Anda di halaman 1dari 13

OPTIMASI WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU PENGGORENGAN KERUPUK

IKAN PATIN MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY


Rahma Hutami Hendrikayantia*, A.Suhaeli Fahmia, Retno Ayu Kurniasiha

*Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perikanan


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro
Jl. Prof Soedarto, SH, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah-50275, Telp/Fax +6224 7474698

*Koresponden penulis: rahmahutami5@gmail.com

Abstrak

Kerupuk ikan merupakan salah satu produk perikanan yang digemari masyarakat dikarenakan rasanya yang gurih
dan teksturnya yang renyah. Proses pengolahan kerupuk sangat mempengaruhi kualitas kerupuk yang dihasilkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh waktu pengukusan dan suhu penggorengan terhadap kualitas
kerupuk ikan patin serta menentukan waktu pengukusan dan suhu penggorengan optimum menggunakan metode
RSM (Response Surface Methodology). Waktu pengukusan yang digunakan yaitu 40 s.d.60 menit sedangkan suhu
penggorengan yang digunakan yaitu 160 s.d. 180℃. Data uji daya kemekaran, kerenyahan, kadar air, dan kadar
protein dianalisis dengan metode RSM orde pertama menggunakan Design Expert 11, sedangkan nilai sensori
hedonik menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu
pengukusan dan suhu penggorengan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai daya kemekaran, kerenyahan,
kadar air, kadar protein, dan uji hedonik. Penggunaan waktu pengukusan dan suhu penggorengan yang tepat akan
menghasilkan adonan kerupuk tergelatinisasi sempurna sehingga kerupuk mengembang ketika digoreng. Hasil
solusi formula optimasi diperoleh waktu pengukusan 55,8 menit dan suhu penggorengan 178,8℃ yang
menghasilkan kerupuk dengan respon optimum yaitu daya kemekaran 230,04%, kerenyahan 2432,42gf, kadar air
sesudah digoreng 3,54%, kadar protein sesudah digoreng 5,41% dengan nilai desirability 0,861.

Kata Kunci: Ikan Patin, Kerupuk Ikan, RSM, Suhu Penggorengan, Waktu Pengukusan

Abstract

Fish Crackers are very popular because of their savory taste and crunchy texture. Pangasius catfish was chosen as
an additional ingredient for making crackers because the nutritional content is almost the same as mackerel but the
price is cheaper than mackerel. The quality of crackers depends on steam time and fry temperature. The study
aimed to examine the effect of steaming time and frying temperature on the quality of crackers and also to
determine the best steaming time and frying temperature using the RSM (Response Surface Methodology). The
steaming time used was 40 to 60 minutes, while the frying temperature used was 160 to 180℃. The test data for
linear expansion, crispness, moisture content, and protein content were analyzed by the first-order RSM method
using Design Expert 11, while the hedonic sensory values used the Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test. The
results showed that the steaming time and frying temperature had a significant effect (p<0.05) on the value of
linear expansion, crispness, moisture content, protein content, and hedonic sensory. The best linear expansion and
crispness were found at a steaming time of 50 minutes and a frying temperature of 170℃, while the best moisture
and protein content values were found at a steaming time of 60 minutes and a frying temperature of 180℃. Using
the right steaming time and frying temperature will result in a perfectly gelatinized cracker dough so that the
crackers expand when fried. The result showed that the optimum steaming time for pangasius catfish crackers was
55,82 minutes and the frying temperature was 180℃ with 230,04% linear expansion, 2432,42 gf crispness, 3,54%
moisture content after frying, 5,41% protein content after frying with a desirability value of 0,861.

Keywords: Fish Crackers, Frying Temperature, Pangasius catfish., RSM, Steaming Time

PENDAHULUAN peningkatan pada tahun 2017 dari 3,377 ton


menjadi 3,565 ton pada tahun 2019, selain itu
Ikan patin siam (Pangasius hypophtalmus) ikan patin termasuk kedalam 10 komoditas
merupakan jenis ikan air tawar yang utama di perairan umum daratan dengan
mengalami perkembangan budidaya secara urutan peringkat ke 6 setelah Ikan Bandeng
pesat terutama didaerah Sumatera Selatan, dengan volume produksi nasional sebesar
Jawa Barat dan Kalimantan Tengah dengan 319,967.23 ton berdasarkan satu data KKP[1].

Article history: ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id


Diterima / Received 08 November 2021
Disetujui / Accepted 06 April 2022
Diterbitkan / Published 26 April 2022
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90

