Anda di halaman 1dari 8

E.ISSN.

2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.3 No.2 Edisi Januari 2018
PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DI SMA NEGERI 1
KOTANOPAN

Oleh:
Nenni Faridah Lubis
Fakultas Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pendidikan Tapanuli Selatan
Email: neniloebish@yahoo.co.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedan yang signifikan hasil belajar kimia
siswa menggunakan model kooperatif tipe TGT dengan kooperatif tipe STAD pada materi Persamaan Reaksi di
SMA Negeri 1 Kotanopan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri I Kotanopan
tahun pelajaran 2009/2010. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, dengan jumlah sampel
dua kelas, yaitu kelas eksperimen I (TGT) sebanyak 30 siswa dan kelas eksperimen II (STAD) sebanyak 33
siswa. Instrumen dalam penelitian ini adalah tes pilihan berganda yang sebelumnya telah diuji cobakan. Hasil uji
coba 40 soal diperoleh 20 soal yang valid dan reliabilitas tes sebesar 0,765. Dan dari hasil analisa data diperoleh
bahwa data berdistribusi normal dan kedua sampel berasal dari populasi yang homogen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa skor aktifitas siswa pada kelas TGT dan STAD masing-masing adalah 69,44% 63,88%.
Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa pada kelas TGT dan STAD sebesar 70,67 63,49, dengan peningkatan
hasil belajar pada kelas TGT sebesar 60,8% dan pada kelas STAD sebesar 50,3%. Untuk menguji hipotesis
digunakan uji t dua pihak dengan kriteria terima H0 jika –t ½ α < thitung < t ½ α . dan berdasarkan rata-rata gain
pada kelas TGT 0,608 dan STAD 0,503 diperoleh thitung = 3,158 dan ttabel = 1,999 dengan taraf signifikan 0,05.
Karena thitung berada di luar daerah penerimaan H0 maka Ha diterima, artinya ada perbedaan yang signifikan hasil
belajar siswa menggunakan model kooperatif tipe TGT dengan kooperatif tipe STAD pada materi Persamaan
Reaksi.

Kata kunci: Hasil belajar, model pembelajaran, kooperatif, TGT, STAD

1. PENDAHULUAN konsep kimia sehingga menyebabkan rendahnya


Pendidikan Indonesia menggunakan hasil belajar kimia siswa.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan
yang merupakan penegasan dari kurikulum guru kimia SMA Negeri 1 kotanopan tentang nilai
sebelumnya yaitu KBK, dimana kurikulum baru ini ujian akhir mengatakan bahwa rata-rata UAS
tetap memberikan tekanan pada pengembangan bidang studi kimia siswa SMA pada tahun ajaran
kompetensi siswa. Untuk itu guru harus 2004/2005 dan 2006/2007 adalah 5,38 dan 6,94,
meninggalkan paradigma lama yatu teacher centre selanjutnya rata-rata UN 2008/2009 adalah 6,17.
dan beralih ke student centre. Tetapi hal ini masih Usaha guru untuk mencapai tujuan
banyak diterapkan dalam proses pembelajaran di pembelajaran antara lain dengan memilih model
kelas sehingga mengakibatkan peserta didik merasa pembelajaran yang tepat, sesuai materi yang
jenuh. diajarkan dan menunjang terciptanya kegiatan
Dalam proses pembelajaran komponen utama belajar mengajar yang kondusif. Salah satunya
adalah guru dan siswa. Agar proses pembelajaran adalah dengan model pembelajaran kooperatif yaitu
berhasil guru harus membimbing siswa. Oleh pembelajaran dengan jalan mengelompokkan siswa
karena itu diperlukan suatu model pembelajaran dengan tingkat kemampuan yang berbeda ke dalam
yang tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan kelompok-kelompok kecil. Seperti halnya yang
dan kegiatan siswa dalam interaksi proses belajar dikemukakan oleh Vygotsky yang mengatakan
mengajar, karena model pembelajaran merupakan bahwa implikasi utama dalam pembelajaran
sarana interaksi antara guru dan siswa dalam menghendaki pengaturan kelas berbentuk
kegiatan belajar mengajar, penggunaan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa berinteraksi
belajar yang kurang tepat dapat menimbulkan dan saliling memunculkan strategi.
kebosanan, kurang dipahami dan monoton, Salah satu aspek penting pembelajaran
sehingga siswa tidak termotivasi untuk belajar dan kooperatif adalah membantu mengembangkan
kecenderungan siswa tidak mau bertanya pada guru tingkah laku kooperatif dan hubungan lebih baik
meskipun sebenarnya belum mengerti materi yang diantara siswa, dan secara bersamaan membantu
diajarkan oleh guru. Kejenuhan siswa, khususnya siswa dalam pembelajaranakademis mereka
dalam belajar kimia yang bersifat abstrak, (ibrahim, 2000). Hal ini sejalan dengan pendapat
cenderung sulit diterima yang kurang menguasai Asma (2006) yang mengatakan bahwa: “

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 27


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.3 No.2 Edisi Januari 2018
pembelajaran kooperatif memiliki struktur tugas menguasai keterampilan yang diberikan oleh guru.
dan penghargaan yang berbeda dengan Dan juga merupakan salah model pembelajran
pembelajaran-pembeljaran lainnya. Struktur tugs kooperatif yang paling sederhana, dan salah satu
kooperatif menghendaki siswa bekerja sama dalm tipe model yang banyak digunakan dalam
kelompok-kelompok kecil untuk tujuan-tujuan pembelajaran kooperatif. Slavin (Asma,2006)
bersama. Sedangkan struktur penghargaan atas menjelaskan bahwa: “ pembelajaran kooperatif
upaya-upaya secara kelompok secara kolektif dan dengan model STADm, siswa ditempatkan dalam
upaya setiap individu”. kelompok belajar beranggotakan empat atau lima
Slavin (1995) membedakan pembelajaran orang siswa yang merupakan campuaran dari
kooperatif dalam lima tipe, yaitu Student kemampuan akademik yang berbeda, sehingga
Teams Achievement divisions (STAD), dalam setiap kelompok terdapat siswa yang
Teams games Tournament (TGT), Jigsaw, berprestasi tinggi, sedang, dan rendah atau variasi
team assisted Individualization (TAI), dan jenis kelamin, kelompok ras dan etnis, atau
Coopertaive Interagted Reading and kelompok sosial lainnya”. Guru kebih dahuku
Composition (CIRC). Dalam hal ini menyajikan materi baru dlam kelas, kemudian
peneliti memilih dua model pembelajaran anggota tim mempelajari dan berlatih untuk materi
yaitu model pembelajaran kooperatif tipe tersebut dalam kelompok mereka. Mereka
STAD dan pembelajaran kooperatif tipe melengkapi lembar kerja, bertanya satu sama lain,
TGT membahas masalah dan mengerjakan latihan.
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT Tugas-tugas mereka itu harus dikuasai oleh setiap
adalah suatu pembeljaran yang melibatkan kelompok. Pada akhirnya guru memberikan kuis
kelompok kecil selama KBM untuk bekerja sama yang harus dikerjakan siswa secara individu. Model
sebagai suatu tim untuk memecahkan masalah, pembeljran STAD terdiri dari lima komponen
menyelesaikan tugas atau untuk untik mencapai utama, yaitu: presentasi kelas, tim, kuis, skor
tujuan bersama. Model pembelajaran kooperatif kemajuan individual dan rekognisi tim .
tipe TGT dikembangkan dalam usaha untuk Pembelajaran kooperatif tipe STAD yang
meningkatkan aktifitas bersama sejumlah siswa diteliti oleh Purba (2006), mengatakan bahwa hasil
selama kegiatan belajar mengajar. Dalam belajar siswa yang menerima pengajaran dengan
pemeblejaran kooperatif tipe TGT menurut Slavin menggunakan model pembelajaran STAD lebih
terdapat lima komponen yaitu: penyajian kelas, baik dibandingkan hasil belajar siswa yang
kelompok (team), game (permainan), turnamen, menerima pengajaran konvensional pada pokok
dan penghargaan kelompok. bahasan Reaksi Redoks, yaitu yang dilihat dari
Pembelajaran dengan model kooperatif tipe hasil rata-rata hasil belajar siswa dengan
TGT sebelumnya sudah pernah diteliti oleh pengajaran STAD (7,486±1,72) dan tanpa STAD
Siahaan (2007), mengatakan bahwa hasil belajar (6,73±1,75). Sirait (2006), dari penelitiannya
yang diajar dengan strategi pembelajaran diperoleh bahwa nilai rata-rata untuk kelas yang
keterampilan proses yang dikombinasi dengan TGT diajar dengan kooperatif tipe STAD lebih tinggi
lebih baik dibanding hasil belajar konvensional dan daripada pembelajaran kelompok kecil menurut
besar efektifitas hasil belajar siswa yang diajar Gagne, masing-masing yaitu 7,11 dan 6,18,
dengan strategi pembelajaran keterampilan proses sehingga terdapat perbedaan yang signifikan antara
yang dikombinasi dengan TGT pada pokok hasil belajar yang diajar dengan menggunakan
bahasan Laju Reaksi adalah 67,87%. Rostantin pembelajaran koopertaif tipe STAD dan
(2008), dalam penelitiannya memperoleh bahwa pembeljaran kelompok kecil meurut Gagne pada
hasil belajar siswa pada pokok bahasan struktur pokok bahasan Menentukan ∆H reaksi. Siregar
atom yang diajarkan dengan kooperatif TGT (2007), mengungkapkan bahwa pembelajaran
meningkat sebesar 57,7 dibandingkan dengan hasil kooperatif tipe STAD memberikan peningktan
belajar tanpa TGT meningkat sebesar 55,65%. hasil belajar yang signifikan terhadap pokok
Utari (2008) mengatakan bahwa terdapat perbedaan bahasan Laju Reaksi adalah 55,86%, sedangkan
hasil belajar yang signifikan antara siswa yang rata-rata hasil belajar kimia siswa dengan STAD
diajarkan dengan metode TGT dengan Jigsaw pada untuk post-tes (71,0±7,44 dan kooperatif tipe
pokok bahasan Struktur Atom yaitu dilihat dari tradisional untuk post-tes (50,63±8,26).
rata-rata hasil belajar kimia siswa dengan TGT Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari
untuk pre-test (34,375 ± 12,255) dan post-test tentang susunan, perubahan, reaksi dan energi yang
(80,125 ± 11,460) dengan persen peningkatan hasil dibutuhkan dari suatu materi. Salah satu sub pokok
belajar sebesar 69,5%; sedangkan jigsaw untuk pre- bahasan yang dipelajari di kelas X adalah
test (35,187 ± 11,032) dan post-tes (72,969 ± Persamaan Reaksi, dimana pada sub pokok bahasan
12,183) dengan persen peningkatan hasil belajar ini dipelajari tentang cara penyetaran reaksi kimia
sebesar 57,6%. dan menuliskan persamaan reaksi kimia sehingga
Student Team Achievement Division (STAD) diperlukan suatu model pembelajaran dalam
adalah tipe pembelajaran koperatif untuk pengajarannya supaya siswa dapat lebih mudah
mendorong siswa saling membantu dan termotivasi memahaminya.

