Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KASUS HUKUM PERIKATAN

Oleh:
DWI RATU PRATIWI PAYA PAILLIN
2230122023
(B)

Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Adhyaksa


S1 HUKUM

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolonganNya saya dapat
menyelesaikan makalah berjudul “ Kasus Hukum Perikatan”. Meskipun banyak
rintangan dan hambatan yang saya alami dalam proses pengerjaannya, tapi saya berhasil
menyelesaikan tepat pada waktunya.

Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampuh yang telah
memberikan tugas makalah ini.

Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu, saya menerima saran dan kritikan yang bersifat membangun demi perbaikan ke arah
sempurna.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca . Akhir kata saya ucapkan terima
kasih.

Makassar, 26 Juli 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL...............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3

A. Perikatan dengan ketetapan waktu.............................................................................3


B. Dasar Hukum dalam KUH Perdata............................................................................5
C. Contoh Kasus Rill......................................................................................................5
D. Konsekuensi...............................................................................................................6

BAB III PENUTUP..............................................................................................................8

A. Kesimpulan................................................................................................................8
B. Saran..........................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) adalah perikatan yang digantungkan


pada syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadi,
baik dalam menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga terjadi peristiwa maupun dengan
membatalkan perikatan karena terjadi atau tidak terjadi peristiwa (Pasal 1253 KUHP dt).
Perikatan bersyarat di bagi tiga yaitu :

a. Perikatan dengan syarat tangguh

Apabila syarat peristiwa itu terjadi, maka perikatan di laksanakan (Pasal 1263 KUHP dt).
Misalnya Oki setuju apabila Ramdan adiknya mendiami pavilium rumahnya setelah
menikah. Nah, nikah adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadi.
Sifatnya menangguhkan pelaksanaan perikatan. Jika ramdan menikah, maka Oki wajib
menyerahkan pavilium rumahnya untuk didiami oleh Ramdan.

b. Perikatan dengan syarat batal

Disini justru perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila peristiwa yang dimaksudkan
itu terjadi (Pasal 1265 KUHP dt). Misalnya, Arlita setuju apabila Regi kakaknya mendiami
rumah Arlita selama dia tugas di Perancis dengan syarat bahwa Regi harus mengosongkan
rumah tersebut apabila Arlita selesai studi dan kembali ke tanah air. Di sini syarat “ selesai
dan kembali ke tanah air ” masih akan terjadi dan belom pasti terjadi. Akan tetapi, jika syarat
tersebut terjadim perikatan akan berakhir dalam arti batal.

c. Perikatan dengan ketetapan waktu

Syarat ketetapan waktu adalah pelaksaan perikatan itu digantungkan pada waktu yang di
tetapkan. Misalnya Anis berjanji kepada Yesi bahwa ia akan membayar utangnya dengan
hasil panen sawahnya yang sedang menguning pada tanggal 1 agustus 2014. Dalam hal ini
hasil panen yang sedang menguning sudah pasti karena dalam waktu dekat, Anis akan panen
sawah sehingga pembayaran utang pada tanggal 1 agustus 2014 sudah dipastikan.

1
B.RUMUSAN MASALAH
1. Bentuk Perikatan yang dipilih ?
2. Apa Dasar Hukum Perikatan tersebut? 3.Apa
Contoh Kasus Perikatan Tersebut ? 4.Apa
Konsekuensi dari perikatan tersebut ?

C.Tujuan Penulisan
1.Mengetahui Bentuk Perikatan
2.Mengetahui Dasar Hukum Perikatan
3.Mengetahui Contoh Kasus Perikatan
4.Mengetahui Konsekuensi Perikatan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perikatan Dengan Ketetapan Waktu

Apabila di dalam suatu perikatan tidak ditentukan kapan harus dilaksanakan prestasinya,
makadebitur dapat segera memenuhi prestasi tersebut sedangkan kreditur dapat minta agar
debitur segera memenuhi prestasi yang telah dijanjikannya. ”Segera” tidak dimaksudkan
secara harfiah ”saat itu juga”tetapi menurut ukuran kepantasan dan kepatutan. Apabila tidak
demikian halnya, maka debitur akan dalam waktu relatif cepat dapat dinyatakan telah lalai.
Ketidakpastian tersebut dapat dihindari dengan janji ketetapan waktu (tijdsbepaling).
Ketetapan waktu tidak menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan
pelaksanaannya (pasal 1268, KUHPerdata) dan memberi kepastian kepada pihak kreditur
bahwa prestasi pasti akan dilakukan pada waktuyang telah dijanjikan. Dengan ketetapan
waktu dimaksudkan agar peristiwa hukum pasti akan terjadi.Lain halnya dengan perikatan
bersyarat yang berarti para pihak bermaksud agar tindakan hukum baru berakibat hukum
dengan terjadinya suatu peristiwa yang belum tentu atau dengan terjadinya peristiwa
mengakibatkan hilangnya efek terhadap tindakan hukum tersebut. Perbedaan utama antara
perikatan bersyarat dan ketetapan waktu adalahakibat hukum yang digantungkan pada
kepastian dan ketidakpastian peristiwa yang akan terjadi. Pada perikatan bersyarat, tidak
ditentukan waktu pelaksanaan prestasi yakni boleh dilakukan atau akan dilakukan sehingga
kreditur tidak dapat menuntut debitur untuk melaksanakan prestasi tersebut. Pada perikatan
dengan ketetapan waktu, justru peristiwa dikemudian hari harus terjadi, hanya tinggal
menunggu waktu saja.Ketetapan waktu tidak dimaksudkan sebagai syarat menangguhkan,
mengingat peristiwa dikemudian hari yang merupakan waktu dapat dituntutnya prestasi bagi
kreditur merupakan sesuatu yang pasti. Justru pada perikatan dengan syarat menangguhkan,
terjadinya peristiwa tidak dapat dituntut atau dipaksakan.

Ketetapan waktu dapat pula dimaksudkan sebagai saat tertentu (tijdstip) atau suatu masa
(tijdvak). Saat tertentu (tijdstip) di mana prestasi dapat dituntut,seperti pembayaran selambat-
lambatnya pada tanggal 5 Agustus 2015. Penentuan masa (tijdvak), misalnya penyewa
diperbolehkan menikmati rumah dari tanggal 1 Mei 2014

3
hingga 1 Mei 2015. Ketetapan waktu dapat pula dalam artian jangka waktu atau masa
dilakukannya prestasi, yakni di dalam jangka waktu mana debitur dapat memenuhi
prestasinya, misalnya buruh yang harus menyelesaikan pembuatan tembok dalam jangka
waktu 1 bulan. Penentuan masa (tijdvak) dapat dilakukan dengan dua cara:

a. ditentukannya dua saat (tertentu) yang berbeda, saat dimulainya dan berakhirnya masa
tersebut, misalnya dari tanggal 5 Agustus 2015 dan berakhir pada tanggal 5 Agustus 2016;

b. ditentukan suatu masa (tijdvak), misalnya selama bulan Agustus 2015.Berkaitan dengan
penentuan masa dikenal istilah ”termin” (jangka waktu, termijn) yang diartikan sebagai masa
(tijdvak) seperti pada sewa menyewa yang dilakukan untuk selama 3 (tiga) tahun, terhitung
sejak tanggal 5 Agustus 2015.

Berakhirnya termin untuk suatu prestasi yang dilaksanakan secara berkelanjutan (terus
menerus) seperti pada sewa menyewa tidak diartikan sebagai syarat membatalkan yang
mengakibatkan perikatan menjadi berakhir.

Penentuan termin tersebut tidak lain adalah menentukan batas (waktu) kewajiban
prestasi dari pihak pemilik dan hak atas prestasi pada pihak penyewa. Apabila selama masa
atau jangka waktu yang ditentukan penyewa telah menikmati masa sewa sebagaimana
mestinya, maka perjanjian sewa-menyewa hapus karena pembayaran dalam arti umum yakni
telah dipenuhinya prestasi oleh pihak pemilik (pasal 1381, KUHPerdata) dan berakhirnya
penentuan masa (tijdvak) tetapi bukan putusnya perikatan karena dipenuhi syarat batal.
Apabila selama masa sewa- menyewa ternyata penyewa terganggu hak kenikmatannya yang
berarti telah tidak dipenuhi prestasi sebagaimana mestinya, maka dalam hal ini terjadi
wanprestasi pada pihak pemilik dan kemungkinan timbulnya perikatan untuk ganti rugi
walaupun masa sewa telah berakhir.”Termin” kadangkala juga dimaksudkan atau
diformulasikan sebagai jangka waktu di mana debitur di dalam masa (tijdvak) yang ditentukan
bisa menangguhkan prestasinya atau kadangkala dalam artian belum boleh melakukan
prestasinya, misalnya pembayaran dilakukan dalam waktu 20 (dua puluh) hari atau
penyerahan dilakukan setelah 2 (dua) bulan. Penentuan saat tertentu (tijdstip) diartikan
sebagai masa tertentu (tijdstip) berakhir, yakni tanggal atau saat prestasi dapat ditagih oleh
kreditur atau tanggal jatuh tempo pada utang.