Peningkatan permintaan ikan patin analitik, oven, score sheet hedonik, Texture
dikarenakan sejumlah nutrisi yang Analyzer.
terkandung dan harganya yang ekonomis.
Dalam 100 g ikan patin mengandung 17 g Prosedur Penelitian
protein, 6,60 g lemak, 1,10 gram karbohidrat Penelitian ini menggunakan metode
dan 132 (kkal)[2]. Harga ikan patin di optimasi Response Surface Methodology
provinsi Jawa Tengah sebesar Rp.15.036/kg (RSM) model orde pertama dengan 2 faktor
sedangkan ikan tenggiri sebesar dan 4 respon. Faktor pertama yaitu waktu
Rp.41.987/kg [3]. Berdasarkan data tersebut pengukusan dengan variasi waktu 40 s.d. 60
ikan patin dapat dipertimbangkan dalam menit. Faktor kedua yaitu suhu penggorengan
pembuatan kerupuk ikan karena kandungan dengan veriasi suhu 160 s.d. 180ºC. Variabel
gizi dan harganya yang relatif murah. respon yang diukur yaitu daya kemekaran,
Kerupuk ikan merupakan produk olahan kerenyahan, kadar air sesudah digoreng, dan
hasil perikanan yang sering dijadikan cemilan kadar protein sesudah digoreng. Data ini
dan pendamping makanan berat sehingga diformulasikan menggunakan software
sangat populer di kalangan masyarakat karena Design Expert 11 Free Trial. Dari faktor dan
teksturnya yang renyah dan rasanya yang respon tersebut diperoleh 9 perlakuan
gurih. Beberapa faktor yang mempengaruhi kemudian dilakukan analisis data untuk
mutu kerupuk antara lain waktu pengukusan mengetahui analisis ragam ANOVA. Hasil
dan suhu penggorengan[4]. Waktu solusi optimal dipilih berdasarkan nilai
pengukusan yang optimal akan berpengaruh desirability terbaik. Verifikasi pembuatan
pada proses gelatinisasi pati yang mana akan kerupuk berdasarkan hasil solusi optimal
menghasilkan ekspansi linier yang besar[5]. kemudian bandingkan antara nilai prediksi
Selain itu produk yang diolah melalui proses dengan nilai aktual. Uji sensori menggunakan
penggorengan maka kualitas yang perlu skala hedonik (kenampakan, bau, rasa dan
diperhatikan adalah kerenyahan[6]. tekstur) dilakukan oleh 30 panelis semi
Berdasarkan penjelasan diatas faktor yang terlatih. Pengujian data hedonik menggunakan
mempengaruhi kemekaran dan kerenyahan uji nonparametric Kruskall Wallis dan
kerupuk yaitu waktu pengukusan dan suhu dilanjutkan uji Mann-Whitney.
penggorengan sehingga perlu dilakukan
penelitian mengenai pengaruh waktu Proses pembuatan kerupuk ikan
pengukusan dan suhu penggorengan terhadap Metode pembuatan kerupuk ikan patin
sensori hedonik kerupuk ikan patin serta adalah sebagai berikut:
optimasi waktu pengukusan dan suhu 1. Fillet daging ikan patin dilumatkan hingga
penggorengan agar mendapatkan daya hancur dan halus, kemudian dicampurkan
kemekaran, kerenyahan, kadar air dan kadar dengan tepung sagu dan bahan tambahan
protein yang optimal menggunakan Response lain hingga adonan merata dan kalis.
Surface Methodology. 2. Adonan dibungkus dan dicetak
menggunakan plastik PP membentuk
MATERI DAN METODE silinder berukuran panjang 28 cm dengan
diameter 3 cm dan diikat kedua ujungnya
Bahan dan Peralatan Penelitian menggunakan karet dan tali raffia.
Bahan yang digunakan pada pembuatan 3. Pengukusan adonan dilakukan sesuai
kerupuk yaitu ikan patin yang diperoleh dari formula design expert 11 model orde
pasar Pedan Klaten, tepung sagu merapi, pertama dengan variasi waktu pengukusan
garam, lada, bawang putih, gula, putih telur, 40 s.d. 60 menit.
baking soda rajawali, dan air. 4. Pendinginan adonan dilakukan selama 24
Alat yang digunakan pada pembuatan jam.
kerupuk antara lain blender, pisau, talenan, 5. Pemotongan kerupuk menggunakan alat
timbangan, baskom, plastik PP, tali raffia, pemotong kerupuk dengan ketebalan 2 mm
karet, panci pengukus, para-para, kompor, 6. Pengeringan selama 48 jam.
thermometer minyak, timer, timbangan 7. Penggorengan kerupuk sesuai model orde
pertama dengan variasi suhu
79 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90

penggorengan 160 s.d. 180ºC selama 30


detik. B−C
% kadar air = B−A × 100%
Uji kadar protein
Uji daya kemekaran
Prosedur pengujian dilakukan
Prosedur pengujian daya kemekaran
menggunakan metode Mikro Kjeidahl yaitu
mengacu pada Ramesh et al. (2017), sampel
sampel sebanyak 0,2 g ditambah 0,7 g tablet
kerupuk mentah diberi tiga garis melintang
katalis N dan H2SO4 pekat 4 ml dimasukkan
menggunakan spidol selanjutnya dilakukan
ke dalam labu kjeidahl. Destruksi pada almari
pengukuran panjang kerupuk menggunakan
asam hingga larutan menjadi hijau jernih
penggaris. Tahap berikutnya yaitu
kemudian dinginkan dan ditambahkan
penggorengan kerupuk selama 30 detik
aquadest sebanyak 10 ml. Larutan H3BO3 4%
hingga kerupuk mengembang kemudian
yang mengandung indikator Mr-BCG
dilakukan pengukuran panjang kerupuk
disiapkan dalam erlenmeyer sebagai
sesudah digoreng. Selanjutnya dilakukan
penampung destilat. Labu yang berisi hasil
perhitungan daya kemekaran. Berikut rumus
destruksi dipasang pada rangkaian alat
daya kemekaran:
destilasi uap. Tambahkan 20 ml larutan NaOH
– Tio. Destilasi dilakukan hingga volume 60
Daya kemekaran %=
ml. Hasil destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N
(𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑔𝑜𝑟𝑒𝑛𝑔
sampai berubah warna dari biru menjadi
− 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑔𝑜𝑟𝑒𝑛𝑔)
merah muda. Rumus perhitungan kadar
/(𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑔𝑜𝑟𝑒𝑛𝑔) × 100%
protein sebagai berikut:
Uji kerenyahan
Kadar protein (%)= kadar nitrogen × faktor
Prosedur pengujian kerenyahan dilakukan
konversi
menggunakan texture analyzer plus Lloyd LC
Kadar protein (%)=
1KN dengan serial number LF2157.
Pengujian diawali dengan menghidupkan
volume titrasi×Normalitas HCl 0,02N×Berat aton N
Texture Analyze Plus kemudian program
nexygen pada komputer akan terbuka. Berat sampel
Kerupuk ditempatkan pada plat pengujian
tepat dibawah probe. Probe berbentuk bulat Uji Hedonik
dengan diameter 0,5 inch dan kecepatan 100 Pengujian hedonik dilakukan untuk
mm/s akan bergerak menekan produk dan menentukan produk yang paling disukai oleh
hasil akan muncul pada monitor komputer panelis dengan melakukan penilaian terhadap
berupa grafik dari posisi nol hingga titik kenampakan, bau, rasa dan tekstur
puncak. menggunakan skala hedonik terhadap produk.
Skala nilai hedonik diantara 1 s.d. 9 dimana
Uji kadar air nilai 1 (tidak suka), 3 (agak suka), 5 (netral), 7
Prosedur pengujian mengacu pada SNI-01- (suka) dan 9 (sangat suka).
2345.2-2015 yaitu dengan preparasi cawan
kosong yang dimasukkan ke dalam oven HASIL DAN PEMBAHASAN
selama 2 jam. Cawan kemudian dipindahkan
ke desikator selama 30 menit kemudian Optimasi Proses Pengolahan Kerupuk
ditimbang sebagai bobot cawan kosong (A). Ikan Patin Menggunakan RSM
selanjutnya sampel sebanyak 2 g dimasukkan Optimasi yang dilakukan yaitu optimasi
kedalam cawan dan ditimbang sebagai berat waktu pengukusan dan suhu penggorengan.
(B). Tahap selanjutnya cawan yang berisi Kisaran waktu pengukusan yang dihasilkan
sampel dimasukkan ke dalam oven dengan yaitu 40 s.d. 60 menit sedangkan suhu
suhu 105˚C selama 16 s.d. 24 jam. Setelah itu penggorengan yang digunakan 160 s.d.
cawan dipindahkan ke desikator selama 30 180℃. Variabel bebas dan taraf masing-
menit kemudian ditimbang sebagai berat (C). masing variabel disajikan pada Tabel 1.
rumus perhitungan kadar air berat kering
sebagai berikut:
80 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90

