Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

“VULNUS LACERATUM”
INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KECAMATAN MANDAU

DISUSUN
Oleh:
Ns.PRALISKA ARISANTO,S.Kep
KHOIRURIZAL,AMK

TAHUN 2018
VULNUS LACERATUM

1. Pengertian
Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka terbuka yang
terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau
otot”. Vulnus Laseratum ( luka robek ) adallah luka yang terjadi akibat kekerasan benda
tumpul , robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah

2. Etiologi
a. Mekanik
 Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi tajam atau
runcing. Misalnya luka iris, luka bacok, dan luka tusuk
 Benda tumpul
 Ledakan atau tembakan
Misalnya luka karena tembakan senjata api

b. Non Mekanik
 Bahan kimia
Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
 Trauma fisika
 Luka akibat suhu tinggi
Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer, heat
exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat cramps.
 Luka akibat suhu rendah
Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya
hyperemia, edema dan vesikel,
 Luka akibat trauma listrik
 Luka akibat petir
 Luka akibat perubahan tekanan udara (Mansjoer, 2001)
c. Radiasi

3. Faktor risiko
Vulnus Laseratum dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya :
1) Alat yang tumpul.
2) Jatuh ke benda tajam dan keras.
3) Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.
4) Kecelakaan akibat kuku dan gigitan”

4. Anatomi dan Pathofisiologi.


1) Kulit.
Price 2005 menyatakan “Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan
epidermis, dermis, lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan
merupakan benang pertahanan terhadap bakteri virus dan jamur. Kulit juga
merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat jahitan ujung
syaraf yang saling bertautan”.
a. Epidermis bagian terluas kulit di bagi menjadi 2 bagian lapisan yaitu :
1) Lapisan tanduk (stratum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak ber inti
dan bertanduk.
2) Lapisan dalam (stratum malfigi) merupakan asal sel permukaan bertanduk
setelah mengalami proses di ferensiasi .
b. Dermis
Dermis terletak di bawah epidermis dan terdiri dari seabut-serabut kolagen
elastin, dan retikulum yang tertanam dalam substansi dasar. Matrik kulit mengandung
pembuluh pembuluh darah dan syaraf yang menyokong nutrisi pada epidermis.
Disekitar pembuluh darah yang kecil terdapat limfosit. Limfosit sel masuk dan
leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi dan infeksi dan instansi benda-benda
asing. Serabut-serabut kolagen, elastin khusus menambahkan sel-sel basal epidermis
pada dermis.
c. Lemak Subkutan
Price (2005) menyatakan “Lemak subkutan merupakan lapisan kulit ketiga
yang terletak di bawah dermis. Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit isolasi
untuk mempertahankan daya tarik seksual pada kedua jenis kelamin”.

2) Jaringan Otot
Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu
berkontraksi dengan sedemikian maka pergerakan terlaksana. Otot terdiri dari serabut
silindris yang mempunyai sifat sama dengan sel dari jaringan lain.semua sel di ikat
menjadi berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung
unsur kontaktil.
3) Jaringan Saraf
Jaringan saraf terdiri dari 3 unsur:
a. Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel syaraf.
b. Unsur putih serabut saraf.
c. Neuroclea, sejenis sel pendukung yang di jumpai hanya dalam saraf dan yang
menghimpun serta menopang sel saraf dan serabut saraf. Setiap sel saraf dan
prosesnya di sebut neuron. Sel saraf terdiri atas protoplasma yang berbutir khusus
dengan nukleus besar dan berdinding sel lainnya.berbagai juluran timbul (prosesus)
timbul dari sel saraf, juluran ini mengantarkan rangsangan rangsangan saraf kepada
dan dari sel saraf.

5. Patofisiologi
Vulnus laserratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh,
kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap
trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan akan terjadi
apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang
sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya
tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di
koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi
peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional. Jika
jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah jaringan
yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan
hidup.
Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan
jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan menurunkan
Etiologi vulnus
ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan hernosenssitif. Apabila nyeri di
atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang berlanjut istirahat
atau tidurMekanik : benda tajam,
terganggu dan terjadi ketertiban gerak. Non mekanik:
benda tumpul,
6. Pathway tembakan/ledakan, gigitan
binatang bahan kimia, suhu tinggi, radiasi

Kerusakan integritas
jaringan

Traumatic jaringan

Kerusakan pembuluh darah

Terputusnya kontinuitas
jaringan

Kerusakan intergritas Pendarahan berlebih


kulit
Kerusakan syaraf perifer

Keluarnya cairan tubuh


Rusaknya barrier pertahanan
Stimulasi neurotransmitter
primer
(histamine, prostaglandin,
bradikinin, prostagladin) Hipotensi, hipovolemi, hipoksia,
hiposemi

Terpapar lingkungan
Resiko syok :hipovolomik
Nyeri akut
ansietas
Resiko tinggi infeksi

Pergerakan terbaras Gangguan pola tidur

Gangguan mobilitas fisik


7. Manifestasi Klinis
Mansjoer (2000) menyatakan “Manifestasi klinis vulnus laseratum adalah:
a. Luka tidak teratur
b. Jaringan rusak
c. Bengkak
d. Pendarahan
e. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah rambut
f. Tampak lecet atau memar di setiap luka.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap.tujuanya
untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.
b. Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada
lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
c. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
d. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.

9. Komplikasi
 Kerusakan arteri:
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
 Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah
 Infeksi
 Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi
 Kontraktur
 Hipertropi jaringan parut
e. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus

10. Penatalaksanaan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka,
pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk membersihkan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik
seperti:
 Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
 Halogen dan senyawanya
a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan
dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks
yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci
karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik
borok.
d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid
dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air,
tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.
 Oksidansia
- Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah
berdasarkan sifat oksidator.
- Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari
dalam luka dan membunuh kuman anaerob
 Logam berat dan garamnya
- Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan
jamur.
- Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik
lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya
kerak (korts)
 Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
 Derivat fenol
Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitalia
eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
 Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan
aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya
sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer,
2001).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan
adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan
pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga
memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan
dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain
larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat
ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl
0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak
mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g
dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154
mEq/l (ISO Indonesia,2000).
3. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang
jaringan nekrosis dan debris.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
a. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang
jaringan mati dan benda asing.
b. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
c. Berikan antiseptik

d. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi


lokal
e. Bila perlu lakukan penutupan luka
4. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam
boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
5. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses
penyembuhan berlangsung optimal.
6. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian
kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi,
mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai
fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang
menyebabkan hematom.
7. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.

11. Penyembuhan luka


a) Tipe Penyembuhan luka
Menurut Mansjoer, terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini
dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
1) Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan
yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan
jahitan.
2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang
tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh adanya
luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses
penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya
tetap terbuka.

3) Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang


dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah
diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe
penyembuhan luka yang terakhir.
b) Fase Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi, proliferasi dan
maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain merupakan suatu kesinambungan
yang tidak dapat dipisahkan.
1) Fase Inflamasi
Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5 hari.
Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi bakteri,
menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan mempersiapkan proses
penyembuhan lanjutan.
2) Fase Proliferasi
Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast (sel
jaringan penyambung) memiliki peran yang besar dalam fase proliferasi.
3) Fase Maturasi
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai
berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Dalam fase ini
terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan
kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka
(Mansjoer,2001).
c) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis
karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses
regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik
1) Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam
proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan
perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM,
Arthereosclerosis).
2) Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat
berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi,
stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan
d) Komplikasi Penyembuhan Luka
Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-
beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat,
keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya reepitalisasi dan juga
akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis
jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan juga infeksi luka

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Fokus Pengkajian
Doenges (2000, p.217) menyatakan bahwa untuk mengkaji pasien dengan vulnus
laseratum di perlukan data-data sebagai berikut:
a. Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan rentang
gerak, perubahan aktifitas.
b. Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
c. Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
d. Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
e. Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada daerah
cidera , kemerah-merahan.
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah,
tidak bisa tidur.
g. Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d kerusakan jaringan
b. Gangguan istirahat tidur kurang dari kebutuhan b/d nyeri.
c. Gangguan eliminasi BAB b/d kelemahan fisik.
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan otot.
e. Gangguan integritas kulit b/d kerusakan jaringan.
f. Resiko tinggi infeksi b/d perawatan luka tidak efektif.

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri
 pain control,
psikologis), kerusakan jaringan secara komprehensif
 comfort level
Setelah dilakukan termasuk lokasi,
DS:
- Laporan secara verbal tinfakan keperawatan karakteristik, durasi,
DO:
selama …. Pasien frekuensi, kualitas dan
- Posisi untuk menahan nyeri
- Tingkah laku berhati-hati tidak mengalami faktor presipitasi
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak  Observasi reaksi nonverbal
nyeri, dengan kriteria
capek, sulit atau gerakan kacau, dari ketidaknyamanan
hasil:
 Bantu pasien dan keluarga
menyeringai)  Mampu mengontrol
- Terfokus pada diri sendiri untuk mencari dan
nyeri (tahu penyebab
- Fokus menyempit (penurunan
menemukan dukungan
nyeri, mampu  Kontrol lingkungan yang
persepsi waktu, kerusakan proses
menggunakan tehnik dapat mempengaruhi nyeri
berpikir, penurunan interaksi dengan
nonfarmakologi
orang dan lingkungan) seperti suhu ruangan,
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan- untuk mengurangi pencahayaan dan kebisingan
jalan, menemui orang lain dan/atau nyeri, mencari  Kurangi faktor presipitasi
aktivitas, aktivitas berulang-ulang) bantuan) nyeri
- Respon autonom (seperti diaphoresis,  Melaporkan 
bahwa Kaji tipe dan sumber nyeri
perubahan tekanan darah, perubahan nyeri berkurang untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non
nafas, nadi dan dilatasi pupil) dengan
- Perubahan autonomic dalam tonus farmakologi: napas dala,
menggunakan
otot (mungkin dalam rentang dari relaksasi, distraksi, kompres
manajemen nyeri
lemah ke kaku)  Mampu mengenali hangat/ dingin
- Tingkah laku ekspresif (contoh :  Berikan analgetik untuk
nyeri (skala,
gelisah, merintih, menangis, mengurangi nyeri: ……...
intensitas, frekuensi  Tingkatkan istirahat
waspada, iritabel, nafas
dan tanda nyeri)  Berikan informasi tentang
panjang/berkeluh kesah)  Menyatakan rasa nyeri seperti penyebab nyeri,
- Perubahan dalam nafsu makan dan
nyaman setelah nyeri berapa lama nyeri akan
minum
berkurang berkurang dan antisipasi
 Tanda vital dalam
ketidaknyamanan dari
rentang normal
 Tidak mengalami prosedur
 Monitor vital sign sebelum
gangguan tidur
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan pola tidur berhubungan NOC: NIC :
 Anxiety Control
dengan: Sleep Enhancement
 Comfort Level
- Psikologis : usia tua, kecemasan, - Determinasi efek-
 Pain Level
agen biokimia, suhu tubuh, pola  Rest : Extent and Pattern efek medikasi
 Sleep : Extent ang
aktivitas, depresi, kelelahan, takut, terhadap pola tidur
Pattern - Jelaskan pentingnya
kesendirian.
Setelah dilakukan tindakan
- Lingkungan : kelembaban, tidur yang adekuat
keperawatan selama …. - Fasilitasi untuk
kurangnya privacy/kontrol tidur,
gangguan pola tidur pasien mempertahankan
pencahayaan, medikasi (depresan,
teratasi dengan kriteria aktivitas sebelum
stimulan),kebisingan.
Fisiologis : Demam, mual, posisi, hasil: tidur (membaca)
 Jumlah jam tidur dalam - Ciptakan
urgensi urin.
DS: batas normal lingkungan yang
- Bangun lebih awal/lebih lambat  Pola tidur,kualitas dalam
nyaman
- Secara verbal menyatakan tidak
batas normal - Kolaburasi
fresh sesudah tidur  Perasaan fresh sesudah
pemberian obat
DO :
tidur/istirahat
- Penurunan kemempuan fungsi tidur
 Mampu mengidentifikasi
- Penurunan proporsi tidur REM
- Penurunan proporsi pada tahap 3 hal-hal yang
dan 4 tidur. meningkatkan tidur
- Peningkatan proporsi pada tahap 1
tidur
- Jumlah tidur kurang dari normal
sesuai usia

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kolaborasi
Konstipasi berhubungan dengan NOC: NIC :
o Fungsi:kelemahan otot abdominal,  Bowl Elimination
Manajemen konstipasi
 Hidration
Aktivitas fisik tidak mencukupi - Identifikasi faktor-
Setelah dilakukan tindakan
o Perilaku defekasi tidak teratur faktor yang
o Perubahan lingkungan keperawatan selama ….
o Toileting tidak adekuat: posisi menyebabkan
konstipasi pasien teratasi
defekasi, privasi konstipasi
dengan kriteria hasil:
o Psikologis: depresi, stress emosi, - Monitor tanda-tanda
 Pola BAB dalam batas
gangguan mental ruptur
normal
o Farmakologi: antasid,  Feses lunak bowel/peritonitis
 Cairan dan serat adekuat - Jelaskan penyebab
antikolinergis, antikonvulsan,
 Aktivitas adekuat
dan rasionalisasi
antidepresan, kalsium  Hidrasi adekuat
karbonat,diuretik, besi, overdosis tindakan pada
pasien
laksatif, NSAID, opiat, sedatif.
- Konsultasikan
o Mekanis: ketidakseimbangan
dengan dokter
elektrolit, hemoroid, gangguan
tentang peningkatan
neurologis, obesitas, obstruksi pasca
dan penurunan
bedah, abses rektum, tumor
o Fisiologis: perubahan pola makan bising usus
- Kolaburasi jika ada
dan jenis makanan, penurunan
tanda dan gejala
motilitas gastrointestnal, dehidrasi,
konstipasi yang
intake serat dan cairan kurang,
menetap
perilaku makan yang buruk - Jelaskan pada
DS:
- Nyeri perut pasien manfaat diet
- Ketegangan perut (cairan dan serat)
- Anoreksia
- Perasaan tekanan pada rektum terhadap eliminasi
- Nyeri kepala - Jelaskan pada klien
- Peningkatan tekanan abdominal konsekuensi
- Mual
- Defekasi dengan nyeri menggunakan
DO: laxative dalam
- Feses dengan darah segar
- Perubahan pola BAB waktu yang lama
- Feses berwarna gelap - Kolaburasi dengan
- Penurunan frekuensi BAB ahli gizi diet tinggi
- Penurunan volume feses
- Distensi abdomen serat dan cairan
- Feses keras - Dorong peningkatan
- Bising usus hipo/hiperaktif aktivitas yang
- Teraba massa abdomen atau rektal
optimal
- Perkusi tumpul
- Sediakan privacy
- Sering flatus
- Muntah dan keamanan
selama BAB

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :
 Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
Berhubungan dengan :
- Gangguan metabolisme Active  Monitoring vital sign sebelm/sesudah
 Mobility Level
sel latihan dan lihat respon pasien saat
 Self care : ADLs
- Keterlembatan
 Transfer performance latihan
perkembangan Setelah dilakukan  Konsultasikan dengan terapi fisik
- Pengobatan
tindakan keperawatan tentang rencana ambulasi sesuai
- Kurang support
selama….gangguan dengan kebutuhan
lingkungan
 Bantu klien untuk menggunakan
- Keterbatasan ketahan mobilitas fisik teratasi
tongkat saat berjalan dan cegah
kardiovaskuler dengan kriteria hasil:
- Kehilangan integritas  Klien meningkat terhadap cedera
 Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
struktur tulang dalam aktivitas fisik
- Terapi pembatasan gerak  Mengerti tujuan dari lain tentang teknik ambulasi
- Kurang pengetahuan  Kaji kemampuan pasien dalam
peningkatan mobilitas
tentang kegunaan  Memverbalisasikan mobilisasi
 Latih pasien dalam pemenuhan
pergerakan fisik perasaan dalam
- Indeks massa tubuh diatas kebutuhan ADLs secara mandiri
meningkatkan
75 tahun percentil sesuai sesuai kemampuan
kekuatan dan
 Dampingi dan Bantu pasien saat
dengan usia
kemampuan
- Kerusakan persepsi mobilisasi dan bantu penuhi
berpindah
sensori kebutuhan ADLs ps.
 Memperagakan
- Tidak nyaman, nyeri  Berikan alat Bantu jika klien
- Kerusakan penggunaan alat
memerlukan.
muskuloskeletal dan Bantu untuk  Ajarkan pasien bagaimana merubah
neuromuskuler mobilisasi (walker) posisi dan berikan bantuan jika
- Intoleransi
diperlukan
aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot,
kontrol dan atau masa
- Keengganan untuk
memulai gerak
- Gaya hidup yang
menetap, tidak digunakan,
deconditioning
- Malnutrisi selektif atau
umum
DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan
(penurunan untuk
berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai
langkah pendek)
- Keterbatasan motorik
kasar dan halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
- Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat
dan tidak terkoordinasi

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Kerusakan integritas NOC : NIC : Pressure Management
Tissue Integrity : Skin and Anjurkan pasien untuk menggunakan
kulitberhubungan dengan :
Eksternal : Mucous Membranes pakaian yang longgar
- Hipertermia atau Wound Healing : primer Hindari kerutan pada tempat tidur
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
hipotermia dan sekunder
- Substansi kimia Setelah dilakukan dan kering
- Kelembaban Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
tindakan keperawatan
- Faktor mekanik
setiap dua jam sekali
selama….. kerusakan
(misalnya : alat yang Monitor kulit akan adanya kemerahan
integritas kulit pasien Oleskan lotion atau minyak/baby oil
dapat menimbulkan luka,
teratasi dengan kriteria pada derah yang tertekan
tekanan, restraint)
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Immobilitas fisik hasil:
Monitor status nutrisi pasien
- Radiasi  Integritas kulit yang
Memandikan pasien dengan sabun dan
- Usia yang ekstrim
baik bisa
- Kelembaban kulit air hangat
- Obat-obatan dipertahankan Kaji lingkungan dan peralatan yang
Internal :
(sensasi, elastisitas, menyebabkan tekanan
- Perubahan status
Observasi luka : lokasi, dimensi,
temperatur, hidrasi,
metabolik
kedalaman luka, karakteristik,warna
- Tonjolan tulang pigmentasi)
- Defisit imunologi  Tidak ada luka/lesi cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
- Berhubungan dengan
pada kulit tanda-tanda infeksi lokal, formasi
dengan perkembangan  Perfusi jaringan baik
traktus
- Perubahan sensasi  Menunjukkan
Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
- Perubahan status nutrisi
pemahaman dalam
perawatan luka
(obesitas, kekurusan)
proses perbaikan Kolaburasi ahli gizi pemberian diae
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi kulit dan mencegah TKTP, vitamin
- Perubahan sirkulasi Cegah kontaminasi feses dan urin
terjadinya sedera
Lakukan tehnik perawatan luka dengan
- Perubahan turgor berulang
steril
(elastisitas kulit)
Berikan posisi yang mengurangi
DO:
tekanan pada luka
- Gangguan pada bagian
 Mampu melindungi
tubuh
kulit dan
- Kerusakan lapisa kulit
mempertahankan
(dermis)
- Gangguan permukaan kelembaban kulit dan
kulit (epidermis) perawatan alami
 Menunjukkan
terjadinya proses
penyembuhan luka
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Risiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif  Cuci tangan setiap sebelum dan
control
- Kerusakan jaringan dan
 Risk control sesudah tindakan keperawatan
peningkatan paparan Setelah dilakukan  Gunakan baju, sarung tangan sebagai
lingkungan tindakan keperawatan alat pelindung
- Malnutrisi  Ganti letak IV perifer dan dressing
selama…… pasien tidak
- Peningkatan paparan
sesuai dengan petunjuk umum
mengalami infeksi dengan
lingkungan patogen  Gunakan kateter intermiten untuk
- Imonusupresi kriteria hasil:
menurunkan infeksi kandung kencing
- Tidak adekuat pertahanan  Klien bebas dari tanda
 Tingkatkan intake nutrisi
sekunder (penurunan Hb, dan gejala infeksi  Berikan terapi
 Menunjukkan
Leukopenia, penekanan antibiotik:.................................
kemampuan untuk  Monitor tanda dan gejala infeksi
respon inflamasi)
- Penyakit kronik mencegah timbulnya sistemik dan lokal
- Imunosupresi  Pertahankan teknik isolasi k/p
infeksi
- Malnutrisi  Inspeksi kulit dan membran mukosa
 Jumlah leukosit dalam
- Pertahan primer tidak
batas normal terhadap kemerahan, panas, drainase
adekuat (kerusakan kulit,  Monitor adanya luka
 Menunjukkan perilaku
trauma jaringan,  Dorong masukan cairan
hidup sehat  Dorong istirahat
gangguan peristaltik)  Status imun,
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gastrointestinal,
gejala infeksi
genitourinaria dalam  Kaji suhu badan pada pasien
batas normal neutropenia setiap 4 jam
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Pediatrik Klinis. (terjemahan)
Edisi 6. EGC: Jakarta.

Chada, P.V. 1993. Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi (Terjemahan). Widya Medika:
Jakarta.

Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC: Jakarta.

Mansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika Auskulapius FKUI:
Jakarta.

Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika: Jakarta.

Willson.J.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC: Jakarta.

Tucker.S.M. 1998. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa dan


Evaluasi (Terjemahan). Volume 2. Edisi 2. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai