Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN ANEMIA PADA ANAK

Dosen Pengampu:

Baidah S.Kep.,Ns,. M.Kep

Di Susun Oleh:

Hendra Agung Hudiargo

NIM: 144012254

TK: 2B

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESDAM VI BANJARMASIN

2023/2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................1

A. Definisi ...................................................................................................................................2

B. Etiologi ...................................................................................................................................2

C. Patofisiologi ...........................................................................................................................3

D. Tanda dan Gejala (Maniftasi Klinis) ..................................................................................3

E. Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................................5

F. Penatalaksanaan Medis ........................................................................................................7

G. Klasifikasi ...........................................................................................................................11

H. Komplikasi ..........................................................................................................................12

I. PATHWAY ..........................................................................................................................13

J. Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................................................14

1. Pengkajian ........................................................................................................................14

2. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................................16

3. Intervensi Keperawatan ..................................................................................................17

4. Implementasi ....................................................................................................................23

5. Evaluasi ............................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA

1
A. Definisi

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan / atau hitung eritrosit lebih
rendah dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl (normal : 14 - 16
g/dl) dan Ht < 40 % (normal : 40 - 48 vol %) pada pria atau Hb < 12 g/dl (normal : 12 -
14 g/dl) dan Ht < 37% (normal : 37- 43 vol %) pada wanita (Mnsjoer, 2019).

Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass)
dan atau massa hemoglobin sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer ( penurunan oxygen carrying
capacity) ( Lubis, 2018).

Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin
yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh
(Handayani & Haribowo, 2018).

Dapat disimpulkan bahwa anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hb


dan / atau hitung eritrosit lebih rendah dari nilai normal yaitu Hb < 14 g/dl dan Ht < 40 %
pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada wanita sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.

B. Etiologi
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid,
piridoksin, vitamin C dan copper

Anemia terjadi sebagai akibat gangguan, atau rusaknya mekanisme produksi


sel darah merah. Penyebab anemia adalah menurunnya produksi sel-sel darah merah
karena kegagalan dari sumsum tulang, meningkatnya penghancuran sel-sel darah merah,
perdarahan, dan rendahnya kadar ertropoetin, misalnya pada gagal ginjal yang parah.
Gejala yang timbul adalah kelelahan, berat badan menurun, letargi, dan membran mukosa
menjadi pucat. Apabila timbulnya anemia perlahan (kronis), mungkin hanya timbul
sedikit gejala, sedangkan pada anemia akut yang terjadi adalah sebaliknya (Fadil, 2019).

2
C. Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan


sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis
(destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan
sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal
< 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). (Smeltzer & Bare.
2020 : 935 ).

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada


kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia).
Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat
untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria) (Fadil, 2019).

D. Tanda dan Gejala (Maniftasi Klinis)

Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai
sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf)
yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus), pica, serta
perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas
pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah
mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala
ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera
(warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).

3
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala
terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan
jantung.(Price ,2019:256-264)

Manifestasi klinis

Area Manifestasi klinis


Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran, keletihan berat
, kelemahan, nyeri kepala, demam, dipsnea,
vertigo, sensitive terhadap dingin, BB turun.

Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit


pucat, sianosis, kulit kering, kuku rapuh,
koylonychia, clubbing finger, CRT > 2
detik, elastisitas kulit munurun, perdarahan
kulit atau mukosa (anemia aplastik)

Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera,


konjungtiva pucat.

Telinga Vertigo, tinnitus

Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis,


perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis,
lidah merah (anemia deficiency asam folat)

Paru - paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea

Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak


waktu kerja, angina pectoris dan bunyi
jantung murmur, hipotensi, kardiomegali,
gagal jantung

Gastrointestinal Anoreksia, mual-muntah,


hepatospleenomegali (pada anemia
hemolitik)

Muskuloskletal Nyeri pinggang, sendi

4
System persyarafan Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot,
irritable, lesu perasaan dingin pada
ekstremitas.

