Abstrak
Kerupuk ikan merupakan salah satu produk perikanan yang digemari masyarakat dikarenakan rasanya yang gurih
dan teksturnya yang renyah. Proses pengolahan kerupuk sangat mempengaruhi kualitas kerupuk yang dihasilkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh waktu pengukusan dan suhu penggorengan terhadap kualitas
kerupuk ikan patin serta menentukan waktu pengukusan dan suhu penggorengan optimum menggunakan metode
RSM (Response Surface Methodology). Waktu pengukusan yang digunakan yaitu 40 s.d.60 menit sedangkan suhu
penggorengan yang digunakan yaitu 160 s.d. 180℃. Data uji daya kemekaran, kerenyahan, kadar air, dan kadar
protein dianalisis dengan metode RSM orde pertama menggunakan Design Expert 11, sedangkan nilai sensori
hedonik menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu
pengukusan dan suhu penggorengan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai daya kemekaran, kerenyahan,
kadar air, kadar protein, dan uji hedonik. Penggunaan waktu pengukusan dan suhu penggorengan yang tepat akan
menghasilkan adonan kerupuk tergelatinisasi sempurna sehingga kerupuk mengembang ketika digoreng. Hasil
solusi formula optimasi diperoleh waktu pengukusan 55,8 menit dan suhu penggorengan 178,8℃ yang
menghasilkan kerupuk dengan respon optimum yaitu daya kemekaran 230,04%, kerenyahan 2432,42gf, kadar air
sesudah digoreng 3,54%, kadar protein sesudah digoreng 5,41% dengan nilai desirability 0,861.
Kata Kunci: Ikan Patin, Kerupuk Ikan, RSM, Suhu Penggorengan, Waktu Pengukusan
Abstract
Fish Crackers are very popular because of their savory taste and crunchy texture. Pangasius catfish was chosen as
an additional ingredient for making crackers because the nutritional content is almost the same as mackerel but the
price is cheaper than mackerel. The quality of crackers depends on steam time and fry temperature. The study
aimed to examine the effect of steaming time and frying temperature on the quality of crackers and also to
determine the best steaming time and frying temperature using the RSM (Response Surface Methodology). The
steaming time used was 40 to 60 minutes, while the frying temperature used was 160 to 180℃. The test data for
linear expansion, crispness, moisture content, and protein content were analyzed by the first-order RSM method
using Design Expert 11, while the hedonic sensory values used the Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test. The
results showed that the steaming time and frying temperature had a significant effect (p<0.05) on the value of
linear expansion, crispness, moisture content, protein content, and hedonic sensory. The best linear expansion and
crispness were found at a steaming time of 50 minutes and a frying temperature of 170℃, while the best moisture
and protein content values were found at a steaming time of 60 minutes and a frying temperature of 180℃. Using
the right steaming time and frying temperature will result in a perfectly gelatinized cracker dough so that the
crackers expand when fried. The result showed that the optimum steaming time for pangasius catfish crackers was
55,82 minutes and the frying temperature was 180℃ with 230,04% linear expansion, 2432,42 gf crispness, 3,54%
moisture content after frying, 5,41% protein content after frying with a desirability value of 0,861.
Keywords: Fish Crackers, Frying Temperature, Pangasius catfish., RSM, Steaming Time
Peningkatan permintaan ikan patin analitik, oven, score sheet hedonik, Texture
dikarenakan sejumlah nutrisi yang Analyzer.
terkandung dan harganya yang ekonomis.
