Anda di halaman 1dari 24

Proposal PTK (PPG Angkatan IV Kimia)

PENERAPAN PROBLEM POSING BERBASIS COOPERATIVE


LEARNING TIPE STAD PADA MATERI KIMIA KELAS X UNTUK
MENINGKATKAN KEAKTIVAN dan KETUNTASAN BELAJAR
SISWA SMA N 4 SINGARAJA TAHUN AJARAN 2016-2017

ENDAH ROHMAWATI (1654813002)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU
SINGARAJA
2016
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Pendidikan memegang peranan penting bagi kehidupan manusia.


Peningkatan kesejahteraan hidup manusia dapat diwujudkan dengan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, salah satunya melalui pendidikan.
Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk meningkatkan
mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Kebijakan khusus yang diambil Direktorat Jenderal Pendidikan dalam
meningkatkan mutu pendidikan adalah: (1) manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah, dimana sekolah diberikan kewenangan untuk merencanakan
sendiri upaya peningkatan mutu secara keseluruhan. (2) Pendidikan yang
berbasiskan pada partisipasi komunitas, dimana terjadi interaksi yang positif
antara sekolah dengan masyarakat, dan (3) dengan menggunakan paradigma
belajar akan menjadikan pelajar- pelajar menjadi manusia yang diberdayakan.
Dengan pendekatan itu setiap siswa diharapkan akan mendapatkan kemampuan
yang berisi pemahaman yang luas dan mendalam tentang lingkungan dan
kemampuanya agar akrab dan saling memberi manfaat.(Depdiknas, 2000).
Demi meningkatkan mutu pendidikan diperlukan peran seorang guru
yang prefesional, berkualitas dan dapat menjadikan suatu pelajaran menjadi
menyenangkan bagi siswa.
Suatu mata pelajaran yang cenderung dianggap sulit bagi siswa adalah
kimia. Sifat dari ilmu kimia yang kompleks dan abstrak membuat pelajaran
kimia menjadi sulit bagi siswa (Ben-Zvl et al., 1986; Johenstone,
1991.,Nakhleh,1992), sehingga siswa cenderung memiliki pandangan-
pandangan tertentu tentang fenomena dan konsep-konsep yang mereka bawa ke
dalam kelas. Ilmu kimia sebagai disiplin sains mengandung unsure pengetahuan
deklaratif dan procedural. Mempelajari kimia sebagai pengetahuan deklaratif
menghasilkan perubahan system konseptual individu, melalui pembentukan
konsep dan asimilasi konsep (Ausubel, 1968 dalam susiwi dkk, 2009).
Sedangkan sifat procedural kimia mengembangkan keterampilan proses sains
individu dan dapat dipelajari siswa melalui praktikum (Susiwi dkk, 2009) .
Suatu proses pembelajaran harus diselenggarakan dengan interaktif dan
menyenangkan, interaktif dalam arti terjadi interaksi yang baik antara guru dan
siswa. Pembelajaran tidak hanya terfokus pada seorang guru, namun seorang
siswa juga harus ikut serta berperan aktif dalam proses pembelajaran. Kemudian
menyenangkan di sini dalam arti siswa harus merasa termotivasi untuk selalu
belajar, beraktivitas dan mengembangkan kemamapuan berfikir untuk
meningkatkan hasil belajar. Untuk itu guru harus menciptakan pembelajaran
yang lebih variatif dalam pembelajaran, misalnya dengan menggunakan suatu
model pembelajaran. Variasi yang diciptakan pada proses pembelajaran itu
diharapkan akan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, dan dapat
mencapai kompetensi-kompetensi yang telah ditetapkan dengan tuntas sehingga
tujuan kurikulum dapat dicapai.
Model pembelajaran yang bervariatif diharapkan akan dapat meningkatkan
motivasi siswa dalam belajar dan dapat mencapai kompetensi-kompetensi yang
telah ditetapkan dengan tuntas sehingga tujuan kurikulum dapat dicapai.
Pemilihan model pembelajaran harus sesuai dengan karakteristik dari tujuan
poembelajaran yang akan dicapai siswa. Dalam satu materi pokok tentu saja
memiliki tujuan pembelajaran yang beragam. Oleh karena itu pemilihan model
pembelajaran juga harus menyesuaikan dengan karakteristik pada masing-
masing tujuan pembelajaran.
Berdasarkan observasi di SMA kelas X didapatkan fakta bahwa siswa di
SMA tersebut cenderung sulit menguasai pelajaran yang bersifat abstrak, salah
satunya dalam pelajaran kimia. Siswa di SMA ini cenderung malas dan tidak
bersemangat dalam menerima suatu pelajaran yang bersifat abstrak tersebut. Hal
ini berdampak pada performance siswa yang meliputi nilai kognitif, psikomotor
dan afektif siswa pada pelajaran KIMIA yang bersifat abstrak, salah satunya
pelajaran kimia. Kurangnya minat siswa dikarenakan kurang tepatnya strategi
belajar dan model pembelajaran yang digunakan.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang unggul
dalam membantu siswa untuk memahami konsep yang sulit, dan juga dapat
menumbuhkan kerjasama antar siswa dengan siswa atau antara siswa dengan
guru (Muslimin, 2000).
Model pembelajaran kooperatif memiliki empat pendekatan, yaitu STAD
(Student Teams Achievement Division), Jigsaw, Investigasi Kelompok, dan
pendekatan structural (meliputi tipe NHT (Numbered Heads Together) dan TPS
(Think Pair Share).
Model pembelajaran kooperatif digunakan tipe STAD (Student Team
Achievement Division). Menurut Ibrahim,dkk (2000 : 11) model ini dicirikan
oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus
dipelajari dan bagaimana mempelajarinya sehingga sangat berguna dalam
membantu siswa menghadapi konsep-konsep yang sulit dan membantu siswa
menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis, dan kemampuan
membantu teman, selain itu lebih membutuhkan waktu yang lebih singkat dan
efisien. Dalam penerapannya model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dilaksanakan dalam 6 tahap yaitu: pendahuluan, penyampaian informasi,
pembentukan kelompok, kegiatan kelompok, evaluasi, penghargaan.
Problem Posing adalah perumusan masalah (soal), dimana siswa diarahkan
untuk membuat soalnya sendiri. Problem Posing ini merupakan pendekatan
pembelajaran yang melatih peserta didik untuk aktif belajar dan menekankan
untuk merumuskan permasalahan berdasarkan informasi yang telah diberikan
serta sekaligus menyelesaikan permasalahan tersebut. Dengan demikian
diharapkan strategi ini dapat membantu guru untuk memecahkan masalah
pembelajaran yang dihadapi.
Problem Posing diharapkan dapat mendorong siswa untuk mengemukakan
pendapat serta membuat siswa lebih berperan aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Didapatnya konsep-konsep yang berasal dari daya keingintahuan
siswa sendiri diharapkan memori akan tertanam lebih lama dan membuat
pembelajaran lebih bermakna. Selain itu, dipadukannya Problem Posing dengan
Cooperative Learning, tidak hanya bertujuan mendorong siswa untuk bertanya
tetapi juga melatih siswa untuk bisa berkerja sama dalam kelompok.
Pembelajaran Problem Posing adalah suatu pembelajaran yang sering
diterapkan pada mata pelajaran Matematika, Fisika dan Biologi. Akan tetapi
pembelajaran dengan pendekatan ini jarang diterapkan pada mata pelajaran
Kimia. Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan peneliti, sedikit penelitian
yang mengkaji Problem Posing untuk diterapakan pada mata pelajaran Kimia.
Menurut penelitian yang dilakukan Ningrum (2011), penerapan Problem
Posing pada mata pelajaran Fisika, dapat meningkatkan hasil belajar dan
kreativitas siswa. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Baladraf, Zulfikar
(2013) pada mata pelajaran Biologi untuk kelas VII, Problem Posing memiliki
kelebihan, dapat menimbulkan minat yang tinggi dan peningkatan hasil belajar.
Pada materi Kimia kelas XI Problem Posing juga pernah dilakukan oleh Marnia,
Dina Indah (2009) yang berpengaruh pada peningkatan hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian
Problem Posing pada mata pelajaran Kimia kelas X.
Pendekatan inovatif perlu diterapkan, salah satunya dengan pendekatan
Problem Posing berbasis Cooperative Learning. Diharapkan dengan
diterapkannya pendekatan Problem Posing berbasis Cooperative Learning siswa
dapat lebih aktif belajar dan berani berpendapat, sehingga konsep yang nantinya
didapat oleh siswa dapat tertanam lebih baik dan menjadi pengetahuan yang
lebih bermakna, karena bersumber dari rasa keingintahuan siswa itu sendiri.
Dari penjelasan di atas akan dilakukan suatu penelitian dengan judul.
PENERAPAN PROBLEM POSING BERBASIS COOPERATIVE LEARNING
TIPE STAD PADA MATERI KIMIA KELAS X UNTUK MENINGKATKAN
KEAKTIVAN DAN KETUNTASAN BELAJAR SISWA SMA N 4 SINGARAJA
TAHUN AJARAN 2016-2017. Pada penelitian ini siswa diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar mereka sesuai ketuntasan minimal (KKM) yang
ditentukan oleh sekolah.
I.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana hasil belajar siswa dengan Penerapan Problem Posing Berbasis


Cooperative Learning Tipe STAD Pada Materi Kimia Kelas X Untuk
Meningkatkan Keaktivan Dan Ketuntasan Belajar Siswa SMA N 4 Singaraja?

2. Bagaimana aktivitas siswa selama pembelajaran dengan Penerapan Problem


Posing Berbasis Cooperative Learning Tipe STAD Pada Materi Kimia Kelas X
Untuk Meningkatkan Keaktivan Dan Ketuntasan Belajar Siswa SMA N 4
Singaraja?

I.3 CARA MENYELESAIKAN MASALAH

Berdasarkan observasi di SMA kelas X didapatkan fakta bahwa siswa di


SMA tersebut cenderung sulit menguasai pelajaran yang bersifat abstrak, salah
satunya dalam pelajaran kimia. Siswa di SMA ini cenderung malas dan tidak
bersemangat dalam menerima suatu pelajaran yang bersifat abstrak tersebut. Hal
ini berdampak pada performance siswa yang meliputi nilai kognitif, psikomotor
dan afektif siswa pada pelajaran KIMIA yang bersifat abstrak. Kurangnya minat
siswa dikarenakan kurang tepatnya strategi belajar dan model pembelajaran yang
digunakan.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang unggul
dalam membantu siswa untuk memahami konsep yang sulit, dan juga dapat
menumbuhkan kerjasama antar siswa dengan siswa atau antara siswa dengan
guru (Muslimin, 2000).
Model pembelajaran kooperatif memiliki empat pendekatan, yaitu STAD
(Student Teams Achievement Division), Jigsaw, Investigasi Kelompok, dan
pendekatan structural (meliputi tipe NHT (Numbered Heads Together) dan TPS
(Think Pair Share).
Model pembelajaran kooperatif digunakan tipe STAD (Student Team
Achievement Division). Menurut Ibrahim,dkk (2000 : 11) model ini dicirikan
oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus
dipelajari dan bagaimana mempelajarinya sehingga sangat berguna dalam
membantu siswa menghadapi konsep-konsep yang sulit dan membantu siswa
menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis, dan kemampuan
membantu teman, selain itu lebih membutuhkan waktu yang lebih singkat dan
efisien. Dalam penerapannya model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dilaksanakan dalam 6 tahap yaitu: pendahuluan, penyampaian informasi,
pembentukan kelompok, kegiatan kelompok, evaluasi, penghargaan.
Problem Posing adalah perumusan masalah (soal), dimana siswa diarahkan
untuk membuat soalnya sendiri. Problem Posing ini merupakan pendekatan
pembelajaran yang melatih peserta didik untuk aktif belajar dan menekankan
untuk merumuskan permasalahan berdasarkan informasi yang telah diberikan
serta sekaligus menyelesaikan permasalahan tersebut. Dengan demikian
diharapkan strategi ini dapat membantu guru untuk memecahkan masalah
pembelajaran yang dihadapi.
Problem Posing diharapkan dapat mendorong siswa untuk mengemukakan
pendapat serta membuat siswa lebih berperan aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Didapatnya konsep-konsep yang berasal dari daya keingintahuan
siswa sendiri diharapkan memori akan tertanam lebih lama dan membuat
pembelajaran lebih bermakna. Selain itu, dipadukannya Problem Posing dengan
Cooperative Learning, tidak hanya bertujuan mendorong siswa untuk bertanya
tetapi juga melatih siswa untuk bisa berkerja sama dalam kelompok
I.4 TUJUAN PENELITIAN

Sesuai dengn rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui dan mendiskripsikan:

1. Hasil Belajar Siswa

2. Aktivitas Siswa

Dengan diterapkannya Penerapan Problem Posing Berbasis Cooperative Learning


Tipe STAD Pada Materi Kimia Kelas X Untuk Meningkatkan Keaktivan Dan
Ketuntasan Belajar Siswa SMA N 4 Singaraja
I.5 MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi guru kimia, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam memilih metode dan model pembelajaran
khususnya pada materi kimia.

2. Bagi siswa, penelitian ini dapat memberikan kesempatan untuk lebih


aktif dalam kegiatan pembelajaran, belajar untuk bersosialisasi
dengan teman mereka, serta dapat meningkatkan ketuntasan belajar.
BAB II

KERANGKA TEORITIK DAN HIPOTESIS TINDAKAN


RANCANGAN PENELITIAN

A. Teori yang mendasari Model Pembelajaran Kooperatif


a. Pendekatan Konstruktivis

Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru
tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa
harus membangun pengetahuannya sendiri. Konstruktivisme merupakan suatu
paham yang berpandangan bahwa manusia mengetahui sesuatu setelah ia
membentuk pengetahuan itu sendiri. (Nur, 2008:2).
Strategi konstruktivis sering disebut pengajaran yang terpusat pada siswa
(student-centered instruction). Di dalam kelas yang berpusat pada siswa peran
guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep, atau prinsip bagi diri
mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh
kegiatan kelas (Nur, 2008:3).
J.Piaget (dalam Nur, 2008) konstruktivisme personalnya berpendapat
bahwa seseorang dapat membangun pengetahuan melalui berbagai cara,
diantaranya melalui membaca, menelusuri, melakukan eksperimen, bertanya dan
lain-lain. Untuk mencapai hal tersebut pengajar dituntut untuk dapat
mengembangkan pendekatan pembelajaran yang melibatkan keaktivan siswa
selama pembelajaran berlangsung. Pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme diawali dengan konflik kognitif yang dapat diatasi sendiri oleh
siswa melalui pengaturan diri self regulate learning (Weinstein & McCombs,
1995) dalam Nur (2008:12) .
Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran
yang berdasarkan pada partisipasi aktif siswa dalam memecahkan masalah dan
berpikir kritis. Siswa membangun pengetahuaannya dengan menguji ide-ide dan
pendekatan-pendekatan berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki
sebelumnya.
b. Teori Bermakna Ausubel

Menurut Ausubel (1963), ada dua macam proses belajar, yaitu belajar
bermakna dan belajar menghafal. Belajar bermakna berarti informasi baru
diasimilasikan dalam struktur pengertian lamanya. Belajar menghafal hanya
perlu bila pembelajaran mendapatkan fenomena atau informasi yang sama sekali
baru dan belum ada hubungannya dalam struktur pengertian lamanya (Nur,
2008:49).

c. Teori Motivasi
Motivasi merupakan satu unsur paling penting dari pengajaran efektif
atau pengajaran yang berhasil. Menurut Garner (dalam Nur: 2008) siswa yang
termotivasi akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam
mempelajari materi, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan
materi itu lebih baik. Menurut Nur (2008:2) tugas penting bagi guru adalah
merencanakan bagaimana guru akan mendukung motivasi siswa.
Dari perspektif motivasional (Slavin, 2005:34) struktur tujuan kooperatif
menciptakan sebuah situasi dimana satu-satunya cara anggota kelompok bisa
meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka bisa sukses. Oleh
karena itu, untuk meraih tujuan personal mereka, anggota kelompok harus
membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun guna membuat
kelompok mereka berhasil. Dengan kata lain, penghargaan kelompok yang
didasarkan kinerja kelompok menciptakan struktur penghargaan interpersonal
dimana anggota kelompok akan memberikan atau menghalangi pemicu-pemicu
sosial (seperti pujian dan dorongan) dalam merespon usaha-usaha yang
berhubungan dengan tugas kelompok.
B. Hasil Belajar
Hakekat dari proses belajar mengajar adalah adanya interaksi yang baik
antara guru dengan peserta didik dalam rangka mencapai suatu tujuan
pembelajaran. Menurut Hattie (dalam Eagen Paul, 2012:5) pengajaran yang baik
adalah faktor terpenting dalam pembelajaran siswa. Dalam pembelajaran di
sekolah harapan setiap guru adalah siswa memperoleh pengalaman belajar dan
mendapat hasil belajar yang optimal.
Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah
mengalami proses belajar. Pernyataan ini diperkuat oleh Sudjana (1991) bahwa
hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajar.
J.Piaget (dalam Slavin, 2005) dalam pembelajaran kooperatif interaksi di
antara siswa dalam tugas-tugas pembelajaran akan terjadi dengan sendirinya
untuk mengembangkan pencapaian prestasi (hasil belajar) siswa yang lebih
tinggi.

