Anda di halaman 1dari 23

A.

DEFINISI
Hemofilia adalah gangguan perdarahan herediter dapat timbul pada defisiensi atau
gangguan fungsional faktor pembekuan plasma yang manapun, kecuali faktor XII, prekalikrein,
dan kininogen berat molekul tinggi (HMWK) (Price & Wilson, 1994) Hemofilia ialah kelainan
perdarahan herediter terikat seksi resesif yang dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor
pembekuan esensial. (Engram, 1998) Hemofilia adalah gangguan pendarahan yang disebabkan
oleh defisiensi herediter dan faktor darahesensial untuk koagulasi (Wong, 2003) Hemofilia
adalah penyakit yang bersifat herediter, biasanya hanya terdapat pada anak laki-laki tetapi
diturunkan oleh wanita (bersifat Sex-Linked Recessive (Ngastiyah, 2005)
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat seksi resesif yang
dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial yang diakibatkan oleh mutasi pada
kromosom X (Handayani & Haribowo, 2008)
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan faktor
pembekuan dan diturunkan oleh gen resesif X-Linked dari pihak ibu (Betz & Sowden, 2009).

B. ETIOLOGI
a. Faktor Genetik
Hemofilia atau penyakit gangguan pembekuan darah menurun dari generasi ke generasi
lewat wanita pembawa sifat (carrier) dalam keluarganya, yang bisa secara langsung maupun
tidak. Di dalam setiap sel tubuh manusia terdapat 23 pasang kromosom dengan berbagai
macam fungsi dan tugasnya. Kromosom ini menentukan sifat atau ciri organisme, misalnya
tinggi, penampilan, wama rambut, mata dan sebagainya. Sementara, sel kelamin adalah
sepasang kromosom di dalam inti sel yang menentukan jenis kelamin makhluk tersebut.
Seorang pria mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y, sedangkan wanita
mempunyai dua kromosom X. Pada kasus hemofilia, kecacatan terdapat pada kromosom
X akibat tidak adanya protein faktor VIII dan IX (dari keseluruhan 13 faktor), yang
diperlukan bagi komponen dasar pembeku darah (fibrin) (Price, 2003).

b. Faktor Epigenik
Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan
kekurangan faktor IX. Kenusakan dari faktor VIII dimana tingkat sirkulasi yang
fungsional dari faktor VIII ini tereduksi. Aktivasi reduksi dapat menurunkan jumlah protein
faktor VIII, yang menimbulkan abnormalitas dari protein. Faktor VIII menjadi kofaktor
yang efektif untuk faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX aktif, fosfolipid dan juga
kalsium bekerja sama untuk membentuk fungsional aktivasi faktor X yang kompleks
("Xase"), sehingga hilangnya atau kekurangan kedua faktor ini dapat mengakibatkan
kehilangan atau berkurangnya aktivitas faktor X yang aktif dimana berfungsi mengaktifkan
protrombin menjadi trombin, sehingga jika trombin mengalami penurunan pembekuan yang
dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan mengakibatkan pendarahan yang berlebihan dan
sulit dalam penyembuhan luka (Price,2003).
c. Tanda Dan Gegala
Karena faktor VIII tidak melewati plasenta, kecenderungan perdarahan dapat terjadi
dalam periode neonatal. Kelainan diketahui bila pasien mengalami perdarahan setelah
mendapat tindakan sirkumsisi. Setelah pasien memasuki usia anak-anak aktif, sering
terjadi memar atau hematoma yang hebat sekalipun trauma yang mendahuluinya ringan.
Laserasi kecil, seperti luka di lidah atau bibir, dapat berdarah sampai berjam-jam atau
berhari-hari. Gejala khasnya adalah perdarahan sendi (hemartrosis) yang nyeri dan
menimbulkan keterbatasan gerak, dapat timbul spontan maupun akibat trauma ringan,
manifestasi yang sering terjadi adalah:
Laserasi kecil, seperti luka di lidah atau bibir, dapat berdarah sampai berjam-jam atau
berhari-hari. Gejala khasnya adalah perdarahan sendi (hemartrosis) yang nyeri dan
menimbulkan keterbatasan gerak, dapat timbul spontan maupun akibat trauma ringan,
manifestasi yang sering terjadi adalah:
 Hematom pada jaringan lunak
 Hemartosis dan kontraktur sendi
 Hematuria
 Perdarahan serebral
 Terjadinya perdarahan dapat menyebabkan takikardi, takipnea, dan
hipotensi Pendarahan berulang ke dalam sendi menyebabkan degenarasi
kartilago artikularis disertai gejala-gejala artritis. Perdarahan retroperitoneal
dan intrakranial merupakan keadaan yang mengancam jiwa. Derajat

perdarahan berkaitan dengan banyaknnya aktivitas dan beratnya cedera.


Perdarahan dapat terjadi segera atau berjam-jam setelah cedera.
Perdarahan karena pembedahan sering terjadi pada semua pasien hemofilia
dan segala prosedur pembedahan yang diantisipasi memerlukan
penggantian faktor secara agresif sewaktu praoperasi dan pasca operasi
sebanyak lebih dari 50% tingkat aktivitas. Perdarahan ringan seperti pada
awal perdarahan otot atau sendi, tingkat aktivitas dapat cukup dipertahankan
sebanyak 20% hingga 50% untuk beberapa hari, sedangkan perdarahan
berat seperti perdarahan intracranial atau pembedahan sebaiknya dicapai
tingkat aktivitas 100% dan dipertahankan minimal selama dua minggu
(Price, 2005).
C. PATHWAY
Faktor pembekuan darah

Galur Intrinsik (faktor


XII,XI,IX,VIII DAN X

Gagngguan pada trombosit

HEMOFILIA

pendarahan

Konsetrasi HB penda

Refleks Spasme Keterbatasan Gerak


Mtot Hipoksia Darah suk

Aktivitas
Kontraktur sendi Hematum
Nekrosis jaringan
l
Gangguan
Nyeri Akut
mobilitas fisik
(D.0077 ) Iskemik Resiko pen
(D.0054)

Infark

Resiko perfusi
perifer tidak efektif
(D.0015)
D. KLASIFIKASI
Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu

1. Hemofilia A yang dikenal juga dengan nama :


a) Hemofilia klasik : karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak
kekurangan faktor pembekuan pada darah.

b) Hemofilia kekurangan faktor VIII : terjadi karena kekurangan


faktor 8 (Faktor VIII) protein pada darah yang menyebabkan
masalah pada proses pembekuan
darah.

2. Hemofilia B yang dikenal juga dengan nama


a) Christmas disease : karena ditemukan untuk pertama kalinya pada
seorang yang bernama Steven Christmas asal Kanada.
b) Hemofilia kekurangan faktor Ix : Terjadi karena kekurangan faktor 9
(Faktor IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses
pembekuan darah.
Klasifikasi Hemofili menurut berat ringannya penyakit:

1. Defisiensi berat:
a) Kadar faktor VIII 0-2% dari normal
b) Terjadi hemartros dan perdarahan berat berulang
2. Defisiensi sedang:
a) Kadar faktor VIII 2-5 % dari normal
b) Jarang menyebabkan kelainan ortopedik
c) Jarang terjadi hemartros dan perdarahan spontan
3. Defisiensi ringan:
a) Kadar faktor VIII 5-25 % dari normal

b) Mungkin tidak terjadi hemartros dan perdarahan


spontan lain, tetapi dapat
menyebabkan perdarahan serius bila terjadi trauma / luka yg tidak
berat / proses
pembedahan.

4. Subhemofilia Kadar faktor 25-50% dari normal. Tidak mengakibatkaan


perdarahan, kecuali bila penderita mengalami trauma hebat dan pembedahan
yang luas.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut (Betz & Sowden, 2009) uji laboratorium dan diagnostik untuk hemofilia adalah
1. Uji penapisan/skrining untuk koagulasi darah
a) Hitung trombosit normal pada hemofilia ringan sampai sedang
b) Masa protrombin (PT) normal pada hemofili ringan sampai sedang
c) Masa tromboplastin parsial (APTT) -- normal pada hemofilia ringan
sampai sedang; memanjang pada pengukuran hemofilia cukup berat
secara adekuat dalam aliran koagulasi instrinsik
d) Masa perdarahan normal pada hemofilia ringan sampai sedang;
mengkaji pembentukan sumbatan trombosit trombosit dalam kapiler

e) Analisis fungsional terhadap faktor VIII dan IX memastikan diagnosis


f) Masa pembekuan trombin normal pada hemofilia ringan sampai sedang

2. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk


pemeriksaan patologi dan kultur.
3. Uji fungsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya
penyakit hati (misalnya serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT], serum
glutamic- oxaloacetic transaminase [SGOT), alkalin fosfatase, bilirubin).
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang lazim dilakukan pada klien ini adalah sebagai berikut:
a) Pemberian konsentrat faktor VIII dan IX pada klien yang mengalami
perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi
dan pembedahan.
b) Penggantian faktor VII. Faktor VIII mungkin dari konsentrat plasma beku
yang didonasi dari ayah anak yang terkena atau mungkin dihasilkan dari
teknik antibodi monoklonal. Ekstrak plasma faktor VIII dari donor
multipel tidak lagi digunakan

karena resiko penyebaran infeksi virus seperti HIV, Hepatitis B, dan


hepatitis C (Corwin, 2009).

c) Pengobatan hemofilia menganjurkan pemberian infus profilaktik yang


dimulai pada usia 1 hingga 2 tahun pada anak-anak yang mengalami
defisiensi berat untuk mencegah penyakit sendi kronis.
d) Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM. Aspirin adalah obat
antikoagulan selain itu pemberian obat melalui suntikan memperbesar resiko
perdarahan.
e) Perawatan terhadap pasien dengan hemofilia harus selalu waspada jangan
sampai pasien terjatuh/terbentur, atau bila selesai menyuntik dan
mengambil darah bekas

jarum harus ditekan lebih lama, Jika tidak segera berhenti dipasang pembalut
penekan atau ditindih dengan eskap. Jika terpaksa memasang kateter urine
atau pipa lambung
harus hati-hati sekali. Perhatikan sesudah beberapa saat apakah terlihat
perdarahan (Ngastiyah; 2005).

Terapi Suportif yang Diberikan Pada Klien dengan Hemofilia Pengobatan rasional pada
hemofilia adalah menormalkan kadar faktor antihemofilia yang kurang. Namun ada
beberapa hal yang harus diperhatikan:
a) Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan.
b) Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas

faktor pembekuan sekitar 30-50%.


c) Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan
pertama seperti rest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan.
d) Kortikosteroid; pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk
menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah
serangan akut hemartrosis. Pemberian prednisone 0,5-1 mg/kg BB/hari
selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya

gejala sisa berupa kaku sendi (artrosis) yang menggangu aktivitas harian
serta menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia.

e) Analgetika; Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis


dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu
agregasi trombosit (harus dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan).
Terapi Pengganti Faktor pembekuan

a) Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari


kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan
aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan faktor
antihemofilia (AHF) yang

cukup banyak dengan biaya yang tinggi.


b) Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemofilia dilakukan dengan
memberikan FVIII atau FIX, baik rekombinan, konsentrat maupun
komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan
tersebut. Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka
atau pembengkakan membaik, serta khususnya selama fisioterapi.
Health Education

a) Orang tua pasien perlu dijelaskan bahawa anaknya menderita penyakit


darah sukar membeku, jika sampai terluka atau terbentur/terjatuh dapat
terjadi perdarahan di

dalam tubuh. Oleh karena itu orang tua diharapkan agar waspada terhadap
anaknnya. Bila anak sudah sekolah sebaiknya gurunya juga diberitahu
bahawa anak itu
menderita hemofilia.

b) Bila perlu diberikan label seperti gelang sehingga bila anak tersebut
mengalami perdarahan segera mendapat pertolongan.
c) Selama masa awal kehidupan, tempat tidur dan mainan harus diberi
bantalan, anak harus diamati seksama selama belajar berjalan (Ngastiyah;
2005).
 KOMPLIKASI
Menurut (Betz & Sowden, 2009) komplikasi hemofili adalah :
1. Artritis/artropati progresif
2. Sindrom compartemen Atrofi otot
3. Kontraktur ototParalisis
4. Perdarahan intrakranial
5. Kerusakan saraf
6. Hipertensi
7. Kerusakan ginjal
8. Splenomegali
9. Hepatitis
10. Sirosis
11. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi
12. Antibody terbentuk sebagai antagonis terhadap
13. Reaksi transfusi alergi terhadap produk darah
14. Anemia hemolitik
15. Trombosis dan/atau tromboembolisme
16. Nyeri kronis
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HEMOFILIA

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien, meliputi : nama, umur (, jenis kelamin (biasanya pada
anak laki- laki dan wanita sebagai carier), agama, suku/bangsa, alamat,
tgl. MRS, dan penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama

Nyeri pada sendi, adanya oedem pada sendi, sendi terasa hangat,
akibat perdarahan jaringan lunak dan hemoragi pada sendi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan nyeri pada kaki. Nyeri dirasakan hilang timbul
seperti tertusuk-tusuk dan nyeri bertambah saat berjalan dan
berkurang bila dibuat istirahat. Pasien mengeluh terjadi
perdarahan lama, epitaksis, bengkak yang

nyeri, perdarahan spontan, perdarahan system GI track.


c. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan apakah klien pernah mengalami perdarahan yang tidak
henti- hentinya serta apakah klien mempunyai penyakit menular
atau menurun seperti, hipertensi, TBC.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya Keluarga klien ada yang menderita hemofili pada laki-
laki atau carrier pada wanita.
3. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : lemah

b. Kesadaran : composmentis

c. Tanda-tanda vital
- Suhu : normal (36,5oC ‖ 37,5oC)

- Nadi : takikardi (>110x/menit)

- RR : normal/meningkat (>28x/menit)

- TD : normal (120/80 mmHg)


d. Head to toe
- Wajah : wajah mengekspresikan nyeri
- Rambut : hitam, tidak ada ketombe, distribusi merata
- Mata : gangguan penglihatan, ketidaksamaan pupil

- Mulut : mukosa mulut kering, perdarahan mukosa mulut

- Hidung : epitaksis

- Thorak/ dada :
m Jantung

• Inspeksi : adanya tarikan intercostanalis


• Palpasi :adanya pembesaran jantung (kardiomegali)
• Perkusi : suara jantung pekak paru sonor.
• Auskultasi : tidak ada BJ tambahan.
m Abdomen:
• Inspeksi : adanya distensi abdomen
• Palpasi : terdapat hepatomegali
• Perkusi : timpani
• Auskultasi : bising usus meningkat

- hematuria, eliminasi urin


Anus dan genetalia : menurun, feses
berwarna hitam
- Ekstremitas : hemartrosis memar
khususnya pada ekstremitas bawah
e. Activity Daily Life (ADL)
- Pola Nutrisi : Anoreksia
- Pola Eliminasi : Hematuria, feses hitam
- Pola personal hygiene : Kurangnya kemampuan
untuk melakukan aktivitas perawatan dini.

- : Kelemahan dan adanya


Pola aktivitas
pengawasan ketat dalam beraktivitas
- Pola istirahat tidur : Kebutuhan untuk tidur terganggu karena nyeri.

N. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri akut berhubungan dengan reflek spasme otot sekunder

b. Risiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan kehilangan


volume cairan yang aktif akibat perdarahan
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskuluskeletal akibat perdarahan
d. Risiko perfusi perifer tidak efektif trauma
e. Risiko perdarahan dibuktikan dengan trauma

3. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL (SLKI)
1 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan keperawatan selama … x 24 jam Observasi
reflek spasme otot diharapkan : 1 Identifikasi lokasi,karateristik, durasi,
sekunder (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Menurun, dengan kriteria hasil : 2 Identifikasi skala nyeri
1 Keluhan nyeri menurun 3 Identifikasi respons nyeri non verbal
2 Meringis menurun 4 Identifikasi factor yang memperberat
3 Sikap protektif menurun dan memperingan nyeri

4 Gelisah menurun 5 Identifikasi pengetahun dan


keyakinan tentang nyeri
5 Kesulitan tidur menurun
6 Identifikasi pengaruh budaya
6 Frekuensi nadi membaik
terhadap respon nyeri
7 Pola napas membaik
7 Identifikasi pengaruh nyeri pada
8 Tekanan darah membaik kualitas hidup

9 Kemampuan menuntaskan 8 Monitor keberhasilan terapi


aktivitas meningkat komplementer yang sudah
diberikan
9 Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik

10 Berikan teknik nonfarmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imanijasi trbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)

11 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa


nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)

12 Fasilitasi istirahat dan tidur


13 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
E dukasi

14 Jelaskan penyebab, periode dan

pemicu nyeri
15 Jelaskan strategi meredakan nyeri
16 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
17 Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
18 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
K olaborasi

19 Kolaborasi pemberian analgetik, jika


perlu

Terapi Relaksasi (I.09326)


Observasi

1 Identifikasi penurunan tingkat energy,


ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
gejala lain ang mengganggu kemampuan
kognitif

2 Identifikasi tekknik relaksasi yang


pernah efektif digunakan

3 Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan


penggunaan teknik sebelumnya
4 Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah dan suhu

sebelum dan sesudah latihan


5 Monitor respons terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik

6 Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa


gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika memungkinkan
7 Berikan informasi tertulis tentang

persiapan dan prosedur teknik relaksasi

8 Gunakan pakaian longgar

9 Gunakan nada suara lembut dengan irama


lembut dengan irama lambat dan berirama
10 Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang degan analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai

E dukasi
11 Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis
relaksasi yang tersedia (mis. Music,
meditasi, napas dalam, relaksasi otot
progresif)
12 Jelaskn secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
13 Anjurkan mengambil posisi
nyaman

14 Anjurkan rileks dan merasakan


sensasi relaksasi

15 Anjurkan sering mengulangi atau melatih


teknik yang dipilih
16 Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (mis. Napas dalam,

peregangan, atau imajinasi terbimbing)

Manajemen Cairan (I.03098)


2 Risiko Setelah diberikan asuhan keperawatan
Observasi
ketidakseimbangan selama … x 24 jam diharapkan :
cairan berhubungan 1 Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi
Keseimbangan Cairan
dengan kehilangan nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
(L.05020) Meningkat, dengan kriteria
volume cairan yang kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit,
hasil :
aktif akibat perdarahan tekanan darah)
1 Asupan cairan meningkat
(D.0036) 2 Monitor berat badan harian
2 Keluaran urine
3 Monitor berat badan sebelum dan sesudah
meningkat
dianalisis
3 Kelembaban membrane
4 Monitor pemeriksaan laboratorium (mis.
mukosa meningkat
Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urine,
4 Asupan makanan
BUN)
meningkat
5 Monitor status hemodinamik (mis. MAP,
5 Edema menurun
CVP, PAP, PCWP jika
6 Dehidrasi menurun tersedia)
7 Tekanan darah membaik
Terapeutik

8 Denyut nadi rasial 6 Catat intake-output dan hitung balans

9 Tekanan arteri rata-rata cairan 24 jam

membaik 7 Berikan asupan cairan, sesuai

10 Membrane mukosa kebutuhan

membaik 8 Berikan cairan intravena, jika perlu

11 Mata cekung membaik K olaborasi

12 Turgor kulit membaik 9 Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu


Manajemen Perdarahan (I.02020)
Observasi

1 Identifikasi penyebab perdarahan

2 Periksa adanya darah pada muntah,

sputum, feses, urine, pengeluaran NGT, dan


drainase luka, jika perlu

3 Periksa ukuran dan karateristik


hematoma, jika ada
4 Monitor terjdinya perdarahan (sifat dan
jumlah)
5 Monitor nilai hemoglobin dan
hematokrit sebelum dan setelah
kehilangan darah

6 Monitor tekanan darah dan parameter


hemodinamik (tekanan
vena sentral dan tekanan baji kapiler atau
arteri pulmonal), jika ada
7 Monitor intake dan output caian

8 Monitor koagulasi darah (prothombin


time (PT), partial thromboplastin time
(PTT),

fibrinogen, degradasi fibrin dan jumlah


trombosit), jika ada

9 Monitor deliveri oksigen jaringan (mis.


PaO2 , SaO2 , hemoglobin dan curah
jantung)
10 Monitor tanda dan gejala
perdarahan massif
Terapeutik

11 Istirahatkan area yang mengalami


perdarahan
12 Berikan kompres dingin, jika perlu
13 Lakukan penekanan atau balut tekan,
jika perlu
14 Tinggikan ekstremitas yang
mengalami perdarahan

15 Pertahankan akses IV
E dukasi

16 Jelaskan tanda-tanda perdarahan


17 Anjurkan melapor jika menemukan tanda-
tanda perdarahan
18 Anjurkan membatasi aktivitas
K olaborasi

19 Kolaborasi pemberian cairan, jika perlu

20 Kolaborasi pemberian transfuse darah,


jika perlu
3 Gangguan mobilitas Setelah diberikan asuhan keperawatan Dukungan Mobilisasi (I.05173)
fisik berhubungan selama … x 24 jam diharapkan :
Observasi
dengan kerusakan Mobilitas Fisik (L.05042)
muskuluskeletal akibat 1 Identifikasi adanya nyeri atau
Meningkat, dengan kriteria hasil
perdarahan (D.0054) keluhan fisik lainnya
:
2 Identifikasi toleransi fisik
1 Pergerakan ekstremitas
melakukan pergerakan
meningkat 3 Monitor frekuensi jantung dan
2 Kekuatan otot meningkat
tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
3 Rentang gerak (ROM)
4 Monitor kondisi umum selama
meningkat
melakukan mobilisasi
4 Nyeri menurun Teraputik
5 Gerakan terbatas 5 Fasilitasi ativitas mobilisasi dengan alat
menurun bantu (mis. Pagar tempat tidur)
6 Kelemahan fisik 6 Fasilitasi melakukan pergerakan, jika
menurun perlu

7 Libatkan keluarga untuk membantu


pasien dalam meningkatkan pergerakan
E dukasi

8 Jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi

9 Anjurkan melakukan mobilisasi dini

10 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus


dilakukan (mis. Duduk ditempat tidur,
duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
Pencegahan Perdarahan (I. 02067) Observasi :
4 Risiko perdarahan Setelah diberikan asuhan
1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
dibuktikan dengan keperawatan selama … x 24 jam
2. Monitor nilai hematocrit / hemoglobin sebelum
Trauma (D.0012) diharapkan : dan setelah kehilangan darah
Tingkat Perdarahan (L.02017)
3. Monitor tanda ‖ tanda vital ortostatik
Menurun, dengan kriteria hasil :
4. Monitor koagulasi ( mis. Prothrombin time (PT),
1 Kelembaban membrane
partial thromboplastin time (PTT), fibrinogen,
mukosa meningkat
degradasi fibrin dan
2 Kelembapan kulir / atau platelet).
meningkat
Terapeutik :
3 Hemoptisis menurun
1. Pertahankan bedrest selama
4 Hematemesis menurun
perdarahan

5 Hemoglobin membaik 2. Batasi tindakan invasive, jika perlu


6 Hematokrit membaik 3. Gunakan kasur pencegah dekubitus
4. Hindari pengukuran suhu rektal.
Edukasi :

1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan


2. Anjurkan menggunakan kaos kaki saat ambulasi

3. Anjurkan meningkatkan asupan cairan


untuk menghindari konstipasi

4. Anjurkan menghindari aspirin atau


antikoagulan
5. Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamim K

6. Anjurkan segera melapor jika terjadi


perdarahan.
Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian obat mengontrol


perdarahan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian produk darah, jika
perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
perlu.

5 Risiko perfusi cerebral Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Peningkatan Tekanan
tiak efektif dibuktikan selama … x 24 jam diharapkan : Intrakranial ( I. 06194)
dengan trauma Perfusi Serebral (L.02014) Meningkat,
Observasi
dengan kriteria hasil :
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
1 Tingkat kesadaran
(seperti lesi, gangguan metabolisme,
meningkat
edema serebral)
2 Tekanan intra kranial
2. Monitor tanda / gejala peningkatan TIK (seperti
menurun tekanan darah meningkat,
3 Sakit kepala menurun
tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas
4 Gelisah menurun irreguler, kesadaran

5 Nilai rata ‖ rata tekanan darah menurun)

membaik 3. Monitor MAP (Mean Arterial


6 Kesadaran membaik Pressure)
4. Monitor CVP (Central venous
pressure), jika perlu
5. Monitor PAWP, jika perlu
6. Monitor PAP, jika perlu

7. Monitor ICP (Intra cranial pressure),


jika tersedia

8. Monitor CPP (cerebral perfusion


pressure)
9. Monitor gelombang ICP
10. Monitor status pernapasan

11. Monitor intake dan output cairan


12. Monitor cairan serebro-spinalis (seperti
warna, konsistensi)

Terapeutik

1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan


lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler (head up 30°)

3. Hindari manuver valsava


4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
8. Pertahankan suhu tubuh normal

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti

konvulsan, jika perlu


2. Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis, jika perlu
Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Arif M, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 2, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.

Brunner dkk, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, EGC Kedokteran, Jakarta.

Dwiyanti,Ni Made.2013.Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Hemofilia.Skripsi.


Denpasar : Universitas Udayana.

Endhy. 2011. Asuhan keperawatan pada anak dengan hemofilia.

Gita Apriliana, dkk. 2013.Makalah Sistem Imun & Hematologi II Konsep Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Hemofilia. Lamonga : Stikes Muhammadiyah.

Anda mungkin juga menyukai