Anda di halaman 1dari 415

The Colombo Plan Asian Centre for Certification and Education

of Addiction Professionals Training Series

Pelatihan Kurikulum Seri 2


Terapi Gangguan Penggunaan
Zat-Rawatan Berkelanjutan
untuk Profesional Adiksi

Panduan Peserta

C2_Indonesia.indd 1 10/1/12 11:05 AM


Ucapan Terima Kasih
Kurikulum 2: Terapi Gangguan Penggunaan Zat—Rawatan Berkelanjutan Profesional di Bidang
Adiksi adalah bagian dari sembilan volume rangkaian pelatihan yang dikembangkan oleh U.S.
Department of State’s Bureau of International Narcotics and Law Enforcement Affairs (INL).
Publikasi ini dikembangkan di bawah nomor kontrak SAQMPD07D0116, Layanan Dukungan
Pengurangan Permintaan (Demand Reduction Support Services), antara INL dan Alvarez &
Associates, dengan JBS International, Inc. (JBS), yang berperan sebagai sub-kontraktor.

Ucapan terima kasih khusus diucapkan kepada Thomas Browne, Deputy Director dari Office
of Anti Crime Programs, dan Gregory R. Stanton sebagai Program Officer, untuk bimbingan
dan kepemimpinannya melalui pengembangan proyek. Suzanne Hughes sebagai Project
Director dari M.A., CASAC, Alvarez & Associates, dan Sara Lee sebagai Senior Demand
Reduction Coordinator dari M.S.W., LICSW, Alvarez & Associates. Dari JBS, Candace L. Baker,
sebagai Project Director and Lead Curriculum Developer dari M.S.W., CSAC, MAC, dan Larry
W. Mens, M.Div., sebagai Curriculum Developer. Anggota staf JBS lainnya, termasuk Wendy
Caron, sebagai Senior Editor; Frances Nebesky, M.A. sebagai Associate Editor; dan Claire
Macdonald sebagai Senior Graphic Designer.

Anggota staf dari NAADAC, The Association for Addiction Professionals, yang berkontribusi
secara signifikan pada pengembangan publikasi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada Cynthia Moreno Tuohy, Executive Director dari NCAC II, CCDC III, SAP; Shirley Beckett
Mikell, Director of Certification and Education and Certification Commission Staff Liaison
dari NCAC II, CAC II, SAP; Donovan Kuehn, Director of Operations and Outreach; dan Misti
Storie, M.A., Education & Training Consultant. Para kontributor lain, termasuk Suzanne Hall-
Westcott, M.S., Director of Program Development dari Daytop International; Diane Williams
Hymons, M.S.W., LCSW-C, LICSW, Principal dari Counseling-Consulting-Training-Services;
Phyllis Mayo, Ph.D., Psychologist; dan Donna Ruscavage, M.S.W., Ruscavage Consulting.

Beberapa materi di dalam kurikulim ini sebelumnya telah dikembangkan oleh JBS for Family
Health International (Hanoi, Vietnam) dengan kontrak yang didukung oleh the U.S. Agency for
International Development.

Panduan ini diterjemahkan dan disesuaikan oleh Tim Kerja Dewan Sertifikasi Konselor Adiksi
Indonesia (DSKAI) untuk digunakan sebagai bahan pelatihan konselor adiksi professional oleh
tenaga instruktur Indonesia.

Ucapan terima kasih khusus seluas-luasnya kepada para konsultan internasional dan
anggota pilot-test group (lihat Appendix C), yang menyediakan banyak masukan berharga.
Partisipasi antusiasme dan kreativitisme mereka telah memberikan kontribusi yang besar bagi
penyelesaian publikasi ini.

Untuk Kepentingan Umum


Seluruh materi di dalam kurikulum ini, kecuali yang diambil langsung dari sumber hak ciptanya,
untuk kepentingan umum (domain publik) dan dapat diproduksi atau diperbanyak tanpa izin
dari U.S. Department of State’s INL atau penulisnya. Kutipan dari sumber ini wajib dihargai.
Namun demikian, publikasi ini tidak dapat diproduksi atau didistribusikan untuk dijual tanpa
izin tertulis dari INL.

Sangkalan
IIntervensi terapi gangguan penggunaan dijelaskan di sini tidak mencerminkan posisi resmi
dari INL atau the U.S Department of State. Panduan dalam dokumen ini tidak boleh dianggap
pengganti untuk perawatan klien individual.
Publikasi 2011
II
ii
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 2 10/1/12 11:05 AM


DAFTAR ISI

Bagian I—Orientasi Peserta


Orientasi Peserta. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

Part II—Modul Pelatihan


Modul 1—Introduksi Pelatihan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
Modul 2—Pemulihan dan Manajemen Pemulihan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
Modul 3—Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Terapi . . . . . . . . . . . . 53
Modul 4—Introduksi Motivasi dan Tahapan Perubahan . . . . . . . . . . . . . . . 77
Modul 5—Terapi: Sebuah Ulasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 96
Modul 6—Komponen-Komponen dari Terapi: Rawatan Berkelanjutan. . . 117
Modul 7—Praktek-Praktek Berbasis Bukti untuk Intervensi Terapi. . . . . . . 220
Modul 8—Integrasi Pembelajaran Ke Dalam Praktek . . . . . . . . . . . . . . . . 380

Bagian III—Lampiran
Lampiran A—Daftar Istilah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 392
Lampiran B—Sumber Rujukan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 395
Lampiran C—Ucapan Terima Kasih Khusus. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 400

III
iii

C2_Indonesia.indd 3 10/1/12 11:05 AM


C2_Indonesia.indd 4 10/1/12 11:05 AM
ORIENTASI PESERTA
Introduksi
Selamat datang! Pelatihan ini akan menyediakan bagi anda pemahaman dari fisiologi
adiksi sebagai sebuah penyakit otak dan mengajarkan Anda tentang efek dan
konsekuensi dari zat-zat psikoaktif.

Kurikulum 2: Terapi Gangguan Penggunaan Zat—Rawatan Berkelanjutan Profesional


di Bidang Adiksi merupakan bagian dari rangkaian pelatihan yang dibentuk melalui
pendanaan dari the U.S. Department of State kepada The Colombo Plan for the Asian
Centre for Certification and Education of Addiction Professionals (ACCE). Informasi
selengkapnya tentang Colombo Plan dan ACCE dapat ditemui di http://www.
colombo-plan.org.

Indonesia mengadopsi kurikulum ini untuk meningkatkan kompetensi konselor


yang bekerja membantu pecandu di Indonesia melalui kerjasama antara Dewan
Sertifikasi Konselor Adiksi Indonesia (DSKAI) dan Badan Narkotika Nasional (BNN)
dengan Colombo Plan for Asian Center for Certification and Education of Addiction
Professionals (ACCE).

Tujuan utama dari rangkaian pelatihan adalah untuk mengurangi masalah kesehatan,
sosial dan ekonomi secara signifikan yang terkait Gangguan Penyalahgunaan Zat
(GPZ), dengan membangun kapasitas terapi bertaraf internasional melalui pelatihan,
menumbuhkan sikap profesional, dan memperbanyak s tenaga kerja terapi global.
Pelatihan ini mempersiapkan para konselor-konselor untuk mendapatkan sertifikat
professional dalam tahap dasar dengan menyediakan informasi terkini tentang GPZ
dan terapi , dan memfasilitasi aktivitas secara langsung untuk mengembangkan
keahlian, kepercayaan diri dan kompetensi.

Selamat karena telah meluangkan waktu untuk belajar lebih banyak lagi mengenai
pekerjaan anda!

Pelatihan
Kedelapan modul di rangkaian pelatihan ini kemungkinan dapat diselesaikan dalam
waktu hari efektif atau mungkin ditawarkan melebihi kursus selama beberapa minggu
atau bulan. Instruktur anda telah menyediakan anda jadwal spesifik.
Pendekatan yang digunakan di dalam pelatihan ini mencakup:
 Presentasi yang dipimpin oleh instruktur dan diskusi;
 Seringnya penggunaan metode belajar kreatif dan aktivitas langsung, seperti
dalam kelompok kecil, latihan dengan sesama rekan dan presentasi;
 Latihan menulis reflektif;
 Review berkala untuk meningkatkan retensi pembelajaran; dan
 Latihan pembelajaran asesmen.
Partisipasi aktif dari anda menjadi bagian penting untuk membuat pelatihan ini
menjadi pengalaman belajar yang positif dan produktif!
Partisipasi aktif Anda sangat penting untuk membuat pelatihan ini menjadi pengalaman
belajar yang positif dan produktif!
1
Panduan Peserta: Orientasi Peserta

C2_Indonesia.indd 1 10/1/12 11:05 AM


Tujuan dan Objektif dari Kurikulum 2
Tujuan Pelatihan
 Tinjauan komprehensif dari perubahan natural.
 Pemahaman akan proses dan elemen dari rawatan Gangguan Penggunaan Zat
(GPZ).

Objektif Pembelajaran
Peserta yang telah menyelesaikan penuh Kurikulum 2 mampu untuk:
 Menyebutkan dan menjelaskan dua tujuan keseluruhan dari rawatan;
 Menyebutkan enam tahapan dari perubahan dan menjelaskan setidaknya satu
karakteristik dari klien di dalam tiap tahapan;
 Menyebutkan setidaknya delapan prinsip efektif rawatan dari NIDA (National
Institute on Drug Abuse).
 Menjelaskan komponen-komponen terapi;
 Mendefinisikan dan memberikan contoh dari rawatan berkelanjutan;
 Menjelaskan dengan singkat sembilan teori-teori konseling;
 Menjelaskan dengan singkat lima intervensi rawatan berbasis bukti; dan
 Menyebutkan setidaknya lima faktor yang berpengaruh terhadap kesuksesan
seseorang dalam menjalani rawatan.

Materi Pelatihan
Materi pelatihan termasuk:
 Manual Peserta ini

 Sebuah buku catatan; dan

 Kopi dokumen dari “Technical Assistance Publication (TAP) 21: Addiction


Counseling Competencies—The Knowledge, Skills, and Attitudes of Professional
Practice”.

Setiap modul dari Manual Peserta mencakup:


 Tujuan pelatihan dan sasaran pembelajaran dari modul;

 Sebuah jadwal kegiatan;

 Lembar PowerPoint yang dicetak (di print) menjadi tiga bagian di dalam satu
halaman dengan ruang bagi anda untuk menulis catatan;

 Halaman penjelasan referensi yang mencakup informasi tambahan atau instruksi


latihan dan materi-materi; dan

2
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 2 10/1/12 11:05 AM


 Ringkasan modul.
Manual Peserta juga memiliki daftar istilah (Lampiran A) dan daftar dari sumber-sumber
referensi (Lampiran B).
Instruktur anda akan memberikan anda sebuah buku catatan untuk digunakan sebagai
jurnal pribadi anda. Anda dapat menggunakan jurnal ini dengan beberapa cara. Anda
dapat mencatat:
 Topik-topik yang anda ingin baca lebih lanjut;
 Prinsip yang anda ingin pikirkan lebih lanjut;
 Teknik yang anda ingin coba;
 Cara-cara yang mungkin anda bisa tambahkan beberapa hal yang anda pelajari
dari praktek anda; dan
 • Kemungkinan hambatan untuk menggunakan pengetahuan baru.
Instruktur anda juga akan meminta anda untuk menyelesaikan tugas menulis pendek.
TAP 21 disusun di Amerika Serikat untuk menyediakan landasan umum dari pelatihan
dasar dan sertifikasi dari professional bidang adiksi. Edaran tersebut menjelaskan
tentang beberapa pertanyaan berikut:

 Apa standar professional yang harus membimbing konselor bekerja dengan orang
yang memiliki GPZ?
 Apa cakupan yang layak dari lingkup praktek konseling GPZ?
 Kompetensi mana yang berhubungan dengan hasil perawatan postif?
 Apa pengetahuan, keahlian, dan perilaku yang harus dimiliki oleh professional
dalam perawatan GPZ secara umum?
TAP 21 dapat diberikan sebagai referensi yang berguna untuk anda. Simpan dalam
ingatan anda, bagaimanapun juga, membutuhkan waktu untuk dan pengalaman
untuk membangun kompetensi konseling. TAP 21 merepresentasikan sebuah tatanan
ideal dari tujuan, bukan menjadi sebuah titik awal. Jangan berkecil hati! Anda akan
mencapai kesana.

Mendapatkan Manfaat dari Pengalaman Pelatihan


Anda
Untuk mendapatkan banyak hal dari pengalaman pelatihan anda, maka:

 Jika anda memiliki atasan (supervisor), bicaralah kepadanya sebelum mengikuti


pelatihan. Cari tahu apa harapannya dari anda.
 Berpikir tentang apa yang ingin anda pelajari dari tiap-tiap modul.
 Datang pada setiap sesi dengan persiapan; mengulas halaman demi halaman
manual dari modul untuk dipresentasikan.
 Menjadi peserta yang aktif. Berpartisipasi dalam setiap kegiatan, mengajukan
pertanyaan, menulis di dalam jurnal anda, dan memikirkan tentang informasi apa
yang anda inginkan.

3
Panduan Peserta: Orientasi Peserta

C2_Indonesia.indd 3 10/1/12 11:05 AM


 Berbicara dengan atasan atau supervisor anda (atau rekan kerja anda, jika anda
tidak memiliki atasan) setelah pelatihan. Sampaikan tentang apa yang telah anda
pelajari untuk memastikan bahwa anda memahami bagaimana informasi tersebut
berhubungan dengan pekerjaan anda.
 Diskusikan dengan atasan anda atau rekan kerja anda tentang cara bagaimana
anda mempraktekkan apa yang telah dipelajari, dan melanjutkan dengan
menindaklanjuti perkembangan anda.
 Belajarlah dengan senang hati. Selamat bersenang-senang!

4
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 4 10/1/12 11:05 AM


MODUL 1
INTRODUKSI PELATIHAN

Daftar Isi dan Jadwal. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7


Tujuan Pelatihan dan Sasaran Pembelajaran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
Lembar Power Point . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
Halaman Penjelasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
Rangkuman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26

C2_Indonesia.indd 5 10/1/12 11:05 AM


C2_Indonesia.indd 6 10/1/12 11:05 AM
Daftar Isi dan Jadwal
Aktivitas Waktu
Acara pembukaan 20 menit
Sambutan Pelatih, housekeeping, dan penentuan peraturan 10 menit
Latihan berpasangan: Pengenalan 60 menit
Presentasi: Materi pelatihan 15 menit
Rehat 15 menit
Presentasi: Kenapa diadakan pelatihan ini? 15 menit
Lathan kelompok besar: Harapan akan pelatihan 15 menit
Latihan kelompok kecil: Apakah terapi itu? 30 menit

Modul 1 Tujuan dan Objektif


Tujuan Pelatihan
 Menciptakan komunitas dan lingkungan pembelajaran yang positif;
 Memberi peserta latar belakang informasi mengapa pelatihan ini dilaksanakan;
 Memberi peserta sebuah Rangkuman dari keseluruhan tujuan pelatihan, sasaran,
dan pendekatan pembelajaran dari kurikulum; dan
 Memberi peserta sebuah penjelasan singkat mengenai konsep dari terapi untuk
Gangguan Penggunaan Zat (GPZ).

Sasaran Pembelajaran
Peserta yang menyelesaikan modul 1 mampu untuk:
 Menjelaskan tentang tujuan dari keseluruhan pelatihan dan setidaknya empat
sasaran dari 5 hari pelatihan;
 Menyatakan setidaknya satu tujuan personal; dan
 Menjelaskan dengan singkat tujuan keseluruhan dari terapi GPZ.

7
Panduan Peserta: Modul 1 - Introduksi Pelatihan

C2_Indonesia.indd 7 10/1/12 11:05 AM


MODUL 1
INTRODUKSI PELATIHAN

Modul 1 Objektif Pembelajaran

 Menjelaskan tujuan keseluruhan dan empat


objektif dari pelatihan 5 hari ini
 Menyatakan setidaknya satu tujuan personal
dalam pelatihan ini
 Mendeskripsikan secara singkat tujuan
umum dari terapi Gangguan Penggunaan Zat

1.2

8
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 8 10/1/12 11:05 AM


Latihan Berpasangan : Introduksi

 Siapakah nama Anda?


 Apa pekerjaan Anda ? Apa ruang lingkupnya?
 Ceritakan tentang pengalaman yang
menyenangkan ATAU salah satu fakta tentang
diri Anda yang menyenangkan (mungkin tentang
ketrampilan spesial, minat, hobi)?

1.3

9
Panduan Peserta: Modul 1 - Introduksi Pelatihan

C2_Indonesia.indd 9 10/1/12 11:05 AM


Materi Pelatihan

1.4

Masalah Global

149–272 juta orang menggunakan zat ilegal


setidaknya satu kali pada 2009

Sumber: UNODC. (2011). World Drug Report 2010. New York: United Nations.

1.5

10
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 10 10/1/12 11:05 AM


Gangguan Terkait Penggunaan Zat –
DSM-IV-TR

 Gangguan Terkait Penggunaan Zat


 Gangguan Penggunaan Zat (Substance Use
Disorders)
- Ketergantungan Zat
- Penyalahgunaan Zat
 Gangguan yang Dipicu oleh Penggunaan Zat
(Substance Induced Disorders)
 Intoksikasi zat
 Gejala putus zat
 Gangguan mental yang diakibatkan oleh zat

1.6

11
Panduan Peserta: Modul 1 - Introduksi Pelatihan

C2_Indonesia.indd 11 10/1/12 11:05 AM


Gangguan Penggunaan Zat

 Termasuk kategori Penggunaan Berbahaya


(Harmful Use) dan Sindroma Ketergantungan—
World Health Organization’s International
Classification of Diseases (ICD)-10

1.7

Gangguan Penggunaan Zat

 Termasuk kategori Penggunaan


Berbahaya dan Sindrom Ketergantungan
— World Health Organization’s
International Classification of Diseases
(ICD)-10.

1.8

12
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 12 10/1/12 11:05 AM


Masalah Global

 Sebanyak 15–39 juta orang menggunakan zat


ilegal pada tingkat bermasalah
 Pengguna zat bermasalah dikenali dari :
-Jumlah orang yang dilaporkan akan menjadi
ketergantungan zat
- Jumlah orang yang menggunakan zat
dengan suntikan
- Jumlah orang yang menggunakan zat dalam
jangka panjang : opioid, amfetamin, kokain

1.9
Sumber UNODC (2011) Word Drug Report 2011 New York. United Nations

13
Panduan Peserta: Modul 1 - Introduksi Pelatihan

C2_Indonesia.indd 13 10/1/12 11:05 AM


Masalah Global

 11–21 juta orang menyuntik zat selama tahun


2009
 Sekitar 18% dari jumlah itu mengidap HIV
positif
 Sekitar 50% yang menggunakan suntikan
terinfeksi virus hepatitis-C

Sumber: UNODC. (2011). World drug report 2010. New York: United Nations.
1.10

Masalah Global

 Konsekuensi global dari GPZ (Gangguan Penggunaan Zat)


di masa mendatang adalah:
- Meningkatnya angka hepatitis dan tuberkulosis
- Kehilangan produktiivitas
- Kecelakaan lalu lintas dan lainnya yang membuat trauma
fisik dan kematian
- Kematian karena overdosis
- Bunuh diri
- Tindak Kekerasan

Sumber: UNODC. (2010). World drug report 2010. New York: United Nations.
1.11

14
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 14 10/1/12 11:05 AM


Masalah Global

 “Terus terjadi jumlah yang cukup besar terhadap


kebutuhan yang tidak terpenuhi atas prevensi,
terapi, perawatan dan dukungan di negara-
negara berkembang“
- Yuri Fedotov, Direktur Eksekutif, UNODC

Sumber: UNODC. (2010). World drug report 2010. New York: United Nations.
1.12

15
Panduan Peserta: Modul 1 - Introduksi Pelatihan

C2_Indonesia.indd 15 10/1/12 11:05 AM


Masalah di Indonesia

 Diperkirakanpada tahun 2009 terdapat 3,6 juta


pengguna narkoba, dimana 900 ribu orang
diantaranya menjadi pecandu.
 Hingga Maret 2011, secara kumulatif jumlah
kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak 24.482
kasus, dimana penasun (pengguna napza suntik)
menyumbangkan angka penularan sebanyak
37.9%.

Sumber: Badan Narkotika Nasional (2010) & Kementerian Kesehatan RI (2011)


1.13

Tujuan Pelatihan Berseri ini

 Membangun kemampuan terapi


berstandar internasional :
 Melatih
 MenjadikanProfesional
 Menyebarluaskan

1.14

16
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 16 10/1/12 11:05 AM


Seri Kurikulum

 Kurikulum 1 : Fisiologi dan Farmakologi Adiksi


bagi para Profesional (3 hari)
 Pelatihan dasar, bukan “bagaimana’ atau
berbasis ketrampilan
 Ikhtisar fisiologi adiksi sebagi penyakit otak
dan farmakologi zat psikoaktif

1.15

17
Panduan Peserta: Modul 1 - Introduksi Pelatihan

C2_Indonesia.indd 17 10/1/12 11:05 AM


Serial Kurikulum

 Kurikulum 2 : “Terapi Gangguan Penggunaan Zat –


Perawatan Berkelanjutan untuk Para Profesional
bidang Adiksi” (Kurikulum ini, 5 hari)
- Pengetahuan Dasar, bukan kursus untuk
‘bagaimana cara’ atau berbasis ketrampilan.
- Ikhtisar tentang pemulihan dan manajemen
pemulihan, tahap perubahan perilaku, faktor
yang mempengaruhi luaran terapi, prinsip
terapi efektif, komponen terapi, praktik berbasis bukti,
termasuk konseling pasangan dan keluarga.
1.16

Serial Kurikulum

 Kurikulum 3 : “Komorbiditas Gangguan Jiwa


dan Gangguan Medik – Ikhtisar untuk para
profesional bidang Adiksi” (2 hari)
 Pengetahuan dasar, bukan berbasis ketrampilan.
 Ikhtisar tentang hubungan antar komorbiditas
gangguan dan kaitan terapinya, deskripsi tentang
gangguan yang sering menyertai gangguan jiwa
dan gangguan medik.

1.17

18
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 18 10/1/12 11:05 AM


Serial Kurikulum

 Kurikulum 4 : “Ketrampilan Konseling Dasar


untuk Para Profesional Bidang Adiksi” (5 hari)
 Pelatihan berbasis ketrampilan
 Ikhtisar dari hubungan yang membantu :
intensionalitas, atau fokus, dalam konseling;
ketrampilan konseling cross-cutting; wawancara
motivasional dasar; mengajarkan klien
keterampilan pemulihan; dan konseling kelompok
dan ketrampilan kelompok psikoedukasional

1.18

19
Panduan Peserta: Modul 1 - Introduksi Pelatihan

C2_Indonesia.indd 19 10/1/12 11:05 AM


Serial Kurikulum

 Kurikulum 5 : “Asesmen dan Wawancara,


Perencanaan Terapi dan Pendokumentasian,
bagi Para Profesional Bidang Adiksi”
 Pelatihanberbasis ketrampilan.
 Asesmen yang efektif dan terintegrasi,
perencanaan terapi dan pendokumentasian
sebagai perangkat dalam terapi.

1.19

Serial Kurikulum

 Kurikulum 6 : “Manajemen Kasus untuk Para


Profesional Bidang Adiksi” (2 hari)
 Pelatihan dasar dan ketrampilan.
 Ikhtisar manajemen kasus dalam terapi GPZ dan
praktik keterempilan dalam fungsi manajemen
kasus (perencanaan, jejaring, monitoring,
advokasi, konsultasi, dan kolaborasi).

1.20

20
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 20 10/1/12 11:06 AM


Serial Kurikulum

 Kurikulum 7 : “Intervensi Krisis untuk Para


Profesional Bidang Adiksi” (2 hari)
 Pelatihan dasar dan ketrampilan.
 Krisis merupakan bagian dari kehidupan,
pedoman manajemen krisis, manajemen
risiko bunuh diri dan menghindarkan diri dari
krisis personal ( perawatan diri konselor
sendiri).

1.21

21
Panduan Peserta: Modul 1 - Introduksi Pelatihan

C2_Indonesia.indd 21 10/1/12 11:06 AM


Serial Kurikulum

 Kurikulum 8 : “Etik untuk Para Profesional


Bidang Adiksi” (2 hari)
 Pelatihan dasar.
 Panduan profesional dan etika perilaku,
kerahasiaan, prinsip-prinsip etika dan kode etik
profesional, etika pengambilan keputusan,
supervisi dan praktik etika.

1.22

Serial Kurikulum

 Kurikulum9 : “Bekerja dengan keluarga dalam


Gangguan Penggunaan Zat” (3 hari)
 Pelatihan dasar dan ketrampilan.
 Dampak GPZ dalam sistem keluarga; keuntungan
menyertakan keluarga dalam terapi, melibatkan
anggota keluarga dan menyiapkan layanan keluarga
(psikoedukasi, sesi bersama keluarga, konseling
kelompok multi-keluarga); perbedaan antara
konseling keluarga dan terapi keluarga; dan
pentingnya melakukan rujukan.

1.23

22
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 22 10/1/12 11:06 AM


Kurikulum 2 Tujuan Pelatihan

 Memberikan peserta pandangan komprehensif


tentang proses alami perubahan
 Memberikan peserta pemahaman proses dan
elemen dari terapi Gangguan Penggunaan Zat

1.24

23
Panduan Peserta: Modul 1 - Introduksi Pelatihan

C2_Indonesia.indd 23 10/1/12 11:06 AM


Kurikulum 2 Objektif Pelatihan

 Mendefinisikan dan mendeskripsikan “pemulihan “


 Mendefinisikan dan mendeskripsikan elemen
“manajemen pemulihan”
 Menyebut enam tahap perubahan perilaku dan
deskripsikan setidaknya satu karakteristik klien dalam
setiap tahap nya
 Menyebut setidaknya delapan prinsip terapi dari U.S.
National Institute on Drug Abuse (NIDA)
 Menyebut setidaknya lima faktor yang membuat
keberhasilan terapi
1.25

Kurikulum 2 Objektif Pelatihan

 Menjelaskan dan memberikan contoh “kapital


pemulihan”
 Menjelaskan komponen-komponen dari terapi
 Menjelaskan dan memberikan contoh-contoh
dari rawatan berkelanjutan
 Menjelaskan secara singkat lima intervensi
terapi berbasis-bukti

1.26

24
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 24 10/1/12 11:06 AM


Latihan : Harapan Pelatihan

 Tuliskan dua harapan Anda akan


pelatihan dalam kartu indeks yang
disediakan

1.27

25
Panduan Peserta: Modul 1 - Introduksi Pelatihan

C2_Indonesia.indd 25 10/1/12 11:06 AM


Latihan dalam Kelompok Kecil :
Apakah Pemulihan

 Bentuk kelompok kecil


 Siapkan presentasi cepat yang mendefinisikan
pemulihan
 Beri contoh nyata
 Kreatiflah!

1.28

26
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 26 10/1/12 11:06 AM


Halaman Penjelasan 1.1: The Colombo Plan Asian Centre
for Certification and Education of Addiction Professionals
Training Series

Kurikulum 1: Fisiologi dan Farmakologi untuk


Profesional Adiksi

Kurikulum 2: Terapi untuk Gangguan Penggunaan


Zat—Rawatan Berkelanjutan dari
Profesional Adiksi (kurikulum ini)

Kurikulum 3: Gangguan Mental dan Medis yang


Sering Menyertai pada Gangguan
Penggunaan Zat—Ikhtisar untuk
Profesional Adiksi

Kurikulum 4: Keterampilan Konseling Dasar untuk


Profesional Adiksi

Kurikulum 5: Asesmen dan Penerimaan, Perencanaan


Terapi, dan Pendokumentasian untuk
Profesional Adiksi

Kurikulum 6: Manajemen Kasus untuk Profesional


Adiksi

Kurikulum 7: Intervensi Krisis untuk Profesional Adiksi

Kurikulum 8: Etika untuk Profesional Adiksi

Kurikulum 9: Bekerja dengan Keluarga dalam


Rawatan bagi Gangguan Penggunaan
Zat

27
Panduan Peserta: Modul 1 - Introduksi Pelatihan

C2_Indonesia.indd 27 10/1/12 11:06 AM


Modul 1—Introduksi Pelatihan, Rangkuman
Masalah Global
 Penggunaan zat psikoaktif berlanjut menjadi masalah global. Sebuah survei yang
dilakukan oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) menemukan
bahwa pada tahun 2008, sekitar 155 hingga 250 juta orang berusia antara 15 dan
64 tahun, telah menggunakan zat ilegal setidaknya 1 kali.1
 Zat ilegal yang dimaksud di dalam survei tersebut, termasuk opioida, kanabis,
kokain, stimulan tipe amfetamin lainnya, halusinogen, dan ekstasi, diantara lainnya.
 Beberapa orang dalam jumlah signifikan yang menggunakan zat psikoaktif,
mengalami gangguan penggunaan zat (dikenal dengan istilah GPZ).
 Gangguan Penggunaan Zat, disingkat menjadi GPZ, adalah pengertian umum untuk
menjelaskan rentang masalah terkait dengan penggunaan zat (termasuk obat-
obatan terlarang dan penyalahgunaan obat yang diresepkan), dari penyalahguna
zat hingga ketergantungan zat dan adiksi.
 GPZ juga merupakan sub-kategori dari gangguan terkait zat yang dijelaskan di
dalam dalam “American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (or DSM-IV-TR)”.2
 GPZ mencakup penyalahgunaan dan ketergantungan zat.
 Kategori luas dari gangguan terkait zat juga mencakup sub-kategori dari gangguan
induksi zat, yang termasuk:
• Intoksikasi zat;

• Putus zat; dan

• Gangguan mental Induksi zat

 GPZ disebut “Penggunaan Berbahaya” dan “Sindroma Ketergantungan” dalam


“World Health Organization’s (WHO’s) International Statistical Classification of
Diseases (ICD).3
 Survei PBB tersebut juga menemukan bahwa:
• Sekitar 11 hingga 21 juta orang menyuntikkan narkoba pada tahun 2009.4

• Sekitar 18% dari mereka yang menyuntik tersebut terinfeksi HIV positif.

• Sekitar separuh dari yang menyuntik tersebut, terinfeksi virus Hepatitis-C.

 Survey PBB (UN) menemukan 15 sampai 39 juta penduduk berusia 15 hingga 64


tahun sebagai pengguna narkoba bermasalah.
 Survey mendefinisikan pengguna narkoba bermasalah atas dasar:

1 UNODC. (2010). World drug report 2010. New York: United Nations.

2 American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (4th ed., text
revision). Washington, DC: Author.

3 WHO. (2007). International statistical classification of diseases and related health problems, 10th revision. Geneva: Author.

4 UNODC. (2011). World drug report 2011. New York: United Nations.

28
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 28 10/1/12 11:06 AM


• Jumlah orang yang dilaporkan sebagai orang dengan ketergantungan terhadap
narkoba;
• Jumlah orang yang menggunakan narkoba dengan cara menyuntik; dan jumlah
orang yang dilaporkan sebagai pengguna opiat jangka panjang, amfetamin, atau
kokain.
 Konsekuensi global dari GPZ telah berkembang dan susah dikendalikan, seperti
diantaranya:
• Tingginya angka hepatitis dan tuberkolosis;
• Kehilangan produktivitas;
• Cidera hingga kematian akibat dari kecelakaan dalam berkendara dan kecelakaan
lainnya;
• Overdosis, yang berakibat kematian;
• Bunuh diri; dan
• Tindak kekerasan
 Jumlah tersebut merupakan signifikan. Direktur Ekesekutif UNODC mengatakan
bahwa “ada kondisi keberlanjutan dari kebutuhan tidak terpenuhi yang sangat besar
dalam hal pencegahan, terapi, rawatan dan dukungan bagi masalah NAPZA, terutama
di negara berkembang”.
 Ada beberapa alasan mengenai hal tersebut, tapi alasan utamanya adalah kurangnya
kapasitas dari program terapi yang memadai.

Serial Pelatihan
 Kurikulum ini menjadi bagian dari rangkaian pelatihan yang dilakukan melalui
pendanaan dari The U.S Department of State kepada The Colombo Plan for the Asia
Center for Certification and Education of Addiction Professionals.
 Tujuan keseluruhan dari rangkaian pelatihan adalah untuk mengurangi masalah
kesehatan, sosial dan ekonomi yang terkait GPZ dengan membangun kapasitas terapi
internasional melalui pelatihan, membangun keprofesionalan-, dan memperbanyak
tenaga kerja terapi global.
 Pelatihan ini mempersiapkan para konselor-konselor untuk mendapatkan sertifikat
professional dalam tahap awal (entry level) dengan menyediakan informasi yang
penting diketahui dan pelatihan keterampilan khusus.
 Kurikulum dari serial ini meliputi:
Kurikulum 1: “Fisiologi dan Farmakologi Adiksi untuk Profesional Adiksi” , merupakan
pelatihan yang memberikan ikhtisar komprehensif mengenai adiksi, pemahaman
mengenai fisiologi adiksi sebagai sebuah penyakit otak, dan farmakologi zat psikoaktif.
Kurikulum 2: “Terapi untuk Gangguan Penggunaan Zat—Rawatan Berkelanjutan dari
Profesional Adiksi”; merupakan pelatihan dasar selama 5 hari yang memberikan dasar
atau landasan untuk mempelajari konseling GPZ. Kurikulum ini tidak mengajarkan latihan
keterampilan, namun lebih pada konteks kurikulum berbasis keterampilan pada kurikulum
lain di dalam serial pelatihan ini. Kurikulum 2 menjelaskan tentang ikhtisar pemulihan,
manajemen pemulihan, tahap perubahan, prinsip-prinsip efektif dari terapi, komponen-
komponen dari terapi, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil terapi dan praktek-praktek
berbasis bukti, termasuk didalamnya konseling keluarga dan pasangan.
29
Panduan Peserta: Modul 1 - Introduksi Pelatihan

C2_Indonesia.indd 29 10/1/12 11:06 AM


Kurikulum 3: “Gangguan Mental dan Medis yang Sering Menyertai pada Gangguan
Penggunaan Zat—Ikhtisar untuk Profesional Adiksi”; merupakan pelatihan selama 2 hari
yang juga memberikan dasar dan ikhtisar bagi hubungan dari gangguan mental yang
menyertai dari satu ke yang lainnya dan berkaitan dengan isu terapi, seperti halnya
sebuah garis besar penjelasan singkat dari gangguan medis dan mental yang menyertai
pada umumnya.
Kurikulum 4: “Keterampilan Konseling Dasar untuk Profesional Adiksi”; merupakan
pelatihan berbasis keterampilan selama 5 hari. Kurikulum ini memberikan ikhtisar
tentang hubungan yang membantu dan intensional, atau fokus, di dalam konseling.
Juga memberikan kesempatan untuk mempelajari dan melatih teknik-teknik konseling
cross-cutting. Dengan menggunakan cross-cutting, ini dimaksudkan bahwa ketrampilan
tersebut merupakan esensi dari setiap tahapan dalam terapi dan dalam semua jenis situasi
konseling, termasuk ketika bekerja dengan keluarga. Kurikulum ini juga mengajarkan
tentang dasar keterampilan wawancara motivasional dan latihan mengajarkan klien
tentang keterampilan pemulihan, yang merupakan sebuah aspek penting dari terapi.
Keterampilan konseling kelompok dasar (bagi klien dan anggota keluarga) dan kelompok
psikoedukasi juga tercakup di dalam kurikulum ini.
Kurikulum 5: “Asesmen dan Penerimaan, Perencanaan Terapi, dan Pendokumentasian
untuk Profesional Adiksi”; merupakan pelatihan dasar selama 4 hari yang mengajarkan
tentang efektifitas integrasi antara asesmen dengan rencana rawatan, juga memaparkan
tentang pendokumentasian sebagai bagian bari alat rawatan.
Kurikulum 6: “Manajemen Kasus untuk Profesional Adiksi”; merupakan pelatihan dasar
dan berbasis keterampilan selama 2 hari yang memberikan ikhtisar dari manajemen kasus
bagi rawatan GPZ, dan juga memberikan keterampilan praktek dalam fungsi manajemen
kasus, seperti perencanaan, jejaring, monitoring, advokasi, konsultasi, dan berkolaborasi.
Kurikulum 7: “Intervensi Krisis untuk Profesional Adiksi”; merupakan pelatihan 2 hari yang
mengetengahkan konsep bahwa krisis sebagai bagian dalam kehidupan, dan menyediakan
panduan untuk mempraktekkan manajemen krisis, termasuk mengelola resiko bunuh diri.
Pelatihan ini juga mengetengahkan cara-cara konselor dalam menghindari krisis situasi
personal dengan mengembangkan latihan-latihan dan informasi-informasi tentang
perawatan diri bagi konselor.
Kurikulum 8: “Etika untuk Profesional Adiksi”; merupakan pelatihan 4 hari yang
mengetengahkan panduan professional dan etika perilaku, kerahasiaan, prinsip-prinsip
etika dan kode etik professional, serta etika dalam membuat keputusan. Kurikulum ini
juga memaparkan mengenai pentingnya supervisi sebagai bagian dari penegakkan etika
di dalam praktek.
Kurikulum 9: “Bekerja dengan Keluarga dalam Rawatan bagi Gangguan Penggunaan
Zat”; adalah 3-hari kursus yang menyediakan tentang ikhtisar dari dampak yang
ditimbulkan GPZ bagi system di dalam keluarga, dan juga manfaat dari penglibatan
anggota keluarga di dalam rawatan. Kurikulum ini memaparkan tentang cara-cara dalam
melibatkan anggota keluarga di dalam suatu rawatan dan menyediakan informasi serta
praktek dalam penyelenggaraan rangkaian layanan bagi keluarga, seperti psiko-edukasi,
sesi bersama keluarga, dan konseling kelompok dari berbagai keluarga. Kursus ini pun
mengetengahkan tentang perbedaan antara konseling keluarga dengan terapi untuk
keluarga, dan bagaimana membuat rujukan yang sebaiknya untuk menambah layanan
secara intensif apabila diperlukan.

30
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 30 10/1/12 11:06 AM


MODUL 2
INTRODUKSI MOTIVASI DAN TAHAPAN PERUBAHAN

Daftar Isi dan Jadwal. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33


Tujuan Pelatihan dan Objektif Pembelajaran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33
Lembar Power Point . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34
Halaman Penjelasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 49
Ringkasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53

C2_Indonesia.indd 31 10/1/12 11:06 AM


C2_Indonesia.indd 32 10/1/12 11:06 AM
Daftar Isi dan Jadwal
Aktivitas Waktu
Introduksi Modul 2 5 menit
Presentasi: Sebuah definisi konsensus dari pemulihan 20 menit
Latihan kelompok kecil: Panduan prinsip-prinsip pemulihan 35 menit
ISHOMA 60 menit
Latihan kelompok kecil: Panduan prinsip-prinsip pemulihan 60 menit
Presentasi: Introduksi manajemen pemulihan 20 menit
Rehat 15 menit

Modul 2 Tujuan dan Objektif


Tujuan pelatihan
 Memberikan ikhtisar mengenai konsep pemulihan, tujuan menyeluruh dari terapi
Gangguan Penggunaan Zat (GPZ); dan
 Memberikan introduksi mengenai manajemen pemulihan.

Objektif pembelajaran
Peserta yang menyelesaikan Modul 2 mampu untuk:

 Mendefinisikan pemulihan;
 Mendefinisikan abstinensia dalam konteks pemulihan;
 Menyebutkan dan menjelaskan secara singkat setidaknya enam prinsip-prinsip
panduan pemulihan;
 Mendefinisikan manajemen pemulihan; dan
 Mendefinisikan rawatan berorientasi sistem pemulihan.

33
Panduan Peserta: Modul 2 - Introduksi Motivasi Dan Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 33 10/1/12 11:06 AM


MODUL 2
PEMULIHAN DAN MANAJEMEN PEMULIHAN

Modul 2 Objektif Pembelajaran

 Menjelaskan tentang pemulihan


 Menjelaskan abstinensia dalam konteks
pemulihan
 Menyebutkan dan menjelaskan secara singkat
setidaknya enam prinsip panduan pemulihan
 Menjelaskan manajemen pemulihan
 Menjelaskan sistem perawatan berorientasi-
pemulihan

2.2

34
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 34 10/1/12 11:06 AM


Pemulihan :
Sebuah Definisi yang Disepakati

“Pemulihan dari masalah alkohol dan zat


merupakan proses perubahan yang dilalui
individu untuk mencapai abstinen,
meningkatkan kesehatan, kesejahteraan dan
kualitas hidup.”

Sumber: U.S.Center for Substance Abuse Treatment (2007). National Summit on Recovery :Conference Report. HHS Publication No.(SMA) 07-4276. 2.3
Rockville, MD: Substance Abuse and Mental Health Serviices Administration.Retrieved July 12, 2011, from http://www.pfr.samhsa.gov/docs/Summit.Rpf.1.pdf

35
Panduan Peserta: Modul 2 - Introduksi Motivasi Dan Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 35 10/1/12 11:06 AM


Pemulihan

 Sebuah proses perubahan


 Fungsi tumbuh dan perbaikan
berkesinambungan
 Manajemen pemulihan berlangsung
seumur hidup

2.4

Abstinensia dalam Konteks Pemulihan

 Tidak menggunakan alkohol maupun zat / obat


non- resep lainnya
 Tidak menyalahgunakan setiap obat-obatan
psikoaktif yang diresepkan

2.5

36
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 36 10/1/12 11:06 AM


Abstinen dalam Konteks Pemulihan

 Menggunakan istilah tidak diresepkan


memungkinkan penggunaan obat psikoaktif
sebagai medikasi mengobati Gangguan
Penggunaan Zat, gangguan mental, atau kondisi
medik (seperti nyeri hebat) ketika diperlukan

2.6

37
Panduan Peserta: Modul 2 - Introduksi Motivasi Dan Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 37 10/1/12 11:06 AM


Bagaimana dengan Nikotin dan Kafein?

2.7

Kesejahteraan

2.8
Sumber gambar: http://definitionofwellness.com/

38
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 38 10/1/12 11:06 AM


Kesejahteraan

 Fisik
 Emosi
 Sosial
 Intelektual
 Spiritual
 Lingkungan
 Okupasional

2.9

39
Panduan Peserta: Modul 2 - Introduksi Motivasi Dan Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 39 10/1/12 11:06 AM


Definisi 2011 tentang Pemulihan dari
Gangguan Mental dan Penggunaan Zat

“Pemulihan merupakan proses perubahan


didalam mana individu memperbaiki
kesehatan dan kesejahteraannya dan
memberi makna dalam hidup di masyarakat
yang dipilihnya, seraya berjuang mencapai
potensi penuhnya”.

Sumber : U.S. Substances Abuse and Mental Health Services Administration Blog.(2011, May 20). Retrieved July 12,2011, 2.10
from http://blog.samhsa.gov/2011/05/20/recovery-defined-a-unified-working-definition-and-set-of-principles/

Latihan dalam Kelompok Kecil:


Mengawal Prinsip Pemulihan

 Tugas :
 Kelompok 1 : Prinsip 1,2, dan 3
 Kelompok 2 : Prinsip 4,5, dan 6
 Kelompok 3 : Prinsip 7,8, dan 9
 Kelompok 4 : Prinsip 10,11, dan 12
 Siapkan presentasi setiap prinsip yang
ditugaskan
 Gunakan kreativitas Anda! Gunakan gambar,
cerita, contoh nyata, dll agar lebih menarik
2.11

40
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 40 10/1/12 11:06 AM


ISHOMA
60 Menit

2.12

41
Panduan Peserta: Modul 2 - Introduksi Motivasi Dan Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 41 10/1/12 11:06 AM


Latihan dalam Kelompok Kecil:
Mengawal Prinsip Pemulihan

 Tugas :
 Kelompok 1 : Prinsip 1,2, dan 3
 Kelompok 2 : Prinsip 4,5, dan 6
 Kelompok 3 : Prinsip 7,8, dan 9
 Kelompok 4 : Prinsip 10,11, dan 12
 Siapkan presentasi setiap prinsip yang
ditugaskan
 Gunakan kreativitas Anda! Gunakan gambar,
cerita, contoh nyata, dll agar lebih menarik
2.13

Manajemen Pemulihan

 Menggeser fokus menjauhi episode terapi yang


terpisah-pisah, atau layanan akut, menuju ke
terapi jangka panjang, sudut pandang klien yang
terarah pada pemulihan

2.14

42
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 42 10/1/12 11:06 AM


Elemen Pemulihan

 Pemberdayaan klien
 Asesmen
 Pengembangan sumber daya pemulihan
 Pelatihan dan edukasi pemulihan
 Monitoring dan dukungan secara berkelanjutan
 Advokasi pemulihan
 Terapi berbasis-bukti dan layanan dukungan

2.15

43
Panduan Peserta: Modul 2 - Introduksi Motivasi Dan Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 43 10/1/12 11:06 AM


Pemberdayaan Klien

 Memastikan mereka yang berada dalam


pemulihan berpartisipasi penuh dalam:
 Rencana terapi dan pemulihan mereka
 Perencanaan, rancangan, dan evaluasi dari
program terapi

2.16

Asesmen

 Mengidentifikasi masalah dan KEKUATAN


individu beserta keluarganya

2.17

44
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 44 10/1/12 11:06 AM


Pengembangan Sumber Daya Pemulihan

 Menghubungkan antara personal, profesional,


dan sumber daya masyarakat setempat ke
dalam tim manajemen pemulihan
 Memandu individu dan keluarganya ke dalam
hubungan dengan masyarakat/komunitas yang
lebih besar yang saling berbagi pengalaman
(komunitas pemulihan)

Sistem berorientasi-pemulihan dari rawatan


2.18

45
Panduan Peserta: Modul 2 - Introduksi Motivasi Dan Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 45 10/1/12 11:06 AM


Pendidikan dan Pelatihan Pemulihan

 Tingkatkan pengetahuan dan ketrampilan


berbasis pemulihan pada individu dalam
pemulihan, keluarganya, pemberi layanan, dan
komunitas lebih luas

2.19

Monitoring dan Dukungan Berkelanjutan

 Pemeriksaan oleh para profesional


 Mentoring dari rekan sebaya / melatih
pemulihan

2.20

46
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 46 10/1/12 11:06 AM


Advokasi Pemulihan

 Melakukan advokasi kebijakan sosial dan


institusional untuk menanggulangi stigma dan
diskriminasi
 Melakukan advokasi sistem yang
mempromosikan pemulihan jangka-panjang

2.21

47
Panduan Peserta: Modul 2 - Introduksi Motivasi Dan Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 47 10/1/12 11:06 AM


Terapi Berbasis Bukti dan
Dukungan Layanan

 Mengganti terapi dan layanan dukungan


pemulihan yang kurang efektif, dengan layanan
yang terbukti lebih efektif secara ilmiah
 Pengembangan layanan yang menghilangkan
hambatan menuju pemulihan dan
meningkatkan kapital pemulihan individu

2.22

48
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 48 10/1/12 11:06 AM


Halaman Penjelasan 2.1 : Prinsip-Prinsip Panduan
Pemulihan1

Ada banyak jalan menuju pemulihan. Setiap individu adalah unik dengan berbagai
macam kebutuhan spesifik, kekuatan, tujuan, kesehatan sikap, perilaku, dan harapan
untuk pemulihan. Jalan menuju pemulihan sangat lah pribadi dan umumnya
melibatkan pencarian kembali akan identitas dalam menghadapi krisis atau proses dari
perkembangan perubahan. Lebih dari itu, jalan atau cara yang dilalui sering bersifat
sosial, didasarkan pada keyakinan budaya atau tradisi. Jalan menuju pemulihan
melibatkan sumber daya-sumber daya masyarakat informal, yang menyediakan
dukungan untuk abstinensia. Jalan yang dilalui dapat mencakup satu atau lebih
episode terapi psikososial dan / atau farmakologis. Untuk beberapa kasus, pemulihan
tidak melibatkan terapi atau keterlibatan dengan kelompok-kelompok bantu diri.
Pemulihan adalah proses perubahan yang memungkinkan individu untuk membuat
pilihan yang sehat dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Pemulihan mengenai pengarahan-diri dan pemberdayaan. Jalan menuju pemulihan
dapat melibatkan satu atau lebih periode ketika diarahkan atau dipandu menuju ke
sebuah tingkatan substansial oleh pihak lain. Namun, pemulihan secara fundamental
adalah proses mengarahkan diri. Orang dalam pemulihan merupakan agen pemulihan
dan memiliki kewenangan untuk melaksanakan pilihan dan membuat keputusan
berdasarkan tujuan pemulihannya. Proses pemulihan mengarahkan seseorang
terhadap tingkat otonomi tertinggi yang mereka mampu. Otonomi berarti kapasitas
seorang individu untuk menjadi mandiri dan untuk membuat informasi, keputusan
yang tidak dipaksa. Melalui pemberdayaan diri, individu menjadi optimis tentang
tujuan hidup.
Pemulihan melibatkan pengakuan pribadi tentang perlunya perubahan dan
transformasi. Individu harus menerima bahwa masalah itu ada (terjadi) dan bersedia
mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya; hal ini biasanya melibatkan langkah-
langkah dalam mencari bantuan untuk menanggulangi gangguan penggunaan zat.
Proses perubahan dapat melibatkan aspek fisik, emosional, intelektual, dan spiritual
dari kehidupan seseorang.
Pemulihan adalah holistik. Pemulihan adalah proses dimana seseorang secara
bertahap dapat mencapai keseimbangan yang lebih besar dari pikiran, tubuh, dan
semangat (jiwa) dalam kaitannya dengan aspek-aspek lain dari kehidupan seseorang,
termasuk keluarga, pekerjaan, dan masyarakat.
Pemulihan memiliki dimensi-dimensi budaya. Proses pemulihan Setiap orang
adalah unik dan dipengaruhi oleh keyakinan budaya dan tradisi. Pengalaman budaya
seseorang sering membentuk jalan pemulihan yang tepat baginya.
Pemulihan merupakan sebuah proses berkelanjutan untuk meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan. Pemulihan bukan sebuah proses yang linear. Hal ini
didasarkan pada pertumbuhan yang berkelanjutan dan peningkatan fungsi. Ini mungkin
melibatkan kekambuhan (relapse) dan kemunduran lainnya, yang merupakan bagian
alami dari kontinum (proses berkelanjutan) yang tidak terelakkan. Kesejahteraan
adalah hasil dari meningkatnya perawatan dan keseimbangan pikiran, tubuh, dan jiwa.
Ini adalah hasil dari proses pemulihan.
1 U.S. Center for Substance Abuse Treatment. (2007). National Summit on Recovery: Conference report. HHS Publication No. (SMA) 07-4276.
Rockville, MD: Substance Abuse and Mental Health Services Administration. Retrieved July 12, 2011, from http://www.pfr.samhsa.gov/docs/
Summit_Rpt_1.pdf

49
Panduan Peserta: Modul 2 - Introduksi Motivasi Dan Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 49 10/1/12 11:06 AM


Pemulihan muncul dari harapan dan rasa syukur. Individu yang sedang mencari
atau menjalani pemulihan sering mendapatkan harapan dari mereka yang berbagi
pengalaman serupa dalam pemulihan. Mereka melihat bahwa orang mampu
mengatasi hambatan yang menghadang mereka, dan mereka memupuk rasa syukur
atas kesempatan bahwa setiap hari menawarkan pemulihan.
Pemulihan melibatkan proses penyembuhan dan pencarian jati diri. Pemulihan
adalah proses penyembuhan holistik, di mana seseorang dapat mengembangkan rasa
identitas yang bermakna dan positif. Holistik berarti berhubungan atau bersangkutan
dengan keseluruhan, daripada dengan bagian-bagian individu. Dalam konteks ini, itu
berarti kesembuhan fisik, mental, dan spiritual.
Pemulihan melibatkan penanganan diskriminasi dan mengatasi rasa malu dan
stigma. Pemulihan adalah suatu proses dimana seseorang berusaha untuk menghadapi
dan mengatasi stigma.
Pemulihan didukung oleh rekan-rekan dan mitra sejawat. Sebuah denominator
(alat pengukur) umum dalam proses pemulihan adalah kehadiran dan keterlibatan
orang-orang yang berkontribusi dalam memberikan harapan dan dukungan, serta
menyarankan strategi dan sumber daya untuk perubahan. Teman sebaya, serta
anggota keluarga dan mitra sejawat lain, membentuk jaringan dukungan vital bagi
orang-orang dalam pemulihan. Memberikan pelayanan kepada orang lain dan
mengalami pengalaman saling membantu menciptakan sebuah komunitas dukungan
di antara mereka dalam pemulihan.
Pemulihan melibatkan pelibatan dan pembangunan kembali kehidupan di
masyarakat. Pemulihan melibatkan proses membangun apa yang seseorang tidak
pernah alami atau membangun kembali sesuatu yang hilang karena suatu kondisi dan
konsekuensi tertentu. Pemulihan melibatkan proses menciptakan kehidupan dalam
batasan yang diakibatkan oleh suatu kondisi tersebut. Pemulihan adalah membangun
atau membangun kembali keluarga, lingkungan sosial, dan hubungan pribadi yang
sehat. Mereka yang sedang dalam pemulihan sering mencapai peningkatan dalam
kualitas hidup mereka, seperti mendapatkan pendidikan, pekerjaan, dan perumahan.
Mereka juga semakin terlibat dalam peran konstruktif dalam masyarakat melalui
membantu orang lain, tindakan yang produktif, dan kontribusi lainnya.
Pemulihan adalah realitas. Hal ini dapat, akan, dan memang terjadi.

50
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 50 10/1/12 11:06 AM


Halaman Penjelasan 2.2 : Sebelas Prinsip dalam
Manajemen Pemulihan Kesehatan Perilaku1

Fokus pada pemulihan. Model Manajemen Pemulihan Kesehatan Perilaku (dalam


istilah asing disebut model BHRM) menekankan proses pemulihan atas proses penyakit,
dengan bekerja melalui pemulihan penuh ataupun parsial, dan dengan menekankan
kekuatan klien dan resiliensi (ketahanan), dibandingkan kekurangan klien. Pemulihan
memperkenalkan kembali gagasan bahwa setiap individu dan semua tujuan hidup,
memungkinkan bagi orang dengan gangguan kesehatan perilaku berat.
Penerapan teknologi. Kemajuan pesat dalam teknologi harus diterapkan dalam
pemulihan dari penyakit mental serius dan kecanduan. Teknologi yang digunakan
di bidang lain dapat diadopsi atau diadaptasi untuk menangani masalah kesehatan
perilaku.
Pemberdayaan klien. Klien, ketimbang profesional, merupakan pusat dari model
BHRM. Tujuannya adalah asumsi tanggung jawab oleh setiap klien untuk pengelolaan
jangka panjang proses pemulihan, serta pencapaian kehidupan determinasi-diri dan
kepuasan-diri.
Integrasi layanan. Berdasarkan pengakuan bahwa gangguan yang parah meningkatkan
kerentanan untuk gangguan dan masalah lainnya, model BHRM berusaha untuk
mengkoordinat layanan kategoris terpisah, menjadi respon terpadu yang berfokus
pada orang, bukan pada wilayah masalah yang dimiliki orang tersebut.
Melawan stigma. Model BHRM berusaha untuk “menormalkan” atau menghormati
pengalaman seseorang dengan gangguan kesehatan perilaku, dan untuk selanjutnya
menyediakan layanan dukungan yang berkelanjutan. Masyarakat mulai mendukung
citra positif dari kesehatan perilaku yang melemahkan prasangka dan diskriminasi
yang sering menyertai pemberian layanan.
Pembentukan kemitraan pemulihan. Dalam model BHRM, peran profesional
tradisional dari “ahli” dan “penyedia perawatan”, secara cepat bergeser ke
manajemen pemulihan kemitraan dengan klien. Dalam kemitraan ini, profesional
berfungsi terutama sebagai “konsultan pemulihan.”
Penggunaan praktek berbasis bukti. Model BHRM menekankan aplikasi intervensi
berbasis bukti pada semua tahap stabilisasi penyakit dan proses pemulihan, namun
bukti utama adalah kesesuaian antara intervensi dan klien pada titik tertentu dalam
saat itu, sebagaimana dinilai oleh pengalaman dan respon klien.
Ekologi pemulihan di masyarakat. Keluarga (sebagaimana didefinisikan oleh klien)
dan masyarakat merupakan penampung dukungan untuk pemulihan jangka panjang
dari gangguan kesehatan perilaku. Model BHRM berupaya untuk meningkatkan
ketersediaan dan kapasitas dukungan dari keluarga, jaringan sosial yang intim, dan
lembaga adat (misalnya, kelompok saling-bantu, organisasi berbasis agama) kepada
orang-orang pulih dari gangguan kesehatan perilaku. Model BHRM juga meluas
pada tempat kedudukan penyediaan layanan dari lingkungan profesional kepada
lingkungan alami dari klien.

1 International Network of Drug Dependence Treatment and Rehabilitation Resource Centres. (2008). Drug
dependence treatment: Sustained recovery management. Vienna: UNODC.

51
Panduan Peserta: Modul 2 - Introduksi Motivasi Dan Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 51 10/1/12 11:06 AM


Penggunaan algoritma klinis.1 Sebagai pengetahuan dan aplikasi berbasis bukti
praktek sebelumnya, tantangannya adalah untuk menjadi tahu pendekatan terapi apa
yang digunakan dengan individu-individu tertentu saat mereka mengalami kemajuan
melalui tahapan perubahan dan terapi. Algoritma medikasi telah dikembangkan
untuk menentukan resep lini pertama yang dipilih untuk diagnosa tertentu, dosis, dan
kerangka waktu untuk mengevaluasi efek. Praktek serupa yang mendukung algoritma
dibutuhkan untuk para klinisi dalam melakukan terapi psikososial.
Pemberian dukungan dan monitoring. Model BHRM menekankan perlunya
pemantauan (monitoring) terus menerus, umpan balik, dan dorongan; keterkaitan
untuk dukungan adat; dan, bila perlu, penjalinan hubungan kembali dan intervensi
awal kembali. Model pemantauan berkelanjutan dan pemulihan layanan dukungan
ini kontras dengan model yang menyediakan episode berulang yang ditandai dengan
“penilaian, pengakuan, perawatan dan pengeluaran (discharge),” seperti dalam
pengobatan gangguan penggunaan zat tradisional. Hal ini juga kontras dengan
program kesehatan mental yang berfokus pada stabilisasi dan pemeliharaan pada
gejala penekanan, ketimbang pemulihan dan pertumbuhan pribadi.
Evaluasi terus menerus. Layanan dan dukungan intervensi harus disesuaikan dengan
kebutuhan unik dan tahap-spesifik setiap klien, karena ia berkembang melalui tahap-
tahap pemulihan. Dalam model BHRM, baik asesmen maupun evaluasi menjadi
kegiatan yang berkelanjutan daripada sekedar kegiatan yang menandai awal dan
kesimpulan dari episode layanan.

1 Istilah “algoritma” diambil dari bidang matematikan. Pada dasarnya mengandung arti sebuah prosedur langkah demi langkah untuk
menyelesaikan masalah dalam jumlah langkah yang terbatas.

52
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 52 10/1/12 11:06 AM


Modul 2: Pemulihan dan Manajemen Pemulihan,
Rangkuman
Definisi dari Pemulihan
 Kurikulum ini menggunakan definisi konsensus pemulihan dari GPZ yang
dikembangkan oleh sebuah panel yang diselenggarakan oleh U.S. Substance
Abuse and Mental Health Services Administration’s (SAMHSA’s) Center for
Substance Abuse Treatment. Definisi ini digunakan untuk dua alasan:
• Ini adalah salah satu dari sedikit upaya untuk mendapatkan sebuah kesepakatan
konsensus tentang apa itu pemulihan; dan
• Hal tersebut disertai dengan daftar dari prinsip-prinsip pemulihan (lihat
Halaman penjelasan 2.1).
 Prinsip-prinsip ini memberikan pandangan yang lebih menyeluruh pada proses
pemulihan dan beberapa pelajaran yang telah dipelajari dari waktu ke waktu.
 Salah satu masalah di bidang terapi GPZ adalah kurangnya definisi konsensus
pemulihan. U.S. SAMHSA’s Center for Substance Abuse Treatment berusaha untuk
meluruskan hal ini dengan mengadakan KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Nasional
tentang Pemulihan pada bulan September 2005. Peserta KTT adalah pemimpin
dalam bidang terapi dan pemulihan. Kelompok ini mengembangkan definisi
konsensus dari pemulihan:
Pemulihan dari masalah alkohol dan narkoba adalah proses perubahan melalui
seorang individu dalam mencapai abstinensia dan meningkatkan kesehatan,
kesejahteraan, dan kualitas hidup.1
 Pertama, pemulihan didefinisikan sebagai suatu proses pertumbuhan dan
peningkatan fungsi yang berkelanjutan. Ini bukan satu-satunya tujuan yang ingin
dicapai. Tapi lebih merupakan sebuah proses manajemen pemulihan seumur
hidup seseorang.
 Selanjutnya, secara umum disepakati bahwa abstinensia diperlukan (meskipun
tidak cukup hanya abstinen saja) dalam pemulihan. Abstinensia dapat didefinisikan
dengan tidak menggunakan alkohol atau zat psikoaktif non-resep apapun, dan
tidak menyalahgunakan zat-zat psikoaktif yang diresepkan.
 Menggunakan istilah non-diresepkan memungkinkan untuk penggunaan zat
psikoaktif sebagai medikasii gangguan penggunaan zat, gangguan mental, atau
kondisi medis (seperti sakit parah), bila diperlukan.
 Tapi bagaimana dengan nikotin dan kafein, yang keduanya juga termasuk zat
psikoaktif? Ada sedikit kontroversi tentang kafein, karena potensi masalah sosial
atau fisik yang berkaitan dengan penggunaan kafein sangat rendah. Nikotin, biar
bagaimanapun adalah masalah yang berbeda. Meskipun legal untuk dikonsumsi,
namun potensi untuk kerugiannya sangat tinggi. Ada kontroversi perlunya abstinen
dari nikotin dimasukkan ke dalam definisi umum tentang abstinensia.

1 Center for Substance Abuse Treatment. (2007). National Summit on Recovery: Conference report. HHS Publication No. (SMA) 07-4276.
Rockville, MD: Health and Human Services Administration. Retrieved May 9, 2011, from http://www.pfr.samhsa.gov/docs/Summit_Rpt_1.pdf

53
Panduan Peserta: Modul 2 - Introduksi Motivasi Dan Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 53 10/1/12 11:06 AM


 Namun demikian, untuk saat ini kebanyakan pihak di lapangan mempertimbangkan
bahwa orang yang tetap menggunakan nikotin (rokok, dll) setelah dia berhenti
menggunakan zat ilegal (narkoba), dianggap tetap abstinen dan tetap dalam
pemulihan.
 Ada banyak pandangan tentang kesejahteraan. Jelaslah bahwa kesejahteraan
adalah konsep dengan dimensi yang banyak, yaitu:
• Sosial;
• Pekerjaan;
• Spiritual;
• Fisik;
• Intelektual;
• Emosional;
• Lingkungan; dan
• Keuangan.
 Pada tahun 2010, SAMHSA kembali mengadakan diskusi panel untuk melihat
mengembangkan definisi dari pemulihan. Panel ini terdiri dari para ahli di bidang
gangguan mental dan gangguan penggunaan zat. Mereka mengembangkan
konsensus tentang definisi terpadu dari pemulihan yang meliputi aspek gangguan
mental dan gangguan penggunaan zat:1
 Pemulihan adalah proses perubahan dimana individu berusaha untuk meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan mereka sendiri, dan untuk menjalani kehidupan
yang bermakna dalam komunitas mereka, dengan terus berjuang untuk mencapai
potensi penuh mereka.
 Ada tumpang tindih yang signifikan antara kedua definisi: keduanya menitikberatkan
tentang proses perubahan dan penanganan konsep kesejahteraan. Aspek lain dari
definisi terpadu tahun 2010, dibahas dalam prinsip-prinsip panduan pemulihan
versi orisinil yang dijelaskan sebelumnya.

Manajemen Pemulihan
 Manajemen pemulihan adalah konteks di mana kita akan memeriksa kontinum
rawatan atau rawatan berkelanjutan (continuum of cara). Model rawatan ini
mengubah tujuan dari episode terapi terpisah atau tersendiri, atau rawatan akut,
menuju pemulihan jangka panjang yang sesuai dengan pandangan klien.
 William White, seorang penggagas pemikiran dalam bidang terapi GPZ, dan
para rekan-rekannya, mengidentifikasi tujuh elemen program komprehensif dari
manajemen pemulihan:2
• Pemberdayaan klien;

1 SAMHSA Blog. (2011, May 20). Retrieved July 5, 2011, from http://blog.samhsa.gov/category/ community-andrecovery-support/

2 White, W.L., Boyle, M.G., Loveland, D.L., & Corrington, P.W. (2005). What is behavioral health recovery management? A brief primer.Retrieved
June 23, 2011, from http://www.bhrm.org/papers/BHRM%20primer.pdf

54
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 54 10/1/12 11:06 AM


 Asesmen;
 Pengembangan sumber daya pemulihan;
 Pelatihan dan edukasi pemulihan;
 Dukungan dan monitoring berkelanjutan;
 Advokasi pemulihan; dan
 Terapi dan layanan-layanan dukungan berbasis bukti.
 Pemberdayaan klien termasuk dalam hal memastikan mereka (klien) yang sedang
menjalani terapi berpartisipasi penuh dalam program terapi dan perencanaan
pemulihan mereka. Dalam konteks yang lebih besar, hal ini juga berarti bahwa
mereka berpartisipasi dalam perencanaan, desain, dan evaluasi dari program
terapi.
 Asesmen mencakup proses identifikasi masalah dan kekuatan individu serta
keluarga mereka. Manajemen pemulihan adalah model berbasis kekuatan,
sehingga menilai kekuatan adalah aspek (dan kadang-kadang diabaikan) penilaian
kritis.
 Pengembangan sumber daya pemulihan berarti menciptakan sebuah kontinum
penuh dari terapi dan layanan dukungan pemulihan. Hal ini mencakup
menghubungkan sumber daya masyarakat pribadi, profesional, dan komunitas
setempat (masyaralat adat) ke dalam tim manajemen pemulihan. Hal ini juga
berarti membimbing individu dan keluarga ke dalam suatu hubungan dengan
komunitas dengan pengalaman yang lebih besar (komunitas pemulihan).
 Dalam konteks ini, sumber daya komunitas setempat (masyarakat adat) bisa
berarti kelompok-kelompok dukungan, spiritual atau agama, dukungan suku
atau komunitas, dan sebagainya. Penghubungan berbagai macam sumber daya
ini dikenal sebagai sistem pemulihan berorientasi rawatan. Untuk memperjelas
hal tersebut, sistem pemulihan berorientasi rawatan bukan sistem pemerintah
atau non-pemerintah. Tetapi lebih mengacu ke jaringan layanan lengkap dari
masyarakat adat dan profesional, dan konteks hubungan yang dapat mendukung
pemulihan jangka panjang dari individu dan keluarga.
 Pelatihan dan edukasi pemulihan merujuk pada meningkatkan pengetahuan
berbasis pemulihan dan keterampilan individu dalam pemulihan, keluarga mereka,
penyedia layanan, dan komunitas yang lebih besar.
 Dukungan dan monitoring berkelanjutan berarti kontak dan dukungan berkelanjutan
(berkala) secara terus-menerus, biasanya dalam jangka waktu lama. Hal ini dapat
meliputi pemeriksaan oleh profesional, di mana petugas pelaksananya menjaga
tercipta sedikitnya kontak minimal dan berkala, dengan mantan klien. Hal ini juga
dapat mencakup rekan mentoring dan pembinaan pemulihan. Konsep ini biasanya
terkait dengan sponsor dalam program 12-Langkah, namun tidak hanya terbatas
pada hal itu.
 Dukungan dan monitoring berkelanjutan merupakan bagian dari sistem pemulihan
berorientasi rawatan.
 Advokasi Pemulihan berarti advokasi untuk kebijakan sosial dan kelembagaan
yang melawan stigma dan diskriminasi (dibahas dalam Kurikulum 1). Ini juga berarti
mengadvokasi untuk sistem yang mendukung pemulihan jangka panjang.

55
Panduan Peserta: Modul 2 - Introduksi Motivasi Dan Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 55 10/1/12 11:06 AM


 Terapi dan layanan-layanan dukungan berbasis bukti berarti mengganti terapi
dan layanan dukungan pemulihan yang kurang efektif, dengan pendekatan yang
memiliki dukungan dasar ilmiah lebih kuat. Aspek ini juga mencakup pengembangan
layanan yang menghilangkan hambatan pemulihan dan meningkatkan kapital
pemulihan individu.
 Meskipun William White dan rekan-rekannya menggambarkan tujuh elemen dari
manajemen pemulihan, sebuah dokumen UNODC juga menggambarkan tentang
model 11-elemen.1
 Kedua model tersebut tumpang tindih dalam cara yang signifikan. Deskripsi
tentang Model UNODC terdapat di Halaman penjelasan 2.2 dalam buku pedoman
ini.

1 International Network of Drug Dependence Treatment and Rehabilitation Resource Centres. (2008). Drug dependence treatment: Sustained
recovery management. Vienna: UNODC.

56
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 56 10/1/12 11:06 AM


MODUL 3
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL TERAPI

Daftar Isi dan Jadwal. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59


Tujuan Pelatihan dan Objektif Pembelajaran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59
Lembar Power Point . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 60
Rangkuman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 78

C2_Indonesia.indd 57 10/1/12 11:06 AM


C2_Indonesia.indd 58 10/1/12 11:06 AM
Daftar Isi dan Jadwal
Aktivitas Waktu
Introduksi Modul 3 15 menit
Latihan kelompok kecil: Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
30 menit
mempengaruhi hasil terapi
Presentasi: Kapital pemulihan 15 menit
Ulasan hari 1 dan introduksi latihan studi kasus 15 menit
Evaluasi dan rangkuman hari 1 15 menit
Selesai hari 1
Pembukaan hari 2 5 menit
Latihan kelompok kecil: Panduan prinsip-prinsip pemulihan 80 menit
Ishoma 15 menit

Modul 3 Tujuan dan Objektif


Tujuan Pelatihan
Untuk mendiskusikan pengaruh-pengaruh dari individu, program dan faktor sosial,
terhadap hasil terapi.

Objektif pembelajaran
Peserta-peserta yang menyelesaikan modul 3 akan mampu untuk:

 Menyebutkan empat kategori utama dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil


terapi;
 Memberikan setidaknya tiga contoh dari masing-masing kategori tersebut;
 Mendefinisikan dan memberi contoh dari “kapital pemulihan”; dan
 Mengidentifikasi dari studi kasus, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil terapi
dari seseorang.

59
Panduan Peserta: Modul 3 - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Terapi

C2_Indonesia.indd 59 10/1/12 11:06 AM


MODUL 3
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL TERAPI

Modul 3 Objektif Pembelajaran

 Menyebutkan empat kategori faktor utama


yang dapat mempengaruhi terapi
 Menjelaskan setidaknya tiga contoh terapi
spesifik dari setiap kategori
 Menjelaskan dan memberikan contoh “kapital
pemulihan”
 Mengidentifikasi, dari studi kasus, kapital
pemulihan positif dan negatif yang
berpengaruh pada terapi seseorang
3.2

60
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 60 10/1/12 11:06 AM


Kategori

 Karakteristik Individu
 Sifat alami dan keparahan dari masalah
 Proses terapi dan layanan yang tersedia
 Kondisi sosial dan lingkungan
 Interaksi diantara faktor

3.3

61
Panduan Peserta: Modul 3 - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Terapi

C2_Indonesia.indd 61 10/1/12 11:06 AM


Latihan Kelompok–Kecil:
Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi hasil terapi

 Lihat lembar kertas diatas meja dan pilihlah


kalimat yang cocok dengan kategori kelompok
tugas Anda
 Tempelkan kertas tersebut pada kertas
flipchart kelompok Anda
 Jika Anda pikir ada faktor tambahan, tuliskan
dalam selembar kertas dan tempelkan di di
kertas flipchart kelompok anda tersebut

3.4

Kapital Pemulihan

“…penjumlahan dari sumber daya personal


dan sosial pada satu wadah untuk
menangggulangi ketergantungan zat,
terutama untuk meningkatkan kapasitas dan
kesempatan seseorang untuk pulih”

Sumber: Cloud, W. & Granfield, R. (2001) Natural recovery from substance dependency: Lessons 3.5
for treatment providers. Journal of Social Work Practice in the Addictions, 1(1). 83-104.

62
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 62 10/1/12 11:06 AM


Kapital Pemulihan

 Perangkat berbasis-kekuatan yang melibatkan


proses identifikasi dan membangun aset
personal dan sosial klien

3.6

63
Panduan Peserta: Modul 3 - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Terapi

C2_Indonesia.indd 63 10/1/12 11:06 AM


Kapital Pemulihan: Delapan Domain

Dukungan
Keluarga &
Sosial
Perumahan
Kesehatan yang Aman /
Mental &
Fisik Lingkungan
yang Sehat

Menemukan Dukungan
Kembali Kapital Berbasis
Makna dan Pemulihan Rekan
Tujuan Hidup Sebaya

Penyaluran
Integrasi
kerja &
Komunitas &
Resolusi
Dukungan
masalah
Budaya
Ketrampilan Legal
Vokasional/
Diadaptasi dari: International Network of Drug Dependence Treatment Edukasi
and Rehabilitation Resource Centres. (2008). Drug Dependence
Treatment: Sustained Recovery Management. Vienna: United Nations
3.7
Office on Drugs and Crime. P.18.

Kapital Pemulihan Negatif

 Ketika aset dalam setiap domain tsb


menguatkan pemulihan seseorang, suatu
kekurangan aset justru akan dapat
mempengaruhi proses pemulihan dan hasil
yang diharapkan

3.8

64
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 64 10/1/12 11:06 AM


Kapital Pemulihan: Tiga Jenis

3.9

65
Panduan Peserta: Modul 3 - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Terapi

C2_Indonesia.indd 65 10/1/12 11:06 AM


Kapital Pemulihan Personal: Fisik

 Kesehatan fisik
 Aset finansial
 Tempat tinggal yang aman dan kondusif untuk
pemulihan
 Pakaian
 Makanan
 Akses transportasi

3.10

Kapital Pemulihan Personal: Manusia

 Klien mempunyai :
 Nilai-nilai
 Pengetahuan
 Edukasi, Ketrampilan Vokasional dan Kredensial
(gelar, pengalaman teknis, dll)
 Kemampuan Menyelesaikan Masalah
 Mawas diri (Self-awareness)
 Keyakinan diri (Self-esteem)
 Efikasi diri (Self-efficacy)

3.11

66
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 66 10/1/12 11:06 AM


Kapital Pemulihan Personal :
Manusia (lanjutan)

 Seorang klien:
 Harapan yang tinggi dan optimisme
 Persepsi akan masa lalu, sekarang dan masa
depan
 Rasa akan makna dan tujuan dalam kehidupan
 Ketrampilan interpersonal

3.12

67
Panduan Peserta: Modul 3 - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Terapi

C2_Indonesia.indd 67 10/1/12 11:06 AM


Kapital Pemulihan Keluarga dan Sosial

 Hubungan intim / akrab


 Hubungan keluarga dan saudara
 Setiap hubungan sosial yang mendukung
upaya pemulihan

3.13

Kapital Pemulihan Keluarga dan Sosial

 Diindikasikan oleh :
 Kemauan pasangan intim dan anggota keluarga
untuk ikut berpartisipasi dalam terapi
 Kehadiran orang lain dalam pemulihan di dalam
keluarga atau diantara pihak sosial lainnya

3.14

68
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 68 10/1/12 11:06 AM


Kapital Pemulihan Keluarga dan Sosial
(lanjutan)

 Diindikasikan oleh :
 Akses ke program berbasis pemulihan –atau
setidaknya abstinensia—kegiatan rekreasi dan
fellowship
 Koneksi kepada institusi: sekolah, tempat kerja,
tempat ibadah, organisasi masyarakat, dll

3.15

69
Panduan Peserta: Modul 3 - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Terapi

C2_Indonesia.indd 69 10/1/12 11:06 AM


Kapital Pemulihan Komunitas dan Budaya

 Sikap, kebijakan dan sumber daya komunitas


terkait adiksi yang mendorong pemulihan

3.16

Kapital Pemulihan Komunitas dan Budaya

 Mencakup:
 Upaya aktif mengurangi stigma
 Tokoh masyarakat lokal yang dapat menjadi
panutan pemulihan
 Layanan pemulihan adiksi yang lengkap dan
berkelanjutan
 Beragam kelompok pemulihan saling-bantu dan
sumber daya dukungan yang mudah diakses
(seperti program 12- langkah)

3.17

70
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 70 10/1/12 11:06 AM


Kapital Pemulihan Komunitas dan Budaya
(lanjutan)

 Termasuk :
 Institusi
Dukungan Pemulihan Lokal (pusat
pemulihan, clubhouses, dll.)
 Sumber dukungan pemulihan yang terus
bertahan dan re-intervensi dini

3.18

71
Panduan Peserta: Modul 3 - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Terapi

C2_Indonesia.indd 71 10/1/12 11:06 AM


Kapital Budaya

 Sebuah bentuk Kapital Masyarakat / Komunitas


 Ketersediaan lokal akan jalan budaya asli dari
pemulihan, seperti memasukan nilai budaya /
suku dan praktiknya kedalam program pemulihan

3.19

Kapital Pemulihan

 Kapital Pemulihan, baik itu kuantitas maupun


kualitas, dapat memainkan peran utama dalam
menentukan keberhasilan atau kegagalan dari
sebuah program terapi atau pemulihan

3.20

72
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 72 10/1/12 11:06 AM


Topik Hari Ini : Ikhtisar

 Apakah “pemulihan” itu?


 Apa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
hasil dari terapi?
 Apa definisi dari “kapital pemulihan” itu?

3.21

73
Panduan Peserta: Modul 3 - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Terapi

C2_Indonesia.indd 73 10/1/12 11:06 AM


Latihan Kelompok–Kecil:
Bagian 1, Persiapan Studi Kasus

 Dalam selembar kertas flipchart, buat


deskripsi seorang klien dan situasinya
 Termasuk karakteristik dan faktor yang dapat
mempengaruhi hasil terapi untuk klien tsb
 Termasuk faktor yang dapat berdampak positif
dan yang berdampak negatif pada hasil
 Tuliskan dengan jelas!

3.22

Latihan Kelompok Kecil : Bagian 2,


Mengidentifikasi Faktor dalam Studi Kasus

 Identifikasi
faktor-faktor di dalam studi kasus
yang dapat berpengaruh terhadap hasil terapi
dari klien
 Lakukan curah pendapat dan catat cara-cara
yang konselor dan program terapi dapat lakukan
untuk meminimalisir faktor negatif dan
memaksimalkan faktor positif

3.23

74
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 74 10/1/12 11:06 AM


MODUL 3
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL TERAPI

75
Panduan Peserta: Modul 3 - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Terapi

C2_Indonesia.indd 75 10/1/12 11:06 AM


Latihan Kelompok–Kecil:
Bagian 1, Persiapan Studi Kasus

 Dalam selembar kertas flipchart, buat


deskripsi seorang klien dan situasinya
 Termasuk karakteristik dan faktor yang dapat
mempengaruhi hasil terapi untuk klien tsb
 Termasuk faktor yang dapat berdampak positif
dan yang berdampak negatif pada hasil
 Tuliskan dengan jelas!

3.25

Latihan Kelompok Kecil : Bagian 2,


Mengidentifikasi Faktor dalam Studi Kasus

 Identifikasi
faktor-faktor di dalam studi kasus
yang dapat berpengaruh terhadap hasil terapi
dari klien
 Lakukan curah pendapat dan catat cara-cara
yang konselor dan program terapi dapat lakukan
untuk meminimalisir faktor negatif dan
memaksimalkan faktor positif

3.26

76
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 76 10/1/12 11:06 AM


77
Panduan Peserta: Modul 3 - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Terapi

C2_Indonesia.indd 77 10/1/12 11:06 AM


Modul 3: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil
Terapi, Rangkuman
 Secara individual, orang tidak pernah bisa benar-benar memprediksi siapa yang
akan berhasil dengan baik dalam terapi dan siapa yang tidak; terlalu banyak faktor
(termasuk faktor waktu) yang dapat mempengaruhi terapi . Memahami faktor-
faktor ini membantu konselor untuk dapat merencanakan layanan terapi dan
manajemen kasus.

Faktor-Faktor
 Penelitian telah menemukan bahwa faktor-faktor berikut memiliki pengaruh pada
hasil terapi:
• Karakteristik individu dalam mencari terapi;
• Sifat dan tingkat keparahan masalah mereka;
• Proses perawatan dan layanan yang diberikan;
• Kondisi lingkungan dan sosial (termasuk keluarga), baik selama dan setelah
terapi, dan
• Interaksi diantara faktor-faktor di atas.

Kapital Pemulihan
 Ungkapan “kapital pemulihan” diciptakan oleh Cloud dan Granfield1, yang
didefinisikan sebagai:
“…penjumlahan dari sumber daya personal dan sosial pada satu wadah untuk
menghadapi ketergantungan zat dan, utamanya, meningkatkan kapasitas
dan kesempatan seseorang untuk pulih”
 Konsep kapital pemulihan melibatkan pengidentifikasian dan pembangunan atas
aset sosial dan pribadi klien. Beberapa aset mungkin masih berfungsi dengan
baik, dan beberapa mungkin telah dikembangkan pada awal kehidupan klien
dan kemudian hilang melalui kecanduan. Kapital pemulihan yang tidak pernah
ada dalam kehidupan klien juga dapat dikembangkan: Dukungan sosial dapat
diarahkan, dan klien dapat mempelajari keterampilan baru yang mendukung
pemulihan
 Dokumen praktek yang disebutkan dalam Modul 2 ini, diterbitkan oleh United
Nations Office on Drugs and Crime (UNODC)2, mengidentifikasi delapan domain,
atau wilayah hidup atau kapital pemulihan:
• Kesehatan fisik dan mental;
• Tempat tinggal yang aman dan lingkungan yang sehat;
• Dukungan keluarga, sosial dan kegiatan rekreasi;

1 Cloud, W., & Granfield, R. (2001). Natural recovery from substance dependency: Lessons for treatment providers. Journal of Social Work
Practice in the Addictions, 1(1). 83–104.

2 International Network of Drug Dependence Treatment and Rehabilitation Resource Centres. (2008). Drug dependence treatment: Sustained
recovery management. Vienna: UNODC.

78
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 78 10/1/12 11:06 AM


• Dukungan rekan sebaya;

• Ketenagakerjaan dan penyelesaian masalah hukum;

• Pendidikan dan keterampilan vokasional;

• Dukungan budaya dan integrasi masyarakat; dan

• Menemukan kembali makna dan tujuan dalam hidup.

 Area-area ini berkorelasi dengan kategori-kategori umum dari faktor-faktor yang


telah ditemukan untuk mempengaruhi hasil terapi.

 Sementara aset di masing-masing domain tersebut memperkuat pemulihan


seseorang, kurangnya aset dapat menghambat proses pemulihan dan hasil yang
diinginkan. Ini yang disebut capital pemulihan negatif.

 White mengidentifikasi tiga jenis modal pemulihan yang dapat dipengaruhi oleh
professional di bidang adiksi:1

• Individu (personal);

• Keluarga dan sosial; dan

• Masyarakat dan kebudayaan.

 Kapital pemulihan individual dapat dibagi lagi menjadi kapital fisik dan manusia.
Sebuah kapital pemulihan fisik klien termasuk antara lain:

• Kesehatan fisik;

• Aset finansial;

• Tempat tinggal yang aman dan kondusif untuk pemulihan;

• Pakaian;

• Makanan; dan

• Akses transportasi.

 Kapital pemulihan manusia termasuk antara lain:

• Tata nilai;

• Pengetahuan;

• Edukasi, ketrampilan vokasional dan kredensial;

• Kapasitas menyelesaikan masalah;

• Kesadaran diri;

1 1White, W. L., & Cloud, W. (2008). Recovery capital: A primer for addiction professionals. Counselor Magazine, 9(5). 22–27.

79
Panduan Peserta: Modul 3 - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Terapi

C2_Indonesia.indd 79 10/1/12 11:06 AM


• Penghargaan diri; dan
• Efikasi diri (berarti kepercayaan diri klien dalam mengelola situasi beresiko).
 Kapital pemulihan manusia juga termasuk pada hal antara lain:
• Harapan dan optimisme;
• Persepsi masa lalu, sekarang dan masa depan;
• Arti makna dan tujuan dalam hidup; dan
• Ketrampilan interpersonal.
 Kapital pemulihan sosial dan keluarga meliputi setiap hubungan intim, keluarga,
dan hubungan saudara, dan setiap hubungan sosial yang mendukung upaya
pemulihan. Sebelum kita melanjutkan, kita perlu mendefinisikan apa yang
dimaksud dengan keluarga. “Saudara atau kekerabatan” lebih padai hubungan
darah. Namun “Keluarga”, dapat didefinisikan dalam beberapa cara.
 Kapital pemulihan sosial dan keluarga ditandai dengan:
• Kesediaan pasangan intim (akrab) dan anggota keluarga untuk berpartisipasi
dalam terapi;
• Kehadiran orang lain dalam pemulihan, di dalam keluarga atau di antara
hubungan sosial;
 Kapital pemulihan sosial dan keluarga ditandai juga dengan:
• Akses ke kegiatan berbasis pemulihan –atau setidaknya abstinensia—kegiatan
rekreasi dan jejaring pemulihan (fellowships)
• Koneksi ke lembaga: sekolah, tempat kerja, tempat ibadah, organisasi
masyarakat setempat (adat)
• Kategori terakhir dari kapital pemulihan adalah masyarakat dan budaya. Kapital
pemulihan masyarakat melibatkan sikap masyarakat, kebijakan, dan sumber
daya terkait dengan kecanduan yang mempromosikan pemulihan.
 Kapital pemulihan masyarakat meliputi:
• Upaya aktif mengurangi stigma
• Panutan (role-model) pemulihan lokal yang terlihat dan beragam
• Sumber daya terapi adiksi yang berkelanjutan penuh
• Sumber daya dukungan dan bantuan pemulihan mutualisme yang dapat
diakses dan beragam (seperti program 12 – langkah)

80
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 80 10/1/12 11:06 AM


 Kapital pemulihan masyarakat juga meliputi:
• Institusi Pendukung Pemulihan Lokal (pusat pemulihan, clubhouses, asosiasi
alumni dari pusat pemulihan, pemerintah daerah yang mengurusi masalah
pemulihan, dll); dan
• Sumber dukungan pemulihan yang bekelanjutan dan re-intervensi dini (sebagai
contoh program pasca rawatan, program pendampingan, atau organisasi
masyarakat pemulihan).
 Akhirnya, kapital budaya, suatu bentuk kapital masyarakat, Ketersediaan lokal
terhadap jalur budaya asli (setempat) terhadap pemulihan, seperti memasukan
nilai dan praktek budaya (suku) kedalam program pemulihan.
 Seperti yang kita pelajari sebelumnya, banyak faktor yang mempengaruhi hasil
terapi. Penelitian menunjukkan bahwa konsep kapital pemulihan adalah cara yang
berguna untuk melihat faktor-faktor ini.1 Baik itu kuantitas maupun kualitas, kapital
pemulihan dapat memainkan peran penting dalam menentukan kesuksesan atau
kegagalan dari terapi dan pemulihan, dan konselor memainkan peran penting
dalam membantu klien untuk memaksimalkan kapital pemulihan, yang telah klien
miliki sebelumnya, dan mengembangkan kapital pemulihan tambahan.
 Perempuan yang menggunakan zat dapat didorong untuk memulai terapi, namun
hanya sedikit layanan terapi yang dapat memenuhi kebutuhan spesifik mereka.
 Perempuan lebih cenderung untuk menyembunyikan penggunaan narkoba
mereka (dan menghindari terapi) untuk menghindari celaan publik.
 Isu-isu hubungan tampaknya memainkan peran lebih besar dalam terapi dan
pemulihan bagi perempuan daripada yang terjadi pada laki-laki.
 Penelitian telah menemukan bahwa wanita yang menggunakan zat sangat mungkin
memiliki pasangan seks laki-laki yang menyuntikkan narkoba.
 Banyak wanita yang menggunakan zat sering mengalami kekerasan dalam rumah
tangga dan intimidasi dan mungkin dipaksa untuk menggunakan narkoba oleh
pasangannya.
 Penelitian menunjukkan bahwa akses perempuan terhadap zat terutama terjadi
melalui mitra seks laki-laki.
 Kerentanan sosial dan ekonomi perempuan dalam masyarakat dapat memainkan
peran penting dalam penggunaan narkoba perempuan.
 Kemiskinan dapat memaksa wanita memasuki industri seks; untuk mengatasi stres
emosional yang terjadi dan ketidakbahagiaan, beberapa wanita memilih untuk
menggunakan narkoba.
 Dalam beberapa situasi, pemilik bordil memperkenalkan narkoba kepada wanita,
yang membuat wanita menjadi tergantung pada narkoba dan tidak dapat
melepasakan diri dari lingkungan eksploitatif.
 Perempuan dapat memasuki perdagangan seks untuk mendapatkan uang untuk
membeli zat, sehingga membuat mereka berisiko tinggi tertular HIV.
 Tunawisma dapat membuat terapi dan pemulihan lebih sulit.
1 White, W. L., & Cloud, W. (2008). Recovery capital: A primer for addiction professionals. Counselor Magazine, 9(5). 22–27.

81
Panduan Peserta: Modul 3 - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Terapi

C2_Indonesia.indd 81 10/1/12 11:06 AM


C2_Indonesia.indd 82 10/1/12 11:06 AM
MODUL 4
INTRODUKSI PADA MOTIVASI DAN TAHAPAN – TAHAPAN
PERUBAHAN

Daftar Isi dan Jadwal. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 85


Tujuan Pelatihan dan Objektif Pembelajaran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 85
Lembar Power Point . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 86
Halaman penjelasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 96
Rangkuman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 99

C2_Indonesia.indd 83 10/1/12 11:06 AM


C2_Indonesia.indd 84 10/1/12 11:06 AM
Daftar Isi dan Jadwal
Aktivitas Waktu
Introduksi Modul 4 5 menit
Latihan: Perubahan personal 15 menit
Rehat 15 menit
Presentasi interaktif: Sifat motivasi 30 menit
Presentasi: Introduksi dari model tahapan perubahan 10 menit
Latihan kelompok kecil: Panduan prinsip-prinsip pemulihan 55 menit
ISHOMA 60 menit

Modul 4 Tujuan dan Objektif


Tujuan Pelatihan
 Untuk memberikan ikhtisar tentang konsep motivasi;
 Utuk memberikan ikhtisar tentang sifat dari motivasi dan tahapan perubahan; dan
 Untuk memberikan peserta kesempatan mengeksplorasi karakteristik seseorang
dalam tiap tahap perubahan.

Objektif pembelajaran
Peserta-peserta yang menyelesaikan modul 4 akan mampu untuk:

 Dapat menuliskan sekurang-kurangnya tiga karakteristik motivasi;


 Dapat menuliskan enam tahapan perubahan; dan
 Dapat mendeskripsikan dua atau tiga karakteristik klien dalam setiap tahapan
perubahan.

85
Panduan Peserta: Modul 4 - Introduksi Pada Motivasi Dan Tahapan – Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 85 10/1/12 11:06 AM


MODUL 4
INTRODUKSI MOTIVASI DAN TAHAPAN PERUBAHAN

Perubahan

 Terapidan pemulihan adalah mutlak mengenai


perubahan

 Perubahan tidak selalu mudah bagi setiap


orang

4.2

86
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 86 10/1/12 11:06 AM


Modul 2 Objektif Pembelajaran

 Menyebutkan setidak-tidaknya tiga


karakteristik dari motivasi
 Menyebutkan enam tahapan perubahan
 Menjelaskan dua atau tiga karakteristik klien di
dalam setiap tahapan perubahan

4.3

87
Panduan Peserta: Modul 4 - Introduksi Pada Motivasi Dan Tahapan – Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 87 10/1/12 11:06 AM


Perubahan

 Perubahan terjadi :
 Dalam kehidupan sehari-hari
 Pada semua orang
 Dalam banyak perilaku
 Dengan atau tanpa intervensi profesional

4.4

Latihan: Perubahan Personal

 Perubahan apa yang telah dilakukan (atau coba


untuk dilakukan)?
 Bagaimana Anda memutuskan untuk membuat
perubahan tsb?
 Siapa, kejadian apa, atau lingkungan apa yang
mempengaruhi keputusan anda?
 Langkah-langkah apa yang diambil untuk
melakukan perubahan?
 Apakah tingkat motivasi Anda tetap selama
menjalani proses? 4.5

88
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 88 10/1/12 11:07 AM


Rehat
15 menit

4.6

89
Panduan Peserta: Modul 4 - Introduksi Pada Motivasi Dan Tahapan – Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 89 10/1/12 11:07 AM


Motivasi

 Motivasi untuk berubah mempengaruhi


seseorang ketika:
 Memasuki terapi
 Melanjutkan terapi
 Mematuhi strategi perubahan yang spesifik

4.7

Motivasi

 Dinamis
 Bertujuan
 Disengaja
 Positif
 Berubah-ubah

4.8

90
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 90 10/1/12 11:07 AM


Motivasi

 Berfluktuasi seiring dengan waktu dan dalam


situasi yang berbeda
 Dapat maju-mundur diantara tujuan-tujuan
yang memiliki konflik
 Beragam dalam intensitasnya, melambat
ketika keraguan muncul, dan meningkat
setelah keraguan teratasi
 Sangat bervariasi dalam perubahan perilaku
potensial
4.9

91
Panduan Peserta: Modul 4 - Introduksi Pada Motivasi Dan Tahapan – Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 91 10/1/12 11:07 AM


Pengaruh Internal dalam Motivasi

 Tingkat emosi
 Tujuan kehidupan
 Persepsi tentang risiko dan keuntungan dari
perilaku
 Penilaian kognitif terhadap situasi (apa yang
klien pikirkan tentang situasi tertentu)

4.10

Pengaruh Eksternal pada Motivasi

 Keluarga dan teman-teman


 Situasi dan pengalaman
 Dukungan masyarakat (atau kurangnya
dukungan masyarakat )

4.11

92
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 92 10/1/12 11:07 AM


Tahap perubahan

Pra-kontemplasi

Kekambuhan

Rumatan Kontemplasi

Aksi Persiapan
4.12

93
Panduan Peserta: Modul 4 - Introduksi Pada Motivasi Dan Tahapan – Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 93 10/1/12 11:07 AM


Presentasi Kelompok Kecil: Karakteristik
Klien pada setiap Tahap Perubahan

 Lihat Halaman Penjelasan 4.1.


 Bacalah petunjuk sesuai yang dengan tugas
kelompok Anda
 Buat poster yang menggambarkan karakteristik
perubahan
 Mencakup jenis intervensi yang dibutuhkan bagi
klien yang berada pada tahap perubahan, yang
sesuai dengan tugas kelompok Anda
 Berikan juga dua atau tiga contoh nyata di dalam
kehidupan 4.13

Peningkatan Motivasi

 Konselor dapat meningkatkan motivasi klien


untuk melakukan perubahan pada setiap
tahapan dari proses perubahan
 Klien membutuhkan dan menggunakan
berbagai macam pendekatan dukungan
motivasional berdasarkan pada tahapan
perubahan mereka

4.14

94
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 94 10/1/12 11:07 AM


Ishoma
60 menit

4.15

95
Panduan Peserta: Modul 4 - Introduksi Pada Motivasi Dan Tahapan – Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 95 10/1/12 11:07 AM


Halaman Penjelasan 4.1: Karakteristik-Karakteristik Klien
pada Setiap Tahapan Perubahan

Prakontemplasi
Dalam tahap prakontemplasi, pengguna zat mempertimbangkan perubahan dan
tidak berniat untuk mengubah perilaku pada masa mendatang. Orang dalam tahap
ini cenderung mempertahankan atau membenarkan perilaku penggunaan zatnya.
Mereka mungkin sedikit sadar atau sepenuhnya tidak menyadari akan adanya
masalah atau diperlukannya perubahan. Mereka mungkin memerlukan bantuan untuk
berubah. Mereka kemungkinan akan bersikap defensif ketika ditekan untuk berhenti
menggunakan. Mereka juga mungkin tidak berkenan mengubah perilaku mereka.
Individu dalam tahap ini mungkin belum mengalami konsekuensi merugikan atau
krisis dalam kehidupan akibat penggunaan dan seringkali mereka tidak yakin bahwa
penggunaan zat adalah sebuah masalah atau bahkan berisiko. Bahkan orang yang
sebelumnya telah menyadari adanya masalah dan telah berupaya untuk berubah dapat
kembali dalam tahap prakontemplasi. Mereka mungkin berkata pada dirinya sendiri,
“Hal ini tidak seburuk yang dikatakan orang.”
Orang-orang di tahap prakontemplasi harus meningkatkan kesadaran diri mereka
sebelum mereka dapat mempertimbangkan perubahan.

Kontemplasi
Dengan individu semakin menyadari akan adanya masalah, mereka mulai memikirkan
adanya penyebab dan alasan untuk berubah. Khas pada tahapan ini mereka ambivalen,
secara bersamaan mengakui alasan untuk berubah dan juga alasan untuk tidak
berubah. Mereka masih menggunakan zat namun telah berpikir untuk berhenti atau
mengurangi penggunaan dalam waktu dekat. Pada tahap ini, mereka mungkin mencari
informasi yang relevan, mengevaluasi kembali perilaku penggunaan zat, atau mencari
pertolongan akan kemungkinan untuk mengubah perilaku. Mereka mempertimbangkan
aspek positif dan negatif dari membuat perubahan (“saya tahu saya harus berhenti,
tetapi ...”). Seseorang seringkali berada dalam tahap ini untuk periode panjang, sering
bertahun-tahun, berjuang antara ingin dan tidak mau berubah.
Orang-orang ditahap kontemplasi membutuhkan bantuan untuk mengatasi ambivalen
dan memilih perubahan yang tepat atas situasi yang mereka hadapi.

Preparasi
Ketika seseorang mulai berencana untuk berubah, ia masuk dalam tahap preparasi,
saatnya untuk memperkuat komitmen. Preparasi memerlukan perencanaan spesifik untuk
berubah, seperti menentukan kebutuhan terapi, jenis terapi jika diperlukan. Preparasi
juga melibatkan penilaian persepsi kemampuan untuk berubah. Individu dalam tahap
preparasi masih menggunakan zat, tetapi mereka sudah ingin berhenti dalam waktu
sangat dekat. Mereka mungkin bereksperimen mengubah perilaku sedikt-sedikit seiring
meningkatnya keinginan untuk berhenti. Mereka mungkin telah berupaya dengan cara
sendiri untuk menurunkan atau menghentikan, atau mungkin mereka bereksperimen
mengenai cara-cara untuk berhenti atau mengurangi. Mereka mulai menetapkan tujuan
bagi dirinya dan membuat komitmen untuk berhenti menggunakan, dan menyampaikan
niatnya kepada orang dekat disekitarnya. Seringkali, orang meloncati tahap ini; mereka
mencoba langsung dari kontemplasi menuju aksi/tindakan dan tidak berhasil, karena
mereka tidak mempertimbangkan atau mengkaji dengan cukup mengenai apa yang
dibutuhkan untuk membuat perubahan besar dalam kehidupan.

96
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 96 10/1/12 11:07 AM


Orang-orang ditahap preparasi membutuhkan bantuan untuk mengidentifikasi
strategi-strategi yang dapat dilakukan dan memilih strategi yang paling tepat untuk
mereka.

Aksi
Individu dalam tahap ini memilih strategi perubahan dan mulai untuk mengikutinya.
Dalam tahap ini, klien percaya mereka dapat mengubah perilakunya dan secara aktif
memodifikasi kebiasaan dan lingkungannya. Mereka membuat perubahan gaya hidup
dengan drastik dan mungkin menghadapi situasi penuh tantangan, dan mengalami
situasi tantangan besar, juga mengalami dampak fisiologi dari gejala putus zat. Dalam
tahap ini individu membangun rencana menghadapi tekanan baik dari personal
maupun eksternal, yang mungkin membuat mereka ‘slip’. Mereka mulai mengevaluasi
kembali citra diri ketika mereka beranjak dari pemakaian berbahaya ke abstinen
atau penggunaan aman. Orang dalam tahap ini cenderung menerima bantuan dan
mencari dukungan dari orang lain. Tahap aksi dapat berlangsung 3-6 bulan setelah zat
dihentikan atau diturunkan.
Orang-orang ditahap aksi membutuhkan bantuan untuk menjalani dan mengikuti
strategi-strategi perubahan dan belajar untuk mencegah kekambuhan.

Pemeliharaan
Dalam tahap pemeliharaan, orang mencoba mempertahankan perbaikan yang telah
dicapai pada tahap aksi. Mereka bertahan abstinen dan mencegah kambuhan. Mereka
perlu kehati-hatian lebih guna menghindari perilaku bermasalah. Individu belajar
mendeteksi dan melindungi diri dari situasi berbahaya dan pencetus yang dapat
membuat mereka kembali menggunakan. Orang dalam tahap ini melihat bagaimana
mereka menjalani kehidupannya. Mereka berjuang meraih ketrampilan baru untuk
mengatasi tantangan dan menghindari kambuhan. Seringkali ini artinya adalah
mengubah rutinitas, mencari teman baru, dan mencoba aktivitas baru. Orang dapat
mengantisipasi situasi kambuh dan menyiapkan strategi untuk mengatasinya. Pada
kebanyakan kasus, seseorang yang mencoba perubahan perilaku jangka panjang
paling tidak satu kali kembali menggunakan dan mundur ketahap sebelumnya.
Kembalinya simtom/gejala merupakan bagian dari proses belajar. Pengetahuan
tentang tanda-tanda pribadi penggunaan zat dapat membantu upaya perubahan
dimasa datang. Pemeliharaan membutuhkan perubahan perilaku jangka panjang –
dengan tetap abstinen atau mereduksi konsumsi ke tingkat penggunaan yang dapat
diterima, yang ditargetkan – dan tetap meneruskan kewaspadaan minimum 6 bulan
sampai dengan beberapa tahun.
Orang-orang ditahap pemeliharaan mungkin membutuhkan bantuan untuk
mengembangkan ketrampiran dan jaringan sosial untuk mempertahankan gaya hidup
pemulihan.

Kambuh
Kebanyakan orang tidak demikian saja dapat mempertahankan perubahan baru
yang telah dibuatnya, langkah mundur ke perilaku sebelum abstinen lebih sering
terjadi daripada yang dapat langsung bertahan abstinen. Pengalaman kambuh dapat
memberikan informasi yang membantu atau menghalangi kemajuan dalam tahapan
perubahan. Kekambuhan, seringkali disebut sebagai relapse, merupakan kejadian
yang menjadi pencetus/pemicu bagi individu untuk kembali ke tahap sebelumnya
97
Panduan Peserta: Modul 4 - Introduksi Pada Motivasi Dan Tahapan – Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 97 10/1/12 11:07 AM


dan menjalani siklus proses kembali. Individu mungkin mempunyai tujuan yang tidak
realistik, menggunakan strategi yang tidak efektif, atau menempatkan diri mereka
sendiri dilingkungan yang tidak kondusif guna mencapai keberhasilan perubahan.
Kebanyakan orang yang menggunakan zat membutuhkan beberapa siklus melalui
tahapan perubahan sebelum benar-benar sukses pulih. Sesudah kembali menggunakan
zat, klien biasanya balik ke tahap lebih awal—tak selalu pada tahap pemeliharaan atau
aksi namun lebih sering ke tahap kontemplasi. Mereka sering kehilangan semangat
dan bahkan mungkin putus asa untuk berubah. Mereka juga mungkin kembali ke tahap
prakontemplasi lagi, sementara tidak berniat atau tak mampu untuk segera berubah.
Meski demikian, sebuah gejala kambuhan tidak berarti klien telah meninggalkan
komitmen untuk berubah.
Orang-orang ditahap kekambuhan membutuhkan bantuan untuk menilai dan melihat
hal-hal yang berkontribusi terjadinya kambuh, dan bantuan untuk melanjutkan proses
pemulihan.

98
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 98 10/1/12 11:07 AM


Modul 4—Introduksi Motivasi dan Tahapan
Perubahan, Rangkuman
 Inti dari terapi dan pemulihan adalah perubahan. Sebagaimana kita tahu,
perubahan tidak selalu mudah untuk seseorang.
 Sebelum kita memulai berbicara mengenai proses terapi, penting untuk memahami
proses perubahan. Modul ini memperkenalkan konsep motivasi untuk berubah
dan model tahapan perubahan.
 Model perubahan perilaku digunakan diseluruh dunia guna menjawab berbagai
isu, antara lain:
• Untuk mebuat perubahan gaya hidup yang diperlukan dalam terapi medis;
• Untuk mematuhi jadwal medikasi (seperti dalam pengobatan diabetes dan
penyakit jantung);
• Berhadapan (coping) dengan gangguan kejiwaan; dan
• Berhenti menggunakan zat
 Modul ini hanya mengenalkan model tahapan perubahan. Seorang konselor
memerlukan lebih banyak lagi pendidikan dan pelatihan untuk sepenuhnya
mempelajari bagaimana menerapkan tahapan perubahan dan pendekatan
motivasional. Kelak dalam pelatihan ini dan dalam kurikulum mendatang, anda
akan belajar lebih jauh mengenai pendekatan-pendekatan dalam terapi yang
didasari konsep motivasi dan tahapan perubahan.

Motivasi
 Konsep motivasi penting untuk dipahami, karena motivasi untuk berubah berkaitan
erat dengan tingkat kemungkinan seseorang dengan gangguan penggunaan zat
untuk :
• Memasuki terapi;
• Melanjutkan terapi; dan
• Mematuhi strategi perubahan spesifik.
 Motivasi seringkali dianggap sesuatu yang statis, sesuatu yang dimiliki atau tidak.
Pandangan motivasi sebagai sesuatu yang bersifat statis:
• Pengaruh konselor sangat kecil terhadap motivasi klien; dan
• Jika klien tidak memiliki motivasi untuk berubah, maka itu adalah masalah klien
itu sendiri (atau bahkan salahnya sendiri).
 • Namun telah di temukan bahwa motivasi bersifat dinamis, bukan statis, dan:
• Bertujuan;
• Disengaja;

99
Panduan Peserta: Modul 4 - Introduksi Pada Motivasi Dan Tahapan – Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 99 10/1/12 11:07 AM


• Bersifat positif; dan
• Dapat diubah.
 Riset dan pengalaman memberikan gambaran bahwa motivasi bersifat dinamis,
fluktuatif seiring waktu dan terkait dengan situasi yang berbeda-beda, dapat
maju-mundur antara goal yang bertolak belakang. Sebagai contoh, seseorang
mungkin termotivasi untuk berhenti menggunakan zat agar ia dapat menyelasaikan
sekolahnya, namun disisi lain juga termotivasi untuk diterima dilingkungan
sebayanya, yang justru mendorong penggunan zat.
 Motivasi juga bervariasi dalam kesungguhan/intensitas, merendah karena keraguan
dan meningkat setelah keraguan teratasi. Juga sangat bervariasi dalam perilaku
yang berpotensi untuk diubah. Misal, seorang klien sangat termotivasi untuk
menghentikan penggunaan zat yang disuntikannya, namun mungkin motivasi
berhenti menggunakan ganjanya rendah.
 Seseorang dalam adiksi aktif juga kemungkinan memiliki gangguan dalam
kemampuan penilaian dan pengambilan keputusan, yang mempengaruhi proses
motivasional “normal”.
 Motivasi dipengaruhi oleh hal diatas tersebut dan faktor-faktor internal dan
eksternal lainnya.
 Pengaruh internal seorang klien antara lain:
• Status emosi;
• Tujuan hidup;
• Persepsi tentang risiko dan keuntungan perilaku; dan
• Penilaian kognitif situasi yang terjadi (apa yang klien pikir tentang situasi
tertentu).
 Pengaruh eksternal seorang klien termasuk keluarga dan temannya, antara lain:
• Anggota keluarga dapat mengatakan kekuatirannya mengenai penggunaan
zat dan mendukung upaya perubahan;
• Anggota keluarga yang lain menggunakan zat secra rutin dan mungkin tidak
mendukung atau bahkan meremehkan upaya melakukan perubahan;
• Anggota keluarga yang terlalu melindungi seseorang dari konsekwensi
penggunaan zat mungkin akan mengurangi motivasi berubah; dan
• Lingkungan sebaya seseorang dapat meningkatkan atau mengurangi motivasi
berubah.
 Situasi dan pengalaman dapat juga mempengaruhi motivasi, seperti:
• Kejadian kritis dalam kehidupan dapat mempengaruhi motivasi. Misal,
kehamilan, pernikahan, kematian orang dekat, atau kejadian overdosis.
• Seseorang mungkin terpaksa untuk mempertibangkan berubah ketika dihdapi
dengan konsekwensi apabila tidak berubah, contohnya masuk rehabilitasi
setelah tertangkap polisi.

100
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 100 10/1/12 11:07 AM


 Dukungan masyarakat (kurangnya dukungan masyarakat) dapat mempengaruhi
motivasi, seperti:
• Masyarakat dapat mendukung upaya perubahan seseorang dengan
menyediakan program terapi yang memadai;
• Ketersediaan kelompok dukungan dapat berperan besar;
• Kurangnya kesempatan bekerja atau tempat tinggal yang layak dapat
mengurangi motivasi; dan
• Pandangan masyarakat yang negatif mengenai penggunaan zat mungkin akan
membuat seseorang engga mencari bantuan.

Tahapan perubahan perilaku


 Model tahapan perubahan perilaku dikembangkan berdasarkan studi tentang
bagaimana orang berubah; studi tersebut menemukan bahwa orang melalui
tahap yang dapat diperkirakan dalam melakukan perubahan.1 Memahami proses
perubahan, termasuk cara orang berubah dengan atau tanpa bantuan seorang
yang profesional, dapat membantu konselor mengembangkan dan menggunakan
intervensi-intervensi untuk meningkatkan motivasi klien dalam mengubah perilaku
mereka.
• Orang dalam tahap prakontemplasi tidak berpikir, tak ada niat, atau tak mampu
berubah.
• Orang dalam tahap kontemplasi mengakui masalah perilaku dan
mempertimbangkan kemungkinan mengubahnya meski masih ambivalen
(bercampunya perasaan antara mau dan tidak) dan tidak pasti.
• Orang dalam tahap preparasi berencanakan mengubah perilaku dalam waktu
dekat namun masih mempertimbangkan apa dan bagaimana melakukannya.
• Orang dalam tahap aksi telah melangkah tetapi belum mencapai tahap stabil.
• Orang dalam tahap pemeliharaan telah mencapai tujuan-tujuan awal seperti
abstinen dan sedang mempertahankan perubahannya.
 Perilaku penggunaan zat kembali (lapse atau relapse ) kadang disebut sebagai
tahap keenam dari tahapan perubahan perilaku. Kekambuhan berada antara
pemeliharaan dan prakontemplasi, namun dapat terjadi disetiap waktu dalam
proses perubahan. Banyak klien bergerak ke tahap yang berbeda-beda
beberapakali sebelum mencapai tahap stabil ; rekurensi / kekambuhan adalah
normal, namun tidak harus terjadi.
 Biasanya perjalanan perubahan tidaklah mulus, tetapi mundur-maju dalam tahap-
tahap perubahan.
 Proses perubahan dipengaruhi oleh tingkat motivasi seseorang, yang telah kita
ketahui bersifat tidak statis namun dapat diubah.

1 Prochaska,J.,NorPKoss,J.,& DiClemente,C. (1994). Changing for good. New York: William Morrow and Company)

101
Panduan Peserta: Modul 4 - Introduksi Pada Motivasi Dan Tahapan – Tahapan Perubahan

C2_Indonesia.indd 101 10/1/12 11:07 AM


 Orang sering bertahan lama pada tahap awal perubahan perilaku, dan mereka
berjalan melalui tahapan dengan kecepatan yang berbeda-beda.
 Konselor dapat meningkatkan motivasi kliennya untuk berubah pada setiap
tahap perubahan. Penting untuk memahami posisi tahapan klien, karena klien
membutuhkan dan menggunakan dukungan motivasi yang berbeda pada sesuai
tahap perubahannya.

102
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 102 10/1/12 11:07 AM


MODUL 5
TERAPI: SEBUAH IKHTISAR

Daftar Isi dan Jadwal. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 105


Tujuan Pelatihan dan Objektif Pembelajaran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 105
Lembar Power Point . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 106
Halaman penjelasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 116
Rangkuman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 123

C2_Indonesia.indd 103 10/1/12 11:07 AM


C2_Indonesia.indd 104 10/1/12 11:07 AM
Daftar Isi dan Jadwal
Aktivitas Waktu
Introduksi Modul 5 5 menit
Latihan: Cara-cara dalam memandang terapi 70 menit
Rehat 15 menit
Latihan kelompok kecil: Prinsip-prinsip dari terapi yang efektif 60 menit
Asesmen pembelajaran 30 menit
Evaluasi dan rangkuman hari 2 10 menit

Modul 5 Tujuan dan Objektif


Tujuan Pelatihan
Untuk memberikan ikhtisar dan kerangka kerja dalam memahami terapi adiksi.

Objektif pembelajaran
Peserta-peserta yang menyelesaikan modul 5 akan mampu untuk:
 Dapat menjelaskan sekurang-kurangnya empat cara dalam memandang terapi;
 Dapat menyebutkan setidaknya enam prinsip terapi efektif; dan
 Dapat mengidentifikasikan cara-cara untuk dapat menerapkan ketiga prinsip yang
disebutkan di atas, ke dalam program terapi yang dijalankan atau terdapat di
daerah masing-masing peserta.

105
Panduan Peserta: Modul 5 - Terapi: Sebuah Ikhtisar

C2_Indonesia.indd 105 10/1/12 11:07 AM


MODUL 5
TERAPI: SEBUAH IKHTISAR

Modul 5 Objektif Pembelajaran

 Menjelaskan setidaknya empat cara dalam


memandang terapi
 Menyebutkan setidaknya enam prinsip terapi
efektif
 Mengidentifikasi tiga cara bagaimana prinsip
tsb dapat diintegrasikan ke dalam program
terapi di lingkup pekerjaan Anda

5.2

106
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 106 10/1/12 11:07 AM


Cara Memandang Terapi

 Tatanan (Seting)
 Intensitas dan durasi
 Modalitas (Bagaimana program terapi
dilakukan)
 Komponen-komponen dari terapi
 Terapi / rawatan berkelanjutan
 Model-model terapi atau praktik

5.3

107
Panduan Peserta: Modul 5 - Terapi: Sebuah Ikhtisar

C2_Indonesia.indd 107 10/1/12 11:07 AM


Tatanan

 Dimana
 Drop-in center
 Rumah Sakit
 Terapi Rawat Jalan
 Terapi Residensial /Rawat Inap non-rumah sakit

5.4

Intensitas dan Durasi

 Seberapa sering
 Untuk berapa lama

5.5

108
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 108 10/1/12 11:07 AM


Modalitas

 Bagaimana caranya
 Pertemuan tatap muka dengan konselor (One-on-
one with counselor) atau konseling individu
 Kelompok dengan teman sebaya
 Anggota keluarga

5.6

109
Panduan Peserta: Modul 5 - Terapi: Sebuah Ikhtisar

C2_Indonesia.indd 109 10/1/12 11:07 AM


Komponen Terapi

 Asesmen
 Konseling
 Edukasi
 Aktivitas lainnya

5.7

Rawatan Berkelanjutan

 Penjangkauan
 Terapi
 Layanan lainnya seiring dengan berjalannya
waktu
 Dukungan pasca terapi

5.8

110
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 110 10/1/12 11:07 AM


Model Terapi

 Teori
 Teknik

5.9

111
Panduan Peserta: Modul 5 - Terapi: Sebuah Ikhtisar

C2_Indonesia.indd 111 10/1/12 11:07 AM


Latihan Individual: Memandang Terapi

 Gunakan Halaman Penjelasan 5.1 sebagai


referensi bagi tugas Anda
 Bacalah Halaman Penjelasan 5.2 dan gunakan
informasi yang ada untuk melengkapi dan
meningkatkan tugas Anda
 Jika sudah selesai,
rekatkan di dinding

5.10

Rehat
15 menit

5.11

112
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 112 10/1/12 11:07 AM


Prinsip Terapi Adiksi Zat

 Berdasarkan pada hasil riset tentang terapi

5.12

113
Panduan Peserta: Modul 5 - Terapi: Sebuah Ikhtisar

C2_Indonesia.indd 113 10/1/12 11:07 AM


WHO/UNODC

Principles of Drug Dependence Treatment


(Maret 2008)

http://www.who.int/substance_abuse/publications/
principles_drug_dependence_treatment.pdf

5.13

Asesmen Pembelajaran

 Bekerja bersama kelompok anda untuk membuat


tiga pertanyaan (quiz) berdasarkan pada apa
yang telah kita pelajari dari pelatihan sampai saat
ini
 Tulis pertanyaan dengan jelas pada selembar
kertas, dan tuliskan jawabannya pada bagian
bawah kertas

5.14

114
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 114 10/1/12 11:07 AM


115
Panduan Peserta: Modul 5 - Terapi: Sebuah Ikhtisar

C2_Indonesia.indd 115 10/1/12 11:07 AM


Halaman penjelasan 5.1: Elemen-Elemen dari Terapi Zat

Intervensi
Modalitas
Durasi

TERAPI

Berkelanjutan
Rawatan
Intensitas
Tatanan

Intervensi
Model

116
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 116 10/1/12 11:07 AM


Halaman Penjelasan 5.2: Cara-Cara dalam
MemandangTerapi

Tatanan (dimana)
Tatanan terapi mengacu pada lokasi layanan ditawarkan. Layanan terapi disediakan
dalam bermacam tatanan, yaitu:

 Tatanan penjangkauan (outreach) termasuk rumah singgah (drop-in centers), tempat


penampungan tuna wisma (homeless shelters), dan di jalanan.
 Program rawat jalan abstinensia yang menyediakan terapi di suatu lokasi program,
dimana klien biasanya tinggal di tempat lain (biasanya di rumah). Program ini berbasis
abstinensia dan biasanya tidak menggunakan terapi medikasi (obat-obatan). Terapi
pasien rawat jalan ditawarkan di berbagai tempat: klinik-klinik kesehatan, klinik-klinik
kesehatan jiwa masyarakat, kantor-kantor karyawan, klinik-klinik rumah sakit, kantor-
kantor departemen kesehatan lokal, atau program-program residensial dengan
klinik-klinik pasien rawat jalan. Banyak program-program menyediakan jasa pada
malam hari dan di akhir pekan sehingga peserta-peserta dapat pergi ke sekolah atau
pekerjaan.
 Terapi rawat jalan menggunakan obat-obatan untuk adiksi opiat disiapkan dalam
bentuk klinik-klinik metadon pasien rawat jalan, klinik-klinik medis umum, atau
praktek dokter.
 Terapi rawat inap berbasis rumah sakit pada umumnya bersifat unit-unit terpisah di
suatu rumah sakit umum. Mereka biasanya menyediakan detoksifikasi dan terapi
lanjutan (biasanya jangka pendek), serta terapi masalah-masalah medis lainnya.
 Program residensial non medis menyediakan suatu lingkungan tempat tinggal dengan
layanan terapi. Program-program ini pada umumnya tidak mempunyai staf medis
penuh waktu, dan klien-klien harus menyelesaikan detoksifikasi sebelum masuk.
 Rumah singgah (halfway house) menyediakan suatu tempat tinggal yang mendukung
untuk klien-klien yang pada umumnya telah menyelesaikan terapi residensial primer
dan sudah siap untuk kembali bekerja dan/atau sekolah. Fasilitas-fasilitas ini pada
umumnya menyediakan terapi relaps prevention,bimbingan tingkah laku, dan tempat
tinggal bagi mereka yang tidak mempunyai keluarga atau tidak siap untuk kembali
ke keluarga-keluarga mereka.

Intensitas (seberapa sering) dan Durasi (untuk berapa lama)


Intensitas terkait dengan berapa jam per hari seseorang dilibatkan dalam aktivitas terapi:

 Lingkungan terkendali (rawat inap atau program residensial), lebih intensif dibanding
yang lain karena klien-klien pada umumnya menghabiskan sebagian besar harinya
terlibat didalam aktivitas terapi.
 Program-program rawat jalan bisa kurang lebih intensif.Terapi rawat jalan harian
atau program rawat inap parsial bisa menawarkan jam layanan aktifitas terapi yang
sama dengan program residensial atau rawat inap,biasanya 5 hari per minggu.
 Program-program rawat jalan intensif yang menawarkan aktivitas terapi 9 sampai 20
jam per minggu.
 Program-program rawat jalan lain yang membuat pertemuan sekali seminggu selama
1 atau 2 jam.
117
Panduan Peserta: Modul 5 - Terapi: Sebuah Ikhtisar

C2_Indonesia.indd 117 10/1/12 11:07 AM


Durasi terkait dengan berapa hari seseorang dapat dilibatkan di dalam aktivitas terapi:

 Durasi terapi beragam. Sebagai contoh, program-program terapi bisa menyediakan


layanan terstruktur untuk beberapa minggu, bulan atau satu tahun atau lebih.
 Riset secara konsisten menunjukkan bahwa terapi paling efektif jika dilaksanakan
sedikitnya 90 hari. Bagaimanapun, penyedia-penyedia asuransi atau terapi subsidi
pemerintah hanya berlaku untuk jangka waktu terapi yang lebih pendek.
Bagaimana Terapi itu Diberikan
Modalitas mengacu pada bagaimana layanan ditawarkan: dalam kelompok-kelompok
dengan teman sebaya, secara individu, dengan anggota keluarga atau dalam bentuk
kombinasi diantara ketiganya.

Komponen-Komponen dari Terapi


Intervensi-intervensi mengacu pada macam layanan yang ditawarkan di dalam
lingkungan program. Contoh-contoh intervensi adalah:

 Detoksifikasi;
 Asesmen;
 Pendidikan tentang gangguan penyalahgunaan zat untuk para klien dan keluarga;
 Konseling;
 Terapi untuk masalah kesehatan jiwa;
 Pembentukan kelompok khusus bagi kelompok-kelompok khusus atau jasa lain
untuk populasi-populasi tertentu, seperti wanita atau narapidana di penjara;
 Pelatihan pencegahan kekambuhan (relapse prevention);
 Medikasi;
 Orientasi kepada kelompok dukungan;
 Manajemen kasus;
 Pelatihan ketenaga-kerjaan dan pendidikan sekolah umum untuk anak remaja dan
orang dewasa muda; dan
 Rawatan berkekelanjutan.
Modul 5 membahas tentang komponen-komponen terapi tersebut.

Rawatan Berkelanjutan (terapi dan layanan lain sepanjang waktu)


Suatu terapi berkelanjutan adalah rentang layanan terapi dan layanan jasa lain yang
ditawarkan sepanjang waktu kepada klien berdasarkan kebutuhan-kebutuhannya
yang spesifik. Kontinum atau keberlanjutan ini mencakup:

 Pindah dari suatu bentuk terapi yang intensif kepada suatu terapi yang kurang
intensif (mis., dari terapi residensial ke rumah singgah atau dari program kehidupan
transisional kepada terapi rawat jalan); atau

118
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 118 10/1/12 11:07 AM


 Pindah dari layanan terapi yang kurang intensif kepada yang lebih intensif bila
diperlukan (mis.,pindah dari layanan kelompok drop-in kepada terapi dengan
bantuan medikasi, untuk pasien yang memerlukan bantuan dengan abstinensianya).
Suatu keberlanjutan juga mencakup manajemen kasus yang konsisten untuk
memastikan kebutuhan-kebutuhan klien terpenuhi (mis., rujukan untuk terapi
medik, konseling dan testing sukarela [VCT] HIV, nasihat keuangan, terapi keluarga,
perumahan, peningkatan ketrampilan pekerjaan).
Grafik di bawah menunjukkan suatu terapi berkelanjutan bagi seorang klien:

Kelompok
Penjangkauan Rumah Klinik Metadon xxxxxxxxxx
Singgah

Ведение пациента

Evaluasi bagi Pelatihan


VCT Depresi Vokasional

 Konselor penjangkau sebaya berbicara kepada individu tentang drop-in center,


dan individual memutuskan untuk bergabung dengan kelompok di pusat layanan
tersebut.
 Individu terus menggunakan heroin meskipun dia ingin berhenti. Ia memiliki
dukungan keluarga yang kurang, dan hampir semua temannya juga menggunakan
narkoba. Ia dirujuk ke program metadon, atau ke program lainnya, untuk
mendapatkan layanan yang lebih intensif.
 Pada waktu yang bersamaan, konselornya mengajaknya untuk memulai tes HIV,
mendapatkan evaluasi psikiatrik untuk depresi, dan (ketika klien telah mengikuti
program metadon) dilibatkan dalam vokasional training.

Model dan Praktek Terapi


Model terapi adalah seperangkat prinsip-prinsip bimbingan dan teknik-teknik khas
untuk membantu klien-klien. Beberapa model teoritis terapi ternyata lebih efektif
dibanding yang lainnya dalam membantu pasien dengan masalah adiksi.Model-
model ini telah dipelajari secara ekstensif, terutama di dunia Barat.
Model-model terapi utama yang berdasarkan riset (juga disebut praktek-praktek
berbasis bukti) yang digunakan banyak negara di dunia adalah:

 Terapi dengan medikasi bagi adiksi opiat;


 Terapi Kognitif-Perilaku (cognitive-behavioral therapy);
 Pendekatan motivasional;
119
Panduan Peserta: Modul 5 - Terapi: Sebuah Ikhtisar

C2_Indonesia.indd 119 10/1/12 11:07 AM


 Matriks model untuk metamfetamina dan penggunaan stimulansia lain;
 Terapi fasilitasi 12-Langkah (12-steps) ;
 Manajemen kontinjensi;
 Therapeutic community; dan
 Pendekatan Keluarga untuk pasangan dan remaja.
Modul 7 menjelaskan tentang model-model ini.

120
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 120 10/1/12 11:07 AM


Halaman Penjelasan 5.3: Prinsip-Prinsip Dasar Terapi Zat
yang Efektif1

1. Tidak ada satu jenis terapi yang cocok untuk semua individu. Mencocokkan
lingkungan terapi, intervensi dan layanan bagi setiap masalah dan kebutuhan
individual pasien sangat penting bagi keberhasilan akhir pengembalian pasien ke
fungsi produktif dalam keluarga, tempat kerja dan masyarakat.

2. Terapi harus selalu tersedia setiap saat. Karena pecandu mempunyai perasaan
beragam mengenai keikutsetaan dalam terapi, maka mengambil kesempatan
segera ketika pecandu bersedia untuk menjalani terapi adalah suatu hal yang
penting untuk dilakukan. Potensi terapi dapat hilang apabila tidak senantiasa
tersedia atau tidak mudah dijangkau.

3. Terapi yang efektif memperhatikan berbagai kebutuhan individu dan bukan


hanya berfokus pada penggunaan zat atau narkoba saja. Agar menjadi efektif
terapi harus dapat mengatasi masalah-masalah penggunaan narkobanya dan
setiap masalah terkait seperti masalah medis, psikologis, sosial, vokasional dan
hukum.

4. Rencana terapi dan pelayanan individu harus ditinjau secara berkesinambungan


dan dimodifikasi sebagaimana diperlukan untuk meyakinkan bahwa rencana
tersebut memenuhi kebutuhan pasien yang berubah-ubah. Klien dapat
memerlukan kombinasi layanan terapi selama perjalanan terapi dan pemulihan.
Sebagai tambahan terhadap konseling atau psikoterapi, kadangkala klien
membutuhkan pengobatan, layanan medik lain, terapi keluarga, pola mengasuh
anak, rehabilitasi vokasional, dan layanan hukum dan sosial. Adalah penting bahwa
pendekatan terapi disesuaikan dengan umur pasien, gender, etnisitas dan budaya.

5. Retensi klien di dalam terapi untuk waktu yang cukup adekuat adalah hal kritis
untuk keefektifan perawatan. Durasi yang sesuai bagi individu tergantung pada
masalahnya, kebutuhannya dan sumber daya yang tersedia. Riset menunjukkan
bahwa ambang batas yang signifikan pada kebanyakan pasien bagi terciptanya
peningkatan, dicapai dalam waktu 3 bulan di dalam terapi. Karena orang sering
meninggalkan terapi secara prematur, maka program terapi harus mencakup
strategi untuk meningkatkan retensi klien dalam terapi.

6. Konseling (individu maupun kelompok) dan terapi perilaku lainnya merupakan


komponen kritis dari terapi adiksi. Selama terapi, klien mengatasi isu-isu motivasi,
membangun kemampuan untuk menolak penggunaan narkoba, mengganti
aktivitas penggunaan narkoba dengan aktivitas yang konstruktif maupun berharga,
dan memperbaiki kemampuan dalam meyelesaikan masalah.Terapi perilaku juga
memfasilitasi hubungan interpersonal dan kemampuan individu untuk berfungsi
kembali dalam keluarga dan masyarakat.

1 Adapted from U.S. National Institute on Drug Abuse. (1999). Principles of drug addiction treatment: A research-based guide (pp. 3–5).
Bethesda, MD: Author.

121
Panduan Peserta: Modul 5 - Terapi: Sebuah Ikhtisar

C2_Indonesia.indd 121 10/1/12 11:07 AM


7. Medikasi (pemberian obat-obatan) adalah unsur penting dalam terapi bagi
kebanyakan pasien, terutama bila dikombinasikan dengan konseling dan
terapi perilaku lainnya. Terapi metadon yang komprehensif sangat efektif dalam
membantu pasien yang adiksi terhadap heroin, untuk menstabilkan hidupnya
dan mengurangi penggunaan narkoba. Bagi klien dengan gangguan mental,
kombinasi terapi perilaku dan obat-obatan menjadi hal yang sangat penting.
8. Individu yang menyalahgunaakan atau mengalami adiksi narkoba, dan memiliki
gangguan mental secara bersamaan (dual diagnosis), perlu memperoleh
terapi bagi kedua gangguan tersebut dengan cara yang terintegrasi. Karena
gangguan penggunaan narkoba dan gangguan mental sering terjadi bersamaan,
klien yang memiliki kedua gangguan tersebut harus mendapat asesmen dan terapi
untuk keduanya.
9. Detoksifikasi medis hanyalah tahapan pertama dalam terapi adiksi, dan
berdiri sendiri, serta hanya berdampak sedikit dalam mengubah penggunaan
narkoba jangka panjang. Detoksifikasi medis mengelola gejala-gejala putus zat
akut sehubungan dengan pemberhentian penggunaan narkoba secara aman.
Meskipun detoksifikasi saja tidak mencukupi untuk menolong seorang pecandu
dalam mencapai abstinensia jangka panjang, namun bagi beberapa individu
detoksifikasi merupakan unsur yang sangat penitng dalam keberhasilan terapi.
10. Terapi tidak harus dilakukan secara sukarela (atas kehendak sendiri) untuk
bisa efektif. Motivasi yang kuat dapat memfasilitasi proses terapi. Bagaimanapun,
sanksi-sanksi atau bujukan-bujukan di dalam keluarga, tempat kerja atau sistim
hukum dapat meningkatkan jumlah orang yang masuk kedalam terapi, tingkat
retensi, dan keberhasilan terapi.
11. Kemungkinan penggunaan narkoba selama menjalani terapi harus dimonitor
secara terus menerus. Penggunaan narkoba (lapses) dapat terjadi selama masa
terapi. Tujuan dilakukannya monitoring penggunaan narkoba selama terapi dengan
cara tes urin atau tes lainnya, dapat membantu pecandu menahan dorongan
untuk menggunakan narkoba. Monitoring tersebut juga dapat memberikan bukti
dini penggunaan narkoba sehingga rencana terapi individu dapat disesuaikan.
Pemberian umpan balik kepada klien yang hasil tesnya positif menggunakan
narkoba merupakan unsur penting dari monitoring.
12. Program terapi harus menyediakan asesmen atau tes untuk HIV dan AIDS,
Hepatitis B dan Hepatitis C, Tuberculosis, dan penyakit menular lain, disamping
konseling untuk membantu pasien memodifikasi atau mengubah perilaku
yang dapat menempatkan diri mereka atau orang lain dalam resiko terinfeksi.
Konseling dapat membantu pasien menghindari perilaku risiko tinggi. Konseling
juga dapat membantu pasien yang sudah terinfeksi untuk mengelola penyakitnya.
13. Pemulihan adiksi dapat merupakan proses jangka panjang dan seringkali
membutuhkan beberapa episode terapi. Sebagaimana penyakit kronis lainnya,
relapse dapat terjadi selama atau setelah episode terapi yang berhasil. Pecandu
kadangkala membutuhkan terapi yang lama dan beberapa episode terapi untuk
memperoleh kondisi abstinensia jangka panjang dan pulih secara penuh. Partisipasi
dalam program bantu diri selama dan setelah terapi seringkali sangat membantu
dalam mempertahankan abstinensia.

122
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 122 10/1/12 11:07 AM


Modul 5—Terapi: Sebuah Ikhtisar, Rangkuman
 Ada beberapa sudut pandang dalam memandang terapi:
• Lingkungan terapi mengacu kepada tempat dimana terapi disediakan: misalnya,
drop-in center, rumah sakit, klinik atau residensial.
• Intensitas dan durasi dari terapi saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
Intensitas mengacu pada seberapa sering terapi diberikan. Durasi mengacu
pada berapa lama seseorang mendapat terapi.
• Terapi dapat diberikan dalam berbagai cara. Sebagai contoh: tatap muka
individual dengan terapis profesional, dalam kelompok dengan rekan sebaya,
atau dengan anggota keluarga. Sekarang ini, bahkan terapi dapat diberikan
melalui teknologi telepon ataupun internet.
• Komponen-komponen terapi mengacu pada komponen-komponen dari
terapi; sebagai contoh asesmen, konseling, edukasi dan lain-lain.
• Rawatan berkelanjutan terkait dengan jenis-jenis terapi dan layanan lain yang
dapat diterima seseorang dalam perjalanan waktu.
• Model intervensi terapi mengacu pada landasan teoritis dan teknik-teknik
khusus yang digunakan seorang profesional dalam memberikan intervensi
terapi.
 Halaman penjelasan 5.2 menjelaskan lebih detail mengenai berbagai sudut
pandang atau cara dalam memandang terapi.
 Halam sumber 5.3 memberikan penjelasan mengenai prinsip-prinsip terapi zat
efektif atau The U.S. National Institute on Drug Abuse’s (NIDA) Basic Principles of
Effective Drug Treatment.
 Mengembangkan prinsip-prinsip yang tertera di Halaman Penjelasan 3.3 (halaman
44) berdasarkan riset hasil terapi. Prinsip-prinsip ini telah digunakan secara
ekstensif di seluruh dunia untuk mengembangkan pedoman dan standar terapi.
 World Health Organization (WHO)1 dan the United Nation Office on Drugs
and Crime (UNODC) bersama-sama mengembangkan seperangkat prinsip-
prinsip mengenai terapi adiksi zat (narkoba). Prinsip-prinsip ini serupa dengan
prinsip-prinsip dari NIDA, namun lebih terperinci. Prinsip-prinsip ini dapat
diunduh di: http:www.who.int/substance_abuse/publications/pruncuokes_drug_
dependence_treatment.pdf.

1 1United Nations Office on Drugs and Crime & World Health Organization. (2008). Principles of drug dependence treatment. Geneva:
Authors. Retrieved September 15, 2011 at http://www.unodc.org/documents/drug-treatment/UNODC-WHO-Principles-of-Drug-
Dependence-Treatment-March08.pdf

123
Panduan Peserta: Modul 5 - Terapi: Sebuah Ikhtisar

C2_Indonesia.indd 123 10/1/12 11:07 AM


C2_Indonesia.indd 124 10/1/12 11:07 AM
MODUL 6
KOMPONEN-KOMPONEN TERAPI : RAWATAN
BERKELANJUTAN

Daftar Isi dan Jadwal. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 126


Tujuan Pelatihan dan Objektif Pembelajaran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 127
Lembar Power Point . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 128
Halaman penjelasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 188
Rangkuman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 201

C2_Indonesia.indd 125 10/1/12 11:07 AM


C2_Indonesia.indd 126 10/1/12 11:07 AM
Daftar Isi dan Jadwal
Aktivitas Waktu
Selamat datang, tinjau ulang hari ke 2, dan pengenalan Modul 6 20 menit
Presentasi : Komponen-komponen praterapi 60 menit
Latihan kelompok kecil : Komponen-komponen praterapi 40 menit
Rehat 15 menit
Presentasi : Manajemen kasus 25 menit
Latihan kelompok kecil : Komponen manajemen kasus 30 menit
Presentasi : Terapi primer, Bagian 1 – Konseling kelompok 10 menit
Presentasi Kelompok kecil : Tipe-tipe kelompok 60 menit
ISHOMA 60 menit
Presentasi : Terapi primer, Bagian 2 – Konseling individu 10 menit
Presentasi : Terapi primer, Bagian 3 – Komponen lainnya 45 menit
Rehat 15 menit
Latihan kelompok kecil : Terapi primer 40 menit
Presentasi : Rawat lanjut 15 menit
Hari ke 3 Simpulan dan evaluasi 15 menit
Akhir hari ke 3
Latihan kelompok kecil : Rawat lanjut 60 menit
Latihan kelompok kecil : Studi kasus 90 menit
Rehat 15 menit

127
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 127 10/1/12 11:07 AM


Modul 6 Tujuan dan Objektif
Tujuan Pelatihan
 Menyediakan tinjauan umum komprehensif berbagai komponen terapi efektif; dan
 Menyediakan kesempatan bagi peserta untuk memahami konsep rawatan
berkelanjutan dengan menerapkannya pada klien

Objektif pembelajaran
Peserta-peserta yang menyelesaikan modul 5 akan mampu untuk:

 Memberikan deskripsi umum tentang rawatan berkelanjutan yang efektif untuk


Gangguan Penggunaan Zat (GPZ);
 Identifikasi perbedaan antara skrining dan asesmen;
 Menjelaskan pilihan-pilihan detoksifikasi;
 Mendefinisikan manajemen kasus;
 Menyebutkan dan secara singkat menjelaskan lima intervensi yang ditawarkan
pada terapi gangguan penggunaan zat (GPZ) primer (primary SUD treatment );
 Menyebutkan dan secara singkat menjelaskan 4 tipe kelompok yang sering
digunakan dalam terapi Gangguan Penggunaan Zat;
 Menyebutkan dan secara singkat menjelaskan pilihan-pilihan bantu diri/ saling
bantu yang tersedia di masyarakat/wilayah;
 Mendefinisikan rawat lanjut; dan
 Menerapkan konsep rawatan berkelanjutan dengan mengidentifikasi rawatan
berkelanjutan yang sesuai melalui studi kasus.

128
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 128 10/1/12 11:07 AM


MODUL 6
KOMPONEN TERAPI: RAWATAN BERKELANJUTAN

129
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 129 10/1/12 11:07 AM


Rawatan Berkelanjutan

 Dari Modul 3, Apakah Terapi (treatment) itu?


 Bagaimana cara pAndang orang lain terhadap
terapi GPZ di komunitas / lingkungan Anda?

6.2

Rawatan Berkelanjutan

“Rentang layanan secara keseluruhan yang


dapat diterima oleh klien, baik yang secara
langsung diberikan oleh program terapi atau
yang oleh program terapi”.

6.3

130
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 130 10/1/12 11:07 AM


Modul 6 Objektif Pembelajaran

 Memberikan deskripsi umum dari sebuah


rawatan berkelanjutan yang efektif untuk
masalah GPZ.
 Mengidentifikasi perbedaan antara skrining
dan asesmen.
 Menjelaskan pilihan-pilihan yang ada untuk
detoksifikasi.

6.4

131
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 131 10/1/12 11:07 AM


Objektif Pembelajaran—Bagian II

 Menjelaskan manajemen kasus


 Menyebutkan dan menjelaskan secara singkat
setidaknya lima intervensi yang biasanya
dilakukan di dalam terapi GPZ utama (primer)
 Menyebutkan dan menjelaskan secara singkat
empat tipe sesi kelompok yang sering
digunakan dalam terapi GPZ

6.5

Objektif Pembelajaran—Bagian III

 Menyebutkan dan menjelaskan secara singkat


pilihan-pilihan dari dari kelompok bantu-diri /
saling-bantu, yang tersedia di komunitas /
daerah Anda
 Menjelaskan rawatan berkelanjutan
 Menerapkan konsep layanan berkelanjutan
dengan mengidentifikasi layanan
berkelanjutan yang sesuai dengan klien Anda,
melalui sebuah studi kasus

6.6

132
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 132 10/1/12 11:07 AM


Empat Bagian Umum dari Rawatan
berkelanjutan

 Pra-terapi
 Terapiutama
 Manajemen kasus
 Rawatan berkelanjutan, termasuk manajemen
pemulihan selanjutnya

6.7

133
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 133 10/1/12 11:07 AM


Komponen Praterapi

 Penjangkauan
 Skrining dan intervensi singkat (Brief
intervention)
 Asesmen dan perencanaan terapi
 Detoksifikasi

6.8

Definisi Penjangkauan

 Menjangkau untuk membangun hubungan dari


suatu kelompok atau program, kepada
komponen lainnya.
 Pengembangan (kelanjutan) dari layanan atau
bantuan kepada seseorang maupun kelompok
yang sebelumnya tidak tersedia.

6.9

134
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 134 10/1/12 11:07 AM


Penjangkauan dalam GPZ

“Upaya terorganisir untuk mengidentifikasi dan


menyaring individu yang mungkin mempunyai
masalah dengan penggunaan zat”

6.10

135
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 135 10/1/12 11:07 AM


Tujuan Penjangkauan

 Memapankan kontak.
 Membangun kepercayaan.
 Mengembangkan hubungan.
 Menyediakan layanan kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan dan terkait (berjejaring)
dengan layanan lainnya.
 Mengikat individu pada layanan intervensi
singkat atau terapi GPZ.

6.11

Mengapa Penjangkauan

 Karena banyak orang dengan yang


menggunakan narkoba (memiliki masalah GPZ)
memAndang program terapi dengan anggapan:
 Mengintimidasi
 Susah untuk mengakses atau menjalaninya
 Pendekatannya terlalu kaku atau menghakimi
 Tidak relevan dengan kebutuhan yang harus mereka
segera dipenuhi
 Terlalu mahal

6.12

136
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 136 10/1/12 11:07 AM


Metode dan Tatanan Penjangkauan

 Edukasi masyarakat dengan institusi lainnya.


 Berbicara dengan para pengguna di rumah
singgah, klinik HIV atau klinik lainnya, balai
masyarakat dan drop-in centers.
 Edukasi dan skrining di sekolah, fasilitas
umum dan klinik-klinik (dapat dilakukan oleh
peers juga).

6.13

137
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 137 10/1/12 11:07 AM


Upaya Lain Penjangkauan

 Paraprofesional dapat menjangkau ke tempat-


tempat yang diduga marak akan penggunaan
zat (hotspot), seperti di diskotik, tongkrongan
para pengguna, dll.
 Pendidik rekan sebaya dapat mendatangi
lokasi para pengguna zat secara berkala.
 Petugas kesehatan dapat melakukan
intervensi singkat (brief intervention) maupun
melakukan rujukan.

6.14

Tujuan Skrining

 Skrining mencoba mengidentifikasi hanya


pada masalah yang muncul dan menentukan
apakah asesmen lanjutan perlu dilakukan.

6.15

138
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 138 10/1/12 11:07 AM


Skrining vs. Asesmen

 Skrining mencoba mengidentifikasi apakah


terdapat masalah dan apakah diperlukan
tindak lanjut.
 Asesmen mencoba mengidentifikasi sejauh
mungkin tingkat masalah GPZ dan isu terkait
lainnya, serta jenis intervensi yang mungkin
dibutuhkan.

6.16

139
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 139 10/1/12 11:07 AM


Validitas dari instrumen skrining

 Derajat penilaiannya dapat mengukur sejauh


mana masalah yang dinyatakan dapat terukur
oleh instrumen yang digunakan.
 Instrumen yang telah divalidasi secara
Internasional (WHO):
 The AUDIT, alat skrining terdiri dari 10-items untuk
alkohol.
 The Alcohol, Smoking, and Substance Involvement
Screening Test (ASSIST).
 Dll.
6.17

Instrumen Skrining Lainnya

 Banyak instrumen lainnya yang didesain untuk


orang dewasa maupun remaja.
 Lihat Halaman Penjelasan 6.1. untuk perangkat
skrining lanjutan yang belum divalidasi untuk
penggunaan pada semua populasi

6.18

140
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 140 10/1/12 11:07 AM


Skrining

6.19

141
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 141 10/1/12 11:07 AM


Intervensi Singkat (Brief Intervention)

 Fokus pada peningkatan tilikan diri (insight)


dan kesadaran seseorang akan penggunaan
zatnya dan perubahan perilaku.
 Dapat dilakukan melalui satu atau beberapa
sesi intervensi motivasional oleh profesional,
rekan sebaya maupun praktisi GPZ lainnya.

6.20

Tujuan Asesmen

 Menjadidasar dari perencanaan terapi


 Memantapkan sebuah dasar dari pengukuran
perkembangan klien
 Membantu membuat prioritas masalah klien
 Menentukan prioritas terapi dan intervensi
manajemen kasus
 Mengidentifikasi kekuatan klien dan modal
pemulihan (kapital pemulihan) lainnya yang
dapat mendukung pemulihan
6.21

142
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 142 10/1/12 11:07 AM


Tugas Asesmen

 Mengikatklien
 Menetapkan riwayat klien
 Mengumpulkan data klien
 Mengamati klien dari semenjak kunjungan
pertama

6.22

143
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 143 10/1/12 11:07 AM


Area Asesmen Bagian 1

 Alasan klien mencari terapi dan pendapatnya


atas masalah yang dimilikinya
 Riwayat terapi dan penggunaan zatnya saat
kini dan masa lampau
 Riwayat keluarga terkait penggunaan zat
 Kondisi medis atau komplikasi

6.23

Area Asesmen Bagian 2

 Risiko putus zat dan kebutuhan akan


detoksifikasi dengan supervisi
 Asesmen akan risiko bunuh diri, kesehatan,
dan resiko krisis lainnya
 Status emosi/perilaku/kognitif, termasuk
kemungkinan adanya gangguan mental
 Latar belakang edukasi dan pekerjaan

6.24

144
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 144 10/1/12 11:07 AM


Area Asesmen bagian 3

 Statushukum
 Kesiapan untuk melakukan perubahan
 Dukungan alami dari keluarga, tempat kerja
dan komunitas
 Relaps atau potensi terus menggunakan zat
 Lingkungan pemulihan (misal situasi hidupnya,
hambatan dan dukungan pemulihan)

6.25

145
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 145 10/1/12 11:07 AM


Metoda Asesmen

 Wawancara klinis
 Intervensi asesmen
 Sumber terkait, atas izin klien:
 Keluarga
 Teman
 Karyawan
 Sumber-sumber rujukan terkait
 Tes urin dan tes penggunaan zat lainnya

6.26

Perencanaan Terapi

 Garis besar bagi terapi dan layanan yang


berbasis pada kebutuhan spesifik dari klien

6.27

146
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 146 10/1/12 11:07 AM


Perencanaan Terapi Mengidentifikasi
Kebutuhan pada:

 Yang akan dilakukan selama terapi


 Ketika membutuhkan rujukan ke layanan
terapi lainnya
 Akan dirujuk kembali dikemudian hari

6.28

147
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 147 10/1/12 11:08 AM


Perencanaan Terapi yang Efektif

 Individual
 Fleksibel
 Realistik
 Simpel
 Bermanfaat
 Fokus pada solusi
 Jelas
 Merespon perubahan dan kemajuan

6.29

Perencanaan Terapi

 Menetapkan tingkatan layanan rawatan yang


dibutuhkan dan dapat diterima oleh klien
 Termasuk
 Intensifitas
 Durasi
 Tatanan (Setting)

6.30

148
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 148 10/1/12 11:08 AM


Menentukan Perencanaan terapi

 Langkah pertama perencanaan terapi


termasuk menentukan, apakah:
 Program sesuai kebutuhan klien ataukah perlu
dilakukan rujukan
 Terapi untuk gangguan penyerta (co-occurring
disorders), baik masalah mental maupun medis
 Klien memerlukan detoksifikasi dengan supervisi

6.31

149
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 149 10/1/12 11:08 AM


Detoksifikasi

 Proses :
 Menghentikan penggunaan zat
 Membersihkan zat dari dalam tubuh
 Mengelola kumpulan gejala (sindrom) putus zat

6.32

Putus Zat

 TAnda dan gejala tertentu, intensitas dan risiko


yang menyertainya, yang tergantung pada :
 Jeniszat yang digunakan
 Jumlah yang digunakan
 Rentang waktu penggunaan zat yang dilakukan
secara rutin

6.33

150
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 150 10/1/12 11:08 AM


Medikasi untuk Membantu Detoksifikasi

 Medikasi dapat membantu detoksifikasi dari zat:


 Opioid
 Benzodiazepin
 Barbiturat
 Golongan sedatif lainnya

Masih terdapat banyak perbedaan pAndangan literatur,


terkait perlu tidaknya medikasi detoksifikasi untuk
penggunaan zat jenis stimulan

6.34

151
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 151 10/1/12 11:08 AM


Tujuan dari Detoksifikasi

 Untuk menyediakan intervensi yang aman dari


proses putus zat, dan membantu seseorang
mampu bebas zat (drug-free)
 Untuk menyediakan intervensi putus zat yang
manusiawi
 Untuk mempersiapkan seseorang menuju
terapi selanjutnya

6.35

Tipe Layanan Detoksifikasi

 Layanan rawat jalan, dilakukan di rumah


(home-based), atau layanan residensial tanpa
medikasi namun dengan dukungan psikososial
(detoksifikasi sosial)
 Layanan rawat jalan dengan medikasi dan
pemantauan periodik (medication supported)
 Layanan rawat inap dengan terapi medis
(medically managed)

6.36

152
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 152 10/1/12 11:08 AM


Detoksifikasi

 Detoksifikasi
HANYA langkah awal kearah
pemulihan; BUKAN merupakan sebuah
TERAPI UTAMA

6.37

153
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 153 10/1/12 11:08 AM


Latihan Kelompok–Kecil:
Komponen Pra-terapi

 Buat rangkuman dari elemen-elemen kunci, dari


bagian yang ditugaskan kepada kelompok Anda
 Tuliskan elemen-elemen kunci pada kertas
flipchart, untuk kemudian dipresentasikan secara
singkat di depan kelompok lainnya
 Tempel tugas Anda tsb di dinding, menjadi satu
bagian dari poster “Rawatan Berkelanjutan”

6.38

REHAT
15 Menit

6.39

154
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 154 10/1/12 11:08 AM


Manajemen Kasus

 Bagian integral dari terapi

Skrining dan Asesmen Pemulihan berkelanjutan

6.40

155
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 155 10/1/12 11:08 AM


Manajemen Kasus

“Koordinasi antar profesi, layanan sosial dan


layanan medis guna membantu orang
memenuhi kebutuhan kompleksnya,
seringkali untuk kebutuhan rawatan dan
perlindungan jangka panjang”

6.41

Manajemen Kasus – Manfaat

 Memantau transisi klien diantara tingkat / jenis


layanan, sehingga dipastikan tidak ada
kesenjangan yang terjadi
 Mengkoordinasikan layanan yang dibutuhkan
klien
 Memberikan layanan dalam satu titik kontak
untuk setiap klien, untuk menemukan dan
memobilisasi kebutuhan klien

6.42

156
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 156 10/1/12 11:08 AM


Manajemen Kasus

Layanan cenderung tersebar

6.43

157
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 157 10/1/12 11:08 AM


Manajemen Kasus

 Para menajer kasus memadukannya untuk


klien

6.44

Fungsi Manajemen Kasus

 Asesmen
 Perencanaan
 Jejaringdan rujukan
 Monitoring
 Advokasi

6.45

158
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 158 10/1/12 11:08 AM


Asesmen dan Perencanaan Layanan

 Asesmen dan layanan perencanaan sangat erat


kaitannya dengan asesmen awal dan
perencanaan terapi yang telah lebih dahulu
dibicarakan
 Sebuah perencanaan manajemen kasus dapat
diintegrasikan ke dalam perencanaan terapi
klien secara keseluruhan, atau dilakukan dalam
proses terpisah

6.46

159
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 159 10/1/12 11:08 AM


Jejaring (Linkage)

 Jejaring layanan adalah hal yang penting, karena


tidak ada program yang dapat memenuhi semua
kebutuhan klien
 Manajamen kasus antar-program yang
menghubungkan program satu ke program /
layanan lainnya

6.47

Jejaring dan Rujukan

 Melalui jejaring dan rujukan, konselor dapat


membantu klien memperoleh :
 Terapi untuk gangguan mental
 Terapi keluarga
 Rawatan anak
 Bantuan transportasi

6.48

160
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 160 10/1/12 11:08 AM


Jejaring dan Rujukan -- II

 Bantuan perumahan
 Bantuan finansial
 Bantuan hukum
 Layanan dan tes HIV, atau layanan medis
lainnya
 Layanan edukasi atau vokasional
 Dll.

6.49

161
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 161 10/1/12 11:08 AM


Fungsi Monitoring

 Seorang Manajer Kasus :


 Memastikan bahwa klien telah terikat layanan dan
memonitor perkembangannya
 Mengidentifikasi hambatan dan bekerjasama
dengan klien dan sumber rujukan lain, untuk
mengatasi hal tsb
 Mengkoordinasi komunikasi dengan tim yang terdiri
dari berbagai macam latar belakang ilmu
(multidisiplin)

6.50

Advokasi

“Membicarakan masalah-masalah yang


menjadi perhatian, untuk menerapkan
pengaruh atas nama seseorang atau
banyak orang”

6.51

162
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 162 10/1/12 11:08 AM


Advokasi: Dimana?

 Manajer kasus berinteraksi dengan banyak


sistem untuk mengadvokasi klien mereka,
seperti:
 Organisasilain
 Penyedian layanan kesehatan
 Sistem hukum
 Keluarga

6.52

163
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 163 10/1/12 11:08 AM


Tugas Advokasi

 Manajer kasus dapat mengedukasi pemberi


layanan non-terapi tentang klien atau masalah
Gangguan Penggunaan Zat secara umum
 Di suatu waktu tertentu, manajer kasus harus
bernegosiasi dengan program atas nama klien

6.53

Dalam Kelompok Besar:


Pertanyaan Advokasi

 Bagaimana advokasi yang telah dilakukan


dapat sesuai dengan pekerjaan Anda dengan
klien?
 Konsep advokasi mana yang sesuai atau
tidak sesuai dalam konteks di dalam
komunitas / masyarakat Anda?
 Apa kesulitan yang pernah Anda temui selama
mengadvokasi klien Anda?

6.54

164
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 164 10/1/12 11:08 AM


Tugas dalam Kelompok Kecil

 Membuat rangkuman dari elemen-elemen kunci


komponen manajemen kasus, sesuai dengan
tugas kelompok Anda
 Tuliskan elemen-elemen kunci tsb pada kertas
flipchart, untuk kemudian dipresentasikan
secara singkat di depan kelompok lainnya
 Tempel tugas Anda tsb di dinding, menjadi satu
bagian dari poster “Rawatan Berkelanjutan”
(menyambung tugas sebelumya)

6.55

165
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 165 10/1/12 11:08 AM


Manfaat Konseling Kelompok

 Menyediakan kesempatan bagi klien untuk


mengembangkan ketrampilan berkomunikasi
dan bersosialisasi
 Membuat lingkungan yang membantu,
mendukung dan mengkonfrontasikan klien
dengan lainnya
 Mengenalkan kehidupan terstruktur dan
kedisiplinan pada kehidupan klien yang
seringkali kacau
 Menyediakan norma hidup sehat
6.56

Manfaat Konseling Kelompok- Bagian II

 Membantu klien meluaskan pemahaman


mengenai kapital pemulihannya dan mengatasi
hambatan untuk pemulihan
 Mendukung asesmen individu akan faktor kritis
dan pelindung
 Pemulihan individu lanjutan
 Menyediakan tempat agar pemimpin sesi
kelompok dapat meneruskan informasi baru ,
ketrampilan baru, dan memimpin klien untuk
mempraktikan perilaku baru
6.57

166
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 166 10/1/12 11:08 AM


Kehati-hatian dalam Konseling Kelompok

 Beberapa klien jangan ditempatkan di dalam


kelompok yang sama, seperti:
 Penyerang dan korban kekerasan domestik harus
berada dalam kelompok terpisah
 Tetangga, teman, saudara, pasangan atau orang
bermakna lainnya jangan berada dalam satu
kelompok (kecuali dalam terapi keluarga
 Besar kelompok antara 8-15 orang
 Pertemuan berlangsung maksimal 1,5 jam

6.58

167
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 167 10/1/12 11:08 AM


Tugas dalam Kelompok Kecil

 Mempersiapkan presentasi singkat sesuai


dengan tugas kelompok Anda
 Berkreasilah; dapat menggunakan potongan
kertas majalah, spidol, kertas warna, dll.
 Membuat rangkuman dari elemen-elemen kunci
pada kertas flipchart, untuk kemudian dipasang di
dinding (digabung dalam poster “rawatan
berkelanjutan”

*Psikoedukasi: Halaman Penjelasan 6.3


6.59
*Jenis kelompok lain: Halaman Penjelasan 6.4.

Ishoma
60 menit

6.60

168
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 168 10/1/12 11:08 AM


Terapi Kelompok
Bukan Untuk Semua Orang

 Orang yang memiliki kegelisahan tinggi dalam


bersosialisasi atau sangat introvert, tidak dapat
diikutkan dalam terapi kelompok
 Beberapa klien dengan gangguan mental /
kejiwaan yang berat, tidak dapat berpartisipasi
di dalam sesi kelompok
 Klien yang melakukan pelanggaran terhadap
prinsip / peraturan utama kelompok, atau yang
tidak mampu mengendalikan emosinya,
mungkin lebih baik melakukan konseling
individu 6.61

169
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 169 10/1/12 11:08 AM


Fokus Konseling Individual

 Sesi konseling individu bervariasi


tergantung :
 Tipeprogram
 Tahap Pemulihan klien
 Kebutuhan individual klien

6.62

Isi Konseling Individual – Bagian 1

 Seorang konselor dapat :


 Menanyakan reaksi klien atas pertemuan
kelompok yang baru saja dialaminya
 Menanyakan reaksi klien atas pertemuan yang
baru saja berlangsung
 Menggali tentang penggunaan waktu oleh klien
sejak sesi terakhir

6.63

170
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 170 10/1/12 11:08 AM


Isi Konseling Individual -- Bagian 2

 Konselor dapat:
 Menanyakan masalah penggunaan zat
 Menanyakan tentang masalah yang mendesak
 Melakukan tinjauan rencana dan strategi coping
 Menjawab ketakutan dan kecemasan terkait
perubahan

6.64

171
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 171 10/1/12 11:08 AM


Isi Konseling Individual – Bagian 3

 Memberikan umpan-balik personal atas hasil tes


penggunaan zat
 Menyelidiki masalah sensitif yang sulit
didskusikan dalam kelompok
 Membantu klien mengakses layanan
 Memberi tugas individual

6.65

Konseling Individu

 Sesi konseling biasa diakhiri dengan membuat


rangkuman dari rencana dan jadwal klien
beberapa hari kedepan

6.66

172
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 172 10/1/12 11:08 AM


Terapi Primer- Komponen Lainnya

 Tespenggunaan zat
 Farmakoterapi
 Pengenalan kelompok saling-bantu

6.67

173
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 173 10/1/12 11:08 AM


Tes Zat

 Tes dapat memberikan:


 Verifikasi,kontradiksi , atau menambahkan
laporan klien akan penggunaan zatnya
 Identifikasi kambuhnya penggunaan zat
 Membantu menilai efikasi rencana terapi dan
tingkat rawatannya sekarang
 Mendorong abstinen

6.68

Jenis Tes Zat

 Tes Laboratorium
 Point-of-care testing (POCT)

6.69

174
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 174 10/1/12 11:08 AM


POCT: Tantangan

 Membutuhkan hasil yang cepat


 Dapat lebih murah dibanding tes di
laboratorium
 Dilakukan dengan sederhana, tidak rumit

6.70

175
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 175 10/1/12 11:08 AM


POCT: Tantangan

 Beberapa alat tes hanya untuk sedikit macam


zat
 Jika zat yang akan dites banyak macamnya,
maka mungkin harga lebih mahal daripada
melakukan tes di laboratorium
 Biasanya hasilnya terbatas untuk menyatakan
positif atau negatif

6.71

Tantangan POCT – Bagian II

 Memerlukan tempat penyimpanan yang aman


dan pemeriksa yang terlatih
 Tidak dapat digunakan sebagai bukti di
Pengadilan
 Dapat salah arti (seperti layaknya tes
laboratorium lain) dalam memonitor abstinensia,
ketika klien menggunakan obat-obatan lain
yang sifat metabolitnya mirip

6.72

176
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 176 10/1/12 11:08 AM


Farmakoterapi digunakan untuk

 Membantu proses putus zat akut atau penurunan


dosis bertahap (tapering-off)
 Mengurangi kenikmatan penggunaan zat dengan
menurunkan sifat penguatnya, atau dengan
membuat efek negatif ketika zat itu digunakan
(antagonis)
 Membantu pemulihan dini dengan menurunkan
rasa nagih (craving) atau melawan simptom putus
zat yang lebih panjang

6.73

177
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 177 10/1/12 11:08 AM


Farmakoterapi: Opioid

 Salah satu terapi bagi pengguna heroin yang


telah dikenal luas adalah terapi rumatan
metadon
 Metadon dapat digunakan untuk jangka
pendek, membantu putus zat, atau rumatan
jangka panjang
 Tidak selalu tersedia ataupun legal di semua
negara atau wilayah

6.74

Farmakoterapi

 Efektif digunakan bersama dengan konseling


dan layanan terapi lainnya, tidak berdiri sendiri
atapun menggantikannya

Farmakoterapi

Konseling &
Layanan
Lainnya

6.75

178
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 178 10/1/12 11:08 AM


Program Bantu-Diri (Self-Help) dan
Saling-Bantu (Mutual-Help)

 Program bantu-diri dan saling-bantu ini


merupakan alternatif atau peningkatan dari
konseling profesional
 Peserta dalam kelompok dukungan saling-
bantu dan saling mendorong untuk menjadi,
dan atau tetap berada dalam keadaan
abstinensia
 Program12-Langkah mungkin merupakan
program saling-bantu yang paling dikenal

6.76

179
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 179 10/1/12 11:08 AM


Kelompok Saling-Bantu Pertama

 Alcoholics Anonymous (AA): 1930an


 Narcotics Anonymous (NA): 1950an

6.77

Tipe pertemuan AA/NA

 Pertemuan diskusi (home group, dll)


 Pertemuan dengan pembicara (speakers
meetings)
 Pertemuan pembelajaran 12-Langkah (step
studies)

6.78

180
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 180 10/1/12 11:09 AM


Sponsorship

 Seorang sponsor adalah anggota AA/NA yang:


 Mempunyai keberhasilan pengalaman dalam
menjalankan program
 Memberikan layanan secara pribadi kepada
anggota lain yang minim pengalaman

6.79

181
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 181 10/1/12 11:09 AM


Program Bantu-Diri 12 Langkah lainnya

 Marijuana Anonymous
 Cocaine Anonymous
 Nicotine Anonymous
 Crystal
Meth Anonymous
 Gambling Anonymous
 Dll.