Dalam 100 g ikan patin mengandung 17 g Prosedur Penelitian
protein, 6,60 g lemak, 1,10 gram karbohidrat Penelitian ini menggunakan metode
dan 132 (kkal)[2]. Harga ikan patin di optimasi Response Surface Methodology
provinsi Jawa Tengah sebesar Rp.15.036/kg (RSM) model orde pertama dengan 2 faktor
sedangkan ikan tenggiri sebesar dan 4 respon. Faktor pertama yaitu waktu
Rp.41.987/kg [3]. Berdasarkan data tersebut pengukusan dengan variasi waktu 40 s.d. 60
ikan patin dapat dipertimbangkan dalam menit. Faktor kedua yaitu suhu penggorengan
pembuatan kerupuk ikan karena kandungan dengan veriasi suhu 160 s.d. 180ºC. Variabel
gizi dan harganya yang relatif murah. respon yang diukur yaitu daya kemekaran,
Kerupuk ikan merupakan produk olahan kerenyahan, kadar air sesudah digoreng, dan
hasil perikanan yang sering dijadikan cemilan kadar protein sesudah digoreng. Data ini
dan pendamping makanan berat sehingga diformulasikan menggunakan software
sangat populer di kalangan masyarakat karena Design Expert 11 Free Trial. Dari faktor dan
teksturnya yang renyah dan rasanya yang respon tersebut diperoleh 9 perlakuan
gurih. Beberapa faktor yang mempengaruhi kemudian dilakukan analisis data untuk
mutu kerupuk antara lain waktu pengukusan mengetahui analisis ragam ANOVA. Hasil
dan suhu penggorengan[4]. Waktu solusi optimal dipilih berdasarkan nilai
pengukusan yang optimal akan berpengaruh desirability terbaik. Verifikasi pembuatan
pada proses gelatinisasi pati yang mana akan kerupuk berdasarkan hasil solusi optimal
menghasilkan ekspansi linier yang besar[5]. kemudian bandingkan antara nilai prediksi
Selain itu produk yang diolah melalui proses dengan nilai aktual. Uji sensori menggunakan
penggorengan maka kualitas yang perlu skala hedonik (kenampakan, bau, rasa dan
diperhatikan adalah kerenyahan[6]. tekstur) dilakukan oleh 30 panelis semi
Berdasarkan penjelasan diatas faktor yang terlatih. Pengujian data hedonik menggunakan
mempengaruhi kemekaran dan kerenyahan uji nonparametric Kruskall Wallis dan
kerupuk yaitu waktu pengukusan dan suhu dilanjutkan uji Mann-Whitney.
penggorengan sehingga perlu dilakukan
penelitian mengenai pengaruh waktu Proses pembuatan kerupuk ikan
pengukusan dan suhu penggorengan terhadap Metode pembuatan kerupuk ikan patin
sensori hedonik kerupuk ikan patin serta adalah sebagai berikut:
optimasi waktu pengukusan dan suhu 1. Fillet daging ikan patin dilumatkan hingga
penggorengan agar mendapatkan daya hancur dan halus, kemudian dicampurkan
kemekaran, kerenyahan, kadar air dan kadar dengan tepung sagu dan bahan tambahan
protein yang optimal menggunakan Response lain hingga adonan merata dan kalis.
Surface Methodology. 2. Adonan dibungkus dan dicetak
menggunakan plastik PP membentuk
MATERI DAN METODE silinder berukuran panjang 28 cm dengan
diameter 3 cm dan diikat kedua ujungnya
Bahan dan Peralatan Penelitian menggunakan karet dan tali raffia.
Bahan yang digunakan pada pembuatan 3. Pengukusan adonan dilakukan sesuai
kerupuk yaitu ikan patin yang diperoleh dari formula design expert 11 model orde
pasar Pedan Klaten, tepung sagu merapi, pertama dengan variasi waktu pengukusan
garam, lada, bawang putih, gula, putih telur, 40 s.d. 60 menit.
baking soda rajawali, dan air. 4. Pendinginan adonan dilakukan selama 24
Alat yang digunakan pada pembuatan jam.
kerupuk antara lain blender, pisau, talenan, 5. Pemotongan kerupuk menggunakan alat
timbangan, baskom, plastik PP, tali raffia, pemotong kerupuk dengan ketebalan 2 mm
karet, panci pengukus, para-para, kompor, 6. Pengeringan selama 48 jam.
thermometer minyak, timer, timbangan 7. Penggorengan kerupuk sesuai model orde
pertama dengan variasi suhu
79 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90
Tabel 1. Independen variabel dan level masing- Tabel 4. Hasil ANOVA respon daya kemekaran
masing variable. Parameter Daya
kemekaran
Variabel bebas Faktor level Prediksi Kuadratik
min max model
Waktu 40 60 Model 0,0165 significant
pengukusan A-Waktu 0,0198
(menit) Pengukusan
Suhu 160 180 B-Suhu 0,0519
penggorengan Penggorengan
(℃) AB 0,2816
A2 0,0040
Penelitian menggunakan Rancangan Acak B2 0,1943
Lengkap dengan 2 faktor. Model diambil Std. Dev. 18,54 R2 0,9708
berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Mean 146,00 Adjusted R2 0,9222
2
RSM. Penelitian ini terdapat 9 unit percobaan C.V.% 12,70 Predicted R 0,7321
yang disajikan pada Tabel 2. Adeq 13,1857
precision
Tabel 2. Formulasi model orde pertama
Run Waktu Suhu Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa daya
Pengukusan(menit) penggorengan(℃) kemekaran kerupuk ikan patin pada penelitian
Y1 40 160 ini berkisar antara 42,857% s.d. 247,949%. Hasil
Y2 40 170 ini lebih rendah dari penelitian
Y3 40 180 Wahyuningtyas et al. (2014), besarnya daya
Y4 50 160 kemekaran kerupuk berkisar antara 168,965
Y5 50 170 s.d. 318,712 %. Besar kecilnya nilai daya
Y6 50 180 kemekaran kerupuk juga dipengaruhi oleh
Y7 60 160 waktu pengukusan dan suhu penggorengan.
Y8 60 170 pengukusan berpengaruh pada kualitas hasil
Y9 60 180 hasil akhir kerupuk, karena tingkat
kematangan adonan berpengaruh pada
Respon daya kemekaran optimalnya gelatinisasi pati. Proses
Daya kemekaran merupakan salah satu gelatinisasi yang sempurna akan
parameter kualitas kerupuk yang harus menghasilkan kemekaran kerupuk yang
diperhatikan karena mempengaruhi sempurna [9]. Suhu yang tinggi saat
kerenyahan kerupuk. Hasil analisis respon penggorengan menyebabkan semakin
daya kemekaran tersaji dalam Tabel 3. banyaknya air yang menguap pada granula
pati sehingga menyebabkan kerupuk
Tabel 3. Hasil analisis respon daya kemekaran mengembang [10].
Kode Respon Berdasarkan Tabel 4 model prediksi untuk
Daya kemekaran (%) daya kemekaran kerupuk ikan patin adalah
Y5 247,949 model Kuadratik. Analisis ANOVA
Y6 223,903 menunjukkan nilai R2 sebesar 0,9708
Y4 177,227 menunjukkan bahwa kedua faktor waktu
Y8 162,608 pengukusan dan suhu penggorengan
Y9 148,467 berpengaruh terhadap keberagaman respon
Y7 124,893 sebesar 97,08% sedangkan sisanya sebesar
Y3 114,992 2,92% dipengaruhi oleh faktor lainnya. Nilai
Y2 71,145 Adjusted R2 sebesar 0,9222 yang berarti
Y1 42,857 terdapat korelasi dan data aktual untuk respon
daya kemekaran yang tercakup dalam model
81 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90
a Kemekaran (%)
penting karna mempengaruhi kepuasan
Design Points
57 247.949 konsumen[14]. Hasil analisis respon
kerenyahan tersaji dalam Tabel 5.
