DISUSUN OLEH :
DOSEN PENGAMPU :
RIA DWI JAYATI, M.Pd
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan (Hukum-Hukum Pertumbuhan dan
Perkembangan) dan Implikasi Perkembangan Peserta Didik dalam Kegiatan
Pembelajaran ” ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuh tugas
mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan
informasi dan manfaat yang bermanfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat keterbatasan
dan kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna perbaikan di masa yang akan datang. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam
penyusunan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi
tambahan pengetahuan yang berguna. Penulis berharap makalah ini dapat memenuhi standar
kualitas yang diharapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................................
C. Tujuan.....................................................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan tersebut terjadi karena koordinasi sel saraf di daerah otak sudah sempurna.
Ini membawa implikasi pendidikan bahwa anak-anak pada usia balita akan sulit
memfokuskan perhatian dan mempertahankan perhatian dalam jangka waktu yang lama.
Namun, ketika mereka memasuki sekolah dasar fokus perhatiannya akan semakin kuat.
Pendidikan merupakan salah satu wadah untuk membekali anak dalam hal
berinteraksi, memahami, serta bersosialisasi dalam hidup bermasyarakat. Selain itu
pendidikan juga merupakan salah satu kegiatan yang terorganisasi untuk membantu anak
menghadapi masa depan. Sehingga dapat dikatakan bahwa "Pendidikan seharusnya
merupakan upaya mengembangkan segala potensi anak, melatih pengamatan, dan
pengambilan keputusan, merangsang pemikiran dan imajinasi, serta memperdalam
pemahaman dan memperkuat konsentrasi" (Desmita, 2009:95)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua istilah yang berbeda tapi keduanya
saling berkaitan satu dengan yang lain. Para ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda
mengenai arti dari pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan
perubahan fisiologis yang bersifat kuantitatif, yang mengacu pada jumlah, besar serta luas
yang bersifat konkrit yang biasanya menyangkut ukuran dan struktur biologis sebagai
hasil dari proses kematangan fungsi fisik yang berlangsung secara normal dalam
perjalanan waktu tertentu.
Pola pertumbuhan dan perkembangan secara normal antara anak yang satu dengan yang
lainya tidak selalu sama, karena dipengaruhi oleh interaksi banyak faktor (Nursalam,
2005). Menurut Soetjiningsih (1995) faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal (lingkungan).
BAB II
PEMBAHASAN
Pertumbuhan dan perkembangan manusia sangat penting, karena tanpa pertumbuhan dan
perkembangan, manusia tidak akan pernah tumbuh menjadi besar dan berkembang.
Pertumbuhan dan perkembangan pada manusia telah terjadi sejak di dalam kandungan.
Embrio yang ada di dalam rahim terus tumbuh dan berkembang menjadi janin yang
sempurna. Pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim disebabkan oleh berbagai
faktor di antaranya gizi yang seimbang. Janin yang kekurangan gizi dan nutrisi tidak dapat
tumbuh dan berkembang dengan sempurna. Pola pertumbuhan dan perkembangan secara
normal akan berbeda pada setiap anak, karena dipengaruhi oleh interaksi banyak faktor.
Faktor yang memengaruhi tumbuh kembang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor
internal dan eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada manusia sebagai
berikut.
a. Genetik
Faktor genetik akan memengaruhi kecepatan pertumbuhan dan kematangan tulang, alat
seksual, serta saraf sehingga merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses
kembang. Manusia memiliki gen yang berfungsi menurunkan sifat ke keturunannya. Gen
tersebut tersimpan di dalam kromosom. Gen sangat dominan dalam menentukan ciri dan sifat
manusia, misalnya bentuk tubuh, tinggi, warna kulit, alis, dan mata. Di samping itu, gen juga
memengaruhi sistem metabolisme manusia sehingga memengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Manusia yang mempunyai gen yang baik akan dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik sesuai umurnya. Akan tetapi, jika terjadi kelainan pada gennya
dapat menyebabkan tumbuh dan kembangnya terganggu. Contoh kelainan genetik pada
manusia yaitu albino. Ciri orang yang mengidap albino yaitu mata dan rambutnya berwarna
terang. Hingga saat ini kelainan albino ini belum dapat disembuhkan. Sementara itu, janin
dalam rahim bisa saja mempunyai kelainan kromosom sebelum lahir. Kelainan kromosom
tersebut dapat disebabkan oleh adanya kesalahan pada saat pembelahan sel-sel embrio.
