Anda di halaman 1dari 3

Axel Honneth - Gen 3 Mazhab Frankfurt

Tugas Kapita Selekta Sosial Politik 3


Mochamad Zidan Darmawan

Axel Honneth adalah seorang filsuf dan ahli teori Jerman yang terlibat dalam wacana masalah
sosial, lahir pada tanggal 18 Juli 1949 di Frankfurt. Ia dikenal luas atas kontribusinya pada
bidang teori sosial, filsafat politik, dan psikologi sosial. Honneth adalah salah satu tokoh kunci
dalam tradisi teori kritis Jerman. Honneth merupakan pewaris tradisi ketiga pemikiran teoritis
kritis dari Mazhab Frankfurt. Honneth telah memberikan ceramah dan menulis banyak karya
tentang penelitian ilmu sosial. Dalam karya besarnya, The Struggle for Recognition: The Moral
Grammar of Social Conflict, Honneth (1995) sangat menekankan pentingnya kebijakan saling
pengakuan sebagai prasyarat bagi masyarakat rasional. Bagi Honneth, tujuan utama pengakuan
adalah untuk menunjukkan kerapuhan manusia, bahwa kita adalah makhluk menyedihkan yang
mudah terjerumus dalam kekerasan hingga saling membunuh. Salah satu aspek yang dapat
diperhatikan ketika mengatasi situasi kekerasan adalah dengan menganggap “orang lain” (other)
sebagai “saya” yang mana akan membuka pandangan kita jika manusia begitu rapuh untuk hidup
seorang diri dan membutuhkan kehidupan bersama.

Nancy Fraser mengkritik gagasan rekognisi yang diusung oleh Honneth, menyatakan bahwa
fokus hanya pada rekognisi bersifat etis tidak cukup. Menurut Fraser, langkah yang lebih efektif
adalah melakukan perubahan struktural secara menyeluruh untuk mengakhiri ketimpangan dan
memastikan apa yang disebutnya sebagai "participation parity." Kritik ini menyoroti bahwa teori
rekognisi Honneth terbatas dalam cakupan dan tidak sepenuhnya memasukkan dimensi keadilan
sosial yang lebih luas. Fraser juga menunjukkan kekhawatiran terhadap implementasi teori
rekognisi dalam struktur hukum yang memiliki kekuasaan paksa. Sumber informasi yang
diperoleh dari gagasan ini dapat ditemukan dalam karya-karya Nancy Fraser terkait kritik
terhadap teori rekognisi.

Honneth melanjutkan warisan pemikiran Hegel dan Herbert Mead, yang menyoroti peran sentral
hubungan dan interaksi sosial dalam pembentukan individu dan masyarakat. Berbeda dengan
pandangan atomistik seperti yang diusung oleh Machiavelli dan Hobbes, yang melihat individu
sebagai entitas terpisah dan mandiri dalam masyarakat, pendekatan holistik menegaskan bahwa
individu tidak dapat dipahami secara terisolasi dari konteks sosialnya. Menurut Hegel, individu
terikat oleh hubungan sosial dan komunitas tertentu, dengan identitas individu terbentuk melalui
tahapan-tahapan dalam keterlibatannya dengan masyarakat, membawanya menuju pemahaman
menyeluruh tentang dirinya sebagai bagian dari "totalitas" atau keseluruhan sosial. Kontribusi
Herbert Mead dalam psikologi menegaskan bahwa identitas individu berkembang melalui
interaksi sosial, di mana individu memperoleh pemahaman tentang dirinya melalui hubungan
dengan orang lain. Oleh karena itu, pendekatan holistik menyoroti pentingnya memahami
individu dalam konteks hubungan sosial yang membentuknya, bukan sebagai entitas yang
terisolasi dan mandiri dalam masyarakat. Sumber informasi dapat ditemukan dalam karya-karya
Honneth, Hegel, dan Herbert Mead yang membahas konsep identitas dan pembentukan individu
melalui interaksi sosial.

Teori rekognisi dalam pandangan Axel Honneth diartikan sebagai suatu proses kognitif yang
disadari oleh individu terhadap potensi ancaman dari pihak lain, sehingga individu mampu
mengenali yang lain sebagai bagian integral dari dirinya secara keseluruhan. Proses ini terdiri
dari beberapa tahapan, termasuk relasi antara anak dan orang tua dalam memenuhi kebutuhan
emosional dan ketergantungan, serta melalui konsep "universalisasi hukum" secara objektif yang
kemudian berkembang menjadi solidaritas dengan cakupan yang lebih luas, termasuk konfirmasi
intersubjektif. Honneth mengidentifikasi mode dan objek dari rekognisi, mencakup
afeksi-individual di dalam lingkup keluarga (contohnya, cinta), kognisi-person di masyarakat
sipil (contohnya, hukum dan hak), dan transformasi afeksi menjadi rasionalitas serta
subjek-partikular individual di dalam ranah negara (contohnya, solidaritas).

Dengan demikian, rekognisi tidak hanya berarti pengakuan secara simbolis, melainkan juga
melibatkan pemahaman yang mendalam tentang hubungan dan ketergantungan antara individu
dengan orang lain dalam berbagai konteks sosial dan politik. Implikasinya mencakup pengakuan
terhadap hak dan martabat individu, serta partisipasinya dalam kehidupan sosial. Sumber
informasi yang dapat merinci gagasan ini dapat ditemukan dalam karya-karya Axel Honneth
yang membahas teori rekognisi dan konsep-konsep terkaitnya.

References

Mubarak Ahmad, Nawawi, M. A., P, C. A., & Rizkiando. (2022). The Struggle For Recognition:

A Study Of The Existence Of TheIndonesian Ahmadiyya Community In The Concept Of

AxelHonneth'sRecognition. Jurnal Dakwah dan Sosial, Vol 5(2), 307-320.

https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/muharrik/article/view/1648/948

Priyatman, M. H., Puguh Santoso, & Adnan Madjid. (2022, Oktober). RESPEK DAN

REKOGNISI: RESOLUSI KONFLI

WADAS(ANALISISRESOLUSIKONFLIKWADASDALAMPERSPEKTIFTEORIREK

OGNISI AXEL HONNETH. Jurnal Komunikatio, Vol 8(2), 114- 125.

https://ojs.unida.ac.id/JK/article/view/6712/3475
Prabowo, R. A. (2019). Poli4k Rekognisi Axel Honneth: Relevansinya terhadap Jaminan

Kesetaraan dalam Hukum di Indonesia. JURNAL ILMIAH ILMU PEMERINTAHAN:

Vol. 4, No. 2., 75-85.

Anda mungkin juga menyukai