Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

HIPERBILIRUBIN DI RUANGAN NEONATUS DI RUMAH SAKIT


PUSRI PALEMBANG

Oleh :

Nama : Ega Zinnia Palar


NIM : 231000414901032

CI Akademik
Hidayati, S.Kep.Ners.,M.Kep

CI Klinik
Zr. Ns. Rima Mutiara Darwita, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS PRIMA NUSANTARA BUKITINGGI

2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah
berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus. Hiperbilirun ialah terjadinya
peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik oleh faktor fisiologi maupun non fisiologi,
yang secara klinis ditandai dengan ikterus. (Mathindas, Wilar and Wahani, 2013).
Hiperbilirubin merupakan meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal. (Suriadi dan Yuliani, 2015). Ikterus fisiologis adalah warna
kekuningan pada kulit yang timbul pada hari kedua sampai ketiga setelah lahir yang tidak
mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke 10.
(Susilaningrum dkk, 2016). Icterus, jaundice, atau sakit kuning adalah warna kuning
pada sclera mata, mukosa, dan kulit oleh karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan bilirubin dalam cairan luar sel. (Widagdo,
2012).
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah
yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus
ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh.
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum yang disebabkan oleh kelainan
bawakan, juga dapat menimbulkan ikterus.
Hiperbilirubin merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Untuk bayi yang baru lahir cukup bulan
batas aman kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl, sedangkan bayi yang lahir kurang gula,
batas aman kadar bilirbuinnya adalah 10 mg/dl. Jika kadar bilirubin diketahui melebihi
angka-angka tersebut maka ia dikategorikan hiperbilirubin.

B. ETIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan yaitu :
1. Polychetemia
2. Isoimmun Hemolytic Disease
3. Kelainan sturktur dan enzim sel darah merah
4. Keracunan obat
5. Hemolisis ekstravaskuler
6. Cephlhematoma
7. Gangguan fungsi hati
8. Adanya komplikasi asfiksia, hipotemia, hipoglikemi.
Menurun ikatan albumin, lahir prematur, asisodis.
1) Peningkatan produksi
2) Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu
3) Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikro organisme atau
toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi.
4) Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatik
5) Meningkatkan sirkulasi neterohepatik misalnya pada ileus abstruktif

C. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


1. Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase, dan agen pereduksi
nonenzimatik dalam sistem retikuloendotelial.
2. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil
oleh protein intraselular “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran
darah hepatic dan adanya ikatan protein.
3. Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi
olehenzim asam uridin difosfoglukuronat uridin diphosphoglucuronic acid (UPGA)
glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang polar, larut
dalam air (bereaksi direk).
4. Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal.
Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui
membrane kanalikular. Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh
bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi
kembali melalui sirkulasi enterohepatik
5. Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yanglarut lemak,
tak terkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek).
6. Pada bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari difisiensi
atau tidak aktifmya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik
kemungkinan karena penurunan protein hepatic sejalan dengan penurunan aliran
darah hepatic.
7. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja
glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat dalam
ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimanaterdapat kenaikan bilirubin tak
terkonjugasi dengan kadar 25-30 mg/dl selama minggu ke 2-3. Biasanya dapat
mencapai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu. Jika pemberian ASI dilanjutkan,
hiperbilirubinemia akan menurun berangsur-angsur dapat menetap selama 3-
10 minggu pada kadar yang lebihrendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar
bilirubin serum akan turundengan cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa
hari. Penghentian ASI selama 1-2 hari dan penggantian ASI dengan formula
memgakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian AS
I dapat dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti
sebelumnya.
8. Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam pertama
lahiran. Sedangkan untuk bayi ikterus fisiologis muncul antara 3 sampai 5 hari
sesudah lahi.
Pathway Hiperbilirubin

Metabolisme bilirubin neonatus

Pemecahan sel darah Incomptabilitas


merah darah fetomaternal
Globin
Heme Produksi bilirubin Sirkulasi Perubahan
Dibentuk kembali dalam darah entrohepatik fungsi dan
oleh tubuh perfusi hati
Proses degradasi biliveridin

Bilirubin inderek Bilirubin indirek


meningkat

Bilirubin indirek tidak larut


dalam air terikat albumin
dalam sirkulasi drh Hiperbilirubinemia Mudah melewati
sawar darah otak

Diangkt dan Resiko injuri


Ikteus kernikterus
dimetabolisme di hati

Tanning, fototerapi Ensolophati


rashes, burns bilirubin

Peningkatan suhu Resiko


Kerusakan lingkungan dan peningkatan IWL
integritas kulit tubuh

Ketidakseimbangan
ketidakefektifan
volume cairan tubuh
termoregulasi

Asidosis
Infeksi metabolik Rendah
intrakranial albumin
serum
Curah jantung
Letargi, kejang,
iritabilitas Ketidakseim
Perfusi ke bangan
organ vital nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Vasokontriksi tubuh
ginjal : GFR

Oliguria
D. MENIFESTASI KLINIK
Bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia apabila bayi baru
lahir tersebut tampak berwarna kuning dengan kadar serum bilirubin 5mg/dL atau lebih.
Hiperbilirubinemia merupakan penimbunan bilirubin indirek pada kulit sehingga
menimbulkan warna kuning atau jingga. Pada hiperbilirubinemia direk bisanya dapat
menimbulkan warna kuning kehijauan atau kuning kotor (Ngatisyah, 2012).
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan ikterus pada sklera,
kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang muncul pada 24 jam pertama
disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik
atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan mencapai
puncak pada hari ketiga sampai hari keempat dan menurun pada heri kelima sampai hari
ketujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis (Suariadi dan Yuliani 2010).
Ikterus diakibatkan oleh pengendapan bilirubin indirek pada kulit cenderung tampak
kuning terang atau orange. Pada ikterus tipe obstruksi
(bilirubin direk) akan menyebabkan kulit pada bayi baru lahir tampak berwarna kuning
kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus
yang berat. Selain itu manifestasi klinis pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia
atau ikterus yaitu muntah, anoreksia, fatigue, warna urine gelap, serta warna
tinja pucat (Suriadi dan Yuliani 2016). Menurut Ridha (2014) bayi baru lahir dikatakan
mengalami hiperbilirubinemia apabila tampak tanda-tanda sebagai berikut :
a. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat penumpukan
bilirubin.
b. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
c. Peningkatan konsentasi bilirubin 5 mg/dl, atau lebih setelah 24 jam.
d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dl, pada neonatus cukup bulan dan 12,5
mg/dl, pada neonatus kurang bulan.
e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
f. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi
kurang dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi trauma
lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.
E. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah trauma
lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir dapat menimbulkan
ikterus, infeksi dan dehidrasi.
b. Pemberian ASI atau makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubin
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubin.
Pengobatan mempunyai tujuan :
1) Menghilangkan Anemia
2) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitiasi
3) Meningkatkan Badan Serum Albumin
4) Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubin meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti,
Infus Albumin dan Therapi Obat,
1) Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Billirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui
mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berkaitan dengan Albumin dan
dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke
dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh
Hati Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis
dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada
kadar Bilirubin Indirek 4-5 mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan
kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubin 5
mg/dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi
Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi Berat Badan Lahir
Rendah.
2) Transfusi Pengganti/Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
d. Tes Coombs Positif.
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dll.
h. Bayi dengan Hiprops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan).
3. Menghilangkan Serum Bilirubin.
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin.
5. Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. Setiap 4-8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai
stabil.

F. KOMPLIKASI
a. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
b. Kernicterus; kerusakan neurologis; cerebral palsy, retardasi mental, hyperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.
c. Gangguan pendengaran dan penglihatan.
d. Asfiksia.
e. Hipotemia.
f. Hipoglikemi.
g. Kematian.
G. PENGKAJIAN
a. Identitas
Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I, Kejadian ikterus : 60% bayi
cukup bulan & 80% pada bayi kurang bulan. Perhatian utama : ikterus pada 24 jam
pertama & bila kadar bilirubin > 5mg/dl dalam 24 jam.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kehamilan Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat-obat
yang meningkatkan ikterus ex : salisit sulkaturosic exitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter, Atau data obyektif : lahir
prematur/kurang bulan, riwayat persalinan, hipoksia dan asfiksia.
3) Riwayat Post natal Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkatkan kulit bayi
tampak kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak
polisitermia, gangguan saluran cerna dan hati (hepatitis).
5) Riwayat Pikososial Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran
orang tua.
6) Pengetahuan Keluarga Penyebab perawatan pengobatan dan pemanahan ortu
terhadap bayi yang ikterus.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1) Aktivitas / Istirahat : Letargi, malas.
2) Sirkulasi : Mungkin picat menandakan anemia.
3) Eliminasi :
• Bising usus hipoaktif.
• Pasase mekonium mungkin lambat.
• Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
• Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze).
4) Makanan / Cairan : Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih
disusui dari pada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum penurunan).
Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar.
5) Neouro Sensori :
• Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal
yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum.
• Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan
inkompatibilitas Rh berat.
• Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan kekakuan
lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang
(tahap krisis).
6) Pernafasan : Riwayat asfiksia
7) Keamanan
• Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
• Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial
• Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada
bagian distal tubuh: kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek
samping fototerapi
8) Seksualitas
• Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi
pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
• Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
• Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9) Penyuluhan / Pembelajaran
• Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis kistik.
• Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme saat lahir
(galaktosemia), diskrasis darah (sferositosis, defisiensi gukosa -6- fosfat
dehidrogenase.
• Faktor ibu, seperti diabetes : mencerna obat-obatan (missal, salisilat,
sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin),
inkompatibilitas Rh/ABO, penyakit infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus,
sifilis, toksoplamosis).
• Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran dengan
ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali pusat, atau
trauma kelahiran.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan termoregulasi b.d peningkatan suhu lingkungan dan tubuh akibat
fototerapi.
2. Resiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh b.d peningkatan IWL (insensible
wates loss) akibat fototerapi dan kelemahan menyusui.
3. Resiko injury b.d masuknya bilirubin dalam jaringan otak.

I. INTERVENSI
No SDKI SLKI SIKI
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Letakkan bayi dalam
termoregulasi b.d keperawatan selama 3 x 24 jam inkubator untuk
peningkatan suhu maka diharapkan bayi tidak mempertahankan
lingkungan dan tubuh mengalami instabilitas suhu, kesetabilan suhu tubuh
akibat fototerapi. dengan kriteria hasil : 2. Pantau tanda dan
1. Suhu aksila 3,5 c – 37,5 c gejala terjadinya
2. Frekuensi nafas 40-60 hipotermia seperti akral
x/menit dingin
3. Denyut jantung 120-180 3. Pantau adanya
x/menit hipertemia
4. Warna kulit bayi coklat 4. Pantau suhu
kemerahan inkubator dan lampu
5. Akral hangat fototherapi
5. Tutup kepala bayi
dengan topi untuk
menghindari panas
akibat radiasi
6. Tingkatkan
pemberian cairan
7. Tingkatkan
pemberian ASI
2. Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor berat badan
ketidakseimbangan keperawatan 3 x 24 jam maka 2. Monitor pemberian
volume cairan tubuh b.d diharapkan keseimbangan ASI
peningkatan IWL cairan dan elektrolit membaik, 3. Monitor serum
(insensible wates loss) dengan kriteria hasil : elektrolit
akibat fototerapi dan 1. Tugor kulit elastis 4. Monitor serum
kelemahan menyusui. 2. Membran mukosa membaik albumin dan protein
3. Perfusi jaringan membaik 5. Monitor tekanan
4. Urine tidak pekat darah, frekuensi nadi
5. Tekanan darah normal 6. Monitor turgor kulit
6. Nadi normal 7. Monitor warna dan
7. Suhu normal jumlah urine
8. Kolaborasi dengan
tim medis dan dokter
3. Resiko injury b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu
masuknya bilirubin keperawatan 3 x 24 jam maka 2. Lakukan penutupan
dalam jaringan otak. diharapkan peningkatan mata pada bayi
tekanan intrakranial atau 3. Pantau kadar bilirubin
perdarahan membaik, dengan 4. Kaji status umum
kriteria hasil : bayi
1. Suhu aksila 36,5-37,5 c 5. Tempatkan bayi
2. Tidak kejang dibawah sinar dengan
3. Bilirubin normal jarak lampu 3 – 4 cm
4. Kulit merah normal 6. Pantau suhu tubuh
7. Monitor pemberian
ASi
8. Kolaborasi dengan
tim medis dan dokter
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Gloria M, Howard K. Butcher. dkk. 2016. Nurshing Interventions Classification


(NIC) (6 th ed). Amerika: Mosby Elseiver.
Kosim, M.S., Yunanto, A., Dewi, R, Sarosa, G.I., & Usman, A. 2014, Buku ajar neonatologi.
IDAI: Jakarta
Mathindas, S., Wilar, R. And Wahani, A. 2013. ‘Hiperbilirubin Pada Neonatus’. Jurnal
Biomedik (Jbm), 5(1). Doi: 10.35790/jbm.5.1.2013.2599.
Marcdante, K.J., Kliegman, R,M., Jenson, H.B & Behrman, R.E, 2014. Ilmu Kesehatan Anak
Esensial, Philadelphia:Sauders Company.
Muslihatum, Wafi Nur. 2016. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.
Moorshead, Sue. dkk. 2016. Nurshing Outcomes Classfication Pengukuran Outcomes
Kesehatan Edisi 5 (NOC). Singapore: Elsevier Global Right.
Nanda Internasional. 2018. Diagnosa Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2018-2020 (11 th
ed.) Jakarta: EGC
Ngastiyah. 2014. Buku Perawat Anak Sakit/Ngastiyah; Editor, Monica Ester. Ed. 2, Jakarta:
EGC
Potts, N.L., & Mandleco, B.L., 2012. Pediatric nuring care for children and their families,
Amerika : Delmar.

Anda mungkin juga menyukai