Anda di halaman 1dari 4

Mengenal Model Evaluasi Kirkpatrick untuk

Memaksimalkan Hasil Pelatihan


Vindiasari Yunizha
October 1, 2021 • 5 minutes read

Ketrampilan dan kompetensi karyawan dapat diasah melalui pelatihan. Tetapi untuk bisa
mencapai objektifnya dengan baik, setiap pelatihan haruslah terevaluasi. Mari kita lihat salah
satu konsep evaluasi pelatihan yang populer: Model evaluasi Kirkpatrick.

Melakukan evaluasi merupakan langkah yang ditempuh untuk menciptakan lingkungan kerja
lebih baik. Evaluasi dibarengi dengan pelatihan (training programs) jadi cara yang kerap diambil
tim learning and development (L&D) perusahaan. Mereka menginginkan perbaikan bagi
karyawan maupun organisasi.

Keterampilan dan kompetensi karyawan dapat diasah melalui pelatihan. Dari pelatihan tentunya
membutuhkan evaluasi. Model evaluasi yang seperti apa yang kiranya bisa diterapkan pada
pelatihan yang diberikan agar maksimal? Salah satu konsep evaluasi pelatihan yang populer
adalah model evaluasi Kirkpatrick.

Empat Level Evaluasi


Evaluasi Kirkpatrick merupakan model evaluasi training yang digaungkan Donald Kirkpatrick,
Ph.D. Konsep tersebut awalnya merupakan subjek penelitian dari disertasinya untuk meraih gelar
doktor. Penelitian dilakukan pada tahun 1954 dan hingga kini dijadikan salah satu acuan untuk
evaluasi pelatihan.

Dalam model evaluasi Kirkpatrick, evaluasi pelatihan dapat dilakukan dalam empat level.
Adapun keempat level tersebut dijabarkan sebagai berikut:

01. Reaksi (Reaction)

Reaksi menjadi tahap awal dalam konsep evaluasi Kirkpatrick. Pada level ini perusahaan melalui
tim learning and development (L&D) meminta pendapat dari berbagai pihak terkait pengalaman
belajar setelah mengikuti pelatihan atau kursus. Pertanyaan tersebut mengerucut pada kepuasan
peserta pelatihan. Apakah peserta merasa pelatihan relevan dengan tugas sehari-hari?

Perusahaan menggunakan masukan atau umpan balik untuk bahan evaluasi pelatihan. Reaksi dari
peserta ini diharapkan mampu meningkatkan potensi perbaikan di masa depan. Pelatihan
diharapkan menjadi titik balik untuk mengembangkan kemampuan dan kompetensi individu
dalam organisasi atau perusahaan.

Umpan balik yang didapatkan perusahaan bukan sekadar materi, reaksi melingkupi penilaian
instruktur, topik pembahasan, presentasi, hingga lokasi pelatihan. Penilaian dengan bahasan yang
luas terkait reaksi peserta akan menjadi bahan evaluasi untuk mengadakan pelatihan yang lebih
baik lagi.

02. Pembelajaran (Learning)

Masuk pada level 2, konsep evaluasi Kirkpatrick selanjutnya adalah pembelajaran. Dalam level
ini evaluasi mengedepankan pada tingkat pengetahuan peserta terhadap materi yang
disampaikan. Apakah materi yang disampaikan bisa diterima peserta dengan baik? Cara
penyampaian sudah ideal?

Instruktur pelatihan akan menentukan tujuan dari sebuah pelatihan yang kemudian akan
dituangkan dalam pretest dan post test. Ujian diberikan kepada peserta pelatihan sebelum dan
sesudah mendapat materi. Tentu instruktur akan menetapkan standar penilaian dari masing-
masing ujian.

Baca Juga: Kenali Pelatihan Online Synchronous dan Asynchronous learning, Serupa Tapi
Tak Sama

03. Perilaku (Behaviour)

Konsep evaluasi Kirkpatrick yang dilakukan setelah level 2 mengukur perubahan sikap dan
perilaku pada peserta pelatihan. Perubahan perilaku diukur menggunakan dasar pelatihan dan
keterampilan yang selaras dalam peningkatan performa di pekerjaan.
Perubahan perilaku ini sifatnya bisa subjektif, mengingat faktor perubahan bisa muncul secara
subjektif dari dalam diri peserta masing-masing. Misalnya peserta tidak memiliki keinginan
untuk berubah. Evaluasi Level 3 dilakukan dengan pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan.

04. Output/Hasil (Result)

Level 4 dalam konsep evaluasi Kirkpatrick menekankan pada hasil nyata pelatihan. Misalnya
apakah program training mampu memberikan dampak terhadap penurunan biaya, peningkatan
produktivitas dalam pekerjaan, peningkatan kualitas dan efisiensi karyawan.

Output atau hasil ini nantinya menentukan pengembalian investasi atau return on
investment (ROI). Perusahaan akan menilai apakah biaya yang dikeluarkan sebanding dengan
hasil yang diperoleh. Evaluasi tahap 4 membutuhkan pengukuran tujuan pelatihan sebelum dan
sesudah kegiatan.

Sumber: Pavel Danilyuk/Pexels

Berangkat Dari Hasil Akhir


Dalam dunia bisnis maupun perusahaan, efektivitas pelatihan tidak bisa diukur dengan pasti.
Dampak dari pelatihan cukup memakan waktu dan tidak relevan harus ditekankan pada dampak
pelatihan yang berkaitan dengan tujuan bisnis. Hal tersebut senada dengan level 4 dalam model
evaluasi Kirkpatrick, yakni result.
Banyak perusahaan enggan untuk membuat pelatihan bagi karyawan karena berbagai alasan,
salah satunya soal anggaran ataupun merasa kurang efektif dari segi waktu. Hal tersebut selaras
dengan hasil penelitian dari laporan Bersin di mana hanya ada 5% organisasi yang
mengembangkan pelatihan berbasis data untuk karyawan. Sementara 59% perusahaan
mengalami kesulitan menghubungkan pelatihan dengan tujuan bisnis.

Tak perlu bingung, Anda bisa mendaftarkan karyawan maupun diri Anda untuk mengikuti
pelatihan dengan evaluasi terukur melalui RuangKerja. Ada banyak pelatihan yang tersedia
untuk mengembangkan kapasitas individu maupun organisasi.

Berkaca dari evaluasi Kirkpatrick, evaluasi hasil belajar dimulai dengan melihat reaksi dari para
karyawan, materi pembelajaran, perubahan perilaku, hingga hasil belajar di akhir. Padahal
kebanyakan perusahaan ingin meletakkan tujuan utama pada hasil yang akan memberikan
dampak bagi perusahaan atau bisnisnya. Dengan kata lain, metode evaluasi Kirkpatrick pun
dibalik, tim learning and development (L&D) mengembangkan pelatihan berdasarkan tujuan
yang ingin dicapai perusahaan. Selanjutnya baru menentukan pelatihan apa yang kiranya cocok
dan memuaskan bagi perusahaan dan karyawan.

Pada tahun 2011, Kirkpatrick Partners yang berbasis di Atlanta melakukan modifikasi terkait
model evaluasi Kirkpatrick agar lebih mudah untuk mengukur pengembalian atas ekspektasi
atau the return on expectations (ROE) pemangku kepentingan.

Kirkpatrick Partners berpendapat bahwa ROE adalah “indikator nilai tertinggi.” Sementara ROI
dan ROE adalah metode umum yang digunakan untuk mengevaluasi dan membenarkan
pelatihan, banyak organisasi pelatihan masih berjuang dengan empat tingkat, terutama mengukur
tingkat tiga dan empat.

Ruangkerja menyediakan fitur-fitur yang dapat mendukung suksesnya pengembangan blended


learning untuk pelatihan di perusahaan Anda. Karena ruangkerja dilengkapi dengan fitur-fitur
sebagai berikut:

1. Rewards point, peserta dapat memperoleh poin yang dapat ditukarkan dengan hadiah
sesuai keinginan perusahaan.
2. Leaderboards, memicu peserta untuk menyelesaikan pelatihan dengan skor tinggi.
3. Collaboration, setiap peserta dapat berkolaborasi dengan peserta lainnya melalui
forum diskusi.

Berbagai perusahaan telah bergabung dengan ruangkerja, kini giliran Anda!

Anda mungkin juga menyukai