Anda di halaman 1dari 15

LK. 1.

2 Eksplorasi Penyebab Masalah pembelajaran peserta didik SMK

Nama Mahasiswa : Wilujeng Wachyu Utami

Asal Sekolah : SMKS Muhammadiyah 3 Purbalingga – Jawa Tengah

Masalah yang telah


Hasil eksplorasi penyebab
diidentifikasi (di salin
No. masalah Analisis eksplorasi penyebab masalah
dari masalah yang
(Hasil Refleksi Diri)
berada di LK1.1)

1 Pemanfaatan Teknologi 1. Pemanfaatan Teknologi 1. Hasil Kajian Literatur :


dalam Pembelajaran, dalam Pembelajaran belum Terkait faktor-faktor yang mempengaruhi
belum mampu digunakan secara keberhasilan pemanfaatan Teknologi dalam
memaksimalkan proses maksimal Pembelajaran, sebagai berikut :
dan hasil belajar, hal 2. Pemanfaatan Teknologi [1] Menurut Rahamawati (2022) dalam Suyuti, dkk
tersebut terlihat dari dalam Pembelajaran belum (2023), Efektivitas penggunaan teknologi dalam
indikator: memfasilitasi seluruh pendidikan juga dipengaruhi oleh kualitas
Siswa belum siswa dalam proses teknologi yang digunakan. Teknologi yang
memanfaatkan Teknologi pembelajaran digunakan harus memadai dan mampu
yang digunakan untuk 3. Guru belum menggunakan mengakomodasi kebutuhan pembelajaran
proses belajar, sehingga metode dan strategi siswa. Teknologi yang kurang memadai dapat
hasil belajar belum pembelajaran yang tepat mempengaruhi hasil belajar siswa, karena
sesuai tujuan siswa tidak dapat mengakses materi
pembelajaran pembelajaran secara efektif (Rahmawati,
2022). Penggunaan teknologi dalam pendidikan
juga harus disertai dengan strategi
pembelajaran yang tepat.

2. Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah :


apt. Nur Fitri Widiyanti, S.Si (Kepala Sekolah SMKS
Muhammadiyah 3 Purbalingga) :
“Penyebab hal ini bisa dari peserta didik dan guru.
Peserta didik belum optimal menggunakan teknologi
sebagai media untuk mengembangkan inovasi dan
kreatifitasnya , masih ada guru yang belum
memaksimalkan teknologi untuk menunjang
didalam proses belajar mengajar”

3. Hasil Wawancara dengan Guru/ Rekan Sejawat :

1) Heni Purwaningsih, M.Pd (SMAN 47 Jakarta),


masa kerja 28 Tahun :

“Teknologi yg digunakan tidak menarik minat.


Teknologi yang digunakan mungkin
menyulitkan bukan membantu.”

2) apt. Totok Turdiyanyo,S.Si., M.Farm (Guru


Farmasi di SMK Muhammadiyah 3 Purbalingga),
masa kerja 13 Tahun

“Belum digunakan secara maksimal


penggunaan teknologi, dimana dengan teknologi
materi yg susah menjadi mudah, misal guru
mempergunakan MPI”

3) apt. Reina Melani.,S.Si.,M.Farm (Guru Farmasi di


SMK Muhammadiyah 3 Purbalingga), masa kerja
14 Tahun :

“Kurangnya kemampuan IT dari guru pengampu,


dan suppport system sekolah yang kurang
maximal. Sarpras yaang kurang memadai.”
4) Mustafal Bakri, M.Pd (Guru Kimia di SMA
Labschool Jakarta), masa kerja 23 Tahun :

“Jika cuma memindahkan tulisan dari buku ke


PPT tanpa merubah metode dan proses
pembelajaran, maka yang terjadi hanyalah
pengulangan. Tidak ada perubahan. Yang
sebaiknya dilakukan adalah mengubah pula
metode yang digunakan. semisal mengeksplor
kemampuan siswa dalam mencari data melalui
internet. Mengubah proses asesmen dari cuma
pilihan ganda menjadi beragam semisal isian
singkat, diskusi, penilaian otentik.”

4. Wawancara dengan Pakar dan Pihak Terkait


Lainnya:
Elma Suryani, M.Pd (Dosen Universitas Negeri
Jakarta) :
Teknologi belum dimanfaatkan dengan
maksimal, metode pembelajaran yg diterapkan
dengan teknologi belum sesuai

Kesimpulan:
Berdasarkan hasil eksplorasi penyebab masalah dari
kajian literatur, wawancara dengan guru dan pakar
dapat disimpulkan :
Bahwa Penyebab Pemanfaatan Teknologi dalam
Pembelajaran belum mampu memaksimalkan proses
dan hasil belajar karena teknologi yang digunakan
belum mampu mengakomodasi kebutuhan belajar
siswa.
2 Model pembelajaran 1. Guru belum membuat 1. Hasil Kajian Literatur :
kolaboratif belum rancangan kolaborasi Terkait faktor-faktor yang mempengaruhi
mampu memaksimalkan secara detail keberhasilan Model Pembelajaran Kolaboratif
proses dan hasil kerja 2. Peran guru dalam dalam Pembelajaran, sebagai berikut :
kelompok, hal tersebut memfasilitasi pembelajaran [2] Menurut Dahlia (2023), Peran guru sangat
terlihat dari indikator: belum berjalan dengan penting dalam membimbing dan memfasilitasi
Siswa mengalami baik siswa selama proses pembelajaran. Guru perlu
kendala komunikasi dan 3. Guru belum melakukan memberikan arahan yang jelas, memberikan
kerja sama dalam pembagian kelompok umpan balik konstruktif, dan memastikan
pembelajaran dengan kemampuan siswa semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan
kolaboratif, sehingga yang beragam kelompok. Selain itu, lingkungan
hanya sebagian siswa 4. Distribusi gaya belajar pembelajaran yang positif dan kolaboratif
yang aktif, sedangkan siswa yang tidak sama juga memainkan peran penting. Siswa perlu
sebagian yang lain merasa aman dan nyaman untuk berpartisipasi
kurang aktif dan tidak aktif dalam kelompok, berbagi ide, dan
termotivasi pada proses mendiskusikan masalah. Kolaborasi yang baik
kolaborasi juga dapat terjadi ketika siswa memiliki sikap
saling menghormati, mendengarkan dengan
empati, dan menghargai perbedaan pendapat.

[3] Menurut Sappaile, dkk., (2023) Faktor-faktor


yang mempengaruhi efektivitas Model
Pembelajaran Kooperatif dalam
meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
Misalnya, faktor seperti ukuran
kelompok, komunikasi antar anggota
kelompok, peran pendidik dalam
memfasilitasi kolaborasi, dan lingkungan
pembelajaran yang mendukung dapat
memengaruhi efektivitas model ini (Aini et al.,
2021).

[4] Menurut Adawiyah dan Jennah (2023), Ada


beberapa faktor yang dapat mendukung
keberhasilan pembelajaran kolaboratif
dalam meningkatkan maharoh kitabah
siswadi MAN 1 probolinggo, diantaranya
adalah:(1) Tujuan pembelajaran yang jelas:
Akan memberikan arahan kepada siswa
mengenai apa yang akan mereka pelajari
dan bagaimana mereka akan mencapainya;
(2) Struktur pembelajaran yang efektif:
Struktur pembelajaran yang efektif akan
membantu siswa untuk memahami materi
pembelajaran dengan lebih baik dan
memfasilitasi pembelajaran kolaboratif; (3)
Pengelolaan kelas yang efektif: membantu
siswa untuk fokus dan terlibat dalam
pembelajaran kolaboratif; (4) Pembentukan
kelompok yang terdiri dari siswa dengan
kemampuan yang beragam: dapat
membantu siswa untuk saling membantu
dan memperkuat pemahaman masing-
masing siswa; (5) Penggunaan teknologi yang
tepat: Ini dapat membantu siswa untuk
saling bertukar informasi dan memperluas
wawasan mereka; dan (6) Keterlibatan guru
yang tepat: Guru harus dapat memberikan
dukungan dan bimbingan yang tepat kepada
siswa selama proses pembelajaran kolaboratif
dan juga ada sejumlah faktor yang perlu
diperhatikan dalam pola belajar kolaboratif,
yakni peran peserta didik dan peran
pembelajar (guru) (Hernandez, 2012; Panitz,
1996). Peran peserta didik yang harus
dikembangkan adalah (1) mengarahkan,
artinya menyusun rencana yang akan
dilaksanakan dan mengajukan alternatif
pemecahan masalah yang dihadapi, (2)
menerangkan, yaitu memberikan penjelasan
atau kesimpulan kesimpulan pada anggota
kelompok yang lain, (3) bertanya, yaitu
mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
mengumpulkan informasi yang ingin
diketahui, (4) mengkritik, yaitu
mengajukan sanggahan dan
mempertanyakan alasan dari
usulan/pendapat/pernyataan yang diajukan,
(5) merangkum, yaitu membuat kesimpulan
dari hasil diskusi atau penjelasan yang
diberikan, (6) mencatat, yaitu membuat
catatan tentang segala sesuatu yang terjadi
dan diperoleh kelompok, dan (7)
menghubungkan, yaitu meningkatkan
interaksi yang terjadi antara anggota kelompok.

2. Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah :


apt. Nur Fitri Widiyanti, S.Si (Kepala Sekolah SMKS
Muhammadiyah 3 Purbalingga) :

“Pembelajaran kolaboratif akan berjalan maksimal


ada beberapa yang perlu kita lakukan yaitu
kelompok siswa tidak boleh homogen (kita buat
heterogen) , baik itu gender maupun kepintaran dll,
buat tema untuk pembelajaran kolaboratif yang
semenarik mungkin, libatkan semua siswa dalam
materi yang akan dibahas, buat suasana belajar
yang menyenangkan bagi siswa”
3. Hasil Wawancara dengan Guru/ Rekan Sejawat :

1) Heni Purwaningsih, M.Pd (SMAN 47 Jakarta),


masa kerja 28 Tahun :

“Rancangan kolaborasi perlu dibuat detil


sesuai dgn materi. Dibuat strategi yg tepat”

2) Mustafal Bakri, M.Pd (Guru Kimia di SMA


Labschool Jakarta), masa kerja 23 Tahun :

“Biasanya dalam kelompok hanya mengndalkan 1


orang yang mengerjakan tugas. untuk mengatasi
hal ini guru harus memilik data atau peta
tentang kemampuan masing-masing siswa.
Sehingga anak-anak yang cerdas terdistribusi
rata ke dalam tiap kelompok. Selain tugas
kelompok berikan penilaian individu yang
mengharuskan setiap siswa memiliki peran
dalam kelompok tersebut.”

4. Wawancara dengan Pakar dan Pihak Terkait


Lainnya:
Elma Suryani, M.Pd (Dosen Universitas Negeri
Jakarta) :
Model kolaboratif yang diterapkan tidak sesuai
dengan gaya belajar sebagian besar siswa, terjadi
kesalahan dalam penerapan model, misal peran
guru dalam proses pembelajaran tersebut belum
berfungsi dgn baik

Kesimpulan:
Berdasarkan hasil eksplorasi penyebab masalah dari
kajian literatur, wawancara dengan guru dan pakar
dapat disimpulkan :
Bahwa Penyebab Model pembelajaran kolaboratif
belum mampu memaksimalkan proses dan hasil
kerja kelompok karena Guru belum membuat
rancangan kolaborasi secara detail serta Model
kolaboratif yang diterapkan tidak sesuai dengan
gaya belajar sebagian besar siswa

3 Kemampuan Literasi 1. Program literasi dan 1. Hasil Kajian Literatur :


dan Numerasi siswa numerasi belum dilakukan Terkait faktor-faktor yang mempengaruhi
masih rendah, hal secara terencana dan rendahnya kemampuan literasi dan numerasi,
tersebut terlihat dari berkelanjutan sebagai berikut :
indikator: 2. Kurangnya latihan soal- [5] Menurut Sadriani, dkk., (2023), Pengembangan
 Siswa mengalami soal literasi numerasi literasi numerasi ini harus dilakukan secara
kesulitan memahami 3. Guru belum terbiasa terencana dan berkelanjutan melalui kegiatan
masalah serta memberikan materi atau belajar mengajar di dalam maupun di luar kelas.
menganalisis informasi persoalan yang mampu
dalam bentuk soal cerita meningkatkan [6] Menurut Holbrook & Rannikmae, (2009) dalam
kemampuan literasi dan Maulina (2022), Ada banyak faktor dan kajian
numerasi yang menunjukkan bahwa rendahnya
4. Masih banyak guru yang kemampuan literasi anak disebabkan oleh
belum mampu menyusun rendahnya pembiasaan untuk mampu berpikir
soal literasi numerasi tingkat tinggi (yang meliputi berpikir kritis dan
berpikir kreatif) selama pelaksanaan
pembelajaran.

[7] Menurut Nastiti dan Aris (2022), Beberapa faktor


rendahnya literasi numerasi pada siswa sekolah
dasar diantaranya yaitu kurangnya latihan
soal-soal literasi numerasi yang disebabkan
karena beberapa faktor rendahnya literasi
numerasi pada siswa sekolah dasar. Selain itu,
disebabkan masih banyak guru yang masih
belum mampu menyusun soal literasi
numerasi terutama untuk guru-guru di tingkat
sekolah dasar agar peserta didik menjadi lebih
terbiasa untuk menyelesaikan soal-soal non-
rutin tersebut. Guru cenderung membuat soal
rutin yang tertutup dan dapat langsung
diselesaikan dengan penggunaan suatu rumus.

2. Hasil Wawancara dengan Guru/Rekan Sejawat :

1) apt. Totok Turdiyanyo,S.Si., M.Farm (Guru


Farmasi di SMK Muhammadiyah 3 Purbalingga),
masa kerja 13 Tahun

“Minat baca siswa sekarang rendah karena


belum adanya model pembelajaran literasi
numersasi yg menyenangkan yang menjadikan
siswa tertarik untuk membaca dan berhitung,
ini merupakan tantangan seorang pendidik untuk
dapat membuat sebuah inovasi pembelajaran
yang kreatif menjadikan siswa suka membaca”

2) apt. Reina Melani.,S.Si.,M.Farm (Guru Farmasi di


SMK Muhammadiyah 3 Purbalingga), masa kerja
14 Tahun :

“Kurangnya pembiasaan guru untuk


menyelesaikan masalah pembelajaran dengan
soal literasi numerasi, minat baca siswa
rendah, Sarpras kurang memadai, Pembiasaan di
keluarga , Adanya HP yang lebih menarik minat”

3) Mustafal Bakri, M.Pd (Guru Kimia di SMA


Labschool Jakarta), masa kerja 23 Tahun :
“Kurangnya kebiasaan membaca rata-rata siswa
di Indonesia memang rendah. Ini yang jadi
masalah utama sebenarnya. Guru harus
membiasakan siswa untuk membaca dan
meringkas serta melaporkan hasil nya ke guru.
Tidak semua materi memang, tapi ada materi
dalam tiap mapel yang dapat digunakan untuk
memeberikan tugas siswa membaca dan
meringkas. Cukup dilakukan di dalam proses
belajar dikelas. sebab jika dijadikan PR, ini
menyulitkan dan mengganggu istirahat siswa.
Guru memancing hasil ringkasan tersebut
dengan pertanyaan-pertanyaan yang memancing
siswa berfikir mendalam. Jangan lupa segera beri
umpan balik dengan komentar atau pemberian
nilai autentik. Untuk numerasi ini terkait dengan
kemampuan menganalisis dan kemampuan
numerik, tentu ini bisa dilatihkan oleh guru
mapel MIPA dengan sering memberikan latihan-
latihan soal. Diawali dengan logika-logika
sederhana, sehingga membangkitkan semangat
belajar siswa karena merasa dapat memecahkan
masalah dalam soal-soal numerasi.”

3. Wawancara dengan Pakar dan Pihak Terkait


Lainnya:
Elma Suryani, M.Pd (Dosen Universitas Negeri
Jakarta) :
“Siswa belum terbiasa dgn literasi dan numerasi,
Guru blm terbiasa memberikan materi atau
persoalan yang mampu meningkatkan
kemampuan literasi dan numerasi”

Kesimpulan:
Berdasarkan hasil eksplorasi penyebab masalah dari
kajian literatur, wawancara dengan guru dan pakar
dapat disimpulkan :
Bahwa Penyebab rendahnya kemampuan literasi dan
numerasi pada siswa, karena sekolah belum
melakukan Program literasi dan numerasi secara
terencana dan berkelanjutan, serta Guru belum
terbiasa memberikan materi atau persoalan yang
mampu meningkatkan kemampuan literasi dan
numerasi.

4 Kemampuan siswa 1. Guru tidak terbiasa 1. Hasil Kajian Literatur :


dalam menyelesaikan menyampaikan materi dan Terkait faktor-faktor yang mempengaruhi
Soal HOTS masih persoalan yang kemampuan High Order Thinking Skill (HOTS),
rendah, hal tersebut membutuhkan sebagai berikut :
terlihat dari indikator: kemampuan berpikir tinggi [8] Menurut Susanti (2014) dalam Mufit (2020)
Siswa mengalami pada siswa faktor yang mempengaruhi kemampuan BTT
kesulitan 2. Banyak guru masih ialah pembelajaran yang diikuti peserta didik.
mentransformasi kesulitan menyusun soal Peristiwa ini berhubungan langsung bersama
konsep-konsep HOTS pelaku pembelajaran yaitu siswa dan guru.
pengetahuan ke dalam 3. Guru belum terbiasa Dari sisi siswa, mereka belum mengetahui
situasi atau konteks menggunkan soal tipe indikator-indikator keterampilan yang harus
baru HOTS dimiliki. Sedangkan dari sisi guru, mayoritas
4. Siswa tidak terbiasa guru belum mengetahui cara menciptakan
mengerjakan soal HOTS pembelajaran yang efektif untuk menggapai
tujuan pembelajaran dengan melatih
keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa
.
[9] Menurut Suciono, dkk., (2020) Faktor-faktor
yang mendukung meningkatkan keterampilan
berpikir kritis yaitu memberikan penjelasan
sederhana (elementary clarification),
membangun keterampilan dasar (basic
support), membuat kesimpulan (inferring),
membuat penjelasan lebih lanjut (advanced
clarification) dan mengatur strategi & taktik
(strategies & tactics) (Ennis, 1990; Miri, David
& Uri, 2007; Setyorini, Sukiswo & Subali, 2011;
Priyono & Sukaesih, 2012; Indrawati, 2012 dan
Zubaidah, 2016).

[10] Menurut Septianingsih (2022), faktor yang


mempengaruhi kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa adalah sebagai berikut:
a. Kemampuan mengingat materi pelajaran dari
beberapa siswa masih rendah b. Siswa belum
terampil dalam memahami soal sehingga
jawaban siswa banyak yang salah c.
Kemampuan siswa untuk membuat strategi
dalam menjawab soal masih rendah karena
kurangnya latihan soal dirumah d. Siswa yang
tergolong kemampuan berpikir tingkat
tingginya masih rendah, siswa kurang
berusaha sendiri saat mengerjakan soal dan
cenderung cepat menyerah e. Kondisi kelas
yang kurang tenang saat guru menjelaskan
materi, sehingga siswa tidak fokus dalam
memahami materi pelajaran. f. Sebagian siswa
mengakui ketika dirumah jarang untuk belajar
dan mengulang materi pelajaran dirumah.
2. Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah :
apt. Nur Fitri Widiyanti, S.Si (Kepala Sekolah SMKS
Muhammadiyah 3 Purbalingga) :

“peserta didik tidak terbiasa dengan soal dalam


bentuk cerita , masih kurangnya literasi pada
peserta didik , kurang adanya kemauan dalam
membuka wawasan luar dan kurang adanya
pemanfaatan teknolgi untuk hal-hal yang positif (
peserta didik masih suka dengan game ketimbang
untuk membuka pengetahuan lain)”

3. Hasil Wawancara dengan Guru /Kepala


Sekolah/Pengawas Sekolah/Rekan Sejawat di
Sekolah :

1) apt. Reina Melani.,S.Si.,M.Farm (Guru Farmasi di


SMK Muhammadiyah 3 Purbalingga), masa kerja
14 Tahun :

“Siswa tidak memahami materi secara


komprehensif, Siswa tidak mengerti perintah soal
HOTS, Siswa bingung dengan pilihan ganda yang
mirip, Rendahnya kemampuan kognitif siswa,
Input siswa (asal sekolah dari SMP / MTs nya)”

4. Wawancara dengan Pakar dan Pihak Terkait


Lainnya:
Elma Suryani, M.Pd (Dosen Universitas Negeri
Jakarta) :

“Siswa tidak terbiasa mengerjakan soal HOTS,


guru blm terbiasa membuat soal HOTS Atau
bahkan blm pernah menganalisis soal soal yang
dia buat”

Kesimpulan:
Berdasarkan hasil eksplorasi penyebab masalah dari
kajian literatur, wawancara dengan guru dan pakar
dapat disimpulkan :
Bahwa Penyebab Guru tidak terbiasa
menyampaikan materi dan persoalan yang
membutuhkan kemampuan berpikir tinggi pada
siswa

Daftar Pustaka:

[1] Suyuti, S., Wahyuningrum, P. M. E., Jamil, M. A., Nawawi, M. L., Aditia, D., & Rusmayani, N. G. A. L. (2023). Analisis
Efektivitas Penggunaan Teknologi dalam Pendidikan Terhadap Peningkatan Hasil Belajar. Journal on
Education, 6(1), 1-11.

[2] Dahlia, Y. (2023). Penelitian Penerapan Metode Pembelajaran Cooperative Scripting dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia: Meningkatkan Keterampilan Komunikasi dan Kerjasama Siswa Kelas XI SMAN 4 Pekanbaru.

[3] Sappaile, B. I., Ahmad, Z., Hita, I. P. A. D., Razali, G., Dewi, R. D. L. P., & Punggeti, R. N. (2023). Model Pembelajaran
Kooperatif: Apakah efektif untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Journal On Education, 6(1),
6261-6269.

[4] Adawiyah, Y. R., & Jennah, L. (2023). Implementasi Pembelajaran Kolaboratif Dalam Meningkatkan Maharoh Kitabah
Siswa Madrasah Aliyah. Jurnal Educatio FKIP UNMA, 9(2), 778-784.

[5] Sadriani, A., Arifin, I., Muliana, G. H., & Ruslan, Z. A. (2023). Peningkatan Literasi dan Numerasi Siswa Melalui
Program Pojok Baca di SD Negeri Pampang. Ininnawa: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(1), 30-36.
[6] Maulina, D. (2022). Cek Similarity Artikel: Kajian Faktor Intrinsik Dan Kemampuan Literasi Sains Siswa Smp Di Kota
Bandar Lampung. Lensa (Lentera Sains).

[7] Nastiti, Meiliya Dwi dan Aris Naeni Dwiyanti. 2022. Kajian Literatur: Literasi Numerasi Siswa Sekolah Dasar Kelas
Atas. Prosiding Seminar Nasional Sultan Agung ke-4 Semarang, 17 November 2022. ISBN: 978-623-6264-07-2.

[8] Mufit, Mahlasum. 2020. Faktor yang Mempengaruhi dan Cara Meningkatkan Keterampian Berpikir Tingkat Tinggi
Siswa SMK Kompetensi Keahlian TITL. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro. Volume 09 Nomor 02 Tahun 2020,
411-403.

[9] Suciono, Wira, dkk. (2020). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Berpikir Kritis Siswa dalam
Pembelajaran Ekonomi Era Revolusi 4.0. Program Studi Pendidikan Ekonomi, Sekolah Pascasarjana,
Universitas Pendidikan Indonesia. Vol. 17, No. 1 Tahun 2020 | 48 – 56.

[10] Septianingsih, Niken, dkk., 2022. Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Menurut Teori Anderson Dan
Krathwohl Pada Siswa Kelas Vii Smpn 25 Padang. )Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bung
Hatta. Volume 5 Nomor 1, Maret 2022, ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online).

Daftar Lampiran :

https://drive.google.com/drive/folders/10VxdugOpzyViXC1DoNQKWMPheZg9wOrG?usp=sharing

Anda mungkin juga menyukai