Anda di halaman 1dari 12

KEBIJAKAN PEMERINTAH YANG SESUAI DAN TIDAK SESUAI DENGAN

NILAI-NILAI PANCASILA

Kelompok 2:

Aulia Digyana Irwan (2311512001)

Muhammad Al Fath (2311511013)

Muhammad Rizki Hapiz (2311511017)

Rahmadatul Afdal (2311512021)

Zaviandra Chalil (2311511009)

DOSEN PENGAMPU

Sri Asih Roza Nova, S.H., M.H.

MKWU Pancasila Kelas 12

Universitas Andalas

Padang

2024
KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan topik “Kebijakan Pemerintah Yang Sesuai dan
Tidak Sesuai Dengan Nilai Pancasila” yang merupakan salah satu tugas dalam mata kuliah
umum Pancasila pada semester ini.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah
ini, ibu Sri Asih Roza Nova, S.H., M.H. atas bimbingan, arahan, dan kesabaran beliau selama
proses penyusunan makalah ini. Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada teman-
teman kelas yang juga telah memberikan inspirasi dalam proses pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa proses penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk
perbaikan di masa mendatang.

Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi yang
positif, tidak hanya bagi kami sebagai pemakalah, tetapi juga bagi teman-teman yang
membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi bahan pembelajaran yang
bermanfaat dan memberikan wawasan baru dalam memahami topik yang dibahas.

Padang

Maret 2024
ABSTRAK

Pancasila adalah falsafah dan ideologi negara Indonesia yang artinya Pancasila sebagai
sumber inspirasi dan sumber pemecahan permasalahan bangsa. Dalam perkembangannya,
nilai-nilai murni yang terkandung dalam Pancasila tidak sepenuhnya termaknai dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. 1

Hal inilah yang melatarbelakangi kami sebagai penulis untuk melihat bagaimana kebijakan
pemerintah dalam upaya pelestarian nilai-nilai Pancasila di era sekarang. Hasil yang
diperoleh bahwa penerjemahan Pancasila yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara sangat diperlukan di era reformasi saat ini. Pancasila seakan-akan
sudah dilupakan sama sekali oleh berbagai kalangan masyarakat, meski secara formal.

Oleh karena itu pemerintah harus bertindak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Setiap sila Pancasila harus diinternalisasikan dan dilaksanakan, kebijakan pemerintah harus
sesuai dengan penerapan prinsip-prinsip Pancasila.

Apakah pemerintah telah mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila terhadap kebijakan-


kebijakan yang dibuatnya? Apakah pemerintah telah memberi keadilan untuk setiap
warganya, khususnya dalam hal jaminan kesehatan sosial, bantuan sosial yang tidak
dikorupsi, serta kebijakan impor pangan yang memberikan peluang merata bagi kesejahteraan
rakyat?

Dari rumusan masalah pada kasus kali ini, maka tujuan dari kami menulis makalah ini adalah
untuk mengevaluasi serta menilai kembali kebijakan-kebijakan yang telah dibuat pemerintah
apakah sesuai atau tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara kita. Dan
sekiranya kami dapat memberikan saran dan solusi kedepannya agar kebijakan-kebijakan
tersebut kedepannya dapat dinilai sesuai dengan nilai Pancasila dan memberikan keadilan
serta kesejahteraan kepada masyarakat setempat.

1
Jantje Tjiptabudy, ”Kebijakan Pemerintah Dalam Upaya Melestarikan Nilai-nilai Pancasila Di Era Reformasi”.
Vol 16. No 3. (2010)
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang (Rizki & Alfath)

Kebijakan pemerintah pada hakikatnya adalah kebijakan yang ditujukan, baik langsung
maupun tidak langsung, kepada rakyat dalam arti seluas-luasnya (bangsa, berbagai
kedudukan dan masyarakat yang mengabdi pada kepentingan umum), dan ditujukan pada
berbagai aspek kehidupan nasional.

Oleh karena itu, kebijakan pemerintah sering disebut dengan kebijakan publik. Politik berarti
keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, dan mencakup makna kehendak
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, yang dinyatakan berdasarkan kekuasaan
untuk membuat kesepakatan dan melaksanakannya bila diperlukan.

Pada zaman reformasi saat ini pengimplementasian pancasila sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, karena di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang
sesuai dengan kepribadian bangsa. Karena itu, sudah seharusnya tugas pemerintah untuk
membuat kebijakan-kebijakan yang sekiranya sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila sebagai ideologi negara. Karena pada dasarnya, Pancasila adalah pandangan
hidup bangsa, dimana Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang kebenarannya diakui,
dan menimbulkan tekad untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Identifikasi Masalah (Afdal)

1. Kebijakan apa saja yang sesuai dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila?
2. Bagaimana Realita Kebijakan pemerintah di sektor impor pangan, bantuan sosial dan
jaminan kesehatan terhadap Nilai Pancasila di Indonesia?
3. Apa upaya yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kebijakan pemerintah yang
sekiranya tidak sesuai dengan Sila Pancasila Indonesia?
C. Tujuan (Alfath)

1. Mengetahui pengimplementasian nilai-nilai Pancasila terhadap kebijakan-kebijakan


pemerintah
2. Menilai dan menganalisis kebijakan pemerintah, khususnya pada kebijakan sektor Impor,
Bantuan Sosial dan Jaminan Kesehatan
3. Dapat memberikan solusi dan saran terhadap kebijakan pemerintah yang sekiranya tidak
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebijakan Pemerintah yang Sesuai dengan Nilai-Nilai Pancasila

 Kartu Indonesia Sehat (Rizki)


Kartu Indonesia Sehat merupakan bagian dari berwujudan dari nawa nawa cita
Presiden Joko Widodo. Kartu Indonesia Sehat (KIS) adalah kartu identitas beserta
jaminan kesehatan nasional (JKS) yang dikelolah oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan
Sosial (BPJS) kesehatan sebagai bentuk pelaksanaan dari Program Kartu Indonesia Sehat.
Dan dimana KIS merupakan pelaksanaan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
diperuntukkan bagi masyarakat miskin yang belum masuk rekapan tanggungan jaminan
kesehatan nasional. 2
KIS yang diluncurkan tanggal 3 November 2014 merupakan wujud kebijakan
program Indonesia Sehat di bawah Pemerintahan Presiden Jokowi.
Program ini:
1) Menjamin dan memastikan masyarakat kurang mampu untuk mendapat manfaat
pelayanan kesehatan seperti yang dilaksanakan melalui Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan;
2) Perluasan cakupan PBI termasuk Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
dan Bayi Baru Lahir dari peserta Penerima PBI; serta
3) Memberikan tambahan Manfaat berupa layanan preventif, promotif dan deteksi dini
dilaksanakan lebih intensif dan terintegrasi.
Menurut kami, kebijakan tersebut sesuai dengan Pancasila sila ke-5 yang berbunyi
"Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Sebagaimana diatur dalam UU
Kesehatan No.36 Tahun 2009 pasal 4 yang berbunyi "Setiap orang berhak atas
kesehatan", dan juga dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 28 H ayat (1) "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan". Pemerataan kesehatan harus dinikmati oleh seluruh rakyat
Indonesia. Pelayanan kesehatan secara menyeluruh baik tenaga medis maupun sarana dan
prasarana kesehatan yang mendukung harus tersebar merata di seluruh Indonesia tidak
hanya di kota besar tetapi juga di daerah terpencil.

2
Askariani Sahur, “Konsep Kartu Indonesia Sehat Jaminan Kesehatan Nasional,” 2021
Namun dalam penerapannya masih terdapat daerah-daerah yang belum mendapatkan
pelayanan kesehatan secara maksimal. Hal ini seharusnya menjadi perhatian lebih bagi
pemerintah untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan di daerah tersebut agar
seluruh rakyat Indonesia mendapatkan pelayanan kesehatan yang adil dan merata.

B. Kebijakan Pemerintah yang Tidak Sesuai dengan Nilai-Nilai Pancasila

 Kebijakan Impor Pangan Yang Tidak Terkendali dan Tidak Merata (Alfath & Afdal)
Salah satu komoditas pangan terbesar yang dihasilkan oleh Indonesia adalah beras,
yang sekaligus juga merupakan makanan pokok bagi mayoritas masyarakat di Indonesia.
Berdasarkan hal itu, maka pada dasarnya beras merupakan komoditas yang cukup penting
bagi Indonesia dan juga merupakan sumber lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk
Indonesia.
Saat ini, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah undang-undang tentang
pangan terakhir yang masih berlaku menggantikan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1996. UU No 18 Tahun 2012 dalam pasal 17 ini mengatakan pemerintah dan pemerintah
daerah berkewajiban melindungi dan memberdayakan petani, nelayan, pembudi daya
ikan, dan pelaku usaha pangan sebagai produsen pangan.
Namun menurut Serikat Petani Indonesia (SPI), pemerintah tidak membedakan pelaku
usaha pangan besar dengan produsen pangan kecil seperti petani dan nelayan (Saragih,
2012). hal Ini berlawanan dengan pasal 18 yang menyebutkan pemerintah berkewajiban
menghilangkan berbagai kebijakan yang berdampak pada penurunan daya saing. Jika
petani mendapatkan kebijakan yang merugikan maka hasil produksi secara nasional
termasuk beras dapat mengalami penurunan. Jika hasil produktivitas menurun maka
kebutuhan pangan nasional tidak mencukupi yang berdampak melakukan impor termasuk
beras.
Kejadian terhadap kebijakan impor pangan yang tidak merata ini salah satunya terjadi
di Lampung yaitu sekitar tahun 2017-2018 oleh pemerintah setempat. Pada saat itu
Provinsi Lampung, tetap menjalankan kebijakan impor beras walaupun stok ketersediaan
berasnya masih aman. (Dikutip dari LampungTribun.co.id) Provinsi Lampung sendiri
merupakan penyumbang terbanyak ke tujuh penghasil beras secara nasional pada tahun
2017 dengan menyumbangkan padinya 4,02 juta ton GKB (Gabah Kering Basah) atau
meningkat 10,39 % dari pada tahun 2015 3,64 juta ton setara 2,35 juta ton beras. Tetapi
pada kenyataannya, walaupun Provinsi Lampung masih memiliki stok beras yang bisa
dikatakan aman, namun dari tahun ke tahun Provinsi Lampung malah terus mengimpor
beras yang berasal dari Thailand, Vietnam, India, Pakistan, dan Myanmar. Impor beras ini
dilakukan oleh Pemerintah Pusat yang ditujukkan untuk Provinsi Lampung.
Kebijakan Impor Beras yang dilakukan oleh pemerintah pusat pada tahun 2018
tersebut dianggap tidak tepat sebab Provinsi Lampung sendiri akan memasuki masa
panen ditambah sisa Surplus beras yang berasal dari akhir tahun 2017 dan awal 2018, hal
ini tentunya akan mempengaruhi harga beras, yang pada akhirnya akan merugikan petani
maupun konsumen dalam negeri.
Dari peristiwa tersebut, setidaknya kita dapat menilai bahwa kebijakan impor pangan
yang tidak terkendali tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, terutama jika
kebijakan tersebut merugikan keberlanjutan ekonomi dan ketahanan pangan nasional.
Beberapa pertimbangan yang memengaruhi penilaian tersebut antara lain :
1. Bertentangan Dengan Sila ke 2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab)
Nilai Pancasila selalu menempatkan keamanan dan kesejahteraan rakyat sebagai
prioritas. Jika kebijakan impor pangan yang dilakukan dinilai tidak adil dan
merugikan produksi lokal, maka dapat mengancam ketahanan pangan nasional dan
kesejahteraan masyarakat, hal tersebut tentu bertentangan dengan nilai Pancasila,
khususnya sila ke dua
2. Bertentangan dengan sila ke 5 (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia)
Nilai Pancasila ke 5 menerapkan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kebijakan impor pangan yang merugikan petani atau pelaku usaha lokal, tanpa
memberikan perlindungan atau dukungan yang cukup, dapat menciptakan
ketidaksetaraan ekonomi dan merugikan prinsip pemberdayaan rakyat. Terlebih lagi,
Jika kebijakan impor pangan lebih menguntungkan kelompok tertentu dan merugikan
petani atau pelaku usaha lokal, hal ini dapat dianggap tidak adil dan bertentangan
dengan nilai keadilan sosial Pancasila.
Dari hasil tersebut, seharusnya kebijakan impor beras dilakukan pada waktu yang tepat
dan bukan pada waktu petani memasuki masa panen agar tidak terjadi gejolak di
masyarakat seakan-akan pemerintah salah dalam melakukan kebijakan tersebut. Dan juga
hendaknya diberikan sosialisasi terhadap petani dalam menjual hasil berasnya kepada
pemerintah dengan tujuan agar pemerintah bisa menyerap hasil panen dari petani
sehingga tidak dilakukannya impor tersebut.
 Kebijakan Bantuan Sosial yang Masih Dikorupsi (Zavi & Aulia)
Bantuan sosial menurut Sri Lestari Rahayu (2012) adalah “transfer uang atau barang
yang diberikan kepada masyarakat untuk melindungi dari risiko sosial dan meningkatkan
kesejahteraan. Bansos bisa bersifat sementara atau tetap, dan diberikan secara langsung
atau melalui lembaga.”
Berdasarkan penjelasan Sri Lestari Rahayu, bantuan sosial sangatlah bermanfaat
dalam meningkatkan kesejahteraan umum dan membantu meringankan beban
masyarakat. Namun, pembagian bantuan sosial sering tidak tepat sasaran, tidak merata,
serta bantuan tersebut telah dikorupsi sehingga bantuan yang dibagikan ke masyarakat
pun kurang dari target awal. Dari banyaknya masalah bantuan sosial, salah satu masalah
dalam kebijakan bantuan sosial adalah korupsi.
Aminullah (2016:7) menjelaskan bahwa makna sila kelima adalah “adanya
kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat, seluruh kekayaan dan sebagainya
dipergunakan untuk kebahagiaan bersama, dan melindungi yang lemah.”
Pasal 34 ayat (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan.
Berdasarkan penjelasan Aminullah serta UUD 1945, program bantuan sosial haruslah
ditargetkan kepada masyarakat yang lemah dan tidak mampu guna untuk kebahagian
bersama. Masalah yang terjadi pada pembagian bantuan sosial khususnya korupsi
merupakan pelanggaran terhadap Sila ke-5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
Terdapatnya penggunaan kekuasaan yang semena-mena terutama tentang bantuan
sosial merupakan bukti bahwa kebijakan pembagian bantuan sosial terhadap prinsip
“keadilan sosial” belum terealisasi sepenuhnya. Padahal seharusnya yang membagikan
bantuan sosial haruslah adil agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta
membantu meringankan beban masyarakat guna mencapai kebahagian bersama.
Selain bantuan sosial yang dikorupsi, juga ditemukan adanya masalah ketidakmerataan
dalam distribusi dana bantuan sosial sehingga yang dapat memberikan berbagai dampak
negatif baik dari sisi penerima maupun sisi pemerintah.
Pertama, kemungkinan terjadinya perilaku diskriminasi atau pilih kasih terhadap
masyarakat penerima bantuan sosial. Banyak terdapat kasus di mana masyarakat kurang
mampu yang seharusnya berhak mendapatkan bantuan sosial tetapi tidak mendapatkan
bantuan tersebut. Sebaliknya, ada masyarakat yang tergolong mampu mendapat bantuan
sosial walaupun seharusnya tidak memiliki hak untuk mendapatkan bantuan sosial dari
pemerintah. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidakakuratan data yang berhak menerima
bantuan dan adanya praktik nepotisme dalam pengambilan data sehingga banyak
masyarakat yang sudah terdata namun tidak mendapat bantuan atau bahkan tidak terdata
sama sekali.
Kedua, menurunnya rasa percaya masyarakat kepada pemerintah. Program bantuan
sosial ini diharapkan dapat meringankan beban masyarakat yang tergolong kurang
mampu, namun pada kenyataannya yang diharapkan tidak sesuai dengan yang terjadi,
ketimpangan dan ketidakmerataan yang terjadi menimbulkan perasaan tidak puas dan
masyarakat merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah.
Dari penjelasan di atas, selain melanggar nilai sila ke-5 Pancasila Keadilan Sosial
bagi Seluruh Rakyat Indonesia dan pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia, ketidakmerataan dalam distribusi bantuan sosial dapat mengarah
kepada konflik dan perpecahan baik antara masyarakat penerima dan nonpenerima
maupun masyarakat dengan pemerintah. Konflik, perpecahan, dan ketegangan ini
bertolak belakang dengan sila ke-3 Pancasila yang berbunyi ‘Persatuan Indonesia” yang
bermakna sikap kebangsaan yang menghormati adanya perbedaan dan keberagaman
masyarakat Indonesia. Konflik dan perpecahan yang terjadi karena ketidakmerataan ini
dapat mengganggu dan mengancam nilai persatuan, kesatuan, dan integritas yang
terkandung dalam sila ke-3 Pancasila.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan (Zavi)

Di antara kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia, terdapat


kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat Pancasila, seperti kebijakan
Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang selaras dengan nilai keadilan sosial pada sila ke-5
Pancasila. Namun, masih terdapat kebijakan yang tidak sesuai dengan nilai Pancasila, seperti
kebijakan impor pangan yang tidak terkendali yang bertentangan dengan nilai sila ke-2 dan
sila ke-5 Pancasila dan ketidakmerataan bantuan sosial yang bertentangan dengan nilai sila
ke-3 dan sila ke-5 Pancasila. Begitu pula dengan rakyat yang secara sadar atau tidak sadar
telah menjadi korban dalam kebijakan-kebijakan yang dinilai tidak sesuai dengan sila
Pancasila sehingga masih banyak rakyat yang dirugikan karena perhatian pemerintah belum
sepenuhnya mensejahterakan rakyat.

B. Saran (Aulia)

Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, harusnya lebih


mendasarkannya kepada nilai-nilai pancasila, karena pancasila adalah dasar atau ideologi
bangsa Indonesia yang harus sepenuhnya diterapkan, agar tidak banyak masyarakat yang
dirugikan karena kurang perhatian dari pemerintah.
Daftar Pustaka

Aminullah. (2016). Implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat.


Jurnal Ilmiah IKIP Mataram, Vol.3, No.1 : 620-628

Hidayatullah, Abdul Malik. (2019). Pengabaian Sila Kelima Pancasila dalam Kasus Korupsi
Bantuan Sosial Covid-19 Juliari Batubara. Surakarta : Universitas Sebelas Maret

Fitri, Dona Dwi Tantomi. (2019). Analisis Implementasi Program Kartu Indonesia Sehat
(KIS) Untuk Melindungi Kesejahteraan Masyarakat Miskin Dalam Perspektif Ekonomi Islam.
Bandar Lampung : Universitas Islam Negeri

Pratama, Yoga. (2019). Analisis Kebijakan Impor Beras Terhadap Kondisi Panen Petani di
Kabupaten Lampung Tengah. Bandar Lampung : Universitas Lampung

Kusumah, Fabian Pratama. (2019). Ekonomi Politik dalam Kebijakan Impor Beras :
Membaca Arah Kebijakan Pemerintah 2014-2019. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada

Yunita, Irma. (2021). Ketidakmerataan Bantuan Langsung Tunai Dimasa Pandemi Covid-19
Pada Masyarakat Kurang Mampu Di Desa Carawali Kabupaten Sidrap. Makassar :
Universitas Negeri Makassar

Anda mungkin juga menyukai