Anda di halaman 1dari 43

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 1

Penulis dan Periset


Delpedro Marhaen
Imakulata Yubella

Editor
Delpedro Marhaen

Cover dan Tata Letak


Docallisme Studio

Penyusunan
September–Oktober 2023

Lokataru Foundation
Jl. Tebet Timur Dalam VIII L No.25,
Kelurahan Tebet Timur, Kecamatan. Tebet,
Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12820.
Telp : (021) 22909991
Email : lokatarufoundation@gmail.com

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 2


Daftar Isi

Daftar Isi 3
I. Pendahuluan 5
II. Metode Penelitian 8
III. Hasil Temuan dan Analisis 9
A. Pola 11
B. Bentuk Serangan 16
1. Laporan Pidana 18
2. Gugatan Perdata 24
3. Demonstrasi 28
4. Pemboikotan 29
5. Serangan Terhadap Keamanan Pribadi 30
C. Aktor 31
IV. Kesimpulan 38

Daftar Pustaka 40

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 3


Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 4
I. Pendahuluan

T
ulisan ini secara khusus membahas tentang serangan
terhadap hak kebebasan berpikir dan bersikap, hak
kebebasan berpendapat dan berekspresi, serta hak
kebebasan berserikat dan berkumpul akibat partisipasi seseorang dalam
mengeluarkan pikiran secara lisan maupun tulisan. Salah satu figur
yang akan dikaji dalam dinamika ini adalah Rocky Gerung. Sebagai
seorang intelektual, akademisi, dan aktivis demokrasi di Indonesia,
Rocky Gerung telah lama menyuarakan pandangan dan kritiknya
terhadap berbagai isu sosial dan politik di Indonesia (Rahmawati et al.,
2021). Namun, dalam lima tahun terakhir, partisipasi Rocky Gerung
di ruang publik kerap berujung pada laporan pidana, gugatan perdata,
boikot, dan bentuk-bentuk serangan lain terhadap hak-haknya sebagai
warga negara.
Beberapa kasus serangan terhadap Rocky Gerung yang
menyorot perhatian publik, antara lain kasus kitab suci fiksi (2018),
tuduhan menghina Agus Salim (2019), tuduhan cuitan Pilpres curang
(2019), tuduhan cuitan menghina marga Laoly (2020), tuduhan ujaran
kebencian terhadap Romo Benny (2021) dan yang terbaru adalah
tuduhan menghina Presiden Joko Widodo (2023). Semua kasus
tersebut berawal dari kritik yang disampaikan oleh Rocky Gerung di
ruang publik, namun dipandang berbeda oleh lawan-lawan politiknya.
Pernyataan Rocky Gerung dianggap telah melakukan pencemaran
nama baik, fitnah, berita bohong dan memicu permusuhan antar suku,
agama, ras dan antar golongan.
Sumbangsih pemikiran dan keberaniannya dalam menyampaikan
pemikiran-pemikiran kritis terutama dalam mengkritik penguasa,
membuat Rocky Gerung semakin dikenal dan banyak diikuti oleh
publik. Selain itu, ia juga sering menjadi saksi ahli dalam beberapa
kasus yang berkaitan dengan hak kebebasan kebebasan berpikir, dan
hak kebebasan berpendapat. Ia menegaskan bahwa pemikiran hanya
bisa dibalas dengan pemikiran kembali, bukan dengan pelaporan
hukum, intimidasi, serangan digital dan lainnya (Gerung, 2010).
Tindakan ini mencerminkan perjuangan membela hak kebebasan
berpikir dan kebebasan berpendapat yang merupakan hak dasar setiap
warga negara.

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 5


Di Indonesia hak kebebasan berpikir dan kebebasan berpendapat
tengah menghadapi sejumlah tantangan dalam beberapa tahun terakhir
ini. Terdapat sejumlah kasus terkait serangan terhadap hak kebebasan
berpikir dan kebebasan berpendapat yang menjadi sorotan publik,
antara lain kasus Dandhy Laksono dan Ananda Badudu (2019),
Ravio Patra, Syahganda Nainggolan, dan Jumhur Hidayat (2020),
Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti (2021), dan secara khusus Rocky
Gerung (2018-2023). Diperkuat dengan hasil indikator global seperti
CIVICUS dan Freedom House yang menunjukkan bahwa kualitas
ruang masyarakat sipil Indonesia semakin mengerdil dari tahun ke
tahun (PSHK, 2022).
Padahal, di Indonesia terdapat instrumen hukum internasional
dan nasional yang menjamin perlindungan bagi semua orang dalam
menikmati hak kebebasan berpikir dan bersikap, hak kebebasan
berpendapat dan berekspresi, serta hak kebebasan berserikat dan
berkumpul. Pada tataran hukum internasional, perlindungan terhadap
hak kebebasan berpikir dan bersikap, serta hak kebebasan berpendapat
dan berekspresi terdapat dalam paragraf 3 mukadimah Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Pada
intinya, dijelaskan bahwa hak-hak sipil dan politik perlu dijamin dalam
peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi pemberontakan.
Secara spesifik, diatur dalam Pasal 18 dan Pasal 19 ICCPR yang
pada intinya menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan
berpikir dan berpendapat.
Kemudian hak kebebasan berserikat dan berkumpul dapat
ditemukan dalam Pasal 21 ICCPR. Pada intinya, hak untuk berkumpul
secara damai harus diakui dan tidak boleh dibatasi kecuali dengan
pembatasan yang tercantum dalam undang-undang. Pembatasan
tersebut hanya dapat diberlakukan jika benar-benar diperlukan untuk
melindungi kepentingan nasional, ketertiban umum, perlindungan
kesehatan atau moral dan hak-hak orang lain. Kovenan ini telah diakui
dan diterapkan dalam hukum Indonesia setelah diratifikasi melalui
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
Sementara itu, dalam tatanan hukum nasional, hak kebebasan
berpikir dan bersikap, serta hak kebebasan berpendapat dan

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 6


berekspresi diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Khususnya Pasal 28E ayat (2)
UUD 1945, Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, Pasal 28G ayat (1) UUD
1945, Pasal 28G ayat (2) UUD 1945, Pasal 28I ayat (2 UUD 1945)
yang pada intinya menjamin perlindungan hak kebebasan berpikir
dan bertindak, serta hak kebebasan berpendapat dan berekspresi dari
segala macam bentuk gangguan yang berdampak pada pembatasan
terhadap hak tersebut. Pada tataran undang-undang, hal ini tertuang
dalam Pasal 23 dan Pasal 25 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (UU HAM). Lebih lanjut, Pasal 10 UU No. 9 Tahun 1998
tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (UU
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat), yang merupakan peraturan
turunan dari Pasal 28 UUD 1945 dan diadopsi dari Pasal 19 DUHAM.
Kemudian, hak kebebasan berserikat dan berkumpul dapat
ditemukan dalam Pasal 28 UUD 1945, Pasal 28C ayat (2) UUD, dan
Pasal 28E ayat (3) UUD, yang pada intinya menjamin setiap orang
berhak atas kebebasan berserikat dan berkumpul untuk membangun
masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sementara itu, di tingkat
undang-undang, terdapat Pasal 24 UU HAM, Pasal 25 UU HAM,
Pasal 5 dan Pasal 10 UU Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Peraturan-peraturan ini mencakup hak untuk berkumpul, mengadakan
pertemuan, termasuk mendirikan organisasi politik, lembaga swadaya
masyarakat, atau organisasi lainnya.
Instrumen hukum internasional dan nasional di atas ditempatkan
sebagai kerangka hukum dalam penelitian ini untuk melihat
tindakan serangan terhadap Rocky Gerung dalam kaitannya dengan
hak kebebasan berpikir dan bersikap, hak kebebasan berpendapat
dan berekspresi, serta hak kebebasan berserikat dan berkumpul.
Dalam hal partisipasi Rocky Gerung di ruang publik, penelitian ini
didasarkan pada konsep civic space atau ruang gerak masyarakat sipil.
Kedua hal ini juga digunakan untuk membuktikan hipotesis bahwa
tindakan yang disebut dalam tulisan ini sebagai “serangan” bukanlah
bentuk kebebasan berpikir dan bersikap, kebebasan berpendapat dan
berekspresi ataupun bentuk partisipasi warga di dalam civic space,
melainkan tindakan pembalasan (reprisals).

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 7


Menurut (PSHK, 2022) civic space merupakan infrastruktur
sosial yang berisi lingkungan atau arena pendukung bagi para aktor
masyarakat sipil untuk bergerak dalam rangka mempengaruhi struktur
sosial dan politik di sekitarnya. Sedangkan menurut (Lokataru
Foundation, 2020) civic space merujuk pada ruang kebebasan sipil
yang memungkinkan warga negara untuk berjejaring satu sama
lain, mengekspresikan pendapat, dan berpartisipasi dalam berbagai
platform artikulasi untuk menuntut hak-haknya. Sementara itu,
(United Nations, 2020) mendefinisikan civic space sebagai lingkungan
yang memungkinkan masyarakat sipil untuk mengambil bagian dalam
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial masyarakat.
Satu kata kunci yang menyatukan ketiga definisi civic space
di atas adalah bahwa infrastruktur sosial ini hanya akan berjalan jika
negara memenuhi kewajibannya untuk melindungi hak-hak asasi
warganya di bidang sipil dan politik. Termasuk di dalamnya adalah
memfasilitasi hak-hak dasar warganya untuk dapat secara bebas
menyatakan pikiran, pendapat, berserikat, dan berkumpul tanpa
takut akan serangan dari pihak lain. Dengan terjaminnya hak-hak
tersebut, tercipta civic space yang vibrant untuk mendorong warga
negara memberdayakan diri mereka sendiri agar dapat berkontribusi
dalam upaya perubahan sosial, serta terlibat aktif dalam pembentukan
kebijakan dan tata kelola pemerintahan.

