Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DESENTRALISASI DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH DI INDONESIA


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Fiskal Islam

Dosen Pengampu: Muyassarah, M.Si

Disusun oleh:
1. Fildza Mafazin Nisa (2105026021)
2. Mohammad Muammar Ilham (2105026025)
3. Sintiya Wati (2105026029)

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muahmmad SAW. Tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Muyassarah, M.Si selaku dosen pengampu mata
kuliah Ekonomi Fiskal Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memnuhi tugas makalah dan
presentasi pada mata kuliah Ekonomi Fiskal Islam. Selain itu, makalah yang berjudul
“Desentralisasi dalam Kerangka Otonomi Daerah di Indonesia” ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang berbagai pemikiran-pemikiran dan perbedaan pendapat dari para
ahli Ekonomi Fiskal Islam bagi penulis serta para pembaca.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan penegtahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Semarang, 11 September 2022

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................................................... 1
BAB II..................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 3
A. PENGERTIAN dan DINAMIKA OTONOMI DAERAH .......................................................... 3
B. DAMPAK OTONOMI DAERAH .............................................................................................. 5
C. IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMERINTAHAN DAERAH ......... 6
D. BENTUK-BENTUK OTONOMI DAERAH ............................................................................. 7
E. STRATEGI GOOD GOVERNANCE ........................................................................................ 8
F. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH ................................................................ 8
G. KESIAPAN APARATUR PEMERINTAH DALAM OTONOMI DAERAH ........................... 9
H. PEMBANGUNAN DAERAH BERDASARKAN PEMASUKAN DAERAH OTONOMI ...... 9
I. SUMBER PENDAPATAN ATAU POTENSI INCOME DAERAH ....................................... 10
BAB III ................................................................................................................................................. 11
PENUTUP ............................................................................................................................................ 11
1. Kesimpulan ............................................................................................................................... 11
2. Saran ......................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Desentralisasi dapat menumbuhkan demokrasi dan partisipasi warga dalam segenap aktivitas
pembangunan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesetaraan antar golongan, memperluas
keadilan sosial dan memperbaiki kualitas kehidupan rakyat, pembangunan merupakan suatu
masyarakat atau sistem sosial yang membawa perubahan dan peningkatan keadaan dari yang memiliki
corak sederhana ketingkatan yang lebih maju.

Berdasarkan cita-cita bangsa indonesia yang tertuang dalam undang-undang dasar 1945 yaitu
mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat sehingga pembangunan daerah merupakan
bagian integral dari pembangunan nasional.

Dengan adanya otonomi daerah pemerintah daerah harus berusaha untuk mengelola daerah dengan
sebaik-baiknya, mengingat potensi disetiap daerah berbeda satu sama lain. Oleh karena itu,
pemerintah harus dapat menentukan langkah-langkah strategis guna mengembangkan dan
menigkatkan usaha disektor potensial daerah masing-masing.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah dan bagaimana dinamikanya?
2. Bagaimana dampak positif dan negatif dari otonomi daerah?
3. Bagaimana implementasi otonomi daerah terhadap pemerintahan daerah?
4. Apa saja bentuk-bentuk otonomi daerah?
5. Bagaimana strategi good governance?
6. Bagaimana arah kebijakan pembangunan ekonomi daerah ?
7. Bagaimana kesiapan aparatur pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah?
8. Bagaimana pembangunan daerah berdasarkan pemasukan daerah otonomi?
9. Bagaimana sumber pendapatan atau potensi income daerah?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian otonomi daerah dan dinamikanya
2. Mengetahui dampak positif dan negative otonomi daerah
3. Mengetahui implementasi otonomi daerah terhadap pemerintahan daerah
4. Mengetahui bentuk-bentuk otonomi daerah
5. Mengetahui strategi good governance
6. Mengetahui arah kebijakan pembangunan ekonomi daerah

1
7. Mengetahui kesiapan aparatur pmerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah
8. Mengetahui pembangunan daerah berdasarkan pemasukan daerah otonomi
9. Mengetahui sumber pendapatan atau potensi income daerah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN dan DINAMIKA OTONOMI DAERAH


PENGERTIAN

Dalam KBBI, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.1

Pada pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah adalah: “Kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dinyatakan prinsip otonomi
daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan
mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang
ditetapkan dalam Undang-Undang. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijkan daerah untuk
memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada peningkatan kesejahteraan rakyat. 2

DINAMIKA OTONOMI DAERAH

Sebenarnya pelaksanaan otonomi daerah telah dilaksanakan sebelum Indonesia merdeka oleh
pemerintah kolonial, pelaksaan otonomi daerah model pemerintah kolonial ini bertujuan untuk
memperkokoh keberadaan mereka di daerah jajahan.

