Anda di halaman 1dari 34

HADIS TENTANG TALAK, TALAK SUNNI, DAN

TALAK BID’I
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits Ahkam

Dosen Pengampu:
Abdul Aziz, M.Hi.

Disusun Oleh:

1. Muhammad Qomaruzzaman (210201110055)


2. Wigatiqiftirotul Azizah P. A (210201110157)
3. Attahiraa Prajna Paramitha (210201110198)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Tuhan pencipta alam
semesta yang menjadikan bumi dan isinya begitu sempurna. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Hadis
Tentang Talak, Talak Sunni, dan Talak Bid’i” dengan tepat waktu. Semoga shalawat
serta salam senantiasa tersampaikan kepadabaginda Nabi Muhammad ‫ﷺ‬., keluarga
beliau dan para sahabat.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hadits Ahkam
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang pemahaman daripada
hadits tersebut bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Abdul Aziz, M.HI, selaku dosen pengampu mata kuliah
Hadits Ahkam. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun di harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 28 Mei 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ 2


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah................................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 6
A. Hadits dan Terjemahan ........................................................................................... 6
B. Asbabul Wurud dan Gambaran Sosio Historis Masyarakat ................................... 7
C. Takhrij dan Kualitas Hadits .................................................................................... 8
D. Hadits-Hadits Pendukung Atau Yang Bertentangan Minimal Dua Hadits ........... 21
E. Makna Mufradat Dan Analisis Kebahasaan Dalam Perspektif Nahwu Dan Ushul
Fiqh .................................................................................................................................. 23
F. Isi Kandungan dan Metode Istinbat Hukum Dalam Pandangan Fuqaha ................. 25
G. Hikmah ................................................................................................................. 28
BAB III ................................................................................................................................ 31
PENUTUP ........................................................................................................................... 31
Kesimpulan ...................................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 33

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan perkawinan atau pernikahan adalah untuk menciptakan sebuah


kehidupan rumah tangga yang dibangun oleh dua belah pihak suami istri yang
senantiasa berada dalam ketenangan, ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan
dalam bingkai mawaddah wa rahmah. Namun, pada kenyataannya untuk
membina suatu perkawinan yang bahagia tidaklah mudah, bahkan sering
kehidupan perkawinan yang gagal di tengah jalan. Bukannya mendapatkan
kebahagiaan atau ketenangan dalam rumah tangga, akan tetapi yang sering terjadi
adalah pertengkaran dan konflik.1 Maka, bila ikatan pernikahan tidak dapat
dipertahankan keutuhannya, setelah upaya maksimal untuk perdamaian kedua
belah pihak, dapat terjadi putusnya perkawinan yakni melalui jalan perceraian.2
Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah SWT. Adalah talak atau
perceraian3, karena ikatan perkawinan adalah ikatan yang paling suci dan kokoh.4
Islam memberikan hak talak hanya kepada suami, hak menjatuhkan talak melekat
pada orang yang menikahinya. Apabila hak menikahi orang perempuan untuk
dijadikan sebagai istri melekat pada seorang suami, maka yang berhak
menjatuhkan talak adalah orang laki-laki yang menikahinya (suami). Selain sebab
suami memiliki akal dan sifat yang lebih sabar dalam menghadapi sikap dan
perilaku istri yang tidak disenangi. Juga sebab keinginan suami lebih kuat untuk
tetap melanjutkan tali perkawinan yang telah banyak mengorbankan harta. 5
Talak harus dilakukan berdasarkan ketentuan hukum Islam. Salah satu hal
yang penting diperhatikan adalah waktu penjatuhan talak yaitu waktu
pelaksanaan perceraian memunculkan dua hukum, yang pertama, talak
dihukumi halal atau dikenal dengan talak sunni. Talak terjadi atas dasar
tuntunan sunnah Nabi Muhammad Saw., yaitu istri dalam kondisi suci. Kedua,
talak dihukumi haram atau lazim disebut dengan talak bid’i, yaitu

1
Drs. Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, cet III. (Jakarta: PT Bulan Bintang,
1993), h. 160.
2
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah vol II, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), cet 1V, h. 206.
3
Drs. Zulkarnain Lubis, Paradigma Makna Perceraian, diakses pada 6 Mei 2023, https://syr.us/wvv
4
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, cet I, 1995), hlm. 268
5
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), hlm. 9.
4
ketika istri dalam kondisi menstruasi. 6

B. Rumusan Masalah
1. Apa isi dan terjemahan hadits-hadits tersebut?
2. Bagaimana asbabul wurud atau gambaran sosio historis masyarakatnya?
3. Bagaimana takhrij dan kualitas hadis-hadis tersebut?
4. Apa saja hadist-hadist yang mendukung ataupun yang menentang hadist-
hadist tersebut?
5. Bagaimana makna mufrodat dan analisis kebahasaan dalam perspektif
nahwu dan ushul fiqh?
6. Bagaimana kandungan hukum dan metode istinbatnya dalam perspektif
fuqoha?
7. Bagaimana hikmah dari adanya hadits-hadits tersebut?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui isi dan terjemah hadis-hadis tersebut.
2. Untuk mengetahui asbabul wurud atau gambaran sosio historis masyarakat.

3. Untuk mengetahui takhrij dan kualitas hadis-hadis tersebut.

4. Untuk mengetahui hadis-hadis yang mendukung ataupun menentang hadist-


hadist tersebut.
5. Untuk memahami makna mufrodat dan analisis kebahasaan dalam
perspektifnahwu dan ushul fiqh.
6. Untuk memahami kandungan hukum dan metode
istinbatnya dalamperspektif fuqoha.
7. Untuk memahami hikmah dari hadits-hadist tersebut.

6
M. Saeful Amri, ‘Mitsaqan Ghalidza Di Era Disrupsi (Studi Perceraian Sebab Media Sosial)’, Ulul
Albab: Jurnal Studi Dan Penelitian Hukum Islam 3, no. 1 (2019): 89–106,
https://doi.org/10.30659/jua.v3i1.7496
5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hadits dan Terjemahan


a) Hadits Pertama
‫ب ب ِْن‬ِ ‫ار‬ ِ ‫ع ْن ُم َح‬ َ ،ِ‫صافِي‬ َّ ‫َّللا ب ِْن ْال َولِي ِد ْال َو‬ ُ ‫ع ْن‬
ِ َّ ‫عبَ ْي ِد‬ َ ،ٍ‫ َحدَّثَنَا ُم َح َّمدُ ْب ُن خَا ِلد‬:َ‫ي قَال‬ ِ ‫عبَ ْي ٍد ْالحِ ْم‬
ُّ ‫ص‬ ُ ‫َحدَّثَنَا َكث‬
ُ ُ‫ِير بْن‬
‫ط ََل ُق‬ ِ َّ ‫َض ْال َح ََل ِل ِإ َلى‬
َّ ‫َّللا ال‬ ُ ‫ «أ َ ْبغ‬:‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫ع َل ْي ِه َو‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫ َقا َل َر‬:َ‫ َقال‬،‫ع َم َر‬ َ ‫ع ْن‬
ِ َّ ‫ع ْب ِد‬
ُ ‫َّللا ب ِْن‬ َ ،‫ار‬ٍ َ ‫» ِدث‬

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami Katsir bin 'Ubaid, telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Khalid dari Mu'arrif bin Washil dari Muharib bin
Ditsar dari Ibnu umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:
"Perkara halal yang paling Allah benci adalah perceraian." (HR. Ibnu Majjah
Nomor 2008)7

b) Hadits Kedua
،َ‫شة‬
َ ِ‫عائ‬ َ ،ٍ‫ع ِن ْالقَاس ِِم ب ِْن ُم َح َّمد‬
َ ‫ع ْن‬ َ ،‫ع َم َر‬
ُ ‫هللا ب ِْن‬ ُ ‫ع ْن‬
ِ ‫ع َب ْي ِد‬ َ ،‫ي ْب ُن ُم ْس ِه ٍر‬
ُّ ‫ع ِل‬ َ ‫َحدَّثَنَا أَبُو َب ْك ِر ْب ُن أ َ ِبي‬
َ ‫ َحدَّثَنَا‬،َ‫ش ْي َبة‬
،‫ فَأ َ َرادَ زَ ْو ُج َها ْاْل َ َّو ُل أَ ْن َيتَزَ َّو َج َها‬،‫طلَّقَ َها قَ ْب َل أ َ ْن َيدْ ُخ َل ِب َها‬
َ ‫ ث ُ َّم‬،ٌ‫ فَت َزَ َّو َج َها َر ُجل‬،‫طلَّقَ َر ُج ٌل ا ْم َرأَتَهُ ث َ ََلثًا‬
َ :‫ت‬
ْ َ‫قَال‬
‫س ْيلَتِ َها َما ذَاقَ ْاْل َ َّو ُل‬
َ ‫ع‬ َ ‫سلَّ َم‬
ُ ‫ َحتَّى يَذُوقَ ْاْلخِ ُر مِ ْن‬،‫ ََل‬:َ‫ فَقَال‬، َ‫ع ْن ذَلِك‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫سو ُل هللا‬ ُ َ‫»»ف‬
ُ ‫سئِ َل َر‬

Terjemahan: Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami: ‘Ali
bin Mushir menceritakan kepada kami, dari ‘Ubaidullah bin ‘Umar, dari Al-
Qasim bin Muhammad, dari ‘Aisyah, beliau mengatakan: Seorang lelaki
menceraikan istrinya sampai talak tiga. Lalu seorang lelaki lain menikahi wanita
tersebut, kemudian ia menceraikannya sebelum menggaulinya. (Mantan) suami
yang pertama hendak menikahi wanita itu kembali. Lalu hal itu ditanyakan
kepada Rasulullah SAW. Beliau bersabda: “Tidak boleh, hingga suami yang
terakhir mencicipi sedikit madu istrinya seperti halnya yang dicicipi oleh
(mantan) suami pertama.” (HR. Musim Nomor 2590)8

c) Hadits Ketiga
‫ع ْن‬ َ ‫ع ْن‬
َ ‫سال ٍِم‬ ْ ‫الرحْ َم ِن َم ْولَى آ ِل‬
َ َ‫طلَ َحة‬ َ َ‫س ْفيَان‬
َ ‫ع ْن ُم َح َّم ِد ب ِْن‬
َّ ‫ع ْب ِد‬ ُ ‫ع ْن‬ َ ‫عثْ َما ُن ْب ُن أَبِي‬
َ ‫ش ْيبَةَ َحدَّثَنَا َوكِي ٌع‬ ُ ‫َحدَّثَنَا‬
َّ ‫صلَّى‬
ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫سلَّ َم فَقَا َل َر‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫َّللا‬َّ ‫صلَّى‬ َ ِ ‫ع َم ُر لِلنَّبِي‬ ُ َ‫ِض فَذَك ََر ذَلِك‬ َ ‫طلَّقَ ا ْم َرأَتَهُ َوه‬
ٌ ‫ِي َحائ‬ َ ُ‫ع َم َر أَنَّه‬
ُ ‫اب ِْن‬
َ ‫ت أَ ْو َوه‬
‫ِي َحامِ ٌل‬ ْ ‫ط ُه َر‬ ِ ‫سلَّ َم ُم ْرهُ فَ ْلي َُر‬
َ ُ‫اج ْع َها ث ُ َّم ِلي‬
َ ‫ط ِل ْق َها إِذَا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ

7
https://kitabhadis.com/sunan-ibnu-majah/2008
8
https://kitabhadis.com/sahih-muslim/2590
6
Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami (Utsman bin Abu Syaibah), telah
menceritakan kepada kami (Waki') dari (Sufyan) dari (Muhammad bin
Abdurrahman) mantan budak keluarga Thalhah, dari (Salim) dari (Ibnu Umar),
bahwa ia telah menceraikan isterinya yang sedang haid. Kemudian Umar
menceritakan hal tersebut kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Lalu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perintah dia agar kembali
kepadanya, kemudian menceraikannya apabila ia telah suci atau dalam keadaan
hamil." (HR. Abu Daud Nomor 1865). 9

B. Asbabul Wurud dan Gambaran Sosio Historis Masyarakat


a) Hadits Riwayat Ibnu Majah No. 2008

Menurut riwayat yang paling valid, diketahui bahwa hadis ini memiliki
keterkaitan dengan peristiwa dimana Abdullah bin Umar menikahi seorang
perempuan yang ia cintai. Namun, ayahnya yaitu Umar bin Khattab tidak
menyukai anaknya itu menikah dengan seorang perempuan yang ia cintai
tersebut. Kemudian Abdullah pun mengadukan hal tersebut kepada Nabi
Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW lantas mendoakan Abdullah,
kemudian nabi bersabda, “Ya, Abdullah, ceraikan istrimu itu!” Akhirnya,
Abdullah pun menceraikan perempuan yang ia cintai tersebut sebagai istrinya
atas sabda Nabi tersebut. Dalam kitab as-Sunan al-Kubra milik Imam Baihaqi,
mengeluarkan riwayat dari Muharrib ibn Ditsar, dia berkata di zaman Nabi, ada
seorang laki-laki yang menikah dengan seorang perempuan kemudian ia
menceraikanya. Nabi berkata kepadanya. Apakah kamu sudah menikah? Sudah,
Jawabanya. Lalu apa yang terjadi? Tanya nabi, aku telah menceraikanya apakah
ada sesuatu yang mencurigakan dari istrimu? Tidak. Setelah itu laki-laki tersebut
menikah dengan perempuan lain dan menceraikanya lagi. Dan begitu dia
melakukanya hingga dua tiga kali, sementara nabi selalu mengomentarinya
dengan hal yang sama dengan hal yang sama. Oleh karena itu nabi kemudian
bersabda "Sesungguhnya perkara halal yang dibenci Allah adalah Ta'ala.

9
https://kitabhadis.com/sunan-abu-daud/1865
7
b) Hadits Riwayat Muslim No. 2590

Secara umum hadits ini menjelaskan mengenai istri Rifā'ah Al-Quraẓi


yang dating mengadukan kondisinya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
Dia memberitahu beliau bahwa dulu dirinya merupakan istri Rifā'ah, lantas
Rifā'ah menjatuhkan talak kepadanya dengan talak terakhir, yaitu talak ke tiga.
Setelah itu ia menikah lagi dengan Abdurrahman bin Az-Zabīr -dengan zāi yang
berharakat fatah- namun dia tidak bisa berhubungan badan dengannya sehingga
menceraikannya. Lalu ternyata suaminya yang pertama ingin menikahinya lagi.
Dia pun bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallamtentang hal itu, namun
Nabi melarangnya dan mengharamkannya, serta memberitahu wanita tersebut
bahwa untuk menghalalkan rujuknya kepada Rifā'ah, ia harus benar-benar digauli
terlebih dahulu oleh suaminya yang terakhir.

c) Hadits Riwayat Abu Dawud No. 1865

Tidak ditemukan asbabul wurud tentang hadits ini. Namun secara umum
hadits ini menggambarkan tentang Abdullah bin Umar RA. Yang menceraikan
istrinya Ketika sedang haid. Lalu ayahnya menjelaskan kejadian tersebut pada
Rasulullah SAW. Ternyata beliau sangat marah. Kemudian beliau
memerintahkan Abdullah supaya merujuk istrinya dan mempertahankannya
sampai selesai dari haid, kemudian haid lagi, kemudian suci. Setelah itu, jika ia
masih ingin menceraikannya dan tidak lagi berkeinginan mempertahankannya
silahkan ia menceraikannya sebelum menggaulinya. Itulah masa iddah yang
Allah perintahkan agar talak dijatuhkan dalam masa tersebut bagi orang yang
ingin menceraikan.

C. Takhrij dan Kualitas Hadits


a) Hadits Riwayat Ibnu Majah No. 2008
1. Imam lain yang meriwayatkan hadist serupa, diantaranya:

Nama Kitab BAB No Hadits


Abu Daud Thalaq 1862

8
2. Bagan Sanad

3. Biografi Perawi

Nama Perawi Lahir/ Guru-Guru Murid-Murid Jarh Wa Ta’dil


Wafat
Muhammad bin -Abu Hatim menilai
Humair al-Salhi. beliau adalah orang
Muhammad bin yang Tsiqoh.
-Abu dawud
khalid. -Ibnu hibban
Katsir bin -Al-Nasa’I.
Muhammad bin menyebutkan
Ubaid bin Wafat -Ibnu Majah.
Syuaib bin Syabur. merupakan manusia
Numair Al 250 H -Abu Bakar Ahmad
Marwin bin atau orang yang baik.
Madzhaji bin ‘Amr bin Abi
Mulwiyah al- -Ibnu majah
Ashim.
Faziri. mengatakan Katsir
Muslim bin Khalid bin Ubaid adalah
Al-Zanji. seseorang periwayat

9
Almaafi bin Imran hadits yang tidak
Al- Dzahri Al- diragukan lagi
Himshi. keilmuannya
- Waqi’ bin Al- -Ibnu Hajar al
Jarah. ‘Aswalani
mengatakan Tsiqah
-Maslamah bin
Qasim mengatakan
Tsiqah
-Abu daud dalam
tahdzibul kamal
Abdul Aziz bin berkata “Shodiq”
‘Amr bin Abdul (orang yang jujur).
Azi. -Abu Ubaid al-Ajri
-Ubaid al-Madzhaji.
- Abdul Malik bin berkata bahwasanya
Wafat -Muhammad bin
Muhammad Jurij. beliau adalah
sebelu Shodaqoh al-
bin Khalid bin - Ubaidillah bin ulama/orang yang
m 290 Jablani.
Muhammad Walid alWafaiyi. besar.
H -Yahya bin Sholih
- al-Fadl bin -Ibnu Habban juga
al-Wihadzi.
Dalham. menyebut beliau
- Muariff bin merupakan orang
Washil Tsiqoh
-Ad-Daruqithni
mengatakan Tsiqoh.
-Muhammad bin
- Muharib bin -Abdullah bin Ahmad
Khalid al-Wahbi.
Ditsar, bin Hambal
-Muhammad bin
Mu’ariff bin - Hafsah bin Talq. mengatakan Tsiqah
- Yusuf al Firyabi
Washil - ‘Amr bin Ditsar, -Ali bin al-Madini
-Waqi’ bin Jarrah
- Abdullah bin mengatakan Huwa
-Abdullah bin
Buraidah Atsbatu Minal Ailah.
Mahdi

10
-al-Nasa’I menilai
Maharib bin Ditsar
Tsiqoh
-Abu Zur’ah menilai
beliau sebagai orang
Al aswad bin Yazid
yang dapat dipercaya.
Wafat al-Nakh’I -Muariff bin Washil.
Muharib bin -Abu Hatim menilai
116 H - Sulaiman bin -Muhammad bin
Ditsar beliau sebagai orang
Buridah Qa’is al asadi.
yang jujur.
- Shilah bin Zafar.
-Ibnu Hibban
disebutkan dalam ‘ats
tsiqaat
Ya’qub bin sufyan
mengatakan Tsiqoh
- Ibnu Umar sangat
termasyhur ini
ditandai dengan
banyaknya hadis
Dilahir
- Nabi Muhammad yang
kan di
SAW diriwayatkannya.
Makka
- Bilal Mu’adin Hadis yang
h pada
Abdullah bin Rasulullah SAW -Muharib bin Ditsar, diriwayatkan
tahun
Umar bin al - Zaid bin Tsabit. -Abdullah bin Umar -Ibnu umar berasal
10 H
khattab bin - Zaid bin al- -Basir bin Sa’id al- dari Rasulullah SAW
dan
Nufail Khattab Madani. dan juga dari
wafat
- Abdullah bin periwayatan para
pada
Mas’ud sahabat Rasulullah
tahun
- Utsman bin Talhat SAW.
618 H
-Ibnu hajar al
atsqalani : sahabat
-Adz dzahabi:
sahabat

11
4. Kesimpulan kualitas hadits

Dapat diambil kesimpulan bahwa hadits ini termasuk hadits hasan.


Sanad dari hadits ini adalah bersambung. Hadits ini diriwayatkan dari
Muhammad bin Khalid yang merupakan orang yang jujur, Tsiqah dan juga
merupakan ulama besar. Mu’ariff bin Washil orang yang Tsiqah, Mu’arib bin
Ditsar menurut para ulama merupakan orang yang jujur dan Tsiqah. Sehingga
hadits ini selain diriwayatkan dari Ibnu Majjah, juga terdapat hadits dengan
redaksi yang sama yang diriwayatkan oleh Abu Dawud yang tidak ada
cacatnya sama sekali. Dengan demikian hadits tersebut statusnya tidak bisa
dikatakan dha’if melainkan hasan li ghairihi.

b) Hadits Riwayat Muslim No. 2590


1. Imam lain yang meriwayatkan hadist serupa, diantaranya:

NAMA KITAB BAB NO HADITS

Shahih Bukhari Kesaksian 2445

Shahih Bukhari Thalaq 4857

Shahih Bukhari Thalaq 4905

Shahih Bukhari Pakaian 5346

Shahih Bukhari Pakaian 5377

Shahih Bukhari Adab 5620

An –Nasa’I Nikah 3231

An –Nasa’I Thalaq 3354-3359

Abu dawud Thalaq 1965

Ad darimi Thalaq 2167

Ibnu Majjah Nikah 1922 (2)

2. Bagan sanad

12
3. Biografi Perawi

Nama Perawi Lahir/ Guru Murid Jarh Wa Ta’dil


Wafat
Aisyah binti Wafat - Hamzah bin Umar - Ibrahim bin Yazid - Ata bin Abi Rabah :
abi bakar ash 58 H al Aslami at Taimi afqahun nas
shiddiq - Sa’ad bin Abi - Ishaq bin Thalhah
(Sahabat) Waqas bin Ubaidillah -Abu Musa al Asy’ari
- Umar Bin Khattab -Sa’id bin Musayyab keutamaan Aisyah
Riwayat - Abu Bakar dengan wanita lain
hadits: - Judamah Binti seperti keutamaan
Bukhari : 849 Wahab al-Asadiyah roti terhadap semua
Muslim : 630 makanan
Tirmidzi : 288
Abu Daud :429

13
Nasa'i : 664 -Hisyam bin Urwah :
IbnuMajah aku tidak melihat
:386 seorang yang lebih
Darimi : 195 alim tentang fiqih
Ahmad : 2395 daripada Aisyah
Malik : 128

Al Qasim bin Wafat - Aisyah - Asy Sya’bi -Ibnu sa’d


Muhammad 106 H radhiyallahu ‘anha - Nafi’ Al-Umari mengatakan Tsiqah
bin Abi - Abdullah bin - Salim bin Abdillah -Ibnu hajar al-
Bakar Ash Mas’ud -Abu Bakr bin Hazm Asqalani Mengatakan
Shiddiq - Zainab bintu Jahsy - Az-Zuhri Tsiqah
(Tabi'in -Fatimah bintu Qais - Ibnu Abi Mulaikah
kalangan - Ibnu Abbas -Humaid Ath-
pertengahan) - Ibnu Umar Thawil
-Ayyub As-
Riwayat Sikhtiyani.
hadits:
Bukhari : 88
Muslim : 63
Tirmidzi : 22
Abu Daud : 41
Nasa'i : 76
Ibnu Majah :34
Darimi : 40
Ahmad : 198
Malik : 61
Ubaidullah bin Wafat -Abu Bakar -Ibnu Abbas -Ibnu Hajar
'Umar bin 147 H - Utsman - Jabir bin Abdullah mengatakan Tsiqah
Hafsh bin - Abdullah bin -Al Aghar Al- tsabat
'Ashim bin Mas’ud Muzaby - Adz dzahabu
'Umar bin Al - Utsman bin mengatakan tsiqah
Khaththab Thalhah - Yahya bin ma’in

14
(Tabi'in mengatakan tsiqah
kalangan - Abu hatim
biasa) mengatakan tsiqah
- Abu zur’ah
Riwayat mengatakan tsiqah
hadits: - An- nasa’I
Bukhari : 163 mengatakan tsiqah
Muslim : 180 tsabat
Tirmidzi : 64
Abu Daud : 79
Nasa'i : 99
Ibnu Majah :98
Darimi : 50
Ahmad : 357
Malik : 0

Ali bin Mushir Wafat - Ibnu abi Syaibah - - Al ‘Ajli mengatakan


(Tabi'ut Tabi'in 189 H Tsiqah
kalangan - Abu Zur’ah
pertengahan) mengatakan shaduqq
tsiqah
Riwayat - Ibnu Hibban
hadits: disebutkan dalam ‘ats
Bukhari : 27 tsiqaat
Muslim : 103 - An Nasa’I
Tirmidzi : 21 mengatakan tsiqah
Abu Daud : 7 - Ibnu saad
Nasa'i : 10 mengatakan Tsiqah
Ibnu Majah :45 - Adz dzahabi
Darimi : 32 mengatakan tsiqah
Ahmad : 9
Malik : 0

15
Abu Bakr Wafat Syarik bin - Abul-Ahwash - Para ulama sepakat
bin Abu 235 H Abdillah Al-Qadli Sallam bin Sulaim bahwa Abu Bakar bin
Syaibah - AbdusSalam bin Abi Syaibah seorang
Harb. yang kuat hapalannya
-Abdullah bin
Mubarak. - Ibnu Hibban
- Jarir bin Abdil berkata, “Ibn Abi
Hamid. Syaibah adalah
- Abul-Khalid Al- seorang yang hafidh
Ahmar. yang sangat
- Sufyan bin kuat hapalannya, dia
‘Uyainah salah seorang dari
ulama yang menulis
hadits, engumpulkan
danmeyusun kitab,
bermudzakarah.

4. Kesimpulan kualitas hadits

Berdasarkan takhrij yang telah dilakukan, hadist ini termasuk dalam hadist
shahih. Sebab hadist diatas sanad nya bersambung dan sampai kepada Nabi
sehingga disebut dengan hadis marfu’ dan juga memenuhi syarat-syarat
hadits shahih. Hadist ini diriwayatkan oleh perawi Abu Bakar bin Abi syaibah
yang kuat hafalannya, Ali bin Mushir orang yang tsiqah, Ubaidillah bin Umar
orang yang tsiqah tsabat, Qasim bin Muhammad orang yang tsiqah. Hadist
diatas sanad nya bersambung dan sampai kepada Nabi sehingga disebut
dengan hadis marfu’ dan juga memenuhi syarat-syarat hadits shahih. Hadist
ini diriwayatkan oleh perawi Abu Bakar bin Abi syaibah yang kuat
hafalannya, Ali bin Mushir orang yang tsiqah, Ubaidillah bin Umar orang
yang tsiqah tsabat, Qasim bin Muhammad orang yang tsiqah. Sehingga hadist
ini termasuk dalam hadist shahih.

16
c) Hadits Riwayat Abu Dawud No. 1865
1. Imam lain yang meriwayatkan hadist serupa, diantaranya:

KITAB BAB NO HADITS

Shahih Bukhari Thalaq 4850,4851,4854,4916

Shahih Muslim Thalaq 2675-2681 , dan 2683-2688

Sunan an-Nasa’I Thalaq 3336-3339 dan 3343-3503

Ibnu Majjah Thalaq 2009. 2012, 2013

Malik Thalaq 1053

Sunan Adz-Dzarimi Thalaq 2162

2. Bagan sanad

17
3. Biografi perawi

Nama Lahir/ Guru-guru Murid-Murid Jahr wa Ta’dil


Perawi Wafat
Adz-Dzahabi :
hafizh
Yahya bin Ma’un
: tsiqah
Utsman bin Wafat -Ibnu Abi
-Abu Bakar Al-Ajli : tsiqah
Abu Syaibah 239 H Syaibah
Ibnu Hibban :
tsiqah
Ibnu Hajar :
tsiqah hafid
Al-Ajli : tsiqah
Sufyan Ats-
Ya’kub bin
Tsauri
Syaibah : hafizh
Abdulah Ibnul
Ibnu Sa’ad :
Mubarak, Ibnu
tsiqah ma’mun
Ma’in
Waki’ bin al Ibnu Hibban :
Wafat -Sufyan ats- Al-Humaidi
jarrah bin hafizh
196 H Tsauri Abu Bakr Ibnu
malih Ibnu Hajar Al-
Abi Syaibah
‘Asqalani :
Imam Ahmad
tsiqah ahli
bin Hanbal
ibadah
‘Ali Ibnul
Adz-Dzahabi :
Madini
seorang tokoh
Abdurrahman Malik bin Anas :
Abu Ishaq
bin Mahdi tsiqah
Syaibani
Yahya bin Said Yahya bin Ma’in
Sufyan bin Abdul Malik
Wafat Ibnu Al- : tsiqah
Sa’id bin Umair
161 H Mubarak Ibnu Hibban
Masruq Abdurrahman
Jarir termasuk dari
bin ‘Abus bin
Hafs bin para huffad
Rabi’ah
Ghayyats mutqin
18
Ismail bin Abu Abu Usamah Ibnu Hajar Al-
Khalid Ishaq Al-Azraq ‘Asqalani :
Salamah bin Ruh bin Ubadah tsiqah hafidz
Kuhail faqih
Ibnu Hajar
‘Asqalani : abid
Adz-Dzahabi :
imam
Yahya bin Ma’in
: tsiqah
Abu Zur’ah :
shalihul hadits
Yahya ibn Ali
Muhammad Al-Kurani Abu Hatim :
Wafat Ibn Hammud Al-
bin Syekh Aaq shalihul hadits
1302 H Mu’tali
Abdurrahman Syamsuddin Abu Daud :
Nasr
shalihul Hadits
Ibnu Hajar Al-
‘Asqalani :
tsiqah
Ibnu Hibban :
tsiqah
Abu Yusuf Al-
Rabi’ah Ar- Muhammad bin
Anshari
Ra’yi Sa’ad : tsiqah
Abu Hurairah
Salim bin Abu Zinaad Al-‘Ajli : tsiqah
Abu Rafi
Abdullah bin Wafat Nafi Maula Ibnu Hajar Al-
Abu Lubadah
Umar bin Al- 106 H Abdullah bin ‘Asqalani : tsabat
Abdullah bin
Khattab Umar ‘abid fadil
Umar
Ibnu Syihab Ibnu Hajar Al-
Umar bin
Azzuri ‘Asqalani : salah
Khattab
satu ahli fiqh
yang tujuh

19
Ibnu Umar
sangat
termahsyur
ditandai dengan
banyaknya hadits
Nabi
yang
Muhammad
diriwayatkannya.
SAW
Hadits yang
Lahir di Bilal Mu’adin Muharib bin
diriwayatkan
Abdullah bin Makkah Rasulullah SAW Ditsar
Ibnu Umar
Umar bin Al- 10 H Zaid bin Tsabit Abdullah bin
berasal dari
Khattab bin Zaid bin Al- Umar
Rasulullah SAW
Nufail Wafat Khattab Basir bin Sa’id
dan juga dari
618 H Abdullah bin Al-Madani
para periwayatan
Mas’ud
para sahabat
Utsman bin
Rasulullah SAW
Talhat
Ibnu Hajar Al-
Atsqalani :
sahabat
Adz-Dzahabi :
sahabat

4. Kesimpulan kualitas hadits

Hadist diatas termasuk dalam hadits yang sanadnya


bersambung atau disebut dengan hadist marfu’ dan juga memenuhikriteria
hadist shahih. Hadist ini diriwayatkan oleh perawi Ustman bina bi syaibah
orang yang tsiqah, waki’ orang yang tsiqah dan tahfidz, sufyan orang yang
tsiqah, Muhammad bin Abdurrahman orang yang tsiqah, salim orang tsiqah
dan Ibnu Umar adalah sahabat Nabi Muhammad SAW. Sehingga
hadist ini termasuk dalam hadist shahih karena sampai kepada Nabi
Muhammad SAW.

20
D. Hadits-Hadits Pendukung Atau Yang Bertentangan Minimal Dua Hadits
a) Hadits Riwayat Ibnu Majah No. 2008
‫ش ْيئًا‬ َّ ‫سلَّ َم َما أَ َح َّل‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫ب قَا َل قَا َل َر‬
ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫َّللا‬ ِ ‫ع ْن ُم َح‬
ٍ ‫ار‬ َ ‫ف‬ َ ُ‫َحدَّثَنَا أَحْ َمدُ ْب ُن يُون‬
ٌ ‫س َحدَّثَنَا ُم َع ِر‬
َّ ‫َض إِلَ ْي ِه مِ ْن ال‬
ِ ‫ط ََل‬
‫ق‬ َ ‫أَ ْبغ‬

Artinya: Telah menceritakan kepada kami (Ahmad bin Yunus), telah


menceritakan kepada kami (Mu'arrif) dari (Muharib), ia berkata; Rasulullah SAW
bersabda: "Tidaklah Allah menghalalkan sesuatu yang lebih Dia benci daripada
perceraian." (HR. Abu Daud Nomor 1862)10

b) Hadits Riwayat Muslim No. 2590


• ‫ع ْن‬
َ َ‫ع ْن ع ُْر َوة‬ َ َ‫عيَ ْينَة‬
ُّ ‫ع ْن‬
َ ِ ‫الز ْه ِري‬ ُ ‫س ْفيَا ُن ْب ُن‬
ُ ‫ور قَا ََل َحدَّثَنَا‬
ٍ ‫ص‬ ُ ‫َحدَّثَنَا ا ْب ُن أَبِي‬
ُ ‫ع َم َر َوإِ ْس َح ُق ْب ُن َم ْن‬
َ‫ت ِإنِي ُك ْنتُ ِع ْند‬ ْ َ‫سلَّ َم فَقَال‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫عةَ ْالقُ َرظِ ي ِ ِإلَى َر‬
ِ َّ ‫سو ِل‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫ت ْام َرأَة ُ ِرفَا‬
ْ ‫ت َجا َء‬ْ َ‫شةَ قَال‬ َ ِ‫عائ‬َ
ِ ‫ير َو َما َم َعهُ ِإ ََّل مِ ْث ُل هُدْ َب ِة الث َّ ْو‬
‫ب فَقَا َل‬ َّ َ‫الر ْح َم ِن بْن‬
ِ ‫الز ِب‬ َ ُ‫ط ََلقِي فَت َزَ َّوجْ ت‬
َّ َ‫ع ْبد‬ َ َّ‫ط َّلقَنِي فَ َبت‬
َ َ‫عةَ ف‬َ ‫ِرفَا‬
‫ع ْن اب ِْن‬ َ ‫س ْيلَتَكِ قَا َل َوفِي ْال َباب‬ َ ‫ع‬ُ َ‫س ْيلَتَهُ َو َيذُوق‬
َ ‫ع‬ُ ‫ع َة ََل َحتَّى تَذُوقِي‬ َ ‫أَت ُ ِريدِينَ أ َ ْن ت َْر ِجعِي ِإلَى ِرفَا‬
‫س ٌن‬ َ ‫ِيث َح‬ ٌ ‫شةَ َحد‬ َ ِ‫عائ‬َ ‫ِيث‬ ُ ‫سى َحد‬ َ ‫صاءِ َوأَبِي ه َُري َْرة َ قَا َل أَبُو عِي‬ َ ‫صاءِ أ َ ْو ْالغُ َم ْي‬ ُّ ‫ع َم َر َوأَن ٍَس َو‬
َ ‫الر َم ْي‬ ُ
‫غي ِْر ِه ْم أَ َّن‬
َ ‫سلَّ َم َو‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫ب النَّبِي‬
ِ ‫ص َحا‬ ْ َ ‫عا َّم ِة أَ ْه ِل ْالع ِْل ِم مِ ْن أ‬
َ َ‫علَى َهذَا ِع ْند‬ َ ‫صحِ ي ٌح َو ْالعَ َم ُل‬
َ
‫ج‬ َّ ‫طلَّقَ َها قَ ْب َل أ َ ْن يَدْ ُخ َل بِ َها أَنَّ َها ََل تَحِ ُّل ل‬
ِ ‫ِلز ْو‬ َ َ‫غي َْرهُ ف‬ ْ ‫طلَّقَ ا ْم َرأَتَهُ ث َ ََلثًا فَت َزَ َّو َج‬
َ ‫ت زَ ْو ًجا‬ َ ‫ال َّر ُج َل إِذَا‬
َّ ‫ْاْل َ َّو ِل ِإذَا لَ ْم يَ ُك ْن َجا َم َع‬
‫الز ْو ُج ْاْلخ َُر‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Umar] dan [Ishaq
bin Manshur] berkata; Telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin
'Uyainah] dari [Az Zuhri] dari ['Urwah] dari [Aisyah] berkata; "Istri
Rifa'ah Al Quradli menemui Rasulullah ﷺ. Dia berkata; 'Saya istri
Rifa'ah, dia telah menceraikanku dengan talak ba'in. Kemudian saya
menikah dengan Abdurrahman bin Zubair. Ternyata dia bagaikan ujung
kain (lemah syahwat) '. Beliau bertanya: 'Apakah kamu hendak kembali
kepada Rifa'ah? Janganlah kamu melakukannya sampai kamu merasakan
madunya dan dia merasakan madumu (melakukan jima') '." (Abu Isa At
Tirmidzi) berkata; "Hadits semakna diriwayatkan dari Umar, Anas,
Rumaisha` atau Ghumaisha`dan Abu Hurairah." Abu Isa berkata; "Hadits
Aisyah merupakan hadits hasan sahih. Kebanyakan ulama dari kalangan
sahabat Nabi SAW dan yang lainnya berpendapat bahwa jika seorang laki-
laki mencerai isterinya tiga kali (talak tiga). Lalu dia menikah dengan pria

10
https://kitabhadis.com/sunan-abu-daud/1862
21
yang lain. Lantas dia (suami tersebut) mentalaknya sebelum
menggaulinya, maka tidak halal bagi suami pertama, jika memang dia
(wanita tersebut) belum digauli oleh suami yang keduanya." (HR. At-
Tirmidzi No. 1037) 11

• ‫سو ُل‬
ُ ‫س ِئ َل َر‬ ْ َ‫شةَ قَال‬
ُ ‫ت‬ َ ‫ع ْن ْاْلَس َْو ِد‬
َ ‫ع ْن‬
َ ‫عا ِئ‬ َ ‫ع ْن ِإب َْراه‬
َ ‫ِيم‬ َ َ‫سدَّدٌ َحدَّثَنَا أَبُو ُم َعا ِو َية‬
َ ‫ع ْن ْاْل َ ْع َم ِش‬ َ ‫َحدَّثَنَا ُم‬
‫طلَّقَ َها‬
َ ‫غي َْرهُ فَدَ َخ َل بِ َها ث ُ َّم‬ ْ ‫طلَّقَ ْام َرأَتَهُ يَ ْعنِي ثَ ََلثًا فَت َزَ َّو َج‬
َ ‫ت زَ ْو ًجا‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ‫ع ْن َر ُج ٍل‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ
َ ‫َّللا‬
َ‫سلَّ َم ََل تَحِ ُّل ل ِْْل َ َّو ِل َحتَّى تَذُوق‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ْ َ‫قَ ْب َل أ َ ْن ي َُواقِعَ َها أَتَحِ ُّل لِزَ ْو ِج َها ْاْل َ َّو ِل قَال‬
ُّ ِ‫ت قَا َل النَّب‬
َ ‫ي‬
‫س ْيلَت َ َها‬ ُ َ‫س ْيلَةَ ْاْلخ َِر َويَذُوق‬
َ ‫ع‬ َ ‫ع‬
ُ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Musaddad], telah


menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Al A'masy]
dari [Ibrahim] dari [Al Aswad], dari [Aisyah], ia berkata;
Rasulullah SAW ditanya mengenai seorang laki-laki yang
mencerai isterinya tiga kali, kemudian wanita tersebut menikah
dengan laki-laki yang lain dan bertemu muka dengannya
kemudian ia mencerainya sebelum mencampuri, maka apakah ia
halal bagi suaminya yang pertama? Aisyah berkata; tidak. Nabi
SAW berkata: "Ia tidak halal bagi suaminya yang pertama hingga
ia merasakan manisnya (hubungan kenikmatan) suaminya yang
lain, dan ia (sang suami) juga merasakan manisnya (hubungan
kenikmatan dengannya)." (HR. Abu Dawud No. 1965)12

c) Hadits Riwayat Abu Dawud No. 1865


• ُ‫ع ْن ُه َما أ َنَّه‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬
ِ ‫ع َم َر َر‬ َ ‫ع ْن‬
ِ َّ ‫ع ْب ِد‬
ُ ‫َّللا ب ِْن‬ َ ٌ‫َّللا قَا َل َحدَّثَنِي َما ِلك‬
َ ‫ع ْن نَاف ٍِع‬ َ ‫َحدَّثَنَا إِ ْس َماعِي ُل ْب ُن‬
ِ َّ ‫ع ْب ِد‬
‫سو َل‬ ُ ‫ب َر‬ ِ ‫طا‬ َّ ‫ع َم ُر بْنُ ْال َخ‬ ُ ‫سأ َ َل‬َ َ‫سلَّ َم ف‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو ِل‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫علَى‬
ُ ‫ع ْه ِد َر‬ َ ‫ِض‬
ٌ ‫ِي َحائ‬ َ ‫طلَّقَ ْام َرأَتَهُ َوه‬ َ
‫اج ْع َها ث ُ َّم ِليُ ْم ِس ْك َها‬ِ ‫سلَّ َم ُم ْرهُ فَ ْلي َُر‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫سلَّ َم‬
ُ ‫ع ْن ذَلِكَ فَقَا َل َر‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ
َ ‫َّللا‬
‫س فَت ِْلكَ ْال ِعدَّة ُ الَّتِي‬ َّ ‫طلَّقَ قَ ْب َل أَ ْن يَ َم‬ َ ‫يض ث ُ َّم ت َْط ُه َر ث ُ َّم ِإ ْن شَا َء أ َ ْم‬
َ ‫سكَ بَ ْعدُ َو ِإ ْن شَا َء‬ َ ِ‫َحتَّى ت َْط ُه َر ث ُ َّم تَح‬
َ ِ‫ط َّلقَ لَ َها الن‬
‫سا ُء‬ َ ُ ‫َّللاُ أَ ْن ت‬
َّ ‫أَ َم َر‬

Artinya: Telah menceritakan kepada kami (Isma'il bin Abdullah) ia


berakta; Telah menceritakan kepadaku (Malik) dari (Nafi') dari (Abdullah
bin Umar) radliallahu 'anhuma, bahwa pada masa Rasulullah ia pernah

11
https://kitabhadis.com/sunan-tirmizi/1037
12
https://kitabhadis.com/sunan-abu-daud/1965
22
menceraikan isterinya dalam keadaan haid, maka Umar bin Al Khaththab
pun menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW
bersabda: "Perintahkanlah agar ia segera meruju'nya, lalu menahannya
hingga ia suci dan haid kembali kemudian suci. Maka pada saat itu, bila
ia mau, ia boleh menahannya, dan bila ingin, ia juga boleh
menceraikannya. Itulah Al Iddah yang diperintahkan oleh Allah untuk
mentalak isteri." (HR. Bukhari Nomor 4850)13

o َ ُ‫ع ْن يُون‬
‫س‬ َ ‫ع ْبدُ ْاْل َ ْعلَى قَا َل َحدَّثَنَا ِهشَا ٌم‬
َ ‫ع ْن ُم َح َّم ٍد‬ َ ‫ي َحدَّثَنَا‬ َ ‫علِي ٍ ْال َج ْه‬
ُّ ِ‫ضم‬ َ ُ‫ص ُر بْن‬ ْ َ‫َحدَّثَنَا ن‬
ُ ‫ِض فَقَا َل تَ ْع ِر‬
‫ف‬ ٌ ‫ِي َحائ‬ َ ‫طلَّقَ ا ْم َرأَتَهُ َوه‬
َ ‫ع ْن َر ُج ٍل‬ َ ‫ع َم َر‬ُ َ‫سأ َ ْلتُ ابْن‬
َ ‫ب َقا َل‬ ٍ ‫ب ِْن ُجبَي ٍْر أَبِي غ َََّل‬
ُ‫سلَّ َم فَأ َ َم َره‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ ُ ‫ِض فَأَت َى‬
َّ ‫ع َم ُر النَّ ِب‬ ٌ ‫ِي َحائ‬ َ ‫طلَّقَ ا ْم َرأَتَهُ َوه‬
َ ‫ع َم َر‬ ِ َّ َ‫ع ْبد‬
ُ َ‫َّللا بْن‬ َ
َ‫ع َجزَ َوا ْستَ ْح َمق‬ َ ‫اج َع َها قُ ْلتُ أَيُ ْعتَدُّ ِبت ِْلكَ قَا َل أ َ َرأَيْتَ ِإ ْن‬
ِ ‫أ َ ْن ي َُر‬

Artinya: Telah menceritakan kepada kami (Nashr bin Ali Al


Jahdlami) berkata, telah menceritakan kepada kami (Abdul A'la)
ia berkata; telah menceritakan kepada kami (Hisyam) dari
(Muhammad) dari (Yunus bin Jubair Abu Ghallab) ia berkata; Aku
bertanya (Ibnu Umar) tentang seorang laki-laki yang mentalak
isterinya disaat haid, maka ia pun menjawab, "Engkau tahu
Abdullah bin Umar mencerai isterinya disaat haid, lalu Umar
mendatangi Nabi hingga beliau memerintahkannya agar Abdullah
bin Umar merujuknya kembali. Aku berkata, "Apakah ia harus
iddah kerana hal itu?" ia menjawab, "Apa pendapatmu jika ia
tidak merujuknya dan berlaku bodoh?" (HR. Ibnu Majah Nomor
2012)14

E. Makna Mufradat Dan Analisis Kebahasaan Dalam Perspektif Nahwu Dan


Ushul Fiqh
a) Hadits Riwayat Ibnu Majah No. 2008

Berdasarkan langkah-langkah dalam penelitian hadis maka hadis tentang


Thalâq yang diperbolehkan tetapi dibenci Allah dari jalur ini kulitas hadisnya
hasan lî ghairihi serta terhindar dari syadz dan illat. Karena matannya

13
https://kitabhadis.com/sahih-bukhari?s=talak
14
https://kitabhadis.com/sunan-ibnu-majah?s=talak
23
berkesesuaian dalam makna dan berdekatan dalam kalimatnya. Secara
redaksional hadis ini tidak bertentangan dengansejarah, akal, dalil yang telah
pasti, dan tidak bertentangan dengan hadis ahad yang berkualitas ke-shahihan-
nya lebih kuat karena maksud dari pada hadis tersebut adalah sesuatu hal yang
sanggat dibenci Allah akan tetapi allah tidak melarang untuk dilakukannya.

1. Lafadz ‫ أبغض الحَلل‬adalah Isim Tafdzil yang berwazan ‫ أ فعل‬statusnya adalah


mubtada’. Adapun lafadz ‫ أبغض‬disandarkan kepada kata ‫( الحَلل‬isim ma'rifat).
Menurut ketentuan nahwu jika isim tafdhil disandarkan pada isim ma'rifat
maka bermakna "yang paling dibenci dari pada sesuatu yang halal".
2. Lafadz ‫ إلى هللا‬adapun makna ‫ ظرف‬merupakan Harf jar yang bermakna ‫إلى هللا‬
Bermakna di sisi Allah.
3. Lafadz ‫ الطَلق‬merupakan khabar mubtada" dari lafadz ‫ أبغض‬yang artinya yang
sangat dibenci Allah dari sesuatu yang halal adalah thalâq.

Adanya perbedaan sususan lafadz ini bisa diterima dan tidak


mempengaruhi terhadap keberadaan makna hadis, dan dilihat dari segi kandungn
makna juga tidak terdapat pertentangan dan perbedaan antara hadis yang satu
dengan yang lain.

b) Hadits Riwayat Muslim No. 2590

Makna mufradat dan analisis kebahasaan dalam prespektif nahwu dan


ushul fiqh. Kalimat ‫ ثَلثا‬disini menunjukan makna khos, yaitu mempunyai arti
tiga kali thalak tidak ada makna yang lain, kemudian juga terdapat hukum wadh’i
yaitu sebab-akibat dan syarat. Sebabnya adalah orang yang mentalak istrinya tiga
kali maka akibatnya si suami yang pertama tidak boleh merujuknya kembali
kecuali setelah adanya laki-laki lain yang menikahinya atau biasa disebut dengan
muhallil.disini yang menjadi syarat yaitu ketika si suami pertama ingin
menikahinya kembali maka si mantan istri tadi harus menikah dulu dengan orang
lain dengan sungguh-sungguh yang disebut dengan muhallil.

Kemudian yang selanjutnya terdapat huruf, ‫ َل‬yang mana berdasarkan


kajian nahwu adalah huruf nahi (larangan) dan menurut kajian usul fiqh juga
mempunyai arti “tidak boleh” hal ini sesuai dengan kaidah ‫اْلصل فى النهي للتحريم‬
yang berarti hukum asal dari suatu larangan itu adalah haram, dan dalam lafadz

24
‫ عسيلتها‬terdapat juga Isyaratul Nash yang mana makna asal dari kata ini adalah
merasakan madunya, akan tetapi disini makna yang diharapkan atau yang tersirat
atau yang dikehendaki oleh isyaratul nash adalah bukan si suami yang kedua tadi
merasakan madu akan tetapi merasakan kenikmatnya bersetubuh sebagai mana
yang telah dirasakan oleh suami yang pertama.dalam kalimat ‫ حتى يذوق اْلخر‬disini
mengandung mafhum mukholafah yang berarti apabila si suami kedua belum
merasakannya kemudian ia mentalaknya maka suami pertama tidak boleh
menikahinya Kembali.

c) Hadits Riwayat Abu Dawud No. 1865

Makna mufradat dan analisis kebahasaan dalam prespektif nahwu dan


ushul fiqh. Dalam hadits diatas terdapat hukum wadh’i yaitu Tidak sah, bagi suami
yang mentalak istrinya sedangkan istrinya tersebut sedang dalam keadaan haid,
terdapat juga hukum taklif yaitu dalam kalimat ‫ مره فليراجعها‬sesuai dengan kaidah
ushul fiqh yaitu ‫عن ضده اْلمر بشئ نهي‬yang berarti perintah terhadap sesuatu yang
harus dikerjakan, berarti melarang dalam kebalikannya. Dalam lafadz hadits diatas
terdapat juga ibaratul nash dan dilalatul nash, yakni terdapat pada lafadz ‫حائض‬
secara ibarotul nash lafadz ini mempunyai arti dilarang mentalak istrinya ketika
dalam keadaan haid, akan tetapi secara dilalatul nash pada lafadz ini mengandung
arti nifas juga termasuk didalamnya, jadi suami juga dilarang menthalak istrinya
ketika dalam keadaan nifas tidak hanya dalam keadaan haid saja.

F. Isi Kandungan dan Metode Istinbat Hukum Dalam Pandangan Fuqaha


a) Hadits Riwayat Ibnu Majah No. 2008

Perceraian merupakan perkara yang halal yang paling tidak disukai oleh
Allah SWT. Dalam islam tidak mengharamkan perceraian namun menjadi hal
yang paling tidak disukai Allah SWT. Disetiap rumah tangga pasti ada konflik
tetapi jika konflik bisa diselesaikan dengan baik-baik maka sebaiknya tidak
melakukan perceraian. Tetapi jika konflik dalam rumah tangga tidak dapat
diselesaikan dan justru akan menimbulkan kesengsaraan tentu dalam situasi ini
maka syari’ah membolehkan adanya perceraian. Dalam surah al-Baqarah ayat
227 dijelaskan :

‫علِي ٌم‬
َ ‫سمِ ي ٌع‬
َ ‫َّللا‬ َّ ‫عزَ ُموا‬
َ َّ ‫الط ََلقَ فَإِ َّن‬ ْ ‫َو‬
َ ‫إن‬
25
“Dan jika kalian bertekad kuat untuk thalaq, maka sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Berdasarkan Hadist tersebut menurut Jumhur Ulama hukum talak itu


mubah tetapi lebih baik dijauhi. Ulama Syafi’iyah dan hanabilah berpendapat
bahwa hukum talak terkadang wajib, terkadang haram dan Sunnah.Namun jika
dilihat dari latar belakang terjadinya talak, maka hukum talak bisa berubah kepada:

1. Wajib

Talak menjadi wajib hukumnya apabila hakim tidak menemukan


jalan lain, kecuali talak, yang bisa ditempuh untuk meredakan
pertikaian yang terjadi diantara suami dan istri. Dan Juga apabila
seorang suami bersumpah ila’ (tidak akan mencampuri istri) sampai
masa tertentu, sedangkan ia tidak mau membayar kafarah sumpah agar
ia dapat bergaul dengan istrinya.

2. Haram

Talak Yang diharamkan adalah talak yang dilakukan bukan


karena adanya tutuntan yang dapat dibenarkan karena hal itu akan
membawa mudhorot bagi diri sang suami dan juga istrinya serta tidak
memberikan kebaikan bagi keduanya. Diharamkan bagi suami
menceraikan istrinya pada saat haid, atau pada saat suci dan di masa
suci itu sang suami telah berjimak dengan istrinya. Sebaliknya, bagi
istri tidak boleh (haram) meminta kepada suami untuk menceraikannya
tanpa ada sebab syar'i.

3. Mubah

Hukum talak bisa menjadi mubah jika seorang istri memiliki


akhlak yang buruk, jelek tabiatnya dalam bermuamalah, melalaikan
hak suami, dan lain sebagainya. Sehingga tujuan pernikahan yang
diinginkan tidak tercapai sama sekali.

4. Sunnah

Hukum talak akan menjadi sunnah apabila keadaan rumah tangga


sudah sulit dipertahankan, dan apabila dipertahankan akan lebih
26
banyak bahayanya, misalnya seorang istri tidak mau atau lalai dalam
menjalankan hak-hak Allah swt seperti sholat, puasa, dan lain
sebagainya. Setelah beberapa kali diperintahkan agar jangan
melalaikan perintah Allah Swt. Namun seorang istri tetap tidak
menghiraukannya, maka suami disunnahkan untuk menceraikannya.

5. Makruh

"Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka


sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-
Baqoroh: 227)."

Jadi dapat disimpulkan bahwa perceraian adalah hal yang paling dibenci
oleh Allah maka dari itu penguacapan thalak jangan dibuat mainan atau hanya
sekedar gurauan.

b) Hadits Riwayat Muslim No. 2590

Kandungan hukum dan metode istinbathnya dalam prespektif fuqaha.


Talak sunni hukumnya boleh dan dapat berlaku, karena talak seperti ini memang
sesuai dengan tuntutan yang telah di syari’atkan oleh syari’ di dalam al-qur’an.
Diantara bentuk-Bentuk dari thalak ini adalah diantaranya seperti menjatuhkan
talak satu atau talak tiga, akan tetapi disunnahkan menjatuhkan talak satu dan
dua, karena Allah mengharapkan dari dijatuhkannya talak satu atau dua terlebih
dahulu supaya diantara suami ataupun istri dapat berfikir dan merenungkan
segala kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan yang berakibat terjadinya
perpecahan diantara keduanya dan diharapkan juga dengan perenungan tersebut
suami dapat rujuk kembali pada mantan istrinya bilamana dikemudian hari
merasa menyesal atas keputusannya. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam
surat at-Talaq ayat 1.

Dan apabila si suami setelah menjatuhkan thalak untuk yang ketiga, maka
apabila si suami mempunyai keinginan untuk merujuk istrinya kembali, maka ia
harus menunggu sampai mantan istrinya telah menikah dengan orang lain lebih
dahulu dan telah di ceraikannya kembali baru kemudian ia di bolehkan untuk
menikahi mantan istrinya Kembali. Metode istinbath yang dipakai adalah dalil-
dalil syara’.

27
c) Hadits Riwayat Abu Dawud No. 1865

Para ulama’ semuanya sepakat bahwa thalak bid’I hukumnya haram.


Karenanya barangsiapa melakukannya,maka ia dianggap telah berdosa.
Walaupun begitu, mereka berbeda pendapat tentang : apakah thalak bid’I seperti
itu sah atau tidak (yakni, apakah thalaknya jatuh atau tidak). Mayoritas ulama
dari keempat madzhab: Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hanbali menyatakan bahwa
thalak yang seperti itu adalah sah dan berlaku.

Berbeda dengan pandangan para madzhab diatas sebagian ulama’


diantaranya : Ibnu Taimiyyah, Ibnu Hazm, dan Ibnu Qoyyim, demikian pula
dengan sebagian dari madzhab Ibnu Hanbal, berpandangan bahwa thalaq bid’i
tidak sah adanya (yakni tidak berpengaruh apa-apa). Bahkan, ia jelas
bertentangan dengan pengertian firman-Nya : “… maka talaklah mereka (istri-
istri kamu) ketika sedang menghadapi iddah mereka.” dan juga memaknai
tentang perintah nabi yang menyuruhnya untuk merujuk kembali itu sebagai
suatu yang tidak disukai dan tidak dihalalkan oleh Allah, dan dinamai dengan
Bid’ah, sebagaimana sabda beliau bersbda, “setiap perbuatan bid’ah adalah
kesesatan” dan sabda beliau juga “setiap amalan yang tidak mengikuti cara
kami,maka ia tertolak!” Hukum-hukum tentang thalak bid’I yang dikeluarkan
oleh beberapa ulama’ ini tidak lepas dari adanya pendekatan ushul fiqh yang
digunakan,yakni berdasarkan ibaroh nash dan juga dilalah nash.15

G. Hikmah
a) Hadits Riwayat Ibnu Majah No. 2008

Hikmah dari hadis sesuatu halal yang paling dibenci Allah SWT adalah
talak. kebencian yang tidak sampai pada kedudukan haram. Ia hanya sebagai
rambu-rambu bagi suami istri untuk tidak main-main dengan ikatan pernikahan,
yang mana di dalamnya penuh dengan kemaslahatan dan kebaikan. Sehingga
tidak selayaknya untu dipermainkan atau disepelekan. Dan adapun kebencian ini
tidak pada talak sendiri, melainkan pada penyebab- penyebab yang mendorong

15
Unknown, Makalah Tafsir tentang Hadits-Hadits Mengenai thalaq Bid’I dan Sunni, diakses pada 6 Mei
2023, http://msfoundation.blogspot.com/2012/12/makalah-tafsir-tentang-hadits-hadits_3855.html

28
kearah terjadinya talak dan ketergesa-gesaan seorang dalam melakukan talak.
Selain itu kebencian ini tidak berdampak pada ketentuan hukum, akan tetapi ia
masuk dalam perbuatan yang tercela. Hukum dari hadits ini adalah talak itu
merupakan perkara yang mubah dan boleh dilakukan. Akan tetapi Allah SWT
sangat membenci akan pergaulan dalam rumah tangga yang jelek dan penuh
kekerasan yang mengakibatkan pada permusuhan. Sehingga talak ini boleh
dilakukan sebagai jalan keluar yang terakhir dan didasari dengan alasan-alasan
yang kuat. Karena mengingat tujuan perkawinan adalah membina rumah tangga
yang sakinah, mawadah, wa rahmah.

b) Hadits Riwayat Muslim No. 2590

Dalam hadits ini manusia di tuntut untuk dapat berfikir dalam melakukan
atau memutuskan setiap kehendak yang akan di lakukan dan juga dapat
memikirkan akibatakibat apa yang dapat timbul dari perbuatannya, dalam hal ini
terkhusus dalam bab thalak,didalam al-quran Allah telah memberikan atau
mengatur thalak apa saja yang halal dan boleh dilakukan dan juga tahapan–
tahapannya dalam menjatuhkan thalaknya.

Yang pertama adalah thalak satu,atau thalak roj’I,yaitu thalak yang apabila
dijatuhkan si suami masih dapat merujuk istrinya dalam masa iddah dan tanpa
ada akad baru, hanya ucapan lisan dari pihak suami pada istri. Yang kedua adalah
thalak ba’in sughro atau thalak dua, yaitu thalak yang apabila dijatuhkan si suami
harus menggunakan akad baru untuk merujuk istrinya sebagaimana
pernikahan yang pertama kali dilakukan.

Disini jelas sekali bahwa Allah sangat sayang kepada hamba-


hambanya,yaitu masih memberi kesempatan untuk dapat membentuk keluarga
lagi setelah adanya perpisahan, supaya pihak-pihak tersebut dapat merenungi
kesalahan-kesalahan yang ada dan tidak menuntut kemungkinan mereka dapat
berfikir untuk dapat kembali dan membentuk keluarga yang utuh lagi seperti pada
awalnya dan kalau tidak bisa mempertahankannya maka di thalak dengan baik.
Setelah adanya rujuk yang kedua dan apabila suami mentalaknya kembali, maka
thalak ini disebut dengan thalak ba’in kubro,yaitu yang apabila suami ingin
merujuk mantan istrinya kembali, dia harus menunggu sampai istrinya menikah
lagi dengan orang lain dan istrinya tersebut sudah digauli oleh suami barunya dan
29
kemudian bercerai, baru kemudian mantan suami yang pertama diperbolehkan
untuk menikahinya kembali.16

c) Hadits Riwayat Abu Dawud No. 1865

Hikmah yang dapat kita peroleh dari hadits tersebut yaitu ketika
mejatuhkan talak pada istri yang sedang haid hukumnya haram atau bid'ah.
Artinya, thalaq tersebut tidak boleh dilaksanakan. Dalilnya, hadits Rasulullah
yang melarang seorang lelaki menjatuhkan talak sedang istrinya dalam keadaan
haid. Jika terjadi mereka harus ruju' kemudian masuk masa suci dan jika ingin
menceraikan ceraikan saat suci itu dan tentu dengan baik-baik. Tetapi Imam
Hambali memiliki sudut pandang yang berbeda, ia berkata bahwa thalak yang
seperti itu adalah sah dan berlaku. Thalak seperti itu walaupun dianggap haram
karena tidak mengikuti tuntunan syariat, namun ia tetap termasuk dalam
pengertian “thalak” secara umum. Pengakuan Abdullah bin Umar r.a.. Ketika
menceraikan istrinya ketika dalam keadaan haid lalu Rasulullah Saw
memerintahkan agar ia merujuknya kembali,berarti itu dianggap sah dan di
hitung satu kali thalak.

16
“Makalah-Tafsir-Tentang-Hadits-Hadits_3855 @ Msfoundation.Blogspot.Com.”
30
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Thalaq adalah perkara halal yang paling dibenci oleh Allah SWT. Dalam islam telah
diterangkan tentang macam-macam thalak yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh,dan Allah
pun sudah memberikan pilihan-pilihan tentang thalak sendiri dan sudah jelas di terangkan
dalam al-qur’an tentang thalak mana saja yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh
dilakukan.disini thalak yang diperbolehkan adalah disebut dengan thalak Sunni karena
proses penjatuhan thalaknya sesuai dengan ajaran dan tuntunan islam meskipun hal itu
dibenci oleh Allah, dan yang kedua adalah thalak yang dilarang oleh agama islam yang
disebut dengan thalak Bid’I yang mana thalak ini diharamkan oleh islam dan harus di rujuk
kembali lalu boleh mentalaknya ketika ia dalam keadaan suci, karena tidak sesuai dengan
apa yang telah disyari’atkan oleh Allah dan Nabi Muhammad.

Maka thalak sunni dan thalak bid’I mempunyai perbedaan yaitu Thalak sunni yaitu
thalak yang didasarkan pada sunnah Nabi SAW, yaitu seorang suami yang menceraikan
istrinya dalam keadaan suci yang belum pernah dicampurinya dengan sekali thalak, pada
saat istrinya sedang suci dari darah haid. Sedangkan, thalak bid’I adalah thalak yang
bertentangan dengan ketentuan syari’at. Thalak bid’I yaitu ketika seorang suami menthalak
istrinya dalam keadaan haid, atau pada saat suci namun ia telah dicampuri oleh suaminya.

Thalak bid’I merupakan thalak yang dilarang namun thalak nya tetap jatuh. Akan
tetapi jika kemafsadahnya yang diperoleh lebih banyak seperti memperlama masa iddah
yang mana thalak seperti ini akan menyulitkan istri serta talak yang dijatuhkan kepada istri
dalam keadaan suci yang sudah digauli, barangkali akan menimbulkan penyesalan dari pihak
suami kalau sudah jelas kehamilannya maka lebih baik jika thalak tersebut tidak dilakukan
oleh suami.

Meskipun disini banyak ulama’ yang berbeda pendapat tentang ke sah an dari thalak
bid’I ini ,akan tetapi mayoritas menganggap sah, akan tetapi jatuhnya ini masuk dalam thalak
satu ataukah masuk langsung thalak tiga para ulama’ masih berbeda pendapat, ada yang
mengatakan termasuk, ada yang mengatakan tidak, keduanya bisa dianggap sama-sama
benar karena kedua pendapat diatas mempunyai dasar atau landasan berbeda-beda dalam
menetapkannya, dan kedua pendapat tersebut sama-sama kuat karena berasal dari sumber
yang utama yaitu bersumber dari al-qur’an dan juga al-hadits, yang mana kedua sumber ini

31
menjadi dasar rujukan pertama dalam menyalesaikan setiap permasalahan yang ada dalam
kehidupan manusia.

32
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, cet I, 1995)
al-Asqalani, Ibnu Hajar. Bulughul Maram. Alih Bahasa A. Hassan. Loc. Cit.
Amri, M. Saeful ‘Mitsaqan Ghalidza Di Era Disrupsi Studi Perceraian Sebab
Media Sosial, Ulul Albab: Jurnal Studi Dan Penelitian Hukum Islam 3, no.
1 2019, https://doi.org/10.30659/jua.v3i1.7496
Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Imam Syafi’i Jilid 2. Ahli bahasa: Muhammad Afifi dan
Abdul Hafiz. Jakarta: Almahira, 2010.
az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Imam Syafi’i Jilid 7. Ahli bahasa: Muhammad Afifi dan
Abdul Hafiz. Jakarta: Almahira, 2010.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam Jilid 5. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2001.
Drs. Zulkarnain Lubis, Paradigma Makna Perceraian, diakses pada 6 Mei 2023,
https://syr.us/wvv
Fath al-Bari dan ‘Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud
Hadis - 9 Kitab
Lestari, Reka Meilda dkk., “Problema Kehidupan Berkeluarga Pasangan Suami Istri
Kawin Muda,” Jurnal Sosiologi Nusantara, no. 2(2016): 83
https://doi.org/10.33369/jsn.2.2.82-93
Makalah-Tafsir-Tentang-Hadits-Hadits_3855@Msfoundation.Blogspot.Com” n.d.
http://msfoundation.blogspot.com/2012/12/makalah-tafsir-tentang-
haditshadits_3855.html?m=1
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al Mughitah bin Bardzibah, Sholih alBukhori, Kairo:
Daar el-Hadis, 2010
Mukhtar, Kamal. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang,
1993
Racheedus, Ulasan Hadis tentang Perceraian, racheedus.com, 20 September 2008, diakses
pada 6 Mei 2023, https://www.racheedus.com/ulasan-hadis-tentang-perceraian/
Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah. Vol III, Beirut: Dar kitab, 1983
Satih Saidiyah, Very Julianto, “Problem Pernikahan dan Strategi Penyelesaiannya,”
Jurnal Psikologi Undip, no. 2(2016): 125
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009)
Tihami, H. M. A. dan Sohari Sahrani. Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Nikah Lengkap.
Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Unknown, Makalah Tafsir tentang Hadits-Hadits Mengenai thalaq Bid’I dan Sunni, diakses
pada 6 Mei 2023, http://msfoundation.blogspot.com/2012/12/makalah-tafsir-
tentang-hadits-hadits_3855.html

33
‫المسند الصحيح المختصر بنقل العدل عن العدل إلى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ‪ ,‬مسلم بن احلجاج أبو احلسن‬
‫القشريي النيسابوري‬

‫‪34‬‬

Anda mungkin juga menyukai