Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny “M”

DENGAN DIAGNOSA CKD DI RUANG


HEMODIALISIA

OLEH

A RIANSYAH

024230806

RUMAH SAKIT HERMINA

MAKASSAR 2023
HALAMAN PENGESAHAN

Pegawai orientasi Rumah Sakit Hermina Makassar,

Nama : A. Riansyah, S.Kep., Ns.


NRP : 024230806
Kualifikasi : Ruangan Hemodialisa

Telah melaukan ujian Karya Tulis Ilmiah pada tanggal 24 Oktober 2023 di
ruangan Morning Meeting RS Hermina Makassar.

Makassar, 30 Oktober 2023

Mengetahui,

Penguji 1 Penguji 2

Ardiansah, Amd. Kep Karmila, S.Kep., Ns

Disahkan oleh :
Komite Keperawatan
Rumah Sakit Hermina Makassar

Risky Burhan, Amd. Kep

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan karunia-
Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Ny.“M” dengan Diagnosa CKD”. Dalam menyusun makalah ini
saya juga ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. dr. Sulfikar selaku Direktur Rumah Sakit Hermina yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti diklat.
2. Kak Nia selaku kepala ruang Hemodialisa Rumah Sakit Hermina Makassar
yang telah memberikan masukan dan saran selama di ruangan.
3. Kak Utari Wulandari selaku perawat pembimbing di ruang Hemodialisa
Rumah Sakit Hermina Makassar yang telah memberikan banyak
bimbingan dari teori maupun praktik serta masukan dan arahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
4. Para perawat pendidik yang telah memberikan banyak masukan dan saran.
5. Kakak perawat, dokter dan teman-teman yang berdinas di ruang
Hemodialisa Rumah Sakit Hermina Makassar yang telah memberikan
banyak dukungan dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,


oleh karena itu penulis berharap kritik dan saran yang dapat membangun untuk
perbaikan. Besar harapan penulis agar makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Makassar, 12 oktober 2023

A Riansyah, S.Kep.,Ns

iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2

BAB II LANDASAN TEORI 3


A. Konsep Asuhan Medis (PPK) 3
a. Definisi 3
b. Anatomi Fisiologi 3
c. Etiologi 5
d. Manifestasi Klinis 6
e. Pemeriksaan Penunjang 7
f. Patofisiologi 9
g. Pathway 11
h. Komplikasi 12
i. Penatalaksanaan 12

B. Konsep Asuhan Keperawatan (PAK) 14


a. Pengkajian 14
b. Diagnosa Keperawatan 17
BAB III APLIKASI KASUS 25
A. Pengkajian 25
B. Diagnosa Keperawatan 28
C. Intervensi Keperawatan 30
D. Implementasi Keperawatan 33
E. Evaluasi Keperawatan 34

BAB IV PEMBAHASAN 37
BAB V (PENUTUP 39

iv
A. Kesimpulan ...................................................................................... 39
B. Saran ................................................................................................ 40

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 41

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik merupakan suatu masalah kesehatan yang penting,
megagingat prevalensi dan angka kejadiannya semakin meningkat juga pengobatan
pengganti ginjak yang harus dialami olhe penderita gagal ginjal merupakan
pengobatan yang mahal,butuh waktu kesabaran yang harus ditanggung oleh
penderita gagal ginjal dan keluarganya (Harrison,2013). Gagal ginjal kronik
disebabkan oleh berbagai kondisi yang menyebabkan fungsi ginjal menurun,
produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat
(Smeltzer dan Bare, 2011). Penderita gagal ginjal kronik harus melakukan terapi
hemodialisa untuk memperpanjang usia harapan hidup. Kegiatan ini akan
berlangsung terus-menerus sepanjang hidupnya (Smeltzer & Bare.2016). Oleh
karena itu, kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya
pemenuhan/pengobatan gejala fisik,namun juga pentingnya dukungan terhadap
kebutuhan psikologis,sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan
interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan (Dhina,2015).

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2018


mengemukakan bahwa angka kejadian CKD di seluruh dunia mencapai 188 juta
kasus.4 Prevalensi CKD di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018 mencapai 499.800 jiwa (2%). Prevalensi CKD di Provinsi
Sulawesi Selatan sebesar 0,37% atau mencapai 34.958 jiwa, dan tertinggi pada usia
45-54 tahun sebesar 0.86%.5,6 CKD masih menjadi permasalahan kesehatan
dengan angka kejadian yang cukup tinggi, dan penyakit ini juga biasanya tanpa
adanya keluhan maupun gejala klinis dari penderita sampai stadium lanjut.
Terdapat beberapa penyakit yang dapat menjadi faktor etiologi terjadinya CKD
diantaranya nefropati diabetik (52%), hipertensi (24%). Kelainan bawaan (6%),
asam urat (1%), penyakit lupus (1%) dan lain-lain. Sedangkan pada RS Hermina
Makassar dari data yang penulis peroleh dari rekam medis untuk kasus hipertensi
pada tiga bulan terakhir terdapat 42 kasus pada bulan juni, 43 kasus pada bulan juli

1
2

dan 53 kasus pada bulan agustus. Dari 23 pasien rutin hemodialisis di RS Hermina
Makassar terdapat 21 pasien CKD yang di sebabkan oleh hipertensi.

Berdasarkan uraian di atas menjadi alasan penulis untuk mengangkat kasus


Asuhan keperawatan Ny.”M” dengan CKD dengan hipertensi di ruang
hemodialisis RS Hermina Makassar.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan Asuhan keperawatan
Ny.”M” dengan CKD di ruang hemodialisa RS Hermina Makassar.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan secara komprehensif pada
pasien dengan Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik di RS Hermina
Makassar.
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Diagnosa
Medis Gagal Ginjal Kronik di RS Hermina Makassar.
c. Mampu menyusun intervensi atau rencana keperawatan pada pasien dengan
Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik di RS Hermina Makassar.
d. Mampu melaksanaan implementasi atau tindakan keperawatan pada pasien
dengan Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik RS Hermina Makassar.
e. Mampu mengevaluasi hasil tindakan yang dilaksanakan terhadap tindakan
pada pasien dengan Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik di RS Hermina
Makassar.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Asuhan Medis (PPK)
1. Gagal Ginjal Kronik

a. Definisi

CKD merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irrevesible


dimana kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, yang menyebabkan uremia (Simatupang,
2019). CKD merupakan penyakit yang menahun dan bersifat progresif, dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme atau keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia. CKD terjadi apabila Laju Filtrasi
Glomeruler (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama tiga bulan atau lebih.
Berbagai faktor yang mempengaruhi kecepatan kerusakan serta penurunan fungsi
ginjal dapat berasal dari genetik, perilaku, lingkungan maupun proses
degenerative (Pongsibidang, 2016). Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap
akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2017).

b. Anatomi Fisiologi

Manusia memiliki sepasang ginjal.Dua ginjal terletak pada dinding


posterior abdomen,diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal
merupakan daerah lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena
renalis, cairan limfatik, suplai saraf , dan ureter yang membawa urine akhir dari
ginjal ke kandung kemih, tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal
dilengkapi oleh kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya
yang rapuh.Posisi ginjal kanan sedikit lebih rendah dari posisi ginjal kiri karena
ginjal kanan tertekan oleh organ hati.Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra
T12 hingga L3, sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas
dan dua belas.

