Anda di halaman 1dari 9

Sekilas Tentang Nuzulul Qur’ an

Dalam surat al-Baqarah ayat 185 jelas diterangkan bahwa al-Qur’ an diturunkan pada bulan Ramadhan.
Mengenai hal ini hampir semua ulama bersepakat.
>185<‫ﺷﻬﺮ رﻣﻀﺎن اﻟﺬى اﻧﺰل ﻓﻴﻪ اﻟﻘﺮأن ﻫﺪى ﻟﻠﻨﺎس وﺑﻴﻨﺖ ﻣﻦ اﻟﻬﺪى واﻟﻔﺮﻗﺎن‬

Hanya saja para ulama berbeda pendapat mengenai tanggal turunnya al-Qur’ an di bulan Ramadhan ini. Imam
Ibnu Ishaq berpendapat bahwa tanggal turunnya al-Qur’ an adalah tanggal 17 Ramadhan pada tahun 41 dari
kelahiran Rasulullah saw. hal ini berdasar pada surat al-anfal ayat 41:
‫ان ﻛﻨﺘﻢ اﻣﻨﺘﻢ ﺑﺎﻟﻠﻪ وﻣﺎ اﻧﺰﻟﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﻋﺒﺪﻧﺎ ﻳﻮم اﻟﻔﺮﻗﺎن ﻳﻮم اﻟﺘﻘﻰ اﻟﺠﻤﻌﺎن‬

Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Hari bertempurnya kedua golongan itu adalah antara kaum
muslimin dengan musyrikin, yaitu hari perang Badar tanggal 17 Ramadhan tahun 2 Hijriah.
Mengenai hal ini Imam Thabari menjelaskan dengan sanad dari Hasan bin Ali:
‫ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻔﺮﻗﺎن ﻳﻮم اﻟﺘﻘﻰ اﻟﺠﻤﻌﺎن ﻟﺴﺒﻊ ﻋﺸﺮة ﻣﻦ ﺷﻬﺮ رﻣﻀﺎن‬

Artinya tanggal 17 Ramadhan merupakan momen penting dalam sejarah Islam, selain hari berlangsungnya
perang Badar, juga merupakan waktu pertama kali diturunkannya al-Qur’ an kepada Rasulullah saw melalui
malaikat Jibril. Adapun surat pertama yang diturunkan adalah surat al-Alaq. Begitulah seterusnya al-Qur’ an
diturunkan secara berangsur-angsur hingga yang terakkhir adalah ayat dari surat al-Maidah selama kurun waktu
22 Tahun 2 bulan 22 hari.
Sumber: https://islam.nu.or.id/syariah/tentang-nuzulul-qurrsquoan-QAaNL

Wahyu Pertama
Syekh M Ali As-Shabuni bercerita bahwa Al-Qur’ an pertama kali turun pada tanggal 17 Ramadhan saat usia
Rasulullah mencapai 40 tahun (sekitar 608-609 M). Ketika Rasulullah sedang beruzlah di gua Hira (sekira 5
kilometer dari Makkah), tiba-tiba Jibril datang membawa wahyu. Jibril memeluk dan melepaskan Rasulullah
SAW. Hal ini diulanginya sebanyak 3 kali. Setiap kali memeluk, Jibril mengatakan, “ Iqra’ !” artinya “ Bacalah.”
“ Aku tidak mengenal bacaan,” jawab Rasulullah.
“ Iqra’ bismi rabbikal ladzi khalaq, khalaqal insana min alaq. Iqra wa rabbukal akram. Alldzi allama bil qalam.
Allamal bil qalam. Allamal insana ma lam ya’ lam,” kata Jibril pada kali ketiga membaca Surat Al-Alaq ayat
1-5.
Ini merupakan awal mula turun wahyu, awal mula turun Al-Qur’ an. Sebelum peristiwa agung ini terjadi,
beberapa petunjuk mengisyaratkan semakin dekatnya turun wahyu dan kenabian Rasulullah SAW. Sebagian
tanda itu adalah mimpi Rasulullah yang disusul dengan peristiwa nyata sesuai dengan mimpinya. Tanda lainnya
adalah kesenangan uzlah (menyepi) Rasulullah SAW menjelang turunnya wahyu. (Syekh M Ali As-Shabuni,
At-Tibyan fi Ulumil Qur’ an, [tanpa kota, Darul Mawahib Al-Islamiyyah: 2016], halaman 14-15).
Pandangan ini didukung oleh riwayat Imam Bukhari dari sayyidah Asiyah RA. Bulan Ramadhan disebut
secara harfiah sebagai turunnya Al-Qur’ an pada Surat Al-Baqarah ayat 185. Sedangkan malaikat yang turun
membawa wahyu adalah Ruh Amin atau Ruh Kudus yang disepakati sebagai Jibril oleh mufassirin sebagaimana
keterangan Surat As-Syu’ ara ayat 193-195 dan Surat An-Nahl ayat 102. (As-Shabuni, 2016: 15-16).
Sebagian ulama berpendapat bahwa wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad SAW
adalah Surat Al-Muddatstsir sebagaimana riwayat Bukhari dan Muslim dari sahabat Jabir bin Abdullah.
(Syekh Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulumil Qur’ an, [tanpa kota, Darul Ilmi wal Iman: tanpa tahun],
halaman 62).
Pandangan kedua dapat dibantah bahwa pertanyaan yang diajukan kepada Jabir bin Abdullah adalah
surat Al-Qur’ an secara lengkap yang pertama kali turun, bukan ayat Al-Quran yang pertama kali turun. Ketika
ditanya surat yang pertama turun secara lengkap, Jabir RA menyebut Surat Al-Muddatstsir sebagai surat

1 | TENTANG NUZUL AL— QUR’ AN


Al-Quran pertama yang turun secara utuh sebelum Surat Al-Alaq turun secara lengkap. Sedangkan Surat Al-Alaq
turun lebih awal meski hanya bagian pertamanya, Surat Al-Alaq ayat 1-5. (Al-Qaththan, tanpa tahun: 62).
Bantahan ini didukung oleh riwayat Jabir pada Bukhari dan Muslim yang menyebutkan “ masa fatrah
wahyu.” Riwayat Jabir menunjukkan peristiwa pada cerita Rasulullah ini terjadi setelah peristiwa di gua Hira.
Dapat juga dipahami bahwa Al-Muddatstsir adalah surat utuh Al-Qur’ an yang pertama kali turun pada masa
fatrah turunnya wahyu. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa wahyu yang pertama kali turun adalah Surat Al-
Alaq ayat 1-5. Sedangkan surat utuh Al-Qur’ an yang pertama kali turun atau turun setelah masa fatrah wahyu
adalah Surat Al-Muddatstsir. Simpulan lainnya, wahyu yang pertama kali turun pada masa kerasulan adalah
Surat Al-Muddatstsir. Sedangkan wahyu yang pertama kali turun pada masa kenabian adalah Surat Al-Alaq ayat
1-5. (Al-Qaththan, tanpa tahun: 62-63).
Sebagian ulama berpendapat, wahyu yang pertama kali turun adalah Surat Al-Fatihah yang didukung
riwayat munqathi. Bisa jadi yang dimaksud adalah surat Al-Qur’ an yang pertama kali turun secara sempurna.
Sebagian ulama lainnya berpendapat, wahyu yang pertama kali turun adalah basmalah (bismillahir rahmanir
rahim) karena basmalah merupakan awal setiap surat Al-Qur’ an.
kedua pendapat terakhir, kata Al-Qaththan, didukung oleh hadits mursal. Adapun pendapat yang kuat
adalah pendapat pertama yang didukung oleh riwayat Sayyidah Aisyah RA… Sedangkan pada hadits riwayat
Sayyidah Aisyah RA dan riwayat sahabat Jabir bin Abdullah RA tidak terdapat pertentangan. Peristiwa Surat
Al-Alaq di gua Hira terjadi yang kemudian disusul masa fatrah wahyu. Setelah itu Surat Al-Muddatstsir turun
menyusul Surat Al-Alaq. (Al-Qaththan, tanpa tahun: 63).
Imam Badruddin Az-Zarkasyi mengatakan, sebagian ulama mengambil metode tariqatul jam’ i antara
hadits riwayat Sayyidah Aisyah RA dan riwayat sahabat Jabir RA. Menurut mereka, sahabat Jabir hanya
mendengar bagian akhir cerita Rasulullah SAW perihal awal turunnya wahyu. Sahabat Jabir hanya mendengar
akhir cerita sehingga ia mengira bahwa wahyu yang pertama turun adalah Surat Al-Muddatstsir. (Badruddin
Az-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulumil Qur’ an, [Kairo, Darul Hadis: 2018 M/1440 H], halaman 144).
Sebagian ulama berargumentasi, wahyu pertama yang turun untuk menyatakan risalah atau kerasulan
adalah Surat Al-Muddatstsir. Sedangkan wahyu pertama yang turun untuk menyatakan nubuwwah atau
kenabian adalah Surat Al-Alaq. Kalau kenabian merupakan wahyu yang ditujukan kepada seseorang melalui
malaikat untuk suatu taklif secara khusus, maka Surat Al-Muddatstsir menunjukkan kerasulan Nabi Muhammad
SAW, sebuah wahyu yang ditujukan kepada seseorang melalui malaikat untuk suatu taklif secara umum.
(Az-Zarkasyi, 2018 M: 145).
Imam As-Suyuthi mengatakan, ulama memang berbeda pendapat perihal wahyu yang pertama kali turun.
Tetapi ia mengatakan, pendapat yang sahih adalah pendapat yang mengatakan Surat Al-Alaq sebagai wahyu
yang pertama kali turun sebagaimana riwayat Aisyah pada Sahih Bukhari, Muslim, Al-Hakim, dan Al-Baihaki.
Pendapat yang sahih ini juga didukung oleh riwayat At-Thabarani dari Abu Musa Al-Asy’ ari, Kitab Sunan Said
bin Mashur dari Ubaid bin Umair, Abu Ubaid dalam Kitab Fadhailul Qur’ an dari Mujahid, Ibnu Astah dalam
Kitabul Mashahif dari Ubaid bin Umair, dan dari Az-Zuhri. (Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulumil Qur’ an, [Kairo,
Darul Hadits: 2006 M/1427 H], juz I, halaman 95-96).
Mengenai hadits riwayat Jabir bin Abdullah RA terkait Surat Al-Muddattsir, As-Suyuthi menjelaskan duduk
perkara dengan lima jawaban yang sangat baik. (As-Suyuthi, 2006 M: I/96-97).
Kajian awal wahyu yang pertama kali turun ini berbasis pada riwayat, atsar, manqul, atau tauqif sehingga
tidak ada ruang interpretasi akal atau ijtihad selain menempuh metode tarjih sejumlah dalil atau metode jam’ i
antara dua dalil yang tampaknya kontradiktif/ta’ arudh. (M Abdul Azhim Az-Zarqani, Manahilul Irfan fi Ulumil
Qur’ an, [Kairo, Darul Hadits: 2017 M/1438 H], halaman 77).
Kajian dan perhatian khusus pada masalah ini bertujuan untuk memahami nasikh-mansukh terkait
beberapa ayat yang berbicara satu isu tertentu, memahami sejarah legislasi hukum agama (tarikh
tasyri al-islami) berikut pendekatan hukum yang bertahap (tadriji) serta tujuan/hikmah yang hendak dicapai di
balik itu, menjauhkan mereka dari pelarian baik dalam meruntuhkan kebatilan yang mereka (jahiliyah) lakukan
maupun menegakkan kebenaran yang belum mereka capai. (Az-Zarqani, 2017 M: 77).
Kajian ini juga bertujuan untuk menyatakan perhatian besar terkai cakupan Al-Qur’ an sehingga awal
dan akhir wahyu dapat diketahui sebagaimana juga ayat makkiyyah dan madaniyyah, ayat mukim dan ayat
perjalanan, serta kategori lainnya dapat diketahui secara pasti tanpa ragu. Semua ini menunjukkan bahwa
Al-Qur’ an terbebas dari penggantian dan perubahan sebagaimana Surat Yunus ayat 64. (Az-Zarqani, 2017 M:

2 | TENTANG NUZUL AL— QUR’ AN


77). Wallahu a’ lam.
Sumber: https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/sejarah-nuzulul-quran-EjrOA

Penjelasan Seputar Nuzulul Qur'an


Ada tiga teori yang menjelaskan tentang Nuzulul Qur'an:
Teori pertama, pada malam lailatul qadar, Al-Qur’ an -dalam jumlah dan bentuk yang utuh dan komplit-
diturunkan ke langit dunia (sama' al-dunnya). Setelah itu, dari langit dunia, Al-Qur’ an diturunkan ke bumi secara
bertahap sesuai kebutuhan selama 20/23/25 tahun.
Teori kedua, Al-Qur’ an diturunkan ke langit dunia selama 20 malam Lailatul Qadar dalam 20 tahun
(lailatul qadar hanya turun sekali dalam setahun). Setelah itu dibacakan kepada Nabi Muhammad SAW sesuai
kebutuhan.
Teori ketiga, Al-Qur’ an turun pertama kali pada malam lailatul qadar. Selanjutnya, al-Quran diturunkan
ke bumi secara bertahap dalam waktu berbeda-beda. Teori pertama paling masyhur (populer) dan didukung
banyak ulama. Teori ini diperkuat banyak hadist sahih. Teori kedua dipelopori oleh al-Muqatil dan Abu Abdillah al-
Halimi dalam kitab Minhaj. Juga al-Mawardi dalam tafsirnya. Teori ketiga dikemukakan oleh al-Sya’ bi, dkk.
Semua teori sepakat Al-Qur’ an “ diturunkan” (munazzal) pada malam lailatul qadar. Hanya saja, para
ulama berbeda pendapat, apakah ia diturunkan sekali dalam lailatul qadar atau lebih. Masing-masing ulama juga
berbeda pendapat soal apa makna “ al-inzal” dan bagaimana proses “ al-inzal” berlangsung. Yang pertama
mengatakan, “ al-inzal” adalah “ al-idzhar” , yaitu ” melahirkan” , “ menjelaskan” , menghadirkan” atau
“ memperlihatkan” . Jadi, posisinya tidak harus dari ketinggian (langit) menuju tempat rendah (bumi) seperti
terkandung pada kata “ nazala” . Pendapat kedua, Allah SWT memberikan pemahaman kepada Malaikat Jibril
yang ketika itu berada di langit. Kemudian Jibril turun ke bumi menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Karena itu, pilihan katanya adalah “ nazala” .
Lantas, bagaimana proses komunikasi antara Jibril dan Nabi Muhammad SAW berlangsung? Mengingat
keduanya bukan dari jenis makhluk yang sama. Para ulama memberikan dua kemungkinan: Jibril beralih rupa
menjadi manusia, atau sebaliknya.
Pertanyaan selanjutnya, “ Al-Qur’ an” seperti apakah yang diturunkan kepada Jibril dan dibacakan
kepada Nabi Muhammad SAW? Ada tiga teori:
Pertama, Al-Qur’ an diturunkan kepada Jibril lafdzan wa ma’ nan (kata dan maknanya secara
sekaligus). Penjelasannya begini, Jibril menghapal Al-Qur’ an yang tertulis dalam lauhul mahfudz (tablet yang
terjaga), kemudian dibacakan ulang kepada Nabi Muhammad SAW. Menurut teori ini, ukuran setiap huruf di
lauhul mahfudz sebesar Gunung Qaf. Di bawah huruf-huruf itu ada maknanya masing-masing yang hanya
diketahui Allah SWT.
Kedua, Jibril membacakan Al-Qur’ an kepada Nabi Muhammad SAW menggunakan makna khusus.
Selanjutnya Nabi Muhammad SAW menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab.
Ketiga, Jibril hanya menyampaikan “ makna” Al-Qur’ an. Selanjutnya, agar Al-Qur’ an dipahami
audiensnya, Nabi Muhammad SAW “ membungkusnya” dengan bahasa Arab. Sumber: al-Zarkasyi, al-Burhan
fi Ulum al-Quran, hal. 228, vol.I
Sumber: https://www.nu.or.id/opini/penjelasan-seputar-nuzulul-quran-ITVUD

Peringatan Nuzulul Qur’ an dan Keutamaan Membaca Al-Qur’ an


Nuzulul Qur’ an adalah peristiwa pertama kali diturunkannya wahyu Allah Swt berupa Al-Qur’ an
Al-Karim yaitu surah Al-Alaq ayat 1-5, peristiwa tersebut terjadi di Gua Hiro pada malam ke-17 Ramadhan, oleh
karenanya setiap tanggal 17 Ramadhan umat islam memperingatinya dengan peringatan Nuzulul Qur’ an.
Tahun ini Nuzulul Qur’ an jatuh pada hari Rabu tanggal 28 April 2021 dalam kalender masehi, sebagai seorang
muslim yang percaya bahwasanya Al-Qur’ an merupakan kalamullah dan pedoman hidup manusia maka
seyogianya kita mengisi Nuzulul Qur’ an dengan memperbanyak membaca Al-Qur’ an. Tentunya banyak sekali
keutamaan yang kita dapatkan dengan memperbanyak membaca Al-Qur’ an pada waktu tersebut, terlebih pada
bulan Ramadhan dimana segala amal dan ibadah dilipatgandakan oleh Allah Swt.
Berikut Keutamaan Membaca Al-Qur’ an bagi Orang Muslim :
1. Memperoleh Pedoman Hidup dan Petunjuk dari Allah Swt

