Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KONSELING GIZI

HIPERTENSI

Dosen Pengampu :
Dewi Marfu’ah Kurniawati, S.Gz., M.Gizi
Fillah Fithra Dieny, S.Gz, M.Si.
Muti’ah Mustaqimatusy Syahadah, S.Gz, M.Gizi

Disusun oleh :
Kelompok 8 Kelas B
Rahma Safitri 22030122130050
Helena Noviani Surya 22030122130070
Nurdalila 22030122140028
Vaneza Shelly Angelica 22030122140124

PROGRAM STUDI S-1 ILMU GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah konseling gizi yang berjudul
“Hipertensi” ini tepat pada waktunya untuk memenuhi tugas mata kuliah Konseling Gizi.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
pengampu mata kuliah Konseling Gizi yang telah memberikan tugas kepada kami. Dengan
adanya tugas ini, para penulis dan pembaca dapat menambah wawasan mengenai konseling
gizi terutama pada penyakit hipertensi.
Terlepas dari semua itu, kami sangat menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik
dari tata bahasa maupun susunan kalimatnya. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah wawasan dari dua pihak
yang terkait. Kami juga berharap semoga makalah ini menjadi langkah yang baik dari studi
sesungguhnya.

Semarang, 20 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………..………….…………..………….………….………….. ii


DAFTAR ISI ……………………….………………….………….…………………………iii
KONSELING GIZI …………………….……….……………..…..….………….….…..…..1
A. KARAKTERISTIK KONDISI & PENYAKIT HIPERTENSI ………...…………….3
B. ASESMEN KONSELING PADA PENYAKIT HIPERTENSI …...…...……………..6
1. Antropometri……………………………………………….….………..…………....6
2. Biokimia ……………………………………………………………………….…….7
3. Klinis ………………………………………………………………………………...8
4. Dietary ………………………………………………………………………………9
C. INTERVENSI KONSELING PADA PENYAKIT HIPERTENSI ……….…………10
1. Diet ………………………………………….……………………………………...10
2. Aktivitas Fisik ……………………………………………………………………...12
3. Edukasi Gizi ………………………………..………….…………………………..,14
DAFTAR PUSTAKA …….…………………………………………………………………17

iii
A. Konseling Gizi
Konseling gizi merupakan salah satu bagian dari pendidikan gizi. Tujuan
dilakukannya konseling gizi adalah untuk meningkatkan pengetahuan pasien.
Peningkatan pengetahuan tersebut diharapkan menjadi awal untuk menerapkan kebiasaan
makan dan pola hidup yang lebih sehat dan membantu klien mengubah perilaku terkait
diet. Konseling gizi yang ditujukan untuk mencapai hasil efektif memerlukan alat atau
media untuk menyampaikan pesan yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan
atau pemahaman tentang tujuan dan sikap pasien dan kesehatan klien, termasuk
perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku.1
Pemberian konseling gizi pada pasien hipertensi bertujuan agar penderita hipertensi
mengikuti saran yang diberikan oleh konselor, seperti perubahan perilaku positif dalam
memecahkan masalah, mengembangkan diri, mengembangkan kesadaran, mengambil
keputusan serta konselor dapat membantu pasien dalam mengubah pikiran atau gaya
hidup mereka.2 Konseling gizi sebaiknya dilakukan secara teratur untuk memastikan pola
makan yang diberikan pada penderita hipertensi tepat dan dapat menjadi kebiasaan
sehari-hari yang berkelanjutan. Selain itu, juga perlu dilakukan pengecekan tekanan
darah saat pengamatan setelah konseling diberikan, sehingga konselor dapat mengetahui
pengaruh pemberian konseling gizi terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi.3
Konseling gizi diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pada penderita hipertensi
tentang penyakit akan mempengaruhi pola pikir tentang perilaku kesehatan yang lebih
baik sehingga tekanan darah dapat terkontrol.2 Berikut ini adalah beberapa alur gizi yang
mengikuti langkah-langkah PAGT.
1. Membangun Dasar-Dasar Konseling
Tujuan utama kegiatan ini adalah agar klien dapat mengungkapkan
masalahnya, keprihatinan yang dimilikinya , serta alasannya berkunjung. Pada tahap
ini, penting untuk membangun hubungan terapeutik yang baik. Konselor menyambut
klien dengan ramah, senyum, dan memberikan salam dan menciptakan hubungan
yang positif berdasarkan rasa percaya, keterbukaan, dan kejujuran berekspresi.
Sampaikan tujuan konseling, yaitu untuk membantu klien memahami masalah gizi
sehubungan dengan penyakitnya dan membantu klien mengambil keputusan untuk
mengatasi masalah melalui perubahan diet atau pengaturan makan sesuai dengan
kondisi dan kemampuannya.4

1
2. Menggali Permasalahan Dengan Pengkajian Gizi
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi atau data yang relevan
untuk mengidentifikasi masalah gizi atau faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi status gizi. Perubahan dalam status gizi dapat diidentifikasi dengan
menggunakan komponen pengkajian gizi yang meliputi, pengukuran antropometri,
pemeriksaan klinis dan fisik, biokimia, riwayat makan, dan riwayat personal. Data
yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar baku atau nilai normal
sehingga dapat dikaji dan diidentifikasi seberapa besar masalahnya.4
3. Menegakkan Diagnosis Gizi
Langkah ini merupakan tahap kritis yang menghubungkan pengkajian gizi dan
intervensi gizi. Diagnosis gizi adalah kegiatan mengidentifikasi dan memberi nama
masalah gizi yang aktual da atau berisiko menyebabkan masalah gizi. Diagnosis gizi
diuraikan berdasarkan komponen masalah gizi (problem), penyebab masalah gizi
(etiology), dan tanda serta gejala adanya masalah gizi (sign and symptom).4
4. Intervensi Gizi
a. Memilih rencana
Pada tahap ini, konselor perlu membuat strategi pemecahan masalah
dengan mempertimbangkan masukan yang diberikan klien. Langkah pertama
dalam proses pemecahan masalah adalah mengidentifikasi kebutuhan energi
dan zat gizi yang lainnya serta menetapkan preskripsi dietnya. Selain itu, hal
lain yang perlu diperhatikan adalah membuat alternatif pemecahan masalah.
Dalam membuat alternatif pemecahan masalah perlu mempertimbangkan
potensi kekuatan yang dimiliki klien dan faktor yang menghambat program
intervensi.5
b. Memilih komitmen
Komitmen merupakan kunci kesuksesan dalam proses konseling.
Tujuan dari langkah ini adalah untuk mencapai komitmen antara konselor
dengan klien. Kesepakatan tersebut dipakai sebagai komitmen dalam
melaksanakan preskripsi diet dan aturan lainnya. Memberikan pemahaman,
dukungan, motivasi, dan membangun rasa percaya diri klien untuk melakukan
perubahan diet sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama.
Melakukan penekanan agar perubahan yang dilakukan adalah semata-mata
untuk kebaikan kondisi klien. 5

2
5. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
pelaksanaan intervensi sesuai dengan komitmen yang sudah ditetapkan dan
melakukan penilaian terhadap perkembangan konselor atau klien. Untuk mencapai
keberhasilan tujuan, konselor dapat melakukan diskusi dana mengajukan pertanyaan
tentang pelaksanaan intervensi seperti keberhasilan konseling, faktor hambatan, dan
faktor pendorong dalam melaksanakan diet yang direkomendasikan.5
6. Mengakhiri Konseling (Terminasi)
Terminasi dilakukan pada tahap sesi terakhir konseling. Konselor dapat
mempersiapkan klien dengan memberikan ucapan-ucapan bahwa konseling akan
segera berakhir. Konselor dapat menyiapkan media-media tertulis seperti leaflet,
brosur, booklet dan lain-lain. Konselor akan tetap membuka kesempatan untuk klien
apabila klien meminta kunjungan ulang (kunjungan lanjutan).5

B. Karakteristik Penyakit dan Kondisi Hipertensi


Hipertensi atau dikenal juga penyakit tekanan darah tinggi ini adalah faktor risiko
utama terjadinya penyakit kardiovaskular aterosklerotik, gagal jantung, stroke, dan gagal
ginjal.6 Hipertensi ini merupakan keadaan kronis yang ditandai dengan meningkatnya
tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) mengenai kejadian
hipertensi di Indonesia sebesar 34,1%. Data ini menunjukan bahwa populasi penderita
hipertensi di Indonesia cukup meningkat dibandingkan tahun 2013 yang angkanya hanya
25,8%. WHO (World Health Organization) menyatakan kasus hipertensi di dunia pada
tahun 2015 mencapai 1,13 miliar. WHO juga memperkirakan kasus hipertensi pada tahun
2025 akan mengalami peningkatan menjadi 1,5 miliar.
Kondisi hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah dalam arteri tubuh
meningkat secara persisten dan dapat terjadi tanpa adanya gejala yang jelas sehingga
menyebabkan kerusakan pada organ tubuh. Gejala hipertensi sangat bervariasi mulai
dari tanpa gejala, sakit kepala/rasa berat ditengkuk, mumet (vertigo), jantung
berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan
mimisan.7 Berikut adalah beberapa klasifikasi dari kondisi dan penyakit hipertensi:

3
1. Klasifikasi Berdasarkan Tekanan Darah
a. Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi primer menyerang lebih dari 90% pasien hipertensi yang
biasanya ditandai dengan peningkatan tekanan arteri sehingga mengganggu
sistem hemostasis. Penyebab hipertensi primer masih belum diketahui secara
spesifik sehingga hipertensi ini memiliki karakteristik yaitu peningkatan tekanan
darah terjadi tanpa adanya faktor penyebab yang jelas. Namun, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala hipertensi primer
diantaranya faktor genetik, usia, ras, dan gaya hidup.8
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang memiliki suatu penyebab
teridentifikasi. Pada kategori hipertensi sekunder, tekanan darah tinggi
merupakan akibat dari kondisi atau penyakit tertentu yang mempengaruhi
sistem kardiovaskular dan organ lainnya.9 Hipertensi sekunder ini dapat muncul
akibat adanya gangguan ginjal, penyakit ginjal polikistik, gangguan endokrin,
obstruksi arteri renal, adenoma korteks adrenal, obstruksi saluran darah, serta
obat-obatan atau zat kimia tertentu seperti kortikosteroid, kontrasepsi oral,
atau kokain.8
2. Klasifikasi Berdasarkan Penyebabnya
a. Hipertensi Resisten
Hipertensi resisten merupakan peningkatan tekanan darah diatas 140/90
mmHg yang sulit diobati meskipun sudah menggunakan 3 atau lebih jenis obat
antihipertensi. Pasien dengan hipertensi kronis biasanya menderita hipertensi
resisten sehingga denervasi ginjal radiofrekuensi dapat digunakan sebagai terapi
yang aman dan efektif untuk penderita hipertensi resisten saat ini.10
b. Hipertensi Sistolik Terisolasi
Hipertensi sistolik terisolasi sebagian besar terjadi pada lansia yang
dapat meningkatkan tekanan sistolik sehingga menyebabkan kemungkinan
terjadinya stroke dan infark myocard bahkan walaupun tekanan diastoliknya
dalam batas normal (isolated systolic hypertension).11

4
c. Hipertensi Masked
Hipertensi masked adalah tekanan darah tinggi yang tidak terdeteksi
dalam pengukuran tekanan darah rutin tetapi muncul dalam pengukuran
ambulatori atau sehari-hari.
Penyakit hipertensi juga dapat dikategorikan berdasarkan hasil pemeriksaan
tekanan darah. Angka tekanan darah terdiri dari dua ukuran: tekanan sistolik
dan tekanan diastolik. Tekanan darah sistolik (tekanan saat jantung berkontraksi)
di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik (tekanan saat jantung beristirahat atau
berelaksasi) di atas 90 mmHg. Berdasarkan panduan American Heart Association
(AHA 2017), berikut klasifikasi berdasarkan tingkat tekanan darah:
1. Normal: Sistolik < 120 mmHg dan diastolik < 80 mmHg.
2. Pre Hipertensi: Sistolik 120-139 mmHg atau diastolik 80-89 mmHg.
3. Hipertensi Tingkat 1
a. Sistolik 140-159 mmHg
b. Diastolik 90-99 mmHg
4. Hipertensi Tingkat 2
a. Sistolik ≥ 160 mmHg
b. Diastolik ≥ 100 mmHg.
Terdapat klasifikasi hipertensi menurut European Society of Cardiology (ESC)
dan European Society of Hypertension (EHS):
1. Hipertensi Grade 1:
a. Sistolik 140-159 mmHg
b. Diastolik 90-99 mmHg
2. Hipertensi Grade 2:
a. Sistolik 160-179 mmHg
b. Diastolik 100-109 mmHg
3. Hipertensi Grade 3:
a. Sistolik ≥ 180 mmHg
b. Diastolik ≥ 110 mmHg

5
C. Asesmen Konseling Pada Penyakit Hipertensi
Asesmen merupakan suatu proses pengumpulan/pengkajian dan interpretasi data
untuk melakukan identifikasi masalah, serta faktor penyebab klien atau pasien secara
sistematis. Data asesmen dalam konseling gizi dikelompokkan menjadi 4, yaitu
antropometri, biokimia, klinis/clinical, dan makan/dietary.12 Berikut adalah asesmen
konseling pada penyakit hipertensi:
1. Antropometri
Antropometri merupakan salah satu asesmen dasar dari penilaian status gizi
terkait pengukuran fisik yang menjadi salah satu faktor risiko hipertensi. Indeks
antropometri yang dikaitkan dengan tekanan darah adalah Indeks Massa Tubuh
(IMT), Rasio Lingkar Pinggang-Panggul (RLPP), Rasio Lingkar Pinggang terhadap
Tinggi Badan (RLPTB), dan lingkar perut.13
Indeks massa tubuh (IMT) secara signifikan dapat mengetahui status gizi
seseorang, serta hubungan antara jumlah konsumsi makanan dan tekanan darah
seseorang. IMT diperoleh dari perhitungan hasil pengukuran berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB) seseorang. Selain itu, IMT dapat menjadi indikator atau
menggambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. Sebanyak 20%-30%
penderita hipertensi memiliki berat badan lebih atau status gizi obesitas.14
Berat badan dan IMT berkaitan langsung dengan tekanan darah, terutama
tekanan darah sistolik. Kegemukan dan obesitas termasuk dalam faktor risiko dari
hipertensi dimana kegemukan ataupun obesitas berarti tubuh kelebihan lemak
menyebabkan peningkatan berat badan, menyebabkan peningkatan volume darah
sehingga tekanan menjadi lebih tinggi. Risiko terkena hipertensi pada orang gemuk
lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal. Risiko
terjadinya hipertensi meningkat 1,6 kali untuk overweight dan menjadi 2,5-3,2 kali
untuk obesitas kelas 1 serta menjadi 3,9 – 5,5 kali untuk obesitas kelas 2 dan 3.15,16
Rasio Lingkar Pinggang-Panggul (RLPP) juga merupakan indikasi adanya
obesitas sentral/abdominal. Obesitas abdominal berkaitan dengan peningkatan risiko
penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi dan diabetes melitus sehingga dapat
menjadi salah satu indeks antropometri yang diperhatikan pula. Indikator ini
diperoleh dengan cara menghitung perbandingan antara lingkar pinggang (cm) dan
lingkar panggul (cm). RLPP >0,85 pada wanita mempunyai risiko 8 kali lebih besar
menderita hipertensi dibandingkan dengan yang memiliki RLPP normal. Selain itu,
sebuah penelitian juga menyebutkan bahwa risiko lingkar pinggang panggul

6
obesitas berisiko 2,997 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan
rasio lingkar pinggang panggul tidak obesitas.17
Selain itu, hasil pengukuran lingkar perut juga lebih berhubungan dengan
sejumlah risiko kesehatan daripada IMT. Hal ini karena hasil pengukuran lingkar
perut lebih memberikan gambaran mengenai sebaran lemak tubuh di bagian
abdomen dan tidak dipengaruhi oleh tinggi badan. Jumlah lemak abdomen sangat
berhubungan dengan sejumlah besar gangguan metabolik, seperti hipertensi,
intoleransi glukosa, hiperinsulinemia, hiperkolesterolemia, dan hipertrigliseridemia
sehingga dapat menjadi salah satu indikator asesmen antropometri untuk deteksi dini
faktor risiko hipertensi.13,17
2. Biokimia
Asesmen biokimia bertujuan untuk menilai ketersediaan zat gizi didalam
tubuh seseorang secara langsung pada bagian tubuh didasari oleh masuknya gizi dari
makanan atau lainnya. Hasil pemeriksaan biokimia juga menjadi dasar asesmen
untuk mengidentifikasi permasalahan pasien atau klien.16 Hasil pemeriksaan
biokimia pada pasien hipertensi, diantaranya kadar natrium, kalium, profil lipid
(kolesterol total, trigliserida, HDL, LDL), dan kadar kreatinin.18
Kadar natrium yang tinggi menjadi penyebab tubuh meretensi sehingga akan
meningkatkan volume darah dalam tubuh dan menyebabkan hipertensi. Namun,
kadar natrium pada pasien dengan hipertensi juga bisa normal apabila pasien
tersebut sedang mengonsumsi obat, seperti furosemide dan chlorthalidone yang
merupakan jenis obat diuretika untuk dapat membantu ginjal mengeluarkan natrium
lewat urin. Selain itu, pada pasien hipertensi yang memiliki kadar natrium diatas
normal juga bisa saja disebabkan konsumsi obat yang non diuretika, seperti propanol
dan metoprolol untuk melebarkan pembuluh darah oleh pasien. Selain itu, kondisi
kadar natrium dalam darah yang diatas normal pada pasien hipertensi juga bisa
terjadi apabila pasien tersebut memiliki riwayat kolesterol atau gangguan pada
ginjal.19
Pemeriksaan kadar kalium dapat membantu mengetahui penurunan atau
peningkatan tekanan darah. Jika kadar kalium rendah akan menunjukkan adanya
peningkatan tekanan darah, dan sebaliknya. Asupan kalium yang ditingkatkan dapat
menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik karena adanya penurunan resistensi
vaskular. Kadar kalium akan berpengaruh terhadap tekanan darah apabila kadar
natrium dalam tubuh meningkat. Jika kadar natrium normal atau kurang di dalam

