Anda di halaman 1dari 31

Makalah Kelompok Di Rumah Sakit Pusri Palembang Ruang Paviliun Mawar

Dengan Diagnosa Gastroenteritis b.d Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit

Nama Kelompok:
1. Ega Zinnia Palar (231000414901032)
2. Siti Nurshella Wulandari (231000414901037)

Ci akademik
Hidayati, S.Kep.,Ners.,M.kep

Ci klinik
Rima Mutiara Darwita, S.Kep.,Ners

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS PRIMA NUSANTARA BUKITINGGI

2023

1
2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-

Nya, sehingga Makalah kelompok dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan

Gastroenteritis di RS PUSRI PALEMBANG Tahun 2023” dapat terselesaikan. Makalah ini di

susun dalam rangka menyelesesaikan tugas akhir Stase Anak. Makalah ini tersusun atas upaya

maksimal kelompok sebagai penulis dan petunjuk pembimbing, serta arahan berbagai pihak

yang telah membantu kelompok dalam penulisan makalah ini. Bersama dengan ini

perkenankan saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pembimbing

Akademik dan Pembimbing Klinik. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu

masukan, saran serta kritik sangat diharapkan guna kesempurnaan makalah.

Palembang, 31 Desember 2023

Penulis

3
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................5
Latar Belakang Masalah........................................................................................5
Tujuan Laporan......................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................7


Konsep Dasar Medis Gastroenteritis ......................................................................7
Anatomi Fisiologi...................................................................................................8
Patofisiologi.............................................................................................................9
Pathway..................................................................................................................12
Manifestasi klinis....................................................................................................12
Pemeriksaan penunjang..........................................................................................15
Penatalaksanaan......................................................................................................16
Komplikasi...............................................................................................................17

BAB III TINJAUAN KASUS...............................................................................18


Pengkajian Kasus....................................................................................................19
Analisa Data.............................................................................................................20
Diagnose keperawatan.............................................................................................21

BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................25
Pembahasaan.........................................................................................................26
Diagnosa ...............................................................................................................27
Rencana Keperawatan...........................................................................................29
Evaluasi.................................................................................................................31

BAB V PENUTUP.................................................................................................32
Kesimpulan..............................................................................................................32
Saran........................................................................................................................32

4
BAB I

A. PENDAHULUAN

Anak diartikan sebagai seseorang yang usianya ≤ 18 tahun dalam masa tumbuh
kembang, dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan
spiritual (Damanik & Sitorus, 2019). Perkembangan konsep diri menurut Yuliastati dan
Arnis (2016), sudah ada sejak bayi dan akan mengalami perkembangan seiring
bertambahnya usia anak. Lingkungan mengambil peran penting dalam perubahan status
kesehatan anak, dan terbagi menjadi linkungan internal (anak lahir dengan kelainan)
serta lingkungan ekstrenal (gizi buruk, peran orang tua, saudara, teman dan
masyarakat).
Dalam proses tumbuh dan kembang seorang anak, menjaga kebersihan yang
sulit dan sistem kekebalan tubuh yang belum terbentuk secara sempurna, menyebabkan
anak lebih rentan terkena virus, bakteri ataupun parasit yang akan menyebabkan
berbagai macam infeksi pada anak seperti pilek, infeksi telinga, bronkitis, penyakit
kulit, mata merah, cacar air, sinusitis, radang tenggorokan, pneumonia dan
gastroenteritis (Faradila, 2022). Menurut Rizal (2021), salah satu infeksi virus yang
sering terjadi pada anak yaitu gastroenteritis atau biasa dikenal dengan istilah Muntah
Berak (MuntaBer).
Gastroenteritis didefinisikan secara medis sebagai penyakit diare, dengan kata lain
peningkatan frekuensi buang air besar dengan atau tanpa muntah, demam dan nyeri
perut. Peningkatan frekuensi buang air besardidefinisikan ≥ 3 kali dengan konsistetnsi
encer dalam 24 jam atau setidaknya 200 g fases/ hari (Sattar & Singh, 2022).
Secara global, di dunia gastroenteritis melibatkan lebih dari 3-5 miliar anak setiap
tahun. Amerika Serikat, menyumbangkan lebih dari 350 juta kasus gastroenteritis akut
setiap tahunnya dan di antaranya, bakteri bawaan makanan menjadi penyebab 48 juta
kasus (Sattar & Singh, 2022).

5
B. TUJUAN LAPORAN

Tujuan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Tujuan Umum Tujuan umum ini adalah untuk mendeskripsikan gambaran


tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan Gastroenteritis di
RS PUSRI Palembang Tahun 2023.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan Pengkajian pada Pasien Anak dengan Gastroenteritis di RS
PUSRI Palembang Tahun 2023.
b. Menegakkan Diagnosa Keperawatan pada Pasien Anak dengan
Gastroenteritis di RS PUSRI Palembang Tahun 2023.
c. Menyusun Perencanaan Keperawatan pada Pasien Anak dengan
Gastroenteritis di RS PUSRI Palembang Tahun 2023.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis Gastroenteritis

Definisi Kata “Gastroenteritis” berasal dari kata Yunani gastron (perut) dan
enteron (usus kecil). Secara medis, gastroenteritis didefinisikan sebagai penyakit diare,
dengan kata lain peningkatan frekuensi buang air besar dengan atau tanpa muntah,
demam dan nyeri perut. Peningkatan frekuensi buang air besar didefinisikan oleh tiga
atau lebih buang air besar encer dalam 24 jam atau setidaknya 200 g fases per hari
(Sattar & Singh, 2022).

Gastroenteritis merujuk pada radang lambung atau usus dan termasuk penyakit
yang dapat menular, diare sering muncul secara mendadak dengan atau tanpa muntah.
Diare biasanya berlangsung selama 5-7 hari dan sebagian besar berhenti dalam 2
minggu, sedangkan muntah biasanya berlangsung selama 1-2 hari dan sebagian besar
berhenti dalam 3 hari (Lugg, 2014).