3 | TENTANG NUZUL AL— QUR’ AN


Al-Qur’ an diturunkan oleh Allah Swt untuk memberikan pedoman hidup dan petunjuk bagi seluruh
manusia agar mereka bisa mengetahui dan dapat membedakan perkara yang baik dan buruk serta memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah Swt. telah berfirman :
ِ ‫ى َواْﻟُﻔْﺮَﻗﺎ‬
‫ن‬ ٰ ‫ﻦ اْﻟُﻬَﺪ‬
َ ‫ت ِﻣ‬
ٍ ‫س َوَﺑِّﻴَﻨﺎ‬
ِ ‫ﻫًﺪى ِﻟﻠَّﻨﺎ‬
ُ ‫ن‬
ُ ‫ل ِﻓﻴِﻪ اْﻟُﻘْﺮآ‬
َ ‫ن اَّﻟِﺬي ُأْﻧ ِﺰ‬
َ ‫ﻀﺎ‬
َ ‫ﺷْﻬُﺮ َرَﻣ‬
َ

2. Memperoleh Pahala Berlipat


Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Mas’ ud, Allah Swt memberikan pahala satu
kebaikan dari setiap huruf Al-Qur’ an yang dibaca, kemudian dari satu kebaikan itu Allah Swt
melipatgandakannya menjadi 10 kebaikan. Rasulullah Saw bersabda :
‫ل اﻟﻢ‬
ُ ‫ﻻ َأُﻗﻮ‬
َ ،‫ﺸِﺮ َأْﻣَﺜﺎِﻟَﻬﺎ‬
ْ ‫ﺴَﻨُﺔ ِﺑَﻌ‬
َ ‫ﺤ‬
َ ‫ َواﻟ‬،‫ﺴَﻨٌﺔ‬
َ ‫ﺣ‬
َ ‫ب اﻟَّﻠِﻪ َﻓَﻠُﻪ ِﺑِﻪ‬
ِ ‫ﻦ ِﻛَﺘﺎ‬
ْ ‫ﺣْﺮًﻓﺎ ِﻣ‬
َ ‫ﻦ َﻗَﺮَأ‬
ْ ‫ َﻣ‬:‫ﻢ‬
َ ‫ﺳَّﻠ‬
َ ‫ﻋَﻠْﻴِﻪ َو‬
َ ‫ﺻَّﻠﻰ اﻟَّﻠُﻪ‬
َ ‫ل اﻟ َّﻠِﻪ‬
ُ ‫ﺳﻮ‬
ُ ‫ل َر‬
َ ‫ َﻗﺎ‬:‫ل‬
ُ ‫ َﻳُﻘﻮ‬،‫ﺴُﻌﻮٍد‬
ْ ‫ﻦ َﻣ‬
َ ‫ﻋْﺒَﺪ اﻟَّﻠِﻪ ْﺑ‬
َ ‫ﻋﻦ‬
ٌ ‫ﺣْﺮ‬
‫ف‬ َ ‫ﻢ‬
ٌ ‫ف َوِﻣﻴ‬
ٌ ‫ﺣْﺮ‬
َ ‫ﻻٌم‬
َ ‫ف َو‬
ٌ ‫ﺣْﺮ‬
َ ‫ﻒ‬
ٌ ‫ﻦ َأِﻟ‬
ْ ‫ َوَﻟِﻜ‬،‫ف‬
ٌ ‫ﺣْﺮ‬
َ

Hadis diatas menjelaskan mengenai banyaknya pahala yang dilipatgandakan oleh Allah Swt saat kita
membaca Al-Qur’ an di bulan-bulan biasa, tentu pahala yang kita peroleh akan jauh berlipatganda lagi saat kita
membaca Al-Qur’ an pada bulan Ramadhan terlebih bertepatan dengan peringatan Nuzulul Qur’ an.
3. Sebaik-baiknya Ibadah
Membaca Al-Qur’ an merupakan ibadah yang paling utama di antara ibadah-ibadah yang lain,
sebagaimana yang diriwayatkan oleh an-Nu‘ man Ibnu Basyir:
ِ ‫ﻋَﺒﺎَدِة ُأَّﻣِﺘﻲ ِﻗَﺮاَءُة اْﻟُﻘْﺮآ‬
‫ن‬ ِ ‫ﻞ‬
ُ ‫ﻀ‬
َ ‫ َأْﻓ‬:‫ﻢ‬
َ ‫ﺳَّﻠ‬
َ ‫ﻋَﻠْﻴِﻪ َو‬
َ ‫ﺻَّﻠﻰ اﻟﻠُﻪ‬
َ ‫ل اﻟﻠِﻪ‬
ُ ‫ﺳﻮ‬
ُ ‫ل َر‬
َ ‫َﻗﺎ‬

4. Memberikan Syafaat pada Hari Kiamat


Pada hari Kiamat kelak, Al-Qur’ an akan memberikan syafaat bagi umat muslim yang membacanya.
Rasulullah Saw bersabda:
‫ﺻﺤﺎِﺑِﻪ‬
ْ ‫ﻷ‬
َ ‫ﺷِﻔﻴًﻌﺎ‬
َ ‫ن ﻓﺈَّﻧﻪ َﻳ ْﺄﺗﻲ َﻳﻮَم اﻟِﻘﻴﺎَﻣِﺔ‬
َ ‫اْﻗَﺮُأوا اﻟُﻘْﺮآ‬

5. Menentramkan Jiwa dan Pikiran


Ir. Abduldaem Al-Kaheel di dalam bukunya yang berjudul “ Al-Qur`an The Healing Book” , memaparkan
bahwasanya Al-Qur’ an dapat memberikan ketenangan hati dan menyembuhkan kelelahan psikis dan fisik bagi
pembacanya, tentu hal ini senada dengan sabda Rasulullah Saw :
‫ﺴِﻜﻴَﻨُﺔ‬
َّ ‫ﻢ اﻟ‬
ِ ‫ﺖ ﻋﻠﻴﻬ‬
ْ ‫ﻻ َﻧَﺰَﻟ‬
َّ ‫ ِإ‬،‫ﻢ‬
ْ ‫ﺳﻮَﻧُﻪ ﺑْﻴَﻨُﻬ‬
ُ ‫ َوَﻳَﺘَﺪاَر‬،‫ب اﻟﻠِﻪ‬
َ ‫ن ِﻛَﺘﺎ‬
َ ‫ َﻳْﺘُﻠﻮ‬،‫ت اﻟﻠِﻪ‬
ِ ‫ﺖ ِﻣﻦ ُﺑُﻴﻮ‬
ٍ ‫ﺟَﺘﻤﻊ َﻗْﻮٌم ﻓﻲ َﺑْﻴ‬
ْ ‫َوﻣﺎ ا‬

Wallohu A’ lam bi-Shawab.


Sumber: PeringatanNuzulul Qur’ andanKeutamaanMembacaAl-Qur’ an| NUOnline

Letak Keistimewaan Lailatul Qadar: Turunnya Al-Qur'an dan Malaikat

4 | TENTANG NUZUL AL— QUR’ AN


Berdasarkan keterangan Al-Qur’ an dan As-Sunnah, disebutkan bahwa dalam bulan Ramadhan terdapat
suatu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Malam yang indah itu disebut Lailatul Qadar atau malam
kemuliaan. Bila seorang muslim mengerjakan kebaikan-kebaikan di malam itu, maka nilainya lebih baik dari
mengerjakan kebaikan selama seribu bulan atau sekitar 83 tahun sampai 84 tahun. Malam indah yang lebih baik
dari seribu bulan itu adalah malam yang penuh berkah, malam yang mulia dan memiliki
keistimewaan-keistimewaan tersendiri.
Syekh Muhammad Abduh memaknai kata “ al-Qadar” dengan kata “ takdir” . Ia berpendapat
demikian, karena Allah s.w.t. pada malam itu mentakdirkan agama-Nya dan menetapkan khittah untuk Nabi-Nya,
dalam menyeru umat manusia ke jalan yang benar. Khittah yang dijalani itu, sekaligus melepaskan umat
manusia dari kerusakan dan kehancuran yang waktu itu sedang membelenggu mereka. (Hasbi Ash Shiddieqy,
1996: 247).
Kata “ al-Qadar” diartikan juga “ al-Syarf” yang artinya mulia (kemuliaan dan kebesaran). Maksudnya
Allah s.w.t. telah mengangkat kedudukan Nabi-Nya pada malam Qadar itu dan memuliakannya dengan risalah
serta membangkitkannya menjadi Rasul terakhir.
Mengenai hal ini diisyaratkan dalam surat al-Qadar, bahwa malam itu adalah malam yang mulia, malam
diturunkannya Al-Qur’ an sebagai kitab suci yang terakhir. Surat al-Qadar itu lengkapnya sebagai berikut:
َ ‫ﻫ‬
‫ﻲ‬ِ ‫ﻢ‬
ٌ ‫ﺳَٰﻠ‬
َ ‫ﻞ َأ ۡمٖر‬
ِّ ‫ن َرِّﺑِﻬﻢ ِّﻣﻦ ُﻛ‬
ِ ‫لَﻣَٰٓﻠِﺌَﻜُﺔ ِﺑِﺈۡذ‬
ۡ ‫لٱ‬
ُ ‫ﺷۡﻪٖر َﺗَﻨَّﺰ‬
َ ‫ف‬
ِ ‫ل‬
ۡ ‫ﻦ َأ‬
ۡ ‫ﻲرﻹ ِّﻣ‬
ۡ ‫ﺧ‬
َ ‫لَﻗۡﺪِر‬
ۡ ‫ﻲَﻟُﺔ ٱ‬
ۡ ‫لَﻗۡﺪِر َﻟ‬
ۡ ‫ﻲ َﻟُﺔ ٱ‬
ۡ ‫لَﻗۡﺪِر َﻟ‬
ۡ ‫ﻲَﻟُﺔ ٱ‬
ۡ ‫ﻚ َﻣﺎ َﻟ‬
َ ‫لَﻗۡﺪِر َوَﻣٓﺎ َأۡدَرٰﯨ‬
ۡ ‫ﻲ َﻟِﺔ ٱ‬
ۡ ‫لَٰﻧُﻪ ِﻓﻲ َﻟ‬
ۡ ‫ِإَّﻧٓﺎ َأﻧَﺰ‬
‫ﺞِر‬
ۡ ‫لَﻓ‬
ۡ ‫ﻂَﻟِﻊ ٱ‬
ۡ ‫ﻰ َﻣ‬
ٰ ‫ﺣَّﺘ‬
َ

Keagungan dan keistimewaan malam Qadar pada dasarnya terletak dalam dua kemuliaan, yaitu turunnya
Al-Qur’ an (nuzulul qur'an) itu sendiri dan turunnya para malaikat dalam jumlah yang besar, termasuk di
dalamnya malaikat Jibril. Para malaikat turun di malam itu dengan cahaya yang cemerlang, dengan penuh
kedamaian dan kesejahteraan. Kedatangan mereka adalah untuk menyampaikan ucapan selamat kepada orang
yang melaksanakan puasa Ramadhan dan melaksanakan ibadah lainnya. Kemuliaan turunnya al-Qur’ an,
merupakan hari yang agung dan bersejarah, turunnya kitab suci itu merupakan titik awal dimulainya suatu
kehidupan “ Dunia Baru” yang terlepas dari kesesatan dan kezaliman, menuju kebenaran yang hakiki.
Mengenai ketentuan waktu kapan malam Qadar itu terjadi, tidak ada ketetapan secara pasti dalam
tanggal-tanggal Ramadhan. Akan tetapi kalau dianalisa dan difahami dari surat al-Qadr tersebut dan dikaitkan
dengan ayat 185 surat al-Baqarah:
‫ﺳَﻔٖﺮ‬
َ ‫ﻰ‬
ٰ ‫ﻋَﻠ‬
َ ‫ﻀﺎ َأۡو‬
ً ‫ن َﻣِﺮﻳ‬
َ ‫ﻢُۖه َوَﻣﻦ َﻛﺎ‬
ۡ ‫ﺼ‬
ُ ‫ﻞ َﻳ‬
ۡ ‫ﺸۡﻪَر َﻓ‬
َّ ‫ﻢ ٱﻟ‬
ُ ‫ﺷِﻬَﺪ ِﻣﻨُﻜ‬
َ ‫ن َﻓَﻤﻦ‬
ِۚ ‫لُﻓۡﺮَﻗﺎ‬
ۡ ‫ى َوٱ‬
ٰ ‫ﻫَﺪ‬
ُ ‫ل‬
ۡ ‫ﻦٱ‬
َ ‫ﺖ ِّﻣ‬
ٖ ‫س َوَﺑِّﻴَٰﻨ‬
ِ ‫ﻫٗﺪى ِّﻟﻠَّﻨﺎ‬
ُ ‫ن‬
ُ ‫لُﻗۡﺮَءا‬
ۡ ‫ل ِﻓﻴِﻪ ٱ‬
َ ‫ي ُأﻧ ِﺰ‬
ٓ ‫ن ٱَّﻟِﺬ‬
َ ‫ﻀﺎ‬
َ ‫ﺷۡﻪُر َرَﻣ‬
َ
َ ‫ﺶُﻛُﺮو‬
‫ن‬ ۡ ‫ﻢ َﺗ‬
ۡ ‫ﻢ َوَﻟَﻌ َّﻠُﻜ‬
ۡ ‫ﻫَﺪٰﯨُﻜ‬
َ ‫ﻰ َﻣﺎ‬
ٰ ‫ﻋَﻠ‬
َ ‫ﻋ َّﺪَة َوِﻟُﺘَﻜِّﺒُﺮوْا ٱﻟَّﻠَﻪ‬
ِ ‫ل‬
ۡ ‫ﻚِﻣُﻠﻮْا ٱ‬
ۡ ‫ﺲَر َوِﻟُﺘ‬
ۡ ‫ﻋ‬
ُ ‫ل‬
ۡ ‫ﻢٱ‬
ُ ‫ﻻ ُﻳِﺮﻳُﺪ ِﺑُﻜ‬
َ ‫ﺲَر َو‬
ۡ ‫ل ُﻳ‬
ۡ ‫ﻢٱ‬
ُ ‫ﺧ َۗﺮ ُﻳِﺮﻳُﺪ ٱﻟَّﻠُﻪ ِﺑُﻜ‬
َ ‫ﻦ َأَّﻳﺎٍم ُأ‬
ۡ ‫َﻓِﻌَّﺪةﻹ ِّﻣ‬

Dari kaitan keduanya, mudah ditarik kesimpulan, bahwa Al-Qur’ an turun pada malam Qadar dan
Al-Qur’ an turun pada bulan Ramadhan, maka malam Qadar pun berada pada bulan Ramadhan.
Kajian berikutnya adalah mengenai terjadinya malam itu, pada tanggal berapa dalam bulan Ramadhan?
Tentang hal ini dijumpai beberapa riwayat yang satu dengan lainnya berbeda, karena itu tidak dapat dipastikan.
Namun demikian, Nabi mengisyaratkan bahwa malam Qadar itu terjadi pada hari-hari sepuluh yang akhir dari
bulan Ramadhan.

5 | TENTANG NUZUL AL— QUR’ AN


Dalam riwayat lain disebutkan bahwa malam yang dinantikan itu jatuh pada tanggal-tanggal ganjil dari
sepuluh hari tersebut. Menurut pandangan beberapa sahabat, bahwa malam Qadar jatuh pada tanggal 27
Ramadhan. Pendapat itu didukung oleh Ubay Ibn Ka’ ab r.a, Ibnu Abbas r.a. dan Ibnu Umar r.,a. Sebagian ulama
berpendapat bahwa malam kemuliaan itu berpindah-pindah dalam sepuluh malam yang terakhir dari bulan
Ramadhan. Sebagian lainnya berpendapat bahwa malam itu pasti terjadi pada salah satu tanggal dari bulan
Ramadhan. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim disebutkan, bahwa malam Qadar
terjadi pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, Nabi s.a.w. bersabda:
َ ‫ﻀﺎ‬
‫ن‬ َ ‫ﻦ َرَﻣ‬
ْ ‫ﺧِﺮ ِﻣ‬
ِ ‫ﻷَوا‬
َْ ‫ﺸِﺮ ا‬
ْ ‫ﻦ اْﻟَﻌ‬
ْ ‫ﺤَّﺮْوا َﻟْﻴَﻠَﺔ اْﻟَﻘْﺪِر ِﻓﻲ اْﻟِﻮْﺗِﺮ ِﻣ‬
َ ‫ل َﺗ‬
َ ‫ﻢ َﻗﺎ‬
َ ‫ﺳ َّﻠ‬
َ ‫ﻋَﻠْﻴِﻪ َو‬
َ ‫ﺻَّﻠﻰ اﻟَّﻠُﻪ‬
َ ‫ل اﻟَّﻠِﻪ‬
َ ‫ﺳﻮ‬
ُ ‫ن َر‬
َّ ‫ﻋْﻨَﻬﺎ َأ‬
َ ‫ﻲ اﻟَّﻠُﻪ‬
َ ‫ﺿ‬
ِ ‫ﺸَﺔ َر‬
َ ‫ﻋﺎِﺋ‬
َ ‫ﻦ‬
ْ ‫ﻋ‬
َ

