Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN UPACARA TINGKEBAN ATAU MITONI

DI DAERAH JAWA TENGAH

Yang disusun oleh :

Nama : Ajeng Bai’ah Nunif


NIM : 2207010012
Kelas : 2A

Pengampu :
Ibu Itsna Nurrahma Mildaeni, S.E.I, M.A.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO


FAKULTAS PSIKOLOGI
TAHUN 2023
Nama Kasus : Upacar Tingkeban / Mitoni
Daerah : Jawa Tengah

● Isi

A. Pengantar :
Tingkeban atau yang disebut dengan upacara mitoni merupakan salah satu adat yang
sudah melekat pada masyarakat suku Jawa, merupakan suatu tradisi dalam syukuran kehamilan
untuk kandungan pertama yang memasuki usia 7 bulan, dengan tujuan mendoakan ibu dan bayi
yang dikandung lahir dengan selamat , normal, lancar, dan dijauhkan dari berbagai macam mara
bahaya. Tradisi tingkepan yang dilakukan oleh sebagian umat Islam di Jawa, merupakan salah
satu upaya mendidik anak didalam kandungan mencapai tujuh bulan (Mansur, 2004:11).

Sejarah tingkeban berasal dari masa Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Raja Jayabaya. Pada
saat itu ada seorang wanita bernama Niken Satingkeb yang menikah dengan seorang punggawa
kerajaan Kediri bernama Sadiyo. Selama pernikahan itu, Niken sudah melahirkan sembilan kali
namun tidak seorang anak pun yang berumur panjang. Selang berapa lama mereka menghadap
kepada Raja Jayabaya untuk menceritakan nasib buruk yang menimpannya dan memohon agar
diberi petunjuk supaya memiliki keturunan lagi yang tidak mengalami nasib buruk seperti anak-
anak sebelumnya. Kemudian sang raja merasa terharu dan memberikan petunjuk agar nyai
satingkeb pada hari Tumbak (Rabu)dan Budha (sabtu) harus mandi air suci dengan gayung
tempurung kelapa atau batok. Setelah selesai mandi, Niken Satingkeb harus memakai pakaian
yang sangat bersih. Kemudian dijatuhkan dua buah kelapa gading yang berjarak antara perut dan
baju yang dipakai. Kelapa gading tersebut diberi gambar Arjuna dan Subadra atau Dewa Wisnu
dan Dewi Sri. Dengan tujuan jika kelak anaknya lahir mempunyai paras yang cantik atau
ganteng. Selanjutnya, calon ibu harus melilitkan daun tebu wulung pada perutnya yang nantinya
akan dipotong sebilah keris. Segala petuah dan saran yang diberikan sang raja dijalankan dengan
cermat. Ternyata, segala permintaan mereka dikabulkan. Semenjak kisah itu terjadi, upacara
tingkeban diwariskan secara turun-temurun dan jadi tradisi wajib untuk orang Jawa yang
menghormatinya.

B. Tata cara pelaksanaan :

- Tahap pertama yaitu dengan siraman atau memandikan calon ibu yang dipimpin oleh
dukun bayi kemudian dimandikan oleh 7 sesepuh yang ada didalam keluarga dengan
menggunakan air yang berasal dari 7 sumur yang berbeda. 7 sumur diibaratkan kelak
sang anak akan mendapatkan rezeki dari berbagai penjuru atau arah.Fungsi :
mensucikan dan melindungi sang ibu dan sang bayi dari mara bahaya yang mengintainya.
air kembang 3 sampai 7 jenis warna.
- memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain sarung calon ibu, yang dilakukan oleh
suaminya.
- Acara brojolan, yaitu memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari
Arjuna dan Sumbadra . Dengan tujuan jika kelak anaknya lahir mempunyai wajah yang
cantik atau ganteng
- Kemudian memecahkan kelapa jika terpecah dengan lurus maka dipercaya kelak anak
yang akan lahir laki-laki , namun jika miring makan akan lahir anak perempuan.
- Kemudian calon ibu berganti baju atau kain sebanyak 7 kali berfungsi sebagai tolak ukur
atau pandangan hidup kelak sang bayi bisa mengambil keputusan dari berbagai sudut
pandang dan memilah mana yang baik dan mana yang tidak baik.
- Kemudian yang terakhir dilakukan acara kenduri atau yang disebut dengan berdoa
dirumah sang calon ibu. Dalam acara kenduri ada makanan wajib yang harus ada
didalamnya yaitu nasi tumpeng lengkap dengan jajanan pasar mengandung arti kesuburan
dan keberkahan . Berjualan rujak dan cendol oleh pasangan suami istri yang bermakna
belajar untuk mencari rezeki dengan cara berjualan supaya terbiasa nantinya pandai
dalam bekerja, menikmati hidangan untuk tamu yang hadir .

Pandangan Islam :
Pandangan islam terhadap adannya upacara tingkeban ini, dianggap sangat berbenturan
dengan ajaran islam yang sesungguhnya, dikarenakan ajaran tersebut tidak termasuk didalam
ajaran Al-Qur’an maupun Hadist . Sehingga kegiatan tersebut sering disebut dengan bid’ah.
Akan tetapi imam AL-Ghazali memberikan sebuah statmen bahwa tidak semua bid’ah itu
dilarang, yang dilarang ialah yang bertentangan pasti dengan As-Sunah yang jelas atau
menghilangkan ketentuan syara’ yang masih tetap ada ‘ilalnya (dasar alasannya).
Oleh karena itu, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan demi kemurnian akidah Islam
sehingga, sebaliknya, tidak disamakan dengan syirik atau bid’ah namun tetap dapat
mempertahankan tradisi Mitoni atau Tingkeban sebagai sebuah identitas sebuah negara.
Hal-hal berikut harus diperhatikan :

a) Masyarakat Jawa masih dapat mempertahankan tradisi Mitos atau Tingkeban ini
selama anda dapat menghilangkan kepercayaan pada prosesi ritual Tingkebanlah
yang menentukan nasib si bayi, karena ini bisa membawa orang yang
untuk percaya bahwa itu terjun ke jurang politeisme. Karena islam dengan tegas melarang orang
untuk mempercayai selain Allah SWT, dijelaskan dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 72.

‫َلَقْد َكَفَر اَّلِذ ْيَن َقاُلْٓو ا ِاَّن َهّٰللا ُهَو اْلَم ِس ْيُح اْبُن َم ْر َيَم ۗ َو َقاَل اْلَم ِس ْيُح ٰي َبِنْٓي ِاْس َر ۤا ِء ْيَل اْع ُبُدوا َهّٰللا َر ِّبْي َو َر َّبُك ْم ۗ ِاَّنٗه َم ْن‬
‫ّٰظ‬ ‫ْأ‬
‫ُّيْش ِر ْك ِباِهّٰلل َفَقْد َح َّر َم ُهّٰللا َع َلْيِه اْلَج َّنَة َو َم ٰو ىُه الَّناُرۗ َو َم ا ِلل ِلِم ْيَن ِم ْن َاْنَص اٍر‬

Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih putra
Maryam.” Padahal Al-Masih (sendiri) berkata, “Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhanku dan
Tuhanmu.” Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh,
Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong
pun bagi orang-orang zalim itu.

B. Tidak melakukan proses yang mubadzir seperti menjatuhkan telur ayam sampai pecah yang
telah dijelaskan dalam surat Al-Isra ayat 27.

‫ِاَّن اْلُمَبِّذ ِر ْيَن َك اُنْٓو ا ِاْخ َو اَن الَّش ٰي ِط ْيِن ۗ َو َك اَن الَّش ْيٰط ُن ِلَر ِّبٖه َك ُفْو ًرا‬

Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar
kepada Tuhannya.

Sebetulnya dalam masalah tradisi adat istiadat, Islam tidak bersikap menjadikannya sebagai
sasaran yang harus dihilangkan, melainkan membersihkannya dari hal-hal yang bertentangan
dari tauhid dan akal sehatnya, artinya tradisi adat istiadat ini tetap saja bisa dikembangkan
namun hal-hal yang bertentangan dengan ajaran tauhid dan akal sehat tidak boleh dibiarkan.
Sebab jika hal ini tetap dibiarkan tentu akan merusak keimanan seseorang,
Foto pendukung

Prosesi siraman dengan memegang Kelapa cangkir yang telah diukir gambar Arjuna dan
Sumbadra
Prosesi dodolan cendol dawet oleh orang tua calon bayi

Prosesi siraman yang dimandikan oleh 7 sesepuh dari keluarga terdekat


Referensi :

Ayunda, D., & Ningsih, A. R. (2022). Fungsi dan Makna Tradisi Upacara Tingkepan di Desa
Mahato. Journal of Literature Rokania, 1(2), 15-19.

Kholis, N. (2022). MITONI DALAM PRESPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.


ISLAMIDA Journal of Islamic Studies, 1(2), 118-129.

Anda mungkin juga menyukai