Gejala Khas Masing-masing anemia

Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai berikut :
1. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
2. Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
3. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
4. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
(Bakta, 2020:15)

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada
pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana
seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I
dan III.

2. Penentuan Indeks Eritrosit


Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau
menggunakan rumus:

a. Mean Corpusculer Volume (MCV)


MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat
besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan
indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit
kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah
merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.

5
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31
pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom <
30%.
3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti,
sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat
dilihat pada kolom morfology flag.

4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)


Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih
relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat
klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi
tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi
hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum,
jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW
adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan
eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.

5. Eritrosit Protoporfirin (EP)


EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan
beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada
tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan
kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu,
sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas.
EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih
jarang.

6
6. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah
cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum
karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang
rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi
kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai
kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.

7. Serum Transferin (Tf)


Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi
serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun
secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.

8. Pemeriksaan Sumsum Tulang


Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun
mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan
untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari
kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.

Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian


pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan.
Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk
mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum (Fadil, 2019).

F. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan karena
penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau penurunan produksi sel darah
merah.pada pasien yang hipovelemik:
1. pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
2. resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
3. tranfusi kompenen darah sesuai indikasi
(Catherino,2018:416)
Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap kondisi yang
mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan.

7
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2018)
Acute anemia akibat kehilangan darah:
1. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan Sphygmomanometer.
2. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai indikasi.
3. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan kristaloid dan juga
pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung kongestif iatrogenik pada pasien..
4. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor koagulasi dan platelet, jika
diindikasikan.
5. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor deficiency yang
dikirim untuk pengukuran.
6. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya Feto-transfer
darah ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam) jika mereka Rh negatif.
7. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk mengobati penyebab
pendarahan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda tergantung dari
jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini beberapa terapi yang diberikan pada
pasien sesuai dengan jenis anemia yang diderita:
1. Anemia Deficiensi Besi
Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi berupa:

a. Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu sendiri, misalnya


pengobatan menoragi, pengobatan hemoroid bila tidak dilakukan terapi kausal
anemia akan kambuh kembali.
b. Pemberiian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di dalam tubuh. Besi
per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg, ferrous gluconate, ferrous fumarat,
ferrous lactate, ferrous suuccinate). Besi parentral, efek sampingnya lebih
berbahaya besi parentral diindikasikan untuk intoleransi oral berat, kepatuhan
berobat kurang, kolitis ulseratif, dan perlu peningkatan Hb secara cepat seperti
pada ibu hamil dan preoperasi. (preparat yang tersedia antara iron dextran
complex, iron sorbitol citric acid complex)Pengobatan diberikan sampai 6 bulan
setelah kadar hemoglobin normal untuk cadangan besi tubuh.
c. Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi darah. Indikasi
pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah pada pasien

8
penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung, anemia yang sangat
simtomatik, dan pada penderita yang memerlukan peningkatan kadar
hemoglobin yang cepat.dan jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk
mengurangi bahaya overload. Sebagai premediasi dapat dipertimbangkan
pemberian furosemid intravena. (Bakta, 2003:36)
2. Anemia Akibat Penyakit Kronis
Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian adalah:

a. Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik, anemia akan sembuh dengan
sendirinya.
b. Anemia tidak memberi respon pada pemberian besi, asam folat, atau vitamin
B12.
c. Transfusi jarang diperlukan karena derajaat anemia ringan.
d. Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan hemoglobin, tetapi
harus diberikan terus menerus.
e. Jika anemia akibat penyakit kronik disertai defisiiensi besi pemberian preparat
besi akan meningkatkan hemoglobin, tetapi kenaikan akan berhenti setelah
hemoglobin mencapai kadar 9-10 g/dl. (Bakta, 2003:41)
3. Anemia Sideroblastik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan anemia sideroblastik adalah:

a. Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat simtomatik dengan transfusi


darah.
b. Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena sebagian kecil penderita responsif
terhadap piridoxin. (Bakta, 2003:44)
4. Anemia Megaloblastik
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam folat adalah terapi
ganti dengan vitamin B12 atau asam folat meskipun demikian terapi kausal dengan
perbaikan gizi dan lain-lain tetap harus dilakukan:

a. Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan puncak pada hari
7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu. Neuropati biasanya dapat membaik
tetapi kerusakan medula spinalis biasanya irreverrsible. (Bakta, 2003:48)
b. Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari selama 4 bulan.
c. Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin intramuskuler 200 mg/hari,