6.80

Program12- Langkah Untuk Populasi Khusus

 Nar-Anon (untuk anggota keluarga)


 Al-Anon (untuk anggota keluarga yang telah
dewasa atau remaja menjelang dewasa dan
kawan-kawan)
 Alateen (untuk anak sudah besar dan remaja
muda)
 Alatot (untuk anak-anak)

6.81

182
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 182 10/1/12 11:09 AM


Riset Program 12 Langkah

 Berbagai hasil riset menggambarkan bahwa


program pemulihan efektif
 Namun sulit dipelajari karena:
 Bersifat rahasia
 Bersifat sukarela, sehingga sulit diakses oleh
program penelitian

6.82

183
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 183 10/1/12 11:09 AM


Program 12-Langkah Tidak Berlaku
Untuk Semua Orang

 Beberapa orang tidak nyaman dengan aspek


spiritual program ini
 Mereka yang mempunyai kesulitan dalam
kelompok dan situasi sosial mungkin tidak
dapat secara efektif menggunakan program
pemulihan ini

6.83

Program Saling-Bantu Lainnya

 Women for Sobriety


 SMART (Self-Management and Recovery
Training) Recovery
 Rational Recovery
 Celebrate Recovery (Christian)
 Milati Islami
 Native American Wellbriety Movement

6.84

184
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 184 10/1/12 11:09 AM


Wanita untuk Waras (Women for Sobriety)
dan Pemulihan Rasional

 Keduanya berbasis prinsip rational-emotive-


behavioural
 Woman for Sobriety mempunyai keyakinan
bahwa perempuan dengan gangguan
penggunaan alkohol membutuhkan program
pemulihan yang berbeda dari laki-laki
 Rational Recovery tidak mempunyai kelompok
saling-bantu, tetapi menyediakan dukungan
edukasi online untuk menghadapi keyakinan
yang irasional
6.85

185
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 185 10/1/12 11:09 AM


Program SMART

 Perkembangan (Off–shoot) dari Rational


Recovery
 Fokus pada motivasi, dorongan, pikiran,
perasaan, perilaku dan kepuasan
 Mengajarkan peningkatan keberdayaan diri
(self-reliance), bukan ketidak berdayaan
 Tidak menggunakan sponsor

6.86

Celebrate Recovery

 Pemulihan berbasis program kristiani


berdasarkan kitab injil dan ajarannya
 Khas ditujukan kepada berbagai masalah, tak
hanya GPZ
 Mengganti kedudukan sponsor dengan
pastor/pendeta dan kongregasi sebagai
jejaring pendukung

6.87

186
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 186 10/1/12 11:09 AM


Milati Islami

 Lakidan perempuan bergabung diseluruh


dunia dalam jalan kedamaian (Path of Peace)
 Berprinsip spiritual Al-Quran
 Kelompok memadukan ajaran Islam dengan
12-Langkah untuk mengatasi GPZ

6.88

187
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 187 10/1/12 11:09 AM


Gerakan Native American Wellbriety

 Diciptakanoleh White Bison Society dalam


menanggapi kekurang berhasilan komunitas
Indian Amerika dalam program terapi dan
program pemulihan pada umumnya
 Berbasis model 12-Langkah, tetapi berakar
pada budaya, spiritual dan ritual tradisional
setempat

6.89

Kesadaran Akan Program Bantu Diri

 Konselor perlu mengenal dekat program bantu-


diri atau saling-bantu yang ada di wilayahnya,
sehingga mereka dapat:
 Memberikan pengenalan kepada klien ketersediaan
program layanan
 Mendorong mereka untuk mencoba program-
program lainnya
 Membantu mereka menyeleksi program dukungan
yang berguna
 Mengadvokasi pembentukan kelompok jika belum
ada 6.90

188
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 188 10/1/12 11:09 AM


Komponen Lain dari Terapi

 Terapi dengan tata-laksana medis dan layanan


kesehatan umum
 Terapi untuk gangguan jiwa
 Sekolah umum untuk remaja atau dewasa
muda

6.91

189
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 189 10/1/12 11:09 AM


Komponen Terapi Lainnya—Bagian II

 Pelatihan ketrampilan kerja


 Layanan anak untuk kelompok atau sesi
individual
 Transportasi ke layanan terapi dan/atau
pertemuan kelompok bantu diri

6.92

Rehat
15 menit

6.93

190
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 190 10/1/12 11:09 AM


Latihan Dalam Kelompok Kecil:
Terapi Primer– Komponen Lainnya

 Lakukan diskusi 15 menit tentang bagaimana


komponen-komponen ini dapat dimasukan dalam
terapi GPZ di lingkup pekerjaan Anda :
 Tes bagi pengguna zat
 Farmakoterapi
 Kelompok saling bantu
 Komponen lainnya
 Tuliskan 3 temuan di dalam setiap area
 Pilih anggota kelompok untuk mempresentasikan
hasil diskusi dari setiap komponen tsb
6.94

191
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 191 10/1/12 11:09 AM


Perencanaan Rawatan Berlanjut

 Mendokumentasikan pengembangan rencana


aksi sebelum selesai dari program rawatan
atau pindah ke tingkat rawatan berikutnya
 Terstruktur, layanan dengan daftar yang
berorientasi pada tujuan
 Dikembangkan kerjasama antara konselor
dengan klien
 Mencakup kapital pemulihan dan tantangan
yang memungkinkan
6.95

Tujuan Rawatan Berlanjut

 Mempertahankan abstinensia
 Mengembangkan dukungan pemulihan
berkelanjutan
 Meningkatkan kehidupan di masyarakat

6.96

192
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 192 10/1/12 11:09 AM


Tujuan Rawatan Lanjutan – Bagian II

 Memilikiketrampilan kerja
 Meraih pendidikan
 Mendapatkan pekerjaan atau sekolah
 Memberikan konseling pada masalah
gangguan mental yang menyertai

6.97

193
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 193 10/1/12 11:09 AM


Tujuan Rawatan Lanjutan – Bagian III

 Mengembangkan pemahaman yang dalam


tentang diri dan orang lain
 Meningkatkan tanggung jawab
 Mengatasi kesulitan keluarga
 Mengkonsolidasi, menguatkan, dan menjadi
nyaman dengan perubahan hidup
 Mengintegrasikan diri ke dalam komunitas
dengan peran yang bermakna

6.98

Kelompok Rawatan Lanjutan

 Mengeksplorasi aktivitas sosial dan rekreasi


yang bebas dari penggunaan zat
 Terus berusaha dalam menguatkan ketrampilan
hidup, seperti penyelesaian masalah
 Pelatihan pencegahan kekambuhan
 Kesehatan dan kesejahteraan
 Perencanaan pendidikan dan karir
 Konseling yang mendukung
 Pengembangan ketrampilan kepemimpinan
6.99

194
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 194 10/1/12 11:09 AM


Tujuan Rawatan Dukungan

 Kehadiran dalam kelompok bantu-diri


 Terapi Individual
 Terapi medikasi dan tatalaksana gangguan
jiwa
 Program rumatan Metadon yang stabil
 Sober club
 Terapi atau monitoring dengan telepon

6.100

195
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 195 10/1/12 11:09 AM


Dukungan Layanan Lanjutan – Bagian II

 Institusikeagamaan/spiritual
 Tradisi budaya dan tatanilai yang mendukung
pemulihan
 Kunjungan rumah berkala atau sesi
pendorong
 Dukungan dan monitoring manajemen kasus
yang intensif
 Pelatihan kerja
 Sekolah atau kursus lainnya
6.101

MODUL 6
KOMPONEN TERAPI: RAWATAN BERKELANJUTAN

196
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 196 10/1/12 11:09 AM


Latihan dalam Kelompok Kecil :
Rawatan Dukungan Berkelanjutan

 Tulislah sumber daya atau jenis layanan yang


ada di lingkungan Anda (15 menit)
 Tulislah sumber daya atau jenis layanan yang
Anda impikan ada di lingkungan Anda (15
menit)
 Tulis di dalam kertas flipchart dan sajikan
selama 3 menit apa yang kelompok saudara
tuliskan

6.103

197
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 197 10/1/12 11:09 AM


Latihan dalam Kelompok Kecil:
Rawatan berkelanjutan–Studi Kasus

 Pelajaristudi kasus yang ditugaskan untuk


kelompok Anda
 Buatlah gambar menggunakan pola boneka kertas
yang sesuai dengan tugas studi kasus kelompok
Anda
 Buat presentasi yang mengilustrasikan tentang alur
proses rawatan berkelanjutan
 Jadikan tugas studi kasus Anda menjadi awal dari
alur, kemudian beri keterangan tambahan
mengenai alur rawatan yang dilakukan ‘klien’ Anda
tsb 6.104

Rehat
15 menit

6.105

198
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 198 10/1/12 11:09 AM


199
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 199 10/1/12 11:09 AM


200

C2_Indonesia.indd 200
Halaman Penjelasan 6.1: Instrumen-Instrumen Skrining

Instrumen Populasi Deskripsi Akses/Informasi selanjutnya

AUDIT Dewasa, remaja Alat skrining dengan 10-butir, dikembangkan http://www.who.int/ substance_abuse/actiivities/
oleh WHO untuk mengidentifikasi orang yang sbi/en/index.html
menggunakan alkohol yang membahayakan AUDIT: The Alcohol Use Disorders Identification Test
kesehatannya. Tersedia dalam bahasa Inggeris, Guidelines for Use in Primary Care, Second Edition
Slovenia dan Spanyol
http://whqlibdoc.who.int/hq/2001/WHO_MSD_
MSB_01.6a.pdf

AUDIT-C Dewasa Tiga pertanyaan pertama dari AUDIT fokus http://www.hepatitis.va.gov/vahep?page=prtop03-


pada pengguna alkohol audit_c#S1X

Alcohol, Smoking, Dewasa, remaja Alat skrining dengan 8- butir dikembangkan http://www.who.int/substance_abuse/activities/
and Substance untuk WHO oleh kelompok riset assist/en/
Involvement penyalahgunaan zat Internasional untuk
Screening Test mendeteksi dan mengelola penggunaan zat
ASSIST: Guidelines for Use in Primary Care :
(ASSIST) dan masalah terkait pada tatanan layanan
medik primer dan umum. Tersedia dalam http://www.who.int/ substance_abuse/actiivities/
bahasa China, Parsi, Perancis, Jerman, Hindi, en/Draft_The_ASSIST_Guidelines.pdf
Portugis, Spanyol, Indonesia

CAGE Dewasa, remaja Kuesioner nonkonfrontatif terdiri dari 4-butir, English:


untuk mendeteksi masalah alkohol. Pertanyaan http://pubs.niaaa.nih.gov/publications.prg/
dimulai dengan “apakah anda pernah” tetapi moreresources/moreresources_show.htm?doc_
dapat juga fokus pada masalah penggunaan id=503307
alkohol masa kini

Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

10/1/12 11:09 AM
C2_Indonesia.indd 201
Instrumen Populasi Deskripsi Akses/Informasi selanjutnya

CRAFFT (Car, Relax, Remaja Instrumen skrining dengan 6- butir pertanyaan http://www.projectcork.org/clinical_tools/pdf/
Alone, Forget, yang meliputi penggunaan alkohol dan narkoba PKAFFT.pdf
Family or Friends, serta situasi yang relevan bagi remaja
Trouble)

Drug Abuse Dewasa Merupakan adaptasi dari Michigan Alcohol Instrumen dengan 28 butir pertanyaan: : http://
Screening Test SPKeening Test, terdiri dari 28 dan 20 butir, www.projectcork.org/clinical_tools/html/DAST.html
(DAST) mendeteksi konsekuensi terkait penyalahgunaan
narkoba yang tidak spesifik untuk zat
Instrumen dengan 20 butir pertanyaan: hhtp://adai.
tertentu,sehingga tidak harus menggunakan
washington.edu/instruments/pdf/Drug_Abuse_
instrument lain yang spesifik bagi setiap zat
Screening_Test_105.pdf

DAST-A Remaja Instrumen dengan 28-butir pertanyaan untuk http://www.dbhds.virginia.gov/documents/sPKn-


remaja. adol-DAST-A-Instrument.pdf

MAST (Michigan Dewasa, remaja. Instrumen dengan 22- butir pertanyaan yang Original MAST:
Alcohol Screening Orang usia lanjut secara umum mengukur masalah keparahan http://www.ncadd-sfv.org/downloads/mast_test.pdf
Test) masalah penggunaan alkohol semasa hidup
Short MAST dengan 13 butir pertanyaan:
agar dapat memilihkan intensitas terapi dan
kebutuhan bimbingan untuk masalah-terkait http://www.projectcork.org/clinical_tools/html/
alkohol. Versi singkatnya terdiri dari 13 butir AhortMAST.html
(Short MAST) dan untuk masalah geriatri
(MAST-G) MAST-G:
http://www.ssc.wisc.edu/wlsresearch/pilot/P01-R01_
info/aging_mind/Aging_AppB5_MAST-G.pdf

Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan


201

10/1/12 11:09 AM
202

C2_Indonesia.indd 202
Instrumen Populasi Deskripsi Akses/Informasi selanjutnya

CRAFFT (Car, Relax, Remaja Instrumen skrining dengan 6- butir pertanyaan http://www.projectcork.org/clinical_tools/pdf/
Alone, Forget, yang meliputi penggunaan alkohol dan narkoba PKAFFT.pdf
Family or Friends, serta situasi yang relevan bagi remaja
Trouble)

Drug Abuse Dewasa Merupakan adaptasi dari Michigan Alcohol Instrumen dengan 28 butir pertanyaan: : http://
Screening Test SPKeening Test, terdiri dari 28 dan 20 butir, www.projectcork.org/clinical_tools/html/DAST.html
(DAST) mendeteksi konsekuensi terkait penyalahgunaan
narkoba yang tidak spesifik untuk zat
Instrumen dengan 20 butir pertanyaan: hhtp://adai.
tertentu,sehingga tidak harus menggunakan
washington.edu/instruments/pdf/Drug_Abuse_
instrument lain yang spesifik bagi setiap zat
Screening_Test_105.pdf

DAST-A Remaja Instrumen dengan 28-butir pertanyaan untuk http://www.dbhds.virginia.gov/documents/sPKn-


remaja. adol-DAST-A-Instrument.pdf

MAST (Michigan Dewasa, remaja. Instrumen dengan 22- butir pertanyaan yang Original MAST:
Alcohol Screening Orang usia lanjut secara umum mengukur masalah keparahan http://www.ncadd-sfv.org/downloads/mast_test.pdf
Test) masalah penggunaan alkohol semasa hidup
Short MAST dengan 13 butir pertanyaan:
agar dapat memilihkan intensitas terapi dan
kebutuhan bimbingan untuk masalah-terkait http://www.projectcork.org/clinical_tools/html/
alkohol. Versi singkatnya terdiri dari 13 butir AhortMAST.html
(Short MAST) dan untuk masalah geriatri
(MAST-G) MAST-G:
http://www.ssc.wisc.edu/wlsresearch/pilot/P01-R01_
info/aging_mind/Aging_AppB5_MAST-G.pdf

Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

10/1/12 11:09 AM
Halaman Penjelasan 6.2: Manfaat dari Konseling
Kelompok dalam Terapi GPZ

 Kelompok menyediakan dukungan sebaya dan tekanan sebaya yang positif untuk
berhenti dari penyalahgunaan zat.
 Kelompok mengurangkan rasa terisolasi, yang banyak dialami oleh mereka yang
menggunakan zat.
 Kelompok memampukan mereka yang masih menggunakan zat untuk menyaksikan
pemulihan orang lain.
 Kelompok membantu anggotanya belajar mengatasi masalah penggunaan zat
dan masalah lainnya dengan melihat bagaimana orang lain mengatasi masalah
yang sama.
 Kelompok menyediakan informasi yang berguna buat klien yang baru mengenal
pemulihan.
 Kelompok menyediakan umpan balik perihal tatanilai dan kemampuan anggota-
anggota kelompok lain.
 Kelompok menawarkan pengalaman seperti dalam sebuah keluarga.
 Kelompok mendorong, melatih, mendukung dan menguatkan ketika anggotanya
mengalami tugas-tugas yang sulit dan menimbulkan rasa cemas.
 Kelompokmenawarkan kesempatan belajar bagi anggotanya atau pembelajaran
kembali ketrampilan sosial yang dibutuhkan untuk copingmasalah sehari-hari
sebagai alihan dari menyalahgunakan zat.
 Kelompok dapat secara efektif mengkonfrontasi anggotanya dalam hal
penyalahgunaan zat dan perilaku berbahaya lainnya.
 Kelompok memungkinkan seorang terapis profesional membantu pemulihan
sejumlah orang pada waktu yang sama.
 Kelompok menambahkan struktur dan disiplin yang dibutuhkan bagi kehidupan
mereka yang menggunakan zat yang biasanya ketika masuk dalam terapi hidupnya
kacau.
 Kelompok menanamkan harapan dan perasaan – “kalau ia dapat melakukannya,
saya juga bisa”.
 Kelompok membantu klien untuk mengidentifikasi sumberdaya dan hambatan di
masyarakat untuk pemulihan.
 Kelompok mendorong individu untuk menilai dan membangun modal pemulihan
yang dimilikinya.

203
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 203 10/1/12 11:09 AM


Halaman Penjelasan 6.3: Kelompok-Kelompok
Psikoedukasi

Tinjauan umum

 Kelompok ini menyediakan lingkungan yang mendukung di mana klien belajar


tentang ketergantungan zat dan konsekuensi-konsekuensinya;
 Kelompok psikoedukasional merupakan lingkungan yang tenang, bukannya
lingkungan yang sangat emosional;
 Komponen didaktiknya (mendidik) seringkali dilengkapi dengan video atau
tayangan-tayangan (slide) untuk mengakomodasi gaya pembelajaran yang
berbeda;
 Kelompok ini fokus pada gangguan penggunaan zat, yang juga mencakup edukasi
mengenai gangguan mental dan gangguan medis penyerta lainnya;
 Kelompok psikoedukasi dapat terdiri dari klien saja, klien dan keluarganya, atau
hanya terdiri dari anggota keluarga saja;
 Kelompok psikoedukasi mulai pada awal terapi, dan topik dapat berubah sesuai
lamanya klien dalam terapi (sesuai kebutuhan).

Topik-Topik Khusus yang Dibahas dalam Kelompok Psikoedukasi


Pemulihan Dini (Early Recovery)
 Mempelajari penyakit biopsikososial dan proses pemulihan;
 Memahami efek narkoba spesifik pada otak dan tubuh;
 Menempatkan gejala gangguan penggunaan zat dalam konteks masalah kesehatan
perilaku;
 Mempelajari gejala putus zat dini dan tertunda dari zat spesifik;
 Mengenal tahap-tahap pemulihan dan posisi klien dalam rawatan berkelanjutan;
 Mempelajari strategi untuk berhenti menggunakan zat dan menemukan motivasi
untuk berhenti;
 Meminimalisasi risiko HIV AIDS, hepatitis C dan penyakit menular seksual;
 Mengidentifikasi situasi-situasi risiko tinggi yang berupa isyarat-isyarat atau
pemicu-pemicu untuk menggunakan zat: orang, tempat dan benda-benda;
 Mengidentifikasi tekanan teman sebaya dan perilaku seks kompulsif sebagai
pemicu;
 Memahami dorongan dan sugesti (rasa nagih), serta belajar menghilangkan
pikiran tentang penggunaan zat dan coping dengan dorongan atau rasa tersebut;
 Mengatur waktu pribadi;
 Coping dengan situasi risiko tinggi;

204
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 204 10/1/12 11:09 AM


 Memahami abstinensia dan penggunaan obat dengan resep dan non-resep
(bebas);
 Memahami tujuan-tujuan dan praktek-praktek 12-Langkah atau kelompok saling
bantu lainnya;
 Mengidentifikasi dan menggunakan jejaring dukungan positif; dan
 Memahami proses kambuhan dan tanda-tanda peringatan umum.

Rawatan Rumatan dan Rawatan Berkelanjutan


 Mengidentifikasi perangkat untuk mencegah kekambuhan;
 Mengembangkan perencanaan pencegahan kekambuhan individu;
 Menentang euforia dan hasrat untuk menguji pengendalian diri;
 Memperbaiki keterampilan coping dan keterampilan mengelola stress;
 Mempelajari manajemen kemarahan dan teknik relaksasi;
 Memperkuat efikasi diri untuk menangani situasi berisiko;
 Merespon slip dengan positif dan menghindari meningkatnya penggunaan;
 Menemukan sumber-sumber daya untuk pemulihan;
 Menyusun kegiatan waktu senggang dan menemukan kegiatan-kegiatan rekreasi;
 Mengerti pentingnya menjaga kesehatan ; diet, olahraga, higiene, dan pemeriksaan
kesehatan;
 Melakukan inventori untuk diri sendiri;
 Mengatasi rasa malu, perasaan bersalah, depresi, dan anxietas;
 Memahami dinamika keluarga: perilaku yang serba membolehkan dan
mensabotase;
 Membangun kembali hubungan-hubungan personal;
 Memahami disfungsi seksual dan perilaku seksual yang sehat;
 Mengembangkan keterampilan edukasi dan vokasional;
 Mempelajari ketrampilam hidup sehari-hari: manajemen uang, perumahan dan
bantuan hukum;
 Merangkul spiritualitas dan pemulihan dan menemukan makna kehidupan;
 Mengenali dukacita dan kehilangan serta relasinya dengan penggunaan zat;
 Mempelajari pola asuh anak: kebutuhan dasar anak, tahap perkembangan anak,
tugas perkembangan anak; dan
 Mempertahankan keseimbangan dalam hidup.

205
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 205 10/1/12 11:09 AM


Halaman Penjelasan 6.4: Tipe-Tipe Kelompok Terapi

Terapi Keterlibatan Kelompok (Treatment Engagement Groups)


Terapi keterlibatan kelompok fokus pada :

 Memahami motivasi dan komitmen untuk terapi;


 Melawan ambivalensi dan penyangkalan;
 Menentukan keseriusan (pentingnya) masalah penggunaan zat;
 Memfasilitasi asesmen diri, menata tujuan, dan memonitor perkembangan diri;
 Mengatasi masalah yang biasa terjadi dalam terapi (transportasi, waktu,
pengasuhan anak); dan
 Mempelajari tujuan terapi, harapan dan peraturannya.

Kelompok Pencegahan Kekambuhan (Relapse Prevention Groups)


Kelompok pencegahan kambuhan berfokus membantu klien :

 Memahami dorongan dan rasa nagih (sugesti);


 Mempelajari strategi spesifik untuk mengatasi coping dengan sugesti;
 Membuat waktu personal lebih terstruktur;
 Memahami abstinensia serta penggunaan obat yang diresepkan dan obat bebas
(non-resep);
 Mengidentifikasi isu personal yang dapat mempengaruhi pemulihan;
 Mengidentifikasi, mengembangkan, dan menggunakan jejaring dukungan sosial
yang positif;
 Menganalisa pemicu personal dan situasi risiko tinggi untuk penggunaan zat,
serta mengenali cara untuk mengelola atau menghindar dari hal tersebut; dan
 Mempelajari cara menolak ajakan atau dorongan penggunaan zat dengan
memainkan skenario, dimana mereka diajak untuk menggunakan zat dan
mempraktekkan respon-respon yang sesuai.

Kelompok Pengembangan Keterampilan (Skills Development Groups)


 Kelompok ini menawarkan klien kesempatan untuk mempraktikkan perilaku
spesifik dalam tatanan terapi yang aman;
 Macam-macam pelatihan umum mengenai pengembanga keterampilan antara
lain seperti:
• Pelatihan komunikasi asertif (Assertiveness training). Klien mempelajari
perbedaan-perbedaan diantaraperilaku asertif ,aggresif,dan perilaku pasif,
dan mempraktikkan menjadi asertif pada berbagai situasi.
• Manajemen stres (Stress management). Klien mengidentifikasi situasi penyebab
stres dan mempelajari bermacam-macam teknik menghadapi stres.
• Penyelesaian masalah (Problem solving).Klien mempelajari strategi dan
langkah-langkah spesifik untuk pemecahan masalah.
206
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 206 10/1/12 11:09 AM


• Pelatihan ketrampilan hidup (Life skills training). Kelompok ini berlatih
dan mempraktikan keterampilan kerja, masa senggang, ketrampilan
sosial,keterampilan komunikasi, menata tujuan, mengelola kemarahan,
mengelola waktu dan uang.
Kelompok dukungan (misal, process-oriented recovery groups/kelompok
pemulihan yang berorientasi pada proses )
 Kelompok ini terdiri dari klien-klien dalam tahap pemulihan yang sama- biasanya
pada fase terapi tengah atau lanjut-- yang mengatasi masalah yang sama.
 Anggota fokus pada isu-isu sekarang dan :
• Cara praktis untuk mengubah pikiran, emosi dan perilaku negatif;
• Belajar dan mencoba cara baru berelasi dengan orang lain;
• Mentoleransi dan menyelesaikan konflik tanpa beralih pada tindak kekerasan
ataupun menggunakan zat; dan
• Melihat bagaimana tindakan-tindakan anggota mempengaruhi anggota lain
dan mempengaruhi fungsi kelompok.
 Kelompok dukungan dapat dipimpin atau difasilitasi oleh konselor atau rekan
sebaya.
Kelompok Dengan Minat Khusus (Special Interest Groups)
 Kelompok ini-biasanya dibentuk pada tahap lanjut terapi- fokus pada satu isu
khusus yang bermakna untuk kelompok tertentu.
 Topik-topik Spesial Interest Group mencakup;
• Isu-isu laki-laki atau perempuan;
• Orientasi seksual;
• HIV dan AIDS;
• Riwayat Kriminal atau persiapan sebelum kembali ke masyarakat;
• Gangguan mental dan gangguan fisik penyerta;
• Kekerasan fisik atau seksual.
Kelompok Keluarga (Family Group)
 Kelompok keluarga dapat terdiri dari beberapa keluarga dan mencakup campuran
dari pasangan suami-isteri, orangtua, dan anak-anak yang sudah lebih dewasa;
 Kelompok keluarga fokus untuk menyediakan lingkungan yang suportif bagi
keluarga untuk dapat berinteraksi dan mendiskusikan masalah-masalah dan
perhatian-perhatian yang sama;
 Kelompok keluarga juga dapat dilakukan dengan psikoedukasi, fokus pada
edukasi anggota keluarga tentang adiksi, konsekuensi-konsekuensi individual dan
keluarga, pemulihan dan kambuhan;
 Kelompok pasangan fokus pada dinamika yang terjadi diantara pasangan-
pasangan dan isu-isu pemulihan;

207
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 207 10/1/12 11:09 AM


 Kelompok keluarga dalam program terapi, biasanya lebih fokus pada isu-isu
adiksi, dan bukan “terapi keluarga” yang harus dilaksanakan oleh terapis keluarga
terlatih, yang dimana fokus pada isu-isu keluarga serius atau masalah-masalah
keluarga yang sudah berlangsung lama; dan
 Pengecualian dapat terjadi pada kelompok keluarga dalam model-model tertentu
dari terapi keluarga untuk remaja. Model ini akan didiskusikan di dalam Modul 7.

208
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 208 10/1/12 11:09 AM


Halaman Penjelasan 6.5: 12–Langkah dari Narcotic
Anonymous

16. Kita mengakui bahwa kita tidak berdaya terhadap adiksi, sehingga hidup kita
menjadi tidak terkendali.
17. Kita tiba pada keyakinan bahwa kekuatan yang lebih besar dari kita sendiri dapat
mengembalikan kita kepada kewarasan.
18. Kita membuat keputusan untuk mengalihkan niatan dan kehidupan kita kepada
kasih sayang Tuhan, sebagaimana kita memahami Tuhan.
19. Kita membuat inventaris moral diri kita sendiri tanpa rasa takut.
20. Kita mengakui kepada Tuhan, kepada diri kita sendiri, serta kepada orang lain,
segala sifat-sifat sebenarnya dari kesalahan-kesalahan kita.
21. Kita menjadi siap secara penuh agar Tuhan menyingkirkan semua kecacatan
karakter kita.
22. Kita dengan rendah hati meminta Tuhan untuk menyingkirkan kelemahan-
kelemahan kita.
23. Kita membuat daftar nama-nama orang yang telah kita sakiti, dan menyiapkan diri
untuk melakukan penebusan atau memperbaiki kepada mereka semua.
24. Kita memperbaiki atau menebus kesalahan kita secara langsung kepada orang-
orang tersebut bilamana memungkinkan, kecuali bila melakukannya malah akan
justru melukai mereka atau orang lain.
25. Secara terus menerus melakukan inventaris pribadi kita, dan bilamana kita bersalah,
segera mengakui kesalahan kita.
26. Melakukan pencarian melalui doa dan meditasi untuk memperbaiki hubungan
sadar kita dengan Tuhan sebagaimana kita memahami Tuhan, berdoa hanya untuk
mengetahui kehendak Tuhan atas diri kita dan kekuatan untuk melaksanakannya.
27. Setelah memperoleh pencerahan spiritual sebagai hasil dari menjalankan langkah-
langkah ini, kita mencoba untuk membawa pesan ini kepada para pencandu-
pecandu lainnya, dan untuk menerapkan prinsip-prinsip ini dalam semua urusan
keseharian kita.
Dicetak ulang dengan izin dari NA World Services, Inc., dengan semua hak cipta.
Dokumen 12–Langkah dari Narcotic Anonymous ini dicetak ulang untuk adaptasi
dengan izin dari AA World Services, Inc.

209
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 209 10/1/12 11:09 AM


Halaman Penjelasan 6.6: Studi Kasus–Dilip

 Dilip, laki-laki, 22 tahun, lajang. Tidak bekerja dan tidak sekolah.

 Ia tinggal bersama orangtua dan 2 orang abangnya. Ayah bekerja di swasta dan
seringkali keluarkota. Ibunya seorang ibu rumah tangga. Dua orang abangnya
lulus SMA dan bekerja. Dilip mempunyai hubungan dekat dengan abangnya,
tetapi tidak dengan ibunya. Ia sangat menghormati ayahnya.

 Pada umur 16 tahun, ia mulai merokok tembakau dan ganja dengan kawan
sekolahnya dan minum alkohol di pub untuk bersosialisasi pada akhir minggu.
Enam bulan lalu, ia mulai menyuntik heroin melalui intravena. Kesehatannya
memburuk.

 Dilip mulai masuk perguruan tinggi 6 bulan lalu, tetapi sering membolos. Jika ia
masuk kuliah, ia mengantuk dan terkantuk-kantuk di kelas. Pekerjaannya makin
menurun dan memburuk. Ia diberi beberapa peringatan. Orangtuanya mencoba
melakukan penanganan, tetapi perilakunya tidak berubah, akhirnya ia terancam
dikeluarkan.

 Abang tertuanya memiliki sifat yang serba membolehkan (enabler), yang


selalu memenuhi penggunaan zatnya; hutang-hutang Dilip dibayari, dan tidak
memberitahu orang tua mereka tentang situasi Dilip.

 Dilip tidak berbicara pada abang tertua tentang masalahnya. Namun abangnya
tersebut mengetahui kelakuan Dilip dan segala kemungkinan konsekuensi akibat
dari perilaku adiknya tersebut. Ia sadar bahwa Dilip perlu terapi dan memotivasi
Dilip untuk terapi.

 Emosi (mood) Dilip mudah berubah; ia merasa sangat cemas dan tidurnya
terganggu.

 Pacarnya yang telah dipacarinya selama 2 tahun, telah putus sebulan lalu karena
Dilip menggunakan zat, pada saat abangnya membawa Dilip menjalani terapi di
klinik rawat jalan.

 Dilip hadir dalam sesi kelompok tetapi tidak mampu melawan sugestinya, dan
tetap menggunakan. Setelah dua bulan, ia mulai termotivasi untuk masuk dalam
program rawat inap.

210
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 210 10/1/12 11:09 AM


Halaman Penjelasan 6.7: Studi Kasus–Ha

 Perempuan, 25 tahun, pekerja seks sejak berumur 16 tahun. Ibunya juga pekerja
seks dan meninggal setahun lalu karena AIDS.

 Ia mulai menggunakan ganja dan minum alkohol sejak berumur 12 tahun.

 Bertahun-tahun lamanya ia menggunakan bermacam-macam zat. Ia pernah berada


di rehabilitasi selama 2 tahun ketika berumur 20 tahun, ikut program pemulihan
hanya 9 bulan. Ha akhirnya kembali menjadi pekerja seks dan menggunakan
narkoba lagi. Dia mengatakan bahwa bekerja sebagai pekerja seks adalah sulit
tanpa mengalami rasa mabuk (high).

 Dia mulai menyuntik 4 tahun lalu. Ia menggelandang, tetapi kadang dapat


tumpangan rumah kawan.

 Kematian ibunya menakutkannya, tetapi ia belum di tes HIV. Ia mengalami


kebimbangan akan tes. Ia tahu ia seharusnya menjalani tes. Ia takut kalau hasil
tesnya positif HIV.

 Ia sesekali datang ke drop in center. Ia mengatakan pada staf bahwa ia merasa


‘lelah dan tua’ dan ingin berhenti kerja sebagai pekerja seks.

 Ia kemudian mendapat pekerjaan sebagai pramuniaga, namun ia perlu uang


sehingga ia tetap melayani pelanggan lama.

 Ia berupaya berhenti menggunakan heroin dengan caranya sendiri (menahan –


pasang badan), tetapi ia tidak tahan dengan gejala putus zat yang dialaminya.

 Ia tidak sepenuhnya dapat mempercayai staf atau relawan dari drop in center, dan
ia merasa putus asa.

 Namun, ia tetap mengunjungi drop in center .

211
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 211 10/1/12 11:09 AM


Halaman Penjelasan 6.8: Studi Kasus–Sendy

 Sendy berusia 39 tahun dan sudah menikah. Bekerja sebagai akuntan pada sebuah
perusahaan swasta selama dua tahun terakhir ini.

 Ia tinggal bersama isteri dan anak perempuannya berumur 11 tahun. Isterinya


seorang guru sekolah. Ia menikah atas pilihannya sendiri dan hubungan mereka
baik-baik saja sampai setahun lalu.

 Ia dan keluarganya menyewa rumah satu kamar di lingkungan masyarakat kelas


menengah.

 Tiga tahun lalu, saat ia mengalami kehidupan stress tinggi di pekerjaan, Sendy
mulai menggunakan amfetamin yang didapatnya dari kawan, agar ia dapat
menyelasaikan pekerjaannya.

 Efek stimulan membuatnya mulai insomnia (sulit tidur). Dokter meresepkan


golongan barbiturat untuk insomnia kronisnya, dan Sendy terus menggunakan
amfetamin dan barbiturat , keduanya ia dapatkan di jalanan (secara ilegal).

 Selama 4 bulan belakangan ini, ia banyak membolos. Akibatnya, ia mendapat


surat peringatan dari tempatnya bekerja. Ia melakukan kekerasan verbal di rumah,
karena isterinya mulai marah atas penggunaan zatnya dan ia berisiko di pekerjaan.

 Kesehatannya memburuk, ia mengalami hipertensi.

 Isterinya tidak dapat mengatasi kebutuhan uang belanja dengan gaji gurunya.
Mereka sering bertengkar, anak perempuannya takut dan menghindar dirinya.

 Ia berhutang pada kawan dan rentenir dengan bunga tinggi, sehingga menjadi
beban isterinya. Isterinya mengalami tindakan tidak menyenangkan dari para
pemberi hutang tersebut.

 Isterinya mengancam akan meninggalkannya. Ia menjadi termotivasi untuk


menjalani rawat inap. Ia tidak pasti apakah kantor akan mengizinkan ia balik bekerja
lagi sesudah ia selesai terapi

 Ia melaporkan untuk berhenti menggunakan amfetamin dan barbiturat tahun


lalu. Namun ia mengalami kejang pada saat putus barbiturat, dan merasa sangat
depresi, hingga memiliki niatan untuk bunuh diri.

212
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 212 10/1/12 11:09 AM


Modul 6— Komponen-komponen Terapi: Rawatan
Berkelanjutan, Rangkuman
 Rawatan berkelanjutan merupakan keseluruhan rentang layanan yang dapat
diterima klien secara langsung dari sebuah program terapi atau yang dikoordinasikan
oleh program terapi, suatu sistem rawatan yang berorientasi pada pemulihan yang
kita pelajari pada Modul 2. Kita akan mengemukakan layanan atau komponen-
komponen ini, dalam suatu urutan dimana klien dapat berpartisipasi didalamnya.

 Kita telah mempelajari biasanya seseorang tidak mengalami jalan yang lurus (jalan
yang dilalui berliku) dalam tahapan perubahan.

 Begitu juga, seseorang tidak mengikuti layanan terapi secara linier dari awal
sampai selesai.

Komponen-Komponen Praterapi
 Kita akan mengawali dengan komponen-komponen praterapi. Komponen-
komponen ini dilaksanakan sebelum terapi primer:

• Penjangkauan;

• Skrining, dan intervensi singkat (brief intervention);

• Asesmen dan perencanaan terapi; dan

• Detoksifikasi

Penjangkauan
 Penjangkauandapat didefinisikan sebagai tindakan menjangkau keluar untuk
membangun hubungan –hubungan dari satu kelompok atau program dengan
kelompok dan program lainnya. Dapat juga berarti meluaskan layanan atau
bantuan bagi orang atau kelompok yang sebelumnya tidak terlayani.

 Program penjangkauan GPZ termasuk upaya-upaya terorganisir untuk


mengidentifikasi dan menyaring individu yang mungkin memiliki masalah
penggunaan zat, daripada menunggu mereka dirujuk ke program terapi atau
setelah mereka memutuskan untuk mengikuti program terapi.

 Tujuan akhir dari penjangkauan adalah :

• Membina hubungan;

• Membangun kepercayaan;

• Mengembangkan hubungan-hubungan;

• Menyediakan keterkaitan layanan kesehatan yang dibutuhkan; dan

• Memasukkan individu ke dalam intervensi singkat GPZ maupun terapi GPZ


lainnya.

213
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 213 10/1/12 11:09 AM


 Penjangkauan penting karena banyak pecandu tidak mendatangi tempat terapi
dan layanan kesehatan lainnya. Beberapa alasan untuk hal ini adalah karena
program terapi sering dilihat dengan pandangan:

• Mengintimidasi;

• Sulit untuk didapat;

• Pendekatannya terlalu kaku dan menghakimi;

• Tidak relevan dengan kebutuhan individu; dan

• Terlalu mahal.

 Upaya penjangkauan dapat dilakukan dengan berbagai cara dan tatanan yang
berbeda, misal:

• Program terapi dapat menawarkan pendidikan masyarakat tentang gangguan


penggunaan zat dan pilihan-pilihan terapi pada rapat-rapat bisnis atau rapat-
rapat tokoh masyarakat/tokoh agama.

• Profesional bidang adiksi dapat melakukan penjangkauan pada tempat


penampungan anak jalanan, klinik, drop-in-center, dll. Profesional ini boleh jadi
seorang pegawai pada program terapi lokal atau di rumah singgah, klinik, atau
drop-in-center.

• Profesional atau mantan pecandu (orang yang dalam pemulihan GPZ), dapat
menawarkan edukasi dan skrining di sekolah, pusat-pusat pertemuan dan
klinik-klinik.

 Sebagai tambahan, upaya penjangkauan dapat dilakukan oleh berbagai anggota


staf seperti;

• Paraprofesional dapat meletakkan bahan bacaan atau hadir di diskotik, klub


dansa, dan kasino yang rawan penggunaan narkoba.

• Pendidik rekan sebaya (peer educator) dapat meluangkan waktunya di tempat-


tempat yang sering dikunjungi penasun atau pekerja seks.

• Staf medis dari ruang gawat darurat, pusat ortopedi atau puskesmas dapt
memberikan intervensi singkat atau rujukan atau keduanya kepada profesional
gangguan penggunaan zat.

 Meskipun contoh-contoh ini meliputi beberapa tatanan khusus, upaya


penjangkauan haruslah menargetkan keseluruhan populasi pengguna zat dan
tidak terfokus hanya secara eksklusif bagi yang sudah jelas menggunakan zat.

Skrining
 Skrining merupakan proses mengidentifikasi individu dengan kemungkinan
GPZ. Skrining menyediakan kesempatan untuk memulai diskusi dengan individu
mengenai penggunaan zatnya.

214
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 214 10/1/12 11:09 AM


 Proses skrining tidak secara pasti mengidentifikasi masalah yang mungkin dialami
atau seberapa parah masalahnya; skrining hanya menentukan apakah ada masalah
atau tidak, atau perlu tidaknya asesmen lebih lanjut.
 Perbedaan antara skrining dan asesmen adalah asesmen mencoba mengidentifikasi
sedekat mungkin hakikat gangguan penggunaan zat yang dialami seseorang dan
level intervensi yang mungkin diperlukan diperlukan.
 Skrining harus dilakukan menggunakan instrument singkat yang valid dan
cepat (misalnya, tes) agar secepatnya dapat diidentifikasi pola penggunaan zat
seseorang. Validitas alat skrining adalah derajat ketepatan pengukuran sesuatu
yang dinyatakan sesungguhnya dapat diukur alat tersebut.
 Pada masa lalu, instrument skrining digunakan untuk mengidentifikasi kasus aktif
ketergantungan zat, tetapi akhir-akhir ini, skrining diperluas untuk mengenali
individu dalam keseluruhan spektrum penggunan zat- dari penggunaan berisiko
sampai adiksi.
 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO-World Health Organization) mengembangkan
dua instrument skrining yang telah diuji dan divalidasi pada populasi dunia, yaitu:
• The Alcohol Use Disorders Identification Test (AUDIT), 10- butir perangkat
skrining dengan tujuan mengidentifikasi individu yang penggunaan alcoholnya
telah sampai pada tingkat membahayakanatau berbahaya bagi kesehatan.
• The Alcohol, Smoking and Substance Involvement Screening Test (ASSIST)
dikembangkan oleh kelompok periset internasional dalam bidang gangguan
penggunaan zat dan masalah yang terkait dengannya di tatanan layanan
kesehatan primer dan layanan kesehatan umum.
 Banyak instumen lainnya yang telah didisain untuk digunakan pada populasi remaja
dan orang dewasa. Halaman Penjelasan 6.1 menyediakan daftar-daftar instrumen
skrining tersebut. Namun, instrumen-instrumen ini tidak divalidasi untuk semua
jenis kelompok umur, populasi maupun budaya.
 Skrining biasanya mengidentifikasi individu dengan :
• Gangguan penggunaan zat berisiko rendah atau tidak berisiko;
• Gangguan penggunaan zat berisiko sedang; atau
• Gangguan penggunaan zat dengan risiko tinggi atau dengan adiksi aktif.
 Individu tanpa atau dengan risiko rendah dapat di dorong untuk tetap
mempertahankan status quo nya. Jika ada riwayat penggunaan dengan
ketergantungan dalam keluarga (misal; ibu, ayah, paman, kakek), maka informasi
tentang komponen-komponen genetik adiksi seharusnya diberikan.
 Seseorang dengan risiko sedang mungkin hanya membutuhkan intervensi singkat,
sedangkan risiko tinggi seharusnya dirujuk untuk asesmen dan terapi.

Intervensi Singkat (Brief Intervention)


 Brief Intervention (BI) berfokus pada peningkatan tilikan diri seseorang dan
kesadaran diri atas penggunaan zat dan perlunya perubahan perilaku.

215
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 215 10/1/12 11:09 AM


 BI dapat dilakukan dalam sesi tunggal atau multiple ketika melakukan intervensi
motivasional.Intervensi ini dapat dilakukan oleh konselor GPZ atau konselor
sebaya. Dapat juga oleh dokter terlatih atau staf pekerja sosial.

Asesmen
 Individu yang sudah memiliki hasil skrining yang mengindikasikan suatu risiko
tinggi untuk menjadi gangguan penggunaan zat(GPZ) atau terindikasi adiksi aktif
harus dirujuk ke program asesmen dan perencanaan terapi.
 Tujuan asesmen yang komprehensif adalah :
• Merupakan fondasi dari perencanaan terapi;
• Meletakkan dasar untuk mengukur progresi klien;
• Membantu membuat prioritas masalah klien;
• Membantu menetapkan prioritas untuk intervensi terapi dan intervensi
manajemen kasus;
• Mengidentifikasi kekuatan klien dan kapital pemulihan lainnya yang dapat
mendukung pemulihan.
 Asesmen dimulaiketika sudah ada hubungan dengan klien, mendapatkan
riwayat klien, mengumpulkan data klien, dan mengamati klien selama kunjungan
pertama.Penting untuk diingat bahwa walaupun asesmen mulai dilakukan pada
awal kunjungan, sebenarnya asesmen merupakan proses yang berlangsung terus
karena kebutuhan klien yang berubah dengan berjalannya waktu.
 Selama asesmen komprehensif, konselor harus mendapatkan sekurang-kurangnya
informasi dasar seperti berikut:
• Alasan klien mencari terapi dan opininya tentang masalahnya;
• Penggunaan zat sekarang dan masa lalu dan terapi penggunaan zat sebelumnya;
• Riwayat penggunaan zat dalam keluarga;
• Kondisi medikatau komplikasinya;
• Risiko putus zat dan kebutuhan untuk detoksifikasi tersupervisi;
• Asesmen risiko bunuh diri, kesehatan dan krisis lainnya;
• Status emosional/perilaku/kognitif, termasuk adanya gangguan mental
• Latar belakang pendidikan dan pekerjaan;
• Status hukum;
• Kesiapan berubah;
• Dukungan dalam keluarga, tempat kerja, dan masyarakat;

216
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 216 10/1/12 11:09 AM


• Relaps atau potensi untuk terus menggunakan zat;
• Lingkungan pemulihan (misal, situasi kehidupan, hambatan dan dukungan
pemulihan)
 Beberapa metoda yang dapat digunakan untuk asesmen:
• Wawancara klinis;
• Asesmen menggunakan instrumen;
• Sumber-sumber dekat klien lainnya, dengan persetujuan klien (misal, keluarga,
teman-teman, atasan, sumber rujukan); dan
• Tes urin atau tes lainnya untuk zat.

Perencanaan Terapi
 Asesmen yang menyeluruh merupakan dasar perencanaan terapi.Perencanaan
terapi merupakan kerangka individual untuk pelaksanaan terapi dan layanan,
berbasiskebutuhan spesifik klien yang diketahui dari proses asesmen.
 Perencanaan terapi merupakan aktivitas bersama yang melibatkan konselor, klien,
penyedia layanan terapi lainnya, dan kadangkala anggota keluarga klien.
 Perencanaan terapi yang efektif dapat mengenal dan dengan jelas dapat memilah-
milah kebutuhan yang:
• Akan ditanggulangiselama terapi;
• Memerlukan rujukan ke tempat layanan lain;
• Akan ditunda dulu untuk sementara.
 Perencanaan terapi perlu :
• Bersifat individual;
• Fleksibel;
• Realistik dengan tujuan-tujuan perilaku yang dapat dicapai, diamati, dan diukur;
• Sederhana sehingga klien yang mendapat pelayanan, keluarga, dan anggota
staf dapat memahaminya;
• Bermanfaat, dengan indikator-indikator kemajuan yang dapat diukur;
• Fokus pada solusi dan kekuatan bukan pada faktor negatif;
• Jelas dalam mengidentifikasi tipe dan frekuensi intervensi; dan
• Responsif terhadap perubahan dan kemajuan.
 Langkah pertama perencanaan terapiadalah memutuskan level rawatan yang
dibutuhkan klien dan yang dapat diterima klien, termasuk intensitas, durasi dan
tatanan. Langkah ini termasuk menetapkanapakah program cukup memadai
dalam memenuhi kebutuhan klien atau apakah klien seharusnya dirujuk kepada
program lain.

217
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 217 10/1/12 11:09 AM


 Perencanaan terapi termasuk didalamnya menetapkan apakah:

• Program dapat memenuhi kebutuhan klien atau seharusnya dirujuk;

• Terapi untuk gangguan mental dan medis dibutuhkan; atau

• Klien membutuhkan detoksifikasi tersupervisi.

Detoksifikasi
 • Detoksifikasi merupakan proses:

• Menghentikan penggunaan zat;

• Membersihkan tubuh dari zat; dan

• Mengelola sindroma putus zat

 Sindroma putus zat adalah tanda dan gejala yang dapat diprediksi yang terjadi
ketikan seseorang tiba-tiba menghentikan penggunaan zat psikoaktif atau
mengurangi dengan segera jumlah zat yang digunakan.

 Tanda dan gejala tertentu, intensitasnya, dan risiko yang terjadi ketika putus zat
tergantung pada :

• Jenis zat yang digunakan;

• Jumlah zat yang setiap kali digunakan; dan

• Lamanya zat digunakan secara teratur.

 Banyak orang melakukan detoksifikasi sendiri, banyak juga yang memerlukan


bantuan atau harus mendapat dukungan tambahan dan monitoring. Putus zat tanpa
pengobatan akan berbahaya atau fatal, terutama pada putus zat benzodiazepine
atau barbiturat.Putus zat yang lain, seperti opioid, tidak mengancam nyawa namun
sangat nyeri jika tanpa bantuan medis.

 Medikasi tersedia untuk membantu detoksifikasi dari opiod, benzodiazepin,


barbiturate dan sedatif lainnya. Sampai sekarang belum ada medikasi untuk putus
zat stimulan.

 Medikasi tersedia untuk membantu detoksifikasi dari zat jenis:


• Opiod;
• Benzodiazepin;
• Barbiturat; dan
 Sedatif lainnya. Literatur ilmiah masih memberikan banyak pendapat apakah
medikasi juga harus digunakan pada masalah putus zat jenis stimulan. Dalam
banyak kasus, gejala fisik sangat terbatas setelah berhenti menggunakan kokain
atau amfetamin. Obat antidepresan dapat membantu klien mengatasi depresi
yang sering menyertai putus zat stimulan.

218
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 218 10/1/12 11:09 AM


 Ada tiga tujuan segera dari detoksifikasi:
• Menyiapkan putus zat yang aman bagi seseorang dengan ketergantungan zat
dan memampukan orang untuk bebas zat;
• Menyiapkan putus zat yang manusiawi; dan
• Menyiapkan orang tersebut untuk menjalani proses terapi selanjutnya.
 Ada beberapa tipe layanan detoksifikasi:
• Rawat jalan,di rumah, atau residensial tanpa medikasi namun dengan dukungan
psikososial (kadang disebut “detoks sosial”)
• Rawat jalan dengan medikasi dan monitoring periodik (didukung dengan
medikasi / medication supported)
• Layanan rawat inap dengan medikasi (dengan tata kelola medikasi /
medicallymanaged).
 Bagi individu dengan ketergantungan benzodiazepin atau sedatif, evaluasi medis
harus dilakukan untuk menentukan risiko putus zat.
 Adalah penting untuk memahami bahwa, walaupun detoksifikasi merupakan
langkah awal ke pemulihan, ia hanya merupakan langkah pertama. Detoksifikasi
bukan pengobatan. Detoksifikasi tidak menanggulangi masalah psikologi,sosial,
dan perilaku terkait adiksi.Detoksifikasi semata tidaklah akan menghasilkan
perubah perilaku yang diperlukan untuk pemulihan.

Manajemen Kasus
Bagian berikutnya dari rawatan berkelanjutan adalah manajemen kasus.

 Walaupun manajemen kasus dibicarakan terpisah dari terapi, dia merupakan


bagian integral dari terapi. Manajemen kasus mulai dengan skrining dan asesmen
dan berlanjut ke terapi dan pemulihan/recovery seterusnya.
 Banyak definisi manajemen kasus, definisi yang sederhana adalah koordinasi
dari layanan profesional sosial atau medis atau keduanya, untuk membantu
klien memenuhi kebutuhannya yang kompleks.Seringkali untuk rawatan dan
perlindungan dalam jangka panjang.
 Manajemen kasus sering berarti sebuah peran (atau uraian tugas), atau seperangkat
fungsi-fungsi. Karena peran atau uraian tugas bervariasi tergantung organisasi
seseorang, pelatihanini memfokuskan manajemen kasus sebagai seperangkat
fungsi-fungsi.
 Seorang konselor tidak perlu melakukan semua fungsi-fungsi manajemen kasus
sebagai bagian uraian tugasnya, namun harus memahami keseluruhan rentang
tanggung jawab manajemen kasus.
 Manajemen kasus untuk mereka yang adiksi sangat penting karena berbagai
alasan.

219
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 219 10/1/12 11:09 AM


 Pertama, terapi harus terstruktur guna memastikan kemulusan perpindahan antar
level rawatan (misalnya pindah dari pusat residensial ke program rawat jalan) untuk
menghindari kesenjangan dalam layanan. Layanan terapi juga harus disiapkan
untuk cepat merespon ancaman relaps.
 Kedua, adiksi mempengaruhi banyak area kehidupan klien, karenanya dibutuhkan
rentang dukungan layanan untuk membantu mempertahankan pemulihan jangka
panjang untuk mengelola kehidupan di masyarakat.
 Akhirnya, manajemen kasus menyediakan bagi klien seorang kontak person yang
bertanggung jawab untuk menemukan dan memobilisasi sumber daya yang
dibutuhkan ,sehingga menjamin klien tidak akan terlantar.
 Idealnya, seorang klien dalam terapi GPZ dapat menerima semua layanan dalam
satu tempat atau melalui kemitraan pemberi layanan terintegrasi. Walaupun
demikian, di beberapa tempat di seluruh dunia, layanan yang ada cenderung
terpisah-pisah, seperti “puzzle”, dan sulit dijangkau.
 Tak satupun program atau sistem yang dapat memenuhi semua kebutuhan orang
dengan masalah gangguan zat.
 Manajer kasus membantu menyatukan keterpisahan layanan yang ada untuk
kepentingan klien.
 Fungsi manajemen kasus termasuk:
• Asesmen;
• Perencanaan layanan;
• Keterkaitan dan rujukan;
• Monitoring; dan
• Advokasi.
 Asesmen dan perencanaan layanan untukmanajemen kasus sangat erat kaitannya
denganasesmen awal dan perencanaan terapi yang telah didiskusikan sebelumnya.
Perencanaan manajemen kasus dapat dimasukan dalam perencanaan terapi
klien, tetapi dapat juga dipisahkan jika kebutuhan klien sangat spesifik sebagai
tambahan terapi gangguan penggunaan zatnya.
 Sambungan dan rujukan keduanya dapat terjadi dalam suatu program atau antar
program (interprogram). Dalam satu program terapi, seorang manajer kasus
membantu mengarahkan klien antar level layanan (misal, antara rawat jalan dengan
rawat residensial atau terapi primer ke rawat lanjut).Sambungan antar program
merupakan bagian penting dari manajemen kasus karena tak satupun program
memenuhi semua kebutuhan klien. Tujuan dari manajemen kasus antar program
adalah menghubungkan program-program satu dengan lainnya untuk pemberian
layanan yang lebih baik bagi klien.
 Seorang konselor dapat membina sambungan dalam programnya sendiri atau
dengan program lainnya guna membantu klien mendapatkan:
• Terapi gangguan jiwa;
• Terapi keluarga;

220
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 220 10/1/12 11:09 AM


• Rawatan anak;
• Transportasi;
• Bantuan perumahan;
• Bantuan finansial;
• Bantuan hukum;
• Tes HIV, layanan medik dan tes lainnya; dan
• Layanan edukasi dan vokasional;
 Merujuk klien ke layanantertentu saja tidaklah cukup. Seorang manajer kasus
memastikan bahwa klien benar-benar mendapat layanan dan memonitor
kemajuan klien. Manajer kasus mengidentifikasi hambatan (baik dari sisi klien
maupun pemberi layanan) dan bekerjasama dengan klien dan sumber rujukan
untuk mengatasinya. Koordinasi yang erat ini menuntut seorang manajer kasus
memiliki keterampilan komunikasi yang hebat.
 Advokasi merupakan proses melontarkan isu yang menjadi perhatian untuk dapat
diatasi atas nama seseorang atau banyak orang.Advokasi klien kadangkala sulit,
tetapi ini merupakan fungsi penting seorang manajer kasus.
 Manajer kasus perlu mengadvokasi banyak sistem, termasuk badan-badan lain,
penyedia layanan kesehatan, sistem hukum, dan keluarga.
 Manajer kasus dapat melakukan advokasi dengan memberikan edukasi pada
layanan terapi non-GPZ tentang kebutuhan khusus dari seorang klien atau tentang
GPZ secara umum.Kadang-kadang manajer kasus harus langsung bernegosiasi
dengan pemberi layanan memperjuangkan kliennya.
 Fungsi manajer kasus harus disesuaikan dan cocok dengan kebutuhan khusus
program terapi dalam konteks komunitasnya.
 Apakah advokasi yang telah Anda lakukan sesuai dengan pekerjaan Anda dalam
membantu klien. Dalam hal apa konsep advokasi cocok atau tidak cocok dalam
konteks masyarakat Anda? Kesulitan apa yang Anda temukan dalam melakukan
advokasi bagi klien Anda?

Terapi Primer
Konseling Kelompok
 Meski konseling individual dan kelompoksama pentingnya dalam terapi primer
gangguan penggunaan zat, namun konseling kelompok merupakan modalitas
yang lebih sering digunakan.
 Konseling kelompok dari sudut biaya menjadi murah karena memungkinkan
seorang terapis memberikan terapi pada banyak klien pada satu waktu. Diluar
alasan biaya, konseling kelompok memang tepat untuk terapi gangguan
penggunaan zat, karena:
• Memberi kesempatan kepada klien untuk mengembangkan ketrampilan
komunikasi dan berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan—kegiatan-
kegiatan ini sangat bermanfaat bagi individu yang selama ini hanya bergaul
terbatas di lingkungan pecandu narkoba saja;
221
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 221 10/1/12 11:09 AM


• Membuat lingkungan dimana klien dapat membantu, mendukung dan jika
perlu melakukan konfrontasi satu sama lain;
• Mengenalkan struktur dan disiplin dalam kehidupan klien yang kacau;
• Menyediakan norma-norma yang mendorong suatu cara-cara berinteraksi yang
sehat dan suatu lingkungan yang aman dan mendukung yang sangat penting
untuk pemulihan;
• Membantu klien supaya lebih memahami kapital pemulihan yang dimilikinya,
dan hambatan-hambatan pemulihannya;
• Mendukung asesmen individual terhadap faktor-faktor risiko dan protektif;
• Memajukan pemulihan individual (anggota kelompok yang telah jauh pulih
dapat membantu klien lainnya); dan
• Menyediakan ruang bagi pemimpin kelompok untuk memberikan informasi
baru, mengajarkan ketrampilan baru dan memandu klien dalam mempraktikan
perilaku baru.
 Penempatan klien dalam kelompok berdasarkan atas kebutuhan klien tertentudan
tahap pemulihannya. Sebagai tambahan, beberapa klien seharusnya tidaklah
dimasukkan kedalam kelompok yang sama. Misalnya:
• Pelaku dan korban kekerasan domestic mesti dipisahkan, tak boleh dalam satu
kelompok.
• Tetangga, teman, sanak, pasangan suami-isteri atau orang bermakna lainnya
dalam hidup jangan disatukan dalam kelompok yang sama (kecuali dalam
terapi keluarga). Di desa dan daerah terpencil hal ini tidaklah mungkin
dilakukan. Dalam kondisi seperti ini, perlu dibicarakan dan dibuat persiapan
terkait masalah kerahasiaan.
 Jumlah anggota kelompok yang optimal adalah 8-15 orang. Sesi kelompok
biasanya menghabiskan waktu tidak lebih dari 1,5 jam karena orang sulit untuk
tetap fokus dalam waktu yang lama.

Konseling Individual
 Meski konseling kelompok mempunyai banyak keuntungan, tetapi tidaklah cocok
untuk semua klien. Sebagai contoh :
• Klien yang sangat cemas berhadapan dengan banyak orang atau sangat
introvert tidak tahan mengikuti konseling kelompok. Klien ini perlu ditawari
konseling individu sampai mereka cukup nyaman dalam sesi kelompok atau
setidaknya ditempatkan dalam sesi kelompok intensitas rendah yang fokus
pada pelatihan ketrampilan coping.
• Beberapa klien dengan gangguan mental berat, seperti schizophrenia atau
gangguan kepribadian antisocial , tidak dapat berpartisipasi dalam kelompok
dan hanya dapat menghadiri konseling individu.
• Klien yang melanggar prinsip-prinsip terapi kelompok dengan tidak menghargai
persetujuan kelompok atau seringkali tidak mengikuti kelompok, dan klien
yang tidak mampu mengendalikan impuls, lebih baik masuk dalam konseling
individu.
222
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 222 10/1/12 11:09 AM


 Meski konseling individual merupakan modalitas yang tepat untuk beberapa
individu, sesi individual juga bermanfaat bagi semua klien dan beberapa diberikan
sebagai bagian dari terapi.

 Fokus konseling individualbervariasi tergantung tipe program, tahap klien


dalam pemulihan, dan kebutuhan pribadi klien. Namun selalu ada struktur dalam
memberikan sesi individual.

 Dalam konseling individual, seorang konselor dapat:

• Menanyakan kepada klien tentang perasaan mereka;

• Menanyakan reaksi mereka ketika berada dalam konseling kelompok yang


baru saja berlangsung; dan

• Mendalami cara klien menghabiskan waktunya sejak sesi terakhir.

 Konselor juga dapat:

• Menelusuri tentang penggunaan zat;

• Menanyakan apakah ada hal-hal yang mendesak;

• Meninjau ulang rencana terapi dan strrategi coping; dan

• Menanggulangi rasa takut dan rasa cemas sehubungan dengan perubahan.

 Sesi individual juga merupakan waktu yang baik bagi konselor untuk:

• Memberikan feedback pribadi tentang hasil test zat dan

• Mendalami isu sensitif yang sulit dibicarakan dalam kelompok.

 Konselor sering memberi tugas individual kepada klien. Orang dalam terapi
dapat diminta untuk membaca hal tertentu (atau mendengarkan audiotape) untuk
menyelesaikan tugas (atau merekamnya); atau mencoba perilaku baru.

 Sesi konseling biasanya diakhiri dengan simpulan rencana klien dan jadwal untuk
beberapa hari kedepan.

Komponen Lainnya
 Sebagai tambahan dalam konseling kelompok dan individu, program juga
menawarkan komponen lain sebagai bagian dari terapi primer. Komponen utama
termasuk :

• Tes Narkoba;

• Farmakoterapi; dan

• Orientasi pada kelompok saling bantu.

223
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 223 10/1/12 11:09 AM


Tes Narkoba
 Tes narkoba bermanfaat untuk:
• Membenarkan, menyanggah, atau membuktikan laporan klien bahwa dia
menggunakan zat;
• Mengetahui kambuhnya penggunaan zat;
• Membantu menilai keberhasilan rencana terapi dan tingkat rawatan sekarang;
• Mendorong abstinensia.
 Zat dapat ditemukan dalam darah, urine, air liur, nafas, dan rambut. Kebanyakan
program terapi melaksanakan tes urin untuk mendeteksi adanya kandungan zat/
narkoba.
 Ada dua jenis tes narkoba: laboratorium dan point-of-care testing (POCT). Ketika
pemeriksaan laboratorium diperlukan, urin diambil dari klien pada tempat program
dilaksanakan, dan dikirim ke laboratorium.
 Ketika program menggunakan POCT, maka pengumpulan dan pemeriksaan
dilakukan di lokasi layanan tersebut. Beberapa perlengkapan POCT tersedia
untuk pemeriksaan urin,darah atau saliva; program biasanya melakukan tes urin
atau air liur untuk menghindari keharusan menyediakan tenaga medis.
 POCT mempunyai keuntungan dan kerugian dibanding tes laboratorium.
Beberapa keuntungannya adalah :
• Dapat hasil cepat;
• Lebih murah; dan
• Mudah dilakukan.
 Beberapa kerugiannya adalah:
• Beberapa peralatan tes hanya untuk zat tertentu; sehingga jika diperlukan
pemeriksaan lebih banyak, harganya mahal dibanding tes laboratorium.
• Biasanya terbatas pada hasil positif atau negative. Tidak memberi informasi
tentang kadar zat dalam tubuh.
 Potensi kerugian lainnya adalah:
• Harus ada fasilitas penyimpanan test yang aman dan petugas harus mendapat
pelatihan yang reguler bagaimana melakukan test.
• Hasilnya tidak dapat digunakan untuk proses peradilan.
 Tes laboratorium dan POCT bisa salah dalam memantau abstinensia. Misalnya,
klien menggunakan zat yang tidak dideteksi oleh reagens yang digunakan dalam
test laboratorium atau POCT. Sehingga test dilakukan untuk semua kemungkinan
zat yang biasa disalahgunakan di daerah klien, tidak hanya zat yang biasa digunakan
oleh klien.

224
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 224 10/1/12 11:09 AM


Farmakoterapi
 Farmakoterapi (kadang disebut medication-assisted treatment) adalah
penggunaan obat guna membantu terapi GPZ. Farmakoterapi dilakukan dengan
berbagai cara:

• Membantu putus zat akut atau penghentian bertahap zat psikoaktif;

• Melemahkan minat menggunakan zat karena berkurangnya efek zat yang


diinginkan atau dengan membuat efek negatif yang timbul jika digunakan; dan

• Membantu awal pemulihan dengan mengurangkan craving atau melawan


gejala putus zat jangka panjang.

 Tersedia obat-obat untuk terapi ketergantungan opioid. Obat-obat ini biasanya


diresepkan dokter. Farmakoterapi yang paling dikenal adalah adalah terapi
rumatan metadon.

 Metadon dapat digunakan untuk jangka pendek, untuk terapi putus zat, atau
jangka panjang sebagai terapi rumatan metadon. Metadon bekerja di reseptor
opiat di otak, menghambat putus zat. Walaupun demikian tidak memberikan
ganjaran/reward seperti opiat atau morphin. Rumatan metadon dapat membantu
klien berfungsi baik dalam hidupnya.

 Masih ada kontroversi tentang terapi rumatan metadon dan dibeberapa negara
tidak tersedia metadon walaupun ini obat legal.

 Farmakoterapi dilaksanakan bersamaan dengan konseling dan layanan terapi


lainnya , dan bukan menggantikannya.

Program saling-bantu (mutual-helps)


 Program terapi khususnya mendidik klien tentang program bantu diri dan program
saling bantu.

 Program saling bantu merupakan alternatif atau menguatkan konseling


profesional. Dalam program ini, masyarakat awam bertemu untuk berdiskusi
masalah yang mereka alami. Peserta dalam kelompok saling bantu mendukung
dan menyemangati satu sama lain untuk abstinen atau tetap bertahan abstinen.
Program 12-Langkah mungkin yang paling terkenal dalam kelompok saling bantu

 Alcoholics Anonymus (AA) merupakan kelompok saling bantu yang pertama,


diciptakan pada tahun 1930 di Amerika Serikat oleh Bill Wilson dan Bob Smith.
Narcotic Anonymous (NA) dikembangkan pada tahun 1950 untuk mereka yang
ketergantungan zat selain alkohol.

 AA dan NA menggunakan pengalaman anggotanya, suatu proses 12 langkah, dan


spiritual guna melawan ketergantungan zat.

 Ciri-ciri AA dan NA adalah 12 Langkah menuju pemulihan.

225
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 225 10/1/12 11:09 AM


 Ciri lainnya dari AA dan NA adalah pertemuan kelompok. Pertemuan terbuka berarti
terbuka untuk umum untuk hadir, sedangkan pertemuan tertutup, artinya hanya
mereka yang mengalami penggunaan zat yang dapat mengkutinya. Pertemuan
dipimpin oleh anggota secara bergiliran.Ada beberapa tipe pertemuan kelompok,
termasuk :

• Pertemuan diskusi , pemimpin mengenalkan topik dengan komentar singkat,


lalu mengindang peserta untuk menyampaikan masukannya.

• Pertemuan dengan pembicara, seorang yang sudah pulih berbagi pengalaman


pemulihannya; dan

• Pertemuan 12 langkah, dalam beberapa sesinya mendiskusikan mengenai


program langkah tertentu dari 12 langkah tersebut.

 Sebagai tambahan, juga ada pertemuan khusus perempuan, laki-laki, gay, waria,
lesbian dsb.

 Sponsorship merupakan bagian penting dalam program pemulihan 12 langkah.

 Seorang sponsor yang dimaksud dalam program 12-langkah adalah anggota


yang sudah pulih, dan menolong secara pribadi, anggota yang belum pulih benar.

 Seorang sponsor mirip seorang mentor, tetapi dalam program 12 langkah,


kedudukan anggota sejajar.

 Sponsor yang direkomendasikan sebaiknya memiliki gender yang sama dengan


yang disponsorinya.

 Melewati waktu bertahun-tahun, program pemulihan bertambah dan dikembangkan


dengan dasar program 12-langkah, termasuk Marijuana Anonymous, Cocaine
Anonymous, Nicotine Anonymous, dll.

 Pertemuan kelompok 12-langkah terdapat di banyak Negara dan di kota-kota


besar. Juga ada pertemuan on-line bagi yang tidak dapat menghadiri.

 Juga ada program 12-langkah untuk anggota keluarga dan teman-teman dari
mereka yang memiliki masalah GPZ. Program tersebut adalah:

• Al-Anon (untuk dewasa dan remaja lanjut dalam anggota keluarga dan teman);

• Alateen (untuk anak besar dan remaja awal);

• Alatot (untuk anak-anak); dan

• Nar-Anon (untuk semua anggota keluarga).

 Beberapa studi membuktikan program 12 langkah efektif bagi pemulihan;


walupun demikian penelitian lain tidak menemukan hasil yang bermakna. Program
12 langkah sulit dipelajari secara ilmiah, karena :

• Mereka anonim, sehingga daftar nama tak mungkin didapat; dan

• Peserta bersifat sukarela, sehingga studi dengan control sulit dilakukan


226
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 226 10/1/12 11:09 AM


 Program 12 langkah tidak untuk semua orang. Beberapa orang merasa tidak
nyaman dengan aspek spiritual dari program. Meski dalam literatur AA dan
NA dikatakan bahkan seorang atheispun dapat memanfaatkan program secara
produktif. Mereka yang sulit berada dalam situasi kelompok dan situasi sosial tak
memperoleh manfaat dari kelompok ini.

 Kelompok saling-bantu lainnya adalah:

• Women for Sobriety;

• Rational Recovery; dan

• SMART (Self Management and Recovery Training) Recovery.

 Kelompok saling bantu lainnya berfokus pada tradisi kepercayaan khusus atau
tradisi budaya. Karena gereja lokal, pura, sinagog, atau kelompok spiritual lain
sering menjamu mereka, mereka juga menyediakan hubungan bagi peserta
kedalam jejaring dukungan yang lebih luas. Sebagai contohnya:

• Celebrate Recovery;

• Millati Islami; dan

• Native American Wellbriety Movement.

 Women for Sobriety (WFS) berbasis prinsip rational-emotif-behavioral yang sedikit


longgar, tetapi dijalankan oleh fasilitator bersertifikat, untuk menganggulangi
kebutuhan wanita yang unik dalam pemulihan. Mereka juga memiliki pertemuan
berbasis portal internet (web-based meetings) dan kelompok diskusi via dunia
maya (chat groups).

 Rational Recovery (RT) berbasis pendekatan rational-emotive-behavioral, tetapi


tidak mencakup pertemuan kelompok, fokus pada dukungan pendidikan jangka
pendek untuk membantu anggotanya bebas dari keyakinan yang salah yang
menyebabkan adiksi tanpa keharusan percaya kepada kekuatan yang lebih tinggi
(higher power).

 Program SMART, berbeda dengan RR, berbasis pendekatan rational-emotive-


behavioral yang ilmiah dalam jangka pendek yang membantu menanggulangi:

• Motivasi;

• Dorongan untuk menggunakan zat;

• Pikiran-pikiran terkait zat;

• Perasaan sehubungan dengan zat;

• Perilaku penggunaan zat; dan

• Kepuasan-kepuasan akan penggunaan zat.

 Program SMART tidak menggunakan sponsor, namun memiliki kelompok


dukungan berbasis internet.
227
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 227 10/1/12 11:09 AM


 Celebrate Recovery (CR) adalah salah satu kelompok saling bantu berbasis
agama Keristenyang telah berdiri sejak beberapa tahun belakangan ini. Beberapa
kelompok ini berbasis 12 langkah AA dan NA dan menanggulangi masalah
penyalahgunaan narkotika dan alkohol. CR sendiri fokus pada pembelajaran
ayat-ayat suci yang sesuai dengan 12 langkah, tetapi digunakan untuk mengatasi
berbagai masalah yang dialami peserta.

 Peran sponsor digantikan oleh pertemuan kelompok dan pastor/pendeta untuk


memberikan dukungan kepada pemulihan klien GPZ. Di Amerika Serikat, CR
diterima sebagai kelompok saling bantu alternatif oleh kebanyakan jajaran
kesehatan jiwa dan pengadilan khusus narkoba.

 Millati Islami adalah paguyuban laki-laki dan wanita seluruh dunia, yang bergabung
bersama dalam “Jalan Damai” (Path of Peace). Millati Islami adalah pendekatan
agama khusus yang berbasis prinsip-prinsip spiritual yang ada dalam Al-Quran.
Kelompok ini mengintegrasikan persyaratan terapi yang ada dalam Islam dan
pendekatan 12 langkah kedalam pemulihan menjadi program yang secara
bersamaan mengatasi semua masalah penggunaan zat. Peserta dalam kelompok
berbagi pengalaman, kekuatan, dan harapan untuk pemulihan dari pecandu aktif
dengan berpaling kepada Allah untuk mendapat bimbingan agar tidak diperbudak
lagi oleh zat psikoaktif, orang yang negatif, tempat, benda-benda dan emosi.

 Native American Wellbriety Movement diciptakan oleh White Bison Society, suatu
organisasi yang telah menghidupkan kepemimpinan dalam penanggulangan
penyalahgunaan zat dikalangan masyarakat Indian Amerika dalam beberapa
dekade belakangan ini.

 Hal ini terjadi sebagai respon terhadap hasil penelitian yang membuktikan kurang
berhasilnya terapi bagi GPZ di kalangan Indian Amerika dalam program pemulihan
dan terapi yang bersifat umum. Pendekatan ini berakar pada ritual dan kepercayaan
spiritual kesukuan, dan memasukkan prinsip-prinsip kesehatan, hukum dan nilai-
nilai budaya tradisional. Model Wellbriety ini telah digunakan dalam dalam
kelompok AA dan NA dan sebagai pendekatan kesehatan masyarakat untuk
menciptakan masyarakat yang sehat dan waras (sober), dimana semua individu
berusaha untuk menjadi seimbang secara mental, emosional, fisik dan spiritualitas.

 Banyak lagi kelompok saling bantu untuk populasi tertentu seperti kelompok
saling bantu bagi penderita gangguan mental dan medis penyerta. Walaupun
demikian belum ada penelitian yang membuktikan keberhasilannya.

 Konselor terapi gangguan penggunaan zat mesti mengenal berbagai program


kelompok bantu diri dan saling bantu yang ada agar mereka dapat:

• Mengenalkan layanan yang tersedia bagi klien mereka;

• Mendorong klien untuk mencoba beberapa program;

• Membantu klien dalam memilih program yang bermanfaat; dan

• Mengadvokasi pendirian kelompok saling bantu bila belum ada.

228
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 228 10/1/12 11:09 AM


Komponen terapi lainnya
 Kita telah membicarakan beberapa komponen dasar terapi primer: Konseling
kelompok dan individual, tes narkoba, farmakoterapi dan pengenalan program
saling bantu. Sebagai tambahan bagi layanan inti ini, bayak program yang
menawarkan komponen-komponen lain.

 Komponen-komponen lain bagi seseoran yang dalam pengobatan tergantung


pada tipe, tatanan, dan durasi program, tetapi komponen-komponen tambahan
ini dapat meliputi;

• Terapi Medik—misalnya, sebuah klinik dapat menawarkan layanan medik dan


layanan terapi GPZ atau program terapi GPZ berbasis rumah sakit yang dapat
memenuhi semua kebutuhan medis klien.

• Terapi gangguan mental—misalnya, beberapa program dapat mengintegrasikan


terapi gangguan mental dan GPZ. Yang lainnya dapat dapat menyediakan
manajemen obat dan manajemen kasus intensif bagi mereka dengan gangguan
penyerta/co-occuring disorders.

• Sekolah umum bagi remaja atau dewasa muda—misalnya, program residensial


jangka panjang (seperti therapeutic community) yang dapat mengintegrasikan
pendidikan sekolah kedalam jadwal harian.

 Pelayanan lainnya termasuk;

• Pelatihan keterampilan kerja—program jangka panjang residensial dapat


mengintegrasikan pelatihan ketrampilan kerja dalam programnya.

• Program rawatan anak bagi sesi kelompok atau sesi individual—misalnya,


beberapa program rawat jalan mempunyai rawatan anak selama ibunya dalam
sesi terapi.

• Transportasi ke tempat terapi dan pertemuan kelompok saling bantu—


misalnya, program rawat jalan menyediakan transportasi dari dan ke sesi terapi.
Program residensial dapat menyediakan transportasi ke pertemuan kelompok
saling bantu.

Rawatan Berlanjut
 Rawatan berlanjut atau keberlanjutan rawatan dimulai ketika dibuatnya rencana
penghentian terapi (discharge planning). Rencana penghentian terapi diselesaikan
begitu hubungan teraputik dengan klien memasuki tahap akhir, walaupun
seharusnya sudah mulai sejak asesmen awal dan perencanaan terapi. Rencana
penghentian terapi diikuti dengan pengembangan rencana rawatan berlanjut.

 Rencana rawatan berlanjut adalah rencana aksi terdokumentasi yang dikembangkan


sebelum penghentian terapi atau transfer ke tingkat rawatan lainnya. Merupakan
daftar layanan-layanan terstruktur yang tujuannya jelas, dikembangkan
bersama oleh klien dan konselor. Tujuan dari perencanaan adalah membantu
mempertahankan kemajuan yang telah dicapai klien dengan menghubungkannya
dengan sumber-sumber dukungan dalam lingkungan klien.

229
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 229 10/1/12 11:09 AM


 Perencanaan seharusnya memasukkan unsur-unsur kapital pemulihan klien dan
keterbatasan-keterbatasan atau tantangan-tantangan yang akan mempengaruhi
perjalanan pemulihan. Perlu diperhatikan kesertaan keluarga, hambatan keuangan,
kebutuhan fisik, dan kebutuhan terapi yang sedang berlangsung (misalnya, terapi
untuk gangguan mental atau trauma, terapi keluarga).

 Perencanaan berisi tujuan-tujuan yang tertulis, terkait terapi, dan dapat diukur
untuk klien, misalnya:

• Mempertahankan abstinensia;

• Mengembangkan dukungan pemulihan berkelanjutan;

• Memperoleh kehidupan dalam komunitas;

 Tujuan-tujuan lainnya adalah agar klien:

• Memperoleh ketrampilan kerja;

• Memperoleh pendidikan;

• Mendapatkan pekerjaan yang menguntungkan atau bersekolah; dan

• Mendapatkan konseling untuk gangguan mental penyerta.

 Perencanaan seharusnya juga berisi cara-cara mencapai tujuan-tujuan yang kurang


konkrit, seperti :

• Mengembangkan pemahaman lebih dalam pada diri dan orang lain;

• Meningkatkan tanggung jawab;

• Menyelesaikan kesulitan-kesulitan dalam keluarga; dan

• Melakukan konsolidasi, penguatan, dan menjadi nyaman dengan perubahan


dalam hidup; dan

• Berintegrasi dengan masyarakat melalui peran yang berarti.

 Pilihan-pilihan yang ada termasuk kelompok rawatan lanjut terstruktur (baik di


tempat maupun melalui rujukan). Kelompok ini berfokus pada topik seperti:

• Mencari kegiatan-kegiatan sosial bebas zat dan rekreasi bebas zat;

• Terus mengembangkan ketrampilan hidup seperti menyelesaikan masalah;

• Pelatihan pencegahan kambuhan

• Kesehatan dan kesejahteraan;

• Perencanaan pendidikan dan karir;

• Konseling dukungan; dan

• Pengembangan keterampilan kepemimpinan.

230
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 230 10/1/12 11:09 AM


 Rawatan lanjut juga termasuk dukungan-dukungan di luar kelompok rawatan lanjut
terstruktur, seperti :
• Menghadiri kelompok saling-bantu;
• Terapi individu;
• Manajemen terapi/medikasi untuk gangguan mental;
• Rumatan metadon;
• Monitoring atau terapi melalui telepon ;
• Lembaga-lembaga spiritual atau keagamaan;
• Nilai-nilai dan tradisi budaya yang mendukung pemulihan;
• Kunjungan rumah teratur atau sesi-sesi penguatan;
• Monitoring dan dukungan manajemen kasus intensif; dan
• Pelatihan kerja atau sekolah.
 Beberapa komunitas juga menyediakan program rumah tinggal transisi, sehingga
klien secara bertahap mandiri dan tidak kuatir soal perumahan. Sebuah program
dan perencanaan rawatan berlanjut yang baik, mencakup rencana tindak lanjut
menghadapi lapse atau relapse, termasuk intervensi bagi klien yang akan masuk
kembali menjalani program terapi primer.

231
Panduan Peserta: Modul 6 - Komponen-Komponen Terapi : Rawatan Berkelanjutan

C2_Indonesia.indd 231 10/1/12 11:09 AM


C2_Indonesia.indd 232 10/1/12 11:09 AM
MODUL 7
PRAKTIK-PRAKTIK BERBASIS BUKTI
UNTUK INTERVENSI TERAPI

Daftar Isi dan Jadwal. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 235


Tujuan Pelatihan dan Objektif Pembelajaran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 236
Lembar Power Point . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 237
Halaman penjelasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 341
Rangkuman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 371

C2_Indonesia.indd 233 10/1/12 11:09 AM


C2_Indonesia.indd 234 10/1/12 11:09 AM
Daftar Isi dan Jadwal
Aktivitas Waktu
Introduksi Modul 7 5 menit
Presentasi: Sudut pandang praktik berbasis bukti 25 menit
Presentasi: Cognitve-behavioral therapy 30 menit
Latihan kelompok kecil: Cognitve-behavioral therapy–bagian 1,
15 menit
persiapan
ISHOMA 60 menit
Latihan kelompok kecil: Cognitve-behavioral therapy–bagian 1,
10 menit
persiapan (lanjutan)
Latihan kelompok kecil: Cognitve-behavioral therapy–bagian 2,
25 menit
presentasi
Presentasi: Pendekatan motivasional 30 menit
Latihan kelompok kecil: Pendekatan motivasional–bagian 1, persiapan 25 menit
Rehat 15 menit
Latihan kelompok kecil: Pendekatan motivasional–bagian 2, presentasi 20 menit
Presentasi: Pendekatan berbasis keluarga 25 menit
Latihan: Menulis jurnal 10 menit
Selesai hari keempat dan evaluasi 10 menit
Akhir 4 Day
Pembukaan dan ulasan hari kelima 10 menit
Latihan kelompok kecil: Pendekatan berbasis keluarga 45 menit
Presentasi: Therapeutic Community 20 menit
Latihan kelompok kecil: Therapeutic Community 45 menit
Rehat 15 menit
Presentasi: Manajemen kontingensi 20 menit
Latihan kelompok kecil: Manajemen kontingensi 45 menit
Presentasi: Farmakoterapi untuk ketergantungan opioid 15 menit
Latihan kelompok kecil: Farmakoterapi untuk ketergantungan opioid 45 menit
Rehat 15 menit
Latihan kelompok kecil: Praktek berbasis bukti 30 menit
Latihan kelompok besar: Praktek berbasis bukti 15 menit

235
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 235 10/1/12 11:09 AM


Modul 7 Tujuan dan Objektif
Tujuan Pelatihan
 Untuk memberikan ikhtisar tentang konsep dari praktek-praktek berbasis bukti;
 Utuk memberikan informasi mengenai lima praktek berbasis bukti; dan
 Untuk memberikan sebuah kesempatan bagi peserta untuk berdiskusi mengenai
penggunaan praktek terapi berbasis bukti di masyarakat.

Objektif pembelajaran
Peserta-peserta yang menyelesaikan modul 7 akan mampu untuk:

 Mendefenisikan praktek-praktek berbasis bukti;


 Menjelaskan mengenai pentingnya mengetahu praktek-praktek berbasis bukti;
 Mengidentifikasi komponen-komponen penting dari enam praktek-praktek
berbasis bukti spesifik; dan
 Mendiskusikan kemungkinan penerapan praktek-praktek berbasis bukti ini ke
dalam lingkup kerja.

236
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 236 10/1/12 11:09 AM


MODUL 7
PRAKTIK BERBASIS BUKTI UNTUK INTERVENSI TERAPI

237
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 237 10/1/12 11:09 AM


Modul 7 Objektif Pembelajaran

 Mendefinisikan praktik berbasis bukti


 Mendeskripsikan pentingnya mengetahui praktik
berbasis bukti
 Mengidentifikasi komponen kunci dari lima praktik
spesifik berbasis bukti
 Mendiskusikan kemungkinan penerapan praktik
berbasis bukti pada tugas Anda

7.2

Bentuk Kelompok Kecil

 Sebuah rentang pengalaman diperlukan dalam


setiap kelompok
 Peserta diminta berbaris dengan urutan sesuai
rentang pengalaman masa kerja saudara sebagai
konselor GPZ
 Kerja paruh maupun penuh waktu, magang, hingga
menjadi sukarelawan juga dihitung
 Berhitung dari 1 hingga 4, dan bentuk 4 kelompok.
 Kelompok ini akan bekerja sama dalam satu
kelompok selama pembahasan modul ini
7.3

238
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 238 10/1/12 11:09 AM


Topik-Topik Sebelumnya

 Pemulihan, Manajemen Pemulihan, Kapital


Pemulihan
 Faktor yang mempengaruhi luaran terapi
 Proses dan tahap perubahan
 Prinsip dasar terapi
 Komponen terapi

7.4

239
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 239 10/1/12 11:09 AM


Praktik Berbasis Bukti

 Apa yang dimaksud dengan:


Evidence Based Practice

Atau
Praktik Berbasis Bukti

7.5

Praktik Berbasis Bukti- Definisi

“Praktik menggunakan bukti ilmiah terkuat


dan paling dapat diterima—dan yang
dampaknya paling signifikan pada perbaikan
rawatan.”

Sumber: U.S. National Quality Forum. (2007). National voluntary consensus stAndards for the treatment of substance use conditions: Evidence- 7.6
based treatment practices (abridged version) (p. v). Washington, DC: Author.

240
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 240 10/1/12 11:09 AM


Definisi EBP: “Perbaikan Layanan”

 Terjadi
terapi GPZ dibawah standar
 “Dibawah standar” didefinisikan bahwa terapi
TIDAK :
 Aman
 Efektif
 Terpusat pada Pasien
 Sesuai waktu
 Efisien
 Ekuitabel (adil)

Sumber: McGlynn,E.A.,Asch,S.M.,Adam,J.,Hicks,J.,DeCristofaro,A.,et al (2003). The quality of health care delivered to


adults in the United States. New England Journal of Medicine 348 7.7

241
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 241 10/1/12 11:09 AM


Definisi EBP : “Perbaikan Layanan”

“Hanya 10 persen orang dengan Gangguan


Penggunaan Alkohol menerima layanan yang
direkomendasikan, sehingga terjadi peingkatan
mortalitas dan morbiditas”.

Source: McGlynn, E. A., Asch, S. M., Adams, J., Keesey, J., Hicks, J., DeCristofaro, A. et al.
(2003). The quality of health care delivered to adults in the United States. New England Journal of
Medicine 348. 7.8

Praktik Berbasis Bukti

 Serangkaian teknik dan pendekatan yang


mungkin mencakup elemen-elemen yang
terdiri lebih dari satu teori konseling

7.9

242
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 242 10/1/12 11:09 AM


Praktik Berbasis Bukti

Prospek
Klinis &
Finansial
Ilmu

Keahlian
Klinikal

7.10

243
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 243 10/1/12 11:09 AM


Ilmiah: Bukti Empiris Divalidasi

 Bukti berbasis informasi yang diperoleh dari :


 Pengamatan langsung
 Pengalaman
 Percobaan

7.11

Berbasis Bukti:
Kelayakan Klinis dan Finansial

 Praktiknya beralasan, dapat dicapai dan secara


ekonomis dapat diimplementasikan pada terapi
dalam situasi kehidupan nyata, bukan hanya
dalam tataran riset

7.12

244
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 244 10/1/12 11:09 AM


Keahlian Klinikal

 Konselor mempraktikan ketrampilan konseling


dasar, dapat berhubungan dengan klien, dan
telah terlatih menggunakan praktik spesifik

7.13

245
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 245 10/1/12 11:09 AM


Mengapa Evidence-Based Practices?

 Pertanyaan:
 Mengapa kita harus tahu dan memperhtikan EBP?

7.14

EBP Memperbaiki Hasil

 EBP terbukti menunjukan perbaikan hasil terapi

Sumber: World Health Organization (WHO) and UNODC. (2008). Principles of drug dependence treatment: Discussion paper. 7.15
(http://www.unodc.org/documents/eastasiaandpacific//china/UNODC-WHO-Principles-of-Drug-Dependence-Treatment.pdf)

246
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 246 10/1/12 11:10 AM


WHO: EBP

“Praktik berbasis-bukti yang baik dan kumpulan


pengetahuan ilmiah mengenai sifat alamiah dari
ketergantungan obat-obatan (narkoba), harus
memandu intervensi dan disertakan di dalam
pelaksanaan terapi ketergantungan narkoba.
Kualitas yang tinggi dari standar yang dibutuhkan
untuk persetujuan farmakologi dan intervensi
psikososial di semua bidang medis lainnya, harus
diterapkan di dalam bidang ketergantungan
narkoba.”
Sumber: WHO and UNODC. (2008). Principles of drug dependence treatment: Discussion paper. Retrieved December 3, 2010, 7.16
from http://www.unodc.org/documents/eastasiaandpacific//china/UNODC-WHO Principles-of-Drug-Dependence-Treatment.pdf

247
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 247 10/1/12 11:10 AM


Rekomendasi EBP untuk Gangguan
Penggunaan Zat

 EBP yang direkomendasikan oleh U.S.


National Quality Forum:
 Farmakoterapi (menggunakan medikasi)
 Cognitive-behavioral therapies
 Motivational enhancement therapy
 Contingency management
 12-Step facilitation therapy
 Terapi marital dan keluarga

Sumber: U.S. National Quality Forum. (2007). National voluntary consensus stAndards for the treatment of 7.17
substance use conditions: Evidence-based treatment practices: A consensus report. Washington, DC: Author.

Praktek yang Tidak Direkomendasikan

 Akupuntur, terapi relaksasi , edukasi,


pemeriksaan zat dan detoksifikasi, sebagai
terapi tunggal
 Terapi psikodinamik individual
 Terapi kelompok tidak terstruktur
 Konfrontasi sebagai pendekatan terapi pokok
 Penghentian terapi ketika kambuh

Sumber: U.S. National Quality Forum. (2004). Evidence-based treatment practices for substance use disorders: Workshop
proceedings. Washington, DC: Author
7.18

248
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 248 10/1/12 11:10 AM


Penting Untuk Diketahui

 Pendekatan empatik, suportif dapat sama


pentingnya dengan praktik spesifik
 Kemampuan konselor utama untuk
menggunakan dan mengembangkan relasi yang
membantu klien

7.19

249
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 249 10/1/12 11:10 AM


Praktik Berbasis Bukti Meliputi

 Cognitive-behavioraltherapy
 Motivational enhancement
 Pendekatan keluarga tertentu
 Therapeutic community
 Farmakoterapi bagi ketergantungan opioid

7.20

Cognitive-Behavioral Therapy (CBT)

 Kombinasi dari :
 Terapi kognitif, aslinya dikembangkan oleh
Aaron Beck dalam terapi depresi
 Terapi Perilaku, aslinya dikembangkan dan
dikonsep oleh Ivan Pavlov, dimodifikasi oleh B.
F. Skinner dan Albert Bandura

7.21

250
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 250 10/1/12 11:10 AM


Terapi Kognitif

 Pikiran dan interpretasi mempengaruhi perasaan


dan perilaku
 Perasaan dan perilaku tidak disebabkan oleh
faktor luar
 Orang dapat mengubah cara pikir mereka (dan
perasaan serta tindakan), meski situasi tidak
berubah

7.22

251
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 251 10/1/12 11:10 AM


Daripada …

7.23

Lebih baik …

7.24

252
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 252 10/1/12 11:10 AM


Fokus Terapi Perilaku

 Gangguan emosi dan perilaku merupakan respon


yang dipelajari , yang dapat digantikan oleh emosi
dan perilaku sehat melalui latihan yang tepat

7.25

253
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 253 10/1/12 11:10 AM


Pendekatan Behavioral

 Fokus pada faktor identifikasi yang menginisiasi


dan mempertahankan perilaku
 Fokus pada perilaku adaptif dan maladaptif yang
membuat klien tidak nyaman dan bermasalah
 Fokus pada perilaku teramati dan terukur

7.26

Pendekatan Behavioral

 TIDAK berfokus pada konsep seperti self-esteem,


pikiran, tatanilai, alam tidak sadar, atau
mekanisme defensif

7.27

254
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 254 10/1/12 11:10 AM


CBT: Pusat Pertanyaan

 Pertanyaan ‘bagaimana’ terkait pembangunan


ketrampilan.
 Bagaimana ia berubah?

 Pertanyaan“apa” tertuju pada sesuatu yang


menguatkan pola pikir, afek dan perilaku.
 Apa yang membuat seseorang melakukan sesuatu?

7.28

255
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 255 10/1/12 11:10 AM


CBT Pendekatan Terapi Gangguan
Penggunaan Zat

 Mengajari ketrampilan pada klien yang


membantunya mengenali dan mempelajari
strategi untuk:
 Menurunkan risiko kambuh
 Mempertahankan abstinen
 Selesaikan masalah
 Meningkatkan efikasi diri

7.29

Teknik CBT

 Ajukan pertanyaan dan ajari klien bertanya pada


diri sendiri untuk menggali hubungan antara
pikiran dan respon emosi mereka atas peristiwa
yang terjadi

7.30

256
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 256 10/1/12 11:10 AM


Teknik CBT – Bagian II

 Eksplorasi konsekuensi positif dan negatif


 Ajari monitoring diri
 Bantu klien mengembangkan strategi
penghindaran atau koping situasi berisiko tinggi
 Bantu klien mengembangkan strategi koping yang
efektif untuk menghadapi tantangan umum dalam
kehidupan
 Ajari ketrampilan menyelesaikan masalah

7.31

257
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 257 10/1/12 11:10 AM


Teknik CBT – Bagian III

 Pekerjaan rumah :
 Tugas membaca
 Menjaga perilaku dan pikiran tertentu tetap pada
jalurnya
 Mempraktekan ketrampilan baru (pengulangan
perilaku)

7.32

Terapi Keterampilan Koping


Kognitif – Perilaku

 Sebuah pemdekatan CBT yang terstruktur


 Setiap sesi mencakup:
 Diskusi mengenai hal-hal yang rasional
 Bimbingan keterampilan spesifik
 Latihan pengulangan perilaku (bermain peran
keterampilan)
 Melakukan latihan untuk area topik tertentu

U.S. National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism. (1995). Cognitive-behavioral coping skills therapy manual: 7.33
A clinical research guide for therapists treating individuals with alcohol abuse and dependence. Project MATCH
Monograph Series, Volume 3. Bethesda, MD: Author.

258
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 258 10/1/12 11:10 AM


Area – Area Topik

 Topik area:
 Mengelolapikiran tentang penggunaan zat
 Menyelesaikan masalah
 Mengembangkan ketrampilan menolak zat
 Merencanakan koping dengan kedaruratan dan lapse
 Menghadapi rantai keputusan tidak relevan

7.34

259
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 259 10/1/12 11:10 AM


Area Topik

 Area Topik :
 Menatalaksana pikiran menggunakan zat
 Mengatasi problem
 Membangun ketrampilan menolan zat
 Perencanaan untuk kegawatan dan koping dengan
lapse
 Menghadapi keputusan yang nampaknya tidak
relevan

7.35

Rantai Pengambilan Keputusan Tidak Relevan

7.36

260
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 260 10/1/12 11:10 AM


Pelatihan Ketrampilan Koping

 Membantu klien melihat setiap rangkaian rantai


kejadian yang membuat kambuhan
 Membantu klien mempelajari mengenali pilihan
yang memulai terjadinya proses kambuhan

7.37

261
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 261 10/1/12 11:10 AM


Pendekatan Motivasional

 Motivational interviewing (MI)


 Motivational enhancement therapy (MET)

7.38

Efektivitas CBT

 Documentasi efektivitas untuk GPZ meliputi :


 Alkohol
 Marijuana
 Kokaine
 Methamphetamine
 Nikotin
 Klien mempertahankan dan meningkatkan
ketrampilan sesufah setahun terapi

Source: U.S. National Institute on Drug Abuse. (2009). Principles of drug addiction treatment:
A research-based guide, 2nd Ed. NIH Publication No. 09-4180. Bethesda, Maryland: Author. 7.39

262
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 262 10/1/12 11:10 AM


Latihan Kelompok–Kecil: CBT

Tugas Kelompok–Kecil:
 Kelompok 1: Teknik-teknik utama / Penerapannya
 Kelompok 2: Tantangan-tantangannya
 Kelompok 3: Ikhtisar / gambaran umum dari tiap
karakteristiknya
 Kelompok 4: Kelebihan / kekuatan

7.40

263
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 263 10/1/12 11:10 AM


Latihan Kelompok–Kecil: CBT

 Buat rangkuman dari topik yang ditugaskan pada


kelompok Anda:
 Dituliskanpada selembar kertas sebagai
presentasikan kelompok
 Setelah dipresentasikan, tempelkan di dinding
bersama tugas yang lain sebelumnya
 Gunakan sumber bahan:
 Buku panduan peserta dan catatan Anda
 Hal-hal yang sudah Anda ketahui tentang topik ini
 Halaman Penjelasan 7.2 (terutama bagian kelebihan
dan kekurangannya) 7.41

Ishoma
60 menit

7.42

264
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 264 10/1/12 11:10 AM


Latihan Kelompok–Kecil: CBT

 Buat rangkuman dari topik yang ditugaskan pada


kelompok Anda:
 Dituliskanpada selembar kertas sebagai
presentasikan kelompok
 Setelah dipresentasikan, tempelkan di dinding
bersama tugas yang lain sebelumnya
 Gunakan sumber bahan:
 Buku panduan peserta dan catatan Anda
 Hal-hal yang sudah Anda ketahui tentang topik ini
 Halaman Penjelasan 7.2 (terutama bagian kelebihan
dan kekurangannya) 7.43

265
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 265 10/1/12 11:10 AM


Pendekatan Motivasional

 Motivational interviewing (MI)


 Motivational enhancement therapy (MET)

7.44

Pendekatan Motivasional

 Perubahan terjadi secara bertahap


 Motivasi untuk berubah bervariasi setiap waktu
 Motivasi dapat ditingkatkan

Prakontemplasi

Rumatan Kontemplasi

Aksi Preparasi
7.45

266
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 266 10/1/12 11:10 AM


Pendekatan Motivasional

 Terpusatpada klien
 Memahami bahwa zat mempunyai sifat
menyenangkan yang dapat menyamarkan bahaya
dan memberi efek dalam jangka panjang
 Membantu klien menyelesaikan perasaan
ambivalensi tentang terapi dan penghentian
penggunaan zat

7.46

267
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 267 10/1/12 11:10 AM


Pendekatan Motivasional

 Menggunakan motivasi internal klien untuk


membangkitkan dan mempertahankan perubahan
cepat
 Memasukan strategi yang fokus pada pemecahan
masalah atau pencarian solusi yang membuat klien
pernah mengalami keberhasilan dalam
menjalankannya di masa lalu

7.47

Konselor

 Dalam pendekatan motivasional, konselor


bertindak sebagai pelatih atau konsultan dan
bukan sebagai figur otoritas
 Membantu klien menemukan , memahami dan
membangun keberhasilan masa lalu

7.48

268
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 268 10/1/12 11:10 AM


Teknik Primer Pendekatan Motivasional

 Pendekatan FRAMES
 Latihan menyeimbangkan pilihan
 Mengidentifikasi kesenjangan
 Irama
 Kontak personal dengan klien yang sudah tidak
didalam program terapi

7.49

269
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 269 10/1/12 11:10 AM


FRAMES

 Feedback- Umpan balik


 Responsibility- Bertanggung jawab
 Advice- saran
 Menus- pilihan
 Empathy- empati
 Self-efficacy- efikasi diri

7.50

FRAMES: Feedback- Umpan balik


 Sesudah asesmen pola penggunaan zat dan
masalah terkait, konselor menyiapkan umpan
balik kepada klien dengan memperhatikan risiko
atau kekurangan personal

7.51

270
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 270 10/1/12 11:10 AM


FRAMES: Responsibility – tanggung jawab
 Responsibilityuntuk berubah diletakan pada
kejujuran dan eksplisit klien (dan dengan
menghargai hak klien untuk memilih bagi dirinya)

7.52

271
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 271 10/1/12 11:10 AM


FRAMES: Advice - saran
 Saran tentang perubahan—mereduksi atau
menghentikan—penggunaan zat diberikan secara
jelas kepada klien oleh konselor dengan cara
tidak menghakimi

7.53

FRAMES: Menus - menu


 Menu akan berbagai macama pilihan dan
alternatif yang secara langsung ditawarkan (self-
directed) pada klien

7.54

272
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 272 10/1/12 11:10 AM


FRAMES: Empathy - empati
 Menekankan pada Konseling empatik — yang
menunjukan kehangatan, penghargaan, dan
pengertian

7.55

273
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 273 10/1/12 11:10 AM


FRAMES: Self-efficacy – Efikasi diri
 Klien mengembangkan self-efficacy dan
dorongan untuk berubah

7.56

Latihan Menyeimbangkan Pilihan


(Decisional Balance Exercises )

 Decisional balance merupakan konsep menggali


pro dan kontra— atau keuntungan dan
tantangan— akan membuat perubahan

7.57

274
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 274 10/1/12 11:10 AM


Latihan Menimbang Pilihan

 Klien menimbang pro dan kontra masalah


penggunaan zat adalah
 Konselor membantu dengan bertanya pada
klien :
 Tentang aspek baik dan kurang baik dari
penggunaan zat
 Tulis dalam dua kertas lembar

7.58

275
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 275 10/1/12 11:10 AM


Manfaat Menimbang Pilihan

 Manfaat menggali pro dan kontra masalah


penggunaan zat adalah untuk membuat
perubahan perilaku kearah positif

7.59

Identifikasi Kesenjangan

 Membantu klien mengenali kesenjangan atau


jarak antara tujuan masa depan dengan perilaku
masa kini: Bagaimana penggunaan kokain Anda
serasi dengan keluarga bahagia dan pekerjaan
yang mapan ?
 Ketika klien melihat tindakan sekarang
berlawanan arah dengan tujuan personal, maka
perubahan makin dimungkinkan

7.60

276
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 276 10/1/12 11:10 AM


Kecepatan / Irama (Pace)

 Setiap klien mempunyai irama masing-masing


melalui tahapan perubahan perilaku
 Mendorong atau memaksa klien melakukan
sesuatu hal terlalu cepat dari iramanya,
dapatmembuat hubungan konselor dengan klien
menjadi buruk, bahkan bisa putus hubungan klinis

7.61

277
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 277 10/1/12 11:10 AM


Kontak Personal dengan Klien yang berada
di luar lingkup terapi

 Intervensi peningkatan motivasi yang sederhana


seperti surat dan telpon mendorong klien untuk :
 Kembali lagi ke klinik konsultasi
 Kembali lagi ikut terapi yang jadwalnya tidak dipenuhi
 Tetap berada dalam terapi
 Meningkatkan kepatuhan terapi

7.62

Definisi Motivational Interviewing

 Teknikatau gaya konseling yang fokus pada


membuat suasana nyaman untuk melakukan
perubahan, yang disesuaikan dengan tatanan
kebutuhan individu
 Pentingnya kolaborasi :
 Komunikasi seperti layaknya hubungan dengan
pasangan
 Pewawancara membuat atmosfer interpersonal yang
positif

7.63

278
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 278 10/1/12 11:11 AM


Tujuan dari MI

 Tanggung jawab untuk melakukan perubahan


sepenuhnya berada ditangan klien :
 Tujuanmeningkatkan motivasi dari dalam diri individu
untukmendeterminasi bahwa perubahan itu penting
 Perubahan tidak dapat dipaksa

7.64

279
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 279 10/1/12 11:11 AM


MI dan Terapi GPZ

 Terutama digunakan untuk meningkatkan


kepatuhan
 Dapat dilakukan strategi asesmen dan intervensi
teraputik untuk :
 Menentukan kesiapan untuk berubah dengan target
perilaku
 Menggali dan mengatasi ambivalensi maupun
resistensi
 Menerapkan ketrampilan dan strategi spesifik untuk
membuat suasana perubahan berdasarkan pada
tingkat kesiapan saat itu 7.65

Motivational Enhancement Therapy (MET)

 MET bertujuan:
 Membantu klien membuat dirinya termotivasi untuk
berubah
 Mengkonsolidasi keputusan klien dan merencanakan
perubahan
 Pendekatan terfokus pada klien , namun sesi konseling
direncanakan dan diarahkan oleh konselor

7.66

280
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 280 10/1/12 11:11 AM


MET dan Menata Goal

 Konselor menekankan tak ada tujuan


 Konselor boleh memberi saran tentang tujuan secara
spesifik, seperti mengenai abstinensia sepenuhnya
 Rentang yang luas akan ‘kehidupan’ dapat digali juga

7.67

281
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 281 10/1/12 11:11 AM


Konsep MET dalam Masalah GPZ

 Masalah GPZ dilihat sebagai perilaku setidaknya


sebagian perilakunya secara sukarela dilakukan
untuk mengendalikan klien
 Prinsip normal penerapan perubahan perilaku

7.68

Kesimpulan MET

 Berdasarkan prinsip psikologi kognitif dan sosial,


dalam mana konselor :
 Mengasumsikan bahwa motivasi internal penting dan
seringkali merupakan satu-satunya faktor yang
dibutuhkan untuk membuat perubahan
 Membantu klien menerima kesenjangan antara
perilaku sekarang dengan goal personal
 Menekankan pernyataan motivasional diri (self-
motivational) klien tentang keinginan untuk dan
komitmen untuk berubah

7.69

282
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 282 10/1/12 11:11 AM


Efektivitas MET

 Para peneliti mendokumentasikan bahwa MET


efektif untuk menjawab adiksi berikut ini :
 Alkohol
 Marijuana
 Nikotin

Sumber: U.S. National Institute on Drug Abuse. (2009). Principles of drug addiction treatment: A research-based
guide, 2nd Ed. NIH Publication No. 09-4180. Bethesda, Maryland: Author.
7.70

283
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 283 10/1/12 11:11 AM


Latihan Kelompok–Kecil:
Pendekatan Motivasional

Tugas Kelompok–Kecil:
 Kelompok 1: Teknik-teknik utama / Penerapannya
 Kelompok 2: Tantangan-tantangannya
 Kelompok 3: Ikhtisar / gambaran umum dari tiap
karakteristiknya
 Kelompok 4: Kelebihan / kekuatan

7.71

Latihan Kelompok–Kecil:
Pendekatan Motivasional

 Buat rangkuman dari topik yang ditugaskan pada


kelompok Anda:
 Dituliskanpada selembar kertas sebagai
presentasikan kelompok
 Setelah dipresentasikan, tempelkan di dinding
bersama tugas yang lain sebelumnya
 Gunakan sumber bahan:
 Buku panduan peserta dan catatan Anda
 Hal-hal yang sudah Anda ketahui tentang topik ini
 Halaman Penjelasan 7.3 (terutama bagian kelebihan
dan kekurangannya) 7.72

284
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 284 10/1/12 11:11 AM


Rehat
15 menit

7.73

285
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 285 10/1/12 11:11 AM


Latihan dalam Kelompok Kecil :
Pendekatan Motivasional

Presentasi

7.74

Melibatkan Keluarga

 Melibatkan keluarga bukanlah sebuah model,


namun cara yang membantu untuk meningkatkan
hasil
 Kebanyakan program menawarkan beberapa
layanan keluarga

7.75

286
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 286 10/1/12 11:11 AM


Layanan Keluarga

 Layanan keluarga seringkali termasuk :


 Edukasi keluarga
 Kelompok dukungan keluarga
 Konseling keuarga

7.76

287
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 287 10/1/12 11:11 AM


Melibatkan Keluarga

 Mengapa menurut saudara keterlibatan keluarga


penting dalam terapi GPZ?

7.77

Keluarga terkena imbas dari Gangguan


Penggunaan Zat

 Perilakunya tidak konsisten


 Aturannya kaku atau sedikit aturan
 Mengalami distress emosional
 Anggota keluarga mungkin merasa terasingkan
atau memainkan peran
 Individu mungkin mengembangkan masalah
medis sebagai respon atas stres yang dialami

7.78

288
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 288 10/1/12 11:11 AM


Keluarga dapat Meningkatkan Pemulihan

 Anggota keluarga menyertai klien sebelum


terapi
 Mereka dilibatkan dengan klien pada akhir
terapi
 Perubahan fungsi keluarga dapat memberi
pengaruh positif pada pemulihan

7.79

289
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 289 10/1/12 11:11 AM


Tujuan Pelibatan Keluarga

 Memahami gangguan penggunaan zat sebagai


penyakit kronis :
 Terjalindengan masalah keluarga
 Penyebab dan dampak gangguan penggunaan zat
 Pola relasi keluarga terbukti berpengaruh atas
pemulihan
 Tantangan pemulihan dini
 Tanda waspada kambuhan
 Membangun penguatan keluarga
 Temukan dukungan jangka panjang untuk
7.80
anggota keluarga

Tujuan Pelibatan Keluarga—Bagian II

 Membantu anggota keluarga :


 Menemukan dan membangun kekuatan keluarga
 Menemukan dukungan jangka panjang untuk mereka
sendiri

7.81

290
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 290 10/1/12 11:11 AM


Keluarga dapat juga Menjadi Hambatan

 Anggota keluarga mungkin membutuhkan terapi


sebelum mereka menjadi sumber bantuan
 Beberapa klien berasal dari keluarga:
 Kacau dan disfungsi
 Mempunyai riwayat generasi GPZ yang banyak,
gangguan mental, dan masalah lain

7.82

291
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 291 10/1/12 11:11 AM


Pendekatan Keluarga EBP

 Behavioral couples therapy (BCT)


 Multisystemic therapy (MST) (adolescents)
 Multidimensional family therapy (MDFT)
(adolescents)
 Brief strategic family therapy (BSFT)
(adolescents)

7.83

Terapi Perilaku Pasangan


(Behavioral Couples Therapy -BCT)

Asumsi :
 Pasangan intim dapat menguatkan abstinensia
 Menurunkan stres dalam hubungan = menurunkan
perubahan untuk kambuh

7.84

292
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 292 10/1/12 11:11 AM


Komponen Program BCT

 Kontrak pemulihan atau abstinen


 Aktivitas dan pemberian tugas meningkatkan
hubungan / relasi
 Perencanaan pencegahan kambuhan

7.85

293
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 293 10/1/12 11:11 AM


Teknik Program BCT

 Sesi berdurasi 15 sampai 20 jam selama 5


sampai 6 bulan :
 Menilaipenggunaan sampai sesi terakhir
 Mendiskusikan kepatuhan dengan kontrak
pemulihan
 Membicaran penugasan pekerjaan rumah
 Mendiskusikan masalah relasi
 Mempresentasikan materi baru oleh konselor
 Menugaskan pekerjaan rumah baru

7.86

Efektivitas BCT

 BCT efektif untuk :


 Laki-laki dengan Gangguan Penggunaan
Alkohol dan pasangannya
 Laki-laki dan perempuan dengan
penggunaan zat dan orang-orang bermakna
mereka

Sumber: U.S. National Institute on Drug Abuse. (2009). Principles of drug addiction treatment: A research-based guide, 2nd 7.87
Ed. NIH Publication No. 09-4180. Bethesda, Maryland: Author.

294
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 294 10/1/12 11:11 AM


Efektivitas BCT—Bagian II

 Dibanding dengan terapi tindak lanjut selama


setahun, BCT hasilnya lebih tinggi dalam:
 Kehadirandalam terapi
 Kepatuhan terhadap Naltrexone pada pengguna
opioid
 Angka abstinen
 BCT juga menghasilkan lebih kecil masalah
terkait zat, legal, dan keluarga

7.88

295
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 295 10/1/12 11:11 AM


Terapi Multi Sistem (Multisystemic
Therapy -MST)

 Pendekatan intensif di rumah dan di masyarakat


 Fokus pada perubahan pikiran dan perilaku
remaja dengan GPZ
 Fokus pada perubahan pikiran dan perilaku
orangtua
 Menggunakan strategi cognitive-behavioral dan
perkembangan sosial
 Konsentrasi pada kekuatan keluarga

7.89

Intervensi MST

 Terjadi di rumah untuk mengatasi angka drop-out


dan fokus pada:
 Mempromosikan tanggung jawab dan
mengidentifikasi tindakan tidak bertanggung jawab
di dalam keluarga
 Menurunkan tindakan tidak bertanggung jawab oleh
anggota keluarga
 Menjawab kejadian sekarang dalam kehidupan
remaja
 Melakukan tindakan segera yang mentargetkan hal
yang spesifik
7.90

296
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 296 10/1/12 11:11 AM


Intervensi MST – Bagian II

 Fokus pada :
 Pola asesmen dalam perilaku dan diantara elemen
kehidupan remaja yang mempertahankan problem
– keluarga, guru, kawan, rumah dan komunitas
 Membangun relasi remaja sebaya
 Membangun ketrampilan akademik dan vokasional

7.91

297
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 297 10/1/12 11:11 AM


Fokus MST

 TIDAK mengangkat tilikan (insight) diri di masa


lalu
 TIDAK menyalahkan keluarga ataupun memberi
label pada orangtua
Namun
 Memberdayakan pemberi layanan (caregiver)
yang merupakan kunci sukses jangka panjang
 Membuat konselor MST seorang bertanggung
jawab untuk keberhasilan terapi
7.92

Efektivitas MST

 MST diakui :
 Secara bermakna menurunkan penggunaan
zat oleh remaja selama—dan setidaknya
enam bulan sesudah terapi
 Menurunkan jumlah penahanan dalam
lapas dan ditempat tahanan remaja

Sumber: U.S. National Institute on Drug Abuse. (2009). Principles of drug addiction treatment: A research-based guide, 2nd
Ed. NIH Publication No. 09-4180. Bethesda, Maryland: Author.

7.93

298
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 298 10/1/12 11:11 AM


Multidimensional Family Therapy (MDFT)
untuk Remaja

 Pengguna zat remaja merupakan jejaring kerja


yang saling mempengaruhi :
 Individu
 Keluarga
 Teman sebaya
 Masyarakat

7.94

299
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 299 10/1/12 11:11 AM


Terapi MDFT—Dengan Remaja

 Sesiindividu dan keluarga dilakukan di rumah,


sekolah, pengadilan atau di komunitas
 Konselor dan remaja bekerja pada :
 Pengembangan tugas, seperti ketrampilan
pembuatan keputusan, negoasiasi, dan pemecahan
solusi
 Ketrampilan vokasional
 Ketrampilan dalam mengkomunikasikan pikiran dan
perasaan

7.95

Terapi MDFT—Dengan Orangtua

 Sesi paralel dengan orangtua:


 Menginstropeksigaya orangtua dalam pengasuhan,
belajar membedakan pengendalian dan
mempengaruhi
 Membangun pengaruh dan perkembangan positif
yang sesuai pada anak mereka

7.96

300
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 300 10/1/12 11:11 AM


Efektivitas MDFT

 Penelitian membuktikan bahwa MDFT dapat


secara efektif menurunkan keparahan :
 Penggunaan kanabis dan alkohol
 Masalah terkait penggunaan zat

Sumber: U.S. National Registry of Evidence-based Practices and Programs. (2011). Multidimentional Family Therapy. Rockville,
Maryland: SAMHSA. (http://nrepp.samhsa.gov/ViewIntervention.aspx?id=16)

7.97

301
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 301 10/1/12 11:11 AM


Brief Strategic Family Therapy
(BSFT)

 Dilakukan dalam 12 sampai 16 sesi


 Target pada interaksi keluarga yang terdapat
GPZ dan perilaku yang terjadi bersamaan :
 Membuat masalah di rumah dan sekolah
 Perilaku menantang
 Aktivitas ilegal
 Terkait dengan kelompok sebaya yang anti-sosial
 Perilaku agresif dan tindak kekerasan
 Perilaku seks berisiko

7.98

Teknik BSFT

 Pendekatan sistem keluarga


 Peran konselor mengidentifikasi dan mengubah
pola interaksi keluarga yang mendukung Gangguan
penggunaan Zat
 Pendekatan fleksibel diadaptasi dalam situasi
keluarga :
 Berbagai tatanan
 Berbagai modalitas terapi

 Berbasis panduan (manual), program sangat


terstruktur
 Perlu pelatihan khusus untuk menerapkannya 7.99

302
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 302 10/1/12 11:11 AM


Panduan (Manual) BSFT

 BSFT dilakukan atas panduan, sangat terstruktur


 Latihan spesifik dibutuhkan untuk penerapan
BSFT

7.100

303
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 303 10/1/12 11:11 AM


Efektivitas BSFT

 Keluarga keturunan Spanyol merupakan


penerima layanan utamanya
 Penelitian membuktikan bahwa BSFT efektif
untuk:
 Menurunkan penggunaan marijuana dan
penggunaan zat lainnya
 Menurunkan masalah yang terjadi
 Meningkatkan fungsi keluarga

Sumber: U.S. National Registry of Evidence-based Practices and Programs. (2011). Multidimentional Family Therapy.
Rockville, Maryland: SAMHSA. (http://nrepp.samhsa.gov/ViewIntervention.aspx?id=16)
7.101

Latihan: Menulis Jurnal

 Apa hal paling penting yang Anda pelajari hari ini?


 Apa informasi dari materi ini yang membuat Anda
terkejut?
 Bagaimana rencana Anda untuk mempelajari
lebih lanjut?

7.102

304
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 304 10/1/12 11:11 AM


Hari ke 4 – Menutup dan Evaluasi

 Terimakasih atas partisipasi Anda hari ini.


 Apakah masih ada pertanyaan terkait pelatihan
sebelum kita mengakhirinya?
 Silakan mengisi lembar Formulir Evaluasi
Harian.

7.103

305
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 305 10/1/12 11:11 AM


Hari ke 5: Modul 7 (lanjutan)

Sampailah
kita pada hari
terakhir
pelatihan!

7.104

Latihan Kelompok–Kecil:
Pendekatan Berbasis Keluarga

Tugas Kelompok–Kecil:
 Kelompok 1: Teknik-teknik utama / Penerapannya
 Kelompok 2: Tantangan-tantangannya
 Kelompok 3: Ikhtisar / gambaran umum dari tiap
karakteristiknya
 Kelompok 4: Kelebihan / kekuatan

7.105

306
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 306 10/1/12 11:11 AM


Latihan Kelompok–Kecil:
Pendekatan Berbasis Keluarga

 Buat rangkuman dari topik yang ditugaskan pada


kelompok Anda:
 Dituliskanpada selembar kertas sebagai
presentasikan kelompok
 Setelah dipresentasikan, tempelkan di dinding
bersama tugas yang lain sebelumnya
 Gunakan sumber bahan:
 Buku panduan peserta dan catatan Anda
 Hal-hal yang sudah Anda ketahui tentang topik ini
 Halaman Penjelasan 7.4 (terutama bagian kelebihan
dan kekurangannya) 7.106

307
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 307 10/1/12 11:11 AM


Therapeutic Community (TC)

 Model residensial, jangka panjang (sampai


setahun)
 Metode berbasis Komunitas—Masyarakat
secara keseluruhan merupakan agen terapi
dengan cara:
 Pengorganisasian Sosial
 Staf dan klien
 Aktivitas harian

7.107

Struktur TC

 Struktur harian termasuk aktivitas terstruktur:


 Menanggulangi gangguan kehidupan di dalam diri
klien
 Trik klien bagi pikiran negatif dan kebosanan
 Sesi kelompok dan fungsi kerja (job function)
untuk mengajarkan perilaku dan ketrampilan
spesifik
 Penggunaan perangkat klinis untuk klien dengan
riwayat GPZ berat dan perilaku kriminal

7.108

308
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 308 10/1/12 11:11 AM


Faktor Kunci Terapetik

 Penelitian membuktikan:
 Merestorasi kehangatan, membalik relasi
interpersonal yang rusak karena otak yang
terganggu, fungsi dan strukturnya oleh kekerasan
serta pengabaian di masa kanak-kanak
 Dengan peran TC yang spesifik, setiap peserta
diperhatikan dengan cinta dan penghargaan
sebagai bagian keluarga baru, seraya mengisi
kesenjangan yang efektif

Sumber: Personal communication: Gilberto Gerra, M.D., Chief, Drug Prevention and Health Branch, UNODC 7.109

309
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 309 10/1/12 11:11 AM


Model TC

 Model TC diterapkan di banyak negara di seluruh


dunia , 13 negara mempunyai asosiasi
professional tersebar pada setiap benua (kecuali
Antarctica)
 The Asian Federation of Therapeutic
Communities (http://www.asianfedtc.org)

7.110

Komponen Model TC

 Perasaan bermasyarakat
 Teman sebaya dan anggota staf berperan
sebagai model
 Bekerja merupakan terapi dan edukasi
 Pertemuan kelompok sebaya, latihan
menumbuhkan kewaspadaan dan emosi

7.111

310
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 310 10/1/12 11:11 AM


Tahap Terapi TC

7.112

311
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 311 10/1/12 11:11 AM


Tahap Introduksi TC

 Membantu klien menerima tanggung jawab


perilaku GPZ dan konsekuensi melalui :
 Kelompok
 Sesikonseling individual
 Seminar edukasional

7.113

Tahap Terapi TC

 Klien hidup dan bekerja dalam masyarakat yang


suportif , membantu satu sama lain untuk
mengembangkan ketrampilan koping :
 Struktur sosial bersifat hirarki, dengan derajat
tanggung jawab yang bervariasi
 Fokus kegiatan pada minat umum, sehari-hari, dan
rekreasi sehari-hari
 Termasuk program terapi kreatif
 Dengan inisiasi pertemuan dukungan di luar

7.114

312
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 312 10/1/12 11:12 AM


Tahap Komitmen TC

 Menghubungkan terapi dan reintegrasi


 Menekankan pada :
 Pengembangan karir
 Relasisosial
 Ketrampilan hidup praktis

7.115

313
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 313 10/1/12 11:12 AM


Tahap Komitmen TC—Bagian II

 Dukungan disediakan untuk komunitas re-entry


dari :
 Kerja sukarela atau sekolah penuh waktu
 TC menjadi rumah transisi untuk kembali ke rumah
atau masyarakat
 Kelompok dukungan dan konseling mingguan
 Dukungan tambahan dari kelompok sebaya sampai
program TC selesai
 Partisipasi dalam kelompok 12-langkah

7.116

Tahap Transisi TC (Aftercare)

 Dibutuhkan oleh mereka yang :


 Kerja atau sekolah penuh waktu
 Tempat tinggal
 Jejaring dukungan
 Rekonsilisiasi
Keluarga
 Pengembangan ketrampilan koping untuk
mempertahankan gaya hidup bebas zat, yang
umumnya memerlukan waktu berbulan-bulan

7.117

314
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 314 10/1/12 11:12 AM


Efektivitas TC

 Kesimpulan dari U.S. Drug Abuse Treatment


Outcome Study, mendapatkan bahwa mereka
yang menyelesaikan terapi TC dalam jangka
panjang mempunyai angka rendah pada:
 Penggunaan kokain, heroin, dan alkohol
 Perilaku kriminal
 Pengangguran
 Indikator depresi

Sumber: National Institute on Drug Abuse (2002). Research report series—Therapeutic community: What is a therapeutic community.
Bethesda, Maryland: Author. (http://www.nida.nih.gov/PDF/RRTherapeutic.pdf) 7.118

315
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 315 10/1/12 11:12 AM


Efektivitas TC—Bagian II

 Modifikasi TC juga efektif untuk terapi individu


berkebutuhan khusus, termasuk :
 Remaja
 Perempuan
 Tuna wisma
 Orang dengan Gangguan Mental berat
 Individu dalam sistem hukum kriminal

Sumber: National Institute on Drug Abuse. (2009). Principles of drug addiction treatment: A research-based guide, 2nd Ed. NIH
Publication No. 09-4180. Bethesda, Maryland: Author. 7.119

Latihan Kelompok–Kecil: TC

Tugas Kelompok–Kecil:
 Kelompok 1: Teknik-teknik utama / Penerapannya
 Kelompok 2: Tantangan-tantangannya
 Kelompok 3: Ikhtisar / gambaran umum dari tiap
karakteristiknya
 Kelompok 4: Kelebihan / kekuatan

7.120

316
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 316 10/1/12 11:12 AM


Latihan Kelompok–Kecil: TC

 Buat rangkuman dari topik yang ditugaskan pada


kelompok Anda:
 Dituliskan pada selembar kertas sebagai presentasi
kelompok
 Setelah dipresentasikan, tempelkan di dinding
bersama tugas yang lain sebelumnya
 Gunakan sumber bahan:
 Buku panduan peserta dan catatan Anda
 Hal-hal yang sudah Anda ketahui tentang topik ini
 Halaman Penjelasan 7.5 (terutama bagian kelebihan
dan kekurangannya) 7.121

317
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 317 10/1/12 11:12 AM


Rehat
15 menit

7.122

Contingency Management (CM)

 Berbasis pada prinsip bahwa perilaku yang


diperkuat akan berulang dilakukan
 Pada terapi GPZ, CM merupakan alat klien untuk
untuk iuran insentif murah, atau ganjaran , untuk
perilaku yang disenangi

7.123

318
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 318 10/1/12 11:12 AM


Perspektif Behavioral GPZ

 Penggunaan Zat terus berlanjut karena:


 Efek penguat positif dari narkoba itu sendiri
 Penguat negatif dari timbulnya kembali rasa nyeri
akibat putus zat
 “Tarikan”
ketergantungan dan ganjaran segera
yang sangat kuat

7.124

319
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 319 10/1/12 11:12 AM


Ganjaran Abstinensia

 Proses menjadi abstinensia akhirnya menjadi


ganjaran tersendiri, termasuk
 Gaya hidup lebih sehat
 Pekerjaan dan bisa menghidupi diri sendiri
 Peluang pendidikan
 Mempertahankan hubungan-hubungan yang positif

7.125

Motivasi Ganjaran

 Perlu waktu cukup lama bagi ganjaran internal


dari abstinensia untuk dirasakan oleh klien yang
berusaha untuk merubah perilaku
 Sehingga, CM menggunakan ganjaran lain untuk
memotivasi:
 “Melekat” pada terapi
 Abstinensia
 Perubahan gaya hidup

7.126

320
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 320 10/1/12 11:12 AM


Motivasi CM

 Memotivasi perubahan perilaku dan abstinensia


dengan:
 Secara sistematis memberikan ganjaran bagi
perilaku yand diinginkan
 Penguat (reinforcers) adalah hal-hal atau objek
yang positif, menyenangkan sebagai ganjaran
 Penguat negatif bisa juga efektif, seperti
menghapus denda atau pembatasan-
pembatasan

7.127

321
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 321 10/1/12 11:12 AM


Prinsip-prinsip Pedoman CM

 Berikut
ini adalah teknik-teknik unik, tetapi
semuanya berdasarkan prinsip-prinsip
pedoman:
 Mengidentifikasikan perilaku yang dapat di
observasi dan diukur
 Seleksi perubahan perilaku yang diinginkan yang
menjadi tujuan terapi
 Beri ganjaran perubahan sekecil apapun

7.128

Prinsip-prinsip Pedoman lainnya

 Prinsip-prinsip tambahan:
 Pilihlahganjaran yang dirasakan penting oleh klien
dengan menanyakan apa yang paling dia inginkan
 Segera berikan ganjaran bila target perubahan
perilaku berhasil
 Berikan penguat berulang kali
 Berikan ganjaran sesuai janji
 Berikan ganjaran yang semakin meningkat untuk
mendapatkan hasil yang lebih besar

7.129

322
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 322 10/1/12 11:12 AM


Tipe-tipe CM

 Beberapa tipe CM berdasar riset:


 Akses hak-hak istimewa; misalnya melalui sistem
bertingkat dengan hak-hak istimewa yang
semakin besar
 Pemberian hadiah di tempat
 Pengembalian dana (refunds) atau potongan
harga/rabat
 Vouchers atau sistem token ekonomi lainnya

7.130

323
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 323 10/1/12 11:12 AM


Tantangan CM

 Mengidentifikasikan ganjaran bagi perilaku yang


diinginkan dengan:
 Praktis
 Tersedia tanpa biaya mahal atau tanpa menguras
tenaga staf
 Cukup kuat untuk mengganti efek narkoba yang kuat,
menimbulkan rasa senang, atau mengurangi rasa
nyeri

7.131

Community Reinforcement (CR)

 Menggunakan penguat sosial, rekreasional,


familial dan vokasional ketimbang memberikan
ganjaran materi atau hak-hak istimewa dalam
program terapi
 Berdasarkan prinsip bahwa sumber daya
lingkungan bisa efektif dalam merubah perilaku
penggunaan zat
 Memiliki komponen manajemen kasus yang
esensial

7.132

324
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 324 10/1/12 11:12 AM


Pendekatan CR Ditambah dengan Vouchers

 Terdokumentasi sebagai PBB:


 Terapi rawat jalan intensif 24-minggu untuk terapi
adiksi kokain dan alkohol
 Tujuan terapi:
 Mempertahankan abstinensia selama mungkin untuk
belajar keterampilan hidup baru agar abstinensia
berlanjut
 Mengurangi konsumsi alkohol bagi klien yang juga
menggunakan kokain

7.133

325
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 325 10/1/12 11:12 AM


CR Approach dengan Format Vouchers

 Klien menghadiri 1 atau 2 sesi konseling


individual setiap minggu, fokus pada:
 Memperbaiki hubungan keluarga
 Belajar keterampilan-keterampilan yang penting bagi
pengurangan penggunaan alkohol dan narkoba
 Pemberian konseling vokasional
 Mengembangkan kegiatan rekreasi baru dan jejaring
sosial baru

7.134

Aspek-aspek Program Lainnya

 MenggunakanVouchers
 Vouchers dapat diganti dengan barang-barang
yang terkait dengan gaya hidup bebas kokain

7.135

326
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 326 10/1/12 11:12 AM


Hasil

 Pendekatan CR terbukti :
 Memfasilitasi keterlibatan klien dalam terapi
 Memfasilitasi meningkatnya periode abstinensia
kokain

7.136

327
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 327 10/1/12 11:12 AM


Community Reinforcement: Efektifitas

 CR terbukti efektif:
 Dengan berbagai populasi dewasa dan remaja
 Dengan berbagai macam latar belakang etnis
 Dalam beragam tatanan, seperti rawat jalan dan
program residensial, klinik metadon, dan program-
program khusus untuk remaja

7.137

CM secara Umum: Efektifitasnya

 CM telah tercatat sebagai intervensi yang


efektif untuk GPZ termasuk:
 Alkohol
 Stimulan
 Opioids
 Marijuana
 Nikotin

Sumber: National Institute on Drug Abuse. (2009). Principles of drug addiction treatment: A research-based guide, 2nd Ed. NIH
Publication No. 09-4180. Bethesda, Maryland: Author. 7.138

328
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 328 10/1/12 11:12 AM


Latihan Kelompok–Kecil:
Manajemen Kontingensi

Tugas Kelompok–Kecil:
 Kelompok 1: Teknik-teknik utama / Penerapannya
 Kelompok 2: Tantangan-tantangannya
 Kelompok 3: Ikhtisar / gambaran umum dari tiap
karakteristiknya
 Kelompok 4: Kelebihan / kekuatan

7.139

329
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 329 10/1/12 11:12 AM


Latihan Kelompok–Kecil:
Manajemen Kontingensi

 Buat rangkuman dari topik yang ditugaskan pada


kelompok Anda:
 Dituliskanpada selembar kertas sebagai
presentasikan kelompok
 Setelah dipresentasikan, tempelkan di dinding
bersama tugas yang lain sebelumnya
 Gunakan sumber bahan:
 Buku panduan peserta dan catatan Anda
 Hal-hal yang sudah Anda ketahui tentang topik ini
 Halaman Penjelasan 7.6 (terutama bagian kelebihan
dan kekurangannya) 7.140

Farmakoterapi untuk Ketergantungan Opioid

 Farmakoterapi diartikan sebagai penggunan zat


psikoaktif yang diresepkan untuk keperluan
medis, untuk merawat gangguan psikiatri dan
gangguan perilaku.
 Dikenal juga dengan istilah Medication-Assisted
Treatment (MAT)

7.141

330
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 330 10/1/12 11:12 AM


Penggunaan Farmakoterapi

 Mengobati gejala putus zat tinggi atau


penurunan bertahap dari penggunaan zat
psikoaktif
 Menggantikan opioid, baik untuk jangka pendek
maupun jangka panjang
 Menekan penggunaan opioid dengan
mengurangi sifat-sifat alamiahnya
 Membantu pemulihan awal dengan mengurangi
sugesti atau menetralkan gejala-gejala jangka
panjang dari sindroma putus zat
7.142

331
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 331 10/1/12 11:12 AM


Latar Belakang Farmakoterapi

 Terapi / pengobatan yang dapat digunakan untuk


masalah gangguan alkohol, opioids, and nikotin
 Terapi untuk opioid harus diresepkan oleh tenaga
kesehatan berwenang
 WHO merekomendasikan kombinasi
farmakoterapi dengan konseling (CBT, CM, dll)
dan manajemen kasus

7.143

MAT / Farmakoterapi untuk Gangguan


Penggunaan Opioid

 Menggunakan salah satu dari pilihan di


bawah ini:
 Naltrexone
 Buprenorphine
 Methadone

7.144

332
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 332 10/1/12 11:12 AM


Naltrexone

 Memblok semua efek dari opioid dan rasa mabuk


ketika menggunakan
 Untuk mencegah secara cepat gejala putus zat
parah opioid, namun penggunanya harus
menjalani detoksifikasi medis sebelumnya atau
dalam keadaan bebas opioid selama beberapa
hari sebelum memulai terapi naltrekson

7.145

333
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 333 10/1/12 11:12 AM


Naltrexone

 Kepatuhan sering menjadi masalahnya, sehingga


menjadi jarang digunakan
 Jenis baru dengan cara disuntikkan telah tersedia
di Amerika Serikat

7.146

Buprenorphine (Subutex®)

 Mengurangi atau menghilangkan gejala putus zat


dengan resiko rendah euforia dan sedasi yang
disebabkan oleh heroin atau jenis opioid lainnya
 Pada dosis tinggi, dapat mengakibatkan euforia,
sehingga penggunaannya sering dikombinasikan
dengan medikasi yang bersifat memblok efek ini

7.147

334
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 334 10/1/12 11:12 AM


Ikhtisar Metadon

 Telah banyak digunakan


 Terapi rumatan di dalam tatanan khusus
 Klien yang telah dalam tahap stabil dapat
menerima dosis metadon yang dibawa pulang
(take-home doses)

7.148

335
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 335 10/1/12 11:12 AM


Fungsi Methadone

 Metadon:
 Mencegah gejala putus zat opioid
 Memblok efek euforia dari penggunaan opioid
terlarang
 Mengurangi sugesti opioid
 Klien dalam masa stabiliasi mampu untuk:
 Bekerja
 Merawatkeluarganya
 Menghindari kejahatan dan kekerasan
 Menekan epidemi HIV
7.149

Latihan Kelompok–Kecil: Farmakoterapi

Tugas Kelompok–Kecil:
 Kelompok 1: Teknik-teknik utama / Penerapannya
 Kelompok 2: Tantangan-tantangannya
 Kelompok 3: Ikhtisar / gambaran umum dari tiap
karakteristiknya
 Kelompok 4: Kelebihan / kekuatan

7.150

336
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 336 10/1/12 11:12 AM


Latihan Kelompok–Kecil: Farmakoterapi

 Buat rangkuman dari topik yang ditugaskan pada


kelompok Anda:
 Dituliskanpada selembar kertas sebagai
presentasikan kelompok
 Setelah dipresentasikan, tempelkan di dinding
bersama tugas yang lain sebelumnya
 Gunakan sumber bahan:
 Buku panduan peserta dan catatan Anda
 Hal-hal yang sudah Anda ketahui tentang topik ini
 Halaman Penjelasan 7.7 (terutama bagian kelebihan
dan kekurangannya) 7.151

337
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 337 10/1/12 11:12 AM


ISHOMA
60 menit

7.152

Kelompok–Kecil: Praktek Berbasis Bukti

 Bentuk kelompok baru yang terdiri dari 4 – 5


orang yang bekerja di wilayah yang sama
 Tentukan seseorang untuk menjadi fasilitator,
untuk memastikan semua anggota kelompok
punya kesempatan untuk berpartisipasi
 Pilih seorang reporter!

7.153

338
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 338 10/1/12 11:12 AM


Diskusi Kelompok –Kecil:
Pertanyaan Praktek Berbasis Bukti

 Jenis praktek berbasis bukti mana yang Anda


gunakan di area atau lembaga tempat Anda
bekerja?
 Jenis praktek berbasis bukti mana yang
tampaknya paling sulit untuk diterapkan,
berdasarkan pada situasi lembaga dan wilayah
Anda, serta sudut pandang budaya yang
berlaku? Apa tantangan-tantangan yang
dihadapi?

7.154

339
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 339 10/1/12 11:12 AM


Diskusi Kelompok–Besar:
Praktek Berbasis Bukti

 Apa intisari dari pembahasan yang dapat Anda


buat ringkasan dari materi ini?
 Apa jenis konseling GPZ yang digunakan di
wilayah Anda?
 Model dan praktek apa yang paling menjanjikan
untuk dieksplorasi dan akan diberikan kepada
populasi yang Anda layani?

7.155

340
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 340 10/1/12 11:12 AM


Halaman Penjelasan 7.1: U.S. National Quality Forum 2007
Consensus Standards for Treatment of Alcohol, Tobacco,
and Drug Use Disorders1

Salah satu usaha ambisius untuk merespon upaya terapi sub-standar terhadap
gangguan penggunaan zat di Amerika Serikat adalah himbauan tahun 2007 dari
U.S. National Quality Forum (NQF) tentang perlunya praktik berbasis bukti, yang
menyediakan pedoman untuk 400 organisasi di Amerika Serikat, yang mencakup:

 Kelompok pengguna dan klien;

 Sistem layanan kesehatan dan pembeli; dan

 Organisasi penelitian dan.peningkatan kualitas


Dengan dukungan dana dari Yayasan Robert Wood Johnson, NQF mengembangkan
konsesus standar terapi alkohol, rokok dan gangguan penggunaan zat. Standar
praktek mempersyaratkan praktik berbasis bukti dalam empat area, yaitu:

1. Mengidentifikasi kondisi penggunaan zat, termasuk:

 Skrining sistematik untuk penggunaan alkohol, rokok, dan zat lainnya; dan

 Mendiagnosis dan asesmen individual yang terbukti positif menggunakan.

2. Memulai dan merekatkan hubungan di dalam terapi, termasuk:

 Intervensi singkat untuk penggunaan alkohol berlebihan;

 Dukungan untuk berpartisipasi dalam terapi; dan

 Farmakoterapi untuk manajemen putus zat.

3. Intervensi terapeutik untuk terapi gangguan penggunaan zat, termasuk:

 Terapi psikososial yang sahih secara empirik; dan

 Farmakoterapi untuk penggunaan alkohol, rokok dan zat lainnya

4. Manajemen rawatan berkelanjutan gangguan penggunaan zat, termasuk:

 Rawatan jangka panjang; dan

 Manajemen dan monitoring program rawatan yang sedang berjalan.


NQF menyimpulkan bahwa:

1 U.S. National Quality Forum. (2007). National voluntary consensus standards for the treatment of substance use conditions: Evidence-based
treatment practices. Washington, DC: Author.

341
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 341 10/1/12 11:12 AM


1. Intervensi terapi psikososial yang sahih secara empirik harus dimulai untuk semua
klien dengan gangguan penggunaan zat dengan sasaran:
 Menghentikan atau mengurangi penggunaan zat;

 Meningkatkan fungsi psikologi dan sosial;

 Mencegah relapse atau menunda waktu terjadinya relaps; dan

 Retensi di dalam terapi.


2. Pendekatan-pendekatan yang sahih secara empirik untuk terapi gangguan
penggunaan zat yang efektif harus diimplementasikan dan mencakup:
 Terapi kognitif-perilaku;

 Terapi penguatan motivasi;

 Manajemen kontingensi;

 Terapi fasilitasi program 12-Langkah; dan

 Terapi keluarga dan perkawinan


3. Menjalankan terapi dengan empati, pendekatan suportif dapat menjadi penting
seperti halnya teknik psikososial spesifik yang digunakan.
4. Dukungan farmakoterapi, berdasarkan pada asesmen sistematik terhadap gejala-
gejala dan resiko dari konsekuensi yang merugikan, harus tersedia dan diberikan
untuk mengelola gejala-gejala tersebut dan konsekuensi buruk dari putus zat,
yang termasuk:
 Penggunaan metadon dan bufrenorfin dengan penurunan bertahap untuk
menanggulangi putus zat;

 Penggunaan metadon dan bufrenorfin untuk menanggulangi


ketergantungan zat;

 Penggunaan benzodiazepin untuk mengelola putus zat alkohol;

 Penggunaan naltrekson and akamprosat untuk ketergantungan alkohol;


dan

 Terapi subtitusi nikotin, dengan menggunakan bupropion; dan

 Penggunaan vareniklin untuk penghentian rokok.


5. Program intervensi harus secara aktif mempromosikan pelibatan dukungan
komunitas, termasuk juga:
 Keluarga, program 12-langkah dan kelompok bantu diri lainnya; dan
 Kelompok dukungan spiritual.

342
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 342 10/1/12 11:12 AM


NQF juga mengidentifikasi beberapa praktik yang telah menunjukkan terapi yang
tidak efektif untuk gangguan penggunaan zat, dan hal itu seharusnya tidak boleh
menjadi bagian dari terapi secara rutin. Yang dianggap termasuk praktik tidak efektif
ini antara lain:1

 Penggunaan akupuntur, terapi relaksasi, pendidikan kelompok didaktik, atau


monitoring biologis penggunaan zat sebagai terapi tunggal.
 Detoksifikasi sebagai terapi tunggal untuk ketergantungan zat;
 Terapi psikodinamik individual;
 Terapi kelompok tidak terstruktur;
 Konfrontasi sebagai pendekatan utama untuk terapi; dan
 Penghentian terapi karena relaps.
Materi ini diadaptasi dari kutipan dokumen dan informasi yang diambil dari konsensus
dokumen standart “National Quality Forum’s”, yang dapat dilihat di http://www.rwjf.
org/files/research/nqrconsensusreport2007.pdf.
http://www.qualityforum.org/Publications/2007/09/National_Voluntary_Consensus_
Standards_for_the_Treatment_of_Substance_Use_Conditions__Evidence-Based_
Treatment_Practices.aspx.

1 Powers, E. J., Nishimi, R. Y., & Kizer, K. W., Eds. (2005). Evidence-based treatment practices for substance usedisorders: Workshop
proceedings (p. ix). Washington, DC: National Quality Forum.

343
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 343 10/1/12 11:12 AM


Halaman Penjelasan 7.2: Terapi Kognitif-Perilaku12

Ulasan umum
 CBT (Cognitive-Behavioral Therapy) atau terapi kognitif-perilaku menggabungkan
2 model terapi---cognitive therapy and behavioral therapy.
 Terapi kognitif, aslinya dikembangkan oleh Aaron Beck untuk mengobati depresi,
berdasarkan teori bahwa orang seringkali memiliki keyakinan,asumsi, dan pikiran-
pikiran otomatik yang mempengaruhiperilaku mereka tetapi mungkin tidak tidak
menolong dan tidak realistis.
 Kognitif terapi mengemukakan bahwa pikiran-pikiran dan interpretasi seeorang
menyebabkan terjadinya perasaan dan perilaku.
 Keyakinan inti dalam kognitif terapi adalah seseorang dapat memperbaiki cara
berpikirnya(dan merasa dan berbuat),bahkan walaupun setuasi tidak berubah.
 Terapi perilaku, pertama kali dikonsep oleh Pavlov dan disempurnakan oleh
B.F.Skinner dan lainnya, menerapi gangguan emotional dan perilaku sebagai
sebuah respon yang dipelajari yang dapat diganti dengan sesuatu yang lebih
sehat dengan pelatihan yang cocok.
 Terapi perilaku membantu seseorang mengenal perilaku yang tidak dapat
menolong dirinya sendiri dan mencoba cara-cara berperilaku baru.
 Terapi perilaku dapat mencakup suatu rentang relaksasi dan teknik-teknik koping.
 CBT berdasar keyakinan bahwa seorang klien dapat dibantu untuk mengenali dan
membuang pikiran, emosi dan perilaku yang merugikan sehingga menyebabkan
disfungsi dalam hidupnya.
 Meskipun model-model terapi lain mencoba untuk mengatasi mengapa seseorang
melakukan apa yang dia lakukan, pertanyaan utama dalam CBT adalah:
 Apa yang membuat mereka tatap melakukan hal yang sama ?
 Bagaimana mereka dapat berubah ?
 Pertanyaan “apa” tersebut menanggulangi penguat-penguat yang
mempertahankan pola-pola pikiran, suasana perasaan, dan perilaku. Pertanyaan
“Bagaimana” terkait dengan membangun keterampilan.
 Pendekatan CBT untuk menerapi gangguan penggunaan zat (GPZ) fokusnya
adalah mengajarkan klien keterampilan-keterampilan yang dapat membantu
mereka mengenal dan mengurangkan risiko relaps, mempertahankan abstinen,
memyelesaikan masalah-masalah, dan menguatkan efikasi diri (kemampuan klien
untuk mengenal kekuatan-kekuatannya dan meyakini bahwa perubahan adalah
sesuatu yang mungkin).

1 Beck, A. T. (1976). Cognitive therapy and emotional disorders. New York: International Universities Press.

2 U.S. National Institute on Drug Abuse. (2010). Principles of drug addiction treatment: A research guide—Evidence based approaches to drug
addiction treatment, Cognitive-behavioral therapy. Retrieved October 17, 2010, from http://www.nida.nih.gov/podat/Evidence2.html

344
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 344 10/1/12 11:12 AM


Teknik-teknik Utama
 Teknik-teknik khusus yan dapat membantu klien menanggulangi GPZ adalah:
• Menanyakan pertanyaan-pertanyaan dan mengajarkan klien untuk menanyakan
kepada diri mereka pertanyaan-pertanyaan untuk mendalami hubungan pikiran
mereka dengan respon-respon emosional yang terjadi;
• Meggali konsekuensi-konsekuensi negatif dan positif dari penggunaan zat
yang dilakukan terus menerus;
• Mengajarkan klien keterampilan monitoring diri untuk mengenali sugesti
(craving) sedini mungkin dan untuk mengenali situasi risiko tinggi untuk
menggunakan zat;
• Mengembangkan strategi-strategi untuk koping dan menghindari risiko tinggi
yang memicu hasrat untuk menggunakan;
• Mengantisipasi masalah yang mungkindapat memicu slip atau relaps;
• Mengembangkan strategi koping yang efektif (seperti teknik relaksasi) terhadap
tantangan hidup sehari-hari yang dapat memicu GPZ; dan
• Mengajarkan keterampilan-keterampilan menyelesaikan masalah.
 Pekerjaan rumah adalah bagian utama pendekatan CBT. Klien diberikan tugas
membaca, diminta untuk tetap mempertahankan perilaku dan pikiran-pikiran
tertentu,atau diminta untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan baru.
 CBT juga dipakai untuk tantangan lain dalam pemulihan, seperti memperbaiki
hubungan-hubungan dan koping emosi.
 Salah satu tipe khusus dari pendekatan CBT adalah cognitive-behavioral coping-
skills therapy, yang asalnya dikembangkan untuk membantu klien dengan
gangguan penggunaan alkohol.1
 Coping skills therapy adalah pendekatan terstruktur, berdasarkan pada panduan.
 Setiap sesi coping skills therapy mencakup diskusi mengenai jalan
pikirannya,pedoman keterampilan khusus, bermain peran latihan perilaku, dan
latihan-latihan praktek lain untuk topic tertentu, termasuk;
• Mengendalikan pikiran-pikiran tentang zat dan penggunaannya;
• Menyelesaikan masalah;
• Keterampilan-keterampilan menolak zat;
• Membuat rencana menghadapi situasi kegawat-daruratan dan penanggulangan
penggunaan kembali (lapse); dan
• Keputusan-keputusan yang kelihatannya tidak relevan.

1 U.S. National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism. (1995). Cognitive-behavioral coping skills therapy manual: A clinical research guide
for therapists treating individuals with alcohol abuse and dependence. Project MATCH Monograph Series, Volume 3. Bethesda, MD: Author.

345
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 345 10/1/12 11:12 AM


Kekuatan dan Tantangan

Kekuatan Tantangan
CBT secara aktif mengikat klien dalam Klien yang sulit membaca atau
terapi dan pembelajaran eksperensial keterampilan kognitifnya buruk
(melalui penggalian pengalaman) membutuhkan alternatif-alternatif
untuk tugas-tugas tertulis

CBT cocok untuk klien dari pelbagai Pendekatan ini membutuhkan pelatihan
latarbelakang dan variasi riwayat konselor yang spesifik dalam prinsip-
penggunaan alkohol dan narkoba prinsip dan teknik-teknik CBT

CBT menyediakan metode-metode Motivasi klien sangat pentingkarena


terstruktur untuk memahami pemicu banyaknya tugas-tugas pekerjaan
relaps dan menyiapkan diri untuk situasi rumah
yang dapat menimbulkan relaps

CBT dapat membantu klien menghadapi CBT dikembangkan awalnya sebagai


sejumlah situasi kehidupan pendekatan konseling individual, tidak
untuk kelompok.

Pekerjaan rumah yang banyak


membolehkan klien untuk
mempraktekkan dan mengevaluasi
perilaku baru dalam lingkungannya
sendiri

346
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 346 10/1/12 11:12 AM


Halaman Penjelasan 7.3: Pendekatan-Pendekatan1,2
Motivasional

Ulasan umum
 Pendekatan motivational (motivational interviewing–MI; motivational enhancement
therapy–MET) berdasarkan pada perspektif bahwa perubahan terjadi dalam tahap-
tahap, motivasi untuk berubah bervariasi dengan berjalannya waktu, dan motivasi
dapat diperkuat.
 Pendekatan motivational berdasarkan prinsip-prinsip psikologi motivasi dan the
the trans-theoretical model of change, yang juga dikenal sebagai model tahapan
perubahan, yang dikembangkan oleh James Prochaska dan Carlos DiClemente,
dan diulas dalam Modul 2. (Halaman penjelasan 2.2 mengenai karakteristik klien
dalam setiap tahapan perubahan).
 Pendekatan konseling motivational adalah metode-metode konseling yang
berpusat pada kebutuhan klien dan menggunakan metode-metode non direktif.
Pendekatan ini menggunakan strategi-strategi yang:
• Mengakui bahwa penyalahgunaan zat memiliki sifat-sifat yang menyenangkan
(rewarding properties) yang dapat menutupi bahaya-bahaya dan efek negatif
jangka panjang, meskipun hanya untuk sementara;
• Membantu klien mengatasi ambivalensi mengenai keterikatan dalam terapi
dan berhenti menggunakan zat;
• Menggunakan motivasi internal klien untuk membangkitkan dan
mempertahankan perubahan cepat; dan
• Tidak difokuskan pada penemuan konselor, interpretasi, dan bimbingan.
 Pendekatan motivational dilakukab dengan keyakinan bahwa perubahan
diciptakan berdasarkan kemauan dan motivasi dari klien itu sendiri.
 Pendekatan motivational seringkali mencakup pemecahan masalah lainnya atau
strategi berfokus pada solusi, yang dibangun atas keberhasilan-keberhasilan dari
masa lalu klien.
 Konselor bertindak sebagai pelatih atau konsultan dibanding sebagai figur otoriter.

Teknik-Teknik Primer
 Melalui mendengar empati dan keterampilan wawancara, konselor mendorong
klien untuk:
• Mengenal diskrepansi (kesenjangan) antara tujuan-tujuan hidup bermakna dan
konsekuensi-konsekuensi GPZ;
• Yakin akan kemampuannya untuk berubah;
• Memilih diantara strategi-strategi dan pilihan-pilihan yang tersedia; dan
• Mengambil tanggung jawab untuk memulai dan mempertahankan perilaku
personal yang sehat.

1 Miller, W. R., Zweben, A., DiClemente, C. C., & Rychtarik, R. G. (1994). Motivational enhancement therapy manual: A clinical research guide
for therapists treating individuals with alcohol abuse and dependence. Project MATCH Monograph Series, Vol. 2. Bethesda, MD: U.S.
National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism.

2 U.S. National Institute on Drug Abuse. (2010). Principles of drug addiction treatment: A research guide—Evidencebased approaches to drug
addiction treatment, Motivational enhancement therapy. Retrieved on October 17, 2010, from http://www.nida.nih.gov/podat/Evidence2.
html

347
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 347 10/1/12 11:12 AM


• Memilih diantara strategi-strategi dan pilihan-pilihan yang tersedia; dan
• Mengambil tanggung jawab untuk memulai dan mempertahankan perilaku
personal yang sehat.
 Konselor mengajukan pertanyaan kepada klien dengan cara tertentu, untuk
mengumpulkan sejumlah informasi, sambil memperkuat motivasi klien dan komitmen
untuk melakukan perubahan positif.

FRAMES
 Singkatan FRAMES mengingatkan konselor akan peran dan tanggung jawabnya
selama melakukan terapi.
 Pendekatan FRAMES pada awalnya dikembangkan sebagai intervensi singkat (brief
intervention), yang memiliki arti:
• Feedback – Umpan balik; tentang risiko personal atau hendaya yang disampaikan
kepada klien setelah asesmen pola-pola penggunaan zat dan masalah terkait.
• Responsibility – Tanggung jawab; untuk berubah jelas terletak pada klien (dan
bertanggung jawab dengan menghargai hak klien untuk membuat pilihan-pilihan
bagi dirinya).
• Advice – Saran; tentang perubahan (mengurangi atau berhenti) terhadap
penggunaan zat, secara jelas disampaikan konselor kepada klien dengan cara
yang tidak menghakimi.
• Menus – Pilihan menu’ tentang pilihan-pilihan perubahan yang mengarahkan diri
sendiri dan alternatif-alternatif terapi yang ditawarkan kepada klien.
• Emphatic counseling – Konseling empatik; menekankan pada memberikan
kehangatan, penghargaan, dan pemahaman.
• Self-efficacy – Efikasi diri; atau penguatan sikap optimis dalam diri klien, yang
dikembangkan untuk mendorong perubahan.

Latihan-Latihan Menyeimbangkan Pilihan


 Keseimbangan pilihan adalah konsep untuk mendalami pro dan kontra – atau untung
dan rugi – dari suatu perubahan.
 Secara alamiah, biasanya manusia mengalami pro dan kontra dalam menentukan
pilihan-pilihan utama dalam hidup.
 Dalam konteks pemulihan dari penggunaan zat, klien menimbang pro dan kontra
untuk mengubah atau tidak mengubah perilaku penggunaan zat.
 Konselor membantu proses ini dengan menanyakan kepada klienuntuk mengemukakan
baik dan buruknya penggunaan zat dan mencatatnya dalam dua kolom pada secarik
kertas.
 Maksud mendalami pro dan kontara soal masalah penggunaan zat adalah untuk
menentukan timbangan pilihan untuk perubahan positif.
 Angka aktual dari alasan yang dicatat klien pada lembar tugas latihan menyeimbangkan
pilihan, tidaklah sepenting bobot – atau nilai personal – setiap alasan. Misalnya,
seseorang yang berusia 20 tahun tidaklah memberikan bobot nilai yang sama besarnya
mengenai kejadian kehilangan kekasih, dengan yang bobot nilai yang diberikan oleh
seseorang yang lebih tua, yang sudah bertunangan dan ingin berkeluarga. Mungkin
seseorang yang berumur 20 tahun tersebut, mungkin lebih prihatin tentang kekalahan
tim sepakbolanya dibandingkan dengan masalah kehilangan kekasih tersebut.
348
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 348 10/1/12 11:12 AM


Mengidentifikasi Diskrepansi
 Salah satu cara memperkuat motivasi untuk berubah adalah membantu klien
mengenal diskrepansi atau gap antara tujuan masa depan dan perilaku saat ini.
 Konselor harus mengklarifikasi diskrepansi ini dengan menanyakan, Bagaimana
dengan kebiasaan mengisap ganja, Anda dapat membina keluarga bahagia dan
memperoleh pekerjaan yang mantap ?
 Bilamana seorang individu mengerti bahwa perilaku saat ini bertentangan
dengan tujuan-tujuan pribadi yang penting seperti kesehatan,keberhasilan,atau
kebahagiaan keluarga, maka perubahan sangat mungkin terjadi.

Irama Kecepatan (Pacing)


 Setiap klien pindah dalam tahapan perubahan sesuai dengan gerakan maju-
mundur atau irama kecepatannya.
 Konsep pacing mengisyaratkan seorang konselor untuk memahami klien dalam
tahap perubahannya dan menggunakan waktu secukupnya sesuai dengan tugas-
tugas penting dari setiap tahap perubahan.
 Misalnya, beberapa klien mungkin membutuhkan sesi yang lebih sering pada awal
terapi tetapi lebih sedikit di akhir terapi.
 Jika konselor mendorong klien lebih cepat dari kemampuannya, relasi antara
konselor dan klien bisa rusak.

Kontak Personal dengan Klien yang Tidak Dalam Terapi


 Intervensi-intervensi motivasional dapat mencakup aktivitas-aktivitas sederhana
yang dirancang untuk menguatkan kesinambungan kontak dengan klien dan
mempererat relasi.
 Aktivitas-aktivitas dapat meliputi menulis surat pribadi atau melakukan telepon
yang dilakukan oleh konselor kepada klien.
 Riset menunjukkan bahwa intervensi-intervensi sederhana untuk menguatkan
motivasi cukup efektif mendorong klien kembali konsultasi, kembali mengikuti
terapi setelah tidak menepati janji yang sudah dibuat, untuk tetap terlibat dalam
terapi, dan untuk meningkatkan kepatuhan menjalani terapi.

Wawancara Motivasional
 Wawancara motivasional atau MI (Motivational Interviewing) adalah sebuah gaya
atau teknik konseling yang berfokus untuk menciptakan iklim yang kondusif untuk
melakukan perubahan.
 Inti dari MI adalah bersifat kolaboratif, berkomunikasi seperti dalam hubungan
kemitraan, di mana pewawancara berusaha untuk menciptakan suasana
interpersonal yang positif.
 Ada lima prinsip dasar di MI. Ini bukan merupakan rangkaian langkah, tapi
merupakan konsep untuk dapat diterapkan setiap saat untuk meningkatkan
hubungan antara konselor dan klien. Prinsip-prinsip ini sering diistilahkan dengan
singkatan R E A D S:

349
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 349 10/1/12 11:12 AM


• Roll with resistance – Bergulir dengan resistensi;
• Express emphaty – Mengekspresikan empati;
• Avoid argument – Menghindari argumentasi;
• Develop discrepancy – Mengembangkan kesenjangan; dan
• Support self efficacy – Mendukung efikasi diri.
 Untuk melaksanakan lima prinsip, ada empat keterampilan teraputik dasar atau
metode-metode yang digunakan seorang konselor GPZ dalam wawancara
motivasi, yaitu:
• Mendengarkan reflektif, atau menanggapi pernyataan klien dengan menyatakan
kembali inti dari pernyataan yang dikatakan klien kepada kepada konselor;
• Mengajukan pertanyaan terbuka;
• Afirmasi; dan
• Merangkum.

Terapi Peningkatan Motivasi


 Terapi peningkatan motivasi atau MET (Motivational Enhancement Therapy) adalah
salah satu model dari pendekatan motivasional yang telah dibuktikan efektif untuk
intervensi GPZ. MET bertujuan untuk:
• Menciptakan motivasi mereka sendiri untuk menjalani perubahan; dan
• Mengkonsolidasikan keputusan pribadi dan rencana untuk perubahan.
 Pendekatan ini juga pada intinya berpusat pada kebutuhan klien, namun sesi
konseling direncanakan dan diarahkan oleh konselor.
 Dalam aplikasinya untuk terapi GPZ, konselor berusaha untuk mengubah
penggunaan berbahaya dari narkoba dan alkohol. Karena setiap klien menetapkan
tujuannya sendiri, maka:
• Tidak ada tujuan mutlak yang diberikan oleh konselor;
• Konselor MET mungkin menyarankan tujuan yang spesifik, seperti
mengusahakan abstinensia penuh; dan
• Menentukan tujuan hidup yang lebih luas lagi, seperti mencari pekerjaan atau
bersatu kembali dengan keluarga anggota, dapat dieksplorasi dan dilakukan
dalam sesinya.
 Di dalam MET, masalah dipandang sebagai perilaku yang sepenuhnya atau
setidaknya sebagian besar, dilakukan secara sukarela dibawah kendali klien.
 MET didasarkan pada prinsip-prinsip psikologi kognitif dan sosial. Peran konselor
yang menggunakan pendekatan MET adalah:
• Berusaha untuk membantu klien memahami perbedaan antara perilaku saat ini
dan tujuan pribadi yang signifikan, dan

350
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 350 10/1/12 11:12 AM


• Menguatkan pernyataan motivasional diri klien mengenai keinginan dan
komitmen untuk berubah.
 Konselor bekerja berdasarkan asumsi bahwa motivasi internal tidak hanya
diperlukan, tetapi sering menjadi satu-satunya faktor yang diperlukan untuk
menciptakan perubahan.
Kekuatan dan Tantangan

Kekuatan Tantangan
MI dan MET berpusat pada kebutuhan MI dan MET sangat tergantung pada
klien dan relevan terhadap minat kapabilitas klien dan taraf kesadaran
pribadi klien diri.

MI dan MET fokus pada tujuan yang Instrumen asesmen umum yang
realistik dan dapat dicapai. berorientasi pada faktor masalah,
tidak cocok dengan pendekatan
motivasional.

MI dan MET mendorong efikasi-diri dan Pendekatan motivasional membutuhkan


sufisiensi diri (kemandirian diri). staf yang cukup terlatih dan supervisi
terus menerus.

MI dan MET menekankan penguatan Pendekatan motivasional sulit


positif, sifat empati yang tidak merusak dikombinasikan dengan pendekatan-
atau membangkitkan amarah klien. pendekatan yang mengharapkan
keterikatan klien pada tujuan program
yang telah ditetapkan oleh program itu
sendiri.

MI dan pendekatan motivasi lainnya


dikembangkan sebagai pendekatan
individu; keefektifannya untuk
digunakan dengan kelompok tidak
terbukti

351
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 351 10/1/12 11:12 AM


Halaman Penjelasan 7.4: Pendekatan-Pendekatan Berbasis
Keluarga1,2,3,4,5,6

Ulasan umum
 Walaupun keterlibatan keluarga bukanlah model terapi yang spesifik, riset
menunjukkan bahwa keterlibatan keluarga dalam terapi menguatkan hasil terapi
itu sendiri.
 Banyak program yang menawarkan pendidikan keluarga, kelompok dukungan
keluarga, konseling keluarga sebagai bagian pendekatannya. Beberapa program,
terutama yang fokus pada remaja, biasanya terutama menggunakan pendekatan
terapi sistem keluarga (family-systems therapy approach).
 Layanan berbasis keluarga memastikan bahwa fungsi keluarga menyesuaikan dan
mempengaruhi pemulihan klien secara positif.
 Satu tujuan utama melibatkan keluarga dalam terapi adalah untuk pemahaman
anggota keluarga akan gangguan penggunaan zat klien sebagai suatu penyakit
kronis.
 Layanan berbasi keluarga dapat:
• Meningkatkan dukungan keluarga bagi pemulihan klien.Sesi keluarga dapat
meningkatkan motivasi klien untuk pulih, terutama begitu keluarga menyadari
bahwa gangguan penyalahgunaan zat yang dialami klien terkait dengan
masalah-masalah dalam keluarga.
• Mengenal dan mendukung perubahan pola-pola keluarga yang biasanya
mengganggu pemulihan.Pola-pola hubungan diantara anggota keluarga
dapat mengganggu pemulihan karena mendukung penyalahgunaan zat oleh
klien, konflik keluarga, dan koalisi yang tidak cocok.
• Persiapkan anggota keluarga tentang apa yang mereka harapkan pada awal
pemulihan.Anggota keluarga dapat memiliki harapan yang tidak realistic
untuk penghilangan semua masalah dengan cepat, yang kemudian dapat
meningkatkan kekecewaan dan mengurangkan kemungkinan dukungan
pertolongan terhadap pemulihan klien.
• Ajarlah keluarga untuk mengenal tanda-tanda peringatan relaps.Anggota
keluarga yang memahami tanda-tanda peringatan dapat membantu mencegah
relaps.
• Membantu anggota keluarga memahami penyebab dan efek gangguan
penggunaan zat dari perspektif/sudut pandang keluarga.

1 U.S. National Institute on Drug Abuse. (2009). Principles of drug addiction treatment: A research-based guide, 2nd Ed. NIH Publication No.
09-4180. Bethesda, Maryland: Author.

2 Edwards, J. T. (1990). Treating chemically dependent families: A practical systems approach for professionals. Minneapolis, MN: Johnson
Institute.

3 U.S. National Registry of Evidence-based Practices and Programs. (2011) Multidimensional family therapy. Rockville, Maryland: SAMHSA.
Retrieved August 30, 2011 from http://nrepp.samhsa.gov/ViewIntervention.aspx?id=16

4 U.S. National Registry of Evidence-based Practices and Programs. (2011) Behavioral couples therapy for alcoholism and drug abuse.
Rockville, Maryland: SAMHSA. Retrieved August 30, 2011 from http://nrepp.samhsa.gov/ViewIntervention.aspx?id=134

5 U. S. National Registry of Evidence-based Practices and Programs. Multisystemic therapy (MST) for juvenile offenders.(2007). Rockville,
Maryland: SAMHSA. Retrieved August 30, 2011 from http://nrepp.samhsa.gov/ViewIntervention.aspx?id=26

6 Edwards, J. T. (1990). Treating chemically dependent families: A practical systems approach for professionals. Minneapolis, MN: Johnson
Institute.

352
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 352 10/1/12 11:12 AM


• Memanfaatkan kekuatan keluarga.Anggota keluarga yang menunjukkan
sikap positif dan perilaku suportif akan mendorong pemulihan klien.Adalah
penting untuk mengenal kekuatan dan membangun melalui kekuatan itu untuk
mendukung perubahan positif.
• Mendorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan jangka panjang.
Begitu klien mulai pulih, anggota-anggota keluarga perlu mengambil tanggung
jawab untuk pemulihan emosi, fisik dan spiritual mereka.
 Ketika keluarga dapat menjadi penting bagi keberhasilan klien dengan masalah GPZ,
beberapa anggota keluarga mungkin juga memerlukan terapi khusus tersendiri,
sebelum mereka benar-benar dapat menjadi sumber daya yang membantu klien.
Banyak klien berasal dari keluarga yang tidak harmonis, disfungsional, dan memiliki
multi-generasi anggota keluarga yang memiliki masalah gangguan penggunaan
zat, gangguan mental, dan masalah lainnya.

Teknik-Teknik Utama
Beberapa pendekatan keluarga spesifik dipertimbangkan sebagai PBB untuk menerapi
GPZ.

 Behavioral couples therapy (BCT)


 Multisystemic therapy (MST) untuk remaja; dan
 Multidimensional family therapy (MDFT) untuk remaja.

BCT
 BCT berdasarkan asumsi-asumsi bahwa:
• Pasangan yang intim dapat menghargai abstinen; dan
• Mengurangkan distres hubungan yang akan mengurangi risiko relaps
 Pasangan memperoleh peran aktif dalam terapi, meminimalkan rasa putus asa
yang sering terjadi ketika hidup bersama seorang dengan GPZ
 Komponen-komponen program meliputi:
• Kontrak pemulihan atau abstinen antara pasangan dan terapis
• Aktifitas dan tugas-tugas dirancang untuk meningkatkan perasaan-perasaan
positif, aktifitas-aktifitas bersama, dan komunikasi konstruktif; dan
• Perencanaan pencegahan relaps
 Pasangan umumnya menghadiri 15 hingga 20 jam sesi selama 5 sampai 6 bulan.
Sesi-sesi mengikuti urutan tertentu:
• Terapis menanyakan penggunaan zat sejak sesi terakhir;
• Pasangan mendiskusikan kepatuhan pada kontrak pemulihan;
• Pasangan menyampaikan dan mendiskusikan pekerjaan rumah yang diberikan
pada sesi terakhir;

353
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 353 10/1/12 11:12 AM


• Pasangan mendiskusikan setiap masalah hubungan sejak sesi terakhir;
• Terapis mengemukakan materi baru; dan
• Terapis memberikan tugas pekerjaan rumah baru.
 BCT biasanya digunakan sebagai tambahan bagi pendekatan terapi GPZ lain.

MST
 MST adalah pendekatan intesif, dilakukan di rumah atau di komunitas, yang fokus
pada perubahan pikiran dan perilaku baik orang tua, maupun remaja.
 Berkunjung kepada keluarga dapat mengatasi tingkat dropout yang tinggi pada
terapi-terapi lain,yang seringkali terjadi karena kesulitan yang dihadapi pengasuh
untuk membawa remaja menepati janji yang sudah dibuat.
 Pendekatan ini terutama menggunakan strategi-strategi kognitif-perilaku dan
pengembangan-sosial (factor-faktor risiko dan protektif)
 MST fokus pada kekuatan keluarga untuk memfasilitasi perubahan positif
 Intervensi-intervensi dirancang untuk mempromosikan perilaku bertanggung
jawab dan mengurangkan tindakan yang tidak bertanggung jawab oleh anggota
keluarga.
 Intervensi focus pada saat sekarang: apa yang terjadi sekarang dalam kehidupan
remaja.Konselor mencari tindakan yang dapat diatasi segera, menargetkan
masalah yang khas dan jelas dibanding untuk memperoleh insight masa lalu.
 Intervensi menargetkan urutan-urutan perilaku akibat interaksi dalam dan diantara
berbagai elemen-elemen dari kenidupan remaja–keluarga,guru,teman,rumah,
sekolah dan masyarakat – yang mempertahankan masalah.
 Penekanan perkembangan utama adalah membangun kemampuan remaja untuk
bergaul baik dengan teman sebaya dan mendapatkan keterampilan akademik dan
vokasional yang akan mempromosikan transisi yang berhasil menuju kedewasaan.
 Konselor MST tidak memberi label keluarga sebagai resisten, tidak siap berubah,
atau tidak memiliki motivasi; pendekatan mereka menghindarkan menyalahkan
keluarga tetapi lebih kepada menempatkan tanggung jawab bagi suatu hasil
terapi yang positif pada tim MST.
 Intervensi dirancang untuk memberdayakan pengasuh untuk menanggulangi
kebutuhan keluarga setelah terapi berakhir. Pengasuh dipandang sebagai kunci
bagai sukses jangka panjang.

MDFT
 MDFT memandang remaja penyalahguna zat sebagai akibat pengaruh suatu
jaringan(individu, keluarga, mitra sebaya,masyarakat) and menegaskan bahwa
mengurangkan perilaku yang tidak disukai dan meningkatkan perilaku yang
diinginkan terjadi dalam berbagai cara dan di berbagai tatanan.
 Terapi mencakup sesi-sesi individual dan keluarga yang diselenggarakan di pusat
terapi, di rumah, atau dengan anggota keluarga di sekolah, di pengadilan, atau
lokasi komunitas lainnya.

354
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 354 10/1/12 11:12 AM


 Selama sesi individual, terapis dan remaja mengerjakan tugas-tugas perkembangan
penting, seperti mengembangkan keterampilan membuat keputusan, negosiasi,
dan menyelesaikan masalah.
 Remaja memperoleh keterampilan vokasional dan keterampilan dalam
mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya untuk mengatasi stressor kehidupan
dengan lebih baik.
 Sesi paralel dilakukan dengan anggota keluarga. Orang tua memeriksa gaya
pola asuhnya, belajar membedakan pengaruh dengan mengendalikan dan untuk
memiliki pengaruh yang positif dan serasi dengan perkembangan anak mereka.
Kekuatan dan Tantangan

Kekuatan Tantangan
Keterlibatan keluarga dalam terapi GPZ Melibatkan keluarga dalam terapi
memiliki kaitan yang positif dengan menjadi sulit karena adanya stigma dan
peningkatan kelekatan dalam terapi, rasa malu sehubungan penggunaan
mengurangi dropout selama terapi, zat.
dan hasil yang lebih baik dalam jangka
panjang.

Bilamana keluarga terlibat dalam terapi, Staf membutuhkan pelatihan


fokus dapat kepada isu-isu keluarga yang khusus mengenai terapi keluarga
lebih luas, tidak hanya isu penggunaan untuk menggunakan pendekatan-
zat. Baik individu dengan GPZ maupun pendekatan keluarga sebagai cara
anggota keluarga mendapat bantuan utama terapi. Pelatihan tersebut dapat
yang mereka butuhkan untuk dicapai membutuhkan banyak waktu dan
dan mempertahankan abstinen. mahal.

Pendekatan-pendekatan keluarga Keluarga dapat sedemikian


terutama pada kekuatan keluarga, disfungsionilnya (atau terlibat dalam
memobilisasi dukungan yang ada untuk penyalahgunaan zat itu sendiri) untuk
pemulihan klien dan keluarga. mendapatkan manfaat dari layanan
program terapi. Program-program
perlu memiliki jaringan rujukan yang
dapat dihandalkan untuk terapi yang
lebih intensif bilamana dibutuhkan.

Beberapa pendekatan keluarga sangat


intensif dan membutuhkan sumber
daya staff yang signifikan.

355
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 355 10/1/12 11:12 AM


Halaman Penjelasan 7.9: Therapeutic Community1,2,3,4

Ulasan umum
 Therapeutic Community (TC) adalah model terapi residensial, intensif, terutama
berjangka panjang (hingga 1 tahun).
 TC menggunakan pendekatan yang dikenal sebagai “community as method”;
pendekatan ini memandang komunitas secara keseluruhan – organisasi sosialnya,
staf dan kliennya, dan aktifitas hariannya – sebagai alat terapi.
 Filosofi komunitas sebagai metode ini dan struktur terapeutik yang jelas menjadi
ciri TC.
 Para peneliti telah mendokumentasikan bahwa memulihkan atau mengembalikan
hubungan interpersonal yang hangat, mengembalikan kerusakan pada susuna
otak, fungsi, dan struktur, yang diakibatkan oleh pengabaian dan pelecehan
selama masa kanak-kanak. Dalam TC, setiap peserta memiliki peran yang diakui
dengan baik, dianggap dengan cinta dan hormat, dan merupakan bagian dari
sebuah keluarga baru–yang semuanya mengisi celah afektif yang mungkin telah
terbentuk selama perjalanan riwayat hidupnya.
 Rasa kemanusiaan dari pemberi layanan, hubungan yang hangat dan bersahabat
dengan rekan-rekan di lingkungan keseharian dari TC adalah mesin utama terapi
bagi perubahan yang terjadi dengan klien dalam tatanan ini.
 Karena sifatnya yang intensif, dan berjangka panjang, TC terutama cocok untuk
klien yang memiliki riwayat gangguan penyalahgunaan zat yang berat dan perilaku
kriminal.
 TC memiliki hari yang terstruktur, termasuk aktifitas-aktifitas rutin yang teratur
untuk melawan kehidupan klien yang tidak teratur dan untuk mengalihkan mereka
dari pikiran negatif dan kebosanan.
 TC digunakan di banyak negara di dunia, dan setiap benua (kecuali Antartika),
serta memiliki asosiasi professional TC.
 The Asian Federation of Therapeutic Community (http://www.asianfedtc.org/
about.html) memiliki 13 negara anggota.

Teknik-Teknik Utama
 TC model memusatkan aktifitas-aktifitas hariannya pada sesi-sesi kelompok dan
“job functions” berhirarki yang mengajarkan residen keterampilan dan perilaku
spesifik.

1 National Institute on Drug Abuse. (2009). Principles of drug addiction treatment: A research-based guide, 2nd Ed.NIH Publication No. 09-180.
Bethesda, Maryland: Author.

2 National Institute on Drug Abuse (2002). Research report series—Therapeutic community: What is a therapeutic community. Bethesda,
Maryland: Author. Retrieved August 29, 2011 from http://www.nida.nih.gov/PDF/RRTherapeutic.pdf

3 De Leon, G. (2000). The therapeutic community: Theory, model, and method. New York: Springer Publishing Company.

4 Personal communication: Gilberto Gerra, M.D., Chief , Drug Prevention and Health Branch, United Nations Office for Drug Control.

356
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 356 10/1/12 11:12 AM


 TC model dapat dan seringkali dimodifikasi sesuai perspektif kultural yang ada
tetapi secara umum memiliki komponen-komponen sebagai berikut:

• “Sense of community”- komunitas diciptakan sebagian dengan pemisahan dari


program organisasi atau institusi dan, yang lebih penting lagi dari lingkungan
pengguna zat. Fasilitas TC memiliki ruang bersama untuk mempromosikan rasa
kebersamaan selama aktifitas-aktifitas kolektif. Terapi atau layanan pendidikan
diberikan dalam komunitas sebaya.

• Mitra sebaya dan anggota staf sebagai panutan – Residen TC dan staf melayani
sebagai panutan dengan mendemonstrasikan perilaku yang diharapkan dan
mencerminkan nilai dan ajaran-ajaran dari komunitas.cKekuatan komunitas
untuk pembelajaran sosial tergantung dari jumlah dan kualitas role model yang
positif.

• Kerja sebagai terapi dan pendidikan – Konsisten dengan pendekatan bantu-


diri TC, semua residen bertanggung jawab terhadap manajemen harian dari
fasilitas, dan peran kerja dirancang untuk menghasilkan pendidikan yang
essensial dan efek-efek terapeutik.

• Pelatihan sadar diri dan pelatihan perkembangan emosi – Kelompok dapat


meningkatkan sadar diri residen akan sikap-sikap spesifik atau pola-pola
perilaku yang butuh perubahan dan membantu mereka mengenal perasaan
dan mengekspresikannya secara tepat dan konstruktif.

 TC mengorganisasikan terapi residen dalam empat tahap:

• Tahap pengenalan: Program pengenalan dapat dibagi dalam modul-modul


terapi terfokus untuk menolong klien menerima tanggung jawab bagi perilaku
GPZ dan konsekuensi-konsekuensinya. Residen ambil bagian dalam sesi-
sesi konseling individual dan kelompok dan menghadiri seminar pendidikan.
Setelah menyelesaikan tahap ini, klien pindah ke tahap terapi yang lebih
fokus—atau dirujuk ke organisasi lain.

• Tahap terapi: Dalam tahap terapi, residen tinggal dan bekerja dalam
situasi komunitas kecil dan, dengan dukungan dan dorongan staf dan rekan
sebaya,saling bantuuntuk mengembangkan keterampilan koping untuk hidup
konstruktif. Struktur social berupa hirarki posisi dengan tingkat tanggung
jawab tertentu. Aktifitas-aktifitas terpusat pada gaya hidup normal dengan
projek-projek kerja harian dan sasaran-sasaran kesenangan, yang didukung
oleh program terapi kreatif.Kehadiran pada pertemuan dukungan diluar TC
dapat dimulai pada tahap ini.

• Tahap komitmen: Komitmen adalah kaitan antara terapi dan mulainya tahap
reintegrasi ke masyarakat. Selama tahap ini, klien mulai untuk mengambil
tempatnya kembali di masyarakat. Penekanan diletakkan pada pengembangan
karir, hubungan sosial, dan keterampilan hidup praktis.Program menyediakan
bagi klien dengan dukungan dan reentri secara bertahap ke masyarakat —
pindah melalui kerja sukarela ke pekerjaan penuh waktu atau pendidikan.Begitu
klien pindah dari lingkungan terlindung ke rumah transisi dan kemudian ke
rumahnya sendiri di dalam masyarakat umum,kelompok dukungan mingguan

357
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 357 10/1/12 11:12 AM


dan sesi konseling tetap dilaksanakan dengan staf. Klien juga akan menerima
dukungan tambahan dari rekan sebaya yang telah berhasil menegosiasi proses
ini.Kehadiran di Narkotik Anonimus/NA atau kelompok dukungan lain juga
diteruskan dalam tahap program ini.

• Transisi/Tahap pasca rehabilitasi: Beberapa TC menuntut bahwa residen


residen tidak boleh meninggalkan program tanpa pekerjaan full-time, tempat
tinggal, dan jaringan dukungan. Rekonsiliasi keluarga juga dimasukkan dalam
re-entry program. Mempertahankan gaya hidup bebas narkoba berarti belajar
lebih banyak life skill, sehingga proses transisi ini dapat berlangsung beberapa
bulan. Salah satu dukungan yang dikenal secara umum sangat esensial untuk
kesuksesan residen begitu dia meninggalkan TC adalah rumah transisi (halfway
house) dan perumahan jangka panjang yang terjangkau. Hal ini menjadi
hambatan utama di banyak tempat karena kurangnya akomodasi dasar yang
bagus.

Kekuatan dan Tantangan

Kekuatan Tantangan
Pendekatan TC efektif untuk orang Pendekatan TC bisa dirasakan terlalu
dengan riwayat penggunaan zat yang berat secara sosial bagi beberapa klien.
panjang dan perilaku antisosial.

Pendekatan TC terutama efektif dalam Terapi TC yang efektif mensyaratkan


mengajarkan klien bagaimana untuk staf yang terlatih secara ekstensif.
merencanakan, menetapkan, dan
mencapai tujuan dan untuk menjadi
bertanggung jawab.

Pendekatan TC efektif dalam Membutuhkan waktu untuk


mengurangi residivisme diantara klien mendapatkan kombinasi profesional
yang pernah mendekam di penjara. klinisi dan recovering staff (yang mungkin
belum pernah mendapat pelatihan
tentang asesmen, perencanaan terapi,
dan konseling)

358
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 358 10/1/12 11:12 AM


Halaman Penjelasan 7.6: Manajemen Kontingensi1,2,3

Ulasan umum
 Manajemen Kontingensi (MK) berdasarkan pada teori operant conditioning dan
awalnya dikembangkan dari analisa perilaku terapan dan terapi perilaku.
 Berakar pada hasil karya murid-murid B.F.Skinner tahun 1950, ketika mereka
menerapkan prinsip-prinsip operant conditioning untuk memberikan terapi
pada kondisi-kondisi serius (misalnya, skizofrenia, kenakalan remaja) dengan
menggunakan “token economy”.
 Teori operant conditioning meyakini bahwa perilaku seseorang berdasarkan
konsekuensi positif atau negatif akibat perilaku yang lalu.
 Misalnya, penggunaan zat dipertahankan oleh efek penguat positif dari zat
tersebut atau oleh penguat negatif dari bebasnya rasa nyeri akibat putus zat.
 Penggunaan MK berdasarkan dalil bahwa “menarik” ketergantungan dan “reward”
dengan segera, sangat kuat pada klien dengan GPZ.
 Proses menjadi abstinensia pada akhirnya mendapat ganjaran (reward) juga,
seperti:
• Gaya hidup sehat;
• Pekerjaan;
• Peluang pendidikan;
• Mempertahankan hubungan positif.
 Walaupun demikian, membutuhkan waktu lama sebelum ganjaran internal bisa
dihayati oleh klien yang berusaha untuk membuat perubahan perilaku yang
bermakna.
 Sehingga abstinensi saja , tidaklah cukup untuk menguatkan motivasi klien dalam
mempertahankan upaya memberhentikan penggunaan zat, terutama pada awal
abstinensia. Perlu ditemukan bentuk ganjaran lain harus yang dapat menguatkan
berlanjutnya abstinensia dan perubahan gaya hidup.
 MK memotivasi perubahan perilaku klien dan menguatkan abstinensia secara
sistematis dengan memberikan ganjaran atas perilaku yang diinginkan dan
mengabaikan atau memberikan hukuman bagi perilaku lain.

1 U.S. National Institute on Drug Abuse. (2010). Principles of drug addiction treatment: A research guide—Evidencebased approaches to drug
addiction treatment, Contingency management interventions/motivational incentives. Retrieved December 6, 2010, from http://www.nida.nih.
gov/podat/Evidence2.html.

2 U.S. National Addiction Technology Transfer Center. (2010). Successful treatment outcomes using motivational incentives. Retrieved November
5, 2010, from http://www.nattc.org/pami/PPT/PAMI_PolicyMakers.ppt.

3 Meyers, R. J., & Squires, D. D. (n.d.). The community reinforcement approach: A guideline developed for the Behavioral Health Recovery
Management Project. Albuquerque, NM: University of New Mexico Center on Alcoholism, Substance Abuse, and Addictions. Retrieved
September 16, 2011 from http://www.nida.nih.gov/podat/Evidence2.html

359
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 359 10/1/12 11:12 AM


• Penguatan adalah objek atau peristiwa spesifik yang memberikan ganjaran
positif dan menyenangkan bagi klien, kadangkala penguat negatif juga efektif.
• Menghilangkan sebuah denda atau larangan setelah menyelesaikan kegiatan
tertentu adalah contoh penguat negatif.

Teknik-Teknik Utama
 Ada beberapa bentuk KM, dengan teknik-teknik yang unik. Walaupun demikian,
setiap bentuk KM berdasarkan seperangkat prinsip-prinsip KM, seperti:
• Identifikasi perilaku yang dijadikan sasaran atau target terapi harus jelas dan
dapat diukur. Sebagai contoh, kalau targetnya adalah mencapai abstinensia,
perlu menggunakan pemeriksaan narkoba di tempat untuk dapat mengukur
penggunaan zat; maka laporan klien saja tidaklah cukup. Seandainya aktivitas
kerja merupakan target, tidaklah cukup hanya menanyai klien tentang
kehadirannya di pekerjaan atau produktifitasnya. Haruslah digunakan ukuran-
ukuran yang objektif dan dapat diverifikasi yang mencerminkan hasil kerja.
Kehadiran dan kepatuhan terhadap aturan-aturan program merupakan perilaku
yang mudah diukur.
• Pilihlah perilaku yang ingin dirubah yang akan memberikan kontribusi bagi
tujuan terapi. Dengan hanya menghadiri sesi konseling singkat saja, mungkin
tidak berpengaruh besar terhadap penggunaan zat seseorang.
• Hargailah perubahan-perubahan kecil. Sebagai contoh, mengharapkan klien
yang belum pernah menyerahkan sampel urin tes narkoba untuk mencapai
abstinensia secara cepat, tetap disikapi dengan optimis. Abstinensia dari satu
jenis zat tertentu, mengawali abstinensia dari semua zat.
• Karena insentif yang berharga dimata klien akan memberikan dampak terhadap
perilaku dibandingkan sesuatu yang dinilai tidak berharga, maka penting sekali
dalam memilih insentif tersebut ada masukan dari pasien tentang apa yang
diinginkannya.
• Karena insentif yang dianggap diinginkan oleh klien cenderung memiliki
dampak jauh lebih besar pada perilaku mereka, dibanding yang dianggap
berguna atau bernilai kurang, penting meminta masukan dari mereka hal atau
hadiah apa yang mereka inginkan. Sesuatu yang berharga bagi seseorang,
belum tentu berharga bagi yang lain.
• Berikan ganjaran terhadap perilaku yang ditargetkan sesegera mungkin.
• Berikan penguatan berulangkali. Penguatan yang diberikan berulangkali,
walaupun kecil, memiliki dampak yang lebih besar daripada ganjaran besar
tapi tidak berulang, dan lebih dari ganjaran terpisah atau hukuman-hukuman.
• Berikan ganjaran yang dijanjikan, sehingga terapi dapat dipercaya.
• Gunakanlah ganjaran yang semakin meningkat (ganjaran yang lebih besar
dan lebih baik, akan menguatkan perubahan perilaku yang lebih besar dan
berlangsung lama) untuk mempertahankan perilaku yang diinginkan.
 Beberapa tipe dasar program insentif yang telah diteliti, seperti:
• Hak khusus akses ke klinik bila diperlukan: Di tatanan klinik, klien diizinkan
menggunakan hak khusus yang sudah ada disana; tingkatan sistem dirancang
sedemikian rupa sehingga ketika level tertentu dicapai, klien segera mendapat
semua hak khusus untuk level tersebut dan level-level dibawahnya.

360
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 360 10/1/12 11:12 AM


• Distribusi hadiah di tempat — Hadiah berupa barang-barang dibagikan kalau
menunjukkan perilaku yang diinginkan, berdasarkan lamanya perilaku tersebut
berlangsung.
• Voucher atau system token economy lainnya — Points atau voucher, yang
dapat diganti dengan barang atau hak-hak khusus, diberikan untuk kelekatan
yang konsisten pada aktifitas-aktifitas khusus atau mencapai tujuan-tujuan
perencanaan terapi.
• Pengembalian atau rabat (refunds atau rebate) — Klien biasanya mengeluarkan
biaya untuk mendapatkan terapi, tetapi dia dapat memperoleh kembali biaya
yang dikeluarkan apabila dia dapat menyelesaikan terapi dan tetap abstinen.
 Tantangan program KM adalah bagaimana mengidentifikasi ganjaran bagi perilaku
yang diinginkan, selain harus praktis juga harus cukup bermakna atau kuat—melalui
waktu—untuk mengganti efek obat yang kuat, nikmat, dan dapat mengurangi
rasa nyeri. Ganjaran juga harus selalu tersedia dan tidak terlalu memakan banyak
tenaga staf.

Penguatan Komunitas
 Salah satu tipe KM adalah penguatan komunitas (PK), menggunakan penguatan
sosial, rekreasi, keluarga, dan vokasional daripada ganjaran material atau hak-
hak khusus untuk membuat gaya hidup abstinensia lebih dihargai dibanding
penggunaan zat.
 KM berdasarkan dalil bahwa faktor lingkungan dapat lebih efektif dalam mengubah
perilaku penggunaan zat. Komponen manajemen kasus yang kuat penting untuk
menggunakan pendekatan PK.
 Salah satu bentuk KM adalah pendekatan penguatan komunitas ditambah dengan
voucher, telah didokumentasikan sebagai sebuah Praktek Berbasis Bukti. Model
aslinya menggunakan metode terapi rawat jalan intensif dengan durasi 24-minggu
untuk terapi ketergantungan kokain dan alkohol. Ada dua tujuan utama terapi:
• Untuk mempertahankan peridoe abstinensia cukup lama bagi klien dengan
belajar keterampilan hidup baru untuk mempertahankan kewarasan (sobriety),
dan
• Untuk mengurangi konsumsi alkohol untuk klien yang menggunakan alkohol
dan terkait penggunaan kokain.
 Dalam program ini, klien menghadiri satu atau dua kali sesi konseling individu
setiap minggu yang berfokus pada:
• Meningkatkan hubungan keluarga;
• Belajar berbagai keterampilan yang diperlukan untuk mengurangi penggunaan
narkoba dan alkohol;
• Menerima konseling vokasional; dan
• Mengembangkan kegiatan rekreasional baru dan jejaring sosial.
 Voucher juga diberikan untuk sampel tes kokain dengan hasil negatif, dan nilainya
meningkat untuk setiap hasil sampel tes yang berturut-turut bersih. Voucher bisa
ditukar dengan pembelian barang-barang ritel (sembako, dll), yang sesuai dengan
gaya hidup bebas kokain.
361
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 361 10/1/12 11:12 AM


Pendekatan KM spesifik ini dikembangkan untuk:

 Mengikat keterlibatan klien dalam terapi; dan


 Secara sistematis meningkatkan periode abstinensia kokain.

Kekuatan dan Tantangan

Kekuatan Tantangan
KM telah menunjukkan keberhasilan Klien mungkin kembali ke posisi awal
untuk meningkatkan kepatuhan terapi penggunaan zat, ketika insentif tidak
dan mengurangi penggunaan zat lagi diberikan.
secara bermakna jika diberikan insentif.

PK dan KM dapat dikombinasikan Pendekatan KM butuh banyak tenaga,


dengan intervensi psikososial dan butuh staf khusus, atau pelatihan
farmakoterapi lainnya. khusus untuk implementasinya, dan
mensyaratkan kehadiran klien sesering
mungkin..

KM dapat diimplementasikan Untuk mendapatkan efek maksimal,


menggunakan berbagai insentif ganjaran haruslah cukup besar—
yang murah seperti barang-barang nilainya terus meningkat—agar selalu
sumbangan dan layanan. menarik minat klien.

PK dan KM didukung oleh riset yang Banyak studi riset yang menampilkan
kuat dan luas baik di laboratorium keberhasilan PK dan KM dengan
maupun studi klinis. menggunakan sedikit sampel dan
memerlukan biaya besar untuk
insentifnya.

Karena PK menggunakan sistme Sumber daya yang dibutuhkan untuk


penguatan lingkungan, efeknya terus implementasi PK dan KM (misalnya,
berlanjut walaupun program terstruktur kemampuan tes urin di tempat atau
telah selesai, dan menjadi terintegrasi alternatif bagi insetif yang mahal)
dalam kehidupan sehari-hari klien. mungkin tidak tersedia.

362
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 362 10/1/12 11:12 AM


Halaman Penjelasan 7.7: Farmakoterapi12

Ulasan umum
 Farmakoterapi secara singkat dapat didefinisikan sebagai penggunaan zat
psikoaktif yang diresepkan oleh dokter untuk memberikan terapi kondisi-kondisi
psikiatrik dan perilaku. Juga dikenal sebagai medication-assisted treatment (MAT).
 Farmakoterapi dilaksanakan dengan beberapa cara:
• Untuk membantu putus zat akut atau untuk penurunan bertahap zat psikoaktif;
• Untuk mengganti zat psikoaktif, yang jangka pendek atau jangka panjang;
• Untuk menurunkan hasrat menggunakan zat dengan mengurangkan sifat
penguatnya atau dengan menciptakan efek negatif ketika zat digunakan; dan
• Untuk membantu pemulihan awal dengan mengurangi sugesti atau untuk
melawan beberapa gejala sindroma putus zat yang selalu ada dalam jangka
panjang;
 Medikasi tersedia untuk menerapi ketergantungan alkohol, opioida, dan nikotin.
 Medikasi ini umumnya perlu diresepkan oleh dokter, walaupun medikasi untuk
ketergantungan nikotin dapat dibeli tanpa resep;
 Bentuk farmakoterapi yang paling banyak digunakan adalah terapi rumatan
metadon untuk ketergantungan opioid.
 Farmakoterapi seharusnya digunakan bersama dengan konseling dan layanan
terapi lainnya, bukan sebagai pengganti mereka.

Aplikasi Utama Farmakoterapi


 Upaya terapi yang mencakup medikasi seringkali merupakan pilihan terbaik bagi
adiksi opioid.
 MAT biasanya menggunakan salah satu dari 3 medikasi ini: naltrexon, buprenorfin,
atau metadon, untuk menterapi adiksi heroin atau opioid lainnya
 Naltrexon memblok semua efek opioid, mencegah seseorang dari getting high.
Untuk mencegah gejala putus zat akut dan berat, seseorang harus menjalani
detoksifikasi secara medis dan bebas opioid selama beberapa hari sebelum mulai
menggunakan naltrexon.
 Kepatuhan klien dengan terapi naltrexon sering menjadi masalah, dan naltrexon
jadinya jarang digunakan. Naltrexon terbaru dalam bentuk injeksi (Vivitrol) baru
saja diizinkan di Amerika untuk digunakan bagi ketergantungn opioid, yang
memungkinkan peningkatan penggunaannya.

1 World Health Organization. (2009). Guidelines for the psychosocially assisted pharmacological treatment of opioid dependence. Geneva:
Author.

2 Center for Substance Abuse Treatment. (2005). Medication-Assisted Treatment for Opioid Addiction in Opioid Treatment Programs.
Treatment Improvement Protocol (TIP) Series 43. DHHS Publication No. (SMA) 05-4048. Rockville, MD: U.S. Department of Health and Human
Services.

363
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 363 10/1/12 11:12 AM


 Buprenorfin (Subutex) mengurangi atau mengeliminasi gejala putus zat akibat
ketergantungan opioid pada dosis yang tepat, tidak menghasilkan euphoria dan
sedasi akibat heroin atau opioid lain.
 Pada dosis tinggi, buprenorfin dapat menghasilkan euforia, sehingga sering
dikombinasi penggunaannya dengan naloxone, yaitu suatu medikasi yang
memblok efek ini, dengan nama dagang Suboxone untuk mengatasi masalah ini.
 Metadon telah dikenal luas dan banyak digunakan untuk terapi ketergantungan
opioid. Metadon dapat digunakan untuk jangka pendek, untuk membantu putus
zat, atau jangka panjang (terapi rumatan atau substitusi).
 Metadon ada dalam daftar obat esensial WHO.
 Terapi rumatan biasanya dijalankan dalam tempat khusus (misalnya klinik rumatan
metadon)
 Di beberapa negara klien yang sudah stabil dengan metadon dan berpartisipasi
dalam layanan konseling diizinkan untuk mendapat dosis bawa pulang untuk
beberapa hari atau seminggu pada suatu waktu.
 Pada dosis yang tepat, metadon:
• Mencegah putus zat opioid;
• Memblok efek euphoria opioid illegal; dan
• Mengurangkan sugesti terhadap opioid.
 Klien yang stabil dengan dosis metadon yang adekuat dan bertahan dalam dosis
tersebut dapat berfungsi normal.Dengan menggunakan metadon dan berhenti
atau mengurangkan penggunaan jarum suntik, maka klien dapat:
• Bekerja;
• Mengurus keluarga;
• Menghindari tindak kriminal dan kekerasan yang merupakan budaya jalanan;
dan
• Mengurangi risiko terpapar infeksi HIV

364
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 364 10/1/12 11:12 AM


Kekuatan dan Tantangan

Kekuatan Tantangan
Klien yang stabil dengan dosis metadon Metadon harus diresepkan dan
yang adekuat, dan bertahan dalam dimonitor dengan teliti oleh dokter.
dosis tersebut dapat berfungsi normal.

Klien yang datang untuk program Harus diperhatikan secara serius


metadon tetapi juga mengikuti masalah keamanan utnuk mencegah
konseling, akan menguatkan proses pencurian dan penyimpangan metadon
pemulihan. ke jalanan.

Di beberapa negara, metadon tidak


diizinkan. Implementasi program
metadon biasanya memerlukan waktu
lama untuk advokasi dan edukasi pada
tingkat pengambil kebijakan.

365
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 365 10/1/12 11:12 AM


Halaman Penjelasan 7.8: Terapi Fasilitas 12 – Langkah1

Ulasan umum
 Model fasilitas 12–Langkah berdasarkan konsep kelompok saling bantu 12–
Langkah, seperti Alcoholic Anonymous (AA), Narcotic Anonymous (NA), dan
Cocaine Anonymous (CA).

 Langkah-langkah dalam program ini focus pada:

• Mengakui adanya masalah;

• Mencari pertolongan;

• Melekat dalam pemeriksaan diri menyeluruh;

• Mengemukakan pengakuan diri yang sifatnya rahasia;

• Menebus dan menyesali bahaya-bahaya yang pernah dilakukan; dan

• Membantu pecandu lain yang ingin pulih.

 Model fasilitas 12–Langkah fokus dalam membantu klien untuk memahami prinsip-
prinsip AA/NA, mulai menjalankan 12 langkah pemulihan, mengkaji dan menerima
adiksi mereka, mencapai abstinen, dan terlibat aktif dalam kelompok 12–Langkah
di masyarakat.

 Kerja kelompok fokus untuk menerima adiksi sebagai penyakit, mengambil tanggung
jawab atas proses pemulihan dan kegiatan yang dilakukan, memperbaharui
harapan, memantapkan trust, mengubah perilaku, mempraktekkan pengungkapan
diri, mengembangkan wawasan terhadap perilaku, dan menebus serta menyesali
perilaku lama.

 Klien didorong dengan kuat untuk:

• Menerima adiksinya;

• Mengembangkan dan mengadopsi nilai-nilai spiritual;

• Mengembangkan rasa persaudaraan dalam pemulihan; dan

• Menghadiri pertemuan-pertemuan di masyarakat.

Teknik-Teknik Utama
Model fasilitas 12–Langkah dipandu dengan pedoman dan waktunya terbatas;
diimplementasikan pada klien individual selama 12 hingga 15 sesi selama kira-kira 12
minggu. Sesi asesmen awal selama 1 1/2 jam, dan sesi regular berlangsung selama 1
jam.

1 U.S. National Registry of Evidence-based Programs and Practices. (2010). Twelve-Step facilitation therapy. Retrieved on November 24, 1010,
from http://www.nrepp.samhsa.gov/ViewIntervention.aspx?id=55

366
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 366 10/1/12 11:12 AM


 Sesi asesmen memiliki tujuan pemberian informasi dan motivasi. Tujuan-tujuannya
meliputi:
• Memantapkan hubungan klien dan fasilitator;
• Melaksanakan asesmen kolaboratif dari penyalahgunaan zat (riwayat)
• Mendiskusikan upaya-upaya klien untuk berhenti atau mengendalikan
penggunaan.
• Mendiskusikan konsekuensi negatif terkait penggunaan zat;
• Berbagi penegakan diagnose dengan klien dan mengusahakan hal tersebut
sebagai keputusan kolaboratif;
• Membuat garis besar program; dan
• Berusaha untuk mendapatkan komitmen klien untuk mencoba program dan
AA/NA dan membuka pikiran.
 Setiap sesi regular dimulai dengan diskusi 10 menit mengenai “minggu
pemuliahan” yang mencakup:
• Penggunaan zat yang mungkin terjadi;
• Munculnya dorongan untuk menggunakan;
• Reaksi-reaksi terhadap pertemuan yang dihadiri; dan
• Kemajuan yang dialami karena aktif dalam AA/NA.
 Karena program berdasarkan prinsip persaudaraan 12–Langkah, konselor harus
bekerja dalam kerangka ini. Misalnya, partisipasi dalam kelompok bantu diri
adalah hal utama/sentral dan hal ini dipandang sebagai alat perubahan utama
(primary agent of change). Objektif khusus mencakup:
• Menghadiri 90 kali pertemuan AA atau NA dalam 90 hari;
• Memiliki dan menggunakan telepon anggota;
• Mendapatkan sponsor;
• Mengambil tanggung jawab dalam pertemuan.

367
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 367 10/1/12 11:12 AM


Kekuatan dan Tantangan

Kekuatan Tantangan
Pendekatan 12 – Langkah menekankan Kesulitan memonitor secara akurat
serangkaian tugas-tugas pemulihan kepatuhan klien mengerjakan tugas-
dalam hal kognitif, spiritual dan tugas mengerjakan langkah yang
kesehatan. diberikan, termasuk menghadiri
pertemuan 12 – Langkah.

Riset menunjukkan bahwa pendekatan Penekanan pentingnya “Kekuatan Yang


12 – Langkah dapat efektif untuk klien Lebih Tinggi” (Higher Power) dalam
dari berbagai latar belakang. kelompok 12 – Langkah, mungkin tidak
dapat diterima oleh beberapa klien.

Walaupun program 12 – Langkah


terdapat diseluruh dunia, pertemuan-
pertemuannya tidak selalu tersedia
di daerah-derah tertentu (terutama di
daerah pedesaan atau kota kecil).

368
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 368 10/1/12 11:12 AM


Halaman Penjelasan 7.9: Matrix Model1,2

Ulasan umum
 Matrix model dikembangkan pada tahun 1980-an, sebagai sebuah cara yang
efektif untuk membantu seseorang yang memiliki masalah ketergantungan zat
stimulant, terutama jenis kokain dan metamfetamin.
 Model ini juga sudah dimodifikasi untuk dapat menterapi seseorang yang
menggunakan zat lain, termasuk heroin, walaupun riset belum pernah dilakukan
untuk mengevaluasi keberhasilan pendekatan ini terhadap pengguna zat lain
selain stimulan.
 Matrix merupakan program berbasis panduan (manual.-based). Panduan yang
dimaksud mencakup makalah untuk klien yang menjadi dasar dari sesi terapi,
yang dipilih melalui analisis behavioral dari tipe-tipe masalah yang dijumpai pada
pengguna kokain dan metamfetamin ketika mereka melewati periode-periode
menuju abstinensia.
 Matrix model mengintegrasikan beberapa teknik berbasis riset (termasuk cognitive
behavioral, motivational enhancement, edukasi dan pendekatan keluarga) yang
menyasar pada isu-isu perilaku, emosional, kognitif dan jalinan hubungan.
 Pendekatan Matrix mencakup:
• Menegakkan hubungan teraputik yang kuat antara klien dan konselor;
• Mengajarkan klien bagaimana mengatur waktu, hidup teratur dan gaya hidup
sehat;
• Menyediakan informasi mengenai adiksi yang akurat dan mudah dimengerti;
• Menyediakan peluang untuk belajar dan mempraktekkan pencegahan relaps
dan teknik koping (coping skills).
• Melibatkan keluarga dan orang lain yang signifikan dalam proses terapi
dan pendidikan untuk memperoleh dukungan—dan mencegah sabotase
terhadap—terapi;
• Mendorong klien untuk berpartisipasi dalam kelompok dukungan berbasis
komunitas; dan
• Menjalankan tes urin secara acak dan tes melalui napas, untuk menilai
(mengevaluasi) keberhasilan terapi.

Teknik-Teknik Utama
 Manual terapi yang terinci berisi lembar kerja untuk sesi-sesi individual; komponen
lainnya mencakupk kelompok edukasi keluarga, early recovery skill groups, relapse
prevention groups, sesi-sesi kombinasi, tes urin, program 12-Langkah, analisis
relaps, dan kelompok dukungan sosial.

1 Rawson, R. A., Marinelli-Casey, P., Anglin, M. D., Dickow, A., Frazier, Y., Gallagher, C., et al. (2004). A multi-site comparison of psychosocial
approaches for the treatment of methamphetamine dependence. Addiction, 99(6), 708–717.

2 Obert, J. L., London, E. D., & Rawson, R. A. (2002). Incorporating brain research findings into standard treatment: An example using the Matrix
model. Journal of Substance Abuse Treatment, 23(2), 107–113.

369
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 369 10/1/12 11:12 AM


 Elemen-elemen pendekatan terapi Matrix adalah kumpulan sesi-sesi kelompok
(early recovery skills, relapse prevention, family education, dan dukungan sosial)
dan 3 hingga 10 sesi-sesi individual diberikan selama periode terapi 16 minggu
secara intensif. Secara khusus selama masa 16 minggu tersebut model Matrix
membutuhkan:
• Tiga sesi individual/sesi bersama keluarga;
• Delapan sesi early recovery group skills;
• Tiga puluh dua sesi relapse prevention groups;
• 12 sesi kelompok edukasi keluarga; dan
• Tiga puluh enam sesi kelompok dukungan sosial.
 Klien dapat mulai menghadiri kelompok dukungan sosial, yang fokus pada rawatan
berkelanjutan, begitu mereka menyelesaikan 12 sesi kelompok edukasi keluarga,
namun masih menghadiri sesi-sesi relapse prevention groups. Program Matrix
telah menemukan bahwa adanya tumpang tindih kehadiran kelompok dukungan
sosial dengan tahap intensif terapi membantu memastikan suatu transisi yang
mulus ke tahap rawatan berkelanjutan 36 minggu.
 Panduan dari terapi Matrix Model ini dapat diunduh melalui: http://www.kap.
samhsa.gov/products/manuals/matrix/index.html

Kekuatan dan Tantangan

Kekuatan Tantangan
Model ini mengintegrasikan Beberapa materi perlu modifikasi untuk
pendekatan cognitive-behavioral klien dengan gangguan fungsi kognitif
dengan keterlibatan keluarga, edukasi yang parah.
psikososial,dukungan 12-langkah, dan
tes urin.

Manual Matrix menyediakan Pelatihan staf khusus dan supervisi


penjelasan langkah demi langkah untuk sangat direkomendasikan, dan
menjelaskan bagaimana menjalankan membutuhkan biaya yang tinggi.
sesi-sesi, dan menyediakan makalah
dan semua materi yang diperlukan.

Model ini sudah digunakan secara luas Konten materi yang sangat terstruktur,
dengan orang yang ketergantungan mungkin tidak menarik bagi semua
stimulant dan telah memperlihatkan klien.
keberhasilannya.

Struktur dan jadwal yang ketat tidak


memberikan cukup waktu bagi
manajemen kasus yang efektif.

370
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 370 10/1/12 11:12 AM


Modul 7—Praktek-Praktek Berbasis Bukti untuk
Intervensi Terapi, Ringkasan
Ulasan Umum
 Terapi gangguan penggunaan zat (GPZ) telah berkembang seiring jalannya waktu.
Pemahaman kita akan GPZ meningkat tajam dengan berkembangnya teknik
pencitraan otak (brain imaging) dan teknik-teknik riset lainnya.
 Ini bukanlah berarti bahwa satu pendekatan akan memberikan hasil yang sama
untuk semua orang. Tetapi ini berarti bahwa kita memahami dengan lebih baik suatu
rentang pendekatan yang paling mungkin dapat membantu klien. Pendekatan ini
dikenal dengan istilah praktek-praktek berbasis bukti (PBB).

Definisi dari Praktek Berbasis Bukti


 Salah satu definisi dari praktek berbasis bukti adalah “praktek-praktek yang bukti-
bukti keilmuannya (scientific) paling kuat dan paling dapat diterima—dan paling
mungkin memberikan dampak yang bermakna pada perbaikan rawatan”.1

 Ungkapan “meningkatkan perawatan” adalah hal yang penting. Sebagai contoh,


sebuah studi yang dilakukan oleh U.S.Institute of Medicine (IOM) menemukan
bahwa di Amerika Serikat terapi individu dengan masalah GPZ seringkali dibawah
standar. Studi ini didefinisikan “terapi standar” sebagai terapi yang tidak:

• Aman;

• Efektif;

• Berpusat pada kebutuhan klien;

• Tepat waktu;

• Efisien; dan

• Setara (adil).

 Sebagai contoh, IOM menemukan bahwa hanya sekitar 10 persen dari klien
dengan gangguan masalah alkohol menerima perawatan yang direkomendasikan,
mengakibatkan meningkatnya penyakit dan kematian.

 Aspek lain dari definisi tersebut adalah istilah “praktek.” Meskipun PBB biasanya
berasal dari teori-teori konseling (misalnya seperti teori perilaku), namun mereka
lebih kepada seperangkat teknik dan pendekatan. Teknik-teknik dan pendekatan
ini dapat mencakup elemen-elemen dari beberapa teori-teori konseling.

1 U.S. National Quality Forum. (2007). National voluntary consensus standards for the treatment of substance use conditions: Evidence-based
treatment practices (abridged version) (p. v). Washington, DC: Author.

371
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 371 10/1/12 11:12 AM


 Sebagai respon terhadap kajian tersebut, IOM membuat 10 rekomendasi
untuk rawatan yang lebih baik. Dalam rekomendasi ini termasuk penggunaan
“pengambilan keputusan berbasis bukti dalam terapi gangguan jiwa dan
gangguan penggunaan zat”. Kajian ini memperluas konsep berbasis bukti dengan
memasukkan kombinasi beberapa hal berikut ini:

• Sains;

• Kelayakan klinis dan kemungkinan finansial; dan

• Keahlian klinis.

 Bagian sains dari definisi ini memasukkan konsep adanya bukti empiris yang sahih,
yang berarti bukti yang berbasis imformasi yang diperoleh dengan cara:

• Observasi langsung;

• Pengalaman; atau

• Eksperimen.

 Kelayakan klinis berarti praktek tersebut memiliki alasan yang kuat, dapat dicapai,
dan memungkinkan secara ekonomi untuk diimplementasikan dalam situasi
kehidupan nyata, tidak hanya dalam lingkungan penelitian.

 Keahlian klinis berarti konselor yang mempraktekkannya haruslah:

• Memiliki keterampilan konseling dasar;

• Dapat berhubungan dengan klien; dan

• Telah mendapat pelatihan dalam menggunakan praktek tersebut.

Apa yang Kita Ketahui Tentang PBB (Praktek-Praktek


Berbasis Bukti)
 Praktek berbasis bukti (PBB) telah terbukti meningkatkan hasil terapi. Organisasi-
organisasi internasional menghimbau agar penggunaan PBB ditingkatkan untuk
memperbaiki hasil terapi secara global. Pada tahun 2008 misalnya, WHO yang
berkoordinasi dengan UNODC, menerbitkan suatu makalah berjudul Principles of
Drug Dependence Treatment. 1

 Makalah tersebut menekankan, “Praktek berbasis bukti yang baik dan sejumlah
pengetahuan saintifik tentang ketergantungan narkoba haruslah menjadi
pedoman intervensi dan investasi dalam terapi ketergantungan narkoba. Standar
kualitas tertinggi yang menjadi syarat dapat diterimanya intervensi farmakologis
atau intervensi psikososial dalam semua disiplin medik lain haruslah diterapkan
dalam bidang ketergantungan narkoba.” (hal.9)

1 WHO and UNODC. (2008). Principles of drug dependence treatment: Discussion paper. Retrieved December 3, 2010, from http://www.unodc.
org/documents/eastasiaandpacific//china/UNODC-WHO-Principles-of-Drug-Dependence-Treatment.pdf

372
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 372 10/1/12 11:12 AM


 Pada tahun 2007, U.S. National Quality Forum (NQF) mengembangkan Konsensus
Standart untuk Terapi Alkohol, Rokok, dan Penyalahgunaan Obat untuk
mengadvokasi bagi perbaikan terapi GPZ di Amerika.1 NQF menyimpulkan bahwa
praktek-praktek terapi tertentu yang sahih secara empiris seharusnya digunakan
terhadap semua klien dengan GPZ, diantaranya adalah:

 Cognitive-behavior therapy;

 Motivational enhancement therapy;

 Contingency management;

 12-Step facilitation therapy; dan

 Marital and family therapy.

 NQF juga telah mengidentifikasi sejumlah praktek-praktek yang terbukti tidak


efektif untuk terapi GPZ dan supaya tidak digunakan secara rutin. Terapi yang
tidak efektif ini, termasuk akupungtur, terapi relaksasi, edukasi kelompok didaktik,
monitoring penggunaan zat (drug testing) sebagai terapi tunggal.

 Istilah terapi tunggal penting untuk dicatat; laporan tersebut tidaklah menyatakan
bahwa praktek-praktek tersebut tidak mendapat tempat dalam terapi. Tetapi hanya
menyatakan bahwa mereka merupakan terapi yang tidak memadai jika dilakukan
tunggal atau tidak dikombinasikan dengan terapi PBB lainnya.

 Pendekatan terapi lain yang dicatat sebagai tidak efisien adalah:

• Terapi psikodinamik individual;

• Terapi kelompok tidak terstruktur;

• Konfrontasi menjadi pendekatan utama dalam terapi; dan

• Memberhentikan klien karena alasan relapse.2

 Laporan konsensus juga mengindikasikan bahwa pemberian terapi dengan


empati, dan pendekatan suportif sama pentingnya dengan praktek khusus yang
diterapkan. Ini berarti kemampuan konselor dalam membina hubungan dengan
klien sangat penting.

 Ringkasan dari bahasan NQF tentang praktek-praktek berbasis bukti terdapat


dalam Halaman Penjelasan 7.1 (halaman 243).

 Organisasi-organisasi selain NQF juga telah mengkaji dan mengidentifikasi


praktek-praktek berbasis bukti.Sumber informasi tambahan tentang PBB, terdapat
dalam lampiran—Halaman penjelasan.

1 U.S. National Quality Forum. (2007). National voluntary consensus standards for the treatment of substance use conditions: Evidence-based
treatment practices (p. 20). Washington, DC: Author.

2 Powers, E. J., Nishimi, R. Y., & Kizer, K. W., Eds. (2005). Evidence-based treatment practices for substance use disorders: Workshop proceedings
(p. ix). Washington, DC: U.S. National Quality Forum.

373
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 373 10/1/12 11:12 AM


 Praktek-praktek yang didiskusikan dalam modul ini termasuk:
• Cognitive-behavioral therapy;
• Motivational enhancement;
• Certain family approaches;
• Therapeutic community;
• Contingency management; dan
• Pharmacotherapy for opioid dependence.
 Pembahasan lebih tertuju pada kelima aspek pertama, karena yang paling banyak
digunakan secara global. Meskipun aspek keenam, yaitu farmakoterapi atau terapi
yang dibantu dengan obat-obatan (medication-assisted therapy), tidak tersedia
disemua tempat, namun memiliki bukti yang kuat bahwa terapi ini efektif. Metadon
juga tercatat sebagai terapi medikasi penting dalam daftar obat WH), dengan
mendukung penggunaan program terapi rumatan metadon yang komprehensif.
 Halaman penjelasan 7.8 dan 7.9 memberikan deskripsi dari dua praktek berbasis
bukti tambahan, sebagai bahan bacaan anda:
• Model memfasilitasi 12-Langkah, berdasarkan prinsip kelompok saling-bantu;
dan
• Matrix model, seperangkat praktek terorganisir yang awalnya dikembangkan
untuk terapi ketergantungan metamfetamin.

Terapi kognitif-perilaku (cognitive-behavioral therapy)


 Cognitive-behavioral therapy (CBT) untuk masalah GPZ, menggabungkan dua
model terapi—cognitive therapy, yang aslinya dikembangkan oleh Aaron Beck
untuk terapi depresi, dan behavior therapy, yang awalnya dikonsep oleh Ivan
Pavlov dan dimodifikasi oleh B.F.Skinner dan Albert Bandura.

 Cognitive therapy mengemukakan bahwa pikiran dan interpretasi seseorang


menyebabkan timbulnya perasaan dan perilaku. Perasaan dan perilaku tidaklah
disebabkan oleh faktor eksternal, seperti orang lain, situasi, dan kejadian-kejadian.

 Keyakinan utama (core belief) dalam cognitive therapy adalah seseorang dapat
mengubah cara dia berpikir (dan merasa dan bertindak), meskipun situasi tidak
berubah.

 Walaupun dirasakan bahwa seakan-akan sesuatu yang menimpa kita menyebabkan


timbulnya perasaan dan perilaku secara langsung, cognitive therapy mengatakan
kepada kita bahwa ada langkah lain dalam proses, dimana kita memiliki kendali:
pikiran dan interpretasi kita tentang apa yang terjadi pada kita.

 Behavioral therapy menterapi gangguan emosi dan perilaku sebagai respon


pembelajaran yang dapat digantikan dengan sesuatu yang lebih sehat melalui
pelatihan yang sesuai. Behavioral therapy membantu seseorang mengidentifikasi
perilakunya yang merugikan dan mencoba cara perilaku lainnya.

374
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 374 10/1/12 11:12 AM


 Pendekatan perilaku (behavioral) fokus pada:
• Mengidentifikasi faktor-faktor yang mengawali (menginisiasi) dan
mempertahankan perilaku;
• Perilaku adaptif dan maladaptif yang mengakibatkan timbulnya masalah dan
ketidaknyamanan klien; dan
• Perilaku yang dapat diamati dan terukur.
 Pendekatan perilaku yang kaku (strict) tidak berfokus pada konsep-konsep seperti
harga diri, pikiran, nilai-nilai, ketidaksadaran, atau mekanisme pertahanan diri.
 Model terapi lain berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan: Mengapa
seseorang melakukan itu? . . .dll. Namun untuk CBT pertanyaan-pertanyaan
utamanya adalah:
• Apa yang menyebabkan seseorang terus melakukan apa yang biasa
dilakukannya tersebut?
• Bagaimana dia bisa berubah?
 Pertanyaan “apa” diatas, mengarah sesuatu yang menguatkan pola-pola
dari pikiran, perasaan, dan perilaku. Pertanyaan “bagaimana” terkait dengan
pengembangan keterampilan.
 Pendekatan CBT untuk terapi GPZ fokus pada mengajarkan klien keterampilan
untuk membantu klien mengenal dan mempelajari strategi-strategi dalam:
• Mengurangkan risiko relaps;
• Mempertahankan abstinensia;
• Menyelesaikan masalah;
• Menguatkan efikasi diri (kemampuan klien untuk mengenal kekuatan-
kekuatannya dan yakin bahwa dia bisa berubah).
 Teknik-teknik CBT mencakup membuat pertanyaan-pertanyaan dan mengajarkan
klien untuk bertanya kepada dirinya sendiri, untuk mendalami hubungan pikirannya
dengan respons emosi yang timbul terhadap kejadian tertentu. Misalnya:
• Bagaimana saya betul-betul tahu bahwa mereka mentertawakan saya?
• Adakah penjelasan-penjelasan masuk akal lainnya?
• Mungkinkah dia tertawa dikarenakan sesuatu hal lain?
 Teknik-teknik lain termasuk:
• Mendalami konsekuensi-konsekuensi positif dan negatif penggunaan zat terus
menerus;
• Mengajarkan klien monitoring diri untuk antisipasi dan mengenali sugesti
(craving) sedini mungkin, dan untuk mengidentifikasi situasi risiko tinggi terkait
penggunaaan zat;
• Membantu klien mengembangkan strategi-strategi untuk mengindari atau
menanggulangi (coping) situasi berisiko tinggi yang memicu hasrat untuk
menggunakan zat;
375
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 375 10/1/12 11:12 AM


• Membantu klien mengembangkan strategi penanggulangan (coping skills)
yang efektif (seperti serangkaian teknik relaksasi) untuk menghadapi tantangan-
tantangan hidup, yang beresiko mendorong keinginan untuk kembali
menggunakan narkoba; dan
• Mengajarkan keterampilan menyelesaikan masalah.
 Anda mungkin akrab dengan sebagian besar teknik ini. Teknik-teknik ini banyak
digunakan sebagai mekanisme dalam pencegahan kekambuhan (relapse-
prevention tools).
 Pekerjaan rumah merupakan bagian penting dari pendekatan CBT, dimana klien:
• Diberikan tugas-tugas membaca;
• Diminta untuk tetap mempertahankan perilaku dan pikiran tertentu; dan
• Diminta untuk mempraktekkan keterampilan baru yang telah dipelajari dalam
terapi (latihan perilaku).
 Salah satu pendekatan CBT yakni cognitive-behavioral coping skills therapy,
awalnya dikembangkan untuk membantu klien dengan gangguan penggunaan
alkohol.1
 Coping skills therapy adalah pendekatan terstruktur, berbasis panduan (manual).
Setiap sesinya mencakup:
• Diskusi tentang dasar pemikiran (rasional) dari suatu hal yang dilakukan;
• Pedoman-pedoman akan keterampilan khusus;
• Latihan perilaku (yaitu mempraktekkan keterampilan dengan cara bermain
peran); dan
• Latihan-latihan praktek lain untuk topik tertentu.
 Contoh-contoh topiknya adalah:
• Mengelola pikiran tentang zat dan penggunaan zat;
• Menyelesaikan masalah;
• Mengembangkan keterampilan menolak ajakan menggunakan narkoba;
• Membuat rencana untuk kedaruratan dan coping dengan lapse; dan
• Menanggulangi keputusan-keputusan yang kelihatannya tidak relevan.
 Keputuan-keputusan yang kelihatannya tidak relevan adalah keputusan-keputusan
rasionalisasi dan yang meminimalisir risiko, yang mendorong seseorang dalam
pemulihan menjadi lebih dekat atau memasuki situasi risiko tinggi, walaupun
kelihatannya tidak ada kaitannya dengan penggunaan zat. Sebagai contoh:
“Ahmad, yang sudah menjalani abstinensia selama beberapa bulan, sedang
pulang dari bekerja dimana istrinya sedang tidak ada di rumah saat itu. Dalam
perjalanan pulang tersebut, dia memilih rute yang bukan biasanya, dimana
dia dapat menikmati pemandangan baru yang indah. Ia melewati sebuah cafe

1 U.S. National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism. (1995). Cognitive-behavioral-coping skills therapy manual: A clinical research guide
for therapists treating individuals with alcohol abuse and dependence. Project MATCH Monograph Series, Volume 3. Bethesda, MD: Author.

376
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 376 10/1/12 11:12 AM


tempat dulu dia biasa menggunakan kokain dengan teman-temannya. Karena
cuaca saat itu sedang panas, ia memutuskan untuk singgah minum segelas
minuman soda dingin. Ketika disana, ia bertemu dengan teman lamanya yang
“kebetulan” sedang menggunakan kokain, sehingga terjadilah relaps.”

 Walaupun keputusan untuk memilih jalan yang berbeda dan menikmati


pemandangan indah tersebut kelihatannya suatu keputusan yang tidak bermakna,
tetapi ternyata mengarahkan pada kejadian Ahmad menggunakan kokain kembali.

 Latihan coping skill akan membantu Ahmad melihat setiap kaitan antara mata
rantai kejadian, yang membuat dia relaps, dan yang dapat membantu dia belajar
untuk mengenali keputusan-keputusan yang dapat menjadi awal dari terjadinya
proses relaps.

• Kurikulum selanjutnya akan membahas lebih lanjut lagi tentang:

• Konseling pencegahan kekambuhan;

• Teknik-teknik untuk menolak; dan

• Teknik-teknik lain dari konseling cognive-behavioral.

 Penelitian telah membuktikan bahwa CBT efektif untuk menanggulangi masalah


GPZ terkait dengan:1

 Alkohol;

 Mariyuana;

 Kokain;

 Amfetamin; dan

 Nikotin

 Para klien juga telah terbukti konsisten dalam mempertahankan keterampilan baru
dan peningkatan lainnya, untuk masa setidaknya satu tahun setelah perawatan.2

Pendekatan-pendekatan motivasional
 Pendekatan-pendekatan motivasional termasuk yaitu motivational interviewing
(MI) dan motivational enhancement therapy (MET). Namun sebelumnya, kita akan
membahas dahulu beberapa karakteristik umum dari pendekatan-pendekatan
motivasional ini.

 Pendekatan motivasional berbasiskan pada prinsip-prinsip psikologi motivasional


dan lintas teori dari model perubahan, juga dikenal sebagai model tahapan
perubahan yang dikembangkan oleh James Prochaska and Carlos DiClemente.
Perspektif ini menerangkan kepada kita bahwa:

1 U.S. National Institute on Drug Abuse. (2009). Principles of drug addiction treatment: A research-based guide, 2nd Ed. NIH Publication
No.09-4180. Bethesda, Maryland: Author. 46–47. Retrieved August 29, 2011 from http://www.nida.nih.gov/podat/Evidence2.html

2 Ibid.

377
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 377 10/1/12 11:12 AM


• Perubahan terjadi secara bertahap;
• Motivasi untuk berubah bervariasi dari waktu ke waktu (dapat berubah-ubah);
dan
• Motivasi dapat diperkuat atau ditingkatkan.
 Pendekatan konseling motivasional adalah metoda konseling yang berbasis
pada kebutuhan klien dan menggunakan metode non-direktif. Pendekatan ini
menggunakan strategi yang:
• Mengakui bahwa penyalahgunaan zat memiliki sifat-sifat penghargaan
(rewarding properties) yang dapat menyembunyikan (paling tidak untuk
sementara waktu) bahaya-bahaya dan efek-efek jangka panjang dari
penyalahgunaan zat tersebut.
• Membantu klien menyelesaikan ambivalensi mengenai keterikatan dengan
terapi dan penghentian penggunaan zat (narkoba);
• Menggunakan motivasi internal klien untuk membangkitkan perubahan dan
mempertahankan perubahan tersebut.
• Menyertakan strategi penyelesaian masalah atau strategi yang berfokus pada
solusi, berdasarkan keberhasilan-keberhasilan masa lalu klien.
 Pendekatan motivasional menganut prinsip bahwa perubahan diciptakan melalui
kehendak dan motivasi klien. Mereka tidak fokus pada temuan, interpretasi,
dan bimbingan konselor. Dalam pendekatan motivasi, konselor lebih bertindak
sebagai pelatih atau konsultan, daripada sebagai figur otoritas, yang membantu
klien menemukan, memahami, dan membangun kesuksesan masa lalu.
 Teknik dasar dari pendekatan motivasional mencakup:
• Pendekatan FRAMES;
• Latihan penyeimbangan keputusan;
• Mengidentifikasi diskrepansi;
• Irama (pacing); dan
• Kontak personal dengan klien di luar program terapi.
 FRAMES adalah singkatan dari;
• Feedback;
• Responsibility;
• Advice;
• Menus;
• Emphaty; dan
• Self-efficacy.
 FRAMES pada awalnya dikembangkan sebagai sebuah intervensi singkat (brief
intervention).

378
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 378 10/1/12 11:12 AM


FRAMES: Umpan balik (feedback)
 Setelah melakukan asesmen mengenai pola-pola penggunaan zat dan masalah
terkait, konselor memberikan feedback kepada klien tentang risiko personal dirinya
dan hendaya yang dimilikinya. Feedback ini dapat berasal dari wawancara klinis,
hasil tes, atau hasil membandingkan penggunaan zat klien dengan norma-norma
masyarakat.
 Tanggung jawab untuk melakukan perubahan terletak sepenuhnya pada diri klien,
dengan menghormati hak klien untuk membuat pilihan bagi dirinya sendiri. Hal ini
dapat ditunjukkan dengan memperlihatkan minat pada apa persepsi dan pikiran
klien, dan lebih menggunakan pertanyaan daripada pernyataan. Sebagai contohnya:
• Bagaimana Anda melihat kondisi (keadaan) tersebut?
• Apa yang anda pikir perlu lakukan?

FRAMES: Saran (advice)


 Saran untuk berubah—mengurangi atau berhenti—menggunakan zat diberikan oleh
jelas oleh konselor kepada klien. dengan cara yang tidak menghakimi, dan dengan
menghormati hak klien untuk mengambil keputusan.
 Konselor dapat mengatakan: “Sesuai dengan hasil skrining tes Anda, saya khawatir
dengan akibat penggunaan zat terhadap kesehatan Anda. Saran saya untuk Anda
adalah untuk mempertimbangkan menjalani terapi. Apakah ada hal yang ingin anda
bicarakan?”

FRAMES: Pilihan menu (menu)


 Pendekatan FRAMES termasuk menawarkan menu-menu yang berisi pilihan-pilihan
perubahan bagi diri sendiri dan alternatif-alternatif terapi. Pilihan ini termasuk
persetujuan untuk mencoba konseling rawat jalan bagi klien yang tidak bersedia
untuk mengikuti program residensial, walaupun konselor yakin bahwa klien lebih
cocok untuk memilih layanan residensial.

FRAMES: Empati (empathy)


 Konseling dengan empati—menunjukkan kehangatan, menghargai, dan memahami—
ditekankan dalam pendekatan motivational.

FRAMES: Efikasi diri (self-efficacy)


 Klien mengembangkan self-efficacy dan didorong untuk melakukan perubahan.
Konselor dapat :
 Membantu klien menggali kekuatan-kekuatan dan kesuksesan-kesuksesan masa
lalunya;
 Mengidentifikasi keterampilan dan kemampuan untuk membuat perubahan yang
diperlukan; dan
 Mempromosikan bahwa seseorang dapat berubah dan pemulihan adalah sebuah hal
yang memungkinkan.

Teknik menyeimbangkan keputusan (decisional balance)


 Teknik pendekatan motivasional lainnya adalah menggunakan latihan-latihan
menyeimbangkan keputusan (decisional balance exercises). Menyeimbangkan
keputusan adalah konsep untuk mendalami pro dan kontra—atau untung dan rugi—
jika melakukan perubahan. Secara alamiah orang biasanya mendalami pro dan kontra
atas suatu pilihan-pilihan dalam hidup.
379
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 379 10/1/12 11:12 AM


 Dalam konteks pemulihan dari penggunaan zat, klien menimbang pro dan kontra
untuk berubah atau tidak dalam hal perilaku penggunaan zat. Konselor membantu
proses ini dengan bertanya kepada klien tentang:
• Aspek baik dan buruknya penggunaan zat; dan
• Kemudian mencatatnya dalam 2 kolom yang dibuat di selembar kertas.
 Tujuan pendalaman pro dan kontra mengenai masalah penggunaan zat adalah
untuk menggerakkan skala kearah pilihan untuk perubahan yang posiitif. Jumlah
alasan yang dicatat klien dalam setiap sisi pro maupun kontra dalam decisional
balance sheet tersebut tidaklah sepenting bobot—atau nilai personal—dari setiap
alasan. Sebagai contoh, bagi seseorang yang berumur 20 tahun mungkin tidak
memberikan bobot yang lebih besar atas kehilangan seorang pacar daripada yang
diberikan oleh seorang yang lebih tua, dan telah bertunangan untuk membentuk
keluarga. Seseorang yang berumur 20 tahun mungkin sangat prihatin ketika
dikeluarkan dari tim sepakbolanya karena beberapa kali tidak mengikuti latihan.
 Satu cara untuk menguatkan motivasi untuk berubah adalah dengan membantu
klien untuk mengenal diskrepansi atau gap antara tujuan masa depan dan
perilakunya saat ini. Konselor dapat memperjelas diskrepansi ini dengan bertanya:
• Bagaimana penggunaan kokain anda bisa sejalan dengan memiliki keluarga
bahagia dan pekerjaan yang stabil?
 Bilamana klien dapat melihat bahwa tindakannya saat ini bertentangan dengan
tujuan pribadinya seperti sehat, sukses, atau keluarga bahagia, maka perubahan
sangat mungkin dapat terjadi.
 Setiap klien beralih melalui tahap-tahap perubahan dengan irama kecepatannya
(pacing) sendiri. Konsep “pacing” mensyaratkan seorang konselor untuk
menangani klien sesuai dengan tahapnya saat itu. Konselor menggunakan waktu
secukupnya sesuai yang diperlukan dengan tugas-tugas utama dari setiap tahap
perubahan. Sebagai contoh, beberapa klien mungkin membutuhkan lebih banyak
pertemuan/sesi pada awal terapi, dan lebih sedikit pada akhir terapi. Jika konselor
berusaha mendorong klien supaya lebih cepat dari kemampuannya, maka mungkin
hubungan antara keduanya bisa memburuk.
 Intervensi-intervensi motivasional dapat memasukkan kegiatan-kegiatan yang
dirancang untuk menguatkan keberlangsungan hubungan dan memperkuat
hubungan antara konselor dan klien. Misalnya dengan saling berkirim surat atau
telepon antara konselor dan klien. Riset telah membuktikan bahwa intervensi
penguat motivasi sederhana ini efektif untuk mendorong klien untuk:
• Kembali untuk konsultasi klinik berikutnya;
• Kembali mengikuti terapi walaupun pernah tidak datang;
• Tetap mengikuti terapi; dan
• Meningkatnya kepatuhan mengikuti terapi.

Wawancara Motivasional
 Sekarang mari kita bahas bagaimana dua pendekatan motivasional menggabungkan
prinsip-prinsip tersebut ke dalam prinsip berbasis bukti. Kita mulai pertama dari
MI (motivational interviewing) atau wawancara motivasional.

380
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 380 10/1/12 11:12 AM


 MI adalah teknik atau gaya konseling yang berfokus pada penciptaan iklim yang
kondusif untuk perubahan dalam tatanan yang berpusat pada kebutuhan individu.
Inti dari MI adalah di sifat kolaboratif, berkomunikasi seperti layaknya rekan atau
mitra, di mana pewawancara berusaha untuk menciptakan suasana positif diantara
mereka.
 Ada lima prinsip utama dari MI. Ini bukan merupakan urutan langkah, namun lebih
kepada konsep yang harus diterapkan setiap saat untuk meningkatkan hubungan
antara konselor dan klien. Prinsip tersebut sering disingkat dengan akronim
READS:
• Rolling with resistance (bergulir dengan resistensi);
• Express empathy (Mengekspresikan empati);
• Avoid arguments (menghindari argumentasi);
• Develop discrepancy (mengembangkan kesenjangan); dan
• Support self-efficacy (mendukung efikasi diri)
 Untuk dapat menerapkan kelima prinsip ini, ada empat teknik teraputik dasar atau
metode yang konselor dapat lakukan, yaitu:
• Mendengar reflektif atau merespon pernyataan klien dengan menyatakan
kembali intinya atau hal spesifik dari apa yang dikatakannya;
• Memberikan pertanyaan terbuka;
• Memberikan afirmasi; dan
• Merangkum.
 Dalam MI, perubahan merupakan tanggung jawab dari klien. Tujuan keseluruhannya
adalah untuk meningkatkan motivasi dari dalam diri untuk melakukan perubahan
yang klien tetapkan dan dianggap penting. Sehingga perubahan yang terjadi
tersebut tumbuh dari diri klien sendiri, bukannya dipaksakan.
 MI pertama kali digunakan dalam terapi GPZ untuk meningkatkan kepatuhan
dalam terapi. MI dapat digunakan untuk strategi asesmen maupun intervensi
teraputik, seperti:
• Untuk menentukan kesiapan seseorang untuk terlibat dalam melakukan
perubahan perilaku yang ingin dicapai, seperti menghentikan penyalahgunaan
narkoba;
• Untuk mengeksplorasi dan mengatasi ambivalensi (perasaan campur aduk)
dan resistensi; dan
• Untuk menerapkan keterampilan dan strategi tertentu untuk menciptakan iklim
yang kondusif dalam melakukan perubahan, berdasarkan tingkat kesiapan
individu tersebut.