Tabel 1. Independen variabel dan level masing- Tabel 4. Hasil ANOVA respon daya kemekaran
masing variable. Parameter Daya
kemekaran
Variabel bebas Faktor level Prediksi Kuadratik
min max model
Waktu 40 60 Model 0,0165 significant
pengukusan A-Waktu 0,0198
(menit) Pengukusan
Suhu 160 180 B-Suhu 0,0519
penggorengan Penggorengan
(℃) AB 0,2816
A2 0,0040
Penelitian menggunakan Rancangan Acak B2 0,1943
Lengkap dengan 2 faktor. Model diambil Std. Dev. 18,54 R2 0,9708
berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Mean 146,00 Adjusted R2 0,9222
2
RSM. Penelitian ini terdapat 9 unit percobaan C.V.% 12,70 Predicted R 0,7321
yang disajikan pada Tabel 2. Adeq 13,1857
precision
Tabel 2. Formulasi model orde pertama
Run Waktu Suhu Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa daya
Pengukusan(menit) penggorengan(℃) kemekaran kerupuk ikan patin pada penelitian
Y1 40 160 ini berkisar antara 42,857% s.d. 247,949%. Hasil
Y2 40 170 ini lebih rendah dari penelitian
Y3 40 180 Wahyuningtyas et al. (2014), besarnya daya
Y4 50 160 kemekaran kerupuk berkisar antara 168,965
Y5 50 170 s.d. 318,712 %. Besar kecilnya nilai daya
Y6 50 180 kemekaran kerupuk juga dipengaruhi oleh
Y7 60 160 waktu pengukusan dan suhu penggorengan.
Y8 60 170 pengukusan berpengaruh pada kualitas hasil
Y9 60 180 hasil akhir kerupuk, karena tingkat
kematangan adonan berpengaruh pada
Respon daya kemekaran optimalnya gelatinisasi pati. Proses
Daya kemekaran merupakan salah satu gelatinisasi yang sempurna akan
parameter kualitas kerupuk yang harus menghasilkan kemekaran kerupuk yang
diperhatikan karena mempengaruhi sempurna [9]. Suhu yang tinggi saat
kerenyahan kerupuk. Hasil analisis respon penggorengan menyebabkan semakin
daya kemekaran tersaji dalam Tabel 3. banyaknya air yang menguap pada granula
pati sehingga menyebabkan kerupuk
Tabel 3. Hasil analisis respon daya kemekaran mengembang [10].
Kode Respon Berdasarkan Tabel 4 model prediksi untuk
Daya kemekaran (%) daya kemekaran kerupuk ikan patin adalah
Y5 247,949 model Kuadratik. Analisis ANOVA
Y6 223,903 menunjukkan nilai R2 sebesar 0,9708
Y4 177,227 menunjukkan bahwa kedua faktor waktu
Y8 162,608 pengukusan dan suhu penggorengan
Y9 148,467 berpengaruh terhadap keberagaman respon
Y7 124,893 sebesar 97,08% sedangkan sisanya sebesar
Y3 114,992 2,92% dipengaruhi oleh faktor lainnya. Nilai
Y2 71,145 Adjusted R2 sebesar 0,9222 yang berarti
Y1 42,857 terdapat korelasi dan data aktual untuk respon
daya kemekaran yang tercakup dalam model
81 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90

sebesar 92,22%. Nilai Predicted R2 sebesar kerupuk mengalami pengembangan atau


0.7321 yang berarti bahwa data yang pemekaran sehingga kerupuk menjadi ringan
diprediksikan sebesar 73,21%. Model dan porus. Umumnya konsumen sangat
dinyatakan signifikan karena nilai p kurang menyukai kerupuk yang kerenyahannya tinggi
dari 0,05 yaitu sebesar 0,0165. Syarat model [13].
yang diterima yaitu jika P bernilai kurang dari
5% (0,05) yang berarti model tersebut Respon kerenyahan
berpengaruh signifikan pada respon[11]. Kerenyahan merupakan evaluasi sensorik
Model matematik untuk respon daya produk oleh manusia yang menghasilkan
kemekaran adalah: suara ketika produk digigit selain itu tekstur
ign-Expert® Software Daya Kemekaran (%)
kerupuk yang renyah merupakan kualitas
180
or Coding: Actual

a Kemekaran (%)
penting karna mempengaruhi kepuasan
Design Points
57 247.949 konsumen[14]. Hasil analisis respon
kerenyahan tersaji dalam Tabel 5.
175
= A: Waktu Pengukusan
B: Suhu Penggorengan (℃ )

= B: Suhu Penggorengan

170
150 Tabel 5. Hasil analisis respon kerenyahan
100

165
Kode Respon
50
200
150
kerenyahan (gf)
160

40 45
Y = -
50 55 60
Y5 2393,42
A: Waktu Pengukusan (menit)
10328.18214 + 129,62066*A + 82,71337*B – Y6 2402,81
0,121402*AB -1.05533*A2 - 0.218442*B2 Y4 2638,99
Y8 2797,94
Gambar 1. Grafik kontur plot respon daya Y9 2809,98
kemekaran Y7 3224,49
Y3 3570,47
Y2 3688,87
Y1 4018,56

Tabel 6. Hasil ANOVA respon kerenyahan

Parameter Kerenyahan
Prediksi model Kuadratik
Model 0,0017 significant
A-Waktu 0,0010
Gambar 2. Grafik 3D respon daya kemekaran Pengukusan
B-Suhu 0,0099
Gambar 1 dan 2 menunjukkan garis terluar Penggorengan
pada grafik yang ditandai dengan wilayah AB 0,8403
yang berwarna biru menunjukkan nilai respon A2 0,0005
terendah atau minimum sedangkan garis yang B2 0,0685
semakin kedalam dengan wilayah yang Std. Dev. 76,47 R2 0,9937
berwarna merah menunjukkan nilai respon Mean 3060,61 Adjusted R2 0,9832
yang semakin tinggi atau maksimum. Hasil C.V.% 2,50 Predicted R2 0,9242
kontur plot yang berbentuk bulat atau semakin Adeq 26,5169
kedalam menunjukkan bahwa respon peka precision
atau dipengaruhi oleh faktor[12].
Semakin tinggi nilai kemekaran, maka Nilai kerenyahan kerupuk ikan patin
mutu kerupuk semakin meningkat. terendah adalah 4018,56 gf pada perlakuan
Pengembangan merupakan salah satu Y1. Nilai kerenyahan tertinggi sebesar
parameter kualitas kerupuk yang harus 2393,42 gf pada perlakuan Y5. Hasil nilai
diperhatikan karena mempengaruhi kerenyahan dipengaruhi oleh proses
kerenyahan kerupuk. Selama penggorengan gelatinisasi pati yang sempurna saat
82 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90

pengukusan dan proses penggorengan. Saat Titik (node) berwarna merah pada kontur plot
pengukusan adonan akan terjadi proses menandakan respon yang optimal atau
gelatinisasi pati yang berpengaruh pada maksimal[18]. Daya mekar secara langsung
pembentukan tekstur karena akan membentuk berbanding lurus dengan kerenyahan kerupuk.
gel [15]. Renyahnya suatu produk disebabkan Semakin tinggi kemekaran kerupuk maka
oleh keluarnya air dari adonan saat proses kerupuk semakin renyah. Kerenyahan dan
penggorengan. Peningkatan suhu dan waktu kemekaran pada kerupuk dapat berpengaruh
penggorengan yang tepat dapat meningkatkan terhadap daya terima konsumen [19].
kerenyahan produk [16].
Berdasarkan Tabel 6 hasil ANOVA respon Respon kadar air sesudah digoreng
kerenyahan didapatkan model yang Kadar air merupakan parameter yang harus
signifikan. Hal ini dikarenakan nilai P kurang diperhatikan. Kadar air dalam kerupuk
dari 0,05 yaitu sebesar 0,0017 sehingga waktu mempengaruhi tekstur dan kerenyahan pada
pengukusan dan suhu penggorengan kerupuk sehingga akan berpengaruh pada
berpengaruh signifikan terhadap kerenyahan penerimaan konsumen. Data hasil analisis
kerupuk. Menurut Kusuma et al.,(2019) nilai disajikan dalam Tabel 7.
p-value digunakan untuk mengetahui
kesesuaian model pada metode permukaan Tabel 7. Hasil analisa respon kadar air sesudah
respon. Model matematika respon kerenyahan digoreng.
adalah:
Kode Respon Kadar Air Sesudah
Digoreng
(%)
Y9 3,533
Y8 3,733
Y7 3,933
Y6 4,333
Y5 4,433
Y4 4,533
Y3 4,633
Y=+73657,52208-928,34402*A Y2 4,963
535.24134*B +0.083967*AB+8.73311*A2 Y1 5,333
+8.73311*B2
Tabel 8. Hasil ANOVA respon kadar air sesudah
Gambar 3. Grafik kontur respon kerenyahan. digoreng.

Parameter Kadar air


sesudah
digoreng
Prediksi model Linear
Model <0,0001 significant
A-Waktu < 0,0001
Pengukusan
B-Suhu 0,0033
Penggorengan
Std. Dev. 0,1125 R2 0,9717
Gambar 4. Grafik 3D respon kerenyahan. Mean 4,38 Adjusted R2 0,9622
C.V.% 2,57 Predicted R2 0,9274
Gambar 3 dan 4 menunjukkan nilai respon Adeq 25,8251
minimal ditandai dengan wilayah berwarna precision
biru sedangkan respon maksimum ditandai
dengan wilayah berwarna merah. Nilai respon Berdasarkan Tabel 7 kadar air terendah
semakin tinggi jika garis semakin ke dalam. adalah 3,533% pada perlakuan Y9. Nilai kadar
83 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90

air tertinggi sebesar 5,333% pada perlakuan


Y1. Kadar air maksimal kerupuk matang
berdasarkan SNI 8646:2018 adalah 4%.
Semakin besar dan lamanya pemanasan yang
diberikan kadar air akan menurun hal ini
disebabkan selama pemanasan adonan
melepaskan kandungan air[20].
Penggorengan akan menurunkan kadar air
produk dikarenakan panas yang disalurkan
melalui minyak goreng, sehingga mampu
Gambar 6. Grafik 3D respon kadar air sesudah
menguapkan kadar air dalam bahan. Semakin digoreng
banyaknya kadar air yang menguap Gambar 5 dan 6 menunjukkan nilai respon
dikarenakan meningkatnya suhu minimum ditandai dengan wilayah kontur plot
penggorengan[21]. berwarna biru sedangkan respon maksimum
Berdasarkan hasil ANOVA respon kadar ditandai dengan wilayah berwarna merah.
air sesudah digoreng didapatkan model yang kualitas kerupuk yang baik harus berkadar air
signifikan. Hal ini dikarenakan nilai P kurang yang rendah agar menghasilkan kemekaran
dari 0,05 yaitu sebesar <0,0001. Nilai R- yang besar, yang mana semakin besar
square adalah sebesar 0,9717 menunjukkan kemekaran maka kerupuk semakin renyah
bahwa kedua faktor waktu pengukusan dan [22].
suhu penggorengan berpengaruh terhadap
keberagaman respon sebesar 97,17% Respon kadar protein sesudah digoreng
sedangkan sisanya sebesar 2,83% dipengaruhi Salah satu kandungan gizi yang harus
oleh faktor lainnya. Nilai Adjusted R-square memenuhi pada kerupuk ikan yaitu kadar
sebesar 0,9622 yang berarti terdapat korelasi protein. Kandungan gizi pada produk pangan
dan data aktual untuk respon kadar air sesudah menjadi pertimbangan konsumen[22]. Data
digoreng yang tercakup ke dalam model hasil analisis kadar protein sesudah digoreng
sebesar 96,22%. Nilai Predicted R-square tersaji pada Tabel 9.
sebesar 0,9274 yang berarti bahwa data yang
diprediksikan sebesar 92,74%, sehingga dapat Tabel 9. Hasil analisis respon kadar protein
disimpulkan faktor waktu pengukusan dan sesudah digoreng.
suhu penggorengan berpengaruh signifikan
terhadap respon kadar air sesudah digoreng. Kode Respon Kadar protein sesudah
Model matematika respon kadar air sesudah Digoreng
digoreng adalah: (%)
Y1 7,517
Y= +11,17244 -0,062167*A -0,021667*B Y2 7,419
-Expert® Software
180
Kadar Air Sesudah Digoreng (%)
Coding: Actual

Air Sesudah Digoreng (%)


Y3 7,283
sign Points
5.333
Y4 6,419
175
Waktu Pengukusan
Y5 6,163
B: Suhu Penggorengan (℃ )

Suhu Penggorengan

4
Y6 6,127
170 4.5

Y7 5,617
5
Y8 5,454
165
Y9 5,267
160

40 45 50 55 60

A: Waktu Pengukusan (menit)

Gambar 5. Grafik Kontur Plot Respon Kadar


Air Sesudah Digoreng

84 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90

Tabel 10. Hasil ANOVA respon Kadar protein


Design-Expert® Software
Y= + 12,41972 - 0,098017*A - 0,006800*B
Kadar Protein Sesudah Digoreng (%)
180
sesudah digoreng. Factor Coding: Actual

Kadar Protein Sesudah Digoreng (%)


Design Points
5.267 7.517

175
Parameter Kadar X1 = A: Waktu Pengukusan

B: Suhu Penggorengan (℃ )
X2 = B: Suhu Penggorengan

protein 5.5
170 7 6.5 6

sesudah
digoreng
165

Prediksi model Linear


Model <0,0001 significant
160

A-Waktu < 0,0001 40 45 50 55 60

A: Waktu Pengukusan (menit)


Pengukusan
B-Suhu 0,3782
Penggorengan Gambar 7. Grafik Kontur Plot Respon Kadar
Std. Dev. 0,1751 R2 0,9692 Protein Setelah Digoreng
Mean 6,36 Adjusted R2 Design-Expert® Software
0,9589
Factor Coding: Actual

C.V.% 2,75 Predicted R2 0,9221Kadar Protein Sesudah Digoreng (%)


Design points above predicted value
Design points below predicted value
5.267 7.517
Adeq 20,7346 8

Kadar Protein Sesudah Digoreng (%)


7.5
X1 = A: Waktu Pengukusan
precision X2 = B: Suhu Penggorengan
6.5
7

5.5

Berdasarkan Tabel 9 kadar protein 5

tertinggi pada perlakuan Y1 sedangkan kadar 180

protein terendah pada perlakuan Y9. 175

55
60

170
Berdasarkan SNI 8646:2018 minimal kadar B: Suhu Penggorengan (℃ )
165
50

45

protein kerupuk ikan matang adalah 2% 160 40


A: Waktu Pengukusan (menit)

sehingga dapat disimpulkan respon kadar Gambar 8. Grafik 3D Respon Kadar Protein
protein sesudah digoreng memenuhi standar Setelah Digoreng
SNI. Semakin lama pemasakan maka tingkat
denaturasi protein dalam adonan semakin Gambar 7 dan 8 menunjukkan nilai respon
tinggi. Penggunaan panas yang berlebihan minimum ditandai dengan wilayah kontur plot
saat proses pengolahan akan menyebabkan berwarna biru sedangkan respon maksimum
denaturasi protein [24]. ditandai dengan wilayah berwarna merah.
Berdasarkan Tabel 10 hasil ANOVA Penurunan kadar protein tersebut
respon kadar protein sesudah digoreng dipengaruhi oleh waktu pengukusan dan suhu
didapatkan model yang signifikan. Hal ini penggorengan. Penggunaan suhu yang tinggi
dikarenakan nilai P kurang dari 0,05 yaitu akan mengakibatkan denaturasi protein pada
sebesar <0,0001, sehingga dapat disimpulkan bahan pangan. Semakin lama waktu dan
faktor waktu pengukusan dan suhu tingginya suhu pengolahan maka kerusakan
penggorengan berpengaruh signifikan protein pada bahan tersebut semakin
terhadap respon kadar protein sesudah tinggi[25].
digoreng. Model ini dinyatakan signifikan
karena nilai p value <0,05. Model matematika Optimasi Respon Proses Pengolahan
respon kadar protein sesudah digoreng adalah: Kerupuk Ikan Patin

Tabel 11. Batas optimasi faktor dan respon

Response Goal Lower Upper


Daya
Maximize 42.857 247.949
kemekaran
Kerenyahan Minimize 2393.42 4018.56
Kadar air Minimize 3.533 5.333
Kadar protein Minimize 5.267 7.517

85 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90

Design-Expert® Software

Respon daya kemekaran dipilih dengan Factor Coding: Actual


0,867
target maksimum karena tujuan yang Desirability
0 1
0.867175

diharapkan yaitu agar menghasilkan nilai Design-Expert® Software


1

daya kemekaran yang besar. Sedangkan FactorX1Coding: Actual


= A: Waktu Pengukusan
X2 = B: Suhu Penggorengan 0.8
respon kerenyahan, kadar air dipilih dengan Desirability 0.867175

Desirability
0.6
target minimum agar menghasilkan nilai 0 1

Desirability
0.4
respon yang rendah. Semakin kecil nilai 1
0.2
kerenyahan, kadar air dan kadar protein maka X1 = A: Waktu Pengukusan
0
daya mekar dan kerenyahan kerupuk semakin X2 = B: Suhu Penggorengan 0.8
besar Sedangkan nilai kadar protein sesudah
180 0.6 60
digoreng yang menurun terjadi karena 175 55
denaturasi protein yang disebabkan oleh suhu

Desirability
170 50
0.4
B: Suhu Penggorengan (℃ ) 165 45 A: Waktu Pengukusan (menit)
penggorengan. B 160 40 A
0.2
Pengg
Tabel 12. Prediksi hasil solusi optimum. Gambar 9. Grafik tiga dimensi
0 nilai desirability
formula optimum
Waktu pengukusan 55.82
Suhu penggorengan 178.80 Verifikasi Kondisi Optimasi Hasil Prediksi
180 60
Daya kemekaran 186.71 Model 175 55
Kerenyahan 2560.97 Validasi dilakukan untuk170 mengetahui 50
Kadar Air setelah digoreng 3.68 tingkat keakuratan hasil prediksi dari program45 A: Waktu Pengukusan (menit)
B: Suhu Penggorengan (℃ ) 165
Kadar Protein sesudah 5.53 Design Expert 11. 160 40
digoreng
Desirability 0.861 Tabel 13. Perbandingan Hasil Validasi Aktual
dengan Prediksi Program
Prediksi hasil solusi optimum disajikan
pada Tabel 12. Hasil optimum yang R1 R2 R3 R4
diramalkan software Design Expert 11 adalah Prediction 185,68 2567.9 3,6 5,5
kerupuk ikan patin dengan waktu pengukusan Verification 230,04 2432,42 3,5 5,2
55,82 menit dan suhu penggorengan 178,80℃ 95% CI low 140,35 2381,0 3,5 5,2
akan menghasilkan daya kemekaran 186,71%, 95% CI high 231,05 2754,8 3,8 5,7
kerenyahan 2560,97 gf, kadar air sesudah 95% PI low 111,27 2261,1 3,3 5,0
digoreng 3,68%, kadar protein sesudah 95% PI high 260,08 2874,7 4,0 6,0
digoreng 5,53% dengan nilai desirability
0,861. Nilai desirability yang mendekati 1 Pada hasil verifikasi kondisi optimum yang
dapat menentukan derajat ketepatan hasil direkomendasikan program Design Expert 11
solusi optimal. Nilai fungsi desirability yang Orde Pertama, diperoleh kerupuk ikan patin
mendekati 1 menunjukkan bahwa optimasi dengan daya kemekaran 230,04%, kerenyahan
proses telah berhasil mencapai target 2432,42 gf, kadar air sesudah digoreng 3,54%,
penelitian [26]. Formulasi solusi optimum kadar protein sesudah digoreng 5,21%. Nilai
kemudian digunakan sebagai tahap verifikasi. hasil verifikasi berada di kisaran PI dan CI
jika dibandingkan dengan nilai prediksi. Hal
ini berarti proses pengolahan kerupuk ikan
patin untuk memperoleh respon optimum
cukup konsisten. Persamaan model dapat
diterima berdasarkan selang batas bawah
(low) dan batas atas (high) dari Confidence
Interval (CI) dan Prediction Interval (PI) pada
selang kepercayaan 95%. Hasil verifikasi nilai
aktual memiliki kesesuaian jika berada dalam
kisaran CI dan PI[27].

86 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90

Uji Hedonik
Pengujian hedonik dilakukan terhadap Bau
kenampakan, bau, rasa dan tekstur yang
didasarkan pada tingkat kesukaan panelis Tabel 15. Nilai hedonik bau kerupuk ikan
untuk produk kerupuk ikan patin dengan
perlakuan waktu pengukusan dan suhu Sampel Bau
penggorengan yang berbeda. Hasil pengujian Y1(40 menit, 160℃) 4.50 ± 0.507a
sensori hedonik terhadap kerupuk ikan patin Y2(40 menit, 170℃) 5.60± 0.614b
dengan perlakuan waktu pengukusan dan suhu Y3(40 menit, 180℃) 6.30± 0.479c
penggorengan menunjukkan adanya pengaruh Y4(50 menit, 160℃) 6,40± 0.498ce
yang nyata (P<5%). Hasil uji hedonik Y7(60 menit, 160℃) 6.50 ± 0.507cde
disajikan pada Tabel 14. Y8(60 menit, 170℃) 6.50± 0.682cde
Y9(60 menit, 180℃) 6.60± 0.479de
Kenampakan Y6( 50 menit, 180℃) 6.60± 0.498e
Y5(50 menit, 170℃) 7.30± 0.490f
Tabel 14. Nilai hedonik kenampakan kerupuk ikan
Hasil rata-rata nilai bau tertinggi yaitu
Sampel Kenampakan pada sampel kerupuk Y5 dengan nilai 7,3
Y1(40 menit, 160℃) 4.23 ± 0.678a (disukai panelis) berbau sedikit ikan. Nilai
Y2(40 menit, 170℃) 4.93 ± 0.944b hedonik bau terendah pada sampel kerupuk
Y3(40 menit, 180℃) 5.36 ± 0.490b Y1 yaitu 4,5 (agak tidak disukai panelis) tidak
Y4(50 menit, 160℃) 6,40 ± 0.498c berbau ikan dan apek. Hal ini diduga
Y7(60 menit, 160℃) 6.6 0± 0.621c dipengaruhi oleh waktu pengukusan dan suhu
Y8(60 menit, 170℃) 6.63 ± 0.668c penggorengan. Reaksi maillard menghasilkan
Y9(60 menit, 180℃) 6.80 ± 0.805c berbagai senyawa seperti aldehid, keton, furan
Y6( 50 menit, 180℃) 7.70± 0.651d dan pirolin sehingga dihasilkan aroma yang
Y5(50 menit, 170℃) 7.90± 0.668d khas [29]. Oksidasi lemak menghasilkan
Keterangan: senyawa volatil dan non volatil yang
- Data hasil dari tiga kali ulangan ± standar deviasi mempengaruhi aroma suatu produk [30].
- Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda
nyata (p<5%) Rasa

Hasil rata-rata nilai kenampakan tertinggi Tabel 16. Nilai hedonik rasa kerupuk ikan
yaitu pada sampel Y5 dengan nilai rata-rata
hedonik 7,9 (sangat disukai panelis) dan Sampel Rasa
karakteristiknya utuh berwarna putih Y1(40 menit, 160℃) 5,00 ± 0.830a
kekuningan. Hasil rata-rata nilai kenampakan Y2(40 menit, 170℃) 5.30± 0.466a
terendah yaitu pada sampel Y1 dengan nilai Y3(40 menit, 180℃) 6.40± 0.504b
rata-rata hedonik 4,23 (agak tidak disukai Y4(50 menit, 160℃) 6.40± 0.507b
panelis) dan karakteristiknya utuh berwarna Y7(60 menit, 160℃) 6.50± 0.507b
keputihan kusam. Hal ini diduga dipengaruhi Y8(60 menit, 170℃) 6.60± 0.479b
oleh waktu pengukusan dan suhu Y9(60 menit, 180℃) 6.60± 0.498b
penggorengan. Hal ini disebabkan oleh reaksi Y6( 50 menit, 180℃) 7.40± 0.498c
pencoklatan yang terjadi saat pengukusan dan Y5(50 menit, 170℃) 7.43 ± 0.50d
penggorengan kerupuk. Tahap penggorengan
mengakibatkan proses pencoklatan (browning Hasil rata-rata nilai rasa tertinggi yaitu
process) yang disebabkan oleh reaksi maillard pada sampel kerupuk Y5 yaitu 7,43 (disukai
yaitu fenomena pencoklatan yang terjadi panelis) dengan sedikit rasa ikan. Sampel Y1
karena reaksi antara gula pada tepung dan didapatkan nilai hedonik terendah yaitu 5
gugus amino protein pada ikan[28]. (netral) tidak ada rasa ikan. Hal ini diduga
dipengaruhi oleh waktu pengukusan dan suhu
penggorengan. Glutamat digunakan sebagai
penambah rasa gurih pada produk pangan.
87 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90

