Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI 1

PERCOBAAN 1
SIMPLISIA YANG MENGANDUNG AMILUM DAN RESIN

Kelompok : 1
Anggota(Nama/NIM) : 1. Aulia Chintya M (V3720011)
2. Distya Nadja P (V3720015)
3. Nabilla Izza A (V3720037)
4. Rizki Utami (V3720051)
5. Salsabila Riska A (V3720053)
Tanggal Praktikum : 11 Maret 2021
Kelas : A
Asisten Praktikum : Mara Mita Budianti

D3 FARMASI
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2021
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI 1
PERCOBAAN 1
SIMPLISIA YANG MENGANDUNG AMILUM DAN RESIN
I. Tujuan
Mahasiswa mampu menganalisis fragmen khas dari simplisia yang
mengandung amilum dan resin.
II. Dasar Teori
Resin terbentuk secara alami maupun buatan. Tumbuhan merupakan
organisme yang menghasilkan metabolit sekunder yang dihasilkan dari
suatu proses metabolisme, salah satu jenis metabolit sekunder ialah resin.
Resin merupakan suatu material polimer yang memiliki bentuk yang kaku
atau semi kaku di suhu kamar. Resin memiliki ciri padat, rapuh, mengkilat,
bening sampai kusam, akan meleleh dan mudah terbakar jika terkena panas
dengan mengeluarkan asap dan bau yang khas. Resin diproduksi oleh
tanaman sebagai resin sekunder metabolisme (Hirmarizqi dkk., 2019).
Amilum atau pati merupakan salah satu polimer alami yang tersusun
dari struktur bercabang yang disebut amilopektin dan struktur lurus yang
disebut amilosa. Pati merupakan serbuk amorf lunak berwarna putih dan
tanpa rasa manis, tidak larut dalam air, alkohol dan eter. Kegunaan pati dari
berbagai tanaman berfungsi sebagai eksipien farmasi. Pati dari berbagai
sumber telah dievaluasi dan digunakan sebagai binder atau pengikat yang
sangat baik dalam bentuk musilago atau serbuk kering. Amilum atau pati
yang umum digunakan dalam industri farmasi terbagi menjadi dua, yaitu
amilum alami dan amilum yang dimodifikasi. Amilum alami (native starch)
merupakan amilum yang dihasilkan dari umbi – umbian dan belum
mengalami perubahan sifat fisika dan kimia atau diolah secara fisika-kimia
(Sakinah dan Kurniawansyah, 2018).
Butir amilum dapat dilihat dengan mikroskop polarisasi sehingga
dapat diketahui kedudukan hilum, bentuk, ukuran serta wujud butir amilum,
soliter atau berkumpul (butir amilum majemuk). Karakteristik morfologi
butir amilum dapat berfungsi untuk mengenali spesies tumbuhan pemilik
butir amilum tersebut. Pengamatan anatomi dan morfologi butir amilum
berguna untuk mengetahui keragaman struktur butir amilum. Perbedaan
ukuran butir amilum juga perlu diketahui untuk menentukan potensi
penggunaan amilum tersebut (Sari dkk., 2017).
Temulawak atau Curcuma xanthorrhiza Roxb merupakan tanaman
yang sering digunakan sebagai obat-obatan yang tergolong dalam suku
temu-temuan (Zingiberacea). Salah satu kandungan terbanyak yang dimiliki
tumbuhan temulawak ialah pati. Pati merupakan kandungan metabolit
terbesar pada temulawak. Pati temulawak mengandung kurkuminoid yang
membantu proses metabolisme dan fisiologis organ badan. Selain itu
temulawak mengandung minyak atsiri seperti limonina yang
mengharumkan, sedangkan kandungan flavonoid pada temulawak
berkhasiat menyembuhkan radang (Syamsudin dkk., 2019).
Kandungan kimia yang terdapat di rimpang kunyit akan lebih
tinggi apabila berasal dari dataran rendah dibandingkan dengan kunyit yang
berasal dari dataran tinggi. Kandungan kimia yang penting dari rimpang
kunyit adalah kurkumin, minyak atsiri, resin, desmetoksikurkumin,
oleoresin, dan bidesmetoksikurkumin, damar, gom, lemak, protein, kalsium,
fosfor dan besi (Shan dan Iskandar, 2018).
III. Alat dan Bahan
A. Alat
1. Mikroskop (1 buah)
2. Object glass (3 buah)
3. Cover slip/glass (3 buah)
4. Spatula (1 buah)
5. Tabung reaksi (1 buah)
6. Pipet tetes (3 buah)
B. Bahan
1. Serbuk amilum (qs)
2. Serbuk simplisia temulawak (qs)
3. Serbuk simplisia kunyit (qs)
4. Kloralhidrat (qs)
5. Safranin (qs)
6. Akuades (qs)
C. Gambar Alat
Mikroskop

1. Lensa Okuler: pembentuk bayangan maya, dan tegak serta


diperbesar dari lensa objektif.

2. Revolver (pemutar lensa): mengatur perbesaran dan pengecilan dari


lensa objektif.

3. Lensa Objektif: membentuk bayangan nyata, terbalik, dan


diperbesar.

4. Meja Preparat: meletakkan objek pengamatan.

5. Jepit Meja Preparat: memegang sample agar tidak mudah bergeser.

6. Diafragma: menentukan jumlah cahaya yang masuk atau


difokuskan ke sampel.

7. Lampu: sumber cahaya.

8. Lengan Mikroskop: memudahkan penggunakan untuk


memindahkan mikroskop dari satu tempat ke tempat lain, tanpa
harus memegang lensa-lensa secara langsung.

9. Skala Preparat: memudahkan penempatan sampel sebelum diamati.


10. Makrometer dan Mikrometer: memfokuskan lensa pada objek
yang diamati baik itu secara vertikal maupun secara horizontal.
Makrometer bersifat besar dan mikrometer bersifat kecil.

11. Pengatur Kecerahan: mengatur kecerahan cahaya yang dihasilkan


untuk mengamati objek.

12. Switch Lampu: alat yang menghubungkan atau memutuskan arus


listrik ke arah lampu mikroskop.

13. Kaki Penyangga Putar: sebagai penyangga mikroskop jika


diletakan pada bidang yang tidak datar.

Object glass Cover slip/glass

Pipet tetes Tabung reaksi

Spatula
IV. Cara Kerja
A. Serbuk amilum

Serbuk amilum

Dimasukkan ke dalam
object glass, ditetesi

Akuades
(dalam tabung reaksi)

Ditutup dengan cover slip

Preparat

Diamati dengan mikroskop

Hasil

B. Simplisia temulawak

Serbuk simplisia temulawak

Dimasukkan ke dalam
object glass, ditetesi

Kloralhidrat

Ditunggu hingga kering,


ditetesi

Safranin

Ditunggu hingga kering,


ditutup cover slip

Preparat

Diamati dengan mikroskop

Hasil
C. Simplisia kunyit

Serbuk simplisia kunyit

Dimasukkan ke dalam
object glass, ditetesi

Kloralhidrat

Ditunggu hingga kering,


ditetesi

Safranin

Ditunggu hingga kering,


ditutup cover slip

Preparat

Diamati dengan mikroskop

Hasil

V. Hasil Percobaan
Simplisia serbuk temulawak (Curcumae Rhizoma)
No. Penampang Keterangan
1. Butir Amilum

Fungsi :
Sebagai cadangan
makanan (Shaifullah,
2015).
2. Parenkim Korteks

Fungsi :
Berfungsi dalam
transportasi hara dari
epidermis ke dalam
teras akar (Suradinata,
1998).
3. Serabut Sklerenkim

Fungsi :
Sebagai alat
penyokong.
Melindungi dan
menguatkan bagian
dalam sel,
memberikan kekuatan
mekanik ke tubuh
tanaman (Rachmawati
dan Urifah, 2009).
4. Berkas Pengangkut

Fungsi :
Mengedarkan hasil
fotosintesis dan
mengangkut air
(Rachmawati
dan Urifah, 2009).
5. Jaringan Gabus

Fungsi :
Untuk melindungi
organ tanaman dari
kekeringan
(Rachmawati dan
Urifah, 2009).

Simplisia serbuk kunyit (Curcuma domesticae Rhizoma)


No. Penampang Keterangan
1. Butir Amilum

Fungsi :
Sebagai cadangan
makanan (Shaifullah,
2015).

2. Sel parenkim korteks


berisi bahan pewarna
kuning

Fungsi :
Sebagai tempat
menyimpan cadangan
makanan
(Rachmawati dan
Urifah, 2009).
Memberi pigmen
warna kuning
pada kunyit.
3. Berkas pengangkut

Fungsi :
Mengedarkan hasil
fotosintesis dan
mengangkut air
(Rachmawati dan
Urifah, 2009).
4. Rambut penutup

Fungsi :
Untuk memperluas
permukaan sel
sehingga penyerapan
lebih efisien
(Suradinata, 1998).
5. Jaringan Gabus

Fungsi : Untuk
melindungi organ
tanaman dari
kekeringan
(Rachmawati dan
Urifah, 2009).
6. Sel parenkim berisi
amilum

Fungsi :
Sebagai tempat untuk
menyimpan cadangan
makanan
(Rachmawati dan
Urifah, 2009).
VI. Pembahasan
Praktikum kali ini bertujuan menganalisis fragmen khas dari
simplisia yang mengandung amilum dan resin. Amilum merupakan salah
satu metabolit berupa senyawa karbohidrat komplek (polimer) yang jika
butirannya diamati secara mikroskopis memiliki bentuk khas pada jenis
tumbuhan tertentu sehingga dapat dijadikan sebagai identitas dari tumbuhan
tersebut (Depkes RI, 2017). Resin diproduksi secara ilmiah bila terjadi luka
pada tumbuhan. Pelukaan yang bisa menyebabkan terbentuknya resin
berupa bentuk penyadapan, serangan oleh serangga, hewan atau patogen,
dan kerusakan akibat kekeringan atau kebakaran (Kuspradini dkk., 2016).
Oleoresin adalah campuran minyak dan resin atau gum yang
dihasilkan melalui ekstraksi menggunakan pelarut organik dari berbagai
jenis rempah, baik yang berasal dari buah, biji, daun, kulit maupun rimpang
(Abubakar et al., 2006 dalam Vitanti dkk., 2016). Oleoresin umunya berupa
cairan kental, pasta atau semi padat, yang memiliki aroma dan rasa sesuai
dengan bahan yang diekstrak. Oleoresin biasa digunakan untuk bahan baku
flavor pada industri makanan dan sebagai bahan baku obat. Pengambilan
oleoresin merupakan salah satu cara efektif untuk memanfaatkan rimpang
temulawak dan kunyit. Oleoresin dapat diperoleh melalui proses
pengeringan lalu diekstrak dengan pelarut organik, setelah itu dilakukan
evaporasi menggunakan rotary evaporator. Jika proses ekstraksi yang
digunakan sesuai, maka dapat dihasilkan oleoresin yang berkualitas tinggi
(Vitanti dkk., 2016).
Uji mikroskopik dilakukan terhadap simplisia dan digunakan untuk
mengamati fragmen simplisia secara umum yang dilakukan di bawah
mikroskop dengan menggunakan kloralhidrat. Fungsi penambahan
kloralhidrat untuk menghilangkan klorofil dan amilum pada simplisia
sehingga hanya fragmen-fragmen pengenal saja yang tersisa. Pengujian
mikroskopik bertujuan untuk menentukan karakteristik anatomi jaringan,
sel, dan bagian-bagian spesifik dari simplisia melalui pengamatan di
bawah mikroskop dengan derajat perbesaran tertentu serta menentukan
fragmen pengenal dan mencegah pemalsuan simplisia. Uji mikroskopik
dilakukan dengan cara meletakan serbuk di atas object glass kemudian
ditetesi kloralhidrat dan selanjutnya ditutup dengan cover slip lalu diamati
dengan menggunakan mikroskop dan dilihat apakah ada butiran amilum isi
sel dan fragmen pengenal pada tumbuhan.

Butir-butir amilum mempunyai bentuk dan ukuran yang


bermacam-macam. Kunyit memiliki ukuran butir amilum lebih kecil dari
temulawak. Perbedaan ini didasarkan pada letak hilus dalam butir
amilum. Hilus adalah titik permulaan terbentuknya butir amilum,
sedangkan lamella adalah garis-garis halus yang mengelilingi hilus. Pada
temulawak diketahui bahwa letak hilus tidak sentral dan terdapat lamela
yang tidak konsentris. Begitu pula dengan simplisia kunyit. Kunyit dan
temulawak adalah jenis amilum eksentris (hilus di pinggir).

Uji simplisia amilum dilakukan dengan cara memasukkan serbuk


amilum ke dalam object glass. Jangan terlalu banyak dalam memberi serbuk
amilum agar amilum tidak menggumpal dan menumpuk yang
mengakibatkan fragmen dapat sulit dilihat. Kemudian object glass ditetesi
dengan aquades agar fragmen amilum terlihat. Cara kerja akuades ini adalah
melarutkan zat-zat yang tidak perlu. Dalam percobaan uji mikroskopis
simplisia amilum ini, tidak menggunakan kloralhidrat. Hal itu karena
kloralhidrat dapat merusak fragmen dari amilum. Dalam percobaan ini juga
tidak menggunakan safranin karena dengan penambahan aquades dalam
amilum dapat menjernihkan preparat dan membuat fragmen terlihat jelas.
Setelah itu, object glass ditutup dengan kaca penutup agar tidak
terkontaminasi zat dari luar dan diamati dengan mikroskop perbesaran 40 x.
Jika masih belum jelas, cahaya, lensa dan perbesaran mikroskop dapat
diatur.

Uji mikroskopis berikutnya dilakukan pada simplisia serbuk


temulawak (Curcuma xanthorrhiza Rhizoma) dan Kunyit (Curcuma
domesticae Rhizoma). Uji mikroskopis diawali dengan pembuatan preparat.
Preparat dibuat dengan menaruh serbuk simplisia pada object glass, pastikan
serbuk yang digunakan dalam jumlah tepat karena jika serbuk yang dipakai
terlalu banyak akan terjadi penumpukkan, sehingga fragmen khas akan sulit
diamati. Selanjutnya serbuk ditetesi dengan kloralhidrat. Kloralhidrat
berfungsi menjernihkan preparat sehingga mempermudah proses
pengamatan. Kloralhidrat ditunggu hingga kering dan meresap pada serbuk
simplisia agar tidak mengganggu dalam proses pengamatan. Setelah
kloralhidrat mengering, ditambahkan safranin yang berfungsi sebagai
pewarna sehingga mempermudah pengamatan sel atau jaringan di bawah
mikroskop. Tanpa pewarnaan, sel dan jaringan tumbuhan akan transparan
sehingga sulit untuk diamati. Langkah selanjutnya preparat ditutup dengan
cover slip dan diamati menggunakan mikroskop. Pada pembuatan preparat
tidak dilakukan pemanasan karena dikhawatirkan akan merusak objek
(simplisia) maupun object glass yang digunakan dalam pembuatan simplisia
dapat memuai atau pecah sehingga memengaruhi hasil pengamatan.

Uji mikroskopis pada simplisia temulawak (Curcuma xanthorrhiza


Rhizoma) didapatkan hasil fragmen khas berupa fragmen berkas pembuluh,
fragmen parenkim korteks, serabut sklerenkim, butir pati, fragmen jaringan
gabus bentuk polygonal, rambut penutup. Rimpang temulawak adalah
rimpang Curcuma xanthorrhiza Roxb., suku Zingiberaceae, mengandung
minyak atsiri tidak kurang dari 1,20% v/b dan/atau kurkumin tidak kurang
dari 2,30%. Senyawa identitas dari temulawak, yaitu Xantorizol dengan
struktur kimia:

(Depkes RI, 2017).


Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkuminoid, minyak
atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), selulosa, dan mineral. Pati merupakan
komponen terbesar dari rimpang temulawak yang berwarna putih
kekuningan karena mengandung kurkuminoid. Kadar protein pati
temulawak lebih tinggi dibandingkan pati tanaman lainnya. Berdasarkan
penelitian dan pengalaman, temulawak telah terbukti berkhasiat pada
penyembuhan beberapa penyakit seperti gangguan fungsi hati. Temulawak
juga dapat digunakan sebagai antiinflamasi sehingga dapat digunakan dalam
pengobatan radang sendi dan rematik. Masih banyak manfaat yang
terkandung pada temulawak, seperti menurunkan kadar kolesterol,
antijmaur, meningkatkan nafsu makan, mengatasi batuk, mag, sariawan,
asma, dan masih banyak lagi (Said, 2007).
Uji mikroskopis pada simplisia kunyit (Curcuma domesticae
Rhizoma) didapatkan hasil fragmen khas berupa periderm, butir pati, rambut
penutup, parenkim berisi butir pati, pembuluh kayu dengan penebalan
tangga dan jala, parenkim dengan sel sekresi. Rimpang kunyit adalah
rimpang Curcuma longa L., suku Zingiberaceae, mengandung minyak atsiri
tidak kurang dari 1,85% v/b dan/atau kurkumin tidak kurang dari 3,82%.
Senyawa identitas dari kunyit, yaitu Kurkumin dengan struktur kimia:

(Depkes RI, 2017).


Rimpang kunyit memiliki komponen kimia berupa minyak atsiri,
pati, zat pahit resim, selulosa, dan beberapa mineral. Dalam farmakologi
Cina dan pengobatan tradisional lainnya, kunyit dikatakan meiliki bau khas
aromatik, rasa agak pahit tetapi menyejukkan, dan sedikit pedas.
Berdasarkan penelitian, kunyit memiliki efek farmakologis, melancarkan
darah dan vital energi, menghilangkan sumbatan peluruh haid, antiradang,
mempermudah persalinan, peluruh kentut, antibakteri, memperlancar
pengeluaran empedu, pelembab, dan zat aktif pada kunyit dapat
meningkatkan aktivitas seksual (Said, 2007).
VII. Kesimpulan
Pada percobaan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa
simplisia temulawak memiliki fragmen khas yakni berkas pengangkut,
parenkim kosrteks, serabut sklerenkim, butir amilum dan jaringan gabus.
Sedangkan pada simplisia kunyit terdapat fragmen khas diantaranya,
jaringan gabus, sel parenkim berisi bahan bewarna kuning, berkas
pengangkut, rambut penutup, butir amilum dan sel parenkim amilum. Selain
itu pada temulawak dan kunyit juga terdapat resin yang dapat digunakan
sebagai pengawet alami. Butir amilum kunyit dan temulawak adalah jenis
amilum eksentris.
VIII. Daftar Pustaka
Depkes RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia, Edisi II. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Hirmarizqi, A. A. N., Sari, E., Fembriyanto, R. K., Hidayati, N. A., dan
Hertati, R. 2019. Identifikasi Lebah Kelulut Asal Bangka dan
Pendataan Jenis Tumbuhan Penghasil Resin Bahan Baku Pembuatan
Propolis. EKOTONIA : Jurnal Penelitian Biologi, Botani, Zoologi
dan Mikrobiologi, 4(2) : 37-42.
Kuspradini, H., Rosamah, E., Sukaton, E., Arung, E. T., dan Kusuma, I. W.
2018. Pengenalan Jenis Getah : Gum-Lateks-Resin. Mulawarman
University Press. Samarinda.
Rachmawati, F. dan Urifah, N. 2009. Biologi untuk SMA/MA Kelas XI
Program IPA. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan
Nasional.
Said, A. 2007. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta : PT Sinar Wadja
Lestari.
Said, A. 2007. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta : PT Sinar Wadja
Lestari.
Sakinah, A. R. dan Kurniawansyah, I. S. 2018. Isolasi, Karakterisasi Sifat
Fisikokimia, dan Aplikasi Pati Jagung dalam Bidang Farmasetik.
Farmaka, 16(2) : 430-442.
Sari, A. K., Indriyani, S., Ekowati, S., dkk. 2017. Keragaman Struktur Butir
Amilum, Kadar Tepung, dan Clustering Delapan Taksa Tanaman
Berumbi di Desa Simo Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi. Jurnal
Biotropika, 5(1) : 14-21.
Shaifullah, A. 2015. Identifikasi Bentuk dan Ukuran Amilum pada Famili
Zingiberaceae di Kota Kediri. Artikel Skripsi Universitas Nusantara
PGRI Kediri.
Shan, C. Y. dan Iskandar, Y., 2018. Studi Kandungan Kimia dan Aktivitas
Farmakologi Tanaman Kunyit (Curcuma Longa L.). Farmaka, 16(2)
: 547-555.
Suradinata, S. T. 1998. Struktur Tumbuhan. Bandung : Angkasa.
Syamsudin, R. A. M. R., Perdana, F., Mutiaz, F. S., dkk. 2019. Temulawak
Plant (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) As A Traditional Medicine.
Jurnal Ilmiah Farmako Bahari, 10(1) : 51-56.
Vitanti, T. A. P., Kawiji, dan Nurhartadi, E. 2016. Pengaruh Metode
Ekstraksi Oleoresin Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza) dengan
Pengeringan Solar Dryer Terhadap Kadar Kurkuminoid, Total Fenol
dan Aktivitas Antioksidan. Jurnal Biofarmasi, 14(1) : 1-9.

IX. Lampiran
1. Abstrak Jurnal
2. Screenshoot Tutorial

Surakarta, 16 Maret 2021


Mengetahui,
Asisten Praktikum Praktikan

(Mara Mita Budianti) (Kelompok 1)


Lampiran
Abstrak Jurnal
Screenshoot Tutorial

Anda mungkin juga menyukai