Dosen pengampu :
Oleh :
1. Ahmad nur Kholik ( 2311203042 )
2. Muhammad Wildan ( 2311203023 )
SAMARINDA
2023
KATA PENGANTAR
Kami selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada bapak Dr. Habib Anwar Al-Anshori, M.Pd Selaku dosen pada mata
kuliah Filsafat Pendidikan Islam.
Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Maka dari itu kami membutuhkan kritik serta saran agar bisa membantu membangun
kemampuan kami, agar kedepannya bisa menulis makalah dengan lebih baik dan benar.
Besar harapan kami, semoga dengan adanya makalah ini bisa menjadi manfaat bagi
para pembaca dan khususnya bagi kami sebagai penulis.
Kelompok 9
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Begitu populernya kitab ta’lim muta’allim telah di cetak di berbagai negara barat
maupun timur, kitab tersebut kebanyakan di nilai oleh ahli sebagai kitab yang cukup
memadai untuk di jadikan tuntunan peserta didik agar dapat mencapai sukses dalam
belajar serta menjadi insan yang utuh.
Yang di asumsikan sebagai karya kependidikan klasik yang di dasarkan pada nilai-
nilai islami, terutama di kalangan peserta didik dalam rangka memperoleh wawasan
kependidikan yang utuh yang menyelaraskan pengembangan potensi akal,etik,zikir
dan pikir.
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan
2
BAB II
Pembahasan
3
B. Konsep pendidikan Syeikh Az-Zarnuji
2
Khayat Nuriman Jurnal Tawadhu 3 (2), 861-873, 2019
4
dewasa. Al-jarnuzi membahas tentang beberapa konsep adab yang perlu kita
aplikasikan dalam pembelajaran, sehingga akan tercipta pribadi yang santun sesuai
tuntunan al qur‟ an. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kajian pustaka. Untuk
memperoleh data yang representatif dalam pembahasan skripsi ini digunakan
metode penelitian kepustakaan (library research) dengan cara mencari
mengumpulkan, membaca dan menganalisa buku-buku yang ada relevansinya
dengan masalah penelitian, kemudian diolah sesuai dengan kemampuan penulis.
Hasil temuan menunjukkan bahwa konsep adab dalam belajar yang di gagas oleh
Al-jarnuzi ini memiliki konsep adab belajar yang terklasifikasi ke dalam adab
belajar murid terhadap Allah, adab belajar murid terhadap diri sendiri, adab belajar
murid terhadap sesama (orang tua, guru, dan teman), dan adab belajar murid
terhadap ilmu. Rekomendasi dalam penelitian ini, hendaknya semua pihak yang
berkecimpung dalam pendidikan khususnya bagi seorang murid, harus senantiasa
mengaplikasikan adab belajar yang telah digagas oleh Al-jarnuji ini, agar
memperoleh keberhasilan dan kesuksesan dalam belajar, sehingga mendapatkan
ilmu yang bermanfaat.3
3
Noor Amirudin TAMADDUN 21 (2), 161-182, 2020
5
dirinya bisa memperoleh ilmu pengetahuan yang bernilai guna bagi masyarakat dan
bangsanya, serta etika terhadap pendidik dan peserta didik yang lain. Pendidikan
Islam menurut pandangan Syekh Az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’allim
dapat dipetakan menurut komponen pendidikan, yaitu kurikulum, tujuan
pendidikan, guru sebagai pendidik, murid sebagai terdidik, serta metode
pendidikan. Tujuan pendidikan dalam hal ini yaitu harus berniat untuk mencari
ridha Allah. Dalam memilih guru hendaknya memilih seorang guru yang lebih alim,