7
tubuh maka tidak akan memberi pengaruh apapun. Gabungan antara data asesmen
kadar kalium dan kadar natrium yang jelas memiliki hubungan yang bermakna
dengan tekanan darah, apabila hanya diketahui kadar kalium atau kadar natrium
saja.20
Hipertensi dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu fungsi ginjal,
dan sebaliknya. Gangguan fungsi ginjal dapat dilihat dari kadar kreatinin serum,
dimana kadar kreatinin serum meningkat apabila fungsi ginjal menurun. Kadar
kreatinin yang tinggi disebabkan karena penderita hipertensi sudah mengalami
komplikasi gagal ginjal. Semakin meningkatnya usia ditambah dengan penyakit
kronis, ginjal cenderung akan menjadi rusak akibat fungsi ginjal tidak dapat
dipulihkan kembali sehingga banyak penderita hipertensi mengalami komplikasi
gagal ginjal. Oleh karena itu, hal ini menjadi penting untuk diketahui pada pasien
hipertensi, khususnya tipe hipertensi urgensi.21
Data biokimia terkait profil lipid juga penting untuk diketahui. Menurut
WHO, obesitas didefinisikan sebagai kelebihan timbunan lemak yang dapat
mengganggu kesehatan. Kelebihan lemak di dalam tubuh berhubungan dengan kadar
kolesterol-LDL dan trigliserida yang tinggi, serta kadar kolesterol-HDL yang
rendah. Kondisi tersebut bersama dengan pelepasan asam lemak bebas dapat
merangsang berbagai sinyal pembentukkan epidermal growth factor yang
selanjutnya akan meningkatkan pembentukan reactive oxygen species (ROS).
Pembentukan ROS akan meningkatkan risiko stress oksidatif yang bersama dengan
sitokin-sitokin pro-inflamasi akan menyebabkan vasokontriksi dan resistensi
vaskular yang berakhir pada hipertensi.13
Selain itu, penderita hipertensi dengan kadar kolesterol total yang tinggi
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang
memiliki kadar kolesterol total normal. Konsentrasi kolesterol LDL yang tinggi
dalam darah akan menyebabkan terbentuknya aterosklerosis dan mengganggu aliran
darah. Semakin tinggi kadar kolesterol akan semakin tinggi pula proses
aterosklerosis berlangsung sehingga berdampak terhadap tekanan darah.22
3. Klinis
Asesmen klinis merupakan asesmen yang bertujuan untuk menilai gejala dan
tanda dari kekurangan atau kelebihan gizi terhadap suatu penyakit tertentu.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode-metode klinis seperti pemeriksaan fisik
dan lainnya.16 Data pemeriksaan fisik klinis dicatat tentang keadaan umum pasien,

8
seperti nyeri dada, sesak napas, sakit kepala, gangguan kesadaran, nyeri tengkuk.
Pemeriksaan klinis yang dilakukan adalah pengukuran tekanan darah, penampakan
konjungtiva anemis atau tidak, nadi, respirasi, suhu, adanya oedema atau tidak.18
Biasanya, sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala
penyakit apapun. Hipertensi jarang menimbulkan gejala sehingga dapat dilakukan
dengan mengukur tekanan darah. Ketika tekanan darah tidak terkontrol dan menjadi
sangat tinggi kondisi ini disebut hipertensi berat atau hipertensi maligna. Tidak
semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan keluhan atau gejalanya
sehingga hipertensi sering dijuluki silent killer.23 Nilai normal dalam beberapa
pemeriksaan fisik, yaitu tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80-100x/menit, RR
20-30x/menit, Suhu 36°C.
Gambaran klinis pasien hipertensi, meliputi nyeri kepala saat terjaga,
kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat dari terjadinya peningkatan tekanan
darah intrakranial. Penglihatan yang mengabur disebabkan oleh kerusakan retina
akibat hipertensi. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan
saraf pusat. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain
yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, wajah merah, sakit
kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan
lain-lain.23
4. Dietary
Riwayat makan atau riwayat gizi merupakan data yang meliputi asupan
termasuk komposisi, pola makan, ada atau tidak adanya pantangan makan, dan jenis
diet yang sedang dijalani, serta data-data lain yang terkait. Pengumpulan data
riwayat gizi dan makanan pada pasien hipertensi, meliputi data riwayat kebiasaan
makan, makanan pantangan, makanan kesukaan, ada tidaknya alergi, serta rata-rata
asupan makan pasien sehari. Pada penderita hipertensi juga terdapat kecenderungan
yang umumnya suka mengonsumsi makanan tinggi garam dan natrium, tinggi
lemak, tinggi gula, serta terdapat kebiasaan minum kopi dan alkohol.18
Gambaran asupan makanan klien didapatkan melalui hasil wawancara
kualitatif maupun kuantitatif. Wawancara kualitatif dilakukan untuk memperoleh
gambaran mengenai kebiasaan makan atau pola makan sehari-hari berdasarkan
frekuensi makan. Wawancara kuantitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran
jumlah asupan gizi per harinya. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan salah

9
satu metode, seperti food recall 24 hours sebelum dan setelah konseling. Dari hasil
wawancara tersebut akan diperoleh total asupan zat gizi makro dan mikro pada
pasien untuk kemudian dianalisis kecukupan zat gizinya.
Asupan natrium berhubungan dengan kejadian hipertensi karena asupan
natrium yang berlebih akan mengecilkan diameter arteri sehingga volume darah
semakin meningkat di ruangan yang semakin sempit dan tekanan darah meningkat.
Selain itu, asupan kalium juga perlu diperhatikan dalam asesmen pada penyakit ini.
Kalium memiliki peranan penting dalam peredaran elektrolit, fungsi saraf, kontraksi
otot, serta tekanan darah dalam tubuh manusia. Kalium bekerja dengan natrium
untuk mempertahankan tekanan darah normal pada tubuh. Penelitian menyebutkan
bahwa peningkatan konsumsi kalium dapat menjadi efek pencegahan terhadap
kejadian hipertensi dengan meningkatkan jumlah natrium yang disekresi dalam
tubuh.24
Kebiasaan konsumsi makanan yang digoreng, tinggi lemak, tinggi gula, dan
rendah kalium/kalsium serta kebiasaan lainnya yang meningkatkan resiko pada
pasien hipertensi juga perlu diperhatikan. Asupan natrium pada pasien dengan
hipertensi biasanya dikontrol dan digolongkan menjadi 3 yaitu, diet rendah garam 1
(200-400 mg natrium), diet rendah garam 2 (600-800 mg), dan diet rendah garam 3
(100-1200 mg).25 Selain itu, konsumsi alkohol secara berlebihan dapat meningkatkan
risiko terjadinya hipertensi pada seseorang. Alkohol bersifat meningkatkan aktivitas
saraf simpatis karena dapat merangsang sekresi corticotropin releasing hormone
(CRH) yang berujung pada peningkatan tekanan darah.26

D. Intervensi Konseling Pada Penyakit Hipertensi


1. Diet
Diet merupakan salah satu cara untuk mengatur asupan makanan bagi
penderita hipertensi. Faktor makanan dalam hal kepatuhan diet merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan pada penderita hipertensi. Penderita hipertensi harus
patuh dalam menjalankan diet hipertensi agar dapat mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih lanjut. Penderita hipertensi harus tetap menjalankan diet
hipertensi setiap hari dengan ada atau tidaknya sakit dan gejala yang timbul. Hal
tersebut dimaksudkan agar keadaan tekanan darah penderita hipertensi tetap stabil
sehingga dapat terhindar dari penyakit hipertensi dan komplikasinya.27 Tujuan
utama diet hipertensi adalah mengkonsumsi berbagai macam makanan, jenis dan

10
susunan makanan yang memenuhi standar gizi untuk diet seimbang dan disesuaikan
dengan kebutuhan pasien serta jumlah natrium yang dikonsumsi seminimal mungkin
tergantung pada derajat hipertensi pasien.28
Upaya penurunan tekanan darah dapat dilakukan dengan monitoring
tekanan darah, mengatur gaya hidup dan obat anti hipertensi. Pengaturan gaya
hidup berkaitan dengan kebiasaan mengurangi asupan garam atau diet rendah garam.
Penatalaksanaan hipertensi dengan diet rendah garam sangat diperlukan bagi
penderita hipertensi. Pembatasan asupan natrium berupa diet rendah garam
merupakan salah satu terapi diet yang dilakukan untuk mengendalikan tekanan
darah.27
Diet memainkan peran penting dalam pengelolaan hipertensi terkait usia.
Pola makan atau diet hipertensi menjadi lebih efektif dalam mengontrol tekanan
darah jika dikombinasikan dengan pengurangan asupan garam. Pengurangan
asupan garam direkomendasikan karena dapat mengurangi tekanan darah
namun pasien seringkali tidak menyadari bahwa terdapat kandungan garam
didalam makanan yang dikonsumsi seperti roti, makanan kaleng, makanan cepat
saji, dan daging olahan.27
Selain diet rendah garam, terdapat jenis diet lain yang ditujukan untuk
penderita hipertensi, yaitu diet DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension).
Penerapan diet Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) merupakan
alternatif dalam memodifikasi pola nutrisi seimbang bagi penderita hipertensi.
Prinsip dari diet DASH adalah mengkonsumsi banyak sayuran dan buah, serat
pangan (30 gram per hari), mineral (kalium, magnesium, dan kalsium), susu rendah
lemak serta membatasi konsumsi garam. Selain menurunkan tekanan darah, diet
DASH juga dapat mencegah hipertensi. Menerapkan pola makan DASH yang benar
dan tepat akan memberikan dampak positif yang signifikan. Hal tersebut karena
tidak hanya tekanan darah yang dapat dikontrol, tetapi juga kadar kolesterol dalam
tubuh pasien dan penurunan berat badan bagi pasien obesitas yang mengalami
hipertensi.28
Perbedaan diet rendah garam dan diet DASH terletak pada prinsip pengaturan
pola makannya. Prinsip diet rendah garam pada umumnya hanya menekankan
tentang pembatasan asupan natrium yang dikonsumsi oleh pasien hipertensi,
sedangkan dalam diet DASH menganjurkan pola makan tinggi kalium, kalsium,
dan magnesium yang banyak terdapat pada buah dan sayur.29 Beberapa penelitian

11
menyatakan bahwa diet DASH lebih efektif menurunkan tekanan darah penderita
hipertensi dibandingkan dengan diet rendah garam. Penderita hipertensi yang
menerapkan kombinasi diet rendah garam dan diet DASH mampu menurunkan
tekanan darah lebih besar jika dibandingkan dengan penderita yang hanya
mendapatkan diet rendah garam saja.30
2. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik sangat bermanfaat bagi kesehatan mental maupun kesehatan
fisik. Aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot
rangka yang meningkatkan pengeluaran energi diatas tingkat istirahat dan terdiri dari
aktivitas sehari-hari, seperti pekerjaan rumah tangga. Aktivitas fisik dapat
mencegah dan melindungi dari resiko dan perkembangan penyakit hipertensi.
Latihan fisik perlu dilakukan secara teratur dalam kegiatan sehari-hari.32
Efektivitas aktivitas fisik terhadap penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi dipengaruhi oleh beberapa aspek antara lain:32
a. Frekuensi
Frekuensi aktivitas fisik per minggu erat kaitannya dengan penurunan
tekanan darah pada hipertensi. Tiga sesi latihan aerobik intensitas sedang yang
dilakukan selama 90 menit setiap hari menyebabkan penurunan tekanan darah
secara signifikan. Latihan aerobik intensitas sedang selama 50 menit, 3 hari per
minggu, selama total 12 minggu dapat menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi. Latihan intensitas sedang yang dilakukan berulang mampu
menimbulkan PEH lebih besar daripada latihan intensitas berat secara terus
menerus.
b. Intensitas
Aktivitas fisik intensitas sedang terbukti efektif untuk mengelola tekanan
darah pada penderita hipertensi. Intervensi latihan isometrik selama 8 minggu
dengan intensitas latihan sedang berpengaruh signifikan terhadap penurunan
tekanan sistole dan MAP rata- rata sebesar 7 mmHg dan MAP sebesar 8 mmHg.
Latihan aerobik intensitas sedang pada penderita hipertensi menurunkan tekanan
darah tidak hanya pada latihan jangka panjang, namun juga mampu
menyebabkan PEH dalam satu sesi latihan.
c. Time (Durasi)
Efek aktifitas fisik terhadap penurunan tekanan darah berkorelasi dengan
lamanya waktu. Latihan aerobik yang dilakukan selama 12 minggu dapat

12
menginduksi pengurangan stres oksidatif sehingga memberikan efek yang
cukup besar pada pengurangan tekanan darah pada pasien hipertensi. Aktivitas
fisik yang dilakukan dengan durasi lebih lama menimbulkan PEH yang lebih
besar dibanding latihan dengan durasi waktu yang singkat. Lamanya aktivitas
mempengaruhi besarnya penurunan tekanan darah secara akut maupun kronis.
d. Tipe atau Jenis
Menurut beberapa penelitian, aktivitas fisik jenis aerobik dinyatakan
efektif dalam penurunan tekanan darah pada hipertensi secara akut maupun
kronis. Disamping latihan aerobik, latihan ketahanan juga mampu menurunkan
tekanan darah jika dilakukan dalam jangka lama. Selain itu, yoga juga dapat
digunakan sebagai intervensi aktivitas fisik bagi penderita hipertensi. Namun,
yoga tidak memberikan penurunan tekanan darah secara signifikan.
Penurunannya tidak berbeda secara signifikan dengan kelompok kontrol yang
mendapat terapi aktivitas biasa
Berikut merupakan contoh latihan fisik yang dapat dilakukan bagi penderita
hipertensi.33
a. Exercise+PEH
Exercise+PEH adalah sebuah latihan yang diawasi dan dilakukan
pemantauan mandiri serta pemantauan tekanan darah pada pagi, sore, sebelum
dan sesudah sesi latihan di rumah. Latihan fisik jenis ini berupa latihan aerobik
yang dilaksanakan sebanyak ≥2 hari/minggu selama 40 menit/sesi. Pemantauan
tekanan darah yang dilakukan secara mandiri sebelum dan sesudah olahraga
akan mendorong hasil positif. Hal tersebut memungkinkan penyandang
hipertensi memiliki persepsi bahwa apabila mereka melakukan latihan fisik
mereka akan mendapatkan “hadiah” berupa tekanan darah yang lebih rendah.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa latihan fisik jenis Exercise+PEH dapat
bermanfaat terhadap kepatuhan dalam monitoring tekanan darah.
b. Latihan jalan kaki
Latihan fisik seperti berjalan kaki terbukti dapat menurunkan tekanan
darah, mengurangi risiko terkena cardiovascular disease (CVD), dan
berpengaruh baik terhadap kualitas hidup pasien dengan hipertensi. Latihan fisik
dengan berjalan kaki mengurangi skor risiko terkena cardiovascular disease
(CVD) serta mengurangi tekanan darah sistolik rata-rata -8,68 mmHg pada
pasien dewasa dengan hipertensi.

13
c. Latihan Isometric Handgrip (IHG)
Latihan Isometric Handgrip (IHG) merupakan bentuk latihan statis
menggunakan perangkat sederhana yang ekonomis dan mudah berupa perangkat
genggam yang dinamakan dengan handgrip dynamometer. Latihan ini bertujuan
untuk menurunkan tekanan darah. Latihan IHG melibatkan kontraksi statis otot
dengan cara menggenggam atau meremas handgrip tanpa adanya gerakan yang
terlihat di sudut sendi serta tidak menyebabkan perubahan pada sudut sendi dan
panjang otot. Intervensi yang dilakukan pada latihan IHG yaitu dengan
menggenggam handgrip dynamometer lalu ditahan selama 5 detik dan diulang
dengan waktu istirahat 1 menit. Prosedur yang sama diulang sebanyak 3 kali.
Total durasi latihan dilakukan 26 menit per sesi. Latihan dilakukan sebanyak 3
sesi per minggu selama 8 minggu.
d. Latihan Nafas Pranayama (Sheetali dan Sheetkari)
Sheetali adalah pendinginan, sheetali berasal dari kata shitali yang
awalnya diambil dari kata sheetal yang berarti dingin dan menenangkan.
Praktek sheetali pranayama dapat sangat diperlukan dalam kasus cuaca panas,
aktivitas fisik yang intens. Pranayama Sheetali dilakukan dengan menghirup
udara dingin melalui lidah terlipat dan sisi mulut saat gigi tertutup. Berdasarkan
penelitian Shetty et al, latihan Sheetali dan Sheetkari dapat menurunkan tekanan
darah sistolik, laju pernafasan, dan denyut jantung pada pasien hipertensi.

