Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga

merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang diperantarai

penyebarannya oleh nyamuk. Nyamuk merupakan serangga yang banyak

menimbulkan masalah bagi manusia. Selain gigitan dan dengungannya yang

mengganggu, nyamuk merupakan vektor atau penular beberapa jenis penyakit

berbahaya dan mematikan bagi manusia (Farida, 2008).

Terdapat beberapa genus nyamuk yang menjadi vektor penyebaran

penyakit akibat nyamuk yang terdiri dari beberapa spesies ada yang

menyebabkan penyakit berbahaya seperti penyakit malaria yang disebabkan

oleh nyamuk dari genus Anopheles, penyakit filariasis yang disebabkan oleh

nyamuk dari genus Culex, Aedes,Mansonia, penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD) dan chikungunya yang disebabkan oleh Nyamuk Aedes

aegypti (Marbawati, 2009).

Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit

Demam Berdarah Dengue (DBD). Nyamuk ini bersarang dan bertelur di

genangan air yang banyak ditemukan di dalam rumah yang berkembang biak

di bak mandi, vas bunga, talang air, dan tempat penampungan air yang airnya

biasa digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari seperti makan dan minum,

sehingga diperlukan pemberantasan Nyamuk (Widoyono,2011).


Selama ini Pemberantasan nyamuk yang sering digunakan dikalangan

masyarakat adalah menggunakan bahan kimia atau insektisida sintetik seperti

obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar. Hal ini banyak dipilih oleh

masyarakat karena praktis dan mudah. Disamping adanya dampak positif yang

dihasilkan yaitu dapat membunuh nyamuk secara cepat, ada pula dampak

negatif yang dihasilkan oleh bahan kimianya yaitu mampu mempengaruhi

kesehatan pada manusia, hewan ternak, polusi lingkungan, dan hama

(nyamuk) menjadi resisten (Andriani,2013).

Melihat kerugian berupa efek samping yang ditimbulkan oleh insektisida

sintetik, maka dibutuhkan bahan alternatif yang ramah lingkungan dan efektif

dalam memberantas nyamuk Aedes aegypti dengan cara memanfaatkan

tanaman yang mempunyai kemampuan sebagai insektisida alami. Insektisida

alami merupakan bahan alami, bersifat mudah terurai di alam (biodegradable)

sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia maupun

ternak karena residunya mudah hilang (Eka, 2010).

Berbagai jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai Insektisida alami,

salah satunya adalah tanaman serai dapur (Cymbopogon citratus). Tanaman

ini merupakan tanaman anggota suku rumput-rumputan (Poaceae) yang

banyak didapatkan dikalangan masyarakat serta dapat dibudidayakan di

pekarangan, tegalan dan sela-sela tumbuhan lain. Tanaman yang banyak

dimanfaatkan di bagian batang karena dipercaya akan kandungannya


Menurut Sastriawan (2014) Senyawa kimia yang dimiliki batang serai

adalah Alkaloid, saponin, tannin, Anthraquinone, steroid, Asam fenol

(Derivat Caffeic dan P-coumaric) dan Flavon glikosida (Derivat Apigenin

and Luteolin). Diantara kandungan senyawa kimia yang dianggap sangat

berperang penting sebagai insektisida adalah Flavonoid, Saponin,dan Tanin.

Kandungan senyawa kimia tersebut merupakan bahan aktif yang bersifat

racun, sangat dihindari dan tidak disukai oleh serangga, termasuk nyamuk.

Sehingga penggunaan bahan alami dari tanaman ini tentunya bermanfaat

sebagai bahan pembasmi nyamuk dan cocok digunakan sebagai insektisida

alami terhadap mortalitas nyamuk Aedes aegypti.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin melakukan penelitian

mengenai “Uji Efektivitas Sari Batang Serai Dapur (Cymbopogon citratus)

sebagai Insektisida Alami terhadap Mortalitas Nyamuk Aedes aegypti”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka identifikasi

masalah dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Efek buruk penggunaan insektisida kimia secara terus menerus.

2. Masyarakat masih kurang yang mengetahui kemampuan insektisida alami

yang dimiliki batang serai dapur (Cymbopogon citratus)

3. Perlunya pembuktian pemanfaatan sari batang serai dapur (Cymbopogon

citratus) sebagai insektisida alami terhadap mortalitas nyamuk Aedes

aegypti
C. Batasan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka batasan masalah

dalam penelitian ini berfokus pada pembuatan sari batang serai dapur

(Cymbopogon citratus) sebagai insektisida alami dan pengujian efektivitas sari

batang serai dapur (Cymbopogon citratus) sebagai insektisida alami terhadap

mortalitas nyamuk Aedes aegypti.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Apakah sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus) efektif sebagai

insektisida alami terhadap mortalitas nyamuk Aedes aegypti ?

2. Pada konsentrasi berapakah sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus)

efektif sebagai insektisida alami terhadap mortalitas nyamuk Aedes

aegypti ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian dalam

penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui efektivitas sari batang serai dapur (Cymbopogon

citratus) efektif sebagai insektisida alami terhadap mortalitas nyamuk

Aedes aegypti.

2. Untuk mengetahui pada konsentrasi tertentu sari batang serai dapur

(Cymbopogon citratus) efektif sebagai insektisida alami terhadap

mortalitas nyamuk Aedes aegypti.


F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis, yaitu :

a. Bagi Pemerintah

Sebagai bahan acuan dalam pengambilan kebijakan untuk

menggunakan sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus) sebagai

insektisida alami yang dapat digunakan untuk mematikan nyamuk

Aedes aegypti.

b. Bagi institusi pendidikan

Sebagai bahan untuk memperkaya kepustakaan khususnya dalam

pemanfaatan sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus) sebagai

insektisida alami terhadap mortalitas nyamuk Aedes aegypti.

c. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat terkait pemanfaatan sari

batang serai dapur (Cymbopogon citratus) sebagai insektisida alami

yang dapat digunakan untuk mematikan nyamuk Aedes aegypti.

2. Manfaat Teoritis

a. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang kemampuan

sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus) sebagai insektisida

alami terhadap mortalitas nyamuk Aedes aegypti.

b. Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan referensi

untuk melakukan penelitian pada bidang yang sama.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Tanaman Serai Dapur (Cymbopogon citratus)

a. Tinjauan Umum Serai Dapur (Cymbopogon citratus)

Tanaman serai dapur (Cymbopogon citratus) merupakan tanaman yang

berasal dari Suku Poaceae yang digunakan sebagai penambah cita rasa

pada masakan dan dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional (Harahap,

2012). Tanaman ini dikenal dengan istilah Lemongrass karena memiliki

bau yang kuat seperti lemon, sering ditemukan tumbuh alami di negara-

negara tropis.

Tanaman serai mampu tumbuh sampai 1-1,5 m panjang daunnya

mencapai 70-80 cm dan lebarnya 2-5 cm, berwarna hijau muda, kasar, dan

mempunyai aroma yang kuat (Wijayakusuma, 2005). Tanaman serai

dengan genus Cymbopogon meliputi hampir 80 spesies, tetapi hanya

beberapa jenis yang menghasilkan minyak atsiri yang mempunyai arti

ekonomi dalam perdagangan.

Panen pertama dilakukan pada saat tanaman serai sudah berumur 5-6

bulan setelah tanam, dengan cara memotong daun serai pada 5 cm diatas

ligula (batas pelepah dengan helaian daun) dari daun paling bawah yang

belum mati atau kering. Panen selanjutnya dapat dilakukan setiap 3 bulan

pada musim hujan dan setiap 4 bulan pada musim kemarau.


b. Klasifikasi Serai Dapur (Cymbopogon citratus)

Menurut Tjitrosoepomo (2010) klasifikasi ilmiah dari tanaman serai

dapur (Cymbopogon citratus) sebagai berikut :

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Poales

Famili : Gramineae/Poaceae

Genus : Cymbopogon

Species : Cymbopogon citratus DC.

Gambar 2.1 Tanaman Serai dapur (Cymbopogon citratus)

Sumber : (Feriyanto, 2006)

c. Morfologi Serai dapur (Cymbopogon citratus)

Serai dapur (Cymbopogon citratus) berupa tanaman tahunan

(perennial) yang hidup secara meliar dan stolonifera (berbatang semu)

yang membentuk rumpun tebal dengan tinggi hingga mencapai 1 – 2


meter, serta mempunyai aroma dapur yang kuat. Berikut cirri-ciri

morfologi Serai ;

1) Akar

Sistem perakaran tanaman serai memiliki akar yang besar.

Morfologi akarnya merupakan jenis akar serabut yang berimpang

pendek dan akarnya berwarna coklat muda.

2) Batang

Batang tanaman serai bergerombol dan berumbi, serta lunak dan

berongga. Isi batangnya merupakan pelepah umbi untuk pucuk dan

berwarna putih kekuningan. Tanaman serai memiliki batang yang

berwarna putih, namun ada juga yang berwarna putih keunguan atau

kemerahan. Selain itu, batang tanaman serai juga bersifat kaku dan

mudah patah. Batang tanaman ini tumbuh tegak lurus di atas tanah atau

condong, membentuk rumpun, pendek, masif, dan bulat (silindris)

(Poerwanto, 2010).

3) Daun

Daun serai merupakan daun tunggal berjumbai dengan panjang

sekitar 1 m lebar 1,5 cm, tepi kasar dan tajam, tulang daun sejajar,

permukaan atas dan bawah berambut, tidak bertangkai, kesat, panjang,

dan runcing, hampir menyerupai daun ilalang serta berwarna hijau

muda (Kardinan, 2001).

Selain itu, daun tanaman ini memiliki bentuk seperti pita yang

semakin ke ujung semakin runcing, berbau jeruk limau ketika daunnya


diremas, berwarna hijau kebiru-biruan. Berdaun tunggal, lengkap,

berpelepah daun silindris, gundul, seringkali bagian permukaan dalam

berwarna merah, ujung berlidah (ligula). Daging daun tipis, serta pada

permukaan dan bagian bawah daunnya berbulu halus. Helaiannya lebih

dari separuh menggantung.

4) Bunga

Susunan bunganya malai atau bulir majemuk, bertangkai atau

duduk, memiliki daun pelindung yang nyata, biasanya berwarna sama,

umumnya putih. Daun pelindung dapat bermetamorfosis menjadi

gulma steril dan fertil (pendukung bunga). Kelopak dapat

bermetamorfosis menjadi bagian palea (2 unit) dan lemma atau sekam

(1 unit). Sedangkan untuk mahkota dapat bermetamorfosis menjadi 2

kelenjar lodicula, berfungsi untuk membuka bunga di pagi hari.

Benang sari serai dapur (Cymbopogon citratus) berjumlah 3-6,

membuka secara memanjang. Putik serai dapur (Cymbopogon citratus)

kepala putik sepasang berbentuk bulu, dengan percabangan berbentuk

jambul. Buahnya berbentuk buah padi, memanjang, pipih dorsoventral,

embrio separo bagian biji.

d. Pemanfaatan Tanaman Serai Dapur (Cymbopogon citratus)

Menurut Sastriawan (2014) tanaman ini sering dimanfaatkan oleh

manusia, diantaranya:

1) Sebagai komposisi makanan, salah satu yang populer adalah sebagai

salah satu bahan sup, salad dan bahan minuman.


2) Kosmetik, sering di gunakan sebagai salah satu bahan untuk aroma

dari sabun, deterjen, parfum

3) Anti fungi : tanaman ini aktif membunuh beberapa Dermatophytes,

seperti Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton rubrum,

Epideemophyton floccosum dan Microsporum gypseum.

4) Anti malaria : Ekstrak minyak dari tumbuhan ini dapat menekan

pertumbuhan Plasmodium berghei hingga 86,6 %.

5) Anti inflamasi : Minyak atsiri dari tumbuhan ini terbukti memberi efek

kematian terhadap bakteri Bacillus subtilis, Escherichia

coli,Staphylococcus aureus, Salmonella paratyphi, Shigella flexneri.

Adapun kandungan yang diduga berperan adalah α citral (geranial)

dan β citral (netral).

e. Kandungan Tanaman Serai Dapur

Menurut Sastriawan (2014) Kandungan yang terdapat pada pada

tanaman serai dapur (Cymbopogon citratus) meliputi :

1) Nutrisi, kandungan nutrisi yang terdapat pada daun serai meliputi :

karbohidrat (55%) yang menunjukan bahwa serai merupakan sumber

energi yang baik, protein (4,.56%), serat (9,28%). adapun energi yang

bisa didapatkan adalah (360,5 kal/100 gram).

2) Mineral, mineral yang terkandung pada serai meliputi: Fosfor (1245

ppm), Magnesium (226 ppm), Kalsium, Besi (43 ppm), Mangan (25

ppm), dan Zinc (16 ppm).


3) Fitokimia, kandungan ini memiliki banyak manfaat diantaranya

memiliki efek pengobatan.Adapun kandungan fitokimia dalam serai

adalah Alkaloid, Flavonoid, Saponin, Tanin, Anthraquinone,

Steroid,Asam Fenol (Derivat Caffeic dan P-coumaric) dan Flavon

glikosida (derivat Apigenin and Luteolin).Diantara kandungan

senyawa kimia yang dianggap berperan sebagai insektisida adalah

Flavonoid,Saponin,dan Tanin.

f. Kandungan Senyawa Kimia Batang Serai Dapur (Cymbopogon citratus)

1) Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat

pada tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid merupakan senyawa

fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai

bioaktivitas sebagai obat. Beberapa fungsi flavonoid bagi tumbuhan

adalah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba

dan antivirus. Berdasarkan penelitian Dinata (2009) menunjukan hasil

ekstrak tanaman yang mengandung unsur atau senyawa flavonoid

memiliki efek toksisitas terhadap larva Aedes aegypti instar III serta

dapat bersifat menghambat sistem pernafasan dan metabolisme larva.

2) Saponin

Saponin mempunyai aktivitas farmakologi yang cukup luas

diantaranya meliputi immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, anti

jamur, dapat membunuh kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek

hypercholesterol. Saponin merupakan salah satu senyawa yang bersifat


insektisida yang dapat menyebabkan korosi dinding traktus digestivus

dikarenakan kemampuan saponin mampu merusak membran, selain itu

saponin juga dapat mengganggu lapisan lipoid pada epikutikula dan

lapisan protein pada endokutikula sehingga memudahkan zat toksik

masuk kedalam tubuh serangga (Rahmawati, 2012).

3) Tanin

Definisi Tanin menurut Horvath (1981) yang dikutip oleh

Sastriawan (2014) adalah setiap senyawa fenolik yang memiliki berat

molekul cukup tinggi dengan kandungan hidroksil dan kelompok lain

(karboksil) yang cukup efektif untuk mengikat protein dan

makromolekul lain pada kondisi tertentu. Tanin sendiri merupakan

senyawa sekunder yang ada pada tanaman . Menurut Sastriawan

(2014) tanin yang terkandung dalam tanaman serai bersifat larvasida,

dimana senyawa tanin dapat mengikat protein- protein penting untuk

larva sehingga pertumbuhannya menjadi terganggu.

2. Insektisida

a. Definisi Insektisida

Insektisida berasal dari kata insect, yang berarti serangga dan –

code artinya membunuh. Secara harfiah insektisida diartikan sebagai

bahan kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan

serangga. Pengertian insektisida secara luas, yaitu semua bahan atau

campuran bahan yang digunakan untuk mencegah, membunuh,

menolak atau mengurangi serangga.


Insektisida dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan,

tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon, sistem

pencernaan, serta aktivitas biologis lainnya hingga berujung pada

kematian serangga pengganggu. Insektisida yang baik (ideal)

mempunyai sifat sebagai berikut:

1) Mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat beserta tidak

berbahaya bagi binatang vertebrata termasuk manusia dan ternak.

2) Murah harganya dan mudah di dapat jumlah yang besar

3) Mempunyai susunan kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar

4) Mudah dipergunakan dan dapat dicampur dengan berbagai macam

bahan pelarut

5) Tidak berwarna dan tidak berbau yang tidak menyenangkan

b. Jenis-jenis insektisida

Berdasarkan sifat kimianya insektisida diklasifikasikan dalam dua

bagian yaitu anorganik dan organik. Insektisida anorganik dan organik

sebagai berikut :

1) Insektisida anorganik (kimia)

Insektisida anorganik biasanya kurang spesifik dan karena

sifatnya tidak terlalu beracun maka dalam perlakuan dilapangan

harus diberikan dalam jumlah yang tinggi (250-2500 ram per acre).

Jenis insektisida ini kini telah jarang dipergunakan karena telah

banyak diganti oleh insektisida organik. Senyawa yang biasa

digunakan untuk insektisida anorganik yaitu arsenikal, timbal


arsenat (PbHAsO4), kalsium arsenat Ca3(AsO4)2, sodium arsenate

(NaASO2), fluorida, dan sodium fluoride (Naf). (Dantje, 2015)

2) Insektisida organik (alami)

Insektisida Alami merupakan insektisida yang bersumber dari

bahan alami dan bersifat mudah terurai di alam (biodegradable),

sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi

manusia maupun ternak peliharaan karena residunya mudah

menghilang (Kardinan,2002). Tujuan penggunaan insektisida alami

yaitu untuk meminimalisir penggunaan insektisida sintetis,

sehingga dapat mengurangi terjadinya kerusakan lingkungan.

Tanaman yang dapat dijadikan sebagai insektisida alami

diantaranya yaitu daun sirih, jarak pagar, daun selasih, rimpang

kunyit, daun mimba dan serai (Permadi, 2013).

c. Cara kerja insektisida masuk kedalam tubuh serangga antara lain:

1) Racun Kontak (contact poison)

Racun perut adalah jenis Insektisida masuk melalui

eksoskeleton kedalam badan serangga dengan perantara tarsus

(jari-jari kaki) pada waktu istirahat ditempat yang mengandung

residu insektisida. Pada umumnya digunakan untuk memberantas

serangga yang mempunyai bentuk mulut tusuk isap.

2) Racun Perut ( stomach poison)

Racun perut adalah jenis Insektisida masuk kedalam tubuh

serangga melalui mulut serangga, jadi harus dimakan. Biasanya


yang diberantas dengan insektisida ini adalah yang memiliki

bentuk mulut untuk menggigit, lekat isap, kerap isap dan bentuk

menghisap.

3) Racun pernafasan (fumigants)

Racun fumigans adalah jenis insektisida yang masuk ke dalam

tubuh serangga melalui sistem pernapasan dalam bentuk gas.

Insektisida yang masuk atau bekerja lewat sistem pernafasan dalam

bentuk partikel mikro yang melayang di udara. Serangga akan mati

bila menghirup partikel mikro insektisida dalam jumlah yang

cukup masuk ke sistem pernafasan yang selanjutnya

ditransportasikan ke pusat kerja racun itu. Racun insektisida

pernapasan mematikan karena mengganggu kerja organ

pernafasan. Kebanyakan jenis insektisida pernapasan berupa asap,

uap dari insektisida bentuk cair.

Menurut Valess dan Koehler (1998) dalam Sigit dan Hadi

(2006), cara kerja insektisida digunakan dalam pengendalian hama

pemukiman (PHP) dibagi dalam 5 (lima) kelompok, yaitu:

a) Mempengaruhi sistem saraf

b) Menghambat produksi energi

c) Mempengaruhi sistem endokrin

d) Menghambat produksi kutikula

e) Menghambat keseimbangan air.


d. Cara insektisida membunuh sasaran :

1) Fisis

Insektisida memblokade proses metabolisme, bukan reaksi

biokemis melainkan secara mekanis misalnya dengan menutup

saluran pernafasan, penyerapan air dari dalam tubuh serangga

sehingga serangga akan kehilangan kandungan irsan akan mati.

2) Merusak Enzim

Beberapa logam akan merubah sistem kehidupan serangga

dan merusak enzimnya seperti logam kadmium dan timah hitam.

3) Merusak Syaraf

Jenis yang merusak saraf adalah methyl bromide, ethylene

dibromide, hydrogen cyanide. Insektisida merusak syaraf dengan

cara kerja fisis. Untuk mengurangi efek samping penggunaan

insektisida perlu diketahui asal usul sifat kimia, daya kerja

pestisida dan toksisitasnya terhadap serangga dan binatang lain.

Sebaiknya penggunaan insektisida hanya dilakukan jika perlu dan

pada saat populasi hama melewati ambang ekonomi (kepadatan

tertinggi populasi hama yang menentukan dimulainya

pengendalian untuk menghindari agar tidak mencapai tingkat

kerusakan ekonomi). Untuk mengurangi frekuensi penggunaan

insektisida sintetis salah satunya adalah menggantinya dengan

insektisida dari bahan alami, karena beberapa hasil penelitian


menunjukan bahwa ekstrak bagian tanaman ada yang bersifat

toksik terhadap hama.

e. Kelebihan penggunaan insektisida alami

Menurut Raharjo (2010) keuntungan dan kelebihan penggunaan

insektisida alami secara khusus dibandingkan dengan pestisida

konvensional adalah sebagai berikut :

1) Mempunyai sifat cara kerja (mode of action) yang unik yaitu tidak

meracuni (non toksik),

2) Mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan serta

relatif aman bagi manusia dan hewan peliharaan karena residunya

mudah hilang,

3) Penggunaanya dalam jumlah (dosis) yang kecil/rendah,

4) Mudah diperoleh dari alam, contohnya di Indonesia sangat banyak

jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati,

5) Cara pembuatannya relatif mudah dan secara sosial-ekonomi

penggunaanya menguntungkan bagi petani kecil di negara-negara

berkembang.

3. Nyamuk Aedes aegypti

a. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penyebar virus Dengue

penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yaitu Aedes aegypti

dan Aedes albopictus, namun dalam penularan virus dengue nyamuk

Aedes aegypti lebih berperan daripada nyamuk Aedes albopictus karena


habitat Aedes aegypti lebih dekat dengan lingkungan hidup manusia dari

pada habitat nyamuk Aedes albopictus yang berada di kebun-kebun dan

rawa-rawa (Umi, 2011).

Nyamuk Aedes aegypti dikenal dengan sebutan Black White Mosquito

atau Tiger Mosquito karena nyamuk ini mempunyai ciri khas yang berupa

adanya garis-garis dan bercak-bercak putih keperakan di atas dasar warna

hitam yang terdapat pada kaki dan tubuhnya. Nyamuk Aedes aegypti

bersifat diurnal yaitu melakukan aktivitas secara aktif pada pagi hingga

siang hari. Penularan virus dengue dilakukan oleh nyamuk betina karena

hanya nyamuk betina yang menghisap darah sebagai asupan protein untuk

memproduksi telur. Nyamuk Aedes aegypti jantan menghisap sari bunga

sebagai asupan energi (Nauli, 2011).

b. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

Menurut Soegijanto (2006) kedudukan nyamuk Aedes aegypti adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Insekta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Genus : Aedes

Species : Aedes aegypti


c. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

1) Telur

Telur nyamuk Aedes agypti berwarna hitam, berbentuk oval

memanjang, berat 0,0010-0,015 mg, panjang 0,80 mm, tidak memiliki

alat pelampung. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur- telurrnya

secara satu per satu pada permukaan air, biasanya diletakkan pada tepi

air di tempat-tempat penampungan air bersih dan sedikit di atas

permukaan air. Nyamuk Aedes aegypti betina rata-rata dapat

menghasilkan 100 butir telur setiap kali bertelur apabila telah

menghisap darah. Jika telur terdapat pada tempat kering (tanpa air)

dapat bertahan hingga 6 bulan. Telur-telur ini kemudian akan menetas

menjadi jentik setelah 1-2 hari terendam air (Herms, 2006).

Gambar 2.2 Telur Aedes aegypti

Sumber : (Kemenkes RI, 2013)

2) Larva

Larva nyamuk Aedes aegypti memiliki ciri-ciri khas yaitu berwarna

hitam , memiliki siphon yang pendek, dan besar. Larva ini bergerak

sangat lincah, tubuhnya langsing, bersifat fototaksis negatif dan pada

waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan


permukaan air. Larva menuju ke permukaan air dalam waktu kira-kira

setiap ½ -1 menit, guna mendapatkan oksigen untuk bernapas. Larva

nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang dalam waktu 6-8 hari

(Herms, 2006).

Ada 4 tingkat (instar) jentik/larva sesuai dengan pertumbuhan larva

tersebut, yaitu :

a) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

b) Instar II : berukuran 2,3 – 3,8 mm

c) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II

d) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm (Kemenkes RI, 2011).

Gambar 2.3 Larva Aedes aegypti

Sumber : (Kemenkes RI, 2013)

3) Pupa

Pada stadium pupa terdiri dari dua bagian, yaitu bentuk tubuh

membengkok, cephalothorax yang lebih besar dari abdomen. Pupa

bernafas di permukaan air melalui sepasang struktur seperti terompet

yang kecil pada toraks. Pupa akan berubah menjadi dewasa dalam 2
hari dan tidak memerlukan makan. Dalam pertumbuhannya terjadi

proses pembentukan kaki, sayap dan alat kelamin (Depkes RI, 2007).

Gambar 2.4 Pupa Aedes aegypti

Sumber : (Kemenkes RI, 2013)

4) Nyamuk Dewasa

Tubuh nyamuk dewasa Aedes aegypti terdiri dari 3 bagian, yaitu

kepala (caput), perut (abdomen). dan dada (thorax). Nyamuk Aedes

aegypti dikenal dengan sebutan black white mosquito dan tiger

mosquito karena tubuhnya mempunyai ciri yang khas, yaitu dengan

adanya bercak-bercak putih tampak sangat jelas pada bagian kaki dan

garis-garis dari nyamuk Aedes aegypti. Tubuh nyamuk dewasa

mempunyai panjang 5 mm pada bagian kepala terdapat sepasang mata

majemuk, sepasang palpi, dan sepasang antena. Antena berfungsi

sebagai organ peraba dan pembau. Pada nyamuk betina, antena berbulu

pendek dan jarang (tipe pilose), mempunyai proboscis panjang untuk

menembus kulit dan penghisap darah. Sedangkan pada nyamuk jantan,

antenna berbulu lebat (tipe plumose), dan panjang, probosisnya


berfungsi untuk menghisap sari bunga atau tumbuhan yang

mengandung gula.

Gambar 2.5 Nyamuk Aedes aegypti

Sumber : (Zettel, 2009)

d. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti mengalami daur hidup metamorfosis sempurna

(holometabola) yang terdiri dari empat stadium yaitu telur- larva-pupa-

dewasa. Stadium telur hingga pupa berada di air kemudian stadium

dewasa berada di udara (Ayuningtyas, 2013).

Gambar 2.6 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti


Sumber : (kemenkes RI, 2013)

1) Stadium Telur

Telur berwarna hitam, berbentuk lonjong, diletakan satu persatu di

pinggiran material (terutama material yang kasar). Telur dapat

bertahan hingga enam bulan dalam kondisi kering dan akan menetas

setelah satu sampai dua hari terkena atau terendam air.Saat terendam

air lagi telur akan menetas (Kemenkes, 2016).

Telur yang diletakan dalam air akan menetas dalam waktu 1-3 hari

pada suhu 30ºC, tetapi membutuhkan waktu 7 hari pada suhu 16ºC.

Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan dalam suhu 2-4ºC, namun

akan menetas dalam waktu 1-2 hari rendah pada suhu 23-27ºC

(Yulidar, 2016).

2) Stadium Jentik/Larva

Setelah menetas, telur akan berkembang menjadi larva. Larva

Aedes aegypti memiliki ciri-ciri yaitu adanya corong udara pada ruas

terakhir pada abdomen tidak dijumpai adanya rambu-rambu berbentuk

kipas (palmate hairs) (Yulidar, 2016).

Ada 4 tingkatan (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva,

yaitu:

a) Instar I : berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm

b) Instar II : 2-5 – 3,8 mm

c) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II

d) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm (Kemenkes RI, 2011).


Perkembangan dari instar pertama ke instar kedua berlangsung

dalam 2-3 hari kemudian dari instar kedua ke instar ketiga dalam

waktu 2-3 hari, dan perubahan dari instar tiga ke instar keempat dalam

waktu 2-3 hari.

3) Stadium Pupa

Kepompong adalah periode tidak makan, bentuknya seperti huruf

koma, bergerak lincah. Periode kepompong membutuhkan waktu satu

sampai dua hari (Kemenkes RI, 2013). Pupa geraknya lambat sering

berada di permukaan air. Pada stadium Pupa ini merupakan bentuk

tidak makan. Suhu untuk perkembangan pupa yang optimal adalah

sekitar 27º-30ºC. Dalam waktu kurang lebih 1-2 hari pupa ini akan

berkembang menjadi nyamuk dewasa.

4) Stadium Dewasa

Nyamuk dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk periode

singkat di atas permukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka

kering dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan

dan betina muncul dengan perbandingan jumlahnya 1:1. Nyamuk

jantan muncul satu hari sebelum nyamuk betina, menetap dekat tempat

perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan kawin dengan

nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah kemunculan pertama

nyamuk betina makan sari buah tumbuhan untuk mengisi tenaga,

kemudian kawin dan menghisap darah manusia. Umur nyamuk

betinanya dapat mencapai 2-3 bulan (Achmadi, 2011).


e. Bionomik Nyamuk Aedes aegypti

1) Tempat Perindukan atau Berkembang Biak

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia

tahun 2005 yang dikutip oleh Supartha (2008), tempat

perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat

penampungan air bersih di dalam atau di sekitar rumah, berupa

genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana seperti bak

mandi, tempat minum burung, dan barang-barang bekas yang dibuang

sembarangan yang pada waktu hujan akan terisi air. Nyamuk ini tidak

dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan

dengan tanah.