Glutamat terbentuk akibat hidrolisis protein protein. Hasil uji hedonik yang menghasilkan
selama proses pemanasan[31]. kenampakan, bau, rasa dan tekstur terbaik
yaitu pada kerupuk dengan perlakuan waktu
Tekstur pengukusan 50 menit dan suhu penggorengan
170℃. Hasil optimal terdapat pada waktu
Tabel 17. Nilai hedonik tekstur kerupuk ikan pengukusan 57,75 menit dan suhu
penggorengan 180℃ dihasilkan daya
Sampel Tekstur kemekaran 230,04%, kerenyahan 2432,42 gf,
Y1(40 menit, 4.40 ± 0.563a kadar air sesudah digoreng 3,54%, kadar
160℃) protein sesudah digoreng 5,21% dengan nilai
Y2(40 menit, 4.90± 0.764b desirability 0,861.
170℃)
Y3(40 menit, 5.10± 0.959b DAFTAR PUSTAKA
180℃)
Y4(50 menit, 6.30± 0.466c
160℃) [1] Pusat Data, Statistik dan Informasi
Y7(60 menit, 6.60± 0.498 d Kementerian Kelautan dan Perikanan.
160℃) Satu Data Produksi Kelautan dan
Y8(60 menit, 7.10± 0.803e Perikanan Tahun 2017. Pusat Data,
170℃) Statistik dan Informasi. Jakarta.
Y9(60 menit, 7.30± 0.749e
180℃) [2] Pusat Data, Statistik dan Informasi
e Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Y6( 50 menit, 7.60± 0.498
180℃) Satu Data Produksi Kelautan dan
Y5(50 menit, 8.20± 0.678f Perikanan Tahun 2018. Pusat Data,
170℃) Statistik dan Informasi. Jakarta.

Hasil rata-rata nilai tekstur tertinggi yaitu [3] Kyaw, Z.Y., Yu, S.Y., Cheow, C.S. and
pada sampel Y5 yaitu 8,2 (sangat disukai Dzulkily, M.H. 1999. Effect of steaming
panelis) dengan karakteristik sangat kering time on the linear expansion of ish
sehingga saat digoreng kerupuk mengembang crackers (keropok). Journal of the
dan teksturnya renyah. Hasil rata-rata nilai Science of Food and Agriculture 79:
tekstur terendah yaitu pada sampel kerupuk 1340-1344.
Y1 dengan nilai 4,4 (agak tidak disukai
panelis) dengan karakteristik agak lembab [4] Saelaw,M and Schleining,G. 2011.
sehingga ketika digoreng tidak mengembang Effect Of Frying Parameters On
dan teksturnya keras. Hal ini diduga Crispness And Sound Emission Of
dipengaruhi oleh waktu pengukusan dan suhu Cassava Cracers. Journal Of Food
penggorengan. Pengukusan merupakan Engineering, 103 (3):229-236.
beberapa proses yang dapat mengendalikan
kualitas kerupuk yaitu kemekaran[32]. Ketika [5] Pakpahan,N dan Nelinda. 2019. Studi
proses penggorengan minyak panas air dalam Karakteristik Kerupuk: Pengaruh
gel pati akan menguap sehingga akan Komposisi dan Proses Pengolahan.
terbentuk struktur berpori yang menjadikan Teknologi Pengolahan Pertanian
kerupuk mengembang dan renyah[33]. 1(1):28-38

KESIMPULAN [6] Ramesh,R. J.Shakila, B. Sivaraman, P.


Ganesan and P. Velayutham. 2017.
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan Optimization of the gelatinization
hasil penelitian yaitu faktor waktu conditions to improve the expansion
pengukusan dan suhu penggorengan and crispiness of fish crackers using
berpengaruh nyata terhadap respon daya RSM. LWT - Food Science and
kemekaran, kerenyahan, kadar air dan kadar Technology.
88 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90

[7] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Putih (Pleurotus oestreatus) Terhadap


SNI-012354.2-2006. Cara Uji Kimia- Volume Pengembangan, Kadar Protein
Bagian 2: Penentuan kadar air pada Dan Organoleptik Kerupuk. Jurnal
Produk Perikanan. Badan Standardisasi Teknologi Industri & Hasil Pertanian,
Nasional. 20 (1):11-24.

[8] Nifah,K.U dan N.Astuti. 2015. [15] Ibrahim,M.D dan S.Widiarto. 2019. Uji
Pengaruh Proporsi Tepung (Tapioka– Tingkat Kesukaan Terhadap Keripik
Tempe) Dan Metode Pembuatan Bawang Dengan Penambahan Daun
Adonan Terhadap Sifat Organoleptik Pepaya. Jurnal Culinaria, 1(2):1-14.
Dan Fisik Kerupuk Tempe. Jurnal
Boga, 4(3):57-70. [16] Yeni.G., E.G.Sa'id, K.Syamsu dan
E.Mardliyat. 2014. Penentuan Kondisi
[9] Kusuma,T.D., T.I.P.Suseno dan Terbaik Ekstraksi Antioksidan Dari
S.Surjoseputroa. 2013. Pengaruh Gambir Menggunakan Metode
Proporsi Tapioka Dan Terigu Terhadap Permukaan Respon. Jurnal Litbang
Sifat Fisikokimia Dan Organoleptik Industri, 4(1): 39-48.
Kerupuk Berseledri. Jurnal Teknologi
Pangan dan Gizi, 12 (1): 17-28. [17] Kusuma.H.A.W., S.Kumalaningsih dan
D.Pranowo. 2019. Optimasi Suhu dan
[10] Perdani,C.G., D.Pranowo, S.Wijana Konsentrasi Maltodekstrin pada Proses
dan D.Muliawati. 2020. Karakterisasi Pembuatan Serbuk Lobak dengan
Mutu Ekstrak Kopi Hijau di Jawa Metode Foam Mat Drying. Jurnal
Timur untuk Meningkatkan Nilai Teknologi dan Manajemen
Ekonominya sebagai Bahan Sediaan Agroindustri, 8(3): 171-182.
Obat. Jurnal Teknologi dan Manajemen
Agroindustri, 9(3): 228-240. [18] Chudasama.BG., SM.Zofair, DV.Bhola
and TH.Dave. 2019. Development And
[11] Nugroho,A.D., M.E.Sianto dan Characterization Of Fish Crackers
L.J.Asrini. 2017. Optimalisasi Faktor- Prepared From The Bull’s Eye
Faktor Yang Berpengaruh Pada Beban (Priacanthus Hamrur, Forsskal, 1775)
Lentur Genteng Beton Dengan Metode Fish Meat And Different Starches.
Response Surface. Jurnal Ilmiah Widya Journal Of Entomology And Zoology
Teknik, 16(1):97-104. Studies, 7(3): 401-406.

[19] Cahyono,H., R.Hertati dan Djunaidi.


[12] Maureen,B.S., S.Surjoseputroa dan 2018. Analisa Proksimat Dan
I.Epriliatia. 2016. Pengaruh Proporsi Organoleptik Kerupuk Ikan Lele
Tapioka Dan Tepung Beras Merah (Clarias sp) Terhadap Standar Nasional
Terhadap Sifat Fisikokimia Dan Indonesia (SNI) Di Kecamatan Rimbo
Organoleptik Kerupuk Beras Merah. Bujang Kabupaten Tebo Provinsi
Jurnal Teknologi Pangan, 15(1):43-52. Jambi. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya
Perairan, 2(3):1-9.
[13] Taniwaki, M and Kohyama, K.
(2012). Mechanical and acoustic [20] Susanna, P.Jamaluddin dan Kadirman.
evaluation of potato chip crispness 2017. Perpindahan Panas Pada
using a versatile texture analyzer. Makanan Berpati (Kerupuk Udang)
Journal of Food Engineering, 112(4), Selama Proses Penyangraian
268–273. Menggunakan Pasir Sebagai Media
Penghantar Panas. Jurnal Pendidikan
[14] Nurainy,F., R.Sugiharto dan D.W.Sari. Teknologi Pertanian, 3:72-79.
2015. Pengaruh Perbandingan Tepung
Tapioka Dan Tepung Jamur Tiram
89 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id
Hendrikayanti R. H. et al. / Journal of Fisheries and Marine Research Vol. 6 No. 1 (2022) 78-90

[21] Kaewmanee,T., T.T.Karrila, and Application Of Maillard Reaction


S.Benjakul. 2015. Effects Of Fish Intermediate (MRI) Derived From
Species On The Characteristics Of Fish Xylose And Phenylalanine. RSC Adv.,
Cracker. International Food Research 7(72), 45442–45451.
Journal, 22(5): 2078-2087.
[29] Bordin,K., M.T.Kunitake,
[22] Trivina,O., B.F.Pamungkas dan K.K.Aracava and C.S.F.Trindade.
D.Sutono. 2015. Karakteristik Kerupuk 2013. Changes In Food Caused By
Dari Kulit Ikan Belida (Chitala sp.). Deep Fat Frying. Archivos
Jurnal Ilmu Perikanan, 20(2):29-40. Latinoamericanos De Nutrición,
63(1):5-13.
[23] Susilawati,B.S., H.Syam, dan
R.Fadhilah. 2018. Pengaruh Modifikasi [30] Jinap,S and P.Hajeb. 2010. Glutamate
Tepung Jagung Pragelatinisasi Its Applications In Food And
Terhadap Kualitas Cookies. Jurnal Contribution To Health. Appetite,
Pendidikan Teknologi Pertanian, 4:27- 55(2010):1–10.
48.
[31] Ratnawati, T dan I.N.Lokajaya. 2020.
[24] Lay,I.H.L., B.Sabtu dan H.Armadianto. PKM Teknologi Tepat Guna
2021. Pengaruh Lama Perebusan Manajemen Kelompok Industri Kecil
Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Krupuk Desa Ujung Pangkah
Organoleptik Kerupuk Kulit Babi. Kabupaten Gresik. Journal of
Journal Of Tropical Animal Science Community Service Consortium,
and Technology, 3(1): 10-20. 1(1):99-110.

[25] Vahdati,M., M.Moradi and [32] Taewee, T. K. 2011. Cracker


M.Shamsborhan. 2020. Modeling and “Keropok”: A Review On Faktors
Optimization of the Yield Strength and Influencing Expansion. International
Tensile Strength of Al7075 Butt Joint Food Research Journal 18(3): 855-866.
Produced by FSW and SFSW Using
RSM and Desirability Function [33] Wahyuningtyas,N., Basito dan
Method. Transactions of the Indian W.Atmaka. 2014. Kajian Karakteristik
Institute of Metals. Fisikokimia Dan Sensoris Kerupuk
Berbahan Baku Tepung Terigu, Tepung
[26] Kusnandar,F., M.Mutmainah dan Tapioka Dan Tepung Pisang Kepok
T.Muhandri. 2020. Optimasi Proses Kuning. Jurnal Teknosains Pangan, 3
Pembuatan Sohun Dari Pati Ubi (2):76-85.
Banggai (Dioscorea alata). Jurnal
Pangan dan Agroindustri, 8(3):163-
174.

[27] Anggraeni,S., A.P.Hotimah, G.C.S.Girsang,


R.Ragadhita, S.N.Hofifah and A.B.D.
Nandiyanto. 2020. Teaching the Effect of Flour on
Mechanical Properties of Shrimp Shell Crackers
‘Kerupuk’ to High School Students. Journal of
Engineering Education Transformations, 34:75-
80.

[28] Cui, H., Jia, C., Hayat, K., Yu, J., Deng,
S., Karangwa, E., Zhang, X.
2017. Controlled Formation Of Flavor
Compounds By Preparation And
90 ©2022 at http://jfmr.ub.ac.id

Anda mungkin juga menyukai