Kesalahan pembelahan sel tersebut dapat menyebabkan jumlah kromosom bertambah
sehingga menyebabkan down syndrome.
Selain genetik, faktor lain yang dapat menentukan pertumbuhan dan perkembangan manusia
yaitu ras. Manusia akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan rasnya masing-masing. Tiap
ras memiliki ciri yang berbeda-beda. Misalnya, tinggi badan orang Eropa akan berbeda
dengan orang Indonesia, dengan demikian postur tubuh tiap bangsa berlainan. Di samping
itu, warna kulit orang Asia cenderung lebih gelap daripada orang Amerika. Warna rambut
orang Asia juga berbeda dengan orang Amerika, yaitu orang Asia cenderung berwarna hitam
dan gelap, sedangkan orang Amerika berwarna pirang.
c. Umur
Masa prenatal, masa bayi, dan masa remaja merupakan tahap yang mengalami pertumbuhan
cepat dibandingkan dengan masa lainnya. Manusia tidak selamanya mengalami fase
pertumbuhan dan perkembangan. Ada masanya tumbuh kembang manusia berhenti pada
umur tertentu. Ketika manusia sudah dewasa maka manusia sudah tidak lagi berada dalam
fase tumbuh dan kembang lagi. Tumbuh dan kembang manusia dimulai dari dalam rahim
sampai dengan usia 18 tahun untuk perempuan dan 20 tahun untuk laki-laki. Pada kisaran
umur tersebut, pertumbuhan dan perkembangan terasa lebih cepat daripada umur lebih dari
itu.
d. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga dapat menjadi faktor penentu pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Ketika masih bayi sampai anak-anak, pertumbuhan pada anak perempuan lebih cepat
daripada anak laki-laki. Oleh karena itu, tidak heran jika anak perempuan lebih cepat
berbicara dan berjalan daripada anak laki-laki. Akan tetapi, ketika masa pubertas, keadaannya
terbalik, yaitu pertumbuhan anak laki-laki lebih cepat daripada anak perempuan. Biasanya,
anak laki-laki akan memiliki gestur tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan
yang seumuran dengannya.
c. Pengaruh Hormon
2. Faktor Eksternal
Selain faktor internal, ada juga faktor dari luar yang memengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Adapun berbagai macam faktor lingkungan yang dapat
memengaruhi tumbuh dan kembang manusia dikelompokkan menjadi tiga, yaitu prenatal,
kelahiran, dan pascanatal.
a. Faktor Prenatal
b. Faktor Kelahiran
Riwayat kelahiran dengan vakum ekstraksi atau forceps dapat menyebabkan trauma pada
kepala bayi sehingga berisiko terjadinya kerusakan jaringan otak.
c. Faktor Pascanatal
Seperti halnya pada masa prenatal, faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak
adalah gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisik dan kimia, psikologis,
sosioekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi, dan obat-obatan
Terdapat dasar-dasar dan pola-pola kehidupan yang berlaku pada manusia sejak lahir sampai
akhir hayatnya. Pola-pola ini mempunyai arti yang universal yang dapat berlaku di mana pun.
Pola kehidupan ini dapat digunakan sebagai patokan untuk mengenal ciri perkembangan
anak-anak, misalnya anak-anak di Indonesia dan anak-anak di Singapura. Selain itu, terdapat
juga pola-pola kehidupan yang berlaku khusus yang terkait dengan sifat-sifat individualnya.
Lingkungan dan latar belakang kebudayaan tiap bangsa memengaruhi pola pertumbuhan dan
perkembangan bangsa tersebut. Dengan demikian, tiap bangsa mempunyai suatu pola khusus
yang membedakannya dengan bangsa lainnya. Bahkan dalam pola khusus tersebut terdapat
perbedaan antara individu yang satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut akan menjadi lebih
jelas jika dibandingkan secara keseluruhan.
Sunarto dan Hartono (1995: 46–49) berdasarkan persamaan dan perbedaan tersebut diperoleh
kecenderungan-kecenderungan umum dalam pertumbuhan dan perkembangan yang disebut
hukum-hukum pertumbuhan dan perkembangan. Hukum-hukum tersebut antara lain sebagai
berikut.