3
4

1) Anatomi Ginjal
Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran dalam mengatur
keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan
asam basa dalam darah. Produk sisa berupa urin akan meninggalkan ginjal
menuju saluran kemih untuk dikeluarkan dari tubuh. Ginjal terletak di belakang
porituneom sehingga disebut organ retroperitoneal (Snell, 2016).

Ginjal berwarna cokelat kemerahan dan berada di sisi kanan dan kiri kolumna
vertebralis setingga vertebrata T12 sampai vertebrata L3. Ginjal dexter terletak
sedikit lebih rendah daripada sinistra karena adanya lobus hepatis yang besar.
Masing-masing ginjal memiliki fasies anterior, fasies interior, margo lateralis,
margo medialis, ekstremitas superior dan ekstremitas interior (Moore, 2017).

Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa, capsula adipusa, fasia reanlis
dan corpus adiposum pararenal. Masing-masing ginjal memiliki bagian yang
berwarna cokelat gelap di bagian luar yang disebut korteks dan medulla renalis di
bagian dalam yang masing-masing memiliki pepilia renalis terdiri dari kira-kira
12 piramis renalis yang masing-masing memiliki pepilia renalis di bagian
apeknya. Di antara piramis renalis terdapat kolumna renalis yang memisahkan
setiap piramis renalis (Snell, 2016).

Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari yang membawa darah dengan
kandungan tinggi CO2 masuk ke ginjal melalui hilum renalis. Secara khas, di
5

dekat hilum renalis. Beberapa vena menyatukan darah dari rend an


bersatu. membentuk pola yang berbeda-beda, untuk membentuk pola renalis.
Vena renalis terletak ventral terhadap arteri renalis, sinistra lebih panjang,
melintas ventral terhadap arteri renalis bermuara ke vena cava inferior (Moore,
2017).

Arteri lobaris merupakan arteri yang berasal dari arteri segmentalis di mana
masing-masing ateri lobaris berada pada setiap piramis renalis. Selanjutnya arteri
bercabng menjadi 2 atau 3 arteri interlobaris yang berjalan menuju korteks di
antara piramis renalis. Pada perbatasan korteks dan meduka renalis, arteri
interlobaris bercabang menajdi arteri arkuata yang kemudian menyusuri
lengkunhan piramis renalis. Arteri arkuata mempercabangkan arteri interlobularis
yang kemudian menjadi arteriol aferen (Snell,2016)

c. Etiologi

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.

a) Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.


b) Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
c) Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
d) Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e) Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
f) Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
g) Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
h) Nefropati obstruktif
i) Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
j) Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomaly
congenital pada leher kandung kemih dan uretra
6

d. Manifestasi Klinis

a) KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan


pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :

Klasifikasi gangguan
Stadium LFG (ml/min/1,73 m2)
ginjal
G1 > 90 ml Normal
G2 60 -89 Ringan
G3 30-59 Sedang
G4 15-29 Berat
G5 < 15 Gagal Ginjal

b) Menurut Nursalam (2008) ada beberapa tanda dan gejala atau manifestasi
klinis pada gagal ginjal kronik, antara lain :

 Gastrointestinal : ulserasi saluran pencernaan dan pendarahan.

 Kardiovaskuler : Hipertensi, perubahan elektro kardiografi (EKG),


perikarditis, efusi perikardium, dan temponade perikardium.

 Respirasi : edama paru, efusi pleura, pleuritis

 Neuromuskular : lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi, gangguan


muskular, neuropati perifer, bingung, dan koma.

 Metabolik/endokrin : inti glukosa, hiperlipidemia, gangguan hormon seks


menyeababkan penurunan lipido, impoten, dan amnenorhoe (wanita)

 Cairan – elekrolit : gangguan asam - basa menyebabkan kehilangan sodium


sehingga terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia, dan
hipokalsemia.

 Dermatologi : pucat, hiperpigmentasi, pluritis, eksimosis, dan uremia frost.

 Abnormal skeletal : osteodistrofi ginjal menyebabkan osteomalasia.


7

 Hematologi : anemia, defek kualitas flatelat, dan perdarahan meningkat.

Fungsi psikososial : perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan


proses kognitif.

e. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Laboratorium

Menurut Wijaya dan Putri (2013) untuk pemeriksaan penunjang gagal ginjal
kronik dalam pemeriksaan laboratorium, antara lain:

1) Kadar kreatinin serum meningkat, kreatinin adalah sampah dari sisa –


sisa metabolisme yang dilakukan oleh aktivitas otot. Sama dengan
ureum, kreatinin akan menumpuk dalam darah apabila ginjal tidak
berfungsi sebagaimana mestinya untuk menyaring serta membuangnya
bersama urin. Hasil Normal: 0.5 s/d 1.5 mg/dl untuk pria dewasa0.5 s/d
1.3 mg/dl untuk wanita dewasa.

2) Rasio protein kreatin urin atau albumin kreatinin urin menurun, pada
penderita gagal ginjal kronik Nilai normal untuk pria < 17 mg
albumin/gram kreatinin, untuk wanita < 25 mg albumin/gram kreatinin.

3) Pemeriksaan sedimen urin atau tes celup urin (dipstick) pemeriksaan ini
digunakan untuk melihat adanya proteinuri, sel darah merah, dan sel
darah putih.

4) PH pasien turun dan terjadi asidosis metabolik

5) Pada pemeriksaan hitungan gula darah lengkap hematologi menurun dan


hemogoblin kurang dari 7-8 gr% pada penderita gagal ginjal kronik.

6) Kadar elekrolit serum

 Natrium

Natrium serum menurun pada penderita gagal ginjal kronis Nilai


normal dalam serum : Dewasa : 135-145 mEq/L, Bayi : 134-150
mEq/L, Anak : 135-145 mEq/L. Dalam urin : 40-220 mEq/L/24 jam.
8

 Kalium

Kalium meningkat pada penderita gagal ginjal kronis Nilai normal :


Dewasa : 3.5-5.0 mEq/L, Anak : 3.6-5.8 mEq/L.

 Magnesium

Magnesium meningkat pada penderita gagal ginjal kronis Nilai


normal : 1.5-2.5 mg/dL.

b) Pemeriksaan Radiologi

Menurut Setiati dkk. (2014) untuk pemeriksaan radiologi pada gagal ginjal
kronik, antara lain:

1) Foto polos abdomen

Pada pemeriksaan foto polos abdomen bisa tampak batu radio-opak.

2) Pielografi intravena

Pemeriksaan ini untuk mendeteksi lokasi obstruksi

3) Pielografi antegrad atau retrograd

Teknik atau prosedur pemeriksaan sinar-X sistem urinaria dengan


menggunakan media kontras yang dimasukkan melalui kateter yang
telah dipasang dokter urologi dengan cara nefrostomi percutan.

4) Pemeriksaan pemindai ginjal atau renografi

Pada dasarnya metoda renografi adalah memonitor kedatangan, sekresi,


ekskresi (arrival, uptake, transit and elimination) dari radiofarmaka pada
ginjal sesaat setelah injeksi intravena.

5) Pemeriksaan USG

Menurut Setiati (2014) dalam pemeriksaan ultrasonografi ginjal bisa


memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis,
adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.

6) Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal


9

Menurut Setiati (2014) dalam pemeriksaan biopsi dan pemeriksaan


histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang
masih mendekati normal.

7) Pemeriksaan EKG

Menurut As’adi Muhammad (2012) dalam pemeriksaan EKG, Keadaan


abnormal menunjukan adanya ketidak seimbangan elektrolit dan asam
basa, aritmia, hipertrofi ventrikel, dan tanda – tanda perikardit

f. Patofisiologi

Patofisiologi gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit


yang mendasari, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama dan biasanya disebabkan karena meningkatnya cardiact
output atau jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak
darah pada setiap detakanya ke arteri besar yang akan kehilangan kelenturanya
dan tersebar ke seluruh tubuh termasuk ke ginjal dan tekanan darah yang terlalu
tinggi keginjal dapat merusak glomerulus secara berkala sehingga terjadi
penurunan fungsi nefron. Pada stadium paling dini gagal ginjal kronik, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG
masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan
terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%,
pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%,
mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturi, badan lemah, mual, nafsu
makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawa 30%
pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,
mual, muntah dan lain sebagainya. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan
cairan seperti hipovolemia atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit
antara lain natrium dan kalium. Kelebihan volume cairan pada penderita gagal
ginjal kronik hal ini fungsi ginjal sudah menurun sehingga terjadi retensi
natrium dan air. Ginjal sering tidak mengeksresikan natrium dan air yang sudah
tidak diperlukan tubuh. Natrium yang tidak dibuang akan tertimbun di ruang
10

ekstraseluler dan sifat natrium adalah menarik air. Namun ginjal yang fungsinya
menurun juga terjadi retensi air. Maka air akan ditarik oleh natrium ke ruang
ekstraseluler lama kelamaan akan terjadi penimbunan natrium dan air sehingga
terjadi kelebihan volume cairan atau eodama. Pada LFG dibawa 15% pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara
lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien stadium gagal
ginjal (Setiati dkk, 2014).
11

g. Pathway

GGK

Retensi Na Produksi hormon eritropoetin ↓


Sekresi protein
terganggu

Tekanan kapiler ↑
Produksi RBC ↓
Sindrom uremia

Volume interstisial ↑
HB ↓
Ketidak seimbnga
cairan asam basa
Edema Anemia dalam darah

Asam basa tidak


MK: Kelebihan seimbang
Nutrisi dan O2 dalam
volume cairan
darah ↓

MK: Perfusi Produksi asam ↑


perifer tidak
efektif
Asam lambung ↑

Mual muntah

MK: Defisit nutrisi


12

h. Komplikasi

Menurut As’adi Muhammad (2012) gagal gijal kronik menyebabkan berbagai


macam komplikasi, antara lain:

a) Perikarditis

Peradangan perikardium parietal, perikardium viseral, atau keduanya.


Peradangan ini menyebabkan cairan dan sel – sel darah memenuhi rongga
pericardium.

b) Hipertensi

Hipertensi disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi sistem
renin angioldosteron.

c) Anemia

Anemia disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah


merah, dan pendarahan gastrointestina akibat iritasi.

d) Penyakit tulang

Hal ini disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah,
metabolime vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.

i. Penatalaksanaan

Menurut Nursalam (2008) penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik,

antara lain :

a) Deteksi dan obati penyakit gagal ginjal (kontrol DM, terapi hipertensi)
Dengan dekteksi dan obati penyakit ginjal diharapkan dapat meringankan
atau menghilangkan masalah – masalah yang timbul.

b) Diet rendah protein


13

Diet yang diberikan pada gagal ginjal kronik yaitu diet teratur rendah protein
dengan asam amino esensial untuk meminimalkan keracunan uremia dan
cegah limbah serta malnutrisi.

c) Pengobatan keadaan yang berhubungan dengan peningkatan dinamika ginjal.

1) Anemia : rekombinasi dan human eritropoetin

2) Eigen : pengganti hormon ginjal

3) Asidosis : ganti bikarbonat dengan infus sodium bikarbonat/oral

4) Hiperkalemia : diet ketat potasium-kation pengganti renin

5) Retensi fosfat : kurangi diet fosfat (bayam, susu, dan karbonat dalam
saluran pencernaan)

d) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler merupakan hal yang


penting, kareana 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan
oleh penyakit kardiovaskuler.Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan
terapi penyakit kardiovaskuler adalah pengendalian diabetes, pengendalian
hipertensi, pengendalian disipidemia dan terapi terhadap kelebihan caiaran
dan gangguan keseimbangan elektrolit.

e) Pembatasan cairan dan elektrolit

Menurut Setiati dkk. (2014) untuk penatalaksanaan pembatasan asupan air


pada pasien gagal ginjal kronik, sangat diperlukan. Hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya edama dan komplikasi kardiovaskuler. Elektrolit yang
harus diawasi asupanya adalah kalium dan natrium. Pembatasan kaluim
karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal.
Sedangkan untuk pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan

hipertensi dan edama. Pembatasan cairan dapat bervariasi untuk setiap


pasien. Tergantung faktor-faktor seperti berat badan antara perawatan, urin
dan bengkak. Jika pasien menjalani hemodialisis, berat badan pasien dicatat
sebelum dan setelah sesi dialisis pasien. Perawat pasien menggunakan
perubahan berat badan untuk membantu menentukan berapa banyak cairan
yang dikeluarkan selama dialisis. Jika pasien menjalani dialisis peritoneal,
14

perawat akan meminta pasien untuk mencatat berat badan pasien setiap hari.
Berat badan yang meningkat secara tiba-tiba bisa berarti pasien minum
terlalu banyak cairan. Untuk pasien dialisis, komplikasi akibat kelebihan
cairan adalah: tekanan darah tinggi, penurunan tekanan darah secara tiba-tiba
(umumnya terjadi selama hemodialisis), sesak napas (dan dalam beberapa
kasus, akibat cairan di paru-paru), masalah jantung, yang dapat mencakup
denyut jantung cepat, otot-otot jantung melemah dan pembesaran jantung /
jantung bengkak. Rasa haus merupakan masalah yang sering dijumpai bagi
yang menjalani Hemodialisis dengan pembatasan cairan (Davita, 2015).

f) Hemodialisis

Menurut O’Callaghan (2007) Hemodialisis adalah pengganti ginjal moderen


menggunakan dialisis untuk mengeluarkan zat terlarut yang tidak diinginkan
melalui difusi dan hemofiltrasi untuk mengeluarkan air, yang membawa serta
zat telarut yang tidak diinginkan.

g) Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal adalah terapi penggantian ginjal yang melibatkan


pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang
membutuhkan. Transplantasi ginjal menjadi terapi pilihan untuk sebagian
besar pasien dengan gagal ginjal dan penyakit ginjal stadium akhir.
Transplantasi ginjal menjadi pilihan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien.

B. Konsep Asuhan Keperawatan (PAK)


a. Pengkajian

Menurut Harmilah, (2020) pengkajian pasien penyakit ginjal kronis dengan


penyakit ginjal akut, tetapi dengan dengan penekanan pada sistem pendukung
untuk menjaga keseimbangan dalam tubuh. Jika fungsi ginjal suboptimal atau
tidak berhasil, tubuh berusaha untuk mengkompensasi saat berada dalam ambang
batas yang wajar. Namun, jika kondisi ini berlanjut, menyebabkan berbagai
gejala klinis yang menunjukkan kegagalan sistem.

1) Identitas
15

Penyakit ginjal menyerang semua kelompok umur tidak ada spesifikasi


khusus mengenai usia pasien penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis
merupakan masa lanjut kejadian penyakit ginjal akut

2) Keluhan utama

Keluhan sangat beragam, terutama jika ada penyakit sekunder yang


menyertainya. Keluhan meliputi penurunan haluaran urin anuria (oliguria),
penurunan kesadaran akibat komplikasi sistem ventilasi dan peredaran darah,
kehilangan nafsu makan, mual dan muntah berkeringat, kelelahan, pernapasan
berbau urea, dan gatal-gatal. Kondisi ini disebabkan oleh akumulasi sisa
metabolisme/toksin di dalam tubuh saat ginjal menyaring

3) Riwayat penyakit sekarang

Pasien dengan penyakit ginjal kronis biasanya mengalami penurunan


output urin, penurunan kesadaran, perubahan pola pernapasan akibat
komplikasi akibat gangguan ventilasi, malaise, perubahan fisiologis kulit, dan
bau urea saat bernafas. Ini juga mempengaruhi proses metabolisme (sekunder
keracunan), mengakibatkan hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, dan
risiko kekurangan gizi.

4) Riwayat penyakit terdahulu

Penyakit ginjal kronis dimulai dengan masa penyakit ginjal akut karena
berbagai penyebab. Oleh karena itu, informasi penyakit sebelumnya
menegaskan penegakan masalah. Identifikasi riwayat infeksi saluran kemih,
gagal jantung, penggunaan obat berlebihan terutama obat nefrotoksik, BPH
dan obat lain yang mempengaruhi fungsi ginjal. Selain itu, ada beberapa
penyakit yang secara langsung memepengaruhi/menyebabkan penyakit ginjal
seperti diabetes, hipertensi, batu saluran kemih.

5) Pemeriksaan fisik

Kondisi umum : Baik, Sedang, Buruk

Tekanan darah : Peningkatan tekanan darah (hipertensi)

Kesadaran : Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat


terjadi akibat penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi cerebral.
16

Akibatnya akan menurunkan sirkulasi cerebral. Untuk menilai tingkat


kesadaran dapat digunakan suatu skala pengkuran yang disebut dengan
Glasgow Coma Scale (GCS). Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran
dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran
dibedakan menjadi :

- Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,


dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
- Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
- Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

- Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon


psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
- Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
- Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Respirasi : Ada peningkatan laju pernapasan dan bau napas urea. Jika terjadi
asidosis / alkalosis respiratorik, maka kondisi respiratori mengalami gangguan
patologis. Meningkatkan pola napas (kussmaul)

Kepala : Simetris atau tidak

Konjungtiva : pada pasien CKD cenderung anemis karena menurunya


hemoglobin

Palpebra : adanya edema pada palpebra karena terjadi penumpukan cairan


belebih

Mukosa : mukosa kering pada pasien biasanya di sebabkan oleh dehidrasi

Leher :
17

JVP : Peningkatan JVP atau distensi vena jugularis biasanya meningkat pad
pasien yang mengidap hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit
yang berhubungan langsung dengan CKD, yang mempengaruhi volume
pembuluh darah yang menyebabkan retensi natrium dan air, sehingga sulit
bagi jantung untuk bekerja.

KGB : Sebab, kelenjar getah bening (dalam hal ini sistem limfatik)
memproduksi sel darah putih yang berfungsi menjaga sistem kekebalan tubuh
manusia

Kaku kuduk : Kaku kuduk merupakan suatu kondisi kekakuan pada leher
akibat perangsangan pada selaput otak, dan kondisi ini dapat ditemukan pada
Meningitis

Dada :

Bentuk dada : ketidak simetrisan dinding dada pada pasien CKD karena
penurunan kadar albumin / protein dalam darah sehingga terjadi penurunan
tekanan onkotik yang menahan cairan tetap di dalam pembuluh darah dan
akhirnya cairan merembes ke ruang potensial menimbulkan efusi pleura.

Suara nafas : pada pasien CKD biasanya ditemukan adanya suara naas
tambahan seperti ronchi karena adanya cairan dalam paru yang diebabkan ole
efusi pleura

Neurologi : Akumulasi zat beracun menyebabkan sensasi terbakar pada


telapak kaki.

Bunyi jantung : murmur mirip suara mendesis dan gallop seperti suara telpak
kaki kuda biasa di alami oleh pasien gagal jantung

Abdomen : biasanya dilakukan inspeksi, auskultasi, dan perkusi untuk


memeriksa ada tidaknya kondisi abnormal pada perut seperti asites dll.

Ekstremitas: biasanya terjadi edema pada pasien CKD disebabkan oleh


kelebihan volume cairan

Integumen : pada pasien CKD terjadinya anemis pada integumen di sebabkan


oleh hemoglobin yang turun.

Berat badan: biasnya pada pasien CKD berat badan cenderung naik
18

Akses vaskuler : Akses vaskular ada tiga jenis yaitu kateter lubang ganda
(CDL), hubungan arteri-vena (A-V fistula dan pencangkokan (Graft)

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai


respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons pasien individu, keluarga
dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017)
Diagnosa Keperawatan adalah penilaian klinik tentang respons individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang
aktual atau potensial, diagnosa Keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang 42 merupakan tanggung jawab
perawat. (Allen, 1998).

Setelah dilakukan pengkajian kemungkinan diagnosa yang akan muncul


pada pasien dengan penyakit ginjal kronik menurut (Smeltzer & Bare, 2015) :

1) Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan,


kelebihan asupan natrium (D.0122)

2) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hb


(D.0009).

3) Defisit nutrisi b.d kurang asupan makanan (D.0019)


19
No Diagnose (SDKI) Intervensi (SLKI)
1 D.0022 Hipervolemia berhubungan Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic
dengan gangguan mekanisme - Kolaborasi pemberian continous renal replacement therapy (CRRT), jika perlu
regulasi, kelebihan asupan cairan.
I.03121 Pemantauan Cairan
Gejala dan tanda mayor Subjektif:
Observasi
1. Ortopnea
- Monitor frekuensi dan kekuatas nadi
2. Dispnea
- Monitor frekuensi napas
3. Paroxysmal nocturnal dyspnea
(PND) - Monitor tekanan darah

Objektif: - Monitor berat badan

1. Edema anasarka dan/atau edema - Monitor waktu pengisian kapiler


perifer - Monitor elastisitas atau turgor kulit
2. Berat badan meningkat dalam waktu - Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
singkat
- Monitor kadar albumin dan protein total
3. Jugular Venous Pressure (JVP)
- Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. osmolaritas serum, hematokrit, natrium, kalium,
dan/atau Central Venous Pressure
BUN)
(CVP) meningkat
- Monitor intake dan output cairan
4. Refleks hepatojugular positif
- Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
Gejala dan tanda minor Subjektif:
tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa
(tidak tersedia) kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah, konsentrasi urine
Objektif: meningkat, berat badan menurun dalam waktu singkat)

1. Distensi vena jugularis - Identifikasi tanda-tanda hipervolemia (mis. dispnea, edema perifer, edema anasarka, JVP
meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, berat badan menurun dalam
2. Terdengar suara napas tambahan waktu singkat)
20

3. Hepatomegali - Identifikasi faktor risiko ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka bakar, aferesis, obstruksi intestinal, peradangan pankreas, penyakit
4. Kadar Hb/Ht turun
ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
5. Oliguria
Terapeutik
6. Intake lebih banyak dari output
- Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
(balans cairan positif)
- Dokumentasikan hasil pemantauan
7. Kongesti paru
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2 Perfusi Perifer Tidak Efektif Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstermitas
(D.0009). Teraupetik
Gejala dan tanda mayor Subjektif: - Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di daerah keterbatasan perfusi
(tidak tersedia)
- Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstermitas dengan keterbatasan perfusi
Objektif:
- Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cidera
1. Pengisian kapiler >3 detik
- Lakukan pencegahan infeksi
2. Nadi perifer menurun atau tidak
teraba - Lakukan perawatan kaki dan kuku

3. Akral teraba dingin Edukasi

4. Warna kulit pucat - Anjurkan berhenti merokok

5. Turgor kulit menurun – Anjurkan berolah raga rutin

Gejala dan tanda minor Subjektif: - Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
21

1. Parastesia - Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah, antikoagulan,dan penurun kolestrol, jika
perlu
2. Nyeri ekstremitas (klaudikasi
intermiten) - Anjurkan minum obat pengontrl tekanan darah secara teratur
Objektif: 1. Edema - Anjurkan menggunakan obat penyekat beta
2. Penyembuhan luka lambat - Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi ( mis. Rendah lemak jenuh, minyak
ikam omega 3)
3. Indeks anklebrachial
- Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis. Raasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
I.06195 Manajemen Sensasi Perifer
Observasi
- Identifikasi penyebab perubahan sensasi
- Identifikasi penggunaan alat pengikat, prosthesis, sepatu, dan pakaian
- Periksa perbedaan sensasi tajam dan tumpul
- Periksa perbedaan sensasi panas dan dingin
- Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
- Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
- Monitor perubahan kulit - Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena
Teraupetik
- Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu panas atau dingin)
Edukasi
22

- Anjurkan penggunaan thermometer untuk menguji suhu air


- Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
- Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
- Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu

3 Defisit Nutrisi berhubungan dengan I.03119 Manajemen Nutrisi


kurangnya asupan makanan(D.0019). Observasi
Gejala dan tanda mayor - Identifikasi status nutrisi
Subjektif:
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
(tidak tersedia) - Identifikasi makanan yang disukai
Objektif: - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
1. Berat badan nutrient
Menurun minimal 10% di bawah - Monitor asupan makanan
rentang ideal
- Monitor berat badan
Gejala dan tanda minor
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Subjektif:
Teraupetik
1. Cepat kenyang setelah makan
- Lakukaoral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Kram/nyeri abdomen
- Fasilitasi menentukan pedooman diet (mis.Piramida makanan)
3. Nafsu makan menurun
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Objektif:
23

1. Bising usus hiperaktif - Berikan makanantinggi serat untuk mencegah konstipasi


2. Otot Pengunyah lemah - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
3. Otot menelan lemah - Berikan makanan rendah protein
4. Membran mukosa pucat Edukasi
5. Sariawan - Anjurkan posisi dusuk, jika mampu
6. Serum albumin turun - Anjurkan diet yang diprogramkan
7. Rambut rontok berlebihan Kolaborasi
8. Diare - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetic), jika
perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
I03136 Promosi Berat Badan
Observasi
- Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
24

c. Intervensi Keperawatan

Tahap intervensi memberikan kesempatan kepada perawat, pasien,


keluarga, dan orang terdekat untuk merumuskan rencana tindakan yang bertujuan
untuk mengatasi masalah-masalah pasien. Dalam intervensi terdapat empat
komponen tahap perencanaan, yaitu: membuat prioritas 43 urutan diagnose
keperawatan, membuat kriteria hasil, menulis instruksi keperawatan, dan menulis
rencana asuhan keperawatan.

d. Implementasi

Selama tahap implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan


keperawatan.Instruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu klien
memenuhi kriteria hasil. Dalam implementasi terdapat tiga komponen tahap
implementasi, yaitu: tindakan keperawatan mandiri, tindakan keperawatan
kolaboratif, dan dokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien terhadap
asuhan keperawatan (Allen, 1998)

e. Evaluasi

Tahap evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang


merupakan perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnyasecara umum, evaluasi
ditujukan untuk melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan,
menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum, mengkaji
penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.Evaluasi terbagi
menjadi dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif
berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan,
dirumuskan dengan empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP,
subyektif(data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis
data (pembandingan data dengan teori), perencanaan. Sedangkan evaluasi sumatif
adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan
selesai dilakukan (Asmadi, 2008)
BAB III

APLIKASI KASUS

A. PENGKAJIAN

1. Identitas

Asesemen dimulai : Tanggal 12/10/2023, pukul 16.00


Nama Pasien : Ny. “M”
Tanggal Lahir : 12/04/1977
Umur : 46 Tahun 6 Bulan
Alamat : sidrap
Diperoleh dari : Pasien
Pekerjaan pasien : IRT
Pendidikan pasien : SMA

2. Keluhan utama : Sesak

3. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien mengatakan bengkak kedua kaki sejak 1 tahun yang lalu, sesak saat
beraktivitas, lemas dan kepala terasa pusing, mual dan nafsu makan menurun

4. Riwayat penyakit terdahulu :

Pasien mengatakan bahwa ia mempunyai riwayat penyakit Hipertensi.

5. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum :

Klien tampak lemah dan ekstrimitas bawah tampak edema kesadaran compos
menthis, akral teraba dingin, kulit tampak pucat, klien berbaring dengan posisi
semi fowler, penampilan rapi.

Kesadaran : Compos mentis

Tanda – tanda vital : S = 36oC,

N = 60x/menit,

RR = 24x/menit

TD = 209/90 mmHg

25
26

Respirasi : Ada peningkatan laju pernafasan RR 26x/menit

Kepala : Simetris

Konjungtiva : anemis

Palpebra : Tidak edema

Mukosa : Lembab

Leher :

 JVP meningkat : Tidak

 Pembesaran KGB : Tidak

 Kaku kuduk : Tidak

Dada :

 Bentuk dada : Simetris

 Suara nafas : Ronchi

 Bunyi jantung : Normal

Abdomen : Simetris

Eskstrimitas : Edema pada ekstrimitas bawah

Integumen : Anemis

6. Skrining gizi oleh perawat

No. KRITERIA JAWABAN SKOR


1. Penurunan Berat badan >5% Pasien mengatakan berat badan 3
dari 75 kg turun hingga 65 kg
2. Penurunan acupan makanan Pasien mengatakan nafsu makan 2
kurang dari kebutuhan dalam berkurang dan habis hanya ½ porsi
semenggu terakhir dalam 3 hari terakhir
3. Penyakir penyerta / Pasien mengatakan ada riwayat 3
berkebutuhan khusus penyakit hipertensi
4. Usia pasien <70 tahun Pasien berusia 46 tahun 0
27

TOTAL SKOR 8
Hasil : Skor > 3 pasien beresiko malnurtrisi dan rencana lanjutan asessmen oleh ahli
Gizi

7. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan lab

Elektrolit (Na, K, CL) LI Hasil lab Nilai normal

Natrium (Na) 137,6 135,0 - 147,0

Kalium 5,65 3,5 – 5,0

KLorida 106,6 94,0 – 111,0

Hematologi rutin Hasil lab Nilai normal

Hemoglobin 9,1 11,7 – 15,9

Leukosit 9,63 3,6 – 11,0

Trombosit 338 150,0 – 440,0

Hematokrit 27.7 35,0 – 47,0

Kreatinin 10,87 0,35 – 0,93

Ureum 137,0 15,0 – 39,0

8. Terapi

Connecta

Furosemide 20 mg/ 8 jam intravena

Amlodipin 10 mg 1x1 (pagi)

Candesartan 16 mg 1x1 (malam)

Ferrosulfat 1x1
28

HD Reguler 3x seminggu (Selasa-Kamis-Sabtu) Time 4 h Uf Goal 1500 Qb 180 Qd


500 Na 138 Suhu 36.5 Heparin Normal

B. Diagnosa Keperawatan

Analisa Masalah

No KEMUNGKINAN
DATA MASALAH
PENYEBAB
DS: Retensi Na
1 Hipervolemia
- Klien
mengatakan
Tekanan kapiler ↑
bengkak pada
kedua kaki
- Klien mengatakan Volume interstisial ↑
sesak
DO:
Edema
- Edema pada
ekstrimitas bawah
- Kreatinin : 10,87
mg/dl
(normal kreatinin
:0,35-0,95)
- ureum : 137,0
mg/dl
(normal ureum :
15,0-39,0)
- TTV
N = 60x/menit
TD=209/90
RR=26x/menit

DS: Produksi eritropoetin


2 Perfusi Perifer
meningkat
Klien mengatakan Tidak Efektif
pusing dan lemas
DO:
HB menurun
- HB 9,1 mg/dl
(normal
hemoglobin : 11,7
– 15,9). Produksi O2 dalam
- KU sedang darah menurun
- Kes CM
- TTV
N = 60x/menit
29

TD=209/90
RR=26x/menit
Produksi asam ↑
3 Defisit Nutrisi
DS:
Klien mengatakan
mual dan nafsu makan Asam lambung ↑
menurun
DO:
Reflek mual muntah
- Skor resiko nutrisi
> 3 pasien
beresiko
Anoreksia
malnurtrisi
- Makan habis ½
porsi
- Kreatinin : 10,87
mg/dl
(normal kreatinin
:0,35-0,95)
- ureum : 137,0
mg/dl
(normal ureum :
15,0-39,0)
- TTV
N = 60x/menit
TD=209/90
RR=26x/menit

Diagnosa Keperawatan:
1. Hipervolemia b/d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan d/d edema
anasarka dan atau edema perifer, terdengar suara tambahan, Kadar HB/HT menurun.
(D.0022).
2. Perfusi Perifer Tidak Efektif b/d Peninggkatan tekanan darah d/d akral teraba dingin,
warna kulit pucat, edema,(D.0009).
3. Defisit Nutrisi b/d kurangnya asupan makanan d/d berat badan menurun 10% dibawah
rentang ideal, napsu makan nafsu makan menurun. (D.0019).
30

No Tanggal Diagnose (SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (SLKI)


Dx
1 12/10/ Hipervolemia berhubungan Setelah dilakukan intervensi 1 x 4 jam maka I.03121 Pemantauan Cairan
2023 dengan gangguan mekanisme keseimbangan cairan meningkat, dengan
Observasi
regulasi, kelebihan asupan kriteria hasil:
cairan( D.0022). - Monitor frekuensi dan kekuatas nadi
- Edema sedang
Ditandai dengan : - Monitor frekuensi napas
-Tekanan darah membaik
DS: - Monitor tekanan darah
- Berat badan membaik
- Klien mengatakan bengkak - Monitor berat badan
pada kedua kaki - Monitor waktu pengisian kapiler
- Klien mengatakan sesak - Monitor intake dan output cairan
DO: - Identifikasi tanda-tanda hipervolemia (mis.
dispnea, edema)
- Edema pada ekstrimitas
bawah Terapeutik
- Kreatinin : 10,87 mg/dl
(normal kreatinin :0,35-0,95) - Atur interval waktu pemantauan sesuai
- ureum : 137,0 mg/dl dengan kondisi pasien
(normal ureum : 15,0-39,0) - Dokumentasikan hasil pemantauan
- TTV
N = 60x/menit Edukasi
TD=209/90 - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
RR=26x/menit
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
- Edukasi pembatasan Cairan
31

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian continous renal
replacement therapy (CRRT)/ hemodialysis ,
jika perlu

2 12/10/ Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Setelah dilakukan intervensi 1 x 5 jam maka Observasi
2023 Peninggkatan tekanan darah perfusi perifer meningkat, dengan kriteria - Observasi ku dan klinis
(D.0009). hasil:
- Observasi
Ditandai dengan: - Tekanan darah sistolik membaik
Teraupetik
DS: - Tekanan darah diastolic membaik
- Hindari pengukuran tekanan darah pada
Klien mengatakan pusing dan - Tekanan rata – rata arteri membaik ekstermitas dengan keterbatasan perfusi
lemas
- Oksigen secara adekuat
DO:
- HB 9,1 mg/dl - Posisikan pasien semi ekstensi untuk
- (normal hemoglobin : 11,7 – mengurangi dispnue
15,9) Edukasi
- KU sedang
- Kes : cm - Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
- TTV darah, antikoagulan,dan penurun kolestrol,
N = 60x/menit jika perlu
TD=209/90
- Berikan edukasi untuk pembatasan
RR=26x/menit
aktivitas
- Anjurkan minum obat pengontrl tekanan
darah secara teratur
- Ajarkan program diet untuk memperbaiki
32

sirkulasi ( mis. Rendah lemak jenuh, minyak


ikam omega 3)
3 12/10/ D.0019 Defisit Setelah dilakukan I.03119 Manajemen Nutrisi
2023
Nutrisi berhubungan dengan intervensi 1 x 5 jam maka status nutrisi Terapeutik
kurangnya asupan makanan. membaik, dengan kriteria -Berikan makanan yang menarik dengan
Ditandai dengan : suhu yang sesuai
hasil:
DS: Observasi
- Porsi makan yang dihabiskan cukup
Klien mengatakan mual dan nafsu meningkat - Identifikasi status nutrisi
makan menurun
- Frekuensi makan membaik - Monitor asupan makanan
DO: - Nafsu makan membaik - Monitor berat badan
- Pengetahuan tentang standard asupan - Berikan makanan rendah protein
- BB sebelum sakit : 75 kg
nutrisi yang tepat meningkat
BB setelah sakit : 65 kg Edukasi
- Makan habis ½ porsi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Kreatinin : 10,87 mg/dl
(normal kreatinin :0,35-0,95) - Penkes makanan tinggi kalori dan tinggi
- ureum : 137,0 mg/dl protein
(normal ureum : 15,0-39,0)
- TTV Kolaborasi
N = 60x/menit - Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan
TD=209/90
jumlah kalori dan jenis nutrient yang
RR=26x/menit
dibutuhkan, jika perlu
33

C. Implementasi

No Tanggal/ Tindakan Keperawatan Perawat


Jam
1.1 14.30 Mengobservasi KU dan TTV A Riansyah
Hasil : KU sedang kes CM TD= 195/ 101mmHg N = 73 x/mnt S= 36 x/ mnt , RR = 20 x/ mnt
1.2
14.35 Memberikan posisi semi fowler
Hasil : pasien tampak nyaman dengan posisi semi fowler
1.3
15. 00 Mengobservasi KU dan TTV
Hasil : KU sedang kes CM TD= 179/ 89mmHg N = 70 x/mnt S= 36 x/ mnt , RR = 20 x/ mnt

1.4 16.30 Memberikan oksigen


Hasil : pasien terpasang oksigen 2 LPM

2.1 17.00 Mengobservasi KU dan TTV


Hasil : KU sedang kes CM TD= 181/ 82mmHg N = 82 x/mnt S= 36 x/ mnt , RR = 20 x/ mnt

17.35 Memberikan penkes pentingannya pembatasan cairan


Hasil : Pasien dan keluarga memahami pembatasan cairan hanya 600 ml / hari

2.2 18.0s0 Memberikan Penkes keluarga dan pasien makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Hasil : keluarga mengerti

2.3 18.10 Mengobservasi KU dan TTV


Hasil : KU sedang kes CM TD= 195/ 101mmHg N = 73 x/mnt S= 36 x/ mnt , RR = 20 x/ mnt
34

Balace cairan selama HD = intake 200 ml out put 1500 ml Balace cairan = -1300 ml

3.1 18 15 Anjurkan jika mampu


Hasil : pasien mampu duduk

3.2 18.20 Berikan makanan yang menarik dengan suhu yang sesuai
Hasil : pasien makan habis ½ porsi

3.3 18.30 monitor asupan makan :


Hasil : pasien makan hanya ½ porsi

3.4 19.00 Monitor berat badan post HD: 64,9


Hasil : BB

D. Evaluasi

Hari/Jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP) Perawat


Kamis Hipervolemia berhubungan dengan S: A Riansyah
12/10/2023 gangguan mekanisme regulasi, - Pasien mengatakan napas sesak,
19.10 kelebihan asupan cairan - Pasien mengatakan masih pusing dan lemas
. - Pasien mengatakan kadang masih mual
O:
35

Kamis Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d - KU sedang


12/10/2023 penurunan konsentrasi hemoglobin - TD:170/80 mmHg, N: 86x/menit, RR: 22x/menit
19.10 - Terdengar ronkhi berkurang
- edema ekstrimitas bawah
- Tampak menghabiskan 1/4 porsi makan dengan
perlahan
- Balace cairan selama HD = intake 200 ml output
1500 ml, Balace cairan = -1300 ml
A:
- Hipervolemia belum teratasi
- Perfusi perifer tidak efektif belum teratasi
- Defisit nutrisi belum teratasi
Kamis Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan P:
12/10/2023 makanan - Keseimbangan volume cairan meningkat dalam
19.10 waktu 1 x 24 jam
- Perfusi perifer meningkat dalam waktu 1 x 24 jam
- Status nutrisi membaik dalam waktu 1 x 24 jam

Instruksi PPA :
- Batasi intake cairan
- Monitor tanda tanda vital
- Anjurkan diet rendah garam tinggi protein
- Monitor asupan makan
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pembahasan dijelaskan analisa secara lengkap dan terinci berdasarkan


pengetahuan perawat klinis dalam melakukan asuhan keperawatan pada setiap tahap proses
keperawatan, Berdasarkan hasil studi kasus dan tujuan penulisan studi kasus ini, maka
penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori dengan hasil studi kasus
penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Ny”M” Di Ruang Hemodialisa RS
Hermina Makassar yang di lakukan pada tanggal 12 oktober 2023 yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan.

1. Tahap pengkajian Berdasarkan teori pengkajian adalah tahap pemikiran dasar yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data subjektif maupun objektif tentang
keadaan kesehatan pasien. Adapun data yang didapat pada tahap pengkajian yaitu :
pada studi kasus ditemukan data pasien mengatakan bengkak kedua kaki sejak 1 tahun
yang lalu, sesak saat beraktivitas, lemas, kepala terasa pusing dan nafsu makan
menurun. Data objektif :klien nampak lemah, KU sedang kes CM akral hangat,edema
pada ekstrimitas bawah tanda-tanda vital : Tekanan darah : 209/90 mmHg, suhu tubuh
: 36,5 0C, nadi : 60x/menit, Pernafasan : 24x/menit. Jika dibandingan teori dengan
studi kasus tidak ada kesenjangan anatara teori dan studi kasus, karena data pada teori
semua ada di studi kasus, begitupun sebaliknya data yang ada pada studi kasus semua
terdapat pada teori.

2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai


respon individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual
atau potensi yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab. Adapun diagnosa keperawatan
yang ada pada teori yaitu Perfusi Perifer Tidak Efektif, Hipervolemia, dan defisit
nutrisi.

3. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan adalah suatu proses dalam pemecahan


masalah keperawatan yang merupakan keputusan awal tentang apa yang akan
dilakukan dari semua tindakan keperawatan sehingga tujuan yang direncanakan dapat
tercapai. Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan konsep teori yang telah
didapatkan dan diterapkan secara aktual terhadap pasien CKD. Tujuan intervensi
keperawatan terhadap diagnosa keperawatan Perfusi Perifer Tidak Efektif,

36
37

Hipervolemia, dan defisit nutrisi yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x5
jam maka status cairan membaik dengan kriteria hasil : Warna kulit pucat menurun,
edema perifer menurun, pengisian kapiler membaik, Tekanan darah membaik,edema
sedang, tekanan darah membaik,berat badan membaik, porsi makan di habiskan, naf.
Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis menyusun intervensi
keperawatan berdasarkan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) Observasi
:Monitor panas, kemerahan atau bengkak pada ekstrimitas, Monitor intake dan output
cairan, Monitor tanda-tanda vital, Monitor berat badan. Terapeutik :periksa tanda dan
gejala hipervolemia, periksa sirkulasi perifer. Edukasi :ajarkan cara mengukur asupan
dan haluaran cairan. Kolaborasi : kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah nutrisi dan jenis nutrient jika perlu.

4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan kegiatan


yang telah direncanakan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah kesehatan
yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik dan menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan. Berdasarkan masalah keperawatan tersebut penulis melakukan
implementasi keperawatan selama 1x5 jam atau sekali HD. Adapun Intervensi
keperawatan yang telah ditentukan Observasi :Monitor panas, kemerahan atau
bengkak pada ekstrimitas, Monitor intake dan output cairan, Monitor tanda-tanda
vital, Monitor berat badan. Terapeutik :periksa tanda dan gejala hipervolemia, periksa
sirkulasi perifer. Edukasi :ajarkan cara mengukur asupan dan haluaran cairan.
Kolaborasi : kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah nutrisi dan jenis
nutrient jika perlu.

5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan adalah membandingkan hasil


pelaksanaan tindakan keperawatan dengan tujuan dan kriteria yang sudah ditetapkan.
Evaluasi hasil Ny.M dilakukan dengan metode SOAP (Subjective,Objective,
Analysis, and Planning), metode ini digunakan untuk mengetahui keefektifan dari
tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai tujuan dan kriteria hasil yang
diharapkan.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelahmelakukan Studi Kasus melalui pendekatan proses


keperawatan Di Ruang Hemodialisa RS Hermina Makassar dari tanggal 12
oktober 2023 dengan mengacu pada tujuan yang dicapai, maka penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Penyakit ginjal kronis merupakan penyakit yang berlangsung > 3


bulan, dimana fungsi ginjalnya mengalami penurunan sehingga
tidak mampu mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi penurunan uremia.

2. Pengkajian pada Ny.”M” dikelola selama 1x5 dimulai pada tanggal


10 Oktober 2023 dengan keluhan utama sesak napas dengan suara
nafas tambahan ronchi yang mana diakibatkan terjadinya
penumpukan cairan pada dinding paru.

3. Masalah keperawatan yang muncul pada Ny.”M” adalah Perfusi


perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin, Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi,
kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan natrium (D.0122),
Defisit nutrisi b.d kurang asupan makanan (D.0019).

4. Intervensi yang ditetapkan berdasarkan Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia. Fokus intervensi dengan diagnosa perfusi
perifer tidak efektif yaitu Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu).

5. Implementasi keperawatan dilakukan 1x5 jam suntuk masing


masing diagnosa.

6. Evaluasi yang didapatkan pada diagnosa pertama yaitu masalah


belum teratasi tujuan belum tercapai, diagnosa kedua yaitu masalah

38
39

belum teratasi tujuan belum tercapai dan diagnosa ketiga yaitu


masalah belum teratasi tujuan belum tercapai.

B. Saran

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan melalui pendekatan


proses keperawatan pada pasien CKD dengn Hpertensi, peneliti
menyarankan :

1. Bagi Klien / Masyarakat


Untuk klien agar selalu menjaga keadaannya, terutama agar selalu
mematuhi program dietnya, dan rutin melakukan hemodialisis untuk
mempertahan keseimbangan cairan dalam tubuh.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat terus mempertahankan mutu pelayanan
kesehatan agar dapat terus berjalan bersama perkembangan ilmu sesuai
bidang kesehatan.
3. Bagi Peneliti
Semoga Karya Tulis Ilmiah yang sederhana ini dapat menjadi
bacaan dan acuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kreativitas
serta dapat dijadikan sebagai referensi pembelajaran untuk menambah
pengalaman dan wawasan peneliti dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien gagal ginjal akut maupun kronik.
DAFTAR PUSTAKA

Aisara, S., Azmi, S., & Yanni, M. (2018). Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal Kronik
yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas, 7(1), 42.

Arjani, I. (2017). Gambaran Kadar Ureum Dan Kreatinin Serum Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronis (Ggk)

Betz, C. L., & Sowden, L. A. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri (5th ed.). EGC.

Brunner, & Suddarth. (2016). Brunner & Sudarth‟s Canadian Textbook of Medical-Surgical
Nursing. In Brunner & Sudarth’s Canadian Textbook of Medical-Surgical Nursing.

Budiono. (2016). Konsep Dasar Keperawatan. Pusdik SDM Kesehatan.

Departemen of Health and Centers for Disease Control and Prevention. (2021). Chronic
Kidney Disease in the United States, 2021. Cdc, 1, 1–6.

Gliselda, V. K. (2021). Diagnosis dan Manajemen Penyakit Ginjal Kronis (PGK).

Harmilah. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Pustaka Baru Press.

Haryanti, I. A. P., & Nisa, K. (2015). Terapi Konservatif dan Terapi Pengganti Ginjal sebagai
Penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik. Majority, 4, 49–54.

Heriansyah, Aji Humaedi, N. W. (2019). Gambaran Ureum Dan Kreatinin Pada Pasien Gagal
Ginjal Kronis Di Rsud Karawang. Binawan Student Journal, 01(01), 8–14.

Ignatavicious, D. D., Workman, M. L., Rebar, C., & Heimgartner, N. M. (2018) Medical
Surgical Nursing: Concepts for Interprofessional Collaborative Care.

KDIGO. (2021). Clinical Practice Guideline For The Management Of Blood Pressure In
Chronic Kidney Disease. Journal Of The International Society Of Nephrology

Kemenkes. (2018). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar, 1(1).

LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medika Bedah
(Edisi 5).

40
41

Muttaqin, A., & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Salemba Medika.

Nurhayati, Safira, R., Dani, H., Fandianta, & Handayani. (2021). Profil Ureum dan Kreatinin
Darah Serta Faktor Karakteristik Hipertensi di RS

Nurjanah, D. A., & Yuniartika, W. (2020). Teknik Relaksasi Nafas Dalam Pada Pasien Gagal
Ginjal. Seminar Nasional Keperawatan Universitas

Nursalam. (2013). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Salemba Medika.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan indonesia. In Definisi
dan Indikator Diagnostik (Edisi 1 Ce, pp. 1–325). Dewan Pengurus Pusat.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. In Definisi
dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1 Ce, pp. 1–523). Dewan pengurus Pusat.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan
Pengurus Pusat.

Sagita, T. C., Setiawan, A. A., & Hardian. (2018). Hubungan Derajat Keparahan Gagal
Ginjal Kronik Dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner. Jurnal

Salgiya, D. N. (2017). Correlation of Serum T3, T4, TSH with Chronic Kidney Disease.
Journal of Medical Science And Clinical Research, 05(06), 23229–23229

Anda mungkin juga menyukai