Anda di halaman 1dari 28

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan utama perawatan saluran akar yaitu untuk menciptakan suatu

lingkungan dalam sistem saluran akar yang memungkinkan terjadinya proses

penyembuhan dan mempertahankan kesehatan pada jaringan periradikular. Bakteri

dan produknya memegang peranan penting dalam inisiasi dan perkembangan

penyakit pulpa dan periapikal. Tahap perawatan saluran akar terdiri dari preparasi

biomekanis yang meliputi pembersihan dan pembentukan, sterilisasi yang meliputi

irigasi dan disinfeksi saluran akar, dan tahap terakhir yaitu obturasi saluran akar

(Garg dan Garg, 2014). Tahap pembersihan dan pembentukan merupakan tahapan

yang paling penting untuk mencapai sterilitas saluran akar yang bebas dari mikroba.

Preparasi biomekanis yang didukung oleh irigasi saluran akar efektif untuk

menghilangkan debris dan jaringan nekotik di dalam saluran akar serta berfungsi

sebagai pelumas. Larutan irigasi saluran akar diantaranya juga memiliki aktifitas

antibakteri sehingga efektif membunuh bakteri di dalam saluran akar (Ingle, 2008).

Preparasi secara biomekanis pada perawatan saluran akar menghasilkan lapisan

smear yang merupakan suatu lapisan tipis tidak berbentuk yang melapisi

permukaan dinding saluran akar yang terpreparasi dan menyumbat orifices tubuli

dentinalis (Kandil, dkk.2014). Lapisan smear tersusun atas bahan organik dan

anorganik yang berasal dari dentin, prosesus odontoblas, jaringan pulpa dan bakteri.

Apabila lapisan ini tetap berada pada dinding saluran akar, bakteri akan tertinggal

dan bertahan di

1
dalamnya kemudian masuk ke dalam tubuli dentinalis. Adanya lapisan smear juga

akan menghambat penetrasi bahan medikamen intrakanal dan adhesi siler ke dalam

tubuli dentinalis sehingga akan mempengaruhi kualitas obturasi saluran akar (Bilge,

dkk.,2009).

Tabassum dan Khan (2016) menyatakan bahwa kualitas obturasi saluran akar

memainkan peran yang menentukan dalam keberhasilan perawatan saluran akar.

Menurut Hegde dkk (2017) kekuatan pelekatan antara bahan pengisi gutta percha

dan dinding saluran akar memegang peranan penting dalam keberhasilan perawatan

saluran akar. Guta perca sebagai bahan pengisi saluran akar tidak mampu untuk

berikatan dengan dentin saluran akar, sehingga dibutuhkan siler.

Siler berbasis resin epoksi memiliki adhesi yang baik terhadap dentin saluran

akar. Siler berbasis resin epoksi dapat berpenetrasi dengan baik ke dalam tubulus

dentin saluran akar yang berbentuk microirregular serta ke dalam saluran akar

lateral, sehingga meningkatkan mechanical interlocking anatara siler dengan dentin

(Nunes dkk, 2008). Menurut Barbizam dkk (2011) adhesi yang baik antara siler dan

dentin merupakan syarat ideal dari suatu siler yang akan mempengaruhi kekuatan

pelekatan dan mengurangi potensi terjadinya kebocoran koronal dan apikal.

Lapisan smear yang terbentuk setelah preparasi biomekanis merupakan

partikel- partikel kecil dengan rasio massa-permukaan yang besar sehingga mudah

larut dalam asam dan bahan kelasi (Bhagwat, 2016). Terdapat beberapa bahan

irigasi yang direkomendasikan untuk menghilangkan lapisan smear. Sodium

hipoklorit (NaOCl) dengan konsentrasi antara 1% sampai 5,25% merupakan bahan

irigasi yang telah banyak digunakan karena memiliki kemampuan untuk

melarutkan jaringan vital

2
maupun nekrotik serta memiliki efek antimikroba namun NaOCl tidak dapat

melarutkan komponen anorganik yang juga terdapat pada lapisan smear (Uzunoglu,

dkk 2012).

Ethylenediaminetetraacetic Acid (EDTA) merupakan bahan irigasi yang dapat

melarutkan komponen anorganik, termasuk hidroksiapatit. EDTA memiliki efek

yang sangat kecil bahkan tidak berefek pada jaringan organik (Walton dan

Torabinejad, 2009). EDTA merupakan agen kelasi yang telah digunakan secara

luas dalam perawatan saluran akar dan menyebabkan demineralisasi dentin dengan

berikatan pada ion kalsium dari struktur gigi.

Efek dekalsifikasi pada EDTA dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

lamanya waktu aplikasi, pH larutan dan konsentrasi. Menurut Uzunoglu dkk (2012)

bahan irigasi yang paling efektif digunakan untuk menghilangkan lapisan smear

adalah EDTA 17%. Sen dkk. (2009) menyatakan bahwa kemampuan EDTA untuk

menghilangkan lapisan smear juga dipengaruhi oleh waktu aplikasi bahan irigasi.

EDTA selama 1 menit dapat menghilangkan lapisan smear dan tidak menimbulkan

efek erosi seperti pada aplikasi EDTA selama 10 menit. Menurut Poudyal dkk.

(2014) aplikasi EDTA 17% dan NaOCl 2.5% selama 1 menit hanya menghilangkan

sedikit lapisan smear, diperlukan waktu aplikasi 3 sampai dengan 5 menit untuk

dapat menghilangkan lapisan smear.

Pembersihan dan disinfeksi sistem saluran akar membutuhkan bahan irigasi

yang dapat melarutkan bahan anorganik dan organik selain memiliki sifat

antimikroba. NaOCl sebagai pelarut bahan organik dan zat antimikroba yang kuat,

sedangkan EDTA berfungsi sebagai pelarut atau pengelat bahan anorganik.

Menggunakan

3
kombinasi kedua bahan tersebut dapat mewakili protokol irigasi yang paling

optimal. Namun, NaOCl dan EDTA tidak dapat digabungkan secara langsung

karena pencampuran keduanya menghasilkan hilangnya klorin bebas, sehingga

dapat mempengaruhi sifat antimikroba NaOCl. Selain itu, penggunan NaOCl

sebagai larutan irigasi akhir setelah penggunaan EDTA menyebabkan erosi dentin

semakin dalam sehingga meningkatkan penurunan resiko kekerasan mikro dentin

yang akan melemahkan struktur gigi (Eliot, 2012).

Larutan irigasi tunggal (QMix) merupakan bahan irigasi baru yang dapat

menghilangkan lapisan smear sekaligus memiliki aktivitas anitmikroba. Larutan

irigasi tunggal ini terdiri dari EDTA, klorheksidin (CHX) dan deterjen. Larutan ini

dirancang sebagai larutan irigasi akhir, dan digunakan selama 60-90 detik

menggantikan EDTA 17% (Uzunoglu dkk, 2015). Dalam penelitian Eliot dkk

(2012) penggunaan bahan irigasi tunggal (QMix) terbukti efisien dan efektif dalam

menghilangkan lapisan smear, membuka tubulus dentin untuk desinfeksi dan

menyederhanakan protokol irigasi. Selain itu, bahan irigasi ini, QMix, tidak hanya

dapat menembus dan menghilangkan debris yang terbentuk selama preparasi

biomekanis pada dinding saluran akar, tetapi juga membunuh bakteri di dalam

tubulus dentin. Menurut penelitian Eliot dkk (2012) larutan irigasi tunggal (QMIx)

selama 90 detik menghilangkan lapisan smear lebih banyak dibandingkan dengan

penggunaan EDTA 17% sebagai larutan irigasi akhir setelah penggunaan NaOCl

namun memiliki kekuatan push-out yang sama terhadap siler berbasis resin epoksi

(Aranda-Garcia dkk, 2013).

4
Barbizam dkk. (2011) menyatakan bahwa keberadaan lapisan smear setelah

preparasi saluran akar merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi

pelekatan siler pada dentin. Mozayeni dkk. (2013) menambahkan bahwa kebersihan

lapisan smear dapat meningkatkan kekuatan pelekatan siler pada dinding dentin.

Vemisetty dkk. (2014) menyebutkan bahwa terdapat beberapa metode untuk

mengukur kekuatan pelekatan pada dentin saluran akar, di antaranya dengan uji

micro tensile, uji pull-out dan uji push-out. Uji push out merupakan metode yang

digunakan untuk mengevaluasi efektivitas suatu bahan atau teknik pengisian

saluran akar. Metode ini cukup reliabel, akurat, efektif dan mudah untuk dilakukan

serta mampu mengukur sampai dengan nilai yang rendah.

Penggunaan EDTA secara signifikan meningkatkan kekuatan pelekatan siler

pada dentin yang disebabkan karena penetrasi siler berbahan dasar resin epoksi

yang lebih baik pada tubuli dentinalis sehingga menghasilkan mikoretensi yang

memadai. Penelitian Bellinda (2015) menyatakan bahwa kekuatan pelekatan push-

out bahan pengisi saluran akar dengan bahan irigasi EDTA konsentrasi 15% sama

dengan konsentrasi 17%, sedangkan pada waktu aplikasi selama 3 menit didapatkan

kekuatan pelekatan push-out yang lebih besar dibandingkan 1 menit. Penelitian

mengenai larutan irigasi tunggal (QMix) sebagai larutan irigasi akhir dapat

menghilangkan smear layer digunakan pada 60 detik dan 90 detik sebagai

pengganti EDTA 17 % sudah dilakukan, namun penelitian mengenai perbandingan

kekuatan pelekatan siler pada dinding dentin setelah penggunaan bahan larutan

irigasi EDTA dan bahan irigasi tunggal (QMix) sebagai larutan irigasi akhir pada

interval waktu yang berbeda belum pernah dilakukan. Perbedaan waktu aplikasi

larutan irigasi turut

5
mempengaruhi dalam kemampuan bahan kelasi menghilangkan lapisan smear

sehingga juga mempengaruhi kekuatan pelekatan siler pada dinding dentin.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan suatu permasalahan apakah ada

perbedaan lama aplikasi bahan irigasi EDTA 17% dan bahan irigasi tunggal

(QMix) sebagai larutan irigasi akhir terhadap kekuatan pelekatan push-out

pengisian saluran akar dengan guta perca dan siler berbahan dasar resin epoksi pada

dinding saluran akar pada waktu aplikasi 60 detik dan 90 detik.

C. Keaslian Penelitian

Sepengetahuan penulis, penelitian yang pernah dilakukan adalah oleh Lear dkk

(2015) yaitu untuk mengetahui pengaruh bahan irigasi akhir EDTA 17% dan bahan

irigasi tunggal (QMix) terhadap kekuatan pelekatatan push-out pengisian saluran

akar dengan guta perca dan siler berbahan dasar resin epoksi pada dinding saluran

akar. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel pengaruh yang digunakan

yaitu waktu aplikasi EDTA 17 % dan bahan irigasi tunggal (QMix) 60 detik dan 90

detik terhadap kekuatan pelekatan push-out pengisian saluran akar dengan guta

perca dan siler berbahan dasar resin epoksi pada dinding saluran akar.

6
D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan lama aplikasi antara

bahan irigasi EDTA 17% dan bahan irigasi tunggal (QMix) 60 detik dan 90 detik

pelekatan push-out pengisian saluran akar dengan guta perca dan siler berbahan

dasar resin epoksi pada dinding saluran akar.

E. Rumusan Hipotesis

Berdasarkan latarbelakang masalah, maka dapat dirumuskan hipotesis:

1. Terdapat perbedaan antara bahan irigasi EDTA 17% dan bahan irigasi tunggal

(QMix) terhadap kekuatan perlekatan push-out pengisian saluran akar dengan guta

perca dan siler berbahan dasar resin epoksi pada dinding saluran akar.

2. Terdapat perbedaan antara bahan irigasi EDTA 17% dan bahan irigasi tunggal

(QMix) dengan waktu aplikasi 60 detik dan 90 detik terhadap kekuatan perlekatan

push-out pengisian saluran akar dengan guta perca dan siler berbahan dasar resin

epoksi pada dinding saluran akar.

7
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Perawatan Saluran Akar

Castelucci (2005) menyatakan bahwa perawatan endodontik merupakan

perawatan pada pulpa gigi dan bertujuan mempertahankan kesehatan jaringan

periradikular. Perawatan saluran akar termasuk dalam ruang lingkup perawatan

endodontik. Perawatan saluran akar adalah tindakan pengambilan jaringan pulpa

yang terinfeksi kemudian membentuk saluran akar agar dapat diisi dengan baik

sehingga mencegah bakteri masuk kembali ke dalam saluran akar (Peters dan

Peters, 2010). Menurut Krasner dkk. (2010) tujuan utama dalam perawatan saluran

akar adalah untuk menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan terjadinya

penyembuhan dengan mengeliminasi mikroorganisme saluran akar dan mencegah

terjadinya infeksi ulang setelah dilakukan perawatan saluran akar.

Chandra dan Krishna (2010) menyebutkan bahwa perawatan saluran akar

terdiri dari tiga tahapan yaitu: preparasi biomekanis saluran akar yang meliputi

pembersihan dan pembentukan saluran akar, desinfeksi atau sterilisasi dan obturasi

saluran akar. Tahap pembersihan saluran akar bertujuan untuk membersihkan

saluran akar dari sisa-sisa bahan organik serta membentuk saluran akar agar dapat

menerima bahan pengisi saluran akar

8
2. Irigasi Saluran Akar

Keberhasilan dari suatu perawatan saluran akar bergantung pada kombinasi

instrumentasi yang memadai, irigasi dan obturasi saluran akar. Pada tahap irigasi

dilakukan suatu proses debridemen kemomekanikal dari sisa jaringan pulpa, debris

dentin dan mikroorganisme. Debridemen secara kimiawi sangat dibutuhkan

terutama pada gigi yang memiliki bentuk anatomi yang cukup rumit yang

menyulitkan pembersihan dengan instrumentasi (Kandaswamy dan Venkateshbabu,

2010).

Menurut Garg dan Garg (2008) irigasi merupakan tahap yang penting dalam

perawatan saluran akar. Suatu bahan irigasi yang ideal harus memiliki sifat antara

lain : (1) efek antimikroba yang luas; (2) efek debridemen pada saluran akar; (3)

mampu melarutkan jaringan nekrosis dan debris; (4) tingkat toksisitas rendah; (5)

lubrikasi yang baik; (6) tegangan permukaan yang rendah; (7)kemampuan

mensterilkan saluran akar; (8) mencegah terbentuknya atau melarutkanlapisan

smear. Haapasalo dkk. (2010) menambahkan suatu bahan irigasi yang ideal tidak

mengiritasi jaringan periapikal, tidak bersifat kaustik dan tidak melemahkan

struktur gigi.

Fungsi dari irigasi adalah: (1) melarutkan jaringan nekrotik, potongan dentin,

jaringan pulpa atau debris dan mikroorganisme agar tidak menumpuk pada apeks

dari saluran akar. Pada daerah yang tidak terjangkau instrumen, bahan irigasi harus

dapat melarutkan sisa jaringan lunak supaya dapat dikeluarkan; (2)membasahi

saluran akar. Hal ini disebabkan karena instrumen tidak dapat bekerja dengan baik

pada saluran akar yang kering. Bahan irigasi juga akan mengurangi kemungkinan
9
terjadinya patah instrumen pada saluran akar yang basah; (3) sebagian besar bahan

irigasi memiliki sifat antibakteri;(4) bahan irigasi juga memiliki efek pemutih untuk

mencerahkan diskolorasi akibat trauma maupun restorasi perak; (5) sebagai bahan

pelumas yang dapat mempermudah dan menghaluskan instrumentasi; (6) membuka

tubulus dentinalis dengan menghilangkan lapisan smear.

Pada tahap pembersihan saluran akar dengan menggunakan instrumen

endodontik akan terbentuk suatu lapisan pada dinding saluran akar yang dikenal

sebagai lapisan smear. Lapisan ini tidak berbentuk, tidak teratur dan tersusun atas

bahan organik dan anorganik yang berasal dari dentin, prosesus odontoblas,

jaringan pulpa dan bakteri (Sen, dkk., 2009). Adanya lapisan smear dapat

meningkatkan adhesi dan kolonisasi dari mikroorganisme, mengganggu difusi

bahan irigasi dan medikamen saluran akar. Lapisan smear juga akan mengganggu

adaptasi dari bahan pengisi pada dinding saluran akar yang akan menyebabkan

kebocoran mikro di daerah apikal dan koronal (Kandil, dkk., 2014).

Garg dan Garg (2008) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi aktifitas dari suatu bahan irigasi antara lain konsentrasi

larutan, bahan irigasi harus berkontak dengan jaringan organik, mikroba maupun

anorganik, volume bahan irigasi dan temperatur bahan irigasi. Guerreriro-

Tanomaru dkk. (2013) menambahkan kedalaman insersi jarum irigasi,

kelengkungan saluran akar, waktu aplikasi serta sifat dan konsentrasi larutan irigasi

juga mempengaruhi efektifitas suatu bahan irigasi.

Terdapat beberapa jenis bahan irigasi yang digunakan dalam perawatan

saluran akar antara lain: (1) golongan halogen, yang termasuk di dalamnya yaitu

bahan irigasi

10
yang mengandung klorin dan iodida. Bahan irigasi yang mengandun klorin telah

digunakan betahun-tahun dalam perawatan saluran akar, dan termasuk di dalamnya

bahan irigasi sodium hipoklorit (NaOCl) dengan konsentrasi 0.5%-5.25%. Laruran

irigasi yangmengandung iododa adalah iodine potassium iodide. (2) golongan

detergen, merupakan bahan irigasi yang sangat efektif menghilangkan sisa jaringan

lemak hasil dari jaringan nekrosis. Bahan irigasi yang termasuk dalam golongan

detergen adalah quartenary ammonium, namun bahan ini lebih toksik dari bahan

irigasi dan dan memiliki sifat bakterisidal lemah. (3) bahan kelasi, merupakan

bahan yang sering digunakan untuk mendekalsifikasi saluran akar yang sempit.

EDTA merupakan larutan irigasi golongan bahan kelasi yang paling sering

digunakan dalam perawatan saluran akar karena memiliki kemampuan untuk

menghilangkan komponen anorganik dalam lapisan smear (Spanberg, 2010).

3. Ethylenediamine Tetraacetic Acid (EDTA)

Ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) adalah asam aminopolikarboksilat

dan tidak bewarna dan merupakan zat padat yang larut dalam air. EDTA pada

umumnya tersedia dalam bentuk bubuk garam sodium (natrium). EDTA merupakan

bahan kelasi yang akan berikatan dengan ion logam seperti kalsium dan

membentuk larutan kalsium kelat (Suvarna dkk., 2013). Mishra dkk. (2012)

menyatakan bahwa EDTA merupakan bahan irigasi yang paling banyak dipakai

dari golongan bahan kelasi. EDTA pertama kali diperkenalkan oleh Nygaard-Ostby

pada tahun 1957 sebagai bahan yang digunakan dalam bidang endodontik untuk

membantu dalam preparasi saluran akar yang sempit dan mengalami kalsifikasi

dengan melunakkan

11
dentin saluran akar. Formula larutan irigasi EDTA yang pertama kali digunakan

oleh Nygaard- Osyby adalah 17 gram bubuk garam sodium EDTA yang dilarutkan

dalam 100mL aquades. Anand dkk. (2013) menambahkan bahwa larutan irigasi

EDTA 17% dapat dibuat dengan menambahkan 17gr bubuk garam disodium EDTA

pada 100ml aquades. Ingle dkk. (2008) menyatakan Nygaard-Osyby menjelaskan

bahwa efek

demineralisasi jaringan keras dentin dengan larutan EDTA disebabkan karena unsur

mineral dari dentin sebagian besar terdiri atas kalsium dan fosfat, EDTA akan

membentuk ikatan yang stabil dengan komponen kalsium dari dentin yang akan

menyebabkan perubahan struktur mikro dentin dan perubahan rasio kalsium-fosfor

dari permukaan dentin.

Menurut Haapsalo dkk. (2010) EDTA hanya memiliki sedikit atau bahkan

tidak memiliki efek terhadap jaringan organik. Apabila EDTA digunakan sebagai

bahan irigasi tunggal, bahan ini tidak memiliki sifat anti mikroba. Hinton dan

Ingram (2010) melaporkan bahwa EDTA memiliki efek antimikroba karena mampu

merusak membran sel bakteri dan mengikat komponen mineral yang dibutuhkan

pada reproduksi, pertumbuhan dan pertahanan bakteri.

Violich dan Chandler (2010) menyebutkan bahwa pada proses pembersihan

dan pembentukan saluran akar, dentin dipotong dengan menggunakan instrumen

manual maupun putar yang akan menghasilkan partikel- partikel kecil matriks

kolagen termineralisasi yang disebut lapisan smear. Lapisan ini tidak hanya

tersusun dari dentin namun juga sisa odontoblast, jaringan pulpa dan bakteri.

Beberapa peneliti menggambarkan lapisan smear sebagai material organik yang

terdapat pada dentin anorganik. Lapisan smear tersusun atas dua bagian, yaitu di

12
bagian pemukaan dan

13
bagian yang terdapat di dalam tubuli dentinalis. Dilaporkan pada suatu penelitian,

pada kelompok sampel dengan dentin bebas darilapisan smear, didapatkan

penetrasi siler sampai dengan 40-60 µm, sedangkan pada kelompok dengan lapisan

smear tidak didapatkan penetrasi semen pada tubulus dentinalis yang akan

mempengaruhi kekuatan pelekatan bahan pengisi saluran akar. Lapisan smear tidak

dapat dihilangkan hanya dengan irigasi NaOCl, sehingga disimpulkan lapisan ini

tersusun sebagian besar oleh dentin anorganik. Haapsalao dkk. (2010)

menambahkan untuk dapat menghilangkan lapisan smear secara sempurna

Garg dan Garg (2008) menyatakan bahwa pengaruh EDTA terhadap dentin

tergantung pada konsentrasi dan lama EDTA berkontak dengan dentin. Kanodia

dkk. (2014) menambahkan bahwa konsentrasi yang umum digunakan adalah EDTA

15%- 17%. Menurut Haapsalo dkk. (2010) EDTA dengan konsentrasi 17% dan pH

7 merupakan EDTA yang paling banyak digunakan. Peningkatan konsentrasi

EDTA dari 10% sampai dengan 17% dapat meningkatkan efek demineralisasi (Jaju

dan Jaju, 2011). Beberapa penelitian melaporkan bahwa dengan konsentrasi yang

lebih kecil EDTA memiliki kemampuan yang setara dalam menghilangkan lapisan

smear bila digunakan bersama dengan NaOCl (Haapasalo dkk., 2010). Teixeira

dkk. (2005) menyatakan bahwa EDTA 15% bersama dengan NaOCl efektif dalam

menghilangkan lapisan smear pada dinding saluran akar. Sen dkk. (2009)

menambahkan bahwa EDTA 15% memiliki kemampuan untuk menghilangkan

lapisan smear tanpa menunjukkan adanya erosi maupun perubahan bentuk pada

orifis tubuli dentinalis.

Efektivitas EDTA dalam menghilangkan lapisan smear juga dipengaruhi oleh

14
waktu aplikasi dari larutan irigasi. Aktifitas kelasi EDTA untuk mengikat ion

kalsium dilaporkan akan meningkat dari menit pertama sampai dengan 15 menit,

dan setelah 15 menit tidak terjadi lagi aktifitas kelasi (Ingle, 2008). Saito dkk.

(2008) menyatakan bahwa waktu kontak EDTA dalam menghilangkan lapisan

smear menurut beberapa penelitian berkisar antara 1 sampai dengan 10 menit. Pada

aplikasi EDTA 17% selama 1 menit cukup efektif untuk menghilangkan lapisan

smear. Penggunaan EDTA lebih dari 1 menit dikhawatirkan dapat menyebabkan

kelarutan yang berlebih pada dentin peritubular dan intertubular. Kandil dkk.

(2014) menyebutkan bahwa efektifitas EDTA sebagai bahan irigasi dipengaruhi

oleh waktu aplikasi, yaitu pada aplikasi selama 5 menit dapat menurunkan

kekerasan mikro dentin secara signifikan lebih banyak dibandingkan aplikasi

selama 1 menit. Menurut Mancini dan Cianconi (2013) aplikasi EDTA 17%

bersama NaOCl selama 1 menit tidak mampu untuk menghilangkan lapisan smear

pada bagian sepertiga apikal. Pendapat lain dikemukakan oleh Akhlaghi dkk.

(2009) yang menyatakan bahwa aplikasi EDTA 17% selama 1 menit dapat

menghilangkan lapisan smear dan debris di sepertiga apikal. Poudyal dkk. (2014)

menyatakan bahwa pada aplikasi EDTA selama 1 menit hanya menghilangkan

lapisan smear secara tidak bermakna dan dibutuhkan waktu 3 sampai dengan 7

menit untuk menghilangkan lapisan smear dengan baik. Menurut Ashraf dkk.

(2014) aplikasi EDTA selama 3 menit sebagai irigasi akhir pada pemeriksaan

dengan scanning electon microscopy (SEM) dapat menghilangkan lapisan smear di

sepertiga apikal dan tubuli dentinalis tampak tebuka.

Mello dkk. (2008) menyatakan bahwa efektifitas irigasi saluran akar juga

dipengaruhi oleh volume bahan irigasi. Beberapa penulis menyarankan jumlah

14
volume EDTA yang digunakan berkisar antara 3-20mL untuk satu saluran akar.

Kandil dkk. (2014) menambahkan bahwa penggunaan volume bahan irigasi yang

terlalu besar dapat menyulitkan proses irigasi karena membutuhkan waktu yang

lama, biaya yang besar dan melelahkan bagi operator. Mello (2008) melaporkan

bahwa irigasi saluran akar dengan EDTA volume 5ml dapat menghilangkan lapisan

smear pada sepertiga koronal, tengah dan apikal saluran akar. Kandaswamy dan

Venkateshbabu (2010) juga menyebutkan bahwa penggunaan EDTA 5ml selama 3

menit efektif untuk menghilangkan lapisan smear pada saluran akar.

4. Larutan Irigasi Tunggal (Qmix)

Larutan Irigasi Tunggal (Qmix) diperkenalkan pada taun 2011, merupakan

produk yang direkomendasikan sebagai larutan irigasi akhir setelah instrumentasi

saluran akar dan setelah aplikasi larutan irigasi NaOCl. Larutan irigasi tunggal

(QMix) mengandung khlorheksidin (CHX), Triclosan (N-cetyl-N,N,N-

trimethylammonium bromide), dan EDTA sebagai agen dekalsifikasi. Bahan irigasi

ini memiliki aktivitas antibakteri juga dapat melarutkan lapisan smear dan debris

(Hargreaves dan Berman, 2015).

Bahan irigasi yang paling umum digunakan adalah sodium hipoklorit (NaOCl)

dengan konsentrasi0,5 %- 6,15%. Sodium hipoklorit memiliki aktivitas antibakteri

dan antivirus, disamping itu juga mampu melarutkan jaringan nekrotik, memiliki

viskositas rendah dan dapat disimpan dalam waktu lama. Namun NaOCl memiliki

kelemahan yaitu bearcun dan tidak mampu melepaskan jaringan anorganik di

dalam lapisan smear (Naenni dkk, 2004). Penambahan bahan kelasi EDTA dalam

prosedur

15
irigasi saluran akar adalah untuk mengatasi kekurangan yang dimiliki NaOCl.

Namun NaOCL dan EDTA tidak dapat dikombinasikan dalam satu larutan karena

akan mengurangi sifat antibakteri NaOCl dan pemakaian NaOCl setela aplikasi

EDTA menyebabkan perubahan struktur dentin yang merugikan (Marending,

2007). Larutan khloreksidin (CHX) 2% juga merupakan bahan irigasi yang sering

digunakan karena memiliki kemampuan antibakteri yang lama dan toksisitas

rendah. Namun ketika CHX berkontak dengan sisa larutan NaOCl akan membentuk

endapan para-chloroaniline yang toksik (Gundogar dkk, 2018). Campuran antara

CHX dan EDTA juga mengasilkan endapan putih yang struktur kimianya

menyerupai garam. Endapan putih ini juga menutupi permukaan dentin dan

mengubah permeabilitas dentin ( Gundogar dkk, 2018)

Larutan irigasi tunggal (Qmix) merupakan bahan irigasi yang diciptakan untuk

mengatasi masalah dalam hal bahan irigasi saluran akar tersebut. Diciptakan

sebagai larutan akhir, larutan irigasi tunggal (Qmix) dapat menggantikan fungsi

EDTA 17% dan digunakan selama 60 – 90 detik (Uzunoglu dkk, 2015). Penelitian

Eliot dkk (2014) menyatakan bahwa larutan irigasi tunggal (Qmix) lebih efektif

dari EDTA 17

% dan kombinasi EDTA 17 % + CHX 2% dalam menghilangkan lapisan smear

dikarenakan terbukanya tubulus dentin secara lengkap. Selain itu, larutan irigasi

tunggal (QMix) mengeliminasi beberapa kelemahan bahan irigasi EDTA dan CHX,

yaitu tidak berinteraksi dengan residu NaOCl jika digunakan sebagai bahan irigasi

akhir. Kombinasi CHX dan EDTA yang terkandung di dalam larutan irigasi tunggal

(QMix) juga tidak menghasilkan suatu endapan yang dapat mengurangi

permeabilitas dentin ( Gundogar dkk, 2018). Namun penelitian Elnaghy dkk (2014)

16
menyatakan bahwa larutan irigasi tunggal (QMix) sama efektifnya dengan EDTA

17% .

Efektivitas bahan irigasi tunggal (QMix) dalam menghilangkan smear layer

yaitu dalam waktu 60 detik dan 90 detik aplikasi menunjukkan efektivitas yang

lebih baik dibandingkan penggunaan EDTA 17% ( Eliot dkk, 2012). Begitu juga

dengan penelitian Zivanovic dkk (2018) yang membandingkan efektivitas bahan

irigasi tunggal (QMix) dalam menghilangkan smear layer dengan bahan irigasi

Biopure MTAD (DENTSPLY Tulsa Dental Specialties, USA) dan EDTA 17 %

selama 2 menit, yaitu hasilnya bahan irigasi tunggal (QMix) sama baiknya dengan

MTAD dalam mengilangkan lapisan smear pada sepertiga apikal namun keduanya

lebih baik dari EDTA 17 %. Dapat disimpulkan bahwa waktu aplikasi 60 detik

bahan irigasi tunggal (QMix) telah menunjukkan kemampuan menghilangkan

smear layer lebih baik dari EDTA 17%.

Penggunaan bahan kelasi ditujukan untuk menghilangkan lapisan smear, serta

untuk demineralisasi dan pelunakan dentin akar. Namun, memiliki pengaruh negatif

pada komposisi kimia dan struktur dentin, yaitu terjadinya erosi tubulus dentin.

Menurut Qian dkk (2011) erosi tubulus dentin dapat menyebabkan terjadinya

fraktur vertikal gigi. Penelitian Baldasso (2016) menyatakan bahan irigasi tunggal

(QMix) dan EDTA sama -sama menyebabkan penurunan kekuatan dentin mikro

namun bahan irigasi tunggal (QMix) tidak menyebabkan terjadinya erosi tubulus

dentin.

17
5. Pengisian Saluran Akar

Garg dan Garg (2008) menyatakan bahwa dalam suatu perawatan saluran akar

harus dilakukan suatu prosedur penutupan sistem saluran akar untuk mencegah

masuknya cairan jaringan maupun produk yang bersifat toksis dari jaringan

nekrosis dan mikroorganisme dan menyebar ke jaringan periradikular. Amara dkk.

(2012) menyebutkan bahwa menurut American Association of Endodontist obturasi

adalah pengisian secara tiga dimensi pada sistem saluran akar. Tujuan dari

pengisian saluran atau tahap obturasi adalah untuk mencegah terjadinya infeksi

ulang pada sistem saluran akar yang telah dibersihkan, dibentuk, dilakukan

disinfeksi dengan instrumentasi, irigasi dan tahap medikasi secara biomekanis.

Obturasi yang baik membutuhkan penggunaan teknik dan material yang mampu

menutup keseluruhan sistem saluran akar dan menghasilkan pentutupan yang baik

dari bagian apikal sampai batas permukaan kavitas. Evaluasi keberhasilan dari

suatu tahapan obturasi biasanya dilakukan dengan melihat gambaran radiograf

(Himel dan DiFiore, 2009).

Pada tahap obturasi dibutuhkan suatu bahan pengisi saluran akar yang secara

garis besar terbagi menjadi dua kelompok, yaitu bahan inti dan siler yang saat ini

tersedia dari berbagai jenis bahan (Himel dan DiFiore, 2009).

1. Bahan inti

Orstavik (2005) menyebutkan terdapat 10 syarat ideal dari suatu bahan inti

menurut Grossman, antara lain: (1) mudah beradaptasi dengan saluran akar; (2)

menutup saluran akar ke arah lateral dan apikal; (3) memiliki dimensi yang stabil

setelah dimasukkan ke dalam saluran akar; (4) tahan terhadap kelembaban; (5)

bakteriostatik; (6) radiopak; (7) tidak mewarnai stuktur gigi; (8) tidak iritatif; (9)

18
steril atau mudah disterilisasi; (10) mudah dikeluarkan dari saluran akar bila

dibutuhkan. Terdapat tiga jenis bahan inti pengisi saluran akar yaitu guta perca,

poin perak dan bahan pengisi saluran akar berbahan dasar resin.

Menurut Garg dan Garg (2008) bahan inti yang paling umum digunakan pada

obturasi saluran akar adalah guta perca. Guta perca merupakan ekstrak yang

dikeringkan dari pohon Brazilian (Palaquium) dari famili Sapotaceae.Bahan ini

pertama kali digunakan sebagai bahan pengisi saluran akar oleh Bowman pada

tahun 1967. Himel dan DiFiore (2009) menyebutkan bahwa komponen utama guta

perca pada kedokteran gigi adalah zinc oxide (50-79%), garam logam berat (1-

17%), lilin atau resin (1-4%) dan guta perca (19-22%).

Guta perca memiliki keuntungan diantaranya yaitu: (1) memiliki adaptasi yang

baik dengan saluran akar; (2) bahan yang tidak bersifat reaktif; (3) dimensi stabil;

(4) tidak mengiritasi jarigan; (5) radiopak; (6) bersifat plastis bila dipanaskan; (7)

dapat dilarutkan dengan beberapa pelarut. Guta perca juga memiliki kelemahan

yaitu sering terjadi pembengkokan bila diberikan tekanan ke arah lateral, mudah

bergeser karena tekanan, memiliki kualitas adhesif yang kurang baik (Garg dan

Garg, 2008).

2. Siler

Prodan dkk. (2014) menyatakan bahwa dibutuhkan suatu siler pada tahap

obturasi dengan guta perca karena ketidakmampuan guta perca dalam berikatan

dengan dentin. Penggunaan siler dalam tahap obturasi sangat penting dalam

keberhasilan perawatan endodontik. Hal ini disebabkan karena fungsi siler yang

dapat meningkatkan tercapainya penutupan yang hermetis, mengisi

ketidakteraturan saluran akar serta celah kecil antara dinding saluran akar dan

bahan inti, sehingga

19
akan membantu pelekatan guta perca pada dinding saluran akar. Siler juga dapat

berpenetrasi ke dalam kanal lateralis maupun tubuli dentinalis sehingga

meningkatkan kontrol mikroba. Garg dan Garg (2008) menambahkan fungsi siler

yaitu sebagai lubrikan dan memberikan gambaran radiopak pada radiograf.

Menurut Henston dkk. (2012) siler diklasifikasikan berdasarkan bahan dasar yaitu :

(1) berbahan dasar zinc oxide-eugenol; (2)berbahan dasar kalsium hidroksida; (3)

berbahan dasar resin epoksi; (4) berbahan dasar glass ionomer; (5) berbahan dasar

mineral trioxide aggregate (MTA).

Henston dkk. (2012) menyatakan bahwa siler berbahan dasar resin epoksi

memiliki karakter tersusun atas cincin epoxide yang reaktif dan berpolimerisasi

dengan memecah cincin tersebut. Shivanna (2014) menambahkan bahwa

terbukanya cincin epoksi yang tidak membutuhkan sistem polimerisasi aktivasi

sinar akan membentuk ikatan kovalen dengan dentin saluran akar sehingga

menghasilkan kekuatan pelekatanyang lebih baik bila dibandingkan dengan sistem

monoblok lainnya. Menurut Amara dkk. (2012) tingkat pengkerutan yang sangat

rendah dan dimensi yang stabil pada kelompok siler berbahan dasar resin epoksi

juga meningkatkan kekuatan pelekatan atara semen dan dinding saluran akar. Pada

pengamatan menggunakan SEM tampak permukaan dinding saluran akar dilapisi

oleh semen. Partikel resin menutupi orifis tubuli dentinalis dan tidak tampak

lepasnya resin tag dari tubuli dentinalis setelah dilakukan uji push out. Vemisetty

dkk. (2014) menyebutkan bahwa semen resin epoksi menjadi salah satu pilihan

utama dalam perawatan endodontik karena penutupan apikal yang baik dan

mikroretensi pada dentin. Semen resin epoksi dapat berpenetrasi ke dalam

ketidakteraturan mikro

20
dinding saluran akar karena memiliki waktu polimerisasi yang lama dan sifat yang

mengalir.

Menurut Garg dan Garg (2008) AH 26 dan AH Plus (Dentsply, Maillefer,

Switzerland) termasuk dalam siler berbahan dasar resin epoksi. AH 26

diperkenalkan pada tahun 1957 oleh Shroeder. AH 26 memiliki sifat pengkerutan

yang kecil, adhesi yang baik, antibakteri, kelarutan yang rendah namun dapat

menyebabkan pewarnaan pada gigi karena memiliki kandungan perak serta kurang

biokompatibel. Ingle dkk. (2008) menambahkan bahwa AH Plus merupakan

pengembangan dari AH 26. AH Plus memiliki biokompatibilitas yang lebih baik

dibanding AH 26 dan tidak menyebabkan pewarnaan pada gigi. AH Plus memiliki

working time 4 jam dan setting time 8 jam serta memiliki kelarutan yang lebih

rendah dibandingkan AH 26. AH Plus memiliki warna yang stabil sehingga

menjadi bahan pilihan pada kasus yang membutuhkan estetik.

6. Pelekatan Bahan Pengisi Saluran Akar

Prodan dkk. (2014) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan

keberhasilan suatu perawatan saluran akar adalah penutupan yang rapat dalam

saluran akar sehingga dapat menutup jalan masuk bakteri dari lingkungan rongga

mulut dan mencegah penyebaran bakteri ke jaringan periapikal. Penggunaan bahan

inti padat dan siler merupakan metode obturasi yang saat ini paling sering

digunakan. Kekuatan pelekatan yang baik dari siler merupakan faktor penting untuk

mempertahankan penutupan yang rapat pada pengisian saluran akar, karena itu siler

21
harus memiliki sifat adhesi yang baik dengan dentin saluran akar.

Menurut Henston dkk. (2012) adhesi siler adalah kemampuan siler untuk

berikatan dengan dinding dentin saluran akar untuk membantu pelekatan antara

dentin dan guta perca. Amara (2012) menyebutkan bahwa pelekatan bahan pengisi

saluran akar dengan dinding dentin sangat penting pada kondisi statis dan dinamis.

Pada kondisi statis, adhesi dapat menghilangkan celah yang menyebabkan

meresapnya cairan antara bahan pengisi dan dinding saluran akar. Pada kondisi

dinamis, adhesi dapat menahan terlepasnya bahan pengisi karena adanya tekanan

pada tindakan restorasi ataupun prosedur pemasangan pasak.

Pelekatan siler dengan saluran akar dapat dicapai melalui dua mekanisme, yaitu:

(1) Ikatan mikromekanis, pada mekanisme ini terjadi penetrasi siler berbahan dasar

resin pada tubuli dentinalis sehingga membentuk suatu resin tag. (2) reaksi kimia

antara siler dan dentin, mekanisme ini terjadi pada siler berbahan dasar Glass

Ionomer Cement (GIC).

Menurut Amara dkk. (2012) pelekatan suatu bahan pengisi saluran akar

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (1) sifat mengalir bahan siler yang

adekuat; (2) ketebalan aplikasi lapisan siler pada dentin untuk mengurangi

pengkerutan siler pada saat setting; (3) pembersihan lapisan smear. Beberapa

peneliti melaporkan bahwa kekuatan pelekatan yang baik tidak dapat dicapai tanpa

pembersihan lapisan smear. Yurdagiwen dkk. (2009) menyatakan bahwa kondisi

dentin saluran akar perlu diperhatikan dan harus terbebas dari debris dan sisa

jaringan pulpa untuk mendapatkan pelekatan yang optimal. Henston (2012)

menambahkan bahwa lapisan smear yang tersusun atas bahan organik dan

anorganik terletak di

22
antara permukaan dinding saluran akar dan bahan pengisi sehingga akan

menghalangi adhesi siler pada dinding saluran akar.

Shivanna (2014) menyatakan bahwa pembersihan lapisan smear dapat

dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan irigasi. Penggunaan bahan irigasi

dapat menyebabkan perubahan pada struktur dan komposisi kimiawi dentin yang

akan meningkatkan permeabilitas dentin sehingga meningkatkan adhesi bahan

pengisi saluran akar pada permukaan dentin. Menurut Johnson dan Noblett (2009)

kombinasi bahan irigasi Na0Cl dan EDTA terbukti dapat menghilangkan lapisan

smear. Begitu juga bahan iriasi tunggal (QMix) memiliki efektivitas lebih baik

menghilangkan lapisan smear dibandingkan EDTA 17% (Elnaghy, 2014). Texiera

dkk. (2009) menyebutkan bahwa beberapa peneliti melaporkan penggunaan NaOCl

dan EDTA sebagai bahan irigasi dapat meningkatkan kekuatan pelekatan siler

berbahan dasar resin epoksi. Penelitian Uzunoglu dkk (2015) kekuatan pelekatan

siler berbahan dasar resin epoksi meningkat dengan penggunaan bahan irigasi

tunggal (QMix). Adanya sifat alami dari suatu bahan resin yaitu bersifat mengalir

dan memiliki waktu setting yang panjang memungkinkan siler berbahan dasar resin

epoksi untuk berpenetrasi lebih dalam pada ketidakteraturan mikro dentin juga pada

saluran akar lateral apabila lapisan smear dihilangkan. Kemampuan tersebut akan

meningkatkan kekuatan pelekatan dan mencegah terlepasnya bahan pengisi dari

dentin.

7. Kekuatan Pelekatan

Menurut Powers dan Sakaguchi (2006) kekuatan pelekatan adalah tekanan

maksimum yang dapat diterima suatu bahan sebelum terjadi suatu kegagalan

23
pelekatan. Anusavice (2003) menambahkan bahwa pengukuran suatu kekuatan

pelekatan dilakukan dengan memberikan tekanan pada suatu model pembebanan

sampai dengan terlepasnyapelekatan antara dua permukaan. Pelekatan yang dapat

dievaluasi adalah kekuatan pelekatan antara dua permukaan material, seperti antar

permukaan suatu bahan dengan permukaan dentin gigi. Menurut McCabe dan

Walls (2008) kekuatan pelekatan pada dentin dipengaruhi oleh jenis gigi, usia

pasien, ketebalan dentin, dan lama penyimpanan gigi pasca ektraksi. Anusavice

(2003) menyatakan bahwa kekuatan pelekatan juga dipengaruhi oleh ada atau

tidaknya lapisan smear pada permukaan dentin dan permeabilitas dentin.

Uppalapati dan Madava (2012) menyebutkan bahwa kekuatan pelekatan suatu

bahan pengisi saluran akar dapat meningkat apabila terdapat kekuatan ikatan antar

permukaan dan adanya resistensi terhadap dislokasi bahan pengisi dan dentin

saluran akar.

Amara dkk. (2012) menyatakan bahwa beberapa uji yang dilakukan untuk

menentukan kekuatan pelekatan antara lain uji kekuatan tarik-mikro, uji kekuatan

geser dan uji kekuatan pelekatan push-out. Uji kekuatan pelekatan push-out

merupakan cara yang saat ini banyak digunakan untuk menentukan efektivitas

pelekatan antara bahan pengisi saluran akar dan struktur gigi. Vemisetty dkk.

(2014) menambahkan bahwa uji kekuatan pelekatan push out merupakan salah satu

cara yang digunakan untuk mengevaluasi efektifitas suatu bahan atau teknik

obturasi saluran akar. Menurut Amara dkk. (2012) uji push out memiliki kelebihan

di antara uji lainnya yaitu: (1) mengurangi variasi distribusi tekanan yang diberikan

pada spesimen; (2) model uji efektif dan mudah untuk dibuat; (3) memungkinkan

evaluasi siler walaupun memiliki kekuatan pelekatan yang kecil. Kekuatan

pelekatan push out

24
dalam Megapascal (MPa) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

P=F/A

P= kekuatan pelekatan (Mpa) F= Beban maksimum (N)

A= Luas penampang subjek (mm2)

Baldiserra dkk. (2012) menyatakan bahwa terdapat tiga jenis kegagalan pelekatan

yaitu kegagalan adhesif apabila semua siler terlepas dari dentin (tidak terdapat siler

pada permukaann dentin), kegagalan kohesif apabila fraktur terjadi di dalam siler

(permukaan dentin tertutup oleh siler), dan kombinasi kegagalan adhesif dan

kohesif (permukaan dentin sebagian tertutup oleh siler).

B. Landasan Teori

Pada tahap pembersihan dan pembentukan saluran akar akan menghasilkan

suatu lapisan pada dinding saluran akar yang dikenal sebagai lapisan smear.

Lapisan smear tersusun atas bahan organik dan anorganik seperti potongan dentin,

sisa jaringan pulpa dan odontoblas serta bakteri. Lapisan smear dapat mengganggu

adaptasi dari bahan pengisi pada dinding saluran akar yang akan mempengaruhi

kekuatan perlekatan suatu bahan pengisi saluran akar. Perlekatan siler berbahan

dasar resin epoksi juga dipengaruhi oleh keberadaan lapisan smear pada permukaan

dinding saluran akar. Dinding saluran akar yang terbebas dari lapisan smear

dilaporkan

25
memiliki kekuatan perlekatan bahan pengisi yang lebih baik dibandingkan pada

dinding saluran akar dengan lapisan smear.

Pembersihan lapisan smear dapat dicapai dengan menggunakan bahan irigasi

saluran akar. Bahan irigasi yang banyak digunakan untuk menghilangkan lapisan

smear adalah penggunaan kombinasi antara NaOCl dengan konsentrasi 1% sampai

5,25% sebagai bahan irigasi yang mampu melarutkan bahan organik dan EDTA

sebagai bahan kelasi yang mampu menghilangkan komponen anorganik dari

lapisan smear. Bahan irigasi tunggal (QMix) merupakan bahan irigasi baru yang

memiliki kemampuan melarutkan lapisan smear sekaligus memiliki aktivitas

antibakteri. Aktivitas suatu bahan irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain konsentrasi larutan, kontak bahan irigasi dengan jaringan, volume dan lama

waktu aplikasi bahan irigasi. Konsentrasi EDTA yang umum digunakan adalah

EDTA 15%-17%. Beberapa penelitian menyatakan penggunaan EDTA dengan

konsentrasi 15-17% sebagai bahan irigasi yang efektif bersama NaOCl dapat

menghilangkan lapisan smear. Penambahan konsentrasi EDTA dari 15% sampai

dengan 17% dapat meningkatkan efek demineralisasi.

Waktu aplikasi juga dapat mempengaruhi efektifitas pembersihan lapisan smear

oleh EDTA. Aktifitas kelasi EDTA akan meningkat dimulai dari menit pertama

sampai dengan 15 menit. Waktu aplikasi EDTA yang banyak digunakan untuk

menghilangkan lapisan smear termasuk pada dinding saluran akar di sepertiga

apikal yang merupakan bagian yang paling sulit untuk dilakukan debridemen

dimulai dari 1, 3 sampai dengan 5 menit. Aplikasi EDTA lebih dari 5 menit dapat

menurunkan tingkat kekerasan mikro dentin yang akan melemahkan struktur gigi.

26
Lama waktu apikasi bahan irigasi tunggal (QMix) yang dianjurkan adalah 60

detik sampai dengan 90 detik.Efektivitas bahan irigasi tunggal (QMix) dalam

menghilangkan lapisan smear setara dengan penggunaan EDTA 17 % selam 60

detik sampai dengan 90 detik.

Kekuatan perlekatan bahan pengisi saluran akar dapat dievaluasi dengan

menggunakan uji perlekatan push out. Metode ini dipilih karena cukup reliabel,

mudah untuk dilakukan dan dapat mengevaluasi kekuatan perlekatan sampai

dengan nilai yang kecil. Dari hasil uji perlekatan push out juga akan didapatkan

hasil tipe kegagalan perlekatan yang terjadi apakah termasuk dalam tipe adhesif,

kohesif atau kombinasi adhesif dan kohesif.

C. Rumusan Hipotesis

Berdasarkan landasan teori, maka dapat dirumuskan hipotesis:

1. Terdapat perbedaan antara bahan irigasi EDTA 17% dan bahan irigasi tunggal

(QMix) terhadap kekuatan perlekatan push-out pengisian saluran akar dengan guta

perca dan siler berbahan dasar resin epoksi pada dinding saluran akar.

2. Terdapat perbedaan antara bahan irigasi EDTA 17% dan bahan irigasi tunggal

(QMix) dengan waktu aplikasi 60 detik dan 90 detik terhadap kekuatan perlekatan

push-out pengisian saluran akar dengan guta perca dan siler berbahan dasar resin

epoksi pada dinding saluran akar.

27

Anda mungkin juga menyukai