9
atau 1000 mg diberikan tiap minggu selama 7 minggu. Dosis pemeliharaan 200
mg tiap bulan atau 1000 mg tiap 3 bulan.
5. Anemia Perniciosa
Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka terapi utama untuk
anemia pernisiosa adalah:

a. Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12


b. Terapi pemeliharaan
c. Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2003: 49)
6. Anemia Hemolitik
Pengibatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik kasus tersebut serta
penyebab hemolisisnya karena itu sangat bervariasi dari kasus per kasus. Akan tetapi
pada dasarnya terapi anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:

a. Terapi gawat darurat


Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut maka
harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi
anemia berat, pertimbangan transfusi darah harus dilakukan secara sangat hati-
hati, meskipun dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat terjadi sehingga
memberatkan fungsi organ lebih lanjut. Akan tetapi jika syok berat telah teerjadi
maka tidak ada pilihan lain selain transfusi.
b. Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan kesembuhan
total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau disebabkan oleh penyebab
herediter-familier yang belum dapat dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang
penyebabnya telah jelas maka terapi kausal dapt dilaksanakan. (Bakta, 2003:69)
c. Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di limpa. Pada
anemia hemolitik kronik familier-herediter sering diperlukan transfusi darah
teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin. Bahkan pada thalasemia
mayor dipakai teknik supertransfusi atau hipertransfusi untuk mempertahankan
keadaan umum dan pertumbuhan pasien.
Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-0,3 mg/hari
untuk mencegah krisis megaloblastik.

10
G. Klasifikasi

Menurut Mansjoer (2001) klasifikasi anemia yaitu :


1. Anemia Mikrositik Hipokrom :
a. Anemia Defisiensi Besi.
Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di Indonesia paling
banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang (ankilostomiasis). Infestasi
cacing tambang pada seseorang dengan makanan yang baik tidak akan
menimbulkan anemia. Bila disertai malnutrisi, baru akan terjadi anemia.
b. Anemia Penyakit Kronik.
Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi, seperti
infeksi ginjal, paru-paru (abses, empiema dll), inflamasi kronik (artritis
reumatoid) dan neoplasma.
2. Anemia Makrositik :
a. Defisiensi Vitamin B12.
Kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik terjadi karena gangguan absorpsi
vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun, namun di Indonesia
penyebab anemia ini adalah karena kekurangan masukan vitamin B12 dengan
gejala-gejala yang tidak berat.
b. Defisiensi Asam Folat.
Anemia defisiensi asam folat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di seluruh
saluran cerna. Gejalanya yaitu perubahan megaloblastik pada mukosa, mungkin
dapat ditemukan gejala-gejala neurologis, seperti gangguan kepribadian.
3. Anemia karena perdarahan.
a. Perdarahan akut akan timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak,
sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
b. Perdarahan Kronik biasanya sedikit - sedikit sehingga tidak diketahui pasien.
Penyebab yang sering adalah ulkus peptikum dan perdarahan saluran cerna
karena pemakian analgesik.
4. Anemia Hemolitik.
Pada anemia hemolitik terjadi penurunn usia sel darah merah ( normal 120 hari).
Anemia terjadi hanya bila sumsum tulang telah tidak mampu mengatasinya karena
usia sel darah merah sangat pendek.

11
5. Anemia Aplastik.
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah.
Hal ini bisa karena kongenital namun jarang terjadi.

H. Komplikasi

Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita


anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang
terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus
memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani
dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir
dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ
tubuh, termasuk otak (Fadil, 2005).

12
I. PATHWAY

13
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a. Identitas Pasien

Nama pasien, alamat, umur, TTL, pekerjaan, riwayat pendidikan terakhir,

agama, nama ayah/ibu, pekerjaan ayah/ibu.

b. Keluhan Utama

Biasanya klien dengan anemia datang ke Rumah Sakit dengan keluhan pusing,

lelah, lemas, pucat, akral dingin, mual dan muntah, badan terasa letih.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

Keletihan, kelemahan, malaise umum, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih

banyak, sesak napas, depresi, sakit kepala, nyeri mulut dan lidah, kesulitan

menelan, gelisah, takikardi, dyspepsia, anoreksia, BB menurun, nyeri kepala,

sulit berkonsentrasi, penurunan penghlihatan, penurunan kesadaran dan aktivitas

menurun.

d. Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat penyakit anemia sebelumnya, riwayat imunisasi, riwayat trauma,

perdarahan, riwayat demam tinggi, dan riwayat ISPA.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat anemia dalam keluarga, kanker, jantung, hepatitis, DM, asma, penyakit

- penyakit infeksi saluran pernafasan.

f. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum: Tampak lemah atau sakit berat.

2) Kesadaran: Composmentis kooperatif, apatis, somnolen, spoor, coma.

3) Tanda - tanda vital: Tekanan darah menurun, frekuensi nadi meningkat, nadi

kuat sampai lemah, suhu meningkat atau menurun, pernafasan singkat.

4) TB dan BB pasien.

14
5) Kepala: Kesimetrisan, warna rambut, kebersihan kepala, bentuk rambut,

sakit kepala, pusing.

6) Mata: Kesimetrisan, konjungtiva anemis, kondisi sklera, perdarahan

subkonjungtiva, pupil isokor/anisokor, refleks cahaya.

7) Hidung: Kesimetrisan, mukosa hidung, fungsi penciuman.

8) Telinga: Kesimetrisan, fungsi pendengaran, kebersihan telinga.

9) Mulut: Kesimetrisan, mukosa mulut, kebersihan mulut, keadaan gigi,

kebersihan gigi, stomatitis.

10) Leher: Kesimetrisan, adanya pembesaran kelenjar getah bening, pemvesaran

tiroid, distensi vena jugularis.

11) Thoraks:

I: Pergerakan dinding dada, takipnea, orthopnea, dipsnea (kesulitan

bernapas), napas pendek, dan cepat lelah saat melakukan aktivitas

jasmani merupajan manifestasi berkurangnya pengiriman oksigen.

P: Taktil premitus simetris

P: Sonor

A: Bunyi napas vesikuler, bunyi napas tambahan.

12) Abdomen: Pembesaran hati, nyeri, bising usus, dan bias dibawah normal.

1: Kesimetrisan, diare, muntah, melena atau hematesis.

A: Suara bising usus

P: Terdapat bunyi timpani

P: Pembesaran hepar, nyeri tekan.

13) Genetalia: Pada laki - laki apaah testus turun ke dalam skrotum dan pada

perempuan apakah labia minora tertuntun ke labia mayora.

14) Integumen: Akral, mukosa terlihat pucat dan kering, kulit kering.

15) Ekstremitas: Warna kuku, membran mukosa, nyeri ekstremitas, tonus otot.

15
g. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan penyaring (terdiri dari pengukuran kadar Hb, indeks eritrosit,

dan apusan darah tepi).

2) Pemeriksaan darah seri anemia (meliputi hitung leukosit, trombosit,

retikulosit, dan laju endapan darah).

3) Pemeriksaan sumsum tulang dan pemeriksaan khusus sesuai jenis anemia.

Selain itu, diperlukan pula pemeriksaan non hematologik tertentu seperti

pemeriksaan faal hati, faal ginjal, faal tiroid.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin.

b. Pola napas tidak efektif b.d sindrom hipoventilasi

c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan

d. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis

e. Defisit nutrisi b.d kuangnya asupan makanan.

f. Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (penurunan

hemoglobin).

16
3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan ini sesuai dengan Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) serta
tujuan dan kriteria hasil sesuai dengan Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019) pada
pasien anemia yaitu :
a. Diagnosa 1 : Perfusi Perifer Tidak Efektif (SDKI D0009)
Intervensi Perawatan Sirkulasi (SIKI 1.02079)
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan Periksa sirkulasi perifer (Nadi, Mengetahui sirkulasi
tindakan keperawatan edema,pengisian perifer
2x24 jam, maka kapiler,warna,suhu)
perfusi perifer
meningkat
Lakukan Hidrasi Mencukupi cairan dalam
Dengan kriteria hasil :
a. kelemahan otot tubuh
menurun b. turgor kulit
membaik c. tekanan anjurkan program diit untuk mendapatkan nutrisi yang
sistolik membaik memperbaiki sirkulasi tepat sesuai dengan
d. Tekanan diastolic kebutuhannya.
membaik.
Luaran utama Perfusi
Perifer (SLKI
L.02011)

17
b. Diagnosa 2 : Pola Nafas Tidak Efektif (SDKI D0005)
Intervensi manajemen jalan nafas (SIKI 1.01011)
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

Setelah Hasil
dilakukan Auskultasi bunyi napas, catat Bunyi napas sering
tindakan keperawatan area yang menurun atau tidak menurun pada dasar paru
2x24 jam, maka pola ada bunyi tambahan sesuai sehubungan dengan
nafas membaik indikasi. ansietas yang dialamie
Evaluasi frekuensi pernapasan Pengenalan diri dan
dengan kriteria hasil : pasien.
dan kedalaman pengobatan ventilasi
a. Menunjukkan jalan
abnormal dapat mencegah
napas yang paten.
komplikasi.
b. Tanda - tanda Monitor adanya sianosis Menunjukkan kondisi

vital dalam hipoksi sehubungan

rentang normal dengan komplikasi


Posisikan pasien pada posisi Memberikan fungsi
c. Tidak ada sianosis anemia
semi fowler. pernapasan yang baik dan
dan dispnea.
membuat pasien terhindar
Luaran utama Pola
dari sesak napas.
Nafas (SLKI L1004 )
Kolaborasi pemberian O2 Meningkatkan pengiriman
O2 ke paru untuk
kebutuhan sirkulasi
khususnya pada penurunan
atau gangguan ventilasi.

18
c. Diagnosa 3: Intoleransi Aktivitas
Intervensi Manajemen Energi (SIKI 1.05178)
Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria
setelah Hasil
dilakukan Monitor pola dan jam tidur Menjadwalkan pola dan
intervensi jam tidur yang teratur
keperawatan selama
fasilitasi duduk, berpindah dan eminimalisir resiko jatuh
2x24 jam maka
berjalan.
ekspektasi
toleransi aktivitas Anjurkan tirah baring pasien dapat beristirahat
meningkat dengan
Kolaborasi dengan ahli gizi mendapatkan nutrisi yang
kriteria hasil : a.
sesuai dengan kebutuhan
Saturasi oksigen
energy
meningkat
b. Kemudahan
dalam melakukan
aktivitas meningkat
c. Keluhan lelah
menurun
d. Perasaan lemah
menurun
Luaran utama
Toleransi
Aktivitas (SLKI
L05047)

19
d. Diagnosa 4 : Nyeri Akut bd Agen pencedera fisiologis (SDKI D0077)
Intervensi Manajemen Nyeri (SIKI 1.08238)
Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
Identifikasi lokasi, karekateristik, Mengidentifikasi secara
durasi, frekuensi, mendetail dan utuh
kualitas, intensitas nyeri. mengenai keluhan pasien.
Setelah dilakukan
asuhan
keperawatan Identifikasi skala nyeri dengan Mengidentifikasi tingkat
selama 2x 24 jam pengkajian PQRST. nyeri pasien
diharapkan nyeri
menurun dengan
kriteria hasil : Identifikasi respon non - verbal. Untuk mengalihkan
perhatian pasien dari rasa
a. Mampu
nyeri.
mengontrol nyeri Tentukan faktor yang dapat Untuk mengetahui apakah
dengan memperburuk nyeri. nyeri yang dirasakan klien
mengetahui berpengaruh terhadap yang
penyebab dan lainnya.
cara
untuk
mengurangi
nyeri.
b. Mampu Modifikasi lingkungan (mis. suhu Gangguan lingkungan
mengenali nyeri ruangan, pencahayaan, dan dapat merangsang dan
(skala, intensitas, kebisingan) meningkatkan tekanan
frekuensi, dan vaskuler serebral yang
tanda membuat nyeri semakin
dari nyeri). bertambah.
c. Klien Kolaborasikan dengan dokter dengan Pemberian analgetik dapat
menyatakan rasa pemberian analgetik, bila perlu membantu meredakan
nyaman setelah nyeri yang dirasakan oleh
nyeri berkurang. pasien
d. Skala nyeri
menurun sampai
tidak terasa nyeri
dengan skala 0.
luaran utama
Tingkat Nyeri

20
(SLKI L08066)

e. Diagnosa 5 Defisit Nutrisi


Manajemen nutrisi (SIKI 1.03119)
Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
setelah dilakukan Monitor adanya mual dan muntah Mengetahui apakah
tindakan serta monitor berat terdapat mual, muntah dan
keperawatan selama ada penurunan berat
badan.
2x24 jam badan
Sediakan makanan yang tepat sesuai Nutrisi sesuai dengan
diharapkan nutrisi
kondisi pasien. kondisi kesehatan pasien
membaik dengan
Anjurkan makan sedikit tapi sering Pasien mendapatkan
kriteria hasil :
nutrisi
a. Adanya
peningkatan berat
badan
dengan
seiringnya
waktu.
b. Mampu
mengidentifik asi
kebutuhan nutrisi.
c. Klien terlihat
segar bugar.
d. Klien tidak
terjadi
penurunan berat
badan secara
drastis.

21
f. Diagnosa 6 Risiko Infeksi (SDKI D0142)
Intervensi pencegahan infeksi (SIKI 1.14539)
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
setelah dilakukan Monitor tanda dan gejala infeksi Dapat mengetahui
intervensi keperawatan tanda dan gejala
selama Berikan perawatan kulit pada area Pencegahan infeksi
infeksi pada pasien
2x24 jam maka infeksi pada luka pasca operasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi Pasien dapat
ekspektasi resiko
mengetahui tanda dan
infeksi menurun
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka gejala
Pasieninfeksi
dapat mandiri
dengan kriteria hasil :
memeriksa tanda
a. Klien bebas
infeksi
dari tanda dan
gejala infeksi.
b. Mendeskripsi
kan proses
penularan
penyakit,
faktor yang
mempengaruh
i penularan
serta
penatalaksana
anya.
c. Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi.
d. Jumlah
leukosit dalam batas
normal.
e. Menunjukkan
perilaku hidup sehat.

22
4. Implementasi
Pelaksanaan rencana keperawatan kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada
pasien sesuai dengan rencana keperawatan atau intervensi yang telah ditetapkan,
tetapi tidak menutup kemungkinan akan berbeda dari rencana yang ditetapkan
tergantung pada bagaimana kondisi pasien di lapangan. (Ndun, 2018)
5. Evaluasi
Dilaksanakan sebagai penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan sesuai pada tujuan yang ingin dicapai. Pada bagian evaluasi
keperawatan ditentukan apakah perencanaan sudah tercapai atau belum, dapat juga
tercapai sebagaian atau timbul masalah baru (Supriyati, 2018).

23
DAFTAR PUSTAKA

Fadil, M.(2019). Konsep Dasar Anemia. Available at


http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=28334. Diakses pada 8 Desember 2014.

Handayani, A & Haribowo, B. 2018. Tinjauan Pustaka Anemia. Available at


http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=6281. Diakses pada 8 Desember 2014.

Lubis, Dian. (2018). Anemia Defisiensi Besi. Available at


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter%20II.pdf. Diakses
pada 8 Desember 2014.

Mansjoer, Arif. (2019). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai