com
NEO KLASIK I
Redaksi
3 tahun ago
Teori ini telah lama digunakan dan dikembangkan Heinrich Gossen (1810-1885)
dalam menjelaskan kepuasan (utility)dari pengkonsumsian jenis barang. Menurutnya
kepuasan marjinal (marginal Utility) dari pengkonsumsian suatu semacam barang
akan semakin turun jika barang yang sama dikonsumsi semakin banyak,’’(Hukum
Gossen I)’’. Dalam hokum Gossen II, menjelaskan bahwa sumber daya dan dana yang
tersedia serlalu terbatas secara relatif untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang
relatif tidak terbatas adanya.
Pada tahun 1870-an telah terjadi pergeseran dalam teori pembangunan ekonomi.
Pergeseran ini disebabkan oleh kemajuan teknologi yang peranannya begitu
dominan dalam pencariaan dan penemuan sumber-sumber produksi baru, serta
kemampuannya dalam mengembangkan lebih lanjut sumber-sumber produksi baru
itu. Aliran teori pembangunan ekonomi baru ini kemudian dikena sebagai madzab
teori pembangunan ekonomi Neo-Klasik.
Pertama, Mazhab Autria. Mereka yang tergabung dalam mazhab ini adalah tokoh-
tokoh pemikiran ekonomi handal seperti Carl Menger (1840-1921), Friedrich von
Weiser(1851-1920), dan Eugen Von Bohm Bawerk (1851-1914). Teori-teori yang
dikembangkan oleh ketiga tokoh utama mazhab ini memiliki pencirinya sendiri
dengan menerapkan kalkulus sebagai peralatan utamanya. Kelompok penerus
mazhab ini adalah Knut Wicksell (1851-1926).. Ludwig Edler von mises (1881-1973),
dan friedrich August von Hayek (1899-1978).
Kedua, Mazhab Lausan ne. Teori-teori yang dikembangkan oleh kelompok ini
analisisnya lebih komprehensif, utamanya tentang teori keseimbangan umum yang
dijelaskan dengan pendekatan matematis. Tokoh pemikir utama yang dianggap
menonjol dan sekaligus pendiri dari mazhab ini adalah leon warlas. Karya
monumentalnya berjudul element of pure economic yang terbit pada tahun 1878.
Model keseimbangan walras ini ternyata tidak dikembangkan oleh para pakar
ekonomi pada zamannya. Alfred Marshall adalah sosok ilmuwan dari Cambridge
University yang sangat menghargai model matematika yang menjadikan pemikiran-
pemikiran Walras kemudian dihargai. Ia dianggap sebagai pendiri dan pengembang
ilimu ekonomi matematika, dan kira-kira 60 tahun kemudian dikembangkan oleh
friedrich dan tinberge menjadi ekonometrika, dan oleh Wassily Leontief kemudian
dikembangkan analisis input-output atas dasar matematika yang dikembangkan
walras. Pemikiran-pemikiran walras ini kemudian diteruskan dan dikembangkan
oleh vilfredo Pareto. Terutama dalam menjelaskan kondisi-kondisi yang harus
dipenuhi agar sumberdaya-sumberdaya dapat dialokasikan dan memberikan hasil
yang optimum dalam suatu model keseimbangan umum.
Ketiga, Madzab Cambridge. Tokoh pemikir ekonomi yang menonjol karya-karyanya
dalam kelompok mazhab ini adalah Alfred Marshall. Sebagaimana diuraikan oleh
marshall dalam bukunya, harga barang menurut kaum klasik ditentukan oleh
besarnya pengorbanan untuk menghasilkan barang tersebut. Dengan demikian, yang
menetukan harga adalah sisi penawaran. Pendapat ini dengan tegas ditentang oleh
kelompok Neo-Klasik lain seperti Jevon, Menger dan Walras. Mereka sepakat bahwa
yang menentukan harga adalah konsidi permintaan. Mereka juga mengkritik para
pakar ekonomi klasik yang gagal membedakan antara utilitas total, utilitas
Marjinal,dan utilitas rata-rata.
Bagi Jevons, Menger dan Walras13 biaya bukan satu-satunya faktor yang
menentukan harga. Yang paling menentukan harga, sesuai dengan teori utilitas
marjinal adalah utilitas yang diterima dari mengkonsumsi satu unit terakhir dari
barang tersebut. Ini berarti, teori tentang harga yang dikembangkan oleh kaum
marjinalis sangat berbeda dengan teori yang dikembangkan oleh kaum klasik. Kaum
klasik melihat harga dari sisi produsen (jumlah pengorbanan yang dikeluarkan),
sedangkan kaum marjinalis melihat dari sisi konsumen, yaitu kepuasan marjinal dari
mengkonsumsi satu unit barang terakhir. Para pakar ekonomi Neo-Klasik
sebagaimana disebutkan diatas dalam menganalisis ramalan Karl
Marx mempergunakan konsep analisis marjinal. Analisis dengan konsep ini memiliki
makna khusus bagi pengembangan ilmu ekonomi, sebab hasil penelitian mereka
telah menciptakan aura baru bagi pengembangan teori ekonomi modren. Beberapa
penulis ekonomi menyebut apa yang sudah dilakukan oleh pakar ekonomi Neo-Klasik
tersebut sebagai Marginal Revolution, karena telah ditemukan suatu analisis baru
yaitu pendekatan marjinal. Analisis ini pada intinya merupakan aplikasi dari kalkulus
differensial terhadap tingkah laku konsumen dan produsen serta penentuan harga-
harga di pasar.
Kemudian, dalam teori ekonomi Neo-Klasik dipelajari tingkat bunga, yaitu harga
modal yang menghubungkan nilai pada saat ini dan saat yang akan datang. Teori
Ekonomi Neo-Klasik mengenai perkembangan ekonomi menganggap:
Dari perspektif yang lain, teori ekonomi Neo-Klasik optimis bahwa perkembangan
ekonomi tidak akan berhenti karena terbatasnya sumberdaya alam. Teori ini
menyakini ada kemampuan manusia untuk mengatasi terbatasnya pertumbuhan itu,
sehingga berbeda dengan pandangan teori ekonomi klasik bahwa pertumbuhan
ekonomi akan terhenti karena terbatasnya sumber daya alam.
• Mula-mula negara itu meminjam modal, yang selanjutnya disebut dengan debitur
kurang mapan.
• Kemudian negara itu mengalami surplus kerena telah dapat menerima dividend
dan bunga yang lebih besar dari pada beban bunga yang harus ditanggung atau
dibayarkan.
• Akhirnya negara tersebut menjadi kreditur mapan karena telah menerima dividend
dan bungan dari negara lain.
Salah satu pendiri mazhab ekonomi neoklasik yaitu Gossen, dia telah memberi
sumbangan dalam pemikiran ekonomi yang kemudian disebut sebagai Hukum
Gossen I dan II. Hukum Gossen I menjelaskan hubungan kuantitas barang yang
dikonsumsi dan tingkat kepuasan yang diperoleh, sedangkan Hukum gossen II,
bagaimana konsumen mengalokasikan pendapatannya untuk berbagai jenis barang
yang diperlukannya. Salain Gossen, Jevons, dan Menger juga mengembangkan teori
nilai dari kepuasan marjinal. Jevons berpendapat bahwa prilaku individulah yang
berperan dalam menentukan nilai barang. Dan perbedaan preferences yang
menimbulkan perbedaan harga. Sedangkan Menger menjelaskan teori nilai dari orde
dari berbagai jenis barang, menerut dia nilai suatu barang ditentukan oleh tingkat
kepuasan terendah yang dapat dipenuhinya. Dengan teori orde barang ini maka
tercakup skaligus teori distribusi.
Pemikiran yang sangat mengagumkan yang disusun oleh Walras tentang teori
keseimbangan umum melalui empat system perkembangan yang serempak. Dalam
teori sistem itu terjadi keterkaitan antara berbagai aktivitas ekonomi seprti teori
produksi, konsumsi dan distribusi. Asumsi yang digunakan Walras adalah persaingan
sempurna, jumlah modal, tenaga kerja, dan lahan terbatas, sedangkan teknologi
produksi dan selera konsuman tetap. Jika terjadi perubahan dalam asumsi ini maka
terjadi perubahan yang berkaitan dengan seluruh aktivitas ekonomi
Dasar pemikiran mazhab neoklasik pada generasi kedua lebih akuransi dan tejam
karena bila dibandingkan dengan pemikiran ekonomi pada kelompok generasi
pertama neoklasik. Hal ini dapat terjadi karena pemikiran generasi kedua
menjabarkan lebih lanjut prilaku variable-variabel ekonomi yang sudah dibahas
sebelumnya. Lingkupan telah berkembang dari produksi, konsumsi, dan distribusi
yang lebih umum beralih pada penjelasan yang lebih tajam.
Pertentangan pemikiran antara para ahli neoklasik seperti J.B. Clark dapat menjadi
sumber inspirasi dari perkembangan ilmu ekonomi dalam menjelaskan teori
distribusi fungsional, ditafsirkan oleh J.B Clark mempunyai nilai etik, yang secara
langsung membantah teori eksploisasi. Dengan teori produktivitas marjinal, upah
tenaga kerja, laba serta lahan dan bunga ditetapkan dengan objektif dan adil.