3. Edukasi Gizi
Prevalensi hipertensi di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu sebesar 25,8
persen. Tingginya prevalensi hipertensi menyebabkan angka kematian dan resiko
komplikasi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Keadaan hipertensi yang terjadi
di kalangan masyarakat dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurangnya
pengetahuan, kurangnya informasi, dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap
kesehatan. Oleh karena itu, perlu adanya edukasi gizi yang berkaitan dengan
penyakit hipertensi agar dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga hal
tersebut dapat mendorong penurunan angka prevalensi hipertensi yang masih
tergolong tinggi.34
Edukasi gizi sangat penting dilakukan bagi penderita hipertensi, terutama
untuk menyampaikan pesan dan pengambilan keputusan yang dapat
berpengaruh pada pengelolaan kesehatan dengan cara memberikan

14
informasi, menciptakan kesadaran, mengubah sikap, dan memberikan motivasi
kepada pasien untuk menjalankan pola hidup sehat. Pemberian edukasi gizi
diharapkan dapat mencegah dan mengurangi angka kejadian hipertensi dan
sebagai sarana promosi kesehatan. Promosi kesehatan tersebut memiliki manfaat
bagi penderita hipertensi yakni sebagai upaya mencegah terjadinya komplikasi
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.34 Selain itu, dengan adanya
pemberian edukasi ini diharapkan pasien dapat mengetahui deteksi dini gejala dari
hipertensi serta mampu menerapkan manajemen nutrisi dan terapi diet untuk
mengurangi dampak dari gejala hipertensi yang dialami.35
Program edukasi dapat berhasil apabila didukung oleh metode yang baik.
Metode merupakan sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau
informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator. Media yang biasa digunakan
untuk edukasi gizi adalah poster, leaflet, brosur, stiker, booklet, lembar balik, dan
audiovisual. Beberapa penelitian mengatakan bahwa pemilihan audio visual sebagai
media penyuluhan kesehatan dapat diterima dengan baik oleh responden. Strategi
edukasi audio visual merupakan media yang menstimulasi indera pendengaran dan
penglihatan pada waktu terjadinya proses pendidikan. Media ini memberikan
stimulus pada pendengaran dan penglihatan sehingga hasil yang diperoleh lebih
maksimal. Selain itu, metode ini menawarkan pendidikan kesehatan yang lebih
menarik dan tidak monoton. Edukasi dengan audio visual menampilkan gerak,
gambar dan suara. Pemilihan metode yang tepat, seperti edukasi audio visual dapat
membuat responden lebih efektif dalam menangkap informasi serta meningkatkan
minat terhadap informasi yang disampaikan yang pada akhirnya informasi tentang
self management hipertensi dapat teraplikasi dalam praktik keseharian sehingga hal
tersebut dapat menekan terjadinya komplikasi.36
Selain itu, dalam melaksanakan manajemen hipertensi ini, edukasi gizi kepada
keluarga pasien juga sangat diperlukan. Hal tersebut karena dukungan dan motivasi
kepada pasien juga penting dilakukan oleh berbagai pihak mulai dari keluarga,
petugas kesehatan hingga masyarakat. Dukungan keluarga sangatlah penting karena
keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan sebagai penerima edukasi
serta konseling gizi. Dukungan keluarga merupakan bentuk pemberian dukungan
terhadap anggota keluarga lain yang mengalami permasalahan, yaitu dukungan
pemeliharaan dan emosional untuk mencapai kesejahteraan anggota keluarga dan
memenuhi kebutuhan psikososial. Dukungan keluarga inti juga sangat diperlukan

15
pada penderita hipertensi dalam upaya meningkatkan kepatuhan diet pada penderita
hipertensi. Hal tersebut karena setiap sikap atau tindakan keluarga dapat
mempengaruhi perilaku pasien hipertensi. Jika keluarga memberikan dukungan yang
baik maka kepatuhan pasien dalam melaksanakan diet hipertensi semakin tinggi.
Sebaliknya, jika keluarga tidak memberikan dukungan keluarga maka kepatuhan
responden dalam melaksanakan diet hipertensi semakin rendah.37

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Solikha NA, Fajar I, Komalyna INT. Perbedaan Tingkat Pengetahuan, Sikap, Tingkat
Konsumsi Kalium dan Natrium pada Penderita Hipertensi Sebelum dan Sesudah
Konseling Gizi Menggunakan Media Booklet. Media Publikasi Promosi Kesehatan
Indonesia (MPPKI). 2024;7(1):225-236.
2. Fatmawati DI, Nirbaya A, Setyaningrum YI. Peningkatan Pengetahuan, Kepuasan dan
Penurunan Sisa Makanan Pasien Hipertensi Akibat Konseling Gizi. Pontianak
Nutrition Journal (PNJ). 2020;3(2):50-55.
3. Muhlishoh A, Nurzihan NC. Upaya Perubahan Perilaku Makan Pada Penderita
Hipertensi Melalui Konseling Gizi di Wilayah Puskesmas Gambirsari, Surakarta.
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Ungu (ABDI KE UNGU). 2020;2(2):77-81.
4. Ramayulis R, Iwaningsih S. Stop Stunting dengan Konseling Gizi. Cibubur: Penebar
Plus. 2018.
5. Sukraniti DP, Taufiqurrahman, Iwan S. Konseling Gizi. Kebayoran Baru:Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 2018.
6. Azizah, Wafiq, Hasanah U, Pakarti AT. Penerapan Slow Deep Breathing Terhadap
Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi. Jurnal Cendekia Muda. 2021;2(4): 607-616.
7. Maulana, Nova. Pencegahan dan Penanganan Hipertensi Pada Lansia. Jurnal Peduli
Masyarakat. 2022;4(1):163-168.
8. Asyari, Hasim, dkk. TERKOMFIRMASI Terapi Komplementer Relaksasi Nafas
Dalam dan Relaksasi Otot Progresif Untuk Klien Hipertensi. Yayasan DPI. 2024.
9. Kusyani, Asri, Wulandari D. Standar Asuhan Keperawatan pada Pasien Hipertensi.
Penerbit NEM. 2024.
10. Putra, Meidianaser, Karani Y. Terapi Denervasi Ginjal pada Pasien Hipertensi
Resisten. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018;7: 176-182.
11. Angriani, Yayu, dkk. Edukasi Pentingnya Menjaga Pola Makan Dengan Kejadian
Hipertensi pada Lansia Di Desa Perampuan Kecamatan Labuapi. Jurnal Pengabdian
kepada Masyarakat Nusantara. 2023;4(4): 3211-3219.
12. Ramayulis R, Iwaningsih S. Stop Stunting dengan Konseling Gizi. Cibubur: Penebar
Plus. 2018.
13. Biworo A, Tsani MA, Madika RC. A Review: Hubungan Indeks Massa Tubuh, Waist
Hip Ratio, Lingkar Perut, dan Low Density Lipoprotein Dengan Tekanan Darah.
Lambung Mangkurat Medical Seminar. 2023;4(1):113-30.

17
14. Dana YA, Nardina EA, Maharini H. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Tekanan
Darah Pada Karyawan dan Mahasiswi Politeknik Kudus. Jurnal Promotif Preventif.
2022;4(2):148-55.
15. Musa EC. Status Gizi Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kinilow
Tomohon. Sam Ratulangi Journal of Public Health. 2022;2(2):60-5.
16. Telaumbanua RA, Tobing ANL. Hubungan Status Gizi dengan Tekanan Darah pada
Penderita Hipertensi Usia Dewasa Tengah di Puskesmas Medan Helvetia. Jurnal
Pendidikan dan Konseling. 2022;4(6):4415-28.
17. Yulianto Y, Arismawati DF. Edukasi Pada Masyarakat Usia Produktif Terkait Lingkar
Perut Sebagai Faktor Risiko Hipertensi. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat.
2022;5(2):27-8.
18. Saragih M, Aryanti D, Nur EIY. Asuhan Gizi dan Keperawatan Pada Hipertensi.
Cetakan pertama. Banyumas: Omera Pustaka. 2022:77p.
19. Ramadhani F, Maesarah M, Adam D, Gobel IA. Faktor Determinan Kejadian
Hipertensi. Global Health Science. 2023;8(1):35-40.
20. Octarini DL, Meikawati W, Purwanti IA. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan
Tinggi Natrium dan Kalium Dengan Tekanan Darah Pada Usia Lanjut. Prima Kesmas.
2023;1:10-7.
21. Rahayu C, Idriyani AS. Gambaran Kadar Kreatinin pada Penderita Hipertensi di
Rumah Sakit Dr. Abdul Radjak Salemba. Jurnal Ilmu Analis Kesehatan.
2021;7(2):204-16.
22. Suci L, Adnan N. Hubungan Kadar Kolesterol Tinggi (Hiperkolesterol) Dengan
Kejadian Hipertensi Derajat 1 Pada Pekerja di Bandara Soekarno Hatta Tahun 2017.
Promotif: Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2020;10(2):97-104.
23. Yusuf J, Boy E. Manifestasi Klinis pada Pasien Hipertensi Urgensi. Jurnal
Implementa Husada. 2023;4(1):1-9.
24. Da Usfa M, Hasni D, Birman Y, Febrianto BY. Hubungan Asupan Kalium dengan
Hipertensi Pada Perempuan Etnis Minangkabau. Jurnal Gizi. 2023;12(2):52-63.
25. Hafid F, Aslinda W, Rizki ND, Adhyanti. Studi Kasus Proses Asuhan Gizi Terstandar
pada Pasien Hypertensive Heart Disease di Paviliun Seroja RSUD UNDATA Palu
Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu Gizi. 2021;2(1):10-24.
26. Arum Y. Hipertensi pada Penduduk Usia Produktif (15-64 Tahun). HIGEIA (Journal
of Public Health Research and Development). 2019;3(3):345-56.

18
27. Oktaria M, et al. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Diet Hipertensi pada Lansia.
Jurnal Ilmu Medis Indonesia.2023;2(2):69-75.
28. Suprayitna M, Fatmawati BR, Prihatin K. Efektivitas Edukasi Diet Dash Terhadap
Tingkat Pengetahuan Tentang Diet Dash Pada Penderita Hipertensi. Jurnal
Keperawatan Aisyiyah.2023;10(1):11-17.
29. Fitriyana M, Wirawati MK. Penerapan Pola Diet Dash Terhadap Tekanan Darah Pada
Penderita Hipertensi Di Desa Kalikangkung Semarang. Jurnal Manajemen Asuhan
Keperawatan.2022;6(1):17-24.
30. Astuti AP, Damayanti D, Ngadiarti I. Penerapan anjuran diet DASH dibandingkan
diet rendah garam berdasarkan konseling gizi terhadap penurunan tekanan darah pada
pasien hipertensi di puskesmas Larangan Utara. Gizi Indonesia.2021:44(1):109-120.
31. Lay, G. L., Wungouw, H. P. L., & Kareri, D. G. R. Hubungan Aktivitas Fisik
Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Wanita Pralansia di Puskesmas Bakunase.
Cendana Medical Journal (CMJ). 2020;8(1): 464-471.
32. Cristanto M, Saptiningsih M, Indriarini MY. Hubungan aktivitas fisik dengan
pencegahan hipertensi pada usia dewasa muda. Jurnal Sahabat Keperawatan.
2021;3(1):53-65.
33. Eriyani, T., Sugiharto, F., Hidayat, M. N., Shalahuddin, I., Maulana, I., & Rizkiyani,
F. Intervensi Berbasis Self-Care pada Pasien Hipertensi: A Scoping Review. Jurnal
Keperawatan BSI. 2022;10(1):41-52.
34. Adelina M, Simamora FA. Efektivitas Kombinasi Terapi Rendam Kaki Air Hangat
dan Relaksasi Nafas Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di
Kelurahan Aek Muara Pinang. Jurnal Kesehatan Ilmiah Indonesia.2022;7(1):222-234.
35. Taqiyah Y, Ramli R, Najihah. Manajemen Nutrisi dan Terapi Diet pada Pasien
Hipertensi. Neotyce Journal. 2021;1(1):11-15.
36. Fernalia F, Busjra B, Jumaiyah W. Efektivitas Metode Edukasi Audiovisual Terhadap
Delf Management pada Pasien Hipertensi. Jurnal Keperawatan
Silampari.2019;3(1):221-233.
37. Amelia R, Kurniawati I. Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Diet
Hipertensi pada Penderita Hipertensi di Kelurahan Tapos Depok. Jurnal Kesehatan
Saelmakers Perdana.2020;3(1):77-90.

19

Anda mungkin juga menyukai