Studi Kasus 4 Etika Di Pasar
Studi Kasus 4 Etika Di Pasar
Forisa Nusapersada
Mata Kuliah Bisnis Pengantar
Buku “Business Ethics Concept And Cases” by Manuel G. Velasquez
Bab 4 Etika di Pasar
Dosen Pengampu : Ibu Siti Khoiriyah, SE., M.Si
Disusun oleh :
1. Lathifah Azzahra (F0223087)
2. Muhammad Aqwam Salafi (F0223099)
B. Identifikasi Masalah
PT. Forisa Nusapersada didirikan pada tahun 1995. Merek minuman serbuk olahan
milik PT Forisa Nusa Persada (FNP), Pop Ice, menjadi salah satu minuman populer di
kalangan remaja dan anak-anak. Diluncurkan pada tahun 2002, Pop Ice memberikan sensasi
baru bagi masyarakat Indonesia. Pada tanggal 29 Desember 2014 PT. Forisa Nuapersada
menerbitkan sebuah Internal Office Memo No. 15/IOM/MKT-DB/XII/2014 dengan perihal
program Pop Ice The Real Ice Blender. Memo tersebut dikeluarkan oleh Marketing dan
Sales Dept. PT. Forisa Nusapersada dan ditunjukan kepada Area Sales Promotion Manager
(ASPM) dan ditembuskan kepada Area Sales Promotion Supervisor (ASPS). Tujuan
dikeluarkan Internal Office Memo No. 15/IOM/MKT-DB/XII/2014 yaitu untuk
mempertahankan posisi Pop Ice sebagai market leader dan menjaga loyalitas penjual Pop
Ice baik di level paar maupun di level kios minuman, dengan mengeluarkan program Pop
Ice The Real Ice Blender.
Program Pop Ice The Real Ice Blender tersebut terdiri dari 3 (tiga) program yaitu,
Program Bantuan Tukar (BATU) kios minuman, Program Display Kios Minuman, dan
Program Display Toko Pasar. PT Forisa Nusapersada menukar 1 renceng produk pesaing
dengan 2 renteng produk Pop Ice dalam program bantu tukar yang diadakan perusahaan
tersebut. Terdapat persyaratan bagi pelaku usaha seperti kios minuman dan toko pasar yang
mengikuti Program Pop Ice The Real Ice Blender yaitu tidak menjual dan tidak mendisplay
produk competitor dengan menandatangani Surat Perjanjian Kontrak Display Pop Ice.
Dalam Internal Office Memo tersebut juga tercantum bahwa PT. Forisa Nusapersada
menguasai 90,04%-94,30% pangsa pasar minuman olahan serbuk berperisa buah yang
mengandung susu dalam kemasan sachet dan program tersebut diadakan untuk
mempertahankan market leader yang dimilikinya pada periode November 2014 sampai
bulan Juli 2015.
Strategi marketing yang dilakukan oleh PT. Forisa Nusapersada merupakan persaingan
usaha tidak sehat dengan dugaan tindakan anti persaingan usaha yang tidak sesuai dengan
etika bisnis. Hal tersebut melanggar terkait dengan penyalahgunaan posisi dominan dan
penguasaan pasar dengan memberikan persyaratan bagi pelaku usaha untuk
mempertahankan Pop Ice sebagai Market Leader. Kasus ini bergulir sejak Januari 2016 dan
putusan ini diketok pada Selasa 30 Agustus 2016. PT. Forisa Nusapersada sebagai produsen
Pop Icedilaporkan ke KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) oleh aduan masyarakat
yang menyatakan bahwa PT. Forisa Nusapersada diduga melakukan praktik monopoli
perdagangan. Majelis hakim juga memutuskan memerintahkan PT. Forisa Nusapersada
untuk menghentikan program “Pop Ice The Real Ice Blender” dan mencabut internal office
memo nomor 15/IOM/MKT-DB/XII/2014 tanggal 29 Desember 2014.
I. Pelanggaran Undang-Undang PT. Forisa Nusapersada menurut UU, yaitu:
Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
- Pasal 17
1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) apabila:
a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan
usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
- Pasal 19 hruruf (a) dan (b)
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri
maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:
a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan
kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau
b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak
melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau
c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan; atau
d. melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
- Pasal 25 ayat 1 huruf (a) dan (c)
Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk:
a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan
atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing,
baik dari segi harga maupun kualitas; atau
b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk
memasuki pasar bersangkutan.
II. Fakta-fakta yang dapat disimpulakan bahwa PT. Forisa Nusapersada Melanggar Etika
Bisnis di Pasar, yaitu:
a) Strategi marketing berupa program Pop Ice The Real Ice Blender agar toko tidak
menjual atau mendisplay produk kompetitor.
b) Adanya perjanjian kontak eksklusif dengan pemilik kios minuman daa toko di pasar
terkait program Pop Ice The Real Ice Blender
c) PT. Forisa Nusapersada menguasai 90,04%-94,30% pangsa pasar minuman
C. Solusi
1. Memeperbarui standar mutu dan strategi marketing Perusahaan secara bijak supaya
tidak merugikan Perusahaan lain.
2. Menanamkan prinsip moral pada perusahaan agar terciptanya keadilan,
memaksimalkan utilitas ekonomi anggota masyarakat, dan menghormati kebebasan
memilih masyarakat.
3. Melakukan audit internal harus dilakukan untuk menemukan dan memperbaiki
pelanggaran hukum, serta memastikan ketaatan dan mematuhi sanksi yang
diberlakukan oleh Lembaga pengawas atau regulator terhadap peraturan dan Undang-
Undang yang berlaku.
4. Kerja sama dengan ahli hukum untuk mendapatkan panduan tentang Langkah-langkah
yang harus diambil untuk memperbaiki kepatuhan hukum.