1. Etiologi

Faktor-faktor penyebab gastroenteritis anatara lain: a. Faktor Infeksi menurut


Mardalena (2018) serta Diyono dan Mulyanti (2016).

1. Infeksi Virus

a) Rotravirus merupakan penyebab tersering diare akut pada bayi dan disertai
dengan muntah yang timbul sepanjang tahun, dengan demam dan muntah
sebagai gejala.
b) Enterovirus, biasa muncul pada musim panas.
c) Adenovirus, timbul sepanjang tahun dengan gejala muncul pada saluran
pencernaan atau pernapasan.
d) Norwalk, muncul sebagai epidemik dan dapat sembuh sendiri dalam 24-48
jam.
e)
2. Infeksi bakteri

a) Shigella merupakan penyebab paling tinggi bagi balita dan muncul selama
1 musim dengan puncak Juli-September yang ditandai dengan muntah tapi
tidak menonjol.
b) Salmonella, dengan penderita paling tinggi oleh bayi dibawah 1 tahun
yang membutuhkan masa inkubasi 6-40 jam, dengan lama 2-5 hari. Tanda
dari infeksi ini yaitu demam, terjadi mukoid, muntah tapi tidak menonjol
dan fases yang berdarah dan organisme yang dapat ditemukan di dalam
fases selama berbulan-bulan lamanya.
c) Escherichia coli, biasa terlihat sangat sakit saat didetita oleh bayi karena
menembus mukosa sehingga fases berdarah.

7
d) Campylobacter,biasa ditandai dengan kram pada abdomen yang hebat,
dehidrasi, muntah serta fases yang berdarah dan tercampur oleh mukus.
e) Yersinia Enterecolitica biasa disebut kembaran apendiksitis dengan diare
selama 1-2 minggu dan nyeri pada abdomen.

3. Infeksi parasit, biasa disebabkan oleh cacing acsaris, trichius, oxyuris.


4. Infeksi protozoa, biasa disebabkan oleh entamoeba histolitika, giardia, lamblia,
trichomonas.
5. Jamur dengan candida albicans sebagai penyebab utama.

a) Faktor non-infeksi dengan malabsorsi sebagai salah satu faktor


gastroenteritis. Intoleransi laktosa menjadi penyebab non-infeksi yang
paling sering terjadi pada bayi dan anak.
b) Faktor makanan atau keracunan makanan yang didefinisikan sebagai
penyakit yang terjadi dalam 24 jam setelah makan. Sebagian besar
disebabkan oleh toksin bakteri yang telah terbentuk oleh makanan itu
sendiri.
c) Faktor kerusakan struktual pada mukosa usus menyebabkan gangguan
absorpsi cairan, demikian pula eksudi ke dalam lumen usus yang
merupakan mekanisme penyakit inflamasi usus kronik dan invasi kuman
pathogen sehingga menimbulkan diare.
d) Faktor imunologik, karena tubuh mengalami defisiensi Ig A yang
menyebabkan tidak mampunya tubuh mengatasi infeksi dan investasi
parasit dalam usus.
e) Faktor psikologis berupa takut dan cemas.

B. Anatomi Fisiologi

Tubuh manusia terdapat sel-sel yang membutuhkan nutrisi seperti protein, lemak,
mineral, vitamin, air serta karbohidrat. Dalam proses mencerna makanan dari awal masuk
sampai bisa diserap tubuh ada sistem yang berperan penting dalam tubuh adalah sistem
pencernaan. Sistem pencernaan ini terdiri dari beberapa organ yang mempunyai tugas dan
fungsi masing-masing. Sistem pencernaan atau sering disebut sistem gastrointestinal (GI)
adalah tempat masuknya makanan, cairan, vitamin. Karbohidrat dan lemak kemudian diserap
di dalam usus (Azizah, et.al, 2021)

8
Anatomi pada system pencernaan terdiri dari mulut samoai anus. Sistem pencernaan
(mulai dari mulut sampai anus) berfungsi sebagai berikut (Azizah, et.al, 2021):
a. Menerima makanan
b. Memecah makanan menjadi zat gizi
c. Menyerap zat gizi kedalam darah
d. Membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna

Berikut penjelasan anatomi sistem pencernaan dari mulut sampai anus, sebagai berikut
(Azizah,et.al, 2021):

a. Mulut Mulut adalah bagian organ dari sistem pencernaan yang pertama sebagai tempat
masuknya makanan dan minuman. Mulut dilapisi oleh membran mukosa seperti
epitilium skuamosa yang berisikan kelenjar sekresi mucus. Pada mulut terdapat
palatum yang membentuk langitlangit mulut seperti palatum durum (langit mulut keras)
yang terletak dibagian anterior, palatum molle (langit lunak) yang terdapat di posterior.
Selain itu di dalam mulut juga terdapat uvula yang merupakan suatu otot yang
melengkung dan menutupi membrane mukosa dan berada pada ujung palatum molle.

a. Tenggorokan atau Faring Organ ini berfungsi menghubungkan antara mulut dengan
kerongkongan. Di dalam faring terdapat tonsil atau biasa disebut amandel. Amandel
merupakan kelenjar limfe yang mengandung kelenjar limfosit dan bertujuan untuk
melindungi tubuh dari infeksi. Faring terletak pada rongga mulut bagian belakang dan
rongga hidung. Arteri yang mendarahi faring disebut dengan arteri fasialis.

b. Kerongkongan atau Esofagus Kerongkongan merupakan tabumg berotot yang


merupakan tempat dilewatinya makanan dari mulut ke dalam lambung. Kerongkongan
memiliki panjang antara 2,5 cm dengan lebar 2 cm. kerongkongan terletak pada
medium toraks, didepan kolum vertebrata yang berada sekitar dibelakang trakea dan
jantung. Kerongongan pada bagian atas berhubungan dengan faring sedangkan bagian
bawah dengan diafragma. Gerak peristaltik yang terjadi dalam kerongkongan seperti
memutar, menyempit, melebar, bergelombang dan meremas sehingga makanan bisa
masuk sampai ke lambung. Kerongkongan terdiri dari 3 bagian, diantaranya yaitu :
bagian atas terdiri dari otot rangka, bagian tengah terdiri dari otot rangka dan otot halus,
sedangkan bagian bawah terdiri dari otot halus.kerongkongan terletak pada medium
toraks, didepan kolum vertebrata yang berada sekitar dibelakang trakea dan jantung.
Kerongongan pada bagian atas berhubungan dengan faring sedangkan bagian bawah
dengan diafragma. Gerak peristaltik yang terjadi dalam kerongkongan seperti
memutar, menyempit, melebar, bergelombang dan meremas sehingga makanan bisa
masuk sampai ke lambung. Kerongkongan terdiri dari 3 bagian, diantaranya yaitu :
bagian atas terdiri dari otot rangka, bagian tengah terdiri dari otot rangka dan otot halus,
sedangkan bagian bawah terdiri dari otot halus.

c. Lambung Lambung adalah saluran pencernaan yang berotot dan berongga dengan
bentuk seperti huruf J yang terletak pada epigastrik, umbilikal dan hipokondriak kiri
rongga abdomen. Ukuran lambung ditentukan dari jumlah makanan yang ada di
lambung sekitar 1,5 L atau lebih. Lambung dibagi menjadi 3 bagian seperti kardiak
yang merupakan bagian lambung pertama sebagai tempat masuknya makanan dari
kerongkongan, fundus yang merupakan bagian tengah dengan tujuan menampung

9
makanan dan proses pencernaan dan polirus yang merupakan bagaian terakhir dari
penampungan makanan dan jalan keluar makanan ke usus halus.

d. Bagian ini terletak diantara lambung dengan usus besar. Panjang usus halus antara 5
M, yang dikelilingi dengan usus besar. Usus halus terdiri dari 3 bagian seperti usus 12
jari (duodenum) dengan panjang sekitar 25 cm dan mengelilingi kepala pankreas serta
bertugas mengrimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengirimkan makanan
melalui sfingter pilorus, usus kosong (jejenum) yang terletak pada bagian tengah usus
dengan panjang 2 cm dan terdapat jonjot atau villi serta membrane mukus, dilanjutkan
dengan ileum yang merupakan tempat perkumpulan akhir dengan panjang 3 cm dan
mempunyai katup ileosekal yang berfungsi untuk mencegah regurgitasi dan mencegah
terjadinya proses aliran balik dari ileum ke sekum.

e. Usus Besar Usus besar merupakan lanjutan dari usus halus yang mempunyai umbai
cacing yang sering disebut dengan appendix. Usus besar mempunyai panjang 13 m,
dari sekum ke fossa iliaka kanan sampai dengan rektum dan saluran anus di pelvis.
Lebar lumen usus besar sekitar 6,5 cm yang lebih besar dari usus halus. Usus besar
terdiri dari sekum yang merupakan pangkal usus besar dan merupakan tempat buntu
pada bagian ujungnya dan memiliki panjang 8-9 cm, kolon asenden yang berupa garis
melengkung tajam membentuk kolom transversum dan kolon yang keatas dari sekum
menuju kejati, kolon transversum yang melintang pada bagian duodenum dan lambung
yang menuju area limpa, kolom desenden merupakan kolon yang akan membentuk
kolon sigmoid dengan bentuk kebawah pada rongga abdomen, kolom sigmoid yaitu
kolon yang berbentuk huruf S dan menuju kebawah, rektum yang merupakan bagaian
dari kolon yang melenar dengan panjang 13 cm serta dilanjutkan dengan anus yang
merupakan bagian ujung rektum dan berbatasan dengan kolon sigmoid dan saluran
anus.

f. Klasifikasi Gastroenteritis menyebabkan diare dan sebagian besar adalah diare akut
(Dominguez & Wars, 2022). Seseorang dapat dikatakan diare menurut Mardalena
(2018), apabila:

a. Bayi dan anak dengan buang air besar > 3 kali perhari
b. Neonatus bila buang air besar > 4 kali sehari
c. Dewasa dengan buang air besar > 7 kali sehari.

d. Mardalena (2018), juga menuturkan diare memiliki klasifikasi sendiri, seperti:


1. Diare cair akut yang ditandai keluarnya tinja encer dan mungkin ada darah
di dalamnya. Kondisi ini umumnya berakhir < 14 hari
2. Disentri atau diare akut, bila ada darah dalam fases, frekuensi BAB sering
dan kualitas fases sedikit
3. Diare persisten yang dimulai dari diare akut dan berakhir dalam ≥ 14 hari.
Dominguez dan Wars (2022), juga menuturkan bahwa penderita diare
memiliki risiko untuk terkena dehidrasi, maka berdasarkan Rachmawati
(2022), derajat dehidrasi digolongkan berdasarkan beberapa golongan,
yaitu:

10
a. Dehidrasi berdasarkann kehilangan Berat Badan (BB):
1) Dehidrasi ringan, digambarkan dengan kehilangan 5% dari BB sebelum sakit dengan
perhitungan rata-rata 2,5% diberikan cairan 25% ml/kg BB
2) Dehidrasi sedang, berupa kehilangan cairan 5%-10% dari BB sebelum sakit dengan
perhitungan rata-rata 7,5% ml/kg BB
3) Dehidrasi berat, dengan kehilangan > 10% BB sebelum sakit dengan perhitungan
rata-rata 12,5% dan harus diberi cairan pengganti 1255 ml/kg BB.

C. Dehidrasi Berdasarkan Presentase Kehilangan Air Dari Bb, Yaitu:

a. Dehidrasi berdasarkan skor WHO, terbagi menjadi:

Kriteria:

1. 1) <2 tanda di kolom B dan C = tanpa dehidrasi


2. 2) >2 tanda di kolom B = dehidrasi ringan-sedang
3. 3) ≥2 tanda di kolom C = dehidrasi berat

11
b. Dehidrasi berdasarkan tanda klinis, seperti:

D.Patofisiologi

Gastroenteritis menurut Mardalena (2018), disebabkan oleh masuknya virus, bakteri


dan parasit yang kemudian menyebabkan terjadinya infeksi pada sel-sel serta memproduksi
Enterotoksin atau Cytotoksin dimana akan merusak sel dan melekat pada dinding usus.
Penularan gastroenteritis biasa melalui fekal dan juga makanan atau minuman yang
terkontaminasi yang biasa disebut gangguan osmotic atau mekanisme dasar penyebab
gastroenteritis timbul. Makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic
dalam rongga usus meningkat, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus yang kemudian akan menyebabkan diare jika isi dalam rongga usus berlebihan. Selain itu
muncul juga gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit
meningkat, serta gangguan motilitas usus berupa hiperistaltik yang berarti berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan dan air hingga terjadi diare dan hipoperistaltik yang
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebih dan memunculkan diare.

Dasarnya makanan atau fases bergerak sepanjang usus dengan bantuan gerakan
paristaltik dan segmentasi usus. Namun pada kasus gastroenteritis, mikroorganisme yang
masuk kedalam usus dan berkembang biak dapat meningkatkan gerakan paristaltik di usus.
Kemudian usus akan kehilangan cairan dan elektrolit maka terjadilah dehidrasi. Pada
gastroenteritis dehidrasi menjadi komplikasi yang sering terjadi. Dehidrasi ini dapat
mengganggu keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik dan hipokalemian, serta
gangguan gizi, hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.

12
Pathway Gastroenteritis

E. Manifestasi Klinis

Mardalena (2018), Diyono dan Mulyanti (2016), menuturkan manifestasi klinis gastroenteritis
antara lain :

1. Nyeri perut dan ulu hati


2. Mual, kadang diikuti dengan muntah
3. Nafsu makan berkurang
4. Perut kembung
5. Rasa panas di dada dan perut
6. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
7. Diare
8. Demam
9. Lemah
10. Fontanel cekung.
11. Dehidrasi : turgor buruk, kulit kering, lidah pecah-pecah
12. Berat badan menurun
13. Selaput lendir pucat
14. Peristaltik usus menigkat
15. Anus kadang lecet

13
16. Takikardi
17. Ketidakseimbangan antara masukan dan keluaran
18. Peningkatan serum natrium
19. Urine pekat
20. Perilaku tidak konsentrasi

F. Pemeriksaan Penunjang

Mardalena (2018), menyampaikan pemeriksaan laboratorium pada gastroenteritis meliputi :

1. Pemeriksaan Tinja

a. Makroskopis dan mikroskopis


b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila
diduga intoleransi gula.
c. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

2. Pemeriksaan Darah

a. pH darah (Natrium, Kalium, Kalsium dan Fosfor) dalam serum untuk


menentukan keseimbangan asam basa.
b. Kadar ureum dan kreatinin untuk menhetahui faal ginjal.

3. Intubasi Duodenum
Untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan
kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

G. Komplikasi

Komplikasi dari gastroenteritis menurut Mardalena (2018), yaitu:

a. Dehidrasi
b. Rentan hipovolemi
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Malnutrisi
f. Hipogikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis menurut Mardalena (2018), pada penderita gastroenteritis yaitu:

1. Pemberian cairan untuk mengganti cairan yang hilang


2. Dietetik yaitu pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu diperhatikan seperti:

• Memberi ASI (pada anak usia 0-2 tahun)


• Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan
makanan yang bersih.

14
3. Monitor dan koreksi input dan ouput elektrolit
4. Pemberian obat-obatan, seperti:
a. Antibiotik
b. Koreksi asidosis metabolik
c. Berikan obat anti mual

Dalam melakukan pemantauan intake dan output cairan pada anak


dengan dehidrasi, Instalasi Promosi Kesehatan Rumah Sakit RSUD Dr. Soetomo (2022),
menuturkan bagaimana cara untuk menghitung balance cairan.

a. Cairan masuk

1) Cairan masuk yang dapat dilihat, yaitu:

a) Oral = minuman dan makanan


b) Enternal = NGT, obat oral
c) Parenteral = IV line (infus)

2) Injeksi cairan yang tidak terlihat biasa disebut metabolisme air yang dapat diketahui
melalui perhitungan usia, seperti:

a) 1-4 tahun
b) 5-7 tahun
c) 8-11 tahun
d) 12-14 tahun

= 8 cc/kgBB/hari
= 8-8,5 cc/kgBB/hari = 6-7 cc/kgBB/hari = 5-6 cc/kgBB/hari

• Cairan keluar
1) Cairan keluar yang dapat dilihat, yaitu:

a) BAB
b) Urine
c) NGT
d) Muntah
e) Drain

= fases ±100 ml/hari


= > 0,5 – 1 ml/kgBB/jam = residu, gastric cooling

15
2) Cairan keluar yang tidak dapat dilihat berupa Insenible Water Loss (IWL), yaitu
kehilangan cairan melalui paru-paru dan kulit, dengan standar kehilangan sebesar:

a) Neonatus = 30 ml/kgBB/hari
b) Bayi = 50-60 ml/kgBB/hari
c) 1-12 tahun = (30-Usia anak dalam tahun)xBB/kg
d) 12-18 tahun = 20 ml/kgBB/hari
e) Jika ada kenaikan suhu tubuh maka perhitungan IWL = (15cc X kgBB)+(suhu –
36,8°C)

3) Anak mengompol, dapat hitung kebutuhan urin dengan (urine = 0,5 cc – 1


cc/kgBB/hari).

Oktiawati dan Julianti (2019), menuturkan bahwa penanganan gastroenteritis dengan diare
sehingga mengakibatkan dehidrasi, dibedakan berdasarkan jenis dehidrasinya, yaitu:

1. Tanpa dehidrasi = lakukan rencana terapi A, setelah rehidrasi nasihati ibu untuk
penanganan dirumah dan kapan harus kembali segera, lalu lakukan kunjungan ulang
dalam waktu 5 hari jika tidak membaik
2. Dehidrasi ringan / sedang = lakukan rencana terapi B, setelah rehidrasi nasihati ibu
untuk penanganan dirumah dan kapan harus kembali segera, lalu lakukan kunjungan
ulang dalam waktu 5 hari jika tidak membaik
3. Dehidrasi berat = lakukan rencana terapi C

Berikut adalah rencana terapi pemberian cairan tambahan untukdiare dan melanjutkan
pemberian makan / ASI.

• Rencana terapi A (penanganan diare dirumah)

1. Beri cairan tambahan sebanyak anak mau, seperti ASI dan jika anak tidak
memperoleh ASI maka berikan cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air
matang dan oralit setiap anak buang air besar dengan 50-100 ml untuk umur 1
tahun serta 100-200 ml untuk 1-5 tahun.
2. Beri tablet Zinc selama 10 hari
3. Lanjutkan pemberian makan
4. Beri tau orangtua kapan harus 16embali

• Rencana terapi B (penanganan dengan oralit)

16
Berikan oralit sesuai anjuran selama periode 3 jam pertama dengan

berat badan (kg) x 75 ml

-Setelah 3 jam maka ulangi penilaian klasifikasi dehidrasi, pilih rencana terapi
yang sesuai, lakukan pemberian makan

-Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai maka lakukan

hal berikut:

1. Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit dirumah


2. Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan
3. Beri oralit yang cukup untuk memenuhi rehidrasi
4. Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah dengan rencana terapi A

• Rencana terapi C
1. Beri cairan intravena secepatnya dengan 100 ml/kg Ringger Laktat (RL) atau NaCl
den gan pembagian sebagai berikut:

Setalah itu periksa anak setiap 15-30 menit. Jika nadi tidak teraba beri tetesan lebih cepat,
berikan oralit (5 ml/kgBB/jam) segera setelah anak mau minum dan periksa kembali sesudah
3-6 jam.

2. Lakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa orogastrik atau mulut (20 ml/kg/jam
selama 6 jam dengan total 120 ml/kg/jam)
3. Jika setelah 3 jam keadaan rehidrasi tidak membaik, maka rujuk anak untuk pengobatan
intravena
4. Setelah 6 jam, periksa kembali anak dan lakukan intervensi sesuai rencana
5. Berikan tablet Zinc untuk semua penderita diare sesuai dengan dosis yang sudah
ditentukan (1 tablet = 20 mg) dan pemberian selama 10 hari. Dosis tablet Zinc yaitu:

a) < 6 bulan = 0,5 tablet/hari

b) ≥ 6 bulan = 1 tablet/hari

17
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN KASUS

a. Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan Gastroenteritis

Asuhan Keperawatan adalah rangkaian interaksi dengan klien dan lingkungan untuk
mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian dalam merawat dirinya (Pemerintah
Republik Indonesia, UU No. 38, Tahun 2014).

b. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan menjadi dasar utama dalam proses keperawatan yang nantinya
akan membantu untuk penentuan masalah keperawatan dan kebutuhan pada pasien. Menurut
Mardalena (2018), ada beberapa data yang harus dikaji pada anak gastroenteritis dengan
dehidrasi, yaitu:

• Identitas pasien
• Riwayat keperawatan yang terdiri dari:

1. Awal serangan: anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia, diare
2. Keluhan utama: fases cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi
gejala dehidrasi, berat badan menurun dan pada bayi biasa muncul tanda ubun-ubun
tampak cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering,
frekuensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.

• Riwayat kesehatan masa lalu, berupa penyakit yang pernah diderita oleh pasien dan
riwayat imunisasi yang telah diberikan
• Riwayat psikososial keluarga
• Kebutuhan dasar

1. Pola elmininasi: akan mengalami perubahan yaitu BAB >4 kali sehari dengan
konsistensi encer dan BAK sedikit atau jarang
2. Pola nutrisi: diawali dengan mual,muntah, anoreksia, sehingga terjadi penurunan BB
3. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman
4. Pola hygine: kebiasaan mandi setiap harinya
5. Aktivitas: akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat
distensi abdomen.

• Keadaan umum: tampak lemah, kesadaran compos mentis sampai koma, suhu tubuh
tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat
• Pemeriksaan sistematik, terdiri dari:

18
a. Inspeksi: mata cekung, ubun-ubun besar atau cekung, selaput lendir, mulut dan
bibir akan kering, BB menurun, anus kemerahan
b. Perkusi: distensi abdomen
c. Palpasi: turgor kulit kurang elastis
d. Auskultasi: terdengarnya bising usus
• Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang, dilakukan karena pada anak dengan dehidrasi
akan mengalami penurunan BB secara signifikan
• Pemeriksaan penunjang seperti pada tinja, darah lengkap dan duodenum intubation
yang berguna untuk mengetahui penyebab secara kuantitatif dan kualitatif.

B. ANALISA DATA

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH


DS : Difusi, filtrasi, transport aktif Risiko ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit terganggu elektrolit
-Ibu mengatakan pagi ini
An.Z sudah muntah sebanyak Gangguan keseimbangan cairan
1. 2x dengan konsistensi cair dan elektrolit(hipokalemia dan
hiperkalsemia)
DO :
1.
a. An.Z sudah 4x BAB dari
jam 20.00 WIB kemarin
Risiko ketidakseimbangan
malam – 09.00 WIB pagi ini cairan dan elektrolit

DS : Infeksi (bakteri, virus, atau Diare


a. An. Z mengatakan nyeri parasite)
P : bergerak
Q : diperas Masuk saluran cerna dan
R : abdomen berkembang
2.
S: 5
T : hilang timbul
Toksin dalam dinding usus
DO :
halus

-An. Ab sudah 4x BAB dari Absorbs cairan dan elektrolit


menurun
-jam 20.00 WIB kemarin
malam – 09.00 WIB pagi ini Bab menjadi lebih sering

-An. Ab BAB dengan Inflamasi gastrointestinal


konsistensi cair

19
-Bising usus pada An. Ab
hiperaktif dengan 35x /
menit

-Frekuensi peristaltik pada An.


Ab meningkat

DS :

-An. An mengatakan nyeri


P : bergerak
3. Q : diperas Penurunan perfusi jaringan Nyeri Akut
R : abdomen selebral
S: 4
T : hilang timbul Iskemia

-An. Z mengatakan malas Hipoksia


untuk makan
Metabolisme aerob
DO :
Asam laktat meningkat
-An. Z tampak meringis
Edema selebral
-An. Z tampak gelisah

-An. Z tampak bersikap

-protektif (menhindar dari


nyeri)

-An. Z kesulitan saat mau

-tidur karena mencari posisi


nyaman agar tidak nyeri

-An. Z tampak malas untuk


berbicara dengan siapapun

-Frekuensi nadi meningkat


(124x / menit)

20
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Tahap kedua pada proses dokumentasi keperawatan adalah diagnosa yang merupakan
penilaian klinis terhadap pengalaman atau respon individu, keluarga atau komunitas kepada
masalah kesehatan, risiko masalah kesehatan atau proses kehidupan (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017). Pada anak dengan gastroenteritis Muttaqin (2011) dan Tim Pokja SDKI DPP
PNNI (2017) menyatakan diagnosa yang sering muncul, yaitu:

NO. SDKI SLKI SIKI

Status Cairan (L.03028) Manajemen Hipovolemia


(I.03116)
Tujuan: setelah dilakukan Observasi :
intervensi keperawatan diharapkan 1) Periksa tanda dan gejala
status cairan membaik hipovolemia
1. Risiko ketidakseimbangan 2) Monitor intake dan ouput
elektrolit b.d diare dan cairan
muntah (D.0037) Kriteria hasil:
Terapeutik :
1) Kekuatan nadi meningkat
2) Turgor kulit meningkat 1) Hitung kebutuhan cairan
3) Output urine meningkat 2) Berikan posisi modilifed
4) Perasaan lemah menurun trendelenburg
5) Keluhan haus menurun 3) Berikan asupan cairan oral
6) Frekuensi nadi membaik
7) Tekanan darah membaik Edukasi :
8) Tekanan nadi membaik
9) Kadar Hb membaik 1) Anjurkan memperbanyak
10) Kadar Ht membaik asupan cairan oral
11) Berat badan membaik 2) Anjurkan menghindari
12) Intake cairan membaik perubahan posisi mendadak
13) Suhu tubuh membaik
Kolaborasi :

1) Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis. NaCl,
RL)
2) Kolaborasi pemberian cairan
IV hipotonis (mis. glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)
3) Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. albumin,
plasmanate)

21
Elminasi Fekal (L.04033) Manajemen Diare (I.03101)

2. Diare b.d proses inflamasi Tujuan: intervensi diharapkan Observasi :


gastrointestinal membaik
1) Identifikasi penyebab
diare
setelah dilakukan keperawatan
2) Identifikasi riwayat
eliminasi fekal pemberian makanan
3) Identifikasi gejala invaginasi
Kriteria hasil: (mis. tangisan keras, kepucatan
1) Kontrol pengeluaran feses pada
meningkat bayi)
2) Urgency menurun 4) Monitor warna, volume,
3) Nyeri abdomen menurun frekuensi dan konsistensi tinja
4) Kram abdomen 5) Monitor tanda dan gejala
5) Konsistensi fases membaik hipovolemia
6) Frekuensi defekasi membaik 6) Monitor iritasi dan ulserasi
7) Peristaltik usus membaik kulit didaerah perineal
7) Monitor jumlah pengeluaran
diare
8) Monitor keamanan
penyiapan makanan
Terapuetik
1) Berikan asupan cairan oral
2) Pasang jalur intravena
3) Berikan cairan intravena
(mis. ringer asetat, ringer
laktat), jika perlu
4) Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit
5) Ambil sampel fases untuk
kultur, jika perlu

Edukasi :

1) Anjurkan makan porsi


kecil dan sering secara
bertahap
2) Anjurkan melanjutkan
pemberian ASI

Kolaborasi :

1) Kolaborasi pemberian
obat antimotilitas (mis.
loperamide, difenoksilat)
2) Kolaborasi pemberian
obat antispasmodic/spasmolitik
(mis. papaverin, ekstak
belladonna, mebeverine)
3) Kolaborasi pemberian obat
pengeras fases (mis. atapulgit,
smektit, kaolin- pektin)

22
Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Tujuan: setelah dilakukan Observasi :
3. Nyeri akut b.d agen intervensi keperawatan diharapkan
pencedera fisiologis tingkat nyeri menurun 1) Identifikasi
karateristik, frekuensi,
Kriteria hasil: intensitas nyeri
lokasi,
1) Kemampuan menuntaskan durasi, kualitas,
aktivitas meningkat 2) Identifikasi skala nyeri
2) Keluhan nyeri menurun 3) Identifikasi respons nyeri
3) Meringis menurun non verbal
4) Sikap protektif menurun 4) Identifikasi faktor yang
5) Gelisah menurun memperberat dan
6) Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri
7) Menarik diri menurun 5) Identifikasi pengetahuan
8) Perineum terasa tertekan dan keyakinan tentang
menurun nyeri
9) Ketegangan otot menurun 6) Identifikasi pengaruh
10) Muntah menurun budaya terhadap respons
11) Mual menurun nyeri
12) Frekuensi nadi membaik 7) Identifikasi pengaruh
13) Tekanan darah membaik nyeri terhadap kualitas
14) Nafsu makan membaik hidup
15) Pola tidur membaik 9) Monitor efek samping
analgetik

Terapeutik :

1) Berikan terapi
nonfarmakologi untuk
menguramgi rasa nyeri
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3) Fasilitas istirahat dan tidur

Edukasi :

1) Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3) Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :

1) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

23
BAB IV
PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN

Menurut Mardalena (2018) serta Diyono dan Mulyanti (2016), salah satu
penyebab gastroenteritis adalah bakteri Sallmonella yang penularannya dapat terjadi
melalu kontak langsung (fekal-oral), berdasarkan hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Willacy (2022), bahwa typhoid dan gastroenteritis adalah infeksi yang berasal dari
bakteri Salmonella yang menyerang sistem pencernaan (mukosa usus). Pada pasien An.
Z ditemukan bahwa masih mengkonsumsi susu formula 4-5 x/hari dengan
menggunakan botol susu yang dicuci rutin menggunakan air bersih namun tidak disikat
dengan sikat khusus sehabis pemakaian dan dicuci dengan air panas 2-3 x/minggu,
dimana menurut Rothstein, et.al, (2019), metode yang mampu menurunkan tingkat
kontaminasi pada botol susu anak adalah penyikatan dengan air dan detergen selama
30-60 detik. Berdasarkan uraian tersebut peneliti berasumsi bahwa kurangnya perilaku
hidup bersih dan sehat suatu keluarga dapat mengakibatkan penyakit yang menginfeksi
tubuh salah satunya yaitu sistem pencernaan (gastroenteritis).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Risiko ketidakseimbangan elektrolit b.d diare dan muntah

2. Diare b.d proses inflamasi gastrointestinal

3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis

24
a. Risiko keseimbangan elektrolit d.d diare dan muntah (D.0037)

Diagnosa tersebut terjadi pada An. Z dengan data subjektif berupa muntah 2x sejak pagi
dengan konsistensi cair, serta data objektif berupa BAB cair sebanyak 4x dalam kurun waktu
13 jam. Pada Pasien didapatkan data subjektif berupa muntah 2x sejak pagi dan data objektif
BAB cair 3x dalam waktu 13 jam. Berdasarkan hal tersebut, menurut SDKI, PPNI (2017),
bahwa risiko ini dapat terjadi apabila mengalami perubahan kadar serum eloktrolit dalam
tubuh, dimana muntah dan diare menjadi faktor serum elekrolit mengalami perubahan dengan
kondisi klinis terkait berupa gastroenteritis. Tyas et.al, (2018) mengemukakan hasil
penelitiannya yaitu sekitar 40,46% pasien diare dengan dehidrasi mengalami gangguan
elektrolit serum yang merupakan komplikasi umum dari diare akut. Dengan uraian diatas maka
peneliti berasumsi bahwa risiko kesimbangan elektrolit dibuktikan dengan diare dan muntah
dapat ditegakkan karena apabila risiko tersebut tidak ditangani dengan baik maka akan
menyebabkan hilangnya cairan tubuh secara berlebih hingga menjadikan klien mengalami
dehidrasi dan mengakibatkan hipovolemia.

b. Diare b.d proses inflamasi gastrointestinal (D.0130)

Berdasarkan hasil pengkajian pada An. Z didapatkan data subjektif mengeluh nyeri
pada abdomen dengan skala 4 dan data objektif berupa BAB sudah 4x dalam konsistensi cair
dari jam 20.00 WIB-09.00 WIB, bising usus hiperaktif dengan 35x / menit. Berdasarkan teori,
diare merupakan peningkatan frekuensi buang air besar didefinisikan ≥ 3 kali dengan
konsistetnsi encer dalam 24 jam atau setidaknya 200 g fases/ hari (Sattar & Singh, 2022).
Menurut asumsi peneliti, diagnosa diare berhubungan dengan proses inflamasi gastrointestinal
dapat ditegakkan karena memenuhi validasi penegakkan diagnosa keperawatan pada SDKI
(PPNI, 2017), yaitu sekitar 80% - 100% dari tanda mayor dan minor serta dibuktikan dari
tingginya monosit pada kedua klien.

25
c. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077)

Mardalena (2018), mengungkapkan bahwa gastroenteritis menyebabkan


mikroorganisme yang masuk ke dalam usus dan berkembang biak dapat menyebabkan
peningkatan gerakan paristaltik pada usus yang dimana Muttaqin (2011), mengatakan bahwa
reflek tersebut dapat menyebakan nyeri pada area abdomen. Peneliti berasumsi bahwa nyeri
akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dapat ditegakkan karena memenuhi
validasi penegakkan diagnosa keperawatan pada SDKI (PPNI, 2017), yaitu sekitar 80% - 100%
dari tanda mayor dan minor, yang disertai dengan terjadinya inflamasi pada saluran pencernaan
dimana dibuktikan dengan tingginya jumlah monosit pada kedua klien.

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada Klien anak dengan gastroenteritis sudah
menggunakan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI PPNI, 2018) dan panduan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI PPNI, 2019), serta berdasarkan teori Mardalena
(2018) mengenai penatalakasanaan gastroenteritis yang berupa pemantauan intake dan output
cairan, pemenuhan kebutuhan cairan yang hilang, pemberian antibiotic dan obat-obatan yang
disesuaikan dengan keluhan Klien, dengan begitu maka standar intervensi keperawatan terdiri
atas observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi.

TUJUAN

DAN
NO. DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
Keseimbangan cairan (L.03020) Pemantauan elektrolit (I.03122)

Tujuan: setelah dilakukan intervensi Observasi Monitor muntah, diare


Risiko
keperawatan 3 x 10 jam diharapkan
ketidakseimbangan
keseimbangan cairan meningkat Terapeutik Atur interval waktu
elektrolit b.d diare dan
Kriteria Hasil: pemantauan sesuai dengan kondisi
1. muntah
pasien
1. Asupan cairan meningkat
2. Asupan makanan meningkat Edukasi Informasikan hasil
3. Dehidrasi menurun pemantauan, jika perlu
4. Denyut nadi membaik

26
Elminasi Fekal (L.04033) Manajemen Diare (I.03101)

Tujuan: setelah dilakukan intervensi Observasi


Diare b.d proses
keperawatan 3 x 10 jam diharapkan
inflamasi
eliminasi fekal membaik Identifikasi penyebab diare
gastrointestinal
2.
Kriteria hasil: Identifikasi riwayat pemberian
makanan
1. Kontrol pengeluaran fases
meningkat Monitor warna, volume, frekuensi
2. Nyeri abdomen menurun dan konsistensi tinja
3. Kram abdomen
4. Konsistensi fases membaik Monitor jumlah pengeluaran diare
5. Frekuensi defekasi membaik
6. Peristaltik usus membaik Terapuetik

Berikan cairan oral asupan

Berikan intravena cairan (mis. ringer


asetat, ringer laktat), jika perlu

Ambil sampel darah untuk


pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit

Ambil sampel fases untuk kultur, jika


perlu

Edukasi

Anjurkan makan porsi kecil dan


sering bertahap

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian obat


antimotilitas (mis. loperamide,
difenoksilat)

Kolaborasi pemberian obat


antispasmodic/ spasmolitik
papaverin, belladonna, mebeverine)

Kolaborasi pemberian obat pengeras


fases (mis. atapulgit, smektit, kaolin-
pektin)

27
Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)

Tujuan: setelah dilakukan intervensi Observasi


3. Nyeri akut b.d agen
keperawatan 3 x 10 jam diharapkan
pencedera fisiologis
tingkat menurun nyeri Identifikasi lokasi, karateristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Kriteria hasil nyeri

a. Kemampuan menuntaskan Identifikasi skala nyeri


aktivitas meningka
b. Keluhan nyeri menurun Terapeutik
c. Meringis menurun
d. Sikap protektif menurun Berikan terapi nonfarmakologi untuk
e. Gelisah menurun menguramgi rasa nyeri
f. Kesulitan tidur menurun
g. Menarik diri menurun Edukasi
h. Ketegangan otot menurun
i. Muntah menurun Anjurkan monitor nyeri secara
j. Mual menurun mandiri
k. Frekuensi nadi
l. membaik
Kolaborasi
m. Nafsu makan
n. membaik
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

D. IMPLEMENTASI

NO. Waktu Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Evaluasi Paraf


Perawat
Visite Keperawatan -4x dalam 13 jam terakhir,
30 Desember 2023 cair, kecoklatan
1. -Mengidentifikasi riwayat
09:00 WIB makanan -2.4 4x dalam 13 jam
-Memonitor terakhir ---cair
volume, -iritasi lambung dan
pemberian
warna, frekuensi P : bergerak
dan konsistensi tinja
-Memonitor jumlah Q : diperas
pengeluaran diare
-Memeriksa volume R : abdomen
muntah
-Mengidentifikasi S: 4
faktor penyebab
muntah
T : hilang timbul

28
Memonitor suhu tubuh -T : 36,3° C

30 Desember 2023 -Kolaborasi pemberian cairan -pemberian paracetamol


intravena dan elektrolit infus 240 mg
2. 13:00 WIB
-Memeriksa muntah -muntah 4x

-Mengatur untuk volume posisi -pemberian posisi semi


mencegah aspirasi fowler

Visite Keperawatan -Laktat Ringer 500 ML (65


31 Desember 2023 CC/Jam)
3. -Berikan cairan intravena
10:00 WIB -pemberian ondancentron 2
-Kolaborasi pemberian antiemetic mg dalam injeksi intravena

Berdasarkan tabel diatas, bahwa implementasi dan tujuan yang dilakukan berdasarkan
dari rencana atau intervensi yang telah dibuat agar kriteria hasil dapat tercapai.

29
E. EVALUASI

NO. DIAGNOSA EVALUASI PARAF


KEPERAWATAN
S : ibu mengatakan An. Z masih mual dan

Risiko ketidakseimbangan elektrolit muntah 2x sejak pagi


1. b.d diare dan muntah
O : An. Z BAB 4x sejak pagi

A : masalah keperawatan belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

S : ibu mengatakan An. Z BAB 4x sejak

pagi
2. Diare b.d proses inflamasi
gastrointestinal O : BAB An. Z dalam konsistensi cair

A : masalah keperawatan belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

S : An. Z mengatakan masih sakit perut

3. P : bergerak,
Nyeri akut b.d agen pencedera Fisiologis

Q : diperas,
R : abdomen,
S : 3,
T : hilang timbul

O : An. Z tampak meringis sesekali


A : masalah keperawatan belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

30
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pada hasil pengkajian, diperoleh mempunyai keluhan utama yang berbeda,


namun keluhan utama tersebut berdasarkan teori merupakan manifestasi klinis dari
diagnosa medis gastroenteritis. Pada pasien memilki kesamaan berupa terjadinya BAB
dengan konsistensi cair, penurunan nafsu makan, mual, muntah, serta nyeri pada
abdomen.

B. SARAN

Bagi Peneliti

Hasil penelitian yang peneliti lakukan dapat menjadi acuan yang berkaitan dengan
penyakit gastroenteritis maupun juga dengan asuhan keperawatan pada klien anak dengan
gastroemteritis sebagai tolak ukur untuk peneliti selanjutnya.

Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian yang peneliti lakukan dapat menambah keluasan ilmu khususnya
keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien anak dengan gastroenteritis dan
juga memacu pada peneliti selanjutnya sebagai bahan pembandingan dalam melakukan
penelitian pada klien anak dengan gastroenteritis.

31

Anda mungkin juga menyukai