Abstract
State's border management cooperation between Indonesia and Malaysia keep potential problems
namely differences in socio-economic conditions between the two states. Meanwhile as a socio-cultural,
the communities in the two states have a close relationship. Support by comparative study, this paper
want to recomended a model of state's border management cooperation, particularly between West
Kalimantan and Sarawak. From the results of the comparative study it was concluded that adoption of
the China-Vietnam border management model can be applied to the Indonesia-Malaysia border
management, in particular between West Kalimantan-Sarawak. This adoption should be accompanied
by a number of strategies, i.e.: accelerating the construction of the infrastructure and facilities,
strengthening the socio-economic conditions, human resources development, and strengthening the
aspect of good institutional.
Abstrak
Kerjasama pengelolaan perbatasan negara antara Indonesia dan Malaysia menyimpan potensi
permasalahan berupa perbedaan kondisi sosial ekonomi antara wilayah kedua negara. Sementara
secara sosial budaya, masyarakat di wilayah kedua negara memiliki ikatan kekerabatan yang erat.
Dengan diperkuat oleh studi perbandingan, tulisan ini bermaksud merekomendasikan model kerjasama
pengelolaan wilayah perbatasan negara, khususnya antara Kalimantan Barat dengan Sarawak. Dari
hasil studi perbandingan disimpulkan bahwa adopsi terhadap model pengelolaan perbatasan China-
Vietnam dapat diterapkan dalam pengelolaan perbatasan Indonesia-Malaysia, khususnya antara
Kalimantan Barat dengan Sarawak. Adopsi ini disertai dengan beberapa strategi berupa: percepatan
pembangunan sarana dan prasarana, penguatan kondisi sosial ekonomi masyarakat perbatasan,
pengembangan SDM dan penguatan aspek kelembagaan yang baik.
1 Selain itu terdapat 3 provinsi lain yang berbatasan darat langsung dengan wilayah negara lain yaitu: Kalimantan Timur, Papua dan Nusa Tenggara Timur.
31
MMH, Jilid 43 No. 1 Januari 2014
level dimensi permasalahan, yaitu: di level lokal, menimbulkan efek negatif yang disebut polarization
level nasional dan level internasional/regional. effect, yaitu tertarik/ditarik-nya sumber daya alam
Pada level lokal, permasalahan yang dihadapi dan sumber daya manusia suatu negara ke negara
adalah berupa keterisolasian, keterbelakangan, tetangga untuk membangun pusat-pusat
kemiskinan, mahalnya harga barang dan jasa, pertumbuhan baru di wilayah negara tetangga
keterbatasan prasarana dan sarana pelayanan tersebut yang berakibat terjadinya pengosongan
publik (infrastruktur), rendahnya kualitas sumber kegiatan ekonomi di wilayah-wilayah perbatasan
daya manusia, serta penyebaran penduduk yang negara yang tertarik sumber daya alam maupun
tidak merata. Pada level nasional, permasalahan sumber daya manusianya. Akibatnya terjadi
yang dihadapi daerah perbatasan antara lain ketimpangan sosial ekonomi yang terjadi di wilayah-
berupa: kebijakan pemerintah yang kurang berpihak wilayah perbatasan Indonesia yang menyebabkan
pada pembangunan daerah perbatasan serta masih munculnya berbagai persoalan yang pada batas
kurangnya personil, anggaran, fasilitas dan tertentu dapat mengakibatkan gangguan stabilitas
kesejahteraan; terjadinya perdagangan lintas batas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Fenomena ini
illegal; kurangnya akses dan media komunikasi dapat terjadi karena wilayah-wilayah di perbatasan
serta informasi dalam negeri serta belum optimalnya kurang tersentuh oleh aktivitas ekonomi negara dan
koordinasi lintas sektoral dan lintas wilayah dalam lemahnya kontrol negara atas wilayah-wilayah
penanganan wilayah perbatasan. Sementara pada perbatasan tersebut. Mekanisme pasar yang
level internasional/regional, permasalahan daerah bekerja di wilayah ini pada akhirnya memberi
perbatasan muncul sebagai akibat lemahnya kesempatan kepada pihak-pihak tertentu dari
kemampuan loby dan kreativitas pemerintah di negara tetangga untuk memperluas aktivitas
tingkat nasional. Berbagai peluang yang ada, baik ekonominya mencakup wilayah-wilayah perbatasan
dari kawasan ASEAN dan juga pembangunan di di Indonesia.
tataran nasional ternyata tidak bisa terangkai Selain ketimpangan sosial ekonomi, wilayah-
dengan baik bagi upaya perwujudan pemenuhan wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia juga
hak ekonomi masyarakat. Berbagai kesenjangan ditandai dengan karakteristik sosial budaya
prasarana dan sarana yang terjadi pada daerah masyarakat berupa ikatan kekerabatan dengan
perbatasan khususnya antara Indonesia dengan kelompok masyarakat lain negara tetangga. Pada
Malaysia, masih tetap belum terperhatikan batas tertentu karakteristik seperti ini dapat menjadi
sebagaimana mestinya. kendala bagi pengelolaan dan pembangunan
Perbedaan kondisi sosial ekonomi di wilayah kawasan di wilayah-wilayah perbatasan.
perbatasan antar negara seperti itu dapat Menyikapi berbagai persoalan di wilayah-
menimbulkan efek negatif yang cenderung wilayah perbatasan, harus dirumuskan model
merugikan masyarakat wilayah perbatasan di pembangunan wilayah perbatasan yang dapat
Indonesia. Efek negatif tersebut misalnya adalah mengubah berbagai efek negatif menjadi efek positif
“perambahan” yang dilakukan oleh negara tetangga bagi daerah-daerah yang berada di wilayah
(backwash effect) yang dapat terjadi secara perbatasan di Indonesia. Tulisan ini bermaksud
disengaja atau tidak disengaja. Misalnya berupa menganalisis, menyusun dan merekomendasikan
“pemanfaatan” sumber daya alam oleh negara model kerjasama pengelolaan wilayah perbatasan
tetangga tanpa adanya kompensasi dan kewajiban- negara, khususnya antara Kalimantan Barat dengan
kewajiban yang memadai . Hal ini selain dapat Sarawak, yang dapat mengoptimalkan pemenuhan
mengakibatkan kerusakan sumber daya alam dan hak-hak ekonomi masyarakat perbatasan sekaligus
lingkungan, juga menimbulkangangguan terhadap memperkecil kesenjangan kesejahteraan
kehidupan sosial penduduk di wilayah perbatasan masyarakat di garis perbatasan yang berbeda.
Indonesia. Kajian ini dilakukan melalui studi perbandingan
Pemanfaatan sumber daya alam oleh pihak- terhadap pengelolaan perbatasan di Amerika
pihak tertentu dari negara tetangga ini juga Serikat (AS), Uni Eropa (European Union/EU) serta
berdampak pada peningkatan kegiatan ekonomi di China-Vietnam.
negara tersebut yang pada gilirannya dapat
32
Budi Hermawan Bangun, Membangun Model Kerjasama Pengelolaan Perbatasan Negara
2 Dalam Sobar Sutisna, dkk., “Boundary Making Theory dan Pengelolaan Perbatasan di Indonesia”, dalam Ludiro Madu, et. al., (eds.), 2010, Mengelola
Perbatasan Indonesia di Dunia Tanpa Batas, Yogyakarta, Graha Ilmu, hlm. 12.
3 Sanafiah Faisal, 1990, Penelitian Kualitatif; Dasar-Dasar dan Aplikasi, Malang, YA3, hlm. 17.
4 U.S.-Mexico Border Report, 2008,”Effective Border Policy: Security, Responsibility and Human Rights at the U.S.-Mexico Border” , Washington D.C., Border
Network for Human Rights, hlm. 16.
33
MMH, Jilid 43 No. 1 Januari 2014
5 Full Report of the Binational Task Force on the U.S.-Mexico Border, “Managing the United States-Mexico Border: Cooperative Solutions to Common Problems”,
hlm. 8
6 Ibid.
7 Geoffrey Hale, 2009, In Search of Effective Border Management, Canadian International Council, hlm. 2
8 Ibid, hlm. 3
9 Ibid.
10 Kathryn Bryk Friedman, “Governing the 49th Parallel: Recommendations for US Policymakers on Northern Border Governance”, dalam Proceedings: Seminar
on Canada-U.S. Border Management Policy Issues, 12 April 2010, Border Policy Research Institute, Western Washington University, hlm. 23
11 CBSA bertanggungjawab untuk menyediakan layanan pengelolaan perbatasan secara terintegrasi untuk menunjang keamanan nasional dan keamanan publik,
serta memfasilitasi bebasnya aliran barang dan jasa selama memenuhi ketentuan peraturan-peraturan yang berlaku. Lihat http://www.cbsa-asfc.gc.ca/agency-
agence/who-qui-eng.html, diakses tanggal 21 Agustus 2012
12 Tugas CBP lebih difokuskan pada masalah keamanan, dengan prioritas utama adalah untuk mencegah masuknya teroris dan senjatanya ke wilayah AS. Selain
itu serupa dengan CBSA, CBP juga bertanggungjawab untuk mengamankan daerah perbatasan dan memfasilitasi lalu lintas orang dan barang di perbatasan
negara serta menegakkan aturan-aturan hukum nasional AS yang berkaitan dengan hal tersebut. Lihat http://www.cbp.gov/xp/cgov/about/, diakses tanggal 21
Agustus 2012.
13 “9/11” merupakan salah satu penyebutan populer dari peristiwa serangan Al-Qaeda terhadap menara kembar World Trade Center di Manhattan, New York dan
Gedung Pentagon di Washington, DC. Peristiwa ini kemudian telah mengubah secara signifikan konsep kebijakan keamanan nasional Amerika Serikat dan
secara meluas kemudian diikuti oleh banyak negara serta mempengaruhi konsep keamanan secara global, terutama berkenaan dengan isu perang terhadap
terorisme.
34
Budi Hermawan Bangun, Membangun Model Kerjasama Pengelolaan Perbatasan Negara
35
MMH, Jilid 43 No. 1 Januari 2014
infrastruktur, perdagangan dan pembangunan yang mereka miliki akan menjadi pusat kunci. Dalam
ekonomi, masalah air dan lingkungan, imigrasi dan beberapa kasus, pengembangan perbatasan di Uni
integrasi pekerja, serta penegakan hukum dan Eropa akan dihadapkan pada berbagai masalah
keamanan.20 seperti konflik etnis dan budaya serta bottlenecks
transportasi. Hal ini menyebabkan ekspektasi di Uni
b. Pengelolaan Perbatasan Model EU (European Eropa terhadap pengembangan perbatasan akan
Union) menjadi semacam norma.23
Uni Eropa (EU) secara kontras merencanakan c. Pengelolaan Perbatasan China-Vietnam
integrasi dan penggabungan negara-negara Eropa Pengelolaan wilayah perbatasan Provinsi
ke dalam kesatuan moneter dan membentuk Guangxi (China) dan Provinsi Quang Ninh (Vietnam)
kawasan seolah-olah tanpa batas (borderless). sangat menarik, karena kawasan ini
Kedua ciri tersebut mendorong secara aktif suatu merepresentasikan pola pengembangan
kesepakatan resmi melalui program-program perbatasan berbasis perdagangan (trade-based
spesifik dan financial assistance. border development), dengan intensitas
Kebebasan bergerak di dalam wilayah pembangunan zona industri yang berhasil menarik
sejumlah negara Eropa merupakan hasil dari investasi asing.24 Setengah dari total perdagangan
Schengen Agreement tahun 1985yang mencakup lintas batas antara provinsi di kedua negara ini
berbagai aturan kebijakan bersama untuk izin melewati zona perbatasan Kota Dongxing (di
masuk jangka pendek (termasuk Visa Schengen), Guangxi, China) dan Kota Mong Cai (di Quang Nihn,
penyelarasan kontrol perbatasan eksternal dan Vietnam). Meningkatnya volume perdagangan yang
kerjasama polisi lintas batas. Melalui kesepakatan terjadi sejak tahun 1990 di Kota Dongxing dan
ini hingga tahun 2006 sebanyak 30 negara yang kawasan sekitarnya telah meningkatkan
sebagian besarnya adalah anggota Uni Eropa, perekonomian di wilayah tersebut secara pesat
kecuali Islandia, Norwegia dan Swiss (plus serta berhasil menarik minat investor asing.25
Liechtenstein), menghapuskan pengawasan Provinsi Quang Ninh dan secara khusus Kota Mong
perbatasan internal di antara mereka. Pada tahun Cai juga berhasil mengambil manfaat dari
1990, sebuah konvensi dibentuk untuk pembaharuan perdagangan dengan China dan
mengimplementasikan Schengen Agreement dan berkeinginan untuk mengembangkan lebih jauh
baru dapat berlaku secara efektif ketika Amsterdam kawasan perbatasannya untuk menarik investor dan
Treaty21 mengintegrasikan Schengen Agreement ke turis asing dari China. Kota Mong Cai saat ini adalah
dalam kerangka kerja Uni Eropa dan Masyarakat pusat pasar yang sedang berkembang di mana
Eropa (EC).22 berbagai jenis komoditi yang berasal dari China
Keberadaan zona-zona industri utama seperti diperdagangkan.26 Tingginya jumlah kunjungan
The Upper Rhine, Badden Wurttemberg, dan Emilia- pengusaha-pengusaha China dengan maksud
Romagna telah menjalani proses pembelajaran berdagang di Kota Mong Cai dipandang sebagai
berdasarkan pengalaman yang relevan dari peluang pariwisata oleh para investor dari China.
berbagai kawasan di dunia, banyak di antaranya Para investor China tersebut membangun sejumlah
merupakan kawasan perbatasan. Dalam konteks hotel di Kota Mong Cai. Pemerintah Vietnam dan
ini, hal tersebut akan melahirkan ekspektasi bagi China telah sepakat akan memaksimalkan
persaingan antar unit-unit kawasan industri dan keuntungan kawasan Dongxing dan Mong Cai
kawasan perbatasan dengan jaringan perusahaan secara bersama-sama serta membangun kawasan
20 Christopher Bronk dan Tony Payan, 2009, “Managing The U.S.-Mexico Border: Human Security and Technology”, Binational Research Paper, James Baker III
Institute for Public Policy Rice University.hlm. 28-29.
21 Amsterdam Treaty atau resminya the Treaty of Amsterdam Amending the Treaty of the European Union, the Treaties Estabilishing the European Communities
and Certain Related Acts ditandatangani pada tanggal 2 Oktober 1997 dan berlaku (entry into force) tanggal 1 Mei 1999. Amsterdam Treaty meletakkan prinsip-
prinsip baru dan sejumlah kewajiban bagi negara-negara pesertanya dalam hal kebijakan luar negeri dan keamanan dengan menekankan pentingnya
memproyeksikan nilai-nilai Uni Eropa (EU's value) terhadap negara-negara di luar Uni Eropa dan menjaga kepentingan-kepentingan negara-negara anggota.
22 Steve Peers, 2006, EU Justice and Home Affairs Law, 2nd edition, Oxford University Press, New York, hlm. 44-45.
23 Husnadi, 2004, Menuju Model Pengembangan Kawasan Perbatasan Darat Antar Negara (Studi Kasus: Kecamatan Paloh dan Sajingan Besar Kabupaten
Sambas, Kalimantan Barat), Tesis pada Program Studi Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 54-55.
24 Husnadi, Op. Cit., hlm. 53
25 Ibid.
26 Ibid.
36
Budi Hermawan Bangun, Membangun Model Kerjasama Pengelolaan Perbatasan Negara
industri bagi investor asing. Kedua pemerintah merupakan wadah kerjasama antara kedua negara
mempunyai konsep yang sama tentang pentingnya bertetangga.
sebuah lokasi. Pengelolaan perbatasan model European
Perencanaan zona bisnis internasional dan Union ditandai dengan suatu ciri khas yaitu “totally
komersial di kota-kota di kawasan perbatasan yang borderless”. Kebebasan bergerak orang dan barang
pintu masuknya saling berdampingan telah di wilayah ini sangat ditunjang oleh kesamaan level
mendapatkan keuntungan dari booming kondisi perekonomian secara fisik, kognitif dan
perdagangan di kawasan perbatasan. budaya. Sedangkan dari model pengelolaan
Pengembangan berbagai kegiatan industri akhirnya perbatasan China-Vietnam diketahui, bahwa
membentuk zona industri yang berorientasi ekspor. kerjasama antara kedua negara didasarkan pada
Seiring dengan itu berbagai fasilitas dan pembangunan perdagangan lintas batas (trade-
infrastruktur pariwisata juga dibangun. Mong Cai based border development) dengan intensitas
sedang merencanakan membangun bandar udara pembangunan zona industri di kedua wilayah
(airport) yang berjarak 25 km dari perbatasan. negara yang berhasil menarik investasi. Pemerintah
Sementara itu berbagai fasilitas pelabuhan utama dari kedua negara juga memberikan dukungan bagi
juga direncanakan oleh Vietnam di Cai Lan, yang terciptanya keuntungan maksimal bagi wilayah
berlokasi sejauh 124 km di sebelah barat Mong perbatasan kedua negara karena adanya kesamaan
Cai27. Di sisi China, pembangunan infrastruktur konsep pembangunan kawasan perbatasan.
diwujudkan dengan membangun pelabuhan di Melihat sifat dan karakteristik yang ditunjukkan
bagian barat Dongxing, yaitu di Fangcheng dan dari model-model pengelolaan perbatasan tersebut,
Beihai. Jika seluruh pembangunan infrastruktur maka model yang tepat untuk diterapkan dalam
tersebut terealisasi, akan terbentuk sebuah sabuk pengelolaan perbatasan antara Indonesia dan
perkotaan (urban belt) di sepanjang Teluk Tonkin Malaysia, khususnya Kalimantan Barat dengan
sejauh 40 km melintasi perbatasan China dan Sarawak adalah model pengelolaan perbatasan
Vietnam.28 seperti yang dilakukan oleh China-Vietnam. Hal ini
dikarenakan perbatasan Kalimantan Barat dan
2. Membangun Model Kerjasama Pengelolaan Sarawak sesungguhnya adalah wilayah yang
Perbatasan Negara Kalimantan Barat- sangat potensial, strategis dan mempunyai potensi
Sarawak sumberdaya secara ekonomi.
Mencermati hasil studi komparasi yang Adopsi terhadap model pengelolaan
dilakukan terhadap model pengelolaan perbatasan perbatasan China-Vietnam ini harus disertai dengan
di beberapa Negara, maka didapatkan temuan beberapa strategi, yaitu:
bahwa Amerika Serikat memiliki standar yang a. Percepatan pembangunan sarana dan
berbeda dalam mengelola perbatasan dengandua prasarana, dalam arti memperluas,
negara tetangga yang berbeda. Pada pengelolaan memperbanyak maupun meningkatkan
perbatasannya dengan Kanada, AS bersikap sangat kapasitas pelayanan sarana dan prasarana
lunak karena kesamaan kepentingan dari para yang sudah ada, karena bagaimanapun
pembuat kebijakan dan stake holders di kedua peningkatan kegiatan ekonomi dan investasi
negara, sementara dengan Meksiko diterapkan hard memerlukan dukungan ketersediaan jaringan
border regime dan kecenderungan yang sangat listrik, air, telekomunikasi, transportasi,
besar dalam mempertahankan kedaulatan model pelabuhan (darat dan laut), pasar, serta
Westphalian. Terlepas dari perbedaan tersebut, pembangunan pos lintas batas khususnya
dalam pengelolaan perbatasan dengan kedua pada titik-titik yang sudah disepakati. Di
negara tetangganya tersebut, AS mempunyai samping itu, perlu ditunjang dengan
kepentingan ekonomi yang sangat besar. Berbagai penyediaan sarana dan prasarana seperti bea
kalangan meminta aga dibuat semacam “joint cukai, karantina, imigrasi serta keamanan.
border commission” atau organisasi binasional yang b. Penguatan kondisi sosial ekonomi
37
MMH, Jilid 43 No. 1 Januari 2014
masyarakat berupa peningkatan pendapatan kolaborasi dengan negara tetangga dan stake
masyarakat dan peningkatan taraf hidup holders di negara tersebut. Kedua sistem
masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui pengelolaan tersebut harus terintegrasi pada suatu
penyediaan tempat usaha yang sesuai badan khusus yang terdapat baik di level pusat
karakteristik wilayah dan sumber daya alam maupun daerah. Berkaitan dengan pengelolaan
yang tersedia di wilayahnya sehingga dapat perbatasan Kalimantan Barat dan Sarawak, maka
meningkatkan ekonomi masyarakat dengan badan tersebut adalah Badan Nasional Pengelola
mengedepankan kearifan lokal. Perbatasan (BNPP) di level pusat dan Badan
c. Pengembangan sumber daya manusia Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerjasama
(SDM). di wilayah perbatasan, sehingga (BPKPK) di level provinsi serta badan-badan
masyarakat lokal dapat menjadi pelaku aktif pengelolaan perbatasan yang dibentuk di kelima
dalam pengembangan wilayah perbatasan kabupaten yang berbatasan langsung dengan
sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan wilayah Sarawak.
perdagangan dengan negara tetangga. Dalam sistem pengelolaan internasional,
Upaya pemberdayaan masyarakat ini harus kerjasama pengelolaan perbatasan antara kedua
disesuaikan dengan sistem nilai, norma, dan negara sangat tergantung pada kerangka hukum
adat istiadat yang berlaku di wilayah yang ada. Pada konsep CIBM, badan-badan
perbatasan. Upaya ini harus dilakukan pengelola perbatasan di level pusat hingga daerah
dengan menumbuhkembangkan partisipasi merupakan pihak yang diserahi kewenangan dan
penuh masyarakat lokal dengan dukungan tanggung jawab untuk membahas substansi-
aktif pemerintah pusat dan daerah, serta substansi perjanjian pengelolaan perbatasan
lembaga adat. dengan negara tetangga, sementara itu sesuai
d. Pengelolaan perbatasan secara terpadu melalui dengan tugas dan fungsi yang diamanatkan oleh
sistem kelembagaan yang baik. undang-undang, Kementerian Luar Negeri
Khusus berkaitan dengan aspek kelembagaan, (Kemenlu) melakukan supervisi terhadap perjanjian
maka perlu dibuat sebuah model kelembagaan tersebut guna memastikan tidak bertentangan
pengelolaan perbatasan yang terintegrasi dan dengan kepentingan nasional Republik Indonesia.
terkoordinasi. Berkaitan dengan hal itu ditawarkan
sebuah konsep “Pengelolaan Perbatasan C. Simpulan
Terkoordinasi dan Terintegrasi” (Coordinated and Guna mendorong terciptanya model kerjasama
Integrated Border Management/CIBM). Konsep pengelolaan wilayah perbatasan negara yang dapat
CIBM ini merupakan adopsi dari beberapa konsep mengoptimalkan pemenuhan hak-hak ekonomi
pengelolaan perbatasan, terutama dari konsep yang masyarakat perbatasan sekaligus memperkecil
ditawarkan oleh Stefan Aniszewski yang disebutnya kesenjangan kesejahteraan masyarakat di garis
sebagai Coordinated Border Management (CBM).29 perbatasan yang berbeda, adopsi terhadap model
Konsep ini sangat relevan dengan persoalan- pengelolaan perbatasan China-Vietnam dapat
persoalan pengelolaan perbatasan antara diterapkan dalam pengelolaan perbatasan
Indonesia-Malaysia, khususnya terhadap Indonesia-Malaysia, khususnya antara Kalimantan
pengelolaan perbatasan Kalimantan Barat dengan Barat dengan Sarawak. Adopsi ini harus disertai
Sarawak. dengan beberapa strategi berupa: percepatan
Di CIBM ini terdapat dua dimensi yang pembangunan sarana dan prasarana, penguatan
berbeda, yaitu dimensi sistem pengelolaan nasional kondisi sosial ekonomi masyarakat perbatasan,
dan sistem pengelolaan internasional. Sistem pengembangan SDM dan penguatan aspek
pengelolaan nasional melibatkan koordinasi antar kelembagaan yang baik, dalam arti terintegrasi dan
pemegang kebijakan (berbagai instansi di tiap level terkoordinasi.
pemerintahan) dan para pemangku kepentingan Berkaitan dengan aspek kelembagaan
(stake holders) dalam lingkup nasional, sementara ditawarkan sebuah konsep “Pengelolaan
sistem pengelolaan internasional melibatkan Perbatasan Terkoordinasi dan Terintegrasi”
29 Stefan Aniszweski, 2009, Coordinated Border Management – A Concept Paper, WCO Research Paper No. 2, World Customs Organization.
38
Budi Hermawan Bangun, Membangun Model Kerjasama Pengelolaan Perbatasan Negara
39