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 28


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.3 No.2 Edisi Januari 2018
Berdasarkan permasalahan di atas peneliti ingin - menyusun soal-soal untk instrumen
melakukan penelitian untuk mengetahui uji coba, instrumen penelitian,
hasil belajar siswa yang menggunakan pertandingan TGT, dan kuis STAD.
pembelajaran kooperatif tipe TGT dan - Tes soal divalidkan
STAD pada materi Persamaan Reaksi 2. Tahap pelaksanaan
Kimia di SMA Negeri I Kotanopan. Serta - Mentukan dua kelas yang akan
peneliti juga ingin mengetahui apakah ada menjadi sampel
perbedan yang signifikan hasil belajar - Meminta data UN siswa yang menjadi
kimia siswa menggunakan model sampel pada penelitian dari bagian
kooperatif tipe TGT dengan kooperatif tata usaha. Mengrutkn nilai UN
tipe STAD pada materi Persamaan Reaksi sampel dari nilai tertinggi ke rendah.
Data ini berguna dalam pembagian
2. METODE PENELITIAN kelompok diskkusi baik pada kelas
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri I TGT maupun STAD.
Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Waktu - Melakukan pre-tes pada kedua
penelitia dilaksanakan pada bulan November 2009. kelompok sebelum diberi perlakuan.
Populasi dalam penelitian adalah seluruh kelas X - Pelaksanaan kegiatan pembelajaran
SMA Negeri I Kotanopan Tahun Ajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe
2009/2010. Dalam penelitian sampel diambil TGT pada kelas eksperimen I dan tipe
secara purposif sampling dimana peneliti dengan STAD pada kelas eksperimen II.
sengaja menentukan anggota sampel berdasarkan - Melakukan pos-tes setelah diberikan
pengetahuannya tentang keadaan populasi. Selain perlakuan
itu pengambilan sampel dengan pertimbangan - Memberikan penghargaan kepada
bahwa karakteristik kelas yang menjadi sampel. kelompok yang memiliki nlai terbaik
Adapun yang menjadi variabel bebas dalam berdasarkan poin pertandingan (TGT)
penelitian adalah penggunaan model TGT dan dan skor perbaikan (STAD yang
STAD pada sub pokok bahasan Persamaan Reaksi. disumbangkan setiap anggota
Sedangkan variabel terikat dalam penelitian adalah kelompok kepada kelmpoknya.
hasil belajar siswa dengan model kooperatif tipe 3. Tahap pengolahan data
TGT dan STAD pada sub pokok bahasan - Setelah data pre-tes dan pos-tes
persamaan reaksi. diperoleh maka data tersebut diolah
Desain penelitian dapat dilihat pada tabel 1. untuk melihat apakagh terdapat
Tabel 1. Desain Penelitian perbedaan hasil belajar antara sampel
Kelas Per Perlaku Pos yang diberi pengajaran dengan model
e- an t- TGT dengan sampel yang diberi
Tes Tes pengajaran dengan model STAD.
Eksperim T1 X1 T2 - Apabila pengolahan data telah selesai
en I maka dapat ditarik kesimpulan.
Eksperim T1 X2 T2 Secara ringkas prosedur dalam penelitian dapat
en II dilihat pada gambar 1.

Keterangan:
T1 : pemberian pre-tes untuk kelas eksperimen I
dan eksperimen II
T2 : pemberian post-tes untuk kelas eksperimen I
dan eksperimen II
X1 : pengajaran dengan model kooperatif tipe TGT
X2 : pengajaran dengan model kooperatif tipe
STAD

Prosedur Penelitian
Prosedur dalam penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Tahap persiapan:
- tempat penelitian dan waktu
penelitian
- menyususn rencana pelaksanaan
pengajaran (RPP)
- menyiapkan materi pembelajaran Gambar 1. Prosedur Penelitian

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 29


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.3 No.2 Edisi Januari 2018
Keterangan:
Pre-tes : uji kemampuan awal siswa P= (Arikunto, 2006)
Pos-tes : uji kemampuan siswa setelah diberi
pengajaran pada kelas eksperimen I dan II
Dimana:
Data : nilai perolehan hasil belajar, postes-
P : indeks kesukaran
pretes dari kelompok tinggi maupun rendah
B : banyaknya siswa yang menjawab soal
Analisis data : uji normalitas, homogenitas,
hipotesis dan persentasi hasil belajar. dengan benar
JS : jumlah seluruh peserta tes
Teknik Pengumpulan Data
Klassifikasi indeks kesukaran:
Untuk mendapatkan skor siswa dilakukan pre-
Soal dengan p 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
test dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan
awal siswa dan untuk mencari sampel yang Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
dianggap homogen, selain pre-test ada pos-tes Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah
untuk melihat hasil belajar siswa setelah diberi
pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu
soal untik membedakan antara siswa yang pandai
TGT dan STAD. Soal pre-tes dan post-tes
dengan siswa yang kurang pandai. Rumus yang
berbentuk tes objektif dengan lima pilihan (a, b, c,
d dan e). Sebelum tes digunakan, tes harus digunakan :
diujicobakan untuk mengukur validitas, reliabilitas,
daya beda dan tingkat kesukaran butir soal. D= − (Arikunto, 2006)
Untuk menguji validitas tes penulis
menggunakan rumus korelasi product momen Dimana:
(Arikunto, 2006) sebagai berikut: BA: banyaknya peserta kelompok atas yang
menjawab soal dengan benar
∑ − (∑ )(∑ ) BB: banyaknya peserta kelompok bawah yang
=
{ ∑ − (∑ ) }{ ∑ − (∑ ) } menjawab soal dengan benar
JA: jumlah peserta kelompok atas
Dimana: JB: jumlah peserta kelompok atas
Rxy: Koefisien validitas tes
∑X: jumlah jawaban benar kelompok X Klassifikasi daya pembeda soal adalah sebagai
∑Y: jumlah jawaban benar kelompok Y berikut:
N : jumlah sampel D = 0,00 – 0,20 jelek
∑XY: jumlah perkalian kelompok X dan Y D = 0,20 – 0,40 cukup
D = 0,40 – 0,70 baik
Untuk menafsirkan keberartian harga validitas D = 0,70 – 1,00 baik sekali
tiap soal, maka harga tersebut dikonsultasikan ke D = negatif tidak baik (soal sebaiknya
tabel keritik r product momen dengan α = 0,05. dibuang)
Apabila kriteria rhit > rtabel maka korelasi tersebut
valid. Teknik Analisa Data
Untuk mengetahui reliabilitas tes ditentukan Setelah data diperoleh kemudian dianalisa
dengan rumus KR-20. Apabila r11 lebih besar dari dengan langkah-langkah sebagai berikut:
0,70 berarti tes yang sedang diuji memiliki a. Mentabulasi data skor pe-tes untuk masing-
reliablitas tinggi (reliabel), sedangkan apabila r11 masing kelompok
lebih kecil dari 0,70 berarti tes yang sedang diuji b. Menghitung mean dari pre-tes dan post-tes
memiliki reliabilitas yang sangat rendah. dengan rumus:

=
−∑
11 = Dimana:
−1
= mean nilai siswa
N= banyaknya data
Dimana: ∑Xi = jumlah nilai siswa
R11 = reliabilitas tes secara keseluruhan c. Banyaknya varians dengan rumus:
P = proporsi testee yang menjawab benar ∑( − )
Q = proporsi testee yang menjawab salah =
∑pq = jumlah hasil perkalian p dan q ( − 1)
N = banyaknya item dalam tes d. Menghitung standar deviasi dengan rumus:
S2 = varians
∑( )
S=
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu
mudah dan tidak terlalu sukar. Rumusnya adalah: e. Uji normalitas

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 30


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.3 No.2 Edisi Januari 2018
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah h. Skor perkembangan Pembelajaran TGT dan
sampel berdistribusi normal atau tidak. Uji STAD
yang digunakan adalah Uji Chi Kuadrat Perhitungan skor perkembangan individu
(Silitonga, 2007) dengan : (a) menentukan dapat mengacu menurut slavin (1995)
jumlah kelas interval untuk uji chi kuadrat seperti pada tabel 2 berikut:
jumlah kelas interval ditetapkan = 6, (b)
menentukan panjang kelas interval dengan Tabel 2. Sumbangan Skor Setiap Siswa
rumus: PK= , (c) Terhadap Kelompoknya
Skor Tes Nilai
menyusun data ke dalam tabel penolong
Perkembangan
untuk menentukan harga chi kuadrat.
Langkah-langkah untuk menentukan harga >10 poin di bawah 5
Chi Kuadrat. skor awal
• Menentukan interval data seuai 1-10 poin di bawah 10
dengan panjang kelas skor awal
1-10 poin di atas 20
• Menentukan frekuwensi/jumlah
skor awal
hasil observasi (f0)
>10 poin di aas skor 30
• Menentukan frekuwensi/jumlah
awal
data yang diharapkan (fh)
Nilai sempurna 30
• Menghitung nilai f0-fh
Skor perkembangan kelompok diperoleh
• Menghitung nilai (f0-fh)2
( )
dengan menghitung rata-rata skor
• Menghitung nilali perkembangan individu pada setiap
• Menentukan nilai Chi Kuadrat kelompok. Untuk menghargai prestasi
dengan menjumlahkan semua nilai kelompok ada tiga tingkat penghargaan
( ) yang dapat diberikan terhadap prestasi
kelompok.
f. Uji Homogenitas Tabel 3. Penghargaan Prestasi
Untuk uji homogenitas digunakan rumus: Kelompok
Kriteria Skor Rata- Penghargaan
= (Sudjana, 2005). Rata Kelompok
5≤ ≤15 Kelompok baik
Jika Fhit < Ftabel dengan α = 0,05 (db = (n1- 15 < ≤24 Kelompok hebat
1) (n2-1) maka dapat disimpulakan sudah 25< ≤30 Kelompok super
homogen. i. (%) Peningkatan Hasil Belajar
g. Uji hipotesis Instrumen tes yang telah diujicobakan
Untuk menguji hipotesis apakah dijadikan sebagai tes tertulis. Tes tertulis
kebenarannya dapat diterima atau ditolak yang diberikan sebelum dan sesudah
maka peneliti menggunakan uji t dua pihak pembelajaran dapat memberikan hasil
dengan α = 0,05 dan db = n1 + n2 - 2. belajar siswa. Persen peningkatan hasil
belajar dapat dihitung dengan rumus gain
skor ternormalisasi sebagai berikut:
t= (Sudjana, 2005)

=

( ) ( )
S=
Dengan range sebagai berikut:
G < 0,3 = kategori rendah
Dimana:
0,3 ≤g ≤0,7 = kategori sedang
n1 = Jumalah data kelas eksperimen 1
G > 0,7 = kategori tinggi
n2 = Jumalah data kelas eksperimen II
j. Aktivitas siswa
1 = Rata-rata skor gain ternormalisasi
Aktvitas siswa diamati oleh peneliti,
kelas eksperimen I
kemudian hasil pengamatan ditabulasi
2 = Rata-rata skor gain ternormalisasi berdasarkan kategori. Dari data yang
kelas eksperimen II diperoleh kemudin dihitung persentasi
S = Standar deviasi gabungan kelas setiap kategori dengan menggunakan rumus
eksperiment I dan kelas eksperiment II berikut:

Kriteria pengujian: terima H0 jika –t1/2α < % = 100%
thitung < t1/2 α.

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 31


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.3 No.2 Edisi Januari 2018
Kriteria penilaian (Reni, 2009) Tabel 4. Ringkasan Hasil Belajar Siswa
90%-100% = sangat tuntas Kelas TGT Kelas STAD
80%-89% = tuntas Pret Post Gai Pre Post Gai
65%-79% = sedang es es n tes es n
55%-64% = kurang tuntas Jumla 765 212 18, 835 209 16,
0-54% = sangat kurang tuntas h 0 233 5 584
Nilai
3. HASIL PENELITIAN DAN Rata- 25,5 70,6 0,6 25, 63,4 0,5
PEMBAHASAN Rata 00 67 08 303 85 03
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri I Nilai
Kotanopan dan bersifat eksperimen, yaitu Stand 11,0 12,0 0,1 9,2 12,8 0,1
melibatkan 2 kelas yang terdiri dari kelas ar 91 19 59 60 40 46
eksperimenI sebanyak 30 siswa dan kelas Devia
eksperimen II sebanyak 33 siswa. Kelas si
eksperimen I diberikan pembelajaran kooperatif Varia 123, 144, 0,0 85, 164, 0,0
tipe TGT dan kelas eksperimen II diberikan ns 017 448 25 843 820 21
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Nilai 45 0,8 45 85 0,8
Maksi 18 00
Analisis Instrumen Penelitian mum
Hasil uji coba 40 butir soal dengan jumlah Nilai 0 45 0,0 5 30 0,1
sebanyak 34 orang dan ditentukan tingkat Mini 77 76
kepercayaan pada α = 0,05 maka diperoleh r tabel = mum
0,339, kriteria penelitian adalah jika rhitung > r tabel
maka soal tesebut dinyatakan valid. Dari 40 butir Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh
soal yang diuji coba maka terdapat 20 soal yang rata-rata pretes jelas TGT adalah (25,50 ± 11,09)
valid. 20 butir soal yang valid digunakan sebagai dan pada kelas STAD adalah (25,30 ± 9,26). Nilai
instrumen dalam pre tes hasil belajar siswa . aktivitas siswa selama proses belajar mengajar
Untuk uji reliabilitas tes, suatu tes dinyatakan berlangsung pada kelas TGT dan STAD masing-
reliabel apabila rhitung > rtabel. Dengan menggunakan masing adalah sebesar 69,44% dan 63,88%. Rata-
rumus reliabilitas (KR-20) maka diperoleh rata hasil belajar siswa yang diajar dengan model
koefisien reliabilitas dari jumlah soal (n = 20) pada pembelajaran kooperatif tipe TGT dan tipe STAD
tingkat kepercayaan α = 0,05 dengan harga r tabel = pada materi Persamaan Reaksi masing-masing
0,339 perhitungan diperoleh r hitung = 0,765. Dengan adalah (70,67 ± 12,02) dan 63,49 ± 12,84).
demikian rhitung > rtabel sehingga instrumen tes Peningkatan hasil belajar siswa yang diajar dengan
dinyatakan reliabel. model kooperatif tipe TGT meningkat sebesar
Berdasarkan hasil perhitungan indeks 60,8% sedangkan dengan model kooperatif tipe
kesukaran dari 20 soal valid diperoleh 1 soal STAD hanya sebesar 50,3%. Dari data rata-rata dan
mudah, 13 soal kategori sedang dan 6 soal dengan peningkatan hasil belajar siswa tersebut dapat
kategori sukar. Dan untuk kriteria uji daya beda dilihat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
soal dari 20 butir soal yang diujikan diperoleh 7 TGT dan STAD sam-sama dapat meningkatkan
soal baik, 12 soal cukup dan 1 soal soal jelek. hasil belajar siswa dan hasilnya tidak berbeda jauh,
hanya saja hasil belajar siswa yang diajar dengan
Analisis Data Hasil Penelitian pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi
Sebelum diberikan perlakuan, baik kelas daripada hasil belajar siswa dengan pembelajaran
eksperimen I maupun kelas eksperimen II terlebih kooperatif tipe STAD. Hal ini dapat disebabkan
dahulu diberikan pretes. Pretes dilakukan dengan karena pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih
tujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa menyenangkan daripada pembelajaran kooperatif
sebelum materi diajarkan. Selanjutnya diberikan STAD.
perlakuan yaitu untuk kelas eksperiment I dengan Untuk uji normalitas, dapat dilihat pada tabel 5
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT berikut
dan kelas eksperimen II menggunakan pembeljaran Tabel 5. Hasil Uji Normalitas
kooperatif tipe STAD. Pada akhir pembelajaran
Kelas ( 2) ( 2) Keterangan
setelah semua materi selesai diajarkan, maka siswa
hitung tabel
diberikan postes untuk mengetahui kemampuan
Kelas Pretes: 11,07 Normal
akhir siswa.
TGT 7,45
Secara ringkas dari hasil penelitian diperoleh
Kelas Pretes: 11,07 Normal
data siswa kelas ekperimen I maupun kelas
STAD 7,42
eksperimen II seperti pada tabel 4 berikut.
Tabel 5 menunjukkan bahwa data pretes baik
siswa kelas TGT dan siswa kelas STAD adalah

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 32


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.3 No.2 Edisi Januari 2018
berdistribusi normal, dengan harga (X2) hitung < (X2) menarik. Sedangkan kekurangan pembelajaran
tabel pada α = 0,05 dan db = 5. kooperatif tipe TGT adalah sulit mengetahui secara
Dari hasil perhitungan uji homogenitas langsung apakah siswa dapat menyelesaikan
diperoleh harga Fhitung sebesar 1,43 sedangkan Ftabel permasalahan secar intelektual, dibutuhkan waktu
pada taraf signifikan α = 0,05 diperoleh Ftabel = yang lama pada saat proses berlangsung, dan setiap
1,83. Harga tersebut memenuhi kriteria F hitung < F pembagian kelompok ribut jika tidak dikondisikan
tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa data dengan baik.
homogen. Untuk kelebihan dan kelemahan pembel jaran
Uji hipotesis yang digunakan adalah uji dua kooperatif tipe STAD adalah: dapat meningkatkan
pihak atau uji t dengan taraf signifikansi α = 0,05 kemampuan siswa untuk bekerja sama dengan
dan db = n1+n2 - 2. Dengan kriteria pengujian siswa lain, meningkatkan motivasi dan harga diri
terima H0 jika –t1/2α < thitung < t1/2α. Berdasarakan srta sikap positif, siswa mempunyai lebih banyak
hasil analisis data diperoleh harga thitung = 3,158. kesempatanuntk menghargai perbedaan, hasil-hasil
Dari daftar distribusi t untuk α = 0,05 dan db = n1 diskusi mudah dipahami dan dilaksanakan karena
+ n2 - 2 atau db = diperoleh ttabel = 1,999. Karena para siswa ikut aktif. Sedangkan untuk kelemahan
thitung berada di luar daerah H0 maka dinyatakan H0 kooperatif STAD adalah waktu yang dibutuhkan
ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat lebih banyak, siswa pandai dapat mendominasi
disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikn kelompoknya dan setiap pembagian kelompok ribut
antara hasil belajar siswa yang mengunakan model jika tidak dikondisikan dengan baik
pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan tipe Berdasarkan hasil analisis peneliti melihat
STAD. bahwa ada kesetaraan anatara model pembelajaran
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD. Hal-hal yang menunjukkan
TGT dan STAD siswa belajar dalam suatu adanya kesetaraaan model pembelajaran TGT dan
kelompok –kelompok kecil yang memiliki STAD adalah: Memberikan motivasi peseta didik
kemampuan yang berbeda untuk bekerja sama untuk menigkatkan kemampuannya. Hal ini
dalam suatu tim memecahkan masalah, diwujudkan adanya skor kemajuan individual;
menjelaskan tugas atau mencapai tujuan bersama pengelompokan siswa dalam kegiatan
dan siswa diajarkan strategi pemahaman pembelajaran dialksanakan secara heterogen, tanpa
pengetahuan yaitu kerja sama, pengajuan memandang adanya perbedaan prestasi akademis,
pertanyaan, perangkuman, dan siswa harus saling jenis kelamin, etnis, dan sebagainya; kegiatan
memotivasi dalam kelompok tersebut. dilaksanakan untuk meningkatkan aktifitas peserta
Dari hasil pengamatan di lapangan didik dalam pembelajaran, terdapat kerja sama
menunjukkan bahwa pola kerja sama yang dalam kelompok untuk memastikan kesiapan
diterapkan dalam pembelajaran kooperatif tipe masing-masing anggota kelompok dalam kegiatan
TGT dan STAD telah menimbulkan motivasi siswa selanjutnya; terdapat kompetisi yang sehat dan
terutama untuk siswa dengan tingkat kemampuan tujuan keompok yang akan dicapai; memberi
kurang untuk ikut terlibat dalam pembelajaran. Hal kesempatan sukses yang sama untuk smeua peserta
ini karena dalam pembelajaran kooperatif semua didik, karena setiap peserta didik akan saling
siswa mendapat kesempatan yang sama dalam membantu kesiapan anggota kelompoknya untuk
pembelajaran. Siswa yang lebih pandai termotivasi berkompetisi sehingga msing-masing anggota
unuk membantu siswa lain dalam menyelesaikan memperoleh hasil yang baik.
tugas-tugas kelompok yang ada karena semua Namun demikian, siswa yang diberi model
siswa tidak hanya bertanggung jawab atas pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih termotivasi
belajarnya tetapi juga teman sekelompoknya. Ini untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran
dilihat pada waktu diskusi, siswa yang pandai daripada model kooperatif tipe STAD. Ini dilihat
mengajari teman kelompoknya yang kurang pada waktu diskusi kelompok pada kleas TGT
pandai, siswa yang saling mendukng, membantu siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab
dan peduli terhadap anggota kelompoknya. Ini diantara para anggota kelompok sehingga tiap
disebabkan karena adanya rasa tanggung jawab di kelompok aktif dan dapat memperdalam
dalam diri siswa terhadap kelompoknya dan adanya pemahamnnya tentang materi yang didiskusikan.
tujuan yang sama yaitu tujuan agar semua anggota Dengan model TGT sangat membantu siswa untuk
kelomoknya dapat menjawab soal tentang materi memahami, menganalisa bahkan mengingat materi
yang didiskusikan sehingga dapat memenangkan persamaan reaksi karenaadanya dorongan untuk
turnamen (kelas TGT) atau kuis (kelas STAD). memenangkan turnamen sehingga masing-masing
Adapun kelebihan dan kekurangan dari siswa berusaha untuk menguasai bahan persamaan
pembelajaran TGT adalah: reaski sebelum maju ke meja pertandingan guna
Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa untuk mempertahankan nama baik/hatga diri
lebih aktif saat proses belajar mengajar kelompok melalui sumbangan nilai yang harus
berlangsung, siswa lebih menguasai materi yang diberikan setiap anggota kelompok kepada
diberikan, terjalin komunikasi yang baik anatar kelompoknya. Dan siswa pada kelas TGT lebih
sesama siswa, pembelajaran lebih jelas dan bersemangat dalam proses pembelajaran karena

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 33


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.3 No.2 Edisi Januari 2018
adanya game turnamen. Sedangkan pada model Muslich, M., (2008), KTSP Pembelajaran Berbasis
STAD juga baik diterapkan hanya saj tidak semua Kompetensi dan Konstektual, Bumi Aksara,
siswa sungguh-sungguh mengerjakan soal-soal Jakarta.
latihan, kurang aktif dalam diskusi kelompok dan Nurhadi, (2004), Kurikulum 2004 Pertanyaan dan
siswa ynag pandaik mendominasi kelompoknya, ini Jawaban, Grasindo, Jakarta.
dilihat pada waktu diskusi dan persentasi siswa Purba, E., (2006), Pengaruh pembelajaran Kimia
yang pandai lebih sering menjawab pertanyaan Dengan Menggunakan Model Pembelajaran
daripda anggota kelompoknya yang kurang pandai. Kooperatif Student Teams Achievement
Pada saat melakukan penelitian pada kelas Division (STAD) terhadap hasil belajar
TGT dan STAD, peneliti mengalami kendala yaitu Kimia, Unimed, Medan.
waktu yang digunakan siswa pada saat pembagian Purwanto, H., (2004), Model Pembelajaran
dan diskusi kelompok dirasa tidak cukup dan Kooperatif TGT (Team Games
suasan kelas yang ribut pada saat pembagian Tournament):
kelompok. Dan di kelas STAD pada waktu (http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/13/
persentase, masih ada beberapa siswa yang kurang metode-team-games-tournament-tgt/)
berani mengemukakan pendapatnya. Meskipun diakses pada 10 Desember 2010.
demikian setiap kelompok siswa pada kelas TGT Sanjaya, W., (2008), Srategi Pembelajaran
dan STAD berusaha untuk saling membantu Berorientasi Standar Pendidikan, Kencana
temannya agar semua anggota kelompoknya dapat Prenada Media Group, Jakarta.
menyelesaikan semua soal dalam tes dan Silitonga, P.M., (2007), Statistik Teori dan Aplikasi
kelompoknya mendapt nilai penghargaan yang dalam Penelitian, Unimed, Medan.
baik. Dan adanya kompetisi yang sehat di antara Slavin, R.E., (1995), Cooperative Learning Scond
kelompok untuk saling berusaha mencapai nilai Edition, Allyn & Bacon, United States Of
terbaik. America.
Sudjana, (2005), Metode Statistika, Tarsito,
4. KESIMPULAN Bandung.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di
SMA Negeri 1 Kotanopan maka diperoleh
kesimpulkan sebagai berikut:
a. Hasil belajar siswa yang diajar dengan model
kooperatif tipe TGT sebesar 76,67 sedangkan
hasil belajar siswa yang diajar dengan model
kooperatif tipe STAD sebesar 63,49. Dan
peningkatan hasil belajar siswa yang diajar
dengan model kooperatif tipe TGT dan tipe
STAD masing-masing sebesar 60,8% dan
50,3%.
Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar
kimia sisw menggunakan model pembeljaran
kooperatif tipe TGT dengan kooperatif tipe STAD
pada pokok bahasan Persamaan Reaksi

5. REFERENSI
Arikunto, S., (2006), Prosedur Penelitian, Rineka
Cipta , Jakarta.
Djamarah, S. B., (2002), Psikologi Belajar, Rineka
Cipta, Jakarta.
Hasan, C., (1994), Dimensi-Dimensi Psikologi
Pendidikan, Depdikbud, Jakarta.
Ibrahim, M., dkk, (2000), Pembelajaran
Kooperatif, Universitas Press, Surabaya.
Isjoni, (2009), Cooperative Learning,
ALFABETA, Bandung.
Karuru, P., (2003), Penerapan Pendekatan
Keterampilan Proses dalam Setting
Pelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk
Meningkatkan Kualitas Belajar IPA siswa
SLTP, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan
045: 789-795.

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 34

Anda mungkin juga menyukai