175
= A: Waktu Pengukusan
B: Suhu Penggorengan (℃ )
= B: Suhu Penggorengan
170
150 Tabel 5. Hasil analisis respon kerenyahan
100
165
Kode Respon
50
200
150
kerenyahan (gf)
160
40 45
Y = -
50 55 60
Y5 2393,42
A: Waktu Pengukusan (menit)
10328.18214 + 129,62066*A + 82,71337*B – Y6 2402,81
0,121402*AB -1.05533*A2 - 0.218442*B2 Y4 2638,99
Y8 2797,94
Gambar 1. Grafik kontur plot respon daya Y9 2809,98
kemekaran Y7 3224,49
Y3 3570,47
Y2 3688,87
Y1 4018,56
Parameter Kerenyahan
Prediksi model Kuadratik
Model 0,0017 significant
A-Waktu 0,0010
Gambar 2. Grafik 3D respon daya kemekaran Pengukusan
B-Suhu 0,0099
Gambar 1 dan 2 menunjukkan garis terluar Penggorengan
pada grafik yang ditandai dengan wilayah AB 0,8403
yang berwarna biru menunjukkan nilai respon A2 0,0005
terendah atau minimum sedangkan garis yang B2 0,0685
semakin kedalam dengan wilayah yang Std. Dev. 76,47 R2 0,9937
berwarna merah menunjukkan nilai respon Mean 3060,61 Adjusted R2 0,9832
yang semakin tinggi atau maksimum. Hasil C.V.% 2,50 Predicted R2 0,9242
kontur plot yang berbentuk bulat atau semakin Adeq 26,5169
kedalam menunjukkan bahwa respon peka precision
atau dipengaruhi oleh faktor[12].
Semakin tinggi nilai kemekaran, maka Nilai kerenyahan kerupuk ikan patin
mutu kerupuk semakin meningkat. terendah adalah 4018,56 gf pada perlakuan
Pengembangan merupakan salah satu Y1. Nilai kerenyahan tertinggi sebesar
parameter kualitas kerupuk yang harus 2393,42 gf pada perlakuan Y5. Hasil nilai
diperhatikan karena mempengaruhi kerenyahan dipengaruhi oleh proses
kerenyahan kerupuk. Selama penggorengan gelatinisasi pati yang sempurna saat
82 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90
pengukusan dan proses penggorengan. Saat Titik (node) berwarna merah pada kontur plot
pengukusan adonan akan terjadi proses menandakan respon yang optimal atau
gelatinisasi pati yang berpengaruh pada maksimal[18]. Daya mekar secara langsung
pembentukan tekstur karena akan membentuk berbanding lurus dengan kerenyahan kerupuk.
gel [15]. Renyahnya suatu produk disebabkan Semakin tinggi kemekaran kerupuk maka
oleh keluarnya air dari adonan saat proses kerupuk semakin renyah. Kerenyahan dan
penggorengan. Peningkatan suhu dan waktu kemekaran pada kerupuk dapat berpengaruh
penggorengan yang tepat dapat meningkatkan terhadap daya terima konsumen [19].
kerenyahan produk [16].
Berdasarkan Tabel 6 hasil ANOVA respon Respon kadar air sesudah digoreng
kerenyahan didapatkan model yang Kadar air merupakan parameter yang harus
signifikan. Hal ini dikarenakan nilai P kurang diperhatikan. Kadar air dalam kerupuk
dari 0,05 yaitu sebesar 0,0017 sehingga waktu mempengaruhi tekstur dan kerenyahan pada
pengukusan dan suhu penggorengan kerupuk sehingga akan berpengaruh pada
berpengaruh signifikan terhadap kerenyahan penerimaan konsumen. Data hasil analisis
kerupuk. Menurut Kusuma et al.,(2019) nilai disajikan dalam Tabel 7.
p-value digunakan untuk mengetahui
kesesuaian model pada metode permukaan Tabel 7. Hasil analisa respon kadar air sesudah
respon. Model matematika respon kerenyahan digoreng.
adalah:
Kode Respon Kadar Air Sesudah
Digoreng
(%)
Y9 3,533
Y8 3,733
Y7 3,933
Y6 4,333
Y5 4,433
Y4 4,533
Y3 4,633
Y=+73657,52208-928,34402*A Y2 4,963
535.24134*B +0.083967*AB+8.73311*A2 Y1 5,333
+8.73311*B2
Tabel 8. Hasil ANOVA respon kadar air sesudah
Gambar 3. Grafik kontur respon kerenyahan. digoreng.
