Anda di halaman 1dari 28

Standardisasi Simplisia

Definisi

 Simplisia : ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang


belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain,
berupa bahan yang telah dikeringkan (Kepmenkes RI Nomor :
230/Menkes/IX/1976, Bab 1, Pasal 1. )
 Definisi simplisia baru muncul pada tahun 1972, tercantum dalam
Farmakope Indonesia Edisi II dan hanya meliputi simplisia nabati saja yaitu
: bagian tanaman, seluruh tanaman atau eksudat tanaman. Selanjutnya
dalam buku “Materia Medika Indonesia” ditetapkan definisi bahwa
simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain,
berupa bahan yang dikeringkan.
Jenis Simplisia

 Simplisia Nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian


tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara
tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan
cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia
murni
 Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan
atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni.
 Simplisia pelikan / mineral ialah simplisia yang berupa bahan pelican /
mineral yang belum diolah atau telah di olah dengan cara sederhana
dan belum berupa zat kimia murni.
Sumber Simplisia

Berdasarkan Taksonomi Diversity (keaneka-ragaman taksonomi) :


 Mikroorganisme
 Tumbuhan
 Hewan
 Mineral
Aktivitas Fisiologi
Berdasarkan keaneka-ragaman Simplisia
aktivitas : activity diversity) a.l. :
fisiologi (physiological
 Antiinflamasi Contoh lidah buaya (Aloe barbadensis Milleer)
 Antivirus contoh umbi Temulawak (Curcuma xanthorriza) dan umbi Kunyit (Curcuma
domestica) yang berkhasiat untuk antihepatitis
 Diuretik contoh daun Tempuyung (Sonchus arvensis), daun Kejibeling (Strobilanthes
crispus), daun Kumis kucing (Orthosiphon stamineus)
 Antineoplastik contoh Batang Benalu teh (Loranthus spec) dan Tapak dara (Catharanthus
roseus)
 Hormon contoh daun Papaya (Carica papaya) bisa untuk kontrasepsi pria Antiseptik
contoh Daun Sirih (Piper betle), Daun Pegagan (Centella Asiatica), umbi kunyit (Curcuma
domestica) dan daun Legundi (Legundi trifolia)
 Zat warna Contoh umbi Kunyit (Curcuma domestica) dan Kayu Secang
 Hiperlipidemia (kolesterol) contoh : umbi Bawang putih (Allium sativum) dan daun Jati
belanda (Guazuma ulmifolia)
 Antihipertensi contoh : seluruh daun Seledri (Apium graviolens) dan daun Pegagan
(Centella asiatica)
 Untuk Diabetes Mellitus contoh : batang Bratawali (Tinospora rumpii) dan buah dan biji Pare
Produksi Simplisia

Hal hal yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan simplisia yang sesuai
standar :
 1. Waktu Pengumpulan
 2. Pemanenan
 3. Pengeringan
 4. Sortasi
 5. Pengawetan dan Penyimpanan
Waktu Pengumpulan Simplisia

 Waktu pengumpulan simplisia yang tepat adalah periode dimana


kandungan senyawa aktifnya berada dalam kadar tertinggi.
 Tanaman Peppermint (Mentha Piperita)  saat tanaman sedang
berbunga.
 Kandungan tertinggi camphor dalam Kayu manis (cinnamommum
champora) terletak pada kayu dari tanaman yang sudah tua.
 Salah satu hal yang sulit adalah untuk menentukan waktu pengumpulan
simplisianya apakah di pagi, siang atau sore hari tergantung dari
kestabilan fisika kimia zat aktif terhadap sinar matahari.
Pedoman umum dalam pengumpulan simplisia

 Akar  pada waktu daun-daun mulai menguning, Contoh Bawang merah (Allium
Cepa)
 Kulit dikumpulkan sewaktu musim panas
 Daun dan herba dikumpulkan sewaktu proses fotosintesa maksimal Contoh kumis
kucing (Orthosiphon stamineus)
 Bunga dikumpulkan sebelum atau tepat pada saat penyerbukan
 Buah dipetik sewaktu sudah tua tetapi belum masak
 Biji dikumpulkan dari buah yang sudah masak tetapi jangan sampai yang sudah
terbuka buahnya karena terlalu masak. Contoh : biji petai (Parkia seed), buah pala
(Myristicae seed), biji jarak (Ricini seed)
Pemanenan

 Metode pemanenan bervariasi tergantung dari masing – masing simplisia.


Pengeringan

 Pemetikan  Segera dikeringkan


pengeringan dapat dilakukan langsung dibawah sinar matahari, diangin –
anginkan di tempat teduh atau dipanaskan pada suhu tertentu dalam ruang
– ruang pengering

 Tujuan pengeringan  mengurangi kadar air


 lebih mudah dihaluskan
Sortasi

 Tujuan : agar diperoleh simplisia dengan mutu sebaik mungkin yaitu


simplisia yang tidak tercampur dengan bagian – bagian lain yang tidak
diperlukan.
Penyimpanan dan Pengawetan

 Tujuan : menjaga kualitas simplisia


 Kulit batang dan simplisia yang mengandung resin biasanya menyerap
sedikit kelembapan, tetapi simplisia daun, herba dan akar yang tidak
dibungkus dengan baik cenderung mengabsorbsi kelembapan 10% s/d
30% dari berat simplisia.
 Kelembapan yang berlebihan tidak hanya meningkatkan bobot dari
simplisia, tetapi mengurangi persentase kandungan zat aktif dan juga
meningkatkan aktivitas enzimatik dan memfasilitasi pertumbuhan
cendawan.
Lanjutan…. Penyimpanan dan Pengawetan

 Oksigen di udara akan meningkatkan oksidasi konstituen dalam


simplisia, khususnya dengan adanya enzim pengoksidasi.
 Pengamanan simplisia dari serangan serangga juga tidak boleh
diabaikan  exposure ruangan pada suhu 600C.
Standarisasi Simplisia

 Latar Belakang
 Kualitas sediaan obat tradisional antara lain ditentukan oleh kualitas dan
kemurnian bahan baku simplisianya.
Untuk mengontrol kualitas simplisia, aspek-aspek
tersebut di bawah ini perlu diperhatikan :

 1. Keotentikan (authentication)/ kebenaran dan reprodusibilitas


(reprodusibility) kandungan simplisia
 2. Variasi inter dan intra spesies tumbuhan
 3. Faktor lingkungan
 4. Bagian tumbuhan yang diambil
 5. Waktu panen
 6. Faktor-faktor pasca panen
 7. Kontaminan
Metodologi dan Parameter standarisasi Simplisia

 Untuk menentukan parameter Standarisasi simplisia, yang pertama harus dilihat


dulu tujuan dari penggunaan simplisianya yaitu :
1. Simplisia yang digunakan sebagai produk jadi obat tradiosional rajangan dan
serbuk, maka parameter standarisasinya mengikuti parameter standarisasi
Sediaan
2. Simplisia yang digunakan sebagai bahan baku. Parameter standarisasi simplisia
inilah yang akan dibahas dalam bab ini.
3. Parameter standarisasi simplisia
sebagai bahan baku :
 Parameter non spesifik:
 Pengujian pendahuluan  Penetapan kadar air dengan cara
destilasi
(kebenaran simplisia)
 Penetapan susut pengeringan
 Pengujian organoleptik
 Penetapan kadar abu
 Pengujian makroskopik  Penetapan kadar abu yang tidak larut
 Pengujian mikroskopik dalam asam
 Penetapan kadar sari yang larut dalam
air
 Penetapan kadar sari yang larut dalam
etanol
 Uji cemaran mikroba

 Parameter spesifik (Pengujian Secara


Kimia): Identifikasi kimia terhadap
senyawa yang tersari
Pengujian Pendahuluan (Kebenaran
Simplisia)

 Uji Organoleptik  dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui


kekhususan bau dan rasa simplisia yang diuji.
 Uji Makroskopik  dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau
tanpa alat, untuk mencari kekhususan morfologi, ukuran dan warna
simplisia yang diuji.
 Uji Mikroskopik  Dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang
derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. simplisia yang
diuji dapat berupa sayatan maupun serbuk. Tujuannya adalah untuk
mencari unsur-unsur anatomi jaringan yang khas. Dari pengujian ini akan
diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal yang spesifik bagi
masing-masing simplisia.
Ada empat cara pengamatan
menggunakan mikroskop yaitu :
a) Mikroskopi I :
Menggunakan medium air atau gliserin. Digunakan untuk mendeteksi hablur lepas, butir pati, butir tepung sari, serabut,
sel batu, rambut penutup, rambut kelenjar lepas serta beberapa jenis jaringan khas lainnya.

b) Mikroskopi II :
Serbuk terlebih dahulu dididihkan dalam larutan kloral hidrat. Butir pati akan larut dan jaringan yang berisi klorofil
menjadi jernih sehingga pengamatan dapat lebih jelas. Akan tampak sel-sel epidermis, mesofil, rongga minyak,
parenkhim, hablur, sistolit dll.

c) Mikroskopi III :
i. Dilakukan pewarnaan terhadap serbuk. Sebaiknya dilakukan setelah serbuk dijernihkan dengan kloral hidrat,
namun dalam hal-hal tertentu boleh langsung menambahkan pereaksi tanpa didahului penjernihan jaringan.
ii. Pereaksi yang biasa dipakai misalnya floroglusin-asam klorida akan menimbulkan warna merah pada sel yang
berisi lignin (sel batu, serabut dan xilem).

d) Mikroskopi IV :
Dilakukan terhadap serbuk yang telah diabukan. Uji ini khusus ditujukan untuk mendeteksi ada tidaknya kerangka silika
pada tanaman yang banyak mengandung silika seperti familia Poaceae / Gramineae dan Equisetaceae.
Parameter Non Spesifik
1. Penetapan kadar air (MMI)

 Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui batasan


maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan.
 Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%.
 Metode :
1. Titrimetri
2. Metode azeotropi ( destilasi toluena )
3. Metode gravimetri
Titrimetri

 Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan anhidrat
belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion
hidrogen.
 Kelemahan : stoikiometri reaksi tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada
beberapa faktor seperti
1. kadar relatif komponen pereaksi,
2. sifat pelarut inert yang digunakan untuk melarutkan zat dan teknik yang digunakan
pada penetapan tertentu.
3. Metode ini juga perlu pengamatan titik akhir titrasi yang bersifat relatif dan
diperlukan sistem yang terbebas dari kelembaban udara
Metode azeotropi ( destilasi toluena )

 Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan
berulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk
mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan tertutup
dan tidak dipengaruhi oleh kelembaban.

 kadar air ( v/b) = volume air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%
Metode gravimetri

 Dengan menghitung susut pengeringan hingga tercapai bobot tetap


2. Susut Pengeringan

 Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat.


 Kecuali dinyatakan lain, suhu penetapan adalah 105ºC, keringkan pada suhu
penetapan hingga bobot tetap. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu
penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5º dan 10º di bawah
suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan
selama waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap.
 Susut pengeringan = (bobot awal - bobot akhir)/bobot awal x 100%
 Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik
menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan
air karena simplisia berada di atmosfer dan lingkungan terbuka sehingga
dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan
3. Penetapan kadar abu (MMI)
Penetapan kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa yang tidk menguap
dari suatu simplisia pada pembakaran. Pada penetapan kadar abu total, abu
dapat berasal dari bagian jaringan tanaman sendiri atau dari pengotoran lain
misalnya pasir atau tanah.

4. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam (MMI)


Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ditujukan untuk mengetahui
jumlah pengotoran yang berasal dari pasir atau tanah silikat.
5. Penetapan kadar sari yang larut dalam air (MMI)
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari
dengan air dari suatu simplisia.

6. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol (MMI)


Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari
dengan etanol dari suatu simplisia.
Uji Cemaran Mikroba

 Uji Aflatoksin
 Uji ini bertujuan untuk mengetahui cemaran aflatoksin yang dihasilkan oleh
jamur Aspergillus flavus

 Uji Angka Lempeng Total


untuk mengetahui jumlah mikroba/ bakteri dalam sampel. Batasan angka
lempeng total yang ditetapkan oleh Kementerian kesehatan yaitu 106 CFU/ gram

 Uji Angka Kapang


untuk mengetahui adanya cemaran kapang.Batasan angka lempeng total yang
ditetapkan oleh Kementerian kesehatan yaitu 104 CFU/ gram.

Anda mungkin juga menyukai