PENDAHULUAN
Secara nasional, kebutuhan untuk memenuhi konsumsi susu dan daging sapi di Indonesia
setiap tahun selalu meningkat, sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan
pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat serta semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat
akan pentingnya protein hewani. Kebutuhan gizi hewani Indonesia khususnya susu dan daging sapi
masih diperoleh dari tiga sumber yaitu peternakan rakyat, peternakan komersial dan impor.
Data Statistik Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian
Pertanian 2023 menyajikan data populasi sapi potong di Sulawesi Selatan sebanyak 1.369.890 pada
tahun 2019 kemudian di tahun 2022 terjadi peningkatan populasi menjadi 1.414.067. Sementara
populasi sapi perah di Sulawesi Selatan tahun 2019 sebanyak 1.049 kemudian pada tahun 2022 juga
mengalami peningkatan populasi menjadi 1.125 ekor (BPS, 2023). Dari data tersebut menunjukkan
kondisi pertumbuhan peternakan Sapi di Sulawesi Selatan masih terus mengalami peningkatan dan
memberikan dampak ekonomi yang sangat menjanjikan bagi masyarakat. Di sisi lain sektor
budidaya ini masih memerlukan pengembangan lebih lanjut dan pengawasan kesehatan yang
melibatkan lintas sektoral terutama dalam mengembalikan produksi ternak pasca wabah penyakit
menular (PMK dan Jembrana).
Kesehatan ternak merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
usaha peternakan sapi potong. Penyakit yang menyerang ternak diketahui dapat menurunkan
pembentukan daging serta produktivitas ternak karena gangguan penyerapan nutrisi (Abidin 2008).
Triakoso (2009) menyebutkan bahwa gangguan kesehatan hewan dapat merugikan peternak yang
disebabkan oleh kematian ternak, biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan, penurunan produksi,
serta turunnya efisiensi pakan. Kerugian tersebut menunjukkan bahwa tata laksana kesehatan ternak
penting diterapkan dalam usaha peternakan.
Manajemen kesehatan hewan berhubungan erat dengan usaha pencegahan infeksi dari
agen-agen infeksi melalui upaya menjaga biosekuriti dengan menjaga higienitas dan sanitasi
kandang, manajemen pakan yang baik, dan peningkatan daya tahan tubuh ternak melalui pemberian
obat cacing dan multivitamin (LeBlanc et al. 2006; Lestari et al. 2020).
PEMBAHASAN
Pemberian Multivitamin Gizcow® Sebagai Program Pelayanan Kesehatan Hewan Saat
Wabah PMK
Penyakit PMK (Penyakit Mulut & Kuku) adalah penyakit yang sangat menular serta
merusak lapisan endothel mulut, lidah, & kuku pada hewan berkuku genap (sapi, kambing, domba,
& babi). PMK disebabkan oleh Aphtovirus, virus tidak beramplop dengan dinding pembungkus
virus yang sangat tebal & tidak akan hancur oleh desinfektan berbasis alkohol, phenol,
glutaraldehyde, Benzalkonium Chloride & formaldehide. Aphtovirus juga tahan terhadap panas, air
garam serta kekeringan sehingga bisa bertahan lama di alam. Aphtovirus hanya dapat dihancurkan
akibat rentan terhadap pH ekstrim ( kondisi asam pH rendah <5 ) (OIE, 2012).
Saat hewan sakit terinfeksi Aphtovirus PMK, maka hewan tersebut tidak dapat divaksin.
Tindakan yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan protokol sederhana penanganan PMK.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan dengan pemberian multivitamin Gizcow yang mengandung
zat aktif dengan pH rendah + vit A, C, E dan asam amino. Mengatasi sapi yang tidak mau makan
dan minum dengan memberikan multivitamin Gizcow yang lembut untuk dicampurkan dengan air
+ konsentrat/dedak/ampas tahu. Makanan lembut diperlukan agar sapi tetap mendapat asupan nutrisi
serta mampu mengembangkan antibody melawan infeksi Aphthovirus alami tanpa memperparah
luka pada mulut & lidah sapi. Pemberian multivitamin Gizcow ini diberikan sebanyak 3 kali sehari
selama 2 minggu hingga sapi pulih kembali. Sapi yang telah pulih akan memiliki kekebalan antibody
dari sel B memory yang sama seperti sapi yang telah divaksin.
Sebelum dilakukan penanganan kondisi sapi lemas akibat kurang makan, serta memiliki
luka di mulut, bibir, lidah, & di perbatasan kuku kaki. Penanganan dilakukan selama 7 hari dengan
memberikan multivitamin Gizcow sebagai makanan pelengkap sapi.
DAFTAR PUSTAKA