Terapi Peningkatan Motivasional


 Terapi peningkatan motivasional atau MET (Motivational Enhancement Therapy)
adalah pendekatan motivasional lainnya yang telah dibuktikan keefektifannya
melalui penelitian. MET bertujuan untuk:
• Menciptakan motivasi dari diri sendiri untuk melakukan perubahan; dan

381
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 381 10/1/12 11:12 AM


• Mensinergikan pilihan personal dengan rencana untuk melakukan perubahan.
 Di dalam MET, setiap klien menetapkan tujuannya sendiri:
• Tidak ada tujuan mutlak yang dibebankan oleh konselor yang menggunakan
metode MET.
• Konselor MET dapat memberikan saran mengenai tujuan yang spesifik, seperti
menyarakankan untuk abstinensia secara penuh.
• Berbagai dari tujuan “hidup” yang lebih luas, seperti mencari pekerjaan atau
bersatu kembali dengan anggota keluarga, dapat juga dieksplorasi.
 Dalam MET, masalah GPZ dipandang sebagai perilaku yang sebagian atau
sepenuhnya berada di bawah kendali sukarela dari klien. Untuk itu mereka lebih
mengikuti prinsip-prinsip normal perubahan perilaku.
 MET didasarkan pada prinsip-prinsip psikologi kognitif dan sosial. Konselor MET
berusaha untuk:
• Berusaha untuk membantu klien memahami perbedaan antara perilaku saat ini
dan tujuan pribadi yang signifikan (penting); dan
• Lebih menekankan pada pernyataan motivasi diri klien mengenai keinginan
dan komitmen untuk melakukan perubahan.
 Konselor MET bekerja berdasarkan asumsi bahwa motivasi internal tidak hanya
menjadi hal yang penting, bahkan terkadang menjadi satu-satunya faktor untuk
menciptakan atau melakukan perubahan.
 Penelitian telah membuktikan bahwa MET telah terbukti efektif untuk penganganan
masalah:
• Alkohol;
• Mariyuana; dan
• Nikotin.

Pendekatan-pendekatan Berbasis Keluarga


 Keterlibatan keluarga secara sederhana bukanlah suatu model terapi khusus.
Walaupun demikian, riset menunjukkan bahwa keikutsertaan keluarga dalam
program terapi dapat menguatkan hasil terapi secara bermakna untuk seseorang
yang mengalami masalah GPZ. Program terapi umumnya menawarkan layanan
keluarga. Layanan keluarga seringkali mencakup:
• Layanan psikoedukasi bagi keluarga;
• Kelompok dukungan keluarga (family support groups); dan
• Konseling keluarga.

382
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 382 10/1/12 11:12 AM


 Keluarga pengguna zat adiktif biasanya hidup dalam suatu dunia yang dibentuk
oleh penggunaan zat. Dalam tatanan dunia tersebut biasanya terjadi hal-hal
seperti:
• Perilaku tidak konsisten;
• Mungkin tidak ada aturan, atau kalaupun ada sangat kaku.
• Anggota keluarga seringkali mengalami rasa marah, malu, bersalah, kesedihan,
dan putus asa.
• Para anggotanya menjadi menyendiri, membuat persekutuan atau kubu-kubu
yang destruktif, dan menjadi sangat mencampuri ingin urusan orang lain; dan
• Para anggotanya dapat menderita masalah-masalah medis terkait stres.
 Keterlibatan keluarga sangat penting dalam memperkuat dan mempertahankan
pemulihan klien karena:
• Anggota keluarga telah bersama klien sebelum menjalani terapi;
• Anggota keluarga akan bersama klien setelah terapi; dan
• Layanan berbasis keluarga dapat memastikan bahwa fungsi keluarga berubah
menjadi suatu pengaruh positif bagi pemulihan klien.
 Salah satu tujuan utama keterlibatan keluarga adalah untuk meningkatkan
pemahaman dari anggota keluarga terhadap masalah gangguan penggunaan zat
sebagai suatu penyakit kronis. Hal ini akan membantu anggota keluarga untuk:
• Memahami bagaimana GPZ saling terkait dengan masalah keluarga;
• Memahami sebab dan pengaruh GPZ dari sudut pandang keluarga;
• Mengidentifikasi dan mengubah pola-pola hubungan keluarga yang
menghambat pemulihan.
• Bersiap menghadapi tantangan-tantangan di masa awal pemulihan; dan
• Belajar tanda-tanda isyarat akan relaps;
 Dua tujuan lain termasuk membantu anggota keluarga untuk dapat:
• Menemukan dan membangun kekuatan keluarga; dan
• Memperoleh dukungan jangka panjang bagi mereka.
 Disaat keluarga dapat menjadi penting bagi keberhasilan klien dengan masalah
GPZ, beberapa anggota keluarga lain mungkin memerlukan terapi tersendiri
sebelum mereka benar-benar dapat menjadi sumber daya atau pihak yang
mendorong pemulihan klien. Banyak klien berasal dari keluarga dengan keadaan
yang tidak kondusif dan disfungsional, atau memiliki riwayat GPZ multi-generasi,
gangguan mental, dan masalah lainnya.

383
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 383 10/1/12 11:12 AM


Pendekatan Keluarga Berbasis Bukti
 Beberapa pendekatan keluarga dianggap sebagai praktek berbasis bukti untuk
menangani masalah GPZ, seperti:
• Behavioral couples therapy (BCT), untuk penggunaan zat;
• Multisystemic therapy (MST), bagi remaja;
• Multidimensional family therapy (MDFT), bagi remaja; dan
• Brief strategic family therapy (BSFT), bagi remaja.
 BCT biasanya digunakan sebagai pendukung pendekatan terapi GPZ lainnya. BCT
berdasarkan pada asumsi bahwa:
• Pasangan dekat dapat menghadiahi abstinensia; dan
• Mengurangi tekanan dalam hubungan, mengurangi kemungkinan untuk
kambuh (relapse).
 Komponen-komponen program BCT mencakup:
• Kontrak abstinens atau kontrak pemulihan antara pasangan dan terapis;
• Kegiatan-kegiatan dan tugas-tugas yang dirancang untuk meningkatkan
perasaan-perasaan positif, kegiatan-kegiatan bersama, dan komunikasi yang
konstruktif; dan
• Perencanaan pencegahan kekambuhan (relapse).
 Dengan BCT, pasangan berperan aktif dalam terapi, meminimalisir rasa putus asa
yang timbul akibat hidup bersama dengan seseorang yang memiliki masalah GPZ.
Kedua pasangan biasanya menghadiri 15 hingga 20 jam sesi selama 5 sampai 6
bulan.
• Sesi biasanya mengacu pada urutan sebagai berikut:
• Terapis bertanya tentang penggunaan zat sejak sesi terakhir;
• Pasangan mendiskusikan kepatuhan terhadap kontrak pemulihan;
• Pasangan mempresentasikan dan mendiskusikan pekerjaan rumah yang
diberikan pada sesi terakhir;
• Pasangan mendiskusikan masalah jalinan hubungan sejak sesi terakhir;
• Terapis mempresentasikan material baru; dan
• Terapis memberikan pekerjaan rumah baru.
 Penelitian telah membuktikan bahwa BCT efektif untuk menangani populasi-
populasi seperti:1
• Laki-laki dengan gangguan penggunaan alkohol dan pasangannya; dan
• Laki-laki dan wanita dengan gangguan penggunaan narkoba (zat) dan pihak
terkait lainnya (significant others).
1 U.S. National Institute on Drug Abuse. (2009). Principles of drug addiction treatment: A research-based guide, 2nd Ed. NIH Publication No.
09-4180. Bethesda, Maryland: Author

384
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 384 10/1/12 11:12 AM


 Dibandingkan dengan terapi individual, BCT telah terbukti pada satu tahun tindak
lanjut terapi menghasilkan beberapa hasil lebih tinggi, seperti:
• Tingkat kedatangan klien pada terapi;
• Kepatuhan terapi naltrekson pada klien pengguna opioid; dan
• Tingkat abstinensia.
 BCT juga menunjukkan tingkat masalah terkait narkoba, hukum, dan keluarga
yang lebih sedikit pada tahun tindak lanjut masalah.
 Terapi keluarga kedua yang akan dibahas adalah terapi mulsistemik atau MST (Multi-
Systemic Therapy). MST adalah pendekatan terapi yang bersifat intensif, dapat
dilakukan di rumah atau di komunitas, yang fokus pada mengubah pikiran dan
perilaku remaja dengan GPZ beserta orang tuanya. Pendekatan ini menggunakan
strategi pengembangan cognitive-behavioral dan pengembangan sosial (faktor-
faktor risiko dan protektif) yang fokus pada kekuatan keluarga dalam memfasilitasi
perubahan positif.
 Intervensi MST dilaksanakan di rumah untuk mencegah tingkat drop-out yang
tinggi pada terapi lain, dan fokus pada:
• Mempromosikan perilaku bertanggung jawab;
• Mengurangi tindakan yang tidak bertanggung jawab dari anggota keluarga;
• Menangani apa yang saat ini sedang terjadi dalam kehidupan remaja;
• Mengambil tindakan segera yang menargetkan pada masalah-masalah khusus
dan yang lebih jelas.
• Menilai pola-pola perilaku didalam dan diantara berbagai elemen dalam
kehidupan remaja—keluarga, guru, teman, rumah, sekolah dan masyarakat—
yang membuat masalah tetap bertahan.
• Membangun kemampuan remaja untuk bergaul dengan teman-temannya; dan
• Mendapatkan keterampilan akademik dan keterampilan vokasional yang akan
mendorong keberhasilan transisi menuju kedewasaan.
 MST tidak fokus untuk memperoleh pemahaman masa lalu; dan juga MST konselor
tidak menganggap keluarga sebagai pihak yang resisten, tidak siap berubah, atau
tidak punya motivasi. Bahkan pendekatan MST cenderung untuk menghindari
mencela keluarga, namun lebih pada memberdayakan orang tua (juga wali atau
pengasuh lainnya), untuk menanggulangi kebutuhan keluarga setelah terapi
berakhir. Pada kenyataannya, wali atau pengasuh tersebut dipandang sebagai
kunci untuk keberhasilan jangka panjang, dimana tanggung jawab untuk hasil
terapi yang positif sepenuhnya terletak pada tim MST yang melakukan.
 Penelitian telah membuktikan bahwa1 MST efektif secara signifikan dalam
mengurangi penggunaan zat (narkoba) dari remaja selama menjalani program
terapi, dan untuk jangka waktu enam bulan setelah program terapi dijalankan.

1 U.S. National Institute on Drug Abuse. (2009). Principles of drug addiction treatment: A research-based guide, 2nd Ed. NIH Publication No.
09-4180. Bethesda, Maryland: Author. 46-47.

385
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 385 10/1/12 11:12 AM


 Selain itu, angka penahanan remaja lebih sedikit, penempatan remaja di luar
rumah mengimbangi biaya penyediaan layanan intensif ini, dan menjaga beban
kasus (caseloads) yang rendah bagi terapis.
 Terapi keluarga ketiga yang akan dibahas adalah Terapi keluarga multi-
dimensional atau MDFT (multidimensional family therapy) untuk remaja. MDFT
memandang penggunaan narkoba pada remaja dengan istilah “network
influence” atau pengaruh jejaring / hubungan kekerabatan (individual, keluarga,
teman, masyarakat), dan menyarankan terhadap pengurangan perilaku yang tidak
diinginkan dan meningkatkan perilaku yang diinginkan terlaksana dalam berbagai
cara, dan dalam tatanan yang berbeda-beda.
 MDFT mencakup sesi individu dan sesi keluarga dalam pusat terapi, di rumah,
maupun dengan anggota keluarga di sekolah, pengadilan, dan atau di lokasi
komunitas lainnya. Dalam sesi individual, konselor dan remaja yang ditangani
melaksanakan:
• Tugas-tugas pengembangan diri, seperti memiliki keterampilan mengambil
keputusan, negosiasi, dan keterampilan menyelesaikan masalah.
• Keterampilan vokasional; dan
• Keterampilan mengkomunikasikan pikiran, dan perasaan agar dapat mengatasi
penyebab-penyebab stress dalam kehidupan.
 Sesi-sesi paralel dilaksanakan dengan anggota keluarga, dimana orang tua dapat:
• Mempelajari gaya pola asuh (parenting style) mereka yang khas, belajar untuk
membedakan pengaruh dari kontrol; dan
• Belajar untuk memiliki pengaruh positif dan sesuai dengan tahapan
perkembangan anak-anak atau anggota keluarga mereka tersebut.
 Penelitian telah membuktikan bahwa MDFT efektif untuk mengurangi:
 Tingkat keparahan dari penggunaan kanabis dan alkohol; dan
 Tingkat keparahan keseluruhan dari masalah terkait penggunaan zat.
 Pendekatan keluarga terakhir yang akan dibahas di bab ini adalah terapi keluarga
strategis singkat atau BSFT (Brief strategic family therapy). BSFT adalah pendekatan
singkat yang diberikan dalam 12 sampai 16 sesi keluarga. BSFT menargetkan pada
interaksi keluarga yang diduga mempertahankan dan memperburuk penggunaan
zat oleh remaja dan masalah perilaku lainnya, seperti:
 Masalah perilaku di rumah dan di sekolah;
 Perilaku menentang;
 Aktifitas-aktifitas ilegal;
 Berteman dengan teman sebaya yang antisosial;
 Perilaku aggresif dan kekerasan; dan
 Perilaku seksual berisiko.

386
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 386 10/1/12 11:12 AM


 BSFT berbasis pendekatan sistem keluarga dalam terapi. Perilaku anggota keluarga
diasumikan saling tergantung (interdependent), sehingga gejala dari salah satu
anggota keluarga mengindikasikan (atau setidaknya sebagian) apa yang terjadi di
dalam sistem keluarga.
 Peran konselor dalam BSFT adalah untuk:
• Mengidentifikasi pola-pola interaksi keluarga yang ada hubungannya dengan
masalah perilaku remaja; dan
• Membantu dalam mengubah pola-pola keluarga tersebut.
 BSFT merupakan pendekatan yang fleksibel yang dapat disesuaikan dengan
rentang situasi keluarga dalam berbagai lingkungan:
• Klinik kesehatan jiwa;
• Program-program terapi GPZ;
• Lingkungan layanan sosial lainnya; dan
• Rumah.
 BSFT juga dapat disesuaikan dengan berbagai modalitas terapi lainnya:
• Sebagai intervensi rawat jalan primer;
• Sebagai kombinasi dengan terapi residensial atau terapi harian; dan
• Sebagai layanan pasca rawatan/rawatan berkelanjutan bagi terapi residensial.
 BSFT berbasis pada pedoman, program yang sangat terstruktur, dan membutuhkan
pelatihan khusus oleh Strategic Family Therapy ® Institute.
 Para keluarga Hispanik perkotaan (urban-hispanic) telah menjadi penerima
manfaat utama layanan BSFT, meskipun ada juga keluarga Afrika-Amerika dan
Eropa-Amerika juga berpartisipasi. Penelitian yelah membuktikan bahwa BSFT
efektif untuk:1
• Mengurangi penggunaan ganja dan narkoba secara keseluruhan;
• Mengurangi masalah perilaku dan agresi di masyarakat, dan
• Meningkatkan fungsi keluarga.

Therapeutic Community
 Therapeutic community (TC) adalah model residensial yang intensif, berjangka
panjang (hingga 1 tahun). TC menggunakan pendekatan “komunitas sebagai
metodenya” (community as method);2 Pendekatan ini memandang komunitas
secara keseluruhan—organisasi sosial, staf dan klien, dan kegiatan-kegiatan
hariannya—sebagai unsur teraputik. Filosofi “community as method” dan struktur
terapeutik yang jelas menjadi ciri TC.

1 U.S. National Registry of Evidence-based Practices and Programs. (2011). Multidimensional Family Therapy. Rockville, Maryland: SAMHSA.
Retrieved August 30, 2011, from http://nrepp.samhsa.gov/ViewIntervention.aspx?id=151

2 De Leon, G. (2000). The therapeutic community: Theory, model, and method. New York: Springer Publishing Company.

387
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 387 10/1/12 11:12 AM


 TC menonjolkan hari yang terstruktur yang aktifitas-aktifitasnya rutin dan teratur
untuk:
• Melawan kehidupan klien yang tidak teratur; dan
• Mengalihkan klien dari pikiran negatif dan kebosanan.
 Kegiatan-kegiatan harian TC termasuk sesi-sesi kelompok dan job functions yang
berhirarki yang mengajarkan residen perilaku khusus dan keterampilan khusus.
Karena sifatnya yang padat, berjangka panjang, TC terutama cocok untuk klien
dengan riwayat gangguan penggunaan zat berat dan perilaku kriminal.
 Bahkan, para peneliti telah mendokumentasikan bahwa memulihkan kehangatan
hubungan interpersonal membalikkan perubahan yang merusak yang dihasilkan
pada pembentukan otak, fungsi, dan struktur oleh pengabaian dan pelecehan
selama masa kanak-kanak. Dalam TC, setiap peserta memiliki peran yang diakui
dengan baik, dianggap dengan cinta dan hormat, dan merupakan bagian dari
sebuah keluarga baru, yang semuanya mengisi kesenjangan afektif yang mungkin
telah dibuat oleh pribadi destruktifnya ini selama hidupnya.1 Rasa kemanusiaan
dari pemberi layanan, hubungan hangat dan bersahabat dengan rekan-rekan di
lingkungan penuh waktu dari TC, adalah mesin terapi nyata bagi perubahan yang
terjadi dengan klien dalam tatanan program ini.
 Model TC digunakan oleh banyak negara di dunia. Setiap benua (kecuali Antartika)
memiliki asosiasi profesional TC, yaitu The Asian Federation of Therapeutic
Communities (http://www.asianfedtc.org/about.html), yang memiliki 13 negara
anggota.
 Model TC dapat, dan seringkali dimodifikasi sesuai dengan perspektif budaya
yang ada, pada umumnya memiliki komponen-komponen sebagai berikut:
• Rasa sebagai satu komunitas—Komunitas diciptakan dengan pemisahan dari
program organisasi atau institusi lainnya dan dari lingkungan penggunaan
zat. Fasilitas TC memiliki ruang bersama/komunal untuk mempromosikan rasa
kebersamaan selama kegiatan-kegiatan kolektif. Terapi dan layanan pendidikan
diberikan dalam komunitas sebaya.
• Rekan sebaya (peer) dan anggota staf sebagai panutan (role model)—Anggota
TC dan staf bekerja sebagai role model dengan mencontohkan perilaku
yang diharapkan dan mencerminkan nilai-nilai dan ajaran-ajaran komunitas.
Kekuatan komunitas bagi pembelajaran sosial tergantung pada jumlah dan
kualitas positif dari role model.
• Kerja menjadi bagian terapi dan pendidikan—Konsisten dengan pendekatan
bantu diri (self-help approach) TC, semua klien bertanggung jawab atas
manajemen harian dari fasilitas. Peran kerja dirancang untuk menghasilkan
efek terapi dan pendidikan.
• Konseling kelompok fokus pada pelatihan pertumbuhan emosi dan kesadaran
diri. Inilah kelompok teraputik yang utama. Kelompok ini digunakan untuk
meningkatkan kesadaran klien akan sikap-sikap khusus atau pola-pola perilaku
yang perlu dirubah dan untuk membantu klien mengidentifikasi perasaan dan
mengekspresikannya dengan tepat dan konstruktif.

1 Personal communication: Gilberto Gerra, M.D., Chief , Drug Prevention and Health Branch, United Nations Office for Drug Control.

388
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 388 10/1/12 11:12 AM


 TC mengorganisasikan terapi klien dalam 4 tahap:
• Pengenalan;
• Terapi;
• Komitmen; dan
• Transisi/pasca rawatan ( atau rawatan berkelanjutan).
 Program pengenalan TC dibagi dalam modul-modul terapi untuk membantu klien
menerima tanggung jawab untuk perilaku GPZ dan konsekuensi-konsekuensinya.
Residen (klien yang menjalani program rawat inap) ambil bagian di dalam:
• Kelompok-kelompok;
• Sesi-sesi konseling individu; dan
• Seminar-seminar pendidikan.
 Setelah menyelesaikan fase ini, klien beralih ke fase terapi yang lebih fokus dari
program—atau meminta rujukan ke organisasi lain.
 Pada fase terapi TC, klien tinggal dan bekerja dalam komuniti, dan dengan
dukungan dan dorongan staf serta rekan sebaya, saling membantu untuk
mengembangkan keterampilan koping (coping).
• Struktur sosial adalah hirarki dari posisi (jabatan) dengan derajat tanggung
jawab tertentu.
• Setiap kegiatan fokus pada kegiatan normal, pekerjaan sehari-hari yang normal
dan kegiatan rekreasi, didukung dengan program terapi kreatif.
 Kehadiran dalam pertemuan dukungan yang diselenggarakan diluar fasilitas juga
dimulai pada waktu ini.
 Fase komitmen adalah hubungan antara terapi dan mulainya fase reintegrasi
ke masyarakat.Selama fase ini, klien mulai mengambil tempatnya kembali di
masyarakat.Penekanan diletakkan pada:
• Pengembangan karir;
• Hubungan sosial; dan
• Keterampilan hidup yang aplikatif.
 Program menyediakan bagi klien suatu dukungan dan re-entry ke masyarakat
secara bertahap dengan membantu mereka:
• Beralih dari kerja sukarela ke pekerjaan penuh waktu atau pendidikan; dan
• Pindah dari lingkungan terlindung TC ke rumah transisi dan kemudian ke
tempat tinggalnya (rumahnya) sendiri di tengah masyarakat.

389
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 389 10/1/12 11:12 AM


 Re-entry disertai dengan:
• Kelompok dukungan mingguan dan sesi-sesi konseling dangan staf; dan
• Dukungan tambahan dari rekan sebaya yang telah berhasil melewati proses ini
dan menyelesaikan program TC.
 Kehadiran pada pertemuan NA (narcotics anonymous) dan kelompok dukungan
lainnya di luar fasilitas juga terus berlanjut pada fase ini.
 Beberapa program TC menuntut residen dapat meninggalkan program dengan
syarat:
• Pekerjaan penuh waktu atau bersekolah;
• Tempat tinggal; dan
• Jejaring dukungan.
 Selama fase transisi / pasca rawatan (after care), rekonsiliasi (mendamaikan)
keluarga juga dimasukkan kedalam fase re-entry. Mempertahankan gaya hidup
bebas narkoba berarti banyak belajar keterampilan koping, sehingga bagian
proses transisi ini dapat berlangsung beberapa bulan.
 Salah satu dukungan yang sering diidentifikasi sebagai hal penting bagi suksesnya
seorang residen adalah rumah transisi (half-way house) dan dukungan bagi cicilan
rumah jangka panjang yang terjangkau. Ini menjadi hambatan utama di beberapa
tempat karena kurangnya akomodasi dasar yang baik.
 Kesimpulan dari studi jangka panjang U.S. Drug Abuse Treatment Outcome Study
(DATOS) menemukan bahwa mereka yang menyelesaikan program TC memiliki
tingkat lebih rendah pada:1
• Penggunaan kokain, heroin, dan alkohol;
• Perilaku kriminal;
• Pengangguran; dan
• Indikator depresi.
 TC juga telah terbukti efektif ketika dimodifikasi untuk menangani individu-individu
dengan kebutuhan khusus, mencakup:2
• Remaja;
• Wanita;

1 National Institute on Drug Abuse. (2002). Research report series—Therapeutic community: What is a therapeutic community. Bethesda,
Maryland: Author. Retrieved August 29, 2011, from http://www.nida.nih.gov/PDF/RRTherapeutic.pdf

2 National Institute on Drug Abuse. (2009). Principles of drug addiction treatment: A research-based guide, 2nd Ed.NIH Publication No. 09-
4180. Bethesda, Maryland: Author.

390
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 390 10/1/12 11:12 AM


• Tuna wisma;
• Orang dengan gangguan mental parah; dan
• Seseorang yang sedang dalam sistem peradilan.

Manajemen Kontingensi
 Penelitian telah membuktikan keefektifan dari pendekatan terapi yang
menggunakan prinsip-prinsip manajemen kontingensi atau CM (contingency
management). Manajemen kontingensi berdasarkan pada prinsip perilaku
yang memberikan penghargaan pada penguatan perilaku, atau membuatnya
menjadi lebih mungkin untuk diulangi. Sebuah perilaku juga dapat diperkuat
dengan memindahkan konsekuensi negatifnya; yang disebut juga dengan istilah
penguatan negatif.
 Manajemen kontingensi dalam terapi GPZ menandakan bahwa klien-klien diberikan
kesempatan untuk menghasilkan insentif berbiaya murah, atau penghargaan,
untuk perilaku yang diinginkan seperti mengikuti sesi-sesi kelompok, hadir tepat
waktu, mencoba perilaku baru, atau melakukan tes urin bebas narkoba. Insentif
ini dapat berupa hadiah yang diberikan saat itu atau voucher yang dapat ditukar
dengan makanan, tiket nonton bioskop, atau barang-barang pribadi lainnya.
 Dari sudut pandang perilaku, penggunaan narkoba dianggap dapat bertahan
karena pengaruh penguatan positif dari zat (narkoba) itu sendiri, atau dari
penguatan positif untuk menyembuhkan rasa sakit dari efek putus zat. Oleh
karena itu, “penarikan” (putus zat) dari ketergantungan narkoba dan penghargaan
langsung, menjadi sangat kuat untuk klien GPZ.
 Proses menuju abstinensia memiliki manfaat tersendiri pada akhirnya, sebagai
contoh:
• Gaya hidup lebih sehat;
• Pekerjaan dan kemandirian;
• Kesempatan pendidikan; dan
• Menjaga hubungan yang positif.
 Namun, kata “akhirnya” adalah kunci; biasanya diperlukan waktu yang lama
sebelum penghargaan internal ini yang dialami oleh klien yang mencoba untuk
membuat perubahan perilaku yang signifikan. Jadi, karena abstinensia itu sendiri
mungkin tidak cukup untuk mempertahankan penguatan motivasi untuk berhenti
menggunakan alkohol atau obat-obatan, CM menggunakan hadiah yang lebih
cepat untuk memperkuat kedua tahap awal abstinensia dan perubahan gaya
hidup.
 Lebih dari itu, CM memotivasi perubahan perilaku dari klien dan menguatkan
abstinensia dengan penghargaan perilaku sistematis yang diinginkan:
• Penghargaan yang diberikan biasanya positif, menyenangkan, dan merupakan
peristiwa bermanfaat atau objek; tetapi
• Beberapa penguatan negatif juga dianggap efektif, seperti menghapus denda
atau pembatasan tertentu setelah klien menyelesaikan suatu hal.

391
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 391 10/1/12 11:12 AM


 Ada berbagai bentuk manajemen kontingensi, yang masing-masing dengan teknik
unik. Namun, setiap bentuk didasarkan pada prinsip-prinsip:
• Mengidentifikasi perilaku yang dapat diamati dan diukur dengan jelas. Misalnya,
jika menargetkan abstinensia sebagai perilaku, mekanisme tes urin dengan alat
tes sederhana (onsite), dapat mengukur penggunaan narkoba dan alkohol;
• Memilih perubahan perilaku yang diinginkan, yang dapat berkontribusi ke arah
tujuan terapi;
• Menghargai perubahan kecil;
• Memilih imbalan/penghargaan yang akan menjadi penting untuk klien dengan
bertanya imbalan/penghargaan apa yang paling diinginkan;
• Menghargai perilaku yang ditargetkan sesegera mungkin;
• Memberikan penguatan secara berkala;
• Memberikan semua hadiah seperti yang dijanjikan, sehingga terapi tetap dapat
dipercaya, dan;
• Menggunakan penghargaan bertahap dan meningkat, untuk memberikan
insentif yang lebih besar, untuk mempertahankan perilaku yang diinginkan.
 Beberapa jenis program insentif yang berbeda telah diteliti, yaitu:
• Akses kontingensi ke hak istimewa, misalnya, melalui sistem tingkat dengan
meningkatkan hak istimewa;
• Pembagian hadiah;
• Pengembalian uang atau rabat;
• Voucher atau beberapa sistem token (koin) ekonomi lainnya.
 Tantangan dari program manajemen kontingensi adalah untuk mengidentifikasi
hadiah untuk perilaku yang diinginkan, seperti:
• Mudah dipraktekkan;
• Tersedia tanpa biaya terlalu banyak pengeluaran atau tenaga staf; dan
• Cukup kuat dari waktu ke waktu untuk mengganti atau menggantikan hal yang
sangat kuat, menyenangkan, atau mengurangi efek nyeri daru penyalahgunaan
zat.
 Salah satu jenis CM disebut dengan nama penguatan masyarakat atau CR
(community reinforcement), menggunakan penguatan sosial, rekreasi, keluarga,
dan vokasional, dibandingkan dengan pemberian hadiah berbentuk materi atau
hak istimewa di dalam program. CR didasarkan pada pendapat bahwa sumber
daya lingkungan dapat sangat efektif dalam mengubah perilaku penggunaan
narkoba. Sebuah komponen manajemen kasus yang kuat, penting digunakan
dalam pendekatan CR.

392
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 392 10/1/12 11:12 AM


 Salah satu bentuk pendekatan CR dengan penggunaan voucher, telah tercatat
sebagai salah satu praktek terapi berbasis bukti. Model ini pada awalnya dilakukan
dengan metode rawat jalan intensif selama 24 minggu untuk terapi ketergantungan
kokain dan alkohol. Ada dua tujuan utama dari model ini, yaitu:
• Untuk membantu klien mempertahankan abstinensia jangka panjang,
untuk mempelajari keterampilan baru dalam mendukung dan memperkuat
abstinensia tersebut; dan
• Untuk mengurangi penyalahgunaan alkohol kepada klien yang juga terkait
dengan penggunaan kokain.
 Di dalam program ini, klien menghadiri satu atau dua sesi konseling individual
pada setiap minggu, yang berfokus pada:
• Memperbaiki hubungan keluarga;
• Mempelajari bermacam keterampilan yang diperlukan untuk mengurangi
penggunaan alkohol dan narkoba;
• Pemberian konseling vokasional; dan
• Mengembangkan aktivitas rekreasioanal baru dan jejaring sosial.
 Penggunaan voucher juga dilakukan dan dipersiapkan untuk hasil negatif dari tes
zat kokain. Nilai dari voucher tersebut meningkat seiring dengan banyaknya hasil
negatif tes zat yang dilakukan. Voucher tersebut dapat ditukar dengan beberapa
barang kelontong (sembako, dll), yang sejalan dengan semangat gaya hidup
bebas zat kokain.
 Pendekatan spesifik ini dikembangkan dengan tujuan untuk:
 Memfasilitasi keterlibatan klien di dalam terapi; dan
 Memfasilitasi peningkatan periode abstinensia kokain.
 Pendekatan CR dengan menggunakan voucher ini telah diuji coba dan terbukti
efektif dalam meningkatkan retensi terapi dan mempromosikan abstinensia dari
berbagai macam zat. Penelitian telah dilakukan dengan berbagai macam populasi
orang dewasa dan remaja, yang berasal dari bermacam latar belakang etnis dan
tatanan program, seperti rawat jalan, rawat inap, program rumatan metadon, dan
program khusus untuk remaja.
 Secara umum, manajemen kontingensi telah didokumentasikan sebagai intervensi
efektif untuk beberapa aspek zat, seperti:
• Alkohol;
• Stimulan;
• Opioid;
• Mariyuana (ganja); dan
• Nikotin.

393
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 393 10/1/12 11:12 AM


Farmakoterapi untuk Terapi Ketergantungan Opioid
 Farmakoterapi secara singkat dapat didefinisikan sebagai penggunaan zat psikoaktif
yang diresepkan secara legal, untuk menterapi kondisi psikiatrik dan perilaku. Metode
ini juga dikenal dengan istilah MAT (medication-assisted treatment).
 Farmakoterapi digunakan dalam berbagai cara:
• Untuk membantu mengatasi putus zat akut atau pengurangan zat psikoaktif
secara bertahap;
• Untuk mengganti zat opioid, baik yang masa kerjanya singkat maupun panjang.
• Untuk mengurangi hasrat penggunaan opioid dengan mengurangi (merekayasa)
sifat penguatnya; dan
• Untuk membantu mengurangi rasa nagih/sugesti (craving) pada masa pemulihan
awal; atau untuk menangkal (mengontrol) gejala jangka panjang dari putus zat,
atau yang terjadi di kemudian hari.
 Medikasi tersedia untuk terapi ketergantungan opioid, alkohol dan nikotin.
 Medikasi untuk opioid harus diberikan dengan resep dokter atau petugas kesehatan
resmi (bersertifikat). Salah satu medikasi opioid yang dikenal luas adalah PTRM
(program terapi rumatan metadon).
 Farmakoterapi biasanya digunakan bersama konseling dan layanan terapi lainnya,
bukan untuk menggantikan peran dari layanan program tersebut. Panduan
internasional dari WHO menyebutkan layanan farmakoterapi yang efektif harus
disertai dengan kombinasi farmakoterapi itu sendiri, dengan konseling (terutama
CBT dan CM) dan manajemen kasus.
 MAT untuk penyalahgunaan opioid kadangkala menjadi pilihan tepat dalam
mengatasi ketergantungan opiod. MAT menggunakan salah satu dari tiga
medikasi—naltrexon, buprenorphine, atau metadon—untuk menterapi adiksi atau
ketergantungan heroin dan opioid lainnya.
 Naltrexon memblok semua efek opioid, mencegah seseorang untuk merasa “high”.
Untuk mencegah timbulnya gejala putus zat yang tiba-tiba dan berat, seseorang
harus didetoksifikasi dulu secara medis dan bebas opioid beberapa hari sebelum
mulai menggunakani naltrexon.
 Kepatuhan klien dalam menggunakan naltrexon sering masih menjadi masalah,
karena itu jarang dipakai. Naltrexon suntik (diinjeksi) bentuk baru yang hanya
boleh digunakan (disuntikkan) selama sebulan sekali, kini telah diizinkan digunakan
di Amerika untuk meningkatkan kepatuhan terapi, yang dapat meningkatkan
penggunaan naltrexone di klinik resmi secara legal pula.
 Buprenorphine (Subutex) mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala putus zat
ketergantungan opioid, tetapi dalam dosis yang tepat, tidak menimbulkan euforia
dan sedasi akibat heroin atau opioid lain. Namun dalam dosis tinggi, buprenorphine
dapat menimbulkan euforia, sehingga sering dikombinasikan dengan naltrexone,
yang dapat berefek memblok efek ini, di dalam bentuk formulasi (kombinasi
campuran) yang dikenal dengan istilah Suboxone, untuk menghindari masalah
potensial ini.
 Metadon adalah medikasi yang banyak diketahui dan digunakan untuk terapi opioid.
Metadon dapat digunakan dalam jangka pendek untuk mengobati gejala putus
zatnya, atau dalam jangka panjang untuk terapi rumatan atau subtitusi. Metadon
masuk dalam daftar obat-obatan utama dari WHO.
394
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 394 10/1/12 11:12 AM


 Terapi rumatan biasanya dijalankan dalam lokasi khusus (misalnya, klinik rumatan
metadon, rumah sakit khusus, dll). Di beberapa negara, klien yang sudah stabil
dalam penggunaan metadon dan aktif mengikuti layanan konseling, diizinkan
untuk mendapat dosis bawa pulang untuk beberapa hari atau untuk seminggu
dalam suatu waktu.
 Dalam dosis yang tepat, metadon dapat:
• Mencegah putus zat opioid;
• Memblok efek euforia penggunaan ilegal opioid; dan
• Mengurangkan rasa nagih (craving) dari opioid.
 Klien dengan penggunaan metadon yang sudah stabil dan dengan dosis yang
tepat secara berkelanjutan, dapat berfungsi normal. Dengan menggunakan
metadon, berhenti menggunakan atau mengurangi penggunaan opioid injeksi,
maka klien akan mampu untuk:
• Bekerja;
• Mengurus keluarga;
• Menghindari tindakan kriminal dan kekerasan di masyarakat; dan
• Mengurangi resiko terpapar HIV.

395
Panduan Peserta: Modul 7 - Praktik-Praktik Berbasis Bukti Untuk Intervensi Terapi

C2_Indonesia.indd 395 10/1/12 11:12 AM


C2_Indonesia.indd 396 10/1/12 11:12 AM
MODUL 8
MENGINTEGRASIKAN PEMBELAJARAN KE DALAM PRAKTEK

Daftar Isi dan Jadwal. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 399


Tujuan Pelatihan dan Objektif Pembelajaran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 399
Halaman penjelasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 400

C2_Indonesia.indd 397 10/1/12 11:12 AM


C2_Indonesia.indd 398 10/1/12 11:12 AM
Daftar Isi dan Jadwal
Aktivitas Waktu
Modul 8 dan pengenalan tinjauan pelatihan 5 menit
Rehat 15 menit
Latihan kelompok kecil : Mengembangkan rencana integrasi praktek 60 menit
Kompetisi Asesmen Pembelajaran 20 menit
Hari 5 dan evaluasi pelatihan secara menyeluruh 15 menit
Sosialisasi dan upacara penutupan program pelatihan 30+ menit

Modul 8 Tujuan dan Objektif


Tujuan Pelatihan
 Untuk mendorong peserta berpikir tentang sumber daya, hambatan, dan strategi
untuk melakukan perubahan; dan
 Untuk memberikan kesempatan dalam mengembangkan rencana integrasi praktek
pribadi.

Objektif pembelajaran
Peserta yang menyelasaikan modul 7 akan mampu untuk mengembangkan rencana
integrasi praktek pribadi.

399
Panduan Peserta: Modul 8 - Mengintegrasikan Pembelajaran Ke Dalam Praktek

C2_Indonesia.indd 399 10/1/12 11:12 AM


Halaman Sumber 8.1: Rencana Integrasi Praktek

1. Hal terpenting yang saya pelajari dari pelatihan ini, dan tidak ingin dilupakan,
adalah:
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
2. Perubahan yang akan saya buat pada pekerjaan saya berdasarkan pada apa yang
telah saya pelajari adalah:
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
3.Sesuatu hal yang dapat mengganggu rencana saya tersebut adalah (mis.antisipasi
hambatan):
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
4. Cara yang dapat saya lakukan untuk mengatasi hambatan tersebut, termasuk:
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
5. Orang-orang berikut ini (termasuk supervisor, mentor potensial, dan lain-lain) dan
sumber-sumber (seperti pelatihan, membaca) dapat membantu saya dalam cara-
cara berikut ini:

Orang atau Sumber Cara-Cara yang Dapat Membantu Saya

400
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 400 10/1/12 11:12 AM


LAMPIRAN A—DAFTAR ISTILAH
Breathalyzer™ Sebuah perangkat yang digunakan untuk memperkirakan
konten alkohol dalam darah (BAC) dari sampel napas.
Breathalyzer adalah nama merek tetapi sering digunakan
untuk menunjukkan perangkat yang mengukur konten
alkohol dalam darah menggunakan napas.
manajemen kasus Satu rangkaian fungsi-fungsi administratif, klinis, dan
evaluatif yang membantu klien menemukan dan
menggunakan sumber daya yang mereka butuhkan untuk
pemulihan dari penggunaan narkoba atau masalah lainnya;
koordinasi profesional pelayanan sosial untuk membantu
orang dengan kompleks kebutuhan, sering untuk perawatan
jangka panjang dan perlindungan. Sumber daya-sumber
daya individu mungkin dicari secara alami di eksternal (mis.
perumahan, pendidikan) atau internal (mis.mengidentifikasi
dan mengembangkan keterampilan).
rawatan Rentang dan jenis rawatan dan layanan lainnya yang
berkelanjutan seseorang dapat terima dari waktu ke waktu.
mekanisme Sebagian besar tidak sadar, strategi psikologis yang
pertahanan diri digunakan untuk mengatasi pengalaman hidup dan untuk
mempertahankan citra diri. Penolakan adalah contoh dari
mekanisme pertahanan.
determinisme filosofis ini percaya bahwa setiap tindakan manusia memiliki
hal spesifik atau penyebab sebelumnya yang dapat
diprediksi, sehingga tidak ada kehendak bebas.
detoksifikasi Proses menghentikan penggunaan zat, membersihkan
kandungan-kandungan zat dari tubuh, dan mengelola
gejala putus zat yang terjadi.
praktek berbasis Praktek-praktek dengan basis bukti yang paling kuat, paling
bukti diterima dan yang paling mungkin memiliki dampak yang
signifikan pada peningkatan rawatan.1
motivasi Alasan atau keinginan untuk bertindak, yang memberikan
tujuan dan arah pada perilaku.
penjangkauan Upaya terorganisir untuk mengidentifikasi dan menapis
individu yang mungkin memiliki masalah dengan
penggunaan zat (narkoba), sambil menunggu mereka
(klien) dirujuk ke program terapi atau memutuskan untuk
mendaftarkan diri ke dalam program terapi itu sendiri.

1. U.S. National Quality Forum. (2007). National voluntary consensus standards for the treatment of substance use conditions: Evidence-based
treatment practices (abridged version) (p. v). Washington, DC: Author.

401
Panduan Peserta: Lampiran A—Daftar Istilah

C2_Indonesia.indd 401 10/1/12 11:12 AM


psikoedukasi Pendidikan yang diberikan kepada klien yang memiliki
gangguan mental atau gangguan penggunaan narkoba.
Psikoedukasi juga disediakan untuk anggota keluarga klien.
Tujuan utama dari psikoedukasi adalah untuk membantu
klien dan keluarganya lebih memahami, dan belajar untuk
mengatasi gangguan tersebut dengan efektif.

teori psikologi Satu set prinsip yang diterapkan untuk pemeriksaan


dan penjelasan dari fenomena psikologis atau perilaku
peristiwa. Sebuah teori psikologi menawarkan cara untuk
melihat orang dan masalah-masalah yang dihadapinya,
sesuai dengan ide-ide tentang bagaimana jenis intervensi
yang diperlukan untuk perubahan terjadi. Teori psikologis
membentuk dasar dari teori-teori konseling dan
pendekatan-pendekatannya.
tahapan perubahan Sebuah model yang didasarkan pada studi tentang
bagaimana orang berubah. Studi ini menemukan
bahwa orang melalui tahap-tahap yang mudah ditebak:
pra-perenungan, perenungan, persiapan, tindakan,
pemeliharaan, dan kambuh.
teori Sebuah kerangka kerja berbasis fakta untuk menjelaskan
suatu fenomena (yang peristiwa atau serangkaian
kejadian); sebuah konsep tertentu atau melihat dari sebuah
fenomena; sebuah sistem berbasis bukti dari aturan-aturan
atau prinsip-prinsip.
intervensi terapi Komponen-komponen dari terapi (mis. penilaian, konseling,
pendidikan, manajemen kasus).
durasi dan intensitas Seberapa sering dan untuk berapa lama seseorang
terapi menerima layanan terapi.
modalitas terapi Bagaimana terapi disediakan (misalnya, antar individu
dengan profesional adiksi, dalam kelompok teman sebaya,
dengan anggota keluarga yang lain).
Perencanaan terapi Uraian individual untuk terapi dan layanan yang berbasis
pada kebutuhan spesifik klien, yang diidentifikasi dalam
proses asesmen sebelumnya; sebuah kegiatan bersama
yang melibatkan konselor, klien, penyedia terapi lain, dan
anggota keluarga klien lainnya (pada saat itu).
tatanan terapi Tatanan dimana terapi itu disediakan (mis. drop-in center,
rumah sakit, program rawat jalan).
gejala putus zat Kumpulan tanda dan gejala yang dapat diprediksi terjadi
ketika seseorang secara tiba-tiba berhenti menggunakan
zat psikoaktif, atau secara cepat menurunkan jumlah
penggunaannya.

402
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 402 10/1/12 11:12 AM


LAMPIRAN B—SUMBER REFERENSI
Global Drug Use Statistics
United Nations Office on Drugs and Crime. (2011). World drug report 2011. New York:
United Nations. Retrieved June 29, 2011, from http://www.unodc.org/documents/
data-and-analysis/WDR2011/ World_Drug_Report_2011 _ebook.pdf
World Health Organization. (2010). Management of substance abuse: The global
burden. Geneva: Author. Retrieved December 10, 2010, from http://www.who. int/
substance_abuse/facts/global_burden/en/index.html
World Health Organization. (2011). Management of substance abuse: Facts and
figures. Geneva: Author. Retrieved December 10, 2010, from http://www.who.int/
substance_abuse/facts/en/

Treatment for Substance Use Disorders—General


Principles and Components
Center for Substance Abuse Treatment. (1999). Brief interventions and brief therapies
for substance abuse, Treatment Improvement Protocol Series 34, HHS Publication
No. (SMA) 99-3353. Rockville, MD: U.S. Substance Abuse and Mental Health Services
Administration.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK14512

Center for Substance Abuse Treatment. (2006). Detoxification and substance abuse
treatment, Treatment Improvement Protocol Series 45, HHS Publication No. (SMA) 06-
4131. Rockville, MD: U.S. Substance Abuse and Mental Health Services Administration.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK14497

Center for Substance Abuse Treatment. (2006). Substance abuse: Clinical issues in
intensive outpatient treatment, Treatment Improvement Protocol Series 47, HHS
Publication No. (SMA) 06-4182. Rockville, MD: U.S. Substance Abuse and Mental
Health Services Administration.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK14448

Center for Substance Abuse Treatment. (2005). Substance abuse treatment: Group
therapy, Treatment Improvement Protocol Series 41, HHS Publication No. (SMA) 05-
3991. Rockville, MD: U.S. Substance Abuse and Mental Health Services Administration.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK14531

Prochaska, J. O., & Velicer, W. F. (1997). The transtheoretical model of health behavior
change. American Journal of Health Promotion, 12(1), 38–48.
http://www.uri.edu/research/cprc/Publications/PDFs/ByTitle/The%20
Transtheoretical%20model%20of%20Health%20behavior%20change.pdf

403
Panduan Peserta: Lampiran B—Sumber Referensi

C2_Indonesia.indd 403 10/1/12 11:12 AM


U.S. National Institute on Drug Abuse. (1999). Principles of drug addiction treatment:
A research-based guide (2nd ed.), NIH Publication No. 99-4180. Bethesda, MD: U.S.
National Institutes of Health.
http://www.cdhs.state.co.us/adad/PDFs/PODAT.pdf
U.S. Substance Abuse and Mental Health Services Administration. (2010). Family
psychoeducation evidence-based practice kit, HHS Publication No. (SMA) 09-4423.
Rockville, MD: U.S. Department of Health and Human Services. http://store.samhsa.
gov/product/SMA09-4423
World Health Organization and United Nations Office on Drugs and Crime. (2008).
Principles of drug dependence treatment. New York: Authors.
http://www.who.int/substance_abuse/publications/principles_drug_dependence_
treatment.pdf

Self- and Mutual-Help Programs


Al-Anon/Alateen/Alatot
http://www.al-anon.alateen.org

Alcoholics Anonymous
http://www.aa.org

Celebrate Recovery
http://www.celebraterecovery.com

Cocaine Anonymous
http://www.ca.org

Marijuana Anonymous
http://www.millatiislami.org

Millati Islami
http://www.ca.org

Nar-Anon
http://www.nar-anon.org/Nar-Anon/Nar-Anon_Home.html

Narcotics Anonymous
http://www.na.org

Native American Wellbriety Movement


http://www.whitebison.org/wellbriety-movement/wellbriety-movement/htm

Rational Recovery®
https://rational.org/index.php?id=1

SMART (Self-Management and Recovery Training) Recovery®


http://www.smartrecovery.org

Women for Sobriety


http://www.womenforsobriety.org

404
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 404 10/1/12 11:12 AM


Evidence-Based Practices
Topik-Topik Umum
Alcohol and Drug Abuse Institute. (2006). Evidence-based practices for substance use
disorders. Seattle, WA: University of the Washington.
http://adai.washington.edu/ebp

U.S. National Quality Forum. (2007). National voluntary consensus standards for
the treatment of substance use conditions: Evidence-based treatment practices.
Washington, DC: Author.
http://www.rwjf.org/files/research/nqrconsensusreport2007.pdf

U.S. National Registry of Evidence-based Programs and Practices


http://www.nrepp.samhsa.gov/Search.aspx

Topik-Topik Khusus
Terapi-kognisi perilaku
Association for Behavioral and Cognitive Therapies. (n.d.). Learn about CBT. New
York: Author.
http://www.abct.org/Professionals/?m=mPro&fa=learnCBT_menu

Carroll, K. M. (1998). A cognitive-behavioral approach: Treating cocaine addiction,


Therapy Manuals for Drug Abuse 2, NIH Publication No. 98-4308. Rockville, MD: U.S.
National Institute on Drug Abuse.
http://archives.drugabuse.gov/txmanuals/CBT/CBT1.html

Kadden, R. M. (2002). Cognitive-behavior therapy for substance dependence: Coping


skills training. Peoria, IL: Behavioral Health Recovery Management Project.
http://www.bhrm.org/guidelines/CBT-Kadden.pdf

Pendekatan Motivasional
Center for Substance Abuse Treatment. (1999). Enhancing motivation for change
in substance abuse treatment, Treatment Improvement Protocol Series 35, HHS
Publication No. (SMA) 99-3354. Rockville, MD: U.S. Substance Abuse and Mental
Health Services Administration.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK14856/

Center for Substance Abuse Treatment. (2006). Enhancing motivation for change
inservice training, HHS Publication No. (SMA) 06-4190. Rockville, MD: U.S. Substance
Abuse and Mental Health Services Administration.
http://www.kap.samhsa.gov/products/manuals/tipcurriculum/pdf/p_complete_
manual.pdf

Center on Alcoholism, Substance Abuse, and Addictions. (2009). Motivational


interviewing. Albuquerque, NM: University of New Mexico.
http://casaa.unm.edu/mi.html

405
Panduan Peserta: Lampiran B—Sumber Referensi

C2_Indonesia.indd 405 10/1/12 11:12 AM


Miller, W. R. (n.d.). Motivational enhancement therapy with drug abusers. AddictionInfo.
org.
http://www.addictioninfo.org/articles/736/1/Motivational-Enhancement-Therapy-with-
Drug-Abusers/Page1.html

Motivational Interviewing: Resources for Clinicians, Researchers, and Trainers


http://www.motivationalinterview.org

Pendekatan-Pendekatan Keluarga
Center for Substance Abuse Treatment. (2004). Substance abuse treatment and family
therapy, Treatment Improvement Protocol Series 39, HHS Publication No. (SMA) 04-
3957.

Rockville, MD: U.S. Substance Abuse and Mental Health Services Administration.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK14505

Institute for Research, Education, and Training in Addictions. (n.d.). Introduction to


behavioral couples therapy (BCT). Pittsburgh, PA: Author.
http://www.ireta.org/online/ireta_chapters/BCT_chapter1.html

Liddle, H. A. (2002). Multidimensional family therapy treatment (MDFT) for adolescent


cannabis users, Cannabis Youth Treatment Series 5, HHS Publication No. (SMA) 02-3660.

Rockville, MD: U.S. Substance Abuse and Mental Health Services Administration.
http://www.kap.samhsa.gov/products/manuals/cyt
Multisystemic Therapy Services. (2010). What is multisystemic therapy? Mount Pleasant,
SC: Author.
http://www.mstservices.com/index.php/what-is-mst/what-is-mst

U.S. National Institute on Drug Abuse. (n.d.). Behavioral therapies development


program—Effective drug abuse treatment approaches: Multidimensional family therapy
(MDFT). Bethesda, MD: U.S. National Institutes of Health.
http://archives.drugabuse.gov/btdp/Effective/Liddle.html

U.S. National Institute on Drug Abuse. (n.d.). Behavioral therapies development


program—Effective drug abuse treatment approaches: Multisystemic therapy (MST).
Bethesda, MD: U.S. National Institutes of Health.
http://archives.drugabuse.gov/btdp/Effective/Henggeler.html

Therapeutic community
Center for Substance Abuse Treatment. (2006). Therapeutic community curriculum:
Trainer’s manual, HHS Publication No. (SMA) 06-4121. Rockville, MD: U.S. Substance
Abuse and Mental Health Services Administration.
http://www.kap.samhsa.gov/products/manuals/tcc/index.htm

U.S. National Institute on Drug Abuse. (2002). What is a therapeutic community? Research
report series, NIH Publication No. 02-4877. Bethesda, MD: U.S. National Institutes of
Health.
http://www.nida.nih.gov/PDF/RRTherapeutic.pdf

World Federation of Therapeutic Communities


http://www.wftc.org/mission.html
406
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 406 10/1/12 11:12 AM


Farmakoterapi
Center for Substance Abuse Treatment. (2005). Medication-assisted treatment for
opioid addiction in opioid treatment programs, Treatment Improvement Protocol
Series 43, HHS Publication No. (SMA) 05-4048. Rockville, MD: U.S. Substance Abuse
and Mental Health Services Administration.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK14677

World Health Organization. (2009). Guidelines for the psychosocially assisted


pharmacological treatment of opioid dependence. Geneva, Switzerland: Author.
http://www.who.int/substance_abuse/publications/Opioid_dependence_guidelines.
pdf

407
Panduan Peserta: Lampiran B—Sumber Referensi

C2_Indonesia.indd 407 10/1/12 11:12 AM


C2_Indonesia.indd 408 10/1/12 11:12 AM
LAMPIRAN C—UCAPAN TERIMA
KASIH KHUSUS
Ucapan terima kasih secara khusus kami haturkan kepada pihak-pihak yang telah
berpartisipasi dalam proyek awal dari kurikulum ini dan menciptakan studi kasus klien
untuk serial kurikulum. Masukan dari mereka semua sangat berharga.

Clemente (Junjun) A. Abella, Jr. Susmita Banerjee


Counseling Psychologist Trainer
Serenity at the Quarry The Colombo Plan ACCE
Philippines Sri Lanka

Muhammad Ayub Ma. Elena (Malyn) Cristobal


Director Family Therapist, Private Practice
Dost Welfare Foundation Living Free Foundation
Pakistan Philippines

Dato’ Zainuddin A. Bahari Aditi Ghanerar


Consulting Trainer Counselor and Training Coordinator
Malaysia TTK Hospital
India

Tapasi Bandyopahyay Mohammed Sharif Abdul Hamid


Consulting Trainer Clinical Supervisor
India Kasih Mulia Foundation
Indonesia

Tay Bian How Ibrahim Salim


Director Trainer
The Colombo Plan ACCE The Colombo Plan ACCE
Sri Lanka Sri Lanka

Prof. Sun Min Kim Dr. Shanthi Ranganathan


Research Professor Hon. Secretary
Seoul National University TTK Hospital
South Korea India

Winona A. Pandan
Guidance Counselor
LaSalle College – Victorias
Philippines

Dr. V. Thirumagal
Consultant
TTK Hospital
India

409
Panduan Peserta: Lampiran C—Ucapan Terima Kasih Khusus

C2_Indonesia.indd 409 10/1/12 11:12 AM


Ucapan terima kasih secara khusus juga kami haturkan kepada pihak BNN (Badan
Narkotika Nasional), DSKAI (Dewan Sertfikasi Konselor Indonesia), IKAI (Ikatan Konselor
Adiksi Indonesia), para praktisi di bidang adiksi dan pihak-pihak lainnya di Indonesia,
yang secara khusus telah membantu dan berperan serta dalam pengembangan
kurikulum ini ke dalam versi bahasa Indonesia. Bantuan dan dukungan yang diberikan
mereka sangat berharga dalam pengembangan kurikulum ini.

Komjen. Pol. Gories Mere Drs. Isrizal, M.Si


Kepala Pelaksana Harian Psikolog
Badan Narkotika Nasional Indonesia
Indonesia

Dr. Kusman Suriakusumah, Sp.Kj Kombes Pol. Anton Kadarmanta


Deputi Rehabilitasi Diklat Badan Narkotika Nasional
Badan Narkotika Nasional Indonesia
Indonesia

Dr.Budyo Prasetyo, Sp.RM Frieda Arruan Tonglo, S.Psi, M.Ed


Direktur Penguatan Lembaga Bidang Rehabilitasi
Rehabilitasi Komponen Masyarakat Badan Narkotika Nasional
Badan Narkotika Nasional Indonesia
Indonesia

Dr. Benny Ardjil, Sp.Kj Narendra Narotama, ST


Ketua Ikatan Konselor Adiksi Indonesia
Dewan Sertifikasi Konselor Adiksi Indonesia Indonesia
Indonesia

Faisal Abdhal Achmad


Sekretaris Ikatan Konselor Adiksi Indonesia
Dewan Sertifikasi Konselor Adiksi Indonesia Indonesia
Indonesia
Indonesia

Dr. Ratna Mardiati, Sp.Kj Erry Wijoyo, S.Ikom


Psikiater Ikatan Konselor Adiksi Indonesia
Indonesia Indonesia

Dr. Evalina Sp.Kj


Psikiater
Indonesia

410
Terapi Gangguan Penggunaan Zat-Rawatan Berkelanjutan untuk Profesional Adiksi

C2_Indonesia.indd 410 10/1/12 11:12 AM

Anda mungkin juga menyukai