Disusun oleh
Kelompok 2 :
1.2 Tujuan
PEMBAHASAN
a. Defisiensi Vitamin B1
Vitamin B1 atau tiamin dalam metabolisme tubuh berperan sebagai
kofaktor enzim-enzim seperti enzim piruvat dehidrogenase yang berfungsi
untuk mengubah piruvat menjadi asetil-koenzim A dalam proses glikolisis
yang nantinya akan menghasilkan ATP. Selain itu, tiamin mempunyai fungsi
lain sebagai non-kofaktor yaitu berperan dalam sistem imun, regulasi gen,
respon terhadap stres oksidatif, aktivitas kolinergik, pompa ion klorida, serta
penghantar impuls saraf. Kekurangan tiamin dapat ditandai dengan gangguan
emosi, kelemahan dan nyeri pada anggota badan, detak jantung tidak teratur,
gangguan persepsi sensorik, dan penurunan berat badan. Kekurangan vitamin
dalam jangka panjang dapat mengancam jiwa akibat fungsi tiamin yaitu
menekan aktivasi salah satu zat yang dipicu oleh stres oksidatif terganggu.
b. Defisiensi Vitamin B2
Vitamin B2 atau riboflavin dalam tubuh mempunyai peran sebagai
salah satu kompenen koenzimflavin mononukleotida (flavin mononucleotide,
FMN) dan flavin adenine dinukleotida (adenine dinucleotide, FAD). Kedua
enzim ini berperan penting dalam regenerasi energi bagi tubuh melalui proses
respirasi. Selain itu, riboflavin juga berperan dalam pembentukan molekul
steroid, sel darah merah, dan glikogen, serta menyokong pertumbuhan
berbagai organ tubuh, seperti kulit, rambut, dan kuku. Defisiensi riboflavin
dapat menyebabkan Angular cheilitis (radang di sudut mulut), lidah merah
yang nyeri disertai sakit tenggorokan, serta bibir pecah-pecah. Defisiensi
riboflavin juga menyebabkan anemia.
c. Defisiensi Vitamin B3
Dalam tubuh, vitamin B3 atau niasin memiliki peranan dalam
metabolisme karbohidrat untuk menghasilkan energi, metabolisme lemak, dan
protein. Selain itu, niasin juga berperan dalam menjaga kadar gula darah,
tekanan darah tinggi, penyembuhan migrain, vertigo, serta dapat menetralisir
berbagai jenis senyawa racun. Kekurangan kadar niasin dapat menyebabkan
pellagra, suatu penyakit gizi buruk dan reversibel yang ditandai dengan empat
gejala khas yang sering dikenal sebagai empat D yaitu demensia, diare,
dermatitis, dan kematian. Dermatitis terjadi pada daerah kulit yang terkena
sinar matahari, seperti punggung leher dan tangan. Kekurangan niasin
merupakan konsekuensi dari pola makan yang rendah niasin dan triptofan
(asam amino), yang merupakan prekursor vitamin B3.
d. Defisiensi Vitamin B6
Vitamin B6 atau priridoksin mempunyai peran penting dalam tubuh
yaitu berperan dalam pertumbuhan. Piridoksin berperan sebagai salah satu
senyawa koenzim A yang digunakan tubuh untuk menghasilkan energi melalui
jalur sintesis asam lemak, seperti spingolipid dan fosfolipid. Selain itu,
piridoksin juga berperan dalam metabolisme nutrisi dan memproduksi antibodi.
Defisiensi piridoksin dapat menyebabkan gejala seperti anemia mikrositik,
dermatitis, kelainan elektroensefalografi , depresi, gampang lelah, dan
kebingungan.
e. Defisiensi Vitamin B12
Vitamin B12 memiliki peran penting dalam metabolisme energi di
dalam tubuh. Vitamin B12 juga termasuk dalam salah satu jenis vitamin yang
berperan dalam pemeliharaan kesehatan sel saraf, pembentukkan molekul
DNA dan RNA, serta pembentukkan platelet darah. Kekurangan jumlah
vitamin B12 dapat menyebabkan anemia pernisiosa, Acidemia metilmalonat,
degenerasi gabungan subakut sumsum tulang belakang, serrta anemia
megaloblastik.
f. Defisiensi Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai peran dalam tubuh yaitu
sebagai senyawa pembentuk kolagen yang merupakan protein penting
penyusun jaringan kulit, sendi, tulang, dan jaringan penyokong lainnya. Selain
itu, vitamin C juga merupakan senyawa antioksidan alami yang dapat
menangkal berbagai radikal bebas dari polusi di sekitar lingkungan kita
sehingga dapat membantu menurunkan laju mutasi dalam tubuh. Oleh karena
itu, risiko timbulnya berbagai penyakit degenaratif, seperti kanker, dapat
diminimalisir. Selain itu, vitamin C berperan dalam menjaga bentuk dan
struktur dari berbagai jaringan di dalam tubuh, seperti otot. Vitamin ini juga
berperan dalam penutupan luka saat terjadi pendarahan dan memberikan
perlindungan lebih dari infeksi mikroorganisme patogen. Oleh karena
mekanisme tersebut, vitamin C dapat berperan dalam menjaga kebugaran
tubuh dan membantu mencegah berbagai jenis penyakit. Kekurangan jumlah
vitamin C dalam tubuh dapat menyebabkan penurunan berat badan, tubuh
menjadi lemah, dan nyeri. Defisiensi vitamin C dalam jangka panjang dapat
berdampak pada jaringan ikat, pendarahan dari kulit, dan penyakit gusi yang
parah.
g. Defisiensi Vitamin A
Vitamin A dalam tubuh memiliki peran dalam berbagai fungsi biologis
tubuh seperti perkembangan embrio, penglihatan, dan fungsi otak.
Kekurangan vitamin A dalam tubuh dapat menyebabkan tingginya risiko
infeksi gastrointerstinal, infeksi paru, dan rendahnya respon terhadap vaksinasi,
sehingga meningkatkan angka mortalitas pada anak-anak. Selain itu, defisiensi
vitamin A juga dapat menyebabkan rabun senja (nyctalopia) dan
keratomalacia, yang mengakibatkan kebutaan permanen jika tidak diobati.
Kekurangan vitamin A dalam tubuh juga dapat menyebabkan melemahnya
sistem kekebalan tubuh. Metabolisme vitamin A yang menghasilkan metabolit
aktif asam retinoat yang dapat memicu respon imun dalam tubuh terganggu
sehingga dapat menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh.
h. Defisiensi Vitamin D
Dalam tubuh, vitamin D dimetabolisme melalui dua tahap, yaitu di hati
dan selanjutnya di ginjal. Hasil dari metabolisme vitamin D dalam tubuh yaitu
produk metabolit aktif yang mengikat reseptor vitamin D sebagai pengatur
ekspresi gen. Vitamin D memiliki peran penting dalam tubuh yaitu sebagai
nutrient untuk penyerapan dari kalsium. Akibat dari kurangnya vitamin D
dalam tubuh, menyebabkan penyerapan kalsium menjadi terganggu.
Kekurangan vitamin D dalam tubuh akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan, salah satunya adalah penyakit rakhitis. Penyakit ini merupakan
gangguan metabolisme tulang karena terganggunya mineralisasi tulang akibat
dari adanya gangguan metabolisme vitamin D, kalsium, dan fosfor. Jumlah
vitamin D yang tidak cukup menyebabkan penyerapan kalsium menjadi
berkurang. Hal tersebut yang akan menyebabkan mineralisasi tulang abnormal.
Mineralisasi tulang abnormal pada lempeng tulang dapat menyebabkan
gangguan tulang seperti rakhitis.
i. Defisiensi Vitamin K
Dalam tubuh, vitamin K memiliki peran penting dalam pembentukan
sistem peredaran darah yang baik dan penutupan luka karena kemampuannya
dalam pembekuan darah. Vitamin K juga berperan sebagai kofaktor enzim
untuk mengkatalis reaksi karboksilasi asam amino asam glutamat. Kekurangan
vitamin K dapat disebabkan oleh penyakit malabsorpsi lemak. Tanda dan
gejalanya bisa berupa gusi berdarah, mimisan, pendarahan menstruasi yang
banyak pada wanita, dan kepekaan terhadap memar. Kekurangan vitamin K
juga dapat menyebabkan pendarahan terus-menerus saat terjadi luka karena
darah tidak dengan cepat menggumpal atau membeku.
j. Defisiensi Vitamin E
Vitamin E dalam tubuh berperan dalam menjaga kesehatan berbagai
jaringan dalam tubuh, seperti jaringan kulit, mata, sel darah merah hingga hati.
Selain itu, vitamin E juga dapat melindungi paru-paru manusia dari polusi
udara. Hal ini karena vitamin E dapat berperan sebagai senyawa antioksidan
alami. Defisiensi vitamin E terjadi akibat kelainan pada metabolisme lemak
makanan, seperti gangguan pada protein transport alfa-tokoferol. Kekurangan
vitamin E menyebabkan buruknya konduksi impuls listrik di sepanjang saraf
akibat perubahan struktur dan fungsi membran saraf. Selain itu, kekurangan
jumlah vitamin E dalam tubuh dapat menyebabkan tubuh mudah lelah, rambut
kering, rambut rontok, kulit kusam, dan kram kaki. Defisiensi vitamin E juga
dapat menyebabkan hemolisis eritrosit.
.
BAB IV
KESIMPULAN
Abrams GD,et al. (2018) “Effect of vitamin D on skeletal muscle and athletic
performance”. J Am Acad Orthop Surg. 26(8):278-85.
Awuchi, Chinaza Godswill dan Echeta, Kate Chinelo (2019). Perkembangan Terkini
dalam Alkohol Gula: Kimia, Nutrisi, dan Masalah Kesehatan Sorbitol, Xylitol,
Gliserol, Arabitol, Inositol, Maltitol, dan Laktitol. Jurnal Internasional
Penelitian Akademik Lanjutan, 5 (11); 1 - 33. ISSN: 2488-9849.
Awuchi, (2019). “Medicinal Plants: the Medical, Food, and Nutritional Biochemistry
and Uses”. International Journal of Advanced Academic Research, 5 (11); 220
– 241.
Bich, L.,et al. (2019). “Understanding Multicellularity: The Functional Organization
of the Intercellular Space. Frontiers in Physiology, 10.
Blancquaert, D; De Steur, H; Gellynck, X; dan Van Der Straeten, D (2017).
"Rekayasa metabolik mikronutrien pada tanaman pangan". Annals of New
York Academy of Sciences. 1390 (1): 59-73. doi:10.1111/nyas.13274.
Cahyawati, P. N. 2018. Transport, Metabolisme dan Peran Vitamin A dalam Imunitas.
WICAKSANA, Jurnal Lingkungan & Pembangunan, 2 (2): 43-47.
Corvallis, O.R. (2018). "Mineral". Corvallis, OR: Pusat Informasi Mikronutrien,
Linus Pauling Institute, Oregon State University. 2018.
Dewi, A. P. (2018). OFOTOMETRI UV-Vis PADA BERBAGAI VARIASI BUAH
TOMAT. Journal of Pharmacy and Science, 2(1).
Gernand, A. D; Schulze, K. J; Stewart, C. P; West Jr, K. P; dan Christian, P (2016).
"Kekurangan mikronutrien pada kehamilan di seluruh dunia: Efek kesehatan
dan pencegahan". Ulasan Alam Endokrinologi. 12 (5): 274–289.
doi:10.1038/nrendo.2016.37.
Ismunandar, H., Himayani, R., & Al Farisi, M. 2021. Rakhitis: Tinjauan Pustaka.
Medula, 10 (4): 644-653.
Kumala, M. 2020. Suplementasi Vitamin B1 untuk Pasien Sepsis. Cermin Dunia
Kedokteran, 47 (6): 462-265.
Pereira, A.,et al. (2023). “Association Between Vitamin Deficiencies and
Ophthalmological Conditions”. Clinical Ophthalmology, 2045-2062.
Permana, Y. E., Santoso, E., Dewi, C. 2018. Implementasi Metode Dempster-Shafer
untuk Diagnosa Defisiensi (Kekurangan) Vitamin pada Tubuh Manusia. Jurnal
Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 2 (3): 1194-1203.
Price, C., (2015). “Vitamania: Our obsessive quest for nutritional perfection”.
Penguin Press.
Savarino G., et al (2021). “Macronutrient balance and micronutrient amounts
through growth and development”. Italian J Pediatr , 47:109.
Triana, V., (2016) “Macam-Macam Vitamin Dan Fungsinya Dalam Tubuh Manusia”,
Jurnal Kesehatan Mayarakat, 1(1), pp. 40–47.
Wendt D., (2015). "Packed full of questions: Who benefits from dietary
supplements?". Distillations Magazine. 1 (3): 41–45.
Wilson RD., et al. (2015). "Preconception Folic Acid and Multivitamin
Supplementation for the Primary and Secondary Prevention of Neural Tube
Defects and Other Folic Acid-Sensitive Congenital Anomalies". Journal of
Obstetrics and Gynaecology Canada. 37 (6): 534–52