Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
2023/2024
KATA PENGANTAR
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuanyang telah
diberikan oleh berbagai pihak, baik moril maupun materi dalam proses pembuatan makalah
ini.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, saran
ataupun kritik yang membangun, sangat penulisharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga apa yang disajikan dalammakalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
Aamiin.Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Penulis
DAFTAR ISI
COVER...............................................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
a. Latar Belakang.................................................................................................................
b. Rumusan Masalah............................................................................................................
c. Tujuan..............................................................................................................................
c. Identifikasi.......................................................................................................................
d. DNA.................................................................................................................................
a. Kesimpulan......................................................................................................................
b. Saran................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Identifikasi Korban Mati Pada Bencana?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran Identifikasi Korban Mati Pada Bencana
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan tentang konsep Disaster Victim Identification (DVI)
b. Mampu menjelaskan Proses Disaster Victim Identification (DVI)
BAB II
TINJAUAN TEORI
disaster victim identification (dvi) adalah suatu istilah atau definisi yang
diberikan sebagai sebuah prosedur untuk mengidentifikasi korban meninggal akibat
bencana massal yang dapat dipertanggungjawabkan secara sah oleh hukum dan
ilmiah serta mengacu pada standar baku interpol dvi guideline. tim dvi terdiri dari
dokter spesialis forensik, dokter gigi, ahli anthropology (ilmu yang mempelajari
tulang), kepolisian, fotografi, dan ahli dna.
dvi diperlukan untuk menegakkan hak asasi manusia, sebagai bagian dari
proses penyidikan, jika identifikasi visual diragukan, sebagai penunjang kepentingan
hukum (asuransi, warisan, status perkawinan) dan dapat dipertanggungjawabkan.
prosedur dvi diterapkan jika terjadi bencana yang menyebabkan korban massal,
seperti kecelakaan bus dan pesawat, gedung yang runtuh atau terbakar, kecelakaan
kapal laut dan aksi terorisme. dapat diterapkan terhadap bencana dan insiden lainnya
dalam pencarian korban. prinsip dari proses identifikasi ini adalah dengan
membandingkan data ante-mortem dan post-mortem, semakin banyak yang cocok
maka akan semakin baik.
penerapan prosedur dvi interpol di indonesia diawali dengan dilakukannya
identifikasi korban bencana massal akibat bom bali yang terjadi pada bulan oktober
2002 dimana terdapat korban meninggal sebanyak 202 orang. pada proses identifikasi
yang berjalan kurang lebih 3 bulan tersebut berhasil diidentifikasi sebesar hampir
99% yang teridentifikasi secara positif melalui metode ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan.
penatalaksanaan korban mati mengacu pada surat keputusan bersama menteri
kesehatan dan kapolri no. 1087/menkes/skb/ix/2004 dan no. pol kep/40/ix/2004
pedoman pelaksanaan identifikasi korban mati pada bencana massal. 1
rujukan hukum :
a. uu no.24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
b. uu no.2 tahun 2002 tentang polri
c. uu no.23 tentang kesehatan
d. pp no.21 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana
e. resolusi interpol no.agn/65/res/13 year 1996 on disaster victim identification
f. mou depkes ri-polri tahun 2004
g. mou depkes ri-polri tahun 2003
dilaksanakan oleh tim dvi unit tkp dengan aturan umum sebagai berikut:
a. tidak diperkenankan seorang pun korban meninggal yang dapat dipindahkan dari
lokasi, sebelum dilakukan olah tkp aspek dvi;
b. pada kesempatan pertama label anti air dan anti robek harus diikat pada setiap
tubuh korban atau korban yang tidak dikenal untuk mencegah kemungkinan
tercampur atau hilang;
c. semua perlengkapan pribadi yang melekat di tubuh korban tidak boleh dipisahkan;
d. untuk barang‐barang kepemilikan lainnya yang tidak melekat pada tubuh korban
yang ditemukan di tkp, dikumpulkan dan dicatat;
e. identifikasi tidak dilakukan di tkp, namun ada proses kelanjutan yakni masuk
dalam fase kedua dan seterusnya.
pada prinsipnya untuk fase tindakan awal yang dilakukan di situs bencana, ada
tiga langkah utama. langkah pertama adalah to secure atau untuk mengamankan,
langkah kedua adalah to collect atau untuk mengumpulkan dan langkah ketiga adalah
documentation atau pelabelan.
pada langkah to secure organisasi yang memimpin komando dvi harus
mengambil langkah untuk mengamankan tkp agar tkp tidak menjadi rusak. langkah –
langkah tersebut antara lain adalah :
1) memblokir pandangan situs bencana untuk orang yang tidak berkepentingan
(penonton yang penasaran, wakil – wakil pers, dll), misalnya dengan memasang
police line.
2) menandai gerbang untuk masuk ke lokasi bencana.
3) menyediakan jalur akses yang terlihat dan mudah bagi yang berkepentingan.
4) menyediakan petugas yang bertanggung jawab untuk mengontrol siapa saja yang
memiliki akses untuk masuk ke lokasi bencana.
5) periksa semua individu yang hadir di lokasi untuk menentukan tujuan kehaditan
dan otorisasi.
6) data terkait harus dicatat dan orang yang tidak berwenang harus meninggalkan
area bencana
pada langkah to collect organisasi yang memimpin komando dvi harus
mengumpulkan korban – korban bencana dan mengumpulkan properti yang terkait
dengan korban yang mungkin dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi korban.
pada langkah documentation organisasi yang memimpin komando dvi
mendokumentasikan kejadian bencana dengan cara memfoto area bencana dan
korban kemudian memberikan nomor dan label pada korban. setelah ketiga langkah
tersebut dilakukan maka korban yang sudah diberi nomor dan label dimasukkan ke
dalam kantung mayat untuk kemudian dievakuasi.
1.1.2. rincian yang harus dilakukan pada saat di tkp adalah sebagai berikut:
membuat sektor‐sektor atau zona pada tkp;
2) memberikan label orange (human remains label) pada jenazah dan potongan
jenazah, label diikatkan pada bagian tubuh / ibu jari kiri jenazah;
3) memberikan label hijau (property label) pada barang‐barang pemilik yang
tercecer.
4) membuat sketsa dan foto setiap sektor;
5) foto mayat dari jarak jauh, sedang dan dekat beserta label jenasahnya;
6) isi dan lengkapi pada formulir interpol dvi pm dengan keterangan sebagai
berikut :
a. pada setiap jenazah yang ditemukan, maka tentukan perkiraan umur, tanggal
dan tempat tubuh ditemukan, akan lebih baik apabila di foto pada lokasi
dengan referensi koordinat dan sektor tkp;
b. selanjutnya tentukan apakah jenazah lengkap/tidak lengkap, dapat dikenali
atau tidak, atau hanya bagian tubuh saja yang ditemukan;
c. diskripsikan keadaannya apakah rusak, terbelah, dekomposisi/membusuk,
menulang, hilang atau terlepas;
d. keterangan informasi lainnya sesuai dengan isi dari formulir interpol dvi pm
7) masukkan jenazah dalam kantung jenazah dan atau potongan jenazah di dalam
karung plastik dan diberi label sesuai jenazah;
8) formulir interpol dvi pm turut dimasukkan ke dalam kantong jenasah dengan
sebelumnya masukkan plastik agar terlindung dari basah dan robek;
9) masukkan barang‐barang yang terlepas dari tubuh korban ke dalam kantung
plastik dan diberi label sesuai nomor properti;
10) evakuasi jenasah dan barang kepemilikan ke tempat pemeriksaan dan
dalam skema gambar 9, meskipun dna merupakan salah satu bagian dari
pemeriksaan primer namun diletakkan dalam sisi yang . hal ini mengingat
bagaimanapun pemeriksaan dna, baik nukleus maupun mitokondria merupakan
pemeriksaan identifikasi yang terpercaya, dalam pelaksanaannya tetap memerlukan
waktu dan biaya yang relatif mahal, meskipun bersifat sensitive. sebaliknya
pemeriksaan sekunder tetap dilakukan sebagai tugas rutin sesuai prosedur meskipun
hasil pemeriksaan primer sudah dapat dilakukan identifikasi.
dalam melakukan proses tersebut terdapat bermacam-macam metode dan
tehnik identifikasi yang dapat digunakan. namun demikian interpol menentukan,
primary indentifiers yang terdiri dari :
1) fingerprints
2) dental records
3) dna
serta secondary indentifiers yang terdiri dari :
1) medical
2) property
3) photography
prinsip dari proses identifikasi ini adalah dengan membandingkan data ante
mortem dan post mortem, semakin banyak yang cocok maka akan semakin baik.
primary identifiers mempunyai nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan
secondary identifiers. 3,7,8
2. identifikasi
2. kepemilikan/property
termasuk metode identifikasi yang baik walaupun tubuh korban telah rusak
atau hangus. initial yang terdapat pada cincin dapat memberikan informasi siapa
si pemberi cincin tersebut, dengan demikian dapat diketahui pula identitas
korban. sedangkan dari pakaian, dapat diperoleh model pakaian, bahan yang
dipakai, merek penjahit, label binatu yang dapat merupakan petunjuk siapa
pemilik pakaian tersebut dan tentunya identitas korban.8,13
gambar 10. glove on. teknik fingerprinting.gambar 11. analisis sidik jari.
gambar 12. pada foto pertama tampak prosedur hand boiling dan pada foto
kedua tampak foto sidik jari setelah hand boiling.
gambar 13. kulit terlepas, double-rowed pappillaries sudah tampak pada kondisi
tangan setelah hand boiling. pada gambar kedua, tampak jejak dari ibu jari dan jari
telunjuk tangan kanan setelah dilakukan hand boiling, diwarnai dengan bubuk arang,
dicetak dengan adhesive labels dan ditekankan pada slide transparan.
2. serologi
prinsipnya ialah dengan menentukan golongan darah, dimana pada umumnya
golongan darah seseorang dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani, dan
cairan tubuh lainnya. penentuan golongan darah yang diambil baik dari dalam
tubuh korban, maupun bercak darah yang berasal dari bercak yang terdapat pada
pakaian, akan dapat mengetahui golongan darah si korban. orang yang demikian
termasuk golongan sekretor (penentuan golongan darah dapat dilakukan dari
seluruh cairan tubuh) 75-80% dari penduduk termasuk dalam golongan ini. pada
mereka yang termasuk non-sekretor, penentuan golongan darah hanya dapat
dilakukan dengan pemeriksaan darahnya saja.
3. odontologi
odontology adalah cabang kedokteran forensic yang melibatkan dokter gigi.
gigi adalah bagian tubuh yang paling keras dan yang paling tahan terhadap trauma,
pembusukan, air, dan api. penentuan identifikasi forensik berdasarkan pemeriksaan
primer masih dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi geligi yaitu pada jenazah
terbakar karena gigi merupakan medium yang tidak mudah rusak seperti
fingerprint tissue dan memiliki daya tahan terhadap dekomposisi dan
panas. gigi merupakan suatu sarana identifikasi yang dapat dipercaya, khususnya
bila rekam dan foto gigi pada waktu masih hidup yang pernah dibuat masih
tersimpan dengan baik. pemeriksaan gigi ini menjadi amat penting apabila mayat
sudah dalam keadaan membusuk atau rusak, seperti halnya kebakaran. 1,15,16
gambar 14. gigi tetap dalam keadaan utuh pada suhu yang tinggi,
walaupun tubuh telah rusak, tetapi gigi masih dapat
diidentifikasi.16
gigi dapat juga dipakai untuk membantu dalam hal perkiraan umur serta
kebiasaan /pekerjaan dan kadang-kadang golongan suku tertentu. kebiasaan
merokok akan meninggalkan pewarnaan akibat nikotin pada gigi, gigi yang
dipangur (diratakan) menujukkan ras/suku tertentu.
gambar 15. pemeriksaan gigi : pada gigi emas terdapat inisial korban
gambar 16. pemeriksaan primer gigi tidak akurat akibat avulsi gigi
postmortem dan hilangnya jaringan lunak.
tulang dada : rasio panjang dari manubrium sterni dan korpus sterni
menentukan jenis kelamin. pada wanita manubrium sterni melebihi separuh
panjang korpus sterni; dan ini mempunyai ketepatan sekitar 80%.
tulang panjang : pria pada umumnya memiliki tulang yang lebih panjang, lebih
berat, dan lebih kasar, serta impresinya lebih banyak. tulang paha (os.femur)
merupakan tulang panjang yang dapat diandalkan dalam penentuan jenis
kelamin. ketepatannya pada orang dewasa sekitar 80%. konfigurasi, ketebalan,
ukuran dan caput femoris serta bentukan dari otot dan ligament serta perangai
radiologis perlu diperhatikan.
b). penentuan tinggi badan
penentuan tinggi badan menjadi penting pada keadaaan dimana yang harus
diperiksa adalah tubuh yang sudah terpotong-potong atau yang didapatkan rangka,
atau sebagian dari tulang saja.
pada umumnya perkiraan tinggi badan dapat dipermudah dengan pengertian
bahwa tubuh yang diperiksa itu pendek,sedang atau jangkung.
perkiraan tinggi badan dapat diketahui dari pengukuran tulang panjang yaitu,
tulang paha (femur) menunjukkan 27% dari tinggi badan
tulang kering (tibia) 22% dari tinggi badan
tulang lengan atas (humerus) 35% dari tinggi badan
tulang belakang, 35% dari tinggi badan
yang perlu diperhatikan di dalam pengukuran tulang :
pengukuran dengan osteometric board
tulang harus dalam keadaan kering (dry bone)
formula yang dapat dipergunakan untuk pengukuran tinggi badan adalah :
1. formula stevenson
tb femur = 61,7207 + 2,4378 x femur + 2,1756
tb humerus = 81,5115 + 2,8131 x humerus+2,8903 tb
tibia = 59,2256 + 3,0263 x tibia + 1,8916
tb radius = 80,0276 + 3,7384 x radius + 2,6791
2. formula trotter dan gleser
tb = 70,37 + 1,22 (femur + tibia) + 3,24
untuk mendapatkan tinggi badan yang mendekati ketepatan sebaiknya
pengukuran dilakukan menurut kedua formula tersebut.
1.3. fase 3: fase pengumpulan data jenazah ante mortem/ante mortem information
retrieval
pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum kematian.
data ini biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang yang terdekat
dengan jenazah.
kegiatan :
1. menerima keluarga korban;
2. mengumpulkan data‐data korban semasa hidup seperti foto dan lain-lainnya yang
dikumpulkan dari keluarga terdekat yang kehilangan anggota keluarganya dalam
bencana tersebut;
3. mengumpulkan data‐data korban dari instansi tempat korban bekerja,
rs/puskesmas/klinik, dokter pribadi, dokter yang merawat, dokter‐dokter gigi
pribadi, polisi (sidik jari), catatan sipil, dll;
4. data‐data ante mortem gigi‐geligi;
a. data‐data ante mortem gigi‐geligi adalah keterangan tertulis atau gambaran
dalam kartu perawatan gigi atau keterangan dari keluarga atau orang yang
terdekat;
b. sumber data‐data ante mortem tentang kesehatan gigi diperoleh dari klinik
gigi rs pemerintah, tni/polri dan swasta; lembaga‐lembaga pendidikan
pemerintah/tni/polri/swasta; praktek pribadi dokter gigi.
5 mengambil sampel dna pembanding;
6 apabila diantara korban ada warga negara asing maka data ‐data ante mortem dapat
diperoleh melalui perantara set ncb interpol indonesia dan perwakilan negara
asing (kedutaan/konsulat);
7 memasukkan data‐data yang ada dalam formulir interpol dvi am;
8 mengirimkan data‐data yang telah diperoleh ke unit pembanding data.
PENUTUP
A. Kesimpulan
disaster victim identification (dvi) adalah suatu istilah atau definisi yang
diberikan sebagai sebuah prosedur untuk mengidentifikasi korban meninggal akibat
bencana massal yang dapat dipertanggungjawabkan secara sah oleh hukum dan
ilmiah serta mengacu pada standar baku interpol dvi guideline. tim dvi terdiri dari
dokter spesialis forensik, dokter gigi, ahli anthropology (ilmu yang mempelajari
tulang), kepolisian, fotografi, dan ahli dna.
Penanggung jawab DVI adalah Kepolisian yang dalam pelaksanaan operasinya
dapat bekerjasama dengan berbagai pihak lintas institusi, sektoral dan fungsi. Ketua
tim dan koordinator fase berasal pihak kepolisian. Pada kasus yang lebih
mementingkan aspek penyidikan, kecepatan dan hot issues seperti pada man made
disaster, ketua tim DVI lebih mengedepankan timnya sesuai dengan keahlian dan
pengalaman, sedangkan pada kasus yang lebih mengedepankan aspek kemanusiaan
pada natural disaster maka ketua DVI dapat melibatkan beberapa tim dari berbagai
institusi
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Brannon RB, Morlang WM. Tenerife revisited: the critical role of dentistry. J
Forensic Sci. 2001;46:722-5.
Mithun Rajshekar, Marc Tennant. The Role of the Forensic Odontologist in Disaster
Victim Identification: A Brief Review. Malaysian Journal of Forensic Sciences.
2011;5(1):78-85.