y, Oct 20xx: 1- 6
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Teori
Berdasarkan peraturan pariwisata dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 19
tahun 2009 bahwa kawasan pariwisata harus memiliki objek wisata, fasilitas umum,
fasilitas pariwisata, aksesibilitas, bersama dengan komunitas yang saling
berhubungan dan menyelesaikan realisasi pariwisata.
Menurut Undang-Undang Nomor 01 tahun 2011, perumahan dan kawasan
permukiman adalah sistem terpadu yang terdiri dari pembinaan, administrasi
perumahan, administrasi kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan,
pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman,
penyediaan lahan, pendanaan dan pembiayaan sistem, dan juga peran komunitas.
1. Perumahan dan Permukiman Masyarakat Pesisir
a. Bentuk Bangunan Pesisir
1) Bentuk rumah panggung umumnya berada pada area di atas air, baik pada
ruang batas pesisir dan lahan.
2) Bentuk rumah biasa umumnya terletak di area bebas genangan.
arsitektur& ENVIRONMENT Vol. x, No. y, Oct 20xx: 1- 6
2. Ekowisata
Ekowisata didefinisikan sebagai konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan
yang bertujuan mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan
manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat. Menurut Tuwo (2011), tujuan
ekowisata adalah (1) untuk mewujudkan operasi pariwisata yang bertanggung jawab
yang mendukung upaya konservasi lingkungan alam, sejarah, dan warisan budaya;
(2) untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan memberikan manfaat ekonomi
bagi masyarakat setempat; (3) Menjadi model pengembangan pariwisata lainnya
melalui penerapan prinsip ekowisata.
Menurut Tuwo (2011: 32), ekowisata memiliki tiga kriteria yang memberikan
nilai konservasi yang dapat dihitung, melibatkan masyarakat, dan menguntungkan
dan dapat dipertahankan dengan sendirinya. Ketiga kriteria ini dapat dipenuhi ketika
setiap kegiatan ekowisata mengkombinasikan empat komponen: ekosistem,
komunitas, budaya, dan ekonomi. Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Republik Indonesia (2009) di Waluya dan Jamil (2016), ekowisata memiliki banyak
definisi sepenuhnya prinsip dalam pariwisata yang kegiatannya mengacu pada 4
(empat) elemen penting:
1. Memberikan pengalaman dan pendidikan bagi wisatawan untuk meningkatkan
pemahaman dan apresiasi terhadap tujuan wisata yang mereka kunjungi.
Pendidikan diberikan melalui pemahaman tentang pentingnya pelestarian
lingkungan sementara pengalaman diberikan melalui kegiatan wisata kreatif
disertai dengan layanan yang sangat baik.
2. Meminimalkan dampak negatif yang dapat merusak karakteristik lingkungan
dan budaya dari daerah yang dikunjungi.
3. Libatkan komunitas dalam manajemen dan implementasi.
Al-Qardawy, Rizani, Perdana : KAMPUNG NELAYAN KONDANG MERAK, KABUPATEN MALANG
Metode
telah direncanakan oleh pemerintah daerah. Teknik dan mode pengumpulan data
dalam penyelenggaraan penelitian, terdiri dari:
1. Survei Teknis:
Teknik wawancara kepada penghuni desa nelayan dengan menyiapkan bahan-
bahan pertanyaan yang tepat untuk menjawab tujuan penelitian. Para responden
dipilih yang merupakan penghuni lama, pemimpin organisasi nelayan yang tahu
segalanya tentang desa nelayan sejak awal. Mereka bisa tahu mengapa dan
bagaimana penduduk menempati di sana. Semua hasil wawancara mengatur
ulang pesanan, ke jawaban tujuan termasuk dokumentasi lapangan.
2. Data Pendukung Penelitian:
Data dimaksudkan, termasuk data primer (data yang diperoleh dari bidang
sumber dan objek studi visual), dan data sekunder (data literatur yang diperoleh
terkait dengan penelitian).
Adaptasi lingkungan dilakukan oleh manusia, yang akan menjadi wilayah yang
diciptakan untuk menunjukkan identitas dan kepemilikan. Tahap berikutnya akan
Al-Qardawy, Rizani, Perdana : KAMPUNG NELAYAN KONDANG MERAK, KABUPATEN MALANG
menciptakan ikatan emosional yang kuat antara orang-orang (sebagai pengguna) dan
hunian (sebagai tempat untuk hidup). Keterikatan antara manusia di suatu tempat
tumbuh ketika mereka hidup dan bergerak di lingkungan. Ikatan terjadi secara alami,
yang akan memperkuat hubungan yang melibatkan emosi, kognisi, dan perilaku.
Berdasarkan kondisi yang ada, dapat dijelaskan bahwa "tempat keterikatan adalah
ikatan kognitif, emosi dan perilaku antara manusia dan lingkungan yang dihuni"
(Altman & Chemers, 1984). "Sementara asosiasi dengan tempat penampungan,
menggambarkan keterikatan manusia dan hunian yang merupakan klimaks dari
serangkaian kegiatan untuk menghuni" (Draft Vision, 2013).
Lokasi wilayah studi terletak di pantai Selatan Pulau Jawa di desa
Sumberbening tepatnya di Kabupaten Malang. Ada perumahan nelayan di lokasi
tersebut dalam kondisi fisik kurang memenuhi sebagai hunian yang layak dan sehat.
Penilaian ini didasarkan pada kurangnya fasilitas dan lingkungan infrastruktur,
dihuni 26 keluarga dengan kondisi lingkungan yang tidak teratur dan kotor.
Berdasarkan latar belakang mereka yang berpenghasilan rendah, maka mereka
sangat mudah berbaur. Kebersamaan itu terjadi ketika para nelayan mencari dan
menangkap hasil laut, bahwa solusi mereka dalam masalah keluarga dan kesulitan
ekonomi.
A B
Gambar 2. Peta lokasi pengembangan (A); Batas-batas lokasi (B).
Aksesibilitas menuju kawasan pariwisata menjadi tulang pungung salah satu elemen
utama untuk pengembangan kawasan pariwisata. Pada kondisi eksisting kondisi
pencapaian menuju kawasan ini masih kurang mudah diakses dikarenakan
permasalahan sebagai berikut :
a. Akses utama dari kota perlu ditingkatkan dengan fasilitas JLS (Jalur Lintas
Selatan) dan sarana penunjang jalan seperti penerangan dan drainase , untuk saat
ini proyek JLS belum rampung hingga pembangunan infrastruktur penunjang
jalan raya seperti : PJU (penerangan jalan umum), drainase tertutup jalan raya,
dan penghijauan kawasan koridor jalan. Berikut adalah gambaran penampang
JLS (Gambar 3) :
melalui jalur tanah dan makadam, dikarenakan proyek JLS belum mencapai area
ini, dan masih menunggu tahun anggaran berikutnya, sehingga dibutuhkan
percepatan pembangunan JLS tahap berikutnya.
b. Setelah Akses lanjutan JLS akses menuju ke pantai Kondang merak harus
melalui jalur makadam sempit ke arah selatan, berikut adalah penampang
eksisting dan rencana pengembangannya (Gambar 4):
Signage
Signage menuju ke kawasan wisata Kondang Merak Sangat terbatas dan sangat
kurang , berikut adalah kondisi signage eksisting menuju kawasan kondang merak
(Gambar 5):
Saat ini zonasi dan peruntukan lahan pada kawasan pesisir Kondang Merak belum
memiliki zonasi yang jelas, berikut adalah rencana pengembangannya (Gambar
6):
Gambar 8. Beberapa rumah nelayan di Kondang Merak dengan penggunaan material batako
untuk meningkatkan ketahanan terhadap iklim
A B
Gambar 10. Gapura menuju Kampung Nelayan (A); Fasilitas bermain anak (B)
Desain permukiman nelayan di lokasi cukup responsif dengan budaya pesisir dan
masyarakat pesisir, sehingga menjadikan pantai sebagai orientasi utama
permukiman, serta memiliki area teras sebagai ruang bersama multifungsi , baik
secara sosial budaya dan ekonomi.
Tipikal bentuk hunian relatif sama yaitu bentuk atap pelana dengan teras
panggangpe pada bagian depan , namun secara karakteristik sudah banyak rumah
yang menggunakan ornamen - ornamen tertentu sebagai indentitas dari hunian
yang ditempati, penggunaan warna yang beragam juga sudah menunjukkan warga
di lokasi memiliki kesan keindahan yang ingin ditampilkan pada hunian mereka.
Kelompok sosial pada area kampung nelayan relatif setara yaitu berprofesi
sebagai nelayan dengan penghasilan rata - rata sama sehingga tidak terjadi
kesenjangan sosial namun ada juga beberapa warga yang hanya singgah saja
untuk melaut namun memiliki hunian di tempat lain yang lebih terjangkau oleh
akses publik. Sampai saat ini perumahan di lokasi hanya dihuni oleh kelompok
menengah kebawah. Lokasi tempat tinggal sangat mendukung untuk profesi
penghuninya yaitu nelayan, dimana area perekonomian penduduk berada tepat di
depan area hunian.
Dengan kerjasama dengan perhutani, pemerintah, warga, dan perhutani
mengembangkan area di sekitar kampung nelayan tersebut sebagai kawasan
wisata yang juga mampu menaikkan taraf perekonomian warga sekitar. Sehingga
banyak juga warga yang membuat warung, tempat persewaan alat menyelam,
sarana toilet untuk wisatawan yang berkunjung.
Namun sampai saat ini lahan yang ditempati warga adalah lahan milik
perhutani dikarenakan di area tersebut juga terdapat area konservasi lutung jawa
sehingga warga di area tersebut masih menumpang diatas tanah perhutani dan
belum memiliki legalitas hak milik, hanya hak guna lahan saja.
Sementara untuk pengelolaan dan pemeliharaan area perumahan dikelola
oleh warga secara swadaya. Kemudian guna peningkatan ketahanan banyak warga
yang telah mengganti material bangunan dari material semi permanen menjadi
material permanen berupa batako.
Analisa SGD’S
Ketercapaian
No Tujuan Kondisi eksisting
SK K C B SB
UMR Kab Malang Rp. 2.574.807.22
pendapatan nelayan dalam musim ikan
Tanpa bisa mencapai Rp.10.000.000,00 dalam
1 satu kali melaut, namun bisa turun
Kemiskinan
bergantung pada kondisi alam. sehingga
rata - rata pendapatan per tahunnya
masih di bawah UMR
Tanpa Ketahanan pangan lokasi kampung
2
Kelaparan cukup baik dikarenakan beberapa warga
Al-Qardawy, Rizani, Perdana : KAMPUNG NELAYAN KONDANG MERAK, KABUPATEN MALANG
perubahan
perubahan iklim
iklim
Nelayan di lokasi menggunakan sistem
penangkapan ikan secara tradisional
yaitu menggunakan jaring konvensional
Ekosistem dan pancing sehingga ramah lingkungan,
14
laut selain itu juga menggunakan perangkap
kepiting dan lobster dari bahan yang
terbarukan untuk menjaga kelestarian
lingkungan.
Keterangan
No. Tujuan Kondisi Eksisting
SK K C B SB
terdapat area konservasi lutung jawa di
sekitar lokasi yang dijaga oleh warga dan
dilestarikan sehingga sangat mendukung
pelestarian ekosistem darat, dilokasi juga
Ekosistem
15 tidak terdapat pembukaan lahan untuk
darat
area wisata secara paksa sehingga alam
di sekitar lokasi sangat terjaga , muara di
sekitar lokasi juga bersih dan ditanami
tanaman bakau
Perdamaian, Dengan adanya kelompok nelayan
keadilan, dan membuat masyarakat komunitas nelayan
16
kelembagaan kondang merak menjadi sangat harmonis
yang tangguh dan kreatif serta terorganisir dengan baik
Kemitraan pengelolaan area wisata
Kemitraan
antara warga dan perhutani membuat
untuk
17 pertumbuhan ekonomi dan pengelolaan
mencapai
area menjadi baik dan cukup terpantau
tujuan
dengan baik.
Keterangan :
SK = Sangat Kurang
K = Kurang
C = Cukup
B = Baik
SB = Sangat Baik
sekaligus melestarikan potensi sumber daya alam dan budaya masyarakat setempat
untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan.
REFERENSI
Buku
Altman; Chemers (1984), Culture and Environment, A Division of Wadsworth, The
University of Utah Books Cole Publishing Company California.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF-Indonesia (2009), Prinsip dan
Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat.
Nugroho, Iwan (2011), Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
arsitektur& ENVIRONMENT Vol. x, No. y, Oct 20xx: 1- 6
Pemerintah RI, Mendagri (2009), Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 tentang
Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah.
Pemerintah RI (2009), Undang-undang No. 10 tentang Kepariwisataan.
Pemerintah RI (2011), Undang-undang No. 1 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
Turner, J.,FC; Robert, F. (1972), Freedom To Build, The Macmillan Company,
New York, and Collier Macmillan, Limited, London.
Tuwo, Ambo. (2011),Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Surabaya. Brilian
Internasional.
Vision (2013), Fisherman Bend Urban Renewal Area, Places Victoria, Melbourne.
Jurnal
Asmal, Idawarni & Nurmaida Amri (2018), Housing Character in The Border
Beach Area of Cambayya. Jurnal Architecture & Environment Vol. 17 No.
1.
Darmiwati, Reny (2016), The New Urbanism Of Fishermen’s VillageIn Bulak
Settlement Surabaya. Jurnal Architecture & Environment Vol. 15 No. 1.
Ding, Ying dan Zhang, Hong (2018), The Interpretation and Inheritance of Green
Local Building Material System in Modern Architecture - Case Study of
Century Fishing Village Eelgrass Cottage Resort in Dayu Island, Shidao
Bay, Jiaodong Peninsula. Applied Mechanics and Materials Vol. 878.
Irina-Ramona, Pecingina (2016), Ecotourism dan Sustainable Development. Annals
of The ,, Contastantin Brancusi” University of Tagu Jiu, Engineering Series
No. 3.
Kurniawan, Kadek Adi dkk. (2014), The Concept of Underground Space
Development Control in Southern Badung Area. Jurnal Architecture &
Environment Vol. 13 No. 2.
Nadjmi, Nurul & Fadhillah Khairani Asrul (2018), The Additional Functions of
Porch and Vault in Pantai Bahari Fishing Village. Jurnal Architecture &
Environment Vol. 17 No. 1.
Skripsi
Purnamasari. (2015), Penataan Permukiman Produktif Berbasis Industri Rumput
Laut Studi Kasus Desa Lamalaka Kabupaten Bantaeng. Skripsi. Makassar.
Universitas Hasanudin.