Menurut Soegijanto (2006), tempat perindukan utama nyamuk

dapat dikelompokkan menjadi:

a) Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari

seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan

sejenisnya

b) Tempat Penampungan Air (TPA) bukan untuk keperluan sehari-

hari seperti tempat minuman hewan, ban bekas, kaleng bekas, vas

bunga, perangkap semut, dan sebagainya, dan

c) Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah yang terdiri dari lubang

pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit

kerang, pangkal pohon pisang, dan lain-lain.


2) Perilaku Menghisap Darah

Nyamuk betina membutuhkan protein untuk memproduksi

telurnya. Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk memerlukan darah

untuk pemenuhan kebutuhan proteinnya. Nyamuk Aedes aegypti

menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali dan mencari

mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya dimulai pada

pagi sampai petang dengan 2 puncak aktivitas, yaitu setelah matahari

terbit (08.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00)

(Depkes RI, 2010). Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk

sering menggigit lebih dari satu orang. Posisi menghisap darah

nyamuk Aedes aegypti sejajar dengan permukaan kulit manusia. Jarak

terbang nyamuk Aedes aegypti sekitar 100 meter (Depkes RI, 2004).

3) Perilaku Istirahat

Setelah selesai menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat

sekitar 2-3 hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti

hidup domestik, artinya lebih menyukai tinggal di dalam rumah

daripada di luar rumah. Tempat beristirahat yang disenangi nyamuk ini

adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar

mandi, dapur, dan WC. Di dalam rumah nyamuk ini beristirahat di

baju-baju yang digantung, kelambu, dan tirai. Sedangkan di luar rumah

nyamuk ini beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah

(Depkes RI, 2004).


f. Pengendalian Nyamuk

Tujuan Pengendalian Nyamuk (arthropods control ) yang menjadi

vektor penular penyakit adalah untuk menekan populasi vektor sampai

berada di bawah batas kemampuannya menularkan penyakit dan

menimbulkan endemi. Pengendalian dan pemberantasan serangga dapat

dilakukan secara mekanis, secara biologi dan secara kimiawi

(Soedarto,2016).

Menurut Soedarto (2016) pengendalian serangga dapat dikelompokan

sebagai berikut :

1) Pengendalian secara mekanis

Dengan tindakan fisik tempat berkembang serangga biak (breeding

place) dimusnahkan, misalnya dengan cara mengeringkan genangan

air yang menjadi sarang nyamuk, membakar sampah yang menjadi

tempat lalat bertelur dan berkembang biak, membersihkan sarang dan

tempat persembunyian laba-laba, lipan, dan ektoparasit lainnya.

Mencegah terjadinya kontak antara serangga dan manusia dengan

menggunakan kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya

termasuk pengendalian secara mekanis.

2) Pengendalian secara biologis

Pada pengendalian serangga secara biologis digunakan makhluk

hidup yang menjadi predator atau pemangsa serangga atau

menggunakan organisme yang bersifat parasit terhadap serangga,

sehingga penurunan populasi serangga terjadi secara alami tanpa


menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi lingkungan.

Pemelihara ikan yang menjadi predator jentik nyamuk dan melakukan

sterilisasi serangga jantan dengan radiasi sehingga tidak mampu

membuahi betinanya, merupakan contoh pengendalian serangga secara

biologis.

3) Pengendalian secara kimiawi.

Pada waktu ini pengendalian serangga secara kimiawi

menggunakan insektisida (pembunuh serangga) masih paling sering

dilaksanakan karena dalam waktu pendek dapat diproduksi dalam

jumlah besar, mudah dikemas dan dikirimkan dengan cepat ke daerah

tempat terjadinya epidemi penyakit yang ditularkan oleh serangga.

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Penelitian Anam, Ma’rufi dan Wahyuni, (2019) dengan judul pengaruh

konsentrasi dan time efek ekstrak batang serai wangi (Cymbopogon nardus)

dalam bentuk spray sebagai insektisida nyamuk Aedes aegypti. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi dan time efek ekstrak batang serai

wangi memiliki hasil uji 0.0001 < 0.005 dengan hasil analisis Probit

didapatkan bahwa nilai LT50 sebesar 27,49 menit setelah intervensi dan LC50

adalah sebesar 3.198 ppm. Maka kesimpulan penelitian didapatkan pengaruh

konsentrasi dan time efek ekstrak serai dapur terhadap kematian nyamuk

Aedes aegypti. Hasil analisis Probit didapatkan bahwa nilai LT50 sebesar

27,49 menit setelah intervensi dan LC50 adalah sebesar 3.198 ppm.
Penelitian yang dilakukan oleh Giroth, Bernadus dan Sorisi, (2019)

yang berjudul uji efikasi ekstrak tanaman serai (Cymbopogon citratus)

terhadap tingkat mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti. Dengan perlakuan

konsentrasi ekstrak tanaman serai yang digunakan yaitu konsentrasi 5%, 10%,

15%, dan 20% maka didapatkan hasil analisis yang menunjukkan bahwa

ekstrak tanaman serai pada konsentrasi 20% memiliki perbedaan signifikan

dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan kelompok kontrol (p < 0,05).

Sehingga Simpulan pada penelitian ini adalah ekstrak tanaman serai dengan

konsentrasi 20% efektif untuk mematikan larva Aedes aegypti.

Penelitian oleh Makkiah, Salaki dan Assa, (2019) dengan judul

efektivitas ekstrak serai dapur (Cymbopogon nardus L.) sebagai larvasida

nyamuk Aedes aegypti. Dengan perlakuan konsentrasi ekstrak serai dapur

yang digunakan yaitu konsentrasi 20%, 30%, 40%, dan 50% . Maka

didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan ekstrak serai dapur efektif

dalam mematikan 50% dari populasi larva uji dengan nilai LC50 pada

konsentrasi 36,48% beserta waktu yang dibutuhkan untuk mematikan 50%

populasi larva uji adalah 10,45 jam.

Penelitian oleh Ullya, Gustina dan Mirza, (2020) dengan judul

efektivitas anti nyamuk alami elektrik mat serai dapur (Cymbopogon Nardus)

dalam mematikan nyamuk Aedes Aegypti. Dengan perlakuan penelitian yang

digunakan yaitu (0 mg, 500 mg, 750 mg dan 1000 mg). Maka hasil penelitian

menunjukkan persentase rata-rata kematian nyamuk pada dosis 500 mg

sebesar 0%, dosis 750 mg sebesar 5%, dan dosis 1000 mg sebesar 15%. Hasil
uji kruskal wallis H. diperoleh p-value = 0,013 (p = <0,05) sehingga

dinyatakan ada perbedaan signifikan pada jumlah nyamuk yang mati pada

berbagai dosis Dan hasil uji Mann Whitney U. diperoleh efektivitas pada anti

nyamuk alami elektrik mat serai dapur (Cymbopogon nardus) pada dosis 1000

mg. Kesimpulan diketahuinya efektivitas mat serai dapur (Cymbopogon

nardus) sebagai anti nyamuk alami elektrik terhadap nyamuk Aedes aegypti

pada dosis 1000 mg.

Penelitian oleh Rasydy, Kuncoro dan Muhammad, (2020) dengan

judul formulasi sediaan spray daun dan batang serai wangi (Cymbopogon

nardus L.) sebagai antinyamuk Culex s.p. Dengan variasi konsentrasi yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu ( 0%, 5%, 10% dan 15%). Semua

formula sediaan spray diuji stabilitas meliputi (pH dan viskositas) serta

efektivitas terhadap nyamuk Culex s.p. Dari hasil pengujian pH dan viskositas

menunjukan bahwa pH sesuai dengan standar pH pada kulit dan memiliki

viskositas yang cukup baik. Hasil dari efektivitas sediaan spray menyatakan

bahwa pada sediaan spray dengan konsentrasi ekstrak 15% memiliki daya

tolak nyamuk yang cukup efektif.

C. Kerangka Pikir

Nyamuk Aedes aegypti merupakan jenis serangga yang mampu

berkembang biak dengan cepat dan banyak menimbulkan masalah bagi

manusia. Selain gigitan dan dengungannya yang mengganggu, nyamuk Aedes

aegypti merupakan salah satu vektor virus pembawa penyakit

berbahaya.Pemberantasan nyamuk yang sering digunakan dikalangan


masyarakat menggunakan bahan kimia atau insektisida sintetik seperti obat

nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar. Hal ini banyak dipilih oleh

masyarakat karena praktis dan mudah akan tetapi berdampak negatif bagi

kesehatan. Oleh karena itu diperlukan solusi agar masyarakat mengurangi

ketergantungannya terhadap penggunaan insektisida kimia maka perlu dicari

alternatif lain yang lebih aman. Salah satunya dengan memanfaatkan tanaman

yang dapat dijadikan sebagai insektisida alami seperti pemanfaatan tanaman

serai dapur (Cymbopogon citratus) terkhusus pada bagian batang tanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas sari batang serai

dapur (Cymbopogon citratus) dan pada konsentrasi tertentu sari batang serai

dapur (Cymbopogon citratus) efektif dalam membasmi nyamuk Aedes

aegypti. Pengolahan Batang serai dapur (Cymbopogon citratus) dilakukan

dengan cara perendaman batang serai dapur (Cymbopogon citratus) yang

sebelumnya telah dicacah kemudian dihaluskan dengan blender setelah itu

diberikan pelarut air lalu di diamkan selama 1 x 24 jam. Setelah itu dilakukan

penyaringan untuk mendapatkan sari batang serai dapur (Cymbopogon

citratus). Di dalam sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus) terdapat

bahan aktif diantaranya Flavonoid, Saponin,dan Tanin bahan aktif tersebut

dapat mengganggu metabolisme, sistem pernafasan serangga dan

menyebabkan kematian. Sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus) inilah

yang digunakan sebagai insektisida alami. Setelah itu dilakukan pengenceran

pada sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus) untuk mendapatkan


berbagai konsentrasi yang akan diuji cobakan pada nyamuk Aedes aegypti dan

diamati efektivitasnya terhadap mortalitas nyamuk Aedes aegypti.

Batang Serai Dapur


(Cymbopogon citratus)

Diolah

kandungan bahan aktif yang


Sari Batang Serai dapur dimiliki : Flavonoid,
(Cymbopogon citratus) Saponin dan Tanin.

Insektisida Alami
kandungan bahan aktif tersebut
dapat menggangu metabolisme,
Konsentrasi sistem pernafasan serangga dan
menyebabkan kematian.
10%, 20%, 30%, 40% dan 50%.
dan 50%

Nyamuk
Aedes aegypti

Mortalitas
A

Gambar 2.7 Kerangka Pikir


D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah ada pengaruh pemberian sari batang

serai dapur (Cymbopogon citratus) sebagai insektisida alami terhadap

mortalitas nyamuk (Aedes aegypti) dan konsentrasi tertentu efektif dalam

membasmi nyamuk Aedes aegypti.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini merupakan penelitian Eksperimen (Kualitatif)

dengan membuat berbagai variasi perlakuan pada variabel bebas (sari

batang serai dapur (Cymbopogon citratus)) dan mengukur pengaruhnya

pada variabel terikat (Mortalitas Nyamuk).

2. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan, 2 kontrol dan

terdiri dari 2 kali ulangan sehingga terdapat 14 unit percobaan dengan

jumlah hewan uji setiap perlakuan sebanyak 25 ekor nyamuk Aedes

Aegypti. Komposisi perlakuan yang digunakan mengacu pada penelitian

Rasydy,et,.al (2020) dan Makkiyah,et,.al (2019) yaitu sebagai berikut :

K +¿ ¿ = Kontrol dengan perlakuan Autan

K −¿ ¿= Kontrol dengan perlakuan Aquades

K 1= Konsentrasi 10 %

K 2= Konsentrasi 20 %

K 3 = Konsentrasi 30 %

K 4 = Konsentrasi 40 %

K 5 = Konsentrasi 50 %
Adapun susunan tata letak (Lay Out) penelitian sebagai berikut :

Ulangan 1 K1 K2 K3 K4 K5

Ulangan 2 K1 K2 K3 K4 K5

Tabel 3.1 Tata Letak (Lay Out) Penelitian

B. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdapat dua jenis variabel yaitu variabel bebas dan variabel

terikat yaitu :

a. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sari batang serai dapur

(Cymbopogon citratus).

b. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah mortalitas nyamuk Aedes

aegypti.

C. Definisi Operasional Variabel

1. Batang serai dapur (Cymbopogon citratus) didefenisikan sebagai bahan

yang memiliki kandungan bahan aktif Flavonoid, Saponin dan Tanin.


2. Sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus) sebagai insektisida alami

didefinisikan sebagai pemberian larutan/cairan yang diperoleh dengan cara

menghaluskan dan menyaring zat-zat yang terkandung didalam batang

serai. Dimana sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus) mengandung

zat yang terdiri atas : Flavonoid, Saponin dan Tanin yang dapat

mengganggu kehidupan nyamuk, bahkan dapat menyebabkan kematian

Nyamuk.

3. Mortalitas didefinisikan sebagai ukuran jumlah kematian pada suatu

populasi.

4. Mortalitas nyamuk didefinisikan sebagai terhentinya aktivitas kehidupan

nyamuk yang disebabkan oleh zat atau senyawa yang terkandung pada

insektisida alami.

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Maret 2022. Isolasi

Nyamuk diperoleh di Desa Bajiminasa Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten

Bantaeng, dan pengujiannya dilaksanakan di Laboratorium Biologi Kampus 1

Universitas Muhammadiyah Bulukumba.

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Alat dan bahan

a. Alat

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu

sebagai berikut :

1) Cidukan
2) Pipet tetes

3) Kurungan nyamuk

Gambar 3.1 Kurungan Nyamuk

(Sumber : Annisa Nurul, 2014)

4) Botol larutan gula

5) Aspirator nyamuk

Gambar 3.2 Aspirator Nyamuk

(Sumber : Sumanto, 2015)

6) Blender

7) Ember

8) Timbangan analitik

9) Saringan
10) Pisau

11) Gelas ukur

12) Gelas kimia

13) Botol semprot

14) Stopwatch

b. Bahan :

Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu

sebagai berikut :

1) Kapas

2) Gula

3) Air

4) Jentik nyamuk Aedes aegypti

5) Batang serai dapur (Cymbopogon citratus)

6) Aquadest

7) Label

8) Kertas saring

9) Tissue

10) Nyamuk Aedes aegypti

11) Sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus)

12) Autan

2. Prosedur Kerja

a. Pelaksanaan Rearing (Ternak Nyamuk)

1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2) Menyiapkan wadah atau ember sebagai tempat penampungan air

3) Mengisi ember tersebut dengan air kemudian diletakkan ditempat

yang gelap, sebagai awal pembentukan telur-telur nyamuk setelah

kurang lebih dua hari telur-telur nyamuk tersebut akan menetas

menjadi larva pada stadium larva biasanya berlangsung 6-8 hari,

pada masa perkembangannya larva diberi pakan berupa pelet ikan.

4) Mengambil jentik nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan

cidukan pada tempat penampungan air.

5) Memasukkan jentik nyamuk kedalam botol yang sudah terisi air

dengan menggunakan pipet tetes.

6) Membawa botol yang sudah terisi jentik nyamuk Aedes aegypti ke

Laboratorium Biologi.

7) Memasukkan jentik nyamuk Aedes aegypti kedalam kurungan untuk

rearing atau ternak nyamuk.

8) Membiarkan jentik nyamuk 2-4 hari untuk menunggu proses

perkembangan jentik menjadi nyamuk dewasa.

9) Memasukkan botol yang berisi larutan gula kedalam kurungan

nyamuk dan mulut botol dimasukan kapas yang sudah terkena air

gula

10) Membiarkan nyamuk Aedes aegypti selama 2 hari untuk masa

adaptasi
11) Mengambil nyamuk Aedes aegypti setelah masa adaptasi

menggunakan aspirator dan dimasukkan kedalam kurungan uji

untuk perlakuan dan kontrol.

b. Pembuatan sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus)

1) Tanaman serai dapur (Cymbopogon citratus) dicuci bersih dengan

air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel dan

diangin- anginkan.

2) Batang serai dapur Dipotong-potong kecil/dirajang

3) Batang serai dapur (Cymbopogon citratus) yang telah dipotong-

potong kecil kemudian ditimbang sebanyak 250 gram

4) Batang serai yang telah ditimbang kemudian diblender sampai halus

dengan menambahkan air sebagai pelarut sebanyak 250 ml.

5) Setelah diblender dituang kedalam gelas kimia lalu direndam

selama 24 jam dan diberi label.

6) Setelah 24 jam, saring batang serai dapur (Cymbopogon citratus)

disaring menggunakan kain furing sehingga diperoleh sari batang

serai dapur (Cymbopogon citratus).

7) sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus) yang telah

didapatkan dilakukan pengenceran menggunakan aquades dengan

konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%.

c. Pengenceran sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus) dengan

konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%,dan 50%.


1) Konsentrasi sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus) yang

digunakan dalam penelitian ini 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%.

2) Sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus) di ukur dengan

menggunakan gelas ukur kemudian di masukkan ke dalam gelas

perlakuan.Volume sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus)

yang diambil dihitung dengan rumus pengenceran sebagai berikut:

V1.M1 = V2.M2

Keterangan :

V1 : Volume sari batang serai sebelum diencerkan

M1 : Konsentrasi sari batang serai sebelum diencerkan(100%)

V2 : Volume sari batang serai sesudah diencerakna (100ml)

M2 : Konsentrasi sari batang serai sesudah diencerkan (10%, 20%,

30%, 40%,dan 50%)

Berdasarkan rumus diatas maka perlakuan untuk

pengenceran konsentrasi sari batang serai dapur (Cymbopogon

citratus) dapat dihitung dengan rumus tersebut.

a) Pembuatan sari batang serai dapur konsentrasi 10%

VI x 100% = 100 mL x 10 %

VI = 100 mL x 10%

100%

= 10 mL

b) Pembuatan sari batang serai dapur konsentrasi 20%


VI x 100% = 100 mL x 20 %

VI = 100 mL x 20%

100%

= 20 mL

c) Pembuatan sari batang serai dapur konsentrasi 30%

VI x 100% = 100 mL x 30 %

VI = 100 mL x 30%

100 %

= 30 mL

d) Pembuatan sari batang serai dapur konsentrasi 40%

VI x 100% = 100 mL x 40 %

VI = 100 mL x 40%

100 %

= 40 mL

e) Pembuatan sari batang serai dapur konsentrasi 50%

VI x 100% = 100 mL x 50 %

VI = 100 mL x 50%

100 %

= 50 mL

Berdasarkan hasil perhitungan pada masing masing

konsentrasi diatas, maka prosedur pembuatan konsentrasi sari

batang serai dapur (Cymbopogon citratus) dibagi menjadi 5 macam

yaitu:
(1) Konsentrasi 10%

(a) Menyiapkan alat dan bahan

(b) Mengukur 10 mL sari batang serai dapur (Cymbopogon

citratus), dimasukkan kedalam botol semprot

(c) Mengukur 90 mL aquades, kemudian dimasukkan kedalam

botol semprot

(2) Konsentrasi 20%

(a) Menyiapkan alat dan bahan

(b) Mengukur 20 mL sari batang serai dapur (Cymbopogon

citratus), dimasukkan kedalam botol semprot

(c) Mengukur 80 mL aquades, kemudian dimasukkan kedalam

botol semprot

(3) Konsentrasi 30%

(a) Menyiapkan alat dan bahan

(b) Mengukur 30mL sari batang serai dapur (Cymbopogon

citratus), dimasukkan kedalam botol semprot

(c) Mengukur 70 mL aquades, kemudian dimasukkan kedalam

botol semprot

(4) Konsentrasi 40%

(a) Menyiapkan alat dan bahan

(b) Mengukur 40 mL sari batang serai dapur (Cymbopogon

citratus), dimasukkan kedalam botol semprot


(c) Mengukur 60 mL aquades, kemudian dimasukkan kedalam

botol semprot

(5) Konsentrasi 50%

(a) Menyiapkan alat dan bahan

(b) Mengukur 50 mL sari batang serai dapur (Cymbopogon

citratus), dimasukkan kedalam botol semprot

(c) Mengukur 50 mL aquades, kemudian dimasukkan kedalam

botol semprot

d. Pelaksanaan tahap perlakuan

1) Mempersiapkan 5 buah kurungan uji dan 2 buah kurungan kontrol

untuk setiap perlakuan dengan diberi label yaitu :

a) Satu kurungan untuk perlakuan ekstrak batang serai dapur

(Cymbopogon citratus) dengan konsentrasi 10%

b) Satu kurungan untuk perlakuan ekstrak batang serai dapur

(Cymbopogon citratus) dengan konsentrasi 20%

c) Satu kurungan untuk perlakuan ekstrak batang serai dapur

(Cymbopogon citratus) dengan konsentrasi 30%

d) Satu kurungan untuk perlakuan ekstrak batang serai dapur

(Cymbopogon citratus) dengan konsentrasi 40%

e) Satu kurungan untuk perlakuan ekstrak batang serai dapur

(Cymbopogon citratus) dengan konsentrasi 50%

f) Satu kurungan untuk kontrol + dengan perlakuan autan

g) Satu kurungan untuk kontrol – dengan perlakuan aquades


2) Masing-masing kurungan dimasukkan 25 ekor nyamuk Aedes

aegytpi yang diambil dari kurungan hasil rearing dengan

menggunakan aspirator nyamuk.

3) Setelah masing-masing kurungan berisi nyamuk Aedes aegypti

kemudian masukkan salah satu tangan yang sebelumnya sudah

disemprotkan sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus)

a) Kurungan I memasukkan tangan yang sebelumnya sudah

disemprot sari batang serai dapur dengan konsentrasi 10%

b) Kurungan II memasukkan tangan yang sebelumnya sudah

disemprot sari batang serai dapur dengan konsentrasi 20%

c) Kurungan III memasukkan tangan yang sebelumnya sudah

disemprot sari batang serai dapur dengan konsentrasi 30%

d) Kurungan IV memasukkan tangan yang sebelumnya sudah

disemprot sari batang serai dapur dengan konsentrasi 40%

e) Kurungan V memasukkan tangan yang sebelumnya sudah

disemprot sari batang serai dapur dengan konsentrasi 50%

f) Kurungan VI memasukkan tangan yang sebelumnya sudah di

oleskan dengan autan (Kontrol +)

g) Kurungan VII memasukkan tangan yang sebelumnya sudah

disemprot dengan aquadest (Kontrol -)

4) Melakukan pengamatan dengan mulai menghitung rentang waktu

kontak pada saat nyamuk mulai mendekat pada tangan, pada saat

mulai menggigit tangan dan menghitung rentang waktu kontak


nyamuk Aedes aegypti pada saat nyamuk sudah mati (tidak

bergerak)

5) Pengamatan dilakukan selama 3 jam pertama untuk melihat

nyamuk Aedes aegypti mendekat, menggigit dan mati (tidak

bergerak) kemudian menghitung jumlah kematian nyamuk pada

konsentrasi sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus)

6) Mengulangi langkah-langkah yang sama untuk pengulangan kedua.

F. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan indikator pengamatan yaitu : jumlah nyamuk yang

mendekat, menggigit dan mati selama 3 jam pertama. Pengumpulan data

dilakukan dengan cara menghitung nyamuk yang mendekat, menggigit dan

mati dengan waktu yang telah ditentukan (2 kali ulangan).

G. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis probit

untuk mengetahui Lethal Concentration (LC) dan Lethal Time (LT).


DAFTRA PUSTAKA

Achmadi, U.F. 2011. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta:


Rajawali Press.
Anam, K, I. Ma’rufi dan D. Wahyuni. 2019. Pengaruh Konsentrasi dan Time
Efek Ekstrak Batang Serai Dapur (Cymbopogon nardus) dalam bentuk
spray sebagai insektisida nyamuk Aedes aegypti.Journal
Multidisciplinary. Vol. 1. No. 1.

Annisa, N. 2014. Alat Alat Laboratorium. Diakses pada 1 Desember 2021,


https://id.scribd.com/document/405698278/alat-alat-laboratorium-docx

Andriani,F. 2013. Hubungan Keberadaan Jentik Aedes aegypti dan pelaksanaan


3M Plus dengan kejadian penyakit DBD di Lingkungan XVIII Kelurahan
Binjai Kota Medan tahun 2012 (Skripsi). Universitas Sumatera Utara.
Medan.

Ayuningtyas, E.D. 2013. Perbedaan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti


Berdasarkan Karakteristik Kontainer Di Daerah Endemis Demam
Berdarah Dengue. (Skripsi). Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Dantje, T. S. 2015. Toksikologi Lingkungan. United States Geological Survey


(USGS). Cadmium. Mineral commodity summaries. Yogyakarta:
Penerbit Andi.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pencegahan dan


Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Jakarta: Ditjen
PPPL.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pemberantasan Nyamuk


Penular Demam Berdarah Dengue, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Perilaku Hidup Nyamuk Aedes


aegypti Sangat Penting Diketahui Dalam Melakukan Kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk Termasuk Pemantauan Jentik Berkala.
Jakarta: Depkes RI.

Dinata, A. 2009. Atasi Jentik DBD dengan Kulit Jengkol. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.

Eka, N. 2010. Insektisida Nabati Untuk Rumah Tangga. Jurnal Universitas


Sumatera Utara.
Farida. 2008. Cara Alami Bebas Nyamuk. http://mommygadget.com/. 3 oktober
2021.

Feryanto. 2006. Minyak serai dapur ./lemongrass Oil.http:// ferry. atsiri. blogspot.
com/2006/0/minyak-serai-dapur-lemongrass-Oil.html. Diakses pada
tanggal 11 september 2021.

Giroth, S. J., J. B. B. Bernadus dan A. M. H. Sorisi. 2019. Uji Efikasi Ekstrak


Tanaman Serai (Cymbopogon citratus) terhadap Tingkat Mortalitas Larva
Nyamuk Aedes sp. Jurnal Biomedik. Vol. 9. No. 1.

Harahap, F. 2012. Fisiologi Tumbuhan : Suatu Pengantar. Unimed Press. Medan.

Herms, W. 2006. Medical Entomology. The Macmillan Company, United States


of America.

Kardinan, S.M.J., 2001. Pengaruh Campuran Daun Jeruk Purut (Citrus


Hystrix(L)) pada Simpanan Beras terhadap Perkembangan Populasi
Sitophilus oryzae. Jumal Penelitian Ilmu-Ilmu Pertanian. Vol. 1. No. 1.

Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Modul Pengendalian Demam


Berdarah Dengue, Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Saku Pengendalian


Demam Berdarah Dengue Untuk Pengelola Program DBD Puskesmas,
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Buku Saku Pengendalian


Demam Berdarah Dengue Untuk Pengelola Program DBD Puskesmas,
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.

Makkiah, C. L. Salaki, dan B. Assa. 2019. Efektivitas Ekstrak Serai Wangi


(Cymbopogon nardus L.) sebagai Larvasida Nyamuk Aedes aegypti.
Jurnal Bios Logos. Vol. 10. No. 1.

Marbawati,D. 2009. Koleksi Referensi Nyamuk di desa jepangrejo, kecamatan


blora, kabupaten blora. Jurnal Hasil Penelitian. Vol. 5(1). No. 6-10.

Muhidin, A dan Abdurrahman maman. 2009. Analisis Korelasi, Regresi dan jalur
dalam penelitian. Bandung : Pustaka Setia.
Muslida,N, Norfai, dan Eddy Rahman. 2020. Potensi ekstrak serai dapur
(Cymbopogon citratus) terhadap mortalitas larva Aedes
aegypti.Universitas Islam Kalimantan MAB. Banjarmasin.

Negrelle, R. R. B dan Gomes, E.C. 2007. Cymbopogon citratus: Chemical


Composition and Biological Activities, reviaso. Journal of Molecular
sciences. Vol. 9. No. 1.

Permadi, R.. 2013. Ayo Kita Peduli Lingkungan Hidup. Bandung: Simbiosa
Rekatama.

Poerwanto. 2010. Budidaya Serai Wangi. Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik. Bogor.

Raharjo. 2010. Membuat Pestisida Organik. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Rahmawati, U, M. Gustina dan R. Mirza. 2020. Efektivitas Anti Nyamuk Alami


Elektrik Mat Serai Dapur (Cymbopogon Nardus) Dalam Mematikan
Nyamuk Aedes Aegypti. Jurnal Unived. Vol. 8. No. 2.

Rasydy, L. O. A., B. Kuncoro dan Muhammad Y. H. 2020. Formulasi Sediaan


Spray Daun Dan Batang Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.) Sebagai
Antinyamuk Culex s.p. Jurnal Farmagazine. Vol.7. No.1.

Sastriwan, A. 2014. Efektivitas serai dapur. (Cymbopogon citratus) sebagai


larvasida pada larva nyamuk Aedes sp instar III/IV. Jakarta.

Sumanto,D. 2015. Teknik Pengumpulan dan Penangkapan Nyamuk. Diakses pada


1 Desember 2021.
http://didik.dosen.unimus.ac.id/2015/04/28/teknik-pengumpulan-dan-
penangkapan-nyamuk/

Soedarto.2016. Demam Berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever). Jakarta :


Sagung Seto.

Soegijanto, S. 2006. Demam Berdarah Dengue. Edisi kedua. Surabaya :


Airlangga University Press.

Umi, K. 2011. Perbedaan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Container dalam


rumah di Kelurahan Rawasari dan Cempaka Putih Barat.Jakarta.

Yulidar, D dan Arda. 2016. Rahasia Daya Tahan Hidup Nyamuk Demam
Berdarah. Yogyakarta : Deepublish.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya.Jakarta: Erlangga.

Wijayakusuma. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.

Zettel,C. 2009. Yellow Fever Mosquito Aedes aegypti (Linnaeus) (insecta:


Diptera : Culicidae), University of Florida: IFAS Extension, EENY, 434.

Anda mungkin juga menyukai