Nim : 2144290184
Matkul : Analisi perekonomian islam
Bab I
Konsep Dasar dan Perinsip Sistem Perekonomian Islam
A. Konsep dasar ekonomi islam
Islam memiliki konsep sistem kehidupan yang universal, integral, dan
komprehensif. Islam menata segala aspek kehidupan, termasuk aspek ekonomi,
politik, sosial, pendidikan, seni, dan budaya. Konsep dasar ekonomi Islam didasarkan
pada al-Quran dan as-Sunnah sebagai pijakan utama
Dalam ekonomi Islam, tujuan utama adalah menciptakan kesejahteraan ekonomi
berdasarkan norma moral atau syariat Islam. Beberapa tujuan ekonomi syariah antara
lain:
Konsep dasar ekonomi syariah diatur oleh aqidah (iman) yang menyangkut inti
antara manusia dan Tuhan. Ekonomi syariah menggunakan hukum atau aturan-aturan
Islam dalam sistem ekonominya.
Dalam ekonomi Islam, terdapat beberapa prinsip dasar yang perlu diketahui,
antara lain:
1. Harta benda, aset bergerak dan tidak bergerak, serta seluruh sumber daya yang
memiliki nilai ekonomi dipandang sebagai karunia dan titipan dari Allah SWT.
2. Ekonomi syariah berjalan dengan penggerak utama yaitu kerja sama antar umat
Islam.
3. Mengakui kepemilikan masyarakat dengan pemanfaatannya bagi kepentingan
bersama.
4. Menghindari riba dengan berbagai bentuk pelaksanaannya
Bab II
Bab: III
Wawasan tentang islamisasi pengetahuan perekonomian islam
A. Pemetaan islamisasi ekonomi
1. Zakat: Zakat merupakan salah satu pilar utama dalam ekonomi Islam. Zakat
adalah kewajiban bagi umat Muslim yang mampu untuk memberikan sebagian
harta mereka kepada yang berhak menerima, seperti fakir miskin, janda, anak
yatim, dan lainnya. Zakat bertujuan untuk mengurangi kesenjangan sosial dan
memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
2. Sedekah: Selain zakat, sedekah juga menjadi bagian penting dalam ekonomi
Islam. Sedekah adalah pemberian sukarela yang dilakukan untuk membantu
sesama dan meningkatkan kesejahteraan umat. Rasulullah sendiri sering
memberikan sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan.
3. Perdagangan yang adil: Rasulullah mendorong umat Muslim untuk berdagang
dengan jujur dan adil. Manipulasi, penipuan, dan praktik-praktik yang merugikan
orang lain tidak diperbolehkan dalam ekonomi Islam. Rasulullah juga
mengajarkan pentingnya menjaga kepercayaan dalam transaksi bisnis.
4. Pemberdayaan ekonomi: Rasulullah mendorong umat Muslim untuk berusaha
dan bekerja keras. Beliau memberikan contoh dengan terlibat dalam berbagai
kegiatan ekonomi, seperti berdagang dan bertani. Rasulullah juga mendorong
umat Muslim untuk mengembangkan keterampilan dan berinovasi dalam bidang
ekonomi.
Namun, penting untuk dicatat bahwa implementasi islamisasi ekonomi pada masa
khalifah dapat bervariasi tergantung pada periode dan kebijakan yang diterapkan oleh
masing-masing khalifah. Beberapa aspek yang dapat ditemukan dalam islamisasi
ekonomi di masa khalifah antara lain:
Bab IV
Rasionalisasi subjek akad mengacu pada pembenaran atau penjelasan yang logis
dan rasional mengenai subjek yang terlibat dalam suatu akad. Dalam konteks ini,
subjek akad merujuk pada individu atau entitas yang terlibat dalam perjanjian atau
kontrak. Rasionalisasi subjek akad dapat melibatkan beberapa aspek, seperti
keyakinan, pengetahuan, dan tujuan akad. Misalnya, keyakinan individu atau entitas
yang terlibat dalam akad dapat menjadi dasar atau motivasi untuk melakukan akad
tersebut Selain itu, pengetahuan tentang subjek akad juga dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi rasionalisasi subjek akad Selain itu, tujuan akad yang jelas dan
diakui oleh syariah juga merupakan bagian dari rasionalisasi subjek akad. Penting
untuk dicatat bahwa rasionalisasi subjek akad dapat bervariasi tergantung pada
konteks dan jenis akad yang dilakukan. Misalnya, dalam akad jual beli, subjek akad
dapat mencakup penjual dan pembeli, sedangkan dalam akad sewa-menyewa
(ijarah), subjek akad dapat mencakup penyewa dan pemilik properti.
