVFD NaCl 3% dan KCl 7,4% diberikan untuk mengatasi manifestasi klinik
dari CKD yang mengganggu keseimbangan elektrolik natrium dan kalium. Pasien
mengalami Hiponatremia dan Hipokalemia dengan nilai natrium 127 mmol/l
(18/02) dan 132 mmol/l (20/02) serta nilai Potasium 2,47 mmol/l (18/02) dan 3,0
mmol/l (20/02).
Pasien mengeluhkan batuk dan sesak, maka diberikan terapi n-asetisistein
serta nebul NaCl 0,9%. N-Asetilsistein tergolong sebagai mukolitik, yakni
pengencer dahak. Penggunaannya ditujukan untuk pasien yang mengalami produksi
dahak (mukus) berlebih di saluran pernapasan. Sedangkan nebul NaCl 0,9%
berfungsi untuk mengurangi gejala pada saluran pernapasan dan membantu
mengencerkan dahak pula.
Diagnosa selanjutnya yaitu Infected Double Lumen. Pasien penyakit ginjal
kronis dapat bertahan hidup bila dilakukan tindakan dialysis sebagai pengganti
fungsi ginjalnya. Tindakan hemodialisa ini memerlukakn akses vascular dan kateter
hemodialysis double lumen merupakan salah satu akses yang paling sering
digunakan. Infeksi kateter hemodialisa merupakan komorbiditas pada pasien
hemodialysis.
Manifestasi klinis yang menyertai yaitu peningkatan nilai procalcitonin yaitu
63,13, dimana nilai PCT normal adalah dibawah 0,5 ng/mL Selain itu, terdapat
peningkatan nilai hitungan jenis pula diantaranya Nautrofil dan Monosit pada

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1592
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

tanggal 18 berturut-turut 73,5 dan 8,7 serta penurunan nilai limfosit yaitu 16,2. Pada
tanggal 19 pasien mengeluh nyeri pada bagian paha kiri dimana hal tersebut
memperkuat diagnosa.
Terapi yang diberikan pada diagnose ini yaitu Ceftriaxon. Dimana obat ini
merupakan sephalosphorin generasi ke III yang efektif pada bakteri gram negative
dan juga digunakan untuk infeksi bedah profilaksis. Pemberian obat ini dimulai
pada tanggal 18 dengan dosis pemberian 2 x 1 gram. Monitoring skala nyeri pasien
serta efek samping yang berkaitan dengan terapi yang diberikan seperti gangguan
gastrointestinal termasuk diare, mual, dan muntah serta pemeriksaan lab yang
berkaitan dengan diagnose diantaranya neutrophil, monosit, limfosit serta
procalcitoin.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1593
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan analisis terapi yang diperoleh An. A, dapat disimpulkan bahwa :

a. An. A didiagnosis lupus nefritis dan CKD stage V dan mendapatkan terapi
imunosupresan rutin setiap bulan. Pasien KRS setelah dilakukan terapi metil
prednisolon pulse pada tanggal 21-25 Februari 2020 dan KRS dengan terapi
:
- Aspirin 1 dd 120 mg
- Sucralfat 3 dd 500 mg
- Furosemid 1 dd 12 mg
- Captopril 3 dd 6,25 mg
- Valsartan 1 dd 25 mg
- N-asetilsistein 3 dd 200 mg
- KSR 3 dd 600 mg
b. Berdasarkan terapi yang didapatkan, terdapat beberapa drug related
problem yaitu sebagai berikut :
- Terjadi peningkatan efek samping hipotensi dari terapi kombinasi
captorpil dan valsartan sehingga perlu dilakukan monitoring tekanan
darah secara rutin
- Terapi untuk lupus nefritis kurang sesuai karena pasien tidak
mendapatkan terapi klorokuin

Perlu dilakukan monitoring rutin terhadap kadar kalium karena adanya terapi
kaptopril dan KSR yang dapat meningkatkan efek samping hiperkalemi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1594
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Dharmeizar dan Lucky AB. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., (2015),
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education
Companies, Inggris
Hahn, B. H., McMahon, et al (2012). American College of Rheumatology
Guidelines for Screening, Treatment, and Management of Lupus Nephritis.
Arthritis Care & Research, Vol. 64, No. 6, p. 797-808
KDIGO. (2012). Clinical Practice Guideline for The Evaluation and Management
of Chronic Kidney Disease. ISN. 2013; 3(1):1–163
Pinheiro, Sergio Veloso Brant et al. (2018). Pediatric Lupus Nephritis.
Universidade Federal de Minas Gerais, Brazil

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1595
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN

S O A P

19/02/20 HR = 118/menit 1. Prednison ▪ Monitoring keluhan


▪ Monitroing ESO : gangguan GIT
Pasien RR = 24/menit • Indikasi : untuk menekan perburukan kondisi dari
▪ Monitoring penggunaan obat
mengeluh penyakit lupus
Suhu = 36,8 °C Chloroquin
kan batuk • Mekanisme : menghambat pembentukan, pelepasan dan
TD = 86/44 aktivitas mediator inflamasi
mmHg • Dosis : pasien dengan gejala lupus ringan 10 – 20 mg/hari
• Interaksi : pemberian bersama NSAID dapat
meningkatkan risiko
tukak lambung

• ESO : gangguan cairan dan elektrolit, moon face.


Penggunaan jangka panjang dapat meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi, nekrosis avascular dan tukak
lambung.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1596
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. Sucralfat

• Indikasi : profilaksis tukak lambung.


• Mekanisme : Membentuk lapisan pada bagian lambung
sebagai penghalang terhadap asam, garam empedu, dan
enzim yang ada di lambung.
• Dosis : 1 gram per hari dalam 4 kali konsumsi atau 2
gram per hari dalam 2 kali konsumsi.
• ESO : Sembelit, diare, mual, muntah, perut kembung.
3. Chloroquin

• Indikasi :Imunosupresid → sehingga kerusakan jaringan


ginjal akibat serangan sistem imun dapat dikurangi serta
menghindari gangguan pembekuan darah.
• Mekanisme : Menghambat jalur toll-like receptor (TLR)
dan meminimalkan flare, menurunkan kadar produksi
autoantibodi (menurunkan presentasi autoantigen), serta
aktivasi leukosit.
• Dosis : 4-6 mg /kg/hari

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1597
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• ESO : diare, tidak enak perut, dan perubahan pigmen


mata.
4. Aspirin

• Indikasi : Mengurangi peradangan dan nyeri. Aspirin


dosis kecil diberikan kepada pasien sebagai profilaksis
thrombosis (tromboprotektif).
• Mekanisme : Menghambat produksi tromboksan A2
(TXA2) dengan cara memblok enzim siklooksigenase
(COX) yang dibutuhkan dalam sintesis TXA2.
• Dosis : 81 - 325 mg/kg/hari
• ESO : Iritasi lambung dan tukak lambung

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1598
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

TD = 90 / 60 1. Captopril Monitoring ESO :


mmHg
• Indikasi : sebagai terapi antihipertensi golongan 3. Captopril : batuk
Parameter klinis ACEInhibitor akibat penggunaan kortikosteroid jangka 4. Captopril + Valsartan
: panjang →hipotensi→
• Mekanisme : menghambat perubahan angiotensin 1 monitoring TD rutin.
BUN = 125,2
menjadi angiotensin 2 sehingga terjadi vasodilatasi
mg/dL
• Dosis literature : 100 mcg/kgBB dosis maksimum 6,25
Kreatinin = 6,20 mg, 2 – 3 kali sehari.
mg/dL • Dosis yang diberikan : 3 dd 6,25 mg
• ESO : batuk kering, hipotensi.

2. Valsartan

• Indikasi : sebagai terapi antihipertensi golongan


angiotensin receptor blocker untuk menurunkan hipertensi
akibat penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
• Mekanisme : blockade resepor AT1 sehingga tidak terjadi
vasokonstriksi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1599
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Dosis literature : 40 mg/hari, maksimal 80 mg


• Dosis yang diberikan : 1 dd
• ESO : pemberian bersama antihipertensi lain dapat
meningkatkan efek hipotensi

Natrium (127 2. IVFD NaCl 3% • Kadar natrium pasien 127 mEq


mmol/L) • Indikasi : Hiponatremia (kadar natrium plasma < 135 Dosis :
mEq/L)
(Na serum yang diinginkan – Na
• Dosis : (Na serum yang diinginkan – Na serum sekarang)
serum sekarang) x 0,6 x BB(kg)
x 0,6 x BB(kg)
Kebutuhan natrium anak : 2-4 mEq/KgBB/hari (140-127) x 0,6 x BB (kg) = 187
• ESO : detak jantung cepat, demam, gatal/ ruam, suara mEq
serak, nyeri sendi, nafas pendek atau sesak, bengkak.
• Monitoring efektivitas :
monitoring kadar natrium

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1600
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Kalium (2,47 2. IVFD KCL 7,4% • DRP : adanya interaksi obat


mmol/l) • Indikasi : Treatmet hipokalemia dengan kaptopril yang
• Mekanisme : penting dalam pemeliharaan tonisitas menyebabkan risiko hiperkalemia
Terapi obat :
intraseluler, transmisi impuls saraf, kontraksi otot jantung, • Terapi dilanjutkan
IVFD KCL rangka dan otot polos dan pemeliharaan fungsi ginjal • Monitoring ESO : nyeri perut,
7,4% normal obstruksi saluran cerna
• Dosis literatur : 0,5 mEq / kg / jam; mengevaluasi • Monitoring efektivitas :
konsentrasi serum 1-2 jam setelah infus selesai monitoring kadar kalium
• Dosis yang diberikan : 10 cc dalam 500 cc WFI habis
dalam 6 jam
• ESO : nyeri perut, obstruksi saluran cerna

Neutrofil = 73,5 1. Ceftriaxone • Monitoring pemberian antibiotik

Limfosit = 16,2 • Indikasi : Sefalosporin generasi ketiga (bakteri yang


rentang) termasuk chancroid, endocarditis, gastroenteritis
Monosit = 8,7
(salmonellosis invasive; shigellosis), juga digunakan
Procalcitonin = untuk infeksi bedah profilaksis.
63,13

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1601
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• MOA : Menghambat dinding sel bakteri. Ceftriaxone


berperan dalam melawan berbagai mikroorganisme,
terutama bakteri gram negative.
• Dosis :
Anak di bawah 50 kg = 20-50 mg/kg sekali sehari, untuk
infeksi berat dapat diberikan 80 mg/kg sehari dapat
diberikan.

50 mg/kg harus diberikan oleh hanya untuk infus


intervena.

Profilaksis infeksi bedah, dosis tunggal 1 gram dapat


diberikan 0,5 hingga 2 jam operasi; dosis 2 gram
disarankan sebelum operasi kolorektal

• Dosis pemberian : 2 x 1 gram


• ESO : gangguan gastrointestinal, termasuk diare, mual
dan muntah, dapat menyebabkan gangguan pendengaran
pada beberapa anak.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1602
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Jahitan
double
lumen
lepas sejak
03/02/20,
nyeri
bagian
paha kiri.

20/02/20 HR : 90/menit • Pasien tidak mendapatkan terapi chloroquine karena obat


tidak tersedia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1603
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pasien RR : 21/menit • Pasien terjadwal mendapatkan terapi untuk lupus nefritis


mengeluh yaitu metilprednisolon pulse dan IV furosemide setelah
Suhu : 36,8°C
kan batuk diberikan pulse.
Tekanan darah :
90/60
2. Metilprednisolon Pulse
• Indikasi : sebagai terapi lupus dengan gangguan organ
(nefritis)
• Mekanisme : dapat menyebabkan limfositopenia
sementara yang selektif pada sel T sehingga dapat
memblok sitotoksik sel T.
• Dosis : 500 – 1000 mg / hari selama 3 – 6 hari berturut-
turut
• Dosis yang diberikan : 500 mg/hari
• ESO : infeksi, gangguan pencernaan, peningkatan tekanan
darah.

2. Furosemide (IV)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1604
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• Indikasi : mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah


akibat pemberian metilprednisolon pulse
• Mekanisme : menghambat reabsorbsi elektrolit pada loop
of henle dan tubulus distal sehingga terjadi peningkatan
eksresi air dari ginjal.
• Dosis : 20 – 40 mg/hari (BNFC 2020)
• Dosis yang diberikan : 1 dd 12 mg
• ESO : hiponatremia

Tekanan darah = 2. N-Asetilsistein • Pasien baru mendapatkan terapi


90/60 mmHg • Mekanisme : sebagai mukolitik dengan memecah ikatan • Monitoring ESO : mual, muntah,
disulfida pada mukoprotein sehingga dapat menurunkan sesak
viskositas mukus • Monitoring efektivitas : batuk
• Indikasi : pengencer dahak berkurang
• Dosis literatur : 600 mg/hari dibagi menjadi tiga dosis
• Dosis yang diberikan : 3 dd 200 mg
• ESO potensial: mual, muntah, sesak

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1605
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

• DRP : pasien mengalami batuk sejak (18/2) namun belum


diberikan terapi
2. Nebul NaCl 0,9% • Terapi diberikan bila perlu
• Mekanisme : cairan hipertonik menarik cairan dari ruang • Monitoring efektifitas : batuk
adventisia dan submukosa, menurunkan edema saluran berkurang
pernafasan, menekan mediator inflamasi, meningkankan
transfer mucus, memiliki efek immunomodulator.
• Indikasi : mengencerkan dahak dan memperbaiki fungsi
paru
• Dosis literature :
• Dosis yang diberikan : 5 cc
• ESO : jarang terjadi pada pemberian Nebul NaCl saja.

21/02/20 TD = 100/70 Kadar kalium = 3,0 mmol/L sehingga dilakukan penggantian • Monitoring ESO :
Captopril : batuk
mmHg terapi KCl 7,46% menjadi KSR dengan dosis yang diberikan :
Tidak ada
3 dd 600 mg • Monitoring TD rutin.
keluhan Kalium (3,0
mmol/l)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1606
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

HR : 88/menit

RR : 20/menit

Suhu : 36,8°C

Tekanan darah :
100/70

22/02/20 HR : 88/menit Terapi dilanjutkan Konfirmasi ke DPJP untuk dilakukan


kultur agar penggunaan antibiotik
Tidak ada RR : 20/menit
rasional
keluhan
Suhu : 36,7°C

Tekanan darah :
90/60 mmHg

23/02/20 TD = 80/60 Terapi dilanjutkan • Monitoring ESO :


mmHg Captopril : batuk
Pasien
mengeluh • Monitoring TD rutin.
kan batuk • Monitoring penggunaan antibiotik

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1607
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

24/02/20 HR : 88/menit Terapi dilanjutkan • Monitoring ESO :


Captopril : batuk
Pasien RR : 20/menit
mengeluh • Monitoring TD rutin.
Suhu : 36,7°C
kan batuk • Monitoring penggunaan antibiotik
Tekanan darah :
90/60 mmHg

25/02/20 HR : 88/menit Terapi dilanjutkan • Monitoring ESO :


Captopril : batuk
Pasien RR : 20/menit
mengeluh • Monitoring TD rutin.
Suhu : 36,1°C
kan batuk • Monitoring penggunaan antibiotik
di pagi Tekanan darah :
hari 100/70
danrambut
rontok

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1608
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


SLE + AIHA + Gizi Buruk
+ Perawakan pendek

(27 Februari – 05 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1609
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien SLE, AIHA, Gizi Buruk dan


Perawakan Pendek “

di Instalasi Rawat Inap 4 Ruang 7B

Oleh:
Sub-kelompok 1 IRNA 4 Ruang 7B
(27 Februari– 05 Maret 2020)

1. Profinika Munasir, S. Farm (051913143195)


2. Akbar Trinanda F., S. Farm (051913143198)
3. Nadhifah Truly Insani, S. Farm (051913143199)
4. Alik Almawadah, S. Farm (192211101024)
5. Siti Horrimatul F., S. Farm (192211101069)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1610
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1611
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Systemic Lupus Erythematosus (SLE)


1.1.1 Definisi

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit reumatik


autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang
mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini
berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun
sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan (Isbagio H, 2009).

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) termasuk kedalam


kategori penyakit yang dikenal sebagai penyakit autoimun. Nama Lupus
berasal dari bahasa Latin yang berarti serigala. Pada abad ke-10, istilah
ini pertama kali digunakan untuk menggambarkan kondisi peradangan
kulit yang menyerupai gigitan serigala. Pada tahun 1872, seorang dokter
yaitu Moriz Kaposi menyatakan bahwa Systemic Lupus Erythematosus
adalah suatu kondisi peradangan kulit yang kadang-kadang disertai
dengan gejala sistemik, seperti : demam, nyeri sendi, mudah lelah,
anemia, penurunan berat badan, rambut rontok, luka di mulut, dan
sensitif terhadap sinar matahari (Phillips, 2010). Jadi, penyakit Systemic
Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun yang
menyerang organ tubuh seperti kulit, persendian, paru-paru, darah,
pembuluh darah, jantung, ginjal, hati, otak dan syaraf.

1.1.2 Epidemiologi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) menyerang


wanita muda dengan insiden puncak usia 15-40 tahun selama masa
reproduktif dengan ratio wanita dan pria 5:1. Kurun waktu 30 tahun

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1612
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

terakhir, SLE telah menjadi salah satu penyakit penyakit reumatik utama
di dunia. Prevalensi SLE di berbagai negara sangat bervariasi antara 2,9-
400 per 100.000 penduduk. SLE dapat mengenai semua ras tetapi lebih
sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa Negro, Cina, dan
mungkin saja Filipina (Isbagio H, 2009).

1.1.3 Etiopatogenesis Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Etiologi dari SLE masih belum diketahui secara jelas, dimana


terdapat banyak bukti bahwa patogenesis SLE bersifat multifaktoral
seperti faktor genetik, faktor lingkungan, faktor imunologi dan faktor
hormonal terhadap respons imun. Faktor genetik memegang peranan
sebanyak 20% pada penderita lupus. Rentan pada orang-orang yang
memiliki autoantibodi dan kelainan imunoregulatorik. Risiko kejadian
SLE meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan pada
kejadian SLE, terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun.
SLE diduga berhubungan dengan gen respons imun spesifik pada
kompleks histokompabilitas mayor kelas II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-
DR3 serta komponen komplemen yang berperan dalam fase awal reaksi
ikat komplemen yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan C2. Gen-gen lain yang
mulai ikut berperan adalah gen yang mengkode reseptor sel T,
imunoglobulin dan sitokin (Wallace, 1997).

Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang


berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigens) yang
mendukung konsep bahwa gen MHC (Major Histocompatibility
Complex) mengatur produksi autoantibodi spesifik. Penderita lupus
(kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen komplemen, seperti
C2,C4, atau C1q14-15. Kekurangan komplemen dapat merusak
pelepasan sirkulasi kompleks imun oleh sistem fagositosit mononuklear

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1613
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sehingga membantu terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi C1q


menyebabkan sel fagosit gagal membersihkan sel apoptosis sehingga
komponen nuklear akan menimbulkan respon imun (Isbagio H, 2009).

Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus.


Terdapat banyak petunjuk bahwa beberapa faktor lingkungan atau non-
genetik berperan pada patogenesis SLE. Contoh yang paling jelas
berasal dari pengamatan bahwa obat, seperti hidralazin, prokainamid,
dan D-penisilamin dapat memicu respons yang mirip-SLE pada
manusia. Pajanan oleh sinar ultraviolet merupakan faktor lingkungan
lain yang diduga juga menjadi pemicu SLE. Cara kerja sinar ultraviolet
masih belum diketahui sepenuhnya, tetapi diperkirakan sinar UV
memodulasi respons imun, misalnya sinar UV menginduksi keratinosit
untuk menghasilkan IL-1, suatu faktor yang diketahui mempengaruhi
respons imun. Selain itu, iradiasi sinar UV dapat memicu apoptosis pada
sel, dan mengubah DNA sedemikian rupa sehingga menjadi bersifat
imunogenik (D‟Cruz, 2010).

Faktor ketiga yang mempengaruhi patogenesis SLE yaitu faktor


imunologi. Meskipun pada pasien SLE dapat terdeteksi beragam
kelainan imunologi yang mengenai sel T dan sel B, kita sulit untuk
mengaitkan kelainan- kelainan tersebut dengan penyebab penyakit.
Selama bertahun-tahun, diperkirakan bahwa hiperaktivitas intrinsik sel
B merupakan hal yang mendasar pada patogenesis SLE. Antibodi-
antibodi perusak jaringan tersebut tampaknya dirangsang oleh antigen-
antigen diri dan terjadi akibat respons sel B yang bergantung pada sel T
penolong spesifik-antigen dengan banyak karakteristik respons terhadap
antigen asing (Kumar, 2010).

Faktor keempat yang mempengaruhi patogenesis lupus yaitu


faktor hormonal. Mayoritas penyakit SLE menyerang wanita muda dan
beberapa penelitian menunjukkan terdapat hubungan timbal balik antara

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1614
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kadar hormonestrogen dengan sistem imun. Estrogen mengaktivasi sel


B poliklonal sehingga mengakibatkan produksi autoantibodi berlebihan
pada pasien SLE. Autoantibodi pada lupus kemudian dibentuk untuk
menjadi antigen nuklear (ANA dan anti-DNA). Autoantibodi terlibat
dalam pembentukan kompleks imun, yang diikuti oleh aktivasi
komplemen yang mempengaruhi respon inflamasi pada banyak
jaringan, termasuk kulit dan ginjal (Isselbacher, 2000).

1.1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis SLE sangat bervariasi seperti demam,


kelelahan, nyeri persendian, ruam kemerahan (terutama di daerah wajah),
fotosensitivitas, hingga penurunan berat badan. Gejala yang paling sering
muncul pada anak adalah demam, kelelahan, artralgia atau artritis dan
ruam kulit. Gejala dapat berlangsung secara intermiten ataupun persisten.
Gejala kelainan SLE ditentukan oleh organ yang terkena, gejala pada
berbagai organ dapat dilihat pada Tabel 1.1

Tabel 1.1 Manifestasi SLE pada berbagai organ

Organ Manifestasi

Konstitusional Kelelahan, anoreksia, penurunan berat badan, demam yang

berkepanjangan.

Muskuloskeletal Poliartralgia dan artritis, tenosinovitis, miopati, nekrosis aseptik

Kulit Ruam malar, SLEi diskoid, eritema periungual, fotosensitivitas,

alopesia, ulserasi mukosa

Renal Glomerulonefritis, sindrom nefrotik, hipertensi, gagal ginjal

Vaskular Fenomena Raynaud, retikularis livedo, trombosis, lupus profundus

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1615
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Jantung Perikarditis dan efusi, miokarditis, endokarditis Libman-Sacks

Paru Pleuritis, pneumonitis basilar, atelektasis, perdarahan

Gastrointestinal Peritonitis, disfungsi esofagus, kolitis

Hati, limpa, Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati

kelenjar

Neurologi Kejang, psikosis, polineuritis, neuropati perifer, stroke, trombosis

vena serebralis, pseudotumor serebri, meningitis aseptik, chorea,

defisiensi kognitif global, gangguan mood

Mata Eksudat, papiledema, retinopati

Kriteria diagnosis SLE mengacu pada klasifikasi yang ditetapkan


oleh The American College of Rheumatology (ACR) pada tahun 1982,
yang kemudian direvisi pada tahun 1997. Kriteria diagnosis tersebut
memiliki sensitivitas 96% dan spesifisitas 100%, bila dapat terpenuhi 4
dari 11 kriteria.

1.1.4 Kriteria klasifikasi SLE menurut ACR revisi 1997

4.3 Ruam kupu-kupu di wajah (malar rash)


4.4 Ruam diskoid
4.5 Fotosensitivitas
4.6 Ulkus di mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri
4.7 Artritis nonerosif dengan karakteristik nyeri, bengkak atau efusi
4.8 Serositis :
a. Pleuritis (nyeri pleuritik, rub, atau efusi pleura) atau

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1616
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

4.8.1.1. Perikarditis (EKG, rub, atau efusi perikardium)


4.9 Manifestasi ginjal :
4. Proteinuria persisten (>0,5 g atau >+3) atau
5. Silinder selular
8. Manifestasi neurologis :
a. Kejang (tanpa adanya penyebab lain) atau
b. Psikosis (tanpa adanya penyebab lain)
9. Manifestasi hematologi :
a. Anemia hemolitik atau
b. Leukopenia (<4.000/µL pada 2x/lebih pemeriksaan)
ATAU
c. Limfopenia (<1.500/µL pada 2x/lebih pemeriksaan)
ATAU
d. Trombositopenia (<100.000/µL dengan menyingkirkan
efek obat)
10. Manifestasi imunologis :
a. AntidsDNA positif atau
b. AntiSm atau
c. Antifosfolipid positif (kadar serum IgG atau IgM
antikardiolipin abnormal atau antikoagulan lupus
positif atau uji serologik sifilis positif palsu)
11. Antinuclear antibody (ANA) positif
1.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan indikator
inflamasi, uji autoantibodi, pemeriksaan keterlibatan organ dan
pemantauan efek samping terapi. Pemeriksaan serologi untuk mencari
autoantibodi (terutama ANA), merupakan salah satu penanda utama
SLE. Hasil ANA positif terdapat pada sebagian besar serum anak
dengan SLE aktif. Namun positivitas serum ANA tidak cukup untuk
mendiagnosis SLE maupun untuk memantau perkembangan penyakit.
Serum ANA yang positif dapat ditemukan pula pada 5–20% populasi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1617
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

normal. AntidsDNA merupakan kriteria patognomonik pada SLE,


terdapat pada hampir semua anak dengan SLE aktif.

Antibodi terhadap antigen nuklear yang lain adalah: antibodi


antiSm yang ditemukan pada penderita SLE dengan frekuensi 30–40%,
antibodi antiRo/SSA yang bekerja dengan mengganggu translasi RNA
atau transpor dan berkaitan dengan penyakit ginjal, serta antibodi
antiLa/SSB yang mengganggu enzim RNA polimerase III. 1,3 Antibodi
antifosfolipid dapat ditemukan pada 50% penderita, dan dapat
menyebabkan trombosis arteri atau vena. Autoantibodi ini akan
menyebabkan pembentukan kompleks imun yang akan mengaktivasi
komplemen, sehingga akan didapatkan kadar komplemen darah yang
rendah terutama C3, C4 dan C50.

Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan anemia yang


mencerminkan inflamasi kronis, gangguan ginjal, selain itu dapat terjadi
anemia hemolitik yang disebabkan oleh autoantibodi terhadap sel darah
merah (Coombs positivity). Leukopenia dan trombositopenia juga sering
ditemukan pada pasien SLE, hal ini diduga disebabkan sekunder akibat
antibodi terhadap cell surface antigens. Indikator inflamasi akan
meningkat pada fase akut penyakit antara lain: peningkatan laju endap
darah (LED), hipergamaglubolinemia poliklonal dan alfa-2 globulin
serum, sedangkan C-reactiveprotein (CRP) masih dalam batas normal.
Kadar CRP akan meningkat bila SLE disertai dengan infeksi sistemik
seperti serositis dan artritis.

Keterlibatan ginjal pada SLE ditunjukkan dengan adanya


abnormalitas dalam sedimen urin, antara lain: proteinuria, hematuria,
silinder sel darah merah, dapat pula ditemukan silinder lemak atau
badan lemak pada sindrom nefrotik. Adanya kadar antidsDNA yang
tinggi, kadar komplemen yang rendah, khususnya C4 dan abnormalitas
urinalisis menunjukkan nefritis lupus yang aktif.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1618
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Daftar pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan untuk SLE

a. Analisis darah tepi lengkap*


b. LED*
c. ANA
d. AntidsDNA*
e. Antibodi antifosfolipid
f. Antibodi lain : antiRo, antiLa
g. Titer komplemen C3,C4, dan C50
h. Titer IgM, IgG, IgA
i. Uji Coombs
j. Elektroferesis protein
k. Kreatinin dan ureum darah*
l. Protein urin (total protein dalam 24 jam)
m. Urinalisis*
n. Pencitraan : Foto Rontgen toraks, USG ginjal

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1619
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.6 Tatalaksana SLE


Prinsip tatalaksana SLE pada pasien anak dan dewasa sama,
namun pada anak aspek psikososial dan masalah khusus lainnya harus
lebih diperhatikan. Dasar pengobatan penyakit lupus yang utama adalah
profilaksis, tata laksana infeksi, pemberian obat salisilat, obat
antimalaria, pengobatan kortikosteroid, pengobatan imunosupresan atau
sitostatika dan penggunaan tabir surya yang ditujukan untuk mencegah
induksi gejala SLE pada kulit. Tujuan utama terapi adalah untuk
menghindari faktor pencetus terjadinya eksaserbasi dan mengendalikan
produksi autoantibodi dengan menggunakan imunosupresan. Secara
umum, tata laksana meliputi konseling dan edukasi tentang penyakit
untuk keluarga, pasien dianjurkan untuk istirahat cukup, dan mendapat
nutrisi yang tepat. Pengendalian infeksi juga tidak boleh diabaikan,
karena infeksi merupakan penyebab kematian kedua terbanyak setelah
gagal ginjal, antara lain dengan imunisasi dan tata laksana infeksi yang
tepat.

Pada pasien dengan manifestasi ringan, seperti artralgia dan


mialgia, obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (AINS) dapat digunakan
sebagai terapi simtomatik. Obat antimalaria seperti klorokuin dan
hidroksiklorokuin digunakan untuk manifestasi lupus diskoid dan kulit,
pemberian obat ini harus hati-hati karena terdapat kecenderungan untuk
terjadi toksisitas pada retina sehingga disarankan untuk pemeriksaan
oftalmologi setiap 4–6 bulan. Kortikosteroid topikal dapat diberikan
untuk menekan proses kemerahan atau ruam pada wajah.

Penggunaan kortikosteroid dengan dosis yang sesuai diperlukan


pada hampir semua kasus dengan SLE untuk menekan gejala.
Kortikosteroid dosis rendah (kurang dari 0,5 mg/kgBB/hari) digunakan
untuk mengatasi gejala klinis seperti demam, dermatitis, dan artritis.
Pemberian kortikosteroid dosis tinggi (1–2 mg/kgBB/hari) bertujuan
untuk mengatasi manifestasi SLE yang lebih berat seperti krisis lupus,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1620
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

gejala neurologis, anemia hemolitik akut, atau beberapa bentuk nefritis


tertentu. Pada keadaan tertentu harus dipertimbangkan pemberian
sitostatika, yaitu apabila terdapat gangguan neurologi, nefritis tipe
proliferasi difus atau membranosa, anemia hemolitik akut dan kasus-
kasus yang resisten terhadap pemberian kortikosteroid. Obat sitostatika
yang diberikan biasanya adalah azatioprin dan siklofosfamid.

Penurunan densitas tulang dapat dicegah dengan penggunaan


dosis rendah harian kortikosteroid atau pemberian dosis tinggi namun
intermiten intravena disertai suplementasi vitamin D dan kalsium.
Terdapat beberapa terapi yang masih dikembangkan dalam tatalaksana
SLE antara lain: imunoglobulin intravena, plasmaferesis untuk
mengurangi kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi, dan terapi sel
punca.

Tatalaksana SLE pada anak

Umum: edukasi dan nutrisi yang tepat

− Penggunaan tabir surya


− Pencegahan dan tatalaksana infeksi yang tepat AINS untuk
keluhan musculoskeletal
− Antikoagulan jika terdapat antibodi antikardiolipin dalam
kadar yang bermakna
− Hidroksiklorokuin untuk penyakit kulit dan tambahan
glukokortikoid jika ada manifestasi sistemik
− Glukokortikoid (prednison oral 1-2 mg/kgBB/hari)
− Inisial metilprednisolon iv dengan interval setiap bulan untuk
manifestasi yang berat
− Imunosupresan (azatioprin dan siklofosfamid) pada penyakit
yang berat.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1621
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.7 Algoritma SLE

1.2 Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)


1.2.1 Definisi
Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah
merah (HB) berada di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada
eritrosit yang lebih cepat dari pada kemampuan sumsum tulang mengantinya
kembali. Anemia hemolitik sangat berkaitan erat dengan umur eritrosit. Pada
kondisi normal eritrosit akan tetap hidup dan berfungsi baik selama 120 hari,
sedang pada penderita anemia hemolitik umur eritrosit hanya beberapa hari
saja.
Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia
(AIHA) merupakan salah satu penyakit di bidang hematologi yang terjadi
akibat reaksi autoimun. Dalam kasus ini, eritrosit pasien diserang oleh
autoantibodi yang diproduksi sistem imun tubuh pasien sendiri, sehingga
mengalami hemolisis. Hemolisis yakni pemecahan eritrosit dalam
pembuluh darah sebelum waktunya. Kasus AIHA dengan insidensi 1-3

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1622
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

orang per 100.000 populasi per tahun dan rerata mortalitasnya mencapai
kurang lebih 11% (Lanfredini, 2007).

1.2.2 Etiologi
a) Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit kelainan
karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1) Gangguan struktur dinding eritrosit
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang
menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga
kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan
komposisi lemak pada dinding sel.

2) Gangguan pembentukan nukleotida


Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah
pecah. Anemia hemolitik disebabkan oleh kekurangan enzim
sebagai berikut:
➢ Glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
➢ Glutation reduktase
➢ Glutation
➢ Piruvatkinase
➢ Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
➢ Difosfogliserat mutase
➢ Heksokinase
➢ Gliseraldehid-3-fosfat dehydrogenase
3) Hemoglobinopatia
Terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan
hemoglobin ini, yaitu:
➢ Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin
abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain .

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1623
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

➢ Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin.


Misal talasemia
b) Faktor Ekstrinsik :
1) Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
2) Akibat reaksi non imunitas : karena bahan kimia / obat.
3) Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh
antibodi yang dibentuk oleh tubuh sendiri.
4) Infeksi, plasmodium, boriella

1.2.3 Patofisiologi
AIHA terdapat tiga macam, yaitu tipe hangat (80%-90%), tipe dingin yang terdiri
dari Cold Agglutinin Disease (10-20% kasus AHAI) dan Paroxysmal Cold
Hemoglobinuria (<1% kasus AHAI), serta tipe campuran (Sekitar 8% kasus AHAI).
Adanya auto antibodi yang menyerang sel darah merah (igG pada warm type dan
igM pada Cold type).

a. Pada warm type : Eritrosit terikat dengan igG , kemudian Fc receptor pada
igG berikatan pada monosit dan makrofag di limpa dan akhirnya eritrosit
terfagositosis (Extavascular hemolysis)
b. Pada cold type : Eritrosit terikat dengan igM , igM mengaktivasi sistem
komplemen, dan terjadilah hemolysis (prosesnya persis seperti bakteri yang
dimusnahkan oleh sistem komplemen).

1.3 Perawakan Pendek dan Gizi Kurang


1.3.1 Definisi
Perawakan pendek atau terhambatnya pertumbuhan tubuh
merupakan salah satu bentuk kekurangan gizi yang ditandai dengan tinggi
badan menurut umur di bawah standar deviasi (<-2SD) dengan referensi
World Health Organization (WHO) tahun 2006. Perawakan pendek
merupakan kekurangan gizi kronis dan diperburuk oleh penyakit.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1624
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Perawakan pendek merupakan masalah gizi yang mempunyai proporsi


terbesar dibandingkan dengan masalah gizi lainnya.
1.3.2 Diagnosa dan Klasifikasi Perawakan Pendek
Status gizi untuk anak kurang dari 5 tahun dinilai berdasarkan grafik
pertumbuhan WHO, dalam hal ini z-scores. Status gizi berdasarkan TB/U
dibagi menjadi perawakan sangat pendek (dibawah -3), perawakan pendek
(dibawah -2), normal (dibawah -1 hingga diatas 2) dan perawakan tinggi
(diatas 2). Perawakan pendek adalah langkah awal untuk menentukan
apakah perawakan pendek tersebut patologis atau fisiologis (varian normal).

1.3.3 Penyebab perawakan pendek


Secara garis besar perawakan pendek dikategorikan menjadi varian
normal dan patologis. Perbedaan antara yang fisiologis dan patologis dapat
diperkirakan dari kecepatan tumbuh, ada tidaknya disproprosi tubuh,
dismorfism/kelainan genetic, dan perbedaan bermakna (>-2SD) tinggi
badan saat pengukuran dibandingkan dengan tinggi potensi genetic.
1. Varian Normal Genetik merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
kejadian perawakan pendek. 18 Perawakan pendek yang disebabkan
faktor genetik disebut familial short stature. 19 Pada perawakan pendek,
dengan tinggi badan antara -2SD dan -3SD kira-kira 80% adalah varian
normal.17 Familial short stature didefinisikan dengan tinggi >2SD di
bawah ketinggian rata-rata yang sesuai dari umur tertentu, jenis kelamin,
dan populasi tanpa kelainan sistemik, endokrin, gizi, atau kromosom,
dan stimulasi growth hormone (GH) dalam batas normal.
2. Kelainan patologis

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1625
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Perawakan pendek patologis dibedakan menjadi proporsional dan tidak


proporsional. Perawakan pendek proporsional salah satunya disebabkan
oleh malnutris. Perawakan pendek tidak proporsional disebabkan oleh
kelainan tulang seperti kondrodistrofi, displasia tulang, sindrom Turner,
sindrom Prader-Willi, sindrom Down, sindrom Kallman, sindrom
Marfan dan sindrom Klinefelter.
1.3.4 Malnutrisi Penyebab Perawakan Pendek
Perawakan pendek merupakan kondisi kronis yang menggambarkan
terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang.28
Klasifikasi malnutrisi berdasarkan respon jaringan atau terhambatnya
pertumbuhan dibedakan menjadi 2 tipe. Tipe 1 terdiri dari salah satu
defisiensi zat besi, yodium, selenium, tembaga, kalsium, mangan,
tiamin, riboflavin, piridoksin, niasin, asam askorbat, retinol, tokoferol,
kalsiterol, asam folat, kobalamin, dan vitamin K. Tipe 2 diakibatkan
oleh kekurangan nitrogen, sulfur, asam amino esensial, potasium,
sodium, magnesium, seng, phospor, klorin, dan air.21 Nutrisi adalah
faktor utama.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1626
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.4 Pengkajian Gizi Pasien


Usia : 9tahun 3bulan
BB : 20kg
TB : 113cm
1. Biokimia : bermasalah ( Hb 3,20g/dL)
2. Fisik Klinik : bermasalah ( batuk, pusing, demam)
3. Riwayat Gizi : -
4. Tidak ada alergi makanan
5. Diberi ASI hingga 2 thn
6. Pola makan tidak teratur
7. Susunan menu tidak seimbang
8. Nafsu makan kurang
9. Kebutuhan Zat Gizi
Energi : 1622,3kkal
Protein : 70,1 gram

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1627
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN

2.1 Profil pasien


Nama/ Jenis kelamin : An. A / Perempuan
Umur/ BB/ TB : 9 tahun
Alamat : Kedungkandang, Malang
MRS/KRS : 27 Feb 2020
Status pasien : JKN
Dokter : Dr. Dwi Handayani Sp. A, M.Biomed
Farmasis : Hani Rahmawati.,Apt
Alergi : Tidak ada
Keluhan utama : Pucat, pusing dan demam
Riwayat penyakit saat ini : SLE
Riwayat kesehatan : -
Riwayat pengobatan Sucralfat, metilprednisolon 16mg,
:
laktulosa, cetirizin
Diagnosa awal : SLE
Diagnosa akhir SLE + AIHA + Gizi buruk + Perawakan
: pendek + MR sedang + TR ringan +
dilatasi LV ringan

2.2 Data klinis pasien


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Parameter Nilai Tanggal pemeriksaan
normal 27/2/20 28/2/20 29/2/20 1/3/20 2/3/20 3/3/20
Suhu (oC) 36-37 38,8 37,4 37,8 38 36,1 36,7
Nadi 80-85 150 142 140 150 135 90
(x/menit)
RR (x/menit) 20 28 28 26 33 35 23
Tekanan 120/80 102/64 - - 90/60 101/44 119/53
darah
Sp02 >95% 100% 100% 100% 92% 56% 99%

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1628
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien


Parameter Tanggal pemeriksaan
27/2 28/2 29/2 1/3 2/3 3/3
Demam + + + + +
Pusing + + + + + +
Pucat + + + + + +

2.3 Data laboratorium pasien


Tabel 2.3 Tabel data laboratorium pasien
Data Normal 27/2/20
BUN 10-24 mg/dl 29,3
Crea 0,5-1,5 mg/dl 0,51
ALT 0-38 U/L 19
AST 0-41 U/L 61
Albumin 3,5-5,0 g/dl 4,19
K 3,5-5,0 mEq/L 4,01
Na 136-145 mEq/L 127
Cl 98-106 mEq/L 103
Hb 13,4-17,7g/dl 3,20
RBC 4,0-5,0 x 10 6/µl 0,50x104
WBC 14 – 25 x 103/mm3 11,25x103
HCT 38-42% 5,90%
MCV 80,0-99,9 mm3 118,0
MCH 27-31 pg 64,0
MCHC 33-37 g/dl 54,20
Trombosit (PLT) 150-450 x 103/mm3 282x103
Glukosa 40-121mg/dl 90
APTT C=28,4
PTT C=11,8
LDH-P 240-480
Urinalisa: pH 6,5-8,45 6,5
Protein - Negatif
Eritrosit ≤3 LPB 1,2

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1629
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Leukosit ≤5 LPB 2,4


Epitel ≤3 LPK 0,9
Eosinofil 0-4% 0,1
Basofil 0-1% 0,1
Neutrofil 51-67 68,0
Limfosit 25-33 23,0
Monosit 2-5 8,8
Eosinofil Absolut 0,01
Neutrofil Absolut 7,65
Limfosit Absolut 2,59
Monosit Absolut 0,16-1 0,99
Immature Granulosit (%) 6,90%
Immature Granulosit 0,78

2.4 Profil terapi pasien


Tabel 2.4 Tabel profil terapi pasien
Obat Rute Dosis Tanggal
27/2 28/2 29/2 1/3 2/3 3/3
PCT iv 3dd 200mg - - - ˅ ˅ ˅
PCT p.o 3dd 200mg ˅ ˅ ˅ - - -
Transfusi PRC iv 320cc ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ -
Myfortic p.o 2dd 180mg ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅
Dobutamin iv 3dd 4mcg/kg - - - - ˅ ˅
Metil iv 3dd 40mg - - - ˅ ˅ ˅
prednisolon
Metil p.o 1dd 16mg ˅ ˅ ˅ - - -
prednisolon
Midazolam i.v 1dd7,5mcg/kg - - - - ˅ ˅
Vit. A p.o 1dd 500IU - - - - - -
Vit. BC p.o 1dd 200mg ˅ ˅ ˅ ˅ - -
Vit. C p.o 1dd 500mg ˅ ˅ ˅ ˅ - -
Vit. E p.o 1dd 100IU - - - - - -
As. folat p.o 1dd 1mg ˅ ˅ ˅ ˅ - -
Zinc p.o 1dd 20mg ˅ ˅ ˅ ˅ - -

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1630
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5 Drug related problem pasien


• Asam Folat : dosis rendah
→ Plan : Menyarankan pada dokter untuk melakukan peninjauan ulang terkait
dosis
(saran : dosis ditingkatkan sesuai dengan literatur yaitu 5 mg sehari untuk 4
bulan)
• Vitamin A dan vitamin E : tidak diberikan karena tidak tersedia
Plan: pada perencanaan obat harus lebih diperhitungkan agar tidak terjadi
kekosongan stok

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1631
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.6 Analisis SOAP


SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLANING
Demam Suhu : Paracetamol Meto : monitoring suhu
27-29/02/2020 : Indikasi : antipiretik badan pasien
38,8oC; 37,4 oC; Mekanisme : Menghambat sintesis prostaglandin dalam sistem saraf Meso : reaksi alergi, nyeri pada
37,8 oC pusat dan secara periferal menghambat pembentukan impuls nyeri; tempat injeksi, nilai SGOT, SGPT
Terapi : menghasilkan efek antipyresis dari penghambatan pusat pengatur
Paracetamol po 3dd 200mg panas pada hipotalamus (DIH 17th )
(tgl-27-29) Dosis : IV, Anak (berat badan 10–50 kg): 10 mg / kgBB setiap 4-6
Paracetamol IV 200 mg jam, maksimum 60 mg / kgBB per hari (BNFC, 2016)
(tgl 1-3) ESO : nyeri dan sensasi terbakar pada tempat injeksi, pruritus,
hepatotoksisitas (MIMS)
Lemas, pucat, 27/02/2020 : Myfortic Meto : monitoring nilai leukosit
pusing, kemerahan Coombs’ Test : 4+ Indikasi : sebagai imunosuppressant dan tanda-tanda klinis pasien
(positive) Mekanisme : MPA menunjukkan efek sitostatik pada limfosit T dan seperti lemas dan pucat
Terapi : B. Ini adalah inhibitor inosin monofosfat dehydrogenase (IMPDH) Meso : hipertensi, nyeri, sakit
Myfortic (asam yang menghambat sintesis nuanotin guanosin de novo. Limfosit T kepala, nyeri perut.
mikofenolat/MPA) dan B tergantung pada jalur ini untuk proliferasi (DIH 17th ).
(PO 2 dd 180 mg) Dosis : 15-23 mg/kgBB per oral 2 kali/hari
(Asam mikofenolat 720 mg kira-kira setara dengan mikofenolat
mofetil 1 g (BNFC, 2016)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1632
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ESO : hipertensi (28-77%) nyeri (31-76%), sakit kepala (16-54%),


nyeri perut ( 25-62%)(DIH, Ed 17), (PIONAS)

Lemas, Coombs’ Test : 4+ Metil Prednisolon Meto : monitoring nilai leukosit


kemerahan, (positive) Indikasi : sebagai agen anti-inflamasi atau imunosupresan dalam dan tanda-tanda klinis pasien
inflamasi PO 1dd16mg (tgl 27-29) pengobatan berbagai penyakit termasuk yang berasal dari seperti lemas dan pucat
IV 3dd 40mg (tgl 1-3) hematologi, alergi, inflamasi, neoplastik, dan autoimun.
Mekanisme kerja : mengatur ekspresi gen setelah mengikat reseptor Meso : edema, aritmia, hipertensi
intraselular spesifik dan translokasi ke dalam nukleus..
Dosis : 0.5-1.7 mg/KgBB 2-4 dosis terbagi
ESO : edema, aritmia, hipertensi
Lemas, pusing, Tanggal 2/3/2020 Dobutamin Monitoring TD
pucat TD : 101/44 mmHg Indikasi : Hipotensi gagal tekanan darah. TD tgl 3/3 : 119/53mmHg
Dobutamin Mekanisme kerja : Menstimulasi reseptor B1 Adrenergik sehingga Meso : takikardi, hipertensi
3dd 4mcg/kg dapat meningkatkan kontraktilitas miocardial stroke volume dan
cardiac output.
Dosis : 5mcg/KgBB/menit, dapat
ditingkatkan menjadi 2-20mcg/KgBB/menit
ESO : Takikardi (10%), hipertensi (7,5%)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1633
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pucat, lemas, TD : Midazolam METO : RR, TD


pusing tgl 2/3= 101/44mmHg Indikasi : sedasi MESO : ESO potensial midazolam
RR : 35x/menit Mekanisme kerja : mengikat reseptor benzodiazepine stereospesifik dapat menyebabkan apnea
Midazolam pada neuron GABA postsinaptik di beberapa lokasi dalam sistem Perlu monitoring SaO2 (apabila
IV 1dd 7,5mcg/kgBB saraf pusat, termasuk sistem limbik, pembentukan retikuler. terjadi penurunan SaO2, maka
Peningkatan efek penghambatan GABA pada rangsangan saraf diperlukan konfirmasi ke dokter
hasil dengan peningkatan permeabilitas membran neuron terhadap penambahan dosis terapi O2)
ion klorida. Pergeseran ion klorida ini menghasilkan hiperpolarisasi
(keadaan yang tidak terlalu bergairah) dan stabilisasi
Dosis : 50-200 mcg/kg dilanjutkan dengan Dosis 30 -120
mcg/kg/jam
ESO : RR turun (23%), apnea (15%)
Lemas, pucat 27/02/2020 : Asam Folat Menyarankan pada dokter untuk
Hb : 3,20 g/dL Indikasi : terapi anemia melakukan peninjauan ulang
Eritrosit : 0,5 x 106 /µL Mekanisme : Asam folat diperlukan untuk pembentukan sejumlah terkait dosis (saran : dosis
MCV : 118 fL koenzim dalam banyak sistem metabolisme, terutama untuk sintesis ditingkatkan sesuai
Terapi : purin dan pirimidin; diperlukan untuk sintesis dan pemeliharaan dengan literatur yaitu 5 mg sehari
Asam folat nukleoprotein di erythropoiesis; merangsang produksi WBC dan untuk 4 bulan)
(PO 1 dd 1 mg) platelet pada anemia defisiensi folat Meto : monitoring nilai Hb,
(DIH 17th ). eritrosit, MCV dan tanda-tanda
Dosis : 5 mg sehari untuk 4 bulan klinis pasien seperti lemas dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1634
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

(BNFC, 2016) pucat


ESO : reaksi alergi, bronkospasme, kemerahan (DIH 17 th ) Meso : reaksi alergi, bronkospasme,
DRP kemerahan
- Dosage too low

Lemas, pucat 27/02/2020 : Transfusi PRC Meto : monitoring nilai Hb, eritrosit
Hb : 3,20 g/dL Indikasi : penggantian sel darah merah pada pasien anemia dan tanda-tanda
Eritrosit : 0,5 x 106 /µL Mekanisme : untuk mencegah hipoksia pada jaringan dengan klinis pasien seperti lemas
Terapi : meningkatkan kapasitas oksigen melalui Sel darah merah yang dan pucat
Transfusi PRC ditransfusikan (WHO) Meso : reaksi alergi setelah
ESO : reaksi alergi (demam, pruritus, mual dan muntah) transfusi, monitoring suhu

Terapi : Vitamin C Meto : monitoring tanda-tanda


Vitamin C Indikasi : suplemen yang digunakan sebagai antioksidan klinis pasien seperti inflamasi
(PO 1 dd 100 mg) Mekanisme : diperlukan untuk pembentukan kolagen dan perbaikan Meso : hyperoxaluria, diare, mual
jaringan; terlibat dalam beberapa reaksi reduksi
oksidasi serta jalur metabolisme lainnya, seperti sintesis karnitin,
steroid, dan katekolamin dan konversi asam folat menjadi asam
folinate (DIH 17th )
Dosis : 35-100 mg/hari (DIH 17th )
ESO : hyperoxaluria (10%), diare (1%), mual (1%) (DIH 17th )

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1635
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terapi : Vitamin BC Meto : monitoring tanda-tanda


Vitamin BC Indikasi : suplemen tubuh klinis pasien
(PO 1 dd 1tab ) Mekanisme : Vitamin B complex dapat mempengaruhi kadar Meso : somnolence, konstipasi,
Zinc homosistein. Kadar homosistein plasma yang lebih tinggi mungkin diare
(PO 1dd 200mg ) terkait dengan aterosklerosis pada SLE. Vitamin B6 dan B12
merupakan kofaktor penting dalam metabolisme dan mendorong
penurunan kadar homosistein. (Klack dkk., 2012)
Dosis : 1 tab 1dd1
ESO : somnolence, konstipasi, diare

Zinc
Indikasi : meningkatkan kekebalan tubuh Meto : monitoring tanda-tanda

Mekanisme kerja : sintesis protein untuk pembentukan antibodi, klinis pasien


meningkatkan aktivitas antantigen dan pembentukan antibodi oleh Meso : mual, muntah, iritasi
sel B. lambung

Dosis : 200mg/hari
ESO : mual, muntah, iritasi lambung

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1636
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terapi : Vitamin A Mengkonfirmasi kepada dokter.


Vitamin A Indikasi : meningkatkan kekebalan tubuh
(PO 1 dd 500 IU) Mekanisme : berperan dalam imunitas selular, dalam bekerja
imunitas selular bekerja dengan melibatkan sel darah putih serta sel
natural killer, sel-sel tersebut berperan menangkap antigen
mengolah dan mempresentasikan ke sel T selanjutnya memacu
produksi sel B dan antibodi. folinate (DIH 17th )
Dosis : 1x500 IU
ESO : 1-10% : demam, pusing, vertigo
DRP: obat tidak tersedia
Terapi : Vitamin E Mengkonfirmasi kepada dokter.
Vitamin E Indikasi : untuk suplemen tubuh
(PO 1x100iu ) Mekanisme : melindungi asam lemak tak jenuh ganda dalam
membran dari serangan radikal bebas dan melindungi sel darah
merah terhadap hemolisis (DIH17th )
Dosis : 11mg dosis max 600mg/hari
ESO : 1-10% : sakit kepaal, diare, dermatitis kontak
DRP: obat tidak tersedia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1637
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III
PEMBAHASAN

An. A berusia 9 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar
pada tanggal 27 Februari 2020 dengan keluhan pucat sejak 5 hari yang lalu dan
semakin pucat selama 2 hari terakhir. Pasien mengalami pusing dan muntah selama
2 hari, dan pasien memiliki riwayat SLE (systemic lupus erythematosus) sejak tahun
2019. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien didiagnosa
SLE, AIHA (autoimmune anemia hemolytic), gizi kurang dan perawakan pendek

SLE (systemic lupus erythematosus) adalah penyakit multisistem yang


ditandai oleh gangguan sistem kekebalan tubuh. Aktivasi dan pensinyalan limfosit
T dan B diubah pada SLE. Jumlah sel plasma meningkat pada SLE aktif dan sel-sel
ini menghasilkan autoantibodi, yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah penyebaran penyakit, mengurangi aktivitas
penyakit dan mencegah kerusakan organ lain, mempertahankan remisi, dan
meningkatkan kualitas hidup (Dipiro dkk., 2017). Terapi yang diterima pasien
berkaitan dengan SLE yaitu parasetamol, myfortic, metilprednisolon, vitamin A, B
complex, C, E, asam folat dan zinc.

Pasien datang dengan keluhan pucat dan lemas sehingga diberikan terapi
IVFD C1:1 (D5% + NS 0,9%). Larutan dekstrosa dan natrium klorida digunakan
sebagai sumber elektrolit, kalori, dan air untuk hidrasi. Ion natrium dan klorida
bertanggungjawab dalam mengatur keseimbangan asam basa tubuh, sedangkan
dekstrosa merupakan sumber kalori yang mudah dimetabolisme oleh tubuh (MIMS
online, 2020). Pemilihan terapi sudah tepat indikasi. Pasien juga mengalami sesak,
sehingga pasien diberikan O2 2 lpm. Oksigenasi merupakan terapi yang digunakan
pada gangguan pernapasan, hipoksia arterial, komplikasi sekunder, kejang, migrain
(Lacy dkk., 2009). Pasien megalami demam pada tanggal 27 Februari - 1 Maret
2020, suhu badan pasien berturut-turut yaitu 38,8; 37,4; 37,8; dan 38oC. Demam
sendiri merupakan gejala yang biasa dialami oleh pasien SLE (Dipiro dkk., 2017).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1638
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Terapi yang diberikan kepada pasien yaitu parasetamol po dengan dosis 3 dd 200
mg dan pada tanggal 1 Maret 2020 terjadi perubahan rute pemberian menjadi iv 3
dd 200 mg. Parasetamol bekerja dengan cara menghambat pusat pengatur panas
pada hipotalamus (Lacy dkk., 2009). Pemberian parasetamol sudah tepat indikasi
dan dosis. Penggunaan parasetamol perlu dilakukan monitoring suhu badan, reaksi
alergi yang mungkin terjadi, nilai SGOT dan SGPT.

An. A mendapatkan terapi myfortic dan metilprednisolon sebagai


imunosupresan pada pasien SLE. Pasien mendapatkan terapi myfortic secara po
dengan dosis 2 dd 180 mg. Myfortic mengandung mikofenolat mofetil (MMF)
dalam bentuk sodium. Myfortic bekerja dengan cara menunjukkan efek sitostatik
pada limfosit T dan B. Ini adalah inhibitor inosin monofosfat dehidrogenase
(IMPDH) yang menghambat sintesis nuanotin guanosin de novo. Limfosit T dan B
tergantung pada jalur ini untuk proliferasi (Lacy dkk., 2009). Mikofenolat mofetil
dalam bentuk sodium dipilih karena memiliki bioavaibilitas yang lebih besar dan
memiliki efek samping lebih rendah terhadap saluran pencernaan jika dibandingkan
dengan mikofenolat mofetil (Dipiro dkk., 2017). Pemberian dosis myfortic sudah
teapt dosis dan indikasi. Dosis yang disarankan untuk penderita SLE yaitu MMF
15-23 mg/kgBB per oral 2 kali/hari (IDAI, 2011), 1000 mg MMF setara dengan
720 mg mikofenolat mofetil dalam bentuk sodium (Hima Bhatt, 2018). Sehingga
dosis yang diperlukan untuk AN. A dengan BB 20kg yaitu 216-331,2mg. An. A
juga mendapatkan terapi metilprednisolon (po) 1 dd 16 mg pada tanggal 27-29
Februari 2020. Metilprednisolon digunakan sebagai imunosupresan yang bekerja
dengan cara mengatur ekspresi gen setelah mengikat reseptor intraselular spesifik
dan translokasi ke dalam nukleus (Lacy dkk., 2009). Metilprednisolon mengalami
perubahan rute menjadi iv dengan dosis 3 dd 40 mg pada tanggal 01 Maret 2020.
Dosis tinggi yang diberikan dalam rejimen pemberian pulse iv digunakan untuk
mengobati fase flares (fase aktif/perburukan gejala) dan dengan cepat mengurangi
peradangan (Dipiro dkk., 2017). Pada penggunaan myfortic dan metilprednisolon
perlu dilakukan monitoring nilai leukosit dan tanda-tanda klinis pasien seperti
lemas dan pucat.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1639
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

An. A juga menerima terapi beberapa vitamin dan mineral untuk


meningkatkan kualitas hidup pasien. Dokter meresepkan pemberian vitamin A (po)
1 dd 500 IU dan vitamin E (po) 1 dd 100 IU. Metabolit vitamin A, seperti asam
retinoat, memiliki peran antineoplastik dan pengatur dalam proliferasi dan
diferensiasi sel (Klack dkk., 2012). Vitamin E, terutama dikombinasikan dengan
omega-3 PUFA dari minyak ikan dapat menurunkan kadar sitokin inflamasi, IL-2,
IL-4 dan TNF-α (Constantin dkk., 2018). Namun, pasien tidak menerima terapi
kedua vitamin tersebut dikarenakan kekosongan stok. Pasien menerima terapi
vitamin B complex (po) 1 dd 200 mg, vitamin C (po) 1 dd 100 mg dan zinc (po) 1
dd 20 mg. Vitamin B complex dapat mempengaruhi kadar homosistein. Kadar
homosistein plasma yang lebih tinggi mungkin terkait dengan aterosklerosis pada
SLE. Vitamin B6 dan B12 merupakan kofaktor penting dalam metabolisme dan
mendorong penurunan kadar homosistein. Selain itu, vitamin-vitamin tersebut juga
memengaruhi kadar serum beberapa penanda peradangan, seperti sitokin dan
protein C-reaktif (CRP) (Klack dkk., 2012). Vitamin C merupakan antioksidan
penting yang dapat mencegah stres oksidatif, mengurangi peradangan dan
menurunkan tingkat antibodi (anti-dsDNA, IgG), juga mencegah komplikasi
kardiovaskular (Constantin dkk., 2018). Pemberian zinc pada pasien ditujukan agar
pasien tidak mengalami kekurangan zinc, kekurangan zinc menyebabkan disfungsi
imun yang mempengaruhi sel-sel Th, dan dapat menyebabkan gangguan
neurosensorial dan pengurangan massa tubuh (Klack dkk., 2012). Penggunaan
vitamin dan mineral sudah tepat indikasi dan dosis.

Salah satu manifestasi klinik dari SLE yaitu terjadinya AIHA (autoimmune
anemia hemolytic). Antibodi antieritrosit pada penderita SLE diketahui sebagian
besar adalah IgG (tipe hangat). Patogenesis terjadinya AIHA pada pasien SLE
belum sepenuhnya diketahui. Namun, dikatakan adanya keterkaitan dengan
penurunan ekspresi gen CD55 dan CD59 pada eritrosit pasien SLE yang akan
memicu terjadinya AIHA. Protein membran ini merupakan suatu barier pertahanan
untuk melawan adanya mekanisme lisis yang berasal dari antibodi, jika barier ini
tidak ada maka akan timbul penghancuran eritrosit secara progresif. AIHA pada

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1640
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

pasien ditandai dengan penurunan nilai Hb, eritrosit, hematokrit dan kenaikan MCV
yang menunjukkan terjadinya anemia makrositik normokrom. Berdasarkan
pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27 Februari 2020 didapatkan hasil Coomb’s
Test 4+ (positiv), nilai Hb, eritrosit, hematokrit dan MCV berturut-turut adalah 3,20
g/dL; 0,5x104 /µL; 5,90%; 118 fl. Terapi yang didapatkan pasien berupa pemberian
transfusi PRC (packed red cell) dan asam folat. Transfusi PRC berfungsi untuk
mencegah hipoksia pada jaringan dengan meningkatkan kapasitas oksigen melalui
Sel darah merah yang ditransfusikan. Pasien juga menerima terapi asam folat (po)
1 dd 1 mg. Asam folat diperlukan untuk pembentukan sejumlah koenzim dalam
banyak sistem metabolisme, terutama untuk sintesis purin dan pirimidin; diperlukan
untuk sintesis dan pemeliharaan nukleoprotein di erythropoiesis; merangsang
produksi platelet pada anemia defisiensi folat (Lacy dkk., 2009). Namun,
pemberian dosis asam folat masih terlalu rendah, sehingga perlu dilakukan
peningkatan dosis. Dosis yang disaranakan untuk penderita anmeia yaitu 5 mg
sehari untuk 4 bulan (Hima Bhatt, 2018). Penggunaan asam folat dan tranfusi PRC
perlu dilakukan monitoring terhadab kadar Hb, eritrosit, tanda-tanda klinis pasien
seperti lemas dan pucat.

An. A mengalami perburukan kondisi pada tanggal 02 Maret 2020 dengan


TD 101/44 mmHg dan saturasi O2 sebesar 56%, sehingga pasien dipindahkan ke
ruang rawat intensif (ICU/intensive care unit). Penyebab pasti perburukan kondisi
yang dialami pasien masih belum diketahui. Penyakit yang mengancam jiwa dapat
berkembang pada pasien lupus dari sebab-sebab berikut: (1) eksaserbasi manifestasi
SLE yang sudah ada sebelumnya; (2) pengembangan manifestasi SLE yang
mengancam kehidupan; (3) infeksi akibat imunosupresi; (4) efek samping dari obat
yang digunakan untuk mengobati SLE; (5) keganasan akibat penggunaan obat
sitotoksik yang berkepanjangan, dan (6) penyakit serius akut yang tidak
berhubungan dengan SLE, tetapi dapat diperburuk akibat SLE yang diderita
(Bertsias dkk., 2015). Selama di ruang ICU, pasien mendapatkan terapi dobutamin
dan midazolam. Dobutamin diberikan secara iv dengan dosis 3 dd 4 mcg/kgBB.
Dobutamin diindikasikan untuk mengatasi hipotensi yang dialami pasien dengan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1641
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

cara menstimulasi reseptor B1 Adrenergik sehingga dapat meningkatkan


kontraktilitas miocardial stroke volume dan cardiac output (Lacy dkk., 2009).
Pasien juga diberikan terapi midazolam dengan dosis 5,5 mcg/KgBB. Midazolam
digunakan untuk sedasi pada pasien ICU yang bekerja dengan cara mengikat
reseptor benzodiazepine stereospesifik pada neuron GABA postsinaptik di
beberapa lokasi dalam sistem saraf pusat, termasuk sistem limbik, pembentukan
retikuler. Peningkatan efek penghambatan GABA pada rangsangan saraf hasil
dengan peningkatan permeabilitas membran neuron terhadap ion klorida.
Pergeseran ion klorida ini menghasilkan hiperpolarisasi (keadaan yang tidak terlalu
bergairah) dan stabilisasi. Midazolam dipilih karena memiliki efek samping dispnea
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan golongan benzodiazepin yang lain
seperti diazepam (McMullan dkk., 2010).

Pasien masih berada dalam ruang ICU pada tanggal 03 Maret 2020. Hal
yang perlu diperhatikan dalam terapi yang diterima An. A adalah masing – masing
efek samping obat serta tanda – tanda klinis yang menunjukkan perkembangan
pasien. Keluarga pasien juga harus diberikan edukasi mengenai pentingnya
menjaga kesehatan mental dan semangat hidup pasien ketika sadar nanti, pasien
harus mengenakan pakaian pelindung dan topi serta menggunakan tabir surya untuk
melindungi diri dari sinar matahari, konsumsi makanan yang sehat dan bergizi serta
pentingnya menjaga kepatuhan dalam berobat.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1642
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN

Pada kasus ini pasien An A mengalami problem medis Systemic Lupus


Erythematosus (SLE), Autoimmune Anemia Hemolytic (AIHA), gizi kurang,
perawakan pendek. Pasien MRS dengan keluhan pucat, demam, muntah, pusing.
Selama di rumah sakit pasien menerima terapi parasetamol, transfusi PRC,
myfortic, dobutamin, metilprednisolon, midazolam, vitamin A, vitamin BC,
vitamin C, vitamin E, dan asam folat. Pada manajemen terapi pasien, terdapat
beberapa drug related probelm yaitu pemberian asam folat memiliki DRP dosis
rendah, sehingga menyarankan kepada dokter untuk meninjau kembali dosis asam
folat yaitu 5mg/hari. DRP lain yaitu ketidaktersedianya obat yang telah diresepkan
dokter, yaitu vitamin A, maka rencana yang dilakukan yaitu pada perencanaan obat
seharusnya lebih diperhitungkan lagi agar tidak terjadi kekosongan stok sehingga
manajemen terapi pada pasien dapat efektif dan tercapai tujuan terapi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1643
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Bartels CM, Krause RS, Lakdawala VS, et al. Systemic Lupus Erythematosus
(SLE). 2011.
D‟Cruz D, Espinoza G, Cervera R. Systemic lupus erythematosus: pathogenesis,
clinical manifestations, and diagnosis. (2010)

Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, et al. Lupus Eritematosus Sistemik. Dalam:


Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing, 2009 ; 2565-2579.

Isselbacher, K.J. (Ed.), et al., 2000, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit


Dalam, Edisi 13, Volume 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Kanda N, Tamaki K. Estrogen enhances immunoglobulin production by human


peripheral blood mononuclear cells. J Allergy Clin Immunol 1999;103:282–8.

Khanna S, Pal H, Panday RM, Handa R. The Relationship Between Disease


Activity and Quality of Life in Systemic Lupus Erythematosus. 2004

Kumar Vinay,Abbas Abul K, Fausto Nelson, Mitchell Richard N, Robbins. Basic


Pathology, 8th Edition, Philadelphia, USA, Saunders Elsevier 2007, Chapter 19
The Female Genital System and Breast: 724-725.

Mok CC, Lau CS. Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. J Clin Pathol
2003;56:481-490.

McMurry RW, May W (2003) Sex hormones and systemic lupus


erythematosus. Arthritis Rheum 2003;48:2100-10.

Phillips, R.H (2010). Coping with Lupus : Creative Coping Strategies for the
Frustrating Symptoms of this Autoimmune Disease. New York : Penguin Putan
Inc.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1644
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Wallace DJ, Hahn BV. Dubois‟Lupus Erythematosus. 5th ed. Williams


& Wilkins; 1997. p.245-262.

Zvezdanovic L, Dordevic V, Cosic V, Cvetkovic T, Kundalic S, Stankovic A.


The significance of cytokines in diagnosis of autoimmune diseases. Jugoslov
Med Biohem 2006;25:363-372.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1645
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
HARI / TINDAKAN / PERKEMBANGAN KLINIK / MASALAH
TANGGAL S O A P
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
Kamis, 27 Pucat, demam, TD : 102/64 mmHg Paracetamol Meto : monitoring suhu
Februari 2020 pusing RR : 28x/menit Indikasi : antipiretik badan pasien

Nadi : 150x/menit Mekanisme : Menghambat sintesis prostaglandin dalam Meso : reaksi alergi, nyeri
pada tempat injeksi, nilai
T : 38,8oC sistem saraf pusat dan secara periferal menghambat
SGOT, SGPT
pembentukan impuls nyeri; menghasilkan efek
antipyresis dari penghambatan pusat pengatur panas
pada hipotalamus (DIH 17th )
Dosis : IV, Anak (berat badan 10–50 kg): 10 mg / kgBB
setiap 4-6 jam, maksimum 60 mg / kgBB per hari
(BNFC, 2016)
ESO : nyeri dan sensasi terbakar pada tempat injeksi,
pruritus, hepatotoksisitas (MIMS)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1646
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


TINDAKAN / PERKEMBANGAN KLINIK / MASALAH
HARI /
S
TANGGAL O A P
(SUBYEK
(OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
TIF)
Hb : 3,20 g/dL Transfusi PRC Meto : monitoring nilai
Eritrosit : 0,5 x 106 /µL Indikasi : penggantian sel darah merah pada pasien Hb, eritrosit dan tanda-
anemia tanda klinis pasien seperti
Mekanisme : untuk mencegah hipoksia pada lemas dan pucat
jaringan dengan meningkatkan kapasitas oksigen Meso : reaksi alergi
melalui Sel darah merah yang ditransfusikan setelah ransfusi,
(WHO) monitoring suhu
ESO : reaksi alergi (demam, pruritus, mual dan
muntah)
Meto : monitoring nilai
Myfortic leukosit dan tanda-tanda
Indikasi : sebagai imunosuppressant klinis pasien seperti lemas
Mekanisme : MPA menunjukkan efek sitostatik dan pucat
pada limfosit T dan B. Ini adalah inhibitor inosin

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1647
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

monofosfat dehydrogenase (IMPDH) yang Meso : hipertensi, nyeri,


menghambat sintesis nuanotin guanosin de novo. sakit kepala, nyeri perut.
Limfosit T dan B tergantung pada jalur ini untuk
proliferasi (DIH 17th ).
Dosis : 15-23 mg/kgBB per oral 2 kali/hari
(Asam mikofenolat 720 mg kira-kira setara dengan
mikofenolat mofetil 1 g (BNFC, 2016)
ESO : hipertensi (28-77%) nyeri (31-76%), sakit
kepala (16-54%), nyeri perut ( 25-62%)(DIH, Ed
17), (PIONAS)
Meto : monitoring nilai
Metil Prednisolon leukosit dan tanda-tanda
Indikasi : sebagai agen anti-inflamasi atau klinis pasien seperti
imunosupresan dalam pengobatan berbagai lemas dan pucat
penyakit termasuk yang berasal dari hematologi, Meso : edema, aritmia,
alergi, inflamasi, neoplastik, dan autoimun. hipertensi
Mekanisme kerja : mengatur ekspresi gen setelah
mengikat reseptor intraselular spesifik dan
translokasi ke dalam nukleus..

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1648
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis : 0.5-1.7 mg/KgBB 2-4 dosis terbagi


ESO : edema, aritmia, hipertensi
Mengkonfirmasi kepada
Vitamin A dokter.
Indikasi : meningkatkan kekebalan tubuh
Mekanisme : berperan dalam imunitas selular,
dalam bekerja imunitas selular bekerja dengan
melibatkan sel darah putih serta sel natural killer,
sel-sel tersebut berperan menangkap antigen
mengolah dan mempresentasikan ke sel T
selanjutnya memacu produksi sel B dan antibodi.
folinate (DIH 17th )
Dosis : 1x500 IU
ESO : 1-10% : demam, pusing, vertigo
DRP: obat tidak tersedia

Meto : monitoring tanda-


tanda klinis pasien

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1649
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Vitamin BC Meso : somnolence,


Indikasi : suplemen tubuh konstipasi, diare
Mekanisme : Vitamin B complex dapat
mempengaruhi kadar homosistein. Kadar
homosistein plasma yang lebih tinggi mungkin terkait
dengan aterosklerosis pada SLE. (Klack dkk., 2012)
Dosis : 1 tab 1dd1
ESO : somnolence, konstipasi, diare Meto : monitoring tanda-
tanda klinis pasien
Zinc Meso : mual, muntah,
Indikasi : meningkatkan kekebalan tubuh iritasi lambung
Mekanisme kerja : sintesis protein untuk
pembentukan antibodi, meningkatkan aktivitas
antantigen dan pembentukan antibodi oleh sel B.
Dosis : 200mg/hari
ESO : mual, muntah, iritasi lambung Meto : monitoring tanda-
tanda klinis pasien seperti
inflamasi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1650
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Vitamin C Meso : hyperoxaluria,


Indikasi : suplemen yang digunakan sebagai diare, mual
antioksidan
Mekanisme : diperlukan untuk pembentukan
kolagen dan perbaikan jaringan; terlibat dalam
beberapa reaksi reduksi oksidasi serta jalur
metabolisme lainnya, seperti sintesis karnitin,
steroid, dan katekolamin dan konversi asam folat
menjadi asam folinate (DIH 17th )
Dosis : 35-100 mg/hari (DIH 17th ) Mengkonfirmasi kepada
ESO : hyperoxaluria (10%), diare (1%), mual (1%) dokter.
(DIH 17th )

Vitamin E
Indikasi : untuk suplemen tubuh
Hb : 3,20 g/dL Mekanisme : melindungi asam lemak tak jenuh
Eritrosit : 0,5 x 106 /µL ganda dalam membran dari serangan radikal bebas
MCV : 118 fL dan melindungi sel darah merah terhadap hemolisis
(DIH17th )

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1651
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis : 11mg dosis max 600mg/hari Menyarankan pada dokter


ESO : 1-10% : sakit kepaal, diare, dermatitis kontak untuk melakukan
DRP: obat tidak tersedia peninjauan ulang terkait
dosis
Asam Folat (saran : dosis ditingkatkan
Indikasi : terapi anemia sesuai dengan literatur
Mekanisme : Asam folat diperlukan untuk yaitu 5 mg sehari untuk 4
pembentukan sejumlah koenzim dalam banyak bulan)
sistem metabolisme, terutama untuk sintesis purin
dan pirimidin; diperlukan untuk sintesis dan Meto : monitoring nilai
pemeliharaan nukleoprotein di erythropoiesis; Hb, eritrosit, MCV dan
merangsang produksi WBC dan platelet pada tanda-tanda klinis pasien
anemia defisiensi folat seperti lemas dan
(DIH 17th ). pucat
Dosis : 5 mg sehari untuk 4 bulan Meso : reaksi alergi,
(BNFC, 2016) bronkospasme, kemerahan
ESO : reaksi alergi, bronkospasme, kemerahan (DIH
17th )
DRP

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1652
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Dosage too low

Jumat, 28 Pucat, T : 37,4oC Terapi lanjutan sesuai instruksi dokter. Monitoring efektivitas dan
Februari 2020 pusing, Nadi : 142x/menit 11. PO Paracetamol 3 dd 200mg efek samping obat.
demam RR : 28x/menit 12. Transfusi PRC 320 cc
SpO2 : 100% 13. PO Myfortic 2 dd 180mg Konfirmasi ke dokter
14. PO Metilprednisolon 1 dd 16mg terkait ketersediaan obat.
15. PO Vitamin A 1 dd 500 IU
DRP : Obat tidak tersedia
16. PO Vitamin BC 1 dd 200mg
17. PO Vitamin C 1 dd 100mg
18. PO Vitamin E 1 dd 100 IU
DRP : Obat tidak tersedia
19. PO Asam folat 1 dd 1mg
20. PO Zinc 1 dd 20 mg
Sabtu, 29 Pusing, T : 37,8oC Terapi lanjutan sesuai instruksi dokter.
Februari 2020 pucat, Nadi : 140 x/menit 1. PO Paracetamol 3 dd 200mg METO : monitoring TTV,
demam RR : 26 x/menit 2. Transfusi PRC 320 cc tanda-tanda klinis, data
SpO2 : 100% 3. PO Myfortic 2 dd 180 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1653
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

4. PO Metilprednisolon 1 dd 16mg laboratorium hematologi


5. PO Vitamin BC 1 dd 200mg (WBC, RBC, dll)
6. PO Vitamin C 1 dd 100mg
7. PO Asam folat 1 dd 1mg MESO : monitoring efek
8. PO Zinc 1 dd 20 mg samping masing-masing
obat
Minggu, 1 Pusing, T : 38oC Terapi lanjutan sesuai instruksi dokter.
Maret 2020 pucat, Nadi : 150 x/menit 1. PO Paracetamol 3 dd 200mg METO : monitoring TTV,
demam, RR : 33x/menit 2. Transfusi PRC 320 cc tanda-tanda klinis, data
sesak TD : 90/60 mmHg 3. PO Myfortic 2 dd 180 mg laboratorium hematologi
SpO2 : 92% 4. PO Metilprednisolon 1 dd 16mg (WBC, RBC, dll)
5. PO Vitamin BC 1 dd 200mg
6. PO Vitamin C 1 dd 100mg MESO : monitoring efek
7. PO Asam folat 1 dd 1mg samping masing-masing
8. PO Zinc 1 dd 20 mg obat
Pasien mengalami penurunan kondisi, hal ini
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, HR, RR,
serta penurunan TD dan SpO2, sehingga dokter
memutuskan pasien dipindahkan ke ruang HCU.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1654
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Hal ini menyebabkan beberapa perubahan pada


terapi pasien yaitu :
1. PO Paracetamol 3 dd 200mg diganti menjadi IV
3 dd 200 mg
2. PO Metilprednisolon 1 dd 16mg diganti
menjadi IV 3 dd 40 mg
Senin, 2 Maret Pucat, T : 36,1 C ➢ Pasien mengeluhkan sesak berat, ditandai Monitoring TD
2020 pusing, Nadi : 135x/menit dengan SpO2 turun drastris menjadi 56%, TD tgl 3/3 : 119/53mmHg
sesak RR : 35x/menit TD turun menjadi 101/44 dimungkinkan Meso : takikardi, hipertensi
SpO2 : 56% pasien mengalami syok kardiogenik,
TD: 101/44 sehingga diberi terapi tambahan dobutamin
Terapi : iv (3dd 4mcg/kg)
PCT iv (3dd 200mg) ➢ Pasien mengalami perburukan kondisi nadi
Transfusi PRC iv (320cc) tinggi (135x/menit), RR (35x/menit),
Myfortic po (2dd 180mg) mengeluhkan pusing, dan terlihat pucat
Dobutamin iv (3dd 4mcg/kg) sehingga dokter memutuskan pasien
Metil Prednisolon iv ( 3dd dipindahkan ke ruang PICU.
40mg)
Midazolam iv ( 1dd 7,5mcg/kg)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1655
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

➢ Saat di PICU semua terapi po pasien


dihentikan, dan diberi terapi iv karena
pasien dalam kondisi sedasi.
METO : TD
Dobutamin iv (3dd 4mcg/kg)
MESO : takikardi, hipertensi
Indikasi : Hipotensi gagal tekanan darah.
Mekanisme kerja : Menstimulasi reseptor B1
Adrenergik sehingga dapat meningkatkan
kontraktilitas miocardial stroke volume dan cardiac
output.
Dosis : 5mcg/KgBB/menit, dapat
ditingkatkan menjadi 2-20mcg/KgBB/menit
ESO : Takikardi (10%), hipertensi (7,5%)

selain itu pasien juga mendapat terapi tambahan


Midazolam iv (1dd 7,5mcg/kg) METO : RR, TD

Indikasi : sedasi MESO : ESO potensial

Mekanisme kerja : mengikat reseptor benzodiazepine midazolam dapat

stereospesifik pada neuron GABA postsinaptik di menyebabkan apnea


beberapa lokasi dalam sistem saraf pusat, termasuk Perlu monitoring SaO2
(apabila terjadi penurunan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1656
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sistem limbik, pembentukan retikuler. Peningkatan efek SaO2, maka diperlukan


penghambatan GABA pada rangsangan saraf hasil konfirmasi ke dokter
dengan peningkatan permeabilitas membran neuron penambahan dosis terapi
terhadap ion klorida. Pergeseran ion klorida ini O2)
menghasilkan hiperpolarisasi (keadaan yang tidak terlalu
bergairah) dan stabilisasi
Dosis : 50-200 mcg/kg dilanjutkan dengan Dosis 30 -
120 mcg/kg/jam
ESO : RR turun (23%), apnea (15%)
Selasa, 3 Maret Pucat, T : 36,7 C ➢ Terapi yang diberikan sama, hanya transfusi
2020 pusing Nadi : 135x/menit PRC dihentikan.
RR : 23x/menit ➢ Pasien mengeluhkan pusing sehingga tetap
SpO2 : 99% diberi PCT iv (3dd 200mg)
TD: 119/53
Terapi :
PCT iv 3dd 200mg
Myfortic po 2dd 180mg
Dobutamin iv 3dd 4mcg/kg
Metil Prednisolon iv 3dd40mg
Midazolam iv 1dd 7,5mcg/kg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1657
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Preterm/BBLR/SMK + Neonatal
Pneumonia + Gagal Napas + Early
Onset Sepsis

(06 Maret – 12 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1658
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Preterm/BBLR/SMK +


Neonatal Pneumonia + Gagal Napas + Early Onset Sepsis”
di Instalasi Rawat Inap 4 Ruang 11 Perinatologi
(03 Maret – 08 Maret 2020)

Oleh:

Shafira, S. Farm (190070600111001)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1659
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 18 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Preterm/BBLR/SMK + Neonatal


Pneumonia + Gagal Napas + Early Onset Sepsis”

di Instalasi Rawat Inap 4 Ruang 11 Perinatologi


(03 Maret – 08 Maret 2020)

Oleh:
Shafira, S. Farm (190070600111001)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis


IRNA IV Ruang 11 IRNA IV

ACC VIA WhatsApp ACC VIA WhatsApp

23/03/20 23/03/20

Dwi Darmayanti, S.Farm.,Apt. Jainuri Erik P., M. Farm Klin., Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1660
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Tinjauan Preterm/BBLR/SMK
1.1.1 Definisi
Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang
dari 37 minggu atau dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram (Saifudin,
2009).
1.1.2 Klasifikasi (Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2018).
Berdasarkan usia gestasi, bayi dikelompokkan menjadi :
- Extremely Preterm yakni lahir pada usia gestasi <28 minggu
- Very Preterm: lahir pada usia gestasi 28-<32 minggu
- Late Preterm yaitu bayi yang lahir pada usia gestasi 32-<37 minggu.

Berdasarkan berat lahir, bayi dikelompokkan menjadi :


- Bayi berat lahir rendah (BBLR): bila berat lahir <2500 gram
- Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR): bila berat lahir <1500 gram
- Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR): bila berat lahir <1000
gram.
Selain itu, jika didasarkan menurut masa gestasi grafik Lubchenco,
dikelompokkan menjadi:
- Kecil masa kehamilan (KMK): bila berat lahir <P10.
- Sesuai masa kehamilan (SMK): bila berat lahir berada antara P10 dan
P90
- Besar masa kehamilan (BMK): bila berat lahir >P90

Menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), berdasarkan klasifikasinya


penyebab kelahiran bayi prematur dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Bayi prematur tipe SMK disebabkan oleh:
1) Berat badan ibu yang rendah
2) Ibu hamil yang masih remaja, kehamilan kembar.
3) Pernah melahirkan bayi prematur sebelumnya.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1661
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

4) Cervical incompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak mampu


menahan berat bayi dalam rahim).
5) Perdarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum hemorrhage).
6) Ibu hamil yang sedang sakit
2. Bayi prematur tipe KMK disebabkan oleh:
1) Ibu hamil yang kekurangan nutrisi
2) Ibu memiliki riwayat hipertensi, pre eklampsia dan anemia.
3) Kehamilan kembar
4) Malaria kronik dan penyakit kronik lainnya
1.1.3 Etiologi
Prematuritas merupakan penyebab kematian kedua pada balita setelah
pneumonia dan merupakan penyebab utama kematian neonatal. 35% kematian
neonatal di dunia, disebabkan oleh komplikasi kelahiran prematur (WHO,2012).
Persalinan prematur dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
a. Komplikasi Medis dan Obsetrik
Kurang lebih 1/3 dari kejadian persalinan prematur disebabkan oleh hal yang
berkaitan dengan komplikasi medis atau obstetrik misal pada kasus perdarahan
antepartum atau hipertensi dalam kehamilan yang sebagian besar memerlukan
tindakan terminasi saat kehamilan preterm (Cunningham, 2010)
b. Infeksi cairan amnion dan korion
Infeksi cairan amnion dan korion yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme telah muncul sebagai penyebab kasus pecah ketuban dini dan
persalinan prematur. Proses persalinan aterm diawali dengan aktivasi dari
fosfolipase A2 (PLA-2) yang melepaskan bahan asam arakidonat dari selaput
amnion janin sehingga meningkatkan penyediaan asam arakidonat bebas untuk
sintesis prostaglandin. Banyak mikroorganisme yang menghasilkan fosfolipase A2
sehingga mencetuskan persalinan prematur. Endotoksin bakteri (liposakarida)
dalam cairan amnion merangsang sel desidua untuk memproduksi sitokin dan
prostaglandin yang memicu persalinan (Cunningham, 2010).
Proses persalinan prematur yang dikaitkan dengan infeksi diperkirakan diawali
dengan pengeluaran produk sebagai hasil dari aktivasi monosit. Berbagai sitokin

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1662
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

termasuk interleukin-1, tumor nekrosing faktor (TNF), dan interleukin 6 adalah


produk sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan prematur. Sementara itu,
Platelet Activating Factor (PAF) yang ditemukan dalam air ketuban terlibat secara
sinergik pada aktivasi jalinan sitokin tersebut PAF diduga dihasilkan dari paru dan
ginjal janin. Dengan demikian janin memerankan peran sinergik dalam mengawali
proses persalinan prematur yang disebabkan oleh infeksi. Bakteri sendiri mungkin
menyebabkan kerusakan membran melalui pengaruh langsung dari protease
(Cunningham, 2010).
Selain itu, menurut Prawirohardjo (2011) bahwa kondisi yang terjadi selama
kehamilan dapat berisiko terhadap kejadian persalinan prematur yang dibagi dalam
dua faktor, yaitu:
a. Janin dan plasenta : Perdarahan trimester awal ,Perdarahan antepartum
(plasenta previa, solution plasenta, vasa previa) , Ketuban Pecah Dini (KPD) ,
Pertumbuhan janin terhambat , Cacat bawaan janin, Kehamilan ganda dan
Polihidramnion
b. Ibu : Penyakit penyerta, Usia (<20 tahun atau >35 tahun), Diabetes Mellitus,
Preeklamsia, Infeksi saluran kemih, Riwayat persalinan prematur
1.1.4 Patofisiologi
Bayi prematur adalah bayi yang lahir karena persalinan prematur.
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang bertanggung
jawab untuk mempertahankan kondisi uterus selama kehamilan atau disebabkan
karena adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan. Kondisi
tersebut memicu dimulainya proses persalinan secara dini. Empat jalur penyebab
prematuritas terpisah yaitu stress, infeksi, perdarahan dan regangan (Norwitz dan
John, 2007).
1. Stres
a. Stres Ibu
Faktor pemicu stres pada ibu seperti status ekonomi, usia kehamilan,
anemia, gizi kurang selama kehamilan dan lainnya dapat memicu stress pada ibu,
stress akan memicu peningkatan hormon prostaglandin sehingga menyebabkan
uterus mudah terangsang untuk berkontraksi (irritable) dan menyebabkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1663
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

perubahan serviks (serviks menjadi lunak). Dengan adanya kontraksi tersebut akan
menyebabkan peningkatan hormon oksitosin yang akhirnya menyebabkan
kontraksi uterus dan mengakibatkan ketuban pecah spontan sehingga terjadi
persalinan prematur (Norwitz dan John, 2007).
b. Stres Janin
Pada janin beberapa faktor yang mempengaruhi stress diantarantya hipoksia
karena insufisiensi plasenta, infeksi, atau perdarahan. Beberapa faktor tersebut akan
menyebabkan stress pada janin dengan merangsang hipotalamus melepas hormon
Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang kemudian CRH akan merangsang
hipofisis anterior melepas hormone adrenokortikotropin (ACTH). ACTH akan
bersekresi menjadi dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) dan kortisol. DHEAS
kemudian masuk ke hati, sedangkan kortisol akan merangsang CRH plasenta. CRH
plasenta ada dan ditambah dengan adanya CRH janin, maka akan merangsang
hormon prostaglandin E (PGE2/ PGF2a) yang menyebabkan kotraksi uterus
sehingga mengakibatkan ketuban pecah spontan dan terjadi persalinan premature
(Norwitz dan John, 2007).
2. Infeksi
Infeksi bisa disebabkan oleh beberapa hal. Misalnya ketuban pecah dini
(KPD), ibu hamil dengan penyakit akut (tifus abdominalis atau malaria), ibu dengan
infeksi (rubeolla, toksoplasmosis), ibu yang mempunyai tumor (mioma uteri,
sistoma). Faktor-faktor tersebut dapat merangsang hormon sitokin sebagai respon
terhadap stimulus sistem imun yang kemudian merangsang CRH plasenta dan
mengakibatkan timbulnya hormon PGE2 yang kemudian mengakibatkan kontraksi
uterus, lalu menyebabkan ketuban pecah spontan dan terjadi persalinan premature
(Norwitz dan John, 2007).
3. Perdarahan
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yaitu
trauma masa kehamilan (jatuh), atau solusio plasenta (lepasnya plasenta sebelum
waktunya). Hal tersebut dapat merangsang protrombin menjadi thrombin yang dapat
mengakibatkan kontraksi uterus, lalu terjadi ketuban pecah spontan dan terjadi
persalinan prematur. Perdarahan juga bisa merangsang PGE2 dan menyebabkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1664
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kontraksi sehingga terjadi ketuban pecah dan terjadi persalina prematur (Norwitz
dan John, 2007).
4. Regangan
Regangan yang dimaksud adalah regangan uterus. Hal tersebut bisa terjadi
karena beberapa faktor yaitu grandemultipara, hamil pada usia <20 tahun atau >35
tahun, uterus bikornis, polihidramnion dan hamil kembar. Hal-hal tersebut dapat
merangsang oksitosin dan meningkatkan oksitosin yang kemudian menyebabkan
kontraksi dan mengakibatkan ketuban pecah sehingga terjadi persalinan prematur
(Norwitz dan John, 2007).
1.1.5 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada bayi prematur antara lain adalah
sebagai berikut:
- Umur kehamilan ≤ 37 minggu
- Berat badan ≤ 2500 gram.
- Panjang badan ≤ dari 46 cm.
- Lingkar kepala ≤ dari 33 cm.
- Lingkar dada ≤ dari 30 cm.
- Rambut lanugo masih banyak
- Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
- Tulang rawan daun telinga belum sempuna pertumbuhannya.
- Tumit mengkilap, telapak kaki halus
- Ikterik
- Respiratory Distres Syndrome
(Rukiyah dan Yulianti,2012)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1665
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.1 Patofisiologi Bayi Prematur

1.1.8. Tata Laksana


Pada bayi prematur, kecukupan cairan dan nutrisi merupakan terapi yang
utama. Cairan yang dibutuhkan bayi prematur dipengaruhi oleh usia kehamilan,
kondisi klinis, dan penyakit yang mendasari. Perhitungan kebutuhan cairan
didasarkan pada insensible water loss (IWL) dan produksi urin. IWL meningkat
pada bayi prematur karena epidermisnya belum mengalami keratinisasi, sehingga
perlu dirawat pada inkubator berdinding ganda dengan kelembaban 70-80%.
Pemberian cairan bertujuan untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit pada
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1666
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

fase diuresis dan mencegah kehilangan cairan ekstraseluler pada fase pascadiuresis.
Jumlah diuresis dipertahankan pada 1-3 mL/kgBB/jam. Jumlah cairan yang
diberikan pada fase pradiuresis adalah IWL ditambah jumlah diuresis minimal 1
mL/kgBB/jam. Kebutuhan cairan ditingkatkan 10-20 mL/kgBB/hari sampai 140-
160 mL/kgBB/hari pada minggu pertama (fase pascadiuresis), maksimal 200
mL/kgBB/hari pada minggu kedua agar tercapai pertumbuhan optimal intrauterin
(Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2018).

Gambar 1.2 Rekomendasi Cairan Bayi Prematur

Bayi prematur membutuhkan energi untuk pertumbuhan dan


perkembangan. Kecukupan kalori berbanding lurus dengan kecukupan protein yang
digunakan untuk metabolisme. Jumlah yang dianjurkan diberikan secara parenteral
adalah 90–100 kkal/kg/hari dan secara enteral 115-120 kkal/kg/hari. Jumlah kalori
tersebut digunakan untuk metabolisme protein sebesar 3,5-4 g/kg/hari. Besaran
kalori minimal untuk metabolisme basal sekitar 40–60 kkal/kg/hari, yang
digunakan untuk mencegah katabolisme protein 1.5 g/kg/hari sehingga dapat terjadi
balans nitrogen yang positif (Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2018).

Gambar 1.3 Rekomendasi Kalori Bayi Prematur

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1667
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3. Tinjauan Neonatal Pneumonia


1.3.1. Definisi
Pneumonia neonatal merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) yang disebabkan terutama oleh bakteri, yang paling sering menyebabkan
kematian pada bayi dan anak balita. Bakteri penyebab pneumonia paling sering
adalah Streptococcus pneumonia, hemophilus influenza tipe b (Hib) dan
Staphylococcus aureus (Misnadiarly,2008).
1.3.2. Etiologi
Pneumonia pada neonatus disebabkan oleh bakteri. Bakteri tersebut
didapatkan dari saluran genital ibu atau bisa terpapar pada ruang perawatan bayi di
rumah sakit. Bakteri yang termasuk diantaranya kokus gram positif (misalnya,
Streptokokus grup A dan B, baik Staphylococcus aureus yang sensitif terhadap
methicillin dan yang resisten terhadap methicillin) dan basil gram negatif (misal
Escherichia coli, Klebsiella sp, Proteus sp). Pada bayi yang telah menerima
antibiotik spektrum luas, banyak patogen lain dapat ditemukan, termasuk
Pseudomonas, Citrobacter, Bacillus, dan Serratia serta virus atau jamur
menyebabkan beberapa kasus. (Brenda , 2018).
1.3.3. Patofisiologi
Pneumonia dapat berasal dari intrauterin (misal Hematogen transplasenta,
naik dari jalan lahir), intrapartum (misal Aspirasi) atau rute pascanatal (misal
hematogen dan lingkungan). Patogen terutama terdiri dari bakteri, diikuti oleh virus
dan jamur yang menginduksi kondisi peradangan paru. Hal ini akan menyebabkan
cedera epitel pada saluran udara, kebocoran cairan protein ke dalam alveoli dan
interstitium, yang menyebabkan defisiensi atau disfungsi surfaktan. Data dari
penelitian Jerman, menunjukkan bahwa insufisiensi pernapasan pada pneumonia
kemungkinan besar disebabkan oleh penghambatan sifat-sifat penurun tegangan
permukaan surfaktan daripada oleh defisiensi surfaktan. Faktor-faktor predisposisi
dalam pneumonia diantaranya prematur, berat lahir rendah, ketuban pecah dini,
korioamnionitis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perawatan intensif
neonatal yang lama (Nissen, 2007).
1.3.4. Manifestasi Klinis

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1668
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambaran klinis pneumonia pada neonatus bergantung pada berat ringannya


infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
a. Gejala Infeksi Umum: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
napsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare;
kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner
b. Gejala gangguan respiratori: batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pnemonia bakteri,ditemukan leukositosis yang berkisar antara 15.000-
40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (<5000/mm3) menunjukkan
prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir selalu
menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremi,
dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi (IKA Unair,2016).
1.3.5. Tata Laksana
b. Terapi Farmakologi
Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai
sesegera mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis
dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas
seperti kombinasi beta-laktam/klavulanat dengan aminoglikosida, atau
sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti
antibiotik oral selama 10 hari. Antibiotik yang diberikan yaitu Ampisilin/amoksilin
(25-50mg/kgBB IV/IM tiap 6 jam dipantau dalam 24-72 jam pertama, bila respon
baik dilanjutkan 5 hari dan Gentamisin (7.5mg/kgBB IV) (Konsensus Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2018).
Hal ini juga selaras dengan implementasi penggunaan antibiotik di Rumah
Sakit dr Saiful Anwar, Malang untuk pasien pneumonia anak atau bayi diatur
dalam PPAM (Panduan Penggunaan Antimikroba) pada tabel berikut:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1669
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.4. Tatalaksana Pneumonia Pada Neonatus dan Anak


(PPAM RSSA, 2017)
c. Terapi Non Farmakologi
Pengobatan supportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen,
koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah
(IKA Unair,2016).
1.3 Tinjauan Gagal Napas
1.3.1 Definisi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1670
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gagal nafas (respiratory failure) adalah kondisi dimana sistem pernafasan


tidak mampu untuk melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan ditandai
dengan abnormalitas nilai PO2 dan PCO2 (Greisen, 2010).
1.3.2 Etiologi
Pada bayi khususnya neonatus rentan mengalami gagal nafas. Hal ini dapat
disebabkan karena pada neonatus ukuran jalan nafas yang dimiliki kecil dan
resistensi yang besar terhadap aliran udara,compliance paru yang lebih besar, otot
pernafasan dan diafragma cenderung yang lebih mudah lelah , serta predisposisi
terjadinya apnea yang lebih besar. Selain itu, gagal nafas pada neonatus dapat
disebabkan oleh hipoplasia paru (disertai hernia diafragma kongenital), infeksi,
aspirasi mekoneum, dan persistent pulmonary hypertension (Greisen, 2010).

Gambar 1.5 Etiologi Gagal Napas pada Neonatus


1.3.3 Patofisiologi
Secara umum terdapat empat dasar mekanisme gangguan pertukaran gas
pada sistem pernapasan yaitu: (Sue, 2003).
1. Hipoventilasi
2. Ketidakseimbangan ventilasi atau perfusi
3. Pindasan darah kanan ke kiri
4. Gangguan difusi. Kelainan ekstrapulmonel menyebabkan hipoventilasi
sedangkan kelainan intrapulmonel dapat meliputi seluruh mekanisme
tersebut.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1671
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sesuai dengan patofisiologinya, gagal napas dibedakan kedalam 2 bentuk : (1)


hiperkapnia atau kegagalan ventilasi dan (2) hipoksemia atau kegagalan oksigenasi.
• Hiperkapnia (Kegagalan Ventilasi)
Sebagian alveoli mengalami penurunan ventilasi relatif terhadap perfusi.
Awalnya daerah dengan ventilasi yang rendah dapat dikompensasi dengan
daerah ventilasi tinggi sehingga tidak terjadi peningkatan PaCO2. Akan tetapi,
jika terjadi ketidakseimbangan pada ventilasi ini maka mekanisme
kompensasinya akan semakin berat dan cenderung gagal sehingga
bermanifestasi adanya peningkatan PaCO2, penurunan PaO2 (Sue, 2003).
• Hipoksemia (Kegagalan Oksigenasi)
Pada gagal napas tipe hipoksemia, indikator PaCO2 dan PaO2 normal atau
bisa mengalami penurunan. Pada gagal napas tipe ini, mekanisme terjadinya
hipoksemia terjadi akibat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi dan pintasan
darah kanan-kiri, sedangkan gangguan difusi dapat merupakan gangguan
penyerta (Sue, 2003).
1.3.4 Penilaian Derajat Napas
Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor
Silverman-Anderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson lebih sesuai
digunakan untuk bayi prematur yang menderita hyaline membrane disease (HMD),
sedangkan skor Downes merupakan sistem skoring yang lebih komprehensif dan
dapat digunakan pada semua usia kehamilan. Penilaian dengan sistem skoring ini
sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai progresivitasnya (Mathai,
2007).

Gambar 1.6 Evaluasi Derajat Napas dengan Skor Dawnes

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1672
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.5 Diagnosa
Analisis gas darah merupakan indikator definitif dari pertukaran gas untuk
menilai gagal nafas akut. Meskipun manifestasi klinis yang ada memerlukan
tindakan intubasi segera dan penggunaan ventilasi mekanis, pengambilan sampel
darah arterial diperlukan untuk menganalisis tekanan gas darah (PaO2, PaCO2, dan
pH) sambil melakukan monitoring dengan pulse oxymetri. Hipoksemia berat
ditandai dengan PaO2 < 50-60 mmHg dengan FiO2 60% atau PaO2 < 60 mmHg
dengan FiO2 > 40% pada bayi < 1250 g, Hiperkapnik berat dengan PaCO2 > 55-
60 mmHg dengan pH <7,2-7,25 (Greisen, 2010).

Gambar 1.7 Analisa Gas Darah


1.3.6 Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang dapat terjadi neonatus yang mengalami gagal napas, antara
lain:
• Peningkatan respirasi
• Peningkatan usaha nafas
• Periodic breathing
• Apnea
• Sianosis yang tidak berkurang dengan pemberian oksigen
• Turunnya tekanan darah disertai takikardi, pucat, kegagalan sirkulasi yang
diikuti bradikardi
• Penggunaan otot-otot pernafasan tambahan.
(Carlo, 2001).
1.3.7 Tata Laksana

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1673
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.8 Tata Laksana Gagal Napas pada Neonatus (Hermansen,2007)


1.4. Tinjauan Early Onset Sepsis
1.4.1. Definisi
Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia
yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Early Onset Sepsis atau
Sepsis onset dini adalah sepsis yang terjadi pada usia kurang dari 3 hari kehidupan
dan disebabkan infeksi vertikal dari ibu. Sedangkan Late Onset Sepsis atau sepsis
onset lambat adalah sepsis yang terjadi pada usia lebih dari 3 hari kehidupan dan
disebabkan karena organisme atau bakteri pada ruang perawatan intensif
(Pusponegoro, 2000).
1.4.2. Etiologi
Faktor resiko atau penyebab terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain:
• Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkan fungsi dan anatomi kulit yang
masih imatur, dan lemahnya sistem imun
• Ketuban pecah dini (>18 jam)
• Streptococcus Grup B, E.Coli

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1674
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.4.3. Patofisiologi
Early Onset Sepsis terjadi pada 3 hari pertama kehidupan, pada sepsis tipe
ini gejala distres pernapasan lebih terlihat. Bakteri yang menjadi penyebab sepsis
didapatkan dari intrapartum, atau dapat berasal dari saluran genital ibu. Pada
keadaan ini, terjadi kolonisasi patogen pada periode perinatal. Bakteri akan masuk
ke janin melalui plasenta secara hematogenik. Adapun cara lain masuknya bakteri
dapat melalui proses persalinan. Saat persalinan, dengan pecahnya selaput ketuban
bakteri dalam flora vagina atau bakteri patogen lainnya akan masuk kedalam cairan
amnion janin tersebut. Hal ini memungkinkan terjadinya khorioamnionitis atau
cairan amnion yang telah terinfeksi akan teraspirasi oleh janin dan akibatnya bayi
dapat terpapar flora vagina saat melalui jalan lahir tersebut. Kolonisasi terutama
terjadi pada kulit, nasofaring, orofaring, konjungtiva, dan tali pusat (Pusponegoro,
2000).
1.4.4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang dapat timbul pada neonatus yang mengalami sepsis
diantaranya:
• Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat, ,
sklerema atau ikterik,
• Suhu tidak stabil demam atau hipotermi
• Perubahan metabolik (hipoglikemi atau hiperglikemi dan asidosis
metabolik)
• Gejala gangguan pernapasan (merintih, napas cuping hidung retraksi,
takipnu), apnu dalam 24 jam pertama atau tiba-tiba dan takikardi
• Gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk, muntah, diare,
kembung dengan atau tanpa adanya bowel loop.
(Pusponegoro, 2000).
1.4.5. Tata Laksana
• Penisilin
Pemberian antibiotik Penisilin 100mg/kg/24jam IV tiap 12 jam, dan apabila
terjadi meningitis untuk usia 0-7 hari dapat diberikan penisilin dengan dosis 100-
200mg/kg/ 24jam IV/IM tiap 12 jam, sedangkan pada usia >7 hari dapat diberikan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1675
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dosis ampisilin 200-300mg/kg/24 jam IV/IM tiap 6- jam dengan dosis maksimal
400mg/kg/24 jam (Pusponegoro, 2000).
• Ampisilin Sulbactam + Gentamisin
Pemberian kombinasi antibiotik golongan penisilin dan aminoglikosida
dengan pemberian Ampisilin sodium/sulbaktam sodium dengan dosis sama dengan
ampisilin ditambah gentamisin 5mg/kg/24jam IV diberikan tiap 12 jam
(Pusponegoro, 2000).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1676
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II
PROFIL PASIEN
2.1.Profil Pasien
Nama/ Jenis kelamin : By. Ny. R / Perempuan
Umur/ BB/ PB : 2 hari/ 2400 g/ 45 cm
Alamat : Pakis
MRS/KRS : 3 Maret 2020
Status pasien : BPJS
Dokter : dr. Eko, SpA(K)
Farmasis : Dwi Darmayanti, S.Farm.,Apt.
Alergi : -
Keluhan utama : Sesak, lemah, pucat
Riwayat kesehatan : Lahir SC pada 1 Maret 2020 di RS
Persada, UK: 34-36 minggu
Riwayat pengobatan : D10%, IV Ampisilin-Sulbactam, IV
Gentamisin, IV Amlodipin

Diagnosa Awal : Preterem/BBLR/SMK


Diagnosis akhir : - Preterm/BBLR/SMK
- Neonatal Pneumonia
- Gagal Napas
- Early Onset Sepsis

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1677
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2. Data Klinis Pasien

Nilai Normal Tanggal


Parameter
(Anak) 3/3 4/3 5/3 6/3 7/3 8/3
Nadi N
100-150 185 165 160 169 165
(x/min)
RR (x/min) 30-50 68 60 40 40 40 I

Suhu (‘C) 37oC±0.5 38 36.5 36.7 36 36.5 C

SpO2 (%) >90% 98 99 99 93 93 U

GCS 456 456 456 456 456 456

Sesak - + + + + -

Demam - - - - - -

Muntah - - - - - -
Keb. Cairan
200 250 300 325 385
(cc/hari)
Diet
8x10 8x20 8x25 8x30 8x30
(cc/hari)
DS 3 3 2 3 3

2.3. Data Laboratorium


Hematologi

Data Normal Satuan 1/3 3/3 6/3

Hemoglobin 11,4-15,1 g/dL 13.8 12.5 9.9

Eritrosit (RBC) 4-5 106/ µL 4.3 4.04 3.28

Leukosit (WBC) 4,7-11,3 103/ µL 22.67 23.14 16.07

Hematokrit 38-42 % 42 36.1 31.7

Trombosit 142-424 103/ µL - 432 332

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1678
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

MCV 80-93 FL 97.7 89.4 96.6

MCH 27-31 Pg 32.1 30.90 30.20

MCHC 32-36 g/dL 32.9 34.6 31.2

RDW 11,5-14,5 % 16.6 15.6 15.6

PDW 9-13 FL - 10.3 10.5

MPV 7,2-11,1 FL - 10.2 10.2

P-LCR 15-25 25,5 - 24.9 25.9

PCT 0,15-0,4 g/dL 0.44 0.34

NRBC abs 103/ µL 0.04 0.01

NRBC % % 0.2 0.1

Eosinofil 0-4 % 3 3.7

Basofil 0-1 % 0.3 0.1

Neutrofil 51-67 % 66.4 51.8

Limfosit 25-33 % 19.1 20.5 25.2

Monosit 2-5 % 9.1 9.8 14.2

Eosinofil abs 103/ µL 0.11 0.69 0.6

Basofil abs 103/ µL 0.08 0.02

Neutrofil abs 103/ µ 15.36 8.31

Limfosit abs 103/ µL 4.32 4.75 4.05

Monosit abs 0,16-1 103/ µL 2.06 2.26 3.09

Immature granulosit % g/dL 0.80 0.60

Immature granulosit 103/ µL 0,18 0.10

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1679
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Kimia Klinik

Data Normal Satuan 3/3 6/3

PH 7,35-7,45 7.37 7.16

PCO2 35-45 mmHg 39.1 87.3

PO2 80-100 mmHg 62.4 49.0

HCO3 21-28 Mmol/L 22.9 31.2

BE (-3)-(+3) Mmol/L -2.6 2.3

Saturasi O2 >95% % 90.9 73.6

Hb g/dL 12.1 10

0
Suhu C 37 37

Asam laktat 0,2-2,2 (Darah Vena) Mmol/L 3.5 -


0,5-1,6 (Darah Arteri)

Elektrolit

Data Normal Satuan 3/3

Na 136-145 Mmol/L 138


K 3,5-5 Mmol/L 3,83
Cl 98-106 Mmol/L 106
Ca 7-11 Mg/dL 8.5

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1680
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Faal hemostatis
Data Normal Satuan 3/3
PTT

Pasien 9.4-11.3 Detik 11.4


Kontrol Detik 11
INR <1.5 1.10
APTT
Pasien 24.6-30.6 Detik 41.1
Kontrol Detik 25.4

Parameter Nilai Normal Satuan 3/3 5/3 6/3

Imunoserologi (Tiroid)

Free T4 0.7-1.9 ng/dl - - 0.77

TSH 0.2-4.2 µIU/dL - - 1.90

Procalsitonin <0.5 resiko ng/dL - 4.32 1.73


rendah terjadi
syok septik
> 2 resiko tinggi
terjadi syok septik

Inflamasi

CRP Kuantitatif <0.3 mg/dl 0.13

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1681
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Parameter Nilai Normal Satuan 1/3 3/3 6/3

FAAL HATI

Bilirubin total <1 mg/dL - 7.84 11.3

Bilirubin direk <0.25 mg/dL - 0.59 0.61

Bilirubin indirek <0.75 mg/dL - 7.25 10.69

AST/SGOT 0-32 U/L - 36 -

ALT/SGPT 0-33 U/L - 7 -

Albumin 3.5-5.5 mg/dL - 3.63 3.74

GDS <200 mg/dL 81 - -

FAAL GINJAL

Ureum 16.6-48.5 mg/dL - 30

Kreatinin <1.2 mg/dL - 0.69

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1682
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4. Profil Terapi Pasien

Obat Rute Dosis 3/3 4/3 5/3 6/3 7/3

O2 (ETT+ ventilator PEEP 7) V (FiO2 40%) V(FiO2 25%) V V V (FiO2


40%)
Ampisilin sulbactam IV 3x170mg V V V V //

Gentamisin IV 1x15mg V V V V //

Aminofilin IV 3x3mg V //

Fentanyl IV 2mcg/hari V //

Cafein PO 1x25mg V V V V

Morfin Continous IV 6.25mg/hari V V V V

Amikasin IV 1x45mg V

Transfusi PRC IV 40 cc v

D10%/12.5% + KCL 7.4% 2.5 cc IVFD 120cc/hari 120cc/hari 90cc/hari 100cc/hari 72cc/hari 210cc/hari
+ Ca Gluconas 10% 2.5 cc
+ Nacl 3% 5cc

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1683
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5. Analisa SOAP

SUBJEKTIF OBJEKTIF ASSESMENT PLAN

3/03/20 3/03/20 1. O2 (ETT+Ventilator PEEP 7 METO : nilai


FiO240%) SaO2> 90%
Sesak (+) SaO2 : 98%
I : Terapi supportif untuk pasien
Badan HR :185x/min pneumonia pada neonatus
kuning (+)
RR : 68 Moa : Menaikkan SaO2> 90%
T : 38’C 2. Ampisilin Sulbactam
METO :
BB : 2400 g I : Mengatasi pneumonia dan sepsis Pemberian hari
ke-1, Tanda-
Procalsitonin : MOA : Menghambat beta laktamase tanda infeksi
dengan cara hambat secara irrevesibel (WBC, TTV,
4.32 aktivitas enzim transpeptidase yang procalsitonin,
WBC : 23.14 dibutuhkan untuk sintesis dinding sel CRP, Neutrofil,
bakteri monosit)
CRP : 0.13
Dosis : 3x170 mg (IV) SESUAI MESO : diare
Neutrofil : (–) ruam (–)
66.4% Dosis pustaka : 200mg/kgBB/hari
dalam 4 dosis 4-10 hari
Monosit : 9.8
DRP ESO Potensial : diare (3%) ruam
Ur/Cr : 30/0.69 (3%)

3. Gentamisin

I: Mengatasi pneumonia dan sepsis


METO :
MOA :Kombinasi dengan penisilin Tanda-tanda
menghasilkan efek bakterisid yang kuat infeksi (WBC,
TTV,
Dosis: 1x15 mg IV SESUAI procalsitonin,
Dosis pustaka : 5-7mg/kgBB IV dibagi CRP, Neutrofil,
dalam 1-2 dosis 10-14 hari monosit)

DRP ESO Potensial :nefrotoksik MESO : Fungsi


(>10%) ginjal (Ur/Cr)

3/03/20 3/03/20 4. Aminofilin METO :


sesak(-) RR
Sesak (+) RR : 68x/min I : mengatasi sesak
MESO : HR
HR :185x/min MOA : merelaksasi otot polos saluran
pernapasan dan menekan respons
T : 38’C saluran udara terhadap rangsangan.
Dapat meningkatkan konsentrasi cAMP

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1684
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BB : 2400 g dengan menghambat enzim


fosfodiesterase → induksi pelepasan
epinefrin dari sel medula adrenal

Dosis : 3x3 mg IV SESUAI

Dosis pustaka : loading: 4-5mg/kg


PO/IV once daily; maintenance: 3-6
mg/kg/hari PO/IV tiap 8 jam

DRP ESO Potensial : Takikardi

5. Paracetamol METO : Suhu


dan k/u pasien
I : antipiretik
MESO : mual(-
MOA : Menghambat sintesis )muntah (-)
prostaglandin di CNS dan bekerja
secara periferal pada hipotalamus untuk
menghasilkan antipiretik

Dosis : 4x25 mg IV SESUAI

Dosis pustaka : 12.5 mg/kgBB IV tiap


6-8 jam max dosis 50mg/kgBB/hari dan
minimal interval dose 6 jam

DRP ESO Potensial: mual (5%)


muntah (5%)

Sesak (+) 3/03/20 6. Fentanyl METO : nyeri


(-) skor vas
VAS : 4 I : mengatasi nyeri
MESO : mual
MOA : merupakan narkotik agonis (-) muntah (-)
analgesik; menghambat jalur nyeri
yang naik→mengubah respon terhadap
nyeri, memberikan efek analgesik serta
sedasi

Dosis : 2mcg/day SESUAI

Dosis pustaka : 0.5-2mcg/kg/hari

DRP ESO Potensial : mual, muntah

DRP

1. ESO Potensial : Monitoring


fungsi ginjal
Gentamisin → Nefrotoksik (Ur/Cr)

Aminofilin → Takikardi Monitoring HR

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1685
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

4/03/20 3/03/20 Melanjutkan terapi sebelumnya, ada METO :


perubahan terapi : Antibiotik
Sesak (+) Procalsitonin : Pemberian hari
Aminofilin dan fentanil dihentikan. ke-2, Tanda-
4.32 Penambahan terapi : tanda infeksi
WBC : 23.14 (WBC, TTV,
1. Cafein procalsitonin,
CRP : 0.13 I : Mengatasi sesak CRP, neutrofil,
monosit)
Neutrofil : MOA : meningkatkan akumulasi cAMP
66.4% dengan menghambat fosfodiesterase MESO : mual(-
dan meningkatkan sensitivitas pusat ),muntah(-),
Monosit : 9.8 pernapasan moduler terhadap CO2; fungsi ginjal
dapat mencegah apnea dengan (ur/cr)
HR :165x/min
bertindak sebagai antagonis reseptor METO :sesak(-)
RR :60x/min adenosin RR
SaO2 : 99% Dosis : 1x25mg PO SESUAI MESO : HR
T : 36.5 Dosis pustaka : 5-10 mg/kgbb IV/PO
once daily

DRP ESO Potensial : Takikardi (3%)

4/03/20 2. Morfin Continous METO :

VAS: 4 I : mengatasi nyeri nyeri (-) skor


vas
Moa : narkotik agonis analgesik;
menghambat jalur nyeri yang MESO : Pruritus
naik→mengubah respon terhadap nyeri, (-), muntah (-),
memberikan efek analgesik, sedasi output cairan,
konstipasi (-),
Dosis : 6.25mg/kg/day (IV) (sesuai) somnolen (-)
pusing(-)
Dosis pustaka : 0.025-2.6mg/kgbb/day
(continuous infusion)

DRP ESO Potensial : pruritus (≤80%),


Retensi urin (15-70%), muntah (7-
70%), konstipasi, somnolen,pusing
(>10%)

DRP
Monitoring
1. ESO Potensial : fungsi ginjal
(Ur/Cr)
Gentamisin → Nefrotoksik
Monitoring HR
Caffein → Takikardi

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1686
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Morfin → Pruritus, muntah, retensi Monitoring k/u


urin, konstipasi,somnolen, pusing pasien dan
output cairan
2. Interaksi Obat
Monitoring HR
Morfin + Caffein → morfin
meningkatkan sedasi, cafein
menurunkan sedasi: efek tidak optimal

5/03/20 5/03/20 Melanjutkan terapi sebelumnya METO :

Sesak (+) Procalsitonin : nyeri (-) skor


vas
4.32→1.36
MESO : Pruritus
3/03/20 (-), muntah (-),
output cairan,
WBC : 23.14 konstipasi (-),
CRP : 0.13 somnolen (-)
pusing(-)
Neutrofil :
66.4%

Monosit : 9.8

TTV

HR :160x/min
DRP
RR :40x/min Monitoring
1. ESO Potensial : fungsi ginjal
SaO2 : 99% (Ur/Cr)
Gentamisin → Nefrotoksik
T : 36.7 Monitoring HR
Caffein → Takikardi
Monitoring k/u
Morfin → Pruritus, muntah, retensi pasien dan
urin, konstipasi,somnolen, pusing output cairan

2. Interaksi Obat Monitoring HR

Morfin + Caffein → morfin


meningkatkan sedasi, cafein
menurunkan sedasi: efek tidak optimal

6/03/20 3/03/20 Melanjutkan terapi sebelumnya METO :


Antibiotik
Sesak (+) CRP : 0.13 Pemberian hari
ke-4, Tanda-
5/03/20 tanda infeksi
Procalsitonin : (WBC, TTV,
procalsitonin,
4.32→ 1.36

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1687
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

6/03/20 CRP, neutrofil,


limfosit)
WBC :
23.14→16.07 MESO : mual(-
),muntah(-),
Neutrofil fungsi ginjal
DRP
66.4→51.8
1. ESO Potensial :
Monosit
Gentamisin → Nefrotoksik
9.8→14.2 Monitoring
Caffein → Takikardi fungsi ginjal
TTV (Ur/Cr)
Morfin → Pruritus, muntah, retensi
HR :169x/min urin, konstipasi,somnolen, pusing Monitoring HR
RR :40x/min 2. Interaksi Obat Monitoring k/u
SaO2 : 93% Morfin + Caffein → morfin pasien dan
meningkatkan sedasi, cafein output cairan
T : 36’C menurunkan sedasi: efek tidak optimal Monitoring HR

7/03/20 3/03/20 Antibiotik di hari ke-5 dihentikan. METO :


Penambahan terapi : Antibiotik
Sesak (-) CRP : 0.13 Pemberian hari
1. Amikasin ke-1, Tanda-
5/03/20 tanda infeksi
I : mengatasi infeksi (sepsis) (WBC, TTV,
Procalsitonin :
MOA : irrevesibel mengikat 30s procalsitonin,
4.32→ 1.36 subunit pada ribosom bakteri dengan CRP) dievaluasi
menghambat sintesis protein. Dan dalam 48 jam
6/03/20 untuk cakupan bakteri gram negatif dan MESO : fungsi
WBC : infeksi yang resisten terhadap ginjal (Ur/ Cr)
23.14→16.07 gentamisin dan tebramicin

Neutrofil Dosis : 1x45 mg IV SESUAI

66.4→51.8 Dosis pustaka : 18mg/kgBB IV/IM


dalam 48 jam
Monosit
DRP ESO Potensial: nefrotoksik (10%)
9.8→14.2

TTV

HR :165x/min

RR :40x/min

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1688
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

SaO2 : 93%

T : 36.5’C

7/03/20 3/03/20 2. Transfusi PRC METO :nilai Hb


meningkat,
Sesak (-) Hb: 12.5 g/dl I : pada bayi prematur dengan kadar dipantau dalam
Hb< 12g/dL dan bayi yang butuh O2 4 jam dan
6/03/20 dan kondisi apneu monitor TTV
Hb: 9.9 g/dl MOA : meningkatkan nilai Hb MESO :ruam (-)
TTV Dosis : 40 cc (BB : 2400 gram)
SESUAI
HR :165x/min
Dosis pustaka : 20ml/KgBB
RR :40x/min
Eso : ruam (2%)
SaO2 : 93%

T : 36.5’C

7/03/20 Terapi lain lanjut

Sesak (-) DRP

1. ESO Potensial : Monitoring


fungsi ginjal
Amikasin → Nefrotoksik (Ur/Cr)
Caffein → Takikardi Monitoring HR
Morfin → Pruritus, muntah, retensi Monitoring k/u
urin, somnolen, pusing, konstipasi pasien dan
output cairan
2. Interaksi Obat
Monitoring HR
Morfin + Caffein → morfin
meningkatkan sedasi, cafein
menurunkan sedasi: efek tidak optimal
8/03/20
Pasien dipindahkan ke R.NICU

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1689
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.6 Drug Related Problem (DRP)

NO JENIS DRP ASUHAN KEFARMASIAN


1. ESO POTENSIAL
- Gentamisin,Amikasin→Nefrotoksik Monitoring fungsi ginjal (Ur/Cr)
- Aminofilin, Cafein → Takikardi Monitoring HR
- Morfin → Pruritus, muntah retensi Monitoring kondisi umum pasien
urin, somnolen, pusing, konstipasi (gatal, muntah/tidak, BAB), output
cairan)
2. INTERAKSI OBAT
- Morfin + Caffein → morfin Monitoring HR
meningkatkan sedasi, cafein
menurunkan sedasi: efek tidak
optimal

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1690
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien by. Ny. R (2 hari) dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful
Anwar Malang pada tanggal 3 Maret – 8 Maret 2020 dipindahkan ke ruang NICU
(Neonatal Intensive Care Unit). Keluhan utama yaitu bayi mengalami sesak napas
, kondisi lemah dan pucat. Riwayat kelahiran lahir secara SC pada tanggal 1 maret
2020 di RS Persada. Tidak ada riwayat alergi baik obat maupun makanan. Terapi
yang diberikan selama pasien MRS RS Persada antara lain D10%, IV Ampisilin-
Sulbactam, IV Gentamisin, dan IV Aminofilin. Diagnosa akhir pasien yaitu
Preterm/BBLR/SMK, Neonatal Pneumonia, Gagal Napas dan Early Onset Sepsis.
Pasien didiagnosa Preterm/BBLR/SMK. Diketahui bayi Ny. R lahir pada
usia kandungan 34-36 minggu dengan berat badan lahir 2400 gram. Preterm atau
kelahiran prematur merupakan kondisi bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang
dari 37 minggu. Pada prematur, hal yang berkaitan yakni ditandai dengan berat
badan lahir rendah. Pada bayi ny. R, berat badan lahir termasuk dalam klasifikasi
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) yaitu kurang dari 2500 gram dan pengertian
SMK adalah sesuai masa kehamilan bila berat lahir diantara P10 dan P90
(Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2018). Pada kelahiran prematur,
menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan kondisi uterus selama kehamilan atau disebabkan karena adanya
gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan. Kondisi tersebut memicu
dimulainya proses persalinan secara dini. penyebab prematuritas diantaranya stress,
infeksi, perdarahan dan regangan (Norwitz dan John, 2007).
Pada kondisi prematur, fungsi fisiologi bayi dikatakan belum sempurna dan
optimal berbeda dengan bayi yang lahir secara normal dimana fungsi fisiologi
sudah optimal. Oleh karena itu, pemberian terapi dan nutrisi pada bayi prematur
juga berbeda. Kecukupan nutrisi pada bayi prematur adalah jumlah asupan yang
dibutuhkan bayi agar mencapai kecepatan dan komposisi tubuh serupa dengan
pertumbuhan janin. Bayi prematur memiliki kebutuhan nutrien yang lebih tinggi
dibandingkan bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan bayi prematur kehilangan
Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1691
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

periode pertumbuhan yang cepat, yaitu dimulai pada usia gestasi 24 sampai 40
minggu. Percepatan pertumbuhan akan tercapai apabila kebutuhan nutrisi dan
cairan terpenuhi secara adekuat. Nutrisi parenteral terdiri dari makronutrien dan
mikronutrien. Makronutrien berupa karbohidrat, protein, dan lemak. Karbohidrat
dalam nutrisi parenteral diberikan dalam bentuk dekstrosa. Sediaan protein untuk
nutrisi parenteral harus mengandung asam amino conditionally essential yaitu
tirosin, sistein,taurin, histidin, glisin, glutamin, dan arginin. (Konsensus Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2018).
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada bayi Ny.R terapi parenteral yang
diberikan disesuaikan dengan kebutuhan cairan per hari yang dikalkulasikan
dengan berat badan per harinya. Bayi ny. R mendapatkan terapi nutrisi parenteral
D10%/12,5% + KCl 7.4%+ Ca Gluconas 10% + NaCl 5% + MgSO4 dengan rerata
kebutuhan cairan per hari 90-210cc/hari.

Gambar 1.2 Rekomendasi Terapi Cairan Pada Neonatus


(Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2018)

Selain itu, bayi ny. R juga mengalami pneumonia, gagal napas dan early
onset sepsis. Ketiga problem medis ini berkaitan antar satu sama lain dan dapat
terjadi pada bayi dengan keadaan prematur. Pneumonia neonatal merupakan
penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus pneumonia. Hal ini juga selaras dengan kondisi bayi juga mengalami
Early Onset Sepsis atau sepsis onset dini dimana sepsis disebabkan karena infeksi
yang berasal dari ibu dan terjadi pada usia kelahiran kurang dari 3 hari. Pada Early
Onset Sepsis juga dapat disebabkan oleh Streptoccus Gram B salah satunya

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1692
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Streptococcus pneumoniae. Gagal napas pada prematur dapat terjadi karena kondisi
prematur dimana fungsi organ belum optimal yang dapat menyebabkan terjadinya
gangguan. Tidak hanya pada kondisi prematur, pada bayi khususnya neonatus
memang rentan mengalami gagal nafas. Hal ini dapat disebabkan karena pada
neonatus ukuran jalan nafas yang dimiliki kecil dan resistensi yang besar terhadap
aliran udara,compliance paru yang lebih besar, otot pernafasan dan diafragma
cenderung yang lebih mudah lelah , serta predisposisi terjadinya apnea yang lebih
besar. Selain itu, gagal nafas pada neonatus salah satunya dapat disebabkan oleh
infeksi (Greisen, 2010).
Pada neonatus terapi awal antibiotik yang diberikan yaitu
Ampisilin/amoksilin (25-50mg/kgBB IV/IM tiap 6 jam dipantau dalam 24-72 jam
pertama, bila respon baik dilanjutkan 5 hari dan Gentamisin (7.5mg/kgBB IV)
(Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2018). Serta pengobatan supportif
meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah (IKA Unair,2016).
Terapi antibiotik yang diberikan untuk mengatasi sepsis by. Ny. R adalah
kombinasi antibiotik ampisilin-sulbactam 3x170 mg IV dan gentamisin 1x15 mg
IV yang diberikan selama 4 hari lalu digantikan dengan Amikasin di hari ke-6 1x45
mg IV karena nilai hematologi tetap meningkat terutama pada leukosit
(16.07x10’3/µL) dan monosit (14,2%) setelah pemberian antibiotik selama 4 hari.
Penggunaan antibiotik juga selaras dengan PPAM yaitu antibiotik empiris yang
diberikan untuk mengatasi infeksi dengan Ampisilin sulbactam 200 mg/kgbb/hari
IV dalam 4 dosis dan jika dalam pemakaian 3 hari tidak membaik secara klinis
dapat ditambahkan Gentamisin 5-7mg/kg/bb IV dibagi dalam 1-2 dosis dalam 10
hari.
Sedangkan, untuk mengatasi kondisi sesak yang dialami selama MRS
diberikan Aminofilin 3x3 mg IV di hari pertama MRS dilanjutkan dengan Kafein
1x25 mg IV selama MRS. Aminofilin merupakan golongan metilxantin yang
bekerja dengan menstimulasi sistem saraf pusat/perifer dan terbukti dapat
meningkatkan usaha napas, menurunkan ambang sensitif untuk hiperkapni dan
meningkatkan kontraktilitas diafargama dan merupakan golongan reseptor

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1693
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

adenosin non spesifik. Obat-obat golongan metilxantin memiliki efek terapetik


yang sebanding. Aminofilin sebagai terapi AOP (Apnea On Prematurity) sudah
mulai digantikan dengan kafein karena kafein memiliki indeks terapi yang lebih
luas. Pada kafein, akan bekerja dengan merelaksasi otot polos bronkus dan
meningkatkan fungsi otot bronkus. Penggunaan kafein dikontraindikasikan pada
kondisi takikardi (Nadi >180x/menit). (Artanti dkk, 2017). Hal ini yang
menyebabkan kafein tidak diberikan di hari pertama MRS karena pasien mengalami
takikardi (Nadi: 185x/menit). Paracetamol diberikan pada pasien sebagai
antipiretik. Paracetamol akan bekerja pada hipotalamus dan akan menghasilkan
antipiresis. Suhu pasien berkisar 36.5-39’C selama MRS.
Untuk mengurangi rasa nyeri akibat sesak yang dialami pasien terapi
analgesik yang diberikan yakni Fentanyl IV 2mcg di hari pertama MRS dilanjutkan
dengan Morfin continous 6.25mg IV selama MRS. Fentanil merupakan narkotik
agonis analgesik yang bekerja dengan menghambat jalur nyeri serta mengubah
respon terhadap nyeri dan memberikan efek analgesik serta memiliki efek sedasi.
Fentanil lebih paten 75-125 kali dibandingkan morfin. Pemberian fentanil secara
IV memiliki onset lebih cepat dan masa kerja lebih pendek dibandingkan morfin.
Meskipun secara klinis onset fentanil cepat, namun terdapat perbedaan waktu antara
puncak konsentrasi fentanil di plasma dan puncak penurunan gelombang pada EEG.
Efek fentanil yang diberikan secara IV terhadap otak butuh waktu ±6.4 menit.
Potensi yang lebih besar dan onset yang lebih cepat merupakan wujud kelarutan
lemak yang lebih besar dari fentanil terhadap morfin dalam hal hantaran obat
melalui barrier sawar darah otak. Singkatnya, konsentrasi fentanil di plasma tidak
akan menurun dengan cepat dan kerjanya sebagai analgetik sama halnya dengan
depresi dari ventilasi yang dapat terjadi lebih lama. Waktu paruh fentanil lebih lama
dari morfin, hal ini menujukkan volume distribusi fentanil lebih besar. Fentanil
yang diberikan 10mcg/kgBB IV pada neonatus dapat menyebabkan terangsangnya
efek baroreseptor di sinus carotid yang dapat secara nyata menurunkan laju jantung.
Bradikardi adalah efek fentanil yang dapat menimbulkan penurunan tekanan darah
dan cardiac output serta reaksi alergi jarang ditemukan pada pemberian fentanil
(Hall et al, 2010). Hal ini yang menyebabkan fentanil diberikan hanya saat MRS

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1694
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

karena takikardi dan dipastikan nyeri hebat dan butuh analgesik onset cepat dan
ketika di hari kedua kondisi pasien sudah tidak mengalami takikardi, tetapi masih
nyeri (VAS=4) diberikan analgesik berupa morfin karena efek samping depresi
napasnya tidak sepotensial fentanil. Selain itu, pasien menggunakan ventilator
ditujukan untuk terapi supportif O2 karena kondisi gagal napas serta adanya
pemasangan ventilator tidak menutup kemungkinan ada fase “menolak” dari bayi
dan pemberian morfin selain memberikan efek analgesik ada efek sedasi yang
membantu pasien menjadi lebih tenang dan pemantauan efek samping morfin dapat
dipantau melalui tanda-tanda vital yang dipantau melalui ventilator.
Secara umum, transfusi PRC hampir selalu diberikan pada kadar Hb< 7g/dl,
terutama pada keadaan anemia akut. Transfusi juga dapat dilakukan pada kadar Hb
7,0-10,0g/dl apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara
klinis dan laboratorium. Tranfusi jarang dilakukan pada kadar Hb>10g/dl kecuali
terdapat indikasi tertentu, seperti penyakit yang membutuhkan kapasitas transpor
oksigen lebih tinggi. Pada bayi prematur, transfusi PRC diindikasikan apabila kadar
Hb<7g/dl. Pada keadaan Infant Respiratory Distress Syndrome (IRDS), transfusi
diberikan pada kadar Hb < 12g/dl untuk bayi yang membutuhkan oksigen, atau
<10g/dl untuk bayi yang tidak membutuhkan oksigen (Wahidiyat dan Nitish, 2016).
Pasien mengalami anemia ditandai dengan penurunan Hb (12,5g/dl → 9.9 g/dl)
diberikan transfusi PRC 40 ml dan dipantau selama 4 jam dengan target Hb diatas
12 g/dl.
Pasien juga mengalami kuning/ikterik. Hal ini juga ditandai dengan nilai
bilirubin indirek tinggi (10,69g/dl). Ikterik pada bayi baru lahir merupakan ikterik
fisiologis, karena ikterik fisiologis yang terjadi pada neonatus kurang bulan umum
dijumpai pada hari ke 3-4 kelahiran dan akan hilang pada hari ke 10-20 dengan
kadar tertinggi bilurubin indirek < 15mg/dl. Pada bayi ny. R peningkatan kadar
bilirubin terutama bilirubin indirek diduga karena faktor prematuritas neonatus dan
penurunan asupan enteral akibat belum sempurnanya sistem oral motor sehingga
terjadiu peningkatan sirkulasi bilirubin enterohepatik yang akhirnya bermanifestasi
sebagai hiperbilirubinemia indirek. Atau keadaan pada prematur, dimana
perubahan bilirubin unconjugated menjadi bilirubin conjugated tidak optimal. Tata

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1695
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

laksana yang dapat diberikan dengan terapi sinar. Terapi sinar ditujukan untuk
melarutkan unconjugated bilirubin yang berlebih dalam tubuh bayi dan mencegah
agar kadar bilirubin indirek dalam darah tidak mencapai kadar yang neurotoksik.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Dewi, dkk (2016) pemberian fototerapi
selama 24 jam 2,5±0,8mg/dl diketahui mengalami penurunan nilai bilirubin indirek
sebesar 16,3% pada neonatus (Dewi dkk, 2016). Pada bayi ny. R untuk mengatasi
kondisi hiperbilirubinemia diberikan terapi fototerapi selama 1x24 jam.
Terapi yang diberikan pada pasien secara keseluruhan sudah sesuai dengan
indikasi dan kondisi klinis pasien tersebut, namun terdapat beberapa Drug Related
Problem yang perlu dimonitoring. Pemberian antibiotik gentamisin dan amikasin
diketahui memiliki efek samping nefrotoksik (>10%), oleh karena itu perlu
pemantauan nilai fungsi ginjal terutama pada nilai ureum dan kreatinin pasien.
Selain itu, efek samping potensial dari morfin yang perlu diwaspadai yakni retensi
urin, somnolen, prutitus, dan takikardi sehingga perlu dipantau kondisi umum
meliputi tanda-tanda virtal serta nadi pasien. Aminofilin juga berpotensi memiliki
efek samping potensial terjadi takikardi. Pemantauan nadi juga diperlukan saat
administrasi obat aminofilin secara IV. Selain itu, adanya interaksi obat antara
morfin dan cafein dimana morfin dapat meningkatkan efek sedasi, sedangkan cafein
menurunkan efek sedasi sehingga efek tidak optimal. Perlu pemantauan nadi serta
pemberian tidak dalam waktu yang bersamaan untuk meningkatkan efektivitas
terapi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1696
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
a. Pasien By. Ny. R mendapatkan terapi : Antibiotik (Ampisilin-sulbatam,
gentamisin, amikasin), terapi analgesik (morfin, fentanyl), terapi untuk
mengatasi keluhan sesak napas (ventilator, aminofilin, cafein), nutrisi
parenteral (D10/12,5%, KCl 7,4%, Ca Gluconas 10%, NaCl 3%, dan
MgSO4). Terapi hiperbilirubinemia (Fototerapi) dan anemia (Transfusi
PRC). Semua terapi yang diberikan sudah tepat indikasi, tepat dosis, dan
sesuai dengan Formularium.
b. Pada terapi yang diberikan masih ditemukan adanya DRP berupa efek
samping potensial dan interaksi obat

Saran
a. Memantau efektivitas terapi yang diberikan.
b. Melakukan monitoring berkala tanda-tanda vital dan gejala efek samping
potensial dan interaksi obat yang mungkin terjadi.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1697
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

Artanti, D. Rohsiswanto, R.,Rosalina. 2017. Comparison of Safety Aminophylline


and Caffeine in Premature Babies with Prematurity Apne. Sari Pediatri.
19(2):108-13

Brenda, L. 2018. Neonatal Pneumonia.

https://www.msdmanuals.com/professional/pediatrics/infections-in-
neonates/neonatal-pneumonia

Carlo W. 2001. Assisted ventilation. Dalam: Klaus M, Fanaroff A, penyunting. Care


of the high-risk neonate. Edisi 5. Philadelphia: Saundersh. 277-300.

Cunningham F.G. et all. 2010. William’s Obstetrics. 23rded. USA : The McGraw-
Hill.

Dewi, A., Kardana, I., Suarta, K. 2016. Phototherapy Effectiveness of Reduce Total
Bilirubin Level in Hyperbilirubinemia Neonates at Sanglah Hospital. Sari
Pediatri. Vol 18(2) 81-6

Hall, R. Rolla, S. 2010. Drug Of Choice for Sedation and Analgesia in the NICU.
Clinics in Perinatology. Vol 36

Hermansen C, Lorah K. 2007. Respiratory distress in the newborn. Am Fam


Physician. 76:987-94

Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2018. Konsensus Asuhan Nutrisi Pada
Bayi Prematur. Jakarta : Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia
Mathai,S, Raju,C, Kanitkar,C.2007. Management of respiratory distress in the
newborn. MJAFI. 63(269-72).

Misnadiarly.2008. Penyakit infeksi saluran napas. Pneumonia pada anak, orang


dewasa, usia lanjut. Edisi 1. Jakarta: Pustaka obor populer. Hal 26-30

Nissen,M. 2007. Congenital and neonatal pneumonia. Pediatrics Resp.; 8:195-203

Norwitz, E., John, O. 2007. Persalinan Prematur. Dalam: Safitri, Amalia dan Rina
Astikawati (editor). At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlangga

PPAM. 2017. Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi Edisi II.
Malang : RSUD dr Saiful Anwar

Prawirohardjo, S. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1698
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Proverawati, A. 2010. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).


Yogyakarta:NuhaMedika

Pusponegoro, T. 2000.Sepsis pada Neonatus. Sari Pediatri, Vol. 2, No. 2. 96 -102\

Rukiyah, A. Yulianti, L. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta :
Trans Info Medik

Saifudin, A. 2009. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.


Jakarta: YBPSP

Spesialis Ikatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2016.


Pneumonia. Surabaya: FK Unair

Sue DY and Bongard FS.2003. Respiratory Failure: In Current Critical Care


Diagnosis and Treatment,2nd Ed. Lange-McGrawHill. California. P 269-89

Sweet D, Carnielli V, Greisen G, Hallman M, Ozek E, Plavka R, et al. 2010.


European consensus guidelines on the management of neonatal respiratory
distress syndrome in preterm infants. Neonatology. 97:402-17.

Wahidiyat, P., Nitish, B. 2016. Rational Blood Transfusion in Children. Sari


Pediatri. Vol 18(4) 325-31

WHO. 2012. Preterm Birth

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs363/en/index.html

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1699
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN
Hari/Tanggal Subjektif Objektif Assesment Plan
6/3/20 Sesak (-) TTV 1. O2 METO :
Nadi : 169x/menit Indikasi : terapi supportif untuk pasien pneumonioa Nilai SaO2 > 90% sesak
RR : 40x/min pada neonatus (-)
T: 36’C Mekanisme aksi : menaikkan Sao2 > 90%
SaO2:93% Dosis pasien : 0.5 lpm MESO :
Dosis pustaka : 0.5 lpm pada bayi muda Hiperventilasi (-) (PaO2,
ESO potensial : Hiperventilasi PCO2)

LAB 2. Ampisilin Sulbactam ( Hari ke-4) METO :


CRP :0.13 Indikasi : antibiotik empiris untuk mengatasi Perbaikan tanda2 infeksi
Procalsitonin : pneumonia dan sepsis dan sepsis (WBC, TTV,
5.36→1.36 Mekanisme aksi : bertindak sebagai beta laktamase Leukosit, Neutrofil,
WBC: 23.14→ inhibitor CRP, Procalsitonin,
16.07 (x 10’3µl) Dosis pasien : 3x170 mg IV SESUAI Monosit)
Monosit : 14.2 %
MESO :

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1700
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Neutrofil : 66.4→ Dosis pustaka : 200mg/kgbb/hari dalam 4 dosis Diare (-) ruam (-)
51.8(%) terbagi sampai 4-10 hari jika 3 hari tidak membaik
ditambahkan gentamisin (PPAM RSSA, 2017)
DRP ESO potensial : diare(3%) ruam (3%)
3. Gentamisisn METO :
Indikasi : antibiotik empiris untuk mengatasi Perbaikan tanda2 infeksi
pneumonia dan sepsis dan sepsis (WBC, TTV,
FAAL GINJAL Mekanisme aksi : kombinasi dengan penisilin Leukosit, Neutrofil,
Ur/Cr : 30/0.69 dapat meningkatkan efek bakterisidal yang kuat CRP, Procalsitonin,
Dosis pasien : 1x15 mg IV SESUAI Monosit)
Dosis pustaka : 5-7mg/kgbb/hari IV dalam 1-2 MESO :
dosis 10-14 hari (PPAM RSSA, 2017) Fungsi ginjal (ur/cr)
DRP ESO potensial : Nefrotoksik (10%)
4. Paracetamol METO :
Indikasi : antipiretik untuk menurunkan suhu Monitor suhu
Mekanisme aksi : bekerja pada hipotalamus untuk MESO :
menghasilkan antipiresis Mual (-) muntah (-)
Dosis pasien : 4 x 25 mg IV SESUAI

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1701
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Dosis pustaka : 12.5mg/kgbb Ivtiap 6jam maksimal


dosis 50mg/kgbb/hari 5 (AHFS, 2011)
DRP ESO potensial : mual(3%) muntah (5%)
5. Kafein METO :
Indikasi : mengatasi sesak Sesak (-) RR
Mekanisme aksi : golongan metilxantin bekerja MESO :
dengan meningkatkan akumulasi cAMP dengan Takikardi (-) dengan
menghambat fosfodiesterase dan meningkatkan monitor nadi
sensitivitas pusat pernapasan moduler terhadap
CO2 dan dapat mencegah apnea dengan bertindak
sebagai antagonis reseptor adenosin
Dosis pasien : 1x25 mg PO SESUAI
Dosis pustaka : 10-20mg/kg/bb/hari IV
(AHFS,2011)
DRP ESO potensial : Takikardi (10%)
6. Morfin Continous METO :
Indikasi : mengatasi nyeri Nyeri (-) skor vas
Mekanisme aksi : menghambat jalur nyeri yang MESO :
naik dan mengubah respon terhadap nyeri dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1702
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

bertindak sebagai analgesik dan memiliki efek pruritus(-) retensi urin (-


sedasi ), muntah (-), konstipasi
Dosis pasien : 6.25mcg/kg/hari IV SESUAI (-) somnolen (-)
Dosis pustaka : 0.025-2.6mg/kgbb/hari IV Monitoring HR
(AHFS,2011)
DRP
1. ESO potensial : pruritus(80%), retensi urin (15-
70%), muntah (7-70%), konstipasi (10%)
somnolen (10%)
2. Interaksi Obat :Morfin+Cafein → morfin
meningkatkan sedasi, dan cafein menurunkan
sedasi : efek tidak optimal
7/3/20 Sesak (-) TTV Terapi lain lanjut, terapi antibiotik ampisilin
Demam (-) Nadi : 165x/menit sulbactam dan gentamisin dihentikan
Muntah (-) RR : 40x/min Penambahan terapi :
T: 36.5’C 1. Amikasin
SaO2:95% Indikasi : antibiotik empiris lini kedua untuk
mengatasi pneumonia dan sepsis METO :

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1703
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Mekanisme aksi : infeksi yang resisten terhadap Nilai Hb >12g/dl


LAB gentamisin dipantau dalam 4 jam
CRP:0.13 Dosis pasien 1x45 mg IV SESUAI MESO :
Procalsitonin : Dosis pustaka : 18mg/kgbb/hari IV/IM Ruam (-)
1.36 (AHFS,2011)
WBC: 16.07 x DRP ESO potensial : Nefrotoksik (10%)
10’3µl 2. Transfusi PRC
Monosit : 14.2 % Indikasi : menagatasi anemia
Neutrofil: 51.8 % Mekanisme aksi : menigkatkan nilai Hb
FAAL GINJAL Dosis pasien : 40cc/hari SESUAI
Ur/Cr : 30/0.69 Dosis pustaka : neonatus→ 20cc/kgbb (Sari
Pediatri,2016)
DRP ESO potensial : ruam (2%)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1704
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

STUDI KASUS:

Analisis Kefarmasian pada Pasien


Penyakit Jantung Rematik + Gagal
Jantung + Gizi Kurang Marasmus

(13 Maret – 18 Maret 2020)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1705
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAPORAN FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 27 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Penyakit Jantung Rematik +


Gagal Jantung + Gizi Kurang Marasmus ”

di Instalasi Rawat Inap 4 Ilmu Kesehatan Anak

Oleh:
Kelompok IRNA 4 IKA
(13 Maret – 16 Maret 2020)

1. Dewi Novitasari, S. Farm (051913143100)


2. Diah Ayu Retanti, S. Farm (051913143067)
3. Miftakhul Rohmah Putri, S. Farm (051913143079)
4. Hana Olivia, S.Farm (051913143109)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1706
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Periode 03 Februari – 27 Maret 2020

“Analisis Kefarmasian pada Pasien Penyakit Jantung Rematik + Gagal


Jantung + Gizi Kurang Marasmus ”

di Instalasi Rawat Inap 4 Ilmu Kesehatan Anak

Oleh:
Kelompok IRNA 4 IKA
(13 Maret – 16 Maret 2020)

1. Dewi Novitasari, S. Farm (051913143100)


2. Diah Ayu Retanti, S. Farm (051913143067)
3. Miftakhul Rohmah Putri, S. Farm (051913143079)
4. Hana Olivia, S.Farm (051913143109)

Disetujui Oleh:

Apoteker Penanggung Jawab Pasien Pembimbing Klinis


IRNA 4 IKA R. HCU ANAK IRNA 4 IKA

ACC (6 April 2020) ACC (1 April 2020)


Kumaidatun Novita, S. Farm., Apt Jainuri Erik P., M. Farm.Klin, Apt

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1707
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Penyakit Jantung Rematik


1.1.1 Definisi
Penyakit jantung reumatik (PJR) merupakan kelainan katup jantung yang
menetap yang diakibatkan dari kondisi demam reumatik sebelumnya dan reaksi
inflamasi autoimun terhadap infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh
streptokokus grup A (faringitis streptokokus) (WHO, 2018). Demam rematik akut
yang merupakan penyebab dari penyakit jantung rematik didahului dengan adanya
faringitis akut sekitar 20 hari sebelumnya, yang merupakan periode laten
(asimtomatik), rata-rata onset sekitar 3 minggu sebelum timbul gejala. Diagnosis
demam rematik akut berdasarkan Kriteria Jones (Revisi 1992). Ditegakkan bila
ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor, ditambah
dengan bukti infeksi streptokokus Grup A tenggorok positif + peningkatan titer
antibodi streptokokus (ICHRC, 2016).
Penyakit jantung rematik juga merupakan penyakit yang banyak pada
kondisi kemiskinan anak-anak dan orang dewasa usia kerja (Watkins, et al., 2018).
Prevalensi penyakit jantung rematik terjadi dua kali lebih banyak pada perempuan
dibanding laki-laki. Faktor-faktor sosial ekonomi dan lingkungan seperti
perumahan yang buruk, kurang gizi, kepadatan penduduk, dan kemiskinan
merupakan contributor terbesar sebagai penyebab parahnya kondisi penyakit
jantung rematik ataupun demam rematik (WHO, 2018).
Penderita penyakit jantung rematik akan berisiko untuk mengalami
kerusakan jantung akibat infeksi berulang dari demam rematik akut dan
memerlukan pencegahan dengan segera. Morbiditas akibat gagal jantung, stroke,
dan endokarditis pada penderita PJR mencapai angka 1,5% pasien akan meninggal
dalam setahun (Bhaya, et al., 2010 dan Marijon, et al., 2007).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1708
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.1.2 Etiologi
Etiologi dari penyakit jantung reumatik adalah komplikasi dari demam
reumatik yang berulang atau tunggal. Demam reumatik merupakan penyakit yang
disebabkan infeksi Streptococcus grup A. Penularan infeksi Streptococcus tipe A
dapat terjadi secara langsung melalui ludah atau dahak yang keluar ketika orang
yang terinfeksi bersin atau batuk. Selain secara langsung, penularan juga dapat
terjadi melalui benda-benda yang terkontaminasi bakteri (Marijon et al, 2012).

Keterlibatan kardiovaskuler pada penyakit ini ditandai oleh inflamasi


endokardium dan miokardium melalui suatu proses autoimun’ yang menyebabkan
kerusakan jaringan. Inflamasi yang berat dapat melibatkan perikardium. Valvulitis
merupakan tanda utama reumatik karditis yang paling banyak mengenai katup
mitral (50-60%), katup mitral dan katup aorta (20%), dan katup trikuspid tetapi
yang berkaitan dengan katup mitral dan aorta (10%). Penyakit jantung reumatik
dapat terjadi pada usia berapa pun, namun insiden tertinggi ditemukan pada anak
berumur 5-15 tahun (Dass dan Kanmanthareddy, 2019).

1.1.3 Patofisiologi

Patofisiologi penyakit jantung reumatik (PJR) adalah proses autoimun


sekuele dari demam rematik. Patofisiologi respon autoimun dipicu oleh infeksi
faringitis Streptococcus β hemolitikus grup A, namun patogenesis yang pasti masih
belum jelas (Mann et al, 2015). Respon autoimun yang timbul diduga akibat adanya
penyamaan antigen protein M dengan protein yang terdapat pada jantung (keratin,
laminin myosin, tropomiosin, dan vimentin). Protein M adalah dinding sel pada
Streptococcus group A yang berbentuk polimer bercabang dengan sifat antigenetik
yang kuat. Kemiripan struktur tersebut memicu terjadinya aktivasi silang antibodi
dan atau sel T terhadap protein dalam tubuh manusia hingga menimbulkan reaksi
autoimun (Marijon et al,2012).
Terjadi reaksi yang timbul akibat hipersensitivitas tipe II karena persamaan
molekuler yang pada keadaan normal bila tidak ada rangsangan dari sel limfosit T,
sel limfosit B maka akan berada dalam keadaan tak bereaksi di perifer. Pada infeksi
Streptococcus, antigen presenting cells (APC) pada sel B akan menghadapkan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1709
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

bakteri tersebut ke sel T yang akan berdiferensiasi menjadi T2 helper cell,


kemudian akan mengaktivasi sel B menjadi sel plasma, dan menghasilkan antibodi
terhadap dinding Streptococcus. Dan akan berekasi terhadap sel tubuh lain
(Wulandari, 2015).
Faktor genetik juga diduga berperan penting terkait kerentanan timbul
reaksi autoimun karena tidak semua individu dengan infeksi Streptococcus group A
mengalami demam rematik (Marijon et al,2012). Menurut RHD Australia tahun
2012, respon inflamasi tersebut menyerang jantung, sendi, otak serta kulit sehingga
dapat menimbulkan karditis, Syndenham chorea, artritis, nodul subkutan, serta
eritema marginatum. Mekanisme timbulnya rematik karditis yaitu antibodi
monoklonal manusia mengidentifikasi myosin jantung serupa dengan antigen
protein M Streptococcus. Studi menunjukkan respon autoantibodi spesifik terhadap
peptida fragmen S2 miosin jantung. Epitope karbohidrat N-acetyl-beta-D-
glucosamine paling dikenal oleh antibodi monoclonal manusia mengalami reaksi
silang dengan miokardium dan katup jantung. Laminin merupakan target kerusakan
pada katup oleh antibodi atau kompleks imun. Infiltrasi seluler sel T yang reaktif
dan inflamasi terjadi dengan peningkatan regulasi vascular cell adhesion molecule-
1 (VCAM-1) (Cunningham, 2014).
Miosin terkandung dalam otot papilari jantung, bukan di katup jantung.
Diduga kerusakan katup terjadi akibat reaksi silang antara miosin jantung di
miokardium dengan laminin, vimentin atau komponen lainnya di katup. Kerusakan
endothelium katup akan mengekspos kolagen. Kolagen yang terekspos akan terus
diserang oleh antibodi sehingga kerusakan katup berlanjut. Peradangan
endothelium katup menimbulkan edema, infiltrasi selular yang didominasi oleh sel
T, serta vegetasi fibrin-platelet thrombi pada zona katup yang mengalami kontak.
Kerusakan katup memicu deformitas yang ditandai dengan fibrosis,
neovaskularisasi, peningkatan kolagen, serta selularitas jaringan. (Cunningham,
2014).
Dalam penyakit jantung rematik dan demam rematik, status nutrisi juga
sangat berpengaruh pada reaksi tubuh terhadap adanya invasi mikroorganisme.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1710
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Status nutrisi yang buruk juga akan memperparah kelainan yang dapat timbul
(Wulandari, 2015).

1.1.4 Penatalaksanaan Terapi

Penentuan terapi untuk pasien jantung rematik memerlukan tambahan


sebagai berikut :
1. Pencegahan sekunder dengan profilaksis penisilin
2. Pemantauan terapi antikoagulan yang memadai pada pasien dengan fibrilasi
atrium dan/atau katup prostetik mekanik
3. Akses ke layanan kesehatan mulut
4. Akses ke ekokardiografi
5. Akses ke dokter spesialis, dokter anak dan/atau ahli jantung
6. Akses layanan ke kardiologi cardiothoracic dan intervensi
Adapun kondisi lesi yang berbeda-beda pada pasien jantung rematik sebagai
berikut :
A. Regurgitasi mitral : kelebihan volume ventrikel kiri dan atrium kiri. Dalam
kasus yang lebih parah kondisi ini dapat menurunkan secara progresif fungsi
kontraktil sistolik.
B. Stenosis mitral : obtruksi progresif ke aliran ventrikel kiri karena adanya
fibrosis dan fusi parsial dari katup mitral.
C. Regurgitasi aorta : kelebihan volume ventrikel kiri da nada kelebihan
volume end-diastolic ventrikel kiri, yang akhirnya mengakibatkan disfungsi
kontraktil ventrikel kiri pada kasus yang lebih parah.
D. Stenosis aorta : terjadi karena fibrosis dan fusi dari katup, menyebabkan
obstruksi progresif ke aliran ventrikel kiri.
E. Regurgitasi trikuspid : akibat kelainan katup rematik sisi kiri atau
menunjukkan adanya rematik inflamasi.
F. Stenosis trikuspid : jarang terjadi namun dapat mengakibatkan obstruksi
aliran masuk ventrikel kanan.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1711
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pada pasien dengan beberapa lesi katup, manajemen terapi biasanya


berfokus pada lesi katup yang paling parah. Berikut adalah manajemen terapi pada
penyakit jantung rematik (RHD Australia, 2012).
Tabel 1.1 Manajemen Terapi PJR

Lesi Katup
Gejala Terapi Medis Operasi
Jantung
Regurgitasi Tidak ada Pada RM kronis dan Untuk sedang-berat RM :
Mitral (RM) gejala stabil (terlepas dari ▪ Mitral valve repair operation
beberapa tingkat of choice
tahun, keparahannya), ▪ Mitral valve replacement with
namun bisa tidak diberikan biological or mechanical
terjadi vasodilator, prosthesis
dispnea diuretik, atau ▪ Avoid mechanical prostheses,
dan inhibitor ACE if concerns about warfarin
kelelahan kecuali jika terjadi adherence or future pregnancy
gagal jantung klinis.
Stenosis Tidak ada Diuretik Semua pasien simtomatik harus
Mitral gejala, (furosemide, dirujuk untuk penilaian bedah-
kecuali spironolakton) kardio
dispnea, diindikasikan untuk
kelelahan, pasien kongesti
palpitasi vena pulmonal
simtomatik atau
edema paru.
Regurgitasi Tidak ada Semua pasien yang 4. Bioprosthetic or homograft
Aorta gejala simtomatik harus valve replacement: no
beberapa dimulai dengan requirement for
tahun, ACE inhibitor dan anticoagulation if in sinus
namun bisa dirujuk untuk rhythm, limited durability in
terjadi evaluasi bedah younger patients.
dispnea kardio. 5. Mechanical valve
dan Pertimbangkan replacement: anticoagulation
kelelahan ACE inhibitor atau is required
terapi vasodilator 6. Aortic valve repair: many
dengan centres have limited
dihydropyridines experience.
(mis. nifedipine) 7. Ross procedure (replacement
pada pasien tanpa of the aortic valve with a
gejala dengan RA pulmonary autograft and
sedang/berat, replacement of the pulmonary
terutama jika ada valve with a homograft): only
hipertensi sistolik. in selected cases with
experienced surgeons.
Stenosis Tidak ada Terapi medis tidak ▪ Bioprosthetic or homograft
Aorta gejala, diindikasikan pada valve replacement: limited
kecuali pasien asimtomatik. durability, no requirement for
dispnea, Pasien simtomatik

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1712
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kelelahan, memerlukan long-term anticoagulation if in


pingsan operasi. sinus rhythm
▪ Mechanical valve
replacement: long-term
anticoagulation is required
Regurgitasi Dispnea Dengan gejala HF - Tricuspid valvuloplasty
trikuspid saat kanan atau kiri : - Tricuspid valve replacement
aktivitas, Diuretik (mis. with mechanical or biological
kelelahan, furosemide, prosthesis if valvuloplasty not
biasanya spironolactone) possible
akibat
penyakit
katup
rematik sisi
kiri
Stenosis Biasanya Dengan gejala HF 13 Percutaneous balloon
trikuspid sekunder, kanan/kiri : Diuretik valvuloplasty or surgical
akibat dari (mis. furosemide, commisurotomy operation of
penyakit spironolactone) choice.
katup sisi 14 Tricuspid valve replacement
kiri with mechanical or biological
prosthesis if repair or PBTV
not possible
(Sumber: RHD Australia, 2012)

Penentuan terapi pada pasien jantung rematik berdasarkan tingkat


keparahannya seperti (Betterhealth, 1999) :
1. Rawat inap di rumah sakit untuk terapi gagal jantung
2. Antibiotik untuk kondisi infeksi (khususnya pada katup jantung)
3. Obat pengencer darah untuk mencegah stroke atau darah encer untuk
penggantian katup
4. Balon dimasukkan melalui vena untuk membuka katup yang macet
5. Operasi katup jantung untuk memperbaiki atau mengganti katup jantung
yang rusak.
Tujuan pengobatan untuk demam rematik adalah untuk menghancurkan
bakteri streptokokus grup A yang tersisa, meredakan gejala, mengontrol
peradangan, dan mencegah kondisi tersebut kembali. Terapi termasuk (Mayo
Clinic, 2020):
1. Antibiotik : penisilin atau antibiotik lain untuk menghilangkan bakteri strep
yang tersisa.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1713
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2. Antibiotik lain untuk mencegah terulangnya demam rematik. Pencegahan


berlanjut sampai usia 21 tahun atau sampai anak menyelesaikan perawatan
minimum lima tahun, dipilih mana yang lebih lama.
3. Orang yang pernah mengalami radang jantung selama demam rematik
mungkin disarankan untuk melanjutkan perawatan antibiotik pencegahan
selama 10 tahun atau lebih.
4. Perawatan anti-inflamasi. Dokter dapat meresepkan pereda nyeri, seperti
aspirin atau naproxen (Naprosyn, Naprelan, Anaprox DS), untuk mengurangi
peradangan, demam, dan nyeri. Jika gejalanya parah atau tidak merespons
obat antiinflamasi, dokter mungkin akan meresepkan kortikosteroid.
5. Obat antikonvulsan. Untuk gerakan tak sadar yang parah yang disebabkan
oleh Sydenham chorea, obat anti kejang, seperti asam valproat (Depakene)
atau carbamazepine (Carbatrol, Tegretol, lain-lain).
Adapun panduan penggunaan antimikroba profilaksis dan terapi RSUD Dr.
Saiful Anwar pada demam rematik ditunjukkan pada gambar 1.1. Pada gambar 1.2
menunjukkan guideline pemberian antibiotik pada kondisi demam rematik dan
jantung rematik di beberapa Negara berdasarkan WHO, 2008.

Gambar 1.1 PPAM RSUD Dr. Saiful Anwar mengenai Demam Rematik
(Sumber : RSUD Dr. Saiful Anwar, 2017)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1714
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.2 Guideline Pemberian Antibiotik Demam Rematik dan PJR


(Sumber : WHO, 2008)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1715
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2 Gagal Jantung


1.2.1 Definisi
Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya kelainan
pada struktur atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung tidak mampu
mempertahankan curah jantung (cardiac output/CO) yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan (Kemp & Conte, 2012).
Gejala gagal jantung antara lain dyspnea dan fatigue, yang menyebabkan
keterbatasan aktivitas. Fatigue terjadi karena turunnya CO sehingga terjadi
penurunan perfusi ke jaringan perifer. Hal ini menyebabkan penumpukan sisa
metabolisme di jaringan perifer yang selanjutnya akan menyebabkan rasa letih.
Turunnya CO juga menyebabkan terjadinya udema perifer. Dyspnea dan gawat
pernafasan lainnya yang terjadi pada gagal jantung terjadi karena peningkatan
tekanan vena pulmonalis dan tekanan kapiler sehingga menyebabkan pengurangan
kelenturan paru dan meningkatkan kerja otot pernafasan yang dibutuhkan untuk
mengembangkan paru (Harrison, et al., 2008).
Gagal jantung pada anak (pediatrik) adalah sindroma klinis dan
patofisiologis yang dihasilkan dari disfungsi ventrikel, volume atau tekanan yang
overload, baik disebabkan oleh salah satu maupun kombinasi. Gagal jantung
pediatrik merupakan salah satu penyebab kematian anak-anak. Tujuan pengobatan
gagal jantung pada anak adalah untuk menjaga stabilitas, mencegah perkembangan
penyakit, dan menyediakan lingkungan yang nyaman untuk memungkinkan
pertumbuhan somatik serta perkembangan yang optimal (Das, 2018).
Istilah gagal jantung akut menggambarkan perubahan struktural atau
fungsional di jantung yang terjadi dalam hitungan menit hingga jam diikuti oleh
kongesti, malperfusi, takikardia dan hipotensi. Gagal jantung akut tidak identik
dengan kondisi ‘gagal jantung yang memburuk’ baik secara mekanis maupun
fungsional pada penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya. Pasien dengan gagal
jantung, penyakit dapat berkembang karena pengobatan yang kurang optimal atau
tingkat kepatuhan yang rendah terhadap terapi yang diberikan, dan terjadinya
dekompensasi klinis. Gagal jantung kronis pada anak ditandai dengan gejala klinis
dan patologis yang progresif akibat dari kelainan kardiovaskular dan non

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1716
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kardiovaskular dengan manifes berupa gejala seperti edema, gangguan pernafasan,


kegagalan pertumbuhan, intoleransi olahraga, disertai dengan gangguan sirkulasi,
neurohormonal dan molekuler. Gagal jantung ‘advance’ adalah pasien yang
mengalami gangguan sirkulasi secara signifikan yang memerlukan perwatan
khusus termasuk pertimbangan penggunaan inotropik secara berkelanjutan,
bantuan sirkulasi mekanis atau transplantasi jantung. Gagal jantung stage akhir (end
stage) adalah tingkatan akhir dari semua penyakit jantung sehingga memerlukan
terapi ortotopik jantung, paru-paru, atau transplantasi jantung-paru (Das, 2018).
The International Society for Heart and Lung Transplantation (ISHLT)
mengelompokkan gagal jantung pediatrik menjadi 4 stage (A-D) dengan tujuan
untuk mengidentifikasi mereka yang beresiko mengalami gagal jantung serta
membandingkan stage tanpa gejala (A) dengan mereka yang mengalami gagal
jantung end stage sehingga memerlukan intervensi terapetik untuk pemeliharaan
fungsi organ (Das, 2018).
Tabel 1.2 Klasifikasi gagal jantung menurut ISHLT
Stage Deskripsi
A Pasien dengan resiko tinggi terkena gagal jantung tetapi fungsi jantung
normal. Antara lain pasien dengan jantung univentrikular, terpapar
antrasiklin, distrofi otot duchenne, kelainan kongenital, kardiomiopati
B Pasien dengan kelainan struktur jantung tetapi belum mengalami gejala
gagal jantung.
C Pasien dengan kelainan struktur jantung dan menunjukkan gejala gagal
jantung
D Pasien dengan gejala gagal jantung yang membutuhkan terapi medis yang
maksimal seperti : infusi agen inotropik, bantuan sirkulsi mekanik,
transplantasi jantung
(Sumber: Das, 2018)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1717
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Tabel 1.3 Klasifikasi gagal pada anak menurut modifikasi Ross (NYHA)
Kelas dan deskripsi Manifestasi
Kelas I : Asimptomatis Sumbatan/ kongesti lebih sering terjadi
daripada penurunan cardiac
output/hipoperfusi ion pada anak-anak
dengan end stage
Kelas II : Takipnea ringan atau Terjadi peningkatan tekanan kapiler paru
diaforesis saat makan/minum susu pada >15mmHg
bayi; dispnea saat aktivitas pada anak
yang lebih besar
Kelas III : Takipnea ringan atau Peningkatan tekanan atrium kanan
diaforesis saat makan/minum susu pada
bayi; waktu menyusui berkepanjangan
dengan kegagalan pertumbuhan
Kelas IV : gejala seperti takipnea, Terjadi kematian maupun deteriorasi selama
retraksi, grunting, diaforesis saat menunggu transplantasi jantung
istirahat
(Sumber: Das, 2018)

Gambar 1.3 Gejala gagal jantung pada anak-anak


(Sumber: Das, 2018)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1718
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.2.2 Etiologi

Gambar 1.4 penyebab umum terjadinya gagal jantung pada anak-anak


(Sumber: Masarone, 2017)

1.2.3 Patofisiologi
Gagal jantung diawali oleh penurunan kemampuan jantung untuk
berkontraksi (disfungsi sistolik) dan atau menurunkan kemampuan pengisian
ventrikel (disfungsi diastolik). Dengan menurunnya fungsi jantung, maka jantung
akan melakukan mekanisme kompensasi:
a. Takikardi dan peningkatan kontraktilitas melalui aktivasi sistem saraf
simpatis: Mekanisme untuk mempertahankan CO (Cardiac Output) ketika

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1719
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

kontraktilitas rendah adalah dengan meningkatkan denyut jantung. Hal ini


dicapai melalui aktivasi sistem saraf simpatik (Sympathetic Nervous System,
SNS) dan efek agonis norepinefrin pada reseptor β - adrenergik dalam hati.
Aktivasi simpatis juga meningkatkan kontraktilitas dengan meningkatkan
konsentrasi kalsium sitosol (Robert et al., 2011).
b. Mekanisme FrankStarling: dimana peningkatan volume preload akan
meningkatkan stroke volume (volume darah yang dipompa pada saat
sistole). Dalam pengaturan penurunan mendadak CO, respons alami tubuh
adalah mengurangi aliran darah ke perifer untuk mempertahankan perfusi
ke organ vital seperti jantung dan otak. Oleh karena itu, perfusi ginjal
dikompromikan. Hal ini menyebabkan aktivasi sistem renin angiotensin-
aldosteron (Renin Angiotensin Aldosterone System, RAAS). Dalam gagal
jantung, perubahan dalam filamen kontraktil mengurangi kemampuan
kardiomiosit untuk beradaptasi dengan peningkatan preload. Dengan
demikian, peningkatan preload sebenarnya merusak fungsi kontraktil pada
gagal jantung dan menghasilkan penurunan lebih lanjut dalam CO (Robert
et al., 2011).
c. Vasokonstriksi: Terjadinya vasokontriksi Aktivasi RAAS dan SNS juga
berkontribusi terhadap vasokonstriksi dalam upaya untuk mendistribusikan
aliran darah dari organ perifer seperti ginjal untuk sirkulasi koroner dan
serebral. Vasokonstriksi arteri menyebabkan gangguan ejeksi darah dari
jantung karena peningkatan dalam afterload. Hal ini menyebabkan
penurunan CO dan stimulasi respon kompensasi yang terus menerus,
menciptakan lingkaran setan aktivasi neurohormonal (Robert et al., 2011).
d. Hipertrofi ventrikular dan remodeling. Mekanisme kompensasi ini pada
awalnya menguntungkan untuk mempertahankan fungsi jantung, namun
efek jangka panjang dari mekanisme ini memperburuk gagal jantung dan
berkontribusi terhadap perkembangan penyakit (DiPiro, et al., 2015).
Hipertrofi ventrikel dan remodeling Respon kompensatorik terakhir pada
gagal jantung adalah hipertrofi atau bertambahnya tebal dinding ventrikel.
Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel – sel miokardium,

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1720
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial bergantung pada jenis
beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung. Remodeling
jantung terjadi sebagai kompensasi untuk adaptasi perubahan stres dinding
dan diatur sebagian oleh aktivasi neurohormonal, dengan angiotensin II dan
aldosteron menjadi rangsangan utama (Robert et al., 2011). Ketika
remodeling terjadi, ada perubahan dalam ukuran, bentuk, struktur, dan
fungsi ventrikel. Perubahan geometrik ini pada awalnya sebagai kompensasi
untuk meningkatkan volume ventrikel yang mengarah pada meningkatnya
stroke volume dan cardiac output walaupun ejection fraction (EF) berkurang
(Kemp & Conte, 2012).

1.2.4 Penatalaksanaan Terapi


Tujuan pengobatan gagal jantung pada anak adalah untuk menjaga
stabilitas, mencegah perkembangan penyakit, dan menyediakan lingkungan yang
nyaman untuk memungkinkan pertumbuhan somatik serta perkembangan yang
optimal (Das, 2018). Terapi lini pertama yang digunakan adalah Angiotensin-
Converting Enzyme Inhibitor (ACE-i), kemudian lini kedua adalah golongan β-
blocker. Golongan obat lain yang dapat digunakan seagai terapi gagal jantung pada
anak adalah golongan mineralokortikoid, sedangkan penggunaan diuretik hanya
digunakan untuk mencapai status euvolemia yang merupakan status volume normal
cairan tubuh yang menghasilkan pengisian ruang jantung secara adekuat dan
memungkinkan jantung menghasilkan cardiac output yang dapat memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh (Das, 2018).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1721
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Gambar 1.5 Manajemen terapi yang diterima pasien gagal jantung pediatrik
(Sumber: Das, 2018)

Gambar 1.6 Manajemen terapi gagal jantung pediatrik sesuai stage penyakit
(Sumber: Prince, 2019)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1722
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

▪ ACE-I
ACE inhibitor akan menghambat jalur perubahan angiotensin I menjadi
angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor poten. Angiotensin II juga dapat
menstimulasi pengeluaran aldosteron dan arginin vasopressin, serta
mengaktivasi sistem saraf simpatis perifer maupun sentral. Terjadinya
penghambatan oleh ACE inhibitor akan menyebabkan penurunan preload dan
afterload, sehingga akan menghambat progresivitas remodeling ventrikel yang
terjadi pada pasien gagal jantung. Efek samping penggunaan inhibitor ACE
yaitu hipotensi, batuk berkepanjangan, insufisiensi renal, dan pada pasien
hiponatremia akan meningkatkan resiko terjadinya penurunan tekanan darah
secara drastis pada awal penggunaan ACE inhibitor (Katzung, 2007).
▪ Β-Blocker
Penggunaan β-blocker bertujuan untuk menghambat aktivasi berlebihan sistem
neurohormonal, karena dapat menyebabkan kematian sel, hipertrofi, iskemia
dan aritmia. Penggunaan β-blocker dapat memperbaiki ejection fraction
ventrikel kiri dan menurunkan dilatasi ventrikel kiri karena penggunaan β-
blocker akan memberi efek penghambatan proses remodelling ventrikel (DiPiro
et al., 2015).
▪ Diuretik
Diuretik merupakan senyawa yang merangsang pengeluaran urine dengan
meningkatkan laju ekskresi natrium dan air. Cara kerja diuretik pada
pengobatan gagal jantung adalah dengan menurunkan retensi garam dan air
sehingga akan menurunkan preload ventrikuler. Penggunaan diuretika yang
memberi respon terbaik pada pasien gagal jantung yaitu penggunaan
furosemide. Oleh karena furosemide merupakan diuretik kuat sehingga perlu
dilakukan monitoring keseimbangan elektrolit dan pemeriksaan kadar urea
dalam urine (Kaplan, 2005).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1723
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3 Gizi Kurang Marasmus

1.3.1 Definisi
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena kekurangan
asupan energi dan protein juga mikronutrien dalam jangka waktu lama. Anak
disebut gizi buruk apabila berat badan dibanding umur tidak sesuai (selama 3 bulan
berturut turut tidak naik).
Dampak gizi buruk pada anak terutama balita adalah:
1. Pertumbuhan badan dan perkembangan mental anak sampai dewasa terhambat.
2. Mudah terkena penyakit ispa, diare, dan sering terjadi.
3. Bisa menyebabkan kematian bila tidak dirawat secara intensif (DepKes, 2011)

1.3.2 Etiologi
Unicef (1998), mengemukan bahwa faktor-faktor penyebab kurang gizi
dapat di lihat dari penyebab langsung, tidak langsung, pokok permasalahan dan akar
masalah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu:
Faktor Langsung
▪ Kurangnya asupan gizi dari makanan
Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau
makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial
dan ekonomi yaitu kemiskinan.
▪ Penyakit infeksi
Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak
bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
Faktor tidak Langsung
▪ Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
▪ Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
▪ Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai
(DepKes, 2011).

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1724
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

1.3.3 Patofisiologi
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.
Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet,
akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang
diperlukan untuk sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup
karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino
dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan
otot. Makin berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan
kurangnya produksi albumin hepar, yang berakibat timbulnya edema. Perlemakan
hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport
lemak dari hati ke depot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemak di
hati.

1.3.4 Penatalaksanaan Terapi


Pada pasien dengan malnutrisi, penatalaksanaan yang adekuat diperlukan
melalui kolaborasi berbagai pihak yaitu oleh dokter dan tenaga medis, ahli nutrisi,
dan keluarga dari pasien tersebut. Pada anak dengan edema akibat malnutrisi, status
nutrisi harus dinilai dengan hati-hati karena dapat menyebabkan bias pada
pengukuran berat badan. Anak dengan malnutrisi kronis membutuhkan asupan
kalori 120-150 kkal/kg/hari untuk mencapai berat badan sesuai (Shasidar, 2017).

Rumus yang digunakan untuk mengukur kebutuhan kalori yaitu:


Kkal/kg = (RDA untuk umur x BB ideal)/ BB actual

Pada kondisi yang malnutrisi akut berat, perawatan di rumah sakit bisa jadi
diperlukan oleh pasien anak yang memerlukan intervensi medis. Penatalaksanaan
malnutrisi akut berat atau gizi buruk dilakukan melalui dua tahap yaitu fase
stabilisasi dan fase rehabilitasi. Terdapat 10 langkah penatalaksanaan anak dengan
gizi buruk yang diterapkan di Indonesia, yaitu:
a. Atasi/cegah hipoglikemia
b. Atasi/cegah hipotermia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1725
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

c. Atasi/cegah dehidrasi
d. Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
e. Atasi/cegah infeksi
f. Koreksi defisiensi mikronutrien
g. Memulai pemberian makan
h. Mengupayakan tumbuh-kejar
i. Memberikan stimulasi sensoris dan dukungan emosional
j. Mempersiapkan untuk tindak lanjut pascaperbaikan

Prinsip penatalaksanaan penyakit malnutrisi adalah dilakukan secara bertahap agar


tidak terjadi refeeding syndrome (Sjarif, 2011).
1. Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko menderita hipoglikemia (kadar gula
darah sewaktu <54mg/dl), dan kondisi ini dapat menyebabkan kematian pada 2 hari
pertama perawatan. Bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia, pemberian makan
setiap 2-3 jam sangat penting untuk mencegah terjadinya hipoglikemia
berkepanjangan. Dalam kondisi hipoglikemia, bila anak dalam keadaan sadar dapat
diberikan 50 ml larutan glukosa 10% atau sukrosa 10% (1 sendok teh penuh gula
dilarutkan dalam 50 ml air) baik peroral maupun NGT. Kemudian mulai pemberian
F75 (formula nutrisi dengan kalori 75 kkal/100mL) tiap 2 jam, dan untuk 2 jam
pertama berikan seperempat dosis tiap 30 menit. Pertimbangkan pula pemberian
antibiotik jika terbukti terdapat infeksi pada pasien. Bila anak dalam keadaan tidak
sadar, dapat diberikan bolus glukosa 10% intravena diikuti dengan 50 ml glukosa
10% lewat pipa NGT dan dilanjutkan pemberian F75 dengan metode serupa.
Evaluasi kadar gula darah setelah 2 jam tatalaksana (Sjarif, 2011)

2. Dehidrasi dan Keseimbangan Elektrolit


Tidak mudah menilai dehidrasi pada anak dengan gizi buruk karena tanda dan
gejala dehidrasi sering didapati pada gizi buruk meskipun tidak dehidrasi. Oleh
karena itu, diagnosis pasti adanya dehidrasi adalah melalui pemeriksaan berat jenis
urin >1.030, disertai dengan gejala klinis khas seperti kehausan dan kulit kering.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1726
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Rehidrasi pada gizi buruk menggunakan larutan khusus yaitu ReSoMal


(Rehydration Solution for Malnutrition) yang mengandung natrium dan kalium
dalam jumlah sesuai. Seluruh anak dengan malnutrisi berat mengalami kelebihan
natrium walaupun kadar Na darah rendah. Defisiensi kalium dan magnesium juga
terjadi dan membutuhkan waktu minimal 2 minggu untuk melakukan koreksi.
Edema yang muncul pada pasien malnutrisi berat dapat disebabkan ketidak-
seimbangan elektrolit sehingga pemberian diuretik untuk mengatasi edema tidak
dianjurkan (Sjarif, 2011).

3. Pemberian Makanan dan Koreksi Defisiensi Mikonutrien


Pemberian makanan pada fase stabilisasi memerlukan pendekatan yang hati-
hati karena kondisi fisiologis anak dengan malnutrisi akut berat sangat rapuh.
Pemberian makan sebaiknya dimulai sesegera mungkin dengan porsi kecil namun
sering menggunakan makanan dengan osmolaritas rendah dan rendah laktosa
seperti F75. Pemberian makan sebaiknya melalui oral atau bantuan pipa
nasogastrik, dan bila anak masih minum ASI, lanjutkan pemberian ASI namun
setelah formula makanan dihabiskan. Berikut ini jadwal yang direkomendasikan
pada fase stabilisasi:
▪ 1-2 hari : frekuensi tiap 2 jam, 11 cc/kgBB/pemberian, volume 130 ml/kg/hari
▪ 3-5 hari: frekuensi tiap 3 jam, 16 cc/kgBB/pemberian, volume 130 ml/kg/hari
▪ 6-7+hari: frekuensi tiap 4 jam, 22 cc/kgBB/pemberian, volume 130 ml/kg/hari
selanjutnya, pada fase transisi dan rehabilitasi, bila anak dirasa mampu, jenis
formula makanan dapat dinaikkan menjadi F100 (formula nutrisi dengan kalori 100
kkal/100mL) yang memiliki kalori lebih tinggi untuk mempersiapkan anak
mencapai berat badan yang ditargetkan. Koreksi defisiensi mikronutrien juga perlu
diberikan, namun pemberian preparat besi tidak boleh diberikan hingga minggu
kedua atau pada fase rehabilitasi. Pada hari pertama perawatan dapat diberikan
Vitamin A peroral (dosis >12 bulan 200.000 SI, untuk 6-12 bulan 100.000 SI, untuk
0-5 bulan 50.000 SI), ditunda bila kondisi klinis buruk. Dapat pula diberikan asam
folat 5 mg peroral. Di Indonesia, terdapat larutan yang mengandung elektrolit dan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1727
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

mineral yang dibutuhkan yaitu zinc, tembaga (Cu), kalium dan magnesium. Larutan
ini dikenal sebagai Mineral Mix (Sjarif, 2011).

Gambar 1.7 Penatalaksanaan kurang gizi marasmus


(Sumber: Sjarif, 2011)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1728
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB II

PROFIL PASIEN

2.1 Data Pasien

Nama/ Jenis kelamin : An. Z


Umur/ BB/ TB : 14 tahun / 39kg /
Alamat : Jl. Raya
MRS/KRS : 09-03-2020/
Status pasien : JKN
Dokter : dr.,SpA-K
Farmasis : Kumaidatun Novita, S. Farm., Apt
Alergi : -
Keluhan utama : Sesak
Riwayat penyakit saat ini : Rujukan dari RSUD Lawang, sesak
dikeluhkan sejak 3 bulan, pasien dikeluhkan
mulai ngongsrong terutama ketika olahraga.
Sesak semakin memberat 1minggu terakhir.
Riwayat kesehatan : Penyakit Jantung
Riwayat pengobatan : Omeprazole, Ondansetron, Cefixim
Diagnosa awal : PJR + Gagal jantung NYHA dass III +
Gizi buruk marasmus + demam rematik
serangan berulang
Diagnosa akhir : PJR + Gagal jantung NYHA dass III +
Gizi buruk marasmus

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1729
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.2 Data Klinik


Tabel 2.1 Tanda-tanda vital pasien
Nilai
Parameter 9/3 10/3 11/3 12/3 13/3 14/3 15/3 16/3
normal
Suhu (oC) 36-37 36,8 37 36,8 37,1 37 36,7 36,9 36,9
Nadi(x/menit) 80-85 120 122 105 120 120 109 120 108
RR (x/menit) 20 22 24 32 30 40 33 24 20
TD (mmHg) 120/80 - - - - - - - -
GCS 456 456 456 456 456 456 456 456 456
SpO2 >95% 98% 99% 99% 99% 99% 100% 100% 100%

Tabel 2.2 Tanda-tanda klinis pasien


Tanggal pemeriksaan
Parameter
9/3 10/3 11/3 12/3 13/3 14/3 15/3 16/3
Demam - - - - - - - -
Sesak + + + + + - - -
Nyeri dada - - - - + + - -
Batuk + + + + + + + +
Edema + + + + + + + +

2.3 Data laboratorium pasien


Tabel 2.3 Data laboratorium pasien

Parameter Nilai Normal 09/3 12/3

HEMATOLOGI

Hemoglobin 11,4 – 15,1 g/dl 11,20 1.80

Eritrosit 4,0 – 5,0 106/µL 4,26 4,39

Leukosit 4,7 – 11,3 103/µL 11,56 13,81

Hematokrit 38 – 42 % 33,60 35,90

Trombosit 142 – 424 103/µL 444 465

MCV 80 – 93 78,90 81,80

MCH 27 – 31 pg 26,30 26,90

MCHC 32 – 36 g/dL 33,30 32,90

RDW 11,5 – 14,5 13,50 15,10

PDW 9 – 13 12,6 11,1

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1730
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

MPV 7,2 – 11,1 10,7 10,2

P-LCR 15,0 – 25,0 30,6 26,2

PCT 0,150 – 0,400 0,47 0,48

NRBC Absolut 0,01 0,06

NRBC persen 0,1 0,01

Parameter Nilai Normal 09/3 12/3

Elektrolit

Natrium 135 – 145 mmol/L 127

Kalium 3,5 – 5,0 mmol/L 4,05

Chlorida 98 – 106 mmol/L 100

Calcium 7,6 – 11,0 mmol/L 8,7 8,6

Phosphat 2,5-7,0 mmol/L 5,3 5,4

Test Lain

Procalatonin 0,15

Inflamasi 6,27
(CRP
Kuantitatif)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1731
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Parameter Nilai normal 09/03 12/03


HITUNG JENIS
Eosinofil 0-4 0,01 0,01
Basofil 0-1 0,3 0,1
Neutrofil 51 - 67 71,2 74,8
Limfosit 25 - 33 23,4 17,3
Monosit 2-5 5,0 7,7
Eosinofil absolut 0,01 0,01
Basofil absolut 0,03 0,01
Neutrofil absolut 8,23 10,33
Limfosit absolut 2,71 2,39
Monosit absolut 0,16 – 1 0,50 1,07
Immature 0,40 1,40
granulasit (dalam
persen)
Immature 0,05 0,19
granulosit

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1732
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.4 Profil terapi pasien


11/3 11/3 12/3 12/3 13/3 13/3 14/3 14/3 14/3 15/3 15/3
Rute Dosis 9/3 10/3 16/3
(05.00) (20.00) (04.30) (10.00) (04.30) (19.00) (04.30) (07.00) (18.30) (05.00) (20.00)

O2 NC 2 lpm √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

0,2 mg/ 0,2 mg/ 0,2 mg/ 0,5 mg/ 0,5 mg/ 0,5 mg/ 0,5 mg/ 0,5 mg/ 0,3 mg/ 0,3 mg/
3x30 3x30
Furosemide IV 2x30 mg √ √
mg mg
kg/menit kg/menit kg/menit kg/jam kg/jam kg/jam kg/jam kg/jam kg/jam kg/jam

2x17,5
Captopril PO 2x20 mg √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
mg

Prednison 7-5-4 7-5-4 7-5-4 7-5-4 7-5-4 7-5-4 7-5-4 7-5-4 7-5-4 7-5-4 7-5-4
PO 8-4-4 tab √ √ 7-5-4 tab
5mg tab tab tab tab tab tab tab tab tab tab tab

Infus C 1:1 IVFD 500 cc √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Eritromisin PO 4x250 mg - - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

2x0,1875
Digoxin PO 2x0,125 mg - - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
mg

Sucralfat
PO 3xcth II - - - - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
suspensi

Spironolacton PO 2x25 mg - - - - - √ √ √ √ √ √ √ √ √

Vitamin A PO 1 x 5000 IU - - - - - - - - √ - - - - √

Vitamin BC PO 1 x 1 tab - - - - - - - - √ - - - - √

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1733
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Vitamin E PO 1x100 IU - - - - - - - - √ - - - - √

Vitamin C PO 1x100 mg - - - - - - - - √ - - - - √

Asam Folat PO 1x1 gram - - - - - - - - √ - - - - √

Zinc PO 1x20 mg - - - - - - - - √ - - - - √

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1734
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

2.5 Drug related problem pasien


1. Interaksi Obat Furosemide – Captopril
Monitor : Penggunaan bersama menyebabkan peningkatan terjadinya
hipotensi dan hipovolemi.
Manajemen : pemantauan tekanan darah, diuresis, elektrolit dan fungsi
ginjal selama pengobatan. Kemungkinan efek hipotensi dosis pertama dapat
diminimalkan dengan memulai terapi captopril dosis rendah atau
menghentikan sementara penggunaan diuretik. Selain itu bisa dengan
meningkatkan asupan garam sekitar satu minggu sebelum memulai terapi
Captopril. Sebagai alternatif, pasien dapat tetap berada dibawah
pengawasan medis selama setidaknya 2 jam setelah dosis pertama captopril
diberikan atau sampai kondisi pasien stabil.
2. Interaksi Obat Furosemid – Prednison
Monitor : penggunaan bersama dapat meningkatkan hipokalemia.
Manajemen : pemantauan secara ketat terhadap kadar kalium untuk
memantau terjadinya hipokalemia. Disarankan dapat memberikan suplemen
kalium, pasien diberi edukasi tentang tanda-tanda hipokalemia dan segera
memberi tahu kenapa dokter apabila mengalami gejala hipokalemia.
3. Interaksi Obat Furosemid – Digoxin
Monitor : penggunaan bersama dapat mempengaruhi kadar digoxin hingga
menyebabkan terjadi aritmia pada pasien jika sebekumnya psien mengalami
hipokalemia dan hipomagnesia akibat penggunaan furosemid
Manajemen : pemantauan kadar digoxin, kalium dan magnesium secara
ketat. Jika terjadi hipokalemia maupun hipomagnesia harus segera diatasi
dan dilakukan penyesuaian dosis digoxin. Beri edukasi terhadap pasien
tentang tanda-tanda toksisitas digoxin, gangguan elektrolit.
4. Interaksi Obat Spironolacton – Captopril
Monitor : penggunaan bersama dapat meningkatkan resiko hiperkalemia
terutama pada pasien dengan komplikasi gangguan ginjal, diabetes, gagal
jantung yang telah parah. Dapat meningkatkan resiko berupa penurunan
fungsi ginjal.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1735
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Manajemen : lakukan pemeriksaan kadar kalium dan monitor fungsi ginjal


secara rutin dan teratur, hindari penggunaan suplemen kalium kecuali jika
dilakukan pengawasan dengan ketat. Jika spironolacton diresepkan bersama
captopril maka disarankan dosis yang diberikan tidak lebih dari 25mg/hari.
5. Interaksi Obat Spironolacton – Prednison
Monitor : mineralokortikoid memiliki efek antagonis terhadap
antihipertensi karena dapat meningkatkan retensi natrium dan air
Manajemen : penggunaan prednison jangka panjang perlu dilakukan
evaluasi terhadap tekanan darah, glukosa, hingga dapat menyebabkan
udema dan memperparah kondisi gagal jantung.
6. Interaksi Obat Furosemid – Sucralfat
Dapat menurunkan kadar natrium dan efek antihipertensi. Monitoring data
elektrolit dan tekanan darah.
7. Interaksi Obat Captopril – Digoxin
Captopril dapat menurunkan konsentrasi serum digoxin pada pasien dengan
gagal jantung kongestif. Monitoring kadar obat dalam darah atau efek terapi
obat.
8. Interaksi Obat Spironolakton – Digoxin
Kategori moderate study, spironolakton dapat meningkatkan kadar obat
digoxin dalam darah. Monitoring kadar obat dalam darah, adjust dosis, atau
efek terapi obat.

(AHFS, 2011, BNF, 2020, dan Drugs.com)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1736
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien An.Z berumur 14 tahun datang dari IGD pada tanggal
9 Maret 2020 dengan keluhan sesak nafas sejak tadi siang, batuk sejak satu minggu
yang lalu, dahak kuning, tidak demam serta detak jantung terasa capek dan
memberat. Pasien rujukan dari RSUD Lawang karena sesak sejak 3 bulan,
kemudian mulai ngongsrong terutama ketika olahraga dan sesak memberat
seminggu terakhir. Diagnosa pasien yaitu Penyakit Jantung Rematik + Gagal
jantung NYHA class III + Gizi buruk marasmus. Riwayat pengobatan pasien adalah
omeprazol, ondansetron dan cefixime.
Diagnosis oleh dokter terkait penyakit jantung rematik didukung dengan
adanya diagnosis demam rematik yang berulang. Gejala klinis menunjukkan pasien
sesak yang semakin berat pada satu minggu terakhir. Data laboratorium terkait
ekokardiografi menunjukkan terdapat regurgitasi trikuspid berat, regurgitasi aorta
sedang, dan regurgitasi pulmonal sedang.
Tujuan pengobatan untuk demam rematik adalah menghancurkan bakteri
streptokokus grup A yang tersisa, meredakan gejala, mengontrol peradangan, dan
mencegah kondisi tersebut kembali. Terapi yang diberikan pada kondisi jantung
rematik telah sesuai dengan Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan
Terapi RSUD Dr. Saiful Anwar yaitu eritromisin 4x250 mg. Terapi eritromisin
dapat diberikan jika pasien memiliki alergi penisilin, namun data alergi obat tidak
diketahui. Kemudian diberikan terapi antiinflamasi dengan golongan
glukokortikoid yaitu prednisone dengan dosis pemberian tiga kali dalam sehari
yaitu 8 mg, 4 mg, dan 4 mg. Selanjutnya dosis diturunkan (tapering off) untuk
menghindari insufisiensi adrenal akut.
Diagnosis selanjutnya yang didapat pasien adalah gagal jantung stage III
NYHA yang ditandai dengan tanda-tanda klinis berupa sesak dan ngongsrong jika
digunakan beraktivitas sehingga menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik. Pasien
mengalami takikardi yang ditandai dengan nilai nadi lebih dari 100x/menit yaitu
120x/menit. Gagal jantung diawali oleh penurunan kemampuan jantung untuk

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1737
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

berkontraksi (disfungsi sistolik) dan atau menurunkan kemampuan pengisian


ventrikel (disfungsi diastolik). Dengan menurunnya fungsi jantung, maka jantung
akan melakukan mekanisme kompensasi takikardi. Pasien juga mengalami
hiponatremia dimana kadar natrium kurang dari nilai normal, pada pasien
didapatkan kadar natrium sebesar 127mmol/L kondisi ini menggambarkan bahwa
pasien mengalami dekompensasi akibat gagal jantung yang dialaminya.
Terapi gagal jantung yang diterima pasien adalah furosemide IV 2x30mg,
Captopril per oral 2x20mg, Digoxin per oral 2x0,125mg dan spironolakton
2x25mg. Terapi yang diterima pasien sudah sesuai dengan guideline terapi yaitu
untuk pasien gagal jantung stage III pada pediatrik mendapatkan obat dari golongan
ACE-I, diuretik, dan Inotropik positif.
Pasien menerima Captopril per oral dengan dosis 2x20mg telah sesuai
dengan guideline yaitu pada pediatrik diberikan Captopril untuk vasodilatasi
pembuluh darah dan agen anti remodeling dengan dosis 0,1 sampai 2mg/kgBB
setiap 8 jam, dengan berat badan 39kg maka setelah dilakukan perhitungan dosis
tidak melebihi rentang. Kemudian dosis furosemid yang diberikan telah sesuai
dengan guideline yaitu untuk diberikan secara intravena 0,5-2mg/kgBB setiap 6
sampai 12 jam. Pasien menerima furosemid pada hari pertama (09/03/20) sebesar
2x30mg, dengan berat badan 39kg maka setelah dilakukan perhitungan dosis tidak
melebihi rentang. Furosemid merupakan obat golongan diuretik sehingga
digunakan untuk mengeluarkan cairan dari jantung. Dilakukan penyesuaian dosis
berdasarkan evaluasi dari banyaknya cairan yang berhasil dikeluarkan. Pada
tanggal 11/03/20 dilakukan peningkatan dosis menjadi 3x30mg kemudian pada
tanggal 12 sampai 13 dilakukan penurunan dosis menjadi 0,2mg/kg/menit untuk
mempertahankan stabilitas cairan pasien. Terapi lain yang diterima pasien adalah
digoxin yang bertujuan untuk membantu denyut jantung tetap normal dengan
menstimulasi kontraksi miokardium, meningkatkan kadar kalsium sitosol atau
meningkatkan sensitivitas protein yang berkontraksi terhadap kalsium. Dosis
Digoxin yang diterima pasien adalah 2x0,125mg telah sesuai dengan dosis yang
dicantumkan di guideline. Digoxin diberikan mulai tanggal 11/03/20 setelah
diberikan terapi furosemide karena digoxin bersifat lipofil, sehingga adanya cairan

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1738
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

dalam jantung dapat mengganggu penetrasi digoxin ke dalam sel jantung untuk itu
cairan harus dikeluarkan terlebih dahulu oleh furosemid agar digoxin dapat bekerja.
Spironolakton diberikan kepada pasien dengan dosis 2x25mg mulai tanggal
12/03/2020 untuk mempertahankan kadar kalium pada pasien tetap berada dalam
batas normal. Menurunnya cardiac output pada pasien gagal jantung akan
mengaktivasi system renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) sehingga akan terjadi
peningkatan kadar angiotensin II maupun aldosteron. Antagonis aldosteron akan
menurunkan resiko serangan dan kematian, selain itu terjadi perbaikan simptom
yang diamati melalui perubahan tingkatan gagal jantung menurut New York Heart
Association (NYHA). Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan
spironolakton yaitu ginekomasti dan peningkatan konsentrasi serum kalium
(hiperkalemia).
Diagnosis selanjutnya yang didapat pasien adalah kurang gizi marasmus
dengan kondisi hiponatremi dan terjadi pembengkakan atau udema. Semua anak
dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan magnesium yang mungkin
membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk memperbaikinya. Terdapat
kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun kadar natrium serum rendah. Edema
dapat diakibatkan oleh keadaan ini. Edema yang muncul pada pasien malnutrisi berat
dapat disebabkan ketidak-seimbangan elektrolit sehingga pemberian diuretik untuk
mengatasi edema tidak dianjurkan. Terapi gizi kurang pada pasien adalah dengan
pemberian Nasi TKTP 3x1 porsi , F100 dengan 6x200 cc (1200cc, 1200kkal,
36gram) dengan tambahan multivitamin berupa vitamin A 1x5000 IU , vitamin BC
1x1 tab, vitamin C 1x100mg, vitamin E dengan 1x100IU, asam folat 1x1g dan zinc
1x20mg. Terapi yang diberikan telah sesuai untuk tata laksana penanganan gizi
buruk fase stabilisasi tanpa terapi zat besi, sesuai untuk kondisi pasien dimana
pasien tidak mengalami diare
Asuhan kefarmasian yang diberikan oleh apoteker pada kasus ini yaitu
pemberian obat peroral pada pasien meliputi captopril, prednisone, eritromisin,
digoksin, sukralfat, spironolakton, vitamin (A, B kompleks, E, C), asam folat, zink,
multivitamin. Apoteker memberikan obat secara UDD (Unit Dose Dispensing)
untuk meningkatkan kepatuhan pasien dan melakukan pemantauan terapi obat.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1739
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Pemberian obat peroral pada pasien/keluarga pasien dengan memberikan KIE


terkait obat yang diberikan terutama indikasi obat dan dosis obat. Menyampaikan
pula kepada pasien jika terjadi tanda-tanda alergi obat ataupun efek samping obat
yang tidak diinginkan segera melaporkan kepada apoteker ataupun dokter. Asuhan
kefarmasian juga dilakukan pada perawat untuk obat yang diberikan selain peroral,
seperti furosemide IV 2x30 mg dan cairan NaCl 0,9%. Apoteker juga
menyampaikan kepada perawat terkait cara penggunaan obat dan saling membantu
dalam hal monitoring data laboratorium yang mendukung kondisi pasien.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1740
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

BAB IV

KESIMPULAN

1. Pasien MRS 9 Maret 2020 dengan diagnosis PJR, Gagal Jantung NYHA class
III, dan Gizi Buruk Marasmus. Pemberian terapi dilanjutkan dengan monitoring
dilakukan khsusunya efek dari potensi interaksi obat yang terjadi.
2. Terdapat beberapa DRP sebagai berikut :
a) Interaksi Obat Furosemide – Captopril
b) Interaksi Obat Furosemid – Prednison
c) Interaksi Obat Furosemid – Digoxin
d) Interaksi Obat Spironolacton – Captopril
e) Interaksi Obat Spironolacton – Prednison
f) Interaksi Obat Furosemid – Sucralfat
g) Interaksi Obat Captopril – Digoxin
h) Interaksi Obat Spironolakton – Digoxin
3. Asuhan kefarmasian dilakukan :
a) Pemberian obat peroral pada pasien meliputi captopril, prednisone,
eritromisin, digoksin, sukralfat, spironolakton, vitamin (A, B kompleks, E,
C), asam folat, zink, multivitamin. Apoteker memberikan obat secara UDD
(Unit Dose Dispensing). Pemberian obat peroral pada pasien/keluarga
pasien dengan memberikan KIE dan jika terjadi tanda-tanda alergi obat
ataupun efek samping obat yang tidak diinginkan segera melaporkan kepada
apoteker ataupun dokter.
b) Asuhan kefarmasian pada perawat untuk furosemide IV 2x30 mg dan cairan
NaCl 0,9%. Apoteker juga menyampaikan kepada perawat terkait cara
penggunaan obat dan monitoring data laboratorium yang mendukung
kondisi pasien.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1741
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

DAFTAR PUSTAKA

American Society of Health System Pharmacists, 2011. AHFS Drug Information.


United States of America
Benowitz, N.L., 2007. Obat-obat Kardiovaskular-Ginjal. Obat Antihipertensi.
Katzung Farmakologi Dasar & Klinik, edisi 10, Diterjemahkan oleh
Aryandhito W.N., Leo R., dan Linda D. Jakarta: EGC, hal.177.
Betterhealth, 1999. Rheumatic Heart Disease. State of Victoria
Bhaya M, Panwar S, Beniwal R, dan Panwar RB, 2010. High prevalence of
rheumatic heart disease detected by echocardiography in school children.
Echocardiography. 2010; 27(4):448–53.
BNF, 2020. British National Formulary 78th Edition, BMJ Publishing Group,
London.
Braunwald, E., 2008. Heart Failure and Cor Pulmonale, In: Kasper, A.S. Fauci,
D.L. Longo, E. Braunwald, S.L. Hauser, and J.L. Jameson (Eds.). Harrison’s:
Principles of Internal Medicine, Ed. 17th, USA: McGraw-Hill Companies Inc.
Cunningham MW, 2014. Reumatic fever, autoimmunity and molecular mimicry:
the streptococcal connection. Int Rev Immunol. 2014;33(4):314-29.
Das, Bibhuti B., 2018. Current State of Pediatric Heart Failure, Children, 88(5),
1-16.
Dass C, Kanmanthareddy A. Rheumatic Heart Disease, 2019. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538286/
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015.
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edition. New York: McGraw-Hill
Education Companies, 75-86.
Dipiro, Joseph T., Talbert, Robert L.,et al, 2008. The seventh edition of the
benchmark evidence-based pharmacotherapy. McGraw-Hill Companies Inc.
USA.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1742
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

ICHRC (International Child Health Review Collaboration), 2016. Demam reumatik


akut (online), [http://www.ichrc.org/610-demam-reumatik-akut diakses pada
tanggal 20 Maret 2020]
Kaplan, N.M., and Opie, L.H., 2005. Diuretics. In: L.H. Opie, and B.J. Gersh
(Eds.). Drugs for the Heart, Ed 6th, USA: Elsevier Inc.
Kemp, Clinton D. & Conte, John V., 2012. The pathophysiology of heart failure.
Cardiovascular Pathology, 21(5), 365-371.
Mann DL, Zipes DP, Libby P, Bonow RO, 2015. Braunwald’s heart disease: A
textbook of cardiovascular medicine, 10th ed. Elsevier. 2015: 1446-1524.
Marijon E, Mirabel M, Celermajer DS, Jouven X, 2012. Rheumatic heart disease.
Lancet. 2012;379:953-64.
Marijon E, Ou P, dan Celermajer DS, 2007. Prevalence of rheumatic heart disease
detected by echocardiographic screening. N Engl J Med. 2007; 357:470–6.
Masarone, Daniele., Valente, Fabio., et al. 2017. Pediatric Heart Failure: A
Practical Guide to Diagnosis and Management, Pediatrics and Neonatology,
58 : 303-312.
Mayo Clinic, 1998-2020. Rheumatic Fever (online).
[https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/rheumatic-fever/diagnosis-
treatment/drc-20354594 diakses pada tanggal 21 Maret 2020]
Price, J. F. (2019). Congestive Heart Failure in Children. Pediatrics in Review,
40(2), 60–70. doi:10.1542/pir.2016-0168
RHD Australia (ARF/RHD writing group), National Heart Foundation of Australia
and the Cardiac Society of Australia and New Zealand, 2012. Australian
guideline for prevention, diagnosis and management of acute rheumatic fever
and rheumatic heart disease (2nd edition)
RSUD Dr. Saiful Anwar, 2017. Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan
Terapi
Watkins, David A., Andrea Z. Beaton, Jonathan R. Carapetis, Ganesan
Karthikeyan, Bongani M. Mayosi, Rosemary Wyber, Magdi H. Yacoub, Liesl
J. Zühlke, 2018. Rheumatic Heart Disease Worldwide. JACC Scientific Expert
Panel vo. 72, no. 12, p.1397-416

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1743
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

WHO (World Health Organization), 2018. Rheumatic fever and rheumatic heart
disease, report by Director-General
WHO (World Health Organization), 2008. Antibiotic use for the Prevention and
Treatment of Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease in Children.
Report for the 2nd Meeting of World Health Organization’s subcommittee of the
Expert Committee of the Selection and Use of Essential Medicines
Wulandari I, 2015. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2015. Jakarta :
Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1744
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

LAMPIRAN
SOAP HARIAN
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
TINDAKAN / PERKEMBANGAN KLINIK / MASALAH
HARI / TANGGAL
S O A P
(SUBYEKTIF) (OBYEKTIF) (ASSESMENT) (PLAN)
Senin, Edema (+) Usia: 14 tahun Infus C 1:1 (Dextrose 5% dan Normal saline Monitoring Efektivitas Terapi
9 Maret 2020 Demam (-) BB: 39 kg 0,9%) Obat (METO)
Sesak (+) TB: 155 cm • Indikasi: untuk suplai cairan tubuh dan Status cairan dan elektrolit (Na, K,
Nyeri dada (-) memenuhi kebutuhan elektrolit Cl dsb), keseimbangan asam-basa,
Batuk (+) TTV • Dosis pasien: 500 cc tiap 24 jam balance cairan (input dan output),
Suhu : 36,8˚C • Interaksi: - kondisi klinis pasien (K/U dan
Nadi: 120x/menit • ESO: ketidakseimbangan elektrolit, iritasi tekanan darah )
RR: 22x/menit pada tempat penyuntikan
GCS: 456 Monitoring Efek Samping Obat
SaO2: 98% (MESO)
Ketidakseimbangan elektrolit →
Data Lab cek data lab serum elektrolit
WBC: 11,56 (↑)
Neutrofil: 71,2 (↑)
Trombosit: 444 (↑) O2 Nasal Canul 2 lpm Monitoring Efektivitas Terapi
• Indikasi: untuk meningkatkan oksigenasi Obat (METO)
Terapi yang memiliki risiko hipoksia akibat adanya Tercukupinya kebutuhan oksigen
Infus C 1:1 500cc/24 jam (dextrose sesak dan retraksi subcostal (dapat diamati dari RR, SaO2)
5% + NS 0,9%) • ESO: mual dan muntah, distensi lambung Perbaikan gejala klinis (sesak
O2 Nasal Canul 2 lpm (frekuensi tidak diketahui) pasien menjadi berkurang
Furosemide IV 2x30 mg
Captopril PO 2x20 mg
Prednison 5mg PO 8mg-4mg-4mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1745
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Cairan 1:1 IVFD 500 cc (dextrose Monitoring Efek Samping Obat


5% NS 0,9%) (MESO)
Mual dan muntah serta distensi
Produksi urin: 500 cc lambung diamati dari kondisi
fisik px (area NGT dan selang
stomanya)
Furosemide
• Indikasi: Edema karena penyakit gagal Monitoring Efektivitas Terapi
jantung Obat (METO)
• Mekanisme kerja: Meningkatkan ekskresi Perbaikan kondisi jantung stabil
natrium, air, dan klorida sehingga (dapat diamati dari nilai HR)
menurunkan volume darah dan cairan Fungsi ginjal dan pendengaran
ekstraseluler harus dimonitor (BUN, SCr dan
• Dosis: 1mg/kg/hari tiap 6-24 jam produksi urin)
• Dosis pasien: 2x30 mg (dosis terlalu rendah)
• Rute: Intravena Monitoring Efek Samping
• Interaksi: Obat (MESO)
- Captopril: meningkatkan terjadinya Hipokalemia monitor
hipotensi dan hipovalemi keseimbangan cairan dan serum
- Prednisolon: meningkatkan hipokalemia elektrolit (terutama kadar kalium
- Digoxin: penggunaan bersamaan dapat dalam darah)
mempengaruhi kadar digoxin hingga
menyebabkan aritmia
• ESO: hipokalemia (14-16%), hiperurisemia
(40%) (Medscape)

Captopril
Monitoring Efektivitas Terapi
• Indikasi: untuk mengatasi gagal jantung
Obat (METO)
• Mekanisme kerja: Menghambat perubahan Perbaikan kondisi jantung stabil
angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga
(dapat diamati dari nilai HR, SaO2)

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1746
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

terjadi penurunan sekresi aldosteron


(Katzung, 2012) Monitoring Efek Samping Obat
• Dosis: 0,5mg/kg/hari tiap 8-12 jam (MESO)
• Dosis pasien: 2x20 mg (sudah tepat) Hiperkalemia monitor
• Rute: Peroral keseimbangan cairan dan serum
• Interaksi: elektrolit (terutama kadar kalium
- Furosemid: meningkatkan terjadinya dalam darah)
hipotensi dan hipovalemi Rash (diamati secara fisik)
- Spironolacton: meningkatkan resiko
hiperkalemia terutama pada pasien gagal
ginjal, diabetes, dan gagal jantung
- Digoxin: menurunkan konsentrasi serum
digoxin pada pasien gagal jantung
kongestif
• ESO : hiperkalemia (>10%) ,rash (4-7%),
batuk (0,5-2%) (Medscape)

Prednison Monitoring Efektivitas Terapi


• Indikasi: Anti inflamasi untuk karditis Obat (METO)
• Mekanisme kerja: sebagai imunosupresan Perbaikan kondisi jantung
yaitu kortikosteroid yang dapat menurunkan stabil (dapat diamati dari nilai
jumlah limfosit, menghambat proliferasi sel HR, SaO2)
limfosit T, imunitas seluler dan ekspresi gen
pada berbagai sitokin (IL-1, IL-2, IL-6, IFN- Monitoring Efek Samping Obat
alfa, TNFalfa). (MESO)
Monitor peptic ulcer nyeri
• Dosis: 2mg/kg/hari
perut, mual, muntah
• Dosis pasien: prednison 5 mg (8mg-4mg-
4mg)
• Rute: Peroral
• Interaksi:

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1747
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Furosemid: meningkatkan hipokalemia


- Spironolakton: mineralkortikoid memiliki
efek antagonis terhadap antihipertensi
karena dapat meningkatkan retensi
natrium dan air
• ESO: peptic ulcer

Selasa, Edema (+) Usia: 14 tahun


10 Maret 2020 Demam (-) BB: 39 kg • Terapi lain tetap dilanjutkan
Sesak (+) TB: 155 cm
Nyeri dada (-)
Batuk (+) TTV
Suhu : 36,7˚C
Nadi: 122x/menit
RR: 31x/menit
GCS: 456
SaO2: 99%

Data Lab
WBC: 11,56 (↑)
Neutrofil: 71,2 (↑)
Trombosit: 444 (↑)

Terapi
Infus C 1:1 500cc/24 jam (dextrose
5% + NS 0,9%)
O2 Nasal Canul 2 lpm
Furosemide IV 2x30 mg
Captopril PO 2x20 mg
Prednison 5mg PO 8mg-4mg-4mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1748
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Cairan 1:1 IVFD 500 cc (dextrose


5% NS 0,9%)

Produksi urin: 1400 cc

Rabu, Edema (+) Usia: 14 tahun Monitoring Efektivitas Terapi


11 Maret 2020 Demam (-) BB: 39 kg • Dosis furosemide dinaikkan menjadi 3x30 mg Obat (METO)
Sesak (+) TB: 155 cm Perbaikan kondisi jantung stabil
Nyeri dada (-) (dapat diamati dari nilai HR)
Batuk (+) TTV Fungsi ginjal dan pendengaran
Suhu : 37,1˚C harus dimonitor (BUN, SCr dan
Nadi: 116x/menit produksi urin)
RR: 36x/menit
GCS: 456 Monitoring Efek Samping
SaO2: 99% Obat (MESO)
Hipokalemia monitor
Data Lab keseimbangan cairan dan serum
WBC: 11,56 (↑) elektrolit (terutama kadar kalium
Neutrofil: 71,2 (↑) dalam darah)
Trombosit: 444 (↑)

Terapi • Tappering off dosis prednison menjadi 7mg- Monitoring Efektivitas Terapi
Infus C 1:1 500cc/24 jam (dextrose 5mg-4mg Obat (METO)
5% + NS 0,9%) Perbaikan kondisi jantung stabil
O2 Nasal Canul 2 lpm (dapat diamati dari nilai HR, SaO2)
Furosemide IV 3x30 mg
Captopril PO 2x20 mg Monitoring Efek Samping Obat
Prednison 5mg PO 7mg-5mg-4mg (MESO)
Cairan 1:1 IVFD 500 cc (dextrose Monitor peptic ulcer nyeri
5% NS 0,9%) perut, mual, muntah
Eritromisin PO 4x250mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1749
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Digoxin 2x0,125 mg Eritromisin Monitoring Efektivitas Terapi


• Indikasi: Antibiotik profilaksis Obat (METO)
Produksi urin: 1030 cc • Mekanisme kerja: menembus membran sel Perbaikan kondisi pasien sesak
bakteri dan mengikat sub unit ribosom 50 S napas berkurang
dan 70 S atau dekat dengan area P atau donor
t RNA sehingga pengikatan t RNA ke area
donor terhambat. Monitoring Efek Samping Obat
• Dosis: 250-500mg tiap 6 jam (MESO)
• Dosis pasien: 4x250 mg ▪ Monitor kondisi pasien ruam
• Rute: Peroral kulit, mual, muntah
• Interaksi: -
• ESO: mual, muntah, ruam, diare

Digoxin
Monitoring Efektivitas Terapi
• Indikasi: Mengatasi gagal jantung
Obat (METO)
• Mekanisme kerja: Digoxin menghambat Na- ▪ Perbaikan kondisi jantung
K ATPase. Digoxin ini untuk mengurangi stabil (dapat diamati dari nilai
percepatan denyut jantung dari atrium ke
HR)
ventrikel.
• Dosis: dosis awal 5-7,5 mcg/kg, dosis kedua
dan ketiga 2,5-3,75 mcg/kg tiap 6-8 jam Monitoring Efek Samping Obat
• Dosis pasien: 2x0,125 mg (MESO)
• Rute: Peroral ▪ Monitoring derajat nyeri px
• Interaksi: ▪ Mual dan muntah diamati
- Furosemid: penggunaan secara dari kondisi fisik px
bersamaan dapat mempengaruhi kadar
digoxin hingga menyebabkan aritmia
- Captopril: menurunkan konsentrasi
serum digoxin pada pasien dengan gagal
jantung kongestif

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1750
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

- Spironolakton: spironolakton dapat


meningkatkan kadar obat digoxin dalam
darah
• ESO: pusing (4,9%), diare(3,2%), sakit kepala
(3,2%), muntah (3,2%), mual (1,6%), rash
(1,6%)

Kamis, Edema (+) Usia: 14 tahun


12 Maret 2020 Demam (-) BB: 39 kg • Dosis Furosemide menjadi (0,2mg/kg/menit) Monitoring Efektivitas Terapi
Sesak (+) TB: 155 cm Obat (METO)
Nyeri dada (-) Perbaikan kondisi jantung stabil
Batuk (+) TTV (dapat diamati dari nilai HR)
Suhu : 36,8˚C Fungsi ginjal dan pendengaran
Nadi: 105x/menit harus dimonitor (BUN, SCr dan
RR: 32x/menit produksi urin)
GCS: 456
SaO2: 99% Monitoring Efek Samping
Obat (MESO)
Data Lab Hipokalemia monitor
WBC: 13,81 (↑) keseimbangan cairan dan serum
Neutrofil: 74,8 (↑) elektrolit (terutama kadar kalium
Trombosit: 465 (↑) dalam darah)
Na/K/Cl: 127/4,05/100
Procalatonin: 0,15
Sucralfat suspensi
Terapi • Indikasi: Melapisi mukosa lambung Monitoring Efektivitas Terapi
Infus C 1:1 500cc/24 jam (dextrose • Mekanisme kerja: Membentuk layer Obat (METO)
5% + NS 0,9%) pelindung yang dapat melindungi dari asam Pemantauan pasien tidak
O2 Nasal Canul 2 lpm dan enzim lambung mengalami nyeri lambung
Furosemide IV 3x30 mg • Dosis: 1 gram 4 kali sehari, maksimal 8 gram
(0,2mg/kg/menit) sehari Monitoring Efek Samping

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1751
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Captopril PO 2x20 mg • Dosis pasien: 3xcth II Obat (MESO)


Prednison 5mg PO 7mg-5mg-4mg • Rute: Peroral Pasien tidak mengalami konstipasi
Cairan 1:1 IVFD 500 cc (dextrose • Interaksi:
5% NS 0,9%) - Furosemid: menurunkan kadar natrium
Eritromisin PO 4x250mg dan efek antihipertensi
Digoxin 2x0,125 mg • ESO: Konstipasi
Sucralfat PO 3xcth II
Spironolacton 2x25 mg Spironolacton:
• Indikasi: gagal jantung NYHA class III
Produksi urin: 1390 cc • Mekanisme kerja: Antagonis aldosteron Monitoring Efektivitas Terapi
dengan efek diuretik dan antihipertensi; Obat (METO)
pengikatan kompetitif dari reseptor di site Perbaikan kondisi jantung stabil
pertukaran Na-K aldosterone-dependent (dapat diamati dari nilai HR)
dalam tubulus distal menghasilkan
peningkatan ekskresi Na +, Cl-, dan air
Monitoring Efek Samping
• Dosis: Dosis awal 25mg/hari, dapat
Obat (MESO)
ditingkatkan 50mg/hari
Hiperkalemia monitor
• Dosis pasien: 2x25 mg
keseimbangan cairan dan serum
• Rute: Peroral elektrolit (terutama kadar kalium
• Interaksi: dalam darah)
- Prednisolon: mineralkortikoid memiliki
efek antagonis terhadap antihipertensi
karena dapat meningkatkan retensi
natrium dan air
- Captopril: meningkatkan resiko
hiperkalemia terutama pada pasien
dengan komplikasi gangguan ginjal,
dabetes dan gagal jantung
- Digoxin: spironolakton dapat
meningkatkan kadar digoxin dalam darah
• ESO: hiperkalemia

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1752
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Jumat, Edema (+) Usia: 14 tahun ▪ Pada pukul 04.30 furosemide Monitoring Efektivitas Terapi
13 Maret 2020 Demam (-) BB: 39 kg (0,2mg/kg/menit) Obat (METO)
Sesak (+) TB: 155 cm Pada pukul 19.00 furosemide (0,5mg/kg/jam) Perbaikan kondisi jantung stabil
Nyeri dada (+) (dapat diamati dari nilai HR)
Batuk (+) TTV Fungsi ginjal dan pendengaran
Suhu : 37˚C harus dimonitor (BUN, SCr dan
Nadi: 120x/menit produksi urin)
RR: 40x/menit
GCS: 456 Monitoring Efek Samping
SaO2: 99% Obat (MESO)
Hipokalemia monitor
Data Lab keseimbangan cairan dan serum
WBC: 13,81 (↑) elektrolit (terutama kadar kalium
Neutrofil: 74,8 (↑) dalam darah)
Trombosit: 465 (↑)
Na/K/Cl: 127/4,05/100
Procalatonin: 0,15 ▪ Terapi lain tetap dilanjutkan

Terapi
Infus C 1:1 500cc/24 jam (dextrose
5% + NS 0,9%)
O2 Nasal Canul 2 lpm
Furosemide IV 3x30 mg
Captopril PO 2x20 mg
Prednison 5mg PO 7mg-5mg-4mg
Cairan 1:1 IVFD 500 cc (dextrose
5% NS 0,9%)
Eritromisin PO 4x250mg
Digoxin 2x0,125 mg
Sucralfat PO 3xcth II
Spironolacton 2x25 mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1753
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Produksi urin: 1665 cc

Kamis, Edema (+) Usia: 14 tahun Vitamin A Monitoring Efektivitas Terapi


14 Maret 2020 Demam (-) BB: 39 kg ▪ Indikasi: gizi buruk marasmus Obat (METO)
Sesak (-) TB: 155 cm ▪ Dosis: usia ≥ 14 tahun 3000 IU/hari Terpenuhi nutrisi untuk pemenuhan
Nyeri dada (+) ▪ Dosis pasien: 1x5000 IU gizi → BB meningkat, LLA
Batuk (+) TTV ▪ Rute: Peroral
Suhu : 36,7˚C ▪ Interaksi: -
Nadi: 109x/menit ▪ ESO: demam, sakit kepala, diare
RR: 33x/menit
GCS: 456 Vitamin BC
SaO2: 100% ▪ Indikasi: gizi buruk marasmus
▪ Dosis: anak 1-2 tab (100mg/tab) tiap 1-2 Monitoring Efektivitas Terapi
Data Lab kali/hari Obat (METO)
WBC: 13,81 (↑) ▪ Dosis pasien: sekali sehari 1 tab Terpenuhi nutrisi untuk pemenuhan
Neutrofil: 74,8 (↑) ▪ Rute: Peroral gizi → BB meningkat, LLA
Trombosit: 465 (↑) ▪ Interaksi: -
Na/K/Cl: 127/4,05/100 ▪ ESO: diare, lemah otot
Procalatonin: 0,15
Vitamin E
Terapi ▪ Indikasi: gizi buruk marasmus Monitoring Efektivitas Terapi
Infus C 1:1 500cc/24 jam (dextrose ▪ Dosis: Obat (METO)
5% + NS 0,9%) ▪ Dosis pasien: 1x100 IU Terpenuhi nutrisi untuk pemenuhan
O2 Nasal Canul 2 lpm ▪ Rute: Peroral gizi → BB meningkat, LLA
Furosemide IV 3x30 mg ▪ Interaksi: -
(0,5mg/kg/jam) ▪ ESO: ruam pada kulit
Captopril PO 2x20 mg
Prednison 5mg PO 7mg-5mg-4mg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1754
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Cairan 1:1 IVFD 500 cc (dextrose Vitamin C Monitoring Efektivitas Terapi


5% NS 0,9%) ▪ Indikasi: penambah multivitamin Obat (METO)
Eritromisin PO 4x250mg ▪ Dosis: 100mg/hari Terpenuhi nutrisi untuk pemenuhan
Digoxin 2x0,125 mg ▪ Dosis pasien: 1x100mg gizi → BB meningkat, LLA
Sucralfat PO 3xcth II ▪ Rute: Peroral
Spironolacton 2x25 mg ▪ Interaksi: -
Vitamin A 1x5000 IU ▪ ESO: mual, muntah, sakit kepala
Vitamin BC 1x1 tab
Vitamin E 1x100 IU Asam Folat
Vitamin C 1x100 mg ▪ Indikasi: memenuhi kebutuhan asam folat Monitoring Efektivitas Terapi
Asam Folat 1x1 mg ▪ Dosis: 1 mg/hari Obat (METO)
Zinc 1x20 mg ▪ Dosis pasien: 1x1 mg Terpenuhi nutrisi untuk pemenuhan
▪ Rute: Peroral gizi → BB meningkat, LLA
Produksi urin: 1395 cc ▪ Interaksi: -
▪ ESO: rash, sesak napas

Zinc
▪ Indikasi: gizi buruk marasmus
▪ Dosis pasien: 1x20 mg Monitoring Efektivitas Terapi
▪ Rute: Peroral Obat (METO)
▪ Interaksi: - Terpenuhi nutrisi untuk pemenuhan
▪ ESO: iritasi lambung, mual dan muntah gizi → BB meningkat, LLA

▪ Terapi lain tetap dilanjutkan

Jumat, Edema (+) Usia: 14 tahun ▪ Pemberian Vitamin A, BC, E, C, Asam


15 Maret 2020 Demam (-) BB: 39 kg Folat dan Zinc dihentikan Monitoring Efektivitas Terapi
Sesak (-) TB: 155 cm Obat (METO)
Nyeri dada (-) ▪ Pemberian Furosemide pada pukul 20.00 Perbaikan kondisi jantung stabil
Batuk (+) TTV diturunkan menjadi 0,3mg/kg/jam (dapat diamati dari nilai HR)
Suhu : 36,9˚C

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1755
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Nadi: 120x/menit Fungsi ginjal dan pendengaran


RR: 24x/menit harus dimonitor (BUN, SCr dan
GCS: 456 produksi urin)
SaO2: 100%
Monitoring Efek Samping
Data Lab Obat (MESO)
WBC: 13,81 (↑) Hipokalemia monitor
Neutrofil: 74,8 (↑) keseimbangan cairan dan serum
Trombosit: 465 (↑) elektrolit (terutama kadar kalium
Na/K/Cl: 127/4,05/100 dalam darah)
Procalatonin: 0,15

Terapi ▪ Terapi lain tetap dilanjutkan


Infus C 1:1 500cc/24 jam (dextrose
5% + NS 0,9%)
O2 Nasal Canul 2 lpm
Furosemide IV 3x30 mg
(0,5mg/kg/jam)
Captopril PO 2x20 mg
Prednison 5mg PO 7mg-5mg-4mg
Cairan 1:1 IVFD 500 cc (dextrose
5% NS 0,9%)
Eritromisin PO 4x250mg
Digoxin 2x0,125 mg
Sucralfat PO 3xcth II
Spironolacton 2x25 mg

Produksi urin: 1070 cc

Sabtu, Edema (+) Usia: 14 tahun ▪ Terapi lain tetap dilanjutkan -


16 Maret 2020 Demam (-) BB: 39 kg

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1756
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Sesak (-) TB: 155 cm


Nyeri dada (-)
Batuk (+) TTV
Suhu : 36,9˚C
Nadi: 108x/menit
RR: 20x/menit
GCS: 456
SaO2: 100%

Data Lab
WBC: 13,81 (↑)
Neutrofil: 74,8 (↑)
Trombosit: 465 (↑)
Na/K/Cl: 127/4,05/100
Procalatonin: 0,15

Terapi
Infus NS 0,9 % IVFD 2000cc
O2 Nasal Canul 2 lpm
Furosemide IV 3x30 mg
(0,3mg/kg/jam)
Captopril PO 2x20 mg
Prednison 5mg PO 7mg-5mg-4mg
Cairan 1:1 IVFD 500 cc (dextrose
5% NS 0,9%)
Eritromisin PO 4x250mg
Digoxin 2x0,125 mg
Sucralfat PO 3xcth II
Spironolacton 2x25 mg
Vitamin A 1x5000 IU
Vitamin BC 1x1 tab

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1757
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya
LAPORAN FARMASI KLINIS
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
periode 03 Februari – 18 Maret 2020

Vitamin E 1x100 IU
Vitamin C 1x100 mg
Asam Folat 1x1 mg
Zinc 1x20 mg
Multivitamin 1x1 pulv

Program Studi Profesi Apoteker


Universitas Airlangga – Universitas Jember – 1758
Universitas Muhammadiyah Purwokerto – Universitas Brawijaya

Anda mungkin juga menyukai