Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI AGROINDUSTRI

Oleh :
Artha Tri Wita Tampubolon (135220012)
Hellena Tiara Mahardhika (135220062)
Melvin Adrian Gohong (135220082)
Vivit Khotimatun Nisa (135220099)
Dicky Setiawan (135220100)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2024
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agroindustri berasal dari dua kata agricultural dan industry yang
berarti suatu industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku
utamanya atau suatu industri yang menghasilkan suatu produk yang
digunakan sebagai sarana atau input dalam usaha pertanian. Definisi
agroindustri dapat dijabarkan sebagai kegiatan industri yang memanfaatkan
hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang, dan menyediakan peralatan
serta jasa untuk kegiatan tersebut. Agroindustri juga dapat diartikan sebagai
pengolahan hasil pertanian dengan mengoptimalkan lahan pertanian sebagai
sumber agrobisnis (Suwandi 2022).
macam level pengolahan,
kelebihan dan kekurangan tiap level pengolahan

B. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh penyortiran, pembersihan, dan pelapisan edible
coating pada komoditas yang diamati dengan membandingkan warna,
aroma, tekstur, dan berat dengan perlakuan penyimpanan suhu ruangan
dan suhu dingin.
2. Mengetahui pengaruh pengolahan minimal (Minimally Process) dengan
perlakuan penyimpanan suhu ruangan dan suhu dingin pada komoditas
yang diamati dengan membandingkan warna, aroma, tekstur, dan berat.
3. Mengetahui pengaruh blanching dengan cara boiling, steaming, dan
tanpa blanching serta dikemas dengan perlakuan penyimpanan suhu
ruangan dan suhu dingin dengan membandingkan warna, aroma, dan
tekstur.
4. Mengetahui pengaruh perendaman garam, dan kapur sirih serta dikemas
dengan aluminium foil dan plastic pada komoditas yang diamati dengan
membandingkan tampilan, tekstur, rasa dan aroma pada pengolahan
keripik.
5. Mengetahui pengaruh kemasan pada komoditas singkong yang diamati
dengan membandingkan rasa, tekstur, dan aroma.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Acara I Sortasi, Cleaning, Grading, Edible coating


1. Landasan Teori
-definisi
-tujuan
-jelaskan produk/komoditas yang digunakan
-termasuk pengolahan level berapa dan jelaskan,
2. Alat dan Bahan
a. Alat
b. Bahan
3. Cara Kerja
-disertai dengan diagram alir proses
4. Hasil dan Pembahasan
-tabel pengamatan
-penjelasan tabel disertai foto pengamatan
-perbandingan perlakuan sortasi, cleaning, dan edible coating.
-perbandingan perlakuan penyimpanan.
-awet yang mana?
-layak makan yang mana?
B. Acara II Minimally process
1. Landasan Teori
Pengolahan minimal atau “minimally processed” adalah
serangkaian perlakuan terhadap buah atau sayuran segar yang
melibatkan pencucian, pengupasan, dan pengirisan sebelum dikemas
dengan menggunakan suhu rendah untuk penyimpanan. Tujuan dari
pengolahan minimally process adalah untuk memudahkan konsumsi
tanpa menghilangkan kesegaran dan nilai gizi yang dikandungnya
(Yudiastuti; dkk, 2022).
Proses ini biasanya dilakukan tanpa pemanasan untuk menjaga
kesegaran produk, mempertahankan kualitas produk secara sensoris,
dan meminimalisir kehilangan zat gizi. Produk yang telah mengalami
pengolahan minimal ini dapat dijaga kualitasnya serta kandungan
gizinya selama 1-7 hari, bahkan hingga 21 hari. Namun, proses
pengupasan dan pemotongan dapat menyebabkan produk berkontak
dengan udara sehingga ada risiko kontaminasi oleh mikroba. Oleh
karena itu, kondisi dapur dan peralatan yang higienis, pencucian dengan
air bersih, serta kemasan yang permeable merupakan beberapa hal yang
harus diperhatikan saat akan melakukan proses pengolahan minimal
(Yudiastuti; dkk, 2022).

-definisi
-tujuan
-jelaskan produk/komoditas yang digunakan
-jelaskan kemasan yang digunakan
-termasuk pengolahan level berapa dan jelaskan,
2. Alat dan Bahan
a. Alat
b. Bahan
3. Cara Kerja
-disertai dengan diagram alir proses
5. Hasil dan Pembahasan
- tabel pengamatan
-penjelasan tabel disertai foto pengamatan
-perbandingan perlakuan kemasan.
-perbandingan perlakuan penyimpanan
-awet yang mana?
-layak makan yang mana?
C. Acara III Blanching
1. Landasan Teori
-definisi
-tujuan
-jelaskan produk/komoditas yang digunakan
-jelaskan kemasan yang digunakan
-termasuk pengolahan level berapa dan jelaskan,
2. Alat dan Bahan
a. Alat
b. Bahan
3. Cara Kerja
-disertai dengan diagram alir proses
6. Hasil dan Pembahasan
-tabel pengamatan
-penjelasan tabel disertai foto pengamatan
-tujuan steam dan definisi
-tujuan rebus dan definisi
-perbandingan perlakuan cara blanching
-perbandingan perlakuan penyimpanan
-awet yang mana?
-layak makan yang mana
ACARA IV
PEMBUATAN KRIPIK KENTANG

A. Landasan Teori
Keripik kentang merupakan produk olahan kentang yang paling
banyak digemari dengan tekstur kering renyah dan dibuat melalui
beberapa tahapan proses yaitu, pengupasan, pengirisan, perendaman dan
penggorengan. Ciri keripik kentang yang merupakan produk goreng
adalah permukaannya kering dan menyerap minyak goreng. Keripik
kentang biasanya digoreng menggunakan metode pan frying (sistem
gangsa) dan deep fat frying (sistem penggorengan biasa). Beberapa
proses pada pembuatan keripik kentang mengakibatkan adanya weight
loss pada bahan, sehingga bahan akan mengalami penurunan bobot
akhir. Perpindahan kalor juga terjadi pada bahan selama proses
pembuatan keripik kentang yang mengakibatkan perpindahan panas dari
bahan dan lingkungan (Adhamatika, dkk., 2023).
Produksi keripik kentang membawa manfaat ekonomis yang
signifikan. Dengan mengolah kentang menjadi keripik, industri ini
menambah nilai ekonomis produknya. Hal ini memberikan keuntungan
bagi pemilik modal dan pekerja dalam industri keripik. Selain itu,
kegiatan ini juga menguntungkan bagi para konsumen yang dapat
menikmati keripik dengan cita rasa yang lezat (Saputra, 2022).

Komoditas yang digunakan pada praktikum pembuatan kripik


yaitu kentang. Kentang (Solanum tuberosum, L.) adalah umbi umbian
yang sering digunakan sebagai makanan pokok karena mengandung
karbohidrat. Kentang juga menjadi substitusi makanan pokok lain dari
jagung, nasi, dan singkong (Saputro dkk, 2019). Kentang dapat diolah
menjadi berbagai makanan baik itu makanan berat maupun camilan.
Contoh produk camilan dari kentang yaitu dibuat menjadi keripik
kentang.
Keripik kentang adalah makanan yang populer di Indonesia. Hal
ini terbukti dengan permintaan kebutuhan kentang yang selalu naik tiap
tahunnya menjadi 6000 ton/tahun (Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Yogyakarta, 2004 dalam Supriyo dkk, 2019). Faktor yang
memengaruhi kualitas dari kentang adalah suhu air, air yang panas yang
dapat mencegah kecokelatan karena panas merusak enzim. Kadar air
terlalu tinggi dan pati yang terlalu rendah menyebabkan tekstur keripik
tidak renyah. Kentang dengan kadar gula tinggi dapat meningkatkan
pencokelatan sehingga warna tidak menarik. Kripik kentang dimasak
dalam minyak goreng supaya lebih renyah. Tidak hanya itu minyak
goreng juga mempunyai keuntungan agar rasanya lebih khas dan
teksturnya lebih empuk atau tidak terlalu keras. Namun, minyak harus
diabsorbsi atau diserap supaya tampilan tidak berminyak dan mudah
tengik (Supriyo dkk, 2019). Maka dari itu, tekstur kripik kentang yang
renyah dan mudah hancur ini membutuhkan kemasan yang sesuai.
Kemasan digunakan dalam membungkus suatu produk, baik itu
produk makanan atau non makanan. Produk makanan memerlukan
kemasan yang dapat melindungi produk agar aman sampai ditangan
konsumen. Kemasan adalah sesuatu yang berkaitan tentang desain dan
pemasaran dengan fungsinya yang langsung berhadapan dengan
konsumen maka dari itu kemasan yang digunakan harus aman dan
kreatif untuk meningkatkan minat konsumen (Kurniadi, 2021).
Kemasan yang digunakan pada praktikum ini adalah polifenol dan
aluminium foil. Plastik polifenol adalah jenis plastik yang dibuat dari
polimer sintetis yang diperoleh dari reaksi fenol atau fenol yang
disubstitusi dengan formaldehida. Plastik jenis ini telah digunakan
secara luas untuk produksi berbagai produk cetakan. Kemasan plastik
ini berbentuk kantung dengan konsep ziplock. Wadah berbentuk pouch
agar bentuk lebih menarik dan bisa berdiri (Putra, 2020). Kemasan
kedua yaitu dengan aluminium foil dengan bentuk yang sama yaitu
pouch. Aluminium foil memiliki bahan yang lebih tebal lebih dari
plastik. Ketebalan dari aluminium foil menyebabkan kripik kentang
lebih tahan lama dari pada di plastik. Plastik memiliki transparansi yang
lebih tinggi daripada aluminium foil (Afifah dkk, 2021).
Pengolahan Agroindustri terdiri dari beberapa tingkatan, mulai
dari tingkatan pertama sampai dengan tingkatan keempat. Pengolahan
keripik kentang merupakan pengolahan agroindustri yang masuk ke
dalam level 4 dikarenakan bahan baku utama keripik yaitu kentang yang
semula utuh mengalami perubahan bentuk, warna, rasa, serta tekstur.
Keripik kentang juga membutuhkan proses pengolahan yang cukup
kompleks, meliputi pencucian, pengupasan, pengirisan, penggorengan,
penirisan, pengemasan, dan penyimpanan. Keripik kentang juga
memiliki nilai tambah yang lebih tinggi daripada kentang segar karena
dapat memperpanjang umur simpan, meningkatkan kualitas, dan
memenuhi selera konsumen (Mahmudah, 2019).

B. Alat dan Bahan


a. Alat
1) Slicer
2) Talenan
3) Gelas
4) Gelas Ukur
5) Pengaduk
6) Baskom
7) Wajan
8) Kompor
9) Spatula
10) Peniris Minyak
11) Tissue
b. Bahan
1) Kentang
2) Kapur sirih
3) Air mineral
4) Garam
5) Minyak
6) Kemasan Aluminium Foil
7) Kemasan Plastik PP
8) Label

C. Cara Kerja
1) Menyiapkan 2 larutan rendaman, yaitu air mineral dan air kapur
sirih. Langkah membuat rendaman air kapur sirih:
a. Meletakkan kapur sirih 10 gram di dalam gelas lalu menuangkan
air 40 ml
b. Mengaduk rata campuran air dan kapur sirih, lalu mendiamkan
hingga kapur mengendap
c. Terlihat dua lapis dalam rendaman, yaitu kapur yang mengendap
dan air bening
d. Bagian bening inilah yang merupakan air kapur sirih yang
digunakan sebagai bahan campuran rendaman kentang
e. Mencampurkan 500 ml air dengan 1 sdt garam dan 2 sdm larutan
kapur sirih dalam baskom
2) Menyiapkan kentang yang akan diuji untuk masing masing
perlakuan rendaman sebanyak 250 gr
3) Melakukan peeling dan slicing pada kentang
4) Merendam semua sampel dalam larutan rendaman (air mineral dan
air kapur sirih) selama 15 menit
5) Membilas irisan kentang yang telah direndam dengan air bersih
sebelum digoreng
6) Menggoreng irisan kentang ke dalam minyak panas
7) Setelah berwarna kekuningan, mengangkat dan meniriskan kentang
di atas nampan/tissue
8) Mengemas keripik setiap perlakuan rendaman ke dalam kemasan
aluminium foil dan plastik PP lalu memberi label

Gambar 5.1 Diagram Alir Pembuatan Kripik Kentang


D. Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Pengamatan Keripik Kentang pada Kemasan Aluminium Foil
Pengamatan Larutan Perendam Tampilan Tekstur Rasa Aroma Keterangan
Keripik berwarna golden brown dengan tekstur
5 5 4 5 renyah, memiliki rasa yang gurih asin dan
Pengamatan Hari Air Garam
beraroma seperti kentang pada umumnya.
ke-0 (Selasa, 27
Keripik berwarna golden brown dengan tekstur
Februari 2024)
5 5 4 5 sedikit lunak, memiliki rasa yang gurih asin dan
Air Kapur Sirih
beraroma seperti kentang pada umumnya.
Keripik berwarna golden brown dengan tekstur
sedikit lunak,
5 5 4 3
Air Garam muncul rasa yang lebih asin gurih dan aroma
Pengamatan Hari
kentang mulai berkurang.
ke-3 (Jumat, 29
Keripik berwarna golden brown dengan tekstur
Februari 2024)
5 4 4 3 renyah, memiliki rasa yang seperti kentang tanpa
Air Kapur Sirih
bumbu dan aroma kentang mulai berkurang.
Keripik berwarna golden brown dengan tekstur yang
lebih lunak, muncul rasa asin dan aroma kentang
Air Garam 5 3 4 3 masih sama dengan hari ke 3, aroma mulai kentang
Pengamatan Hari
alami mulai menghilang.
ke-6 (Senin, 2
Keripik berwarna golden brown dengan tekstur
Maret 2024)
5 3 4 3 renyah, memiliki rasa asin dan gurih serta aroma
Air Kapur Sirih
kentang alami mulai hilang.

Keterangan :
5 : Sangat Suka 3 : Netral 1 : Sangat Tidak Suka
4 : Suka 2 : Tidak Suka
Tabel 4.2 Pengamatan Keripik Kentang pada Kemasan Plastik PP (polypropylene)
Pengamatan Larutan Tampilan Tekstur Rasa Aroma Keterangan
Perendam
Pengamatan Keripik berwarna golden brown dengan tekstur
Hari ke-0 Air Garam 5 4 5 5 renyah, memiliki rasa yang asin dan gurih dan
beraroma seperti kentang pada umumnya.
(Selasa, 27 Air Kapur Keripik berwarna golden brown dengan tekstur
Februari 2024) Sirih 5 5 5 5 renyah, memiliki rasa yang asin dan gurih dan
beraroma seperti kentang pada umumnya.
Pengamatan Keripik berwarna golden brown dengan tekstur yang
Hari ke-3 Air Garam 5 4 4 3 renyah, muncul rasa yang asin dan dan aroma
(Selasa, 29 kentang mulai berkurang.
Februari 2024) Air Kapur Keripik berwarna golden brown dengan tekstur
Sirih 5 4 4 3 renyah, memiliki rasa yang asin dan dan aroma
kentang mulai berkurang.
Pengamatan Keripik berwarna golden brown dengan tekstur yang
Hari ke-6 Air Garam 5 3 3 3 lebih lunak, memiliki rasa yang lebih asin dan aroma
(Senin, 2 Maret kentang masih sama dengan hari ke 3, aroma mulai
2024) kentang alami mulai menghilang.
Air Kapur Keripik berwarna golden brown dengan tekstur
Sirih 5 4 3 3 yangrenyah , memiliki rasa yang lebih asin serta
aroma kentang alami mulai hilang.

Keterangan :
5 : Sangat Suka 3 : Netral 1 : Sangat Tidak Suka
4 : Suka 2 : Tidak Suka
Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4
Pengamatan Pengamatan Pengamatan
Keripik Kentang Keripik Kentang Keripik Kentang
pada Kemasan pada Kemasan pada Kemasan
Aluminium Foil Aluminium Foil hari Aluminium Foil hari
hari ke-0 ke-3 ke-6

Pengamatan perubahan keripik kentang pada kemasan aluminium


foil dengan perlakuan perendaman air garam dapat dilihat dari tekstur
dan rasa dari keripik. Pengamatan pertama, tekstur keripik masih
renyah dengan rasa gurih asin dan aroma seperti kentang goreng pada
umumnya, serta berwarna golden brown. Pada pengamatan kedua
terjadi perubahan tekstur kentang yang awalnya renyah menjadi
sedikit lunak aroma kentang alami mulai berkurang. Pada pengamatan
hari terakhir terjadi perubahan pada tekstur kentang yang awalnya
renyah menjadi lunak atau tidak renyah serta aroma kentang mulai
memudar.
Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7
Pengamatan Pengamatan Pengamatan
Keripik Kentang Keripik Kentang Keripik Kentang
pada Kemasan pada Kemasan pada Kemasan
Aluminium Foil Aluminium Foil hari Aluminium Foil hari
hari ke-0 ke-3 ke-6

Penampilan kentang yang telah disimpan pada kemasan aluminium


foil terjadi perubahan pada tekstur renyah dimana keripik kentang
yang diberi rendaman air kapur sirih menjadi sedikit lebih lunak dari
pada kentang yang diberi rendaman air garam, warna yang dimiliki
keripik kentang tidak memiliki perubahan di mana warna masih
golden brown. Keripik rendaman air kapur sirih tidak terjadi
perubahan pada rasa. Aroma kentang secara alami mulai memudar.

Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10


Pengamatan Pengamatan Pengamatan
Keripik Kentang Keripik Kentang Keripik Kentang
pada Kemasan pada Kemasan pada Kemasan
Plastik PP Plastik PP Plastik PP
(polypropylene) (polypropylene) (polypropylene)
hari ke-0 hari ke-3 hari ke-6

Pengamatan perubahan kripik kentang pada kemasan plastik pp (


polypropylene) dengan perlakuan air garam dapat dilihat dari tekstur
dan rasa. Berdasarkan hasil pengamatan pada pengamatan pertama
kripik berwarna golden brown dengan tekstur renyah, memiliki rasa
yang asin dan gurih dan beraroma seperti kentang pada umumnya.
Dalam pengamatan hari ke tiga kripik kentang memiliki warna golden
brown dengan tekstur yang renyah, muncul rasa yang asin dan aroma
kentang hanya sedikit atau tidak begitu pekat. Pada pengamatan hari
terakhir yaitu memiliki warna berwarna golden brown dengan tekstur
yang renyah, muncul rasa yang asin dan beraroma seperti kentang
pada umumnya. Aroma kentang mulai memudar.

Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13


Pengamatan Pengamatan Pengamatan
Keripik Kentang Keripik Kentang Keripik Kentang
pada Kemasan pada Kemasan pada Kemasan
Plastik PP Plastik PP Plastik PP
(polypropylene) (polypropylene) (polypropylene)
hari ke-0 hari ke-3 hari ke-6

Pengamatan perubahan kripik kentang pada kemasan plastik


pp (ploypropylene) dengan perlakuan air garam dan kapur sirih dapat
dilihat dari tekstur, rasa dan aroma. Berdasarkan hasil pengamatan
pada pengamatan hari pertama kripik memiliki warna golden brown
dengan tekstur renyah, memiliki rasa yang asin dan gurih dan
beraroma seperti kentang pada umumnya. Berdasarkan pengamatan
hari ketiga dengan hari ke enam tidak mengalami rasa dan tekstur yaitu
memiliki golden brown dengan tekstur renyah, memiliki rasa yang
asin dan gurih dan aroma kentang secara alami mulai memudar.
E. Pembahasan
Tahap utama yang memengaruhi fisik dan rasa dari kripik
kentang adalah penggorengan. Kripik kentang akan digoreng dalam
minyak goreng dengan suhu yang tinggi. Tujuan dari penggorengan
dengan minyak panas yaitu untuk membuat kentang menjadi semakin
renyah, menghasilkan aroma, dan rasa yang khas. Kerenyahan ini
mampu terjadi karena kandungan air pada kentang akan menguap dan
akan meninggalkan rongga kosong di irisan kentang. Apabila
kandungan air yang menguap banyak maka rongga yang kosong akan
semakin banyak, rongga tersebut akan terisi oleh minyak. Kripik
kentang menghasilkan jaringan kalsium pektat yang membantu
porositas setelah kandungan air hilang, sehingga tekstur kentang akan
semakin renyah. Tujuan penggorengan yang lainnya adalah untuk
memunculkan warna yang cocok, yaitu kuning kecokelatan. Perubahan
warna ini dihasilkan dari kandungan gula reduksi dengan protein pada
suhu yang tinggi (Maharijaya dkk., 2020).
Tahap penting yang memengaruhi kualitas kentang selanjutnya
adalah penggaraman. Pemberian garam ini memiliki tujuan untuk
mempertahankan tekstur kentang. Kentang yang disimpan pada
penyimpanan yang lama dan proses penggorengan mampu melunakkan
kentang karena adanya perubahan permeabilitas sel. Hal ini terjadi
karena ada perubahan pektin dan pengaruh gula. Namun, dengan adanya
proses perendaman menggunakan garam mampu mencegah perubahan
tekstur sehingga kentang tetap kokoh renyah dan tahan lama (Mandei
dkk., 2017)
Berdasarkan pengamatan pada aluminium foil, tampilan kripik
kentang tidak mengalami perubahan pada larutan garam maupun larutan
garam kapur sirih. Hal ini dibuktikan dengan warna yang tetap golden
brown dari hari ke nol hingga hari ke enam pada dua perlakuan yang
dilakukan. Perubahan tampilan bisanya disebabkan karena suhu yang
panas dari luar yang membuat warna kripik berubah menjadi
kecokelatan. Namun kemasan aluminium foil mampu menghambat
perubahan tersebut. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
kemasan aluminium foil tidak tembus cahaya dan memiliki kemampuan
konduktivitas panas yang baik (Mansur, 2021).
Berdasarkan pengamatan kripik kentang pada kemasan
aluminium foil, tekstur kripik kentang mengalami perubahan yang
cukup signifikan pada larutan garam dan larutan garam kapur sirih.
Kripik kentang memiliki tekstur yang tidak terlalu renyah di hari ke
enam pada kedua perlakuan. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa kapur sirih membuat keripik kentang lebih renyah
karena memiliki sifat yang dapat menghilangkan getah dan sisa kotoran
pada kulit kentang. Selain itu, kapur sirih membantu membuat lapisan
kentang menjadi lebih keras dan kuat, sehingga saat digoreng, keripik
menjadi lebih garing (Mandei dkk., 2017). Kripik kentang seharusnya
mengalami perubahan tekstur yang lebih lambat di larutan garam kapur
sirih. Hal ini disebabkan karena penirisan minyak yang kurang kering
dan penutupan kemasan aluminium foil yang kurang rapat. Penutupan
aluminium foil yang tidak rapat membuat udara masuk melalui celah
kecil sehingga keripik kentang kehilangan kerenyahannya.
Berdasarkan pengamatan pada aluminium foil rasa kripik
kentang tidak mengalami perubahan yang signifikan pada dua
perlakuan. Rasa keripik cenderung asin dan gurih pada hari ke 0, hari ke
3, dan hari ke 6. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
rendaman garam dan kapur sirih mampu mengurangi rasa dari kentang
yang sedikit pahit karena adanya getah karena air garam maupun air
garam kapur sirih mampu menghilangkan getah tersebut. Kentang yang
sudah direndam dalam air garam dan kapur sirih akan menyerap larutan
tersebut dan menjadikan kripik kentang lebih asin (Suparno dkk., 2016).
Berdasarkan pengamatan pada aluminium foil. Aroma kripik
kentang mengalami perubahan cukup signifikan di hari ke 3. Pada hari
ke 0 aroma kripik masih tercium kentang secara alami. Pada hari ke 3
aroma kentang alami tersebut mulai hilang namun tidak sepenuhnya,
masih ada tetapi tidak sepekat aroma hari ke 0 dan tetap sama hingga
hari ke 6 Hal ini terjadi karena adanya proses oksidasi, pada hari ke 0
masih tetap ada aroma kentang alami karena masih terdapat senyawa
volatil. Namun senyawa volatil tersebut akan hilang karena adanya
oksidasi (Habibi dkk., 2019).
Berdasarkan pengamatan tampilan kripik kentang dengan
kemasan plastik pp di perolah data bahwa tidak ada perubahan tampilan
pada air garam maupun campuran air kapur sirih dengan air garam.
Tampilan kripik kentang tidak mengalami perubahan, hal ini dibuktikan
pada data bahwa hari ke-0 sampai dengan hari ke-6 warna kripik tetap
berwarna golden brown. Hal ini tidak sesuai dengan teori seharusnya
warna kripik kentang yang menggunakan perlakukan kemasan plastik
pp mengalami perubahan warna karena plastik pp memiliki warna yang
transparan yang membuat cahaya matahari dapat menembus pada kripik
kentang dan merubah warna. Kripik kentang tidak mengalami
perubahan warna karena penyimpanan yang dilakukan di ruangan yang
tertutup yang membuat kripik tidak terkena cahaya matahari (Barji dkk,
2018).
Berdasarkan pengamatan pada plastik pp tekstur kripik kentang
tidak terlalu mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan tekstur
terjadi pada perlakuan air garam dari kari ke-0 sampai hari ke-3
memiliki tekstur yang renyah tetapi pada hari ke-6 mengalami
penurunan tekstur menjadi lunak. Kerenyahan menurun sehingga
kekerasan meningkat. Hal tersebut di akibatkan karena pemilihan jenis
kemasan dimana kemasan yang memiliki warna yang transparan
membuat mudahnya produk dalam penyerapan uap air dari lingkungan
sekitar yang mengakibatkan penurunan mutu sensorik yaitu kerenyahan
(Alpah, 2001). Pada perlakuan kripik kentang dengan perendaman air
garam dengan kapur sirih tidak mengalami penurunan tekstur dari hari
ke-0 sampai hari ke-6 tetap memiliki tekstur yang renyah. Hal ini
disebabkan perlakuan perendaman dalam air kapur sirih, dimana
perendaman membuat persentase kapur sirih yang terkandung di dalam
kentang semakin tinggi mengakibatkan kentang menjadi lebih renyah
dan kering selain itu air kapur sirih membuat penurunan senyawa
oksalat dalam kentang dan akan memberikan kerenyahan (tekstur) yang
baik untuk kripik (Wahyuni, 2018).
Berdasarkan pengamatan rasa kripik kentang dengan kemasan
plastik pp di peroleh data bahwa sekala rasa cenderung fluktuatif pada
air garam maupun pada air garam campur air kapur sirih. Fungsi dari
garam adalah mengurangi rasa getir atu pahit pada bahan pangan dengan
menambahakan rasa asin dapat menyeimbangakan rasa kentang.
Pernyataan teori tersebut sesuai dengan hasil pengamatan rasa pada
kripik kentang. Rasa yang dimiliki pada sempel pengamatan semula
kentang yang tidak memepunyai rasa asin berubah memepunyai rasa
asin hal ini di buktikan pada pengamatan hari ke-0 sampai dengan hari
ke-6. Namun, pada pengamatan hari ke-6 pada perlakuan rendaman air
garam pada rendaman air garam campur kapur sisrih mengalami
perubahan raya semula memiliki rasa asin sajah pada hari ke-6 menjadi
sangat asin. Hal ini di sebabkan karena proses osmosis masih berlanjut
dalam kripik kentang yang sudah digoreng, meskipun kentang sudah
tidak di rendam dalam larutan garam tetapi tetap masih terdapat
konsentrasi garam di dalam kripik. Akibatnya konsentrasi garam di
permukaan kripik menjadi lebih tinggi lagi pada hari ke-6 di bandingkan
pada hari ke-3 yang menyebabkan meningkatnya rasa asin (Kumala dkk,
2020).
Berdasarkan pengamatan aroma keripik kentang dengan
kemasan plastik pp diperoleh data bahwa skala aroma cenderung
fluktuatif pada air garam maupun pada air garam campur air kapur sirih.
Perubahan aroma pada pengamatan hari ke-0 yang awalnya keripik
kentang beraroma seperti kentang pada umumnya berubah menjadi
aroma kentang alami menghilang. Hal ini sesuai dengan teori karena
terjadi proses oksidasi saat penyimpanan, proses oksidasi ini mengubah
dan mengurangi intensitas aroma yang dimiliki oleh keripik kentang
karena senyawa-senyawa aromatik (Ahmad dkk., 2022)
Berdasarkan pembahasan di atas, kemasan plastik PP merupakan
kemasan yang paling awet dan layak untuk dikonsumsi karena kripik
kentang tetap renyah sampai hari ke-6 dan rasanya tetap terjaga
gurihnya dan keasinannya. Pada perlakuan penggaraman, kripik kentang
terasa lebih gurih dan renyah pada larutan garam dan kapur sirih sampai
pada hari ke-6. Berdasarkan teori seharusnya pengamatan perlakuan
yang menggunakan aluminium foil yang memiliki kripik kentang terasa
lebih gurih dan renyah pada larutan garam dan kapur sirih sampai pada
hari ke-6. Hal ini bisa terjadi karena dalam proses penirisan dan
pendinginan kripik pada kemasan plastik PP lebih maksimal, sehingga
minyak dan uap tidak ikut masuk ke dalam kemasan plastik PP yang
menyebabkan hilangnya tekstur keripik kentang yang renyah dan gurih.
ACARA V
BIOTEKNOLOGI TAPE

A. Landasan Teori
Tape adalah makanan yang dibuat melalui proses fermentasi dari
bahan-bahan seperti singkong yang telah direndam dalam air dan
dibiarkan mengalami fermentasi oleh ragi atau bakteri tertentu. Tape ubi
kayu merupakan produk pangan olahan tradisional yang sudah menjadi
makanan khas Indonesia (Asnawi dkk, 2019). Proses fermentasi ini
mengubah karbohidrat dalam bahan-bahan tersebut menjadi asam laktat
yang memberikan rasa asam dan aroma khas pada tape. Tape memiliki
tekstur yang lembut hingga kenyal dan memiliki rasa manis dengan
sedikit rasa asam yang khas (Asnawi dkk, 2019).
Tujuan utama dari pembuatan tape adalah menciptakan makanan
dengan ciri khas rasa, aroma, dan tekstur sekaligus memberikan nilai
gizi tambahan melalui proses fermentasi (Utamie Lestari, 2019). Proses
fermentasi tidak hanya menciptakan makanan yang lezat, tetapi juga
meningkatkan nilai gizinya dengan menambahkan nutrisi tambahan
seperti vitamin B kompleks dan probiotik. Selain itu, pembuatan tape
juga melibatkan pemanfaatan sumber daya lokal yang melimpah, seperti
singkong dan beras ketan yang mendukung penggunaan sumber daya
alam yang ada serta ekonomi lokal. Melalui proses fermentasi yang telah
lama digunakan sebagai metode pengawetan makanan, tape dapat
bertahan lebih lama dibandingkan dengan bahan mentahnya,
menjadikan tape pilihan yang praktis dan ekonomis. Fermentasi juga
memberikan rasa asam dan aroma khas pada tape, yang menambah nilai
sensori dan keunikan produk tape, menjadikannya camilan atau
hidangan yang diminati banyak orang (Berlian dkk, 2017).
Komoditas yang digunakan dalam pembuatan tape biasanya
berasal dari berbagai sumber bahan baku yang mengandung karbohidrat
seperti singkong atau ubi kayu yang merupakan bahan baku tape yang
paling umum di Indonesia. Singkong merupakan umbi atau akar pohon
yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang
50-80 cm, tergantung dari jenis singkong. Daging umbinya berwarna
putih atau kekuning-kuningan. Tape singkong memiliki tekstur yang
lembut, rasa yang manis, dan aroma yang khas. (Zulfa dkk, 2021).
Tape singkong memiliki sifat yang mudah rusak jika diberlakukan
perlakuan yang tidak sesuai. Salah satu perlakuan penting untuk
menjaga kualitas tape singkong adalah dengan menggunakan kemasan
yang sesuai. Kemasan tersebut berguna sebagai pelindung bagi produk
sehingga tidak mengganggu nilai produk ketika hendak dikonsumsi.
Daun pisang dapat digunakan sebagai pembungkus bakal tapai, selain
itu dapat juga menggunakan plastik. Pembungkusan dengan daun pisang
adalah agar suasananya menjadi aerob karena proses fermentasi dapat
berlangsung baik jika suasananya aerob. Selain itu daun pisang juga
bagus digunakan karena untuk kebutuhan aerasi selama proses
fermentasi, dimana proses fermentasi tersebut akan menghasilkan gas
CO2 (Hidayah, 2021).
Kemasan kedua yang dipakai tape singkong adalah besek. Besek
merupakan wadah yang dibuat dari jalinan bambu yang membentuk pola
anyaman. Struktur besek dapat menyerap kelembaban dan zat-zat yang
dihasilkan selama proses fermentasi, seperti cairan dan gas. Ini
membantu menjaga kondisi lingkungan yang optimal untuk
pertumbuhan mikroorganisme yang diperlukan dalam fermentasi.
Material besek yang alami dapat memberikan aroma dan rasa khas pada
tape yang dihasilkan. Tidak hanya itu, besek juga dapat meratakan
kematangan dari singkong. Hal ini terjadi karena pematangan singkong
membutuhkan panas alami dari angin. Angin dihembuskan dari ventilasi
anyaman bambu secara menyeluruh sehingga kematangan juga merata.
Besek juga memiliki keuntungan tersendiri bagi konsumen karena dapat
dipakai berkali kali dan tidak mencemari lingkungan (Natadjaja dkk,
2017).
Tahapan atau level dalam proses perubahan bentuk dalam
kegiatan agroindustri hasil pertanian terdiri dari empat tingkatan.
Masing-masing tingkatan atau level terdiri dari beberapa aktivitas
pengolahan. Pengolahan hasil pertanian level III terdiri dari pemasakan,
pasteurisasi, pengalengan, penguapan, pembekuan, penenunan,
fermentasi, ekstraksi, dan perakitan (Listya, 2021). Salah satu hasil
pengolahan level III yaitu tape singkong. Termasuk dalam level III
karena tape singkong dibuat melalui proses fermentasi. Proses
fermentasi merupakan suatu metode pengolahan bahan pangan yang
melibatkan perubahan kimia yang terjadi secara alami atau dengan
bantuan mikroorganisme seperti ragi. Dalam fermentasi singkong, ragi
digunakan untuk mengubah zat pati yang terdapat dalam singkong
menjadi bentuk yang lebih sederhana, seperti gula, alkohol, dan asam-
asam organik (Erika, 2022).

B. Alat dan Bahan


a. Alat
1) Pisau
2) Panci pengukus
3) Talenan
4) Kompor
5) Baskom

b. Bahan
1) Singkong
2) Ragi tape
3) Besek
4) Daun pisang
5) Tusuk gigi
C. Cara Kerja
1) Mengupas singkong, mencuci, kemudian memotong singkong
2) Mengukus singkong lalu mendinginkan
3) Mencampur singkong dengan ragi, dan mengaduk hingga rata
4) Diagram Alir

Gambar 5.1 Diagram Alir Bioteknologi Tape


D. Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Pengamatan Bioteknologi Tape
Pengamatan Larutan Tampi Tekstur Rasa Bobot Aroma Keterangan
Perendam lan
Hari ke-0 Singkong berwarna putih memiliki rasa hambar, beraroma
(Selasa, 27 Besek 3 2 0 40gr 2 seperti singkong rebus dan tekstursedikit keras.
Februari 2024)
Singkong berwarna putih memiliki rasa hambar,
Daun Pisang 3 2 0 40 gr 2 beraroma seperti singkong rebus dan tekstursedikit
keras.
Hari ke-3 Singkong memiliki warna putih pucat, rasa manis,
(Selasa, 29 Besek 3 3 4 32gr 3 beraroma alkohol, padabagian tengah singkong, tekstur
Februari 2024) dari singkong menjadi keras.
Singkong mengalami perubahan warna yaitu kuning,
Daun pisang 5 5 4 38gr 5 memiliki rasa manis, beraroma alkohol dan tekstur
singkong jadi lembut
PengamHari Singkong memiliki warna putih sedikit kuning, rasa
ke-6 (Senin, 2 Besek 2 2 3 27gr 3 manisberkurang, beraroma sedikit alkohol dan tekstur
Maret 2024) singkong menjadi keras.
Singkong memiliki warna kuning, rasa manis
Daun Pisang 4 3 3 37gr 5 berkurang dan rasa asam lebih dominan, beraroma
alkohol kemudian tekstur singkong jadi lembek dan
berair.
Keterangan :
5 : Sangat 3 : Netral 1 : Sangat Tidak Suka
Suka
4 : Suka 2 : Tidak Suka
Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4
Pengamatan Tape Pengamatan Tape Pengamatan Tape
Singkong Hari ke-0 Singkong Hari ke-3 Singkong Hari ke-6

Pengamatan hari ke-0 dilaksanakan pada tanggal 27 Februari 2024,


pengamatan hari ke-0 pada besek memiliki warna putih, rasa pada tape
hambar, tekstur pada tape keras. Pengamatan hari ke-3 di laksanakan
pada tanggal 29 Februari 2021, pengamatan pada besek tape singkong
memiliki warna putih pucat, rasa manis, beraroma alkohol, pada
bagian tengah singkong, tekstur dari singkong menjadi keras.
Sedangkan pada pengamatan hari terakhir yaitu hari ke-6 pada tanggal
2 maret tape singkong memiliki warna putih sedikit kuning, rasa manis
berkurang, beraroma alkohol dan tekstur singkong menjadi keras.

Gambar 5.5 Gambar 5.6 Gambar 5.7


Pengamatan Tape Pengamatan Tape Pengamatan Tape
Singkong Hari ke-0 Singkong Hari ke-3 Singkong Hari ke-6
Pengamatan hari ke-0 dilaksanakan pada 27 Februari 2024,
pengamatan pada daun pisang hari ke-0 memiliki warna putih, rasa
pada tape hambar, tekstur pada tape keras dan beraroma singkong
rebus. Pengamatan hari ke-3 dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 2024,
pengamatan hari ke-3, pengamatan pada daun pisang tape mengalami
perubahan warna yaitu kuning, memiliki rasa manis, beraroma
alkohol dan tekstur singkong jadi lembut. Sedangkan pada tape
pengamatan hari terakhir yaitu hari ke-6 dilaksanakan pada 2 maret
2024, pengamatan pada daun pisang memiliki warna kuning, rasa
manis berkurang dan rasa asam lebih dominan, kemudian tekstur
singkong jadi lembek dan berair.

E. Pembahasan
Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimiawi dari senyawa-
senyawa organik (karbohidrat, lemak, protein, dan bahan organik lain)
baik dalam keadaan aerob maupun anaerob, melalui kerja enzim yang
dihasilkan oleh mikroba. Mekanisme fermentasi tape yaitu pati di
hidrolisis oleh enzim amilase yang dihasilkan oleh kapang, khamir,
atau bakteri yang bersifat amilolitik. Mikroorganisme yang hadir akan
memetabolisme senyawa nutrisi yang terdapat pada tape singkong,
proses fermentasi tape khamir akan menghidrolisis pati menjadi gula
sederhana yang selanjutnya akan difermentasi sehingga menghasilkan
alkohol dan sejumlah komponen flavor yang menjadi khas pada tape.
Ragi tape mengandung mikroba yang membantu proses fermentasi
tape singkong. Ragi tape juga mengandung protein sel tunggal.
Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi tape singkong berasal
dari bahan yang dicampur dengan ragi yang mengandung khamir
Saccharomyces cerevisiae. Khamir ini berfungsi untuk mengubah pati
dalam tape menjadi alkohol. Ragi berperan membantu proses
penguraian pati menjadi gula sehingga tape singkong memiliki rasa
manis (Fathur, 2019). Ragi sangat berperan penting dalam industri
makanan dan minuman, seperti dalam pembuatan roti, bir, tempe, dan
tape, karena kemampuannya menghasilkan karbon dioksida dan
alkohol dari proses fermentasi gula. Sejalan dengan teori tersebut, pada
praktikum yang telah dilakukan, ragi yang mengandung khamir
Saccharomyces cerevisiae berhasil mengubah pati dalam tape menjadi
alkohol yang memberikan rasa manis pada tape (Utamie, 2019).
Berdasarkan pengamatan tape pada kemasan daun pisang sekala
perubahan tampilan tape cenderung signifikan. Perlakuan tape pada
daun pisang mengalami perubahan tampilan dari pengamatan hari ke-
0 sampai pada hari ke-6. Pada tampilan tape yang dikemas
menggunakan daun pisang pada hari ke-0 memiliki tampilan berwarna
putih karena tape di selimuti oleh ragi, kemudian pada hari ke-3 tape
sudah mengalami fermentasi yang mengakibatkan berubahnya warna
tape yang semula putih tertutup ragi, menjadi berwarna kuning yang
mengindikasikan bahwa tape sudah matang dan sudah terfermentasi
sempurna. Memasuki hari ke-6, fermentasi tape sudah terlalu matang
sehingga menyebabkan tape berair dan mengandung lebih banyak
alkohol, meskipun warnanya masih sama kuning seperti hari ke-3. Hal
yang menyebabkan fermentasi tape lebih cepat adalah daun pisang
yang tertutup dengan rapat sehingga tidak ada udara yang masuk. Daun
pisang juga mengandung polifenol yang berperan dalam
memaksimalkan proses fermentasi yang terjadi dan membuat mikroba
pada ragi bekerja maksimal dalam mengubah etanol menjadi asam
asetat (Pratiwi, 2019).
Berdasarkan pengamatan tape pada kemasan daun pisang,
Perlakuan tape pada daun pisang mengalami perubahan tekstur yang
fluktuatif. Dari pengamatan hari ke-0 sampai pada hari ke-6. Pada
tekstur tape yang yang dikemas menggunakan daun pisang pada hari ke-
0 yang awalnya memiliki tekstur yang keras berubah menjadi lembek
pada hari ke-6. Hal ini sesuai dengan teori karena perlakuan pada daun
pisang mengalami fermentasi yang lebih cepat dimana daun pisang
memiliki polifenol yang berperan untuk memaksimalkan proses
fermentasi yang terjadi dan membuat mikroba pada ragi bekerja
maksimal dalam mengubah etanol menjadi asam asetat, selain itu daun
pisang memiliki rongga yang tertutup dengan rapat sehingga tidak ada
udara yang masuk dan mengganggu proses fermentasi (Pratiwi, 2019).
Berdasarkan pengamatan tape pada kemasan daun pisang, perlakuan
tape pada daun pisang mengalami perubahan rasa yang fluktuatif. Hal
ini dibuktikan pada pengamatan hari ke-0 memiliki rasa yang hambar
berubah menjadi rasa yang manis pada hari ke-6. Hal ini sesuai dengan
teori karena perubahan rasa pada tape ini disebabkan oleh kontaminasi
bakteri asam laknat selama proses fermentasi. Jenis bakteri ini akan
mengubah gula menjadi asam laknat yang memberikan rasa asam atau
manis pada tape. Pada proses fermentasi, mikroorganisme seperti
kapang, kamir dan bakteri mengurangi kandungan pati dan karbohidrat
kompleks didalam singkong menjadi gula sederhana seperti glukosa dan
fluktosa, kedua jenis gula tersebut memiliki rasa manis sehingga tape
berubah rasa dari hambar menjadi manis (Dwiarini, 2017).
Berdasarkan pengamatan tape pada kemasan daun pisang,
perlakuan tape pada daun pisang mengalami perubahan aroma yang
signifikan. Hal ini dibuktikan pada pengamatan hari ke-0 memiliki
aroma seperti singkong rebus berubah menjadi aroma alkohol pada hari
ke-6. Hal ini sesuai dengan teori karena perubahan aroma pada tape
diakibatkan oleh bakteri saccharomyces pada proses fermentasi yang
dimiliki oleh ragi dan berfungsi untuk mengubah gula menjadi alkohol
pada singkong (Kanino, 2019).
Berdasarkan pengamatan tape pada kemasan daun pisang,
perlakuan tape pada daun pisang mengalami perubahan bobot yang tidak
terlalu signifikan. Hal ini dibuktikan pada pengamatan hari ke-0
memiliki bobot 40 gram berubah menjadi 37 gram. Hal ini sesuai
dengan teori karena terjadi penguapan air pada proses fermentasi. Selain
itu penyusutan bobot juga disebabkan oleh penguapan selama
penyimpanan, dimana setelah tape singkong selesai dibuat akan
disimpan sebelum dikonsumsi dan selama penyimpanan, penguapan air
masih tetap berlanjut yang diakibatkan oleh suhu dan kelembapan
lingkungan sekitar tempat penyimpanan (Sulistyanto, 2016).
Berdasarkan pengamatan tape pada kemasan besek, perlakuan
tape pada besek tidak mengalami perubahan tampilan yang signifikan.
Hal ini dibuktikan pada pengamatan hari ke-0 memiliki tampilan yang
sama seperti pada daun pisang karena tape belum mengalami
fermentasi. Kemudian, pada hari ke-3 sampai ke-6 tape tetap tidak
berubah tampilannya karena tape mengalami fermentasi yang tidak
sempurna. Hal itu terjadi karena besek tidak tertutup rapat sehingga ada
oksigen dari luar yang masuk ke dalam besek dan mengganggu
fermentasi tape, sehingga tampilan warna tape tetap sama dominan putih
pucat (Winarno, 2017).
Berdasarkan pengamatan, tape yang dikemas menggunakan
besek mengalami perubahan tekstur yang signifikan. Pada hari ke-0 tape
masih memiliki tekstur yang lembut karena belum terjadi fermentasi,
kemudian pada hari ke-3 sampai ke-6, tape memiliki tekstur yang sedikit
keras. Hal ini disebabkan karena besek memiliki rongga yang
menyebabkan terjadinya pertukaran dengan udara luar sehingga hal ini
menyebabkan CO2 hasil fermentasi tidak dapat keluar dengan lancar
dari tape. Akibatnya tekstur tape menjadi padat dan keras (Pangestuti
dkk., 2018).
Berdasarkan pengamatan tape pada kemasan besek memiliki
perubahan rasa yang fluktuatif. Rasa yang dihasilkan pada hari ke-0
merupakan rasa khas dari singkong kukus pada umumnya. Pada hari ke-
3 rasa yang dihasilkan dari tape merupakan rasa manis dengan sedikit
rasa kecut dan pahit karena sudah terjadi fermentasi, kemudian pada hari
ke-6 rasa kecut nya lebih dominan daripada manisnya. Rasa tape yang
disimpan di besek rasanya tidak semanis rasa tape yang disimpan pada
daun pisang, hal ini disebabkan karena suhu dan kelembaban daun
pisang sesuai untuk aktivitas enzim dan mikroba pemfermentasi tape.
Sementara lingkungan besek berongga kurang ideal, yang membuat
fermentasi kurang sempurna (Malonda dkk., 2018).
Berdasarkan pengamatan tape pada kemasan besek memiliki
perubahan bobot yang signifikan. Hal ini dibuktikan pada pengamatan
hari ke-0 memiliki bobot 40 gram menjadi 27 gram pada hari ke-6. Hal
ini sesuai dengan teori karena kemasan besek yang memiliki rongga
tidak mampu menahan kadar air yang ada di dalam tape, sehingga kadar
air yang ada di dalam tape berkurang dan menyebabkan perubahan
bobot yang signifikan (Andriawan, 2019).
Berdasarkan pengamatan tape pada kemasan besek memiliki
perubahan aroma yang tidak terlalu signifikan. Hal ini dibuktikan pada
pengamatan hari ke-0 memiliki aroma seperti singkong rebus menjadi
memiliki aroma sedikit alkohol pada hari ke-6. Hal ini sesuai dengan
teori karena proses fermentasi yang tidak maksimal oleh kemasan besek
pada proses fermentasi tape. Akibatnya proses perombakan pati menjadi
gula oleh khamir berjalan tidak maksimal. Besek menyebabkan gas
karbon dioksida hasil fermentasi mudah menguap keluar sehingga
perubahan aroma alkohol yang tidak maksimal pada tape singkong
(Rasdiman, 2018).
Berdasarkan pembahasan di atas, hasil tape yang paling sempurna
yaitu pada perlakuan daun pisang pada hari ke-3 hal ini disebabkan
karena daun pisang memiliki struktur yang mampu mempertahankan
suhu dan kelembaban yang optimal untuk proses fermentasi tape. Selain
itu perlakuan daun pisang pada hari ke-3 merupakan waktu yang sesuai
untuk lamanya proses fermentasi sehingga tape yang dihasilkan lebih
bagus dan layak untuk di konsumsi. Perlakuan penyimpanan kemasan
yang paling awet untuk tape yaitu pada kemasan daun pisang, karena
daun pisang tidak menyimpan banyak udara dan lebih tertutup sehingga
fermentasi yang terjadi lebih maksimal. Perlakuan penyimpanan
kemasan besek tidak awet karena besek memiliki rongga sehingga
menyebabkan udara dari luar masuk ke dalam besek dan menyebabkan
hasil oksidasi dari fermentasi tape hilang dan tergantikan dengan udara
luar ( Purnomo, 2018).

DAFTAR PUSTAKA
Adhamatika, A., Brilliantina, A., Sari, E. K. N., Wijaya, R., Triardianto, D., &
Sucipto, A. (2023). Analisis Neraca Massa dan Energi Pembuatan Keripik
Kentang (Solanum tuberosum L). JUSTER: Jurnal Sains dan Terapan. 2(1)
: 69-76.

Afifah, N. and Sholichah, E. 2021. Penentuan Kemasan terhadap Masa Simpan


Keripik Tortila Modifikasi Tempe dan Tepung Mocaf dengan Metode
Akselerasi Berdasarkan pendekatan Arrhenius, Jurnal Pangan, 30(2): 129-
136.

Ahmad, R.S., M. Moulia., S. Vartom. 2022. Pengaruh Suhu dan Lama Waktu
Penggorengan Keripik Terhadap Mutu dan Penerimaan Konsumen. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Pangan. 8(2) : 73 - 82.

Erika, D. 2022. Uji Sensoris dan Ph Tapai Singkong (Mnihot esculenta L) dengan
Fermentasi aerasi. Jurnal Ilmiah Batahpa. 1(1) : 23-28.

Fajriyani, A. 2018. Nilai TBA, FFA, kadar air dan sifat sensori keripik kentang
berdasarkan jenis kemasan dan lama penyimpanan (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Semarang).

Habibi, N.A., S. Fathia., C.T. Utami. 2019. Perubahan Karakteristik Bahan Pangan
pada Keripik Buah dengan Metode Freeze Drying (Review). Jurnal Sains
Terapan. 5(2) : 67 – 76.

Hidayah, N. 2021. Pengaruh Jenis Kemasan Terhadap Sifat Organoleptik Tape


Singkong. Jurnal Nutriology. 1(2) : 101-105

Islami, R. (2018). Pembuatan ragi tape dan tape. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Agrokompleks, 2.

Kurniadi, D. (2021) ‘Penentuan Kemasan Yang Representatif Pada Keripik


Kentang Home Industri “Inyak” Dengan Metode Quality Function
Deployment (Qfd)’, Jurnal Sains dan Teknologi: Jurnal Keilmuan dan
Aplikasi Teknologi Industri. 21(1) : 89.

Listya, A. 2021. Peran Agroindustri Dalam Perekonomian Kabupaten Lampung


Tengah (Analisis Input-Output). Tesis. Program Pascasarjana Magister
Agribisnis. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Maharijaya, A., L. Salma., S. Amarilis. 2020. Produksi dan Kualitas Umbi


Beberapa Genotipe Kentang (Solanum tuberosum L.) Koleksi IPB untuk
Olahan Keripik Kentang. Jurnal Agron Indonesia. 48(3) : 275 – 282
Mahmudah, R. (2019). Strategi Pengembangan Agroindustri Keripik Kentang
(Kasus Di Agronas Gizi Food, Kecamatan Batu, Kota Batu (Doktor
disertasi, Universitas Brawijaya).

Mandei, J., A. Nuryadi. 2017. Pengaruh Cara Perendaman dan Jenis Kentang
Terhadap Mutu Keripik Kentang. Jurnal Penelitian Teknologi Agroindustri.
9 (2) : 123 - 136
Natadjaja, L dan E.C. Yuwono. 2017. Kearifan Lokal Kemasan Penganan
Tradisional. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Pratiwi, T. E. (2019). Pengaruh Lama Fermentasi dan Perbedaan Pembungkus


terhadap Kadar Etanol Karbohidrat dan Kesukaan Panelis terhadap Tapai
Sukun (Artocarpus altilis) [Skripsi]. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Putra, N., N. Purwadini., D. Kristiastuti. (2020) Analisis Jenis Dan Desain Kemasan
Snack Keripik Singkong Terhadap Minat Beli Konsumen. Jurnal Tata
Boga. 9(2) : 701–707.

Saputra, M. C. (2022). Analisis Usaha Keripik Kentang Simping Di Desa Sukorejo


Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik (Doctoral dissertation, Politeknik
Negeri Jember).

Saputro, A.W., Rianto, H. and Suprapto, A. (2019) Hasil Tanaman Kentang


(Solanum tuberosum, L.) Var.Granola L. (G1) Pada Berbagai Konsentrasi
Trichoderma sp. dan Media Tanam. Jurnal Ilmu Pertanian Tropika dan
Subtropika, 4(1) : 1–4.

Sarungallo, Z. 2021. Evaluasi Perubahan Kadar Air, Tekstur, dan Rasa Sagu
Lempeng dalam Berbagai Kemasan Plastik Selama Penyimpanan. Jurnal
Agrotek. 1(2), 102-111

Sinurat, E., Tengker, M.F., dan Kurniawan, A. 2019. Aktivitas Enzim Polifenol
Oksidase pada Varietas Ubi Kayu dari Deliserdang. Agroekoteknologi
Tropika Lembab, 2(3), 233-241.

Sinurat., Y., N., Bagus dan Y., Yuli. 2019 ” Peningkatan Hasil Belajar Passing Atas
Bola Voli, Siswa SMK Melalui Variasi Pembelajaran” Jurnal l Publikasi
Pendidikan. Vol 9, No 2. 125-133

Utamie Lestari. 2019. Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Sifat Kimia Dan
Tingkat Kesukaan Tape Beras Merah, Beras Hitam, Dan Beras Ketan.

Yudiastuti, S. O., Wijaya, R., & Syahputra, M. (2022). Efektivitas reduksi total
bakteri pada edamame (Glycin max (L) Merill) hasil pengolahan minimal
dengan ozon. Juremi: Jurnal Riset Ekonomi, 2(3), 321-330.
Zulfa, C. S., Attika, C., Handayani, D., & Fevria, R. 2021. Pengaruh Lama
Fermentasi Dalam Pembuatan Tape. In Prosiding Seminar Nasional Biologi
(Vol. 1, No. 1, pp. 600-607)

Anda mungkin juga menyukai