Laptut SK 4 Fix
Laptut SK 4 Fix
Disusun Oleh:
KELOMPOK 9
Dosen Pembimbing:
dr. Shobihatus Syifak, Sp.S
Kelompok : 9
Dosen Pembimbing
Pasien laki-laki berusia 25 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan mata kanan
kabur mendadak sejak 4 jam sebelum ke rumah sakit. Keluhan tersebut dirasakan setelah
pasien mengangkat benda berat. Setelah mengangkat barang, pasien mengatakan
pandangannya awalnya buram seperti melihat air keruh kemudian secara mendadak
pandangan berubah menjadi hitam seperti tertutup tirai pada bagian sisi dekat hidung,
sedangkan pada sisi dekat pelipis pasien masih dapat melihat sedikit namun tidak begitu
jelas. Pasien menyangkal melihat titik hitam maupun kilatan cahaya sebelumnya.
● Kata kunci
1. Pasien laki-laki usia 25 tahun dengan keluhan mata kanan kabur mendadak
2. Mata kanan kabur mendadakn sejak 4 jam sebelum ke rumah sakit
3. keluhan tersebut dirasakan setelah pasien mengangkat benda berat
4. pandangan awalnya buram seperti melihat air keruh, kemudian mendadak berubah
menjadi hitam seperti tertutup tirai
5. pada sisi dekat pelipis dapat melihat sedikit. namun, belum jelas
6. pasien menyangkal melihat titik hitam maupun kilatan cahaya sebelumnya
● Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : kompos mentis
2. Vital sign : (-)
3. Pemeriksaan visus :
- Light perception (-)
- (kiri) visus 2/60
4. Pemeriksaan fisik mata luar : (-)
5. Pemeriksaan funduscopy :
- Mata kanan papil Nervus II bulat batas tegas, total detached pada retina, retinal
tear pada jam 11 12, macula off, reflek macula (-).
- Tekanan intra okuli mata kanan 10,5 mmhg, mata kiri papil bulat mata tegas CDR
0,3 AA/VV ⅔ retina dalam batas tegas batas normal dan TIO 21,6 mmhg.
Step 4: TPL-PPL
TPL PPL
Anamnesis Ablasio retina :
1. Keluhan sejak kapan ? 4 jam 1. Riwayat Kacamata
2. Mata kabur sebelah mana ? kanan 2. Visus menurun mendadak
3. Apakah ada riwayat menggunakan 3. Pandangan seperti tirai
kacamata ? Ada, sejak 9 tahun, mata 4. Funduskopi mata kanan
kanan (-11 D), mata kiri (-10D), 5. Pemeriksaan TIO : Kanan (10,5
digunakan 1 tahun lalu mmHg), Kiri (21,6 mmHg)
4. Apakah ada anggota keluarga yang
mengalami keluhan serupa ? tidak
Miopia :
ada yang mengalami keluhan serupa
1. Riwayat Kacamata
5. Apakah pasien ada riwayat 2. Visus : mata kiri
pengobatan atau konsumsi obat ? 3. Papil nervus II
tidak ada 4. Pemeriksaan TIO : Kanan (10,5
6. Riwayat alergi ? mmHg), Kiri (21,6 mmHg)
- Makanan (-)
- obat (-)
7. Pekerjaan buruh ( angkat barang dan
supir)
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : kompos mentis
2. Pemeriksaan visus :
- Light perception (-)
- (kiri) visus 2/60
3. Pemeriksaan funduscopy :
- Mata kanan papil Nervus II bulat
batas tegas, total detached pada
retina, retinal tear pada jam 11 12,
macula off, reflek macula (-).
- Tekanan intra okuli mata kanan
10,5 mmhg, mata kiri papil bulat
mata tegas CDR 0,3 AA/VV ⅔
retina dalam batas tegas batas
normal dan TIO 21,6 mmhg.
Step 5: Menyusun POMR
TPL PPL Initial Planning
Assesment Pemeriksaan Tatalaksana Monitoring Edukasi
penunjang
Anamnesis 1. Slit lamp 1. Pembedahan 1. Keadaan 1. Rawat luka pasca oprasi
1. Keluhan sejak kapan ? 4 Ablasio retina : Retinal 2. Ct scan sclelar buckling Umum dengan benar
jam 1. Riwayat ocular 2. Vitrektomi 2. Keluhan
detachment 2. Menjaga kebersihan mata
2. Mata kabur sebelah Kacamata pasca oprasi
mana ? kanan 2. Visus 3. Konsultasi pada spesialis
3. Apakah ada riwayat menurun mata pasca oprasi
menggunakan kacamata mendadak 4. Mengurangi aktivitas berat
? Ada, sejak 9 tahun, 3. Pandangan
mata kanan (-11 D),
seperti tirai
mata kiri (-10D),
4. Funduskop
digunakan 1 tahun lalu
i mata
4. Apakah ada anggota
keluarga yang kanan
mengalami keluhan 5. Pemeriksaa
serupa ? tidak ada yang n TIO : High 1. Visus 1. Lasik 1. Keadaan 1. Rajin mengkonsumsi sayur
mengalami keluhan Kanan myopia mata umum dan buah-buahan
serupa (10,5 2. Cek TIO
5. Apakah pasien ada mmHg), secara
riwayat pengobatan atau Kiri (21,6 berkala
konsumsi obat ? tidak mmHg)
ada
6. Riwayat alergi ? Miopia :
- Makanan (-) 1. Riwayat
- obat (-) Kacamata
7. Pekerjaan buruh ( 2. Visus :
angkat barang dan mata kiri
supir) 3. Papil
Pemeriksaan Fisik nervus II
1. Keadaan umum : 4. Pemeriksaa
kompos mentis n TIO :
2. Pemeriksaan visus : Kanan
- Light perception (-) (10,5
- (kiri) visus 2/60
mmHg),
3. Pemeriksaan
Kiri (21,6
funduscopy :
mmHg)
- Mata kanan papil
Nervus II bulat batas
tegas, total detached
pada retina, retinal tear
pada jam 11 12, macula
off, reflek macula (-).
- Tekanan intra okuli
mata kanan 10,5 mmhg,
mata kiri papil bulat
mata tegas CDR 0,3
AA/VV ⅔ retina dalam
batas tegas batas normal
dan TIO 21,6 mmhg.
Step 6: Learning Objective
● Retinal Detachment
Definisi
Suatu kondisi ketika retina neurosensori kehilangan perlekatan pada retinal pigment
epithelium (RPE) disebut sebagai retinal detachment atau ablasi retina yang dapat
mengakibatkan degenerasi fotoreseptor dan iskemia sehingga dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan secara permanen (Nguyen et al., 2021).
Etiologi
Etiologi yang mendasari retinal detachment bergantung pada subtipenya. Pada ablasio
retina regmatogenosa etiologinya antara lain, trauma, miopia patologis, ekskavasi
retina perifer, operasi intraokular sebelumnya, retinal detachment pada mata
disebelahnya dan ada anggota keluarga yang juga pernah mengalami. Pada ablasi
retina traksi etiologinya antara lain, retinopati diabetik proliferatif, trauma, retinopati
prematuritas, vitreotinopati proliferatif, dan oklusi vena retina. Pada ablasi retina
eksudatif etiologinya antara lain, tumor mata primer, sifilis, toksoplasmosis,
metastasis okular, dan sarcoidosis, oftalmia simpatik, nekrosis retina akut dan
tuberkulosis (Blair et al., 2021).
Sedangkan pada pediatric retina detachment etiologi paling sering adalah trauma
okuler, peradangan dan infeksi. Selain itu pada anak dapat bersifat kongenital
termasuk
kondisi vitreoretinal herediter yang langka, seperti vitreoretinopati eksudatif familial,
sindrom Marfan, sindrom Stickler, incontinentia pigmenti, penyakit Norrie dan
retinoschisis terkait-X. Patologi perkembangan seperti koloboma dan pembuluh darah
janin yang persisten dapat menjadi etiologi ablasi retina pada bayi. Sedangkan pada
bayi prematur dapat di sebabkan karena retinopati prematuritas (Badhwar et al.,2019).
Epidemiologi
Pertahun terdapat sekitar 1 : 10.000-15.000 insiden retinal detachment dan umumnya
sering pada usia ≥50 tahun serta dengan jenis kelamin laki-laki dibandingkan
perempuan. Walaupun umumnya terjadi pada usia lanjut retinal detachment juga dapat
ditemukan pada anak-anak (pediatri), dimana prevalensi pediatrik sekitar 0,5-8% dari
semua retinal detachment (Josifovska et al., 2019).
● High Myopia
Definisi
Sebagai ≤ −5 D diadopsi sebagai definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada
tahun 2015. Seseorang yang membutuhkan koreksi ≤ −5 D memiliki ketajaman visual
yang jauh lebih buruk daripada ambang batas kebutaan (–3 /6 di mata yang lebih
baik). (WHO, 2015)
Etiologi
Banyak penelitian telah membahas mengenai berbagai faktor risiko miopia, namun
masih banyak kontroversi. Dibutuhkan lebih banyak studi untuk dapat memahami
etiologi.
● Genetik
Anak dengan orangtua miopia memiliki prevalensi miopia lebih tinggi. Faktor
genetik memiliki peran dalam bentuk dan pemanjangan bola mata. Pola
genetik yang diturunkan bervariasi : autosomal resesif, autosomal dominan,
dan sex linked, baik terkait sindrom maupun berdiri sendiri. Makin.banyaknya
kasus miopia tanpa kluster keluarga menandakan genetik tidak berdiri sendiri
serta adanya pengaruh faktor lingkungan. (Morgan IG, 2012)
● Pekerjaan
Pekerjaan dengan Jarak pandang dekat, kurang dari 25-30 cm, dalam jangka
waktu lama dikaitkan dengan tidak optimalnya akomodasi. Hal ini akan
menciptakan kondisi bayangan difokuskan di belakang retina (hyperopic
defocus), yang terbukti menyebabkan pemanjangan bola mata. Hubungan
kejadian miopia dengan pekerjaan dengan jarak pandang dekat <25 cm
cenderung lebih besar pada anak-anak. (Guo L, 2016)
● Jenis Kelamin
Kejadian miopia pada anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki-laki.
Perempuan memiliki risiko 1,21 kali lebih tinggi untuk mengidap miopia
daripada laki-laki. Anak perempuan cenderung memiliki aktivitas luar ruangan
yang lebih singkat dan lebih lama bekerja dengan jarak pandang dekat.
(Saxena R, 2015)
● Status Ekonomi
Terdapat data yang kontradiktif. Penelitian di India menunjukkan status
ekonomi tinggi dihubungkan dengan kejadian miopia yang lebih tinggi, namun
penelitian di Rotterdam, Belanda, menunjukkan miopia lebih tinggi pada
kelompok status ekonomi lebih rendah. Penelitian lain tidak menemukan
hubungan signifikan antara miopia dan status ekonomi. Status ekonomi
dihubungkan dengan motivasi belajar yang menyebabkan lebih banyaknya
pekerjaan dengan jarak pandang dekat. (Tideman JWL, 2017)
Epidemiologi
Pada tahun 2000 diperkirakan 22,9% penduduk dunia (1406 juta orang) memiliki
status refraksi miopia, 163 juta di antaranya (2,7%) mengidap miopia tinggi. Pada
tahun 2010, diperkirakan 27% populasi dunia (1893 juta) mengidap miopia dan 1,8%
(170 juta) mengidap miopia tinggi.
Di tahun 2020, laporan World Health Organization (WHO) memperkirakan 2,6 milyar
orang seluruh usia di dunia mengidap miopia, 312 juta di antaranya berusia di bawah
19 tahun. (WHO, 2019)
Di tahun 2050 diprediksi setidaknya 49,8% penduduk dunia akan menderita miopia
dengan miopia tinggi sebanyak 9,8%. Di seluruh dunia pada tahun 2015, terdapat 10
juta orang dengan gangguan penglihatan terkait DMM (prevalensi 0,13%), 3,3 juta
orang
di antaranya mengalami kebutaan. Apabila tren ini tidak berubah dan tidak ada
intervensi yang efektif, diperkirakan penderita gangguan penglihatan dan kebutaan
akan menjadi masing-masing 55,7 juta orang dan 18,5 juta orang. (Fricke TR, 2018)
2. Mahasiswa Mampu Memahami Klasifikasi, Manifestasi klinis Retinal
detachment dan High myopia
Terdapat tiga klasifikasi ablasi retina antara lain, ablasi retina regmatogenous, ablasi
retina traksi, dan ablasi retina eksudatif.
Pada saat retina memiliki lubang atau robekan disebut sebagai ablasi retina
regmatogenosa. Ketika hal ini terjadi, menyebabkan pelepasan dari RPE dikarenakan
cairan vitreous terus memasuki ruang di bawah retina neurosensorik sampai seluruh
retina posterior terlepas. Durasi tergantung pada lokasi terjadinya ablasi, dapat terjadi
selama berjam-jam hingga berbulan-bulan. Meskipun tanpa intervensi bedah ablasi
retina dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang parah dan dapat menyebabkan
kebutaan yang bersifat permanen
Ablasi retina traksi terjadi ketika kekuatan membran proliferatif di permukaan retina
atau di vitreous yang cukup kuat untuk melepaskan retina neurosensorik dari RPE.
Pada kasus ablasi ini, tidak terdapat adanya kerusakan pada retina neurosensorik
Ablasi retina eksudatif atau serosa terjadi ketika adanya eksudasi cairan karena lesi
besar seperti tumor atau mediator inflamasi yang menyebabkan terakumulasinya
cairan subretina. Pada ablasi ini tidak terdapat adanya kerusakan pada retina
neurosensorik. (Nur, 2022)
Manifestasi klinis dari retinal detachment seperti lapang pandang yang semakin
menurun secara lambat yang dimulai dari perifer ke sentral dan bersifat progresif.
Selain itu, terdapat floaters, fotopsia strabismus dan leukokoria. Riwayat trauma
okular dan riwayat operasi sebelumnya, prematuritas, infeksi, sindrom herediter yang
melibatkan sistemik dapat menjadi faktor risiko. (Nur, 2022)
- Klasifikasi miopia
High myopia
patofisiologi terjadinya karena titik fokus cahaya jatuh di depan retina. Hal ini
umumnya disebabkan oleh kornea yang terlalu melengkung, panjang aksial mata
terlalu panjang, atau bisa jadi keduannya. Pasien dengan myopia akan melihat objek
yang jauh menjadi kabur sedangkan objek yang dekat terlihat jelas.
Pneumatic retinopexy dipilih pada ablasio dengan posisi break superior (dua pertiga
bagian atas fundus), semua break telah ditemukan, pasien yang kooperatif dan media
yang jernih. Keuntungan dari metode ini antara lain invasi minimal, komplikasi lebih
sedikit, dan lebih murah. Posisi kepala memengaruhi efektivitas dari pneumatic
retinopexy, karena gelembung gas akan mengapung ke arah atas. Pada sebuah studi,
pneumatic retinopexy mempunyai keberhasilan 75% pada mata fakik, dan 67% pada
pseudofakia dengan tingkat keberhasilan 99% setelah 6 bulan. Komplikasi yang
terjadi sangat jarang yaitu membran epiretinal, katarak, dan endoftalmitis.
3. Scleral Buckle
Scleral buckle merupakan terapi yang dilakukan dari luar (ekstraokular). Scleral
buckle dilakukan dengan menjahit material dengan ukuran yang sesuai ke sklera,
dengan tujuan menekan dinding bola mata di bawah break retina. Sehingga terjadi
kontak antara retina dan lapisan EPR yang terpisah. Material scleral buckle terbuat
dari silikon lunak atau keras dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi yang
disesuaikan agar dapat menutup break. Radial explant (ditempatkan mengarah ke
limbus) digunakan untuk u-tear atau break posterior. Circumferential segmental
explant (ditempatkan mengelilingi sebagian limbus) digunakan untuk break multipel,
pada satu atau dua kuadran atau jarak bervariasi dari ora serrata, break anterior dan
dialisis. Encircling explant ditempatkan di sekeliling bola mata untuk mendapatkan
buckle 360o. Break dapat ditutup dengan menggunakan cryotheraphy maupun laser.
Aliviana, B. (2020). Hubungan antara Panjang Aksial Bola Mata dan Derajat Miopia dengan
Tekanan Intraokular. Medical and Health Science Journal, 4(1), 13–18.
https://doi.org/10.33086/mhsj.v4i1.1444
Al Dinari, N. (2022). Miopia: Etiologi dan Terapi. Cermin Dunia Kedokteran, 49(10),
556-559.
Badhwar, V., Yeo, D., Joshi, S., Wong, S. C., & Reddy, M. A. (2019). An 11-month-old girl
with a retinal detachment. Digital Journal of Ophthalmology: DJO, 25(2), 33. Google Scholar
Basri, S. (2014). Etiopatogenesis dan Penatalaksanaan Miopia pada Anak Usia Sekolah.
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol. 14 No. 3, 181-186.
Blair, K., Alhadi, S. A., & Czyz, C. N. (2021). Globe rupture. StatPearls [Internet]. Google
Scholar
Cristaldi, M., Olivieri, M., & Pezzino, S. (2020). Atropine differentially modulates ECM
production by ocular fibroblasts, and its ocular surface toxicity is blunted by colostrum.
Biomedicines, 8, 78
Dinari, N. A. (2022). Miopia: Etiologi dan Terapi. Cermin Dunia Kedokteran Ed. 309 Vol. 49
No. 10, 556-559.
Fricke TR, Jong M, Naidoo KS, Sankaridurg P, Naduvilath TJ, Ho SM, et al. Global
prevalence of visual impairment associated with myopic macular degeneration and temporal
trends from 2000 through 2050: Systematic review, meta-analysis and modelling. Br J
Ophthalmol.2018;102(7):855-62.doi:10.1136/bjophthalmol-2017-311266
Ghazi, N., Green, W. (2002). Pathology and Pathogenesis of Retinal Detachment. Eye 16, 411–421.
Guo L, Yang J, Mai J, Du X, Guo Y, Li P, et al. Prevalence and associated factors of myopia
among primary and middle school-aged students: A school-based study in Guangzhou. Eye.
2016;30(6):796-804.doi:10.1038/eye.2016.39
Grzybowski A, Kanclerz P, Tsubota K, Lanca C, Saw SM. A review on the epidemiology of
myopia in school children worldwide. BMC Ophthalmol.
2020;20(1):1-11.doi:10.1186/s12886-019-1220-0
Iskandar Ferdy. 2020. Kontroversi Persalinan Spontan pada Miopia Tinggi. Jakarta :
CDK-291/ vol. 47 no. 10 th. 2020
Josifovska, N., Lumi, X., Szatmari-Tóth, M., Kristóf, E., Russell, G., Nagymihály, R.,
Anisimova, N., Malyugin, B., Kolko, M., & Ivastinović, D. (2019). Clinical and molecular
markers in retinal detachment—From hyperreflective points to stem cells and inflammation.
PloS One, 14(6), e0217548. Google Scholar
Kurmasela, G. P., Saerang, J. S. M. & Rares, L. 2013. Hubungan Waktu Penggunaan Laptop
dengan Keluhan Penglihatan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi. Jurnal e-Biomedik. 1(1) ; hlm. 291– 299.
Lanca C, Saw SM. The association between digital screen time and myopia: A systematic
review. Ophthalmic Physiol Opt. 2020;40(2):216-29. doi:10.1111/opo.12657
Luh, N., Made, A., Edyassari, I., Kusumastuti, F., Sudiarta, I. K. E., Sakit, R., & Cicendo, M.
(2022). Kejadian Ablasio Retina Regmatogen Pada Miopia Tinggi
Nguyen, K. H., Patel, B. C., & Tadi, P. (2021). Anatomy, head and neck, eye retina.
StatPearls [Internet]. Google Scholar
Sidarta, Ilyas. 2019. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi keempat . Jakarta: Balai Penerbit FK
UI.
Tideman JWL, Polling JR, Hofman A, Jaddoe VWV, Mackenbach JP, Klaver CCW.
Environmental factors explain socioeconomic prevalence differences in myopia in 6-year-old
children. Br J Ophthalmol. 2018;102(2):243-7. doi:10.1136/bjophthalmol-2017-310292
Tanto, Chris. 2018. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta : Media Aesculapius.