C. Aktivitas Siswa
Kegiatan belajar mengajar, selain menyampaikan materi seorang guru
perlu memperhatikan aktivitas yang dilakukan oleh siswa, karena hal tersebut
akan berpengaruh pada hasil prestasi belajar yang mereka peroleh.
Menurut Slavin (2005:215) komunikasi dan interaksi kooperatif di antara
sesama teman sekelas akan mencapai hasil terbaik bila dilakukan dalam
kelompok kecil, dimana pertukaran di antara teman sekelas bisa terjadi.
D. Model Pembelajaran Kooperatif

a). Landasan Pemikiran

Pembelajaran Kooperatif merujuk pada berbagai macam metode


pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk
saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.
Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling
mendiskusikan dan beragumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang
mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-
masing. (Slavin, 2005:4).

Dalam pembelajaran kooperatif para siswa akan duduk bersama dalam


kelompok yang anggotanya heterogen, yang terdiri dari siswa berprestasi
tinggi, sedang, dan rendah, laki-laki dan perempuan, dan berasal dari latar
belakang etnik yang berbeda. (Slavin, 2005:8).

b). Tujuan Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran Kooperatif dapat meningkatkan pencapaian prestasi para
siswa, dapat mengembangkan hubungan baik antarkelompok, penerimaaan
terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan
meningkatkan rasa harga diri. (Slavin, 2005:5)

c). Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif


Secara umum, Muslimin Ibrahim (2000:10) mengemukakan pendapatnya
mengenai langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.1.Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1 Guru menyampaikan seluruh tujuan
pelajaran yang ingin dicapai dalam
Menyampaikan tujuan dan memotivasi
pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa
siswa belajar.

Fase 2 Guru menyampaikan informasi. Guru


menyajikan informasi kepada siswa
Menyajikan informasi
dengan jalan demonstrasi atau lewat
bahan bacaan.

Fase 3 Guru menjelaskan kepada siswa


bagaimana caranya membentuk
Mengorganisasikan siswa kedalam
kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok kooperatif
kelompok agar melakukan transisi
secara efisien.
Fase 4 Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat mereka
Membimbing kelompok bekerja dan
mengerjakan tugas mereka.
belajar
Fase 5 Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah dipelajari
Fase Tingkah Laku Guru
Evaluasi atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6 Guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun hasil
Memberikan penghargaan
belajar individu maupun kelompok.

E. Kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division)

Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah STAD. STAD


dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di universitas John
Hopkin, dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana. Guru mengunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok
siswa, menyajikan informasi secara verbal atau teks kepada siswa setiap minggu.
Siswa dalam satu kelas dipecah menjadi kelompok heterogen yamg
beranggotakan 4-5 siswa, setiap kelompok terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Intinya dalam kelompok ini harus heterogen. Anggota tim mengunakan lembar
kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi
pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami
bahan pelajaran yang akan diajarkan oleh guru.
Ide utama di balik STAD adalah untuk memotivasi siswa saling
memberi semangat dan membantu dalam menuntaskan keterampilan-
keterampilan yang dipresentasikan guru.Apabila siswa menginginkan tim
mereka mendapatkan penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu tim
dalam mempelajari materi yang diberikan kepada guru. Walaupun mereka
bekerja dalam satu tim, mereka tidak boleh saling membantu dalam mengerjakan
kuis. Jadi dalam hal ini mereka harus menguasai materi yang diberikan oleh
guru.
Menurut M Nur, STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu:
presentasi kelas, kerja tim, kuis, skor perbaikan individual, dan penghargaan tim.
A) Presentasi kelas, bahan ajar dalam STAD diperkenalkan melalui presentasi
kelas. Presentasi kelas paling sering mengunakan pengajaran langsung atau
ceramah atau diskusi yang dilakukan oleh guru, namun presentasi dapat
meliputi presentasi audio visual atau kegiatan penemuan kelompok. Pada
kegiatan ini siswa bekerja lebih dahulu untuk menemukan konsep – konsep
atas upaya mereka sendiri sebelum pengajaran dari guru.
B) Kerja Tim, tim ini tersusun atas empat atau lima atau lebih siswa yang
mewakili heterogenitas kelas dalam kinerja akademik, jenis kelamin, dan
suku. Fungsi utama tim adalah menyiapkan anggotanya agar berhasil
menghadapi kuis.
C) Kuis, setelah satu sampai dua periode presentasi guru dan satu sampai dua
periode latihan tim, para siswa tersebut dikenai kuis secara individual. Siswa
tidak dibenarkan saling membantu selama kuis berlangsung. Hal ini
menjamin agar siswa secara individual bertanggung jawab memahami bahan
ajar tersebut.
D) Skor perbaikan Individu, setiap siswa dapat menyumbang poin maksimum
kepada timnya dalam sistem penskoran, namun tidak seorang siswa pun dapat
melakukan hal tersebut tanpa menunjukkan perbaikan atas kinerjanya masa
lalu.
E) Penghargaan Tim, tim dapat memperoleh sertifikat atas penghargaan lain
apabila skor rata – rata mereka melampui kriteria tertentu. (Nur. 2005 : 20).
Menurut Ibrahim (2006) sintaks dari pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
sebagai berikut:

Tabel 2.2 : Tahap-tahap pembelajaran kooperatif tipe STAD


No Tahap Keterangan
1 Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan semua tujuan belajar yang ingin
motivasi siswa dicapai pada pembelajaran hari ini dan memotivasi
siswa
2 Menyampaikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3 Mengorganisasi siswa-siswa Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
dalam kelompok belajar membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok serta melakukan transisi secara efisien

4 Membimbing kelompok Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada


bekerja dan belajar saat mereka mengerjakan tugas mereka
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya
ataupun hasil belajar individual dan kelompok

F. Problem Possing
Problem Posing memiliki beberapa pengertian. Pertama, Problem Posing
ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan
beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka
memecahkan soal yang rumit. Kedua, Problem Posing ialah perumusan soal
yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam
rangka mencari alternatif pemecahan lain (Silver 1996).
Menurut Herawati (2010), pembelajaran dengan pendekatan Problem
Posing adalah pembelajaran yang menekankan pada siswa untuk
membentuk/mengajukan soal berdasarkan informasi atau situasi yang diberikan.
Informasi yang ada diolah dalam pikiran dan setelah dipahami maka peserta
didik akan bisa mengajukan pertanyaan. Sedangakan menurut Pittalis et al
(2004), dengan adanya tugas pengajuan soal (Problem Posing) akan
menyebabkan terbentuknya pemahaman konsep yang lebih mantap pada diri
siswa terhadap materi yang telah diberikan. Kegiatan itu akan membuat siswa
lebih aktif dan kreatif dalam membentuk pengetahuannya. Walaupun begitu
problem posing sendiri lebih jarang digunakan sebagai alat uji kognitif, karena
akan lebih memakan waktu.
BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Sasaran Penelitian

Sasaran dalam penelitian ini adalah siswa SMA N 4 Singaraja kelas X semester 1
dengan penerapan Penerapan Problem Posing Berbasis Cooperative Learning
Tipe STAD Pada Materi Kimia Kelas X Untuk Meningkatkan Keaktivan Dan
Ketuntasan Belajar Siswa SMA N 4 Singaraja.

III.2 . Sumber Data Penelitian


Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPA SMA N 4 singaraja

III.3 Rancangan Penelitian


Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian tindakan kelas (Classroom
Action Research) karena penelitian ini bertujuan menganalisis atau memecahkan
suatu masalah nyata dalam bidang pendidikan. Menurut Tim Pelatih proyek
PGSM (1999), bahwa penelitian tindakan kelas dilaksanakan berupa proses
pengkajian berdaur yang terdiri dari 4 tahap yaitu rancangan, pelaksanaan
tindakan, pengamatan, dan refleksi.
1. Rancangan
Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu peneliti harus
merencanakan dan menentukan hal-hal yang perlu dalam penelitian. Hal ini
dilakukan agar penelitian yang dilakukan berjalan dengan lancar dan sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh peneliti. Hal yang harus dipersiapkan antara
lain menentukan pokok bahasan, membuat program rencana pembelajaran,
menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan siswa, membuat LKS,
membuat lembar butir tes evaluasi.
2. Pelaksanaan Tindakan
Tahap pelaksanaan merupakan implementasi atau penerapan isi
rancangan, yaitu mengenakan tindakan pada kelas. Dalam pelaksanaan tahap
ini guru melaksanakan dan berusaha menaati apa yang ada dalam rancangan
pembelajaran. Sehingga apa yang ada dalam rancangan pembelajaran sesuai
dengan apa yang dilakukan oleh guru.
3. Pengamatan
Pada tahap pengamatan dilakukan oleh pengamat. Pelaksanaan tahap
ini dilakukan bersamaan dengan tahap pelaksanaan tindakan. Ketika peneliti
sedang melakukan tahap pelaksanaan tindakan maka peneliti tidak dapat
melakukan tahap pengamatan sehingga peneliti membutuhkan pengamat dari
pihak lain. Dalam penelitian ini menggunakan pengamat untuk mengamati
aktivitas siswa dan mengamati aktivitas dari guru. Dalam hal ini pengamat
diharapkan obyektif saat melakukan pengamatan sehingga tidak
mempengaruhi hasil pengamatan.
4. Refleksi
Pada tahap yang keempat ini merupakan kegiatan untuk
mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan dalam penelitian. Kegiatan
ini merupakan kegiatan akhir dalam penelitian. Pada tahap ini dilakukan
diskusi antara pengamat dengan guru untuk mengetahui apa saja yang telah
dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran. Sehingga setelah tahap ini
diharapkan akan adanya perbaikan pada proses pembelajaran. Adapun alur
penelitian tindakan kelas (classroom action research) adalah sebagai berikut:

Perencanaan

Refleksi SIKLUS 1 Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS 2 Pelaksanaan

Pengamatan
Gambar 3.1 : Penelitian tindakan kelas

(Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006 : 16)

III.4 Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian ini ada tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan kegiatan, dan tahap analisis data.
1. Tahap Perencanaan
A) Guru menyusun perangkat pembelajaran yang berupa:
1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
2) Lembar Kerja Siswa
B) Guru menyusun instrumen penelitian yang berupa :
1) Lembar pengamatan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar.
2) Soal Evaluasi
Setelah perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian berhasil
disusun kemudian ditelaah dan divalidasi oleh guru dan dosen kimia.
Telaah terhadap perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian
dilakukan sebelum suatu penelitian dilaksanakan, dengan tujuan supaya
perangkat pembelajaran ataupun instrumen penelitian benar-benar berfungsi
untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian. Telaah dalam
penelitian ini dilakukan oleh para ahli yaitu dua orang dosen kimia.

Validasi diperlukan untuk mengetahui ukuran tingkat kevalidan atau


kesahihan suatu perangkat pembelajaran ataupun instrumen penelitian
setelah selesai ditelaah dan direvisi. Validitas dalam penelitian ini dilakukan
oleh seorang dosen kimia sebagai validator pertama dan seorang guru kimia
sebagai validator kedua
2. Tahap Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran

Tahap ini merupakan tahap kegiatan pelaksanaan pembelajaran dengan


penerapan Penerapan Problem Posing Berbasis Cooperative Learning Tipe
STAD melalui dua Siklus PTK. Pada tahap ini peneliti dibantu oleh
pengamat dari pihak lain yang bertugas untuk mengamati aktivitas siswa,
keterlaksanaan sintaks pembelajaran yang dilakukan oleh guru selama proses
belajar mengajar, meliputi:

SIKLUS I

a. Kegiatan pendahuluan
b. Kegiatan inti yang meliputi tahap-tahap dalam model pembelajaran
kooperatif tipe STAD berbasis Problem Posing.
c. Kegiatan penutup
d. Tes Evaluasi
e. Refleksi
Setelah dilakukan refleksi pada siklus I kemudian dilakukan perencanaan
ulang yang dijadikan sebagai acuan pada pelaksanaan siklus II dengan
perbaikan pada kesalahan di siklus I.

SIKLUS II
Untuk memperbaiki hasil belajar pada siklus I guru merancang kembali
rencana pada siklus II. Semua tindakan pada siklus II sama dengan siklus I,
hanya saja materinya yang berbeda.
a. Kegiatan pendahuluan
b. Kegiatan inti yang meliputi tahap-tahap dalam model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
c. Kegiatan penutup
d. Tes Evaluasi
e. Refleksi
3. Tahap Analisis Data
Data hasil belajar siswa dan aktivitas siswa dianalisis secara deskriptif
untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara klasikal selama
pembelajaran.
III.5 Metode Pengumpulan Data
1. Metode Pengamatan (observasi)
Metode pengamatan digunakan untuk mengumpulkan data selama
pelaksanaan proses belajar mengajar yaitu aktivitas siswa. Pengisian lembar
observasi dilakukan dalam tiap siklus dan dilaksanakan pada saat kegiatan belajar
mengajar berlangsung.
2. Metode Tes
Tes evaluasi dilaksanakan setiap akhir siklus untuk melihat ketuntasan
hasil belajar siswa.
III. 6 Metode Analisa Data
Dalam penelitian ini data yang diperoleh terdiri atas data kualitatif dan data
kuantitatif. Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan dianalisis secara
deskriptif.
1. Analisis Lembar Aktivitas Siswa

Untuk menganalisis hasil penelitian yang diberikan oleh pengamat


terhadap aktivitas siswa, data yang diperoleh dianalisis menggunakan kriteria
penilaian yang telah dimodifikasi dari skala likert karena yang diukur adalah
sikap dan pendapat seseorang. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk
pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai
berikut:

Tabel 3.6 Kriteria Peniliaian

Baik 4
Cukup Baik 3
Kurang Baik 2
Tidak Baik 1
( adaptasi dari Riduwan, 2011 )
Penilaian dilakukan oleh enam observer kemudian direkapitulasi.

Untuk menentukan skor kinerja psikomotorik siswa dihitung dengan


menggunakan rumus:

Ketuntasan aktivitas siswa secara individu yaitu apabila siswa telah


memperoleh nilai ≥ 70.

2. Analisis Hasil Belajar Siswa

Analisis hasil belajar siswa terdiri dari hasil belajar kognitif siswa yang
diperoleh dari hasil tes evaluasi, serta akan diuraikan mengenai penghargaan
kelompok.

Untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa pada materi maka nilai tes
hasil belajar siswa yang diperoleh melalui tes pada akhir Siklus, dihitung
dengan mengunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

∑B : jumlah butir yang benar

∑S : jumlah seluruh butir soal

∑T : jumlah siswa yang tuntas

Menurut penilain berdasarkan Acuan Norma yang terjadi pada kelas


yang dilaksanakan PTK digunakan acuan sebagai berikut:

TINGKAT PENGUASAAN SKOR STANDAR


90%-100% A
80%-89% B
65%-79% C
55%-64% D
0%-54% E
Siswa dikatakan tuntas jika memperoleh skor standar minimal C

Untuk menganalisis penghargaan kelompok didasarkan pada rata-rata


poin perkembangan individual tiap siswa dalam satu kelompok.

Poin Perkembangan individual didasarkan pada kriteria skor kuis dan poin
kemajuan sebagai berikut:

Tabel 3.8 Kriteria Poin Perkembangan individual

Skor Kuis Poin kemajuan


Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5
10-1 poin di bawah skor awal 10
Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20
Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30
Memperoleh nilai sempurna 30
Slavin (1995:80)

Rata-rata hasil poin perkembangan individual tiap siswa dalam satu


kelompok dapat ditentukan dengan rumus:

Rata-rata hasil poin perkembangan individual tiap siswa dalam satu


kelompok akan dijadikan sebagai penghargaan kelompok dengan krtiteria yang
telah dimodivikasi dari Slavin (1995:80) sebagai berikut:

Tabel 3.9 Kriteria Penghargaan Kelompok


Kriteria Penghargaan
15-19 TIM BAIK
20-24 TIM HEBAT
25-30 TIM SUPER
(Nur,2011:36)

Anda mungkin juga menyukai