a) Berakal
b) Balig
c) Tidak terpaksa
d) Bukan orang mahjur (tidak di perbolehkan melakukan akad)
B. Rasionalisaso komodiktif
Rasionalisasi komodifikasi mengacu pada proses di mana barang atau jasa diubah
menjadi komoditas yang memiliki nilai ekonomi. Komodifikasi terjadi ketika
sesuatu yang sebelumnya tidak dianggap sebagai barang atau jasa yang dapat
diperdagangkan, kemudian diubah menjadi objek yang dapat diperjualbelikan di
pasar. Contohnya, dalam konteks ekonomi, rasionalisasi komodifikasi dapat terjadi
ketika suatu produk atau layanan yang sebelumnya dianggap sebagai bagian dari
kehidupan sehari-hari atau budaya, kemudian diubah menjadi produk yang dapat
diperdagangkan secara komersial. Misalnya, musik tradisional yang awalnya
merupakan bagian dari warisan budaya suatu komunitas, dapat diubah menjadi
produk musik yang dijual di pasar. Rasionalisasi komodifikasi juga dapat terjadi
dalam konteks lain, seperti dalam media dan teknologi. Misalnya, konten media
yang awalnya dihasilkan untuk tujuan hiburan atau informasi, dapat diubah menjadi
komoditas yang dapat dijual kepada konsumen atau pengiklan. Penting untuk diingat
bahwa rasionalisasi komodifikasi dapat memiliki dampak sosial dan budaya yang
signifikan. Proses ini dapat mengubah nilai-nilai tradisional, mempengaruhi
hubungan sosial, dan menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan dalam masyarakat.
C. Rasionalisasi akad
Rasionalisasi akad mengacu pada proses pembenaran atau penjelasan yang logis
dan rasional mengenai suatu akad. Rasionalisasi ini melibatkan pemahaman dan
penilaian yang cermat terhadap tujuan, subjek, syarat, dan prosedur yang terlibat
dalam akad. Dalam konteks ekonomi syariah, rasionalisasi akad sangat penting
karena melibatkan prinsip-prinsip syariah yang harus dipatuhi. Rasionalisasi akad
melibatkan pemahaman yang mendalam tentang jenis akad yang dilakukan, rukun
dan syarat-syaratnya, serta prinsip-prinsip yang harus diikuti. Misalnya, dalam akad
jual beli (bai'), rasionalisasi akad melibatkan pemahaman tentang objek yang
diperdagangkan, harga yang ditetapkan, dan persetujuan antara penjual dan pembeli.
Dalam akad pinjam-meminjam (qard), rasionalisasi akad melibatkan pemahaman
tentang jumlah pinjaman, jangka waktu, dan persetujuan antara pemberi pinjaman
dan penerima pinjaman. Rasionalisasi akad juga melibatkan pemahaman tentang
prinsip-prinsip syariah yang harus diikuti, seperti larangan riba (bunga), gharar
(ketidakpastian), dan maysir (perjudian). Dalam rasionalisasi akad, penting untuk
memastikan bahwa akad tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan tidak
melanggar ketentuan yang telah ditetapkan.