lebih wara’, dan lebih tua. Seseorang yang menuntut ilmu juga harus memiliki
kepribadian yang baik. Az-Zarnuji memberikan metode menghafal, metode
mancatat, diskusi dan memahami. Menurut Az-Zarnuji, untuk mendapatkan ilmu
yang bermanfaat membutuhkan jalan dan sarana yang tepat, yakni dengan
mengagungkan ilmu, dan yang termasuk dalam mengagungkan ilmu adalah
menghormati guru dan keluarganya.4
Buku Ta`lim al-Muta`allim adalah salah satu karya Syeikh Az-Zarnuji. Namun
bukan berarti tidak ada karya beliau yang lain. Sebab logikanya seorang alim seperti
Syeikh Az-Zarnuji yang selalu berkecimpung di dunia pendidikan bahkan seluruh
hidupnya ia gunakan untuk pendidikan. Di samping itu, guru-guru Syeikh Az-
Zarnuji dan orang-orang seangkatan dengannya banyak menulis kitab. Jadi menurut
penulis mungkin saja Syeikh Az-Zarnuji menulis kitab lain dari yang disebutkan
tetapi tidak diterbitkan. Di Indonesia, kitab Ta`lim al-Muta`allim Thuruq al-
Ta`alum dikaji dan dipelajari hampir di setiap lembaga pendidikan Islam, terutama
lembaga pendidikan tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren
modern sekalipun, seperti halnya di pondok pesantren Gontor Ponorogo, Jawa
Timur. Pada dasarnya ada beberapa konsep pendidikan Syeikh Zarnuji yang banyak
berpengaruh dan patut diindahkan: (1) motivasi dan penghargaan yang besar
terhadap ilmu pengetahuan dan ulama; (2) konsep filter terhadap ilmu pengetahuan
4
Khoirun Nasihin Tarbawi: Jurnal Stusi Pendidikan Islami 6 (2), 102, 2018
6
dan ulama; (3) pendekatan-pendekatan teknis pendayagunaan potensi otak, baik
dalam terapi alamiyah atau moral-psikologis.
Point-point ini semuanya disampaikan Zarnuji dalam konteks moral yang ketat.
Maka, dalam banyak hal, ia tidak hanya berbicara tentang metode belajar, tetapi ia
juga menguraikannya dalam bentuk-bentuk teknis. Namun walaupun demikan,
bentuk-bentuk teknis pendidikan ala Zarnuji ketika dibawa ke dalam wilayah
dengan basis budaya modern, terkesan canggung. Saat itulah, Ta’lim kemudian
banyak dipandang secara “tidak adil” (baca: apriori), ditolak dan disudutkan. Tetapi
menurut penulis, terlepas dari pro-kontra kelayakannya sebagai metodologi
pendidikan, yang jelas Zarnuji dalam cermin besarnya telah memberikan sebuah
nuansa tentang pendidikan ideal; sebuah pendidikan yang bermuara pada
pembentukan moral. Secara umum kitab ini berisikan tiga belas pasal yang singkat-
singkat, yaitu; (1) Pengertian Ilmu dan Keutamaannya; (2). Niat di kala belajar; (3).
Memilih ilmu, guru dan teman serta ketahanan dalam belajar; (4). Menghormati
ilmu dan ulama; (5). Ketekunan, kontiunitas dan cita-cita luhur; (6). Permulaan dan
intensitas belajar serta tata tertibnya; (7). Tawakal kepada Allah; (8). Masa belajar;
(9). Kasih sayang dan memberi nasehat, (10). Mengambil pelajaran, (11). Wara
(menjaga diri dari yang haram dan syubhat) pada masa belajar, (12). Penyebab hafal
dan lupa, dan (13). Masalah rezeki dan umur. Dari ke 13 bab pembahasan di atas,
berdasarkan analisa Mochtar Affandi, bahwa dari segi metode belajar yang dimuat
Zarnuji dalam kitabnya itu meliputi dua kategori. Pertama, metode bersifat etik.
Kedua, metode yang bersifat strategi. Metode yang bersifat etik antara lain
mencakup niat dalam belajar; sedangkan metode yang bersifat teknik strategi
meliputi cara memilih pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-
langkah dalam belajar. Apabila dianalisa maka akan kelihatan dengan jelas Zarnuji
mengutamakan metode yang bersifat etik, karena dalam pembahasannya beliau
cenderung mengutamakan masalah-masalah yang bernuansa pesan moral.5
5
Mochtar Affandi, The Methode of Muslim Learning as Illustrated in AzZarnuji`s Ta`lim al- Muta`allim, Tesis,
(Montreal: Institute of Islamic Studies McGill University, 1990), h. 19
7
D. Pemikiran Syeikh Az-Zarnuji tentang pola hubungan guru dan murid
Dari beberapa penulis muslim yang membahas tentang pendidikan, selalu
membahas masalah status guru, peranan dan etikanya, serta kewajiban-kewajiban
murid. Hal ini bisa dipahami bahwa ilmuan muslim sangat menghargai ilmu
pengetahuan dan seluruh yang terlibat dalam ilmu pengetahuan, dalam hal ini guru
dan murid.6
Dalam Islam seorang guru tidak hanya bertugas mengajar atas dasar kualifikasi
keilmuan dan akademis tertentu, tetapi juga harus menjadi sumber moral dan etika
bagi anak didiknya.Untuk mengemban misi itu, seorang.7
pengaruh besar terhadap anak didik. Secara garis besar, Ahmad Fuad al-Ahwani
bahwa seorang guru harus memiliki kepribadian:
1. Harus berilmu
2. Agamis
3. Berakhlak mulia.8
Terkait dengan persoalan itu, Burhanuddin al-Zarnuji memaparkan sebagai berikut:
6
Abdurrahman Assegaf, Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Suka Press, 2007), hal. 59
7
Abdurrahman Assegaf, Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Suka Press, 2007), hal. 60
8
Ahmad Fuad al-Ahwani, al-Tarbiyah fi al-Islam, (Mesir Dar’ al-Mu’arif, 1968), hal. 205.
9
Slamet Yahya, “Atmosfir Akademis dan Nilai Estetik Kitab Ta’lim al-Muta’allim”, Ibda, (Purwokerto, juli-
desember 2005).
10
Burhanuddin al-Zarnuji, al-Risalah al-Ta’lim al-Muta’allim, (Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah),hal. 10.
8
lebih dari itu harus ditunjukkan untuk meraih keridhaan Allah SWT, serta mewujudkan
kebenaran untuk dirinya atau orang lain. Keikhlasan guru dalam melaksanakan
tugasnya merupakan sarana yang ampuh untuk kesuksesan murid-muridnya dalam
proses belajar. Bila keikhlasan hilang, setiap guru akan bersaing dan saling mendengki
karena masing-masing fanatik terhadap metode dan pandangannya sendiri.
Dengan demikian ia dapat memperkuat murid yang lemah dan memperbaiki kelakuan
yang salah. Oleh sebab itu guru haruslah memperhatikan keadaan murid-murid tiap
hari, sehingga dikenalnya masing-masing murid itu seperti mengenal anak-anaknya.
Dengan demikian murid-murid akan mencintai guru-gurunya seperti mencintai orang
tuanya.
Fenomena yang berkembang di dunia barat dan sudah melanda dunia muslim adalah
tujuan pendidikan yang pragmatis dan ditopang oleh pendidikan yang sekularis yang
menggrogoti prinsip-prinsip dasar pendidikan Islam, yaitu mencari keridhaan Allah
SWT. Pendidikan menjadi alat Sosial ekonomi individu atau Negara.Dominasi sikap
yang seperti ini dalam dunia pendidikan telah melahirkan patologi psikososial yang
terkenal dengan
“penyakit diploma” (diploma disease), yaitu usaha untuk meraih gelar pendidikan
bukan karena kepentingan pendidikan itu sendiri, melainkan karena nilai-nilai ekonomi
dan Sosial.12
Di samping sikap ikhlas, seorang guru juga harus memiliki kejujuran dengan
menerapkan apa yang ia ajarkan sesuai dengan perilakunya. Cerminan dan sikap jujur
ini adalah tidak merasa malu untuk mengatakan “saya tidak tahu” apabila ia memang
11
Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), hal. 49.
12
Wan Moh Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik-praktik Pendidikan Islam Syed Naquib al-Attas, ter: Hamid
Fahmi, ( Bandung: MIzan, 2003), hal. 166.
9
tidak mengetahui. Tapi ia harus selalu interopeksi diri terhadap kekurangan-
kekurangannya dan selalu ingin menyempurnakan dirinya. Guru yang demikian adalah
orang yang senantiasa membutuhkan tambahan ilmu, dan meletakkan posisi dirinya
sama dengan posisi murid-muridnya dalam mencari kebenaran, bahkan tidak merasa
malu belajar dari mereka.13
Burhanuddin al-Zarnuji menjelaskan bahwa guru harus memiliki kepribadian yang baik
karena guru merupakan sosok ideal selain kedua orang tua, Menurutnya guru harus
memelihara diri dari barang-barang yang shubhat dan jangan terlalu banyak tertawa
dan berbicara dalam hal yang tidak ada faedahnya, juga ia harus bersifat rendah hati
(tawadu) dan menjauhi sifat sombong dan arogan. Sikap ini akan menghindarkan guru
dari sikap merasa paling pintar sendiri dan otoriter terhadap muri-muridnya.
Senangkanlah dia, bahwa engkau tiada memikirkan, kecuali untuk kebaikannya dan
masa depannya. Biarlah dia percaya, bahwa engkau lebih bijaksana dari padanya;
engkau lihat apa yang tidak dilihatnya. Berilah dia kesempatan untuk mencoba hasil
baik yang akan dicapainya, kalau ia mengabaikan petunjukmu. Percayalah, bahwa
dengan jalan ini engkau akan dapat memimpin murid-murid itu dengan sebaik-
baiknya.14
Guru juga harus memiliki sifat lemah lembut dalam mendidik anak didiknya.15
Langkah ini harus dilakukan guru agar anak tidak berpaling darinya, karena menurut
kebiasaan, seseorang yang dilarang secara keras, dicela dan dihina, akan menghindar
13
Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), hal. 45.
14
Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), hal. 54.
15
Burhanuddin al-Zarnuji, al-Risalah al-Ta’lim al-Muta’allim, (Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah),hal. 32.
10
darinya. Sering kali kebencian seorang murid terhadap ilmu pengetahuan disebabkan
kebenciannya terhadap seorang guru yang mengajarkan ilmu tersebut, demikian juga
sebaliknya.Untuk menghindari hal terjadinya tersebut, seorang guru harus memiliki
strategi dalam mengajar, yaitu mengarahkan anak kepada yang benar dan mereka
dicegah dari hal-hal yang menyalahinya. 16 dari seorang guru, maka sifat terpenting
yang harus dimilikinya adalah rasa kasih sayang. Karena adanya sifat kasih dan sayang
dan perilaku halus seorang guru terhadap muridnya, akan tumbuh rasa percaya diri dan
rasa tentram dalam diri seorang murid. Hal ini akan membantu murid dalam
penguasaan ilmu.
Dengan demikian, guru dalam pandangan Burhanuddin al-Zarnuji adalah sumber dan
moral.Ia merupakan tokoh identifikasi dalam hal keluasan ilmu dan keluhuran
akhlaknya, sehingga anak didiknya selalu berupaya untuk mengikuti langkah-
langkahnya. Kesatuan antara kepemimpinan moral dan keilmuan dalam diri seorang
guru dapat menghindarkan anak didik dari bahaya keterpecahan pribadi.
Di atas telah dijelaskan, bahwa pendidikan Islam sangat memperhatikan hak-hak guru
serta kewajiban-kewajibannya mereka, demikian juga hak-hak dan kewajiban-
kewajiban seorang murid.Di antara hak-hak murid adalah dimudahkan untuk
memperoleh ilmu pengetahuan dan diberikan kesempatan belajar tanpa adanya
perbedaan antara sikaya dan simiskin.
Di samping mempunyai hak yang harus dipenuhi, murid juga dituntut untuk memenuhi
kewajiban-kewajibannya. Sebagaimana halnya semua tindakan atau perbuatan dalam
Islam, seorang murid dalam proses pencarian ilmu harus didahului oleh suatu niat untuk
mencari ilmu. Prinsip dasar tindakan ini tidak dapat diberi penekanan berlebihan.Sebab
konsep keikhlasan, kejujuran, dan kesabaran juga sangat penting dalam Islam. Seorang
murid harus mengenal prinsip ini sejak dini dan harus mempraktekkan sehingga
16
Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), hal. 79.
11
kualitas imannya akan menjadi lebih kuat dan lebih kokoh, disamping amal
perbuatannya yang lurus dan ikhlas.
murid tidak usah mencari sanjungan dan pujian dalam menuntut ilmu, atau
menunjukkan kelebihan dirinya dihadapan orang-orang lain. Imam Ghazali
mengatakan bahwa seorang murid hendaknya jangan menyombongkan diri dengan
ilmunya dan menentang gurunya. 17 murid tidak usah mencari sanjungan dan pujian
dalam menuntut ilmu, atau menunjukkan kelebihan dirinya dihadapan orang-orang
lain. Imam Ghazali mengatakan bahwa seorang murid hendaknya jangan
menyombongkan diri dengan ilmunya dan menentang gurunya.18 Kewajiban seorang
murid yang lain adalah sikap menghormati dan memuliakan gurunya. Di antara sikap
hormat seorang murid terhadap guru, kata Burhanuddin al-Zarnuji adalah jangan
mengganggu guru dengan memperbanyak pertanyaan bila ia suka demikian, jangan
berjalan didepannya, jangan menduduki tempat duduknya, dan lain sebagainya.
Seorang murid hendaknya mencari waktu yang tepat untuk bertanya dan jangan
memotong pembicaraan temannya yang sedang bertanya.19 Menurut Mahmud Yunus,
faedah-faedah pertanyaan itu besar sekali ia dapat menarik minat dan perhatian murid-
murid kepada pelajaran dan berfikir untuk menjawabnya. Dengan pertanyaan-
pertanyaan itu guru dapat mengetahui murid yang kuat dan murid yang lemah, murid
yang rajin dan murid yang malas, murid yang sungguh-sungguh dan murrid yang
lengah.Dengan demikian guru dapat memperkuat murid yang lemah, menunjuki murid
yang malas dan memperbaiki murid yang lengah.20 Peranan guru dianggap penting,
seorang pelajar di sarankan tidak tergesa-gesa belajar kepada sembarang
17
Burhanuddin al-Zarnuji, al-Risalah al-Ta’lim al-Muta’allim, (Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah), hal. 10.
18
Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, ter: Ismail Yakub, (Semarang: C.V. Faizann, 1979), hal. 194.
19
Burhanuddin al-Zarnuji, al-Risalah al-Ta’lim al-Muta’allim, (Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah), hal. 16
20
Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), hal. 130.
12
guru.Sebaiknya seorang pelajar harus meluangkan waktunya untuk mencari guru yang
terbaik dalam bidang yang digemari. Menurut Burhanuddin al-Zarnuji, “peserta didik
tidak boleh berhenti belajar disuatu majlis dan pindah ketempat lain, kecuali untuk
mengembangkan ilmunya”.
guru menjadi sumber pengetahuan yang mempunyai tingkat validitas yang kuat dari
pada kitab.
Guru akan memperoleh penghormatan jika para guru tidak hanya memiliki otoritas
secara akademik dalam bidang mereka, tetapi juga memberikan contoh moral secara
konsisten seperti dipaparkan diatas. 2. Pola Interaksi Guru dan Murid
Mengingat pendidikan sebagai kerja yang memerlukan hubungan yang erat antara dua
pribadi, yaitu guru dan murid, maka Burhanuddin al-Zarnuji dalam karyanya ini
membicarakan hubungan yang mengikat antara keduanya. Burhanuddin al-Zarnuji
sama dengan para pendidik yang lain dalam hal memandang pentingnya hubungan
antara guru dan murid, mengingat keberhasilan pendidikan itu sangat ditentukan oleh
hubungan tersebut.
21
Burhanuddin al-Zarnuji, al-Risalah al-Ta’lim al-Muta’allim, (Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah), hal. 36.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
14
Daftar Pustaka
15
16