Disusun Oleh :
Kelompok 4
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "PERTAHANAN PENJAMU
MIKROORGANISME" dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas ILMU
KEPERAWATAN DASAR.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Ilmu Dasar Keperawatan
bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi oportunistik adalah infeksi yang ambil kesempatan yang disediakan oleh
kerusakan pada system kekebalan tubuh untuk menimbulakan penyakit. Kerusakan pada
system kekebalan tubuh ini adalah salah satu akibat dari infeksi HIV, dan menjadi cukup berat
sehingga 10 timbul rata-rata 7-10 tahun setelah kita terinfeksi HIV.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat di ambil sebagi dasar dari pembuatan makalah ini
adalah :
1. Tujuan Umum
Membahas dan memahami konsep dasar dari kondisi yang melemahakan pertahanan
pejamu dalam melawan mikroorganisme.
2. Tujuan Khusus
PEMBAHASAN
Pejamu adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi
timbulmya serta perjalanan penyakit. Faktor – faktor tersebut banyak macamnya seperti
antara lain : umur, seks, ras, genetis, pekerjaan, nutrisi, status kekebalan, adat istiadat, gaya
hidup dan psikis.
Manusia mempunya karatersistik tersendiri dalam menghadapi ancaman penyakit yang bisa
berupa :
3. Infektiousness : potensi pejamu yang terinfeksi untuk menularkan kuman yang berada
dalam tubuh manusia yang dapat berpindah kepada manusia dan sekitarnya.
Sistem kekebalan atau system imun adalah system pertahanan manusia sebagai
perlindungan terhadap infeksi dari makromelekul asing atau serangan organisme, termasuk
virus, bakteri, protozoa dan parasite. System kekebalan juga berperan dalaam perlawanan
terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas dan melawan
sel yang teraberasi menjadi tumor.
Imunitas atau kekebalan adalah system mekanisme pada organisme yang melindungi
tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengindentifikasi dan membunuh pathogen
serta sel tumor. System ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasite serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat
dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi system ini sulit karena adaptasi
pathogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.
Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa meknisme telah berevolusi yang menetalisir
pathogen. Bahkan organisme uniselular seperti bakteri dimusnahakan oleh system enzim yang
melindungi terhadap infeksi virus. Mekanisme imun lainya yang berevolusi pada eukariota
kuno dan tetap pada keturunan modern seperti tanaman, ikan, reptile dan serangga.
Mekanisme tersebut termasuk peptide antimicrobial yang disebut defensin, fagositosis dan
system komplemen. Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang secara relative baru-
baru ini dengan evolusi vertebrata.
Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, oragan tubuh, dan
jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamin. Sebagai dari bagian respon
imun yang lebih kompleks ini, system vertebrata mengadaptasi untuk mengakui pathogen
khusus secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat memori imunologis dan membuat
perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan dimasa depan dengan pathogen tersebut.
Proses iunitas yang di terima adalah basis dari vaksinasi. Tubuh manusia akan selalu terancam
oleh paparan bakteri, virus, parasite, radiasi matahari dan polusi.
Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang mengandung mikroba
pathogen disekelilingnya. Mikroba tersebut dapat menimbulkan penyakin infeksi pada
manusia. Mikroba pathogen yang ada bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu,
respon imun tubuh manusia terhadap berbagai macam mikroba pathogen juga berbeda.
Umumnya gambaran biologic spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang
berperan untuk proteksi. Begitu juga respon imun terhadap bakteri khususnya bakteri
ekstraseluler maupun bakteri intraseluler mempnyai karateristik yang berbeda pula.
Respon pejamu yang terjadi juga tergantung dari jumlah mikroba yang masuk.
Mekanisme pertahanan tubuhdalam mengatasi agen yang berbahaya meliputi :
1. Pertahanan fisik dan kimiawi seperti kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat melalui
kelenjar keringat, sekresi lender, pergerakan silia, sekresi air mata, air liur, urin, asam
lambung serta lisosom dalam air mata.
2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang di dapat mencegah
invasi mikroorganisme.
Bakteri ekstaseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi diluar sel, didalam
sirkulasi, di jaringan ikat ekstraseluler dan di berbagai jaringan. Bakteri
ekstraselulerbiasanya mudah dihancurkan oleh sel fagosit. Pada keadaan tertentu.
Kekebalan humoral mempunyai peran penting dalam respons kekebalan spesifik terhadap
bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida merupakan komponen yang paling imunogenik dari
dinding sel atau kapsul mikroorganisme serta merupakan antigen yang thymus independent.
Antigen ini dapat langsung merangsang sel limfosit B yang menghasilkan imunoglobin
(Ig)M spesifik yang kuat. Selain itu produksi IgG juga dirangsang yang mungkin melalui
mekanisme perangsangan isotype switching rantai berat oleh sitokin. Respons sel limfosit T
yang utama terhadap bakteri ekstraselular melalui sel TCD4 yang berhubungan dengan
molekul MHC kelas II yang mekanismenya telah dijelaskan di atas. Sel TCD4 berfungsi
sebagai sel penolong untuk merangsang pembentukan antibodi, aktivasi fungsi fagosit dan
mikrobisid makrofag.
Ada 3 mekanisme efektor yang dirangsang oleh IgG dan IgM serta antigen
permukaan bakteri
1. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis dengan mengikat reseptor Fc_
pada monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi IgG dan IgM mengaktivasi komplemen
jalur klasik yang menghasilkan C3b dan iC3b yang mengikat reseptor komplemen spesifik
tipe 1 dan tipe 3 dan selanjutnya terjadi peningkatan fagositosis. Pasien defisiensi C3
sangat rentan terhadap infeksi piogenik yang hebat.
2. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah penempelan terhadap sel
target serta meningkatkan fagositosis untuk eliminasi toksin tersebut.
3. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan mikrobisid MAC serta
pelepasan mediator inflamasi akut.
Bakteri intraseluler terbagi menjadi dua jenis yaitu bakteri intraseluler fakulatif
dan obligat. Bakteri intraseluler fakulatif adalah bakteri yang mudah di fagositosis tetapi
tidak dapat di hancurkan oleh system fagositosis. Bakteri intraseluler obligat adalah bakteri
yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel hospes. Sejumlah bakteri dan
semua virus serta jamur dapat lolos dan mengadakan replikasi di dalam sel pejamu. Yang
paling patogen di antaranya adalah yang resisten terhadap degradasi dalam makrofag.
Sebagai contoh adalah mikrobakteria serta Listeria monocytogenes. Imunitas Alamiah
terhadap Bakteri Intraselular Mekanisme terpenting imunitas alamiah terhadap
mikroorganisme intraselular adalah fagositosis. Akan tetapi bakteri patogen intraselular
relatif resisten terhadap degradasi dalam sel fagosit mononuklear. Oleh karena itu
mekanisme kekebalan alamiah ini tidak efektif dalam mencegah penyebaran infeksi
sehingga sering menjadi kronik dan eksaserbasi yang sulit diberantas.
Respons imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama diperankan oleh cell
mediated immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini diperankan oleh sel limfosit T tetapi
fungsi efektornya untuk eliminasi bakteri diperani oleh makrofag yang diaktivasi oleh
sitokin yang diproduksi oleh sel T terutama interferon α (IFN α). Respons imun ini analog
dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Antigen protein intraselular merupakan
stimulus kuat sel limfosit T. Beberapa dinding sel bakteri mengaktivasi makrofag secara
langsung sehingga mempunyai fungsi sebagai ajuvan. Misalnya muramil dipeptida pada
dinding sel mikrobakteria. Telah disebutkan di atas bahwa fungsi sel limfosit T pada CMI
adalah produksi sitokin terutama IFN α. Sitokin INF α ini akan mengaktivasi makrofag
termasuk makrofag yang terinfeksi untuk membunuh bakteri.
Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang
kronik. Keadaan ini akan menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang teraktivasi yang
membentuk granuloma sekeliling mikroorganisme untuk mencegah penyebarannya. Reaksi
inflamasi seperti ini berhubungan dengan nekrosis jaringan serta fibrosis yang luas yang
menyebabkan gangguan fungsi yang berat. Jadi kerusakan jaringan ini disebabkan terutama
oleh respons imun terhadap infeksi oleh beberapa bakteri intraselular. Contoh yang jelas
dalam hal ini adalah infeksi mikobakterium. Mikobakterium tidak memproduksi toksin
atau enzim yang secara langsung merusak jaringan yang terinfeksi. Paparan pertama
terhadap Mycobacterium tuberculosis akan merangsang inflamasi selular lokal dan bakteri
mengadakan proliferasi dalam sel fagosit. Sebagian ada yang mati dan sebagian ada yang
tinggal dormant. Pada saat yang sama, pada individu yang terinfeksi terbentuk imunitas sel
T yang spesifik. Setelah terbentuk imunitas, reaksi granulomatosa dapat terjadi pada lokasi
bakteri persisten atau pada paparan bakteri berikutnya.
Terdapat 2 jenis preparat IVIG yaitu yang dipecah oleh plasmin dan yang dipecah
oleh pepsin. - Plasmin memecah molekul IgG 7S pada tempat spesifik yaitu pada ikatan
disulfida pada tempat CHI yang berseberangan dari rantai berat. Keadaan ini akan
melepaskan 2 fragmen Fab bebas dan satu fragmen Fc. Efek aktivasi komplemen. tidak
bertahan lama tetapi meninggalkan efek imunosupresif. Oleh karena itu sering digunakan
pada terapi penyakit autoimun. Hanya IgG 2 yang resisten terhadap plasma sehingga masih
mengandung sekitar 25% IgG 2. - Enzim pepsin memecah keempat subkelas IgG pada sisi
di bawah ikatan disulfida kedua rantai berat molekul imunoglobulin. Pemecahan oleh
pepsin ini menghasilkan fragmen IgG dengan 2 rantai pengikat antigen yang masih
berhubungan dengan ikatan disulfida yang disebut Fab2. Fragmen Fc-nya dengan cepat
dimetabolisme sebagai polipeptida dan diekskresi melalui ginjal sehingga tidak
mempunyai peran imunologi lagi.
Oleh karena itu, preparat IVIG ini bebas dari fragmen Fc sehingga tidak
menyebabkan supresi sistem imun endogen. Preparat IVIG yang hanya mengandung 2
fragmen F(ab)2 akan migrasi ke regio 5S pada sentrifugasi, mempunyai indikasi khusus
dalam situasi klinis pada saat sistem imun mengalami kelelahan karena infeksi akut yang
berat. Oleh karena itu pengobatan IVIG 5S dosis tinggi diperlukan untuk menunjang
mekanisme kekebalan pada pasien yang mengalami gangguan imuntas. Dibandingkan
dengan IgG 7S yang mempunyai waktu paruh sekitar 20 hari, IgG 5S mempunyai waktu
paruh lebih pendek yaitu 12- 36 jam sehingga tidak akan mengikat reseptor Fc yang
menyebabkan imunosupresi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pejamu adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi
timbulnya serta perjalanan penyakit. Faktor-faktor tersebut banyak macamnya antara lain :
umur, seks, ras, genetis, pekerjaan, nutrisi, status kekebalan, adat istiadat, gaya hidup dan
psikis. Imunitas atau kekebalan adalah system mekanisme pada organisasi yang
melindungitubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh
pathogen dan sel tumor. System ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang
luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksu, bakteri, virus sampai cacing parasite,
serta menghancurkan zat-zat asing lain danmemusnahkan mereka sari sel organisme yang
sehat dan jaringan agar tetap berfungsi seperti biasa.
B. Saran
Diharapkan baik pembaca maupun penulis menegtahui dan memahami secara benar
mengenai kondisiyang melemahkan pertahanan pejamu melawan mikroorganisme dan dapat
mengimplementasikannya dalam sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_kekebalan