Bab V
A. E-comerce
Transaksi terjadi secara lebih efisien dan cepat, apalagi dengan integrasi berbagai
sistem pembayaran yang semakin dimudahkan dengan adanya teknologi API seperti
BRIAPI. Sekarang pembeli, misalnya, dapat memilih pembayaran transaksi dengan
mudah tanpa harus transfer ke bank lain, yaitu melalui virtual account seperti
BRIVA. Saat ini, sarana e-commerce adalah bukan hanya lewat telepon dan televisi
saja, tetapi kini lebih sering menggunakan internet. Sebagian orang salah
mengartikan antara marketplace dengan e-commerce dan menganggap keduanya
sama. Padahal, pengertian e-commerce berbeda dengan marketplace. Marketplace
merupakan salah satu model dari e-commerce yang bertindak sebagai perantara
antara pembeli dan penjual. Contohnya seperti Shopee, Lazada, Tokopedia, dan lain-
lain. Jadi, marketplace bukan merupakan aktivitas jual belinya, melainkan perantara
yang mempertemukan penjual dengan pembeli secara online. Sementara itu, bentuk
lainnya e-commerce adalah berupa website atau aplikasi toko online yang dimiliki
oleh suatu brand, perusahaan, atau bisnis rumahan.
B. Asuransi
Penting untuk diingat bahwa tidak semua bisnis pemasaran berjenjang (MLM)
adalah skema Ponzi. Ada bisnis MLM yang sah dan memiliki produk atau layanan
yang bernilai. Namun, perlu diingat bahwa beberapa skema Ponzi juga dapat
menyamar sebagai bisnis MLM. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk
memahami perbedaan antara skema Ponzi dan bisnis MLM yang sah serta
melakukan penelitian sebelum bergabung dengan suatu program pemasaran
berjenjang
D. Droopshiping
1. Prinsip Droopshiper
Bab: VI
a) ekonomi islam bisa di umpamakan seperti hal nya sebuah rumah, gedung ataupun
bangunan yang tersusun atas atap tiang dan landasan. gedung atau bangunan
tentunya membutuhkan suatu pedoman seperti arsitektur, desain, atau rancangan
bangunan.
b) pada intinya membangun sebuah bangunan bisa di mulai dengan membangun
fondasi seperti lantai dasar yang kuat, kemudian di atas lantai dasar tersebut di
tegakkan lah tiang – tiang sebagai penyanggah dan di bagian atas di bangun atap.
dari sebuah bangunan tersebut dapat diinterfresikan dengan suatu bangunan
ataupun matrial. bahan bangunan tersebuat dalam ekonomi islam merupakan
ajaran islam yang sumbernya dari Al Qur’an dan hadist serta tradisi – tradisi
pemikiran yang sudah ulama kembangnkan.
a. Akhlag
“Adiwarman” , konsep itu disebut dengan istilah konsep akhlak ekonomi islam.
Akhlak inilah yang memperoleh posisi paling tinggi, sehingga bagaikan atap suatu
bangunan sebab tujuan islam dan tujuan dakwah para nabi adalah untuk
menyempurnakan akhlak umatnya sehingga bisa dipegang menjadi pedoman
dalam melakukan berbaagai kegiatan ekonomi dan bisnis. Teori dalam ekonomi
islam serta sistemnya belum cukup sebelum ada manusia yang menjalankan nilai-
nilai yang ada didalamnya. Sehingga bisa dikatakan, hal yang mutlak dalam suatu
perekonomian adalah terdapat manusia yang berakhlak. Kemampuan suatu ekonomi
dan bisnis tidak tergantung pada sistem dan teorinya saja, akan tetapi tergantung
pada man behind the gun-nya. oleh sebab itu, akhlak merupakan organ ketiga yang
menjadi atap dan menaungi ekonomi islam.
b. Multypel ownership
“Kepemilikan multijenis” , Makna yang bisa diambil dari prinsip ini bahwa
pemilik primer atau mutlak dari seluruh alam semesta yaitu Allah swt. Sementara
pemilik sekunder dari seluruh alam semesta ini adalah manusia sebagai pengelolah
alam semesta ini yang mendapatkan Amanah oleh Allah swt diberi tanggung jawab
dan hak yang sama di dunia ini utnuk mengelolah sumber daya alam yang sudah
ada. Tapi bukan berarti manusia bisa bebas mengeksploitasi sumber sumber daya
alam yang sudah ada melainkan harus ada pembatasan.
c. Freedom to act
e. Tauhit
Mengajarkan dua ajaran utama dalam ekonomi. Pertama, Semua sumber daya
yang ada di alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah secara absolut (mutlak dan
hakiki). Dengan demikian, setiap pengelolaan sumber daya dan setiap cara dan
usaha mencari rezeki harus sesuai dengan aturan Allah.
Kedua, Allah menyediakan sumber daya alam sangat banyak untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Manusia yang berperan sebagai khalifah, dapat memanfaatkan
sumber daya yang banyak itu untuk kebutuhan hidupnya. Dalam perspektif teologi
Islam, sumber daya – sumber daya itu, merupakan nikmat Allah yang tak terhitung
( tak terbatas ) banyaknya, sebagaimana dalam firmannya “ Dan jika kamu
menghitung – hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak bisa menghitungnya”. ( QS.
14: 34 )
f. Al ‘adlu
“Keadilan sosial” , Definisi adil ini maksudnya sikap tidak berbuat dzalim dan
tidak pula didzalimi. Didalam islam adil berarti menempatkan sesuatu kepada
tempat yang sebenarnya. Dalam konteks ekonomi sikap makna nilai adil ini yaitu
pelaku ekonomi harus mendapatkan hasil sesuai dengan usaha yang telah
dilakukannya tanpa harus mengutamakan egonya. Pelaku ekonomi tidak boleh
merusak alam ataupun melakukan kejahatan terhadap orang lain hanya untuk
mendapatkan keuntungan pribadinya.
g. Nubuwah
h. Khilafah
i. Ma’ad
“feedback” (keuntungan atau hasil), merupakan tujuan akhir dari seluruh kegiatan
ekonomi. Imam Al-ghazali telah mengatakan bahwa para pelaku ekonomi
mempunyai motif yaitu untuk memperoleh profit (laba/keuntungan). Didalam
ekonomi islam, ada profit atau laba di dunia dan juga ada profit atau laba di akhirat,
karena yang menjadi ukuran bukanlah materiilnya saja melainkan dalam aspek
agamanya juga.
Bab VII
Teori kosumsi dalam perekonomian islam
1. Etika Konsumsi dalam Islam Dalam Islam, konsumsi tidak hanya ditentukan oleh
keinginan individu semata, tetapi juga oleh aturan-aturan etika yang diatur dalam
ajaran Islam. Konsumsi yang dilakukan oleh seorang Muslim harus
memperhatikan hal-hal berikut
a) Barang yang dikonsumsi harus halal, yaitu sesuai dengan ketentuan agama
Islam.
b) Konsumsi harus dilakukan dengan bijaksana dan tidak berlebihan.
c) Prioritas dalam konsumsi harus diperhatikan, dengan memberikan perhatian
lebih kepada kebutuhan yang lebih penting.
d) Infak (pemberian sedekah) juga harus diperhatikan dalam konsumsi, dengan
menyisihkan sebagian dari penghasilan untuk membantu orang lain.
2. Konsumsi dan Falah Dalam konsumsi Islam, tujuan utama seorang Muslim
adalah mencapai falah, yaitu kemuliaan dan kemenangan hidup. Konsumsi yang
dilakukan oleh seorang Muslim harus bertujuan untuk mencapai falah, baik dalam
kehidupan duniawi maupun akhirat
3. Konsumsi yang Bijaksana Dalam Islam, seorang Muslim dianjurkan untuk hidup
dengan bijaksana dalam mengonsumsi segala kebutuhan. Hal ini mencakup
memperhatikan skala prioritas dalam konsumsi, menyisihkan infak, dan
mengonsumsi barang yang halal Dalam teori konsumsi Islam, seorang Muslim
dilarang hidup secara boros dan berlebihan. Al-Quran melarang pemborosan
dalam konsumsi, dan menggambarkan pemboros sebagai saudara-saudara setan
4. Peran Konsumsi dalam Perekonomian Islam Konsumsi dalam perekonomian
Islam memiliki peran penting dalam mendorong produksi dan distribusi. Dengan
adanya konsumsi, roda-roda perekonomian dapat bergerak dan pertumbuhan
ekonomi dapat terjadi
Bab VIII
Teori produksi dalam perekonomian islam
1. Etika Produksi dalam Islam Dalam Islam, produsen Muslim diharapkan untuk
menjalankan aktivitas produksi dengan memperhatikan etika dan prinsip-prinsip
Islam. Beberapa prinsip etika produksi dalam Islam antara lain:
a) Menghasilkan barang dan jasa yang halal dan baik.
b) Tidak terlibat dalam praktik-praktik yang bertentangan dengan ajaran Islam,
seperti memakan harta terlarang, menyebarkan permusuhan, dan menimbulkan
kerusakan di muka bumi.
c) Menjaga keseimbangan antara kebutuhan dunia dan akhirat dalam aktivitas
produksi.
2. Prinsip Produksi dalam Islam Prinsip-produksi dalam Islam mencakup:
a) Menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat.
b) Menghormati hak-hak pekerja dan memberikan upah yang adil.
c) Menghindari monopoli dan praktik-praktik yang merugikan konsumen.
d) Menggunakan sumber daya alam dengan bijaksana dan menjaga lingkungan.
3. Tujuan Produksi dalam Islam Tujuan utama produksi dalam Islam adalah
untuk mencapai kemaslahatan (maslahah) bagi umat manusia. Produksi harus
dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip Islam dan nilai-nilai keadilan,
serta menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat.
4. Kontribusi Produksi dalam Perekonomian Islam Produksi memiliki peran
penting dalam perekonomian Islam. Dengan adanya produksi yang dilakukan
dengan prinsip-prinsip Islam, dapat tercipta pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan, lapangan kerja yang adil, dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Bab IX
Konsep riba dan Lembaga keuangan syariah
Dalam konteks perekonomian Islam, konsep riba dan lembaga keuangan syariah
memiliki peran penting. Berikut adalah penjelasan mengenai kedua konsep tersebut:
1. Konsep Riba adalah istilah dalam Islam yang mengacu pada praktik pemberian
atau penerimaan bunga atau keuntungan tambahan dalam transaksi keuangan.
Dalam Islam, riba dianggap sebagai perbuatan yang diharamkan karena
melanggar prinsip keadilan dan keseimbangan dalam transaksi ekonomi. Al-
Quran melarang riba dalam beberapa ayat, seperti Al-Baqarah ayat 275-281 dan
Al-Imran ayat 130.
2. Lembaga Keuangan Syariah Lembaga keuangan syariah adalah lembaga
keuangan yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Prinsip-
prinsip ini melarang praktik riba, gharar (ketidakpastian), maysir (perjudian), dan
haram lainnya. Lembaga keuangan syariah menawarkan produk dan layanan
keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, seperti pembiayaan tanpa
bunga (mudharabah, musyarakah), jual beli dengan pembayaran bertahap
(murabahah), dan penyimpanan aman (wadiah).Lembaga keuangan syariah
memiliki tujuan untuk memberikan solusi keuangan yang sesuai dengan prinsip-
prinsip Islam kepada individu dan perusahaan. Mereka juga berperan dalam
mempromosikan inklusi keuangan dan memberikan kontribusi pada
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Bab X
Membandingkan prekonomian islam dalam
skala nasional dan isternasional
1. Skala Nasional
a) Di tingkat nasional, perekonomian Islam mencakup implementasi prinsip-
prinsip ekonomi Islam dalam kebijakan ekonomi negara. Hal ini dapat
terlihat dalam adopsi nilai-nilai dan norma-norma agama dalam sistem
nasional dan pengambilan kebijakan publik, seperti legislasi hukum-hukum
agama tertentu menjadi hukum nasional
b) Negara juga mengakui eksistensi partai politik dan organisasi massa yang
berbasis agama, yang dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan publik .
Namun, orientasi politik warga dapat menggabungkan antara proses
sekularisasi dan desekularisasi, di mana terjadi desekularisasi politik
dengan munculnya kembali partai-partai agama (Islam) dan akomodasi
nilai-nilai agama dalam pengambilan kebijakan publik
c) Umat Islam juga memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional,
termasuk dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas dan berahlak mulia melalui lembaga pendidikan Islam
2. Skala Internasional
a) Pada skala internasional, perekonomian Islam mencakup kerjasama dan
interaksi antara negara-negara yang menerapkan prinsip-prinsip ekonomi
Islam. Hal ini dapat terjadi melalui lembaga-lembaga keuangan syariah
yang beroperasi di berbagai negara.
b) Lembaga keuangan syariah internasional, seperti bank-bank syariah dan
lembaga keuangan non-bank, berperan dalam menyediakan produk dan
layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, seperti
pembiayaan tanpa bunga dan jual beli dengan pembayaran bertahap.
c) Selain itu, terdapat juga organisasi internasional yang berfokus pada
pengembangan ekonomi Islam, seperti Organisasi Kerjasama Islam (OKI)
dan Bank Pembangunan Islam (IDB), yang berperan dalam
mempromosikan kerjasama ekonomi antara negara-negara anggotanya.
Bab XI
Membandingkan kebijakan ekonomi moneter, fiskal
pada masa Rosulullah dan moderen
1. Masa Rosulullah
a) Pada masa Rosulullah, kebijakan ekonomi moneter dan fiskal tidak
diterapkan secara terpisah seperti yang dilakukan pada masa modern.
Kebijakan ekonomi pada masa itu lebih didasarkan pada prinsip-prinsip
Islam yang diatur dalam Al-Quran dan Sunnah.
b) Dalam konteks moneter, Rosulullah menerapkan prinsip-prinsip keadilan
dalam perdagangan dan transaksi ekonomi. Beliau melarang praktik riba
dan mempromosikan keadilan dalam pembagian kekayaan.
c) Dalam konteks fiskal, Rosulullah menerapkan prinsip-prinsip zakat, infak,
dan sedekah sebagai instrumen untuk mengatur distribusi kekayaan dan
membantu kaum yang membutuhkan.
2. Masa Modern
a) Pada masa modern, kebijakan ekonomi moneter dan fiskal diterapkan
secara terpisah dan menjadi tanggung jawab pemerintah dan bank sentral.
b) Kebijakan moneter modern melibatkan langkah-langkah yang diambil oleh
bank sentral untuk mengatur pasokan uang yang beredar, seperti menaikkan
atau menurunkan suku bunga. Tujuan dari kebijakan moneter adalah untuk
mencapai dan menjaga stabilitas harga, mempromosikan pertumbuhan
ekonomi yang sehat, dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
c) Kebijakan fiskal modern melibatkan kebijakan pemerintah dalam mengatur
pengeluaran dan penerimaan negara, termasuk pengaturan pajak, subsidi,
dan pengeluaran publik. Tujuan dari kebijakan fiskal adalah untuk
mengendalikan inflasi, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan mengatur
distribusi kekayaan.
Bab XII
Membandingkan isu isu kontemporer perekonomian Islam
Salah satu isu utama dalam perekonomian Islam adalah distribusi kekayaan yang
tidak merata. Hal ini menjadi permasalahan yang perlu diatasi, karena Islam
mendorong adanya keadilan dalam pembagian kekayaan
.
2. Riba dan Bunga
Masalah riba dan bunga juga menjadi isu kontemporer dalam perekonomian
Islam. Riba, yang merupakan praktik peminjaman uang dengan tambahan bunga,
dianggap sebagai praktik yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Oleh
karena itu, lembaga keuangan syariah hadir sebagai alternatif yang menghindari riba
dan menawarkan solusi keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Etika bisnis dan tanggung jawab sosial juga menjadi isu penting dalam
perekonomian Islam. Islam mendorong praktik bisnis yang adil, jujur, dan
bertanggung jawab. Prinsip-prinsip seperti amanah (kepercayaan), ihsan (kebaikan),
dan adil dalam transaksi bisnis menjadi landasan dalam menjalankan bisnis dalam
konteks Islam.
Bab XIII
Perekonomian islam Dalam Skala Global
Bab XIV
Peran dan upaya pemerintah dalam praktek
Ekonomi syariah secara nasional