Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rizka Syafrida

NIM : 2213111031

Kelas :B

Mata Kuliah : Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu : Nindya Ayu Pristanti, M. Pd.

1. Definisi Tunanetra
Tunanetra merujuk pada kondisi di mana seseorang kehilangan sebagian atau seluruh
kemampuan penglihatannya. Kondisi ini dapat terjadi sejak lahir atau akibat faktor-
faktor tertentu di kemudian hari yang menyebabkan gangguan pada mata dan sistem
penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan, yaitu:
a. Tunanetra Total: Seseorang kehilangan seluruh kemampuan penglihatannya.
b. Tunanetra Parsial: Seseorang kehilangan sebagian kemampuan penglihatannya,
baik secara sebagian atau hanya mampu melihat dengan bantuan alat bantu.

Beberapa penyebab umum tunanetra antara lain:

a. Kelainan Bawaan: Gangguan pada mata sejak lahir.


b. Penyakit Mata: Seperti katarak, glaukoma, dan degenerasi makula.
c. Cedera Mata: Akibat kecelakaan atau trauma pada mata.
d. Penyakit Sistemik: Diabetes, hipertensi, dan penyakit autoimun yang dapat
mempengaruhi mata.

Untuk mencegah terjadinya tunanetra, beberapa langkah pencegahan yang dapat


dilakukan meliputi:

a. Pemeriksaan Mata Rutin: Melakukan pemeriksaan mata secara teratur untuk


mendeteksi gangguan mata sejak dini.
b. Mengonsumsi Makanan Sehat: Makanan yang kaya akan antioksidan seperti
sayuran hijau, buah-buahan, dan ikan dapat membantu menjaga kesehatan mata.
c. Hindari Kebiasaan Merokok: Merokok dapat meningkatkan risiko terkena
penyakit mata yang dapat menyebabkan tunanetra.
d. Gunakan Pelindung Mata: Saat melakukan aktivitas yang berisiko terhadap mata
seperti bekerja dengan bahan kimia atau berada di tempat yang terpapar sinar UV,
gunakan perlindungan mata yang sesuai.

2. Layanan bagi peserta didik inklusi tunanetra di sekolah harus dirancang secara khusus
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Berikut adalah beberapa layanan yang biasanya
disediakan untuk peserta didik inklusi tunanetra:
a. Penggunaan Teknologi: Penggunaan teknologi seperti perangkat lunak pembaca
layar atau alat bantu pendengaran dapat membantu peserta didik tunanetra dalam
mengakses materi pelajaran dan berkomunikasi dengan lebih efektif.
b. Modifikasi Materi Pembelajaran: Materi pembelajaran harus dimodifikasi agar
sesuai dengan kebutuhan peserta didik tunanetra. Misalnya, menggunakan tulisan
braille, buku audio, atau model tiga dimensi untuk membantu mereka memahami
konsep secara lebih baik.
c. Pendamping Edukatif: Peserta didik inklusi tunanetra dapat dibantu oleh
pendamping edukatif yang dapat memberikan dukungan tambahan dalam proses
belajar mengajar di sekolah.
d. Pelatihan Keterampilan Hidup: Penting bagi peserta didik tunanetra untuk
mendapatkan pelatihan keterampilan hidup yang sesuai dengan kebutuhan
mereka, seperti keterampilan orientasi dan mobilitas, keterampilan sosial, dan
keterampilan mandiri.
e. Aksesibilitas Fisik: Sekolah harus dirancang agar mudah diakses dan aman bagi
peserta didik tunanetra, seperti adanya jalur yang ramah disabilitas, tanda-tanda
braille, dan fasilitas toilet yang sesuai.
f. Pendidikan Inklusif: Penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif
di mana peserta didik tunanetra merasa diterima dan didukung oleh teman sekelas
dan guru.
g. Konseling dan Dukungan Emosional: Peserta didik tunanetra mungkin
memerlukan dukungan emosional tambahan untuk mengatasi tantangan yang
mereka hadapi. Layanan konseling dan dukungan psikologis harus tersedia bagi
mereka.

3. Tuna rungu merupakan kondisi dimana seseorang mengalami gangguan pendengaran


sejak lahir atau pada usia dini. Gangguan pendengaran ini dapat bersifat total,
sehingga individu tidak dapat mendengar suara sama sekali, atau bersifat parsial
dimana individu masih dapat mendengar suara dengan tingkat kejelasan yang
berbeda-beda. Tuna rungu dapat disebabkan oleh faktor genetik, infeksi yang terjadi
saat dalam kandungan, komplikasi saat kelahiran, atau faktor lingkungan tertentu.
Tuna rungu dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan gangguan
pendengarannya, yaitu:
a. Tuna Rungu Total: Individu yang tidak dapat mendengar suara sama sekali disebut
tuna rungu total.
b. Tuna Rungu Parsial: Individu yang masih dapat mendengar suara dengan tingkat
kejelasan tertentu disebut tuna rungu parsial. Tuna rungu parsial dapat dibagi lagi
berdasarkan tingkat keparahan gangguan pendengarannya, seperti:
 Tuna Rungu Ringan: Individu masih dapat mendengar suara dengan
tingkat kejelasan yang cukup untuk berkomunikasi.
 Tuna Rungu Sedang: Individu mengalami gangguan pendengaran yang
lebih signifikan sehingga memerlukan bantuan alat bantu dengar.
 Tuna Rungu Berat: Individu mengalami gangguan pendengaran yang
sangat parah sehingga sulit atau bahkan tidak dapat mendengar suara sama
sekali.

4. Tuna rungu dan gangguan komunikasi dapat memiliki dampak yang signifikan pada
perkembangan anak. Berikut adalah beberapa dampaknya:
a. Keterlambatan perkembangan bahasa: Anak-anak dengan gangguan pendengaran
atau komunikasi mungkin mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa.
Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam memahami dan menggunakan kata-
kata dengan benar.
b. Keterbatasan sosial: Anak-anak dengan gangguan komunikasi mungkin kesulitan
dalam berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Mereka mungkin merasa
terisolasi atau kesulitan dalam membentuk hubungan sosial yang sehat.
c. Keterbatasan akademis: Gangguan pendengaran atau komunikasi dapat
memengaruhi kemampuan anak dalam belajar di sekolah. Mereka mungkin
kesulitan dalam memahami instruksi guru, berkomunikasi dengan teman sekelas,
atau mengikuti pelajaran dengan baik.
d. Rendahnya rasa percaya diri: Anak-anak dengan tuna rungu atau gangguan
komunikasi mungkin mengalami rendahnya rasa percaya diri karena kesulitan
dalam berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini dapat memengaruhi
kesejahteraan emosional dan mental mereka.
e. Keterbatasan dalam kemampuan berpikir abstrak: Bahasa dan komunikasi yang
baik penting dalam pengembangan kemampuan berpikir abstrak. Anak-anak
dengan gangguan komunikasi mungkin mengalami hambatan dalam
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi ini.

5. Anak tuna rungu dan anak dengan gangguan komunikasi memiliki kebutuhan khusus
yang perlu dipahami agar mereka dapat belajar dan berkembang dengan baik. Berikut
adalah penjelasan mengenai kebutuhan khusus kedua kelompok ini:
a. Anak Tunarungu
 Komunikasi Alternatif: Anak tuna rungu memerlukan metode komunikasi
alternatif seperti bahasa isyarat atau teknologi bantu dengar untuk
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
 Pendidikan Khusus: Perlu program pendidikan khusus yang disesuaikan
dengan kebutuhan mereka, termasuk penggunaan alat bantu pendengaran
dan pendidikan bahasa isyarat.
 Aksesibilitas: Lingkungan belajar dan sosial anak tuna rungu perlu
diaksesibilitaskan, misalnya dengan memastikan ruang kelas dilengkapi
dengan pencahayaan yang cukup dan bebas hambatan fisik.
b. Anak Dengan Gangguan Komunikasi
 Terapi Bicara: Anak dengan gangguan komunikasi memerlukan terapi
bicara untuk membantu mereka dalam mengembangkan kemampuan
berkomunikasi secara verbal.
 Penggunaan Alat Bantu Komunikasi: Beberapa anak mungkin memerlukan
alat bantu komunikasi seperti AAC (Augmentative and Alternative
Communication) untuk membantu mereka berkomunikasi dengan orang
lain.
 Pengertian dan Kesabaran: Penting bagi orang dewasa di sekitar anak
dengan gangguan komunikasi untuk memahami kondisinya dan bersabar
dalam berkomunikasi dengan mereka.

Anda mungkin juga menyukai