II. Metode Penelitian


Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan sosio-legal.
Penelitian hukum dimaksudkan untuk menemukan kebenaran dengan
mengacu pada logika ilmu hukum dari sisi normatif. Sedangkan
pendekatan sosial digunakan untuk mengkaji bentuk partisipasi Rocky
Gerung di ruang publik dan serangan balik dari pihak lain terhadapnya
dalam kerangka civic space. Penelitian ini lingkup kajiannya dibatasi
hingga Oktober 2023.
Pengumpulan data kepustakaan meliputi penelusuran terhadap
peraturan perundang-undangan, dan berbagai literatur hukum dan
non-hukum yang terkait dengan civic space. Data sekunder yang

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 8


terkait dengan serangan terhadap Rocky Gerung ini diperoleh melalui
penelusuran media elektronik yang terbatas pada lima tahun terakhir.
Khusus untuk bahan hukum, penelitian ini sengaja membatasi
temuannya pada tingkat undang-undang untuk menjaga keringkasan
bagian kerangka hukum.
Seluruh informasi yang terkumpul akan dianalisis untuk
mengidentifikasi inti permasalahan pada tingkat kerangka hukum, baik
dari sisi Rocky Gerung terkait hak kebebasan berpikir dan bersikap,
hak kebebasan berpendapat dan berekspresi, serta hak berserikat dan
berkumpul, maupun dari sisi tindakan serangan dari pihak-pihak lain.
Analisis juga dilakukan untuk mengidentifikasi partisipasi Rocky
Gerung di ruang publik dan serangan balasan dari pihak-pihak lain
terhadapnya dalam kerangka civic space. Analisis kemudian dilakukan
untuk mengidentifikasi pemetaan pola, bentuk serangan, dan aktor.

III. Hasil Temuan dan Analisis

Berdasarkan dokumentasi data sekunder terkait tindakan


serangan terhadap Rocky Gerung yang diperoleh melalui penelusuran
media elektronik, terdapat 76 tindakan serangan yang terjadi selama
kurun waktu 2018 hingga Oktober 2023. Sebanyak 75 tindakan
serangan terjadi dalam bentuk serangan langsung yang tersebar di 18
provinsi di Indonesia. Sementara itu, terdapat 1 tindakan serangan
yang terjadi dalam bentuk serangan digital. Data yang dikumpulkan
dari penelusuran media elektronik ini masih memiliki keterbatasan
dalam hal identifikasi, bisa jadi jumlah kasus yang sebenarnya lebih

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 9


tinggi. Adapun jumlah serangan terhadap Rocky Gerung di setiap
provinsi adalah sebagai berikut:

Gambar. 1 Sebaran Wilayah Serangan terhadap Rocky Gerung

Berdasarkan tabel di atas, Kalimantan Timur menjadi provinsi


dengan jumlah serangan terhadap Rocky Gerung terbanyak dengan 16
kasus. Kemudian DKI Jakarta dengan 15 kasus, sementara 16 provinsi
lainnya kurang dari 6 kasus. Meluasnya serangan terhadap Rocky
Gerung yang terjadi di 18 provinsi menandakan adanya kekhawatiran
terhadap upaya pemajuan hak asasi manusia dan proses demokratisasi
di Indonesia. Hal ini menciptakan iklim ketakutan dan intimidasi yang
berdampak tidak hanya pada individu yang diserang, tetapi juga pada
masyarakat sipil secara keseluruhan yang menjadi kurang mampu
memperjuangkan hak-haknya, dan kepercayaan publik terhadap
institusi pemerintah dan keadilan dapat menurun.

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 10


Dalam konsep civic space, kondisi di atas mengindikasikan
adanya ruang sipil yang tertutup yang terlihat dari iklim sosial-politik
yang negatif yang tidak menghargai dan membatasi peran aktif
masyarakat dalam menyampaikan pendapat di muka umum, serta
gagal menghadirkan wahana dialog yang setara. Pada titik ini, telah
terjadi apa yang disebut sebagai menyusutnya ruang sipil (shrinking
civic space), yang merupakan ancaman bagi kebebasan sipil. Sebuah
kondisi di mana hak-hak atas kebebasan berekspresi dan menyatakan
pendapat, serta hak-hak untuk berorganisasi dan berkumpul diserang
secara langsung.
Oleh karena itu, kami mengidentifikasi temuan terkait
serangan terhadap Rocky Gerung ke dalam tiga kategorisasi untuk
memudahkan analisis data dalam bentuk laporan pemetaan. Pertama,
dari sisi pola yang menggambarkan tren dan kecenderungan hubungan
antara satu unsur dengan unsur lainnya sehingga membentuk susunan
yang berulang dalam kasus-kasus tindakan serangan terhadap Rocky
Gerung. Kedua, dari sisi bentuk-bentuk serangan terhadap hak atas
kebebasan berpendapat dan berekspresi, serta hak berserikat dan
berkumpul ke dalam lima bentuk: (1) pemboikotan; (2) demonstrasi
atau unjuk rasa; (3) gugatan perdata; (4) laporan pidana; (5) serangan
terhadap keamanan pribadi, termasuk di dalamnya adalah serangan
digital. Ketiga, dari sisi aktor, yang menggambarkan peran dan relasi
kepentingan antara berbagai pihak yang terlibat dalam tindakan
serangan, baik individu, kelompok, organisasi, maupun entitas lainnya.

A. Pola
Bagian ini menjelaskan bagaimana pola tindakan serangan
terhadap Rocky Gerung terjadi. Pola ini terdiri dari beberapa
unsur yang kemudian saling berhubungan menjadi satu kesatuan
struktur, yang kami sebut sebagai tindakan “serangan” yang
berulang. Struktur ini telah membangun sebuah ekosistem yang
dihuni dan berkelindan di antara partai politik, tokoh politik,
organisasi relawan, organisasi masyarakat bahkan organisasi
kedaerahan. Merekalah yang menjadi dirigen dalam orkestra
aksi-aksi penyerangan terhadap tokoh-tokoh oposisi, aktivis

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 11


HAM dan demokrasi, khususnya dalam kasus ini terhadap
Rocky Gerung.
Dalam temuan kami, pola yang umum terjadi diawali
dengan Rocky Gerung yang menyampaikan pendapatnya dalam
sebuah dialog di media nasional. Kemudian pernyataan Rocky
Gerung tersebut dipenggal di media sosial yang kemudian
disebarkan secara masif. Akibat kehilangan konteks pembicaraan
secara utuh dalam dialog aslinya, menimbulkan berbagai respon
di publik, salah satunya datang dari para tokoh publik, tokoh
politik atau relawan partai politik.
Bagi lawan politik atau orang-orang yang tidak setuju
dengan pernyataan Rocky Gerung, hal ini menjadi celah untuk
melakukan tindakan serangan untuk membungkam partisipasi
Rocky Gerung di ruang publik. Tindakan yang dianggap sebagai
serangan dalam tulisan ini bukan semata-mata pernyataan
tanggapan atau klarifikasi atas pernyataan Rocky Gerung,
melainkan tindakan yang menggunakan instrumen hukum yang
kemudian memberikan efek domino kepada pihak yang diserang.
Penggunaan instrumen hukum, salah satunya laporan
pidana, memberikan efek domino berupa dorongan, sekaligus
landasan bagi para relawan, simpatisan atau kelompok yang
berafiliasi secara ideologis maupun politis dengan tokoh politik
yang melaporkan Rocky Gerung untuk melakukan aksi-aksi
penyerangan lainnya. Dalam beberapa kasus, teridentifikasi pula
kelompok-kelompok non-organik atau kelompok semu yang
dibentuk secara tiba-tiba untuk mendukung dan melakukan aksi-
aksi penyerangan di lapangan berdasarkan arahan dari tokoh
politik. Pada tahap ini, tidak hanya hak kebebasan berpendapat
dan berekspresi Rocky Gerung yang diserang, tetapi juga hak
kebebasan berserikat dan berkumpul pihak-pihak terkait yang
utamanya mengundang Rocky Gerung untuk memberikan
ceramah dalam kegiatan seminar.
Kegaduhan ini kemudian menjadi argumen bagi pihak
kepolisian untuk menghentikan seminar atau kedatangan Rocky
Gerung dalam sebuah acara publik, yang dalam beberapa kasus

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 12


bahkan dilakukan di sebuah universitas yang seharusnya bebas
dari gangguan tersebut. Selain itu, kegaduhan ini juga menjadi
argumen bagi pelapor untuk mendorong pihak kepolisian
untuk menindaklanjuti laporan polisi terkait tindak pidana
yang dilakukan oleh Rocky Gerung. Pada titik lebih lanjut, di
pengadilan nanti misalnya, kegaduhan ini akan menjadi argumen
untuk memenuhi unsur keonaran yang kerap dituduhkan kepada
Rocky Gerung dalam beberapa laporan pidananya.
Pola di atas setidaknya teridentifikasi pada empat kasus
besar, yakni kasus kitab suci fiktif (2019), kasus tuduhan
penghinaan terhadap Agus Salim (2019), kasus tuduhan
ujaran kebencian terhadap Romo Benny (2021) dan kasus
tuduhan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo (2023).
Namun, di antara kasus-kasus tersebut, tidak ada satupun yang
status laporannya naik ke tingkat penyidikan atau pengadilan.
Sejauh ini semua kasus tersebut berlalu dengan status terlapor
menggantung untuk kasus yang lama, untuk kasus baru terkait
tuduhan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo masih
dilakukan pemeriksaan oleh Bareskrim pada September 2023.
Sementara itu, pada kasus tuduhan cuitan yang menuduh
adanya kecurangan Pilpres (2019), tuduhan cuitan yang
menghina politisi PDIP Henry Yosodiningrat (2019) dan
tuduhan cuitan yang menghina marga Laoly (2020) pola yang
digunakan berbeda. Pada kasus-kasus tersebut, pola yang
digunakan adalah menjadikan cuitan yang disebarkan oleh akun
media sosial yang mengatasnamakan Rocky Gerung sebagai
barang bukti pelaporan pidana. Meskipun cuitan pada akun yang
mengatasnamakan Rocky Gerung tersebut bukan milik Rocky
Gerung, namun dijadikan dasar oleh lawan politiknya untuk
melaporkan Rocky Gerung ke polisi.
Serangan terhadap Rocky Gerung terjadi dari tahun ke
tahun, meskipun jumlah serangannya tidak selalu meningkat.
Seperti pada tahun 2020 dan 2021 yang hanya terjadi 1 kali
serangan, lalu pada tahun 2022 terjadi 2 kali serangan. Namun,
bukan berarti hal ini menjadi pertanda membaiknya ruang sipil.

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 13


Hal ini dikarenakan kecenderungan serangan terhadap Rocky
Gerung meningkat menjelang pemilihan presiden, seperti pada
tahun 2018-2019 terdapat 12 serangan dan pada tahun 2023 yang
belum berakhir saja sudah ada 60 serangan. Adapun diagram
jumlah serangan terhadap Rocky Gerung setiap tahunnya adalah
sebagai berikut:

Gambar. 2 Jumlah Serangan terhadap Rocky Gerung Pertahun


Pada tahun 2018 terdapat 4 aksi penyerangan yang dipicu
oleh kasus dugaan penistaan agama terkait pernyataan bahwa
kitab suci adalah fiksi. Di antara 4 aksi penyerangan tersebut, 2
diantaranya merupakan efek domino, yaitu tindakan serangan
berupa boikot, penolakan, dan pelarangan terhadap Rocky
Gerung untuk mengisi diskusi di Pangkal Pinang, Bangka
Belitung (Gunandha, 2018), dan di Palembang, Sumatera
Selatan (Kurniawan, 2018). Alasan penolakan tersebut juga
berkaitan dengan situasi menjelang pilpres, kehadiran Rocky
Gerung dianggap membuat situasi tidak kondusif.
Kemudian semakin menguat menjelang tahun pemilihan
presiden di tahun 2019, di mana terdapat 8 serangan, salah
satunya terkait peretasan akun media sosial Rocky Gerung
dan sebagian besar serangan berupa pemboikotan, penolakan,
dan pelarangan terhadap Rocky Gerung untuk mengisi diskusi
dengan alasan yang sama. Sementara itu, pada tahun 2020 dan
2021, hanya ada masing-masing satu serangan, yang berkaitan

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 14


dengan tuduhan penghinaan marga Laoly (2020) dan tuduhan
ujaran kebencian terhadap Romo Benny (2021). Pada tahun
2022, serangan terjadi sebanyak dua kali, berupa boikot,
penolakan, dan pelarangan mengisi diskusi yang merupakan
efek domino dari laporan pidana di tahun sebelumnya.
Tren tersebut meningkat drastis pada tahun 2023, tercatat
ada 60 tindakan serangan terhadap Rocky Gerung terkait
pernyataannya yang dituduh menghina Presiden Joko Widodo.
Selain meningkat, bentuk serangan pun semakin beragam,
tidak hanya laporan pidana yang memicu efek domino berupa
pemboikotan, penolakan, dan pelarangan mengisi diskusi,
namun kini bentuk serangan dilakukan dengan gugatan perdata.
Selain itu, efek domino dari serangan-serangan tersebut semakin
mengancam keamanan pribadi, seperti insiden pelemparan botol
di Sleman (Rosa, 2023) dan pelemparan telur busuk di depan
rumah Rocky Gerung (Pujangga, 2023).
Bentuk-bentuk serangan dan aktor serangan tersebut akan
diidentifikasi dan dianalisis secara lebih mendalam pada bagian

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 15


selanjutnya. Pada bagian ini, kami hanya ingin menyajikan tren
serangan terhadap Rocky Gerung dari tahun ke tahun untuk
memberikan pijakan dasar atas kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi di masa depan, yang tidak hanya menyasar Rocky
Gerung. Jika ruang sipil kita terus dibombardir dan dirongrong
dengan bentuk-bentuk serangan seperti di atas, bukan tidak
mungkin setelah Rocky Gerung, pola-pola serupa juga akan
atau bahkan sudah digunakan untuk menyasar partisipasi warga
negara lainnya di ruang publik, terutama menjelang Pilpres
2024.

B. Bentuk Serangan
Bagian ini menjelaskan berbagai bentuk serangan yang
dialami oleh Rocky Gerung. Seperti yang telah dijelaskan
pada bagian sebelumnya, serangan yang dimaksud di sini
adalah tindakan pembalasan atau reprisals, yakni tindakan
yang dilakukan baik dengan kekerasan maupun menggunakan
hukum untuk membatasi, mengintimidasi, atau membungkam
partisipasi warga di ruang publik. Hal ini dapat berupa serangan
langsung (direct), tidak langsung (non direct), dan menyambung
(domino effect). Guna memudahkan identifikasi dan analisis,
kami mengkategorikan berbagai bentuk serangan tersebut ke
dalam lima bentuk utama, yaitu (1) boikot; (2) demonstrasi atau
protes; (3) gugatan perdata; (4) laporan pidana; (5) serangan
terhadap keamanan pribadi, termasuk serangan digital.
Dalam bentuk pemboikotan terdapat 14 kasus, yang
merujuk pada pelarangan, penolakan, dan pembatalan kegiatan
yang menghadirkan Rocky Gerung. Kemudian ada 23 kasus
demonstrasi yang sebagian besar bertujuan untuk menuntut
agar Rocky Gerung segera dipenjarakan dan beberapa lainnya
menolak atau mengusir kedatangan Rocky Gerung. Dalam
penggunaan instrumen hukum, terdapat 3 gugatan perdata
terkait gugatan perbuatan melawan hukum Rocky Gerung.

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 16


Sementara itu, dalam laporan pidana terdapat 32 laporan
dengan tuduhan yang beragam, mulai dari pencemaran nama
baik, penghinaan, fitnah, berita bohong hingga ujaran kebencian
terhadap suku, agama. Ras, dan antar golongan. Terakhir,
terdapat 3 serangan terhadap keamanan pribadi, meliputi
serangan yang dilakukan dengan cara menyerang fisik, harta
benda pribadi hingga serangan digital berupa peretasan akun
media sosial pribadi. Adapun bentuk-bentuk serangan terhadap
Rocky Gerung sepanjang tahun 2018 - Oktober 2023 adalah
sebagai berikut:

Gambar. 3 Bentuk Serangan terhadap Rocky Gerung

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 17


Bentuk serangan langsung (direct) berupa pelaporan secara
hukum, baik perdata maupun pidana, serta serangan terhadap
keamanan pribadi, seperti serangan fisik, penyerangan properti
pribadi, dan peretasan akun media sosial. Sedangkan serangan
tidak langsung (non-direct) adalah serangan yang ditujukan
kepada lingkungan terdekat yang terkena dampak dari serangan
langsung, seperti penyelenggara yang acaranya harus dibatalkan
karena penolakan, atau pihak-pihak yang dilaporkan dengan
konten yang sama dengan Rocky Gerung, dan bentuk-bentuk
penyebaran ketakutan kepada orang lain. Kemudian serangan
tersebut menyambung (domino effect) dalam bentuk boikot dan
demonstrasi. Berikut ini adalah uraian tentang serangan yang
dialami oleh Rocky Gerung:

1. Laporan Pidana
Bentuk serangan dalam bentuk laporan pidana
menjadi cara yang paling banyak digunakan untuk
membunuh pemikiran dan pendapat Rocky Gerung.
Pada tahun 2023, serangan dalam bentuk laporan pidana
mendominasi sebagai respon pembalasan atas kritik Rocky
Gerung terhadap Presiden Joko Widodo terkait Ibu Kota
Nusantara (2023). Setidaknya terdapat 25 laporan pidana
terhadap Rocky Gerung yang tersebar di sejumlah kota di
Indonesia terkait kasus ini.
Selain mendominasi di tahun ini, pada tahun-tahun
sebelumnya instrumen penggunaan hukum pidana untuk
memburu Rocky Gerung juga pernah terjadi. Argumentasi
yang digunakan para pelapor pun cenderung serupa, yakni
terkait dugaan pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan,
penistaan agama, dan permusuhan antar suku, agama, ras,
dan golongan. Laporan pidana terhadap Rocky Gerung
dalam lima tahun terakhir berdasarkan kasus-kasus yang
menyita perhatian publik, antara lain:

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 18


a. Kasus Kitab Suci Fiksi (2018)
Pada tahun 2018, Rocky Gerung dilaporkan
atas pernyataannya yang mengatakan bahwa “kitab
suci itu fiksi” dalam acara Indonesia Lawyers Club
(ILC) yang ditayangkan di TV One. Rocky Gerung
dilaporkan atas dugaan penistaan agama sebagaimana
diatur dalam Pasal 156A KUHP. Terdapat dua laporan
polisi atas ucapan tersebut, yaitu oleh Permadi Arya
dan Jack Boyd Lapian.
Pada 26 Mei 2020 Jack Boyd Lapian mencabut
laporannya dan seluruh keterangannya dalam
berita acara pemeriksaan (BAP) di Unit IV Subdit
IV/Tipid Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Dengan pencabutan laporan tersebut, Jack meminta
polisi untuk segera menerbitkan surat penghentian
penyidikan (SP3) (Amelia, 2020). Sementara itu,
laporan yang dilayangkan oleh Permadi Arya masih
belum jelas kelanjutannya.
b. Kasus Tuduhan menghina Agus Salim (2019)
Forum Anak Nagari (FAN) Kabupaten Agam,
Sumatera Barat, melaporkan Rocky Gerung ke polisi
terkait pernyataannya yang dinilai telah menghina
pahlawan nasional yang juga tokoh Minang, Agus
Salim (Kampai, 2019). FAN melaporkan Rocky
Gerung setelah melihat tayangan ceramah Rocky
Gerung bersama Amien Rais di Adi-TV, Sleman,
Yogyakarta, pada 22 Februari 2019. Menurut mereka,
pernyataan Rocky Gerung telah merendahkan dan
menghina Agus Salim.
Sementara itu, Rocky Gerung membantah telah
menghina Agus Salim. Rocky Gerung mengatakan
bahwa ia justru memuji mantan Menteri Luar Negeri
pertama Republik Indonesia tersebut. Rocky Gerung
menyatakan bahwa video yang tersebar adalah video

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 19


yang dipotong, sehingga kehilangan konteksnya
secara utuh (Kampai, 2019).
c. Kasus Tuduhan Cuitan Pilpres Curang (2019)
Pada 31 Mei 2019, Aliansi Relawan Jokowi
(ARJ) melaporkan akun Facebook dengan nama
Rocky Gerung ke Polda Metro Jaya karena
menyebut Calon Presiden Joko Widodo curang
dalam memenangkan Pilpres 2019. Rocky Gerung
membantah bahwa dirinya adalah pemilik akun
tersebut, hingga saat ini belum diketahui secara jelas
siapa pemilik akun tersebut. Namun, laporan tersebut
telah diterima oleh pihak kepolisian dengan nomor
laporan LP/3408/V/2019/PMJ/Dit.Reskrimsus
terkait dengan dugaan tindak pidana ujaran kebencian
melalui media elektronik sebagaimana Pasal 28 ayat
(2) juncto Pasal 48 ayat (2) UU ITE (CNN Indonesia,
2019).
d. Kasus Tuduhan Cuitan Menghina Marga
Laoly (2020)
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Menkumham) Yasonna Laoly melaporkan Rocky
Gerung atas dugaan penghinaan terhadap marga
Laoly pada tahun 2020. Dugaan penghinaan tersebut
tertuang dalam akun Twitter @RGFansclub2019
dengan menyamakan marga Laoly, salah satu marga
dari suku Nias, dengan binatang. Rocky dilaporkan
dengan Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2 UU ITE.
Namun, Rocky Gerung membantah tuduhan tersebut
dan menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki akun
twitter (CNN Indonesia, 2023).
e. Kasus Tuduhan Ujaran Kebencian terhadap
Romo Benny (2021)
Konten Youtube wawancara yang dilakukan
oleh jurnalis senior Hersubeno Arief dengan Rocky

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 20


Gerung mengenai Staf Khusus Badan Pembinaan
Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Benny dilaporkan
ke pihak kepolisian. Laporan yang dilayangkan
oleh Koordinator Gerakan Advokat Nusantara,
Petrus Selestinus, ini berawal dari kritikan Rocky
Gerung terhadap keterlibatan Romo Benny dalam
permasalahan di Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Petrus menilai konten Youtube tersebut merupakan
tindakan penyebaran ujaran kebencian dan berita
bohong yang dapat menimbulkan keonaran di
masyarakat.
Polisi menerima laporan Petrus dengan nomor
register LP/B/6013/XII/2021/SPKT/POLDA
METRO JAYA tertanggal 1 Desember 2021. Rocky
Gerung menanggapi laporan tersebut dengan
keheranan dan mengatakan bahwa laporan tersebut
konyol. Menurut Rocky Gerung, komentarnya terkait
Romo Benny bukanlah tindakan permusuhan apalagi
ujaran kebencian, melainkan bagian dari kritik atas
tindakan Romo Benny yang juga banyak dikomentari
masyarakat, artinya jika tidak dibenarkan, maka
semua pihak yang melontarkan kritik serupa juga
harus dilaporkan (CNN Indonesia, 2021).
f. Kasus Tuduhan Menghina Presiden Jokowi
(2023)
Pidato Rocky Gerung menjadi viral di media
sosial setelah ia menghadiri seminar dan Konsolidasi
Akbar Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) pada 29
Juli 2023 di Islamic Center, Kota Bekasi. Dalam
video yang diunggah di kanal YouTube Anti-
Oligarki, Rocky Gerung menyampaikan pidatonya
di depan para buruh tentang ucapannya yang diduga
menghina Presiden Jokowi. Dalam unggahan yang
viral di media sosial tersebut, Rocky mengatakan
bahwa Jokowi hanya memikirkan kepentingannya

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 21


sendiri dan ingin mempertahankan legacy-nya di
akhir masa jabatannya sebagai presiden dan setelah
itu mengungkapkan kata-kata kasar yang dianggap
menghina Presiden Jokowi.
Akibat kasus ini Rocky Gerung dilaporkan
secara pidana oleh berbagai pihak yang sebagian
besar adalah relawan Jokowi, yakni pihak dari PDIP
dan ormas-ormas daerah. Selain menghadapi laporan
pidana, akibat kasus ini Rocky Gerung juga harus
menghadapi gugatan perdata, demonstrasi, boikot
bahkan serangan terhadap keamanan pribadi. Kasus
ini masih berlangsung hingga saat ini, Bareskrim
sedang melakukan penyelidikan terhadap kasus ini.
Penggunaan instrumen hukum pidana untuk
merespon pemikiran atau pendapat seseorang di ruang
publik yang berkaitan dengan kepentingan publik
merupakan tindakan yang berbahaya di negara demokrasi.
Apalagi pasal-pasal yang digunakan dalam pelaporan
pidana tersebut merupakan pasal karet, pasal-pasal yang
pada umumnya digunakan untuk menyasar partisipasi
publik. Dengan demikian, penggunaan instrumen hukum
dalam merespon partisipasi publik merupakan modus atau
pola yang sebenarnya ditujukan untuk mengkriminalisasi
seseorang yang menyampaikan pendapat atau kritik.

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 22


Pasal-pasal yang dimaksud digunakan dalam kasus-
kasus sebagaimana diuraikan di bawah ini:

Gambar. 4 Penggunaan Pasal dalam Kasus-Kasus Rocky Gerung

Pelaporan pidana yang berulang kali terjadi terhadap


pendapat dan kritik Rocky Gerung menunjukkan adanya
pembatasan terhadap kebebasan berpikir dan bersikap,
serta berpendapat dan berekspresi. Padahal, menyatakan
pikiran, menyampaikan pendapat, termasuk kritik, telah
dijamin dalam Pasal 18 ICCPR, Pasal 19 ICCPR, Pasal
28E ayat (2) UUD 1945, Pasal 28E ayat (3) UUD 1945,

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 23


Pasal 23 ayat (2) UU HAM, dan Pasal 5 UU Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat. Pada dasarnya ketentuan-
ketentuan tersebut menjamin setiap orang untuk memiliki
hak untuk menyatakan pikiran, dan menyampaikan
pendapat baik secara lisan, tulisan, maupun melalui media
elektronik dan hak ini dilindungi.
Para pelapor secara sadar menggunakan penerapan
pasal-pasal pidana di atas sebagai alat untuk membatasi
kebebasan berpikir dan bersikap, serta kebebasan
berekspresi dan berpendapat di Indonesia. Pelaporan yang
berulang-ulang ini juga menunjukkan bahwa negara telah
gagal melindungi kebebasan sipil di Indonesia dengan
tidak mengambil langkah-langkah untuk melindungi
warga negara dari ancaman terhadap penikmatan hak-hak
mereka. Berdasarkan temuan kami, negara membiarkan
mereka yang menyuarakan pendapatnya diserang dan
bahkan dikriminalisasi.

2. Gugatan Perdata
Modus baru serangan terhadap Rocky Gerung dalam
lima tahun terakhir adalah gugatan perdata. Dalam kasus
dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo (2023),
ada tiga gugatan perdata yang ditujukan kepada Rocky
Gerung terkait gugatan perbuatan melawan hukum (PMH).
Gugatan tersebut berasal dari Dewan Pimpinan Pusat Taruna
Merah Putih (DPP TMP) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
gugatan dari Advokat David Tobing di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, dan gugatan dari Perhimpunan Pembela
Korban Mafia Hukum dan Ketidakadilan (Perkomhan) di
Pengadilan Negeri Cibinong.
Gugatan-gugatan perdata tersebut memunculkan
berbagai pandangan terkait mekanisme proses hukum
atas dugaan tuduhan penghinaan dan pencemaran nama
baik, di mana beberapa pihak setuju dengan mekanisme

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 24


ini. Namun, yang perlu menjadi catatan adalah bahwa
dalam kasus Rocky Gerung, yang menjadi pokok perkara
adalah tuduhan dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko
Widodo, bukan pada persoalan pencemaran nama baik
atau penghinaan terhadap orang perorangan, yang dalam
hal ini penggugatnya pun bukan Presiden Joko Widodo.
Oleh karena itu, dalam kasus Rocky Gerung, penggunaan
instrumen hukum perdata dengan mengajukan gugatan
perbuatan melawan hukum atas pemikiran atau pendapat
yang disampaikan oleh Rocky Gerung yang bertujuan
untuk mengkritik pejabat publik adalah bentuk serangan
terhadap kebebasan berpikir dan berpendapat.
Dilihat dari kegunaan dan maknanya, penggunaan
instrumen hukum perdata ini tidak ada bedanya dengan
penggunaan instrumen hukum pidana, yang berupaya
mematikan pikiran dan pendapat dengan menggunakan
hukum. Baik pidana maupun perdata, keduanya sama-sama
berpotensi merepresi civic space dengan memanfaatkan
celah hukum untuk menghalangi seseorang terlibat di ruang
publik. Dengan demikian, mekanisme hukum perdata bisa
jadi dapat ditempuh dalam kasus-kasus pencemaran nama
baik atau penghinaan, tetapi tidak dalam kasus-kasus
penyampaian pikiran dan pendapat yang berkaitan dengan
kritik terhadap pejabat publik untuk kepentingan publik.
Praktik penggunaan instrumen hukum untuk
menyerang partisipasi publik seperti yang dijelaskan di atas
merupakan konsep yang disebut sebagai Strategic Lawsuit
Against Public Participation (SLAPP). Penggunaan
SLAPP untuk menghukum partisipasi publik mengacu pada
tindakan melaporkan atau mengajukan tuntutan hukum
secara yang tidak berdasar dan sewenang-wenang terhadap
orang-orang yang mengkritik dan mengekspresikan
pendapat mereka. Umumnya menggunakan dalil atau
tuduhan pencemaran nama baik, penghinaan, fitnah dan
tindakan hukum lainnya yang dianggap melanggar hak
konstitusional warga negara.

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 25


Penggunaan SLAPP di berbagai negara, khususnya
di Indonesia, telah menjerat banyak pihak, seperti jurnalis,
pembela hak asasi manusia, pegiat demokrasi, peneliti
dan lainnya. SLAPP ditujukan untuk menarget individu
atau kelompok yang bersuara di ruang publik dengan
menyampaikan pikiran dan pendapatnya, baik dalam
bentuk kritik secara lisan maupun tulisan yang berkaitan
dengan kepentingan publik atau sosial (Pring & Canan,
1988). Penggunaan SLAPP dalam praktiknya dapat dilihat
melalui bagaimana proses hukum yang digunakan dalam
menjerat seseorang, setidaknya melalui empat karakteristik
utama SLAPP.
Pertama, laporan pidana atau gugatan perdata
dengan dalih untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian
materiil dan immateriil yang diderita karena kritik yang
disampaikan. Kedua, laporan pidana atau gugatan perdata
yang dilayangkan kepada perorangan atau kelompok
non-pemerintah akibat kritik yang disampaikan. Ketiga,
laporan pidana atau gugatan perdata akibat menyuarakan
pendapat atau informasi yang berkaitan dengan pejabat,
pemerintah atau pihak/lembaga yang terkait dengan
pemerintah. Keempat, laporan pidana dan gugatan perdata
yang didasari oleh isu-isu yang menyangkut kepentingan
umum (George W. Pring, 1989).
Berdasarkan konsep di atas, kita dapat menilai
bahwa partisipasi publik Rocky Gerung dalam bentuk
penyampaian pikiran dan pendapat yang coba dibunuh
dengan instrumen hukum merupakan tindakan SLAPP.
Dalam beberapa kasus, laporan pidana dan gugatan perdata
yang dilayangkan kepada Rocky Gerung berkaitan dengan
kontribusi dan partisipasi aktifnya dalam menyuarakan
kepentingan publik, baik melalui diskusi maupun kritik
terhadap pejabat dan kebijakannya. Rocky Gerung
hanyalah gambaran kecil dari maraknya praktik SLAPP di
Indonesia.

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 26


Sementara itu, di Indonesia sendiri, kerangka hukum
anti SLAPP masih minim dan belum mengakomodir
seluruh aspek perlindungan terhadap partisipasi publik di
berbagai bidang. Salah satu kerangka hukum terkait anti
SLAPP terdapat dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009
tentang Lingkungan Hidup (UU Lingkungan Hidup). UU
ini memuat aturan terkait perlindungan terhadap pegiat
lingkungan hidup dari tuntutan pidana maupun perdata
ketika melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan
kepentingan publik di bidang lingkungan hidup.
Kerangka hukum lain terkait anti-SLAPP, dapat
ditemukan dalam Paragraf 36 poin H Standar Norma dan
Peraturan Komnas HAM No. 6 Tahun 2021 tentang Pembela
Hak Asasi Manusia. Pada intinya, disebutkan bahwa
penerapan hukum dan peraturan untuk menyembunyikan
kepentingan umum dengan melakukan penuntutan terhadap
pembela HAM atau masyarakat yang menyampaikan
informasi tidak dapat dibenarkan. Selanjutnya, Paragraf
220 Standar Norma dan Peraturan Nomor 5 Tahun 2020
tentang Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi Komnas
HAM, yang pada intinya tidak membenarkan penggunaan
pasal-pasal penghinaan atau pencemaran nama baik sebagai
upaya untuk mencegah kritik terhadap pejabat publik atau
tokoh masyarakat yang mengungkapkan kesalahannya.
Dengan demikian, lonjakan praktik penggunaan
SLAPP di Indonesia berjalan seiring dengan fakta bahwa
telah terjadi pula represi terhadap ruang sipil yang
mengakibatkan ruang tersebut menjadi semakin sempit.
Di sisi lain, belum ada kerangka hukum yang memadai
untuk membendung praktik tersebut, ditambah lagi dengan
persoalan aparat penegak hukum di lapangan yang tidak
dibekali dengan perspektif hak asasi manusia dan demokrasi
yang memadai tentang isu ini. Dengan demikian, praktik
SLAPP di Indonesia menjadi modus untuk mengalihkan
masalah dari yang tadinya pelaku seolah menjadi korban,
yang kemudian memposisikan partisipasi publik pada

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 27


posisi yang penuh risiko, ancaman, dan mengalihkan
perhatian pada pelapor serta menunda pengungkapan inti
permasalahan yang mendasarinya (Riyadi & Hadi, 2021).

3. Demonstrasi
Setelah dihujani berbagai laporan hukum, baik
pidana maupun perdata, terjadi 23 aksi demonstrasi di
berbagai kota di Indonesia. Mereka berdemonstrasi untuk
mendesak polisi segera menindaklanjuti proses hukum dan
memenjarakan Rocky Gerung. Aksi unjuk rasa ini banyak
dilakukan di depan kantor polisi di wilayah demonstrasi
masing-masing, baik di tingkat Polres, Polda, bahkan di
Jakarta, dilakukan di Mabes Polri.
Selain sebagai upaya untuk mendesak agar Rocky
Gerung diproses secara hukum, kuat dugaan bahwa aksi
unjuk rasa tersebut digerakkan oleh pihak pelapor atau
pihak-pihak yang tidak terima dengan pernyataan Rocky
Gerung agar tercipta situasi seolah-olah terjadi kekacauan
akibat ucapan Rocky Gerung. Tindakan seperti ini dalam
beberapa kasus memang lazim digunakan sebagai modus
untuk mematikan pemikiran dan pendapat warga terkait
kritik terhadap pejabat publik dan kepentingan umum.
Situasi keonaran inilah yang menjadi argumen penguat
terpenuhinya delik “keonaran”.
Jika polisi hanya melihat peristiwa yang tampak
sebagai kekacauan, padahal terjadi secara non-organik,
maka polisi akan terjerumus dalam pemahaman bahwa
kritik tidak boleh dilontarkan untuk menjaga stabilitas
dan keamanan. Dengan pandangan seperti itu, civic space
akan mudah direpresi dengan argumen serupa, yang
menguntungkan bagi pihak yang berkuasa untuk bebas
dari kritik. Pembatasan semacam ini pernah kita alami
pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB),
ketika warga terancam oleh sejumlah aturan dan tindakan

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 28


yang ditujukan guna mengkerdilkan civic space di masa
pandemi Covid-19.

4. Pemboikotan
Serangkaian pemboikotan terhadap semua kegiatan
yang menghadirkan Rocky Gerung, baik seminar, diskusi,
ceramah dan lainnya telah terjadi dalam lima tahun
terakhir. Dalam pantauan kami, setidaknya ada 18 kasus
pemboikotan terhadap kegiatan yang melibatkan Rocky
Gerung. Bentuk pemboikotan bisa bermacam-macam,
seperti menduduki lokasi acara, menutup akses menuju
lokasi acara, melakukan demonstrasi di lokasi acara,
membuat kegaduhan di lokasi acara, hingga kekerasan.
Seperti yang terjadi pada tahun 2018, seminar yang
akan diselenggarakan di Pangkal Pinang, Bangka Belitung
dan Palembang, Selatan terpaksa dibatalkan karena adanya
penolakan dari sejumlah pihak di lokasi acara. Penolakan
tersebut kemudian menjadi dasar bagi pemilik lokasi dan
pihak kepolisian untuk tidak mengeluarkan izin. Padahal
diskusi yang hendak digelar dalam seminar tersebut
merupakan seminar pemahaman sosial politik yang terbuka
untuk umum, sehingga bukan pertemuan tertutup yang
berpotensi membahayakan negara.
Sebelumnya, pada tahun 2019 Rocky Gerung juga
ditolak kedatangannya oleh warga Sorong yang tergabung
dalam Masyarakat untuk Toleransi Beragama. Mereka
menilai kegiatan yang akan diisi oleh Rocky sarat dengan
kepentingan kelompok tertentu dan dapat merusak
persatuan dan kesatuan. Oleh karena itu, mereka meminta
pihak kepolisian untuk tidak mengeluarkan izin kegiatan
yang akan dihadiri oleh Rocky Gerung (Andrew, 2019).
Yang terbaru terjadi pada tahun 2023, Rocky Gerung
menelan pil pahit karena harus mengalami “pawai”
penolakan dari sejumlah kota yang dikunjunginya. Tujuan

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 29


kunjungan Rocky Gerung ke kota-kota tersebut adalah
untuk melakukan diskusi, seminar, dan ceramah. Namun
terpaksa harus batal karena ada pemboikotan oleh para
relawan, simpatisan, organisasi masyarakat, organisasi
kedaerahan dan lainnya yang tidak menerima pemikiran
Rocky Gerung,
Pemboikotan ini jelas tidak berdasar dan dilakukan
secara sewenang-wenang dengan mengandalkan massa
dan kekerasan. Pihak kepolisian pun terkesan membiarkan
hal ini dan juga menjadi alat legitimasi untuk dapat
menolak atau melarang kegiatan apapun yang menghindari
Rocky Gerung. Artinya, instrumen penggunaan massa dan
kekerasan untuk membatasi partisipasi seseorang dalam
mengekspresikan pikiran dan pendapatnya difasilitasi dan
didukung oleh negara.

5. Serangan Terhadap Keamanan Pribadi


Rocky Gerung telah mengalami setidaknya
empat kali serangan yang membahayakan keselamatan
pribadinya. Tiga di antaranya terkait dengan kritik Rocky
Gerung terhadap Ibu Kota Negara (IKN), yang kemudian
berubah menjadi tuduhan penghinaan terhadap Presiden
Joko Widodo (2023). Serangan terhadap keamanan pribadi
ini meliputi satu bentuk serangan terhadap properti pribadi
(Pujangga, 2023), dan dua bentuk serangan fisik, yaitu
pelemparan botol di Sleman dan intimidasi oleh Relawan
Joko Widodo di depan Markas Besar Polri (Rosa, 2023).
Serangan lain terhadap keamanan pribadi adalah
peretasan akun Twitter Rocky Gerung yang terjadi pada
tahun 2019. Semua cuitan Rocky Gerung di Twitter lenyap.
Perampasan paksa akun Twitter Rocky Gerung merupakan
upaya untuk membatasi percakapan dan wacana yang
dibangun Rocky Gerung di media sosial (Aji, 2019).
Peretasan dan hilangnya kontrol pengguna atas akunnya

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 30


sendiri telah menjadi modus yang berkembang akhir-akhir
ini untuk mematikan partisipasi seseorang di media sosial.
Dalam Kerangka civic space juga mencakup ruang
lingkup partisipasi publik di media sosial, sehingga
pembatasan di ruang tersebut, terutama dengan cara-cara
ilegal, merupakan upaya untuk membunuh kebebasan
berpikir dan berpendapat. Selain membunuh partisipasi
seseorang di ruang publik baru, peretasan juga berdampak
pada kekhawatiran terhadap perlindungan aktivitas
dan data pribadi warga negara di media sosial. Artinya,
kekuasaan melalui sumber daya yang dimilikinya dapat
dengan mudah mengetahui informasi pribadi seseorang,
termasuk memantau aktivitasnya di media sosial.

C. Aktor
Bagian ini menjelaskan identifikasi aktor-aktor yang
melakukan penyerangan terhadap Rocky Gerung. Kemudian
dianalisis untuk menunjukkan peran, relasi, dan kepentingan
aktor-aktor tersebut. Identifikasi aktor juga dimaksudkan untuk
melihat kedekatan (proximity) mereka dengan tokoh politik,
partai politik, dan afiliasinya dengan entitas lain. Identifikasi
ini dimaksudkan untuk melihat motif yang melatarbelakangi
penyerangan tersebut, apakah motif politik, ideologi, atau motif
non-organik (rekayasa).
Dari 76 kasus serangan terhadap Rocky Gerung yang
terhimpun, terdapat 101 aktor yang melakukan tindakan
serangan. Aktor tersebut beragam, yakni tokoh politik, partai
politik. organisasi kemasyarakatan, organisasi kedaerahan,
relawan atau sayap partai politik, kelompok semu, pihak kampus,
polisi, orang tidak dikenal dan sisanya tidak teridentifikasi.
Adapun jumlah aktor yang melakukan tindakan serangan
terhadap Rocky Gerung adalah sebagai berikut:

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 31


Gambar. 5 Aktor Pelaku Serangan terhadap Rocky Gerung
Aktor terbanyak dalam kasus serangan terhadap Rocky
Gerung dicatatkan oleh organisasi kedaerahan dengan 23,8%
atau 24 kasus. Organisasi kedaerahan merujuk pada organisasi
yang berbasis pada kelompok suku, budaya, dan adat istiadat,
baik yang berskala regional maupun nasional. Angka ini
meningkat karena banyak organisasi kedaerahan, terutama di
Pulau Kalimantan, yang mendesak agar Rocky Gerung segera
ditangkap menyusul pernyataannya mengenai kritik terhadap
Ibu Kota Negara (IKN) yang diduga menghina Presiden Joko
Widodo (2023). Sementara itu, 1 kasus terkait dugaan penghinaan
terhadap Agus Salim (2019). Bentuk serangan yang dilakukan
oleh organisasi kedaerahan antara lain berupa pelaporan pidana
dan demonstrasi.
Aktor Organisasi kedaerahan di Pulau Kalimantan antara
lain Laskar Borneo Nusantara (LBN), Garda Borneo, Bala Adat
Dayak Kalbar, Morenk, Talino, FKKM, Bapatar, TBBR, KKR

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 32


Dayak, Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (Batamad),
Laskar Pemuda Adat Dayak Kalimantan Timur–Kalimantan
Utara (LPADKT-KU), Gerakan Putera Asli Kalimantan (Gepak
Kuning), Barisan Muda Daerah (Bermuda) Kalimantan Timur,
dan Komando Pengawal Pusaka Adat Dayak (KOPPAD)
Kalimantan. Sedangkan di luar Kalimantan, yakni Aliansi
Kabasaran Seluruh Indonesia di Sulawesi Selatan; Gerakan
Pemuda Sampang (GPS), Barisan Pemuda Nasional Madura,
Garda Banyuates, dan Ikatan Cendekiawan Madura di Jawa
Timur; Forum Anak Nagari (FAN) Kabupaten Agam di Sumatera
Barat; Pakarang Adat Nusantara, dan Paguyuban Penyanyi dan
Aktor Pop Sunda di Jawa Barat.
Ada juga dugaan keterlibatan langsung dan tidak langsung
dari beberapa politisi dalam organisasi-organisasi daerah
tersebut. Keterlibatan langsung berupa memimpin massa saat
melaporkan Rocky Gerung ke polisi, seperti yang dilakukan
Politisi Partai Hanura Donny Magek bersama Forum Anak
Nagari (FAN) Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Sedangkan
keterlibatan tidak langsung adalah keterlibatan dalam struktur
organisasi, seperti Aliansi Kabasaran Seluruh Indonesia di
Sulawesi Selatan yang diketuai oleh politisi Partai Solidaritas
Indonesia (PSI) Stephen Liow, Gerakan Pemuda Sampan oleh
politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Slamet Ariyadi, serta
Panglima dan Sekretaris Jenderal Komando Pengawal Pusaka
Adat Dayak Kalimantan (KOPPAD), yaitu Abriantinus dan
Seven Jhon yang merupakan politisi PDIP.
Kemudian disusul oleh relawan atau sayap organisasi partai
politik, dan kelompok semu, masing-masing dengan 13,9% atau
14 kasus. Relawan atau sayap organisasi partai politik merujuk
pada individu atau organisasi yang secara langsung dan terbuka
berafiliasi dengan tokoh politik dan partai politik tertentu.
Sementara itu, kelompok semu merujuk pada kelompok, forum,
aliansi, atau gerakan yang terbentuk secara tiba-tiba atas nama
kepentingan kelompok masyarakat tertentu dalam merespon
suatu isu, namun keberadaannya tidak lama dan tidak jelas
dengan tidak memiliki struktur, dokumen, dan kelengkapan
formal lainnya.
Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 33
Aktor relawan atau sayap organisasi partai politik yang
melakukan serangan terhadap Rocky Gerung, antara lain
Relawan Ganjar Pranowo Sumatera Barat, Relawan Jokowi
Jakarta, Relawan Jumadi Made, Dewan Pimpinan Pusat Taruna
Merah Putih, Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan
Demokrasi (Repdem), Repdem Kota Tebing Tinggi, Repdem
Sumatera Utara, Relawan Indonesia Bersatu, Barikade 98,
Aliansi Relawan Jokowi (ARJ), BARA JP, Projo Jawa Barat
dan Relawan Jokowi dan PDIP Bogor. Dari sisi relawan atau
sayap organisasi partai ini, semuanya berafiliasi dengan PDIP,
Joko Widodo dan Ganjar Pranowo. Beberapa di antaranya juga
digerakkan oleh beberapa politisi, seperti Benny Rhamdani,
Oscar Pendong dan Jumaidi Made, yang ketiganya adalah
politisi Partai Hanura.
Sementara itu, aktor kelompok semu antara lain
Masyarakat Peduli Toleransi Umat Beragama di Sorong, Ormas
Babel di Pangkal Pinang, Aliansi Mahasiswa Peduli Sumatera
Selatan di Palembang, Aliansi Pemuda Peduli Nusa Tenggara
di Lombok Barat, Forum Aktivis Mahasiswa Tangerang
Selatan, Aliansi Masyarakat Banyumas Bela Jokowi, Aliansi
Pemuda Kota Palu, Aliansi Masyarakat Mojokerto (AMM),
Aliansi Mahasiswa Menuntut Sumut di Medan, Aliansi Peduli
Pembangunan Indonesia (APPI) Papua Barat, dan Kelompok
Gerakan Moral Wong Cirebon. Kemudian ada satu kelompok
semu yang teridentifikasi dibentuk atau dipimpin oleh politisi,
yaitu oleh Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Sahabat
Ganjar Kota Semarang, Tina Indrawati, yang memimpin Forum
Masyarakat Bersatu Kota Semarang. Bentuk-bentuk serangan
yang dilakukan oleh relawan atau sayap partai politik, dan
kelompok semu tersebut berbentuk boikot, pelaporan pidana,
gugatan perdata, demonstrasi, dan serangan terhadap keamanan
pribadi.
Selanjutnya adalah politisi atau tokoh publik sebanyak
12,9% atau 13 kasus dalam penyerangan terhadap Rocky Gerung.
Politisi merujuk pada seseorang yang menjadi anggota partai
politik, baik yang memiliki jabatan di pemerintahan maupun

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 34


tidak. Sementara itu, tokoh publik merujuk pada seseorang yang
dikenal oleh publik dan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi
opini publik, seperti pegiat media sosial, influencer, atau orang
yang memiliki kedekatan dengan tokoh politik tertentu.
Dalam beberapa kasus, umumnya para politisi dan tokoh
publik inilah yang menjadi “pelopor” dalam melakukan serangan
terhadap Rocky Gerung, yang kemudian memberikan efek
domino kepada para relawan, simpatisan, pendukung, baik itu
perorangan, organisasi kemasyarakatan, organisasi kedaerahan,
maupun kelompok semu yang kemudian melakukan aksi-aksi
penyerangan lainnya seperti yang telah disebutkan di atas. Para
politisi atau tokoh publik ini juga terlibat di lapangan dalam
memobilisasi massa, memimpin, atau melakukan tindakan
intimidasi.
Aktor politik atau tokoh publik yang dimaksud di atas antara
lain anggota DPR RI dari Partai PDI Perjuangan, Esti Wijayati,
yang terlibat dalam aksi memboikot acara diskusi Rocky
Gerung di Sleman, Yogyakarta, 2 Agustus 2023. Kemudian ada
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Sahabat Ganjar Kota
Semarang, Tina Indrawati, yang memimpin aksi demonstrasi
penangkapan Rocky Gerung di Malang pada 4 Agustus 2023
dan politikus Partai Hanura Oscar Pendong memimpin aksi
serupa di Polda Metro Jaya, 3 Agustus 2023. Parahnya lagi,
politisi PDIP Novi Kurniati atau “Novi Bule” yang memimpin
Gerakan Nasional Tangkap Rocky Gerung mengintimidasi
Rocky Gerung dan pengacaranya usai diperiksa di Bareskrim
Mabes Polri, 6 Agustus 2023.
Kemudian ada tokoh publik yang juga advokat, yakni David
Tobing yang menggugat Rocky Gerung secara perdata terkait
perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
2 Agustus 2023. Ada politisi PDIP, Ferdinand Hutahaean, yang
melaporkan Rocky Gerung ke polisi terkait dugaan penghinaan
terhadap Presiden Joko Widodo, 1 Agustus 2023. Sebelumnya,
pada tahun 2020, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly
melaporkan Rocky Gerung atas dugaan penghinaan terhadap
marga Laoly.

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 35


Kemudian ada politisi Hanura, Donny Magek, yang
melaporkan Rocky Gerung atas dugaan penghinaan terhadap
Agus Salim pada tahun 2019. Di tahun yang sama, ada juga
politisi PDIP, Henry Yosodiningrat, yang melaporkan Rocky
Gerung terkait dugaan penghinaan terhadap dirinya. Kemudian
ada politisi Partai Hanura Jumaidi Made yang memboikot acara
Rocky Gerung di Jember pada tahun yang sama. Satu tahun
sebelumnya, Permadi Arya dan Jack Boyd Lapian melaporkan
Rocky Gerung atas dugaan penghinaan agama.
Berikutnya adalah organisasi kemasyarakatan dengan
10,9% atau 11 kasus serangan terhadap Rocky Gerung.
Organisasi kemasyarakatan merujuk pada organisasi berbasis
massa yang besar, militan, dan tersebar, biasanya berbasis
ideologi nasionalis, agama, atau ideologi lainnya. Seperti halnya
organisasi daerah, kami juga menemukan beberapa tokoh
politik yang berafiliasi dengan organisasi kemasyarakatan yang
menyerang Rocky Gerung.
Organisasi-organisasi kemasyarakatan tersebut menyerang
Rocky Gerung dalam bentuk boikot, laporan pidana, gugatan
perdata, demonstrasi bahkan tindakan yang mengancam
keselamatan seseorang. Umumnya dalih yang digunakan oleh
organisasi kemasyarakatan adalah untuk menjaga keutuhan
dan persatuan negara dari ancaman perpecahan bangsa melalui
pernyataan-pernyataan Rocky Gerung. Tidak jarang, organisasi-
organisasi kemasyarakatan tersebut menggunakan kekerasan
fisik, bahkan ada ormas yang melakukan tindakan penyerangan
tidak hanya sekali.
Organisasi kemasyarakatan Pejuang Nusantara Indonesia
Bersatu (PNIB), misalnya, telah menyerang Rocky Gerung
sebanyak empat kali. Dimulai dari melakukan serangan
demonstrasi dan memboikot diskusi di Sleman pada 8 September
2023. Dilanjutkan dengan insiden penyerangan pelemparan botol
terhadap Rocky Gerung yang mengenai Refly Harun. Kemudian
pemboikotan diskusi di Sleman juga pada 2 Agustus 2023, dan
diskusi di Universitas Darul Ulum pada 1 Agustus 2023.

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 36


Organisasi kemasyarakatan lain yang melakukan aksi
penyerangan terhadap Rocky Gerung antara lain Pasukan
Merah dan Laskar Merah Putih (LMP), Manggala Garuda Putih,
Perhimpunan Pejuang Pembela Korban Mafia Hukum dan
Ketidakadilan (Perkomhan), Pergerakan Advokat Nusantara
(Parekat), Gerakan Pemuda Marhaenis, Barisan Patriot Pejuang
Merah Putih (BP2MP), dan Fatayat Nahdlatul Ulama (NU).
Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini tidak bertindak tanpa
sebab, para politisi dan tokoh masyarakatlah yang kemudian
menyulut mereka untuk bertindak. Dengan demikian, berbasis
massa yang besar, militan dan tersebar, mereka dapat dengan
mudah mengorkestrasi organisasi-organisasi kemasyarakatan di
tingkat daerah untuk melakukan penyerangan serupa.
Jika ditelusuri lebih jauh, ada juga keterlibatan politisi
secara struktural dan nonstruktural dalam organisasi-organisasi
kemasyarakatan tersebut. Sebagai contoh, Ketua Nasional
LMP, Adek Erfil Manurung, adalah politisi PDIP. Kemudian
ada juga politisi Emir Moeis yang merupakan Ketua Gerakan
Pemuda Marhaenis dan politisi Hanura Petrus Selestinus yang
merupakan Koordinator Perekat. Selain struktural, ada juga
bentuk dugaan “backing” dan “endorser” dari para politisi,
seperti politisi PDIP-P yang juga mantan Kapolda Jawa Barat,
Anton Charliyan, yang sering terlibat dalam kegiatan BP2MP.
Tidak hanya melalui relawan atau sayap organisasi partai
politik, partai politik juga secara resmi melaporkan tuduhan
pidana terhadap Rocky Gerung atas dugaan penghinaan
terhadap Presiden Joko Widodo. Dalam temuan kami, serangan
terhadap Rocky oleh partai politik setidaknya mencapai 4% atau
4 kasus. Aktor partai politik tersebut antara lain Satgas PDIP
Kota Yogyakarta, Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat
(BBHAR) DPD PDIP D.I Yogyakarta, DPD PDIP Kalimantan
Tengah, dan BBHAR DPP PDIP.
Ada juga aktor pihak kampus yang melakukan penyerangan
mencapai 5,9% atau 6 kasus, tindakan mereka berupa pelarangan
atau penolakan terhadap seminar yang menghadirkan Rocky

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 37


Gerung. Disusul dengan pihak kepolisian sebanyak 2% atau
2 kasus, namun meski jumlahnya kecil dalam beberapa kasus
polisi juga terlibat dengan melakukan pembiaran dan tindakan
yang berpihak pada pelaku penyerangan, bahkan keterlibatan
polisi lainnya adalah menindaklanjuti proses pidana tanpa
memperhatikan konteks lainnya. Terakhir, terdapat orang
tidak dikenal dengan 1% atau 1 kasus dan terdapat 11,9%
atau 12 pelaku penyerangan yang tidak teridentifikasi karena
keterbatasan sumber dokumen elektronik, 12 kasus tersebut
terkait dengan laporan polisi atas dugaan penghinaan terhadap
Presiden Joko Widodo oleh Rocky Gerung.

IV. Kesimpulan
Sejak tahun 2018, bahkan bisa jadi jauh sebelumnya, telah
terjadi serangkaian upaya untuk membunuh pemikiran dan pendapat
Rocky Gerung. Upaya pembunuhan pemikiran dan pendapat Rocky
Gerung di ruang publik tersebut dilakukan dengan pola, melibatkan
sederet pihak, baik aktor politik maupun tokoh masyarakat, relawan,
simpatisan, polisi hingga penggunaan massa untuk menciptakan situasi
seolah-olah Rocky Gerung telah melakukan tindakan yang berbahaya
dan dapat memecah belah bangsa. Dengan upaya penciptaan kondisi
seperti itu, Rocky Gerung dipaksa untuk bungkam, baik melalui
instrumen non-hukum seperti intimidasi, boikot, demonstrasi dan
lainnya, maupun dengan instrumen hukum seperti laporan pidana dan
perdata.
Laporan ini menguraikan upaya-upaya yang dilakukan dalam
mematikan pemikiran dan pendapat Rocky Gerung. Meliputi pola,
bentuk, dan aktor yang pada akhirnya membentuk satu kesatuan yang
sistematis dalam melancarkan serangan untuk membuat Rocky Gerung
bisa jadi tidak berdaya. Serangan terhadap Rocky Gerung hanyalah
salah satu dari sekian banyak faktor yang mengindikasikan bahwa
ruang sipil di Indonesia berada pada titik yang mengkhawatirkan.
Kerangka hukum yang melindungi hak atas kebebasan berpikir
dan bersikap, hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, serta
hak untuk berserikat dan berkumpul, yang telah berulang kali disebut

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 38


dalam tulisan ini, jelas tidak memiliki arti jika aparat hukum dan
aktor-aktor yang memiliki kekuasaan justru menggunakan kekerasan
dalam selimut kebebasan tersebut. Ke depan, pemajuan hak asasi
manusia dan demokrasi yang dibarengi dengan partisipasi publik
untuk kepentingan orang banyak akan tunduk pada kekuasaan semu
yang terorganisir dan berbasis kekerasan.
Dengan iklim ruang sipil seperti ini, terutama menjelang Pilpres
2024, dapat diprediksi bahwa di masa depan serangan-serangan seperti
yang dipaparkan dalam tulisan ini akan semakin masif dan brutal.
Kondisi inilah yang mendasari judul tulisan kami; bahwa ada upaya
pembunuhan pemikiran dan pendapat secara terorganisir, tidak hanya
terhadap Rocky Gerung, bisa jadi terhadap kita semua di masa depan.

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 39


Daftar Pustaka

Aji, R. (2019, October 18). Akun Twitter Rocky Gerung Diretas


- Nasional Tempo.co. Nasional tempo. https://nasional.tempo.co/
read/1261176/akun-twitter-rocky-gerung-diretas
Amelia, M. (2020, May 26). Pelapor C
abut Laporan ‘Kitab Suci Fiksi’ Rocky Gerung Setelah 2 Tahun.
detikNews. https://news.detik.com/berita/d-5029384/pelapor-cabut-
laporan-kitab-suci-fiksi-rocky-gerung-setelah-2-tahun
Andrew, C. (2019, March 24). Warga Kota Sorong Demo Tolak
Kedatangan Rocky Gerung. Okezone News. https://news.okezone.
com/read/2019/03/24/340/2034217/warga-kota-sorong-demo-tolak-
kedatangan-rocky-gerung
CNN Indonesia. (2019, May 31). Relawan Jokowi Polisikan Akun
Facebook Rocky Gerung. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.
com/nasional/20190531194238-12-400156/relawan-jokowi-
polisikan-akun-facebook-rocky-gerung
CNN Indonesia. (2021, December 1). Konten YouTube Rocky
Gerung Berujung Laporan Ujaran Kebencian. CNN Indonesia. https://
www.cnnindonesia.com/nasional/20211201203240-12-728698/
konten-youtube-rocky-gerung-berujung-laporan-ujaran-kebencian
CNN Indonesia. (2023, August 14). Polisi Masih Selidiki Dugaan
Penghinaan Marga Laoly oleh Rocky Gerung. CNN Indonesia. https://
www.cnnindonesia.com/nasional/20230814125222-12-985787/
polisi-masih-selidiki-dugaan-penghinaan-marga-laoly-oleh-rocky-
gerung
Gerung, R. (2010, November 10). Pidato Kebudayaan Rocky
Gerung: “Merawat Republik, Mengaktifkan Akal Sehat”. Dewan
Kesenian Jakarta. Retrieved October 15, 2023, from https://dkj.or.id/
berita/rocky-gerung-merawat-republik-mengaktifkan-akal-sehat/
Gunandha, R. (2018, August 25). Ratna Sarumpaet dan Rocky
Gerung Ditolak Datang oleh Warga Babel. Suara.com. https://www.

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 40


suara.com/news/2018/08/25/205005/ratna-sarumpaet-dan-rocky-
gerung-ditolak-datang-oleh-warga-babel
Kampai, J. (2019, March 6). Dianggap Hina Agus Salim,
Rocky Gerung Dipolisikan. detikNews. https://news.detik.com/
berita/d-4455773/dianggap-hina-agus-salim-rocky-gerung-
dipolisikan
Kurniawan, W. (2018, September 1). Hanya Diberi Waktu 3 Jam di
Palembang, Ratna Sarumpaet dan Rocky Gerung Batal Jadi Pembicara
- Sripoku.com. Sripoku.com. https://palembang.tribunnews.
com/2018/09/01/hanya-diberi-waktu-3-jam-di-palembang-ratna-
sarumpaet-dan-rocky-gerung-batal-jadi-pembicara
Pring, G. (1989). SLAPPs: Strategic Lawsuits against Public
Participation. Pace Environmental Law Review, Volume 7(No.
1), 1-19. https://digitalcommons.pace.edu/cgi/viewcontent.
cgi?article=1535&context=pelr
Pring, G., & Canan, P. (1988). Strategic Lawsuits
against Public Participation. Social Problems, Volume
35(Issue 5), 506-519. https://books.google.co.id/
books?id=SEaAjENdpJkC&sitesec=buy&hl=id&source=gbs_atb
Pujangga, R. (2023, August 6). Penampakan Rumah Rocky
Gerung Bau Amis Usai Dilempari Telur dan Tomat Oleh Massa Yang
Marah - Tribunjateng.com. Tribun Jateng. https://jateng.tribunnews.
com/2023/08/06/penampakan-rumah-rocky-gerung-bau-amis-usai-
dilemparitelur-dan-tomat-oleh-massa-yang-marah
Rahmawati, W. T., Harahap, Y. M., & Mahroza, M. (2021, 12
24). Language Style Used by Rocky Gerung in Instagram Status.
Excellence: Journal of English and English Education, 1(2), 49-56.
https://siakad.univamedan.ac.id/ojs/index.php/excellence/article/
view/273/201
Riyadi, E., & Hadi, S. (2021, April). Strategic Lawsuit Against
Public Participation (SLAPP): a Legal Based Threat to Freedom of
Expression. Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Volume 8(No. 1), 142-
162. https://jurnal.unpad.ac.id/pjih/article/view/33117/15295

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 41


Rosa, M. (2023, September 10). Video Viral Rocky Gerung dan Refly
Harun Dilempar Botol Saat Diskusi Kebangsaan di Sleman. Yogyakarta.
https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/09/10/061751478/video-
viral-rocky-gerung-dan-refly-harun-dilempar-botol-saat-diskusi
Tim Peneliti Lokataru Foundation. (2020). Melawan Pengkerdilan
Ruang Sipil. Lokataru Foundation. https://lokataru.id/wp-content/
uploads/2021/02/layout-SCS-revisi-2-nov.pdf
Tim Peneliti PSHK. (2022, Desember). Laporan Studi: Pelindungan
dan Peluasan Ruang Gerak Masyarakat Sipil (Civic Space): Menuju
Perbaikan Kerangka Hukum untuk Kebebasan Berserikat dan
Berkumpul, Berpendapat dan Berekspresi, serta Pelindungan Pembela
HAM di Indonesia. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan. https://pshk.
or.id/dokumen/9142
United Nations. (2020, September). UN Guidance Notes on the
Protection and Promotion of Civic Space. United Nations. https://
www.ohchr.org/sites/default/files/Documents/Issues/CivicSpace/UN_
Guidance_Note.pdf

Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 42


Usaha Membunuh Pikiran Rocky Gerung 43

Anda mungkin juga menyukai