A. Masa Penjajahan Hindia Belanda


Pada masa penjajahan Belanda setidaknya terdapat dua landasan hukum yang dijadikan
sebagai pedoman dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu:
1. Regering Reglement (RR) 1845, yang dikeluarkan oleh Parlemen Belanda untuk
dijadikan Undang-Undang di Indonesia, dalam pelaksanaannya RR 1845 sangat
senra;istik, dimana setiap daerah di Indonesia ditempatkan perwakilan pegawai dari
pemerintah Belanda, dengan luasnya wilayah Indonesia tidak sebanding dengan pegawai
tersebut, sehingga banyak terjadi penyimpangan dan kesewenang-wenangan, oleh sebab

1
KBBI
2
Banjarnahor, Amrin. Dkk. 2013. Dampak Otonomi Daerah di Indonesia (edisi I). Jakarta. Yayasan Pustaka
Obor Indonesia. Halm 66

3
itu sejalan dengan perkembangan politik di daerah jajahan (Politik Ethnic) dan desakan
dari kalangan Indonesia, maka dikelurkanlah Desentralisastiewent 1903 (STB.1903/329)
Pada masa ini juga terdapat perwakilan rakyat daerah (DPRD0 yang diangkat oleh
pemerintah Belanda dan berhak membuat peraturan lokal sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan pusat, sementara pusat pemerintahan dilaksanakan di Kota Bogor, Jawa
Barat.
2. Desentralisatiewent 1992, dalam pelaksanaannya dibentuklah badan-badan
pemerintahan baru dengan mengikutsertakan masyarakat pribumi sebagai pejabat di
daerahnya dan tetap dibawah pengawasan Gubernur Jendaral Hindia Belanda,
selanjutnya dibentuklah daerah-daerah otonom baru di luar Jawa dan Madura, dan
lahirlah daerah-daerah baru seperti di Sumatera, Borneo dan Celebes (Sulawesi) dengan
komposisi pegawainya banyak yang sudah mengakomodir penduduk local baik untuk
bidang eksekutif maupun legislatifnya. Keadaan ini berkembang dan bertahan hingga
masuknya Jepang ke Nusantara.
B. Masa Penjajahan Jepang

Setelah Indonesia direbut oleh Jepang, maka pemerintahan colonial Belanda vakum, dan pada
masa itu Jepang mengambil alih seluruh berkas-berkas kantor pemerintahan hindia Belandadan
membentuk wilayah jajahan dengan kekuasaan militer. Kekuasaan pemerintahan militer Jepang
dengan menerbitkan KP. Maret 1943. PP 6-7, yang substansinya Jepang melaksanakan
pemerintahan Militer di seluruh wilayah bekas Hindia Belanda, dan membaginya menjadi 3
komando yaitu:

a. Sumatera dibawah kendali Angkatan Darat XXV berkedudukan di Bukittinggi.


b. Jawa dan Madura dikendalikan Angkatan Darat XVI berkedudukan di Jakarta.
c. Daerah lain dikendalikan Komando Angkatan Laut berkedudukan di Makassar.

Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh Jepang adalah sentralistik tanpa DPR, dengan azas
dekonsentrasi yang masih dipertahankan. Namun pelaksanaan pemerintahan militer Jepang ini tidak
efektif, melainkan hanya untuk mencari akomodasi dalam rangka memperkuat pertahanan mereka di
Asia, kondisi ini dimanfaatkan oleh para pejuang Nasionalisme Indonesia untuk mempersiapkan
rencana-rencana kearah Kemerdekaan Indonesia.

C. Masa Indonesia Merdeka

Sehari setelah diplokamirkannya Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, pemerintahan Indonesia


menerbitkan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah yaitu UU No. 1 Tahun 1945. Dengan
legalitas tersebut pelaksanaan pemerintah daerah dijalankan sepenuhnya oleh bangsa Indonesia
sendiri. Dalam pelaksanaannya mengalami berbagai permasalahan seiring dengan perkembangan

4
Negara Indonesia yang masih seumur jagung. Sehingga pelaksanaan pemerintah daerah mulai efektif
dengan UU No. 5 Tahun 1974 yang menitik beratkan pelaksanaan otonomi pada daerah tingkat II
(Kabupaten/Kota) sesuai dengan maksud Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1974.

Adapun dasar hukum dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Pasal 18 UUD, Negara mengakui Keberagaman walaupun Negara Indonesia adalah Negara
Kesatuan (dasar legalitas formal), selanjutnya dipertegas dalam Amandemen ke-4 UUD 1945
Pasal 18 Ayat A dan B.
b. UU No. 1 Tahun 1945
c. UU No. 22 Tahun 1948
d. UU No. 1 Tahun 1957
e. UU No. 6 Tahun 1959
f. UU No. 18 Tahun 1965
g. UU No. 5 Tahun 1974
h. UU No. 22 Tahun 1999
i. UU No. 32 Tahun 2004 jo. UU 12 Tahun 2008 telah dirubah dengan UU No. 23 Tahun 2014
3

B. DAMPAK OTONOMI DAERAH


1. Bidang Ekonomi

Dalam bidang ekonomi memberikan banyak sekali keuntungan dari system desentralisasi dan otonomi
daerah ini dimana pemerintahan daerah memudahkan untuk mengelola sember daya alam yang
dimiliki, dengan demikian jika sumber daya alam yang dimiliki yang telah dikelola secara maksimal
maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat. Namun jika sistem ini
diterapkan akan membuka peluang yang sebesar-besarnya bagi pejabat daerah untuk melakukan
praktek KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).

2. Bidang Sosial Budaya

Dengan diadakannya desentralisasi, pemerintah daerah akan dengan mudah mengembangkan


kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan
diperkenalkan kepada daerah lain yang memberikan potensi yang baik bagi daerah tersebut.
Sedangkan dampak negative, masing-masing daerah berlomba-lomba untuk menonjolkan
kebudayaannya masing-masing. Sehingga secara tidak langsung ikut melunturkan kesatuan yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia itu sendiri.

3
Lestari, Melati. Sejarah dan Pelaksanaan Otonomi Daerah. Halm 8-9

5
3. Bidang Keamanan dan Politik

Dalam bidang keamanan dengan diadakannya desentralisasi ini merupakan suatu upaya untuk
mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena kebijakan ini akan bisa meredam daerah-daerah
yang ingin memisahkan diri dengan NKRI. Tetapi disatu sisi desentralisasi berpotensi menyulut
konflik antar daerah.

Dalam bidang politik, dampak positif yang didapatkan adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan
yang berada di daerah dapat diputuskan tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan pusat. Hal ini
menyebabkan pemerintah daerah lebih aktif dalam mengelola daerahnya. Adapun dampak negative
dari system ini adalah euphoria yang berlebihan dimana wewenang tersebut hanya mementingkan
kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau
oknum. 4

C. IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMERINTAHAN


DAERAH
Kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22/1999 membawa angin baru dan optimisme bagi
daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat serta suasana baru dalam hubungan
antara pusat dan daerah. Dengan kebijakan otonomi daerah dapat memberikan kesempatan yang
sebesar-besarnya dalam upaya pemberdayaan masyarakat di daerah. Melalui berbagai program dan
proyek pembangunan yang akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Maka
dari itu, daerah mendapatkan peluang dan kebebasan untuk mengatur dan menetapkan sendiri
program pembangunan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan aspirasi
masyarakat setempat.

Sejak 1 Januari 2001 kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22/1999 diimplementasikan
secara nasional. Secara bertahap daerah mulai menyesuaikan kelembagaan, struktur organisasi,
kepegawaian, keuangan dan perwakilan di daerah dengan ketentuan yang diatur dalam UU No.
22/1999. Namun selama satu tahun implementasi kebijakan otonomi daerah ditemui berbagai
permasalahan. Sebagian pihak menganggap permasalahan ini timbul karena kelemahan dan
kekurangan UU No. 22/1999. Banyak kasus permasalahan yang timbul tidak ditangani secara dini.
Dalam rangka untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam implementasi kebijakan otonomi daerah
Pemerintah dipandang perlu mengadakan revisi terhadap UU No.22/1999. Tetapi inisiatif daerah
untuk menetapkan suatu kebijakan kadangkala ditanggapi Pemerintah sebagai suatu hal yang
kebablasan. 5

4
ibid, halm 8-9
5
Haris, Syamsuddin. 2007. Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Desentralisasi, Demokratisasi,dan
Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Jakarta:LIPI Press

6
D. BENTUK-BENTUK OTONOMI DAERAH
Secara teoritis, otonomi dapat dibedakan menjadi beberapa macam sesuai dengan kondisinya.
Macam-macam otonomi daerah tersebut adalah sebagai berikut:

a. Otonomi Organik atau rumah tangga otonomi

Dalam otonomi macam ini rumah tangga adalah keseluruhan urusan yang menentukan hidup-matinya
badan otonomi atau daerah otonom. Dengan kata lain urusan yang menyangkut kepentingan daerah
diibaratkan dengan organ kehidupan yang merupakan suatu sistem yang menentukan hidup-matinya
manusia. Tanpa kewenangan untuk mengurus berbagai urusan vital akan berakibat tidak berdayanya
atau "matinya" suatu daerah.

b. Otonomi Formal atau Rumah Tangga Formil

Otonomi formal adalah apa yang menjadi urusan otonomi ini tidak dibatasi secara positif. Satu-
satunya pembatasan adalah daerah otonom yang bersangkutan tidak boleh mengatur apa yang telah
diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Dengan demikian daerah
otonom lebih bebas mengatur urusan rumah tangganya sepanjang tidak memasuki "area" urusan
pemerintah pusat. Hal essensial yang dinyatakan dalam otonomi formal ini adalah, apakah suatu
urusan merupakan urusan pemerintah lokal yang mengurus rumah tangganya sendiri ataukah itu
urusan pemerintah pusat, harus dilihat lebih dahulu apakah kewenangan itu secara formal diserahkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan atau tidak.

c. Otonomi Material atau Rumah Tangga Materiil

Dalam otonomi material, kewenangan daerah otonom itu dibatasi secara positif yaitu dengan
menyebut secara limitatif dan terperinci atau secara tegas apa saja yang berhak diatur dan diurusinya.

Dalam otonomi ini ditegaskan lebih jelas bahwa untuk mengetahui apakah suatu urusan menjadi
urusan rumah tangganya sendiri, harus dilihat dari substansinya yang jika dinilai dapat menjadi urusan
pemerintah pusat, maka pemerintah lokal yang mengurus rumah tangganya sendiri pada hakikatnya
tidak akan mampu menyelenggarakan urusan tersebut.

d. Otonomi Riil atau Rumah Tangga Riil

Otonomi riil merupakan gabungan antara oronomi formil dengan otonomi materiil. Dalam
pembentukan otonomi ini kepada daerah diberikan wewenang sebagai wewenang pangkal dan
kemudian dapat ditambah wewenang lain secara bertahap dan tidak boleh bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi tingkatannya.

7
e. Otonomi Nyata, Bertanggungjawab dan Dinamis

Dalam otonomi ini penyusunan dan pembentukan daerah serta pemberian urusan pemerintahan daerah
di bidang tertentu kepada pemerintah daerah harus disesuaikan dengan faktor yang hidup dan
berkembang secara obyektif di daerah.6

E. STRATEGI GOOD GOVERNANCE


Governance diartikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara pemerintahan dan warga mengatur
sumber daya serta memecahkan masalah-masalah publik. Dalam konsep governance, pemerintah
hanya menjadi salah satu aktor dan tidak selalu menjadi aktor yang menentukan. Governance
menuntut redefinisi peran negara, dan itu berarti adanya redefinisi pada peran warga. Adanya tuntutan
yang lebih besar pada warga, antara lain untuk memonitor akuntabilitas pemerintahan itu sendiri.

Dalam mengembangkan praktik good governance pemerintah perlu mengambil strategi yang tepat.
Salah satu pilihan strategis untuk mengembangkan good governance di Indonesia adalah melalui
pengembangan penyelenggaraan pelayanan publik yang mencirikan nilai-nilai yang selama ini
melekat pada good governance.7

F. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH


Arah kebijakan merupakan instrumen perencanaan yang memberikan panduan kepada pemerintah
daerah agar lebih terarah dalam menentukan pencapaian tujuan. Arah kebijakan pembangunan jangka
menengah daerah merupakan pedoman untuk menentukan tahapan dan prioritas pembangunan lima
tahunan guna mencapai sasaran secara bertahap. Tahapan dan prioritas yang ditetapkan harus
mencerminkan urgensi permasalahan dan isu strategis yang hendak diselesaikan dengan
memerhatikan pengaturan waktu. Meski penekanan prioritas pada setiap tahapan berbeda-beda,
namun memiliki kesinambungan dari satu periode ke periode lainnya dalam rangka mencapai sasaran
tahapan lima tahun.

Arah kebijakan juga dimaksudkan untuk memberikan jawaban atas permasalahan dan isu-isu strategis
pembangunan kewilayahan. Analisis permasalahan dan isu-isu strategis kewilayahan akan menjadi
basis utama rumusan arah kebijakan pembangunan kewilayahan untuk memberikan prioritas terkait
pemerataan pembangunan dan penciptaan daerah-daerah unggulan. Untuk selanjutnya, fokus
kebijakan kewilayahan harus dipedomani bersama seluruh PD yang terlibat di dalamnya.

Rumusan arah kebijakan ini berfungsi untuk merasionalkan pilihan strategi agar memiliki fokus dan
tujuan sesuai dengan pengaturan pelaksanaannya. Penekanan fokus atau tema dalam setiap tahun

6
Sarundajang. 2003. Birokrasi dalam Otonomi Daerah. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. Halm76-81
7
Sumarto Hetifa Sj. 2003. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance. Jakarta. Yayasan Pustaka Obor
Indonesia. Halm 1-2

8
selama 5 tahun memiliki kesinambungan dalam rangka mencapai visi, misi, tujuan, dan sasaran yang
telah ditetapkan.8

G. KESIAPAN APARATUR PEMERINTAH DALAM OTONOMI DAERAH


Menurut Bambang Yudhoyono [2003:119] kesiapan aparatur pemerintah dalam konteks otonomi
daerah dapat diamati dari dua sisi yaitu:

1. Kesiapan konsep
Yaitu suatu kesiapan yang akan tampak dari rumusan hasil diskusi yang dilakukan secara
intensif untuk mengakomodasi pemikiran-pemikiran cemerlang dalam rangka memperoleh
konsep final pengelolaan daerah berdimensi jangka panjang, jangka menengah, dan jangka
pendek.
2. Kesiapan menjabarkan konsep
Yaitu kesiapan dalam menjabarkan suatu konsep kedalam rincian langkah-langkah kebijakan
tampak dari tersedianya program operasional, tahapan-tahapan pencapaiannya, rancangan
berbagai peraturan, rencana pengembangan serta langkah-langkah nyata yang telah ditempuh
selama persiapan.

H. PEMBANGUNAN DAERAH BERDASARKAN PEMASUKAN DAERAH


OTONOMI
Pembangunan daerah dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian usaha dalam mewujudkan
pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu Negara. Menurut
Smith yang dikutip oleh Dharma Setyawan Salam, bahwa faktor yang dapat memprediksi
keberhasilan otonomi daerah adalah fungsi dan tugas Pemerintah, kemampuan penguatan pajak
daerah, bidang tugas administrasi, jumlah pelimpahan kewenangan, besarnya anggaran biaya,
wilayah, ketergantungan keuangan, dan personil.

Dengan adanya otonomi daerah yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maka pemerintah daerah dapat
membangun daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Potensi tersebut bisa dijadikan untuk
meningkatkan ekonomi masyarakat dan pemasukan daerah. Seperti jika suatu daerah mempunyai
tempat wisata yang berpotensi untuk dikomersialkan maka Pemerintah harus memberikan perhatian
khusus terhadap tempat tersebut dan masyarakatnya. Maka dari itu, masyarakat dihimbau untuk

8
Muchlissoni,Ipong. 2019. Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.ppid.ponorogo bab
VI, halm 173-174

9
melestarikan dan pemerintah juga membantu mempromosikan lokasi tersebut untuk dapat dikunjungi
para wisatawan. 9

I. SUMBER PENDAPATAN ATAU POTENSI INCOME DAERAH


Tujuan utama dari kebijakan otonomi daerah adalah disatu pihak dalam rangka mendukung kebijakan
makro nasional yang bersifat strategis dan dilain pihak dengan desentralisasi kewenangan
pemerintahan ke daerah, maka daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang signifikan.
Pelimpahan pengelolaan keuangan daerah khususnya terkait dengan pelimpahan beberapa pendapatan
Negara yang menjadi pendapatan asli daerah (PAD) yang dijadikan sebagai instrument sumber
pendapatan daerah.

Berdasarkan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah, PAD didefinisikan sebagai pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasrkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 3
ayat (1) menyebutkan bahwa PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah
untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan
desentralisasi.

PAD dapat dihasilkan melalui beberapa sumber pendapatan terdiri dari hasil pajak daerah, hasil
retribusi daerah, hasil perusahaan milik dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 10

9
Ristanti,Yulia Devi.(2017). Undang-Undang Otonomi Daerah dan Pembangunan Otonomi Daerah. Jurnal
Riset Akuntansi Keuangan Vol.2. Halm.,120-121
10
Alhusain, AS. 2018. Kebijakan dan Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah dalam Pembangunan
Nasional. Jakarta. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Halm 19-20.

10
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sistem otonomi daerah sudah
diterapkan dan dilaksanakan sebelum Indonesia merdeka yaitu dilaksanakan pada masa pemerintahan
kolonial Belanda.

Tujuan utama dari kebijakan otonomi daerah adalah disatu pihak dalam rangka mendukung kebijakan
makro nasional yang bersifat strategis dan dilain pihak dengan desentralisasi kewenangan
pemerintahan ke daerah, maka daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang signifikan.

Dengan adanya otonomi daerah yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maka pemerintah daerah dapat
membangun daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Potensi tersebut bisa dijadikan untuk
meningkatkan ekonomi masyarakat dan pemasukan daerah.

2. Saran
Pelaksanaan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Pelaksanaan
otonomi daerah harus menjamin keserasian hubungan antara daerah satu dengan daerah lainnya.
Dengan maksud, mampu membangun kerja sama antardaerah untuk meningkatkan kesejahteraan
bersama dan mencegah ketimpangan antardaerah.

Hal yang tidak kalah penting adalah otonomi daerah harus mampu menjamin hubungan yang serasi
antardaerah dengan pemerintah. Harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara
dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan Negara.

11
DAFTAR PUSTAKA
KBBI

Alhusain, AS. 2018. Kebijakan dan Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah dalam
Pembangunan Nasional. Jakarta. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Halm 19-20.
Banjarnahor, Amrin. Dkk. 2013. Dampak Otonomi Daerah di Indonesia (edisi I). Jakarta. Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.

Haris, Syamsuddin. 2007. Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Desentralisasi, Demokratisasi,dan


Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Jakarta:LIPI Press.

Lestari, Melati. Sejarah dan Pelaksanaan Otonomi Daerah. Halm 8-9


Sarundajang. 2003. Birokrasi dalam Otonomi Daerah. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. Halm 76-81.

Sumarto Hetifa Sj. 2003. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance. Jakarta. Yayasan Pustaka Obor
Indonesia. Halm 1-2.
Alhusain, AS. 2018. Kebijakan dan Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah dalam
Pembangunan Nasional. Jakarta. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Halm 19-20.
Ristanti,Yulia Devi.(2017). Undang-Undang Otonomi Daerah dan Pembangunan Otonomi Daerah.
Jurnal Riset Akuntansi Keuangan Vol.2. Halm.,120-121

12

Anda mungkin juga menyukai