Suhu Penggorengan
4
Y6 6,127
170 4.5
Y7 5,617
5
Y8 5,454
165
Y9 5,267
160
40 45 50 55 60
84 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90
175
Parameter Kadar X1 = A: Waktu Pengukusan
B: Suhu Penggorengan (℃ )
X2 = B: Suhu Penggorengan
protein 5.5
170 7 6.5 6
sesudah
digoreng
165
5.5
55
60
170
Berdasarkan SNI 8646:2018 minimal kadar B: Suhu Penggorengan (℃ )
165
50
45
sehingga dapat disimpulkan respon kadar Gambar 8. Grafik 3D Respon Kadar Protein
protein sesudah digoreng memenuhi standar Setelah Digoreng
SNI. Semakin lama pemasakan maka tingkat
denaturasi protein dalam adonan semakin Gambar 7 dan 8 menunjukkan nilai respon
tinggi. Penggunaan panas yang berlebihan minimum ditandai dengan wilayah kontur plot
saat proses pengolahan akan menyebabkan berwarna biru sedangkan respon maksimum
denaturasi protein [24]. ditandai dengan wilayah berwarna merah.
Berdasarkan Tabel 10 hasil ANOVA Penurunan kadar protein tersebut
respon kadar protein sesudah digoreng dipengaruhi oleh waktu pengukusan dan suhu
didapatkan model yang signifikan. Hal ini penggorengan. Penggunaan suhu yang tinggi
dikarenakan nilai P kurang dari 0,05 yaitu akan mengakibatkan denaturasi protein pada
sebesar <0,0001, sehingga dapat disimpulkan bahan pangan. Semakin lama waktu dan
faktor waktu pengukusan dan suhu tingginya suhu pengolahan maka kerusakan
penggorengan berpengaruh signifikan protein pada bahan tersebut semakin
terhadap respon kadar protein sesudah tinggi[25].
digoreng. Model ini dinyatakan signifikan
karena nilai p value <0,05. Model matematika Optimasi Respon Proses Pengolahan
respon kadar protein sesudah digoreng adalah: Kerupuk Ikan Patin
85 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90
Design-Expert® Software
Desirability
0.6
target minimum agar menghasilkan nilai 0 1
Desirability
0.4
respon yang rendah. Semakin kecil nilai 1
0.2
kerenyahan, kadar air dan kadar protein maka X1 = A: Waktu Pengukusan
0
daya mekar dan kerenyahan kerupuk semakin X2 = B: Suhu Penggorengan 0.8
besar Sedangkan nilai kadar protein sesudah
180 0.6 60
digoreng yang menurun terjadi karena 175 55
denaturasi protein yang disebabkan oleh suhu
Desirability
170 50
0.4
B: Suhu Penggorengan (℃ ) 165 45 A: Waktu Pengukusan (menit)
penggorengan. B 160 40 A
0.2
Pengg
Tabel 12. Prediksi hasil solusi optimum. Gambar 9. Grafik tiga dimensi
0 nilai desirability
formula optimum
Waktu pengukusan 55.82
Suhu penggorengan 178.80 Verifikasi Kondisi Optimasi Hasil Prediksi
180 60
Daya kemekaran 186.71 Model 175 55
Kerenyahan 2560.97 Validasi dilakukan untuk170 mengetahui 50
Kadar Air setelah digoreng 3.68 tingkat keakuratan hasil prediksi dari program45 A: Waktu Pengukusan (menit)
B: Suhu Penggorengan (℃ ) 165
Kadar Protein sesudah 5.53 Design Expert 11. 160 40
digoreng
Desirability 0.861 Tabel 13. Perbandingan Hasil Validasi Aktual
dengan Prediksi Program
Prediksi hasil solusi optimum disajikan
pada Tabel 12. Hasil optimum yang R1 R2 R3 R4
diramalkan software Design Expert 11 adalah Prediction 185,68 2567.9 3,6 5,5
kerupuk ikan patin dengan waktu pengukusan Verification 230,04 2432,42 3,5 5,2
55,82 menit dan suhu penggorengan 178,80℃ 95% CI low 140,35 2381,0 3,5 5,2
akan menghasilkan daya kemekaran 186,71%, 95% CI high 231,05 2754,8 3,8 5,7
kerenyahan 2560,97 gf, kadar air sesudah 95% PI low 111,27 2261,1 3,3 5,0
digoreng 3,68%, kadar protein sesudah 95% PI high 260,08 2874,7 4,0 6,0
digoreng 5,53% dengan nilai desirability
0,861. Nilai desirability yang mendekati 1 Pada hasil verifikasi kondisi optimum yang
dapat menentukan derajat ketepatan hasil direkomendasikan program Design Expert 11
solusi optimal. Nilai fungsi desirability yang Orde Pertama, diperoleh kerupuk ikan patin
mendekati 1 menunjukkan bahwa optimasi dengan daya kemekaran 230,04%, kerenyahan
proses telah berhasil mencapai target 2432,42 gf, kadar air sesudah digoreng 3,54%,
penelitian [26]. Formulasi solusi optimum kadar protein sesudah digoreng 5,21%. Nilai
kemudian digunakan sebagai tahap verifikasi. hasil verifikasi berada di kisaran PI dan CI
jika dibandingkan dengan nilai prediksi. Hal
ini berarti proses pengolahan kerupuk ikan
patin untuk memperoleh respon optimum
cukup konsisten. Persamaan model dapat
diterima berdasarkan selang batas bawah
(low) dan batas atas (high) dari Confidence
Interval (CI) dan Prediction Interval (PI) pada
selang kepercayaan 95%. Hasil verifikasi nilai
aktual memiliki kesesuaian jika berada dalam
kisaran CI dan PI[27].
86 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90
Uji Hedonik
Pengujian hedonik dilakukan terhadap Bau
kenampakan, bau, rasa dan tekstur yang
didasarkan pada tingkat kesukaan panelis Tabel 15. Nilai hedonik bau kerupuk ikan
untuk produk kerupuk ikan patin dengan
perlakuan waktu pengukusan dan suhu Sampel Bau
penggorengan yang berbeda. Hasil pengujian Y1(40 menit, 160℃) 4.50 ± 0.507a
sensori hedonik terhadap kerupuk ikan patin Y2(40 menit, 170℃) 5.60± 0.614b
dengan perlakuan waktu pengukusan dan suhu Y3(40 menit, 180℃) 6.30± 0.479c
penggorengan menunjukkan adanya pengaruh Y4(50 menit, 160℃) 6,40± 0.498ce
yang nyata (P<5%). Hasil uji hedonik Y7(60 menit, 160℃) 6.50 ± 0.507cde
disajikan pada Tabel 14. Y8(60 menit, 170℃) 6.50± 0.682cde
Y9(60 menit, 180℃) 6.60± 0.479de
Kenampakan Y6( 50 menit, 180℃) 6.60± 0.498e
Y5(50 menit, 170℃) 7.30± 0.490f
Tabel 14. Nilai hedonik kenampakan kerupuk ikan
Hasil rata-rata nilai bau tertinggi yaitu
Sampel Kenampakan pada sampel kerupuk Y5 dengan nilai 7,3
Y1(40 menit, 160℃) 4.23 ± 0.678a (disukai panelis) berbau sedikit ikan. Nilai
Y2(40 menit, 170℃) 4.93 ± 0.944b hedonik bau terendah pada sampel kerupuk
Y3(40 menit, 180℃) 5.36 ± 0.490b Y1 yaitu 4,5 (agak tidak disukai panelis) tidak
Y4(50 menit, 160℃) 6,40 ± 0.498c berbau ikan dan apek. Hal ini diduga
Y7(60 menit, 160℃) 6.6 0± 0.621c dipengaruhi oleh waktu pengukusan dan suhu
Y8(60 menit, 170℃) 6.63 ± 0.668c penggorengan. Reaksi maillard menghasilkan
Y9(60 menit, 180℃) 6.80 ± 0.805c berbagai senyawa seperti aldehid, keton, furan
Y6( 50 menit, 180℃) 7.70± 0.651d dan pirolin sehingga dihasilkan aroma yang
Y5(50 menit, 170℃) 7.90± 0.668d khas [29]. Oksidasi lemak menghasilkan
Keterangan: senyawa volatil dan non volatil yang
- Data hasil dari tiga kali ulangan ± standar deviasi mempengaruhi aroma suatu produk [30].
- Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda
nyata (p<5%) Rasa
Hasil rata-rata nilai kenampakan tertinggi Tabel 16. Nilai hedonik rasa kerupuk ikan
yaitu pada sampel Y5 dengan nilai rata-rata
hedonik 7,9 (sangat disukai panelis) dan Sampel Rasa
karakteristiknya utuh berwarna putih Y1(40 menit, 160℃) 5,00 ± 0.830a
kekuningan. Hasil rata-rata nilai kenampakan Y2(40 menit, 170℃) 5.30± 0.466a
terendah yaitu pada sampel Y1 dengan nilai Y3(40 menit, 180℃) 6.40± 0.504b
rata-rata hedonik 4,23 (agak tidak disukai Y4(50 menit, 160℃) 6.40± 0.507b
panelis) dan karakteristiknya utuh berwarna Y7(60 menit, 160℃) 6.50± 0.507b
keputihan kusam. Hal ini diduga dipengaruhi Y8(60 menit, 170℃) 6.60± 0.479b
oleh waktu pengukusan dan suhu Y9(60 menit, 180℃) 6.60± 0.498b
penggorengan. Hal ini disebabkan oleh reaksi Y6( 50 menit, 180℃) 7.40± 0.498c
pencoklatan yang terjadi saat pengukusan dan Y5(50 menit, 170℃) 7.43 ± 0.50d
penggorengan kerupuk. Tahap penggorengan
mengakibatkan proses pencoklatan (browning Hasil rata-rata nilai rasa tertinggi yaitu
process) yang disebabkan oleh reaksi maillard pada sampel kerupuk Y5 yaitu 7,43 (disukai
yaitu fenomena pencoklatan yang terjadi panelis) dengan sedikit rasa ikan. Sampel Y1
karena reaksi antara gula pada tepung dan didapatkan nilai hedonik terendah yaitu 5
gugus amino protein pada ikan[28]. (netral) tidak ada rasa ikan. Hal ini diduga
dipengaruhi oleh waktu pengukusan dan suhu
penggorengan. Glutamat digunakan sebagai
penambah rasa gurih pada produk pangan.
87 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90
Glutamat terbentuk akibat hidrolisis protein protein. Hasil uji hedonik yang menghasilkan
selama proses pemanasan[31]. kenampakan, bau, rasa dan tekstur terbaik
yaitu pada kerupuk dengan perlakuan waktu
Tekstur pengukusan 50 menit dan suhu penggorengan
170℃. Hasil optimal terdapat pada waktu
Tabel 17. Nilai hedonik tekstur kerupuk ikan pengukusan 57,75 menit dan suhu
penggorengan 180℃ dihasilkan daya
Sampel Tekstur kemekaran 230,04%, kerenyahan 2432,42 gf,
Y1(40 menit, 4.40 ± 0.563a kadar air sesudah digoreng 3,54%, kadar
160℃) protein sesudah digoreng 5,21% dengan nilai
Y2(40 menit, 4.90± 0.764b desirability 0,861.
170℃)
Y3(40 menit, 5.10± 0.959b DAFTAR PUSTAKA
180℃)
Y4(50 menit, 6.30± 0.466c
160℃) [1] Pusat Data, Statistik dan Informasi
Y7(60 menit, 6.60± 0.498 d Kementerian Kelautan dan Perikanan.
160℃) Satu Data Produksi Kelautan dan
Y8(60 menit, 7.10± 0.803e Perikanan Tahun 2017. Pusat Data,
170℃) Statistik dan Informasi. Jakarta.
Y9(60 menit, 7.30± 0.749e
180℃) [2] Pusat Data, Statistik dan Informasi
e Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Y6( 50 menit, 7.60± 0.498
180℃) Satu Data Produksi Kelautan dan
Y5(50 menit, 8.20± 0.678f Perikanan Tahun 2018. Pusat Data,
170℃) Statistik dan Informasi. Jakarta.
Hasil rata-rata nilai tekstur tertinggi yaitu [3] Kyaw, Z.Y., Yu, S.Y., Cheow, C.S. and
pada sampel Y5 yaitu 8,2 (sangat disukai Dzulkily, M.H. 1999. Effect of steaming
panelis) dengan karakteristik sangat kering time on the linear expansion of ish
sehingga saat digoreng kerupuk mengembang crackers (keropok). Journal of the
dan teksturnya renyah. Hasil rata-rata nilai Science of Food and Agriculture 79:
tekstur terendah yaitu pada sampel kerupuk 1340-1344.
Y1 dengan nilai 4,4 (agak tidak disukai
panelis) dengan karakteristik agak lembab [4] Saelaw,M and Schleining,G. 2011.
sehingga ketika digoreng tidak mengembang Effect Of Frying Parameters On
dan teksturnya keras. Hal ini diduga Crispness And Sound Emission Of
dipengaruhi oleh waktu pengukusan dan suhu Cassava Cracers. Journal Of Food
penggorengan. Pengukusan merupakan Engineering, 103 (3):229-236.
beberapa proses yang dapat mengendalikan
kualitas kerupuk yaitu kemekaran[32]. Ketika [5] Pakpahan,N dan Nelinda. 2019. Studi
proses penggorengan minyak panas air dalam Karakteristik Kerupuk: Pengaruh
gel pati akan menguap sehingga akan Komposisi dan Proses Pengolahan.
terbentuk struktur berpori yang menjadikan Teknologi Pengolahan Pertanian
kerupuk mengembang dan renyah[33]. 1(1):28-38
[8] Nifah,K.U dan N.Astuti. 2015. [15] Ibrahim,M.D dan S.Widiarto. 2019. Uji
Pengaruh Proporsi Tepung (Tapioka– Tingkat Kesukaan Terhadap Keripik
Tempe) Dan Metode Pembuatan Bawang Dengan Penambahan Daun
Adonan Terhadap Sifat Organoleptik Pepaya. Jurnal Culinaria, 1(2):1-14.
Dan Fisik Kerupuk Tempe. Jurnal
Boga, 4(3):57-70. [16] Yeni.G., E.G.Sa'id, K.Syamsu dan
E.Mardliyat. 2014. Penentuan Kondisi
[9] Kusuma,T.D., T.I.P.Suseno dan Terbaik Ekstraksi Antioksidan Dari
S.Surjoseputroa. 2013. Pengaruh Gambir Menggunakan Metode
Proporsi Tapioka Dan Terigu Terhadap Permukaan Respon. Jurnal Litbang
Sifat Fisikokimia Dan Organoleptik Industri, 4(1): 39-48.
Kerupuk Berseledri. Jurnal Teknologi
Pangan dan Gizi, 12 (1): 17-28. [17] Kusuma.H.A.W., S.Kumalaningsih dan
D.Pranowo. 2019. Optimasi Suhu dan
[10] Perdani,C.G., D.Pranowo, S.Wijana Konsentrasi Maltodekstrin pada Proses
dan D.Muliawati. 2020. Karakterisasi Pembuatan Serbuk Lobak dengan
Mutu Ekstrak Kopi Hijau di Jawa Metode Foam Mat Drying. Jurnal
Timur untuk Meningkatkan Nilai Teknologi dan Manajemen
Ekonominya sebagai Bahan Sediaan Agroindustri, 8(3): 171-182.
Obat. Jurnal Teknologi dan Manajemen
Agroindustri, 9(3): 228-240. [18] Chudasama.BG., SM.Zofair, DV.Bhola
and TH.Dave. 2019. Development And
[11] Nugroho,A.D., M.E.Sianto dan Characterization Of Fish Crackers
L.J.Asrini. 2017. Optimalisasi Faktor- Prepared From The Bull’s Eye
Faktor Yang Berpengaruh Pada Beban (Priacanthus Hamrur, Forsskal, 1775)
Lentur Genteng Beton Dengan Metode Fish Meat And Different Starches.
Response Surface. Jurnal Ilmiah Widya Journal Of Entomology And Zoology
Teknik, 16(1):97-104. Studies, 7(3): 401-406.
[28] Cui, H., Jia, C., Hayat, K., Yu, J., Deng,
S., Karangwa, E., Zhang, X.
2017. Controlled Formation Of Flavor
Compounds By Preparation And
90 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id