َ ‫ﺸِﺮﻳ‬
‫ﻦ‬ ْ ‫ﻋ‬
ِ ‫ﺳْﺒٍﻊ َو‬
َ ‫ﻫﺎ ِﻓﻲ َﻟْﻴَﻠِﺔ‬
َ ‫ﺤَّﺮ‬
َ ‫ﺤِّﺮَﻳَﻬﺎ َﻓْﻠَﻴَﺘ‬
َ ‫ن ُﻣَﺘ‬
َ ‫ﻦ َﻛﺎ‬
ْ ‫ل َﻣ‬
َ ‫ﻢ ِﻓﻲ َﻟْﻴَﻠِﺔ اْﻟَﻘْﺪِر َﻗﺎ‬
َ ‫ﺳَّﻠ‬
َ ‫ﻋَﻠْﻴِﻪ َو‬
َ ‫ﺻَّﻠﻰ اﻟَّﻠُﻪ‬
َ ‫ﻲ‬
ِّ ‫ﻦ اﻟَّﻨِﺒ‬
ْ ‫ﻋ‬
َ ‫ث‬
ُ ‫ﺤِّﺪ‬
َ ‫ﻋَﻤَﺮ ُﻳ‬
ُ ‫ﻦ‬
َ ‫ﺖ اْﺑ‬
ُ ‫ﺳِﻤْﻌ‬
َ

Sahabat Ibnu Umar meriwayatkan hadis yang lebih umum, yaitu pada sepuluh hari terakhir dari bulan
Ramadhan, semua malamnya bukan hanya di malam yang ganjil saja. Nabi s.a.w. bersabda
‫ﺴْﺒِﻊ اْﻟَﺒَﻮاِﻗﻲ‬
َّ ‫ﻋَﻠﻰ اﻟ‬
َ ‫ﻦ‬
َّ ‫ﻼ ُﻳْﻐَﻠَﺒ‬
َ ‫ﺠَﺰ َﻓ‬
َ ‫ﻋ‬
َ ‫ﻢ َأْو‬
ْ ‫ﺣُﺪُﻛ‬
َ ‫ﻒ َأ‬
َ ‫ﺿُﻌ‬
َ ‫ن‬
ْ ‫ﺧِﺮ َﻳْﻌِﻨﻲ َﻟْﻴَﻠَﺔ ا ْﻟَﻘْﺪِر َﻓِﺈ‬
ِ ‫ﻷَوا‬
َْ ‫ﺸِﺮ ا‬
ْ ‫ﻫﺎ ِﻓﻲ اْﻟَﻌ‬
َ ‫ﺴﻮ‬
ُ ‫ اْﻟَﺘِﻤ‬:

Hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar menyebutkan, bahwa malam Qadar jatuh pada tanggal 27
Ramadhan, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad s.a.w.:
َ ‫ﺸِﺮﻳ‬
‫ﻦ‬ ْ ‫ﻋ‬
ِ ‫ﺳْﺒٍﻊ َو‬
َ ‫ﻫﺎ ِﻓﻲ َﻟْﻴَﻠِﺔ‬
َ ‫ﺤَّﺮ‬
َ ‫ﺤِّﺮَﻳَﻬﺎ َﻓْﻠَﻴَﺘ‬
َ ‫ن ُﻣَﺘ‬
َ ‫ﻦ َﻛﺎ‬
ْ ‫ل َﻣ‬
َ ‫ﻢ ِﻓﻲ َﻟْﻴَﻠِﺔ اْﻟَﻘْﺪِر َﻗﺎ‬
َ ‫ﺳَّﻠ‬
َ ‫ﻋَﻠْﻴِﻪ َو‬
َ ‫ﺻَّﻠﻰ اﻟَّﻠُﻪ‬
َ ‫ﻲ‬
ِّ ‫ﻦ اﻟَّﻨِﺒ‬
ْ ‫ﻋ‬
َ ‫ث‬
ُ ‫ﺤِّﺪ‬
َ ‫ﻋَﻤَﺮ ُﻳ‬
ُ ‫ﻦ‬
َ ‫ﺖ اْﺑ‬
ُ ‫ﺳِﻤْﻌ‬
َ

Ubay bin Ka’ ab r.a. juga meriwayatkan bahwa malam Qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadhan:
َ ‫ﺸِﺮﻳ‬
‫ﻦ‬ ْ ‫ﻋ‬
ِ ‫ﺳْﺒٍﻊ َو‬
َ ‫ل َﻟْﻴَﻠُﺔ اْﻟَﻘْﺪِر َﻟْﻴَﻠُﺔ‬
َ ‫ﺐ َﻗﺎ‬
ٍ ‫ﻦ َﻛْﻌ‬
ِ ‫ﻲ ْﺑ‬
ِّ ‫ﻦ ُأَﺑ‬
ْ ‫ﻋ‬
َ

Riwayat ini didukung pula oleh hadis Zar bin Hubaisy yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
‫ﺳْﺒٍﻊ‬
َ ‫ﻲ َﻟ ْﻴَﻠُﺔ‬
َ ‫ﻫ‬
ِ ‫ﻢ ِﺑِﻘَﻴﺎِﻣَﻬﺎ‬
َ ‫ﺳَّﻠ‬
َ ‫ﻋَﻠْﻴِﻪ َو‬
َ ‫ﺻَّﻠﻰ اﻟَّﻠُﻪ‬
َ ‫ل اﻟَّﻠِﻪ‬
ُ ‫ﺳﻮ‬
ُ ‫ﻲ اﻟَّﻠْﻴَﻠُﺔ اَّﻟِﺘﻲ َأَﻣَﺮَﻧﺎ َر‬
َ ‫ﻫ‬
ِ ‫ﻋْﻠِﻤﻲ‬
ِ ‫ﺷْﻌَﺒُﺔ َوَأْﻛ َﺒُﺮ‬
ُ ‫ل‬
َ ‫ﻋَﻠُﻤَﻬﺎ َﻗﺎ‬
ْ ‫ﻷ‬
َ ‫ﻲ ِﻓﻲ َﻟْﻴَﻠِﺔ اْﻟَﻘْﺪِر َواﻟَّﻠِﻪ ِإِّﻧﻲ‬
ٌّ ‫ل ُأَﺑ‬
َ ‫َﻗﺎ‬
َ ‫ﺸِﺮﻳ‬
‫ﻦ‬ ْ ‫ﻋ‬
ِ ‫َو‬

Kemuliaan malam Qadar banyak dijelaskan hadis Nabi s.a.w. antara lain:
‫ﻫﺎ ِﻓﻲ‬
َ ‫ﺴﻮ‬
ُ ‫ن َﻓﺎْﻟَﺘِﻤ‬
َ ‫ﻀﺎ‬
َ ‫ﻢ ِﻓﻲ َرَﻣ‬
َ ‫ﺳَّﻠ‬
َ ‫ﻋَﻠْﻴِﻪ َو‬
َ ‫ﺻَّﻠﻰ اﻟَّﻠُﻪ‬
َ ‫ل اﻟَّﻠِﻪ‬
ُ ‫ﺳﻮ‬
ُ ‫ل َر‬
َ ‫ﻦ َﻟْﻴَﻠِﺔ اْﻟَﻘْﺪِر َﻓَﻘﺎ‬
ْ ‫ﻋ‬
َ ‫ﻢ‬
َ ‫ﺳ َّﻠ‬
َ ‫ﻋَﻠْﻴِﻪ َو‬
َ ‫ﺻَّﻠﻰ اﻟَّﻠُﻪ‬
َ ‫ل اﻟَّﻠِﻪ‬
َ ‫ﺳﻮ‬
ُ ‫ل َر‬
َ ‫ﺳَﺄ‬
َ ‫ﺖ َأَّﻧُﻪ‬
ِ ‫ﺼﺎِﻣ‬
َّ ‫ﻦ اﻟ‬
ِ ‫ﻋَﺒﺎَدَة ْﺑ‬
ُ ‫ﻦ‬
ْ ‫ﻋ‬
َ
‫ﻦ َﻗﺎَﻣَﻬﺎ‬
ْ ‫ﺧِﺮ َﻟْﻴَﻠٍﺔ َﻓَﻤ‬
ِ ‫ﻦ َأْو ِﻓﻲ آ‬
َ ‫ﺸِﺮﻳ‬
ْ ‫ﻋ‬
ِ ‫ﺴٍﻊ َو‬
ْ ‫ﻦ َأْو ِﺗ‬
َ ‫ﺸِﺮﻳ‬
ْ ‫ﻋ‬
ِ ‫ﺳْﺒٍﻊ َو‬
َ ‫ﻦ َأْو‬
َ ‫ﺸِﺮﻳ‬
ْ ‫ﻋ‬
ِ ‫ﺲ َو‬
ٍ ‫ﺧْﻤ‬
َ ‫ﻦ َأْو‬
َ ‫ﺸِﺮﻳ‬
ْ ‫ﻋ‬
ِ ‫ث َو‬
ٍ ‫ﻼ‬
َ ‫ﻦ َأْو َﺛ‬
َ ‫ﺸِﺮﻳ‬
ْ ‫ﻋ‬
ِ ‫ﺣَﺪى َو‬
ْ ‫ﺧِﺮ َﻓِﺈَّﻧَﻬﺎ ِﻓﻲ َوْﺗٍﺮ ِﻓﻲ ِإ‬
ِ ‫ﻷَوا‬
َْ ‫ﺸِﺮ ا‬
ْ ‫اْﻟَﻌ‬
‫ﺧَﺮ‬
َّ ‫ﻦ َذْﻧِﺒِﻪ َوَﻣﺎ َﺗَﺄ‬
ْ ‫ﻏِﻔَﺮ َﻟُﻪ َﻣﺎ َﺗَﻘَّﺪَم ِﻣ‬
ُ ‫ﺖ َﻟُﻪ‬
ْ ‫ﻢ ُوِّﻓَﻘ‬
َّ ‫ﺴﺎًﺑﺎ ُﺛ‬
َ ‫ﺣ ِﺘ‬
ْ ‫ﻫﺎ ِإﻳَﻤﺎًﻧﺎ َوا‬
َ ‫اْﺑِﺘَﻐﺎَء‬

Abu Hurairah r.a. meriwayatkan hadis dari Nabi Saw.


‫ﻦ َذْﻧِﺒِﻪ‬
ْ ‫ﻏِﻔَﺮ َﻟُﻪ َﻣﺎ َﺗَﻘَّﺪَم ِﻣ‬
ُ ‫ﺴﺎًﺑﺎ‬
َ ‫ﺣِﺘ‬
ْ ‫ن ِإﻳَﻤﺎًﻧﺎ َوا‬
َ ‫ﻀﺎ‬
َ ‫ﺻﺎَم َرَﻣ‬
َ ‫ﻦ‬
ْ ‫َوَﻣ‬ ‫ﻦ َذْﻧِﺒِﻪ‬
ْ ‫ﻏِﻔَﺮ َﻟُﻪ َﻣﺎ َﺗَﻘَّﺪَم ِﻣ‬
ُ ‫ﺴﺎًﺑﺎ‬
َ ‫ﺣِﺘ‬
ْ ‫ﻦ َﻗﺎَم َﻟْﻴَﻠَﺔ اْﻟَﻘْﺪِر ِإﻳَﻤﺎًﻧﺎ َوا‬
ْ ‫َﻣ‬

6 | TENTANG NUZUL AL— QUR’ AN


KH Zakky Mubarak, Rais Syuriyah PBNU
Sumber: https://islam.nu.or.id/ramadhan/letak-keistimewaan-lailatul-qadar-turunnya-al-qur-an-dan-malaikat-zpn
XM

Makna Nuzulul Qur'an dan Lailatul Qadar


Diantara momentum yang berharga di bulan Ramadhan adalah malam nuzulul qur’ an dan lailatul Qadar.
Keduanya merupakan ruang bersejarah yang menentukan kehidupan dunia selanjutnya. Karena keduanya
berhubungan langsung dengan proses turunnya al-Qur’ an sebagai petunjuk dan pedoman hidup umat manusia.
Akan tetapi seringkali disalah fahami keterangan antara nuzulul qur’ an dan lailatul qadar, bahkan saling
tumpang tindih antar keduanya, sehingga perlu diuraikan lebih jelas.
Istilah nuzulul qur’ an yang sering diperingati pada malam tanggal 17 Ramadhan merupakan malam di
mana pertama kali al-Qur’ an diturunkan kepada Rasulullah saw di Gua Hira melalui malaikat Jibril. Pada
kesempatan pertama kali ini Malaikat Jibril membawa surat iqra’ wa rabbukal akram. Kemudian untuk
selanjutnya al-Qur’ an diturunkan secara berangsur. Sedangkan lailatul qadar adalah istilah yang digunakan
untuk memperingati malam di mana al-Qur’ an diturunkan langsung dari Allah swt secara keseluruhan baitul
izzah (semacam ruang ilahiyah) yang kemudian dibawa jibril secara berangsur kepada Rasulullah saw. Oleh
karena itulah malam laylatul qadar hanya Allah swt yang mengetahuinya.
Sungguh malam itu adalah malam mulia, malam penuh berkah yang tidak boleh diragukan lagi. Karena
Allah swt sendiri mengungkapkan dalam surat ad-Dukhan ayat 3:
‫إن أﻧﺰﻟﻨﺎه ﻓﻰ ﻟﻴﻠﺔ ﻣﺒﺎرﻛﺔ‬

Allah swt mengistimewakan nilai malam ini lebih dari malam seribu bulan. Karena pada malam itu
Malaikat turun ke bumi mengatur segala urusan. Sesuai dengan perintah-Nya mereka, para malaikat akan
menetapkan berbagai takdir manusia mulai dari rizki, mati, jodoh dan semuanya.
Karena itulah di namakan lailatul Qadar , malam penentuan taqdir manusia. Sudah selayaknya kita
sebagai hamba yang menginginkan taqdir baik, apabila menekuk lutut bersimpuh di malam-malam itu, karena ini
berhubungan dengan nasib kita sebagai hamba. Seperti seorang budak yang memohon kepada majikannya.
Allah mengkhususkan keterangn ini dalam satu surat penuh, surat al-Qadar:
َ ‫ﻫ‬
‫ﻲ‬ِ ‫ﻼٌم‬
َ ‫ﺳ‬
َ * ‫ﻞ َأْﻣﺮ‬
ِّ ‫ن َرّﺑِـﻬﻢ ِّﻣﻦ ُﻛ‬
ِ ‫ح ِﻓَﻴﻬﺎ ِﺑِﺈْذ‬
ُ ‫ﻼ ِﺋَﻜُﺔ َواﻟُّﺮو‬
َ ‫ل اْﻟَﻤ‬
ُ ‫ﺷْﻬﺮ * َﺗَﻨَّﺰ‬
َ ‫ﻒ‬
ِ ‫ﻦ َأْﻟ‬
ْ ‫ﺧْﻴٌﺮ ِّﻣ‬
َ ‫ك َﻣﺎ َﻟْﻴَﻠُﺔ اْﻟَﻘْﺪِر * َﻟْﻴ َﻠﺔ اْﻟَﻘْﺪِر‬
َ ‫ِإَّﻧﺎ َأْﻧَﺰْﻟﻨﺎُه ِﻓﻰ َﻟْﻴَﻠِﺔ اْﻟَﻘْﺪِر * َوَﻣﺎ َأْدَرا‬
‫ﺠﺮ‬
ْ ‫ﻄَﻠِﻊ اْﻟَﻔ‬
ْ ‫ﺣَّﺘﻰ َﻣ‬
َ

Sumber: https://islam.nu.or.id/ubudiyah/makna-nuzulul-qur039an-dan-lailatul-qadar-xU1GK

Perbedaan Nuzulul Qur’ an dan Lailatul Qadar


Nuzulul Quran adalah waktu di mana Al-Qur’ an pertama kali diturunkan. Di Indonesia lazim diperingati
setiap tanggal 17 Ramadhan, umumnya di malam hari. Hampir di seluruh tempat di Nusantara mengadakan
seremoni layaknya memperingati Maulid Nabi, Isra Mi’ raj dan hari besar lainnya. Banyak cara masyarakat
mengisi acara Nuzulul Quran, mulai dari tumpengan, pengajian, istighotsah, tahlil, khataman Al-Qur’ an, dan
sebagainya.
Sementara Allah menegaskan bahwa Al-Qur’ an diturunkan pada malam Lailatul Qadar (Surat al-Qadar
ayat 1), yaitu malam paling spesial di bulan suci, malam yang sangat diharapkan seluruh umat Muhammad, ia
lebih baik dari pada seribu bulan. Pendapat yang paling populer bahwa Lailatul Qadar terjadi di sepuluh akhir
bulan Ramadhan, salah satu indikasinya Nabi sangat menekankan I’ tikaf dan ibadah lainnya di waktu-waktu
tersebut.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana korelasi antara dua narasi di atas? Mengapa bisa berbeda antara
peringatan Nuzulul Quran dan diturunkannya Al-Qur’ an pada malam Lailatul Qadar? Beberapa pakar tafsir

7 | TENTANG NUZUL AL— QUR’ AN


menjelaskan bahwa Al-Qur’ an diturunkan dua kali proses. Pertama, diturunkan secara keseluruhan (jumlatan
wahidah). Kedua, diturunkan secara bertahap (najman najman).
Sebelum diterima Nabi di bumi, Allah terlebih dahulu menurunkannya secara menyeluruh di langit dunia,
dikumpulkan jadi satu di Baitul Izzah. Selanjutnya malaikat Jibril menurunkannya kepada Nabi di bumi secara
berangsur, ayat demi ayat, di waktu yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan selama dua puluh tahun,
pendapat lain dua puluh satu tahun. Pakar tafsir terkemuka, Syekh Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi
menegaskan:
‫ﺻَّﻠﻰ اﻟَّﻠُﻪ‬
َ ‫ﻞ‬
ُ ‫ﺟْﺒِﺮﻳ‬
ِ ‫ن‬
َ ‫ﻢ َﻛﺎ‬
َّ ‫ ُﺛ‬،‫ﺳَﻤﺎِء اﻟُّﺪْﻧَﻴﺎ‬
َ ‫ﺖ اْﻟِﻌَّﺰِة ِﻓﻲ‬
ِ ‫ﺿَﻊ ِﻓﻲ َﺑْﻴ‬
ِ ‫ َﻓُﻮ‬،‫ﺣَﺪًة‬
ِ ‫ﺟْﻤَﻠًﺔ َوا‬
ُ ‫ﻋَﻠﻰ َﻣﺎ َﺑَّﻴَّﻨﺎُه‬
َ ‫ظ َﻟْﻴَﻠَﺔ اْﻟَﻘْﺪِر‬
ِ ‫ﺤُﻔﻮ‬
ْ ‫ح اْﻟَﻤ‬
ِ ‫ﻦ اﻟَّﻠْﻮ‬
َ ‫ل ِﻣ‬
َ ‫ن ُأْﻧِﺰ‬
َ ‫ن اْﻟُﻘْﺮآ‬
َّ ‫ف َأ‬
َ ‫ﻼ‬
َ ‫ﺧ‬
ِ ‫ﻻ‬
َ ‫َو‬
.‫ﺳَﻨًﺔ‬
َ ‫ﻦ‬
َ ‫ﺸِﺮﻳ‬
ْ ‫ﻋ‬
ِ ‫ﻚ ِﻓﻲ‬
َ ‫ َوَذِﻟ‬،‫ب‬
ِ ‫ﺳَﺒﺎ‬
ْ ‫ﻷ‬
َْ ‫ﻫﻲ َوا‬
ِ ‫ﻷَواِﻣِﺮ َواﻟَّﻨَﻮا‬
َْ ‫ﺠًﻤﺎ ِﻓﻲ ا‬
ْ ‫ﺠًﻤﺎ َﻧ‬
ْ ‫ل ِﺑِﻪ َﻧ‬
ُ ‫ﻢ َﻳْﻨِﺰ‬
َ ‫ﺳَّﻠ‬
َ ‫ﻋَﻠْﻴِﻪ َو‬
َ

‫ﻵَﻳَﺔ‬
ْ ‫ َﻳْﻌِﻨﻲ ا‬-‫ﺠﻮًﻣﺎ‬
ُ ‫ﻼُم ُﻧ‬
َ ‫ﺴ‬
َّ ‫ﻋَﻠْﻴِﻪ اﻟ‬
َ ‫ﻞ‬
ُ ‫ﺟْﺒِﺮﻳ‬
ِ ‫ ﺛﻢ ﻧﺰل ِﺑِﻪ‬،‫ﺳَﻤﺎِء اﻟﺪﻧﻴﺎ‬
َ ‫ﺣَﺪًة ِإَﻟﻰ اْﻟَﻜَﺘَﺒِﺔ ِﻓﻲ‬
ِ ‫ﺟْﻤَﻠًﺔ َوا‬
ُ ‫ظ‬
ِ ‫ﺤُﻔﻮ‬
ْ ‫ح اْﻟَﻤ‬
ِ ‫ﻦ اﻟَّﻠْﻮ‬
َ ‫ن ِﻣ‬
َ ‫ل اْﻟُﻘْﺮآ‬
َ ‫س ُأْﻧِﺰ‬
ٍ ‫ﻋَّﺒﺎ‬
َ ‫ﻦ‬
ُ ‫ل اْﺑ‬
َ ‫َوَﻗﺎ‬
‫ﺳَﻨًﺔ‬
َ ‫ﻦ‬
َ ‫ﺸِﺮﻳ‬
ْ ‫ﻋ‬
ِ ‫ﺣَﺪى َو‬
ْ ‫ﺨَﺘِﻠَﻔٍﺔ ِﻓﻲ ِإ‬
ْ ‫ت ُﻣ‬
ٍ ‫ ِﻓﻲ َأْوَﻗﺎ‬-‫ﻦ‬
ِ ‫ﻵَﻳَﺘْﻴ‬
ْ ‫َوا‬

Proses turunnya Al-Qur’ an secara total ini terjadi di bulan malam Lailatul Qadar, tepatnya malam 24
Ramadhan. Pendapat ini sebagaimana ditegaskan dalam riwayat Ibnu Abbas dan Watsilah bin al-Asqa’ .
Imamul Mufassirin (pemimpin para pakar tafsir), Syekh Abu Ja’ far Muhammad bin Jarir al-Thabari
menyampaikan riwayat tersebut dalam kitab tafsirnya sebagai berikut:
‫ﺟْﻤَﻠًﺔ‬
ُ ‫ن‬
ُ ‫ل اْﻟُﻘْﺮآ‬
َ ‫ل ُأْﻧِﺰ‬
َ ‫ َﻗﺎ‬،‫س‬
ٍ ‫ﻋَّﺒﺎ‬
َ ‫ﻦ‬
ِ ‫ﻦ اْﺑ‬
ِ ‫ﻋ‬
َ ،‫ﺟَﺒْﻴٍﺮ‬
ُ ‫ﻦ‬
ِ ‫ﺳِﻌﻴِﺪ ْﺑ‬
َ ‫ﻦ‬
ْ ‫ﻋ‬
َ ،‫س‬
ِ ‫ﺷَﺮ‬
ْ ‫ﻷ‬
َْ ‫ﻦ َأِﺑﻲ ا‬
ِ ‫ن ْﺑ‬
َ ‫ﺴﺎ‬
َّ ‫ﺣ‬
َ ‫ﻦ‬
ْ ‫ﻋ‬
َ ،‫ﺶ‬
ِ ‫ﻋَﻤ‬
ْ ‫ﻷ‬
َْ ‫ﻦ ا‬
ِ ‫ﻋ‬
َ ،‫ش‬
ٍ ‫ﻋَّﻴﺎ‬
َ ‫ﻦ‬
ُ ‫ل ﺛﻨﺎ َأُﺑﻮ َﺑْﻜِﺮ ْﺑ‬
َ ‫ﺐ َﻗﺎ‬
ٍ ‫ﺣَّﺪَﺛَﻨﺎ َأُﺑﻮ ُﻛَﺮْﻳ‬
َ ‫َﻛَﻤﺎ‬
‫ﺖ اْﻟِﻌَّﺰِة‬
ِ ‫ﻞ ِﻓﻲ َﺑْﻴ‬
َ ‫ﺠِﻌ‬
ُ ‫ َﻓ‬،‫ن‬
َ ‫ﻀﺎ‬
َ ‫ﻦ َرَﻣ‬
ْ ‫ﻦ ِﻣ‬
َ ‫ﺸِﺮﻳ‬
ْ ‫ﻋ‬
ِ ‫ﻦ اﻟِّﺬْﻛِﺮ ِﻓﻲ َﻟْﻴَﻠِﺔ َأْرَﺑٍﻊ َو‬
َ ‫ِﻣ‬

‫ﻋَﻠْﻴِﻪ‬
َ ‫ﺻَّﻠﻰ اﻟﻠُﻪ‬
َ ‫ﻲ‬
ِّ ‫ﻦ اﻟَّﻨِﺒ‬
ِ ‫ﻋ‬
َ " ،‫ﻦ َواِﺛَﻠَﺔ‬
ْ ‫ﻋ‬
َ ،‫ﺢ‬
ِ ‫ﻦ َأِﺑﻲ اْﻟَﻤِﻠﻴ‬
ِ ‫ﻦ اْﺑ‬
ِ ‫ﻋ‬
َ ،‫ﻦ َﻗَﺘﺎَدَة‬
ْ ‫ﻋ‬
َ ،‫ن‬
ُ ‫ﻄﺎ‬
َّ ‫ن اْﻟَﻘ‬
ُ ‫ﻋْﻤَﺮا‬
ِ ‫ ﺛﻨﺎ‬:‫ل‬
َ ‫ َﻗﺎ‬،‫ﺟﺎٍء‬
َ ‫ﻦ َر‬
ُ ‫ﻋْﺒُﺪ اﻟﻠِﻪ ْﺑ‬
َ ‫ ﺛﻨﺎ‬:‫ل‬
َ ‫ َﻗﺎ‬،‫ﺼﻮٍر‬
ُ ‫ﻦ َﻣْﻨ‬
ُ ‫ﺣَﻤُﺪ ْﺑ‬
ْ ‫ﺣَّﺪَﺛَﻨﺎ َأ‬
َ
َ ‫ َوُأْﻧِﺰ‬،‫ﺖ‬
‫ل‬ ْ ‫ﺧَﻠ‬
َ ‫ﺸَﺮَة‬
ْ ‫ﻋ‬
َ ‫ث‬
َ ‫ﻼ‬
َ ‫ﻞ ِﻟَﺜ‬
ُ ‫ﺠﻴ‬
ِ ‫ﻹْﻧ‬
ِْ ‫ل ا‬
َ ‫ َوُأْﻧِﺰ‬،‫ن‬
َ ‫ﻀﺎ‬
َ ‫ﻦ َرَﻣ‬
ْ ‫ﻦ ِﻣ‬
َ ‫ﻀْﻴ‬
َ ‫ﺖ َﻣ‬
ٍّ ‫ﺴ‬
ِ ‫ﺖ اﻟَّﺘْﻮَراُة ِﻟ‬
ِ ‫ َوُأْﻧِﺰَﻟ‬،‫ن‬
َ ‫ﻀﺎ‬
َ ‫ﺷْﻬِﺮ َرَﻣ‬
َ ‫ﻦ‬
ْ ‫ل َﻟْﻴَﻠٍﺔ ِﻣ‬
َ ‫ﻢ َأَّو‬
َ ‫ﻫﻴ‬
ِ ‫ﻒ ِإْﺑَﺮا‬
ُ ‫ﺤ‬
ُ ‫ﺻ‬
ُ ‫ﺖ‬
ْ ‫ َﻧَﺰَﻟ‬:‫ل‬
َ ‫ َﻗﺎ‬،‫ﻢ‬
َ ‫ﺳَّﻠ‬
َ ‫َو‬
َ ‫ﻀﺎ‬
‫ن‬ َ ‫ﻦ َرَﻣ‬
ْ ‫ﻦ ِﻣ‬
َ ‫ﺸِﺮﻳ‬
ْ ‫ﻋ‬
ِ ‫ﻷْرَﺑٍﻊ َو‬
َِ ‫ن‬
ُ ‫اْﻟُﻘْﺮآ‬

Dalam proses turunnya Al-Qur’ an secara bertahap, wahyu pertama yang diterima Nabi adalah Surat al-
‘ Alaq dari ayat satu sampai lima. Saat Nabi mencapai usia 40 tahun, Allah mengutusnya untuk alam semesta,
mengeluarkan mereka dari sesatnya kebodohan menuju terangnya pengetahuan. Tepatnya pada tanggal 17
Ramadhan, 13 tahun sebelum hijrah, Nabi menerima wahyu untuk pertama kalinya. Pakar sejarah Nabi, Syekh
Muhammad al-Khudlari Bik menegaskan:
‫ﺠَﻬﺎَﻟِﺔ ِإَﻟﻰ ُﻧْﻮِر‬
َ ‫ت اْﻟ‬
ِ ‫ﻇُﻠَﻤﺎ‬
ُ ‫ﻦ‬
َ ‫ﻢ ِﻣ‬
ْ ‫ﺟُﻬ‬
َ ‫ﺨِﺮ‬
ْ ‫ﺸْﻴًﺮا َوَﻧِﺬْﻳًﺮا ِﻟُﻴ‬
ِ ‫ﻦ َﺑ‬
َ ‫ﺳَﻠُﻪ اﻟﻠُﻪ ِﻟْﻠَﻌﺎَﻟِﻤْﻴ‬
َ ‫ﺳَﻨًﺔ َأْر‬
َ ‫ن‬
َ ‫ﻲ َأْرَﺑُﻌْﻮ‬
َ ‫ﻫ‬
ِ ‫ل َو‬
ِ ‫ﻦ اْﻟَﻜَﻤﺎ‬
َّ ‫ﺳ‬
ِ ‫ﻼُم‬
َ ‫ﺴ‬
َّ ‫ﻼُة َواﻟ‬
َ ‫ﺼ‬
َّ ‫ﻋَﻠْﻴِﻪ اﻟ‬
َ ‫ﻲ ) َﻟَّﻤﺎ َﺑَﻠَﻎ‬
ِ ‫ﺣ‬
ْ ‫ـ (َﺑْﺪُء اْﻟَﻮ‬
‫ﺳَﻨَﺔ‬
َ ‫ن‬
َ ‫ﻀﺎ‬
َ ‫ َرَﻣ‬17 ‫ﻲ‬
ْ ‫ن ِﻓ‬
َ ‫ﻚ َﻛﺎ‬
َ ‫ن َذِﻟ‬
َّ ‫ﺚ َأ‬
ِ ‫ﺤ‬
ْ ‫ﻦ َﺑْﻌَﺪ ِدَّﻗِﺔ اْﻟَﺒ‬
َ ‫ َﺗَﺒَّﻴ‬،‫ﻲ‬
ُّ ‫ﺷﺎ َاْﻟَﻔَﻠِﻜ‬
َ ‫ﺤُﻤْﻮْد َﺑﺎ‬
ْ ‫ﺣْﻮُم َﻣ‬
ُ ‫ﺤُﻪ اْﻟَﻤْﺮ‬
َ ‫ﺿ‬
َ ‫ﻼِد َﻛَﻤﺎ َأْو‬
َ ‫ﻦ اْﻟِﻤْﻴ‬
َ ‫ ِﻣ‬٦١٠ ‫ﺳَﻨَﺔ‬
َ ‫ل َﻓْﺒَﺮاِﻳْﺮ‬
ِ ‫ﻲ َأَّو‬
ْ ‫ﻚ ِﻓ‬
َ ‫ن َذِﻟ‬
َ ‫ﻢ َوَﻛﺎ‬
ِ ‫اْﻟِﻌْﻠ‬
٦١٠ ‫ﺳَﻨَﺔ‬
َ ‫ﻖ ُﻳْﻮِﻟُﻴْﻮ‬
ُ ‫ﻚ ُﻳَﻮاِﻓ‬
َ ‫ﺠَﺮِة َوَذِﻟ‬
ْ ‫ﻞ اْﻟِﻬ‬
َ ‫ َﻗْﺒ‬13

8 | TENTANG NUZUL AL— QUR’ AN


Dari referensi di atas dapat dipahami bahwa peringatan Nuzulul Quran yang populer di Indonesia
mengacu pada sejarah pertama kali turunnya Al-Qur’ an dalam proses kedua, yaitu dari Baitul Izzah kepada
Nabi di bumi. Perbedaan pendapat mengenai kapan wahyu pertama turun memang tidak bisa dihindari. Selain
tanggal 17 Ramadhan ada pula yang berpendapat terjadi tanggal 7, 8, dan 21 Ramadhan. Bahkan beberapa
pendapat ada yang menyebut bukan di bulan Ramadhan. Namun, perayaan Nuzulul Quran di setiap tanggal 17
Ramadhan yang telah turun-temurun terlaksana tanpa ada pengingkaran dari para ulama, setidaknya memiliki
pembenaran dari sudut pandang sejarah menurut satu versi. Oleh karenanya, tidak perlu fanatik secara
berlebihan dengan menyalahkan pihak yang berbeda dengan pendapat yang diyakini. Siapa pun boleh
merayakan Nuzulul Quran di selain tanggal 17 Ramadhan dengan tetap menghormati pendapat lain yang
berbeda.
Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun,
Cirebon, Jawa Barat.
Sumber: https://islam.nu.or.id/ramadhan/perbedaan-nuzulul-quran-dan-lailatul-qadar-PFFsq

9 | TENTANG NUZUL AL— QUR’ AN

Anda mungkin juga menyukai