Penggunaan pendekatan matematis dalam analisis ekonomi terutama dalam fungsi
produksi semakin teknis, dan dengan penggunaan asumsi-asumsi yang dialaminya
juga bertambah seperti dalam kondisi skala tetap, meningkat atau menurun. Hal ini
dikaitkan pula dengan bentuk kurva ongkos rata-rata, oleh Wicksell. Hal ini
merupakan sumbangan besar dalam pembahasan ongkos perusahaan dan industri.
Pada saat kurva ongkos rata-rata menurun, sebenarnya pada fungsi produksi terjadi
proses increasing returns, dan pada saat kurva ongkos naik, pada kurva produksi
terjadi keadaan decreasing returns. Selanjutnya, pada saat ongkos rata-rata sampai
pada titik minimum, pada fungsi produksi berlaku asumsi constant return to scale.
Pemikiran lain yang menjadi sumber kontroversi seperti pandangan Bohm Bawerk
telah menimbulkan kontroversi pula tentang hubungan antara modal dan bunga.
Kontroversi ini pun timbul dari pandangan J.B. Clark. Clark mempunyai pendapat
bahwa barang-barang sekarang mempunyai nilai lebih tinggi daripada masa depan,
karena itu timbullah bunga. Tetapi, bunga juga dipengaruhi oleh produktivitas
melalui keunggulan teknik. Bohm Bawerk memberikan adanya premium atau agio,
karena kebutuhan sekarang lebih tinggi daripada masa datang. Tetapi, Fisher melihat
dari arus pendapatan masa depan perlu dinilai sekarang, yang dipengaruhi oleh
kekuatan subjektif dan objektif. Fisher menjelaskan pula terjadinya bunga melalui
permintaan dan penawaran terhadap tabungan dan investasi. Fisher memberi
sumbangan pula pada tingkat bunga. Tingkat bunga merupakan marginal rate of
return over cost.
Sumbangan yang paling terkenal dari pemikiran Marshall dalam teori nilai
merupakan sitetis antara pemikiran pemula dari marjinalis dan pemikiran Klasik.
Menurutnya, bekerjanya kedua kekuatan, yakni permintaan dan penawaran, ibarat
bekerjanya dua mata gunting. Dengan demikian, analisis ongkos produksi merupakan
pendukung sisi penawaran dan teori kepuasan marjinal sebagai inti pembahasan
permintaan. Untuk memudahkan pembahasan keseimbangan parsial, maka
digunakannya asumsi ceteris paribus, sedangkan untuk memperhitungkan unsur
waktu ke dalam analisisnya, maka pasar diklasifikasikan ke dalam jangka sangat
pendek, jangka pendek, dan jangka panjang. Dalam membahas kepuasan marjinal
terselip asumsi lain, yakin kepuasan marjinal uang yang tetap. Pemikiran Alfred
Marshall mahir dalam menggunakan peralatan matematika ke dalam analisis
ekonomi. Dia memahami, bahwa untuk memudahkan pembaca, maka catatan-
catatan matematikanya diletakkan pada bagian catatan kaki dan pada lampiran
bukunya. Pembahasannya tentang kepuasan marjinal telah mulai sebelum 1870,
sebelum buku Jevons terbit, tetapi karena orangnya sangat teliti dan modes, dia
tidak mau cepat-cepat menerbitkan bukunya.
Dalam pembahasan sisi permintaan, marshall telah menghitung koefisien barang
yang diminta akibat terjadinya perubahan harga secara relatif. Nilai koefisien ini
dapat sama dengan satu, lebih besar dan lebih kecil dari satu. Tetapi, ada dua
masalah yang belum mendapat dalam hal sisi permintaan, yakni aspek barang
pengganti dan efek pendapatan. Robert Giffen telah dapat membantu penyelesaian
kaitan konsumsi dan pendapatan dengan permintaannya terhadap barang-barang,
sehingga ditemukan Giffen Paradox. Peranan subtitusi kemudian diselsaikan oleh
slurtky. Marshall menemukan surplus konsumen. Pengertian ini dikaitkan pula
dengan welfare economics. Bahwa konsumen keseluruhan mengeluarkan uang
belanja lebih kecil daripada kemampuannya membeli. Jika itu terjadi maka terjadi
surplus konsumen. Selama pajak yang dikenakan pada konsumen lebih kecil daripada
surplusnya itu, maka kesejahteraannya tidak menurun. Tetapi, pajak juga dapat
digunakan untuk subsidi, terutama bagi industri-industri yang struktur ongkosnya
telah meningkat. Marshall menjelaskan pula mengapa kurva ongkos total rata-rata
menurun dan meningkat. Hal ini berkaitan dengan factor internal dan eksternal
perusahaan. Mekanisme permintaan dan penawaran dapat mendatangkan
ketidakstabilan, karena setiap usaha yang dilakukan untuk kembali ke posisi
seimbang ternyata membuat tingkat harga dan jumlah barang menjauhi titik
keseimbangan. Keadaan tidak stabil itu terjadi jika kurva penawaran berjalan dari
kiri-atas ke kanan-bawah. Jika variabel kuantitas independen, terjadi kestabilan,
tetapi jika berubah harga menjadi independen, maka keadaan menjadi tidak stabil.
• Pada tahun 1903 kedudukannya digantikan oleh Friedrich von wieser (1851 1920).
Wieser dipandang sangat berjsa dalam mengembangkan lebih lanjut teori untilitaas
marjinal Menger, dengan menambahkan formulasi biaya-biaya opurtunitas
(oppurtunity costs).
• Kedudukan Wierser kemudian digantikan pula oleh Eugen von Bohm-Bawerk (1851-
1914). Kontribusi utama Eugen von Bohm-Bawerk adalah dalam pengembangan teori
tentang modal (theory of capital) dan teori tentang tingkat suku bunga. Hal ini dapat
diikuti dalam bukunya capital and interests (1884).
Teori-teori yang dikembangkan oleh tiga tokoh utama aliran Austria di atas
Mazhab Lausanne
Leon Walras, Walras dapat dianggap sebagai pendiri aliran atau mazhab Lausanne
(Laosanne School of Economic), sebab sewaktu skolah Lausanne didirikan tahun
1870, ia yang memegang jabatan sebagai ketua ekonomi. Jabatan tersebut
dipangkunya dari tahun 1870 hingga 1892. Karyanya Element of Pure
Economic(1878) dianggap sebagai suatu maha karya dalam bidang ekonomi. Dalam
bukunya tersebut, Walras menjelaskan teori keseimbangan umum dengan
pendekatan matematis.
Mazhab Cambridge
Dari sekian banyak tokoh Noe-Klasik, yang dianggap sebagai tokoh paling utama
adalahAlfried Marshall, (1842-1924). Kalau Menger dianggap sebagai pelopor aliran
Austria, dan Walras dianggap sebagai pelopor Lausanne, maka Marshell dianggap
sebagai pelopor aliran atau mazhab Cambridge (Cambridge School of Economic) di
inggris.
Pakar neoklasik diatas lebih jauh mengkritik pakar-pakar klasik yang gagal
membedakan antar Utilitas total (total utility), Utilitas marjinal (marginal utility), dan
utilitas rata-rata (average utility). Misalnya dalam menjelaskan paradox antara intan
dan air, smith menjelaskan bahwa air sangat berfaedah tetapi mempunyai harga
yang sangat rendah, karena biaya yang diperlukan untuk memperoleh air kecil atau
tidak ada sama sekali. Sebaliknya intan, intan yang kurang berfaedah bagi manusia
tetapi nilainya sangat tinggi, karena diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk
memperoleh intan tersebut. Menurut kaum neoklasik, nilai atau harga intan lebih
tinggi dari harga air bukan karena biaya untuk mendapatkan intan lebih besar dari
pada untuk mendapatkan air, melainkan karena utilitas marjinal ( utilitas dari
pengkonsumsian satu unit intan) yang besar. Karena itu orang mau menghargai intan
lebih tinggi dari pada air.
Sistem perekonomian di Indonesia saat ini harus dikembalikan pada sistem ekonomi
Pancasila atau kerakyatan, karena selama ini yang digunakan adalah sistem
perekonomian pasar bebas yang berakibat kegagalan bagi masyarakat.
Prof Purbayu Budi Santosa mengemukakan hal itu seusai upacara pengukuhan guru
besar Fakultas Ekonomi di Gedung Prof Sudarto Undip Tembalang, Kamis kemarin.
Menurut dia, sistem perekonomian pasar bebas saat ini merupakan dampak dari
penerapan aliran ekonomi neoklasik. Di Amerika Serikat saja, lanjut dia, aliran ini
mendapat banyak kritikan, apalagi di Indonesia yang dalam penerapannya terjadi
banyak kegagalan seperti pengangguran dan ketimpangan kesejahteraan.
“Selain itu, dalam praktinya pun sistem ini telah menghalalkan segala cara tanpa
mempertimbangkan aspek moral,” tandasnya.
Selain mengukuhkan Prof Purbayu sebagai guru besar ke-166, Rektor Prof Dr dr
Susilo Wibowo MSMed SpAnd juga mengangkat dua guru besar lainnya. Yakni Prof M
Syafruddin dari Fakultas Ekonomi sebagai guru besar ke-165 dan Prof Ambariyanto
dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan sebagai guru besar yang ke-167.
”Akuntansi selama ini hanya dipahami sebagai angka-angka, padahal di balik angka-
angka itu ada sesuatu yang penting terkait sistem birokrasi,” tuturnya.
Related
• Aliran Neo Klasik
• Februari 1, 2021
• KEYNES
• NEO KLASIK II
Categories: Ekonomi
Beritasumbar.com
Back to top