4
Penentuan saat tertentu (tijdstip) untuk perikatan tertentu berakibat, bahwa dengan
tidak/terlambat dilakukannya prestasi menyebabkan tanpa adanya teguran (aanmaning)
debitur telah melakukan wanprestasi, misalnya pesan taksi pada hari dan jam tertentu atau
pesan baju pengantin untuk pernikahan pada hari tertentu.

Walaupun perbedaan antara saat tertentu (tijdstip) dan suatu masa (tijdvak) kelihatannya
jelas, namun ada kalanya tidak demikian halnya di dalam praktik. Hal ini disebabkan
karena kejelasan atau ketidakjelasan berkaitan dengan apa yang dianggap dan dilihat sebagai
ketidakpastian. Apabila perbuatan hukum digantungkan pada ”mencapai dewasanya A” atau
”meninggalnya B”, apakah memang para pihak bermaksud apabila A menjadi dewasa sebagai
hal yang tidak pasti dan meninggalnya B sebagai peristiwa yang pasti akan terjadi atau para
pihak sebenarnya telah mengetahui apa yang dimaksudkan dengan pasti dan tidak pasti tetapi
para pihak mempunyai maksud tertentu di dalam menerapkan syarat atau termin. Menurut
bunyi ketentuan Pasal 1263 KUHPerdata, maksud para pihak dan ketidakpastian obyektif
yang menentukan dan dapat diterima atau dianggap oleh para pihak sebagai tidak pasti
sebagai syarat agar berakibat hukum. Dimungkinan untuk menetapkan kombinasi antara
syarat dan penentuan suatu masa (tijdvak) sebagai satu beding, misalnya ”pembayaran
berkala selama 1 (satu) tahun (suatu masa, tijdvak) yang dilakukan dengan angsuran bulanan
yang sama besarnya masing-masing angsuran sebesar Rp. (...) (syarat)”.

B. Dasar Hukum Dalam KUH Perdata

Perikatan dengan ketetapan waktu diatur dalam Pasal 1268 Burgerlijk Wetboek (BW)
sampai dengan pasal 1271 Burgerlijk Wetboek (BW). Yang disebut dengan perikatan dengan
ketetapan waktu adalah suatu perikatan yang ditangguhkan pelaksanaanya sampai pada waktu
yang ditentukan.
Adapun unsur dari pasal 1268-pasal 1271 Burgelijk Wetboek Adalah sebagai
berikut:

1. Pasal 1268 mengandung unsur: waktu,penetapan,penundaan,perikatan

2. Pasal 1269 mengandung unsur:membayar,pada waktu yang ditetapkan,tidak dapat


ditagih, sebelum waktu tersebut

5
3. Pasal 1270 mengandung unsur: waktu yang ditetapkan, untuk kepentingan debitur

4. Pasal 1271 mengandung unsur: Debitur tidak dapat lagi menarik manfaat dan suatu
ketetapan waktu, jika ia telah dinyatakan pailit, atau jika jaminan yang diberikannya
kepada kreditur telah merosot karena kesalahannya sendiri.

C. Contoh Kasus

Bu melati diduga telah melakukan wanprestasi(ingkar janji), yaitu melanggar ketetapan


bersyarat berupa ketetapan waktu perjanjian. Yang dimana ibu melati menyewa sebuah rumah
kontrakan kepada ibu mawar dalam kurun waktu pembayaran yang telah ditentukan yaitu
setiap 1 tahun 1 kali. Kasus ini bermula pada 1 Februari 2019 yang dimana harusnya ibu melati
membayar uang kontrakan sebesar 5juta rupiah dengan kebijakan selambat-lambatnya 20
Februari 2019.

Akan tetapi ibu melati mengaku tidak bisa membayar uang kontrakan dikarenakan
uangnya belum ada, namun seminggu sebelum jatuh tempo pembayaran bu melati baru saja
membeli sebuah mobil secara Cash. Hal ini membuat ibu mawar geram karena bu melati telah
melanggar perjanjian yang telah ditetapkan. Terlebih lagi Bu mawar telah memberikan
perpanjangan waktu hingga tanggal 20 Februari 2019 tetapi bu Melati tidak membayarkan
uanh kontrakan sampai tanggal 1 April 2019

D. Konsekuensi

Oleh Karena Bu melati tidak memenuhi ketentuan bersyarat yang telah ditetapkan dalam
suatu perjanjian, kemudian dengan alasan dan fakta yang ada maka konsekuensi yang
diterima oleh bu melati adalah sebagai berikut:

1. Teguran, teguran ini telah diberikan oleh ibu mawar yaitu dengan memberikan kesempatan
kepada bu melati untuk melunasi sampai dengan tanggal 20 Februari 2019

2. Denda, bu melati bisa mendapatkan denda karena lambat membayar uang kontrakan
tersebut sesuai dengan isi perjanjian bahwasanya penyewa akan di

6
denda sebanyak 20.000 (dua puluh ribu rupiah) setiap harinya apabila melewatkan tanggal
pembayaran yang telah di tetapkan

3. Penyitaan Barang-Barang, Bu mawar memiliki hak untuk menyita barang barang milik Bu
melati apabila uang sewa kontrakan belum dibayarkan pada waktu yang ditentukan

4. Meninggalkan Rumah Kontrakan, Apabila dalam Jangka Waktu 1 bulan 2 Minggu Bu


Melati belum membayar desa rumah tersebut maka bu mawar berhak untuk membiarkan bu
melati meninggalkan rumah sewanya (mengusir bu melati dari rumah sewanya)

Oleh Karea Bu melati tidak membayarkan sewanya sampai dengan tanggal 1 April
2019 maka Bu mawar pada akhirnya membiarkan bu Melati untuk meninggalkan rumah
sewaannya.

7
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perikatan merupakan salah satu hubungan hukum dalam harta kekayaan antara dua orang
atau lebih, di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu barang dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu barang . Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan
suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang
menimbulkan perikatan atau perjanjian.

Syarat ketetapan waktu adalah pelaksaan perikatan itu digantungkan pada waktu yang di
tetapkan. Maka pihak pihak yang melakukan suatu perjanjian haruslah menaati semua
peraturan termasuk waktu yang telah dicantumkan didalam perjanjian

Kasus Wanprestasi yang diangkat dalam makalah ini adalah sebuah contoh dari berbagai
macam kasus wanprestasi yang terjadi di indonesia. Ini menunjukan bahwa masih banyak
masyarakat indonesia yang meremehkan ketentuan – ketentuan dalam perjanjian yang di
sepakati oleh kedua belah pihak. Kasus ini sesungguhnya belum memiliki putusan yang tetap
karena para pihak yang terkait masih berusaha melakukan mediasi terhadap gugatan .

B. SARAN

Sebagai masyarakat, seharusnya kita harus mematuhi segala macam perjanjian yang kita
buat bersama agar menjadi masyarakat yang taat akan hukum, dimana masalah ini adalah
masalah yang banyak kali terjadi dalam masyarakat indonesia. Karena kasus seperti yang ini
mengakibatkan kerugian yang cukup besar terhadap pihak yang lain maka kasus seperti ini
harus kita hindari. Diharapkan juga proses pelaksanaan persidangan maupun proses mediasi
yang akan dilakukan tidak merugikan pihak yang tergugat ataupun pihak yang menggugat.

8
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Abdul Rosyid Sulaiman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus. Prenada
Media, Jakarta, 2005.

Asser-Rutten,De Verbintenis in het algemeen, deel I Zwolle, 1981

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.

Gr. Van der Burght, Buku Tentang Perikatan, Mandar Maju, Bandung 1999.

Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2013,
hl m. 218.

Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1991

Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1999.

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1981.

Sumber Internet :

Rohmadi Jawi, Ketentuan-Ketentuan Umum dalam Hukum Kontrak, melalui:


https://rohmadijawi.wordpress.com/hukum-kontrak/.html,

Yogi Ikhwan. Wanprestasi Sanksi Ganti Kerugian dan Keadaan,melalui:


http://yogiikhwan.wordpress.com/2008/03/20/wanprestasi-sanksi-ganti-kerugian-dan-
keadaan-memaksa/.html.
https://www.academia.edu/34429284/Makalah_Hukum_Perikatan

Sumber Undang-Undang:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP

Anda mungkin juga menyukai