1. Cephalocoudal
Hukum Cephalocoudal menyatakan bahwa pertumbuhan fisik dimulai dari kepala ke
arah kaki. Menurut hukum ini, pertumbuhan bagian-bagian kepala terjadi lebih
dahulu daripada bagian-bagian lainnya. Pertumbuhan ini dapat dilihat pada
pertumbuhan prenatal, yaitu pada janin. Bayi dapat menggunakan mulut dan matanya
lebih cepat daripada anggota tubuh lainnya. Baik pada masa perkembangan prenatal,
neonatal, maupun anak-anak, proporsi bagian kepala dengan rangka batang tubuhnya
mula-mula kecil dan makin lama perbandingan ini makin besar.
2. Hukum Proximodistal
Hukum Proximodistal menyatakan bahwa pertumbuhan fisik berpusat pada sumbu
dan mengarah ke tepi. Organ-organ tubuh yang terdapat di pusat, seperti jantung,
hati, dan alat-alat pencernaan lebih dahulu berfungsi daripada anggota tubuh yang
ada di tepi. Hal ini karena organ-organ tubuh yang terdapat di daerah sat lebih vital
daripada anggota tubuh yang di bagian tepi seperti tangan dan kaki. Terkait dengan
hal tersebut, seseorang masih dapat melangsungkan hidupnya jika terjadi kelainan-
kelainan pada anggota gerak, tetapi akan berakibat fatal jika terjadi kelainan pada
jantung atau ginjal.
3. Perkembangan Terjadi dari Umum ke Khusus
Perkembangan yang terjadi pada tiap aspek dalam individu dapat dimulai dari hal-hal
yang bersifat umum kemudian menuju ke hal-hal yang khusus dan terjadi proses
diferensiasi. Werner menyatakan bahwa anak lebih dahulu mampu menggerakkan
lengan atas, lengan bawah, tepuk tangan lebih dahulu daripada menggerakkan jari-
jari tangannya. Anak akan mampu lebih dahulu menggerakkan tubuhnya sebelum
dapat menggunakan kedua tungkainya untuk menyangga batang tubuhnya,
melangkahkan kaki, dan berjalan. Begitu juga halnya dengan perkembangan
kemampuan individu yang menunjukkan perkembangan dari hal yang umum ke
khusus. Misalnya, seorang anak akan menyebut “ibu” ke semua wanita sebelum
dapat membedakan ibunya, pengasuhnya, atau neneknya. Perkembangan emosi
seorang anak juga menunjukkan pola yang sama. Sebagai contoh, anak akan
menangis ketika mengalami hal-hal yang menyakitkan, menyedihkan, dan
menjengkelkan dengan reaksi yang sama. Selanjutnya, setelah anak mampu
membedakan rangsangan tertentu anak akan menunjukkan reaksi kemarahan terlebih
dahulu sebelum menunjukkan emosi cemburu.
4. Perkembangan Berlangsung dalam Tahapan-Tahapan Perkembangan
Perkembangan individu terjadi secara bertahap yang dapat dibagi ke dalam masa-
masa perkembangan. Pada tiap masa perkembangan terdapat ciri-ciri perkembangan
yang membedakannya dengan masa perkembangan lainnya. Ciri-ciri perkembangan
dari masa sebelumnya dapat dilihat pada masa perkembangan berikutnya, tetapi
terjadi dominasi pada ciri-ciri yang baru. Dalam hal ini, apabila seseorang sudah
mencapai suatu tahap perkembangan, kemungkinan orang tersebut masih
memperlihatkan ciri-ciri perkembangan masa sebelumnya tetapi hanya sedikit. Jika
ciri-ciri perkembangan yang terdahulu masih sering diperlihatkan berarti orang
tersebut belum meningkat ke tahap perkembangan berikutnya.
Ada aspek-aspek tertentu yang tidak berkembang dan tidak meningkat lagi yang
disebut fiksasi. Aspek intelektual tertentu pada anak-anak suatu saat akan berhenti, tidak
dapat atau sulit berkembang dan dikembangkan. Tahapan (periodisasi) ini masih menjadi
masalah yang dipersoalkan bagi para ahli. Pendapat para ahli mengenai pembagian tahap dan
masa tahap tersebut berbeda-beda, tetapi pada umumnya bersifat teknis daripada konseptual.
Contoh tahapan perkembangan manusia meliputi masa pralahir, masa jabang bayi (0–2
minggu), masa bayi (2 minggu–1 tahun), masa anak prasekolah (1–5 tahun), masa sekolah
(6–12 tahun), masa remaja (13–21 tahun), masa dewasa (21–65 tahun), dan masa tua (65
tahun ke atas).
Dalam kehidupan sehari-hari, tampak dua hal yang dapat digunakan sebagai petunjuk
keterlambatan pada keseluruhan perkembangan mental, yakni sebagai berikut.
1) Jika perkembangan kemampuan fisiknya untuk berjalan jauh tertinggal dari patokan
umum, tanpa ada sebab khusus pada fungsionalitas yang terganggu.
2) Jika perkembangan kemampuan berbicara sangat terlambat dibandingkan dengan
anak-anak lain pada masa perkembangan yang sama. Seorang anak pada umur empat
tahun misalnya masih mengalami kesulitan dalam berbicara, mengemukakan sesuatu
dan terbatas perbendaharaan kata, mudah diramalkan anak itu akan mengalami
kelambatan pada seluruh aspek perkembangan.
Secara fisik, anak pada usia sekolah dasar memiliki karakteristik tersendiri yang
berbeda dengan kondisi fisik sebelum dan sesudahnya. Karakteristik perkembangan fisik ini
perlu dipelajari dan dipahami karena akan memiliki implikasi tertentu bagi penyelenggaraan
pendidikan.
Dalam hal ini, Budiamin, dkk. (2009:84) juga berpendapat bahwa diperlukan suatu
cara pembelajaran yang “hidup”, dalam arti memberikan banyak kesempatan kepada peserta
didik untuk memfungsikan unsur-unsur fisiknya. Dengan kata lain, diperlukan suatu cara
pembelajaran yang bersifat langsung. Cara pembelajaran seperti ini tidak saja akan
memunculkan kegemaran belajar, tetapi juga akan memberikan banyak dampak positif.
Anak usia sekolah dasar sudah lebih mampu mengontrol tubuhnya daripada anak usia
sebelumnya. Kondisi demikian membuat anak SD dapat memberikan perhatian yang lebih
lama terhadap kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Namun, perlu diingat bahwa
kondisi fisik tersebut masih jauh dari matang dan masih terus berkembang. Fisik mereka
masih memerlukan banyak gerak untuk peningkatan keterampilan motorik dan memenuhi
kesenangan. Oleh karena itu, suatu prinsip praktek pendidikan yang penting bagi anak usia
sekolah dasar yaitu mereka harus terlibat dalam kegiatan aktif daripada pasif.
Selanjutnya masih berkaitan dengan perkembangan biologis dan perseptual anak usia
sekolah dasar, Purwanto (2006:66) memaparkan bahwa suatu keadaan yang berbeda akan
menimbulkan reaksi yang berbeda pula pada diri individu. Misalnya di dalam suatu kelas
terdapat seorang anak yang berambut pirang karena pembawaan dari orang tuanya. Ada
kalanya rambut pirang tersebut menimbulkan perasaan tidak puas atau perasaan rendah diri
pada anak itu karena merasa berbeda dengan teman-temannya. Akan tetapi, mungkin juga
rambut pirang itu akan menjadi suatu kebanggaan karena anak tersebut merasa unik.
Di sinilah kita melihat bahwa perkembangan fisik peserta didik memegang peranan
yang penting terhadap pendidikan. Dengan demikian, jelaslah bahwa perbedaan
perkembangan fisik harus dihadapi dengan cara yang tepat oleh para pendidik.
Meskipun tidak sepesat pada masa usia dini, perkembangan biologis maupun
perseptual anak terus berlangsung. Pemahaman tentang karakteristik per-kembangan akhirnya
membawa beberapa implikasi bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar. Implikasi-
implikasi dimaksud khususnya berkenaan dengan penyelenggaraan pembelajaran secara
umum, pemeliharaan kesehatan dan nutrisi anak, pendidikan jasmani dan kesehatan, serta
penciptaan lingkungan dan pembiasaan berperilaku sehat.
Teori Piaget banyak digunakan dalam praktik pendidikan atau proses pembelajaran,
meski teori ini bukanlah teori mengajar. Piaget (Budiamin, dkk., 2009:108) berpandangan
bahwa: (1) pembelajaran tidak harus berpusat pada guru, tetapi berpusat pada peserta didik;
(2) materi yang dipelajari harus menantang dan menarik minat belajar peserta didik; (3)
pendidik dan peserta didik harus sama-sama terlibat dalam proses pembelajaran; (4) urutan
bahan dan metode pembelajaran harus menjadi perhatian utama, karena akan sulit dipahami
oleh peserta didik jika urutannya loncat-loncat; (5) guru harus memperhatikan tahapan
perkembangan kognitif peserta didik dalam melakukan stimulasi pembelajaran; dan (6)
pembelajaran hendaknya dibantu dengan benda-benda konkret pada anak sekolah dasar kelas
awal.
Pendapat lain mengatakan bahwa model pendidikan yang aktif adalah model yang
tidak menunggu sampai peserta didik siap sendiri. Sekolah yang sebaiknya mengatur
lingkungan belajar sedemikan rupa sehingga dapat memberi kemungkinan maksimal pada
peserta didik untuk berinteraksi dalam proses pembelajaran. Dengan lingkungan yang penuh
rangsangan untuk belajar, proses pembelajaran aktif akan terjadi sehingga mampu membawa
peserta didik untuk maju ke tahap berikutnya. Dalam hal ini, pendidik hendaknya menyadari
bahwa perkembangan intelektual anak berada di tangannya (Pristanto, 2011).
Perkembangan intelektual pada anak usia sekolah dasar sudah cukup untuk menjadi
dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya
nalarnya. Perkembangan intelektual dan pengalaman belajar anak sangat erat kaitannya.
Perkembangan intelektual peserta didik akan memfasilitasi kemampuan belajarnya. Peserta
didik sudah dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, seperti membaca, menulis, dan berhitung.
Dalam mengembangkan daya nalar, caranya dengan melatih peserta didik untuk
mengungkapkan pendapat, gagasan, atau penilaiannya terhadap berbagai hal. Misalnya yang
berkaitan dengan materi pelajaran, tata tertib sekolah, dan sebagainya.
3. Implikasi Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dengan orang lain. Pada dasarnya
bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya berupa bicara, melainkan juga dapat diwujudkan
dengan tanda isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya yang memiliki aturan sendiri.
Sangat luas sekali pengertian bahasa dalam menunjukkan suatu perkem-bangan. Oleh
karena itu, salah satu tokoh psikologi yaitu Wundt (Baradja, 2005:179) mendasarkan teori
bahasanya dengan aksioma paralel, yaitu gerakan-gerakan fisik merupakan pernyataan
gerakan-gerakan psikis. Dengan demikian, terdapat hubungan yang paralel antara gejala batin
dengan gejala luar. Apa yang terlihat dalam raut wajah dan tingkah laku akan menunjukkan
suatu kebutuhan psikologis seseorang.
2) Bahasa adalah alat komunikasi yang paling efektif dalam pergaulan sosial. Jika ingin
menghasilkan pembelajaran yang efektif untuk mendapatkan hasil pendidikan yang optimal,
maka sangat diperlukan bahasa yang komunikatif dan memungkinkan peserta didik yang
terlibat dalam interaksi pembelajaran dapat berperan secara aktif dan produktif.
Secara umum kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir dan bersikap
tentang sesuatu dengan cara yang baru dan tidak biasa guna menghasilkan penyelesaian yang
unik terhadap berbagai persoalan.
Manusia menurut pembawaannya adalah makhluk sosial. Sejak dilahirkan, bayi sudah
termasuk ke dalam masyarakat kecil yang disebut keluarga. Ketika kecil, mulanya anak-anak
hanya mempunyai hak saja. Di dalam rumah tangga ia mempunyai hak untuk dipelihara dan
dilindungi oleh orang tuanya. Namun, lama-kelamaan keadaan itu berubah. Anak-anak yang
pada mulanya hanya mempunyai hak saja, berangsur-angsur mempunyai kewajiban.
Lingkungan sosial merupakan pengaruh luar yang datang dari orang lain. Selain itu,
yang termasuk lingkungan sosial ialah pendidikan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan
pendidikan adalah pengaruh-pengaruh yang disengaja dari anggota berbagai golongan
tertentu, seperti pengaruh ayah, nenek, paman, dan guru-guru.
Purwanto (2006:171) mengatakan bahwa tugas dan tujuan pendidikan sosial adalah:
(1) mengajar anak-anak yang hanya mempunyai hak saja, menjadi manusia yang sadar akan
kewajibannya terhadap bermacam-macam golongan dalam masyarakat; dan (2) membiasakan
anak-anak mematuhi dan memenuhi kewajiban sebagai anggota masyarakat.
Berkat perkembangan social, seorang anak dapat menyesuaikan diri dengan kelompok
teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitar. Dalam proses belajar di
sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan oleh pendidik dengan
memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun pikiran.
Tugas-tugas kelompok ini harus memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk
menunjukkan prestasinya, tetapi juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan
melaksanakan tugas kelompok, peserta didik dapat belajar tentang kebiasaan dalam bekerja
sama, saling menghormati, dan bertanggung jawab.
Dilihat dari pemahaman terhadap aspek perkembangan sosial pada peserta didik,
terdapat beberapa implikasi menurut Budiamin, dkk. (2009:128), yaitu: (1) untuk
meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyadari dan menghayati pengalaman
sosialnya, dapat dilakukan aktivitas-aktivitas bermain peran yang ditindaklanjuti dengan
pembahasan di antara mereka; (2) keberadaan teman sebaya bagi anak usia sekolah dasar
merupakan hal yang sangat berarti, bukan saja sebagai sumber kesenangan bagi anak
melainkan dapat membantu mengembangkan banyak aspek perkembangan anak. Ini
mengimplikasikan perlunya aktivitas-aktivitas pendidikan yang memberikan banyak
kesempatan kepada peserta didik untuk berdialog dengan sesamanya.
Emosi menurut Sarwono (Yusuf, 2005:115) merupakan keadaan pada diri seseorang
yang disertai warna afektif, baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas. Baradja
(2005:221) kemudian mengemukakan beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap
perilaku individu dalam pembelajaran, di antaranya: (1) memperkuat dan melemahkan
semangat apabila timbul rasa senang atau kecewa atas hasil belajar yang dicapai; (2)
menghambat konsentrasi belajar apabila sedang mengalami ketegangan emosi; (3)
mengganggu penyesuaian sosial apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati; dan (4) suasana
emosional yang dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya di kemudian
hari.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Yusuf, dapat diuraikan bahwa jika yang
menyertai proses belajar itu emosi negatif seperti perasaan tidak senang dan kecewa, maka
proses belajar akan mengalami hambatan, dalam arti peserta didik tidak dapat memusatkan
perhatiannya untuk belajar sehingga kemungkinan besar akan mengalami kegagalan dalam
belajarnya.
Purwanto (2006:31) berpendapat, moral bukan hanya memiliki arti bertingkah laku
sopan santun, bertindak dengan lemah lembut, dan berbakti kepada orang tua saja, melainkan
lebih luas lagi dari itu. Selalu berkata jujur, bertindak konsekuen, bertanggung jawab, cinta
bangsa dan sesama manusia, mengabdi kepada rakyat dan negara, berkemauan keras,
berperasaan halus, dan sebagainya, termasuk pula ke dalam moral yang perlu dikembangkan
dan ditanamkan dalam hati sanubari anak-anak.
Adapun perkembangan moral menurut Santrock yaitu perkembangan yang berkaitan
dengan aturan mengenai hal yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya
dengan orang lain (Desmita, 2008:149).
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, salah satunya
melalui pendidikan langsung, seperti diungkapkan oleh Yusuf (2005:134). Pendidikan
langsung yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar-salah atau
baik-buruk oleh orang tua dan gurunya.
Selanjutnya masih menurut Yusuf (2005:182), pada usia sekolah dasar anak sudah
dapat mengikuti tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak
dapat memahami alasan yang mendasari suatu bentuk perilaku dengan konsep baik-buruk.
Misalnya, dia memandang bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orang
tua merupakan suatu hal yang buruk. Sedangkan perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat
kepada orang tua merupakan suatu hal yang baik.
Selain pemaparan di atas, Piaget (Hurlock, 1980:163) memaparkan bahwa usia antara
lima sampai dengan dua belas tahun konsep anak mengenai moral sudah berubah. Pengertian
yang kaku dan keras tentang benar dan salah yang dipelajari dari orang tua, menjadi berubah
dan anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral.
Misalnya bagi anak usia lima tahun, berbohong selalu buruk. Sedangkan anak yang lebih
besar sadar bahwa dalam beberapa situasi, berbohong dibenarkan. Oleh karena itu, berbohong
tidak selalu buruk.
Zohar dan Marshall (Desmita, 2008:174) pertama kali meneliti secara ilmiah tentang
kecerdasan spiritual, yaitu kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna
dan nilai, yang menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih
luas dan kaya.
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran