Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN KASUS

SIFILIS LATEN

KHAIRINA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... i
I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
II. LAPORAN KASUS................................................................................................ 2
III. DISKUSI ................................................................................................................. 3
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 5

Universitas Sumatera Utara


SIFILIS LATEN

I. PENDAHULUAN

Sifilis merupakan suatu infeksi sistemik dan kronis yang disebabkan oleh Treponema
pallidum, suatu bakteri spirochaeta mikroaerofilik dengan panjang antara 6-18 µm dan lebar
0,10-0,18 µm dan dapat ditularkan melalui hubungan seksual, parenteral melalui jarum suntik
atau tranfusi darah serta transplasental.1,2
Menurut Departemen Kesehatan RI, insiden sifilis ± 5000-10.000 per tahun, dan selama
2-3 tahun terakhir ini terlihat meningkat dengan tiga per lima dari kasus tersebut adalah laki-
laki.3
Secara garis besar sifilis dapat dibagi atas sifilis kongenital dan sifilis akuisita. Sifilis
kongenital dapat berbentuk dini yaitu timbul pada usia kurang dari dua tahun, lanjut (tarda) yaitu
timbul setelah berusia lebih dari 2 tahun, dan stigmata.4
Pada saat sekarang, pembagian sifilis umumnya berdasarkan gambaran klinis dan
epidemiologis yaitu sifilis primer (SI), sifilis sekunder (SII), sifilis laten dini dan sifilis laten
lanjut, sifilis tersier (sifilis benigna lanjut / SIII) serta sifilis kardiovaskular dan neurosifilis.5
Sifilis Primer (S I) mempunyai masa tunas antara dua sampai empat minggu. Treponema
pallidum akan masuk ke dalam mukosa atau kulit yang telah mengalami lesi secara langsung,
terutama melalui hubungan seksual. Treponema tersebut akan berkembang biak dan menyebar
secara limfogen dan hematogen. Kelainan kulit dimulai sebagai makula papul-papul lentikuler
yang permukaannya erosi dan kemudian akan menjadi ulkus. Ulkus tersebut biasanya bulat,
soliter dan dasarnya adalah jaringan granulasi berwarna merah dan bersih, diatasnya hanya
tampak serum. Dindingnya tidak bergaung, kulit disekitarnya tidak menunjukkan tanda-tanda
radang akut, yang khas adalah ulkus tersebut indolen dan teraba indurasi sehingga disebut
sebagai ulkus durum. Ulkus tersebut akan sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu.1,3
Sifilis Sekunder (S II) biasanya timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak sifilis
primer. Sifilis sekunder dapat berlangsung sampai 9 bulan. Bila pada sifilis primer tidak disertai
dengan gejala konstitusi, maka pada sifilis sekunder disertai demam, malaise, anoreksia, nyeri
kepala dan artralgia.1,3

Universitas Sumatera Utara


Sifilis laten dini terjadi kurang dari 2 tahun sejak mulai infeksi dan tidak ditemukan
tanda-tanda klinis dan hanya dapat diketahui dari hasil serologi yang positif. Sifilis laten lanjut
bila terjadi lebih dari 2 tahun sejak dimulainya infeksi dan tidak terdapat gejala klinis, hanya
dapat diketahui dari hasil serologi yang positif. Lamanya masa laten ini dapat bertahun-tahun,
bahkan seumur hidup.5
Hingga saat ini pengobatan pilihan utama untuk sifilis adalah penisilin, tetapi bila
ternyata alergi terhadap penisilin dapat diberikan antibiotika lain, seperti tetrasiklin, eritromisin
atau doksisiklin.1,2,3,5

II. LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 18 tahun, belum menikah, suku Cina datang berobat ke
Poliklinik bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Sub bagian Infeksi Menular Seksual dan
Treponematosis RSUP H. Adam Malik Medan pada tanggal 2 Desember 2008 dengan keluhan
utama tidak dapat bekerja keluar negeri karena kadar titer VDRL dan TPHA yang meningkat
pada hasil pemeriksaan darah.
Hal ini diketahui pasien setelah sebelumnya pasien melakukan pemeriksaan darah di
klinik sebagai suatu prasyarat untuk bekerja di luar negeri yang dilakukannya 2 minggu yang
lalu. Pada saat datang pasien tidak mempunyai keluhan di alat kelaminnya. Pasien mengaku
pernah melakukan kontak seksual dengan PSK 2 tahun yang lalu, beberapa hari kemudian timbul
luka pada kemaluan yang tidak disertai nyeri atau gatal dan sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Riwayat adanya ruam pada kulit setelah itu disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum baik, keadaan gizi baik. Pada
pemeriksaan dermatologis tidak dijumpai kelainan. Pada pemeriksaan venereologis tidak
dijumpai kelainan.
Hasil pemeriksaan darah rutin dalam batas normal. Hasil pemeriksaan urine rutin dalam
batas normal. Hasil pemeriksaan serologi VDRL (+) reaktif 1/32, TPHA (+) reaktif 1/80.
Pasien didiagnosis banding dengan sifilis laten dan frambusia dengan diagnosis kerja
sifilis laten. Penatalaksanaan pada kasus ini diberikan tetrasiklin dengan dosis 4 x 500 mg per
hari selama 4 minggu, kemudian pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium
VDRL dan TPHA kembali.

Universitas Sumatera Utara


Kontrol setelah 4 minggu, tidak dijumpai adanya keluhan, hasil laboratorium VDRL (+)
reaktif, TPHA (+) reaktif, tetapi tanpa disertai titer karena pasien memeriksa di klinik lain, dan
direncanakan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium ulang tetapi pasien tidak datang
kembali.
Prognosis quo ad vitam ad bonam, quo ad functionam ad bonam, quo ad sanationam
dubia.

III. DISKUSI

Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis,


dermatologis, venereologis dan pemeriksaan serologi. Dari anamnesis pasien tidak mempunyai
keluhan di alat kelaminnya. Pasien mengaku pernah melakukan kontak seksual dengan PSK 2
tahun yang lalu, beberapa hari kemudian timbul luka pada kemaluan yang tidak nyeri atau gatal
dan sembuh sendiri. Riwayat adanya ruam pada kulit setelah itu disangkal oleh pasien. Pada
pemeriksaan dermatologis tidak dijumpai kelainan. Pada pemeriksaan venereologis tidak
dijumpai kelainan. Pasien tidak dapat bekerja keluar negeri karena kadar titer VDRL dan TPHA
yang meningkat pada hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan sebagai sifilis laten. Hal ini
sesuai dengan kepustakaan bahwa diagnosis sifilis laten dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
serologi yang positif dan tidak ditemukan tanda-tanda klinis.5,6
Pemeriksaan VDRL digunakan untuk mengidentifikasi penyakit sifilis. Pemeriksaan
TPHA berfungsi sebagai pemeriksaan lanjutan atau pemeriksaan konfirmasi dari hasil
pemeriksaan VDRL.7
Pemeriksaan VDRL merupakan suatu pemeriksaan sederhana , mudah dilaksanakan dan
ekonomis dan merupakan pemeriksaan standard dan sering digunakan untuk skrining hasil
pengobatan.8
Di Indonesia, terutama di Medan, untuk pemeriksaan treponema pilihan utamanya adalah
uji TPHA dimana pembiayaannya relatif rendah dengan peralatan sederhana disertai tekhnik
pelaksanaan yang tidak begitu rumit.9 Pada kepustakaan dikatakan bahwa sensitivitas dari TPHA
cukup tinggi, berkisar 95% dan sudah reaktif pada hari ke 14.1,2,5
Pilihan utama dalam pengobatan sifilis adalah penisilin, tetapi selain penisilin masih ada
beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk sifilis, walaupun

Universitas Sumatera Utara


tidak seefektif penisilin, antara lain tetrasiklin, eritromisin dan doksisiklin. Pada kasus ini, pasien
diberikan tetrasiklin dengan dosis 4 x 500 mg per hari selama 4 minggu, kemudian pasien
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium VDRL dan TPHA kembali. Respon
terapi pada sifilis laten sangat sulit untuk dinilai.6 Respon terapi hanya dapat dilihat dari
perubahan hasil pemeriksaan serologi.6 Pada kasus ini, setelah pengobatan selama 4 minggu
pasien melakukan pemeriksaan VDRL dan TPHA kembali dengan hasil laboratorium VDRL (+)
reaktif dan TPHA (+) reaktif tetapi tanpa disertai titer karena pasien memeriksa di klinik lain
sehingga respon terapi tidak dapat dinilai.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Hutapea NO. Sifilis. Dalam : Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J, editor. Penyakit
Menular Seksual. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2003.p.85-103.
2. Sanchez MR. Sexually Transmitted Diseases. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest AB, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine
7th ed. New York; Mc Graw Hill Companies, Inc; 2008 p.1955-83.
3. Murtiastutik D. Sifilis. Symposium on Dermatology and Venereology in Daily Practice. Skin
Infection and Venereal Disease. PERDOSKI. Surabaya;March 2008.p.30-50.
4. Odom BR, James D W, Gerber GT, editors, Syphilis, Yaws, Bejel, and Pinta. In Andrew’s
Disease of the skin Dermatology, 9th ed, W B Sauders Company, 2000, p. 445-66.
5. Barakbah J, Lumintang H, Martidihardjo S, Infeksi Menular Seksual, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Rumah Sakit Umum Dr.Sutomo Surabaya,2008, p.136 – 48.
6. Sparling PF, Swartz MN, Musher DM, Clinical Manifestations of Syphilis in Holmes K K,
Sparling P F et al, Sexually Transmitted Diseases, 4th ed, McGraw-Hill, 2008, p.661-684.
7. Farida A, Survei Penyakit Sifilis dan Infeksi HIV pada Pekerja Seks Komersial Resolisasi
Argorejo Kelurahan Kalibanteng Kulon Kecamatam Semarang Tahun 2002. Dalam Laporan
Hasil Penelitian, 2002. p. 1-18
8. Chandra A. Prevalensi Sifilis dan Pemeriksaan Sel Limfosit T dari beberapa Penderita Sifilis
Laten dan Dipilih Secara Acak pada Pekerja Seks Komersial di Lokalisasi Bandar Baru.
Tesis Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU. Medan 2006
9. Hutapea NO, Ramsi RR, Nadeak K, Partogi D, Ariani R, Sifilis. Dalam Kumpulan Bahan
Kuliah Infeksi Menular Seksual (Sexually Transmitted Infection). FK USU. Medan Oktober
2005. P.1-24

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai